109

DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

  • Upload
    others

  • View
    16

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id
Page 2: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

i

DINAMIKA SISTEM PERBERASAN

DI BALI

Page 3: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

ii

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

Lingkup Hak Cipta Pasal 1 1. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif

setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketentuan Pidana Pasal 113 1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 9 ayat (1) huruf I untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan / atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan / atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan / atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan / atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Page 4: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

iii

I Nyoman Gede Ustriyana

Udayana UnIveRSIty PReSS2016

DINAMIKASISTEM PERBERASAN

DI BALI

Page 5: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

iv

Hak Cipta pada Penulis. Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang :

dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.

Penulis:I nyoman Gede Ustriyana

Editor: Jiwa atmaja

Cover & Ilustrasi: Repro

Design & Lay Out: I Wayan Madita

Diterbitkan oleh:Udayana University Press

Kampus Universitas Udayana denpasarJl. P.B. Sudirman, denpasar - Bali telp. (0361) 255128

[email protected] http://udayanapress.unud.ac.id

Cetakan Pertama:2016, viii + 100 hlm, 15 x 23 cm

ISBN: 978-602-294-165-1

DINAMIKA SISTEM PERBERASAN

DI BALI

Page 6: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

v

PRAKATA

Buku ini berisi tentang objek perberasan di Bali dengan pendekatan sistem dinamik. Pendekatan ini memberikan makna bahwa perberasan di Bali dipengruhi oleh berbagai fenomena yang saling terintegrasi.

Penulis berterimakasih kepada Bpk. Jiwa atmaja (editor) dari Udayana Univesity Press atas kesempatan dan kebebasan yang diberikan kepada penulis dalam mengeksplorasi sebuah buku yang diberi judul Dinamika Sistem Perberasan di Bali. Penulis berterimakasih pula kepada Prof. dr.Ir. Made antara, MS. serta teman-teman, dosen di departemen atas segala argumen, masukan, serta diskusi formal dan informal di departemen. Isi dari buku ini tidak terlepas dari kontribusi dan masukan yang diberikan oleh Prof. (em) John v. Genderen dari University of twente dan Sri Handoyo Mukti dari Badan Pengkajian dan Penerapan teknologi Jakarta (BPPt).

demikian pengantar yang sangat singkat dan mohon maaf jika ada hal-hal yang kurang berkenan. Saran dan kritik yang membangun tetap kami tunggu demi kesempurnaan buku ini.Semoga karya yang kecil ini menjadi benih-benih yang terus tumbuh berkembang membingkai keilmuan bagi setiap pembaca.

Penulis

Page 7: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

vi

DAFTAR ISI

Kata PenGantaR ................................................................ vdaFtaR ISI ............................................................................... vi

BaB I PendaHULUan ....................................................... 11.1 Latar Belakang .................................................................. 11.2 Rumusan Pengkajian ...................................................... 61.3 tujuan Pengkajian .......................................................... 6

BaB II tInJaUan teORItIK dan eMPIRIK..................... 72.1 Sistem, Pendekatan Sistem, dan Model ........................ 7 Sistem ................................................................................ 72.2 Pendekatan Sistem ........................................................... 8 2.2.1 Model ........................................................................ 10 2.2.2 Ketahanan Pangan .................................................. 112.3 Penelitian terdahulu ....................................................... 162.4 Kerangka Berpikir ........................................................... 18

BaB III PendeKatan dan MetOde PenGKaJIan .... 213.1 Rancangan Pengkajian .................................................... 213.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................ 213.3. Jenis dan Sumber data .................................................... 22 3.3.1 Metode Pengumpulan data .................................. 22 3.3.2 Metode Pengambilan Sampel ............................... 22 3.3.3 Metode analisis ..................................................... 243.4 Pendekatan Sistem ........................................................... 243.5 analisis Kebutuhan ........................................................ 253.6 Formulasi Masalah ......................................................... 263.7 Identifikasi Sistem Ketersediaan Beras ........................ 263.8 Formulasi Model ............................................................. 27

Page 8: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

vii

3.9 Sub model produksi ........................................................ 273.10 Sub Model Konsumsi ...................................................... 313.11 Verifikasi dan Validasi Model ....................................... 33 a. analisis Prospektif ...................................................... 34 b. Analisis Sensitifitas ..................................................... 34 c.analisis Simulasi .......................................................... 35

BaB Iv tInJaUan UMUM PeRtanIan BaLI ................ 384.1 Letak Geografis dan Toografi Propinsi Bali ................. 38 a. Luas dan Penggunaan Lahan ..................................... 39 b. Lahan Sawah ............................................................... 39 c. Lahan Bukan Sawah .................................................... 41 d. Lahan Bukan Pertanian ............................................. 414.2 Subsektor Pertanian ........................................................ 424.3 Penduduk dan Tenaga Kerja ......................................... 46 a. Penduduk ..................................................................... 46 b. tenaga Kerja Sektor Pertanian ................................. 47 c. Pembangunan ekonomi Sektor Pertanian ............... 50

BaB v KeteRSedIaan BeRaS dI BaLI ............................ 515.1 Model Sistem dinamik Ketersediaan Beras di Bali .... 515.1.1 Pengembangan Model ................................................... 535.1.2 Verifikasi dan Validasi Model ...................................... 785.2 Simulasi Model untuk Skenario ................................... 485.3 Kebaruan Penelitian ....................................................... 94

BaB vI PenUtUP .................................................................... 956.1 Simpulan .......................................................................... 956.2 Rekomendasi Kebijakan ................................................. 96

daFtaR PUStaKa ................................................................. 97

Page 9: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

viii

Page 10: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu

dipenuhi dalam mempertahankan hidup dan kehidupannya. Ketahanan pangan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 diartikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau.

Sejarah telah menunjukkan bahwa masalah ketahanan pangan erat kaitannya dengan ketahanan sosial, stabilitas ekonomi, stabilitas politik dan keamanan atau ketahanan nasional secara keseluruhan. Kelemahan dalam mewujudkan ketahanan pangan akan menggoyahkan sendi-sendi ketahanan nasional. Oleh karena itu, pembangunan sistem ketahanan pangan nasional yang mantap menjadi syarat mutlak bagi pembangunan nasional.

di Indonesia, masalah pangan dan ketahanan pangan tidak dapat dilepaskan dari komoditas beras, mengingat beras merupakan bahan pangan pokok yang dikonsumsi oleh hampir seluruh rakyat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari partisipasi konsumsi beras yang tinggi yaitu sebesar 100 persen (ariani dan ashari, 2003), yang berarti bahwa hampir seluruh rumah tangga mengkonsumsi beras.

Menyadari bahwa untuk mencukupi kebutuhan pangan utama merupakan langkah awal yang strategis bagi pembangunan bangsa, maka sejak awal kemerdekaan telah dicanangkan berbagai program dan kebijakan mengenai perberasan nasional. Pada awal kemerdekaan, beras serta tanaman pangan umumnya berperan dominan dalam perekonomian, baik dari segi produksi maupun konsumsi atau pengeluaran rumah tangga. Sudah lebih

Page 11: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

2

dari tiga dasawarsa beras ditempatkan sebagai komoditas utama dalam perekonomian Indonesia. Kekurangan beras misalnya masih dianggap sebagai ancaman terhadap kestabilan ekonomi dan politik (Baharsyah et al., 1998). Selanjutnya timmer (1996) menyatakan perekonomian beras merupakan pendukung pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 1960. Kasryno dan Pasandaran (2004) menyatakan bahwa kebijakan pembangunan pertanian selalu didominasi oleh kebijakan perberasan.

di Indonesia, padi diusahakan oleh sekitar 18 juta petani dan menyumbang 66 persen terhadap Produk domestik Bruto (PdB) tanaman pangan. Selain itu, usahatani padi memberikan kesempatan kerja dan pendapatan bagi lebih dari 21 juta rumah tangga dengan sumbangan pendapatan sebesar 25-35 persen (departemen Pertanian, 2005). Sawit (2000) menyatakan bahwa beras sebaiknya dipandang sebagai barang yang tidak saja berfungsi sebagai barang privat tetapi juga barang publik karena banyak kepentingan publik dihasilkan oleh beras, oleh sebab itu beras tetap menjadi komoditas strategis dalam perekonomian dan ketahanan pangan nasional, sehingga menjadi basis utama dalam revitalisasi pertanian ke depan.

Masyarakat yang mempunyai pola konsumsi pangan pokok yang beragam lebih mudah menyesuaikan atau menerima pola makan baru dibandingkan dengan masyarakat yang pangan pokoknya hanya beras. Menurut Wirakartakusumah dan Soeharjo dalam Kasryno dan Pasandaran (2004) kondisi lingkungan terutama sosial budaya mempunyai pengaruh besar terhadap pola makan. erwidodo et al., (1996) menunjukkan terdapat hubungan substitusi antara beras dan ubikayu. namun karena beras merupakan sumber karbohidrat utama, maka daya subsitusi beras terhadap ubi kayu, jagung dan mi lebih tinggi daripada daya subsitusi jagung, ubi kayu, dan mi terhadap beras.

Page 12: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

3

Siahaan (2006) menyatakan secara sosial budaya bagi masyarakat Indonesia “orang belum merasa telah makan” kalau belum menyentuh nasi (beras) begitupula secara politik. Pada jaman orde baru “politik beras” dijadikan kriteria keberhasilan pembangunan. Suatu wilayah atau daerah tertentu dikatakan sudah tersentuh pembangunan apabila masyarakatnya sudah mengkonsumsi beras. Arifin (2001) menegaskan hingga saat ini secara nutrisi, ekonomi, sosial dan budaya beras tetap merupakan pangan terpenting bagi masyarakat Indonesia.

Permasalahan dalam mewujudkan ketersediaan beras terkait dengan adanya pertumbuhan permintaan beras yang lebih cepat dari pertumbuhan penyediaannya. Permintaan beras meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat dan perubahan selera. dinamika dari sisi permintaan ini menyebabkan kebutuhan beras secara nasional meningkat dalam jumlah, mutu dan keragaman. Sementara itu, kapasitas produksi beras nasional pertumbuhannya lambat atau dapat dikatakan stagnan. apabila persoalan ini tidak dapat diatasi, maka kebutuhan akan impor beras akan membesar, yang apabila berlanjut dapat mengakibatkan ketergantungan pada beras impor yang tinggi sehingga menguras devisa negara.

tekanan kepada sumberdaya alam tanpa diikuti perubahan struktur ekonomi yang memadai, akan menjadi ancaman terhadap ketersediaan beras, baik pada tingkat mikro maupun makro. Pada tingkat mikro, degradasi lahan dan air akan menyebabkan keterbatasan kemampuan pemanfaatan sumberdaya alam secara maksimal. Hal ini akan mengakibatkan produktivitas usahatani padi menurun dan secara makro akan semakin bertambahnya penduduk miskin atau adanya kelompok masyarakat yang mempunyai daya beli rendah ataupun yang tidak mempunyai akses atas pangan (beras), sehingga mereka mengalami kerawanan pangan.

Page 13: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

4

Pada sisi lain, kemiskinan akan menimbulkan tekanan yang semakin besar terhadap pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak terkendali. Keadaan lingkaran ini perlu diputus agar ketersediaan beras dapat diwujudkan secara mantap dan berkelanjutan di masa depan, oleh karena itu kebijakan pangan Indonesia masih harus menempatkan kebijakan perberasan (Rice Policy) sebagai salah satu pilar utamanya.

Sejak tahun 1997 politik perberasan Indonesia telah menganut mekanisme pasar. Sebetulnya terlalu riskan untuk menggantungkan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia yang jumlahnya sekitar 230 juta jiwa lebih sepenuhnya pada mekanisme pasar, yang secara empiris menunjukkan adanya fluktuasi harga akibat dari permintaan dan penawaran.

Kebutuhan beras secara nasional sekitar 37,8 juta ton beras yang hampir mencapai 84,39 persen dari beras yang diperdagangkan di pasar dunia (BPS, 2011). Walaupun pemerintah memiliki cadangan dana, belum tentu dapat menjamin terciptanya ketahanan pangan karena ada kemungkinan beras tidak tersedia di pasar, baik dari segi jumlah maupun ketepatan saat diperlukan. Hal ini ditegaskan oleh nainggolan (2006) yaitu : (1) bahwa resiko besar bila urusan pangan (beras) diserahkan pada mekanisme pasar karena gejolak harga internasional akan mudah ditransmisikan ke dalam negeri melalui variabel kurs mengambang yang sampai saat ini fluktuatif yang akan mengakibatkan petani menghadapi resiko ketidakpastian harga, (2) untuk negara besar seperti Indonesia sebaiknya tidak tergantung pada pasar beras Internasional karena pasar beras Internasional sangat tipis, volume beras yang diperdagangkan di pasar beras global hanya lima persen dari total produksi global. Pemenuhan kebutuhan beras nasional diharapkan dapat dipenuhi dari dalam negeri.

terpenuhinya kebutuhan beras dihadapkan pula penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya alam, seperti sumberdaya lahan dan air. Produksi beras di Bali pada tahun

Page 14: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

5

2010 sebesar 869.160 ton beras dengan rata-rata produksi 57,11 kwintal/ha (BPS Bali, 2011). Sebelum tahun 2005, luas lahan sawah beririgasi teknis 87.850 ha, tetapi tahun 2011 hanya seluas 82.664 ha (menyusut seluas 5.186 ha). Konversi penggunaan lahan dari lahan pertanian ke industri pariwisata dan perumahan juga akan diikuti oleh penurunan kualitas lahan dan air akibat pola pemanfaatan lahan dan perkembangan sektor non pertanian yang sering kurang memperhatikan aspek lingkungan.

Jumlah penduduk Bali tahun 2011 sebesar 3,89 juta jiwa dan terus bertambah dengan pertumbuhan sebesar 2,15 persen per tahun mengakibatkan pemenuhan kebutuhan pangan pokok yaitu beras merupakan tantangan besar yang harus dihadapi oleh Bali. apalagi dalam MP3eI (Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan ekonomi Indonesia) 2010, disebutkan Bali sebagai Koridor Bali-nusa tenggara menjadi “Pintu Gerbang Pariwisata nasional dan Pendukung Pangan nasional”. tekanan penduduk akan menuntut kebutuhan beras dan kebutuhan aktivitas ekonomi yang mampu memberikan kesempatan kerja, serta menuntut kebutuhan akan lahan untuk industri, perumahan, jalan dan kebutuhan fasilitas umum, sehingga tekanan penduduk ini akan meningkatkan kompetisi pemanfaatan sumberdaya terutama lahan dan air.

terpenuhinya kebutuhan beras di masa datang akan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terkait dalam penyediaan dan permintaan beras, baik secara sendiri-sendiri maupun sebagai hasil interaksi antara faktor-faktor tersebut. Karena beras merupakan produk yang bersifat strategis, tingkah laku penyediaan, konsumsi beras dan ketersediaan beras sangat perlu diketahui untuk keperluan perencanaan. Informasi ini diharapkan dapat dipakai oleh perencana atau pengambil keputusan dalam melakukan prioritas pelaksanaan peningkatan program ketahanan pangan, khususnya pangan pokok yaitu beras.

Page 15: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

6

1.2 Rumusan Pengkajian Penelitian ini dilakukan untuk menjawab beberapa masalah

penelitian di bawah ini:- Bagaimanakah model sistem dinamik ketersediaan beras di

Provinsi Bali dilihat dari sektor produksi dan konsumsi?- Bagaimanakah gambaran perkembangan produksi dan

konsumsi beras di Provinsi Bali?

1.3 Tujuan Pengkajiantujuan umum penelitian ini adalah untuk menemukan

model sistem dinamik ketersediaan beras di Provinsi Bali yang dapat dipergunakan sebagai salah satu alat bantu pengambilan keputusan untuk keperluan pengendalian sistem maupun antisipasi terhadap perubahan berbagai kebijakan yang mempengaruhi sektor produksi maupun konsumsi perberasan di Provinsi Bali.

Tujuan khusus penelitian yaitu:- Membangun model sistem dinamik ketersediaan beras di

Bali - Mensimulasi seluruh model subsistem secara simultan

menggunakan berbagai nilai awal parameter dan variabel yang mempengaruhi sektor produksi maupun konsumsi perberasan di Provinsi Bali.

Page 16: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

7

BAB IITINJAUAN TEORITIK DAN EMPIRIK

2.1 Sistem, Pendekatan Sistem, dan Model

SistemSistem merupakan suatu gugus dari elemen yang

saling berhubungan dan terorganisir untuk mencapai suatu tujuan (Manetsch dan Park, 1977). Sedangkan Marimin (2004) mendefinisikan sistem sebagai suatu kesatuan usaha yang terdiri dari bagian yang berkaitan satu sama lain yang berusaha mencapai tujuan dalam suatu lingkungan yang kompleks. Selanjutnya Chechland (1981) menyatakan bahwa sistem merupakan sekumpulan atau kombinasi elemen yang saling berkaitan membentuk sebuah kesatuan yang kompleks. Sistem terdiri atas: komponen, atribut dan hubungan yang dapat didefinisikan sebagai berikut: (1) komponen adalah merupakan bagian-bagian sistem yang terdiri atas input, proses dan output. Setiap komponen sistem mengasumsikan berbagai nilai untuk menggambarkan pernyataan sistem sebagai seperangkat aksi pengendalian atau lebih sebagai pembatasan. Sistem terbangun atas komponen-komponen, komponen tersebut dapat dipecah menjadi komponen yang lebih kecil. Bagian komponen yang lebih kecil tersebut disebut dengan subsistem, (2) atribut adalah sifat-sifat atau manifestasi yang dapat dilihat pada komponen sebuah sistem. atribut tersebut mengkarakteristikkan parameter sebuah sistem, (3) hubungan merupakan keterkaitan di antara komponen dan atribut.

Menurut Chechland (1981) ada beberapa persyaratan dalam berpikir sistem (System Thinking) diantaranya : (1) Holistik, System thinkers harus berpikir holistik tidak reduksionis. yang dimaksud

Page 17: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

8

holistik di sini adalah tidak mereduksionis permasalahan kepada bagian yang lebih kecil (segmentasi) atau tidak hanya berpikir secara parsial dari sudut pandang mono disiplin tapi harus interdisiplin; (2) Sibernetik (Goal Oriented), System thinkers harus mulai dengan berorientasi tujuan (goal oriented) tidak mulai dengan orientasi masalah (problem oriented). Jadi mulai dengan tujuannya apa, kemudian identifikasi masalah yaitu gap antara tujuan (kondisi informatif) dengan keadaan aktual baru problem solving; dan (3) efektif, dalam ilmu sistem erat kaitannya dengan prinsip dasar manajemen dimana suatu aktivitas yang mentransformasikan input menjadi output yang dikehendaki secara sistematis dan terorganisasi guna mencapai tingkat efektif dan efisien.

Menurut Muhammadi et al., (2001) untuk berfikir sistem (System Thinkers) syaratnya adalah adanya kesadaran untuk mengapresiasi dan memikirkan suatu kejadian sebagai sebuah sistem (Systemic Approach). Kejadian apapun baik fisik maupun non fisik dilihat secara keseluruhan sebagai interaksi antar unsur sistem dalam batas lingkungan tertentu. Jadi dalam ilmu sistem, hasil harus efektif dibanding efisien. Jadi ukurannya adalah cost effective bukan cost efficient. akan lebih baik lagi bila hasilnya efektif dan sekaligus juga efisien.

2.2 Pendekatan SistemPendekatan sistem adalah suatu pendekatan analisis

organisatoris yang menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisis. Pada dasarnya pendekatan sistem adalah penerapan dari sistem ilmiah dalam manajemen. dengan cara ini dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dan keberhasilan suatu organisasi atau sistem. Pendekatan sistem dapat memberi landasan untuk pengertian yang lebih luas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku sistem dan memberikan dasar untuk memahami penyebab ganda dari suatu masalah dalam kerangka sistem (Marimin, 2004).

Page 18: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

9

Saat ini dalam dunia nyata banyak permasalahan yang kompleks dan beragam sehingga penyelesaiannya tidak mungkin dapat berhasil diselesaikan oleh satu atau dua metode spesifik saja. Oleh karena itu diperlukan pendekatan sistem (System Approach). dalam teori sistem dinyatakan bahwa kesisteman adalah suatu meta disiplin, dimana proses dari keseluruhan disiplin ilmu dan pengetahuan sosial dapat dipadukan dengan berhasil (Gigh dan Carnavayal dalam eriyatno, 1999).

Keutamaan pendekatan sistem adalah dapat menyelesaikan permasalahan yang kompleks yang sulit diselesaikan dengan pendekatan lainnya. Seperti dinyatakan oleh Chechland (1981) bahwa System Thinking muncul akibat dari reaksi terhadap ketidakmampuan Natural Science dalam memecahkan permasalahan dunia nyata yang kompleks. Selanjutnya Manetsch dan Park (1977) berpendapat bahwa untuk permasalahan multidisiplin yang komplek pendekatan sistem memberikan penyelesaian masalah dengan baik. Persoalan yang diselesaikan dengan pendekatan sistem umumnya persoalan yang memenuhi karakteristik: (1) Kompleks, di mana interaksi antar elemen cukup rumit, persoalan menyangkut multidisiplin dan multifaktor; (2) dinamis, dalam arti, faktornya ada yang berubah menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan; (3) Stokastik, yaitu diperlukannya fungsi peluang (probabilistik) dalam inferensi kesimpulan maupun rekomendasi.

Menurut eriyatno (1999), dalam metodologi sistem ada enam tahap analisis sebelum tahap sintesa atau rekayasa, yaitu: (1) analisis kebutuhan, (2) identifikasi sistem, (3) formulasi masalah, (4) pembentukan alternatif sistem, (5) determinasi dari realisasi fisik, sosial dan politik, (6) penentuan kelayakan ekonomi dan keuangan. tahap ke satu sampai dengan ke enam umumnya dilakukan dalam satu kesatuan kerja yang dikenal sebagai analisis sistem.

Page 19: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

10

2.2.1 ModelModel adalah suatu penggambaran abstrak dari sistem

dunia riil atau nyata yang akan bertindak seperti sistem dunia nyata untuk aspek-aspek tertentu (Manetsch dan Park, 1977). Menurut eriyatno (1999) model merupakan suatu abstraksi dari realitas, yang akan memperlihatkan hubungan langsung maupun tidak langsung serta timbal balik atau hubungan sebab akibat. Suatu model dapat dikatakan lengkap apabila dapat mewakili berbagai aspek dari realitas yang dikaji.

Pada umumnya model dibangun untuk tujuan peramalan (forecasting) dan evaluasi kebijakan yaitu menyusun strategi perencanaan kebijakan dan memformulasikan kebijakan (tasrif, 2004). Model dikelompokkan menjadi tiga tipe yaitu model kuantitatif, kualitatif dan ekonik (Muhammadi et al., 2001). Model kuantitatif adalah model yang berbentuk rumus matematik, statistik atau komputer. Model kualitatif adalah model yang berbentuk gambar, diagram atau matriks yang menyatakan hubungan antar unsur. dalam model kualitatif tidak digunakan rumus matematik, statistik atau komputer. Model ikonik adalah model yang mempunyai bentuk fisik sama dengan barang yang ditirukan meskipun skalanya dapat diperbesar atau diperkecil. Menurut Manetsch dan Park (1977) model diklasifikasikan menjadi dua yaitu model makro dan model mikro, yang ada kaitannya dengan derajad agregasinya.

Membangun model umum (generic model) dimulai dengan menyusun elemen-elemen dasar yang menyusun sebuah sistem yang bersifat dinamis. Kemudian mengidentifikasi gejala sampai menghasilkan sruktur permasalahan untuk analisis kebijakan. Muhammadi et al., (2001) menyatakan bahwa untuk menghasilkan model yang bersifat sistemik ada beberapa langkah yang harus ditempuh yaitu: (1) identifikasi proses yang menghasilkan kejadian nyata, (2) identifikasi kejadian yang diinginkan, (3) identifikasi kesenjangan antara kenyataan dengan keinginan, (4) identifikasi dinamika menutup kesenjangan, dan

Page 20: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

11

(5) analisis kebijakan. dalam simulasi model setiap gejala dalam proses dapat distrukturkan ke dalam kategori atau kombinasi kategori tertentu seperti level, rate, auxilliary, constanta, flow, serta fungsi fungsi tertentu seperti delay, step, pulse, graph, if , table dan timecycle.

Perilaku dinamis dalam model ini dapat dikenali dari hasil simulasi model. Simulasi model itu sendiri terdiri dari beberapa tahap yaitu: penyusunan konsep, pembuatan model, simulasi dan validasi hasil simulasi (eriyatno, 1999). Selanjutnya dikatakan bahwa validasi hasil simulasi bertujuan untuk mengetahui kesesuaian antara hasil simulasi dengan gejala atau proses yang ditirukan. Model dapat dinyatakan baik bila kesalahan atau simpangan hasil simulasi terhadap gejala atau proses yang terjadi di dunia nyata relatif kecil. Hasil simulasi yang sudah divalidasi tersebut digunakan untuk memahami perilaku gejala atau proses serta kecenderungan di masa depan, yang dapat dijadikan sebagai dasar bagi pengambil keputusan untuk merumuskan suatu kebijakan di masa mendatang. validasi juga memberikan keyakinan sejauh mana model dapat dipertanggung jawabkan dalam analisis kebijakan untuk pemecahan masalah.

2.2.2 Ketahanan PanganKonsep ketahanan pangan yang dikemukakan para

ilmuwan atau lembaga internasional bervariasi. Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) mendefinisikan ketahanan pangan sebagai “situasi dimana setiap orang pada setiap saat secara fisik dan ekonomis memiliki akses terhadap pangan yang cukup, aman dan bergizi untuk dapat memenuhi kebutuhannya sesuai dengan seleranya bagi kehidupan yang aktif dan sehat“. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Riely et al., 1995 (dalam dharmawan dan Kinseng, 2006) dimana ketahanan pangan dirumuskan sebagai “access for all people at all times to enough food for an active and healty life”. Hal penting dari kedua konsep di atas adalah ketersediaan pangan sepanjang waktu, sehingga dalam

Page 21: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

12

pembahasan ketahanan pangan diperlukan pengetahuan yang memadai mengenai pola produksi dan distribusi di suatu daerah serta sistem komunitas yang memanfaatkan sumber pangan tersebut.

Ketahanan pangan berdasarkan UU No 7 Tahun 1996 tentang pangan diartikan sebagai “kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau”. Pengertian mengenai ketahanan pangan di atas secara lebih rinci dapat diartikan sebagai berikut (Badan Bimas Ketahanan Pangan, 2001), yaitu : (a) terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, diartikan sebagai ketersediaan pangan dalam arti luas yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia, (b) terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan bebas dari cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia serta aman dari kaidah agama, (c) terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan pangan yang harus tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah air, (d) terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan pangan mudah diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau.

agak berbeda dengan pandangan sebelumnya, Maxwell dan timothy (1992) memberikan batasan ketahanan pangan dengan menggunakan tolok ukur dimensi spasial dan temporal sebagai faktor pembeda, yang dideskripsikan melalui dua situasi kerawanan pangan yaitu: (1) kerawanan pangan kronis (Chronic food in security: the inability of the people to meet food needs on going basis) dan (2) kerawanan pangan sementara atau transien (Transitory food insecurity: When the inability to meet food needs is temporary). Kerawanan pangan terjadi apabila rumah tangga, masyarakat atau daerah tertentu mengalami ketidak cukupan pangan untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan para individu anggotanya.

Page 22: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

13

Kerawanan pangan kronis (terus menerus) biasanya sering terjadi pada kawasan yang kurang menguntungkan secara ekologis, kawasan terpencil atau terisolasi, kawasan yang ekologisnya rusak dan terancam, sehingga bencana kelaparan berlangsung secara berulang, biasanya kerawanan pangan seperti ini terkait dengan kemiskinan, keterbelakangan ekonomi, keterisolasian, ketidak berdayaan dalam mengontrol sumberdaya dan mengakses sumber pangan. Kerawanan pangan yang terjadi terus menerus seperti ini akan berdampak pada penurunan status gizi dan kesehatan. Sedangkan kerawanan pangan sementara (transien) terbagi pada dua tipe yaitu (a) kerawanan pangan yang bersifat sementara, yang akan segera menghilang setelah faktor-faktor pengaruhnya dapat diatasi dan (b) kerawanan pangan yang bersifat siklikal, yang bergerak menguat dan melemah sesuai dengan perubahan waktu dan perubahan faktor- faktor eksternal yang ada.

Konsep ketahanan pangan (food security) berkaitan dengan beberapa konsep turunannya yaitu kemandirian pangan (food resilience) dan kedaulatan pangan (food sovereignty). di mana pengertian ke tiganya sering dipertukarkan dalam penggunaannya (dharmawan dan Kinseng, 2006). Kemandirian pangan menunjukkan kapasitas suatu kawasan (nasional) untuk memenuhi kebutuhan pangannya secara swasembada (self sufficiency). Semakin besar proporsi pangan dan bahan pangan yang dipenuhi dari luar sistem masyarakat kawasan tersebut, maka semakin berkurang kemandiriannya dalam penyediaan pangan dan sebaliknya. Kemandirian pangan yang rendah juga ditunjukan oleh lemahnya kapasitas kawasan (nasional) untuk menyediakan pangan melalui usaha-usaha mandiri tanpa bantuan pihak lain. Sedangkan kedaulatan pangan seperti pada kemandirian pangan tetapi dengan mengaitkan pada penguasaan atas sumber pangan dan pangan yang tersedia di kawasan tersebut. Semakin tinggi proporsi penguasaan sumber pangan, jumlah produksi, distribusi, kontrol mutu dan

Page 23: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

14

keamanan pangan oleh anggota masyarakat lokal, semakin tinggi derajat kedaulatan pangannya. Sebuah sistem pangan dari suatu kawasan yang berdaulat berarti sistem tersebut telah melalui tahapan kemandirian pangan.

Saad (1999) menyatakan indikator ketahanan pangan dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu: (1) ketersediaan pangan (food availability), (2) akses pangan (food access) dan pemanfaatan pangan (food utilization) yang saling berkaitan membentuk suatu sistem. Ketersediaan pangan tergantung pada sumberdaya (alam, manusia, fisik) dan produksi (usahatani dan non usahatani). aksessibilitas pangan tergantung pada pendapatan (usahatani dan non usahatani), produksi dan konsumsi. Sedangkan pemanfaatan pangan sangat tergantung pada nutrisi yang dapat dimanfaatkan oleh anak maupun dewasa. Ketahanan pangan di suatu daerah atau wilayah dapat dilihat dari berbagai indikator, indikator ketahanan pangan secara rinci dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Peningkatan ketahanan pangan seperti yang tertulis di dalam GBHN 1999- 2004 sebaiknya dilaksanakan dengan berbasis sumber daya pangan, kelembagaan dan budaya lokal, dengan memperhatikan pendapatan para pelaku usaha skala kecil, dengan pengaturan yang didasari Undang-Undang. Hal ini mengisyaratkan bahwa kebutuhan pangan sejauh mungkin harus dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri, dengan mengandalkan keunggulan sumberdaya, kelembagaan, budaya, termasuk kebiasaan makan, yang beragam di masing- masing daerah.

Selanjutnya ditambahkan pentingnya aspek pengembangan usaha bisnis pangan dan pengembangan kelembagaan pangan yang dapat menjamin keanekaragaman produksi, penyediaan dan konsumsi pangan serta menjamin penyediaan gizi bagi masyarakat.

dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa ketahanan pangan mengandung makna makro maupun mikro. Makna makro terkait dengan penyediaan pangan di seluruh wilayah

Page 24: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

15

setiap saat, sedangkan makna mikro terkait dengan kemampuan rumah tangga dan individu dalam mengakses pangan dan gizi sesuai kebutuhan dan pilihannya untuk tumbuh, hidup sehat dan produktif. Sehingga ketahanan pangan sangat terkait pada individu, keluarga, masyarakat, wilayah hingga tingkat nasional.

Komitmen nasional maupun dunia untuk mewujudkan ketahanan pangan didasarkan atas peran strategis perwujudan ketahanan pangan dalam: (1) memenuhi salah satu hak azasi manusia; (2) membangun kualitas sumber daya manusia dan (3) membangun salah satu pilar bagi ketahanan nasional (nurmalina, 2007).

Gambar 2.1 Indikator Ketahanan Pangan

Sumber : Saad (1999)

Page 25: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

16

Ketahanan pangan juga merupakan salah satu pilar bagi pembangunan sektor-sektor lainnya karena tidak satupun negara dapat membangun perekonomiannya tanpa terlebih dahulu menyelesaikan masalah pangannya. Ketidaktahanan atau kerawanan pangan sangat berpotensi memicu kerawanan sosial, politik maupun keamanan. Kondisi demikian tidak menunjang pelaksanaan program pembangunan secara keseluruhan, yang berarti ketahanan nasional tidak mungkin terwujud.

2.3 Penelitian TerdahuluBeberapa penelitian tentang penyediaan dan konsumsi

beras nasional telah dilakukan, namun sebagian besar dilakukan dengan pendekatan ekonometrika, dan tidak terintegrasi dengan lingkungan. Pada tabel 2.1 berikut dapat disimak beberapa penelitian yang berhubungan dengan penyediaan dan konsumsi beras.

Page 26: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

17

tabel 2.1 Penelitian Perberasan terdahulu dan Hasilnya

Page 27: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

18

Kajian ini menggunakan model sistem dinamik dengan pertimbangan bahwa model tersebut akan memberikan pandangan yang lebih holistik serta pemahaman terhadap perilaku sistem yang lebih dalam, khususnya untuk kajian wilayah Provinsi Bali. Model sistem dinamik juga lebih mampu memprediksi perubahan perilaku system yang dinamis dibandingkan alat manajemen ilmiah lainnya.

2.4 Kerangka BerpikirGardner (1987) menyatakan penanganan masalah

perberasan memerlukan kebijakan publik yang merupakan bagian dari kebijakan pembangunan pertanian. Kebijakan publik adalah keputusan pemerintah yang berpengaruh terhadap kepentingan hidup orang banyak atau publik. Bentuk-bentuk kebijakan publik tersebut antara lain dalam hal penentuan harga pembelian pemerintah (HPP), tarif impor beras, subsidi pupuk, dan termasuk pemberian ijin konversi lahan sawah.

analisis kebijakan yang bertujuan untuk mensintesis informasi untuk menghasilkan rekomendasi alternatif rancangan kebijakan, merupakan langkah kebijakan yang harus dilakukan sebelumnya. Kebijakan perberasan merupakan kebijakan nasional yang bersifat lintas sektoral dan dinamis, sehingga memerlukan pendekatan dan simulasi sistem dinamis agar diperoleh informasi awal mengenai berbagai kemungkinan sebelum kebijakan tersebut diberlakukan.

Sistem perberasan nasional terdiri atas beberapa sub sistem, antara lain sub sistem produksi, konsumsi, distribusi, tata niaga, dan harga (Irawan, 2005). Masing-masing sub sistem terdiri atas elemen atau unsur yang lebih spesifik dan sangat dipengaruhi oleh perkembangan waktu, sehingga sistem perberasan nasional bersifat dinamis. di samping itu, sistem perberasan juga bersifat lintas sektoral karena meliputi berbagai institusi yang terkait, seperti sub sistem permintaan beras terkait dengan masalah kependudukan dan tingkat pendapatan masyarakat, sub sistem

Page 28: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

19

produksi terkait dengan masalah luas lahan dan budidaya pertanian.

Pendekatan sistem mengharuskan adanya pengetahuan mengenai hubungan timbal balik atau sebab akibat antar sub sistem di dalam sistem atau antar unsur di dalam sub sistem, serta hubungan sebab akibat tersebut yakni positif atau negatif. Secara umum diagram sebab akibat sistem penyediaan beras berdasarkan pendekatan sistem disajikan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Hubungan Sebab Akibat Model Dinamik KetersediaanBeras di Bali

diagram diatas mengabaikan pengaruh harga gabah/beras terhadap tingkat produksi/penawaran. Hal ini disebabkan karena elastisitas harga beras terhadap jumlah penawaran tidak nyata (Irawan, 2001). Selama ini adanya peningkatan harga beras atau gabah tidak berpengaruh nyata terhadap upaya petani untuk meningkatkan produksi padi. Penyebabnya adalah karena luas lahan garapan petani relatif sempit dan usahatani padi bersifat musiman.

Konversi lahansawah

Luas areal Produksi padiProduktivitas

dan IP

Anomali iklim

Ketersediaanberas

Rendemen

Cadangan

Impor beras

Konsumsi perkapita

Jumlah penduduk

Pertumbuhan jumlahpenduduk

Permintaan beras

-

+

+ +

-

++

-

+-+

+

+

+

+

3(-)

1(+)

2(+)

Page 29: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

20

Produksi padi dipengaruhi secara positif oleh luas areal padi, teknologi usahatani, termasuk pascapanen. Indikator teknologi tersebut berupa produktivitas dan IP (Indeks Pertanaman) padi. Semakin luas areal sawah dan semakin tinggi produktivitas serta IP padi maka produksi padi akan semakin meningkat (+). Sebaliknya terjadi pada anomali iklim akan berpengaruh negatif terhadap jumlah produksi padi, yakni semakin sering frekuensi anomali iklim, baik karena pengaruh La Nina, El Nino, maupun serangan hama penyakit, akan mengurangi tingkat produksi padi.

Ketersediaan beras dipengaruhi secara positif oleh tingkat produksi padi, rendemen beras, dan impor beras. Sebaliknya cadangan beras akan mengurangi tingkat ketersediaan beras karena cadangan tersebut merupakan penyisihan dari produksi saat ini untuk keperluan konsumsi tahun berikutnya. Ketersediaan beras juga mempunyai hubungan sebab akibat positif terhadap permintaan beras, dimana semakin tinggi ketersediaan beras, permintaan beras oleh masyarakat akan semakin tinggi pula. Kondisi tersebut mencerminkan elastisitas pendapatan terhadap permintaan bersifat positif. Pada kajian ini indikator tersebut dicerminkan oleh tingkat konsumsi beras per kapita yang meningkat setiap tahun, serta tingkat permintaan beras yang meningkat akibat bertambahnya jumlah penduduk.

Hubungan sebab akibat antara produksi padi, ketersediaan beras dan permintaan beras pada Gambar 3.1 dinyatakan dengan lingkaran pertama (1) yang bersifat positif (+). demikian pula hubungan sebab akibat antara jumlah penduduk dan laju pertumbuhan penduduk dinyatakan dengan lingkaran dua (2) yang bersifat positif (+). Bentuk hubungan sebab akibat yang bersifat positif tersebut dapat saja berupa hubungan linear atau eksponensial. Sebaliknya hubungan sebab akibat antara lahan sawah dan laju konversi lahan sawah dalam lingkaran (3) bersifat negatif (-).

Page 30: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

21

BAB IIIPENDEKATAN DAN METODE

PENGKAJIAN

3.1 Rancangan PenelitianPerhitungan ketersediaan beras di tingkat provinsi Bali

menggunakan pendekatan sistem dinamis, untuk waktu analisis tahun 2015 – 2030. data dan informasi yang terkait dengan ketersediaan beras terutama untuk keperluan analisis adalah data yang dikumpulkan oleh instansi terkait seperti dinas Pertanian tanaman Pangan, BPS, Bulog/dolog, Badan Ketahanan Pangan daerah, di sembilan kabupaten/kota yang mewakili seluruh ekosistem padi di Bali.

3.2 Lokasi dan Waktu PenelitianPenelitian ini berlokasi di Provinsi Bali yang mencakup

9 kabupaten/kota. daerah tingkat kabupaten/kota meliputi kabupaten/kota yaitu (1) Badung), (2) denpasar, (3) Gianyar, (4) Klungkung, (5) Bangli, (6) Karangasem, (7) Buleleng, dan (8) Jembrana, dan (9) tabanan.

Pemilihan Provinsi Bali sebagai lokasi penelitian didasarkan atas beberapa pertimbangan antara lain:1. Provinsi Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia

yang diharapkan sebagai daerah produksi beras nasional di samping sebagai daerah tujuan utama pariwisata dunia.

2. Kelestarian produksi beras di Provinsi Bali akan memberikan nilai positip terhadap penilaian organisasi Subak sebagai salah satu warisan dunia.

3. Ketersediaan beras di Provinsi Bali menjadi salah satu jaminan keamanan perkembangan pariwisata.Penelitian dilaksanakan selama 12 bulan dimulai pada

bulan Mei 2012 sampai dengan april 2013.

Page 31: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

22

3.3. Jenis dan Sumber Datadata yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

primer dan data sekunder. data primer dikumpulkan melalui wawancara dan diskusi dengan responden yang terkait dengan ketersediaan beras, yang terdiri dari petani padi, pedagang perantara, pengusaha penggilingan, koperasi, lembaga keuangan mikro, Bulog/dolog, dinas Pertanian, Badan Ketahanan Pangan daerah, dinas Perindustrian dan Perdagangan, Penyuluh, Peneliti

BPTP dan Perguruan Tinggi, seperti terlihat pata Tabel 4.1.

3.3.1 Metode Pengumpulan Datadata sekunder dalam penelitian dikumpulkan dari berbagai

sumber seperti laporan, dokumen dan hasil penelitian dari berbagai instansi yang berhubungan dengan penelitian antara lain Badan Pusat Statistik, BPtP, dinas Pertanian tanaman Pangan, Perguruan tinggi, BPn.

3.3.2 Metode Pengambilan SampelMetode pengambilan sampel dalam rangka menghimpun

informasi dan data dari responden ditentukan secara sengaja (purposive sampling) dengan dasar bahwa responden mempunyai keahlian, reputasi dan pengalaman pada bidang yang diteliti.

Page 32: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

23

tabel 3.1 Jenis dan sumber data yang diperlukan dalam Penelitian

Untuk kepentingan mengidentifikasi faktor/atribut dimensi dalam ketersediaan beras dan menentukan faktor kunci dipilih 15 orang responden yang umumnya adalah pengajar pada

Page 33: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

24

perguruan tinggi, peneliti pada Badan Pengembangan teknologi Pertanian, dinas Pertanian dan pejabat pemerintah di berbagai bidang keahlianya yaitu agroklimat, ekonomi pangan, gizi masyarakat, budidaya padi, pasca panen padi, mekanisasi padi, sumberdaya air, kehutanan, sumberdaya lahan dan sistem.

Untuk kepentingan pengumpulan data identifikasi kebutuhan dan formulasi masalah (untuk analisis sistem dinamis) responden ditentukan secara sengaja (purposive sampling) di sembilan kabupaten/kota yang mewakili sembilan ekosistem sawah.

3.3.3 Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah

(1) Analisis Prospektif, digunakan untuk mengidentifikasi faktor dominan (faktor kunci) yang mempengaruhi ketersediaan beras di Bali. analisis ini dilakukan dengan terlebih dahulu menganalisis peubah dominan dan analisis kebutuhan atau peubah penting dari responden di berbagai wilayah kabupaten/kota yang mewakili ekosistem padi/beras. Hasil analisis ini kemudian dipakai dalam analisis berikutnya yaitu analisis sistem dinamis. (2) analisis sistem dinamis dengan menggunakan software Powersim. Metode pendekatan ini digunakan untuk merancang bangun model ketersediaan beras di Bali dan mengetahui ketersediaan beras di masa yang akan datang (kekurangan atau kelebihan). adapun tahapan analisis penelitian ini terlihat pada Gambar 4.1.

3.4 Pendekatan SistemPendekatan sistem merupakan metode pengkajian

permasalahan yang dimulai dari analisis kebutuhan sehingga dapat menghasilkan suatu model operasional dari sistem tersebut. dalam pendekatan sistem ada beberapa tahapan analisis diantaranya adalah (1) analisis kebutuhan, (2) formulasi masalah, (3) identifikasi sistem, (4) pemodelan sistem, (5) validasi dan verifikasi model serta (6) implementasi (Eriyatno, 1987).

Page 34: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

25

3.5 Analisis kebutuhan analisis kebutuhan merupakan langkah awal didalam

pengkajian suatu sistem. Pada langkah ini kebutuhan-kebutuhan yang ada dianalisis, dan kemudian dilanjutkan ke tahap pengembangan terhadap kebutuhan-kebutuhan tersebut. antara lain pertama, mendata para stakeholder yang terkait dalam penelitian ini. Berdasarkan kajian pustaka dan hasil-hasil penelitian sebelumnya pihak-pihak yang terkait dalam penyediaan dan konsumsi beras dapat dikelompokkan sebagai berikut : (a) pemerintah (pemda dan dinas terkait), (b) konsumen, (c) swasta (pedagang, koperasi, importer, penggilingan), (d) petani dan (e) masyarakat umum.

analisis kebutuhan dilakukan dilakukan di 9 kabupaten/kota yang mewakili ekosistem padi. PRa (Participatory Rural Appraisal) dilakukan untuk melihat kendala dan kebutuhan yang diperlukan di masing-masing wilayah.

Gambar 4.1 Tahapan Analisis Penelitian

Tidak

Peubah Dominan dari Pakar dan Stakeholder

Peubah Dominan/Kunci

Model Ketersediaan Beras

Rancang Bangun Implementasi

Model Penyediaan Beras

Analisis prospektif

Analisis Sistem Dinamis

Validasi Model

OK

Implementasi Model

Page 35: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

26

3.6 Formulasi Masalahadanya keinginan dan kebutuhan yang berbeda-beda di

antara peran stakeholder akan menimbulkan konflik kepentingan. Untuk memetakan berbagai kepentingan stakeholder diperlukan analisis formulasi masalah produksi dan konsumsi beras.

3.7 IdentifikasisistemketersediaanberasBeras merupakan pangan pokok penting bagi seluruh

rakyat Indonesia, hal ini dapat dilihat dari partisipasi konsumsi beras yang hampir mencapai 100 persen. Konsekuensinya adalah pemantauan terhadap ketersediaan beras perlu dilakukan setiap saat, agar kebutuhan pangan beras tersebut terpenuhi.

Pemodelan terhadap ketersediaan beras ditujukan untuk mengetahui perilaku ketersediaan beras di masa akan datang sebagai pemenuhan untuk konsumsi rumah tangga, kebutuhan bahan baku industri, pemenuhan kebutuhan benih, pakan dan ekspor/impor. dalam penelitian ini model ketersediaan beras dibagi dalam dua subsistem yaitu subsistem produksi/penyediaan dan subsistem konsumsi/kebutuhan. Model ini dibuat berdasarkan identifikasi permasalahan yang dituangkan ke dalam diagram sebab akibat (causal loop), dimana bahasa gambar yang dipakai dalam diagram sebab akibat ini adalah dengan memakai gambar panah yang saling mengait, dimana hulu panah mengungkapkan sebab dan ujung panah mengungkapkan akibat.

Jika terjadi hubungan umpan balik (feedback) antar variabel dalam diagram sebab akibat maka keterkaitan tersebut disebut sebagai suatu (feedback loop). Model sistem ini diformulasikan dalam diagram alir (stock and flow) dan diformulasikan dengan menggunakan software Powersim.

diagram alir sebab akibat dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam sistem yang terlihat pada Gambar 4.2.

Page 36: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

27

Gambar 4.2 Diagram alir sebab akibat model dinamik ketersediaan beras di Bali

3.8 Formulasi modelFormulasi model merupakan perumusan masalah ke dalam

bentuk matematis yang dapat mewakili sistem nyata. Formulasi model menghubungkan variabel-variabel yang telah ditentukan dalam bentuk kontekstual dengan bahasa simbolis. Formulasi model sub model penyediaan dan sub model sistem kebutuhan dapat dilihat secara rinci sebagai berikut :

3.9 Sub model produksiGambar 4.3 menunjukkan bentuk model sederhana diagram

alir sistem dinamik dari sub sistem produksi. Sub sistem produksi beras dipengaruhi oleh antara lain produksi padi, produktivitas padi, alih fungsi lahan, intensitas pertanaman (IP), rendemen gabah ke beras serta impor/antar pulau.

Luas lahan padi dalam penelitian ini akan memberikan pengaruh positif terhadap produksi. Semakin tinggi luas lahan

Konsumsi per kap itakota/desa Tingkat konsumsi

kota/desa Kebutuhan beras

Laju kelahirankota/desa

PendudukKota/Desa

Laju kematiankota/desa

Kehilangan panen Gabah keringpanen

Produktivitas

Gabah kering giling Produksi beras

Indek Pertanaman Luas panen Kehilangan pascapanen

Anomali iklim

Kebutuhan benih

Cetak sawah Luas sawah Alih fungsi lahan

+

+

-

+

-

Ketersediaanberas

+

+

+ +

+-

+

-

++

-

+

+

+

++

1(+) 2(-)

+

3(+) 4(-)

+Bahan baku

industri

+

Page 37: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

28

padi maka semakin tinggi produksi padi yang dihasilkan, dan semakin banyak padi yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan. dalam penelitian ini luas lahan padi dibagi kedalam dua areal yaitu padi sawah dan padi lahan kering/ladang.

di pihak lain, semakin tinggi luas areal yang tersedia maka semakin besar peluang terjadinya alih fungsi lahan seperti yang terjadi di denpasar, Badung, dan daerah lainnya, banyak dikonversi untuk keperluan pariwisata, perumahan dan jalan. Konversi ini akan memberi pengaruh negatif terhadap luas lahan. Hal ini berarti semakin besar konversi lahan maka semakin berkurang luas areal (feedback negatif).

Produktivitas padi akan memberikan pengaruh yang positif terhadap produksi padi. Hal ini berarti semakin tinggi produktivitas padi akan mengakibatkan semakin tinggi produksi. Begitu pula intensitas pertanaman (IP) mempunyai pengaruh positif terhadap luas areal, semakin tinggi IP maka luas areal akan semakin besar.

Gambar 4.3 Struktur sub model dinamik produksi beras di Bali

Lj pembukaan lhnbasah

Luas lhnbasah Lj konversi lhn

basah Produksi padi lhn basah

Prodv padi lhn basah Praksi pakan

Pakan ternakFraksi bibit

Bibit

Total produksi padi

Fr konversi lhn basahFr pembukaan lhn basah

Produksi padiTercecer

Fr tercecer

Produksi beras

Beras antar pulau

Produksi padi lahan kering

Fr antar pulau

KETERSEDIAAN BERAS

Lj pembukaan lhnkering

Luas lhnkering Lj konversi lhn

keringFr pembukaan lhn kering Fr konversi lhn kering

Fr rendemen

IP

Prodv padi lahan kering

Page 38: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

29

dari hubungan sebab akibat antar variabel pada subsistem penyediaan di atas dilakukan penterjemahan diagram sebab akibat ke diagram alir (stock and flow).

Sub model Penyediaan dirumuskan dalam persamaan matematis sebagai berikut :Penyediaan = Penyediaan_beras ………………………….(1)Dimana : Penyediaan_beras = Produksi beras + Stok Cadangan –antar pulau

Persamaan (1) menyatakan bahwa penyediaan beras di Bali merupakan produksi beras yang dihasilkan oleh Bali ditambah stok cadangan yang ada dikurangi dengan banyaknya beras yang diantar- pulaukan.Produksi_beras = Total_produksi_padi*Rendemen_gabah_beras..(2)Dimana :total_produksi_padi = Prooduksi_padi – Pakan – Bibit – tercecerRendemen_gabah_beras = 65

Persamaan (2) menyatakan bahwa total produksi padi merupakan perkalian produksi padi dalam bentuk gabah kering giling dengan konversi gabah atau rendemen gabah menjadi beras. Rendemen yang dipakai adalah 65 persen (BPS Bali, 2011).Total_produksi_padi = Produksi_padi_sawah + Produksi_padi_ladang……(3)Dimana :Produksi_padi_sawah = Luas_lahan_basah*Produktivitas_padi_sawahProduksi_padi_ladang = Luas_lahan_kering*Produktivitas_padi_ladang

Persamaan (3) memperlihatkan bahwa total produksi padi merupakan penjumlahan dari produksi padi sawah dan produksi

Page 39: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

30

padi ladang. Sementara produksi padi sawah/ladang diperoleh dari perkalian luas lahan basah/kering dengan produktivitas padi sawah/ladang.Luas_lahan_basah= 81.000+dt*Lj_pertumbuhan_lahan_basah-dt*Lj_konversi_lahan_bash…………………………………………(4)Dimana :Luas_lahan_basah = luas areal panen padi sawah (Ha)Lj_pertumbuhan_lahan_basah = laju pembukaan lahan sawahLj_konversi_lahan_basah = laju konversi lahan sawah

Persamaan (4) menyatakan bahwa luas areal panen mengakumulasi perbedaan antara laju pembukaan lahan dan laju konversi lahah sawah terhadap keadaan luas areal panen sebelumnya yaitu luas panen pada tahun 2010 (tahun dasar simulasi) sebesar 81.000 hektar. Luas areal panen adalah besarnya luas lahan yang dapat menghasilkan padi, sedangkan konversi lahan merupakan konversi lahan sawah ke penggunaan lain misal non pertanian seperti untuk industri pariwisata dan keperluan lainnya.Luas_lahan_kering = 136.000 + dt*Lj_pertumbuhan_lahan_kering – dt*Lj_konversi_lahan_kering………………………………(5)Dimana :Luas_lahan_kering = luas lahan kering untuk padi ladangLj_pembukaan_lahan_kering = laju pembukaan ladangLj_konversi_lahan_kering = Laju konversi ladang

Luas areal panen padi lahan kering (ladang) menyatakan bahwa luas areal lahan kering mengakumulasi perbedaan antara laju pembukaan lahan dan laju konversi lahan terhadap keadaan luas areal panen sebelumnya, yaitu luas panen pada tahun 2010 sebesar 136.000 hektar. Pembukaan lahan adalah besarnya lahan yang dapat diusahakan untuk menambah luas areal yang ada, sedangkan konversi lahan merupakan penggunaan areal padi ladang untuk kepentingan lainnya.

Page 40: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

31

3.10 Sub model konsumsiSub sistem konsumsi merupakan menjabaran dari sub

sistem permintaan (Gambar 4.4). Komponen utama pada sub sistem ini adalah pertumbuhan penduduk termasuk di dalamnya tingkat kelahiran dan tingkat kematian serta tingkat konsumsi per kapita yang lebih jauh dipengaruhi oleh adanya diversifikasi pangan.

Model ini memisahkan antara penduduk perkotaan dan penduduk pedesaan. Unsur lainnya yang berpengaruh pada sub sistem konsumsi adalah kebutuhan beras untuk produksi pangan lain (dihitung dengan persentase dari total kebutuhan beras konsumsi), bibit (dihitung berdasarkan luas tanam), serta cadangan beras daerah yang ditentukan pemerintah.

Gambar 4.4 Struktur sub model dinamik konsumsi beras di Bali

Sub model kebutuhan konsumsi dirumuskan dalam persamaan matematis berikut :

Lj pertumbuhankota

Fr pertumbuhan kota

Lj pertumbuhandesa

Fr pertumbuhan desa

Pendudukkota

Pendudukdesa

Kebutuhan beras kota

Kebutuhan beras desa

Konsumsi per kap ita kota

Konsumsi per kap ita desa

Kebutuhan konsumsi RT

KEBUTUHAN BERAS

Kebutuhan bhn baku industri

Produksi berasFr bhn baku

Page 41: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

32

Kebthn_beras_ = Kbthn_konsumsi-_beras_RT_ + Kebthn_industri_makanan_dan_non_makanan ……………….(6)Dimana :Kbthn_beras = total kebutuhan beras provisi Bali (ton)Kbthn_konsumsi_beras_Rt = total kebutuhan beras rumah tangga (ton/th)Kbthn_industri_non_makanan = kebutuhan bahan baku beras industri makanan dan non makanan (ton)

Persamaan (6) merupakan persamaan untuk mengetahui kebutuhan beras yang diperlukan untuk konsumsi seluruh wilayah Bali. Besarnya merupakan penjumlahan antara total kebutuhan beras bagi Rt (rumah tangga) dengan kebutuhan bahan baku beras industri makanan/non makanan.Kbthn_konsumsi_beras_RT = Kbthn_beras_desa + Kbthn_beras_kota …….(7)

Dimana :Kbthn_beras_desa = Penduduk_desa*Konsumsi_perkapita_desaKbthn_beras_kota = Penduduk_kota*Konsumsi_perkapita_kota

Persamaan (7) memperlihatkan bahwa total kebutuhan beras bagi rumah tangga (ton/th) merupakan penjumlahan dari kebutuhan beras bagi penduduk desa (ton/th) dengan kebutuhan beras penduduk kota (ton/th) yang diperoleh dari perkalian antara jumlah penduduk desa/kota dengan tingkat konsumsi perkapita desa/kota.Kebutuhan industri dirumuskan dalam persamaan matematis sebagai berikut :Kbthn_industri_non_makanan=+dt*Laju_ind ………………(8)

Dimana :Laju_ind = Produksi_beras*frk_keb_ind/100

Page 42: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

33

Persamaan (8) menyatakan bahwa kebutuhan industri non makanan merupakan kebutuhan bahan baku beras pada industri non makanan (ton) yang besarnya diperoleh dari perkalian antara produksi beras (ton) dengan persentase kebutuhan industri non makanan terhadap produksi beras (%/th). Sementara produksi beras mengacu pada persamaan (2) dan (3).

3.11 VerifikasidanvalidasimodelVerifikasi model dilakukan dengan pengecekan secara

dimensional (satuan ukuran) terhadap variabel-variabel model. validasi model merupakan suatu usaha untuk mengevaluasi model yang dibuat, menyimpulkan apakah model yang dibangun merupakan perwakilan yang tepat dari realitas yang dikaji sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang meyakinkan (eriyatno, 1999). Umumnya validasi model dilakukan sesuai tujuan pemodelan yaitu dengan membandingkan perilaku dinamis dengan kondisi nyata, kalau telah dianggap valid, maka model dapat dipergunakan sebagai wakil sistem nyata.

Menurut daalen dan thissen (2001) validasi dalam pemodelan sistem dinamik dapat dilakukan dengan beberapa cara meliputi uji struktur secara langsung (direct structure tests) tanpa mengoperasikan (running) model, uji tingkah laku model (structure-oriented behavior test) dengan mengoperasikan model, dan perbandingan tingkah laku model dengan sistem nyata (quantitative behavior pattern comparison).

Banyak uji statistik yang dapat dipakai untuk mengukur penyimpangan antara output simulasi dengan data aktual diantaranya Mean Absoluet Deviasion (Mad), Mean Square Error (MSe), Mean Absolute Percentage Error (MaPe) dimana masing-masing uji statistik di atas mengukur keakuratan output simulasi. dalam penelitian ini digunakan uji MaPe untuk mengetahui kesesuaian data hasil prakiraan (simulasi) dengan data aktual, dengan rumus matematikanya sebagai berikut :

Page 43: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

34

MAPE = 1/n ∑ | (Xm – Xd)/Xd| x 100 %Dimana :Xm = data hasil simulasiXd = data aktualn = peride/banyaknya dataKriteria ketepatan model dengan uji MaPe (Lomauro dan Bakshi, 1985 dalam Somantri, 2005) adalah :MAPE < 5 % : sangat tepat5 < MAPE < 10 % : tepatMAPE > 10 % : tidak tepat

a. Analisis prospektifanalisis Prospektif digunakan untuk menentukan peubah-

peubah dominan yang mempengaruhi sistem yang dikaji. Bourgeois dan Jesus, 2004 (dalam Nurmalina, 2007) menyatakan bahwa metode analisis partisipatori prospektif (Participatory Prospective Analysis-PPA) merupakan alat yang didesain untuk mengetahui atau menyelidiki dan mengatisipasi perubahan dengan partisipasi para ahli (expert) termasuk stakeholder yang memberikan hasil yang cepat. Metode ini sangat cocok pada situasi dimana banyak stakeholder berintegrasi pada sistem yang kompleks, terutama sangat cocok untuk memberikan alternatif kebijakan pada lokal dan sektoral serta dapat memperkuat kapasitas stakeholder menjadi lebih aktif dalam pengambilan keputusan terkait dengan masa depannya.

b. Analisis sensitivitasanalisis sensitivitas dalam penelitian ini dilakukan

untuk melihat sensitivitas parameter, variabel dan hubungan antar variabel dalam model. Hasil uji ini terlihat dalam bentuk perubahan perilaku dan atau kinerja model. Perlakuan atau intervensi terhadap model umumnya didasarkan kepada kondisi yang mungkin terjadi di masa datang. Menurut Muhammadi et al., 2001 (dalam Nurmalina, 2007), ada dua intervensi yang dapat

Page 44: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

35

dilakukan yaitu intervensi fungsional (terhadap parameter dalam model) dan intervensi fungsional (mempengaruhi hubungan antar unsur yang dapat dilakukan dengan mengubah unsur/hubungan yang membentuk struktur model).

Penelitian ini menggunakan uji sensitivitas dalam dua tahapan yaitu pertama uji sensitivitas untuk masing-masing parameter. tujuannya adalah untuk melihat sensitivitas masing-masing parameter yang dipakai dan dampaknya terhadap kinerja model. Kriteria yang dipakai untuk menilai performa sensitivitas dalam penelitian ini menggunakan kriteria Maani dan Cavana, 2000 (dalam Nurmalina, 2007), yaitu bila parameter diubah sebesar 10 persen dan dampaknya terhadap kinerja sistem dapat mencapai 5 – 14 persen sensitif), 15 – 34 persen (sangat sensitif), dan lebih besar dari 35 persen (sangat sangat sensitif). Parameter yang memiliki sensitivitas tinggi merupakan parameter penting dalam menentukan skenario kebijakan. Uji sensitivitas yang kedua adalah uji kombinasi parameter terpilih, sehingga akhirnya diperoleh bermacam kombinasi parameter untuk mempengaruhi sistem.

c. Analisis simulasiModel yang telah dibentuk dan sah setelah validasi,

kemudian disimulasikan di mana tahun 2012 merupakan titik awal simulasi (t = 0). Sementara itu skenario kebijakan diterapkan mulai tahun 2015 dan dalam penelitian ini simulasi ditetapkan sampai tahun 2030.

Pydich and Rubinfield, 1991 (dalam Nurmalina, 2007) menyatakan bahwa tujuan simulasi adalah untuk melakukan pengujian dan evaluasi terhadap model, mengevaluasi kebijakan-kebijakan pada masa lampau, membuat peramalan untuk masa yang akan datang. Simulasi diperlukan untuk mempelajari dampak perubahan peubah-peubah eksogen terhadap peubah-peubah endogen dalam model.

Page 45: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

36

Beberapa skenario simulasi alternatif kebijakan beras dilakukan dan difokuskan pada kebijakan yang dianggap mempengaruhi ketersediaan beras di Provinsi Bali. Hal ini disebabkan karena tujuan penelitian adalah untuk melihat dampak dari perubahan konsumsi dan produksi beras terhadap ketersediaan beras di provinsi Bali.

Beberapa skenario tersebut meliputi : 1. Skenario 0 : Tanpa adanya kebijakan. Pada skenario ini tidak diterapkan kebijakan apapun dalam

sistem produksi. 2. Skenario 1 : Kebijakan ekstensifikasi lahan pertanian Pada skenario ini diupayakan kebijakan dengan

meningkatkan laju pertumbuhan lahan pertanian dari semula 0,14 % per tahun, dinaikkan menjadi 2 kali lipat

3. Skenario 2 : Kebijakan perbaikan budidaya pertanian (bibit dan obat-obatan).

Skenario ini dilakukan dengan meningkatkan laju produktivitas lahan pertanian dari rata-rata 5,9 ton/ha menjadi maksimum 2 kali lipatnya dimana parameter yang digunakan adalah laju pertumbuhan produktivitas, dengan nilai normal 0,005 per tahun (angka multiflier).

4.. Skenario 3 : Kebijakan perbaikan mekanisasi dan irigasi sarana dan prasarana).

Skenario ini dilakukan dengan meningkatkan laju produktivitas lahan pertanian dari rata-rata 5,9 ton/ha menjadi maksimum 2 kali lipatnya dimana parameter yang digunakan adalah laju pertumbuhan produktivitas, dengan nilai normal 0,008 per tahun.

5. Skenario 4 : Kebijakan diversifikasi pangan untuk mengurangi permintaan akan beras.

Skenario ini dilakukan dengan mengurangi konsumsi beras per kapita menjadi lebih kecil hingga setengahnya.

Page 46: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

37

6. Skenario 5 : Gabungan dan akumulasi skenario 1 – 4 Skenario ini menggabungkan skenari perluasan lahan (1),

peningkatan produktivitas (2 dan 3) serta diversifikasi pangan (4).

Page 47: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

38

BAB IVGAMBARAN UMUM DAERAH

PENELITIAN

4.1 LetakGeografisdanTopografiProvinsiBaliProvinsi Bali terletak pada 08o03’40” LS, dan 08o50’48”BT,

dengan panjang 153 km dan lebar 112 km. Pulau Bali terdiri atas satu pulau besar yakni Pulau Bali, dan beberapa pulau seperti Pulau nusa Penida, Pulau Serangan, Pulau nusa Ceningan, Pulau nusa Lembongan serta Pulau Menjangan.

Secara topografi, Pulau Bali dibelah oleh pegunungan yang memanjang dari barat ke timur dan di antara pegunungan tersebut terdapat gugusan gunung berapi, yaitu Gunung agung (3.142 meter) yang merupakan gunung tertinggi di Bali, berlokasi di Kabupaten Karangasem. Selanjutnya terdapat Gunung Batur (1.717 meter) yang juga merupakan gunung berapi yang masih aktif dan berlokasi di Bangli. di samping itu, terdapat beberapa gunung yang sudah tidak aktif lagi antara lain Gunung Patas di Buleleng (1.414 meter), Gunung Seraya di Karangasem (1.058 meter), Gunung Merbuk di Jembrana (1.356 meter), Gunung Batukaru di tabanan, serta beberapa gunung lainnya.

Pulau Bali juga memiliki empat buah danau dan beberapa sungai besar dan kecil. danau-danau tersebut antara lain, yaitu danau Batur, danau Buyan, danau Beratan, serta danau tamblingan. Keempat danau ini terdapat di perbatasan kabupaten tabanan dengan Kabupaten Buleleng. akibat pulau Bali yang terbelah oleh pegunungan, maka Pulau Bali secara geografis terbagi menjadi dua bagian yang tidak sama, yakni Bali Utara dengan dataran rendah yang sempit dan kurang landai, serta Bali Selatan dengan dataran rendah yang luas dan landai. Secara topografi kemiringan Pulau Bali terdiri dari 0 – 2 % berupa lahan datar (122.652 ha), 2 – 15 % berupa lahan bergelombang

Page 48: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

39

(118.339 ha), 15 – 40 % berupa lahan curam (190.486 ha), serta > 40 % berupa lahan sangat curam (132.189 ha).

a. Luas dan Penggunaan LahanProvinsi Bali secara keseluruhan memiliki luas mencapai

5.636,66 km2 (0,29 % luas Indonesia), dan terbagi menjadi 8 kabupaten dan 1 kota, yaitu Kabupaten Jembrana, Buleleng, tabanan, Badung, Bangli, Gianyar, Klungkung, dan Karangasem, serta Kota denpasar.

Berdasarkan luas dan penggunaan lahan, maka Kabuapaten Buleleng merupakan kabupaten terluas yakni seluas 136.588 ha, diikuti oleh Kabupaten Jembrana seluas 84.180 km, Kabupaten Karangasem seluas 83.954 ha, serta kota Denpasar yang merupakan wilayah dengan luas terkecil yakni 12.778 ha (Gambar 5.1).

b. Lahan SawahPenggunaan lahan di Bali masih dominan digunakan untuk

kegiatan bukan sawah. dari luas lahan 563.666 ha pada tahun 2011, adalah 81.744 ha (14,50 %) untuk sawah, 273.655 ha (48,55 %) untuk bukan sawah, serta 208.267 ha (36,95 %) merupakan lahan bukan pertanian. Walaupun terdapat kecendrungan yang meningkat pada penggunaan lahan untuk sawah dan bukan sawah dan kecendrungan menurun pada penggunaan lahan bukan pertanian, tetapi tidak cukup signifikan.

Pemanfaatan lahan sawah dominan menggunakan sistem pengairan irigasi (99,62 %) yang terdiri atas 88,75 % merupakan sawah irigasi setengah teknis, 6,32 % sawah irigasi sederhana, serta 4,55 % sawah irigasi desa non PU. Hanya 0,38 % (307 ha) merupakan sawah tadah hujan yang terdapat di kabupaten Jembrana, Karangasem dan Buleleng (tabel 5.1).

Kabupaten tabanan dan Gianyar merupakan wilayah dengan luas jaringan irigasi dan lahan persawahan terbesar. Kedua kabupaten tersebut juga merupakan lumbung beras

Page 49: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

40

terbesar untuk Bali. di samping itu, hanya empat kabupaten di Bali memiliki luas areal persawahan diatas 20 % dari luas wilayahnya, yakni kabupaten tabanan, Gianyar, Badung dan kota denpasar.

Perubahan pemanfaatan lahan selama kurun waktu tahun 1997 – 2011 dari lahan sawah ke berbagai bentuk pemnfaatan lahan bukan sawah dan bukan pertanian, seluas 6.105 ha (rata-rata sekitar 436 ha atau 0,5 % per tahun). Dilihat dari kurun waktu tersebut, kabupaten/kota yang mengalami penurunan terbesar adalah kota denpasar (1,55 %/tahun), diikuti kabupaten Jembrana (1,14 %), dan kabupaten Badung (0,82 %).

dilihat dari laporan luas lahan sawah per tahun 2011, terjadi hampir 164 ha (-0,2 %) lahan sawah beralih fungsi menjadi bukan sawah dan atau bukan pertanian. tetapi dari laporan tersebut, terdapat dua kabupaten yakni Karangasem dan Bangli yang justru mengalami penambahan luas lahan sawah masing-masing seuas 14 ha (0,2 %) dan 2 ha (0,06 %).

tabel 5.1Luas lahan sawah berdasarkan sistem pengairan (hektar)

dan menurut kabupaten/kota di provinsi Bali tahun 2011

No.Kabupaten/

KotaIrigasi Teknis

Irigasi 1/2

Teknis

Irigasi Sederhana

Irigasi Desa Non PU

Tadah Hujan

Jumlah %

1. Jembrana - 6.714 47 - 75 6.836 8,36

2. Tabanan - 18.003 2.615 1.817 - 22.435 27,45

3. Badung - 10.208 35 - - 10.243 12,53

4. Gianyar - 14.410 243 79 - 14.732 18,02

5. Klungkung - 3.845 - - - 3.845 4,70

6. Bangli - 2.776 - 134 - 2.910 3,56

7. Karangasem - 4.555 1.337 1.131 131 7.154 8,75

8. Buleleng - 9.436 893 562 101 10.992 13,45

Page 50: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

41

9. Denpasar - 2.597 - - - 2.597 3,18

2011 - 72.544 5.170 3.723 307 81.744 99,80

2010 - 73.929 4.085 3.491 403 81.908 100Abs (2011-

2010)- -1.385 1.085 232 -96 -164 -0,20

% (2011-2010)

- -1,87 26,56 6,65 -23,82 -0,2%

Penggunaan 2011

- 88,75 6,32 4,55 0,38 100

% Penggunaan

2010- 90,26 4,99 4,26 0,49 100

Sumber : BPS Provinsi Bali, 2011 (data diolah)

c. Lahan Bukan SawahLuas lahan bukan sawah yag dimiliki Provinsi Bali pada

taun 2011 adalah 273.655 ha atau 48,55 % dari total wilayah Bali. Luas lahan bukan sawah terbesar terdapat di kabupaten Buleleng yaitu 70.426 ha (00 %), diikuti kemudian oleh Kabupaten Karangasem yaitu 53.524 ha (99 5) seperti terlihat pada Tabel 5.2.

Lahan bukan sawah adalah lahan yang dipergunakan untuk kegiatan yang masih berhubungan dengan pertanian seperti untuk tegala, perkebunan, hutan, tambak, padang penggembalaan, serta pekarangan yang ditanami tanaman pertanian.

d. Lahan Bukan PertanianLahan yang digunakan untuk kepentingan bukan pertanian

antara lain untuk keperluan pengadaan rumah tinggal, bangunan lainnya, hutan negara, rawa-rawa dan lainnya (tabel 5.2). Sekitar 36,95 % (208.267 ha) dari luas Bali, merupakan lahan bukan pertanian, dimana sebagian besar berupa lahan hutan negara seluas 125.282 ha (60,15 %), kemudian diikuti untuk rumah dan halaman 46.144 ha (22,16 %), rawa-rawa 152 ha (0,07%, serta lainnya 36.689 ha (17,62 %). Buleleng merupakan kabupaten di

Page 51: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

42

Bali yang memiliki lahan bukan pertanian terluas yaitu 55.170 ha, dan diikuti Kabupaten Jembrana seluas 51.493 ha.

Kabupaten Karangasem dibandingkan dengan tahun 2010, mengalami penurunan luas areal lahan bukan pertanian sebesar 380 ha, sedangkan kabupaten/kota lainnya justru mengalami peningkatan kecuali kabupaten Bangli yang tidak mengalami perubahan luas areal. Secara total Bali mengalami peningkatan luas areal bukan pertanian sebesar 128 ha (0,06 %) dibandingkan dengan tahun 2010

tabel 5.2Luas Lahan Bukan Pertanian Provinsi Bali Menurut

Penggunaannya per Kabupaten/Kota tahun 2011 (Hektar)

Sumber : BPS Provinsi Bali, 2011 (data diolah)

4.2 Subsektor Pertanian

Sebagian besar, petani di Bali mempunyai kegiatan pokok di subsektor pertanian tanaman pangan, yakni padi-padian, palawija, dan hortikultura. Produksi tanaman pangan pada

Page 52: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

43

kenyataannya merupakan sektor usaha utama yang dikelola dengan manajemen yang sangat sederhana dan hasil yang diperoleh cukup untuk menjamin pemenuhan kebutuhan sendiri.

Gambar 5.1 Luas lahan bukan sawah di provinsi Bali

menurut kabupaten/kota tahun 2011

Untuk perkembangan produksi tanaman pangan, maka potensi sumber daya alam yang dimiliki berupa tanah dan air sangat terbatas, sehingga upaya pengembangan produksi tanaman pangan hanya dapat dilakukan dengan cara intensifikasi atau peningkatan hasil per satuan luas tanah. Sebaliknya, upaya melalui ekstensifikasi sudah tidak memungkinkan karena keterbatasan lahan yang ada.

Tanaman pangan dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok, yakni tanaman bahan makanan, sayur-sayuran, dan buah-buahan. tanaman bahan makanan meliputi jenis padi-padian, jagung, umbi-umbian, dan kacang-kacangan.

Karangasem, 53,524

Tabanan, 40,048

Badung, 17,949

Gianyar, 12,544Klungkung, 19,337

Bangli, 33,460

Jembrana, 25,851

Buleleng, 70,426

Denpasar, 516

Lahan bukan sawah (ha)

Karangasem

Tabanan

Badung

Gianyar

Klungkung

Bangli

Jembrana

Buleleng

Denpasar

Sumber: BPS Provinsi Bali

Page 53: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

44

Berdasarkan angka tetap (ataP) BPS Provinsi Bali, produksi padi selama tahun 2009 tercatat 878.764 ton Gabah Kering Giling (GKG) atau mengalami peningkatan 38.299 ton GKG (4,56%) dari tahun sebelumnya. Kenaikan ini dominan disebabkan oleh peningkatan luas panen yang mencapai 6.284 hektar (4,36%) dari 143.999 hektar di tahun 2008 menjadi 150.283 hektar di tahun 2009.

Sementara itu, tingkat perkembangan produktivitas tidak banyak berubah, hanya meningkat 0,10 kuintal/hektar atau 0,18% dari 58,37 kuintal/hektar menjadi 58,47 kuintal/hektar. Kontribusi terbesar dalam peningkatan luas panen dan produksi padi di Provinsi Bali selama tahun 2009 diberikan oleh Kabupaten tabanan.

Perkebunan mempunyai kedudukan strategis dalam pengembangan sektor pertanian di Balil. apalagi perkebunan di Bali merupakan perkebunan rakyat. Peningkatan kualitas dan produksi hasil-hasil perkebunan adalah salah satu tujuan pembangunan sub sektor perkebunan. Komoditas hasil perkebunan yang potensial dikembangkan dan memiliki peluang ekspor yang tinggi di Bali adalah kelapa, kopi, cengkeh, vanili, dan jambu mete.

Untuk tanaman kelapa di Bali, berdasarkan data dinas Perkebunan Provinsi Bali, secara keseluruhan luas arealnya mencapai 73.059 ha pada tahun 2009, meliputi luas areal tanam kelapa dalam 70.538 ha, kelapa hybrida 315 ha, kelapa genjah 2.048 ha, dan kelapa deres 158 ha. Luas areal tanaman kelapa ini mengalami kenaikan 0,15% dibandingkan tahun 2008 yang mencapai 72.949 ha, yakni untuk jenis kelapa dalam 70.489 ha, kelapa hybrida 316 ha, kelapa genjah 1.989 ha, dan kelapa deres 158 ha. namun, kenaikan luas areal tanaman kelapa ini ternyata tidak dibarengi dengan jumlah produksi, yang justru menurun dalam setahun terakhir ini sebesar 0,18% dari 69.898,09 ton di tahun 2008 menjadi 69.771,07 ton di tahun 2009.

Page 54: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

45

Jika dilihat dari produktivitas lahan atau rata-rata produksi per luas areal tanaman kelapa yang menghasilkan selama tahun 2009, maka diperoleh angka produktivitas untuk kelapa dalam 0,96 ton/ha, kelapa hybrida 0,65 ton/ha, kelapa genjah 0,36 ton/ha, dan kelapa deres 7,82 ton/ha. Dari sini dapat dilihat bahwa tingkat produktivitas kelapa deres lebih tinggi daripada jenis kelapa lainnya. Untuk setiap hektar areal tanaman kelapa deres yang menghasilkan mampu memproduksi rata-rata hampil 8 ton, sedangkan jenis kelapa lainnya hanya memproduksi rata-rata di bawah satu ton saja.

tanaman perkebunan lain yang cukup potensial di Bali adalah kopi. ada dua jenis kopi yang dihasilkan di Bali, yakni kopi arabika dan robusta. Untuk kopi arabika, luas areal tanam secara keseluruhan selama tahun 2009 mencapai 8.281 ha atau meningkat 0,92% dari tahun sebelumnya sebesar 8.206 ha. Peningkatan luas areal tanam juga diikuti oleh peningkatan produksi sebesar 10,84%, dari 3.135,75 ton di tahun 2008 menjadi 3.475,59 ton di tahun 2009.

Sedangkan untuk kopi robusta, luas areal tanamnya juga terjadi peningkatan 0,02% dari 23.847 ha menjadi 23.852 ha dalam satu tahun terakhir. Sedangkan jumlah produksinya meningkat dari 3,93% dari 10.996,61 ton menjadi 11.428,98 ton. Sementara itu, untuk tanaman cengkeh, vanili, jambu mete, kapok, kakao, dan tembakau, baik untuk luas areal dan jumlah produksi bervariasi selama periode 2008-2009.

Sementara jenis ternak yang berkembang di Bali dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) kelompok, yakni ternak besar (sapi, kerbau, dan kuda), ternak kecil (kambing, domba, dan babi), serta ternak unggas seperti ayan buras, ayam ras petelur, ayam ras potong, dan itik. dalam kelompok ternak besar, jumlah populasi ternak sapi di Bali mengalami peningkatan 1,10%, dari 668.065 ekor menjadi 675.419 ekor selama periode 2008-2009.

Sebaliknya, jumlah populasi ternak kerbau dan kuda justru mengalami penurunan masing-masing sebesar minus 8,09% dan

Page 55: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

46

minus 0,62%. Sementara itu, perkembangan jumlah populasi untuk kelompok ternak kecil maupun ternak unggas bervariasi selama periode tahun 2008-2009.

Optimalisasi sektor perikanan sebagai pendukung perekonomian Bali perlu ditingkatkan karena ekspor hasil perikanan sangat menjanjikan bagi perolehan devisa Bali ke depan. Berdasarkan data dinas Perikanan Provinsi Bali, secara keseluruhan jumlah produksi ikan (perikanan laut dan perikanan darat) pada tahun 2009 mencapai 243.318,9 ton atau meningkat 5,83% dibandigkan tahun 2008 yang mencapai 229.908,7 ton.

namun, kenaikan jumlah produksi ikan tersebut ternyata tidak dibareng dengan nilai produksi yang justru turun 5,90% dari Rp 1.170.513.69 ribu di tahun 2008 menjadi 1.101.451.860 ribu di tahun 2009.

4.3 Penduduk dan Tenaga Kerja

a. PendudukPenduduk merupakan aset oembangunan bila mereka

dapat diperdayakan secara optimal. Kendati demikian, mereka juga bisa menjadi beban pembangunan jika pemberdayaannya tidak dibarengi dengan kualitas penduduk (SdM) yang memadai pada wilayah/daerah yang bersangkutan. demikian pula halnya bagi Provinsi Bali.

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 tercatat jumlah penduduk di Bali sebanyak 3.890.757 jiwa yang terdiri dari 1.961.348 jiwa (50,41%) penduduk laki-laki dan 1.929.409 jiwa (49,59%) penduduk perempuan.

dengan luas wilayah 5.636,66 km2, maka kepadatan penduduk di Bali telah mencapai 690 jiwa/km2. di antara kabupaten/kota yang ada di Bali, Kota denpasar merupakan daerah yang berpenduduk terbesar dengan jumlah penduduk mencapai 788.589 jiwa atau 20,27% dari seluruh penduduk Bali. Dengan luas wilayah yang mencapai 127,78 km2, kepadatan

Page 56: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

47

penduduk yang masih relatif tinggi yakni 6.171 jiwa/ km2, jauh di atas kepadatan penduduk Bali. Cukup masuk akal apabila masalah kependudukan menjadi sorotan penting bagi keberlangsungan pembangunan Kota denpasar yang berwawasan budaya. Hal inilah yang menjadi perhatian pihak/instansi kependudukan di Kota denpasar dengan melakukan program pendataan ulang penduduknya. Sementara itu, untuk rasio jenis kelamin (perbandingan jumlah penduduk laki-laki per 100 penduduk perempuan) di Bali selama setahun terakhir ini, menunjukkan angka 102 di tahun 2010. Seperti tahun-tahun sebelumnya, rasio jenis kelamin tertinggi masih dicapai Kota denpasar sebesar 105. Sedangkan rasio jenis kelamin terendah berada di Kabupatan Klungkung sebesar 98.

b. Tenaga Kerja Sektor Pertaniandalam teori ekonomi makro, pembangunan ekonomi

merupakan pertumbuhan ekonomi yang diiringi oleh perubahan pada distribusi output dan struktur ekonomi, peningkatan kontribusi sektor industri dan jasa, serta peningkatan pendidikan dan keterampilan angkatan kerja. Pertumbuhan ekonomi daerah dapat bersumber dari peningkatan modal melalui investasi dan tabungan masyarakat, peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kerja melalui pertumbuhan angkatan kerja, dan peningkatan pengetahuan dan keterampilan, serta adanya penyempurnaan teknologi dalam proses produksi.

Peningkatan dari sisi permintaan atas produksi barang dan jasa akan mendorong peningkatan penggunaan input faktor produksi. Salah satu input faktor produksi yang penting adalah tenaga kerja. dengan peningkatan kapasitas produksi dapat mendorong terciptanya kesempatan kerja dan meningkatkan penggunaan tenaga kerja.

Menurut todaro (2000), secara tradisional pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi.

Page 57: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

48

Jumlah tenaga kerja yang lebih besar akan menambah tenaga kerja produktif, sedangkan pertumbuhan yang lebih besar akan memperbesar ukuran pasar domestiknya. Hal ini bisa terjadi apabila tenaga kerja produktif tersebut dapat terserap pada kesempatan kerja yang tersedia, dan akan menjadi masalah apabila pertumbuhan tenaga kerja jauh melebihi kesempatan kerja yang tersedia, yakni terciptanya pengangguran. Pembangunan tenaga kerja dapat memiliki dua makna penting, yakni sebagai subyek pembangunan, dimana tenaga kerja sebagai pelaku dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi (input faktor produksi) serta sebagai obyek pembangunan, dimana tenaga kerja sebagau unsur yang diprioritaskan untuk peningkatan kualitas hidup (quality of life) yang mencakup peningkatan pendapatan, kesehatan, dan pendidikan. Jika pembangunan berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang cepat dan menggunakan modal (investasi) dan teknoligi yang tinggi, maka penggunaan tenaga kerja akan relatif berkurang digantikan oleh mesin, sehingga tenaga kerja dengan kemampuan dan kualitas tertentu dapat memenuhi kebutuhan dalam proses produksi.

Jumlah tenaga kerja yang besar akan menambah tenaga kerja produktif yang tersedia di Bali, serta persaingan dalam merebut kesempatan kerja juga akan meningkat. dari sejumlah penduduk usia kerja ini, sebanyak 2.246.149 orang di antaranya merupakan angkatan kerja yang terdiri dari penduduk yang sudah bekerja 2.177.358 orang dan jumlah pengangguran terbuka mencapai 68.791 orang.

Selanjutnya, bahasan menarik tentang ketenagakerjaan adalah persoalan tingkat kesempatan kerja (employment rate) dan tingkat penganggurang terbuka (unemployment rate). Kedua komponen ini sangat penting dalam suatu perencanaan pembangunan ketenagakerjaan. dalam konteks BPS, tingkat kesempatan kerja merupakan suatu ukuran yang menunjukkan proporsi orang yang bekerja dalam angkatan kerjanya, Sementara yang termasuk pengangguran terbuka adalah mereka yang mencari kerja, mempersiapkan usaha, merasa tidak mungkin

Page 58: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

49

mendapat pekerjaan, dan penduduk yang sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.

Pada tahun 2010, tingkat kesempatan kerja di Bali mencapai 96,94%. Dengan demikian, tingkat pengangguran terbuka di Bali pada tahun 2010 tercatat 3,06%. tingkat pengangguran terbuka penduduk perempuan (3,47%) atau sedikit lebih tinggi dari laki-laki (2,72%). Tingkat pengangguran terbuka mengalami penurunan dari tahun lalu yang mencapai 3,13%.

Sementara itu, tingkat partisipasi angkatan kerja (tPaK) yang menunjukkan rasio antara banyaknya angkatan kerja dengan penduduk usia kerja di Bali selama tahun 2010 tercatat sebesar 77,38%. Dari sini dapat pula dijelaskan bahwa TPAK penduduk laki-lakinya relatif lebih tinggi, yakni 84,64% dibandingkan dengan penduduk perempuan sebesar 70,16%.

dengan adanya otonomi daerah, maka daerah dituntut untuk dapat menemukan dan mengembangkan potensi ekonomi unggulannya, sehingga daerah dapat berupaya mengoptimalkan kinerjanya agar potensi ekonomi unggulan tersebut dapat termanfaatkan secara optimal. Pengembangan terhadap sektor-sektor unggulan yang mampu menyerap tenaga kerja tinggi harus menjadi fokus utama Pemerintah Provinsi Bali. namun, pengembangan sektor unggulan tersebut hendaknya tidak mengabaikan sektor-sektor ekonomi lainnya yang masih mempunyai kemungkinan untuk berkembang di masa mendatang. Pengembangan tersebut hendaknya dilakukan secara lintas sektoral, terintegrasi, dan konsisten.

Sejauh ini, sektor pertanian dan pariwisata, serta sektor pendukung pariwisata lainnya masih menjadi ujung tombak perekonomian Bali. terlepas dari permasalahan yang ada, sektor pertanian dalam arti luas masih memegang peran strategis bagi ketenagakerjaan di Bali. Berdasarkan data Sakernas 2010, penduduk yang bekerja di sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan mencapai 672.204 orang dari 2.177.358 orang penduduk berusia 15 tahun ke atas yang bekerja seminggu lalu atau 30,87%.

Page 59: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

50

c. Pembangunan Ekonomi Sektor PertanianPertanian dalam arti luas mencakup tanaman pangan,

perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan. Pembangunan pertanian harus dilanjutkan dan ditingkatkan karena peranan pertanian dalam perekonomian daerah Bali sangat strategis, yaitu sebagai sumber pendapatan sebagian besar penduduk, sumber lapangan kerja, sumber bahan baku industri, sumber devisa, dan pelestarian sumber daya alam Bali.

di samping itu, pertanian adalah salah satu sektor prioritas selain industri (industri kecil) dan pariwisata, dalam prioritas pembangunan daerah Bali. dari besar PdRB Provinsi Bali sebesar Rp 64.567 milyar, Rp 11.482,66 milyar merupakan sumbangan sektor pertanian. Secara keseluruhan sektor pertanian mempunya kontribusi 17,78% pada tahun 2010. Jika diperhatikan kontribusi sektor ini terhadap PdRB Bali selama kurun waktu tujuh tahun dari tahun 2004, kontribusi sektor pertanian mencapai 20,74%, 2005 mencapai 20,29%, tahun 2006 turun lagi menjadi 19,96%, tahun 2007 turun lagi menjadi 19,41%, tahun 2008 menjadi 18,33%, tahun 2009 sebesar 18,21%, dan tahun 2010 menjadi 17,78%, walau dari tahun ke tahun sektor pertanian menempati urutan kedua setelah kontribusi sektor perdagangan hotel dan restoran dalam perekonomian Bali.

Perkembangan pembangunan perekonomian di sektor pertanian selama kurun waktu lima tahun, dari tahun 2006 ke tahun 2010 mengalami pertumbuhan, dengan rata-rata pertumbuhan selama lima tahun tersebut adalah 2,9%.

Jika dilihat peran dari masing-masing sub sektor, sub sektor tanaman bahan makanan mempunyai andil paling besar, pada tahun 2010 menyumbang sebesar Rp 5.194,41 milyar atau berkontribusi sebesar 8,01%. Selanjutnya sektor peternakan dan hasil-hasilnya yang mampu menyumbang terhadap PdRB Provinsi Bali pada tahun 2010 sebesar Rp 3.302,06 milyar atau berkontribusi sebesar 5,11%.

Page 60: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

51

BAB V KETERSEDIAAN PANGAN DI BALI

5.1 Model Sistem Dinamik Ketersediaan Beras di BaliSystem Dynamic adalah metode pemodelan dengan simulasi

komputer, dikembangkan di MIt pada tahun 1950an sebagai suatu alat yang digunakan oleh para manager untuk menganalisis permasalahan yang kompleks. System Dynamic mampu menciptakan suatu learning environment – suatu laboratorium yang berperan seperti miniatur dari sistem. System Dynamic adalah metodologi berfikir, metodologi untuk mengabstraksikan suatu fenomena di dunia sebenarnya ke model yang lebih eksplisit.

Gambar 5.1 Kerangka Pemikiran System Dynamic

Suatu fenomena menyangkut dengan 2 (dua) hal yaitu Struktur dan Perilaku. Struktur adalah unsur pembentuk fenomena dan pola keterkaitan antar unsur tersebut, yang dipengaruhi oleh: (1) feedback (causal loop); (2) stock (level) dan flow

Page 61: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

52

(rate); (3) delay; dan (4) nonlinearity. Sedangkan perilaku (behaviour) adalah perubahan suatu besaran/variabel dalam suatu kurun waktu tertentu, baik kuantitatif maupun kualitatif atau catatan tentang magnitude (besar, nilai, angka) sesuatu dalam suatu kurun waktu tertentu (pertumbuhan, penurunan, osilasi, stagnan, atau kombinasinya). Pemahaman hubungan struktur dan perilaku sangat diperlukan dalam mengenali suatu fenomena.

1. Feedback (Causal Loop) atau Hubungan Causal. Suatu struktur umpan–balik harus dibentuk karena adanya

hubungan kausal (sebab-akibat). dengan perkataan lain, suatu struktur umpan-balik adalah suatu causal loop (lingkar sebab-akibat). Struktur umpan-balik ini merupakan blok pembentuk model yang diungkapkan melalui lingkaran-lingkaran tertutup. Lingkar umpan-balik (feedback loop) tersebut menyatakan hubungan sebab-akibat variabel-variabel yang melingkar, bukan manyatakan hubungan karena adanya korelasi-korelasi statistik.

Hubungan sebab-akibat antar sepasang variabel harus dipandang bila hubungan variabel lainnya terhadap variabel tersebut di dalam sistem dianggap tidak ada. Sedangkan suatu korelasi statistik antara sepasang variabel diturunkan dari data yang ada dalam keadaan variabel variabel tersebut mempunyai hubungan dengan variabel lainnya di dalam sistem dan kesemuanya berubah secara simultan.

Rancangan causal-loop diagram (CLD) biasanya digunakan dalam system thinking (berpikir sistemik) untuk mengilustrasikan hubungan cause-effect (sebab-akibat). Hubungan feedback (umpan-balik) bisa menghasilkan perilaku yang bervariasi dalam sistem nyata dan dalam simulasi sistem nyata.

2. Stock (Level) dan Flow (Rate)dalam merepresentasikan aktivitas dalam suatu lingkar

umpan-balik, digunakan dua jenis variabel yang disebut sebagai stock (level) dan flow (rate). Level menyatakan kondisi sistem pada

Page 62: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

53

setiap saat. dalam kerekayasaan (engineering) level sistem lebih dikenal sebagai state variable system. Level merupakan akumulasi di dalam sistem.

Persamaan suatu variabel rate merupakan suatu struktur kebijaksanaan yang menjelaskan mengapa dan bagaimana suatu keputusan dibuat berdasarkan kepada informasi yang tersedia di dalam sistem. Rate inilah satu-satunya variabel dalam model yang dapat mempengaruhi level.

3. Delay (tunda)Delay terjadi dimanapun di dunia nyata. adanya delay

menghasilkan sesuatu hal yang menarik pada perilaku kompleks sistem, ketika sistem tersebut tidak memiliki feedback dan kompleksitas cause-effect yang terbatas.

4. NonlinearityPendekatan system dynamic merepresentasikan dinamika

perubahan state dari sistem dan menghasilkan isyarat-isyarat sebagai keluarannya. Isyarat- isyarat ini diformulasikan ke dalam model keputusan dan kemudian bersama dengan isyarat dari lingkungannya menjadi feedback bagi dinamika sistem itu sendiri. Model secara prinsip masih dikatakan berbasis linear thinking dimana causalitas diasumsikan terjadi secara serial sehingga penyebab pertama dari rangkaian sebab-akibat ini sering bukanlah sumber masalahnya.

5.1.1 Pengembangan Model

a. IdentifkasipermasalahanBerdasarkan studi literatur dan observasi lapangan dapat

diketahui bahwa permasalahan ketersedian beras merupakan suatu permasalahan sistem yang cukup kompleks dengan melibatkan berbagai komponen, di mana variabel di dalamnya saling berinteraksi dan terintegrasi. Ketersediaan beras secara

Page 63: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

54

regional dapat dipandang sebagai masalah dinamika sistem yang berubah sepanjang waktu dan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat dinamis.

Beras merupakan komoditas pangan utama di Provinsi Bali yang dibutuhkan masyarakat sehingga ketersediaannya harus dijaga sepanjang tahun. tujuan pemodelan ketersediaan beras di provinsi Bali adalah untuk melihat pola ketersediaan beras di masa mendatang sebagai bahan pemenuhan kebutuhan konsumsi masyarakat, dengan berbagai alternative pengembangan skenario yang sesuai dengan kondisi nyata.

b. Konseptualisasi ModelModel dinamika sistem yang dikembangkan dibatasi

pada hal-hal yang berkaitan dengan penyediaan (produksi) dan permintaan (konsumsi) beras. Untuk memudahkan dalam pemodelan, sistem ketersediaan beras ini disusun dalam dua tingkat. Pada tingkat pertama adalah diagram agregat yang menggambarkan hubungan antar sub sistem dalam sistem ketersediaan beras, seperti terlihat pada Gambar 6.1. Pada tingkat kedua adalah model sistem dinamis yang lebih detail untuk setiap sub sistem yeng terdiri dari :

sub model Penduduk- sub model Pendapatan/Kapita- sub model PdRB, - sub model Lahan- sub model Produksi, - sub model Konsumsi dan neraca Beras-

Simulasi model dinamik ketersediaan beras merupakan model yang dirancang dengan menggunakan pendekatan sistem dinamik dan diberi nama dengan Beras.Sim. Model ini dibuat berdasar identifikasi permasalahan yang dituangkan ke dalam diagram sebab akibat (causal loop), diformulasikan dalam diagram alir (stock dan flow) dan disimulasikan dengan menggunakan software Powersim Studio 8 SR 5.

Page 64: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

55

Gambar 5.2 Diagram Umum Sebab Akibat Sistem Ketersediaan Beras

Model simulasi dibuat untuk menganalisis sistem ketersediaan beras sesuai dengan formulasi permasalahan guna mempermudah dan mempercepat keluaran yaitu sebagai arah kebijakan dalam pengambilan keputusan. Model Beras.Sim yang dibuat merupakan replikasi dari sistem nyata yang terbagi menjadi enam sub sistem (sub model) yaitu sub sistem penduduk, sub sistem pendapatan/kapita, sub sistem produksi, sub sistem lahan, sub sistem konsumsi dan neraca beras (net import), dan sub PdRB/kapita (Gambar 6.2).

PENDUDUK

PDRB/kapita

KONSUMSI

STOKBERAS

NETIMPORT

PRODUKSI

LAHAN

Pendapatan/Kapita padi

+

-

+

+

+

+

- -+

-

+

+

-

-

Page 65: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

56

dari diagram umum pada Gambar 6.2 dengan loop negatif memperlihatkan adanya keseimbangan antara produksi, lahan, jumlah penduduk dan pendapatan. Keseimbangan ini menuju suatu daya dukung tertentu akibat dari keterbatasan lahan yang ada. Keseimbangan yang dibatasi daya dukung lahan yang ada dapat bergeser kearah kesetimbangan baru jika ada intervensi dalam hal teknologi produksi, atau dalam hal kebijakan kependudukan atau penggunaan lahan.

b.1 Sub Model PendudukHubungan sebab akibat sub model penduduk dapat

digambarkan oleh diagram sebab akibat (causal loop). Bahasa gambar tersebut adalah panah yang saling mengait, dimana hulu panah mengungkapkan sebab dan ujung panah mengungkapkan akibat. Jika terjadi hubungan umpan balik (feedback) antar variabel dalam diagram sebab akibat maka keterkaitan tersebut disebut sebagai suatu loop.

Causal loop sub model penduduk dibangun dari empat loop dasar yang dapat disimak pada Gambar 6.3. dari empat loop tersebut terlihat bahwa jumlah penduduk akan dikendalikan oleh kelahiran, kematian, migrasi masuk dan migrasi keluar. Dan 4 loop tersebut terdiri atas 2 loop positip yang dipengaruhi oleh kelahiran dan migrasi masuk, serta 2 loop negatip yang dipengaruhi oleh kematian dan migrasi keluar. Untuk penyederhanaan, migrasi keluar dan migrasi masuk diwakili oleh net migrasi yang merupakan selisih antara migrasi masuk dan migrasi keluar, dengan tingkat migrasi tetap (= tingkat net migrasi normal)

Secara alami, sub model penduduk ini akan menuju kearah keseimbangan pada batas ambang daya dukung wilayahnya. tetapi perkembangan teknologi, informasi serta intervensi investasi dan kebijakan sektor dapat mengarahkan pada instabilitas seperti tekanan migrasi masuk yang tinggi pada wilayah-wilayah yang memiliki daya tarik ekonomi yang tinggi seperti Jakarta dan Bali.

Page 66: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

57

Gambar 5.3 Diagram Sebab Akibat Sub Model Penduduk

Pengaruh atau efek dari kenaikan pendapatan masyarakat akan menurunkan angka kelahiran, disatu sisi, dilain pihak, kenaikan kesejahteraan akan meningkatkan kesehatan yang akan mempengaruhi angka harapan hidup masyarakat sehingga menurunkan tingkat kematian masyarakat. Jika dikaitkan dengan migrasi masuk dan keluar, maka terjadinya migrasi keluar atau masuk banyak dipengaruhi oleh : (1) tersedianya lapangan pekerjaan; dan (2) ketersediaan lahan/kepadatan penduduk per satuan wilayah..

Melihat pola migrasi yang terjadi di Bali, maka faktor ketersediaan lapangan pekerjaan merupakan faktor utama yang mempengaruhi terjadinya migrasi masuk atau keluar. Walaupun ada sebagian kecil masyarakat melakukan migrasi karena ingin membuka lahan baru di wilayah yang relatif belum padat, tetapi jumlahnya relatif kecil.

JUMLAHPENDUDUK

KELAHIRANKEMATIAN

NETMIGRASI

++

+

+ +

+ -+

+

EFEKPENDAPATAN

(GDP per kapita)

TINGKAT NETMIGRASINORMAL

TINGKATKELAHIRAN

NORMALTINGKAT

KEMATIANNORMAL

+

+

+

+ -

Page 67: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

58

Berdasarkan hubungan sebab akibat antar variabel pada sub model penduduk pada Gambar 6.3 dilakukan penterjemahan diagram sebab akibat ke diagram alir (diagram stock dan flow) seperti terlihat pada Gambar 6.4.

Gambar 5.4 Diagram Alir Sub Model Penduduk

Penyusunan struktur program ini menggunakan perangkat lunak Powersim Studio 8 SR 5 seperti dapat dilihat pada Gambar 6.4.

data awalData Awalnya adalah sebagai berikut :

- Jumlah Penduduk awal = 3.151.162 orang- angka Kelahiran normal = 1,5 orang per 1000 penduduk- tingkat Kematian normal = 5,8 orang per 1000 penduduk- angka_net_migrasi_normal = 2,2 orang per 1000

penduduk

Jumlah_Penduduk

KematianKelahiran

Net_Migrasi

Angka_net_migrasi_normal

Penduduk_Awal

Tingkat KematianNormal

Angka KelahiranNormal

Pert Penduduk

GDP per Kapita

GDP per GDP perKapita awal

Efek GDP thdkelahiran Efek GDP thd kematian

Page 68: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

59

variabel dan RumusVariabel dan rumusnya adalah sebagai berikut :Jumlah_Penduduk variabel Jumlah_Penduduk merupakan tipe variabel Stok atau Level dengan satuan orangRumus :u Perubahan Jumlah_Penduduk terhadap waktu = d(Jumlah_

Penduduk)/dt = Kelahiran + net_Migrasi – Kematian, dengan satuan orang/tahun

atau u Jumlah_Penduduk (t) = Jumlah_Penduduk (t-1) +Kelahiran

x dt + net_Migrasi x dt – Kematian x dtDimana :- nilai awal dari variabel Jumlah_Penduduk = nilai konstanta

Penduduk_awal yang besarannya merupakan jumlah penduduk pada awal simulasi (t = 0)

- Jumlah_Penduduk satuannya : orang- Kelahiran satuannya : orang/tahun- Net_Migrasi satuanya : orang/tahun- Kematian satuannya : orang/tahunKelahiranvariabel kelahiran merupakan tipe variabel Rate atau auxilliary

dengan satuan orang per tahunRumus :uKelahiran = angka Kelahiran normal x Jumlah_Penduduk

x efek GdP thd KelahiranDimana :- angka Kelahiran normal = 15 orang/1000 penduduk atau

0,015- efek GdP thd Kelahiran = efek yang mengakibatkan angka

kelahiran naik atau turun yang dipengaruhi oleh perubahan (GdP/kapita)

efek GdP thd Kelahiran- efek GdP thd kelahiran dipengaruhi oleh naik turunnya

Page 69: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

60

(GdP/kapita) atau naik turunnya rata-rata pendapatan masyarakat, dimana dalam model ini digambarkan oleh variabel (GdP/kapita)/(GdP/kapita)awal

- Jika (GdP/kapita) naik maka kecenderungannya orang akan memiliki anak lebih sedikit, sedangkan jika (GdP/kapita) turun, kecenderungannya anaknya lebih banyak.

- tabel diatas menggambarkan jika (GdP/kapita)/(GdP/kapita) awal <= 1, maka efeknya = 1 (tidak ada efek), sedangkan

- Jika (GDP/kapita)/(GDP/kapita) awal >= 4 maka efeknya = 0,9

(GdP/Kapita)/(GdP/Kapita)awal - Merupakan ratio antara (GdP/Kapita) pada tahun ke t

dibagi dengan (GdP/kapita) pada tahun ke-0 (awal)- Misalnya GdP/Kapita pada tahun awal simulasi (2010)

adalah Rp. 60 juta/kapita/tahun dan pada tahun 2011 menjadi Rp 65 juta/kapita/tahun akibat kenaikan GdP > kenaikan penduduk, maka ratio antara (GdP/Kapita) tahun 2011 dibagi (GdP/kapita) awal (tahun 2010) adalah Rp.65 juta/kapita/tahun dibagi Rp.60 juta/kapita/tahun = 1,08333

Page 70: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

61

GdP/Kapita- variabel yang menggambarkan ratio antara variabel GdP

dari sub model ekonomi dibagi dengan variabel Jumlah_Penduduk dari sub model Penduduk.

- nilai (GdP/Kapita) awal dihitung = Init (GdP/Kapita), adalah nilainya sama dengan GdP saat t=0 (tahun awal simulasi) dibagi dengan Jumlah_penduduk pada saat t = 0 (tahun awal simulasi)

Kematian- variabel kematian merupakan tipe variabel Rate atau

auxilliary dengan satuan orang per tahunRumus :- Kematian = tingkat Kematian normal x Jumlah_Penduduk

x efek GdP thd KematianDimana :- tingkat Kematian normal = 5,8 orang/1000 penduduk atau

0,0058- efek GdP thd Kematian = efek yang mengakibatkan tingkat

kematian naik atau turun yang dipengaruhi oleh perubahan (GdP/kapita)

efek GdP thd Kematian- efek GdP thd kematian dipengaruhi oleh naik turunnya

(GdP/kapita) atau naik turunnya rata-rata pendapatan masyarakat, dimana dalam model ini digambarkan oleh variabel (GdP/kapita)/(GdP/kapita)awal

- Jika (GdP/kapita) naik maka kecenderungannya orang akan menjadi lebih sehat sehingga tingkat kematian menurun, demikian pula sebaliknya.

Page 71: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

62

- tabel diatas menggambarkan jika (GdP/kapita)/(GdP/kapita) awal <= 1, maka efeknya = 1 (tidak ada efek), sedangkan

- Jika (GDP/kapita)/(GDP/kapita) awal >= 4 maka efeknya = 0,8

net_Migrasi- net_migrasi dihitung berdasarkan angka_net_migrasi_

normal dan jumlah pendudukRumus :- net_Migrasi = angka_net_migrasi_normal x Jumlah_

Penduduk- angka_net_Migrasi_normal = 2,2 orang per 1000

penduduk- Pada model ini tidak diperhitungkan efek pengangguran

terhadap net_Migrasi

Page 72: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

63

b.2 Sub Model Pendapatan/KapitaSub model Pendapatan/Kapita tanaman Pangan dijabarkan

dalam bentuk hubungan sebab akibat seperti terlihat pada Gambar 6.5. Pendapatan merupakan nilai pendapatan per kapita yang berasal dari sub sektor tanaman pangan, yang merupakan turunan dari nilai tambah bruto. Sedangkan nilai tambah bruto berasal dari sektor pertanian tanaman pangan yang dipengaruhi oleh biaya produksi dan nilai produksi bruto.

Gambar 5.5 Hubungan Sebab Akibat Sub Model Pendapatan

nilai tambah bruto merupakan selisih antara biaya produksi dengan nilai produk bruto. nilai produk bruto dipengaruhi oleh harga produk dan jumlah produksi. Sedangkan biaya produksi dipengaruhi oleh biaya bibit, biaya pupuk, biaya obat-obatan dan biaya lainnya.

Berdasarkan hubungan sebab akibat antar variabel pada sub model pendapatan tersebut dilakukan penterjemahan diagram sebab akibat ke dalam diagram alir (diagram stock dan flow) dengan perangkat lunak Powersim Studio 8 SR 5 seperti terlihat pada Gambar 6.6.

HARGAPRODUK

KOMODITI

BIAYAPRODUKSILAINNYA

BIAYA OBAT-OBATAN

BIAYA BIBITBIAYA PUPUK

JUMLAHPRODUKSIKOMODITI

JUMLAHPENDUDUK

NILAI PRODUKSI BRUTO NILAI TAMBAH BRUTO

PDRB/KAPITA SUBSEKTOR TANAMAN

PANGAN

BIAYA PRODUKSI

Page 73: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

64

Gambar 5.6 Diagram Alir Sub Model Pendapatan

Sub Model Pendapatan memodelkan pendapatan petani yang merupakan selisih antara nilai Produksi dengan Biaya Produksi sebagaimana tergambar dalam diagram dinamika sistem pada Gambar 6.6.data awaldata awal dalam sub model pendapatan ini adalah sebagai berikut :- Harga_Jual_Prod_tani = 20 juta rupiah/ton Biaya_bibit_per_ha = 1 juta rupiah/ha Biaya_pupuk_per_ha = 2 juta rupiah/ha Biaya_obat_per_ha = 1,5 juta rupiah/ha Biaya_lain_per_ha = 1 juta rupiah/havariabel dan Rumus variabel dan rumus untuk Sub Model Pendapatan adalah sebagai berikut :- nilai Produksi tani = Produksi Komoditi tani total Gabah

Biaya_Produksi_Lainnya

Biaya_lain_per_ha

Biaya_obatBiaya_obat_per_haHarga_Jual_Prod_Tani

Biaya_bibit

Biaya_pupuk

Biaya_bibit_per_ha

Biaya_pupuk_per_ha

Produksi_Komoditi_Tani_Total_Gabah

Nilai Produksi BrutoBiaya Prod Tani

Nilai Tambah BrutoPertanian Padi

PERTUMB NTB

Page 74: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

65

x Harga Jual Prod tani- Biaya Bibit = Biaya Bibit/ha x Luas Lahan Pertanian Padi- Biaya Pupuk = Biaya Pupuk/ha x Luas Lahan Pertanian

Padi- Biaya Obat = Biaya Obat/ha x Luas Lahan Pertanian Padi- Biaya Produksi Lain = Biaya Produksi Lain/ha x Luas Lahan

Pertanian Padi- Biaya Prod tani = Biaya Bibit + Biaya Pupuk + Biaya Obat +

Biaya Produksi Lain- Pendapatan Pertanian Padi = nilai Produksi tani – Biaya

Prod tani- Pert Pendapatan Pertanian Padi = derivn(Pendapatan

Pertanian Padi)/(Pendapatan Pertanian Padi ) x 100 %

b.3 Sub Model PDRBefek nilai tambah bruto dari padi pertumbuhannya kecil,

maka untuk menghitung pengaruh pendapatan per kapita menggunakan angka pertumbuhan normal PdRB untuk menghitung nilai PdRB-nya. nilai PdRB/kapita inilah yang akan mempengaruhi terhadap parameter kependudukan seperti angka kelahiran dan kematian.

Gambar 5.7 Hubungan Sebab Akibat Sub Model PDRB

PeningkatanGDP

+

+++

PERTUMBUHANGDP

NORMAL

GDP

Page 75: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

66

Sedangkan diagram Powersimnya adalah seperti disajikan Gambar 6.8.

Gambar 5.8 Diagram Alir Model Pertumbuhan PDRB

data awalData awal sub model ini adalah sebagai berikut :- GDP awal = 17.268 juta rupiah (ADHK 2000)- Pertumbuhan normal GdP = 5,25 %variabel dan Rumusvariabel dan rumus sub model PdRB adalah- Penambahan GdP = Pertumbuhan normal GdP/100 x GdP

adhk 2000- GdP adhk 2000 (t=0) = GdP awal- GdP adhk 2000 (t) = GdP adhk 2000 (t-2) + Penambahan

GdP x dt

b.4 Sub Model Produksi Sub model produksi dibangun melalui pendekatan

produksi gabah yang berasal dari sawah ditambah produksi dari lading/lahan kering, seperti terlihat pada Gambar 6.9. Kemudian produksi komoditi di sawah merupakan produksi komiditi bruto dikurangi dengan susut panen dan gagal produksi. demikian juga untuk produksi komonoditi di ladang merupakan produk komoditi brutonya dikurangi susut panen dan gagal produksi.

GDP adhk 2000

GDP awal

Penambahan GDP

Pertumbuhannormal GDP

Page 76: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

67

Berdasarkan hubungan sebab akibat antar variabel pada sub model produksi tersebut dilakukan penterjemahan diagram sebab akibat ke dalam diagram alir (diagram stock dan flow) dengan perangkat lunak Powersim Studio 8 SR 5 seperti terlihat pada Gambar 6.10 dan 6.11.

Gambar 5.9 Diagram Sebab Akibat Sub Model ProduksiDiagram alir sub model produksi adalah seperti disjikan Gambar 6.10 dan

6.11.

Gambar 5.10 Diagram Alir Sub Model Produksi

Lahan_Sawah Lahan_Kering

Fraksi_Lahan_SawahFraksi_Lahan_Kering

Luas_Tanam_lahan_Sawah

Luas_Tanam_Lahan_Kering

Produksi_Sawah_BrutoProduksi_ladang_Bruto

Gagal_Prod_HPT_di_sawah

Produksi_total_sawah

Susut_panen_sawah

Intensitas_Lahan_Sawah

Ratarata_prod_sawah

Intensitas_gagal_prod_sawah

Koef_susut_panen_sawah

Intensitas_lahan_kering

Ratarata_prod_ladang

Produksi_Komoditi_Tani_Total_Gabah

Produksi_di_ladangGagal_prod_HPT_ladan

g

Susut_panen_ladang

Intensitas_serangan_HPT_ladang

Koef_susut_panen_ladang

Copy LahanPertanian Padi

Total Efek

LAHANPERTANIAN PADI

LAHANSAWAH

LAHANKERING

FRAKSILAHAN

SAWAH THDLAHAN PADI

PRODUKSIGABAH DARI

SAWAH

PRODUKSIGABAH DARI

LAHANKERING

PRODUKSIGABAH TOTAL

PRODUKTIVITAS,INTENSITAS

GAGAL, SUSUTPANEN LAHAN

KERING

PRODUKTIVITAS,INTENSITAS

GAGAL, SUSUTPANEN LAHAN

SAWAH

Page 77: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

68

Gambar 5.11 Diagram Alir Sub Model Produksi (Peningkatan Kapasitas)

Sub model produksi memodelkan produksi gabah yang dihitung berdasarkan luas lahan produksi dan produktivitas lahan. Dinamika dari perubahan produksi dipegaruhi oleh :- alih fungsi lahan (dari model lahan)- efek dari siklus musim (3 – 5 tahunan)- Usaha peningkatan produktivitas lahannilai awalNilai Awal untuk sub model produksi adalah sebagai berikut :- Fraksi_lahan_sawah = 0,9 dimana hal ini berarti luas lahan

sawah (pertanian padi lahan basah) = 0,9 x luas lahan pertanian padi

- Intensitas Lahan Sawah = 1 dimana hal ini berarti asumsinya 100 persen lahan sawah ditanami/produktif

- Ratarata_Prod_Sawah = 5,9 ton/ha- Intensitas_gagal_prod_sawah = 0,01- Koef_susut_panen_sawah = 0,03- Fraksi_lahan_kering = 0,1 dimana hal ini berarti luas lahan

pertanian padi lahan kering = 0,1 x luas lahan pertanian padi

skenariointensifikasibudidaya

(bibit, pupuk)

skenariointensifikasibudidaya(irigasi,

mekanisasipertanian)

Penambahanpeningkatan

produksi

Efek Peningk Prod Efek Siklus Musim

Total Efek

LajuPengembangan

Budidaya historis

LajuPengembanganBudidaya Target

Tahun awalskenario peng

budidaya

Peningkatan LajuBudidaya

LajuPengembangan

Budidaya Skenario

Delay KebijakanPeng Budidaya

Laju PningkatanPengaruh Budidaya

LajuPengembangan IM

historis

LajuPengembangan IM

Target

Tahun awalskenario peng IM

Peningkatan LajuPengembangan IM

LajuPengembangan IM

Skenario

Delay KebijakanPeng IM

Laju PeningkatanPengaruh Irigasidan Mekanisasi

Pertanian

Page 78: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

69

- Intensitas_lahan_kering = 1 dimana hal ini berarti asumsinya 100 persen lahan pertanian padi lahan kering ditanami/produktif

- Ratarata_prod_ladang (pertanian padi lahan kering) = 2 ton/ha

- Intensitas_serangan_HPt_ladang = 0,02 atau 2 persen dari produksi ladang

- Koef_susut_panen_ladang = 0,02 atau 2 persenvariabel dan Rumus- variabel dari Sub Model Lain- Lahan Pertanian Padi -> dari Sub Model Lahan- Variabel dari Sub Model Lahan adalah :- Lahan_sawah = Fraksi_Lahan_Sawah*'Copy Lahan

Pertanian Padi'- Luas_tanam_lahan_sawah = Intensitas_Lahan Sawah*

Lahan_Sawah- Prod_sawah = Produksi_Sawah_Bruto/Luas_tanam_

lahan_Sawah- Prod_sawah_bruto = Ratarata_prod_sawah*Luas_tanam_

lahan_Sawah*'Peningk Produktivitas'*'efek Siklus Musim'- Gagal_prod_HPt_di_Sawah = Produksi_Sawah_

Bruto*Intensitas_gagal_prod_sawah- Produksi_total_sawah = Produksi_Sawah_Bruto-Gagal_

Prod_HPt_di_sawah-Susut_panen_sawah- Susut_panen_sawah = Koef_susut_panen_

sawah*Produksi_Sawah_Bruto- Lahan_kering = Fraksi_Lahan_Kering*'Copy Lahan

Pertanian Padi'- Luas_tanam_Lahan_Kering = Lahan_Kering*Intensitas_

lahan_kering- Produksi_ladang_bruto = Ratarata_prod_ladang*Luas_

tanam_Lahan_Kering*'efek Siklus Musim'- Gagal_prod_HPt_ladang = Produksi_ladang_

Bruto*Intensitas_serangan_HPt_ladang

Page 79: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

70

- Susut_panen_ladang = Produksi_ladang_Bruto*Koef_susut_panen_ladang

- Produksi_Komoditi_tani_total_Gabah = Produksi_total_sawah+Produksi_di_ladang

b.5 Sub Model LahanSub model lahan menggambarkan dinamika alih fungsi

lahan. Untuk keperluan pemodelan lahan dibagi 4 kelas : hutan lindung, lahan pertanian padi, lahan pertanian non padi serta lahan non pertanian

Gambar 5.12 Diagram Sebab Akibat Sub Model Lahan

dari diagram sebab akibat tersebut memperlihatkan siklus yang terjadi untuk setiap kelas lahan dari mulai proses pengembangan/peremajaan/reboisasi serta proses kerusakan (puso) yang mengakibatkan perubahan luas lahan dan cadangan lahan yang ada. Siklus untuk masing-masing kelas lahan adalah sebagai berikut :- hutan lindung – kerusakan hutan – lahan terlantar –

reboisasi - lahan pertanian padi – puso – stok (cadangan) lahan

HUTANLINDUNG

REBOISASIHUTAN

lahan terlantar

LAHANPERTANIAN PADI

STOK LAHANPERTANIAN NON

PADI

LAHAN NONPERTANIAN

KERUSAKANHUTAN

+

+

+

+

-

-

STOK LAHANPERTANIAN PADI

LAHANPERTANIAN NON

PADI

STOK LAHANNON PERTANIAN

PUSO PENGEMBANGAN LPP

PUSO

PENGEMBANGAN LPNP

PUSO

PENGEMBANGAN LNP

+

+

+-

+

-

++

++

++

++

-

-

-- +

+

+

+

Page 80: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

71

pertanian padi – pengembangan (investasi) lahan pertanian padi – lahan pertanian padi

- lahan pertanian non padi – puso – stok (cadangan) lahan pertanian non padi – pengembangan (investasi) lahan pertanian non padi – lahan pertanian non padi

- lahan non pertanian – puso – stok (cadangan) lahan non pertanian – pengembangan (investasi) lahan non pertanian – lahan non pertanian.Selain siklus masing-masing kelas lahan, model ini juga

memperlihatkan alih fungsi lahan. alih fungsi terjadi dari cadangan (stok) lahan tertentu ke lahan lainnya. Jadi alih fungsi lahan diasumsikan hanya dari cadangan lahan (lahan terlantar, puso atau yang belum digunakan) menjadi penggunaan lahan tertentu.

Berdasarkan hubungan sebab akibat antar variabel pada sub model lahan tersebut dilakukan penterjemahan diagram sebab akibat ke dalam diagram alir (diagram stock dan flow) dengan perangkat lunak Powersim Studio 8 SR 5 seperti terlihat pada Gambar 6.13.nilai awalNilai Awal untuk sub model lahan adalah sebagai berikut :- Luas Lahan Pertanian Padi awal = 151.582 ha- Luas Stok Lahan Pertanian Padi Awal =15.827 ha- Laju Puso lahan pertanian padi = 0,1 %- Luas Lahan Pertanian Non Padi Awal = 182.043 ha- Luas Stok Lahan Pertanian non Padi awal = 21.038 ha- Laju Puso Lahan Pertanian non Padi =0,1 %- Luas Lahan Non Pertanian Awal = 41.205 ha- Luas Stok Lahan Non Pertanian Awal =9.419 ha- Laju Puso Lahan non Pertanian = 0,01 %- Luas Lahan Hutan awal = 128.424 ha- Luas Lahan Terlantar Awal =14.128 ha- tingkat Kerusakan Hutan normal = 0,11 %

Page 81: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

72

Gambar 5.13 Diagram Alir Sub Model Lahan

variabel dan RumusLahan Pertanian Padi- Lahan Pertanian Padi (t) = Lahan Pertanian Padi (t-1) +

Pengembangan LPP.dt – Puso LPP.dt

skenarioekstensifikasi

lahan

# # # #

Hutan

Lahan Terlantar

ReboisasiKerusakan Hutan

Luas Hutan awal

Stok Lahan awalTingkat Kerusakan

Hutan Normal

Tingkat ReboisasiHistoris

Effek KebijakanPelestarian Hutandan Penegakan

RTRW

Efek KebijakanReboisasi

Lahan Non Pertanian

Lahan Pertanian Padi

Lahan Pertanian NonPadi

LNP awal

LPP awal

LPNP awal

Stok LPNP

Stok LPNP awal

Cek 1 Luas LahanTotal

Stok LNP

Stok LNP awal

Stok LPP

Stok LPS awal

Luas LahanTerpakai TotalLuas Lahan

Cadangan Total

Lahan Non Pertanian

Lahan Pertanian NonPadi

Lahan Pertanian PadiHutan

Stok LPNP

Lahan Terlantar

Stok LPP

Stok LNP

Pengembangan LNP

Puso LNP

Laju Puso LNP pertahun

Puso LPNP

PengembanganLPNP

Pert kebutuhan LNPhistoris

Pengembangan LPP

Puso LPP

LajuPengembangan LPP

historis

Laju Puso LPPhistoris

LajuPengembangan

LPNP normal

Laju Puso LPNP

Hutan ke LNPLPP ke LNP

LPNP ke LNP

Efek KetersediaanLahan LNP

Efek tingginyakebutuhan LNP

Kebutuhan LNP pertahun

Wk PengembanganLNP

Kebutuhan LNP pertahun

Efek KetersediaanLahan Terlantar

Efek KetersediaanStok LPP

Efek KetersediaanStok LPNP

Wk alih fungsi keLNP

HUtan ke LPP

Wk alih fungsihutan ke LPP

Lahan PertanianPadi Total

Lahan PertanianNon Padi Total

Luas Lahan NonPertanian Total

Luas Hutan danLahan Terlantar

Cek 2 Luas LahanTotal

LajuPengembangan LPP

Target

Tahun awalskenario lpp

Peningkatan Laju LPP

LajuPengembangan LPP

Skenario

Delay Kebijakan LPP

Laju Perubahan LPP

Page 82: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

73

- Stok LPP (t) = Stok LPP (t-1) + Hutan ke LPP x dt + Puso LPP x dt –Pengembangan LPP x dt – LPP ke LnP x dt

- Puso LPP = Laju Puso LPP/100 x Lahan Pertanian Padi- Pengembangan LPP = Laju Perubahan LPP'/100*'Lahan

Pertanian Padi'*'efek Ketersediaan Stok LPPLahan Pertanian non Padi- Lahan Pertanian non Padi (t) = Lahan Pertanian non Padi

(t-1) + Pengembangan LPnP.dt – Puso LPnP.dt- Stok LPnP (t) = Stok LPnP (t-1) + Hutan ke LPnP x dt +

Puso LPnP x dt –Pengembangan LPnP x dt – LPnP ke LnP x dt

- Puso LPnP = Laju Puso LPnP/100 x Lahan Pertanian non Padi

- Pengembangan LPnP = Laju Perubahan LPnP'/100*'Lahan Pertanian non Padi'*'efek Ketersediaan Stok LPnP

Lahan non Pertanian- Lahan non Pertanian (t) = Lahan non Pertanian (t-1) +

Pengembangan LnP.dt – Puso LnP.dt- Stok LnP (t) = Stok LnP (t-1) + Hutan ke LnP x dt + Puso

LnP x dt –Pengembangan LnP x dt –+LPP ke LnP x dt + LPnP ke LnP x dt

- Puso LnP = Laju Puso LnP/100 x Lahan non Pertanian - Pengembangan LnP = Laju Perubahan LnP'/100*'Lahan

non Pertanian *'efek Ketersediaan Stok LnPLahan Hutan- Lahan Hutan (t) = Lahan Hutan (t-1) + Reboisasi.dt –

Kerusakan Hutan.dt- Lahan terlantar (t) = Lahan terlantar (t-1) – Reboisasi x dt +

Kerusakan Hutan x dt- Kerusakan Hutan = tingkat Kerusakan Hutan normal /100

x Lahan Hutan - Reboisasi = tingkat Reboisasi normal/100 *Lahan Hutan

*efek Kebijakan Reboisasi

Page 83: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

74

b.6 Sub Model Konsumsi dan Neraca Beras Sub model neraca beras memperlihatkan keseimbangan

demand – supply beras. Dari Gambar 6.14 terlihat bahwa neraca swasembada merupakan selisih antara kebutuhan beras total dengan beras yang tersedia. Beras yang tersedia merupakan produksi beras bruto dikurangi penyusutan (dari proses pengangkutan, handling dan penyimpanan).

Gambar 5.14 Diagram Sebab Akibat Sub Model Konsumsi dan Neraca Beras

Kebutuhan beras total merupakan kebutuhan efektif ditambah cadangan konsumsi penduduk. Beras yang tersedia dapat dihitung dari gabah yang akan dikonversi dari koefisien konversi gabah ke beras. Sedangkan besarnya gabah yang akan dikonversi dihitung dari produksi padi dikurangi susut gabah dan jumlah gabah yang akan dipakai sebagai bibit.

SUPPLY BERASLOKAL

STOK BERASSUPPLY BERAS PENGGUNAANBERAS

SUPPLY BERASDARI WILAYAH

LAIN DAN IMPOR

JumlahPendudukKelahiran Kematian

KebutuhanRumahTangga

KebutuhanIndustri

KebutuhanBeras Total

FraksiKebutuhan

Industri

+

+

+

-

+

+

+

-

Net Migrasi

++

Page 84: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

75

Berdasarkan hubungan sebab akibat antar variabel pada sub model konsumsi tersebut dilakukan penterjemahan diagram sebab akibat ke dalam diagram alir (diagram stock dan flow) dengan perangkat lunak Powersim Studio 8 SR 5 seperti terlihat pada Gambar 6.15.

Gambar 5.15 Diagram Alir Sub Model Konsumsi dan Neraca Beras

Sub Model Konsumsi dan neraca Beras, merupakan model yang memperlihatkan simulasi suplai beras yang diproduksi lokal serta kebutuhan impor serta penggunaannya dimana selisih antara pengadaan (lokal + impor) dengan penggunaan akan mempengaruhi kondisi stok beras yang ada.

Gabah_ke_beras

Produksi_beras_bruto

Penyusutan_beras Beras_tersedia

Suplai_beras_lokal

Gabah_untuk_bibit

Penyusutan_Gabah

Konversi_gabah_ke_beras

Susut_angkut_beras

Susut_handling_beras

Susut_simpan_beras

Kebutuhan_bibit_per_ha

Susut_jemur_gabah

Susut_simpan_gabah

Susut_angkut_gabah

Susut_giling_gabah

Pakan_ternak

Pengadaan berasimpor

Pengadaan_beras_dari_luar

Kebutuhan_industri

Kebutuhan_beras_total

Kebutuhan_RT

Pengadaan_Beras_dari_wil_lain

Stok_beras

Suplai_beras Penggunaan_beras

Fraksi_keb_industri_thd_RT

Stok_awal

Produksi_Komoditi_Tani_Total_Gabah

Copy Jumlah Penduduk

Copy LahanPertanian Padi

Ketersediaan Stok

Efek Ketersediaanstok

Stok beras ydi

Page 85: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

76

nilai awalnilai awal untuk sub model produksi diasumsikan sebagai berikut :- Konversi_gabah_ke_beras = 0,65- Susut_angkut_beras = 0,001- Susut_handling_beras = 0,002- Susut_simpan_beras = 0.001- Kebutuhan_bibit_per_ha = 0,06- Susut_jemur_gabah = 0,01- Susut_simpan_gabah = 0,03- Susut_angkut_gabah = 0,02- Susut_giling_gabah = 0,04- Pakan_ternak = 0,023- Stok_awal = InIt(Kebutuhan_beras_total)*0.3- Fraksi_keb_industri_thd_Rt = 0,02variabel dan Rumusvariabel dari Sub Model Lain- Lahan Pertanian Padi -> dari Sub Model Lahan- Produksi_Komoditi_tani_total_Gabah -> dari Sub Model

Produksi- Jumlah_Penduduk -> dari Sub Model Penduduk- Variabel dari Sub Model Konsumsi dan Neraca Beras adalah :- Gabah_untuk_bibit = Kebutuhan_bibit_per_ha*'Copy

Lahan Pertanian Padi'- Gabah_ke_beras = Produksi_Komoditi_tani_total_Gabah-

Gabah_untuk_bibit-Penyusutan_Gabah- Penyusutan_Gabah = Produksi_Komoditi_tani_total_

Gabah*(Susut_jemur_gabah+Susut_simpan_gabah+Susut_angkut_gabah+Susut_giling_gabah+Pakan_ternak)

- Produksi_beras_bruto = Gabah_ke_beras*Konversi_gabah_ke_beras

- Beras_tersedia = Produksi_beras_bruto-Penyusutan_beras- Penyusutan_beras = Produksi_beras_bruto*(Susut_angkut_

beras+Susut_handling_beras+Susut_simpan_beras)

Page 86: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

77

- Suplai_beras = (Suplai_beras_lokal+Pengadaan_Beras_dari_wil_lain+'Pengadaan beras impor')

- Penggunaan_beras = Kebutuhan_beras_total*'efek Ketersediaan stok'

- Stok_beras (t) = Stok_beras (t-1) + Suplai_beras.dt – Penggunaan_beras.dt

- Pengadaan beras impor = (0.5*Pengadaan_beras_dari_luar)

- Pengadaan_Beras_dari_wil_lain = (0.5*Pengadaan_beras_dari_luar)

- Pengadaan_beras_dari_luar = MAX(0,('Stok beras ydi'-Stok_beras))

- efek Ketersediaan stok = f(ketersediaan stok)

- Ketersediaan Stok = Stok_beras/'Stok beras ydi'- Stok beras ydi = 0.3*Kebutuhan_beras_total- Kebutuhan_beras_total = Kebutuhan_industri+Kebutuhan_

Rt- Kebutuhan_Rt = 'Copy Jumlah Penduduk'*'Kebutuhan

Beras per penduduk'- Kebutuhan_industri = Kebutuhan_Rt*Fraksi_keb_industri_

thd_Rt

Page 87: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

78

b.7 Model lengkapSecara penuh hubungan sebab akibat dari model dinamik

ketersediaan beras di Provinsi Bali (Beras.Sim) tersajikan pada Gambar 6.16. Model tersebut memperlihatkan keterkaitan hubungan sebab akibat anta sub model yang terdiri atas sub model penduduk, sub model lahan, sub model pendapatan, sub model PdRB, sub model produksi dan neraca beras.

Gambar 5.16 Diagram sebab akibat model dinamik ketersediaan beras di Provinsi Bali (Beras.Sim)

5.1.2VerifikasidanValidasiModelVerifikasi model dilakukan dengan cara menjalankan sub

model satu per satu lalu dibandingkan hasilnya dengan hasil perhitungan manual, untuk memeriksa kebenaran hubungan kausal dan logika perhitungan. Sebagai contoh di dalam sub model penduduk terdapat rumus perhitungan jumlah penduduk

HUTANLINDUNG

CAUSALLOOP

REBOISASIHUTAN

lahan terlantar

LAHANPERTANIAN PADI

STOK LAHANPERTANIAN NON

PADI

LAHAN NONPERTANIAN

KERUSAKANHUTAN

+

+

+

+

-

-

STOK LAHANPERTANIAN PADI

LAHANPERTANIAN NON

PADI

STOK LAHANNON PERTANIAN

PUSO PENGEMBANGAN LPP

PUSO

PENGEMBANGAN LPNP

PUSO

PENGEMBANGAN LNP

+

+

+-

+

-

++

++

++

++

-

-

-- +

+

+

+

LAHANSAWAH

LAHANKERING

FRAKSILAHAN

SAWAH THDLAHAN PADI

PRODUKSIGABAH DARI

SAWAH

PRODUKSIGABAH DARI

LAHANKERING

PRODUKSIGABAH TOTAL

PRODUKTIVITAS,INTENSITAS

GAGAL, SUSUTPANEN LAHAN

KERING

PRODUKTIVITAS,INTENSITAS

GAGAL, SUSUTPANEN LAHAN

SAWAH

KEBUTUHANGABAH DAN SUSUT

SUPPLY BERASLOKAL

STOK BERASSUPPLY BERAS PENGGUNAANBERAS

SUPPLY BERASDARI WILAYAH

LAIN DAN IMPOR

JumlahPendudukKelahiran Kematian

KebutuhanRumahTangga

KebutuhanIndustri

KebutuhanBeras Total

FraksiKebutuhan

Industri

+

+

+

-

+

+

+

-

Net Migrasi

++

Page 88: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

79

yang digambarkan pada Gambar 6.4. Data yang dimasukkan adalah jumlah penduduk yang dipengaruhi oleh angka kelahiran dan kematian serta migrasi. Jumlah penduduk dihitung secara manual lalu hasilnya dibandingkan dengan hasil keluaran model. Hasil keluaran model terbukti tidak menyimpang dari hasil perhitungan manual. demikian pula dilakukan pemeriksaan untuk setiap sub model lainnya, dan telah menunjukkan hasil simulasi yang sesuai dengan hasil perhitungan manual.

Hasil simulasi setiap sub model selanjutnya disandingkan dengan data aktual yang tersedia. aktivitas ini disebut sebagai validasi model.

Suatu model dikatakan valid jika struktur dasarnya dan polanya dapat menggambarkan perilaku sistem nyata, atau dapat mewakili dengan cukup akurat, data yang dikumpulkan sehubungan dengan sistem nyata atau asumsi yang dibuat berdasarkan referensi sesuai cara sistem nyata bekerja. Walaupun validasi suatu sistem sangat dibatasi oleh mental model dari pemodel, namun demikian untuk memenuhi kaidah keilmuan, pada suatu sistem dinamik tetap harus dilakukan uji validasi. dalam pengujian validasi suatu model, saat ini terdapat beberapa teknik.

Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk uji keyakinan terhadap model dipaparkan oleh Coyle (1996) dalam System Dinamics Modeling, A Practical Approach dimana kriterianya :1. Causal Loop diagram harus berhubungan dengan

permasalahan,2. Persamaan harus disesuaikan dengan causal loop diagram

khususnya tanda + atau – harus konsisten diantara persamaan dengan causal loop.

3. dimensi dalam model harus valid,4. Model tidak menghasilkan nilai yang tidak masuk akal,

seperti stok negatif,5. Perilaku model harus masuk akal, artinya apabila ada

sesuatu yang seharusnya terjadi, maka harus sesuai dengan apa yang diharapkan dari model tersebut,

Page 89: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

80

6. Massa model harus balance, artinya total kuantitas yang telah masuk dan keluar dari proses sistem tetap dapat dijelaskan.Selain itu, validasi model ini dilakukan pula terhadap

kinerja atau keluaran model, yaitu membandingkan hasil keluaran model yang dirancang dan data lapangan pada periode waktu selama 10 tahun. validasi kinerja ini dapat dilakukan dengan memverifikasi grafik keluaran model dan membandingkannya dengan grafik kecenderungan (trend) perubahan dari data lapangan berdasarkan suatu seri data, atau dengan memverifikasi data lapangan berdasarkan perhitungan MaPe (Mean Absolute Percentage Error).

validasi pada pemodelan ini dilakukan dengan membandingkan tingkah laku model dengan sistem nyata yaitu dengan uji MaPe (Mean Absolute Percentage Error). MaPe (nilai tengah kesalahan persentase absolut) adalah salah satu ukuran relatif yang menyangkut kesalahan persentase. Uji ini dapat digunakan untuk mengetahui kesesuaian data hasil prakiraan dengan data aktual.MAPE = 1/n.∑(abs(Xm – Xd))/Xd x 100 %Dimana :Xm = data hasil simulasiXd = data aktualn = periode / banyaknya dataKriteria ketepatan model dengan uji MaPe (Lomauro dan Bakshi, 1985 dalam Somantri, 2005) adalah :

MAPE < 5 % : sangat tepat•5 < MAPE < 10 % : tepat•MAPE > 10 % : tidak tepat•

Pada model yang dikembangkan dilakukan validasi terhadap beberapa variabel yang menjadi perhatian utama yaitu : Jumlah Penduduk (Jiwa), Lahan Pertanian Padi (Ha) dan Produksi Gabah per tahun (ton per tahun)

Page 90: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

81

dari hasil validasi menggunakan data historis, hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut :a. Hasil validasi Sub Model Penduduk (Jiwa)

Menurut data BPS Bali, jumlah penduduk Provinsi Bali pada tahun 2011 adalah 3.572.831 orang meningkat dari sebelumnya tahun 2010 sebanyak 3.522.375 orang (Tabel 6.1 dan Gambar 6.17). Hasil simulasi menunjukkan bahwa jumlah penduduk Provinsi Bali pada tahun 2011 mencapai 3.571.151. Sebagai sebuah prediksi, hasil simulasi ini menyimpang dari data actual dengan penyimpangan sangat kecil yaitu sebesar 0,2139 persen (sangat tepat).

tabel 6.1 Perhitungan validasi Sub Model Penduduk

TahunData Historis

(Xd)Hasil Simulasi

(Xm)Nilai Absolut (Xm – Xd)

Abs(Xm – Xd)/Xd x 100

2000 3.151.162 3.151.162 0 0

2001 3.186.539 3.187.261 722 0,022666

2002 3.222.569 3.223.764 1.195 0,037093

2003 3.269.262 3.260.676 8.586 0,262633

2004 3.306.627 3.297.999 8.628 0,260924

2005 3.344.000 3.335.740 8.260 0,247022

2006 3.382.000 3.373.900 8.100 0,239502

2007 3.429.800 3.412.485 17.315 0,504840

2008 3.466.000 3.451.498 14.502 0,418395

2009 3.501.000 3.490.944 10.056 0,287219

2010 3.522.375 3.530.827 8.452 0,239956

2011 3.572.831 3.571.151 1.680 0,047034

∑(abs(Xm – Xd))/Xd x 100 % = 2,567285

Jadi nilai MAPE = 0,213940 (sangat tepat)

Page 91: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

82

Gambar 5.17 Hasil Simulasi vs Data Penduduk

b. Hasil validasi Sub Model Lahan (Ha)Hasil simulasi sub model lahan (tabel 6.2 dan Gambar 6.18)

menunjukkan bahwa luas lahan hasil simulasi menunjukkan penyimpangan yang sangat kecil yaitu sebesar 0,0002 (sangat tepat).

tabel 6.2 tabel Perhitungan validasi Sub Model LahanTahun

Data Historis(Xd)

Hasil Simulasi(Xm)

Nilai Absolut (Xm – Xd) Abs(Xm – Xd)/Xd x 100

2000 151.582 151.582 0,334600 0,000221

2001 151.643 151.643 0,348385 0,000230

2002 151.704 151.703 0,362181 0,000239

2003 151.764 151.764 0,375988 0,000248

2004 151.825 151.825 0,389806 0,000257

2005 151.886 151.885 0,403634 0,000266

2006 151.947 151.946 0,417474 0,000275

2007 152.007 152.007 0,431325 0,000284

2008 152.068 152.068 0,445187 0,000293

2009 152.129 152.129 0,459060 0,000302

2010 152.190 152.190 0,472944 0,000311

∑(abs(Xm – Xd))/Xd x 100 % = 0,002923

Jadi nilai MAPE = 0,000244 (sangat tepat)

Page 92: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

83

Gambar 5.18 Hasil Simulasi vs Data Lahan Pertanian Padi

Hasil validasi Sub Model Produksi (ton gabah per tahun)

tabel 6.3 Perhitungan validasi Sub Model ProduksiTahun

Data Historis(Xd)

Hasil Simulasi(Xm)

Nilai Absolut (Xm – Xd) Abs(Xm – Xd)/Xd x 100

2000 826.838 859.151 32.313,254003 3,908051

2001 789.232 757.129 32.102,781802 4,067598

2002 808.970 767.207 41.763,349123 5,162534

2003 793.260 824.293 31.032,649505 3,912040

2004 788.361 802.119 13.757,652237 1,745095

2005 786.961 802.736 15.774,948078 2,004540

2006 840.891 844.823 3.932,279704 0,467633

2007 839.775 837.737 2.038,271829 0,242716

2008 840.465 835.518 4.946,776810 0,588576

2009 878.764 871.809 6.954,816389 0,791432

2010 869.160 872.696 3.536,148510 0,406847

∑(abs(Xm – Xd))/Xd x 100 % = 23,297062

Jadi nilai MAPE = 1,941422 (sangat tepat)

Page 93: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

84

Gambar 5.19 Hasil Simulasi vs Data Produksi Gabah

Hasil simulasi produksi gabah menunjukkan bahwa produksi gabah pada tahun 2011 adalah 872.696 ton GKG per tahun (tabel 6.3 dan Gambar 6.19). Sebagai sebuah prediksi, hasil simulasi ini menyimpang dari data actual dengan penyimpangan yang sangat kecil yaitu sebesar 1,9414 persen (sangat tepat).

5.2 Simulasi Model untuk SkenarioHasil model yang telah dikembangkan selanjutnya

digunakan untuk mensimulasikan berbagai kebijakan antara lain: Skenario 0 : Kondisi business as usual (saat ini) Skenario 1 : Kebijakan ekstensifikasi dengan

melakukan perluasan lahan pertanian Skenario 2 : Kebijakan perbaikan budidaya pertanian

(bibit dan obat) Skenario 3 : Kebijakan perbaikan mekanisasi dan

irigasi (sarana prasarana) Skenario 4 : Diversifikasi pangan untuk mengurangi

permintaan akan beras.

Page 94: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

85

Skenario 5 : Gabungan dan akumulasi skenario 1 sampai 4Skenario 0 : Kondisi Saat Ini (Business as usual)Kondisi saat ini yang disimulasikan adalah sebagai berikut :1. Luas lahan Pertanian Padi- Rata-rata laju peningkatan luas lahan pertanian = 0,14 %- Pada kondisi eksisting nilai ini diasumsikan tetap jika masih

tersedia stok lahan pertanian padi2. Produktivitas- Rata-rata produktivitas 5,6 ton per ha- Peningkatan produktivitas maksimum 1,05 x rata-rata

produktivitas dari peningkatan budidaya pertanian- Peningkatan produktivitas maksimum 1,05 x rata-

rata produktivitas dari peningkatan sarana prasarana pertanian

- Bobot peningkatan produktivitas dari budidaya adalah 0,5 dan dari sarana prasarana = 0,5

3. Konsumsi beras- Konsumsi berasi saat ini adalah 0,13 ton per kapita per

tahun- Pada kondisi eksisting tingkat konsumsi dianggap tetap- Hasil simulasi kondisi eksisting adalah sebagai berikut :

Page 95: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

86

ParameterJumlah

(Tahun 2030)

Jumlah Penduduk (Jiwa) 4.417.634

Luas Sawah (Ha) 149.950

Produksi Gabah (Ton) 872.543

Produksi Beras (Ton) 489.587

Kebutuhan (Ton) 585.778

Stok Beras (Ton) 101.176

Gambar 5.20 Hasil Simulasi Skenario-0

Hasil Simulasi Kondisi Eksisting, yaitu:1. Sampai dengan tahun 2015 produksi beras (lokal) >

kebutuhan beras2. Mulai tahun 2016 kebutuhan beras > produksi beras lokal3. Stok beras beras mulai menurun dari 379.000 ton tahun

2016 menjadi 101.141 ton tahun 20304. Lahan pertanian padi mulai menurun sejak tahun 2013 dari

sekitar 182.000 ha menjadi sekitar 149.950 ha tahun 2030.Untuk mengatasi permasalahan diatas, dicoba untuk

mensimulasi skenario untuk meningkatkan produksi beras dan menjaga stok beras sebagai berikut:- Skenario 1 : Laju peningkatan luas lahan pertanian dikalikan

10 (dari 0,14 % menjadi 1,4 %) mulai tahun 2015 dengan delay kebijakan 2 tahun

- Skenario 2 : Laju peningkatan produktivitas akibat perbaikan budidaya dinaikkan 5 kali (dari 1,05 menjadi 5,25) mulai 2015 dengan delay kebijakan 2 tahun

- Skenario 3 : Laju peningkatan produktivitas akibat perbaikan sarana prasarana dinaikkan 5 kali (dari 1,05 menjadi 5,25) mulai tahun 2015 dengan delay kebijakan 2 tahun

- Skenario 4 : Konsumsi beras masyarakat diturunkan (diversifikasi pangan) menjadi 0,5 kali (dari 0,13 ton per penduduk per tahun menjadi 0,065 ton per penduduk per tahun) mulai tahun 2015 dengan delay kebijakan 5 tahun

Page 96: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

87

Gambar 5.21 Skenario Peningkatan Produksi dalam Model Powersim

Skenario1:EkstensifikasiLahanPertanian Ekstensifikasi lahan pertanian dilakukan dengan

meningkatkan laju pertumbuhan lahan pertanian dari semula 0,14 % (0,0014) per tahun dinaikkan 10 kali lipat menjadi 1,4 % per tahun. Hasil simulasi skenario 1 adalah sebagai berikut :

SKENARIO PENGEMBANGAN

PerluasanLahan

Pertanian

PeningkatanProduktivitas

melaluiperbaikanbudidaya

PeningkatanProduktivitas

melaluiperbaikansarpras

DiversifikasiPangan

(Pengurangankonsumsi beras

per kapita)

Skenario 1 : laju perluasan lahan pertanian padi dikalikan 10

Skenario 2 : peningkatan prod budidaya dikalikan 2

Skenario 3 : perluasan prod sarpras dikalikan 2

Skenario 4 : penurunan konsumsi beras dikalikan 0.9

SKENARIO (nilai default = 1)

L

1

10

1

1

1

5 Skenario 5 : Kombinasi

B

1

1

2

1

1

1.5

S

1

1

1

2

1

1.5

K

1

1

1

1

0.9

0.95

Multiplier LajuPerluasan LahanPertanian Padi

MultiplierPeningkatan

Produktivitas Padiakibat Budidaya

MultiplerPeningkatan

Produktivitas Padiakibat Sarpras

MultiplierPenurunan

Konsumsi Beras perKapita

Page 97: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

88

ParameterJumlah

(Tahun 2030)Jumlah Penduduk (Jiwa) 4.417.634

Luas Sawah (Ha) 150.737Produksi Gabah (Ton) 877.510

Produksi Beras (Ton) 492.374

Kebutuhan (Ton) 585.778

Stok Beras (Ton) 103.118

Gambar 5.22 Hasil Simulasi Skenario 1

Hasil simulasi skenario 1 :- Pola perilaku sama dengan skenario-0, hanya terjadi

peningkatan lahan pertanian padi, produksi, dan stok beras.

- Luas lahan meningkat sekitar 1.000 ha pada tahun 2030- Produksi gabah, beras, serta stok meningkat dibandingkan

skenario business as usual sebagaimana terlihat pada tabel dan gambar diatas.

- Selisih antara produksi dan kebutuhan beras menipis.

Skenario 2 : Kebijakan Perbaikan Budidaya (Bibit dan Obat)Kebijakan perbaikan budidaya dilakukan dengan

meningkatkan laju produktivitas lahan pertanian dari nilai normalnya sebesar 5,9 ton/ha per tahun. Pada skenario ini produktivitas karena budidaya dinaikkan dari 1,05 menjadi 2 sedangkan produktivitas karena sarana prasarana tetap 1,05. Karena bobot peningkatan produktivitas masing-masing 0,5 maka peningkatan produktivitas menjadi 1,05 x 0,5 + 2,00 x 0,5 = 1,57 dari nilai normalnya.

Hasil simulasi skenario – 2 adalah sebagai berikut :

Page 98: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

89

ParameterJumlah

(Tahun 2030)

Jumlah Penduduk (Jiwa) 4.417.634

Luas Sawah (Ha) 149.950

Produksi Gabah (Ton) 1.185.613

Produksi Beras (Ton) 667.338

Kebutuhan (Ton) 585.778

Stok Beras (Ton) 1.386.315

Gambar 5.23 Hasil Simulasi Skenario 2

Hasil simulasi skenario-2 adalah :- Pada tahun 2030 produksi > kebutuhan- akibatnya, stok beras meningkat hingga 1,3 juta ton

Skenario 3 : Kebijakan perbaikan mekanisasi dan irigasi (sarana prasarana)

Kebijakan perbaikan sarana prasarana (sarpras) pertanian padi dilakukan dengan meningkatkan laju produktivitas lahan pertanian dari nilai normalnya sebesar 5,9 ton/ha per tahun. Pada skenario ini produktivitas karena sarpras dinaikkan dari

Page 99: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

90

1,05 menjadi 2 sedangkan produktivitas karena sarana prasarana tetap 1,05.

Karena bobot peningkatan produktivitas masing-masing 0,5 maka peningkatan produktivitas menjadi 2 x 0,5 + 1,05 x 0,5 = 1,57 dari nilai normalnya.

Hasil simulasi skenario – 3 adalah sebagai berikut:

ParameterJumlah

(Tahun 2030)

Jumlah Penduduk (Jiwa) 4.417.634

Luas Sawah (Ha) 149.950

Produksi Gabah (Ton) 1.185.613

Produksi Beras (Ton) 667.338

Kebutuhan (Ton) 585.778

Stok Beras (Ton) 1.386.315

Gambar 5.24 Hasil Simulasi Skenario 3

Hasil simulasi skenario-3 adalah :- Pada tahun 2030 produksi > kebutuhan- akibatnya, stok beras meningkat hingga 1,3 juta ton

Page 100: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

91

Skenario4:Diversifikasipanganuntukmengurangipermintaanakan beras.

Salah satu usaha untuk meningkatkan stok beras adalah melalui diversifikasi pangan, dimana pada model ini dilakukan dengan mengurangi konsumsi beras per kapita menjadi lebih kecil hingga 0,9 kali kebutuhan normalnya dimana kebijakan dimulai tahun 2015 dan delay 5 tahun.

Hasil simulasi skenario – 4 adalah sebagai berikut :

ParameterJumlah

(Tahun 2030)

Jumlah Penduduk (Jiwa) 4.417.634

Luas Sawah (Ha) 149.950

Produksi Gabah (Ton) 872.543

Produksi Beras (Ton) 489.587

Kebutuhan (Ton) 530.008

Stok Beras (Ton) 350.624

Gambar 5.25 Hasil Simulasi Skenario 4

Page 101: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

92

Hasil simulasi skenario-4 adalah :- Pada tahun 2030 produksi masih < dari kebutuhan- Stok beras turun hingga 350 ribu ton pada tahun 2030

Skenario 5 : Kombinasi Skenario ini merupakan kombinasi :- Laju perluasan lahan naik 5 kali lipat, dimulai sejak 2015

dengan delay 2 tahun- Peningkatan produktivitas akibat budidaya naik 1,5 kali

lipat, dimulai sejak 2015 dengan delay 2 tahun- Peningkatan produktivitas akibat perbaikan sarpras naik

1,5 kali lipat, dimulai sejak 2015 dengan delay 2 tahun- Kebutuhan beras masyarakat dapat diturunkan 0,95 kali

(turun 5 %), dimulai 2015 dengan delay 5 tahunHasil simulasi skenario – 5 adalah sebagai berikut :

Page 102: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

93

ParameterJumlah

(Tahun 2030)

Jumlah Penduduk (Jiwa) 4.417.634

Luas Sawah (Ha) 150.400

Produksi Gabah (Ton) 1.189.472

Produksi Beras (Ton) 669.510

Kebutuhan (Ton) 557.893

Stok Beras (Ton) 1.681.076

Gambar 5.26 Hasil Simulasi Skenario 5

Hasil simulasi skenario-5 adalah :- Pada tahun 2030 produksi > dari kebutuhan- Stok beras naik hingga 1,6 juta ton pada tahun 2030Dari hasil beberapa simulasi yang dilakukan dapat disimpulkan:

dengan kondisi business as usual (saat ini, tanpa perbaikan), maka akan terjadi defisit produksi beras terhadap kebutuhan setelah tahun 2015. Stok beras akan menurun terus demikian pula dengan lahan pertanian padi (sawah) mulai menurun tahun 2016.

Usaha ekstensifikasi dengan mempercepat perluasan hingga 10 kali lipat dapat membantu memperlambat defisit neraca beras, tetapi tidak mampu menghasilkan surplus serta masih akan terjadi penurunan lahan pertanian padi. Lahan pertanian padi yang cenderung menurun, perlu dipertahankan dengan kebijakan yang tegas, minimal untuk mempertahankan luas lahan persawahan yang ada.

Walaupun defisit neraca beras dapat diperbaiki (surplus) hingga tahun 2030 dengan meningkatkan produktivitas lahan pertanian hingga 1,5 kali dari produktivitas normalnya (5,9 ton/ha), namun dengan kecenderungan menurunnya lahan persawahan, kontinuitas surplus beras dapat terancam dimasa depan.

Page 103: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

94

Memperbaiki defisit neraca beras dapat dilakukan dengan mengurangi konsumsi masyarakat sekitar 5 % lebih dapat memperkecil defisit serta mempertahankan stok beras yang ada.

Usaha terpadu dengan mengkombinasikan berbagai usaha mulai ekstensifikasi, intensifikasi, mengurangi konsumsi beras hingga mempertahankan lahan persawahan abadi sangat dibutuhkan untuk mengatasi ancaman krisis pangan di Bali pada masa mendatang.

5.3 Kebaruan PenelitianPermasalahan ketersediaan beras merupakan permasalahan

yang multidimensi dan holistik. Ketersediaan beras merupakan kontribusi dari dua kondisi yaitu penyediaan beras dan kebutuhan/konsumsi beras. Penelitian soal perberasan telah banyak dilakukan, tetapi umumnya penelitian tersebut lebih menekankan pada satu sisi tertentu, baik dari sisi penyediaan/produksi atau dari sisi kebutuhan/konsumsi saja.

Penelitian ini menggunakan pendekatan dari kedua sisi, serta menggunakan pendekatan multidimensi untuk melihat dan mengevaluasi ketersediaan beras pada masing-masing wilayah secara spasial (membandingkan ketersediaan beras satu wilayah ke wilayah lain). Penelitian ketersediaan beras di Provinsi Bali ini menghasilkan dua hal kebaruan yaitu:1 Model dinamik yang dikembangkan dalam kajian ini

dapat dimanfaatkan untuk keperluan pengendalian system maupun antisipasi terhadap perubahan bebagai kebijakan yang menyangkut ketersediaan beras di Provinsi Bali.

2 Simulasi kombinasi yaitu mengkombinasikan berbagai usaha mulai ekstensifikasi, intensifikasi, mengurangi konsumsi beras hingga mempertahankan lahan persawahan abadi sangat dibutuhkan untuk mengatasi ancaman krisis pangan di Bali pada masa mendatang.

Page 104: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

95

BAB VIPENUTUP

6.1 SimpulanHasil penelitian menunjukkan bahwa rancangbangun sistem

dinamik dapat diterapkan pada sistem ketersediaan beras di Provinsi Bali yang diteliti. Secara spesifik simpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut ini.1 Sistem dinamik ketersediaan beras di Provinsi Bali terdiri atas

enam sub model, yaitu 1). sub model penduduk, 2). sub model pendapatan, 3). sub model produksi, 4). sub model PDRB, 5). sub model lahan, dan 6). sub model konsumsi dan neraca beras. Hubungan antar sub model tersebut digambarkan dalam bentuk diagram sebab-akibat. Hubungan sebab-akibat (diagram sebab-akibat) tersebut menunjukkan adanya feedback positif. Artinya jika sistem ini didiamkan agar bekerja sendiri, tanpa campur tangan faktor eksternal maka ketersediaan beras akan semakin menipis karena permintaan (konsumsi) yang terus meningkat. Keterandalan model ini dapat diuji dengan membandingkan hasil simulasi dengan data aktual. Cara yang lazim digunakan adalah menggunakan data aktual dari tahun yang sudah berlalu kemudian membandingkannya dengan hasil simulasi, hasilnya tidak melebihi 5 persen.

2 Hasil simulasi model menunjukkan bahwa model sistem dinamik ketersediaan beras berhasil menjelaskan perilaku dinamis tahunan pada setiap sub model. Dengan input data awal yang akurat, model ini dapat dimanfaatkan untuk keperluan pengendalian sistem maupun antisipasi terhadap perubahan berbagai kebijakan yang menyangkut ketersediaan beras di Provinsi Bali. Simulasi model dengan skenario gabungan yakni mengkombinasikan usaha mulai dari ekstensifikasi, intensifikasi, mengurangi konsumsi beras hingga mempertahankan lahan persawahan abadi, sangat

Page 105: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

96

dibutuhkan untuk mengatasi ancaman krisis pangan di Provinsi Bali pada masa mendatang.

6.2 Rekomendasi KebijakanSituasi defisit produksi beras terhadap kebutuhan yang akan

terjadi setelah tahun 2015 apabila berkelanjutan akan berdampak pada meningkatnya ketergantungan pada beras antar pulau dan bahkan pada beras impor. Untuk menekan tingkat defisit tersebut, perlu upaya-upaya yang diarahkan pada peningkatan kemampuan penyediaan (produksi) dan penurunan tingkat permintaan (konsumsi). Secara spesifik beberapa upaya dapat dilakukan antara lain sebagai berikut ini.

Pembangunan dan rehabilitasi sistem irigasi, serta perbaikan pengelolaan sumber daya air dalam rangka menyediakan air yang cukup untuk pertanian melalui organisasi Subak.

Menekan berlanjutnya alih fungsi lahan beririgasi kepada usaha non pertanian. Hal ini menyangkut pengaturan/pembatasan dengan sistem insentif yang dilaksanakan secara lintas institusi antara lain: (i) penetapan peraturan dan penerapannya secara disiplin oleh Pemda dan BPN (Badan Pertanahan Nasional); (ii) fasilitasi bagi pengembangan berbagai usaha masyarakat berbasis pertanian oleh Departemen Teknis; dan (iii) pengawasan oleh masyarakat sebagai pelaku usaha.

Membuka lahan pertanian baru pada daerah-daerah yang memungkinkan dengan tetap memperhatikan rencana tata ruang wilayah dan kaidah-kaidah kelestarian lingkungan yang difasilitasi oleh Pemda.

Untuk dapat menyempurnakan model dinamik ketersediaan beras di Provinsi Bali, maka penambahan variabel harga dan distribusi beras perlu dilakukan pada penelitian berikutnya.

Page 106: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

97

DAFTAR PUSTAKA

Ariani, M. dan Ashari. 2003. Dinamika Konsumsi Beras Rumah Tangga dan Kaitannya dengan Diversifikasi Konsumsi Pangan. Ekonomi Padi dan Beras Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Jakarta.

Arifin, B. 2001. Kebijakan Beras di Persimpangan Jalan. Pangan Media Komunikasi dan Informasi No. 36/10/2001. LPEM, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

Badan Bimas Ketahanan Pangan. 2001. Pemantapan Ketahanan Pangan Nasional. Departemen Pertanian. Jakarta.

Badan Ketahanan Pangan-Lembaga Penelitian UI. 2002. Analisis Skenario Pemenuhan Kebutuhan Pangan Nasional Hingga Tahun 2015. Ditinjau dari Aspek Sosial Kelembagaan dan Pedesaan. Departemen Pertanian. Jakarta.

Badan Ketahanan Pangan-Pusat Studi Pembangunan Lembaga Penelitian IPB. 2002. Analisis Skenario Kebutuhan Pangan Nasional Hingga 2015. Ditinjau dari Aspek Sosial Ekonomi Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

Badan Pusat Statistik Bali. 2011. Diunduh dari Situs BPS Bali http://www.bps.bali.go.id., tanggal 12 Maret 2012.

Baharsyah, S., F.Kasryno, D.H. Darmawan. 1998. Kedudukan Padi dalam Perekonomian Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Jakarta

Chechland, P. B. 1981. System Thinking, Systems Practices. Wiley Chichester.

Coyle, R.G. 1996. System Dynamics Modelling: A Practical Approach. Chapman & Hall/CRC.

Daalen, V., and W.A.H. Thissen. 2001. Dynamics Systems Modelling Continous Models. Faculteit Techniek, Bestuur en Management (TBM). Technische Universiteit Delft.

Page 107: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

98

Departemen Pertanian. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Padi. Jakarta.

Dharmawan, A. H dan R. Kinseng. 2006. Aspek Sosial Budaya dalam Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan Rawan Pangan dan Gizi Buruk. Dalam P. Hariyadi, D. Martianto, B. Arifin, B. Wijaya, F.G. Winarno (Editors). Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan Rawan Pangan dan Gizi Buruk. Prosiding Lokakarya Nasional II Penganekaragaman Pangan. Forum Kerja Penganekaragaman Pangan-Bogasari Flour Mills. Jakarta.

Eriyatno. 1987. Analisis Sistem Industri Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Eriyatno. 1999. Ilmu Sistem : Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. Jilid I, Edisi Ketiga. IPB Press. Bogor.

Erwidodo, T. Sudaryanto, A. Purwono, M. Ariani dan K. S Endraningsih. 1996. Telaahan Trend Konsumsi Beras di Indonesia. Kerjasama Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian dengan Proyek DPG Pusat. Departemen Pertanian. Bogor.

Gardner, B. 1987. The Economics of Agricultural Policies. Macmillan Publishing Company. New York. USA.

Irawan. 2001. Perilaku Suplai Padi Ladang dan Sawah di Indonesia dan Kebijakan Peningkatan Produksi Padi. Diunduh dari http://www.hayati-ipb.com pada tanggal 1 Maret 2012.

Irawan. 2005. Analisis Ketersediaan Beras Nasional : Suatu Kajian Simulasi Pendekatan Sistem Dinamis. Prosiding Multifungsi Pertanian dan Ketahanan Pangan. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor. Bogor. Diunduh dari http://www.hayati-ipb.com pada tanggal 1 Maret 2012.

Kasryno, F, dan E. Pasandaran. 2004. Reposisi Padi dan Beras dalam Prekonomian Nasional. Dalam F. Kasryno, E. Pasandaran dan A. M. Fagi (Editors). Ekonomi Padi dan Beras Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Jakarta.

Page 108: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

99

Manetsch, R.P. and G.L. Park. 1977. System Analysis and Simulations With Application to Economic and Social System. Michigan State University, USA.

Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Maxwell, S. and R. F. Timothy. 1992. Houshold Food Security : Concepts, Indicators, Reasurements, A Technical Review. Rome : International Fund for Agriculture Development.

Muhammadi, E. Aminullah dan B. Soesilo. 2001. Analisis Sistem Dinamis : Lingkungan Hidup Sosial, Ekonomi, Manajemen. UMJ Press. Jakarta.

Mulyana, A. 1998. Keragaan Penawaran dan Permintaan Beras Indonesia dan Prospek Swasembada Menuju Era Perdagangan Bebas Suatu Analisis Simulasi. Disertasi. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nainggolan, K. 2006. Arah dan Kebijakan Perberasan Nasional dalam Inpres Nomor 13 Tahun 2005. Badan Bimas Ketahanan Pangan. Departemen Pertanian. Jakarta.

Nurmalina, R. 2007. Model Neraca Ketersediaan Beras yang Berkelanjutan untuk Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rachman, H. P. 2001. Kajian Pola Konsumsi dan Permintaan Pangan di Kawasan Timur Indonesia. Disertasi. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Richardson, G.P. and A.L. Pugh. 1986. Introduction to System Dynamics Modelling with Dynamo. The MIT Press, Cambridge, Massachussete, and London, England.

Saad, M. B. 1999. Food Security for The Food Insecure; New Challengers and Renewed Commitment. Centre for Development Studies, University College Dublin, Ireland.

Sawit, M. H. 2000. Arah Kebijakan Distribusi Perdagangan Beras dalam Mendukung Ketahanan Pangan: Aspek Perdagangan Beras Dalam Negeri. Makalah pada Semiloka Penyususnan

Page 109: DINAMIKA DI BALI - erepo.unud.ac.id

100

Kebijakan Perberasan. Bogor 14-15 Maret 2000. Kerjasama LP-IPB dengan Ditjen Tanaman Pangan dan Hortikultura. Bogor.

Siahaan, H. M. 2006. Revolusi Kebijakan dan Aksi Menuju Penganekaragaman Pangan. Dalam Dharmawan, A. H dan R. Kinseng. Aspek Sosial Budaya dalam Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan Rawan Pangan dan Gizi Buruk.

Tasrif, M. 2004. Model Simulasi untuk Analisis Kebijakan: Pendekatan Metodologi Sistem Dinamik. Kelompok Penelitian dan Pengembangan Energi. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Timmer, C.P. 1996. Does Bulog Stabilize Rice prices in Indonesia? Should it Try? Bull. Indon. Econ. Studies 32.

Todaro, Michel P. 2000. Economic Development. Seven Edition, New York University.