7
ABSTRAK Hubungan terapeutik yaitu dimana perawat harus memberikan kesempatan kepada klien untuk mengekpresikan persaan, presepsi dan pikirannya. Dalam menjalin hubungan terapeutik (berinteraksi) dengan klien diperlukan komunikasi, karena komunikasi adalah hubungan itu sendiri, dimana tanpa komunikasi tersebut hubungan tidak mungkin terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pelaksanaan Perawat Dalam Melakukan Komunikasi Terapeutik Pada Pasien Waham Di Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang Tahun 2012. Penelitian ini bersifat dekriptif dengan pendekatan kualitatif, pengumpulan data dengan menggunakan wawancara mendalam dan observasi. Penelitian ini dilakukan tanggal 31 Mei 14 Juni 2012 di Ruang Bangau Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang. Hasil penelitian pada 5 informan dengan wawancara mendalam menunjukan bahwa langkah-langkah komunikasi terapeutik di Ruang Bangau dipersepsikan sudah baik oleh informan. Dari hasil observasi partisipasif pada 1 keluarga didapatkan bahwa pelaksanaan komunikasi terapeutik telah sesuai dengan tahapan komunikasi terapeutik. Hasil penelitian ini diharapkan pihak rumah sakit dapat memberikan pelatihan bagi perawat dengan berkelanjutan terutama tentang komunikasi terapeutik. memperhatikan hal-hal yang dapat mendukung penerapan komunikasi terapeutik, termasuk fasilitas dan adanya supervisi kinerja perawat ABSTRACT Therapeutic relationship that is where nurse must give opportunity to client perception feeling and the mind. in braiding therapeutic relationship (interaction) with client is required communications, because communications is the relation of itself, where without the communications is relationship is not possibly happened. this research aim to know execution of nurse in doing therapeutic communications at patient Waham in Hospital Ernaldi Bahar Palembang the Year 2012. This research haves the character of Dekriptif with qualitative approach, data collecting by using in-depth interview and observation. This research done date of 31 Mei - 14 Juni 2012 in hospital stork space Ernaldi Bahar Palembang. Result of research at 5 informan with in-depth interview menunjukan that therapeutic communications stages;steps in Ruang Bangau is perception have been good by informan. From result of observation partisipasif at 1 family it is got that execution of therapeutic communications has as according to therapeutic communications step. Result of this research expected the side of hospital can give training to nurse incessantly especially about therapeutic communications. Bibliography: 20 ( 2004-2012) Pelaksanaan Perawat Dalam Melakukan Komunikasi Terapeutik pada Pasien Waham di Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang 2012 Oleh : MERY FANADA,SPD,SKM,M.KES WIDYAISWARA MUDA BADAN DIKLAT PROVINSI SUMATERA SELATAN

dokumen-15-40

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugas

Citation preview

Page 1: dokumen-15-40

ABSTRAK

Hubungan terapeutik yaitu dimana perawat harus memberikan kesempatan kepada klien untuk mengekpresikan persaan, presepsi dan pikirannya. Dalam menjalin hubungan terapeutik (berinteraksi) dengan klien diperlukan komunikasi, karena komunikasi adalah hubungan itu sendiri, dimana tanpa komunikasi tersebut hubungan tidak mungkin terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pelaksanaan Perawat Dalam Melakukan Komunikasi Terapeutik Pada Pasien Waham Di Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang Tahun 2012.

Penelitian ini bersifat dekriptif dengan pendekatan kualitatif, pengumpulan data dengan menggunakan wawancara mendalam dan observasi. Penelitian ini dilakukan tanggal 31 Mei – 14 Juni 2012 di Ruang Bangau Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang.

Hasil penelitian pada 5 informan dengan wawancara mendalam menunjukan bahwa langkah-langkah komunikasi terapeutik di Ruang Bangau dipersepsikan sudah baik oleh informan. Dari hasil observasi partisipasif pada 1 keluarga didapatkan bahwa pelaksanaan komunikasi terapeutik telah sesuai dengan tahapan komunikasi terapeutik.

Hasil penelitian ini diharapkan pihak rumah sakit dapat memberikan pelatihan bagi perawat dengan berkelanjutan terutama tentang komunikasi terapeutik.

memperhatikan hal-hal yang dapat mendukung penerapan komunikasi terapeutik, termasuk fasilitas dan adanya supervisi kinerja perawat dilapangan. Daftar Pustaka 16 ( 1994-2007 )

ABSTRACT

Therapeutic relationship that is where nurse must give opportunity to client perception feeling and the mind. in braiding therapeutic relationship (interaction) with client is required communications, because communications is the relation of itself, where without the communications is relationship is not possibly happened. this research aim to know execution of nurse in doing therapeutic communications at patient Waham in Hospital Ernaldi Bahar Palembang the Year 2012.

This research haves the character of Dekriptif with qualitative approach, data collecting by using in-depth interview and observation. This research done date of 31 Mei - 14 Juni 2012 in hospital stork space Ernaldi Bahar Palembang.

Result of research at 5 informan with in-depth interview menunjukan that therapeutic communications stages;steps in Ruang Bangau is perception have been good by informan. From result of observation partisipasif at 1 family it is got that execution of therapeutic communications has as according to therapeutic communications step.

Result of this research expected the side of hospital can give training to nurse incessantly especially about therapeutic communications.

Bibliography: 20 ( 2004-2012)

Pelaksanaan Perawat Dalam Melakukan Komunikasi Terapeutik pada Pasien Waham di Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang 2012

Oleh :

MERY FANADA,SPD,SKM,M.KES WIDYAISWARA MUDA

BADAN DIKLAT PROVINSI SUMATERA SELATAN

Page 2: dokumen-15-40

PENDAHULUAN

Krisis multi dimensi telah mengakibatkan tekanan yang berat pada sebagian besar masyarakat dunia umumnya dan Indonesia pada khususnya, masyarakat yang mengalami krisis ekonomi akan mengalami gangguan kesehatan mental (gangguan jiwa) Rasmun, 2001). Menurut World Health Organization (WHO), kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya (Kusumawati & Hartono, 2011).

Komunikasi merupakan sarana yang digunakan oleh seseorang untuk mengadakan hubungan dengan orang lain untuk mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan, perawat harus memberikan kesempatan kepada klien untuk mengekpresikan perasaan, presepsi dan pikirannya. Perawat juga harus mengidentifikasi, meningkatkan kekuatan ego klien dan mendukung hubungan dengan keluarga (Riyadi, 2009).

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara dasar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk penyembuhan klien. Hubungan terapeutik perawat-klien merupakan pengalaman belajar timbal balik dan pengalaman emosional korektif bagi pasien. Dalam hal ini, perawat menggunakan diri sebagai alat dalam menangani dan merubah perilaku klien (Riyadi, 2009).

Hubungan terapeutik yaitu dimana perawat harus memberikan kesempatan kepada klien untuk mengekpresikan persaan, presepsi dan pikirannya. Menurut Stuart dan Sundeen (1995) dalam Riyadi, (2010) menyatakan bahwa dalam menjalin hubungan terapeutik (berinteraksi) dengan klien diperlukan komunikasi, karena komunikasi adalah hubungan itu sendiri, dimana tanpa komunikasi tersebut hubungan tidak mungkin terjadi.

Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang merupakan salah satu rumah sakit yang melayani seluruh masyarakat luas, dimana latar belakang budaya pun bermacam-macam, hal ini tentu saja sangat berpengaruh terhadap komunikasi, baik itu secara interpersonal terhadap orang lain maupun terhadap perawat. Dari data yang diambil pada bagian medikal record maka jumlah pasien jiwa sebanyak 58 orang.

2. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan Umum Diketahuinya informasi yang

mendalam tentang pelaksanaan perawat dalam melakukan komunikasi terapeutik pada pasien waham di Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang 2012

Tujuan Khusus

Diketahuinya informasi mendalam tentang pelaksanaan komunikasi terapeutik tahap pra interaksi, tahap orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi pada pasien waham di Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang 2012. 3. METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian ini merupakan studi analisis deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Digunakan pendekatan kualitatif untuk mendapatkan informasi mendalam mengenai tahap-tahap komunikasi terapeutik perawat .

3.2 Sumber Informasi

Adapun sumber informasi dalam penelitian ini adalah terdiri dari :

1) Perawat Ruang Bangau Rumah sakit Dr. Ernaldi Bahar Palembang

2) Keluarga Pasien yang dirawat Ruang Bangau Rumah sakit Dr. Ernaldi Bahar Palembang

Dalam pengumpulan informasi berpedoman pada tabel, sebagai berikut :

Tabel 3.1 Informasi yang dikumpulkan menurut

sumber dan metode

No. Sumber

Informasi

Metode Jumlah

Informan

WM Observasi

1 2

Perawat

Keluarga

Wawancara Mendalam

( WM )

Wawancara Mendalam

( WM )

Observasi Partisipasif

-

5 1

Total 6

Page 3: dokumen-15-40

4. HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Informan

Informan adalah perawat dan keluarga di Ruang Bangau Rumah sakit Dr. Ernaldi Bahar Palembang informan berjumlah 6 orang. untuk lebih jelas informan terdapat dalam tabel berikut ini :

Tabel 4.1 Karakteristik informan Wawancara Mendalam menurut Umur dan Jabatan pada Perawat di

Ruang Bangau Rumah sakit Dr. Ernaldi Bahar Palembang.

No Inisial Umur Jabatan

1 AJ 38 Perawat Pelaksana

2 AB 30 Perawat Pelaksana

3 YL 34 Perawat Pelaksana

4 NH 29 Perawat Pelaksana

5 WJ 36 Perawat Pelaksana

Tabel 4.2 Karakteristik informan Wawancara Mendalam pada keluarga pasien menurut umur dan jenis

kelamin

No Inisial Umur Jenis Kelamin

1 KS 30 Perempuan

4.2 Hasil Wawancara Mendalam Dengan

perawat 4.2.1 Komunikasi Terapeutik

Hasil wawancara mendalam dengan informan tentang tahap-tahap komunikasi terapeutik adalah tahap pra interaksi, tahap orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi, seperti pada kutipan wawancara sebagai berikut : 1. Tahap Pra Interaksi

“....Fase atau tahap sebelum bertemu dengan pasien. Kito adoke kontrak dengan pasien jam berapo, tempatnya dimano? Agar komunikasinyo terarah kita membuka diri sehingga tumbuh raso saling pecayo” (MJ).

“....Buat kontrak dulu dengan pasien, kapan biso ketemuan, dimano tempatnya, jam berapo kito ketemuannyo? Perawat membuka diri sehingga pasien akan lebih

terbuka dengan perawat, dan kapan bisa untuk bertemu lagi dengan perawat atau buat kontrak” (AB).

“.....Kita buat kontrak dulu dengan pasien” (YL).

“.....Kito buat dulu kontrak dengan pasien

agar lebih mudah untuk kita melakukan tahap berikutnyo” (NH).

“.....Kontrak dulu dengan pasien, agar

pasien lebih bisa diajak kerjasamo dengan baik antara pasien dengan perawat” (WJ).

Informasi yang didapat dari

keluarga mengenai perawat yang tidak melaksanakan tahap pra interaksi sesuai dengan informasi yang didapat dari keluarga penderita yaitu rata-rata perawat diruangan bangau sudah melakukan tahap pra interaksi. Adapun hasil wawancara dengan keluarga penderita sebagai berikut : “.....pada tahap pra interaksi biasanya janjian dulu di mano tempatnyo, jam brapo.. (KS)

2. Fase Orientasi

“....Pada fase orientasi biasanyo perawat menyebutkan nama atau perkenalan dulu, kita tanya namo pasien, nama yang disukainyo. Kalau pasiennyo gelisah kita tunda dulu sampai keadaannya biso diajak komunikasi lagi”. (AJ).

“....Kalau dia agama Islam kita mengucapkan assalamu’alaikum, kalau non muslim kita mengucapkan selamat pagi atau selamat malam. Setelah itu kito tanyakan namonya sapo? Galak dipanggel apo? Dengan pasien gelisah belum biso diajak berkomunikasi. Lalu kita perkenalkan nama kito, misal namo saya AB saya perawat disini,saya yang nanti akan merawat bapak disini” (AB).

“.....Menyapa pasien, memperkenalkan diri

dengan pasien, menanyakan nama pasien, nama panggilannya, “dio seneng dipanggil apo?” (YL).

“....Kalau pada pasien gelisah tidak dapat

diajak berkomunikasi dengan baik. Pertama kita menyapa pasien, memperkenalkan diri dengan pasien,

Page 4: dokumen-15-40

setelah itu kita tanya namanya siapa? Nama panggilannya, Cuma itu saja” (NH).

“.....Sebelum kita mengadakan suatu

perkenalan tadi kitakan sudah tatap muka langsung dulu, setelah tatap muka langsung, kita dengan pasien itu menimbulkan rasa percaya dulu dengan pasienitu, jadi kita mengenalkan diri dengan pasien, kemudian mengadakan wawancara dengan pasien. Biasanya kita menyapa pasien dulu dengan ramah, kalaupun misalnya dia belum menyebutkan nanti kita ulang lagi, terus kita sebutkan nama kita. Misalnya kalau pagi hari “Pak A sudah mandi belum? Nantikan ada reaksi dari pasien kalau hari ini tidak ada reaksi besok kita ulangi lagi, sampai pasien betul-betul percaya dengan kita dan mau mengemukakan masalahnya yang sedang ia hadapi”. (WJ)

Informasi yang didapat dari

keluarga mengenai perawat yang tidak melaksanakan tahap fase interaksi sesuai dengan informasi yang didapat dari keluarga penderita yaitu rata-rata perawat diruangan bangau sudah melakukan tahap interaksi. Adapun hasil wawancara dengan keluarga penderita sebagai berikut : “.....men tahap orientasi paleng jugo nanyo namo kito, umur dan laen-laen” (KS).

3. Fase Kerja

“.....Pada pasien waham yang pertama kita lakukan perlu mengidentifikasi penyebabnya terlebih dahulu, setelah itu kita lakukan BHSP (Bina Hubungan Saling Percaya). Terus pada fase ini juga kita memberikan nasehat bahwa yang diyakini selama ini itu salah, tidak benar dan akan merugikan pasien sendiri, yaitu dijauhi teman-teman dan lingkungan sosialnya”. (AJ)

“.....Pada fase kerja khususnya pasien

dengan waham, kita ajari caro berinteraksi kepada pasien, berinteraksi dengan orang lain, dan jugo kito dukung aktivitasnyo. Contohnya kita berikan nasehat berupa apalah pokoknyo yang diyakini selama ini itu salah yang nantinya pasien akan berfikir sendiri terhadap anggapan yang nyata (sehari-hari)”. (AB)

“.....Fase kerja ya.. fase dimana kita beri motivasi pasien tersebut. Apalagi pasien dengan waham sangat susah untuk biso berinteraksi dengan orang lain. Pertama kito ajari pasien bagaimana bergaul dengan orang lain”. (YL)

“....Pada fase ini perawat harus

berperan aktif, harus sering-sering bertatap muka dengan pasien. harus ada kontak mata dengan pasien dan perawat harus aktif berinteraksi dengan pasien sehingga pasien akan lebih terbuka dengan perawat”. (NH)

“....Salah satu contoh yang saya

lakukan pada pasien waham misalnya “Ibu… pada kesempatan ini bagaimana kalau seandainya kita bertukar pikiran apa yang menyebabkan ibu meyakini yang demikian. Silahkan ibu, cerita… tentang apa yang ibu yakini”. (WJ)

Informasi yang didapat dari

keluarga mengenai perawat yang tidak melaksanakan tahap fase kerja sesuai dengan informasi yang didapat dari keluarga penderita yaitu rata-rata perawat diruangan bangau sudah melakukan tahap kerja . Adapun hasil wawancara dengan keluarga penderita sebagai berikut : “.....men uji perawat di ngenjok nasehat bahwa yang aku yakini selamo ini ujinyo salah, dak bagus untuk aku maksudnyo geknyo ngerugike akutula soalnyo dijauhi kawan, bahkan katek lagi kawan yang galak ngawani aku”. (KS)

4. Fase Terminasi

“.....Pasa fase terminasi ya..fase dimana kita mengakhiri pertemuan dengan pasien. Kita beri PR buat pasien, setelah itu kita minta pasien untuk mempraktekkannya, kemudian kita buat juga kontrak dengan pasien kontrak untuk selanjutnya”. (AJ) “.....Kita lihat sejauh mana pasien dapat bergaul sampai dimana, dan sampai bisa bercerita tentang masalah peribadinya dengan perawat. Kemudian kita buat kontrak selanjutnya. Kita beritahu pada keluarga pasien bagaimana cara berkomunikasi dengan pasien. Dan jugo kioa beri penkes kepada keluarga jangan dibiarkan pasien melamun atau sendirian,

Page 5: dokumen-15-40

sehingga pasien tidak mengulang lagi dirawat di rumah sakit jiwa ini”. (AB) “.....Pada fase ini pasien harus bisa mempraktekkan dan ngulangi apo yang sudah kito ajari, nah … nantinyo kito tanyoke samo pasien apo be yang sudah diajarke oleh perawat. Kioa jugo ajari keluargonyo supayo biso berperan aktif dalam kesembuhan pasien.” (YL) “.....Pada fase terminasi ini biasonyo individu-individu, perawat disini biasanya minta pasien untuk mengulangi apo yang sudah di diskusikan oleh perawat, biso dak pasien menirukan kito”. (NH) “.....Pada fase terminasi, kito tanyoke misalnyo maini..”barangkali pertemuan kito pada kesempatan ini sudah habis waktunya, bagaimana perasaan Bapak setelah kita berdiskusi mengenai bagaimana keuntungan dan kerugiannya kalau seandainya kita tidak punya kawan. Bagaimana perasaan Bapak? Bagus sekali Bapak sudah mengatakan perasaan berarti Bapak sudah bekerja sama dengan saya. Saya ingin mendengar apa yang saya katakan tadi dari Bapak. Coba Bapak sebut lagi keuntungan dan kerugian tidak punya teman. Setelah itu kito buat kontrak lagi, jam berapo? Dimana tempatnyo? Besok kito bahas yang lain ya...”. (WJ)

Informasi yang didapat dari

keluarga mengenai perawat yang tidak melaksanakan tahap fase terminasi sesuai dengan informasi yang didapat dari keluarga penderita yaitu rata-rata perawat diruangan bangau sudah melakukan tahap terminasi. Adapun hasil wawancara dengan keluarga penderita sebagai berikut : “.....yang terakhir tu.. yo sudah.. berakhir Cuma sebelum berakhir biasonyo perawat nanyoke lagi apo yang diobrolke tadi, trus disuruh mikerkenyo makmano men katek kawan lagi”

5. PEMBAHASAN

Wawancara mendalam merupakan salah satu teknik pengumpulan data kualitatif, dimana wawancara dilakukan oleh peneliti dengan responden, dengan penggalian yang mendalam dan menggunakan pertanyaan terbuka. Peserta wawancara mendalam terdiri atas perawat pelaksana dan keluarga pasien yang mengetahui pelaksanaan komunikasi terapeutik pada pasien waham.

Dalam penelitian ini menggunakan wawancara mendalam kepada perawat- yang dapat memberikan informasi. Peneliti menggunakan metode penelitian Wawancara Mendalam ini ingin mengetahui sejauh pelaksanaan perawat tentang tahap-tahap komunikasi terapeutik.

Informasi tentang tahap-tahap komunikasi terapeutik pada pasien waham, informan sudah dapat menyebutkan dan menjelaskan tahap-tahap komunikasi terapeutik secara benar, dapat menjelaskannya secara terperinci sesuai dengan teori, tetapi informan menjelaskannya hanya berdasarkan pengertian dan pengalaman mereka saja.

Pernyataan perawat di atas sejalan dengan pernyataan Stuart and Sundeen (1995) dalam Riyadi (2010) dalam melakukan komunikasi terapeutik perawat mempunyai empat tahap komunikasi, yang pada setiap tahapnya mempunyai tugas yang harus diselesaikan oleh perawat. Empat tahap tersebut yaitu tahap preinteraksi, orientasi atau perkenalan, kerja dan terminasi.

Berdasarkan penjelasan dan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa, pelaksanaan komunikasi terapeutik yang dilakukan diruangan-ruangan belum maksimal, hal ini dikarenakan dari hasil penelitian para perawat diruangan telah mengetahui dan mengerti tentang langkah-langkah komunikasi terapeutik dengan baik.

Pelaksanaan dan penerapan tahap-tahap hubungan komunikasi terapeutik antara perawat dan pasien waham bukanlah sekedar komunikasi interpersonal, sehingga harus benar-benar menerapkan teknik-teknik komunikasi terapeutik pada pasien waham secara keseluruhan, terutama dalam mendorong pasien untuk berinteraksi.

Menurut Stuart dan Sundeen, 1995 mengatakan perawat haruslah mengartikan komunikasi sebagai alat untuk membangun hubungan terapeutik, merupakan alat bagi perawat untuk mempengaruhi tingkah laku

Page 6: dokumen-15-40

pasien dan kemudian untuk mendapatkan keberhasilan dalam intervensi keperawatan, dan komunikasi merupakan hubungan dimana tanpa komunikasi tidak mungkin terjadi hubungan terapeutik perawat-pasien.

6. SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang tinjauan komunikasi terapeutik terhadap pasien waham di Rumah Sakit Dr. Ernaldi Bahar Palembang dapat disimpulkan bahwa tenaga keperawatan di ruangan memahami dan mampu menerapkan tahap-tahap proses komunikasi terapeutik kepada pasien waham. Yang terdiri dari tahap pra interaksi (tahap dimana perawat belum bertemu dan berkomunikasi dengan klien), orientasi/perkenalan (tahap dimana perawat pertama kali bertemu dengan klien), kerja (melaksanakan kegiatan sesuai dengan perencanaan pada tahap pra interaksi), dan terminasi (dimana perawat akan mengakhiri interaksinya dan akan bertemu lagi). Mereka sudah mengaplikasikan semua tahap komunikasi terapeutik dalam ruangan Bangau dengan baik

6.2 Saran 1. Bagi Ruang Bangau Rumah Sakit

Dr. Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan

Diharapkan untuk Ruang Bangau mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia dibidang kesehatan jiwa, terutama pemahaman tentang komuniasi terapeutik, khususnya pada sikap fisik komunikasi terapeutik. Khususnya mempertahankan sikap tubuh terbuka, dan membungkuk kearah klien. Dan perawat ruangan untuk bisa menggunakan semua teknik komunikasi terapeutik disaat berkomunikasi dengan pasien waham. Oleh karena itu langkah-langkah komunikasi terapeutik sangat diperlukan untuk meningkatkan kemauan pasien waham untuk tidak meyakini apa yang diyakini. Selain itu diharapkan dengan komunikasi terapeutik perawat dapat mudah mengetahui permasalahan yang sedang dihadapi pasien waham khususnya, dan diharapkan perawat sendiri dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi pasien.

2. Bagi Rumah Sakit Dr. Ernaldi Bahar

Provindi Sumatera Selatan Diharapkan paihak rumah sakit

dapat menambah sumber daya manusia terutama tenaga perawat bagi setiap ruangan perawatan dan dapat memberikan pelatihan bagi perawat dengan berkelanjutan terutama komunikasi terapeutik.

3. Bagi STIK Bina Husada Palembang Hasil penelitian ini dapat

dijadikan referensi dan masukan guna pengembangan ilmu pengetahuan utamanya dibidang komunikasi terapeutik.

4. Bagi Peneliti selanjutnya Sesuai dengan hasil penelitian

yang didapat diharapkan dapat mengembangkan hasil penelitian ini ketahap hubungan terapeutik antara perawat dan pasien, karena apabila pelaksanaan komunikasi telah dilakukan secara baik maka hubungan terapeutik baru dapat dimaksimalkan.

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. 2008. Pengantar Konsep Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Daldiyono. 2006. Menuju Seni Ilmu Kedokteran; Bagaimana Dokter Berpikir dan Bekerja. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.

Davies, T. & TKJ C. 2009. ABC Kesehatan Mental. EGC : Jakarta.

Hartono B. 2010. Promosi Kesehatan di Puskesmas & Rumah Sakit. Rineka Cipta : Jakarta.

Hibbert, A. 2009. Rujukan Cepat Psikiatri.

EGC : Jakarta

Inuaza. 2008. Komunikasi dalam pelayanan Kesehatan. Available At: http://inu-ciamis.blogspot.com/ diakses tanggal 30 Maret 2012

Ike. 2009. Keperawata; Pengaruh terapi Aktivitas; Stimulasi persepsi terhadap ekspresi Kemarahan pada Klien dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan. Available at http://httpyasirblogspotcom.blogspot.com/2009/10/pengaruh-terapi-aktivitas-

Page 7: dokumen-15-40

stimulasi.html diakses tangal 28 Juni 2012.

Kusnanto. 2004. Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta. EGC.

Kusumawati, Farida & Hartono, Yudi. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta

: Salemba Medika.

Maulana, H.D.J. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC.

Nasir, A. & Muhith, A. 2011. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa : Pengantar dan Teori. Salemba Medika. Jakarta.

Nugroho, W. 2009. Komunikasi dalam Keperawatan Gerontik. EGC : Jakarta.

Nursalam. 2008. Proses dan Dokumentasi Keperawatan ; Konsep dan Praktik. Salemba Medika : Jakarta.

Riyadi, R & Teguh P. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Edisi Pertama. Yogyakarta., Graha Ilmu.

STIK Bina Husada, (2012) Panduan Penyusunan KTI. Badan Penerbit STIK Bina Husada Palembang

Sudarma, Momon. 2008. Sosiologi Untuk Kesehatan. Salemba Medika. Jakarta.

Tomb, David A. 2004. Buku Sakut Psikiatri. Jakarta : EGC

Videbeck, S.L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Wicaksono, I. 2008. Mereka Bilang Aku Sakit Jiwa. Kanisius (Anggota IKAPI). Yogyakarta.

Yeni Crist. 2008. Proses Keperawatan: Introduction (1). Available At

http://yenibeth.wordpress.com/2008/05/31/proses-keperawatan-introduction-1/ diakses tanggal 24 Maret 2012

Yosep, I. 2011. Keperawatan Jiwa. Cet – 4.

Edisi Revisi. Bandung. Refika