Upload
surya-wijaya
View
112
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tugas paper prosto
Citation preview
PENGARUH PENAMBAHAN SERAT PADA BAHAN BASIS GIGITIRUAN RESIN
Rama Krishna Alla1, Suresh Sajjan2, Venkata Ramaraju Alluri2, Kishore Ginjupalli3,Nagaraj Upadhya3
ABSTRAK
Kemajuan ilmu kedokteran bersamaan dengan perkembangan pesat pada pelayanan perawatan yang lebih baik yang akan memperpanjang kehidupan manusia dengan peningkatan jumlah golongan lansia dalam beberapa dekade terakhir. Kehilangan gigi adalah salah satu manifestasi dari penuaan. Gigitiruan dan implan adalah piranti prostetik utama yang diberikan untuk mengembalikan fungsi psikologis dan estetis dari jaringan rongga mulut pada pasien edentulus sebagian atau penuh. Basis gigitiruan sebagian dan penuh dengan komposisi polimer adalah bahan basis paling populer karena biaya implan dan gigitiruan kerangka logam yang lebih mahal. Diantara semua polimer, poly (methyl methacrylate) (PMMA) adalah bahan yang paling sering digunakan untuk pembuatan basis. Meskipun PMMA tidak ideal dalam semua aspek, tetapi bahan ini memiliki beberapa sifat baik sehingga banyak digunakan. Salah satu kerugian yang dipertimbangkan dari bahan ini adalah sifat mekanis yang rendah. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengatasi masalah pada sifat mekanis yang rendah. Pada umumnya, ada tiga cara yang telah diteliti untuk meningkatkan sifat mekanis dari basis gigitiruan; mencari atau mengembangkan bahan alternatif dari PMMA; modifikasi kemis dari PMMA, dan memperkuat bahan PMMA. Artikel ini adalah tinjauan dari jenis penambahan serat pada gigitiruan dan pengaruhnya terhadap sifat mekanis dari gigitiruan.Kata Kunci : Poly (Methyl methacrylate); Metallic Fillers; Serat; Modulus Elastis; Kekuatan impak; Fraktur
1. Pendahuluan
Ilmu tentang biomaterial
berkembang dengan pesat dalam beberapa
dekade terakhir dan memberikan
kontribusi besar pada peningkatan harapan
hidup manusia. Penelitian pada bahan
kedokteran gigi melibatkan modifikasi dari
bahan yang telah ada atau pengembangan
dari bahan baru dan yang lebih baik untuk
aplikasi prostetik dan restoratif. Tujuan
dari beberapa penelitian yang telah
dilakukan adalah untuk menggantikan atau
mengembalikan struktur gigi yang rusak
atau hilang untuk kepuasaan estetis dan
fungsi. Meskipun implan telah
mendapatkan perhatian besar dengan
tingkat keberhasilan yang tinggi untuk
perawatan edentulus sebagian dan penuh,
gigitiruan masih menjadi pilihan piranti
prostetik yang populer. Basis gigitiruan
resin yang terdiri dari komposisi polimer
populer karena memiliki estetis yang baik
dan karakteristik mekanis yang sesuai pada
kebanyakan kondisi klinis. Bahan dasar
yang ideal dari gigitiruan harus memiliki
biokompatibilitas terhadap jaringan oral,
estetis yang baik, sifat mekanis yang
unggul terutama modulus elastisitas,
kekuatan impak, kekuatan flexural, dan
kekerasan, daya ikat yang adekuat
terhadap anasir gigi dan bahan pelapis,
mudah diperbaiki dan dimanipulasi serta
keakuratan dimensional.1
2. Latar Belakang
1Departmen Ilmu Material , Fakultas Kedokteran Gigi Vishnu, Bhirnavaram, India. 2Departemen Prostodonsia & Implantologi, Fakultas Kedokteran Gigi Vishnu , Bhirnavaram, India. 3Departemen Ilmu Material, Fakultas Ilmu Kedokteran Gigi Manipal, Manipal, India
2
Sejarah dari gigitiruan penuh untuk
perawatan edentulus dimulai sejak tahun
700 sebelum masehi. Sejak saat itu
berbagai bahan seperti tulang, kayu,
gading, dan karet vulkanis dimanfaatkan
untuk membuat gigitiruan penuh. Sejak
awal tahun 1900 polivinyl chloride, vinyl
acetate, modifikasi Bakelite dan plastik
selulosa telah digunakan.1,2 Pada tahun
1937, "Walter Wright" memperkenalkan
bahan poly (metilmetakrilat) (PMMA)
sebagai bahan basis gigitiruan dan
ditemukan bahwa bahan tersebut
merupakan bahan paling unggul di antara
semua bahan basis gigitiruan. Bahan
tersebut kemudian menjadi populer pada
tahun 1940 dan hampir semua gigitiruan
dibuat dengan bahan basis akrilik.3
Walaupun beberapa bahan baru seperti
polystyrene dan light-activated urethane
dimethacrylate diperkenalkan, PMMA
masih menjadi bahan yang paling
diutamakan sebagai pilihan, baik untuk
gigitiruan sebagian atau penuh.
PMMA populer sebagai bahan
basis gigitiruan karena bahan tersebut
mudah diproses, murah, ringan, memiliki
sifat estetis yang baik,4-6 kelarutan dan
penyerapan air yang rendah dan diperbaiki
dengan mudah. Meskipun, konduktivitas
termal rendah, kekuatan mekanikal yang
rendah, kerapuhan, koefisiensi expansi
termal yang tinggi dan modulus elastisitas
rendah menjadikannya lebih rentan pada
kegagalan saat kerja klinis.1,2,5
3. Penyebab Kegagalan Gigitiruan dari
PMMA
Kegagalan klinis dari gigitiruan
penuh atau gigitiruan sebagian lepasan
yang dibuat dari PMMA kemungkinan
besar adalah fraktur karena fatigue atau
dampak dari tekanan pengunyahan.7,8
Fatigue flexural dari gigi tiruan yang
sering terjadi yaitu fraktur midline adalah
konsentrasi tekanan di sekitar daerah
terbentuknya retak mikro pada bahan
disebabkan aplikasi tekanan kecil yang
berkelanjutan. Gaya pengunyahan yang
berulang mempercepat terjadinya retak
yang melemahkan basis gigitiruan dan
akhirnya terjadi fraktur.1,9-11 Fraktur
gigitiruan karena dampak kekuatan
disebabkan oleh aplikasi gaya secara tiba-
tiba pada gigitiruan. Fraktur seperti ini
sering terjadi karena terjatuhnya gigitiruan
pada saat pasien membersihkannya.1
Fraktur gigitiruan telah menjadi
perhatian dan beberapa upaya telah
dilakukan untuk meningkatkan kelenturan
dan kekuatan dari PMMA. Penelitian ini
bertujuan untuk memodifikasi komposisi
atau memperkuat PMMA dengan bahan
yang lebih kuat dan mengembangkan
bahan-bahan baru dengan sifat yang lebih
baik.12
4. Modifikasi Kimia PMMA dan
3
Polimer Alternatif untuk PMMA
Upaya untuk mengubah komposisi
bahan PMMA menyebabkan
perkembangan basis akrilik dengan
dampak kekuatan tinggi. Bahan yang
digunakan adalah graft copolymer
butadiene styrene rubber dengan
PMMA.3,13 Bahan ini menunjukkan
kekuatan lentur yang rendah dibandingkan
dengan resin akrilik konvensional.14
Meskipun, berbagai bahan dengan dasar
polyamides, epoxy resins, polystyrene,
vinyl acrylics, light-activated urethane
dimethacrylate, rubber graft copolymers
dan polycarbonate dan nilon telah
diperkenalkan untuk mengatasi
kekurangan mekanis PMMA, namun
bahan-bahan ini juga tidak lebih bagus
dibandingkan PMMA.14,15
5. Penguat Basis Gigitiruan PMMA
5.1. Metallic Fillers
Penguatan bahan dasar gigitiruan
akrilik untuk memperbaiki kekuatan
mekanisnya telah menjadi fokus penelitian
untuk beberapa waktu. Bahan penguat
seperti kawat kobalt-kromium, kawat
metalik, berbagai filler seperti bubuk
perak, tembaga, aluminium dan keramik
telah ditambahkan pada matriks PMMA
untuk meningkatkan compressive
strength.1,3,16,17,18 Tujuan penambahan
bubuk perak, tembaga dan / atau
aluminium adalah untuk meningkatkan
konduktivitas termal dan untuk
mengurangi penyusutan dan penyerapan
air.17 Penambahan bahan-bahan tadi tidak
berhasil karena kurangnya ikatan antara
filler logam dan matriks resin. Upaya
seperti sand blasting dari permukaan
logam dan penggunaan metal primers telah
dilaporkan dapat mencapai ikatan
permukaan antara logam dan resin.19
5.2. Serat
Perkembangan pesat dari teknologi
komposit menyebabkan penggunaan fiber
sebagai bahan penguat
(reinforcement).3,20,21 Beberapa tipe serat
seperti serat karbon, serat kaca, dan ultra-
high modulus polyethylene fibers telah
digunakan untuk memperkuat resin
PMMA.22 Beberapa penelitian terhadap
serat telah dilakukan dengan
memperlihatkan perbaikan dari
karakteristik mekanis. Kemampuan serat
untuk memperkuat basis gigitiruan
tergantung pada sifat serat dan matriks
resin, adhesi serat ke matriks, volume serat
dalam komposit matriks; orientasi serat
dan lokasi dari serat dalam gigitiruan.20,23,24
5.2.1. Serat Nilon
Serat nilon adalah serat poliamida
dan mempunyai rantai alifatik.
4
Keuntungan utama dari nilon terletak pada
ketahanan terhadap getaran dan tekanan
berulang. Sifat penyerapan air
mempengaruhi sifat mekanis dari nilon.
Basis gigitiruan yang diperkuat serat nilon
menunjukkan resistensi fraktur yang lebih
tinggi dari PMMA.25
5.2.2. Serat Karbon
Penggunaan serat karbon untuk
meningkatkan kekuatan basis gigitiruan
dilaporkan oleh Larson dkk. pada tahun
1991. Sebagian besar serat karbon dibuat
dengan memanaskan poliakrilonitril pada
temperatur 200 ° C - 250 ° C diikuti
dengan pemanasan pada 1200 ° C, yang
menghilangkan hidrogen, nitrogen dan
oksigen, sehingga menghasilkan rantai
atom karbon, dan dengan demikian
terbentuklah serat karbon.12,26
Serat karbon terutama digunakan
untuk meningkatkan tahanan terhadap
fatigue dan kekuatan. Serat karbon kering
sulit dimanipulasi dan harus dibasahi
dengan monomer untuk mendapatkan serat
yang basah.12 Serat basah dapat diletakkan
berdampingan dan tertutup dalam
lembaran tipis PMMA untuk membentuk
prepeg, yang secara signifikan dapat
meningkatkan kekuatan transversal dan
mengurangi fraktur gigitiruan
dibandingkan dengan resin akrilik tanpa
penguat (reinforcement).12,27 Serat harus
dilapisi dengan silane coupling agent
untuk memberikan adhesi antara serat dan
resin PMMA.
Orientasi yang berbeda dari serat
karbon termasuk strand form, woven mat
form, layered fibers, random, longitudinal
dan tegak lurus terhadap kekuatan yang
diterima. Resin yang mengandung layered
fibers atau orientasi yang spesifik
mempunyai resistensi yang lebih tinggi
terhadap tekanan yang diberikan dan
meningkat secara signifikan terhadap
flexural fatigue resistence dari penguat
serat akrilik.12 Isa dkk (2011) telah
melakukan penelitian dengan
membandingkan sifat flexural dari bahan
penguat basis gigitiruan dengan
menggunakan karbon, aramid dan serat
kaca, dimana semua bahan ini disusun
dalam aksis yang panjang dan ditemukan
bahwa kekuatan flexural bahan polimer
penguat basis gigitiruan dengan
menggunakan serat karbon adalah lebih
tinggi dibandingkan dengan bahan serat
lainnya.28 Uzun dkk (1999) telah
mengamati kelebihan dalam kekuatan
impak dan modulus elastisitas dari penguat
basis gigitiruan akrilik dengan
menggunakan serat woven carbon.3
Didapati bahwa strand form dari penguat
serat karbon memiliki kekuatan transversal
yang lebih superior dari woven mat
form.12,26 Serat yang disusun secara
5
longitudinal menunjukkan peningkatan
flexural fatigue resistance dibandingkan
dengan penyusunan serat secara acak.
Orientasi serat karbon yang disusun secara
tegak lurus terhadap arah darimana
tekanan diberikan menghasilkan
kombinasi yang paling baik terhadap
peningkatan resistensi terhadap kelenturan
dan fatigue flexural. Kekuatan dari serat
penguat karbon basis gigitiruan akrilik
dapat ditingkatkan dengan menambah
panjang serat dan konsentrasi dalam
matriks polimer.29
Evaluasi biologis dari bahan
penguat basis gigitiruan karbon tidak
dievaluasi secara meluas meskipun
sitotoksisitas dari serat karbon dapat
menyebabkan masalah. Ada kemungkinan
spesimen dari bahan penguat basis
gigitiruan karbon dapat menyebabkan
iritasi pada kulit.12,26,30 Ekstrand dkk(1987)
telah mengevaluasi sitotoksisitas elemen
dari serat karbon-grafit tergantung pada
perawatan pada permukaan yang berbeda
dengan menggunakan teknik overlay dan
didapati bahwa serat dengan permukaan
yang bersih bersifat kurang toksik
dibandingkan dengan serat yang tidak
dibersihkan.31
Serat karbon tidak digunakan
secara luas pada saat ini karena kesukaran
dalam teknik penanganannya, susah untuk
dipoles, estetik yang kurang karena warna
kehitaman dari serat karbon dan berpotensi
toksik.12,26,29,30,32,33
5.2.3 Serat Aramid
Nama komersial untuk serat aramid
adalah kevlar dan secara kimia merupakan
senyawa organik seperti
polyparaphenylene terepthalamide dengan
formula kimia (-CO-C6H4-CO-NH-C6H4-
NH-)n.12
Serat kevlar populer karena
memiliki sifat mekanis yang unggul
dibandingkan dengan nilon dan serat E-
glass. Serat poliramid memiliki
keunggulan wettability yang lebih tinggi
dibandingkan dengan serat karbon dan
tidak memerlukan aplikasi coupling agent.
Kerusakan basis gigitiruan lebih rendah
apabila menggunakan serat kevlar. Serat
kevlar dapat memperbaiki kekuatan tensil
dan modulus elastisitas dari basis
gigitiruan. Bahan penguat resin akrilik
dengan serat sebanyak 2% dan dengan
orientasi satu arah secara signifikan
menunjukkan kekuatan impak dan
resistansi fatigue yang lebih tinggi.34
Kekuatan dari serat penguat aramid basis
gigitiruan dapat berkurang dengan
peningkatan konsentrasi serat.29 Penguat
gigitiruan menggunakan serat aramid
bersifat lebih biokompatibilitas dan tidak
ada bukti terjadinya toksisitas.29
6
Serat aramid tidak lagi digunakan
secara meluas pada saat ini karena
warnanya kekuningan dan pemaparan serat
pada permukaan resin yang kasar
menyebabkan lebih susah untuk
dipolis.12,29 Terdapat literatur yang
mengatakan bahwa serat dan akrilik
menyebabkan adhesi yang kurang baik.35
Bagaimanapun, serat ini masih digunakan
secara meluas dalam pembuatan bullet-
proof vests, ban mobil, boat hulls dan
pesawat.12
5.2.4 Ultra High Molecular Weight
Polyethylene
Serat polyethylene dipercaya dapat
meningkatkan sifat fisik dari resin akrilik.
Serat polyethylene ditambah dalam resin
PMMA untuk menghasilkan basis
gigitiruan dengan modulus yang baik
dalam arah aksial. Kombinasi ini
menghasilkan berbagai sifat yang
menguntungkan seperti dapat digunakan
sebagai penguat pada basis gigitiruan
seperti ductility yang tinggi, warna yang
netral, densitas yang rendah dan
biokompatibilitas yang baik. Adhesi serat
dan resin PMMA dapat ditingkatkan
dengan menggunakan perawatan plasma
listrik dengan mengetsa permukaan serat
dimana resin dapat beradhesi secara
mekanis pada fase resin.36
Konsentrasi, orientasi dan panjang
dari serat memberi pengaruh yang
signifikan pada sifat mekanis dari Ultra-
high moleculer weight polyethylene
reinforced PMMA resins. Konsentrasi
serat yang kurang dari 3% yang diberikan
plasma listrik dapat meningkatkan
kekuatan secara signifikan.37,38 Pada
konsentrasi 1% dapat meningkatkan
kekuatan impak secara signifikan. Akan
tetapi, konsentrasi yang lebih tinggi dari
3% dari serat dalam resin PMMA
menyebabkan fungsi menjadi tidak
optimal. Uzun dkk (1999) menyatakan
bahwa serat penguat woven polyethylene
dapat meningkatkan kekuatan impak dan
modulus elastisitas secara signifikan.
Proses pengetsaan, preparasi dan
penempatan lapisan dari serat anyaman
mungkin tidak praktis untuk pekerjaan di
laboratorium dental.3
5.2.5 Serat Kaca
Kelemahan serat karbon dan serat
aramid seperti kesulitan pemolesan dan
penampilan yang tidak estetis, diperlukan
bahan alternatif untuk memperkuat basis.
Sebab utama serat kaca penguat mendapat
perhatian adalah karena penampilan estetis
yang bagus, sifat mekanis yang baik dan
biokompabilitas.
Serat kaca digunakan dalam
berbagai bentuk untuk memperkuat
7
polimer dental, termasuk continuous
fibers seperti anyaman, batang, batang
yang dianyam, dan serat kaca potongan
kecil.21,29,42-47 Serat kaca tidak resisten
terhadap gaya impak tetapi kekuatannya
dapat ditingkatkan dengan menggunakan
serat kaca berbentuk batang yang disusun
dalam arah yang sama dengan jumlah yang
banyak atau menggunakan serat kaca
anyaman (stick net).40 Banyak penelitian
yang menggunakan continuous fibers
karena dapat memberikan kekuatan yang
tinggi dan dapat memberikan arah yang
sejajar dengan serat secara konstan.48 Serat
tersebut sulit untuk dikonstruksikan dan
sulit untuk diorientasikan continuous
fibers pada daerah lemah pada basis
gigitiruan saat proses pembuatan. Serat
kaca penguat potongan kecil juga
memberikan pengaruh perawatan yang
sama dan dapat digunakan dengan mudah
dengan teknik compression molding
konvensional.47 Serat penguat batang
mempunyai modulus flexural yang tinggi
dan kekuatan transversal yang lebih tinggi
daripada serat penguat anyaman.48,49
Sifat mekanis serat kaca penguat
PMMA bergantung terhadap kekuatan
adhesi antara serat kaca dengan matriks
resin akrlik, serat kaca umumnya akan
ditambahkan silane coupling agent
sebelum dimasukkan ke dalam matriks
resin akrilik. Beberapa penelitian telah
menyimpulkan bahwa serat penguat akrilik
yang ditambahkan silane mempunyai
kekuatan transversal yang lebih tinggi dan
resisten terhadap fraktur yang lebih tinggi
dibandingkan dengan serat kaca penguat
akrilik yang tidak ditambahkan
silane.16,21,29,42,50,51 Pada sisi yang lain,
Kanie dkk tidak menemukan perbedaan
yang signifikan pada kekuatan kelenturan
antara kedua bahan tersebut.32 Uzun dkk.
dan Hari Prasad dkk. melaporkan bahwa
serat kaca penguat anyaman dapat
meningkatkan kekuatan impak secara
signifikan.3,51 Vojdani dkk melaporkan
bahwa kekuatan transversal lebih tinggi
apabila serat kaca penguat disusun dalam
arah yang sama dibandingkan dengan
susunan anyaman.16 Unalan dkk
melaporkan bahwa kekuatan transversal
lebih tinggi pada serat kaca penguat
anyaman dibandingkan dengan serat kaca
penguat yang disusun dalam satu arah.52
Vojvodic dkk membandingkan sifat basis
penguat dental grade (serat kaca yang
disilanisasi) dengan industrial grade (serat
kaca yang tidak disilanisasi).53 Hasil
penelitiannya menyimpulkan bahwa serat
kaca industri memberikan kekuatan
kelenturan yang lebih baik dan harga yang
lebih murah dibandingkan dengan serat
kaca dental grade.
Posisi dan konsentrasi serat kaca
dan serat kaca penguat potongan kecil
8
yang terdapat dalam polimer
mempengaruhi kekuatannya secara
signifikan. Menempatkan serat dalam arah
sama dengan kekuatan pengunyahan dapat
meningkatkan kekuatannya.52-54 Goguta
dkk melaporkan bahwa PMMA yang
diperkuat dengan serat kaca (anyaman dan
batang) dapat meningkatkan kekuatan
impak secara signifikan.40 Serat penguat
berbentuk batang dapat meningkatkan
kekuatan impak secara signifikan apabila
serat kaca diposisikan sejajar dengan aksis
panjang spesimen dan tegak lurus terhadap
arah kekuatan impak. Isa dkk melaporkan
bahwa serat kaca mempunyai kekuatan
lentur yang lebih rendah dibandingkan
dengan karbon dan serat aramid penguat
yang diposisikan searah dengan aksis
panjang spesimennya.28 Jumlah serat
penguat mempengaruhi kelenturan dan
kekuatan impak basis gigitiruan polimer.
Semakin kecil jumlah serat penguat,
semakin tinggi kelenturan dan kekuatan
impak.32 Serat penguat yang lebih daripada
20% mempunyai efek terhadap sifat
doughing. Selain itu, distribusi serat yang
tidak homogen pada matriks dapat terjadi
waktu penekanan pada mold yang dapat
mengakibatkan penyebaran serat dalam
matriks polimer ke arah lateral.12 Stipho
(1998) melaporkan bahwa resin PMMA
yang diperkuatkan dengan 1% serat kaca
potongan kecil memberikan kekuatan
kelenturan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan resin yang diperkuatkan dengan
5% serat kaca batang pendek. Hal ini
disebabkan kecenderungan serat untuk
menggumpal bersama apabila
dicampurkan dengan polimer dan
menyebabkan porositas akibat
terbentuknya ruang kosong dalam matriks
resin.21 Penggunaan teknik injection-
molding dan bubuk partikel akrilik yang
halus dapat mengurangi pembentukan
ruang kosong dan dapat meningkatkan
kekuatan kelenturan secara signifikan.46
Nakamura dkk melaporkan bahwa lebih
baik menggunakan bubuk partikel PMMA
penguat yang lebih kecil dan konsentrasi
serat kaca potongan kecil yang lebih
tinggi.47
Kurangnya kelembapan serat kaca
dalam resin akrilik dan pengerutan
polimerisasi dough akrilik dapat
mengurangi kekuatan ikatan serat dan
menyebabkan pembentukan ruang kosong
dalam matriks resin.43 Pengerutan
polimerisasi dapat diminimalisasikan
dengan menambahkan serat ke dalam
campuran PMMA -metil metakrilat
(MMA).3 Tetapi penggunaan monomer
MMA yang berlebihan dapat
meningkatkan pengerutan polimerisasi
yang dapat mengakibatkan perubahan
dimensi pada basis gigitiruan. Selain itu,
proses tersebut juga dapat menyebabkan
lebih banyak monomer residual
dibebaskan dari basis gigitiruan akrilik
9
yang diperkuat dengan serat kaca sehingga
dapat menyebabkan masalah
biokompatibilitas. 55-57
Vallittu (1997) memperkenalkan
konsep total fiber reinforcement (TFR) dan
partial fiber reinforcement (PFR) untuk
basis gigitiruan yang diperkuatkan dengan
menggunakan serat kaca.58 Serat yang
diperkuat secara lengkap melibatkan
penyebaran agen penguat ke seluruh bahan
matriks secara rata, serat yang diperkuat
sebagian melibatkan penempatan agen
penguat pada daerah yang lemah pada
basis gigitiruan. Sifat mekanis gigitiruan
penuh dan gigitiruan sebagian dapat
ditingkatkan secara signifikan dengan
menggunakan serat penguat sebagian yang
disusun dalam arah yang sama
menggunakan serat kaca elektrikal (E-
glass).59 Kekuatan tertinggi serat komposit
dapat dicapai dengan mengorientasikan
serat dalam satu arah. Total fiber
reinforcement terdapat dalam bentuk
anyaman yang disusunkan dalam berbagai
arah dan menunjukkan kekuatan yang
lebih rendah daripada partial fiber
reinforcement yang disusun dalam satu
arah.3 Salah satu masalah yang ditemukan
pada serat yang disusunkan dalam
berbagai arah adalah serat tersebut dapat
naik ke atas permukaan gigitiruan dan
menyebabkan iritasi jaringan.58 Ozen dkk.
menilai sitotoksik resin akrilik
polimerisasi panas yang ditambah dengan
bahan penguat lebih tinggi daripada akrilik
konvensional.30
Sebuah sistem penambahan serat
yang baru telah dikembangkan oleh
Vallittu dan Narva (1997). Sistem ini
menggunakan kombinasi dari dua serat
berbeda seperti serat kaca dan serat aramid
yang kemudian ditanam dalam matriks
resin.60 Salah satu keuntungan dari
kombinasi ini adalah bahwa penambahan
serat kaca tidak berpengaruh pada
penyerapan dan solubilitas dari resin
PMMA.61
5.2.6 Serat Jute
Kondo dkk. memperkuat gigitiruan
dengan potongan serat jute untuk
meningkatkan bending strength. Tidak ada
peningkatan signifikan pada sifat flexural
yang diamati, Kondo dkk. menyarankan
penelitian lebih lanjut pada permukaan
perlakuan dan perbandingan rasio dari
serat jute.62
6. Kesimpulan
Poly (methyl methacrylate) akan
terus menjadi bahan pilihan untuk
pembuatan gigitiruan sebagian dan penuh.
Berbagai upaya untuk meningkatkan
kekuatan dari bahan adalah untuk
memperpanjang daya tahan dari gigitiruan
akrilik. Penambahan serat pada gigitiruan
dengan berbagai fiber telah menunjukkan
10
peningkatan yang signifikan dari kekuatan
flexural, kekuatan impak dan daya tahan
bahan. Perbedaan sifat yang signifikan
pada bahan yang diberi penguat dengan
serat ditemukan dalam literatur.
Manipulasi basis gigitiruan dengan
penambahan serat terlihat lebih rumit dan
sulit dilakukan oleh laboratorium dental.
Meskipun peningkatan sifat mekanis yang
ditimbulkan oleh serat penguat merupakan
sesuatu yang menarik, penelitian lebih
lanjut diperlukan untuk melihat efek
biologis dari penambahan bahan ini.
REFERENSI
1. T. R. Meng and M. A. Latta., “Physical Properties of Four Acrylic Denture Base Resins,” Journal of Contem- porary Dental Practice, Vol. 6, No. 4, 2005, pp. 93-100.
2. R. W. Phillips, “Skinner’s Science of Dental Materials,” 10th Edition, W.B. Saunders, Philadelphia, 1996, pp. 237-300.
3. G. Uzun, N. Hersek and T. Tinçer, “Effect of Five Woven Fiber Reinforcements on the Impact and Transverse Strength of a Denture Base Resin,” Journal of Prosthetic Dentistry, Vol. 81, No. 5, 1999, pp. 616-620. doi:10.1016/S0022-3913(99)70218-0
4. M. Vojdani, M. Sattari, Sh. Khajehoseini and M. Farzin, “Cytotoxicity of Resin-Based Cleansers: An in Vitro stu- dy,” Iranian Red Crescent Medical Journal, Vol. 12, No. 2, 2010, pp. 158-162.
5. R. G. Craig and J. M. Power, “Restorative Dental Materi- als,” 11th Edition, Mosby, St. Louis, 2002, pp. 87-99.
6. M. H. El-Mahdy, W. E. El-Gheriani, B. A. Idris and A.-H. A. Saad, “Effect of Coupling Agents on the Important Physico-Mechanical Properties of Acrylic Resin Rein- forced with Ceramic Filler,” Ainshams Dental Journal, Vol. 8, No. 2, 2005, pp. 243-254.
7. U. R. Drabar, R. Huggett and A. Harrison, “Denture Frac-ture—A Survey,” British Dental Journal, Vol. 176, 1994, pp. 342-345. doi:10.1038/sj.bdj.4808449
8. A. Arikan, Y. K. Ozkan, T. Arda and B. Akalın, “Effect of 180 Days of Water Storage on the Transverse Strength of Acetal Resin Denture Base Material,” Journal of Prosthodontics, Vol. 19, No. 1, 2010, pp. 47-51. doi:10.1111/j.1532-849X.2009.00495.x
9. Y. Hirajima, H. Takahashi and S. Minakuchi, “Influence of a Denture Strengthener on the Deformation of Com- plete Denture,” Dental Materials Journal, Vol. 28, No. 4, 2009, pp. 507-512. doi:10.4012/dmj.28.507
10. P. K. Vallittu, “Fracture Surface Characteristics of Dam-aged Acrylic-Resin-Based Dentures as Analysed by SEM-Replica Technique,” Journal of Oral Rehabilitation, Vol. 23, No. 8, 1996, pp. 524-529. doi:10.1111/j.1365-2842.1996.tb00890.x
11. H. W. A.Wiskott, J. I. Nicholls and U. C. Belser, “Stress Fatigue: Basic Principles and Prosthodontic Implications,” International Journal of Prosthodontics, Vol. 8, No. 2, 1995, pp. 105-116.
12. D. C. Jagger, A. Harrison and K. D. Jandt, “The Rein-forcement of Dentures,” Journal of Oral Rehabilitation, Vol. 26, No. 3, 1999, pp. 185-194. doi:10.1046/j.1365-2842.1999.00375.x
13. R. A. Rodford, “Further Development and Evaluation of High-Impact-Strength Denture Base Materials,” Journal of Dentistry, Vol. 18, No. 3, 1990, pp. 151-157. doi:10.1016/0300-5712(90)90056-K
14. G. D. Stafford, J. F. Bates, R. Huggett and R. Handley, “A Review of the Properties of Some Denture Base Poly- mers,” Journal of Dentistry, Vol. 8, No. 4, 1980, pp. 292- 306. doi:10.1016/0300-5712(80)90043-3
15. Y. Katsumata, S. Hojo, N. Hamano, T. Watanabe, H. Ya- maguchi, H. Okada, T. Teranaka and S. Ino, “Bonding Strength of Autopolymerizing Resin to nilon Denture Base Polymer,” Dental Materials Journal, Vol. 8, No. 4, 2009, pp. 2409-2418. doi:10.4012/dmj.28.409
16. M. Vojdani and A. A. R. Khaledi, “Transverse Strength of Reinforced Denture Base Resin with Metal Wire and E-Glass Fibers,” Journal of Dentistry, Vol. 3, No. 4, 2006, pp. 167-172.
11
17. S. B. Sehajpal and V. K. Sood, “Effect of Fillers on Some Physical Properties of Acrylic Resin,” The Journal of Prosthetic Dentistry, Vol. 61, No. 6, 1989, pp. 746-751. doi:10.1016/S0022-3913(89)80055-1
18. T. Nejatian, A. Johnson and R. Van Noort, “Reinforce- ment of Denture Base Resin,” Advances in Science and Technology, Vol. 49, 2006, pp. 124-129. doi:10.4028/www.scientific.net/AST.49.124
19. P. K. Vallittu and V. P. Lassila, “Effect of Metal Streng- thener’S Surface Roughness on Fracture Resistance of Acrylic Denture Base Material,” Journal of Oral Reha- bilitation, Vol. 19, No. 4, 1992, pp. 385-391. doi:10.1111/j.1365-2842.1992.tb01580.x
20. S. K. Garoushi, L. V. J. Lassila and P. K. Vallittu, “Short Fiber Reinforced Composite: The Effect of Fiber Length and Volume Fraction,” Journal of Contemporary Dental Practice, Vol. 7, No. 5, 2006, pp. 10-17.
21. H. D. Stipho, “Effect of Glass Fibre Reinforcement on Some Mechanical Properties of Autopolymerizing Poly-methyl Methacrylate,” Journal of Prosthetic Dentistry, Vol. 79, No. 5, 1998, pp. 580-584. doi:10.1016/S0022-3913(98)70180-5
22. I. H. Tacir, J. D. Kama, M. Zortuk and S. Eskimez, “Flex- ural Properties of Glass Fibre Reinforced Acrylic Resin Polymers,” Australian Dental Journal, Vol. 51, No. 1, 2006, pp. 52-56. doi:10.1111/j.1834-7819.2006.tb00401.x
23. P. K. Vallittu, “Strength and Interfacial Adhesion,” In: P. K. Vallittu, Ed., The Second International Symposium of Fibre Reinforced Plastics in Dentistry, University of Türkü, Türkü, 2002, pp. 2-28.
24. J. De Boer, S. G. Vermilyea and R. E Brady, “The Effect of Carbon Fiber Orientation on the Fatigue Resistance and Bending Properties of Two Denture Resins,” The Journal of Prosthetic Dentistry, Vol. 51, No. 1, 1984, pp. 119-121. doi:10.1016/S0022-3913(84)80117-1
25. R. Tandon, S. Gupta and S. K. Agarwal, “Denture Base Materials: From Past to Future,” Indian Journal of Dental Sciences, Vol. 2, No. 2, 2010, pp. 33-39.
26. N. Yazdanie and M. Mahood, “Carbon Fiber Acrylic Re- sin Composite: An Investigation of Transverse Strength,” Journal of Prosthetic Dentistry, Vol. 54, No. 4, 1985, pp. 543-547. doi:10.1016/0022-3913(85)90431-7 27 A. J. Bowman and T. R. Manley, “The El imination of Breakages in Upper Dentures by Reinforcement with Car- bon Fibre,” British Dental Journal, Vol. 156, 1984, pp. 87-89. doi:10.1038/sj.bdj.4805275
28. İ. Yöndem, M. T. Yücel, F. Aykent and A. N. Öztürk, “Flexural Strength of Denture Base Resin Reinforced with Different Fibers,” Journal of the SU Faculty of Den- tistry, Vol. 20, No. 1, 2011, pp. 15-20. 29. S. Y. Chen, W. M. Liang and P. S. Yen, “Reinforcement of Acrylic Denture Base Resin by Incorporation of Vari- ous Fibres,” Journal of Biomedical Materials Research, Vol. 58, No. 2, 2001, pp. 203-208. doi:10.1002/1097-4636(2001)58:2<203::AID-JBM1008>3.0.CO;2-G 30. J. Ozen, C. Sipahi, A. Caglar and M. Dalkiz, “In Vitro Cytotoxicity of Glass and Carbon Fiber-Reinforced Heat- Polymerized Acrylic Resin Denture Base Material,” Turkish Journal of Medical Sciences, Vol. 36, No. 2, 2006, pp. 121-126. 31. K. Ekstrand, I. E. Ruyter and H. Wellendorf, “Carbon Graphite Fiber Reinforced Poly(methyl methacrylate): Properties under Dry and Wet Conditions,” Journal of Biomedical Materials Research, Vol. 21, No. 9, 1987, pp. 1065-1080. doi:10.1002/jbm.820210902 32. T. Kanie, K. Fujii, H. Arikawa and K. Inoue, “Flexural Properties and Impact Strength of Denture Base Polymer Reinforced with Woven Glass Fibres,” Dental Materials, Vol. 16, No. 2, 2000, pp. 150-158. doi:10.1016/S0109-5641(99)00097-4 33. T. J. D. Kama, M. Zortuk and S. Eskimez, “Flexural Pro- perties of Glass Fibre Reinforced Acrylic Resin Poly- mers,” Australian Dental Journal, Vol. 51, No. 1, 2006, pp. 52-56. doi:10.1111/j.1834-7819.2006.tb00401.x 34. I. M. Berrong, R. M. Weed and J. M. Young, “Fracture Resistance of kevlar-Reinforced Poly(methyl methacry- late) Resin: A Preliminary Study,” International Journal of Prosthodontics, Vol. 3, No. 4, 1990, pp. 391-395. 35. A. M. H. Grave, H. D. Chandler and J. F. Wolfaardt, “Denture Base Acrylic Reinforced with
12
High Modulus Fibre,” Dental Materials, Vol. 1, No. 5, 1985, pp. 185- 187. doi:10.1016/S0109-5641(85)80015-4 36. M. Braden, K. W. M. Davy, S. Parker, N. H. Ladizesky and I. M. Ward, “Denture Base Poly(methyl methacrylate) Reinforced with Ultra-High Modulus Polyethylene Fi- bres,” British Dental Journal, Vol. 164, 1988, pp. 109- 113. doi:10.1038/sj.bdj.4806373 37. D. L. Gutteridge, “Reinforcement of Poly(methyl metha- crylate) with Ultra-High-Modulus Polyethylene Fibre,” Journal of Dentistry, Vol. 20, No. 1, 1992, pp. 50-54. doi:10.1016/0300-5712(92)90012-2
38. N. H. Ladizesky, Y. Y. Cheng and I. M. Ward, “Acrylic Resin Reinforced with Chopped High Performance Poly Ethylene Fibre Properties and Denture Construction,” Dental Materials, Vol. 9, No. 2, 1993, pp. 128-135. doi:10.1016/0109-5641(93)90089-9 39. D. L. Dixon and L. C. Breeding, “The Transverse Strengths of Three Denture Base Resins Reinforced with Polyeth- ylene Fibres,” Journal of Prosthetic Dentistry, Vol. 67, No. 3, 1992, pp. 417-419. doi:10.1016/0022-3913(92)90261-8 40. L. Goguta, L. Marsavina, D. Bratu and F. Topala, “Impact Strength of Acrylic Heat Curing Denture Base Resin Re- inforced with E-Glass Fibers,” Temporomandibular Joint Disorders, Vol. 56, No. 1, 2006, pp. 88-91. 41. P. K. Vallittu and K. Ekstrand, “In Vitro Cytotoxicity of Fibre-Polymethyl Methacrylate Composite Used in Den- tures,” Journal of Oral Rehabilitation, Vol. 26, No. 8, 1999, pp. 666-671. doi:10.1046/j.1365-2842.1999.00431.x 42. G. S. Solnit, “The Effect of Methyl Methacrylate Rein- forcement with Silane-Treated and Untreated Glass Fi- bres,” Journal of Prosthetic Dentistry, Vol. 66, No. 3, 1991, pp. 310-314. doi:10.1016/0022-3913(91)90255-U 43. P. K. Vallittu, “The Effect of Void Space and Polymeri- zation Time on Transverse Strength of Acrylic-Glass Fi- bre Composite,” Journal of Oral Rehabilitation, Vol. 22, No. 4, 1995, pp. 257-261. doi:10.1111/j.1365-2842.1995.tb00083.x 44. K. K. Narva, P. K. Vallittu, Helenius and A. Yli-Urpo, “Clinical Survey of Acrylic Resin Removable Denture Repairs with Glass-Fibre Reinforcement,” International Journal of Prosthodontics, Vol. 3, 2001, pp. 219-224.
45. O. Karacaer, T. N. Polat, A. Tezvergil, L. V. Lassila and P. K. Vallittu, “The Effect of Length and Concentration of Glass Fibres on the Mechanical Properties of an Injec- tion- and a Compression-Molded Denture Base Polymer,” Journal of Prosthetic Dentistry, Vol. 90, No. 4, 2003, pp. 385-393. doi:10.1016/S0022-3913(03)00518-3
46. A. K. Cizdemir and T. N. Polat, “The Effect of Glass Fibre Distribution on the Transverse Strength and Surface Smoothness of Two Denture Resins,” Dental Materials Journal, Vol. 22, No. 4, 2005, pp. 600-609. 47. M. Nakamura, H. Takahashi and I. Hayakawa, “Rein- forcement of Denture Base Resin with Short-Rod Glass Fiber,” Dental Materials Journal, Vol. 26, No. 5, 2007, pp. 733-738. doi:10.4012/dmj.26.733 48.P. K. Vallittu, “Flexural Properties of Acrylic Resin Polymers Reinforced with Unidirectional and Woven Glass Fibers,” Journal of Prosthetic Dentistry, Vol. 81, No. 3, 1999, pp. 318-326. doi:10.1016/S0022-3913(99)70276-3 49. M. Negrutiu, C. Sinescu, L. Goguta, F. Topala, M. Ro- mînu and A. G. Podoleanu, “Different Types of Fiber Reinforced All Dentures Bases Evaluated by En-Face Optical Coherence Tomography and Numerical Simula- tion,” World Academy of Science, Engineering and Tech- nology, Vol. 53, 2009, pp. 1236-1241. 50. P. K. Vallittu, “Curing of a Silane Coupling Agent and Its Effect on the Transverse Strength of Autopolymerizing Polymethylmetactylate-Glass Fibre Composite,” Journal of Orthopaedic Research, Vol. 24, No. 2, 1997, pp. 124– 130. doi:10.1046/j.1365-2842.1997.00464.x 51. P. Hari, A. Kalavathy and H. S. Mohammed, “Effect of Glass Fiber and Silane Treated Glass Fiber Reinforce- ment on Impact Strength of Maxillary Complete Den- ture,” Annals and Essences of Dentistry, Vol. 3, No. 4, 2011, pp. 7-12. doi:10.5368/aedj.2011.3.4.1.2
52. Unalan, I. Dikbas and O. Gurbuz, “Transverse Strength of Poly-Methylmethacrylate Reinforced with Different Forms and Concentrations of E-Glass Fibres,” OHDMBSC, Vol. 9, No. 3, 2010, pp. 144-147. 53. D. Vojvodić, D. Komar, Z. Schauperl, A. Čelebić, K. Mehulić and D. Žabarović, “Influence of Different Glass Fiber Reinforcements on Denture Base Polymer Strength (Fiber Reinforcements of Dental Polymer),” Medical Glass, Vol. 6, No. 2, 2009, pp. 227-234.
13
54. D. Galan and E. Lynch, “The Effect of Reinforcing Fibres in Denture Acrylics,” Journal of the Irish Dental Asso- ciation, Vol. 35, 1989, pp. 109-113. 55. P. K. Vallittu, “Comparison of in Vitro Fatigue Resis- tance of Acrylic Resin Partial Denture Reinforced with Continuous Glass Fibres or Metal Wire,” Journal of Pro- sthodontics, Vol. 5, No. 2, 1996, pp. 115-121. doi:10.1111/j.1532-849X.1996.tb00285.x 56. V. M. Miettinen and P. K. Vallittu, “Release of Residual Methyl Methacrylate into Water from Glass Fiber-Poly- Methl Methacrylate Composite Used in Dentures,” Bio- materials, Vol. 18, No. 2, 1997, pp. 181-185. 57. H. Yilmaz, C. Aydin, A. Caglar, et al., “The Effect of Glass Fiber Reinforcement on the Residual Monomer Content of Two Denture Base Resins,” Quintessence In- ternational, Vol. 34, No. 2, 2003, pp. 148-153. 58. P. K. Vallittu, “Glass Fiber Reinforcement in Repaired Acrylic Resin Removeable Dentures: Preliminary Results of a Clinical Study,” Quintessence International, Vol. 28, 1997, pp. 39-44. 59. P. K. Vallittu, “Dimensional Accuracy and Stability of Poly Methylmethacrylate Reinforced with Metal Wire or with Continuous Glass Fiber,” Journal of Prosthodontics, Vol. 75, No. 6, 1996, pp. 617-621. doi:10.1016/S0022-3913(96)90246-2 60. P. K. Vallittu and K. Narva, “Impact Strength of a Modi-fied Continuous Glass Fiber Poly Methylmethacrylate,” International Journal of Prosthodontics, Vol. 10, 1997, pp. 142-148.
61. V. M. Miettinen and P. K. Vallittu, ”Water Sorption and Solubility of Glass Fiber-Reinforced Denture Polymethyl Methacrylate Resin,” Journal of Prosthetic Dentistry, Vol. 76, 1996, pp. 531-534. 62. S. Kondo, Y. Nodasaka and H. Shimokoube, “Bend Strength Properties of Jute Fiber-Reinforced Denture Base Material,” IADR/AADR/CADR 87th General Session and Exhibition, Miami, 1-4 April 2009
15