Efektifitas Art Terapi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ckyfk

Citation preview

  • Indonesian Journal of Cancer Vol. 5, No. 1 January - March 2011 3311

    AABBSSTTRRAACCTTLeukemia is a form of cancer that mostly suffered by children under 16 years of age. When a adolescent is beingdiagnozed to suffer from leukemia, there will be several emotional reactions following the diagnoses; one of them isanxiety. Art therapy is one therapeutic modality to reduce anxiety, and this research is aimed at finding the use of arttherapy in reducing anxiety on adolescence of leukemia patients. Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A), andRevised Childrens Manifest Anxiety Scale (RCMAS) were used to measure anxiety associated on the physiological,cognitive and behavioral impact. Five adolescents participated in this research, 2 of them received art therapy, 1subject attended 22 art therapy sessions and another attented 24 sessions. The result indicates that attending arttherapy reduced the anxeity on both patients; they became more positive on themselves in dealing with their illness.Family and environmental supports influence the impact of therapy.

    KKeeyy wwoorrdd :: Art therapy, Anxiety, Adolesence, Leukemia

    AABBSSTTRRAAKKLeukemia adalah jenis kanker yang paling banyak dialami oleh anak-anak di bawah usia 16 tahun. Ketika remaja, didi-agnosis menderita leukemia, ada beberapa reaksi emosional yang menyertainya, salah satunya adalah kecemasan.Kecemasan pada remaja penderita leukemia ini diukur dengan Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A), RevisedChildrens Manifest Anxiety Scale (RCMAS), dan melihat gejala kecemasan dari segi fisik, kognitif, serta tingkah laku.Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk menggambarkan kecemasan remaja penderita leukemia danmetode kuantitatif untuk melihat efektivitas art therapy dalam mengurangi kecemasan pada remaja penderitaleukemia. Subjek dalam penelitian ini adalah 5 remaja penderita leukemia dengan 2 subjek diberikan art therapy.Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan metode purposive sampling. Pemberian art therapy pada subjek 1sebanyak 22 sesi dan subjek 2 sebanyak 24 sesi. Dalam penelitian ini, art therapy telah terbukti efektif mengurangikecemasan pada remaja penderita leukemia dengan menunjukkan perubahan ke arah yang positif pada keduanya.Keberhasilan art therapy ini juga dipengaruhi oleh dukungan dari keluarga dan lingkungan.

    KKaattaa kkuunnccii: Terapi seni, Kecemasan, Remaja, Leukemia

    PPEENNDDAAHHUULLUUAANN

    Leukemia merupakan jenis penyakit kanker dengan adanya keganasan sel darah yang berasaldari sumsum tulang yang ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih, dengan manifestasimunculnya sel-sel abnormal dalam darah tepi.11 Kanker mempengaruhi segi fisik dan psikolo-gis.22 Ketika seseorang pertama kali didiagnosis menderita kanker, timbul beberapa reaksiemosional, seperti terkejut, takut, cemas, sedih, putus asa, marah, merasa bersalah, malu, legasetelah cukup lama khawatir dengan diagnosis yang tidak pasti, menolak, dan menerima.1

    Masalah fisik biasanya berasal dari rasa sakit dan ketidaknyamanan akibat kanker yang bisadiatasi secara medis untuk mengurangi rasa sakit dan ketidaknyamanan yang dirasakan olehremaja penderita leukemia. Sedangkan masalah psikologis dapat muncul selama proses pen-

    KKOORREESSPPOONNDDEENNSSII::SShhiinnttaa NNaattaalliiaa AAnnddrriiaannii,,SSpp.. PPSSii..Cibubur Country ClusterCotton Field CF2 No. 19Cikeas 16966. E-mail:[email protected]

    Efektivitas Art Therapy dalam MengurangiKecemasan pada Remaja Pasien LeukemiaSHINTA NATALIA ADRIANI1, MONTY P. SATIADARMA21Master Program of Psychology, Majoring in Clinical Child Psychology, Tarumanagara University2Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara

    Diterima tanggal, 14 Januari 2011, Direview 15 Januari 2011, Disetujui 21 Januari 2011.

    ARTIKEL PENELITIAN

  • 3322 Indonesian Journal of Cancer Vol. 5, No. 1 January - March 2011

    gobatan, yaitu remaja harus berada di rumah sakit untukjangka waktu yang cukup lama sehingga remaja harus ber-jauhan dengan anggota keluarga, teman-teman, dan harusabsen dari sekolah.15 Remaja yang tugas perkembangan-nya adalah mencari identitas diri merasa terancam den-gan lingkungan rumah sakit dan kebutuhan untuk selalutergantung selama menjalani pengobatan.13 Kondisi inidapat menimbulkan kecemasan pada remaja. Kecemasanmerupakan salah satu masalah psikologis yang perludiatasi dengan pemberian terapi, seperti art therapy.

    Art therapy dapat membantu diri para remaja agarmerasa lebih baik dan lebih positif. Art therapy dapatmenjadi cara yang aman bagi remaja penderita kankerdan keluarganya untuk mengungkapkan emosi, sepertimarah, takut, dan cemas mengenai kanker serta peng-obatannya.3 Kegiatan dalam art therapy, seperti meng-gambar merupakan kegiatan yang menyenangkan, tidakberbahaya untuk dilakukan oleh remaja penderitaleukemia, serta memiliki nilai terapeutik. Gambar-gambardapat membantu terapis untuk memahami persepsi danperasaan penderita kanker mengenai apa yang terjadipada diri mereka dan menggali alternatif penyelesaianmasalah.20 Pada akhirnya, proses art therapy diharapkandapat membantu partisipan untuk beralih dari kondisi iso-lasi ke kondisi koneksi, dari ketidakberdayaan menjadi in-dividu yang kuat, dan dari penolakan menjadi harapan.19

    LLAANNDDAASSAANN TTEEOORRIIAArrtt TThheerraappyy

    Art therapy adalah bentuk psikoterapi yang meng-gunakan media seni, material seni, dengan pembuatankarya seni untuk berkomunikasi.2 Media seni dapatberupa pensil, kapur berwarna, warna, cat, potongan-potongan keratas, dan tanah liat.8 Kegiatan art therapymencakup berbagai kegiatan seni seperti menggambar,melukis, memahat, menari, gerakan-gerakan kreatif,drama, puisi, fotografi, melihat dan menilai karya seniorang lain.3 Dalam penelitian ini, peneliti memilihmenggambar sebagai bentuk kegiatan dalam art therapy.

    Art therapy telah banyak digunakan di lingkunganmedis, seperti pada pasien kanker, penyakit ginjal,penderita rematik, penyakit kronis, dan luka bakar yangparah.14 Penderita kanker dapat memanfaatkan arttherapy untuk membantu diri mereka guna merasa lebihbaik dan lebih positif. Art therapy dapat menjadi carayang aman untuk penderita kanker dan keluarga merekauntuk mengungkapkan emosi-emosi seperti marah, takut,dan cemas tentang kanker dan pengobatannya.3

    KKeecceemmaassaannKecemasan adalah suatu perasaan yang ditandai

    adanya emosi negatif yang kuat dan simptom ketegangantubuh15, menyangkut rasa ketakutan, distress, dan

    kegelisahan9 sebagai respons terhadap situasi tertentuyang dirasakan mengancam.7

    Kecemasan ini terdiri atas state anxiety (keadaancemas) dan trait anxiety (sifat cemas). Keadaan cemasmenunjuk pada kondisi emosional sementara yangdicirikan dengan ketegangan, kekhawatiran, ketakutan,kegelisahan, dan keresahan yang disertai dengan psycho-logical arousal berhubungan dengan sistem syarafotonom yang diterima sebagai pengalaman tidak me-nyenangkan. Kecemasan bisa ditimbulkan karena adanyarangsangan yang berasal dari luar atau rangsangan daridalam yang diterima dan diinterpretasikan sebagaibahaya atau ancaman. Sedangkan sifat cemas menunjukpada kecenderungan seseorang untuk merasa cemas dansensitif dalam menerima suatu situasi sebagai bahayaatau ancaman dan direspons dengan meningkatnyakeadaan cemas.9

    Kecemasan dapat dikenali karena biasanya disertaidengan berbagai tanda kecemasan secara fisik, kognitif,dan tingkah laku.15 Tanda-tanda kecemasan secara fisik,yaitu meningkatnya detak jantung, pernafasan menjadilebih cepat, munculnya rasa mual, munculnya masalahpencernaan, merasa pusing, pandangan kabur, mulutkering, otot tegang, jantung berdebar, permukaan wajahmenjadi lebih merah, muntah, mati rasa, dan berkeringat.Tanda-tanda kecemasan secara kognitif, yaitu berpikirtakut atau tersakiti, berpikir/membayangkan monster ataubinatang buas, berpikir untuk mengkritik diri sendiri,berpikir tidak mampu, sulit berkonsentrasi, lupa, berpikirkelihatan bodoh, berpikir tubuh tersakiti, membayangkandisakiti oleh orang yang dicintai, berpikir menjadi gila,dan berpikir terkontaminasi. Tanda-tanda kecemasansecara tingkah laku, yaitu menghindar, manangis ataumenjerit, menggigit jari, suara bergetar, gagap, bibirbergetar, perasaan melayang, tidak dapat bergerak,gugup, menghisap jempol, menghindari kontak mata,menghindari kedekatan fisik, merasa rahang terkunci,gelisah.

    LLeeuukkeemmiiaaTanda dan gejala leukemia bisa berbeda dari satu

    penderita dengan penderita lainnya. Gejala yang umumterjadi adalah: a) lemah, pucat, mudah lelah, serta denyutjantung yang meningkat. Keadaan ini terjadi karena jum-lah sel darah merah yang berkurang akibat terdesak olehselsel leukemik; b) sering demam dan mengalami infeksi.Keadaan ini disebabkan oleh karena berkurangnya jumlahsel darah putih yang baik yang bertugas untuk melawanorganisme-organisme penyebab penyakit; c) terlihat biru-biru di beberapa bagian tubuh, bintik-bintik merah,mimisan, serta gusi berdarah. Keadaan ini terjadi karenaberkurangnya jumlah trombosit; d) merasakan nyeri-nyeripada tulang. Keadaan ini terjadi akibat sudah menye-

    Efektivitas Art Therapy dalam Mengurangi Kecemasan pada Remaja Pasien Leukemia. 33114477

  • Indonesian Journal of Cancer Vol. 5, No. 1 January - March 2011 3333

    barnya sel-sel blast (sel darah yang masih muda) ke dalamtulang; e) pembesaran hati, limpa, dan kelenjar limfa.Keadaan ini juga terjadi akibat sudah menyebarnya sel-selblast ke dalam organ-organ tersebut di atas; f) toleransiexercise menurun; g) kehilangan berat badan; dan h) nyeriperut.21

    Gejala yang khas adalah pucat, panas, dan pendarah-an disertai splenomegali (pembesaran limpa), kadang-kadang hepatomegalia (pembesaran hati) serta limfa-denopatia (pembesaran kelenjar getah bening). Pucatdapat terjadi secara mendadak. Pendarahan dapatberupa ekimosis (pendarahan), petekia (bintik-bintikmerah), epistaksis (mimisan), perdarahan gusi, dan seba-gainya. Pada stadium permulaan mungkin tidak terdapatsplenomegali. Gejala yang tidak khas adalah sakit sendiatau sakit tulang yang dapat disalahtafsirkan sebagaipenyakit reumatik. Gejala lain dapat timbul sebagai akibatinfiltrasi sel leukemia pada alat tubuh, seperti lesi purpurapada kulit, efusi plura, kejang pada leukemia serebral dansebagainya.17

    Penyebab leukemia masih belum diketahui secarapasti hingga kini, namun menurut hasil penelitian, orangdengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan risikotimbulnya penyakit leukemia, yaitu (a) Radiasi dosis tinggi.Radiasi dengan dosis sangat tinggi, seperti ketika bomatom di Jepang pada masa perang dunia ke-2 menyebab-kan peningkatan insiden penyakit ini. Terapi medis yangmenggunakan radiasi juga merupakan sumber radiasidosis tinggi. Sedangkan radiasi untuk diagnostik (misalnyarontgen), dosisnya jauh lebih rendah dan tidak ber-hubungan dengan peningkatan kejadian leukemia. (b)Pajanan terhadap zat kimia tertentu, yaitu benzene,formaldehida. (c) Kemoterapi. Pasien kanker jenis lainyang mendapat kemoterapi tertentu dapat menderitaleukemia di kemudian hari. Misalnya, kemoterapi jenisalkylating agents. Namun, pemberian kemoterapi jenistersebut tetap boleh diberikan dengan pertimbanganrasio manfaat-risikonya. (d) Sindrom Down. SindromDown dan berbagai kelainan genetik lainnya yang dise-babkan oleh kelainan kromosom dapat meningkatkanrisiko kanker. (e) Human T-Cell Leukemia Virus-1 (HTLV-1).Virus tersebut menyebabkan leukemia T-cell yang jarangditemukan. Jenis virus lainnya yang dapat menimbulkanleukemia adalah retrovirus dan virus leukemia feline. (e)Sindroma mielodisplatik. Sindroma mielodisplastikadalah suatu kelainan pembentukan sel darah yangditandai berkurangnya kepadatan sel (hiposelularitas)pada sumsum tulang. Penyakit ini sering didefinisikansebagai pre-leukemia. Orang dengan kelainan ini berisikotinggi untuk berkembang menjadi leukemia. (f) Merokok.6

    PPeerrkkeemmbbaannggaann RReemmaajjaaRemaja adalah masa perkembangan transisi antara

    masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahanbiologis, kognitif, dan sosial emosional yang dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun dan berakhir antara usia 18dan 22 tahun.18 Peralihan perkembangan dari fase kanak-kanak ke fase remaja meliputi perubahan fisik, kognitif,dan psikososial.16

    Perubahan-perubahan fisik merupakan gejala primerdalam pertumbuhan masa remaja yang berdampak ter-hadap perubahan-perubahan psikologis. Perubahan-perubahan tersebut dikelompokkan dalam dua kategori,yaitu perubahan-perubahan yang berhubungan denganpertumbuhan fisik dan perubahan-perubahan yangberhubungan dengan perkembangan karakteristikseksual.5

    Salah satu aspek psikologis dari perubahan fisik dimasa pubertas adalah remaja menjadi amat memper-hatikan tubuh mereka dan membangun citranya sendirimengenai bagaiamana tubuh mereka terlihat. Perhatianyang berlebihan terhadap citra tubuh sendiri amat kuatpada masa remaja, terutama amat mencolok selamapubertas, saat remaja lebih tidak puas akan keadaantubuhnya dibandingkan dengan akhir masa remaja.18

    Pengobatan leukemia memberikan pengaruh ter-hadap perubahan bentuk fisik remaja. Perubahan yangterlihat adalah bentuk tubuh manjadi lebih gemuk karenamengkonsumsi Dexa yang dapat meningkatkan nafsumakan remaja. Selain itu, kerontokan rambut akibat kemo-terapi juga memengaruhi penampilan fisik dari remaja.

    Menurut Piaget, perkembangan kognitif remajamencapai tingkatan paling tinggi, yaitu tahap operasionalformal yang dikarakteristikkan dengan kemampuanberpikir abstrak dan pada umumnya mulai terjadi padasaat remaja berumur sekitar 11 tahun. Dengan kemampu-an ini, remaja mampu mengolah informasi dengan lebihfleksibel.16 Individu dengan tahap operasional formaldapat mengintegrasikan apa yang telah mereka pelajari dimasa lalu dengan kesempatan pada saat ini dan dapatmembuat rencana untuk masa depan.

    Sekolah adalah pusat pengalaman kehidupan padakebayakan remaja. Sekolah menawarkan kesempatanuntuk mendapatkan informasi, mempelajari tingkah lakubaru, berpartisipasi dalam kegiatan olah raga, seni, danaktivitas lainnya, sebagai dasar untuk memilih pekerjaannantinya, dan sekolah adalah tempat untuk berinteraksidengan teman-teman.16 Pada saat seseorang duduk dibangku sekolah menengah pertama, berbagai faktorseperti situasi sosial ekonomi, kualitas dari lingkunganrumah, pola pengasuhan orang tua memberikan penga-ruh pada keberhasilan seseorang di bangku sekolah.16Motivasi berprestasi seseorang juga dipengaruhi olehkeinginan dan harapan orang tua terhadap mereka, tetapilebih dipengaruhi oleh keyakinannya tentang kemampuandiri sendiri.

    SHINTA NATALIA ADRIANI, MONTY P. SATIADARMA. 33114477

  • 3344 Indonesian Journal of Cancer Vol. 5, No. 1 January - March 2011

    Pembentukan identitas merupakan tugas utama dalamperkembangan kepribadian yang diharapkan tercapaipada akhir masa remaja. Meskipun tugas pembentukanidentitas ini telah mempunyai akar-akarnya pada masaanak-anak, namun pada masa remaja pembentukanidentitas ini menerima dimensi-dimensi baru karenaberhadapan dengan perubahan-perubahan fisik, kognitif,dan relasional.5 Selama masa remaja, kesadaran akanidentitas menjadi lebih kuat sehingga remaja berusahamencari identitas dan mendefinisikan kembali siapakahdirinya saat ini dan akan menjadi apakah dirinya padamasa yang akan datang.

    Remaja dalam kehidupan sosial sangat tertarik kepadakelompok teman sebaya sehingga tidak jarang orang tuadinomorduakan sedangkan kelompok teman sebayadinomorsatukan.25 Persahabatan pada masa remajamemiliki 6 fungsi: (a) kebersamaan, yaitu persahabatanmemberikan para remaja teman akrab, yaitu seseorangyang bersedia menghabiskan waktu dengan mereka danbersama-sama dalam aktivitas; (b) stimuli, yaitu persaha-batan memberikan para remaja informasi-informasi yangmenarik, kegembiraan, dan hiburan; (c) dukungan fisik,yaitu persahabatan memberikan waktu, kemampuan-kemampuan, dan pertolongan; (d) dukungan ego, yaitupersahabatan menyediakan harapan atas dukungan,dorongan, dan umpan balik yang dapat membanturemaja untuk mempertahankan kesan atas dirinya sebagaiindividu yang mampu, menarik, dan berharga; (e) perban-dingan sosial, yaitu persahabatan menyediakan informasitentang bagaimana cara berhubungan dengan orang laindan apakah remaja baik-baik saja; (f) keakraban atauperhatian, yaitu persahabatan memberikan hubunganyang hangat, dekat, dan saling percaya dengan individuyang lain, hubungan yang berkaitan dengan peng-ungkapan diri sendiri.18

    MMEETTOODDEE PPEENNEELLIITTIIAANN Subjek dalam penelitian ini memiliki karakteristik : (a)

    laki-laki atau perempuan, (b) berusia 11-20 tahun (adoles-cents), (c) di diagnosis menderita leukemia, AML atauALL, dan (d) dirawat di Rumah Sakit Kanker Dharmais,Jakarta. Pada penelitian ini ada 5 subjek, yaitu 3 remajalaki-laki dan 2 remaja perempuan. Tiga subjek laki-lakiadalah F (12 tahun 1 bulan, kelas VI SD), Ar (15 tahun,kelas I SMU), dan An (13 tahun, 4 bulan kelas I SMP). Duasubjek perempuan adalah M (13 tahun 8 bulan, kelas IISMP) dan R (12 tahun 7 bulan, home schooling). Dari 5subjek penelitian, 2 subjek yang diberikan art therapy,yaitu F (remaja laki-laki, berusia 12 tahun 1 bulan, kelas VISD, menderita AML M5) dan M (remaja perempuan, ber-usia 13 tahun 8 bulan, kelas II SMP, menderita AML M2).

    Teknik pengambilan sampel adalah purposive sam-pling / judgemental. Pertimbangan awal dalam purposive

    sampling adalah penilaian dari peneliti bahwa siapa yangdapat memberikan informasi terbaik untuk mencapaitujuan dari penelitian tersebut.12

    Penelitian ini menggunakan pendekatan metodekualitatif sebagai metode utama dan metode kuantitatifsebagai metode pendukung. Metode kualitatif digunakanuntuk menggambarkan kecemasan yang dialami olehremaja penderita leukemia, yaitu penyebab terjadinyakecemasan, perilaku keseharian subjek yang menun-jukkan kecemasan, dan bagaimana perubahan kecemasansubjek setelah diberikan art therapy. Sedangkan metodekuantitatif melalui pre-post test digunakan untuk melihatefektivitas art therapy dalam mengurangi kecemasanpada remaja penderita leukemia. Desain pre-test/post-testadalah desain yang tepat untuk mengukur pengaruh atauefektivitas dari suatu program intervensi.11

    Penelitian ini dilakukan di bangsal anak Rumah SakitKanker Dharmais, Jakarta. Instrumen yang digunakan da-lam penelitian ini adalah pedoman wawancara, pedomanobservasi, skala pengukuran kecemasan yaitu HamiltonRating Scale For Anxiety (HRS-A), dan Child Anxiety sub-scale of the Revised Childrens Manifest Anxiety Scale(RCMAS) yang diisi oleh subjek, dan tes grafis, seperti DrawA Person (DAP), Baum, dan House Tree Person (HTP).

    AANNAALLIISSIISSKetika seseorang pertama kali didagnosis menderita

    kanker maka akan menimbulkan beberapa reaksi emo-sional, seperti terkejut, takut, cemas, sedih, putus asa,marah, merasa bersalah, malu, lega setelah cukup lamakhawatir dengan diagnosis yang tidak pasti, menolak, danmenerima.1 Pada subjek 1 (F) reaksi emosional yang di-alaminya adalah perasaan sedih, cemas, merasa bersalah,dan marah. F merasa sedih karena saat ini dirinya sedangsakit sehingga ia tidak bisa melakukan aktivitas sehari-harisecara bebas dan melakukan kegiatan yang disukainya.Sedangkan anak-anak lain yang tidak sakit bisa melakukankegiatan apapun yang mereka sukai. Keadaan ini mem-buat F merasa sedih dan menganggap bahwa anak-anaklain lebih bahagia dari pada dirinya.

    Kecemasan yang dirasakan oleh F berhubungan de-ngan gusinya saat ini yang bengkak dan menutupi seluruhpermukaan giginya. F cemas memikirkan apakah nantinyagiginya akan terlihat seperti sebelumnya atau tidak. F jugacemas memikirkan apakah nantinya bisa sembuh atautidak. F juga merasa cemas memikirkan sekolahnyakarena tidak lama lagi dirinya akan menghadapi ujianakhir. F merasa cemas bahwa dirinya tidak bisa mengikutiujian akhir dan tidak lulus.

    F juga merasakan perasaan rasa bersalah terhadapkedua orang tuanya dan juga adiknya. Rasa bersalah inidikarenakan F merasa menjadi beban bagi kedua orangtuanya karena kedua orang tuanya harus menghabiskan

    Efektivitas Art Therapy dalam Mengurangi Kecemasan pada Remaja Pasien Leukemia. 33114477

  • Indonesian Journal of Cancer Vol. 5, No. 1 January - March 2011 3355

    SHINTA NATALIA ADRIANI, MONTY P. SATIADARMA. 33114477

    AArrtt TThheerraappyy SSuubbjjeekk 11 ddaann SSuubbjjeekk 22

  • 3366 Indonesian Journal of Cancer Vol. 5, No. 1 January - March 2011

    Efektivitas Art Therapy dalam Mengurangi Kecemasan pada Remaja Pasien Leukemia. 33114477

  • Indonesian Journal of Cancer Vol. 5, No. 1 January - March 2011 3377

    SHINTA NATALIA ADRIANI, MONTY P. SATIADARMA. 33114477

    HHAASSIILL PPEENNEELLIITTIIAANN SSUUBBJJEEKK 11

  • 3388 Indonesian Journal of Cancer Vol. 5, No. 1 January - March 2011

    Efektivitas Art Therapy dalam Mengurangi Kecemasan pada Remaja Pasien Leukemia. 33114477

    Hasil pre test : 23 artinya kecemasan sedang Hasil post test : 3 artinya tidak mengalami kecemasan

  • Indonesian Journal of Cancer Vol. 5, No. 1 January - March 2011 3399

    SHINTA NATALIA ADRIANI, MONTY P. SATIADARMA. 33114477

  • 4400 Indonesian Journal of Cancer Vol. 5, No. 1 January - March 2011

    Efektivitas Art Therapy dalam Mengurangi Kecemasan pada Remaja Pasien Leukemia. 33114477

  • Indonesian Journal of Cancer Vol. 5, No. 1 January - March 2011 4411

    SHINTA NATALIA ADRIANI, MONTY P. SATIADARMA. 33114477

    HHAASSIILL PPEENNEELLIITTIIAANN SSUUBBJJEEKK 22

  • 4422 Indonesian Journal of Cancer Vol. 5, No. 1 January - March 2011

    Efektivitas Art Therapy dalam Mengurangi Kecemasan pada Remaja Pasien Leukemia. 33114477

    Hasil pre test : 38 artinya kecemasan berat Hasil post test : 15 artinya kecemasan ringan

  • Indonesian Journal of Cancer Vol. 5, No. 1 January - March 2011 4433

    SHINTA NATALIA ADRIANI, MONTY P. SATIADARMA. 33114477

  • 4444 Indonesian Journal of Cancer Vol. 5, No. 1 January - March 2011

    Efektivitas Art Therapy dalam Mengurangi Kecemasan pada Remaja Pasien Leukemia. 33114477

  • Indonesian Journal of Cancer Vol. 5, No. 1 January - March 2011 4455

    dana yang cukup besar untuk biaya pengobatan F. Rasabersalah ini sempat ditunjukkan oleh F dengan mengigaudengan menyalahkan diri sendiri. F juga merasa bersalahkarena dengan kondisinya yang sakit saat ini, F mengang-gap bahwa dirinya membuat keluarganya repot karenaharus menjaga dirinya di rumah sakit dan meninggalkanaktivitas mereka di Bogor. F juga merasa bersalah karenaperhatian kedua orang tuanya menjadi tertuju padadirinya, sedangkan adiknya yang masih duduk di bangkukelas III SD harus bisa mengurus diri sendiri.

    F merasakan adanya rasa marah, yaitu dengan mem-pertanyakan apakah Tuhan benar-benar menyayanginyakarena F menganggap jika Tuhan benar-benar menyayangi-nya karena ia adalah anak yang baik, kenapa Tuhan mem-berikan penyakit yang berat kepada dirinya dan kenapaTuhan seperti mengambil kebahagiaannya. Rasa marah initerkadang keluar melalui mimpi dan rasa mengigau kare-na F adalah anak yang baik dan selalu memiliki kontrol.Dalam keadaan sadar ia bisa mengontrol tingkah lakunyasehingga semua rasa marahnya ditekan ke dalam alam ba-wah sadarnya yang akhirnya muncul dalam bentuk mimpi.

    Sedangkan pada subjek 2 (M) reaksi emosional yangalaminya adalah rasa takut. M merasa takut dengan kon-disi di rumah sakit, yaitu tentang kondisi fisik pasien. Rasatakut M ini ditunjukkan dengan menjaga jarak denganpasien lain yang berada satu kamar dengan dirinya,terutama jika kondisi pasien tersebut parah. M berusahatidak terlibat interaksi dengan pasien yang kondisi fisiknyaparah karena M takut pasien tersebut meninggal dandirinya menjadi terbayang-bayang dengan pasien terse-but. Ketakutan ini juga ditunjukkan oleh M dengan tidakmau melihat foto-foto pasien yang telah meninggal yangterpajang di dinding dekat ruang bermain.

    Reaksi emosional lainnya yang dirasakan oleh Madalah perasaan cemas. Kecemasan yang dirasakan olehM terkait dengan kondisi fisiknya saat ini, yaitu rambut Myang rontok dan mulai terlihat gundul. M merasa cemasdengan pendapat orang-orang mengenai penampilannya.Kecemasan ini membuat M malas untuk beraktivitas diluar ruangan. M menganggap bahwa penampilannya yangmenggunakan masker dan terlihat gundul akan dianggapaneh oleh orang-orang yang melihat dirinya. Kondisi fisikini juga membuat M merasa malu terhadap lingkungan.

    M juga merasakan adanya perasaan marah terkaitdengan kondisinya saat ini. Rasa marah M berhubungandengan keterbatasannya melakukan kegiatan yangdisukainya, yaitu bermain basket. Rasa marah M terlihatdari intonasi suaranya ketika menceritakan kebosanannyaberada di rumah sakit dan tidak bisa bermain basket lagiseperti sebelumnya. M juga merasakan marah karenabanyaknya larangan untuk mengonsumsi makanan-makanan yang disukainya.

    Berdasarkan pengukuran Hamilton Rating Scale for

    Anxiety (HRS-A) menunjukkan bahwa F mengalamikecemasan sedang. Sedangkan berdasarkan RevisedChildrens Manifest Anxiety Scale (RCMAS) faktor kece-masan yang menonjol adalah faktor II, yaitu worry over-sensitivity. Tanda-tanda kecemasan yang ditunjukkan olehF adalah gangguan tidur, berkeringat, menghindari kontakmata, perasaan dan pikiran tentang kekhawatiran, sertasering menggoyang-goyangkan kaki.

    Berdasarkan pengukuran Hamilton Rating Scale forAnxiety (HRS-A) menunjukkan bahwa M mengalamikecemasan berat. Sedangkan berdasarkan RevisedChildrens Manifest Anxiety Scale (RCMAS) faktor kece-masan yang menonjol adalah faktor III, yaitu physilogicalconcerns. Tanda-tanda kecemasan yang ditampilkan olehM adalah menghindar, gangguan tidur, gangguan pencer-naan, memiliki perasaan dan pikiran tentang kekhwatiran,serta sering mengoyang-goyangkan kakinya.

    F dan M keduanya adalah remaja yang cukup tertutupsehingga art therapy melalui kegiatan menggambarmerupakan bentuk terapi yang lebih sesuai untuk F dan Mdalam mengurangi kecemasan yang dialami oleh F dan M.Melalui kegiatan menggambar, F dan M merasa lebihnyaman dan aman karena mereka tidak merasa sedangdiintrograsi untuk menceritakan apa yang mereka rasakandan pikirkan terkait dengan kondisi mereka saat ini yangsedang menjalani pengobatan leukemia di rumah sakit.Memaksa remaja untuk menceritakan apa yang mereka ra-sakan dan pikirkan justru membuat mereka merasa tidaknyaman. Ketika remaja ditanya mengenai keadaannya me-reka pasti akan menjawab baik-baik saja. Melalui prosesart therapy remaja dibuat untuk merasa aman dan nyaman.

    Gambar-gambar dapat membantu terapis untuk me-mahami persepsi dan perasaan penderita kanker menge-nai apa yang terjadi pada diri mereka dan menggalialternatif penyelesaian masalah.19 Gambar yang dibuat,nuansa gambar, pemilihan warna mencerminkan kondisi Fdan M saat itu. Melalui gambar-gambar yang dibuat olehF dan M dapat menunjukkan apa yang sedang dipikirkandan dipikirkan oleh F dan M. Begitu juga dengan ter-jalinnya hubungan tereupatik yang hangat dengan F danM membuat F dan M menjadi terbuka untuk mencerikanpermasalahan-permasalahan yang mereka alami terkaitdengan kondisi keduanya saat ini yang sedang menjalanipengobatan leukemia di rumah sakit. Pada akhirnyadengan kemampuan F dan M untuk memahami per-masalahan yang mereka rasakan dapat menimbulkaninsight bagi keduanya dan menyelesaikan permasalahanyang ada, yaitu mengurangi tingkat kecemasan yangdirasakan oleh F dan M.

    KKEESSIIMMPPUULLAANNPara remaja penderita leukemia yang menjalani pe-

    rawatan di rumah sakit untuk waktu yang lama mengalami

    SHINTA NATALIA ADRIANI, MONTY P. SATIADARMA. 33114477

  • 4466 Indonesian Journal of Cancer Vol. 5, No. 1 January - March 2011

    kecemasan terkait dengan penyakit, proses pengobatan,kondisi fisik saat ini, situasi di rumah sakit, masalahsekolah, keluarga, dan lingkungan.

    Art therapy adalah salah satu bentuk terapi yangdigunakan untuk mengurangi kecemasan pada remajapenderita leukemia. Dari hasil penelitian yang dilakukanoleh peneliti menunjukkan bahwa art therapy efektifdalam mengurangi kecemasan pada pasien leukemia yangmenunjukkan gejala-gejala kecemasan sebelum menjalaniproses art therapy. Terjadi perubahan yang positif padadua orang pasien leukemia setelah menjalani art therapy.Mereka yang sebelumnya mengalami kecemasan prosespengobatan dan kondisi situasional kini mampu meng-atasi kecemasan tersebut. Hal ini terjadi karena melaluiproses menggambar mereka mampu mengekspresikangejolak perasaan cemas sehingga dengan demikianbeban kecemasan mereka menjadi berkurang. Berkurang-nya kecemasan pada kedua subjek ini terlihat dariperubahan kearah positif dari sebelum, selama dansesudah pemberian art therapy.

    DDIISSKKUUSSIIPenelitian ini lebih difokuskan pada hasil art therapy,

    yaitu apakah art therapy efektif dalam mengurangikecemasan pada remaja penderita leukemia atau tidak.Pada penelitian ini, dua remaja penderita leukemia yangmenjalankan program art therapy menunjukkan pengu-rangan tingkat kecemasan mereka, Melalui art therapykedua remaja tersebut dapat mengekspresikan pikirandan perasaan mereka. Sehingga art therapy merupakancara yang aman bagi penderita kanker dan juga keluargamereka untuk mengekspreskan emosi-emosi, sepertimarah, takut, dan kecemasan mengenai kanker danpengobatannya.3

    Adapun bentuk kegiatan art therapy yang dilakukanadalah menggambar. Melalui kegiatan menggambarterjalin hubungan tereupatik yang hangat antara penelitidengan subjek. Hubungan antara peneliti dengan subjekmenjadi bagian yang penting karena menyangkut rasapercaya subjek terhadap peneliti. Ketika subjek merasa-kan adanya rasa aman dan percaya terhadap peneliti,subjek dapat menceritakan apa yang dirasakan dandipikirkannya. Sehingga gambar menjadi penting dalammeningkatkan komunikasi verbal antara individu denganterapis dalam mencapai pemahaman, penyelesaiankonflik, memecahkan masalah, merumuskan persepsibaru yang pada akhirnya mengarah pada perubahanpositif, pertumbuhan, dan penyembuhan.23

    Ketika remaja mampu mengekspresikan pikiran danperasaannya sehingga memahami masalah emosionalyang dirasakan oleh subjek saat ini yang terkait denganpenyakit leukemia dan proses pengobatan yang dijalani-nya, maka remaja diberi insight untuk bisa mengatasi

    masalah tersebut. Remaja setelah melakukan kegiatan arttherapy diharapkan mampu berdamai dengan kondisiyang harus mereka jalani saat ini. Pada akhirnya, prosesart therapy ini diharapkan dapat membantu remajapenderita leukemia untuk beralih dari kondisi isolasi kekondisi koneksi, dari ketidakberdayaan menjadi remajayang kuat, dan dari penolakan menjadi harapan.19

    Di tengah proses art therapy pada penelitian ini, ter-jadi perubahan dari rancangan art therapy yang telahdibuat sebelumnya. Perubahan tersebut adalah adanyakegiatan menonton yang dinilai peneliti sebagai kegiatanrelaksasi bagi kedua subjek yang terlihat mengalamikejunuhan karena berada di dalam kamar dalam jangkawaktu yang lama. Kegiatan menonton tersebut dilakukandi luar kamar dan dianggap tidak merusak proses arttherapy yang berlangsung karena mendukung remajauntuk mulai berinteraksi dengan dunia luar.

    Selain itu, di tengah proses art therapy juga adanyakegiatan yang harus diikuti oleh semua pasien di rumahsakit termasuk oleh kedua subjek. Kegiatan tersebut jugadapat mendukung program art therapy karena mengajakremaja untuk berinteraksi dengan dunia luar. Sehinggadiharapkan remaja dapat beralih dari kondisi isolasi kekondisi koneksi.

    Interpretasi gambar dan alat tes tidak dijabarkansecara detail melainkan hanya sesuai dengan keperluananalisis hasi terapi karena dalam penelitan ini me-nekankan pada hasil terapi yaitu art therapy efektif dalammengurangi kecemasan pada remaja penderita leukemia.

    SSAARRAANNOrang tua disarankan untuk mengikuti konseling

    dengan Psikolog rumah sakit karena salah satu dampakmemiliki anak yang menderita kanker menimbulkanmasalah tersendiri bagi keluarga, mulai dari masalahkeuangan, masalah dengan anaknya yang lain karenamenjadi terabaikan, masalah dengan pasangan hinggamenimbulkan perceraian. Orang tua yang bermasalahtentunya akan menghadapi anak dengan perasaan yangtidak bersahabat sehingga menimbulkan permasalahbaru dengan anak yang sedang sakit.

    Orang tua juga disarankan mengikuti kegiatan yangdiadakan di rumah sakit yang melibatkan para orang tuauntuk saling memberi dukungan dan semangat sehinggaorang tua tidak jenuh hanya di kamar saja. Sikap orang tuayang relaks akan membuat anak menjadi lebih nyaman.Kedekatan diantara orang tua pasien juga membuat anak-anak mereka menjadi saling dekat sehingga anak jugamerasakan adanya dukungan dari teman sebaya danmereka yang memiliki kondisi yang sama dengan dirinya.

    Para orang tua juga diharapkan lebih bersikap dewasaterhadap remaja dengan memberikan kepercayaan bahwaremaja mampu untuk mengatasi permasalahan mereka.

    Efektivitas Art Therapy dalam Mengurangi Kecemasan pada Remaja Pasien Leukemia. 33114477

  • Indonesian Journal of Cancer Vol. 5, No. 1 January - March 2011 4477

    Sikap orang tua yang menutupi berita-berita sedih danmemperlakukan remaja berlebihan justru menimbulkanmasalah tersendiri bahkan menimbulkan rasa ketidakpercayaan remaja terhadap orang tuanya karena marasadibohongi, terutama mengenai berita kematian temanyang dikenalnya. Sikap orang tua yang terbuka justru mem-buat remaja juga merasa nyaman untuk terbuka men-ceritakan mengenai perasaannya dan pikirannya termasukmengenai ketakautan dan kecemasan yang dialaminya.

    Remaja yang menderita leukemia ataupun jenis kankerlainnya yang harus menjalani pengobatan cukup lama dirumah sakit sebaiknya mau mengikuti kegiatan-kegiatan,seperti kerajinan tangan, pelajaran tertentu, aktivitasbersama pasien lainnya yang saat ini banyak diberikanoleh pihak-pihak yang memiliki perhatian terhadap kon-disi psikologis para pasien yang dirawat di rumah sakitkarena kegiatan-kegiatan tersebut membuat remaja ber-hubungan dengan dunia luar sehingga dapat mengurangikejenuhan bagi remaja. Selain itu, kegiatan-kegiatantersebut membuat remaja berinteraksi dengan pasien lainyang juga mengalami kondisi yang sama atau bahkanmengalami kondisi lebih buruk. Hal ini dapat membuatremaja menyadari bahwa dirinya tidak sendiri. Selain itudengan berinteraksi dengan pasien lain, remaja dapatsaling memberikan dukungan. Dukungan teman sebayamerupakan hal yang terpenting dalam masa remaja.

    Art therapy merupakan kegiatan yang sangatbermanfaat bagi remaja penderita leukemia dan juga parapenderita kanker lainnya. Pihak rumah sakit dapat menja-dikan art therapy menjadi salah satu bentuk terapi dalammenangani masalah emosional para pasien penderitaleukemia dan kanker lainnya. Penanganan masalah-masalah emosional dari para pasien tentunya dapat mem-buat penanganan medis menjadi lebih baik karena pasienbisa lebih kooperatif, suasana di rumah sakit menjadilebih nyaman dengan pasien-pasien yang bisa berdamaidengan penyakit yang dideritanya. Selain itu kegiatandalam art therapy juga merupakan bentuk kegiatan bagipasien untuk mengisi waktu luang selama di rumah sakitdan hasil karya dari setiap pasien bisa dikumpulkan dandibuatkan suatu pameran. Hal ini tentunya bisa mem-berikan rasa kebanggaan bagi pasien. Dalam kegiatanpameran, hasil karya seni para pasien juga dapat dijualdan hasil penjualan karya seni tersebut juga dapat digu-nakan untuk membantu pengobatan pasien yang kurangmampu atau membeli perlengkapan yang dibutuhkanoleh pasien selama menjalani perawatan di rumah sakit.

    Art therapy ini terbukti dapat mengurangi kecemasanpada remaja yang menderita leukemia, seperti membuatremaja menjadi optimis dengan pengobatan yangdijalaninya, percaya diri untuk berhadapan denganlingkungan, lebih bersemangat menjalani hari-hari dirumah sakit, dan aktif untuk mengikuti kegiatan-kegiatan.

    Rancangan intervensi juga dapat diubah dan disesuaikandengan kondisi subjek yang akan diterapi. Begitu jugadengan bentuk kegiatan dalam art therapy juga dapatdiubah tidak harus melalui gambar. Jika subjek dantempat memungkinkan bisa dalam bentuk lain, sepertipahat dan patung. vv

    DDAAFFTTAARR PPUUSSTTAAKKAA1. Barraclough, J. Cancer and Emotion third edition A practical guide

    to psycho-oncology. UK : John Wiley & Sons, LTD. 2009.2. British Association of Art Therapy. What is Art Therapy?. Diambil

    tanggal 26 September 2007, dari http://www. baat.org?art_thrapy.html.

    3. CancerHelps. What is art therapy. Diambil tanggal 26 September2007, dari http://www.cancerhelp.org,uk/help. default.asp?page=25615.

    4. Cole, D.,H, K., Tram, J.M & Maxwell, S.E. Structural Differences inParent and Child Reports of Childrens Symptoms of Depressionand Anxiety. Amercian Psychological Association.Inc. 2007.

    5. Desmita. Psikologi Perkembangan. Bandung : Remaja Rosdakarya.2008.

    6. Detak. (2008). Leukemia. Diambil tanggal 2 Febuari 2009, darihttp://www.detak.org/aboutcancer.php?id=10&c_id=9.

    7. Fausiah,F., Julianti, W. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta :Universitas Indonesia. 2006.

    8. Hallowell, L. (2007). Art Therapy Program-Children Cancer Centre.Diambil dari http:///www.rch.org.au/ept/art/index.cfm?doc_id= 7693.

    9. Hamama, L.,Ronen, T., Rahav, G. (2008). Self-Control, Self-Efficacy,Role Overload and Stress Responses among Siblings of Childrenwith Cancer. Health & Social Work. Academic Research Library.

    10. Hawari, D. (2004). Manajemen stres cemas dan depresi. Jakarta :Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

    11. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Hematologi-OnkologiAnak. 2005.

    12. Kumar, R. (1999). Research Methodology A Step by Step Guide forBeginners. London : Sage Publication.

    13. Landgarten, H.B. Clinical Art Therapy A Comprehensive Guide.New York : Bruner/Mazel publishers. 1981.

    14. Malchiodi, C.A. (2001). Trauma and Loss : Research and Interven-tions, volume 1 number 1, 2001.Malchiodi, C.A. (2003). Handbookof Art Therapy. Guilford Publications.

    15. Mash, E.J and Wolfe, D.A. Abnormal Child Psychology. USA:Wadswort. 2005.

    16. Papalia, D.E., Olds, S.W & Feldman, R.D. Human development (9thed). New York : The McGraw-Hill Companies, Inc. 2004.

    17. Rusepno, H., Husein, A. Buku kuliah Ilmu kesehatan anak. Jakarta :Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.1985.

    18. Santrock, J. Terjemahan Adolesence 6th edition. Jakarta : Erlangga.2003.

    19. Sinha, A. Art of Healing. Diambil tanggal 23 Juli 2007, darihttp://www.curetoday.com/backissues/v/n3/features/art/index.html.

    20. Stuyck, K. Art Therapy Helps Children Affected by Cancer ExpressTheir Emotion. OncoLog, December 2003 vol 48 no. 12. Diambiltanggal 25 September 2007, dari http://www2.mdanderson.org/depts/oncolog/articles/pf/03/12-dec/html

    21. Tehuteru, E.S. Leukemia pada anak : selalu ada harapan. Diambiltanggal 11 Febuari 2009, dari http://www.dharmais,co,id/new/con-tent/php?page+article&lang=id&id=35.

    22. Taylor, S.E. Health Psychology sixth edition. Los Angeles : Mc GrawHill. 2006.

    23. Wikipedia. Art Therapy. Diambil dari http://en.wikipedia.org/wiki/Art_therapy. 2007.

    24. Wikipedia. Leukemia. Diambil tanggal 13 Januari 2009, darihttp://id.wikipedia.org/wiki.Leukemia. 2009.

    25. Zulkifli, L. Psikologi Perkembangan. Bandung : Remaja Rosdakarya.2003.

    SHINTA NATALIA ADRIANI, MONTY P. SATIADARMA. 33114477