106
90 DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFI’I MA’ARIF (Tinjauan Terhadap Ideologi Negara) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) oleh: Lia Hilyah NIM: 105045201521 Dibawah bimbingan Pembimbing Dr. Rumadi, MA NIP: 196903041997031012 KONSENTASI SIYASAH SYAR’IYYAH PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2009 1430 H/2009 M

DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

  • Upload
    buimien

  • View
    219

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

90

DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFI’I MA’ARIF

(Tinjauan Terhadap Ideologi Negara)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) oleh:

Lia Hilyah

NIM: 105045201521

Dibawah bimbingan

Pembimbing

Dr. Rumadi, MA

NIP: 196903041997031012

KONSENTASI SIYASAH SYAR’IYYAH

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2009

1430 H/2009 M

Page 2: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

91

DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFI’I MA’ARIF

(Tinjauan Terhadap Ideologi Negara)

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh :

Lia Hilyah

NIM: 105045201521

KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1430 H/2009 M

Page 3: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

92

PENGESAHAN PANITIA PENGUJI

Skripsi berjudul DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFI’I MA’ARIF

(Tinjauan Terhadap Ideologi Negara) telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta pada tanggal 8 Desember 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu

syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Jinayah

Siyasah Konsentrasi Siyasah Syar’iyyah.

Jakarta, 10 Desember 2009

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, M.A, M.M. NIP. 195505051982031012

PANITIA UJIAN MUNAQASAH

1. Ketua : Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH., M.A., M.M. (…....…..……..…)

NIP: 195505051982031012

2. Sekretaris : Sri Hidayati, M.Ag (…………………)

NIP: 197102151997032002

3. Pembimbing : Dr. Rumadi, M.A (………….……..)

NIP: 196903041997031012

4. Penguji I : Sri Hidayati, M.Ag (………………...)

NIP: 197102151997032002

5. Penguji II : Drs. Heldi, M. Pd (.….…….…...….)

NIP: 196304141993031002

Page 4: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

93

Skripsi berjudul DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFI’I MA’ARIF

(Tinjauan Terhadap Ideologi Negara) telah diujikan dalam sidang Munaqasyah

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta pada 8 Desember 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Jinayah Siyasah,

KonsentrasiSiyasaSyariyyah.

Jakarta, 8 Desember 2009

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM

NIP. 195505051982031012

PANITIA UJIAN

1.Ketua : Dr. Asmawi, M.Ag (………………………)

NIP. 197210101997031008

2. Sekretaris : Sri Hidayati, M.Ag (………………………)

NIP. 197102151997032002

3. Pembimbing: Dr. Jaenal Aripin, M.Ag (………………………)

NIP. 197210161998031004

4. Penguji I : Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, M.Ag (………………………)

NIP. 197112121995031001

5. Penguji II : Khamami Zada, MA (………………………)

NIP. 150326892

Page 5: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

94

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah swt, atas berkat

dan rahmat-Nya, penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul: Dinamika Pemikiran

Politik Ahmad Syafii Maarif (Tinjauan Terhadap Ideologi Negara), dapat

terselesaikan dengan tepat waktu. Shalawat dan Salam senantiasa tercurahkan

keharibaan Nabi Muhammad saw, beserta keluarga dan para pengikutNya.

Dalam penyelesaian skripsi ini, tentunya tidak terlepas dari bantuan dan motifasi

dari berbagai pihak, baik secara personal maupun secara kelembagaan. Untuk itu,

penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya pada semua

pihak, baik yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu penulis

dalam penyelesaian skripsi ini. Maka perkenankanlah penulis menghaturkan ucapan

terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MH, MM selaku Dekan

Fakultas Syariah dan Hukum

2. Bapak DR. Rumadi, MA selaku pembimbing dalam penyelesaian skripsi ini.

Beliau dengan tulus telah memberikan bimbingan dan arahan yang sangat

berarti demi kelancaran penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Asmawi, MAg selaku ketua Jurusan Jinayah Siyasah dan Ibu Sri

Hidayati, MAg selaku sekretaris Jurusan Jinayah Siyasah.

4. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang telah memberikan ilmunya kepada penulis sehingga penulis dapat

Page 6: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

95

menyelesaikan studi di Jurusan Jinayah Siyasah Prodi Siyasah Syar’iyyah

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Abi dan Umiku tercinta, kakak dan adik-adikku tersayang, dan semua

saudaraku yang ikut berjasa dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas

dukungan dan kasih sayang kalian. Aku Begitu Menyayangi dan Mencintai

kalian semua.

6. Orang terdekat penulis Abangku (Salman). Terima kasih atas dukungan dan

motivasinya.

7. Sahabat-sahabatku Istiqomah, Rohma, Arie Zakiyah, Qie-qie, Lisa Astarina,

Susanti (Ds), Foe (Ds). Terima kasih atas dukungan dan persahabatan kalian

yang selalu menemani penulis saat suka dan duka.

8. Sahabat-sahabat Siyasah Syar’iyyah angkatan 2005. Terima Kasih atas

kebersamaan dan persahabatannya. Semoga kita dapat terus menjalani

silaturrahmi.

9. Semua teman-teman penulis di mana pun berada, yang telah memberikan

dukungan dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

10. Kepada Lembaga Institut Maarif, terima kasih atas bantuan data-data yang

telah diberikan sehingga dapat mempermudah penulis dalam penyusunan

skripsi ini.

Penulis berdo’a kepada Allah swt, semoga segala dukungan dan

bantuan yang telah diberikan kepada penulis akan mendapatkan balasannya.

Serta segala ilmu yang penulis dapatkan selama di perkuliahan dapat

Page 7: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

96

bermanfaat. Dan segala pengorbanan penulis dalam penyususan skripsi ini

dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amien…

Jakarta, 8 Desember 2009

Penulis

Page 8: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

97

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata 1 di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau

merupakan hasil jiplakan dari orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi

yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 8 Desember 2009

Lia Hilyah

Page 9: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

98

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................... i

DAFTAR ISI...............................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah………………………………………….1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah…………………………….8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………………..9

D. Tinjauan Pustaka………………………………………………...10

E. Metode Penelitian……………………………………………….11

F. Subjek Penelitian…...……………………………………………13

G. Sistematika Penulisan……………………………………………13

BAB II BIOGRAFI SYAFI'I MA'ARIF

A. Riwayat Hidup Syafi'i Ma'arif …………………………………..16

B. Pendidikan dan Karir Syafi’i Ma’arif……………………………23

C. Aktifitas Syafi’i Ma’arif…………………………………………29

D. Karya-karya Syafi’i Ma’arif…………………………………….36

E. Fase Perkembangan Pemikiran Syafi’i Ma’arif

1. Pembentukkan Intelektual Syafi’i Ma’arif.………………….40

Page 10: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

99

2. Pertumbuhan Intelektual Syafi’i Ma’arif…..………………...40

3. Perkembangan Intelektual Syafi’i Ma’arif.………………….41

4. Kematangan Intelektual Syafi’i Ma’arif….………………….41

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG IDEOLOGI DASAR NEGARA

DI INDONESIA

A. Pengertian Ideologi ……………………………………………...43

B. Bentuk-Bentuk Ideologi dan Dasar Negara yang Pernah

Berkembang di Indonesia………………………………………..44

1. Islam Sebagai Dasar Negara…………………………………..45

2. Pemahaman Negara Sekuler.………………………………….52

3. Interseksi Agama dan Negara dalam Ideologi Pancasila……..54

4. Ideologi dan Falsafah Pancasila………………………………58

BAB IV PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFI'I MA'ARIF TENTANG

IDEOLOGI NEGARA DI INDONESIA

A. Pandangan Ahmad Syafi'i Ma'arif tentang Islam sebagai Ideologi

Negara............................................................................................69

B. Pandangan Ahmad Syafi'i Ma'arif tentang Pancasila sebagai

Ideologi Negara.............................................................................79

C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka...............................................83

Page 11: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

100

D. Relevansi Pemikiran Politik Ahmad Syafi’i Ma’arif Dalam

Konteks Indonesia sekarang..........................................................85

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………………88

B. Saran……………………………………………………………..89

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………...90

Page 12: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

101

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di kalangan intelektual Muslim sejak zaman klasik hingga saat ini terdapat

tiga aliran tentang hubungan agama dan negara, yaitu: Pertama, golongan sekuler

(Barat), berpendapat bahwa agama yang tidak ada hubungannya dengan urusan

politik atau negara. Menurut aliran ini, Nabi Muhammad saw hanyalah seorang rasul

biasa seperti rasul-rasul sebelumnya, dengan tugas tunggal mengajak manusia

kembali kepada kehidupan yang mulia. Nabi tidak pernah bermaksud mendirikan

suatu negara atau pun sejenis bangunan politik lainnya. Kedua, aliran ini berpendapat

bahwa Islam memang tidak memiliki hubungan secara langsung dengan masalah

negara tetapi ia memiliki seperangkat nilai etika bagi kehidupan bernegara atau dalam

kata lain memiliki hubungan integralistik yang saling mempengaruhi melalui nilai-

nilai etika tersebut. Tokoh utama yang mewakili aliran ini adalah Muhammad Husain

Haikal.1 Ketiga, para Islamis pada umumnya berpendapat, Islam merupakan sebuah

agama yang khas. Sebab, Islam mengatur bukan hanya urusan transcendental, tapi

juga hubungan sosial, bahkan politik. Sejarah Islam juga telah memperlihatkan bahwa

Nabi Muhammad saw dalam kenyataannya merupakan pimpinan politik dan agama

1 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara; Ajaran, Sejarah dan Pemikiran (Jakarta: UI

Press, 1993), h. 3

Page 13: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

102

sekaligus.2 Namun, Nabi Muhammad saw tidak pernah menyatakan diri sebagai

seorang penguasa.

Fakta itu memberikan sebuah interpretasi bahwa politik hakikatnya hanyalah

sarana dari agama itu sendiri. Apalagi fakta bahwa sunnah Nabi maupun realitas al-

Qur'an memang tidak memberikan pola teori kenegaraan secara baku, karena al-

Qur'an memang lebih merupakan petunjuk etik bagi manusia, bukan sebuah kitab

ilmu politik. Umat Islam diberi kebebasan untuk membangun sistem politiknya sesuai

dengan tantangan zaman dan tuntunan masyarakat. Tujuan terpenting dalam al-Qur'an

lebih terarah pada upaya agar nilai dan perintah etiknya dijunjung tinggi dan bersifat

mengikat atas berbagai kegiatan sosio-politik dan sosio-kultural umat Islam. Maka

atas dasar nilai-nilai etik al-Qur'anlah, bangunan politik Islam dan bangunan sosio-

kultural wajib ditegakkan.3

Karena itu, dapat dipahami pula jika Islam akhirnya menjadi "ideologi" yang

ampuh dalam panji-panji perlawanan rakyat Indonesia ketika melawan kolonial,

penjajah dan pendatang asing yang atribut kulturnya berbeda dengan pribumi yang

mayoritas Muslim.4

Keinginan adanya cara hidup Islami dengan diberlakukannya syariat Islam di

lembaga negara disuarakan sejak sebelum Indonesia merdeka hingga pasca-

2 Dhurorurudin Mashad, Akar Konflik Politik Islam di Indonesia (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,

2008), h. 51 3 Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan; Studi tentang Percaturan dalam

Konstituante (Jakarta: LP3ES, 1996), h. 16

4 Dhurorudin Mashad, Akar Konflik Politik Islam di Indonesia, h. 53

Page 14: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

103

kemerdekaan.5 Pada awal-awal menjelang kemerdekaan Indonesia, para tokoh pendiri

bangsa Indonesia dihadapkan dengan perdebatan panjang tentang ideologi dan dasar

negara yang akan diterapkan di Indonesia. Berbagai kalangan mencoba memberikan

argumen dan menawarkan dasar negara untuk Indonesia.

Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUUPK) yang

dilantik pada 28 Mei 1945, ditugaskan untuk merumuskan bentuk negara, batas

negara, dasar filsafat negara, dan masalah-masalah lain yang perlu dimasukkan dalam

konstitusi. Para anggota BPUUPK mencoba mempertanyakan "Philosofische

Grondslang" (Landasan filosofis) bagi negara yang hendak didirikan, Soekarno dan

Moehammad Yamin merupakan tokoh yang paling siap untuk memberikan jawaban.

Soekarno dan Moehammad Yamin mengajukan lima prinsip dasar yang kemudian

dikenal dengan Pancasila. Sedangkan dari kalangan Islam yang paling bersemangat

adalah Ki Bagus Hadikusuma, seorang tokoh puncak Muhammadiyah, mengajukan

Islam sebagai dasar negara. Usul Ki Bagus ini merupakan anti-tesis terhadap usulan

Soekarno-Yamin. Dengan munculnya dua usulan yang berbeda itu, maka dimulailah

pergumulan pertama antara Pancasila dan Islam dalam sidang-sidang BPUPKI.

Dalam badan BPUPKI inilah terjadi perdebatan ideologis yang sangat tajam antara

wakil-wakil kaum Muslimin dengan golongan nasionalis-sekuler. Perdebatan itu

dengan sendirinya memanaskan keadaan politik menjelang lahirnya Indonesia.

5 Irfan S. Awwas, Trilogi Kepemimpinan Negara Islam Indonesia; Menguak Perjuangan

Umat Islam dan Pengkhianatan Kaum Nasionalis-Sekuler (Yogyakarta: Uswah, 2008), h. 33

Page 15: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

104

Sidang pertama BPUPKI diselenggarakan tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945.

Pokok bahasan sidang pertama itu membicarakan dasar (ideologi) negara yang akan

dibentuk.6 Para pemimpin Islam menginginkan agar negara didirikan di atas petunjuk

al-Qur'anul Karim dan al-Hadits shahih, sehingga Indonesia harus menjadi negara

Islam.

Sedangkan kaum nasionalis-sekuler, mengingat bahwa tidak hanya dihuni

oleh orang-orang Islam, mereka menghendaki konstruk negara Indonesia merdeka

tidak harus berdasarkan pada suatu agama tertentu (Islam), sebab jika negara yang

majemuk ini, terutama dari dimensi agama, Islam dijadikan sebagai agama resmi

negara dan sebagai dasar negara, tentu akan terjadi diskriminasi terhadap agama-

agama lain.7

Dari pihak Islam beralasan bahwa sesungguhnya mayoritas penduduk

Indonesia beragam Islam. Namun demikian, syariat Islam tidak dapat berjalan, sebab

-sebagaimana diutarakan oleh Ki Bagus Hadikusumo- tidak ada institusi formal

seperti negara yang mendukungnya. Zaman pemerintahan kolonial Belanda adalah

contoh paling tepat untuk melukiskan betapa syariat Islam tidak dapat berjalan,

kendati pun mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Lebih lanjut

Hadikusumo menjelaskan bahwa sebagian besar ajaran Islam mempunyai hubungan

langsung dengan persoalan politik.

6 Irfan S. Awwas, Trilogi Kepemimpinan Negara Islam Indonesia, h. 122 7 Bahtiar Efendy, Islam dan Negara, Transformasi Pemikiran dan Praktek Politik Islam

Indonesia (Jakarta: Paramadina, 1998), Cet. Ke-I, h. 89

Page 16: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

105

Pernyataan Ki Bagus Hadikusumo itu sepenuhnya dapat dipahami oleh pihak

nasionalis-sekuler. Namun, kelompok ini masih tidak dapat menerima gagasan negara

Islam, karena menurut Soepomo (wakil nasionalis-sekuler), Indonesia mempunyai

keistimewaan-keistimewaan tertentu. Lebih dari itu, ia juga meragukan apakah syariat

Islam tetap cukup mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat modern.

Ideologi Islam dalam pandangan mereka adalah bentuk sistem kuno yang tidak

mampu menjawab persoalan-persoalan masyarakat modern.

Setelah bergumul selama lebih kurang 21 hari, akhirnya pada tanggal 22 Juni

1945 suatu sintesis dan kompromi dapat diwujudkan antara dua pola pemikiran yang

berbeda itu. Sintesis inilah yang kemudian dikenal dengan Piagam Jakarta. Piagam

Jakarta adalah hasil kerja sebuah panitia kecil dalam BPUPKI.8 Dalam piagam ini

Pancasila diterima sebagai dasar negara, tetapi urutan silanya mengalami perubahan

letak. Sila ketuhanan disamping ditempatkan sebagai sila mahkota (pertama), juga

diberikan anak kalimat pengiring, "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi

pemeluk-pemeluknya. Piagam ini adalah hasil rumusan panitia sembilan: Soekarno,

Mohammad Hatta, A.A. Maramis, Abikusumo Tjokrosujoso, Abdul Kahar Muzakir,

Agus Salim, Achmad Subardjo, Wahid Hasjim, dan Moehammad Yamin.

Kompromi politik dalam bentuk Piagam Jakarta rupanya hanya mampu

bertahan selama 57 hari. Anak kalimat pengiring yang terdiri dari tujuh atau delapan

perkataan di atas dirasakan oleh sebagian bangsa kita belahan timur sebagai

8 Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Pancasila sebagai Dasar Negara, h. 109

Page 17: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

106

diskriminatif terhadap pemeluk agama lain. Maka demi persatuan bangsa, akhirnya

anak kalimat itu pada tanggal 18 Agustus 1945 dibuang dari pembukaan UUD 1945.

Alasan paling keras disuarakan untuk menolak pemberlakuan syariat Islam

adalah persoalan minoritas non-Muslim. Kekhawatiran minoritas non-Muslim seperti

ini pernah diungkapkan secara terbuka dan terus terang oleh seorang cendekiawan

Kristen, Th. Sumartana. Menurutnya, "Bagi umat non-Muslim, kesangsian dan

ketakutan utama mereka terhadap pemberlakuan syariat Islam adalah manakala status

kewarganegaraan mereka tereduksi menjadi sekedar "para penumpang" atau "para

tamu", bahkan lebih ngeri lagi kalau dianggap sebagai "orang asing" di negara

sendiri. Mereka ingin diakui dan diterima sebagai sesama warga negara yang setara

dengan warga negara yang lain, karena mereka juga merasa memiliki andil dalam

pendirian republik ini.

Pasca polemik Soekarno dan Natsir, perdebatan yang sama kembali muncul

pada masa Orde Baru antara tahun 1960-an sampai 1980-an di kalangan para

intelektual Muslim. Pada masa awal Orde Baru, pembangunan ekonomi lebih

diprioritaskan dari pada masalah politik. Untuk itu stabilitas merupakan prinsip

penting bagi pemerintah, pada awal dekade 1970-an pemerintah mengadakan

restrukturisasi politik dalam usaha menciutkan peran politik masyarakat untuk

suksesnya stabilitas. Bersamaan dengan depolitisasi masa lalu, pemerintahan Orde

Page 18: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

107

Baru merencanakan apa yang disebut dengan pembangunan nasional dengan

modernisasi isu sentralnya.9

Salah satu tokoh pendukung kuat gagasan negara Islam Indonesia pada masa

ini adalah Ahmad Syafii Maarif. Sebelum meneruskan kuliah ke Universitas Chicago,

pola pikir Maarif terikat oleh pemikiran tokoh-tokoh Masyumi plus Maududi dan

menjadikannya sebagai rujukan primer. Pada tahun 1976-1978, Syafii Maarif aktif

dalam MSA (Muslim Students' Association), yang masih sangat merindukan tegaknya

sebuah negara Islam di suatu negeri. Sampai meninggalkan Athens tahun 1978, masih

belum ada yang dapat ditawarkan Syafii Maarif untuk menembus kebuntuan

intelektualisme Islam. Kesamaan ideologi Maarif dengan tokoh-tokoh Masyumi ini ia

pertahankan hingga akhirnya berubah haluan setelah sampai di Chicago pada awal

1980-an.10

Periode Chicago merupakan perubahan mendasar dalam pola pemikirannya

tentang Islam, Maarif merasa sedang mengalami kelahiran kedua dalam pemikiran.

Islam baginya adalah sumber moral utama dan pertama. Al-Qur'an adalah kitab suci

dengan sebuah benang merah pandangan dunia yang jelas sebagai acuan dalam

berpolitik. Pergumulan dengan kuliah-kuliah Fazlur Rahman selama empat tahun

telah mempengaruhi sikap hidup Maarif secara mendasar.11

9Ahmad Amir Azis, Neo Modernisme Islam Indonesia; Gagasan Sentral Nurcholish Madjid

dan Abdurrahman Wahid (Jakarta: PT. Bineka Cipta, 1999), Cet. Ke-I, h. 38 10 Ahmad Syafii Maarif, Titik-Titik Kisar di Perjalanan Ku (Yogyakarta: Ombak, 2006), h.

195

11Ahmad Syafii Maarif, Titik-Titik Kisar di Perjalanan Ku, h. 224

Page 19: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

108

Menurut Syafii Maarif, sebutan negara Islam tidak diperlukan lagi. Tetapi

bahwa moral Islam harus menyinari masyarakat luas adalah sebuah keniscayaan, jika

memang Indonesia ingin menjadi sebuah negeri yang adil dan makmur. Adapun

perangkat hukum-hukum Islam dapat dikawinkan dengan sistem hukum nasional

melalui proses demokratisasi. Dalam konteks ini, Nurchalish Madjid menggambarkan

bahwa pengertian Islam hakiki bukanlah strukur atau kumpulan hukum, yang bisa

melahirkan formalisme agama, tetapi Islam sebagai pengejawantahan tauhid yang

melahirkan jiwa yang hanif, terbuka, demokratis, atau paling tidak mampu

menempatkan dirinya dalam konfigurasi pluralistik.12

Selanjutnya, untuk menjelaskan posisinya dalam masalah hubungan Islam dan

negara, Ahmad Syafii Maarif sering mengutip ungkapan Hatta "Janganlah gunakan

filsafat gincu, tampak tetapi tidak terasa, pakailah filsafat garam, tak tampak tetapi

terasa". Menurut Syafii Maarif, Pancasila yang sudah disepakati itu harus

membukakan pintu seluas-luasnya bagi masuknya sinar wahyu, sehingga tuduhan

bahwa Indonesia yang berdasarkan Pancasila tidak berbeda dengan negara sekuler

akan dapat ditangkal. Pancasila yang hanya dimuliakan dalam kata, tetapi dikhianati

dalam laku, hanyalah akan memperpanjang derita bangsa, sementara tujuan

kemerdekaan berupa tegaknya sebuah masyarakat adil dan makmur akan semakin

menjauh saja.

12 Ahmad Taufik, dkk., Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme Islam (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2005), Cet. Ke-I, h. 156

Page 20: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

109

Untuk mempelajari lebih dalam lagi pemikiran Ahmad Syafii Maarif tersebut,

penulis merasa perlu dan merasa tertarik untuk membahas hal itu dalam sebuah

skripsi dengan judul:

DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF (Tinjauan

Terhadap Ideologi Negara). Karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan

gambaran lebih jauh tentang konsep ideologi bernegara Ahmad Syafii Maarif.

B. Pembatasan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, Supaya penelitian ini lebih terarah

dan tidak menyimpang dari topik yang dipersoalkan, maka penulis membatasi

permasalahan penelitian ini pada pemikiran politik Ahmad Syafii Maarif tentang

ideologi Negara Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan yang akan di jadikan bahan

perumusan masalah oleh penulis sebagai berikut:

a. Bagaiman pemikiran politik Ahmad Syafii Maarif tentang Islam dan Pancasila

sebagai ideologi negara sebelum kuliah di Chicago dan pasca kuliah di Chicago?

b. Bagaimana hubungan Islam dan Pancasila sebagai ideologi negara Menurut

pandangan Ahmad Syafii Maarif?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Page 21: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

110

1. Tujuan Penelitian

Secara umum, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk memperoleh gambaran yang jelas pemikiran politik Ahmad Syafii Maarif

tentang Islam dan Pancasila sebagai ideologi negara.

b. Untuk mengetahui alasan-alasan ideologi Ahmad Syafii Maarif dalam bernegara.

2. Manfaat Penelitian

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu kontribusi bagi pengembangan

kajian Politik Islam di Indonesia, khususnya tentang konsep ideologi negara.

b. Karya ilmiah ini merupakan wujud kontribusi dan sumbangan pemikiran penulis

untuk almamater dimana penulis menuntut ilmu.

D. Tinjauan Pustaka

Dalam penyusunan skripsi ini yang digunakan adalah dokumen-dokumen

tertulis yang bersangkutan dengan pokok permasalahan yang akan dibahas. Langkah

ini dimaksud agar dalam proses penulisannya dilakukan kepada kepustakaan yang

sudah ada sehingga dapat dijadikan acuan dalam upaya melengkapi penulisan skripsi

ini. Adapun kepustakaan yang berhubungan dengan judul ini adalah sebagai berikut:

Page 22: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

111

Roudhonah, Pemikiran Da’wah Ahmad Syafii Maarif. Disertasi ini mengkaji

tentang cara berda’wah Ahmad Syafii Maarif yang bertujuan agar kehidupan di dunia

ini selalu berlandaskan al-Qur’an dan al-Hadits.13

Buku Islam dan Politik di Indonesia Pada Masa Demokrasi Terpimpin (1959-

1965), dalam buku ini mengkaji kritis realitas politik yang tercermin dalam tingkah

laku politik praktis partai-partai Islam pada periode demokrasi terpimpin (1959-

1965). Suatu periode singkat dalam sejarah modern Indonesia, tetapi cukup penting

dan genting bila ditempatkan dalam suatu perspektif sejarah perjuangan partai-partai

Islam di Indonesia.14

Buku Peta Bumi Intelektualisme Islam di Indonesia, buku ini mengkaji

tentang penyebab kemunduran umat Islam. Dan dalam buku ini mencoba

mengenengahkan problem tersebut melalui analisisnya yang memadukan perspektif

sosial, politik, budaya, dan sejarah yang ditekuninya.15

Buku Dinamika Budaya dan Politik dalam Pembangunan, dalam buku ini

mengkaji tentang kumpulan makalah-makalah dalam seminar yang dilaksanakan oleh

perpustakaan yayasan Hatta. Salah satu dari pengisi seminar tersebut adalah Ahmad

13 Roudhonah, Pemikiran Da’wah Ahmad Syafii Maarif (Jakarta: Program Doktor Sekolah

Pascasarjana UIN, 2008)

14 Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Politik di Masa Demokrasi Terpimpin (Yogyakarta: PT.

Pustaka Parama Abiwara, 1988) 15 Ahmad Syafii Maarif, Peta Bumi Intelektualisme Islam di Indonesia, (Bandung: Mizan,

1995)

Page 23: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

112

Syafii Maarif, beliau membahas tentang pengaruh gerakan modern Islam Indonesia

terhadap perkembangan pemikiran Islam di Indonesia dewasa ini.16

Di antara tinjauan pustaka di atas, tidak ada kesamaaan judul secara langsung

berkaitan dengan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini. Dari sini penulis

tertarik mengkaji lebih dalam tentang dinamika pemikiran politik Ahmad Syafii

Maarif (tinjauan atas ideologi negara).

E. Metode Penelitian

Untuk mencapai tujuan serta hasil yang komprehensif dan akurat, serta bisa

dipertanggungjawabkan secara moral dan intelektual, maka penulis memerlukan

metode penelitian yang mampu menjadi kerangka eksplorasi berbagai bahan dan

perangkat yang diperlukan.

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian kualitatif. Adapun sifatnya

adalah deskriptif, yaitu menggambarkan pandangan Ahmad Syafii Maarif tentang

Islam dan Pancasila sebagai ideologi negara. Penelitian ini juga merupakan penelitian

hukum yang bersifat normatif-doktriner.

2. Teknik Pengumpulan Data

16 Fauzi Ridjal, Dinamika Budaya dan Politik dalam Pembangunan, (Yogyakarta: PT. Tiara

Wacana Yogya, 1991)

Page 24: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

113

Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis dalam penelitian ini adalah Studi

dokumenter, yaitu studi yang dilakukan dengan mempelajari sumber-sumber

informasi milik obyek yang ditulis secara langsung tanpa perantara penulis lainnya.

Sedangkan untuk memperoleh data yang berkenaan dengan judul penulis

menggunakan metode pengumpulan data yang bersumber sebagai berikut: Data

Primer; yaitu buku-buku politik karangan Ahmad Syafii Maarif yang berkaitan

langsung dengan bahasan skripsi ini, di antaranya adalah buku Islam dan Pancasila

sebagai Dasar Negara; Studi tentang Perdebatan dalam Konstituante (Jakarta: Pustaka

LP3ES) Indonesia, 2006), dan buku Peta Intelektualisme Islam di Indonesia

(Bandung: Mizan, 1995).

Sedangkan data Skunder, yaitu penulis peroleh dari buku-buku yang berkaitan

dengan pembahasan penulis, yaitu berupa artikel, majalah, surat kabar, yang ditulis

oleh penulis lain yang mempunyai relevansi dengan masalah penelitian sebagai bahan

penunjang.

3. Teknik Pengolahan Data

Pengelolaan data dalam penelitian ini mengunakan teknik pengelolaan data Editing,

yaitu memeriksa, mengontrol dari pada data yang di peroleh, untuk menjamin

kemantapan terhadap data tersebut atau menjamin validitas dan reabilitas data.17

4. Teknik Analisis Data

17 Surjadi Soerdirja, Metode Penelitian Sosial (Terhadap Dan Kebijakan), Jakatra,26 Oktober 2000, h.

81

Page 25: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

114

Analisi data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis isi secara kualitatif

komparatif dengan menggunakan metode-metode penelitian deskriptif komparatif

yaitu penelitian yang berusaha memberikan uraian dan menggambarkan secara garis

besar kemudian dilakukan analisis terhadap pemikiran politik Ahmad Syafii Maarif

terhadap Islam dan Pancasila sebagai ideologi negara sekarang.

5. Teknik Penulisan Skripsi

Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku panduan penulisan

skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

(UIN) Jakarta Tahun 2008.

F. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah Ahmad Syafi’i Ma’arif, Ia adalah seorang

tokoh politik yang aktif dalam organisasi Muhammadiyyah.

G. Sistematika Penulisan

Untuk lebih jelas dan mudah dipahami pembahasan dalam penelitian ini,

penulis memaparkan sistematika penulisannya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai karya ilmiah, penelitian ini dimulai dengan

pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah. Yaitu hal-hal apa saja yang

melatar belakangi permasalahan yang dibahas. Agar masalah yang dibahas tidak

melebar pemaparannya, maka masalah tersebut dibatasi, dan kemudian dirumuskan.

Pada bab ini juga memaparkan tujuan dan manfaat penulisan, yaitu menjelaskan

Page 26: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

115

tujuan penulis melakukan penelitian, dan manfaat apa yang akan dicapai. Selanjutnya,

dala bab ini juga dipaparkan tinjauan pustaka. Dalam penelitian ilmiah harus ada

metode penelitian agar penelitian tersebut dapat terarah dan sistematis. Untuk itu,

pada bab ini penulis memaparkan metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II BIOGRAFI AHMAD SYAFII MAARIF. Dalam bab ini, penulis

membahas sejarah ringkas kelahiran dan latar belakang keluarga Ahmad Syafii

Maarif, jenjang pendidikan yang pernah dilalui. Selanjutnya aktivitas dan bagaimana

karir Maarif di dunia Islam Indonesia, dan karya-karya apa saja yang sudah

dihasilkan. Pembahasan ini diperlukan agar penulis bisa mengetahui latar belakang

keluarga Syafii Maarif, alur pemikiran, Fase perkembangan pemikiran, dan tokoh-

tokoh yang mempengaruhi pemikirannya.

BAB III TINJAUAN UMUM TENANG IDEOLOGI NEGARA. Bab ini

penulis memaparkan tentang pengertian ideologi negara, bentuk-bentuk ideologi dan

dasar negara yang berkembang di Indonesia, antara lain Islam sebagai dasar Negara,

Pengertian Negara sekuler, Interseksi agama dan Negara dalam ideologi Pancasila,

dan falsafah Pancasila.

BAB IV PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF TENTANG

IDEOLOGI NEGARA DI INDONESIA. Bab ini dimulai dari penjelasan tentang

Pandangan Ahmad Syafii Maarif tentang Islam sebagai ideologi negara dan

dilanjutkan dengan pandangan Ahmad Syafii Maarif tentang Pancasila sebagai

ideologi negara yang meliputi; Pancasila sebagai ideologi terbuka, relevansi

pemikiran politik Ahmad Syafii Maarif dalam konteks Indonesia sekarang.

Page 27: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

116

BAB V PENUTUP. Bab ini merupakan sebuah kesimpulan dari bab-bab sebelumnya

atau konklusi dari penelitian tentang pemikiran politik Ahmad Syafii Maarif tentang

ideologi negara. Bab ini juga berisi saran-saran penulis, dengan apa yang telah

penulis simpulkan

Page 28: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

117

BAB II

BIOGRAFI AHMAD SYAFII MAARIF

F. Kelahiran Ahmad Syafii Maarif

Ahmad Syafii Maarif sering di panggil dengan istilah “Buya” oleh orang yang

dekat dengannya. Istilah Buya di ucapkan kepada Syafii Maarif karena ia pantas

menyandang panggilan Buya yang memang sudah menjadi ulama yang benar-benar

alim, dan juga dikenal sebagai pendidik, sekaligus ilmuwan atau cendekiawan yang

mempunyai reputasi intelektual yang sangat tinggi. Namun Ahmad Syafii Maarif

sendiri mengatakan “tidak usahlah disebut dengan Buya, cukup dengan nama saja,

sebutan Buya masih dipermasalahkan”. Kadang Ahmad Syafii Maarif suka

memelesetkan dengan kata “Buaya”, seolah-olah mencoba menetralisasi atau ingin

membersihkan kandungan “karismatik” atau feodalistik” yang dari sebutan khas

untuk tokoh Minang itu. Lagi-lagi sikap humanis yang egaliter. Di hadapannya

apapun yang berbau “keangkeran diri” diubah menjadi hal wajar, biasa dan bahkan

lugu dan polos.18

Ahmad Syafii Maarif lahir dari pasangan Ma'rifah Rauf dan Fathiyah pada

hari Sabtu, 31 Mei 1935 di bumi Calau Sumpur Kudus "Makkah Darat", Sumatera

Barat. Sumpur Kudus "Makkah Darat" (Makkah Darek dalam bahasa Minang)

adalah ungkapan yang sering diulang-ulang tidak saja oleh kaum elit negeri Minang,

18 Abd. Rohim Ghazali dan Saleh Partaonan Daulay (editor), Refleksi 70 Tahun Ahmad Syafii

Maarif Cermin untuk Semua (Jakarta: Maarif Institute, 2005), h. 37

Page 29: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

118

rakyat jelata pun tak lupa pula menyebutnya.19

Secara kultural melambangkan sebuah

gerak perlawanan terhadap apa yang bernama kultur hitam Jahiliyah yang dikuasai

Parewa (preman) sangar daerah pedalaman.

Sewaktu kecil Syafii Maarif tidak ada cita-cita tinggi yang ingin diraih, tidak

ada angan-angan untuk jadi apa atau siapa, karena memang lingkungan nagari yang

sempit dan sederhana itu tidak mendorong orang untuk menjadi sosok melebihi orang

kampungnya. Semasa kecil Syafii Maarif, pengaruh kota belum menjalar di

kampungnya, karena televisi20

saat itu belum lagi ada. Wawasan Syafii Maarif pun

hanyalah sebatas nagari Sumpur Kudus. Dalam kehidupan sehari-hari, Syafii Maarif

bergaul dengan teman-teman sekampungnya, mengadu sapi, mengadu ayam, mengail,

menjala, menembak burung dengan senapang angin milik abangnya dan mengembala

sapi.21

Ayah Syafii Maarif lahir pada tahun 1900, Ia adalah seorang terpandang di

kampung, saudagar gambir, jauh sebelum dia diangkat menjadi kepala nagari tahun

1936. Keluarga Ahmad Syafii Maarif merupakan keluarga terhormat, ayahnya

sebagai kepala suku Melayu dengan menyandang gelar Datuk Rajo Malayu yang

jabatannya sampai wafat. Secara ekonomi, ayahnya termasuk dalam kategori elit di

kampung, tempat masyarakat mengadu tentang berbagai masalah, tidak saja

19 Ahmad Syafii Maarif, Titik-Titik Kisar di Perjalanan Ku (Yogyakarta: Ombak, 2006), h. 3

20 Televisi Republik Indonesia (TVRI) di Indonesia dimulai pada tanggal 17 Agustus 1962

dengan studionya yang sederhana di komplek Senayan Jakarta (Onong Uchyana Effendy, Dimensi

Komunikasi, Bandung: Alumni, 1981), h. 178

21 Ahmad Syafii Maarif, Titik-Titik Kisar di Perjalanan Ku, h. 82

Page 30: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

119

menyangkut masalah ekonomi, juga masalah adat dan lembaga tingkat nagari.

Pengetahuan agama ayahnya diperolehnya dengan membaca. Bahkan ayahnya cerdas,

semua orang kampung mengakui. Maarif sendiri sering menyaksikan betapa rasa

hormat masyarakat kepada ayahnya, pasti datang dengan sikap sopan sebagai

pertanda bahwa yang ditemui itu memang layak untuk itu.

Ayah Ahmad Syafii Maarif bersaudara seayah-seibu (Abd. Rauf dan Bailam)

berjumlah tujuh; Ma’rifah, Karimah, Siti Dariyah, Saidina Hasan, Bainah, Attudin

Rauf, dan Ahmad. Karimah dan Ahmad wafat sewaktu masih kecil, sementara

Saidina Hasan wafat pada 1949 di rumah sakit Sawahlunto dalam usia sekitar 32

tahun. Ayah Ahmad Syafii Maarif wafat pada tanggal 5 Oktober 1955, dimakamkan

di Tapi Selo, tanah persukuan orang Melayu. Semula ayahnya sakit di Tanjung

Ampalu, di tempat ibu tirinya bernama Mak Maran, kemudian etek Lamsiah, ibu tiri

Maarif yang lain, memboyongnya ke Tapi Selo sampai ayahnya wafat di sana. Waktu

itu ayahnya berusia 55 tahun.22

Sementara ibu Maarif bernama Fathiyah lahir di Tepi Balai pada tahun 1905

dan meninggal dunia sewaktu Maarif berusia 18 bulan. Ahmad Syafii Maarif tidak

bisa membayangkan seperti apa perawakan ibunya, seperti apa senyumannya, dan

seperti apa pula ketika dia menggendong anak-anaknya. Ahmad Syafii Maarif tidak

pernah melihat foto ibunya, hal ini menjadi sulit baginya untuk membayangkan sosok

ibunya. Ibunya wafat pada tahun 1937 dalam usia sekitar 32 tahun, sempat dua tahun

menyusuinya. Maarif tidak sempat merasakan betapa manis atau pahitnya hidup

22 Ahmad Syafii Maarif, Titik-Titik Kisar di Perjalanan Ku, h. 66

Page 31: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

120

bersama ibunya, orang mengatakan bahwa ibunya cukup cantik, tetapi Syafii Maarif

tidak pernah mengenal wajah ibunya.

Seperti wanita-wanita yang lain di Sumpur Kudus, ibunya adalah wanita yang

sering menunggang Kuda untuk menempuh perjalanana jauh. Syafii Maarif pun

menceritakannya “selagi sehat kabarnya ibuku kalau bepergian biasa naik Kuda

dengan selendang sarung bugis yang diselempangkan di bahunya, suatu kebiasaan

yang tak terlalu lazim di kampungnya. Tetapi sebagai isteri orang terkemuka pada

tingkat nagari masyarakat dapat memakluminya. Alangkah anggunnya ibuku barang

kali berada di atas punggung kuda”.23

Budaya perempuan naik kuda, berarti pula bahwa posisi perempuan di

kampung Syafii Maarif sangat terhormat, tidak kalah dengan kaum pria dan

sebenarnya kultur Minangkabau adalah matrilinial, yakni kaum perempuan secara

teori memang mempunyai posisi dominan. Apakah ini terkait ini, yang jelas ibu

Syafii Maarif bukanlah manusia yang kolot pada saat Indonesia berada di bawah

sistem penjajahan.

Ibunya telah wafat pada umur yang masih muda, sehingga Ahmad Syafii

Maarif sendiri tidak dapat menelusuri sejarahnya, hanya pusaranya yang ada tidak

jauh dari rumah tempat kelahiran Ahmad Syafii Maarif. Sesaat setelah ibunya wafat,

Syafii Maarif diberi tahu bahwa ayahnya menggendongnya ke tepi Batang Sumpur,

tak jauh dari rumah kelahirannya sebelah barat melalui pematang sawah. Sungai ini

tak pernah kering, sumber penghidupan para petani yang merupakan mayoritas

23 Ahmad Syafii Maarif, Titik-Titik Kisar di Perjalanan Ku, h. 73

Page 32: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

121

penduduk kampungnya, batang sumpur ini digambarkan sebagai “airnya jernih,

pasirnya putih, tebingnya landai, dan ikannya jinak”, sekalipun dalam kenyataannya

ketika hujan lebat airnya keruh juga, dan ikannya tidak pernah jinak, kecuali yang

sakit atau pingsan.24

Setelah ibunya meningggal, Ahmad Syafii Maarif dititipkan pada bibinya

Bainah (dipanggil etek), yang tempat tinggalnya sekitar 500 meter dari tempat

kelahirannya. Tampaknya, ayah Maarif sengaja menitipkan anaknya pada adiknya

sendiri, mungkin agar dapat diawasinya dari dekat, sebelum pergi merantau, selama

16 tahun Maarif hidup bersama bibi dan pamannya. Bibi Bainah mempunyai anak

bernama Saiful Wahid yang lahir tahun 1939. Saiful punya dua adik kandung

bernama Yusnida dan Muslim, keduanya sudah wafat dalam usia yang relatif muda,

sedangkan etek (bibi) Bainah wafat pada 1973 dalam usia belum terlalu tua.

Ahmad Syafii Maarif menikah pada tanggal 5 Februari awal tahun 1965

dengan seorang gadis bernama Nurkhalifah. Maarif menikah di rumah mertuanya

(Sarialam dan Halifah) yang dikenal dengan kawasan Mandahiling dalam sebuah

upacara sederhana. Pada saat menikah, usia Ahmad Syafii Maarif sudah berumur 30

tahun.

Ahmad Syafii Maarif memiliki beberapa orang anak, anak pertamanya

bernama Salman yang lahir di Yogyakarta pada bulan Maret 1966. Namun sayang,

Salman meninggal diusianya kurang sedikit dari 20 bulan, setelah sakit beberapa

lama di Padang. Saat itu Salman diajak ibunya pulang ke Padang dalam keadaan

24 Ahmad Syafii Maarif, Titik-Titik Kisar di Perjalanan Ku, h. 72

Page 33: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

122

kurang sehat, sedangkan Ahmad Syafii Maarif tetap di Jawa. Akhirnya Salman wafat

tidak di depan ayahnya (Syafii Maarif). Kuburan Salman di pinggir laut, sekarang

sudah tidak ada bekasnya lagi karena telah ditelan ombak.25

Dengan meninggalnya

Salman, Syafii Maarif begitu terpukul batinnya, sebagaimana diungkapkannya

“sungguh nak, kepergianmu menyebabkan batin ayah sangat terguncang, tetapi inilah

kenyataan pahit dan perih yang harus dilalui. Hanya iman saja yang dapat menolong

agar tidak terus berlarut dalam suasana ketidakstabilan jiwa.26

Anak selanjutnya

adalah bernama Iwan yang lahir pada November tahun 1968 dan ia wafat pada

Oktober tahun 1973. Anak ketiga Ahmad Syafii Maarif adalah Mohammad Hafiz

yang lahir premature dengan berat badan 2.20 kg pada 25 Maret 1974. Dari ketiga

anaknya, Hafiz merupakan anak satu-satunya yang hidup hingga dewasa. Kini Syafii

Maarif hidup dengan anak semata wayangnya bernama Mohammad Hafiz dan

isterinya Hj Nurkhalifah. Panggilan Ibu Hj.Nurkhalifh (isteri) terhadap Ahmad Syafii

Maarif yaitu dengan sebutan Kak Oncu, sebuah kebiasaan anak nagari Sumpur Kudus

memanggil suaminya berdasarkan urutan kelahiran di kalangan keluarganya. Dan

dalam perjalanan hidupnya, melalui suasana suka dan duka, perang dan damai, hanya

satu kata yang diucapkannya, yaitu bersyukur. Rasa syukur itulah yang merupakan

25 Ahmad Syafii Maarif, Titik-Titik Kisar di Perjalanan Ku, h. 185

26 Ahmad Syafii Maarif, Titik-Titik Kisar di Perjalanan Ku, h. 186

Page 34: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

123

perekat rumah tangga yang beranggotakan tiga orang tersebut: Buya, Ibu Hj.

Nurkhalifah, dan Mohammad Hafiz.27

Mohammad Hafiz sangat bangga pada ayahnya (Syafii Maarif), yang telah

memberi pelajaran secara relatif demokratis, dan liberal, dimana bertiga mempunyai

suara equal dalam menyampikan pendapat, dan kadang disertai adu argumen. Ketika

Hafiz mengobrol ringan dengan seorang teman Syafii Maarif di Padang, orang

tersebut mengatakan bahwa; “…..ayahmu itu adalah gambaran pribadi orang Minang

yang seutuhnya dan semestinya sikap yang egaliter, sederhana, adil, tegas, dan

jujur…..”28

tentulah Hafiz tidak menyangkal, apalagi Hafiz hidup di antara orang

Minang selama setahun lebih di Padang. Kesimpulan yang didapatkan mungkin

seorang Ahmad Syafii Maarif adalah salah satu segelintir orang yang dari sekian lapis

generasi Minang yang bisa mempertahankan image orang Minang yang semestinya,

setelah generasinya yang melahirkan pribadi seperti H. Agus Salim, Moh. Hatta,

Buya Hamka dan lainnya.

Di samping itu, Dalam buku Refleksi 70 tahun Ahmad Syafii Maarif kesan

yang diutarakan Moh. Hafiz tentang ayahnya (Syafii Maarif), ada dua macam fungsi,

sebagai seorang ayah dan sebagai seorang individu yang unik. Sebagai seorang ayah,

selama hidup di bawah naungan beliau, pelajaran paling berharga Mohammad Hafiz

adalah tentang tawakkal dan kesederhanaan manusianya, terutama menghadapi

27 Ahmad Syafii Maarif, Titik-Titik Kisar di Perjalanan Ku, h. 73

28 Abd Rohim Ghazali, Saleh Partaonan Daulay, Refleksi 70 Tahun Ahmad Syafii

Maarif:Cermin Untuk Semua, h.11

Page 35: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

124

kenakalan seorang anak bernama Mohammad Hafiz, bahkan sampai dewasa pun

masih bandel, keras kepala, dan tidak mau diatur.

Sedangkan sebagai seorang individu yang unik, Syafii Maarif memberikan

pelajaran bagaimana seharusnya “hablum minannas”, berhubungan dengan individu-

individu lain di muka bumi ini, yaitu dengan selalu berprasangka positif dan baik dan

menghilangkan berprasangka buruk pada orang, saling menghargai dan menghormati.

Terkadang sedikit naif, sikap agak berlawanan dengan sikap pandangan/opini

Muhammad Hafiz sendiri yang ekstra hati-hati, bahkan cenderung sarkastik terhadap

orang.29

G. Pendidikan

Dunia awal masa kecil Ahmad syafii Maarif dilewati di kampung

halamannya. Pendidikan dasar diperoleh di Sekolah Rakyat (SR) Sumpur Kudus.

Selanjutnya Ahmad Syafii Maarif melanjutkan sekolah di Madrasah Ibtidaiyah

Muhammadiyah Sumpur Kudus hingga selesai pada tahun 1947. Setelah lulus dari

Madrasah Ibtidaiyah, Ahmad Syafii Maarif melanjutkan pendidikan di Madrasah

Mu'allimin Muhammadiyah di Balai Tengah, Lintau dan selesai pada tahun 1953.

Pendidikan menengah tidak seluruhnya dihabiskan di Lintau, tetapi sebagian

dilanjutkan di Yogjakarta dan meneruskan pendidikannya di Madrasah Mu’alimin

Yogyakarta. Ternyata datang ke Jawa meneruskan pendidikan tidak semudah yang

dibayangkan. Karena ada beberapa alasan dari pihak sekolah untuk menolak Ahmad

29 Abd. Rohim Ghazali, Refleksi 70 Tahun Ahmad Syafii Maarif, h. 11

Page 36: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

125

Syafii Maarif masuk ke kelas empat, yaitu; pertama, kelas empat sudah penuh, kedua,

dari seorang guru, Syafii Maarif mendengar bahwa kualitas pelajaran di Yogya lebih

tinggi dibandingkan dengan Mu’alimin daerah lain. Jadi Ahmad Syafii Maarif akan

mengalami kesulitan bila masuk ke kelas empat. Awalnya Ahmad Syafii Maarif

merasa syok, namum Ahmad Syafii Maarif tidak bisa berbuat apa-apa dan kemudian

menganggur, jika tidak mau mengulang kelas tiga. Semua itu dihadapinya dengan

tabah, dan mengulang kuartal terakhir kelas tiga Mu’alimin,30

sehingga akhirnya

dapat tamat pada 12 Juli 1956.31

Ahmad Syafii Maarif "mendinamisasikan" dirinya,

berkat M. Sanusi Latief, ia melanjutkan pendidikannya di Madrasah Mu'allimin

Muhammadiyah Yogyakarta.32

Setelah menyelesaikan pendidikan menengahnya pada tahun 1956, Ahmad

Syafii Maarif melanjutkan pendidikannya di Surakarta, tepatnya di Universitas

Cokroaminoto Surakarta Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) atas

bantuan saudaranya.

30 Titik-Titik Kisar di Perjalanan Ku, h. 106

31 Suara Karya, Ketua Umum; Muhammadiyah Tetap sebagai Organisasi Sosial (Jakarta: 10

Juli 2000

32 Suara Karya, Ketua Umum; Muhammadiyah Tetap sebagai Organisasi Sosial (Jakarta: 10

Juli 2000

Page 37: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

126

Namun baru satu tahun kuliah bantuan itu sempat terhenti karena hubungan

pulau Jawa dan Sumatera terputus akibat pemberontakan PRRI/Permesta,33

akhirnya

Ahmad Syafii Maarif memutuskan untuk tidak melanjutkan kuliah, kemudian Ahmad

Syafii Maarif menjadi guru di desa Baturetno, Wonogiri, Jawa Tengah.34

Sambil

mengajar, Ahmad Syafii Maarif kembali melanjutkan kuliah, karena sering tidak

masuk kuliah -karna sering mengajar- akibatnya Ahmad Syafii Maarif hanya tamat

Sarjana Muda (BA) pada tahun 1964. Putus sambung kuliah sudah pernah

dirasakannya, namun karena motivasi belajar yang cukup tinggi, akhirnya ia berhasil

menyelesaikan kuliah, walau harus ditempuh sambil bekerja.35

Gelar Sarjana (Drs)

diperolehnya di Yogyakarta dari FKIS IKIP Yogyakarta pada Agustus 196836

,

dengan skripsi berjudul “Gerakan Komunis di Vietnam (1930-1954)”, dibawah

bimbingan Dharmono Hardjowidjono, dosen sejarah Asia Tenggara. Untuk teman-

teman seangkatannya, Ahmad Syafii Maarif adalah lulusan pertama.

33 PPRI adalah Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia,suatu pemerintahan tandingan

dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara(dari masyumi)sebagai Perdana Menteri, PPRI di

proklamirkan di Padang, tanggal 15 Februari 1958. Pemberontakan ini menuntut otonomi regional,

perbaikkan Duumvirate Soekarno dan Hatta, Pembentukan Senat, Penggantian Kepala Staf ABRI

Jendral Nasution dan Stafnya, dan pembatasan aktivitas PKI. Permesta adalah Perjuangan Semesta

Alam, yang bergabung dengan PPRI yang dipimpin oleh H. N. V.Sumual, Permesta diproklamirkan pada tanggal 2Maret 1957 di Makassar, Sulawesi Selatan. Bahtiar Effendy, Islam Dan

Negara:Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di Indonesia, h. 97-98

34 Ahmad Syafii Maarif, Independensi Muhammadiyah; Di Tengah Pergumulan Pemikiran

Islam dan Politik (Jakarta: Cidesindo, 2000), h. 172

35 Abd. Rohim Ghazali, Refleksi 70 Tahun Ahmad Syafii Maarif, h. Xi

36 Ahmad Syafii Maarif, Independensi Muhammadiyah di Tengah Pergumulan Pemikiran

Islam dan Politik, h. 172-173

Page 38: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

127

Dalam pengembangan akademika, Ahmad Syafii Maarif berangkat ke

Amerika, ia belajar sejarah pada Nothern Illinois University (1973) dan Ohio State

University (1980) hingga dapat gelar MA. Di Athens ia tinggal bersama teman-

temannya dari Malaysia yang juga aktivis MSA (Muslim Students’ Association) yang

masih serba belia, sementara usia Syafii Maarif sendiri sudah di atas 30 tahun.

Selama perkembangan pemikiran keislamaan Syafii Maarif di Atheans belum ada

perkembangan yang berarti, Syafii Maarif masih terpasung dalam status quo. Masih

berkutat pada ajaran maududi, Maryam Jameelah, tokoh-tokoh Ikhwan, Masyumi,

dan gagasan tentang negara Islam. Iqbal, pemikir dan penyair dari pakistan pun telah

Syafii Maarif ikuti, tetapi ruh ijtidanya belum singgah secara mantap di otak Syafii

Maarif yang masih bercorak aktivis, belum reflektif dan kontemplatif. Apalagi Syafii

Maarif aktif dalam MSA (Muslim Students Association), yang masih merindukan

tegaknya sebuah negara Islam di suatu Negeri.37

Di lingkungan MSA, ia bergaul dengan teman-teman dari Saudi Arabia,

Kuwait, Mesir, Iraq, Libia, Al-Jazair, di samping teman-teman dari Indonesia dan

Malaysia. Dari segi moral pergaulan, MSA sungguh bagus, hati-hati, dan saling

menjaga. Tidak ada di antara mereka yang larut dalam budaya serba bebas ala Barat.

Di Athens ia adalah salah seorang khatib pada hari Jum’at yang diselenggarakan di

sebuah ruangan luas di lingkungan kampus. Di Athens, lingkungan pergaulan Syafii

Maarif berada di tengah-tengah orang-orang saleh, tetapi hampir sepi dari pemikiran

37 Titik-titik Kisar di Perjalananku, h.209

Page 39: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

128

yang memungkinkan kita keluar dari kebutuhan intelektual yang sudah beradab

diderita dunia.Muslim. Teori-teori keIslaman yang bertolak dari sikap anti asing

ternyata tidak mampu menawarkan solusi bagi masalah modernitas yang semakin

sekuler kalau bukan ateistik. Sebuah paradoks berlaku di sini. Para pendukung

Maududi, Qutb, yang mengkritik Barat in toto, umumnya tidak betah hidup di

negerinya sendiri, karena berhadapan dengan penguasa yang korup, otoritarian, dan

ulama konservatif. Justru mereka memilih hidup di barat yang dijadikan sasran kritik

itu.38

Menurut Syafii Maarif, di dunia ini kita tidak boleh memakai kaca mata

hitam. Di antara mahasiswa muslim yang datang dari berbagai penjuru dunia, tidak

sedikit yang menemukan Islam setelah mereka belajar di Barat. Bahkan sebagian

mereka menjadi puritan. Di tanah airnya masing-masing belum tentu mereka

mengenal shalat dan praktik-praktik Islam lainnya, di Barat justru muncul kesadara

baru untuk mencapai Muslim yang baik. Oleh sebab itu akan lebih bijak bila orang

bersikap lapang dada saja, jangan ekstrim anti sesuatu, sebab Barat-Timur itu milik

Allah. Kearifan tidak bersifat Barat atau bersifat Timur. Orang bias saja menemukan

kearifan itu di mana saja asal di cari dengan sungguh-sungguh melalui hati dan otak

yang terbuka semata-mata karena rindu kepada kebenaran. Syafii Maarif pun berkata

Islam haruslah senantiasa bersentuhan dengan realitas. Bukan saja bersentuhan,tetapi

38 Titik-tititk Kisar di Perjalananku, h.213

Page 40: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

129

malah wajib berupaya mengubah realitas yang pengap menjadi sesuatu yang asri,

adil, dan penuh rahmat yang dapat diukur dengan parameter apa pun.39

Pada tahun 1978 diusia 43 tahun Maarif meninggalkan Athens, Di Ohio inilah

ia mendapat MA pada Departemen Sejarah dengan tesis “Islamic Politics Under

Guided Democracy in Indonesia” (1959-1965) dibawah bimbingan Prof. William H.

Frederick, Ph.D, seorang ahli Indonesia dan sejarah Jepang yang teramat baik

terhadapnya.

Dari sinilah Ahmad Syafii Maarif mengikuti ke mana tapak kaki melangkah

sampai mencapai puncak prestasi akademik, Ph.D (Doctor of Philosophy), dari

negara yang mengklaim dirinya sebagai "bapak Demokrasi", Amerika Serikat,

tepatnya di University of Chicago (Desember 1983)40

dalam usia 47 tahun. Tidak

mudah bagi Maarif untuk meneruskan belajar ke Universitas Chicago, sekalipun ia

sudah diterima untuk program Ph.D dalam Pemikiran Islam. Bantuan sahabatnya M.

Amien Rais, sungguh menjadi penting bagi Maarif untuk bisa belajar Islam ke

kampus “orientalis” itu. Professor Frederick turut membantunya untuk mendapatkan

beasiswa dari Ford Foundation dan USAID melalui perwakilannya di Jakarta.

Akhirnya dengan bantuan banyak pihak, beasiswa itu bisa ia dapatkan. Pada saat-saat

awal itu tidak terbayang dalam otakknya bahwa Chicago akan mengubah secara

fundamental sikap intelektualnya tentang Islam dan kemanusiaan. Gelar Ph.D dalam

39

Titik-titik Kisar di Perjalananku, h.214

40 Ahmad Syafii Maarif, Mencri Autentisitas, h. Sampul

Page 41: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

130

bidang pemikiran Islam diselesaikan pada tahun 1983 dengan disertasi “Islam as the

Basic of State; A Study of the Islamic Political Ideal as Reflected in the Cinstituent

Assembly Debates in Indonesia” dibawah bimbingan Prof. Dr. Fazlur Rahman.41

Meskipun Syafii dibesarkan dalam tradisi akademik di negara superpower, namun

kritiknya terhadap kebijakan politik luar negeri dari negara adikuasa, misalnya

Amerika yang dianggap kurang fair dan cenderung “berat-sebelah” terhadap negara-

negara Muslim, tak pernah luntur.

Sebelum mencapai "puncak-puncak" di atas, Ahmad Syafii Maarif melakukan

perjalanan dan pengembaraan dari satu daerah ke daerah yang lain disertai berbagai

interupsi dalam kehidupannya. Antara rantau dan alam, dalam sosok Ahmad Syafii

Maarif, selalu terlibat dalam dialog secara terus-menerus disertai dengan sikap kritis

"Alam terkembang jadi guru". Proses atau "struktur pengalaman" inilah yang

membentuk sosoknya sebagai manusia bebas dan merdeka.

H. Aktivitas

Sebagai anak panah Muhammadiyah, tidak lama setelah tamat Mu’allimin,

Syafii Maarif berangkat ke Lombok dalam usia 21 tahun. Syafii Maarif datang ke

Lombok Timur pada 19 Agustus 1956 dan mengajar pada 21 Agustus 1956. Ia

ditempatkan di kampung Batuyang, di rumah Subki, adik kandung H. Harist yang

41 Ahmad Syafii Maarif, Peta Bumi Intlektualisme Islam di Indonesia (Jakarta: Mizan, 1995),

cet. 111, h, 5

Page 42: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

131

juga sebagai kepala desa. Ia mengajar pada PGA Muhammadiyah Pohgading yang

terletak di pinggir sungai.

Pada tahun 60-an di samping mengajar di Baturetno, Maarif juga mengajar di

kota Solo. Di Madrasah Mu’alimat NDM pimpinan pak Duhardi, SMA MIS (Modern

Islamic School) pimpinan pak Abdul Manna Kadim. Mata pelajaran yang Maarif asuh

umumnya sama dengan yang di Baturetno yaitu Bahasa Inggris dan Bahasa

Indonesia. Cukup lama Maarif bolak-balik Solo-Baturetno dengan kereta api. Pada

saat itu Maarif naik kereta api dari Pasar Pon terus melaju ke Baturetno dengan jarak

52 km. Kereta api Solo-Baturetno adalah kendaraan para pedagang kecil(bakul), anak

sekolah, dan rakyat umumnya. Syafii Maarif termasuk dalam katagori yang terakhir.

Semua ini Syafii Maarif jalani tanpa perasaan gelisah yang mengganggu, karena cara

inilah satu-satunya jalan bagi Maarif untuk meneruskan kuliah di Solo: Universitas

Cokroaminoto.

Pada tanggal 1 Juni 1967 Ahmad Syafii Maarif diangkat menjadi pegawai

negeri dengan jabatan asisten perguruan tinggi. Sebagai asisten, Ahmad Syafii Maarif

diberi tugas mengajar sejarah Indonesia kuno pada FKIS IKIP Yogyakarta, di

samping juga menjadi asisten sejarah Islam pada Fakultas Syariah dan Tarbiyah UII

(Universitas Islam Indonesia) Pada tahun 1966 Ahmad Syafii Maarif diterima

menjadi sebagai korektor majalah Suara Muhammadiyah (SM), pimpinan alm. H.A.

Page 43: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

132

Basuni, B.A dan alm Mohammad Diponegoro. Di samping sebagai korektor majalah,

Ahmad Syafii Maarif juga dipercayakan mengurus iklan untuk majalah.42

Bakat menulis Ahmad Syafii Maarif banyak disalurkan melalui suara

Muhammadiyah. Bermacam topik yang ia tulis, tetapi umumnya menyangkut

masalah agama, sejarah, dan politik. Sewaktu bekerja pada Suara Muhammadiyah, ia

pun pernah menjadi anggota PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) cabang

Yogyakarta. Setelah sekian lama menjadi korektor, posisi redaksi kemudian diberikan

kepada Ahmad Syafii Maarif sampai ia berhenti bekerja di sana karena beliau mau

berangkat ke Amerika Serikat pada Juli 1972.

Setelah pulang dari Chicago, Maarif kembali ke Indonesia dan mengajar pada

jurusan sejarah FPIPS IKIP Yogyakarta (sekarang FIS Universitas Negeri

Yogyakarta). Pada tahun 1984 IAIN membuka program Pasca Sarjana. Maarif

diminta sebagai salah seorang tenaga pengajar. Tugas ini ia emban selama beberapa

tahun. Tahun 1986 selama 100 hari Maarif diminta untuk mengajar studi keislaman di

Universitas OIWA. Saat itu Ahmad Syafii Maarif dan Prof. Barnadib, mantan Rektor

IKIP, sama-sama berangkat ke Universitas yang sama.

Aktivitas lain Ahmad Syafii Maarif adalah di Muhammadiyah. Sejak tahun

1985 atas dorongan M.A. Rais, Maarif diminta aktif sebagai anggota Majelis Tabligh

PP Muhammadiyah yang dipimpinnya. Sebagai alumnus Madrasah Mu’allimin, tentu

tidak sulit bagi Maarif untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan tabligh ini.

Sebelumnya sewaktu bekerja pada majalah SM, Maarif pun pernah menjadi anggota

42 Ahmad Syafii Maarif, Titik-Titik Kisar di Perjalanan Ku, h. 173

Page 44: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

133

Majelis Pustaka PP Muhammadiyah pimpinan H.A. Basuni, BA. Dalam berkiprah

pada Majelis Tabligh ini Maarif mulai berkunjung ke daerah-daerah. Majelis

pimpinan M. A. Rais ini sangat aktif dalam menjalankan misi da’wahnya, tidak saja

secara lisan, penerbitan pun digalakkan.

Ahmad Syafii Maarif selama 2 tahun (1990-1992) bertugas di UKM

(Universitas Kebangsaan Malaysia). Proses keberangkatan Maarif ke Malaysia

dimulai dari informasi dari Dr. Ir. Imaduddin Abdul Rahim, tokoh pergerakan Islam

yang bersahabat dekat dengan Anwar Ibrahim. Imaduddin memberitahukan bahwa

pihak UKM memerlukan tenaga dosen dari Indonesia dengan kualifikasi Ph.D dalam

kajian Islam. Ijazah Maarif dari Chicago memang dalam bidang itu. Di UKM Maarif

diberi tugas untuk mengajar mata kuliah sejarah perang Salib, Islam dan Perubahan

Sosial di Asia Tenggara. Ia juga merupakan dosen tamu di Institute of Islamic studies,

universitas McGill, Kanada (1993-1994). Di samping terkenal sebagai seorang

pengajar, Ahmad Syafii Maarif juga dikenal sebagai seorang penulis yang aktif.

Tulisannya banyak dimuat di berbagai media masa baik berupa Jurnal, Majalah

seperti Panji Masyarakat, Suara Muhammadiyah, Dermaha, Ishlah dan Genta, Surat

Kabar seperti Mercu Suar, Abadi, Adil dan kedaulatan rakyat. Bentuk tulisannya

yang lain dituangkan alam bentuk buku yang juga sudah diterbitkan oleh berbagai

badan penerbit.

Pada Muktamar tahun 2000 di Jakarta, Ahmad Syafii Maarif kemudian

terpilih untuk memimpin Muhammadiyah untuk periode 2000-2005. Selama

kepemimpinan Ahmad Syafii Maarif di Muhammadiyah, banyak terobosan baru yang

Page 45: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

134

belum pernah dilakukan pada periode kepemimpinan sebelumnya. Jika pada periode

sebelumnya Muhammadiyah lebih banyak tampil dan dikenal sebagai gerakan

da’wah, pendidikan, dan amal usaha sosial, maka pada era Syafii Maarif,

Muhammadiyah lebih mewarnai percaturan bangsa dan menjawab tantangan

perkembangan dunia. Dorongan beliau untuk membubuhkan dan memberikan ruang

pada lahirnya pemikiran kritis di Muhammadiyah, intensifnya hubungan antar umat

beragama dan ormas Islam lainnya, keterlibatan yang sangat aktif dalam gerakan

Moral Anti Korupsi, serta partisipasi aktifnya dalam berbagai forum dialog dunia

untuk memecahkan berbagai persoalan kemanusiaan adalah di antara beberapa

terobosan yang sangat terasa signifikansinya.

Di era Ahmad Syafii Maarif, posisi Muhammadiyah yang mengambil jarak

dari semua partai politik dan tidak terlibat pada politik praktis juga kembali

ditegaskan. Hal itu terumuskan lewat Tanwir Makassar pada Juni 2003 yang tidak

mendukung partai dan calon presiden tertentu. Bahkan, di saat tokoh-tokoh bangsa

dan ormas Islam lainnya larut dan tergoda pada perebutan “kue” kekuasaan, Syafii

Maarif justru tidak bergeming dan tetap konsisten dengan perannya sebagai

pemimpin umat dan guru bangsa. Hal ini tentu saja berangkat dari keyakinan beliau

selama ini, bahwa Muhammadiyah pada dasarnya adalah gerakan pemikiran, sosial,

dan da’wah. Jadi, Muhammadiyah bukan gerakan politik yang bisa dijadikan untuk

dijadikan alat untuk merebut kekuasaan.43

43Abd Rohim Ghazali dan Saleh Partaonan Daulay, Muhammadiyah dan Politik Islam

Inklusif, h. 116-117

Page 46: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

135

Kesan yang diperoleh Ahmad Syafii Maarif dalam menjalankan tugas sebagai

ketua PP Muhammadiyah dengan sebanyak mungkin kegiatannya adalah: 1)

Muhammadiyah dengan segala kelemahannya masih berada di papan atas. Tapi bila

parameter yang digunakan adalah cita-cita al-Qur’an untuk menciptakan sebuah

masyarakat Indonesia yang bermoral, Muhammadiyah masih juga berada di awal

jalan, suasana seperti ini memang memprihatinkan. Tentu untuk bergerak ke sana

merupakan tanggung jawab semua kekuatan bangsa dengan pimpinan pemerintah

yang juga harus bermoral.44

2) Pada sisi lain Syafii Maarif menggambarkan bahwa

isu-isu pembaharuan dikerjakan Muhammadiyah barulah sekedar menyentuh jenis

ijtihad pinggiran, sementara jenis ijtihad di luar itu belum disentuh bayak oleh

Muhammadiyah. Lebih jauh dikatakan bahwa secara intelektual Muhammadiyah

tidak tau betul apa yang harus dikerjakannya.45

3) Yang menjadi sorotan adalah

karena Muhammadiyah menyebut dirinya sebagai gerakan Islam, gerakan da’wah

amar ma’ruf nahi munkar. Rumusan semacam ini mengisaratkan tanggung jawab

yang besar sekali, sementara energi Muhammadiyah lebih banyak terkuras oleh kerja-

kerja sosial kemasyarakatan. 4) Dalam berbagai forum Syafii Maarif sering

mengatakan bahwa di bidang pendidikan dan kesehatan, Muhammadiyah hanyalah

sebagai pembantu pemerintah, tidak lebih dan tidak kurang. 5) Muhammadiyah

belum mampu menawarkan sistem alternatif, baik untuk pendidikan, kesehatan

44 Ahmad Syafii Maarif, Titik-Titik Kisar di Perjalanan Ku, h. 348

45 M. Yunan Yunus, Teologi Muhammadiyah Cita Tajdid dan Realitas Sosial (Jakarta:

Uhamka Press, 2005), h. 72

Page 47: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

136

maupun dalam bidang-bidang kemanusiaan lain yang selalu memerlukan perhatian

khusus.

Selanjutnya, Ahmad Syafii Maarif adalah salah seorang yang mempunyai

prakarsa untuk mendirikan Maarif Institute for Culture and Humanity. Lembaga ini

didirikan di Jakarta pada tahun 2002 dan secara resmi berdiri pada tanggal 28

Februari 2003. Adapun salah satu misi Maarif Institute adalah memperjuangkan

percepatan proses konsolidasi demokrasi di Indonesia dengan memperkuat peran dan

fungsi civil society, legislative dan eksekutif serta mendorong proses resolusi konflik,

mediasi dan rekonsiliasi.46

Ahmad Syafii Maarif adalah tokoh yang menghindari politik praktis, Ia

menjadi Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah lebih kurang tujuh tahun dan tidak

pernah terjun ke politik praktis, baik itu menjabat jabatan publik, mencalonkan

ataupun bergerak melalui partai politik.

Pemikiran Ahmad Syafii Maarif merupakan khazanah intelektual yang sangat

berharga, karena gagasan-gagasannya tidak dapat dilihat semata-mata sebagai

renungan intelektual dari tokoh yang berada di atas menara gading, sebab mereka

menulis dalam konteks sebuah pergerakan sosial, keagamaan dan politik di Indonesia

dimana beliau terlibat secara intens dan serius sebagai pelaku utama yang bergerak di

luar sistem praktis yang mencurahkan segenap perhatiannya sebagai pelaku yang

menyerukan pergerakan moral dan memberikan masukan-masukan yang bermanfaat

bagi bangsa Indonesia.

46 Raja Juli Antono, Laporan Tahunan (Jakarta, Maarif Institute, 2000-2007), h. 4

Page 48: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

137

I. Karya-Karya

Ahmad Syafii Maarif adalah seorang penulis yang produktif, mulai belajar

menulis semenjak masih sekolah di Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah

Yogjakarta tahun 1950-an, diteruskan sampai sekarang setelah batang usianya di atas

setengah abad.47

Sebagian karangannya adalah mengenai Islam. Tulisan-tulisannya

diterbitkan pada artikel-artikel yang bertebaran di media masa, seperti surat kabar

(Mercu Suar, Abadi, Adil dan Kedaulatan Rakyat), majalah (Panji Masyarakat, Suara

Muhammadiyah, Dermaha, Islah, Gatra dan Genta) dan jurnal (Informasi, Sigma Pi

Gama dan Mizan).48

Beberapa bukunya telah diterbitkan oleh penerbit terkenal.

Sampai kini, Ahmad Syafii Maarif telah menghasilkan berbagai karya. Segudang

“produk pemikirannya”, dan jejak langkah yang telah digoreskan, merupakan hasil

dari sebuah proses yang panjang, berliku, bahkan penuh onak duri. Kesulitan dan

tantangan hidup telah dibacakan sebagai peluang untuk bergerak terus tanpa henti.

Puluhan buku telah lahir dari tangan seorang anak udik yang semula tidak punya cita-

cita besar dan muluk-muluk. Tugasnya sebagai ketua PP Muhammadiyah yang

diembannya selama tujuh tahun (1998-2005) telah membawanya ke pusaran

perkembangan politik, sosial, dan budaya secara nasional dan internasional. Periode

ini adalah titik-titik krusial dalam transformasi republik ini, dan Ahmad Syafii Maarif

47 Ahmad Syafii Maarif, Peta Bumi Intelektual Islam, h. 5

48 Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Pancasila sebagai Dasar Negara (Jakarta: LP3ES, 2006),

h. sampul akhir

Page 49: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

138

di antara anak bangsa yang ikut mengambil peran. Di antara karya-karya Ahmad

Syafii Maarif adalah:

1. Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan (Bandung: Mizan,

2009).

2. Menerobos Kemelut Refleksi Cendekiawan Muslim (2006).

3. Titik-Titik Kisar di Perjalanan Ku (Yogyakarta: Ombak, 2006).

4. Menggugah Nurani Bangsa (2005).

5. Mencari Autentitas dalam kegalauan (Jakarta: PSAP, 2004).

6. Independensi Muhammadiyah di Tengah Pergumulan Pemikiran Islam dan

Politik (Jakarta: Cidesindo, 2000).

7. Islam dan Politik Membingkai Peradaban (1999).

8. Islam Kekuatan Doktrin dan Keagamaan Umat (1997).

9. Keterkaitan antara Sejarah, Filsafat, dan Agama (Yogjakarta: Institut

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yogyakarta, 1997).

10. Islam dan Politik; Teori Belah Bambu Masa Demokrasi Terpimpin (Jakarta:

Gema Insani Press, 1996).

11. Muhammadiyah dalam Konteks Intelektual Muslim (Bandung: Mizan, 1995).

12. Membumikan Islam (1995).

13. Percik-Percik Pemikiran Iqbal (Shalahuddin Press, 1994).

14. Peta Bumi Intelektualisme Islam di Indonesia (Jakarta: Mizan, 1994).

15. Islam dan Politik di Indonesia (1988).

16. Al-Qur’an, Realitas Sosial dan Limbo Sejarah (Bandung: Pustaka, 1985).

Page 50: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

139

17. Islam dan Masalah Kenegaraan; Studi tentang Percaturan dalam Konstituante

(Jakarta: LP3ES, 1985).

18. Dinamika Islam (Shalahuddin Press, 1984).

19. Islam, Mengapa Tidak? (Shalahuddin Press, 1984).

20. Islam, Politik dan Demokrasi di Indonesia dalam Aspirasi Umat Islam

Indonesia (Jakarta: LEPPENAS, 1983).

21. Mengapa Vietnam Jatuh Seluruhnya ke Tangan Komunis (Yogyakarta:

Yayasan FKIS IKIP Yogyakarta, 1975).

Tulisan-tulisan Ahmad Syafii Maarif sampai saat ini masih terus mengalir,

terutama yang selalu diterbitkan pada kolom Resonasi Republika (bergantian dengan

penulis lainnya). Dan tulisan-tulisannya sangat beragam, tidak hanya tentang

keislaman, namun juga mencakup tentang keindonesiaan dan kemanusiaan. Ahmad

Syafii Maarif adalah satu dari sedikit cendekiawan Muslim Indonesia yang secara

serius memikirkan nasib bangsanya. Melalui tulisan-tulisannya, Ahmad Syafii Maarif

ingin berbagi kegelisahan sekaligus mengajak untuk mengatasinya, kepada semua

anak bangsa.

Abd. Rohim Ghazali mengatakan bahwa, sejauh ini gagasan yang paling

menonjol dari Ahmad Syafii Maarif adalah kegetolannya dalam merelevansikan

realitas obyektif umat Islam yang ada dalam sejarah dengan doktrin-doktin suci Islam

baik dalam al-Qur’an maupun dalam Hadits. Untuk upaya ini, setidaknya Ahmad

Syafii Maarif telah menulis tiga buku; 1) Al-Qur’an, Realitas Sosial dan Limbo

Page 51: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

140

Sejarah (1985). 2) Membumikan Islam (1995). 3) Islam, Kekuatan Doktrin dan

Keagamaan Umat (1997).

Dalam tulisan-tulisannya, Ahmad Syafii Maarif tampaknya memiliki satu

obsesi akan tampilnya Islam sebagai agama yang memiliki kekuatan transformasi

bagi kehidupan umat. Sayangnya, diakui oleh Ahmad Syafii Maarif, obsesinya itu

masih jauh “panggang dari api”.49

Kiranya melalui karya-karyanya, Ahmad Syafii Maarif ingin mengajak bangsa

Indonesia khususnya, dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya hendaknya

berdasarkan pada al-Qur’an dan Hadits, politik harus dibangun sesuai dengan

moralitas al-Qur’an. Demikian juga dengan kegiatan kehidupan di dunia ini, segala

kegiatannya kendaknya berlandaskan al-Qur’an dan Hadits Rasulullah saw, seperti

dalam ukhwah islamiyah, yaitu persaudaraan Islam, dari manapun kita berasal, tetapi

terikat sesaudara seagama Islam, bukan dengan masih mementingkan golongan dan

budaya masing-masing.

Kini, Di usia senjanya, bersama istrinya Ny. Hj. Nurkhalifah, sebagai sumber

inspirasinya dalam “perang dan damai” dan anak semata wayangnya, Mohammad

Hafiz, Ahmad Syafii Maarif tetap menikmati hari-harinya. Ahmad Syafii Maarif

berharap di sisi hidupnya, ia mampu menghasilkan karya-karya besar tentang Islam

dan kemanusiaan. Dapat dipastikan bahwa karya itu kelak akan memberikan

sumbangan besar bagi peradaban.

49 Abd. Rohim Ghazali dan Saleh Partaonan Daulay, Muhammadiyah dan Politik Islam

Inklusif, h. 20

Page 52: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

141

E.Fase Perkembangan Pemikiran Syafii Maarif

1. Pembentukan Intelektual

Pembentukan Intelektual terjadi pada waktu Syafii Maarif belajar Di

Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah di Balai Tangan, Lintau, selama menganggur

selam tiga tahun pasca Syafii Maarif. Dengan modal pendidikan Mu’allimin, Syafii

Maarif telah berani berpidato di depan publik kampong yang jumlahnya terbatas.

Bahkan lebih dari itu, Syafii Maarif sudah berani pula memberi ceramah di tempat-

tempat lain. Dengan bekal ilmu agama yang serba sedikit, sebagai pemula, Syafii

Maarif telah berani berdebat di masjid menghadapi kaum elit Sumpur Kudus dengan

semangat tinggi. Topik perdebatan tidak melebihi masalah-masalah khilafiah di

tingkat kampung. Paham agama Muhammadiyah yang telah dipompakan ke dalam

otak dan hatinya sejak masih belajar di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Sumpur

Kudus telah menjadi modal Syafii Maarif untuk berkayuh lebih jauh, sampai ke

puncak karier akademiknya.50

2. Pertumbuhan Intelektual

Pertumbuhan Intelektual terjadi setelah meneruskan pelajaran ke Madrasah

Mu’allimin Jogjakarta. Wawasan semakin luas, tetapi nalurinya sebagai seorang

“Fundamentalis” belum berubah. Bahkan sampai Syafii Maarif belajar sejarah pada

Universitas Ohio di Athens, Amerika Serikat, paham agamanya belum banyak

mengalami perubahan. Cita-cita politik Syafii Maarif tetap saja ingin menaklukan

50Ahmad Syafii Maarif, Titik-titik Kisar di Perjalananku, h. x

Page 53: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

142

Indonesia agar menjadi Negara Islam, padahal batang usianya ketika itu sudah di atas

40 tahun.

3. Perkembangan Intelektual

Perkembangan Intelektual Syafii Maarif terjadi di lingkungan Kampus

Universitas Chicago. Syafii Maarif mengalami kebangkitan spiritual dan intelektual

yang baru. Otak dan hatinya mendapatkan “virus” pencerahan. Menurut Syafii

Maarif, ini adalah perkembangan pemikiran keislaman dan keindonesiaan. Peran

Fazlur Rahman, dengan segala kritiknya kepada sang guru, sungguh sangat besar.

Strategi dan pendekatan yang digunakannya agar Syafii Maarif menimbang seluruh

kekayaan khazanah Islam klasik dan modern dengan al-Qur’an sebagai sumber

pokoknya.51

4. Pematangan Intelektual

Pematangan Pemikiran Syafii Maarif terjadi setelah ia kembali dari Chicago, Islam

bagi Syafii Maarif adalah sumber moral utama dan pertama. Al-Qur’an adalah Kitab

suci dengan sebuah benang merah pandangan dunia yang jelas sebagai pedoman dan

acuan tertinggi dalam semua hal, termasuk acuan dalam berpolitik. Pasca Chicago

pemikiran keindonesiaan dan keagamaan Syafii Maarif telah lebur menjadi satu.

Menurut Syafii Maarif Islam yang dianut mayoritas penduduk tidak boleh menang

51 Ahmad Syafii Maarif, Titik-titik Kisar di Perjalananku, h.xi

Page 54: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

143

sendiri, saudara-saudara sebangsa dan setanah air tetapi berbeda iman haruslah

dilindungi dan diperlakukan secara adil dan proporsional.52

52 Ahmad Syafii Maarif, Titik-titik Kisar di Perjalanan ku, h. 404

Page 55: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

144

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG IDEOLOGI DAN DASAR NEGARA DI

INDONESIA

A. Pengertian Ideologi

Secara etimologi, istilah ideologi berasal dari kata Yunani, idea (ideos dalam

bahasa Latin) dan logos. Idea artinya gagasan, ide, atau cita-cita, logos adalah ilmu.

Secara sederhana, ideologi dapat dipahami sebagai ilmu tentang ide, gagasan atau

cita-cita.53

Dalam kamus besar bahasa Indonesia mendefinisikan ideologi sebagai

sekumpulan konsep bersistem yang menjadikan asas pandang memberikan arah dan

tujuan hidup seseorang atau satu kelompok masyarakat.54

Bagi para penganutnya, ideologi bukan hanya sekedar doktrin. Ideologi pada

dasarnya mengaitkan tindakan dengan sejumlah makna yang kemudian memberikan

pengaruh pada tingkah laku sosial penganutnya. Ideologi mempertegas landasan

moral dari tindakan-tindakan yang kemudian menjadi kekuatan untuk membangun

identitas dan solidaritas sosial para penganutnya.55

Ideologi yang didefinisikan dalam buku DR. Faisal Ismail oleh A.S. Hornby

sebagai ”seperangkat gagasan yang membentuk landasan teori masyarakat teori

53 Paul Barry Clark dan Andrew Linxey, ed., Distionary of Ethics, Theology and Society,

(New York; Routledge, 1996), h. 466

54 Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa

Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 319

55 David E. Apter, Politik Modernisasi, Terjemahan Hermawan Sulistyo dan Wardah Hafidz

(Jakarta: PT Gramedia, 1987), h. 327-340

Page 56: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

145

ekonomi dan politik atau yang dipegangi oleh seseorang atau kelompok tertentu’,

adalah sesuatu yang sangat penting dan benar-benar vital bagi kelangsungan hidup

sebuah bangsa, karena ideologi memberi kejelasan identitas nasional, kebangsaan dan

kekuatan yang bisa mengilhami untuk mencapai cita-cita sosial dan politik.56

Jadi,

dalam politik, ideologi politik menjadi penggerak dinamis yang utama dalam

kehidupan organisasi atau lembaga politik serta dalam kehidupan politik suatu negara

dan bangsa, karena ideologi berfungsi ”menyatukan rakyat dalam organisasi politik

untuk melakukan tindakan politik secara efektif.” Lebih dari itu tujuan ideologi

adalah untuk membangkitkan perasaan dan mendorong munculnya tindakan,

sedangkan kekuatan ideologi terletak pada kapasitasnya dalam menangkap dan

menggerakan imajinasi manusia serta melepaskan energi-energi manusia.57

B. Bentuk-Bentuk Ideologi dan Dasar Negara yang Pernah Berkembang di

Indonesia

Dalam khazanah pemikiran ideologi dan falsafah negara Indonesia, diskursus

tentang Islam dan Pancasila memang bukan persoalan baru. Diskursus ini telah

berlangsung sangat lama, namun sampai sekarang tetap menjadi wacana yang

menarik dan aktual, bahkan kontroversial. Ini menandakan bahwa masalah Islam dan

56 DR. Faisal Ismail, Ideologi Hegemoni Dan Otoritas Agama: wacana ketegangan kreatif

antara Islam dan Pancasila, (Yogyakarta: Tiara Wancana,1999). h. 15

57 DR. Faisal Ismail, Ideologi Hegemoni, h. 1

Page 57: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

146

Pancasila merupakan masalah penting yang menjadi perhatian masyarakat dan umat

Islam Indonesia.

1. Islam Sebagai Dasar Negara

Di kalangan umat Islam, terdapat pemahaman dan keyakinan bahwa Islam

bersifat universal, menyeluruh dan meliputi aspek kehidupan manusia, di dalamnya

berisi beberapa pokok ajaran yang dapat diterapkan dalam berbagai dimensi

kehidupan manusia, termasuk tentang kenegaraan. Atas pemahaman dan keyakinan

tersebut, kemudian melahirkan konsep bersatunya Islam dan negara, dalam hal ini

keduanya tidak terpisah atau tidak dapat dipisahkan (integrated). Oleh karena itu,

kekuasaan Islam juga meliputi kekuasaan negara, negara merupakan lembaga politik

dan keagamaan sekaligus. Pemerintahan negara diselenggarakan atas dasar

kedaulatan Ilahi (divine sovereignty), karena memang kedaulatan itu berasal dan

berada di tangan Tuhan.

Dalam hubungan Islam dan Negara, Natsir mendasari uraiannya kepada al-

Qur’an: ”Dan kami telah jadikan jin dan manusia, melainkan supaya mereka

menyembah kepada ku” (51:56). Dari ayat tersebut Natsir mengembangkan teorinya

dengan mengatakan: ” Seorang Islam hidup di atas dunia ini dengan cita-cita

kehidupan supaya menjadi seorang hamba Allah dengan arti yang sepenuhnya, yakni

hamba Allah yang mencapai kejayaan dunia dan kemenangan akhirat. Dunia dan

akhirat ini sama sekali bagi kaum Muslimin tidak mungkin dipisahkan dari ideologi

mereka, selanjutnya didalilkan bahwa Negara sebagai kekuatan dunia merupakan

sesuatu yang mutlak bagi al-Qur’an, sebab hanya dengan itulah aturan-aturan dan

Page 58: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

147

ajaran-ajarannya dapat dilaksanakan dalam kehidupan nyata. Bagi pemimpin

modernis Negara adalah alat bagi Islam untuk melaksanakan hukum-hukum Allah

demi keselamatan manusia. Sebagai alat, adanya Negara bersifat mutlak, karena itu

Natsir membela perinsip persatuan agama dengan Negara.58

Menurut Natsir, Islam tidak dapat dipisahkan dari negara, dan urusan

kenegaraan merupakan bagian integral risalah Islam. Bagi Natsir, kaum Muslimin

mempunyai falsafah hidup atau ideologi seperti kalangan Kristen, Fasis atau

Komunisme.59

Paham pemisahan Islam dari Negara, dan bukan kaitan non

formal/legal antara Islam dan Negara, inilah yang menyulut kritik dari beberapa

pemikir dan aktivis Islam politik, khususnya Mohammad Natsir. Bertolak belakang

dengan posisi Soekarno, Natsir Menjadi pembela utama paham penyatuan agama dan

Negara.60

Hubungan Negara dan Agama dalam pidato Natsir di depan Majelis

Konstituante pada tahun 1957, Natsir mempertegas dan menjelaskan lebih lanjut

pendiriannya tentang hubungan Islam dengan negara di Indonesia di mana ummat

Islam merupakan pemeluk mayoritas. Dalam pidatonya berjudul Islam sebagai Dasar

Negara, Natsir berdalih bahwa untuk dasar Negara, Indonesia hanya mempunyai dua

pilihan, yaitu Sekularisme (al-maniyah), atau paham agama (dini). Dan pancasila

menurut pendapatnya bercorak al-maniyah, karena itu ia sekuler, tidak mau mengakui

58 Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Pancasila Sebagai Dasar Negara: Study Tentang

Perdebatan dalam Konstituante, h. 130

59 Mohammad Natsir, Capital Selecta (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), h. 436

60 Mohammad Natsir, Capita Selecta, h.429

Page 59: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

148

wahyu sebagai sumbernya. Seperti kalangan umat Islam yang lain, Natsir percaya

akan watak Holistik Islam. Ia amat mendukung H.A.R. Gibb, yang memang

mendapatkan sambutan luas di kalangan umat Islam, bahwa ”Islam itu sesungguhnya

lebih dari suatu sistem agama saja, dia itu adalah suatu kebudayaan yang lengkap.61

Bagi Natsir Islam tidak hanya terdiri dari praktik-praktik ibadah, melainkan juga

prinsip-prinsip umum yang relevan untuk mengatur hubungan antara individu dan

masyarakat.

Meski demikian, Natsir amat menyadari bahwa al-Qur’an dan Sunnah Nabi

Muhammad tidak punya ”tangan dan kaki” untuk membuat manusia berjalan sesuai

dengan aturan-aturan Islam. Karena itu, tidak diragukan lagi bahwa Islam

memerlukan alat yang cocok untuk menjamin agar aturan-aturannya dijalankan.

Dalam konteks khusus inilah ia melihat Negara sebagai alat yang cocok untuk

menjamin agar perintah-perintah dan hukum-hukum Islam dijalankan.

Natsir menegaskan bahwa negara bukanlah tujuan akhir Islam, melainkan

hanya merealisasikan aturan-aturan Islam yang terdapat dalam al-Qur’an dan Sunnah.

Semua aturan-aturan Islam, seperti kewajiban belajar, zakat, dan pemberantasan

perzinahan, dan lain-lain, tidak ada artinya manakala tidak ada negara. Negara di sini

berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan ”kesempurnaan berlakunya undang-

61 Bahtiar Effendi, Islam Dan Negara: Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di

Indonesia, h. 80

Page 60: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

149

undang Ilahi bagi yang berkenaan dengan kehidupan manusia sendiri (sebagai

individu) maupun sebagai anggota masyarakat”.62

Menanggapi pernyataan Soekarno yang menyatakan tidak ada Ijma ulama

yang memerintahkan membentuk negara, Natsir secara tersirat menilai Soekarno

tidak obyektif dalam mengemukakan pendapatnya. Sebab di satu pihak ia

menganjurkan agar umat Islam membuang ”warisan tradisioanl”. Tetapi di pihak lain

ia sendiri secara sadar mengutip konsep tradisional, bahwa tidak ada Ijma tentang

persatuan agama dengan negara. Apakah Soekarno akan menerima keputusan itu atau

tidak? Atau ia malah berkata, ”ya” itu cuma satu Ijma ulama, satu gedachte traditie,

dan bukankan saya (Natsir) sudah bilang bahwa semua warisan tradisional itu harus

dibuang jauh-jauh.63

Keinginan untuk menjadikan Islam sebagai ideologi bernegara di Indonesia,

sudah sejak lama cita-citakan oleh sebagian umat Islam Indonesia. Hal ini bisa kita

telusuri dengan membaca sejarah Indonesia, khususnya pada saat-saat awal

menjelang kemerdekaan tahun 1945. Perdebatan sengit dan alot tidak bisa dihindari

dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUUPKI),

antara wali-wali umat Islam dan pemimpin-pemimpin umat Islam dan pemimpin-

pemimpin nasional. Isu yang paling krusial dalam perdebatan ini adalah pembicaraan

tentang ideologi negara Indonesia yang bakal lahir.

62 Mohammad Natsir, Capital Selecta, h. 442

63 Mohammad Natsir, Capital Selecta, h. 434

Page 61: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

150

Dalam sidang BPUPKI dihadiri 68 orang anggota. Komposisi anggotanya

adalah 8 orang dari jepang dan 15 orang dari golongan nasionalis Islam, sedangkan

selebihnya dari golongan nasional sekuler dan para aristokrat jawa yang mereka

secara tegas menolak Islam sebagai dasar Negara. Diantara 15 orang golongan

nasionalis Islam terdiri dari K.H. Ahmad Sanusi, Ki Bagus Hadikusumo, K.H. Mas

Marsus, K.H. Kahar Muzakkir (ketiganya dari golongan muhammadiyah), K.H.

Masykur dan K.H.A.Wachid Hasyim (keduanya dari golongan NU), Sukiman

Wiryosandjoy (PII), Abikusno Tjokrosujoso (PSII), Agus Salim (Partai Penyadar)

dan K.H. Abdul Halim (PUI). Melihat komposisi ini, dari sis kuantitas jumlah

golongan Islam yang memperjuangkan ideologi dan dasar Islam hanya 25% dari

keseluruhan anggota selain anggota yang dari pihak jepang.64

Dalam menggagas tentang dasar Negara, dari kelompok nasionalis sekuler

tampil tiga orang: Muhammad Yamin yang berpidato pada tanggal 29 Mei 1945,

Supomo yang berpidato pada tanggal 31 Mei 1945 dan Soekarno yang berpidato pada

tanggal 1 Juni 1945. Sedangkan dari kelompok nasionalis Islam: K.H. Kahar

Muzakkir, dan K.H.A.Wachid Hasyim. Sedangkan Ki Bagus Hadikusuma, seorang

tokoh puncak Muhammadiyah, mengajukan Islam sebagai ideologi negara (Dasar

Negara), meskipun pada akhirnya harapan untuk menjadikan Islam sebagai dasar

negara Indonesia menjadi kandas.

64 Prawoto Mangkusasmito, Pertumbuhan Historis Rumus Dasar Negara dan Sebuah

Projeksi (Jakarta:Hudaya,1970), h.11-12

Page 62: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

151

Keinginan umat Islam untuk hidup secara Islami bukannya tanpa alasan.

Mereka berargumen bahwa umat Islam Indonesia berjumlah 90% membentuk nation

Indonesia, sehingga tak akan ada nation Indonesia tanpa umat Islam.65

Apalagi Islam

merupakan bagian integral dan dominan (baik kuantitas maupun kualiatas) dalam

kekayaan rohani bangsa Indonesia yang akan tetap hidup dalam keinsyafan nilai dan

kesadaran norma dan bangsa sampai kapan pun. Menurut Natsir, kemerdekaan

bangsa Indonesia adalah tidak terlepas dari serpak terjang orang-orang Islam. Natsir

mencontohkan di Mataram ada Sultan Agung yang begitu membela Islam, di Aceh

ada Cut Nyak Dien, dan bahkan di lain tempat ada pahlawan-pahlawan yang

memberikan perlawanan untuk memerdekakan Islam dalam melawan penjajahan non

islam.

Teori tentang hubungan Islam dan kekuasaan seperti yang dikemukakan oleh

beberapa tokoh Islam Indonesia sebenarnya tidak banyak berbeda dengan apa yang

telah dikemukakan oleh Ibn Taimiyah pada periode klasik bagian tengah dari sejarah

Islam. Dalam kitabnya, Al-Siyasah Al-Syar’iyyah, Ibn Taimiyah menjelaskan,

“Wilayah (organisasi politik) bagi (kehidupan kolektif) manusia merupakan

keperluan agama terpenting. Tanpa topangannya, agama tidak akan tegak dengan

kokoh.66

Negara bagi Ibnu Taimiyah, berfungsi sebagai institusi politik untuk

melaksanakan perintah-perintah Allah dan mencegah larangan-larangan-Nya.

65 Endang Syaifuddin Ansari, Komitmen Umat Islam Indonesia; Pokok-Pokok Pikiran tentang

Islam (Jakarta: Usaha Enterprises, 1976), h. 143-144

66 Ibnu Taimiyah, Al-Siyasah al-Syar’iyyah (Beirut: Dar al-Kitab al-Arabiyah, 1996), h. 138

Page 63: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

152

Selanjutnya ia mengatakan, “dan karena Allah mewajibkan amar ma’ruf nahi munkar

serta menolong pihak yang teraniaya. Tidak mungkin sempurna kecuali dengan

kekuatan dan kekuasaan.67

Dr. Abd al-Karim Zaidan menyimpulkan pendapat Ibnu

Taimiyah ini dengan mengatakan bahwa orang Islam wajib menegakkan suatu

Daulah Islamiyah untuk melaksanakan hukum-hukum syariah.68

Kelompok Islam

formalis ini berpendapat, jalan untuk merealisasikan hukum Islam adalah melalui

jalur politik dalam arti seluas-luasnya,69

dengan membentuk konstitusi Islam,

memakai Islam sebagai dasar dan ideologi negara. Khomeini misalnya,

berargumentasi bahwa setelah hukum dibuat perlu diciptakan kekuasaan eksekutif.

Demikian pula Islam, setelah mendatangkan hukum Islam pun menetapkan pemegang

kekuasan eksekutif. Di zaman Rasulullah saw adalah juga pelaksanan hukum. Beliau

menjalankan hukum pidana Islam. Pemikir Indonesia Muhammad Natsir berdalil

bahwa negara sebagai kekuatan dunia merupakan suatu yang mutlak bagi al-Qur’an,

sebab hanya dengan itulah aturan-aturan dan ajarannya dapat dilaksanakan dalam

kehidupan nyata. Oleh sebab itu, Natsir membela prinsip peraturan agama dan

negara.

67 Ibnu Taimiyah, Al-Siyasah al-Syar’iyyah, h. 138

68 Abd. Al-Karim Zaidan, Al-Fardl wa al-Daulah fi al-Syariah al-Islamiyah (Al-Ittihad al-

Islami al-Alami, 1970), h. 9

69 G.H, Jansen, Islam Militan, terjemahan Armahedi Mahzar (Bandung: Pustaka, 1980), h.

205

Page 64: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

153

Dengan demikian, Natsir ingin islam sebagai landasan ideologi Negara.

Karena menurutnya agama islam adalah agama yang bisa menunjukkan semua sikap

yang ada dalam rumusan pancasila.

2. Pemahaman Negara Sekuler

Sekuler mengajukan pemisahan (disparitas) agama atas negara dan pemisahan

negara atas agama. Dalam konteks Islam, sekuler ini menolak pendasaran Negara

kepada Islam, atau paling tidak, menolak determinasi Islam pada bentuk tertentu dari

Negara.70

Yang dimaksud negara sekuler adalah pemisahan agama dan negara sehingga

negara tidak menjadikan agama sebagai instrument politik tertentu. Karenanya, tidak

ada ketentuan-ketentuan keagamaan yang diatur melalui legislasi negara. Agama

adalah urusan pemeluknya masing-masing yang tidak ada sangkuta pautnya dengan

negara. Kalau memang ada ketentuan agama yang menuntut keterlibatan publik

(intern pemeluk agama) tidak perlu meminjam “tangan nagara” untuk memaksakan

pemberlakuannya, namun cukup diatur sendiri oleh pemeluk agama yang

bersangkutan. Dengan demikian negara dapat dikatakana sekuler jika negara tersebut

tidak menjadikan kitab suci dasar konstitusinya, dan tidak menjadikan hukum agama

70 Marjuki Wahid, Rumadi, Fiqh Madzhab Negara: kritik atas Politik Hukum Islam Di

Indonesia, (Yogtakarta: LKiS, 200)1, h. 28

Page 65: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

154

sebagai hukum nasional. Atas dasar itu, semua agama memiliki posisi yang sama,

tidak ada yang istimewa.71

Soekarno yang termasuk seorang yang menghendaki pemisahan Islam dan

Negara, mengemukakan beberapa argument: Pertama, penyatuan agama(Islam) dan

Negara bertentangan dengan prinsip demokrasi, Kedua, dimungkinkan pembentukan

syariat Islam dalam Negara demokrasi, dan Ketiga, tidak ada consensus ahli agama

tentang bersatunya agama dan politik. Menurut Soekarno, agama merupakan urusan

spiritual dan pribadi, sedangkan masalah Negara adalah persoalan dunia dan

kemaslahatan. Soekarno menilai, bahwa pelaksanaan ajaran-ajaran agama merupakan

tanggung jawab pribadi kaum muslimin dan bukan Negara atau pemerintah. Negara

dalam hal ini, tidak mempunyai wewenang turut campur untuk mengatur apalagi

memeksakan ajaran-ajaran agama kepada warga negaranya.72

Meskipun Soekarno mendukung pemisahan agama(Islam) dan Negara, bukan

berarti tidak boleh ada hubungan apapun antara kedua arus religio-politik ini.

Soekarno dengan tegas menentang hubungan formal-legal antara Islam dan Negara,

khususnya dalam sebuah Negara yang tidak semua penduduknya beragama Islam.

Model semacam ini, hanya akan menimbulkan perasaan terdiskriminasikan,

khususnya dikalangan masyarakat non-muslim.73

71 Marjuki Wahid, Rumadi, Fiqh Madzhab Negara: kritik atas Politik Hukum Islam Di

Indonesia, h. 31

72 Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi, (Jakarta: Darul Falah, 1964), h. 452,453,406

73 Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi, h. 452

Page 66: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

155

Di Indonesia, Pancasila yang mengandung konsep sekularisme dipahami

sebagai netral dan bersikap empati terhadap semua agama, semuanya memperoleh

hak yang sama. Hal ini tertuang dalam pasal 29 UUD 1945 yanag menjamin

kebebasan keyakinan dan beribadah, agama apapun itu. Dengan kata lain, semua

penduduk dapat memperoleh kesetaraan hak-hak sebagai warga Negara, tanpa

melihat agamanya. Namun pengertian yang benar dalam pengertian sekularisme

masih banyak di salah pahami, termasuk oleh Majelis Ulama Indonesia(MUI) sendiri

yang telah mengharamkan sekularisme, pluralisme, dan liberalisme. Padahal ketiga

paham itu merupaka dasar bagi kebebasa beragama dan peranan agama di ruang

publik. Tiga prinsip itu pula yang menjamin otonomi masyarakat sipil dan

penyelenggaraan kehidupan beragama yang toleran dan sekaligus dinamis, karena itu

pemahaman terhadap triologi sekularisme, liberalism, dan pluralism harus di

luruskan.74

3.Interseksi Agama dan Negara dalam Ideologi Pancasila

Dalam Islam, agama dipahami tidak hanya berdimensi vertical (mengatur

hubungan manusia dengan Tuhan), tetapi juga meliputi horizontal (mengatur

hubungan antara sesama manusia dengan berbagai aspek kehidupannya). Sehubungan

dengan hal ini, agama dalam konsepsi Islam mempunyai keterkaitan yang sangat erat

dengan Negara, karena Islam mempunyai konsep dalam mengatur persoalan-

74 Nawiriddin, Islam dan Pancasila: Studi Hubungan Ideal dalam Konstruk Negara Nasional,

(Tesis Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta), h.160

Page 67: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

156

persoalan sosial kehidupan manusia. Dalam konteks inilah, agama dan Negara

merupakan satu kesatuan yang tidak boleh bertolak belakang apalagi dipisahkan.

Pada dasarnya dalam Islam tidak ada pemisahan antara agama dan politik,

Negara yang dibangun Nabi sangat multicultural dan pluraris yang menjamin

kebebasan beragama di kalangan warga Negara Madinah yang diakui oleh sebagian

besar sarjana muslim dan bahkan beberapa sarjana Barat sebagai bukti adanya

demokrasi dalam sistem kenegaraan Islam kelasik.75

Oleh karena itu, Islam menolak sekularisme sebab konsep Islam mencakup

seluruh bidang kehidupan manusia, termasuk dalam bidang kenegaraan. Dalam Islam

tidak ada pemisah antara urusan agama dengan urusan politik. Dalam pengertian,

politik sebagai suatu kegiatan harus dilakukan dalam kerangka sistem nilai Islam.76

Dalam perspektif inilah, hubungan Islam dan Pancasila lebih di tekankan pada

pola hubungan simbiosis atau simbiotis, yaitu suatu pola hubungan timbal balik dan

saling membutuhkan dan saling melengkapi. Islam dan Pancasila memang tidak bisa

di perbandingkan dan menjadi mitra bersama dalam membangun masyarakat, bangsa

dan Negara. Spirit ajaran Islam tidak dapat berkembang dan efektif berlaku dalam

masyarakat tanpa bantuan Negara pancasila sebagai alat kekuasaan untuk

“memaksa”. Sebaliknya, Pancasila tanpa bimbingan Islam akan mengalami krisis

75 Azyumardi Azra, Pergerakan Islam: Dari Fundamentalisme, Modernisme, Hingga

Postmodernisme, (Jakarta: Paramadina,1996), h.

76 Muhammad Hari Zamharir, Agama, dan Negara: Analisis Kritis Pemikiran Politik

Nurcholish Madjid, (Raja Grafindo: Jakarta,2004), h. 74

Page 68: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

157

etika dan moral, dengan panduan Islam Pancasila dapat berkembang dalam

bimbingan etika.

Dalam pandangan Al-Mawardi, kepemimpinan Negara (imamah) merupakan

instrumen untuk meneruskan misi kenabian guna memelihara agama dan mengatur

dunia. Pemeliharaan agama dan pengaturan dunia merupakan dua jenis aktivitas yang

berbeda, namun hubungan secara simbiotik, keduanya merupakan dua dimensi dari

misi kenabian.77

Oleh karena itu, konsep Islam tidak dapat dipisahkan dari konsep kekuasaan

dan kenegaraan, meskipun belakangan ini pemikir dan pengamat muslim Indonesia

lebih menitik beratkan subtansi keislaman dari simbolnya. Kecendrungan ini diwakili

oleh kalangan elit politik muslim, baik pada zaman orde baru, orde lama, maupun

Orde Reformasi. Kecendrungan atau penekanan terhadap subtansialisme nilai-nilai

Islam dalam konsep kenegaraan diistilahkan dengan pendekatan subtansialisme.

Konsep ini lebih mendorong kepada perjuangan penerapan subtansi atau nilai-nilai

Islam dibandingkan dengan perjuangan formalisasi Islam.

Subtansialisme dimaksudkan sebagai aksentuasi bahwa subtansi atau makna

iman dan pribadatan lebih penting dari formalitas simbiolisme keagamaan serta

ketaatan yang besifat literal kepada teks wahyu Tuhan. Sementara peasn-pesan al-

Qur’an dan hadist yang mengandung esensi abadi dan bemakna universal, ditafsirkan

kembali berdasarkan runtut dan rentang waktu generasi kaum muslim serta

77 M. Syafii Anwar, Pemikiran dan aksi Islam Indonesia: Sebuah Kajian Politik Tentang

Cendekiawan Muslim Ode Baru, h. 156

Page 69: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

158

mengkontekstualisasikannya dengan kondisi-kondisi sosial yang berlaku pada

masanya. Eksistensi dan artikulasi nilai-nilai Islam yang intrinstik, dalam iklim

politik Indonesia lebih penting dan sangat memadai untuk mengembangkan

islamisasi dalam wajah kulturalisasi masyarakat Indonesia modern. Ini merupakan

pandangan dasar kaum subtansialis yang dilandasi dari perspektif historis.78

Soekarno sendiri pada dasaranya menganut paham hubungan yang brsifat

subtansialisme antara Islam dan negara atau Pancasila hal ini dapat dipahami dalam

salah satu bukunya yang berjudul “Di Bawah Bendera Revolusi”, bahwa otensitas

sebuah Negara Islam tidak semata-mata ditunjukan oleh penerimaan formal atau

legal Islam dalam kebijakan-kebijakan Negara. Menurut soekarno, dalam suatu negeri

yang menganut sistem demokrasi, di mana rakyat melalui wakil-wakilnya di legislatif

boleh memperjuangkan dan memasukan segala macam keagamaannya dalam sistem

kenegaraannya dan perundang-undangan Negara, meskipun agama dipisahkan oleh

negara.79

Oleh karena itu, dalam Pancasila, Islam atau agama lainnya mempunyai

tempat yang terhormat. Hal ini didasarkan pada adanya jaminan konstitusional bahwa

Negara menjamin kemerdekaan warga Negara untuk beragama dan memberikan

kebebasan bagi para pemeluk agama-agama untuk menjalankan ibadat sesuai dengan

keyakinan dan kepercayaan masing-masing. Islam dan agama-agama lainnya,

menjadi landasan spiritual etika dan moral bagi pembangunan masyarakat Indonesia

78 M. Syafii Anwra, Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia, h. 156

79 Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi, (Jakarta: Darul Falah, 1964), h. 452-453

Page 70: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

159

4. Ideologi dan Falsafah Pancasila

Pengertian Pancasila dapat ditelusuri dari bahasa Sansekerta (India), bahasa

Kasta Brahmana, sedangkan bahasa rakyat jelata ialah Prakerta. Menurut M. Yamin,

dalam bahasa Sansekerta perkataan Pancasila terdiri dari dua kata, yaitu: Panca yang

berarti “lima” dan Syila (dengan huruf i pendek), yang berarti “batu-sendi”,

“alas/dasar”, atau Syiila (dengan huruf i panjang) yang dalam berarti “peraturan

tingkah laku yang penting/baik/senonoh”. Dari kata Syiila ini dalam bahasa Indonesia

menjadi “susila” yang artinya “tingkah laku yang baik”.80

Jadi, Pancasila secara

etimologi dapat diartikan dengan “lima prinsip dasar, atau bisa juga diartikan dengan

“lima aturan tingkah laku yang penting”.

Pada awalnya, istilah Pancasila dipergunakan oleh masyarakat India yang

memeluk agama Budha. Istilah ini digunakan untuk memberi nama rumusan lima

dasar moral dalam agama Budha. Pancasila berarti “lima aturan” atau “five moral

principles” yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh para penganut biasa (awam)

agama Budha, yang dalam bahasa aslinya dikenal dengan sebutan Pali “Pancasila”,

yang berisi larangan atau lima pantangan yang bunyinya; 1) dilarang membunuh, 2)

dilarang mencuri, 3) dilarang berzina, 4) dilarang berdusta, 5) dilarang minum

minuman keras.81

80 Noor Ms. Bakry, Pancasila Yuridis Kenegaraan (Yogjakarta: Liberty, 1994), h. 8-9

81 Noor Ms. Bakry, Pancasila Yuridis Kenegaraan, h. 9

Page 71: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

160

Dalam sejarah Indonesia kuno, perkataan Pancasila telah dikenal sejak

kerajaan Hindu Majapahit (1296-1478 M) abad XIV, yaitu terdapat dalam buku

Nagarakertagama karya Empu Pra-panca (penulis dan penyair istana) dan buku

Sutasomo karya Empu Tantular.82

Istilah Pancasila masuk dalam pembendaharaan

kesusteraan Jawa-Kuno pada zaman Majapahit di bawah raja Haym Wuruk dan Patih

Gajah Mada.

Dalam buku Negarakertagama, istilah Pancasila dikenal dalam bentuk syair

pujian ditulis oleh pujangga istana bernama Empu Pra-panca selesai pada tahun 1365,

yakni di dalam Sarga 53 bait ke 2 yang berbunyi; “Yatnanggegwani Pancasyiila

Kertasangskarabhisekakakrama”, artinya: (Raja) menjalankan dengan setia kelima

pantangan (Pancasila) itu begitu pula upacara-upacara ibadat dan penobatan-

penobatan. Sedangkan dalam buku Sutasoma karangan Empu Tantular, istilah

Pancasila di samping mempunyai arti “lima batu karang atau lima prinsip moral”,

juga mempunyai arti pelaksanaan kesusilaan yang lima (Pancasila Krama), yaitu: 1)

tidak boleh melakukan kekerasan; 2) tidak boleh mencuri; 3) tidak boleh berjiwa

dengki; 4) tidak boleh berbohong; 5) tidak boleh mabuk minuman keras.83

Setelah Majapahit runtuh dan Islam tersebar ke seluruh Indonesia, pengaruh

ajaran moral Budha yaitu Pancasila, masih dikenal dalam masyarakat Jawa sebagai

82 Darji Darmodiharjo, dkk., Santiaji Pancasila; Suatu Tinjauan Filosofis, Histories dan

Yuridis-Konstitusional (Surabaya: Usaha Nasional, 1991), h. 15

83 Darji Darmodiharjo, dkk., Santiaji Pancasila; Suatu Tinjauan Filosofis, Historis dan

Yuridis-Konstitusional, h. 15. Lihat juga Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan

(Jakarta: LP3S, 1996), h. 144

Page 72: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

161

lima larangan (pantangan, wewaler, pamali), dan isinya agak lain, yang disebut

dengan singkatan “Ma-lima”, yaitu lima larangan, yang dimulai dari awal kata “Ma”,

yaitu: 1) Mateni artinya membunuh, 2) Maling artinya mencuri, 3) Madon artinya

berzina, 4) Madat artinya menghisap candu, 5) Main artinya berjudi. Lima larangan

moral atau “Ma-lima” ini dalam masyarakat Jawa masih dikenal dan juga masih

menjadi pedoman moral, tetapi namanya bukanlah Pancasila, tetapi dengan nama

“Ma-lima”.84

Selanjutnya, secara terminologi istilah Pancasila mulai diperkenalkan dalam

sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)

tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945. Soekarno pada 1 Juni 1945 menyampaikan

usulan lima dasar negara republik Indonesia, usulan konsep Soekarno ini diberinya

nama atau diistilahkannya dengan Pancasila, dengan muatan makna baru yang

berbeda dengan makna dalam pengertian Budha atau pada masa kerajaan Majapahit.

Pada saat Indonesia memproklamirkan kemerdekaanya tanggal 17 Agustus

1945, besoknya pada 18 Agustus 1945 disahkan UUD 1945 yang sebelumnya masih

merupakan rancangan hukum dasar serta dalam pembukaannya memberi nama

Pancasila. Sejak saat itulah Pancasila secara resmi atau secara formal masuk ke dalam

bahasa Indonesia walaupun di dalam pembukaan UUD 1945 itu tidak disebutkan

nama Pancasila. Pancasila dalam pembukaan ini sebagai dasar negara, karena itu

istilah Pancasila artinya “lima dasar” yang dimaksud ialah satu dasar negara yang

terdiri atas lima unsur yang menjadi satu kesatuan dasar falsafah negara republik

84 Noor Ms. Bakry, Pancasila Yuridis Kenegaraan, h. 10-11

Page 73: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

162

Indonesia yang isinya sebagaimana tertera dalam alinia ke empat bagian akhir

pembukaan UUD 1945, yaitu: 1) Ketuhanan Yang Maha Esa, 2) Kemanusiaan Yang

Adil dan Beradab, 3) Persatuan Indonesia, 4) Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh

Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan, 5) Keadilan Sosial Bagi

Seluruh Rakyat Indonesia.85

Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa pada dasarnya nama Pancasila

bukanlah berakar dari budaya Indonesia asli, tetapi berasal dari budaya Sansekerta,

yang kemudian diadopsi menjadi pembendaharaan bahasa Jawa-kuno dan bahasa

Indonesia. Meskipun istilah Pancasila berasal dari bahasa Sansakerta, namun muatan

makna dan nilai-nilainya sangat jauh berbeda dengan muatan makna Pancasila dalam

UUD 1945, makna Pancasila dalam UUD 1945 sarat dengan muatan-mutan budaya

masyarakat Indonesia sendiri, bukan berasal dari budaya India atau agama Budha.

Soekarno mengambil konsep ini, dengan memberinya isi dan makna baru.

Soekarno sendiri menyatakan menggali Pancasila dari bumi dan kepribadian

mendalam bangsa Indonesia. Menurutnya Pancasila merupakan refleki konteplatif

dari warisan sosio-historis Indonesia kemudian merumuskannya dalam lima prinsip.86

Ketika menyampaikan usulan konsep dasar negara Indonesia, Soekarno memberinya

nama dengan Panca Sila. Pancasila menurutnya, terdiri dari Panca yang berarti lima

85 Noor Ms. Bakry, Pancasila Yuridis Kenegaraan, h. 11-12

86 Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan, h. 144

Page 74: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

163

dan Sila berarti azas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah didirikan negara

Indonesia, kekal dan abadi.87

Menurut sejarawan Anhar Gonggong, secara historis dapat dikatakan bahwa

Pancasila merupakan campuran berbagai ide. Namun, Soekarno merumuskan

Pancasila berangkat dari sebuah pemahaman kondisi bahwa Indonesia merupakan

negara majemuk. Majemuk dalam dua hal; pertama, segi geografis atau kondisi alam,

kedua, majemuk dalam arti memiliki ragam latar budaya dan penduduk. Dalam

kondisi seperti ini Soekarno sangat menyadari bahwa bangsa ini memerlukan sebuah

alat pengikat yang menurut Soekarno tak lain adalah Pancasila.

Konsep Pancasila oleh Soekarno yang disampaikan pada 1 Juni 1945,

sebenarnya sintesa dari berbagai ideologi Barat, terutama Nasionalisme, Sosialisme,

Internasionalisme dan hanya ditambah dengan ide ketuhanan yang berasal dari

gerakan keagamaan. Menurut Dawam Rahardjo, ada dua hal yang menarik yang perlu

dicatat.88

Pertama, para perumus lima sila dalam Piagam Jakarta dan UUD 1945,

mengganti istilah terknik dalam ideologi Barat, dengan istilah-istilah Indonesia, agar

mengandung makna yang berakar kepada nilai-nilai agama tradisi. Misalnya,

kemanusiaan yang adil dan beradab, musyawarah yang dipimpin oleh hikmat

kebijaksanaan atau keadilan sosial. Ini adalah gejala mencari identitas dalam proses

menyerap ide-ide modernis. Kedua, gerakan Islam tidak mengajukan konsep

87 Soekarno, ”Pidato Lahirnya Pancasila 1 Juni 1945”, dalam Wawan Tunggul Alam (Ed.),

Bung Karno Menggali Pancasila (Kumpulan Pidato), h. 29-30

88 Dawam Rahardjo, ”Agama, Masyarakat, dan Negara”, dalam Mukti Ali, dkk (Ed). Agama

dalam Pergumulan, h. 133

Page 75: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

164

tandingan yang kemudian dikenal dengan konsep negara Islam, tetapi hanya ingin

agar sila ketuhanan diberi keterangan ”dengan menjalankan syariat Islam bagi

pemeluk-pemeluknya”, dan ketika permintaan ini ditolak, dan demi menjaga

persatuan dan kesatuan bangsa, Hatta juga beralasan bahwa dihilangkannya anak

kalimat itu adalah untuk mencegah masyarakat Kristen di Indonesia Timur

memisahkan diri,89

maka mereka menginginkan predikat ”Yang Maha Esa” di

belakang ketuhanan dan agar sila ini ditempatkan pada sila pertama, sebagai nilai

paling dasar dan mendasari sila-sila lain. Permintaan untuk mencantumkan Piagam

Jakarta (tujuh kata-kata) itu mempunyai latar belakang yang sederhana yaitu agar

umat Islam bisa memperoleh kemerdekaan beragama dengan menjalankan syariat

Islam. Dengan kesempatan untuk menjalankan syariat Islam itu, maka para pemimpin

gerakan Islam berpikir bahwa umat Islam bisa memelihara dan mengembangkan

identitas mereka dalam negara Indonesia.90

Kelahiran dan perumusan Pancasila mempunyai akar sejarah yang panjang,

dan merupakan refleksi dan puncak konstruksi serta solusi terhadap perbedaan

budaya, agama dan ideologi. Jadi, Pancasila adalah puncak prestasi kolektif pada

cendekiawan (Muslim dan non-Muslim) dalam membangun identitas dan cita-cita

negara Indonesia, yang merdeka. Bisa dikatakan Pancasila adalah miniatur dari

perpaduan antara budaya, agama dan modernitas.

89 Dhurorudin Mashad, Akar Konflik Politik Islam di Indonesia (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,

2008), h. 58

90 Dawam Rahardjo, ”Agama, Masyarakat, dan Negara”, dalam Mukti Ali, dkk (Ed). Agama

dalam Pergumulan, h. 136-137

Page 76: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

165

Kini, pancasila sebagai ideologi dan dasar negara indonesia, dapat diterima oleh

sebagian besar intelektual Muslim Indonesia, mereka berkeyakinan bahwa pancasila

merupakan ideologi terbuka dan tidak bertentangan dengan islam, bahkan pancasila

sejalan dengan piagam madinah yang meletakkan dasar-dasar legal dan histories

toleransi islam terhadap umat non-Muslim.91

Menurut Nurchalish Madjid, bahwa kaum muslim Indonesia bisa menerima

pancasila dengan dua pertimbangan. Pertama, nilai-nilainya dibenarkan oleh ajaran

agama islam. Dalam artian bahwa, nilai-nilai yang tertuang dalam pancasila itu tidak

bertentangan dengan nilai-nilai islam. Kedua, fungsinya sebagai nuktah-nuktah

kesepakatan antara berbagai golongan untuk mewujudkan kesatuan politik bersama.

Nurchalish menganggap bahwa pancasila adalah laksana sebuah dokumen yang di

dalamnya bertuliskan perjanjian kesepakatan antara berbagai pihak atau pun golongan

untuk membentuk politik Negara yang dibangun dengan landasan kebersamaan.

Pancasila dilaksanankan sebuah perjanjian luhur yang telah digariskan sebagai wadah

yang membentuk perjalanan dalam mendirikan bangsa dan berlandaskan ideologi.

Nurchalish menerima pancasila sebagai landasan ideologi Negara adalah

karena melihat sejarah masa silam, sebagaimana “konstitusi madinah” yang diajukan

rasulullah ketika memimpin negeri Madinah dulu. Sekalipun itu tidak bisa

disamakan, dengan kedudukan serta fungsi pancasila yang diterapkan di Indonesia.

Kenapa Piagam Madinah dapat diterima oleh mereka yang non-muslim di bawah

91 Azyumardi azra, fenomena hidayat nurwahid dan politik islam, media Indonesia, 11 oktober

2004

Page 77: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

166

pimpinan seorang rasul islam di kota yastrib semasa dulu? Apakah dikarenakan

seorang pemimpin waktu itu dari golongan islam? Jawabannya adalah isi dari piagam

madinah itu sangat menarik, bahkan dari sudut tinjauan modern pun sangat

mengagumkan.

Pandangan Syafii Maarif tetang hubungan Islam dan Pancasila ini layak

untuk dipertimbangkan. Bertolak dari historis umat Islam dan bangsa Indonesia,

khususnya dalam usaha merumuskan dasar Negara menjelang kemerdekaan sampai

perdebatan di Majelis Konstituante, Syafii Maarif berkesimpulan bahwa dalam soal

penafsiran terhadap Pancasila umat Islam Indonesia dan golongan lain perlu belajar

dari Bung Hatta. Dengan terus terang Syafii Maarif memuji pandangan negarawan

yang pernah menjadi Wakil Presiden RI tentang Pancasila. Menurut Syafii Maarif, di

banding dengan tafsiran-tafsiran dari tokoh-tokoh Islam maupun golongan non-Islam

lainnya, Pancasila versi Hatta lebih masuk akal dan dibenarkan oleh sejarah.

Dalam analisisnya tentang Pancasila, Hatta berpendapat bahwa sila ketuhanan

Yang Maha Esa merupakan pembimbing bagi cita-cita kenegaraan di Indonesia.

Prinsip spiritual dan etik ini memberikan bimbingan kepada semua yang baik bagi

rakyat dan bangsa Indonesia. Seiring dengan prinsip dasar ini, sila kedua,

“Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”, adalah kelanjutan dari sila pertama dalam

peraktek. Demikian pula dengan sila ketiga dan keempat. Sedangkan sila kelima,

“Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, menjadi tujuan terakhir Pancasila.

Dengan berpegang teguh dengan filsafat ini, pemerintah Negara Indonesia tidak boleh

menyimpang dari jalan lurus bagi keselamatan masyarakat, ketertiban dunia, serta

Page 78: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

167

persaudaraan antar bangsa. Dengan menempatkan sila Ketuhan Yang Maha Esa

sebagai sila pertama, Negara memperoleh landasan moral yang kukuh. Demikian inti

pokok pandangan Hatta tentang Pancasila, yang didukung dan dibenarkan

sepenuhnya oleh Syafii Maarif.92

Kritik Hatta terhadap golongan islam itu juga di setujui oleh Syafii Maarif

dalam Majelis Konstituante yang terus mendesak dasar negara Islam bagi Indonesia.

Bahkan Syafii Maarif merasa bersyukur karena usaha tokoh-tokoh Islam yang hendak

menjadikan Islam sebagai dasar Negara Indonesia gagal terwujud.93

Dari pengalaman Historis itu Syafii Maarif menegaskan pendiriannya bahwa

usaha-usaha untuk mengubah Indonesia menjadi suatu Negara Islam, sekalipun sah

menurut Undang-Undang Dasar pada tahun 1950-an, merupakan “Usaha Prematur

dan tidak realistik karena sebuah fondasi intelektual keagamaan yang kukuh bagi

bangunan serupa itu belum lagi diciptakan”. Erat kaitannya dengan masalah ini

adalah kenyataan bahwa mayoritas rakyat Indonesia belum memahami betul arti

Islam bagi manusia, baik bagi individual maupun kolektif.94

Dalam hubungan Islam dan pancasila Amien Rais tidak berbicara dalam

perspektif normatif dan filosofis, tapi lebih melihat pada pelaksanaan Pancasila dalam

praktek. Iasangant mengecam keras usaha pihak-pihak tertentu yang

mempertentangkan Islam dan Pancasila. Pancasila menurut Amien Rais sama sekali

92 M. Syafii Anwar, Pemikiran Dan Aksi Islam Indonesia, h. 200

93 M. Syafii Anwar, Pemikiran Dan Aksi Islam Indonesia, h. 201

94 M. Syafii Anwar, Pemikiran Dan Aksi Islam Indonesia, h. 202

Page 79: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

168

tidak bertentangan dengan Islam, walaupun peringkatnya berbeda. Islam adalah

agama wahyu, sementara pancasila adalah ideologi buatan manusia. Dalam konteks

ini, ia mengingatkan, umat Islam telah mengaktualisasikan pancasila dalam

kehidupan kesehariannya, kalau tidak hendak dikatakan bahwa Pancasila itu sendiri

adalah hadiah terbesar umat Islam bagi bangsa Indonesia. Pandangan Amien Rais di

sekitar penerimaan Muhammadiyah terhadap penetapan Pancasila sebagai satu-

satunya asas. Menurutnya, penerimaan Pancasila sebagai asas organisasi

Muhammadiyah dalam Muktamar di Solo tahun 1985, didasarkan pada pertimbangan

rasional, yang berbeda dengan NU.95

Penerimaan NU terhadap Pancasila bukan semata-mata karena situasi,

penerimaan itu benar-benar dipikirkan dari sudut pertimbangan keagamaan dan

pemahaman NU terhadap sejarah. Dalam pemahaman keagamaan NU terhadap suatu

nilai di dalam masyarakat, sepanjang nilai tersebut tidak bertentangan dengan Islam.

Maka, nilai tersebut mempunyai potensi untuk diarahkan atau dikembngkan agar

selaras dengan tujuan-tujuan Islam. Dalam pandangan NU, Islam itu bersifat

menyempurnakan sehingga bila ada sesuatu yang baik di dalam masyarakat dan tidak

bertentangan dengan Islam maka ia termasuk kategori Islami. Apalagi sila pertama

dari Pancasila, yang menjiwai sila-sila lainnya dipandang mengandung nilai-nilai

kehidupan. Dari pihak lain, Pancasila yang digali dan dipilih merupakan kristalisasi

95 M. Syafii Anwar, Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia, h. 203

Page 80: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

169

dari nilai luhur kebudayaan Indonesia. Termasuk kebudyaan Islam yang dianut dan

dipeluk oleh sebagian besar bangsa Indonesia.96

96Kacung Marjian, Quo Vadis NU Setelah Kembali ke Khittah 1926, (Jakarta: Erlangga,

1992), h.

Page 81: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

170

BAB IV

PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF TENTANG IDEOLOGI

NEGARA DI INDONESIA

A. Pandangan Ahmad Syafii Maarif tentang Islam sebagai Ideologi Negara di

Indonesia

Teori suatu Negara Islam di Indonesia adalah fenomena baru-baru ini saja,

dan itu hampir dilakukan oleh penulis-penulis dan politisi modernis Muslim. Dari

dunia pesantren, sulit diperoleh suatu karya yang berarti tentang masalah ini. Tetapi,

sekalipun kelompok modernis telah banyak berbicara tentang sebuah Negara

berdasarkan Islam pada priode pasca kemerdekaan, menurut penilaian Syafii Maarif,

belum seorang pun diantara mereka yang telah berhasil menyusun suatu karya

sistematis dan ilmiah, yang mampu mengartikulasikan hakikat dan corak suatu

Negara Islam yang ingin mereka ciptaka di Indonesia.97

seluruhnya Keinginan adanya

cara hidup Islami dengan diberlakukannya syariat Islam di lembaga negara telah

disuarakan sejak sebelum Indonesia merdeka hingga pasca-kemerdekaan.98

Dari

kalangan Islam beralasan, bahwa sesungguhnya mayoritas penduduk Indonesia

beragama Islam. Namun demikian, syariat Islam tidak dapat berjalan, sebab tidak ada

institusi formal seperti negara yang mendukungnya. Zaman pemerintahan kolonial

97 Ahmad Syafii Maarif, Islam Dan Pancasila Sebagai Dasar Negara: Studi tentang

Perdebatan dalam Konstituante, h.127

98 Irfan S. Awwas, Trilogi Kepemimpinan Negara Islam Indonesia; Menguak Perjuangan

Umat Islam dan Pengkhianatan Kaum Nasionalis-Sekuler (Yogyakarta: Uswah, 2008), h. 33

Page 82: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

171

Belanda adalah contoh paling tepat untuk melukiskan betapa syariat Islam tidak dapat

berjalan, kendati pun mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam.

Para Islamolog Indonesia umumnya berpendapat, Islam merupakan sebuah

agama yang khas. Sebab, Islam mengatur bukan hanya urusan transendental, tapi juga

hubungan sosial, bahkan politik. Sejarah Islam juga telah memperlihatkan bahwa

Nabi Muhammad saw dalam kenyataannya merupakan pimpinan politik dan agama

sekaligus. Banyak sarjana Barat modern menggambarkan bahwa khatamil anbiya’

(Nabi penutup) itu sebagai “Nabi-Penguasa atas komunitas Islam”.99

Ahmad Syafii Maarif mengakui bahwa pada mulanya yang menjadi cita-cita

politik bagi orang-orang Islam di Indonesia adalah keinginan untuk mendirikan suatu

negara nasional Islam. Melalui pemimpin-pemimpin umat Islam menginginkan cita-

cita tersebut terwujud. Tidak lain, menurut Ahmad Syafii Maarif, dibentuknya negara

nasional Islam tersebut adalah untuk menjamin dan melaksanakan ajaran-ajarannya

dalam kehidupan kolektif.100

Ahmad Syafii Maarif, sebelum meneruskan kuliah ke Universitas Chicago,

pola pikir Maarif terikat oleh pemikiran tokoh-tokoh Masyumi plus Maududi dan

menjadikannya sebagai rujukan primer. Pada tahun 1976-1978, Syafii Maarif aktif

dalam MSA (Muslim Students' Association), yang masih sangat merindukan tegaknya

sebuah negara Islam di suatu negeri. Sampai meninggalkan Athens tahun 1978, masih

99 Manzoruddin Ahmed, “The Classical Muslim State”, Islamic Studies, 1. no. 3 (September,

1962), h. 83

100 Syafii Maarif, Islam di Masa Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin, dalam Fauzi

Rahman (Ed.), Peta Bumi Intelektualisme Islam di Indonesia (Bandung: Mizan, 1994), h. 162

Page 83: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

172

belum ada yang dapat ditawarkan Syafii Maarif untuk menembus kebuntuan

intelektualisme Islam. Kesamaan ideologi Maarif dengan tokoh-tokoh Masyumi ini ia

pertahankan hingga akhirnya berubah haluan setelah sampai di Chicago pada awal

1980-an.101

Menurut Ahmad Syafii Maarif, bahwa Nabi Muhammad saw tidak pernah

menyatakan diri sebagai seorang penguasa. Fakta ini memberikan sebuah interpretasi

bahwa politik hakikatnya hanyalah sarana, sebagai alat bagi agama, dan bahkan

sebagai sebuah perwujudan (suatu eksistensi) dari agama itu sendiri. Apalagi fakta

bahwa sunnah Nabi maupun realitas al-Qur’an memang tidak memberikan pola teori

kenegaraan secara baku, karena memang al-Qur’an lebih merupakan petunjuk etik

bagi manusia, bukan sebuah kitab politik. Umat Islam diberi kebebasan untuk

membangun sistem politiknya sesuai dengan tantangan zaman dan tuntutan

masyarakat. Tujuan terpenting dalam al-Qur’an lebih terarah pada upaya agar nilai

dan perintah etiknya dijunjung tinggi dan bersifat mengikat atas berbagai kegiatan

sosio-politik dan sosio-kultural umat Islam. Maka atas dasar nilai-nilai etik al-

Qur’anlah, bangunan politik Islam dan bangunan sosio-kultural wajib ditegakkan.102

Al-Qur’an dalam pandangan Ahmad Syafii Maarif tidak menjelaskan tentang

bentuk pemerintahan, dan Ahmad Syafii Maarif berpandangan memang tidak perlu

al-Qur’an menjelaskan tentang bentuk suatu pemerintahan dalam perspektif Islam,

101 Ahmad Syafii Maarif, Titik-Titik Kisar di Perjalanan Ku, h. 195

102 Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan; Studi tentang Percaturan dalam

Konstituante, h. 16 dan 18

Page 84: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

173

tetapi Islam menekankan yang dinamakan prinsip syura atau musyawarah, artinya

menurut Ahmad Syafii Maarif adalah prinsip syura menempatkan manusia setara di

depan hukum bahkan di depan Tuhan sekalipun. Jadi Syafii Maarif berpendapat Islam

itu tidak menjelaskan suatu bentuk pemerintahan, tetapi Islam lebih dekat dengan

sistem demokrasi dan bentuk pemerintahan republik, walaupun demikian demokrasi

dan pemikiran yang digunakan tidak selalu sama dengan Barat.

Ahmad Syafii Maarif tidak setuju terhadap tokoh-tokoh Islam yang terus

mendesakkan dasar negara Islam untuk Indonesia. Berbeda dengan pandangan para

tokoh Islam lainnya, terutama dari golongan tua dari kubu modernis, Ahmad Syafii

Maarif justru bersyukur karena usaha para tokoh Islam untuk menjadikan Islam

sebagai ideologi dan dasar negara gagal. Apalagi jika yang dimaksudkan sebagai

dasar negara Islam itu adalah syariat sebagaimana yang telah dirumuskan oleh para

imam mazhab. Menurut Syafii Maarif, syariat seperti itu hanyalah merupakan hasil

ijtihad mereka jauh sebelum jatuhnya kekaisaran Baghdad. Bagaimana mungkin akan

diterapkan pada abad ke-20. Seandainya syariat dan dasar negara Islam itu jadi

kenyataan pada tahun 1950-an, perpecahan besar akan melanda bangsa Indonesia.

“Boleh jadi umurnya tidak akan lebih dari 50 hari, karena partai-partai Islam akan

bertarung sendiri untuk membawa syari’at dalam kehidupan politik”, akhirnya

menurut Ahmad Syafii Maarif, meskipun usaha seperti itu konstitusional, bagaimana

pun ia merupakan usaha prematur yang tidak realistis karena belum mempersiapkan

pondasi intelektual keagamaan yang kukuh.

Page 85: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

174

Ahmad Syafii Maarif menyayangkan, pada abad semodern ini belum ada satu

contoh pun tentang negara Islam yang dapat dijadikan teladan. Semuanya

bermasalah. Islam malah sering digunakan untuk tangga mendapatkan keuntungan

duniawi. Dalam ungkapan lain, nama Tuhan sering dibajak untuk tujuan-tujuan

rendah. Maarif tidak rela dan bahkan berontak melihat kenyataan buruk semacam ini.

Ia tidak mau menyaksikan apabila Islam dijadikan ”barang dagangan” dengan harga

murah. Islam adalah pedoman hidup maha sempurna. Syafii Maarif melihat proyek

negara Islam yang diawali abad ke-20 tidak satupun yang berdasakan hasil penelitian

komprehensif dan mendalam dengan menyiginya di bawah cahaya al-Qur’an dengan

konsep syuranya yang menempatkan manusia pada posisi setara dan sejajar.103

Jika upaya serba radikal ini gagal, dan memang tidak punya syarat untuk

berhasil, maka menurut Syafii Maarif sebab utamanya adalah karena sebuah gagasan

besar dikerjakan oleh otak-otak kecil yang lebih banyak dikuasai oleh emosi, bukan

oleh kekuatan penalaran yang mantap secara teori, tetapi belum berangkat dari

pemahaman al-Qur’an dan al-Hadits secara autentik. Suasana dunia Islam yang

terjepit telah dijadikan dasar tak langsung dari teori yang coba dibangun itu. Hasil

akhirnya pasti akan kacau balau karena suasana batin yang marah menghadapi

realitas telah dijadikan pangkal tolak dalam membangun teori pasti akan sia-sia.104

Dalam masalah syariat, jelas Ahmad Syafii Maarif lebih melihat konsep

syariat sebagai esensi Islam sebagai agama keadilan, bukan semata-mata hukum-

103 Ahmad Syafii Maarif, Titik-Titik Kisar di Perjalanan Ku, h. 231

104 Ahmad Syafii Maarif, Titik-Titik Kisar di Perjalanan Ku, h. 232

Page 86: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

175

hukum yang bersifat particular. Menurut M. Syafii Anwar,105

Ahmad Syafii Maarif

mengkitik tajam pemikiran kelompok Islam radikal. Dalam formulasi Syafii Anwar,

setidaknya ada tiga kritik utama dari Ahmad Syafii Maarif terhadap kelompok Islam

radikal yang sangat bersemangat untuk menggesa penerapan syariat Islam. Kritik

pertama, kelompok Islam radikal memahami syariat secara simplistik yakni semata-

mata dalam bingkai hukum dan fiqh saja. Apalagi jika syariat sekedar dipahami

sebagai pelaksanaan hukum rajam dan potong tangan, ini merupakan pemahaman

yang lemah secara intelektual. Lebih jauh lagi, pemahaman seperti ini akan membawa

implikasi serius terutama bagi munculnya kesan bahwa Islam adalah agama yang

menakutkan.

Kedua, Ahmad Syafii Maarif mengkritik pemahaman kelompok Islam radikal

atau modernis revivalis yang umumnya sangat -meminjam istilah Marshall Hodgson-

“shari’a minded”. Mereka yang tergolong “syari’a minded” ini umumnya melihat

syariah semata-mata disandarkan pada pendekatan hukum/fiqh serta pemikiran dan

pengamatan parsial yang “hitam–putih”. Mereka tidak melihat pengalaman historis

dan perbandingan dengan negara-negara Islam dalam mengimplementasikan syariat,

seperti Pakistan dan Sudan, yang sampai sekarang tetap dirundung masalah. Ia

menilai kelompok Islam radikal yang acap kali menuntut pelaksanaan syariat Islam

sangat ahistoris, karena menegasikan pengalaman kelompok, golongan, partai-partai

Islam di masa lalu dan masa kini yang selalu gagal memperoleh dukungan mayoritas

105 M. Syafii Anwar, Syafii Maarif,Bung Hatta, dan Deformalisasi Syariat, dalam Abd

Rohim Ghazali, Saleh Partoanan Daulay, ed,. Muhammadiyah dan Politik Islam Insklusif, h. 33

Page 87: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

176

dalam perdebatan-perdebatan di konstituante tahun 1950-an atau DPR, serta

perolehan suara dalam pemilu. Kelompok Islam radikal juga tidak mau belajar dari

pengalaman negara-negara lain yang terlalu bersemangat ingin menegakkan syariat

Islam, tetapi justru keadaannya tidak lebih baik.

Ketiga, Ahmad Syafii Maarif mengingatkan bahwa masalah mendasar umat

Islam Indonesia adalah bagaimana mengatasi keadaan yang carut-marut karena

ketimpangan ekonomi, pengangguran yang tinggi, pendidikan yang rendah. Keadaan

seperti ini tidak dibaca secara cerdas oleh kelompok Islam radikal. Mereka

memahami dan ingin menerapkan syariat serta bermaksud melakukan perubahan

terhadap situasi secara radikal, tanpa melihat realitas permasalahan bangsa secara

kritis dan jernih. Masalah-masalah mendasar bangsa seperti itu akan berhasil jika

dipecahkan dengan formalisasi syariat, apalagi jika konsepsi syariat itu lebih

bermuara pada pendekatan legal-formal yang eksklusif.106

Dari kritiknya terhadap Islam radikal itu, sikap Ahmad Syafii Maarif

sangatlah jelas, ia secara tegas menolak formalisasi syariat, karena baginya tuntutan

seperti itu bukan saja ahistoris, tidak realistis, dan tidak dilandasi dengan pondasi

intelektual yang kuat. Ketika muncul isu syariat Islam di Indonesia, dengan jelas dan

tegas Syafii Maarif mengatakan, bahwa syariat agama itu tidak diterapkan langsung

dalam kehidupan bernegara, masyarakat, berbangsa, tetapi ditarik dulu esensi

moralnya. Lalu esensi moral dari syariat agama itu dibersamakan dengan esensi

106 Syafii Anwar, ” Syafii Maarif, Bung Hatta, dan Deformalisasi Syariat” dalam Abd. Rohim

Ghazali dan Saleh Partaonan Daulay (ed), Muhammadiyah dan Politik Islam Inklusif , h. 33-35

Page 88: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

177

moral dari syariat agama-agama lain, dan bersama-sama dijadikan dasar moral etis

bagi kehidupan berbangsa, bermasyarakat, dan bernegara di Indonesia.107

Itulah sebabnya Ahmad Syafii Maarif bersama-sama dengan tokoh-tokoh

Islam semacam KH Hasyim Muzadi, Nurchalish Madjid, Masdar F. Mas’udi, dan

lain-lain pada tahun 2001 tegas-tegas menolak tuntutan penerapan kembali Piagam

Jakarta dan upaya-upaya memformalisasikan syariat yang disuarakan oleh kelompok

Islam radikal dan partai-partai Islam lainnya. Karena sikapnya yang menolak

kembalinya Piagam Jakarta ini, sebagian golongan Muhammadiyah dan sejumlah

ormas Islam dari kelompok modernis revivalis, menilai Maarif sebagai tokoh Islam

yang anti syariat. Sejumlah penulis dari kalangan Islam radikal juga mengecap sikap

Maarif yang menurut mereka “tidak mendukung mereka perjuangan umat Islam”.108

Pemikiran Maarif yang menolak tuntutan penerapan kembali piagam Jakarta karna

Maarif dipengaruhi oleh pemikiran gurunya Prof. Fazlur Rahman. Pemikir asal

Pakistan ini memang sangat percaya bahwa syura merupakan gagasan politik ulama

dalam al-Qur’an. Bagi Rahman, syura adalah sebuah institusi yang telah ada dalam

masyarakat Arabiah pra-Islam, yakni ketika mereka menyelesaikan persoalan

bersama melalui permusyawaratan. Adapun tentang bentuk demokrasi, Rahman

berpendapat bahwa bentuknya bisa berbeda-beda menurut kondisi yang ada dalam

masyarakat. Namun demikian, untuk memilih bentuk demokrasi yang sesuai dengan

107 Abd. Rohim Ghazali dan Saleh Partaonan Daulay, Muhammadiyah dan Politik Islam

Inklusif, h. xii-xiii

108 Abd. Rohim Ghazali dan Saleh Partaonan Daulay, Muhammadiyah dan Politik Islam

Inklusif, h. 35

Page 89: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

178

masyarakat Islam, peranan ijtihad menjadi sangat menentukan. Bagi Rahman, umat

Islam bebas menentukan tipe sistem politik apa pun, termasuk demokrasi, sepanjang

perinsip syura dipertahankan dan dihormati secara sadar.109

Dari pandangan gurunyalah maarif menjadikan rujukan utama didalam

memformulasika pemikiran politiknya tentang Islam dan Negara. Karena itu, menurut

Maarif, tidak ada alasan untuk menolak sistem politik demokrasi, sekalipun

demokrasi liberal dari Barat, sepanjang prinsif syura dijalankan secara konsekuen.

Bagi Ahmad Syafii Maarif, sebutan negara Islam itu tidak diperlukan lagi. Tetapi

bahwa moral Islam harus menyinari masyarakat luas (Indonesia) adalah sebuah

keniscayaan, jika memang Indonesia ingin menjadi sebuah negara yang adil dan

makmur. Menurut Ahmad Syafii Maarif, perangkat hukum-hukum Islam dapat

dikawinkan dengan sistem hukum nasional melalui proses demokratisasi. Yang

penting adalah prinsip moral Islam bagi tegaknya keadilan untuk semua harus

dijadikan program untuk bertindak. Adapun beberapa prinsip hukum Islam untuk

publik dapat saja diintegrasikan dalam hukum nasional, sehingga tidak lagi bersifat

eksklusif, kecuali yang bertalian dengan hukum keluarga, seperti perkawinan,

warisan, wakaf, dan juga yang menyangkut masalah zakat.110

Dalam konteks Indonesia, doktrin etika moral al-Qur’an, masih lebih

menonjol dalam retorika dan bahkan menjadi komoditas politik para politisi, dari

109 Abd. Rohim Ghazali dan Saleh Partaonan Daulay, Muhammadiyah dan Politik Islam

Inklusif, h. 43

110 Ahmad Syafii Maarif, Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan (Bandung:

Mizan, 2009), h. 75

Page 90: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

179

pada sebagai pedoman hidup sehari-hari. Contoh yang paling menonjol dari

fenomena ini adalah munculnya beberapa komponen umat yang menganut

diberlakukannya syariat Islam dan atau diberlakukannya kembali Piagam Jakarta.

Mereka ini, disebut Ahmad Syafii Maarif sebagai kelompok yang lebih menekankan

simbol dari pada substansi.111

Syafii Maarif mengutip ungkapan bung Hatta yang mengatakan; “Janganlah

gunakan filsafat gincu, tampak tapi tak terasa, pakailah filsafat garam, tak tampak

tetapi terasa.112

Hatta dengan imannya yang tulus tidak rela menyaksikan Islam

Indonesia seperti gincu, tampak tetapi tidak terasa, sibuk dengan serimoni tetapi

kehilangan substansi, meneriakkan “Allahu Akbar” sambil merusak dan menghujat

orang lain.113

Istilah “garam dan gincu” ini sering dikutip Maarif untuk menjelaskan

posisinya dalam masalah hubungan Islam dan negara. Jadi, Islam diharapkan dapat

mewarnai cara bertindak, berpikir dan merasa, meski tidak diformalisasikan. Dengan

cara itu dampaknya pun lebih baik karena akan terjadi internalisasi nilai-nilai.

Menurut Maarif, pemahaman syariat hanya sebagai hukum dan fiqh sangatlah

simplistik. Sebab, syariah memang bukan hukum dan fiqh tetapi nilai-nilai dan

moralitas yang menyemangati keadilan, kesetaraan, keadaban, dan kemanusiaan.

Satu hal yang kini banyak disalahpahami dari Ahmad Syafii Maarif, adalah

kekurang setujuanya pada upaya pemberlakuan syariat Islam atau Piagam Jakarta.

111 Abd. Rohim Ghazali dan Saleh Partaonan Daulay, Muhammadiyah dan Politik Islam

Inklusif, h. 21

112 Z. Yasni, Bung Hatta Menjawab (Jakarta: Gunung Agung, 1979), h. 179

113 Ahmad Syafii Maarif, Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan, h. 281

Page 91: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

180

Yang kurang bahkan yang tidak ia setujui sebenarnya bukanlah pemberlakuan syariat

Islam melainkan pemaknaannya yang eksklusif. Syriat Islam, bagi Ahmad Syafii

Maarif adalah etika atau norma kehidupan bersama yang universal. Syariat Islam

tidak bisa dibatasi oleh ruang dan waktu karena hal itu akan mengerdilkannya atau

mendistorsinya.

Syariat Islam tidak bisa dikurung dalam ruang sempit hanya untuk

kepentingan yang eksklusif. Tentu saja, Ahmad Syafii Maarif tidak akan menyetujui

upaya siapa pun yang ingin mengerdilkan dan mendistorsi aspek-aspek tertentu dari

Islam. Karena Islam adalah agama universal. Agama yang berasal dari Tuhan seluruh

alam, dan dibawa oleh seorang Rasul yang juga diperuntukkan (sebagai pembawa

rahmat) untuk seluruh alam.114

B. Pandangan Ahmad Syafii Ma’arif tentang Pancasila sebagai Ideologi Negara

Indonesia

Menurut Ahmad Syafii Maarif, setelah dikaji dalam konteks kultur Indonesia,

sampai sekarang tidak ada konsep lain yang tepat yang secara rasional dapat

mengukuhkan persatuan dan keutuhan bangsa, kecuali lima dasar Pancasila.115

Kelima sila Pancasila itu jika dipahami secara benar dalam satu kesatuan tidak ada

yang perlu dipersoalkan dari pandangan sudut pandangan teologi Islam. Sila pertama

114 Abd. Rohim Ghazali dan Saleh Partaonan Daulay, Muhammadiyah dan Politik Islam

Inklusif, h. 25-26

115 Ahmad Syafii Maarif, Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan, h. 23

Page 92: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

181

Ketuhanan Yang Maha Esa akan menjadi sila kosong bilamana keadilan dan

kemakmuran untuk semua tidak menjadi realitas di tanah air kita.

Pengalaman traumatik masa lampau jangan diulang lagi, sebab hanya akan

berujung dengan kesia-siaan. Dengan ungkapan lain, Islam yang harus ditawarkan

adalah sebuah Islam yang bersedia bergandengan tangan dengan nilai-nilai

keindonesiaan dan nilai-nilai kemanusiaan yang beradab.116

Maka demi upaya

mengukuhkan keindonesiaan dan kemanusiaan, bagi Maarif Piagam Jakarta tidak

perlu lagi dilihat dari perspektif legal formal, tetapi diambil ruhnya berupa tegaknya

keadilan yang merata bagi seluruh penghuni Nusantara, tanpa diskriminasi.

selanjutnya Pancasila yang sudah disepakati sebagai ideologi dan dasar negara

Indonesia, harus membukakan pintu seluas-luasnya bagi masuknya sinar wahyu. Bagi

Ahmad Syafii Maarif, langkah ini perlu dilakukan agar Pancasila ini bebas dari

tuduhan dari sebutan negara sekuler. Pancasila dengan nilai-nilai luhurnya harus

berhenti untuk hanya dijadikan retorika politik. Semua nilai yang terkandung dalam

Pancasila harus diterjemahkan ke dalam format yang konkrit sehingga prinsip

“keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” benar-benar menjadi kenyataan.

Ahmad Syafii Maarif berpendapat bahwa Pancasila dapat disebandingkan -

meski tidak persis sama- dengan Piagam Madinah. Alasannya berdasarkan dua hal;

pertama, secara substantif, baik Piagam Madinah maupun Pancasila mengakui kaitan

antara nilai-nilai agama dan masalah-masalah kenegaraan. Kedua, secara fungsional,

kedua rumusan politik tersebut mencerminkan titik temu (common platform), yang

116 Ahmad Syafii Maarif, Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan, h. 312

Page 93: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

182

berfungsi sebagai prinsip-prinsip yang mengatur sebuah masyarakat politik dengan

latar belakang sosial keagamaan yang beragam.117

Sholahuddin Wahid seorang tokoh Nahdatul Ulama (NU) dalam hal ini

berpendapat, Pancasila adalah cara terbaik, sudah sebagai wujud kesepakatan

bersama. Dengan Pancasila, Indonesia kendati bukan negara agama (Islam), tetapi

juga bukan negara sekuler. Keberadaan Departemen Agama misalnya, merupakan

bentuk titik temu antara negara sekuler dengan negara agama. Bahkan, ketika UU

Perkawinan bisa dimasuki oleh ketentuan syariat Islam, maka penafsiran para tokoh

Islam terhadap Pancasila mulai berubah, yang semula dianggap sekuler menjadi

sesuatu yang bersifat religius.118

Menurut Syafii Maarif, penerimaan Pancasila sebagai dasar falsafah negara

oleh para pemikir Muslim Indonesia yang lebih mudah ialah penerimaan secara sadar,

bukan karena kalkulasi politik kekuasaan, bukan pula untuk mengganti Islam dengan

Pancasila, sesuatu yang tidak mungkin. Para pemikir ini menurut Syafii Maarif

adalah generasi-generasi terdidik yang lahir di era lain dibandingkan dengan generasi

sebelumnya yang sibuk dengan pertarungan tentang masalah dasar negara yang

sangat melelahkan itu. Bagi pemikir yang datang kemudian, alur pemikiran dan

117 Bahtiar Efendy, Islam dan Negara Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di

Indonesia, h. 243

118 Dhurorudin Mashad, Akar Konflik Politik Islam di Indonesia (Jakarta: Pustaka Al-

Kautsar), i

Page 94: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

183

strategi intelektualnya sudah berbeda, “ilmu garam jauh lebih penting dari pada ilmu

gincu”.119

Maka tugas selanjutnya menurut Syafii Maarif, adalah mengisi Pancasila

dengan nilai-nilai kenabian yang sangat kaya dalam masalah moral, etika, sumber

hukum, dan doktrin eskatologis yang tidak mungkin diberikan filsafat ciptaan

manusia. Untuk keperluan masalah-masalah besar ini, Pancasila harus bersikap jujur

dalam mengukur dirinya yang serba terbatas dalam dinding keindonesiaan, sekalipun

aspek universal dari empat sila yang lain dapat dikembangkan lebih jauh.

Jika Pancasila tetap saja menjadi permainan bibir, sementara prinsip-

prinsipnya diabaikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,

maka menurut Syafii Maarif masa depan Indonesia sulit sekali dibayangkan akan

menjadi lebih baik. Ia mengatakan bahwa sudah lebih 60 tahun Indonesia merdeka

tapi hampir tidak ada pemerintahan yang benar-benar berpihak kepada rakyat banyak

yang miskin. Memang di era demokrasi liberal tahun 1950-an, ada dua atau tiga

kabinet yang mempunyai program bagus untuk kesejahteraan rakyat, tetapi tidak

punya waktu untuk melaksanakannya karena umurnya relatif singkat. Pertentangan

partai-partai menjadi sebab utama mengapa umur kabinet di era itu tidak bisa

panjang.120

119 Ahmad Syafii Maarif, Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan, h. 284

120 Ahmad Syafii Maarif, Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan, h. 315

Page 95: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

184

C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka

Saat hal yang patut kita terima ialah kesepakatan bahwa Pancasila sebagai

ideologi terbuka. Pengertian secara umum Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah

ideologi yang terbuka kepada perubahan-perubahan yang datang dari luar, tetapi

memiliki kebebasan dan integritas untuk menentukan manakah nilai-nilai dari luar

yang mempengaruhi dan mengubah nilai-nilai dasar yang selama ini sudah ada dan

manakah yang tidak boleh berubah.121

Terlepas dari pernyataan perumusan dan

pengkalimatan formalnya sebagaimana terpateri dalam Mukaddimah UUD 1945,

masing-masing nilai yang lima itu menciptakan suatu sosial-politk yang potensi

sangat dan selaras antara semua anggota masyarakat, mengikuti commonsense

masing-masing pribadi. Pandangan sosial-politik yang dihasilkan itu semua absah

belaka, sepanjang sejarah tidak menghalangi jiwa dan semangat dan titik temu

kebaikan bersamaan antara semua golongan, tanpa diskriminasi atau pembedaan satu

dari yang lain secara tidak benar.

Sebagai ideologi terbuka, maka Setiap orang dapat memberikan kontribusi

tentang arti sila-sila yang terdapat dalam Pancasila. Sebagai sumber legitimasi politik

dan mengandung cita-cita nasional yang tinggi, Pancasila tidak mungkin di buatkan

penjabarannya sekali untuk selamanya. Pelaksanaan nilai-nilai itu akan menyatu

dengan proses, dan proses yang progresif (terus menerus membuat kemajuan) hanya

akan terjadi jika dijiwai dengan semangat keterbukaan sebagai ideologi yang juga

121 Omcivics. “Panvasila Sebagai Ideologi Terbuka”. Artikel ini diakses pada 12 November

2009 dari http://www.Slideshare.net/omcivics/pancasila -sebagai-ideologi-terbuka.

Page 96: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

185

mengandung nilai-nilai universal, Pancasila tidak mungkin diwujudnyatakan dengan

semangat napistis dan atapistis. Ini berarti Pancasila harus dipersepsikan sebagai

ideologi yang terbuka, kesanalah muara konpergensi nasional dan nilai Indonesia.122

Pemahaman yang bisa ditarik dari penjelasan tersebut adalah bahwa Pancasila

mempunyai muatan makna yang bersifat terbuka, universal, dan visioner, dengan kata

lain Pancasila mengandung nilai-nilai yang bisa diterjemahkan dan diwujudkan dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara, sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan

bangsa Indonesia, kapan pun dan dimana pun. Penafsiran ini tentunya harus

disesuaikan dengan budaya dan agama masyarakat setempat, sehingga antara nilai-

nilai Pancasila dengan agama yang dianut masyarakat tidak bertentangan.

Tidak diragukan lagi bahwa Pancasila diterima sebagai dasar negara, karena

dianggap secara prinsipil dan konsepsional, nilai-nilainya tidak bertentangan dengan

Islam, bahkan mempunyai spirit yang sama. Perbedaan dan pertentangan terjadi antar

Islam dan Pancasila tidak dalam konteks nilai-nilainya, tetapi tafsiran yang diberikan

terhadap Pancasila melampaui batas-batas dari spirit muatan nilai-nilai Pancasila itu

sendiri, sehingga terjadi pertentangan antara Islam dan Pancasila.

Syafii Maarif pun berpendapat bahwa Pancasila sebagai dasar negara harus

bersifat terbuka. Dengan kata lain, bila Pancasila ingin tetap bermakna bagi

masyarakat Indonesia, ia harus membuka diri untuk menerima sinar dari agama-

agama yang berorientasi pada nilai-nilai transedental yang lebih tinggi. Dalam

122 Nurchalish Madjid, Islam, Kemoderenan, dan Keindonesiaan (Bandung: Mizan, 1987), h.

42

Page 97: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

186

konteks masyarakat indonesia yang mayoritas pemeluknya beragama Islam. Syafii

Maarif mengharapkan agar Islam dijadikan sumber moral bagi umat Islam, ini juga

berarti bahwa penganut agama berhak penuh menyinari Pancasila dengan ajaran

agamanya masing-masing.123

D. Relevansi Pemikiran Ahmad Syafii Maarif dalam Konteks Indonesia Dewasa

Ini

Belajar dari realitas sejarah politik Indonesia yang lebih banyak merugikan

umat Islam, memaksa kita melakukan reorientasi politik dengan berpijak pada sirah

nabawiyah (sejarah Nabi) bahwa Dustur Madinah (Piagam Madinah) secara

substansial dinilai mempunyai persamaan dengan Pancasila. Keduanya sama-sama

merupakan jawaban konstitusional terhadap realitas sosio-politik masyarakat yang

tengah dihadapi. Piagam Madinah maupun Pancasila merupakan jawaban terhadap

realitas pluralisme keagamaan dalam masyarakat masing-masing (Madinah maupun

Indonesia).

Pemahaman ini hendaknya bisa melahirkan kesadaran baru bagi umat Islam

Indonesia, bahwa Islam perlu dimasyarakatkan tanpa harus mengganti Pancasila atau

bahkan dalam bentuk formalisme lainnya, termasuk partai. Yang penting adalah

mengembangkan substansi Islam. Islam lebih berperan sebagai patokan utama,

123 Ahmad Syafii Maarif, Piagam Madinah dan Konvergensi Sisial, (Pesantren No. 3, Vol.

VII), h. 21-22

Page 98: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

187

sebagai sumber moral bagi pelaksanaan bernegara, bahkan termasuk sumber moral

bagi pelaksanaan Pancasila.

Islam yang ingin dikembangkan di Indonesia adalah sebuah Islam yang

ramah, terbuka, inklusif, dan mampu memberi solusi terhadap masalah-masalah besar

bangsa dan negara. Sebuah Islam yang dinamis dan bersahabat dengan lingkungan

kultur, sub-kultur, dan agama kita yang beragam, sebuah Islam yang memberi

keadilan, kenyamanan, keamanan, dan perlindungan kepada semua orang yang

berdiam di Nusantara ini, tanpa diskriminasi, apapun agama yang diikutinya atau

bahkan tidak diikutinya. Sebuah Islam yang sepenuhnya berpihak kepada rakyat

miskin, sekalipun ajarannya sangat anti-kemiskinan, sampai kemiskinan itu berhasil

dihalau sampai ke batas-batas yang jauh di negeri kepulauan ini.

Kegigihan dan keinginan sekelompok masyarakat Muslim untuk mendirikan

negara Islam Indonesia, dapat menimbulkan citra buruk bagi umat Islam. Apalagi

keinginan tersebut kerapkali diiringi dengan tindakan-tindakan anarkis dan cenderung

represif, kondisi ini dapat menimbulkan kecurigaan, bahkan kebencian di kalangan

kelompok-kelompok lainnya. Bahkan yang lebih buruk lagi, tudingan Barat terhadap

Islam sebagai sumber teroris dunia seakan-akan mendekati kebenaran. Bila hal ini

dikenal sebagai agama pembawa rahmat akan menjadi cacat.

Sudah saatnya umat Islam Indonesia memiliki kesadaran bahwa berjuang

untuk Islam tidak hanya dapat dilakukan dengan usaha mendirikan negara Islam.

Tetapi lebih jauh dari itu, dapat pula dilakukan dengan berjuang melalui berbagai

sektor kehidupan lainnya. Sektor pendidikan, ekonomi, dan stabilitas nasional

Page 99: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

188

merupakan beberapa bidang yang cukup mendesak untuk ditangani. Keterpurukan

perekonomian Indonesia saat ini lebih disebabkan lemahnya ketiga sektor di atas.

Jika Islam ditampilkan dengan wajah garang oleh segelintir orang -egoistik,

penuh retorika murahan- ibarat monster, pasti akan menakutkan dan dibenci oleh

banyak pihak yang berfikir jernih, siapa pun mereka, apa pun agamanya. Sebuah

monster yang sering berbicara atas nama Tuhan, jelas terlepas dari kawalan syariah

dalam maknanya yang benar.

Pemikiran Ahmad Syafii Maarif yang secara tegas menolak formalisasi

syariat, sepertinya mesti kita pertimbangkan secara adil. Baginya tuntutan seperti itu

bukan saja ahistoris, tidak realistis, dan tidak dilandasi dengan pondasi intelektual

yang kuat. Ahmad Syafii Maarif yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad saw tidak

pernah menyatakan diri sebagai seorang penguasa. Fakta ini memberikan sebuah

interpretasi bagi kita semua bahwa politik hakikatnya hanyalah sarana, sebagai alat

bagi agama, dan bahkan sebagai sebuah perwujudan (suatu eksistensi) dari agama itu

sendiri.

Dengan demikian bisa kita terima tawaran intelektual Ahmad Syafii Maarif,

tentang sebutan negara Islam itu tidak diperlukan lagi. Tetapi bahwa moral Islam

harus menyinari masyarakat luas (Indonesia) adalah sebuah keniscayaan, jika

memang Indonesia ingin menjadi sebuah negara yang adil dan makmur. Untuk

kondisi Indonesia saat ini, semestinya umat Islam sudah lebih mau terbuka bahwa

perangkat hukum-hukum Islam dapat dikawinkan dengan sistem hukum nasional

melalui proses demokratisasi.

Page 100: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

189

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari uraian di atas, dapat penulis simpulkan sebagai berikut:

Page 101: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

190

1. Menurut Ahmad Syafii Maarif, bahwa Nabi Muhammad saw tidak pernah

menyatakan diri sebagai seorang penguasa. Fakta ini memberikan sebuah

interpretasi bahwa politik hakikatnya hanyalah sarana dan bahkan sebagai sebuah

perwujudan (suatu eksistensi) dari agama itu sendiri. Apalagi realitas al-Qur’an

tidak memberikan pola teori kenegaraan secara baku. Umat Islam diberi

kebebasan untuk membangun sistem politiknya sesuai dengan tantangan zaman

dan tuntutan masyarakat.

2. Ahmad Syafii Maarif secara tegas menolak formalisasi syariat, karena baginya

tuntutan seperti itu bukan saja ahistoris, tidak realistis, dan tidak dilandasi dengan

pondasi intelektual yang kuat

3. Bagi Ahmad Syafii Maarif, sebutan negara Islam itu tidak diperlukan lagi. Tetapi

bahwa moral Islam harus menyinari masyarakat luas (Indonesia) adalah sebuah

keniscayaan. Menurut Ahmad Syafii Maarif, perangkat hukum-hukum Islam

dapat dikawinkan dengan sistem hukum nasional melalui proses demokratisasi.

Yang penting adalah prinsip moral Islam bagi tegaknya keadilan untuk semua

harus dijadikan program untuk bertindak. Adapun beberapa prinsip hukum Islam

untuk publik dapat diintegrasikan dalam hukum nasional, sehingga tidak lagi

bersifat eksklusif, kecuali yang bertalian dengan hukum keluarga, seperti

perkawinan, warisan, wakaf, dan juga yang menyangkut masalah zakat.

2. SARAN

Page 102: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

191

Setelah melalui proses dan kajian terhadap pemikiran Ahmad Syafii

Maarif dinamika ideologi Negara Indonesia, kiranya penulis perlu

mengemukakan saran sebagai kelanjutan dari kajian penulis atas hal-hal tersebut

di atas, yaitu; perlunya penelitian yang lebih komprehensif tentang Pancasila

sebagai ideology terbuka secara khusus, sehingga mampu memberikan informasi

yang lebih utuh. Dengan penelitian yang lebih komprehensif, diharapkan dapat

melahirkan pemahaman bahwa Indonesia merupakan Negara yang multi cultural,

multi agama, dan etnis. Untuk itu diperlukan suatu bangunan Negara nasional

yang mampu menggabungkan kesemua unsur budaya dan keragaman cultural

Indonesia.

Page 103: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

192

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, Manzoruddin.“The Classical Muslim State”, Islamic Studies, 1. no. 3

September, 1962

Ansari, Endang Syaifuddin. Komitmen Umat Islam Indonesia; Pokok-Pokok Pikiran

tentang Islam. Jakarta: Usaha Enterprises, 1976

Antono, Raja Juli. Laporan Tahunan , Jakarta, Maarif Institute, 2000-2007

Amir Azis, Ahmad. Neo Modernisme Islam Indonesia; Gagasan Sentral Nurcholish

Madjid dan Abdurrahman Wahid. Jakarta: PT. Bineka Cipta 1999

Apter, David E. Politik Modernisasi, Terjemahan Hermawan Sulistyo dan Wardah

Hafidz , Jakarta: PT Gramedia, 1987

Awwas, S. Irfan. Trilogi Kepemimpinan Negara Islam Indonesia; Menguak

Perjuangan Umat Islam dan Pengkhianatan Kaum Nasionalis-Sekuler.

Yogjakarta: Uswah, 2008

Azra, Azyumardi. Pergerakan Islam: Dari Fundamentalisme, Modernisme, Hingga

Postmodernisme, Jakarta: Paramadina,1996

Bakry, Ms Noor. Pancasila Yuridis Kenegaraan. Yogjakarta: Liberty, 1994

Clark, Paul Barry dan Andrew Linxey, ed., Distionary of Ethics, Theology and

Society, New York; Routledge, 1996

Darmodiharjo, Darji, dkk. Santiaji Pancasila; Suatu Tinjauan Filosofis, Historis dan

Yuridis-Konstitusional. Surabaya: Usaha Nasional, 1991

Efendy, Bahtiar. Islam dan Negara, Transformasi Pemikiran dan Praktek Politik

Islam Indonesia. Jakarta: Paramadina, 1998

Effendy, Onong Uchyana. Dimensi Komunkasi, Bandung: Alumni, 1981

Ghazali, Abd Rohim. Muhammadiyah dan Politik Islam Inklusif. Jakarta: Maarif

Institute, 2005

Refleksi 70 Tahun Ahmad Syafii Maarif Cermin untuk Semua

Jakarta: Maarif Institute, 2005

Page 104: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

193

Ismail, DR. Faisal. Ideologi Hegemoni Dan Otoritas Agama: wacana ketegangan

kreatif antara Islam dan Pancasila, Yogyakarta: Tiara Wancana,1999

Jansen, G.H. Islam Militan, Terjemahan Armahedi Mahzar. Bandung: Pustaka, 1980

Maarif, Ahmad Syafii. Islam dan Masalah Kenegaraan; Studi tentang Percaturan

dalam Konstituante. Jakarta: LP3ES, 1996

Islam di Masa Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin,

dalam Fauzi Rahman (Ed.), Peta Bumi Intelektualisme Islam di Indonesia.

Bandung: Mizan, 1994

Independensi Muhammadiyah: Di Tengah Pergumulan Islam

dan Politik, Jakarta:Cidesindo,2000

Titik-Titik Kisar di Perjalanan Ku. Yogjakarta: Ombak, 2006

Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan.

Bandung: Mizan, 2009

Peta Bumi Intlektualisme Islam di Indonesia (Jakarta: Mizan,

1995), Cet. Ke-3

Piagam Madinah dan Konvergensi Sisial, Pesantren No. 3, Vol.

VII

Madjid, Nurchalish. Islam, Kemoderenan, dan Keindonesiaan , Bandung:

Mizaan,1978

Mangkusasmito, Prawoto. Pertumbuhan Historis Rumus Dasar Negara dan Sebuah

Projeksi,Jakarta:Hudaya,1970

Mashad, Dhurorudin. Akar Konflik Politik Islam di Indonesia. Jakarta: Pustaka Al-

Kautsar, 2008

Natsir, Mohammad. Capital Selecta. Jakarta: Bulan Bintang, 1973

Nawiriddin. Islam dan Pancasila: Studi Hubungan Ideal dalam Konstruk Negara

Nasional, Tesis Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta 2008

Page 105: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

194

Ridjal, Fauzi. Dinamika Budaya dan Politik dalam Pembangunan, Yogyakarta: PT.

Tiara Wacana Yogya, 1991

Sjadzali, Munawir. Islam dan Tata Negara; Ajaran, Sejarah dan Pemikiran. Jakarta:

UI Press, 1993

Soekarno. Di Bawah Bendera Revolusi, Jakarta: Darul Falah, 1964

Suara Karya, Ketua Umum: Muhammadiyah Tetap sebagai Organisasi Sosial,

Jakarta, 2000

Taimiyah, Ibnu. Al-Siyasah al-Syar’iyyah. Beirut: Dar al-Kitab al-Arabiyah, 1996

Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988

Wahid,Marjuki, Rumadi. Fiqh Madzhab Negara: kritik atas Politik Hukum Islam Di

Indonesia, Yogtakarta: LKiS, 2001

Yasni, Z. Bung Hatt Menjawab. Jakarta: Gunung Agung, 1979

Yunus, M. Yunan. Teologi Muhammadiyah Cita Tajdid dan Realitas Sosial ,Jakarta:

Uhamka Press, 2005

Zaidan, Abd Al-Karim. Al-Fardl wa al-Daulah fi al-Syariah al-Islamiyah. Al-Ittihad

al-Islami al-Alami, 1970

Zamharir, Muhammad Hari. Agama, dan Negara: Analisis Kritis Pemikiran Politik

Nurcholish Madjid, Raja Grafindo: Jakarta,2004

Internet:

Omcivics. “Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka”. Artikel ini diakses pada 12

November 2009 dari http://www.Slideshare.net/omcivics/pancasila -sebagai-

ideologi-terbuka

Page 106: DINAMIKA PEMIKIRAN POLITIK AHMAD SYAFII MAARIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/457/1/LIA HIYAH... · C. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.....83 . 100 D. Relevansi

195