Dilematis Para Penegak Hukum

Embed Size (px)

Citation preview

Dilematis Para Penegak Hukum Oleh : Andryan, SH Ironis, melihat tingkah yang dilakukan oleh beberapa aparatur penegak hukum di Indonesia. Betapa tidak, hasil sementara yang dilakukan oleh pihak kejaksaan bekerja sama dengan pihak kepolisian Republik Indonesia sungguh diluar dugaan. Beberapa bulan sejak kematian secara tragis terhadap direktur BUMN PT. Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen dengan cara ditembak kepalanya oleh beberapa orang ketika korban hendak pulang bermain golf. Kemudian hasil penyidikan sementara menetapkan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar sebagai tersangka yang status sebelumnya sebagai saksi dibalik aksi aktor intelektual peristiwa tersebut. Ada apa dengan negeri ini, di saat publik mulai menemukan kembali sosok yang dapat dijadikan sebagai teladan karena kepiawaiannya dalam membongkar beberapa kasus korupsi di negeri ini. Meskipun masih sebagai tersangka dan sesuai dengan asas praduga tak bersalah, bahwa sebelum seseorang telah dijatuhi vonis bersalah oleh pengadilan dan belum adanya kekuatan hukum tetap, maka seseorang tidak boleh dianggap telah melakukan perbuatan tersebut/bersalah. Meskipun Ketua KPK Antasari Azhar statusnya masih sebagai tersangka, tentunya telah mencoreng lembaga KPK sebagai lembaga penegak hukum dalam memberantas korupsi dan mendapat respon yang begitu besar dibandingkan dengan lembaga penegak hukum lainnya seperti kejaksaan dan kepolisian. Menurut pernyataan yang diutarakan oleh pengacara korban, bahwa kuat dugaan peristiwa ini bermotif cinta segitiga terhadap Antasari Azhar, Nasrudin, dan seorang perempuan yang saat itu berprofesi sebagai karyawan di padang golf. Kemudian berdasarkan pernyataan oleh Antasari Azhar yang benar mengenal korban sebagai pihak yang turut dalam memberikan informasi mengenai dugaan kasus korupsi. Dilematis Hingga saat ini sangat jarang ditemukan aparat penegak hukum yang bersih dari permasalahan hukum, baik dari status tersangka maupun terpidana yang berkekuatan hukum tetap. Berbicara mengenai korupsi, tentu sangat erat kaitannya dengan lembaga-lembaga negara di Indonesia seperti Eksekutif, Legislatif, Yudikatif, Eksaminatif, dan beberapa lembaga independen seperti KPPU, KPU, KY dan sebagainya. KPK yang sering dikatakan sebagai harimau dalam menangkap para tikus-tikus koruptor tentunya sangat bersih dari dugaan penyelewengan korupsi, akan tetapi KPK kini mendapat ujian yang sangat berat dimana ketuanya yang merupakan wajah dari lembaga KPK akan dapat cekalan dari masyarakat Indonesia apabila aktor intelektual dibalik kematian Nasrudin tersebut benar dilakukan oleh Antasari Azhar. Akan tetapi perlu kita ingatkan bersama kepada masyarakat Indonesia umumnya untuk selalu menjunjung asas praduga tak bersalah dan menunggu proses

hukum yang sedang berjalan. Apabila Antasari Azhar divonis bersalah dan telah berkekuatan hukum tetap, maka aparat penegak hukum di Indonesia dapat digambarkan sebagai korupsi tapi tidak membunuh dan membunuh tapi tidak korupsi. Sampai kapan bangsa ini dapat melahirkan tokoh-tokoh penegak hukum yang bersih dan amanah terhadap jabatannya serta benar-benar menjaga nama baik institusinya. Diseretnya Antasari Azhar tidak saja mencoreng nama baik KPK, tapi juga mencoreng bangsa Indonesia, yang mana sebelumnya institusi KPK mendapat penghargaan dan perhatian dari negara-negara luar terutama Amerika Serikat yang telah menjalin kerja sama dalam perkara tindak pidana korupsi beberapa waktu silam. Kejahatan Konspirasi Kasus kematian Nazruddin sangat tragis dan berbagai media nasional terus meliput kasus ini. Berdasarkan opini yang berkembang dimasyarakat dan dipertegas dalam jumpa pers oleh Kapolda Metro Jaya setelah Antasari Azhar menjalani hasil pemeriksaan di Polda Metro Jaya dan ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan tersebut, diketahui bahwa kematian Nasrudin diduga dilakukan dengan cara terorganisir atau dapat dikatakan sebagai kejahatan konspirasi yang dilakukan oleh beberapa pihak yang peranannya sangat kuat. Berdasarkan dugaan sementara, Antasari Azhar merupakan dalang otak intelektual terhadap kejahatan konspirasi tersebut, dimana kasus ini juga menyeret pengusaha Media Massa, seorang perwira polisi menengah berpangkat komisaris besar (Kombes), dan beberapa pihak yang menjalankan aksi pembunuhan berencana tersebut. Kejahatan konspirasi merupakan kejahatan yang terencana dan terorganisir yang mana dalam KUHP disebut dengan istilah Deelneming atau turut serta melakukan tindak pidana. Selain kejahatan terorganisir dan secara bersama-sama, juga diduga kejahatan tersebut mengandung unsur berencana melakukan tindak pidana yang mana pelakunya dapat dijerat dengan ancaman hukuman mati. Berbicara mengenai kejahatan konspirasi, hal ini juga tentunya sangat dikaitkan dengan pelanggaran HAM berat yang mengandung unsur sistematis. Akan tetapi berkaca terhadap kasus HAM yang mengorbankan seorang aktivis HAM Munir, bahwa kasus tersebut seakan terus tertiup angin yang tidak jelas arah proses hukumnya walaupun telah menjebloskan pilot Policarpus, akan tetapi pihak kepolisian tidak dapat membongkar jaringan konspirasi terhadap kasus kematian Munir. Kasus kematian Munir yang tewas dengan cara diracun tentunya sangat rumit dibandingkan dengan kasus kematian Nasrudin dengan cara ditembak kepalanya. Bakal terungkapnya jaringan terhadap kematian Nasrudin perlu kita berikan aplaus terhadap pihak kepolisian yang bekerjasama dengan pihak kejaksaan agar kejahatan kospirasi yang terjadi di Indonesia tidak mencap negeri kita sebagai negeri dengan pelanggaran HAM berat. Sebagai Negara hukum yang selalu menjunjung tinggi hukum sebagai panglima diatas segala-

galanya, tentunya Indonesia harus membongkar dan menuntaskan kasus yang dugaan kejahatan kospirasi sebab salah satu ciri negara hukum adalah penegakkan Hak Asasi Manusia. Unsur Balas Dendam? Menelaah terseretnya ketua KPK Antasari Azhar tentu saja dipertanyakan oleh berbagai pihak, yang mana beberapa bulan dan tahun silam banyaknya pejabat dan aparatur penegak hukum terseret dan dijebloskan ke dalam bui dalam kasus korupsi. Hal ini tentu saja banyak yang dendam dan iri melihat gebrakan yang dilakukan oleh KPK untuk membongkar jaringan-jaringan korupsi di tanah air. Lembaga yang diduga sangat dendam terhadap ketua KPK tersebut adalah Kejaksaan Agung. Masih segar diingatan kita bagaimana KPK dibawah kepemimpinan Antasari Azhar menggoyangkan panji-panji Kejaksaan Agung saat mengungkap kasus BLBI. Dalam mengugkap kasus tersebut, banyak petingi-petinggi Kejaksaan Agung yang terseet oleh keganasan KPK, sebut saja dimulai dengan tertangkapnya Jaksa Urip yang merupakan koordinator jaksa dalam perkara BLBI yang menerima suapan berkisar Rp6 miliar, kemudian Jamdatun Untung Udji Santoso dan Jampidsus Kemas Yahya yang juga meletakkan jabatannya dikarenakan ikut dalam pembicaraan via handphone dengan Arthalyta Suryani untuk menyelamatkan obligor BLBI Syamsul Nursalim. Keterlibatan para petinggi Kejaksaan Agung tersebut tidak saja menghilangkan kredibilitas institusi penegak hukum, tapi juga menaikkan popularitas KPK dimata seluruh masyarakat Indonesia sebagai lembaga pemberantasan korupsi yang tanpa pandang bulu. Selain menjatuhkan kredibilitas Kejaksaan Agung, KPK juga menyeret kebobrokan di tubuh lembaga-lembaga negara seperi DPR, KPPU, KY, serta KPU sebagai lembaga tercoreng karena keterlibatan dalam kasus korupsi di tanah air. KPK telah banyak memasukkan buku hitam daftar kasus koruptor, hal ini tentunya sangat menguntungkan bagi Negara kita yang dengan kepemimpinan Antasari Azhar di KPK telah menyelamatkan Ratusan Miliar uang Negara. Akan tetapi tidak terhadap para tersangka dan terpidana kasus koruptor yang telah terseret, mereka tentunya sangat dendam terhadap ketokohan Antasari Azhar di KPK dan berbagai carapun dapat saja dilakukan untuk menjebak dan menyeret Antasari Azhari di muka hukum.