12
54 | Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon A. Pendahuluan Dunia ini lari tunggang langgan demikian kata seorang sosiolog. Betapa tidak kita belum sempat menikmati suatu produk teknologi, produk teknologi yang lebih canggih dan powerfull muncul lagi dengan gaya yang lebih elegan dengan harga yang sama bahkan lebih murah. Contoh mudah yang sering kita saksikan adalah alat komunikasi berupa handphone. Hampir setiap saat kita disuguhi munculnya produk-produk baru yang lebih gaya dan kaya dengan fitur-fitur yang serba mewah. Ini barulah satu sisi kehidupan modern Diprediksikan era globalisasi yang unlimited ini menjadikan teknologi komunikasi sebagai mainstream di abad milenium ke III, akan berkembang menjadi banjir informasi yang berpotensi sebagai sumber stress kronik, yaitu sebagai diseases of adaptation (penyakit adaptasi). Para psikolog sepakat bahwa karakteristik dari diseases of adaptation masyarakat pascamodern adalah munculnya alienasi. Individu menjadi otomat-otomat yang kehilangan spontanitasnya. Perilakunya menjadi robotis. Manusia berperan seperti robot yang bergerak secara monoton, tanpa emosi, nilai dan makna hidup (los exspectations). 1 Pemujaan materialisme dan rasionalisme ternyata tidak mampu memenuhi "dahaga" masyarakat pascamodern dalam mencari sebuah eksistensi kemanusiaan. Secara normatif, manusia sebagai homo religius akhirnya berusaha melakukan rekonsiliasi antara materi dan immateri. Mistisisme (sufisme) sebagai antitesis dari materialisme dan rasionalisme, sering kali ditengarai sebagai biang keladi kemelaratan, 1 www.indomedia.com/bpost/072000/25/opini/opi ni1.htm diakses tanggal 24 Oktober 2008 DILEMA MISTISISME DAN KEMANUSIAAN Oleh: Muhsin (Dosen Pada Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Ambon) Abstract The emergence of concerns that if the mysticism is rampant, the people will become apathetic, not progressive, anti-social, not without reason, because a lot of evidence to support these concerns. However, it cannot be used as an argument to dispose tasawwuf of Islam because many also evidence suggesting that tasawwuf triggers progression. In the modern era, many people go through life with a feeling of emptiness as a result of the removal of the mysticism from the modern epistemology scene and the widespread of materialism. These circumstances would give birth to an unstable man, easy to stress and even end his life by tragic. This is where the role of tasawwuf needed as a counterweight, as tasawwuf can restore confidence and optimistic attitude during the practice of tasawwuf are in line with the Qur'an and Sunnah. Kata kunci: Mistisime, Sufi, Keseimbangan,

DILEMA MISTISISME DAN KEMANUSIAAN - · PDF filemasyarakat pascamodern dalam mencari sebuah ... dimensi ini, tasawuf (mistisisme dalam Islam) ... kehidupan kerohanian dalam Islam tidak

  • Upload
    lyque

  • View
    240

  • Download
    7

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: DILEMA MISTISISME DAN KEMANUSIAAN - · PDF filemasyarakat pascamodern dalam mencari sebuah ... dimensi ini, tasawuf (mistisisme dalam Islam) ... kehidupan kerohanian dalam Islam tidak

M u h s i n

54 | Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon

A. Pendahuluan

Dunia ini lari tunggang langgan demikian

kata seorang sosiolog. Betapa tidak kita belum

sempat menikmati suatu produk teknologi,

produk teknologi yang lebih canggih dan

powerfull muncul lagi dengan gaya yang lebih

elegan dengan harga yang sama bahkan lebih

murah. Contoh mudah yang sering kita saksikan

adalah alat komunikasi berupa handphone.

Hampir setiap saat kita disuguhi munculnya

produk-produk baru yang lebih gaya dan kaya

dengan fitur-fitur yang serba mewah. Ini barulah

satu sisi kehidupan modern

Diprediksikan era globalisasi yang

unlimited ini menjadikan teknologi komunikasi

sebagai mainstream di abad milenium ke III,

akan berkembang menjadi banjir informasi yang

berpotensi sebagai sumber stress kronik, yaitu

sebagai diseases of adaptation (penyakit

adaptasi).

Para psikolog sepakat bahwa

karakteristik dari diseases of adaptation

masyarakat pascamodern adalah munculnya

alienasi. Individu menjadi otomat-otomat yang

kehilangan spontanitasnya. Perilakunya menjadi

robotis. Manusia berperan seperti robot yang

bergerak secara monoton, tanpa emosi, nilai dan

makna hidup (los exspectations).1

Pemujaan materialisme dan rasionalisme

ternyata tidak mampu memenuhi "dahaga"

masyarakat pascamodern dalam mencari sebuah

eksistensi kemanusiaan. Secara normatif,

manusia sebagai homo religius akhirnya

berusaha melakukan rekonsiliasi antara materi

dan immateri.

Mistisisme (sufisme) sebagai antitesis

dari materialisme dan rasionalisme, sering kali

ditengarai sebagai biang keladi kemelaratan,

1www.indomedia.com/bpost/072000/25/opini/opi

ni1.htm diakses tanggal 24 Oktober 2008

DILEMA MISTISISME DAN KEMANUSIAAN

Oleh: Muhsin

(Dosen Pada Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam

Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Ambon)

Abstract

The emergence of concerns that if the mysticism is rampant, the people will become apathetic,

not progressive, anti-social, not without reason, because a lot of evidence to support these concerns.

However, it cannot be used as an argument to dispose tasawwuf of Islam because many also evidence

suggesting that tasawwuf triggers progression. In the modern era, many people go through life with a

feeling of emptiness as a result of the removal of the mysticism from the modern epistemology scene

and the widespread of materialism. These circumstances would give birth to an unstable man, easy to

stress and even end his life by tragic. This is where the role of tasawwuf needed as a counterweight, as

tasawwuf can restore confidence and optimistic attitude during the practice of tasawwuf are in line

with the Qur'an and Sunnah.

Kata kunci: Mistisime, Sufi, Keseimbangan,

Page 2: DILEMA MISTISISME DAN KEMANUSIAAN - · PDF filemasyarakat pascamodern dalam mencari sebuah ... dimensi ini, tasawuf (mistisisme dalam Islam) ... kehidupan kerohanian dalam Islam tidak

Dilema Mistisisme Dan Kemanusiaan

Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon | 55

kemiskinan dan kebodohan yang tumbuh subur

di dunia Islam. Mistisisme dianggap tidak peduli

dengan masalah-masalah kemanusiaan. Namun

saat ini sufisme lagi naik daun, tidak saja

sekadar menjadi perhatian para psikolog,

sosiolog dan teolog saja tetapi sudah dilirikoleh

banyak orang yang merasa terbelenggu dengan

kecenderungan materialisme dan nihilisme

modern atau orang-orang yang tidak puas

menjalankan ritual agama yang lahiriah. Pada

dimensi ini, tasawuf (mistisisme dalam Islam)

memiliki semua hal yang diperlukan bagi

realisasi kerohanian, memadukan antara

keselarasankehidupan aktif dan kontemplatif,

sebuah pembebasan batin yang diintegrasikan

dengan aktivitas lahir yang intens.

Terdapat pro dan kontra tentang

pengaruh tasawuf terhadap kehidupan umat

Islam. Pada satu sisi, tasawuf dituduh sebagai

faktor penyebab kemunduran umat Islam.

Tasawuf dituduh mengajarkan kepasifan dan

anti vitalitas. Tasawuf dituduh melahirkan

apatisme terhadap eksistensi kekinian manusia.

Di sisi lain, tasawuf justru diklaim sebagai upaya

mempertahankan prinsip-prinsip agama dan

kemanusiaan di tengah ketidakmenentuan tata

aturan kehidupan yang dipraktekkan manusia

B. Mistisisme dalam Islam

Tasawuf atau sufisme adalah sebutan

untuk mistisisme Islam.2 Terdapat berbagai

2Kata mistisisme sebenarnya belum masuk dalam

Kamus Bahasa Indonesia, yang ada hanya kata mistik dan mistis yang berarti hal-hal gaib yg tidak terjangkau dengan akal manusia biasa, Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia , Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta:Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional), h.1032. Kata tersebut berasal dari dari bahasa Inggris yaitu mysticisme yang berati suatu kepercayaan bahwa komunikasi pribadi atau persatuan dengan Tuhan dapat terjadi, Microsoft Encarta Premium 2009, mysticisme, (USA: Microsoft Coorperation, 2008) [DVD-ROM], lihat pula, HAR Gibb dan JM, Kraemer, Shorter Encyclopedia of Islam, vol 4(Leiden: E.J. Brill, 1963), h. 112

pendapat mengenai makna tasawuf ditinjau dari

segi etimologis yaitu (1) ṣafā dalam arti suci dan

sūfi adalah orang yang disucikan; (2) ṣaff yang

terinspirasi dari posisi baris pertama dalam

shalat, dimana para sufi senantiasa menempati

posisi tersebut; (3) ahl al-ṣuffah, yaitu para

sahabat yang hijrah bersama Nabi SAW dengan

meninggalkan harta kekayaannya. Kehidupan

mereka sangat miskin dan tinggal di Mesjid Nabi

(Masjid Nabawi), tidur di atas bangku batu

dengan memakai ṣuffah (pelana) sebagai bantal.

Walaupun kondisinya demikian, namun ahl al-

ṣuffah ini berhati mulia dan tidak mementingkan

dunia, sebagaimana yang dialami oleh kaum sufi;

(4) Sophos (bahasa Yunani) yang berarti hikmah

dimana perolehan hikmah tersebut senantiasa

dialami oleh kaum sufi; (5) ṣūf yakni kain wol

yang kasar dan kusut yang melambangkan

kesederhanaan kaum sufi, karena mereka

menghindarkan diri dari kemewahan dan

keistimewaan dunia.3 Pakaian ini juga

melambangkan sifat perlawanan dan protes

terhadap pakaian kaum istana yang mewah. Kata

yang terakhir inilah yaitu ṣūf yang tampaknya

paling sesuai dengan kaidah morfologi bahasa

Arab yang membentuk kata taṣawwuf.

Definisi tasawuf bisa saja berbeda di

antara para sufi oleh karena sifatnya yang sangat

pribadi4 namun intisari mistisisme termasuk

3Lihat Margaret Smith, Reading from the Mistic of

Islam (London: Part Press, 1960), h. 4-5, lihat pula Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: PT Bulan Bintang) h. 56-57

4Pengertian tasawuf menurut Ibrahim Basyuni dari hasil pengamatannya terdapat kurang lebih 40-an definisi tasawuf. Namun, dari sekian banyaknya definisi ia mengategorikan tasawuf ke dalam 3 definisi, yakni al-bidāyah, al-mujāhadahdan al-mazāqāh. Ibrāhim Basyūni, Nasy’at al-Taṣawwufal-Islāmī(Mesir: Dār al-Maʻārif, t.th), h. 17, lihat pula Abū al-Qāsim Abd al-Karim al-Qusyairi, al-Risālat al-Qusyairiyah, Juz II, (al-Maktabat al-Syāmilah Versi 2) [DVD ROM}], h.126-129

Page 3: DILEMA MISTISISME DAN KEMANUSIAAN - · PDF filemasyarakat pascamodern dalam mencari sebuah ... dimensi ini, tasawuf (mistisisme dalam Islam) ... kehidupan kerohanian dalam Islam tidak

M u h s i n

56 | Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon

sufisme adalah kesadaran akan adanya

komunikasi dan dialog antara roh manusia

dengan Tuhan dengan mengasingkan diri dan

berkontemplasi. Kesadaran berada dekat

denganTuhan dapat mengambil bentuk ittihād

(bersatu dengan Tuhan).5 Ajaran-ajaran tasawuf

yang dikonsepsikan oleh para sufi kesemuanya

berangkat dari paradigma bahwa manusia

mampu melakukan transformasi melalui mi’rāj

spritual ke alam Ilahiyat.6

Mengenai teori asal usul mistisisme

dalam Islam terdapat beberapa pendapat antara

lain: dari pengaruh Kristen, filsafat mistik

Pytagoras, filsafat emanasi Plotinus, ajaran

Budha dan Hindu. Tetapi bagaimanapun -

menurut Harun Nasution- dengan atau tanpa

pengaruh dari luar, sufisme bisa saja timbul

dalam Islam.7 Kenyataan dalam al-Quran

terdapat ayat-ayat yang berpotensi

memunculkan sufisme, misalnya ayat sbb:

أقرب إليه ولقد خلقنا اإلنسان ونعلم ما توسوس به نفسه وحنن

8من حبل الوريد وإذا سألك عبادي عين فإين قريب أجيب دعوة الداع إذا دعان

9فليستجيبوا يل وليؤمنوا يب لعلهم يرشدون

Munculnya istilah tasawuf baru dimulai

pada pertengahan abad VIII oleh Abu Hasyimal-

5Harun Nasution, op. cit, h.56 6Lihat Mircea Eliade (Editor in Chief), The

Encyclopedia of Religion, vol. VII(New York: Macmillan Library Reference USA, Simon & Schuster Macmillan, 1995), h. 7.

7Lebih lanjut lihat, Harun Nasution, op.cit, h.58-59, bandingkan dengan Reynold A.Nicholson, Tasawuf Menguak Cinta Ilahiah, Terjemahan oleh A. Nashir Budiman (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada), h.9-15

8QS. Qāf/50:16 9QS. Al-Baqarah/1:176

Kūfi (w. 767), seorang zahid yang menyandang

nama al-ṣūfi10 di belakang namanya. Dalam

sejarah Islam sebelum timbulnya aliran tasawuf,

terlebih dahulu muncul aliran zuhud. Aliran

zuhud timbul pada akhir abad I dan permulaan

abad II Hijriah.11 Namun benih-benihnya pun

masih bisa ditelusuri pada masa Rasulullah.

Zuhud pada masa Rasulullah sebagai

benih-benih tasawuf dapat dilihat dalam

perilaku dan peristiwa dalam hidup, ibadah dan

pribadi Nabi Muhammad. Sebelum diangkat

menjadi Rasul, berhari-hari ia berkhalwat di gua

Hira terutama pada bulan Ramadhan. Di sana

Nabi banyak berdzikir bertafakur dalam rangka

mendekatkan diri kepada Allah. Pengasingan diri

Nabi di Gua Hira ini merupakan acuan utama

para sufi dalam melakukan khalwat. Sumber lain

yang diacu oleh para sufi adalah kehidupan para

sahabat Nabi yang berkaitan dengan keteduhan

iman, ketakwaan, kezuhudan dan budi pekerti

luhur. Oleh sebab itu setiap orang yang meneliti

kehidupan kerohanian dalam Islam tidak dapat

mengabaikan kehidupan kerohanian para

sahabat yang menumbuhkan kehidupan sufi di

abad-abad sesudahnya.

Pada masa kekuasaan Bani Umayyah

(661-750), kehidupan politik berubah total.

Dengan sistem pemerintahan monarki, khalifah-

10Untuk menjadi seorang sufi bukanlah perkara yang

mudah karena harus melalui berbagai maqām (stasion yang harus dilalui sufi) dan hāl (keadaan mental yang dirasakanl). Hāl diperoleh bukan atas usaha manusia tetapi anugrah dari Tuhan dan bersifat sementara. Kemudian untuk berpindah dari suatu maqām ke maqām berikutnya terkadang ditempuh selama bertahun-tahun, lebih lanjut lihat Harun Nasution op. cit., h. 62-63, lihat pula J Spencer Trimingham, The Sufi Order, (London: Oxford University Press), h. 4

11Ihsān Ilahi Zahir, al-Taṣawwuf al-Mansya’ wa al-Maṣādir (Lahore: Idarat Tarjumān al-Sunnah, 1987), h.96

Page 4: DILEMA MISTISISME DAN KEMANUSIAAN - · PDF filemasyarakat pascamodern dalam mencari sebuah ... dimensi ini, tasawuf (mistisisme dalam Islam) ... kehidupan kerohanian dalam Islam tidak

Dilema Mistisisme Dan Kemanusiaan

Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon | 57

khalifah Bani Umayyah secara bebas berbuat

kezaliman-kezaliman, terutama terhadap

kelompok Syiah, yakni kelompok lawan

politiknya yang paling gencar menentangnya.

Puncak kekejaman mereka terlihat jelas pada

peristiwa terbunuhnya Husein bin Alibin Abi

Thalib (w. 680) di Karbala. Kasus pembunuhan

itu ternyata mempunyai pengaruh yang besar

dalam masyarakat Islam ketika itu.12

Kekejaman Bani Umayyah yang tak henti-

hentinya itu membuat sekelompok penduduk

Kufah merasa menyesal karena mereka telah

mengkhianati Husein dan memberikan

dukungan kepada pihak yang melawan Husein.

Mereka menyebut kelompoknya itu dengan

Tawwābūn (orang-orang yang bertaubat). Untuk

membersihkan diri dari apa yang telah

dilakukan, mereka mengisi kehidupan

sepenuhnya dengan beribadah. Gerakan kaum

Tawabin itu dipimpin oleh Mukhtar bin Ubaid al-

Saqāfi (w. 687) yang terbunuh di Kufah.13 Aliran

zuhud atau asceticisme ini timbul pula sebagai

reaksi terhadap hidup mewah dari khalifah dan

keluarga serta pembesar-pembesar negara

sebagai akibat dari kekayaan yang diperoleh

setelah Islam meluas ke Syiria, Mesir,

Mesapotamia dan Persia.14

Selain kondisi sosial politik di atas,

tasawwuf juga muncul sebagai reaksi terhadap

sikap fuqaha, yang terlalu menekankan aspek

hukum dalam menafsirkan Islam, sehingga

mengarahlah umatnya pada pemujaan terhadap

hukum sebagai suatu ekspresi Islam yang

lengkap dan menyeluruh. Padahal sesungguhnya

12 Dewan Redaksi Endiklopedi Islam, Ensiklopedi

Islam, (Jakarta: PT.Ichtiar Baru Van Joeve), 1993, hlm.80 13Ibid. 14 Harun Nasution, op. cit., h. 64

hukum itu hanyalah berkaitan dengan laku

perbuatan eksternal manusia dari masyarakat.

Dalam perkembangan selanjutnya, gerakan sufi

yang pada awalnya hanya merupakan gerakan

yang menekankan pada umat manusia tentang

pentingnya purifikasi spiritual dan dimensi

moral, telah berubah menjadi suatu metode

komunikasi dengan Tuhan yang bersifat

esoterik. Sehingga sufisme kemudian menjadi

semacam lawan terhadap kaidah-kaidah hukum

dan fiqih yang begitu formal dan gersang.15

Dalam perjalanan selanjutnya tasawuf

mengalami pasangsurut sejalan dengan sejarah

perkembangan kehidupan umat Islam. Tasawuf

yang pada mulanya lebih bersifat akhlāqi, lebih

merupakan reaksi terhadap kondisi moral dan

sosial yang menyimpang. Pada abad ketiga dan

keempat hijriah, berkembang dua kelompok sufi.

Pertama, kelompok yang berpaham moderat,

yang ajaran mereka selalu merujuk pada Al-

Qur’an dan hadits. Mereka sangat menekankan

pentingnya moralitas. Kedua, kelompok yang

menekankan faham fanā’(lebur dalam Tuhan).

Kelompok kedua inilah yang mempunyai

kecenderungan anti sosial. Pada abad kelima

hijriah dan seterusnya, muncul kesadaran bahwa

tasawuf mesti dikembalikan kepada ruhnya yang

semula, yakni ruh Islam yang menjunjung tinggi

nilai amal di samping kehidupan spiritual,

menekankan kehidupan sosial di samping

kehidupan individual16

Meski sempat dituduh sebagai pemasung

dinamisasi pemikiran intelektual Islam, al-Gazali

15Amin Rais, Islam dan Pembaharuan, (Jakarta: PT

Rajaprasindo) h. v 16Lihat Muhammad Abd Haq Anshari, Antara Sufisme

dan Syari’ah, Terjemahan Ahmad Nashir Budiman (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada), h. 87

Page 5: DILEMA MISTISISME DAN KEMANUSIAAN - · PDF filemasyarakat pascamodern dalam mencari sebuah ... dimensi ini, tasawuf (mistisisme dalam Islam) ... kehidupan kerohanian dalam Islam tidak

M u h s i n

58 | Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon

(w.1111)17 tetaplah tokoh yang memberikan

kontribusi pemikiran bagi umat Islam. Di antara

karyanya adalah kitab Tahāfut al-Falaāsifah,

yaitu kitab sanggahan atau gugatan terhadap

pemikiran filosof. Al-Gazali juga melakukan

perpaduan antara syari‘ah dan tariqah. Ia

berkeyakinan, bahwa hubungan antara

keduanya saling menunjang, sinergis dan

relevan. Ajaran tariqah yang terpadu secara baik

dengan ajaran syari‘ah diakui sebagai sesuatu

yang sah.18 Akan tetapi, meskipun al-Gazali

dipandang berhasil meletakkan posisi tasawuf

dalam ortodoksi Islam, penyimpangan dan ekses

negatif tetap terjadi pada masa sesudahnya.

Kecenderungan pada aspek filosofis dalam

sufisme sering dikaitkan dengan ajaran dan

karya-karya Ibn Arabi (w.1240) Oleh karena itu,

muncullah para ulama yang berusaha

mengadakan pemurnian (purifikasi) terhadap

ajaran-ajaran sufisme. Pemurnian dan

pembaharuan tasawuf tersebut sering disebut

neo-sufisme.

17al-Gazali lahir di Gazalah desa Thus daerah

Khurasan, Persia pada tahun 450 H/1058 M. Pada tahun 1077 M, al-Gazali menetap di Naisabur dan di sana ia berguru pada al-Juwaini. Sepeninggal gurunya, al-Ghazali kemudian pergi ke Mu’asykar Nizam al-Mulk, di Bani Saljuk ia mendapat tempat terhormat di antara para sarjana di sana, hingga pada tahun 1091 M, ketika masih sangat mudah, ia ditunjuk menjadi staf guru besar pada Perguruan Tinggi Nizamiyah di Bagdad. Pada tahun 1095 M, ia meninggalkan kota Baghdad dan mengundurkan diri dari dari dunia akademis. Kepergian al-Ghazali dari Bagdad, selanjutnya dapat merobah hidupnya dan mengabdi kepada Tuhan kebih sempurna sebagai seorang sufi miskin. Pada tahun 1107 M, ia kembali ke tanah kelahirannya di Thus dalam kehidupan sebagai seorang sufi hingga ia meninggal dunia pada hari senin, 14 Jumadil Akhir 503 H/1108 M. Riwayat Hidup al-Gazāli selengkapnya, lihat Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya (Jakarta: UI Press, 1986), h h. 52-53. Beliau sempat dituding sebagai pemasung pemikiran Islam padahal dia sebenarnya hanya memberikan “rem” untuk para filosof agar jangan terlalu mendewakan akal.

18Abu Hamid Muhammad al-Gazali, Ihyā Ulūm al-Dīn, Juz I(Semarang: Toha Putra), h. 100

C. Mistisisme dan Kemanusiaan

Seperti telah disebutkan didepan bahwa

mistisisme dalam perjalanan sejarahnya

mengambil dua bentuk yaitu moderat dan

ekstrem. Bentuk yang terakhir inilah yang sering

dianggap sebagai anti sosial dan tidak peduli

dengan kemanusiaan. Sementara yang moderat

tentu tidak bisa dijudge sebagai biang keladi

kemunduran karena masih setia dengan al-

Quran dan Sunnah.

Bentuk mistisisme yang ekstrempun

sebenarnya terbagi dua pula. Diantara para sufi

terdapat yang ketika telah mencapai fanā’ maka

ia akan kembali ke “dunia nyata” dan menjalani

hidupnya seperti biasa, namun ada pula yang

tidak kembali lagi dan tenggelam di dalam dunia

maya. Contoh sufi yang ekstrem mungkin dapat

wakili oleh al-Bistāmi (w. 875),19 al-Hallāj

(w.922),20 Ibn ʻArabi (w. 1240)21 dan lain-lain.

19Abu Yazid al-Bistami terkenal dengan paham al-

ittihād; satu tingkatan dalam tasawwuf yang menyatakan bahwa seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan; suatu tingkatan dimana yang mencintai dan yang dicintai menjadi satu, sehingga salah satu dari mereka dapat memanggil yang satu lagi dengan kata-kata: Hai aku. Lihat Harun Nasution, Filsafat, h. 82

20Nama lengkapnya Husain Ibn Mansur Al-Hallāj adalah seorang sufi yang terkenal dengan paham al-hulūl; sebuah paham yang menyatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia untuk mengambil tempat di dalamnya, setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan. Al-Hallāj terkenal pula dengan ucapannya yang kontroversial yaitu "أنا الحق" (akulah yang Maha Benar). Dia dihukum mati pada masa Abbasiah karena pahamnya yang dianggap sesat, kemudian mayatnya dibakar dan dibuang di sungai Tigris, lihat Harun Nasution, ibid, h. 87

21Muhy al-Din Ibn Arabi populer dengan paham wahdat al-wujūd; sebuah paham bahwa Allah ingin melihat diri-Nya di luar diri-Nya dan oleh karena itu dijadikan-Nya alam ini. Alam ini merupakan cermin bagi Allah, sehingga ketika Allah ingin melihat diri-Nya dia melihat kepada alam. Pada benda-benda yang ada dalam alam, karena dalam tiap-tiap benda itu terdapat sifat ketuhanan, Tuhan melihat diri-Nya. Dari sinilah timbul paham kesatuan. Yang ada dalam alam ini kelihatannya banyak, tetapi sebenarnya hanya satu. Lihat Harun Nasution, ibid, h. 93

Page 6: DILEMA MISTISISME DAN KEMANUSIAAN - · PDF filemasyarakat pascamodern dalam mencari sebuah ... dimensi ini, tasawuf (mistisisme dalam Islam) ... kehidupan kerohanian dalam Islam tidak

Dilema Mistisisme Dan Kemanusiaan

Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon | 59

Gerakan sufisme yang ekstrem misalnya

yang terjadi di India pada masa pemerintahan

Akbar (1556-1605). Menurut Sirhidi (w.1603)22

dalam al-maktubātnya yang di kutip oleh Haq

Ansari bahwa sebagian besar sufi di masa itu,

lebih sering larut dalam pesta musik (samā'),

dalam tarian spiritual (raqs), Kaum Sufi ini

biasanya lebih mementingkan dzikir ketimbang

melaksanakan fardhu dan sunnah, berpuasa

dalam arba'inat (latihan rohani tertentu selama

40 hari), berpuasa untuk guru dan tidak

menghentikan puasa kecuali dengan makan dari

hasil meminta-minta, mengabaikan shalat

berjamaah, bahkan shalat Jumat. Mereka yang

meyakini doktrin wahdat al-wujūd kurang

perduli terhadap Syariah. Mereka berkeyakinan,

bahwa Syariah hanyalah jalan untuk mencapai

pengetahuan sehingga mereka yang sudah

mencapai kebenaran wahdat al-wujūd merasa

tidak perlu menjalankan tugas-tugas syariah lagi.

Sebagian mereka menolak melakukan shalat,

karena dianggap akan memisahkan Tuhan

dengan hamba-Nya; sebagian lagi menyamakan

kebangkitan sama dengan pengalaman fanā',

sehingga mereka mengabaikan pengadilan dan

penghukuman.23

Sebagai akibat dari praktek sufisme ini,

orang muslim tidak punya lagi keberanian dan

kepedulian sosial, mereka asyik dengan dirinya

sendiri. Generasi non-muslim yang dulunya

bebas menjalankan ibadatnya di kota-kota

muslim tetapi kini golongan Islam justru

dilarang sama sekali menjalankan ajaran Islam.

22Ahmad Sirhindi adalah tokoh sufi di India yang lahir thn 1564 M, menurut pengakuannya beliau juga pernah mengalami ittihād, namun tetap setia dengan doktrin Islam dan aktif dalam kegiatan sosial dan politik, lihat ibid, h 10

23Ibid , h.21

Kalau mereka memberanikan diri, pastilah akan

menemui ajalnya. Golongan non-muslim di India

tidak lagi takut merobohkan masjid-masjid, dan

kemudian mendirikan biara-biara di atasnya.

Misalnya di Kurukshetra, dahulu di sana berdiri

sebuah masjid dan juga makam seorang wali.

Kemudian masjid tersebut dihancurkan dan

sebuah biara raksasa didirikan di atasnya. Lebih

jauh lagi, golongan non-muslim bebas

menjalankan ibadahnya secara terbuka, namun

tidak demikian dengan golongan muslim tidak

berdaya untuk menjalankan ibadahnya.24

Praktek sufisme seperti di atas jelas

bertentangan dengan mainstream doktrin Islam.

Menurut al-Maududi, Allah telah mengangkat

manusia sebagai khalifah-Nya, memberikan hak

istimewa, menentukan kewajiban, dan

tanggungjawab. Tubuh adalah fasilitas bagi ruh

untuk melaksanakan semua ketentuan itu, tubuh

bukanlah penjara bagi ruh. Dunia bukan

hukuman bagi manusia, tetapi lapangan bagi

pelaksanaan ketentuan kewajiban. Segala

sesuatu di bumi ditetapkan untuk pembebasan

jiwa manusia. Bakat dan dorongan hati manusia

telah melahirkan peradaban, budaya, dan sistem

sosial25

Masyarakat, dengan demikian, justru

menyediakan fasilitas dan merupakan ajang

pembangunan rohani. Tempat yang sebenarnya

bagi pertumbuhan dan perkembangan rohaniah

terletak di tengah-tengah aktivitas kehidupan

sosial, bukan di tempat-tempat sunyi pertapaan.

Spiritualitas dan sosialitas harus berjalan

bersama dalam Islam, bahkan semua aspek

kemanusiaan merupakan bagian yang integral.

24Ibid, h. 28 25Abul ‘Ala Maududi, Islam sebagai pandangan

Hidup, terjemahan oleh Mashuri Sirojudin Iqbal, (Bandung: Sinar baru) h. 89

Page 7: DILEMA MISTISISME DAN KEMANUSIAAN - · PDF filemasyarakat pascamodern dalam mencari sebuah ... dimensi ini, tasawuf (mistisisme dalam Islam) ... kehidupan kerohanian dalam Islam tidak

M u h s i n

60 | Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon

Aksentuasi sosial, selain aksentuasi moral-

spiritual merupakan trend baru tasawuf.

Kenyataan tersebut semakin mempopulerkan

tasawuf sebagai jalan membangun kemanusiaan

dalam segala aspeknya. Orang semakin menaruh

harapan terhadap kemungkinan tasawuf sebagai

alternatif peneguhan kemanusiaan, peneguhan

eksistensi manusia.

Beberapa sufi justru merupakan kaum

elit dan kaum terdepan. Mereka merupakan roda

penggerak utama Islam pada masanya.Sepanjang

abad ke-18, ke-19 dan awal abad ke-20, gerakan-

gerakan sufi besar di Afrika dan Asia sering

dihubungkan dengan gerakan-gerakan Islam

umumnya.

Kaum sufi sering memimpin gerakan pembaruan, atau perlawanan terhadap penindasan dan dominasi asing atau kolonial. Mereka terlibat jauh dalam gerakan politik seperti kebangkitan di Maroko dan Aljazair melawan Perancis, dan pembangunan kembali masyarakat dan pemerintahan Islam di Libia, yang sebagian besar dilakukan oleh para anggota tarekat Sanusi.26 Di Nigeria utara, Syekh 'Utsman dan Fobio (w. 1817), seorang anggota Tarekat Qadiriyah, memimpin jihad melawan para penguasa Habe yang telah gagal memerintah menurut syariat Islam, mengadakan pembebanan pajak yang dibuat-buat, korupsi umum, penindasan, dari menjatuhkan moralitas Islam pada tingkat rakyat maupun istana. Lebih jauh ke timur, Syekh Muhammad Ahmad al-Mahdi (w. 1885), anggota tarekat Tsamaniyah, berhasil menentang pemerintahan kolonial Inggris di Sudan. Fenomena serupa terjadi pula di Timur. Misalnya, kaum sufi Naqsabandiyah dan Syah Waliyullah (w. 1762) menentang kekuasaan kolonial Inggris di India.27

26Jalaluddin Rahmat, Islam Alternatif, (Bandung:

Mizan), h.98 27www.cybermq.com, diakses tanggal 24 Oktober

2008 lihat pula Julian Baldick An Introduction to Sufism, (New York: New York University press), h. 143

Bahkan di Indonesia terdapat Syeikh

Yusuf (w. 1699) putra Makassar yang dianggap

sebagai sufi dan pejuang. Di Banten, Syekh Yusuf

dan Sultan Ageng serta Pangeran Purabaya bahu

membahu melawan kompeni. Setahun kemudian,

Sultan Ageng ditangkap kompeni setelah ditipu

anaknya. Perjuangan belum habis. Syekh Yusuf

memimpin 5.000 pasukan termasuk 1.000 orang

dari Makassar bersama Pangeran Purabaya

mengobarkan perang gerilya. Pasukan yang

dipimpinnya bergerilya hingga ke Karang dekat

Tasikmalaya. Pada 1683, Syekh Yusuf ditangkap

Belanda dan diasingkan di Srilanka kemudian ke

Afrika Selatan.28

Kemudian dalam sejarah ilmu

pengetahuan Islam, al-Farābi (w. 950) adalah

sufi yang brilian. Ia konon membaca buku fisika

Aristoteles 40 kali, dan De Anima-nya Aristoteles

200 kali. Ia menulis Ihsa’ al-'Ulūm, ensiklopedia

sains yang pertama. Ia menulis al-Madīnah al-

Fāḍilah, buku sosiologi dan politik. Al-Farabi

adalah seorang raksasa dalam sains Islam, tetapi

hal itu tidak menghambatnya menjadi sufi. Ibnu

Khalikan melukiskan al-Farabi sebagai orang

yang paling mengabaikan hal-hal duniawi. Ia

tidak pernah memusingkan urusan kehidupan

dan tempat tinggal. Salah seorang murid al-

Farabi mendirikan kelompok pencinta ilmu

pengetahuan di Bagdad pada tahun 970.

Kelompok ini menghidupkan tradisi intelektual

yang mulai terancam di zaman itu. Tiga belas

tahun kemudian, mungkin terilhami oleh

kelompok murid al-Farabi ini, di Basrah berdiri

Ikhwān al-ṣafā yang ingin memperbaiki umat

Islam, menyucikan mereka secara moral,

28www.kebunhikmah.com/article.php diakses

tanggal 24 Oktober 2008, lihat pula Sri Mulyati et al Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia, (Predana Media: Jakarta) h. 8

Page 8: DILEMA MISTISISME DAN KEMANUSIAAN - · PDF filemasyarakat pascamodern dalam mencari sebuah ... dimensi ini, tasawuf (mistisisme dalam Islam) ... kehidupan kerohanian dalam Islam tidak

Dilema Mistisisme Dan Kemanusiaan

Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon | 61

spiritual dan politikal. Ikhwān al-ṣafā adalah

semacam gerakan sufi yang sekaligus juga

gerakan ilmu pengetahuan. Mereka berkumpul,

berdiskusi, dan merekam pembicaraan mereka

dalam 51 risalah yang sampai kepada kita. Dalam

risalah itu, mereka bukan saja membicarakan

tauhid, akhlak, dan kesucian, tapi juga

mendiskusikan gelombang suara, gerhana, kimia,

dan fenomena alam lainnya. Mereka bukan saja

mengulas dialektika Socrates, tetapi juga

kezuhudan Ali bin Abi Thalib29

Dalam tasawuf sebenarnya terdapat nilai

yang yang sangat relevan dengan kehidupan

modern misalnya saja zuhud. Imam Ahmad

merangkum pengertian zuhud dan membaginya

dalam tiga tingkatan: meninggalkan segala yang

haram (zuhud orang awwam), meninggalkan hal-

hal yang berlebihan dalam perkara yang halal

(zuhud orang khawwas), dan meninggalkan apa

saja yang memalingkan diri dari Allah (zuhud

orang arif).30 Bila definisi ini saja yang kita

pegang kata Jalaluddin Rahmat, maka kita dapat

menjabarkan beberapa nilai derivatif darinya

yang kondusif untuk usaha-usaha

menghilangkan kemiskinan. Meninggalkan hal-

hal yang haram menuntut orang mencari

kekayaan secara tulus lewat kerja keras,

meninggalkan suap, menghindari hal-hal yang

merugikan orang lain, dan menciptakan

pekerjaan yang mempunyai nilai sosial yang

tinggi. Orang miskin akan kehilangan motif

untuk memperbaiki nasibnya, bila ia tahu bahwa

bukan kerja keras yang menentukan

keberhasilan usahanya, tetapi kemampuan

untuk memperoleh fasilitas dengan jalan yang

29Jalaluddin Rahmat, op. cit, h.97 30Ibn Qayyim al-Jauziyah Madārij al-Saālikin bayn

Manaāzil iyyāka na’bud wa iyyāka nastaīn, Juz II,(Bayrut: Dar al-Kutub al-Arabi), h. 12

tidak legal. Dalam suatu masyarakat yang

menghalalkan segala cara, orang miskin akan

selalu menjadi kelompok yang paling dirugikan.

Semangat wiraswasta yang tinggi hanya akan

berakhir dalam frustrasi, bila orang tahu bahwa

koneksi dan tindakan curang, dan bukan

ketulusan dan kejujuran, lebih menguntungkan;

bila orang melihat bahwa lebih mudah meraih

kekayaan lewat kekuasaan daripada lewat

keterampilan dan kerja keras.

Menghindari hal-hal yang berlebihan,

walaupun halal, menunjukkan sikap hemat,

hidup sederhana, dan menghindari keberlebihan,

kemewahan, atau pemilikan harta yang lebih

bernilai sebagai promotor status daripada

sebagai kekayaan yang produktif. Zuhud

melahirkan sikap menahan diri dan

memanfaatkan harta untuk hal-hal yang

produktif. Zuhud juga mendorong

untukmengubah harta bukan saja sebagai assets

yang mempunyai ekonomis, tetapi juga assets

sosial (dalam artian menolong mereka yang

berada dalam kesempitan).31

D. Masa Depan Mistisisme

Tanpa mengingkari berbagai kemajuan

dan keberhasilan manusia yang mengikuti aliran

filsafat semisal eksistensialisme dan positivisme

juga melahirkan manusia yang tidak sempurna,

pincang dan hanya berorientasi temporal serta

mengingkari spiritual dan agama. Manusia yang

tidak sempurna ini selanjutnya menghasilkan

perubahan tersebut.Sebagian ada yang terjadi

secara evolusi dan di sisi lain ada yang terjadi

secara revolusi. Setiap perubahan yang tidak

dilandasi oleh pegangan hidup dan tujuan hidup

yang kuat akan menimbulkan krisis. Hilangnya

31Jalaluddin Rahmat, op.cit, h.100

Page 9: DILEMA MISTISISME DAN KEMANUSIAAN - · PDF filemasyarakat pascamodern dalam mencari sebuah ... dimensi ini, tasawuf (mistisisme dalam Islam) ... kehidupan kerohanian dalam Islam tidak

M u h s i n

62 | Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon

keyakinan dan ketidakpastian menyebabkan

kesangsian yang memicu lahirnya kegelisahan

dan akhirnya memunculkan rasa ketakutan.32

Konteks kehidupan tasawuf di abad lalu

berbeda dengan konteks kekinian. Karena

masyarakat manusia adalah realitas yang

senantiasa berubah dan mencair, oleh karena itu

perubahan masa kini harus disikapi dengan pola

yang baru pula. Tasawuf yang dipraktekkan

masa kini harus dengan memperhatikan bahwa

masalah kemanusiaan dalam kehidupan sosial

merupakan bagian dari keberagamaan para sufi.

Tujuan yang dapat dicapai tetap sama yaitu

ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan intuitif

tetapi kemudian dilebarkan bukan hanya untuk

individu melainkan juga dalam bentuk kesalehan

sosial.33

Di zaman modernisasi dan globalisasi

sekarang ini, manusia di Barat sudah berhasil

mengembangkan kemampuan nalarnya untuk

mencapai kemajuan yang begitu pesat dari

waktu ke waktu di berbagai bidang kehidupan

termasuk dalam bidang sains dan teknologi.

Kemajuannya tidak dapat dibendung lagi akan

tetapi kemajuan tersebut jauh dari spirit agama

sehingga yang lahir adalah sains dan teknologi

sekuler. Manusia saling berpacu meraih

kesuksesan dalam bidang material, sosial, politik,

ekonomi, pangkat, jabatan, kedudukan,

kekuasaan dan seterusnya. Namun tatkala

mereka sudah berada di puncak kesuksesan

tersebut, jiwa mereka mengalami guncangan-

guncangan.

Kekeringan jiwa dari nilai-nilai spiritual

disebabkan oleh tidak adanya orientasi yang

32Sidi Gazalba, Islam dan Perubahan Sosial Budaya,

(Jakarta: Pustaka al-Husna) h. 251-252 33Lihat Fazlur Rahman, Islam, (Chicago: The

University of Chicago Press), h. 192

jelas dalam menapaki kehidupan di alam dunia

ini. Keterasingan yang dialami oleh orang-orang

Barat dikarenakan peradaban modern yang

mereka bangun bermula dari penolakan

terhadap hakikat ruhaniyah dalam kehidupan

manusia. Akibatnya manusia lupa terhadap

eksistensi dirinya sebagai hamba di hadapan

Tuhan karena telah terputus dari akar-akar

spiritualitas. Hal ini merupakan fenomena

betapa manusia modern memiliki spiritualitas

yang akut. Pada gilirannya, mereka cenderung

tidak mampu menjawab berbagai persoalan

hidupnya, dan kemudian terperangkap dalam

kehampaan dan ketidak bermaknaan hidup.34

Dalam konteks kehidupan modern,

khazanah pemikiran Islam sufistik atau tasawuf

selayaknya direkonstruksi dalam kerangka

untukmenemukan kembali makna dan elan vital

ajaran tasawuf bagi kehidupan manusia modern

saat ini. Dengan mengkaji dan mempertanyakan

kembali tentang apa dan bagaimana ajaran

tasawuf diharapkan mampu menjawab dan bisa

memberikan kontribusi atas berbagai persoalan

kehidupan masa kini yang penuh tantangan

dalam menghadapi arus modernisasi, globalisasi

dan informasi.

Di satu pihak, arus modernisasi,

globalisasi dan informasi memberi banyak

kemudahan bagi kehidupan manusia. Di lain

pihak, bersamaan dengan munculnya persaingan

yang ketat, kerasnya kehidupan, ataupun

tawaran yang menggiurkan sering kali

menimbulkan kegelisahan batin dan pergolakan

jiwa terganggu. Kondisi ini masih ditambah oleh

adanya keinginan hidup secara instan bagi

sementara orang yang berakibat pada kenekatan

34www.ubaidillahfalak.blogspot.com diakses

tanggal 24 Oktober 2008

Page 10: DILEMA MISTISISME DAN KEMANUSIAAN - · PDF filemasyarakat pascamodern dalam mencari sebuah ... dimensi ini, tasawuf (mistisisme dalam Islam) ... kehidupan kerohanian dalam Islam tidak

Dilema Mistisisme Dan Kemanusiaan

Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon | 63

yang tidak masuk akal. Sebagai sistem ajaran

keagamaan yang lengkap dan utuh, Islam tidak

saja memberi tempat kepada jenis penghayatan

keagamaan eksoterik tetapi juga dimensi

esoterik.

Tekanan yang berlebihan kepada salah

satu dari kedua aspek penghayatan itu

diperkirakan akan menghasilkan kepincangan

yang menyalahi prinsip ekuilibrium dalam Islam.

Kenyataannya banyak kaum muslimin yang

penghayatan keislamannya lebih mengarah ke

bentuk lahiriah saja, atau bisa disebut ahl al-

zawāhir, atau mereka yang kehidupan

keagamaannya hanya mengarah ke aspek

batiniah, sehingga disebut sebagai ahl al-

bawātin.35 Menengok sekilas tentang sejarah

pemikiran Islam, antara kedua orientasi

penghayatan keagamaan itu sempat terjadi

ketegangan dan polemik, dengan sikap-sikap

saling menuduh dan truth claim. Dari banyak

usaha merekonsiliasi antara keduanya itu, apa

yang pernah dilakukan oleh Imam al-Ghazali bisa

dibilang yang terbesar dan paling berhasil.36

Sufisme merupakan fenomena umum

yang terjadi hampir di seluruh negara muslim

pada masa pascamodernisme, bahkan di negara-

negara yang berpenduduk minoritas muslim

seperti Amerika dan Inggris sekalipun.

Modernisme dianggap gagal memenuhi dan

menjawab persoalan-persoalan kebutuhan

spiritual masyarakat modern. Kegagalan kaum

modernis dalam merespons kebutuhan spiritual,

sehingga yang terjadi adalah keringnya nilai-nilai

spiritualitas (lemah dalam kecerdasan spiritual)

35Nurcholish Madjid Sufisme dan Masa Depan

Agama, (Jakarta: Pustaka) h.93 36Lihat Abd al-Qadir Mahmud al-Falsafat al-Ṣūfiyah,

(Baerut: Dar al-Kutub al-‘Arabi), h. 201, Muhammad Abd. Haq Ansari, op.cit, h. 88

sebagai ruh kehidupan manusia. Akibatnya,

kasus bunuh diri meningkat seiring dengan

kekosongan spiritual.37

Di tanah air kita sendiri misalnya,

sufisme telah menarik sebagian masyarakat

kelas menengah terdidik untuk menggali

khazanah intelektual dan filosofis tokoh-tokoh

sufi terkenal dalam sejarah peradaban Islam baik

klasik maupun modern. Kajian tasawuf di

Surabaya, shalat khusyuk dan lain sebagainya

menjamur di mana-mana telah menarik minat

cukup tinggi di kalangan kaum terdidik kelas

menengah perkotaan. Selain itu, buku-buku yang

bertema tasawuf, kini laris di pasaran.Para tokoh

sufi dan tarekat, ramai dikunjungi tidak hanya

oleh kalangan masyarakat pedesaan tetapi juga

oleh golongan menengah perkotaan. Terlepas

dari tujuan mereka mempelajari sufisme dan

tarekat, ini merupakan fenomena yang

menarik38.

Dahulu di Indonesia, tasawuf lahir dan

menjamur hanya terbatas di kalangan

masyarakat pedesaan, seperti di pesantren-

pesantren tradisional. Tarekat, salah satu bentuk

pengamalan tasawuf, lebih banyak mewarnai

masyarakat lapisan bawah, tapi kini tasawuf

telah mencuat ke atas sebagai kebutuhan hidup

masyarakat modern.

E. Kesimpulan:

1. Tasawwuf intinya adalah kesadaran akan

adanya komunikasi dan dialog antara roh

manusia dengan Tuhan. Pemicu lahirnya

tasawuf antara lain adalah maraknya gaya

hidup mewah para pembesar istana pada

37www.qnoyzone.blogdetik.com diakses tanggal 24

Oktober 2008 38www.surya.co.id/web diakses tanggal 24 Oktober

2008

Page 11: DILEMA MISTISISME DAN KEMANUSIAAN - · PDF filemasyarakat pascamodern dalam mencari sebuah ... dimensi ini, tasawuf (mistisisme dalam Islam) ... kehidupan kerohanian dalam Islam tidak

M u h s i n

64 | Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon

masa kerajaan Umayyah, demikian pula

sikap keberagamaam yang fiqhi oriented

yang kering. Meskipun demikian benih-

benihnya sebenarnya sudah ada sejak

zaman Rasululullah, bahkan boleh dikatakan

bahwa kehidupan mistik adalah sebuah

fenomena alami. Tasawwuf mengambil 2

bentuk; akhlaki dan falsafi. Akhlaki lebih

menekankan pada perbaikan akhlak

sementara falsafi berorientasi fanā’.

2. Tasawwuf bermata dua; dapat membuat

umat tidak peduli dengan masalah masalah

sosial jika ia mengambil bentuk yang

ekstrem yang memang memiliki potensi anti

sosial, namun jika tasawwuf yang moderat

dan berlandaskan pada Al-Qur’an dan

Sunnah yang dipraktekkan, maka ia akan

menjadi sumber kekuatan dan peneguh

eksistensi kemanusiaan. Manusia telah

diangkat oleh Allah sebagai khalifah di bumi,

sehingga tidaklah wajar jika manusia

sebagai pengemban amanah hanya asyik

dengan dirinya sendiri.

3. Tasawwuf akan semakin digandrungi

sejalan dengan akselerasi modernisasi yang

mengesampingkan aspek ruhiyah.

Modernisasi telah membuat manusia

modern teralienasi sehingga membutuhkan

terapi kejiwaan. Modernisme yang dicirikan

oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, dipandang telah mampu

memberikan berbagai kemudahan kepada

umat manusia dalam pemenuhan kebutuhan

hidupnya. Namun dengan kemudahan-

kemudahan itu, manusia justru cenderung

berlomba-lomba pada pemenuhan

kebutuhan materi yang tidak pernah ada

habisnya. Kecenderungan seperti itu telah

mendorong berkembangnya sikap dan gaya

hidup hedonistik-materialistik. Berbagai

kejadian, tindak kekerasan, penindasan dan

perlakuan yang tidak adil antarsesama,

manipulasi, kasus kriminalitas yang terus

meningkat seperti perampokan dan

pembunuhan adalah akibat dari pola hidup

materialistik yang telah kehilangan landasan

spiritualnya.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Gazalba, Sidi, Islam dan Perubahan Sosial Budaya, Jakarta: Pustaka al-Husna.

Al-Gazali, Abu Hamid Muhammad, Ihyā’ Ulūm al-Dīn, Juz I, Semarang: Toha Putra.

Al-Jawziyah, Ibn Qayyim Madārij al-Sālikīn bayn Manāzil iyyāka na’bud wa iyyāka nastaīn, Juz II, Bairut: Dar al-Kutub al-Arabi.

Al-Qusyairi, Abu al-Qasim Abd al-Karim, al-Risalah al-Qusyairiyah, Juz II, al-Maktabat al-Syamilah Versi 2) [DVD ROM}]

Anshari, Muhammad Abd Haq, Antara Sufisme dan Syari’ah, Terjemahan Ahmad Nashir Budiman, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Baldick, Julian, An Introduction to Sufism, New York: NewYork University press.

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT.Ichtiar Baru Van Joeve.

Eliade, Mircea (Editor in Chief), The Encyclopedia of Religion, vol. VII, New York: Macmillan Library Reference USA, Simon & Schuster Macmillan, 1995.

Gibb, HAR dan JM, Kraemer, Shorter Encyclopedia of Islam, vol 4, Leiden: E.J. Brill, 1963.

Kementerian Agama RI., Al Qur’an dan Terjemahnya.

Madjid, Nurcholish, Sufisme dan Masa Depan Agama, Jakarta: Pustaka.

Page 12: DILEMA MISTISISME DAN KEMANUSIAAN - · PDF filemasyarakat pascamodern dalam mencari sebuah ... dimensi ini, tasawuf (mistisisme dalam Islam) ... kehidupan kerohanian dalam Islam tidak

Dilema Mistisisme Dan Kemanusiaan

Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon | 65

Mahm­d, Abd al-Qadir al-Falsafat al-Ṣūfiyah, Bairut: Dar al-Kutub al Arabi.

Maududi, Abul ‘Ala, Islam sebagai pandangan Hidup, terjemahan oleh Mashuri Sirojudin Iqbal, Bandung: Sinar baru

Microsoft Encarta Premium 2009, mysticism, (USA: Microsoft Coorperation, 2008) [DVD-ROM]

Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI Press, 1986.

_______Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta: PT Bulan Bintang.

Nicholson, Reynold A., Tasawuf Menguak Cinta Ilahiah, Terjemahan oleh A. Nashir Budiman, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Rahman, Fazlur, Islam, Chicago: The University of Chicago Press.

Rahmat, Jalaluddin, Islam Alternatif, Bandung: Mizan.

Rais, Amin, Islam dan Pembaharuan, Jakarta: PT Rajaprasindo.

Redaksi Kamus Bahasa Indonesia , Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Smith, Margaret, Reading from the Mistics of Islam, London: Part Press, 1960.

Sri Mulyati et al., Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia, Jakarta: Predana Media.

Trimingham, J Spencer, The Sufi Order, London: Oxford University Press.

Zahir, Ihsan Ilahi, al-Tasawwuf al-Mansya’ wa al-

Maṣādir, Lahore: Idarat Tarjuman al-

Sunnah, 1987.

www.cybermq.com

www.indomedia.com/bpost/072000/25/opini

www.kebunhikmah.com/article.php

www.qnoyzone.blogdetik.com

www.surya.co.id/web

www.ubaidillahfalak.blogspot.com