12
. Volume 19 Nomer 01 Tahun 2021x, 103 EFEKTIVITAS PELATIHAN GROWTH MINDSET PADA SISWA SMA EFFECTIVENESS OF GROWTH MINDSET TRAINING FOR HIGH SCHOOL STUDENTS Fatin Rohmah Nur Wahidah 1 Edi Joko Setyadi 2 Gisella Arnis Grafiyana 3 ABSTRACT The mindset has an influence on students 'beliefs about their capacities and abilities, including strategies and students' academic achievement in school. Students with a growth mindset believe that their abilities can be changed. When faced with academic difficulties, they will try harder, develop new strategies, and improve their learning performance. This study aims to determine the effectiveness of growth mindset training in high school students. Twenty grade XII high school students were randomly selected to participate in this study. This research uses a quantitative approach. The data was collected using a mindset scale (α = 0.804) and then analyzed using the paired sample t-test technique. The results of the study indicate that growth mindset training is effective in increasing the growth mindset of students. They were also motivated to change for the better than the current condition and began planning their life goals in the future to be more focused and organized. Keywords: growth mindset , high school students, life goals ABSTRAK Mindset berpengaruh pada keyakinan siswa tentang kapasitas dan kemampuan yang dimiliki, termasuk dalam strategi dan prestasi akademik siswa di sekolah. Siswa dengan growth mindset percaya bahwa kemampuan mereka bisa berubah. Ketika menghadapi kesulitan akademik, mereka akan berusaha lebih keras, menetapkan strategi yang baru, dan meningkatkan performa belajarnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pelatihan growth mindset pada siswa SMA. Sebanyak dua puluh siswa SMA kelas XII dipilih secara acak berpartisipasi dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan mindset scale (α = 0,804) lalu dianalisis dengan teknik paired sample t-test. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelatihan growth mindset efektif untuk meningkatkan growth mindset siswa. Peserta pun termotivasi untuk berubah menjadi lebih baik dibanding kondisi saat ini dan mulai merencanakan tujuan hidupnya di masa mendatang agar lebih terarah dan tertata. Kata kunci: growth mindset , siswa SMA, tujuan hidup 1 Fatin Rohmah Nur Wahidah, Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Email : [email protected] 2 Edi Joko Setyadi, Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Email : [email protected] 3 Gisella Arnis Grafiyana, Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Email : [email protected] Submitted: 01 12 - 2020 Revision: 01 01 - 2021 Accepted: 04 – 02 - 2021

EFEKTIVITAS PELATIHAN GROWTH MINDSET PADA SISWA SMA

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: EFEKTIVITAS PELATIHAN GROWTH MINDSET PADA SISWA SMA

. Volume 19 Nomer 01 Tahun 2021x,

103

EFEKTIVITAS PELATIHAN GROWTH MINDSET PADA SISWA SMA

EFFECTIVENESS OF GROWTH MINDSET TRAINING FOR HIGH SCHOOL

STUDENTS

Fatin Rohmah Nur Wahidah1

Edi Joko Setyadi2

Gisella Arnis Grafiyana3

ABSTRACT

The mindset has an influence on students 'beliefs about their capacities and

abilities, including strategies and students' academic achievement in school.

Students with a growth mindset believe that their abilities can be changed.

When faced with academic difficulties, they will try harder, develop new

strategies, and improve their learning performance. This study aims to

determine the effectiveness of growth mindset training in high school

students. Twenty grade XII high school students were randomly selected to

participate in this study. This research uses a quantitative approach. The data

was collected using a mindset scale (α = 0.804) and then analyzed using the

paired sample t-test technique. The results of the study indicate that growth

mindset training is effective in increasing the growth mindset of students.

They were also motivated to change for the better than the current condition

and began planning their life goals in the future to be more focused and

organized.

Keywords: growth mindset , high school students, life goals

ABSTRAK

Mindset berpengaruh pada keyakinan siswa tentang kapasitas dan kemampuan yang dimiliki,

termasuk dalam strategi dan prestasi akademik siswa di sekolah. Siswa dengan growth mindset

percaya bahwa kemampuan mereka bisa berubah. Ketika menghadapi kesulitan akademik, mereka

akan berusaha lebih keras, menetapkan strategi yang baru, dan meningkatkan performa belajarnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pelatihan growth mindset pada siswa SMA.

Sebanyak dua puluh siswa SMA kelas XII dipilih secara acak berpartisipasi dalam penelitian ini.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan mindset

scale (α = 0,804) lalu dianalisis dengan teknik paired sample t-test. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa pelatihan growth mindset efektif untuk meningkatkan growth mindset siswa. Peserta pun

termotivasi untuk berubah menjadi lebih baik dibanding kondisi saat ini dan mulai merencanakan

tujuan hidupnya di masa mendatang agar lebih terarah dan tertata.

Kata kunci: growth mindset , siswa SMA, tujuan hidup

1 Fatin Rohmah Nur Wahidah, Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Email :

[email protected] 2 Edi Joko Setyadi, Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Email : [email protected] 3 Gisella Arnis Grafiyana, Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Email : [email protected]

Submitted:

01 – 12 - 2020

Revision:

01 – 01 - 2021

Accepted:

04 – 02 - 2021

Page 2: EFEKTIVITAS PELATIHAN GROWTH MINDSET PADA SISWA SMA

Fatin Rohmah Nur Wahidah, Edi Joko Setyadi, & Gisella Arnis Grafiyana. Efektivitas

Pelatihan Growth Mindset pada Siswa SMA

104

PENDAHULUAN

Mindset merupakan belief yang memiliki kecenderungan pada fixed mindset atau

growth mindset (Zeng, Hou, & Peng, 2016). Sudut pandang incremental theory atau growth

mindset meyakini bahwa kemampuan yang dimiliki seseorang bersifat tidak pasti dan dapat

meningkat (Dweck, 2006; Hochanadel & Finamore, 2015). Di sekolah, siswa dengan growth

mindset percaya bahwa kemampuan mereka dapat ditingkatkan dengan kinerja. Mereka

memandang situasi yang menantang sebagai peluang untuk belajar, bukan sebagai tanda

rendahnya kemampuan yang dimiliki. Ketika menghadapi kesulitan akademik, mereka akan

berusaha dua kali lebih keras, menetapkan strategi yang baru, dan meningkatkan performa

belajarnya. Growth mindset mengarahkan siswa untuk berorientasi pada penyelesaian

kesulitan sehingga mengajarkan kepada siswa bahwa inteligensi dapat berubah dan dapat

meningkatkan prestasi akademiknya (Blackwell, Trzesniweski, & Dweck, 2007; Haimovitz,

Wormington, & Corpus, 2011).

Sementara itu, seseorang yang percaya bahwa kemampuannya bersifat alami dan

sudah ditentukan, disebut memiliki entity theory atau fixed mindset (Dweck, 2006;

Hochanadel & Finamore, 2015). Di sekolah, siswa dengan fixed mindset cenderung melihat

kesalahan dan berbagai upaya yang harus dilakukan pada tugas akademik sebagai tanda

bahwa dia memiliki kemampuan menetap yang rendah. Ia juga menilai performa

pembelajaran secara berlebihan dan berpandangan negatif pada kesalahan dan usaha yang

dilakukan sehingga ia berespon dengan ketidakberdayaan. Misalnya, tidak mau lebih bayak

berusaha, mencontek, dan menghindari situasi serupa di masa depan (Blackwell,

Trzesniweski, & Dweck, 2007). Lebih parah lagi pada siswa SMA yang berisiko yang

mengadopsi cara berpikir seperti ini, mungkin akan terjebak dalam pola berulang yaitu

prestasi rendah, motivasi rendah, dan usaha yang rendah sehingga berdampak panjang pada

kerusakan masa depan setelah lulus SMA (Saunders, 2014). Pada akhirnya, mindset

berpengaruh pada keyakinan siswa tentang kapasitas dan kemampuan yang dimiliki,

termasuk dalam strategi dan prestasi akademik siswa di sekolah (Zeng, Hou, & Peng, 2016).

Prestasi akademik merupakan salah satu tolok ukur keberhasilan siswa di sekolah.

Maka, menjadi hal wajar jika banyak upaya dilakukan untuk menangani siswa yang

menunjukkan prestasi akademik rendah. Hasil wawancara dari beberapa guru diperoleh

simpulan bahwa upaya yang umumnya dilakukan untuk menangani permasalahan siswa

dengan akademik rendah (hasil belajar di bawah rata-rata ketuntasan minimal) adalah

diberikan remedial dan penambahan jam belajar di sekolah. Akan tetapi, tidak semua siswa

menunjukkan perubahan yang berarti dengan upaya ini.

Dari keterangan siswa dengan nilai akademik rendah diketahui bahwa sebagian

mereka memang merasa kesulitan pada beberapa pelajaran yang diterima, namun mereka

juga merasa malas untuk belajar. Mereka kurang memiliki keinginan untuk memperbaiki

prestasi belajar dan menganggap kurang penting belajar di sekolah. Mereka cenderung

berpikir bahwa kondisi mereka saat ini tidak akan bisa berubah dan cenderung menetap

sehingga belajar pun tidak akan membantu kesulitannya.

Upaya-upaya yang dilakukan pihak sekolah umumnya lebih mengarah pada upaya

peningkatan nilai dan kemampuan akademik siswa. Padahal kondisi psikologis siswa juga

perlu diperhatikan, karena permasalahan yang dimiliki siswa bukan hanya terkait

Page 3: EFEKTIVITAS PELATIHAN GROWTH MINDSET PADA SISWA SMA

Psycho Idea, Volume 19 Nomer 01 Tahun 2021

ketidakmampuannya dalam hal akademik saja. Dengan kata lain, intervensi yang diberika

sekolah belum menyasar pada kondisi psikologis siswa. Salah satu intervensi psikologis yang

bisa diberikan kepada siswa dengan nilai prestasi akademik rendah adalah intervensi growth

mindset .

Intervensi growth mindset yang dilakukan Paunesku, Dweck, Romero, Smith,

Yeager, dan Walton (2015) terhadap siswa SMA di Amerika menunjukkan pengaruhnya

terhadap perubahan belief siswa mengenai tugas-tugas akademik, sebagai suatu aktivitas

yang berguna untuk sarana belajar serta berkembang. Siswa juga belajar bahwa otak manusia

seperti otot yang tumbuh dan berkembang lebih kuat dengan terus berlatih. Pada siswa yang

beresiko tinggi terkena drop out (siswa yang memiliki nilai IPK 2.0 ke bawah atau gagal

dalam satu atau lebih mata pelajaran inti), intervensi growth mindset memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap peningkatan nilai mereka (Paunesku, Dweck, Romero, Smith,

Yeager, & Walton, 2015). Penelitian ini mengartikan bahwa growth mindset dapat dipelajari

untuk mengubah belief siswa, terutama pada siswa dengan performa yang kurang baik

(Rattan, Savani, Chugh, & Dweck, 2015).

Intervensi growth mindset adalah salah satu intervensi psikologis yang menyasar pada

perubahan mindset siswa. Intervensi ini hanya menargetkan satu dasar keyakinan sehingga

dapat dilaksanakan dalam waktu singkat dan dengan materi yang ringkas, tidak melibatkan

konten khusus, serta tidak bergantung dengan konteks sekolah. Intervensi ini memiliki

prosedur yang praktis dan menggunakan narasi umum (misal: cerita dari siswa yang lebih

tua) dan informasi objektif (misal : konsep ilmiah) untuk mengubah keyakinan inti siswa

tentang sekolah.

Intervensi growth-mindset menekankan bahwa kecerdasan, kemampuan, dan kondisi

dirinya saat ini bisa berubah dan dapat berkembang jika siswa berusaha keras. Para siswa

mendapatkan pesan bahwa kesulitan dan tantangan yang dihadapi (misalnya terkait sekolah,

materi belajar, dan tugas sekolah) serta perjuangan yang dilakukan adalah kesempatan untuk

berkembang, bukan karena mereka tidak mampu. Pesan ini, pada sejumlah penelitian

sebelumnya, telah terbukti membantu siswa meningkatkan nilai dan prestasinya (Paunesku,

Dweck, Romero, Smith, Yeager, & Walton, 2015; Rattan, Savani, Chugh, & Dweck, 2015).

Hal ini membuat intervensi growth-mindset menjadi hal yang menarik untuk diteliti.

Dalam buku kode etik profesi psikologi yang disusun oleh Himpunan Psikologi

Indonesia (HIMPSI) (2010), disebutkan bahwa intervensi adalah kegiatan sistematis dan

terencana berdasar hasil asesmen. Tujuannya adalah mengubah keadaan sasaran, baik

perorangan, kelompok, atau masyarakat demi perbaikan atau untuk mencegah semakin

buruknya keadaan. Metode yang dapat dilakukan pada intervensi yang dimaksud adalah

psikoedukasi, konseling, atau terapi.

105

Page 4: EFEKTIVITAS PELATIHAN GROWTH MINDSET PADA SISWA SMA

Fatin Rohmah Nur Wahidah, Edi Joko Setyadi, & Gisella Arnis Grafiyana. Efektivitas

Pelatihan Growth Mindset pada Siswa SMA

Berdasarkan definisinya, psikoedukasi adalah kegiatan untuk meningkatkan

pemahaman dan/atau keterampilan. Hal ini dilakukan sebagai usaha pencegahan meluasnya

gangguan psikologis ataupun kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan pemahaman

tentang gangguan yang dialami seseorang setelah menjalani psikoterapi (HIMPSI, 2010).

Psikoedukasi dapat dilakukan dengan pelatihan maupun tanpa pelatihan. Mereplikasi

penelitian Paunesku, Dweck, Romero, Smith, Yeager, dan Walton (2015), intervensi yang

dilakukan mengarah pada program pelatihan.

Salah satu metode yang dapat digunakan dalam menyusun pelatihan adalah metode

experiential learning dari Kolb (2015). Metode ini menggabungkan teori kognitif dan

behavioristik sehingga menekankan pada pentingnya pengalaman empiris dan proses

berpikir abstrak (Kolb, 2015). Pembelajaran adalah proses dimana pengetahuan diciptakan

melalui transformasi pengalaman (Kolb, 1984 dalam Laird, Holton, & Naquin, 2003). Bagi

Kolb, belajar tidak hanya melibatkan perolehan konten/teori melainkan sebagai interaksi

antara konten dan pengalaman. Artinya, pembelajaran yang baik adalah ketika peserta

mampu mengaitkan apa yang dia alami secara langsung, termasuk pengalaman yang terjadi

pada inderanya, dengan fenomena terkait materi pembelajaran yang sedang dipelajari.

Penggambaran pembelajaran ini sering disebut experiential learning.

Kolb (2015) menyebutkan bahwa experiential learning merupakan proses

pembelajaran yang dilakukan melalui refleksi dan melalui suatu proses pembuatan makna

dari pengalaman langsung. Pelatihan ini menggunakan experiential learning diharapkan agar

pembelajaran yang diberikan lebih bermakna dari pengalaman langsung peserta.

Adapun tahap-tahap atau daur experiential learning adalah concrete experience (CE),

reflective observation (RO), abstract conceptualisation (AC), dan active experimentation

(AE) (Gambar 1). CE merupakan tahap awal berupa pengalaman nyata yang dialami oleh

individu. RO dilakukan untuk melakukan evaluasi terhadap pengalaman nyata yang dialami

atau dilakukan pada tahap sebelumnya. Pada tahap AC, peserta melakukan perbandingan

antara apa yang mereka alami dengan apa yang sudah mereka ketahui atau dari teori yang

mereka dapatkan. Tahap terakhir adalah AE, dimana peserta menentukan bagaimana mereka

dapat menerapkan hal yang telah dipelajari ke dalam kehidupan sehari-hari.

Gambar 1. Siklus Experiential Learning (Kolb, 2015)

CE (memperoleh pengalaman)

RO(melakukan refleksi dari pengalaman

yang diperoleh)

AC (membandingkan,

menyimpulkan, belajar dari

pengalaman)

AE(mencoba apa yang

sudah dipelajari)

106

Page 5: EFEKTIVITAS PELATIHAN GROWTH MINDSET PADA SISWA SMA

Psycho Idea, Volume 19 Nomer 01 Tahun 2021

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi-eksperimen, menggunakan pendekatan

kuantitatif untuk melihat efektivitas intervensi growth mindset.

Partisipan

Penelitian ini awalnya melibatkan 20 siswa. Kemudian 3 siswa tidak mengikuti

pertemuan kedua sehingga hanya 17 siswa yang dilibatkan dalam data. Peserta adalah siswa

laki-laki maupun perempuan, jurusan IPA dan IPS, serta merupakan rekomendasi guru BK

untuk mengikuti pelatihan.

Prosedur

Peneliti melakukan penelitian di salah satu sekolah daerah Purbalingga, Jawa Tengah

yang dipilih acak. Setelah mendapat izin penelitian, peneliti melakukan intervensi melalui

kegiatan pelatihan secara tatap muka sebanyak dua kali pertemuan, dengan jarak dua minggu

antarpertemuan. Setiap pertemuan dilakukan selama kurang lebih 60 menit,

Pada pertemuan pertama, terdapat 20 peserta yang hadir. Peserta diberikan sebuah

artikel tentang plastisitas otak. Setelah membaca artikel, siswa diminta untuk menuliskan

rangkuman dari artikel tersebut. Selanjutnya, peserta diberikan sebuah studi kasus mengenai

seorang anak yang merasa kurang pandai dan tidak bisa berprestasi di sekolah. Peserta

kemudian diminta untuk memberi masukan kepada anak di studi kasus tersebut, berdasarkan

apa yang telah mereka ketahui.

Pada pertemuan kedua, terdapat 17 peserta yang hadir. Peserta diminta menjawab

beberapa pertanyaan dalam lembar kerja terkait manfaat tugas-tugas di sekolah untuk

mencapai tujuan hidup yang mulia di masa depan. Siswa kemudian diminta memikirkan

tujuan hidupnya dan menuliskan bagaimana belajar dapat membantu mereka mencapai

tujuan tersebut.

Media atau alat bantu yang digunakan dalam pelatihan berupa power point untuk

menampilkan materi dan kertas lembar kerja siswa. Pelatihan ini menggunakan berbagai

metode, yaitu: reading, studi kasus, pengerjaan tugas mandiri atau self-discovery, dan diskusi

kelompok. Pemilihan metode yang bervariasi dimaksudkan untuk memudahkan peserta

mendapatkan pembelajaran serta memudahkan fasilitator pula dalam menarik pembelajaran

terkait materi yang akan disampaikan. Selain itu, dengan adanya metode yang bervariasi,

aktivitas selama pelatihan juga lebih beragam dan diharapkan memotivasi peserta untuk

dapat terus terlibat hingga akhir pelatihan.

Instrumen

Instrumen dalam penelitian ini disiapkan untuk menjadi alat ukur pada pre-test dan

post-test. Instrumen yang digunakan adalah adalah mindset scale. Alat ukur ini

dikembangkan oleh Chrisantiana dan Sembiring (2017), mengacu pada teori Dweck (2006),

yang kemudian diadaptasi oleh Wahidah (2019) yang diujikan pada siswa SMA. Alat ukur

ini terdiri dari 20 aitem, dengan nilai koefisien α adalah 0,804. Setiap aitem memiliki empat

pilihan jawaban (1= sangat tidak setuju hingga 4= sangat setuju), menggunakan Bahasa

107

Page 6: EFEKTIVITAS PELATIHAN GROWTH MINDSET PADA SISWA SMA

Fatin Rohmah Nur Wahidah, Edi Joko Setyadi, & Gisella Arnis Grafiyana. Efektivitas

Pelatihan Growth Mindset pada Siswa SMA

Indonesia. Skor yang dihasilkan merupakan skor tunggal. Semakin tinggi skor yang

diperoleh seseorang, menunjukkan semakin tinggi growth mindset yang dimiliki.

Analisis Statistik

Analisis statistik yang digunakan adalah analisis deskriptif dan paired sample t-test

menggunakan SPSS 26. Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis demografi

partisipan dan mean nilai pre-test dan post-test. Sementara paired sample t-test digunakan

untuk untuk membandingkan rata-rata dua kelompok yang saling berpasangan. Dalam hal ini

adalah membandingkan skor rata-rata mindset scale pada partisipan yang sama dan

mengalami dua pengukuran berbeda, yaitu sebelum dan setelah diberikan program pelatihan

(Graveter & Wallnau, 2007).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data demografi partisipan ditunjukkan dalam tabel 1 berikut. Berdasarkan tabel 1,

diketahui bahwa partisipan yang diperhitungkan dalam perhitungan hanya 17 orang. Karena

hanya 17 partisipan tersebut yang mengkuti rangkaian pelatihan hingga akhir atau hadir pada

kedua pertemuan. Tiga siswa yang tidak hadir di pertemuan kedua, tidak diperhitungkan

dalam analisis ini. Mengingat untuk melihat efektivitas program pada satu sampel,

dibutuhkan partisipan yang bisa mengikuti rangkaian program dan mengisi lembar pre-test

dan post-test.

Tabel 1.

Data Demografi

Keterangan Frekuensi Persentase Persentase Kumulatif

Jenis Kelamin

Laki-Laki 9 52.94 52.94

Perempuan 8 47.06 100.00

Total 17 100.00

Kelas

XII 17 100.00 100.00

Total 17 100.00

Jurusan

IPS 4 23.53 23.53

MIPA 13 76.47 100.00

Total 17 100.00

Penelitian ini menggunakan pre-test dan post-test untuk mengetahui adanya

perubahan tingkat growth mindset dari peserta. Digunakan juga evaluasi kualitatif terkait

pelaksanaan kegiatan, konten materi yang disampaikan, metode yang dipilih, media/alat

bantu yang digunakan, dan fasilitator dalam menyampaikan materi, serta insight yang

diperoleh peserta ketika sebelum dan setelah mengikuti pelatihan. Berikut ini akan dijelaskan

lebih rinci terkait hasil penelitian.

108

Page 7: EFEKTIVITAS PELATIHAN GROWTH MINDSET PADA SISWA SMA

Psycho Idea, Volume 19 Nomer 01 Tahun 2021

Tabel 2.

Perbandingan Skor Hasil Pre-Test dan Post-Test Growth Mindset

N Mean SD SE

PRE 17 63.35 3.20 0.78

POST 17 67.12 4.88 1.18

Hasil pre-test dan post-test dari tabel 2 menunjukkan adanya perubahan tingkat growth

mindset dari peserta. Nilai rata-rata pre-test adalah 63.35 dan nilai post-test naik menjadi 67.12.

Gambar 1 menunjukkan gambaran yang lebih jelas terkait kenaikan tingkat growth mindset

peserta.

Gambar 2. Perbandingan Rata-Rata Skor Growth Mindset

Setelah dilakukan uji normalitas menggunakan Shapiro-Wilk, hasil pada tabel 3

menujukkan bahwa nilai p = 0.59, dimana p > 0.05. Artinya, sampel pengukuran ini terdistribusi

normal. Setelah itu, dilanjutkan dengan uji beda dari sampel berpasangan menggunakan paired

samples t-test (tabel 4).

Tabel 3.

Uji Normalitas (Shapiro-Wilk)

W p

PRE - POST 0.96 0.59

Note. Significant results suggest a deviation from normality.

Berdasarkan tabel 4, diketahui bahwa uji beda menggunakan paired samples t-test

menghasilkan nilai p = 0.007, dimana p < 0.05. Artinya, terdapat perbedaan rata-rata skor hasil

pre-test dan post-test. Hal ini menjelaskan bahwa terdapat pengaruh pelatihan growth mindset

dalam meningkatkan skor growth mindset pada siswa. Dengan kata lain, pelatihan ini efektif

dalam meningkatkan growth mindset pada siswa.

Hasil ini sejalan dengan penelitian Paunesku, Dweck, Romero, Smith, Yeager, dan Walton

(2015) terhadap siswa SMA di Amerika dan penelitian Zeeb, Ostertag, dan Renkl (2020) yang

109

Page 8: EFEKTIVITAS PELATIHAN GROWTH MINDSET PADA SISWA SMA

Fatin Rohmah Nur Wahidah, Edi Joko Setyadi, & Gisella Arnis Grafiyana. Efektivitas Pelatihan

Growth Mindset pada Siswa SMA

menunjukkan pengaruhnya terhadap perubahan belief siswa mengenai tugas-tugas akademik

menjadi lebih positif. Akan tetapi, ada juga penelitian yang menunjukkan hasil berbeda,

diantaranya penelitian Orosz, Peter-Szarka, Bőthe, Toth-Kir´aly dan R. Berger (2017) maupun

Sisk, Burgoyne, Sun, Butler, dan Macnamara (2018). Keduanya menunjukkan bahwa pelatihan

growth mindset kurang efektif. Salah satu alasannya adalah kurang sesuainya konteks materi yang

dipelajari siswa.

Tabel 4.

Uji Beda Paired Samples T-Test

Measure 1 Measure 2 t df p

PRE - POST -3.09 16 0.007

Hasil rata-rata skor evaluasi pelaksanaan pelatihan pada gambar 3 menunjukkan bahwa

secara umum, materi pelatihan, metode/cara yang dipilih, dan media/alat bantu yang digunakan

memperoleh rata-rata skor 3. Artinya, hal-hal tersebut bermanfaat untuk siswa. Terkait dengan

materi, materi pertemuan pertama mendapat rata-rata skor 3, artinya materi tersebut dinilai baik

atau bermanfaat. Begitu juga materi pada pertemuan kedua mendapat rata-rata skor 3. Artinya,

materi tersebut dinilai baik atau bermanfaat. Kemudian untuk fasilitator mendapatkan rata-rata

skor 4. Artinya, fasilitator pelatihan sangat bermanfaat atau sangat membantu dalam

menyampaikan materi. Keterangan hasil evaluasi selanjutnya ditampilkan pada tabel 5.

Gambar 3. Rata-Rata Skor Hasil Evaluasi

Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa evaluasi pelaksanaan kegiatan ini tergolong

baik dan bermanfaat. Baik dari segi materi pelatihan pertama dan kedua, metode/cara yang dipilih,

media/alat bantu yang digunakan, dan fasilitator yang menyampaikan materi.

Tabel 5.

Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan

No Aitem Keterangan

1. Materi pelatihan secara keseluruhan Bermanfaat

a) Materi 1 : Mengenal keajaiban otak Baik

b) Materi 2: Mengenal tujuan hidup Baik

3 3 3

4

3 3

0

1

2

3

4

5

materi metode media pemateri materi 1 materi 2

R A T A - R A T A S K O R H A S I L E V A L U A S I

110

Page 9: EFEKTIVITAS PELATIHAN GROWTH MINDSET PADA SISWA SMA

Psycho Idea, Volume 19 Nomer 01 Tahun 2021

2. Metode/cara yang digunakan Bermanfaat

3. Media/alat bantu yang digunakan Bermanfaat

4. Pemateri/ fasilitator Sangat bermanfaat

Adapun insight yang diperoleh partisipan, selengkapnya dijabarkan pada tabel 6. Secara

umum, partisipan menunjukkan perubahan positif setelah mengikuti pelatihan, baik secara

pemahaman maupun penghayatan. Partisipan merasa pemahamannya terkait otak dan cara kerja

mindset bertambah. Partisipan juga bertambah keyakinan untuk mencapai tujuan/ mimpinya dan

meningkat kepercayaan dirinya. Selain itu, partisipan menjadi termotivasi untuk berubah menjadi

lebih baik dibanding kondisi saat ini dan mulai merencanakan tujuan hidupnya di masa mendatang

agar lebih terarah dan tertata.

Tabel 6.

Insight Peserta

Sebelum Pelatihan Setelah Pelatihan

Belum tahu tentang keajaiban otak dan bagaimana

cara berpikir/ mindset di dalam otak.

Menjadi tahu tentang keajaiban otak bahwa otak

dapat berkembang jika terus diasah dan mampu

menerapkan cara berpikir / mindset yang lebih

baik.

Beranggapan bahwa kemampuan dan karakter diri

tidak bisa berubah karena ‘inilah saya’, tidak bisa

berubah lagi.

Cara berpikir / mindset jadi berbeda, ingin

memiliki growth mindset untuk mencapai apa

yang diinginkan. Menjadi percaya bahwa karakter

bisa berubah menjadi lebih baik dengan usaha.

Kurang yakin pada kemampuan diri

Menjadi yakin bahwa dengan belajar, bekerja

keras, dan berdoa akan bisa menambah

kemampuan dan lebih percaya diri.

Memiliki mimpi besar tapi kadang lalai

mencapainya dan masih malas mengusahakan.

Belum menganggap tujuan hidup itu penting dan

perlu digambarkan dari sekarang. Belum memiliki

gambaran langkah-langkah yang dilakukan untuk

membuat tujuan hidup. Beranggapan bahwa hidup

hanya mengalir saja mengikuti takdir.

Lebih mengetahui betapa penting tujuan hidup

dan menjadikannya lebih tertata dan terarah.

Lebih termotivasi untuk mengejar mimpi,

menentukan langkah yang bisa dilakukan, dan ada

keinginan untuk mengubah kondisi saat ini

menjadi lebih baik daripada sekarang,

berkeinginan lebih keras berusaha mencapai

mimpi dan tujuan.

Mimpi, semangat, dan kepercayaan diri sempat

hilang. Belum menentukan arah dan tujuan hidup.

Mimpi, semangat, dan kepercayaan diri itu

Kembali muncul. Mulai berpikir untuk masa

depan, akan melakukan apa kemudian.

Pikiran masih terlalu labil dan belum jelas apa

yang diharapkan untuk hari esok. Belum memiliki

tekad yang besar untuk tujuan ke depan.

Pikiran menjadi lebih terbuka, fokus untuk hal hal

yang lebih baik dan memiliki tekad untuk tujuan

ke depannya.

Pelaksanaan penelitian ini memiliki beberapa faktor yang mendukung maupun

menghambat. Faktor pendukung tersebut, diantaranya: sikap sekolah yang positif sehingga

penelitian dan program pelatihan dapat terselenggara dan mendapat dukungan penuh pihak

sekolah. Selain itu, antusiasme partisipan mengikuti program dari awal hingga akhir. Meski ada

partisipan yang tidak dapat mengikuti program pada pertemuan kedua, sebagian besar siswa

lainnya tetap mengikuti. Sementara itu, faktor penghambat yang ditemukan, diantaranya: kondisi

pandemi yang membatasi peserta untuk berkerumun sehingga metode diskusi kelompok dan ice

111

Page 10: EFEKTIVITAS PELATIHAN GROWTH MINDSET PADA SISWA SMA

Fatin Rohmah Nur Wahidah, Edi Joko Setyadi, & Gisella Arnis Grafiyana. Efektivitas Pelatihan

Growth Mindset pada Siswa SMA

breaking untuk mencairkan suasana kurang bisa terlaksana optimal. Hal ini membuat peserta

nampak canggung dan kurang aktif selama mengikuti sesi. Selain itu, media proyektor dan laptop

yang digunakan kurang berfungsi optimal karena gangguan teknis yang seringkali muncul

sehingga mengganggu fokus peserta ketika mendapat penjelasan materi.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian Dweck (2006) bahwa mindset cenderung bisa

berubah dan berkembang. Hal ini berpotensi positif pada perkembangan individu karena siswa

dengan growth mindset yang cenderung rendah masih bisa mungkin berkembang. Dampak adanya

growth mindset bisa menjadi modal siswa agar menjadi pribadi yang gigih dalam belajar

(Haimovitz, 2017). Meski mindset yang cenderung fixed mulai terbentuk sejak kecil, tapi mindset

yang growth masih bisa ditumbuhkan (Murphy, 2008).

Hasil ini sejalan dengan penelitian Paunesku, Dweck, Romero, Smith, Yeager, dan Walton

(2015) yang menunjukkan efektivitas intervensi growth mindset dalam meningkatkan growth

mindset. Growth mindset yang dipelajari, dapat mengubah belief siswa, terutama pada siswa

dengan performa yang kurang (Rattan, Savani, Chugh, & Dweck, 2015) bahkan pada siswa yang

berasal dari ekonomi rendah (Good, Aronson, & Inzlicht, 2003). Akan tetapi, hasil ini belum

menunjukkan keterkaitannya dengan prestasi akademik. Hal ini menjadi limitasi penelitian yaitu

belum adanya tindak lanjut untuk membandingkan nilai akademik partisipan pada sebelum dan

setelah intervensi. Perbedaan lainnya adalah penelitian ini dilakukan secara tatap muka, semetara

Paunesku, Dweck, Romero, Smith, Yeager, dan Walton (2015) dilakukan secara daring. Artinya,

baik tatap muka maupun daring, pelatihan ini bisa dilakukan.

Lebih jauh, pelatihan growth mindset ini dapat diajarkan melalui program sekolah

(Blackwell, Trzesniweski, & Dweck, 2007). Dalam program khusus ini siswa akan belajar bahwa

kemampuan intelektual dapat ditingkatkan dari waktu ke waktu melalui usaha, strategi belajar

yang lebih baik, dan bantuan dari orang lain. Dengan growth mindset, siswa akan mengembangkan

kegigihan. Beberapa studi yang dilakukan menemukan bahwa growth mindset berpengaruh pada

kegigihan. Semakin tinggi growth mindset, semakin tinggi kegigihan siswa hingga akhirnya

mampu meningkatkan prestasi siswa (Jach, Sun, Chin, Loton, & Waters, 2017; Chrisantiana &

Sembiring, 2017; Renaud-Dubé, Guay, Talbot, Taylor, & Koestner, 2015; Zhao dkk, 2018;

Duckworth & Eskreis-Winkler, 2015; Wahidah & Royanto, 2019)

Berbagai upaya terkait perbaikan kualitas pendidikan terus dilakukan, baik terhadap guru,

sistem masuk sekolah, kurikulum, bangunan fisik sekolah, kemampuan kognitif siswa, dan

sebagainya. Hal lain yang tidak kalah penting adalah perbaikan kualitas siswa yang bersifat non-

kognitif (Polirstok, 2017) seperti growth mindset.

Guru sebagai pihak yang banyak berinteraksi dengan siswa juga dapat berkontribusi

mengembangkan growth mindset siswa, misalnya dengan memberikan pujian yang lebih

menekankan kerja keras siswa dibanding karakter bawaan siswa (Zentall & Morris, 2010;

Gunderson dkk, 2013). Bila perlu, guru juga mengedukasi siswa tentang pentingnya growth

mindset yang dapat mengembangkan kegigihan serta memotivasi siswa untuk memiliki growth

mindset dan mendapat manfaat dari growth mindset tersebut.

KESIMPULAN

Hasil penelitian ini menunjukkan 1) pengetahuan tentang mindset siswa bertambah, 2)

pengetahuan tentang pentingnya belajar dan tujuan hidup siswa bertambah, 3) pelatihan growth

mindset efektif untuk meningkatkan growth mindset pada siswa. Hal ini terlihat dari peningkatan

skor growth mindset pada siswa. Siswa pun termotivasi untuk berubah menjadi lebih baik

112

Page 11: EFEKTIVITAS PELATIHAN GROWTH MINDSET PADA SISWA SMA

Psycho Idea, Volume 19 Nomer 01 Tahun 2021

dibanding kondisi saat ini dan mulai merencanakan tujuan hidupnya di masa mendatang agar lebih

terarah dan tertata.

Jika dilakukan pelatihan yang serupa, saran untuk penelitian selanjutnya adalah kegiatan

bisa ditambahkan berupa praktik pembuatan tujuan hidup sehingga siswa dapat langsung

menerapkan cara pembuatan tujuan hidupnya. Selain itu, penelitian selanjutnya dapat menyasar

siswa dengan dengan latar belakang atau karakterisik lain yang berbeda dan jumlah yang lebih

banyak, sehingga dapat diketahui efektivitasnya pada sampel yang berbeda. Dapat juga dilakukan

studi longitudinal untuk mengetahui perbandingan nilai akademik siswa, sebelum dan setelah

program dalam jangka waktu tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

Blackwell, K. L., Trzesniewski, K. H., & Dweck, C. S. (2007). Implicit theories of intelligence

predict achievement across an adolescent transition: A longitudinal study and an

intervention. Child Development, 78(1), 246–263. DOI: 10.1111/j.1467-8624.2007.00995.x

Chrisantiana, T. G., & Sembiring, T. (2017). Pengaruh growth dan fixed mindset terhadap grit

pada mahasiswa fakultas psikologi universitas “X” Bandung. Humanitas (Jurnal Psikologi).

https://journal.maranatha.edu/index.php/humanitas/article/view/422

Dweck, C. (2006). Mindset : The new psychology of success. New York: Random House

G. Orosz, S. Peter-Szarka, B. Bőthe, I. Toth-Kir´aly, & R. Berger. (2017). How not to do a mindset

intervention: learning from a mindset intervention among students with good grades.

Frontiers in Psychology, 8. doi: 10.3389/fpsyg.2017.00311

Duckworth, A. L., & Eskreis-Winkler, L. (2015). Grit. in J.D. Wright (Ed.), International

encyclopedia of the social and behavioral sciences (2nd ed.; pp.397-401). UK : Elsevier.

DOI : 10,1016/B978-0-08-097086- 8.26087-X

Graveter, F.J. & Wallnau, L.B. (2007). Statistics for the Behavioral Sciences Seventh

Gunderson, E. A., Gripshover, S. J., Romero, C., Dweck, C. S., Goldin‐Meadow, S., & Levine, S.

C. (2013). Parent praise to 1- to 3-year-olds predicts children’s motivational frameworks 5

years later. Child Development, 84(5), 1526–1541. https://doi.org/10,1111/cdev.12064

Good, C., Aronson, J., & Inzlicht, M. (2003). Improving adolescents’ standardized test

performance: An intervention to reduce the effects of stereotype threat. Journal of Applied

Developmental Psychology, 24, 645–662. https://doi.org/10.1016/j.appdev.2003.09.002

Edition. Wadsworth: Cengage Learning Haimovitz, K., Wormington, S. V., & Corpus, J. H.

(2011). Dangerous mindset s: How beliefs about intelligence predict motivational change.

Learning and Individual Differences, 21(6), 747–752.

https://doi.org/10,1016/j.lindif.2011.09.002

Himpunan Psikologi Indonesia. (2010). Kode etik psikologi Indonesia. Jakarta Selatan: Pengurus

Pusat Himpunan Psikologi Indonesia.

Haimovitz, K. (2017). The Origins of Children’s Growth and Fixed Mindsets: New Research and

a New Proposal. Child Development, 88(6), 1849–1859. https://doi.org/10.1111/cdev.12955

Hochanadel, A., & Finamore, D. (2015). Fixed And growth mindset in education and how grit

helps students persist in the face of adversity. Journal of International Education Research

(JIER), 11(1), 47. https://doi.org/10,19030/jier.v11i1.9099

Kolb, D.A. (2015). Experiential Learning: Experience as the source of learning and development

2nd Ed. New Jersey: Pearson Education, Inc.

Laird, D., Holton, E. F., & Naquin, S. S. (2003). Approaches to training and development: revised

and updated. Basic Books

113

Page 12: EFEKTIVITAS PELATIHAN GROWTH MINDSET PADA SISWA SMA

Fatin Rohmah Nur Wahidah, Edi Joko Setyadi, & Gisella Arnis Grafiyana. Efektivitas Pelatihan

Growth Mindset pada Siswa SMA

Murphy, L. (2008). Dangers of a fixed mindset: Implications of self-theories research for computer

science education. In Proceedings of the Conference on Integrating Technology into

Computer Science Education, ITiCSE (pp. 271–275).

https://doi.org/10.1145/1384271.1384344

Paunesku, D., Walton, G. M., Romero, C., Smith, E. N., Yeager, D. S., & Dweck, C. S. (2015).

Mind-set interventions are a scalable treatment for academic underachievement.

Psychological science, 26(6), 784-793. DOI: 10.1177/0956797615571017

Polirstok, S. (2017). Strategies to improve academic achievement in secondary school students:

Perspectives on grit and mindset. SAGE Open, 7(4), 215824401774511.

https://doi.org/10,1177/2158244017745111

Rattan, A., Savani, K., Chugh, D., & Dweck, C. S. (2015). Leveraging mindset s to promote

academic achievement: Policy recommendations. Perspectives on Psychological Science,

10(6), 721–726. https://doi.org/10,1177/1745691615599383

Renaud-Dubé, A., Guay, F., Talbot, D., Taylor, G., & Koestner, R. (2015). The relations between

implicit intelligence beliefs, autonomous academic motivation, and school persistence

intentions: a mediation model. Social Psychology of Education, 18(2), 255–272.

https://doi.org/10,1007/s11218-014-9288-0

Saunders, S. A. (2014). The impact of a growth mindset intervention on the reading achievement

of at-risk adolescent students. Dissertation Abstracts International Section A: Humanities

and Social Sciences, 74(12-A), 1-229. https://doi.org/10.18130/V3TZ8F

V. F. Sisk, A. P. Burgoyne, J. Sun, J. L. Butler, and B. N. Macnamara. (2018). To what extent and

under which circumstances are growth mind-sets important to academic achievement? Two

meta-analyses. Psychological Science, 29(4), 549–571. DOI: 10.1177/0956797617739704

Wahidah, F. R., & Royanto, L. R. (2019). Peran kegigihan dalam hubungan growth mindset dan

school well-being siswa sekolah menengah. Jurnal Psikologi TALENTA, 4(2), 133-144.

https://doi.org/10.26858/talenta.v4i2.7618

Zentall S. R,, & Morris B. J. (2010). “Good job, you’re so smart”: The effects of inconsistency of

praise type on young children’s motivation. Journal of Experimental Child Psychology;

107:155–163. doi: 10,1016/j.jecp.2010,04.015.

Zeeb, Helene & Ostertag, Julia & Renkl, Alexander. (2020). Towards a Growth Mindset Culture

in the Classroom: Implementation of a Lesson-Integrated Mindset Training. Education

Research International. 2020. 1-13. 10.1155/2020/8067619.

Zeng, G., Hou, H., & Peng, K. (2016). Effect of growth mindset on school engagement and

psychological well-being of chinese primary and middle school students: The mediating role

of resilience. Frontiers in Psychology, 7. https://doi.org/10,3389/fpsyg.2016.01873

Zhao, Y., Niu, G., Hou, H., Zeng, G., Xu, L., Peng, K., & Yu, F. (2018). From growth mindset to

grit in chinese schools: The mediating roles of learning motivations. Frontiers in Psychology,

9. https://doi.org/10,3389/fpsyg.2018.02007

114