Upload
ahadinarahma
View
11
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
jantung
Citation preview
Fibrilasi Atrial
Mekanisme fibrilasi atrium identik dengan mekanisme fibrilasi ventrikel, kecuali bahwa
prosesnya terjadi hanya di massa otot atrium dan bukan di massa otot ventrikel. Sedangkan
fibrilasi ventrikel terjadi karena impuls jantung yang terdapat di massa otot ventrikel timbul
diluar kendali. Impuls tersebut akan merangsang salah satu bagian otot ventrikel kemudian
merangsnag bagian yang lain dan akhirnya kembali ke tempat semula dan merangsang kembali
otot ventrikel yang sama berulang kali dan tidak pernah berhenti. Bila hal ini terjadi, banyak
bagian otot ventrikel yang kecil akan berkontraksi pada waktu yang bersamaan, sementara itu
banyak bagian lain dalam jumlah yang sama akan berelaksasi. Jadi, tidak pernah ada kontraksi
yang terkoordinasi dari semua otot ventrikel pada saat yang bersamaan, yang diperlukan untuk
siklus pompa jantung. Walaupun terdapat aliran sinyal-sinyal perangsangan yang sangat banyak
diseluruh ventrikel, ruangan di dalam ventrikel tidak membesar, tidak juga berkontraksi tetapi
tetap bertahan pada tahap kontraksi parsial yang tidak dapat ditentukan, juga tidak memompa
darah dalam jumlah yang berarti.
Penyebab yang sering menimbulkan fibrilasi atrium adalah pembesaran atrium akibat lesi
pada katup jantung yang mencegah atrium mengosongkan isinya secara adekuat ke dalam
ventrikel, atau karena kegagaln ventrikel yang diakibatkan oleh pembendungan darah yang
banyak di dalam atrium. Dinding atriumyang berdilatasi merupakan kondisi yang ideal untuk
menyebabkan jalur konduksi yang panjang demikian juga dengan konduksi yang lambat, yang
keduanya adalah faktro predisposisi fibrilasi atrium.
Atrium tidak akan memompakan darah selama fibrilasi atrium. Oleh karena itu atrium
menjadi tidak berguna sebagai pompa pendahulu bagi ventrikel. Walaupun demikian, darah akan
mengalir secara pasif dari atrium ke dalam ventrikel, dan efisiensi pompa ventrikel hanya akan
menurun sebanyak 20-30 persen. Oleh karena itu, dibandingkan dengan sifat yang mematikan
dari fibrilasi ventrikel, orang dapat hidup selama beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan
fibrilasi atrium, walaupun terjadi penurunan efisiensi dari seluruh daya pompa jantung. (Guyton,
2007)
Hubungan Anemia dengan Gagal Jantung
Pada anemia terdapat dua efek perifer yang sangat menurunkan tahanan perifer total. Satu
diantaranya adalah berkurangnya viskositas darah, akibat dari penurunan konsentrasi sel-sel
darah merah. Efek lainnya adalah berkurangnya pengiriman oksigen ke jaringan yang
menyebabkan vasodilatasi local. Akibatnya curah jantung akan sangat meningkat.
Pada anemia berat, viskositas darah turun hingga 1,5 kali viskositas air, padahal normalnya
kira-kira 3 kali viskositas air. Keadaan ini akan mengurangi tahanan terhadap aliran darah dalam
pembuluh darah perifer, sehingga jumlah darah yang mengalir melalui jaringan dan kemudian
kembali ke jantung selalu melenihi normal. Hal tersebut akan sangat meningkatkan curah
jantung. Selain itu, hipoksia yang terjadi akibat penurunan transport oksigen oleh darah akan
menyebabkan pembuluh darah jaringan perifer berdilatasi, yang selanjutnya meningkatkan curah
jantung sampai nilai yang lebih tinggi, kadang-kadang tiga sampai empat kali nilai normal. Jadi,
salah satu efek utama dari anemia adalah peningkatan curah jantung dan peningkatan beban kerja
pemompaan jantung,
Peningkatan curah jantung pada anemia secara parsial mengimbangi efek-efek pengurangan
hantaran oksigen akibat anemia,karena walaupun tiap unit sejumlah darah hanya menyangkut
sejumlah kecil oksigen, namun kecepatan aliran darah dapat cukup meningkat, sehingga jumlah
oksigen yang dialirkan ke jaringan sebenarnya hampir mendekati normal. Namun, bila pasien
anemia mulai berolahraga, jantung tidak mampu memompa jumlah darah lebih banyak daripada
jumlah jumlah yang dipompa sebelumnya. Akibatnya selama berolahraga saat terjadi
peningkatan kebutuhan jaringan oksigen, dapat timbul hipoksia jaringan yang serius dan timbul
gagal jantung. (Guyton, 2007)
Guyton, A.C., John E. Hall, 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Penatalaksanaan Gagal jantung
Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mrngurangi beban kerja jantung dan
memanipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama fungsi miokardium, baik secara sendiri-
sendiri ataupun gabungan dari: beban awal, kontraktilitas atau beban akhir. Penanganan biasanya
dimulai bila mulai timbul gejala saat beraktivitas biasa. Regimen penanganan secara progresif
ditingkatkan sampai mencapai respon klinis yang diinginkan. Eksaserbasi akut dari gagal jantung
atau perkembangan menuju gagal jantung berat dapat menjadi alasan untuk perawatan di rumah
sakit dan penanganan yang lebih agresif.
1. Pengurangan beban awal
Pembatasan asupan garam dalam makanan mengurangi beban awal dengan cara
menurunkan retensi cairan. Apabila gejala menetap dengan pembatasan garan yang sedang,
diperlukan pemberian diuretik oral untuk mengatasi retensi natrium dan air. Biasanya,
diberikan regimen diuretik maksimum sebelum dilakukan pembatasan asupan natrium yang
ketat.
Vasodilatasi vena dapat menurunkan beban awal melalui redistribusi darah dari sentral ke
sirkulasi perifer. Venodilatasi menyebabkan mengalirnya darah ke perifer dan mengurangi
aliran balik vena ke jantung. Pada situasi yang ekstrim mungkin diperlukan pengeluaran
cairan menggunakan dialisis untuk menunjang fungsi miokardium.
2. Peningkatan kontraktilitas
Obat-obatan inotropik meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium. Golongan
inotropik yang dapat dipakai adalah (1) glikosida digitalis, dan (2) obat nonglikosida. Obat
nonglikosida meliputi amin simpatomimetik dan penghambat fosfodiesterase (seperti
amrinon dan enoksimon). Amin simpatomimetik meningkatkan kontraktilitas secara lansung
dengan merangsang reseptor beta adrenergik pada miokardium, dan secara tidak langsung
melepaskan norepinefrin dari medulla adrenal. Fosfodiesterase (PDE) adalah enzim yang
menyebabkan pemecahan suatu senyawa siklik adenosin mono fosfat (cAMP), yang memulai
perpindahan kalsium ke dalam sel melalui saluran kalsium lambat. Penghambat PDE
meningkatkan kadar cAMP dalam darah, sehingga meningkatkan kadar kalsium intrasel.
Penghambat PDE juga mengakibatkan vasodilatasi.
3. Pengurangan beban akhir
Dua respon kompensatorik terhadap jantung (aktivasi sistem saraf simpatis dan sistim
renin-angiotensin-aldosteron) menyebabkan terjadinya vasokonstriksi dan selanjutnya
meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel dan beban akhir. Dengan meningkatkan
beban akhir, beban jantung bertambah dan curah jantung menurun. Vasodilator arteri akan
menekan efek negatif diatas. Vasodilator yang umum dipakai mengakibatkan dilatasi
vaskular melalui dua cara, yaitu (1) dilatasi lansung otot polos pembuluh darah, dan (2)
hambatan enzim pengkonversi angiotensin. Vasodilator lansung terdiri dari obat-obatan
seperti hidralazin dan nitrat. Supaya efektif, pemberian hidralazin harus dikombinasikan
dengan nitrat. Kombinasi obat yang paling sering digunakan adalah hidralazin-isosorbid
nitrat, yang dapat dikombinasikan dengan ACE inhibitor atau dapat diggunakan sendiri jika
ACE inhibitor tidak dapat ditoleransi.
Penghambat enzim pengkonversi angiotensin (ACE inhibitor, seperti kaptopril dan
enalapril) menghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II, yang akan mencegah
vasokonstriksi yang diinduksi angiotensin, dan menghambat produksi aldosteron dan retensi
cairan. Vasodilator arteri mengurangi tahanan terhadap ejeksi ventrikel, sehingga ejeksi
ventrikel dapat lebih mudah dan lebih sempurna, sehingga beban jantung berkurang dan
curah jantung meningkat. (Price, 2006)
Price, S.A and Wilson, L.M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi
6. Vol 1. Jakarta: EGC.