Upload
buidang
View
294
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
DIPLOMASI TURKI :
STUDI TENTANG LANGKAH-LANGKAH TURKI UNTUK MENJADI
ANGGOTA UNI EROPA PADA MASA PERDANA MENTERI ERDOGAN
(2002-2007)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh:
WIRA KURNIA
NIM: 1111022000014
JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016 M
DIPLOMASI TURKI :
STUDI TENTANG LANGKAH.LANGKAH TURKI TiI{TUK MENJADI
AI\GGOTA UNI EROPA PADA MASA PERDANA MENTERI ERDOGAN
Qo02-2007)
SkriPsi
Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Getar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh:
WIRAKURNIANIM: 1111022000014
JI'RUSAN SEJARAH DAN KEBIJDAYAAN ISLAM
FAKI'LTAS ADAB DAN HUMANIORA
TINIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATT]LLAII
JAKARTA
1437W2016I$I
NIP: 19590203198903 I 003
PENGESAIIAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul DIPLOMASI TURKI : STUDI TENTANG
I-ANGKAH.LANGKAII TURKI UNTUK MENJADI ANGGOTA UNI
EROPA PADA MASA PERDANA NIENTERI ERDOGAN (2002-2007) telah
diujikan dalam sidang nrunaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif
Hidayatullah lakarla pada 22 Januari 2016. Skipsi ini telah diterima sebagai salah
satu syarat memperoleh geiar Sarjana Flumaniora (S.Hum) pacla program studi
Sejarah dan Kebudayaal Isiam.
Jakati'a,22 Januari 20i6
SIDANG MUNAQASYAH
Anggota( P",
..t'Drs. M. Ma'ruf Mllbah. M.ANIP: 19591222 199103 1003
Sekerlaris Merangkap Anggota
s047i 2t)Asol2 007
Penguji I
Pembimbing
Dr, Sudai-ii6to Abdul Hakim. M.ANIP: 19590203198903 1 003
PERNYATAAI{
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya sendiri yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN Syaif HiCayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlak-u di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil saya atau
merupakan jiplakan dari orang lain, maka saya bersedia merrerima sanksi yang
berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Wira Kurnia
ii
ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai Diplomasi yang dilakukan Turki untuk
bisa bergabung ke Uni Eropa pada tahun 2002 hingga 2007, dengan menerapkan
beberapa langkah dalam sistem pemerintahannya yang saat itu dipimpin oleh
Perdana Menteri Recep Tayyib Erdogan. Keinginan Turki untuk bergabung
menjadi anggota Uni Eropa sudah ada sejak kepemimpinan Celal Bayar (1950-
1960) hingga pada masa pemerintahan Erdogan tahun 2002 - 2007 keinginan itu
kembali muncul, dalam kurun waktu tersebut Turki melakukan berbagai Upaya
untuk dapat diterima dalam kelompok Uni Eropa.
Melalui pendekatan media studies, serta metode heuristic yang bersifat
Analitiasl History, penulis mengetahui langkah-langkah apa saja yang diterapkan
Erdogan ketika menjabat sebagai Perdana Menteri Turki, agar Turki bisa diterima
menjadi anggota resmi Uni Eropa. Erdogan menjadi pelopor yang sangat penting
bagi Turki dengan dibukakannya kembali akses untuk Turki ke Uni Eropa oleh
Dewan Eropa.
Penulis menemukan bahwa langkah-langkah yang diterapkan oleh
Erdogan agar Turki bisa di terima dalam keanggotaan Uni Eropa mampu
membawa Turki semakin dekat dengan Uni Eropa, ditandai dengan dibukakannya
kembali proses aksesi Turki pada tahun 2006. Langkah-langkah konkrit yang
diterapkan Erdogan untuk memenuhi persyaratan yang di tetapkan oleh Uni Eropa
yaitu terciptanya beberapa Undang-undang di bidang Politik, militer dan
Amandemen Konstitusi.
Kata Kunci: Diplomasi, PM Erdogan, Turki, Uni Eropa,
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan baik guna
memperoleh gelar Sarjana Humaniora pada Program Studi Sejarah Kebudayaan
Islam. Salawat serta salam semoga senantiasa terlimpah kepada Nabi Muhammad
SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya dan umatnya hingga akhir zaman.
Aamiin. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan Skripsi ini
bukan hanya usaha penulis secara individual melainkan juga karena dukungan,
bimbingan, arahan, dan petunjuk serta kerjasama dari berbagai pihak, hingga
terselesaikannya Skripsi ini. oleh karena itu penulis mengucapkan rasa syukur dan
terima kasih kepada:
1. Orang Tua tercinta, Ayahanda Burmawi, Ibunda Huzaifah dan Adik-
adikku M. Alfiqri dan Salma Syifaun Najla, Terimakasih selalu
memberikan do’a dan kasih sayang yang melimpah kepada penulis
serta memberikan dukungan dan pengorbanan baik secara moril
maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan
baik. Terimakasih yang tak terhingga untuk semuanya, semoga allah
senantiasa memberikan keberkahan dan kebahagiaan.
2. Bapak Dr.Sudarnoto Abdul Hakim, M.A dosen pembimbing,
terimakasih telah memberikan banyak waktunya untuk membimbing
penulis dengan penuh kesabaran dalam memahami permasahan
Skripsi ini.
iv
3. Bapak Prof. Dr. Sukron Kamil, M.A Dekan Fakultas Adan dan
Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak H. Nurhasan, M.A dan Miss Sholikatus Sa’diyah. M.Pd Ketua
dan Sekretaris Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam, UIN Syarif
Hidayataullah Jakarta.
5. Ibu Hj. Tatik Hartimah, M.A penasehat akademik penulis yang telah
memberikan dukungan serta doa kepada penulis, serta Bapak/Ibu
dosen Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam, terimakasih telah
mengajarkan dan membagi ilmunya kepada penulis selama masa
menuntut ilmu di Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
6. Fethullah Gulen Chair UIN Jakarta, terutama Dr. Ali Unsal sebagai
Direktur Utama yang telah meluangkan waktunya untuk berdiskusi
dan sekedar menjelaskan beberapa pertanyaan dari penulis.
Terimakasih atas waktu yang diluangkannya.
Terimakasih pula untuk Sahabat-sahabatku Eva Khofifah, Hammatun
Ahlazzikriyah, Khoirunnisa dan Siti Nurazizah, Siti Annisaa’ Mahfuzhoh, Lia
Riyani, Afina Rizki Zakiyah, Inka Ratrie, Roselin, dan Eka Sasmita. serta seluruh
teman-teman SKI - Timur Tengah 2011 Nabilah Daud, Wilda Eka Safitri,
Ismawati Nurmaya Sari, Indi Nisauf Fikri, Yeni Marpurwaningsih, Ulfa Azzahra,
Mulki Mulyadi, Sufyan Syafi’I, Alan Zuhri, Husein dan Zikrul Maula. Serta
Sahabat-Sahati PMII Cab Ciputat. KOPRI CaB. Ciputat dan KOMFAKA PMII
Cab. Ciputat. Serta terimakasih kepada seluruh pihak, baik sahabat, teman,
v
keluarga yang telah mendukung penyelesaian Skripsi ini namun tidak dapat
penulis sebutkan namanya satu persatu.
Skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, maka
saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi
penyempurnaan selanjutnya. Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita kembalikan
semua urusan dan semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak,
husunya bagi penulis dan para pembaca pada umumnya, semoga Allah SWT
meridhoi dan dicatat sebagai ibadah di sisinya. Aamiin.
Wira
Kurnia
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................... i
ABSTRAK ................................................................................................. ii
KATAPENGANTAR ................................................................................ iii
DAFTAR ISI. ............................................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah. ..................................................... 1
B. Identifikasi Masalah.. .......................................................... 7
C. Pembatasan dan Rumusan Masalah..................................... 7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................ 8
E. Tinjauan Pustaka ................................................................. 9
F. Kerangka Teori .................................................................... 12
G. Metode Penelitian. ............................................................... 13
H. Sistematika Penulisan.. ........................................................ 15
BAB II TURKI DI BAWAH PIMPINAN PM RECEP
TAYYIB ERDOGAN
A. Sistem Pemerintahan .......................................................... 17
B. Hubungan Turki-Eropa dan Tujuan Kepentingan
Turki di Uni Eropa............................................................... 22
BAB III UNI EROPA DAN POLITIK LUAR NEGRI TURKI
A. Uni Eropa dan Perluasan Keanggotaan. .............................. 33
B. Kebijakan Politik Luar Negri Turki. ................................... 39
vii
BAB IV DIPLOMASI SERTA IMPLIKASI YANG DI TIMBULKAN
ATAS PENGAJUAN KEANGGOTAAN TURKI UNTUK
SISTEM PEMERINTAHANNYA
A. Upaya Diplomatik Turki Untuk Menjadi Anggota
Uni Eropa............................................................................. . 47
B. Implikasi Untuk sistem Pemerintahan Turki dari Pengajuan
Turki ke Uni Eropa. ............................................................. 56
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan. ......................................................................... 60
B. Saran. ................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 63
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Republik Turki yang terbentang di sepanjang jazirah Barat Asia
berbatasan dengan Eropa memiliki sejarah panjang yang mewariskan kisah
perkembangan peradaban dunia baik dari sisi spiritualisme ataupun kisah jatuh-
bangunnya imperium-imperium besar yang tidak lekang oleh zaman. Setelah
Perang Dunia II berakhir di tahun 1945, Turki semakin perkasa dengan peran
militer yang bertambah kokoh apalagi setelah negara ini bergabung dengan
NATO. Seiring dengan perkembangan politik Negara Barat, Turki yang lebih
senang mengidentikkan dirinya sebagai Eropa dari pada Asia, ikut pula
melakukan transformasi dalam pemerintahannya. Seperti peran dari partai tunggal
digantikan oleh sistem multipartai yang bersifat lebih demokratis sejak tahun
1950, dan itu menjadi langkah awal Turki untuk bergabung di Uni Eropa.1
Selama tahun dua puluhan, Musthafa Kemal Attaturk menerapkan
kebijakan politik luar negri Turki yang bertumpu pada peningkatan hubungan erat
dengan Eropa Barat karena dianggap sebagai model modernisasi dan kemajuan
tanpa harus memberikan kompensasi tertentu terhadap kekuatan atau unsur
imperialisme Eropa.2 Musthafa Kemal Attaturk pernah menyebutkan bahwa
perdamaian negara dan perdamaian dunia adalah mencerminkan tujuan utama
kebijakan politik luar negri Republik Turki selama beberapa tahun pertama, yaitu
1 Kata Pengantar, Dr. Richardi S. Adnan” dalam buku : Sumantri Tiara Sarah Putri,
„Demokratisasi Turki : Hubungan sipil-Militer tahun 2003-201‟, (Jakarta: Universitas Indonesia,
2012), Hal.VII
2 Taginian Syarif, Erdogan, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2011), Hal. 255
2
menjaga perdamaian Turki dan stabilitasnya dan menghindari faktor-faktor yang
menimbulkan konflik serta peperangan di luar negri.
Pada tahun tiga puluhan, Republik Turki melakukan diplomasi yang luas
seputar berbagai kesamaan yang menghubungkan sistem Republik Turki dengan
Eropa.3 Uni Eropa merupakan sebuah organisasi regional yang pertama muncul
pasca Perang Dunia II. Tujuan dari pembentukan Uni Eropa ini adalah dipandang
sebagai cara terbaik untuk mencegah adanya konflik di kawasan Eropa. Awal
terbentuk Uni Eropa ini adalah European Coal and Steel Community (ECSC)
yang pada saat itu disebut dengan komunitas Baja Eropa dan Batu Bara.
Organisasi ini pada mulanya hanya mengelola baja dan batu bara secara bersama-
sama, di mana dua bahan itu adalah bahan utama yang diperlukan untuk perang.
Perjanjiannya ditandatangani di Paris tanggal 18 April 1951, dan berlaku sejak
Juli 1959 sampai tahun 2002. Negara-negara yang memprakarsai Uni Eropa
adalah Prancis, Jerman, Belanda, Belgia, Italia dan Luksemburg.4
Dalam perkembangan, Uni Eropa menjelma menjadi komunitas yang
sangat kuat dan disegani masyarakat internasional karena dianggap satu-satunya
organisasi regional yang sangat berhasil mengintegrasikan anggota-anggotanya
dalam satu wadah kebijakan bersama, oleh karena itu dipastikan akan membawa
dampak yang baik lantaran kebijakannya ditaati oleh semua negara anggotanya.
Meskipun ada pengecualian dalam beberapa keputusan Uni Eropa, misalnya di
bidang ekonomi, Uni Eropa menerapkan anggota-anggotanya untuk memakai
3 Ibid, 256
4 Taufik Adi Susilo. Mengenal Benua Eropa, (Yogyakarta: Garasi, 2009), Hal. 114-115
3
mata uang Euro, akan tetapi hingga saat ini masih ada beberapa negara yang
belum mamakai mata uang Euro.5
Untuk perluasan keanggotaan dalam Uni Eropa, pada dasarnya terbuka
bagi setiap negara dengan persyaratan utama adalah negara yang harus berada di
kawasan Eropa dan negara tersebut menerapkan prinsip demokrasi, penghormatan
akan Hak Asasi Manusia serta menjalankan peraturan perundangan Uni Eropa.6
Dewan kehormatan Uni Eropa memandang pentingnya perluasan sebagai bentuk
kesempatan untuk memperkenalkan dan mempromosikan kemakmuran dan
stabilitas komunitas tersebut.
Setelah Rumania menjadi anggota ke-27 Uni Eropa, perluasan
keanggotaan Uni Eropa masih berlangsung dengan menerima negara lainnya
sebagai calon kandidat anggota Uni Eropa. Salah satunya negara yang
mengajukan proposal adalah Turki pada tahun 1987, dan ditetapkan sebagai
kandidat resmi pada tahun 2004. Keinginan Turki untuk bergabung ke dalam
kawasan-kawasan Eropa sudah terlihat sejak tahun 1962, di mana Turki mulai
bergabung ke dalam anggota NATO (North Atlantic Treaty Organization).7
NATO yang didirikan pada tahun 1964 ini memiliki tujuan untuk menjaga
keamanan, serta memberikan kontribusi di mata masyarakat Eropa-Atlantik.8
Hubungan Turki dengan Uni Eropa semakin membaik terutama di bidang
ekonomi. Turki yang luas wilayahnya hanya 5% (780.580 km2) di Benua Eropa
5 Journal On-line, Uni Eropa, bisa di akses di ; http://www.docstoc.com/docs/42936005/uni-
eropa , di unduh tgl : 17 Desember 2014. 14.00
6 Republic of Turkey-Ministry of Foreign Affairs. Turkey-EU Relations with NATO . n.d
(database on-line); tersedia di http://www.mfa.gov.tr/nato.en.mfa Internet; di unduh pada 13
Desember 2014, 1.38
7 Ibid, Republic of Turkey-Ministry of Foreign Affairs. Turkey-EU Relations with NATO . n.d
8 Republic of Turkey-Ministry of Foreign Affairs. Turkey-EU Relations. n.d (database on-line);
tersedia di http://www.mfa.gov.tr/relations-between-turkey-and-the-european-union.en.mf.
Internet; di unduh pada 13 Desember 2014, 01.35
4
dan 95% berada di Asia9 sedangkan sebagian besar wilayah Turki dulu yang
meliputi kawasan-kawasan Afrika Utara, Asia Barat termasuk bagian Eropa
Timur. Secara perlahan-lahan sebagian besar wilayahnya dilepaskan oleh Turki,
karena kekuatan Eropa terutama Inggris dan Prancis memaksa bagian-bagian
kawasan Arab10
untuk di lepaskan.11
Ketika Turki kemudian menjadi negara Republik Turki,12
Turki merasa
sangat penting untuk bergabung dengan European Community13
(Selanjutnya
akan ditulis menjadi EC), sesuai dengan kepentingan dan keinginan negara
tersebut, baik dari segi ekonomi, maupun di bidang politik. Pada masa
pemerintahan Celal Bayar (1950-1960) arah kebijakan dalam sitem pemerintahan
Turki diterapkan seperti yang negara-negara anggota EC, contohnya di bidang
ekonomi. Apabila menjadi anggota EC,14
maka akan sangat membantu Turki
untuk bisa membuka pasar di negara anggota EC yang menjadi mitra perdagangan
Turki, di mana semua tarif dan non-tarif secara otomatis akan dieliminasi,
sehingga Turki mendapat akses khusus dan biaya gratis dalam memasarkan
produk-produknya di negara-negara anggota EC. Hal ini akan berdampak baik
pada stabilitas ekonomi Turki. Sedangkan di bidang politik, dengan diakui sebagai
anggota EC, maka secara otomatis akan memperkuat nilai-nilai Barat di Turki.
9 Tohir, Ajid, “Studi Kawasan dunia Islam”, (Jakarta: Rajawali Pers,2009) Hal.231
10
kebudayaan Islam Arab, bisa didefinisikan secara linguistik dengan bahasa Arab sebagai
bahasa induk kebudayaan mereka. Akan tetapi untuk sekarang sudah mencakup diluar batas-batas
geopolitik tertentu etnik Arab, seperti sudan, Somalia dan Mauritania yang seluruh penduduknya
bisa disebut bukan orang Arab, tetapi secara linguistik mereka bisa masuk kedalam kriteria Arab.
Oleh karena itu, kawasan ini di definisikan sebagai kawasan Arab
11
Lapidus, Ira. M, „Sejarah Sosial Umat Islam”, Jakrta: PT Raja Grafindo Persada, 1999. Hal.
468
12
Syalabi, “Sejarah dan Kebudayaan Islam 3”, (Jakarta: Pustaka Al Husna Baru, 2008),
Hal.265
13
European Community selanjutnya akan ditulis menjadi EC
14 Turkey and the European Community, JSTOR Terms and Conditional, 15 Desember 2014.
10.20
5
Maka hal inilah yang mendorong upaya liberalisai sistem konstitusional dan
hukum yang akan membantu Turki meningkatkan demokrasi negaranya seperti
demokrasi yang diterapkan oleh negara-negara Eropa.
Pada tahun 2004, Turki di masa pemerintahan Perdana Menteri Recep
Tayyib Erdogan kembali berkomitmen terhadap proyek UE, di mana Turki mulai
menyesuaikan hukumnya dengan yang direkomendasikan oleh UE15
hingga
berbagai dukungan datang dari international.16
Evaluasi progres Turki terhadap
aksesi UE yang dilakukan komisi Eropa pada oktober 2004 menghasilkan
pernyataan, “komisi UE mempertimbangkan bahwa Turki cukup memenuhi
kriteria politik dan merekomendasikan perundingan terbuka selanjutnya”.17
Namun pasca perundingan negosiasasi Brussel pada Desember 2004,
keberlanjutan proses keanggotaan Turki kembali memunculkan pertanyaan.
Perundingan Brussel menyatakan bahwa Turki tidak memenuhi kriteria politik
UE. Secara khusus, dewan UE berargumen bahwa perlakuan buruk Turki terhadap
warga Kurdi dan pengaruh militer yang terlalu besar dalam kehidupan politik di
Turki sebagai penghambat utama proses aksesi tersebut.18
Terlepas dari itu,
perundingan Brussel juga harus menyadari bahwa negara anggota UE pun tidak
melaksanakan kriteria tersebut secara seragam. Oleh karena itu, perundingan
15 Melalui dua reformasi Konstitusi utama pada 2001 dan 2004, delapan paket legislatif
dikeluarkan pada februari 2002 dan juli 2004, tiga wilayah isu reformasi struktural, sebagaimana
diprefensikan oleh UE. Kecuali posisi kepala jenderal Staf (posisi tersebut tetap bertanggung
jawab kepada perdana menteri dibanding pada menteri pertahanan), telah di pecahkan. Lihat :
Sumantri Tiara sarah putri, „„Demokratisasi Turki : Hubungan sipil-Militer tahun 2003-2011‟‟,
(Jakarta: Universitas Indonesia, 2012), Hal.96
16
Johanna Koenne, Kultural Diplomacy and the Databate on Turkey‟s Accession to the EU”,
2009,( On-line), tersedia di; http//www.culturaldiplomacy.org/pdf/case-studies/cd-debate.pdf; di
unduh ; 14 Desember 2014. 14.00
17
European Union, The History Of the Europa Union. ; Trinity College Dublin, n.d (Journal
Online), www.tcd.ie/Econemics/SER/sql/download.php?key=35; 12Desember 2014. 09.00
18
Republic of Turkey-Ministry for EU Affairs, History of the EU. 2007 (database on-line);
tersedia di : http://www.abgs.gov.tr/index.php?p=105&l=2 15Desember 2014. 11.00
6
Brussel sudah seharusnya mengevaluasi upaya Turki dalam
mengimplementasikan kriteria Kopenhagen berdasarkan cara Turki (seperti
keputusan Turki untuk memberikan kebebasan terhadap penyiaran dalam bahasa
Kurdi).19
Sejak abad pertengahan ada beberapa faktor obyektif yang diterapkan
Turki dalam merekonstruksi kebijakan politik luar negrinya. Sejak pertengahan
tahun delapan puluhan Pasar Bersama Eropa berkembang pesat yang tadinya
merupakan agenda ekonomi dan sosial berubah menjadi agenda politik. Turki pun
harus memenuhi tuntutan-tuntutan dan permintaan Eropa untuk melakukan
sejumlah langkah-langkah reformasi secara luas terhadap konstruksi
ketatanegaraan dan tatanan sosial kemasyarakatan, sebelum mengajukan diri
menjadi anggota Uni Eropa. Reformasi semacam ini tidak mungkin dilakukan
kalangan partai ultra nasional secular Turki yang berkuasa. Kalaupun Pasar
Bersama Eropa berubah hingga Turki memenuhi permintaan dan syarat-syarat
perubahan yang diminta Eropa, akan tetapi keanggotaan Turki dalam Uni Eropa
tetap tidak bisa dipastikan. 20
Diplomasi dan Reformasi yang diperkenalkan PM Erdogan memang telah
membawa Turki lebih dekat dengan ekspektasi UE.21
Yang menjadi persoalan
sebenarnya ialah upaya Turki untuk memenuhi kriteria tersebut, sebagaimana
yang diperlihatkan dalam reformasi terbarunya di bawah kepemimpinan PM
Recep Tayyib Erdogan. Terlepas dari itu, upaya dan langkah-langkah besar yang
seperti apa dari Turki untuk bisa memenuhi krtiteria tersebut dan menjadi anggota
19 Sumantri Tiara sarah putri, „„Demokratisasi Turki : Hubungan sipil-Militer tahun 2003-
2011‟‟, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2012), Hal.98
20
Opchit, Sumantri Tiara sarah.. Hal. 260
21
Taginian Syarif, “Erdogan”, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2011), Hal. 19
7
tetap Uni Eropa sebagaimana yang diperlihatkan Turki di bawah pimpinan
Perdana Menteri Erdogan.
B. Identifikasi Masalah
Terdapat beberapa permasalahan yang berhasil diidentifikasi oleh penulis
terkait langkah-langkah apa saja yang dilakukan oleh Turki agar diterima manjadi
anggota tetap Uni Eropa, diantaranya;
1. Uni Eropa menunda kepastian hukum terhadap keanggotaan Turki di Uni
Eropa tanpa peduli dengan upaya-upaya dan sistem hukum yang telah
diterapkan oleh PM Erdogan di Turki sesuai aturan anggota Uni Eropa terkait
pencalonan anggota baru UE.
2. PM Erdogan menerapkan kebijakan politik luar negri Turki terkait proposal
keanggotaan Turki ke Uni Eropa
3. Timbulnya implikasi pada sistem pemerintahan Turki terkait keinginan Turki
untuk bergabung di Uni Eropa.
C. Pembatasan dan Rumusan Masalah
Adapun masalah-masalah yang dapat dirumuskan lewat judul dan
penelitian ini, yaitu;
1. Apa saja langkah-langkah yang diterapkan oleh PM Erdogan untuk Turki agar
diterima menjadi anggota Tetap Uni Eropa ?
2. Bagaimana kebijakan politik luar negri Turki pada masa PM Erdogan (2002-
2007 terkait keanggotaan Turki di Uni Eropa ?
3. Apa implikasi yang ditimbulkan pada Turki untuk bergabung ke Uni Eropa
terhadap sistem pemerintahannya ?
8
D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Menjelaskan langkah-langkah yang akan dipakai oleh Erdogan untuk
Negara Turki agar diterima di Uni Eropa
b. Menjelaskan kebijakan politik luar negri Turki di bawah kepemimpinan
PM Erdogan tahun 2002-2007 dan dampak yang ditimbulkan untuk
masyarakat dan pemerintahan Turki.
2. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah:
a. Menambah wawasan akademisi tentang negara Turki yang mempunyai
pengaruh sangat besar tidak hanya di Asia, tetapi juga ke Eropa. Dan
penelitian ini juga sangat bermanfaat untuk memperkaya kaijan dan
literature yang berhubungan dengan usaha dan langkah-langkah yang
dilakukan oleh Turki agar bisa diterima menjadi anggota tetap Uni Eropa.
b. Memberikan sedikit gambaran hasil penelitian penulis mengenai kondisi
politik Turki di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Recep Toyyib
Erdogan (2002-2007) kepada mahasiswa/i Jurusan Sejarah Peradaban
Islam Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
khususnya Konsentrasi Timur-Tengah yang belum begitu memahami
Konflik Turki–Uni Eropa, dan umumnya untuk seluruh seluruh
Mahasiwa/i UIN serta masyarakat yang membutuhkan.
9
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini penulis telah mencari beberapa literature terkait
keinginan Turki untuk menjadi anggota tetap Uni Eropa kususnya di masa
Perdana Menteri Recep Tayyib Erdogan. Namun tidak banyak sumber-sumber
tersebut terutama yang berbahasa Indonesia. Kalaupun ada, literature tersebut
tidak banyak memberikan secara lengkap mengenai informasi keinginan Turki ke
Uni Eropa di masa PM Erdogan (2002-2007). Sedangkan skripsi-skripsi yang
telah ada baik di perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta maupun
Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora khususnya belum terdapat satupun
judul mengenai keinginan Turki untuk menjadi anggota tetap Uni Eropa tahun
2002 hingga 2007 di masa perdana menteri Erdogan. Maka dari itu, penelitian ini
menyajikan hasil penelitian yang original dari penulis.
Berikut ini beberapa literatur terkait dengan Turki dan UE ;
1. Erdogan,22
buku ini merupakan Biografi Erdogan, yang berisikan mengenai
riwayat kehidupan Erdogan, Pengalaman Politiknya, serta keadaan Turki pada
masa kepemimpinannya. Buku ini memang tidak secara khusus mengkaji
mengenai bagaimana upaya Erdogan untuk bisa membawa Turki menjadi
anggota tetap Uni Eropa, namun karya Syarif Taginan ini sangatlah membantu
penulis untuk menggambarkan kondisi Turki pada masa Recep Tayyib
Erdogan karna kajiannya berfokus keseluruhan pada Erdogan.
2. Diplomasi Turki untuk menjadi angota Uni Eropa (2007-2012),23
karya Ahla
Aulia Mahasiswi jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik UIN Jakarta. Skripsi ini membahas mengenai diplomasi yang
22 Taginian Syarif, “Erdogan”, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2011)
23 Ahla Aulia. 2013. Diplomasi Turki Untuk Anggota Uni Eropa (2007-2012). Fakultas Ilmu
Sosial dan Politik UIN Jakarta.
10
dilakukan oleh Turki untuk menjadi anggota Uni Eropa periode tahun 2007
hingga 2012, terhadap anggota Uni Eropa yang menolak proses keanggotaan
Turki di Uni Eropa, serta menjelaskan bagaimana kondisi Turki pasca
ditetapkan sebagai kandidat Uni Eropa. Namun penguraian tentang upaya-
upaya yang dilakukan Turki di tahun 2002-2007 luput dari pembahasan skripsi
ini yang hanya terpokus pada tahun 2007 hingga 2012. Disamping itu skripsi
ini juga tidak menyertakan bagaimana kebijakan politik luar negri Turki
terkait proposal ke Uni Eropa. sehingga Penulis menarik kesimpulan bahwa
subjek kajiannya sangat berbeda. Dalam skripsi ini penulis mengedepankan
upaya yang dilakukan oleh Turki pada masa Erdogan ketimbang mengkaji
penolakan dan tanggapan dari beberapa anggota Eropa.
3. Hambatan Aksesi Turki ke Uni Eropa,24
Skripsi Karya Faidah Rahim
Mahasiswi Program Studi Hubungan Internasional FISIP UPN Veteran Jawa
Timur. Skripsi ini mengkaji lebih jauh mengenai lambatnya proses negosiasi
yang dilakukan Turki dan Uni Eropa serta hambatan yang diterima Turki dari
beberapa negara anggota Uni Eropa yang secara ekspilisit menunjukkan sikap
oposisinya terhadap keanggotaan penuh Turki. Berbeda dengan Skripsi ini,
penulis hanya memfokuskan pada upaya Erdogan agar Turki bisa bergabung
menjadi anggota Uni Eropa dengan menerapkan sistem Reformasi dan
mengubah beberapa poin tentang politik luar negri Turki hingga diterima oleh
Uni Eropa. Skripsi Faidah memfokuskan pada kultur dan identitas untuk
menganalisa indikasi dalam hubungan Turki dan Uni Eropa. Namun demikian,
24 Rahim Faidah. 2013. Hambatan Aksesi Turki ke Uni Eropa. Fisip UPN ”Veteran” Jawa
Timur
11
tulisan saudara Faidah ini sangat membantu penulis dalam menyelesaikan
penelitian terkait Turki dan Uni Eropa.
4. Demokratisasi Turki: Hubungan Sipil-Militer Turki 2003-2011. Buku
karangan Tiara Sarah Putri Sumantri ini meskipun tidak secara khusus
membahas mengenai hubungan Turki dan Uni Eropa, namun cukup
memberikan informasi terkait kondisi umum keadaan masyarakat Turki. Buku
ini menjelaskan bagaimana sistem pemerintahan Turki, sejarah panjang Turki,
para pemimpin Turki hingga perubahan sistem militeristik menuju
demokratik. Tapi buku ini sangat sedikit menyinggung keinginan Turki
bergabung ke Uni Eropa. Seperti literatur lainnya, sumber ini hanya
menjelaskan sedikit tentang keinginan Turki dan hambatan yang diterima
Turki. Berbeda dengan penulis yang secara khusus memfokuskan kajiannya
pada Turki pada masa Erdogan dengan mencoba menelusuri Upaya yang
dilakukan Erdogan agar diterima di Uni Eropa serta Implikasi yang
ditimbulkannya.
Adapun perbedaan kajian skripsi ini dengan kajian di atas adalah penulis
lebih berfokus pada penjelasan mengenai upaya yang dilakukan oleh Perdana
Menteri Erdogan di tahun 2003 hingga 2007 supaya Turki ditetapkan menjadi
anggota tetap Uni Eropa. Serta penulis juga lebih jauh menelusuri mengenai
kebijakan politik luar negri Turki di masa Erdogan dan Implikasi yang
ditimbulkan untuk masyarakat dan untuk sistem pemerintahan Turki.
12
F. Kerangka Teori
Menurut Haji Agus Salim, ada perbedaan antara politik/kebijakan dan
diplomasi. Menurutnya politic is that what you want and diplomacy that what you
get.25
Beliau menjelaskan bahwa pengertian diplomasi itu merupakan cara untuk
mendapatkan apa yang diinginkan dan dikehendaki oleh yang melakukan
diplomasi tersebut Begitupun yang dilakukan oleh PM Erdogan yang cenderung
sangat ingin bergabung ke Uni Eropa dengan melakukan upaya-upaya yang
diterapkan di Turki.
Maka dari itu berdasarkan uraian di atas, penelitian ini menggunakan teori
Diplomasi Multilateral26
dan menggunakan konsep Lord Strang, dimana menurut
beliau diplomasi adalah;
“The Primary function of diplomacy which is the quite and friendly settlement of international differences by intergovernment discuccion and negotiation, facilitated by good personal contacts and understanding”. [Fungsi utama diplomasi adalah menyelesaikan berbagai perbedaan international dengan penuh ketenangan lagi bersahabat melalui diskusi dan diskusi yang diperlancar oleh hubungan-hubungan pribadi yang baik dengan saling pengertian].
Terlepas dari kerangka teoritis tersebut, diplomasi sendiri berkaitan erat
dengan seluruh proses kebijakan dan hubungan politik luar negri, termasuk pada
waktu perumusan, pelaksaan dan evaluasi dari perumusan dan pelaksanaannya.
Dalam hal inilah diplomasi yang dilakukan Turki di era Erdogan bersangkutan
dengan politik luar negri yang diterapkan oleh Erdogan saat itu. Namun secara
spesifik diplomasi dan politik luar negri itu dapat dibedakan, diplomasi berkaitan
dengan cara-cara dan mekanisme, sedangkan politik luar negri menyangkut
25 Mohsin, Ayyub, “Diplomasi”, (Jakarta ; 2010 ) Hal. 5
26
Dilomasi Multilateral pada umumnya dilakukan di PBB dan Organisasi-organisasi lintas
Benua seperti GNG, OKI dan Uni Eropa dan ruang lingkup regional.
13
maksud dan tujuan. Oleh karna itu penulis berusaha menganalisa mengenai respon
masyarakat Turki terhadap upaya-upaya yang dilakukan Erdogan agar diterima di
Uni Eropa. Implemantasi kebijakan Erdogan untuk Politik luar negri Turki
dimana hal tersebut dapat berimplikasi terhadap sistem pemerintahan Turki.
G. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode beberapa tokoh yang penulis gunakan
yaitu;
1. Heuristic atau pengumpulan data yang bersifat Analitical History, kritik
sumber baik intern maupun ekstern, interpretasi dan terakhir Histpriografi. Dalam
proses Heurustik penulis menggunakan metode kepustakaan, dimana penulis
menghimpun sumber-sumber tertulis yang bersifat Primer maupun Sekunder.
Untuk sumber primer penulis menggunakan jurnal online, diantaranya; JSTOR
(Journal Storage) yaitu perpustakaan digital yang didirikan tahun 1995.
Perpustakaan JSTOR ini berisi terbitan tentang jurnal akademik yang
terdigitalisasi, namun sekarang sudah mulai mencakup buku-buku dan sumber
primer. Ada lagi jurnal online yang penulis peroleh dari situs docstoc,27
dan jurnal
Trinity College Dublin, Perpustakaan Unifersitas Dublin yang menyediakan
literature dari sumber primer dan sumber sekunder secara online. Selebihnya
penulis menggunakan data-data yang bersifat sekunder baik berupa buku, skripsi
dan tesis yang penulis temukan di perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Jakarta,
27 Docstoc secara resmi diluncurkan tahun 2007. Docstoc mulai sebagai sumber daya untuk
berbagi dokumen (termasuk .doc,. pdf dan format .ppt), seta menyediakan sumber primer dan
sekunder, dan memungkinkan pengguna untuk dokumen di blog atau website mereka
menanamkan.
14
Perpustakaan Indonesia, Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Jakarta,
Perpustakaan Nasional dan Situs Internet.
2. Verifikasi atau Kritik Sumber. Penulis melakukan uji keaslian sumber
melalui kritik ekstern. Dan untuk sumber intern penulis melakukan uji kelayakan
atau kredibilitas. Dalam kritik ekstern penulis mengkritik secara fisik sumber-
sumber primer yang berupa Jurnal. Dilihat dari tahun dibuatnya, siapa
pembuatnya, sumber tersebut masih dalam bentuk asli, dan penulis tidak
menemukan permasalahan yang berarti, dan menurut hemat penulis sumber-
sumber jurnal tersebut sangat valid nampaknya jika dikatakan otentik, karena
masih dalam bentuk asli dan sangat kecil kemungkinan untuk dipalsukan.
3. Interpretasi terhadap sumber-sumber yang telah penulis ambil untuk
memperoleh fakta-fakta terkait permasalahan yang menjadi fokus penelitian
penulis. Dalam tahap ini penulis menggunakan analisis dan sintesis. Dalam proses
analisis, penulis memperoleh fakta dari sumber-sumber yang telah penulis baca,
seperti pada tahun 2004 Turki ditetapkan menjadi anggota kandidat Uni Eropa,
dimana telah bertahun-tahun sebelumnya proposal keanggotaan Turki di Uni
Eropa tidak juga diproses, hingga upaya-upaya yang dilakukan Erdogan pada
masanya membuka kembali peluang Turki ke Uni Eropa dengan ditetapkannya
Turki walau hanya sebagai calon kandidat. Dari fakta hasil analisis tersebut, maka
sintesisnya adalah, walaupun upaya-upaya yang dilakukan Erdogan membuahkan
hasil dengan ditetapkannya Turki sebagai calon Kandidat anggota Uni Eropa,
tetap saja tidak juga langsung menghantarkan Turki menjadi bagian dari Uni
Eropa hingga tahun 2007.
15
4. Historiografi, dimana penulis menguraikan fakta-fakta yang sudah didapat
ke dalam penulisan sejarah, kemudian menarik kesimpulan yang merupakan
jawaban dari permasalahan pokok penelitian ini.
H. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis membagi kedalam lima bab penulisan,
yaitu ;
Bab I : Bab ini menguraikan tentang pendahuluan yang terdiri dari penjelasan
singkat untuk permasalahan yang menjadi fokus penelitian penulis, yang
berisikan identifikasi masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, tinjaun pustaka, kerangka dan teori, metode
penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II : Di bab II ini membahas mengenai Turki di pimpin oleh perdana menteri
Recep Tayyib Erdogan tahun 2002-2007. Mengenai hubungan Turki
dengan Eropa di masa kepemimpinan Erdogan, tujuan dan kepentingan
Turki di Eropa, dan menjelaskan bagaimana sistem pemerintahan Turki
di masa Erdogan.
Bab III: Membahas mengenai Uni Eropa dan upaya-upaya Turki untuk bisa
menjadi anggota tetap Uni Eropa untuk tahun 2003 hingga 2007,
penjelasan mengenai kebijakan perluasan keanggotaan Uni Eropa, dan
kebijakan politik luar negri Turki pada masa Erdogan terkait proposal
keaggotaan Turki di Uni Eropa.
Bab IV: Membahas mengenai Implikasi yang ditimbulkan karna belum
diterimanya Turki sebagai anggota tetap Uni Eropa terhadap masyarakat
16
Turki, Kondisi ekonomi Turki, sistem pemerintahan Turki dan implikasi
untuk Uni Eropa sendiri.
Bab V: Berisikan penutup yang terdiri dari kesimpulan yang merupakan
jawaban dari permasalahan awal penelitian ini, serta saran-saran yang
menjadi masukan oleh penulis untuk perbaikan penelitian selanjutnya.
17
BAB II
TURKI DI BAWAH KEPEMIMPINAN ERDOGAN
A. Sistem Pemerintahan
Keberhasilan Erdogan di Turki, tidak lepas dari pendukung Adelet ve
Kalkinma Partisi (Partai Keadilan dan Pembangunan), atau AKP. Partai ini
mampu membuktikan eksistensinya sebagai pilihan pertama bagi kaum minoritas
dan banyak menopang sektor bursa kerja dan ekonomi untuk negara.28
Partai yang
dipimpin Erdogan ini terfokus pada prinsip publik yang keras terhadap dua strata
kehidupan; strata menengah dan bawah. Selain itu, partai ini juga banyak diterima
oleh beberapa anggota Uni Eropa dan Amerika.29
Pada saat itulah, Erdogan
memandang bahwa dirinya adalah sosok tipe pemimpin yang baik untuk dicontoh
oleh partai-partai dan gerakan-gerakan Islam yang lainnya.
Kemenangan partai ini dan keberhasilan Recep Tayyeb Erdogan sebagai
Perdana Menteri Turki pada tgl 14 Maret 2003 beriringan dengan ancaman yang
meningkat di dalam negri. Seiring dengan proses pemenuhan persyaratan
keanggotan di Uni Eropa dan wacana penyelesaian konflik Turki dengan Yunani
terkait Siprus kembali terangkat. Invasi AS ke Irak pada tahun 2003 juga turut
meningkatkan kekhawatiran Turki akan kemungkinan pendirian negara Kurdi,
dan ini mendorong bangkitnya gerakan separatis negara Turki di bagian Tenggara.
Tindakan kekerasan dan konflik berlanjut, karena itu militer kembali akan
mengguanakan hak prerogatifnya untuk mengkudeta kembali pemerintah, dengan
28 Ziya Onis dan E Fuat Keynan, Turkey at the polls: A New Path Emerges, dalam journal of
Democrasy, Volume 14, di akses : 17 September 2015, 13.01
29
Berna Turam, Between Islam and the State, The Politics of Engagement, (Stanford California:
Stanford Unifersity Press, 2007, Hal. 4
18
mengatasnamakan keamanan nasional.30
Hal inilah yang dikhawatirkan Erdogan
apabila militer kembali berkuasa. Untuk itu dia menggunakan kesepakatan dengan
AS di bidang perekonomian guna meredam konflik dengan Kurdi.31
Masalah Kurdi pada masa pemerintahan Erdogan berbeda kondisinya
dengan sebelumnya. Sejak Turki dipimpin oleh Erdogan di tahun 2002, Erdogan
berusaha mencari jalan baru dalam berinteraksi dengan Kurdi. Hal ini sangat jauh
berbeda dengan cara tradisional militer Turki sebelumnya dalam menangani
masalah Kurdi. Pemerintah Erdogan memandang masalah Kurdi tidak hanya
karena faktor politik semata, akan tetapi juga mencakup ketiadaan demokrasi,
keamaan, ekonomi, sosial bahkan kebudayaan. Sebab itu, pemerintah Erdogan
membangun dengan cara tepat untuk menangani masalah Kurdi diantaranya
dengan memberikan akses yang luas kepada suku Kurdi untuk ikut serta dalam
proses-proses politik, melakukan reformasi dan menguatkan demokrasi di
kawasan Kurdi. Sebagai contoh yang digunakan oleh Erdogan dalam
penyelesaian konflik Kurdi yaitu dengan menerima adanya kegiatan-kegiatan
kebudayaan dengan bahasa selain bahasa Turki dan menganggapnya sebagai
upaya yang penting untuk mengukuhkan persatuan di Turki.
Untuk penerapan kebijakan politik yang berkaitan dengan Kurdi, Erdogan
memfokuskan kepada upaya mengoptimalkan keikutsertaan masyarakat Kurdi
dalam berpolitik, melakukan langkah-langkah reformasi politik sehingga adanya
solusi dari masalah-masalah yang muncul. Erdogan juga berusaha menjaga
dukungan masyarakat guna terciptanya kebijakan-kebijakan politik yang kuat.
30 Erse Aydin, Nihat Ali Oscan, Dogan Akyaz. “The Turkish Military‟s March Toward Europe”
Foreign Affairs. Vol.85. No.1, (Jan-Feb. 2006), hlm. 89-90
31
Sumantri Tiara Sarah Putri, Demokratisasi Turki : Hubungan Sipil-Militer tahun 2003-2011,
(Jakarta: Universitas Indonesia, 2012), Hlm. 7
19
Tidak diragukan lagi bahwa medan politik Turki ketika Erdogan berkuasa
senantiasa dinilai sangat baik oleh masyarakat.32
Bersamaan dengan merebaknya
berbagai kekhawatiran masyarakat Turki pada terjadinya kegagalan dalam
pembangunan sosial dalam skala nasional maupun internasional untuk masalah
Kurdi ini, Erdogan bahkan dinilai mampu menjaga kemanan sosial masyarakat
dan menjaga sistem politik dari keikutsertaan peran militer. Upaya Erdogan untuk
memberikan solusi terkait masalah Kurdi ini bukanlah jalan yang mulus dari
rintangan.
Sejumlah tokoh Turki yang beberapa diantaranya adalah figur-figur di
jajaran pemerintahan Erdogan, militer dan lembaga-lembaga negara lainnya
berusaha menghadang tawaran politik Erdogan.33
Hal ini terjadi di tahun-tahun
awal kepemimpinan Erdogan di tahun 2002 hingga 2005. Akan tetapi politik yang
digunakan Erdogan yang berusaha mengajak masyarakat untuk mengerti apa
solusi politik yang tepat terhadap masalah Kurdi memperoleh tempat tersendiri
sehingga mampu melemahkan jalur militer dalam menangani masalah Kurdi. Bagi
Erdogan membuka lapangan jalur politik merupakan sosusi yang tepat dan lebih
baik daripada jalur militer. Erdogan menilai pihak militer yang bermazhab sekular
masih membawa pandangan negatif yang kuat terhadap dirinya dan partai
pendukungnya.
Disamping itu, lembaga-lembaga peradilan seperti Mahkamah Konstitusi
dan Mahkamah Agung bahkan hingga sekarang masih berusaha melawan dan
mengacaukan pemerintahan Erdogan. Selama Erdogan menjadi Perdana Menteri,
Mahkamah Konstitusi memandang masalah-masalah yang disodorkan kepada
32 Taginian Syarif, Erdogan, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2011), hlm. 82.
33
The European Communities, Turkey 2006 Progress Report, di lihat :
http://ec.europa.eu/enlargement/pdf/key_documents/2006/nov/tr_sec_1390_en.pdf Hal. 7-8
20
mereka tidak sesuai dengan prosedur yang seharusnya. Seringkali Mahkamah
Konstitusi memposisikan dirinya sebagai parlemen yang membatalkan perubahan
undang-undang tentang sidang orang-orang militer di pengadilan sipil. Begitu
juga dengan pembatalan perubahan undang-undang yang memperbolehkan
perempuan berjilbab masuk ke perguruan tinggi. Tindakan Mahkamah Konstitusi
yang melanggar undang-undang itu sudah menjadi kebiasaan di dalam negeri
selama bertahun-tahun dan tanpa ada yang mampu meluruskannya, padahal saat
itu Turki sedang melakukan perundingan langsung dengan Uni Eropa terkait
keanggotaan Turki. Uni Eropa saat itu mengambil sikap resmi seraya menyatakan
gelisah dengan apa yang terjadi di Turki dan menuntut reformasi hukum secara
total.34
Selain itu, proses masuknya Turki ke Uni Eropa juga memberikan peluang
bagi pemerintah untuk mereformasi tatanan sistem yudisial yang ada dalam
pemerintahan Turki. Hal ini merupakan akibat dari seringnya terjadi pertentangan
antara AKP dengan sistem yudisial Turki, sejak AKP menguasai parlemen Turki.
Oleh karena itu, dengan membentuk sebuah partai yang memiliki akar keislaman
yang kuat dapat memperkecil kemungkinan pembubaran partai oleh Mahkamah
Konstitusi akibat tekanan dari militer. Dengan melihat sejarah politik Turki yang
kerap diwarnai oleh kudeta militer terhadap pemeritahan yang sah berasal dari
pemilihan umum oleh rakyat, maka AKP dapat menghindari terjadinya kudeta
dengan jalan menghilangkan pengaruh militer dalam politik Turki, terutama pada
sistem yudisialnya.
34
Taginian, Erdogan, hlm. 95
21
Selain dari masalah Kurdi dan militer, dari sektor ekonomi pemerintahan
Erdogan mampu mengangkat bidang Ekonomi Turki sejak partainya
memenangkan pemilu tahun 2002. Keberhasilan partai Erdogan dalam sektor
ekonomi ini terbilang sebagai sebuah loncatan yang belum pernah ada
sebelumnya di Turki.35
Erdogan mampu mewujudkan keberhasilan bidang
ekonomi yang melampui semua harapan dalam masa kepemimpinannya, setelah
Turki mengalami krisis ekonomi yang menimpa masyarakatnya dengan
meningkatnya inflasi dan berkurangnya pendapatan nasional. Selain itu bank
internasional Turki berdiri dengan tekad ingin melakukan reformasi di bidang
ekonomi.36
Ketetapan yang dikeluarkan oleh Organisation for Economic Co-
operation and Development (organisasi kerjasama ekonomi dan pembangunan) di
Eropa menuturkan bahwa, anggapan kemajuan yang dicapai perkonomian di
Turki pada saat berkuasanya AKP yang dipimpin oleh Erdogan adalah langkah
yang mencengangkan. Sebab partai ini telah mampu membentuk tingkat
pertumbuhan ekonomi paling tinggi diantara negara-negara yang bergabung
dalam organisasi kerjasama tersebut. Tingkat inflasi turun untuk kali pertama
sejak AKP berkuasa, yang mana pada saat sebelumnya stabilitas ekonomi di Turki
sangat lemah hingga menyentuh angka 2% dari produksi lokal secara Global.
Angka tersebut jauh lebih sedikit dibanding limit yang ditetapkan oleh Uni Eropa
yaitu 3% pada saat di mana semua hutang dikembalikan kepada pemerintah
mencapai 6,6%. Angka ini sedikit berbeda dari perhitungan yang dilakukan oleh
35 Cemal Krakas, Turkey: Islam dan Laicism. Between the Interest of State, Politics, and
Society,
PRIF Reports No. 78, Peace Research Institute Frankfurt, Germany, 2007. Hal. 23
36
Taginian, Erdogan, hlm. 64-65
22
Eropa yaitu 60%. Dengan demikian perubahan ekonomi di Turki mengalami
kemajuan yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan ini adalah sebuah gebrakan
kebijaksanaan reformasi yang diterapkan oleh pemerintahan Erdogan.37
Pemerintah Erdogan juga berusaha melancarkan serangan yang keras
kepada semua bentuk korupsi yang dilakukan oleh jajaran di pemerintahannya. Ia
memandang bahwa kerusakan yang diakibatkan oleh ulah pemerintahan
merupakan wabah yang menggerogoti sendi-sendi perekonomian di Turki selama
dekade yang panjang dan mengubah perekonomian menjadi sebuah lubang yang
memisahkan para investasi asing. Hal inilah, menurut Erdogan, yang menjadi
penyebab negara terhalang mendapatkan bermilyar-milyar dollar dan beribu-ribu
lowongan pekerjan yang potensial.
B. Hubungan Turki-Eropa dan Tujuan Kepentingan Turki di Uni Eropa
Hubungan Turki dengan kawasan Eropa sudah terjadi jauh sebelum Turki
mengajukan diri sebagi anggota penuh di badan Uni Eropa. Relasi international
Turki dengan negara-negara Eropa itu awalnya terjalin dengan diundangnya Turki
untuk bergabung ke dalam Council of Europe (Dewan Eropa) pada tahun 1959.
Cita-cita Turki untuk dapat memperoleh status sebagai bagian dari negara Eropa
telah dimulai sejak pembentukan Republik Turki Modern di tahun 1923.
Modernisasi dan pembangunan merupakan dua kunci awal dari ambisi yang
dimiliki oleh Turki dalam upaya mengejar ketertinggalan dari negara-negara di
Eropa.38
37 Taginian, Erdogan, hlm. 66
38
George Lenczowki, Timur Tengah Kancah Dunia, terj (Bandung: Sinar Baru Algesindo,
1993), hal.78-79
23
Setelah Perang Dunia I berakhir tahun 1918, Imperium Turki Utsmani
mengalami kemunduran. Satu persatu wilayah kekuasaan yang jauh dari pusat
membebaskan diri dari kekuasaan Turki Utsmani. Kondisi porak-porandanya
imperum Turki Utsmani tersebut menumbuhkan semangat nasionalisme pada
generasi muda Turki saat itu yang dipimpin oleh Mustafa Kemal Pasha.39
Akhirnya, di tahun 1923 Turki menjadi negara Republik, dan mengangkat
Mustafa Kemal Pasha sebagai Presiden pertama Turki. Di bawah pemerintahan
Kemal Pasha inilah Turki melakukan pergantian Konstitusi Islam yang
sebelumnya berlaku pada masa Turki Utsmani dengan konstitusi pemerintahan
sekuler. Negara Turki baru memilih Eropa Barat sebagai model untuk struktur
baru sekuler.40
Pasal 1 Undang-undang Dasar Baru Turki tahun 1928 menegaskan,
bahwa negara Turki adalah: Pertama, Republik. Kedua, Nasionalis. Ketiga,
Kerakyatan. Keempat, Kenegaraan. Kelima, Sekularis. Keenam, Revolusionis.
Pada tahun 1928, Turki secara tegas, mendeklarasikan dirinya sebagai negara
sekuler dengan adanya konstitusi penghapusan Islam sebagai agama negara.41
`
Upaya memperoleh status sebagai negara Eropa ini kemudian ditempuh
melalui jalan pendekatan hubungan politik, ekonomi, sosial, maupun kultural
dengan pembukaan sejumlah perjanjian maupun asosiasi antara Turki dengan
berbagai institusi yang menaungi negara-negara Eropa. Instisusi ini utamanya
adalah Dewan Eropa serta Komunitas Ekonomi Eropa.42
Ketika Komunitas
ekonomi Eropa terbentuk, Turki segera melihat peluang pendekatan hubungan
39 Aulia Ahla, Diplomasi Turki untuk Menjadi Anggota Uni Eropa (2007-2012) Skrisi
Mahasiswi UIN Jakarta: thn 2013. Hlm. 40
40
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, (Jakarta, Penerbit : UI Press. 2008). Hlm. 225-226
41
George, Timur Tengah dikancah, Hlm. 78-79
42
Dewan Eropa serta Komunitas Ekonomi Eropa adalah Organisasi kerjasama dan
pembangunan Ekonomi. Berawal tahun 1948 dengan nama Organisation for European Economic
Co-operation (OEEC). Di tahun 1961 dberubah namanya menjadi Organisation for Economic Co-
operation and Development (OECD).
24
politik dan ekonomi yang lebih dalam dengan negara-negara Eropa melalui
sejumlah kerjasama dan integrasi yang ditawarkan oleh Uni Eropa. Hal inilah
kemudian menjadi dasar dari adanya upaya panjang yang dilakukan oleh Turki
untuk dapat menjadi bagian dari Eropa.
Pada perkembangannya, setelah Komunitas Ekonomi Eropa didirikan pada
tahun 1957 dengan adanya perjanjian Roma, Turki segera mengajukan diri untuk
bergabung dalam Komunitas tersebut pada Agustus 1959, dan membuat sebuah
perjanjian asosiasi dengan komunitas tersebut. Perjanjian asosiasi ini secara resmi
disetujui oleh kedua belah pihak pada tanggal 12 September 1963 yang kemudian
dikenal dengan perjanjian Ankara. Perjanjian ini berisikan proses tiga langkah
yang perlu diambil oleh pemerintahan Turki untuk mewujudkan Custom Union43
antara Turki dengan Komunitas Ekonomi Eropa. Tahap pertama adalah tahapan
persiapan yang berlangsung kurang dari 5 tahun. Pada tahap ini, Turki diharapkan
mampu untuk menguatkan perekonomiannya melalui skema bantuan yang
diberikan oleh Komunitas Ekonomi Eropa. Tahap kedua, yakni tahap transisi
berlangsung kurang dari 12 tahun dan merupakan tahapan di mana implementasi
dari Custom Union mulai dilakukan. Tahap ini menuntut adanya penyelarasan
dalam kebijakan ekonominya, guna menciptakan kondisi ekonomi yang lebih
stabil. Sedangkan pada tahap ketiga merupakan tahapan yang semakin
memperdalam kebijakan ekonomi antara Turki dengan Komunitas Ekonomi
Eropa dalam kerangka Custom Union. Perjanjian Ankara dengan beberapa poin
tambahan yang disetujui pada tahun 1963 ini yang kemudian menjadi dasar
43 Custom Union adalah forum kerjasama Dewan Asosiasi Turki dan Uni Eropa tentang Bea
Cukai antara Turki dan Uni Eropa dalam barang-barang industry dan pertanian.
25
hubungan dan kerjasama yang lebih kuat yang diwujudkan dalam Custom Union
di tahun 1995.44
Saat itulah Turki mulai memandang dirinya sebagai jembatan yang
menghubungkan dunia Timur dengan Barat, jembatan bagi Eropa bersatu menuju
Asia, serta menjadi jendela penduduk di kawasan Timur Tengah dan Asia Tengah
menuju Eropa. Beberapa negara mengatakan bahwa Turki adalah poros dari
kawasan-kawasan tersebut. Turki menjadi poros bukan hanya dalam pengertian
geografisnya saja, melainkan juga dari segi historis, kebudayaan, dan
nasionalisme serta berhubungan erat dengan negara-negara Kaukasus, Asia
Tengah, Balkan, Timur Tengah, dengan lebih dari sekedar hubungan
nasionalisme, kebudayaan, keagamaan, dan warisan budaya. Dengan memperkuat
hubungannya dengan negara-negara di kawasan ini, tanpa meninggalkan
hubungan tradisionalnya dengan Barat, maka Turki dapat menempatkan dirinya
sebagai poros negara di kawasan tersebut selama beberapa tahun ke depan.
Tidak diragukan lagi netralitas yang ditunjukkan Turki kepada beberapa
negara terkait hubungan internationalnya yang semakin membaik sehingga
mendapatkan dukungan dari Inggris dan Prancis dari satu sisi, dan bantuan
keuangan dari Jerman di sisi lain. Akan tetapi sifat netralitas Turki ini bersifat
pragmatis dan bertujuan ganda. Sebagai contoh; selama tahun-tahun pertama
perang dingin, ketika Jerman mulai nampak akan memenangkan perang, maka
Lembaga Militer dan Badan Keamanaan Turki memberikan bantuan kepada Nazi
Jerman. Akan tetapi ketika Ankara memastikan bahwa Jerman mengalami
44 Republic of Turkey-Ministry for EU Affairs. History of Turkey-EU Relations lihat di :
http://www.mfa.gov.tr/relations-between-turkey-and-the-european-union.en.mfa
26
kekalahan, maka Turki segera memutuskan untuk bergabung dengan kelompok
Atlantik.
Di sisi lain pula, Turki mengakui berdirinya Israel sebagai ungkapan dari
tujuan dan ketegasan arah politik luar negri Turki dan upayanya mendekatkan diri
dengan kelompok Barat yang liberal. Hingga kemudian Turki menjadi bagian
terpenting dalam strategi Barat di Timur Tengah, dalam jaringan koalisi Barat,
dalam berbagai konspirasi yang dilancarkan terhadap nasionalisme negara-negara
Arab yang menentang politik imperialisme Barat sehingga Turki mengambil
kesempatan dengan memperkuat hubungannya regional dengan negara Yahudi
tersebut.45
Hubungan yang terjalin antara Turki, AS dan Uni Eropa sangat
berpengaruh terhadap politik domestik Turki.46
Letak Turki yang berbatasan
dengan Timur Tengah, Balkan, Laut Hitam, dan Laut Mediteranian menjadikan
Turki sebagai rekan strategis tidak hanya bagi negara-negara tetangganya, namun
juga bagi Uni Eropa. Setalah PD II berakhir, Turki dipandang Barat sebagai satu-
satunya negara sekuler dengan penduduk mayoritas muslim dan dapat berperan
sebagai benteng yang dapat membendung pengaruh Uni Soviet di Timur
Tengah.47
Hal tersebut terbukti ketika dalam perkembangannya, Turki terus
meningkatkan peranannya di Timur Tengah. Sikap ini sebagian besar disesuaikan
dengan tekanan politik domestik, ketika kemunculan gerakan Islamis dalam
pemilu Turki, sehingga Turki pun berupaya untuk mensiasati hubungan politik
45 Taginian, Erdogan, Hlm. 257
46
Ziya Onis dan Suhnaz Yilmaz, “The Turkey EU-US Trianglein Perpectives: Transformation
on Continuity?” Middle East Journal. Vol. 59 No. 2, (Spring 2005), Hal. 265-266
47
Bruce R. Kuniholm, “Turkey and West” Foreign Affairs, Vol. 70. No. 2, (Spring 1991), Hal.
34
27
yang lebih bersahabat dengan Dunia Arab. Selain itu, Turki juga sempat
mengalami ketegangan dalam hubungannya dengan Barat, khususnya dengan AS
terkait persoalan Siprus.48
Persoalan Siprus bermula ketika pulau tersebut terbagi pada tahun 1974.
Siprus Yunani meliputi 76% dari populasi, berdomisili di bagian Tenggara Pulau
Siprus dan menempati dua per tiga dari wilayah Siprus. Sementara Siprus Turki,
meliputi 19% dari populasi, menempatkan diri di bagian utara Siprus dan
terbentuk dalam Turkish Republic of Nothern Cyprus (TRNC) yang hanya diakui
oleh Turki. Sekitar 36.000 pasukan angkatan bersenjata Turki ditempatkan di
wilayah tersebut sebagai pertahanan keamanan mereka. Sejak dekade 1970 pula,
Pasukan Perdamaian PBB, United Nations Peace Keeping Force In Cyprus
(UNFICYP) berusaha mengelola suatu wilayah penyangga di antara kedua
komunitas tersebut. Dengan dukungan AS, PBB mempromosikan negosiasi yang
bertujuan untuk menyatukan kepulauan Siprus dalam suatu republik federal49
.
Namun kedua komunitas tersebut memiliki visi dan misi yang berbeda terhadap
Siprus, di mana sebagian besar Siprus Yunani menginginkan penggabungan
seluruh wilayah Siprus dengan Yunani, sementara Siprus Turki memilih untuk
membagi wilayah utara Siprus dan menggabungkan dengan wilayah kedaulatan
Turki.50
Masalah Siprus kembali menantang Turki di gerbang masuk menuju ke
UE. Jika para pemimpin Turki sebelumnya berargumen bahwa tidak ada
keterkaitan antara kebijakan terhadap Siprus dengan hubungan Turki-UE, akan
48 Sabri Sayati, “Turkey and Middle East in 1990s”, JSTOR, Vol. 26 No. 3 (Sring 1997) Hal.
44-45
49
Republik Federal adalah sebuah federasi dari beberapa negara bagian dengan bentuk
pemerintahan Republik. Maksud dari federasi adalah pemerintah pusat dari negara bagian.
50
14. Sumantri, Demokratisasi Turki, Hlm. 108
28
tetapi pemerintahan baru yang dipimpin oleh PM Erdogan melihat perselisihan
Siprus telah menjadi hambatan akses Turki ke UE. Dengan mengaitkan kontribusi
dalam penyelesaian perkara Siprus, pemerintah menyakini bahwa UE akan
memasukkan Turki ke dalam kesatuan mereka. Alhasil dalam perjalanannya,
pemerintah PM Erdogan berupaya untuk menyelesaikan persoalan Siprus ini
dalam kerangka memperbaiki hubungan dengan UE.
Dari perspektif Turki, hubungan yang terjalin antara Turki dan UE
semakin terlihat dekat kembali setelah persekutuannya dengan AS terus
meningkat, sehingga akan sangat membantu upaya keanggotaan Turki terhadap
Uni Eropa. Keanggotaan Turki di UE akan memberikan posisi yang
menguntungkan bagi Turki untuk melindungi kepentingan nasionalnya dalam
memainkan peran yang lebih konstruktif di Timur Tengah kemudian
dipertimbangkan pada kepentingan antara hubungannya dengan AS dan UE.
Bagi Turki, persekutuannya dengan Amerika dapat ditempatkan dengan
hubungan timbal balik. Hal ini juga menjadi penting bagi prospek hubungan
Turki-UE. Hubungan ini dinilai akan sangat membantu untuk mendapatkan
anggota penuh di UE, dan Turki sebagai anggota UE akan berada dalam posisi
yang sangat menguntungkan dalam membangun hubungan yang seimbang dengan
AS. Di titik ini, akan memungkinkan Turki untuk melindungi kepentingan
nasionalnya lebih baik dan dapat memainkan peran yang lebih konstruktif di
Timur Tengah. Untuk itu Erdogan menilai apa yang dibutuhkan Turki adalah
strategi aktif yang dapat meningkatkan hubungannya dengan UE secara simultan.
Selain itu, kemampuan untuk membangun dan menggerakkan strategi ini sangat
tergantung pada persaingan kekuatan yang berpengaruh dalam arena politik
29
domestik Turki dan dinamika hubungan Trans-Atlantik di hubungan Internasional
Turki.51
Alhasil semenjak menjadi negara Republik tahun 1923,52
Turki melakukan
berbagai upaya mengondisikan dirinya sesuai tuntutan kepentingan dengan Barat
dan UE. Mustafa Kemal Attaturk yang saat itu selaku pemimpin Turki, memulai
upaya tersebut dengan melakukan modernisasi dalam berbagai segi kehidupan
masyarakat serta memberlakukan dogma homogenitas di atas masyarakat Turki
yang beragam. Menurutnya, menghapuskan keberagaman etnik dan budaya adalah
satu-satunya cara efektif untuk mempersatukan bangsa dalam rangka membangun
negara bangsa modern. Tidak hanya melalui cara persuasi, namun juga dengan
keputusan-keputusan yang memaksa, represif disertai dengan kekuatan aparat,
Ataturk sukses memaksa identitas Turki menjadi monolitik, suatu budaya yang
terinspirasi dari Barat. Attaturk juga memandang cara ini sebagai alternatif untuk
menyelamatkan keterpurukan ekonomi dan politik Turki pasca kekalahannya
dalam Perang Dunia Pertama.53
Keinginan terkuat Turki untuk masuk dalam komunitas Uni Eropa
dilatarbelakangi oleh beberapa faktor;
1. keberhasilan ilmiah dan kemajuan terkhnologi yang dicapai
peradaban Barat.
2. jaringan dan kesatuan yang dimiliki Eropa
3. politik dan ekonomi
51 Ziya Onis, The Turkey, hlm. 267
52
Munawir, Islam, Hal. 225-226
53
Ziya Onis, The Turkey 265-266
30
Disamping itu, ada pula pro-kontra yang dihadapi Turki terkait
keinginannya untuk bergabung dengan benua Eropa tersebut baik dari pihak
internal maupun di badan keanggota Eropa sendiri. Untuk internal, salah satu
contohnya dari kalangan sekular Attaturkisme yang menganggap bergabungnya
Turki dengan Eropa, itu artinya pemerintah telah melakukan asimilasi, baik dari
segi politik maupun ekonomi, corak dan gaya hidup masyarakatnya, pandangan
dunia terhadap Turki, bagaimana mengenali jati diri, dan mengekor orisinalitas
peradaban yang sejenis dengan Eropa. Di sana terdapat kelompok rakyat Turki
yang menolak asimilasi peradaban dengan Barat karena mereka menilai bahwa
peradaban dan arah politik Turki dapat dihadapkan ke arah Timur Tengah
dibandingkan Barat. Kelompok ini menamakan diri sabagai Attaturkisme,
meskipun pandangan yang mereka gunakan sangat berbeda dengan keinginan
Attaturk saat dia memimpin Turki.54
Perkembangan kerja sama antara Turki dan Uni Eropa pernah mengalami
penyurutan yang sangat signifikan yaitu ketika terjadinya kudeta di tahun 1980.
Walaupun sejumlah upaya reformasi yang dilakukan oleh Turki untuk
menyesuaikan sistem politik Turki dengan Uni Eropa telah berlangsung lama,
namun ketika terjadi kudeta militer pada tahun 1980, upaya reformasi ini tidak
memiliki pengaruh yang kuat terhadap sistem politik Turki. Dengan adanya
kudeta militer yang terjadi kemudian justru adalah sebuah fenomena yang dikenal
dengan sebutan democracy setback dimana level demokrasi Turki turun secara
drastis dan menempatkan Turki dalam kekuasaan yang otoriter. Pasca kudeta,
walaupun pemerintahan dikembalikan kepada kalangan sipil, namun reformasi
54 Taginian, Erdogan, hlm. 283-284
31
yang sudah begitu lama diterapkan menjadi tidak memiliki daya yang sama
dengan sebelum kudeta terjadi.
Peristiwa kudeta militer ini sangat mempengaruhi hubungan antara Turki
dengan Uni Eropa. Kudeta yang berlangsung tiga kali ini menunjukan bahwa,
demokrasi yang dimiliki oleh Turki masih rapuh dan sangat mudah untuk kembali
kepada pemerintahan yang otoriter55
. Dengan adanya penekanan dari Uni Eropa
atas demokrasi yang dibutuhkan oleh sebuah negara yang ingin memperoloeh
status keanggotaan di dalam Uni Eropa56
, tentu saja hal ini menjadi persoalan
serius yang tidak dapat dibiarkan. Di sisi lain, tidak adanya kebijakan dari Uni
Eropa yang secara resmi mengakui Turki sebagai kandidat anggota Uni Eropa
menjadikan Uni Eropa tidak memiliki kekuatan dan pengaruh yang cukup untuk
memberikan sanksi atas terjadinya peristiwa kudeta militer ini. Kondisi ini yang
kemudian menjadi perenggangan hubungan Turki dan Uni Eropa selama beberapa
tahun.
Pemerintahan Erdogan sendiri lebih berambisi untuk merealisasikan
impian Eropa-nya dibandingkan dengan pemeritahan sebelumnya. Dalam hal ini,
Erdogan mengambil langkah-langkah konkrit untuk memenuhi persyaratan-
persyaratan yang ditetapkan oleh Uni Eropa dan berhasil memenuhinya dengan
terciptanya beberapa undang-undang dalam bidang politik, militer dan beberapa
amandemen konstitusi57
, hingga yang terakhir membatasi peran militer dan
mengembalikan struktur kekuasaan pengadilan kepada pemerintah sepenuhnya,
55 Dari tiga kali kudeta militer yang terjadi di Turki (1960-1961;1971-1973; 1980-1983) hanya
satu kali pemerintahan militer mengambil alih kekuasaan tidak secara langsung, yaitu pada 1971-
1973. Pada masa ini, pemerintahan militer melakukan intervensi secara tidak langsung, sehingga
sistem demokrasi gagal dijalankan. Sunar dan Sayari, Demokrasi di Turki, Hal. 277
56
Yesilada, Turkey‟s Candidacy for UE Membership,JSTOR,Vol. 56 No.1 (Winter 2002). Hal.
104
57 The European Communities, Turkey 2006 Progress Report, Hal. 6
32
serta ditambah dengan upaya dari pemeritah dalam mencapai perdamaian dengan
suku Kurdi.58
“Turki bukanlah beban bagi Eropa, melainkan sebaliknya. Turki ikut
menanggung beban Uni Eropa.”59
Inilah pernyataan Erdogan mengenai keinginan
negaranya untuk bergabung dengan Uni Eropa. Menurutnya pula, hubungan
antara Turki dan Uni Eropa ada di tangan Eropa , dengan status Turki yang
berusaha keras agar mendapatkan izin penuh dengan menggabungkan diri dengan
Uni Eropa.
58 Yesilada, Turkey‟s Candidacy, Hal. 107
59
Taginian, Erdogan, hlm. 286
33
BAB III
UNI EROPA DAN KEBIJAKAN POLITIK LUAR NEGRI TURKI
A. Uni Eropa dan Perluasan Keanggotaan
Dalam sejarahnya, berdirinya Uni Eropa diprakarsai oleh enam negara,
yaitu Belgia, Belanda, Luxemburg, Italia, Jerman dan Prancis, yang dijuluki
dengan The Inner Six (Enam negara pendiri). Di awali dengan integrasi yang
dilakukan oleh Belgia, Belanda dan Lexemburg pada tahun 1948, tiga negara
tersebut kemudian bekerjasama secara resmi melalui pembentukan Custom Union
Benelux, yang bertujuan untuk membuat peraturan mengenai penghapusan tarif
dalam proses perdagangan.60
Pada tahun yang sama, Inggris, Prancis, Belanda,
Belgia serta Luxemburg menandatangani perjanjian Brussels (The Western Union
Treaty) yang dibentuk untuk mengingkatkan kerjasama ekonomi, sosial dan
budaya negara yang menandatanganinya. Pada tahun 1949, negara yang
menandatangani perjanjian Brussels memutuskan untuk mendirikan Dewan Eropa
(European Council) dan meminta Denmark, Irlandia, Italia, dan Swiss untuk
membantu mempersiapkan undang-undang tersebut. Akhirnya pada tanggal 5 Mei
1949, Dewan Eropa resmi dibentuk dan ditandatangani di Inggris.61
Integrasi tersebut menjadi awal mula dari integrasi regional di kawasan
Eropa, yang pada akhirnya berkembang dan menghasilkan pembentukan
European Coal and Steel Community (ECSC). Terbentuknya ECSC ini adalah
ide dari Menteri Luar Negri Prancis Robert Schuman yang mengusulkan untuk
60 European Union, The Hystory of the European Union ; Republic of Turkey Ministry for EU
Affairs, Hystory of Turkey – EU Relations, Lihat di : http//Europa.eu/about-eu/eu-
history/index_html
61
Aulia Ahla, Diplomasi Turki untuk Menjadi Anggota Uni Eropa (2007-2012), Skripsi
Mahasiswi UIN Jakarta: thn 2013. Hlm.29
34
membentuk kerjasama yang bertujuan menghindari perang diantara negara-negara
Eropa. Gagasan ini kemudian dikenal dengan “Schuman Plan”. Visinya adalah
untuk menciptakan sebuah institusi Eropa yang akan menampung dan mengelola
produksi batu bara dan baja. Melalui Schuman Plan inilah, negara yang
menandatangani perjanjian ini akan menjalankan industri batu bara dan baja di
bawah pengelolaan yang sama. Perjanjian tersebut ditandatangani pada tahun
1951 dan dinamakan perjnjian European Coal and Steel Community (ECSC).62
Pada tahun 1952, perwakilan negara anggota ECSC melakukan pertemuan di
Italia. Pertemuan itu menghasilkan keputusan untuk memperluas kerjasama dalam
bidang ekonomi63
maka terbentuklah European Economic Community (EEC)
yang menaungi kerjasama di bidang ekonomi.
Kesuksesan ECSC kemudian membuat negara anggota mendirikan badan
struktur organisasi, mengingat integrasi Eropa yang memiliki institusi-institusi
independen yang berkedaulatan nasional maupun regional, serta melihat betapa
luas dan kompleksnya berbagai tugas yang ada dalam keanggotaannya. Kemudian
Uni Eropa membentuk beberapa organ principal (bagian penting) yang terdiri dari
beberapa intitusi penting dalam Uni Eropa, diantaranya64
;
1. European Council (Dewan Eropa) didirikan pada tahun 1974 yang
bertujuan menciptakan forum informal dan mewadahi diskusi
antara kepala negara dan pemerintah. Anggotanya terdiri dari
kepala negara atau perwakilan pemerintah dari satu negara anggota
62 Rahim Faidah, Hambatan Aksesi Turki ke Uni Eropa, Jounal Online, Global & Policy Vol. 1,
No.2, 2013 ,Hal. 216
63
http://europa.eu/about-eu/eu-history/1945-1959/1952/index_en.htm diakses pada : 11 oktober
2015
64
Ade Maman Suherman, Organisasi Internasional & Integrasi Ekonomi Regional dalam
Perspektof Hukum dan Globalisai (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003) hal. 169
35
Uni Eropa, serta ditambah dengan salah satu presiden Komisi
Eropa.
2. The Council of Ministers (Dewan Menteri) adalah institusi
pengambilan keputusan utama di Uni Eropa. Dewan Menteri
bertanggung jawab atas pembentukan seluruh kebijakan dalam
segala aktifitas Uni Eropa, menerapkan kebijakan luar negri Uni
Eropa dan mengkoordinasikan perjanjian nasional serta
mengkoordinasikan tindakan negara anggotanya. Dewan Menteri
terdiri dari para Menteri yang mewakili negara-negara anggota Uni
Eropa.
3. European Commission (Komisi Eropa) adalah badan eksekutif Uni
Eropa. Komisi Eropa merupakan institusi yang mewakili seluruh
kepentingan Uni Eropa. Adapun peran dan fungsinya, diantaranya;
mengusulkan undang-undang baru untuk Parlemen dan Dewan
Eropa, mewakili Uni Eropa secara internasional atas nama seluruh
negara Uni Eropa serta menegosiasikan kesepakatan antara Uni
Eropa dan negara-negara lain.
Struktur kepengurusan Uni Eropa ini, tidak akan menghilangkan
kedaulatan negara anggota Uni Eropa. Uni Eropa bukanlah negara Federal yang
menganggap anggotanya sebagai negara bagian dan harus patuh sepenuhnya pada
kebijakan yang ditetapkan oleh Uni Eropa, karena setiap negara anggota Uni
Eropa masih tetap memiliki keadaulatan tersendiri bagi masyarakatnya dan segala
aturan yang dibuat di Uni Eropa merupakan hasil dan kesepakatan secara bersama
diantara negara anggota. Uni Eropa membuat kesepakatan secara bersama dan
36
harus dipatuhi bersama pula. Jika ada negara yang melanggar, maka akan
mendapatkan sanksi yang tegas dari Uni Eropa.
Selanjutnya setelah adanya EEC, negara-negara anggota ECSC pun
kembali membangun kerjasama dalam Treaty of Rome dan terbentuklah European
Atonomic Energy Community (Euroatom) yang bertujuan untuk menjaga dan
menanamkan kesadaran akan pentingnya tenaga nuklir sebagai kekuatan di masa
depan kawasan Eropa.65
Kemudian melihat keberhasilan yang telah dicapai oleh
EEC, Denmark, Inggris dan Irlandia bergabung pada tahun 1973. Masuknya
Denmark, Inggris dan Irlandia ke dalam EEC menandai adanya perluasan pertama
dalam badan regional Eropa.
Pada tanggal 7 Februari 1992 European Community berubah menjadi
European Union (Uni Eropa), kesepakatan ini ditandatangani di Maastrich dan
berlaku pada 1 November 1993 melalui Treaty of Maastrich. Kesepakatan ini
memiliki tiga pilar utama, yaitu memperluas dan memperkuat Masyarakat Eropa,
menciptakan kebijakan luar negri dan menjaga keamanan negara Eropa, serta
mengkoordinasi pengamanan secara internal. Dalam perjanjian ini pula disepakati
pembentukan sistem perekonomian dan moneter dengan memberlakukan satu
mata uang, yakni Euro, yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2002.66
Hasil utama dari pertemuan tersebut adalah kerjasama di bidang hukum
dan peningkatan di bidang keamanaan. Sejak tahun 1973, Uni Eropa telah
melakukan perluasan sebanyak 7 kali yang dimulai dengan perluasan terhadap
Inggris, Irlandia dan Denmark. Kemudian Yunani bergabung pada tahun 1981,
65 Mervyn O‟ Driscoll, 2002, The European Parliament and Euratom Treaty: Past, Present and
Future, Energy and Research series, European Parliament, (Luxemburg 2002)
66
Ivan Krastev, Mark Leonard, Dimitar Bechev, The Spectre of a Multipolar Europe,
Kolaborasi bersama Jana Kobzova dan Andrew Wilson (London: European Council on Foreign
Relation, 2010), Hal. 15
37
disusul oleh Spanyol dan Portugal pada tahun 1986, Austria, Swedia dan
Finlandia pada tahun 1995 dan pada tahun 2004 masuklah 10 negara secara resmi
ke dalam Uni Eropa yaitu, Polandia, Siprus Yunani, Republik Ceko, Hungaria,
Latvia, Lithuania, Malta, Slovakia, Slovenia dan Estonia. Selanjutnya pada tahun
2007 bertambah dua anggota yaitu, Bulgaria dan Rumania. Kemudain yang
terakhir pada tahun 2013 yaitu Kroasia.67
Perluasan merupakan salah satu
kebijakan Uni Eropa yang tercantum dalam Treaty of European Union pasal 49.
Treaty ini menyatakan bahwa setiap negara Eropa dapat mengajukan permohonan
keaggotaan apabila negara tersebut menghormati nilai-nilai demokrasi dan
memiliki komitmen untuk memajukannya.
Sebuah negara dapat mengajukan keanggotan ke Uni Eropa apabila telah
memenuhi Criteria Copenhagen yang meliputi empat kualifikasi yang harus
dipenuhi oleh negara kandidat aksesi, diantaranya ; 68
a. Kriteria „Europeaness‟: negara pengaju merupakan salah satu
anggota dari negara Eropa. Meski istilah „Eropa‟ tidak pernah
didefinisikan secara resmi, namun dalam kriteria Kopenhagen,
istilah tersebut merujuk pada gabungan elemen geografis, sejarah
dan budaya yang seluruhnya berkontribusi pada identitas Eropa
b. Kriteria politik: menghadirkan sistem politik demokratik yang
dikarakteristik-kan melalui penerapan rule of law, jaminan hak
asasi dan perlindungan kelompok minoritas.
67 Moreli, Vincent, Eoropean Union Enlargment: A Status Report on Turkey‟s Accession
Negations, Jounal On-line. Hal. 2
68
Birol A. Yesilada, “Turkey‟s Candidacy for UE‟s Membership”, Middle East Journal, Vol.56
No.1 (Winter 2002) Hal. 100-101
38
c. Kehadiran sistem perkonomian pasar yang kuat, dan dapat diukur
berdasarkan kekuatan dari fungsi perekonomian dan kapasitasnya
untuk menahan tekanan kompetitif dan pengaruh kekuatan pasar di
Eropa. Empat kebebasan harus diterapkan dalam proses aksesi;
kebebasan menggerakan produk, modal, pelayanan jasa dan warga.
d. Kewajiaban lainnya, seperti kewajiban negara kandidat akan
partisipasinya dalam persetujuan berbagai tujuan politik, ekonomi
serta moneter yang di tentukan oleh Uni Eropa.
Ketika suatu negara yang telah memenuhi kriteria Kopenhagen dan
ditetapkan menjadi kandidat resmi untuk keanggotaan penuh, negara tersebut
kemudian diarahkan menuju perundingan keanggotaan formal, yang dikenal
sebagai accession criteria (kriteria aksesi). Negara pendaftar harus mendapat
persetujuan European Council (Dewan Eropa) yang ditandai dengan pembukaan
negosiasi resmi antara negara kandidat dengan seluruh negara anggota Uni Eropa.
Negosiasi tersebut merupakan landasan dari proses aksesi yang dibentuk oleh
Dewan Eropa berdasarkan proposal yang ditetapkan oleh Komisi Eropa, yang
mencakup adopsi, implementasi dan penerapan Acquis Communautare69
dalam 35
BAB70
yang harus dipenuhi oleh negara pemohon.71
Aksesi ini bertujuan untuk
69 Acquis Communautare adalah kerangka kerja yang menjadi dasar Kriteria Kopenhagen, yang
dirancang untuk membawa negara pemohon melalui tahapan penerimaan sampai tingkat yang
diterima Uni Eropa dalam aspek politik, sosial dan kebijakan ekonomi yang berasal dari dari
bahasa Perancis, dimana Acquis memiliki arti „yang telah diakuisisi‟ atau „yang telah dicapai‟.
Sedangkan Communautaire memiliki arti masyarakat. Secara garis besar, Acquis Communautaire
adalah peraturan yang terdiri dari semua perjanjian dan hukum Uni Eropa (baik itu arahan,
peraturan, maupun keputusan), deklarasi dan resolusi, Perjanjian Internasional, serta Putusan
Court of Justice atau Dewan Keadilan Uni Eropa. Semua negara kandidat yang ingin masuk
manjadi anggota Uni Eropa harus menerima dan mengadopsi semua peraturan dan putusan dari
Acquis Communautaire. Agustiani Dewi, Penolakan Prancis Perancis Terhadap Pengajuan
Keanggotan Uni Eropa pada tahun 2007-2012. Hal. 25
70
35 Bab dalam Aquis adalah : 1.Kebebasan pergerakan barang. 2.Kebebasan pergerakan
pekerja. 3.Hak pendirian dan kebebasan menyediakan layanan. 4.Pergerakan bebas modal.
39
melihat sudah sejauh mana negara kandidat mampu mematuhi kewajiban sebagai
calon negara anggota. Sebelum proses aksesi negosiasi dilaksanakan, semua
negara anggota dan negara kandidat harus menandatangani Perjanjian Aksesi.
Kemudian dibacakan sekitar 144.000 halaman dari 35 bab yang ada. Proses ini
kemudian fokus pada penerapan yang dilakukan oleh negara kandidat terkait
Copenhagen Criteria, implementasi, dan pengajuan aplikasi permohonan,
sehingga hasil dari proses ini tidak dapat diganggu gugat. Setelah negosiasi selesai
dan sesuai dengan ketetapan yang disepakati oleh negara pemohon dan Uni Eropa,
maka negara pemohon baru dapat bergabung secara resmi dalam Uni Eropa.
B. Kebijakan Politik Luar Negri Turki
Di pertengahan tahun 2007, ketika Ankara sedang berunding dengan Uni
Eropa untuk tujuan memastikan bergabungnya Turki dengan komunitas Eropa,
saat itu Erdogan mempersilahkan orang-orang yang tidak cocok dengannya bias
meninggalkannya.72
Ungkapan itu disampaikan Erdogan terkait dengan tuntutan
Eropa terhadap Turki mengenai reformasi di Turki agar tetap menjaga
sekularisme negara.
Politik domestik Turki kontemporer-pun mengalami perubahan yang
sangat signifikan pada aliran politik yang dominan untuk sistem pemerintahan
5.Pengadaan public. 6.Hukum perusahaan. 7.Kekayaan Intelektual. 8. Kebijakan persaingan.
9.Jasa keuangan. 10.Informasi dan media masyarakat. 11.Pertanian dan pembangunan desa.
12.Kebijakan makanan yang aman. 13.Perikanan. 14.Kebijakan Transportasi. 15.Energi.
16.Perpajakan. 17.Ekonomi dan kebijakan moneter. 18.Statistika. 19.Kebijakan sosial dan
ketatanegaraan. 20.Wirausaha dan industry pemerintah. 21.Jaringan Trans-Eropa. 22.Kebijakan
daerah dan koordinasi instrument struktural. 23.Kehakiman dan hak Fundamental. 24. Keadilan,
kebebasan dan keamanan. 25.Sains dan penelitian 26.Pendidikan dan kebudayaan. 27.Lingkungan.
28.Kesehatan dan perlindungan. 29.Bea Union. 30.Hubungan eksternal. 31.Keamanan dan
Kebijakan pertahan asing. 32.Pengendalian keuangan. 33.Keuangan dan ketentuan anggaran.
34.Lembaga negara. 35.Masalah lainnya.
71
Aulia, Diplomasi Turki, Hlm. 38
72
Taginian Syarif, Erdogan, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2011), hlm. 276
40
Turki, akhirnya pergantian rezim yang terjadi membawa dampak yang sangat
kentara dalam politik Luar negri Turki. Berkuasanya AKP memberikan warna
tersendiri dalam badan pemerintahan Turki saat ini yang dikuasai oleh partai yang
beraliran konservatif dengan pembangunan dan peningkatan ekonomi sebagai
agenda utamanya.73
Politik luar negri Turki di bawah kepemimpinan Erdogan dibangun di atas
apa yang dikenal dengan Strategi Intensif dan Politik Multi Dimensi74
yang
mengharuskan Turki menempatkan dirinya sebagai porosnya. Turki menjadi
poros bukan hanya dalam pengertian geografinya saja, melainkan dari segi
historis, kebudayaan, dan nasionalisme serta berhubungan erat dengan negara-
negara Asia Tengah, Balkan, Timur Tengah. Hubungan ini tidak sekedar
hubungan nasionalisme, kebudayaan, keagamaan saja, tetapi juga hubungan
tradisionalnya dengan Barat. Karena itu Turki dapat menempatkan dirinya sebagai
porosnya.
Erdogan mampu mengembalikan kedudukan dan hubungan internasional
Turki yang strategis, yang mulanya dibangun setelah Republik Turki yang terlahir
dari Kesultanan Utsmani dan menghindari konfrontasi. Hubungan ini terus
berkembang dalam masa perang dingin, yang menempatkan Turki sebagai negara
yang berhadapan langsung dengan bahaya Komunis Uni Soviet. Setelah itu, Turki
menjadi jambatan penghubung antara Barat Kristen dan Timur Islam. Bentuk
hubungan luar negri yang dianut Turki saat Erdogan menjadi Perdana Menteri
diprakarsai oleh AKP, menempatkan Turki sebagai pusat aktifitas di kawasan
73 Ramin Ahmadov, “Counter Transformation in the Center and Periphery of Turkish Society
and the Rise of Justice and Development Party, “Alternativies Journal, Vol.7 No.2 & 3 (Summer
& Fall, 2008). Hal.15
74 Taginian, Erdogan, Hal. 254
41
tersebut. Ini berarti bahwa Turki memeperluas daerah dan jangkauan wilayah
hubungan luar negrinya yang mencakup sejumlah negara di Barat, terutama
negara-negara yang masih memiliki ikatan geopolitik, kebudayaan, dan sejarah.75
Sebagian pengamat menggambarkan bahwa tokoh-tokoh politik Turki
yang semula mendukung barat, yang menjalankan politik luar negri Turki sejak
akhir Perang Dunia II, semakin kehilangan pengaruh dan kedudukan mereka
ditempati oleh tokoh-tokoh terpilih yang lebih religius dan memiliki nasionalisme
kuat yang ditakuti Barat, serta bangga akan masa lalu Turki dengan Kesultanan
Utsmaniyah.76
Inilah yang mendorong Turki untuk semakin mendekatkan dirinya
ke wilayah Timur-Tengah. Wilayah Teluk memang menempati posisi utama dan
prioritas dalam kebijakan politik luar negri Turki.
Turki sudah lama dikenal sebagai negara Islam yang menganut ideologi
politik yang lebih condong ke Barat. Semenjak runtuhnya kekaisaran Islam
Ottoman yang digantikan dengan Republik Turki di bawah komando Mustafa
Kemal Attaturk, Turki kemudian mengadopsi nilai-nilai ideologi Barat untuk
sistem pemerintahannya pada saat itu. Kemudian melalui program reformasi
politik yang berwacanakan westernisasi dan modernisasi, sistem kesultanan dan
kekhalifahan dihapuskan dari sistem pemerintahan, dan agama dipisahkan dari
kehidupan pemerintahan sehari-hari. Fungsi agama dalam kehidupan berpolitik
diatur langsung oleh negara. Namun perombakan sistem pemerintahan ini di sisi
lain membawa konsekuensi tertentu terhadap perekonomian Turki dengan
beralihnya pedagang-pedagang Armenia dan Yunani dari wilayah Turki yang
75 Kemal Harpart cf, Sinan Yildirmaz, “Conservatism,Turkish Conservatism, and Peyani Safa”,
Journal of Historical Studies, Vol.1 (2003), hal. 10
76
Richard D. Robinson, “The Lesson of Turkey”, Middle East Journal, Vol.5 No.4, (Autumn
1951), hal. 424
42
sebelumnya disatukan dalam kekuasaan kekaisaran Ottoman.77
Dihadapkan pada
situasi ini, Turki di masa-masa awal sebagai negara Republik memiliki arah
politik luar negeri yang cenderung berafiliasi dengan kekuatan besar di Eropa dan
Amerika Serikat melalui hubungan kerjasama ekonomi. Turki tidak lagi melihat
dirinya sebagai bagian dari Timur Tengah, dan melihat keterikatan hubungannya
dengan Timur Tengah melalui kacamata posisinya sebagai rekan potensial bagi
aliansi Barat.
Meskipun Turki mengambil langkah kebijakan mengenai perseteruan di
wilayah teluk, tetapi Turki tidak melupakan perannya sebagai negara
penyeimbang bagi negara di sekitarnya untuk menjadi negara penghubung yang
baik antara Barat dan Timur Tengah. Keanggotaan di Uni Eropa yang selama ini
menjadi salah satu tujuan utama politik luar negri Turki dijadikan sebagai
manifestasi ide politik identitas Turki sebagai negara Eropa. Pada abad kedua
puluh, politik luar negri Turki mempunyai dua prinsip utama; pertama menjaga
situasi dan kondisi yang ada. Maksudnya, memperkokoh kesatuan dan persatuan
Turki dan batas-batas wilayah negara yang menurut tokoh-tokoh militer dan sipil
Turki menjadi ancaman bagi negara-negara lain. Kedua, berkiblat kepada Barat
atau melakukan proses modernisasi sesuai dengan nilai-nilai Barat.78
Keanggotaan Turki dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara, di kawasan
Eropa dan Uni Eropa Barat, serta Pasar Bersama Eropa dilakukan demi menjaga
republik yang baru berdiri dan bahkan membela demokrasi dan liberalisme.
77 Barkey, Henri J. "Turkish Foreign Policy and Middle East." CERI Strategy Papers ,(N°10,
2011) Lihat di :
http://www.sciencespo.fr/ceri/sites/sciencespo.fr.ceri/files/n10_06062011.pdf
78
Umit Cizre, “Demithologyzing the National Security Concept: The Case of Turkey”, Middle
East Journal, Vol.57 No.2, (Spring 2003), hal. 132
43
Sehingga bisa dipastikan bahwa perkembangan politik di Turki selama abad ke
dua puluh hingga tiga puluh tidak keluar dari kedua prinsip tersebut.79
Bahkan
ketika Turki mulai meragukan Barat terhadap keamanan Turki selama tahun 1960
an, tidak menghasilkan atau mendorong terjadinya perubahan mendasar mengenai
politik luar negrinya. Turki pun tetap membuka hubungannya dengan Uni Soviet
dalam batas-batas daerah keamanan.80
Akan tetapi perubahan ini tidak
memperkecil arti pentingnya prinsip politik luar negri multi dimensi yang
digunakan pemerintahan Partai Keadilan Pembangunan (AKP).
Sejak pertengahan tahun 1980 an, Turki kembali merekonstruksi kebijakan
politik luar negrinya.81
Keinginan Turki untuk bisa bergabung ke Eropa semakin
kuat dengan bertambah pesatnya perkembangan Pasar Bersama Eropa yang
awalnya hanya untuk agenda ekonomi dan sosial berubah menjadi agenda politik
di kawasan Eropa. Kemudian pada akhir tahun 1990 an, Turki menghadapi krisis
ekonomi yang menyedihkan. Tidak diragukan lagi bahwa prinsip dan politik
ekonomi yang diterapkan oleh presiden Thurgout Ozal tidak berhasil. Disamping
itu, Turki tidak mengesampingkan sikap Eropa yang penuh kewaspadaan terhadap
gejolak sosial dan politik Ankara seperti timbulnya berbagai kekerasan di daerah
yang dikuasai Kurdi.82
Pada tahun 1924 Turki mendeklarasikan dirinya sebagai negara yang
sekuler, tercantum dalam Undang-undang Dasar Baru Turki tahun 1924 Pasal 1.
Aplikasi sekularisme model Eropa Barat terlihat sangat jelas dalam sistem
79 Taginian, Erdogan, Hal. 257
80
Ziya Onis and Suhnaz Yilmaz, “The Turkey-EU-US Triangel Perspective: Transformation or
Countinuity?”, Middle East Journal, Vol.59 No.2, Changing Geopolitics, (Spring 2005), hal. 266
81
Feroz Ahmad, “Military Intervention and the Crisis in Turkey”, MERIP Reports, No.93
Turkey: The General Take Over, (Jan.1981), hal. 5
82 Henry J. Barkey and Graham E. Fuller, “Turkey‟s Kurdish Qustion: Critical Turning Point
and Missed Opportunities”, Middle East Journal, Vol.51, No.1 (Winter 1997), hal 62
44
pemerintahan dan sistem hukumnya, yaitu undang-undang sipil yang diadopsi dari
negara Swiss dan kemudian mulai diberlakukan pada tanggal 4 Oktober 1926 di
Turki. Republik Turki yang sekuler tersebut harus dicapai melalui westernisasi.
Dengan cara mengikuti serta menerapkan sistem demokrasi tersebut, akhirnya
Turki menjadi bagian dan diterima di peradaban Barat.83
Dengan demikian, prinsip politik multi dimensi merupakan bias dari
meningkatnya kesadaran rakyat Turki mengenai arti penting warisan budaya dan
sejarah Turki. Disamping itu, hal ini juga sebagai respon terhadap keseimbangan
kekuatan setelah era Perang Dingin dan sebagai jawaban atas kekuatan yang ada
yang berupaya memarjinalkan peran dan kedudukan strategis Turki. Pada
dasarnya, politik multi dimensi merupakan kekuatan dan faktor utama di balik
meningkatnya peran Turki sejak tahun 2002 84
. Namun, Turki menilai bahwa yang
harus diperhatikan dalam politik multi dimensi adalah bukan berarti terpisah dari
politik luar negri Turki sebelumnya, melainkan bahwasanya tujuan utama dari
politik multi dimensi ini adalah menjaga kedudukan dan kepentingan politik luar
negri Turki di masa lalu bersamaan dengan perluasan wilayah.
Akan tetapi teori tentang strategi intensif dan politik multi dimensi yang
dikembangkan pemerintahan AKP dalam kebijakan politik luar negrinya
mendapatkan kritik dari berbagai kalangan. Kelompok Islam Turki, terutama di
lingkungan Partai Fedela menganggap politik luar negri Turki pada masa
pemerintahan Partai Keadilan dan Pembangunan hanya lip service dari kebijakan
83 Begum Burak, „Turkey‟s European Union Candidacy From an Identity Perspective: The End
of Clashing Identities and Security Cultures?.‟ Turkish Journal of Politics, Vol.1 No.2 (Winter,
2010), Hal. 24
84
Umit Cizre, “The Justice and the Development Party: Recreating the Past After Reforming
it?,” dalam Umit Cizre, Secular and Islamic Politics in Turkey: The Making of Justice and
Development Party, (New York: Roudledge, 2008), hal. 132
45
politik negri Turki sejak era perang dingin berakhir, dan merupakan bentuk
pengabdiannya kepada tujuan-tujuan Pakta Pertahanan Atlantik Utara dan politik
luar negri Eropa khususnya Amerika Serikat.85
Sedangkan dari sisi lain, yaitu dari kalangan nasionalis, dengan kebijakan-
kebijakan dan arah politiknya yang lebih sekular dan merumuskan dasar-dasar
kebijakan politik luar negri Turki klasik dengan berkiblat kepada Barat, serta
upayanya menjaga situasi dan kondisi yang sedang berkembang, menuduh politik
luar negri Erdogan cenderung memihak secara berlebihan kepada Amerika Serikat
dan Eropa Barat; keberpihakan yang dikhawatirkan menyentuh keselamatan
kepentingan republik dan kepentingan utamanya.
Elastisitas kebijakan politik luar negri Turki mendorong beberapa negara
Eropa untuk menyatakan bahwa Turki adalah kekuatan dunia yang sedang naik
daun. Hal ini disampaikan antara lain oleh Senator Amerika Serikat tahun 2005,
Hillary Clinton. Nampak jelas bahwa diplomat Amerika Serikat ini mendukung
kemajuan Turki. Diplomasi yang diterapkan Turki pada saat Erdogan menjadi
Perdana Menteri saat itu, berupaya mengkomparasikan antara realita politik dan
orisinalitas ideologi. Strategi politi luar negri Turki ini bertumpu pada dua pondasi
utama; salah satunya membersihkan dan mengkondusifkan hubungan kerjasama
dengan negara-negara di kawasan regional.
Pondasi kedua tercermin dalam strategi intensif, yang menyerukan
menciptakan peran politik, ekonomi dan kebudayaan Turki yang signifikan dan
berpengaruh di kawasan regional. Maksudnya, menjalin hubungan kembali
dengan kawasan-kawasan yang pernah dikuasai Kesultanan Utsmani seperti
85 Taginian, Erdogan, Hal. 260
46
negara-negara Balkan, sebelah selatan Kaukus atau Timur Tengah. Turki
berpendapat bahwa strategi ini tidak memperkecil atau melemahkan semangat
Ankara untuk bergabung dengan Uni Eropa, dan bahkan memperkuat tekadnya
untuk bergabung menjadi anggotanya86
.
Pada situasi ini, posisi Turki kemudian menjadi semakin strategis bagi Uni
Eropa. Turki telah lama dilihat sebagai negara yang memiliki nilai yang sangat
strategis dan berpotensial bagi Uni Eropa karena berada di antara Timur Tengah
dan Eropa. Popularitas Perdana Menteri Erdogan yang menonjol di kawasan
Timur Tengah (terutama setelah rezim pemerintahan Husni Mubarak jatuh) serta
pengalaman Turki sebagai penganut negara Muslim demokrasi, memudahkan
Turki berada di depan dalam proses reformasi politik dan demokratisasi di
kawasan Timur Tengah. Semua itu mengisayaratkan pentingnya Turki bagi Uni
Eropa apabila ingin berkontribusi dalam politik di Uni Eropa. Nilai strategis Turki
ini menjadi problematis bagi Uni Eropa, akibat ketidakmampuan Uni Eropa
secara sosial dan politik untuk menyerap Turki sebagai anggota Uni Eropa
seutuhnya. Sehingga hanya menghasilkan opsi untuk menerima Turki sebagai
anggota kehormatan asosiasi Uni Eropa.
86 Taginian, Erdogan, hal. 266
47
BAB IV
DIPLOMASI SERTA IMPLIKASI YANG DITIMBULKAN ATAS
PENGAJUAN KEANGGOTAAN TURKI UNTUK SISTEM
PEMERINTAHANNYA
A. Upaya Diplomatik Turki Menjadi Anggota Uni Eropa
Turki secara formal mengajukan proposal lamaran untuk bisa bergabung
ke dalam komunitas Uni Eropa pertama kali di bawah kepemimpinan Presiden
Kenan Evran (1982-1989) yang diprakarsai oleh Turgut Ozal selaku perdana
menteri Turki, pada tanggal 14 April 1987. Pengajuan aplikasi keanggotaan Turki,
dilakukan oleh Ali Bozer Menteri Luar Negri dan Wakil Perdana Menteri Turki
ke Brussel, terhadap dewan Uni Eropa87
. Turki mengajukan aplikasi
keanggotaannya atas dasar artikel 237 dalam The Treaty of Rome, yang
menyebutkan:88
“Any European State may apply to become a member of the Community.
It shall address it‟s application to the Council, which shall act unanimously
after obtaining the opinion of the Commissions. The Conditions of
admissions and the adjustments to this Treaty necessitated thereby shall be
the subject of an agreement between the member States and the applicant
State. This agreement shall be submitted for ratification by all the
Contracting States in accordance whit their respesctive constitutional
requirements”.
[setiap negara Eropa dapat menjadi Komunitas. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan mengajukan aplikasi kepada Dewan, yang bertindak
dengan suara bulat setelah memperoleh pendapat Komisi. Kondisi
penerimaan dan penyesuaian perjanjian akan menjadi subyek dari
perjanjian antara negara-negara anggota dan negara pemohon. Perjanjian
ini akan diajukan untuk diratifikasi oleh semua negara peserta sesuai
dengan persyaratan konstitusi masing-masing].
87 Dikutip dari Aulia Ahla, „Diplomasi Turki untuk Menjadi Anggota Uni Eropa (2007-2012)‟,
Skrisi UIN Jakarta: thn 2013. Hlm. 47
88
Republic of Turkey-Ministry for EU Affairs. History of Turkey-EU Relations, 2007
48
Saat itu, Dewan Eropa tidak segera memberikan jawaban atas proposal
Turki. Pada tanggal 20 Desember 1989, Dewan Eropa menyampaikan bahwa
masih harus mempertimbangkan proposal Turki dengan alasan karena masih
adanya kesenjangan sosio-politik dan ekonomi antara Turki dan Uni Eropa.
Kesenjangan sosio-politik tersebut di antaranya mengenai permasalahan minoritas
suku Kurdi dan Konflik antara Turki dengan Siprus-Yunani89
.
Perkembangan sepanjang dekade 1990 menunjukkan hubungan Turki
dengan UE mulai memasuki tahap baru yang dapat mendorong ikatan yang lebih
erat antara Turki dan Uni Eropa. Salah satunya ialah proses aksesi Turki yang
ditegaskan dalam Kriteria Copenhagen, dimana Turki harus dapat memenuhi
beberapa kriteria. Ketika suatu negara yang telah memenuhi kriteria Copenhagen
dan ditetapkan menjadi kandidat resmi untuk keanggotaan penuh, negara tersebut
kemudian diarahkan menuju perundingan keanggotaan formal, yang dikenal
sebagai accession criteria (kriteria aksesi). Negara pendaftar harus mendapat
persetujuan Dewan Eropa yang ditandai dengan pembukaan negosiasi resmi
antara negara kandidat dengan seluruh negara anggota Uni Eropa. Negosiasi
tersebut merupakan landasan dari proses aksesi yang dibentuk oleh Dewan Eropa
berdasarkan proposal yang ditetapkan oleh Komisi Eropa, yang mencakup adopsi,
implementasi dan penerapan Acquis Communautare90
dalam 35 BAB yang harus
dipenuhi oleh negara pendaftar.91
89 Aulia, Diplomasi Turki, Hlm. 48
90
Acquis Communautare adalah kerangka kerja yang menjadi dasar Kriteria Kopenhagen, yang
dirancang untuk membawa negara pemohon melalui tahapan penerimaan sampai tingkat
yang diterima Uni Eropa dalam aspek politik, sosial dan kebijakan ekonomi. Lihat di ;
European Commisions, European Commisions – Enlargment – Accession criteria
91
Aulia, Diplomasi Turki, Hlm. 38
49
Pada saat bersamaan dengan pengajuan Turki, ada sepuluh negara
kandidat yang mengajukan aksesi, yang kemudian akan mendapatkan keputusan
aksesi oleh UE pada 1 Mei 2004. Dalam kurun waktu tersebut masing-masing
negara dituntut untuk dapat menyakinkan UE bahwa mereka telah memenuhi
persyaratan kriteria. Tidak seperti negara anggota yang baru dan kandidat lainnya,
pengajuan Turki mulanya tidak mendapatkan sambutan yang baik dari Uni
Eropa.92
Laporan Komisi Eropa, Agenda 2000 (yang diwacanakan pada tahun
1997), menyatakan bahwa perkembangan Turki berada jauh dari pemenuhan
status kandidatnya. Sehingga perundingan Dewan Eropa pada Desember 1997
memutuskan untuk tidak mengikutsertakan Turki dalam daftar negara kandidat.93
Penyangkalan UE terhadap Turki ini terkait dengan hak dasar Kurdi, defisit
demokrasi dan tingginya inflasi yang dihadapi Turki.94
Meskipun demikian, pada
saat yang bersamaan Komisi Eropa mengusulkan untuk tetap mengikat negara
Turki dengan UE, dan mempersiapkan „Strategi Hubungan Aksesi‟. Strategi
tersebut adalah suatu cara yang dapat dipandang sebagai langkah positif dalam
proses aksesi, meski belum cukup untuk menghasilkan platform yang dapat
mengeratkan hubungan mereka.95
Proses aksesi kemudian mengikuti beberapa prosedur dalam Strategi
hubungan aksesi tersebut. Strategi ini, ditransformasikan ke dalam program
nasional pemerintah dan kemudian disetujui oleh Parlemen Turki. Sejak tahun
1997, perkembangan negara Turki mendapat pengawasan dari Komisi Eropa,
92 Hilal Ever, “Reluctant Partners: Turkey and the European Union”, Middle East Report,
No.235, Middle East Re-search & Informations Project (Summer 2005) Hal.25
93
UE Commission (2000), Agenda 2000, Vol.1 for a Stronger and Wider Union; Vol. II, The
Callenge of Enlargement, COM/97/2000, Final: Vol.I Vol.II
94 Hilal, Reluctant Partners, Hal.25
95
Sumantri Tiara Sarah Putri, Demokratisasi Turki : „Hubungan Sipil-Militer tahun 2003-2011‟,
(Jakarta: Universitas Indonesia, 2012), Hlm. 95
50
yang secara rutin mempersiapkan laporan tahunannya dalam Regular Report.
Proses untuk mendapatkan tanggal dimulainya negosisasi ini tidak bisa dipandang
sebagai langkah optimis bagi aksesi Turki, mengingat tanggal perundingannya
yang akan diberikan kepada Turki tahun 2002 (yang kemudian ditetapkan pada
Desember 2002 dan dikenal dengan perundingan Kopenhagen) bukanlah untuk
melakukan perundingan aksesi, melainkan hanya untuk menentukan tanggal
dilakukannya negosiasi. Akan tetapi, setidaknya hasil perundingan Kopenhagen
telah menjadi stimulus bagi Turki untuk memainkan peran yang lebih menentukan
di kawasannya.96
Akan tetapi keinginan Turki untuk bergabung dengan komunitas Eropa
tidaklah berjalan mulus dengan adanya perundingan Kopenhagen, terbukti dengan
adanya suara-suara penolakan dari beberapa negara anggota Uni Eropa. Penolakan
ini misalnya datang dari Jerman yang dipimpin oleh kenselir Angela Merkel.
Penolakan ini dinyatakan secara terbuka dengan cara menawarkan status partner
kehormatan (privileged partnership) oleh Merkel pada tahun 2004 sebagai
alternatif dari status keanggotaan penuh (full membership) yang diminta Turki.
Penolakan lainnya juga datang dari Prancis, yang saat itu dipimpin oleh Jacques
Chirac. Awalnya Prancis menerima pengajuan keanggotaan Turki. Pada tahun
2004, secara langsung Chirac menyatakan bahwa suatu kesalahan jika Prancis
menolak Turki sebagai anggota Uni Eropa. Namun beberapa tahun kemudian
pada pertengahan tahun 2007, Prancis mengubah kebijakannya dengan tidak
mendukung Turki. Penolakan ini secara resmi dikeluarkan ketika Nicholas
Sarkozy terpilih menjadi Presiden Prancis. Jerman dan Prancis lebih senang
96 Philip Robins,”Confusion at Home, Confusion Abroad: Turkey Between Copenhagen and
Iraq.” International Affairs (Royal Institute of International Affairs 1944). Vol.79 No.3 May 2003.
Hal. 547
51
memberikan posisi kepada Turki sebagai teman istimewa daripada keanggotaan
penuh, padahal Turki sudah resmi menjadi negara kandidat di Uni Eropa pada
tahun 1999. Pada saat itu, Uni Eropa juga menuntut Turki untuk mengadopsi
seluruh ketentuan yang ada agar dapat masuk ke dalam proses aksesi, terutama
mengenai penyelesaian masalah internal Turki dan hubungan bilateral dengan
Siprus Yunani. Permintaan Uni Eropa disanggupi Turki dengan terus mereformasi
undang-undang dan perbaikan mengenai demokrasi, hukum, ekonomi, kebebasan
bereksperesi dan beragama, HAM, hak wanita dan buruh, sesuai dengan standar
yang ditentukan oleh Uni Eropa.97
Reformasi yang diperkenalkan PM Erdogan memang telah membawa
Turki lebih dekat dengan ekspektasi UE, karenanya terlihat saat perundingan
Brussel mewacanakan Progress Report dari pengamatan yang dilakukan terhadap
perkembangan pemenuhan kriteria yang diberikan oleh Komisi Eropa untuk Turki
pada juni 2004.
Terlepas dari itu, perundingan Brussel yang berisi menuntut agar Turki
menerapkan hampir seluruh dari kriteria Copenhagen, juga harus menyadari
bahwa negara anggota UE pun tidak melaksanakan kriteria tersebut secara
keseluruhan. Sebagai contoh, negara-negara UE memiliki kebijakan yang
bervariasi terhadap hak penyiaran dalam bahasa, non-national language. Oleh
karena itu, perundingan Brussel sudah seharusnya mengevaluasi upaya Turki
dalam mengimplementasikan kriteria Kopenhagen berdasarkan cara Turki (seperti
keputusannya untuk memberi kebebasan terhadap penyiaran dalam bahasa Kurdi).
Yang menjadi pertimbangan UE seharusnya ialah upaya besar yang dilakukan
97 Agustiani Dewi, „Penolakan Prancis Terhadap Pengajuan Keanggotaan Turki di Uni Eropa
pada Tahun 2007-2012‟, Skripsi HI FISIP UIN Jakarta: Tahun 2014. Hal. 29
52
Turki untuk memenuhi kriteria tersebut, sebagaimana diperlihatkan dalam
reformasi terbarunya di bawah kepemimpinan PM Erdogan.98
Selanjutnya, pada tanggal 3 Oktober 2005 perundingan aksesi Turki-UE
memasuki tahap baru lagi, yang dikenal dengan Perundingan Luksemburg tentang
proses keberlanjutan aksesi untuk Turki serta terkait dengan hambatan yang
dihadapi Turki dalam proses aksesi yang diberikan Uni Eropa. Diantara hambatan
itu ialah lambannya langkah Turki untuk demokratisasi dan pemenuhan hak asasi
manusia sesuai dengan ketetapan UE. Perundingan ini dimulai dengan
pembahasan mengenai penggabungan Turki dalam keanggotan Uni Eropa setelah
terjadi perundingan ketat selama beberapa tahun terakhir, padahal Erdogan
sepakat untuk memulai pembicaraan agenda ini tiga tahun sebelumnya. Inilah
yang dianggap oleh masyarakat Turki sebagai peristiwa bersejarah karena
beberapa faktor. Peristiwa ini dianggap paling penting dan layak dibanggakan,
karena Erdogan berhasil mewujudkan kebijakan yang tidak bisa diwujudkan oleh
para Perdana Menteri sebelumnya sejak 1959, dimana Turki mulai mengajukan
proposal secara resmi ke Uni Eropa. Yang mereka tekankan adalah bahwa
perkembangan semacam ini terjadi pada periode pemerintahan seorang Perdana
Menteri yang berideologi Islam, dan bukan pada masa pemerintahan sekular.
Erdogan kala itu berhasil melewati hambatan dari para penentangnya untuk bisa
bergabung dengan Eropa, dengan melewati berbagai permasalahan, baik dalam
bidang hak asasi manusia, perlakuan dan interaksinya dengan kaum minoritas, dan
juga dalam bidang pembangunan dan ekonomi. Erdogan berhasil meyakinkan
mayoritas pemerintahan di Eropa bahwa Turki akan mencapai puncak teringgi
98 Soner Cagaptay,”European Union Reform Diminish the Role of the Turkish Military: Ankara
Knocking on Brussel‟s Door”, The Washington Institute for the Near Policy, No.781, 12 Agustus
2013. Hal.216
53
dalam bidang ekonomi melebihi Uni Eropa sendiri, dan bahkan pada saatnya nanti
akan menjadi faktor utama dalam membantu kebangkitan Eropa meskipun tidak
dalam waktu terdekat.
Erdogan juga berusaha untuk menyakinkan Eropa bahwa mereka dapat
berinteraksi dengan kelompok Islam, apabila mereka bersikap moderat dan
demokratis. Erdogan berhasil menjalankan misi dan strategi tersebut ditandai
dengan permintaan yang datang dari Amerika Serikat untuk segera menerima
Turki sebagai bagian dari anggota Uni Eropa dengan prinsip bahwa permintaan
tersebut sabagai bentuk campur tangan mengenai urusan dalam negri Turki, dan
juga disebabkan hubungan yang erat dengan Amerika Serikat sejak beberapa
puluh tahun terakhir. Akan tetapi hubungan tersebut tidak bertahan lama karena
konflik dan perseteruan antara Turki dan Amerika terjadi selang beberapa tahun
setelahnya, hingga terus berkembang, dan penyebab dari konflik dan perseteruan
itu adalah seputar hubungan perekonomian dan militer antara kedua negara.
Menjauhnya jarak antara Turki dengan Amerika Serikat semakin nyata
ketika negara adi daya tersebut ikut campur tangan mengenai urusan dalam negri
Turki, baik secara kebudayaan ataupun dengan cara memprovokasi pemberontak
Kurdi Irak untuk menggagas pendirian sebuah negara berdaulat untuk masa depan
mereka. Ini mengakibatkan perundingan Turki dengan Uni Eropa pun menjadi
semakin jauh dari harapan bagi Turki.
Akhirnya progres yang ditunjukkan Turki menjadi semakin lamban dan
rendahnya posisi tawar Turki di hadapan UE membuat proses aksesi Turki pun
terasa lamban. Segera setelah perundingan Luksemburg, komitmen pemerintah
Turki menunculkan pertanyaan. Komisi UE untuk perluasan, Ollie Rehn, dalam
54
suatu symposium Internasional di Ankara pada 2 Oktober 2006, memperingatkan
Turki untuk melakukan reformasi demokratik yang sepenuhnya sesuai dengan
protokol Custom Union. Dewan UE juga menuntut Turki untuk mengakui
Republik Siprus sebagai satu kesatuan dan membuka pelabuhan laut dan udara di
wilayah utara Siprus (yang diakui Turki sebagai Siprus Turki) untuk Republik
Siprus, serta menarik 40.000 pasukan angkatan bersenjata Turki di wilayah utara
Siprus sebagai persyaratan aksesi lebih lanjut. Penolakan Turki terhadap tuntutan
tersebut membuat proses aksesi Turki semakin tertunda lama.99
Perundingan UE selanjutnya pada 14-15 Desember 2006 menghasilkan
Rekomendasi Komisi untuk menghentikan sementara waktu proses aksesi Turki.
yaitu delapan dari tiga puluh empat bab dari persyaratan yang tersisa. Hal tersebut
merupakan keberlanjutan dari penolakan Konstitusi UE dalam referendum di
Prancis dan Belanda pada akhir Mei 2005 terhadap berbagai peninjauan yang
menghubungkan oposisi publik Eropa dengan keanggotaan Turki.100
Pada perundingan Desember 2006 itu pula, UE mengeluarkan pernyataan
yang jelas menunjukkan suatu opini kuat akan penolakan UE, berdasarkan
rekomendasi UE.101
Dewan Eropa mencatat bahwa Turki tidak sepenuhnya
mengimplementasikan Adoption Protocol dan tidak membuka negosisasi pada
delapan bab yang tersisa dalam acquis comminitaire. Dengan kata lain menutup
sementara waktu seluruh bab hingga Komisi mengukuhkan Turki telah benar-
benar mengimplementasikan seluruh komitmennya terhadap Adaption
99 Sumantri, Demokratisasi Turki, Hal. 98-99
100
Umit Cizre, “The Justice and the Development Party: Recreating the Past After Reforming
it?,” dalam Umit Cizre, Secular and Islamic Politics in Turkey: The Making of Justice and
Development Party, (New York: Roudledge, 2008), hal. 152-153
101
Vincent Morelli, Eropean Union Enlargement: A Status Report on Turkey‟s Accsessions
Negotiations, Congressional Research Service, March 15, 2011. Lihat di:
http://www.fas.org/sgp/crs/row/RS22517.pdf
55
Protocol.102
Selanjutnya, Dewan mewajibkan untuk mencatat perkembangan
Turki tercatat dalam „laporan tahunan yang akan datang, khusunya pada tahun
2007, 2008, 2009‟. Setiap tahunnya, Komisi Eropa mengeluarkan laporan
penilaian dan pelaksanaan agenda reformasi semua negara yang mencalonkan diri
yang akan menjadi anggotanya. Apabila negara yang menjadi kandidat ini
berupaya mendapatkan keanggotaan Uni Eropa, maka laporan ini menjadi sangat
penting dalam agenda politik dan ekonomi negara tersebut.103
Seiring keputusan kompromi yang diberikan Uni Eropa kepada Turki guna
mencegah berbagai kemungkinan tindakan dramatis Turki terhadap negosiasi
aksesi yang lamban oleh Uni Eropa, sehingga sebagian skeptis Turki di Uni
Eropa memberikan batas waktu bagi Turki untuk mengimplementasikan
Additional Protocol hingga Desember 2009 batas akhir dari jangka waktu yang
diberikan Komisi Eropa.104
Dalam kurun waktu 2006 hingga 2009 tersebut, Turki seharusnya dapat
mengambil pelajaran dari pengalaman proses aksesinya dan memanfaatkan
periode ini sebagai momentum untuk memberikan pesan yang menegaskan agar
UE tidak kembali menggunakan „alasan yang tidak relevan‟ dalam menolak
keanggotaan Turki. Terkait dengan alasan penolakan yang kerap disampaikan UE
ini, beberapa kalangan menilai terdapat kecenderungan Islamophobia yang
meningkat di Eropa dan dipandang sebagai hambatan yang tidak dapat dinyatakan
secara langsung oleh UE. Selain itu, UE hanya memiliki cukup keberanian untuk
102 Pembekuan terhadap negosiasi ini meliputi bab pergerakan bebas produksi barang, hak
mendirikan dan kebebasan untuk menghasilkan pelayanan, pelayanan keuangan, pertanian,
pembangunan daerah tertinggal, kebijakan transportasi, hubungan eksternal, dll
103
Taginian Syarif, Erdogan, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2011), hlm. 280
104
Vincent, Eropean Union, Hal. 5
56
mendiskusikan wacana ini, dimana sebagian besar mereka sebisa mungkin
menghindar dari diskusi yang mengangkat isu budaya.105
Dalam laporan Uni Eropa yang disampaikan tahun 2007, dapat ditafsirkan
melalui sejumlah kalimat bahwa Uni Eropa sengaja memperlambat keanggotaan
Turki, karena seharusnya Turki bisa mempercepat keanggotaan ini dengan
melakukan proses reformasi secara terus-menerus sehingga pemerintah mendapat
kekuatan yang memadai dibandingkan agenda sebelum reformasi. Laporan ini
juga memuat beberapa laporan tentang usulan Uni Eropa khususnya yang
berkaitan dengan perkembangan demokrasi di Turki, yang dianggap sangat
penting demi stabilitas dan kesejahteraan negara, meskipun Turki tidak diakui
keanggotaannya dalam Uni Eropa
B. Implikasi untuk Sistem Pemerintahan Turki dari pengajuan Turki ke
Uni Eropa
Sejak secara resmi memberikan proposal pengajuan keanggotaan ke Uni
Eropa, Turki terus berupaya untuk bisa memenuhi Kriteria Kopenhagen yang
menjadi acuan legal untuk keanggotaan Uni Eropa. Copenhagen Summit yang
dilakukan pada Desember 2002 menyimpulkan bahwa “Dewan Eropa,
berdasarkan laporan dan rekomendasi dari Komisi, memutuskan apabila Turki
memenuhi Kriteria Kopenhagen maka Uni Eropa akan membuka negosiasi tanpa
penundaan”. Padahal setahun sebelum pernyataan Uni Eropa dikeluarkan, Turki
sudah memulai proses Reformasi pada sistem ekonomi dan politik pada tahun
2002, saat itulah Turki mampu mengatasi sebagian besar hambatan.
105 “EU and Turkey: Shaping and Future”, British Council, the Delegation of the European
Union to Turkey and the Turkish Economic and Social Studies Foundation (TESEV), Istanbul, 22-
23 Oktober 2010. Hal. 10
57
Tahun 2002, Turki telah banyak melakukan perubahan dalam sistem
pemerintahannya, yang salah satunya ialah mengeluarkan beberapa kebijakan,
diantaranya ialah paket harmonisasi sebagai bagian dari reformasi untuk
memenuhi kriteria Kopenhagen. Reformasi ini terkait dengan perundang-
undangan Turki yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Uni Eropa.
Melalui paket inilah Turki melakukan sejumlah amandemen pada beberapa
peraturan-peraturan yang diterapkan, seperti kebebasan berekspresi, penghapusan
hukuman mati, dan yang paling terkenal adalah kesetaraan gender. Pemerintah
Turki mengklaim bahwa paket harmonisasi telah memberi dampak yang sangat
revolusioner bagi kehidupan di Turki diantaranya dengan memperbaiki hak asasi
manusia, memperluas kebebasan bereksperesi dan kebebasan media, memperkuat
perlindungan terhadap kekerasan, serta memperkuat kesetaraan gender.106
Kementerian luar negri Turki menegaskan bahwa melalui sejumlah paket
harmonisasi tersebut, Turki telah menjadi bebas, stabil dan bermartabat
dibandingkan sebelum Desember 1999 –tahun dimana Turki ditetapkan menjadi
negara kandidat oleh Uni Eropa.
Tidak bisa dipungkiri bahwa Turki memiliki sejarah dan kultur yang
berbasis Islam. Sebelum sistem pemerintahannya berubah menjadi sekular, Turki
dahulu dikuasai oleh Kekaisaran Ottoman yang sangat berbasis Islam dan telah
berkuasa lebih dari enam abad, sehingga pada saat runtuhnya banyak terjadi
perubabahan pada sistem pemerintahan dan politik Turki. Pada tahun 1923
Majelis Kebangsaan Turki memproklamirkan sebuah negara Republik dan
mengangkat Mustafa Kemal Attaturk sebagai Presiden Pertama Turki. Berdirinya
106 Rahim Faidah, “Hambatan Aksesi Turki ke Uni Eropa”, Jounal Online, Global & Policy Vol.
1, No.2, (2013) ,Hal. 217
58
Republik Turki menandai berakhirnya sistem Kekhalifahan. Attaturk kemudian
membuat identitas baru untuk Republik Turki yang baru dengan menjadikan Turki
sebagai negara Modern yang Sekular. Attaturk tidak hanya menghapus kekaisan
serta ideologi Islam di pemerintahan Turki, tapi juga dari kehidupan masyarakat
Turki. Di bawah kepemimpinannya, Attaturk melakukan sejumlah pelarangan
bagi segala bentuk yang berhubungan dengan Islam dan kaum Muslim, seperti
pelarangan memakai sorban, kopiah dan jilbab di area publik.
Tahun tersebut merupakan tahun memulainya Turki mengadopsi sistem
yang berkiblat ke Barat. Attaturk mengadopsi kalander Gregoria untuk
menggantikan kalender tradisional Islam, mengganti hari libur nasional menjadi
hari sabtu dan minggu yang mengikuti aturan Eropa. Yang lebih ekstrem bagi
Muslim Turki saat itu ialah, larangan adzan dalam bahasa Arab, sehingga adzan
harus ditulis ulang dalam bahasa Turki dan harus diterapkan oleh masjid-masjid
Turki pada saat itu.107
Sejak kepemimpinannya, beberapa kebijakan pemerintahan Turki
dianggap kembali lebih cenderung bermuatan agama. Selain melakukan
pencabutan larangan berjilbab, Erdogan juga berusaha untuk memberlakukan
pembatasan terhadap konsumsi alkohol. Diantara sejumlah kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah Turki, beberapa diantaranya memicu kontroversi.
Salah satu contohnya adalah rencana proyek pembangunan di Taman Gezi yang
memicu demonstrasi. Rumelili mengutip pernyataan pidato Erdogan di
Konferensi Sun Valley tahun 2006 yang menyebutkan :
“Turkey is the most successful Muslim country in putting together Islamic
culture, democratic order, and the principles of secularism. Turkey not
107 Rahim Faidah, “Hambatan Aksesi” ,Hal. 217-218
59
only proven false the idea that the (west and Islam) represent two
incompatible world, but also provided an example for why these can‟t
even be separated by definite lines”.108
Pada kenyaatannya, identitas sekularisme Turki tidak diakui sepenuhnya
di dalam pandangan Eropa meskipun Turki telah membangun struktur
pemerintahan yang sekular. Turki tetap tidak dianggap sebagai negara yang benar-
benar sekular oleh beberapa negara anggota Uni Eropa.
108 Rahim Faidah, „Hambatan Aksesi Turki, Hal. 219
60
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari seluruh pemaparan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat
disimpulkan 3 poin penting, antara lain;
1. Erdogan telah mengambil beberapa langkah dalam mereformasi sistem
pemerintahan Turki agar sesuai dengan peraturan dan undang-undang
Uni Eropa. Erdogan mampu membawa kemajuan yang sangat
signifikan dalam perkembangan sistem pemerintahan Turki yaitu
dengan cara merubah sistem pemerintahan Turki, mengembalikan hak
asasi manusia dan hak asasi khusus kaum perempuan serta memberikan
perlindungan terhadap kaum minoritas. Usaha yang telah dilakukan
Erdogan menemukan titik terang saat Uni Eropa mengumumkan
dibukakannya kembali proses aksesi untuk Turki pada tahun 2005 yang
sebelumnya sempat ditunda. Dengan kata lain Erdogan telah
membangun demokrasi Turki dengan mengadopsi dan
mempertahankankan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di Uni
Eropa, sehingga Turki melakukan reformasi di berbagai sektor
pemerintahan.
2. Politik luar negri Turki di bawah kepemimpinan Erdogan di kenal
dengan Strategi Intensif dan Politik Multidimensi, yaitu menjadi
jembatan penghubung antara Barat Kristen dan Timur Islam, yang
menempatkan Turki sebagai pusat aktifitas di kawasan tersebut. Ini
berarti Turki memperluas daerah dan jangkauan luar negrinya yang
61
mencakup sejumlah wilayah negara di Barat. Erdogan pun melakukan
perubahan di strategi politik luar negri Turki yang kemudian bertumpu
pada dua pondasi utama, yaitu pertama dengan mengkondusifkan
kembali hubungan kerjasama dengan negara-negara kawasan regional,
dan yang kedua tercermin dalam strategi intensif agar terciptanya peran
politik, kebudayaan serta ekonomi yang signifikan sesuai dengan
tuntutan dari Dewan Eropa. Pada dasarnya, politik Multi Dimensi yang
diterapkan Erdogan merupakan kekuatan dan faktor utama dibalik
meningkatnya peran Politik luar negri Turki sejak tahun 2002.
3. Tahun 2002, Turki telah banyak melakukan perubahan dalam sistem
pemerintahannya, salah satunya adalah mengeluarkan beberapa
kebijakan, diantaranya ialah paket harmonisasi yang timbul akibat dari
tuntutan Eropa yang menyebutkan agar Turki memperbaiki hak asasi
manusia, memperluas kebebasan berekspresi dan kebebasan pada media
serta memperkuat perlindungan terhadap kekerasan yang sering terjadi
di Turki. Sehingga berdampak pada sistem pemerintahan Turki, yang
akhirnya pemerintah mengeluarkan paket harmonisasi, yang berisikan
beberapa peraturan terkait kebebasan berekspresi, penghapusan
hukuman mati dan kesetaraan gender.
Dari beberapa langkah yang telah diterapkan oleh Erdogan masih belum
bisa membawa Turki menjadi anggota resmi Uni Eropa hingga tahun 2007.
Dengan berbagai hambatan dan ketidakpastian yang Turki hadapi tetap saja
banyak alasan yang diberikan UE untuk belum menerima keanggotan Turki. Hal
tersebut menegaskan adanya perbedaan latar belakang Turki dengan komunitas
62
Uni Eropa yang meliputi perbedaan dimensi politik, ekonomi dan kultur, hingga
sangat sulit untuk menemukan titik temu diantara mereka.
B. Saran
Secara umum, skripsi ini telah menganalisa langkah-langkah yang
dilakukan Erdogan dalam proses Diplomasi Turki ke Uni Eropa. Skripsi ini
diharapkan dapat menjadi pelengkap tentang pembahasan mengenai topik yang
akan diteliti penulis selanjutnya dan bisa menjadi penambah wawasan akademis
mahasiswa dengan temuan dan fakta yang telah dilakukan oleh penulis terkait isu
hubungan Turki dan Uni Eropa pada masa Erdogan. Namun pada dasarnya,
skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, maka dari itu penulis menyarankan
kepada penulis selanjutnya untuk mengembangkan penelitian yang lebih luas.
63
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Cengiz, Firat dan Hoffmann Lars, Turkey and Europan Union, New York :
Roetledge, 2014
Cizre, Umit, The Justice and the Development Party: Recreating the Past After
Reforming it?,dalam Umit Cizre, Secular and Islamic Politics in Turkey:
The Making of Justice and Development Party, New York: Roudledge,
2008
Driscoll,Mervyn O‟, The European Parliament and Euratom Treaty: Past, Present
and Future, Energy and Research series, European Parliament, Luxemburg
: L-2929, 2002
Lapidus, Ira. M, Sejarah Sosial Umat Islam, Jakrta: PT Raja Grafindo Persada,
1999
Lenczowki, George, Timur Tengah Kancah Dunia, terj. Bandung: Sinar Baru
Algesindo, 1993
Sjadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara, Jakarta, Penerbit : UI Press. 2008
Suherman, Ade Maman, Organisasi Internasional & Integrasi Ekonomi Regional
dalam Perspektif Hukum dan Globalisai, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003
Susilo, Taufik Adi, Mengenal Benua Eropa, Yogyakarta: Garasi, 2009
Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3, Jakarta: Pustaka Al Husna Baru, 200
Taginian, Syarif, Erdogan, Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2011
Tohir, Ajid, Studi Kawasan dunia Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2009
Turam, Berna, Between Islam and the State, the Politics of Engagement, Stanford
California: Stanford Unifersity Press, 2007
Putri, Sumantri Tiara Sarah, Demokratisasi Turki : Hubungan sipil-Militer tahun
2003-2011, Jakarta: Universitas Indonesia, 2012
64
Sumber Skripsi
Agustiani Dewi, „Penolakan Prancis Terhadap Pengajuan Keanggotaan Turki di
Uni Eropa pada Tahun 2007-2012‟, Skripsi HI FISIP UIN Jakarta: Tahun
2014.
Aulia, Ahla, 2013. Diplomasi Turki Untuk Anggota Uni Eropa (2007-2012).
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UIN Jakarta.
Rahim Faidah. 2013. Hambatan Aksesi Turki ke Uni Eropa. Fisip UPN ”Veteran”
Jawa Timur
Jurnal
Ahmadov, Ramin, “Counter Transformation in the Center and Periphery of
Turkish Society and the Rise of Justice and Development Party,
“Alternativies Journal, Vol.7 No.2 & 3. (Summer & Fall, 2008)
Barkey, Henri J. "Turkish Foreign Policy and Middle East." CERI Strategy
Papers ,(N°10, 2011) Lihat di :
http://www.sciencespo.fr/ceri/sites/sciencespo.fr.ceri/files/n10_06062011.pd
f
Barkey, Henry J. dan Graham E. Fuller, “Turkey‟s Kurdish Qustion: Critical
Turning Point and Missed Opportunities”, Middle East Journal, Vol.51,
No.1, (Winter 1997)
Burak, Begum, “Turkey‟s European Union Candidacy From an Identity
Perspective: The End of Clashing Identities and Security Cultures?.”
Turkish Journal of Politics, Vol.1 No.2. (Winter, 2010)
Cizre, Umit, “Demithologyzing the National Security Concept: The Case of
Turkey”, Middle East Journal, Vol.57 No.2, (Spring. 2003)
Elver, Hilal, “Reluctant Partners: Turkey and the European Union”, Middle East
Report, No.235, Middle East Re-search & Informations Project. (Summer,
2005)
Erse, Aydin, Nihat Ali Oscan, Dogan Akyaz. “The Turkish Military‟s March
Toward Europe” Foreign Affairs. Vol.85. No.1, (Fall, 2006)
Kuniholm, Bruce R., “Turkey and West” Foreign Affairs, Vol. 70. No. 2, (Spring
1991)
Philip Robins,”Confusion at Home, Confusion Abroad: Turkey Between
Copenhagen and Iraq.” International Affairs, Royal Institute of International
Affairs 1944 Vol.79 No.3 (Nº 3, 2002)
Robinson,Richard D, “The Lesson of Turkey”, Middle East Journal, Vol.5 No.4,
(Autumn, 1951)
Sabri, Sayati, “Turkey and Middle East in 1990s”, JSTOR, Vol. 26 No. 3. (Sring,
1997)
Onis, Ziya dan Suhnaz Yilmaz, “The Turkey EU-US Trianglein Perpectives:
Transformation on Continuity?” Middle East Journal. Vol. 59 No. 2,
(Spring 2005)
65
Yesilada, Turkey‟s Candidacy for UE Membership,JSTOR,Vol. 56 No.1, (Winter
,2002)
Yesilada, Birol A, “Turkey‟s Candidacy for UE‟s Membership”, Middle East
Journal, Vol.56 No.1, (Winter, 2002)
Website Resmi / Artikel Online
European Commissions. “European Comissions at work”, n.d tersedia di :
http;//ec.europa.eu/atwork/index_en.htm
European Union, “The History Of the Europa Union. ; Trinity College Dublin”,
n.d www.tcd.ie/Econemics/SER/sql/download.php?key=35;
European Union, “The Hystory of the European Union ; Republic of Turkey
Ministry for EU Affairs, Hystory of Turkey – EU Relations”, Lihat di :
http//Europa.eu/about-eu/eu-history/index_html
EU and Turkey: Shaping and Future”, British Council, the Delegation of the
European Union to Turkey and the Turkish Economic and Social Studies
Foundation. Lihat di :
http://www.tobb.org.tr/AvrupaBirligiDairesi/Sayfalar/Eng/EUCommunicati
onStrategyInfoCenter.php
Johanna, Koenne, “Kultural Diplomacy and the Databate on Turkey‟s Accession
to the EU”, 2009,( On-line), tersedia di;
http//www.culturaldiplomacy.org/pdf/case-studies/cd-debate.pdf;
Krastev, Ivan Mark, Leonard, dan Bechev Dimitar, “The Spectre of a Multipolar
Europe, Jana Kobzova dan Andrew Wilson,” London: European Council on
Foreign Relation. Lihat di :
http://www.ecfr.eu/profile/The%20Good%20Spy:%20the%20Life%20and
%20Death%20of%20Robert%20Ames/P1496
Moreli, Vincent, “Eoropean Union Enlargment: A Status Report on Turkey‟s
Accession Negations.” Congressional Research Service, tersedia di :
http://www.fas.org/sgp/crs/row/RS22517.pdf;
Republic of Turkey-Ministry of Foreign Affairs. Turkey-EU Relations with
NATO . n.d http://www.mfa.gov.tr/nato.en.mfa
http://www.mfa.gov.tr/relations-between-turkey-and-the-european-
union.en.mf.
http://www.abgs.gov.tr/index.php?p=105&l=2
http://www.mfa.gov.tr/relations-between-turkey-and-the-european-union.en.mfa
The European Communities, Turkey 2006 Progress Report, di lihat :
http://ec.europa.eu/enlargement/pdf/key_documents/2006/nov/tr_sec_1390_
en.pdf
66
Soner Cagaptay,”European Union Reform Diminish the Role of the Turkish
Military: Ankara Knocking on Brussel‟s Door”, The Washington Institute
for the Near Policy, Lihat di : http://www.washingtoninstitute.org/policy-
analysis/view/european-union-reforms-diminish-the-role-of-the-turkish-
military-ankara-kno
Dll
Mohsin Aiyub, “Diplomasi”, DIKTAT Mahasisi FISIP UIN Jakarta tidak
diterbitkan, Jakarta ; 2010