Draft Laporan Praktikum Kuljar

Embed Size (px)

Citation preview

DRAFT LAPORAN KULTUR JARINGAN

DISUSUN OLEH: MIA WAHYUNINGSARI K4308009

PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

ACARA I STERILISASI ALAT DAN PEMBUATAN MEDIA KULTUR

Tujuan dari praktikum acara I ini adalah untuk mengetahui prosedur pembuatan larutan stock, mengetahui langkah-langkah dalam pembuatan media kultur jaringan, serta mengetahui prosedur sterilisasi alat dan media kultur.

A. Media Kultur Jaringan Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan metode kultur jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis media. Media tumbuh pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkannya. Oleh karena itu, macam-macam media kultur jaringan telah ditemukan sehingga jumlahnya cukup banyak. Nama-nama media tumbuh untuk eksplan ini biasanya sesuai dengan nama penemunya. Media tumbuh untuk eksplan berisi kualitatif komponen bahan kimia yang hampir sama, hanya agak berbeda dalam besarnya kadar untuk tiap-tiap persenyawaan. Media dasar yang sering digunakan dalam kultur jaringan Anthurium sendiri adalah media MS dan modifikasinya ( Pierik et al.,1974; Pierik dan Steegmans, 1976;Kunisaki, 1980; Kuenhle et al., 1992; Chen et al; Hamidah et al., 1997; Teng, 1997;2 ; Rachmawati, 2005), media Nitsch dan modifikasinya (Geir, 1986, 1987, 1988).

B. Komposisi Media Kultur jaringan Pada umumnya komposisi utama media tanam kultur jaringan, terdiri dari hormon (zat pengatur tumbuh) dan sejumlah unsur yang biasanya terdapat di dalam tanah yang dikelompokkan ke dalam unsur makro, unsur mikro. Hasil yang lebih baik akan dapat kita peroleh bila, kedalam media tersebut, ditambahkan vitamin, asam amino, dan hormon, bahan pemadat media (agar), glukosa dalam bentuk gula maupun sukrosa, air destilata (akuades), dan bahan organik tambahan (Gunawan, 1992). Zat pengatur tumbuh adalah persenyawaan organik selain dari nutrient yang dalam jumlah yang sedikit (1mM) dapat merangsang, menghambat, atau mengubah pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Moore, 1979 dalam Gunawan, 1992). Zat pengatur tumbuh (ZPT) dalam kultur jaringan diperlukan untuk mengendalikan dan mengatur pertumbuhan kultur tanaman. Zat ini mempengaruhi pertumbuhan dan

morfogenesis dalam kultur sel, jaringan, dan organ. Jenis dan konsentrasi ZPT tergantung pada tujuan dan tahap pengkulturan. Secara umum, zat pengatur tumbuh yang digunakan dalam kultur jaringan ada tiga kelompok besar, yaitu auksin, sitokinin, dan giberelin. Auksin digunakan secara luas dalam kultur jaringan untuk merangsang pertumbuhan kalus, akar, suspensi sel dan organ (Gunawan, 1992) Contoh hormon kelompok auksin adalah 2,4 Dikloro Fenoksiasetat (2,4-D), Indol Acetid Acid (IAA), Naftalen Acetid Acid (NAA), atau Indol Buterik Asetat (IBA). Golongan sitokinin berperan untuk menstimulus pembelahan sel dan merangsang pertumbuhan tunas pucuk. Menurut Gunawan (1992), golongan ini sangat penting dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Sitokinin yang biasa digunakan dalam kultur jaringan adalah kinetin, ziatin, benzilaminopurine (BAP). Dan giberelin untuk diferensiasi atau perbanyakan fungsi sel, terutama pembentukan kalus. Hormon kelompok giberelin adalah GA3, GA2, dan GA1. Penggunaan hormon tersebut harus tepat dalam perhitungan dosis pemakaian, karena jika terlalu banyak maupun terlalu sedikit dari dosis yang diperlukan justru akan menghambat bahkan berdampak negatif terhadap tanaman kultur. Karena interaksi antar hormon dalam suatu media sangat berpengaruh dalam diferensiasi sel. Kebutuhan nutrisi mineral untuk tanaman yang dikulturkan secara in-vitro pada dasarnya sama dengan kebutuhan hara tanaman yang ditumbuhakan di tanah. Unsurunsur hara yang dibutuhkan tanaman di lapangan merupakan kebutuhan pokok yang harus tersedia dalam media kultur jaringan. Antara lain adalah unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur-unsur hara tersebut diberikan dalam bentuk garam-garam mineral. Komposisi media dan perkembangannya didasarkan pada pendekatan masingmasing peneliti (Gunawan, 1992). Unsur hara makro adalah hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak. Hara makro tersebut meliputi, Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Sulfur (S), Magnesium (Mg), dan Besi (Fe). Kegunaan unsur hara makro tersebut dalam kultur jaringan menurut Qosim, 2006 dalam Sukarasa, 2007 adalah sebagai berikut: 1) Nitrogen (N) diberikan dalam bentuk NH4NO3, NH2PO4, NH2SO4. Berfungsi untuk membentuk protein, lemak, dan berbagai senyawa organik lain, morfogenesis (pertumbuhan akar dan tunas), pertumbuhan dan pembentukan embrio, pembentukan embrio zigotik dan pertumbuhan vegetatif.

2)

Fosfor

(P),

diberikan

dalam

bentuk

KH2PO4

Berfungsi untuk metabolisme energi, sebagai stabilitor membran sel, pengaturan metabolisme tanaman, pengaturan produksi pati/amilum, pembentukan karbohidrat, sangat penting dalam transfer energi, protein, dan sintesis asam amino serta konstribusi terhadap struktur dan asam nukleat. 3) Kalium (K), diberikan dalam bentuk CaCl2.2H2O

Berfungsi untuk pemanjangan sel tanaman, memperkuat tubuh tanaman, memperlancar metabolisme dan penyerapan makanan, ion kalsium ditransfer secara cepat menyebrangi membran sel dan mengatur pH dan tekanan osmotik di antara sel. 4) Kalsium (Ca), diberikan dalam bentuk CaCl2.2H2O

Berfungsi untuk merangsang bulu-bulu akar, penggandaan atau perbanyakan sel dan akar, pembentukan tabung polen, dinding dan membran sel lebih kuat, tahan terhadap serangan patogen, mengeraskan batang, memproduksi cadangan makanan. 5) Sulfur (S), merupakan unsur yang penting untuk pembentukan beberapa jenis protein, seperti asam amino dan vitamin B1. Unsur S juga berperan penting dalam pembentukan bitil-bintil akar. 6) Magnesium (Mg), diberikan dalam bentuk MgSO4.7H2O.

Berfungsi untuk meningkatkan kandungan fosfat, pembentukan protein. 7) Besi (Fe), diberikan dalam bentuk Fe2(SO4)3;FeSO4.7H2O

Berfungsi sebagai penyangga (chelatin agent) yang sangat penting untuk menyangga kestabilan pH media selama digunakan untuk menumbuhkan jaringan tanaman.Pada tanaman, Fe berfungsi untuk pernapasan dan pembentukan hijau daun.

Unsur hara mikro adalah hara yang dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit. Unsur hara mikro ini merupakan komponen sel tanaman yang penting dalam proses metabolisme dan proses fisioligi lainnya (Gunawan, 1992). Unsur hara mikro tersebut diantaranya adalah : 1. Klor (Cl), diberikan dalam bentu KI. 2. Mangan (Mn), diberikan dalam bentuk MnSO4.4H2O. 3. Tembaga (Cu), diberikan dalam bentuk CuSO4.5H2O. 4. Kobal (CO), diberikan dalam bentuk CoCl2.6H2O.

5. Molibdenun (Mo), diberikan dalam bentuk NaMoO4.2H2O. 6. Seng (Zn), diberikan dalam bentuk ZnSO4.4H2O. 7. Boron (B), diberikan dalam bentuk H3BO3.

Vitamin yang paling sering digunakan dalam media kultur jaringan tanaman adalah thiamine (vitamin B1), nicotinic acid (niacin), pyridoxine (vitamin B6). Thiamine merupakan vitamin yang esensial dalam kultur jaringan tanaman karena thiamine mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sel. Vitamin C, seperti asam sitrat dan asam askorbat, kadang-kadang digunakan sebagai antioksidan untuk mencegah atau mengurangi pencoklatan atau penghitaman eksplan. Mio-Inositol atau meso-insitol sering digunakan sebagai salah satu komponen media yang penting, karena terbukti bersinergis dengan zat pengaturtumbuh merangsang pertumbuhan jaringan yang dikulturkan (Yusnita, 2004). Dalam media kultur jaringan, asam amino merupakan sumber nitrogen organik. Namun sumber N organik ini jarang ditambahkan dalam media kultur jaringan, karena sumber sumber nitrogen utamanya sudah tersedia dari NO3- dan NH4+. Asam amino yang sering digunakan adalah glisin, lysin dan threonine. Penambahan glisin dalam media dengan konsentrasi tertentu dapat melengkapi vitamin sebagai sumber bahan organik (Yusnita, 2004). Gula digunakan sebagai sumber energi dalam media kultur, karena umumnya bagian tanaman atau eksplan yang dikulturkan tidak autotrof dan mempunyai laju fotosintesis yang rendah. Oleh sebab itu tanaman kultur jaringan membutuhkan karbohidart yang cukup sebagai sumber energi. Menurut Gautheret dalam Gunawan (1992), sukrosa adalah sumber karbohidrat penghasil energi yang terbaik melebihi glukosa, maltosa, rafinosa. Namun jika tidak terdapat sukrosa, sumber karbohidrat tersebut dapat digantikan dengan gula pasir. Gula pasir cukup memenuhi syarat untuk mendukung pertumbuhan kultur. Selain sebagai sumber energi, gula juga berfungsi sebagai tekanan osmotik media. Eksplan yang dikulturkan harus selalu bersinggungan atau terkena dengan medianya. Bahan pemadat media yang paling banyak digunakan adalah agar-agar. Agaragar adalah campuran polisakarida yang diperoleh dari beberapa spesies algae. Dalam analisa unsur, diperoleh data bahwa agar-agar mengandung sedikit unsur Ca, Mg, K, dan Na (Debergh, 1982 dalam Gunawan, 1992). Keuntungan dari pemakaian agar-agar adalah:

1. Agar-agar membeku pada suhu 45 C dan mencair pada suhu 100 sehingga dalam kisaran suhu kultur, agar-agar akan berada dalam keadaan beku yang stabil. 2. Tidak dicerna oleh enzim tanaman. 3. Tidak bereaksi dengan persenyawaan-persenyawaa penyusun media. Selain agar-agar, bahan pemadat media yang semakin banyak disukai adalah Gelrite TM (buatan Kelco). Gelrite adalah gellam gum, suatu hetero-polisakarida yang dihasilkan bakteri Pseudomonas elodea, terdiri dari molekul-molekul K-glukuronat, rhamnosa, dan selobiosa. Sebagai bahan pemadat media gelrite memiliki sifat-sifat yang menguntungkan sebagai berikut : 1) Gelnya lebih jernih. 2) Untuk memadatkan media dibutuhkan lebih sedikit daripada agar, sekitar 1,5 -3 g/l. 3) Lebih murni dan konsisten dalam kualitas. 4) Untuk mencapai kekerasan gel tertentu, pemakaian gelrite lebih rendah dari agar-agar, pada umumnya 2gr/l media. Namun kekerasan gel dari gelrite sangat dipengaruhi oleh kehadiran garam-garam seperti NaCl, KCl, MgCl2.6H2O dan CaCl2. Garam NaCl dan KCl menurunkan kekerasan gel, tetapi MgCl2 dan CaCl2 meningkatkan kekerasan gel (Gunawan, 1992; 57 ). Salah satu kelemahan Gelrite adalah cenderung menaikkan kelembaban nisbi (RH) dalam kultur, sehingga sering menyebabkan terjadinya verifikasi. Gelrite jarang digunakan untuk produksi planlet secara komersial terutama di Indonesia karena harganya mahal (Yusnita, 2003). Kultur yang kurang berhasil, kadang-kadang disebabkan oleh pemakaian air yang kurang murni (Wetherel, 1976). Tidak boleh sembarang air dapat digunakan untuk membuat media kultur. Contohnya air sumur atau air ledeng, dalam air tersebut mengandung banyak kontaminan, bahan inorganik, organik, atau mikroorganisme. Air yang digunakan untuk membuat media harus benar-benar berkualitas tinggi, karena air maliputi lebih adari 95% komponen media. Terhambatnya pertumbuhan tanaman yang dikulturkan dapat disebabkan oleh rendahnya kualitas air yang digunakan. Untuk menghindari hal tersebut, maka sebaiknya digunakan air yang telah dimurnikan atau yang sering kita sebut air destilata (akuades) atau air destilata ganda (akuabides). Dengan alasan ini, sebaiknya sebuah laboratorium kultur jaringan layaknya mempunyai alat penyulingan air (water destilator) atau setidaknya alat pembuat air bebas ion (deionizer). Cara kerja destilator dalam menghasilkan air destilata adalah dengan cara mengubah air

menjadi uap air, kemudian mengkondensasikan uap air tersebut. Maka, jadilah air destilata yang tidak lagi berisi mineral atau senyawa organik (Yusnita, 2004). Keasaman (pH) adalah nilai yang menyatakan derajat keasaman atau kebasaan larutan dalam air. Sel-sel tanaman yang dikembangkan dengan teknik kultur jaringan mempunyai toleransi pH yang relatif sempit dengan titik optimal antara pH 5,0 6,0 (Daisy, 1994). Faktor pH dalam media juga perlu mendapat perhatian khusus. pH tesebut harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu fungsi membran sel dan pH dari sitoplasma. Pengaturan pH selain memperhatikan kepentingan beberapa fisiologi sel, juga harus mempertimbangkan faktor-faktor: 1) Kelarutan dari garam-garam penyusun media. 2) Pengambilan (uptake) dari zat pengatur tumbuh dan garam garam lain. 3) Efisiensi pembekuan agar-agar. Menurut Gamborg dan Shyluk, 1981 dalam Gunawan, 1992, sel-sel tanaman membutuhkan pH yang sedikit asam berkisar antara 5,55,8. Pengaturan pH, biasa dilakukan dengan dengan menggunakan NaOH (atau kadang-kadang KOH) atau HCL pada waktu semua komponen sudah dicampurkan (Gunawan, 1992).

C. Pembuatan Media dan Sterilisasi a. Membuat larutan stok 1). Larutan stok media Menimbang bahan-bahan kimia yang telah dikalikan menjadi beberapa kali konsentrasi, misalnya untuk unsur hara makro dikalikan 20 dan unsur hara mikro dikalikan 100 kali konsentrasi Melarutkan bahan-bahan kimia tersebut ke dalam aquadest dengan volume tertentu, misalnya 500 ml Memasukkan masing-masing larutan ke dalanm botol dan menyimpannnya ke dalam refrigerator. 2). Larutan stok zat pengatur tumbuh Menghitung kebutuhan BAP 100 ppm sebanyak 300 ml adalah sebagai berikut 100ppm = 100mg/l = 30 mg/0.3 l = 30 mg/300 ml Menghitung kebutuhan IBA 100 ppm sebanyak 100 ml adalah sebagai berikut

100 ppm = 100 mg/l = 10 mg/ 0.1 l12 = 10 mg/ 100 ml Melarutkan bahan dengan alkohol atau NaOH 1 N kemudian ditambah dengan aquadest sampai 300 ml untuk BAP dan 100 ml untuk IBA Memasukkan masing-masing larutan tersebut ke dalam botol dan menyimpannya ke dalam refrigerator. b. Membuat media kultur Mengambil larutan stok yang berisi NaEDTA, hara makro, hara mikro, vitamin dan ZPT Memasukkan larutan stok ke dalam labu takar dan tambahkan aquadest sebanyak 1000ml/ sampai tanda Memasukkan ke dalam bekerglass Memasukkan gula sebanyak 30 gr/ tunggu sampai larut Mengukur pH dan mengkondisikannya menjadi 5,8 6,2 dengan menambahkan HCl atau NaOH Memasukkan agar sebanyak 8 gr/l Mendidihkan larutan tersebut Memasukkan larutan yang sudah jadi ke dalam botol kultur Menutup botol kultur dengan plastik pp dan mengikatnya dengan karet gelang Memasukkan botol kultur tersebut ke dalam autoklaf untuk disterilkan

c. Melakukan sterilisasi Alat dan Media Kultur Sterilissasi alat dan media kultur jaringan dilakukan secara bersama-sama menggunakan autoklaf Membungkus alat-alat kultir seperti petridish, pisau scalpel dan pinset dengan kertas koran. Memasukkan botol-botol berisi media dan alat-alat kultur yang telah dibungkus kertas koran ke dalam autoklaf untuk proses sterilisasi pada suhu 121 C, tekanan 1,5 kg/cm2 selama 45 menit. Menyimpan alat-alat kultur dalam oven Menyimpan media pada rak penyimpanan media yang bertujuan untuk mengantisipasi ada tidaknya kontaminasi pada media sehingga dapat dicegah penggunaan media yang telah terkontaminasi pada saat penanaman.

D. Hasil Pengamatan

Hasil yang diperoleh pada praktikum sterilisasi alat dan pembuatan media kultur ini adalah, didapatkan media agar yang bersih, dengan tekstur yang tidak terlalu cair, dan tidak terlalu padat (solid). Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya yaitu komposisi bahan yang tepat dan juga prosedur kerja yang tepat.

TINJAUAN PUSTAKA http://kultur-jaringan.blogspot.com/2009/08/media-kultur-jaringan.html. Diakses tanggal 21 November 2011 Gunawan, L.W. 1992. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hendaryono, D.P.S dan A. Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta: Kanisius Wetherell, D.F. 1982. Pengantar Propagasi Tanaman Secara In Vitro. Wayne, New Jersey: Avery Publishing Group INC. Yusnita. 2004. Kultur Jaringan Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Jakarta: Agromedia Pustaka.

ACARA II KULTUR JARINGAN MAWAR (Rosa sp.)

Tujuan dari praktikum acara II ini adalah untuk mengetahui teknik kultur jaringan mawar serta mengetahui pengaruh BAP dan IBA terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan mawar

A. Hasil Pengamatan 1) Foto Pengamatan

(a)

(b)

(c)

(d)

Keterangan: foto (a) dan (b): ekplan berusia 1 minggu, foto (c): eksplan berusia 2 minggu, foto(d): eksplan berusia 3 minggu

2) Tabel PengamatanTanggal Pengamatan 17 Okt 2011 19 Okt 2011 21 Okt 2011 24 Okt 2011 26 Okt 2011 28 Okt 2011 31 Okt 2011 2 Nov 2011 Saat Muncul Akar Tunas Daun Akar Jumlah Tunas Daun Keterangan Belum ada kontaminasi Belum ada kontaminasi Belum ada kontaminasi Ditemukan jamur warna putih di bagian bawah eksplan yang dari kehari melebar, ekplan menjadi berwarna kehitaman % Keberhasilan

5%

B. Pembahasan Bahan yang digunakan dalam kultur jaringan ini adalah ruas batang mawar dari jaringan yang masih muda agar mampu beregenerasi lebih cepat. Dalam kultur batang mawar ini tingkat keberhasilan yang didapat adalah 0%. Eksplan yang dikulturkan tidak ada yang hidup. Eksplan yang ditanam menjadi kehitaman karena browning dan sebagian lagi mengalami kontaminasi oleh berbagai macam jamur. Kontaminasi oleh berbagai macam jamur disebabkan oleh sterilisasi yang kurang sempurna sehingga mikroba-mikroba yang ada di dalam maupun disekitar eksplan berkembang biak di dalam media. Sterilisasi yang kurang sempurna kemungkinan besar terjadi pada saat eksplan akan ditanam di dalam botol kultur. Pada saat eksplan akan ditanam, dilakukan sterilisasi bahan tanam dengan menggunakan alkohol 96% dan larutan Clorox 5,25%. Apabila perendaman dalam larutan terlalu cepat maka mikroba yang ada kemungkinan masih terbawa di sekitar permukaan eksplan sehingga peristiwa kontaminasi tidak dapat dihindarkan. Eksplan mawar tekontaminasi oleh jamur dan bakteri, pada kontaminasi jamur terlihat hifa putih hingga hitam (jenis yang berbeda) muncul pada media ataupun pada bahan tanam. Sedangkan kontaminasi oleh bakteri terlihat cairan kental di sekitar bahan tanam maupun media yang merupakan kumpulan massa bakteri. Kontaminasi yang terjadi disebabakan oleh faktor media ataupun bahan tanam yang sterilisasinya kurang sempurna. Sterilisasi yang kurang sempurna ini mengakibatkan tumbuhnya mikroba dalam media yang sangat kaya akan nutrisi. Sebagian dari eksplan mawar terkontaminasi oleh bakteri dan jamur sedangkan sebagian yang lain mengalami browning yaitu matinya eksplan karena terlalu lama mengalami sterilisasi. Fungsi dari sterilisasi adalah

membunuh mikroba akan tetapi apabila sterilisasi yang dilakukan terlalu lama maka jaringan tanaman juga akan ikut mati atau terjadi browning. Apabila dibandingkan dengan bahan lain yang digunakan untuk kultur jaringan, bahan tanam mawar memiliki prosentase keberhasilan 0%. Hal ini dikarenakan eksplan yang digunakan berupa batang yang mempunyai permukaan yang cukup sulit untuk ditembus oleh media, sehingga media agak sulit untuk masuk ke dalam jaringan eksplan dan menyebabkan eksplan menjadi coklat kekuningan karena tidak mendapatkan nutrisi yang cukup. Pengaruh dari BAP dan IBA terhadap eksplan mawar ini belum bisa diamati karena seluruh eksplan mati karena terkontaminasi maupun karena sterilisasi bahan tanam yang terlalu lama. Fungsi dari BAP adalah sebagai pemacu tunas sedangkan IBA digunakan sebagai pemacu akar.

TINJAUAN PUSTAKA Anonim. 2008. Perbanyakan Mawar secara Stenting (Stek dan grafting). http://hortikultura.litbang.deptan.go.id. Diakses pada tanggal 22 Desember 2008. Ibrahim,M.S.D., N. Nova K., Nurliani B. 2004. Studi Pendahuluan : Induksi Kalus Embriogenik Dari Eksplan Daun Echinaceae purpurea.Buletin TRO Vol. XV No. 2, 2004 Nia. 2008. Hormon Pertumbuhan Pada Tumbuhan. http://.anthuriumonline.wordpress.com. Diakses pada tanggal 22 Desember 2008. Rahardja, P.E. 1988. Kultur Jaringan Teknik Perbanyakan Tanaman Secara Modern. Panebar Swadaya. Jakarta Sofia, D. 2007. Pengaruh Berbagai Konsentrasi Benzyl Amino Purine Dan Cycocel Terhadap Pertumbuhan Embrio Kedelai (Glysine max L. Marr.). USU Reposytor.

ACARA III KULTUR JARINGAN NANAS (Ananas comusus)

Tujuan dari praktikum acara II ini adalah untuk mengetahui teknik kultur jaringan nanas serta mengetahui pengaruh BAP dan IBA terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan nanas.

A. Hasil Pengamatan 1) Foto Pengamatan

(a)

(b)

(c)

(d)

Keterangan: foto (a) dan (b): ekplan berusia 1 minggu, foto (c): eksplan berusia 2 minggu, foto(d): eksplan berusia 3 minggu

2) Tabel PengamatanTanggal Pengamatan 17 Okt 2011 19 Okt 2011 21 Okt 2011 24 Okt 2011 26 Okt 2011 28 Okt 2011 31 Okt 2011 2 Nov 2011 Saat Muncul Akar Tunas Daun Akar Jumlah Tunas Daun Keterangan Media bersih Media mulai terkontaminasi Ada jamur berwarna kuning Jamur menyebar di media Eksplan membusuk, kehitaman Jamur semakin banyak menutupi media Media mulai pucat warnanya Media menjadi putih, jamur semakin banyak % Keberhasilan

0%

B. Pembahasan Bahan eksplan yang digunakan berupa daging bonggol dari mahkota nanas. Bahan yang digunakan dari tanaman ini mempunyai karakteristik jaringan tebal dan berair. Pada bahan tanam sebelum dilakukan penanaman terlebih dahulu dilakukan sterilisasi. Sterilisasi eksplan dilakukan menggunakan clorox (sunclin) dengan melakukan perendaman selama 3 menit pada bahan dan membilas bahan dengan aquadest. Sterilisasi bahan harus dilakukan dengan tepat, apabila perendaman clorox terlalu lama maka jaringan dari bahan tanam akan mengalami kematian (browning) sehingga tidak mampu membentuk individu baru, apabila sterilisasi terlalu singkat maka bahan tanam yang digunakan akan membawa bibit bibit kontaminasi. Kontaminasi dari eksplanlah yang paling sulit diatasi, walaupun sterilisasi telah dilakukan dengan berbagai cara, namun kadang-kadang kontaminasi tetap saja terjadi. Dalam hal ini dikarenakan pada eksplan telah terjadi kontaminasi internal. Cara penggulangannya dilakukan treatment pada tanaman yang akan dijadikan sebagai sumber eksplan dengan mencuci eksplan pada larutan fungisida dan bakterisida. Untuk menanggulangi kontamiknasi setelah ekspaln dikulturkan maka dilakukan pemeliharaan secara dengan melakukan penyemprotan spirtus ataupun alkohol pada permukaan botol kultur dua hari sekali. Eksplan yang lain mengalami browning dan kontaminasi dikarenakan media MS merupakan media yang kaya akan nutrisi sehingga mikroba di sekeliling tanaman atau udara sekitar eksplan juga tumbuh dan berkompetisi dengan eksplan.

Prosentase keberhasilan dari kultur nanas adalah 0%. Pengaruh dari BAP dan IBA terhadap eksplan nanas ini belum bisa diamati karena seluruh eksplan mati karena terkontaminasi maupun karena sterilisasi bahan tanam yang terlalu lama. Fungsi dari BAP adalah sebagai pemacu tunas sedangkan IBA digunakan sebagai pemacu akar.

TINJAUAN PUSTAKA Anonim. 2003. Ananas comosus. http://www.proseanet.org . Diakses pada tanggal 22 Desember 2008. Husen, M. 2008. Kontaminasi Dalam Kultur Jaringan. http://eshaflora.com. Diakses pada tanggal 18 Desember 2008. Irwanto. 2001. Pengaruh Hormon IBA (Indole Butyric Acid) Terhadap Persen Jadi Stek Pucuk Meranti Putih (Shorea montigena). http://www.irwantoshut.com Diakses pada tanggal 22 Desember 2008. Purnamaningsih, R. 2006. Induksi Kalus dan Optimasi Regenerasi Empat Varietas Padi melalui Kultur In Vitro. Jurnal AgroBiogen 2(2):74-80. Wetherel, D.F. 2008. Propagasi Tanaman Secara In Vitro. Avery Publishing Group Inc. New Jersey.

ACARA IV KULTUR JARINGAN PISANG (Musa Paradisiaca)

Tujuan dari praktikum acara II ini adalah untuk mengetahui teknik kultur jaringan pisang serta mengetahui pengaruh BAP dan IBA terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan pisang

A. Hasil Pengamatan 1) Foto Pengamatan

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

Keterangan: foto (a) dan (b): ekplan berusia 1 minggu, foto (c): eksplan berusia 2 minggu, foto(d dan (e): eksplan berusia 3 minggu

2) Tabel PengamatanTanggal Pengamatan 17 Okt 2011 19 Okt 2011 21 Okt 2011 24 Okt 2011 26 Okt 2011 28 Okt 2011 31 Okt 2011 2 Nov 2011 Saat Muncul Akar Tunas Daun Akar Jumlah Tunas Daun Keterangan Media masih bersih Media masih bersih Mulai terdapat jamur di media Eksplan dan media berjamur Jamur semakin banyak Warna media memucat Eksplan membusuk, jamur banyak Media menjadi putih % Keberhasilan

0%

B. Pembahasan Pada acara empat, eksplan yang dipilih adalah bagian dari bonggol pisang Musa paradisiacal yang dibawa oleh masing-masing praktikan. Pemilihan ini disesuaikan dengan konsep dasar kultur jaringan yaitu organ yang digunakan dalam kultur jaringan harus mempunyai sifat totipotensi. Selain itu, pemilihan bonggol pisang ini dikarenakan pada bagian tersebut masih bersifat meristematik yang artinya memiliki kemampuan untuk aktif membelah. Dari bonggol tersebut, dibelah menjadi beberapa bagian dan dijadikan eksplan. Syarat eksplan harus memiliki bagian meristematis yang berada di tengah bonggol agar nantinya memiliki kemampuan untuk tumbuh. Jika eksplan ditanam di media yang sesuai maka organ tersebut akan berdeferensiasi menjadi kalus, yaitu sekumpulan sel yang aktif membelah dan mempunyai kemungkinan menjadi zigot. Pada bahan tanam sebelum dilakukan penanaman terlebih dahulu dilakukan sterilisasi. Sterilisasi eksplan dilakukan menggunakan clorox (sunclin) dengan melakukan perendaman selama 3 menit pada bahan dan membilas bahan dengan aquadest. Sterilisasi bahan harus dilakukan dengan tepat, apabila perendaman clorox terlalu lama maka jaringan dari bahan tanam akan mengalami kematian (browning) sehingga tidak mampu membentuk individu baru, apabila sterilisasi terlalu singkat maka bahan tanam yang digunakan akan membawa bibit bibit kontaminasi.

Kontaminasi dari eksplanlah yang paling sulit diatasi, walaupun sterilisasi telah dilakukan dengan berbagai cara, namun kadang-kadang kontaminasi tetap saja terjadi. Dalam hal ini dikarenakan pada eksplan telah terjadi kontaminasi internal. Cara penggulangannya dilakukan treatment pada tanaman yang akan dijadikan sebagai sumber eksplan dengan mencuci eksplan pada larutan fungisida dan bakterisida. Untuk menanggulangi kontamiknasi setelah ekspaln dikulturkan maka dilakukan pemeliharaan secara dengan melakukan penyemprotan spirtus ataupun alkohol pada permukaan botol kultur dua hari sekali. Eksplan yang lain mengalami browning dan kontaminasi dikarenakan media MS merupakan media yang kaya akan nutrisi sehingga mikroba di sekeliling tanaman atau udara sekitar eksplan juga tumbuh dan berkompetisi dengan eksplan. Prosentase keberhasilan dari kultur nanas adalah 0%. Pengaruh dari BAP dan IBA terhadap eksplan pisang ini belum bisa diamati karena seluruh eksplan mati karena terkontaminasi maupun karena sterilisasi bahan tanam yang terlalu lama. Fungsi dari BAP adalah sebagai pemacu tunas sedangkan IBA digunakan sebagai pemacu akar.

TINJAUAN PUSTAKA

Anonim. 2008. Pengaruh Komposisi Media Dasar, Penambahan BAP dan Pikloram terhadap Induksi Tunas Bawang Merah. http://hortikultura.litbang.deptan.go.id. Diakses pada tanggal 23 Desember 2008. Irwanto. 2001. Pengaruh Hormon IBA (Indole Butyric Acid) Terhadap Persen Jadi Stek Pucuk Meranti Putih (Shorea montigena). http://www.irwantoshut.com Diakses pada tanggal 22 Desember 2008. Purnamaningsih, R. 2006. Induksi Kalus dan Optimasi Regenerasi Empat VarietasPadi melalui Kultur In Vitro. Jurnal AgroBiogen 2(2):74-80. Wetherel, D.F. 2008. Propagasi Tanaman Secara In Vitro. Avery Publishing Group Inc. New Jersey. Chatimatun Nisa dan Rodina, 2005. Kultur Jaringan Beberapa Kultivar Buah Pisang (Musa paradisiacal L.) dengan pemberian Campuran NAA dan Kinetin. Jurnal Pertanian Bioscientiae Volume 2, Nomor 2, Juli 2005, Halaman 23-36. Kalimantan Selatan: Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkura

ACARA V KULTUR JARINGAN ANGGREK (Dendrobium sp)

A. Hasil Pengamatan 1) Foto Pengamatan

(a)

(b)

(c) Keterangan: foto (a) dan (b): ekplan berusia 1 minggu, foto (c): eksplan berusia 2 minggu

2) Tabel PengamatanTanggal Pengamatan 24 Okt 2011 26 Okt 2011 28 Okt 2011 3 Nov 2011 Saat Muncul Akar Tunas Daun Akar Jumlah Tunas Daun Keterangan Planlet masih utuh, belum ada kontaminasi Belum ada kontaminasi Belum ada kontaminasi Belum ada kontaminasi, eksplan mulai menguning % Keberhasilan 30 %

B. Pembahasan Pada praktikum kali ini dilakukan subkultur anggrek, yang dilakukan dengan memperbanyak Dendrobium sp, dimana subkultur adalah proses penanaman ulang dengan atau tidak adanya proses perbanyakan eksplan ke dalam media yang baru. Faktor sterilitas ruangan juga sangat menentukan terhadap kontaminasi. Ruangan yang sudah steril dapat saja berubah menjadi tidak steril pada saat musim hujan, sehingga dapat membawa masuknya bakteri dan jamur dari luar, serta dapat meningkatkan kelembaban yang akan mempercepat perkembangan mikroorganisme. Pengambilan meristem sebagai eksplan harus dilakukan dalam ruang steril (aseptik) agar tidak terkontaminasi (Sunarjono, 2002). Pada eksplan hasil percobaan, tidak didapatkan kontaminasi pada media. Persentase keberhasilan adalah 30% hingga di minggu pertama. Hal ini dimungkinkan

karena proses kesterilan dapat lebih dijaga sehingga kontaminasi dapat diminimalisir. Namun belum terdapat dari subkultur yang membentuk akar, karena mungkin waktu yang kurang, walaupun telah diberikan zat pengatur tumbuh. Pembentukan akar merupakan salah satu tahap yang penting dalam pembiakan mikro. Proses pembentukan akar belum sepenuhnya dimengerti. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan akar pada stek telah diketahui mempunyai pengaruh yang hampir sama pada stek mikro, diantaranya pengaruh genetik, umur ontogenik, dan ZPT terutama auksin(Yusnita,2003). Namun, di akhir percobaan terlihat keseluruhan eksplan yang ditanam menguning, sebagai salah satu tanda-tanda kematian jaringan. Hal ini dapat terjadi, diperkirakan karena proses penanaman yang tidak tepat sehingga menyebabkan kematian jaringan.

TINJAUAN PUSTAKA Gunawan, L.Winata.1992.Tekhnik Kultur Jaringan Tumbuhan. Dept.Pendidikan dan kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB Marlina,Nina dan Dedi Rusnandi.2007.Teknik Aklimatisasi Planlet Anthurium Pada Beberapa Media Tanam. Buletin Teknik Pertanian Vol. 12 No. 1, 2007. Teknisi Litkayasa Pelaksana dan Teknisi Litkayasa Nonkelas pada Balai Penelitian Tanaman Hias. Http: [email protected]. Nisa, Chatimatun dan Rodinah.2005. Kultur Jaringan Beberapa Kultivar Buah Pisang (Musa Paradisiaca L.). Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat. Jurnal bioscientiae. Volume 2, Nomor 2, Juli 2005, Halaman 23-36. Yusnita.2003.Kultur Jaringan: Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Jakarta:Agromedia Pustaka