Upload
others
View
23
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ
HABIB LUTHFI BIN YAHYA
(Studi Analisis Ayat-Ayat Kebangsaan)
Tesis
Diajukan sebagai salah satu Syarat Pengajuan Memperoleh Gelar
Master Agama (M.Ag)
Oleh:
Qumil Laila
NIM. 219410893
PROGRAM PASCASARJANA STUDI ILMU AL-QUR’AN &
TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
1442 H/2021 M
DIMENSI SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN SYAFAHȊ HABIB
LUTHFI BIN YAHYA
(Studi Analisis Ayat-Ayat Kebangsaan)
Tesis
Diajukan sebagai salah satu Syarat Pengajuan Memperoleh Gelar
Master Agama (M.Ag)
Oleh : Qumil Laila (NIM: 219410893)
Pembimbing:
Dr. Arrazy Hasyim, M. Hum
H. M. Ziyad Ulhaq, SQ, SH, MA, Ph.D
PROGRAM PASCASARJANA STUDI ILMU AL-QUR’AN &
TAFSIR
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
1442 H/2021 M
1
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Tesis dengan judul “Dimensi Sufistik dalam Penafsiran Syafahî Habib
Luthfi bin Yahya (Studi Analisis Ayat-Ayat Kebangsaan)” yang
disusun oleh Qumil Laila dengan Nomor Induk Mahasiswa: 219410893
telah melalui proses bimbingan dengan baik dan dinilai oleh pembimbing
telah memenuhi syarat ilmiah untuk diajukan di sidang munâqasyah.
Disahkan pada tanggal 5 Agustus, 2021.
Pembimbing 1,
Dr. Arrazy Hasyim, M. Hum
Pembimbing 2,
H. M. Ziyad Ulhaq, SQ, SH, MA, Ph. D
2
iii
PERNYATAAN PENULIS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Qumil Laila
NIM : 219410893
Tempat/ Tgl. Lahir : Cirebon, 1 Mei 1996
Menyatakan bahwa tesis dengan judul “Dimensi Sufistik Dalam
Penafsiran Syafahî Habib Luthfi bin Yahya (Studi Analisis Ayat-
Ayat Kebangsaan)” adalah benar-benar hasil karya saya kecuali kutipan-
kutipan yang disebutkan. Kesalahan dan kekurangan di dalam karya ini
sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.
Cirebon, 5 Agustus 2021
Qumil Laila
iv
Abstraksi
Pada penelitian ini, fokus penulis berpusat kepada Habib
Muhammad Luthfi bin Yahya, seorang tokoh Ulama kenamaan yang
sering mengurai beragam ide pemikirannya dalam berbagai kajian ilmiah
Islam, dintaranya mengenai tafsir Al-Qur‟an yang dilakukan secara oral
(syafahî). Penafsiran Habib Luthfi menghasilkan wawasan Qur‟ani yang
cenderung kontekstual serta sarat makna sosial maupun isyârî (sufistik).
Kecenderungan sufistik tersebut besar dipengaruhi oleh latar belakang
beliau sebagai ulama yang menempuh jalan sufisme serta berafiliasi pada
banyak tarekat mu‟tabarah. Ketertarikan penulis perihal menjadikan
Habib Luthfi bin Yahya sebagai tokoh utama dalam objek penelitian ini,
karena beliau seorang Ulama Tharekat yang secara umum selalu
berkecimpung pada urusan ukhrawiyah normatif parsial eskapis namun
semangat patriotisme kebangsaannya tinggi.
Rumusan masalah dalam penelitian ini tentang „Bagaimana
penafsiran ayat-ayat kebangsaan dalam khazanah tafsir? dan Bagaimana
dimensi sufistik dalam penafsiran syafahî Habib Luthfi bin Yahya tentang
ayat-ayat kebangsaan?‟. Jenis metodologi penelitian ini adalah kualitatif
yang menggunakan dua sumber data yaitu primer dan sekunder. Adapun
sumber data primer penelitian ini berasal dari kumpulan rekaman
pengajian dan ceramah Habib Luthfi bin Yahya dari hasil wawancara dan
jejak media sosial. Sementara data sekundernya merujuk kepada literatur
karya ilmiah yang berkaitan dengan tema. Sedangkan dalam menganalisis
data, penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis-komperatif-
isyârî.‟
Temuan penulis menunjukkan bahwa dimensi sufistik dalam
penfasiran syafahî Habib Luthfi menggunakan sumber tafsir tafsir bi
ar-ra‟yi dan bi al-isyârî. Meski secara umum beliau tetap berpegang pada
penafsiran para Ulama klasik sebagaimana yang dijelaskan dalam tafsir
bi al-ma‟tsûr. Metode yang dipakai adalah tematik (maudhû‟î) dengan
corak sufistik (isyârî). Secara ideologi arah penafsiran Habib Luthfi
sesuai dengan ajaran Ahl as-Sunnah Wa al-Jamâ‟ah, yakni Asy‟âriyyah.
Aliran tasawuf yang diterapkan oleh beliau adalah tasawuf „amalî dan
akhlakî. Adapun dalam hal fiqh, beliau mengikuti madzhab Syâfi‟î.
v
PERSEMBAHAN
Pertama
Karya sederhana ini, saya persembahkan untuk Cahaya Indah yang
senantiasa hidup dihati yaitu (Almh) Ibunda tercinta Umi Hajjah Fathmah
Ibunda yang namanya menebar harum dihati,
Dia yang mengajariku Kalam Ilahi,
Kasih sayangnya menafsirkan Kitab Suci,
Kedua
Untuk sosok hebat lagi dermawan yaitu (Alm) Ayahanda yang terhormat
Ketiga
Untuk sang motivator dan inspirator terbaik bagi diri ini yaitu
(Alm) Pamanda Guru Walid Muhammad Husein Nawawi yang mulia
Keempat
Untuk Ukhti Fillah,, Sahabat Seperjuangan,, Saudara Seperguruan,,
Kawan Curhat,, dan Teman Candaan,,
Mba-Mba Santriwati Pon-Pes Al-Qur‟an Al-Fathimiyyah Cirebon
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah menurunkan Al-Qur‟an
sebagai mukjizat dan petunjuk sepanjang masa. Shalawat serta salam
senantiasa tercurah limpahkan kepada sosok termulia Baginda Rasulullah
Muhammad Saw sang pembawa rahmat dan syafa‟at bagi seluruh alam.
Tesis yang berjudul “Dimensi Sufistik Dalam Penafsiran
Syafahî Habib Luthfi bin Yahya (Studi Analisis Ayat-Ayat
Kebangsaan)” ini disusun guna memenuhi persyaratan untuk
memperoleh gelar Kesarjanaan Strata Dua Program Studi Ilmu Al-Qurꞌan
dan Tafsir di Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta. Karya
ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik sebab pertolongan Allah SWT
dan berkat dukungan banyak pihak. Oleh karena itu, dari lubuk hati yang
terdalam, penulis menghaturkan banyak terimakasih kepada:
1. (Almh) Ibu Prof. Dr. Hj. Khuzaemah Tahido Yanggo, Lc, MA,
selaku Rektor Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta.
2. Dr. M. Azizan Fitriana MA selaku Direktur Program Pascasarjana
Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta.
3. Dr. H. M. Ulinnuha MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin IIQ
Jakarta dan Dr. H. Ahmad Syukron MA selaku Kaprodi Ilmu
Al-Qur‟an dan Tafsir IIQ Jakarta.
4. Dr. Arrazy Hasyim, M. Hum dan H. M. Ziyad Ulhaq, SQ, SH,
MA, Ph.D selaku dosen pembimbing penulis dalam karya
penelitian ini.
5. Seluruh dosen Program Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur‟an
Jakarta yang telah berbagi bermacam keilmuan dengan tulus.
vii
6. Guru Mulia DR. (H.C) Maulana Habib Muhammad Luthfi bin
Yahya yang telah menyadarkan penulis tentang pentingnya
Nasionalisme dan telah berbaik hati memberi izin secara langsung
kepada penulis untuk menyusun karya penelitian ini.
7. Pamanda Guru yang mulia „Walid Muhammad Husein Nawawi
bin Achyad‟ yang sepajang masa senantiasa memotivasi dan
mendoakan penulis untuk menjadi pribadi yang maju.
8. Ibunda tercinta „Ummi Hj. Fathmah‟ yang cinta kasihnya abadi
sepanjang masa, doa dan keberkahannya senantiasa menuntun
ananda.
9. Ayahanda terhormat „Abah H. Sukiman‟ sang pahlawan yang
semasa hidupnya selalu mendukung putrinya serta „Abah Mahmud
Mukhtar‟ yang selalu ananda harap ridhanya.
10. Walid Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad, MA yang selalu
memberi nasehat kepada penulis untuk selalu bersemangat dalam
menjaga tahfidz dan menggali ilmu Al-Qur‟an.
11. Adik tersayang si ganteng item manis „Muhammad Al-Kautsar‟
yang selalu ada dan akan senantiasa ada buat kaka-nya ini.
12. Uwa terbaik „Uwa Hj. Yeti‟ beserta seluruh keluarga bani Achyad
wabil khusus kaka sepupu tercantik „Ibu Dokter Emalia Fitriani‟
yang selalu baik, juga kedua adik sepupuku si „Ayen dan Anes‟
yang manis dan humble.
13. Sahabat seperjuangan dan saudara seperguruan „Para gadis hebat
penghafal Al-Qur‟an Mba-Mba Santriwati Pon-Pes Al-Qur‟an
Al-Fathimiyyah Cirebon‟ yang senantiasa membersamai diri ini
dengan cinta tulus dalam suka dan duka. Khususnya Mba-Mba
Ustadzah dan Mba-Mba Pengurus Al-Fathimiyyah „Mba Ana,
viii
Mba Azizah, Mba Maula, Mba Nana, Mba Nur, Mba Pipit, Mba
Fia, Mba Widi Utami, Mba Muhsinah, Mba Amah, Mba Aisyah,
Mba Adawiyah, Mba Binti, dan Mba Aeni serta kawan-kawan
semuanya.
14. Ibu sambungku yang baik dan merdu suaranya „Ibu Hj. Rofiqoh
Pekalongan‟ beserta sahabat Ummi „Ibu Isti‟anah‟ yang selalu
setia menemani Mba-Mba Santriwati Al-Fathimiyyah.
15. Seluruh teman-teman seperjuangan IIQ Jakarta, khususnya kawan
Fakultas Ushuluddin Pascasarjana IIQ Jakarta.
Semoga Allah SWT senantiasa mencurahkan kasih cinta-
Nya kepada semua pihak yang terkait sebagai balasan atas
kebaikan mereka semua. Semoga tesis ini mendapat ridha dan
berkah dari Allah SWT sehingga dapat bermanfaat bagi
semuanya. Kemudian, tak lupa penulis sampaikan permohonan
maaf yang sebesar-besarnya kepada semua pembaca jika terdapat
kesalahan dalam penulisan maupun penyusunan tesis ini.
Sebab, Kesempurnaan mutlak milik Allah SWT dan
kekurangan ada pada diri penulis. Kepada Allah SWT Dzat Yang
Maha Pengasih, penulis memohon ampunan.
Cirebon, 5 Agustus 2021
Qumil Laila
ix
PEDOMAN TRANSLITERASI
Dalam penulisan tesis ini, penulis menggunakan metode
transliterasi Arab-Latin berdasarkan pedoman penulisan Proposal,
Tesis dan Disertasi dalam buku pedoman yang diberlakukan di
Program Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta.
A. Konsonan
No Huruf
Arab
Huruf
Latin No Huruf Arab Huruf Latin
TH ط A 16 أ 1
ZH ظ B 17 ب 2
„ ع T 18 ث 3
GH غ TS 19 ث 4
F ف J 20 ج 5
Q ق H 21 ح 6
K ك KH 22 خ 7
L ل D 23 د 8
M و DZ 24 ذ 9
R 25 N ر 10
W و Z 26 ز 11
H ق S 27 س 12
„ ء SY 28 ش 13
Y ي SH 29 ص 14
DH ض 15
x
B. Vokal
1. Vokal Tunggal (Monoftong).
Tanda Vokal
Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
A Fathah ــــ
I Kasrah ــــ
U dhammah ــــ
2. Vokal Panjang (Diftong).
Tanda Vokal
Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
 ــــــاa dengan topi di
atas
Î ــi dengan topi di
atas
Û ـــوu dengan topi di
atas
3. Vokal Rangkap atau disebut juga diftong
Tanda Vokal
Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ai a dan i ـــ و
Au a dan u ـــ ي
C. Kata Sandang
1. Kata sandang yang diikuti alif lam (ال) qamariyyah.
Kata sandang yang diikuti alif lam (ال) qamariyyah
ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya. Contoh:
al-Bait = انبج al-Qur‟ân = انقرآ
xi
2. Kata sandang yang diikuti alif lam (ال) syamsiyah.
Kata sandang yang diikuti alif lam (ال) syamsiyah
ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di
depan dan sesuai dengan bunyinya. Contoh:
adh-Dhuhâ = انضحى al-Lail = انهم
3. Tasydîd/Syaddah (Konsonan Rangkap).
Tasydîd atau Syaddah dalam alih askara dilambangkan dengan
huruf yaitu dengan menggandakan huruf yang bertanda
syaddah tersebut. Aturan ini berlaku secara umum, baik yang
berada di tengah kata, di akhir kata ataupun yang terletak
setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah.
Contoh:
علو =„allâm
غفار = ghaffâr
زقوو = zaqqûm
الله inna Allah = إ
4. Tâ‟ Marbûthah.
Untuk tâ‟ marbûthah penulisannya diperinci sebagai berikut:
a. Jika tâ‟ marbûthah berdiri sendiri, waqaf atau diikuti oleh
kata sifat (na‟at), maka dialihaksarakan dengan huruf “h”
(ha). Contoh:
يشاركت = musyârakah
ذرت طبت = dzurriyyatan thayyibah
b. Jika tâ‟ marbûthah diikuti atau disambungkan (di-washl)
dengan kata benda (ism), maka dialihaksarakan dengan
huruf “t”. Contoh:
زوجت صانحت = zaujatan shâlihah
xii
بهدة طبت = baldatun thayyibah
c. Hamzah
Hamzah ditransliterasikan dengan tanda apostrof. Akan
tetapi hanya berlaku di tengah dan akhir kata saja. Jika
hamzah terletak di awal kata, maka ia tidak dilambangkan,
namun ditransliterasikan dengan huruf “a” atau “i” atau
“u” sesuai dengan harakat hamzah di awal kata tersebut.
Contoh:
انقرءا = al-Qur‟ân
أنى = alîm
d. Huruf Kapital
Sistem penulisan huruf Arab tidak mengenal huruf kapital,
akan tetapi apabila telah ditransliterasikan maka berlaku
ketentuan Ejaan yang Disempuurnakan (EYD) bahasa
Indonesia, seperti penulisan awal kalimat, huruf awal nama
tempat, nama negara, nama bulan, nama diri dan lain-lain.
Ketentuan yang berlaku pada EYD berlaku juga dalam alih
aksara seperti ini, misalnya cetak miring (italic), atau cetak
tebal (bold) dan ketentuan-lainnya. adapun untuk nama diri
yang diawali dengan kata sandang, maka huruf yang ditulis
kapital adalah nama diri, bukan kata sandangnya. Contoh:
Muhammad Fâtih al-„Azîzî, asy-Syâfi‟î, al-Hambalî dan
seterusnya. Khusus untuk penulisan Al-Qur‟an dan nama-
nama suratnya menggunakan huruf kapital. Contoh:
Al-Qur‟an, Ar-Rahmân, Al-Mulk dan seterusnya.
xiii
DAFTAR ISI
Persetujuan Pembimbing ............................................................. i
Lembar Pengesahan ................................................................... ii
Pernyataan Penulis .................................................................... iii
Abstrak ...................................................................................... iv
Persembahan .............................................................................. v
Kata Pengantar .......................................................................... vi
Daftar Isi ................................................................................... vii
Pedoman Transliterasi ............................................................... ix
BAB 1: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................. 1
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah .......................................... 20
2. Pembatasan Masalah ......................................... 21
3. Perumusan Masalah .......................................... 23
C. Tujuan Penelitian .......................................................... 23
D. Kegunaan Penelitian...................................................... 23
E. Kajian Pustaka ............................................................... 24
F. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian .................................................. 33
2. Sumber Data ...................................................... 34
3. Teknik Pengumpulan Data ................................ 34
4. Metode Analisis Data ........................................ 35
G. Teknis dan Sistematika Penulisan ................................. 36
xiv
BAB II: METODOLOGI TAFSIR SUFI, KONSEP
PENAFSIRAN SYAFAHÎ DAN KEBANGSAAN
A. Metodologi Tafsir Sufi
1. Polemik Seputar Terma Tafsir Sufi .................. 39
2. Sejarah Tafsir Sufi............................................. 43
3. Ragam Tafsir Sufi ............................................. 49
4. Landasan Epistemologis Tafsir Sufi ................. 60
5. Pandangan Ulama Terhadap Tafsir Sufi ........... 65
B. Konsep Penafsiran Syafahî
1. Definisi Penafsiran Syafahî ............................... 72
2. Sejarah Penafsiran Syafahî ................................ 76
3. Produk Penafsiran Syafahî ................................ 81
C. Kebangsaan
1. Istilah Bangsa .................................................... 85
2. Hakikat Kebangsaan.......................................... 87
3. Islam dan Kebangsaan....................................... 90
4. Nasionalisme.......................................................94
BAB III: BIOGRAFI HABIB LUTHFI BIN YAHYA
A. Riwayat Hidup dan Sanad Keilmuan Habib Luthfi bin
Yahya ............................................................................ 99
B. Metode dan Strategi Dakwah Habib Luthfi bin
Yahya ......................................................................... 114
C. Gerakan Dakwah Habib Luthfi bin Yahya dalam
Meneguhkan Cinta Tanah Air ..................................... 126
D. Wawasan Kebangsaan Berbasis Tasawuf Perspektif
Habib Luthfi bin Yahya .............................................. 139
xv
BAB IV: ANALISIS MAKNA ISYÂRÎ HABIB LUTHFI
DALAM PENAFSIRAN SYAFAHÎ TENTANG AYAT-AYAT
KEBANGSAAN
A. Cinta Tanah Air (QS. Al-Baqarah [2]: 126 .................... 151
B. Kepatuhan kepada Ulil Amri (QS. An-Nisâ [4]: 59 ... 162
C. Jihad (QS. An-Nisâ [4]: 95......................................... 170
D. Persatuan Umat (QS. Al-Mukminûn [23]: 52) ........... 182
E. Negeri Impian (QS. Sabâ‟ [34]: 15) ........................... 191
F. Pluralisme (QS. Al- Hujurat [49]: 13)........................ 202
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................. 214
B. Saran-Saran ................................................................. 215
DAFTAR PUSTAKA ......................................................... 216
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak masa awal peradaban Islam, Diskursus Qur‟anic
Studies telah mewarnai kajian keislaman. Beragam metode1 dan
pendekatan2 dalam menginterpretasikan Al-Qur‟an ditawarkan
untuk menciptakan imperium besar khazanah intelektual Islam.
Para pecinta Al-Qur‟an pada masa awal Islam hingga kini telah
merumuskan beragam ilmu untuk memahami nilai-nilai yang
terkadung dalam Al-Qur‟an.
Salah satu perangkat wajib yang digunakan oleh orang
Islam guna memahami maksud dari Al-Qur‟an adalah tafsir yang
merupakan hasil ijtihad intelektual dari para Ulama.3 Menurut
adz-Dzahabî, “Tafsir adalah sebuah ilmu yang membahas hal
ihwal Al-Qur‟an dari dari sisi maksud sebagaimana yang
1 Metode tafsir dalam konteks ini adalah seperangkat kaidah yang
digunakan dalam menginterpretasikan Al-Qur‟an. Setidaknya terdapat empat arus
besar metode tafsir Al-Qur‟an yakni, Ijmâlî (global), tahlîlî (analitis), muqârîn
(perbandingan), dan maudlû‟î (tematik). Lihat Abd al-Hayy al-Farmawî, al-Bidâyah Fî
at-Tafsîr al-Maudlû‟î: Dirâsah Manhajiyyah Maudlû‟iyyah, (Kairo: Mathba‟at
al-Hadharah al-„Arabiyyah, 1997), h. 9 2 Berdasarkan klasifikasinya, terdapat tiga kecenderungan dalam pendekatan
kajian-kajian Al-Qur‟an yang hingga kini masih berkembang, yakni tekstualis, semi-
tekstualis, dan kontekstualis. Ketiga pendekatan tersebut digunakan untuk mengukur
sejauh mana penafsir berpegang pada aspek linguistik dalam upaya memahami
sebuah teks Al-Qur‟an, konteks kontemporer dan konteks sosio-historis Al-Qur‟an.
Lihat Abdullah Saeed, Interpreting the Qur‟an: Toward a Contemporary Approach,
(New York: Routledge, 2006). Abdullah Saeed, Islamic Thought: An Introduction (New
York: Routledge, 2006), h. 32. 3 Ahmad Faizun, “Naionalisme Tafsir Al-Ibriz Karya Bisri Mustafa”, Tesis,
(Lampung: Pascasarjana UIN Raden Intan Lampung, 2020), h. 13, t.d.
2
diinginkan Allah SWT dalam kitab-Nya sesuai dengan
kemampuan manusia atau si penafsir itu sendiri”.4
Kemajuan ilmu pengetahuan telah merangsang para
mufassir untuk lebih menyingkap tabir Al-Qur‟an dari beragam
bidang science (pengetahuan), sehingga varian tafsir menjadi lebih
berwarna. Terbukti dengan banyaknya perbedaan mengenai
pendekatan dan titik tekan yang digunakan dalam tafsir. Diantara
mereka ada yang menekankan pada aspek bahasa yang bertumpu
pada corak lughawi atau balaghi, ada yang menekankan dimensi
hukum yang bertumpu pada corak fiqhi, ada yang menekankan
dimensi filosofis yang bertumpu pada corak falsafi, ada yang
menekankan tentang akidah yang bertumpu pada corak teologi,
lalu ada yang menekankan dimensi tasawuf yang bertumpu pada
corak sufistik (isyârî) dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, muncul
berbagai pendekatan, metodologi, gaya, dan cara pandang dalam
memahami Al-Qur‟an.5
Selain itu latar belakang penafsir yang menjadi nahkoda
utama dalam penafsiran sangat mempengaruhi keberagaman
kaidah tafsir itu sendiri.6 Pada hakikatnya, keragaman corak
penafsiran yang menjadikan khazanah intelektual Islam semakin
kaya dan berkembang itu ditunjang oleh Al-Qur‟an selaku sumber
mutlak penafsiran yang bersifat sharîh fî kulli zamân wa makân
(senantiasa relevan untuk semua tempat dan waktu).
4 Muhammad Husein adz-Dzahabi, Ensiklopedia Tafsir, terj. Nabhani Idris,
(Jakarta: Kalam Mulia, 2010), Cet. ke-1, h. 3 5 Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, (Jakarta: Amzah, 2014), Cet. ke-1, h.
7 6 Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah Tafsir Al-Qur‟an, (Yogyakarta: Adab
Press, 2014), Edisi Revisi, h. 11
3
Sebagaimana pernyataan „Abdullah Darrâz dalam
an-Nabâ‟ al-„Azhîm, ia menyebutkan bahwa Al-Qur‟an bagaikan
intan berlian yang memancarkan cahaya (nûr) berbeda bagi mata
yang memandang (mengkaji) pada setiap sudutnya.7 Secara
umum, terdapat dua pendekatan yang digunakan dalam kitab-kitab
tafsir, baik dari masa klasik maupun modern-kontemporer.
Pendekatan yang pertama melalui dimensi eksoteris (lahir)8 yang
pembahasannya cenderung pada teks-teks dzahir Al-Qur‟an.
Adapun pendekatan yang kedua melalui dimensi esoterik (batin)
yang pembahasannya cenderung pada hal-hal mistis berupa isyarat
batin (simbolis) para sufi terkait makna Al-Qur‟an.9
Dibanding tinjauan lain dari beragam motode maupun
pendekatan yang terdapat dalam kajian penafsiran, tafsir
Al-Qur‟an dari sudut pandang sufi lebih cenderung membahas
7 M. Quraisy Shihab, Membumikan Al-Qur‟an Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Penerbit Mizan, 2011), Cet. ke-2, h. 107 8 Pendekatan eksoterik mengelaborasi seluruh potensi makna teks lahiriah
yang ada sesuai keahlian mufassir. Para ahli semisal Imâm Jalâl ad-Dîn as-Suyuthî
(849–911 H / 1445– 1505 M) pada bukunya yang berjudul al-Itqân Fî „Ulûm al-Qur‟ân
banyak membuat aturan-aturan jelas yang dapat dikatakan standar baku dalam
pendekatan eksoterik. Perhatian para ulama terhadap pendekatan eksoterik lebih
dominan dari pada pendekatan esoterik. Di antara indikasinya adalah keberhasilan
mereka dalam merumuskan beragam metodologi (manhaj) dan kaidah penafsiran
eksoterik. Indikasi lain yang menunjukkan kemajuan kajian-kajian penafsiran eksoterik
adalah produk-produk penafsiran eksoterik lebih banyak daripada produk penafsiran
esoterik. Pada setiap generasi penafsiran karya tafsir eksoterik selalu muncul dengan
corak yang identik, misalnya kitab at-Tafsîr Jâmi‟ al-Bayân Fî Tafsîr al-Qur‟ân
al-„Adzîm karya Ibn Jarîr ath-Thabarî (w. 310 H), Ma‟âlim at-Tanzîl karya al-Baghawî
(w. 516 H.), Tafsîr al-Qur‟ân al-‟Adzîm karya Ibn Katsîr (w. 774 H.), Mafâtih al-Ghaîb
karya Fakhr ad-Dîn Râzî (w. 606 H), Anwâr at-Tanzîl wa Asrâr at-Ta‟wîl karya
al-Baidhâwî (w. 691 H), Lubâb at-Ta‟wîl Fî Ma‟ân aT-Tanzîl karya al-Khâzin (w. 741
H), ad-Durr al-Mantsûr Fî at-Tafsîr bi al-Ma‟tsûr karya al-Suyûthî (w. 911 H.) dan lain
sebagainya. 9 Habibi Al-Amin, “Emosi Sufistik dalam Tafsir Isyârî: Studi atas Tafsir Lathâif
al-Isyârat Karya al-Qusyairî”, Disertasi, (Jakarta: Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta,
2015), h. 1, t.d
4
persoalan-persoalan mistik dari sisi batin (intuisi mistik) yang
kadang sulit dipahami oleh logika (rasio), sebab Al-Qur‟an
merupakan penjelmaan kongkrit dari linguistik manifestasi Tuhan.
Dengan demikian tafsir sufi menjadi salah satu khazanah terunik
dalam dunia intelektual Islam.10
Menurut al-Imâm al-Ghazâlî (450-505 H/ 1058-1111 M),
Kajian tafsir esoterik relatif tidak aplikatif dan cenderung masuk
dalam wilayah yang sulit dijangkau karena sifatnya yang eksklusif
dan hanya dapat dijangkau sebagian kecil komunitas mufassir
yang berlatar belakang sufisme.11 Meski demikian, para pakar
tafsir memberikan sebuah kompromi terhadap eksistensi tafsir sufi
dengan cara memberikan syarat-syarat tertentu sebagai tolak ukur
diterimanya tafsir tersebut. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibn
al-Qayyim al-Jauzî dan adz-Dzahabî.12
Sebab beragam penilaian terhadap corak penafsiran ini
bermunculan. Sebagian kalangan menyangsikan otoritas kaum sufi
dalam menafsirkan Al-Qur‟an, tetapi tidak sedikit pula yang
membela. Kalangan yang tidak setuju dengan tafsir sufistik
10
Ibnu „Arabî, Isyarat Ilahi Tafsir Juz „Amma Ibn Arabi, terj. Cecep Ramli
Bihar Anwar, (Jakarta: Ilman, 2002), Cet. ke-1, h. 9 11
Oleh karena itu, kajian-kajian dan penjelasan tentang pendekatan tafsir
esoterik, tidak sedetail pendekatan eksoterik. Kita dapat melihat literatur-literatur kajian
Al-Qur‟an, misalnya adz-Dzahabî (1333-1365 H/1915-1945 M) yang menulis tentang
metodologi tafsir sufi dalam kitab at-Tafsîr Wa al-Mufassirûn hanya pada sub bagian
saja dan itupun tidak lebih dari 20 halaman. Penjelasan-penjelasan itu cenderung
membatasi diri hanya pada metodologi umum dan review karya-karya tafsir sufi, tidak
menyentuh pada aplikasi metode. Berbanding terbalik dengan metodologi tafsir
eksoterik yang mempunyai banyak tempat dalam kajian literatur „Ulûm al-Qur‟ân
(kajian al-Qur‟an).
Habibi Al-Amin, “Emosi Sufistik dalam Tafsir Isyârî: Studi atas Tafsir
Lathâif al-Isyârat Karya al-Qusyairî”, h. 4 12
Thameem Usama, Metodologi Tafsir Al-Qur‟an, terj. Hasan Basri dan
Amroeni, (Jakarta: Riora Cipta, 2000), Cet. ke-1, h. 25
5
menganggap bahwa metode ini dianggap mirip dengan metode
ta‟wil yang dilakukan kalangan Syi„ah Bathiniyyah yang tidak
berangkat dari pemaknaan secara zahir dalam penafsirannya.
Diantara para pakar Al-Qur‟an, az-Zarkasyî adalah salah
satu pakar yang enggan menerima eksistensi tafsir sufi dalam
diskursus tafsir Al-Qur‟an bahkan menolaknya hingga tidak
sungkan menyematkan label kafir bagi siapa-pun yang
menganggap tafsir sufi adalah bagian dari Al-Qur‟an. Ia menolak
karya „Abd ar-Rahmân as-Sulamî yang berjudul Haqâiq at-Tafsîr
sebagai bagian dari produk tafsir Al-Qur‟an. Dalam hal ini
az-Zarkasyî mendukung pendapat Ibn Shalâh.13 Sementara
Quraish Shihab selaku mufasir kontemporer telah memberi
tanggapan atas pernyataan ulama klasik tersebut yakni az-Zarkasyî
terkait penolakannya terhadap tafsir sufi, beliau menyatakan
bahwa sebenarnya komentar tersebut tidak ditujukan kepada
tafsir sufi isyârî, melainkan tafsir bathinî yang secara jelas
mengingkari makna dzahir Al-Qur‟an.14
Oleh karena itu, tidak heran jika para pengkaji Al-Qur‟an
menemukan pendapat al-Ghazâlî yang justru memberikan respon
positifnya terhadap kehadiran tafsir sufi. Ia menyebutkan bahwa
diantara sikap yang menunjukkan kedangkalan ilmu adalah orang
yang menolak (tidak mengakui) adanya makna batin dibalik teks
Al-Qur‟an. Pandangan ini selaras dengan al-Qaththân.15
13
Muhammad „Abd al-„Adzîm az-Zarqânî, Manâhil al-„Urfân Fî „Ulûm
al-Qur‟ân, (Kairo: Dâr al-Hadîts, 2001), Juz. 2, h. 67 14
Abd. Rochim, Tafsir Isyari Dan Kegunaannya Dalam Pengembangan Ilmu
Pengetahuan, (Yogyakarta: Perpustakaan Digital Uin Sunan Kalijaga, t.th). h. 73 15
Abdul Wahid, “Tafsir Isyârî dalam Pandangan Imam al-Ghazâlî”, dalam
Jurnal Ushuluddin, Vol. 16 No. 2 2010, h. 132
6
Hemat penulis adalah tafsir sufi (isyârî) yang tidak lepas
dari unsur tasawuf dapat tampil sebagai solusi atas beragam
persoalan penting dalam globalisasi ini, diantaranya penyelamat
atas penafsiran radikal, dapat menjadi tolak ukur (barometer)
terkait penyalahgunaan ilmu pengetahuan dan pendangkalan
iman, khususnya sebagai benteng dari rusaknya kepribadian
manusia sebab kebobrokan moral.
Dalam ruang lingkup kajian penafsiran Al-Qur‟an,
di Indonesia sendiri telah banyak kelompok yang melakukan
tindakan intoleran atas nama agama terhadap non-muslim. Ayat-
ayat Al-Qur‟an menjadi dasar dan nilai tertinggi perbuatan
terorisme dari sekelompok orang tersebut. Teks-teks Al-Qur‟an
seringkali dipakai untuk melegitimasi kekerasan atas nama agama,
seperti bom bunuh diri, melawan ulil amri, ataupun penerapan
sikap anarkis lainnya. Fakta ini sangat memprihatinkan karena
telah keluar jauh dari tujuan diturunkannya Kitab Suci tersebut
yakni untuk menciptakan tata sosial yang adil dan damai di muka
bumi.
Oleh sebab itu, gagasan tentang pentingnya mengenal
lebih luas persoalan penafsiran Al-Qur‟an terkait ayat-ayat yang
meresahkan karena terkesan radikal menjadi sangat penting, hal
tersebut bertujuan agar seseorang tidak terdorong melakukan
tindak kekerasan atau perilaku anarkis atas nama agama. Diantara
ayat-ayat yang sering ditafsirkan secara radikal adalah terkait
kebangsaan, diantaranya jihad membela negara dan lain
sebagainya. Melihat realitas yang ada, banyak umat Islam yang
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur‟an hanya dengan cara tekstual,
7
seakan meniadakan konteks yang terjadi pada saat ini. Meskipun
pemahaman secara tekstual itu bisa saja digunakan, namun kadang
kala cara tersebut mampu melahirkan perilaku yang anarkis jika
hanya memahami teks tanpa konteks ayat itu turun.
Misalnya ayat tentang jihad, bagi sebagian kelompok,
jihâd terkadang diartikan perang melawan musuh Islam, sehingga
tindakan kekerasan terhadap segala sesuatu yang dianggap musuh
Islam, merupakan perbuatan jihâd yang mulia. Akibatnya, kata
jihâd menjadi sesuatu yang mengerikan dan mengakibatkan Islam
menjadi tertuduh. Islam dipandang oleh orang di luar Islam dan
Barat sebagai agama teroris. Sehingga, tidak berlebihan jika
dikatakan bahwa istilah jihâd merupakan salah satu konsepsi
Islam yang paling sering disalahpahami, khususnya di kalangan
para ahli dan pengamat Barat. Padahal, jika ditelusuri kata jihâd
dalam Al-Qur‟an penerapannya jauh dari radikalisme. Sebab ia
memiliki makna lebih luas.16
Menurut Seyyed Hossein Nasr, dari 36 ayat Al-Qur‟an
yang mengandung (sekitar) 39 kata ja-ha-da dengan berbagai
derivasinya, tidak lebih dari 10 ayat yang terkait dengan perang.
Selebihnya kata tersebut merujuk pada segala aktivitas lahir dan
batin, serta upaya intens dalam rangka menghadirkan kehendak
Allah SWT di muka bumi, yang pada dasarnya merupakan
pengembangan nilai-nilai moralitas luhur, dari mulai penegakan
keadilan hingga kedamaian dan kesejahteraan umat manusia.
16
Abd A‟la,“Pembumian Jihad dalam Konteks Indonesia Kekinian: Pengentasan Masyarakat dari Kemiskinan dan Keterbelakangan”, dalam Harmoni: Jurnal Multikultural dan Multireligius (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2009), Vol. 8 No. 32 Oktober-Desember 2009, h. 55.
8
Dengan kata lain, jihâd adalah kesungguhan hati untuk
mengerahkan segala kemampuan untuk membumikan nilai-nilai
Islam dalam kehidupan. Pada tataran ini, pengabdian (ibadah)
yang tulus dan penuh kesungguhan serta hubungan antar sesama
manusia yang dilandasi kejujuran dan ketulusan adalah bagian
dari jihâd.17
Hemat penulis menyatakan, dari melihat realitas yang ada,
banyak umat Islam yang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur‟an hanya
dengan cara tekstual, seakan meniadakan konteks yang terjadi
pada saat ini serta mengabaikan kaidah hukum Islam yang ada
sehingga seringkali menghasilkan penafsiran yang bersebarangan
dengan tuntunan agama. Oleh karena itu, tafsir sufi (isyârî) dapat
mengambil tempat untuk berusaha sekuat tenaga mengatasi
berbagai isu-isu tersebut. Sebab ia lahir dari unsur tasawuf yang
cenderung berpusat pada perbaikan moral lahir batin, dan
menjauhkan dari pemahaman yang sempit yakni yang hanya
berkutat pada teks tanpa memahami konteks dan isyarat yang
terkandung pada sumber ajaran agama tersebut. Ia mengajarkan
pengembangan kemampuan berhubungan dengan Tuhan sehingga
dapat mengintegrasikan seluruh pengetahuan yang tampak
berserakan.
Tradisi penafsiran Al-Qur‟an beserta beragam
metodologinya akan terus berkembang di era modern-
kontemporer ini. Tafsîr syafahî18 hadir memberikan perspektif
17
Sayyed Hossein Nasr, The Heart of Islam: Pesan-pesan Universal Islam untuk Kemanusiaan, (Bandung: Mizan, 2003), h. 313-314.
18 Terdapat beberapa istilah yang digunakan untuk tafsir oral, diantaranya;
tafsîr syafahî, tafsîr shautî, dan tafsîr bi al-lisân. Lihat Ali Fitriana Rahmat, “Tafsir
9
baru yang lebih menyegarkan dalam dunia penafsiran dari ruang
kontekstual, bahkan ia mampu melahirkan metode baru yakni
metode verbalisasi Al-Qur‟an, tentunya karena epistemologi
kokoh yang dimiliki penafsiran syafahî, yakni basis kelisanan
Al-Qur‟an yang menjadi pijakan awal serta jati diri dari
Kalâmullâh tersebut.19
Bahkan jauh sebelum itu, terkait tafsîr syafahî yang
kontekstual, Amin „Abdullah mengemukakan pendapatnya bahwa
dalam konteks Indonesia, pendekatan yang paling tepat untuk
diterapkan dalam memahami Al-Qur‟an adalah pendekatan
kontekstual.20 Sebab di Bumi Pertiwi ini, dari masa Maulana
Malik Ibrahim (w. 1419 M)21, kajian tafsir sudah aktif menyebar
melalui penafsiran lisan meski penjelasannya ditampilkan secara
Kontekstual Ahmad Hasyim Muzadi: Studi Analisis Penafsiran Syafahî”, Tesis, (Jakarta:
Fakultas Ushuluddin, IIQ Jakarta, 2019), h. 4, t.d. 19
“Metode Verbalisasi Al-Qur‟an adalah upaya menyampaikan kembali
pesan Al-Qur‟an dalam konteks hari ini yang menggunakan wacana kelisanan
Al-Qur‟an. Komponen yang digunakan dalam meode ini adalah penutur, lawan
tutur, teks tuturan, dan konteks tuturan”. Lihat Muhammad Alwi Hs dan Iin Parninsih, “Verbalisasi Al-Qur‟an; Metode Tafsir Kontekstual Berbasis Kelisanan Al-Qur‟an:
Studi QS. Al-Baqarah: 256 Tentang Pemaksaan Agama”, dalam Jurnal Ilmu-Ilmu
Ushuluddin, Vol. 22, No. 2 Oktober 2020, h. 120 & 127 20
Menurut U.Syafruddin, tafsir kontekstual adalah “sebuah penafsiran yang
mempunyai kecenderungan tidak hanya bertumpu pada makna lahiriah teks (literal),
namun juga melibatkan dimensi sosio-historis teks dan keterlibatan subjektif mufasir
dalam aktivitas penafsirannya”. Lihat U.Syafrudin, Paradigma Tafsir Tekstual &
Kontekstual; Usaha Memaknai Pesan Al-Quran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017),
cet. ke-2, h. 48-49 21
Maulana Malik Ibrahim adalah tokoh yang termasuk walisembilan
(walisongo). Nama lain yang dipakai oleh beliau adalah Maulana Magribi atau Maulana
Ibrahim. Saat datang di Pulau Jawa beliau menetap di desa Leran yang terletak di kota
Gresik. Beliau mengajak Raja Majapahit untuk memeluk Islam. Dalam penyebaran
Islam Maualana Malik Ibrahim berdakwah dengan cara diplomasi yang ulung yang bisa
diterima oleh akal pikiran masyarakat sehingga Islam dapat diterima masyarakat. Lihat
Ridin Sofwan, Islamisasi Di Jawa Penyebaran Islam di Jawa Menurut Penuturan
Babad, (Pustaka Pelajar, 2004), h. 32
10
global dan bercampur dengan kajian keislaman lainnya seperti,
akidah, tasawuf, dan fiqh.22
Penjelasan diatas menjadi bukti kuat terkait tajamnya
pengaruh tradisi oral dalam pentransmisian Al-Qur‟an. Bahkan
Kitab Suci itu sendiri secara langsung telah menyatakan
keberadaan pentransmisiannya secara oral. Dalam hal ini,
Al-Qur‟an secara konsisten telah menyebutkan beberapa kosa kata
seperti, talâ, yatlû, tatlû, yutlâ, utlû, yang terekam dalam QS.
Al-Baqarah [2]: 129, QS. Al-Baqarah [2]: 151, QS. Ali „Imrân
[3]:164, QS. Al-Jum‟ah [62]: 2 dan lain sebagainya.23 Ayat-ayat
yang disebutkan, secara keseluruhan memberikan sebuah
pemahaman akan peran Rasulullah Saw kepada para sahabatnya
terkait metode beliau dalam upaya mengenalkan ayat-ayat Allah
SWT melalui basis kelisanan.
Banyak ulama atau cendekiawan muslim yang tidak
menulis karya ilmiah dalam diskursus tafsir Al-Qur‟an, tetapi
banyak berkontribusi terkait sumbangsihnya dalam interpretasi
Al-Qur‟an. Sumbangsih tersebut disalurkan secara oral (syafahî)
melalui berbagai kajian ilmiah Islam seperti ceramah atau
pengajian. Sejauh ini, biasanya sumbangsih tersebut dinamakan
dengan tafsîr syafahî (oral). Di era klasik misalnya, terdapat kitab
tafsir „Amâlî al-Murtadhâ Ghurâr al-Fawâid Wa ad-Durâr
al-Qalâid yang isinya merupakan kumpulan mau‟idzah dari
22
Ali Syahidin Mubarok,” Mewujudkan Penafsir Otoritatif: Optimalisasi
Tafsir Nusantara Sebagai Upaya Reduksi Gerakan Radikal”, dalam Jurnal Qof, Vol. 2
No. 2 Juli 2018, h. 179 23
Derhana Bulan Dalimunthe, “Al-Qur‟an dan Fenomena Salah Tulis: Studi
atas al-Qur‟an dalam Tradisi Lisan dan Tulisan”, dalam Jurnal Qaf , Vol. 3 No. 1
Januari, 2019, h. 29
11
berbagai kajian Islam seperti tafsîr, hadîts, lughah (bahasa) yang
disampaikan oleh asy-Syarîf al-Murtadhâ (w. 436 H).24
Adapun di era kontemporer, ada Syeikh Mutawallî
asy-Sya‟râwî (w. 1419 H/ 1998 M) yang juga memiliki tafsîr
syafahî. Beliau mengisi kajian Islam terkait tafsir yang direkam
oleh televisi Mesir, kemudian dibukukan dan rampung dicetak
sebanyak 30 juz pada tahun 1997 oleh penerbit Dâr al-Akhbâr
al-Yaûm.25 Kemudian ada Syeikh Wahbah az-Zuhailî (w. 2015 M)
yang menggelar pengajian tafsir di Damasykus Syria. Hasil
perasan dari penafsirannya itu lahir karya tulis yang diberi nama
Tafsîr al-Wasîth.26
24
Karya tafsir ini merupakan salah satu bentuk tafsîr syafahî yang
rangkaian pembahasannya tidak tertib (berurutan) dan hanya menafsirkan beberapa
ayat yang bersinggungan dengan akidah, khususnya aliran Mu‟tazilah. Sebab,
asy-Syarîf al-Murtadhâ merupakan pengikut sekte Mu‟tazilah. Sehingga penafsirannya
pun terkesan subjektif karena hanya ayat-ayat yang mengukuhkan eksistensi aliran
Mu‟tazilah yang masuk dalam penafsirannya. Hebatnya adalah beliau mampu mengolah
tafsir ayat-ayat Al-Qur‟an yang tidak sejalan dengan akidahnya, sehingga keduanya
tampil selaras dan tidak bersebrangan. Sebagaimana yang terlihat dari nama tafsir
tersebut, tafsir ini ditulis dengan cara imlâ‟ (didikte) oleh asy-Syarîf al-Murtadhâ. Oleh
karena itu, nama depan tafsir tersebut ditulis dengan „Amâlî yang merupakan jama‟
atau bentuk plural dari imlâ‟.
Muhammad Husain adz-Dzahabî, At-Tafsîr wa al-Mufassirûn, Jilid 1, h. 286 25
Meski demikian, dengan ketawadhu‟annya asy-Sya‟râwî menyebut karya itu
dengan istilah khawâthir asy-Sya‟râwî (renungan-renungan Qur‟ani asy-Sya‟râwî) dan
tidak menyebutnya sebagai kitab tafsir. Terkait istilah tersebut, menurutnya sebuah
renungan manusia tentang kalam Ilahi tidak seluruhnya benar dan pasti ada saja yang
tidak sesuai, disamping karyanya tidak memuat semua penafasiran ayat-Al-Qur‟an,
hanya surat Al-Fatihah hingga surat Ar-Rum saja.
Muhammad Mutawallî asy-Syaʻrawî, Khawâthir asy-Syaʻrâwi Haul
Al-Qur‟ân al-Karîm, (Kairo: Dar Akhbar al-Yawm, 1991)
Ali Fitriana Rahmat, “Tafsir Kontekstual Ahmad Hasyim Muzadi; Studi
Analisis Penafsiran Syafahi”, h. 5 26
Karya ini merupakan hasil perasan dari pengajian az-Zuhailî yang direkam
dari berbagai stasiun televisi di Syria yang nama acaranya masyhur dengan sebutan
Qashash Min al-Qur‟ân dan menggelegar setiap pagi (selain hari Jum‟at) di wilayah
Damasykus dengan durasi enam menit. Ditambah lagi aktivitas kajian tafsir pada hari
Sabtu, Senin, dan Rabu pukul 06.15 dalam bingkai acara yang disebut dengan
Al-Qur‟ân Wa al-Hayâh. Kajian tafsir secara virtual tersebut berlangsung selama tujuh
12
Juga ada Syeikh „Alî Jum‟ah seorang mantan Mufti Mesir
dan Grand Syeikh Al-Azhar University yang pengajian tafsirnya
dikodifikasi hingga menjadi sebuah kitab tafsir yang bernama
an-Nibrâs Fi at-Tafsîr al-Qur‟ân. Pengajian tersebut berlangsung
di beberapa majlis seperti di al-Azhar asy-Syarîf, Masjid Sulthân
Hasan dan lainnya.27
Secara umum, tafsîr syafahî yang berupa serapan dari
pemikiran para pakar tafsir dalam menginterpretasikan Al-Qur‟an
itu berasal dari sebuah catatan yang dikodifikasi dan hasil kajian
para kompilator setelahnya yang mayoritas merupakan murid dari
para pakar tersebut. Meski hampir semuanya berbentuk kodifikasi
dan kompilasi, namun dari beberapa tafsir yang disebutkan
dipenjelasan sebelumnya. Terdapat penafsiran yang memuat
analisa manhaj (metode), laûn (corak), dan sumber penafsiran.
Sehingga meski tidak menulis kitab tafsir secara khusus,
tahun dari 1992 M sampai 1998 M. Model aliran metode tafsir ini adalah tahlilî-maudhûî
yang mencakup seluruh ayat-ayat Al-Qur‟an hingga 30 juz dan mengelompokkan ayat-
ayat dengan tema-tema tertentu yang terkait, sering kali pembahasan tambahan dalam
tafsir ini menukil dari Tafsîr al-Munîr karya az-Zuhailî yang terdahulu. Ciri khas dari
sistematika penulisan Tafsîr al-Wasîth adalah selalu mengurai kata-kata ghârib (asing)
yang dirasa sulit dengan mencantumkan asbâb an-nuzûl disetiap ayatnya. Keseluruhan
halaman tafsir ini berjumlah 2900-an halaman dalam tiga jilid.
Wahbah az-Zuhaili, at-Tafsîr al-Wasîth, (Damaskus: Dar al-Fikr, 2001), h. 7 27
Menurut Usamah as-Sayyid al-Azharî yang merupakan murid Syeikh „Ali
Jum‟ah yang telah berhasil membukukan pengajian tafsir gurunya itu, corak kitab
tafsir ini yaitu ushû al-fiqh dan masih tercetak dalam satu jilid karena hanya memuat
Surat Al-Fatihah sampai surat Al-Baqarah ayat 25. Sistematika penulisan dalam tafsir
ini cukup unik karena pembahasannya dimulai dari profil setiap ayat, lalu sebelum
menjelaskan makna perkata dengan analisa kebahasaan yang tajam seperti pembahasan
fiqh al-lughah, „Ilm al-Istiqâq, mustarak al-lafdzî, furûq al-lughah, dan lainnya dari
setiap ayat, terlebih dahulu ditulis penjelasan esensi dan maqâshid dari setiap ayat
tersebut.
„Ali Jum‟ah, An-Nibrâs fî Tafsîr Al-Qur‟ân, (Kairo: al-Wabil ash-Shayyib,
2010), h. 10 & 14
Ali Fitriana Rahmat, “Tafsir Kontekstual Ahmad Hasyim Muzadi; Studi
Analisis Penafsiran Syafahi”, h. 5
13
pemikiran Qur‟ani dari para pakar-pakar tersebut bisa tetap
dinikmati dan menjadi salah satu pembahasan dalam literatur
kajian tafsir.
Pada konteks hari ini, tafsîr syafahî dipahami sebagai
upaya menyampaikan kembali pesan yang terkandung dalam
Al-Qur‟an melalui wacana kelisanan Al-Qur‟an yang sebenarnya
gaya penafsiran ini adalah gaya tertua dalam diskursus keilmuan
Islam, khususnya tafsir Al-Qur‟an. Secara umum, respon para
ulama terhadap tafsîr syafahî adalah baik secara keseluruhan.
Sebagaimana pernyataan Syeikh Muhammad „Abduh (w. 1905 M)
yang tertuang dalam muqaddimah tafsîr al-manâr, disebutkan
bahwa media lisan adalah cara utama dalam mengoperasikan tafsir
tersebut dalam menginterpretasikan Al-Qur‟an di masyarakat
agar lebih mudah untuk dipahami.28 Salah satu sebab masyarakat
lebih mudah memahami model penafsiran yang demikian adalah
karena ia cenderung menggunakan pendekatan kontekstual. Sebab
kemampuan dalam mengkontekstualisasikan ayat-ayat Al-Qur‟an
sesuai dengan tanzîl al-âyât ʻalâ al-wâqiʻ (kondisi dan situasi)
dapat menjadikan masyarakat lebih sadar tentang keadaan
Al-Qur‟an yang sharîh fî kulli zamân wa makân.29
Dalam konteks perkembangan tafsir di Nusantara, Islah
Gusmian menyebutkan bahwa setiap penafsir memiliki identitas
sosial yang saling terhubung (rajut) antara satu sama lain. Identitas
tersebut dibagi menjadi lima macam, yaitu; “Pertama, sosial
28
Muhammad Rasyîd Ridhâ, Tafsîr Al-Quran al-Hakîm; Tafsîr al-Manâr,
(Kairo: Dar al-Manar, 1947), Vol. 1, h. 13 29
Abdul Aziz bin Abdurrahman adh-Dhamir, at-Tafsîr al-Îdzâʻî li al-Qur‟ân
al-Karîm, (Jedah: Majalah Maʻhad al-Imam asy-Syâthibî Li ad-Dirâsât al-Qur‟âniyyah,
2006), edisi ke-1, h. 147
14
cendekiawan–akademisi. Kedua, sastrawan-budayawan. Ketiga,
sosial-birokrat. Keempat, sosial-politikus. Kelima, sosial-ulama.”30
Adapun aspek pertimbangan yang digunakan dalam memilih
tokoh untuk dapat diangkat dalam sebuah penelitian adalah
kontribusi, relevansi, intensitas, keunikan, kontroversi, pengaruh,
dan popularitas dari tokoh tersebut.31
Dalam konteks lokal di Indonesia sendiri, cukup banyak
tokoh ulama yang mumpuni dalam disiplin ilmu Al-Qur‟an dan
Tafsir namun sedikit mewariskan karya tulis, khususnya dalam
diskursus Al-Qur‟an dan Tafsir. Seperti (Alm) Prof. DR. (H.C)
KH. Hasyim Muzadi,32 KH. Bahauddin Nur Salim33 dan DR. (H.C)
30
Islah Gusmian,“Tafsir Al-Qur‟an di Indonesia: Sejarah dan Dinamika”,
dalam Jurnal Nun, Vol. 1 No. 12015, h. 16-19 31
Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur‟an dan Tafsir, (Yogyakarta: Idea
Press, 2015), h.37-40 32
Ahmad Hasyim Muzadi lahir di Bangilan Kabupaten Tuban Jawa Timur
pada tanggal 8 Agustus tahun 1943 M1 dari pasangan Muzadi (w. 1969 M) dan Rumyati
(Arum Ati) (w. 1995 M). Secara organisasi, Kyai Hasyim Muzadi mempunyai karir yang
cukup mentereng mulai tingkat lokal hingga internasional. Adapun yang terpopuler
adalah beliau merupakan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama selama sepuluh
tahun periode 1999-2004 dan periode 2004-2009. Pada tahun 2004 beliau membentuk
organisasi internasional yang dinamainya dengan International Conference of Islamic
Scholars (ICIS) sekaligus menjadi sekjen-nya. Pada tahun 2005 menjadi Anggota
Commission of Eminent Persons (CEP) Organization of Islamic Conference (OIC) dan
juga menjadi Anggota Majelis Pelaksana Muslim World League. Pada tahun 2006
ditunjuk sebagai Presiden World Conference of Religions for Peace (WCRP) melalui
deklarasi Kyoto Jepang yang diikuti sekitar 800 pemimpin agama yang berasal dari 100
negara seluruh dunia. 102 Pada 19 Januri 2015 beliau diangkat menjadi anggota Dewan
Pertimbangan Presiden (Wantimpres) hingga wafat tanggal 16 Maret 2017. Beliau
menerima gelar kehormatan Doctor Honoris Causa dibidang Peradaban Islam dari
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Surabaya, pada 2 Desember tahun
2006. Gelar kehormatan itu diberikan atas pengabdian beliau dalam membangun
peradaban Islam dengan mengadakan konferensi Ulama dan Cendekiawan Muslim
se-Dunia (ICIS). Lihat Ali Fitriana Rahmat, “Tafsir Kontekstual Ahmad Hasyim
Muzadi; Studi Analisis Penafsiran Syafahi”, h. 97 33
KH. Bahauddin Nur Salim atau yang akrab disapa Gus Baha adalah putra dari
KH. Nursalim al-Hafizh dari Desa Narukan Kragan Rembang yang merupakan seorang
ulama ahli dalam bidang Al-Qur‟an. Begitu juga kakek buyutnya merupakan ahli di
bidang Al-Qur‟an. Sedangkan dari silsilah keluarga ibunda, Gus Baha merupakan
15
Habib Luthfi bin Yahya.34 Pada kajian penelitian ini, fokus penulis
berpusat kepada Habib Muhammad Luthfi bin Yahya yang
merupakan seorang tokoh Ulama NU (Nahdlatul Ulama), ketua
MUI Jawa Tengah, Mursyid Tarekat, Rais „Am (pimpinan umum)
JATMAN35 serta pendiri sekaligus pembina Majlis Ta‟lim Kanzus
Shalawat Pekalongan, Adapun dalam skala internasional,
kedudukan beliau adalah menjadi ketua Forum Sufi Dunia sejak
tahun 2019. Menariknya adalah selain bergelut dalam bidang
keagamaan, Habib Luthfi juga aktif dalam pemerintahan. Sebab
beliau merupakan seorang pejabat negara yang tampil sebagai
Dewan Pertimbangan Presiden atau Wantimpres periode 2019-
2024.36
keturunan dari keluarga besar ulama‟ Lasem, Bani mbah Abdurrahman Basyaiban atau
mbah Sambu. Beliau merupakan murid senior dari Syakhina KH. Maimoen Zubair saat
mondok dan berkhidmat di PP. Al-Anwar Karangmangu, Sarang, Rembang sampai
dewasa. Saat ini Gus Baha adalah pengasuh PP. Tahfidzul Quran LPIA Narukan. ketua
Tim Lajnah Mushaf Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Beliau merupakan
merupakan seorang ulama ahli dalam bidang Al-Qur‟an, tafsir, tauhid dan fiqih, Prof.
Quraisy Shihab pernah mengungkapkan bahwa kedudukan Gus Baha di dewan tafsir
nasional bukan hanya sebagai “Mufassir” namun juga sebagai “Mufassir Faqih”,
dikarenakan penguasaan Gus Baha pada ayat-ayat ahkam yang terkandung dalam
Al-Qur‟an. Lihat Aliyul Himam, “Makna Logika Nubuwwah dalam Dakwah KH.
Bahauddin Nur Salim: Analisis Trilogi Epistemologi Arab-Islam-Resepsi Encoding”,
dalam Jurnal Alijtimaiyyah, Vol. 7 No. 1, Januari-Juni 2021, h. 141-142 34
Beliau menerima gelar kehormatan Doctor Honoris Causa dari Program Studi
Ilmu Pendidikan Bahasa Pascasarjana Universitas Negeri Semarang (UNNES) dibidang
Komunikasi Dakwah dan Sejarah Kebangsaan pada 9 November tahun 2020. Gelar
kehormatan itu diberikan atas kontribusi beliau dalam peningkatan nasionalisme
kebangsaan melalui seni dakwah yang menyejukkan dan mendamaikan kebhinnekaan
Indonesia. 35
JATMAN merupakan kata singkatan dari Jam'iyah Ahli at-Tharîqah
al-Mu‟tabarah an-Nahdhiyyah. Ia adalah badan otonom di bawah Nahdhatul Ulama
(NU) yang bertugas membantu melaksanakan kebijakan pada pengikut tarekat mu‟tabar
di lingkungan NU serta membina dan mengambangkan seni hadrah. 36
Muhdor Ahmad Assegaf, Cahaya dari Nusantara: Maulana Habib Luthfi bin
Yahya, (Pemalang: Abna‟ Seiwun, 2021), Cet. ke-2, h. 22
16
Beliau yang tampil sebagai ulama sufi sekaligus sosok
negarawan dengan dakwah moderatnya di dunia virtual melalui
sosial media yang ada37 maupun non virtual, telah menunjukkan
Islam yang tawâsuth (moderat), tidak ta‟ashshub (berlebihan)
dalam segala hal, hidup secara tawâzun (seimbang) dan bersikap
adil dalam memandang manusia, serta menjunjung tinggi nilai
solidaritas kepada sesama yang berlandaskan nilai-nilai spritual.
Terlebih dengan semua gelar atau pangkat yang disematkan
kepada Habib Luthfi, tentu semua itu berdampak besar untuk
meluasnya pengaruh beliau di berbagai komunitas muslim.38
Sikap moderat Habib Luthfi juga ditampilkan dalam
menyuarakan nasioanalisme, karena modal fundamental bagi
pembentukan sebuah negara dan karakter bangsa dimulai dari
manifestasi kecintaan dan kesetiaan kepada tanah air.39 Dalam
salah satu ceramahnya, dengan penuh semangat beliau
menyatakan bahwa rasa kebangsaan yang dimiliki oleh setiap
anak bangsa merupakan pemersatu Bangsa Indonesia dari Sabang
37
Kini di era-modern, kajian keagamaan Islam telah memasuki babak yang
lebih maju. Pada fase ini, perkembangan teknologi berhasil menciptakan beragam media
baru yang canggih dan mudah diakses serta dapat dinikmati oleh semua kalangan
masyarakat. Para akademisi dengan mudah memperoleh data yang mereka butuhkan
sesuai dengan fan ilmu yang ditekuni. Hal tersebut terjadi sebab desakan globalisasi dan
modernasi yang telah berhasil menerobos ruang kehidupan manusia untuk memberikan
konsekuensi yang harus dihadapi dan tidak bisa ditolak. Oleh karena itu, perkembangan
teknologi ini akan sangat bermanfaat bagi kemajuan generasi muda jika dapat
menggunakannya dengan benar. Lihat. Moh. Azwar Hairul, “Tafsir Al-Qur‟an di
Youtube”, dalam Jurnal Al-Fanar Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir, Vol. 2 No. 2 2019, h. 90 38
Abdul Muhid & Samsuriyanto, “Dakwah Moderat Habib Muhammad Luthfi
bin Yahya di Dunia Virtual; Analisis Wacana Teks Media Teun A. Van Dijk”, dalam
Jurnal Ancoms, April, 2018, h. 1089 39
Muhammad Jamaluddin, Nasionalisme Islam Nusantara: Nasionalisme
Santri, (Jakarta: Kompas Media Pustaka, 2015), h. 16
17
sampai Merauke. Hal ini menjadi pijakan dasar untuk
mewujudkan kemajuan dan kemashlahatan umat dan negara.40
Dengan perannya yang penting dalam kehidupan
masyarakat, Habib Luthfi ketika mengurai beragam ide
pemikirannya dalam berbagai kajian ilmiah Islam seperti;
ceramah, khutbah jum‟at, pengajian, taklim maupun kuliah,
seringkali mengutip dalil dari ayat Al-Qur‟an yang menghasilkan
wawasan Qur‟ani atau penafsiran yang cenderung kontekstual dan
selaras dengan kemajuan zaman serta sarat makna sosial maupun
isyârî (sufistik).
Sangat mungkin, jika kecenderungan Habib Luthfi dalam
kajian sufi saat menginterpretasikan Al-Qur‟an, besar dipengaruhi
oleh latar belakang beliau sebagai ulama yang menempuh jalan
sufisme serta berafiliasi pada tarekat Syâdziliyyah dan banyak
tarekat mu‟tabarah lainnya. Salah satu contoh pemikiran Qur‟ani
beliau adalah penjelasan mengenai kecintaan tumpah darah yang
bersumber dari doa Nabi Ibrahim as yang terdapat dalam QS.
Al-Baqarah ayat 126;
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku,
Jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan
berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya
40
Jumrotul Inayah, “Nasionalisme Mahabbah ar-Rasul; Studi Pemikiran Habib
Muhammad Luthfi bin Yahya”, dalam Jurnal Yaqzhan, Vol. No. 2 Desember 2017, h.
53
18
yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari
kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang
kafirpun aku beri kesenangan sementara, kemudian aku
paksa ia menjalani siksa neraka dan Itulah seburuk-buruk
tempat kembali.” (QS. Al-Baqarah [2]:126)
Menurut Habib Luthfi, doa Nabi Ibrahim as yang terekam
pada ayat tersebut memberikan pengertian bahwa bagi setiap anak
bangsa harus memiliki rasa cinta kepada tanah air dan keterikatan
jiwanya terhadap negaranya. Karena hakikat keanggotaan pada
suatu bangsa tidak dapat terwujud tanpa adanya rasa cinta. Sebab
cinta itulah benih nasionalisme dan kebangsaan. Sikap peduli
kepada negeri dan masyarakatnya akan muncul ketika cinta itu
hadir dan tumbuh dalam jiwanya.41
Lanjut beliau dengan rasa cinta itulah seseorang akan bisa
menghargai apa yang telah diberikan oleh Tuhan, ia akan menjaga
dan merawat segala apa yang diberikan Tuhan untuknya, termasuk
tanah airnya. Oleh karena itu, cinta dalam segala hal terletak pada
posisi utama. Lalu beliau mengaitkan pembahasan cinta tanah air
dalam diskursus tasawuf. Begitupun dalam tingkatan menuju
perjalanan kepada Allah SWT, Cinta menduduki posisi (maqâm)
tertinggi sebagaimana yang dikemukakan oleh Sufi besar yaitu
al-Imâm al-Kalabadzî (w. 880 M) dan Abû Ja‟far ath-Thûsî (w.
85-460 H) terkait tahapan-tahapan maqam dalam tasawuf. Maka,
jika kepada Tuhan Yang Maha Agung saja, senjata tajam yang
dapat digunakan untuk bisa wushûl atau sampai kepada-Nya
(Hadhrat al-Ilâhiyyah) adalah melalui pedang cinta. Begitupun
41
Wawancara dengan Narasumber Utama; Habib Luthfi bin Yahya,
Pekalongan, 3 April 2021
19
terhadap mahkluknya, dan termasuk salah satu makhluk Tuhan
adalah bumi yang kita pijaki yang didalamnya terbentuk banyak
komunitas yang berlambangkan negara.
Oleh karena itu, cinta kepada negeri merupakan
manifestasi cinta kepada Sang Pemilik Negeri, terang Habib
Luthfi. Menurut beliau, inilah inti interpretasi permohonan Nabi
Ibrahim as agar tanah airnya terlindungi dan menjadi tempat
berteduh yang aman, sehingga hati rakyat setempat tenang dan
damai. Karena mewujudkan keta‟atan kepada Allah SWT dalam
segala aktivitasnya akan lebih mudah saat ketenangan dan
kedamaian menyelimuti hati. Disamping itu, pembangunan negara
akan dapat berjalan lancar sehingga misi mensejahterakan umat
akan lebih mudah terealisasi jika keamanan suatu wilayah
terjamin.42
NKRI adalah harga mati, begitulah semboyan yang selalu
didengungkan Habib Luthfi, sebab cinta tanah air merupakan
cerminan dari keimanan. Menurutnya merah putih yang menjadi
lambang simbolis NKRI harus menancap tajam dalam sanubari
setiap anak bangsa. Berjuang demi kejayaan merah putih
merupakan bentuk penghambaan diri kepada Tuhan dan
manifestasi iman kepada-Nya. Agama dan negara bukanlah suatu
hal yang berbeda, mereka tidak bisa dipisahkan. Sebab pertahanan
42
Wawancara dengan Narasumber Utama; Habib Luthfi bin Yahya, Pekalongan,
3 April 2021
20
kokoh dalam bingkai persatuan di Nusantara lahir dari jati diri
insan yang bertuhan dan menjaga keutuhan tanah airnya.43
Dari pemaparan latar belakang di atas serta melihat sikap
Habib Luthfi yang berlatar belakang ulama tarekat (sufi) dan
selalu mengobarkan semangat nasionalisme dalam kegiatan
keagamaannya. Maka penulis tertarik untuk menjadikan Habib
Luthfi sebagai tokoh utama dalam objek penelitian ini. Penulis
akan mengumpulkan serpihan-serpihan pemikiran Qur‟ani Habib
Luthfi bin Yahya yang lahir dari identitas sosial-keulamaan terkait
ayat-ayat kebangsaan yang kemudian ditelaah dan dianalisa secara
objektif, kritis, dan argumentatif. Oleh karenanya penelitian ini
menjadi relevan untuk diangkat dalam sebuah karya ilmiah berupa
judul tesis “Dimensi Sufistik Dalam Penafsiran Syafahî Habib
Luthfi bin Yahya (Studi Analisis Ayat-Ayat Kebangsaan)”.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
a. Bagaimana Nasionalisme dalam perspektif Habib Luthfi bin
Yahya
b. Apa yang melatarbelakangi gelora Nasionalisme Ala Ulama
Tarekat Habib Luthfi bin Yahya
c. Upaya apa saja yang dilakukan Habib Luthfi bin Yahya untuk
menjadikan aktivitas keagamaan sebagai pijakan utama
penanaman nasionalisme bangsa
43
Imam Kanafi, “Tarekat Kebangsaan; Kajian Antropologi Sufi Terhadap
Pemikiran Habib Luthfi bin Yahya”, dalam Jurnal Penelitian, Vol. 10 No. 2, November
2013, h. 347-348
Said Agil Siradj, Nasionalisme Islam Nusantara, (Jakarta: Pustaka
Cinganjur 2015), h. 6
21
d. Berasal dari mana rasa semangat patriotiseme kebangsaan
pada diri seorang ulama tarekat yang secara umum selalu
berkecimpung perihal ukhrawiyah normatif-persial-eskapis
e. Bagaimana penerapan konsep tasawuf dalam penafsiran
Al-Qur‟an
f. Sejauh mana pengaruh dimensi sufistik dalam pemikiran
Habib Luthfi bin Yahya terkait penafsirannya perihal ayat-
ayat Al-Qur‟an
g. Apa yang dimaksud dengan Tafsîr Syafahî
h. Bagaimana peran Tafsîr Syafahî yang tampil dengan
menggunakan wacana kelisanan Al-Qur‟an dalam dunia
penafsiran masa kini
i. Apa saja ayat-ayat yang menjadi objek penafsiran syafahî
Habib Luthfi bin Yahya tentang kebangsaan
j. Berasal dari mana sumber penafsiran yang dilakukan Habib
Luthfi bin Yahya
k. Bagaimana metodologi dan corak penafsiran syafahî Habib
Luthfi bin Yahya
l. Bagaimana penafsiran syafahî Habib Luthfi bin Yahya terkait
relasi agama dan negara dalam perspektif Al-Qur‟an
2. Pembatasan Masalah
Karena luasnya ruang lingkup pembahasan dalam upaya
penelitian ini, maka cukup banyak permasalahan akademik yang
muncul sehingga menjadi peluang besar bagi peneliti lainnya
untuk mengkaji. Oleh karena itu, Penulis akan membatasi ruang
lingkup kajian penelitian ini sehingga bisa menghasilkan karya
ilmiah yang komprehensif dan akurat.
22
Penelitian ini akan dibatasi pada dimensi sufistik dalam
penafsiran syafahî Habib Luthfi bin Yahya yang kontekstual
tentang ayat-ayat kebangsaan meliputi; Cinta Tanah Air (QS.
Al-Baqarah [2]: 126), Kepatuhan Kepada Ulil Amri (QS. An-Nisâ
[4]: 59), Jihad (QS. An-Nisâ [4]: 95), Persatuan Umat (QS.
Al-Mukminûn [23]: 52), Negeri Impian (QS. Sabâ‟ [34]: 15),
Pluralisme (QS. Al- Hujurât [49]: 13). Penelitian penafsiran ini
akan dilakukan dengan menganalisa sumber, metode, corak dan
ideologinya serta relevansinya dengan ûlûm at-tafsîr.
Ketertarikan penulis perihal menjadikan Habib Luthfi bin
Yahya sebagai tokoh utama dalam objek penelitian ini, karena
beliau seorang Ulama Tharekat yang secara umum selalu
berkecimpung pada urusan ukhrawiyah normatif parsial eskapis
namun semangat patriotisme kebangsaannya tinggi, beliau selalu
mengobarkan semangat nasionalisme dalam kegiatan
keagamaannya. Kontribusi beliau juga cukup besar dalam
memberikan sumbangsih kemashlahatan kepada umat baik terkait
agama, ideologi, politik, ekonomi, sosial, maupun budaya. Hingga
nama beliau tertulis dalam daftar top 50 dari 500 tokoh muslim
yang paling berpengaruh di dunia, Hal tersebut dihimpun oleh
sebuah lembaga indenpenden Islam yang berbasis di Yordania
yaitu RISSC (Royal Islamic Strategic Studies).44 Oleh karenanya,
fokus kajian penelitian penulis terkait Habib Luthfi bin Yahya dan
Dimensi Sufistik dalam Penafsiran Syafahî-nya tentang Ayat-Ayat
Kebangsaan.
44
Muhdor Ahmad Assegaf, Cahaya dari Nusantara: Maulana Habib Luthfi bin
Yahya, h. 5
23
3. Perumusan Masalah
Dari pembatasan masalah yang telah disebutkan, rumusan
masalah yang akan menjadi titik fokus penelitian penulis adalah;
1. Bagaimana penafsiran ayat-ayat kebangsaan dalam khazanah
tafsir?
2. Bagaimana dimensi sufistik dalam penafsiran syafahî Habib
Luthfi bin Yahya tentang ayat-ayat kebangsaan?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui penafsiran ayat-ayat kebangsaan dalam
khazanah tafsir
2. Untuk mengetahui dimensi sufistik dalam penafsiran syafahî
Habib Luthfi bin Yahya tentang ayat-ayat kebangsaan
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini berisi penjelasan tentang manfaat
penelitian ini dari segi teoritis maupun praktis. Adapun Manfaat
Teoritis dari penelitian ini adalah;
1. Penelitian ini tampil berguna sebagai salah satu bentuk
upaya untuk memperluas khazanah ilmu ke-Qur‟anan dalam
diskursus Tafsir Al-Qur‟an dan Tasawuf, khususnya
penafsiran ke-Indonesi-an serta menambah sumbangsih
tertulis dalam bingkai penafsiran syafahî dengan gaya
sufistik yang dikodifikasi oleh selain mufasir.
2. Menemukan solusi melalui penafsiran syafahî terkait
dimensi sufistik Habib Luthfi bin Yahya dalam bingkai
sosial kebangsaan.
24
Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah;
1. Sebagai salah satu cara untuk memahami Al-Quran dalam
ruang ke-Indonesia-an.
E. Kajian Pustaka
Penelitian terkait dimensi sufistik dalam penafsiran syafahî
Habib Luthfi bin Yahya (studi analisis tentang ayat-ayat
kebangsaan) ini merupakan tindak lanjut dari sebuah ilmu yang
didapat dari kegiatan pengajian di Majlis Habib Luthfi bin Yahya,
tepatnya di Gedung Kanzus Shalawat Pekalongan. Bermula dari
wawasan ilmiah yang diperoleh dari pengajian tersebut, penulis
tertarik untuk mengkaji tafsir ayat-ayat kebangsaan dalam
pandangan Habib Luthfi bin Yahya yang merupakan sosok Ulama
kharismatik yang selalu mengobarkan gelora api kesemangatan
dalam jiwa anak bangsa untuk senantiasa mencintai negerinya
yaitu Indonesia.
Dalam rangka mewujudkan sebuah karya ilmiah dalam
penelitian ini, Penulis mencari data pembanding dari berbagai
karya tulis ilmiah seperti jurnal, buku, tesis, disertasi dan lain
semisalnya untuk dijadikan data pustaka. Adapun data-data
pembanding yang memiliki korelasi dengan objek penelitian ini,
diantaranya;
1. Buku karya Imam Suprayogo yang bejudul „Kyai dan Politik;
Membaca Citra Politik Kyai‟.45 Buku ini pembahasannya
menitikberatkan pada keterlibatan komunitas elite agama
45
Suprayogo, Imam, Kyai dan Politik: Membaca Citra Politik Kyai, (Malang:
UIN-Maliki Press, 2016), h. 2
25
dalam ruang politik yang kajian pembahasannya meliputi
peran politik kyai, bentuk hubungan elite agama dengan
pemerintah, objek kajian agama, rasionalitas elite agama, dan
pola hubungan kepemimpinan agama.46 Pertimbangan normatif
agama dan pertimbangan rasional menjadi pijakan awal para
kyai dalam menentukan pilihan politik. Kajian yang
mengambil lokasi di Kecamatan Tebon Kabupaten Malang ini
mendeskripsikan berbagai tipologi Kyai dalam merespon
problematika yang berkaitan dengan pilihan politik dalam
keikut-sertaannya bergabung pada suatu kubu partai tertentu.
Persamaan artikel ini dengan penelitian yang akan
dilakukan penulis terletak pada sosok tokoh utama yang dikaji
yang merupakan elemen masyarakat yang lahir dari identitas
ke-ulamaan namun memiliki kelebihan yang bersifat riel atas
masa pendukungnya. Sebagai penyandang profetik, pemimpin
agama mampu melakukan peran ganda baik sebagai kekuatan
transformatif, legimatif, maupun korektif terhadap kehidupan
masyarakat.47 Adapun perbedaannya, dalam penelitian yang
akan dilakukan penulis fokus kajian tokoh utamanya tertuju
pada satu orang yakni Habib Luthfi bin Yahya, namun dalam
artikel ini yang dikaji adalah segenap masyarakat yang lahir
dari identitas ke-ulamaan (kyai) pada daerah tertentu yakni di
daerah Kecamatan Tebon Kabupaten Malang.
46
Suprayogo, Imam, Kyai dan Politik: Membaca Citra Politik Kyai, h. 2 47
Suprayogo, Imam, Kyai dan Politik: Membaca Citra Politik Kyai, h. 2
26
2. Tesis karya Ali Fitriana Rahmat tentang „Tafsir Kontekstual
Ahmad Hasyim Muzadi; Studi Analisis Penafsiran Syafahi‟.48
“Penelitian ini menganalisa penafsiran Ahmad Hasyim
Muzadi yang kontekstual melalui metode syafahî yang
dilakukannya. Bagaimana relevansinya dengan kaidah ilmu
tafsir dan kondisi sosial masyarakat Indonesia. Serta
menjelaskan rangkaian metodologi penafsiran yang digunakan
meliputi sumber, corak, metode, dan kecenderungan
ideologinya.”49 Dengan metode kualitatif dan tiga pendekatan
berupa sosiologis, historis, dan linguistik yang digunakan,
hasil dari penelitian ini memberikan pemahaman bahwa dari
segi metodologi, penafsiran syafahî Ahmad Hasyim Muzadi
lebih cenderung menggunkan sumber bi ar-ra‟yî, metode
madhû‟î-ijmâlî dan bercorak adâbu ijtimâ‟î. Adapun ideologi
penafsirannya bertumpu pada akidah Sunni Asy‟ari dan
bermadzhab fikih Syafi‟i.
Persamaan tesis ini dengan penelitian yang akan
dilakukan penulis terletak pada metode yang digunakan yakni
metode tafsîr syafahî yang kontekstual. Adapun perbedaannya
terletak pada tokoh utama yang menjadi objek penelitian.
Dalam tesis ini KH. Hasyim Muzadi lah yang menjadi aktor
utama, sedangkan dalam penelitian yang akan dilakukan
penulis Habib Luthfi bin Yahya yang menjadi aktor utama.
Kedua tokoh tersebut sama sama mempunyai pengaruh yang
48
Ali Fitriana Rahmat, “Tafsir Kontekstual Ahmad Hasyim Muzadi; Studi
Analisis Penafsiran Syafahi”, Tesis, (Jakarta: Pascasarjana IIQ Jakarta, 2019), t.d. 49
Ali Fitriana Rahmat, “Tafsir Kontekstual Ahmad Hasyim Muzadi; Studi
Analisis Penafsiran Syafahi”,
27
cukup besar terhadap semua elemen masyarakat, dari mulai
para ulama, umara, akademisi, wirausaha, sampai rakyat biasa.
Sumbangsihnya pun sangat terasa baik dalam masalah agama
maupun negara.
3. Tesis karya Hammydiati Azifa Lazuardini Iskarillah tentang
„Padadogi Sufi dan Politik; Pemikiran Pendidikan dan Politik
Habib Luthfi serta Pengaruhnya terhadap Pilihan Politik
Jama‟ahnya dalam Pemilu 2019.50 Tesis ini mengkaji tentang
“pendidikan (ta‟dîb) sufi dan politik perspektif Habib Luthfi
serta pengaruhnya jika diterapkan dalam pemilihan politik
jama‟ah. Kontribusi penelitian ini berkenaan dalam studi
terkait kontiunitas peran Ulama dalam mendidik masyarakat
yang tidak hanya berkonsentrasi dalam aktivitas keagamaan
saja, tetapi juga dalam ruang pemerintahan seperti politik.51
Hasil penelitian ini memberikan pemahaman bahwa
konsep padadogi sufi Habib Luthfi bukanlah suatu hal yang
tidak bersumber, justru merupakan transmisi dari ajaran
Syari‟at Islam dimana konsep tersebut sangat terikat dengan
Sunnah dan bersanad. Selain itu, penerapan konsep padadogi
sufi Habib Luthfi dalam konteks politik ditampilkan melalui
berbagai aktivitas kebangsaan yang didalamnya hadir para
tokoh agama, tokoh pejabat dan pemerintahan, akademisi,
wirausaha, hingga masyarakat awam yang diharapkan dapat
50
Hammydiati Azifa Lazuardini, “Padadogi Sufi dan Politik; Pemikiran
Pendidikan dan Politik Habib Luthfi serta Pengaruhnya terhadap Pilihan Politik
Jama‟ahnya dalam Pemilu 2019”, Tesis (Yogyakarta: Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga,
2019), t.d. 51
Hammydiati Azifa Lazuardini, “Padadogi Sufi dan Politik; Pemikiran
Pendidikan dan Politik Habib Luthfi serta Pengaruhnya terhadap Pilihan Politik
Jama‟ahnya dalam Pemilu 2019”
28
mengokohkan jiwa nasionalisme dan dapat berpolitik
kenegaraan dengan benar.
Persamaan tesis ini dengan penelitian yang akan
dilakukan penulis terletak pada tokoh utama yang dikaji, yakni
Habib Luthfi bin Yahya. Sedangkan perbedaanya terletak pada
aliran pandangan yang ditujukan kepada Habib Luthfi bin
Yahya. Jika dalam tesis ini perspektif tasawuf yang menjadi
tolak ukur pemikiran Habib Luthfi, namun jika dalam
penelitian yang akan dilakukan penulis menitik beratkan pada
perspektif Al-Qur‟an yang menjadi tolak ukur pemikiran
Habib Luthfi tentang ayat-ayat kebangsaan yang juga
didalamnya mengandung unsur politik dan semisalnya.
4. Jurnal karya Mufaizin tentang „Nasionalisme dalam Perspektif
Al-Qur‟an dan Hadits‟.52 Jurnal ini membahas pandangan
Al-Qur‟an dan Hadits mengenai Nasionalisme. Penelitian ini
bertujuan untuk menepis anggapan sebagian orang-orang yang
berasumsi bahwa cinta tanah air itu tidak termasuk dalam
ajaran Syariat Islam sebab tidak ada dalil atau landasan yang
jelas terkait pernyataan yang mendukung bahwa hal tersebut
merupakan bagian dari Islam.
Kenyataannya adalah bahwa Islam yang tampil sebagai
agama telah mengajarkan konsep nasionalisme yang tertuang
melalui sumber primer ajaran Islam. Memang secara eksplisit
Al-Qur‟an maupun Hadits tidak menyebutkan penjelasan
mengenai pentingnya nasionalisme akan tetapi secara implisit
52
Mufaizin, “Nasionalisme dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Hadits”, dalam
Jurnal Al-Insyiroh, Vol. 5 No. 1 Maret, 2019
29
anjuran dan penjelasan tentang hal tersebut memang ada
melalui interpretasi para Ulama yang kompeten dalam
bidangnya.
Persamaan karya tulis ini dengan penelitian yang akan
dilakukan penulis terletak pada salah satu sub tema yang
terdapat pada penelitian penulis yaitu tentang nasionalisme,
dimana di karya tulis ini fokus pembahasaanya tentang
Nasionalisme dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Hadits,
sedangkan penelitian penulis menitik beratkan pada tafsir ayat-
ayat kebangsaan yang didalamnya berisi juga tentang
nasionalisme. Artinya bahwa penelitian yang dilakukan
penulis lebih meluas mencakup tema besar yang ada. Hal ini
menjadi perbedaan yang cukup signifikan terkait pembahasan
yang terdapat dalam karya tulis ini.
5. Tesis karya Ahmad Faizun tentang „Nasionalisme Tafsîr
Al-Ibrîz Karya Bisri Mustafa.53 Fokus kajian penelitian ini
berkenaan dengan tafsir ayat-ayat Nasionalisme dalam tafsîr
al-Ibrîz karya KH. Bisri Mustofa dan menjelaskan kerja
praktik serta implementasi penafsiran tersebut dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Kesimpulan dari
penafsiran sikap Nasionalisme KH Bisri Mustofa ini
memberikan suatu pemahaman bahwa fanatisme terhadap
cinta tanah air yang dimiliki setiap anak bangsa harus diiringi
dengan kepatuhan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar sikap
nasionalisme tumbuh berkembang dengan adil dan tidak
53
Ahmad Faizun, “Nasionalisme Tafsir Al-Ibriz Karya Bisri Mustafa”, Tesis,
(Lampung: UIN Raden Intan Lampung, 2020), t.d
30
merugikan pihak lain demi meraih kemerdekaan dan keutuhan
bangsa dan negara. Terlebih Indonesia merupakan negara yang
memiliki beragam etnis, suku, dan lain sebagainya.
Pemikiran Nasionalisme K.H. Bisri Mustofa ini sejalan
dengan penafsiran Prof. Dr. Habib Muhammad Quraish
Shihab dalam tafsirnya Al-Mishbāh (Pesan, Kesan dan
Keserasian Al-Qur‟an), Tafsīr Al-Munîr karya Syeikh Wahbah
Az-Zuhailî, dan juga penjelasan dari Syeikh Isma‟îl Haqqî
al-Hanafî al-Khalwathî dalam tafsirnya Rûh al-Bayān.54
Persamaan tesis ini dengan penelitian yang akan
dilakukan penulis terletak pada tema yang dijadikan judul
utama dalam tesis ini. Namun perbedaannya dalam penelitian
penulis judul utama tersebut termasuk salah satu bagian dari
turunan judul besar dalam penelitiannya, jadi pembahasan
yang akan dilakukan penulis akan lebih luas dan mendetail
karena menitik beratkan tafsir ayat-ayat kebangsaan secara
umum. Perbedaannya juga terletak pada kajian tokoh utama,
dimana pada penelitian yang akan dlakukan penulis, Habib
Luthfi bin Yahya yang merupakan sosok ulama kharismatik
dan membaur dalam pemerintahan yang menjadi aktor utama
sedangkan dalam tesis ini yang menjadi aktor utama adalah
K.H. Bisri Mustafa.
6. Jurnal karya Muhammad Alwi HS dan Iin Parninsih yang
berjudul „Verbalisasi Al-Qur‟an; Metode Tafsir Kontekstual
Berbasis Kelisanan Al-Qur‟an (Studi QS. Al-Baqarah: 256
54
Ahmad Faizun, “Nasionalisme Tafsir Al-Ibriz Karya Bisri Mustafa”
31
Tentang Pemaksaan Agama)‟.55 Artikel ini berkontribusi
dalam memberikan alternatif baru dalam dunia penafsiran
Al-Qur‟an melalui metode Verbalisasi Al-Qur‟an yang cara
kerjanya berbasis kelisanan dalam wadah pemahaman
kontesktual Al-Qur‟an. Metode Verbalisasi Al-Qur‟an ini
tampil sebagai upaya menghubungkan pemahaman antar
berbagai kelompok yang selama ini terpisah-pisahkan. Ia
memiliki epistemologi yang sangat kuat dalam tradisi
pemahaman Al-Qur‟an karena lahir dari sisi kelisanan
Al-Qur‟an yang merupakan jati diri dan bentuk awal dari
Al-Qur‟an di masa pewahyuan.56
Objek kajian yang dijadikan bahan penelitian ini
adalah QS. Al-Baqarah ayat 256 tentang konsep penolakan
atas tidakan pemaksaan memeluk suatu agama tertentu.
Pemahaman yang kontekstual tersebut dapat diverbalisasikan
ke dalam bentuk UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM,
UUD 1945 dalam pasal 28E ayat 1, UU 1945 dalam pasal 28 I,
dan UUD 1945 pada pasal 29 ayat (2)57, yang dalam konteks
Indonesia, semua mengarah pada upaya penolakan atas
perilaku pemaksaan dalam memilih agama tertentu.
55
Muhammad Alwi Hs dan Iin Parninsih, “Verbalisasi Al-Qur‟an; Metode
Tafsir Kontekstual Berbasis Kelisanan Al-Qur‟an: Studi QS. Al-Baqarah: 256 Tentang
Pemaksaan Agama”, dalam Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin, Vol. 22, No. 2 Oktober 2020,
h. 120 56
Muhammad Alwi Hs dan Iin Parninsih, “Verbalisasi Al-Qur‟an; Metode
Tafsir Kontekstual Berbasis Kelisanan Al-Qur‟an: Studi QS. Al-Baqarah: 256 Tentang
Pemaksaan Agama” 57
Muhammad Alwi Hs dan Iin Parninsih, “Verbalisasi Al-Qur‟an; Metode
Tafsir Kontekstual Berbasis Kelisanan Al-Qur‟an: Studi QS. Al-Baqarah: 256 Tentang
Pemaksaan Agama”
32
Persamaan artikel ini dengan penelitian yang akan
dilakukan penulis terletak pada perangkat kaidah yang
dilakukan dalam menginterpretasikan Al-Qur‟an yaitu dengan
basis kelisanan (tafsîr syafahî). Adapun perbedaannya terletak
pada tema besar yang dikaji. Dalam artikel ini ayat-ayat yang
dikaji tentang kebebasan dalam memilih keyakinan bahwa
tidak ada paksaan dalam memeluk suatu agama. Adapun
dalam penelitian yang akan dilakukan penulis tema besar yang
dikaji tentang tafsir ayat-ayat kebangsaan.
Dari beberapa karya ilmiah yang masuk pada kajian
pustaka dalam penelitian ini, penulis berkesimpulan bahwa
penelitian yang menyinggung Habib Luthfi bin Yahya
kebanyakan berkenaan tentang pemikiran tasawuf dan politik
kebangsaan. Belum ditemukan penelitian mengenai
pemikirannya di bidang tafsir Al-Quran. Penulis berniat
memadukan pemikiran Habib Luthfi dalam bingkai Penafsiran
Al-Qur‟an dengan latar belakang beliau yang berafiliasi
tasawuf dan tarekat. Sehingga revitalisasi kajian tafsir
Al-Qur‟an berbasis penafsiran syafahî yang dikombinasi
dengan diskursus tasawuf menjadi kontribusi utama adanya
penelitian ini.
33
F. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kualitatif yang bersifat
penelitian kepustakaan (library research).58 Penelitan pustaka
mempunyai beragam aktivitas terkait metode pengumpulan
data, baik secara primer maupun sekunder seperti mengolah
bahan-bahan penelitian secara faktual dan akurat melalui
rangkaian membaca, menelaah, mencatat, mengkaji, memfilter
dan lain sebagainya.59
Jenis penelitian ini merupakan penelitian yang
bertujuan untuk memperoleh pemahaman dari sebuah
fenomena tentang suatu keadaan yang dialami oleh subjek
penelitian lapangan dari segi perilaku, motivasi, persepsi dan
lain sebagainya. Mudahnya, “penelitian kualitatif adalah suatu
jenis penelitian data yang menggunakan informasi faktual di
lapangan dan tidak menggunakan ukuran atau nilai secara
langsung dari analisa statistik”60, seperti melalui tabel angka-
angka hasil pengukuran atau penilaian. Intinya bahwa
58
Terdapat akses penelitian melalui pencarian dokumen-dokumen dalam
penelitian kualitatif yang akan mendorong pengguna metode ini untuk menelusuri
beragam data dan fakta yang telah berbentuk dokumentasi seperti laporan, surat-surat,
cendramata, foto, artefak dan lain semisalnya. Adapun data selain itu yang tersedia tidak
terbatas ruang dan waktu. Sehingga peneliti berpeluang besar untuk mengkaji sejarah
di masa lampau.
Robert C. Bogdan dan Sari Knopp Biklen, Qualitative Research For
Education An Introduction to Theory and Methode, (United States of America: Pearson
Education, 2012), Cet. ke-6 59
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2008), Cet. ke-1 Edisi. 2 h. 17 60
Andi Prastowo, Menguasai Teknik-teknik Koleksi Data Penelitian Kualitatif,
(Jogjakarta: DIVA Press, 2010), h.13
34
penelitian ini merupakan perpaduan antara studi kepustakaan
dan studi kasus. 61
2. Sumber Data
Terdapat dua sumber data yang menjadi rujukan ilmiah
dalam penelitian ini, yaitu; sumber data primer dan sumber
data sekunder. Sumber data primer penelitian ini berasal dari
kumpulan rekaman pengajian dan ceramah Habib Luthfi bin
Yahya baik berupa yang ada di media sosial maupun rekaman
pribadi dengan melakukan wawancara eksklusif kepada
narasumber utama. Sedangkan data sekundernya merujuk
kepada literatur karya ilmiah yang mendukung seperti; buku,
artikel, majalah, diktat paper yang berkaitan dengan ilmu tafsir
dan tema yang berkaitan.
3. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini, berupa
data literer dan wawancara yang dilakukan dengan langkah-
langkah berikut: a.) mencari dan memfilter data, yaitu berupa
rekaman ceramah Habib Luthfi yang terdapat di sosial media
dan karya-karya tulis beliau yang masih terhubung dengan
epistemologi tafsirnya, b.) mencari data yang terkait dengan
objek formal dalam kajian ini, c.) membaca data primer dan
sekunder yang terkumpul, untuk kemudian diklasifikasi dalam
kategorinya masing-masing, d.) data yang terkumpul untuk
kemudian dianalisis secara komprehensif dan mengeksplor
61
Andi Prastowo, Menguasai Teknik-teknik Koleksi Data Penelitian Kualitatif,
h.13
35
penafsiran syafahî dari Habib Luthfi bin Yahya, e.) penulis
melakukan wawancara dengan teknik wawancara langsung.62
Dalam hal ini, penulis akan menyiapkan list pertanyaan
seputar Habib Luthfi bin Yahya dari mulai biografi hingga
pemikiran Qur‟aninya.
4. Metode Analisis Data
Dalam menganalisis data, penelitian ini menggunakan
metode deskriptif analisis, yang artinya metode ini berupaya
untuk dapat menganalisa beragam interpretasi yang terdapat
pada data-data yang telah dikumpulkan dalam penelitian dan
kemudian mengklarifikas.63 Dengan metode ini, penulis
berusaha untuk mendeskripsikan perihal dimensi sufistik
dalam penafsiran syafahî Habib Luthfi bin Yahya tentang
ayat-ayat kebangsaan secara sistematis, faktual, akurat, dan
apa adanya.
Kemudian penulis akan menganalisa interpretasi ayat-
ayat syafahî tersebut dari dua sudut pandang; Pertama;
diskursus tafsîr wa „ulûmuhû yang digunakan untuk
menelusuri sumber, metodologi, corak, dan ideologi
penafsirannya. Kedua; melakukan perbandingan (studi
komperatif) dengan berbagai penafsiran yang terdapat dalam
62
Teknik wawancara langsung dapat dilakukan oleh peneliti dengan hanya
mendengarkan penjelasan dari tokoh yang bersangkutan terkait tema atau isu yang
diangkat dalam kajian penelitiannya. Hal tersebut dilakukan guna memperoleh informasi
yang akurat dan faktual. Lihat A.Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif
dan Penelitian Gabungan, (Jakarta: Kencana, 2017), Cet. ke-4, h. 372 dan Lihat
Saifuddin Azwar, Metodologi Penelitian Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017),
Cet. ke-2, h. 2 63
Muharto dan Arisandi Ambarita, Metode Penelitian Sistem Informasi,
(Yogyakarta: Deepublish, 2016), Cet. ke-1, h. 90
36
literatur tafsir yang otoritatif. Karena bagian ini termasuk
salah satu tipe atau model dari metode deskriptif.64 Sehingga
hasil komperatif tersebut memudahkan penulis untuk
mengukur relevansi penafsiran yang ditampilkan dengan
kaidah ilmu tafsir.
Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah pendekatan isyârî karena unsur hidayah dalam
penafsiran syafahî beliau tidak lepas dari dimensi sufistik.
Sedangkan kerangka teori penafsiran sufistik yang dipakai
penulis dalam penelitian ini adalah teori Thaher Ibn „Asyur
yang menyatakan bahwa tafsir sufi (isyârî) dapat diterima jika
isyarat-isyarat yang dikemukakan tidak keluar dari 3 hal,
yaitu; Pertama, merupakan sesuatu yang serupa keadaannya
dengan apa yang dilukiskan ayat. Kedua, isyarat yang lahir
dari dorongan sangka baik dan optimisme. Ketiga, isyarat
berupa hikmah dan pelajaran yang selalu ditarik oleh orang-
orang yang sadar akan hikmah dari segala apa yang
terbentang.
G. Teknik dan Sistematika Penulisan
1. Teknik Penelitian
Secara teknisi, penelitian ini mengacu pada buku Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) Institut
Ilmu Al-Qur‟an Jakarta. Tahun 2017.
64
Suryana, Metodologi Penelitian; Model Praktis Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif, h. 20
37
2. Sistematika Penulisan
Rangkaian pembahasan penelitian ini disusun dalam lima bab
yang saling mengisi dan terkait.
Bab Pertama merupakan pengantar atau pendahuluan
yang memuat latar belakang masalah, identifikasi masalah,
pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, kajian pustaka, metodologi penelitian, kemudian
diakhiri dengan teknik dan sistematika penulisan pembahasan.
Tentu apa yang diuraikan pada bab ini memberikan gambaran
bentuk penelitian dan objek yang dikaji.
Bab Kedua pembahasannya dimulai metodologi tafsir
sufi yang meliputi polemik terma tafsir sufi, sejarah tafsir sufi,
ragam tafsir sufi, landasan epistemologi tafsir sufi, dan
pandangan ulama terhadap tasfir tersebut. Kemudian
dilanjutkan membahas tentang konsep penafsiran syafahî.
Uraian ini meliputi definisi tafsir syafahî, sejarah dan produk
penafsiran syafahî serta karakteristik pensfiran syafahî. Setelah
itu dibahas juga tentang kebangsaan, meliputi istilah bangsa,
hakikat kebangsaan, Islam dan kebangsaan serta nasionalisme.
Pada bab ini sangat penting menguraikan hal-hal yang telah
disebutkan agar karya ilmiah ini dibangun pada pondasi ilmiah
yang kokoh.
Bab Ketiga membahas tentang biografi tokoh utama
dalam penelitian ini, yakni Habib Luthfi bin Yahya. Uraian ini
meliputi riwayat hidup dan sanad keilmuan Habib Luthfi bin
Yahya, metode dan strategi dakwah beliau, gerakan dakwah
38
beliau dalam meneguhkan cinta Tanah Air, serta wawasan
kebangsaan berbasis tasawuf perspektif Habib Luthfi bin
Yahya.
Bab Keempat, merupakan inti penelitian. Bab ini
memaparkan sekaligus menganalisa hasil Penafsiran Ayat-
Ayat Kebangsaan dalam Khazanah Tafsir dan Makna Isyârî
Habib Luthfi bin Yahya dalam Penafsiran Syafahî Tentang
Ayat-Ayat Kebangsaan yang diurai dengan berurutan sebagai
bentuk jawaban dari rumusan masalah yang ada.
Bab Kelima berisi hasil akhir pembahasan berupa
kesimpulan dan saran. Berbagai jawaban dari permasalahan
ilmiah penelitian ini akan ditampilkan yang kemudian ditutup
dengan saran-saran yang bisa menjadi stimulan dan peluang
besar bagi para peneliti setelahnya, tentunya dengan kasus
yang serupa.
214
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penafsiran syafahî Habib Luthfi diatas, dapat disimpulkan
bahwa secara metodologi penafsiran, Habib Luthfi menggunakan
sumber tafsir bi ar-ra‟yi dan bi al-isyârî. Meski secara umum
beliau tetap berpegang pada penafsiran Ulama-Ulama klasik
sebagaimana yang dijelaskan dalam tafsir bi al-ma‟tsûr. Adapun
terkait metode penafsiran, beliau lebih cenderung menggunakan
tafsir tematik (maudhû‟î). Sebab penafsiran-penafsiran yang
dilakukannya sebagian besar berangkat dari tema besar yang
beliau urai dalam beberapa ceramahnya seperti tema kebangsaan,
jihad ataupun nasionalisme. Sedangkan dalam hal corak
penafsiran, Habib Luthfi cenderung pada corak sufistik (isyârî),
hal demikian sangat terlihat dalam berbagai penafsiran beliau,
khusunya dalam kajian penelitian yang dilakukan penulis. Meski
tidak jarang pula penafsiran beliau mengarah pada corak sosial
(adâbu ijtimâ‟î).
Aliran tasawuf yang diterapkan oleh beliau adalah tasawuf
„amalî dan akhlakî yang fokus ajarannya terkait perihal
pendekatan diri kepada Allah SWT melalui berbagai amal baik
dan pensucian jiwa dari berbagai kekotoran hati. Hal demikian
dapat terbaca dari pemaparan beliau saat menafsirkan ayat-ayat di
atas. Beliau sangat terinspirasi oleh Hujjat al-Islâm yakni Imâm
Ghazâlî, sementara dari sekian banyak thariqat yang diikuti, beliau
lebih cenderung pada thariqat Syâdziliyyah. Sebab arah penfasiran
215
beliau selalu bermuara pada ajakan untuk senantiasa bersemangat
dalam hidup dan menampilkan sesuatu yang terbaik dalam segala
bidangnya, baik urusan ukhrawi maupun duniawi. Situasi ini
sangat cocok dengan konsep thariqat aliran Syâdziliyyah yang
tidak mempermasalahkan sikap semangat terkait perilaku lahir
dalam meraih kebahagiaan dunia. Kemudian, secara ideologi arah
penafsiran Habib Luthfi sesuai dengan ajaran Ahl as-Sunnah Wa
al-Jamâ‟ah, yakni Asy‟âriyyah. Adapun dalam hal fiqh, beliau
mengikuti madzhab Syâfi‟î.
B. Saran
Untuk selanjutnya, diharapkan lahir kajian se-tema dengan
penelitian ini. Terutama tentang penafsiran syafahî Habib Luthfi
bin Yahya yang memang perlu dikembangkan secara
komprehensif dan lebih luas lagi. Terlebih dengan kajian
keagamaan yang lebih maju melalui perkembangan teknologi
yang berhasil menciptakan beragam media baru yang canggih dan
mudah diakses oleh semua kalangan masyarakat dewasa ini. Para
pengkaji akan mudah menemukan penafsiran syafahî dari para
Ulama terkemuka di berbagai media sosial. Diantaranya adalah
Habib Luthfi bin Yahya. Selain itu terdapat banyak peluang untuk
meneliti tafsir yang satu frekuensi dengan tema yang diangkat
dalam penelitian ini, Mengingat penelitian ini hanya membahas
dimensi sufistik dalam penafsiran syafahî Habib Luthfi bin Yahya
tentang tema tertentu, yakni kebangsaan. Sedangkan banyak tema
lain yang dibahas oleh beliau dalam berbagai kajian ilmiah
keagamannya.
216
DAFTAR PUSTAKA
„Abd al-Bâqî, Muhammad Fuâd, al-Mu‟jam al-Mufahras Li al-Fâdz
al-Qur‟ân al-Karîm, Beirut: Dâr al-Fikr, 1981.
Abdullah, Faiqah Idris, at-Tafsîr fî al-Qarn al-Awwal al-Hijrî, Makkah:
Umm al-Qura University, 1405 H.
Abshor, M. Ulil, “Epistemologi „Irfani: Sebuah Tinjauan Tafsir Sufistik”,
Jurnal At-Tibyan, Vol. 3 No. 2 Desember 2018.
Ad-Dimasyqî, Al-Imâm al-Hâfidz „Imâd ad-Dîn Abî al-Fidâ Ismâ‟îl bin
„Umar bin Katsîr , Tafsîr al-Qur‟ân al-„Adzîm, Libanon: Dâr
al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1971.
Adh-Dhamir, Abdul Aziz bin Abdurrahman, at-Tafsîr al-Îdzâʻî li
al-Qur‟ân al-Karîm, Jedah: Majalah Maʻhad al-Imam
asy-Syâthibî Li ad-Dirâsât al-Qur‟âniyyah, 2006.
Adz-Dzahabî, Muhammad Husein, at-Tafsîr Wa al-Mufassirûn, Beirut:
Maktabah Mush‟ab ibn „Umar al-Islamiyyah, 2004.
___________, At-Tafsîr wa al-Mufassirûn, Jilid. 4, Kairo: Maktabah
Wahbah, 2004.
___________, Ensiklopedia Tafsir, terj. Nabhani Idris, Jakarta: Kalam
Mulia, 2010.
Ahmadi, Abdullah Saad, Kang Bejo 2 (Mahabbah): Ajar Tresno Marang
Gusti Alloh Lan Kanjeng Nabi, Karanganyar, Jateng: Inshofi
Publisher, 2016.
Abdul, A‟la, “Pembumian Jihad dalam Konteks Indonesia Kekinian
Pengentasan Masyarakat dari Kemiskinan dan Keterbelakangan”,
Jurnal Harmoni: Jurnal Multikutural dan Multireligius, Vol. 8
No. 32 Oktober-Desember 2009.
217
Al-Alûsî, Imâm Mahmûd bin „Abdillâh al-Husainî, Tafsîr Rûh al-Ma‟ânî
Fî Tafsîr al-Qur‟ân al-„Adzîm Wa Sab‟ al-Matsânî, Beirut: Dâr
al-Fikr, 1999.
Al-Amin, Habibi, “Emosi Sufistik dalam Tafsir Isyârî: Studi atas Tafsir
Lathâif al-Isyârat Karya al-Qusyairî”, Disertasi, UIN Jakarta,
2015, Tidak diterbitkan..
_______________, “Tafsir Sufi Lathâif al-Isyârât Karya al-Qusyairî:
Perspektif Tasawuf dan Psikologi”, Jurnal Suhuf, Vol. 9 No. 1
2016.
Al-Ashfihânî, Râghib, Mufrodât al-Fâdz al-Qur‟ân, Damaskus: Dâr
al-Qalam, t.th.
Al-Asqâlânî, Ahmad bin „Alî bin Hajar Abû al-Fadhl, Fath al-Bârî
Syarah Shahîh al-Bukhârî, Juz. 9, Beirut: Dâr al-M‟rifat, 1379.
Al-Bantani, Azka Muharrom dan Suratman, Junizar, “Pendekatan dalam
Tafsir: Tafsir bi al-Ma‟tsûr, Tafsir bi ar-Ra‟y, dan Tafsir bi
al-Isyârî”, Jurnal Hikamuna, Vol. 1 No. 2 2016.
Al-Baqlî, Syeikh Muhammad Shadr ad-Dîn Ruzbihân bin Abî Nashr,
Tafsîr „Arâis al-Bayân Fî Haqâiq al-Qur‟ân, Jilid. 1, Beirut: Dâr
al-Kutub, 2008.
Al-Bukhârî, Muhammad bi Ismâ‟îl bin Ibrâhîm bin Mughîrah, Shahih
al-Bukhârî, Kairo: Dâr al-Hadîts, 2005.
Al-Farmawî, Abd al-Hayy al-Farmawî, al-Bidâyah Fî at-Tafsîr
al-Maudlû‟î: Dirâsah Manhajiyyah Maudlû‟iyyah, Kairo:
Mathba‟at al-Hadlarah al-Arabiyyah, 1997.
Al-Ghazâlî, Abû Hâmid Muhammad bin Muhammad, Ihyâ „Ulûm ad-Dîn,
Jilid. 3, Surabaya: Al-Hidayah, t.th.
218
________________, Ar-Risâlah al-Ladduniyyah: Majmû‟ah ar-Rasâil
al-Imâm al-Ghazâlî, Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1994.
Al-Haji, Muhammad Umar, Mausûʻah at-Tafsîr Qabla ʻAhd at-Tadwîn,
Damaskus: Dar al-Maktabi, 2007.
Al-Hasanî, Abi al-„Abbâs Ahmad bin Muhammad bin „Ajîbah, al-Bahr
al-Madîd Fi Tafsîr al-Qur‟an al-Majîd, Jilid. 1, Beirut: Dâr
al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2005.
Al-Hushârî, Ahmad Muhammad, Tafsîr al-Ahkâm, terj. Abdurrahman
Kasdi, Jakarta:Pustaka Al-Kautsar, 2014.
Al-Imilî, Mishbâh, Ibnu Khaldun Wa Tawaqquf al-Fikr al-„Arabî „Alâ
al-Fikr al-Yunânî Bi Iktisyâfihî Haqâiq al-Falsafah, t.tp: ad-Dâr
al-Jamâhîriyyah Li an-Nasyr Wa at-Tauzî‟ Wa al-I‟lân, 1998.
Al-Istanbulî, Ismâ‟îl Haqqî bin Musthafâ, Rûh al-Bayân, Jilid. 1, Bairut:
Dâr al-Fikr, t.th.
Al-Qazwaini, Abû „Abdillâh Muhammad bin Yazîd Ibnu Mâjah, Sunan
Ibnu Mâjah, Beirut: Dâr Ihyâ Kutub al-„Arabiyyah, t.th.
Ali, Syaikhul Islam Ali, Kaidah Fikih Politik: Pergulatan Pemikiran
Politik Kebangsaan Ulama, Tanggerang: Harakah Book, 2017.
Ali, Atabik dan Muhdlor Ahmad Zuhdi, Kamus Kontemporer Arab-
Indonesia, Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1998.
Al-Jazairî, Abû Bakr, Aysar at-Tafâsîr li Kalâm al-ʻAliyy al-Kabîr,
Madinah: Nahr al-Khaîr, 1993.
Al-Khalwathî, Imâm Ismâ‟îl Haqqî bin Musthafâ al-Hanafî, Tafsîr Rûh
al-Bayâan, (Beirut: Dâr al-Ihyâ at-Turâts al-„Arabî, t.th.
Al-Marâghî, Ahmad Musthafâ, Tafsîr al-Marâghî, Juz. 3, Mesir:
Mushtafâ al-Bâb al-Hablî Wa Aulâduhû,, 1946.
219
Al-Mâwardî, Muhammad bin Habîb, an-Nukat Wa al-„Uyyûn Tafsîr al-
Mâwardî, Jilid. 1, Beirut: Dâr-al Kutub al-„Ilmiyyah, t.th.
Al-Munawî, Imâm Muhammad „Abd ar-Rahmân, Faidh al-Qadîr, Beirut:
Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1994.
Al-Munawwir, Ahmad Warson dan Fairuz Muhammad, Kamus
Al-Munawir Indonesia-Arab, Surabaya: Pustaka Progresif, 2007.
Al-Qaththan, Manna‟ Khalil, Mabâhits Fî „Ulûm al-Qur‟ân, terj.
Mudzakir As, Bogor: Lintera AntarNusa, 2017.
Alwi Hs, Muhammad Alwi, dan Parninsih, Iin, “Verbalisasi Al-Qur‟an;
Metode Tafsir Kontekstual Berbasis Kelisanan Al-Qur‟an: Studi
QS. Al-Baqarah: 256 Tentang Pemaksaan Agama”, Jurnal Ilmu-
Ilmu Ushuluddin, Vol. 22, No. 2 Oktober 2020.
Az-Zarkasyî, Badruddin, Al-Burhân Fî „Ulûm al-Qur‟ân, Jilid. 2, Beirut:
Dâr al-Ma‟rifah, 1957.
Amin, Samsul Munir, Percik Pemikiran Para Kiai, Yogyakarta: Pustaka
Pesantren, 2009.
_________________, Ilmu Tasawuf, Jakarta: Amzah, 2017.
Amin, Kamaruddin, Menguji Kembali Keakuratan Metode Kritik Hadits,
Jakarta: Hikmah, 2009.
An-Najjâr, Jamal Musthafâ „Abd al-Hamid „Abd al-Wahhab, Ushûl
ad-Dâkhil Fî Tafsîr at-Tanzîl, Kairo: Jamî‟ah al-Azhar, 2009.
An-Nawâwî, Abû Zakariyâ Muhy ad-Dîn Ibn Syarf, al-Adzkâr Li
an-Nawâwî, Beirut: al-Jafan wa al-Jabi, 2004.
Anwar, Rosihon, Samudera Al-Qur'an, Bandung: Pustaka Setia, 2001.
Arabi, Muhy ad-Din Ibnu, Fushus al-Hikam, Beirut; Dar al-Kitab
al-„Arabi, 1946
220
„Arabî, Ibnu, Isyarat Ilahi Tafsir Juz „Amma Ibn Arabi, terj. Cecep Ramli
Bihar Anwar, Jakarta: Ilman, 2002.
Arifin, Gus dan Faqih, Suhendri Abu, Al-Qur‟an Sang Mahkota Cahaya,
Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2010.
Arif, Syamsuddin, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran, Jakarta: Gema
Insani, 2008.
Arifin, Anwar, Dakwah Kontemporer: Sebuah Studi Komunikasi,
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011.
Ar-Rifâ‟î, Muhammad Nasib, Taisîr al-„Aliy al- Qadîr Li Ikhtishîri Tafsîr
Ibnu Katsir, terj. Shibaduddin, Jilid. 1, Jakarta: Gema Insani,
2011.
Ash-Shabûnî, Muhammad „Ali, at-Tibyân Fî „Ulûm al-Qur‟ân, Beirut:
„Alam al-Kutub,t.th.
As-Sa‟dî, Syeikh Abd ar-Rahmân bin Nâshir, Tafsîr al-Karîm ar-Rahmân
Fî Tafsîr al-Kalâm al-Mannân, terj. Tim Pustka Sahifa, Jilid. 2,
Jakarta: Pustaka Sahifa, 2007.
Assegaf, Muhdor Ahmad, Cahaya dari Nusantara: Maulana Habib Luthfi
bin Yahya, Pemalang: Abna‟ Seiwun, 2021.
As-Suyûthî, al-Imâm Jalâl ad-Dîn, al-Itqân Fî „Ulûm al-Qur‟ân, Beirut:
Dâr al-Kitâb al-„Ilmiyyah, t.th.
Asy-Syaibânî, Abî al-Hasan „Alî bin Abî Karâm Muhammad bin
Muhammad bin „Abd al-Karîm bin „Abd al-Wahîd, al-Kâmil Fi
at-Târikh, Jilid. 1,Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1987.
Asy-Syaʻrawî, Muhammad Mutawallî, Khawâthir asy-Syaʻrâwi Haul
Al-Qur‟ân al-Karîm, Kairo: Dar Akhbar al-Yawm, 1991.
221
At-Taimî, Muhammad bin Hibbân bin Ahmad bin Hibbân bin Mu‟adz bin
Ma‟ad Abû Hâtim ad-Dârimî, al-Ihsân Fî Taqrîb Shahîh Ibnu
Hibbân, Juz.1, Beirut: Muassasat ar-Risâlah, 1988.
Ath-Thabarî, Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr, Tafsîr ath-Thabarî, terj.
Ahsan Askan, Jilid. 9, Jakarta: Pustaka Azam, 2007.
At-Tirmidzî, Imâm Hâkim, Riyâdhat an-Nafs, terj. Khalifurrohman Fath,
Ciputat: Alifia Books, 2021.
Azra, Azyumardi, Islam Substantif Agar Umat Tidak Jadi Buih,
Bandung:Mizan, 2000.
Azwar, Saifuddin, Metodologi Penelitian Psikologi, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2017.
Az-Zarqâni, „Abd „Adzim az-Zarqâni, Manâhil al-Irfân Fî „Ulûm
al-Qur‟ân, Jilid. 2, Beirut: Dar al-Kotob al-Arabiy, 1995.
Az-Zarqânî, Muhammad „Abd al-„Adzîm, Manâhil al-„Urfân Fî „Ulûm
al-Qur‟ân, Kairo: Dâr al-Hadîts, 2001.
Az-Zarkasyî, Badruddîn az-Zarkasyî, Al-Burhân Fî „Ulûm al-Qur‟ân,
Jilid. 2, Beirut: Dâr al-Ma‟rifah, 1957.
Az-Zuhailî, Wahbah bin Musthafâ, Tafsîr al-Munîr, Jilid. 1, Damaskus:
Dâr al-Fikr, 1418 H.
___________________, Wahbah, at-Tafsîr al-Wasîth, Damaskus: Dâr
al-Fikr, 2001.
Badawi, Abdurrahman, al-Maushû‟ah al-Musytariqîn: Ensiklopedia
Tokoh Orientalis, terj. Amroeni Derajat, Yogyakarta: LkiS,
2003.
Baidan, Nashiruddin, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. 2011.
Baqi, Muhammad Fuad Abdul, Al-Mu'jam Mufahras Li Alfaz Al-Qur'an
222
Al-Karim, Cairo: Dar al- Hadith, 2001.
Bhakti, Wirayudha Pramana dan Nur Kumala, “Analisis Wacana Teun A.
Van Dijk terhadap Pesan Komunikasi Dakwah Habib Luthfi bin
Yahya Tentang Bela Negara, Jurnal Ilmu Dakwah, Vol. 39 No. 1
2019.
Bin Yahya, Habib Muhammad Luthfi, Secercah Tinta, Jalinan Cinta
Seorang Hamba Dengan Sang Pencipta, Pekalongan: Menara
Publisher, 2012.
Bogdan , Robert C. Bogdan, dan Biklen, Sari Knopp, Qualitative
Research For Education An Introduction to Theory and
Methode, United States of America: Pearson Education, 2012.
Bustomi, Ridwan, “Metode Bimbingan Maulana Habib Muhammad
Luthfi bin Yahya dalam Menumbuhkan Bela Negara”, Skripsi,
UIN Syarif Hidayatullah, 2017.
Dalimunthe, Derhana Bulan, “Al-Qur‟an dan Fenomena Salah Tulis:
Studi atas al-Qur‟an dalam Tradisi Lisan dan Tulisan”, Jurnal
Qaf , Vol. 3 No. 1 Januari 2019.
Dault, Adhyaksa, Islam dan Nasionalisme, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2005.
Efendi, Djohan, Pembaruan Tanpa Membongkar Tradisi:Wacana
Keagamaan di Kalangan Generasi Muda NU Masa
Kepemimpinan Gus Dur, Jakarta: Kompas, 2010.
Faizun, Ahmad, “Naionalisme Tafsir Al-Ibriz Karya Bisri Mustafa”,
Tesis, UIN Raden Intan Lampung, 2020, Tidak diterbitkan.
Farida, Ida, “Metode Dakwah Habib Luthfi bin Yahya di Radio Abirawa
106.20 MHZ Batang”, Skripsi, Semarang: IAIN Walisongo,
2008.
223
Godlas, Alan, dkk, “Sufism” The Blackwall Companion to The Qur‟an
Blackwell Publishing, 2006.
Goldziher, Ignaz, Madzhab Tafsir: Dari Klasik Hingga Modern, terj.
Saifuddin Zuhri Qudsy, Yogyakarta: ELSAQ, 2009.
Gusmian, Islah,“Tafsir Al-Qur‟an di Indonesia: Sejarah dan Dinamika”,
Jurnal Nun, Vol. 1 No. 1 2015.
Hairul, Moh. Azwar, “Tafsir Al-Qur‟an di Youtube”, Jurnal Al-Fanar
Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir, Vol. 2 No. 2 2019.
Hamka, Buya, Tafsir Al-Azhar, Singapura: Pustaka Nasional PTE LTD,
2007.
____________, Tafsir Al-Azhar: Diperkaya dengan pendekatan sejarah,
Sosiologi, Tasawuf, Ilmu Kalam, Sastra, dan Psikologi, Jakarta:
Gema Insani, 2015.
____________, Studi Islam, Jakarta: Gema Insani, 2020.
Himam, Aliyul, “Makna Logika Nubuwwah dalam Dakwah KH.
Bahauddin Nur Salim: Analisis Trilogi Epistemologi Arab-
Islam-Resepsi Encoding”, Jurnal Alijtimaiyyah, Vol. 7 No. 1
Januari-Juni 2021.
Ilahi, Muhammad Taqdir, Nasionalisme dalam Bingkai Pluralitas
Bangsa, Paradigma Pembangunan dan Kemandirian Bangsa,
Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2012.
Imam Nawawi, Terjemah Riyadhus Shalihin, Jakarta: Pustaka Amani,
t.th.
Inayah, Jumrotul, “Nasionalisme Mahabbah ar-Rasul; Studi Pemikiran
Habib Muhammad Luthfi bin Yahya”, Jurnal Yaqzhan, Vol. No.
2 Desember 2017.
‟Isa, Syaikh‟Abdul Qadir, Hakekat Tasawuf, terj. Khairul Amru Harahap
224
dan Afrizal Lubis, Jakarta: Qisthi Press, 2011.
Isbiq, Muhammad, “Pemikiran Pendidikan Sufistik KH. Habib Luthfi bin
Ali Yahya dan Respon Jamaah Kanzuz Shalawat di Pekalongan”,
Tesis, IAIN Walisongo, 2011, Tidak diterbitkan.
Iskarilla, Hammydiati Azifa Lazuardini, “Padadogi Sufi dan Politik:
Pemikiran Pendidikan dan Politik Habib Luthfi bin Yahya serta
Pengaruhnya terhadap Pemilihan Politik Jamaahnya dalam
Pemilu 2019”, Tesis, UIN Sunan Kalijaga, 2019, Tidak
diterbitkan.
Jamal, Khairunnas dan Kadarusman, “Terminologi Pemimpin dalam
Al-Qur‟an: Studi Analisis Makna Ulil Amri dalam Kajian Tafsir
Tematik”, Jurnal An-Nida: Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 39 No.
1 Januari-Juni 2014.
Jamaluddin, Muhammad, Nasionalisme Islam Nusantara: Nasionalisme
Santri, Jakarta: Kompas Media Pustaka, 2015.
Jihad, Saiful “ Ashabiyah dari filsafat Sejarah ke Filsafat Politik: Telaah
atas Kitab Muqaddimah Ibnu Khaldun” Jurnal Ilmilah Islamic
Resources, Vol. 14 No. 45 2017.
Jum‟ah, „Ali, An-Nibrâs fî Tafsîr Al-Qur‟ân, Kairo: al-Wabil
ash-Shayyib, 2010.
Jum‟ah, Muhammad Rasyîd, Tafsîr Al-Quran al-Hakîm; Tafsîr al-Manâr,
Kairo: Dar al-Manar, 1947.
Jurdi, Syarifuddin, Pemikiran Politik Islam Indoensia, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar 2006.
Kanafi, Imam, “Tarekat Kebangsaan; Kajian Antropologi Sufi Terhadap
Pemikiran Habib Luthfi bin Yahya”, Jurnal Penelitian, Vol. 10
No. 2, November 2013.
225
Khasinah, Siti, “Hakikat Manusia menurut Pandangan Islam dan Barat”,
Jurnal Ilmiah Didaktika, Vol. 8 No. 2 Februari 2013.
Kellen, Willi Ihsan, Pelita Hati Seorang Ulama Sejati: Biografi Singkat
Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya,
Pekalongan: Kanzus Press, 2005.
Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya: Edisi Yang
Disempurnakan, Jilid. 1, Jakarta: Lentera Abadi, 2010.
Khawaji, Miftachul, “Sejarah Perayaan Maulid Kanzus Shalawat
Pekalongan dan Perananannya dalam Pengembangan
Kebudayaan Islami”, Jurnal Prosiding Konferensi Ilmiah
Mahasiswa UNISSULA, Oktober 2020.
Kurnia PS, Alaika M. Bagus, dkk, “Susisme Mahasiswa: Wawasan
Kebangsaan Inklusif Berbasis Tasawuf‟, Jurnal al-Afkar, Vol. 4
No. 1 Februari 2021.
Latif, Yudi, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas
Pancasila, Jakarta: Gramedia, 2011.
Lazuardini, Hammydiati Azifa, “Padadogi Sufi dan Politik; Pemikiran
Pendidikan dan Politik Habib Luthfi serta Pengaruhnya terhadap
Pilihan Politik Jama‟ahnya dalam Pemilu 2019”, Tesis,
Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, 2019.
Lestari, Lenni, “Epistemologi Corak Tafsir Sufistik”, dalam Jurnal
Syahadah, Vol. 2 No. 1 April 2014.
Madid, Izzul, “Tafsir Sufi: Kajian atas Konsep Tafsir dengan Pendekatan
Sufi”, Jurnal Wasathiyah, Vol. 2, No. 1 Desember 2018.
Mandzûr, Ibnu, Lisân al-„Arab, Kairo: Ad-Dâr al-Mishriyyah Li at-Ta'lîf
Wa al-Tarjamah,t.th.
Masykuri, Muhammad Saifuddin, Jihad Ekonomi dalam Bingkai NKRI:
226
Belajar Nasionalisme dan Ekonomi kepada Habib Luthfi bin
Yahya, Bantul: Lembaga Ladang Kata, 2019.
Moesa, Ali Maschan, Nasionalisme Kiai: Konstruksi Sosisal Berbasis
Agama, Yogyakarta: LkiS, 2007.
Mubarok, Ali Syahidin, “Mewujudkan Penafsir Otoritatif: Optimalisasi
Tafsir Nusantara Sebagai Upaya Reduksi Gerakan Radikal”,
Jurnal Qof, Vol. 2 No. 2 Juli 2018.
Mufaizin, “Nasionalisme dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Hadits”, Jurnal
Al-Insyiroh, Vol. 5 No. 1 Maret, 2019.
Mufid, M., “Kepemimpinan Habib Luthfi dalam pendidikan Islam: studi
Manajemen Majlis Taklim Kanzus Sholawat di Pekalongan”,
Tesis, Pasca Sarjana IKH Jombang, 2012, Tidak diterbitkan.
Mufid, Muhammad Basyrul, Para Sufi Moderat: Melacak Pemikiran dan
Gerakan Spritual Tokoh Sufi Nusantara hingga Dunia,
Yogyakarta: Aswaja Presindo, 2011.
__________________, Tasawuf Kontemporer, Jakarta: Amzah, 2020.
__________________, Tipologi Aliran-Aliran Tasawuf, Yogyakarta: CV
Bildung Nusantara, 2019.
Muharto dan Arisandi Ambarita, Metode Penelitian Sistem Informasi,
Yogyakarta: Deepublish, 2016.
Muhid, Abdul, dan Samsuriyanto, “Dakwah Moderat Habib Muhammad
Luthfi bin Yahya di Dunia Virtual; Analisis Wacana Teks Media
Teun A. Van Dijk”, Jurnal Ancoms, April 2018.
Muhtarom, Ali, “Peningkatan Spritualitas Melalui Zikir Berjama‟ah:
Studi terhadap Jamaah Zikir Kanzus Shalawat Kota Pekalongan
Jawa Tengah”, Jurnal ‟AnilIslam, Vol. 9 No 2 Desember 2016.
227
Mu‟is, Hasan, Filsafat Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia, 2010.
Mukhtarom, Asrori, dkk, “Pendidikan Kewarganegaraan dalam Perspektif
Al-Qur‟an”, Jurnal Miqot, Vol. 43 No. 1 Januari-Juli 2019.
Munawwir, Ahmad Warson dan Fairuz, Muhammad, Kamus Bahasa
Indonesia-Arab, Surabaya: Pustaka Progressif, 2007.
Musadad, Asep Nahrul, “Tafsir Sufistik Dalam Tradisi Penafsiran
Al-Qur‟an: Sejarah Perkembangan Dan Konstruksi
Hermeneutis”, Jurnal Farabi, Vol. 12 No. 1 2015.
Mustari, Mohammad, Nilai Karakter: Refleksi Untuk Pendidikan, Jakarta:
PT. Raja Grafindo, 2014.
Mustaqim, Abdul, “Bela Negara Dalam Perspektif Al-Qur'an: Sebuah
Transformasi Makna Jihad”, Jurnal Analisis, Vol XI, No 1 Juni
2011.
_______________, Dinamika Sejarah Tafsir al-Quran: Studi Aliran-
aliran Dari Periode Klasik, Pertengahan, Hingga Modern-
Kontemporer, Yogyakarta: Adab Press. 2012.
_______________, Dinamika Sejarah Tafsir Al-Qur‟an, Yogyakarta:
Adab Press, 2014.
_______________, Metode Penelitian Al-Qur‟an dan Tafsir, Yogyakarta:
Idea Press, 2015.
Mustaqim, Muhammad, dan Miftah, Muhammad Miftah, “Tantangan
Negara-Bangsa dalam Menghadapi Fundamentalisme Islam”,
Jurnal Addin, Vol. 9 No. 1 Februari 2015.
Nasir, Rabi‟ah, dan Malik, Arsheed Ahmad, “Role and Importance of
Sufism in Modern World”, International Journal of
Advancements in Research and Technology, Vol. 2, No. 1
Januari. 2013.
228
Nasr, Sayyed Hossein, The Heart of IsLAM: Pesan-Pesan Universal
Islam untuk Kemanusiaan, Bandung: Mizan, 2003.
Nata, Abuddin, Islam dan Kebangsaan, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah,
2016.
Nawawi, Muhammad Husein, Jawâhir al-Ma‟ânî Wa Ta‟wîl asy-Syirbâni
Fî Bayâni Sab‟i al-Matsâni, Cirebon: Kamalul Mutaba‟ah Perss,
2017.
Negara, Brian Mitra, “Pesan Dakwah Habib Luthfi Bin Yahya Dalam
Membangun Jiwa Nasionalisme Jama‟ah Kanzus Sholawat:
Analisis Semiotik”, Tesis, UIN Sunan Ampel, 2018, Tidak
diterbitkan.
Noor, Acep Zamzam, dkk, Nu Muhammadiyah Bicara Nasionalisme,
Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2011.
Nur, Afrizal, “Muhammad Quraish Shihab dan Rasionalitas Tafsir”,
Jurnal Ushuluddin, Vol. 18 No. 1 Januari 2012.
Permana,Agus, dkk, “Jaringan Habaib di Abad 20”, Jurnal Al-Tsaqafa:
Jurnal Peradaban Islam, Vol. 15 No.2 Desember 2018.
Prastowo, Andi, Menguasai Teknik-teknik Koleksi Data Penelitian
Kualitatif, Jogjakarta: DIVA Press, 2010.
Pudentia MPSS (ed.), Metodologi Kajian Tradisi Lisan, Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia, 2015.
Rahmat, Ali Fitriana, “Tafsir Kontekstual Ahmad Hasyim Muzadi: Studi
Analisis Penafsiran Syafahî”, Tesis, IIQ Jakarta, 2019, Tidak
diterbitkan.
Rahtikawati, Yaya dan Rusmana, Dadan, Metodologi Tafsir Al-Quran;
Strukturalisme, Semantik, Semiotik, Shcoeler dan Hermeneutik,
Bandung: Pustaka Setia, 2013.
229
Ridhâ, Muhammad Rasyîd, Tafsîr Al-Quran al-Hakîm; Tafsîr al-Manâr,
Kairo: Dar al-Manar, 1947.
Rochim, Abd, Tafsir Isyari Dan Kegunaannya Dalam Pengembangan
Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Perpustakaan Digital Uin Sunan
Kalijaga, t.th.
Rosyada, dkk, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education)
Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani,
Jakarta: Pustaka Nasional, 2003.
Saeed, Abdullah, Al-Qur‟an Abad 21: Tafsir Kontekstual, terj. Ervan
Nurtawab, Bandung: Mizan, 2016.
______________, Interpreting the Qur‟an: Toward a Contemporary
Approach, New York: Routledge, 2006.
______________, Islamic Thought: An Introduction, New York:
Routledge, 2006.
Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, Jakarta: Amzah, 2014.
Samuddin, Rampung, Fiqih Demokrasi: Menguak Kekeliruan Haramnya
Umat Terlibat Pemilu dan Politik, Jakarta Pusat: Gozian Press,
2013.
Sand, Kristin Zahra, Sufi Commentaries on The Qur‟an in Classical
Islam, London: Routledge, t.th.
Sunusi, Dzulqarnain M., Antara Jihad dan Terorisme, Makassar: Pustaka
As-Sunnah, 2011.
Shcoeler, Gregor, The Genesis of Literature in Islam From the Aural to
the Read, terj. Shawkat M. Toorawa, Edinburgh: Edinburgh
University Press, 2009.
Shihab, Alwi, Islam dan Kebhinnekaan, Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, t.th.
230
Shihab, M. Quraish, Wawasan al-Qur‟an:Tafsir Maudu‟i atas Berbagai
Persoalan Umat, Bandung: MIZAN, 1996
________________, Tafsir al-Misbah : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-
Qur‟an, Vol. 7, Jakarta: Lentera Hati, 2002
________________, Ensiklopedi al-Qur‟an: Kajian Kosa Kata, Jakarta:
Lentera Hati, 2007.
________________, Membumikan Al-Qur‟an Fungsi dan Peran Wahyu
dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Penerbit Mizan, 2011.
________________, Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu
Dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Pustaka Mizan, 2014.
________________, Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan, Dan Aturan yang
Patut Anda Ketahui dalam Memahami Al-Qur‟an, Ciputat:
Lentera Hati, 2015.
________________, Islam dan Kebangsaan; Tauhid, Kemanusiaan, dan
Kewarganegaraan, Tanggerang: Lentera Hati, 2020.
Sofwan, Ridin, Islamisasi di Jawa: Penyebaran Islam di Jawa Menurut
Penuturan Babad, t.tp, Pustaka Pelajar, 2004.
Soekarno, Badri Yatim, Islam dan Nasionalisme, Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 1999.
Sholehuddin, M. Sugeng, Reiventing Kepemimpinan dalam Pendidikan
Islam, Pekalongan: STAIN Press, 2010.
Siradj, Said Agil, Nasionalisme Islam Nusantara, Jakarta: Pustaka
Cinganjur 2015.
Sodiq, Akhmad, Epistemologi Islam: Argumen al-Ghazali atas
Superioritas Ma‟rifat, Depok: Kencana, 2017.
______________, Prophetic Character Building; Tema Pokok
Pendidikan Akhlak Menurut Al-Ghazali, Jakarta: Kencana, 2018.
231
Solikhin, Muhammad, Filsafat dan Metafisika dalam Islam, Yogyakarta:
Penrbit Insani, 2008.
Suprayogo, Imam, Kyai dan Politik: Membaca Citra Politik Kyai, UIN-
Maliki Press, 2016.
Syaefudin, Machfud Syaefudin, “Gerakan Dakwah Cinta Tanah Air
Indonesia: Strategi dan Meode Dakwah KH. Habib Luthfi bin
Yahya Pekalongan”, Jurnal Ilmu Dakwah, Vol. 37 No. 2 Juli-
Desember 2017.
Syafrudin, U, Paradigma Tafsir Tekstual & Kontekstual; Usaha
Memaknai Pesan Al-Quran, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017.
Syahputra, Afrizal El Adzim, “Nasionalisme Nabi Ibrahim dalam
Al-Qur‟an”, Jurnal Dinamika Penelitian: Media Komunikasi
Sosial Keagamaan, Vol. 19 No. 01 Juli 2019.
Syamsuddin, Muhammad, “Kategorisasi Tafsir Model Muhammad
Husein adz-Dzahabî”, Jurnal Tsaqofah, Vol. 6 No. 1 Januari-
Juni 2010.
Taufiq, Imam, Al-Qur‟an dan Perdamaian Profetik Dalam Bingkai
Kebhinekaan: Pembacaan Tafsir Maqasidi, Semarang: UIN
Walisongo, 2017.
Thanthâwiî, Muhammad Sayyid, at-Tafsîr al-Wasîth Li al-Qur‟ân al-
Karîm, Kairo: Dâr al-Hadîts, t.th.
Tsauri, Ahmad, Sejarah Maulid Nabi: Meneguhkan Semangat Ke-
Islaman dan Kebangsaan, Pekalongan: Menara Publisher, 2015.
Ulinnuha, Muhammad, Metode Kritik ad-Dâkhil Fî at-Tafsîr, Jakarta:
Penerbit Qaf, 2019.
Usama, Thameem, Metodologi Tafsir Al-Qur‟an, terj. Hasan Basri dan
Amroeni, Jakarta: Riora Cipta, 2000.
232
Wahid, Abdul, “Tafsir Isyârî dalam Pandangan Imam al-Ghazâlî”, Jurnal
Ushuluddin, Vol. 16 No. 2 2010.
Wawancara dengan Narasumber Utama; Habib Luthfi bin Yahya,
Pekalongan, 3 April 2021.
Yunus, Mahmud, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: Yayasan
Penyelenggara Penterjemah Pentafsiran, 1973.
Yusuf, A.Muri, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan Penelitian
Gabungan, Jakarta: Kencana, 2017.
Zakariyâ, Abî al-Husein Ahmad bin Fâris, Mu‟jam Maqâyi al-Lughah,
Beirut: Dâr al-Ihyâ at-Turâts al-Arabî, 2001.
Zed, Mestika, Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2008.
Wabsite
https://youtu.be/iUWee4vG-wQ
https://youtu.be/RKFLWCg9mlg
https://youtu.be/6d-KfnBRL80
https://youtu.be/593p-a7wTh0
https://youtu.be/guiYW7GWVFg
https://youtu.be/XgeKawDf-Y0
https://youtu.be/pe8Pj-oILfk
https://youtu.be/nc9JiH7qc5E
https://youtu.be/3itjHhKdTAk
https://youtu.be/69FWhFjYIso
https://youtu.be/ M_pBhXQNaA
https://youtu.be/_mWo48Fr_M0