Upload
zee-blackpearl
View
253
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
efusi pleura
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi merupakan tanda
suatu penyakit. Pada keadaan normal, rongga pleura hanya mengandung sedikit cairan
sebanyak 10-20 ml yang membentuk lapisan tipis pada pleura parietalis dan viseralis,
dengan fungsi utama sebagai pelicin gesekan antara permukaan kedua pleura pada waktu
pernafasan. Penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan efusi pleura adalah tuberkulosis,
infeksi paru nontuberkulosis, keganasan, sirosis hati, trauma tembus atau tumpul pada
daerah ada, infark paru, serta gagal jantung kongestif. Di Negara-negara barat, efusi
pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif, sirosis hati, keganasan, dan
pneumonia bakteri, sementara di Negara-negara yang sedang berkembang, seperti
Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis. Efusi pleura keganasan
merupakan salah satu komplikasi yang biasa ditemukan pada penderita keganasan dan
terutama disebabkan oleh kanker paru dan kanker payudara. Efusi pleura merupakan
manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada sekitar 50-60% penderita keganasan pleura
primer atau metastatik. Sementara 5% kasus mesotelioma (keganasan pleura primer)
dapat disertai efusi pleura dan sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akan
mengalami efusi pleura.(1)
Latar belakang penulisan sari pustaka ini adalah untuk mempelajari dan
mengetahui definisi, patogenesis, klasifikasi, gejala klinis, diagnosis, pemeriksaan
penunjang dan tatalaksana efusi pleura.(1)
1
BAB II
EFUSI PLEURA
II.1 Anatomi dan Fisiologi Pleura
Pleura adalah suatu membran serosa yang melapisi permukaan dalam dinding toraks di
kanan dan kiri, melapisi permukaan superior diafragma kanan dan kiri, melapisi mediastinum
kanan dan kiri(semuanya disebut pleura parietalis), kemudian pada pangkal paru, membran
serosa ini berbalik melapisi paru (pleura viseralis). Pleura viseralis ini berinvaginasi
mengikuti fisura yang membagi setiap lobus. Pleura disusun juga oleh sel-sel (terutama
fibroblast dan makrofag). Pleura paru ini juga dilapisi oleh selapis mesotel.. Lapisan tipis ini
mengandung kolagen dan jaringan elastis.(2)
Ada 2 macam pleura yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis. Pleura parietalis melapisi
toraks atau rongga dada sedangkan pleura viseralis melapisi paru-paru. Kedua pleura ini
bersatu pada hilus paru. Dalam beberapa hal terdapat perbedaan antara kedua pleura ini yaitu
pleura viseralis bagian permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesotelial yang tipis
(tebalnya tidak lebih dari 30 µm). Diantara celah-celah sel ini terdapat beberapa sel limfosit.
Di bawah sel-sel mesotelia ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit.
Seterusnya dibawah ini (dinamakan lapisan tengah) terdapat jaringan kolagen dan serat-serat
elastik. Pada lapisan terbawah terdapat jaringan intertitial subpleura yang sangat banyak
mengandung pembuluh darah kapiler dari A. Pulmonalis dan A. Brankialis serta pembuluh
getah bening. Keseluruhan jaringan pleura viseralis ini menempel dengan kuat pada jaringan
parenkim paru. Pleura parietalis mempunyai lapisan jaringan lebih tebal dan terdiri dari sel-
sel mesotelial juga dan jaringan ikat (jaringan kolagen dan serat-serat elastik). Dalam
jaringan ikat, terdapat pembuluh kapiler dari A. Interkostalis dan A. Mammaria interna,
pembuluh getah bening dan banyak reseptor saraf-saraf sensorik yang peka terhadap rasa
sakit dan perbedaan temperatur. Sistem persarafan ini berasal dari nervus intercostalis
dinding dada. Keseluruhan jaringan pleura parietalis ini menempel dengan mudah, tapi juga
mudah dilepaskan dari dinding dada di atasnya. Di antara pleura terdapat ruangan yang
disebut spasium pleura, yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan
dan memungkinkan keduanya bergeser secara bebas pada saat ventilasi. Cairan tersebut
dinamakan cairan pleura. Cairan ini terletak antara paru dan thoraks. Tidak ada ruangan yang
sesungguhnya memisahkan pleura parietalis dengan pleura viseralis sehingga apa yang
disebut sebagai rongga pleura atau kavitas pleura hanyalah suatu ruangan potensial. Tekanan
2
dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer sehingga mencegah kolaps paru.
Jumlah normal cairan pleura adalah 10-20 cc.
Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura parietalis dan pleura
viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisahan toraks dan paru yang
dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek yang akan saling melekat jika ada air. Kedua
kaca objek tersebut dapat bergeseran satu dengan yang lain tetapi keduanya sulit dipisahkan.
Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam pleura parietalis ke
ruang pleura kemudian diserap kembali melalui pleura viseralis. Hal ini disebabkan karena
perbedaan tekanan antara tekanan hidrostatik darah yang cenderung mendorong cairan keluar
dan tekanan onkotik dari protein plasma yang cenderung menahan cairan agar tetap di dalam.
Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih besar daripada selisih
perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura viseralis lebih
besar dari pada pleura parietalis sehingga dalam keadaan normal hanya ada beberapa mililiter
cairan di dalam rongga pleura.
Gambar 1 Gambaran Anatomi Pleura
Sumber : Poslal medicina, 2007
II.2 Definisi
Efusi Pleura adalah penimbunan cairan di dalam rongga pleura akibat transudasi atau
eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Cairan dalam jumlah yang berlebihan dapat
mengganggu pernapasan dengan membatasi peregangan paru selama inhalasi.(3)
3
II.3 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan
dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal, cairan pleura dibentuk secara
lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena
perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan interstisial submesotelial, kemudian
melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat
melalui pembuluh limfe di sekitar pleura.
Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh
peradangan. Bila proses radang disebabkan oleh kuman piogenik akan terbentuk
pus/nanah, sehingga terjadilah empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh
darah sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks.
Proses terjadinya pneumotoraks karena pecahnya alveoli dekat pleura parietalis
sehingga udara akan masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini sering disebabkan oleh
trauma dada atau alveoli yang kurang elastis lagi seperti pada pasien emfisema paru.(2)
Efusi dapat terdiri dari cairan yang relatif jernih, yang mungkin merupakan cairan
transudat atau eksudat, atau dapat mengandung darah dan purulen. Transudat (filtrasi
plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang utuh) terjadi jika faktor-faktor
yang mempengaruhi pembentukan dan reabsorpsi cairan pleural terganggu. Biasanya
oleh ketidakseimbangan tekanan hidrostatik atau onkotik. Transudat menandakan
bahwa kondisi seperti asites atau gagal ginjal mendasari penumpukan cairan. Eksudat
(ekstravasasi cairan ke dalam jaringan atau kavitas). Biasanya terjadi akibat inflamasi
oleh produk bakteri atau tumor yang mengenai permukaan pleural.(4)
Efusi yang mengandung darah disebut dengan efusi hemoragis. Pada keadaan ini
kadar eritrosit di dalam cairan pleural meningkat antara 5.000-10.000 mm3. Keadaan
ini sering dijumpai pada keganasan pneumonia. Terdapat empat tipe cairan yang dapat
ditemukan pada efusi pleura, yaitu :
1. Cairan serus (hidrotorak)
2. Darah (hemotorak)
3. Kilo (kilotorak)
4
4. Nanah (piotorak atau empiema)
Hidrotoraks
Pada keadaan hipoproteinemi/hipoalbuminemia berat bisa timbul transudat.
Cairannya encer dengan warna dan konsistensi seperti serum, dan tidak
mengandung protein sehingga uji Rivalta pun akan negative. Hidrotoraks biasa
ditemukan bilateral. Sebab lain yang mungkin adalah gagal jantung kanan,
sirosis hati dengan asites, serta sebagai salah satu trias dari sindroma Meig
(fibroma ovarii, asites, dan hidrotoraks).
Hematotoraks/hemotoraks
Timbul perdarahan dalam rongga pleura akibat trauma dada/toraks.
Piotoraks/empiema
Akibat infeksi primer maupun sekunder bakteri piogenik yang menyebabkan
cairan pleura berubah menjadi pus/nanah.
Chylothorax
Dapat terjadi karena suatu proses keganasan dalam mediastinum sehingga
terjadi erosi dari duktus toraksikus serta fistulasi ke dalam rongga pleura,
dimana cairannya adalah cairan limfe (putih kekuningan seperti susu). Kelainan
ini dapat pula ditemukan pada kasus sirosis hati dengan chylous ascites, dimana
cairan asites ini akan menembus diafragma dan masuk ke rongga pleura.
Hidropneumotoraks dan piopneumotoraks
Bila pada suatu piotoraks didapatkan juga udara di atas pus, maka disebut
piopneumotoraks. Namun bila cairan masih belum berupa pus maka disebut
hidropnemotoraks (air-fluid level).
Cairan pleura hemato-sanguinus
5
Bila cairan patologis dihasilkan oleh proses maligna pada pleura, baik primer
maupun sekunder, maka cairan akan berwarna kemerah-merahan sampai coklat
(hemato-sanguinus). Suatu abses hati (karena amuba) yang menembus
diafragma akan pula menimbulkan efusi pleura kanan dengan cairan hemato-
sanguinus bercampur pus.
II.4 Etiologi
Efusi pleura merupakan proses penyakit primer yang jarang terjadi, tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain.
Menurut Brunner & Suddart. 2001, terjadinya efusi pleura disebabkan oleh 2 faktor yaitu: (1)
1. Infeksi
Penyakit-penyakit infeksi yang menyebabkan efusi pleura antara lain: tuberculosis,
pnemonitis, abses paru, abses subfrenik.
Macam-macam penyakit infeksi lain yang dapat menyebabkan efusi pleura antara
lain:
a.Pleuritis karena Virus dan mikoplasma
Efusi pleura karena virus atau mikoplasma agak jarang. Bila terjadi jumlahnya
pun tidak banyak dan kejadiannya hanya selintas saja. Jenis-jenis virusnya
adalah : Echo virus, Coxsackie virus, Chlamidia, Rickettsia, dan mikoplasma.
Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-6000 per cc.
b. Pleuritis karena bakteri Piogenik
Permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang berasal dari jaringan
parenkim paru dan menjalar secara hematogen, dan jarang yang melalui penetrasi
diafragma, dinding dada atau esophagus.
Aerob : Streptococcus pneumonia, Streptococcus mileri, Saphylococcus aureus,
Hemofilus spp, E. coli, Klebsiella, Pseudomonas spp.
Anaerob : Bacteroides spp, Peptostreptococcus, Fusobacterium.
c.Pleuritis Tuberkulosa
6
Permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang bersifat eksudat. Penyakit
kebanyakan terjadi sebagai komplikasi tuberkulosis paru melalui fokus subpleura
yang robek atau melalui aliran getah bening.
Cairan efusi yang biasanya serous, kadang-kadang bisa juga hemoragis. Jumlah
leukosit antara 500-2000 per cc. mula-mula yang dominan adalah sel
polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfost. Cairan efusi sangat sedikit
mengandung kuman tuberculosis.
d. Pleura karena Fungi
Pleuritis karena fungi amat jarang. Biasanya terjadi karena penjalaran infeksi
fungi dari jaringan paru. Jenis fungi penyebab pleuritis adalah : aktinomikosis,
koksidioidomikosis, aspergillus, kriptokokus, histoplasmosis, blastomikosis, dll.
Patogenesis timbulnya efusi pleura adalah karena reaksi hipersensitivitas lambat
terhadap organisme fungi. .
e.Pleuritis karena parasit
Parasit yang dapat menginfeksi ke dalam rongga pleura hanyalah amoeba. Bentuk
tropozoit datang dari parenkim hati menembus diafragma terus ke parenkim paru
dan rongga pleura. Efusi pleura karena parasit ini terjadi karena peradangan yang
ditimbulkannya. Di samping ini dapat terjadi empiema karena karena ameba yang
cairannya berwarna khas merah coklat.di sini parasit masuk ke rongga pleura
secara migrasi dari perenkim hati. Dapat juga karena adanya robekan dinding
abses amuba pada hati ke arah rongga pleura.
2. Non infeksi
Sedangkan penyakit non infeksi yang dapat menyebabkan efusi pleura antara lain: Ca
paru, Ca pleura (primer dan sekunder), Ca mediastinum, tumor ovarium, bendungan
jantung (gagal jantung), perikarditis konstruktifa, gagal hati, gagal ginjal.
Adapun penyakit non infeksi lain yang dapat menyebabkan efusi pleura antara lain:
a. Efusi pleura karena gangguan sirkulasi
1. Gangguan Kardiovaskuler
7
Payah jantung (decompensatio cordis) adalah penyebab terbanyak timbulnya
efusi pleura. Penyebab lainnya dalah perikarditis konstriktiva dan sindrom
vena kava superior. Patogenesisnya dalah akibat terjadinya peningkatan
tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler pulmonal akan menurunkan
kapasitas reabsorbsi pembuluh darah subpleura dan aliran getah bening juga
akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongga pleura dan paru-
paru meningkat.
2. Emboli Pulmonal
Efusi pleura dapat terjadi pada sisi paru yang terkena emboli pulmonal.
Keadaan ini dapat disertai infark paru ataupun tanpa infark. Emboli
menyebabkan turunnya aliran darah arteri pulmonalis, sehingga terjadi
iskemia maupun kerusakan parenkim paru dan memberikan peradangan
dengan efusi yang berdarah (warna merah). Di samping itu permeabilitas
antara satu atau kedua bagian pleura akan meningkat, sehingga cairan efusi
mudah terbentuk.
Cairan efusi biasanya bersifat eksudat, jumlahnya tidak banyak, dan
biasanya sembuh secara spontan, asal tidak terjadi emboli pulmonal lainnya.
Pada efusi pleura denga infark paru jumlah cairan efusinya lebih banyak dan
waktu penyembuha juga lebih lama.
3. Hipoalbuminemia
Efusi pleura juga terdapat pada keadaan hipoalbuminemia seperti sindrom
nefrotik, malabsorbsi atau keadaan lain dengan asites serta anasarka. Efusi
terjadi karena rendahnya tekana osmotic protein cairan pleura dibandingkan
dengan tekana osmotic darah. Efusi yang terjadi kebanyakan bilateral dan
cairan bersifat transudat.
b. Efusi pleura karena neoplasma
Neoplasma primer ataupun sekunder (metastasis) dapat menyerang pleura dan
umumnya menyebabkan efusi pleura. Keluhan yang paling banyak ditemukan adalah
sesak nafas dan nyeri dada. Gejala lain adalah adanya cairan yang selalu berakumulasi
kembali dengan cepat walaupun dilakukan torakosentesis berkali-kali.
8
Terdapat beberapa teori tentang timbulnya efusi pleura pada neoplasma, yakni :
- Menumpuknya sel-sel tumor akan meningkatnya permeabilitas pleura
terhadap air dan protein
- Adanya massa tumor mengakibatkan tersumbatnya aliran pembuluh darah
vena dan getah bening, sehingga rongga pleura gagal memindahkan cairan dan
protein
- Adanya tumor membuat infeksi lebih mudah terjadi dan selanjutnya
timbul hipoproteinemia.
c. Efusi pleura karena sebab lain
1. Efusi pleura dapat terjadi karena trauma yaitu trauma tumpul, laserasi, luka
tusuk pada dada, rupture esophagus karena muntah hebat atau karena pemakaian
alat waktu tindakan esofagoskopi.
2. Uremia
Salah satu gejala penyakit uremia lanjut adalah poliserositis yang terdiri dari efusi
pleura, efusi perikard dan efusi peritoneal (asites). Mekanisme penumpukan cairan
ini belum diketahui betul, tetapi diketahui dengan timbulnya eksudat terdapat
peningkatan permeabilitas jaringan pleura, perikard atau peritoneum. Sebagian
besar efusi pleura karena uremia tidak memberikan gejala yang jelas seperti sesak
nafas, sakit dada, atau batuk.
3. Miksedema
Efusi pleura dan efusi perikard dapat terjadi sebagai bagian miksedema. Efusi
dapat terjadi tersendiri maupun secara bersama-sama. Cairan bersifat eksudat dan
mengandung protein dengan konsentrasi tinggi.
4. Limfedema
Limfedema secara kronik dapat terjadi pada tungkai, muka, tangan dan efusi
pleura yang berulang pada satu atau kedua paru. Pada beberapa pasien terdapat
juga kuku jari yang berwarna kekuning-kuningan.
5. Reaksi hipersensitif terhadap obat
9
Pengobatan dengan nitrofurantoin, metisergid, praktolol kadang-kadang
memberikan reaksi/perubahan terhadap paru-paru dan pleura berupa radang dan
dan kemudian juga akan menimbulkan efusi pleura.
6. Efusi pleura idiopatik
Pada beberapa efusi pleura, walaupun telah dilakukan prosedur diagnostic secara
berulang-ulang (pemeriksaan radiologis, analisis cairan, biopsy pleura), kadang-
kadang masih belum bisa didapatkan diagnostic yang pasti. Keadaan ini dapat
digolongkan daloam efusi pleura idiopatik.
d. Efusi pleura karena kelainan Intra-abdominal
Efusi pleura dapat terjadi secara steril karena reaksi infeksi dan peradangan yang
terdapat di bawah diafragma, seperti pankreatitis, pseudokista pancreas atau
eksaserbasi akut pankreatitis kronik, abses ginjal, abses hati, abses limpa, dll.
Biasanya efusi terjadi pada pleura kiri tapi dapat juga bilateral. Mekanismenya
adalah karena berpindahnya cairan yang kaya dengan enzim pancreas ke rongga
pleura melalui saluran getah bening. Efusi disini bersifat eksudat serosa, tetapi
kadang-kadang juga dapat hemoragik. Efusi pleura juga sering terjadi setelah 48-
72 jam pasca operasi abdomen seperti splenektomi, operasi terhadap obstruksi
intestinal atau pascaoperasi atelektasis.
1. Sirosis Hati
Efusi pleura dapat terjadi pada pasien sirosis hati. Kebanyakan efusi pleura
timbul bersamaan dengan asites. Secara khas terdapat kesamaan antara cairan
asites dengan cairan pleura, karena terdapat hubungnan fungsional antara
rongga pleura dan rongga abdomen melalui saluran getah bening atau celah
jaringan otot diafragma.
2. Sindrom Meig
Tahun 1937 Meig dan Cass menemukan penyakit tumor pada ovarium (jinak
atau ganas) disertai asites dan efusi pleura. Patogenesis terjadinya efusi pleura
masih belum diketahui betul. Bila tumor ovarium tersebut dioperasi, efusi
pleura dan asitesnya pun segera hilang. Adanya massa di rongga pelvis disertai
asites dan eksudat cairan pleura sering dikira sebagai neoplasma dan
metastasisnya.
10
3. Dialisis Peritoneal
Efusi pleura dapat terjadi selama dan sesudah dilakukannya dialysis
peritoneal. Efusi terjadi pada salah satu paru maupun bilateral. Perpindahan
cairan dialisat dari rongga peritoneal ke rongga pleura terjadi melalui celah
diafragma. Hal ini terbukti dengan samanya komposisi antara cairan pleura
dengan cairan dialisat.
II.5 Patogenesis
Pada orang normal, cairan di rongga pleura sebanyak 10-20 cc. Cairan di
rongga pleura jumlahnya tetap karena ada keseimbangan antara produksi oleh
pleura parientalis dan absorbsi oleh pleura viceralis. Keadaan ini dapat
dipertahankan karena adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatis pleura
parientalis sebesar 9 cm H2O dan tekanan koloid osmotic pleura viceralis.
Namun dalam keadaan tertentu, sejumlah cairan abnormal dapat terakumulasi di
rongga pleura. Cairan pleura tersebut terakumulasi ketika pembentukan cairan
pleura lebih dari pada absorbsi cairan pleura, misalnya reaksi radang yang
meningkatkan permeabilitas vaskuler. Selain itu, hipoprotonemia dapat
menyebabkan efusi pleura karena rendahnya tekanan osmotic di kapiler darah.(7)
Dalam keadaan normal pada cavum pleura dipertahankan oleh:
1. Tekanan hidrostatik pleura parientalis 9 cm H2O
2. Tekanan osmotik pleura viceralis 10 cm H2O
3. Produksi cairan 0,1 ml/kgBB/hari (7)
Secara garis besar akumulasi cairan pleura disebabkan karena dua hal yaitu:
1. Pembentukan cairan pleura berlebih
Hal ini dapat terjadi karena peningkatan: permeabilitas kapiler
(keradangan, neoplasma), tekanan hidrostatis di pembuluh darah ke
jantung / v. pulmonalis ( kegagalan jantung kiri ), tekanan negatif
intrapleura (atelektasis ).
Ada tiga faktor yang mempertahankan tekanan negatif paru yang normal
ini. Pertama, jaringan elastis paru memberikan kontinu yang cenderung
menarik paru-paru menjauh dari rangka thoraks. Tetapi, permukaan pleura
viseralis dan pleura parietalis yang saling menempel itu tidak dapat
11
dipisahkan, sehingga tetap ada kekuatan kontinyu yang cenderung
memisahkannya. Kekuatan ini dikenal sebagai kekuatan negatif dari ruang
pleura.
Faktor utama kedua dalam mempertahankan tekanan negatif intra pleura
adalah kekuatan osmotik yang terdapat di seluruh membran pleura. Cairan
dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam pleura parietalis
ke ruang pleura dan kemudian di serap kembali melalui pleura viseralis.
Pergerakan cairan pleura dianggap mengikuti hukum Starling tentang
pertukaran trans kapiler yaitu, pergerakan cairan bergantung pada selisih
perbedaan antara tekanan hidrostatik darah yang cenderung mendorong
cairan keluar dan tekanan onkotik dari protein plasma yang cenderung
menahan cairan agar tetap di dalam. Selisih perbedaan absorbsi cairan pleura
melalui pleura viseralis lebih besar daripada selisih perbedaan pembentukan
cairan parietalis dan permukaan pleura viseralis lebih besar daripada plura
parietalis sehingga pada ruang pleura dalam keadaan normal hanya terdapat
beberapa milliliter cairan. (3)
Faktor ketiga yang mendukung tekanan negatif intrapleura adalah
kekuatan pompa limfatik. Sejumlah kecil protein secara normal memasuki
ruang pleura tetapi akan dikeluarkan oleh sistem limfatik dalam pleura
parietalis. Ketiga faktor ini kemudian, mengatur dan mempertahankan
tekanan negatif intra pleura normal.
2. Penurunan kemampuan absorbsi sistem limfatik
ini disebabkan karena beberapa hal antara lain: obstruksi stomata,
gangguan kontraksi saluran limfe, infiltrasi pada kelenjar getah bening,
peningkatan tekanan vena sentral tempat masuknya saluran limfe dan
tekanan osmotic koloid yang menurun dalam darah, misalnya pada
hipoalbuminemi. Sistem limfatik punya kemampuan absorbsi sampai dengan
20 kali jumlah cairan yang terbentuk.
Pada orang sehat pleura terletak pada posisi yang sangat dekat satu
sama lain dan hanya dipisahkan oleh cairan serous yang sangat sedikit,
yang berfungsi untuk melicinkan dan membuat keduanya bergesekan
dengan mudah selama bernafas. Sedikitnya cairan serous menyebabkan
12
keseimbangan diantara transudat dari kapiler pleura dan reabsorbsi oleh
vena dan jaringan limfatik di selaput visceral dan parietal. Jumlah
cairan yang abnormal dapat terkumpul jika tekanan vena meningkat
karena dekompensasi kordis atau tekanan vena cava oleh tumor
intrathorak. Selain itu, hipoprotonemia dapat menyebabkan efusi pleura
karena rendahnya tekanan osmotik di kapiler darah.
Eksudat pleura lebih pekat, tidak terlalu jernih, dan agak menggumpal. Cairan pleura
jenis ini biasanya terjadi karena rusaknya dinding kapiler melalui proses suatu penyakit,
seperti pneumonia atau TBC, atau karena adanya percampuran dengan drainase limfatik, atau
dengan neoplasma. Bila efusi cepat permulaanya, banyak leukosit terbentuk, dimana pada
umumnya limfatik akan mendominasi. Efusi yang disebabkan oleh inflamasi pleura selalu
sekunder terhadap proses inflamasi yang melibatkan paru, mediastinum, esophagus atau
ruang subdiafragmatik. Pada tahap awal, ada serabut pleura yang kering tapi ada sedikit
peningkatan cairan pleura.selama lesi berkembang, selalu ada peningkatan cairan pleura.
Cairan eksudat ini sesuai dengan yang sudah di jelaskan sebelumnya. Pada tahap awal, cairan
pleura yang berupa eksudat ini bening, memiliki banyak fibrinogen, dan sering disebut serous
atau serofibrinous. Pada tahap selanjutnya akan menjadi kurang jernih, lebih gelap dan
konsistensinya kental karena meningkatkanya kandungan sel PMN.
II.6 Klasifikasi
Efusi berdasarkan penyebabnya, yakni :
a. Bila efusi berasal dari implantasi sel-sel limfoma pada permukaan
pleura, cairannya adalah eksudat, berisi sel limfosit yang banyak dan
sering hemoragik.
b. Bila efusi terjadi akibat obstruksi aliran getah bening, cairannya bisa
transudat atau eksudat dan ada limfosit.
c. Bila efusi terjadi akibat obstruksi duktus torasikus, cairannya akan
berbentuk cairan kelenjar limfa (chylothorak).
d. Bila efusi terjadi karena infeksi pleura pada pasien limfoma maligna
karena menurunnya resistensinya terhadap infeksi, efusi akan
berbentuk empiema akut atau kronik.(4)
13
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi
1. Transudat
Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah
transudat. Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler
hidrostatik dan koloid osmotik menjadi terganggu, sehingga terbentuknya
cairan pada satu sisi pleura akan melebihi reabsorbsi oleh pleura lainnya.
Biasanya hal ini terdapat pada:
a) Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
b) Meningkatnya tekanan kapiler pulmonal
c) Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura
d) Menurunnya tekanan intra pleura
Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:
a) Gagal jantung kiri (terbanyak)
b) Sindrom nefrotik
c) Obstruksi vena cava superior
d) Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma
atau masuk melalui saluran getah bening)
2. Eksudat
Eksudat merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui membran kapiler
yang permeable abnormal dan berisi protein transudat. Terjadinya perubahan
permeabilitas membrane adalah karena adanya peradangan pada pleura misalnya:
infeksi, infark paru atau neoplasma. Protein yang terdapat dalam caira pleura
kebanyakan berasal dari saluran getah bening. Kegagalan aliran protein getah bening
ini akan menyebabkan peningkatan konsentrasi protein cairan pleura, sehingga
menimbulkan eksudat. Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain: infeksi
(tuberkulosis, pneumonia) tumor pada pleura, infark paru, karsinoma bronkogenik
radiasi, penyakit dan jaringan ikat/ kolagen/ SLE (Sistemic Lupus Eritematosis).(2)
Efusi transudat atau eksudat dapat dibedakan menurut perbandingan
jumlah laktat dehidrogenase (LDH) dan protein yang terdapat di dalam cairan
14
pleura dan serum. Efusi pleura eksudatif memenuhi setidaknya salah satu dari
ketiga kriteria berikut, sementara transudatif tidak sama sekali memenuhi
kriteria ini: (6)
Perbandingan kadar protein cairan pleura/protein serum > 0,5
Perbandingan kadar LDH cairan pleura/LDH serum > 0.6
Kadar LDH cairan pleura > 2/3 kadar normal tertinggi serum (>200)
PARAMETER TRANSUDAT EKSUDAT
Warna
BJ
Jumlah set
Jenis set
Rivalta
Glukosa
Protein
Rasio protein
T-E/plasma
LDH
Rasio LDH
T-E/plasma
Jernih
< 1,016
Sedikit
PMN < 50%
Negatif
60 mg/dl (= GD
plasma)
< 2,5 g/dl
< 0,5
< 200 IU/dl
< 0,6
Jernih, keruh,
berdarah
< 1,016
Banyak (> 500
sel/mm2)
PMN < 50%
Negatif
60 mg/dl
(bervariasi)
< 2,5 g/dl
< 0,5
< 200 IU/dl
< 0,6
II. 7 Manifestasi klinik
Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh penyakit dasar.
Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis, sementara efusi
malignan dapat mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi akan menentukan keparahan
15
gejala. Efusi yang luas akan menyebabkan sesak napas. Area yang mengandung cairan atau
menunjukkan bunyi napas minimal atau tidak sama sekali mengandung bunyi datar, pekak
saat perkusi. Suara egophoni akan terdengar diatas area efusi. Deviasi trakea menjauhi tempat
yang sakit dapat terjadi jika penumpukan cairan pleural yang signifikan. Bila terdapat efusi
pleura kecil sampai sedang, dispnea mungkin saja tidak ditemukan.
II.8 Pemeriksaan fisik dan diagnostik
II.8.1 Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik pasien dengan efusi pleura akan ditemukan:
1. Inspeksi: pencembungan hemithorax yang sakit, ICS melebar, pergerakan
pernafasan menurun pada sisi sakit, mediastinum terdorong ke arah
kontralateral.
2. Palpasi: sesuai dengan inspeksi, fremitus raba menurun.
3. Perkusi: perkusi yang pekak, garis Elolis damoisseaux batasnya merupakan
garis lengkung dari medial bawah ke lateral atas di sebut garis Ellis-Damoiseau.
4. Auskultasi: suara nafas yang menurun bahkan menghilang.(5)
II.8.2 DiagnostikDiagnosis kadang-kadang dapat ditegakkan secara anamnesis dan
pemeriksaan fisik saja. Tapi kadang-kadang sulit juga, sehingga perlu pemeriksaan
tambahan foto toraks. Untuk diagnosis yang pasti perlu dilakukan tindakan
torakosentesis dan pada beberapa kasus dilakukan juga biopsi pleura.Foto Toraks PA
Kelainan pada foto rontgen PA baru akan terlihat jika akumulasi
cairan pleura telah mencapai 300 mL. Pada mulanya, cairan berkumpul
pada dasar hemitoraks di antara permukaan inferior paru dan diafragma
terutama di sebelah posterior, yaitu sinus pleura yang dalam. Jika cairan
pleura terus bertambah banyak, cairan akan menuju sinus kostofrenikus
posterior dan ke lateral, dan akhirnya ke anterior. Jika cairan masih terus
bertambah, cairan akan menuju ke atas, yaitu ke arah paru cekung, dan
menguncup ke atas. Diafragma dan sinus kostofrenikus akan tidak
terlihat jika cairan mencapai 1000 mL. Jika pada foto PA efusi pleura
tidak jelas, dapat dilakukan foto lateral dekubitus. (2)
16
a. Ultrasound
Pemeriksaan dengan ultrasonografi pada pleura dapat menentukan
adanya cairan dalam rongga pleura. Keuntungan dari ultrasound dapat
membedakan tebalnya pleura parietal dan pleura nodul serta bentuk
vokal dari pleura. Pemeriksaan ini sangat membantu sebagai penentuan
waktu melakukan aspirasi cairan tersebut, terutama pada efusi yang
terlokalisasi. Demikian juga dengan pemeriksaan CT Scan dada. Adanya
perbedaan densitas cairan dengan jaringan sekitarnya, sangat
memudahkan dalam menentukan adanya efusi pleura. Hanya saja
pemeriksaan ini tidak banyak dilakukan karena biayanya masih mahal.
Gambar 1.2 Gambaran Toraks dengan Efusi Pleura (8)
b. Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) berguna sebagai sarana untuk
diagnostik maupun terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada
penderita dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah
paru di sela iga IX garis aksilaris posterior dengan memakai jarum
Abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak
melebihi 1.000-1.500 cc pada setiap kali aspirasi. Adalah lebih baik
mengerjakan aspirasi berulang-ulang daripada satu kali aspirasi sekaligus
yang dapat menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau edema paru.
Edema paru dapat terjadi karena paru-paru menggembang terlalu cepat.
17
Komplikasi lain torakosentesis adalah pneumotoraks, ini yang
paling sering, udara masuk melalui jarum), hemotoraks (karena trauma
pada pembuluh darah interkostalis), emboli udara (ini agak jarang
terjadi). Dapat juga terjadi laserasi pleura viseralis, tapi biasanya ini akan
sembuh sendiri dengan cepat. Bila laserasinya cukup dalam, dapat
menyebabkan udara dari alveoli masuk ke vena pulmonalis sehingga
terjadi emboli udara. Untuk mencegah emboli udara ini menjadi emboli
pulmoner atau emboli sistemik, penderita dibaringkan pada sisi kiri di
bagian bawah, posisi kepala lebih rendah daripada leher, sehingga udara
tersebut dapat terperangkap di atrium kanan.
Untuk diagnostic cairan pleura dilakukan pemeriksaan:
1) Warna cairan
Biasanya cairan pleura berwarna agak kekuning-kuningan
(serous-xantho-chrome). Bila agak kemerah-merahan,ini dapat terjadi
pada trauma, infark paru, keganasan, adanya kebocoran aneurisma aorta.
Bila kuning kehijauan dan agak perulen, ini menunjukan adanya
empiema. Bila merah tengguli, ini menunjukan adanya abses karena
amoeba.
2) Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
18
(9)
Di samping pemeriksaan tersebut di atas, secara biokimia di periksakan
juga pada cairan pleura:
A. Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit
infeksi, arthritis rheumatoid dan neoplasma
B. Kadar amylase. Biasanya meningkat pada pankreatitis dan metastasis
adenokarsinoma.
3) Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk
diagnostic penyakit pleura, terutama bila ditemukan patologis atau
dominasi sel –sel tertentu.
a) Sel neutrofil: menunjukan adanya infeksi akut
19
transudat Eksudat
Kadar protein
dalam efusi
efusi (g/dl)
< 3 > 3
Kadar protein
dalam serum
per kadar
protein dalam
serum
< 0,5 > 0,5
Kadar LDH
dalam efusi
(I.U.)
< 200 > 200
Kadar LDH
dalam efusi
per Kadar
LDH dalam
serum
< 0,6 > 0,6
Berat jenis
cairan efusi
< 1, 016 > 1, 016
Rivalta negatif Positif
b) Sel limfosit: menunjukan adanya infeksi kronik seperti
pleuritis tuberkulosa atau limfoma malignum.
c) Sel mesotel: bila jumlahnya meningkat adanya infark
paru.biasanya juga ditemukan banyak sel eritrosit.
d) Sel mesotel maligna: pada mesotelioma.
e) Sel-sel besar dengan banyak inti: pada arthritis rheumatoid.
f) Sel L.E: pada lupus eritematosus sistemik.
4) Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung
mikroorganisme, apalagi bila cairanya purulen.Efusi yang purulan dapat
mengandung kuman-kuman yang aerob ataupaun anaerob. Jenis kuman yang
sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneumokokus, E, coli,
Klebsiella, Pseudomonas, Enterobacter.
1. Biopsi pleura
Pemeriksaan histologi satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat
menunjukan 50-75 persen diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkolosa dan
tumor pleura. Komplikasi adalah pneumotoraks, hemotoraks, penyebarab
infeksi atau tumor pada dinding dada.
2. Pendekatan pada efusi yang tidak terdiagnosis
Analisis terhadap cairan pleura yang dilakukan satu kali kadang-kadang
tidak dapat menegakkan diagnosis.Dalam hal ini dianjurkan asppirasi dan
anakisisnya diulang kembali sampai diagnosis menjadi jelas.
Jika fasilitas memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan tambahan seperti:
a) Bronkoskopi, pada kasus–kasus neoplasma, korpus alienum dalam
paru, abses paru.
b) Scanning isotop, pada kasus-kasus dengan emboli paru.
c) Torakoskop(fiber-optic-pleuroscopy) pada kasus-kasus dengan
neoplasma atau tuberculosis pleura.(9)
II.9 Tatalaksana
20
Efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa
intubasi melalui sela iga. Bila cairan pus kental hingga sulit keluar atau bila
empiemanya multilokular, perlu tindakan operatif atau sebelumnya dapat
dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (betadine).
Pengobatan sistemik hendaknya segera diberikan dengan diiringi pengeluaran
cairan yang adekuat.
Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi (pada efusi
pleura maligna), dapat dilakukan pleurodesis, yaitu melengketnya pleura
viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tertrasiklin
(terbanyak dipakai), bleomisin, korinebakterium parvum, Tio-tepa, dan 5
Fluorourasil.
Pengobatan pada penyakit tuberkulosis (pleuritis tuberkulosis) dengan
menggunakan OAT dapat menyebabkan cairan efusi diserap kembali, tapi untuk
menghilangkan eksudat ini dengan cepat dapat dilakukan torakosintesis.
Umumnya cairan diresolusi dengan sempurna, tapi kadang-kadang dapat
diberikan kortikosteroid secara sistemik (Prednison 1 mg/kg BB selama 2
minggu kemudian dosis diturunkan secara perlahan).
1. Pengobatan Kausal
· Pleuritis TB diberi pengobatan anti TB. Dengan pengobatan ini cairan efusi dapat
diserap kembali untuk menghilangkan dengan cepat dilakukan thoraxosentesis.
· Pleuritis karena bakteri piogenik diberi kemoterapi sebelum kultur dan sensitivitas
bakteri didapat, ampisilin 4 x 1 gram dan metronidazol 3 x 500 mg. Terapi lain yang
lebih penting adalah mengeluarkan cairan efusi yang terinfeksi keluar dari rongga
pleura dengan efektif.
2. Thoraxosentesis, indikasinya :
· Menghilangkan sesak yang ditimbulkan cairan
· Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal
21
· Bila terjadi reakumulasi cairan
· Kerugiannya: hilangnya protein, infeksi, pneumothoraxs.
3. Water Sealed Drainage
Penatalaksanaan dengan menggunakan WSD sering pada empyema dan efusi
maligna.
Indikasi WSD pada empyema :
· Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi
· Nanah terus terbentuk setelah 2 minggu
· Terjadinva piopneumothoraxs
4. Pleurodesis
Tindakan melengketkan pleura visceralis dengan pleura parietalis dengan
menggunakan zat kimia (tetrasiklin, bleomisin, thiotepa, corynebacterium, parfum,
talk) atau tindakan pembedahan. Tindakan dilakukan bila cairan amat banyak dan
selalu terakumulasi kembali.
2.10 PENCEGAHAN
Lakukan pengobatan yang adekuat pada penyakit-penyakit dasarnya yang
dapat menimbulkan efusi pleura. Merujuk penderita ke rumah sakit yang lebih
lengkap bila diagnosa kausal belum dapat ditegakkan.
22
23
Non Infeksi mis. Ca paru, Ca pleura (primer dan sekunder), Ca mediastinum, tumor ovarium, bendungan jantung (gagal jantung), perikarditis konstruktifa, gagal hati, gagal ginjal
Infeksi (TB)tuberculosis, pnemonitis, abses paru
Reaksi Ag -Ab
Merangsang mediator inflamasi
Bradikinin, prostaglandin, histamine, serotonin
Vaso aktif
Gangguan keseimbangan tekanan Hidrostatik dan
Onkotik
Penumpukan sel-sel tumor Massa tumor
Tersumbatnya pembuluh darah vena dan getah bening
Rongga pleura gagal memindahkan cairan
Akumulasi cairan di rongga pleura
Perpindahan cairan EFUSI PLEURA
Sesak nafas (Dispnea)
Nafsu makan ↓
Menekan pleura
Ekspansi paru inadekuat
PK: Atelektasis
Meningkatkan permeabilitas membran
Nafas pendek dengan usaha kuat
Kesulitan tidur
Kelelahan ↑
Indikasi Tindakan
Torakosintesis Pemasangan WSD
Terputusnya Kontinuitas jaringan
Peningkatan cairan Pleura
Rangsangan serabut saraf
sensoris parietalis
MK: Nyeri
perlukaan
MK: Nyeri
Port de entre kuman
MK: Rsiko Tinggi terhadap Infeksi
BAB III
KESIMPULAN
Definisi Efusi pleura adalah keadaan di mana terjadi akumulasi cairan yang
abnormal dalam rongga pleura. Efusi pleura dapat terjadi karena penyakit dasar lokal
atau sistemik. Pada beberapa kasus, efusi pleura dapat merupakan satu-satunya tanda
penyakit sistemik. Adanya gambaran cairan dalam rongga pleura yang bertambah
progresif atau bersamaan ditemukan bayangan massa dalam paru, perlu
dipertimbangkan keganasan paru yang sudah bermetastasis ke pleura.
Etiologi terhadap efusi pleura adalah pembentukan cairan dalam rongga pleura
dapat disebabkan oleh banyak keadaan yang dapat berasal dari kelainan dalam paru
sendiri, misalnya infeksi baik oleh bakteri maupun virus atau jamur, tumor paru, tumor
mediastinum. Efusi pleura yang disebabkan oleh perubahan pada tekanan hidrostatik
akan membentuk transudat sedangkan bila permeabilitas kapiler yang meningkat seperti
pada proses radang dan keganasan akan timbul eksudat. Oleh karennya, efusi pleura
dapat terbentuk jika ada pembentukan cairan pleura yang berlebihan (dari pleura
parietalis, ruang interstisium paru, atau kavum peritoneum) atau jika ada penurunan
pengangkutan cairan oleh melalui limfatik.
Patofisiologi pada efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan
protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara
lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini tejadi karena
perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan intertisial submesotelial, kemudian
melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura.
Penyakit-penyakit dengan efusi pleura terdiri dari dua golongan yaitu 1) Efusi
pleura karena infeksi, 2) Efusi pleura karena non infeksi.
Gejala klinis efusi fleura yaitu nyeri dada pleuritik dan batuk kering dapat
terjadi, cairan pleura yang berhubungan dengan adanya nyeri dada biasanya
eksudat. Gejala fisik tidak dirasakan bila cairan kurang dari 200-300 ml. Tanda-
tanda yang sesuai dengan efusi pleura yang lebih besar adalah penurunan fremitus,
redup pada perkusi, dan berkurangnya suara napas.
24
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis yang baik dan
pemeriksaan fisik yang teliti, diagnosis pasti ditegakkan melalui pungsi percobaan,
biopsi dan analisa cairan pleura. Kalau seorang pasien ditemukan menderita efusi
pleura, kita harus berupaya untuk menemukan penyebabnya. Ada banyak macam
penyebab terjadinya pengumpulan cairan pleura. Tahap yang pertama adalah
menentukan apakah pasien menderita efusi jenis transudat atau eksudat.
Penatalaksanaan Efusi pleura yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan
memakai pipa intubasi melalui sela iga. Bila cairan pus nya kental sehingga sulit
keluar atau bila empiemanya multiokular, perlu tindakan operatif. Untuk mencegah
terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi (pada efusi pleura maligna), dapat
dilakukan pleurodesis yakni melengketnya pleura viseralis dan pleura parietalis.
25