Upload
dinhquynh
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKjIP)
DINAS KESEHATAN KABUPATEN GUNUNGKIDUL
TAHUN 2017
PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL
DINAS KESEHATAN
TAHUN 2017
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas perkenanNya Laporan Kinerja Dinas
Kesehatan Tahun 2017 dapat terselesaikan dengan baik. Laporan ini disusun sesuai dengan
amanat dalam Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (SAKIP).
Kepemerintahan yang baik dan bersih (good and clean governance) yang didukung
manajemen kinerja yang akuntabel sudah merupakan tekad pimpinan instansi pemerintah baik
di tingkat pusat maupun di daerah. Sejalan dengan era globalisasi yang banyak membawa
perubahan yang strategis, memberi pengaruh kepada masyarakat yang semakin kritis dengan
berbagai tuntutan, terutama kepada para pengelola negara untuk menjalankan tugasnya secara
bertanggung jawab, bersih, transparan, dan akuntabel.
Akuntabilitas kinerja merupakan instrumen untuk kegiatan kontrol terutama dalam
pencapaian hasil pada pelayanan publik. Dalam hubungan ini, diperlukan evaluasi kinerja
yang baik untuk mengetahui sejauh mana pencapaian hasil bisa optimal serta cara-cara yang
digunakan untuk mencapainya.
Akuntabilitas dalam bentuk laporan dapat mengekspresikan pencapaian tujuan melalui
pengelolaan sumber daya suatu organisasi karena pencapaian suatu tujuan merupakan salah
satu ukuran kinerja individu maupun unit organisasi yang akan terlihat jelas pada pencapaian
sasaran.
Tujuan dan sasaran tersebut dapat dilihat dalam rencana stratejik organisasi, rencana
kinerja, dan program kerja tahunan, dengan tetap berpegang pada Rencana Kerja (Renja).
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan merupakan wujud pertanggungjawaban pelaksanaan tugas
pokok dan fungsi SKPD dalam pengelolaan sumber daya dan kebijakan yang telah digariskan,
dan kebijakan operasional dalam rangka pencapaian tujuan organisasi.
Laporan kinerja ini juga sebagai umpan balik untuk melakukan perbaikan dalam
perencanaan, terutama sebagai input bagi pengelolaan dan penataan serta peningkatan
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan prima kepada masyarakat.
Laporan ini diharapkan juga dapat dipergunakan sebagai salah satu bahan evaluasi
yang objektif atas penyelenggaraan Pemerintahan oleh stakeholder yang berhak dan
berkepentingan dalam menilai kinerja dan pertanggungjawaban Kepala SKPD.
Wonosari, Desember 2017
KEPALA DINAS KESEHATAN
KABUPATEN GUNUNGKIDUL,
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
iii
RINGKASAN EKSEKUTIF
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017 merupakan bentuk pertanggungjawaban
atas pengelolaan sumber daya sesuai dengan tugas pokok dan fungsi sebagai konsekuensi
pelaksanaan manajemen kinerja dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.
LKj IP ini merupakan capaian kinerja (performance results) sesuai dengan rencana
kinerja (performance plan) tahun 2017 yang telah ditetapkan dengan Keputusan Bupati
Gunungkidul Nomor 40/2016 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Bupati
Gunungkidul Nomor 060/3380/KPTS/X/2016.
LKj IP ini disusun dengan melakukan analisis dan mengumpulkan bukti untuk
menjawab pertanyaan, sejauhmana sasaran pembangunan yang ditunjukkan dengan
keberhasilan pencapaian indikator kinerja utama (IKU) SKPD yang telah dicanangkan pada
tahun 2017 telah berhasil dicapai.
Dari 14 (empat belas) IKU SKPD tahun 2016, kinerja yang dicapai menunjukkan bahwa
13 (tiga belas) IKU dapat tercapai dengan kategori sangat berhasil dan 1 (satu) IKU dengan
kategori tidak berhasil. Keberhasilan capaian IKU SKPD merupakan hasil dari upaya-upaya
SKPD, juga berkat dukungan dan partisipasi seluruh komponen masyarakat baik swasta
maupun masyarakat pada umumnya yang berkepentingan secara integral dan sinergi dalam
memenuhi program-program SKPD pada tahun 2016.
Beberapa indikator sasaran yang belum dapat memenuhi target kinerja, karena ada
beberapa hambatan kendala yang apabila tidak segera diantisipasi dapat berpengaruh pada
capaian sasaran yang akan datang.
Untuk mengoptimalkan capaian sasaran dan mengantisipasi perubahan yang akan
terjadi pada masa mendatang perlu ada langkah kebijakan teknis/operasional untuk
memantapkan kebijakan agar tujuan dapat terlaksana sehingga misi SKPD dapat
dilaksanakan/dicapai sebagai upaya untuk mewujudkan visi yang telah ditetapkan.
Adapun langkah-langkah kebijakan teknis/operasional yang diupayakan untuk
mengatasi berbagai hambatan yaitu:
1. pelayanan kesehatan dasar yang berkualitas guna pencapaian Standar Pelayanan Minimal
(SPM) dan mendukung pencapaian MDGs/SDGs dengan sasaran pelayanan kesehatan
yang bermutu serta mampu menjangkau/dijangkau oleh masyarakat,
2. keluarga yang sadar gizi dan berperilaku hidup bersih sehat
Melalui:
a. Peningkatan kesehatan ibu, bayi dan balita;
b. Perbaikan status gizi masyarakat;
c. Pencegahan dan pengendalian penyakit menular dan tidak menular;
d. Peningkatan ketersediaan sumber daya kesehatan termasuk obat dan perbekalan
kesehatan;
e. Pengembangan jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin;
f. Pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan; dan
g. Penyehatan lingkungan
Prasyarat keberhasilan implementasi kebijakan, program, dan kegiatan masa depan
adalah meningkatkan aparatur yang profesional serta dapat dipercaya masyarakat melalui
penataan SDM aparatur yang berkesinambungan berdasarkan kualifikasi dan kompetensi
jabatan sesuai dengan beban kerja masing-masing SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah)
serta adanya perilaku kinerja aparatur yang dapat bekerja ”tuntas” berdasarkan norma hukum,
etika birokrasi pemerintah, dan berbasiskan manajemen kinerja sehingga bebas dari KKN
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
iv
(Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Hal ini akan memantapkan dan memperkuat modal sosial
dengan ciri adanya kepercayaan (trust) masyarakat pada pemerintah.
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………….. i
KATA PENGANTAR ………………………………………………………… ii
RINGKASAN EKSEKUTIF …………………………………………………. iii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………… iv
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………… v
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………… vi
BAB I : PENDAHULUAN ……………………………………………. 1
A. Latar Belakang ……………………………..………………
B. Tugas Pokok dan Struktur Organisasi ……..……………..
C. Permasalahan Utama (Strategic Issued).................................
1
1
6
BAB II : PERENCANAAN KINERJA …..........................................… 8
A. Rencana Kerja Dinas Kesehatan Tahun 2017....................
B. Rencana Kinerja 2017 ...................………………………..
C. Perjanjian Kinerja 2017 ..................………………………
8
15
16
BAB III : AKUNTABILITAS KINERJA ……………………………… 18
A. Capaian Kinerja Organisasi ………………………………..
B. Realisasi Anggaran ......................................………………..
18
38
BAB IV : PENUTUP ……………………………………………………… 40
LAMPIRAN – LAMPIRAN :
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
vi
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel 1.1 Komposisi Pegawai Berdasarkan Golongan 4
Tabel 1.2 Sarana Pelayanan Kesehatan Pemerintah Dan Swasta di
Kabupaten Gunungkidul Tahun 2015
5
Tabel 2.1 Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja 9
Tabel 2.2 Indikator Kinerja Utama 9
Tabel 3.1 Pengukuran dengan Skala Ordinal 19
Tabel 3.2 Capaian Indikator Kinerja Utama Dinas KesehatanTahun 2015 19
Tabel 3.3 Rencana dan Realisasi Capaian Sasaran “Meningkatnya Kualitas
Kesehatan”
21
Tabel 3.4 Rencana dan Realisasi Capaian Sasaran “Meningkatnya Upaya
Pelayanan Kesehatan”
24
Tabel 3.5 Rencana dan Realisasi Capaian Sasaran “Meningkatnya Status
Gizi Masyarakat”
25
Tabel 3.6 Rencana dan Realisasi Capaian Sasaran “Menurunnya Angka
Kesakitan Akibat Penyakit Menular Dan Tidak Menular”
30
Tabel 3.7 Rencana dan Realisasi Capaian Sasaran “Meningkatnya peran
serta masyarakat dalam bidang kesehatan”
34
Tabel 3.8 Pencapaian Kinerja dan Anggaran Tahun 2015 39
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
vii
DAFTAR GAMBAR
halaman
Gambar 1.1 Bagan Struktur Organisasi Dinas Kesehatan 3
Gambar 1.2 Jumlah Pegawai Berdasarkan Jabatan Struktural Pada Akhir
Tahun 2017
4
Gambar 1.3 Jumlah Pegawai Berdasarkan Jenjang Pangkat dan Golongan
Pada Akhir Tahun 2017
4
Gambar 3.1 Angka Umur Harapan Hidup, 2005-2016 21
Gambar 3.2 Kematian Ibu (Hamil, Bersalin, Nifas) Tahun 2006-2017 22
Gambar 3.3 Kematian Bayi Tahun 2006-2017 22
Gambar 3.4 Hasil IKM tahun 2012-2017 dan Roadmap Akreditasi Puskesmas
tahun 2015-2018
24
Gambar 3.5 Persentase Gizi Buruk, Gizi Kurang, KEK WUS 26
Gambar 3.6 Keluarga Miskin 26
Gambar 3.7 “Anak” momong Anak 27
Gambar 3.8 Balita Gizi Buruk dengan Kelainan 27
Gambar 3.9 Pendampingan Kader dan Petugas Kesehatan 29
Gambar 3.10 Persentase Angka Kesembuhan (Cure Rate) TB Paru Tahun
2012-2017
31
Gambar 3.11 Angka kesakitan Demam Berdarah Dengue Tahun 2012-2016 32
Gambar 3.12 Angka kematian Demam Berdarah Dengue Tahun 2012-2016 33
Gambar 3.13 Bupati menandatangani Komitmen Kawasan Tanpa Rokok
(KTR) Desa Bendungan dan Tilik Posyandu
36
Laporan Akuntabilitas Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
1
A. Latar Belakang
ntuk menjamin penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis, transparan,
akuntabel, efisien, dan efektif, penilaian dan pelaporan kinerja instansi
pemerintah menjadi kunci dalam proses penyelenggaraan pemerintahan yang
baik. Upaya ini juga selaras dengan tujuan perbaikan pelayanan publik sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2015.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan
Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014
tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dan Peraturan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun
2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja, dan Tata Cara
Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah, setiap SKPD wajib menyampaikan
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKj IP) kepada Bupati sebagai perwujudan
kewajiban suatu Instansi Pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan
atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan melalui alat pertanggungjawaban secara periodik setiap akhir tahun
anggaran.
LKj IP dibuat dalam rangka perwujudan pertanggungjawaban pelaksanaan
tugas pokok dan fungsi serta pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan yang
dipercayakan kepada setiap Instansi Pemerintah berdasarkan perencanaan strategis
yang ditetapkan. LKj IP juga berperan sebagai alat kendali, alat penilai kinerja, dan
alat pendorong terwujudnya good governance serta berfungsi sebagai media
pertanggungjawaban kepada publik.
Bertitik tolak dari RKPD Tahun 2017 dan Rencana Kerja Tahun 2017, maka
LKj IP SKPD yang disusun merupakan realisasi hasil kegiatan tahun 2017 dan
menyajikan laporan kemajuan penyelenggaraan pemerintahan oleh Kepala SKPD
kepada Bupati Gunungkidul.
B. Tugas Pokok dan Struktur Organisasi
Dasar hukum pembentukan Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul seperti
tercantum dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 11 Tahun 2008 yang
U
BAB
I
PENDAHULUAN
Laporan Akuntabilitas Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
2
telah diubah terakhir dengan Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 7 Tahun
2016 Tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten Gunungkidul.
1. Tugas Pokok
Dinas Kesehatan mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan Pemerintah Daerah
dan Tugas Pembantuan di Bidang Kesehatan.
Fungsi Dinas Kesehatan menurut Peraturan Bupati Nomor 52 Tahun 2016 tentang
Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi, dan Tata Kerja Dinas Kesehatan adalah :
Dinas Kesehatan mempunyai fungsi:
a. perumusan kebijakan umum di bidang kesehatan;
b. perumusan kebijakan teknis di bidang kesehatan;
c. penyusunan rencana kinerja dan perjanjian kinerja di bidang kesehatan;
d. pelaksanaan analisis dan penyajian data bidang kesehatan;
e. pengelolaan sistem informasi bidang kesehatan;
f. pelaksanaan pencegahan dan pengendalian penyakit menular;
g. pelaksanaan pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular dan zoonosis;
h. pelaksanaan survailans, dan imunisasi;
i. pelaksanaan kesehatan dasar dan tradisional;
j. pelaksanaan pelayanan kesehatan rujukan dan khusus;
k. pelaksanaan peningkatan mutu pelayanan kesehatan;
l. pelaksanaan promosi kesehatan;
m. pelaksanaan pemberdayaan kesehatan masyarakat;
n. pelaksanaan kesehatan ibu, anak, remaja, dan usia lanjut;
o. pelaksanaan upaya perbaikan gizi masyarakat;
p. pelaksanaan penyehatan lingkungan;
q. pelaksanaan pembinaan kefarmasian,makanan, dan minuman;
r. pelaksanaan pembinaan sumberdaya manusia kesehatan;
s. pelaksanaan pengelolaan sarana dan prasarana kesehatan;
t. penyelenggaraan sistem pengendalian intern di bidang kesehatan;
u. penyusunan dan penerapan norma, standar, pedoman, dan petunjuk operasional di
bidang kesehatan;
v. pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan bidang kesehatan; dan
w. pengelolaan UPT
a. Struktur Organisasi
Berdasarkan Peraturan Bupati Gunungkidul Nomor 52 Tahun 206 tentang Kedudukan,
Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi, dan Tata Kerja Dinas Kesehatan Susunan Organisasi
Dinas Kesehatan yaitu:
a. Kepala Dinas
b. Sekretariat, yang terdiri dari:
1) Subbagian Perencanaan
2) Subbagian Keuangan
3) Subbagian Umum
c. Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, yang terdiri dari:
1) Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular
2) Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan Zoonosis
3) Seksi Survailans dan dan Imunisasi
d. Bidang Pelayanan Kesehatan, yang terdiri dari:
1) Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar dan Tradisional
2) Seksi Pelayanan Kesehatan Rujukan dan Khusus
3) Seksi Mutu Pelayanan Kesehatan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
3
e. Bidang Kesehatan Masyarakat, yang terdiri dari:
1) Seksi Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
2) Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat
3) Seksi Kesehatan Lingkungan
f. Bidang Sumber Daya Kesehatan, yang terdiri dari:
1) Seksi Kefarmasian
2) Seksi Bina Tenaga dan Fasilitas Kesehatan
3) Seksi Sarana dan Prasarana Kesehatan
g. Unit Pelaksana Teknis
h. Kelompok Jabatan Fungsional
Struktur Organisasi Dinas Kesehatan selengkapnya tergambar pada Gambar 2.1 berikut.
Gambar 2.1
Struktur Organisasi Dinas Kesehatan
Sumber: Peraturan Bupati No 52/2016 Tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi, dan Tata Kerja Dinas Kesehatan
Untuk menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi tersebut, didukung sumberdaya
manusia yang memadai dengan jumlah pegawai sebanyak 1020 orang pada Bulan Oktober
2017. Jumlah jabatan struktural sejumlah 81 jabatan, yang terdiri dari eselon II b = 1 (satu)
jabatan, eselon III = 5 (lima) jabatan, eselon IV = 75 (tujuh puluh lima) jabatan. Jumlah
Pegawai Negeri Sipil non eselon sebanyak 939 orang sebagaimana pada Gambar 1.2.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
4
Gambar 1.2
Jumlah Pegawai Berdasarkan Jabatan Struktural
Pada Akhir Tahun 2017
0,10 0,50 7,33
92,07
Eselon II
Eselon III
Eselon IV
Non Eselon
Sumber: Subbagian Umum Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul Tahun 2017
Sedangkan komposisi pegawai SKPD berdasarkan Golongan Ruang seperti pada
Tabel 1.1 berikut.
Tabel 1.1
Komposisi Pegawai Berdasarkan Golongan
No. Golongan/Ruang Bezetting 31 - 12 – 2015
1 I/a – I/d 15
2 II/a – II/d 262
3 III/a – III/d 697
4 IV/a – IV/e 46
Jumlah 1020
Sumber : Subbagian Umum Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul Tahun 2017
Gambar 1.3 Jumlah Pegawai Berdasarkan Jenjang Pangkat dan Golongan
Pada Oktober 2017
15
262
697
46
1020
I/a – I/d
II/a – II/d
III/a – III/d
IV/a – IV/e
Jumlah
Sumber: Subbagian Umum Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul Tahun 2017
Laporan Akuntabilitas Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
5
Sarana pelayanan kesehatan pemerintah berupa Puskesmas beserta jaringannya telah
tersedia di setiap kecamatan. Peralatan kesehatan merupakan hal yang sangat vital
fungsinya. Kondisi peralatan dari tahun ke tahun terus dibenahi, baik kuantitas, kualitas
maupun pemeliharaannya. Jumlah sarana pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta dari
tahun ke tahun sudah mengalami peningkatan dibanding dengan tahun sebelumnya. Tahun
2017 sarana kesehatan swasta mengalami peningkatan dalam kuantitas yaitu Apotik jumlah
sebelumnya (di tahun 2016) sebanyak 36 apotik, pada tahun 2017 mengalami peningkatan
menjadi 34 Apotek, jumlah Klinik swasta di tahun 2015 sebanyak 24 dan pada tahun 2017
naik menjadi 30 klinik. Hal ini dapat disebabkan adanya kesadaran dan harapan dapat
memberikan kontribusi dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di
daerah Kabupeten Gunungkidul. Jumlah sarana pelayanan kesehatan di Kabupaten
Gunungkidul pada tahun 2017 dirinci pada Tabel 1.2 berikut.
Tabel 1.2
Sarana Pelayanan Kesehatan Pemerintah Dan Swasta
di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2017
JENIS 2017
Jumlah Rumah Sakit Pemerintah Kelas C 1
Jumlah Rumah Sakit Swasta Kelas D 4
Jumlah Puskesmas Rawat Jalan 16
Jumlah Puskesmas Rawat Inap 14
Jumlah Puskesmas terAkreditasi 2
Jumlah Puskesmas dengan ISO 5
Jumlah Puskesmas Model ISO 8
Jumlah Puskesmas Manual Praktis 5
Jumlah Puskesmas pembantu 110
Jumlah Poskesdes 21
Jumlah Posyandu 1465
Jumlah Apotek 36
Jumlah Klinik Swasta 24
Jumlah Dokter Praktek Swasta 106
Jumlah Bidan Praktek Swasta 159
Jumlah Dukun Bayi 230
Jumlah Perawat Praktek Swasta 179
Jumlah Laboratorium Klinik Swasta 2
Jumlah Optik Swasta 7
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul Tahun 2017
Sumber dana untuk mendukung pencapaian sasaran yang ditetapkan dirinci sebagai
berikut:
Sumber Alokasi 2017
APBD Kabupaten (Termasuk Gaji) 44.187.387.773,00
Belanja tidak langsung (belanja pegawai) 58.117.920.898,44
Belanja langsung 117.946.296.544,25
B. Modal 40.232.568.648,00
B. Pegawai 3.281.055.200,00
B. Barang dan Jasa 74.432.672.696,25
Laporan Akuntabilitas Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
6
Sumber Alokasi 2017
- DAK Fisik 7.911.211.000,00
Pelayanan Kesehatan Dasar (Yandas)
Pelayanan Kefarmasian (Yanfar)
Sarana Prasarana (Sarpras)
9.421.211.000,00
4.575.555.000,00
1.510.000,00
- DAK Non Fisik
Akreditasi Puskesmas
Belanja Operasional Kesehatan (BOK)
Jaminan Persalinan (Jampersal)
1.509.586.000,00
13.124.958.000,00
955.047.000,00
C. Permasalahan Utama (Strategic Issued)
Permasalahan utama yang dihadapi oleh Dinas Kesehatan pada Tahun 2017 adalah:
1) Alokasi dan komposisi pembiayaan kesehatan
Sumber dana APBD Kabupaten telah bergeser dari semula didominasi untuk keperluan
belanja tidak langsung (gaji pegawai) menjadi belanja barang dan jasa, namun masih
perlu evaluasi dalam ketepatan perencanaan penganggaran, karena anggaran kesehatan
yang dinikmati oleh masyarakat secara langsung masih sangat terbatas.
2) Masalah Gizi Ganda: gizi buruk dan gizi kurang masih belum tertuntaskan, sementara
penyakit yang disebabkan oleh konsumsi zat gizi yang tidak seimbang mulai
mendominasi 10 besar penyakit penyebab kematian.
Kasus gizi buruk dan gizi kurang di Kabupaten Gunungkidul masih saja ada walaupun
dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Kurang Energi Kronis pada Ibu Hamil masih
dibawah target Kabupaten, walaupun masih di atas target Nasional (<20%). Hasil
Sample Registration System Tahun 2014 dan Riskesdas 2013, penyebab kematian
didominasi penyakit: stroke, serangan jantung, diabetes mellitus, hipertensi dan
keganasan (kanker).
3) Peningkatan HIV-AIDS
Dari tahun ke tahun terjadi peningkatan HIV-AIDS. Metode Voluntary Conseling and
Testing (VCT) yang bersifat sukarela untuk menjaring secara dini HIV-AIDS masih
perlu lebih dioptimalkan.
4) Kesehatan Ibu dan Anak
Kematian ibu dan anak yang bisa dicegah masih perlu terus diupayakan, misalnya yang
dikarenakan perdarahan pada persalinan dan kehamilan di usia dini. Program 1000 hari
pertama kehidupan dan pendidikan kesehatan reproduksi remaja menjadi harapan baru
agar terjadi penurunan signifikan pada Angka Kematian Ibu dan Anak (Bayi).
5) PHBS belum optimal
Perilaku hidup bersih dan sehat tatanan rumah tangga, khususnya angka perokok yang
masih tinggi menjadi penyebab capaian program promosi kesehatan belum optimal.
6) Penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana kesehatan masih terbatas.
Keterbatasan sumberdana untuk pemeliharaan membuat beberapa bangunan yang rusak
belum direhabilitasi dan alat kesehatan belum semuanya dikalibrasi.
7) Daerah endemis penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
DBD merupakan penyakit menular yang sampai sekarang belum bisa dituntaskan di
Kabupaten Gunungkidul, walaupun jumlah kematian kasus terus ditekan.
Pemberantasan DBD tanpa didukung dengan gerakan pemberantasan sarang nyamuk
Laporan Akuntabilitas Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
7
secara masif oleh masyarakat menjadi pemicu sulit dituntaskannya DBD dari wilayah
Gunungkidul.
8) Pola Penyakit degeneratif semakin meningkat
Trend pola penyakit menular semakin bergeser posisinya dengan penyakit-penyakit
tidak menular atau penyakit infeksi menjadi non infeksi. Usia harapan hidup yang
semakin meningkat rupanya juga membawa konsekuensi logis terhadap munculnya
kasus-kasus penyakit degeratif, yang didukung dengan perilaku hidup yang tidak sehat.
Penyakit degeneratif yang menduduki sepuluh besar penyakit antara lain adalah
hipertensi dan diabetes mellitus (DM).
9) Kondisi Kesehatan Lingkungan yang belum memadai
Kesehatan lingkungan erat kaitannya dengan sanitasi dasar di keluarga/masyarakat.
Ketersediaan Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL), jamban keluarga, tempat
sampah dan ketersediaan air bersih menjadi masalah sanitasi dasar yang belum tuntas.
Dalam rangka menyelesaikan masalah tersebut maka pelaku-pelaku pembangunan
sarana kesehatan lingkungan perlu lebih banyak melibatkan lintas sektor dan
pemberdayaan masyarakat melalui Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).
10) Kualitas Desa Siaga aktif masih rendah
Sebagai wujud peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan, Desa Siaga bisa
dijadikan wadah di tingkat desa. Desa Siaga yang ada di Kabupaten Gunungkidul
sebagian besar masih bersifat pembentukan tim dan perintisan, namun memelihara
kegiatan nyata belum berjalan dengan baik. Banyak hal yang harus dibenahi untuk
keberlangsungan desa siaga aktif.
11) Orang Dengan Gangguan Jiwa Berat (ODGJB)
Kesehatan jiwa di Kabupaten Gunungkidul seperti fenomena gunung es. Hanya
sebagian kecil yang bisa terdeteksi di sarana pelayanan kesehatan, sementara kenyataan
di masyarakat banyak dijumpai kasus jiwa yang kurang tersentuh dengan pelayanan
kesehatan. ODGJB harus bebas pasung dan perlu ada keluarga pendamping agar tetap
terjaga kesehatan dan kebersihan.
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
8
Me
alam kerangka perencanaan pembangunan Kabupaten Gunungkidul, tahun
2016 merupakan masa transisi dari RPJMD Kabupaten Gunungkidul
Tahun 2010-2015 ke RPJMD 2015-2020. RPJMD 2015-2020 belum
dapat disusun pada tahun 2015 karena harus menunggu Kepala Daerah
terpilih yang sesuai kebijakan pemerintah, pemilihan Kepala Daerah
diundur dan dilaksanakan secara serentak pada bulan Desember 2015, sehingga RPJMD
Kabupaten Gunungkidul Tahun 2015-2020 sebagai penjabaran visi misi Kepala Daerah
terpilih baru dapat ditetapkan pada tahun 2016.
Sebelum ditetapkannya RPJMD Kabupaten Gunungkidul Tahun 2017-2021, sasaran
dan target kinerja pemerintahan dan pembangunan pada Rencana Kerja Pembangunan
Daerah (RKPD) Tahun 2017 disusun berpedoman pada arah kebijakan pembangunan Lima
Tahun Ketiga RPJPD Kabupaten Gunungkidul Tahun 2005-2025, mengacu dan
disinergikan dengan RPJMD Provinsi, RPJM Nasional, RKP Tahun 2016, serta
memperhatikan hasil evaluasi RKPD tahun sebelumnya, agar pembangunan selalu
berkesinambungan dan keberhasilannya dapat lebih terukur. Untuk itu, RKPD Kabupaten
Gunungkidul Tahun 2017 disusun dan dirancang agar mampu menjawab permasalahan-
permasalahan dan target pembangunan yang belum dapat diwujudkan pada tahun-tahun
sebelumnya. RKPD Tahun 2017 disusun harus lebih baik, komprehensif, dan aplikatif
dalam mewujudkan arah kebijakan pembangunan Tahun 2017 sebagaimana tertuang dalam
RPJPD Kabupaten Gunungkidul Tahun 2005-2025.
Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kabupaten Gunungkidul tahun 2017
merupakan alat perencanaan pembangunan tahunan yang menjadi tolok ukur kinerja daerah
dalam melaksanakan amanat yang telah diberikan oleh masyarakat. Selanjutnya RKPD
tersebut dijabarkan dalam Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD)
sebagai dokumen teknis operasional.
A. Rencana Kerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
Rencana Kerja Dinas Kesehatan ditetapkan dengan Keputusan Bupati Gunungkidul
Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Rencana Kerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
tanggal 3 November 2016. Dokumen tersebut merupakan alat perencanaan tahunan yang
menjadi tolok ukur kinerja SKPD dalam melaksanakan amanat yang telah diberikan oleh
masyarakat.
Selanjutnya SKPD menjabarkan dalam sasaran-sasaran strategis yang akan dicapai
dalam tahun 2017. Sasaran strategis dan indikator kinerja sebagai alat ukur keberhasilan
sasaran strategis selama tahun 2017 adalah sebagai berikut:
D
BAB
II PERENCANAAN KINERJA
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
9
Tabel 2.1
Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja
No. Sasaran Strategis Indikator Kinerja
1 Meningkatnya kualitas
kesehatan
1. Angka usia harapan hidup (tahun)
2. Angka kematian ibu (per 1.000
Kelahiran Hidup). Apabila kelahiran
hidup <100.000, maka digunakan angka
absolut.
3. Angka kematian bayi (per 1.000
Kelahiran Hidup)
2 Meningkatnya upaya pelayanan
kesehatan
4. Indeks kepuasan masyarakat
5. Persentase Puskesmas yang
terAkreditasi (%)
3 Meningkatnya status gizi
masyarakat
6. Persentase status gizi buruk pada Balita
7. Persentase status gizi kurang pada
Balita
8. Persentase ibu hamil dengan
Kekurangan Energi Kronis
4 Menurunnya angka kesakitan
akibat penyakit menular dan
tidak menular
9. Persentase angka kesembuhan
pengobatan penyakit TBC Paru (%)
10. Angka Kesakitan (Insidence Rate)
DBD (per 100.000 penduduk)
11. Persentase Angka fatalitas (Case
Fatality Rate) kasus DBD (%)
5 Meningkatnya peran serta
masyarakat dalam bidang
kesehatan
12. Persentase rumah tangga berPerilaku
Hidup Bersih dan Sehat (%)
13. Persentase desa siaga min madya (%)
14. Persentase Posyandu dengan status
minimal purnama (%)
Dinas Kesehatan telah menetapkan Indikator Kinerja Utama dengan Keputusan
Bupati Gunungkidul Nomor 360/KPTS/2014 tentang Indikator Kinerja Utama Dinas
Kesehatan. Berdasarkan hasil evaluasi dinyatakan bahwa IKU OPD belum benar-benar
bersifat outcome, sehingga Pemerintah Kabupaten Gunungkidul meminta Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk mendampingi dan
merumuskan kembali indikator kinerja utama. Dari hasil pendampingan tersebut
kemudian ditetapkan dengan Keputusan Bupati Gunungkidul Nomor 264/KPTS/2017
tentang Indikator Kinerja Utama. Adapun Indikator Kinerja Utama OPD adalah sebagai
berikut pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2
Indikator Kinerja Utama
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja Utama
(IKU)
Alasan/Penjelasan/Formulasi
1 Meningkatnya kualitas
kesehatan
Angka Harapan Hidup Angka perkiraan lama hidup rata-rata dengan
asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas
menurut umur.
Tipe Data: Non Komulatif
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
10
Program-program
Berdasarkan sasaran, tujuan, dan strategi OPD sebagaimana diuraikan dalam bab-
bab sebelumnya, sebagai upaya untuk mewujudkan sasaran dan tujuan Dinas Kesehatan
yang telah ditetapkan, maka diterjemahkan kedalam berbagai aktifitas program dan
kegiatan untuk kurun waktu 2017-2021 yang terdiri dari:
a. Program Kesehatan Keluarga
Program kesehatan ini dilaksanakan dengan sasaran utama adalah ibu, remaja, usia
lanjut, bayi, dan anak. Program kesehatan keluarga ini dilaksanakan melalui dua
kegiatan dengan pendanaan yang bersumber dari DAU, DAK, dan Dana Bagi Hasil
Pajak Rokok. Dua kegiatan dalam Program Kesehatan Keluarga adalah:
1) Pelayanan Kesehatan Ibu, Remaja dan Usia Lanjut
2) Pelayanan Kesehatan Bayi dan Anak
b. Program Peningkatan Sumber Daya Kesehatan
Program kesehatan ini dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan jumlah,
mutu, dan penyebaran tenaga kesehatan. Program ini juga dimaksudkan untuk
meningkatkan jumlah, efektifitas dan efisiensi penggunaan biaya kesehatan.
Peningkatan ketersediaan sarana, prasarana, dan dukungan logistik yang semakin
merata, terjangkau, dan memberi manfaat maksimal bagi masyarakat juga menjadi
sasaran kinerja dari program ini.
Program Peningkatan Sumber Daya Kesehatan ini dilaksanakan melalui kegiatan
yang meliputi:
1). Pelayanan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Makanan;
2). Pembinaan dan Pelayanan Lisensi Sumberdaya Kesehatan;
3). Peningkatan Kompetensi Tenaga Kesehatan;
c. Program Peningkatan Pelayanan Kesehatan
Progaram Peningkatan Pelayanan Kesehatan ini dilaksanakan untuk mencapai
peningkatan mutu pelayanan di bidang kesehatan yang dilaksanakan pada fasilitas
kesehatan tingkat pertama dibawah koordinasi dan fasilitasi dari Dinas Kesehatan.
Selain itu di dalam program ini juga dilaksanakan pelayanan penanganan
kegawatdaruratan melalui Gunungkidul Emergency Services (GES)
Kegiatan yang dilaksanakan dalam program ini meliputi :
1) Pelayanan Medis dan Kegawatadaruratan;
2) Pelayanan Kesehatan Perorangan;
3) Pembinaan BLUD dan Standarisasi Pelayanan Kesehatan;
4) Pembinaan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Tradisional.
d. Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat di bidang kesehatan
dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan dalam
memelihara dan meningkatan kesehatan sehingga secara bertahap pemberdayaan
masyarakat di bidang kesehatan akan menghasilkan:
Menumbuhkan kesadaran, pengetahuan, dan pemahaman akan kesehatan
individu, kelompok, dan masyarakat.
Menumbuhkan kemauan yang merupakan kecenderungan untuk melakukan
tindakan atau sikap untuk meningkatkan kesehatan.
Menumbuhkan kemampuan masyarakat untuk mendukung terwujudnya
tindakan atau perilaku sehat.
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
11
Kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung program tersebut meliputi:
1). Pengembangan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS);
2). Pemberdayaan Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM);
3). Pengembangan Lingkungan Sehat.
e. Program Perbaikan Gizi Masyarakat
Program Perbaikan Gizi Masyarakat merupakan program yang meliputi peningkatan
pendidikan gizi, penanggulangan kurang energi protein, anemia gizi besi, dan
pemberdayaan usaha perbaikan gizi masyarakat melalui sistem kewaspadaan pangan
dan gizi.
Kegiatan yang dilaksanakan terdiri dari:
1). Pencegahan dan Penanggulangan Masalah Gizi;
2). Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG)
f. Program Pencegahan Penyakit
Program Pencegahan Penyakit merupakan program yang didalamnya mencakup
pengengendalian dan pemberantasan penyakit baik menular maupun tidak menular.
Program pencegahan penyakit ini dilaksanakan untuk mencegah berjangkitnya
penyakit atau mengurangi angka kematian dan kesakitan, dan semaksimal mungkin
menghilangkan atau mengurangi akibat buruk dari penyakit menular.
Kegiatan yang dilaksanakan terdiri dari:
1). Pengendalian Penyakit Menular
2). Pengendalian Penyakit Tidak Menular
3). Survailans dan Imunisasi
g. Program Pembangunan dan Peningkatan Sarana Prasarana Pelayanan
Kesehatan
Arah pembangunan kesehatan adalah meningkatkan mutu, jangkauan, dan
pemerataan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Untuk mencapai tujuan
tersebut maka penyediaan sarana dan prasarana kesehatan sangat penting artinya.
Pembangunan dan peningkatan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan
dilaksanakan melalui kegiatan:
1). Pembangunan dan Rehabilitasi Gedung Pelayanan Kesehatan
2). Pengadaan Sarana dan Prasarana Pelayanan Kesehatan
h. Program Pelayanan Jaminan Kesehatan
Program pelayanan jaminan kesehatan merupakan program yang bertujuan
memberikan kepastian jaminan kesehatan bagi masyarakat agar masyarakat dapat
mengakses fasilitas kesehatan dan melakukan pengobatan secara tuntas dengan
biaya yang relatif lebih murah bahkan gratis bagi masyarakat miskin.
Program ini dilaksanakan melalui kegiatan:
1). Kemitraan Asuransi Kesehatan Masyarakat
2). Pelayanan Kesehatan Penduduk Miskin
i. Program peningkatan pelayanan laboratorium kesehatan
Program ini dilaksanakan untuk melakukan pengujian terhadap kualitas air,
kandungan bahan kimia dan zat berbahaya pada makanan terutama jajanan anak-
anak sekolah. Kegiatan yang dilaksanakan dalam program ini adalah Pengelolaan
dan Pelayanan Laboratorium Kesehatan.
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
12
j. Program Peningkatan Penyelenggaraan BLUD Puskesmas
Program Peningkatan Penyelenggaraan BLUD Puskesmas ini bertujuan untuk
memberikan pelayanan yang lebih baik, efektif, dan efisien kepada masyarakat.
Kegiatan yang dilaksanakan adalah Pelayanan BLUD Puskesmas yang didalamnya
terdapat berbagai sub kegiatan yang bersumber dana dari DAK Non Fisik (BOK)
dan BLUD.
B. RENCANA KINERJA 2017
Perencanaan kinerja adalah aktivitas analisis dan pengambilan keputusan di
depan untuk menetapkan tingkat kinerja yang diinginkan di masa yang akan datang
tentang tingkat capaian kinerja yang diinginkan serta target (quantitative objectives)
apa yang harus dicapai dihubungkan dengan tingkat pelaksanaan program/kegiatan.
Perencanaan Kinerja merupakan bentuk komitmen pencapaian kinerja yang
menjabarkan rencana kegiatan dan target kinerja tahunan organisasi.
Untuk operasionalisasi perencanaan jangka menengah tersebut OPD menyusun
perencanaan kinerja tahunan yang disusun dalam bentuk Rencana Kerja OPD. Dengan
diterbitkannya Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian
Kinerja, Pelaporan Kinerja, dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi
Pemerintah, maka perlu menyusun Rencana Kinerja Tahunan (RKT) yang secara
substantif tidak jauh berbeda dengan Renja.
Rencana Kinerja Tahunan 2017 mencerminkan rencana kegiatan, program, dan
sasaran tahunan dalam rangka mencapai tujuan dan misi yang telah ditetapkan dalam
Rencana Strategis OPD Tahun 2016-2021. Pada dasarnya RKT 2017 menguraikan
target kinerja yang hendak dicapai OPD selama tahun 2017. Target kinerja
merepresentasikan nilai kuantitatif yang harus dicapai selama tahun 2017 dari semua
indikator kinerja yang melekat pada tingkat kegiatan maupun sasaran tahunan. Target
kinerja pada tingkat sasaran akan dijadikan tolok ukur dalam mengukur keberhasilan
organisasi di dalam upaya pencapaian visi misinya.
Target sasaran untuk Tahun 2017 merupakan target tahun pertama dari Renstra
SKPD 2016-2021 dan Rencana Kinerja Tahunan 2017 yang memuat sasaran strategis,
indikator kinerja, dan target yang akan dicapai. RKT 2017 dengan IKU OPD sebagai
berikut:
No. SasaranStrategis IndikatorKinerja Satuan Target
1
Meningkatnya
kualitas kesehatan
1.Angka usia harapan hidup Tahun 73.86
2.Angka kematian ibu
(Apabila kelahiran hidup<100.000,
maka digunakan angk aabsolut)
per 100.000
kelahiran
hidup.
5
3.Angka kematianbayi per 1.000
Kelahiran
Hidup.
7,5
2
Meningkatnya upaya
pelayanan kesehatan
Indeks kepuasan masyarakat % 80.2
Persentase Puskesmas yang
terAkreditasi Dasar
% 100
3
Meningkatnya status
gizi masyarakat
1.Persentase status gizi buruk pada
Balita
% 0,60
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
13
No. SasaranStrategis IndikatorKinerja Satuan Target
2.Persentase status gizi kurang pada
Balita
% 9
3.Persentase ibu hamil dengan
Kekurangan Energi Kronis
% 15
4
Menurunnya angka
kesakitan akibat
penyakit menular dan
tidak menular
1.Persentase angka kesembuhan
pengobatan penyakit TBC Paru
% 87
2. Angka Kesakitan DBD
(Insidence Rate)
per 100.000
penduduk
150
3.Persentase Angka fatalitas kasus
DBD (Case Fatality Rate)
% < 1
5
Meningkatnya peran
serta masyarakat
dalam bidang
kesehatan
1.Persentase rumah tangga
berPerilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS)
% 21
2.Persentase desa siaga min madya % 50
3.Persentase Posyandu dengan
status minimal purnama
% 88
Sesuai dengan Surat Keputusan Bupati Gunungkidul Nomor 264/KPTS/2017 tanggal 13
November 2017 tentang Indikator Kinerja Utama Dinas Kesehatan berubah menjadi Angka
Harapan Hidup saja dengan target pada tahun 2017 sebesar 73,86. Namun demikian untuk
mencapai IKU tersebut dilaksanakan dengan sasaran tersebut diatas.
C. PERJANJIAN KINERJA 2017
Perjanjian Kinerja Tahun 2017 merupakan suatu dokumen kontrak kinerja antara
Kepala OPD dengan Bupati Gunungkidul untuk mewujudkan target kinerja tahun
pertama dari Renstra OPD Tahun 2016-2021 berdasarkan pada sumber daya yang
dimiliki oleh OPD.Perjanjian Kinerja Tahun 2017 mencerminkan rencana kegiatan,
program, dan sasaran tahunan dalam rangka mencapai tujuan dan misi yang telah
ditetapkan dalam Rencana Strategis OPD Tahun 2016-2021. Pada dasarnya perjanjian
kinerja Tahun 2017 menguraikan target kinerja yang hendak dicapai OPD selama
Tahun 2017. Target kinerja merepresentasikan nilai kuantitatif yang harus dicapai
selama Tahun 2017 dari semua indikator kinerja yang melekat pada tingkat kegiatan
maupun sasaran tahunan. Target kinerja pada tingkat sasaran akan dijadikan tolok ukur
dalam mengukur keberhasilan organisasi di dalam upaya pencapaian visi misinya.
Dokumen Penetapan Kinerja/Perjanjian Kinerja OPD Tahun 2017 disusun setelah
diterimanya Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Nomor 48/DPA/2017 dan diubah
seiring dengan perubahan DPA atau DPPA Nomor 119/DPPA/2017. Perubahan
Perjanjian Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017 sebagai berikut :
No. Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan Target
1
Meningkatnya
kualitas kesehatan
1.Angka usia harapan hidup Tahun 73.86
2.Angka kematian ibu
(Apabila kelahiran hidup<100.000,
maka digunakan angka absolut)
per 100.000
kelahiran
hidup.
5
3.Angka kematian bayi per 1.000
Kelahiran
Hidup.
7,5
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
14
No. Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan Target
2
Meningkatnya upaya
pelayanan kesehatan
Indeks kepuasan masyarakat % 80.2
Persentase Puskesmas yang
terAkreditasi Dasar
% 100
3
Meningkatnya status
gizi masyarakat
1.Persentase status gizi buruk pada
Balita
% 0,60
2.Persentase status gizi kurang pada
Balita
% 9
3.Persentase ibu hamil dengan
Kekurangan Energi Kronis
% 15
4
Menurunnya angka
kesakitan akibat
penyakit menular dan
tidak menular
1.Persentase angka kesembuhan
pengobatan penyakit TBC Paru
% 87
2. Angka Kesakitan DBD
(Insidence Rate)
per 100.000
penduduk
150
3.Persentase Angka fatalitas kasus
DBD (Case Fatality Rate)
% < 1
5
Meningkatnya peran
serta masyarakat
dalam bidang
kesehatan
1.1Persentase rumah tangga
berPerilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS)
% 21
2.Persentase desasiaga min madya % 50
3.Persentase Posyandu dengan
status minimal purnama
% 88
No. Program Anggaran
1 Program Kesehatan Ibu 1,315,559,500
2. Program kesehatan bayi dan anak 222,600,000
3. Program pengadaan, peningkatan dan perbaikan sarana dan
prasarana pelayanan kesehatan
27,025,739,100
4. Program obat dan perbekalan kesehatan 4,828,753,017
5. Program pelayanan jaminan kesehatan 124,670,000
6. Program peningkatan mutu layanan kesehatan 2,250,002,400
7. Program peningkatan puskesmas BLUD 68,987,373,047
8. Program pengawasan makanan dan bahan berbahaya 4,705,503,017
9. Program perbaikan Gizi masyarakat 1,584,476,000
10. Program pencegahan penyakit 133.970.000
11. Program pengendalian dan pemberantasan penyakit menular 2,307,902,000
12. Program upaya kesehatan masyarakat dan perorangan 1.109.512.200
13. Program promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat 5,780,243,950
14. Program pengembangan lingkungan sehat 3,095,223,245
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
15
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
18
117,012
A. Capaian Kinerja Organisasi
anajemen pembangunan berbasis kinerja mengandaikan bahwa fokus dari
pembangunan bukan hanya sekedar melaksanakan program/kegiatan yang
sudah direncanakan. Esensi dari manajemen pembangunan berbasis
kinerja adalah orientasi untuk mendorong perubahan, di mana program/
kegiatan dan sumber daya anggaran adalah alat yang dipakai untuk
mencapai rumusan perubahan, baik pada level keluaran, hasil, maupun dampak.
Pendekatan ini juga sejalan dengan prinsip good governance di mana salah satu
pilarnya, yaitu akuntabilitas, akan menunjukkan sejauhmana sebuah instansi pemerintahan
telah memenuhi tugas dan mandatnya dalam penyediaan layanan publik yang langsung bisa
dirasakan hasilnya oleh masyarakat. Karena itulah, pengendalian dan pertanggungjawaban
program/kegiatan menjadi bagian penting dalam memastikan akuntabilitas kinerja
pemerintah daerah kepada publik telah dicapai. Pijakan yang dipergunakan adalah sistem
akuntabilitas kinerja ini adalah berpedoman kepada Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor
53 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja, dan Tata
Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Dalam regulasi ini, antara lain juga
mengatur tentang kriteria yang dipergunakan dalam penilaian kinerja organisasi pemerintah.
1. Pengukuran Kinerja
Kerangka Pengukuran kinerja di Dinas Kesehatan dilakukan dengan mengacu pada
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53
Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja, dan Tata Cara
Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Adapun pengukuran kinerja tersebut
dengan rumus sebagai berikut:
a. Apabila semakin tinggi realisasi menunjukkan semakin tingginya kinerja atau semakin
rendah realisasi menunjukkan semakin rendahnya kinerja, digunakan rumus:
b. Apabila semakin tinggi realisasi menunjukkan semakin rendahnya kinerja atau semakin
rendah realisasi menunjukkan semakin tingginya kinerja, digunakan rumus:
Atau
M
BAB
III AKUNTABILITAS
KINERJA
Realisasi
Capaian indikator kinerja = X 100% Rencana
Rencana - (Realisasi - Rencana)
Capaian indikator kinerja = X 100%
Rencana
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
19
Penilaian capaian kinerja untuk setiap indikator kinerja sasaran menggunakan interprestasi
penilaian dengan pengukuran dengan skala ordinal yaitu:
Tabel 3.1
Pengukuran dengan Skala Ordinal
Skala Ordinal Predikat/Kategori
85 ≤ X Sangat Berhasil
70 ≤ X < 85 Berhasil
55 ≤ X < 70 Cukup Berhasil
X < 55 Tidak Berhasil
Untuk capaian masing-masing indikator kinerja sasaran disimpulkan berdasarkan “Metode
Rata-Rata Data Kelompok”. Penyimpulan capaian sasaran nilai mean setiap kategori
ditetapkan sebagai berikut :
Penyimpulan pada tingkat sasaran dilakukan dengan mengalikan jumlah indikator untuk
setiap kategori (sangat berhasil, berhasil, cukup berhasil dan tidak berhasil) yang ada
disetiap kelompok sasaran dengan nilai mean (rata-rata) skala ordinal dari setiap kategori,
dibagi dengan jumlah indikator yang ada di kelompok sasaran tersebut.
2. Capaian Indikator Kinerja Utama Tahun 2017
Pengukuran target dari sasaran strategis yang telah ditetapkan adalah dilakukan
dengan membandingkan antara target kinerja dengan realisasi kinerja, yang selanjutnya akan
dipergunakan untuk mengukur kinerja Dinas Kesehatan tahun 2017. Pencapaian IKU tahun
2017 secara ringkas ditunjukkan pada Tabel 3.2 berikut.
Tabel 3.2
Capaian Indikator Kinerja Utama Dinas KesehatanTahun 2017
No. Sasaran
Strategis Indikator Kinerja
Realisasi
Tahun
2016
Tahun 2017 Target
Akhir
Renstra
(2021)
Capaian
s/d 2017
(%)
Target Realisasi
Capaian
Kinerja
(%)
1 Meningkatnya
kualitas
kesehatan
1. Angka Harapan
Hidup (tahun) 73,69
73.86
73,83 99,96 74,22 99,96
2. Angka kematian ibu
(per 1.000 Kelahiran
Hidup). Apabila
kelahiran hidup
<100.000, maka
digunakan angka
5 6 12 50 4 50
(2x Rencana) – Realisasi
Capaian indikator = X 100%
Rencana
encana
Rencana
Jumlah indikator untuk setiap kategori x nilai mean setiap kategori
Capaian sasaran = X 100%
Jumlah indikator kinerja sasaran
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
20
No. Sasaran
Strategis Indikator Kinerja
Realisasi
Tahun
2016
Tahun 2017 Target
Akhir
Renstra
(2021)
Capaian
s/d 2017
(%)
Target Realisasi
Capaian
Kinerja
(%)
absolut.
3. Angka kematian
bayi (per 1.000
Kelahiran Hidup)
7,97 11,6 9,67 94,67 10 94,67
2
Meningkatnya
upaya
pelayanan
kesehatan
1. Indeks kepuasan
masyarakat 78,07 78,20 78,20 100 80 100
2. Persentase
Puskesmas yang ter
Akreditasi Dasar (%)
40 73,33 73,33 100 100 73,33
3
Meningkatnya
status gizi
masyarakat
1. Persentase status
gizi buruk pada Balita 0,58 <0,5 0’64 1,10 NA 1,10
2. Persentase status
gizi kurang pada
Balita
7,46 <7,5 6,67 0,889 NA 0,889
3. Persentase ibu
hamil dengan
Kekurangan Energi
Kronis
15,68 <20 15,34 0,07 NA 0,07
4
Menurunnya
angka kesakitan
akibat penyakit
menular dan
tidak menular
1.Persentase angka
kesembuhan
pengobatan penyakit
TBC Paru (%)
76,13 85 72,25 85 90 85
2. Angka Kesakitan
(Insidence Rate) DBD
(per 100.000
penduduk)
152,64 52,91 30,16 57 33,3 57
3.Persentase Angka
fatalitas (Case Fatality
Rate) kasus DBD (%)
0,35 <1 0,44 100 <1% 44
5
Meningkatnya
peran serta
masyarakat
dalam bidang
kesehatan
1.Persentase rumah
tangga berPerilaku
Hidup Bersih dan
Sehat (%)
23,80 30 34013/12
2108 27,8 40
92%
2.Persentase desa
siaga min madya (%) 50 41 81/144 56,2 90 137%
3.Persentase Posyandu
dengan status minimal
purnama (%)
88 86,5 1269/146
7 86,5 90 100%
Pada OPD Dinas kesehatan terdapat beberapa indikator yang mengalami perubahan
yang dimulai pada tahun 2018 diantaranya persentase status gizi buruk pada balita,
persentase status gizi kurang pada balita, dan persentase ibu hamil dengan KEK sehingga
pada indikator-indikator tersebut tidak terdapat target capaian pada akhir periode renstra
Dinas Kesehatan tahun 2021.
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
21
3. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja
Berikut ini akan diuraikan evaluasi dan analisis capaian kinerja yang menjelaskan
capaian kinerja per sasaran strategis sebagai berikut:
Sasaran 1
“ Meningkatnya Kualitas Kesehatan”
Hasil evaluasi capaian kinerja sasaran Pelayanan kesehatan yang bermutu serta mampu
menjangkau/dijangkau oleh masyarakat dengan 3 (tiga) indikator kinerja, memperlihatkan
rata-rata angka capaian kinerja sasaran sebesar 89,96,00% dengan predikat Sangat Berhasil,
meskipun jikadibandingakan dengan capaian kinerja tahun 2016 yang mencapai 117 % capaian
kinerja tahun 2017 ini sangat menurun. Turunnya realisasi kinerja tersebut disebabkan oleh
indikator angka kematian ibu yang capaian kinerjanya jauh dibawah target. Dari target 6 per
1000 kelahiran hidup, dalam tahun 2017 terdapat 12 kematian per 1000 kelahiran hidup. Hal
tersebut dipicu oleh banyaknya jumlah ibu hamil resiko tinggi yang secara medis sangat tidak
direkomendasikan untuk hamil baik karena alasan kesehatan maupun karena faktor usia. Hasil
pengukuran capaian kinerja sasaran pelayanan kesehatan yang bermutu serta mampu
menjangkau/dijangkau oleh masyarakat di Tabel 3.3 berikut.
Tabel 3.3
Rencana dan Realisasi Capaian Sasaran “Meningkatnya Kualitas Kesehatan”
No. Indikator Kinerja
Realisasi
Tahun
2016
Tahun 2017 Target
Akhir
Renstra
(2021)
Capaian
s/d 2017
(%)
Target Realisasi
Capaian
Kinerja
(%)
Kategori
1 Angka usia harapan
hidup (tahun) 73,69 73.86 73,83 99,96 SB 74.22 99,96
2.
Angka kematian
ibu (per 1.000
Kelahiran Hidup)*)
5 6 12 50 TB 4 240
3.
Angka kematian
bayi (per 1.000
Kelahiran Hidup)
7,97 11,6 9,67 119,9 SB 10 119,9
RATA-RATA CAPAIAN INDIKATOR SASARAN
*) Apabila kelahiran hidup <100.000, maka digunakan angka absolut.
Bila melihat data historis dalam kurun 2006-2017, angka usia harapan hidup selalu
mengalami peningkatan. Rilis angka harapan hidup (AHH) dari BPS berselisih 1 tahun,
namun demikian untuk realisasi tahun 2017 Angka Harapan Hidup yang tercantum dalam
data tersebut diatas diperoleh dari hasil penghitungan Dinas Kominfo Kabupaten
Gunungkidul. Capaian UHH Gunungkidul pada 2017 (BPS 2017) adalah 73,83. Data time
series AHH tersaji pada Gambar 3.1 berikut.
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
22
Sumber: BPS DI.Yogyakarta ( http://yogyakarta.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/5 )
Gambar 3.1 Angka Harapan Hidup, 2006-2017
Jumlah kematian ibu dihitung dari kejadian kematian ibu pada masa kehamilan
(Bumil), persalinan (Bulin), dan nifas (Bufas). Angka Kematian Ibu (AKI) di Kabupaten
Gunungkidul berfluktuasi dalam kurun 2005-2017 tergambar data historisnya dalam time
series pada Gambar 3.2. Jumlah kematian ibu cenderung menurun, di tahun 2011 sejumlah
14 ibu, menjadi 5 ibu di tahun 2016 dan naik menjadi 12 ibu ditahun 2017. Dibandingkan
dengan capaian Nasional, AKI di Gunungkidul lebih baik. Dibandingkan dengan capaian
Provinsi, AKI di Gunungkidul lebih rendah, namun bukan penyumbang terbanyak kasus
kematian ibu.
Sumber: Seksi Bina Kesga Bidang Kesmasy Dinkes Gunungkidul
Gambar 3.2 Kematian Ibu (Hamil, Bersalin, Nifas) Tahun 2005-2017
Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Gunungkidul berfluktuasi dalam kurun
2005-2017 seperti tergambar pada data historis yang time seriesnya seperti pada Gambar
3.3. Jumlah kasus kematian bayi kecenderungannya menurun, sejumlah 109 bayi di tahun
2011 dan 2013 turun menjadi 81 bayi di tahun 2016 dan naik menjadi 97 pada tahun 2017.
.
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
23
Sumber: Seksi Bina Kesga Bidang Kesmasy Dinkes Gunungkidul
Gambar 3.3 Kematian Bayi Tahun 2005-2017
Kondisi pencapaian angka umur harapan hidup, jumlah kematian ibu, dan angka
kematian bayi yang positif menunjukkan hasil dari program/kegiatan yang telah dilakukan,
yang menggambarkan bukan hanya peran dari pemerintah semata. Capaian ini juga
menunjukkan kontribusi penting dari pihak non pemerintah seperti swasta dan organisasi
masyarakat yang juga menjadi mitra kesehatan di berbagai jenjang.
Dari 3 (tiga) indikator pada Sasaran 1, dicapai melalui program-program sebagai
berikut:
1. Program Kesehatan Keluarga
2. Program Peningkatan Sumber Daya Kesehatan
3. Program Peningkatan Pelayanan Kesehatan
4. Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
5. Program Perbaikan Gizi Masyarakat
6. Program Pencegahan Penyakit
7. Program Pembangunan dan Peningkatan Sarana dan Prasarana Pelayanan Kesehatan
8. Program Pelayanan Jaminan Kesehatan
9. Program Peningkatan Pelayanan Laboratorium Kesehatan
10. Program Penyelenggaraan BLUD Puskesmas
11. Program Pelayanan Jaminan Kesehatan
Dalam melaksanakan ketujuh program tersebut dianggarkan sebesar Rp. 39,332,336,834,00
dalam realisasinya hanya membutuhkan anggaran sebesar Rp. 34,007,107,970,00 (86,46%)
sehingga terdapat efisiensi sebesar Rp. 5,325,228,864,- (13,54%). Dimana uraian masing-
masing program sebagai berikut Program obat dan perbekalan kesehatan mencapai 97. 37 %
hal ini jauh meningkat dari pada tahun 2016 yang hanya mencapai 41.94 %. Program upaya
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
24
kesehatan masyarakat dan perorangan pada tahun 2017 pencampaiannya 67% . Program
Kesehatan Ibu mencapai 61% , Program pengawasan makanan dan Bahan berbahaya
sebanyak 97%, Program Pengadaan, Peningkatan dan Perbaikan Sarana dan Prasarana
Pelayanan Kesehatan Puskesmas dan Jaringannya sebesar 85% dan Program pelayanan
jaminan kesehatan sebesar 82 %.
Permasalahan:
1. Panjangnya alur rujukan karena hanya ada 1 RSUD tipe C
2. Akses ke pelayanan kesehatan masih kurang sehingga terjadi ketidakseimbangan dalam
pemberian pelayanan kesehatan
3. Kurangnya distribusi tenaga medis khususnya dokter spesialis Obsgyn, Anak dan
Anaestesi
4. Masih tingginya kasus kehamilan dan persalinan wanita hamil berisiko tinggi
Solusi:
1. Mengupayakan peningkatan RSUD menjadi tipe B dan menambah RS tipe D untuk
memperpendek alur rujukan, meningkatkan akses, dan equitas pelayanan kesehatan.
2. Mengkaji Sister Hospital dan Tubel Ikatan Dinas Dokter Spesialis
3. Optimalisasi Program Kesehatan Reproduksi (Anak) Remaja melalui kemitraan dengan
Desa untuk pencegahan pernikahan dini didukung oleh Pemda dan Bupati Gunungkidul.
Sasaran 2
“Meningkatnya upaya pelayanan kesehatan”
Hasil evaluasi capaian kinerja sasaran meningkatnya upaya pelayanan kesehatan dengan
2 (dua) indikator kinerja, memperlihatkan rata-rata angka capaian kinerja sasaran sebesar 99%
dengan predikat Sangat Berhasil. Capaian Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Puskesmas pada
tahun 2017 sudah mencapai target. Dengan adanya akreditasi Puskesmas dapat meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas dan meningkatkan capaian Indeks Kepuasan
Masyarakat.
Target Puskesmas yang terakreditasi pada tahun 2017 sejumlah 10 Puskesmas. Jumlah
Puskesmas yang telah dilakukan survey akreditasi pada tahun 2016 sejumlah 12 Puskesmas,
dengan demikian sampai dengan tahun 2017 jumlah puskesmas yang terakreditasi sudah
mencapai 22. Hasil pengukuran capaian kinerja sasaran pelayanan kesehatan yang bermutu
serta mampu menjangkau/dijangkau oleh masyarakat di Tabel 3.4 berikut.
Tabel 3.4
Rencana dan Realisasi Capaian Sasaran “Meningkatnya Upaya Pelayanan Kesehatan”
No. Indikator Kinerja
Realisasi
Tahun
2016
Tahun 2017 Target
Akhir
Renstra
(2021)
Capaian
s/d 2017
(%)
Target Realisasi
Capaian
Kinerja
(%)
Kategori
1
Indeks kepuasan
masyarakat terhadap
pelayanan puskesmas
78 80,20 78,69 98 SB 85 98
2.
Persentase
Puskesmas yang
terAkreditasi (%)
100 66% 66% 100 SB 100 100
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
25
No. Indikator Kinerja
Realisasi
Tahun
2016
Tahun 2017 Target
Akhir
Renstra
(2021)
Capaian
s/d 2017
(%)
Target Realisasi
Capaian
Kinerja
(%)
Kategori
RATA-RATA CAPAIAN INDIKATOR SASARAN 99 SB 85 100
Kondisi pencapaian upaya pelayanan kesehatan yang positif menunjukkan hasil dari
program/kegiatan yang telah dilakukan, diantaranya kegiatan peningkatan mutu di
puskesmas yang bertujuan untuk keselamatan pasien (patient safety) dan perawatan
berkesinambungan (continuity of care). Penilaian indeks kepuasan masyarakat dilaksanakan
oleh Dinkes dan Puskesmas pada tahun 2017 dilakukan melalui pelaksanaan survei
kepuasan masyarakat. Time series hasil IKM dan roadmap akreditasi puskesmas seperti
terlihat pada Gambar 3.4
Sumber: Seksi Bina Kesga Bidang Kesmasy Dinkes Gunungkidul
Gambar 3.4 Hasil IKM tahun 2011-2017 dan Roadmap Akreditasi Puskesmas
tahun 2015-2018
Dari 2 (dua) indikator pada Sasaran 2, dicapai melalui program-program sebagai
berikut:
1. Program Peningkatan Pelayanan Kesehatan
2. Program Peningkatan Penyelenggaraan BLUD Puskesmas
Dalam melaksanakan kedua program tersebut dianggarkan sebesar Rp. 71,237,375,447,-
dalam realisasinya hanya membutuhkan anggaran sebesar Rp. 55,831,349,413,- (78,37%)
sehingga terdapat efisiensi sebesar Rp 15,406,026,034,- (21,63%) . Dimana uraian masing-
masing program sebagai berikut Program peningkatan BlUD Puskesmas dan Program
peningkatan layanan kesehatan. Dimana masing- masing program presentase realisasi
mencapai 78% dan 89% dari jumlah anggaran Rp. 68,987,373,047 dan Rp. 2,250,002,400.
Permasalahan:
1. Permenkes 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat mensyaratkan semua
puskesmas harus terakreditasi, namun berbagai regulasi baru untuk kelengkapan
penilaian akreditasi Puskesmas baru diterbitkan di pertengahan dan akhir triwulan tahun
2016.
2. Fluktuasi indeks kepuasan masyarakat dari tahun ke tahun belum dianalisa lebih
mendalam untuk mengetahui faktor penyebabnya.
Solusi :
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
26
1. Baik Puskesmas yang akan dan sudah terakreditasi tetap perlu melakukan perbaikan
berkelanjutan dengan mengupdate persyaratan akreditasi sesuai regulasi dan IPTEK
terbaru.
2. Perlu mempertimbangkan karakteristik responden, karena latar belakang responden
yang sangat bervariasi merupakan penyebab terjadinya fluktuasi indeks kepuasan
masyarakat. Tingkat kepuasan antara lain dipengaruhi oleh faktor latar belakang
pendidikan, sosial, ekonomi, dan budaya.
Sasaran 3
“ Meningkatnya Status Gizi Masyarakat”
Hasil evaluasi capaian kinerja sasaran meningkatnya Status Gizi Masyarakat dengan 3
(tiga) indikator kinerja, memperlihatkan rata-rata angka capaian kinerja sasaran sebesar
113,13% dengan predikat Sangat Berhasil. Hasil pengukuran capaian kinerja sasaran
pelayanan kesehatan yang bermutu serta mampu menjangkau/dijangkau oleh masyarakat di
Tabel 3.5 berikut.
Tabel 3.5
Rencana dan Realisasi Capaian Sasaran “Meningkatnya Status Gizi Masyarakat”
No. Indikator Kinerja
Realisasi
Tahun
2016
Tahun 2017 Target
Akhir
Renstra
(2021)
Capaian
s/d 2017
(%)
Target Realisasi
Capaian
Kinerja
(%)
Kategori
1 Persentase status gizi
buruk pada Balita 0,58 <0,58 0,64 90,63 SB <0,5 90,63
2. Persentase status gizi
kurang pada Balita 7,46 <7,5 6,67 112,40 SB 2,80 112,40
3. Persentase ibu hamil
dengan Kekurangan
Energi Kronis
15,68 <20 15,34 130,38 SB <20 130,38
RATA-RATA CAPAIAN INDIKATOR SASARAN 111,13 SB 111,13
Persentase status gizi buruk dan status gizi kurang di Gunungkidul berfluktuasi dalam
kurun 2005-2017 seperti tergambar pada data historis yang time seriesnya seperti pada
Gambar 3.4. Kasus balita dengan status gizi kurang dan gizi buruk dapat ditekan sehingga
kecenderungannya menurun. Status gizi buruk di tahun 2005 masih 1,21% dapat ditekan
menjadi 0,64% di tahun 2017, sedangkan status gizi kurang di tahun 2006 masih 13,55%
dapat ditekan menjadi 6,67% di tahun 2017. Kondisi status gizi yang terus membaik
menunjukkan hasil dari program/kegiatan yang telah dilakukan, yang menggambarkan
bukan hanya peran dari pemerintah semata. Capaian ini juga menunjukkan kontribusi
penting dari pihak non pemerintah seperti swasta dan organisasi masyarakat yang juga
menjadi mitra kesehatan di berbagai jenjang.
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
27
Sumber: Seksi Bina Gizi Masyarakat, Bidang Kesmasy
Gambar 3.5 Gizi Buruk, Gizi Kurang, KEK WUS
Dari ketiga indikator pada Sasaran 3, dicapai melalui 1 (satu) program yaitu Program
Perbaikan Gizi Masyarakat. Dalam melaksanakan program tersebut dianggarkan sebesar
Rp. 1,584,476,000,- dalam realisasinya hanya membutuhkan anggaran sebesar Rp.
1,469,310,100,-( 92.73%) sehingga terdapat efisiensi sebesar Rp. 115,165,900,- (7.27%).
Permasalahan:
1. Kemiskinan
Kemiskinan terkait dengan kemampuan daya beli
keluarga untuk menyediakan pangan dalam
jumlah dan kualitas yang cukup untuk memenuhi
kecukupan zat gizi anak balita. Keluarga miskin
tidak akan mampu memenuhi kebutuhan makan
anak dengan kuantitas dan kualitas yang sesuai
dengan kebutuhan anak. Kekurangan zat gizi
dalam jangka waktu yang lama mengakibatkan
anak menderita gizi buruk. Hasil penelitian di
Bangladesh mengungkapkan bahwa status
ekonomi, pendidikan ibu, pendidikan ayah,
kunjungan antenatal, usia ibu saat melahirkan dan
status gizi ibu merupakan faktor yang
menentukan terjadinya gizi buruk (Nure Alam
Siddiqi & Nuruzzaman Haque, 2011)
Gambar 3.6 Keluarga Miskin
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
28
2. Pola Asuh Keluarga
Ini terkait dengan tingkat pendidikan dan akses
informasi tentang kesehatan. Pola asuh adalah
kemampuan keluarga dalam memberikan pola
makan mulai bayi lahir sampai usia balita. Bayi
umur 0–6 bulan diberikan air susu ibu (ASI) saja
tanpa memberikan makanan dan minuman lain (ASI
Ekslusif). Anak berusia 6–24 bulan mulai diberikan
makanan pendamping air susu ibu (MP ASI). Baru
setelah umur 24 bulan, anak diberikan makanan
lengkap. Akses informasi adalah kemampuan
keluarga dalam memperoleh informasi gizi, baik
melalui media cetak/elektronik maupun informasi
dari pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, Pustu,
Posyandu dan tempat pelayanan kesehatan swasta. Gambar 3.7 “Anak” momong Anak
Kurang Energi Protein antara kelompok usia 6 sampai 24 bulan dikarenakan sejumlah
faktor termasuk rendahnya pemberian ASI eksklusif dan praktek pemberian makanan
yang buruk (Ubesie et al., 2012). Pendidikan gizi dan perubahan perilaku ibu secara
berkelanjutan sangat efektif untuk meningkatkan status gizi anak yang kurang menjadi
lebih baik (Roy et al., 2005)
Sebagian besar balita gizi buruk tidak mendapatkan ASI Eksklusif pada umur 0 – 6 bulan
tetapi diberikan susu formula serta pemberian MP ASI dan makanan lengkap terlalu dini.
Sehingga dapat mengakibatkan intoleran pada saluran pencernaan, diare dan
kelainan/radang pada saluran pencernaan yang akhirnya mengalami kesulitan makan
yang mengakibatkan berkurangnya asupan zat gizi.
Pola asuh yang salah bisa juga terjadi pada keadaan dan kebiasaan ibu sebelum dan
selama kehamilan serta pemeriksaan kehamilan yang tidak dipelayanan kesehatan
sehingga dapat menyebabkan bayi lahir rendah (BBLR) yang akan sangat mudah sekali
terkena penyakit infeksi.
3. Penyakit Kronis
Balita dengan status gizi buruk akan mudah sekali
terkena penyakit infeksi yang diakibatkan kondisi
tubuhnya lemah, begitu juga dengan balita yang
menderita infeksi akan mudah sekali status gizinya
menjadi buruk. Sebagian besar balita gizi buruk
akan disertai dengan penyakit infeksi seperti
Gantroentritis, TBC dan ISPA Pnemonia sehingga
dalam penanganan harus didahulukan pengobatan
penyakit yang diderita.
Menurut UNICEF (Unicef, 2013) penyebab
langsung gizi buruk adalah intake makan anak dan
penyakit infeksi yang diderita anak.
Gambar 3.8 Balita Gizi Buruk dengan
Kelainan
Timbulnya KEP tidak hanya karena intake makan yang bergizi kurang tetapi karena
penyakit infeksi. Anak yg mendapat makan cukup baik tetapi sering diserang diare atau
demam akhirnya dapat menderita KEP.
Gizi buruk bukan masalah kurang makan atau kelaparan saja. Penyebab gizi buruk lebih
kompleks dengan penyebab langsung berupa makanan anak yang kurang baik kuantitas
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
29
maupun kualitasnya dan penyakit infeksi seperti diare, ISPA, Pnemonia dan TBC.
Dimana semua itu juga dipengaruhi oleh faktor kemiskinan, pendidikan, pelayanan
kesehatan, kebersihan lingkungan, adat dan kebiasaan pengasuhan anak (pola asuh) dan
kepedulian masyarakat. Penanganan masalah gizi buruk tidak akan mampu diselesaikan
oleh sektor kesehatan saja tanpa adanya dukungan sektor lain yang terkait.
Kewaspadaan terhadap terjadinya gizi buruk dilakukan dengan pemantauan pertumbuhan
berat badan anak dengan menimbang secara rutin setiap bulan sejak bayi lahir hingga
umur 5 tahun dengan menggunakan KMS. Perlu diketahui bahwa ”Anak Sehat bertambah
Umur Bertambah Berat Badannya”.
Status gizi ibu akan berpengaruh terhadap asupan gizi anak dalam janin, apabila
asupannya kurang maka akan beresiko menjadi berat badan lahir rendah (BBLR). Ibu
yang sejak awal mengalami KEK (Kurang Energi Kronik) akan lebih beresiko
melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) yaitu berat badan bayi
<2500gr. Ibu yang kurang gizi sejak awal kehamilan hingga lahir akan beresiko
melahirkan anak BBLR yang juga beresiko menjadi stunting.
Anak yang menderita stunting berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih pendek saja,
tetapi juga pada kecerdasan, produktivitas dan prestasinya kelak setelah dewasa, sehingga
akan menjadi beban negara. Selain itu dari aspek estetika, seseorang yang tumbuh
proporsional akan kelihatan lebih menarik dari yang tubuhnya pendek. Masalah stunting
menunjukkan ketidakcukupan gizi dalam jangka waktu panjang, yaitu kurang energi dan
protein, juga beberapa zat gizi mikro.
Solusi:
1. Upaya yang dilaksanakan untuk
pencegahan dan penanggulangan balita gizi
buruk adalah :
a. Peningkatan kapasitas petugas dan
kader kesehatan melalui pelatihan
Pemberian Makan Pada Bayi dan Anak
(PMBA).
b. Peningkatan kapasitas petugas, kader
kesehatan dan masyarakat melalui
pelatihan pemberdayaan masyarakat
dalam penanggulangan masalah gizi,
kesehatan ibu anak, dan kesehatan
lingkungan.
c. Pemberian PMT pemulihan bagi balita
gizi buruk selama 3 bulan dan
mikronutrien.
d. Pendampingan oleh kader dan petugas
kesehatan untuk keluarga balita gizi
buruk
e. Balita gizi buruk dari keluarga miskin
yang belum mempunyai jaminan
kesehatan untuk diupayakan mendapat
jaminan kesehatan
f. Balita gizi buruk yang ditemukan di
prioritas untuk mendapatkan perawatan
di TFC/Pusat Pemulihan Gizi
Pendampingan Petugas Kesehatan
Peningkatan kapasitas petugas melalui
pelatihan pemberdayaan masyarakat
dalam penanggulangan masalah gizi,
KIA dan kesehatan lingkungan
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
30
Peningkatan kapasitas kader melalui pelatihan
PMBA
e. Mengembangkan CFC (penanganan
balita gizi buruk berbasis masyarakat)
di Puskesmas.
f. Bekerjasama dengan lintas sector
terkait untuk menjadikan keluarga
balita gizi buruk untuk menjadi sasaran
intervensi program di masing-masing
lintas sector terkait.
g. Meningkatkan peran pengurus Desa
Siaga dalam Suirveilance Gizi di
wilayahnya.
2. Penurunan angka gizi kurang disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah
pendidikan dan pengetahuan orang tua sudah meningkat terutama masalah kesehatan
dan gizi yang diperoleh melalui informasi-informasi baik melalui penyuluhan langsung
maupun dari media-media yang ada, selain itu upaya penurunan status gizi kurang telah
dilakukan yaitu dengan dukungan program upaya perbaikan gizi masyarakat (UPGK)
dengan kegiatan penimbangan balita setiap bulannya di posyandu yang disertai dengan
kegiatan-kegiatan lainnya seperti pemberian makanan tambahan baik PMT penyuluhan
maupun PMT pemulihan dan perawatan bagi penderita gizi kurang/buruk yang
memerlukan perawatan.
dPemberian PMT pada balita gizi kurang/buruk
3. Banyak faktor yang menyebabkan belum tercapainya angka ibu hamil yang kekurangan
energi kronis diantaranya adalah faktor sosial budaya terutama pada ibu muda yang baru
hamil, yang seharusnya menambah porsi makan pada waktu hamil tetapi justru
mengurangi porsi makan dengan alasan takut kegemukan sehingga mengurangi
kecantikan, hamil dibawah umur, kurangnya informasi tentang kesehatan dan gizi dan
factor ekonomi. Berbagai upaya yang dilakukan untuk menurunkan angka ibu hamil
yang kekurangan energi kronis adalah dengan penyuluhan-penyuluhan dengan berbagai
media yang dapat diterima masyarakat, pemberian PMT bagi ibu hamil yang kekurangan
energy kronis dan pelayanan kesehatan bagi ibu hamil.
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
31
Sasaran 4
“Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular
dan tidak menular”
Hasil evaluasi capaian kinerja sasaran menurunnya angka kesakitan akibat penyakit
menular dan tidak menular dengan 3 (tiga) indikator kinerja, memperlihatkan rata-rata angka
capaian kinerja sasaran sebesar 136,64% dengan predikat Sangat Berhasil. Hasil pengukuran
capaian kinerja sasaran pelayanan kesehatan yang bermutu serta mampu
menjangkau/dijangkau oleh masyarakat di Tabel 3.6 berikut.
Tabel 3.6
Rencana dan Realisasi Capaian Sasaran
“Menurunnya Angka Kesakitan Akibat Penyakit Menular Dan Tidak Menular”
No. Indikator Kinerja
Realisasi
Tahun
2016
Tahun 2017 Target
Akhir
Renstra
(2021)
Capaian
s/d 2017
(%)
Target Realisasi
Capaian
Kinerja
(%)
Kategori
1
Persentase angka
kesembuhan
pengobatan penyakit
TBC Paru (%)
76,13 85 72,25 90 SB 90 90
2. Angka Kesakitan
(Insidence Rate) DBD
(per 100.000 penduduk)
152,64 52,91 30,16 175,43 SB 33,3 33,3
3. Persentase Angka
fatalitas (Case Fatality
Rate) kasus DBD (%)
0.35 <1 0.44 100 SB 0,44 <1
RATA-RATA CAPAIAN INDIKATOR SASARAN 121,81 SB
Dari ketiga indikator pada Sasaran 4, dicapai melalui 1 (satu) program yaitu Program
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Dalam melaksanakan program tersebut dianggarkan
sebesar Rp. 2,307,902,000,00dalam realisasinya hanya membutuhkan anggaran sebesar Rp.
2,182,706,676 ,00 (94.57%) sehingga terdapat efisiensi sebesar Rp. 125.195.324(5.3%).
1. Angka Kesembuhan Pengobatan Penyakit TBC Paru
Angka kesembuhan atau cure rate adalah persentase kasus baru BTA positif yang
sembuh di antara kasus baru TB paru BTA positif yang diobati. Angka kesembuhan
berguna untuk mengetahui efektivitas OAT standar DOTS ketika diberikan kepada
pasien TB di suatu komunitas. Angka kesembuhan yang rendah merupakan indikator
awal kemungkinan kekebalan/resistensi bakteri tuberkulosis terhadap OAT standar.
Hasil capaian prosentase kasus TBC BTA positif yang diobati dan sembuh pada tahun
2017 sebesar 72% dari target yang ditetapkan sebesar 85%, dan untuk menjamin
keberlanjutan pengobatan TBC pemerintah telah memenuhi kebutuhan Obat Anti
Tuberculosis (OAT). Disamping itu pula peran PMO (pendamping minum obat) dalam
memantau keteraturan minum obat sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan
pengobatan TBC. Grafik capaian presentase pasien baru TB BTA positif yang sembuh
diantara kasus TB BTA posistif yang diobati pada tahun 2011 – 2017 tersaji pada tabel
3.6 berikut.
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
32
2. Gambar 3.10 Persentase Angka Kesembuhan (Cure Rate) TB Paru Tahun 2011-2017
Gambar 3.10 menunjukan bahwa realisasi kasus TB BTA positif yang sembuh pada
tahun 2016 sebesar 86% yang berarti bahwa dalam kurun waktu 6 tahun (2011-2016) angka
kesembuhan TB BTA positif mengalami kenaikan cukup baik. Faktor penyebab rendahnya
angka kesembuhan bisa dibagi dua pihak; penyedia pelayanan dan pengguna pelayanan
(pasien). Sejumlah faktor penghambat yang dapat mempengaruhi angka kesembuhan: (1)
Putus berobat karena merasa sudah enak; (2) Pengobatan tidak teratur karena berpindah-
pindah tempat kerja; (3) Kebosanan minum obat; (4) Pasien kurang motivasi; (5) Efek
samping obat (reaksi pada tubuh setelah minum obat).
Upaya yang telah dilaksanakan untuk mencapai target indikator
1) Penyiapan logistik, terutama Obat Anti Tuberkulosis (OAT) secara teratur,
menyeluruh dan tepat waktu
2) Meningkatkan peran PMO TB dalam memantau keteraturan berobat pasien berjalan
dengan baik
3) Public-Private-Mix, kerjasama antara institusi pemerintah dan swasta, atau institusi
pemerintah dan pemerintah, guna memperluas dan memelihara kesinambungan
strategi DOTS, terutama di UPK swasta (RS, klinik, praktek dokter umum, dokter
spesialis) yang memiliki potensi meningkatkan penjaringan kasus, CDR, maupun
pengobatan kasus TB dengan strategi DOTS.
4) Melakukan pembinaan, superfisi dan evaluasi terhadap pelayanan di UPK guna
menjaga mutu dalam pengobatan TB
5) Pencatatan dan pelaporan yang baik sehingga memungkinkan penilaian terhadap hasil
pengobatan untuk tiap pasien dan penilaian terhadap program pelaksanaan
pengawasan tuberkulosis secara keseluruhan
6) Menerapan Sistem Informasi Terpadu Tuberkulosis (SITT) sebagai langkah untuk
monitoring program TB dengan kualitas data yang lebih baik.
Permasalahan:
1) Belum semua kasus TB di masyarakat ditemukan sehingga masih banyak pasien TB
yang belum diobati, dan pastinya hal ini akan menjadi sumber penularan.
2) Adanya epidemi HIV akan meningkatkan kejadian koinfeksi TB HIV.
3) Kasus TB Multi Drug Resistance (MDR) mulai meningkat.
4) Keterbatasan sumber daya yang dimiliki dan besarnya tantangan yang ditimbulkan
akibat penyakit TB, menjadikan pengendalian TB belum dapat berjalan optimal.
5) Petugas TB hanya sebagai tugas sampiran, yang semestinya merupakan tugas pokok
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
33
6) Masih terdapat UPK (Rumah Sakit/Klinik) yang kurang berkomitmen terhadap
penanggulangan TB dengan strategi DOTS
7) Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat menyebabkan rendahnya
pengobatan dini, dan meningkatnya putus berobat
8) Stigma masyarakat, penyakit TB dianggap memalukan sehingga berusaha
menyembunyikan.
Solusi:
1) Meningkatkan Pemberdayaan Masyarakat dengan KIE
2) Meningkatkan peran PMO dalam keberhasilan pengobatan TB dengan memantau
keteraturan berobat pasien berjalan dengan baik
3) Memaksimalkan peran Pusk/Pustu/PPM/Ponpes/Praktisi Swasta (RS, klinik, praktek
dokter) yang memiliki potensi meningkatkan penjaringan kasus, CDR, maupun
pengobatan kasus TB dengan strategi DOTS.
4) Meningkatkan pengetahuan SDM terutama petugas TB, dokter dan perawat dengan
pelatihan-pelatihan.
3. Angka Kesakitan DBD (Insidence Rate)
Menurut Depkes (2005), Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dari golongan Arbovirus yang ditandai dengan demam tinggi
mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2‐7 hari,
manifestasi perdarahan (peteke, purpura, perdarahan konjungtiva, epistaksis, perdarahan
mukosa, perdarahan gusi, hematemesis, melena, hematuri) termasuk uji tourniquet
(Rumple Leede) positif, trombositopeni (jumlah trombosit ≤100.000/l, hemokonsentrasi
(peningkatan hemotokrit ≥20%) disertai atau tanpa pembesaran hati (hepatomegali).
Angka kesakitan merupakan jumlah kasus DBD per 100.000 penduduk disuatu
wilayah tertentu selama 1 tahun. Berikut Gambar 3.11 Angka kesakitan kasus DBD
Kabupaten Gunungkidul tahun 2011 s/d tahun 2017.
Gambar 3.11 Angka kesakitan Demam Berdarah Dengue Tahun 2011-2017
Gambar 3.11 menunjukkan bahwa angka kesakitan DBD per 100.000 penduduk tahun
2011 sebesar 7,3; tahun 2012 sebesar 11,5; tahun 2013 sebesar 51,9; tahun 2014 sebesar
50,6; pada tahun 2015 sebesar 65 atau sejumlah 48,6 d, tahun 2016 sebesar 82,90% kasus
DBD dan tahun 2017 sebesar 30 kasus DBD . Insidence rate periode 7 tahun terakhir (2011–
2017) mengalami kenaikan, yang berarti meningkatnya jumlah kasus. Beberapa faktor
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
34
resiko terjadinya penularan dan semakin berkembangnya penyakit DBD adalah
pertumbuhan jumlah penduduk, semakin majunya sistem transportasi sehingga mobilisasi
penduduk sangat mudah, sistem pengelolaan limbah dan penyediaan air bersih yang kurang
memadai, berkembangnya penyebaran dan kepadatan nyamuk, perubahan pola musim
hujan/curah hujan dan kemarau juga disinyalir menyebabkan risiko terhadap penularan DBD
ditambah dengan kesadaran masyarakat melaksanakan gerakan PSN masih rendah.
Seperti tergambar dalam Gambar 3.12, CFR DBD dari tahun 2011 sebesar 2,04%; tahun
2012 turun menjadi 0%; tahun 2013 sebesar 0,28%; tahun 2014 sebesar 0,53%; tahun 2015
sebesar 0,82% atau 4 kasus kematian akibat DBD, tahun 2016 sebesar 0,36% dan pada tahun
2017 sebesar 0,44%. Selama 7 tahun terakhir (2011-2017) angka kematian kasus DBD ada
kecenderungan kenaikan, namun masih dibawah target nasional <1%, hal ini menunjukkan
kecepatan dan penanganan kasus DBD di tempat pelayanan kesehatan.
Gambar 3.12 Angka kematian Demam Berdarah Dengue Tahun 2011-2017
Upaya yang telah dilakukan untuk menekan angka DBD adalah:
1. Revitalisasi Pokjanal DBD
2. Pemberdayaan masyarakat melalui Gertak PSN,
3. Pemberantasan vektor dan KIE yang terus-menerus dilakukan oleh jajaran kesehatan
didukung lintas sektor, kecamatan dan kelurahan cukup memberikan dampak yang
positif terhadap upaya penurunan angka kesakitan DBD di Kab Gunungkidul.
4. Kebijakan politik, dengan terbitnya SE Bupati Gunungkidul No.479/0482.
Permasalahan:
Mobilisasi penduduk karena membaiknya sarana dan prasarana transportasi
memungkin terjadinya penularan kasus
Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap gerakan PSN
Belum optimalnya peran Lintas Sektoral
Rendahnya angka bebas jentik
Masalah Yang Dihadapi (mencegah kematian karena DBD)
Kurang maksimalnya sarana prasarana fasilitas pelayanan kesehatan dalam
penanganan kasus DBD, terutama terkait pemeriksaan laboratorium banyak kendala
yang dihadapi
Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap gejala penyakit DBD, dianggap sakit
biasa sehingga terjadi keterlambatan dalam pengobatan.
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
35
Solusi:
Kegiatan pokok dalam program pengendalian DBD adalah:
1. Penyelidikan Epidemiologi (PE) dengan berdasarkan surat KDRS dari Rumah Sakit dll
2. Pengendalian vector, kegiatan antara lain:
a) Terhadap nyamuk dewasa, dilakukan kegiatan Fogging Fokus,.
b) Terhadap larva (Jentik)
1) Biological control, penggunaan bactivex dan penebaran ikan pemakan jentik
2) Larvasidasi, penaburan bubuk larvasida
3) Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB)
4) Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) atau Bulan Bakti Gerakan 3M Plus
c) Optimalisasi Peran Pokjanal (LS/LP untuk mendukung pengendalian DBD)
d) Optimalisasi Peran Jumantik dalam pencegahan dan pengendalian DBD
e) Peningkatan Kawasan Bebas Jentik yaitu kegiatan untuk meningkatkan kawasan
endemis DBD menjadi kawasan bebas jentik
f) Sosialisasi Gerakan 3 M melalui media masa dan eletronik (Radio Pemerintah dan
Swasta)
3. Kematian Kasus DBD (CFR/Case Fatalitas Rate)
1) Pelatihan Penatalaksanaan DBD bagi dokter, paramedic dan petugas laboratorium
puskesmas/Rumah Sakit serta Klinik
2) Kesiapan sarana Pelayanan Kesehatan menangani kasus DBD
3) Distribusi RDT (Rapid Diagnostic Tes) untuk screening/penjaringan/deteksi dini
kasus DBD
Sasaran 5
“Meningkatnya peran serta masyarakat dalam bidang
kesehatan”
Hasil evaluasi capaian kinerja sasaran meningkatnya peran serta masyarakat dalam
bidang kesehatan dengan 3 (tiga) indikator kinerja, memperlihatkan rata-rata angka capaian
kinerja sasaran sebesar 104,44% dengan predikat Sangat Berhasil. Hasil pengukuran capaian
kinerja sasaran pelayanan kesehatan yang bermutu serta mampu menjangkau/dijangkau oleh
masyarakat di Tabel 3.7 berikut.
Tabel 3.7
Rencana dan Realisasi Capaian Sasaran
“Meningkatnya Peran Serta Masyarakat Dalam Bidang Kesehatan”
No. Indikator Kinerja
Realisasi
Tahun
2017
Tahun 2017 Target
Akhir
Renstra
(2021)
Capaian
s/d 2017
(%)
Target Realisasi
Capaian
Kinerja
(%)
Kategori
1
1.Persentase rumah
tangga berPerilaku
Hidup Bersih dan Sehat
(%)
27 30 34013/12
2108 80 B 36 80
2. 2.Persentase desa siaga
min madya (%) 50 41 81/144 121,95 SB 100 121,95
3. 3.Persentase Posyandu
dengan status minimal
purnama (%)
88 86,5 1269/146
7 97,72 SB 100 97,72
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
36
No. Indikator Kinerja
Realisasi
Tahun
2017
Tahun 2017 Target
Akhir
Renstra
(2021)
Capaian
s/d 2017
(%)
Target Realisasi
Capaian
Kinerja
(%)
Kategori
RATA-RATA CAPAIAN INDIKATOR SASARAN 99,89 SB
Dari ketiga indikator pada Sasaran 5, dicapai melalui 1 (satu) program yaitu
1. Program Promosi dan Pemberdayaan Masyarakat
Dalam melaksanakan program tersebut dianggarkan sebesar Rp. 5,780,243,950,00 dalam
realisasinya hanya membutuhkan anggaran sebesar Rp. 4,740,142,470,00 (82.01%) sehingga
terdapat efisiensi sebesar Rp. 1,040,101,480,00(17.99%).
Kegiatan Meningkatnya peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan dapat dicapai
dengan kegiatan:
a. Advokasi penerapan Regulasi Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati dalam
mendukung program peningkatan peran serta masyarakat (PSM)
b. Pengembangan dusun binaan kawasan dilarang merokok
c. Pendataan PHBS tatanan Rumah Tangga
d. Advokasi penganggaran melalui APBdesa dengan mengacu pada Peraturan Bupati
Gunungkidul No 49 Tahun 2015 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bupati Gunungkidul No. 46 Tahun 2016
dan Peraturan Bupati Gunungkidul No 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Pengelolaan
ADD, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bupati Gunungkidul No. 1 Tahun
2016.
e. Regulasi Perbup no 9 tahun 2014 tentang ASI Ekslusif
f. Regulasi perbup nomor 8 tahun 2015 tentang Pedoman respon cepat Penanganan
Kehamilan, Persalinan Nifas, dan Bayi Baru lahir di Kabupaten Gunungkidul
g. Evaluasi Desa Siaga sesuai Perbup no 56 tahun 2011 tentang Pengembangan Desa
Siaga
h. Kegiatan Tilik Posyandu
i. Evaluasi strata pengembangan desa siaga
j. Evaluasi strata perkembangan posyandu
k. Advokasi dan sosialisasi Peraturan Daerah no 7 tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa
Rokok
l. Pengawasan Penerapan Peraturan Daerah no 7 tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa
Rokok oleh Satuan Tugas Pengawasan Kawasan Tanpa Rokok
m. Pertemuan Forum Desa Siaga dan didanai dari APBDes
n. Pendanaan jamban sehat bagi KK miskin dari APBDesa
o. Insentif kader posyandu dari dana APBdes di 144 desa
p. Pembinaan/refreshing kader posyandu dari APBDes dan dana BOK tahun 2016
q. Advokasi melalui kegiatan akselerasi UKS
Permasalahan:
a. Cakupan PHBS yang masih menjadi perhatian antara lain perilaku anggota keluarga
>10 tahun tidak merokok di dalam rumah, biasa mengkonsumsi buah dan sayur setiap
hari, dan ASI Ekslusif
b. Strata Desa siaga belum bisa strata madya karena belum adanya peraturan kepala desa
tentang pengembangan desa siaga
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
37
c. Strata posyandu purnama dan mandiri karena masih belum 50% anggota KK mengikuti
kegiatan dana sehat terorganisir serta belum adanya program tambahan selain kegiatan
penimbangan balita di posyandu seperti BKB, PAUD, Usila dll
Gambar 3.13 Bupati menandatangani Komitmen Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
Desa Bendungan dan Tilik Posyandu
Solusi:
a. Advokasi melalui kegiatan Pembina wilayah melalui dusun binaan dengan kegiatan
FGD/Curah pendapat langsung pada kegiatan pertemuan warga padukuhan/dasa
wisma/RT/PKK dusun
b. Advokasi kepada Kepala desa agar menerbitka Peraturan Kepala Desa tentang
pengembangan desa siaga sehingga sebagai payung hukum dalam menyusun anggaran
APBDes dalam bidang kesehatan masyarakat desa
c. Advokasi penganggarana lintas sektor terutama APBDesa dan bersinergi dengan
sumber dana lain
d. Penentuan jenis kegiatan yang berdaya ungkit tinggi dalam mendukung pencapaian
kegiatan PSM
e. Otimalisasi pemanfaatan dana BOK untuk preventif dan promotif
f. Mendorong masyarakat untuk mengikuti JKN mandiri
Keberhasilan yang diraih adalah :
1. Penghargaan tertinggi Kabupaten Sehat “Swasti Saba Wistara” untuk kedua kalinya.
2. Ksatria Bakti Husada Arutala yaitu Pembangunan Pemberdayaan Masyarakat Bidang
Kesehatan
3. Tercakupnya seluruh desa di Gunungkidul menjadi desa siaga.
4. Implementasi paradigma sehat melalui klinik sehat di Puskesmas.
5. Terlampauinya jumlah Sistem informasi/Program data baik di Dinas Kesehatan
maupun di Puskesmas.
6. Meningkatnya jumlah beberapa pelayanan kesehatan swasta berijin, seperti Rumah
sakit swasta dan kilik kesehatan.
7. Tercakupnya sasaran keluarga miskin yang belum tercakup peserta Jamkesmas dan
Jamkesos dalam Jamkesta (Buffer).
8. Terbentuknya desa siaga sehat jiwa.
9. Terbentuknya kawasan dilarang merokok (KDR).
10. Program Pasar sehat.
11. Deklarasi stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS) tingkat Kabupaten oleh
Menteri Kesehatan RI
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
38
Gunungkidul sebagai Kabupaten Pertama yang seluruh Kecamatannya mendeklarasikan
Stop Buang Air Besar Sembarangan (STOP BABS) atau Open Defecation Free (ODF),
Deklarasi oleh Menteri Kesehatan Prof Dr dr Nila Djuwita F Moeloek
Faktor-faktor yang menjadi permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan dan upaya
dalam mengatasi permasalahan adalah :
1. Letak Puskesmas yang berjauhan dan tersebar sehingga menyebabkan pembinaan dan
pemantauan memerlukan waktu yang agak lama.
Upaya dalam mengatasi permasalahan adalah dengan mengintensifkan sarana
komunikasi dan meningkatkan koordinasi secara rutin dalam bentuk rapat koordinasi
Dinas setiap tanggal 5 sehingga Dinas dapat menyebarluaskan informasi sedangkan
Puskesmas dapat memberikan masukan/usulan, disamping monitoring dan evaluasi ke
Puskesmas yang dilakukan secara berkala.
2. Sarana gedung Puskesmas/Pustu/Rumah Dinas Dokter/Rumah Dinas Paramedis yang
cukup banyak, sehingga pemantauan dan pengendalian rehabilitasi gedung kurang
maksimal.
Upaya dalam mengatasi permasalahan tersebut adalah:
a. Pemantauan dan pengendalian kegiatan rehabilitasi dimaksimalkan dengan
mengangkat kepala Puskesmas sebagai tim pengawas.
b. Memonitor kinerja konsultan pengawas agar bekerja sesuai dengan ketentuan.
c. Memberikan laporan secara berkala.
d. Mengadakan pertemuan secara periodik antara panitia penerima dan tim monitoring
Dinas membahas kegiatan rehabilitasi fisik.
3. Kejadian kasus KLB tidak dapat diprediksi dan kesiapan biaya yang belum optimal
serta kesiapan jejaring dan SDM yang belum memadai.
Upaya dalam mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan mengaktifkan System
Kewaspadaan Dini (SKD) kabupaten disamping pemantapan jejaring dan pelatihan
SDM serta usulan biaya yang siap pakai.
4. Produsen obat (BUMN) belum mampu menyediakan seluruh jenis obat DOEN untuk
PKD pada saat proses pengadaan dilaksanakan.
Upaya dalam mengatasi permasalahan tersebut adalah dilakukan alternatif pengganti
yang fungsinya sejenis (Jenis lain).
5. Masih terbatasnya jumlah sampel pangan yang diperiksa, karena terbatasnya sumber
dana.
Upaya dalam mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan melakukan pembinaan
secara berkesinambungan terutama pada pihak produsen untuk meminimalkan
terjadinya keracunan baik pada obat maupun pangan.
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
39
Beberapa faktor yang menghambat pencapaian kinerja sasaran diantaranya adalah :
1. Sumber dana dari APBD Kabupaten yang selama ini dibackup dengan dana
dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan yang pelaksanaannya di triwulan ke-IV
bersamaan dengan Anggaran Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA) APBD
menyebabkan beban kerja yang menumpuk diakhir tahun.
2. Banyak program dan kegiatan yang direncanakan dibiayai dari dana kapitasi tidak bisa
dilaksanakan karena dilaksanakan pada anggaran perubahan.
3. Dalam sebuah sistem kerja secara utuh, maka faktor SDM sangat menentukan
kelancaran pelaksanaan kegiatan. Tenaga Kesehatan sudah mengalami banyak
peningkatan baik jenis maupun jumlahnya, tetapi masih saja belum mencukupi sesuai
kebutuhan.
4. Adalah tidak tepat mengelompokkan anggaran kesehatan sebagai anggaran yang
konsumtif, namun dengan program kegiatan yang tepat sasaran dapat menjadi
anggaran yang investatif bagi penduduk Gunungkidul, karena menjadi modal dalam
rangka memperoleh SDM berkualitas (Human Capital) yang dibutuhkan untuk
pembangunan dan kemajuan Gunungkidul dimasa kini dan yang akan datang. Terlebih
dengan semakin tingginya inflasi biaya kesehatan, kebijakan Pemerintah Daerah yang
menempatkan kesehatan sebagai sektor yang prioritas akan mengurangi pengeluaran
untuk pembiayaan kesehatan (Health Expenditure) terutama yang bersifat kuratif dan
rehabilitatif.
5. Untuk mencapai derajad kesehatan masyarakat sesuai target yang ditetapkan dalam
Rencana Starategis, RPJMD, dan RPJP Bidang Kesehatan di Kabupaten Gunungkidul
diperlukan kebersamaan dan partisipasi seluruh stakeholder yaitu masyarakat, swasta
dan pemerintah yang tercermin dalam prioritas arah dan kebijakan umum Pemerintah
Kabupaten Gunungkidul. Hakekat Kesehatan seutuhnya yang meliputi aktifitas fisik,
pola makan, gaya hidup, dan pengendalian stress (bio-psiko-sosio-cultural) akan
mendukung Gunungkidul yang lebih maju, makmur dan sejahtera seperti yang dicita-
citakan.
Keberhasilan tersebut tidak terlepas dari faktor-faktor yang berpengaruh, baik sebagai
faktor yang berpengaruh. Baik sebagai faktor pendukung maupun penghambat pencapaian
tingkat keberhasilan pencapaian target kinerja sasaran antara lain :
1. Tersedianya dana khususnya dana Anggara Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Kabupaten Gunungkidul yang cukup;
2. Tersedianya sarana prasarana dan fasilitas perkantoran yang cukup memadai untuk
mendukung pencapaian kinerja;
3. Adanya koordinasi dan kerjasama internal, lintas bidang dan koordinasi eksternal, lintas
SKD dan lintas daerah yang harmonis;
4. Adanya semangat, motivasi kerja dan budaya kerja yang tinggi di Dinas Kesehatan.
B. Realisasi Anggaran
Penyerapan anggaran belanja langsung pada tahun 2017 sebesar Rp. 117.946.296.544,25
dari total anggaran yang dialokasikan. Realisasi anggaran untuk program/kegiatan utama
sebesar 92,5% sedangkan realisasi untuk program/kegiatan pendukung sebesar 7,5% dari
total realisasi anggaran. Jika dilihat dari realisasi anggaran per sasaran, penyerapan anggaran
terbesar pada program/kegiatan di sasaran Meningkatnya upaya pelayanan kesehatan (68,49%).
Sedangkan penyerapan terkecil pada program/kegiatan di sasaran meningkatnya status gizi
masyarakat (30,94%).
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
40
Anggaran dan realisasi belanja langsung tahun 2017 yang dialokasikan untuk
membiayai program/kegiatan dalam pencapaian sasaran pembangunan disajikan Tabel 3.8
Tabel 3.8 Pencapaian Kinerja dan Anggaran Tahun 2017
Sumber: Data Laporan Kinerja dan Keuangan SKPD Tahun 2017
No Sasaran Strategis
Kinerja Anggaran
Target Realisasi %
Realisasi
Pagu
(Rp) Realisasi (Rp)
%
Realisasi
1 Meningkatnya
kualitas kesehatan
73.96
73,83 99,8
16 12 240 4.828.753.017 4.578.917.326 95
11,6 9,67 94,67
2 Meningkatnya
upaya pelayanan
kesehatan
80,20 80,01 99,7 2.250.002.400 2.014.610.324 90
73,33 73,33 100
3 Meningkatnya
status gizi
masyarakat
<0,58 0,64 1,10
<7,5 6,67 0,889 1.584476.000 1.469.310.100 93
<20 15,34 0,07
4 Menurunnya angka
kesakitan akibat
penyakit menular
dan tidak menular
85 72,25 90
52,91 30,16 33,3 2.307.902.000 2.182.706.676 95
<1 0.44 <1
5 Meningkatnya
peran serta
masyarakat dalam
bidang kesehatan
30 34013/122
108 27,8 5.780.243.980 4.740.142.470 82
41 81/144 56,2
86,5 1269/1467 86,5
Jumlah 16.751.377.397 14.985.868.896 89
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2017
41
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2016
40
LKj IP menggambarkan penekanan pada manajemen pembangunan berbasis kinerja
dan perbaikan pelayanan publik, dimana setiap SKPD melakukan pengukuran dan pelaporan
atas kinerja institusi dengan menggunakan indikator yang jelas dan terukur. Bagi SKPD,
LKj IP menjadi bagian dari upaya pertanggungjawaban dan mendorong akuntabilitas publik.
Sedangkan bagi publik sendiri, LKj IP akan menjadi ukuran akan penilaian dan juga
keterlibatan publik untuk menilai kualitas kinerja pelayanan dan mendorong tata kelola
pemerintahan yang baik.
LKj IP SKPD sebagai konsekuensi pelaksanaan manajemen kinerja merupakan wujud
dukungan pertanggungjawaban sistem administrasi yang menunjukkan kemampuan
menjamin kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi yang makin andal,
profesional, efisien, efektif, dan tanggap terhadap aspirasi rakyat serta dinamika perubahan
lingkungan strategis.
Pengukuran-pengukuran kinerja telah dilakukan dan dikuatkan dengan data pendukung
yang mengurai bukan hanya pencapaian tahun 2017, namun juga melihat trend
pencapaiannya dari tahun ke tahun. Secara umum, nampak bahwa kinerja Dinas Kesehatan
pada tahun 2016 adalah sangat baik, karena dari 5 (lima) sasaran yang ditetapkan, 4 (empat)
sasaran dapat tercapai dengan kategori sangat berhasil dan 1 (satu) sasaran dengan kategori
cukup berhasil.
Dari evaluasi dan analisis atas pencapaian sasaran dan IKU yang sudah diuraikan
dalam Bab III, terlihat bahwa kerja keras telah dilakukan Dinas Kesehatan untuk
memastikan pencapaian kinerja sebagai prioritas dalam pembangunan. Namun demikian,
beberapa tantangan perlu menjadi fokus bagi perbaikan kinerja ke depan. Pertama,
walaupun beberapa IKU telah mencapai target yang sangat baik, persoalan-persoalan di
masyarakat belum sepenuhnya bisa dijawab dengan baik pula. Tantangan-tantangan ini
terutama nampak dalam kondisi terkait dengan persoalan: Bumil KEK, dari 10 Puskesmas
yang dilakukan penilaian akreditasi pada tahun 2017 baru 1 Puskesmas yang sudah keluar
hasil penilaiannya, dan lonjakan luar biasa kasus demam berdarah pada semua wilayah di
Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk Gunungkidul. Keberhasilan Gunungkidul adalah
dapat menekan kematian akibat demam berdarah. Untuk indkator kinerja Case Fatality Rate
DBD lebih tepat dipakai disbanding Angka Insidence Rate DBD.
Kedua, pentingnya koordinasi dan sinergi antar pemangku kepentingan dalam
pencapaian sasaran, tanpa koordinasi dan sinergi yang dibangun dengan sungguh-sungguh
dan berpijak pada pengakuan dan penghargaan akan kontribusi berbagai pihak ini, upaya-
upaya mencapai sasaran dan indikator kinerja akan menjadi lebih sulit untuk dicapai.
Ketiga, sebagai bagian dari perbaikan kinerja SKPD yang menjadi tujuan dari
penyusunan LKj IP, hasil evaluasi capaian kinerja ini juga penting dipergunakan oleh
instansi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Gunungkidul untuk perbaikan perencanaan
dan pelaksanaan program/kegiatan di tahun yang akan datang. Beberapa permasalahan dan
solusi yang sudah dirumuskan akan menjadi tidak punya makna jika hanya berhenti menjadi
PENUTUP BAB
IV
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Tahun 2016
41
laporan saja, namun harus ada rencana dan upaya konkret untuk menerapkannya dalam
siklus perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Hal ini akan menjadikan LKj IP benar-
benar menjadi bagian dari sistem monitoring dan evaluasi untuk pijakan peningkatan kinerja
pemerintahan dan perbaikan layanan publik yang semakin baik.