36
PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG dokumen usulan teknis|C-1 C.1. Tanggapan dan Saran terhadap KAK Sebelum memberikan tanggapan dan saran terhadap KAK, Usaha Perusahaan Kami sebagai konsultan penyedia jasa dalam memahami Kerangka Acuan Kerja (KAK), melakukan serangkaian kegiatan diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Membaca KAK dan berusaha untuk mengerti keseluruhan substansinya. 2. Mengikuti Aanwijzing/ penjelasan yang diberikan oleh Panitia Pelelangan, berusaha bertanya tentang hal-hal yang belum dimengerti atau adanya tambahan penjelasan. 3. Menyiapkan tim kerja yang bekerja secara simultan dan sinergis. 4. Studi literatur tentang peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan terbaru, kebijakan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, serta rencana/ studi-studi terkait yang memiliki korelasi dengan tema studi/ pekerjaan yang akan dilakukan. 5. Menginventarisasi dokumen-dokumen pendukung, terutama produk- produk pengaturan sistempenganggaran yang telah ada, Peraturan dan Perundang-undangan yang terkait, serta buku-buku yang terkait dengan penyusunan rencana strategis dan evaluasi program.

Dokumen usulan teknis bagian C_Tanggapan Dan Saran_RENSTRA 15-19

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Dokumen Usulan Teknis Rencana Strategis Kementerian PU

Citation preview

Page 1: Dokumen usulan teknis bagian C_Tanggapan Dan Saran_RENSTRA 15-19

PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG

dokumen usulan teknis|C-1

C.1. Tanggapan dan Saran terhadap KAK

Sebelum memberikan tanggapan dan saran terhadap KAK, Usaha

Perusahaan Kami sebagai konsultan penyedia jasa dalam memahami

Kerangka Acuan Kerja (KAK), melakukan serangkaian kegiatan diantaranya

adalah sebagai berikut :

1. Membaca KAK dan berusaha untuk mengerti keseluruhan

substansinya.

2. Mengikuti Aanwijzing/ penjelasan yang diberikan oleh Panitia

Pelelangan, berusaha bertanya tentang hal-hal yang belum dimengerti

atau adanya tambahan penjelasan.

3. Menyiapkan tim kerja yang bekerja secara simultan dan sinergis.

4. Studi literatur tentang peraturan Perundang-undangan yang berlaku

dan terbaru, kebijakan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,

serta rencana/ studi-studi terkait yang memiliki korelasi dengan tema

studi/ pekerjaan yang akan dilakukan.

5. Menginventarisasi dokumen-dokumen pendukung, terutama produk-

produk pengaturan sistempenganggaran yang telah ada, Peraturan dan

Perundang-undangan yang terkait, serta buku-buku yang terkait

dengan penyusunan rencana strategis dan evaluasi program.

Page 2: Dokumen usulan teknis bagian C_Tanggapan Dan Saran_RENSTRA 15-19

PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG

dokumen usulan teknis|C-2

6. Mendiskusikan substansi pokok dan point-point penting pada intern

tim penyusun proposal/ usulan teknis untuk mendapatkan kesamaan

persepsi dan pandangan diantara sesama tim penyusun.

7. Melakukan kegiatan kajian-kajian serta pengkayaan materi-materi

teknispelaksanaan penganggaran terkait penyusunan rencana

strategis dan evaluasi program.

Upaya diatas adalah langkah awal yang menjadi pertimbangan konsultan

dalam melaksanakan pekerjaan. Secara keseluruhan rangkaian kegiatan

dalam memahami substansi dari KAK kegiatan Penyusunan Renstra 2015-

2019 dan Review Pelaksanaan Kegiatan 2010-2014 Setditjen Penataan

Ruang dapat dilihat pada diagram alir di bawah ini.

Gambar C.1. Diagram Proses Pemahaman KAK

C.1.1. Tanggapan dan Saran terhadap Latar Belakang

Di dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK) kegiatan penyusunan Penyusunan

Renstra 2015-2019 dan Review Pelaksanaan Kegiatan 2010-2014

Setditjen Penataan Ruang, dinyatakan beberapa hal penting yang

melatarbelakangi adalah sebagai berikut :

Page 3: Dokumen usulan teknis bagian C_Tanggapan Dan Saran_RENSTRA 15-19

PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG

dokumen usulan teknis|C-3

1. Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pekerjaan Umum 2015-

2019 yang saat ini juga sedang dalam proses penyusunan, nantinya

akan menjadi salah satu acuan dalam penyusunan rencana program

dan kegiatan masing-masing unit utama (satminkal) di lingkungan

Kementerian Pekerjaan Umum, termasuk Direktorat Jenderal Penataan

Ruang

2. Renstra Kementerian Pekerjaan Umum 2015-2019 maupun Renstra

Ditjen Penataan Ruang 2015-2019 diperuntukan untuk mendukung

tugas dan fungsi organisasi Direktorat Jenderal

3. Saat ini merupakan menjelang akhir pelaksanaan RPJMN, dan Renstra

Ditjen Penataan Ruang 2010-2014, maka dari itu perlu dilakukan

Review Renstra Ditjen Penataan Ruang 2010-2014, untuk

menganalisa dan mengkaji hasil kinerja pelaksanaan tugas, apakah

sudah cukup berhasil atau sukses dalam upaya peningkatan kinerja.

Dari uraian penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa :

1. Hal yang perlu dilakukan dalam menyusun suatu kebijakan yang baru

(Renstra Ditjen Penataan Ruang 2015-2019) adalah evaluasi, yang

merupakan suatu proses untuk menjelaskan secara sistematis untuk

mencapai obyektif, efisien, dan efektif, serta untuk mengetahui

dampak dari suatu kegiatan dan juga membantu pengambilan

keputusan untuk perbaikan satu atau beberapa aspek program

perencanaan yang akan datang.

2. Riview Renstra Ditjen Penataan Ruang 2010-2014 adalah sebuah

proses dimana keberhasilan yang dicapai dibandingkan dengan

seperangkat keberhasilan yang diharapkan. Perbandingan ini

kemudian dilanjutkan dengan pengidentifikasian faktor-faktor yang

berpengaruh pada kegagalan dan keberhasilan. Kegiatan ini dapat

dilakukan secara internal oleh mereka yang melakukan proses yang

sedang dievaluasi ataupun oleh pihak lain, dan dapat dilakukan secara

teratur maupun pada saat-saat yang tidak beraturan. Proses evaluasi

dilakukan setelah sebuah kegiatan selesai, dimana kegunaannya

adalah untuk menilai/ menganalisa apakah keluaran, hasil ataupun

dampak dari kegiatan yang dilakukan sudah sesuai dengan yang

diinginkan.

Page 4: Dokumen usulan teknis bagian C_Tanggapan Dan Saran_RENSTRA 15-19

PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG

dokumen usulan teknis|C-4

Konsultan merasa sudah cukup jelas dengan latar belakang yang tertulis

dalam KAK pekerjaan Penyusunan Renstra 2015-2019 dan Review

Pelaksanaan Kegiatan 2010-2014 Setditjen Penataan Ruang, semua aspek

dijelaskan secara lengkap dan terperinci, hal ini memudahkan konsultan

untuk mengetahui strategi apa yang akan dilakukan dalam menyelesaikan

pekerjaan ini nantinya.

C.1.2. Tanggapan dan Saran terhadap Manfaat

Berdasarkan pada latar belakang yang telah dijelaskan di atas dan

mengacu pada KAK yang diberikan, kegiatan penyusunan Penyusunan

Renstra 2015-2019 dan Review Pelaksanaan Kegiatan 2010-2014

Setditjen Penataan Ruang ini memiliki Manfaat yaitu:

a. Terbangunnya proses perumusan program dan kegiatan yang dan

terstruktur di lingkungan Setditjen Penataan Ruang;

b. Tersedianya acuan kebijakan dan strategi dalam pelaksanaan tugas

dan fungsi Setditjen Penataan Ruang;

c. Tersedianya acuan perencanaan program dan kegiatan, serta acuan

target pelaksanaan pembangunan yang harus dipenuhi oleh

Sekretariat Ditjen Penataan Ruang 2015 - 2019;

d. Menjadi masukan dalam dokumen kebijakan dan strategi Direktorat

Jenderal Penataan Ruang;

e. Memperlihatkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan;

f. Menunjukkan di mana dan bagaimana perlu dilakukan perubahan dan

perbaikan;

g. Membantu untuk dapat melihat konteks dengan lebih luas serta

implikasinya terhadap kinerja pembangunan.

Berdasarkan manfaat tersebut dapat dipahami bahwa pokok dari kegiatan

penyusunan Penyusunan Renstra 2015-2019 dan Review Pelaksanaan

Kegiatan 2010-2014 Setditjen Penataan Ruang adalah mengenai evaluasi

dan perencanaan kebijakan. Evaluasi kebijakan pemerintah merupakan

tanggung jawab pemerintah sebagai pelaksana kemauan politik pemerintah

dan dewan yang telah dirumuskan bersama. Evaluasi terhadap kebijakan

menjadi sangat penting jika dikaitkan dengan peningkatan akuntabilitas

instansi.

Page 5: Dokumen usulan teknis bagian C_Tanggapan Dan Saran_RENSTRA 15-19

PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG

dokumen usulan teknis|C-5

Tujuan dari evaluasi program, paling tidak ada empat tujuan umum, seperti:

1. Memperbaiki pelaksanaan kebijakan (penerapan dan hasilnya);

2. Menuntun arah kebijakan dan inisiatif-inisiatif kebijakan di masa yang

akan datang;

3. Memperoleh atau meningkatkan pengetahuan, mendapatkan

pemahaman yang lebih baik (insight) atau menguji suatu teori sosial

atau ekonomi; dan

4. Meningkatkan akuntabilitas.

Evaluasi kebijakan yang dilakukan oleh pelaksana dan penanggung jawab

program merupakan bentuk dari akuntabilitas para penyelenggara

kebijakan itu agar dapat selalu meyakinkan bahwa tujuan kebijakan dapat

dicapai dan sesuai dengan misi yang dijalankan oleh instansi. Akuntabilitas

kebijakan akan dapat dinilai dari hasil kebijakan tersebut yang dinikmati

oleh peserta kebijakan atau masyarakat yang menjadi target group

kebijakan. Ini berarti inti dari akuntabilitas program adalah akuntabiltias

terhadap outcomes yang dapat diwujudkan oleh kebijakan tersebut.

Meningkatkan kinerja organisasi, dalah hal ini Ditjen Penataan Ruang,

dapat dicapai melalui antara lain dengan meningkatkan kinerja

pelaksanaan kebijakan. Pelaksanaan kebijakan dapat menjadi sampel

apakah suatu organisasi telah melaksanakan misinya dengan baik dan

akuntabel. Oleh karena itu, evaluasi kebijakan jika dijalankan akan

merupakan bentuk dari kepedulian para manajer pelaksana kebijakan.

Jika evaluasi kebijakan sudah dilakukan atau akan dilakukan yang perlu

menjadi perhatian adalah perlunya mengecek kembali cara mengelola

kebijakan, termasuk cara memonitor dan mengevaluasi kebijakan.

Perbaikan sistem dan metode untuk pelaksanaan akan dapat dilakukan jika

secara terus menerus dilakukan pengamatan dan melihat berbagai

kemungkinan perbaikan.

Page 6: Dokumen usulan teknis bagian C_Tanggapan Dan Saran_RENSTRA 15-19

PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG

dokumen usulan teknis|C-6

Manfaat yang tertuang dalam KAK sudah cukup jelas dan dapat dipahami

oleh konsultan. Dari Manfaat yang ingin dicapai menunjukkan bahwa

adanya suatu panduan penyelenggaraan kegiatan ini untuk mencapai

kesamaan visi, misi, dan persepsi, serta kesamaan mekanisme administrasi

untuk mengantisipasi kendala-kendala yang mungkin dihadapi dalam

pelaksanaan kegiatan pada setiap tahap kegiatan.

C.1.3. Tanggapan dan Saran Terhadap Fasilitas Pendukung

Untuk membantu memudahkan kelancaran pelaksanaan pekerjaan

Penyusunan Renstra 2015-2019 dan Review Pelaksanaan Kegiatan 2010-

2014 Setditjen Penataan Ruang, maka diperlukan fasiltas pendukung yang

dibutuhkan dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut agar terlaksana secara

tepat waktu dan tercapainya maksud, tujuan serta keluaran dari pekerjaan

tersebut. Fasilitas ini dibutuhkan baik dalam pengerjaan di kantor

konsultan ataupun saat diskusi dan pertemuan di pusat (Kementerian

Pekerjaan Umum) yang menjadi lokasi studi Penyusunan Renstra 2015-

2019 dan Review Pelaksanaan Kegiatan 2010-2014 Setditjen Penataan

Ruang. Fasilitas pendukung yang akan digunakan pada pekerjaan ini

antara lain:

Tabel C.1. Daftar Fasilitas Pendukung yang Akan Dipergunakan Saat PelaksanaanPekerjaan Penyusunan Renstra 2015-2019 dan Review PelaksanaanKegiatan 2010-2014 Setditjen Penataan Ruang

No. Fasilitas Pendukung Keterangan

1 Komputer dan printer akan menggunakan komputer dan printer milik

Perusahaan

2 Software pengolah data akan menggunakan software sesuai dengan kebutuhan

pekerjaan

3 Scanner akan menggunakan scanner milik Perusahaan

4 Multimedia projector Akan dipergunakan saat melakukan diskusi dan rapat

kerja di intern perusahaan dan di kantor kementerian

pekerjaan umum, juga di daerah

5 Kamera Digital akan menggunakan milik perusahaan untuk

mendokumentasikan kegiatan pekerjaan saat survey

lapangan, rapat di pusat dan derah serta kegiatan lainnya

yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan

6 Alat GPS untuk mendukung survey lapangan dalam menentukan

koordinat lokasi kegiatan dilapangan.

7 Alat komunikasi Telepon dan

Faximile

akan menggunakan alat komunikasi milik perusahaan

8 Ruangan kantor akan menggunakan kantor konsultan milik sendiri dan

berkedudukan di Jakarta

Page 7: Dokumen usulan teknis bagian C_Tanggapan Dan Saran_RENSTRA 15-19

PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG

dokumen usulan teknis|C-7

No. Fasilitas Pendukung Keterangan

9 Ruang pertemuan untuk kegiatan diskusi dan pembahasan di pusat, dan juga

dipersiapkan di daerah

10 Kendaraan operasional akan menggunakan kendaraan operasional milik sendiri,

sedangkan untuk kegiatan lapangan dengan cara sewa

C.2. Tanggapan Khusus Mengenai Materi Pekerjaan

C.2.1. Landasan dan Arah Kebijakan

C.2.1.1. Rencana Strategis Kemeterian PU

Memasuki tahapan pelaksanaan pembangunan jangka panjang ketiga

(2015-2019), tatanan kementerian/lembaga telah memiliki landasan

hukum yang kuat dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 39 Tahun

2008 tentang Kementerian Negara dan Peraturan Presiden (Perpres)

Nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian

Negara. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang dan Perpres tersebut

Kementerian Negara mempunyai tugas menyelenggarakan urusan tertentu

dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan

pemerintahan Negara. Sesuai Undang-Undang tersebut Kementerian

Pekerjaan Umum termasuk ke dalam kelompok kementerian dalam rangka

menangani urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Fungsi dari

masing-masing Kementerian Negara adalah melakukan:

1. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidangnya;

2. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung

jawabnya;

3. pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya;

4. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan

Kementerian di daerah; dan

5. pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.

Terkait dengan tugas dan fungsi tersebut, selanjutnya di dalam Peraturan

Pemerintah R.I. Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan

Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, telah ditetapkan secara lebih

spesifik tentang mandat yang diberikan kepada Kementerian Pekerjaan

Umum yang terbagi ke dalam 2 (dua) bidang utama, yaitu urusan bidang

Page 8: Dokumen usulan teknis bagian C_Tanggapan Dan Saran_RENSTRA 15-19

PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG

dokumen usulan teknis|C-8

Pekerjaan Umum dan urusan bidang Penataan Ruang yang selanjutnya

dibagi lagi ke dalam sub-sub bidang urusan.

Renstra 2015–2019 ini, disamping berdasarkan pada tugas dan fungsi

Kementerian, juga berlandaskan pada pemetaan kondisi lingkungan serta

isu-isu strategis yang terus berkembang serta mengacu pada arah

kebijakan yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional (RPJMN) 2015–2019 maupun Rencana Pembangunan

Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005–2025.

Susunan Renstra 2015–2019 dimulai dengan pemaparan tentang kondisi

dan tantangan penyelenggaraan bidang pekerjaan umum dan permukiman;

visi, misi, tujuan dan sasaran Kementerian Pekerjaan Umum; strategi

penyelenggaraan infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman; serta

program dan kegiatan.

Renstra Kementerian Pekerjaan Umum ini selanjutnya akan menjadi acuan

dalam penyusunan rencana aksi masing-masing unit utama (satminkal) di

lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum serta Rencana Kerja dan

Anggaran Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2015 sampai dengan 2019.

C.2.1.2. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Penataan Ruang 2010-2014

1. Visi

Visi Ditjen Penataan Ruang 2010-2014 adalah sebagai berikut:

” Mewujudkan Sinergi Pembangunan Wilayah Berbasis Penataan

Ruang Dengan Didukung Institusi Yang Handal Dan Profesional Serta

Produk Yang Berkualitas”

Penjelasan Visi Ditjen Penataan Ruang tersebut yakni:

1. Perlunya keterpaduan pembangunan berbasis penataan ruang;

2. Penataan ruang perlu menjadi acuan dalam penataan ruang wilayah

nasional/provinsi serta kabupaten/kota;

3. Penyelenggaraan penataan ruang berupa perwujudan kegiatan

sosialisasi, pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan;

4. Perwujudan lembaga yang efektif dalam penyelenggaraan penataan

ruang untuk menghasilkan produk penataan ruang yang berkualitas.

Page 9: Dokumen usulan teknis bagian C_Tanggapan Dan Saran_RENSTRA 15-19

PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG

dokumen usulan teknis|C-9

2. Misi

Untuk mewujudkan visi Ditjen Penataan Ruang tersebut maka

dirumuskan misi Ditjen Penataan Ruang 2010-2014, yakni :

1. Mewujudkan penataan ruang sebagai acuan matra spasial dari

pembangunan nasional dan daerah;

2. Mewujudkan keterpaduan pembangunan infrastruktur pekerjaan

umum berbasis penaaan ruang;

3. Melembagakan manajemen organisasi yang efektif, efisien,

terpadu, dan konsisten.

3. Tujuan sasaran

Dalam rangka mencapai visi dan misi Ditjen Penataan Ruang yang

dimaksud diatas, diperlukan arah tujuan Ditjen Penataan Ruang sebagai

berikut ;

“Meningkatkan Penyelenggaraan Penataan Ruang Untuk Menjamin

Penataan Ruang Sebagai Matra Spasial Bagi Pembangunan Nasional

Yang Berkelanjutan Serta Terwujudnya Keterpaduan Pembangunan

Infrastruktur Pekerjaan Umum”

Adapun sasaran yang hendak dicapai Ditjen Penataan Ruang adalah ;

1. Meningkatkan penyelesaian peraturan perundangan, standar,

pedoman, dan manual penataan ruang serta efektivitas

penerapannya di daerah;

2. Mewujudkan kualitas pelaksanaan penataan ruang nasional yang

mendorong keterpaduan pembangunan infrastruktur serta

pelaksanaan program pembangunan nasional, provinsi, Kabupaten

dan Kota;

3. Meningkatkan efektifitas pembinaan dan pengawasan penataan

ruang sesuai dengan kewenangan penyelenggaraan penataan

ruang.

4. Kebijakan dan strategi

Kebijakan Ditjen Penataan Ruang tidak telepas dari visi, misi, tujuan

dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Kebijakan

dimaksudkan agar visi dan misi yang telah ditetapkan dapat

Page 10: Dokumen usulan teknis bagian C_Tanggapan Dan Saran_RENSTRA 15-19

PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG

dokumen usulan teknis|C-10

dilaksanakan sesuai dengan arahan pembangunan yang telah

ditetapkan sebelumnya.

Beberapa hal yang menjadi kebijakan Ditjen Penataan Ruang adalah:

1. Mempercepat penyelesaian peraturan perundang-undangan,

standar, pedoman dan manual penataan ruang, dan meningkatkan

efektifitas penerapannya di daerah

2. Mengefektifkan penyelenggaraan penataan ruang yang

berkelanjutan dengan meningkatkan kualitas rencana tata ruang,

mengoptimalkan peran kelembagaan, dan diacunya rencana tata

ruang dalam pelaksanaan pembangunan;

3. Mengefektifkan pembinaan dan pengawasan teknis dalam

pelaksanaan penataan ruang, termasuk dengan meningkatkan

kualitas penyelenggaraan penataan ruang oleh pemerintah daerah

sesuai dengan kewenangan berdasarkan PP. No. 38 Tahun 2007

4. Meningkatkan kualitas pelaksanaan penataan ruang strategis

nasional, yang mendorong keterpaduan pembangunan infrastruktur

wilayah dan implementasi program pembangunan daerah, dan

program pengembangan wilayah/kawasan

5. Meningkatkan peran kelembagaan penataan ruang dalam

pelaksanaan pembangunan nasional

Strategi penyelenggaraan penataan ruang Ditjen Penataan Ruang

Departemen Pekerjaan Umum antara lain adalah:

1. Mengembangkan prakarsa dan peran, serta meningkatkan rasa

memiliki (ownership) seluruh pemangku kepentingan dalam

percepatan penyelesaian produk pengaturan.

2. Mempercepat penyusunan dan pengesahan Rencana Tata Ruang

dan peraturan perundangan pelaksanaan sebagai amanat UU No.

26 Tahun 2007

3. Memantapkan penyelengaraan penataan ruang nasional melalui

pelaksanaan kerangka pengembangan strategis sebagai kerangka

orientasi arah pengembangan ruang nasional

4. Meningkatkan pengendalian pemanfaatan ruang di Provinsi,

kabupaten, dan kota

Page 11: Dokumen usulan teknis bagian C_Tanggapan Dan Saran_RENSTRA 15-19

PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG

dokumen usulan teknis|C-11

5. Mengembangkan rencana terpadu pengembangan wilayah di

berbagai arah spasialnya dengan penjurunya pembangunan

infrastruktur dan pembangunan daerah

6. Mewujudkan mekanisme penyelenggaraan penataan ruang dalam

pembangunan infrastruktur nasional sebagai upaya untuk

mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat

7. Mengembangkan kapasitas kelembagaan pusat dan daerah serta

sinergi dalam pelaksanaan pembinaan dan pengawasan teknis

pelaksanaan penataan ruang

8. Mendapatkan komitmen berbagai pemangku kepentingan,

termasuk masyarakat dalam pelaksanaan UU. No. 26/2007

tentang penataan ruang.

5. Keserasian dengan RTRW

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) telah ditetapkan

melalui Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 sebagai amanah atau

penjabaran dari Undang Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Ruang. Dalam RTRWN tersebut telah ditetapkan struktur ruang nasional

dan pola ruang nasional yang harus dijadikan sebagai acuan dalam

pengembangan wilayah. Oleh karena itu, maka dengan sendirinya

pengembangan infrastruktur juga harus dilakukan dalam rangka

mewujudkan struktur dan pola ruang tersebut.

Sesuai dengan kewenangannya, maka RTRWN perlu diturunkan lagi

dalam rencana tata ruang wilayah sesuai dengan wilayah administrasi

pemerintahan. Dalam hal ini perlu disusun Rencana Tata Ruang Wilayah

Provinsi (RTRWP) yang substansinya harus mendapat persetujuan dari

pemerintah pusat. Demikian juga pada hirarki lebih detail, perlu disusun

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota yang seyognya

substansinyapun mendapat persetujuan dari pemerintah provinsi.

Dengan tersusunnya RTRW di setiap kabupaten/kota maka arah

pengembangan wilayah menjadi jelas dan kerangka pengembangan

infrastruktur juga dapat diarahkan untuk mendukung kebijakan

pengembangan wilayah tersebut. Meskipun selama ini telah disusun

rencana tata ruang sebagai acuan pembangunan di daerah, namun

Page 12: Dokumen usulan teknis bagian C_Tanggapan Dan Saran_RENSTRA 15-19

PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG

dokumen usulan teknis|C-12

pada kenyatannya masih terdapat permasalahan dalam

pelaksanaannya.

Beberapa tantangan yang dihadapi dalam bidang penataan ruang

terutama:

o Belum sepenuhnya rencana tata ruang dijadikan acuan bagi

pembangunan nasional dan pengembangan wilayah.

o Belum sepenuhnya rencana tata ruang dijadikan usaha preventif

dalam proses pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup.

o Masih lemahnya kepastian hukum dan koordinasi dalam

pengendalian pemanfaatan ruang.

Dalam upya pencapaian sasaran, beberapa permasalahan yang

dihadapai antara lain:

o Belum tersedianya kebijakan, strategi, RTRW dan program

penanganan kawasan perbatasan, kawasan bencana dan rawan

bencana alam, pulau-pulau kecil dan terpencil serta daerah konflik.

o Belum tersdianya NSPM dalam mendukung program penanganan

kawasan perbatasan, kawasan bencana dan rawan bencana alam,

pulau-pulau kecil dan terpencil serta daerah konflik.

o Belum tersedianya kebijakan operasionalisasi penataan ruang yarrg

memiliki kepastian hukum melalui proses penataan ruang yang

berkualitas dan akuntabel.

o Terbatasnya akses peran masyarakat dalam proses

penyelenggaraan penataan ruang melalui pemantapan system

informasi dan komunikasi.

o Belum terwujudnya pemanfaatan ruang yang sesuai dengan

kearifan lokal untuk mengurangi kesenjangan wilayah di daerah

terisolir dan tertinggal melalui pengembangan kawasan dan

kerjasama ekonomi.

o Belum terwujudnya mekanisme penyelenggaraan penataan ruang

yang partisipatif berbasis kemitraan dalam penyusunan dan

penerapan kebijakan penataan ruang sebagai upaya untuk

mendorong peningkatan penyelenggaraan penataan ruang di pusat

dan daerah.

Page 13: Dokumen usulan teknis bagian C_Tanggapan Dan Saran_RENSTRA 15-19

PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG

dokumen usulan teknis|C-13

o Belum tersedianya penyelenggaraan dan operasionalisasi RTRWN,

RTR Pulau, RTRW Provinsi / Kabupaten / Kota / Kawasan sebagai

acuan pengambangan wilayah dan pembangunan infrastruktur.

o Belum terselenggaranya pengembangan kawasan strategis

nasional.

o Belum terwujudnya pemanfaatan ruang yang nyaman dan harmonis

sejalan dengan pembangunan pe'rumahan dan permukiman,

transportasi, sumberdaya air, dan infrastruktur perkotaan dan

perdesaan.

C.2.2. Hubungan antara Pembangunan Nasional dan Penataan Ruang

C.2.2.1. Keterkaitan Rencana Pembangunan Nasional Dengan Penataan Ruang

UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

merupakan payung hukum bagi pelaksanaan perencanaan pmbangunan

dalam rangka menjamin tercapainya tujuan negara, yang digunakan

sebagai arahan di dalam Sistem Perencanaan Pembangunan secara

nasional. Menurut undang-undang tersebut, rencana pembangunan terdiri

dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana

Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), dan Rencana Kerja Pemerintah

(RKP). Rencana pembangunan memuat arahan kebijakan pembangunan

yang dijadikan acuan bagi pelaksanaan pembangunan di seluruh wilayah

Indonesia. Terkait hal ini, daerah akan menyusun RPJPD dan RPJMD yang

mengacu pada RPJP dan RPJM Nasional serta membuat program

pembangunan dan kegiatan pokok yang akan dilaksanakan melalui

Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang disusun oleh Kementerian/Lembaga.

Lahirnya UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dengan

turunannya berupa rencana tata ruang merupakan upaya penting dalam

menertibkan penyelenggaraan penataan ruang di Indonesia yang

diwujudkan melalui beberapa aspek penting, diantaranya pengendalian

pemanfaatan ruang. Pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan

secara sistematik melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan,

pemberian insentif dan disinsentif, serta sanksi.

Kegiatan penataan ruang terdiri dari 3 (tiga) kegiatan yang saling terkait,

yaitu: perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian

Page 14: Dokumen usulan teknis bagian C_Tanggapan Dan Saran_RENSTRA 15-19

PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG

dokumen usulan teknis|C-14

pemanfaatan ruang, dengan produk rencana tata ruang berupa Rencana

Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang secara hirarki terdiri dari Rencana Tata

Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi

(RTRWP), dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRW

Kab/kota). Ketiga rencana tata ruang tersebut harus dapat terangkum di

dalam suatu rencana pembangunan sebagai acuan di dalam implementasi

perencanaan pembangunan berkelanjutan di wilayah Indonesia.

Sebagai payung hukum dalam penyelenggaraan penataan ruang, maka

Undang-Undang Penataan Ruang ini diharapkan dapat mewujudkan

rencana tata ruang yang dapat mengoptimalisasikan dan memadukan

berbagai kegiatan sektor pembangunan, baik dalam pemanfaatan

sumberdaya alam maupun sumberdaya buatan.

Pendekatan top-down dan partisipatif dalam perencanaan pembangunan

yang ada dalam UU No. 25/2004 terwujud dalam bentuk rangkaian

musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) yang dilakukan

secara berjenjang dari mulai tingkat Kabupaten/Kota sampai dengan

Nasional. Rangkaian forum ini menjadi bagian dalam menyusun sistem

perencanaan dan alokasi anggaran untuk pelaksanaan kegiatan

pembangunan setiap tahun. Secara top down, Pemerintah telah

menetapkan rencana kerja pemerintah berikut alokasi anggaran yang

ditetapkan dan akan digunakan didalam membiayai kegiatan

pembangunan secara nasional.

Secara partisipatif, proses perencanaan pembangunan dilaksanakan

dengan melibatkan seluruh stakeholder di pusat dan daerah. Perencanaan

pembangunan adalah suatu proses yang bersifat sistematis, terkoordinir

dan berkesinambungan, sangat terkait dengan kegiatan pengalokasian

sumberdaya, usaha pencapaian tujuan dan tindakan- tindakan di masa

depan.

Segala bentuk kegiatan pemanfaatan sumberdaya harus diatur di dalam

rencana tata ruang seperti yang tercantum di dalam UU No. 26/2007,

bahwa penataan ruang terbagi atas kegiatan perencanaan, pemanfaatan,

dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dengan demikian keterkaitan

Page 15: Dokumen usulan teknis bagian C_Tanggapan Dan Saran_RENSTRA 15-19

PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG

dokumen usulan teknis|C-15

antara perencanaan pembangunan dan penataan ruang sangat penting

dalam rangka optimalisasi sumberdaya alam dan buatan yang terbatas dan

mengurangi resiko bencana yang ditimbulkan oleh kegiatan manusia.

Keterkaitan antara rencana pembangunan dengan penataan ruang dapat

dilihat pada skema berikut.

Gambar C.2. Skema Keterkaitan Rencana Pembangunan dengan Rencana Tata Ruang

Pada gambar diatas dapat di lihat RPJPN merupakan amanat yang disusun

berdasarkan UU No. 25/2004, sedangkan RTRWN disusun berdasarkan

amanat yang terdapat pada UU No. 26/2007. Rencana Pembangunan

(Nasional dan Daerah) dan Rencana Tata Ruang harus dapat saling

mengacu dan mengisi. Berdasarkan pasal 19 UU No. 26/2007 tentang

Penataan Ruang, bahwa di dalam penyusunan RTRWN harus

memperhatikan RPJPN, dan pada pasal 20 ayat (2) menyatakan bahwa

RTRWN menjadi pedoman untuk penyusunan RPJPN. RTRWN merupakan

pedoman bagi penyusunan dan pelaksanaan kegiatan yang bersifat

“keruangan”. RPJPN dan RTRWN memiliki batas waktu selama 20 tahun.

Untuk RTRWN dapat ditinjau kembali satu kali dalam 5 tahun apabila terjadi

perubahan lingkungan strategis seperti terjadi bencana alam skala besar

Page 16: Dokumen usulan teknis bagian C_Tanggapan Dan Saran_RENSTRA 15-19

PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG

dokumen usulan teknis|C-16

yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan, perubahan batas

teritorial negara yang ditetapkan dengan UU, perubahan batas wilayah

provinsi yang ditetapkan dengan UU (khusus RTRWP dan RTRWK), dan

perubahan batas wilayah kabupaten/kota yang ditetapkan dengan UU

(khusus RTRWK).

RPJMN merupakan turunan dari RPJPN yang memiliki batas waktu selama 5

tahun. Penjabaran RPJMN tertuang di dalam RKP yang dirumuskan setiap

tahun dan disusun melalui Murenbangnas.

Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasonal, yang mengamanatkan bahwa setiap

Kementerian/Lembaga diwajibkan menyusun Rencana Pembangunan

Jangka Menengah (RPJM) yang selanjutnya disebut Rencana Strategis

Kementerian/Lembaga (Renstra K/L), yang merupakan dokumen

perencanaan kementerian/lembaga untuk periode 5 (lima) tahun. Renstra

memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan

pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi kementerian/lembaga yang

disusun dengan berpedoman pada RPJM Nasional dan bersifat indikatif.

C.2.2.2. Tantangan Penyelanggaraan Penataan Ruang Dalam Pembangunan

Nasional

Peranan penataan ruang didalam pelaksanaan kegiatan pembangunan

yang terjabarkan pada rencana pembangunan sangatlah penting. Segala

kegiatan yang tentu saja membutuhkan ruang sebagai wadah pendukung

kegiatan pembangunan tersebut harus diatur di dalam rencana tata ruang.

Namun, dalam pelaksanaannya masih banyak terdapat berbagai kendala

dan tantangan yang disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:

1. Perencanaan Tata Ruang

Penyusunan rencana tata ruang di masa lalu pada umumnya sudah

baik namun dalam beberapa hal produk rencana tata ruang yang

dihasilkan masih belum diacu dalam pelaksanaan pembangunan. Hal

ini disebabkan beberapa hal diantaranya adalah: data dan informasi

yang digunakan kurang akurat dan belum meliputi analisis

pemanfaatan sumberdaya kedepan, penyusunan rencana tata ruang

sering dilaksanakan hanya untuk memenuhi kewajiban pemerintah

Page 17: Dokumen usulan teknis bagian C_Tanggapan Dan Saran_RENSTRA 15-19

PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG

dokumen usulan teknis|C-17

(Pusat dan Daerah) sesuai Undang-undang dan Peraturan Daerah,

rencana tata ruang uang disusun, terutama di tingkat daerah,

seringkali dianggap sebagai produk satu instansi tertentu dan belum

menjadi dokumen milik semua instansi karena penyusunannya belum

melibatkan berbagai pihak.

Permasalahan lain yang terjadi terkait dengan perencanaan tata ruang

adalah seringkali perencanaan suatu kegiatan yang menggunakan

ruang secara blue print tidak tergambar secara detail di dalam suatu

peta rencana yang dapat menyebabkan pada pelanggaran didalam

pemanfaatan ruang.

2. Pemanfaatan Ruang

Pemanfaatan ruang suatu wilayah atau daerah seringkali tidak sesuai

dengan peruntukannya yang ada dalam rencana tata ruang suatu

wilayah atau daerah. Kebutuhan mendesak akan ruang, baik yang

disebabkan oleh pengguna ruang ilegal maupun pemerintah, telah

menyebabkan alih fungsi lahan yang tidak terkendali. Hal ini terkait

erat dengan rencana tata ruang yang tidak sesuai, dengan kebutuhan

masyarakat dan pemerintah dalam jangka menengah maupun panjang

maupun tidak adanya sanksi hukum terhadap pelanggaran rencana

tata ruang. Kebutuhan ruang bagi masyarakat dan pemerintah (daerah)

terutama terjadi di daerah-daerah yang baru dibentuk sebagai akibat

pemekaran daerah.

Dalam mengantisipasi kebutuhan masyarakat dan pemerintah,

perubahan rencana tata ruang serta suatu peraturan dan perundangan

yang mengatur tata ruang seringkali tidak dapat dilaksanakan dengan

segera dan membutuhkan waktu yang relatif lama. Misalnya dalam

proses alih fungsi kawasan hutan (produksi maupun lindung) yang

diminta oleh daerah, maka prosesnya harus mengikuti ketentuan yang

ada sesuai Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan,

dan proses ini akan memakan waktu yang cukup lama (hampir satu

tahun bahkan lebih).

Page 18: Dokumen usulan teknis bagian C_Tanggapan Dan Saran_RENSTRA 15-19

PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG

dokumen usulan teknis|C-18

3. Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian dari penataan

ruang digunakan sebagai alat untuk menertibkan kegiatan yang akan

dan atau telah melanggar tata ruang pada jalur yang sesuai dengan

muatan yang terdapat pada produk rencana tata ruang. Tingginya

tingkat pertumbuhan penduduk terutama yang disebabkan oleh arus

urbanisasi mengakibatkan pengelolaan ruang kota semakin berat.

Selain itu daya dukung lingkungan dan sosial yang ada juga menurun,

sehingga tidak dapat mengimbangi kebutuhan akibat tekanan

penduduk. Masalah perekonomian yang menjadi pemicu didalam

pembangunan nasional, menjadikan berbagai kegiatan pendukung

ekonomi menjadi faktor utama di dalam kegiatan pembangunan. Hal

tersebut berdampak pada maraknya alih fungsi lahan yang dilakukan

dalam rangka melangsungkan dan mendukung kegiatan ekonomi.

Kewenangan yang sudah banyak didelegasikan kepada Pemerintah

Daerah melalui kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi

memberikan kesempatan bagi daerah untuk mencari berbagai sumber

pendapatan baru untuk meningkatkan pendapatan asli daerah melalui

berbagai kegiatan ekonomi, termasuk alih fungsi lahan tanpa

memperhitungkan keberlanjutannya dalam jangka panjang. Salah satu

upaya tersebut antara lain melalui pemberian perizinan yang tidak

sesuai dengan kaidah-kaidah yang terdapat di dalam rencana tata

ruang. Sebagai dampaknya, bentuk pelanggaran-pelanggaran tata

ruang semakin marak terjadi yang dapat mengganggu lingkungan dan

pada akhirnya dapat mengakibatkan bencana yang tentunya

merugikan bagi masyarakat.

4. Kelembagaan Penataan Ruang

Kelembagaan penataan ruang mempunyai peranan yang sangat

penting di dalam mensinkronisasikan kegiatan pembangunan dengan

rencana tata ruang. Namun, permasalahan yang terjadi seringkali sulit

untuk menciptakan sinkronisasi kelembagaan dan hal ini terwujud

dalam bentuk konflik penataan ruang yang disebabkan oleh tidak

sinkronnya kegiatan antar sektor dan antar daerah. Ego sektoral dan

daerah masih menjadi masalah utama dalam hal ini. Selain itu, konflik

Page 19: Dokumen usulan teknis bagian C_Tanggapan Dan Saran_RENSTRA 15-19

PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG

dokumen usulan teknis|C-19

kewenangan pun terjadi secara hirarki antar instansi pemerintahan.

Sebagai contoh, konflik antar sektor kehutanan dengan pemerintah

daerah dalam pemanfaatan kawasan hutan. Hal ini berdampak pada

sulitnya pemerintah daerah dalam melaksanakan penyusunan rencana

tata ruang wilayahnya. Oleh karena itu peranan kelembagaan penataan

ruang dalam menjembatani hal tersebut sangatlah penting.

C.2.2.3. Permasalahan Strategis Bidang Penataan Ruang

Penataan ruang pada intinya disusun dalam upaya untuk mendorong

pertumbuhan ekonomi suatu kawasan/wilayah dengan cara mewujudkan

keterpaduan dan keseimbangan pembangunan antar sektor dan antar

wilayah dalam jangka panjang, dan secara kontinyu direview disesuaikan

dengan kecenderungan perkembangan sosial dan ekonomi

kawasan/wilayah terkait. Dengan bahasa lain Penataan Ruang adalah

serangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan

berbagai sumberdaya, merekatkan dan menyeimbangkan keserasian

pembangunan antar kawasan, dan antar sektor, yang pada akhirnya

menciptakan pertumbuhan dan nilai tambah secara berkelanjutan.

Gambar C.3. Model Suistanable Development

Ketersediaan infrastruktur yang berkualitas merupakan salah satu faktor

penentu daya tarik suatu kawasan/wilayah, di samping faktor kualitas

Page 20: Dokumen usulan teknis bagian C_Tanggapan Dan Saran_RENSTRA 15-19

PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG

dokumen usulan teknis|C-20

lingkungan hidup, image, dan masyarakat (budaya). Sementara itu, kinerja

infrastruktur merupakan faktor kunci dalam menentukan daya saing global,

selain kinerja ekonomi makro, efisiensi pemerintah, dan efisiensi usaha.

Dalam hal daya saing global tersebut, maka laporan dari World Economic

Forum 2008 - 2009 hanya menempatkan Indonesia pada peringkat ke-96

dari 134 negara yang diteliti, dimana ketersediaan infrastruktur yang tidak

memadai (16,4%) merupakan penyumbang kedua sebagai faktor

problematik dalam melakukan usaha setelah birokrasi pemerintah yang

tidak efisen (19,3%). Dengan demikian, tantangan pembangunan

infrastruktur ke depan adalah bagaimana untuk terus meningkatkan

ketersediaan infrastruktur yang berkualitas dan kinerjanya semakin dapat

diandalkan agar daya tarik dan daya saing Indonesia dalam konteks global

dapat membaik.

Salah satu isu strategis yang dihadapi adalah bagaimana pembangunan

infrastruktur dapat membantu mengatasi besarnya kesenjangan antar-

kawasan nusantara: antara Kawasan Barat Indonesia dengan Kawasan

Timur Indonesia, antara Pulau Jawa dan pulau-pulau lainnya, antara

kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan, antara kota Jakarta dan kota-

kota lainnya. Fenomena yang terkait adalah urbanisasi yang cukup tinggi

dengan laju 4,4% per tahun akibat tingginya mobilitas penduduk. Secara

teoritik, kota merupakan mesin pertumbuhan ekonomi (the engine of

economic growth), sehingga proses pengembangan wilayah terjadi karena

adanya perkembangan kota sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, yang lalu

diikuti dengan penyebaran pertumbuhan ekonomi di kawasan sekitarnya.

Diperkirakan dalam 20 hingga 25 tahun ke depan jumlah penduduk

perkotaan di Indonesia akan mencapai 65% (Pustra, 2007), dan pada akhir

tahun 2014 jumlah penduduk perkotaan diperkirakan mencapai 53 – 54%.

Tingkat urbanisasi yang relatif tinggi ini belum disertai oleh kemampuan

untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur yang disebabkan oleh

pertumbuhan penduduk oleh urbanisasi tersebut maupun backlog yang

telah ada sebelumnya. Demikian juga ketersediaan infrastruktur belum

merata ke semua golongan masyarakat, terutama masyarakat miskin.

Page 21: Dokumen usulan teknis bagian C_Tanggapan Dan Saran_RENSTRA 15-19

PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG

dokumen usulan teknis|C-21

Issue – issue strategis dalam Penataan Ruang di identifikasi sbb :

• Perlu segera menyelesaikan peraturan operasionalisasi Undang-

Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yaitu

Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Menteri.

• Pentingnya menyelesaikan Perda RTRW provinsi/kabupaten/kota

sesuai amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Penataan Ruang.

• Meningkatkan kemampuan aparat perencana maupun pelaksana

pengendali dan pengawas pemanfaatan ruang, baik di tingkat pusat

maupun di daerah, untuk menjamin pelaksanaan RTR yang semakin

berkualitas serta dalam rangka pengendalian dan pengawasan

pemanfaatan ruang yang efektif.

• Menyelenggarakan upaya-upaya sosialisasi yang lebih memadai guna

meningkatkan dukungan masyarakat terhadap kegiatan penataan

ruang, baik dalam perencanaan, pemanfaatan maupun pengendalian

dan pengawasan pemanfaatan ruang.

• Menyelaraskan pola penyusunan RTRW di daerah dalam rangka

menjaga keserasian antardaerah dan antartingkatan RTRW.

Berangkat dari issu diatas dan menurut hasil identifikasi dan telaah secara

cepat terhadap berbagai dokumen dan wawancara dengan sejumlah

narasumber serta diskusi dalam forum lokakarya diperoleh 3 (tiga)

kelompok permasalahan strategis & penting dalam bidang penataan ruang

di indonesia, yakni :

1. permasalahan daya saing wilayah dalam perekonomian global

2. permasalahan ketimpangan pembangunan antar wilayah, dan

3. Permasalahan kelestarian lingkungan

4. Permasalahan kinerja penataan ruang.

Tantangan dalam pembangunan bidang penataan ruang, diantaranya

adalah:

• Melengkapi peraturan perundang-undangan dan Norma, Standar,

Prosedur, dan Kriteria (NSPK) di bidang penataan ruang untuk

mendukung implementasi penataan ruang di lapangan.

Page 22: Dokumen usulan teknis bagian C_Tanggapan Dan Saran_RENSTRA 15-19

PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG

dokumen usulan teknis|C-22

• Meningkatkan pemanfaatan RTR secara optimal dalam mitigasi dan

penanggulangan bencana, peningkatan daya dukung wilayah, dan

pengembangan kawasan.

• Meningkatkan kualitas pemanfaatan ruang dan pengendalian

pemanfaatan ruang terutama melalui dukungan sistem informasi dan

monitoring penataan ruang di daerah untuk mengurangi terjadinya

konflik pemanfaatan ruang antarsektor, antarwilayah, dan antarpelaku.

• Meningkatkan kepastian hukum dan koordinasi dalam pengendalian

pemanfaatan ruang.

• Meningkatkan keterlibatan seluruh lapisan masyarakat (termasuk

perempuan) dalam penyelenggaraan penataan ruang.

Sedangkan untuk mengukur tingkat keberhasilan penataan ruang, telah

ditetapkan indikator kinerja utama Direktorat Jenderal Penataan Ruang,

yaitu:

1. Prosentase K/L, provinsi, kabupaten, dan kota yang RPJM dan program

tahunannya sesuai dengan RTRWN dan RTRW.

2. Prosentase kesesuaian pembangunan infrastruktur dengan rencana

struktur dan pola ruang wilayah nasional.

Kebijakan Penataan Ruang, adalah:

1. Mempercepat penyelesaian peraturan perundang-undangan, standar,

pedoman dan manual bidang Penataan Ruang.

2. Mengefektifkan pembinaan dan pengawasan teknis dalm pelaksanaan

penataan ruang, termasuk dengan meningkatkan kualitas

penyelenggaraan penataan ruang pleh Pemerintah Daerah sesuai

kewenangan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun

2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,

Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah

Kabupaten/Kota.

3. Meningkatkan kualitas pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis

nasional yang mendorong keterpaduan pembangunan infrastruktur

wilayah dan implementasi program pembangunan daerah.

4. Mengembangkan prakarsa dan peran, serta meningkatkan rasa

memiliki (ownership) seluruh pemangku kepentingan dalam

percepatan penyelesaian produk pengaturan.

Page 23: Dokumen usulan teknis bagian C_Tanggapan Dan Saran_RENSTRA 15-19

PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG

dokumen usulan teknis|C-23

5. Mengembangkan kapasitas kelembagaan pusat dan daerah serta

sinergi dalam pelaksanaan pembinaan dan pengawasan teknis

pelaksanaan penataan ruang.

6. Mendapatkan komitmen berbagai pemangku kepentingan termasuk

masyarakat dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun

2007 tentang Penataan Ruang.

7. Mengembangkan rencana terpadu pengembangan wilayah di berbagai

aras spasial, dengan penjurunya pembangunan infrastruktur pekerjaan

umum dan permukiman dan pembangunan daerah.

A. Permasalahan Lingkungan dan Kinerja Penataan Ruang

Penataan ruang pada intinya disusun dalam upaya untuk mendorong

pertumbuhan ekonomi suatu kawasan/wilayah dengan cara

mewujudkan keterpaduan dan keseimbangan pembangunan antar

sektor dan antar wilayah dengan tetap mengacu pada pelestarian

lingkungan alam secara jangka panjang. Keseimbangan ini sangat

penting mengingat kecenderungan pertumbuhan ekonomi diikuti oleh

masifnya perubahan fungsi lahan pertanian, hutan, perkebunan ke

fungsi komersial menjadikan ketidakseimbangan ekosistem yang pada

akhirnya mengancam kehidupan masyarakat secara luas, dalam

bentuk banjir, longsor, sendimentasi, kekeringan, dan lain-lain. Oleh

karenanya Penataan Ruang sebagai rangkaian upaya untuk

mewujudkan pembangunan nasional, perlu melakukan upaya-upaya

peningkatan keserasian antar kawasan, dan keterpaduan antar sector

dimana aspek lingkungan merupakan factor penentu didalamnya.

Namun demikian diakui rencana tata ruang (RTR) saat belum

memberikan arahan yang cukup memadai sebagai acuan perumusan

rencana investasi dan pelestarian lingkungan secara seimbang. Dalam

banyak kasus kondisi ini mengakibatkan berbagai permasalahan

lingkungan yang serius. Banyaknya kerusakan lingkungan dipinggiran

kota besar/metropolitan sebagai akibat dari tingginya pemanfaatan

ruang untuk kegiatan komersial, perumahan dan industri yang kurang

memperhatikan kaidah-kaidah kelestarian lingkungan, menimbulkan

berbagai permasalahan lingkungan seperti: banjir, tanah longsor,

bencana kekeringan, menurunnya produktivitas tanah dan sebagainya.

Page 24: Dokumen usulan teknis bagian C_Tanggapan Dan Saran_RENSTRA 15-19

PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG

dokumen usulan teknis|C-24

Tata ruang nasional sebagai kebijakan, seharusnya dapat dijadikan

alat untuk mendorong dan mengarahkan pertumbuhan ekonomi

namun juga sekaligus mendorong kelestarian lingkungan. Adapun

penataan ruang seharusnya lebih mengemukakan hal-hal yang sifatnya

strategis dan konsepsual. Tidak hanya cukup hanya berisi rencana

struktur dan fungsional saja akan tetapi juga mencakup rencana

pembangunan yang menyeluruh yang mencakup kelayakan lingkungan

dan kelayakan investasi guna lebih menjamin liveability dan

sustainability pertumbuhan suatu wilayah.

Rencana tata ruang umumnya masih belum menjadi acuan arahan

terhadap perkembangan kota-kota dan wilayah kabupaten, khususnya

terkait dengan permasalahan desentralisasi/otonomi daerah. Pada

kenyataannya penataan ruang di Indonesia lebih banyak terfokus pada

permasalahan perencanaan ruang semata, padahal sebenarnya

permasalahan yang berkembang tidak hanya terbatas pada

perencanaan saja akan tetapi juga sangat terkait dengan pengelolaan

pemanfaatan ruang.

Konflik kepentingan antar wilayah dan antar sektor, yang berkaitan

dengan kegiatan pertambangan, pelestarian lingkungan hidup,

preservasi kawasan lindung, pengelolaan kehutanan, prasarana

wilayah, dan sebagainya, termasuk belum berfungsinya secara optimal

fungsi penataan ruang dalam rangka mengendalikan, menyelaraskan

dan memadukan berbagai rencana dan program sektoral yang

berlangsung.

Konflik kepentingan secara tajam juga terjadi di kawasan perkotaan,

dimana hal ini terutama dipicu oleh pertumbuhan penduduk yang

signifikan, khususnya di perkotaan dimana dalam 10 tahun, dari angka

32,8 juta (22,3% dari total populasi) pada tahun 1980 menjadi 55,4

juta (30,9%) pada tahun 1990, selanjutnya meningkat lagi sebesar 74

juta (37%) pada tahun 1998, sebesar 90 juta (44%) pada tahun 2002,

dan diperkirakan mencapai angka 150 juta (60%) pada tahun 2015,

dengan laju pertumbuhan penduduk perkotaan rata-rata sebesar

Page 25: Dokumen usulan teknis bagian C_Tanggapan Dan Saran_RENSTRA 15-19

PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG

dokumen usulan teknis|C-25

4,49% per tahun. DI Pulau Jawa konversi hutan lindung mencapai

angka 9.000 per tahun. Konversi lahan pertanian menjadi industri dan

permukiman di Pulau Jawa pada tahun 1979-1999 mencapai

1.002.005 ha atau 50.100 ha per tahun.

Tambahan lagi terjadinya penyimpangan pemanfaatan ruang dari

ketentuan dan norma yang berlaku telah mengakibatkan antara lain

degradasi lingkungan, merosotnya kualitas hidup masyarakat, dan lain-

lain. Fenomena bencana alam yang terjadi secara merata (banjir,

longsor, kekeringan) mengidentifikasikan ketidakselarasan dalam

pemanfaatan ruang antara manusia dengan alam, maupun antara

kepentingan ekonomi dengan kepentingan pelestarian lingkungan.

B. Permasalahan Ketimpangan Pembangunan Antar Wilayah

Perencanaan pembangunan wilayah ditujukan untuk mengupayakan

keserasian dan keseimbangan pembangunan antar daerah sesuai

dengan potensi alamnya dan memanfaatkan potensi tersebut secara

efisien, tertib dan aman. Pembangunan wilayah yang dicita-citakan

diharapkan dapat tercipta melalui penataan ruang yang baik yang

merupakan upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan

berbagai sumber daya, memeratakan dan menyeimbangkan

pembangunan nasional dan kesatuan wilayah nasional, meningkatkan

keserasian antar kawasan serta keterpaduan antar sektor.

Ruang harus dilihat sebagai satu kesatuan yang digunakan sebesar-

besarnya untuk kemakmuran rakyat yang perlu dipelihara

kelestariannya. Untuk itu diperlukan pendekatan wilayah sebagai

strategi pengembangan ruang yang mengatur hubungan yang harmonis

antara sumber daya alam, buatan, dan manusia agar kinerja ruang

meningkat untuk kesejahteraan masyarakat.

Pembangunan yang masih kurang seimbang serta krisis ekonomi yang

berkepanjangan telah menimbulkan berbagai masalah ketimpangan

pembangunan antar wilayah. Untuk itu dikembangkan strategi

pengembangan wilayah yang komprehensif, yang meliputi:

Page 26: Dokumen usulan teknis bagian C_Tanggapan Dan Saran_RENSTRA 15-19

PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG

dokumen usulan teknis|C-26

1. Pengurangan kesenjangan antar wilayah melalui pengembangan

KTI, pengembangan KAPET, pengembangan Kawasan Andalan dan

Kawasan Tertentu termasuk Kawasan Tertinggal, Kawasan

Perbatasan dan Kawasan Andalan Laut

2. Penanganan permasalahan penataan ruang lintas wilayah dan

lintas sektor

3. Peningkatan peran penataan ruang sebagai alat keterpaduan

lintas wilayah dan lintas sektor melalui revitalisasi penataan ruang

guna mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan, dan

4. Promosi percepatan otonomi daerah melalui pembinaan dan

bantuan teknis kepada daerah serta mendorong peran masyarakat

dalam penyelenggaraan penataan ruang.

Ketimpangan pengembangan infrastruktur dan sarana di wilayah

Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI),

mendorong percepatan perkembangan kawasan-kawasan seperti di

pantai utara pulau Jawa dan pantai timur pulau Sumatera. Yang pada

gilirannya mengakibatkan terjadinya polarisasi penduduk dengan

berbagai implikasi ekonomi dan sosialnya.

Dikawasan-kawasan yang cepat berkembang ini, kemudian

berkembang berbagai permasalahan seperti masalah lingkungan,

seperti: banjir, kekeringan, longsor, menurunnya produktivitas kawasan

akibat kemacetan lalu lintas, pulusi air, udara dan tanah, dsb yang

pada gilirannya telah mengakibatkan menurunnya daya saing kawasan.

Sebaliknya di sejumlah kawasan di KTI, kurang memadainya dukungan

sarana dan prasarana mengakibatkan pembangunan wilayah di

kawasan ini relatif lebih tertinggal dibandingkan dengan KBI.

Khususnya di kawasan perbatasan, dimana akses ke pusat-pusat

pelayanan di wilayah Indonesia masih sangat sulit.

Ketimpangan juga terjadi antara wilayah perdesaan dan perkotaan.

Pelayanan air bersih dan sanitasi lingkungan di sebagian besar wilayah

perdesaan di Indonesia masih kurang memadai. Di lain pihak di

wilayah perkotaan, meski pelayanannya relatif lebih baik, masih kurang

menjangkau kaum miskin perkotaan. Sebagai akibatnya, sering kali

Page 27: Dokumen usulan teknis bagian C_Tanggapan Dan Saran_RENSTRA 15-19

PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG

dokumen usulan teknis|C-27

kaum miskin ini terpaksa harus membayar lebih mahal untuk sejumlah

pelayanan yang sama dibandingkan dengan golongan masyarakat yang

lebih mampu.

Di sisi lain, terdapat variasi yang besar pada kemampuan perangkat

pemerintah daerah dalam beradaptasi dengan perubahan-perubahan

kekuatan pasar dan global serta sistem nilai sosial yang berkembang

cepat. Kegagalan-kegagalan implementasi berbagai program

pembangunan wilayah sering disebabkan oleh karena lemahnya

koordinasi antar institusi baik di tingkat pusat, daerah maupun antar

pusat dan daerah, dan kurang fleksibelnya perencanaan yang sering

bersifat top-down.

C.2.3. Evaluasi

C.2.3.1. Pengertian Evaluasi

Evaluasi mempunyai kaitan yang erat dengan perencanaan yang secara

utuh adalah salah satu fungsi dalam siklus manajemen apa saja yang

direncanakan.

Evaluasi adalah suatu usaha untuk mengukur dan memberi nilai secara

obyektif pencapaian hasil-hasil yang telah direncanakan sebelumnya.

Evaluasi merupakan suatu proses untuk menjelaskan secara sistematis

untuk mencapai obyektif, efisien, dan efektif, serta untuk mengetahui

dampak dari suatu kegiatan dan juga membantu pengambilan

keputusan untuk perbaikan satu atau beberapa aspek program

perencanaan yang akan datang.

Evaluasi merupakan pengawasan manajerial untuk mendapat hasil

yang sesungguhnya dibandingkan dengan hasil yang diharapkan.

o Dapat menyediakan informasi yang penting untuk membuat

keputusan.

o Nilai yang difokuskan pada evaluasi adalah usaha untuk

menentukan manfaat atau kegunaan sosial kebijakan obyek.

Evaluasi adalah sebagai salah satu fungsi manajemen berurusan dan

berusaha untuk mempertanyakan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan

dari suatu rencana sekaligus mengukur se-obyektif mungkin hasil-hasil

pelaksanaan itu dengan ukuran-ukuran yang dapat diterima.

Page 28: Dokumen usulan teknis bagian C_Tanggapan Dan Saran_RENSTRA 15-19

PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG

dokumen usulan teknis|C-28

o Rencana program dan rencana proyek hanya dapat dibuktikan

dengan evaluasi untuk keberhasilan rencana kegiatan.

o Agar dapat bermanfaat, evaluasi harus melembaga dan

membudaya.

Evaluasi adalah suatu kegiatan yang mengukur dan memberi nilai

secara obyektif dan valid, di mana beberapa besar manfaat pelayanan

yang telah dicapai berdasarkan tujuan dari obyek yang seharusnya

diberikan dan yang nyata apakah hasil-hasil dalam pelaksanaan telah

efektif dan efisien.

Evaluasi adalah sebuah proses dimana keberhasilan yang dicapai

dibandingkan dengan seperangkat keberhasilan yang diharapkan.

Perbandingan ini kemudian dilanjutkan dengan pengidentifikasian

faktor-faktor yang berpengaruh pada kegagalan dan keberhasilan.

Evaluasi ini dapat dilakukan secara internal oleh mereka yang

melakukan proses yang sedang dievaluasi ataupun oleh pihak lain, dan

dapat dilakukan secara teratur maupun pada saat-saat yang tidak

beraturan. Proses evaluasi dilakukan setelah sebuah kegiatan selesai,

dimana kegunaannya adalah untuk menilai/menganalisa apakah

keluaran, hasil ataupun dampak dari kegiatan yang dilakukan sudah

sesuai dengan yang diinginkan.

C.2.3.2. Tingkat Evaluasi

1. Pra Evaluasi, ada hubungan dengan pengarahan suatu proyek. Misalnya,

perlu ada manajemen yang baik agar proyek/program dapat

dimanfaatkan sesuai dengan rencana.

2. Evaluasi Antara, adalah evaluasi pada pertengahan implementasi, yaitu

evaluasi ketika program atau proyek sedang mengatasi masalah. Hasil

ini dapat dipakai untuk memodifikasi perencanaan atau strategi

program/proyek. Misal, merubah sifat input, memodifikasi model

intervensi dan menggeser penekanan atau kelompok target.

3. Evaluasi Akhir, adalah evaluasi ketika pembiayaan proyek tersebut

berakhir. Evaluasi ini memberikan persepsi manfaat program dan

dampak terhadap kegiatan. Rekomendasi ini adalah untuk memperbaiki

perencanaan selanjutnya dan memiliki hubungan dengan kebijakan.

Page 29: Dokumen usulan teknis bagian C_Tanggapan Dan Saran_RENSTRA 15-19

PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG

dokumen usulan teknis|C-29

C.2.3.3. Kriteria Evaluasi

1. Efektifitas : yang mengidentifikasi apakah pencapaian tujuan yang

diinginkan telah optimal.

2. Efisiensi : menyangkut apakah manfaat yang diinginkan benar-benar

berguna atau bernilai dari program publik sebagai fasilitas yang dapat

memadai secara efektif.

3. Responsivitas : yang menyangkut mengkaji apakah hasil kebijakan

memuaskan kebutuhan/keinginan, preferensi, atau nilai kelompok

tertentu terhadap pemanfaatan suatu sumber daya.

C.2.4. Evaluasi Program

C.2.4.1. Pengantar

Evaluasi program bertujuan untuk melihat apakah program dirancang,

dilaksanakan, dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang terlibat dalam

program. Pada pelaksanaannya evaluasi program bermaksud mencari

informasi sebanyak mungkin untuk mendapatkan gambaran rancangan dan

pelaksanaan program. Hasil Evaluasi tersebut akan digunakan bagi pihak

yang berkepentingan untuk mengambil keputusan.

Setiap evaluator mempunyai tugas mengumpulkan informasi seputar

program. Dalam menjalankan tugasnya, evaluator dapat mengembangkan

cara mengumpulkan informasi sesuai dengan paradigma dan pendekatan

yang dianutnya. Pada prinsipnya, prosedur pengumpulan informasi pada

evaluasi program memiliki banyak kesamaan dengan prosedur yang dijalani

oleh peneliti. Jadi banyak evaluator yang meminjam prinsip-prinsip yang

digunakan pada penelitian.

Dalam penelitian pendidikan ada 2 paradigma yang sering digunakan yaitu

kuantitatif dan kualitatif (Philips, 1987; Reichardt & Cook, 1979; Webb,

Beals, & White, 1986 dalam Creswell, John.W, 1994). Paradigma kualitatif

digunakan pada penelitian bersifat inkuiri untuk memahami masalah yang

timbul berdasarkan pada analisis mendalam terhadap gambaran-gambaran

yang menyeluruh, informasi yang rinci dari berbagai informan, dan

penelitian dilakukan dalam setting alamiahnya. Sedangkan paradigma

kuantitatif digunakan pada penelitian yang berbasis pengujian teori yang

dibangun oleh sejumlah variable, melibatkan pengukuran yang dinyatakan

Page 30: Dokumen usulan teknis bagian C_Tanggapan Dan Saran_RENSTRA 15-19

PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG

dokumen usulan teknis|C-30

dengan angka, dianalisis dengan uji statistika tertentu untuk mencari

kesimpulan apakah hasil penelitian tersebut dapat digeneralisasikan untuk

membuktikan bahwa teori yang digunakan memang dapat dinyatakan

mengandung kebenaran.

Adanya perbedaan dua paradigma yang digunakan akan mengakibatkan

perbedaan pada pengungkapan hasil evaluasi program. Di mana letak

perbedaannya akan dibahas lebih rinci pada bagian berikutnya.

C.2.4.2. Evaluasi Kuantitatif

1. Paradigma Kuantitatif

Paradigma kuantitatif, dalam isu ontologis penelitianya melihat

kenyataannya sebagai objek yang berada di luar peneliti. Sehingga

hasil pengumpulan informasinya diarahkan kepada nilai objektifitas

dan independensi. Peneliti selalu akan berusaha untuk menghindari

pengaruh-pengaruh variable intervening yang diperkirakan akan

mempengaruhi interaksi antar variable yang diteliti. Sampel yang

diteliti juga dipertimbangkan lebih dauhulu dari segi karakteristiknya

sehingga sample tersebut dianggap dapat mewakili populasinya.

2. Pendekatan

Dalam evaluasi program, ada beberapa pendekatan yang sesuai

dengan paradigma kuantitatif yaitu : pendekatan tujuan (model Goal

oriented), pendekatan proses (model CIPP, CSE-UCLA, Countenance).

Semua jenis evaluasi program yang menggunakan paradigma

kuantitatif mempunyai karakteristik ada acuan atau standar dalam

melaksanakan evaluasi. Proses evaluasi mempunyai tahap-tahap

yang linier , tertentu serta selalu memposisikan evaluator sebagai

yang berada di luar program sedang dalam posisi memotret keadaan

di dalam program. Hal ini memang dianggap penting bagi evaluator

untuk keperluan menjaga objektifitas serta independensi data yang

dikumpulkan.

3. Desain Evaluasi Program

Desain evaluasi program mencakup suatu proses dan seperangkat

rencana atau hasil tertulis (Brinkerhoff, Robert.O, et al, 1983). Desain

Page 31: Dokumen usulan teknis bagian C_Tanggapan Dan Saran_RENSTRA 15-19

PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG

dokumen usulan teknis|C-31

evaluasi merupakan bentuk rencana untuk melakukan evaluasi yang

meliputi komponen : focus evaluasi, cara menjaring informasi,

mengolah informasi yang didapatkan, membuat laporan, dan

melakukan review atau peninjauan kembali terhadap semua langkah

evaluasi yang telah dilakukan.

Desain evaluasi program yang menggunakan pendekatan kuantitatif,

pada prinsipnya mengikuti langkah seperti yang dilakukan oleh

peneliti yang akan melakukan penelitian yang menggunakan

pendekatan kuantitatif. Format rancangannya mencakup konteks

atau pernyataan tentang apa yang mendasari perlunya dilakukan

evaluasi terhadap suatu program, kemudian apa tujuan dilakukannya

evaluasi program. Selanjutnya akan dibuat sejumlah pertanyaan

hipotetis yang merujuk pada informasi apa yang akan dijaring guna

mencapai tujuan evaluasi yang telah ditetapkan. Kemudian

ditetapkan pula metodologi yang mencakup penetapan desain

evaluasi, subjek yang akan dievaluasi, instrumentasi untuk menjaring

data, serta pengolahannya (Creswell, John.W, 1994).

Pada pendekatan kuantitatif, karakteristik yang menonjol adalah

pada pertanyaan hipotetik yang sepadan dengan rumusan masalah

pada penelitian kuantitatif, desain yang juga menggunakan desain-

desain penelitian kuantitaif , subjek penelitian yang

mempertimbangkan metode sampling, dan pengolahan data yang

merujuk pada pembuktian hipotesis menggunakan uji statistika

tertentu. Biasanya pada pengolahan data akan dipilih cara yang lebih

banyak menyatakan kualitas suatu data dalam bentuk angka-angka

dan kemudian diuji dengan menggunakan penghitungan rumus-

rumus sesuai dengan pola hubungan antar variable yang ingin

dibuktikan. Kesimpulannyapun dinyatakan dalam bentuk pernyataan

yang didukung oleh angka-angka. Biasanya evaluator yang

menggunakan cara ini menganggap bahwa angka-angka

mempermudah menyatakan, membandingkan, dan mempertinggi

akurasi.

Page 32: Dokumen usulan teknis bagian C_Tanggapan Dan Saran_RENSTRA 15-19

PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG

dokumen usulan teknis|C-32

4. Prosedur Evaluasi Program

Prosedur evaluasi program merujuk pada teknik evaluasi program

yang operasional sehingga mencakup urutan tahap-tahap yang

dilakukan jika akan melakukan evaluasi program. Biasanya

operasionalisasi evaluasi program lebih menekankan pada

bagaimana cara mengumpulkan informasi yang diperlukan, seberapa

banyak informasi harus dikumpulkan, bagaimana pengaturan data

yang telah terkumpul, bagaimana cara mengolahnya, bagaimana cara

menampilkan data tersebut kepada pihak yang memerlukan, serta

efisiensi dalam mengumpulkan data.

Pendekatan kuantitatif mengutamakan data yang bersifat numeric.

Data yang berupa opini, perilaku, penampilan tidak dinyatakan dalam

deskripsi tetapi diolah dahulu menggunakan pengkategorian dan

kemudian diberi bobot dalam bentuk angka untuk setiap kategori.

Pengumpulan datanya biasanya menggunakan instrument lembar

observasi, lembar inventori, tes penguasaan kemampuan tertentu,

tes unjuk kerja, self rating, dan lain lain. Semua instrument tersebut

biasanya telah ditentukan pedoma pemberian skornya, sehingga

nantinya data yang akan diolah lebih lanjut adalah skor yang berupa

angka.

Jumlah data juga menjadi sesuatu yang ditekankan pada pendekatan

kuantitatif. Jumlah data yang diambil dari populasinya harus

mengikuti cara pengambilan sample tertentu yang didasarkan pada

seberapa besar sample tersebut dianggap mewakili populasi agar

kesimpulannya bias digeneralisasikan dan berlaku untuk populasi.

Semakin besar jumlah sampelnya semakin baik.

Perhatian terhadap objektifitas merupakan karakter dari pendekatan

kuantitatif. Konsekuensinya instrument yang digunakan sedapat

mungkin diketahui validitas dan reliabilitasnya. Dengan mengetahui

validitas dan reliabilitas instrument, maka dianggap bahwa situasi

saat pengambilan data berlangsung serta personifikasi pengambil

data dianggap tidak mempengaruhi data yang dikumpulkan.

Page 33: Dokumen usulan teknis bagian C_Tanggapan Dan Saran_RENSTRA 15-19

PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG

dokumen usulan teknis|C-33

Selanjutnya pengolahan data juga menggambarkan karakteristik

pendekatan kuantitatif. Pengolahan data berupa angka ditentukan

oleh jenis pertanyaan hipotetik yang ingin dijawab. Jika yang ingin

dilihat adalah perbedaan antara satu kelompok data dengan data

lainnya maka digunakan pengolahan data statistic t-test, chi-square,

anova, dan yang sejenisnya. Jika yang akan dilihat adalah hubungan

antara satu kelompok data dengan kelompok data lainnya, maka

akan digunakan pengolahan data statistic korelasi. Jika yang akan

dilihat adalah seberapa luas penyebaran data yang dikumpulkan

maka akan digunakan analisa data dengan mencari standar

deviasinya, atau range semi interquartile. Keputusan pengolahan

data mana yang akan dipakai sudah ditentukan sejak awal dan benar

dipatuhi semua persyaratannya. Kesimpulan yang dihasilkan

biasanya dinyatakan dalam bentuk kalimat yang didukung oleh

derajat signifikansi. Dengan cara seperti ini, baik peneliti maupun

evaluator berkeyakinan bahwa kesimpulan yang dibuat bersifat

objektif, terhindar dari bias, dan akurat (sesedikit mungkin

disebabkan karena factor kebetulan).

C.2.4.3. Evaluasi Kualitatif

1. Paradigma Kualitatif

Paradigma ini mengandung beberapa kata kunci yaitu : 1) focus pada

penelusuran secara inkuiri di tempat alamiahnya; 2) bergantung pada

peneliti yang bertindak sebagai instrument penjaring data; 3)

laporannya berbentuk narasi bukan angka.

2. Pendekatan

Pendekatan evaluiasi program kualitatif sangat mengandalkan

pengumpulan data empiris dan analisis terhadap informasi yang

terdokumentasi secara sistematis.

Pendekatan kualitatif lebih sesuai untuk melakukan evaluasi pada

saat program berlangsung. Dengan demikian evaluator dapat

mengetahui dan bisa memahami segala hal yang berkaitan dengan

program dengan cara melihat langsung pada saat program sedang

berjalan. Cara ini dirasa perlu karena ada fenomena-fenomena

Page 34: Dokumen usulan teknis bagian C_Tanggapan Dan Saran_RENSTRA 15-19

PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG

dokumen usulan teknis|C-34

tertentu, peristiwa tertentu, maupun pihak-pihak tertentu yang hanya

dapat dijaring informasinya secara lebih mudah pada saat program

berlangsung. Pengumpulan informasi sebanyak mungkin pada saat

beeguna untuk mengidentifikasi dengan lebih pasti apa saja yang

menyebabkan program bisa berlangsung dengan baik atau tidak.

Selain itu, jika ada hal-hal yang menarik perhatian, evaluator dapat

melakukan penelusuran lebih jauh untuk menentukan konteks suatu

peristiwa. Hal lain yang menonjol dari pendekatan ini adalah

evaluator mempunyai kesempatan mengadakan interaksi dalam

konteks pelaksanaan program sehingga atmosfer program dapat

tertangkap dengan baik. Hal ini akan membuat evaluator dapat

memahami latarbelakang suatu fenomena yang muncul dalam

pelaksanaan program, yang mana akan sulit didapatkan jika

pendekatan kuantitatif yang dipakai.

3. Desain Evaluasi Program

Desain evaluasi program yang menggunakan pendekatan kualitatif

agak berbeda dengan desain penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif

dikenal banyak orang mempunyai cirri fleksibel dalam metode

pengumpulan datanya dan pada saat proses berlangsung bias saja

penelitinya mengembangkan datanya sejauh itu masih dalam konteks

menggali informasi yang nantinya dapat digunakan untuk

membangun teori baru. Sedangkan pada evaluasi program informasi

apa yang akan dikumpulkan telah ditetapkan pada awal penentuan

desain dan sedapat mungkin pada saat pengumpulan informasi tidak

terjadi perluasan pencarian informasi dengan alasan mencari titik

jenuh kepusan peneliti dalam mengumpulkan informasi (Royse, David

et al, 2006).

Karakteristik lain yang ada pada penelitian yang menggunakan

pendekatan kualitatif seperti posisi peneliti dalam konteks penelitian,

unit informasi dan unit analisis, tipe informasi yang dikumpulkan,

analisis data serta cara menyimpulkan juga digunakan dalam

evaluasi program yang bersifat kualitatif . Format rancangannya

mencakup konteks atau pernyataan tentang apa yang mendasari

perlunya dilakukan evaluasi terhadap suatu program, kemudian apa

Page 35: Dokumen usulan teknis bagian C_Tanggapan Dan Saran_RENSTRA 15-19

PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG

dokumen usulan teknis|C-35

tujuan dilakukannya evaluasi program. Selanjutnya akan disepakati

dahulu asumsi yang relevan, aturan-aturan dalam pengumpulan

informasi serta cara pengumpulan informasi, pengorganisasian data,

analisis data, serta verifikasi data (Creswell, John.W, 1994).

Pada pendekatan kualitatif, karakteristik yang menonjol adalah pada

posisi evaluator dalam pelaksanaan evaluasi. Tujuan evaluasi adalah

mengumpulkan informasi tentang suatu program, evaluator walaupun

bukan bagian dari pelaku di dalam program, tetapi pada pendekatan

kualitatif evaluator harus berada dalam program dan mempunyai

aksesibilitas yang tinggi terhadap semua komponen program. Tujuan

utama evaluasi program dengan pendekatan kualitatif adalah

mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang suatu program di

semua aspeknya (Royse, David et al, 2006). Pendekatan ini

menekankan pada mendapatkan pemahaman lebih luas dan

cenderung membentuk perspektif yang tak berujung dari suatu

fenomena atau kejadian tertentu. Tujuan utama digunakannya

pendekatan ini adalah menemukan kekuatan dan kelemahan

program dari berbagai sudut pandang.

Berbeda dengan pendekatan kuantitatif pertanyaan yang menjadi

focus evaluasi tidak menggambarkan adanya variable, data yang

dikumpulkan akan ditampilkan dalam bentuk natative, tidak terlalu

mementingkan metode sampling, dan pengolahan data tidak selalu

menggunakan uji statistika tertentu. Biasanya pada pengolahan data

akan dipilih cara yang lebih banyak menyatakan kualitas interaksi

antara satu data dengan data lainnya dalam konteks

menggambarkan situasi dan kondisi pada saat fenomena tertentu

muncul. Kesimpulannyapun dinyatakan dalam bentuk pernyataan

yang berbentuk deskripsi sehingga orang dapat melihat suatu

gambaran yang utuh tentang suatu program.

4. Prosedur Evaluasi Program

Prosedur evaluasi program berdasarkan pendekatan kualitatif

biasanya mulai dari mendesain, lalu menentukan sample,

mengumpulkan data, kemudian dianalisis. Perbedaan yang mencolok

Page 36: Dokumen usulan teknis bagian C_Tanggapan Dan Saran_RENSTRA 15-19

PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DAN REVIEW PELAKSANAAN KEGIATAN 2010-2014 SETDITJEN PENATAAN RUANG

dokumen usulan teknis|C-36

antara pendekatan kuanlitatif dan kuantitatif adalah prosedur dalam

mengumpulkan data tidak mengikuti alur tertentu yang linier artinya

pengumpulan data bisa maju dan mundur sesuai dengan kebutuhan

informasi dan keperluan penelusuran untuk mendapatkan semua

informasi yang diperlukan. Ada cara untuk mencegah evaluator

kehilangan focus yaitu dengan menggunakan FQE (Focused

Qualitative Evaluation).

Alat pengumpul data yang digunakan pada pendekatan ini bias

berupa catatan tentang kasus-kasus, pedoman wawancara,

kuesioner, transkripsi rekaman suara, video, atau berupa foto,

sosiogram, reka ulang, judicial review. Data yang terkumpul biasanya

diberi kode dan diorganisasikan sedemikian rupa berdasarkan tingkat

relevansinya dengan suatu fenomena atau peristiwa tertentu yang

terjadi dalam program. Data tersebut nantinya akan dianalisis dengan

cara mengelompokkan berdasarkan peristiwa yang terjadi dalam

program. Data akan disajikan dalam bentuk cerita yang rinci lengkap

dengan analisis situasi dan perilaku orang-orang yang terlibat di

dalamnya.

Evaluasi semacam ini biasanya diperlukan pada program-program

tentative atau pilot project yang masih ingin dicari kekuatan dan

kelemahannya. Hasil evaluasi nentinya akan digunakan untuk

keperluan pengembangan program dengan cakupan yang lebih luas.

Tahap-tahap evaluasi program dengan pendekatan kualitatif secara

garis besar adalah : (Royse, David et al, 2006)

a) menentukan tujuan evaluasi, jangka waktu evaluasi, dan factor

pendukung lain seperti aksesibilitas ke dalam program

b) Menentukan unit analisis yang merujuk kepada individu yang

terlibat dalam program (panitia, peserta, penyandang dana,

pengguna output program, unsure pendukung program)

c) Menentukan sample, jenis data yang akan dikumpulkan, cara

menganalisis data, dan cara menyimpulkan