106
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

  • Upload
    lamhanh

  • View
    225

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 2: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

Page 3: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

Page 4: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : ARUM DWI JAYANTI

NIM : E0008299

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan ( skripsi ) berjudul:

“PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI OLEH

PERUSAHAAN PELAYARAN PT BANGUN PUTRA REMAJA DI

PELABUHAN MERAK – BAKAUHENI KABUPATEN SERANG ATAS

TERBAKARNYA KAPAL MOTOR PENUMPANG LAUT TEDUH II”

adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan

hukum ( skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia

menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan

gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, Juni 2012

Yang membuat pernyataan

ARUM DWI JAYANTI

NIM . E0008299

Page 5: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

ABSTRAK

ARUM DWI JAYANTI. E0008299. 2012, PERTANGGUNGJAWABAN

PIDANA KORPORASI OLEH PERUSAHAAN PELAYARAN PT

BANGUN PUTRA REMAJA DI PELABUHAN MERAK – BAKAUHENI

KABUPATEN SERANG ATAS TERBAKARNYA KAPAL MOTOR

PENUMPANG LAUT TEDUH II. Fakultas Hukum Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

Dalam KUHP di Indonesia, tidak mengatur korporasi sebagai

subyek hukum. Hanya manusia yang diakui sebagai subyek hukum dalam

KUHP. Namun, dalam perkembangannya ada beberapa Peraturan Perundang-

Undangan di luar KUHP yang menyebutkan korporasi sebagai subyek hukum.

Di Indonesia, korporasi dianggap sebagi subyek hukum terdapat dalam

Undang-Undang Nomor 7/Drt/ 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi yang

kemudian di susul oleh beberapa Undang-Undang diantaranya Nomor 5 Tahun

1997 tentang Psikotropika Pasal 1 angka 13, Undang-Undang Nomor 22

Tahun 1997 tentang Narkotika Pasal 1 angka 19, Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Pasal 1 angka 1

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 15

Tahun 2002 jo. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 Pasal 1 angka 2

tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Tujuan korporasi untuk terus

meningkatkan keuntungan yang diperolehnya, hal ini mengakibatkan sering

terjadi tindakan pelanggaran hukum, seperti yang perbuatan yang dilakukan

oleh PT. Bangun Putra Remaja akibat terbakarnya Kapal Laut Teduh II yang

menelan banyaknya korban jiwa. Korporasi dapat di mintai

pertanggungjawabannya apabila dalam melaksanakan kegiatannya

menimbulkan kerugian terhadap masyarakat, baik kerugian materiil dan

immateril. Berdasarkan latar belakang di atas, maka muncul permasalahan

yakni bagaimana pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi menurut

hukum pidana serta bagaimana pertanggungjawaban PT Bangun Putra Remaja

terhadap korban kecelakaan kapal laut teduh II. Penulisan hukum ini

menggunakan metode Empiris, Lokasi penelitian di PT. Bangun Putra Remaja

dan Pengadilan Negeri Serang. Jenis data yang digunakan meliputi data primer

dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan yaitu

wawancara dan studi kepustakaan baik berupa buku-buku, peraturan

perundang-undangan, dokumen-dokumen, dan sebagainya. Analisis data

menggunakan analisis data kualitatif.

Kata kunci : Pertanggungjawaban Pidana, Korporasi.

Page 6: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

ABSTRACT

ARUM DWI JAYANTI. E0008299. 2012, CORPORATE CRIMINAL

LIABILITY BY THE SHIPPING COMPANY PT BANGUN PUTRA

REMAJA OF PORT MERAK – BAKAUHENI SERANG DISTRICT OF

MOTOR PASSENGER SHIP LAUT TEDUH II. Faculty of Law of March

Surakarta.

In Indonesia's Criminal Code, was not regulated corporations as legal subjects.

Only people who are recognized as legal subjects in the Criminal Code. However,

in its development, there are some regulations Legislation outside the Penal Code

which states the corporation as a legal subject. In Indonesia, the corporation was

considered as a subject of law contained in Law No. 7/Drt / 1955 on Economic

Crime which was then in one after another by some such Act No. 5 of 1997

Article 1, item 13, of Law Number 22 Year 1997 on Narcotics Section 1

paragraph 19 of Law Number 31 Year 1999 jo. Act No. 20 of 2001 Article 1

number 1 on the Eradication of Corruption, Law Number 15 Year 2002 jo. Law

No. 25 of 2003 Article 1 paragraph 2 on Money Laundering. The corporate aimed

was to increase profits gained continued, this resulted in frequent acts of law

violation, as the acts committed by PT. Bangun Putra Remaja from the burning of

Laut Teduh II ship which claimed many victims. Corporations can be held

accountable in turn to if their activities cause harm to society, both material loss

and immateril. Based on the above background, it appears the problem of how to

setup corporate criminal liability under criminal law and how accountability PT

Bangun Putra Remaja of accident Laut Teduh II ship. Legal writing was to used

empirical methods, location of research at PT. Bangun Putra Remaja and

Pengadilan Negeri Serang. Type of data used include the primary data and

secondary data. Data collection techniques used are interviews and literature

studies in the form of books, laws, documents. In this study qualitative analysis

was used to analysis data.

Keywords: Criminal Responsibility, Corporate

Page 7: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

MOTTO

“Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat

suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya

ia dengan kemajuan selangkah pun”

( Bung Karno)

“Orang yang berhasil akan mengambil manfaat dari kesalahan-kesalahan yang ia

lakukan, dan akan mencoba kembali untuk melakukan dalam suatu cara yang

berbeda”

(Dale Carnegie)

“Orang-orang yang sukses telah belajar membuat diri mereka melakukan hal yang

harus dikerjakan ketika hal itu memang harus dikerjakan, entah mereka

menyukainya atau tidak”

( Aldus Huxley)

“Bersikaplah kukuh seperti batu karang yang tidak putus-putus-nya dipukul

ombak. Ia tidak saja tetap berdiri kukuh, bahkan ia menenteramkan amarah ombak

dan gelombang itu”

(Marcus Aurelius)

Page 8: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan sebagai wujud syukur, cinta dan terima kasih

kepada :

1. Allah SWT sang penguasa alam atas segala karunia, rahmat dan nikmat yang

telah diberikan- Nya;

2. Nabi Muhammad SAW, sebagai Uswatun Hasanah yang telah memberi suri

tauladan yang baik bagi umatnya;

3. Ayahanda dan Almh Ibunda Siti Rumiyati tercinta yang telah memberikan

kasih sayang, doa, motivasi, dan dukungan kepada Penulis dalam penyelesaian

skripsi ini;

4. Kakakku Hery Sutopo yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada

penulis;

5. Happy Pramana yang telah memberikan doa, dukungan, motivasi, cinta, kasih

sayang yang senantiasa diberikan untukku;

6. Bpk. Hasyim selaku Manajer Umum PT. Bangun Putra Remaja, yang telah

senantiasa membantu;

7. Sahabat- sahabatku yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini;

8. Teman- teman Fakultas Hukum UNS angkatan 2008;

9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini;

10. Almamaterku, Fakultas Hukum UNS yang telah member bekal ilmu

pengetahuan dan pengalaman untuk mengahadapi kehidupan yang

sesungguhnya.

Page 9: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang,

serta di iringi rasa syukur kehadirat Illahi Rabbi, penulisan hukum (Skripsi)

yang berjudul ”PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI

OLEH PERUSAHAAN PELAYARAN PT BANGUN PUTRA REMAJA

DI PELABUHAN MERAK – BAKAUHENI KABUPATEN SERANG

ATAS TERBAKARNYA KAPAL MOTOR PENUMPANG LAUT

TEDUH II” dapat penulis selesaikan dengan lancar.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi tugas dan persyaratan

untuk meraih gelar Sarjana (S1) dalam bidang ilmu hukum pada Fakultas

Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak

bimbingan, arahan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan

segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Allah SWT, atas segala rahmat dan karunianya;

2. Nabi Muhammad SAW, semoga penulis mendapat rahmat dijalannya;

3. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret, yang telah meberikan ijin dan kesempatan

kepada penulis untuk dapat melaksanakan Penulisan Hukum ini;

4. Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II, dan Pembantu Dekan III yang

telah membantu dalam pemberian ijin dilakukannya penulisan ini;

5. Rehnalemken Ginting, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana

sekaligus sebagai pembimbing skripsi yang telah bersedia menyediakan

waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan bagi

penulis;

Page 10: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

6. Winarno Budyatmojo, S.H., M.S., selaku pembimbing skripsi yang

telah bersedia menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan

bimbingan dan arahan bagi penulis;

7. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang tidak

dapat saya sebutkan satu persatu atas semua ilmu pengetahuan yang

tiada terkira berharganya bagi hidup dan kehidupan penulis;

8. Pengelola Penulisan Hukum (PPH) Fakultas Hukum UNS;

9. Semua keluargaku, terutama ibuku yang selalu memberikan cinta,

kepercayaan, nasehat, dorongan, bantuan dan doa yang tiada henti,

semangat, salah satu motivatorku untuk segera lulus;

10. Semua teman-temanku yang telah banyak membantu dalam

penyusunan skripsi ini memberikan pemikiran dalam skripsi ini;

11. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas

semua bantuan baik materiil maupun imateriil.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Untuk itu

saran dan kritik dari pembaca penulis harapkan demi perbaikan penelitian ini.

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak

yang berkepentingan dan yang membutuhkan.

Surakarta, 18 Juni 2012

Penulis

Page 11: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………. i

HALAMAN PERSETUJUAN……………………………. ii

HALAMAN PENGESAHAN …………………………. iii

HALAMAN PERNYATAAN …………………………. iv

ABSTRAK………………………………………………. v

ABSTRACT…………………………………………….. vi

HALAMAN MOTTO…………………………………… vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………….. viii

KATA PENGANTAR …………………………………. ix

DAFTAR ISI …………………………………………… xii

DAFTAR GAMBAR ……………………………… …… xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ………………….. 1

B. Rumusan Masalah………………... 4

C. Tujuan Penelitian……………….... 4

D. Manfaat Penelitian………………. 5

E. Metode Penelitian ……………….. 6

F. Sistematika Penulisan Hukum …… 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori ……………………………………… 11

1. Tinjauan tentang Hukum Pidana……………... 11

2. Tinjauan tentang Korporasi…………………... 16

3. Tinjauan tentang Pertanggungjawaban

Pidana ………………………………………..... 22

4. Tinjauan tentang Pertanggungjawaban

Pidana Korporasi…………………………… 28

B. Kerangka Pemikiran ……………………………… 38

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Page 12: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

A. Hasil Penelitian

1. Diskripsi PT. Bangun Putra Remaja ……………. 40

2. Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana

Korporasi dalam Hukum Pidana……………….. 59

3. Pertanggungjawaban PT. Bangun Putra Remaja

Terhadap Korban Kecelakaan

Kapal Laut Teduh II …………………………... 73

B. Pembahasan

1. Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana

Korporasi dalam Hukum Pidana ………………. 77

2. Pertanggungjawaban PT. Bangun Putra Remaja

Terhadap Korban Kecelakaan

Kapal Laut Teduh II ………………………….. 85

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan ……………………………………… 89

B. Saran …………………………………………. 90

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 13: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Siklus Analisis Data ……………………………………. 9

Gambar 2. Kerangka Berpikir ……………………………………… 38

Gambar 3. Struktur Organisasi Manajemen Keselamatan

PT. Bangun Putra Remaja ……………………………… 42

Gambar 4. Struktur Organisasi Manajemen Keselamatan

Dalam Kapal …………………………………………… 43

Page 14: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Surat Ijin Penelitian kepada Pimpinan PT. Bangun

Putra Remaja Kantor Pusat di Merak.

Lampiran II Surat Ijin Penelitian Kepada Ketua Pengadilan

Negeri Serang.

Lampiran III Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Di

PT Bangun Putra Remaja.

Lampiran IV Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Di

Pengadilan Negeri Serang.

Page 15: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Transportasi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

kehidupan manusia. Dalam kaitan dengan kehidupan manusia transportasi

memiliki peranan signifikan dalam aspek sosial, ekonomi, lingkungan, politik dan

pertahanan keamanan. Transportasi memegang peranan penting dalam usaha

mencapai tujuan pengembangan ekonomi dalam suatu bangsa.

(http://waterforgeo.blogspot.com/2011/01/fungsi-dan-manfaat-transportasi.html)

Sehubungan dengan adanya transportasi, yang perannya lebih besar dan

sering digunakan yaitu transportasi melalui jalur laut, karena transportasi laut

memberikan konstribusi yang sangat besar bagi perekonomian dunia dalam hal

dapat mengangkut barang yang dapat diperkirakan sebanyak kurang lebih tujuh

miliaran ton setiap tahunnya serta dapat mengangkut penumpang yang jumlahnya

relatif banyak. Transportasi laut adalah sebagai mobilitas manusia, barang dan

jasa baik lokal, regional, nasional maupun international.

Kemajuan peradaban dan budaya manusia di bidang ilmu pengetahuan dan

teknologi terutama kecanggihan informasi, komunikasi bahkan transportasi sudah

mendunia dan seolah- olah tak terbatas sehingga kejadian di salah satu tempat

secara cepat dapat langsung segera diketahui.

Penggunaan transportasi laut tidak selamanya berjalan lancar yaitu

mengenai masalah lalu lintas melalui transportasi laut, ini bukan merupakan suatu

hal yang baru dari kehidupan manusia. Sebagaimana telah diketahui bahwa dalam

kehidupan sehari- hari manusia tidak dapat dipisahkan dengan alat transportasi

oleh karena itu keselamatan benda maupun nyawa harus di utamakan.

Sehubungan dengan itu pemerintah telah mengeluarkan peraturan mengenai

pelayaran yaitu Undang- undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

Page 16: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Peraturan tersebut dimaksudkan karena transportasi mempunyai nilai penting

sebagai penghubung seluruh wilayah.

Kecelakaan lalu lintas laut saat ini sering terjadi, kecelakaan kapal

merupakan kejadian yang dialami oleh kapal yang dapat mengancam keselamatan

kapal dan/atau jiwa manusia berupa kapal tenggelam, kapal terbakar, kapal

tubrukan, dan kapal kandas. Sebagai contoh yang akan penulis kaji yaitu

mengenai terbakarnya KMP Laut Teduh 2 milik Perusahaan Pelayaran PT.

Bangun Putra Remaja tahun 2011 lalu yang mengakibatkan kurang lebih 266

korban luka-luka, 29 korban meninggal dunia serta 93 muatan baik itu berupa

sepeda motor, kendaraan pribadi, colt diesel, dan sebagainya. Hal tersebut

menunjukkan bahwa persyaratan kelaiklautan kapal tidak terpenuhi, sebagaimana

yang terdapat dalam undang- undang nomor 17 tahun 2008 tentang pelayaran

menjelaskan bahwa kelaiklautan merupakan keadaan kapal yang memenuhi

persyaratan keselamatan kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal,

pengawakan, pemuatan, kesehatan dan kesejahteraan awak kapal, serta

penumpang dan status hukum kapal untuk berlayar diperairan tertentu.

Pasal yang sering digunakan karena kelalaian tersangka yaitu pasal 359

KUHP yang menyatakan bahwa “ Barang siapa karena kesalahannya

(kealpaannya) menyebabkan orang lain mati diancam dengan pidana penjara

paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun” serta Pasal

360 ayat (1) dan (2) KUHP, yang menyatakan bahwa :

(1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang

lain mendapat luka- luka berat, diancam dengan pidana penjara paling

lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.

(2) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang

lain luka- luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau

halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu

tertentu, diancam dengan pidana paling lama Sembilan bulan atau

Page 17: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling

tinggi empat ribu lima ratus rupiah.

Sedangkan dalam Undang- undang nomor 17 tahun 2008 tentang

Pelayaran, pasal yang sering digunakan dalam kasus ini adalah Pasal 302 yang

menyatakan bahwa :

(1) Nahkoda yang melayarkan kapalnya sedangkan yang bersangkutan

mengetahui bahwa kapal tersebut tidak laik laut sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 117 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara

paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp.500.000.000

(lima ratus juta rupiah ).

(2) jika perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengakibatkan

kerugian harta benda dipidana dengan pidana penjara paling lama 4

(empat) tahun dan denda paling banyak Rp.500.000.000 ( lima ratus

juta rupiah).

(3) jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan

kematian seseorang dan kerugian harta benda di pidana dengan pidana

penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak

Rp.1.500.000.000.000 ( satu miliar lima ratus juta rupiah).

Melihat banyaknya korban jiwa dalam kasus diatas, maka sudah

seharusnya hukum pidana memberikan sanksi yang sesuai dengan perbuatan yang

dilakukannya tersebut sehingga supremasi hukum benar- benar ditegakkan dan

tercipta ketertiban dalam masyarakat. Disamping itu, sanksi tersebut dimaksudkan

untuk memberikan efek jera terhadap pelaku sehingga tidak akan mengulangi

perbuatannya dimasa mendatang serta mencegah orang lain agar tidak melakukan

kejahatan tersebut karena suatu ancaman sanksi yang cukup berat.

Berdasarkan kenyataan- kenyataan yang terjadi tersebut, maka penulis

tertarik untuk mengambil judul: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

KORPORASI OLEH PERUSAHAAN PELAYARAN PT. BANGUN PUTRA

Page 18: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

REMAJA DI PELABUHAN MERAK – BAKAUHENI KABUPATEN SERANG

ATAS TERBAKARNYA KAPAL MOTOR PENUMPANG LAUT TEDUH II

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah yang digunakan untuk mengetahui dan menegaskan

masalah- masalah apa yang hendak di teliti, sehingga memberikan kemudahan

dalam mencapai sasaran yang akan di capai. Mengacu pada latar belakang yang

telah di uraikan di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini

sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi menurut hukum

pidana?

2. Bagaimana pertanggungjawaban PT Bangun Putra Remaja terhadap korban

kecelakaan kapal laut teduh II?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan target yang ingin di capai sebagai solusi atas

masalah yang di hadapi (tujuan obyektif), maupun untuk memenuhi kebutuhan

perorangan (tujuan subyektif). Dari permasalahan di atas maka penulis

menetapkan tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan pertanggungjwaban pidana

korporasi menurut Hukum Pidana.

b. Untuk mengetahui bagaimana pertanggungjwaban PT. Bangun Putra

Remaja terhadap korban kecelakaan kapal laut teduh II.

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk memperdalam pengetahuan dan wawasan penulis di bidang Hukum

Pidana pada umumnya, serta memperdalam pengetahuan penulis mengenai

pertanggungjawaban pidana korporasi atas terbakarnya Kapal Motor

Page 19: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

Penumpang Lautan teduh 2 di pelabuhan Merak- Bakauheni Kabupaten

Serang.

b. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar

kesarjanaan dalam bidang ilmu hukum di fakultas hukum Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian berharap kegiatan penelitian yang di laksanakan dalam penulisan

hukum ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pihak lain. Adapun manfaat

yang dapat di peroleh dari penulisan hukum ini antara lain :

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil Penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat dalam

pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada

umumnya dan Hukum Pidana pada khususnya.

b. Hasil penelitian ini di harapkan dapat memperkaya referensi dan

literatur dalam dunia kepustakaan tentang pertanggungjawaban

pidana korporasi atas terbakarnya Kapal Motor Penumpang.

c. Hasil ini dapat di pakai sebagai acuan terhadap penulisan maupun

penelitian sejenis.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penulisan ini diharapkan dapat di pakai memberikan masukan

bagi semua pihak yang berkepentingan dan menjawab permasalahan

yang sedang di teliti.

b. Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi wahana bagi penulis

untuk mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir ilmiah

sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan

ilmu yang telah di peroleh selama proses belajar.

Page 20: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

E. Metode Penelitian

Metode penelitian dalam sebuah penelitian mempunyai

peranan yang sanganat penting karena dapat dipergunakan sebagai

pedoman untuk mempermudah dalam mempelajari, menganalisa

dan memahami permasalahan yang sedang diteliti. Dengan

demikian metodologi penelitian merupakan unsur yang mutlak

harus ada dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan

(Soerjono Soekanto,2010 :7).

1. Jenis penelitian

Berdasarkan judul dan rumusan masalah, penelitian

dikategorikan menjadi penelitian empiris. Penelitian hukum

empiris adalah penelitian hukum yang menggunakan data hukum

primer sebagai data utama, dimana penulis terjun langsung

melakukan penelitian pada data primer dilapangan. Dengan

penelitian langsung kelapangan maka akan memperoleh data- data

yang faktual dan nyata.

2. Sifat penelitian

Dalam penelitian ini, penulis memilih penelitian deskriptif

yaitu suatu penelitian yang memberikan gambaran atau pemaparan

atas subyek dan obyek penelitian sebagaimana hasil yang

dilakukannya ( Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad,

2010 : 183).

Berdasarkan pengertian sifat penelitian tersebut, maka

penelitian yang akan dilaksanakan merupakan penelitian yang

bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk

menggambarkan dan mengurkait dengan penelitian yang akan

dilaksanakan.

Page 21: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

3. Pendekatan penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis pendekatan kualitatif,

yaitu pendekatan yang digunakan oleh peneliti dengan maksud

untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek

penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-

lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-

kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan

dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Lexi J Moleong,

2007: 6).

4. Lokasi penelitian

Untuk menentukan lokasi pastinya membutuhkan

pertimbangan tertentu. Hal ini guna untuk memfokuskan

penelitian. Dalam penelitian hukum ini, penulis meneliti langsung

kelokasi Perusahaan Pelayaran PT. Bangun Putra Remaja

Pelabuhan Merak di Kabupaten Serang dan Pengadilan Negeri

Serang.

5. Jenis data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Data Primer

Data primer merupakan data atau fakta – fakta yang diperoleh

langsung dari sumber pertama melalui penelitian lapangan

termasuk keterangan dari responden yang berhubungan dengan

obyek penelitian, sehingga dapat memperoleh hasil yang

sebenarnya dari obyek yang diteliti. Data primer dalam penelitian

ini dilakukan di Perusahaan Pelayaran PT. Bangun Putra Remaja di

Pelabuhan Merak kabupaten Serang dan Pengadilan Negeri Serang.

b. Data Sekunder

Page 22: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

Data sekunder merupakan data yang menunjang dan mendukung

data primer, data ini diperoleh melalui studi kepustakaan, buku-

buku literatur, tulisan ilmiah, Koran, majalah, peraturan

perundang- undangan dan sumber lainnya yang berkaitan dengan

penelitian ini.

6. Teknik analisis bahan hukum

Analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk

mengolah hasil penelitian menjadi suatu laporan. Analisis data

adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,

mengorganisasikan data, memilah- milahnya menjadi satuan yang

dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,

menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan

memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Lexy J

Moleong, 2007: 248).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisis

data kualitatif yaitu dengan mengumpulkan data- data,

mengkualifikasikan kemudian menghubungkan dengan teori yang

berhubungan dengan masalah dan menarik kesimpulan untuk

menentukan hasil. Analisis data merupakan langkah selanjutnya

untuk mengolah hasil penelitian menjadi suatu laporan. Model

analisis data yang dipergunakan dalam penelitian adalah model

interaktif, yaitu data dikumpulkan dalam berbagai macam cara

misalnya wawancara dan dokumen kemudian diproses dalam tiga

alur verifikasi. Model tersebut dilakukan suatu proses siklus antar

tahap sehingga data yang terkumpul akan berhubungan dengan satu

dengan yang lain dan juga data benar- benar mendukung

penyusunan laporan penelitian (HB. Sutopo,2002:35)

Menurut HB Sutopo dasar analisa data untuk menemukan kesimpulan,

meliputi :

Page 23: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

a. Reduksi Data, yaitu proses seleksi, penyederhanaan data, mempertegas,

memfokuskan yang didapatkan penelitian dilapangan.

b. Penyajian data, yaitu sekumpulan informasi tersusun dalam suatu

kesatuan bentuk yang disederhanakan, selektif dalam konfigurasi yang

mudah dipakai, sehingga diberi kemudahan untuk menyimpulkan.

c. Menarik Kesimpulan, setelah data terkumpul, kemudian direduksi yang

berupa seleksi dan penyederhanaan data yang berlangsung terus menerus

selama pemilihan data dan kemudian diambilah kesimpulan.

F. Sistematika Penulisan Hukum

Dalam penulisan hukum ini terdiri dari empat bab yang masing- masing terdiri

dari subbab sesuai pembahasan dan materi yang di teliti.

Sistematika penulisan yang dimaksud sebagai berikut:

Pengumpulan Data

Reduksi data Penyajian data

Penarikan kesimpulan

Page 24: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

BAB I : PENDAHULUAN

Pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika

penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Menguraikan tinjauan pustaka yang meliputi tinjauan tentang Hukum

Pidana, Tinjauan tentang Korporasi, Tinjauan tentang

Pertanggungjawaban Pidana, Tinjauan tentang Pertanggungjawaban

Pidana Korporasi.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berisi hasil dari penelitian dan pembahasan yang berkaitan dengan

pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi menurut hukum pidana

dan pertanggungjawaban PT Bangun Putra Remaja terhadap korban

kecelakaan kapal laut teduh II di Pelabuhan Merak- Bakauheni Kabupaten

Serang.

BAB IV : PENUTUP

Berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian dan pembahasan yang

dilakukan oleh penulis.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 25: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Mengenai Hukum Pidana

a. Pengertian Hukum Pidana

Menurut Moeljatno, Hukum Pidana adalah bagian dari

keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang

mengadakan dasar- dasar dan aturan- aturan untuk :

1) Menentukan perbuatan- perbuatan mana yang tidak boleh

dilakukan, yang dilarang dengan di sertai ancaman atau sanksi

yang berupa pidana tertentu bagi yang melanggar larangan

tersebut.

2) Menentukan kapan dan dalam hal – hal apa kepada mereka yang

telah melanggar larangan- larangan itu dapat dikenakan atau

dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

3) Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat

dilaksanakan apabila ada orang yang di sangka telah melanggar

larangan tersebut.

Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang

berlaku di suatu negara. Bagian lain- lain adalah hukum perdata,

hukum tata negara, dan tata pemerintahan, hukum agraria, hukum

perburuhan, hukum integral, dan sebagainya. Perbuatan yang oleh

hukum pidana dailarang dan di ancam dengan pidana (kepada

Page 26: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

barang siapa yang melanggar larangan tersebut) dinamakan delik

atau perbuatan pidana.

Menurut Utrecht dalam bukunya Leerboek Nederlands

Strafecht 1937, hukum pidana adalah keseluruhan perintah- perintah

dan larangan- larangan yang diadakan oleh negara dan yang

diancam dengan suatu nestapa (pidana) barang siapa yang tidak

menaatinya, keseluruhan aturan- aturan yang menentukan syarat-

syarat bagi akibat hukum itu dan keseluruhan aturan- aturan untuk

menjatuhi dan menjalankan pidana tersebut.

Van Hamel mengutarakan bahwa hukum pidana adalah

dasar- dasar dan aturan- aturan yang dianut oleh susatu negara

dalam menyelenggarakan ketertiban hukum (rechtsorde) yaitu

dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum dan

mengenakan suatu nestapa kepada yang melanggar larangan-

larangan tersebut.

Dari pengertian diatas yang dikemukakan oleh Moeljatno di

tegaskan bahwa:

Pertama, bahwa hukum pidana adalah bagian keseluruhan

hukum yang berdiri sendiri. Dengan ini di tolak pendapat bahwa

hukum pidana adalah bergantung pada bagian- bagian hukum

lainnya dan hanya memberi sanksi saja pada perbuatan – perbuatan

yang telah dilarang dalam bagian- bagian hukum lainnya itu.

Hukum pidana memberikan sanksi yang bengis dan sangat

memperkuat berlakunya norma- norma hukum yang telah ada. Akan

tetapi tidak mengadakan norma baru. Anggapan di atas sesuai

dengan Straf baar feit yaitu “dapat di pidananya orang yang

melakukan perbuatan”.

Kedua, sesuai dengan definisi tersebut maka yang

terpenting dalam hukum pidana adalah bukan saja memidana si

Page 27: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

terdakwa akan tetapi harus di tetapkan apakah terdakwa benar

melakukan perbuatan pidana atau tidak, dan aspek hukum pidana

yaitu menentukan apakah perbuatan seseorang merupakan

perbuatan pidana atau bukan dan kemudian menentukan apakah

orang yang melakukan perbuatan itu dapat di pertanggungjawabkan

karena perbuatan tersebut atau tidak, hal tersebut tidak boleh di

campuradukkan karena masing- masing ini sifatnya berlainan.

Adanya perbutan pidana di dasarkan atas asas” tidak ada perbuatan

pidana jika sebelumnya tidak dinyatakan sebagai sebagai demikian

oleh suatu ketentuan undang- undang ( Nullum delictum, nulla

poena sine praevia lege)” sedangkan penanggung jawab dalam

hukum pidana adalah asas “ Tidak dipidana jika tidak ada

kesalahan”.

Hukum pidana yang berlaku di Indonesia sekarang ini

adalah hukum pidana yang telah di kodifikasi, yaitu sebagian besar

aturannya sudah di susun dalam satu kitab undang- undang

(weetboek) yang dinamakan Kitab Undang- Undang Hukum Pidana.

Selain hukum pidana telah dikodifikasi, bagian hukum ini juga telah

diunifikasi , yaitu berlaku untuk semua golongan rakyat, sehingga

tidak ada dualisme seperti dalam hukum perdata.namun sehubungan

dengan itu Moeljatno menegaskan dalam bukunya “ Asas- asas

Hukum Pidana” pernyataan bahwa Hukum pidana telah di

kodifikasi dan di unifikasi sesungguhnya tidaklah tepat, karena

untuk beberapa daerah diluar daerah Jawa masih ada pengadilan-

pengadilan adat dan pengadilan swapraja untuk mereka yang

yustisiabel kepada pengadilan tersebut antara lain juga masih

berlaku hukum adat. Namun pada saaat ini pengadilan adat dan

pngadilan swapraja sudah di hapus telah di hapus berdasarkan

Undang- Undang Darurat 1951 Nomor 1.

Page 28: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

b. Pembagian Hukum pidana

Hukum Pidana dapat di bagi sebagai berikut :

1) Hukum pidana objektif (Jus Punale ) ialah semua peraturan yang

mengandung keharusan atau larangan, terhadap pelanggaran diancam

dengan hukuman yang bersifat siksaan. Hukum pidana objektif dibagi

dalam hukum pidana material dan hukum pidana formal.

a) Hukum Pidana Material berisi tentang peraturan yang

menjelaskan apa yang dapat dihukum, siapa yang dapat

dihukum dan bagaimana orang dapat dihukum. Kemudian

terbagi lagi menjadi:

(1) Hukum pidana umum yaitu hukum pidana yang

berlaku terhadap setiap penduduk (belaku untuk

siapapun yang berada di wilayah Indonesia) kecuali

anggota tentara.

(2) Hukum Pidana Khusus ialah hukum pidana yang

berlaku khusus untuk orang- orang tertentu.

b) Hukum Pidana Formal ialah hukum pidana yang mengatur

cara- cara menghukum seseorang yang melanggar

peraturan pidana, sehingga dapat dikatakan bahwa hukum

pidana formal merupakan pelaksanaan Hukum Pidana

Material atau memelihara hukum pidana material, karena

isi dari hukum pidana formal ini berisi tentang cara – cara

menghukum seseorang yang melanggar peraturan pidana

atau dapat juga disebut dengan Hukum Acara Pidana.

2) Hukum Pidana Subjektif (Ius Puniendi) dalam arti luas ialah hak dari

negara atau alat-alat perlengkapan negara untuk mengenakan atau

mengancam pidana terhadap perbuatan. Sedangkan dalam arti sempit

yaitu hak untuk menuntut perkara-perkara pidana, menjatuhkan dan

Page 29: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

melaksanakan pidana terhadap orang yang melakukan perbutan yang

dilarang. Hak ini dilakukan oleh badan-badan peradilan.

c. Fungsi Hukum Pidana

Hukum Pidana memiliki fungsi sebagai berikut :

1) Melindungi kepentingan umum dari perbuatan – perbuatan yang

menyerang kepentingan umum tersebut. Kepentingan hukum yang harus

didalam fungsi pertama hukum pidana adalah:

a) kepentingan hukum perseorangan yaitu kepentingan hukum

seseorang sebagai subyek hukum seseorang sebagai subyek

hukum secara pribadi misalnya kepentingan hukum

terhadap hak hidup (nyawa), kepentingan hukum atas hak

milik benda dan sebagainya.

b) kepentingan hukum masyarakat misalnya kepentingan

hukum terhadap keamanan dan ketertiban umum, ketertiban

berlalu lintas di jalan raya dan sebagainya.

c) kepentingan hukum negara misalnya kepentingan hukum

terhadap keamanan negara, kepentingan hukum terhadap

martabat kepala negara dan wakilnya dan sebagainya.

2) Memberi dasar legitimasi bagi negara dalam rangka negara menjalankan

fungsi mempertahankan kepentingan hukum yang dilindungi, fungsi

kedua dari hukum pidana sebagai hukum publik ini yaitu menegakkan

dan melindungi kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum pidana

dengan sebaik- baiknya, fungsi ini terutama terdapat dalam hukum acara

pidana yang telah telah dikodifikasikan yaitu Kitab Undang- Undang

Hukum Acara Pidana (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981) yang

mengatur tentang apa yang dapat dilakukan negara dan bagaimana cara

negara mempertahankan kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum

pidana.

Page 30: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

3) Mengatur dan membatasi kekuasaan negara dalam rangka negara

menjalankan fungsi mempertahankan kepentingan hukum yang dilindungi.

Fungsi ketiga ini adalah fungsi dari hukum pidana yang membatasi negara

dalam melaksanakan fungsi kedua dari hukum pidana tadi, yaitu

membatasi kekuasaan negara agar negara sendiri tidak sewenang- wenang

dalam menjalankan kekuasaan.

2. Tinjauan Mengenai Korporasi

a. Pengertian Korporasi

Secara harfiah korporasi (corporatie, Belanda), coporation

(inggris), Coporation (Jerman) berasal dari kata “ corporation” dalam

bahasa latin. Seperti halnya dengan kata- kata lain yang berakhiran dengan

“tio”, “corporatio” sebagai kata benda (subtantivum) berasal dari kata kerja

“corporate” . Coporate sendiri berasal dari kata “corpus” (Indonesia=

Badan) yang berarti memberikan badan atau membadankan. Dengan

demikian Corporatio itu berasal dari hasil pekerjaan membadankan. Badan

yang dijadikan orang, badan yang diperoleh dengan perbuatan manusia

sebagai lawan terhadap badan manusia yang terjadi menurut alam.

Secara istilah korporasi diartikan sebagai suatu gabungan orang

yang dalam pergaulan hukum bertindak bersama- sama sebagai subjek

hukum tersendiri atau suatu personifikasi (Mahrus Ali, 2008: 13-14).

Satjipto Rahardjo mendefinisikan korporasi sebagai suatu badan

hasil ciptaan hukum. Badan hukum yang diciptakannya itu sendiri dari

“corpus” , yaitu struktur fisiknya dan kedalamnya hukum memasukkan

unsur “animus” yang membuat badan hukum itu mempunyai kepribadian.

Oleh karena badan hukum itu merupakan ciptaan hukum , kecuali

penciptaannya, kematiannya pun juga di tentukan oleh hukum.

Sementara itu, dalam blacks law Dictionary antara lain diberi

penjelasan sebagai berikut :

Page 31: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Corporation An artificial person or legal entity created by or under

the authority of the laws of a state or nation, composed, in some

rare instances, of a single person and his succesors, being the

incumbents of a particular office, but ordinarily consisting of an

association of numerous individuals.

Lebih lanjut dalam blacks law Dictionary dikemukakan antara lain :

According to the accepted definitions and rules, a corporation are

classified as follows: Public and private. A public corporation is

one created by the state for political purposes and to act as an

agency as administration of civil government, generally within a

particular territory or subdivision of the state, and usually invested

for that purpose with subordinate and local powers of legislation ;

such as a country city, town, or school district . There are also

sometimes called ” political corporation”

Private corporation are those founded by and composed of private

individuals for privates purposes, as distinguished from

governmental purposes , and having no politicalor governmental

franchises or duties.

Selain dapat dibedakan sebagai badan hukum publik dan badan hukum

swasta korporasi dapat diberi arti sempit maupun yang luas. Menurut artinya

yang sempit, korporasi adalah badan hukum. Dalam artinya yang luas

korporasi dapat berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum.

Dalam hukum pidana korporasi mempunyai ruang lingkup yang lebih

luas dibandingkan dengan hukum perdata, di Indonesia perkembangan

korporasi sebagai subyek tindak pidana terjadi diluar KUHP, dalam

perundang-undangan khusus. Adapun subyek tindak pidana korporasi dapat

ditemukan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang psikotropika

pasal 1 ayat 13, Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika,

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun

2001 pasal 1 angka 1 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-

undang Nomor 15 Tahun pasal 1 angka 2 tentang Tindak Pidana Pencucian

Uang Yang pada intinya menyatakan:

“Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisir baik

merupakan badan hukum maupun badan hukum”

Page 32: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Pengertian Korporasi dalam hukum pidana berarti sangat luas,

tidak hanya berbentu badan hukum saja, melainkan juga yang bukan badan

hukum. Jadi tidak hanya yang berbentuk badan huku saja seperti:

1) Perseroan Terbatas;

2) Yayasan;

3) Koperasi sebagai Korporasi

Sedangkan pengertian korporasi dalam hukum pidana yang tidak

termasuk badan hukum antara lain :

1) Firma;

2) Perseroan Komanditer ;

3) Persekutuan;

4) Dan bahkan sekumpulan orang (Supanto,2010:259).

Sebagai badan hukum, perseroan memenuhi unsur- unsur badan

hukum seperti yang di tentukan dalam UUPT. Unsur -unsur tersebut adalah:

a) Organisasi yang teratur;

b) Harta kekayaan sendiri;

c) Melakukan hubungan hukum sendiri;

d) Mempunyai tujuan sendiri.

Pendirian Hukum Pidana Belanda juga mengartikan Korporasi bukan

hanya badan hukum, tetapi juga bukan badan hukum. Merujuk kepada ayat 3

pasal 51 Sr. Belanda, yang dinamakan dengan korporasi adalah persekutuan

bukan badan Hukum, de maatschap (persekutuan perdata), de rederij

(perusahaan perkapalan) dan het doelvermogen (harta kerkayaan yang

dipisahkan demi pencapaian tujuan tertentu; social fund atau yayasan ). Selain

Page 33: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

itu mencakup persekutuan bukan badan hukum seperti vennootschap onder

firma (perseroan firma), dan commanditaire vennootschap (CV; perseroan

komanditer).

Dalam Rancangan KUHP tahun 1987/1988, korporasi dalam Buku 1

pasal 120 adalah sebagai berikut :

“Korporasi adalah kumpulan terorganisasi dari orang atau kekayaan baik

merupakan badan hukum ataupun bukan”.

Dengan demikian sudah sejak 1987 korporasi didalam pemikiran para

ahli hukum pidana, tidak hanya diartikan badan hukum seperti pengertian

korporasi dalam hukum perdata tetapi juga yang bukan badan hukum.

RUU KUHP 2004 memberikan pengertian korporasi sebagaimana

dimaksud dalam pasal 166 sebagai berikut :

“Korporasi adalah kumpulan terorganisasi dari orang dan/atau kekayaan, baik

merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum”.

Pendirian bahwa korporasi dalam pengertian hukum pidana bukan

hanya terbatas pada badan hukum seperti halnya pendirian hukum perdata,

tetapi juga non badan hukum yang bukan orang perseorangan sebagaimana

dianut dalam RUU KUHP 1987/1988, RUU KUHP 1999-2000, dan terakhir

dalam RUU KUHP 2004 tampak pula dalam berbagai peraturan perundang-

undangan pidana Indonesia yang dibuat belakangan.

Dalam kenyataan kemasyarakatan dewasa ini, bukan hanya manusia

saja yang oleh hukum diakui sebagai subbyek hukum. Sekarang dalam hukum

juga diberikan pengakuan sebagai subyek hukum pada yang bukan manusia.

Subyek hukum yang bukan manusia itu disebut badan hukum (legal person).

jadi badan hukum adalah pendukung hak dan kewajiban berdasrkan hukum

yang bukan manusia, yang dapat menuntut atau dapat subyek hukum lain di

muka pengadilan. Ciri- ciri sebuah badan hukum adalah :

Page 34: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

1) Memiliki kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan orang- orang

yang menjalankan kegiatan dari badan- badan hukum tersebut;

2) Memiliki hak – hak dan kewajiban- kewajiban yang terpisah dari hak-

hak dan kewajiban- kewajiban orang- orang yang menjalankan kegiatan

badan hukum tersebut;

3) Memiliki tujuan tertentu;

4) Berkesinambungan (memiliki kontinuitas) dalam arti keberadaannya

tidak terikat pada orang- orang tertentu, karena hak-hak dan kewajiban-

kewajiban tetap ada meskipun orang- orang yang menjalankannya

berganti.

Menurut ketentuan Undang-undang, eksistensi badan hukum di

Indonesia diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu :

1) Badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah (penguasa negara)

Untuk kepentingan negara dalam menjalankan pemerintahan.

2) Badan hukum yang diakui oleh pemerintah (penguasa negara)

Umumnya bertujuan memperoleh keuntungan atau kesejahteraan

masyarakat melalui kegiatan usaha tertentu,seperti perseroan terbatas

dan koperasi.

3) Badan hukum yang diperbolehkan atau untuk suatu tujuan tertentu

yang bersifat ideal.

Badan hukum tersebut, seperti yayasan pendidikan, yayasan sosial,

yayasan keagamaan, dan yayasan kemanusiaan.

Ditinjau dari wewenang hukum yang diberikan kepda badan

hukum, maka badan hukum dapat pula diklasifikasikan menjadi dua

jenis, yaitu:

Page 35: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

1) Badan hukum Publik;

2) Badan hukum Privat;

Di Indonesia kriteria yang dipakai untuk menentukan sesuatu

badan hukum termasuk badan hukum publik atau termasuk badan

hukum privat ada 2 (dua) macam:

1) Berdasarkan terjadinya, yaitu badan hukum privat didirikan oleh

perseorangan, sedangkan badan hukum publik didirikan oleh

pemerintah atau negara;

2) Berdasarkan lapangan kerjanya, yaitu apakah lapangan

pekerjaannya itu untuk kepentingan umum atau tidak. Kalau

lapangan pekerjaannya untuk kepentingan umum, maka badan

hukum tersebut merupakan badan hukum publik. Tetapi kalau

lapangan pekerjaannya untuk kepentingan perseorangan, maka

badan hukum itu termasuk badan hukum privat.

Korporasi sebagai badan hukum bukan muncul begitu saja , artinya

bukan muncul demi hukum. Korporasi sebagai badan hukum bukan ada

dengan sendirinya, tetapi harus ada yang mendirikan yaitu oleh pendiri

atau pendiri- pendirinya yang menurut hukum perdata diakui memiliki

kewenangan secara hukum untuk dapat mendirikan korporasi (Sutan

Remy Syahdeni,2006:43).

Dalam perkembangannya korporasi tidak hanya bergerak di bidang

kegiatan ekonomi saja, akan tetapi sekarang ruang lingkupnya sudah

meluas karena dapat mencakup bidang pendidikan, kesehatan, riset ,

pemerintahan, sosial, budaya dan agama. Perkembangan itu sendiri tidak

dapat lepas dari peranan perkembangan teknologi itu sendiri, karena

perkembangan dan pertumbuhan korporasi dampaknya dapat

menimbulkan efek negatif, maka kedudukan korporasi mulai bergeser dari

subjek hukum biasa menjadi subjek hukum pidana.

Page 36: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

Sebagai contoh di Malaysia Kejahatan korporasi telah menyebabkan

kebanyakan organisasi menderita berbagai bentuk kerusakan tersebut

sebagai hilangnya aset dan reputasi, penurunan motivasi staf, dan

hubungan bisnis yang rusak. Kasus kejahatan korporasi dilaporkan setiap

tahun berada pada tren dan telah semakin menjadi masalah serius di

Malaysia. Fenomena ini secara empiris didukung oleh sejumlah survei,

misalnya KPMG Malaysia penipuan survei (KPMG, 2005) menemukan

peningkatan dari 33% responden mengalami penipuan dalam organisasi

mereka, dibandingkan dengan survei 2002.

3. Tinjauan Mengenai Pertanggungjawaban Pidana

a. Masalah pertanggungjawaban Pidana

Mengenai pertanggungjawaban pidana, ada dua pandangan yaitu

pandangan yang monistis antara lain di kemukakan oleh simon yang

merumuskan “suatu perbuatan yang oleh hukum diancam dengan

hukuman, bertentangan dengan hukum, dilakukan oleh seorang yang

bersalah dan orang itu dianggap bertanggung jawab atas perbuatannya.

Sedangkan menurut pandangan aliran monisme unsur – unsur starfbaar

feit itu meliputi baik unsur perbuatan yang lazim disebut dengan unsur

obyektif, maupun unsur pembuat yang lazim disebut unsur subyektif (

Muladi dan Dwija Priyatna, 2009: 61).

Asas dalam pertanggungjawaban dalam hukum pidana adalah

“tidak dipidana jika tidak ada kesalahan (Geen starf zonder schuld; Actus

non facit reum nisi mens rea)”. Asas ini tidak tersebut dalam hukum

tertulis tetapi dalam hukum yang tidak tertulis yang juga di Indonesia

berlaku.

Pertanggungjawaban pidana tanpa ada kesalahan dari pihak yang

melanggar dinamakan leer van het materiele feit (fait materiele). Begitu

juga bagi delik jenis overtredingen, berlaku asas tanpa kesalahan, tidak

mungkin dipidana. Akan bertentangan dengan rasa keadilan, apabila ada

Page 37: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

orang yang jatuhi pidana padahal ia sama sekali tidak bersalah. Pasal 6

ayat (2) Undang- undang Nomor 4 Tahun 2004 yang menegaskan bahwa :

Tidak seorangpun dapat dijatuhi pidana kecuali apabila pengadilan

karena alat pembuktian yang sah menurut Undang- undanag

mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat

bertanggung jawab telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan

atas dirinya.

Dari bunyi pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur

kesalahan sangat menentukan akibat dari perbuatan seseorang yaitu berupa

penjatuhan pidana. Untuk memberikan arti tentang kesalahan yang

merupakan syarat untuk menjatuhkan pidana, di jumpai beberapa pendapat

sebagai berikut :

1) Mezger mengemukakan : kesalahan adalah keseluruhan syarat yang

memberi dasar untuk adanya pencelaan pribadi terhadap sipembuat

pidana.

2) Simons mengartikan kesalahan itu sebagai pengertian yang “ social

ethisch” dan juga mengatakan : ”sebagai dasar untuk

pertanggungjawaban dalam hukum pidana ia berupa keadaan psikis

(jiwa) dari si pembuat dan hubungannya terhadap perbuatannya

dan dalam arti bahwa berdasarkan psikis itu perbuatannya

dicelakakan kepada sipembuat.”

3) Van Hamel mengartikan bahwa, “kesalahan dalam suatu delik

merupakan pengertian psychologis, perhubungan antara keadaan

jiwa si pembuat dan terwujudnya unsur- unsur delik karena

perbuatannya. Kesalahan adalah pertanggungan jawab dalam

hukum.

Mengenai bentuk kesalahan :

a) Sengaja, Bahwa orang dapat diakatakan mempunyai kesalahan,

jika pada waktu melakukan perbuatan pidana, dilihat dari segi

Page 38: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

masyarakat dapat dicela karenanya, yaitu kenapa melakukan

perbuatan yang merugikan masyarakat padahal mampu untuk

mengetahui makna (jelek) perbuatan tersebut.

b) Kelalaian, seseorang dapat dapat diakatakan melakukan

perbuatan pidana apabila dia, meskipun tidak sengaja

dailakukan tetapi terjadinya perbuatan tersebut dimungkinkan

karena dia alpa atau lalai terhadap kewajiban- kewajiban yang

dalam hal tersebut,oleh masyarakat dipandang seharusnya

dijalankan olehnya. Disini celaan berupa kenapa tidak

menjalankan kewajiban-kewajiban yang seharusnya dilakukan

olehnya dalm hal itu, sehingga karenanya masyarakat dirugikan.

Perbuatan ini terjadi karena kealpaan.

c) Selain itu, seseorang dapat melakukan perbuatan pidana pada

hal tidak mungkin dikatakan bahwa ada kesengajaan atau

kealpaan, sehingga dia tidak dapat dicela apa- apa. Misalnya

orang yang mengendarai mobil, dia sudah menjalankan

kewajiban- kewajiban yang diharuskan padanya oleh peraturan

lalu lintas, tetapi malang sekali, ada anak yang tiba- tiba

memotong jalan sehingga ditabrak oleh mobilnya dan

meninggal dunia. Disini tidak dapat dicelakan apa- apa kepada

pengemudi mobil sebab perbuatan yang mngakibatkan matinya

anak tersebut sama sekali tidak di sengaja ataupun karena

kealpaan. Disini dia dianggap tidak mempunyai kesalahan.

Untuk adanya kesalahan harus dipikirkan dua hal disamping

melakukan perbuatan pidana yaitu:

a) Adanya keadaan psikis (bathin) yang tertentu;

b) Adanya hubungan yang tertentu antara keadaan batin tersebut

dengan perbuatan yang dilakukan.

Page 39: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

Perbuatan yang dilakukan dengan kesengajaan dinamakan delik

dolus, sedangkan yang dilakukan dengan kealpaan dinamakan delik culpa.

Delik culpa ini sendiri menurut wujudnya dibagi menjadi dua macam yaitu

: delik culpa yang sesungguhnya dan delik culpa yang tidak sesungguhnya.

Delik material, dimana akibat yang dilarang tidak di insafinya lebih dulu

bahwa akan terjadi atau dengan kata lain tidak sengaja oleh terdakwa,

tetapi akibat tersebut mungkin akan bisa timbul mungkin karena dia alpa

atau lalai. Selanjutnya delik formal dimana suatu unsur tidak dimengerti

sebagai demikian, tetapi cukuplah kalau tidak di insafi unsur tersebut

disebabkan karena kealpaan atau kelalaian.

Untuk adanya kesalahan antara keadaan batin dan perbuatan harus

berupa kesengajaan atau kealpaan. Kesengajaan dan kealpaan adalah

bentuk dari kesalahan.

Untuk adanya kesalahan terdakwa harus memenuhi :

a) Melakukan perbuatan pidana (sifat melawan hukum);

b) Mampu bertanggung jawab;

c) Mempunyai suatu bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan

atau kealpaan;

d) Tidak ada alasan pemaaf.

Alasan pemaaf ini maksudnya adalah alasan yang menghapuskan

kesalahan dari terdakwa. Jadi, tidak adanya alasan pemaaf tentu berati

tidak adanya alasan untuk menghapuskan kesalahan terdakwa. Menurut

Sudarto alasan pemaaf menyangkut pribadi si pembuat, dalam arti bahwa

orang ini tidak dapat dicela (menurut hukum) dengan perkataan lain ia

tidak bersalah atau tidak dapat dipertanggungjawabkan, meskipun

perbuatannya bersifat melawan hukum. Jadi, disini ada alasan yang

menghapuskan kesalahan si pembuat, sehingga tidak mungkin ada

pemidanaan.

Page 40: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

Sering dikatakan bahwa kesengajaan adalah kesalahan yang besar,

sedangkan kealpaan atau kelalaian adalah kesalahan yang kecil. Karenanya

di dalam KUHP sistemnya ialah bahwa delik – delik dolus diancam

dengan pidana yang jauh lebih besar dari pada ancaman pidana bagi yang

culpa.

Sehubungan mengenai pertanggungjawaban pidana, Barda

Nawawi Arief menyatakan bahwa untuk adanya pertanggungjawaban

pidana harus jelas terlebih dahulu siapa yang dapat

dipertanggungjawabkan. Ini berarti harus dipastikan lebih dahulu siapa

yang dinyatakan sebagai pembuat untuk satu tindak pidana tertentu.

b. Kemampuan bertanggung jawab

Untuk adanya kemampuan bertanggung jawab harus ada :

1) Kemampuan untuk membeda- bedakan antara perbuatan yang baik dan

yang buruk; yang sesuai hukum dan yang melawan hukum (faktor akal).

2) Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsafan tentang

baik dan buruknya suatu perbuatan (faktor perasaan atau kehendak).

Menurut Simons, kemampuan bertanggung jawab bisa diartikan

sebagai suatu keadaan psikis sedemikian, yang membenarkan adanya

penerapan suatu upaya pemidanaan, baik dilihat dari sudut umum maupun

orangnya. Seseorang mampu bertanggung jawab jika jiwanya sehat, yaitu

apabila :

a) ia mampu untuk mengetahui akan menyadari bahwa perbuatannya

bertentangan dengan hukum.

b) ia dapat menentukan kehendaknya sesuai dengan kesadaran tersebut.

Dalam suatu bentuk kesalahan terdapat kesengajaan maupun

kealpaan. Sehubungan dengan kesengajaan terdapat dua pandangan, antara

lain :

Page 41: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

a) Teori kehendak, yang dikemukakan oleh Von Hippel : sengaja adalah

kehendak membuat suatu tindakan dan kehendak menimbulkan suatu

akibat karena tindakan itu. Dengan kata lain “sengaja “ adalah apabila

suatu akibat suatu tindakan dikehendaki, apabila akibat itu menjadi

maksud benar- benar dari tindakan yang dilakukan tersebut.

b) Teori membayangkan, yang dikemukakan oleh Frank : menurutnya

sengaja adalah apabila suatu akibat ( yang ditimbulkan karena suatu

tindakan) dibayangkan sebagai maksud (tindakan itu) dan oleh sebab itu

tindakan yang bersangkutan dilakukan sesuai dengan bayangan yang

lebih dahulu telah dibuat tersebut.”

Sedangkan yang dimaksud dengan kealpaan, KUHP sendiri tidak

memberi definisi lain halnya dengan kesengajaan. Kealpaan merupakan

bentuk kesalahan yang lebih ringan daripada kesengajaan akan tetapi bukan

kesengajaan yang ringan. Syarat untuk adanya kealpaan menurut Van

Hamel, antara lain :

(1) Tidak mengadakan penduga- duga sebagaimana yang diharuskan

oleh hukum.

(2) Tidak mengadakan penghati- hati sebagaimana yang diharuskan

oleh hukum.

Sikap kurang hati- hati atau lalai yang menyebabkan orang mati

dan luka- luka biasanya dikenakan pasal 359 KUHP dan 360 KUHP. Pasal

359 yang menyatakan bahwa barang siapa karena salahnya menyebabkan

matinya orang di hukum penjara selama- lamanya lima tahun atau kurungan

selama- lamanya satu tahun. Apabila menyebabkan luka saja maka

dikenakan pasal 360 KUHP yang menyatakan bahwa:

(1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang

lain mendapat luka- luka berat, diancam dengan pidana penjara paling

lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.

Page 42: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

(2) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang

lain luka- luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau

halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu

tertentu, diancam dengan pidana paling lama Sembilan bulan atau

pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling

tinggi empat ribu lima ratus rupiah.

Untuk “luka ringan” tidak termasuk dalam pasal ini. Pasal 361

mengancam hukuman yang lebih tinggi yaitu ancaman hukuman di

tambah dengan sepertiga apabila perisstiwa dalam pasal 359 KUHP dan

360 KUHP ini dilakukan oleh orang yang melakukan jabatan atau

pekerjaannya misalnya tabib, bidan, ahli, masinis dan lain- lain, artinya

jika mereka itu dalam menjalankan tugas yang kurang berhati- hati,

sehingga mengakibatkan mati atau luka- luka tersebut di atas.

4. Tinjauan Mengenai Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

a. Korporasi Sebagai Pelaku Tindak Pidana

Korporasi sebagai pelaku tindak pidana dalam hukum positif sudah

diakui, bahwa korporasi dapat dipertanggungjawabkan secara pidana dapat

dijatuhkan pidana. Di negara Belanda untuk menentukan korporasi sebagai

pelaku tindak pidana berdasarkan pada Arrest “kleuterschool Babel”, yang

menyatakan bahwa perbuatan dari perorangan/ orang pribadi yang dapat

dibebankan pada badan hukum/ korporasi apabila perbuatan tersebut

perbuatan tersebut tercermin dalam lalu lintas sosial sebagai perbuatan dari

badan hukum. Sehubungan dengan berbagai kerusakan yang merugikan

masyarakat, tidaklah apabila perusahaan- perusahaan tidak dapat dijatuhi

pidana sekalipun perbuatan yang menimbulkan kerusakan atau kerugian

bagi masyrakat itu adalah perbuatan para pengurusnya.

Kedudukan Korporasi sebagai subjek hukum pidana mengalami

perkembangan secara bertahap, antara lain dapat di bagi menjadi tiga tahap :

1) Tahap pertama

Page 43: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

Tahap ini ditandai dengan usaha- usaha agar sifat delik yang dilakukan

korporasi dibatasi pada perorangan. Sehingga apabila suatu tindak pidana

terjadi dalam korporasi, maka tindak pidana tersebut dianggap dilakukan

oleh pengurus korporasi tersebut. Dalam tahap ini membebankan “tugas

mengurus” kepada pengurus.

2) Tahap Kedua

Tahap kedua ini ditandai dengan pengakuan yang timbul setelah Perang

Dunia I dalam perumusan undang- undang bahwa suatu tindak pidana,

dapat dilakukan oleh perserikatan atau badan usaha (korporasi).

Tanggung jawab untuk itu juga menjadi beban dari pengurus badan

hukum tersebut. Dalam tahap ini korporasi dapat juga sebagai pembuat

delik, akan tetapi yang dipertanggungjawabkan adalah para anggota

pengurus, asal asaja dengan tegas dinyatakan demikian dalam peraturan

itu.

3) Tahap Ketiga

Tahap ini merupakan permulaan adanya tanggung jawab yang langsung

dari korporasi yang dimulai pada waktu dan sesudah Perang Dunia II.

Dalam tahap ini dibuka kemungkinan untuk menuntut korporasi dan

meminta pertanggungjawabannya menurut hukum pidana.

Penempatan korporasi sebagai subjek hukum pidana sampai

sekarang masih menjadi permasalahan, sehingga timbul sikap pro dan

kontra terhadap subjek hukum pidana korporasi. Adapun yang kontra

mengemukakan alasan sebagai berikut:

a) Menyangkut masalah kejahatan yang sebenarnya kesengajan dan

kesalahan hanya terdapat pada persona alamiah;

b) Bahwa tingkah laku materiil yang merupakan syarat dapat dipidananya

beberapa macam delik, hanya dapat dilaksanakan oleh persona

alamiah (mencuri barang, menganiaya orang, dan sebagainya).

Page 44: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

c) Bahwa pidana dan tindakan yang berupa merampas kebebasan orang,

tidak dapat kepada korporasi ;

d) Bahwa tuntutan dan pemidanaan terhadap korporasi dengan

sendirinya mungkin menimpa orang yang tidak bersalah; dan

e) Bahwa dalam praktiknya tidaklah mudah menentukan norma- norma

atas dasar apa yang dapat diputuskan, apakah pengurus saja atau

korporasi itu sendiri atau kedua- duanya harus dituntut dan dipidana.

Sedangkan yang pro menempatkan koprorasi sebagai subjek hukum pidana

menyatakan:

a) Ternyata dipidananya pengurus saja tidak cukup untuk mengadakan

represi terhadap delik- delik yang dilakukan oleh atau dengan suatu

korporasi. Karenanya pula dimungkinkan untuk memidana koprorasi,

koporasi dan pengurus, atau pengurus saja ;

b) Mengingat dalam kehidupan sosial dan ekonomi ternyata korporasi

semakin memainkan peranan yang penting.

c) Hukum pidana harus mempunyai fungsi dalam masyarakat, yaitu

melindungi masyarakat dan menegakkan norma- norma dan ketentuan

yang ada dalam masyarakat. Kalau hukum pidana hanya ditekankan

pada segi perorangan, yang hanya berlaku pada manusia, maka tujuan

itu tidak efektif, oleh karena itu tidak ada alasan untuk selalu

menekan dan menentang dapat dipidananya korporasi.

e) Dipidananya korporasi dengan ancaman pidana adalah salah satu upaya

untuk menghindari tindakan pemidanaan terhadap para pegawai

korporasi itu sendiri.

b. Ajaran Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

Page 45: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

Ada beberapa ajaran pokok yang menjadi landasan bagi pembenaran

dibebankannya pertanggungjawaban pidana kepada korporasi, ajaran- ajaran

tersebut antara lain :

1) Doctrine of strict liability

Salah satu pemecahan praktis bagi masalah pembebanan

pertanggungjawaban pidana yang dilakukan oleh seseorang yang bekerja

di lingkungan suatu korporasi kepada korporasi tempat ia bekerja adalah

dengan menerapkan Doctrine of strict liability. Menurut doktrin ini

pertanggungjawaban pidana dapat dibebankan kepada pelaku tindak

pidana yang bersangkutan dengan tidak perlu dibuktikan adanya kesalahan

pada pelakunya.

Dalam praktik di Indonesia, ajaran strict liability sudah diterapkan,

antara lain untuk pelanggaran lalu lintas. Misalnya para pengemudi

kendaraan ber motor yang melanggar lampu lalu lintas. Hakim dalam

memutuskan hukuman atas pelanggaran tersebut tidak akan

mempersoalkan ada tidaknya kesalahan pada pengemudi yang melanggar

peraturan lalu lintas itu.

2) Doctrine of Vicarious liability

Ajaran kedua ini untuk memberikan pembenaran bagi pembebanan

pertanggungjawaban pidana kepada korporasi adalah Doctrine of

Vicarious liability atau disebut juga pertanggungjawaban vikarius, adalah

pembebanan pertanggungjawaban pidana dari tindak pidana yang

dilakukan.

Menurut ajaran ini, seseorang dimungkinkan harus bertanggung

jawab atas perbuatan orang lain. Apabila teori ini diterapkan pada

korporasi, berarti korporasi dimungkinkan harus bertanggung jawab atas

perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh para pegawainya, atau

Page 46: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

mandatarisnya, atau siapapun yang bertanggung jawab kepada korporasi

tersebut.

Di Inggris, pertanggungjawaban vikarius pada umumnya berkaitan

dengan tindak pidana yang ditentukan oleh undang- undang. Hal itu

diterapkan dalam hubungan antara pemberi kerja dan bawahan, pemberi

kuasa dan penerima kuasa. Selain itu pertanggungjawaban vikarius ini

dapat dibebankan atas seseorang karena dengan tegas suatu undang-

undang menentukan demikian.

3) Doctrine of Delegation

Doktin ini merupakan salah satu pembenar untuk dapat

membebankan pertanggungjawaban pidana yang dilakukan oleh pegawai

kepada korporasi. Menurut doktrin ini alasan untuk dapat membebankan

pertanggungjawaban pidana kepada korporasi adalah adanya

pendelegasian wewenang seseorang dari kepada orang lain untuk

melaksanakan kewenangan yang dimilikinya.

4) Doctrine of Identification

Doktrin ini mengajarkan bahwa untuk dapat membebankan

pertanggungjawaban pidana kepada suatu korporasi, siapa yang

melakukan tindak pidana tersebut harus mampu di identifikasikan oleh

penuntut umum.

5). Doctrine of Aggregation

Ajaran ini memungkinkan agregasi atau kombinasi kesalahan dari

sejumlah orang, untuk di atributkan kepada korporasi sehingga korporasi

dapat di bebani pertanggungjawaban. Menurut ajaran ini, semua perbuatan

dan semua unsur mental ( sikap kalbu) dari berbagai orang yang terkait

secara relevan dalam lingkungan perusahaan dianggap seakan- akan

dilakukan oleh satu orang saja.

Page 47: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

6). The Corporate Culture Model

The Corporate Culture Model atau Model Budaya Kerja

Perusahaan merupakan pendekatan yang telah diterima di Australia.

Pendekatan ini memfokuskan pada kebijakan korporasi yang tersurat dan

tersirat yang mempengaruhi cara korporasi melakukan kegiatan usahanya.

Dalam kaitan ini, pertanggungjawaban dapat dibebankan korporasi apabila

berhasil ditemukan bahwa seseorang yang telah melakukan perbuatan

melanggar hukum memiliki dasar yang rasional untuk meyakini anggota

korporasi yang memiliki kewenangan telah meberikan kewenangan atau

mengizinkan dilakukannya tindak pidana tersebut.

Menurut The Corporate Culture Model, tidak perlu menemukan

orang yang bertanggungjawabkan perbuatan itu kepada korporasi.

Sebaliknya, pendekatan tersebut, menentukan bahwa korporasi sebagai

suatu keseluruhan adalah pihak yang harus juga bertanggungjawab karena

telah dilakukannya perbuatan yang melanggar hukum dan bukan orang

yang telah melakukan perbuatan itu saja yang harus bertanggung jawab.

Menurut ketentuan Pasal 12.3 (2) Australian Criminal Code Act

1995 di atas, pertanggungjawaban pidana dapat dibebankan kepada

korporasi apabila dapat di buktikan bahwa :

a) Direksi korporasi dengan sengaja, atau mengetahui, atau dengan

sembrono telah melakukan tindak pidana yang dimaksud, atau

secara tegas, atau mengisyaratkan, atau secara tersirat telah

memberi wewenang atau mengizinkan dilakukannya tindak pidana

tersebut; atau

b) Pejabat tinggi dari korporasi tersebut dengan sengaja, atau mengetahui,

atau dengan sembrono telah terlibat dalam tindak pidana yang di

maksud, atau secara tegas, atau mengisyaratkan, atau secara tersirat

telah memberi wewenang atau mengizinkan dilakukannya tindak

pidana tersebut; atau

Page 48: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

c) Korporasi memiliki suatu budaya kerja yang mengarahkan,

mendorong, menolelir, atau mengakibatkan tiak di penuhinya

ketentuan peraturan perundang- undangan yang terkait; atau

d) Korporasi tidak membuat (memiliki) dan memelihara suatu budaya

kerja yang mengharuskan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan

perundang- undangan.

7) Reactive Corporate Fault

Dalam tulisannya, Fisse dan Braithwaite mengemukakan bahwa

apabila actus reus dari suatu tindak pidana terbukti dilakukan oleh atau atas

nama korporasi, maka pengadilan, sepanjang telah dilengkapi dengan

kewenangan berdasarkan peraturan perundang- undangan untuk dapat

mengeluarkan perintah yang bersangkutan, dapat meminta kepada

perusahaan untuk :

a) Melakukan penyelidikan sendiri mengenai siapa yang bertanggung

jawab didalam organisasi perusahaan itu.

b) Untuk mengambil tindakan- tindakan disiplin terhadap mereka yang

bertanggung jawab.

c) Mengirimkan laporan yang merinci apa saja tindakan yang diambil

oleh perusahaan.

Menurut Fisse dan Braithwaite, apabila perusahaan (yang menjadi

terdakwa) memenuhi permintaan pengadilan dengan mengirimkan

laporan dan di dalam laporan itu dimuat apa saja langkah- langkah

yang telah diambil oleh perusahaan untuk mendisiplinkan mereka yang

bertanggung jawab, maka pertanggungjawaban pidana tidak akan

dibebankan kepada korporasi yang bersangkutan. Apabila tanggapan

dari perusahaan terhadap perintah pengadilan dianggap oleh

pengadilan tidak memadai, maka baik perusahaan maupun para

pemimpin puncak dari perusahaan itu akan dibebani

Page 49: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

pertanggungjawaban pidana atas kelalaian atas kelalaian tidak

memenuhi pengadilan itu.

Reactive Liability Model dikomentari oleh para pakar sebagai

suatu pendekatan alternative yang radikal. Sekali suatu actus reus dari

suatu tindak pidana dilakukan atas nama suatu perusahaan, pengadilan

dapat memerintah kepada perusahaan yang bersangkutan untuk

menyelidiki kejadian tersebut agar dapat menjatuhkan sanksi kepada

para pelaku yang bertanggung jawab dan untuk memastikan kejadian

itu tidak akan terulang kembali. Menurut teori ini, kesalahan pidana

dari suatu perusahaan akan muncul apabila, dan hanya apabila,

korporasi tidak bereaksi sebagaimana mestinya sesuai dengan perintah

pengadilan. Model Reactive Liability ini memusatkan perhatian pada

reaksi korporasi dalam hal suatu actus reus terjadi. Pendekatan ini

menempatkan kesalahan korporasi kepada kegagalan korporasi untuk

menyesuaikan kebijakan- kebijakannya, untuk melakukan tindakan

penertiban kedalam, dan untuk mengelola para pegawainya mengingat

kesalahan- kesalahan yang terjadi di masa lalu.

Keuntungan dari pendekatan reactive liability adalah

menghukum korporasi yang tidak bereaksi dengan sengaja ketika

korporasi ditarik untuk memberikan perhatian sebagaimana mestinya

terhadap kegiatan- kegiatan korporasi yang merugikan atau beresiko

tinggi. Di samping itu, pendekatan ini juga dapat memaksa korporasi

untuk meningkatkan kepatuhannya terhadap kebijakan- kebijakan yang

ada (The Law Reform Commission, 2003: 33).

Dalam hal menentukan pertanggungjawaban pidana harus jelas

telebih dahulu siapa yang dinyatakan sebagai pembuat (subjek) dalam

kenyataannya, memastikan siapa si pembuatnya tidak mudah. Penetapan

korporasi harus di ikuti pula dengan penentuan kapan suatu korporasi

dikatakan telah melakukan tindak pidana (kejahatan).

Page 50: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

Tahap selanjutnya adalah penetapan sistem pertanggungjawaban

korporasi. Dalam hukum pidana terdapat asas fundamental, yaitu asas “ geen

straf zonder schuld” atau “ noela poenasine culpa atau asas “ tiada pidana

tanpa kesalahan.

Masalah pertanggungjawaban korporasi dalam kaitannya dengan

perbuatan para pengurus, dikenal dengan dua teori yaitu teori identifikasi

dan teori imputasi. Teori identifikasi mendasarkan pandangannya, bahwa

tindakan orang- orang yang menggambarkan atau mewakili korporasi adalah

tanggung jawab korporasi, sebab merekalah yang menentukan kebijakan

korporasi. Sementara itu, teori imputasi adalah pertanggungjawaban yang

mewakili. Kesalahan para pegawai korporasi merupakan orang- orang yang

ada hubungan korporasi, artinya perbuatan pegawai harus ada hubungan

dengan dan demi kepentingan korporasi.

8) Ajaran Gabungan

Menurut Sutan Remy, Pembebanan pertanggungjawaban pidana

kepada korporasi atas tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang adalah

apabila dipenuhi semua unsur-unsur sebagai berikut (Sutan Remy Sjahdeini,

2007: 118).

a) Tindak Pidana tersebut (baik dalam bentuk commision maupun

omission) dilakukan atau diperintahkan oleh personel korporasi yang

didalam struktur organisasi korporasi memiliki posisi sebagai directing

mind dari korporasi.

b) Tindak pidana tersebut dilakukan dalam rangka maksud dan tujuan

korporasi.

c) Tindak Pidana dilakukan oleh pelaku atau atas perintah pemberi

perintah dalam rangka tugasnya dalam korporasi.

d) Tindak pidana tersebut dilakukan dengan maksud untuk memberikan

manfaat bagi korporasi.

Page 51: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

e) Pelaku atau pemberi perintah tidak memiliki alasan pembenar atau

alasan pemaaf untuk dibebaskan dari pertanggungjawaban pidana.

f) Bagi tindak- tindak pidana yang mengharuskan adanya unsur

perbuatan (actus reus) dan unsur kesalahan (mens rea), kedua unsur

tersebut (actus reus dan mens rea) tidak harus terdapat dalam satu

orang saja.

Page 52: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

B. Kerangka Pemikiran

Pertanggungjawaban Pidana

Korporasi

Korporasi sebagai

Subyek Hukum Biasa

Korporasi sebagai

Subyek Hukum Pidana

Melakukan Tindak Pidana di bidang

Pelayaran (Pasal 302 ayat (1) dan (3)

Undang- undang No. 17 tahun 2008).

Hukum Pidana

Perkembangan Korporasi

Manusia Badan Hukum

Subyek Hukum

Page 53: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

Keterangan:

Subyek hukum tidak terlepas dari manusia dan badan hukum, dalam hukum

pidana korporasi mengalami perluasan tidak terbatas hanya pada badan hukum

saja tetapi juga yang bukan badan hukum. Karena perkembangan dan

pertumbuhan korporasi dampaknya dapat menimbulkan efek negatif, maka

kedudukan korporasi mulai bergeser dari subjek hukum biasa menjadi subjek

hukum pidana. Saat ini korporasi tidak hanya bergerak di bidang kegiatan

ekonomi saja, akan tetapi sekarang ruang lingkupnya sudah meluas karena dapat

mencakup bidang pendidikan, kesehatan, riset , pemerintahan, sosial, budaya dan

agama bahkan di bidang pelayaran pun korporasi dapat sebagai pelaku tindak

pidana, korporasi dapat dimintai pertanggungjawabannya apabila perbuatan yang

dilakukan di anggap telah merugikan orang- orang di sekitar atau masyarakat luas.

Mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi ini masih menimbulkan banyak

permasalahan. Permasalahan itu timbul menyangkut siapa yang dapat di bebani

pertanggungjawaban pidana, apakah korporasi itu sendiri, atau yang memberikan

perintah melakukan tindak pidana atau yang bertindak sebagai pimpinan

perbuatan atau kelalaian itu, atau bahkan kedua- duanya. Oleh karena itu, penulis

akan mengkaji mengenai hal tersebut dalam kasus yang akan di teliti, yaitu

pertanggungjawaban korporasi atas terbakarnya kapal yang mengakibatkan

banyak korban ini.

Page 54: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Diskripsi PT. Bangun Putra Remaja Pusat Merak

a. Sejarah berdiri dan perkembangan PT. Bangun Putra Remaja

Berdirinya PT. Bangun Putra Remaja di bidang Pelayaran ini di

mulai pada tahun 1996 dengan mengoperasikan Kapal Cepat antara

Pelabuhan Merak- Bakauheni, kapal tersebut diberi nama Samudra Jaya – 3.

Kemudian, pada tahun 1997 PT. Bangun Putra Remaja menambah Kapal

Cepat lagi sebanyak satu unit yang diberi nama Samudra Jaya – 2. Pada tahun

1999 PT. Bangun Putra Remaja menambah satu unit Kapal Cepat lagi yang

bernama All Express.

Seiring berjalannya waktu, Pelayanan menggunakan Kapal Cepat

semakin lama semakin mengalami kerugian di sebabkan karena, penumpang

lebih memilih menggunakan Kapal Roro ( milik Perusahaan lain).

Penumpang menganggap Kapal roro ini lebih ekonomis, lain halnya dengan

Kapal Cepat yang menguras biaya yang lebih banyak. Melihat seringnya

mengalami kerugian, PT. Bangun Putra Remaja pada tahun 2000

mengadakan Kapal Roro yang bernama Tristar- 2 dengan rute pelayaran

Ciwandan-Bangka.

Melihat perusahaan pelayaran di Pelabuhan Merak mengalami

perkembangan yang sangat besar, maka PT. Bnagun Putra Remaja pun ikut

mengoperasikan Kapal Roro yang bernama Laut Teduh II dengan rute

pelayaran Merak- Bakauheni. Ternyata setelah satu tahun mengoperasikan

kapal Laut Teduh II, PT. Bangun Putra Remaja menambah satu unit kapal

Page 55: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

lagi jeis Roro yang bernama Rosmala dengan rute pelayaran Merak-

Bakauheni. Namun pada tahun 2011 tepatnya pada bulan januari Kapal Laut

Teduh II mengalami musibah kebakaran yang mengakibatkan kurang lebih

266 korban luka-luka, 31 korban meninggal dunia serta 93 muatan baik itu

berupa sepeda motor, kendaraan pribadi, colt diesel, dan sebagainya. Hingga

saat ini, masih ada satu unit Kapal Roro yang beroperasi yaitu “Rosmala”

setelah Kapal Laut Teduh II terbakar.

Page 56: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

b. Struktur Organisasi Manajemen Keselamatan PT. Bangun Putra Remaja

STRUKTUR ORGANISASI MANAJEMEN KESELAMATAN

PT. BANGUN PUTRA REMAJA

Direktur Utama

Petugas:

Loket Penumpang

Ruang Tunggu

Manifest

Ponton

Clearence

Nakhoda Kepala Regu

Tim Internal

/Audit

Kepala Cabang D.P.A Kepala Personalia dan Umum

Tim Kesiapan Keadaan

Darurat

Page 57: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

STRUKTUR ORGANISASI MANAJEMEN KESELAMATAN DALAM

KAPAL

c Tugas dan Tanggung Jawab:

1) Direktur Utama

Direktur utama mempunyai tanggung jawab dan wewenang

keseluruhan untuk mengimplementasikan system ini, yaitu :

a) Mengadakan sumber- sumber daya (termasuk personil) yang

diperlukan untuk mengimplementasikan system ini;

b) Memilih dan mengatur personil yang memadai untuk

mengimplementasikan secara efisien dari system ini;

c) Mengupayakan peningkatan kemampuan dan ketrampilan semua

personil baik didarat maupun dikapal;

Nahkhoda

Mualim - I

Mualim- II

Kelasi

KKM

Masinis - I

Masinis - II

Juru Minyak

Page 58: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

d) Meninjau ulang Sistem Manajemen Keselamatan untuk mengevaluasi

efektivitas, efisiensi dan perbaikan- perbaikan yang diperlukan dari

sistem ini;

e) Memobilisasi Tim kesiapan keadaan darurat ( BPR-100-08) sebagai

kewenagan tertinggi dari Tim;

f) Mengawasi pelaksanaan docking kapal.

2) Kepala Cabang

a) Kepala Cabang memimpin semua kegiatan di Cabang memimpin

semua kegiatan di Cabang termasuk pengoperasian kapal dan

bertanggungjawab kepada Direktur Utama;

b) Mewakili Perusahaan dalam mengambil keputusan terhadap pihak

ketiga sesuai dengan wewenang yang diberikan Perusahaan;

c) Mengawasi dan mengendalikan semua kegiatan di Cabang;

d) Bertanggung jawab secara menyeluruh terhadap terpeliharanya

disiplin dan etos kerja di Cabang/ Kapal.

e) Mengawasi dan mengendalikan pengoperasian kapal secara efisien,

ekonomis, dan aman;

f) Menjaga dan membina hubungan baik dengan instansi terkait/ sesame

anggota GAPASDAP;

g) Membuat rencana Anggaran Cabang untuk diusulkan ke Direktur

Utama;

h) Mengendalikan penggunaan Anggaran Cabang;

i) Memberi persetujuan terhadap belanja/ pengeluaran Cabang;

j) Menerima permintaan pembelian barang/ spare part dari kapal;

Page 59: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

k) Melayani dan meneruskan permintaan kapal yang bersifat sangat

urgen langsung kepada Direksi;

l) Membuat rencana dan Strategi untuk peningkatan HOK;

m) Secara berkala mengadakan monitoring terhadap perawatan kapal,

sesuai rencana kerja tahunan;

n) Mengetahui tentang cuti karyawan darat/ ABK;

o) Menerapkan dan menegakan kebijakan/ peraturan perusahaan,

Instruksi Direksi pada seluruh karyawan agar dilaksanakan dengan

baik;

p) Memberi saran, masukan dan usul kepada Direktur Utama dalam

menentukan langkah- langkah dan kebijaksanaan guna peningkatan

pendapatan perusahaan, peningkatan kesejahteraan karyawan,

keselamatan pengoperasian kapal/ perlindungan lingkungan dan

peningkatan pelayanan kepada pemakai jasa.

3) Kepala Personalia dan Umum

a) Melaksanakan administrasi umum, korespondensi, penanganan

dokumen kapal, hub ungan dengan pihak ketiga dan bertanggung

jawab tentang pelaksanaan semua kegiatan tersebut kepada Kepala

Cabang;

b) Mengadakan penerimaan pegawai baru;

c) Mengusulkan kepada Direktur Utama promosi jabatan, skorsing/

pemberhentian karyawan darat;

d) Merekomendasikan kepada Direktur Utama usulan Nakhoda tentang

promosi jabatan, skorsing/ pemberhentian ABK;

e) Bila diperlukan dapat membuat tata tertib guna menjamin peningkatan

pelaksanaan tugas dan terpeliharanya disiplin karyawan;

Page 60: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

f) Menerima dan meneliti semua surat masuk dan meneruskan kepada

kepala cabang dan mendistribusikan sesuai peruntukannya;

g) Menyiapkan konsep keluar;

h) Mempersiapkan permohonan, berkas- berkas persyaratan untuk

perpanjangan surat/ sertifikat kapal;

i) Mengurus perpanjangan surat/ sertifikat kapal;

j) Menangani dan mengurus masalah pengawakan kapal yang

berhubungandengan kesyahbandaran;

k) Menangani kelancaran pemeriksaan kapal oleh instansi terkait;

l) Menangani urusan yang berhubungan dengan instansi terkait:

Depnaker, Jamsostek, PT ASDP, Adpel dan lain- lain;

m) Menyimpan surat- surat kapal, laporan pemeriksaan kapal, laporan

dock, laporan kerja harian kapal, dan daftar inventaris kapal dan

Cabang;

4) Kepala Regu

a) Bertanggung jawab secara umum atas semua kegiatan operasional

lapangan Kepala Cabang;

b) Mengendalikan dan Mengatur kegiatan operasional lapangan secara

menyeluruh;

c) Memonitor dan mengusahakan agar kapal dapat mengisi penuh jadwal

penyebrangannya;

d) Pada saat kapal istirahat/ angker, bila kapal siap agar mengupayakan

kapal dapat mengisi jadwal yang kosong;

e) Memonitor dan mengawasi kegiatan petugas operasional lapangan

agar tidak terjadi penyimpangan dari ketentuan yang ada;

Page 61: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

f) Mengadakan koordinasi dan menjalin kerjasama yang baik dengan

instansi terkait untuk menjamin kelancaran dan keamanan operasional

lapangan;

g) Diluar jam kerja kantor mewakili Kepala Cabang mengambil

keputusan mengenai masalah- masalah operasional lapangan yang

bersifat tidak prinsip, melayani permintaan kapal yang bersifat darurat

misalnya: bahan bakar, air tawar, Tug- Boat, dan lain- lain;

h) Menyelenggarakan jurnal Operasional lapangan;

i) Menyelenggarakan Absensi personil Operasi;

j) Melaksanakan instruksi/ peraturan Perusahaan yang berkaitan dengan

operasional lapangan, menyampaikan kepada petugas operasional

lapangan dan mengawasi pelaksanaannya;

k) Menampung keluhan- keluhan dari pemakai jasa penyebarangan

sebagai bahan penyempurnaan pelayanan yang lebih baik

5) Nakhoda

a) Memenuhi semua ketentuan- ketentuan dan peraturan- peraturan dan

nasional dan internasional, prosedur- prosedur dan instruksi- instruksi

kerja;

b) Menjamin kapal laik laut sebelum memulai setiap pelayaran/

penyebrangan dan selama frekuensi penyebrangan;

c) Bertanggung jawab atas disiplin semua personil diatas kapal;

d) Memiliki kewenangan menyimpan dari system (Ovveriding

Authority) dan bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan

yang berhubungan dengan keselamatan dan pencegahan pencemaran;

e) Memiliki kewenangan untuk meminta bantuan Perusahaan jika

diperlukan.

Page 62: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

6) Petugas Loket Penumpang

a) Mencatat nomor seri awal dan akhir tiket untuk menegetahui jumlah

tiket yang terjual;

b) Mengawasi kegiatan penjualan tiket agar berjalan cepat dan lancar;

c) Mengarahkan calon penumpang untuk segera menuju loket penjualan

tiket;

d) Mengarah penumpang yang telah bertiket untuk menuju keruang

tunggu kapal.

7) Petugas Portir Ruang Tunggu

a) Mengambil potongan tiket ( lembar pelayaran, asuransi) untuk

menghitung jumlah lembar tiket dan dicatatkan;

b) Memeriksa tiket penumpang yang akan naik ke kapal apakah sesuai

dengan golongan usia pemegang tiket;

c) Mengatur dan mengendalikan penumpang diruang tunggu yang akan

naik ke kapal bila terjadi keterlambatan kapal.

8) Petugas Manifest

a) Mencatat nama dan alamat penumpang yang akan masuk keruang

tunggu;

b) Pada saat terjadi penundaan jadwal atau pembatalan keberangkatan

kapal, bersama- sama dengan perugas portir mengatur dan

mengendalikan penumpang agar tetap tertib dan tenang.

9) Petugas Dermaga / Ponton

a) Melayani penambatan dan pelepasan tross kapal pada saat kapal tiba

dan berangkat;

Page 63: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

b) Mengawasi dan mengatur posisi tangga penumpang ke kapal agar

tidak berbenturan dengan lambung kapal;

c) Membantu mengamankan penumpang yang akan naik/ turun kapal

agar tidak terjatuh atau terpleset terutama pada saat keadaan kolam

dermaga berombak.

10) Petugas Clearence

a) Mengurus Surat Izin Berlayar (SIB) agar lancar sehingga tidak

menghambat jadwal pemberangkatan kapal;

b) Melayani kapal yang akan angker bersama petugas lapangan lainnya;

c) Mengumpulkan manifes penumpang bus/umum sebagai kelengkapan

pengurusan SIB.

Tugas dan Tanggung jawab manajemen keselamatan dalam kapal:

1) Nahkoda

a) Memastikan kapal, perlengkapan dan pemesinan dalam kondisi baik untuk

beroperasi;

b) Memastikan jumlah personil yang memadai dengan kualifikasi yang

diperlukan;

c) Memastikan cukup stabilitas kapal selama penyebrangan;

d) Mengetahui cukup informasi tentang rute penyebrangan, navigasi khusus

dan kondisi- kondisi pelayaran;

e) Menjamin akan keselamatan jiwa manusia diatas kapal;

f) Menjamin Keselamatan Kapal di Pelabuhan dan laut;

g) Menjamin akan mengumpulkan sampah serta limbah lainnya dilaksanakan

dengan baik;

Page 64: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

h) Menjalin hubungan dan komunikasi yang efektif antara kapal dan darat;

i) Bertanggung jawab untuk pengawasan serta penyimpanan dokumen-

dokumen dan catatan- catatan manajemen keselamatan;

j) Menerapkan kebijaksanaan keselamatan pengoperasian kapal dan

perlindungan lingkungan ;

k) Meninjau ulang system Manajemen Keselamatan Perusahaan diatas kapal

dan melaporkan setiap ketidak sesuaian kepada “ Designated Person

Ashore” atau Kepala Cabang;

l) Memberikan instruksi-instruksi yang jelas dan sederhana serta perintah

pelaksanaan kepada semua personil dikapal;

m) Bertanggung jawab untuk memotivasi personil- personil di atas kapal guna

menerapkan secara efektif kebijaksanaan perusahaan tentang keselamatan

dan perlindungan lingkungan;

n) Melakukan secara reguler dan random pemeriksaan perlengkapan

keselamatan diatas kapal;

o) Melaksanakan latihan-latihan keselamatan bagi personil- personil diatas

kapal;

p) Bersama-sama dengan KKM membuat daftar kebutuhan spare-part kapal;

q) Membantu mengadakan pengecekan atas perijinan dan sertifikat – sertifikat

kapal dan melaporkan ke petugas darat untuk keperluan perpanjangan/

pembaharuan perijinan atau sertifikat keselamatan dank lass;

r) Menjaga memelihara dan menguasai pengoperasian alat- alat komunikasi;

s) Bertanggung jawab atas pengawasan dokumen- dokumen dan catatan-

catatan Manajemen Keselamatan.

2) Mualim I

Page 65: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

a) Sebagai kepala bagian deck melaksanakan instruksi- instruksi kerja

manajemen keselamatan dan perintah- perintah Nakhoda lainnya yang

berhubungan dengan dinas kapal, termasuk pengaturan tugas jaga laut dan

jaga berlabuh;

b) Sebagai Perwira Navigasi diatas kapal bertanggung jawab atas

pemeliharaan, penyiapan alat-alat bantu navigasi dan menguasai

pengoperasiannya;

c) Mengolah gerak kapal waktu sandar dan bertolak atau berlabuh;

d) Sebagai kepala kerja bagian deck, mengatur dan mengawasi pemeliharaan

kapal serta perlengkapan-perlengkapan;

e) Membuat laporan sepuluh hari bagian deck;

f) Membuat permintaan Kebutuhan Deck atas petunjuk Nakhoda;

g) Sebagai kepala bagian Deck, mengatur dan mengawasi pemeliharaan kapal

serta perlengkapan-perlengkapannya;

h) Membantu Nakhoda melaksanakan tugas-tugas administrasi kapal;

i) Memelihara dan memperbaharui Sijil Sekoci, Sijil Kebakaran, dan Sijil

meninggalkan kapal;

j) Bertanggung jawab atas inventaris bagian Radio, dokumen-dokumen dinas

stasiun radio dan pemeliharaan radar serta alat-alat navigasi lainnya sesuai

instruksi Nakhoda.

3) Mualim III

a) Bertanggung jawab atas pemeliharaan dan kesiapan alat- alat penolong/

keselamatan serta penguasaan terhadap pengoperasiannya;

b) Bertanggung jawab atas ketertiban, kelancaran, dan keamanan

embarkasi/debarkasi penumpang;

Page 66: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

c) Bertugas sebagai perwira kesehatan dan bertanggung jawab atas

penyimpanan dan pemakaian obat-obatan P3K dikapal;

d) Melaksanakan tugas jaga laut sebagai Mualim jaga;

e) Melaksanakan tugas-tugas lainnya yang di instruksikan Nakhoda atau

Mualim I.

4) Kelasi

a) Membantu Mualim jaga untuk ketertiban, kelancaran, dan keamanan

kegiatan embarkasi/debarkasi penumpang;

b) Menaikan dan menurunkan Bendera.

5) Kepala Kamar Mesin (KKM)

a) Melaksanakan pengaturan jaga kamar mesin dan jaga berlabuh serta disiplin

kerja dikamar mesin;

b) Merencanakan pemeliharaan terpadu dan menyiapkan pekerjaan survey

tahunan serta Special Survey;

c) Memelihara catatan pemeliharaan dan laporan-laporan survey;

d) Melaksanakan tugas-tugas lainnya yang di instruksikan oleh Manajemen

Perusahaan melalui Nakhoda.

6) Masinis I

a) Bertanggung jawab langsung kepada KKM dan sebagai kepala kerja

dikamar mesin, masinis I mengatur pembagian tugas pemeliharaan kepada

para Masinis;

b) Bertanggung jawab atas keandalan, kesiapan dan pemeliharaan pompa

pemadam kebakaran darurat maupun instalansi pompa pemadam tetap;

Page 67: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

c) Bertanggung jawab atas keandalan, kesiapan dan pemeliharaan alat-alat

pemadam kebakaran dikamar mesin, motor penggerak, generator darurat;

d) Menyelenggarakan pemeriksaan secara rutin hubungan-hubungan listrik

dan isolasi-isolasi jaringan listrikserta penerapan navigasi;

e) Melaksanakan tugas jaga kamar mesin dan tugas-tugas lainnya yang di

instruksikan oleh Masinis I.

7) Masinis II

a) Bertanggung jawab atas keandalan, kesiapan dan memelihara Motor-motor

Bantu, Oil Water Separator (OWS) dan pesawat-pesawat Bantu Lainnya;

b) Bertanggung jawab atas keandalan, kesiapan dan pemeliharaan pompa

pemadam kebakaran darurat maupun instalansi pompa pemadam tetap;

c) Bertanggung jawab atas keandalan, kesiapan dan pemeliharaan alat-alat

pemadam kebakaran di kamar mesin, motor penggerak, generator darurat;

d) Bertanggung jawab atas pemeliharaan kran-kran Air Laut, Air Tawar, dan

saringan-saringan Air Laut;

e) Melaksanakan tugas jaga kamar mesin dan tugas-tugas lainnya yang di

instruksikan oleh Masinis –I.

8) Juru Minyak

a) Bertanggung jawab langsung kepada Masinis I untuk kerja harian dikamar

mesin, kebersihan serta kerapihan kamar mesin dan ruangan-ruangan

permesinnya lainnya;

b) Bertanggung jawab kepada Masinis jaga dan memelihara kebersihan kamar

mesin;

c) Melaksanakan kerja harian yang diatur oleh Masinis diluar jam jaga;

Page 68: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

d) Membantu para Masinis untuk pemeliharaan permesinandan perbaikan-

perbaikan selama tidak bertugas;

e) Melaksanakan tugas-tugas lainnya yang di instruksikan oleh Masinis.

d Aktivitas Perusahaan

Kegiatan pelayanan pelayaran PT. Bangun Putra Remaja cenderung

kepada bisnis dengan berbagai kapal Roro yang di miliki. Kegiatan yang

dilakukan diantaranya adalah mengangkut penumpang yang jumlahnya relatif

banyak dan barang yang diperkirakan sebanyak kurang lebih tujuh miliaran ton

setiap tahunnya.

PT. Bangun Putra Remaja yang berada di Pelabuhan Merak ini merupakan

satu-satunya induk perusahaan di bidang pelayaran dan usaha yang

dilakukannya cenderung menguntungkan. Dalam melakukan kegiatannya PT.

Bangun Putra Remaja mengutamakan sistem keselamatan dalam pengoperasian

kapal dan perlindungan lingkungan. Artinya dalam setiap pelayaran yang

dilakukan ini lebih menitik beratkan pada keselamatan penumpang maupun

barang ataupun seluruh personil/ pegawainya yang berada di dalam Kapal

khususnya. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan adanya kerja sama antara

pemimpin di kapal beserta para personil atau pegawainya dan para penumpang

yang ada dalam kapal tersebut untuk bertindak disiplin dengan mematuhi segala

peraturan yang telah ditetapkan sebelumnya.

e Kronologi musibah Terbakarnya Kapal Laut Teduh II Diperairan Merak

1) Pada hari juamat tanggal 28 Januari 2011 pukul 02.15 WIB KM. Laut Teduh

II dari pelabuhan/Dermaga I Bakauheni Lampung masuk Dermaga I

Pelabuhan ASDP Merak untuk melaksanakan bongkar muatan yang dari

pelabuhan Bakauheni, bongkar muatan dilaksanakan dengan aman;

2) Pukul 02.15 WIB KM. Laut Teduh II atas perintah petugas STC (Ship Traffick

Control) dari ASDP selaku pengatur jadwal permuatan memerintahkan kepada

Page 69: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

petugas OperasionalKM. Laut Teduh II untuk mengadakan

permuatan/Pelayanan di Infokan lewat pengeras suara di Pelabuhan;

3) Setelah ada perintah untuk permuatan/pelayanan, petugas

operasional/Lapangan menempatkan diri di posisi masing-masing atas

perintah Kepala Operasional dan Danru selaku penanggung jawab pelayaran/

Permuatan di KM. Laut Teduh II sebagai berikut :

a) Petugas Gang Way 2 orang melayani penumpang pejalan kaki bertiket

untuk naik kekapal.

b) 1 (satu) petugas pencatat nomor polisi kendaraan pribadi atau kendaraan

kecil dan petugas pengambil tiket kendaraan 2 ( dua) orang yang berada

di bawah siaeramp / jalan untuk mobil menuju upperdeck / dek kapal

khusus mobil kecil /deck 2).

c) 1 (satu) petugas pencatat nomor polisi kendaraan di depan rampdoor

kapal, dan 2 orang petugas pengambil tiket kendaraan, serta 2 petugas

lagi sebagai pemilih kendaraan yang akan masuk ke kapal di cardeck

atas permintaan Mualim jaga muat yang di sesuaikan dengan

keseimbangan kapal ( di depan rampdoor total ada 5 petugas).

d) 1 petugas lagi ditempatkan di jalan parkir Dermaga II untuk

mengarahkan mobil yang lewat dan sudah memiliki tiket untuk ke

Dermaga I yang sedang melaksanakan jadwal waktu pelayanan/

permuatan.

e) 1 petugas lagi di tempatkan di jalan parkir Dermaga III untuk

mengarahkan kendaraan yang lewat dan sudah memilki tiket untuk ke

Dermaga I yang sedang melaksanakan jadwal waktu

pelayanan/permuatan.

4) Dalam batas satu jam dari pukul 02.15 WIB KM. Laut Teduh II melaksanakan

kegiatan pelayanan/permuatan, baik penumpang pejalan kaki maupun

Page 70: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

kendaraan penumpang dan barang, dengan rincian waktu yang ditetapkan oleh

pihak PT. ASDP sebagai berikut:

a) 15 menit untuk olah gerak kapal hingga sandar terikat sempurna

sekaligus jika rampdoor dan rampest serta tangga penumpang untuk

persiapan bongkar penumpang dan kendaraan.

b) 15 menit untuk bongkar muatan dari pelabuhan asal, baik penumpang

pejalan kaki maupun kendaraan-kendaraan, baik yang ada di cardeck

maupun upperdeck.

c) 15 menit untuk pelaksanaan permuatan, baik penumpang kendaraan dan

clearent kapal sampai dengan tutup rampdoor kapal siap berlayar.

d) 15 menit untuk olah gerak kapal lepas tali untuk keluar dermaga dan

selanjutnya berlayar menuju pelabuhan tujuan yaitu Dermaga I

Pelabuhan Bakauheni.

5) Sekitar pukul 03.20 WIB KM. Laut Teduh II lepas dari Pelabuhan / Dermaga I

Merak menuju Dermaga I Pelabuhan Bakauheni dengan aman.

6) Sekitar pukul 03.50 WIB, ada berita via radio kapal bahwa di cardeck ada

mobil terbakar yang sedang berusaha dipadamkan. Pihak Operasional darat

meneruskan berita tersebut kepada jajaran pimpinan dari Manager Umum

sampai Ke Direktur.

7) Pihak Manager begitu mendengar berita tersebut langsung aksi menuju

Pelabuhan PT indah Kiat Merak, tempat homebase kapal-kapal tugboat, serta

memerintahkan kepada operasional dan kapal via radio agar berusaha

semaksimal mungkin untuk memadamkan.

8) Sekitar pukul 04.05 dapat dua buah tugboat yang siap, yaitu tugboat Gunung

Santri dan Gunung Batur, dan kapal milik Pemda Cilegon, selanjutnya telepon

ke ADPEL Banten / GAMAT dan langsung kirim 2 personil KPLP, selanjutnya

Page 71: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

minta bantuan Personil TNI-AL Merak dan dikrim satu orang serta satu orang

lagi dari PT. Bangun Putra Remaja Merak.

9) Sekitar pukul 04.15 dua tugboat berangkat menuju lokasi KM. Laut Teduh 2

yang terbakar dengan Personil diluar ABK ada 2 orang dari KPLP Merak, 1

orang dari Lanal Banten dan 1 orang dari PT. Bangun Putra Remaja selaku

pemilik KM. Laut Teduh II.

10) Selanjutnya menelepon kepada ketua GAPASDAP Merak untuk minta

bantuan kapal-kapal ferry / Roro baik yang sedang anchor atau yang sedang

berlayar untuk membantu evakuasi KM. Laut Teduh II yang terbakar.

11) Sekitar pukul 04.40 WIB, beberapa kapal bantuan sudah mengepung kapal

Laut Teduh II yang terbakar, namun tidak berani mendekat karena api di

cardeck semakin membesar.

12) Sekitar pukul 04.50 WIB, pihak KM. Laut Teduh II sudah tidak bisa

komunikasi lagi dengan pihak darat, karena tidak menjawab ketika berulang

kali dipanggil melalui radio.

13) Sekitar pukul 05.00 Manager Umum membagi tugas kepada seluruh karyawan

PT. Bangun Putra Remaja Merak, sebagai berikut :

a) Melapor dan menghubungi Puskesmas terdekat, Rumah Sakit Krakatau

Medika Cilegon, RSUD Cilegin, untuk minta bantuan mobil ambulance

dan Tenaga Medis.

b) Mencari mobil angkot carter untuk evakuasi korban. Ada 17 mobil dan

siap standby di parkir Pelabuhan ASDP.

c) Membuat posko korban diruang tunggu penumpang pelabuhan PT. ASDP

Merak.

d) Menyiapkan logistic berupa air mineral, roti, air bungkus dan sebagainya.

Page 72: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

14) Sekitar pukul 07.00 WIB, semua mobil evakuasi korban berdatangan, baik

dari Rumah Sakit maupun dari pihak TNI dan POLRI, serta mobil-mobil

DALMAS Pemda Cilegon, dan lain sebagainya.

15) Pukul 07.45 WIB, kapal-kapal yang evakuasi korban mulai berdatangan di

Dermaga I,II,III dan IV Pelabuhan PT.ASDP Merak, dan korban baik yang

meninggal, luka, sehat, semua dibawa ke Puskesmas terdekat, Rumah Sakit

Krakatau Medika, dan RSUD kota Cilegon.

16) Semua korban meninggal dan luka-luka berat dirawat di Rumah Sakit

Krakatau Medika, dan yang sehat atau tidak terluka ditampung di Masjid

Rumah Sakit Krakatau Medika dekat Ruang Gawat Darurat, sekaligus sebagai

posko pendataan korban sementara.

17) Korban yang luka ringan di obati di Puskesmas Merak dan RSUD Kota

Cilegon.

18) Korban-korban yang setelah diperiksa kesehatannya, baik di Puskesmas

Merak, Rumah Sakit Krakatau Medika, dan RSUD Cilegon lalu dinyatakan

sehat, dipulangkan ke Posko Pelabuhan PT. ASDP Merak untuk diadakan

pendataan ulang sekaligus deiberikan makanan dan minuman secukupnya.

19) Sekitar pukul 12.15 WIB, korban-korban yang sehat mengusulkan agar

dipulangkan ketempat asal atau tempat tujuan.

20) Sekitar pukul 13.10 WIB , pihak Perusahaan mengabulkan permohonan para

korban setelah diadakan musyawarah yang disaksikan para petugas terkait

yang berada di Posko Pelabuhan Merak.

21) Korban diberikan uang saku/ uang jalan sesuai tujuan masing-masing, yang

jumlahnya bervariasi, hingga ke kampong halaman masing-masing.

22) Bagi Korban yang dirawat inap, baik di Rumah Sakit Krakatau Medika dan

RSUD Cilegon serta Puskesmas Merak, Perusahaan hanya membantu

Page 73: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

memberikan makan 3 kali sehari bagi korban yang menunggu pasien sampai

dengan pasien diijinkan pulang oleh Pihak Rumah Sakit dan Puskesmas.

23) Bagi pasien / korban rawat inap yang sudah di ijinkan pulang, Perusahaan

memberikan uang jalan sampai tempat tujuan atau dengan mobil carter bagi

korban yang keluarganya banyak.

24) Bagi korban meninggal dunia, dipusatkan di satu Rumah Skait Krakatau

Medika guna memudahkan identifikasi dari pihak kepolisian.

25) Bagi korban meninggal dunia yang sudah diijinkan untuk diambil keluarganya

oleh pihak kepolisian, pihak Perusahaan telah membayar biaya perawatan

jenazah dan biaya mobil ambulance serta memberikan uang duka maksimal

Lima juta Rupiah per Jenazah, bahkan ada jenazah yang dipulangkan

menggunakan Pesawat Udara sebanyak dua jenazah dengan biaya Perusahaan

PT. Bangun Putra Remaja Merak.

26) Terlampir sebagai pelengkap laporan kronologi kebakaran KM. Laut Teduh II

disampaikan data lengkap korban selamat dan korban meninggal dunia.

2. Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Hukum Pidana

Di Indonesia Korporasi sebagai subjek tindak pidana masih merupakan hal

yang baru. Korporasi baru muncul sebagi subjek tindak pidana pada tahun 1951,

yaitu dalam Undang-undanag Penimbunan Barang-barang dan mulai dikenal

secara luas dalam Undang-Udang Nomor 7 Darurat Tahun 1955 Tentang Tindak

Pidana Ekonomi. Selanjutnya terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 jo.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang,

Undang- undang Nomor 6 Tahun 1984 tentang Pos, Undang- Undang Nomor 5

tetang Psikotropika, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika,

Undang-Undang Nomor 23 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dalam Hukum Pidana khususnya dalam KUHP pertanggungjawaban

pidana mengenai korporasi ini belum dikenal secara langsung. Indonesia dewasa

Page 74: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

ini pertanggungjawaban pidana korporasi secara langsung hanya terdapat pada

perundang-undangan khusus diluar KUHP, sebab dalam KUHP itu sendiri masih

menganut subjek hukum pidana secara umum yaitu manusia ( Pasal 59 KUHP).

Dalam prospek pengaturan pertanggung jawaban pidana korporasi menganut pula

perkembangan yang terjadi di Belanda. Hal ini terlihat dalam Rancangan KUHP

Buku 2004-2005 ternyata korporasi diatur dalam secara umum dalam Buku I1

tentang Ketentuan Umum Pasal 47 sampai dengan Pasal 53 (sebagai prospek

pengaturan korporasi di Indonesia).

Berkenaan dengan pertanggungjawaban pidana kepada korporasi, menurut

Reksodipuro terdapat tiga sistem sebagai berikut:

1) Pengurus korporasi sebagai pembuat maka penguruslah yang

bertanggung jawab;

2) Korporasi sebagai pembuat dan penguruslah yang bertanggung jawab;

3) Korporasi sebagai pembuat dan juga sebagai yang bertanggung jawab.

Dalam Pasal 47 RUU KUHP 2004, menganut pendapat yang

serupa dengan Reksodipuro diatas.

Menurut penjelasan Pasal 47 Rancangan KUHP korporasi

merupakan subjek tindak pidana.

Pasal 48 Konsep Rancangan KUHP Tindak Pidana dilakukan oleh

korporasi apabila dilakukan oleh orang-orang yang bertindak untuk

dan atas nama korporasi, berdasarkan hubungan kerja, hubungan

lain, dan lingkup usaha korporasi tersebut baik sendiri-sendiri atau

bersama-sama.

Pasal 49 menyatakan bahwa jika tindak pidana dilakukan oleh

korporasi, pertanggungjawaban pidana dikenakan terhadap

korporasi dan/atau pengurusnya.

Pasal 50 menyatakan bahwa korporasi dapat

dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap suatu perbuatan

yang dilakuakan untuk dan/ atau atas nama korporasi, jika

perbuatan tersebut termasuk dalam lingkup usaha sebagaimana

ditentukan dalam anggaran dasar atau ketentuan lain.

Pertanggungjawaban pidana pengurus korporasi dibatasi sepanjang

Page 75: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

pengurus mempunyai kedudukan fungsional dalam struktur

organisasi korporasi.

Pasal 52 ayat (1), dalam mempertimbangkan suatu tuntutan pidana,

harus dipertimbangkan apakah bagian hukum lain telah

memberikan perlindungan yang lebih berguna dari pada

menjatuhkan pidana terhadap suatu korporasi.

Pasal 52 ayat (2), pertimbanagn sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) harus dinyatakan dalam putusan hakim.

Pasal 53 menyatakan bahwa alasan pemaaf atau alasan pembenar

yang diajukan oleh pembuat yang bertindak untuk dan/ atau atas

nama korporasi, dapat diajukan oleh korporasi sepanjang alasan

tersebut langsung berhubungan dengan perbuatan yang

didakwakan kepada korporasi.

Jika suatu tindak pidana dilakukan oleh dan untuk korporasi, maka

penuntutannya dapat dilakukan dan pidananya dapat dijatuhkan terhadap

korporasi dan pengurusnya atau pengurusnya saja.

Tim Ahli Penyusunan KUHP Baru dalam laporannya Tahun 1985

menyatakan motivasi untuk mempertanggungjawabkan korporasi adalah:

“Dengan memerhatikan perkembangan korporasi itu, yaitu bahwa

ternyata untuk beberapa delik tertentu ditetapkannya pengurs saja

sebagi yang dapat dipidana rupanya tidak cukup. Dalam delik

ekonomi bukan mustahil denda yang dijatuhkan sebagai hukuman

kepada pengurus dibandingkan dengan keuntungan yang telah

diterima oleh korporasi dengan melakukan perbuatan itu, atau

kerugian yang ditimbulkan masyarakat, atau diderita saingannya,

keuntungan dan/atau kerugian itu adalah lebih besar dari denda

yang dijatuhkan sebagai pidana. Dipidananya pengurus tidak

memberikan jaminan yang cukup bahwa korporasi tidak akan sekali

lagi melakukan perbuatan yang dila rang oleh Undang-Undang itu.”

Pendapat tersebut mengandung tujuan pemidanaan yang bersifat

preventif (khusus) dan tindakan represif. Ini berkaitan dengan tujuan

pemidanaan dalam Konsep Rancangan KUHP 2004-2005 yaitu, mencegah

dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi

pengayoman masyarakat (Pasal 54 ayat (1) huruf a) serta tujuan yang

menyatakan menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana,

Page 76: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam

masyarakat (Pasal 54 ayat (1) sub c).

Jika dilihat secara global, tujuan pemidanaan korporasi yang

bersifat integrative, yaitu mencakup:

a) Tujuan pemidanaan adalah pencegahan ( umum dan khusus).

Menurut Dwidja Priyatno,” dikaatkan ada pencegahan

individual atau pencegahan khusus bilamana seorang penjahat

dapat dicegah melakukan suatu kejahatan dikemudian hari

apabila dia sudah mengalami dan sudah meyakini bahwa

kejahatan itu ,membawa penderitaan baginya” (Dwidja

Priyatno,2004:121).

b) Tujuan pemidanaan adalah perlindungan masyarakat.

Perlindungan masyarakat sebagai tujuan pemidanaan yang

mempunyai dimensi luas, karena secara fundamental ia

merupakan tujuan semua pemidanaan. Secara sempit hal ini

digambarkan sebagai bahan kebijaksanaan pengadilan untuk

mencari jalan melalui pemidanaan agar masyarakat terlindungi

dari bahaya penanggulangan tindak pidana.

c) Tujuan pemidanaan adalah memelihara solidaritas masyarakat.

Pemeliharaan solidaritas masyarakat dalam kaitannya tujuan

pemidanaan adalah untuk penegakan adat istiadat masyarakat

dan mencegah balas dendam perseorangan. Pengertian

solidaritas sering kali dibicarakan pula dalam kaitannya dengan

masalah kompensasi terhadap korban kejahatan yang dilakukan

oleh negara.

d) Tujuan pemidanaan adalah pengimbalan atau keseimbangan

yaitu adanya kesesuaian antara pidana dengan

pertanggungjawaban individual dari pelaku tindak pidana

dengan memeperhatikan beberapa faktor. Penderitaan yang

Page 77: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

dikaitkan oleh pidana harus dibatasi dalam batas-batas yang

paling sempit dan pidana harus menyumbangkan pada proses

penyesuaian kembali terpidana pada kehidupan masyarakat.

Ajaran Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

Berikut ini merupakan teori-teori pertanggungjawaban pidana korporasi

antara lain sebagai berikut:

1 ) Doctrine of strict liability

Salah satu pemecahan praktis bagi masalah pembebanan

pertanggungjawaban pidana yang dilakukan oleh seseorang yang bekerja

di lingkungan suatu korporasi kepada korporasi tempat ia bekerja adalah

dengan menerapkan Doctrine of strict liability. Menurut doktrin ini

pertanggungjawaban pidana dapat dibebankan kepada pelaku tindak

pidana yang bersangkutan dengan tidak perlu dibuktikan adanya kesalahan

pada pelakunya.

Dalam praktik di Indonesia, ajaran strict liability sudah diterapkan,

antara lain untuk pelanggaran lalu lintas. Misalnya para pengemudi

kendaraan ber motor yang melanggar lampu lalu lintas. Hakim dalam

memutuskan hukuman atas pelanggaran tersebut tidak akan

mempersoalkan ada tidaknya kesalahan pada pengemudi yang melanggar

peraturan lalu lintas itu.

Secara singkat strict liability di artikan sebagai liability without

fault (pertanggungjawaban pidana tanpa kesalahan). Menurut L.B. Curson

doktrin strict liability ini didasarkan pada alasan-alasan sebagai berikut:

a) Adalah sangat esensial untuk menjamin dipatuhinya peraturan penting

tertentu yang diperlukan untuk kesejahteraan sosial;

b) Pembuktian adanya mens rea akan menjadi sangat sulit untuk

pelanggaran yang berhubungan dengan kesejahteraan sosial itu;

Page 78: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

c) Tingginya tingkat bahaya sosial yang ditimbulkan oleh perbuatan yang

bersangkutan.

Menurut Common Law, strict liability berlaku terhadap tiga

macam delik yaitu sebagai berikut:

a) Public nuisance (gangguan terhadap ketertiban umum, menghalangi

jalan raya, menegluarkan bau tidak enak);

b) Criminal libel (fitnah, pencemaran nama);

c) Contempt of Court (pelanggaran tata tertib pengadilan).

Tetapi kebanayakan strict liability terdapat pada delik-delik yang

diatur dalam undang-undang (statutory offences; regulatory offences, mala

prohibita) yang pada umumnya merupakan delik-delik terhadap

kesejahteraan umum. Termasuk regulatory offences misalnya penjualan

makanan dan minuman atau obat-obatan yang membahayakan,

penggunaaan gambar dagang yang menyesatkan, dan pelanggaran lalu

lintas.

Doktrin pertanggungjawaban Strict liability diatur dalam Konsep

Rancangan KUHP 2004-2005 Pasal 38 ayat (1), yang berbunyi :

“Bagi tindak pidana tertentu, undang-undang bisa menentukan bahwa

seseorang bisa dipidana semata-mata karena telah terpenuhinya unsur-

unsur tindak pidana tersebut tanpa memerhatikan adanya kesalahan”

Pasal 38 ayat (1) ini merupakan pengecualian terhadap asas tiada

pidana tanpa kesalahan. Oleh karena itu, tidak berlaku bagi semua tindak

pidana, melainkan hanay untuk tindak pidana tertentu yang ditetapkan oleh

undang-undang.

2) Doctrine of Vicarious liability

Vicarius liability adalah suatu pertanggungjawaban pidana yang

dibebankan kepada seseorang atas perbuatan orang lain.

Page 79: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

Pertanggungjawaban demikian misalnya terjadi dalam hal perbuatan yang

dilakukan oleh orang lain itu adalah dalam ruang lingkup pekerjaan atau

jabatan. Jadi hanya terbatas pada kasus-kasus yang menyangkut hubungan

antara majikan dengan buruh, pembantu, atau bawahannya.

Ajaran kedua ini untuk memberikan pembenaran bagi pembebanan

pertanggungjawaban pidana kepada korporasi adalah Doctrine of

Vicarious liability atau disebut juga pertanggungjawaban vikarius, adalah

pembebanan pertanggungjawaban pidana dari tindak pidana yang

dilakukan.

Menurut ajaran ini, seseorang dimungkinkan harus bertanggung

jawab atas perbuatan orang lain. Apabila teori ini diterapkan pada

korporasi, berarti korporasi dimungkinkan harus bertanggung jawab atas

perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh para pegawainya, atau

mandatarisnya, atau siapapun yang bertanggung jawab kepada korporasi

tersebut.

Di Inggris, pertanggungjawaban vikarius pada umumnya berkaitan

dengan tindak pidana yang ditentukan oleh undang- undang. Hal itu

diterapkan dalam hubungan antara pemberi kerja dan bawahan, pemberi

kuasa dan penerima kuasa. Selain itu pertanggungjawaban vikarius ini

dapat dibebankan atas seseorang karena dengan tegas suatu undang-

undang menentukan demikian.

Doktrin pertanggungjawaban vicarious liability diatur dalam

Konsep Rancangan KUHP 2004-2005 Pasal 38 ayat (2), yang menyatakan

bahwa:

“Dalam hal ditentukan oleh undang-undang, setiap orang dapat

dipertanggungjawabkan atas tindak pidana yang dilakukan oleh setiap

orang lain.”

Pasal 38 ayat (2) ini pun merupakan pengecualian dari asas tiada

pidana tanpa kesalahan. Lahirnya pengecualian ini merupakan perluasan

Page 80: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

dan pendalaman asas regulatif dan yuridis moral, yaitu dalam hal-hal

tertentu tanggung jawab seseorang dipandang patut diperluas sampai

kepada tindakan bawahannya yang melakukan pekerjaan atau perbuatan

untuknya atau atau dalam batas-batas perintahnya. Oleh karena itu,

meskipun seseorang dalam kenyataannya tidak melakukan tindak pidana,

namun dalam rangka pertanggungjawaban pidana ia dipandang

mempunyai kesalahan jika perbuatan orang lain yang berada dalam

kedudukan yang sedemikian itu merupakan tindak pidana. Penggunaan

ketentuan ini harus dibatasi untuk kejadian tertentu yang ditentukan secara

tegas oleh undang-undang agar tidak digunakan secara sewenang- wenang.

3) Doctrine of Delegation

Doktin ini merupakan salah satu pembenar untuk dapat

membebankan pertanggungjawaban pidana yang dilakukan oleh pegawai

kepada korporasi. Menurut doktrin ini alasan untuk dapat membebankan

pertanggungjawaban pidana kepada korporasi adalah adanya

pendelegasian wewenang seseorang dari kepada orang lain untuk

melaksanakan kewenangan yang dimilikinya.

Dalam perkara-perkara dibawah ini merupkan contoh

pendelegasian wewenang dari seorang pemberi kerja, yang wewenang itu

diperolehnya karena ia memperolehsuatu izin usaha kepada bawahannya.

Pendelegasian wewenang oleh seorang pemberi kerja kepada bawahannya

merupakan alasan pembenar bagi dapat dibebankannya

pertanggungjawaban pidana kepada pemberi kerja itu atas perbuatan

pidana yang dilakukan oleh bawahannya itu.

Dalam perkara Allen v Whitehead (1930) 1 KB 211, terdakwa

yaitu pemilik sebuah café telah mendelegasikan pengelolaan café miliknya

kepada seorang pegawainya. Sekalipun terdakwa tidak mengetahui bahwa

bangunan tempat café itu digunakan oleh para pelacur (utntuk tempat

mejeng atau mangkal para pelacur), namun hal itu diketahui oleh pegawai

Page 81: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

yang bersangkutan. Terdakwa didakwa telah melakukan tindak pidana

berdasarkan s.44 dari Metropolitan Police Act 1839 karena “ Knowlingly

permitting or suffering prostitute to remain in a place where refreshments

are sold and consumed”. Perbuatan yang dilakukan oleh pegawainya itu

telah di atributkan sebagai perbuatan terdakwa sendiri.

4) Doctrine of Identification

Doktrin ini mengajarkan bahwa untuk dapat membebankan

pertanggungjawaban pidana kepada suatu korporasi, siapa yang

melakukan tindak pidana tersebut harus mampu di identifikasikan oleh

penuntut umum. Apabila tindak pidana itu dilakukan oleh mereka yang

merupakan “directing mind” dari korporasi tersebut, maka

pertanggungjawaban tindak pidana itu baru dapat di bebankan kepada

korporasi. Teori ini anatara lain dipakai dalam kasus H.L Bolton

Engineering Co. Ltd . v T.J. Graham Sons Ltd. Di Inggris (1957) 1 QB

159 . Dalam perkara tersebut di tentukan bahwa perilaku dan mens rea dari

seseorang terkait dengan suatu perusahaan dapat di atributkan kepada

perusahaan agar pertanggungjawaban pidana dapat dibebankan kepada

perusahaan tersebut. Dengan kata lain, perilaku dan sikap kalbu dari orang

tersebut dianggap merupakan perilaku dan sikap kalbu dari perusahaan

tersebut. Dengan kata lain sikap perilaku (conduct) dan sikap kalbu (mens

rea) dari orang tersebut dianggap merupakan perilaku dan sikap kalbu dari

perusahaan tersebut.

Dalam pertimbangan hukumnya, Denning L.J berpendapat bahwa

suatu perusahaan dalam banyak hal dapat disamakan dengan tubuh

manusia. Perusahaan memiliki sebuah otak dan pusat saraf yang

mengendalikan apa yang dilakukan oleh perusahaan itu. Perusahaan juga

memiliki tangan-tangan untuk memegang perlengkapan dan untuk

bertindak sesuai dengan pengarahan yang diberikan oeleh pusat saraf itu.

Sebagian orang-orang dari perusahaan itu semata-mata hanya sebagai

Page 82: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

pegawai dan berfungsi tidak lebih sebagai tangan-tangan yang

melaksankan pekerjaan dan tidak dapat dikatakan bahwa mereka itu

mewakili pikiran dan kehendak dari perusahaan itu. Sementara itu, orang-

orang yang lain adalah para direktur dan manajer yang mewakili pikiran

dan kehendak yang mampu mengarahkan perusahaan itu dan berwenang

mengendalikan apa yang dilakukan oleh perusahaan itu. Menurut Denning

L.J, sikap kalbu dari para manajer ini sesungguhnya merupakan sikap

kalbu dari perusahaan itu sendiri dan hukum memperlakukan seperti itu.

5). Doctrine of Aggregation

Ajaran ini memungkinkan agregasi atau kombinasi kesalahan dari

sejumlah orang, untuk di atributkan kepada korporasi sehingga korporasi

dapat di bebani pertanggungjawaban. Menurut ajaran ini, semua perbuatan

dan semua unsur mental ( sikap kalbu) dari berbagai orang yang terkait

secara relevan dalam lingkungan perusahaan dianggap seakan- akan

dilakukan oleh satu orang saja.

Ajaran agregasi ini menurut Clarkson dan Keating memiliki

keuntungan karena dalam banyak kasus tidak mungkin untuk mengisolasi

seseorang yang telah melakukan tindak pidana, dengan memiliki mens rea

dalam melakukan tindak pidana itu dari perusahaan tempat dimana dia

bekerja. Ajaran ini dapat mencegah perusahaan-perusahaan

menyembunyikan dalam-dalam tanggung jawabnya dalam struktur

korporasi. Namun menurut Clarkson dan Keating, ajaran ini

mengabadikan personifikasi dari mitos perusahaan ( perpetuates the

personification of companies myth ). Apabila dalm jaran identifikasi

cukuplah untuk mendapatkan hanya satu orang yang perbuatannya dapat di

atributkan kepada perusahaan, maka dalam ajaran agregasi diharuskan

untuk dapat menemukan beberapa orang yang agregasi dari perbuatan-

perbuatan mereka secara keseluruhan di atributkan sebagai perbuatan

perusahaan.

Page 83: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

6). The Corporate Culture Model

The Corporate Culture Model atau Model Budaya Kerja

Perusahaan merupakan pendekatan yang telah diterima di Australia.

Pendekatan ini memfokuskan pada kebijakan korporasi yang tersurat dan

tersirat yang mempengaruhi cara korporasi melakukan kegiatan usahanya.

Dalam kaitan ini, pertanggungjawaban dapat dibebankan korporasi apabila

berhasil ditemukan bahwa seseorang yang telah melakukan perbuatan

melanggar hukum memiliki dasar yang rasional untuk meyakini anggota

korporasi yang memiliki kewenangan telah memberikan kewenangan atau

mengizinkan dilakukannya tindak pidana tersebut.

Menurut The Corporate Culture Model, tidak perlu menemukan

orang yang bertanggungjawabkan perbuatan itu kepada korporasi.

Sebaliknya, pendekatan tersebut, menentukan bahwa korporasi sebagai

suatu keseluruhan adalah pihak yang harus juga bertanggungjawab karena

telah dilakukannya perbuatan yang melanggar hukum dan bukan orang

yang telah melakukan perbuatan itu saja yang harus bertanggung jawab.

Menurut ketentuan Pasal 12.3 (2) Australian Criminal Code Act 1995 di

atas, pertanggungjawaban pidana dapat dibebankan kepada korporasi

apabila dapat di buktikan bahwa :

a) Direksi korporasi dengan sengaja, atau mengetahui, atau dengan

sembrono telah melakukan tindak pidana yang dimaksud, atau secara

tegas, atau mengisyaratkan, atau secara tersirat telah memberi

wewenang atau mengizinkan dilakukannya tindak pidana tersebut; atau

b) Pejabat tinggi dari korporasi tersebut dengan sengaja, atau mengetahui,

atau dengan sembrono telah terlibat dalam tindak pidana yang di

maksud, atau secara tegas, atau mengisyaratkan, atau secara tersirat

telah memberi wewenang atau mengizinkan dilakukannya tindak

pidana tersebut; atau

c) Korporasi memiliki suatu budaya kerja yang mengarahkan,

mendorong, menolelir, atau mengakibatkan tiak di penuhinya

ketentuan peraturan perundang- undangan yang terkait; atau

Page 84: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

d) Korporasi tidak membuat (memiliki) dan memelihara suatu budaya

kerja yang mengharuskan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan

perundang- undangan.

7) Reactive Corporate Fault

Dalam tulisannya, Fisse dan Braithwaite mengemukakan bahwa

apabila actus reus dari suatu tindak pidana terbukti dilakukan oleh atau atas

nama korporasi, maka pengadilan, sepanjang telah dilengkapi dengan

kewenangan berdasarkan peraturan perundang- undangan untuk dapat

mengeluarkan perintah yang bersangkutan, dapat meminta kepada

perusahaan untuk :

a) Melakukan penyelidikan sendiri mengenai siapa yang bertanggung

jawab didalam organisasi perusahaan itu.

b) Untuk mengambil tindakan- tindakan disiplin terhadap mereka yang

bertanggung jawab.

c) Mengirimkan laporan yang merinci apa saja tindakan yang diambil

oleh perusahaan.

Menurut Fisse dan Braithwaite, apabila perusahaan (yang menjadi

terdakwa) memnuhi permintaan pengadilan dengan mengirimkan

laporan dan di dalam laporan itu dimuat apa saja langkah- langkah

yang telah diambil oleh perusahaan untuk mendisiplinkan mereka yang

bertanggung jawab, maka pertanggungjawaban pidana tidak akan

dibebankan kepada korporasi yang bersangkutan. Apabila tanggapan

dari perusahaan terhadap perintah pengadilan dianggap oleh

pengadilan tidak memadai, maka baik perusahaan maupun para

pemimpin puncak dari perusahaan itu akan dibebani

pertanggungjawaban pidana atas kelalaian atas kelalaian tidak

memenuhi pengadilan itu.

Reactive Liability Model dikomentari oleh para pakar

sebagai suatu pendekatan alternative yang radikal. Sekali suatu actus

Page 85: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

reus dari suatu tindak pidana dilakukan atas nama suatu perusahaan,

pengadilan dapat memerintah kepada perusahaan yang bersangkutan

untuk menyelidiki kejadian tersebut agar dapat menjatuhkan sanksi

kepada para pelaku yang bertanggung jawab dan untuk memastikan

kejadian itu tidak akan terulang kembali. Menurut teori ini, kesalahan

pidana dari suatu perusahaan akan muncul apabila, dan hanya apabila,

korporasi tidak bereaksi sebagaimana mestinya sesuai dengan perintah

pengadilan. Model Reactive Liability ini memusatkan perhatian pada

reaksi korporasi dalam hal suatu actus reus terjadi. Pendekatan ini

menempatkan kesalahan korporasi kepada kegagalan korporasi untuk

menyesuaikan kebijakan- kebijakannya, untuk melakukan tindakan

penertiban kedalam, dan untuk mengelola para pegawainya mengingat

kesalahan- kesalahan yang terjadi di masa lalu.

Keuntungan dari pendekatan reactive liability adalah

menghukum korporasi yang tidak bereaksi dengan sengaja ketika

korporasi ditarik untuk memberikan perhatian sebagaimana mestinya

terhadap kegiatan- kegiatan korporasi yang merugikan atau beresiko

tinggi. Di samping itu, pendekatan ini juga dapat memaksa korporasi

untuk meningkatkan kepatuhannya terhadap kebijakan- kebijakan yang

ada (The Law Reform Commission, 2003: 33).

Dalam hal menentukan pertanggungjawaban pidana harus

jelas telebih dahulu siapa yang dinyatakan sebagai pembuat (subjek)

dalam kenyataannya, memastikan siapa si pembuatnya tidak mudah.

Penetapan korporasi harus di ikuti pula dengan penentuan kapan suatu

korporasi dikatakan telah melakukan tindak pidana (kejahatan).

Tahap selanjutnya adalah penetapan sistem

pertanggungjawaban korporasi. Dalam hukum pidana terdapat asas

fundamental, yaitu asas “ geen straf zonder schuld” atau “ noela

poenasine culpa atau asas “ tiada pidana tanpa kesalahan.

Page 86: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

Masalah pertanggungjawaban korporasi dalam kaitannya

dengan perbuatan para pengurus, dikenal dengan dua teori yaitu teori

identifikasi dan teori imputasi. Teori identifikasi mendasarkan

pandangannya, bahwa tindakan orang- orang yang menggambarkan

atau mewakili korporasi adalah tanggung jawab korporasi, sebab

merekalah yang menentukan kebijakan korporasi. Sementara itu, teori

imputasi adalah pertanggungjawaban yang mewakili. Kesalahan para

pegawai korporasi merupakan orang- orang yang ada hubungan

korporasi, artinya perbuatan pegawai harus ada hubungan dengan dan

demi kepentingan korporasi.

8) Ajaran Gabungan

Menurut Sutan Remy, Pembebanan pertanggungjawaban

pidana kepada korporasi atas tindak pidana yang dilakukan oleh

seseorang adalah apabila dipenuhi semua unsur-unsur sebagai berikut

(Sutan Remy Sjahdeini, 2007: 118).

a) Tindak Pidana tersebut ( baik dalam bentuk commision maupun

omission) dilakukan atau diperintahkan oleh personel korporasi

yang didalam struktur organisasi korporasi memiliki posisi

sebagai directing mind dari korporasi.

b) Tindak pidana tersebut dilakukan dalam rangka maksud dan

tujuan korporasi.

c) Tindak Pidana dilakukan oleh pelaku atau atas perintah pemberi

perintah dalam rangka tugasnya dalam korporasi.

e) Tindak pidana tersebut dilakukan dengan maksud untuk

memberikan manfaat bagi korporasi.

f) Pelaku atau pemberi perintah tidak memiliki alasan pembenar

atau alasan pemaaf untuk dibebaskan dari pertanggungjawaban

pidana.

Page 87: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

g) Bagi tindak- tindak pidana yang mengharuskan adanya unsur

perbuatan (actus reus) dan unsur kesalahan (mens rea), kedua

unsur tersebut (actus reus dan mens rea) tidak harus terdapat

dalam satu orang saja.

3. Pertanggungjawaban PT. Bangun Putra Remaja Terhadap Korban

Kecelakaan Kapal Laut Teduh II

Dalam sistem pertanggungjawaban pidana mengenai Korporasi ini

Hakim menggunakan ajaran pertanggungjawaban Korporasi Vicarious

Liability, karena terdakwa telah terbukti melakukan perbuatan melawan

hukum yaitu sebagaimana telah didakwakan dengan Pasal 302 ayat (1),

ayat (3) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dengan

unsur- unsur sebagai berikut:

1) Nahkoda;

2) Melayarkan Kapalnya sedangkan yang bersangkutan mengetahui bahwa

kapal tersebut tidak laik laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117

ayat (2);

3) Mengakibatkan kematian seseorang dan kerugian harta benda.

Unsur Nahkoda

Bahwa sesuai ketentuan Pasal 1 angka 41 Undang- Undang Nomor 17

Tahun 2008 tentang Pelayaran, yang dimaksud dengan Nahkoda adalah

salah seorang dari awak kapal yang menjadi pimpinan tertinggi di kapal

dan mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan;

Page 88: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

Unsur Melayarkan Melayarkan Kapalnya sedangkan yang

bersangkutan mengetahui bahwa kapal tersebut tidak laik laut

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (2);

Bahwa dalam ketentuan Pasal 117 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2008 tentang Pelayaran, yang dimaksud dengan kelaiklautan kapal

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib di penuhi setiap kapal

sesuai dengan daerah Pelayarannya yang meliputi:

a) Keselamatan Kapal;

b) Pencegahan Pencemaran dari Kapal;

c) Pengawakan Kapal;

d) Garis muat Kapal dan permuatan;

e) Kesejahteraan Awak Kapal dan Kesehatan Penumpang;

f) Status hukum laut;

g) Manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal; dan

h) Manajemen keamanan Kapal.

Unsur Mengakibatkan kematian seseorang dan kerugian harta benda

Bahwa menurut Majelis Hakim, terdakwa telah terbukti terpenuhi

perbuatan terdakwa karena berdasarkan keterangan saksi-saksi

dihubungkan dengan Visum et Repertum ternyata akibat terbakarnya kapal

KMP Laut Teduh II mengakibatkan 29 orang meninggal dunia dan korban

luka-luka serta mengakibatkan kerugian harta benda berupa kendaraan

roda empat dan roda dua.

Dalam pertanggungjawaban Vicarius Liability, seseorang

dimungkinkan harus bertanggung jawab atas perbuatan orang lain. Apabila

teori ini diterapkan kepada korporasi, berati korporasi dimungkinkan harus

Page 89: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh para

pegawainya, kuasanya, mandatarisnya atau siapapun yang bertanggung

jawab kepada korporasi tersebut.

Pertanggungjawaban Vicarius Liability dapat di bebankan atas

seseorang karena dengan tegas Undang-Undang menentukan demikian.

Dalam kasus ini, Undang- Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang

Pelayaran telah menyatakan secara jelas yaitu terdapat dalam Pasal 249

yang menyatakan bahwa kecelakaan Kapal sebagaimana yang dimaksud

dalam Pasal 245 (berupa kapal tenggelam, terbakar, tubrukan, dan kandas )

merupakan tanggung jawab Nahkoda kecuali dapat dibuktikan lain. Selain

tedapat dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang pelayaran

yang menyangkut tanggung jawab seorang Nahkoda, juga terdapat dalam

struktur Organisasi dari PT. Bangun Putra Remaja yang menyatakan

bahwa tanggung jawab seorang Nahkoda yaitu untuk menjamin

keselamatan jiwa manusia di atas Kapal.

Dengan dipidananya Nahkoda terebut sudah mewakili Perusahaan

itu sendiri, selain dipidananya Nahkoda adapun sanksi administratif bagi

Perusahaan Pelayaran ini dengan di berikannya sebuah peringatan oleh

Mahkamah Pelayaran. Dimana Mahkamah Pelayaran memiliki fungsi

untuk melaksanakan pemeriksaan lanjutan atas kecelakaan kapal dan

menegakkan kode etik profesi dan kompetensi Nahkoda dan/ atau Perwira

setelah dilakukan pemeriksaan pendahuluan oleh Syahbandar.

Dalam putusan perkara ini hakim menjatuhkan pidana kepada

Nahkoda sebagai terdakwa, yaitu dengan di jatuhi hukuman penjara

selama 4 (empat) tahun dan denda sebanyak Rp.100.000.000 (seratus juta

rupiah).

PT. Bangun Putra Remaja pun telah berupaya penuh terhadap

korban kecelakaan tersebut, yaitu dengan memberikan santunan atau

bantuan, dengan rincian sebagai berikut :

Page 90: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

1) Korban Selamat, dengan bantuan sebagai berikut:

a) Cek Kesehatan di Rumah Sakit Krakatau Medika;

b) Pulang dengan biaya Perusahaan sampai tempat tujuan ( melalui jalur

Darat, Laut, maupun Udara);

c) Diberikan makan/ minum selama dalam penanganan;

2) Korban Rawat Inap, dengan rincian sebagai berikut:

a) Biaya perawatan di tanggung oleh pihak Asuransi;

b) Perusahaan memberi makan bagi keluarga pasien yang menunggu;

c) Perusahaan memberikan biaya transportasi untuk pulang ke tempat

tujuan, apabila pasien di ijinkan pulang.

3) Korban Meninggal Dunia, dengan rincian sebagai berikut :

a) Mendapat santunan dari Asuransi Jasa Raharja;

b) Diberikan uang duka oleh pihak perusahaaan/ Uang Pemakaman;

c) Diberikan biaya Transportasi Ambulance antar jenasah samapai

tempat tujuan oleh Perusahaan;

d) Memberikan makanan/minuman kepada keluarga yang mengurus

jenasah oleh perusahaan.

4) Kendaraan dan muatan, dengan rincian sebagai berikut:

a) Diberikan ganti rugi oleh pihak Asuransi Jasa Raharja;

b) Perusahaan membantu kelengkapan persyaratan administrasinya.

Page 91: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

B. Pembahasan

1. Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Hukum Pidana

Badan hukum adalah subyek hukum. Subyek hukum menurut

Sudikno Mertokusumo adalah segala sesuatu yang dapat memperoleh hak

dan kewajiban dari hukum. Yang dapat memperoleh hak dan kewajiban

dari hukum hanyalah manusia. Jadi manusia diakui oleh hukum diakui

sebagai penyandang hak dan kewajiban, sebagai subyek hukum atau

sebagai orang. Bahkan janin masih ada dalam kandungan seorang wanita

dalam berbagai tatanan hukum modern, sudah dipandang sebagai subyek

hukum sepanjang kepentingannya memerlukan pengakuan dan

perlindungan hukum.

Kedudukan sebagai badan hukum itu di tetapkan oleh Perundang-

Undangan, kebiasaan atau yurisprudensi. Pada beberapa badan atau

perkumpulan (dalam arti luas) tegas-tegas oleh undang-undang dinyatakan

sebagai badan hukum. Hal ini kita lihat dari dalam perkumpulan koperasi,

bahwa koperasi memperoleh status badan hukum setelah disahkan oleh

pemerintah (Pasal 9 Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992). Lebih tegas

lagi adalah Perseroan Terbatas di Negeri Belanda, dalam Pasal 37 W.v.k

(Ned). Pada perseroan terbatas dalam KUHD (Kitab Undang-Undang

Hukum Dagang) Indonesia penegasan itu tidak terdapat, tetapi ini tidak

berarti bahwa perseroan terbatas itu bukan badan hukum.

Pada badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan yang tidak

dengan tegas – tegas dinyatakan sebagai badan hukum, penetapan

kedudukan badan hukum itu ditentukan dengan jalan melihat hukum-

hukum yang mengatur tentang badan-badan atau perkumpulan-

perkumpulan itu. Dalam kenyataan masyarakat yang dewasa ini, bukan

hanya manusia saja yang diakui sebagai subyek hukum. Untuk memenuhi

kebutuhan manusia itu sendiri, sekarang dalam hukum juga diberikan

Page 92: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

pengakuan sebagai subyek hukum pada yang bukan manusia. Subyek

hukum yang bukan manusi itu disebut sebagai badan hukum.

Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di indonesia saat ini, tidak

dikenal dalam Hukum Pidana atau tidak terdapat dalam KUHP. Hal ini di

sebabakan karena KUHP masih mempergunakan subjek tindak pidananya

adalah orang dalam konotasi biologis yang dialami, sebab para penyusun

KUHP menerima asas societas universitas delinquere non protest (badan

hukum tidak dapat melakukan tindak pidana).

Menurut Enschede, ketentuan universitas delinquere non protest

adalah contoh yang khas dar pemikiran dogmatis dari Abad XIX, dimana

kesalahan menurut hukum pidana selalu disyaratkan dan sesungguhnya

hanya kesalahan dari manusia sehingga erat kaitannya dengan sifat

individualisasi KUHP.

Beberapa Undang-Undang yang mengatur mengenai subjek tindak

pidana Koporasi, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang

Psikotropika Pasal 1 angka 13, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997

tentang Narkotika Pasal 1 angka 19, Undang-Undang Nomor 31 Tahun

1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Pasal 1 angka 1 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 15 Tahun

2002 jo. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 Pasal 1 angka 2 tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang yang pada intinya mengatakan:

“Korporasi adalah kumpulan orang/ dan atau kekayaan yang

terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan

hukum.”

Dalam ketentuan Pasal 51 Sr, memuat isi sebagai berikut :

1) Tindak Pidana dapat dilakukan baik oleh perorangan maupun

oleh korporasi;

2) Jika suatu tindak pidana dilakukan oleh korporasi, penuntutan

pidana dapat dijalankan dan sanksi pidana maupun tindakan

(maatregelen) yang disediakan dalam perundang-undangan

Page 93: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

sepanjang berkenaan dengan korporasi dapat dijatuhkan. Dalam

hal ini pengenaan sanksi dapat dilakukan terhadap :

a) Korporasi sendiri atau;

b) Mereka yang secara faktual memberikan perintah untuk

melakukan tindak pidana yang dimaksud, termasuk

mereka yang secara faktual memimpin pelaksanaan

tindak pidana dimaksud;

c) Korporasi atau mereka yang mereka di sebut dalam huruf

(b) bersama-sama secara tanggung renteng.

3) Berkenaan dengan penerapan butir-butir sebelumnya, yang

disamakan dengan korporasi: persekutuan bukan badan hukum,

maatschap (persekutuan perdata), rederij (perusahaan perkapalan)

dan doelvermogen (harta kekayaan yang dipisahkan demi

pencapaian tujuan tertentu; social fund atau yayasan).

Korporasi sebagai subjek hukum pidana mengalami

pekembangan beberapa tahap, antara lain :

1) Tahap Pertama

Dalam tahap ini, usaha-usaha agar sifat delik yang

dilakukan korporasi dibatasi pada perorangan. Apabila suatu

tindak pidana terjadi dalam lingkungan korporasi maka tindak

pidana tersebut dianggap telah dilakukan oleh pengurus

korporasi. Tahap ini merupakan dasar bagi Pasal 59 KUHP yang

berisi:

“Dalam hal-hal dimana karena pelanggaran ditentukan

pidana terhadap pengurus, anggota badan pengurus, atau

komisaris, maka pengurus, anggota badan pengurus, atau

komisaris yang ternyata tidak ikut campur melakukan

pelanggaran tindak pidana.”

Dalam Pasal 59 KUHP memuat alasan penghapusan

pidana. Kesulitan yang timbul dengan pasal 59 KUHP ini adalah

sehubungan dengan ketentuan-ketentuan dalam hukum pidana

yang menimbulkan kewajiban bagi seorang pemilik atau seorang

pengusaha. Jika pemilik atu pengusahanya adalah korporasi,

Page 94: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

maka bagaimana memutuskan tentang pertanggungjawabannya.

Kesulitan ini dapat diatasi dengan Tahap kedua.

2) Tahap Kedua

Dalam tahap ini korporasi dapat sebagai pembuat delik,

akan tetapi yang dipertanggungjawabkan adalah apara anggota

pengurus, asal saja dengan tegas dinyatakan demikian dalam

peraturan itu. Dalam tahap ini pertanggungjawaban pidana

korporasi secara langsung masih belum muncul. Contoh

peraturan perundang-undangan dalam tahap ini:

a) Undang-Undang Nomor 12/Drt/1951, LN. 1951-78 tentang

Senjata Api. Dalam Pasal 4 ayat (1) berbunyi, “Bilamana

sesuatu perbuatan yang dapat dihukum menurut undang-

undang ini dilakukan oleh atau atas kekuasaan suatu badan

hukum, maka penuntutan dapat dilakukan dan hukuman

dapat dijatuhkan kepada pengurus atau kepada wakilnya

setempat”.

Serta pada ayat (2) berbunyi, “ ketentuan pada ayat (1)

dimuka berlaku juga terhadap badan-badan hukum, yang

bertindak selaku pengurus atau wakil dari suatu badan

hukum lain”.

b) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992

Jo Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan dalam Pasal 6 ayat (2) berbbunyi:

dalam kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk perseroan

terbatas, perserikatan, yayasan atau koperasi, maka

penuntutan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik

terhadap mereka yang memberi perintah melakukan

Page 95: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pemimpin dalam

perbuatan itu atau terhadap kedua-keduanya.

3) Tahap Ketiga

Dalam tahap ini dibuka kemungkinan adanya menuntut

korporasi dan meminta pertanggungjawabannya menurut hukum

pidana. Ini didasarkan dengan alasan bahwa dengan hanya

memidana para pengurus saja belum ada jaminan bahwa

korporasi tidak akan mengulangi delik tersebut. Dengan

memidana korporasi dengan jenis dan beratnya yang sesuai

dengan sifat korporasi itu, diharapkan dapat di paksa korporasi

untuk menaati peraturan yang bersangkutan.

Peraturan perundang-undangan yang menempatkan korporasi

sebagai subyek tindak Pidana dan secara langsung dapat

dipertanggungjawabkan secara pidana adalah Undang-Undang

Darurat Nomor 7 Tahun 1955 tentang Pengusustan, Penuntutan

Dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi, yang lebih dikenal

dengan nama Undang-Undang Tindak Pidana Ekonomi. Dalam

Pasal 15 ayat (1) berbunyi;

“Jika suatu tindak pidana ekonomi dilakukan oleh atau atas nama

suatu badan hukum, perseroan, suatu perserikatan orang atau

yayasan, maka tuntutan pidana dilakukan dan hukuman pidana

serta tindakan tata tertib dijatuhkan, baik terhadap badan hukum

perseroan, perserikatan atau yayasan itu, baik terhadap mereka

yang memeri perintah melakukan tindak pidana ekonomi itu atau

bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan atau kelalaian itu

maupun terhadap kedua-duanya”.

Dari pernyataan di atas dapat diambil suatu kesimpulan yang

dapat melakukan mapun yang dapat dipertanggungjawabkan

adalah orang dan/ atau perserikatan atau korporasi itu sendiri.

Dalam tahap ketiga ini, peraturan perundang-undangan khusus

diluar KUHP.

Page 96: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

Tahap –tahap perkembangan korporasi sebagai subyek hukum

pidana di Indonesia ternyata mengikuti perkembangan yang terjadi di

Negeri Belanda. Pada tahap pertama di dalam KUHP Belanda, pasal 51

sebelum diadakan perubahan ketentuan tersebut, ternyata rumusannya sama

dengan ketentuan Pasal 59 KUHP Indonesia. Hal tersebut karena pengaruh

yang kuat dari asas Universitas delinquere non potest, yang menekankan

sifat delik yang dapat dilakukan korporasi terbatas pada perorangan.

Pada tahap kedua baik di Negeri Belanda maupun di Indonesia,

sudah dikenal pertanggungjawaban pidana korporasi atau korporasi sebagai

subyek tindak pidana sudah dikenal. Akan tetapi pertanggungjawaban

pidana secara langsung belum muncul, sehingga dalam tahap ini yangd

dapat dipertanggungjawabkan secara pidana adalah korporasi.

Tahap ketiga, ternyata di Negeri Belanda maupun di Indonesia,

sudah dikenal pertanggungjawaban pidana korporasi atau korporasi sebagai

subyek tindak pidana sudah dikenal. Di Negeri Belanda perkembangan

pertanggungjawaban pidana secara langsung pada awalnya terdapat dalam

perundang-undangan khusus diluar W.v.S seprti yang terdapat dalam pasal

15 Wet op de Economsche Delicten tahun 1950, Pasal 2 Rijksbelasting

Wet, tahun 1959. Perkembangan tersebut juga di ikuti di Indonesia Pasal 15

Undang-undang Darurat Nomor 7 Tahun 1955 tentang Tindak Pidana

Ekonomi. Namun di Belanda lebih maju yaitu menempatkan korporasi

korporasi sebagai subyek tindak pidana secara umum dengan memuatnya

dalam W.v.S- nya pada tahun 1976. Sedangkan di Indonesia

pertanggungjawaban pidana korporasi secara umum belum dikenal dan

hanya terdapat dan berlaku terhadap beberapa peraturan perundang-

undangan khusus di luar KUHP.

Berikut ini formulasi beberapa perundang-undangan tentang

korporasi sebagai pelaku tindak pidana.

Page 97: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

Pasal 11 Undang-Undang Darurat Nomor 17 Tahun 1951

tentang penimbunan barang-barang berbunyi sebagai berikut:

1) Bilamana suatu eprbuatan yang boleh dihukum

berdasarkan undang-undang ini, dilakukan oleh suatu

badan hukum, maka tuntutan itu dilakukan dan hukuman

dijatuhkan terhadap badan-badan hukum itu atau terhadap

orang-orang termaksud dalam ayat (2) pasal ini, atau

terhadap kedua-duanya.

2) Suatu perbuatan yang dapat dihukum berdasarkan undang-

undang ini dilakukan oleh suatu badan hukum, jika

dilakukan oleh seorang atau lebih yang dapat dianggap

bertindak masing-masing atau bersama-sama melakukan

atas nama badan hukum itu.

Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1965

tentang Tindak Pidana Ekonomi yang berbunyi :

“jika suatu tindak pidana ekonomi dilakukan oleh atau atas nama

suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan, orang

yang lainnya, atau yayasan, maka tuntutan pidana dilakukan dan

hukuman pidana serta tindakan tata tertib di jatuhkan, baik

terhadap mereka yang meberi perintah melakukan tindak pidana

ekonomi itu atau yang bertindak sebagai pemimpin dalam

perbuatan atau kelalaian itu, maupun terhadap kedua-duanya.

Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 PNPS Tahun 1963

tentang Tindak Pidana Subversi (undang-undang ini telah dicabut dengan

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 1999 tanggal 19 Mei 1999) berbunyi :

“ jika duatu tindak pidana subversi dilakukan oleh atau atas nama

suatu badan hukum, perseroan, perserikatan orang, yayasan, atau

organisasi lainnya, maka tindakan peradilan dilakukan, baik

terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan orang, yayasan

atau organisasi lainnya itu, baik terhadap mereka yang member

perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau yang

bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan itu, maupun

terhadap kedua-duanya”.

Pasal 49 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang

Penyimpanan Narkotika berbunyi:

“ Jika suatu tindak pidana mengenai Narkotika dilakukan oleh atau

atas nama suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu

Page 98: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

perserikatan, orang yang lainnya atau suatu yayasan, maka

tuntutan pidana dilakukan dan hukuman pidana serta tindakan

tata tertib dijatuhkan, baik terhadap badan hukum, perseroan,

perserikatan atau yayasan itu, maupun terhadap mereka yang

memberi perintah melakukan tindak pidana Narkotika itu atau

yang bertindak sebagai pemimpin atau penanggung jawab dalam

perbuatan atau kelalaian itu, ataupun terhadap kedua-duanya.

Pasal 45 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan memberikan formulasi sebagai

berikut :

“ jika suatu tindak pidana dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh

atau atas nama suatu badan hukum, perseroan, perserikatan,

yayasan, atau organisasi lain ancaman pidana denda diperberat

dengan sepertiganya.

Sementara Pasal 46 ayat (1) undang-undang tersebut menentukan

:

“ jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini

dilakukan oleh atau atas nama badan hukum, perseroan,

perserikatan, yayasan, atau organisasi lain maka tuntutan pidana

dilakukan dan sanksi pidana serta tata tertib sebagimana

dimkasud dalam Pasal 47 dijatuhkan baik terhadap badan hukum,

perseroan, perserikatan, yayasan, atau organisasi lain tersebut

maupun terhadap mereka yang member perintah untuk

melakukan tindak pidana tersebut atau yang bertindak sebagai

pemimpin dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2001 mengadopsi pemikiran tersebut dalam Pasal 2001

mengadopsi pemikiran tersebut dalam Pasal 20 ayat (1), yang berbunyi :

“Dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama

suatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan piadana dapat

dilakukan terhadap korporasi dan atau pengurusnya”.

Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana

Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 25 Tahun 2003 khususnya Pasal 4 ayat (1) , yang berisi:

Page 99: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

“ Apabila tindak pidana dilakukan oleh pengurus dan / atau

kuasa pengurus atas nama korporasi, maka penjatuhan pidana

dilakukan baik terhadap pengurus dan / atau kuasa pengurus

maupun terhadap korporasi”.

Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran

khususnya Pasal 333 ayat (2) dan Pasal 335, yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 333 ayat (2)

"Dalam hal tindak Pidana dilakukan oleh suatu korporasi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka penyidikan,

penuntutan, dan pemidanaan dilakukan terhadap korporasi

dan/atau pengurusnya".

Pasal 335

"Dalam hal tindak pidana dibidang pelayaran dilakukan oleh

suatu korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap

pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi

berupa pidana denda dengan pemeberatan 3 (tiga) kali dari

pidana denda yang ditentukan dalam Bab ini".

2. Pertanggungjawaban PT. Bangun Putra Remaja terhadap Korban

Kecelakaan Kapal Laut Teduh II

Dalam hukum pidana di kenal beberapa ajaran mengenai

pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi, diantaranya strict liability,

Vicarius liability, Doctrine of Delegation, Doctrine of Identification,

Doctrine of Aggregation, The Corporate Culture Model, Reactive

Corporate Fault, dan Ajaran Gabungan. Korporasi dapat di mintai

pertanggungjawaban pidana apabila dalam menjalankan tugasnya korporasi

memberikan dampak negative terhadap kepentingan umum/ masyarakat.

Pasal 333 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang

Pelayaran menyebutkan bahwa :

(1) Tindak pidana di bidang Pelayaran dianggap dilakukan oleh korporasi

apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang yang bertindak

Page 100: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

untuk dan/ atau atas nama korporasi atau untuk kepentingan korporasi,

baik berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain, bertindak

dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-

sama.

(2) Dalam hal tindak pidana di bidang Pelayaran dilakukan oleh suatu

korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka penyidikan,

penuntutan, dan pemidanaan dilakukan terhadap korporasi dan/ atau

pengurusnya.

Menurut Suprapto korporasi dapat mempunyai kesalahan, badan-

badan bisa di dapat kesalahan, bila kesengajaan atau kelalaian terdapat pada

orang-orang yang menjadi alat-alatnya. Dapatlah kiranya kesalahan itu

disebut kesalahan kolektif, yang dapat dibebankan kepada pengurusnya.

Kasus Posisi terbakarnya KMP Laut Teduh II

1) Bahwa pada hari jumat tanggal 28 Januari 2011 sekitar pukul

04.10 Wib telah terjadi kebakaran di Kapal KMP Laut Teduh II

disekitar pulau Tempurung Merak Kota Cilegon.

2) KMP Laut Teduh II berlayar dari Merak menuju Bakauheni

dengan jumlah penumpang tiket 35 orang, mobil 97 unit yang

terdiri dari sepeda motor, mobil penumpang, bus dan truk.

3) Kurang dari 30 menit kapal KMP Laut Teduh II berangkat dari

Merak sekitar pulau Tempurung terjadi kebakaran, kebakaran

tersebut berasal dari bus HD Transport yang berada di card

deck kapal.

4) Bahwa pada saat terjadi kebakaran Nahkoda selaku Terdakwa

tidak mengetahui adanya bus yag terbakar karena terdakwa

tetap berada di anjungan pada saat kejadian.

5) Terdakwa mendengar peristiwa kebakaran di caard deck dari

radio crew dan setelah mendengar dari radio crew tersebut

terdakwa langsung meminta bantuan kepada seluruh kapal-

kapal yang berlayar sekitar KMP Laut Teduh II.

Page 101: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

6) Bahwa pada saat terjadi kebakaran terdakwa menyelamatkan

penumpang terlebih dahulu baru menyelamatkan diri,

7) Nahkoda yang bertanggung jawab atas keselamatan

penumpang dan sekaligus sebagai pemimpin tertinggi diatas

kapal;

8) Terdakwa mengetahui alat standart keselamatan yang tidak

berfungsi dan tidak pernah melaporkan adanya alat standart

keselamatan yang tidak berfungsi

9) Penyelamatan penumpang dapat dilakukan secara manual

dengan cara mengumpulkan penumpang di suatu area, namun

terdakwa tidak melakukan pengumpulan penumpang ke suatu

area untuk diselamatkan sesuai dengan surat plinker system;

10) Terdakwa mengetahui bahwa plinker system, smoke detector,

life craft, dan alarm darurat kebakaran tidak berfungsi di dalam

kapal;

11) Atas perbuatan terdakwa telah menyebabkan adanya korban

baik yang luka-luka maupun yang meninggal dunia kurang

lebih 29 orang serta mengakibatkan kerugian harta benda

berupa kendaraan roda empat dan kendaraan roda dua.

Berdasarkan kasus posisi di atas, hakim dalam menjatuhkan

putusan mengenai kasus terbakarnya Kapal Laut Teduh II yang

mengakibatkan banyak korban ini menggunakan ajaran Vicarius Liability

yaitu dengan menjatuhkan pidana terhadap Nahkoda.

Vicarious Liability ini berlaku hanya terhadap jenis tindak pidana

tertentu, menurut hukum pidana Inggris, vicarious liability hanya berlaku

terhadap :

a) Delik-delik yang mensyaratkan kualitas

b) Delik-delik yang mensyaratkan adanya hubungan antara buruh

dan majikan

Page 102: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

Pertanggungjawaban vicarious Liability dapat dibebankan atas

seseorang karena dengan tegas suatu undang-undang menentukan

demikian, dalam kasus ini terkait Pasal 249 yang menyatakan bahwa “

kecelakaan kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245 merupakan

tanggung jawab Nahkoda kecuali dapat dibuktikan lain”.

Nahkoda disini melakukan perbuatan melawan hukum yang

tertuang dalam Pasal 302 ayat (1) dan (3) Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2008 tentang Pelayaran. Kesalahan Nahkoda di sini berupa

kealpaan atau kelalaian. Pasal 302 ayat (1) dan (3) menyatakan bahwa

Nahkoda yang melayarkan kapalnya sedangkan yang bersangkutan

mengetahui bahwa kapal tersebut tidak laik laut sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 117 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3

tahun atau denda paling banyak Rp.400.000.000 (empat ratus juta rupiah).

ayat 3 berisi "jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

mengakibatkan kematian seseorang dan kerugian harta benda dipidana

dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling

banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

Page 103: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

BAB IV

PENUTUP

A. SIMPULAN

1. Pengaturan mengenai pertanggungjawaban pidana yang dilakukan oleh

korporasi dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia sebenarnya

sudah diatur. Koporasi di akui sebagai subyek hukum terdapat dalam berbagai

peraturan perundang-undangan antara lain Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1997 tentang Psikotropika Pasal 1 angka 13, Undang-Undang Nomor 22

Tahun 1997 tentang Narkotika Pasal 1 angka 19, Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Pasal 1 angka 1

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 15

Tahun 2002 jo. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 Pasal 1 angka 2

tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Dalam perkembangannya Korporasi tidak hanya bergerak di bidang kegiatan

ekonomi saja, akan tetapi sekarang ini sudah mulai meluas mencakup bidang

pendidikan, kesehatan riset, pemerintahan, sosial, budaya dan agama.

Hukum Pidana juga mengenal berbagai macam ajaran pertanggungjawaban

Pidana Korporasi diantaranya yaitu strict liability, Vicarius liability, Doctrine

of Delegation, Doctrine of Identification, Doctrine of Aggregation, The

Corporate Culture Model, Reactive Corporate Fault, dan Ajaran Gabungan.

2. Bentuk Pertanggungjawaban PT. Bangun Putra Remaja terhadap korbannya

yaitu dengan di pidananya seorang Nahkoda, dimana Nahkoda tersebut telah

melakukan perbutan melawan hukum yaitu tercantum dalam pasal Pasal 302

ayat (1) dan (3).

Dalam Pasal 333 Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran

menyebutkan bahwa:

(1) Tindak pidana di bidang Pelayaran dianggap dilakukan oleh korporasi

apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang yang bertindak

untuk dan/ atau atas nama korporasi atau untuk kepentingan

korporasi, baik berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain,

bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun

bersama-sama.

Page 104: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

(2) Dalam hal tindak pidana di bidang Pelayaran dilakukan oleh suatu

korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka penyidikan,

penuntutan, dan pemidanaan dilakukan terhadap korporasi dan/ atau

pengurusnya.

Dalam hal ini Nahkoda dapat dimintai pertanggungjawabannya secara

pidana. Dengan dijatuhkannya pidana terhadap Nahkoda, dianggap telah

mewakili perusahaan PT. Bangun Putra Remaja, karena Nahkoda disini bertindak

untuk dan atas nama korporasi tersebut.

B. SARAN

Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan yang telah penulis uraikan,

maka penulis memiliki beberapa saran yang mungkin dapat menjadi masukan

dan pertimbangan yang bermanfaat. Saran yang hendak penulis sampaikan

adalah sebagai berikut:

1. Sebaiknya dalam menentukan pertanggungjawaban pidana mengenai

korporasi ini harus teliti, karena sangat sulit untuk menentukan

korporasi sebagai subyek hukum.

2. Tidak hanya manusia sebagai subyek hukum saja yang dapat

dipertanggungjawabkan secara pidana, tetapi juga badan hukum pun

dapat dipertanggungjawabkan secara pidana. Sanksi yang dapat

dijatuhkan pada badan hukum diantaranya dapat berupa pidana denda,

pidana tambahan berupa pengumuman putusan pengadilan, pidana

tambahan berupa penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan,

tindakan administrative berupa pencabutan seluruhnya atau sebagian

fasilitas tertentu yang telah atau dapat diperoleh perusahaan dan

tindakan tata tertib berupa penempatan perusahaandi bawah

pengampuan yang berwajib.

Dengan demikian penjatuhan hukuman terhadap Nahkoda dengan

Pidana penjara selama 4 tahun dan denda sebanyak 100.000.000 (

seratus juta rupiah ) dalam kasus terbakarnya Kapal Laut Teduh II ini

sudahlah tepat.

Page 105: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Moeljatno.2010. Asas- Asas Hukum Pidana. Jakarta: Bina Aksara.

HB. Sutopo 1999. Pengantar Metodologi Penelitian Kualitatif Bagian 11.

Surakarta :UNS Press.

Lexy J. Moelong. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad. 2010. Dualisme Penelitian

Hukum Normatif dan Empiris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Soerjono Soekanto. 2010. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Universitas

Indonesia.

Winarno Budyatmojo. 2009. Hukum Pidana Kodifikasi. Solo: UNS Press.

Jan Remmelink. 2003. Hukum Pidana. Jakarta.: PT Gramedia Pustaka Utama.

Mahrus Ali. 2008. Kejahatan Korporasi. Yogyakarta: Arti Bumi Intaran.

Muladi dan Dwija Priyatna. 2009. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi.

Bandung : Kencana.

Sutan Remy Sjahdeini. 2006. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi. Jakarta:

Grafiti Pers.

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja. 2003. Perseroan Terbatas. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

AbdulKadir Muhammad. 2010. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: PT Citra

Aditya Bakti.

Page 106: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Pertang...terbakarnya kapal motor penumpang laut teduh ii”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

Supanto.2010. Kejahatan Ekonomi Global dan Kebijakan Hukum Pidana.

Bandung: Alumni.

Perundang- undangan

Kitab Undang- Undang Hukum Pidana

Undang- undang Nomor 17 Tahun 2008, Tentang Pelayaran

Rancangan Undang- undang tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana Tahun

1999-2000.

Rancangan Undang- undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Tahun 2004.

Jurnal

Winarno Budyatmojo. 2008. “ Korporasi Dalam Kejahatan Ekonomi Di Era

Globalisasi”. Tahun XVIII No. 74.

Voon, Mung-Ling, Sze-Ling Voon, and Chin-Hong Puah. 2008. An Empirical

Analysis of Determinants of Corporate Crime in Malaysia. International

Applied Economics and management Letters. Vol. 1 No. 1, pp 13-17.

Angira Singhvi. 2006. Corporate Crime and Sentencing in India: Required

Amendments in Law. International Journal of Criminal Justice Sciences.

Vol 1.

Internet

http://waterforgeo.blogspot.com/2011/01/fungsi-dan-manfaat-transportasi.html

(diakses tanggal 19-03-2012 jam 12.50).

http://alyaspikal.blogspot.com/2010/03/transportasi-laut.html

(diakses tgl 19-03-2012 jam 16.33)