6
DIPA, Gerbang Desa Saburai, dan Ketimpangan Ekonomi Senin, 21 Desember 2015 12:30 WIB www.slideshare.net SEPERTI yang diliput oleh hampir semua media cetak, elektronika, dan media sosial di Lampung, setelah menerima daftar isian pelaksanaan program (DIPA) 2016 dari Presiden Joko Widodo (14/12), Gubernur Lampung M Ridho Ficardo menyerahkan DIPA dan alokasi transfer untuk Provinsi Lampung 2016 bernilai nominal Rp9,04 triliun kepada 15 kepala daerah kabupaten/kota se-Lampung dan satuan kerja vertikal di Provinsi Lampung (17/12). Mengutip Presiden Jokowi, menurut Gubernur, ada lima indikator yang harus menjadi perhatian, yaitu tingkat kemiskinan, pengangguran, ketimpangan, dan pertumbuhan, serta inflasi. Pada hari yang sama, Gubernur Lampung juga meluncurkan Program Gerakan Membangun (Gerbang) Desa Saburai 2016 yang akan dilaksanakan di 100 dari 380 desa sebagai salah satu upaya untuk memperkecil kesenjangan pembangunan antarwilayah/desa di Provinsi Lampung selama 2016. Program Gerbang Desa Saburai 2016 akan diimplementasikan melalui strategi penggabungan antara perencanaan pembangunan partisipatif masyarakat (bottom-up) dan perencanaan pembangunan Pemerintah Provinsi Lampung (top- down). Berdasarkan pidato pengarahan Presiden pada penyerahan DIPA (14/12) dan dua peristiwa tersebut, jelas bahwa DIPA 2016 di Indonesia dan di Lampung akan difokuskan untuk memperkecil ketimpangan atau kesenjangan pembangunan antarwilayah/desa di seantero Indonesia, termasuk di Provinsi Lampung, dan dilaksanakan sesegera, seefektif, dan seefisien mungkin.

DIPA, Gerbang Desa Saburai, Dan Ketimpangan Ekonomi

  • Upload
    ibeng

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

SEPERTI yang diliput oleh hampir semua media cetak, elektronika, dan media sosial di Lampung, setelahmenerima daftar isian pelaksanaan program (DIPA) 2016 dari Presiden Joko Widodo (14/12), GubernurLampung M Ridho Ficardo menyerahkan DIPA dan alokasi transfer untuk Provinsi Lampung 2016 bernilai nominal Rp9,04 triliun kepada 15 kepala daerah kabupaten/kota se-Lampung dan satuan kerja vertikal diProvinsi Lampung

Citation preview

Page 1: DIPA, Gerbang Desa Saburai, Dan Ketimpangan Ekonomi

DIPA, Gerbang Desa Saburai, dan Ketimpangan Ekonomi Senin, 21 Desember 2015     12:30 WIB

www.slideshare.net

SEPERTI yang diliput oleh hampir semua media cetak, elektronika, dan media sosial di Lampung, setelah

menerima daftar isian pelaksanaan program (DIPA) 2016 dari Presiden Joko Widodo (14/12), Gubernur

Lampung M Ridho Ficardo menyerahkan DIPA dan alokasi transfer untuk Provinsi Lampung 2016 bernilai

nominal Rp9,04 triliun kepada 15 kepala daerah kabupaten/kota se-Lampung dan satuan kerja vertikal di

Provinsi Lampung (17/12).

Mengutip Presiden Jokowi, menurut Gubernur, ada lima indikator yang harus menjadi perhatian, yaitu

tingkat kemiskinan, pengangguran, ketimpangan, dan pertumbuhan, serta inflasi.

Pada hari yang sama, Gubernur Lampung juga meluncurkan Program Gerakan Membangun (Gerbang) Desa

Saburai 2016 yang akan dilaksanakan di 100 dari 380 desa sebagai salah satu upaya untuk memperkecil

kesenjangan pembangunan antarwilayah/desa di Provinsi Lampung selama 2016. Program Gerbang Desa

Saburai 2016 akan diimplementasikan melalui strategi penggabungan antara perencanaan pembangunan

partisipatif masyarakat (bottom-up) dan perencanaan pembangunan Pemerintah Provinsi Lampung (top-

down).

Berdasarkan pidato pengarahan Presiden pada penyerahan DIPA (14/12) dan dua peristiwa tersebut, jelas

bahwa DIPA 2016 di Indonesia dan di Lampung akan difokuskan untuk memperkecil ketimpangan atau

kesenjangan pembangunan antarwilayah/desa di seantero Indonesia, termasuk di Provinsi Lampung, dan

dilaksanakan sesegera, seefektif, dan seefisien mungkin.

Page 2: DIPA, Gerbang Desa Saburai, Dan Ketimpangan Ekonomi

Ketimpangan Ekonomi

Ketimpangan Ekonomi, suka tidak suka, memang telah menjadi topik paling hot yang didiskusikan berbagai

lembaga-lembaga internasional, universitas, Negara, dan pemerintah di seluruh dunia sepanjang tahun 2014

—2015; sejak Thomas Pikkety (2014) menemukan (1) laju pertumbuhan kapital yang lebih cepat

dibandingkan laju pertumbuhan ekonomi. (2) Ketimpangan ekonomi telah berkembang semakin parah dan

menjadi sumber utama yang mengamcam kelangsungan kehidupan di berbagai belahan dunia. Laporan Bank

Dunia tentang Meluasnya Ketimpangan di Indonesia (8/12/2015) berisi tiga pesan utama.

Pertama, Indonesia telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang kuat (5,4%) dalam 15 tahun terakhir, tetapi

sebagian besar manfaatnya hanya dinikmati kalangan elite. Ketimpangan kesejahteraan yang semakin

melebar tersebut terlihat dari terus naiknya koefisien gini (alat ukur tingkat ketimpangan pendapatan atau

kekayaan masyarakat; angka 0 koefisien gini menunjukkan kesejahteraan penuh dan angka 100 sangat

timpang).

Pada 2014, koefisien gini Indonesia sudah mencapai 41, yang merupakan rekor tertinggi sejak krisis

1997/1998. Koefisien gini Indonesia sekarang sama seperti Uganda dan Pantai Gading di Afrika, serta lebih

buruk dibandingkan India. Bahkan, tingkat ketimpangan Indonesia melaju paling cepat di antara negara-

negara tetangganya di ASEAN. Padahal, beberapa negara jiran, seperti Malaysia, Filipina, dan Thailand

mencatatkan penurunan angka koefisien gini.

Kedua, semakin banyak masyarakat Indonesia berpendapat distribusi pendapatan di Indonesia sangat tidak

setara atau tidak setara sama sekali. Mengacu data Credit Suisse (2014), Bank Dunia mencatat kelompok

10% orang kaya menguasai sekitar 77% dari seluruh kekayaan aset dan keuangan di Indonesia.

Kalau dipersempit lagi, 1% orang terkaya di Indonesia menghimpun separuh total aset negara ini. Rasio

tersebut setara dengan Thailand, yang menempati posisi kedua dari 38 negara yang didata Credit Suisse.

Peringkat pertama adalah Rusia, di mana 1% orang terkayanya menguasai 66,2% dari total aset negara

tersebut.

Ketiga, Pemerintah Indonesia telah menetapkan sasaran untuk mengurangi ketimpangan. Naiknya belanja

modal pemerintah hampir 50% tahun ke tahun (year on year) akan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi

pada tahun 2016 apabila perbaikan belanja ini terus berlanjut, menurut laporan terbaru Bank Dunia.

Menurut Bank Dunia, ada empat penyebab meningkatnya tingkat kesenjangan pendapatan masyarakat

Indonesia. Pertama, kesempatan atau peluang yang dihadapi masyarakat untuk mendapat hidup layak tidak

setara. Lead Economist Bank Dunia Vivi Alatas menyebut ketimpangan dimulai sejak anak-anak lahir,

terutama di pelosok daerah. “Ketika lahir, anak-anak kehilangan kesempatan mendapatkan akses sanitasi,

kesehatan, dan pendidikan,” katanya.

Kedua, ketidaksetaraan pekerjaan. Pekerja yang punya keahlian tinggi menerima kenaikan gaji, namun

pekerja kasar tidak memiliki peluang untuk meningkatkan keahliannya. Alhasil, mereka terjebak dalam

produktivitas rendah, sektor informal dan gaji rendah.

Ketiga, terpusatnya kekayaan pada segelintir orang yang kemudian diturunkan ke generasi berikutnya.

Keempat, sekitar 28 juta orang Indonesia saat ini tergolong miskin dan 68 juta orang termasuk rentan miskin.

Kelompok inilah yang bisa terporosok bila ada guncangan ekonomi.

DIPA, Gerbang Desa Saburai

Page 3: DIPA, Gerbang Desa Saburai, Dan Ketimpangan Ekonomi

Ringkasan yang penulis racik dari berbagai sumber mutakhir dan hasil observasi tentang masalah

ketimpangan ekonomi adalah sebagai berikut. Pertama, ketimpangan ekonomi dan sosial yang semakin parah

di hampir semua wilayah di Indonesia dan dunia merupakan akibat dari berbagai fenomena yang berbeda-

beda. Kedua, sebagian di antara ketimpangan tersebut harus dijadikan sebagai sumber kepedulian kebijakan

dan sebagian lainnya tidak.

Ketiga, ketimpangan yang harus dipedulikan adalah ketimpangan yang ditimbulkan adanya perbedaan

produktivitas antar wilayah, antarkabupaten/kota, antarpenduduk dalam kabupaten/kota, dan

antarkelompok-kelompok sosial. Ketimpangan ini sebagian besar disebabkan perbedaan produktivitas, bukan

disebabkan kue nasional yang didistribusikan secara tidak merata antara mereka yang miskin dan mereka

yang kaya.

Perbedaan produktivitas merefleksikan adanya kue-kue yang secara radikal berkuran berbeda-beda antar

mereka yang kaya dan mereka yang miskin.

Keempat, di tingkat global pun ketimpangan ekonomi atau ketimpangan pendapatan yang terjadi antar

kelompok masyarakat di berbagai negara dan antarnegara disebabkan perbedaan dalam produktivitas.

Perbedaan dalam produktivitas lah yang membuat wilayah-wilayah, tempat-tempat, atau desa-desa tempat-

tempat yang produktif menjadi kaya dan tempat-tempat yang tidak produktif menjadi miskin.

Dalam konteks ini, orang-orang yang miskin karena produktivitasnya rendah tidak dieksploitasi, melainkan

tidak dicakup dari kegiatan produktivitas yang lebih tinggi.

Kelima, desa-desa tertinggal yang berjumlah 380 desa di Lampung merupakan tempat-tempat yang dicirikan

oleh tidak adanya perusahaan-perusahaan kapitalistik, orang-orang yang bekerja sebagai pengusaha-

pengusaha yang mandiri, dan orang-orang yang mempekerjakan sebagian penduduk dalam usaha yang

mereka tekuni.

Dalam setting ini, di desa-desa tersebut tidak dikenal adanya gaji atau upah tunai dan tidak ada masalah

hubungan kerja, tidak ada pensiun, tidak ada asuransi pekerja, dan tidak ada yang terperangkap dalam pasar

tenaga kerja kapitalistik.

Dalam konteks ini, pertanyaannya adalah mengapa para kapitalis tidak berhasil menjalankan bisnisnya di

wilayah-wilayah atau desa-desa yang tidak produktif, sehingga menimbulkan perbedaan produktivitas yang

besar antara tempat-tempat atau desa-desa yang membuat mereka sukses dan wilayah-wilayah atau desa-

desa yang membuat mereka gagal? Jawaban yang paling masuk akal adalah karena produksi kapitalis modern

mensyaratkan adanya akses ke banyak input-input yang berbeda-beda.

Sebagai contoh, mari kita lihat, misalnya semua desa di DKI Jakarta. Agar penduduknya dapat bekerja, DKI

Jakarta memerlukan listrik dan akses ke internet. DKI Jakarta juga memerlukan sistem transportasi yang baik

untuk mengangkut segenap warga agar dapat pulang-pergi dari rumah kediaman ke tempat-tempat kerja, ke

pasar-pasar atau ke pusat-pusat pendidikan, dll.

DKI Jakarta memerlukan kemampuan untuk merekrut berbagai calon pekerja dengan berbagai macam bakat,

sehingga dapat memproduksi apa yang diperlukan oleh negara dan masyarakat. Kekurangan satu di antara

faktor-faktor produksi atau input-input tersebut akan menimbulkan konsekuensi yang merusak.

Jika listrik berhenti bekerja, produktivitas akan sangat terganggu, presiden, dan anggota kabinet tidak bisa

Page 4: DIPA, Gerbang Desa Saburai, Dan Ketimpangan Ekonomi

mengambil keputusan, para pekerja di kantor-kantor, pedagang di pasar-pasar modern dan tradisional, para

pelajar dan mahasiswa tidak dapat beraktivitas.

Ketika internet tidak dapat diakses, produktivitas stagnan; para pekerja tidak dapat melanjutkan pekerjaan,

para peneliti di semua litbang, pelajar dan mahasiswa di semua sekolah, dan para pembuat keputusan tidak

dapat melakukan apapun, selain menunggu listrik aktif kembali.

Akses ke semua input-input tersebut merupakan syarat keharusan untuk membuat agar produktivitas

tercipta. Ketidakadaan satu di antara input-input tersebut memiliki dampak yang sangat besar. Dengan

demikian, karaktersitik produksi modern ini mengartikan untuk membuat desa-desa yang tertinggal dan

miskin menjadi produktif, desa-desa tersebut harus memiliki semua input yang diperlukan untuk menjadi

produktif.

Kondisi yang kondusif produktivitas yang tinggi sulit untuk dicapai dimana pun, akan tetapi jauh lebih mudah

dicapai di beberapa tempat tertentu. Akibatnya, pemerintah dihadapkan pada dilema antara

mengonsentrasikan semua input hanya di beberapa tempat dan kemudian menikmati manfaat dari tempat-

tempat yang mengonsentrasikan semua input-input tersebut; akan tetapi juga menghadapi ketimpangan

antara beberapa tempat-tempat tersebut dengan sebagian besar tempat-tempat yang tidak produktif, karena

tidak ada input.

Karena adanya keterbatasan kemampuan, maka kita tidak dapat menemukan desa-desa yang memiliki semua

input dan jika tidak ada desa-desa yang memiliki semua input, maka produksi modern akan mustahil untuk

dikembangkan di desa manapun.

Solusi Ketimpangan Ekonomi

Ada dua macam solusi untuk mengatasi masalah ketimpangan antarwilayah, antardesa, dan antarkelompok

masyarakat ini. Pertama adalah dengan melakukan inovasi yang dapat menurunkan biaya tetap (fixed costs)

dan jika biaya tetap dapat diturunkan maka akan semakin banyak orang-orang miskin di desa-desa tertinggal

yang dapat dicakup dalam kegiatan yang produktif.

Inovasi teknologi apa yang diperlukan untuk menurunkan biaya tetap tentu saja dapat diidentifikasi dengan

relatif mudah.

Inovasi dalam bentuk infrastruktur jalan dan sarana serta prasarana pertanian dan perdesaan, pembangunan

sistem irigasi, pusat-pusat pembuatan pupuk alami, pusat-pusat perbenihan, pusat-pusat produksi dalam

skala yang efisien, pusat-pusat agroindustri berskala sfisien, serta pusat-pusat pemasaran bersama di setiap

desa atau kecamatan, misalnya, merupakan suatu cara yang efektif untuk menurunkan biaya tetap.

Solusi kedua adalah dalam bentuk bergotong-royong untuk berbagi biaya tetap dengan cara

mendayagunakan koperasi produksi, koperasi simpan pinjam, koperasi pasar, dan lembaga-lembaga dan

instrumen-instrumen keuangan dan sebagainya.

Jadi, kebijakan dapat berperan sangat penting dalam menentukan keuniversalan akses terhadap input-input.

Semoga pendekatan bottom-up dan top-down yang akan dipakai dalam Gerbang Desa Saburai yang dibiayai

dengan menggunakan dana DIPA dan dana desa dapat menemukan input-input yang diperlukan dan diakses

secara universal, efektif, efisien, dan akuntabel untuk mengatasi ketimpangan ekonomi dan sosial di 380 desa

di Lampung.

Adagium “kalo bukan sekarang, kapan lagi” dan “kalo bukan kita siapa lagi” agaknya lebih tepat dipakai dalam

Page 5: DIPA, Gerbang Desa Saburai, Dan Ketimpangan Ekonomi

konteks ini, karena dana yang dipakai bukan uang pribadi, melainkan uang rakyat.

Penulis : Yoke Muelgini, Dosen FEB Unila

Editor : Ricky Marly

dibaca : 1526 Kali

Tweet

0

28Suka Bagikan

Bagikan

0 komentar

Urut Berdasarkan 

Facebook Comments Plugin

Paling Lama

Tambahkan Komentar...

Page 6: DIPA, Gerbang Desa Saburai, Dan Ketimpangan Ekonomi

Mengukuhkan Gelar Pahlawan Nasional KH Ahmad Hanafiah(http://lampost.co/berita/mengukuhkan-gelar-pahlawan-nasional-kh-ahmad-hanafiah)

Menakar KPK Jilid IV (http://lampost.co/berita/menakar-kpk-jilid-iv)

Dilema Nikah Siri (http://lampost.co/berita/dilema-nikah-siri)

Nilai Kebangsaan Dasar Bela Negara (http://lampost.co/berita/nilai-kebangsaan-dasar-bela-negara)

Menuju Keadilan Substantif (http://lampost.co/berita/menuju-keadilan-substantif)

Pohon: Tanam, Tanam, dan Pelihara (http://lampost.co/berita/pohon-tanam-tanam-dan-pelihara)

(//epaper.lampost.co/)

© 2015 Lampung Post. All Rights Reserved.

(http://www.metrotvnews.com/) (http://www.mediaindonesia.com/)

(https://streamingkita.com/sai100fmlampung)

Web Developer Tommy Anugrah Sinaga. (https://www.facebook.com/tommy.a.sinaga.5)

OPINI