23
PENGARUH PENAMBAHAN SERAT PADA BAHAN BASIS GIGITIRUAN RESIN Rama Krishna Alla 1 , Suresh Sajjan 2 , Venkata Ramaraju Alluri 2 , Kishore Ginjupalli 3 ,Nagaraj Upadhya 3 ABSTRAK Kemajuan ilmu kedokteran bersamaan dengan perkembangan pesat pada pelayanan perawatan yang lebih baik yang akan memperpanjang kehidupan manusia dengan peningkatan jumlah golongan lansia dalam beberapa dekade terakhir. Kehilangan gigi adalah salah satu manifestasi dari penuaan. Gigitiruan dan implan adalah piranti prostetik utama yang diberikan untuk mengembalikan fungsi psikologis dan estetis dari jaringan rongga mulut pada pasien edentulus sebagian atau penuh. Basis gigitiruan sebagian dan penuh dengan komposisi polimer adalah bahan basis paling populer karena biaya implan dan gigitiruan kerangka logam yang lebih mahal. Diantara semua polimer, poly (methyl methacrylate) (PMMA) adalah bahan yang paling sering digunakan untuk pembuatan basis. Meskipun PMMA tidak ideal dalam semua aspek, tetapi bahan ini memiliki beberapa sifat baik sehingga banyak digunakan. Salah satu kerugian yang dipertimbangkan dari bahan ini adalah sifat mekanis yang rendah. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengatasi masalah pada sifat mekanis yang rendah. Pada umumnya, ada tiga cara yang telah diteliti untuk meningkatkan sifat mekanis dari basis gigitiruan; mencari atau mengembangkan bahan alternatif dari PMMA; modifikasi kemis dari PMMA, dan memperkuat bahan PMMA. Artikel ini adalah tinjauan dari jenis penambahan serat pada gigitiruan dan pengaruhnya terhadap sifat mekanis dari gigitiruan. Kata Kunci : Poly (Methyl methacrylate); Metallic Fillers; Serat; Modulus Elastis; Kekuatan impak; Fraktur 1. Pendahuluan Ilmu tentang biomaterial berkembang dengan pesat dalam beberapa dekade terakhir dan memberikan kontribusi besar pada peningkatan harapan hidup manusia. Penelitian pada bahan kedokteran gigi melibatkan modifikasi dari bahan yang telah ada atau pengembangan dari bahan baru dan yang lebih baik untuk aplikasi prostetik dan restoratif. Tujuan dari beberapa penelitian yang telah dilakukan adalah untuk menggantikan atau mengembalikan struktur gigi 1 Departmen Ilmu Material , Fakultas Kedokteran Gigi Vishnu, Bhirnavaram, India. 2 Departemen Prostodonsia & Implantologi, Fakultas Kedokteran Gigi Vishnu , Bhirnavaram, India. 3 Departemen Ilmu Material, Fakultas Ilmu Kedokteran Gigi Manipal, Manipal, India

Edited Prostho LATEST (2)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugas paper prosto

Citation preview

Page 1: Edited Prostho LATEST (2)

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT PADA BAHAN BASIS GIGITIRUAN RESIN

Rama Krishna Alla1, Suresh Sajjan2, Venkata Ramaraju Alluri2, Kishore Ginjupalli3,Nagaraj Upadhya3

ABSTRAK

Kemajuan ilmu kedokteran bersamaan dengan perkembangan pesat pada pelayanan perawatan yang lebih baik yang akan memperpanjang kehidupan manusia dengan peningkatan jumlah golongan lansia dalam beberapa dekade terakhir. Kehilangan gigi adalah salah satu manifestasi dari penuaan. Gigitiruan dan implan adalah piranti prostetik utama yang diberikan untuk mengembalikan fungsi psikologis dan estetis dari jaringan rongga mulut pada pasien edentulus sebagian atau penuh. Basis gigitiruan sebagian dan penuh dengan komposisi polimer adalah bahan basis paling populer karena biaya implan dan gigitiruan kerangka logam yang lebih mahal. Diantara semua polimer, poly (methyl methacrylate) (PMMA) adalah bahan yang paling sering digunakan untuk pembuatan basis. Meskipun PMMA tidak ideal dalam semua aspek, tetapi bahan ini memiliki beberapa sifat baik sehingga banyak digunakan. Salah satu kerugian yang dipertimbangkan dari bahan ini adalah sifat mekanis yang rendah. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengatasi masalah pada sifat mekanis yang rendah. Pada umumnya, ada tiga cara yang telah diteliti untuk meningkatkan sifat mekanis dari basis gigitiruan; mencari atau mengembangkan bahan alternatif dari PMMA; modifikasi kemis dari PMMA, dan memperkuat bahan PMMA. Artikel ini adalah tinjauan dari jenis penambahan serat pada gigitiruan dan pengaruhnya terhadap sifat mekanis dari gigitiruan.Kata Kunci : Poly (Methyl methacrylate); Metallic Fillers; Serat; Modulus Elastis; Kekuatan impak; Fraktur

1. Pendahuluan

Ilmu tentang biomaterial

berkembang dengan pesat dalam beberapa

dekade terakhir dan memberikan

kontribusi besar pada peningkatan harapan

hidup manusia. Penelitian pada bahan

kedokteran gigi melibatkan modifikasi dari

bahan yang telah ada atau pengembangan

dari bahan baru dan yang lebih baik untuk

aplikasi prostetik dan restoratif. Tujuan

dari beberapa penelitian yang telah

dilakukan adalah untuk menggantikan atau

mengembalikan struktur gigi yang rusak

atau hilang untuk kepuasaan estetis dan

fungsi. Meskipun implan telah

mendapatkan perhatian besar dengan

tingkat keberhasilan yang tinggi untuk

perawatan edentulus sebagian dan penuh,

gigitiruan masih menjadi pilihan piranti

prostetik yang populer. Basis gigitiruan

resin yang terdiri dari komposisi polimer

populer karena memiliki estetis yang baik

dan karakteristik mekanis yang sesuai pada

kebanyakan kondisi klinis. Bahan dasar

yang ideal dari gigitiruan harus memiliki

biokompatibilitas terhadap jaringan oral,

estetis yang baik, sifat mekanis yang

unggul terutama modulus elastisitas,

kekuatan impak, kekuatan flexural, dan

kekerasan, daya ikat yang adekuat

terhadap anasir gigi dan bahan pelapis,

mudah diperbaiki dan dimanipulasi serta

keakuratan dimensional.1

2. Latar Belakang

1Departmen Ilmu Material , Fakultas Kedokteran Gigi Vishnu, Bhirnavaram, India. 2Departemen Prostodonsia & Implantologi, Fakultas Kedokteran Gigi Vishnu , Bhirnavaram, India. 3Departemen Ilmu Material, Fakultas Ilmu Kedokteran Gigi Manipal, Manipal, India

Page 2: Edited Prostho LATEST (2)

2

Sejarah dari gigitiruan penuh untuk

perawatan edentulus dimulai sejak tahun

700 sebelum masehi. Sejak saat itu

berbagai bahan seperti tulang, kayu,

gading, dan karet vulkanis dimanfaatkan

untuk membuat gigitiruan penuh. Sejak

awal tahun 1900 polivinyl chloride, vinyl

acetate, modifikasi Bakelite dan plastik

selulosa telah digunakan.1,2 Pada tahun

1937, "Walter Wright" memperkenalkan

bahan poly (metilmetakrilat) (PMMA)

sebagai bahan basis gigitiruan dan

ditemukan bahwa bahan tersebut

merupakan bahan paling unggul di antara

semua bahan basis gigitiruan. Bahan

tersebut kemudian menjadi populer pada

tahun 1940 dan hampir semua gigitiruan

dibuat dengan bahan basis akrilik.3

Walaupun beberapa bahan baru seperti

polystyrene dan light-activated urethane

dimethacrylate diperkenalkan, PMMA

masih menjadi bahan yang paling

diutamakan sebagai pilihan, baik untuk

gigitiruan sebagian atau penuh.

PMMA populer sebagai bahan

basis gigitiruan karena bahan tersebut

mudah diproses, murah, ringan, memiliki

sifat estetis yang baik,4-6 kelarutan dan

penyerapan air yang rendah dan diperbaiki

dengan mudah. Meskipun, konduktivitas

termal rendah, kekuatan mekanikal yang

rendah, kerapuhan, koefisiensi expansi

termal yang tinggi dan modulus elastisitas

rendah menjadikannya lebih rentan pada

kegagalan saat kerja klinis.1,2,5

3. Penyebab Kegagalan Gigitiruan dari

PMMA

Kegagalan klinis dari gigitiruan

penuh atau gigitiruan sebagian lepasan

yang dibuat dari PMMA kemungkinan

besar adalah fraktur karena fatigue atau

dampak dari tekanan pengunyahan.7,8

Fatigue flexural dari gigi tiruan yang

sering terjadi yaitu fraktur midline adalah

konsentrasi tekanan di sekitar daerah

terbentuknya retak mikro pada bahan

disebabkan aplikasi tekanan kecil yang

berkelanjutan. Gaya pengunyahan yang

berulang mempercepat terjadinya retak

yang melemahkan basis gigitiruan dan

akhirnya terjadi fraktur.1,9-11 Fraktur

gigitiruan karena dampak kekuatan

disebabkan oleh aplikasi gaya secara tiba-

tiba pada gigitiruan. Fraktur seperti ini

sering terjadi karena terjatuhnya gigitiruan

pada saat pasien membersihkannya.1

Fraktur gigitiruan telah menjadi

perhatian dan beberapa upaya telah

dilakukan untuk meningkatkan kelenturan

dan kekuatan dari PMMA. Penelitian ini

bertujuan untuk memodifikasi komposisi

atau memperkuat PMMA dengan bahan

yang lebih kuat dan mengembangkan

bahan-bahan baru dengan sifat yang lebih

baik.12

4. Modifikasi Kimia PMMA dan

Page 3: Edited Prostho LATEST (2)

3

Polimer Alternatif untuk PMMA

Upaya untuk mengubah komposisi

bahan PMMA menyebabkan

perkembangan basis akrilik dengan

dampak kekuatan tinggi. Bahan yang

digunakan adalah graft copolymer

butadiene styrene rubber dengan

PMMA.3,13 Bahan ini menunjukkan

kekuatan lentur yang rendah dibandingkan

dengan resin akrilik konvensional.14

Meskipun, berbagai bahan dengan dasar

polyamides, epoxy resins, polystyrene,

vinyl acrylics, light-activated urethane

dimethacrylate, rubber graft copolymers

dan polycarbonate dan nilon telah

diperkenalkan untuk mengatasi

kekurangan mekanis PMMA, namun

bahan-bahan ini juga tidak lebih bagus

dibandingkan PMMA.14,15

5. Penguat Basis Gigitiruan PMMA

5.1. Metallic Fillers

Penguatan bahan dasar gigitiruan

akrilik untuk memperbaiki kekuatan

mekanisnya telah menjadi fokus penelitian

untuk beberapa waktu. Bahan penguat

seperti kawat kobalt-kromium, kawat

metalik, berbagai filler seperti bubuk

perak, tembaga, aluminium dan keramik

telah ditambahkan pada matriks PMMA

untuk meningkatkan compressive

strength.1,3,16,17,18 Tujuan penambahan

bubuk perak, tembaga dan / atau

aluminium adalah untuk meningkatkan

konduktivitas termal dan untuk

mengurangi penyusutan dan penyerapan

air.17 Penambahan bahan-bahan tadi tidak

berhasil karena kurangnya ikatan antara

filler logam dan matriks resin. Upaya

seperti sand blasting dari permukaan

logam dan penggunaan metal primers telah

dilaporkan dapat mencapai ikatan

permukaan antara logam dan resin.19

5.2. Serat

Perkembangan pesat dari teknologi

komposit menyebabkan penggunaan fiber

sebagai bahan penguat

(reinforcement).3,20,21 Beberapa tipe serat

seperti serat karbon, serat kaca, dan ultra-

high modulus polyethylene fibers telah

digunakan untuk memperkuat resin

PMMA.22 Beberapa penelitian terhadap

serat telah dilakukan dengan

memperlihatkan perbaikan dari

karakteristik mekanis. Kemampuan serat

untuk memperkuat basis gigitiruan

tergantung pada sifat serat dan matriks

resin, adhesi serat ke matriks, volume serat

dalam komposit matriks; orientasi serat

dan lokasi dari serat dalam gigitiruan.20,23,24

5.2.1. Serat Nilon

Serat nilon adalah serat poliamida

dan mempunyai rantai alifatik.

Page 4: Edited Prostho LATEST (2)

4

Keuntungan utama dari nilon terletak pada

ketahanan terhadap getaran dan tekanan

berulang. Sifat penyerapan air

mempengaruhi sifat mekanis dari nilon.

Basis gigitiruan yang diperkuat serat nilon

menunjukkan resistensi fraktur yang lebih

tinggi dari PMMA.25

5.2.2. Serat Karbon

Penggunaan serat karbon untuk

meningkatkan kekuatan basis gigitiruan

dilaporkan oleh Larson dkk. pada tahun

1991. Sebagian besar serat karbon dibuat

dengan memanaskan poliakrilonitril pada

temperatur 200 ° C - 250 ° C diikuti

dengan pemanasan pada 1200 ° C, yang

menghilangkan hidrogen, nitrogen dan

oksigen, sehingga menghasilkan rantai

atom karbon, dan dengan demikian

terbentuklah serat karbon.12,26

Serat karbon terutama digunakan

untuk meningkatkan tahanan terhadap

fatigue dan kekuatan. Serat karbon kering

sulit dimanipulasi dan harus dibasahi

dengan monomer untuk mendapatkan serat

yang basah.12 Serat basah dapat diletakkan

berdampingan dan tertutup dalam

lembaran tipis PMMA untuk membentuk

prepeg, yang secara signifikan dapat

meningkatkan kekuatan transversal dan

mengurangi fraktur gigitiruan

dibandingkan dengan resin akrilik tanpa

penguat (reinforcement).12,27 Serat harus

dilapisi dengan silane coupling agent

untuk memberikan adhesi antara serat dan

resin PMMA.

Orientasi yang berbeda dari serat

karbon termasuk strand form, woven mat

form, layered fibers, random, longitudinal

dan tegak lurus terhadap kekuatan yang

diterima. Resin yang mengandung layered

fibers atau orientasi yang spesifik

mempunyai resistensi yang lebih tinggi

terhadap tekanan yang diberikan dan

meningkat secara signifikan terhadap

flexural fatigue resistence dari penguat

serat akrilik.12 Isa dkk (2011) telah

melakukan penelitian dengan

membandingkan sifat flexural dari bahan

penguat basis gigitiruan dengan

menggunakan karbon, aramid dan serat

kaca, dimana semua bahan ini disusun

dalam aksis yang panjang dan ditemukan

bahwa kekuatan flexural bahan polimer

penguat basis gigitiruan dengan

menggunakan serat karbon adalah lebih

tinggi dibandingkan dengan bahan serat

lainnya.28 Uzun dkk (1999) telah

mengamati kelebihan dalam kekuatan

impak dan modulus elastisitas dari penguat

basis gigitiruan akrilik dengan

menggunakan serat woven carbon.3

Didapati bahwa strand form dari penguat

serat karbon memiliki kekuatan transversal

yang lebih superior dari woven mat

form.12,26 Serat yang disusun secara

Page 5: Edited Prostho LATEST (2)

5

longitudinal menunjukkan peningkatan

flexural fatigue resistance dibandingkan

dengan penyusunan serat secara acak.

Orientasi serat karbon yang disusun secara

tegak lurus terhadap arah darimana

tekanan diberikan menghasilkan

kombinasi yang paling baik terhadap

peningkatan resistensi terhadap kelenturan

dan fatigue flexural. Kekuatan dari serat

penguat karbon basis gigitiruan akrilik

dapat ditingkatkan dengan menambah

panjang serat dan konsentrasi dalam

matriks polimer.29

Evaluasi biologis dari bahan

penguat basis gigitiruan karbon tidak

dievaluasi secara meluas meskipun

sitotoksisitas dari serat karbon dapat

menyebabkan masalah. Ada kemungkinan

spesimen dari bahan penguat basis

gigitiruan karbon dapat menyebabkan

iritasi pada kulit.12,26,30 Ekstrand dkk(1987)

telah mengevaluasi sitotoksisitas elemen

dari serat karbon-grafit tergantung pada

perawatan pada permukaan yang berbeda

dengan menggunakan teknik overlay dan

didapati bahwa serat dengan permukaan

yang bersih bersifat kurang toksik

dibandingkan dengan serat yang tidak

dibersihkan.31

Serat karbon tidak digunakan

secara luas pada saat ini karena kesukaran

dalam teknik penanganannya, susah untuk

dipoles, estetik yang kurang karena warna

kehitaman dari serat karbon dan berpotensi

toksik.12,26,29,30,32,33

5.2.3 Serat Aramid

Nama komersial untuk serat aramid

adalah kevlar dan secara kimia merupakan

senyawa organik seperti

polyparaphenylene terepthalamide dengan

formula kimia (-CO-C6H4-CO-NH-C6H4-

NH-)n.12

Serat kevlar populer karena

memiliki sifat mekanis yang unggul

dibandingkan dengan nilon dan serat E-

glass. Serat poliramid memiliki

keunggulan wettability yang lebih tinggi

dibandingkan dengan serat karbon dan

tidak memerlukan aplikasi coupling agent.

Kerusakan basis gigitiruan lebih rendah

apabila menggunakan serat kevlar. Serat

kevlar dapat memperbaiki kekuatan tensil

dan modulus elastisitas dari basis

gigitiruan. Bahan penguat resin akrilik

dengan serat sebanyak 2% dan dengan

orientasi satu arah secara signifikan

menunjukkan kekuatan impak dan

resistansi fatigue yang lebih tinggi.34

Kekuatan dari serat penguat aramid basis

gigitiruan dapat berkurang dengan

peningkatan konsentrasi serat.29 Penguat

gigitiruan menggunakan serat aramid

bersifat lebih biokompatibilitas dan tidak

ada bukti terjadinya toksisitas.29

Page 6: Edited Prostho LATEST (2)

6

Serat aramid tidak lagi digunakan

secara meluas pada saat ini karena

warnanya kekuningan dan pemaparan serat

pada permukaan resin yang kasar

menyebabkan lebih susah untuk

dipolis.12,29 Terdapat literatur yang

mengatakan bahwa serat dan akrilik

menyebabkan adhesi yang kurang baik.35

Bagaimanapun, serat ini masih digunakan

secara meluas dalam pembuatan bullet-

proof vests, ban mobil, boat hulls dan

pesawat.12

5.2.4 Ultra High Molecular Weight

Polyethylene

Serat polyethylene dipercaya dapat

meningkatkan sifat fisik dari resin akrilik.

Serat polyethylene ditambah dalam resin

PMMA untuk menghasilkan basis

gigitiruan dengan modulus yang baik

dalam arah aksial. Kombinasi ini

menghasilkan berbagai sifat yang

menguntungkan seperti dapat digunakan

sebagai penguat pada basis gigitiruan

seperti ductility yang tinggi, warna yang

netral, densitas yang rendah dan

biokompatibilitas yang baik. Adhesi serat

dan resin PMMA dapat ditingkatkan

dengan menggunakan perawatan plasma

listrik dengan mengetsa permukaan serat

dimana resin dapat beradhesi secara

mekanis pada fase resin.36

Konsentrasi, orientasi dan panjang

dari serat memberi pengaruh yang

signifikan pada sifat mekanis dari Ultra-

high moleculer weight polyethylene

reinforced PMMA resins. Konsentrasi

serat yang kurang dari 3% yang diberikan

plasma listrik dapat meningkatkan

kekuatan secara signifikan.37,38 Pada

konsentrasi 1% dapat meningkatkan

kekuatan impak secara signifikan. Akan

tetapi, konsentrasi yang lebih tinggi dari

3% dari serat dalam resin PMMA

menyebabkan fungsi menjadi tidak

optimal. Uzun dkk (1999) menyatakan

bahwa serat penguat woven polyethylene

dapat meningkatkan kekuatan impak dan

modulus elastisitas secara signifikan.

Proses pengetsaan, preparasi dan

penempatan lapisan dari serat anyaman

mungkin tidak praktis untuk pekerjaan di

laboratorium dental.3

5.2.5 Serat Kaca

Kelemahan serat karbon dan serat

aramid seperti kesulitan pemolesan dan

penampilan yang tidak estetis, diperlukan

bahan alternatif untuk memperkuat basis.

Sebab utama serat kaca penguat mendapat

perhatian adalah karena penampilan estetis

yang bagus, sifat mekanis yang baik dan

biokompabilitas.

Serat kaca digunakan dalam

berbagai bentuk untuk memperkuat

Page 7: Edited Prostho LATEST (2)

7

polimer dental, termasuk continuous

fibers seperti anyaman, batang, batang

yang dianyam, dan serat kaca potongan

kecil.21,29,42-47 Serat kaca tidak resisten

terhadap gaya impak tetapi kekuatannya

dapat ditingkatkan dengan menggunakan

serat kaca berbentuk batang yang disusun

dalam arah yang sama dengan jumlah yang

banyak atau menggunakan serat kaca

anyaman (stick net).40 Banyak penelitian

yang menggunakan continuous fibers

karena dapat memberikan kekuatan yang

tinggi dan dapat memberikan arah yang

sejajar dengan serat secara konstan.48 Serat

tersebut sulit untuk dikonstruksikan dan

sulit untuk diorientasikan continuous

fibers pada daerah lemah pada basis

gigitiruan saat proses pembuatan. Serat

kaca penguat potongan kecil juga

memberikan pengaruh perawatan yang

sama dan dapat digunakan dengan mudah

dengan teknik compression molding

konvensional.47 Serat penguat batang

mempunyai modulus flexural yang tinggi

dan kekuatan transversal yang lebih tinggi

daripada serat penguat anyaman.48,49

Sifat mekanis serat kaca penguat

PMMA bergantung terhadap kekuatan

adhesi antara serat kaca dengan matriks

resin akrlik, serat kaca umumnya akan

ditambahkan silane coupling agent

sebelum dimasukkan ke dalam matriks

resin akrilik. Beberapa penelitian telah

menyimpulkan bahwa serat penguat akrilik

yang ditambahkan silane mempunyai

kekuatan transversal yang lebih tinggi dan

resisten terhadap fraktur yang lebih tinggi

dibandingkan dengan serat kaca penguat

akrilik yang tidak ditambahkan

silane.16,21,29,42,50,51 Pada sisi yang lain,

Kanie dkk tidak menemukan perbedaan

yang signifikan pada kekuatan kelenturan

antara kedua bahan tersebut.32 Uzun dkk.

dan Hari Prasad dkk. melaporkan bahwa

serat kaca penguat anyaman dapat

meningkatkan kekuatan impak secara

signifikan.3,51 Vojdani dkk melaporkan

bahwa kekuatan transversal lebih tinggi

apabila serat kaca penguat disusun dalam

arah yang sama dibandingkan dengan

susunan anyaman.16 Unalan dkk

melaporkan bahwa kekuatan transversal

lebih tinggi pada serat kaca penguat

anyaman dibandingkan dengan serat kaca

penguat yang disusun dalam satu arah.52

Vojvodic dkk membandingkan sifat basis

penguat dental grade (serat kaca yang

disilanisasi) dengan industrial grade (serat

kaca yang tidak disilanisasi).53 Hasil

penelitiannya menyimpulkan bahwa serat

kaca industri memberikan kekuatan

kelenturan yang lebih baik dan harga yang

lebih murah dibandingkan dengan serat

kaca dental grade.

Posisi dan konsentrasi serat kaca

dan serat kaca penguat potongan kecil

Page 8: Edited Prostho LATEST (2)

8

yang terdapat dalam polimer

mempengaruhi kekuatannya secara

signifikan. Menempatkan serat dalam arah

sama dengan kekuatan pengunyahan dapat

meningkatkan kekuatannya.52-54 Goguta

dkk melaporkan bahwa PMMA yang

diperkuat dengan serat kaca (anyaman dan

batang) dapat meningkatkan kekuatan

impak secara signifikan.40 Serat penguat

berbentuk batang dapat meningkatkan

kekuatan impak secara signifikan apabila

serat kaca diposisikan sejajar dengan aksis

panjang spesimen dan tegak lurus terhadap

arah kekuatan impak. Isa dkk melaporkan

bahwa serat kaca mempunyai kekuatan

lentur yang lebih rendah dibandingkan

dengan karbon dan serat aramid penguat

yang diposisikan searah dengan aksis

panjang spesimennya.28 Jumlah serat

penguat mempengaruhi kelenturan dan

kekuatan impak basis gigitiruan polimer.

Semakin kecil jumlah serat penguat,

semakin tinggi kelenturan dan kekuatan

impak.32 Serat penguat yang lebih daripada

20% mempunyai efek terhadap sifat

doughing. Selain itu, distribusi serat yang

tidak homogen pada matriks dapat terjadi

waktu penekanan pada mold yang dapat

mengakibatkan penyebaran serat dalam

matriks polimer ke arah lateral.12 Stipho

(1998) melaporkan bahwa resin PMMA

yang diperkuatkan dengan 1% serat kaca

potongan kecil memberikan kekuatan

kelenturan yang lebih tinggi dibandingkan

dengan resin yang diperkuatkan dengan

5% serat kaca batang pendek. Hal ini

disebabkan kecenderungan serat untuk

menggumpal bersama apabila

dicampurkan dengan polimer dan

menyebabkan porositas akibat

terbentuknya ruang kosong dalam matriks

resin.21 Penggunaan teknik injection-

molding dan bubuk partikel akrilik yang

halus dapat mengurangi pembentukan

ruang kosong dan dapat meningkatkan

kekuatan kelenturan secara signifikan.46

Nakamura dkk melaporkan bahwa lebih

baik menggunakan bubuk partikel PMMA

penguat yang lebih kecil dan konsentrasi

serat kaca potongan kecil yang lebih

tinggi.47

Kurangnya kelembapan serat kaca

dalam resin akrilik dan pengerutan

polimerisasi dough akrilik dapat

mengurangi kekuatan ikatan serat dan

menyebabkan pembentukan ruang kosong

dalam matriks resin.43 Pengerutan

polimerisasi dapat diminimalisasikan

dengan menambahkan serat ke dalam

campuran PMMA -metil metakrilat

(MMA).3 Tetapi penggunaan monomer

MMA yang berlebihan dapat

meningkatkan pengerutan polimerisasi

yang dapat mengakibatkan perubahan

dimensi pada basis gigitiruan. Selain itu,

proses tersebut juga dapat menyebabkan

lebih banyak monomer residual

dibebaskan dari basis gigitiruan akrilik

Page 9: Edited Prostho LATEST (2)

9

yang diperkuat dengan serat kaca sehingga

dapat menyebabkan masalah

biokompatibilitas. 55-57

Vallittu (1997) memperkenalkan

konsep total fiber reinforcement (TFR) dan

partial fiber reinforcement (PFR) untuk

basis gigitiruan yang diperkuatkan dengan

menggunakan serat kaca.58 Serat yang

diperkuat secara lengkap melibatkan

penyebaran agen penguat ke seluruh bahan

matriks secara rata, serat yang diperkuat

sebagian melibatkan penempatan agen

penguat pada daerah yang lemah pada

basis gigitiruan. Sifat mekanis gigitiruan

penuh dan gigitiruan sebagian dapat

ditingkatkan secara signifikan dengan

menggunakan serat penguat sebagian yang

disusun dalam arah yang sama

menggunakan serat kaca elektrikal (E-

glass).59 Kekuatan tertinggi serat komposit

dapat dicapai dengan mengorientasikan

serat dalam satu arah. Total fiber

reinforcement terdapat dalam bentuk

anyaman yang disusunkan dalam berbagai

arah dan menunjukkan kekuatan yang

lebih rendah daripada partial fiber

reinforcement yang disusun dalam satu

arah.3 Salah satu masalah yang ditemukan

pada serat yang disusunkan dalam

berbagai arah adalah serat tersebut dapat

naik ke atas permukaan gigitiruan dan

menyebabkan iritasi jaringan.58 Ozen dkk.

menilai sitotoksik resin akrilik

polimerisasi panas yang ditambah dengan

bahan penguat lebih tinggi daripada akrilik

konvensional.30

Sebuah sistem penambahan serat

yang baru telah dikembangkan oleh

Vallittu dan Narva (1997). Sistem ini

menggunakan kombinasi dari dua serat

berbeda seperti serat kaca dan serat aramid

yang kemudian ditanam dalam matriks

resin.60 Salah satu keuntungan dari

kombinasi ini adalah bahwa penambahan

serat kaca tidak berpengaruh pada

penyerapan dan solubilitas dari resin

PMMA.61

5.2.6 Serat Jute

Kondo dkk. memperkuat gigitiruan

dengan potongan serat jute untuk

meningkatkan bending strength. Tidak ada

peningkatan signifikan pada sifat flexural

yang diamati, Kondo dkk. menyarankan

penelitian lebih lanjut pada permukaan

perlakuan dan perbandingan rasio dari

serat jute.62

6. Kesimpulan

Poly (methyl methacrylate) akan

terus menjadi bahan pilihan untuk

pembuatan gigitiruan sebagian dan penuh.

Berbagai upaya untuk meningkatkan

kekuatan dari bahan adalah untuk

memperpanjang daya tahan dari gigitiruan

akrilik. Penambahan serat pada gigitiruan

dengan berbagai fiber telah menunjukkan

Page 10: Edited Prostho LATEST (2)

10

peningkatan yang signifikan dari kekuatan

flexural, kekuatan impak dan daya tahan

bahan. Perbedaan sifat yang signifikan

pada bahan yang diberi penguat dengan

serat ditemukan dalam literatur.

Manipulasi basis gigitiruan dengan

penambahan serat terlihat lebih rumit dan

sulit dilakukan oleh laboratorium dental.

Meskipun peningkatan sifat mekanis yang

ditimbulkan oleh serat penguat merupakan

sesuatu yang menarik, penelitian lebih

lanjut diperlukan untuk melihat efek

biologis dari penambahan bahan ini.

REFERENSI

1. T. R. Meng and M. A. Latta., “Physical Properties of Four Acrylic Denture Base Resins,” Journal of Contem- porary Dental Practice, Vol. 6, No. 4, 2005, pp. 93-100.

2. R. W. Phillips, “Skinner’s Science of Dental Materials,” 10th Edition, W.B. Saunders, Philadelphia, 1996, pp. 237-300.

3. G. Uzun, N. Hersek and T. Tinçer, “Effect of Five Woven Fiber Reinforcements on the Impact and Transverse Strength of a Denture Base Resin,” Journal of Prosthetic Dentistry, Vol. 81, No. 5, 1999, pp. 616-620. doi:10.1016/S0022-3913(99)70218-0

4. M. Vojdani, M. Sattari, Sh. Khajehoseini and M. Farzin, “Cytotoxicity of Resin-Based Cleansers: An in Vitro stu- dy,” Iranian Red Crescent Medical Journal, Vol. 12, No. 2, 2010, pp. 158-162.

5. R. G. Craig and J. M. Power, “Restorative Dental Materi- als,” 11th Edition, Mosby, St. Louis, 2002, pp. 87-99.

6. M. H. El-Mahdy, W. E. El-Gheriani, B. A. Idris and A.-H. A. Saad, “Effect of Coupling Agents on the Important Physico-Mechanical Properties of Acrylic Resin Rein- forced with Ceramic Filler,” Ainshams Dental Journal, Vol. 8, No. 2, 2005, pp. 243-254.

7. U. R. Drabar, R. Huggett and A. Harrison, “Denture Frac-ture—A Survey,” British Dental Journal, Vol. 176, 1994, pp. 342-345. doi:10.1038/sj.bdj.4808449

8. A. Arikan, Y. K. Ozkan, T. Arda and B. Akalın, “Effect of 180 Days of Water Storage on the Transverse Strength of Acetal Resin Denture Base Material,” Journal of Prosthodontics, Vol. 19, No. 1, 2010, pp. 47-51. doi:10.1111/j.1532-849X.2009.00495.x

9. Y. Hirajima, H. Takahashi and S. Minakuchi, “Influence of a Denture Strengthener on the Deformation of Com- plete Denture,” Dental Materials Journal, Vol. 28, No. 4, 2009, pp. 507-512. doi:10.4012/dmj.28.507

10. P. K. Vallittu, “Fracture Surface Characteristics of Dam-aged Acrylic-Resin-Based Dentures as Analysed by SEM-Replica Technique,” Journal of Oral Rehabilitation, Vol. 23, No. 8, 1996, pp. 524-529. doi:10.1111/j.1365-2842.1996.tb00890.x

11. H. W. A.Wiskott, J. I. Nicholls and U. C. Belser, “Stress Fatigue: Basic Principles and Prosthodontic Implications,” International Journal of Prosthodontics, Vol. 8, No. 2, 1995, pp. 105-116.

12. D. C. Jagger, A. Harrison and K. D. Jandt, “The Rein-forcement of Dentures,” Journal of Oral Rehabilitation, Vol. 26, No. 3, 1999, pp. 185-194. doi:10.1046/j.1365-2842.1999.00375.x

13. R. A. Rodford, “Further Development and Evaluation of High-Impact-Strength Denture Base Materials,” Journal of Dentistry, Vol. 18, No. 3, 1990, pp. 151-157. doi:10.1016/0300-5712(90)90056-K

14. G. D. Stafford, J. F. Bates, R. Huggett and R. Handley, “A Review of the Properties of Some Denture Base Poly- mers,” Journal of Dentistry, Vol. 8, No. 4, 1980, pp. 292- 306. doi:10.1016/0300-5712(80)90043-3

15. Y. Katsumata, S. Hojo, N. Hamano, T. Watanabe, H. Ya- maguchi, H. Okada, T. Teranaka and S. Ino, “Bonding Strength of Autopolymerizing Resin to nilon Denture Base Polymer,” Dental Materials Journal, Vol. 8, No. 4, 2009, pp. 2409-2418. doi:10.4012/dmj.28.409

16. M. Vojdani and A. A. R. Khaledi, “Transverse Strength of Reinforced Denture Base Resin with Metal Wire and E-Glass Fibers,” Journal of Dentistry, Vol. 3, No. 4, 2006, pp. 167-172.

Page 11: Edited Prostho LATEST (2)

11

17. S. B. Sehajpal and V. K. Sood, “Effect of Fillers on Some Physical Properties of Acrylic Resin,” The Journal of Prosthetic Dentistry, Vol. 61, No. 6, 1989, pp. 746-751. doi:10.1016/S0022-3913(89)80055-1

18. T. Nejatian, A. Johnson and R. Van Noort, “Reinforce- ment of Denture Base Resin,” Advances in Science and Technology, Vol. 49, 2006, pp. 124-129. doi:10.4028/www.scientific.net/AST.49.124

19. P. K. Vallittu and V. P. Lassila, “Effect of Metal Streng- thener’S Surface Roughness on Fracture Resistance of Acrylic Denture Base Material,” Journal of Oral Reha- bilitation, Vol. 19, No. 4, 1992, pp. 385-391. doi:10.1111/j.1365-2842.1992.tb01580.x

20. S. K. Garoushi, L. V. J. Lassila and P. K. Vallittu, “Short Fiber Reinforced Composite: The Effect of Fiber Length and Volume Fraction,” Journal of Contemporary Dental Practice, Vol. 7, No. 5, 2006, pp. 10-17.

21. H. D. Stipho, “Effect of Glass Fibre Reinforcement on Some Mechanical Properties of Autopolymerizing Poly-methyl Methacrylate,” Journal of Prosthetic Dentistry, Vol. 79, No. 5, 1998, pp. 580-584. doi:10.1016/S0022-3913(98)70180-5

22. I. H. Tacir, J. D. Kama, M. Zortuk and S. Eskimez, “Flex- ural Properties of Glass Fibre Reinforced Acrylic Resin Polymers,” Australian Dental Journal, Vol. 51, No. 1, 2006, pp. 52-56. doi:10.1111/j.1834-7819.2006.tb00401.x

23. P. K. Vallittu, “Strength and Interfacial Adhesion,” In: P. K. Vallittu, Ed., The Second International Symposium of Fibre Reinforced Plastics in Dentistry, University of Türkü, Türkü, 2002, pp. 2-28.

24. J. De Boer, S. G. Vermilyea and R. E Brady, “The Effect of Carbon Fiber Orientation on the Fatigue Resistance and Bending Properties of Two Denture Resins,” The Journal of Prosthetic Dentistry, Vol. 51, No. 1, 1984, pp. 119-121. doi:10.1016/S0022-3913(84)80117-1

25. R. Tandon, S. Gupta and S. K. Agarwal, “Denture Base Materials: From Past to Future,” Indian Journal of Dental Sciences, Vol. 2, No. 2, 2010, pp. 33-39.

26. N. Yazdanie and M. Mahood, “Carbon Fiber Acrylic Re- sin Composite: An Investigation of Transverse Strength,” Journal of Prosthetic Dentistry, Vol. 54, No. 4, 1985, pp. 543-547. doi:10.1016/0022-3913(85)90431-7 27 A. J. Bowman and T. R. Manley, “The El imination of Breakages in Upper Dentures by Reinforcement with Car- bon Fibre,” British Dental Journal, Vol. 156, 1984, pp. 87-89. doi:10.1038/sj.bdj.4805275

28. İ. Yöndem, M. T. Yücel, F. Aykent and A. N. Öztürk, “Flexural Strength of Denture Base Resin Reinforced with Different Fibers,” Journal of the SU Faculty of Den- tistry, Vol. 20, No. 1, 2011, pp. 15-20. 29. S. Y. Chen, W. M. Liang and P. S. Yen, “Reinforcement of Acrylic Denture Base Resin by Incorporation of Vari- ous Fibres,” Journal of Biomedical Materials Research, Vol. 58, No. 2, 2001, pp. 203-208. doi:10.1002/1097-4636(2001)58:2<203::AID-JBM1008>3.0.CO;2-G 30. J. Ozen, C. Sipahi, A. Caglar and M. Dalkiz, “In Vitro Cytotoxicity of Glass and Carbon Fiber-Reinforced Heat- Polymerized Acrylic Resin Denture Base Material,” Turkish Journal of Medical Sciences, Vol. 36, No. 2, 2006, pp. 121-126. 31. K. Ekstrand, I. E. Ruyter and H. Wellendorf, “Carbon Graphite Fiber Reinforced Poly(methyl methacrylate): Properties under Dry and Wet Conditions,” Journal of Biomedical Materials Research, Vol. 21, No. 9, 1987, pp. 1065-1080. doi:10.1002/jbm.820210902 32. T. Kanie, K. Fujii, H. Arikawa and K. Inoue, “Flexural Properties and Impact Strength of Denture Base Polymer Reinforced with Woven Glass Fibres,” Dental Materials, Vol. 16, No. 2, 2000, pp. 150-158. doi:10.1016/S0109-5641(99)00097-4 33. T. J. D. Kama, M. Zortuk and S. Eskimez, “Flexural Pro- perties of Glass Fibre Reinforced Acrylic Resin Poly- mers,” Australian Dental Journal, Vol. 51, No. 1, 2006, pp. 52-56. doi:10.1111/j.1834-7819.2006.tb00401.x 34. I. M. Berrong, R. M. Weed and J. M. Young, “Fracture Resistance of kevlar-Reinforced Poly(methyl methacry- late) Resin: A Preliminary Study,” International Journal of Prosthodontics, Vol. 3, No. 4, 1990, pp. 391-395. 35. A. M. H. Grave, H. D. Chandler and J. F. Wolfaardt, “Denture Base Acrylic Reinforced with

Page 12: Edited Prostho LATEST (2)

12

High Modulus Fibre,” Dental Materials, Vol. 1, No. 5, 1985, pp. 185- 187. doi:10.1016/S0109-5641(85)80015-4 36. M. Braden, K. W. M. Davy, S. Parker, N. H. Ladizesky and I. M. Ward, “Denture Base Poly(methyl methacrylate) Reinforced with Ultra-High Modulus Polyethylene Fi- bres,” British Dental Journal, Vol. 164, 1988, pp. 109- 113. doi:10.1038/sj.bdj.4806373 37. D. L. Gutteridge, “Reinforcement of Poly(methyl metha- crylate) with Ultra-High-Modulus Polyethylene Fibre,” Journal of Dentistry, Vol. 20, No. 1, 1992, pp. 50-54. doi:10.1016/0300-5712(92)90012-2

38. N. H. Ladizesky, Y. Y. Cheng and I. M. Ward, “Acrylic Resin Reinforced with Chopped High Performance Poly Ethylene Fibre Properties and Denture Construction,” Dental Materials, Vol. 9, No. 2, 1993, pp. 128-135. doi:10.1016/0109-5641(93)90089-9 39. D. L. Dixon and L. C. Breeding, “The Transverse Strengths of Three Denture Base Resins Reinforced with Polyeth- ylene Fibres,” Journal of Prosthetic Dentistry, Vol. 67, No. 3, 1992, pp. 417-419. doi:10.1016/0022-3913(92)90261-8 40. L. Goguta, L. Marsavina, D. Bratu and F. Topala, “Impact Strength of Acrylic Heat Curing Denture Base Resin Re- inforced with E-Glass Fibers,” Temporomandibular Joint Disorders, Vol. 56, No. 1, 2006, pp. 88-91. 41. P. K. Vallittu and K. Ekstrand, “In Vitro Cytotoxicity of Fibre-Polymethyl Methacrylate Composite Used in Den- tures,” Journal of Oral Rehabilitation, Vol. 26, No. 8, 1999, pp. 666-671. doi:10.1046/j.1365-2842.1999.00431.x 42. G. S. Solnit, “The Effect of Methyl Methacrylate Rein- forcement with Silane-Treated and Untreated Glass Fi- bres,” Journal of Prosthetic Dentistry, Vol. 66, No. 3, 1991, pp. 310-314. doi:10.1016/0022-3913(91)90255-U 43. P. K. Vallittu, “The Effect of Void Space and Polymeri- zation Time on Transverse Strength of Acrylic-Glass Fi- bre Composite,” Journal of Oral Rehabilitation, Vol. 22, No. 4, 1995, pp. 257-261. doi:10.1111/j.1365-2842.1995.tb00083.x 44. K. K. Narva, P. K. Vallittu, Helenius and A. Yli-Urpo, “Clinical Survey of Acrylic Resin Removable Denture Repairs with Glass-Fibre Reinforcement,” International Journal of Prosthodontics, Vol. 3, 2001, pp. 219-224.

45. O. Karacaer, T. N. Polat, A. Tezvergil, L. V. Lassila and P. K. Vallittu, “The Effect of Length and Concentration of Glass Fibres on the Mechanical Properties of an Injec- tion- and a Compression-Molded Denture Base Polymer,” Journal of Prosthetic Dentistry, Vol. 90, No. 4, 2003, pp. 385-393. doi:10.1016/S0022-3913(03)00518-3

46. A. K. Cizdemir and T. N. Polat, “The Effect of Glass Fibre Distribution on the Transverse Strength and Surface Smoothness of Two Denture Resins,” Dental Materials Journal, Vol. 22, No. 4, 2005, pp. 600-609. 47. M. Nakamura, H. Takahashi and I. Hayakawa, “Rein- forcement of Denture Base Resin with Short-Rod Glass Fiber,” Dental Materials Journal, Vol. 26, No. 5, 2007, pp. 733-738. doi:10.4012/dmj.26.733 48.P. K. Vallittu, “Flexural Properties of Acrylic Resin Polymers Reinforced with Unidirectional and Woven Glass Fibers,” Journal of Prosthetic Dentistry, Vol. 81, No. 3, 1999, pp. 318-326. doi:10.1016/S0022-3913(99)70276-3 49. M. Negrutiu, C. Sinescu, L. Goguta, F. Topala, M. Ro- mînu and A. G. Podoleanu, “Different Types of Fiber Reinforced All Dentures Bases Evaluated by En-Face Optical Coherence Tomography and Numerical Simula- tion,” World Academy of Science, Engineering and Tech- nology, Vol. 53, 2009, pp. 1236-1241. 50. P. K. Vallittu, “Curing of a Silane Coupling Agent and Its Effect on the Transverse Strength of Autopolymerizing Polymethylmetactylate-Glass Fibre Composite,” Journal of Orthopaedic Research, Vol. 24, No. 2, 1997, pp. 124– 130. doi:10.1046/j.1365-2842.1997.00464.x 51. P. Hari, A. Kalavathy and H. S. Mohammed, “Effect of Glass Fiber and Silane Treated Glass Fiber Reinforce- ment on Impact Strength of Maxillary Complete Den- ture,” Annals and Essences of Dentistry, Vol. 3, No. 4, 2011, pp. 7-12. doi:10.5368/aedj.2011.3.4.1.2

52. Unalan, I. Dikbas and O. Gurbuz, “Transverse Strength of Poly-Methylmethacrylate Reinforced with Different Forms and Concentrations of E-Glass Fibres,” OHDMBSC, Vol. 9, No. 3, 2010, pp. 144-147. 53. D. Vojvodić, D. Komar, Z. Schauperl, A. Čelebić, K. Mehulić and D. Žabarović, “Influence of Different Glass Fiber Reinforcements on Denture Base Polymer Strength (Fiber Reinforcements of Dental Polymer),” Medical Glass, Vol. 6, No. 2, 2009, pp. 227-234.

Page 13: Edited Prostho LATEST (2)

13

54. D. Galan and E. Lynch, “The Effect of Reinforcing Fibres in Denture Acrylics,” Journal of the Irish Dental Asso- ciation, Vol. 35, 1989, pp. 109-113. 55. P. K. Vallittu, “Comparison of in Vitro Fatigue Resis- tance of Acrylic Resin Partial Denture Reinforced with Continuous Glass Fibres or Metal Wire,” Journal of Pro- sthodontics, Vol. 5, No. 2, 1996, pp. 115-121. doi:10.1111/j.1532-849X.1996.tb00285.x 56. V. M. Miettinen and P. K. Vallittu, “Release of Residual Methyl Methacrylate into Water from Glass Fiber-Poly- Methl Methacrylate Composite Used in Dentures,” Bio- materials, Vol. 18, No. 2, 1997, pp. 181-185. 57. H. Yilmaz, C. Aydin, A. Caglar, et al., “The Effect of Glass Fiber Reinforcement on the Residual Monomer Content of Two Denture Base Resins,” Quintessence In- ternational, Vol. 34, No. 2, 2003, pp. 148-153. 58. P. K. Vallittu, “Glass Fiber Reinforcement in Repaired Acrylic Resin Removeable Dentures: Preliminary Results of a Clinical Study,” Quintessence International, Vol. 28, 1997, pp. 39-44. 59. P. K. Vallittu, “Dimensional Accuracy and Stability of Poly Methylmethacrylate Reinforced with Metal Wire or with Continuous Glass Fiber,” Journal of Prosthodontics, Vol. 75, No. 6, 1996, pp. 617-621. doi:10.1016/S0022-3913(96)90246-2 60. P. K. Vallittu and K. Narva, “Impact Strength of a Modi-fied Continuous Glass Fiber Poly Methylmethacrylate,” International Journal of Prosthodontics, Vol. 10, 1997, pp. 142-148.

61. V. M. Miettinen and P. K. Vallittu, ”Water Sorption and Solubility of Glass Fiber-Reinforced Denture Polymethyl Methacrylate Resin,” Journal of Prosthetic Dentistry, Vol. 76, 1996, pp. 531-534. 62. S. Kondo, Y. Nodasaka and H. Shimokoube, “Bend Strength Properties of Jute Fiber-Reinforced Denture Base Material,” IADR/AADR/CADR 87th General Session and Exhibition, Miami, 1-4 April 2009

Page 14: Edited Prostho LATEST (2)
Page 15: Edited Prostho LATEST (2)

15