54
DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU (Cotylelobium melanoxylon) DI HUTAN ALAM BONALUMBAN, KECAMATAN TUKKA, KABUPATEN TAPANULI TENGAH, SUMATERA UTARA SKRIPSI HOTMAN SIREGAR 141201055 DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018 Universitas Sumatera Utara

DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU

(Cotylelobium melanoxylon) DI HUTAN ALAM BONALUMBAN,

KECAMATAN TUKKA, KABUPATEN TAPANULI TENGAH,

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

HOTMAN SIREGAR

141201055

DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

Universitas Sumatera Utara

Page 2: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU

(Cotylelobium melanoxylon) DI HUTAN ALAM BONALUMBAN,

KECAMATAN TUKKA, KABUPATEN TAPANULI TENGAH,

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Oleh:

HOTMAN SIREGAR

141201055

DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

Universitas Sumatera Utara

Page 3: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU

(Cotylelobium melanoxylon) DI HUTAN ALAM BONALUMBAN,

KECAMATAN TUKKA, KABUPATEN TAPANULI TENGAH,

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Oleh:

HOTMAN SIREGAR

141201055

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana di Fakultas Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

Universitas Sumatera Utara

Page 4: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Distribusi Kuantitatif Raru (Cotylelobium Melanoxylon) Di

Hutan Alam Bonalumban, Kecamatan Tukka, Kabupaten

Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

Nama : Hotman Siregar

NIM : 141201055

Departemen : Budidaya Hutan

Universitas Sumatera Utara

Page 5: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

i

ABSTRACT

HOTMAN SIREGAR. Quantitative distribution of Raru (Cotylelobium

melanoxylon) in Nature Forest Bonalumban, Sub-district Tukka, District Central

Tapanuli, North Sumatera. Supervised by Mrs. ARIDA SUSILOWATI and Mrs.

CUT RIZLANI KHOLIBRINA.

Raru is one of multifunctions trees as wood producer and non wood, an

ingredient for traditional bataknese drink (tuak) and as a traditional medicine.

The multipurpose utilization of raru causing high exploitation of this species and

listed Raru into endangered species according to IUCN 1998. We conducted study

to determine the vegetation structure of the species at seedling to tree stage at

Bona Lumban Forest - Central Tapanuli. We use purposive sampling technique by

making line transect to those of forest area determined by local people as having

naturally growing C. melanoxylon. Puposive sampling method was used in this

research to get information on important value index (IVI). While plants that

asociation was conducted by measurement and observation in field and followed

by Ochiai Index, Dice Index and Jackard Index analysis. The result showed that

there are two species of Raru in Bonalumban forest, those were raru dahanon

(Cotylelobium melanoxylon) and raru songal (Cotylelobium lanceolatum). The

highest IVI of raru on seedling, sapling, pole and tree stage were 26,27,

22,92,43,47, 42,42 respectively. The association analysis showed that raru have

strong association with rengas and red meranti.

Keyword: Cotylelobium melanoxylon, vegetation analysis, asosiation.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

ii

ABSTRAK

HOTMAN SIREGAR: Distribusi Kuantitatif Raru (Cotylelobium melanoxylon)

di Hutan Alam Bonalumban, Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah,

Sumatera Utara. Dibimbing oleh ARIDA SUSILOWATI dan CUT RIZLANI

KHOLIBRINA.

Raru merupakan salah satu pohon yang memiliki beragam manfaat

sebagai produsen kayu dan non kayu, bahan untuk minuman tradisional batak

(tuak) dan sebagai obat tradisional. Pemanfaatan raru yang beragam menyebabkan

eksploitasi yang tinggi pada spesies ini dan membawa Raru masuk kedalam daftar

spesies yang terancam punah menurut IUCN 1998. Penelitian ini dilakukan untuk

menentukan struktur vegetasi dari spesies tersebut dari tingkat semai sampai

tingkat pohon di Hutan Bonalumban Tapanuli Tengah. Teknik yang digunakan

yaitu teknik purposive sampling dengan membuat garis transek ke area hutan yang

ditentukan oleh penduduk setempat karena memiliki C. melanoxylon yang tumbuh

secara alami. Metode puposive sampling digunakan dalam penelitian ini untuk

mendapatkan informasi tentang indeks nilai penting (INP). Sedangkan asosiasi

tanaman dilakukan dengan pengukuran dan pengamatan di lapangan dan diikuti

oleh Indeks Ochiai, Indeks Dice dan analisis Indeks Jackard. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa terdapat dua spesies Raru di hutan Bonalumban, yaitu raru

dahanon (Cotylelobium melanoxylon) dan raru songal (Cotylelobium

lanceolatum). INP raru tertinggi pada tahap semai, pancang, tiang dan pohon

masing-masing adalah 26,27, 22,92, 43,47, 42,42. Analisis asosiasi menunjukkan

bahwa raru memiliki hubungan yang kuat dengan rengas dan meranti merah.

Kata Kunci :Cotylelobium melanoxylon, analisis vegetasi, asosiasi.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

iii

RIWAYAT HIDUP

Hotman Siregar lahir di Desa Parimburan, Kecamatan Sei Kanan,

Kabupaten Labuhan Batu Selatan, Provinsi Sumatera Utara pada 22 April 1996

dari pasangan Bapak Mara Tua Siregar, dan Ibu Siti Ramlah Daulay. Penulis

merupakan putra ketujuh dari sembilan bersaudara.

Pada Tahun 2008 penulis lulus dari SDS Al-Ikhsan Pijorkoling, Desa

Parimburan, Kecamatan Sei kanan, kabupaten Labuhan Batu Selatan. Penulis

kemudian melanjutkan studi ke MTS Pondok Pesantren Modern Daarul Muhsinin

Janji Manahan Kawat, Labuhan Batu dan lulus pada tahun 2011. Kemudian

penulis melanjutkan pendidikan di MA Pondok pesantren Darul Falah Langga

Payung, Labuhan Batu dan lulus pada tahun 2014 dan pada tahun yang sama

penulis melanjutkan kuliah di Universitas Sumatera Utara (USU) sebagai

Mahasiswa Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan melalui jalur Seleksi

Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis juga mengikuti Unit Kegiatan

Mahasiswa sebagai Anggota BKM Baitul Asyjaar Kehutanan USU tahun 2014-

2015, Anggota Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) pada

tahun 2015, Anggota Rain Forest Kehutanan USU 2016-2017, dan sempat diberi

amanah sebagai Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Fakultas Kehutanan USU

pada tahun 2017-2018. Pada tahun 2016, penulis mengikuti kegiatan Praktik

Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Kawasan Hutan Mangrove Desa Sei

Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, selama 10 hari.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di IUPHHK-HA PT.

Mardhika Insan Mulia unit Tabalar, Kalimantan Timur pada tahun 2018.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena rahmat

dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi penelitian yang berjudul

“Distribusi Kuantitatif Raru (Cotylelobium melanoxylon) di Hutan Alam

Bonalumban, Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara”.

ini dengan baik untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan studi pada Program

S1 Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

Penulis banyak menerima bimbingan, motivasi, saran, dan juga doa dari

berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Teristimewa untuk kedua orang tua

yang sangat penulis sayangi yaitu Ayahanda H. Mara Tua Siregar dan Ibunda

Hj. Siti Ramlah Daulay yang tidak pernah henti memberikan kasih sayang, doa,

dukungan, juga nasihat yang tulus sampai sekarang ini dan juga abangda saya

Saman Siregar, M.Ag, Raja Inal Siregar, S.Pd dan Hafizuddin Siregar, A.Md,

yang selalu membantu dan mendoakan saya selama proses penelitian hingga saat

ini.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Arida Susilowati, S.Hut., M.Si dan Cut Rizlani Kholibrina S.Hut., M.Si

selaku dosen pembimbing yang senantiasa meluangkan waktu untuk

membimbing dan memberikan ilmu, serta memberikan kritik dan saran

terhadap penulisan skripsi ini.

2. Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si dan Dr. Evalina Erawati, S.Hut., M.Si selaku

dosen penguji komprehensif.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

v

3. Siti Latifah, S.Hut., M.Si., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Kehutanan

Universitas Sumatera Utara.

4. Sahabat yang selalu memberi dukungan semangat terutama kepada teman-

teman Team Great One (TGO) yaitu Ida Mallia Ginting Suka, Mutya Kana

Purba, Yosie Syadza Kusuma dan Ami Ambarwati.

5. Tim PKL Berau, Kalimantan Timur, beserta seluruh teman-teman di Fakultas

Kehutanan USU dan para sahabat penulis yang namanya tidak dapat

dicantumkan satu persatu.

Penulis sangat mengharapkan kritik, saran, dan masukan dari pembaca

karena penulis sadar penelitian ini tidaklah sempurna. Semoga penelitian ini akan

memberikan manfaat dan menyumbangkan kemajuan bagi ilmu pengetahuan,

khususnya di bidang kehutanan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Oktober 2018

Penulis

Hotman Siregar

Universitas Sumatera Utara

Page 10: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

vi

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRACT ................................................................................................. i

ABSTRAK ................................................................................................. ii

RIWAYAT HIDUP .................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ............................................................................... iv

DAFTAR ISI .............................................................................................. vi

DAFTAR TABEL ...................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. viii

PENDAHULUAN

Latar Belakang ........................................................................................... 1

Tujuan Penelitian ....................................................................................... 2

Manfaat penelitian ...................................................................................... 3

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi Raru (Cotylelobium melanoxylon) .......................................... 4

Potensi Kegunaan dan Sebaran ................................................................. 5

Asosiasi ..................................................................................................... 5 Analisis Vegetasi ...................................................................................... 6

Persepsi masyarakat .................................................................................. 8

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian ..................................................................... 10

Alat dan Bahan Penelitian .......................................................................... 10

Metode Pengambilan Data ......................................................................... 10

Analisis Vegetasi Raru ............................................................................... 11

Analisis Data .............................................................................................. 12

Studi Asosiasi ............................................................................................. 14

Penentuan Responden ............................................................................... 15

Gambaran Umum Lokasi dan data administrasi Penelitian ....................... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN

Potensi dan Distribusi Raru di Hutan Bonalumban....... ............................ 18

Asosiasi Raru dengan Jenis Lain di Hutan Alam Bonalumban... .............. 22

Pemanfaatan Raru Oleh Masyarakat .......................................................... 25

Peta Lokasi dan Penyebaran Tumbuhan Raru ........................................... 27

Jenis-Jenis Raru .......................................................................................... 27

Persepsi masyarakat Sekitar Hutan ............................................................ 31

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ................................................................................................ 37

Universitas Sumatera Utara

Page 11: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

vii

Saran ........................................................................................................... 37

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 38

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Indeks asosiasi pada vegetasi............................................................. 14

2. Data kelerengan tanah desa Bonalumban Kecamatan Tukka............. 17

3. Hasil analisis vegetasi pada tingkat semai......................................... 18

4. Hasil analisis vegetasi padatingkat pancang....................................... 19

5. Hasil analisis vegetasi pada tingkat tiang........................................... 20

6. Hasil analisis vegetasi pada tingkat pohon......................................... 21

7. Asosiasi raru (Cotylelobium melanoxylon) tingkat semai................... 22

8. Asosiasi raru (Cotylelobium melanoxylon) tingkat pancang............... 23

9. Asosiasi raru (Cotylelobium melanoxylon) tingkat tiang.................... 23

10. Asosiasi raru (Cotylelobium melanoxylon) tingkat pohon.................. 24

11. Tabulasi tingkat pendidikan responden.............................................. 28

Universitas Sumatera Utara

Page 12: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

viii

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Desain kombinasi metoda jalur dan metoda garis berpetak............... 11

2. Peta administratif Kecamatan Tukka................................................. 16

3. Lokasi penelitian dan penyebaran tumbuhan raru............................. 29

4. Pemanenan Kulit Raru 30

5. Perbedaankulit pohon raru dahanon dan raru songal.......................... 31

6. Pemanfaatan raru oleh masyarakat..................................................... 33

7. Persentase masyarakat yang memanfaatkan raru................................ 34

8. Persepsi masyarakat terkait populasi raru di hutan alam

Bonalumban........................................................................................

36

Universitas Sumatera Utara

Page 13: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki hutan tropis seluas 126,8 juta hektar dan terluas ketiga

di dunia setelah Brazil dan Kongo, yang sangat kaya dengan keanekaragaman

hayati, dan dapat diperkirakan mempunyai lebih dari 25.000 jenis flora

(Statistik MenLHK, 2014). Kekayaan jenis flora yang melimpah tersebut belum

semuanya dimanfaatkan, terlebih lagi terdapat jenis-jenis yang belum dikenal

secara luas oleh masyarakat (lesser known species), salah satunya adalah

tumbuhan raru (Cotylelobium melanoxylon). Tumbuhan yang diberi nama raru ini

telah dikategorikan masuk daftar merah (red list) sebagai tumbuhan yang

terancam punah (endangered) yang ditetapkan oleh International Union for

Conservation of Nature (IUCN) pada tahun 1998 (Ashton, 1998).

Bagi sebagian besar masyarakat batak, beberapa bagian raru dimanfaatkan

untuk keperluan obat tradisional. Seperti bagian kulit batang dan daun tumbuhan

digunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit seperti diare, malaria, dan

diabetes (Soerianegara & Lemmens, 1994). Hasil penelitian Matsuda dkk., (2009)

juga menemukan kulit batang raru mengandung senyawa yang terdiri dari

ampelopsin F, isoampelopsin F, ε-viniferin, vaticanol A, E, G, dan lyoniresinol

yang berguna sebagai obat anti diabetes. Bagi masyarakat Sumatera Utara,

keberadaan raru juga terkait dengan produksi tuak. Menurut Heyne (1989) kulit

raru digunakan sebagai campuran dalam minuman tuak yang berfungsi untuk

mengurangi busa tuak dan meningkatkan citarasa serta kadar alkohol.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

2

Sebagai jenis potensial keberadaan raru dialam mengalami tekanan yang

cukup berat. Pemanenan kulit kayu dengan cara debarking dan pengambilan kayu

secara ilegal tanpa diikuti kemampuan regenerasi menyebabkan potensi jenis ini

mengalami penurunan drastis. Konversi lahan untuk sawit dan perkebunan juga

menyebabkan populasinya diambang kepunahan. Masih terbatasnya data

mengenai potensi raru di Sumatera Utara, termasuk didaerah sebaran raru di

Tapanuli Tengah. Menunjukkan pentingnya penelitian mengenai distribusi

kuantitatif raru dalam rangka konservasi dan menghindarkan jenis dari

kepunahan.

Peranan masyarakat dalam mempertahankan keberadaan suatu jenis juga

sangat penting, salah satu upaya masyarakat yang dapat dilakukan adalah melalui

kearifan lokal. Seperti yang terdapat pada penelitian Sufia dkk., (2016)

menyatakan kearifan lokal berperan dalam melestarikan lingkungan hidup.

Tujuan Penelitan

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendapatkan informasi mengenai penyebaran raru yang ada di Kelurahan

Bonalumban, Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

2. Mendapatkan informasi mengenai jenis-jenis raru dan pemanfaatannya di

Hutan Alam Bonalumban.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

3

Manfaat Penelitian

Bagi penelitian kehutanan, diharapkan pengkajian data tersebut dapat

menjadi referensi atau rujukan terbaru terhadap potensi raru. Dibidang konservasi,

pengkajian data tersebut menjadi referensi bagi pihak terkait dalam upaya

kegiatan pengembangan dan pembudidayaan maupun upaya penyelamatan raru.

Bagi masyarakat pengkajian mengenai raru yang diperoleh dapat menambah

pengetahuan masyarakat mengenai penyebaran dan manfaat raru.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

4

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi Raru (Cotylelobium melanoxylon)

Raru memiliki habitus berupa pohon dengan tinggi yang dapat mencapai

25 m dengan tinggi batang bebas cabang 15 m sedangkan diameter berkisar 30-50

cm. Pohon memiliki banir dengan percabangan yang jarang. Daun berbentuk oval

berkelompok pada bagian ranting. Kulit pohonnya beralur pendek yang berwarna

putih kehijauan. Tebal kulit berkisar 0,6-1 cm. kulit mudah dipisahkan dari bagian

batang. Warna kayu kuning kecoklatan. Antara kayu gubal dan kayu teras tidak

terdapat perbedaan warna yang jelas. Tekstur kayu halus dengan arah serat yang

lurus dan indah (Pasaribu, 2009).

Menurut Silk (2009), taksonomi dari raru adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Malvales

Famili : Dipterocarpaceae

Genus : Cotylelobium

Species : Cotylelobium melanoxylon

Tanaman ini tumbuh di daerah tropis kawasan maritim Asia berupa

tanaman liar. Tumbuh berkelompok atau tersebar dalam hutan tropis dengan tipe

curah hujan A dan B, pada ketinggian sampai 400 m dpl. Sebagian besar tumbuh

di lereng bukit dan pegunungan, tetapi juga dapat tumbuh di sepanjang sungai dan

Universitas Sumatera Utara

Page 17: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

5

di lembah. Sebagian besar pada berbatu untuk tanah berpasir. Di hutan sekunder

biasanya hadir sebagai pohon sisa pra-gangguan (Silk, 2009).

Potensi Kegunaan dan Sebaran

Tanaman ini tumbuh di daerah tropis kawasan maritim Asia (Malaysia,

Brunei, Thailand, Indonesia) berupa tanaman liar. Di Indonesia tersebar di

Sumatera, Kalimatan, Maluku, Papua. Di bagian Sumatera terdapat berbagai

daerah seperti Tapanuli Tengah, Simalungun, dan Tapanuli Utara (Pasaribu dkk.,

2007).

Raru merupakan tanaman kayu hutan yang kayu batangnya selama ini

telah lama digunakan masyarakat Tapanuli sebagai bahan bangunan. Lama

kelamaan kulit kayu raru digunakan sebagai bahan tambahan ke dalam minuman

yang dikenal dengan nama tuak, dan belakangan ini air rebusan daunnya diyakini

dapat mengobati luka yaitu dengan cara mencuci luka, sementara kulit batangnya

diyakini sebagai obat antidiabetik. Sebagian masyarakat juga mengenal raru

sebagai obat diabetes (Hembing, 2005).

Banyaknya manfaat yang dihasilkan dari kulit dan batang raru membuat

masyarakat mengambil kulit dan batang raru. Hal ini menyebabkan semakin

berkurangnya spesies raru yang ada di Indonesia. IUCN (1998) telah memasukkan

jenis ini sebagai jenis yang terancam punah dengan status “endangered”.

Asosiasi

Assosiasi antara jenis-jenis penyusun vegetasi dapat dipakai sebagai dasar

dalam melakukan klasifikasi vegetasi. Kershaw (1964) menyatakan bahwa ada

dua macam assosiasi, yaitu asosiasi positif dan asosiasi negatif. Apabila asosiasi

jenis tersebut positif berarti kejadian bersama antara jenis yang berassosiasi lebih

Universitas Sumatera Utara

Page 18: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

6

besar dari yang diharapkan, sebaliknya berassosiasi negatif bila kejadian bersama

antara jenis yang berasosiasi lebih kecil dari yang diharapkan. Cole (1949)

menyatakan bahwa dalam suatu masyarakat tumbuhan beberapa spesies sering

menunjukkan adanya asosiasi positif dan negatif. Apabila terjadi asosiasi positif,

spesies yang berasosiasi mempunyai respon yang sama terhadap perbedaan

lingkungan dalam komunitas, dan apabila terjadi assosiasi negatif berarti spesies

yang berasosiasi mempunyai respon yang tidak sama terhadap adanya perubahan

lingkungan dalam komunitas.

Faktor-faktor yang menentukan kuat lemahnya suatu asosiasi adalah

jumlah jenis vegetasi yang ada, keadaan tempat dimana tumbuh-tumbuhan itu

berada, dan banyaknya kejadian bersama antara jenis-jenis yang berasosiasi,

sedang ukuran yang digunakan untuk menentukan kuat lemahnya suatu asosiasi

adalah koeffisien asosiasi (Cole, 1949) yang mempuyai nilai antara 0 sampai 1.

Apabila nilai koefisien sama dengan 1 berarti terjadi assosiasi maksimum dan

sebaliknya apabila nilai koefisien assosiasi sama dengan 0 maka terjadi asosiasi

minimum.

Analisis Vegetasi

Pengertian umum vegetasi adalah kumpulan beberapa tumbuhan, biasanya

terdiri dari beberapa jenis dan hidup bersama pada suatu tempat. Diantara

individu-individu tersebut terdapat interaksi yang erat antara tumbuh-tumbuhan

itu sendiri maupun dengan binatang-binatang yang hidup dalam vegetasi itu dan

fakto-faktor lingkungan (Marsono, 1977).

Masyarakat tumbuh-tumbuhan atau vegetasi merupakan suatu sistem yang

hidup dan tumbuh atau merupakan suatu masyarakat yang dinamis. Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Page 19: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

7

tumbuh-tumbuhan terbentuk melalui beberapa tahap invasi tumbuh-tumbuhan,

yaitu adaptasi, agregasi, persaingan dan penguasaan, reaksi terhadap tempat

tumbuh dan stabilitasi (Soerianegara, 1972). Untuk menuju ke suatu vegetasi yang

mantap diperlukan waktu sehingga dengan berjalannya waktu vegetasi akan

menuju ke keadaan yang stabil. Proses ini merupakan proses biologi yang dikenal

dengan istilah suksesi (Odum, 1972).

Menurut Marsono (1977) ada beberapa faktor yang mempengaruhi

komposisi dan struktur vegetasi yaitu flora, habitat (iklim, tanah, dan lain-lain),

waktu dan kesempatan sehingga vegetasi di suatu tempat merupakan hasil

resultante dari banyak faktor baik sekarang maupun yang lampau. Sebaliknya

vegetasi dapat dipakai sebagai indikator suatu habitat baik pada saat sekarang

maupun sejarahnya. Pada penyebaran tumbuh-tumbuhan di dunia, faktor

lingkungan memegang peranan sangat penting. Tumbuh-tumbuhan yang hidup

pada suatu tempat akan menyesuaikan diri dengan lingkungannya baik secara

morfologis maupun fisiologis. Menurut Samingan (1971) diantara faktor-faktor

yang berpengaruh, iklim merupakan yang terbesar pengaruhnya dalam

menentukan sifat / tipe hutan. Oleh karena itu dikenal adanya hubungan antar

bentuk morfologis tumbuhan dengan faktor lingkungan. Dengan demikian

wajarlah bahwa tiap daerah iklim dijumpai formasi khas untuk daerah iklim yang

bersangkutan yang disebut formasi klimak iklim. Disamping itu pada keadaan

tempat tumbuh yang khusus dijumpai formasi-formasi yang menyimpang dari

formasi klimak iklim (Soerianegara, 1972). Diantara formasi klimak iklim di

dunia dikenal adanya tipe vegetasi hutan tropis dataran rendah.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

8

Pengenalan terhadap vegetasi tertentu biasanya digunakan istilah-istilah

umum misalnya padang rumput, savana, hutan jati dan sebagainya. Pada saat

sekarang cara ini dipandang tidak sesuai lagi, sehingga perlu ditambah cara

deskripsi yang lebih memadai. Kebutuhan untuk melukiskan suatu vegetasi

tergantung pada vegetasi yang bersangkutan, baik untuk maksud ilmiah maupun

keperluan praktis. Oleh karena vegetasi dapat bertindak sebagai indikator habitat,

maka dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan “Land use planning“. Jika

vegetasi ini dipetakan maka kesatuan-kesatuan vegetasi diperlukan di dalam

mengadakan diskripsi (Marsono, 1977).

Menurut Dauserau (1958) dalam Marsono (1977) deskripsi terhadap suatu

tipe vegetasi ini dapat didekati dengan berbagai cara, tergantung tujuan yang

hendak dicapai. Diantaranya deskripsi yang berdasarkan fisiognomi vegetasi,

yaitu deskripsi yang didasarkan atas kenampakan luar suatu vegetasi atau aspek-

aspek suatu komunitas tumbuh-tumbuhan. Sedangkan cara lain yang dapat

dikembangkan adalah deskripsi berdasarkan komposisi floristik vegetasi yaitu

dengan membuat daftar jenis suatu komunitas, cara ini disebut analisis vegetasi.

Untuk cara ini selain diperlukan pengetahuan taksonomi juga dipelajari tentang

dominansi dan penyebaran. Menurut Soerianegara (1972) pada dasarnya analisis

vegetasi adalah cara untuk mempelajari bagaimana susunan dan bentuk (struktur)

vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan.

Persepsi Masyarakat

Yenisyika (2003) menyatakan ketergantungan masyarakat terhadap hutan

pada tingkat nilai pemanfaatan hasil hutan masih sangat kecil jika dibandingkan

dengan nilai yang diperoleh masyarakat secara keseluruhan yang bukan berasal

Universitas Sumatera Utara

Page 21: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

9

dari nilai pemanfaatan hasil hutan. Dalam hal ini pemanfaatan hasil hutan bukan

merupakan pekerjaan utama masyarakat tetapi merupakan pekerjaan sampingan.

Soekmadi (1987) menyatakan bahwa tingginya tingkat interaksi

masyarakat sekitar hutan terhadap hutan disebabkan karena tingkat pendapatan

masyarakat yang rendah, rendahnya tingkat pendidikan, pemilikan lahan yang

sempit, dan pesatnya laju pertumbuhan penduduk. Menurut Suhendang (2002)

Manfaat hutan dalam kelompok fungsi sosial budaya adalah barang dan jasa yang

dapat dihasilkan oleh hutan yang dapat memenuhi kepentingan umum, terutama

bagi masyarakat di sekitar hutan untuk berbagai kepentingan dalam pemenuhan

kebutuhan hidupnya. Termasuk ke dalam kelompok ini, misalnya penyediaan

lapangan pekerjaan, penyediaan lahan untuk bercocok tanam, penyediaan kayu

bakar, serta berbagai fungsi yang diperlukan dalam rangka penelitian, serta untuk

kegiatan budaya dan keragamaan.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

10

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 (empat) bulan mulai bulan Juli

sampai Oktober 2017. Di kawasan Hutan Alam Kelurahan Bonalumban, Tapanuli

Tengah, Sumatera Utara.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah meteran, GPS, kamera

digital, pita ukur, parang, tali rafia, pisau, gunting, kertas koran, kertas label,

sarung tangan, kompas, dan alat tulis. Adapun Bahan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah tally sheet, kantung plastik/stoples, kantung plastik

besar/keranjang, dan buku pengenalan raru (Cotilelobium melanoxylon) .

Metode Pengambilan Data

Metode yang dilakukan dalam pengumpulan data vegetasi tumbuhan raru

di Hutan Bonalumban, Tapanuli Tengah adalah dengan teknik observasi. Teknik

observasi dilakukan dengan survei langsung ke lapangan dengan melihat langsung

ketersediaan raru dikawasan hutan dengan bantuan masyarakat yang ahli dan studi

pustaka dengan menggunakan buku identifikasi raru. Menurut Champbell (2004)

salah satu metode dalam analisis vegetasi tumbuhan yaitu dengan menggunakan

jalur transek. Untuk mempelajari suatu kelompok hutan yang belum diketahui

keadaan sebelumnya paling baik dilakukan dengan transek.

Data yang dikumpulkan di lapangan yaitu data primer seperti titik

koordinat, jumlah dan jenis raru, bagian yang dimanfaatkan, khasiat dan cara

Universitas Sumatera Utara

Page 23: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

11

pemanfaatan yang dilakukan masyarakat sekitar hutan dan data sekunder seperti

data tentang keadaan umum daerah penelitian, data kuisioner masyarakat sekitar

Desa Bonalumban., dan data yang diperoleh dari sumber yang dapat dipercaya

seperti instansi terkait, baik lembaga pemerintahan maupun swasta dan lembaga

kemasyarakatan serta penelitian- penelitian yang mendukung.

Analisis Vegetasi Raru

Penelitian ini menggunakan metode survey. Penentuan plot dilakukan

secara sengaja (purposive sampling) dengan ukuran 20 x 20 m untuk tingkat

pohon, 10 x 10 m untuk tingkat tiang, 5 x 5 m untuk tingkat pancang, dan 2 x 2 m

untuk tingkat semai.

20 m

10 m

20 m

5 m

2m 10 m

2m 5m

Arah Rintis

Gambar 1. Desain kombinasi metoda jalur dan metoda garis berpetak

Universitas Sumatera Utara

Page 24: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

12

Kriteria untuk menentukan tingkat pohon, tiang, pancang, dan semai

digunakan kriteria secara umum Wyatt dan Smith, (1968) dalam Lamanimpa,

(2007). yaitu:

1. Pohon (Tree), yaitu pohon dewasa yang berdiameter > 20cm.

2. Tiang (Pole), yaitu berdiameter 10-20cm.

3. Pancang (Sapling), yaitu permudaan yang tinggi > 1,5m dengan

berdiameter sampai 10 cm.

4. Tumbuhan bawah atau semai (Seedling), yaitu permudaan pohon

berkecambah sampai setinggi 1,5 cm.

Data primer yang dikumpulkan pada setiap plot pengamatan ialah meliputi

semua jenis vegetasi, jenis-jenis raru, nama lokal, nama ilmiah, serta diameter

batang serta melakukan identifikasi spesimen di Herbarium Medanense

(MEDA) Lab Biologi Universitas Sumatera Utara. Data penunjang dalam

penelitian ini yang diperoleh dari kantor/instansi terkait yang meliputi letak, luas

wilayah, topografi, tanah, iklim, jumlah penduduk, agama, dan mata pencaharian

serta mengambil dari beberapa literatur-literatur penunjang dan laporan-laporan

yang berhubungan dengan penelitian ini.

Analisis Data

Data vegetasi dianalisis dengan menggunakan rumus (Soerianegara dan

Irawan, 1982).

a. Kerapatan suatu jenis (K) (ind/ha)

K = Σ individu suatu jenis

Luas petak contoh

Universitas Sumatera Utara

Page 25: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

13

b. Kerapatan relatif suatu jenis (KR) (%)

KR

=

K suatu jenis × 100%

K seluruh jenis

c. Frekuensi suatu jenis (F)

F = Σ Sub-petak ditemukannya suatu jenis

Σ Seluruh sub-petak contoh

d. Frekuensi relatif suatu jenis (FR) (%)

FR = F suatu jenis

× 100% F seluruh jenis

e. Dominansi suatu jenis (D) (m2/ha). D hanya dihitung untuk tingkat pohon.

D = Luas bidang dasar suatu jenis

Luas petak contoh

Luas bidang dasar (LBD) suatu pohon yang digunakan dalam menghitung

dominansi jenis didapatkan dengan rumus:

LBD = π * R

2 =

1 π *D

2

Σ Seluruh sub – petak contoh 4

dimana R adalah jari-jari lingkaran dari diameter batang; D adalah DBH. LBD

yang didapatkan kemudian dikonversi menjadi m2

f. Dominansi relatif suatu jenis (DR) (%)

DR = F suatu jenis

× 100% F seluruh jenis

g. Indeks Nilai Penting (INP) (%)

Untuk tingkat pohon adalah INP = KR + FR + DR

Untuk tingkat semai, pancang dan tumbuhan bawah adalah INP = KR + FR

Universitas Sumatera Utara

Page 26: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

14

Studi Asosiasi

Studi asosiasi dilakukan untuk melihat apakah ada keterkaitan tumbuhan

raru dengan vegetasi tertentu di habitatnya. Pendekatan yang dilakukan adalah

dengan menggunakan indeks Ochiai. Untuk mengetahui tingkat asosiasi raru

dengan tumbuhan lainnya menggunakan indeks Ochiai, Indeks Dice dan Indeks

Jackard (Ludwig and Reynolds, 1988)

a. Indeks Ochiai (Oi)

(√ ) √

b. Indeks Dice (Di)

c. Indeks Jackard (Ji)

J

Keterangan :

a = Jumlah petak ditemukannya kedua jenis yang diasosiasikan (A dan B)

b = Jumlah petak ditemukannya jenis A tetapi tidak jenis B

c = Jumlah petak ditemukannya jenis B tetapi tidak jenis A

Nilai asosiasi terjadi pada selang 0 sampai 1. Hubungan kedekatan asosiasi

dapat diketahui dari selang indeks asosiasi dalam Tabel 2. Semakin mendekati

angka 1 berarti hubungan asosiasi akan semakin kuat.

Tabel. 1 Indeks Asosiasi pada Vegetasi

No Indeks Asosiasi

(Association Index)

Keterangan

1 1,00 - 0,75 Sangat Tinggi (ST)

2 0,74 - 0,49 Tinggi (T)

3 0,48 – 0,23 Rendah (R)

4 ≤ 0,23 Sangat Rendah (SR)

Universitas Sumatera Utara

Page 27: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

15

Penentuan Responden

Responden dibagi menjadi 2 bagian yaitu responden umum dan responden kunci.

a. Responden umum pada penelitian ini adalah masyarakat di sekitar hutan alam

Kelurahan Bonalumban, Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah,

Sumatera Utara, yang mengetahui tentang pohon raru dan memanfaatkan

secara langsung.

b. Responden kunci adalah kepala desa, kepala suku, toko agama dan tokoh

masyarakat lainnya. Penentuan responden kunci dilakukan dengan

menggunakan metode purposive sampling yang disesuaikan dengan tujuan

penelitian (Usman dan Purnomo, 2008) melalui wawancara dan kuisioner

secara langsung kepada masyarakat.

Jumlah responden yang dijadikan sampel adalah sebagai berikut :

1. Apabila jumlah penduduk < 100 kepala keluarga, maka di ambil seluruh

responden.

2. Apabila jumlah responden > 100 kepala keluarga, maka diambil 10% - 15%

dari jumlah kepala keluarga (Arikunto, 2006).

Gambaran Umum Lokasi dan Data Administrasi Penelitian

Kecamatan Tukka berada di Pantai Barat Sumatera dengan ketinggian

antara 0-800 m di atas permukaan laut. Terletak pada koordinat 01° 33’ LU dan

99° 08’ BT. Luas wilayah Kecamatan Tukka adalah 148,92 km2 dengan batas

wilayah sebelah utara yaitu Kecamatan Pandan, sebelah selatan berbatasan dengan

Kecamatan Badiri, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Pandan, dan

sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara. Bonalumban adalah

satu dari sembilan kelurahan yang terdapat di Kecamatan Tukka, dengan luas 6,80

Universitas Sumatera Utara

Page 28: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

16

km2

. Kabupaten Tapanuli Tengah memiliki rata-rata suhu udara sedang yaitu

26,580 C, dengan suhu udara maksimum adalah 32,16

0 C dan suhu udara

minimum adalah 22,100 C. Kelembaban rata-rata 82,58% dan curah hujan rata-

rata 15,67 mm pada tahun 2016 (Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli

Tengah, 2017). Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau

ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan

tetap (Undang Undang No 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan). Kawasan hutan

dengan fungsi sosial, ekonomi dan ekologi yang dimilikinya tidak terbatas pada

batas-batas administratif semata, namun kawasan hutan dengan fungsi ekologinya

hanya dapat dibatasi oleh batas-batas ekologis sehingga kawasan satu ekosistem

hutan terkadang terpapar luas melintasi batas-batas kabupaten, bahkan provinsi.

Hutan di Kecamatan Tukka dibagi menjadi dua kawasan, yaitu APL (Areal

Penggunaan Lain) dan HL (Hutan Lindung) dengan luasan masing-masing

5783,717658 km2 dan 6921,995595 km

2 .

Lokasi Penelitian tentang tumbuhan raru

Gambar 2. Peta Administratif Kecamatan Tukka

Sumber: SK 579 Menhut II Tahun 2014

Universitas Sumatera Utara

Page 29: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

17

Data kelerengan tanah lokasi penelitian yang ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Data Kelerengan Tanah Desa Bonalumban Kecamatan Tukka Kelompok

tanah Jenis tanah Bahan induk Lereng

Keteranga

n

Aluvial Aluvial coklat Endapan liat dan pasir 15 % - 25 % Agak curam

Aluvial Aluvial coklat Endapan liat dan pasir 25 % - 40 % Curam

Aluvial Aluvial coklat kelabuan Endapan pasir dan liat 15 % - 25 % Agak curam

Aluvial Aluvial coklat kelabuan Endapan pasir dan liat 25 % - 40 % Curam

Aluvial Aluvial coklat kelabuan Endapan pasir dan liat 0 % - 8 % Datar

Aluvial Aluvial hidromart (daerah

kering) Endapan liat (marin) 25 % - 40 % Curam

Sumber: BPKH Wilayah I Medan

Universitas Sumatera Utara

Page 30: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

18

HASIL DAN PEMBAHASAN

Potensi dan Distribusi Raru di Hutan Bonalumban

Indeks nilai penting (INP) jenis tumbuhan pada suatu komunitas merupakan

salah satu parameter yang menunjukkan peranan jenis tumbuhan tersebut dalam

komunitasnya. Kehadiran suatu jenis tumbuhan pada suatu daerah menunjukkan

kemampuan adaptasi dengan habitat dan toleransi yang lebar terhadap kondisi

lingkungan. Semakin besar nilai INP suatu spesies semakin besar tingkat

penguasaan terhadap komunitas dan sebaliknya (Soegianto, 1994). Penguasaan

spesies tertentu dalam suatu komunitas apabila spesies yang bersangkutan berhasil

menempatkan sebagian besar sumberdaya yang ada dibandingkan dengan spesies

yang lainnya (Saharjo dan Cornelio, 2011).

Pada tingkat semai, ditemukan 14 jenis pada lokasi penelitian. Lima

spesies dengan INP tertinggi (Tabel 3) berturut-turut adalah Ficus consociata BI

(30.296), Gluta renghas (29,259), Madhuca curtisii (King & Gamble) Ridl

(27,333), Cotylelobium melanoxylon (26,370) dan Shorea leprosula (18,370).

Adapun jenis dengan nilai INP terendah adalah Durio zibethinus dan Knema

glomerata dengan nilai INP sebesar 2,741. Pada tingkatan ini, raru menduduki

peringkat keempat jenis dengan INP tertinggi.

Tabel 3. Hasil analisis vegetasi pada tingkat semai

No Nama Jenis KR FR INP

1. Ficus consociata BI. 16,296 14 30,296

2. Gluta renghas 19,259 10 29,259

3. Madhuca curtisii (King & Gamble) Ridl 13,333 14 27,333

4. Cotylelobium melanoxylon 10,37 16 26,370

5. Shorea leprosula 10,37 8 18,370

6. Memecylon gurcinioides BI. 5,926 6 11,926

7. Syzygium acuminassimum (BI.) DC 5,926 6 11,926

Universitas Sumatera Utara

Page 31: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

19

Tabel 3. (Lanjutan)

No Nama Jenis KR FR INP

8. Koompossia malaccensis 2,963 6 8,963

9. Phoebe hunanensis 4,444 4 8,444

10. Koompassia excelsa (Becc.) Taub. 3,704 4 7,704

11. Eurycoma longifolia 3,704 4 7,704

12. Santalum album 2,222 4 6,222

13. Durio zibethinus 0,741 2 2,741

14. Knema glomerata (Blanco) Merr. 0,741 2 2,741

Total 100 100 200

Pada tingkat pancang, ditemukan 18 jenis di lokasi penelitian (Tabel 4).

Lima jenis dengan nilai INP tertinggi berturut-turut adalah, Shorea leprosula

(31,804), Madhuca curtisii (25,149), Cotylelobium melanoxylon (22,092),

Calophyllum soulauri (19,577) dan Gluta renghas (18,914). Adapun jenis dengan

nilai INP terendah adalah Dryobalanops aromatica (2,078). Pada tingkat pancang,

raru menduduki menduduki peringkat ketiga jenis dengan INP tertinggi.

Tabel 4. Hasil analisis vegetasi pada tingkat pancang

No Nama jenis KR FR INP

1. Shorea leprosula 20,961 10,843 31,804

2. Madhuca curtisii (King & Gamble) Ridl 13,100 12,048 25,149

3. Cotylelobium melanoxylon 10,043 12,048 22,092

4. Calophyllum soulauri 8,734 10,843 19,577

5. Gluta renghas 10,480 8,434 18,914

6. Ficus consociata BI. 4,803 7,229 12,032

7. Koompossia malaccensis 7,860 3,614 11,475

8. Memecylon consociata BI. 3,930 7,229 11,159

10. Koompassia excelsa (Becc.) Taub. 3,493 4,819 8,313

11. Eurycoma longifolia 3,057 4,819 7,876

12. Syzigium acuminatissimum (BI.) DC 3,930 3,614 7,545

13. Knema glomerata (Blanco) Merr. 2,620 3,614 6,235

14. Cotylelobium lanceolatum 1,747 2,410 4,156

15. Jackia ornate Wall 1,747 2,410 4,156

16. Cantleya corniculata Howard 1,310 2,410 3,720

17. Phoebe hunanensis 1,310 2,410 3,720

18. Dryobalanops aromatica 0,873 1,205 2,078

Total 100 100 200

Universitas Sumatera Utara

Page 32: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

20

Pada tingkat tiang, ditemukan 20 jenis (Tabel 5). Lima jenis dengan nilai

INP terbesar berturut-turut adalah Cotylelobium melanoxylon (43,575), Gluta

renghas (26,590), Shorea leprosula (24,093), Calophylum soulauri (24,093) dan

Ficus consociata BI (19,511). Pada tingkat tiang, raru menduduki peringkat

pertama untuk perolehan nilai INP.

Tabel 5. Hasil analisis vegetasi pada tingkat Tiang No Nama Jenis FR KR DR INP

1. Cotylelobium melanoxylon 15,524 14,286 14,035 43,575

2. Gluta renghas 9,322 7,619 9,649 26,590

3. Shorea leprosula 7,627 8,571 7,895 24,093

4. Calophylum soulauri 7,627 8,571 7,895 24,093

5. Ficus consociata BI. 6,780 5,714 7,018 19,511

6. Memecylon garcinioides BI. 5,932 6,667 6,140 18,739

7. Cantleya corniculata Howard 5,932 6,667 6,140 18,739

8. Phoebe hunanensis 5,085 5,714 5,263 16,062

9. Eurycoma longifolia 5,085 5,714 4,386 15,185

10. Syzygium acuminatissimum (BI.) DC. 5,085 4,762 5,263 15,110

11. Dryobalanops aromatica 5,085 3,810 5,263 14,157

12. Madhuca curtisi (King & Gamble) Ridl. 4,237 4,762 4,386 13,385

13. Santalum album 4,237 4,762 3,509 12,508

14. Koompassia excelsa (Becc.) Taub. 3,390 2,857 3,509 9,756

15. Cotylelobium lanceolatum 2,542 2,857 2,632 8,031

16. Jackia ornate wall 1,695 1,905 1,754 5,354

17. Madhuca cuneata 1,695 1,905 1,754 5,354

18. Artocarpus elasticus 1,695 0,952 1,754 4,402

19. Durio zibethinus 0,847 0,952 0,877 2,677

20. Knema glomerata (Blanco) Merr. 0,847 0,952 0,877 2,677

Total 100 100 100 300

Pada tingkat pohon, ditemukan 18 jenis pohon dilokasi penelitian (Tabel 6).

Lima jenis dengan INP tertinggi berturut turut adalah Shorea leprosula (51,762),

Cotylelobium melanoxylon (42,419), Dryobalanops aromatica (34,925), Madhuca

curtisi (24,679), Artocarpus elasticus (20,325). Pada tingkatan pohon, raru

menduduki peringkat kedua, jenis dengan nilai INP tertinggi. Agak berbeda

dengan fase pertumbuhan pada tingkat tiang. Keanekaragaman jenis pada tingkat

Universitas Sumatera Utara

Page 33: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

21

tumbuhan pohon pada penelitian lebih tinggi dibandingkan pada tingkatan semai,

namun lebih rendah dibandingkan tingkatan tiang.

Tabel 6. Hasil analisis vegetasi pada tingkat pohon No Nama Jenis FR KR DR INP

1. Shorea leprosula 16,901 22,581 12,280 51,762

2. Cotylelobium melanoxylon 15,493 13,441 13,485 42,419

3. Dryobalanops aromatica 13,380 12,366 9,179 34,925

4. Madhuca curtisi (King & Gamble ) Ridl 9,155 10,215 5,309 24,679

5. Artocarpus elasticus 5,634 2,151 12,540 20,325

6. Phoebe hunanensis 5,634 5,376 6,612 17,622

7. Koompasia excelsa (Becc.) Taub 6,338 4,839 6,373 17,550

8. Ficus consociata BI 5,634 5,376 6,510 17,520

9. Memecylon consociata BI 4,930 4,839 6,856 16,624

10. Gluta renghas 3,521 8,065 1,670 13,256

11. Cotylelobium lanceolatum 3,521 2,688 6,151 12,360

12. Syzigium acuminatissimum (BI.) DC 3,521 3,226 4,347 11,094

14. Cantleya corniculata howard 2,113 1,613 4,116 7,842

15. Calophyllum soulari 1,408 1,075 4,271 6,755

16. Jackia ornate wall 1,408 1,075 0,161 2,645

17. Vatica pauciflora Blume 0,704 0,538 0,077 1,319

18. Koompassia malaccensis 0,704 0,538 0,063 1,305

Total 100 100 100 300

Berdasarkan dari hasil analisis vegetasi, raru dahanon

(Cotylelobium melanoxylon), menduduki 5 jenis dengan nilai INP tertinggi pada

tingkat semai, pancang, tiang maupun pohon. Hal ini menunjukkan bahwa raru

merupakan jenis yang dominan di hutan alam Bonalumban dan cukup potensial

untuk dimanfaatkan oleh masyarakat. Namun, apabila pemanfaatan raru terus

dilakukan tanpa diiringi usaha untuk melakukan regenerasi, maka dikhawatirkan

akan menyebabkan kepunahan bagi spesies raru tersebut. Hal tersebut dapat

terlihat dengan fluktuasi ranking INP pada tingkatan pertumbuhan yang berbeda.

Pada tingkat semai raru menduduki peringkat keempat, lebih rendah

dibandingkan pada fase pancang, tiang dan pohon. Fluktuasi tersebut

menunjukkan adanya potensi permasalahan regenerasi alaminya. Rendahnya

Universitas Sumatera Utara

Page 34: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

22

jumlah semai disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Ashton (1998) dan

Togatorop (2014) menurunnya populasi raru serta rendahnya jumlah semai yang

terdapat di habitat alaminya disebabkan oleh pemanenan yang berlebihan,

pengelolaan yang tidak benar, metode eksploitasi yang tidak berkelanjutan serta

pengerusakan habitat. Rendahnya kemampuan regenerasi alami raru juga turut

membawa jenis ini diambang kepunahan. menurunnya populasi raru serta

rendahnya populasi raru pada tingkat semai juga terjadi di hutan alam provinsi

Riau.

Asosiasi Raru dengan Jenis Lain di Hutan Alam Bonalumban

Raru dahanon merupakan salah satu jenis raru yang paling diminati

masyarakat Bonalumban yang memanfaatkan bagian kulit dan batang pohonnya.

Kulit raru dahanon yang berwarna putih bersih berfungsi untuk mengurangi rasa

pahit pada minuman tuak sehingga memiliki citarasa yang lebih nikmat.

Sedangkan untuk raru songal pemanfaatan kulitnya sama sekali tidak dilakukan,

melainkan pemanfaatan dari batang pohonnya. Batang pohon raru digunakan

sebagai bahan kontruksi bangunan. Tidak hanya itu, masyarakat juga

memanfaatkan batang pohon raru songal sebagai bahan untuk membuat bak truk

dan kandang hewan ternak seperti sapi dan kambing dikarenakan batang pohon

raru songal merupakan kayu yang memilki kelas kuat dan kelas awet yang bagus.

Hubungan asosiasi kedua jenis tumbuhan akan semakin kuat apabila

mendekati dan sama dengan angka 1. Sebaliknya semakin lemah hubungan

asosiasi kedua jenis apabila mendekati angka 0. Dari hasil yang diperoleh, kedua

jenis raru yaitu raru dahanon dan raru songal memiliki asosiasi yang berbeda-beda

Universitas Sumatera Utara

Page 35: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

23

pada setiap tingkatan dan jenis. Asosiasi raru (Cotylelobium melanoxylon) pada

tingkat semai disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Asosiasi raru (Cotylelobium melanoxylon) tingkat semai

No Nama lokal Oi Di Ji

1 Gluta renghas 1 0,50 1

2 Memecylon gurcinioides BI 0,77 0,37 0,6

3 Phoebe hunanensis 0,70 0,33 0,5

4 Ficus consociata BI 0,70 0,33 0,5

5 Madhuca curtisi (King & Gamble ) Ridl 0,70 0,33 0,5

6 Calophyllum soulari 0,70 0,33 0,5

7 Cantleya corniculata Howard 0,70 0,33 0,5

8 Syzigium acuminatissimum (BI.) DC 0,70 0,33 0,5

9 Jackia ornate wall 0,63 0,25 0,4

10 Eurycoma longifolia 0,54 0,23 0,3

11 Koompasia excelsa (Becc.) Taub 0,54 0,23 0,3

12 Santalum album 0,44 0,16 0,2

13 Knema glomerata (Blanco) Merr. 0,44 0,16 0,2

14 Koompassia malacensis 0,31 0,09 0,1

15 Dryobalanobs aromatica 0,31 0,09 0,1

16 Shorea leprosula 0,31 0,09 0,1

17 Artocarpus elascitus 0,31 0,09 0,1

18 Vatica pauciflora Blume 0,31 0,09 0,1

Berdasarkan pada Tabel 7, dapat diketahui bahwa jenis yang berasosiasi

dengan tumbuhan raru dahanon pada tingkat semai yaitu sebanyak 18 jenis.

Diantara 18 jenis tersebut, jenis yang paling tinggi berasosiasi dengan tumbuhan

Cotylelobium melanoxylon yaitu jenis tumbuhan rengas Gluta renghas dengan

nilai Ochiai=1 Dice=0,5 dan Jaccard=1 pada jenis dan jenis Memecylon

gurcinioides BI dengan nilai Ochiai=0,77 Dice=0,37 dan Jaccard=0,6.

Tabel 8. Asosiasi raru (Cotylelobium melanoxylon) Tingkat Pancang

No Nama Jenis Oi Di Ji

1 Calophyllum soulari 0,77 0,37 0,6

2 Gluta renghas 0,70 0,33 0,5

3 Shorea leprosula 0,63 0,25 0,4

4 Memecylon gurcinioides BI 0,63 0,25 0,4

5 Syzigium acuminatissimum (BI.) DC 0,54 0,23 0,3

6 Madhuca curtisi (King & Gamble ) Ridl 0,54 0,23 0,3

7 Cantleya corniculata Howard 0,54 0,23 0,3

Universitas Sumatera Utara

Page 36: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

24

8 Koompasia excelsa (Becc.) Taub 0,54 0,23 0,3

9 Phoebe hunanensis 0,54 0,23 0,3

10 Eurycoma longifolia 0,54 0,23 0,3

11 Cotylelobium lanceolatum 0,54 0,23 0,3

12 Jackia ornate wall 0,44 0,16 0,2

13 Ficus consociata BI 0,31 0,09 0,1

14 Knema glomerata (Blanco) Merr. 0,31 0,23 0,1

Pada Tabel 8, jenis tumbuhan yang paling tinggi berasosiasi dengan

Cotylelobium melanoxylon yaitu jenis Calophyllum soulari dengan niai Ochiai=0,77

Dice=0,37 dan Jaccard=0,6 serta jenis Gluta renghas dengan nilai Ochiai=0,70

Dice=0,33 dan Jaccard=0,5.

Tabel 9. Asosiasi raru (Cotylelobium melanoxylon) Tingkat Tiang

No Nama Jenis Oi Di Ji

1 Gluta renghas 0,94 0,47 0,9

2 Dryobalanobs aromatica 0,77 0,37 0,6

3 Eurycoma longifolia 0,77 0,37 0,6

4 Shorea leprosula 0,77 0,37 0,6

5 Ficus consociata BI 0,77 0,37 0,6

6 Calophyllum soulari 0,70 0,33 0,5

7 Syzigium acuminatissimum (BI.) DC 0,63 0,25 0,4

8 Phoebe hunanensis 0,63 0,25 0,4

9 Artocarpus elascitus 0,54 0,23 0,3

10 Cantleya corniculata Howard 0,54 0,23 0,3

11 Madhuca curtisi (King & Gamble ) Ridl 0,44 0,16 0,2

12 Memecylon gurcinioides BI 0,44 0,16 0,2

13 Koompasia excelsa (Becc.) Taub 0,44 0,16 0,2

14 Jackia ornate wall 0,44 0,16 0,2

15 Koompassia malacensis 0,31 0,09 0,1

Pada Tabel 9, dapat diketahui bahwa pada tingkat tiang berasosiasi dengan

Cotylelobium melanoxylon yaitu jenis Gluta renghas yang diketahui dari perolehan

nilai tertinggi yaitu Ochiai=0,94 Dice=0,23 dan Jaccard=0,9.

Tabel 10. Asosiasi Cotylelobium melanoxylon Tingkat Pohon

No Nama Jenis Oi Di Ji

1 Shorea leprosula 0,89 0,44 0,8

2 Gluta renghas 0,89 0,44 0,8

3 Dryobalanobs aromatica 0,83 0,41 0,7

4 Koompasia excelsa (Becc.) Taub 0,77 0,37 0,6

Universitas Sumatera Utara

Page 37: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

25

5 Memecylon gurcinioides BI 0,63 0,25 0,4

6 Ficus consociata BI 0,63 0,25 0,4

7 Artocarpus elascitus 0,63 0,25 0,4

8 Cotylelobium lanceolatum 0,54 0,23 0,3

9 Phoebe hunanensis 0,44 0,16 0,2

10 Syzigium acuminatissimum (BI.) DC 0,44 0,16 0,2

11 Calophyllum soulari 0,44 0,16 0,2

12 Cantleya corniculata Howard 0,44 0,16 0,2

13 Koompassia malacensis 0,31 0,09 0,1

14 Madhuca curtisi (King & Gamble ) Ridl 0,31 0,09 0,1

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, Cotylelobium melanoxylon

berasosiasi kuat dengan tumbuhan rengas. Hal ini diketahui dari hasil pengamatan

di lapangan dan perhitungan yang telah dilakukan. Dimana raru yang ditemukan

selalu hidup berdampingan dengan tumbuhan rengas yang juga tumbuh dan

berkembang dekat dengan raru. Hasil perhitungan yang telah dilakukan juga

menunjukkan bahwa rengas memiliki nilai asosiasi tertinggi pada setiap tingkat

pertumbuhan raru dimana hasil yang diperoleh pada jenis rengas memiliki nilai 1

atau mendekati 1.

Tingginya tingkat asosiasi raru dengan rengas diduga karena memiliki

habitat dan tempat tumbuh yang sama. Sehingga raru dan rengas ditemukan selalu

hidup berdampingan karena mempunyai kesamaan kebutuhan hidup seperti

nutrisi, air, cahaya, hara dan faktor pendukung lainnya. Kedua jenis ini ditemukan

hidup dan berkembang pada daerah dekat dengan sungai. Tipe hidup yang

berkelompok juga diduga menjadi salah satu sebab raru dan rengas berasosiasi

sangat kuat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Heyne (1987) yang menyatakan

bahwa rengas dengan ciri tajuk hijau coklat yang biasanya jarang daunnya, dan

kulit batang yang licin (lancap), berwarna kelabu coklat kemerah-merahan dengan

bercak-bercak hitam legam dari getah yang telah mengering, tersebar diseluruh

Universitas Sumatera Utara

Page 38: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

26

Nusantara, dengan ketinggian kurang dari 300 m diatas permukaan laut. Biasanya

tumbuh berkelompok (gezellig) terutama pada tumbuhan raru atau jenis

Cotylelobium dan tumbuh pada tanah yang lembab dan muara-muara sungai.

Rengas banyak ditemukan disepanjang sungai dan anak-anak sungai air tawar dan

menyukai tanah yang lembab dan sedikit tergenang air.

Selain berasosiasi dengan rengas, hasil pengamatan di lapangan serta

perhitungan yang telah dilakukan juga menunjukkan bahwa raru berasosiasi

dengan meranti merah. Hasil perhitungan asosiasi yaitu 0,8 pada jenis meranti

merah menunjukkan bahwa meranti merah dan raru memiliki hubungan yang

kuat. Meranti merah ditemukan hidup berdekatan dan menempel pada raru.

Asosiasi raru dengan meranti merah terjadi karena terdapat kesamaan tempat

tumbuh seperti halnya rengas. Habitat alami meranti merah yang tersebar di pulau

Sumatera dan hidup di tanah berpasir dan lembab serta tumbuh pada ketinggian

dibawah 700 mdpl (Newman, 1999) memiliki kesamaan dengan raru. Selain

faktor tempat tumbuh, tipe hidup meranti merah yang berkelompok juga

menyebabkan meranti merah berasosiasi dengan raru. Menurut penelitian Sari

dkk., (2013) meranti merah berasosiasi dengan berbagai jenis. Salah satu jenis

yang berasosiasi dengan meranti merah adalah rengas (Gluta spp.) dan rengas

berasosiasi kuat dengan raru. sehingga dapat diketahui bahwa rengas, meranti

merah dan raru hidup dalam kelompok yang sama pada suatu ekosistem seperti

halnya di Hutan Bonalumban.

Dari hasil asosiasi yang telah diperoleh, dapat diketahui bahwa keberadaan

tumbuhan yang berasosiasi dengan raru juga penting untuk dilestarikan mengingat

keberadaan tumbuhan yang berasosiasi seperti rengas dan meranti merah turut

Universitas Sumatera Utara

Page 39: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

27

mempengaruhi pertumbuhan dan keberadaan raru di alam. Dari pengamatan yang

telah dilakukan di lapangan, tumbuhan rengas, meranti merah dan raru ditemukan

hidup secara menempel dan memberikan dampak positif bagi keduanya. Hal ini

dilihat dari pertumbuhan yang baik pada kedua jenis tersebut dalam posisi yang

saling menempel. Diduga, terjadi simbiosis mutualisme diantara keduanya

sehingga apabila salah satu jenis tersebut terganggu maka akan turut mengganggu

keberadaan jenis lainnya.

Secara keseluruhan, asosiasi yang terjadi antara raru dengan berbagai jenis

di hutan alam Bonalumban turut mempengaruhi keragaman jenis di ekosistem

hutan tersebut. Menurut Arsyad (2017), suatu komunitas tumbuhan yang terdiri

dari berbagai spesies memungkinkan terjadinya interaksi antar spesies pada

komunitas tersebut. Misalnya tumbuhan yang hidup bergantung dengan tumbuhan

lain untuk memperoleh nutrisi atau untuk naungan. Dari pernyataan tersebut dapat

diketahui bahwa keberadaan suatu jenis yang berasosiasi mempengaruhi

keberadaan jenis lainnya. Sehingga adanya asosiasi berpengaruh terhadap

keragaman jenis disuatu ekosistem. Apabila suatu jenis dalam asosiasi hilang,

maka dikhawatirkan akan menyebabkan suatu jenis dalam ekosistem tersebut

turut hilang. Sehingga akan menurunkan keragaman jenis di suatu ekosistem.

Pemanfaatan Raru Oleh Masyarakat

Pengetahuan masyarakat tentang tumbuhan raru di hutan Bonalumban

Kecamatan Tukka di perlukan untuk mendapatkan informasi mengenai

pentingnya manfaat maupun kelestarian raru bagi kehidupan masyarakat

Bonalumban. Selain itu, pengetahuan masyarakat juga dibutuhkan untuk menggali

informasi tentang potensi serta kelestarian raru di daerah tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Page 40: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

28

Tabel 11. Tabulasi tingkat pendidikan responden

No Tingkat Pendidikan Jumlah Responden

(Orang) Persentase (%)

1 SD 6 7,5%

2 SMP 36 45%

3 SMA 29 36,25%

4 PERGURUAN

TINGGI 7 8,75%

5 TIDAK SEKOLAH 2 2,5%

TOTAL 80 100 %

Dalam penelitian ini, jumlah total responden yang diwawancari adalah

sebanyak 80 orang dengan cakupan usia 17 tahun keatas dan diambil secara acak

dan menyeluruh di kelurahan Bonalumban hal ini sesuai dengan pernyataan

Arikunto (2006) jumlah responden yang dijadikan sampel yaitu apabila jumlah

responden <100 kepala keluarga, maka diambil seluruh responden. Sedangkan

jumlah responden >100 kepala keluarga, maka diambil 10-15% dari jumlah

kepala keluarga. Berdasarkan Tabel 11, dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan

responden yang paling banyak adalah SMP/Sederajat yaitu berjumlah 36 orang

dan responden yang memiliki pendidikan di perguruan tinggi sebanyak 7 orang.

Sedangkan responden yang tidak sekolah sebanyak 2 orang yang merupakan

penduduk asli Bonalumban, Kecamatan Tukka, Tapanuli Tengah.

Universitas Sumatera Utara

Page 41: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

29

Peta Lokasi dan Penyebaran Tumbuhan Raru

Gambar 3. Lokasi penelitain dan penyebaran tumbuhan raru

Jenis-Jenis Raru

Dalam penelitian yang telah dilakukan di Kelurahan Bonalumban,

Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, diperoleh hasil

bahwa tumbuhan raru yaitu ditemukan sebanyak 2 jenis raru. Kedua jenis raru

tersebut adalah raru dahanon (Cotylelobium melanoxylon) dan raru songal

(Cotylelobium lanceolatum).

Raru dahanon merupakan raru yang sangat diminati oleh masyarakat

setempat. Hal ini dikarenakan raru dahanon memberikan citarasa yang nikmat

pada minuman tuak yang dicampurkan. Warna kulit raru dahanon yang putih

bersih seperti beras menjadikan masyarakat setempat menjuluki raru dahanon

sebagai raru beras. Bahkan, kata “dahanon” berasal dari bahasa batak yang berarti

beras. Selain memberikan citarasa yang nikmat pada minuman tuak, raru dahanon

juga memberikan warna yang menarik pada minuman tuak tersebut sehingga

menjadikan minuman tuak yang dicampur dengan raru dahanon memiliki

Universitas Sumatera Utara

Page 42: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

30

penampilan yang menarik. Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan

masyarakat, raru dahanon juga berfungsi untuk mengurangi rasa pahit pada

minuman tuak sehingga memiliki citarasa yang lebih nikmat.

Sebelum digunakan sebagai campuran minuman tuak, biasanya

masyarakat menjemur kulit raru dibawah sinar matahari selama kurang lebih 2

hari. Hal ini dilakukan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan cita rasa pada

tuak yang akan dicampur dengan raru tersebut. Cara yang dilakukan masyarakat

untuk memanen kulit raru adalah dengan mengupas kulit pohon raru dengan

bantuan benda tajam seperti parang. Pemanenan kulit raru dahanon disajikan pada

gambar 4.

Gambar 4. Pemanenan kulit raru.

Berbeda dengan raru dahanon, raru songal memiliki morfologi yang sangat

berbeda. Perbedaan yang sangat menonjol dapat dilihat dari kenampakan batang

Universitas Sumatera Utara

Page 43: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

31

dan bentuk kulit raru tersebut. Raru songal memiliki kulit yang berwarna merah,

keras dan bergelombang sehingga masyarakat tidak memanfaatkan kulit raru

songal sebagai bahan campuran minuman tuak. Selain karena proses pemanenan

yang sulit dikarenakan kulitnya yang keras, raru songal juga tidak memberikan

citarasa yang nikmat serta warna yang gelap pada minuman tuak.

(a) (b)

Gambar 5. Perbedaan kulit pohon raru dahanon dan raru songal. (a) kulit

kayu raru dahanon. (b) kulit kayu raru songal

Karena kondisi kulit yang tidak memungkinkan untuk dimanfaatkan

sebagai bahan pembuatan tuak, masyarakat lebih dominan memanfaatkan batang

pohon raru songal sebagai bahan konstruksi bangunan. Tidak hanya itu,

masyarakat juga memanfaatkan batang pohon raru songal sebagai bahan untuk

membuat bak truk dan kandang hewan ternak seperti sapi dan kambing

dikarenakan batang pohon raru songal merupakan kayu yang memiliki kelas kuat

dan kelas awet yang bagus.

Universitas Sumatera Utara

Page 44: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

32

Kedua jenis raru yang ditemukan tumbuh dan berkembang pada

ketinggian kurang lebih 400 m diatas permukaan laut. Pada survey lapangan yang

dilakukan, raru kedua jenis ditemukan hidup berkelompok dan berdampingan

dengan tumbuhan lain. Selain ketinggian, suhu dan kelembaban udara juga

menjadi faktor pendukung raru untuk hidup dan berkembang di suatu daerah. Dari

hasil pengamatan dilapangan, suhu yang terdapat di hutan alam Bonalumban yaitu

25ºC sampai 29ºC. Sedangkan kelembaban yang terdapat di hutan Bonalumban

yaitu 45% dan kelembaban maksimum mencapai 70%. Dari hasil pengamatan

dilapangan, raru ditemukan hidup di tepi sungai dimana tanahnya mengandung

banyak air dan sedikit tergenang. Selain itu, tanah yang mengandung pasir

menjadi tempat tumbuh raru. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Silk, 2009) yang

menyatakan bahwa tumbuhan jenis Cotylelobium tumbuh pada ketinggian sampai

400 m di atas permukaan laut, sebagian besar tumbuh di lereng bukit dan

pegunungan, tetapi juga dapat tumbuh di sepanjang sungai dan di lembah.

Sebagian besar pada berbatu untuk tanah berpasir. Di hutan sekunder biasanya

hadir sebagai pohon sisa pra-gangguan.

Persepsi Masyarakat Sekitar Hutan

Persepsi masyarakat akan pemanfaatan raru di daerah kawasan hutan

Bonalumban sangat beragam. Hasil wawancara dengan masyarakat menunjukkan

bahwa tidak semua masyarakat memanfaatkan raru. Terdapat banyak faktor yang

menyebabkan sebagian masyarakat tidak memanfaatkan raru diantaranya harga

jual yang murah serta kesulitan untuk mendapatkan raru karena mengharuskan

masyarakat masuk kedalam hutan untuk melakukan pemanenan. Pemanfaatan raru

yang beragam disajikan dalam Gambar 6.

Universitas Sumatera Utara

Page 45: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

33

Gambar 6. Pemanfaatan raru oleh masyarakat

Berdasarkan Gambar 6, sebanyak 95% responden yang memanfaatkan

tumbuhan raru dan 4% tidak. 75% responden memanfaatkan raru untuk ramuan

tuak, 5% untuk dijual, dan sebanyak 5% responden memanfaatkan kayu raru

untuk keperluan pribadi yang seperti bahan konstruksi bangunan dan sebagai

bahan pembuatan kandang hewan ternak sebanyak 11%.

Dari hasil wawancara yang dilakukan, beberapa masyarakat juga

memanfaatkan kulit raru sebagai obat diabetes. Selain sebagai penambah citarasa

pada minuman tuak, tuak yang dicampur dengan raru juga dipercaya masyarakat

sebagai obat penurun kadar gula darah (diabetes). Khasiat raru sebagai obat

diabetes juga dikemukakan oleh Hembing (2005) yang menyatakan bahwa raru

merupakan tanaman kayu hutan yang kayu batangnya selama ini telah lama

digunakan masyarakat Tapanuli sebagai bahan bangunan. Lama kelamaan kulit

kayu raru digunakan sebagai bahan tambahan ke dalam minuman yang dikenal

dengan nama tuak dan belakangan ini air rebusan daunnya diyakini dapat

mengobati luka yaitu dengan cara mencuci luka, dan kulit batangnya diyakini

sebagai obat antidiabetik. Sebagian masyarakat juga mengenal raru sebagai obat

5%

75%

11%

5% 4%

Untuk dijualRamuan tuakKandang hewanBahan bangunanTidak memanfaatkan

Universitas Sumatera Utara

Page 46: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

34

diabetes (penurun kadar gula darah). Menurut salah satu responden yang berusia

70 tahun, raru telah lama dimanfaatkan sebagai obat diabetes. Pemanfaatan raru

telah dipercaya turun temurun sebagai obat antidiabet hingga saat ini.

Masyarakat sekitar hutan umumnya berinteraksi langsung dan

memanfaatkan sumberdaya yang berasal dari hutan. Oleh karena itu, sebagian

masyarakat yang tinggal dikawasan hutan menggantungkan hidup pada hasil

hutan. Dari hasil wawancara yang dilakukan, ditemukan bahwa tidak semua

masyarakat Bonalumban memanfaatkan raru sebagai matapencaharian utama.

Bahkan banyak masyarakat yang hanya memanfaatkan raru sebagai pekerjaan

sampingan dan bahkan adapula masyarakat yang sama sekali tidak memanfaatkan

raru. Hal ini dikarenakan sebagian masyarakat beranggapan bahwa

menggantungkan hidup pada raru tidak akan membuat hidup mereka berkembang

dikarenakan harga raru yang tergolong murah, pemanfaatan yang kurang variatif

serta populasi raru yang terus menurun. Persentase masyarakat yang

memanfaatkan raru tersaji pada (Gambar 7).

Gambar 7. Persentase masyarakat yang memanfaatkan raru.

Pada Gambar 7, jumlah masyarakat yang menjadikan tumbuhan raru

sebagai mata pencarian mereka yaitu sebanyak 35 responden (44% ), sedangkan

Ya

44%

Tidak

56%

Ya Tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 47: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

35

masyarakat yang tidak memanfaatkan raru yaitu berjumlah 45 responden (56%).

hal ini dikarenakan nilai pemanfaatan hutan yang kecil terhadap masyarakat

menjadikan sebagian masyarakat Bonalumban tidak memanfaatkan raru sebagai

matapencaharian. Hal ini didukung oleh Yenisyika (2003) yang menyatakan

bahwa ketergantungan masyarakat terhadap hutan pada tingkat nilai pemanfaatan

hasil hutan masih sangat kecil jika dibandingkan dengan nilai yang diperoleh

masyarakat secara keseluruhan yang bukan berasal dari nilai pemanfaatan hasil

hutan.

Terdapat sebuah kearifan lokal terkait waktu dan cara pemanenan raru

didaerah tersebut. Pemanenan raru dilakukan masyarakat pada musim kemarau

dengan cara dipukul-pukul terlebih dahulu. Hal ini dipercaya masyarakat sebagai

salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas raru yang dipanen.

Pemanenan raru yang terus berlangsung tanpa diikuti upaya

pembudidayaan dan penanaman kembali membuat jumlah raru di hutan alam

Bonalumban semakin berkurang. Dari hasil wawancara, sebagian besar

masyarakat tidak mengetahui adanya larangan pemanenan raru yang berlebihan di

hutan alam Bonalumban. Larangan akan pemanenan raru diatur oleh

pemerintahan daerah setempat sehingga aturan yang terbentuk masih lemah. Hal

ini menyebabkan masyarakat terus melakukan pemanenan tanpa

mempertimbangkan kelestarian raru tersebut.

Dari hasil wawancara yang telah dilakukan, anggapan masyarakat terkait

populasi raru dihutan alam sangat variatif. Pengetahuan masyarakat yang beragam

tentang populasi raru dihutan alam dapat menjadi salah satu aspek dalam

membuat suatu upaya pelestarian raru. Dengan banyaknya jumlah masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Page 48: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

36

yang mengatakan raru semakin berkurang, dapat mendorong masyarakat dan

meningkatkan minat masyarakat untuk melakukan upaya pelestarian dan

penanaman melalui sosialisasi yang diberikan pada masyarakat tersebut.

Dari hasil analisis vegetasi yang diperoleh, menunjukkan bahwa populasi

raru dialam masih cukup banyak. Hal ini dapat diketahui dari perhitungan analisis

vegetasi pada tingkat pohon yang didominasi oleh jenis raru. Namun masyarakat

beranggapan bahwa populasi raru di alam semakin berkurang. persepsi

masyarakat yang berbanding terbalik dengan keberadaan pohon raru dikarenakan

masyarakat melihat bahwa populasi semai raru di alam sangat sedikit. Sehingga

masyarakat beranggapan bahwa keberlangsungan raru di alam sudah terganggu.

Pengetahuan masyarakat tentang populasi raru dihutan alam Bonalumban

tersaji pada Gambar 8.

Gambar 8. Persepsi masyarakat terkait populasi raru dihutan alam Bonalumban

Pada Gambar 8, dapat diketahui bahwa 16% responden berasumsi bahwa

populasi raru di alam sangat berkurang. Sebanyak 31% menyatakan berkurang,

25% responden menyatakan biasa saja dan sebanyak 28% responden menyatakan

populasi raru masih banyak di alam.

16%

31% 25%

28%

Jumlah

Sangat berkurang Berkurang Biasa saja masih banyak

Universitas Sumatera Utara

Page 49: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

37

Dengan adanya pemahaman masyarakat tentang pentingnya kelestarian

raru dihutan alam Bonalumban, dapat menjadi salah satu aspek yang mendukung

kelestarian raru. Peran serta masyarakat sekitar hutan merupakan suatu hal yang

sangat penting ditingkatkan untuk mendukung upaya pelestarian suatu jenis.

Jumlah populasi raru yang tersisa dihutan alam Bonalumban dapat

menjadi suatu pertimbangan dalam pemanfaatan yang dilakukan. Keberadaan

suatu jenis yang berasosiasi dengan raru juga menjadi salah satu hal yang perlu

diperhatikan karena keberadaan suatu jenis yang berasosiasi dengan raru tersebut

turut berperan dalam struktur vegetasi tumbuhan penyusun dihutan alam

bonalumban yang menjadi habitat asli dari raru. Sehingga apabila keberadaan

suatu jenis tumbuhan penyusun vegetasi tersebut terganggu, maka akan turut

mengganggu populasi raru yang terdapat di hutan tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Page 50: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

38

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Raru yang berada di hutan alam Bonalumban tumbuh menyebar disepanjang

aliran sungai, tepi sungai, anak-anak sungai, dan tumbuh berkembang pada

ketinggian kurang lebih 400 m diatas permukaan laut dengan nilai INP

tertinggi tingkat semai, pancang, tiang, pohon adalah 26,27, 22,92, 43,47, dan

42,42. Analisis asosiasi menunjukkan bahwa raru memiliki hubungan yang

kuat dengan rengas dan meranti merah yang ditandai dengan perolehan nilai

asosiasi tertinggi pada kedua jenis tersebut.

2. Terdapat dua jenis raru yang ditemukan tumbuh di hutan alam Bonalumban

yaitu raru dahanon (Cotylelobium melanoxylon) dan raru songal

(Cotylelobium lanceolatum). Raru dahanon dimanfaatkan kulitnya oleh

masyarakat setempat sebagai bahan campuran tuak dan obat tradisional seperti

obat penurun kadar gula darah (antidiabet) sedangkan raru songal

dimanfaatkan kayunya oleh masyarakat untuk kandang hewan dan konstruksi

bangunan.

3. Persepsi masyarakat berbanding lurus dengan hasil analisis vegetasi yang

diperoleh yaitu masyarakat beranggapan bahwa populasi raru di hutan

Bonalumban semakin berkurang.

Universitas Sumatera Utara

Page 51: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

39

Saran

Sebaiknya pemanfaatan raru di Kelurahan Bonalumban, Kecamatan Tukka

Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara diikuti dengan kegiatan penanaman

kembali agar kelestarian raru dapat terjaga dan dapat dimanfaatkan dalam jangka

waktu yang panjang. Serta sebaiknya peraturan tentang pemanfaatan raru lebih

dipertegas agar pemanfaatan raru di daerah tersebut dapat dikendalikan untuk

mencegah pemanfaatan yang berlebihan.

Universitas Sumatera Utara

Page 52: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

40

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta.

Jakarta.

Arsyad, M. 2017. Asosiasi antar spesies famili palmae di kawasan air terjun

Bajuin Kabupaten Tanah Laut. Bioeksperimen 5(1):40-41.

Ashton, P. 1998. Cotylelobium melanoxylon. The IUCN Red List of Threatened

Species 1998. World Conservation Press. Cambridge.

Badan Pusat Statistik. 2017. Kabupaten Tapanuli Tengah Dalam Angka 2017.

BPS Kabupaten Tapanuli Tengah. Tapanuli Tengah.

Champbell. 2004. Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta.

Cole, L.C. 1949. The mesurenment of interspesific association. Ecology (30):410-

424.

Hembing. 2005. Bebas Diabetes Melitus Ala Hembing. Penebar Swadaya. Depok.

Heyne, K. 1989. Tumbuhan Berguna Indonesia III. Badan Penelitian dan

Pengembangan Departemen Kehutanan. Jakarta.

Indriyanto. 2012. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Jakarta.

IUCN. 1998. IUCN Red List of Threatened Species. Cotylelobium melanoxylon

[internet]. United Kingdom: IUCN Global Spesies Programme Red List

United; 1998 [updated 1998 January 1; cited 2012 Dec 22]. Avaliable

from: http://www.iucnreddlist.org/details/33070/0.

Kershaw, K.A. 1964. Quantitative abd dynamic plant ecology. American Elsevier

P. Company. New York.

Lamanimpa, R. A. 2007. Komposisi Jenis Vegetasi Pada Habitat Kupu-Kupu di

Kawasan Cagar Alam Pangi Binangga Kabupaten Parigi Moutong.

Provinsi Sulawesi Tengah.

Ludwig, J.A. dan J.F. Reynolds. 1998. Statistical Ecology. Aprumer on Methods

and Computing. John Willey and Sons. New York.

Marsono. 1977. Diskripsi Vegetasi dan Tipe-tipe Vegetasi Tropika. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.

Matsuda, H., Aso, Y., Nakamura, S., Hamao, M., Sugimoto, S., Hongo, M.,

Pongpiriyadacha, Y., and Yoshikawa, M. 2009. Antidiabetogenic

constituents from the thai traditional medicine Cotylelobium melanoxylon.

Universitas Sumatera Utara

Page 53: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

41

Newman, M.F., P.F. Burgese dan T.C. Whitmore. 1999. Pedoman Identifikasi

Pohon-Pohon Dipterocarpaceae Pulau Kalimantan. PROSEA Indonesia.

Bogor.

Odum, E. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Terjemahan oleh Tjahjono samingan dari

buku Fundamentals Ecology. Yogyakarta: UGM Press.

Odum, E.P. 1972. Fundamentals of Ecology. W.B. Saunder Company

Philadelphia. London Toronto.

Pasaribu, G., Bonifasius S., dan Gustan P. 2007. Analisis Komponen Kimia

Empat Jenis Kayu Asal Sumatera Utara. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 25

(4): 327-333.

Pasaribu,G. 2009. Zat Ekstraktif Kayu Raru dan Pengaruhnya Terhadap Penurun

Kadar Gula Darah Secara In Vitro. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor

Pratiwi, Y.Y., A. Bintoro, dan M. Riniarti. 2013. Komposisi dan Struktur Tegakan

Zona Pemanfaatan Terbatas SPTN 1 Way kanan, Taman Nasional Way

Kambas. Lampung: Lembaga Penelitian Universitas Lampung.

Saharjo, B.H. dan C. Gago. 2011. Suksesi alami paska kebakaran pada hutan

sekunder di Desa Fatuquero, Kecamatan Railaco, Kabupaten Ermera-

Timor Leste. Departemen Silvikultur. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Samingan, T. 1971. Tipe-tipe Vegetasi (Pengantar Dendrologi). Bagian Ekologi

Tumbuh-tumbuhan Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Sari, N., Karmilasanti, dan R. Handayani. 2013. Kondisi Tempat Tumbuh

Tegakan Alam Shorea leprosula, Shorea johorensis dan Shorea smithiana.

Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda.

Silk, J.W. F. 2009. Plants Of Southeast Asia. www.asianplant.net [diakses pada

tanggal 16 juli 2018].

Soegianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif : Metode analisis populasi dan komunitas.

Surabaya: Usaha Nasional.

Soekmadi, R. 1987. Kondisi sosial ekonomi masyarakat pencari kayu bakar di

Taman nasional Baluran. Bogor. Jurusan Konsevasi Sumberdaya Hutan.

IPB.

Soerianegara, I. dan A. Indrawan. 1982. Ekologi Hutan Indonesia. Departemen

Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor

Soerianegara, I dan R.H.J. Lemmens. 1994. Plant Resources of South-East Asia

No.5(1). Timber Trees: Minor Comercial Timbres. Prosea Foundation,

Bogor, Indonesia. Leiden: Backhuys.

Universitas Sumatera Utara

Page 54: DISTRIBUSI KUANTITATIF RARU Cotylelobium melanoxylon) DI

42

Soerianegara, I. 1972. Ekologi Hutan Indonesia. Departemen Management Hutan

Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Statistik Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2014. Diterbitkan oleh

Kementrian lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Sufia, R., Sumarni., dan A. Amiruddin. 2016. Kearifan Lokal dalam Melestarikan

lingkungan Hidup (studi kasus masyarakat adat desa Kemiren Kecamatan

Glagah Kabupaten Banyuwangi). Jurnal Pendidikan. 1(4): 726-731.

Suhendang, E. 2002. Pengantar Ilmu Kehutanan. Bogor: Yayasan Penerbit

Fakultas Kehutanan (YPFK).

Suyanto dan Hafizianor. 2007. Inventarisasi Komposisi Jenis dan Potensi

Tumbuhan Berkhasiat Obat dari Hutan Rawa di Proponsi Kalimantan

Selatan.

Togatorop, A. 2014. Resak Tembaga (Malaysia), Thiam. Thailand.

Usman dan Purnomo Setiady Akbar. 2008. Metedologi Penelitian Sosial. Bumi

Aksara. Jakarta.

Yenisyika, V. 2003. Kontribusi sumberdaya hutan terhadap pendapatan

masyarakat desa (studi kasus Di Desa Cibaliung, Kecamatan Cibaliung,

Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten). Bogor: Fakultas Kehutanan.

Institut Pertanian Bogor.

Universitas Sumatera Utara