Upload
limatiga
View
38
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
East Manggarai Regency (Indonesian: Kabupaten Manggarai Timur) is a regency in East Nusa Tenggara province of Indonesia. Established in 2007 (out of part of Manggarai Regency), the regency has its seat (capital) in Borong. The population in 2010 was slightly over 250,000.
Administration
The East Manggarai Regency is divided into six districts (kecamatan), tabulated below with their 2010 Census population:
NamePopulation
Census 2010Borong 61,509Kota Komba 46,171Elar 29,981Sambi Rampas 26,175Poco Ranaka 57,459Lamba Leda 31,449Total 252,754
Tourism
The local government is aiming to promote a range of tourist sites including the following:[1]
Nanga Labang village, on the seashore with pristine beaches Lake Air Panas (Hot Water) in Rana Masak Gampang Mas village near Borong Laka Rana Tojong where the Victoria amazonica giant lily grows.
An additional feature of interest in the regency is the Pota komodo dragon which has similar traits to the more well-known Komodo dragon found in neighbouring West Manggarai Regency. The population of the Pota komodo dragon has been declining and there is now concern about conservation of the local dragon population.[2]
International visitors travel through various parts of the district, sometimes liasing with local groups such as village Catholic communities. In late 2012, one visiting Polish couple took the decision to be married in Lait valley in the Kota Komba area,[3]
Country IndonesiaProvince East Nusa TenggaraCapital BorongArea • Total 966 sq mi (2,502 km2)Population (2010 Census) • Total 252,754
• Density 260/sq mi (100/km2)
Danau Teratai Raksasa Unik di Manggarai Timur, Flores NTTSubmitted by edhie-rianto on Sat, 07/02/2011 - 00:05
KEINDAHAN Kabupaten Manggarai Timur (Matim), Flores, NTT, punya potensi wisata unik, antara lain, berupa danau air panas dan danau teratai raksasa. Bahkan, satwa langka buaya darat juga terdapat di Kabupaten Manggarai Timur, khususnya di Kecamatan Sambi Rampas.
Menurut Kepala Bidang Destinasi di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Manggarai Timur, Damasius Ndama, seperti yang dikutip dari kompas.com mengatakan danau air panas terletak di Rana Masak di Desa Gampang Mas, Kecamatan Borong.
“Dinas Pariwisata Kabupaten Manggarai Timur sudah mendata aset wisata di daerah itu. Teratai raksana ada di Danau Rana Tonjong yang terletak di Desa Nanga Mbeling, Kecamatan Sambi Rampas, sekitar 3 kilometer utara Pota. Danau ini memiliki luas 2.200 kilometer persegi, berada di sebuah dataran rendah yang dikelilingi perbukitan,” ujar Ndama.
Dikatakan, seluruh permukaan danau ditumbuhi bunga teratai raksasa atau giant lotus (Victoria amazonica) atau tonjong dalam bahasa setempat. Bunga teratai itu hanya berbunga sekali setahun pada bulan April dan Mei. Di dalam bunga yang sudah mekar terdapat biji-bijian yang dapat dimakan mentah dan memiliki rasa seperti kacang tanah. Namun, bunga teratai ini tidak dapat tumbuh dan berbunga di tempat lain selain danau itu. Rana Tonjong menjadi habitat bagi ikan air tawar, katak, dan tempat mencari makan bagi burung angsa putih.
“Hanya saja aksesibilitas ke lokasi wisata Kabupaten Manggarai Timur belum menunjang pengembangan pariwisata. Jalan raya ke lokasi wisata di Kabupaten Manggarai Timur masih sangat rusak. Ini menjadi masalah besar bagi pengembangan Pariwisata di Kabupaten Manggarai Timur," jelasnya.
Ditambahkannya, akses ke Danau Tonjong dapat melalui Ruteng, lalu ke Reo, selanjutnya ke Pota, dengan jarak tempuh sekitar 80 kilometer dan dapat dicapai dalam waktu 4,5 jam. Sedangkan dari Borong, ibu kota Kabupaten Manggarai Timur, dapat ditempuh melalui Bealaing, Watunggong, Lengko Ajang, selanjutnya langsung menuju ke Danau Rana Tonjong sejauh 120 kilometer dan dapat ditempuh dalam waktu 5,5 jam. Kondisi jalan sangat menantang atau rusak berat sehingga waktu tempuh bisa lama. [photo special]
Ranamese Lake
Scenic
What we say:
A large and clear crater lake located in the Jurassic Park-esque jungle near Ruteng, this lovely spot is likely to be completely empty during a daytime visit, other than the occasional fisherman
poking about.
The lake reaches an impressive depth of 43 metres and resembles the sort of spot tailor-made for a good Loch Ness Monster type myth.
The crater lake has two viewpoints. The first is indicated by a large concrete wall (we assume there to obscure view to passing traffic) and the second about 700 metres further down the road via a dilapidated series of now abandoned government bungalows. The crater lake is believed to be a magical place and a home of lost spirits -- as such swimming is not recommended. We have heard however about plans to add a rescue team, canoeing, a flying fox and even scuba diving, though the currently abandoned bungalows and lost spirits suggest perhaps that this is a bit ambitious.
Get to the lake by walking past a series of out-of-use bungalows, through a forest trail with a lot of trees -- be sure to follow the trail around the lake's rim to the left to reach the viewing platform. It's a lovely place to sit and relax, and watch enormous tropical butterflies flit by.
Last updated: 27th May, 2014
Pantai Cepi Watu memiliki hamparan pasir berwarna coklat di sepanjang bibir pantai yang membentang 3 km dari bagian barat sampai ke muara sungai wae bobo di bagian timur. Pantai cepi watu memiliki panorama alam yang indah, dengan pemandangan laut yang begitu terbuka sejauh mata memandang, hingga membuat anda merasa bebas dan lepas. Di tepi pantai terdapat banyak pohon ketapang, waru dan bakau yang tumbuh subur dan rimbun di sepanjang pantai sehingga membuat udara terasa sejuk dan tidak terasa anda sedang berada di tepi pantai. Pantai Cepi Watu cukup unik karena permukaan pantai yang sering berubah seiring pergantian musim.
Aktivitas
Pada hari libur banyak pengunjung yang datang ke pantai Cepi Watu untuk berekreasi. Sebagian besar pengunjung datang berenang, bermain di tengah derasnya ombak, memancing ikan, bermain di pasir, dan adapula yang khusus datang berolahraga sambil berlari-lari kecil di jalur tracking yang dibangun di tengah pepohonan di sapanjang pantai.
Aksesibilitas
Pantai Cepi Watu berada di Desa Nanga Labang, Kecamatan Borong, sekitar 3km di sebelah barat kota borong, ibukota Kabupaten Manggarai Timur. Pantai Cepi Watu sangat mudah dijangkau baik Borong atau dari Ruteng karena jalan yang dilalui cukup bagus dan bisa dijangkau dengan semua jenis kendaraan.
Terletak di Desa Golo Ndele Kecamatan Kota Komba, 25 km arah utara kota Borong. Luas areal mata air panas sekitar satu hektar, disekelilingnya terdapat persawahan dan perbukitan hijau yang memberikan kesejukan tersendiri. Mata air panas ini memiliki tiga titik mata air, dengan panas mencapai 40 C yang mampu mematangkan telur ayam dalam waktu 15 menit. Banyak pengunjung yang dating ke Rana Masak untuk mandi air hangat di pancuran sebelah bawa mata air ini. Menurut mereka dengan mandi di sini bias menyembuhkan berbagai penyakit kulit. Warga di kampung Purak dan Balus yang berada di dekat mata air panas ini memiliki cerita legenda tentang asal usul terjadinya telaga air panas ini.
Konon di telaga ini dulunya merupakan sebuah kampong yang penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Suatu ketika semua warga kampung berangkat ke kebun. Yang ada dikampung hanya seorang yang buta dan seorang yang lumpuh. Keduanya tinggal dirumah masing-masing yang saling berdekatan. Menjelang siang warga yang buta hendak masak untuk makan siang, namun tak punya api untuk menyalakan tungku masaknya. Ia pun meminta bantuan si Lumpuh, tapi si lumpuh kesulitan untuk menghantar api tersebut. Si buta tidak kehabisan akal, kebetulan dia memiliki seekor anjing ia pun menyuruh anjingnya untuk mengambil api di rumah si lumpuh. Si lumpuh kemudian mengikatkan api ke ekor anjing si lumpuh dan menyuruhnya pergi. Anjing ini pun meronta-ronta dan berlari mengelilingi kampung. Saat bersamaan warga kampong lainnya pulang dari ladang, dan menyaksikan kejadian itu. Mereka pun menertawakannya karena dianggap sesuatu yang aneh dan lucu.
Pada malam hari, seorang kakek tua di kampung tersebut bermimpi didatangi makluk halus. Dalam mimpinya ia diberitahu tentang kejadian siang tadi soal si buta dan si lumpuh yang mengikat api di ekor anjing. Kakek tua itu diminta untuk memilih “Ngoeng hang kar, ko ngoeng hang mbele'k?” (Mau makan nasi yang keras atau mau makan nasi bubur). Karena dia sudah tua maka dia memilih makan nasi bubur. Seketika turun hujan deras dan banjir serta longsor meluluhlantakan kampong tersebut . Sebagian warga melarikan diri termasuk kakek tua tersebut. Namun, warga yang lain tertimbun longsor dan meninggal, termasuk si buta dan si lumpuh tadi. Akhirnya kakek tua itu menyadari akan pilihannya di dalam mimpi tersebut. Beberapa saat kemudian diatas bekas kampung tersebut muncul mata air panas yang kemudian dikenal sebagai mata air panas Rana Masak.
AksesibilitasMata air panas Rana Masak bisa ditempuh dalam waktu 45 menit dari Borong dengan menggunakan kendaraan bermotor roda dua atau roda empat sampai ke kampung Turak. Dari sana berjalan kaki sejauh 1.5km melewati areal sawah dan sungai dengan waktu tempuh 15 menit.
Merupakan sumber mata Air Panas alami yang mengalir di sebuah dataran rendah . Meskipun sumber air panas Rana Roko belum dikembangkan sebagai obyek wisata, namun memiliki potensi yang cukup bagus sebagai tempat pemandian air panas (spa) alami mengingat lokasinya sangat dekat dari kota Borong dan mudah dijangkau karena dekat dari jalan raya Trans Flores. Sejauh ini banyak warga yang pergi mandi di mata air panas ini untuk mengobati berbagai penyakit kulit seperti kudis dan cacar air. Mata air panas Rana Roko terletak di sebelah timur kota Borong, tepatnya di Dusun Tanggo, Kelurahan Kota Ndora.
Aksesibilitas
Rana Roko berjarak sekitar 3.5km dari Borong. Perjalanan menuju sumber air panas ini dapat ditempuh dari Borong dalam waktu 10 menit dengan berkendaraan sampai ke SDI Tanggo yang ada di pinggir jalan Trans Flores. Dari sana berjalan kaki sejauh 1.5 km menuruni bukit menuju sebuah lembah dimana mata air tersebut berada dan dapat ditempu dalam waktu 20 menit.
Liang Toge
Merupakan gua alam yang berada di dalam kawasan hutan di sebuah lereng gunung di Ke lurahan Lempang Paji, Kecamatan Elar. Dulu gua ini pernah dihuni oleh nenek moyang dari masyarakat suku Rajong, yang keturunannya adalah warga di Kelurahan Lempang Paji dan sekitarnya. Liang Toge dikenal karena tahun 1960 ditemukan fosil manusia purba oleh seorang arkeolog yang memperkirakan bahwa fosil tersebut berusia sekitar 2000-an tahun. Di sekitar Liang Toge terdapat belasan gua alam lain dan terdapat sebuah benteng yang hingga saat ini masih terpelihara dengan baik. Benteng ini disebut Benteng Rajong, yang merupakan pusat pertahanan dari masyarakat Suku Rajong jaman dahulu pada saat terjadi perang sipil. Liang Toge memiliki keindahan stalagtit dan stalagmite yang sangat menakjubkan.
Di mulut gua juga ditemukan sebuah batu yang menyerupai paruh burung. Batu ini merupakan tempat menaruh persembahan kepada leluhur bagi warga setempat bila hendak melakukan ritual adat atau hajatan besar. Masyarakat percaya bahwa arwah nenek
moyang mereka masih tetap bernaung di sana. Kawasan hutan di sekitar gua ini sama sekali tidak dijamah oleh penduduk lokal, sehingga keindahan dan keasrian hutan masih tetap terjaga. Dari dalam hutan mengalir air bersih yang sangat sejuk dan segar yang digunakan oleh warga setempat untuk konsumsi rumah tangga dan mengairi lahan pertanian. Kondisi alam di sekitar Liang Toge juga sangat menakjubkan dimana terdapat lahan persawahan yang sangat subur dan hijau dipadukan dengan pemandangan alam pegunungan dengan hutan lebat dan masih alami.
Liang Toge dapat ditempuh dari Borong melalui Bea Laing menuju Lempang Paji di Kecamatan Elar dengan waktu tempuh sekitar 4 jam. Selanjutnya dari Lempang Paji berjalan kaki menuju ke Liang Toge yang berjarak sekitar 1km membutuhkan waktu sekitar 20 menit.
Gunung Poco Ndeki menawarkan wisata petualangan yang menarik dan menantang. Gunung Poco Ndeki memiliki hutan tropis yang sangat rimbun dan kaya akan varietas flora dan fauna. Poco Ndeki merupakan habitat bagi beberapa jenis burung yang sangat menarik dan langka seperti Lawe Lujang yang memiliki ukuran tubuh kecil dan dua ekor yang cukup panjang dengan corak warna yang sangat indah serta memiliki kicauan yang merdu. Gunung Poco Ndeki juga menjadi habitat bagi beberapa jenis satwa seperti Tikus, Kera ekor panjang, Babi Hutan, Landak, serta beberapa jenis ular seperti Ular Sawah, dan Ular Hijau.
Pesona
Selain menikmati anaka ragam flora dan fauna, Gunung Poco Ndeki juga memiliki daya tarik wisata budaya yang tersembunyi dan menanti wisatawan untuk menjelajahinya. Di lereng Gunung Poco Ndeki terdapat sebuah situs bekas kampung dari nenek moyang warga Suku Motu Poso yang sekarang bermukim di kampung Sere dan Kisol. Di situs ini masih tertinggal beberapa gundukan batu berbentuk altar (Compang), dan juga tanaman kelapa, kemiri, kopi, limau, dan belimbing, yang d u l u me r e k a t a n am d a n perkirakan telah berumur ratusan tahun.
Selain itu, di puncak Gunung Poco Ndeki terdapat dua buah batu yang menyerupai kelamin laki-laki dan perempuan. Warga suku Motu Poso menamai kedua batu tersebut Watu Embu Kodi Haki (batu laki-laki) dan Watu Embu Kodi Fai (batu perempuan). Kedua batu ini diyakini sebagai batu nenek moyang dari warga suku Motu Poso dan berada terpisah satu sama lain.
Watu Embu Kodi Haki berada di bagian selatan dari puncak Poco Ndeki. Batu ini menyerupai zakar yang berdiri tegak dengan ukuran tinggi dari permukaan tanah sekitar 30cm dan diameter 15cm. Uniknya Batu Laki-laki ini bisa digoyang-goyang ke segala arah namun sangat kokoh dan tidak bisa dicabut.
Sementara Watu Embu Kodi Fai berada di sebelah utara puncak Poco Ndeki dan terletak di dalam gua batu yang tidak terlalu dalam. Hal yang unik pada Watu Embu Kodi Fai adalah p e
rmu k a a n b a t u y a n g membentuk sudut segi tiga yang selalu basah dan berair meskipun batu ini berada di dalam gua yang kering dan tidak terkena rembesan air hujan atau embun.
{/tab
Gua Cingcoleng sebelumnya merupakan gua alam yang kemudian diubah menjadi tempat ziarah rohani yang banyak diminati oleh umat katholik di Manggarai dan dari luar daerah. Hal ini terjadi karena Gereja Katolik setempat telah menempatkan sebuah patung Bunda Maria setinggi 1,5 meter di depan gua lalu menetapkannya sebagai tempat ziarah rohani. Saat mengunjungi gua Cing Coleng, benar terasa bahwa tempat ini layak untuk dijadikan sebagai tempat wisata rohani terutama bermeditasi dan mencari ketentraman batin. Cing Coleng terpisah dari keramaian dan hingar bingar kehidupan penduduk.
Berada di sebuah tempat yang sunyi dan tenang, dikelilingi oleh perbukitan dan hanya sebagian kecil terdapat lembah yang di jadikan persawahan dan kebun milik warga setempat. Mendekati mulut gua, kesunyian dan ketenangan hanya bias dipecahkan oleh gemercik air yang mengalir lembut dari dalam gua. Di depan gua berdiri anggun sebuah patung Buda Maria yang seakan menyapa pengunjung dengan tatapan penuh kasih. Salam Ya Maria... sapaan yang tersentak dari dalam hati saat menatapnya. Sampai di dalam gua terasa betul kensunyian dan kesejukan udara entah dari dalam gua maupun dari balik perbukitan. Sesekali terdengar suara detak air menetes dari stalagtit saat jatuh ke kolam kecil di bawahnya. Berdoa atau bermeditsi di gua Cing Coleng
Gua Cingcoleng sebelumnya merupakan gua alam yang kemudian diubah menjadi tempat ziarah rohani yang banyak diminati oleh umat katholik di Manggarai dan dari luar daerah. Hal ini terjadi karena Gereja Katolik setempat telah menempatkan sebuah patung Bunda Maria setinggi 1,5 meter di depan gua lalu menetapkannya sebagai tempat ziarah rohani. Saat mengunjungi gua Cing Coleng, benar terasa bahwa tempat ini layak untuk dijadikan sebagai tempat wisata rohani terutama bermeditasi dan mencari ketentraman batin.
Cing Coleng terpisah dari keramaian dan hingar bingar kehidupan penduduk. Berada di sebuah tempat yang sunyi dan tenang, dikelilingi oleh perbukitan dan hanya sebagian kecil terdapat lembah yang di jadikan persawahan dan kebun milik warga setempat. Mendekati mulut gua, kesunyian dan ketenangan hanya bias dipecahkan oleh gemercik air yang mengalir lembut dari dalam gua. Di depan gua berdiri anggun sebuah patung Buda Maria yang seakan menyapa pengunjung dengan tatapan penuh kasih. Salam Ya Maria... sapaan yang tersentak dari dalam hati saat menatapnya. Sampai di dalam gua terasa betul kensunyian dan kesejukan udara entah dari dalam gua maupun dari balik perbukitan.
Sesekali terdengar suara detak air menetes dari stalagtit saat jatuh ke kolam kecil di bawahnya. Berdoa atau bermeditsi di gua Cing Coleng memberi pengalaman iman yang amat berkesan. Meskipun berkomunikasi dengan Sang Pencipta merupakan pengalaman pribadi dan tentu saja setiap orang memiliki pendapat yang berbeda. Namun ketenangan dan ketenteraman bathin sungguh terasa sepulang dari sana. Gua Cingcoleng terletak Desa Tengku Leda 3 km dari Benteng Jawa ibu kota Kecamatan Lambaleda. Aktivitas yang dapat dilakukan: selain sebagai tempat ziarah bagi umat katolik, pengunjung di Gua Cing Coleng juga bisa melakukan aktivitas adalah menelusuri bagian dalam gua, tracking di daerah pertanian di sekitar gua.
Gua Cing Coleng bisa ditempuh dengan kendaraan roda dua atau roda empat baik dari Ruteng maupun dari Borong. Jarak dari Ruteng sejauh 57km, dapat ditempuh dalam 2 jam. Jarak dari Borong sejauh 74km, dapat ditempuh dalam 2,5 jam. Jalan yang dilalui cukup bagus.
Rede Cunca Highest Waterfall in West Flores
international and domestic tourists are not yet familiar with the island of Flores, East Nusa Tenggara (NTT) in spending vacation time, if not a trip to Niagara Cunca Rede. Niagara Cunca highest Rede West Flores. Estimated height of this waterfall is 70 meters. This waterfall is located in Kampung Ntaur, Lokom Sano Village, District Ranamese, East Manggarai district, western part of Flores, NTT.
This waterfall is the only waterfall located in East Manggarai regency. This waterfall is located in Central Park Nature Ruteng (Twar) which is managed by the Natural Resources Conservation Center Ruteng.
Niagara Cunca Rede is under the foot of Mount Ranaka. To get to the waterfall is not difficult for foreign and domestic tourists. The difficulty now is a map to the location of the waterfall is no.
For tourists coming from Labuan Bajo, where animals live magic dragons down eastward Lembor while passing through rice fields and enjoy the cool city of Ruteng.
Then from Ruteng, Manggarai regency capital, tourists continue to move eastward on the road Transflores Labuan Bajo Maumere while enjoying the pristine scenery in the western part of Flores Island. Prior to the waterfall inside the forest, tourists can also visit Lake Ranamese located on the roadside Transflores.