20
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 15 No. 1 Juli 2014: 71-90 p-ISSN 1411-5212; e-ISSN 2406-9280 71 Determinan Konvergensi Pendapatan di Provinsi Sumatra Selatan Determinant of Income Convergence in South Sumatra Province Rahma Nurhamidah a, , Atik Mar’atis Suhartini a, a Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, Badan Pusat Statistik Abstract Discrepancy of income between regions in South Sumatera province which tend to increase indica- ting high inequality. This study aims to analyze income convergence year 2006–2012 with sigma convergence and beta conditional convergence. The result with FD GMM show the existence in- come convergence and require 22 years to decrease half inequality by involving human capital and physic capital, that show slow process the convergence. Long road with small contribution to GDP per capita, causing slow income convergence. Hence, human capital and physic capital that existing especially long road should be optimized to accelerate income convergence between regions in South Sumatra province. Keywords: Conditional Beta Convergence; Human Capital; Physical Capital Abstrak Kesenjangan pendapatan antar-kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) yang cen- derung besar menunjukkan tingginya ketimpangan yang terjadi. Studi ini bertujuan menganalisis konvergensi pendapatan dengan sigma convergence dan beta conditional convergence di Provinsi Sumsel pada tahun 2006–2012. Hasil analisis dengan menggunakan First Difference General Method of Moment (FD GMM) menunjukkan terjadinya konvergensi pendapatan dan diperlukan 22 tahun untuk mengurangi setengah ketimpangan yang terjadi dengan melibatkan modal manusia dan modal fisik, yang menunjukkan lambatnya proses konvergensi tersebut di Provinsi Sumsel. Hal ini disebabkan oleh panjang jalan yang memberikan kontribusi kecil terhadap PDRB per kapita. Oleh karena itu, modal manusia dan modal fisik khususnya panjang jalan perlu dioptimalkan untuk mempercepat terjadinya konvergensi pendapatan antar-kabupaten/kota di Provinsi Sumsel. Kata kunci: Conditional Beta Convergence ; Modal Manusia; Modal Fisik JEL classifications: R10; R11 Pendahuluan Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dengan tujuan mening- Alamat Korespondensi: Seksi Statistik Distribusi BPS Kota Pangkalpinang. Jl. Yos Sudarso, Kepulauan Bangka Belitung. Telp. (62-717) 422825, Faks. (62-717) 422825. E-mail : [email protected]. Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS), Jln. Otista No. 64 C, Jakarta Timur. E-mail : [email protected]. katkan kesejahteraan masyarakat dan menge- jar ketertinggalan dari daerah yang sudah ma- ju, sehingga tercapai keselarasan antarwilayah di mana kesenjangan akan berkurang (Saldan- ha dalam Sodik, 2006). Oleh karena itu, setiap daerah dituntut untuk bisa melakukan pem- bangunan dengan baik untuk mencapai per- tumbuhan ekonomi daerah yang tinggi diser- tai pemerataan distribusi pendapatan sehing- ga dapat mengurangi ketimpangan pendapatan JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Determinan Konvergensi Pendapatan di Provinsi Sumatra

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan IndonesiaVol. 15 No. 1 Juli 2014: 71-90

p-ISSN 1411-5212; e-ISSN 2406-9280 71

Determinan Konvergensi Pendapatan di Provinsi Sumatra SelatanDeterminant of Income Convergence in South Sumatra Province

Rahma Nurhamidaha,�, Atik Mar’atis Suhartinia,��

aSekolah Tinggi Ilmu Statistik, Badan Pusat Statistik

Abstract

Discrepancy of income between regions in South Sumatera province which tend to increase indica-ting high inequality. This study aims to analyze income convergence year 2006–2012 with sigmaconvergence and beta conditional convergence. The result with FD GMM show the existence in-come convergence and require 22 years to decrease half inequality by involving human capital andphysic capital, that show slow process the convergence. Long road with small contribution to GDPper capita, causing slow income convergence. Hence, human capital and physic capital that existingespecially long road should be optimized to accelerate income convergence between regions in SouthSumatra province.Keywords: Conditional Beta Convergence; Human Capital; Physical Capital

Abstrak

Kesenjangan pendapatan antar-kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) yang cen-derung besar menunjukkan tingginya ketimpangan yang terjadi. Studi ini bertujuan menganalisiskonvergensi pendapatan dengan sigma convergence dan beta conditional convergence di ProvinsiSumsel pada tahun 2006–2012. Hasil analisis dengan menggunakan First Difference GeneralMethod of Moment (FD GMM) menunjukkan terjadinya konvergensi pendapatan dan diperlukan22 tahun untuk mengurangi setengah ketimpangan yang terjadi dengan melibatkan modalmanusia dan modal fisik, yang menunjukkan lambatnya proses konvergensi tersebut di ProvinsiSumsel. Hal ini disebabkan oleh panjang jalan yang memberikan kontribusi kecil terhadap PDRBper kapita. Oleh karena itu, modal manusia dan modal fisik khususnya panjang jalan perludioptimalkan untuk mempercepat terjadinya konvergensi pendapatan antar-kabupaten/kota diProvinsi Sumsel.Kata kunci: Conditional Beta Convergence; Modal Manusia; Modal Fisik

JEL classifications: R10; R11

Pendahuluan

Pembangunan daerah merupakan bagian daripembangunan nasional dengan tujuan mening-

�Alamat Korespondensi: Seksi Statistik DistribusiBPS Kota Pangkalpinang. Jl. Yos Sudarso, KepulauanBangka Belitung. Telp. (62-717) 422825, Faks. (62-717)422825. E-mail : [email protected].��Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS), Jln. Otista

No. 64 C, Jakarta Timur. E-mail : [email protected].

katkan kesejahteraan masyarakat dan menge-jar ketertinggalan dari daerah yang sudah ma-ju, sehingga tercapai keselarasan antarwilayahdi mana kesenjangan akan berkurang (Saldan-ha dalam Sodik, 2006). Oleh karena itu, setiapdaerah dituntut untuk bisa melakukan pem-bangunan dengan baik untuk mencapai per-tumbuhan ekonomi daerah yang tinggi diser-tai pemerataan distribusi pendapatan sehing-ga dapat mengurangi ketimpangan pendapatan

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Determinan Konvergensi Pendapatan...72

antar-daerah dan meningkatkan kesejahteraanmasyarakatnya.

Provinsi Sumatra Selatan (Sumsel) sebagaipusat pertumbuhan di kawasan Sumatra Bagi-an Selatan (Sumbagsel) (Sari, 2008) yang me-liputi Provinsi Sumsel, Jambi, Bengkulu, Lam-pung, dan Kepulauan Bangka Belitung, meru-pakan wilayah yang strategis dengan letaknyaantara Ibu Kota Jakarta dan kawasan perda-gangan internasional Association of SoutheastAsian Nations (ASEAN) (Atmajaya, 2014).Selain itu, Sumsel termasuk salah satu provin-si yang kaya akan sumber daya alam (SDA).Bahkan potensi batu bara di Sumsel mencapai37% dari total potensi batu bara yang ada diIndonesia, lebih besar dari Provinsi Kaliman-tan Timur (35%) dan Provinsi Kalimantan Se-latan (26%) (Widagdo dalam Atmajaya, 2014).Potensi dan letak Provinsi Sumsel yang stra-tegis merupakan modal yang potensial bagikeberhasilan pembangunan. Hasil pembangun-an menunjukkan tercapainya laju pertumbuh-an ekonomi yang tinggi dan perbaikan peme-rataan pendapatan.

Namun, Provinsi Sumsel yang memiliki Pro-duk Domestik Regional Bruto (PDRB) ter-tinggi kesembilan di Indonesia, ternyata masihmemiliki jumlah penduduk miskin juga cukuptinggi, yaitu tertinggi kelima dibandingkan de-ngan provinsi yang lain pada tahun 2012 (BPS,2012). Dibandingkan dengan provinsi lain diPulau Sumatra, Sumsel memiliki pendapatanper kapita tertinggi keenam (Yeniwati, 2013)selama tahun 2005–2010. Bahkan pada tahun2011–2012, Sumsel memiliki laju pertumbuh-an ekonomi yang meningkat lebih tinggi diban-dingkan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) danRiau yang memiliki pendapatan per kapita ter-tinggi pertama dan kedua (BPS, 2013). Akantetapi, secara rata-rata pada 2 tahun tersebut,jumlah penduduk miskin Sumsel 2 kali lipat le-bih besar dari Riau dan 8 kali lipat lebih besardari Kepri pada tahun yang sama (BPS, 2012).Tentunya, hal ini menunjukkan pembangunanyang dilakukan belum memberikan hasil yang

optimal, di mana penurunan kemiskinan yangdicapai melalui pencapaian laju pertumbuhanekonomi yang tinggi masih menunjukkan pro-vinsi ini sebagai provinsi dengan jumlah pen-duduk miskin tinggi.

Fenomena lain menunjukkan Sumsel meru-pakan provinsi dengan tingkat ketimpanganterbesar keempat di Sumatra (Yeniwati, 2013).Indeks Gini Sumsel meningkat drastis menja-di 0,4 pada tahun 2012, setelah sebelumnyaberada pada level moderate pada tahun 2008–2011 yang hanya berkisar antara 0,3 hingga0,34 (BPS, 2013). Peningkatan drastis indeksGini Sumsel tersebut jauh lebih tinggi diban-dingkan Aceh dan Kepri, yang hanya menca-pai kisaran angka 0,35 pada tahun 2012 (BPS,2011). Hal ini menunjukkan bahwa laju per-tumbuhan ekonomi yang lebih cepat yang di-ikuti dengan tidak meratanya distribusi pen-dapatan menyebabkan terjadinya ketimpanganpendapatan. Ketimpangan pendapatan terse-but menyebabkan tingginya jumlah pendudukmiskin di Sumsel, yang melebihi Kepri dan Ri-au. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun me-miliki tingkat ketimpangan terbesar keempat,namun pengaruhnya terhadap kemiskinan jauhlebih besar dibandingkan Kepri dan Riau.

Potensi Sumsel menempatkan provinsi ini se-bagai provinsi kaya yang memiliki laju pertum-buhan ekonomi yang tinggi, akan tetapi tinggi-nya ketimpangan pendapatan dan jumlah pen-duduk miskin di provinsi tersebut masih me-nunjukkan pembangunan ekonomi yang belumtercapai dengan baik. Ketidakmerataan pen-dapatan di Provinsi Sumsel juga dapat ditun-jukkan oleh perbedaan PDRB per kapita antar-kabupaten/kota di Sumsel pada tahun 2010–2012. Gambar 1 menunjukkan Musi Banyuasinmerupakan kabupaten dengan PDRB per ka-pita (pendapatan) tertinggi, sedangkan OganKomering Ulu (OKU) Timur merupakan ka-bupaten yang memiliki pendapatan terendahselama tahun 2010–2012. Terjadi peningkatanselisih nilai PDRB per kapita antara kedua ka-bupaten tersebut dari Rp16,38 juta per kapita

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Nurhamidah, R. & Suhartini, A.M. 73

Gambar 1: PDRB per Kapita Kabupaten/Kota Provinsi Sumsel Tahun 2010–2012 (Rp Juta per Kapita)Sumber: BPS (2010–2012), diolah

di tahun 2011 menjadi Rp16,73 juta per kapitadi tahun 2012. Peningkatan perbedaan penda-patan ini menunjukkan bahwa melebarnya ke-senjangan pendapatan antar-daerah di Provin-si Sumsel.

Ketimpangan pendapatan yang tinggi terse-but memiliki kecenderungan berkurang setiaptahunnya. Hal ini ditunjukkan oleh indeks Wi-liamson yang cenderung menurun yang meng-indikasikan berkurangnya ketimpangan penda-patan yang terjadi antar-kabupaten/kota diProvinsi Sumsel (konvergen). Hal ini diperku-at oleh laju pertumbuhan ekonomi KabupatenOKU Timur sebagai daerah dengan pendapat-an terendah yang memiliki laju lebih cepat di-bandingkan Musi Banyuasin (Gambar 3). Se-hingga, terdapat kemungkinan daerah denganpendapatan rendah menyusul daerah denganpendapatan tinggi dan selanjutnya konvergen-si pendapatan dapat tercapai.

Berdasarkan latar belakang di atas, perbe-daan tingkat pertumbuhan dan pembangunandaerah akan membawa dampak pada perbe-daan tingkat kesejahteraan antar-daerah, yangpada akhirnya menyebabkan ketimpangan pen-dapatan antar-daerah semakin besar. Namun,

dengan adanya indikasi bahwa telah terjadikonvergensi pendapatan antar-kabupaten/kotadi Sumsel, daerah miskin dapat terbebas da-ri keterpurukannya dan menyejajarkan diri de-ngan daerah kaya, sehingga tercipta pemera-taan pendapatan yang menyebabkan kesejah-teraan masyarakat meningkat. Keberhasilanpembangunan ekonomi di suatu daerah tercer-min dari kesejahteraan masyarakat. Oleh kare-na itu, permasalahan konvergensi pendapatansangat penting untuk dikaji dalam studi ini.

Konvergensi terjadi ketika daerah denganpendapatan rendah (daerah miskin) mamputumbuh lebih cepat dibandingkan daerah de-ngan pendapatan tinggi (daerah kaya), sehing-ga tingkat kemakmuran akan cenderung kon-vergen dan pada gilirannya gap kemakmuransemakin kecil (Masrukhin, 2009). Konvergensitersebut dapat tercapai tanpa syarat (konver-gensi absolut) atau membutuhkan variabel la-in sebagai faktor yang memengaruhi (konver-gensi kondisional). Namun, perbedaan karak-teristik antar-daerah yang turut memengaruhipencapaian konvergensi tersebut menyebabkankonvergensi absolut sulit diterima. Oleh kare-na itu, studi ini bermaksud untuk menganali-

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Determinan Konvergensi Pendapatan...74

Gambar 2: Nilai Indeks Wiliamson dan Nilai Tren Disparitas PDRB per Kapita Antar-Kabupaten/Kotadi Provinsi Sumsel Tahun 2006–2012

Sumber: BPS (2006–2012), diolah

sis adanya indikasi konvergensi pendapatan diSumsel secara kondisional, dengan melibatkanvariabel sumber daya manusia, investasi pu-blik, dan infrastruktur.

Studi ini sangat bermanfaat, khususnya ba-gi pemerintah dan studi selanjutnya. Bagi pe-merintah, studi ini diharapkan dapat memberi-kan masukan mengenai modal manusia danmodal fisik yang harus dioptimalkan untukmempercepat terjadinya konvergensi penda-patan di Sumsel, sehingga dapat dijadikan ma-sukan untuk perumusan kebijakan dan fokuspembangunan saat ini. Untuk studi selanjut-nya, studi ini diharapkan dapat dijadikan se-bagai bahan referensi dan perbandingan meng-enai konvergensi pendapatan dengan menggu-nakan pendekatan model panel dinamis yangdapat diterapkan di wilayah lain selain Sum-sel. Selain itu, studi ini diharapkan dapat men-jadi bahan referensi bagi peneliti yang tertarikuntuk menganalisis permasalahan ekonomi la-innya dengan menggunakan model panel dina-mis.

Tinjauan Referensi

Konvergensi

Konvergensi pendapatan dapat dimaknai seba-gai kondisi di mana suatu daerah miskin mem-punyai kecenderungan untuk mengejar (catch-up) ketertinggalan dari daerah kaya. Pereko-nomian yang konvergen adalah perekonomianmiskin yang dapat mengurangi gap pendapat-an dengan wilayah atau daerah kaya tiap ta-hunnya.

Teori konvergensi didasarkan oleh dua hipo-tesis. Hipotesis pertama adalah catching up da-ri Abramovits. Hipotesis ini menyatakan pro-vinsi dengan tingkat produktivitas rendah me-miliki potensi besar untuk mencapai laju per-tumbuhan yang tinggi (Abramovits, 1986). Na-mun, potensi tersebut akan melemah jika ting-kat produktivitas mendekati provinsi acuan-nya, yang mengindikasikan terjadinya prosesmengejar ketertinggalan. Proses ini juga terja-di saat produktivitas daerah miskin di sekitarrata-rata relatif menurun dari waktu ke waktukarena terjadinya pertumbuhan lebih cepat diwilayah-wilayah yang tadinya tertinggal (Mas-rukhin, 2009). Hipotesis kedua dipelopori olehBarro dan Sala-i Martin yang menunjukkanbahwa tingkat pertumbuhan per kapita cende-rung berhubungan terbalik dengan tingkat out-

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Nurhamidah, R. & Suhartini, A.M. 75

Gambar 3: Pertumbuhan PDRB per Kapita Kabupaten/Kota di Provinsi Sumsel Tahun 2011–2012 (%)Sumber: BPS (2010–2012), diolah

put atau pendapatan per kapita awal (Sodik,2006). Negara miskin cenderung tumbuh lebihcepat dibandingkan negara kaya dengan asum-si bahwa preferensi dan teknologi yang samaberlaku di semua perekonomian. Dalam kon-teks regional, provinsi dengan PDRB per ka-pita rendah cenderung tumbuh lebih cepat di-bandingkan provinsi dengan PDRB per kapitatinggi (Masrukhin, 2009).

Kesehatan merupakan faktor yang berperanpenting untuk meningkatkan pendapatan perkapita dan mendorong pertumbuhan ekonomi.Kualitas kesehatan yang semakin membaik da-pat ditunjukkan oleh peningkatan angka ha-rapan hidup. Anggraeni (2010) serta Wibisonodalam Sodik (2006) menemukan bahwa angkaharapan hidup berpengaruh positif dan signi-fikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Di la-in sisi, Kharisma dan Saleh (2013) menemukanbahwa angka harapan hidup berpengaruh po-sitif dan signifikan terhadap PDRB per kapita.

Investasi terhadap sumber daya manusia me-lalui kemajuan pendidikan akan mendorongpertumbuhan ekonomi. Rata-rata lama seko-lah yang tinggi menunjukkan semakin tinggi-nya pendidikan seseorang. Sala-i-Martin (1995)

serta Wibisono dalam Sodik (2006) menemu-kan bahwa rata-rata lama sekolah berpenga-ruh positif dan signifikan terhadap pertumbuh-an ekonomi.

Belanja modal merupakan investasi publikyang ditujukan untuk menambah atau mening-katkan kapasitas dan kualitas dari aset yangdimiliki suatu daerah. Oleh karena itu, alo-kasi belanja modal sangat penting bagi per-tumbuhan ekonomi suatu daerah. Menurut te-muan investasi dan pengeluaran publik untuksektor sosial berpengaruh positif dan signifi-kan terhadap pertumbuhan GDP per kapita.Bahkan, Adi (2006) menemukan bahwa belanjapembangunan memberikan dampak yang posi-tif dan signifikan terhadap peningkatan penda-patan asli daerah maupun pertumbuhan eko-nomi.

Infrastruktur merupakan variabel yang ber-pengaruh positif dan signifikan terhadap per-tumbuhan ekonomi dan berpengaruh dalammembentuk proses konvergensi pendapatan diwilayah Eropa (Del Bo et al. dalam Wahyuni,2010). Infrastruktur berupa panjang jalan se-cara signifikan memengaruhi pertumbuhan re-gional dan konvergensi. Bahkan, World Bank

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Determinan Konvergensi Pendapatan...76

(1994) menemukan bahwa panjang jalan ber-pengaruh positif dan signifikan terhadap per-tumbuhan ekonomi. Menurut Valeriani (2011),panjang jalan juga berpengaruh positif dan sig-nifikan terhadap PDRB per kapita.

Rata-rata lama sekolah, angka harapan hi-dup, belanja modal, dan panjang jalan berpe-ngaruh positif dan signifikan terhadap pertum-buhan ekonomi, yang menunjukkan bahwa ke-empat variabel tersebut juga berpengaruh po-sitif dan signifikan terhadap PDRB per kapi-ta. Hal ini sesuai dengan temuan Sala-i-Martin(1995) yang menemukan adanya korelasi po-sitif antara tingkat pertumbuhan ekonomi de-ngan pendapatan per kapita. Dengan demiki-an, dapat disimpulkan bahwa keempat variabeltersebut berpengaruh positif dan signifikan ter-hadap PDRB per kapita, di mana peningkat-an PDRB per kapita secara agregat dapat me-ningkatkan pendapatan daerah, sehingga dae-rah miskin dapat mengejar ketertinggalan pen-dapatannya terhadap daerah kaya (Gambar 3).

Metode

Model data panel dinamis lebih sesuai da-lam menggambarkan keadaan sebenarnya da-lam analisis perekonomian, karena pada dasar-nya hubungan variabel ekonomi merupakan su-atu kedinamisan, yakni variabel tidak hanyadipengaruhi pada waktu yang sama tetapi ju-ga waktu sebelumnya (Syawal, 2011). Branas-Garza et al. (2011) yang membandingkan an-tara panel dinamis dan panel statis menemu-kan bahwa penggunaan model data panel di-namis dapat mengungkap hubungan baru an-tara variabel endogen dan eksplanatori sertalebih mengamati behaviours dengan melibat-kan dynamic adjustment. Arellano dan Bond(1991) menemukan bahwa dalam kasus paneldinamis, General Method of Moment (GMM)estimator menghasilkan bias dan varians yanglebih kecil dibandingkan Ordinary Least Square(OLS) dan Fixed Effect Model (metode estima-si panel statis). Bussoletti dan Esposti dalam

Wahyuni (2010) menggunakan model panel di-namis dalam menganalisis konvergensi penda-patan, karena model ini lebih konsisten da-ripada model panel statis. Adanya hubunganyang dinamis dalam konvergensi pendapatansesuai dengan hasil studi Kharisma dan Saleh(2013) serta Karami (2012) yang menunjukkanbahwa PDRB per kapita satu tahun sebelum-nya berpengaruh positif dan signifikan terha-dap PDRB per kapita tahun tertentu denganmenggunakan metode estimasi GMM. Hal inimenunjukkan bahwa model panel dinamis sa-ngat cocok diterapkan dalam studi ini.

Model studi yang digunakan dalam analisisconditional beta convergence ini adalah Regres-sion Linear Model with Autoregressive/AR (1),dengan persamaan sebagai berikut:

lnYit � β1 lnYi,t�1 � β2 lnRLSit � β3 lnAHHit

� β4 lnBMit � β5 ln JLNit � µi � vit(1)

dengan:

β1 : (1-α);Yit : PDRB per kapita ADHK 2000;Yi,t�1 : PDRB per kapita ADHK 2000;RLSit : rata-rata lama sekolah kabupa-

ten/kota;AHHit : angka harapan hidup kabupa-

ten/kota;BMit : belanja modal kabupaten/kota;JLNit : panjang jalan kabupaten/kota;µi : efek individu;vit : eror;i : kabupaten/kota yang diamati (Ogan Ko-

mering Ulu, Muara Enim,. . . ,Lubuk Ling-gau);

t : periode studi (2006,. . . ,2012).

Menurut Karami (2012) dan Kharisma danSaleh (2013), konvergensi terjadi ketika koefisi-en dari (1-α )  1. Tingkat konvergensi (Impliedλ) dinyatakan dengan – ln (β1 ). Adapun waktuyang diperlukan untuk menutup setengah darikesenjangan awal yang disebut dengan half-lifeof convergence dihitung dengan rumusan (Jan

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Nurhamidah, R. & Suhartini, A.M. 77

dan Chaudhary, 2011):

H �ln 2

tingkat konvergensi(2)

Penaksiran parameter model data panel di-namis sebenarnya dapat dilakukan dengan me-tode estimasi panel statis seperti OLS, Gene-ralized Least Square (GLS), dan Within GroupEstimators (WG), tetapi nilai taksiran yang di-dapatkan bersifat bias dan tidak konsisten ka-rena lag variabel endogen berkorelasi denganeror (masalah endogenitas) (Verbeek, 2004).Untuk mengatasi permasalahan ini, menurutAnderson dan Hsiao dapat digunakan meto-de estimasi Instrumen Variabel (IV), yakni de-ngan menginstrumenkan variabel yang berko-relasi dengan variabel eksplanatori dan tidakberkorelasi dengan eror (Syawal, 2011). Na-mun, metode ini hanya menghasilkan taksiranparameter yang konsisten namun tidak efisien.Selanjutnya, metode Anderson dan Hsiao inidikembangkan oleh Arellano-Bond pada tahun1991 (Arellano and Bond GMM (AB-GMM)Estimator) yang menghasilkan taksiran yangunbiased, konsisten, dan efisien.

Ada dua jenis prosedur estimasi GMM yangumumnya digunakan yakni First-DifferenceGMM (FD-GMM atau AB-GMM) dan Sys-tem GMM (SYS-GMM) (Firdaus dalam Ka-rami, 2012). Pada persamaan first difference,instrumen yang tepat untuk digunakan adalahvariabel lag dari level. Dengan melakukan firstdifference, persamaan yang diperoleh adalah:

∆yit � β∆yi,t�1 � ∆vit

i � 1, . . . , N

t � 3, . . . , T

(3)

Variabel dalam vektor ∆yi,t�1 masih ber-korelasi dengan variabel-variabel dalam vektor∆vit. Oleh karena itu, dilakukan metode instru-mental variable terlebih dahulu untuk menen-tukan matriks variabel instrumen yang akan di-gunakan. Untuk itu, dipilih variabel instrumenyaitu yi,t�2.

Bond et al. (2001) menunjukkan bahwa esti-masi yang dihasilkan oleh AB-GMM bias. Un-tuk itu, solusi yang dapat digunakan adalahmenggunakan estimasi Sys-GMM yang dikem-bangkan oleh Arellano dan Bover (1995) da-lam Syawal (2011) serta Blundell dan Bond(1998) di mana SYS-GMM mengombinasikangugus persamaan first-difference dengan nilailevel sebagai instrumennya ditambah dengangugus persamaan level dengan first-differencesebagai instrumen.

Proses menentukan variabel instrumen pa-da Sys-GMM sama dengan FD-GMM, sehing-ga diperoleh matriks variabel instrumen yaitu:

Z�i �

�������

Zi 0 0 � � � 00 ∆yi2 0 � � � 00 0 ∆yi3 � � � 0...

......

.... . .

...0 0 0 � � � ∆yi,T�1

�������

(4)

merupakan matriks variabel instrumen untukFD-GMM untuk model level. Selanjutnya, mo-del first difference dan model level dikombina-sikan, sehingga diperoleh model sistem (Sya-wal, 2011).

�∆yi,tyi,t

� β

�∆yi,t�1

yi,t�1

�∆vi,tεi,t

i � 1, . . . , N

t � 3, . . . , T

(5)

Terdapat tiga kriteria untuk menentukanmodel panel dinamis (metode GMM) terbaik,yaitu tidak bias, valid, dan konsisten (Firdausdalam Karami, 2012). Uji Sargan untuk overi-dentifiying restriction digunakan untuk meng-uji apakah terdapat masalah dengan validitasdari instrumen yang digunakan. Hipotesis noldari uji Sargan ini menyatakan bahwa instru-men tidak memiliki masalah dengan validitas(instrumen valid) atau dapat dinotasikan se-bagai:

H0 : EpZ 1Viq � 0

H1 : EpZ 1Viq � 0

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Determinan Konvergensi Pendapatan...78

Nilai statistik Sargan dihitung sebagai (Bal-tagi, 2005):

S � ∆v1Z�

Σni�1Z

1i∆vi∆vi

1Zi

�1Z 1∆v (6)

Berdasarkan persamaan di atas, Zi adalahmatriks instrumen variabel, ∆v adalah eroryang dihasilkan dengan menggunakan two stepefficient estimators. Pada kondisi di bawah hi-potesis nol, nilai statistik di atas memiliki se-baran X2

α,q, dengan q menyatakan jumlah in-strumen dikurangi jumlah parameter yang di-estimasi dalam model (tidak termasuk inter-sep). Hipotesis null ditolak jika S lebih besardari X2

α2,q

atau p-value lebih kecil dari α.

Uji Arellano-Bond digunakan untuk mengujikonsistensi estimator GMM. Uji otokorelasi iniditentukan oleh nilai statistik Arrellano-Bond.Hipotesis yang digunakan dalam uji ini adalah:

H0 : E�∆vit∆vipt�jq

�� 0; j � 1, 2

H1 : E�∆vit∆vipt�jq

�� 0; j � 1, 2

Di bawah kondisi, rj � 0 , maka statistik ujiyang digunakan adalah (Arellano, 2009):

mj �rj

SE prjq(7)

Berdasarkan persamaan di atas, rj ada-lah sampel counterpart dari rj berdasar-kan fist difference error ∆vit dan rtj �N�1ΣN

i�1∆vit∆vit�j .

Konsistensi dari metode ditunjukkan de-ngan nilai statistik m1(j=1) yang signifikan(p.value   α) dan nilai statistik m2(j=2) yangtidak signifikan (p.value ¡ α). Hal ini menun-jukkan bahwa konsistensi terlihat saat hipote-sis null ditolak untuk j=1 yang membuktikanbahwa terdapat korelasi serial antara eror pa-da first order dan hipotesis null ditolak untukj=2 yang membuktikan bahwa tidak terdapatkorelasi serial antara eror pada second order(Wooldridge, 2001). Hipotesis null ditolak sa-at nilai statistik |m1| dan |m2| lebih besar dariZα{2 atau p-value lebih kecil dari α.

Untuk mengetahui pengaruh variabel secarasimultan dan parsial digunakan uji Wald danuji Z. Uji Wald digunakan untuk menguji mi-nimal terdapat satu variabel eksplanatori yangsignifikan memengaruhi variabel endogen. Hi-potesis null yang diuji menyatakan semua vari-abel eksplanatori tidak berpengaruh signifikanterhadap variabel endogen.

H0 : β1 � β2 � � � � � βk � 0; p � 1, 2, . . . , k

H1 : minimal ada 1 βp � 0; p � 1, 2, . . . , k

k adalah banyaknya parameter yang diesti-masi dalam model (tanpa intersep). Statistikuji Wald yang digunakan adalah:

WN � n�

ˆβGMM

1VN

�1�

ˆβGMM

(8)

Hipotesis null ditolak jika WN ¡ X2α{2,q1 , di

mana q adalah jumlah parameter yang diesti-masi atau nilai p-value yang lebih besar dari α.Uji Z digunakan untuk menguji apakah masing-masing variabel eksplanatori berpengaruh sig-nifikan terhadap variabel endogen.

H0 : βp � 0

H1 : βp ¡ 0

Statistik uji yang digunakan adalah:

Zhitung �β

ˆGMMjb�VN

�jj{n

�β

ˆGMMj

SE�β

ˆGMMj

(9)

Hipotesis null ditolak jika Zhitung ¡ Zα.Data yang digunakan dalam studi ini

adalah data panel, yaitu gabungan datacross section dan time series. Data panel yangdikumpulkan berupa data cross section yangterdiri dari 15 kabupaten/kota di Sumsel, ya-itu Ogan Komering Ulu (OKU), Ogan Kome-ring Ilir, Muara Enim, Lahat, Musi Rawas, Mu-si Banyuasin, Banyuasin, OKU Selatan, OKUTimur, Ogan Ilir, Empat Lawang, Palembang,Prabumulih, Pagar Alam, dan Lubuk Linggau,serta data time series tahunan periode 2006–2012.

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Nurhamidah, R. & Suhartini, A.M. 79

Data yang digunakan sebagai variabel stu-di adalah PDRB per kapita (hasil bagi antaraPDRB ADHK 2000 dengan jumlah pendudukpertengahan tahun yang bersangkutan yangdiperoleh dari publikasi BPS ”PDRB Kabu-paten/Kota Indonesia” dan ”Sumatera Selat-an Dalam Angka”, rata-rata lama sekolah danangka harapan hidup diperoleh dari publikasiBPS ”Indeks Pembangunan Manusia”, dan re-alisasi belanja model yang diperoleh dari Sub-direktorat Statistik Keuangan Daerah BPS.

Analisis deskriptif studi ini dengan menggu-nakan analisis tipologi klassen, serta gambarandispersi pendapatan yang terjadi di Sumsel me-lalui analisis konvergensu sigma. Untuk penya-jiannya akan disajikan dalam bentuk grafik danpeta tematik tentang gambaran perekonomi-an kabupaten/kota berdasarkan pertumbuhanekonomi dan pendapatan per kapita. Sementa-ra itu, analisis inferensia, yaitu conditional betaconvergence dengan menggunakan FD GMM.

Hasil dan Analisis

Tipologi Kabupaten/Kota di Provin-si Sumsel Berdasarkan PertumbuhanEkonomi dan Pendapatan per Kapita

Berdasarkan analisis tipologi klassen, denganmenggunakan rata-rata pertumbuhan ekonomidan pendapatan per kapita, kabupaten/kota diProvinsi Sumsel dapat dibagi ke dalam empatklasifikasi berdasarkan tipologi klassen, yaitukuadran I yang terdiri dari daerah cepat ma-ju dan cepat tumbuh (high growth high inco-me), kuadran II yang terdiri dari daerah majutapi tertekan (low growth high income), kuad-ran III yang terdiri dari daerah berkembang ce-pat (high growth low income), dan kuadran IVyang terdiri dari daerah relatif tertinggal (lowgrowth low income). Berdasarkan penggolong-an dengan menggunakan analisis tersebut da-pat diketahui bahwa Provinsi Sumsel baru da-lam tahap berkembang cepat, yang sejalan de-ngan hasil studi Tri Wibowo yang menganalispotensi pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota

di Provinsi Sumsel tahun 2008–2010 denganmenggunakan tipologi klassen. Hal ini ditun-jukkan oleh sebagian besar kabupaten (8 da-ri 15 kabupaten/kota) berada di kawasan highgrowth low income. Pengklasifikasian kabupa-ten/kota tersebut disajikan melalui peta Sum-sel yang disajikan pada Gambar 4.

Berdasarkan peta Sumsel, dapat dilihat bah-wa hanya dua kabupaten/kota yang tergolongdalam kawasan low growth low income, yaitukabupaten Musi Rawas dan Pagar Alam. Ber-dasarkan Rencana Pembangunan Jangka Me-nengah Nasional (RPJMN) 2010–2014 yang di-gunakan sebagai target pembangunan daerahtertinggal, Kabupaten Musi Rawas juga ter-masuk salah satu kabupaten tertinggal di Pro-vinsi Sumsel (KPDT, 2010). Kedua kabupatentersebut memiliki laju pertumbuhan ekonomidan pendapatan per kapita di bawah rata-ratakabupaten/kota lainnya. Hal ini menunjukkanbahwa tingkat kemakmuran masyarakat mau-pun tingkat pertumbuhan ekonomi daerah inimasih relatif rendah. Kawasan low growth highincome ditempati oleh empat kabupaten, yaituOKU, Muara Enim, Musi Banyuasin, dan Pra-bumulih. Kabupaten ini tergolong maju, teta-pi dalam beberapa tahun terakhir mengalamipertumbuhan yang relatif kecil akibat tertekan-nya kegiatan utama kabupaten yang bersang-kutan. Masyarakat pada daerah ini relatif lebihsejahtera, namun pertumbuhan ekonominya le-bih rendah dibandingkan rata-rata pertumbuh-an ekonomi kabupaten/kota lainnya.

Di lain sisi, tujuh kabupaten/kota lainnya,yaitu kabupaten Ogan Komering Ilir, Lahat,Banyuasin, OKU Selatan, OKU Timur, OganIlir, Empat Lawang, dan Lubuk Linggau ter-masuk dalam kawasan high growth low inco-me. Tujuh kabupaten/kota tersebut mempu-nyai potensi pertumbuhan yang cepat, teta-pi pendapatannya masih relatif rendah diban-dingkan kabupaten/kota lainnya yang mengin-dikasikan rendahnya kesejahteraan masyarakatdi daerah tersebut.

Selain itu, hanya Kota Palembang yang ter-

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Determinan Konvergensi Pendapatan...80

Gambar 4: Peta Sumsel Menurut Kabupaten/Kota dan Tipologi Klassen Tahun 2006–2012Sumber: BPS (2006–2012), diolah

golong dalam kawasan high growth high inco-me. Kota tersebut memiliki laju pertumbuh-an ekonomi dan pendapatan per kapita yangberada di atas rata-rata kabupaten/kota lain-nya. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat ke-makmuran masyarakat maupun tingkat per-tumbuhan ekonomi kota ini sudah baik diban-dingkan kabupaten/kota lainnya di Sumsel.

Analisis Konvergensi

Pada pembahasan ini akan dianalisis konver-gensi pendapatan di Sumsel tahun 2006–2012dengan memasukkan variabel kontrol berupamodal manusia (rata-rata lama sekolah danangka harapan hidup), serta modal fisik (be-lanja modal dan panjang jalan) sebagai varia-bel eksplanatori.

Tabel 1 menyajikan hasil estimasi konvergen-si pendapatan dengan menggunakan metodeestimasi FD-GMM two step estimators. Berda-sarkan Tabel 1 dapat dilihat terpenuhi tidak-nya kriteria model GMM terbaik yaitu valid,konsisten, dan unbiased.

Hasil estimasi pada Tabel 1 menunjukkannilai koefisien PDRB per kapita 1 tahun se-belumnya, lebih kecil dari 1 ( 1) yang ber-arti pendapatan antar-kabupaten/kota cende-rung konvergen (makin merata) atau daerahmiskin tumbuh lebih cepat daripada daerah ka-ya. Nilai λ sebesar 3,23% menunjukkan bah-wa kecepatan masing-masing daerah kabupa-ten/kota di Provinsi Sumsel untuk mencapaikondisi steady state adalah sebesar 3,23% pertahun. Selain itu, berdasarkan nilai half life,waktu yang diperlukan untuk mengejar sete-ngah kesenjangan awal adalah sekitar 22 tahun.Hal ini menunjukkan bahwa proses konvergensiyang terjadi di Sumsel cukup lambat jika di-bandingkan studi sebelumnya yang dilakukanoleh Yulianita (2005), meskipun telah mem-pertimbangkan pengaruh modal manusia danmodal fisik terhadap konvergensi pendapatan.Hasil studi Tamin (2010) mendukung bahwauntuk mencapai konvergensi pendapatan mem-butuhkan waktu yang tidak sebentar. Berda-sarkan hasil studinya, modal manusia dan fisik

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Nurhamidah, R. & Suhartini, A.M. 81

Tabel 1: Hasil Estimasi Conditional Beta Convergence Provinsi Sumsel dengan Metode Data PanelDinamis FD-GMM Two Step Estimators Variabel Endogen LnPDRBKAPi,T

Parameter Estimated Coefficients Prob.(1) (2) (4)

FD - GMM

Ln PDRBKAPi,t�1*** 0,9682541 0,000LnRLS -0,1509244 0,906lnAHH*** 1,926,922 0,002LnBM -0,0032842 0,999lnJLN*** 0,0062502 0,000Implied λ 32,261Half-life 2,148,579

Uji Wald 138908,08 0,000Uji AB

Arrelano-Bond m1 -24,161 0,0157Arrelano-Bond m2 -0,4437 0,6573

Uji Sargan 1,113,852 0,9426Common Effect

Ln Yt�1*** 0,974983 0,000Fixed EffectLn Yt�1*** 0,9189435 0,000

Sumber: Hasil Pengolahan data tahun 2006–2013 (Output STATA 10 )Keterangan: *** signifikan pada taraf 1%

diperlukan bagi pencapaian konvergensi pen-dapatan di Kawasan Barat Indonesia (KBI)dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) masing-masing selama 39 dan 37 tahun (Tamin, 2010).

PDRB per Kapita Satu Tahun Sebe-lumnya

Sesuai dengan hasil studi Karami (2012) danKharisma dan Saleh (2013), PDRB per kapi-ta satu tahun sebelumnya berpengaruh positifdan signifikan terhadap PDRB per kapita ta-hun tertentu. Koefisien estimasi yang dihasil-kan sebesar 0,97 menunjukkan bahwa pening-katan PDRB per kapita 1 tahun sebelumnyasebesar 1% dapat meningkatkan pertumbuhanPDRB per kapita tahun tertentu sebesar 0,97%dengan tingkat signifikansi 5%. Hal ini logismengingat adanya faktor habits formation. yai-tu kebiasaan kejadian waktu lalu untuk meme-ngaruhi kejadian saat ini (Syawal, 2011). Seca-ra agregat, PDRB per kapita Sumsel juga me-ningkat, yang menyebabkan terjadinya konver-gensi pendapatan di Sumsel, di mana kabupa-ten/kota miskin dapat mengejar ketertinggalan

pendapatannya terhadap kabupaten/kota ka-ya.

Angka Harapan Hidup (AHH)

Angka Harapan Hidup (AHH) berpengaruhpositif dan signifikan terhadap PDRB per ka-pita. Seperti halnya temuan Anggraeni (2010)bahwa AHH berpengaruh positif terhadap per-tumbuhan ekonomi, di mana pertumbuhanekonomi berkorelasi positif dengan PDRB perkapita. Koefisien estimasi yang dihasilkan sebe-sar 1,93 menunjukkan bahwa peningkatan ha-rapan hidup penduduk Sumsel sebesar 1% da-pat meningkatkan pertumbuhan PDRB per ka-pita tahun tertentu sebesar 1,93% dengan ting-kat signifikansi sebesar 5%. AHH yang semakintinggi menunjukkan kualitas kesehatan sema-kin baik, di mana akan meningkatkan kemam-puan seseorang dalam bekerja sekaligus dapatmeningkatkan produktivitasnya. Produktivitasyang meningkat akan menyebabkan peningkat-an output dan pendapatan per kapita (Todarodan Smith, 2003).

Sarana kesehatan di Sumsel sudah memper-

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Determinan Konvergensi Pendapatan...82

Gambar 5: Jumlah Puskesmas dan Puskesmas Pembantu Provinsi Sumsel tahun 2006–2012 (unit)Sumber: BPS (2006–2012), diolah

lihatkan perkembangan ke arah yang lebih ba-ik. Gambar 5 menunjukkan jumlah puskesmasbertambah 15 unit pada tahun 2007, dan me-ningkat 36 unit pada tahun 2008. Adanya per-tambahan jumlah puskesmas di Sumsel menun-jukkan bahwa sarana kesehatan di Sumsel su-dah berkembang menuju arah yang lebih ba-ik. Demikian juga halnya dengan cakupan pus-kesmas dan puskesmas pembantu juga menun-jukkan hal yang sama.

Gambar 6 menunjukkan rasio jumlah puskes-mas per 10.000 penduduk mengalami pening-katan pada 4 tahun awal periode studi, mes-kipun mengalami penurunan secara tetap pa-da 2 tahun selanjutnya. Meskipun demikian,peningkatan rasio jumlah puskesmas terhadapjumlah penduduk selama tiga tahun terakhirsetidaknya menunjukkan adanya perbaikan ke-tersediaan yang baik dari segi sarana kesehat-an. Oleh karena itu, peningkatan jumlah pen-duduk sudah bisa diimbangi dengan peningkat-an jumlah prasarana kesehatan, yaitu puskes-mas.

Perkembangan sarana kesehatan di Sumseljuga diikuti oleh perkembangan prasarana ke-sehatan yang sudah menuju ke arah yang le-bih baik pula. Gambar 7 menunjukkan tren pe-

ningkatan jumlah tenaga kesehatan. Sementaraitu, jumlah apoteker juga meningkat pada ta-hun 2008, yang mengindikasikan perkembang-an yang baik dari segi prasarana kesehatan.

Apabila dilihat dari segi kuantitas dan ca-kupannya, tenaga kesehatan medis, perawat-an, dan non-perawatan mengalami peningkat-an yang cukup signifikan. Gambar 8 menunjuk-kan peningkatan rasio jumlah tenaga kesehatanmedis, perawatan, dan non-perawatan terha-dap 1.000 jumlah penduduk yang berarti me-nunjukkan adanya perkembangan ketersediaanyang cukup baik dari segi prasarana kesehatan.Oleh karena itu, peningkatan jumlah penduduksudah bisa diimbangi dengan peningkatan jum-lah sarana kesehatan.

Perkembangan yang baik dari segi saranadan prasarana kesehatan di Sumsel juga di-dukung oleh kemudahan mengakses pelayan-an kesehatan. Pemerintah Provinsi Sumsel me-luncurkan program Jaminan Sosial Kesehatan(Jamsoskes) Sumsel Semesta pada 27 Janua-ri 2009 (Retnaningsih et al., 2012). ProgramJamsoskes merupakan salah satu bentuk sis-tem jaminan kesehatan dan program pemba-ngunan kesehatan di Sumsel yang memberikanpengobatan gratis bagi penduduk Sumsel. Pro-

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Nurhamidah, R. & Suhartini, A.M. 83

Gambar 6: Rasio Jumlah Puskesmas dan Puskesmas Pembantu terhadap 10.000 Jumlah Penduduk diProvinsi Sumsel Tahun 2006–2012 (unit/10.000 jiwa)

Sumber: BPS (2006–2012), diolah

Gambar 7: Jumlah Tenaga Kesehatan (Menurut Golongan Medis) dan Apoteker di Provinsi SumselTahun 2006–2012 (orang)

Sumber: BPS (2006–2012), diolah

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Determinan Konvergensi Pendapatan...84

Gambar 8: Rasio Jumlah Tenaga Kesehatan (Menurut Golongan Medis) dan Apoteker terhadap 1.000Jumlah Penduduk di Provinsi Sumsel Tahun 2006–2012 (orang/1.000 jiwa)

Sumber: BPS (2006–2012), diolah

gram Jamsoskes di Sumsel diberikan kepada se-luruh penduduk di 15 kabupaten/kota Sumselyang belum mempunyai jaminan kesehatan se-perti Asuransi Kesehatan (Askes), Jaminan So-sial Tenaga Kerja (Jamsostek), Asuransi SosialAngkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asa-bri), Asuransi Kesehatan Keluarga Miskin (As-keskin)/Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jam-kesmas), atau asuransi kesehatan lainnya.

Program Jamsoskes Sumsel Semesta mem-permudah masyarakat Sumsel untuk mengak-ses pelayanan kesehatan. Kemudahan ini a-kan mendorong terciptanya kualitas kesehat-an semakin baik, yang terlihat dari peningkat-an AHH (Gambar 11). Sehingga, produktivi-tas masyarakat meningkat yang berdampak pa-da peningkatan pendapatan per kapita. Secaraagregat, hal ini akan meningkatkan pendapat-an daerah dan selanjutnya daerah miskin dapatmengejar ketertinggalan pendapatannya terha-dap daerah kaya (Yuniarti, 2008).

Noerdin (2012) menyatakan masyarakat te-lah merasakan banyak manfaat program ber-obat gratis ini. Hampir dua juta masyarakatSumsel mengakses pelayanan kesehatan meng-gunakan program ini pada tahun 2009. Bahkanhingga saat ini, sudah 152 pasien yang dirujuk

ke RSCM dan RS Jantung Harapan Kita diJakarta.

Belanja Modal

Seperti halnya rata-rata lama sekolah, secarastatistik, belanja modal juga tidak berpenga-ruh signifikan terhadap PDRB per kapita. A-kan tetapi, tanda negatif pada koefisien menun-jukkan peningkatan belanja modal akan menu-runkan pendapatan per kapita. Studi Setyawa-ti dan Hamzah (2007) menunjukkan bahwa be-lanja modal berpengaruh negatif terhadap per-tumbuhan ekonomi, yang berarti belanja mo-dal berpengaruh negatif terhadap PDRB perkapita. Seharusnya, belanja modal yang dikelu-arkan pemerintah merupakan investasi publikyang digunakan untuk menambah serta me-ningkatkan kapasitas dan kualitas infrastruk-tur daerah, sehingga ketersediaan infrastruk-tur yang semakin baik (Adi, 2006). Infrastruk-tur yang baik dapat menciptakan efisiensi danefektivitas di berbagai sektor dengan memu-dahkan aktivitas ekonomi, yang pada akhirnyaakan meningkatkan pendapatan per kapita (So-likin, 2007).

Pada tahun 2012, hanya 4 kabupaten/kota di

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Nurhamidah, R. & Suhartini, A.M. 85

Sumsel yang mendapatkan opini Wajar TanpaPengecualian (WTP) dalam audit pengelola-an keuangan daerah, yaitu Palembang, OganKomering Ilir, Lubuklinggau, dan Banyuasin,sedangkan 11 kabupaten/kota lainnya masihmendapatkan opini Wajar Dengan Pengecua-lian (WDP) (Palembang Pos, 2012a). Berda-sarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Ke-uangan (BPK) pada tahun 2011–2012, menun-jukkan rata-rata terdapat 11 kabupaten/kotadi Sumsel (69% dari 15 kabupaten/kota) yangmasih mendapatkan opini WDP (Faisol, 2013).Masih sedikitnya kabupaten/kota yang menda-patkan opini WTP (Palembang Pos, 2012a),merupakan indikasi awal terjadinya kebocoran,penyimpangan, penyelewengan, maupun pe-nyalahgunaan dana belanja pemerintah.

Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) tahun2012 menuliskan 6 kabupaten/kota di provin-si Sumsel terindikasi korupsi terhadap belanjamodal fasilitas umum, yaitu Prabumulih, MusiRawas, Muara Enim, Lahat, Banyu Asin, danOKU Timur (Faisol, 2013). Prabumulih meru-pakan kota yang memberikan kerugian palingbesar bagi negara sebesar 2,097 miliar rupi-ah (Palembang Pos, 2012b). Bahkan, berdasar-kan survei Forum Indonesia untuk Transparan-si Anggaran (FITRA), Prabumulih menempat-i peringkat lima sebagai kota terkorup di In-donesia yang diindikasikan melakukan koru-psi pembelanjaan anggaran belanja modal un-tuk kepentingan fasilitas umum (Tribun News,2013). Gambar 9 menunjukkan bahwa Prabu-mulih memiliki realisasi belanja modal di ba-wah rata-rata seluruh kabupaten/kota.

Fenomena yang telah dijelaskan sebelumnyatersebut memperkuat indikasi adanya kebocor-an/penyalahgunaan dana belanja modal peme-rintah di Sumsel. Hal tersebut menyebabkanberkurangnya pengeluaran pemerintah secarariil yang akan digunakan untuk menambah ser-ta meningkatkan kapasitas dan kualitas infra-struktur, yang akan berdampak pada berku-rangnya produktivitas masyarakat (Setyawa-ti dan Hamzah, 2007). Hal ini tentunya akan

berdampak pula pada penurunan pendapatanper kapita, yang secara agregat akan mengala-mi penurunan. Meskipun daerah miskin dapatmengejar ketertinggalan pendapatannya daridaerah kaya, adanya penurunan pendapatandaerah dalam jumlah kecil menyebabkan dibu-tuhkan waktu yang tidak sebentar untuk men-capai konvergensi pendapatan tersebut.

Panjang Jalan

Panjang jalan memiliki pengaruh positif ter-hadap PDRB per kapita, seperti halnya temu-an World Bank (1994) dan Valeriani (2011).Ketersediaan infrastruktur jalan yang mema-dai akan menjadikan distribusi barang dan jasamenjadi lebih cepat dan efisien dalam hal biayadan waktu, sehingga memudahkan para inves-tor dalam berusaha. Semakin panjang dan baikkualitas sebuah jalan, maka akan memperlan-car distribusi barang dan jasa yang pada akhir-nya menarik investasi dan meningkatkan kegi-atan perekonomian, serta meningkatkan pen-dapatan per kapita (Adi, 2006). Secara agregatpendapatan daerah akan meningkat sehinggadaerah miskin dapat mengejar ketertinggalandari daerah yang lebih kaya. Oleh karena itu,jalan yang panjang merupakan salah satu kun-ci terjadinya income convergence (Estache danFay dalam Calderon dan Serven, 2004).

Namun, pada kenyataannya, panjang ja-lan yang tersedia di masing-masing kabupa-ten/kota Provinsi Sumsel belum merata. Gam-bar 10 menunjukkan bahwa setengah kabupa-ten/kota di Provinsi Sumsel memiliki panjangjalan di bawah rata-rata. Selain panjang ja-lan yang belum merata, tidak semua jalan diSumsel memiliki kualitas yang baik, termasukPrabumulih, OKU, Musi Banyuasin, dan MusiRawas. Kerusakan jalan secara merata terjadidi Prabumulih yang menghubungkan kota-kotadi Sumsel. Jalan lingkar Prabumulih yang se-harusnya menjadi jalur alternatif, saat ini ke-adaannya hancur di beberapa titik sehinggaaktivitas transportasi menjadi terganggu danmembutuhkan waktu yang lebih lama dari bi-

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Determinan Konvergensi Pendapatan...86

Gambar 9: Realisasi Belanja Modal Kabupaten/Kota Provinsi Sumsel Tahun 2006–2012 (Rp Triliun)Sumber: BPS (2006–2012), diolah

Gambar 10: Panjang Jalan Kabupaten/Kota Provinsi Sumsel Tahun 2006–2012 (Km)Sumber: BPS (2006–2012), diolah

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Nurhamidah, R. & Suhartini, A.M. 87

asanya untuk sampai ke tempat tujuan (Kom-pas, 2011). Hampir sepanjang 10 km jalan ne-gara yang menghubungkan OKU dan TanjungEnim berlubang dengan kedalaman hingga 30cm (Lampung Post, 2014). Bahkan, kerusakanyang cukup parah terjadi di perbatasan Kabu-paten Musi Banyuasin dan Musirawas dengankondisi jalan banyak berlubang dengan keda-laman sekitar 50 cm dan lebar sekitar 100 cm(Antara News.com, 2014). Panjang jalan yangbelum merata antar-daerah di Sumsel dan ke-rusakan jalan menyebabkan terganggunya akti-vitas perekonomian. Kondisi ini tentunya akanmemperlambat proses konvergensi pendapat-an dan membutuhkan waktu yang lama, seper-ti yang terlihat pada kecilnya koefisien regresiyang dihasilkan.

Secara keseluruhan, dengan metode estima-si FD-GMM two step estimators sudah me-nunjukkan adanya konvergensi pendapatan diSumsel. Nilai koefisien estimasi parameter au-toregressive PDRB per kapita yang mendeka-ti satu menunjukkan lambatnya laju konver-gensi pendapatan di Sumsel. Hal ini didukungoleh variabel rata-rata lama sekolah dan be-lanja modal yang tidak memberikan pengaruhsecara statistik, serta kecilnya koefisien regre-si variabel panjang jalan. Rendahnya rata-ratalama sekolah di Sumsel meskipun telah direa-lisasikan program pendidikan gratis 12 tahun(indicator human capital investment), belanjamodal pemerintah yang terindikasi disalahgu-nakan, disertai panjang jalan (indicator physi-cal capital investment) yang memiliki pengaruhkecil terhadap peningkatan pendapatan per ka-pita, semakin membuat tercapainya konvergen-si pendapatan di Sumsel memerlukan waktuyang lebih lama. Di sisi lain, pemerintah jugaperlu untuk meningkatkan kualitas sarana danprasarana kesehatan untuk mempertahankankontribusi yang besar dari AHH terhadap kon-vergensi pendapatan.

Diperlukan perhatian yang serius, solusiyang tepat, dan peran aktif pemerintah, baikpemerintah provinsi maupun kabupaten/kota

untuk memperbaiki pendidikan, sistem pe-ngelolaan keuangan, pemerataan dan kuali-tas infrastruktur, serta mengoptimalkan sara-na dan prasarana kesehatan yang ada di Sum-sel agar dapat mempercepat terjadinya kon-vergensi pendapatan. Selain itu, upaya peme-rintah untuk mempercepat terjadinya konver-gensi pendapatan juga termasuk salah satu mi-si pembangunan Provinsi Sumsel tahun 2013–2018, yaitu meningkatkan pemerataan yangberkeadilan.

Simpulan

Berdasarkan hasil dan analisis yang telah di-paparkan sebelumnya, maka dapat diambil be-berapa simpulan. Pertama, hasil studi menun-jukkan bahwa kabupaten/kota miskin dapatmengejar ketertinggalan pendapatannya terha-dap kabupaten/kota kaya, yang menyebabkanberkurangnya ketimpangan pendapatan yangterjadi di Sumsel atau lebih dikenal dengan isti-lah konvergensi pendapatan. Kedua, hasil ana-lisis conditional convergence dengan memper-timbangkan pengaruh modal manusia dan fisikmenunjukkan bahwa dibutuhkan waktu 22 ta-hun untuk mengurangi setengah ketimpanganpendapatan yang terjadi di Provinsi Sumsel.Hal ini menunjukkan lambatnya proses konver-gensi pendapatan yang terjadi di Sumsel. Ke-tiga, dari empat variabel yang tergolong ke da-lam modal manusia dan fisik, hanya AHH yangmemiliki kontribusi besar terhadap peningkat-an PDRB per kapita. Meskipun panjang jalanberpengaruh dalam meningkatkan PDRB perkapita, pengaruhnya yang kecil menunjukkankecilnya kontribusi hal tersebut terhadap pe-ningkatan PDRB per kapita. Hal ini menye-babkan masih dibutuhkan waktu yang lamauntuk mencapai konvergensi tersebut, meski-pun konvergensi pendapatan tersebut terjadi.

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka penu-lis memberikan saran mengenai tulisan ini, ya-itu konvergensi pendapatan yang cepat dapatterjadi jika pemerintah berupaya untuk me-

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Determinan Konvergensi Pendapatan...88

Gambar 11: Angka Harapan Hidup Kabupaten/Kota Provinsi Sumsel Tahun 2006–2012 (Tahun)Sumber: BPS (2006–2012), diolah

ningkatkan kualitas infrastruktur secara mera-ta. Hal tersebut di antaranya dapat dilakukandengan cara yaitu, pemerintah melakukan per-baikan infrastruktur jalan dan pembangunan-nya diprioritaskan di daerah miskin, sehinggadaerah tersebut dapat mengejar ketertingga-lannya dari daerah kaya. Saran ini muncul ter-kait pengaruh panjang jalan yang signifikan da-lam kovergensi pendapatan.

Daftar Pustaka

[1] Abramovits, M. (1986). Caching Up, Forging Ahe-ad, and Falling Behind. The Journal of EconomicHistory, 46 (2), 385–406.

[2] Adi, H. P. (2006). Hubungan Antara Pertum-buhan Ekonomi Daerah, Belanja Pembangun-an dan Pendapatan Asli Daerah (Studi pa-da Kabupaten dan Kota se Jawa-Bali). Sim-posium Nasional Akuntansi 9 Padang, 23–26Agustus 2006. https://smartaccounting.files.wordpress.com/2011/03/k-aspp03.pdf (Diakses18 Agustus 2014).

[3] Anggraeni, D. (2010). Analisis Disparitas danKonvergensi Produk Domestik Regional Bruto(PDRB) Riil per Kapita di Provinsi Jawa Timur

Tahun 2002–2008 Skripsi. Jakarta: Sekolah TinggiIlmu Statistik.

[4] Antara News.com. (Selasa, 21 Januari 2014).Jalinsum di Musi Banyuasin Sumsel Rusak Parah.http://www.antaranews.com/berita/415253/

jalinsum-di-musi-banyuasin-sumsel-rusak-parah

(Diakses 18 Agustus 2014).[5] Arellano, M., & Bond, S. (1991). Some Test of

Spesification for Panel Data: Monte Carlo Eviden-ce and An Application to Employment Equations.The Review of Economic Studies, 58 (2), 277–297.

[6] Atmajaya, J. (2014). Kontribusi Infrastruktur ter-hadap Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Selatan.Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

[7] Baltagi, B. H. (2005). Econometric Analysis of Pa-nel Data, 3rd Edition. England: John Wiley &Sons.

[8] Blundell, R.,& Bond, S. (1998). Initial Conditionsand Moment Restrictions in Dynamic Panel DataModels. Journal of Econometrics, 87 (1), 115–143.

[9] Bond, S. R., Hoeffler, A., & Temple, J. (2001).GMM Estimation of Empirical Growth Mo-dels. Discussion Paper Series, 3048. Lon-don: Centre for Economic Policy Research.http://www.nuffield.ox.ac.uk/users/bond/

CEPR-DP3048.PDF (Diakses 18 Agustus 2014).[10] BPS. (2011). Kegiatan Percepatan Penyediaan Da-

ta Statistik dalam Rangka Kebijakan Dana Perim-bangan Tahun 2011. Jakarta: Badan Pusat Statis-tik.

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Nurhamidah, R. & Suhartini, A.M. 89

[11] BPS. (2012). Statistik Indonesia. Jakarta: BadanPusat Statistik.

[12] BPS. (2013). Perkembangan Beberapa IndikatorUtama Sosial Ekonomi Indonesia November 2013.Jakarta: Badan Pusat Statistik.

[13] Branas-Garza, P., Bucheli, M., & Garcia-Munoz,T. (2011). Dynamic Panel Data: A Useful Te-chnique in Experiments. The Papers, 10/22.Spain: Department of Economic Theory andEconomic History of the University of Grana-da. http://www.ugr.es/~teoriahe/RePEc/gra/

wpaper/thepapers10_22.pdf (Diakses 18 Agustus2014).

[14] Calderon, C., & Serven, L. (2004). The Effect of In-frastructure Development on Growth and IncomeDistribution. Central Bank of Chile Working Pa-pers, 270. http://www.bcentral.cl/estudios/

documentos-trabajo/pdf/dtbc270.pdf (Diakses18 Agustus 2014).

[15] Faisol. (2013). Enam Kab/Kota di Sumsel Terin-dikasi Korupsi Belanja Modal. Jurnal Independen,hlm. 1.

[16] Jan, S. A., & Chaudhary, A.R. (2011). Testing theConditional Convergence Hypothesis for Pakistan.Pakistan Journal of Commerce and Social Scien-ces, 5 (1): 117–128.

[17] Karami, N. (2012). Analisis Pengaruh Infrastruk-tur terhadap Konvergensi Pendapatandi Pulau Su-matera. Skripsi. Bogor: Departemen Ilmu Ekono-mi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, InstitutPertanian Bogor.

[18] Kharisma, B., & Samsubar, S. (2013). Convergen-ce of Income among Provinces in Indonesia, 1984–2008: A Panel Data Approach. Journal of Indone-sian Economy and Bussines, 28 (2), 167–187.

[19] Kompas. (2011, 9 Mei). Kerusakan Jal-an Prabumulih Merata. Kompas. http:

//nasional.kompas.com/read/2011/05/09/

0446393/about.html (Diakses 19 Agustus 2014).[20] Kementerian Pembangunan Daerah Ter-

tinggal (KPDT). (2010). Daerah Terting-gal. http://kemendesa.go.id/hal/300027/

183-kab-daerah-tertinggal (Diakses 4 April2014).

[21] Lampung Post. (2014, 24 Juli). Jalin-teng OKU Sumsel Rusak Parah. Lam-post.co. http://lampost.co/berita/

jalinteng-oku-sumsel-rusak-parah (Diak-ses 18 Agustus 2014).

[22] Masrukhin. (2009). Konvergensi Pendapatan An-tarkabupaten/Kota di Jawa Barat Periode 2000–2007. Skripsi. Bogor: Departemen Ilmu Ekonomi,Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Per-tanian Bogor.

[23] Nordien, Z. (2012). Jaminan Sosial Kesehat-an Sumsel Semesta: Jaminan Kesehatan Da-

erah Prov. Sumatera Selatan. Jaminan Sosi-al Indonesia. http://www.jamsosindonesia.com/jamsosda/detail/83 (Diakses 6 Juni 2014).

[24] Palembang Pos. (2012a, 21 Juni). 75% Keu-angan Kabupaten/Kota Belum Tertib: Opi-ni WTP Belum Bebas Korupsi. PalembangPos. http://palembang-pos.com/index.php?

option=com_content&view=article&id=2436:

75-keuangan-kabupatenkota-belum-tertib&

catid=70:plembang-kito&Itemid=76 (Diakses 15Agustus 2014).

[25] Palembang Pos. (2012b, 22 Juli). KPPM So-roti Enam Masalah di Muba. PalembangPos. http://palembang-pos.com/index.php?

option=com_content&view=article&id=3415:

kppm-soroti-enam-masalah-di-muba&catid=49:

sumsel-raya&Itemid=62 (Diakses 19 September2014).

[26] Retnaningsih, E., Misnaniarti, & Ainy, A. (2012).Kajian Kelayakan Badan Layanan Umum dan Al-ternatif Bentuk Penyelenggaraan Jamsoskes Suma-tera Selatan Semesta Sesuai Undang-Undang Sis-tem Jaminan Sosial Nasional. Jurnal ManajemenPelayanan Kesehatan, 15 (1), 20–26.

[27] Sala-i Martin, X. (1995). The Classical Appro-ach to Convergence Analysis. Economics Wor-king Paper, 117. Yale University and UniversitatPompeu Fabra. http://www.econ.upf.edu/docs/papers/downloads/117.pdf (Diakses 18 Agustus2014).

[28] Sari, S. P. (2008). Ketimpangan Pembangunan Da-erah Tingkat II di Provinsi Sumsel Tahun 2000–2006. Skripsi. Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Statis-tik.

[29] Setyawati, A., & Hamzah, A. (2007). Analisis Pe-ngaruh PAD, DAU, DAK, dan Belanja Pemba-ngunan terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Kemis-kinan, dan Pengangguran: Pendekatan Analisis Ja-lur. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 4(2), 211–228.

[30] Sodik, J. (2006). Pertumbuhan Ekonomi Regional:Studi Kasus Analisis Konvergensi Antar Provin-si di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 11(1), 21–32.

[31] Solikin, I. (2007). Hubungan Pendapat-an Asli Daerah dan Dana Alokasi Umumdengan Belanja Modal di Jawa Barat.http://file.upi.edu/Direktori/FPEB/PRODI.

AKUNTANSI/196510122001121-IKIN_SOLIKIN/

Jurnal_PAD.pdf (Diakses 3 Maret 2014).[32] Syawal, S. (2011). Penaksiran Parameter Model

Regresi Data Panel Dinamis Menggunakan Meto-de Blundell dan Bond. Skripsi. Jakarta: ProgramStudi Sarjana Matematika, Fakultas Matematikadan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indone-sia.

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014

Determinan Konvergensi Pendapatan...90

[33] Tamin, N. (2010). Pengaruh Modal Manusia danModal Fisik Terhadap Konvergensi Tingkat Per-tumbuhan Ekonomi di Indonesia: PerbandinganKTI dan KBI Periode 2002–2008. Skripsi. Jakarta:Sekolah Tinggi Ilmu Statistik.

[34] Todaro, Michael. P., & Smith, S. C. (2003). Pemba-ngunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi Kedelap-an, Jilid 1. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.

[35] Tribun News. (2013, 16 Desember). Pra-bumulih Kota Nomor Lima Terkorupdi Indonesia. Tribun News.com. http:

//www.tribunnews.com/regional/2013/12/16/

prabumulih-kota-nomor-lima-terkorup-di-in

donesia (Diakses 15 Agustus 2014).[36] Valeriani, D. (2011). Analisis Pengaruh Kebijakan

Infrastruktur terhadap Pendapatan Perkapita Ma-syarakat Kabupaten Bangka Provinsi KepulauanBangka Belitung. EQUITY, 1 (5).

[37] Verbeek, M. (2004). A Guide to Modern Econome-trics, 2nd Edition. England: John Wiley and Sons.

[38] Wahyuni, K. T. (2010). Konvergensi dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ketimpangan WilayahKabupaten/Kota di Pulau Jawa. Tesis. Bogor: In-stitut Pertanian Bogor.

[39] Wooldridge, J. (2001). Application of GeneralizedMethod of Moments Estimation. Journal of Eco-nomic Perspectives, 15 (4), 87–100.

[40] World Bank. (1994). World Development Re-port 1994: Infrastructure for Development. WorldBank. https://openknowledge.worldbank.org/

handle/10986/5977 (Diakses 15 Juli 2014).[41] Yeniwati. (2013). Ketimpangan Ekonomi Antar

Provinsi di Sumatera. Jurnal Kajian Ekonomi, 2(3), 1–21.

[42] Yulianita, A. (2005). Analisis Konvergensi Eko-nomi Antar Daerah di Sumatera Selatan (Tahun1993-2003). Skripsi. Palembang: Universitas Sriwi-jaya.

[43] Yuniarti, A. (2008). Pengaruh Pertumbuhan Pen-dapatan Perkapita, Tingkat Investasi dan Ting-kat Industrialisasi terhadap Kemandirian Daerah(Studi Kasus: Kabupaten dan Kota di Wilayah So-loraya). Tesis. Surakarta: Universitas Sebelas Ma-ret.

JEPI Vol. 15 No. 1 Juli 2014