59
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN ANTARA HIPOGLIKEMI DENGAN KEJADIAN HIPOTERMI PADA NEONATUS RUJUKAN DI RSUD DR. MOEWARDI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Dio Dara Virgiansari G0009062 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2013

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

  • Upload
    lecong

  • View
    229

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

HUBUNGAN ANTARA HIPOGLIKEMI DENGAN KEJADIAN

HIPOTERMI PADA NEONATUS RUJUKAN DI RSUD DR. MOEWARDI

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Dio Dara Virgiansari

G0009062

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Surakarta

2013

Page 2: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

ABSTRAK Dio Dara Virgiansari, G0009062, 2013. Hubungan antara Hipoglikemi dengan Kejadian Hipotermi pada Neonatus Rujukan di RSUD Dr. Moewardi. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Latar Belakang: Hipoglikemi pada neonatus merupakan penyebab kematian dan gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang mengalami hipoglikemi akan mengalami gangguan termoregulasi sehingga menyebabkan terjadinya hipotermi sekunder. Hipotermi masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada neonatus terutama di negara berkembang termasuk di Indonesia, dimana sekitar 7 % bayi baru lahir mengalami hipotermi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara hipoglikemi dengan kejadian hipotermi pada neonatus rujukan.

Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel berjumlah 81 neonatus yang dipilih berdasarkan teknik fixed- disease sampling. Sampel merupakan pasien neonatus rujukan di RSUD Dr. Moewardi. Pengambilan data dilakukan dengan pengukuran kadar glukosa darah dan suhu aksila neonatus di Bagian IGD RSUD Dr. Moewardi. Data hasil penelitian dianalisis menggunakan uji regresi logistik ganda dan diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16.00 for Windows.

Hasil Penelitian: Neonatus yang hipoglikemi memiliki risiko mengalami hipotermi 1.98 kali lebih tinggi daripada neonatus yang tidak mengalami hipoglikemi setelah mengontrol pengaruh faktor perancu seperti: usia, berat badan lahir, usia kehamilan, dan status asfiksia, akan tetapi hubungan tersebut dalam analisis secara statistik tidak bermakna. (OR = 1.98; CI = 95%; 0.54, 7.73; p = 0.305). Pada penelitian ini, neonatal dini (0-7 hari), berat badan lahir tidak cukup (< 2.500 gram), neonatus tidak cukup bulan (< 37 minggu), dan neonatus dengan status asfiksia juga merupakan faktor risiko kejadian hipotermi pada neonatus.

Simpulan Penelitian: Terdapat hubungan sedang antara hipoglikemi dengan prognosis kejadian hipotermi, meskipun hubungan tersebut dalam analisis secara statistik tidak bermakna. Neonatus yang hipoglikemi memiliki risiko mengalami hipotermi lebih tinggi daripada neonatus yang tidak mengalami hipoglikemi setelah mengontrol pengaruh faktor perancu usia, berat badan lahir, usia kehamilan, dan status asfiksia.

Kata Kunci: neonatus, rujukan, hipoglikemi, hipotermi

Page 3: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

ABSTRACT

Dio Dara Virgiansari, G0009062, 2013. The Association between Hypoglicemia and Hypothermia on Referral Newborns at Dr. Moewardi Hospital. Mini Thesis. Medical Faculty of Sebelas Maret University, Surakarta. Background: Neonatal hypoglycaemia is an avoidable cause of mortality and neurodevelopmental impairment. Hypoglicemia may develop to hypothermia as a result of metabolic thermogenesis disturbance. Hypothermia during the newborns period is widely regarded as a major contributory cause of significant morbidity and mortality in developing countries including Indonesia, about 7% prevalence of hypothermia has been reported happens on newborns. The objective of this study was to determine the association between hypoglicemia and hypotermia in newborns.

Methods: An analytic observational using cross sectional approach was used in this study. A total of eighty one newborns was selected by fixed-disease sampling. Sample of this study were the newborns who referred to Dr. Moewardi Hospital. The data were collected by the measurement of blood glucose concentration and axillary temperature of newborns. The data was analyzed using multiple logistic regression test on SPSS 16 for Windows.

Result: Hypoglycemic newborns have a risk of hypothermia 2.381 times higher than non hypoglicemic newborns after controlling some confounding factors, such as: age, birth weight, gestational age, and status of asphyxia, altough it was statistically not significant (OR = 1.98; CI = 95%; 0.54, 7.73; p = 0.305). Early neonatal age (0-7 days), low birth weight (< 2.500 gram), early gestational age (< 37 weeks), asphyxia status were also risk factors of hypothermia in newborns. Conclusion: There was a moderate association between hypoglicemia and hypothermia on referral newborns, altough it was statistically not significant. Hypoglycemic newborns have a higher risk of hypothermia than non hypoglicemic newborns after controlling some confounding factors, such as: age, birth weight, gestational age, and status of asphyxia.

Keywords: newborns, referral, hypoglicemia, hypothermia

Page 4: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user vi

PRAKATA

Alhamdulillahhirobbil’aalamin, segala puja dan puji sempurna hanya milik Allah SWT, yang telah memberikan nikmatnya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul Hubungan antara Hipoglikemi dengan Hipotermi pada Neonatus Rujukan di RSUD Dr. Moewardi. Penelitian ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini juga tidak akan berhasil tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan penuh rasa hormat ucapan terima kasih yang dalam penulis berikan kepada: 1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Dwi Hidayah, dr., Sp.A, M.Kes selaku Pembimbing Utama yang telah

menyediakan waktu untuk membimbing hingga terselesainya skripsi ini. 3. Leli Saptawati, dr., Sp.MK selaku Pembimbing Pendamping yang tak henti-

hentinya bersedia meluangkan waktu untuk membimbing hingga terselesainya skripsi ini.

4. Ganung Harsono, dr., Sp.A (K) selaku Penguji Utama yang telah memberikan banyak kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

5. Brian Wasita, dr., Ph.D selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan banyak kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

6. Annang Giri Moelya, dr., Sp.A, M.Kes dan Muthmainah, dr., M.Kes selaku Tim Skripsi FK UNS, atas kepercayaan, bimbingan, koreksi dan perhatian yang sangat besar sehingga terselesainya skripsi ini.

7. Yuda, dr., Reza, dr., dan Yoga, dr., staf bagian HCU Neonatus, staf IGD Moewardi, bagian Rekam Medik Moewardi, dan Diklit Moewardi yang telah banyak membantu penulis dalam pengambilan data dalam skripsi ini.

8. Yang tercinta kedua orang tua penulis, Ayahanda Muhdi Wijaya dan Ibunda Rima Diana Sari, serta adik-adik penulis, Viqi Panji Krisna, dan Rama Gian Syukron serta seluruh keluarga besar yang senantiasa mendoakan tiada henti, dan memberikan support dalam segala hal sehingga terselesaikannya penelitian ini.

9. Deka Rangers (Rizka, Cindy, Brenda, Andin, Dwi, Hana, Devi, Ami, Isna) dan Qonita Saja, sahabat setia yang senantiasa mendampingi dalam suka dan duka.

10. Keluarga besar Wisma Deka, adik-adik AAI Humaira dan Syifa, keluarga besar asisten Biologi 2009, teman-teman kelompok tutorial 18 dan Keluarga Besar Pendidikan Dokter angkatan 2009 atas semangat dan bantuan yang tak henti-henti dan waktu yang selalu tersedia.

11. Sahabat seperjuangan, Adik-adik SKI, adik-adik Nisaa’, teman-teman SKI, PHT SKI 2011-2012 yang selalu memberikan dukungan dan doa.

12. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu proses penelitian ini yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.

Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan.

Surakarta, 10 Januari 2013 Dio Dara Virgiansari

Page 5: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

DAFTAR ISI PRAKATA ................................................................................................................ vi DAFTAR ISI ............................................................................................................. vii DAFTAR TABEL ..................................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. ix DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. x BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ............................................................................. 3 C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 3 D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 3

BAB II. LANDASAN TEORI ................................................................................. 5 A. Tinjauan Pustaka ...................................... ........................................... 5

1. Hipoglikemi ...................................... .............................................. 5 2. Hipotermi ....................................... ................................................. 13 3. Hubungan antara kadar glukosa darah dengan kejadian hipotermi . 20

B. Kerangka Pemikiran ........................................................................... 24 C. Hipotesis ............................................................................................. 25

BAB III. METODE PENELITIAN ........................................................................... 26 A. Jenis Penelitian ................................................................................... 26 B. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 26 C. Subjek Penelitian ................................................................................ 26 D. Teknik Sampling .................................................................................. 26 E. Besar Sampel ....................................................................................... 27 F. Rancangan Penelitian ........................................................................... 27 G. Identifikasi Variabel Penelitian ........................................................... 28 H. Definisi Operasional Variabel Penelitian .......................................... 28 I. Instrumen Penelitian ............................................................................ 31 J. Cara Kerja Penelitian …………………………………………........... 32 K. Teknik Analisis Data ............................................................................ 33

BAB IV. HASIL PENELITIAN................................................................................ 36 A. Gambaran Umum Penelitian ................................................................ 36 B. Karakteristik Sampel Penelitian .......................................................... 36 C. Hasil Uji Analisis Bivariat ................................................................... 39 D. Hasil Uji Analisis Regresi Logistik Ganda .......................................... 43

BABV. PEMBAHASAN ....................................................................................... 45 BABVI. PENUTUP .................................................................................................. 53

A. Simpulan ............................................................................................. 53 B. Saran ................................................................................................... 53

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 55 LAMPIRAN

Page 6: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Neonatus adalah bayi baru lahir yang berusia di bawah 28 hari (Stoll,

2007). Masa neonatus merupakan masa yang rentan untuk mengalami

kematian. Di negara berkembang termasuk Indonesia, tingginya morbiditas dan

mortalitas neonatus masih menjadi masalah. Penyebab utama morbiditas dan

mortalitas neonatus di negara berkembang adalah asfiksia, sindrom gangguan

napas, infeksi serta komplikasi hipotermi (Pasaribu, 2011), dimana sekitar 7 %

bayi baru lahir banyak mengalami hipotermi (Afriani, 2010).

Hipotermi pada neonatus adalah suatu keadaan penurunan suhu tubuh

yang disebabkan oleh berbagai keadaan terutama karena tingginya konsumsi

oksigen dan penurunan suhu ruangan (Pasaribu, 2011). Mempertahankan suhu

tubuh dalam batas normal sangat penting untuk kelangsungan hidup dan

pertumbuhan bayi baru lahir terutama bagi bayi prematur (Pasaribu, 2011).

Terdapat beberapa keadaan yang bisa menyebabkan hipotermi, salah satunya

adalah kurangnya metabolisme untuk menghasilkan panas, seperti defisiensi

brown fat, misalnya pada bayi pre-term, kecil masa kelahiran, kerusakan sistem

saraf pusat sehubungan dengan anoksia, intrakranial hemorragia, hipoksia, dan

hipoglikemia (Clade, 1980). Hipotermi pada neonatus meningkatkan risiko

terjadinya kematian pada neonatus (Mullany, 2010).

Page 7: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Hipoglikemi pada neonatus merupakan penyebab kematian dan gangguan

perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Kematian neonatus yang terjadi

merupakan 50-60% dari semua kasus kematian pada anak yang terjadi di

negara berkembang (Pal et al., 2000). Hipoglikemia pada neonatus merupakan

keadaan penurunan kadar glukosa darah, yaitu < 45mg/dl (IDAI, 2010).

Glukosa merupakan bentuk karbohidrat yang beredar dalam tubuh dan di

dalam sel merupakan sumber energi (Iswantoro, 2009). Bagi neonatus glukosa

adalah sumber energi utama. Keseimbangan kadar glukosa darah sangat

penting bagi neonatus. Orang dewasa sehat memiliki kemampuan

mempertahankan kadar glukosa darah tetap normal atau mendekati normal,

kira-kira hingga satu minggu, bahkan pada obesitas glukosa darah dapat

dipertahankan tetap normal hingga satu bulan. Sebaliknya pada neonatus dan

anak sehat, tidak memiliki kemampuan untuk mempertahankan kadar glukosa

normal. Apabila neonatus dipuasakan selama 24 - 36 jam, setelah periode

tersebut akan terjadi penurunan kadar glukosa darah progresif sampai ke kadar

hipoglikemi (Susanto, 2007).

Tubuh hendaknya dapat mempertahankan konsentrasi gula darah (dalam

bentuk glukosa) dalam batas tertentu supaya dapat berfungsi secara optimal.

Bila glukosa memasuki sel, enzim-enzim akan memecahnya menjadi bagian-

bagian kecil yang pada akhirnya akan menghasilkan energi, karbon dioksida,

dan air (Iswantoro, 2009). Energi ini sangat penting untuk menghasilkan panas

tubuh (Sherwood, 2001). Neonatus yang mengalami penurunan kadar glukosa

Page 8: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

darah (hipoglikemi) akan terjadi gangguan termoregulasi sehingga

menyebabkan terjadinya hipotermi sekunder (Hassan dan Alatas, 2007).

Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis ingin meneliti sejauh mana

hubungan antara hipoglikemi dengan kejadian hipotermi pada neonatus rujukan

di RSUD Dr. Moewardi. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan acuan

untuk penelitian berikutnya, sehingga dapat mengurangi prevalensi hipotermi

pada neonatus yang diakibatkan oleh hipoglikemi.

B. Rumusan Masalah

Adakah hubungan antara hipoglikemi dengan kejadian hipotermi pada

neonatus rujukan di RSUD Dr. Moewardi?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan

antara hipoglikemi dengan kejadian hipotermi pada neonatus rujukan di RSUD

Dr. Moewardi.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat:

a. Memberikan informasi ilmiah dalam bidang ilmu kesehatan anak

mengenai hubungan antara hipoglikemi dengan kejadian hipotermi

pada neonatus rujukan di RSUD Dr. Moewardi.

b. Memberikan tambahan informasi ilmiah tentang salah satu faktor yang

mempengaruhi kejadian hipotermi pada neonatus rujukan di RSUD Dr.

Moewardi.

Page 9: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

2. Manfaat Praktis

a. Dapat mengurangi angka kejadian hipotermi akibat hipoglikemi.

b. Diharapkan penelitian ini juga dapat digunakan sebagai bahan acuan

untuk penelitian selanjutnya.

Page 10: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Hipoglikemi

a. Definisi

Definisi hipoglikemia hingga saat ini masih kontroversial, karena

kurangnya korelasi yang bermakna antara kadar glukosa plasma, gejala

klinis, dan gejala sisa jangka panjang. Hipoglikemia ditandai oleh nilai

yang unik pada masing-masing individu neonatus dan bervariasi sesuai

dengan kematangan fisiologis dan pengaruh patologisnya. Menurut

Hassan dan Alatas (2007) hipoglikemi terjadi pada kondisi kadar

glukosa darah < 30 mg/dl pada bayi cukup bulan dan < 20 mg/dl pada

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Sedangkan menurut IDAI (2010)

hipoglikemia pada bayi terjadi bila kadar glukosa darah < 45mg/dl.

b. Faktor risiko

Faktor risiko adalah faktor yang memperbesar kemungkinan

neonatus untuk menderita hipoglikemi.

1) Bayi dari ibu dengan Diabetes

Ibu dengan diabetes yang tidak terkontrol memiliki kadar

glukosa darah yang tinggi yang bisa melewati plasenta sehingga

merangsang pembentukan insulin pada neonatus. Saat lahir, kadar

glukosa darah tiba-tiba turun karena pasokan dari plasenta berhenti,

Page 11: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

padahal kadar insulin masih tinggi, sehingga terjadi hipoglikemia.

Pencegahannya adalah dengan mengontrol kadar glukosa darah

pada ibu hamil.

2) Bayi Besar untuk Masa Kehamilan (BMK)

Bayi BMK biasanya lahir dari ibu dengan toleransi glukosa

yang abnormal.

3) Bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK).

Selama dalam kandungan, bayi sudah mengalami kekurangan

gizi, sehingga tidak sempat membuat cadangan glikogen, dan

kadang persediaan yang ada sudah terpakai. Bayi KMK

mempunyai kecepatan metabolisme lebih besar sehingga

menggunakan glukosa lebih banyak daripada bayi yang berat

lahirnya Sesuai untuk Masa Kehamilan (SMK), dengan berat badan

yang sama. Meskipun bayi KMK bugar, bayi mungkin tampak

lapar dan memerlukan lebih banyak perhatian. Bayi KMK perlu

diberi minum setiap 2 jam dan kadang masih hipoglikemia,

sehingga memerlukan pemberian suplementasi dan kadang

memerlukan cairan intravena sambil menunggu ASI ibunya cukup.

4) Bayi kurang bulan.

Deposit glukosa berupa glikogen biasanya baru terbentuk pada

trimester ke-3 kehamilan, sehingga bila bayi lahir terlalu awal,

persediaan glikogen ini terlalu sedikit dan akan lebih cepat habis

terpakai.

Page 12: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

5) Bayi lebih bulan

Fungsi plasenta pada bayi lebih bulan sudah mulai berkurang.

Asupan glukosa dari plasenta berkurang, sehingga janin

menggunakan cadangan glikogennya. Setelah bayi lahir, glikogen

tinggal sedikit, sehingga bayi mudah mengalami hipoglikemia.

6) Pasca asfiksia

Pada asfiksia, akan terjadi metabolisme anaerob yang banyak

sekali memakai persediaan glukosa. Pada metabolisme anaerob, 1

gram glukosa hanya menghasilkan 2 ATP, sedang pada keadaan

normal 1 gram glukosa bisa menghasilkan 38 ATP.

7) Polisitemia

Bayi dengan polisitemia mempunyai risiko tinggi untuk

terjadinya hipoglikemia dan hipokalsemia, karena pada polisitemia

terjadi perlambatan aliran darah.

8) Bayi yang dipuasakan

Termasuk juga pemberian minum pertama yang terlambat.

Bayi dapat mengalami hipoglikemia karena kadar glukosa darah

tidak mencukupi

9) Bayi yang mengalami stres selama kehamilan atau persalinan

Misalnya ibu hamil dengan hipertensi. Setelah kelahiran, bayi

mempunyai kecepatan metabolisme yang tinggi dan memerlukan

energi yang lebih besar dibandingkan bayi lain.

Page 13: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

10) Bayi sakit

Bayi kembar identik yang terjadi twin to twin tranfusion,

hipotermia, distres pernapasan, tersangka sepsis, eritroblastosis

fetalis, sindrom Beckwith-Wiedermann, mikrosefalus atau defek

pada garis tengah tubuh, abnormalitas endokrin atau inborn error

of metabolism dan bayi stres lainnya, mempunyai risiko mengalami

hipoglikemia.

11) Bayi yang lahir dari ibu yang bermasalah

Ibu yang mendapatkan pengobatan (terbutalin, propanolol,

hipoglikemia oral), ibu perokok, ibu yang mendapat glukosa intra

vena saat persalinan, dapat meningkatkan risiko hipoglikemia pada

bayinya (IDAI, 2010).

c. Skrining hipoglikemi

Skrining hipoglikemia mengenai kapan dilakukannya dan berapa

lama pemantauannya, belum disepakati secara umum. Strip glukosa

untuk skrining tidak mahal, praktis, dan hasilnya cepat. Jika

didapatkan hipoglikemia harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan

glukosa darah di laboratorium, karena hasil yang diperoleh sering

berbeda sekitar 15% dari hasil laboratorium, atau tidak sesuai dengan

varian yang signifikan dari kadar glukosa yang sesungguhnya.

Beberapa pedoman singkat skrining glukosa pada bayi baru lahir:

1) Pemantauan glukosa darah rutin bayi baru lahir cukup bulan yang

asimtomatik tidak perlu dan mungkin merugikan.

Page 14: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

2) Skrining glukosa darah harus dilakukan pada bayi dengan risiko

hipoglikemia untuk mengetahui adanya hipoglikemia ataupun bayi

yang menunjukkan manifestasi klinis hipoglikemia, dengan

frekuensi dan lama pemantauan tergantung dari kondisi bayi

masing-masing.

3) Pemantauan dimulai dalam 30-60 menit pertama bayi dengan

dugaan hiperinsulinisme dan tidak lebih dari umur 2 jam pada bayi

dengan risiko hipoglikemia kategori lainnya.

4) Pemantauan sebaiknya dilanjutkan setiap 3 jam sampai kadar

glukosa darah sebelum minum mencapai normal. Kemudian

lanjutkan tiap 12 jam.

5) Skrining glukosa dihentikan setelah 2 kali didapatkan kadar

glukosa normal atau dengan pemberian minum saja, didapatkan 2

kali pemeriksaan kadar glukosa normal.

6) Konfirmasi dengan pemeriksaan glukosa darah di laboratorium

harus dilakukan jika hasil skrining glukosa darah abnormal. (IDAI,

2010)

d. Diagnosis hipoglikemi

1) Anamnesis

a) Riwayat bayi menderita asfiksia, hipotermi, hipertermi,

gangguan pernapasan

b) Riwayat bayi prematur

c) Riwayat bayi Besar untuk Masa Kehamilan (BMK)

Page 15: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

d) Riwayat bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)

e) Riwayat bayi dengan ibu Diabetes Melitus

f) Riwayat bayi dengan Penyakit Jantung Bawaan

g) Bayi yang berisiko terkena hipoglikemia

h) Bayi dari ibu diabetes (Independen Diabetes Melitus)

i) Bayi prematur dan lewat bulan

j) Bayi sakit atau stres (Respiratory Distress Syndrome,

hipotermia)

k) Bayi puasa

l) Bayi dengan polisitemia

m) Bayi dengan eritroblastosis

n) Obat-obat yang dikonsumsi ibu, misalnya steroid, beta-

simpatomimetik dan beta-blocker

2) Gejala klinis hipoglikemi

a) Keringat dingin

b) Jitteriness

c) Sianosis

d) Kejang atau tremor

e) Letargi dan menyusui yang buruk

f) Apnea

g) Tangisan yang lemah atau bernada tinggi

h) Hipotermia

i) Respiratory Distress Syndrome (RDS) (Kosim et al., 2005)

Page 16: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

e. Terapi hipoglikemi

Bayi dengan risiko hipoglikemia, harus dipantau kadar glukosa

darahnya. Glukosa yang diperlukan mungkin belum cukup hanya

dengan pemberian kolostrum saja pada umur beberapa hari, tetapi tidak

ada bukti klinik yang menyebutkan bahwa bayi dengan hipoglikemia

asimtomatik mendapatkan keuntungan dari pemberian glukosa intra

vena yang diberikan.

Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI perah dengan

menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum. Anjurkan

ibu untuk menyusui jika kondisi bayi baru lahir sudah memungkinkan.

Berikut ini tata laksana pemberian ASI pada bayi hipoglikemia

menurut IDAI (2010):

1) Asimtomatik (tanpa manifestasi klinis)

a) Pemberian ASI sedini mungkin dan sering akan menstabilkan

kadar glukosa darah. Teruskan menyusui bayi (kira-kira setiap

1-2 jam) atau beri 3-10 ml ASI perah tiap kg berat badan bayi,

atau berikan suplementasi (ASI donor atau susu formula)

b) Periksa ulang kadar glukosa darah sebelum pemberian minum

berikutnya sampai kadarnya normal dan stabil

c) Jika bayi tidak bisa menghisap atau tidak bisa mentoleransi

asupannya, hindari pemaksaan pemberian minum, dan

mulailah pemberian glukosa intra vena. Pada beberapa bayi

Page 17: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

yang tidak normal, diperlukan pemeriksaan yang seksama dan

lakukan evaluasi untuk mendapatkan terapi yang intensif

d) Jika kadar glukosa tetap rendah meskipun sudah diberi minum,

mulailah terapi glukosa intra vena dan sesuaikan dengan kadar

glukosa darah

e) ASI diteruskan selama terapi glukosa intra vena. Turunkan

jumlah dan konsentrasi glukosa intra vena sesuai dengan kadar

glukosa darah

f) Catat manifestasi klinis, pemeriksaan fisis, kadar skrining

glukosa darah, konfirmasi laboratorium, terapi dan perubahan

kondisi klinik bayi (misalnya respon dari terapi yang

diberikan).

2) Simtomatik dengan manifestasi klinis atau kadar glukosa plasma

< 20-25 mg/dl atau < 1,1 – 1,4 mmol/l.

a) Berikan glukosa 200 mg tiap kilogram berat badan atau 2 ml

tiap kilogram berat badan cairan dekstrosa 10%. Lanjutkan

terus pemberian glukosa 10% intra vena dengan kecepatan

(Glucose Infusion Rate atau GIR) 6-8 mg tiap kilogram berat

badan tiap menit

b) Koreksi hipoglikemia yang ekstrim atau simtomatik, tidak

boleh diberikan melalui oral atau pipa orogastrik.

c) Pertahankan kadar glukosa bayi yang simtomatik pada > 45

mg/dl atau >2.5 mmol/l

Page 18: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

d) Sesuaikan pemberian glukosa intravena dengan kadar glukosa

darah yang didapat

e) Dukung pemberian ASI sesering mungkin setelah manifestasi

hipoglikemia menghilang

f) Pantau kadar glukosa darah sebelum pemberian minum dan

saat penurunan pemberian glukosa intra vena secara bertahap

(weaning) sampai kadar glukosa darah stabil pada saat tidak

mendapat cairan glukosa intra vena. Kadang diperlukan waktu

24-48 jam untuk mencegah hipoglikemia berulang.

g) Lakukan pencatatan manifestasi klinis, pemeriksaan fisis,

kadar skrining glukosa darah, konfirmasi laboratorium, terapi

dan perubahan kondisi klinik (misal respon dari terapi yang

diberikan).

2. Hipotermi

a. Definisi

Menurut Affandi (2007) suhu tubuh normal yang dapat

menjamin kebutuhan oksigen neonatus secara individual adalah

36,5°C – 37,5°C. Sedangkan hipotermi adalah suatu kondisi

abnormal dimana suhu tubuh neonatus turun di bawah 36,5°C

(97,7°F) (Kumar, 2009).

b. Mekanisme terjadinya hipotermi

Page 19: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

Hipotermi pada bayi baru lahir timbul melalui beberapa

mekanisme:

1) Evaporasi

Merupakan kehilangan panas karena penguapan cairan

ketuban yang melekat pada permukaan tubuh bayi. Oleh karena itu,

bayi harus segera dikeringkan seluruhnya, termasuk kepala dan

rambut sesegera mungkin setelah dilahirkan.

2) Konduksi

Merupakan kehilangan panas karena panas tubuh melalui

kontak langsung antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin

seperti: meja, tempat tidur atau timbangan yang temperaturnya

lebih rendah dari tubuh bayi akan menyerap panas tubuh bayi

melalui mekanisme konduksi apabila bayi diletakan di atas benda

tersebut.

3) Konveksi

Merupakan kehilangan panas tubuh melalui aliran udara

sekitar bayi. Kehilangan panas juga terjadi jika konveksi aliran

udara dan kipas angin, hembusan udara melalui ventilasi atau

pendingin ruangan.

4) Radiasi

Merupakan kehilangan panas tubuh yang terjadi karena bayi

ditempatkan di dekat benda-benda yang mempunyai suhu lebih

rendah dari suhu tubuh bayi karena benda tersebut akan menyerap

Page 20: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

radiasi panas tubuh bayi (Sarwono, 2009; Pasaribu, 2011;

Saifuddin, 2000).

c. Etiologi hipotermi

1) Keadaan yang menimbulkan kehilangan panas yang berlebihan,

seperti lingkungan dingin, basah, atau bayi yang telanjang, selama

perjalanan dan beberapa keadaan seperti mandi, pengambilan

sampel darah, pemberian infus, serta pembedahan. Juga

peningkatan aliran udara dan penguapan.

2) Kurangnya metabolisme untuk menghasilkan panas, seperti

defisiensi brown fat, misalnya bayi preterm, kecil masa kelahiran,

kerusakan sistem saraf pusat sehubungan dengan anoksia, intra

kranial hemorrhage, hipoksia dan hipoglikemi.

3) Ketidakmampuan menahan dingin, seperti pada permukaan tubuh

yang relatif luas, kurang lemak, ketidaksanggupan mengurangi

permukaan tubuh, yaitu dengan memfleksikan tubuh dan tonus

otot yang lemah yang mengakibatkan hilangnya panas yang lebih

besar pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) (Pasaribu, 2011;

Ekaputra, 2011).

d. Patofisiologi hipotermi

Sewaktu kulit bayi menjadi dingin, saraf afferen menyampaikan

pada sentral pengatur panas di hipothalamus. Saraf yang dari

hipothalamus sewaktu mencapai brown fat memacu pelepasan

noradrenalin lokal sehingga trigliserida dioksidasi menjadi gliserol

Page 21: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

dan asam lemak. Blood gliserol level meningkat, tetapi asam lemak

secara lokal dikonsumsi untuk menghasilkan panas. Daerah brown

fat menjadi panas, kemudian didistribusikan ke beberapa bagian tubuh

melalui aliran darah. Ini menunjukkan bahwa bayi akan memerlukan

oksigen tambahan dan glukosa untuk metabolisme yang digunakan

untuk menjaga tubuh tetap hangat. Methabolic thermogenesis yang

efektif memerlukan integritas dari sistem saraf sentral, kecukupan

dari brown fat, dan tersedianya glukosa serta oksigen (Ohlson dan

Cannon, 2003).

Perubahan fisiologis akibat hipotermia yang terjadi pada sistem

saraf pusat antara lain: depresi linier dari metabolisme otak, amnesia,

apatis, disartria, EEG yang abnormal, depresi kesadaran yang

progresif, dilatasi pupil, dan halusinasi. Dalam keadaan berat dapat

terjadi kehilangan autoregulasi otak, aliran darah otak menurun, koma,

refleks okuli yang hilang, dan penurunan yang progresif dari aktivitas

EEG (Danzl dan Poros, 1994).

Pada jantung dapat terjadi takikardi, kemudian bradikardi yang

progresif, konstriksi pembuluh darah, peningkatan cardiac output,

dan tekanan darah. Selanjutnya, peningkatan aritmia atrium dan

ventrikel, perubahan EKG dan sistole yang memanjang; penurunan

tekanan darah yang progresif, dan denyut jantung (Parmet dan

Horrow, 2008).

Page 22: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Pada pernapasan dapat terjadi takipnea, bronkhorea,

bronkhospasma, hipoventilasi konsumsi oksigen yang menurun

sampai 50 %, kongesti paru dan edema, konsumsi oksigen yang

menurun sampai 75 %, dan apnea (Danzl dan Pozos, 1994).

Pada ginjal dan sistem endokrin, dapat terjadi cold

diuresis, peningkatan katekolamin, steroid adrenal, T3 dan T4,

menggigil, peningkatan aliran darah ginjal sampai 50 %, autoregulasi

ginjal yang intak, dan hilangnya aktivitas insulin. Pada keadaan berat,

dapat terjadi oliguria yang berat, poikilotermia, dan penurunan

metabolisme basal sampai 80 % (Patel dan Drummond, 2005).

Pada otot saraf, dapat terjadi penurunan tonus otot sebelum

menggigil, termogenesis, ataksia, hiporefleksia, dan rigiditi.

Sedangkan keadaan berat, dapat terjadi arefleksia daerah perifer

(Danzl dan Pozos, 1994).

e. Faktor risiko hipotermi

Bayi baru lahir tidak segera dikeringkan, terlalu cepat

dimandikan, setelah dikeringkan tidak segera diberi pakaian, tidak

segera didekap pada tubuh ibu, bayi baru lahir dipisahkan dari ibunya,

tidak segera disusui ibunya (Pasaribu, 2011).

f. Gejala dan tanda hipotermi

Hipotermi memiliki gejala sebagai berikut :

1) Bayi tidak mau menetek.

2) Bayi tampak lesu atau mengantuk saja.

Page 23: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

3) Tubuh bayi teraba dingin.

4) Dalam keadaan berat, denyut jantung bayi menurun dan kulit tubuh

bayi mengeras (sklerema).

5) Bayi menggigil.

6) Suhu (aksila) bayi turun di bawah 36oC.

7) Kulit pucat (Pasaribu, 2011).

Hipotermi memiliki tanda sebagai berikut:

Hipotermi sedang (stres dingin):

1) Aktifitas berkurang, letargis.

2) Tangisan lemah.

3) Kulit berwarna tidak rata (cutis marmorata).

4) Kemampuan mengisap lemah.

5) Kaki teraba dingin.

Hipotermi lanjut:

1) Bibir dan kuku kebiruan.

2) Ujung kaki dan tangan berwarna merah terang.

3) Pernapasan lambat dan tak teratur.

4) Bagian tubuh lainnya pucat.

5) Bunyi jantung lambat.

6) Kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama pada punggung

kaki dan tangan (Pasaribu, 2011).

g. Klasifikasi hipotermi (Hassan dan Alatas, 2007)

Page 24: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

1) Hipotermi sepintas, yaitu penurunan suhu tubuh 1 - 2oC sesudah

lahir. Suhu tubuh akan menjadi normal kembali sesudah bayi

berumur 4 - 8 jam, bila suhu lingkungan diatur sebaik-baiknya.

Hipotermia sepintas ini terdapat pada bayi dengan BBLR, hipoksia,

resusitasi yang lama, ruangan tempat bersalin yang dingin, bila

bayi tidak segera dibungkus setelah lahir, terlalu cepat dimandikan

(kurang dari 4 jam sesudah lahir), dan pemberian morfin pada ibu

yang sedang bersalin.

2) Hipotermi akut, terjadi bila bayi berada di lingkungan yang dingin

selama 6 - 12 jam. Terdapat pada bayi dengan BBLR di ruang

tempat bersalin yang dingin, inkubator yang tidak cukup panas,

kelalaian dari dokter, bidan, dan perawat terhadap bayi yang akan

lahir, yaitu diduga mati dalam kandungan tetapi ternyata hidup

dan sebagainya. Gejalanya ialah lemah, gelisah, pernapasan dan

bunyi jantung lambat serta kedua kaki dingin.

3) Hipotermi sekunder, penurunan suhu tubuh yang tidak disebabkan

oleh suhu lingkungan yang dingin, tetapi oleh sebab lain seperti

sepsis, sindrom gangguan pernapasan dengan hipoksia atau

hipoglikemia, perdarahan intra-kranial tranfusi tukar, penyakit

jantung bawaan yang berat, dan bayi dengan BBLR serta

hipoglikemia.

4) Cold injury, yaitu hipotermi yang timbul karena terlalu lama dalam

ruangan dingin (lebih dari 12 jam). Gejalanya ialah lemah, tidak

Page 25: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

mau minum, badan dingin, oliguria, suhu berkisar antara 29,5 -

35oC, tak banyak bergerak, edema, serta kemerahan pada tangan,

kaki, dan muka seolah-olah bayi dalam keadaan sehat; pengerasan

jaringan subkutis.

3. Hubungan antara kadar glukosa darah dengan kejadian hipotermi

Sistem termoregulasi pada manusia memiliki dua proses yaitu

termoregulasi melalui mekanisme menggigil dan tidak menggigil (Arifah

dan Kartinah, 2008).

Dalam proses termoregulasi pada neonatus tidak bisa dihasilkan

melalui mekanisme menggigil seperti pada orang dewasa, bayi harus

mengandalkan termogenesis tanpa menggigil atau kimiawi untuk

memproduksi panas. Mekanisme utamanya adalah menggunakan lemak

coklat. Sel lemak coklat hanya ada pada bayi dan jumlahnya menurun sesuai

perkembangan usia. Lemak coklat memiliki banyak mitokondria yang bisa

digunakan untuk melepaskan asam lemak melalui proses lipolisis. Lemak

coklat membantu meningkatkan suhu tubuh. Sel lemak coklat berisi

glikogen dan banyak mengandung mitokondria dengan multipel cristae

untuk menghasilkan bahan bakar dan energi yang dibutuhkan guna produksi

panas dengan cepat (Arifah dan Kartinah, 2008).

Bayi baru lahir mempunyai area permukaan besar terhadap masa

dibanding orang dewasa (0,066m2/ kg untuk 3 kg bayi dibanding 0,025

m2/kg untuk 70 kg dewasa), yang menyebabkan bayi baru lahir kehilangan

Page 26: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

panas lebih cepat. Bayi baru lahir juga mempunyai sedikit lemak untuk

melindungi, (16% berat badan dalam 3,5 kg bayi baru lahir dibanding 20-

30% pada orang dewasa). Seorang bayi prematur, lahir tanpa simpanan

penuh jaringan lemak coklat yang menghambat produksi panas dalam

lingkungan dingin, menyebabkan bayi. Secara khusus, jaringan lemak coklat

berjumlah sekitar 2-5% berat badan neonatus. Jaringan lemak coklat

terutama terdistribusi pada bayi baru lahir untuk menghasilkan produksi

panas yang paling efisien untuk kebutuhan bayi. Pada bayi, lemak coklat

diyakini banyak terdapat pada bagian midskapula, leher posterior, di sekitar

otot leher dan memanjang di bawah clavikula sampai aksila dan sekitar

trakea, esofagus, interskapula dan arteri mamaria, aorta abdominal, ginjal

dan kelenjar adrenal (Arifah dan Kartinah, 2008).

Jaringan lemak coklat terutama terdistribusi pada neonatus untuk

menghasilkan produksi panas yang paling efisien untuk kebutuhan neonatus.

Struktur jaringan lemak coklat secara khusus disesuaikan dengan fungsinya.

Banyaknya vakuola lemak meningkatkan rongga sitoplasma terhadap

lemak, membuat penggunaan lemak lebih efisien. Glikogen yang terdapat

dalam sel lemak coklat menghasilkan glukosa untuk sejumlah mitokondria,

yang digunakan untuk menghasilkan energi terutama untuk produksi panas

(Arifah dan Kartinah, 2008).

Lemak coklat diaktivasi melalui sistem saraf simpatis melalui salah

satu dari dua jalan yaitu melalui dingin atau melalui makanan. Saraf

simpatis yang terangsang akan menyebabkan pelepasan norepinephrin pada

Page 27: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

ujung sarafnya dipermukaan sel lemak coklat. Norepinephrin akan

ditangkap oleh beta-adrenergik reseptor dipermukaan sel lemak coklat

sehingga terjadi aktivasi protein kinase dan menstimulasi aktivitas

uncoupling protein 1 (zat termogenin) di membran mitokondria sel lemak

coklat. Uncoupling protein 1 menyebabkan asam lemak dalam sel lemak

dioksidasi menjadi panas yang kemudian dialirkan ke seluruh tubuh melalui

pembuluh darah, sehingga tubuh bayi menjadi hangat. Stimulasi simpatis

pada pembuluh darah lemak coklat menyebabkan vasodilatasi pembuluh

darah sehingga panas lebih cepat dihantarkan ke seluruh tubuh (Arifah dan

Kartinah, 2008).

Pada penurunan persediaan glukosa darah, hati akan mengubah

sebagian glikogen menjadi glukosa dan mengeluarkannya ke dalam aliran

darah. Glukosa ini akan dibawa oleh darah ke seluruh bagian tubuh yang

memerlukan, seperti otak, sistem saraf, jantung dan organ tubuh yang lain

(Iswantoro, 2009).

Neonatus memerlukan oksigen tambahan dan glukosa untuk

metabolisme yang digunakan untuk menjaga tubuh tetap hangat.

Methabolic thermogenesis yang efektif memerlukan integritas dari sistem

saraf sentral, kecukupan dari brown fat, dan tersedianya glukosa serta

oksigen (Ohlson dan Cannon, 2003). Kurangnya metabolisme untuk

menghasilkan panas, seperti defisiensi brown fat, misalnya bayi preterm,

kecil masa kelahiran, kerusakan sistem saraf pusat sehubungan dengan

Page 28: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

anoksia, intra kranial hemorrhage, hipoksia, dan hipoglikemia dapat

menyebabkan hipotermi (Sessler, 2008).

Page 29: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1. Kerangka pemikiran

Keterangan : : Mempengaruhi : Diteliti : Tidak diteliti

a. Sindrom gangguan pernapasan dengan hipoksia b. Perdarahan intra-kranial tranfusi tukar c. Sepsis d. Kehilangan Panas:

1) Evaporasi 2) Konduksi 3) Konveksi 4) Radiasi

Gangguan Mempertahankan Suhu Tubuh

Keterbatasan dalam Merespon Dingin

Hipotermi

Gangguan Memproduksi Asam Lemak

Gangguan Pelepasan Norefinefrin dan Oksidasi Lemak Cokelat

ò Penggunaan Persediaan Glikogen

Keterbatasan dalam Merespon Dingin

ñ Metabolisme Glukosa Darah

Faktor-faktor yang mempengaruhi hipoglikemia 1. Besar masa kehamilan 2. Stres masa kehamilan 3. Neonatus sakit 4. Pasca asfiksia 5. Diabetes melitus 6. Neonatus kurang bulan 7. Neonatus lebih bulan 8. Neonatus kecil masa kehamilan 9. Neonatus puasa 10. Neonatus dari ibu bermasalah

Hipoglikemi

ò Persediaan Glikogen dalam Lemak Coklat

ò Bahan Bakar Metabolisme

ñ Pemecahan dan Penggunaan Glikogen dalam Lemak Coklat

ò Persediaan Glukosa dalam Darah ò Pengunanaan Persediaan Glikogen dalam

Lemak Coklat

ò Bahan Bakar Metabolisme

ñ Pemecahan Simpanan Glikogen di Hati

Page 30: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

C. Hipotesis

Neonatus dengan hipoglikemi memiliki risiko tinggi untuk mengalami

hipotermi dibandingkan dengan neonatus yang tidak hipoglikemi.

Page 31: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Desain penelitian menggunakan analitik observasional dengan pendekatan

cross sectional.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di bagian IGD dan HCU Neonatus RSUD

Dr. Moewardi pada bulan Desember 2011 – Juni 2012.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah neonatus rujukan yang berada di Bagian IGD

dan HCU Neonatus RSUD Dr. Moewardi, dengan:

1. Kriteria Inklusi: Neonatus rujukan yang baru tiba di IGD RSUD Dr.

Moewardi

2. Kriteria Eksklusi: Data tidak lengkap

D. Teknik Sampling

Sampel pada penelitian ini diambil dengan metode fixed- disease

sampling. Fixed-disease sampling (Murti, 2010) merupakan prosedur

pencuplikan berdasarkan status pengambilan subjek, sedang status paparan

subjek bervariasi mengikuti status pengambilan subjek yang sudah fixed.

Pada pengambilan sampel ini, kelompok kasus dan kelompok kontrol berasal

dari satu populasi sumber, sehingga peneliti dapat melakukan perbandingan

yang valid antara kedua kelompok studi dalam kelima variabel. Pada

Page 32: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

penelitian ini digunakan perbandingan 1 : 2 untuk kasus hipotermi dan tidak

hipotermi.

E. Besar Sampel

Menurut Thabane dalam Murti (2010), salah satu teknik untuk mengontrol

pengaruh faktor perancu (confounding factor) adalah memperhitungkan

pengaruh itu dengan model analisis multivariat ketika peneliti sudah

mempunyai data.

Hair dalam Murti (2010) memberikan rumus sampel untuk analisis

multivariat jumlah sampel 15 hingga 20 subjek per variabel independen. Pada

penelitian ini didapatkan 5 variabel independen. Sehingga subyek yang

diperlukan minimal 5 x 15 = 75 subyek.

F. Rancangan Penelitian

Gambar 3.1 Rancangan penelitian

Populasi Neonatus di IGD dan HCU Neonatus RSUD Dr.

Moewardi

Sampel Sesuai dengan Kriteria Inklusi dan Ekslusi

Pemeriksaan Glukosa Darah

Hipoglikemi Tidak Hipoglikemi

Fixed-disease sampling

Pemeriksaan Suhu Pemeriksaan Suhu

Analisis Statistik Data

Hipotermi Tidak Hipotermi Hipotermi Tidak Hipotermi

Page 33: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

G. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : Kadar gukosa darah

2. Variabel terikat: Suhu tubuh neonatus

3. Variabel luar :

a. Dapat dikendalikan: usia, berat badan lahir, usia kehamilan, dan

asfiksia.

b. Tidak dapat dikendalikan: faktor genetik, kondisi stres, sepsis,

anomali kongenital, suhu neonatus saat dirujuk, dan lain-lain.

H. Definisi Operasional Variabel

1. Kadar glukosa darah

Kadar glukosa darah adalah kadar glukosa darah sewaktu yang

diukur dengan menggunakan glucose strips test. Glukosa darah neonatus

kadarnya berbeda-beda sesuai usia neonatus. Kadar glukosa darah

diklasifikasikan menjadi hipoglikemi, normoglikemi, dan hiperglikemi.

Hipoglikemi terjadi pada kondisi kadar glukosa darah < 30 mg/dl pada

bayi cukup bulan dan < 20 mg/dl pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

(Hassan dan Alatas, 2007). Sedangkan menurut IDAI (2010)

hipoglikemia pada bayi terjadi bila kadar glukosa darah < 45mg/dl. Pada

penelitian ini kadar glukosa darah dikategorikan menjadi dua: 1) Tidak

hipoglikemi (GDS 45 mg/dl), 2) Hipoglikemi (GDS < 45 mg/dl) (IDAI,

2010). Skala yang digunakan adalah skala nominal.

Page 34: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

2. Suhu tubuh neonatus

Suhu tubuh adalah suhu yang diukur secara aksilar dengan

menempelkan termometer pada ketiak dengan lengan atas diluruskan

selama 3 menit. Pada penelitian ini pemeriksaan menggunakan termometer

air raksa. Suhu tubuh diklasifikasikan sebagai hipotermi, normotermi, dan

hipertermi. Suhu tubuh normal neonatus (normotermi) adalah 36,5°C –

37,5°C (Affandi, 2007). Sedangkan kondisi hipotermi terjadi jika suhu

tubuh neonatus turun di bawah 36,5°C (Kumar, 2009). Pada penelitian ini

suhu tubuh neonatus dibagi menjadi dua kategori, yaitu: 1) Tidak

hipotermi (suhu 36,5°C), 2) Hipotermi (suhu < 36,5 °C ) (Kumar,2009).

Skala yang digunakan adalah skala nominal.

3. Usia neonatus

Usia neonatus merupakan jumlah waktu kehidupan yang telah dicapai,

dihitung sejak tanggal lahir neonatus sampai saat dilakukan pengukuran.

Usia neonatus terbagi dalam dua kategori, yaitu: 1) Neonatal dini (usia 0 -

7 hari ), 2) Neonatal lanjutan (usia 8 - 28 hari). Data usia neonatus

diperoleh dari formulir dan rekam medik neonatus. Skala yang digunakan

adalah skala nominal

4. Berat badan lahir

Berat badan lahir adalah berat badan bayi yang ditimbang dalam satu

jam setelah lahir. Berat badan bayi terbagi menjadi empat kategori yaitu

Berat Badan Lahir Lebih (BBLB) yaitu berat badan 4.000 gram, Berat

Badan Lahir Cukup (BBLC) yaitu berat badan < 4.000 gram dan 2.500

Page 35: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

gram, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) berat badan < 2.500 gram dan

1.500 gram dan Berat Badan Lahir Sangat Rendah (BBLSR) yaitu berat

badan < 1.500 gram. Pada penelitian ini berat badan lahir neonatus dibagi

menjadi dua kategori: 1) Berat tidak cukup (berat < 2.500 gram), 2) Berat

cukup (berat 2.500 gram). Skala yang digunakan adalah skala nominal.

Data mengenai berat badan neonatus diperoleh dari formulir dan rekam

medik neonatus.

5. Usia kehamilan

Usia kehamilan merupakan Usia kehamilan merupakan ukuran lama

waktu seorang janin berada dalam rahim. Usia janin dihitung dalam

minggu dari Hari Pertama Menstruasi Terakhir (HPMT) ibu sampai hari

kelahiran. Usia kehamilan dibagi ke dalam tiga kategori sebagai berikut:

a. Bayi kurang bulan (preterm) : bayi dengan masa kehamilan 37

minggu (259 hari). Dibedakan menjadi prematur ( 37 minggu dan >

28 minggu) dan immatur ( 28 minggu)

b. Bayi cukup bulan (aterm) : bayi dengan masa kehamilan mulai dari 37

minggu sampai 42 minggu (259 hari sampai 293 hari)

c. Bayi lebih bulan (postterm) : bayi dengan masa kehamilan mulai dari

42 minggu atau lebih (294 hari atau lebih) (Hassan dan Alatas, 2007).

Pada penelitian ini usia kehamilan dibagi menjadi dua: 1) Tidak cukup

bulan (usia kehamilan < 37 minggu), 2) Cukup bulan (usia kehamilan

37 minggu). Data diperoleh dari formulir dan rekam medik neonatus.

Skala yang digunakan adalah skala nominal.

Page 36: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

6. Asfiksia

Asfiksia adalah keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara

spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini disertai dengan

hipoksia, hiperkapnea, dan berakhir dengan asidosis. Asfiksia dinilai

dengan menggunakan skor apgar yang didasari pengamatan klinis dari:

a. A (Appearance = warna kulit)

b. P (Pulse rate = frekuensi nadi)

c. G (Grimace = reaksi rangsangan)

d. A (Activity = tonus otot)

e. R (Respiration = pernapasan)

Setiap penilaian diberi angka 0,1,2. Dengan demikian dapat diketahui

apakah bayi normal (vigorous baby, nilai apgar 7-10), asfiksia sedang-

ringan (nilai apgar 4-6), atau asfiksia berat (nilai apgar 0-3) (Hassan dan

Alatas, 2007). Pada penelitian ini status asfiksia dikategorikan menjadi

dua yaitu : a) Asfiksia, b) Tidak asfiksia. Data tentang diagnosis didapat

dari data formulir dan rekam medik pasien neonatus. Skala yang

digunakan adalah skala nominal.

I. Instrumen Penelitian

1. Alat

Alat yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Glucose strips, untuk mengukur kadar glukosa darah

b. Termometer air raksa, untuk mengukur suhu tubuh

Page 37: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

2. Bahan

Bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Formulir sampel pengukuran suhu tubuh dan kadar glukosa darah

b. Lembar persetujuan menjadi sampel

c. Hasil rekam medik

d. Alat tulis

J. Cara Kerja

1. Persiapan

a. Peneliti meminta surat izin penelitian ke bagian skripsi yang ditujukan

ke Bagian Diklit, Kepala Bagian HCU Neonatus, Kepala Instalasi

Gawat Darurat, dan Direktur RSUD Dr. Moewardi.

b. Setelah mendapatkan izin, peneliti mendapatkan surat pengantar dari

Bagian Diklit ke IGD dan HCU Neonatus untuk melakukan

pengambilan sampel dan ke Bagian Rekam medik untuk melengkapi

karakteristik data sampel.

2. Pelaksanaan

Neonatus yang baru datang di IGD RSUD Dr. Moewardi yang sesuai

dengan kriteria langsung diukur kadar glukosa darah dan suhu tubuhnya.

a. Peneliti melakukan pengukuran kadar glukosa darah pada sampel

dengan cara:

1) Mempersiapkan glucose strips test.

Page 38: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

2) Membersihkan telapak atau jari dari kaki atau tangan sampel

dengan kapas alkohol.

3) Menempelkan blood lancet ke bagian tersebut untuk menusuk

kulit sampel.

4) Titik darah yang keluar diperbesar dengan cara memijit jari di

sekeliling titik darah tersebut sehingga cukup untuk pengukuran.

5) Peneliti menyisipkan strip glukosa ke alat glucose strips test

kemudian tetes darah pada sampel ditempelkan ke strip tersebut.

6) Peneliti menunggu sesaat sehingga muncul angka pada alat.

Angka tersebut merupakan kadar glukosa darah sampel.

b. Peneliti melakukan pengukuran suhu tubuh pada sampel dengan cara:

1) Mempersiapkan termometer dan menurunkan air raksa

sehingga pada termometer menunjuk angka 35°C atau di

bawahnya.

2) Memasang termometer pada fosa aksila sampel.

3) Sampel menjepit termometer dengan merapatkan lengan

sampel ke tubuhnya.

4) Peneliti menunggu 3-5 menit.

5) Peneliti membaca hasil yang tertera pada termometer. Angka

tersebut merupakan suhu tubuh sampel.

K. Teknik Analisis Data

Analisis statistik dalam penelitian ini adalah analisis regresi logistik

ganda. Analisis regresi logistik ganda adalah alat statistik yang sangat kuat

Page 39: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

P

1 p

untuk menganalisis pengaruh antara sebuah paparan dan penyakit (yang

diukur ordinal) dan dengan serentak mengontrol pengaruh sejumlah faktor

perancu potensial.

Menurut Murti (1997), model regresi logistik selanjutnya dapat

digunakan untuk:

1. Mengukur pengaruh antara variabel respon dan variabel prediktor setelah

mengontrol pengaruh prediktor (kovariat) lainnya.

2. Keistimewaan analisis regresi ganda logistik dibanding dengan analisis ganda

linier adalah kemampuannya mengkonversi koefisien regresi (bi) menjadi Odds

Ratio (OR). Untuk variabel prediktor yang berskala kategorikal, maka rumus OR

= Exp (bi).

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Murti, 1997) :

ln = a+b1X1+b2X2+b3X3+b4X4+b5X5

di mana :

p : Probabilitas untuk hipotermi

1 - p : Probabilitas untuk tidak hipotermi

a : Konstanta

b1..b5 : Konstanta regresi variabel bebas X1…X5

X1 : Hipoglikemi (0: hipoglikemi; 1: tidak hipoglikemi)

X2 : Usia (0: neonatal dini; 1: neonatal lanjutan)

Page 40: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

X3 : Berat badan lahir (0: berat tidak cukup; 1: berat cukup)

X4 : Usia kehamilan (0: usia tidak cukup; 1: usia cukup)

X5 : Asfiksia (0: ada; 1: tidak ada)

Page 41: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user 36

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Penelitian

Penelitian dilaksanakan di IGD dan HCU Neonatus RSUD Moewardi. Subjek

penelitian ini adalah seluruh neonatus rujukan di RSUD Moewardi selama bulan

Desember 2011 - Juni 2102. Pada penelitian ini didapatkan total sampel sebanyak

81 neonatus.

B. Karakteristik Sampel Penelitian

Tabel 4.1. Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin

No Jenis Kelamin Frekuensi (n) % 1. Perempuan 27 33.3 2. Laki-laki 54 66.7 Jumlah 81 100

Sumber : Data primer, 2012

Tabel 4.1. menunjukkan bahwa sebagian besar sampel neonatus yang diteliti

merupakan neonatus laki-laki.

Tabel 4.2. Distribusi sampel berdasarkan usia neonatus

No Usia Frekuensi (n) % 1. 0-7 hari (Neonatal dini) 56 69.1 2. 8-28 hari (Neonatus lanjutan) 25 30.9 Jumlah 81 100

Sumber : Data primer, 2012

Page 42: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

Tabel 4.2. menunjukkan bahwa sebagian besar sampel neonatus yang diteliti

merupakan neonatal dini.

Tabel 4.3. Distribusi sampel berdasarkan berat badan lahir neonatus

No Berat Badan Lahir Frekuensi (n) % 1. BBLL 2 2.5 2. BBLC 45 55.6 3. BBLR 26 32.1 4. BBLSR 8 9.9 Jumlah 81 100

Sumber : Data primer, 2012

Tabel 4.3. menunjukkan bahwa sebagian besar sampel neonatus yang diteliti

merupakan neonatus berat badan lahir cukup (BBLC).

Tabel 4.4. Distribusi sampel berdasarkan usia kehamilan neonatus

No Usia Kehamilan Frekuensi (n) % 1. Aterm 52 64.2 2. Prematur 28 34.6 3. Immatur 1 1.2 Jumlah 81 100

Sumber : Data primer, 2012

Tabel 4.4. menunjukkan bahwa sebagian besar sampel neonatus yang diteliti

merupakan neonatus aterm.

Page 43: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

Tabel 4.5. Distribusi sampel berdasarkan status asfiksia

No Status Asfiksia Frekuensi (n) % 1. Asfiksia 31 38.3 2. Tidak asfiksia 50 61.7 Jumlah 81 100

Sumber : Data primer, 2012

Tabel 4.5. menunjukkan bahwa sebagian besar sampel neonatus yang diteliti

merupakan neonatus yang tidak mengalami asfiksia.

Tabel 4.6. Distribusi sampel berdasarkan kadar Glukosa Darah Sementara (GDS)

No Kadar GDS Frekuensi (n) % 1. Hipoglikemi 14 17.3 2. Tidak hipoglikemi 67 82.7 Jumlah 81 100

Sumber : Data primer, 2012

Tabel 4.6. menunjukkan bahwa sebagian besar sampel neonatus yang diteliti

merupakan neonatus yang tidak mengalami hipoglikemi.

Tabel 4.7. Distribusi sampel berdasarkan suhu tubuh neonatus

No Suhu Tubuh Frekuensi (n) % 1. Hipotermi 27 33.3 2. Tidak hipotermi 54 66.7 Jumlah 81 100

Sumber : Data primer, 2012

Tabel 4.7. menunjukkan bahwa sebagian besar sampel neonatus yang diteliti

merupakan neonatus yang tidak mengalami hipotermi.

Page 44: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

C. Hasil Uji Analisis Bivariat

Data dalam penelitian ini dianalisis dengan uji analisis bivariat. Dengan

uji tersebut dapat diketahui apakah hubungan yang teramati antara kedua variabel

secara statistik bermakna. Penelitian ini mengamati hubungan antara variabel

status hipoglikemi dengan variabel terikat kejadian hipotermi serta variabel

perancu berupa usia, berat badan lahir, usia kehamilan, dan asfiksia. Adanya

variabel perancu berpengaruh terhadap hasil analisis data yang didapat. Untuk

mengendalikannya, dilakukan analisis regresi logistik. Uji statistik menggunakan

Chi Square Test dengan Confidence Interval (CI) = 95%.

Tabel 4.8. Analisis bivariat jenis kelamin dengan kejadian hipotermi

Jenis Kelamin Kejadian Hipotermi

Total OR P Positif n (%) Negatif n (%)

Perempuan 9 (33.3%) 18 (66.7%) 27 (100%) - - Laki-laki 18 (33.3%) 36 (66.7%) 54 (100%) 1.00 1.000

Sumber : Data primer, 2012

Dari Tabel 4.8. didapatkan bahwa persentase kejadian hipotermi sama

antara laki-laki dan perempuan (33.3%). Analisis bivariat terhadap hubungan

antara jenis kelamin dengan kejadian hipotermi menunjukkan hubungan yang

tidak signifikan. Neonatus laki-laki memiliki risiko mengalami hipotermi 1 kali

lebih besar daripada kelompok neonatus perempuan sehingga tidak terdapat

hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian hipotermi (OR= 1.00; CI 95%;

0.38, 2.66; p = 1.000).

Page 45: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

Tabel 4.9. Analisis bivariat usia neonatus dengan kejadian hipotermi

Usia Neonatus Kejadian Hipotermi

Total OR P Positif n (%) Negatif n (%)

(Neonatal dini) 22 (39.3%) 34 (60.7%) 56 (100%) - - (Neonatus lanjutan)

5 (20.0%) 20 (80.0%) 25 (100%) 0.386 0.089

Sumber : Data primer, 2012

Dari Tabel 4.9. persentase kejadian hipotermi lebih banyak dijumpai pada

neonatal dini daripada neonatal lanjutan. Analisis bivariat terhadap hubungan

antara status usia neonatus dengan kejadian hipotermi menunjukkan hubungan

yang tidak signifikan. Neonatal dini memiliki risiko mengalami hipotermi 0.39

kali lebih besar daripada kelompok neonatal lanjutan (OR= 0.39; CI 95%; 0.13,

1.18; p = 0.09).

Tabel 4.10. Analisis bivariat berat badan lahir dengan kejadian hipotermi

Berat Badan Lahir

Kejadian Hipotermi Total OR P

Positif n (%) Negatif n (%) BBL tidak

cukup 15 (44.1%) 19 (55.9%) 34 (100%) - -

BBL cukup 12 (25.5%) 35 (74.5%) 47 (100%) 0.43 0.080 Sumber : Data primer, 2012

Dari Tabel 4.10. persentase kejadian hipotermi lebih banyak dijumpai

pada neonatus dengan berat badan lahir tidak cukup daripada yang memiliki

berat lahir cukup. Analisis bivariat terhadap hubungan antara berat badan lahir

neonatus dengan kejadian hipotermi menunjukkan hubungan yang tidak

Page 46: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

signifikan. Neonatus dengan berat badan lahir tidak cukup memiliki risiko

mengalami hipotermi 0.43 kali lebih besar daripada kelompok neonatus yang

memiki berat badan cukup (OR= 0.43; CI 95%; 0.17, 1.11; p = 0.08).

Tabel 4.11. Analisis bivariat usia kehamilan dengan kejadian hipotermi

Usia Kehamilan Kejadian Hipotermi

Total OR P Positif n (%) Negatif n (%)

Tidak cukup bulan 13 (44.8%) 16 (55.2%) 29 (100%) - - Cukup bulan 14 (26.9%) 38 (73.1%) 52 (100%) 0.45 0.101

Sumber : Data primer, 2012

Dari Tabel 4.11. persentase kejadian hipotermi lebih banyak dijumpai

pada neonatus yang tidak cukup bulan (prematur dan immatur) daripada yang

cukup bulan (aterm). Analisis bivariat terhadap hubungan antara usia kehamilan

neonatus dengan kejadian hipotermi menunjukkan hubungan yang tidak

signifikan. Neonatus yang tidak cukup bulan memiliki risiko mengalami

hipotermi 0.43 kali lebih besar daripada kelompok neonatus yang cukup bulan

(OR= 0.43; CI 95%; 0.17, 1.12; p = 0.101).

Tabel 4.12. Analisis bivariat status asfiksia dengan kejadian hipotermi

Status Asfiksia Kejadian Hipotermi

Total OR P Positif n (%) Negatif n (%)

Asfiksia 16 (51.6%) 15 (73.1%) 52 (100%) - - Tidak asfiksia 12 (24.0%) 38 (76.0%) 29 (100%) 2.97 0.024

Sumber : Data primer, 2012

Dari Tabel 4.12. persentase kejadian hipotermi lebih banyak dijumpai

pada neonatus yang asfiksia daripada yang tidak asfiksia. Analisis bivariat

Page 47: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

terhadap hubungan antara status asfiksia neonatus dengan kejadian hipotermi

menunjukkan hubungan yang signifikan. Neonatus yang asfiksia memiliki

risiko mengalami hipotermi 2.97 kali lebih besar daripada kelompok neonatus

yang tidak asfiksia (OR= 2.97; CI 95%; 1.14, 7.74; p = 0.024).

Tabel 4.13. Analisis bivariat kadar GDS dengan kejadian hipotermi

Kadar GDS Kejadian Hipotermi

Total OR P Positif n (%) Negatif n (%)

Hipoglikemi 20 (29.9%) 47 (70.1%) 67 (100%) - -

Tidak hipoglikemi 7 (50.0%) 7 (50.0%) 14 (100%) 2.35 0.212 Sumber : Data primer, 2012

Dari Tabel 4.13. persentase kejadian hipotermi lebih banyak dijumpai pada

neonatus yang tidak hipoglikemi daripada yang hipoglikemi. Analisis bivariat

terhadap hubungan antara kadar GDS neonatus dengan kejadian hipotermi

menunjukkan hubungan yang tidak signifikan. Neonatus yang hipoglikemi

memiliki risiko mengalami hipotermi 2.35 kali lebih besar daripada kelompok

neonatus yang tidak hipoglikemi (OR= 2.35; CI 95%; 0.73, 7.58; p = 0.212), tetapi

hasil ini belum mengontrol pengaruh dari variabel perancu.

Page 48: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

D. Hasil Uji Analisis Regresi Logistik Ganda

Tabel 4.14. Hasil analisis regresi logistik ganda tentang kadar GDS, usia, berat

badan lahir, usia kehamilan, dan status asfiksia dengan kejadian

hipotermi

Variabel OR CI 95%

p Batas Bawah Batas Atas

Kadar GDS 1.98 0.54 7.73 0.305 Usia 0.39 0.12 1.29 0.122 Berat badan lahir 0.86 0.25 2.95 0.816 Usia kehamilan 0.47 0.14 1.64 0.237 Status asfiksia 2.69 0.98 7.35 0.054 N observasi = 81

Nagelkerke R2 = 18.7%

-2 loglikelihood = 91.38 Sumber : Data primer, 2012

Berdasarkan tabel analisis regresi logistik diketahui bahwa setelah

mengontrol pengaruh dari faktor perancu usia, berat badan lahir, usia kehamilan,

dan status asfiksia, neonatus yang hipoglikemi memiliki risiko mengalami

hipotermi 1.98 kali lebih tinggi daripada neonatus yang tidak mengalami

hipoglikemi (OR = 1.98; CI = 95%; 0.54, 7.73; p = 0.305). Nilai OR = 1.98

menunjukkan hubungan sedang antara hipoglikemi dengan prognosis hipotermi.

Nilai p adalah 0.305. Artinya, probabilitas untuk membuat simpulan salah bahwa

neonatus yang mengalami hipoglikemi memiliki risiko menjadi hipotermi 1.98 kali

dibandingkan yang tidak mengalami hipoglikemi, ketika sesungguhnya pengaruh

Page 49: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

tersebut tidak ada, adalah 30,5 dari 100 kesempatan. Probabilitas tersebut cukup

besar, dengan kata lain hubungan antara hipoglikemi dengan kejadian hipotermi

secara statistik tidak bermakna (p > 0.05).

Nagelkerke R2 = 18.7% mengandung arti variabel independen dalam

model regresi logistik yaitu status hipoglikemi, usia, berat badan lahir, usia

kehamilan, dan status asfiksia secara bersama mampu menjelaskan terjadinya

hipotermi sebesar 18.7%.

Page 50: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

BAB V

PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara

hipoglikemi dengan kejadian hipotermi pada neonatus rujukan di IGD dan HCU

Neonatus di RSUD Dr. Moewardi. Ada tidaknya hubungan antara kedua variabel

tersebut diuji menggunakan metode uji regresi logistik ganda. Pada penelitian ini

dibahas deskripsi tentang karakteristik hipotermi berdasarkan berbagai faktor,

seperti: usia neonatus, usia kehamilan, berat badan lahir, status asfiksia dan kadar

glukosa darah sementara.

Pada tabel 4.1. dan tabel 4.8. terlihat bahwa sebagian besar sampel neonatus

yang diteliti merupakan neonatus laki-laki. Berdasarkan persentase jenis kelamin,

neonatus laki-laki memiliki persentase yang sama dengan neonatus perempuan

yang mengalami hipotermi, yaitu sebesar (33.3%). Analisis bivariat terhadap

hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian hipotermi menunjukkan hubungan

yang tidak signifikan. Neonatus laki-laki memiliki risiko mengalami hipotermi 1

kali lebih besar daripada kelompok neonatus perempuan. OR=1.00 memiliki arti

bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin neonatus dengan kejadian

hipotermi. Hal ini sesuai dengan penelitian Kambarami dan Chidede (2003) yang

menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin

dengan hipotermia pada neonatus. Pada penelitian Zayeri et al. (2007) terhadap

900 neonatus dengan seleksi random di Iran, tentang faktor risiko hipotermi pada

Page 51: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

rumah sakit rujukan juga didapatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara

jenis kelamin dan kejadian hipotermi.

Pada tabel 4.2. dan 4.9. dapat diketahui sebagian besar sampel neonatus

yang diteliti merupakan neonatal dini. Berdasarkan persentase usia, neonatus yang

lebih banyak mengalami hipotermi adalah neonatus usia dini berusia 0-7 hari

(neonatal dini) (39.3%) dibandingkan neonatus usia 8-28 hari (neonatal lanjutan)

(20.0%). Pal et al. (2000) menyatakan bahwa kejadian hipotermi pada neonatus

lebih dominan disebabkan oleh faktor usia. Pada penelitian retrospektif terhadap

261 neonatus di Zimbabwe dilaporkan bahwa neonatal dini berusia 0-7 hari yang

saat masuk di unit pediatri dalam keadaaan hipotermi sebesar 44% walaupun

dalam musim hangat (Zayeri et al., 2007). Hal ini juga didukung dengan adanya

penelitian yang dilakukan di Kabupaten Cirebon yang menggambarkan bahwa

usia mempengaruhi kejadian hipotermi, didapatkan bahwa 88 % kematian

neonatal terjadi pada periode neonatal dini usia 0-7 hari dan 6 % dari kematian

neonatus tersebut disebabkan oleh hipotermi (Hadi, 2008). Neonatus mudah

mengalami kehilangan air secara transepidermal dan kehilangan panas akibat

belum matangnya struktur dan fungsi kulit neonatus. Risiko kehilangan air secara

transepidermal akan berkurang seiring bertambahnya usia neonatus (Waldron,

2007).

Pada tabel 4.3. dan 4.10. dinyatakan bahwa berdasarkan berat badan lahir,

neonatus yang mengalami hipotermi paling banyak pada neonatus dengan berat

badan lahir tidak cukup (BBLR dan BBLSR) (44.1%) dibandingkan dengan

neonatus yang Berat Badan Lahir Cukup (BBLC dan BBLL) (25.5%). Hal ini

Page 52: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

sesuai dengan teori dimana neonatus yang lahir dengan berat badan rendah

memiliki risiko yang tinggi untuk mengalami hipotermi (Dinas Kesehatan Jawa

Tengah, 2006; Kumar et al., 2009). Di Tanzania, Odds Ratio dari hipotermi pada

neonatus dengan berat lahir rendah adalah 11.0 dibandingkan dengan neonatus

dengan berat badan cukup (Kumar et al., 2009). Sedangkan neonatus yang terlahir

dengan berat badan lebih, mampu mengatasi kondisi hipotermi dengan mudah

(Pawlowski, 1998). Christensson et al. dalam penelitiannya pada neonatus di

Zambia dan Briend dalam penelitiannya pada neonatus di Afrika Barat sama-sama

melaporkan adanya hubungan yang signifikan antara berat badan lahir dengan

suhu rektal neonatus (Kumar et al., 2009). Ada beberapa hal terkait berat badan

neonatus yang berhubungan dengan suhu tubuh, yaitu: 1) semakin besar ukuran

neonatus, membuat semakin berkurangnya rasio permukaan tubuh dengan masa

tubuh, 2) semakin meningkatnya jumlah dari jaringan lemak subkutan yang

berfungsi sebagai insulator, 3) peningkatan jumlah dari lemak coklat akan

meningkatkan proses termogenesis tanpa menggigil, 4) terjadinya termogenesis

aktif saat neonatus tidur, dan 5) neonatus cenderung menyimpan panas selama

usia beberapa bulan sehingga suhu tubuhnya seimbang (Pawlowski, 1998).

Tabel 4.4. dan 4.11. tentang kejadian hipotermi berdasarkan usia kehamilan,

tampak bahwa neonatus yang paling banyak mengalami hipotermi adalah

neonatus yang tidak cukup bulan (prematur dan immatur) dengan persentase

sebesar (44.8%) daripada neonatus yang cukup bulan (aterm) dengan persentase

sebesar (26.9%). Menurut Kumar et al. (2009), neonatus pada umumnya dan yang

lahir prematur cenderung mudah untuk mengalami kehilangan panas tubuh karena

Page 53: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

luas permukaan tubuhnya yang relatif luas dibandingkan dengan masa tubuh.

Memperjelas hal itu, Mullany et al. (2010) dalam penelitiannya menyatakan

bahwa neonatus yang preterm (immatur dan prematur) mengalami kehilangan

panas yang lebih cepat daripada neonatus yang aterm. Hal ini disebabkan antara

lain oleh: 1) lebih besarnya rasio antara luas permukaan tubuh dengan masa tubuh

neonatus, 2) lebih cepat mengalami kehilangan air secara transepidermal akibat

barrier epidermis yang tipis, 3) sedikitnya lemak coklat dibandingkan neonatus

yang aterm. Kumar et al. (2009) juga menjelaskan neonatus yang preterm

mengalami terhentinya penyimpanan substrat pada akhir trimester dari masa

kehamilan, sehingga mengurangi jumlah isolator yang seharusnya dihasilkan oleh

lemak subkutan. Neonatus preterm lebih mudah mengalami kehilangan panas

tubuh dibandingkan neonatus yang aterm, hal ini meningkat pada neonatus

dengan usia kehamilan < 33 minggu.

Tabel 4.5. dan 4.12. tentang kejadian hipotermi berdasarkan status asfiksia,

ditemukan bahwa hipotermi lebih banyak dijumpai pada neonatus yang asfiksia

daripada yang tidak asfiksia. Pada penelitian ini, analisis bivariat terhadap

hubungan antara status asfiksia neonatus dengan kejadian hipotermi menunjukkan

hubungan yang signifikan. Neonatus yang asfiksia memiliki risiko mengalami

hipotermi 2.97 kali lebih besar daripada kelompok neonatus yang tidak asfiksia.

Hal ini didukung oleh teori yang menyatakan bahwa neonatus yang mengalami

asfiksia memiliki risiko penurunan suhu tubuh yang sangat tinggi segera setelah

lahir (Kumar et al., 2009). Asfiksia pada neonatus akan menurunkan kecepatan

Page 54: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

metabolisme yang mengakibatkan kurangnya kemampuan neonatus untuk

memproduksi panas tubuhnya sehingga terjadi hipotermi (Hey, 2001).

Pada tabel distribusi sampel yaitu tabel 4.6. dan tabel 4.7. didapatkan bahwa

sebagian besar sampel neonatus yang diteliti merupakan neonatus yang tidak

mengalami hipoglikemi dan tidak mengalami hipotermi. Sampel neonatus pada

penelitian ini berjumlah 81 neonatus dengan perbandingan antara yang hipotermi

dengan tidak hipotermi 1 : 2 sesuai dengan teknik fixed-disease sampling. Hal ini

dimaksudkan agar didapatkan perbandingan yang valid antara kedua kelompok

studi dalam kelima variabel independen (Murti, 2010).

Pada tabel 4.13. persentase kejadian hipotermi lebih banyak dijumpai pada

neonatus yang tidak hipoglikemi daripada yang hipoglikemi. Sedangkan secara

kuantitas, neonatus yang mengalami hipoglikemi lebih banyak yang mengalami

hipotermi daripada neonatus yang tidak hipoglikemi. Analisis bivariat kadar GDS

dengan kejadian hipotermi menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p >

0.05). Neonatus yang hipoglikemi memiliki risiko mengalami hipotermi 2.35 kali

lebih besar daripada kelompok neonatus yang tidak hipoglikemi (OR = 2.35; CI

95%; 0.73, 7.58; p = 0.212), tetapi hasil ini belum mengontrol pengaruh dari

variabel perancu.

Untuk memperjelas hubungan dari hasil analisis data yang didapat maka

dilakukan kontrol terhadap variabel perancu (usia, berat badan lahir, usia

kehamilan, dan status asfiksia) dengan analisis regresi logistik ganda (dapat

dilihat pada tabel 4.14). Setelah mengontrol variabel perancu, risiko menjadi

hipotermi turun menjadi 1.98 kali lebih besar. Nilai OR=1.98 menunjukkan

Page 55: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

hubungan sedang antara hipoglikemi dengan prognosis hipotermi, namun secara

statistik hubungan tersebut tidak signifikan karena nilai p > 0.05 (OR = 1.98; CI =

95%; 0.54, 7.73; p = 0.305).

Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa kurangnya

metabolisme untuk menghasilkan panas, seperti hipoglikemia dapat menyebabkan

hipotermi. (Sessler, 2008). Hipoglikemia merupakan penyebab terjadinya

hipotermi sekunder, yaitu penurunan suhu tubuh yang tidak disebabkan oleh suhu

lingkungan yang dingin (Hassan dan Alatas, 2007).

Ketidaksignifikansi penelitian ini mungkin disebabkan adanya faktor lain

yang mempengaruhi kejadian hipotermi yang tidak diteliti. Kumar et al. (2009)

menjelaskan bahwa di negara berkembang, kombinasi dari faktor psikologis,

perilaku, dan lingkungan, tanpa memandang berat badan neonatus, membuat

neonatus dalam risiko hipotermi. Sedangkan Pal et al. (2000) menyatakan bahwa

pada dasarnya, hipoglikemi dengan hipotermi pada neonatus lebih dominan

disebabkan oleh faktor usia. Neonatus setelah lahir memang cenderung

mengalami hipoglikemi dan hipotermi dalam waktu bersamaan, sehingga tidak

terdapat kaitan klinis yang kuat di antara keduanya. Asakura (2004) dalam

studinya menyampaikan bahwa segera setelah lahir kondisi tubuh neonatus

berubah secara drastis. Suhu ruangan tempat proses persalinan biasanya sekitar

26℃ to 27℃ , yang berkurang 10℃ dari suhu intrauterin membuat neonatus

terpapar oleh lingkungan yang dingin sehingga berakibat hipotermi.

Ketidaksignifikansi penelitian ini juga mungkin disebabkan karena sampel

yang berasal dari neonatus rujukan luar RSUD Dr. Moewardi adalah neonatus

Page 56: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

dengan berbagai jenis penyakit dan komplikasinya seperti kelainan kongenital,

infeksi, gangguan metabolik, dan lain-lain sehingga banyak faktor yang dapat

merancukan kejadian hipotermi dalam penelitian ini. Ada beberapa faktor perancu

yang dikendalikan pada penelitian ini seperti seperti: usia neonatus, jenis kelamin,

usia kehamilan, berat badan lahir, status dan asfiksia. Namun, faktor-faktor lain

yang juga dapat merancukan hasil penelitian seperti faktor genetik, kondisi stres,

kondisi dan suhu tubuh neonatus saat dirujuk dan lain-lain belum dapat

dikendalikan pada penelitian ini.

Keterbatasan pada penelitian ini juga terdapat pada desain penelitian yang

bersifat cross sectional, metode pengambilan sampel, jumlah sampel, dan adanya

variabel luar lain yang tidak diteliti. Penggunaan desain cross sectional

dipengaruhi oleh keterbatasan waktu dalam melakukan penelitian. Desain cross

sectional kurang dapat menganalisis hubungan sebab akibat yang kuat antara

paparan dengan penyakit/masalah kesehatan karena penilaian hubungan dilakukan

satu waktu, sementara validitas penilaian hubungan kausal pada dasarnya

memerlukan arah waktu yang jelas (paparan mendahului penyakit). Penilaian

hubungan kausal ini paling baik dilakukan dengan desain kohort.

Pengambilan data kadar glukosa darah dan suhu tubuh sampel neonatus

hanya dilakukan satu kali yaitu pada saat pertama kali neonatus datang di IGD.

Hal tersebut dikarenakan waktu yang terbatas dan dapat menjadi kekurangan

dalam penelitian. Hasil pengukuran kadar glukosa darah sewaktu pada neonatus

menggunakan glucose strips test masih perlu dikonfirmasi lagi dengan

pemeriksaan laboratorium namun pada penelitian ini tidak dilakukan.

Page 57: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

Jumlah sampel neonatus telah memenuhi perhitungan pada rumus sampel,

namun dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih besar diharapkan hasil

penelitian lebih dapat digeneralisasikan. Jumlah sampel yang besar juga akan

meningkatkan presisi atau ketelitian penelitian.

Page 58: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

BAB VI

PENUTUP

A. Simpulan

Terdapat hubungan sedang antara hipoglikemi dengan prognosis kejadian

hipotermi, meskipun hubungan tersebut dalam analisis secara statistik tidak

bermakna. Neonatus yang hipoglikemi memiliki risiko mengalami hipotermi

1.98 kali lebih tinggi daripada neonatus yang tidak mengalami hipoglikemi

setelah mengontrol pengaruh faktor perancu seperti: usia, berat badan lahir,

usia kehamilan, dan status asfiksia. (OR = 1.98; CI = 95%; 0.54, 7.73; p =

0.305).

B. Saran

1. Neonatus cenderung mengalami hipotermi dan hipoglikemi yang akan

mengakibatkan komplikasi lebih lanjut dan kematian sehingga perlu

dilakukan pemantauan berkala yang teliti dan cermat terhadap kondisi

neonatus serta penanganan yang cepat dan tepat.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan desain penelitian Kohort,

lokasi cakupan penelitian yang lebih luas, jumlah sampel yang lebih

banyak, pengambilan data kadar glukosa darah dan suhu tubuh sampel

neonatus dilakukan lebih dari satu kali, konfirmasi kadar glukosa darah

dengan pemeriksaan laboratorium dan analisis terhadap faktor perancu

sehingga memperkuat simpulan dan memperkecil bias pada penelitian

tersebut. Dengan demikian dapat diperoleh data yang lebih valid mengenai

Page 59: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA .../Hubungan... · gangguan perkembangan neurologis yang dapat dicegah. Neonatus yang ... morbiditas dan mortalitas pada neonatus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

hubungan antara antara kasus hipoglikemi dengan kejadian hipotermi pada

neonatus rujukan.