Upload
vanthuy
View
231
Download
10
Embed Size (px)
Citation preview
Jurnal Teknik Sipil ISSN 2302-0253
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 18 Pages pp. 20- 37
Volume 3, No. 3, Agustus 2014 - 20
EFISIENSI IRIGASI PADA PETAK TERSIER DI DAERAH
IRIGASI LAWE BULAN KABUPATEN ACEH TENGGARA
Akmal 1, Masimin
2, Ella Meilianda
3
1) Magister Teknik Sipil, Program Pasca Sarjana, Universitas Syiah Kuala
Jl. Tgk. Syeh Abdul Rauf No. 7, Darussalam Banda Aceh 23111 2) Ir. M.Sc. Dr.
Dosen JurusanTeknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala
Jl. Tgk. Syeh Abdul Rauf No. 7, Darussalam Banda Aceh 23111 3) ST. MT. Dr.
Dosen JurusanTeknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala
Jl. Tgk. Syeh Abdul Rauf No. 7, Darussalam Banda Aceh 23111
Abstract: Irrigation water has an important role in improving food production, especially rice. However, because of the increasingly limited water availability, it is important to conduct the procedure of irrigation water distribution more efficiently. Irrigation is an attempt to provide water for rice farming is done by regular on rice plots. The water distribution will be expressed efficiently if water flow is supplied optimally through the irrigation in accordance with the rice plants needs in potential agricultural field. Irrigation efficiency is defined as the ratio between the supplied water amounts minus a given amount of water loss. Irrigation water management issues will arise if water deficiency occurs in tertiary unit, this study was conducted directly in the field using a drum technique for the rice and inflow-outflow technique in tertiary field unit. The parameters observed in direct measurements of the field were the irrigation water discharge, evapotranspiration, percolation, and effective rainfall. Results of this study indicated that the efficiency of irrigation value in rice fields (Ea) was 55.70%. The study results recommended that the irrigation efficiency by Irrigation Planning Standards need to be accounted for the rice fields, so that the obtained value of irrigation efficiency was 36.21% and the irrigation efficiency based on the planning was 37.60%. The irrigation efficiency in tertiary field unit of the rice crops in Lawe Bulan irrigation area was expected to be a feedback to the goverment in making policy about the irrigation water distribution systems more efficient in the use of irrigation water for solving the water deficiency problem in tertiary field unit.
Keywords : Irrigation Efficiency, Tertiary Plot Rice, Drum Technique.
Abstrak : Air irigasi berperan penting dalam peningkatan produksi pangan terutama padi. Namun
dengan ketersedian air yang semakin terbatas, maka penting untuk melaksanakan tata cara pemberian
air irigasi yang lebih efisien. Irigasi adalah suatu usaha memberikan air untuk keperluan pertanian
tanaman padi yang dilakukan dengan cara teratur pada petak-petak sawah. Pemberian air dapat
dinyatakan efisien bila debit air yang disalurkan melalui sarana irigasi seoptimal mungkin sesuai dengan
kebutuhan tanaman padi pada lahan pertanian yang potensial. Efisiensi irigasi didefinisikan sebagai
perbandingan antara jumlah air yang diberikan dikurangi dengan jumlah kehilangan air yang diberikan.
Permasalahan pengelolaan air irigasi akan timbul jika terjadi kekurangan air di petak tersier sawah,
penelitian ini dilakukan secara langsung di lapangan dengan menggunakan tekhnik drum padi dan
teknik inflow - outflow di petak tersier sawah. Parameter-parameter yang diamati dalam pengukuran
langsung di lapangan adalah debit air irigasi, evapotranspirasi, perkolasi, dan curah hujan efektif. Hasil
penelitian ini menunjukan nilai efisiensi irigasi pada petak sawah (Ea) sebesar 55.70%. Hasil penelitian
merekomendasikan efisiensi irigasi berdasarkan Standar Perencanaan Irigasi perlu diperhitungkan
sampai ke petak sawah, sehingga di peroleh nilai efisiensi irigasi sebesar 36.21% dan efisiensi irigasi
berdasarkan perencanaan menjadi sebesar 37.60%. Efisiensi irigasi pada petak tersier sawah untuk
tanaman padi di Daerah Irigasi Lawe Bulan diharapkan dapat menjadi masukan kepada pihak-pihak
terkait dalam mengambil kebijakan mengenai sistem pemberian air irigasi yang lebih efisien dalam
penggunaan air irigasi sehingga membantu mengatasi masalah kekurangan air pada petak tersier sawah.
Kata Kunci : Efisiensi Irigasi, Petak tersier Sawah, Teknik Drum.
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
21 - Volume 3, No. 3, Agustus 2014
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Wilayah Kabupaten Aceh Tenggara
dapat dibagi ke dalam dua zone, yaitu zona
wilayah dengan topografi dataran rendah
dan zona wilayah dengan topografi dataran
bergelombang. DI. Lawe Bulan termasuk ke
dalam zona wilayah kedua yaitu zona
wilayah dengan topografi dataran
bergelombang. Dari struktur geologi
memiliki jenis tanah yang beragam terdiri
dari dataran tinggi, perbukitan, pegunungan
lipatan dan patahan Terdapat adanya jenis
tanah berwarna merah, kuning serta batuan
induk hasil endapan, batuan beku dan
batuan-batuan lainnya dengan tingkat
kesuburan tanah agak subur hingga kurang
subur. Areal pertanian cocok untuk tanaman
pangan seperti padi, palawija, sayuran, dan
buah-buahan yang di kelola secara
tradisional.
Irigasi merupakan pendukung
keberhasilan pembangunan pertanian dan
merupakan kebijakan Pemerintah yang
sangat strategis guna mempertahankan
produksi swasembada beras. Diperlukan
pengelolaan dan perhatian khusus dalam
pengelolaan sumber daya air karena sangat
berpengaruh terhadap pemanfaatan air untuk
kebutuhan tanaman, kehilangan air selama
proses penyaluran air irigasi (distribution
losses) dan selama proses pemakaian (field
application losses).
Pengelolaan sumber daya air yang
dimaksudkan di sini adalah peningkatan
kinerja pendistribusian dan pengalokasian air
secara efektif dan efisien dalam hal ini memberikan
air dengan kondisi tepat mutu, tepat ruang dan
tepat waktu. Permasalahan pengelolaan air irigasi
akan timbul jika terjadi kekurangan air di petak
tersier sawah.
Berdasarkan informasi dari masyarakat
bahwa di Daerah Irigasi Lawe Bulan yang terletak
di Kabupaten Aceh Tenggara gejala krisis air sudah
mulai tampak di mana salah satu indikasinya yaitu
menurunnya debit air Irigasi Lawe Bulan, selain itu
tingkat efisiensi pemanfaatan air irigasi yang masih
rendah. Sehubungan dengan permasalahan tersebut
diatas maka Daerah Irigasi Lawe Bulan perlu
dilakukan penelitian dan pertimbangan kembali
dalam mengevaluasi nilai efisiensi irigasi pada
petak tersier sawah.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah
dipaparkan maka perlu dilakukan penelitian
terhadap efisiensi irigasi pada petak tersier sawah
untuk mengetahui efisiensi irigasi sebenarnya
sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang
mempengaruhi kehilangan air selama proses
pemakaian air pada petak tersier sawah serta
perkiraan pemakaian air dilapangan (pada petak
tersier) yang sangat berpengaruh terhadap hasil
produksi padi.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui nilai
efisiensi irigasi pada petak tersier sawah yang
sebenarnya melalui pengukuran langsung di
lapangan.
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 3, No. 3, Agustus 2014 - 22
Sedangkan manfaat penelitian ini
diharapkan adanya informasi terhadap
efisiensi irigasi pada petak tersier sawah
untuk tanaman padi di Daerah Irigasi Lawe
Bulan dan dapat menjadi masukan kepada
pihak-pihak terkait dalam mengambil
kebijakan mengenai sistem pemberian air
irigasi yang lebih efisien
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan pada satu musim
tanam yaitu musim tanam kedua (MT. 2),
dilakukan di petak tersier sawah Jaringan
Irigasi D.I Lawe Bulan di Kabupaten Aceh
Tenggara menggunakan teknik drum padi
dan teknik inflow - outflow sebagai neraca
kesetimbangan debit air di petak tersier
sawah dengan mengamati parameter-
parameter evapotranspirasi, perkolasi, dan
curah hujan pada petak tersier sawah.
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Pustaka ini berisikan teori,
pengertian dan rumus-rumus yang berkaitan
erat dengan efisiensi irigasi pada petak
tersier.
Pengertian Irigasi
Irigasi merupakan kegiatan
penyediaan dan pengaturan air untuk
memenuhi kepentingan pertanian dengan
memanfaatkan air yang berasal dari
permukaan dan air tanah.
Ditinjau dari proses penyediaan,
pemberian, pengelolaan dan pengaturan air,
sistem irigasi dapat dikelompokkan menjadi empat
jenis yaitu : (1) Sistem irigasi permukaan (surface
irrigation system), (2) Sistem irigasi bawah
permukaan (sub surface irrigation system), (3)
Sistem irigasi dengan pemancaran (sprinkle
irrigation system) dan (4) Sistem irigasi dengan
tetesan (trickle irrigation / drip irrigation system)
Jaringan Irigasi
Jaringan irigasi yaitu prasarana irigasi, yang
terdiri dari bangunan air dan saluran pemberi air
pertanian beserta perlengkapannya.
Berdasarkan pengelolaannya dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu (Kartasapoetra dan
Sutedjo, 1994) : (1). Jaringan irigasi utama dan (2).
Jaringan irigasi tersier
Dari segi konstruksi jaringan irigasinya,
Pasandaran (1991) mengklasifikasikan sistem
irigasi menjadi empat jenis yaitu : (1). Irigasi
Sederhana, (2). Irigasi Setengah Teknis, (3). Irigasi
Teknis dan (4). Irigasi Teknis Maju
Kebutuhan Air Irigasi Di Petak Tersier Sawah
Faktor yang berpengaruh pada analisa
kebutuhan air untuk jenis tanaman padi adalah
penyiapan lahan, penggunaan konsumtif/
kebutuhan air bagi tanaman, perkolasi, pergantian
lapisan air dan curah hujan efektif. Kebutuhan air
di petak tersier sawah dapat digunakan persamaan :
N F R = Etc + P - R e + WLR .......................(1)
Keterangan :
NFR = Kebutuhan air di petak tersier sawah
(mm/hari);
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
23 - Volume 3, No. 3, Agustus 2014
Etc = Kebutuhan air tanaman,
merupakan total kedalaman air
yang diperlukan selama periode
waktu tertentu dan disediakan
oleh curah hujan dan irigasi
permukaan sehingga tidak
membatasi pertumbuhan
tanaman atau hasil tanaman
(mm/hari);
P = Perkolasi (mm/hari);
Re = Hujan efektif (mm/hari);
WLR = Penggantian lapisan air
(mm/hari).
Kebutuhan Air Selama Pengolahan
Lahan
Tujuan dari pengolahan tanah/lahan
terutama untuk memperbaiki tata udara
tanah, menciptakan kondisi lumpur sebagai
tempat tumbuh yang baik bagi padi sawah,
membantu terciptanya lapisan kedap yang
berguna membantu mencegah meresapnya
air, serta memberantas gulma (Supriatno,
2003).
Kebutuhan air untuk persiapan lahan
termasuk kebutuhan air untuk persemaian
dan kebutuhan air untuk pengolahan tanah
sangat dipengaruhi oleh sifat tanah.
Besarnya laju kebutuhan air pada
pengolahan digunakan rumus yang
dikemukakan oleh Van de Goor dan Ziljstra
(1968) sebagai berikut:
LP = Mek ..............................(2)
(ek-1)
k = M.T S
M = Eo + P
Keterangan :
LP = Kebutuhan air selama pengolahan/penyiapan
lahan (mm/hari);
M = Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan
air akibat evaporasi dan perkolasi di sawah
yang sudah dijenuhkan (mm/hari);
P = Perkolasi (mm/hari);
E0 = evaporasi air terbuka yang diambil 1.1 x Eto
selama penyiapan lahan (mm/hari);
T = Waktu yang dibutuhkan untuk penyiapan
lahan (hari);
S = Air yang dibutuhkan untuk penjenuhan dan
ditambah dengan genangan 50 mm, jadi 50
+ 200 = 250 mm;
e = Bilangan dasar logaritma natural 2.71828.
Kebutuhan Air Bagi Tanaman
Linsley dan Franzini (1979) mengemukakan
bahwa kebutuhan air tanaman dipengaruhi oleh
faktor-faktor evaporasi, transpirasi yang kemudian
dihitung sebagai evapotrasnpirasi.
Perkolasi
Perkolasi adalah gerakan air ke bawah zona
tidak jenuh yang terletak di antara permukaan
tanah sampai ke permukaan air tanah (zona jenuh).
Linsley dan Franzini (1979) mengemukakan bahwa
laju perkolasi dipengaruhi oleh tekstur tanah, tinggi
muka air, lapisan top soil, lapisan kedap dan
topografi. DI. Lawe Bulan termasuk ke dalam zona
wilayah dengan topografi dataran bergelombang.
Curah Hujan Efektif
Curah hujan efektif adalah bagian dari curah
hujan yang jatuh selam masa tumbuh yang dapat
dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan air
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 3, No. 3, Agustus 2014 - 24
komsumtif tanaman (Arsyad, 1989), dengan
kata lain hujan efektif adalah besar hujan
yang dapat digunakan untuk memberi
sumbangan kebutuhan air untuk tanaman
pada masa pertumbuhannya, meliputi untuk
evapotranspirasi dan perkolasi.
Besarnya hujan efektif dapat
diperkirakan dengan persamaan berikut:
R e = R - S R - E T - P . . . . . . . . . . . . . . . (3)
Keterangan :
Re = Curah hujan efektif (mm/hari);
R = Curah hujan (mm/hari);
SR = Limpasan Permukaan (mm/Hari);
ET = Evapotranspirasi (mm/hari);
P = Perkolasi (mm/hari).
Tanaman Padi
Kartasapoetra (1994) tanaman padi
merupakan jenis tanaman yang terdapat di
tanah persawahan dan tanaman padi sebagai
tanaman penghasil beras yang kebutuhan
airnya diperoleh dari air hujan ataupun dari
air irigasi yang dialirkan ke petak-petak
tersier sawah.
Syarat dalam membudidayakan
tanaman padi dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu tanaman padi dapat hidup
dengan baik di daerah yang berhawa panas
dan banyak mengandung uap air. Kebutuhan
air sangat diperlukan tanaman padi sawah
untuk pertumbuhan.
Pemberian Air di Tingkat Tersier
Sosrodarsono dan Takeda (1976)
mengemukakan bahwa air irigasi dapat diberikan
dengan cara pemberian air terputus-putus
(intermitten), pemberian air terus menerus
(continious) dan pemberian air aliran balik (reused
water). Dalam hal ini petak tersier yang ditinjau
menggunakan sistim aliran Irigasi terputus-putus
(intermitten) yaitu cara pemberian air irigasi
dengan selang waktu tertentu yakni ± 5 hari sekali.
Efisiensi Air Irigasi di Petak Tersier Sawah
Efisiensi penggunaan air di sawah adalah
perbandingan antara jumlah air irigasi yang
diperlukan tanaman dengan jumlah air yang sampai
ke petakan sawah.
Efisiensi di petak tersier (Tertiary Unit
Efficiency) adalah perbandingan antara jumlah air
yang diberikan kepada akar tanaman dengan
jumlah air yang diberikan kepada lahan usaha tani.
Dengan kata lain gabungan efisiensi di saluran
tersier dengan efisiensi penggunaan air di sawah.
Efisiensi pemakaian air di petak tersier
sawah (Field Application Efficiency) dinyatakan
dengan persamaan:
Vf
VmEa
…………………………………(4)
Keterangan :
ea = efisiensi penggunaan air di petak tersier
sawah (%)
Vf = volume air yang diberikan ke sawah
(mm/hari)
Vm = volume air irigasi yang diperlukan
oleh tanaman (mm/hari)
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
25 - Volume 3, No. 3, Agustus 2014
Evapotranspirasi, perkolasi, curah
hujan efektif dan debit air irigasi merupakan
parameter-parameter yang sangat
mempengaruhi efisiensi pemberian air
irigasi pada petak tersier sawah. Parameter-
parameter tersebut diperoleh melalui
pengukuran langsung di lapangan dengan
menggunakan metode teknik drum.
Pengukuran Kebutuhan Air Irigasi di Petak
Tersier Sawah
Untuk mengetahui besarnya kebutuhan air
untuk tanaman pada suatu lahan sawah dapat
dilakukan dengan pengukuran langsung di
lapangan yaitu penggunaan teknik drum padi.
Dastane (1974) menggunakan kontainer atau teknik
drum untuk menilai evapotranspirasi, perkolasi,
kebutuhan air dan juga curah hujan yang tidak
efektif dari tanaman padi
Gambar 1 Teknik Drum untuk menilai evapotranspirasi, perkolasi dan curah hujan efektif (Dastane, 1974)
Tiga kontainer (drum) A, B, dan C,
dengan kapasitas 40 galon, diameter 50 cm
dan tinggi 125 cm, ditanam di sawah dan
seperempat dari tinggi drum dibiarkan di
atas permukaan tanah. Untuk wadah B dan
C tidak menggunakan dasar wadah. Untuk
kontainer C, pipa outlet dipasang pada
interval 0,5 cm untuk mengendalikan
ketepatan air. Wadah yang diisi dengan
tanah dan padi ditanam di dalam, bersama
dengan tanaman pada petak tersier sawah.
Tinggi air di drum dipertahankan pada
tinggi yang sama seperti di petak tersier sawah.
Perbedaan nilai pada dua hari berturut-turut
yang diperlihatkan oleh kehilangan air harian
dalam wadah A, mewakili evapotranspirasi,
sedangkan di wadah B, menunjukkan total
kebutuhan air harian. Perbedaan tinggi air harian
antara wadah A dan B adalah hilangnya perkolasi.
Kontainer C untuk menilai curah hujan tidak
efektif. Kedalaman maksimum perendaman diatur
oleh tinggi tanaman padi dan tinggi dari pematang
sawah di lapangan, yang mana yang lebih kecil.
Setiap curah hujan yang merendam tanaman di luar
ketinggian kritis tertentu atau yang melebihi
A : ET ; B : ET + Percolation ;
C A B
C1 C3 C2
bund
C : ET + Percolation + run-off ;
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 3, No. 3, Agustus 2014 - 26
ketinggian pematang sawah adalah tidak
efektif. Semakin tinggi peningkatan
tanaman, outlet yang terpasang atau strip
geser semakin didorong ke atas hingga
ketinggian pematang menjadi faktor
pembatas.
Ketinggian air ditetapkan pada
ketinggian yang dipilih dalam wadah C.
ketinggian ini dapat disesuaikan dengan
meningkatnya pertumbuhan tanaman.
Evapotranspirasi dan perkolasi berlanjut dan
membuat defisit setiap hari. Ketika hujan
turun, pertama kali menjadi defisit. Ketika
berlebihan, surplus mengalir keluar melalui
pipa outlet. Ini adalah curah hujan tidak
efektif. Perbedaan antara kadar air dalam
wadah B dan C adalah curah hujan tidak
efektif. Jika tidak ada hujan, tingkat air di
wadah C secara bertahap akan mencapai
permukaan tanah dan tanaman akan
memerlukan irigasi sesuai dengan yang
dibutuhkannya.
Penelitian-Penelitian Terdahulu
Iwan Syahdi (2012). Melakukan
penelitian tentang studi efisiensi irigasi pada
petak sawah di daerah irigasi pandrah.
Penelitian ini menunjukan bahwa D.I
Pandrah mengalami kekurangan air pada
petak tersier bangunan pandrah kanan 3
tersier 1 (BPKn3T1) kurang mendapatkan
air irigasi, sehingga perlu diadakan
pembagian air secara giliran dan golongan.
Sehubungan dengan permasalahan tersebut
maka dilakukan penelitian pemberian air
irigasi dan mengevaluasi efisiensi irigasi pada
petak sawah guna memenuhi kebutuhan air irigasi
untuk tanaman padi.
Rahmi Putri Yantri (2012). Melakukan
penelitian tentang studi efisiensi irigasi pada petak
sawah dalam upaya peningkatan hasil padi di
daerah irigasi Krueng Jreue. Penelitian dilakukan
pada satu musim tanam yaitu musim tanam kedua
di petak sawah pada Jaringan BJKr21 D.I Krueng
Jreue yaitu di Desa Gani Kecamatan Ingin Jaya
Kabupaten Aceh Besar. Penelitian dilakukan
langsung di lapangan dengan menggunakan teknik
drum padi dan teknik inflow-outflow di petak
sawah. Hasil pengukuran dihitung dan di analisa
berdasarkan parameter-parameter yang diamati di
lapangan yaitu debit air irigasi, evapotranspirasi,
perkolasi, dan curah hujan untuk mendapatkan nilai
efisiensi irigasi pada petak sawah.
METODE PENELITIAN
Penelitian efisiensi irigasi pada petak tersier
sawah ini, hanya dilakukan untuk tanaman padi
yaitu pada musim tanam ke-2 (Juli 2013 -
November 2013). Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode pendugaan. Metode
pendugaan adalah melakukan estimasi terhadap
nilai dugaan/taksiran suatu parameter tertentu,
karena pada umumnya nilai parameter suatu
distribusi tidak diketahui. Metode ini meliputi
pengumpulan data, metode pengukuran langsung
dilapangan dan analisa data terhadap efisiensi
irigasi pada petak tersier sawah pada saat
pengolahan tanah dan pertumbuhan tanaman padi.
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
27 - Volume 3, No. 3, Agustus 2014
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di lahan
persawahan tanaman padi yang
menggunakan air sungai Lawe Bulan yang
dialirkan melalui jaringan irigasi dengan
luas areal sawah 1.389 Ha dibangun pada
tahun 2000 di Kabupaten Aceh Tenggara.
Mengingat luasnya petak tersier sawah
untuk Daerah Irigasi Lawe Bulan maka
dalam penelitian ini teknik pengambilan
sampel dengan cara metode sampel random
sederhana dengan luas areal pengamatan
0,09 Ha dilakukan di petak tersier sawah
yang umumnya berada didaerah hilir Desa
Salang Sigotom Kecamatan Deleng
Pokhisen
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian
ini dilakukan dengan mengumpulkan data
sekunder yang diperoleh dari instansi
terkait, terdiri dari peta Kabupaten, Skema
Jaringan Irigasi dan data lain yang dapat
mendukung serta data primer yang diperoleh
langsung dari lapangan pada saat penelitian
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian terdiri dari
pengumpulan data sekunder dan primer.
Semua data primer yang terkumpul
termasuk data curah hujan harian,
evapotranspirasi, perkolasi, curah hujan
efektif dan debit air irigasi di petak tersier
sawah dicatat pada tabel pencatatan dengan
proses pengambilan data dilakukan setiap hari yaitu
pada pukul 07.00 WIB.
Prosedur Pengukuran Penelitian
Pengamatan Pertumbuhan Tanaman Padi
Pengamatan dan pengukuran dilakukan pada
saat penyiapan lahan sampai masa pertumbuhan
tanaman padi di petak tersier sawah dengan luas
areal pengamatan 0,09 Ha dengan ukuran (19 m x
47 m) atau ± 893 m2 yang berada didaerah hilir
Desa Salang Sigotom Kecamatan Deleng Pokhisen.
Waktu penelitian 125 hari diawali dari masa
pengolahan lahan (25 juli 2013), masa tanam
sampai dengan berbunga-matang penuh (26
November 2013) pada musim tanam ke-2. Semua
data primer yang terkumpul dicatat pada tabel
pencatatan, untuk mendapatkan data akurat proses
pengambilan data dilakukan sehari sekali atau 24
jam sekali, yaitu setiap hari pada pukul 07.00 WIB,
sebelum terjadinya perubahan cuaca pada siang
hinggga sore hari akibat dari tiupan angin dan
penguapan udara dari sinar matahari.
Pertumbuhan tanaman padi diamati dalam
dua fase (fase vegetatif dan fase generatif). Fase
vegetatif dimulai sejak masa tanam sampai dengan
masa anakan maksimum yang membutuhkan waktu
rata-rata selama 45 hari dengan tinggi tanaman
mencapai ± 70.1 cm, sedangkan fase generatif
dimulai sejak masa anakan maksimum sampai
dengan masa butir padi matang penuh (siap panen)
yang membutuhkan waktu rata-rata selama 41 hari
dengan tinggi tanaman mencapai ± 94.5 cm
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 3, No. 3, Agustus 2014 - 28
Pengukuran Pemberian Air Irigasi di
Petak Tersier Sawah
Pengukuran dilakukan sebanyak 3
(tiga) kali pengulangan untuk memperoleh
nilai rata-rata, pada saat air irigasi melewati
pintu masuk dan keluar dari pematang
sawah, debit air ditampung dan diukur
dengan menggunakan wadah ember dalam
waktu yang bersamaan selama 5 detik.
Material yang digunakan adalah pipa
paralon diameter 3 inchi, ember kapasitas 10
liter dan stopwatch.
Selisih antara air yang masuk dan air
yang keluar merupakan jumlah air yang
diberikan atau digunakan pada petak tersier
sawah.
Melalui teknik inflow-outflow pada
penelitian ini dapat diperoleh air irigasi
yang digunakan pada petak tersier sawah dengan
persamaan berikut :
sawah)petak darikeluar (air outflow
sawah)kepetak masuk (air inflow
Q
..................(5)
Pengukuran Evapotranspirasi, Perkolasi dan
Curah Hujan Efektif
Pengukuran evapotrasnpirasi, perkolasi dan
curah hujan menggunakan metode teknik drum
dengan pengaturan seperti yang telah dijelaskan
diatas.
Mekanisme pengukuran untuk memperoleh
nilai evapotranspirasi ditunjukkan pada Gambar 3.2
dimana ketinggian air pada drum C1 dihari pertama
dikurangi dengan ketinggian air pada drum A2
dihari kedua, perbedaan ketinggian air drum C1 dan
drum A2 menunjukkan nilai evapotranspirasi.
Gambar 2. Pengukuran teknik drum pada saat masa tanam
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
29 - Volume 3, No. 3, Agustus 2014
Gambar 3. Pengukuran evapotranspirasi menggunakan teknik drum
Evapotranspirasi = C 1 (air dalam drum C h-1) —
A2 (air dalam drum A h-
2).............(6)
Apabila terjadi hujan dan adanya
pemberian air irigasi maka ketinggian air
pada drum C1 ditambah dengan pemberian
air irigasi dan hujan harian. Pengukuran ini
dapat ditunjukkan dengan persamaan
sebagai berikut :
Evapotranspirasi = C1 + Hujan harian +
Air irigasi- A2....................(7)
Perkolasi diperoleh berdasarkan perbedaan
harian antara tinggi air drum A dan drum B.
Pengukuran ini dapat ditunjukkan dengan
persamaan sebagai berikut :
Perkolasi =
A(air dalam drum A) - B(air dalam drum B) ........(8)
Gambar 4. Pengukuran perkolasi menggunakan teknik drum
Mekanisme pengukuran untuk
memperoleh hujan efektif adalah pada saat
hujan turun. Air yang berlebih pada drum C
akan mengalir keluar melalui pipa outlet.
Air yang keluar dari pipa outlet disebut
curah hujan tidak efektif atau surface run-
off.
Perbedaan antara kadar air dalam drum B
dan drum C adalah curah hujan tidak efektif, nilai
curah hujan tidak efektif yang didapat akan
dikurangi dengan curah hujan harian yang terjadi
untuk mendapatkan nilai curah hujan efektif. Curah
hujan harian dalam penelitian ini menggunakan alat
ukur hujan biasa (manual rain-gauge). Pengukuran
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 3, No. 3, Agustus 2014 - 30
ini dapat ditunjukkan dengan persamaan
sebagai berikut:
CH t i d a k e f e k t i f = B(air dalam drum B) - C(air dalam drum
C)...(9)
CHe f e k t i f = CHh a r i a n — CHt i d a k
e f e k t i f . . . . . . . . . . . .(10)
Analisis Data
Data-data yang diperoleh dari hasil
pengamatan pertumbuhan tanaman padi
adalah jumlah hari dan tinggi tanaman pada
setiap fase tumbuh tanaman padi. Data yang
diperoleh dari hasil pengukuran adalah
evapotranspirasi, perkolasi dan jumlah air
irigasi yang diberikan di petak tersier sawah
dicatat dan dikelompokan berdasarkan masa
pengolahan lahan dan masa pertumbuhan
tanaman.
Hasil pengukuran ini kemudian
dianalisis untuk mendapatkan kebutuhan air
di petak tersier sawah dan pemberian air di
petak tersier sawah.
Analisis Efisiensi Air Irigasi di Petak
Tersier Sawah
Evapotranspirasi, perkolasi, curah
hujan efektif dan debit air irigasi merupakan
parameter-parameter yang sangat
mempengaruhi efisiensi pemberian air
irigasi pada petak tersier sawah. Parameter-
parameter tersebut diperoleh melalui
pengukuran langsung di lapangan dengan
menggunakan metode teknik drum.
Efisiensi air irigasi di petak tersier
sawah dapat dihitung dengan menggunakan
Persamaan (4) mengikuti metode pengukuran
lapangan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dan pembahasan ini meliputi
pengamatan dan pengukuran lapangan, kebutuhan
air di petak sawah, efisiensi irigasi di petak sawah
serta evaluasi efisiensi irigasi.
Pengamatan dan Pengukuran Lapangan
Data Hasil Pengamatan Dilapangan
Pengamatan dilakukan pada saat penyiapan
lahan sampai masa pertumbuhan tanaman padi di
petak sawah seluas 0,09 Ha . Bibit padi yang
ditanam pada lokasi penelitian menggunakan jenis
bibit padi hibrida. Pengukuran inflow-outflow pada
petak sawah saat pemberian air irigasi dilakukan
pengulangan sebanyak 3 (tiga) kali pengukuran
untuk diperoleh nilai rata-rata.
Data pertumbuhan tanaman padi dibedakan
antara fase vegetatif dan fase generatif. Fase
generatif dimulai sejak masa tanam sampai dengan
masa anakan maksimum yang membutuhkan waktu
rata-rata selama 45 hari, sedangkan fase generatif
dimulai sejak masa anakan maksimum sampai
dengan masa butir padi matang penuh (siap
dipanen) yang membutuhkan waktu rata-rata
selama 42 hari.
Pada fase vegetatif tinggi tanaman mencapai
± 70.1 cm dan pada fase generatif tinggi tanaman
mencapai ± 94.5 cm
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
31 - Volume 3, No. 3, Agustus 2014
Tabel 1 Data Pertumbuhan Tanaman Padi
Fase Tanggal Jumlah Hari Tinggi (Cm)
Pengolahan Lahan
24-07-2013
38
s/d -
31-08-2013
Vegetatif
Tanam 01-09-2013
Anakan 26-09-2013 25 39.8
Maks. Anakan 17-10-2013 21 70.1
Generatif
Berbunga 02-11-2013 16 87.4
Panen 26-11-2013 24 94.5
Data Hasil Pemberian Air Irigasi Di Petak Sawah
Gambar 5. Pemberian air irigasi pada petak sawah
Pada Gambar 5 terlihat bahwa pada
masa pengolahan lahan membutuhkan air
irigasi yang lebih besar untuk proses
penggenangan yaitu 1.33 liter/detik/ha dari
pada masa pertumbuhan tanaman rata-rata
0.97 liter/detik/ha. Pada masa pertumbuhan
tanaman yaitu fase tanam-anakan air irigasi
yang diberikan ke petak sawah cukup
sedikit atau selama menanam tanah agak
dikeringkan dengan tujuan agar akar
tanaman padi dapat melekat pada tanah. kemudian
pemberian air irigasi di petak sawah ditambah
sedikit demi sedikit disesuaikan dengan masa
pertumbuhan tanaman. Pada fase berbunga-matang
penuh pemberian air irigasi mulai dikurangi sedikit
demi sedikit dan pemberian air irigasi mulai
dihentikan satu minggu sebelum masa panen. Hal
ini bertujuan agar pemberian air irigasi dapat
digunakan secara optimal di seluruh areal petak
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 3, No. 3, Agustus 2014 - 32
sawah sehingga tidak terjadi kekurangan air
di daerah hilir petak persawahan.
Kebutuhan Air Tanaman Padi
Evapotranspirasi hasil pengukuran di
petak sawah sejak fase tanam sampai
dengan fase berbunga mengalami kenaikan
dan menjelang fase matang penuh
mengalami penurunan. Hasil pengukuran
dari masa pengolahan lahan hingga masa
pertumbuhan tanaman rata-rata adalah 3.50
mm/hari, Perkolasi rata-rata adalah 2.65
mm/hari dan curah hujan efektif rata-rata adalah
1.21 mm/hari.
Kebutuhan Air di Petak Tersier Sawah
Kebutuhan air di petak sawah yang dihitung
pada penelitian ini adalah kehilangan air akibat
evapotranspirasi tanaman dan kehilangan air akibat
perkolasi. Hasil perhitungan kebutuhan air di petak
sawah akibat kehilangan air pada masing-masing
fase pertumbuhan tanaman.
Tabel 2 Hasil perhitungan kebutuhan air di petak sawah
Fase - Fase
Pertumbuhan Tanaman
Etc
(mm/hari)
P
(mm/hari)
Re
(mm/hari)
WLR
(mm/hari)
NFR
(mm/hari)
Pengolahan lahan 4.07 2.21 0.6 63.75 5.68
Tanam – Anakan 4.48 2.64 2.92 45 4.2
Anakan - Maksimum Anakan 4.45 2.85 0.05 45 7.25
Maksimum Anakan – Berbunga 4.77 2.88 2.94 45 4.71
Berbunga - Matang Penuh 4.33 2.68 1.63 45 5.39
Pergantian lapisan air (WLR) pada
fase vegetatif dan generatif setelah
pemupukan perlu dijadwalkan dan
mengganti lapisan air menurut kebutuhan.
Penggantian lapisan air ini dilakukan
sebanyak 2-3 kali masing-masing 45 mm
satu bulan dan dua bulan setelah
transplantasi (3,0 mm/hari selama 1/2
bulan). Selanjutnya untuk pergantian lapisan
air (WLR) pada petak sawah fase
pengolahan lahan 63.75 mm satu bulan
(4,25 mm/hari selama 1/2 bulan), nilai rata-
rata pergantian lapisan air dari masa
pengolahan lahan hinga pertumbuhan tanaman
matang penuh yaitu 48.75 mm/hari.
Hasil pengamatan dilapangan, kehilangan air
di petak tersier sawah selain akibat
evapotranspirasi dan perkolasi juga disebabkan
adanya kehilangan air akibat rembesan pada petak
tersier sawah. Rembesan yang terjadi disebabkan
oleh pematang sawah yang kurang baik, sehingga
mengakibatkan kebocoran/ rembesan air di areal
pematang sawah.
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
33 - Volume 3, No. 3, Agustus 2014
Gambar 6 Kebutuhan air di petak sawah berdasarkan teknik drum padi
Dari Gambar 6 di atas dapat dilihat
bahwa kebutuhan air tanaman pada fase
pengolahan lahan lebih besar dari pada fase
tanam anakan, hal ini disebabkan oleh faktor
kondisi tanah yang relatif kering sehingga
pada proses menggemburkan dan membajak
diperlukan air yang lebih banyak. Selain itu
faktor tingkat curah hujan yang rendah
menyebabkan evaporasi menjadi lebih besar
dari pada fase pertumbuhan tanaman.
Pada tiap-tiap fase pertumbuhan
tanaman, terlihat bahwa pada fase anakan-
maks kebutuhan air tanaman yang lebih
besar dari fase-fase pertumbuhan tanaman
lainnya. Hal ini disebabkan oleh faktor
kondisi tanaman padi, dimana tanaman padi
di sawah mulai beranak dan daunnya
bertambah sehingga tingkat transpirasi
bertambah. Selain itu faktor tingkat curah
hujan yang rendah menyebabkan
evapotranspirasi menjadi lebih besar.
Efisiensi Air Irigasi di Petak Tersier Sawah
Sistem pemberian air irigasi pada petak
sawah dilakukan dengan cara pemberian air
terputus-putus antara satu petak sawah dengan
petak sawah lainnya. Efisiensi penggunaan air
irigasi di petak sawah terhadap kebutuhan air
irigasi dihitung berdasarkan Persamaan (4) diatas.
Evapotranspirasi, perkolasi dan debit air
irigasi merupakan parameter-parameter efisiensi
penggunaan air irigasi di petak tersier sawah.
Perhitungan efisiensi penggunaan air irigasi di
petak tersier sawah pada setiap fase dapat dilihat
pada Tabel 3.
Dari Tabel 3 dapat dilihat kebutuhan air
tanaman (Vm) pada tiap fase pertumbuhan tanaman
senantiasa tidak tetap tergantung pada kondisi
dilapangan, dengan demikian besarnya air irigasi
(Vf) yang diberikan disesuaikan dengan keadaan
tanaman padi di lapangan dan diharapkan tidak
diberikan secara berlebihan.
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 3, No. 3, Agustus 2014 - 34
Tabel 3 Efisiensi air irigasi di petak sawah tiap fase pertumbuhan tanaman
Fase - Fase Pertumbuhan Tanaman Vm (mm/hari) Vf (mm/hari) Ea (%)
Pengolahan lahan 5.68 11.52 49.30
Tanam – Anakan 4.20 8.41 49.97
Anakan - Maks. Anakan 7.25 11.20 64.74
Maks. Anakan-Berbunga 4.71 9.47 49.74
Berbunga - Matang Penuh 5.39 8.32 64.75
Rata-rata 5.45 9.78 55.70
Gambar 7 Grafik Efisiensi Irigasi Pada Tiap Fase Pertumbuhan Tanaman
Berdasarkan hasil analisis
perhitungan efisiensi irigasi pada petak
tersier sawah (Ea) secara keseluruhan
sebesar 55,7% seperti diperlihatkan pada
tabel 3 diatas.
Dari hasil analisis dapat diketahui
bahwa untuk tiap fase pertumbuhan
kebutuhan air irigasi yang diberikan ke
petak tersier sawah (Vf) lebih besar dari
pada kebutuhan air yang diperlukan oleh
tanaman padi (Vm) hal ini menunjukan
salah satu penyebab terjadinya kekurangan
air di daerah hilir. Diketahui bahwa tanaman
padi di sawah apabila kekurangan air akan
menurunkan hasil produksi, oleh karena itu dalam
pemberian air kebutuhan tanaman padi harus tepat
waktu dan jumlahnya agar dapat menghemat air
irigasi sehingga di daerah hilir air tercukupi.
Efisiensi irigasi pada petak tersier sawah
dapat ditingkatkan dengan membuat bangunan
pematang sawah yang baik
Evaluasi Efisiensi Irigasi
Di Daerah Irigasi Lawe Bulan nilai efisiensi
irigasi berdasarkan hasil perencanaan sebesar
67,50% yaitu pada saluran primer 90%, saluran
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
35 - Volume 3, No. 3, Agustus 2014
sekunder 90% dan saluran tersier 85%
dengan luas sawah yang diairi sebesar
±10,91 ha. Namun dari hasil pengukuran di
lapangan (tabel 4) nilai efisiensi turun
menjadi 37,6%, yang mengakibatkan luas sawah
yang diairi menjadi berkurang.
Tabel 4 Efisiensi Irigasi
Fase - Fase Pertumbuhan Tanaman Ea Ej Etotal
(%) (%) (%)
Pengolahan lahan 49.3 67.5 33.28
Tanam - Anakan 49.97 67.5 33.73
Anakan - Maksimum Anakan 64.74 67.5 43.7
Maksimum Anakan - Berbunga 49.74 67.5 33.58
Berbunga - Matang Penuh 64.75 67.5 43.71
Rata-rata 55.7 67.5 37.6
Kondisi ini dapat ditingkatkan
kembali apabila permasalahan di lapangan
dapat dicegah atau diatasi sehingga efisiensi
irigasi kembali meningkat ke kondisi sesuai
Standar Perencanaan Irigasi sebesar 65%
atau mencapai efisiensi irigasi sesuai
perencanaan irigasi Lawe Bulan sebesar
67,5%.
Perhitungan peningkatan efisiensi
irigasi dan peningkatan luas sawah yang
diairi dapat dihitung kembali.
Hal lain yang juga berperan dalam
meningkatkan efisiensi irigasi yaitu
memperbaiki pola perilaku petani daerah
hulu yang dalam penggunaan air irigasi
yang masih bersifat boros. Perilaku petani
tersebut mengakibatkan petani di daerah
hilir mengalami kekurangan air sehingga
pembagian air di daerah hulu dan hilir tidak
merata terutama pada musim kemarau.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1. Pada saat penggenangan lahan air harus cukup
agar struktur tanah menjadi lumpur setelah
tanah dibajak 2 kali, penggenangan lahan
dibiarkan selama 2-3 hari, agar akar tanaman
padi dapat mudah melekat pada tanah.
2. berdasarkan hasil pengukuran dilapangan
efisiensi irigasi lawe bulan pada petak sawah
(Ea) sebesar 55,70 %.
3. Pemberian air irigasi pada petak sawah nilai
(Vf) pada masa pengolahan lahan sebesar 1.33
liter/detik/ha dan masa pertumbuhan tanaman
padi sebesar 0.97 liter/detik/ha.
4. Dengan menggunakan teknik drum kebutuhan
air pada petak sawah yaitu masa pengolahan
lahan nilai Vm sebesar 5.68 mm/hari dan masa
pertumbuhan tanaman rata-rata 5.45 mm/hari.
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 3, No. 3, Agustus 2014 - 36
5. Nilai efisiensi irigasi berdasarkan
Standar Perencanaan Irigasi sebesar
65%, pada petak sawah masa
pengolahan lahan 32.04% dan masa
pertumbuhan tanaman rata-rata 37.25%
atau rata-rata masa pengolahan lahan
dan pertumbuhan tanaman 36.21%
sedangkan efisiensi irigasi berdasarkan
Perencanaan Daerah Irigasi Lawe
Bulan sebesar 67.50%, dimana masa
pengolahan lahan 33.28% dan masa
pertumbuhan tanaman rata-rata 38.68%
atau rata-rata masa pengolahan lahan
dan pertumbuhan tanaman 37.60%.
6. Peningkatan nilai efisiensi irigasi dapat
dilakukan apabila ada kesadaran yang
tinggi dari para petani untuk
memelihara saluran dan sarana
bangunan irigasi yang ada dan juga
dalam penggunaan air irigasi di
sesuaikan dengan kebutuhan air di
petak sawah dengan membuat
pematang sawah yang baik agar
terhindar dari rembesan.
7. Evapotranspirasi, perkolasi, curah
hujan efektif dan debit air irigasi
merupakan parameter-parameter yang
sangat mempengaruhi efisiensi
pemberian air irigasi pada petak tersier
sawah.
8. Curah hujan efektif digunakan untuk
mendefinisikan sebagian kecil dari
jumlah air hujan yang berguna untuk
memenuhi kebutuhan air untuk
tanaman pada masa pertumbuhannya,
meliputi untuk evapotranspirasi dan perkolasi.
Saran
Dari penelitian yang dilakukan, peneliti
memberi beberapa saran sebagai berikut :
1. Untuk menghindari rembesan air irigasi pada
pematang sawah, maka diharapkan kepada
kelompok petani setempat untuk melakukan
perawatan/pemeliharaan pematang sawah.
2. Pemberian air irigasi masih dapat dihemat lagi
berdasarkan kebutuhan, diharapkan dalam
pemberian air irigasi tidak berlebih yang mana
kelebihan air irigasi dapat digunakan untuk
mengatasi areal sawah yang kekurangan air atau
untuk memperluas lahan pertanian.
DAFTAR PUSTAKA
Ambler, J.S., 1991. Irigasi di Indonesia Dinamika
Kelembagaan Petani, LP3ES, Jakarta.
Arsyad, S., 1989, Konservasi Tanah dan Air, Penerbit
IPB Press, Bogor.
Bos, M.G. and Nugteren, J., 1990, On Irrigation
Efficiencies, Intern.Instit.for Land Reclamation
and Improvement/ILRI, Wageningen The
Netherlands.
Brouwer, C., A.Goffeau, dan M. Heibloem., 1985,
Irrigation Water Management, Training
Mhanual No. 1 - FAO Introduction to Irrigation,
Rome.
Dastane, ND., 1974, Effective Rainfall In Irrigate
Agriculture, Irrigation and Drainage Paper Vol.
25 FAO, Rome.
Direktorat Jenderal Pengairan, 1986, Standar
Perencanaan Irigasi, Departemen Pekerjaan
Umum, CV. Galang Persada, Bandung.
Doorenbos, J., and W. O. Pruit., 1984, Guidelines for
Predicting Crop Water Requirement, FAO
Irrigation and Drainage Paper, Roma.
Israelsen, W.O., dan Hansen, 1962, Dasar-Dasar dan
Praktek Irigasi. Terjemahan Endang. Erlangga,
Jakarta.
Kartasapoetra, A.G., dan M. Sutedjo, 1994, Teknologi
Pengairan Pertanian Irigasi, Bumi Aksara,
Jakarta.
Linsley, R.K and J.B. Franzini, 1979, Water Resources
Engineering, Mc Graw Hill Book Co, New York.
Jurnal Teknik Sipil
Pasca Sarjana Universitas Syiah Kuala
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
37 - Volume 3, No. 3, Agustus 2014
Pasandaran, E., 1991, Irigasi di Indonesia,
Strategi dan Pengembangan. LP3ES,
Jakarta.
Purba, W.F., 1974, Kebutuhan Air untuk
Pertanaman Serta Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya, Makalah Seminar
Penerapan Teknologi Madya pada
Industri Pertanian, FATEMETA IPB,
Bogor.
Salim, M., 2007, Peranan Saluran Irigasi
Bendung Pesayangan Untuk Mencukupi
Kebutuhan Tanaman Padi Petak Sawah
di Kecamatan Talang Kabupaten Tegal,
Tesis Doktoral, Universitas Negeri
Semarang.
Sosrodarsono, S. dan Takeda, 1976, Hidrologi
untuk Pengairan, Pradnya Paramita,
Jakarta.
Sudjarwadi, 1987, Teknik Sumberdaya Air,
Diktat kuliah Jurusan Teknik Sipil UGM,
Yogyakarta.
Supriatno, M., 2003, Optimasi Sistem
Pengelolaan Air Irigasi di Daerah Irigasi
KruengAceh, Tesis, Universitas Syiah
Kuala, Banda Aceh.
Syahdi, I., 2012, Studi Efisiensi Irigasi Pada
Petak Sawah Di Daerah Irigasi Pandrah.
Tesis. Magister Teknik Sipil. Universitas
Syiah kuala. Banda Aceh.
Triatmodjo, B., 2009, Hidrologi Terapan, Beta
Offset, Yogyakarta.
Van de Goor G.A.W. dan Zijlstra G. 1968
Irrigation requirements for double
cropping of lowland rice in Malaya. ILRI
Publication 14. Wageningen
Vergara BS, Chang TT. 1985. The flowering
response of the rice plant to photoperiod,
4th edn. Los Banos, Philippines: IRRI.
Yantri,P.R., 2012, Studi Efisiensi Irigasi Pada
Petak Sawah Dalam Upaya Peningkatan
Hasil Padi Di Daerah Irigasi Krueng
Jreue. Tesis. Magister Teknik Sipil.
Universitas Syiah kuala. Banda Aceh.