43
DINAMIKA KADAR AIR TANAH PADA PENGGUNAAN LAHAN KELAPA (Cocos nucifera L.), BERA, DAN KARET (Hevea brasiliensis) DI KEBUN PERCOBAAN CIKABAYAN YURI ARDHYA STANNY DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017

DINAMIKA KADAR AIR TANAH PADA PENGGUNAAN LAHAN … · Yayat Hidayat, MSc selaku dosen penguji skripsi atas koreksi, ... DAFTAR TABEL 1 Metode analisis contoh tanah ... 5 Suhu tanah

  • Upload
    ngothu

  • View
    229

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

DINAMIKA KADAR AIR TANAH PADA PENGGUNAAN

LAHAN KELAPA (Cocos nucifera L.), BERA, DAN KARET

(Hevea brasiliensis) DI KEBUN PERCOBAAN CIKABAYAN

YURI ARDHYA STANNY

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2017

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dinamika Kadar Air

Tanah pada Penggunaan Lahan Kelapa (Cocos nucifera L.), Bera, dan Karet

(Hevea brasiliensis) di Kebun Percobaan Cikabayan adalah benar karya saya

dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun

kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2017

Yuri Ardhya Stanny

NIM A14120086

ABSTRAK

YURI ARDHYA STANNY. Dinamika Kadar Air Tanah pada Penggunaan Lahan

Kelapa (Cocos nucifera L.), Bera, dan Karet (Hevea brasiliensis) di Kebun

Percobaan Cikabayan. Dibimbing oleh ENNI DWI WAHJUNIE dan WAHYU

PURWAKUSUMA.

Dinamika kadar air tanah perlu diketahui untuk memprediksi ketersediaan

air bagi tanaman. Faktor fisik tanah seperti struktur, tekstur, bobot isi, dan bahan

organik, serta faktor eksternal seperti suhu, curah hujan, dan evaporasi

berpengaruh terhadap dinamika kadar air tanah. Dinamika kadar air tanah pada

penggunaan lahan kelapa (Cocos nucifera L.), bera, dan karet (Hevea brasiliensis)

pada kedalaman 0-10 cm, 10-20 cm, 20-30 cm, 30-40 cm, dan 40-50 cm dapat

diketahui dengan melakukan analisis sifat fisik tanah dan pengukuran lapang

seperti kadar air, suhu tanah, evaporasi, dan curah hujan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa suhu tanah tertinggi pada pagi hari terdapat pada lahan bera,

sedangkan pada siang hari terdapat pada lahan kelapa. Berbeda dengan lahan karet

yang memiliki suhu terendah baik pada pagi maupun siang hari. Suhu dan kadar

air tanah pada tiga penggunaan lahan menunjukkan fluktuasi terbesar di

permukaan tanah dan semakin kecil dengan semakin dalam tanah. Kadar air tanah

pada penggunaan lahan kelapa sebelum dan setelah hujan menunjukkan pola yang

berbeda, sedangkan kadar air tanah pada penggunaan lahan bera dan karet

menunjukkan pola yang hampir sama. Lahan bera memiliki kadar air yang lebih

berfluktuasi di permukaan tanah sedangkan pada lahan karet tidak terlalu

berfluktuasi. Ketersediaan air tanah pada lahan karet lebih baik dibandingkan

dengan lahan kelapa dan bera.

Kata kunci: Curah hujan, evaporasi, penggunaan lahan, sifat fisik tanah, suhu

tanah

ABSTRACT

YURI ARDHYA STANNY. The Dynamic of Soil Moisture on Coconut (Cocos

nucifera L.), Fallow, and Rubber (Hevea brasiliensis) Land Uses in Cikabayan

Field Experiment. Supervised by ENNI DWI WAHJUNIE and WAHYU

PURWAKUSUMA.

The dynamic of soil moisture needs to be known to predict the water

availability for plant. Soil physical factors such as soil structure, soil texture, bulk

density, and organic matter, and external factors such as temperature,

precipitation, and evaporation affect the dynamic of soil moisture. The dynamic of

soil moisture on coconut (Cocos nucifera L.), fallow, and rubber (Hevea

brasiliensis) land uses at depth of 0-10 cm, 10-20 cm, 20-30 cm, 30-40 cm and

40-50 cm were determined by analyzing several soil physical properties and direct

field measurements such as soil moisture content, soil temperature, evaporation,

and precipitation. The results showed that the highest temperature in the morning

occurred at the fallow land use, while in the afternoon it occurred at the coconut

land use. Rubber land use has the lowest temperature either in the morning or in

the afternoon. The greatest fluctuations of soil temperature and soil moisture of

each land use occurred at soil surface and decrease inline with soil depth. The

pattern of soil moisture according to soil depth in coconut land use was different

before and after rainfall occurrence, whereas fallow and rubber land uses

indicated a similar pattern either before or after rainfall occurrence. Soil moisture

of fallow land use fluctuated more violently at soil surface, while in the rubber

land use it fluctuated less violently. Soil moisture availability in the rubber land

use was better than coconut and fallow land uses.

Keyword: evaporation, land use, precipitation, soil physic, soil temperature

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DINAMIKA KADAR AIR TANAH PADA PENGGUNAAN

LAHAN KELAPA (Cocos nucifera L.), BERA, DAN KARET

(Hevea brasiliensis) DI KEBUN PERCOBAAN CIKABAYAN

YURI ARDHYA STANNY

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2017

Judul Skripsi: Dinamika Kadar Air Tanah pada Penggunaan Lahan Kelapa (Cocos nucifera L.), Bera, dan Karet (Hevea brasiliensis) di Kebun Percobaan Cikabayan

Nama NIM

: Yuri Ardhya Stanny : A14120086

Dr Ir Enni Dwi Wahjunie, MSi Pembimbing I

Tanggal Lulus: 2 1 FEB 2017

Disetujui oleh

Ir Wahyu Purwakusuma, MSc Pembimbing II

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan

penyusunan skripsi. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan dari

bulan Desember 2015 hingga Juni 2016 adalah Dinamika Kadar Air Tanah pada

Penggunaan Lahan Kelapa (Cocos nucifera L.), Bera, dan Karet (Hevea

brasiliensis) di Kebun Percobaan Cikabayan.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Ibu Hartati, sosok bunda yang melahirkan, membesarkan, dan selalu

memberikan doa, motivasi, dan dukungan dengan penuh kasih sayang

kepada penulis hingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan,

penelitian hingga penyusunan skripsi.

2. Dr. Ir. Enni Dwi Wahjunie, MSi selaku dosen pembimbing akademik

sekaligus pembimbing skripsi pertama yang senantiasa memberikan

arahan, motivasi, serta bimbingan dengan penuh kesabaran, mulai dari

urusan nilai perkuliahan, penelitian hingga penyusunan skripsi.

3. Ir. Wahyu Purwakusuma, MSc selaku dosen pembimbing skripsi kedua

yang senantiasa memberikan saran, bimbingan, dan arahan dengan penuh

kesabaran selama penelitian dan penyusunan skripsi.

4. Dr. Ir. Yayat Hidayat, MSc selaku dosen penguji skripsi atas koreksi,

saran, dan nasihat kepada penulis demi penyempurnaan skripsi.

5. Bapak Syaifulloh dan seluruh staff Laboratorium Konservasi Tanah dan

Air serta staff laboratorium lain di Departemen Ilmu Tanah dan

Sumberdaya Lahan.

6. Eri Addharu, teman satu bimbingan sekaligus penelitian yang saling

membantu, bertukar pikiran, dan pendapat dari awal penelitian hingga

akhir penyusunan skripsi.

7. Fajria, Rani, Asep, Affan, Afiton, Sugeng, Darmawan, Taufik, Wahyudi,

Chakim, Ajiz, Ade, Rian, Puji, Lia, Tijar, Rizki, Bang Ichsan, dan seluruh

teman-teman divisi KTA yang banyak membantu selama penelitian di

Cikabayan.

8. Sahabat terbaik, Atryena, Fadika, Venny, Desi, Saki, Ratu, Bela,

Faadhilah, Denanda, Sufiah, Diyah, Indira, dan seluruh keluarga Ilmu

Tanah 49 atas pengalaman kuliah bersama hingga saling membantu dan

memberikan doa serta dukungan.

9. Seluruh pihak yang telah membantu penulis saat penelitian dan tidak dapat

disebutkan satu persatu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi para pembaca.

Bogor, Februari 2017

Yuri Ardhya Stanny

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

TINJAUAN PUSTAKA 2

Kadar Air Tanah 2

Evaporasi 2

Curah Hujan 3

Suhu Tanah 3

METODE 3

Tempat dan Waktu Penelitian 3

Bahan dan Alat 4

Metode Penelitian 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Kondisi Umum Penggunaan Lahan 7

Suhu Tanah 10

Hubungan Suhu Tanah dan Kadar Air Tanah 12

Dinamika Kadar Air Tanah 12

Ketersediaan Air Bagi Tanaman 17

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 19

LAMPIRAN 21

RIWAYAT HIDUP 27

DAFTAR TABEL

1 Metode analisis contoh tanah ....................................................................... 5

2 Tekstur, kadar bahan organik, bobot isi, dan indeks stabilitas agregat

pada tiga penggunaan lahan ....................................................................... 8

3 Distribusi ukuran pori pada tiga penggunaan lahan .................................... 10

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan alir pelaksanaan penelitian ................................................................ 4 2 Pengukuran evaporasi dengan panci evaporasi kelas A ................................ 6 3 Pengukuran suhu tanah dengan termometer tanah ........................................ 7

4 Kondisi umum lokasi penelitian: lahan kelapa (a), bera (b) dan karet

(c) di Kebun Percobaan Cikabayan IPB Dramaga ...................................... 8

5 Suhu tanah pada tiga penggunaan lahan ..................................................... 11 6 Kadar air dan suhu tanah pada kedalaman 0-10 cm, 20-30 cm, dan 40-

50 cm ...................................................................................................... 13 7 Kadar air dan suhu tanah pada tiga penggunaan lahan pada sebelum

dan setelah hujan ..................................................................................... 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kadar air berbagai pF pada tiga penggunaan lahan..................................... 21 2 Kadar air tanah pada tiga penggunaan lahan selama tujuh hari ................... 22

3 Suhu tanah pada tiga penggunaan lahan selama tujuh hari.......................... 23 4 Sketsa penentuan titik contoh pada penggunaan lahan kelapa (a), bera

(b), dan karet (c) ...................................................................................... 24 5 Kondisi akar tanaman kelapa (a), kondisi permukaan lahan kelapa

dengan serasah kering yang selalu dibersihkan (b), contoh tanah

lahan bera terdapat banyak akar serabut (c), kondisi permukaan dan

bentuk lahan bera (d), kondisi akar tanaman karet (e), kondisi

permukaan dan bentuk lahan karet (f) ...................................................... 25

6 Data evaporasi selama tujuh hari pengukuran ............................................ 26

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Air merupakan bagian dari siklus hidrologi yang dapat terbarukan walaupun

membutuhkan waktu yang lama. Air dari tanah, danau, sungai, laut atau tubuh air

lainnya dapat menguap lalu berubah menjadi butir hujan. Kemudian sebagian air

hujan masuk ke dalam tanah, sebagian menguap kembali ke atmosfer, dan sisanya

menjadi aliran permukaan yang mengalir ke laut. Dengan adanya perputaran atau

siklus hidrologi ini membuktikan bahwa air memiliki sifat tidak statis melainkan

dinamis atau mengalami perpindahan.

Sifat air yang dinamis dapat menyebabkan air di dalam tanah ikut

mengalami perpindahan atau pergerakan. Menurut Hillel (1971) dan Donahue et

al. (1977) faktor yang berpengaruh terhadap pergerakan air dalam tanah adalah

faktor fisik tanah seperti tekstur, struktur, bobot isi, dan bahan organik tanah.

Selain faktor fisik, faktor eksternal seperti curah hujan, suhu, dan evapotranspirasi

mempengaruhi pergerakan air dalam tanah.

Proses evapotranspirasi dipengaruhi oleh suhu, baik suhu udara maupun

suhu tanah. Besar kecilnya suhu udara dipengaruhi oleh besarnya radiasi matahari

(Rachmawati 2013). Radiasi matahari yang mencapai permukaan tanah secara

perlahan akan menghantarkan panas dan mempengaruhi suhu tanah di lapisan

tanah yang lebih dalam. Suhu tanah juga berperan langsung terhadap evaporasi

karena menimbulkan perbedaan tekanan udara antara tanah dan atmosfer sehingga

terjadi aliran massa ke atmosfer. Aliran massa terjadi karena perbedaan suhu yang

lebih tinggi di lapisan permukaan dibandingkan dengan di dalam tanah. Fluktuasi

suhu terbesar berada diantara atmosfer dan permukaan tanah dibandingkan dengan

di dalam tanah (Hillel 1980). Semakin tinggi perbedaan suhu tanah dan suhu

udara dan semakin besar radiasi matahari, maka evaporasi berjalan intensif

sehingga air dalam tanah berkurang dan sebaliknya.

Air dalam tanah yang terus mengalami perpindahan atau pergerakan akan

mempengaruhi ketersediaan air bagi tanaman. Akar tanaman menyerap air yang

berada di dalam pori tanah. Pori tanah dapat berbeda walaupun masih dalam jenis

tanah yang sama karena dipengaruhi oleh struktur tanah. Sistem pengelolaan tanah,

jumlah serasah, jenis pengggunaan lahan, dan distribusi kedalaman perakaran

tanaman juga dapat mempengaruhi sifat fisik tanah.

Berdasarkan perbedaan sifat fisik tanah, jenis perakaran tanaman, dan jenis

penggunaan lahan, maka kadar air dalam tanah dapat berbeda. Oleh karena itu,

diperlukan penelitian mengenai dinamika kadar air tanah pada berbagai

penggunaan lahan dengan sistem perakaran yang berbeda. Dinamika kadar air

tanah yang diteliti yaitu dari permukaan tanah hingga kedalaman 50 cm untuk

melihat distribusi kadar air setiap hari dan setiap kejadian hujan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika kadar air tanah pada

penggunaan lahan kelapa, bera, dan karet.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Kadar Air Tanah

Tanah memiliki sejumlah pori yang terbagi atas pori mikro dan pori makro.

Pori mikro terisi oleh air sedangkan pori makro terisi oleh udara dan dapat terisi

oleh air apabila dalam keadaan jenuh. Air yang terkandung di dalam tanah

dinyatakan sebagai kadar air tanah. Kadar air tanah yang optimal dalam

mendukung kebutuhan tanaman berada pada kondisi kadar air kapasitas lapang.

Kadar air kapasitas lapang merupakan kadar air tanah di lapang pada saat air

drainase sudah berhenti atau hampir berhenti mengalir karena adanya gaya

gravitasi setelah sebelumnya tanah tersebut mengalami jenuh sempurna (Haridjaja

et al. 2013). Kapasitas lapang juga dapat diartikan sebagai batas maksimum air

yang tersedia bagi tanaman. Menurut Hakim et al. (1986) air yang tersedia bagi

tanaman merupakan air yang berada antara kapasitas lapang dan titik layu

permanen yang nilainya bergantung pada tekstur, struktur, dan bahan organik

tanah. Kadar air pada kondisi titik layu permanen dimana air tidak tersedia bagi

tanaman walaupun masih terdapat air dalam pori mikro terkecil (Soepardi 1983).

Penetapan kadar air tanah dapat dilakukan secara metode gravimetrik,

tegangan dan hisapan, hambatan listrik, dan pembauran neutron (Hakim et al.

1986). Metode gravimetrik merupakan metode yang umum digunakan dalam

penetapan kadar air tanah. Sejumlah sampel tanah dikeringkan dalam oven dengan

suhu 105 oC - 110

oC selama 24 jam.

Berdasarkan penelitian Adeline (2004) di Kebun Percobaan Cikabayan,

tanah Latosol memiliki kadar air lapang (% v/v) yang berkisar antara 38 % (v/v)

hingga 60 % (v/v). Sama halnya dengan Baskoro et al. (2007) yang memperoleh

data kadar air tanah Latosol antara 35 % (v/v) hingga 63 % (v/v). Data kadar air

berguna dalam menentukan kebutuhan air bagi tanaman dalam mendukung

pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Evaporasi

Evaporasi merupakan salah satu bentuk kehilangan air tanah akibat

pergerakan air tanah ke atas. Evaporasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

suhu air, suhu udara, kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, sinar matahari,

dan hal lain yang saling berhubungan (Sosrodarsono dan Takeda 2006). Radiasi

matahari berfungsi sebagai sumber energi utama untuk evaporasi. Selain

dipengaruhi oleh faktor meteorologi, evaporasi juga dipengaruhi oleh faktor

geografi seperti kualitas air, ukuran dan bentuk permukaan air, dan faktor lain

meliputi kadar air tanah, warna tanah, kerapatan vegetasi, dan ketersediaan air

(Ward 1967). Menurut Lakitan (1994) laju evaporasi akan semakin tinggi apabila

kelembaban udara rendah atau udara di atas tanah kering, dan sebaliknya laju

evaporasi akan semakin rendah apabila kelembaban udara tinggi. Menurut

penelitian Sianturi (2009) evaporasi tertinggi di Hutan Penelitian Dramaga terjadi

pada bulan September yaitu sebesar ± 4,1-4,3 mm, sedangkan evaporasi terendah

pada bulan Februari sebesar ± 3,1 mm. Data evaporasi ini menjadi acuan atau

pembanding dalam penelitian ini.

3

Curah Hujan

Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi uap air yang berasal dari

awan yang terdapat di atmosfer (Kartasapoetra 2012). Curah hujan dibatasi

sebagai tinggi air hujan (dalam mm) yang diterima di permukaan tanah sebelum

mengalami aliran permukaan, evaporasi, dan peresapan ke dalam tanah. Jumlah

hari hujan umumnya dibatasi dengan jumlah hari dengan curah hujan ≥ 0,5 mm

(Handoko 1995). Hujan menjadi salah satu suplai air tanah yang dapat

mempengaruhi ketersediaan air tanah. Sebagian air hujan yang sampai ke

permukaan tanah akan masuk ke dalam tanah, sedangkan sebagian lainnya akan

mengisi cekungan di permukaan tanah, kemudian mengalir ke daerah yang rendah,

masuk ke sungai, dan akhirnya ke laut (Sosrodarsono dan Takeda 2006). Curah

hujan daerah Bogor rata-rata setiap tahun sekitar 3500-4000 mm dengan curah

hujan terbesar pada bulan Desember dan Januari. Menurut penelitian Saefullah

(2015) Dramaga memiliki curah hujan tertinggi pada bulan Januari sebesar 444

mm, dan terendah pada bulan Juli sebesar 163 mm, sedangkan curah hujan

tahunan sebesar 3940 mm.

Suhu Tanah

Suhu tanah bersifat dinamis karena dipengaruhi oleh proses pertukaran

energi matahari melalui permukaan tanah. Menurut Foth (1984) sebagian besar

radiasi matahari yang mencapai permukaan tanah direfleksikan kembali ke

atmosfer dan sisanya diabsorbsi oleh permukaan tanah. Suhu tanah berpengaruh

pada berbagai proses dalam tanah yaitu aktivitas organisme, dekomposisi bahan

organik, reaksi kimia dalam tanah, dan pelapukan batuan (Pioh et al. 2013).

Suhu tanah bervariasi menurut pola harian dan musiman. Foth (1984)

menambahkan bahwa suhu tanah konstan pada kedalaman di bawah 3 m.

Perubahan atau fluktuasi suhu tanah dipengaruhi oleh kadar air tanah melalui

konduktivitas panas dan kecepatan perpindahan panas. Perpindahan panas secara

konduksi lebih cepat melalui padatan tanah dibandingkan melalui udara. Semakin

banyak jumlah kadar air tanah, maka potensial pemindahan panas semakin tinggi.

Fluktuasi suhu terbesar terjadi diantara udara dan tanah daripada di atas atau di

bawah permukaan tanah. Fluktuasi suhu tanah dapat dikurangi dengan

penggunaan mulsa dan berbagai macam naungan yang mampu menghalangi

radiasi matahari.

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Cikabayan pada penggunaan lahan

kelapa (Cocos nucifera L.), bera, dan karet (Hevea brasiliensis). Analisis contoh

tanah dilakukan di Laboratorium Konservasi Tanah dan Air, Laboratorium

Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, dan Laboratorium Kimia dan Kesuburan

Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian,

4

Institut Pertanian Bogor. Pengambilan contoh tanah, pengukuran lapang, dan

analisis contoh tanah dilakukan pada bulan Desember 2015 sampai Juli 2016.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan meliputi contoh tanah utuh, contoh tanah terganggu,

dan contoh tanah agregat utuh pada setiap penggunaan lahan serta bahan-bahan

kimia untuk analisis di laboratorium. Adapun alat yang digunakan yaitu ring

sampler, alumunium foil, bor tanah, ombrometer, panci evaporasi, termometer

tanah, dan alat-alat untuk analisis di laboratorium.

Metode Penelitian

Dinamika kadar air tanah dapat diketahui dengan melakukan analisis sifat

fisik tanah dan beberapa pengukuran lapang yang dilakukan secara berurutan pada

selang waktu tertentu seperti pengukuran kadar air, suhu tanah, evaporasi, dan

curah hujan harian. Pengambilan contoh tanah dilakukan di tiga titik sebagai

ulangan pada setiap penggunaan lahan. Pengukuran lapang meliputi pengukuran

suhu tanah yang dilakukan secara bersamaan dengan pengambilan contoh tanah

untuk penentuan kadar air tanah pada pukul 07.00 dan 14.00 WIB pada

kedalaman 0-10 cm, 10-20 cm, 20-30 cm, 30-40 cm, dan 40-50 cm. Pengukuran

evaporasi dan curah hujan dilakukan setiap pagi hari. Keempat faktor tersebut

diukur selama tujuh hari berturut-turut mulai tanggal 2 Juni 2016 hingga 8 Juni

2016. Tahapan penelitian disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Bagan alir pelaksanaan penelitian

Pengambilan Contoh Tanah

Pengambilan contoh tanah terdiri dari contoh tanah utuh, contoh tanah

terganggu, dan contoh tanah agregat utuh pada kedalaman 0-10 cm, 10-20 cm, 20-

Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan Contoh Tanah

Contoh Tanah Utuh

- Penetapan Bobot Isi

- Penetapan Distribusi

Ukuran Pori

Contoh Tanah

Terganggu

- Penetapan Tekstur

- Penetapan C-Organik

Contoh Agregat

Utuh

Penetapan Indeks

Stabilitas Agregat

Pengukuran Lapang

Pengukuran Suhu dan Kadar Air Tanah

Pengukuran Evaporasi dan Curah Hujan

Pengolahan Data

Dinamika Kadar Air Tanah

5

30 cm, 30-40 cm, dan 40-50 cm dengan tiga pengulangan. Penentuan titik

pengambilan contoh disajikan pada Lampiran 4. Masing-masing contoh tanah

dianalisis di laboratorium untuk menentukan sifat tanah.

Penetapan Sifat Tanah

Sifat tanah yang dapat mempengaruhi dinamika kadar air tanah yaitu

distribusi ukuran pori, bobot isi, kadar C-organik, tekstur, dan stabilitas agregat.

Parameter dan metode analisis yang digunakan untuk penetapan sifat tanah

terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1 Metode analisis contoh tanah

Contoh tanah Parameter pengamatan Metode Analisis

Utuh Distribusi ukuran pori pF (Pressure plate)

Utuh Bobot Isi Gravimetrik (ring)

Terganggu Kadar C-Organik Walkley and Black

Terganggu Kadar Air Gravimetrik

Terganggu Tekstur Pipet

Agregat utuh Stabilitas Agregat Pengayakan kering dan basah

Pengukuran Kadar Air Tanah

Pengukuran kadar air tanah dilakukan selama tujuh hari berturut-turut pada

pukul 07.00 dan 14.00 WIB untuk melihat dinamika kadar air tanah pada pagi hari

sebelum terpapar sinar matahari dan pada siang hari setelah mencapai puncak

paparan sinar matahari. Kadar air tanah ditetapkan berdasarkan contoh tanah yang

diambil pada kedalaman 0-10 cm, 10-20 cm, 20-30 cm, 30-40 cm, dan 40-50 cm.

Contoh tanah diambil menggunakan bor tanah kecil. Contoh tanah dibungkus

menggunakan alumunium foil untuk mempertahankan kadar air tanah. Penetapan

kadar air tanah dilakukan dengan menggunakan metode gravimetrik di

Laboratorium Konservasi Tanah dan Air.

KA Tanah (% b/b) =

Keterangan: KA= Kadar Air (%)

BKU= Bobot Kering Udara (gram)

BKM= Bobot Kering Mutlak (gram)

Pengukuran Evaporasi

Pengukuran evaporasi dilakukan dengan metode panci evaporasi kelas A

(Gambar 2). Panci penguapan berdiameter 121,9 cm dan tinggi 25,4 cm

diletakkan di atas kerangka kayu/ penyangga dengan rongga yang cukup di bagian

bawahnya. Air bersih dimasukkan ke dalam panci setinggi 20 cm. Kemudian

setiap hari dilakukan pengukuran tinggi muka air dalam panci pada pukul 07.00

WIB. Evaporasi yang terukur menunjukkan evaporasi harian. Tinggi muka air

yang hilang dikonversi dengan curah hujan yang terukur.

Perhitungan penguapan (E0) berdasarkan ketinggian air pengukuran awal

(P0) dan ketinggian air pengukuran akhir (P1) dibagi menjadi empat cara, yaitu:

(Nawawi 2001)

6

1) Apabila tidak terjadi hujan, maka

Epanci= (P0 - P1) mm .................................................................................(1)

2) Apabila terjadi hujan X mm, dan P0 > P1, maka

Epancii= (P0 - P1) + X mm ..........................................................................(2)

3) Apabila terjadi hujan Y mm, dan P0 = P1, maka

Epanci= Y mm............................................................................................(3)

4) Apabila terjadi hujan Z mm, dan P0 < P1, maka

Epanci= Z – (P1 –P0) mm ...........................................................................(4)

Hasil pengukuran penguapan kemudian dikalikan dengan koefisien panci

evaporasi untuk mendapatkan nilai evaporasi.

Keterangan : Eo= Evaporasi (mm)

Kp= Koefisien panci evaporasi (0,8)

Epanci= Evaporasi/ penguapan dari panci (mm)

Gambar 2 Pengukuran evaporasi dengan panci evaporasi kelas A

Pengukuran Curah Hujan

Pengukuran curah hujan harian dilakukan pada pukul 07.00 WIB dengan

menggunakan jenis penakar hujan ombrometer. Alat ini terdiri dari corong atau

mulut penampungan air hujan dan pipa yang menjulur ke dalam tabung

penampungan air hujan yang dilengkapi dengan kran. Saat terjadi hujan, air hujan

yang tercurah masuk melalui corong penakar. Air yang masuk dalam penakar

dialirkan dan terkumpul di dalam tabung penampung. Jumlah air yang ditampung

dapat diukur dengan gelas ukur. Hasil pengukuran volume air kemudian dibagi

dengan luas permukaan tabung penampung untuk mendapatkan tinggi curah hujan

harian.

Keterangan: Volume= volume air yang tertampung

Luas permukaan= luas permukaan tabung penampung

Pengukuran Suhu Tanah

Pengukuran suhu tanah dilakukan secara bersamaan pada masing-masing

penggunaan lahan dengan menggunakan termometer tanah (Gambar 3) pada

kedalaman 0-10 cm, 10-20 cm, 20-30 cm, 30-40 cm, dan 40-50 cm. Pengukuran

dilakukan bersamaan dengan pengambilan contoh tanah untuk penetapan kadar air

7

tanah pada pukul 07.00 dan 14.00 WIB selama tujuh hari berturut-turut. Lubang

tanah untuk termometer dibuat dengan pasak yang ditancapkan terlebih dahulu

sesuai dengan kedalaman tanah yang diukur, lalu pasak dicabut dan termometer

ditancapkan ke dalam tanah serta disambungkan dengan alat pembaca suhu.

Pengukuran suhu tanah dengan termometer dilakukan selama minimal 5 menit

sampai angka di alat pembaca suhu tidak berubah atau konstan.

Gambar 3 Pengukuran suhu tanah dengan termometer tanah

Analisis Data

Data yang diperoleh dari pengukuran lapang dan hasil analisis di

laboratorium kemudian diolah secara deskriptif dengan Microsoft Excel 2007.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penggunaan Lahan

Kebun Percobaan Cikabayan merupakan salah satu kebun percobaan yang

dikelola oleh Institut Pertanian Bogor sebagai pusat penelitian dengan berbagai

penggunaan lahan. Penggunaan lahan yang diteliti adalah lahan kelapa (PLK),

bera (PLB), dan karet (PLT). Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman

tahunan yang memiliki sistem perakaran serabut. Sebagian akar serabut tumbuh

mendatar dekat permukaaan tanah yang mencapai 10-15 m (Setyamidjaja 1984).

Lahan kelapa memiliki tanaman penutup tanah berupa rerumputan dengan tinggi

± 20 cm yang tidak menutupi seluruh permukaan tanah. Jarak tanam kelapa

berbentuk segitiga samasisi dengan panjang sisi sebesar 9 m (Lampiran 4).

Lahan bera (PLB) merupakan lahan yang sudah ± 3 tahun tidak ditanami.

Sebelumnya lahan tersebut ditanami singkong, jarak, dan labu. Lahan bera

ditumbuhi rerumputan setinggi ± 30 cm yang memiliki sistem perakaran serabut.

Lahan bera tidak memiliki naungan berupa pohon yang tinggi dan bertajuk

sehingga sinar matahari mudah masuk dan mampu meningkatkan suhu tanah.

Karet (Hevea brasiliensis) merupakan tanaman tahunan yang memiliki

sistem perakaran tunggang yang kuat dan dalam dengan cabang akar yang kokoh

(Setiawan 2000). Semakin panjang akar tunggang dan semakin banyak cabang

akar maka semakin tinggi kemampuan batang bawah menyokong batang atas

(Ferry et al. 2014). Lahan karet (PLK) memiliki kerapatan tajuk sekitar 75 %

dengan jarak tanam 7 m x 3 m. Banyaknya sisa serasah dari tanaman karet mampu

menambah bahan organik tanah. Selain serasah, penutup tanah lainnya adalah

8

rumput dengan tinggi ± 10 cm. Kondisi umum penggunaan lahan ditunjukkan

pada Gambar 4.

(a) (b) (c)

Gambar 4 Kondisi umum lokasi penelitian: lahan kelapa (a), bera (b) dan karet

(c) di Kebun Percobaan Cikabayan IPB Dramaga

Hasil penetapan sifat tanah pada tiga penggunaan lahan disajikan pada Tabel

2. Tanah di PLK, PLB, dan PLT didominasi oleh tekstur klei. Berdasarkan Tabel

2, persentase klei tertinggi hingga terendah yaitu 85,22 % (PLK), 82,85 % (PLT),

dan 79,69 % (PLB). Menurut Hanafiah (2005) tekstur tanah mempengaruhi

ketersediaan air tanah yang disebabkan oleh proporsi bahan koloidal, ruang pori,

dan luas permukaan adsorptif. Pairunan et al. (1985) menyatakan bahwa klei

memiliki luas permukaan yang tinggi sehingga mampu menyimpan air lebih

banyak.

Tabel 2 Tekstur, kadar bahan organik, bobot isi, dan indeks stabilitas agregat

pada tiga penggunaan lahan

Penggunaan Lahan

Kedalaman (cm)

Tekstur (%) BO (%)

BI (g/cm

3)

ISA Pasir Debu Klei

Kelapa

0-10 4,96 7,41 87,63 2,62 0,97 535 10-20 5,04 9,94 85,03 2,39 0,96 496 20-30 5,77 9,24 84,99 1,77 1,08 437 30-40 4,98 11,43 83,59 1,31 0,95 405 40-50 5,57 9,57 84,86 0,85 1,12 370

Rata-rata 5,26 9,52 85,22 1,79 1,02 449

Bera

0-10 7,21 10,99 81,80 3,83 0,91 417 10-20 6,69 15,14 78,17 2,64 0,94 352 20-30 6,60 16,70 76,70 2,28 1,04 600 30-40 7,72 11,57 80,70 1,81 1,00 496 40-50 7,23 11,70 81,07 1,88 1,04 418

Rata-rata 7,09 13,22 79,69 2,49 0,99 457

Karet

0-10 5,97 10,75 83,28 3,13 1,00 269 10-20 8,08 11,70 80,22 2,32 0,96 330 20-30 6,20 10,06 83,74 1,70 0,98 760 30-40 6,44 11,34 82,23 2,01 0,98 233 40-50 6,53 10,5 82,97 1,50 1,00 243

Rata-rata 6,65 10,87 82,85 2,13 0,98 367 Keterangan: BI= Bobot Isi, BO= Bahan Organik, ISA= Indeks Stabilitas Agregat

9

Kadar bahan organik tertinggi hingga terendah berturut-turut adalah 2,36 %

(PLB), 2,03 % (PLT), dan 1,70 % (PLK) (Tabel 2). Tingginya kadar bahan

organik pada PLB dapat diketahui dari jumlah biomassa berupa rumput yang

banyak dan jaraknya yang sangat rapat (Gambar 4). Pemberian bahan organik

pada penanaman sebelumnya dan pengembalian sisa tanaman setelah panen

menyebabkan tingginya kadar bahan organik pada PLB. PLK memiliki kadar

bahan organik terendah karena sedikitnya jumlah serasah sebagai sumber bahan

organik dan selalu dibersihkan dari lahan (Lampiran 5). Kadar bahan organik

tanah pada setiap penggunaan lahan semakin berkurang dengan semakin dalam

tanah.

Nilai rata-rata bobot isi tanah tertinggi terdapat pada PLK yaitu 1,02 g/cm3

dan terendah terdapat pada PLT yaitu 0,98 g/cm3

(Tabel 2). Semakin dalam

lapisan tanah, maka semakin tinggi bobot isi tanah. Bobot isi tanah kedalaman 0-

20 cm lebih rendah dibandingkan dengan lapisan di bawahnya. Hal ini

dipengaruhi oleh kadar bahan organik yang lebih banyak pada kedalaman 0-20 cm.

Tabel 2 juga menunjukkan bahwa nilai indeks stabilitas agregat (ISA)

tertinggi pada PLB (457) dan terendah pada PLT (367). Tingginya ISA pada PLB

disebabkan oleh kadar bahan organik yang tinggi (Tabel 2). Menurut Refliaty dan

Marpaung (2010), tanah akan semakin remah jika terdapat banyak bahan organik.

Hal tersebut mendorong aktivitas mikrob tanah sehingga mempercepat

pembentukan agregat yang lebih stabil. Agregat yang stabil dapat membuat

lingkungan fisik yang baik bagi perkembangan akar melalui pengaruhnya

terhadap porositas, aerasi, dan daya menahan air.

Pori tanah merupakan bagian tanah yang tidak terisi bahan padatan tanah

(Soepardi 1983). Pembentukan pori antara lain dipengaruhi oleh aktivitas akar dan

aktivitas organisme tanah. Koorevaar et al. (1983) membagi pori tanah ke dalam

tiga ukuran, yaitu pori makro (> 100 m), pori meso (30-100 m), dan pori mikro

(< 30 m). Ruang pori total adalah total seluruh pori yang dapat terisi oleh air. Di

dalam ruang pori total terdapat ruang pori pemegang air yang merupakan total

pori yang mampu memegang air atau dalam kondisi kapasitas lapang. Pori

drainase adalah pori yang dapat mendrainase air melalui proses pergerakan air ke

bawah. Pori air tersedia adalah pori yang mampu menyediakan air yang dapat

dimanfaatkan oleh tanaman. Distribusi ukuran pori pada PLK, PLB, dan PLT

disajikan pada Tabel 3.

PLK memiliki ruang pori total terendah dibandingkan PLT dan PLB karena

kadar bahan organik tanahnya rendah. Rata-rata ruang pori total (RPT) tertinggi

yaitu pada PLT (62,37 %) (Tabel 2). Walaupun PLT memiliki rata-rata kadar

bahan organik yang tinggi setelah PLB, namun PLT memiliki biopori yang

terbentuk akibat aktivitas akar lateral yang tumbuh pada akar tunggang. Hal ini

mempengaruhi distribusi ukuran pori PLT dengan persentase yang hampir sama

pada setiap kedalaman sehingga air dapat masuk dan terdrainase dengan cepat.

PLB memiliki ruang pori drainase tertinggi pada lapisan kedalaman 0-20 cm yaitu

sebesar 20,98 % (0-10 cm) dan 20,66 % (10-20 cm) (Tabel 2). Pengolahan tanah

secara intensif dilakukan pada kedalaman 0-20 cm sebelum lahan diberakan dan

diberikan bahan organik dalam jumlah cukup banyak dengan tujuan untuk

menggemburkan tanah. Hal ini berpengaruh terhadap peningkatan pori drainase

lahan bera di lapisan 0-20 cm.

10

Tabel 3 Distribusi ukuran pori pada tiga penggunaan lahan

Penggunaan

Lahan Kedalaman

(cm)

Ruang Pori Total

Ruang Pori Drainase

Ruang Pori

Pemegang

Air

Ruang Pori

Air

Tersedia . . . . . . . . . . . . . . . . . . (%) . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Kelapa

0-10 62,71 17,68 45,03 7,70 10-20 63,18 20,76 42,42 5,85 20-30 58,72 13,51 45,21 6,56 30-40 63,72 17,84 45,88 7,42 40-50 57,49 12,03 45,46 6,27

Rata-rata 61,16 16,36 44,80 6,76

Bera

0-10 64,52 20,98 43,54 7,88 10-20 63,64 20,66 42,98 6,21 20-30 59,91 14,93 44,98 7,67 30-40 61,75 9,19 52,56 11,89 40-50 60,07 10,33 49,74 10,62

Rata-rata 61,98 15,22 46,76 8,85

Karet

0-10 61,37 14,15 47,22 8,84 10-20 63,24 17,70 45,54 6,21 20-30 62,70 16,69 46,01 6,14 30-40 62,59 16,88 45,71 6,24 40-50 61,93 13,34 48,59 10,52

Rata-rata 62,37 15,75 46,61 7,59

Suhu Tanah

Suhu tanah selalu berubah dipengaruhi oleh proses pertukaran energi

matahari melalui permukaan tanah. Radiasi matahari yang sampai di permukaan

tanah dipengaruhi oleh faktor fisik termasuk vegetasi, albedo, dan pencahayaan

(Lal dan Sukhla 2004). Menurut Sosrodarsono dan Takeda (2006) sebagian besar

radiasi matahari yang mencapai permukaan tanah dipantulkan ke udara dan

sisanya diabsorbsi ke dalam tanah untuk meningkatkan suhu tanah. Suhu tanah di

lima kedalaman tanah pada tiga penggunaan lahan disajikan pada Gambar 5.

Hasil pengukuran suhu tanah menunjukkan PLK memiliki suhu tanah

tertinggi pada siang hari. Hal ini disebabkan oleh pengukuran dilakukan pada

piringan yang jarang ditumbuhi tanaman penutup tanah sehingga tanah terpapar

sinar matahari secara langsung. Tajuk tanaman kelapa tidak mampu menaungi

tanah karena batangnya tinggi dan tajuk tanamannya jarang. Selain itu, warna

tanah yang lebih terang dan kondisi kadar air yang rendah di permukaan (Gambar

7) menyebabkan suhu tanah lebih mudah meningkat dan lebih cepat menurun. Hal

ini sesuai dengan pernyataan Lal dan Shukla (2004) yang menyebutkan bahwa

tanah yang memiliki warna tanah yang lebih terang memiliki albedo yang lebih

tinggi dibandingkan dengan tanah gelap. Tanah kering juga memiliki albedo yang

lebih tinggi dan memanas lebih cepat dibandingkan dengan tanah yang lebih

basah, serta lebih cepat turun suhunya.

Pada pagi hari suhu tanah tertinggi terdapat pada PLB. Hal ini disebabkan

tidak adanya naungan di PLB membuat sinar matahari dengan mudah masuk dan

meningkatkan suhu tanah. Penyebab lain suhu tanah di PLB masih tetap tinggi

pada pagi hari yaitu karena perubahan suhu tanah yang lambat. Hal ini diduga

11

oleh panas yang terjebak diantara rerumputan sehingga proses pertukaran udara

lambat.

Keterangan: (P)= pagi , (S)= siang

Gambar 5 Suhu tanah pada tiga penggunaan lahan

Suhu tanah terendah pada pagi dan siang hari terdapat pada PLT karena

rapatnya tajuk tanaman yang menghalangi sinar matahari mencapai permukaan

tanah. Selain itu, tanah di PLT diduga memiliki kapasitas jenis panas tinggi

karena bahan organik yang tinggi. Soepardi (1983) menyebutkan bahwa tanah

yang memiliki kapasitas jenis panas tinggi lebih lambat dalam perubahan suhu

karena untuk mengubah 1oC membutuhkan energi yang besar.

Suhu tanah pada tiap penggunaan lahan pada pagi hari memiliki pola yang

sama yaitu suhu tanah yang rendah di permukaan dan semakin tinggi dengan

semakin dalam tanah (kedalaman 50 cm). Sebaliknya pada siang hari

menunjukkan pola yaitu suhu tanah yang tinggi di permukaan dan semakin rendah

dengan semakin dalam tanah (kedalaman 50 cm). Kondisi ini dipengaruhi oleh

pergerakan massa udara secara difusi dan perpindahan panas secara konduksi dari

lapisan tanah atas ke bawah yang membutuhkan waktu. Suhu permukaan tanah

lebih cepat berubah karena terpapar langsung oleh sinar matahari dan atmosfer.

Berbeda dengan suhu di dalam tanah yang lambat berubah dan hampir konstan

baik pada pagi maupun siang hari.

25

30

35

2 J

uni

(P)

2 J

uni

(S)

3 J

uni

(P)

3 J

uni

(S)

4 J

uni

(P)

4 J

uni

(S)

5 J

uni

(P)

5 J

uni

(S)

6 J

uni

(P)

6 J

uni

(S)

7 J

uni

(P)

7 J

uni

(S)

8 J

uni

(P)

8 J

uni

(S) Suhu (

oC

)

Waktu

Kedalaman 0-10 cm

25

30

35

2 J

uni

(P)

2 J

uni

(S)

3 J

uni

(P)

3 J

uni

(S)

4 J

uni

(P)

4 J

uni

(S)

5 J

uni

(P)

5 J

uni

(S)

6 J

uni

(P)

6 J

uni

(S)

7 J

uni

(P)

7 J

uni

(S)

8 J

uni

(P)

8 J

uni

(S)

Suhu (

oC

)

Waktu

Kedalaman 10-20 cm

25

30

35

2 J

uni

(P)

2 J

uni

(S)

3 J

uni

(P)

3 J

uni

(S)

4 J

uni

(P)

4 J

uni

(S)

5 J

uni

(P)

5 J

uni

(S)

6 J

uni

(P)

6 J

uni

(S)

7 J

uni

(P)

7 J

uni

(S)

8 J

uni

(P)

8 J

uni

(S)

Suhu (

oC

)

Waktu

Kedalaman 20-30 cm

25

30

35

2 J

uni

(P)

2 J

uni

(S)

3 J

uni

(P)

3 J

uni

(S)

4 J

uni

(P)

4 J

uni

(S)

5 J

uni

(P)

5 J

uni

(S)

6 J

uni

(P)

6 J

uni

(S)

7 J

uni

(P)

7 J

uni

(S)

8 J

uni

(P)

8 J

uni

(S)

Suhu (

oC

) Waktu

Kedalaman 30-40 cm

25

30

35

2 J

uni

(P)

2 J

uni

(S)

3 J

uni

(P)

3 J

uni

(S)

4 J

uni

(P)

4 J

uni

(S)

5 J

uni

(P)

5 J

uni

(S)

6 J

uni

(P)

6 J

uni

(S)

7 J

uni

(P)

7 J

uni

(S)

8 J

uni

(P)

8 J

uni

(S)

Suhu (

oC

)

Waktu

Kedalaman 40-50 cm

kelapa

bera

karet

12

Hubungan Suhu Tanah dan Kadar Air Tanah

Hasil pengukuran kadar air, suhu tanah, dan koefisien variasinya pada

kedalaman 0-10 cm, 20-30 cm, dan 40-50 cm disajikan pada Gambar 6.

Pengukuran dilakukan untuk melihat perbedaan fluktuasi kadar air dan suhu tanah

pada lapisan permukaan, lapisan bawah, dan lapisan tengah sebagai lapisan

peralihan. Kadar air dan suhu tanah pada tiga penggunaan lahan di kedalaman 0-

10 cm lebih berfluktuasi dibandingkan dengan kedalaman 20-30 cm dan 40-50 cm

(Gambar 6). Data fluktuasi kadar air dan suhu tanah ditunjukkan oleh nilai

koefisien variasi. Semakin tinggi nilai koefisien variasi menunjukkan kadar air

dan suhu tanah yang semakin berfluktuasi.

Fluktuasi kadar air tertinggi pada kedalaman 0-10 cm terdapat pada PLK

dan PLB dengan nilai koefisien variasi kadar air tanah sebesar 5,2 % (Gambar 6)

dan fluktuasi suhu tanah tertinggi pada kedalaman 0-10 cm terdapat pada PLK

dengan nilai koefisien sebesar 9,4 % (Gambar 6). Fluktuasi suhu tanah pada PLB

tidak sama dengan PLK karena tanaman penutup pada permukaan tanah di PLB

lebih rapat meskipun tidak ada naungan dan lebih banyak mengandung kadar

bahan organik (Tabel 2) sedangkan pada permukaan tanah di PLK jarang

ditumbuhi tanaman penutup.

Fluktuasi kadar air dan suhu tanah terendah pada kedalaman 0-10 cm

terdapat pada PLT dengan nilai koefisien variasi kadar air sebesar 4,1 % dan nilai

koefisien variasi suhu tanah sebesar 4,5 % (Gambar 6). Hal ini disebabkan oleh

rapatnya tajuk tanaman yang menyebabkan suhu tanah tidak tinggi sehingga

evaporasi tidak terjadi secara intensif dan fluktuasi kadar air yang rendah.

Fluktuasi kadar air dan suhu tanah pada tiga penggunaan lahan pada kedalaman

20-30 cm lebih rendah dibandingkan dengan pada kedalaman 0-10 cm (Gambar 6).

Begitu juga dengan kadar air dan suhu tanah pada kedalaman 40-50 cm yang

hampir tidak berfluktuasi pada tiga penggunaan lahan, terutama pada PLT dengan

nilai koefisien variasi kadar air tanah sebesar 2,2 % dan nilai koefisien variasi

suhu tanah sebesar 0,8 % (Gambar 6). Hal ini menunjukkan bahwa semakin dalam

lapisan tanah, maka fluktuasi kadar air dan suhu tanahnya semakin rendah. Sesuai

dengan pernyataan Budhyastoro et al. (2006) yang menyebutkan bahwa fluktuasi

suhu terbesar berada di antara udara dan tanah dibandingkan dengan di atas atau

di bawah tanah.

Dinamika Kadar Air Tanah

Dinamika kadar air tanah dapat diartikan sebagai pergerakan air di dalam

tanah. Jumlah air dapat bertambah dan berkurang tergantung dari dua faktor yaitu

faktor fisik tanah dan faktor eksternal. Faktor fisik tanah meliputi tekstur, struktur,

bobot isi, dan bahan organik. Sementara faktor eksternal meliputi suhu, curah

hujan, dan evapotranspirasi. Penambahan nilai kadar air tanah berasal dari

presipitasi berupa air hujan. Pergerakan air hujan ke dalam tanah tergantung dari

sifat fisik tanah tersebut. Menurut Arsyad (2010) air yang ada di dalam tanah

dapat berkurang karena proses penguapan atau evaporasi dan transpirasi.

13

Keterangan: = Kadar air (% b/b), = Suhu tanah (oC),

CV KA= koefisien variasi kadar air tanah (%), CV suhu= koefisien variasi suhu tanah (%), (P)= Pagi, (S)= Siang

25

30

35

40

45

50

55

60 2

Ju

ni (P

)

2 J

un

i (S

)

3 J

un

i (P

)

3 J

un

i (S

)

4 J

un

i (P

)

4 J

un

i (S

)

5 J

un

i (P

)

5 J

un

i (S

)

6 J

un

i (P

)

6 J

un

i (S

)

7 J

un

i (P

)

7 J

un

i (S

)

8 J

un

i (P

)

8 J

un

i (S

)

Kad

ar A

ir (

%)

Waktu

PLK (0-10 cm)

25

30

35

40

45

50

55

60

2 J

un

i (P

)

2 J

un

i (S

)

3 J

un

i (P

)

3 J

un

i (S

)

4 J

un

i (P

)

4 J

un

i (S

)

5 J

un

i (P

)

5 J

un

i (S

)

6 J

un

i (P

)

6 J

un

i (S

)

7 J

un

i (P

)

7 J

un

i (S

)

8 J

un

i (P

)

8 J

un

i (S

)

Kad

ar A

ir (

%)

Waktu

PLB (0-10 cm)

25

30

35

40

45

50

55

60

2 J

un

i (P

)

2 J

un

i (S

)

3 J

un

i (P

)

3 J

un

i (S

)

4 J

un

i (P

)

4 J

un

i (S

)

5 J

un

i (P

)

5 J

un

i (S

)

6 J

un

i (P

)

6 J

un

i (S

)

7 J

un

i (P

)

7 J

un

i (S

)

8 J

un

i (P

)

8 J

un

i (S

)

Kadar

Air

(%

)

Waktu

PLT (0-10 cm )

25

30

35

40

45

50

55

60

2 J

un

i (P

)

2 J

un

i (S

)

3 J

un

i (P

)

3 J

un

i (S

)

4 J

un

i (P

)

4 J

un

i (S

)

5 J

un

i (P

)

5 J

un

i (S

)

6 J

un

i (P

)

6 J

un

i (S

)

7 J

un

i (P

)

7 J

un

i (S

)

8 J

un

i (P

)

8 J

un

i (S

)

Kad

ar A

ir (

%)

Waktu

PLK (20-30 cm)

25

30

35

40

45

50

55

60

2 J

un

i (P

)

2 J

un

i (S

)

3 J

un

i (P

)

3 J

un

i (S

)

4 J

un

i (P

)

4 J

un

i (S

)

5 J

un

i (P

)

5 J

un

i (S

)

6 J

un

i (P

)

6 J

un

i (S

)

7 J

un

i (P

)

7 J

un

i (S

)

8 J

un

i (P

)

8 J

un

i (S

)

Kad

ar A

ir (

%)

Waktu

PLB (20-30 cm)

25

30

35

40

45

50

55

60

2 J

un

i (P

)

2 J

un

i (S

)

3 J

un

i (P

)

3 J

un

i (S

)

4 J

un

i (P

)

4 J

un

i (S

)

5 J

un

i (P

)

5 J

un

i (S

)

6 J

un

i (P

)

6 J

un

i (S

)

7 J

un

i (P

)

7 J

un

i (S

)

8 J

un

i (P

)

8 J

un

i (S

)

Kad

ar A

ir (

%)

Waktu

PLT (20-30 cm)

25

30

35

40

45

50

55

60

2 J

un

i (P

)

2 J

un

i (S

)

3 J

un

i (P

)

3 J

un

i (S

)

4 J

un

i (P

)

4 J

un

i (S

)

5 J

un

i (P

)

5 J

un

i (S

)

6 J

un

i (P

)

6 J

un

i (S

)

7 J

un

i (P

)

7 J

un

i (S

)

8 J

un

i (P

)

8 J

un

i (S

)

Kad

ar A

ir (

%)

Waktu

PLK (40-50 cm)

25

30

35

40

45

50

55

60 2

Ju

ni (P

)

2 J

un

i (S

)

3 J

un

i (P

)

3 J

un

i (S

)

4 J

un

i (P

)

4 J

un

i (S

)

5 J

un

i (P

)

5 J

un

i (S

)

6 J

un

i (P

)

6 J

un

i (S

)

7 J

un

i (P

)

7 J

un

i (S

)

8 J

un

i (P

)

8 J

un

i (S

)

Kad

ar A

ir (

%)

Waktu

PLB (40-50 cm)

25 30 35 40 45 50 55 60

2 J

un

i (P

)

2 J

un

i (S

)

3 J

un

i (P

)

3 J

un

i (S

)

4 J

un

i (P

)

4 J

un

i (S

)

5 J

un

i (P

)

5 J

un

i (S

)

6 J

un

i (P

)

6 J

un

i (S

)

7 J

un

i (P

)

7 J

un

i (S

)

8 J

un

i (P

)

8 J

un

i (S

)

Kad

ar A

ir (

%)

Waktu

PLT (40-50 cm)

Su

hu

(oC

)

60

55

50

45

40

35

30 25

Su

hu

(oC

)

60

55

50

45

40

35

30

25

Su

hu

(oC

)

60

55

50

45

40

35

30 25

Su

hu

(oC

)

60

55

50

45

40

35

30 25

60

55

50

45

40

35

30 25

Su

hu

(oC

)

60

55

50

45

40

35

30

25

Su

hu

(oC

)

Su

hu

(oC

)

60

55

50

45

40

35

30 25

Su

hu

(oC

)

60

55

50

45

40

35

30

25

Su

hu

(oC

)

60

55

50

45

40

35

30 25

Su

hu

(oC

)

CV KA= 5,2 CV suhu= 9,4

CV KA= 2,9 CV suhu= 1,3

CV KA= 3,4 CV suhu= 1, 0

CV KA= 5,2 CV suhu= 5,6

CV KA= 3,2 CV suhu= 2,6

CV KA= 3,9 CV suhu= 1,7

CV KA= 4,1 CV suhu= 4,5

CV KA= 3,7 CV suhu= 1,3

CV KA= 2,2 CV suhu= 0,8

Gambar 6 Kadar air dan suhu tanah pada kedalaman 0-10 cm, 20-30 cm, dan 40-50 cm

13

14

Pengamatan dinamika kadar air tanah dilakukan selama tujuh hari berturut-

turut sampai kedalaman 50 cm untuk melihat hubungan sifat tanah dan perakaran

tanaman, curah hujan, dan evaporasi dalam kaitannya dengan pergerakan air

dalam tanah. Hasil pengukuran kadar air, suhu tanah, curah hujan, dan evaporasi

pada tiga penggunaan lahan sehari sebelum dan setelah hujan disajikan pada

Gambar 7. Suhu tanah yang tinggi mempengaruhi evaporasi dan pergerakan air ke

atmosfer sehingga kadar air lapisan bawah menurun dan dapat meningkatkan

kadar air lapisan tanah di atasnya. Pengukuran kadar air tanah tiap pengggunaan

lahan yang menunjukkan nilai terendah selama tujuh hari pengukuran selalu

disertai dengan nilai suhu tanah tertinggi.

Berdasarkan Gambar 7, kadar air tanah pada saat sehari setelah hujan

mengalami pergeseran ke kanan atau mengalami peningkatan kadar air.

Peningkatan kadar air tertinggi terjadi pada lapisan permukaan tanah baik pada

PLK, PLB, maupun PLT (Gambar 7). Hal ini menunjukkan bahwa lapisan

permukaan merupakan lapisan tanah yang paling responsif terhadap air hujan.

Pengurangan kadar air juga terjadi ditandai dengan adanya pergeseran garis kadar

air ke kiri (Gambar 7) yang dipengaruhi oleh besarnya evaporasi dan sifat tanah

dari setiap penggunaan lahan. Dinamika kadar air tanah dari masing-masing

penggunaan lahan dijelaskan pada sub bab berikut.

Dinamika Kadar Air pada Penggunaan Lahan Kelapa

Pengukuran dinamika kadar air tanah pada PLK menunjukkan bahwa

sebelum terjadi hujan, kadar air di permukaan tanah lebih rendah dibandingkan

dengan di dalam tanah. Rendahnya kadar air pada permukaan tanah disebabkan

oleh suhu tanah tinggi pada siang hari yang menyebabkan evaporasi terjadi secara

intensif (Gambar 7). Selain itu, pori drainase yang tinggi pada kedalaman 0-10

cm dan 10-20 cm (Tabel 3) menyebabkan pergerakan air ke bawah relatif lancar.

Kadar air yang tinggi pada kedalaman 40-50 cm disebabkan oleh ruang pori

drainase rendah dan ruang pori pemegang air tinggi (Tabel 3).

Peningkatan kadar air setelah terjadi hujan ditunjukkan oleh pergeseran ke

kanan garis kadar air pada grafik (Gambar 7), dimana peningkatan kadar air

terbesar terdapat pada permukaan tanah (0-10 cm). Distribusi kadar air pada setiap

kedalaman tanah menunjukkan pola yang semakin menurun dengan semakin

dalam tanah. Ruang pori yang tidak kontinyu dan nilai hantaran hidrolik yang

semakin lambat dengan semakin dalam tanah menyebabkan distribusi air ke

lapisan bawah lebih lambat dibandingkan dengan di permukaan tanah.

Akar serabut yang dimiliki oleh tanaman kelapa berpengaruh terhadap

proses transpirasi. Nilai koefisien tanaman (kc) kelapa sebesar ± 0,65 (Jayakumar

et al. 1988) menghasilkan nilai evapotranspirasi yang juga dapat berpengaruh

terhadap dinamika kadar air tanah. Dinamika kadar air tanah pada PLK lebih

dipengaruhi oleh akar karena sebagian akar tanaman kelapa yang lebih

terkonsentrasi di dekat permukaan tanah.

14

15

CH 1 Juni= 0 mm, Eo 2 Juni= 6,4 mm CH 2 Juni (17.00 WIB)= 15 mm, Eo 3 Juni= 0,8 mm

CH 3 Juni= 0 mm, Eo 4 Juni= 2,3 mm CH 4 Juni (15.00 WIB)= 3,9 mm, Eo 5 Juni= 1,6 mm

CH 6 Juni (pagi)= 0 mm, Eo 6 Juni= 4,6 mm CH 6 Juni (14.00 WIB)= 7,8 mm, Eo 6 Juni= 4,6 mm

CH 6 Juni= 7,8 mm, Eo 7 Juni= 3,8 mm CH 7 Juni (17.00 WIB)= 68,8 mm, Eo 8 Juni= 0,8 mm

Keterangan: Kadar air (% b/b), = kelapa, = bera, = karet; (2/6 s)= 2 Juni siang hari, (3/6 p)= 3 Juni pagi hari, (4/6 s)= 4 Juni siang hari, (5/6 p)= 5 Juni pagi hari, (6/6 p)= 6 Juni pagi hari, (6/6 s)= 6 Juni siang hari, (7/6 s)= 7 Juni siang hari, (8/6 p)= 8 Juni 2016

-50

-40

-30

-20

-10

040 45 50 55 60

Ked

alam

an (

cm)

Kadar Air (%)(2/6 s)

-50

-40

-30

-20

-10

025 30 35

Ked

alam

an (

cm)

Suhu (oC)(2/6 s)

-50

-40

-30

-20

-10

040 45 50 55 60

Ked

alam

an (

cm)

Kadar Air (%)(3/6 p)

-50

-40

-30

-20

-10

025 30 35

Ked

alam

an (

cm)

Suhu (oC)(3/6 p)

-50

-40

-30

-20

-10

040 45 50 55 60

Ked

alam

an (

cm)

Kadar Air (%)(4/6 s)

-50

-40

-30

-20

-10

025 30 35

Ked

alam

an (

cm)

Suhu (oC)(4/6 s)

-50

-40

-30

-20

-10

040 45 50 55 60

Ked

alam

an (

cm)

Kadar Air (%)(5/6 p)

-50

-40

-30

-20

-10

025 30 35

Ked

alam

an (

cm)

Suhu (oC)(5/6 p)

-50

-40

-30

-20

-10

040 45 50 55 60

Ked

alam

an (

cm)

Kadar Air (%)(6/6 p)

-50

-40

-30

-20

-10

025 30 35

Ked

alam

an (

cm)

Suhu (oC)(6/6 p )

-50

-40

-30

-20

-10

040 45 50 55 60

Ked

alam

an (

cm)

Kadar Air (%)(6/6 s)

-50

-40

-30

-20

-10

025 30 35

Ked

alam

an (

cm)

Suhu (oC)(6/6 s)

-50

-40

-30

-20

-10

040 45 50 55 60

Ked

alam

an (

cm)

Kadar Air (%)(7/6 s)

-50

-40

-30

-20

-10

025 30 35

Ked

alam

an (

cm)

Suhu (oC)(7/6 s)

-50

-40

-30

-20

-10

040 45 50 55 60

Ked

alam

an (

cm)

Kadar Air (%)(8/6 p)

-50

-40

-30

-20

-10

025 30 35

Ked

alam

an (

cm)

Suhu (oC)(8/6 p)

Sebelum Hujan Setelah Hujan

Gambar 7 Kadar air dan suhu tanah pada tiga penggunaan lahan pada sebelum dan setelah hujan

16

Dinamika kadar air tanah yang terjadi pada PLK saat sebelum dan setelah

terjadi hujan memiliki pola yang berbeda. Pengukuran kadar air sebelum hujan

pada tanggal 2 Juni siang hari, memiliki pola yang sama dengan tanggal 4 Juni

siang hari dan 7 Juni siang hari ditunjukkan kadar air yang rendah di permukaan

dan semakin tinggi dengan semakin dalam tanah. Sementara pola kadar air setelah

hujan pada pengukuran tanggal 3 Juni pagi hari, 5 Juni pagi hari, dan 8 Juni siang

hari menunjukkan kadar air yang semakin tinggi di permukaan tanah, menurun di

kedalaman 10-20 cm, kemudian meningkat kembali hingga kedalaman 40-50 cm

(Gambar 7). Peningkatan kadar air terjadi pada setiap kedalaman tanah, kecuali

pada tanggal 6 Juni siang hari yang tidak menunjukkan peningkatan di setiap

kedalaman tanah (Lampiran 2). Hal ini disebabkan oleh pengukuran yang

dilakukan satu jam setelah hujan sehingga air hujan belum cukup membasahi

profil tanah.

Dinamika Kadar Air pada Penggunaan Lahan Bera

Lahan bera memiliki tanaman penutup berupa rumput. Akar serabut dari

tanaman rumput dengan jumlah banyak akan memicu proses transpirasi lebih

intensif. Suhu permukaan tanah pada PLB yang relatif tinggi tidak membuat kadar

air di permukaan tanah ikut rendah. Meskipun suhu permukaan tanah yang tinggi

dan transpirasi berlangsung intensif jumlah air yang dipegang oleh profil tanah

tetap tinggi disebabkan oleh kadar bahan organik yang tinggi. Tingginya kadar

bahan organik pada kedalaman 0-10 cm (Tabel 2) mengakibatkan tanah mampu

menahan air lebih banyak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Stevenson (1997)

bahwa bahan organik tanah berperan dalam memperbaiki proses agregasi

sehingga tanah memiliki kemampuan memegang air lebih banyak. Rendahnya

kadar air pada kedalaman 10-20 cm, 20-30 cm, 30-40 cm, dan 40-50 cm akibat

suplai air yang sedikit dari kedalaman 0-10 cm karena nilai hantaran hidrolik yang

rendah pada PLB.

Dinamika kadar air tanah pada PLB memiliki pola yang hampir sama pada

saat sebelum dan setelah hujan, yaitu kadar air yang tinggi di permukaan dan

semakin menurun dengan semakin dalam tanah. Perubahan kadar air paling jelas

ditunjukkan pada tanggal 8 Juni pagi hari setelah hujan sebesar 68,8 mm yang

terjadi pada tanggal 7 Juni sore hari (pukul 17.00 WIB) (Gambar 7). Kadar air

tinggi di permukaan tanah kemudian semakin menurun hingga kedalaman 30-40

cm dan sedikit meningkat pada kedalaman 40-50 cm disebabkan oleh pergerakan

air dari kedalaman 30-40 cm. Kadar air pada PLB lebih berfluktuasi di permukaan

tanah (0-10 cm). Hal ini disebabkan oleh nilai hantaran hidrolik yang rendah

sehingga pergerakan air ke bawah lambat dan pengaruh suhu yang tinggi di

permukaan tanah PLB memungkinkan evaporasi terjadi secara intensif.

Dinamika Kadar Air Penggunaan Lahan Karet

Sebelum terjadi hujan, kadar air tanah pada PLT lebih tinggi pada

kedalaman 0-10 cm dan 40-50 cm dibandingkan dengan pada kedalaman 10-20

cm, 20-30 cm, dan 30-40 cm (Gambar 7). Tingginya kadar air pada kedalaman 0-

10 cm dan 40-50 cm disebabkan oleh kadar bahan organik yang tinggi pada

kedalaman 0-10 cm (Tabel 2) dan ruang pori pemegang air dan pori air tersedia

yang tinggi pada kedalaman 0-10 cm dan 40-50 cm (Tabel 3). Hal ini sesuai

dengan pernyataan Intara et al. (2011) bahwa bahan organik dapat meningkatkan

17

kadar air tanah dan kapasitas air tersedia. Sementara pada kedalaman 40-50 cm

memiliki kadar air yang tinggi akibat suplai air dari kedalaman di atasnya.

Rendahnya kadar air pada kedalaman 10-20 cm, 20-30 cm, dan 30-40 cm

disebabkan oleh ruang pori pemegang air yang rendah dan pori drainase yang

tinggi pada kedalaman 10-20 cm, 20-30 cm, dan 30-40 cm (Tabel 3).

Kadar air tanah setelah hujan mengalami peningkatan pada setiap

kedalaman tanah. Hal ini dipengaruhi oleh nilai hantaran hidrolik yang tinggi pada

PLT sehingga pergerakan air tanah ke bawah relatif lancar. Berbeda dengan

pengukuran tanggal 6 Juni siang hari setelah hujan. Kadar air PLT tidak

mengalami peningkatan pada setiap kedalaman tanah karena pengukuran kadar air

dilakukan satu jam setelah hujan. Air hujan yang turun diduga belum cukup

membasahi tanah karena terhalang oleh tutupan tajuk yang rapat.

Secara keseluruhan, dinamika kadar air pada PLT memiliki pola yang

hampir sama antara sebelum dan sesudah hujan. Kadar air tertinggi terdapat di

permukaan tanah, menurun pada kedalaman 10-20 cm dan 20-30 cm, serta kadar

air yang relatif meningkat pada kedalaman 30-40 cm dan 40-50 cm. Hal ini

dipengaruhi oleh rapatnya tajuk tanaman dan nilai hantaran hidrolik yang cukup

tinggi menyebabkan pergerakan air ke bawah lancar namun kadar airnya tetap

tinggi akibat evaporasi yang tidak terjadi secara intensif.

Dinamika kadar air tanah berbeda antar penggunaan lahan. Kadar air tanah

PLK sebelum dan setelah hujan menunjukkan pola yang berbeda, sedangkan

kadar air tanah PLB dan PLT menunjukkan pola yang hampir sama. Hal ini

disebabkan oleh ruang pori drainase yang tinggi pada permukaan tanah PLK dan

pergerakan air ke bawah yang terhambat akibat tingginya bobot isi tanah pada

kedalaman 20-30 cm. Adapun pada PLB dan PLT menunjukkan pola kadar air

tanah yang lebih tinggi di permukaan dibandingkan dengan di dalam tanah.

Tingginya kadar air pada permukaan tanah disebabkan oleh kadar bahan organik

dan ruang pori pemegang air yang tinggi pada kedalaman 0-10 cm. Kadar air pada

PLB menunjukkan nilai yang berfluktuasi di permukaan tanah, sedangkan pada

PLT menunjukkan nilai kadar air yang tidak terlalu berfluktuasi. Hal ini

disebabkan oleh nilai hantaran hidrolik yang lambat dan suhu yang tinggi pada

permukaan tanah di PLB, sedangkan pada PLT sebaliknya.

Ketersediaan Air Bagi Tanaman

Kondisi air tersedia bagi tanaman berada diantara kadar air kapasitas lapang

dan titik layu permanen. Kapasitas lapang merupakan batas maksimum air yang

tersedia bagi tanaman, sedangkan titik layu permanen adalah kondisi dimana air

tidak tersedia bagi tanaman walaupun masih terdapat air dalam pori mikro terkecil.

Kadar air selama tujuh hari, kapasitas lapang, dan titik layu permanen disajikan

pada Lampiran 2.

Hasil pengukuran selama tujuh hari menunjukkan bahwa hampir semua nilai

kadar air pada setiap kedalaman tanah di PLK dan PLT di atas kapasitas lapang

(Lampiran 2). Sementara pada kadar air PLB di kedalaman 20-30 cm hingga 40-

50 cm memiliki kadar air di bawah kapasitas lapang. Kadar air di atas kapasitas

lapang sebenarnya masih dapat digunakan oleh tanaman, bahkan tanaman tidak

membutuhkan banyak energi untuk menyerap air.

18

Kadar air PLK dari kedalaman 0-10 cm hingga 40-50 cm memiliki nilai

yang rendah di permukaan dan semakin tinggi dengan semakin dalam tanah. Hal

ini disebabkan oleh suhu tanah yang tinggi di permukaan tanah. Suhu yang tinggi

menyebabkan evaporasi terjadi secara intensif. Upaya yang dapat dilakukan yaitu

dengan mempertahankan tanaman penutup yang dapat melindungi permukaan

tanah PLK dari paparan sinar matahari langsung. PLB memiliki kadar air yang

tinggi hanya di permukaan tanah karena distribusi air ke lapisan di bawahnya

lambat. Upaya yang dapat dilakukan agar pendistribusian air lancar ke dalam

tanah yaitu dengan menanam tanaman tahunan atau tanaman berakar dalam di

sekitar PLB. Akar tanaman tersebut mampu menahan air lebih banyak dan

meningkatkan ketersediaan air di lapisan bawah. Secara keseluruhan, ketersediaan

air tanah pada PLT lebih baik karena kadar air yang tinggi pada setiap kedalaman

tanah, suhu tanah yang tidak tinggi dan tidak terlalu berfluktuasi, evaporasi yang

terjadi tidak intensif, dan nilai hantaran hidrolik yang tinggi sehingga distribusi air

yang lancar sampai ke lapisan bawah.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Suhu dan kadar air tanah pada tiga penggunaan lahan menunjukkan

fluktuasi terbesar di permukaan tanah dan semakin kecil fluktuasinya dengan

semakin dalam tanah. Kadar air tanah PLK menunjukkan pola yang berbeda

antara sebelum dan setelah hujan, sedangkan pada PLB dan PLT menunjukkan

pola yang hampir sama. PLB menunjukkan pola kadar air yang lebih berfluktuasi

di permukaan tanah sedangkan pada PLT menunjukkan pola kadar air yang tidak

terlalu berfluktuasi. Ketersediaan air tanah pada PLT lebih baik dibandingkan

dengan PLK dan PLB karena suhu dan kadar air yang tidak terlalu berfluktuasi

dan distribusi kadar air yang lancar ke lapisan bawah.

Saran

Pengamatan dinamika kadar air tanah pada penelitian ini terbatas pada

tanaman tahunan, seperti tanaman kelapa dan karet. Oleh karena itu, disarankan

dilakukan penelitian dinamika kadar air tanah pada penggunaan lahan tanaman

semusim untuk melihat perbedaan dinamika kadar air tanah pada tanaman yang

berakar pendek.

19

DAFTAR PUSTAKA

Adeline F. 2014. Karakteristik fisik tanah dan distribusi kadar air pada berbagai

penggunaan lahan di Latosol Dramaga [skripsi]. Bogor (ID): IPB Pr.

Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Pr.

Baskoro DPT, Tarigan SD. 2007. Karakteristik kelembaban tanah pada beberapa

jenis tanah. J Tanah Lingk. 9(2):77-81.

Budhyastoro T, Siddik HT, Robert LW. 2006. Pengukuran Suhu Tanah. Dalam

Kurnia U, F Agus, Abudarachman A, Dariah A, editor. Sifat Fisik Tanah

dan Metode Analisisnya. Bogor (ID): Balai Besar Litbang Sumberdaya

Lahan Pertanian.

Donahue RL, Miller RW, Shickluna JC. 1977. Soils, an Introduction to Soils and

Plant Growth. Ed ke-4. New Jersey (US): Prentice Hall.

Ferry Y, Rusli. 2014. Peran dan ketersediaan batang bawah untuk penyediaan

benih bermutu tanaman karet. Dalam: Damanik E dan Suryana Y, editor.

Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. 20 (3):1-32.

Foth HD. 1984. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Purbayanti ED, Lukiwati DR,

Trimulatsih R, penerjemah; Sunartono A, editor. Jakarta (ID): Gajah

Mada University Pr. Terjemahan dari: Fundamentals of Soil Science.

Hakim N, Nyakpa MY, Lubis AM, Nugroho SG, Saul MR, Diha MA, Bailey HM.

1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bandar Lampung (ID): Universitas

Lampung.

Hanafiah KA. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo

Persada.

Handoko. 1995. Klimatologi Dasar. Bogor (ID): Pustaka Jaya.

Haridjaja O, Baskoro DPT, Setianingsih M. 2013. Perbedaan nilai kadar air

kapasitas lapang berdasarkan metode alhricks, drainase bebas, dan pressure

plate pada berbagai tekstur tanah dan hubungannya dengan pertumbuhan

bunga matahari (Helianthus annuus L.). J Tanah Lingk. 15(2):52-59.

Hillel D. 1971. Soil and Water, Physical Principles and Processes. New York

(US): Academic Pr.

Hillel D. 1980. Fundamental of Soil Physics. New York (US): Academic Pr.

Intara IY, Sapei A, Erizal, Sembiring N, Djoefrie MBH. 2011. Pengaruh

pemberian bahan organik pada tanah liat dan lempung berliat terhadap

kemampuan mengikat air. JIPI. 16(2):130-135.

Jayakumar M, Saseendran SA, Hemaprabha M. 1988. Crop coefficient for

coconut (Cocos nucifera L.): a lysimetric study. Agricultural and Forest

Meteorology. 43:235-240.

Kartasapoetra AG. 2012. Klimatologi: Pengaruh Iklim terhadap Tanah dan

Tanaman. Jakarta (ID): PT Bumi Aksara.

Koorevaar P, Menelik G, Dirksen C. 1983. Elements of Soil Physics:

Developments. Kertonegoro BD, Soekodarmodjo S, penerjemah.

Yogyakarta (ID): Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UGM.

Lal R, Shukla MK. 2004. Principles of Soil Physic. New York (US): Marcel

Dekker, Inc.

Lakitan B. 1994. Dasar-dasar Klimatologi. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo

Persada.

20

Nawawi G. 2001. Pengantar Klimatologi Pertanian. Modul Dasar Bidang

Keahlian. Proyek Pengembangan Sistem Standar Pengelolaan SMK. Jakarta

(ID): Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Departemen Pendidikan

Nasional.

Pairunan AKY, Nanero JJ, Arifin, Solo SR, Samosir, Tangkaisari R, Laloua JR,

Ibrahim B, Asmadi H. 1985. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Ujung Pandang (ID):

Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Indonesia Bagian Timur.

Pioh DD. Rayes L. Polii B. Hakim L. 2013. Analisis suhu tanah di kawasan

wisata alam Danau Linow Kota Tomohon Sulawesi Utara. J Ind Tour Dev

Std. 1(2).

Rachmawati F. 2013. Model temperatur untuk pendugaan evaporasi pada stasiun

klimatologi Barongan, Bantul. J Bumi Indonesia. 2(3): 63-70.

Refliaty, Marpaung EJ. 2010. Kemantapan agregat Ultisol pada beberapa

penggunaan lahan dan kemiringan lereng. J Hidrolitan 1(2): 35-42.

Saefullah A. 2015. Keanekaragaman jenis burung pada beberapa tipe habitat di

Hutan Penelitian Dramaga, Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): IPB Pr.

Setiawan. 2000. Usaha Pembudidayaan Karet. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Setyamidjaja D. 1984. Bertanam Kelapa. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Sianturi FB. 2009. Penerapan model analitik gash untuk pendugaan intersepsi dan

evaporasi harian pada kawasan Hutan Percobaan Dramaga [skripsi]. Bogor

(ID): IPB Pr.

Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID): IPB Pr.

Sosrodarsono S, Takeda K. 2006. Hidrologi untuk Pengairan. Jakarta (ID): PT

Pradnya Paramita.

Stevenson FJ. 1997. Humus Chemistry, Genesis Composition Reaction. New York

(US): J Wiley.

Ward RC. 1967. Principles of Hydrology. London (UK): McGraw-Hill.

21

LAMPIRAN

Lampiran 1 Kadar air berbagai pF pada tiga penggunaan lahan

Penggunaan

Lahan Kedalaman

(cm)

pF

0 1 2 2,54 4,2

. . . . . . . . . . . . . . % (v/v) . . . . . . . . . . . . . .

Kelapa (PLK)

0-10 62,71 54,78 50,78 45,03 37,34

10-20 63,18 52,94 46,68 42,42 36,58

20-30 58,72 55,36 49,72 45,21 38,65

30-40 63,72 52,79 48,37 45,88 38,46

40-50 57,49 52,64 47,14 45,46 39,19

Bera (PLB)

0-10 64,52 55,67 48,48 43,54 35,65

10-20 63,64 51,94 45,60 42,98 36,77

20-30 59,91 53,89 49,34 44,98 37,31

30-40 61,75 58,94 54,16 52,56 40,68

40-50 60,07 58,70 53,03 49,74 39,12

Karet (PLT)

0-10 61,37 57,27 54,39 47,22 38,38

10-20 63,24 55,75 51,66 45,54 39,33

20-30 62,70 53,97 48,31 46,01 39,87

30-40 62,59 54,61 49,81 45,71 39,47

40-50 61,93 57,56 51,14 48,59 38,07

22

Lampiran 2 Kadar air tanah pada tiga penggunaan lahan selama tujuh hari

P

L

H

(cm)

2/6

(P)

2/6

(S)

3/6

(P)

3/6

(S)

4/6

(P)

4/6

(S)

5/6

(P)

5/6

(S)

6/6

(P)

6/6

(S)

7/6

(P)

7/6

(S)

8/6

(P)

8/6

(S) KL TLP CV

(%) Kadar Air (% v/v)

K

e

la

p

a

0-10 43,64 43,03 48,41 45,69 43,09 40,91 48,28 42,46 43,62 46,98 43,97 43,32 47,24 45,26 45,03 37,34 5,2

10-20 45,65 43,68 44,97 46,13 44,78 43,73 46,84 43,11 43,82 43,29 44,39 44,40 47,58 46,17 42,42 36,58 3,1

20-30 50,91 49,82 51,43 50,16 49,22 49,94 53,43 50,59 49,18 48,32 51,87 48,00 53,75 50,69 45,21 38,65 3,4

30-40 46,24 45,12 45,55 46,27 46,21 46,52 47,91 46,39 45,13 45,30 46,31 45,43 48,63 43,17 45,88 38,46 2,8

40-50 56,28 54,36 54,44 56,22 56,03 56,11 56,51 57,91 54,24 54,85 59,55 56,62 59,03 56,09 45,46 39,19 2,9

B

e

r

a

0-10 45,61 46,27 50,47 44,99 48,23 43,49 46,43 46,29 44,77 49,65 43,51 41,96 48,14 47,39 43,54 35,65 5,2

10-20 48,22 41,64 42,33 41,30 41,29 38,72 41,94 41,12 39,96 44,50 40,69 42,38 45,73 44,43 42,98 36,77 5,9

20-30 47,05 45,28 44,05 44,26 42,62 42,00 44,75 46,03 43,61 44,60 44,40 44,35 48,04 47,54 44,98 37,31 3,9

30-40 42,69 43,56 44,39 43,64 42,69 41,28 43,28 44,70 44,00 43,12 42,90 41,45 44,74 46,42 52,56 40,68 3,1

40-50 47,99 45,54 46,39 46,40 46,06 43,93 46,53 44,73 47,86 45,94 46,86 46,01 47,75 49,96 49,74 39,12 3,2

K

a

r

e

t

0-10 51,07 49,05 55,68 53,26 53,09 53,26 55,46 49,86 56,21 51,13 54,12 51,31 52,37 52,04 47,22 38,38 4,1

10-20 44,62 44,96 48,47 47,22 46,25 49,67 47,66 46,26 51,14 45,86 47,57 46,16 47,92 46,92 45,54 39,33 3,7

20-30 43,97 44,10 47,64 46,06 46,24 48,58 45,13 43,64 48,96 44,50 47,45 46,30 46,59 47,30 46,01 39,87 3,7

30-40 44,77 45,19 47,99 44,89 45,73 46,19 45,65 44,68 48,10 46,63 45,55 46,54 48,56 45,93 45,71 39,47 2,7

40-50 48,54 48,75 49,56 46,93 48,67 46,16 49,11 46,80 49,21 48,07 46,97 47,68 47,92 48,80 48,59 38,07 2,2

Keterangan: PL=Penggunaan Lahan, 2/6 (P)= 2 Juni pagi hari, 2/6 (S)= 2 Juni siang hari, 3/6 (P)= 3 Juni pagi hari, 3/6 (S)= 3 Juni siang hari, 4/6 (P)= 4 Juni pagi hari,

4/6 (S)= 4 Juni siang hari, 5/6 (P)= 5 Juni pagi hari, 5/6 (S)= 5 Juni siang hari, 6/6 (P)= 6 Juni pagi hari, 6/6 (S)= 6 Juni siang hari, 7/6 (P)= 7 Juni pagi hari, 7/6 (S)= 7

Juni siang hari, 8/6 (P)= 8 Juni pagi hari, 8/6 (S)= 8 Juni siang hari, KL= Kapasitas Lapang, TLP= Titik Layu Permanen, CV= koefisien variasi kadar air

22

23

Lampiran 3 Suhu tanah pada tiga penggunaan lahan selama tujuh hari

PL Kedalaman

(cm)

2/6

(P)

2/6

(S)

3/6

(P)

3/6

(S)

4/6

(P)

4/6

(S)

5/6

(P)

5/6

(S)

6/6

(P)

6/6

(S)

7/6

(P)

7/6

(S)

8/6

(P)

8/6

(S) CV

(%) Suhu Tanah (oC)

Kelapa

0-10 27,67 33,37 27,07 31,87 27,13 32,63 26,97 30,70 26,90 29,43 26,80 32,33 26,33 33,30 9,4

10-20 28,40 30,33 28,30 29,23 28,23 29,53 28,07 29,13 27,90 29,20 27,23 29,23 27,73 30,00 3,1

20-30 28,77 29,03 29,07 28,77 29,03 28,73 28,93 29,10 28,50 28,70 28,13 28,67 28,30 28,43 1,0

30-40 28,73 28,97 29,17 28,80 29,10 28,77 28,93 28,87 27,83 28,83 27,93 28,83 28,80 28,77 1,3

40-50 28,97 28,97 29,07 28,80 29,10 28,60 29,07 28,87 29,03 29,00 27,70 29,03 29,20 28,80 1,3

Bera

0-10 28,07 30,27 27,57 30,00 27,17 31,30 27,17 29,53 27,03 30,07 26,47 29,27 26,70 29,63 5,6

10-20 28,27 29,20 28,53 28,80 27,67 29,10 27,63 28,73 27,20 29,37 27,13 27,77 27,13 27,57 2,8

20-30 28,63 28,53 28,63 28,37 28,40 28,63 28,07 28,17 27,67 29,10 27,70 27,83 27,47 27,60 1,7

30-40 28,53 28,30 28,83 28,53 28,83 28,37 28,40 28,47 28,17 29,20 28,03 27,93 27,87 27,70 1,5

40-50 28,50 28,40 28,83 28,77 28,60 28,80 28,30 28,50 28,30 31,10 28,63 28,33 28,27 27,93 2,6

Karet

0-10 26,70 28,70 25,60 27,37 26,13 28,03 26,00 27,70 25,03 26,83 24,87 26,97 24,97 27,43 4,5

10-20 26,60 27,30 26,47 27,03 26,53 26,87 26,33 26,60 26,23 26,97 25,70 26,23 25,83 26,37 1,7

20-30 26,60 26,97 26,77 27,13 26,87 26,90 27,10 26,50 26,53 27,13 26,20 26,27 26,30 26,40 1,3

30-40 26,77 26,77 26,87 26,70 26,43 26,87 26,83 26,73 26,90 27,07 26,70 26,47 26,10 26,53 0,9

40-50 26,93 27,03 26,87 26,67 26,93 26,87 26,90 27,13 26,70 27,40 26,80 26,80 26,77 26,63 0,8

Keterangan: PL=Penggunaan Lahan, 2/6 (P)= 2 Juni pagi hari, 2/6 (S)= 2 Juni siang hari, 3/6 (P)= 3 Juni pagi hari, 3/6 (S)= 3 Juni siang hari, 4/6 (P)= 4 Juni pagi hari,

4/6 (S)= 4 Juni siang hari, 5/6 (P)= 5 Juni pagi hari, 5/6 (S)= 5 Juni siang hari, 6/6 (P)= 6 Juni pagi hari, 6/6 (S)= 6 Juni siang hari, 7/6 (P)= 7 Juni pagi hari, 7/6 (S)= 7

Juni siang hari, 8/6 (P)= 8 Juni pagi hari, 8/6 (S)= 8 Juni siang hari, CV= koefisien variasi suhu tanah

23

24

Keterangan: = garis kontur hipotesis, bentuk lahan kelapa berupa lereng ganda dan berteras,

lereng (i) lebih tinggi dibandingkan dengan lereng (ii) dan (iii), (i) > (ii) > (iii)

(a)

Keterangan: titik 1 dan 2 diduga sudah termasuk subsoil, titik 3 masih topsoil

(b)

Keterangan: = garis kontur hipotesis, bentuk lahan karet berupa lereng ganda dan berteras,

lereng (i) lebih tinggi dibandingkan dengan lereng (ii) dan (iii), (i) > (ii) > (iii)

(c)

Lampiran 4 Sketsa penentuan titik contoh pada penggunaan lahan kelapa (a), bera

(b), dan karet (c)

(i)

(ii)

(iii)

(i)

(ii)

(iii)

25

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

Lampiran 5 Kondisi akar tanaman kelapa (a), kondisi permukaan lahan kelapa

dengan serasah kering yang selalu dibersihkan (b), contoh tanah

lahan bera terdapat banyak akar serabut (c), kondisi permukaan dan

bentuk lahan bera (d), kondisi akar tanaman karet (e), kondisi

permukaan dan bentuk lahan karet (f)

26

Lampiran 6 Data evaporasi selama tujuh hari pengukuran

No. Tanggal Epanci (mm) Eo (mm)

1 2 Juni 2016 8,0 6,4

2 3 Juni 2016 1,0 0,8

3 4 Juni 2016 2,8 2,3

4 5 Juni 2016 2,0 1,6

5 6 Juni 2016 5,8 4,6

6 7 Juni 2016 4,8 3,8

7 8 Juni 2016 1,0 0,8

Keterangan: Epanci= Penguapan dari panci, Eo= Evaporasi

27

RIWAYAT HIDUP

Yuri Ardhya Stanny dilahirkan di Subang pada 24 Januari 1995 sebagai

anak semata wayang dari Bapak Danny Nuryanto (Alm.) dan Ibu Hartati. Tahun

1999 penulis memulai pendidikan di TK Nurul Albab. Kemudian pada tahun 2006

penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Panglejar. Pada tahun 2006

penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 2 Subang dan lulus pada tahun 2009.

Pada tahun 2009 hingga 2012 penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 3

Subang. Penulis diterima menjadi mahasiswa Departemen Ilmu Tanah dan

Sumberdaya Lahan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur UTM (Ujian Tulis

Mandiri) IPB pada tahun 2012.

Selama duduk di bangku kuliah, penulis aktif dalam berorganisasi yaitu

menjabat sebagai anggota Badan Olahraga dan Seni (BOS) HMIT (Himpunan

Mahasiswa Ilmu Tanah) 2014, sekretaris divisi Sport and Art HMIT 2015. Penulis

juga ikut dalam beberapa kegiatan kepanitiaan seperti sekretaris Pekan Olahraga

Tanah (PORTAN) tahun 2014, anggota konsumsi Pertemuan Nasional, Seminar

Nasional Ilmu Tanah, dan Soil and Art Charity (Soilidarity) tahun 2014, anggota

konsumsi Seminar Nasional Ilmu Tanah tahun 2015, dan anggota divisi konsumsi

Cross Country Ilmu Tanah tahun 2015.

Pada tahun 2016, penulis melaksanakan kuliah kerja nyata berbasis profesi

(KKN-P) sekaligus ikut dalam program Upaya Khusus Peningkatan Jagung dan

Kedelai (UPSUS PAJALE) yang diadakan oleh Kementrian Pertanian RI di Desa

Tegal Karang, Kecamatan Palimanan, Kabupaten Cirebon. Selain itu, penulis

pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Fisika Tanah (TSL 230) dan

Pengantar Ilmu Tanah (TSL 202) tahun 2016.