22
DETERMINAN KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI KECURANGAN Arifuddin Aini Indrijawati [email protected] [email protected] Abstract The growing number of go public companies makes the profession of public accounting increasingly needed in the business world, namely to ensure and assess the fairness of the financial statements presented by companies free of all forms of material misstatement both due to errors and fraud. This study aims to examine the determinants of the auditor's ability to detect fraud. Respondents in this study were KAP auditors in the Jakarta, Surabaya and Makassar regions with purposive sampling techniques. The data collection method used in this study was to distribute questionnaires to the respondents. The data analysis method used is multiple linear regression analysis. This research is very useful for auditors in detecting fraud. The results showed that the professional skepticism, audit experience, and workload variables had a positive effect on the auditor's ability to detect fraud, while the personality type variable did not influence the auditor's ability to detect fraud. Keywords: professional skepticism, audit experience, workload, auditor's ability to detect fraud Abstrak Meningkatnya jumlah perusahaan-perusahaan go publik membuat profesi akuntan publik semakin dibutuhkan dalam dunia bisnis, yaitu untuk memastikan dan menilai kewajaran atas laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan bebas dari segala bentuk salah saji materil baik karena kekeliruan (error) maupun kecurangan (fraud). Penelitian ini bertujuan untuk meneliti determinan kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud). Responden dalam penelitian ini adalah auditor KAP di wilayah Jakarta, Surabaya dan Makassar dengan teknik purposive sampling. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menyebarkan kuesioner kepada para responden. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda. Penelitian ini sangat bermanfaat bagi auditor dalam mendeteksi kecurangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel skeptisme profesional, pengalaman audit, dan beban kerja berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan, sedangkan variabel tipe kepribadian tidak berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Kata kunci : skeptisme profesional, pengalaman audit, beban kerja, kemampuan auditor mendeteksi kecurangan

DETERMINAN KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI …

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: DETERMINAN KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI …

DETERMINAN KEMAMPUAN AUDITOR DALAM

MENDETEKSI KECURANGAN

Arifuddin Aini Indrijawati

[email protected] [email protected]

Abstract

The growing number of go public companies makes the profession of public accounting

increasingly needed in the business world, namely to ensure and assess the fairness of the

financial statements presented by companies free of all forms of material misstatement both

due to errors and fraud. This study aims to examine the determinants of the auditor's ability

to detect fraud. Respondents in this study were KAP auditors in the Jakarta, Surabaya and

Makassar regions with purposive sampling techniques. The data collection method used in

this study was to distribute questionnaires to the respondents. The data analysis method used

is multiple linear regression analysis. This research is very useful for auditors in detecting

fraud. The results showed that the professional skepticism, audit experience, and workload

variables had a positive effect on the auditor's ability to detect fraud, while the personality

type variable did not influence the auditor's ability to detect fraud.

Keywords: professional skepticism, audit experience, workload, auditor's ability to detect

fraud

Abstrak

Meningkatnya jumlah perusahaan-perusahaan go publik membuat profesi akuntan

publik semakin dibutuhkan dalam dunia bisnis, yaitu untuk memastikan dan menilai

kewajaran atas laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan bebas dari segala

bentuk salah saji materil baik karena kekeliruan (error) maupun kecurangan (fraud).

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti determinan kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan (fraud). Responden dalam penelitian ini adalah auditor KAP di wilayah Jakarta,

Surabaya dan Makassar dengan teknik purposive sampling. Metode pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menyebarkan kuesioner kepada para

responden. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda.

Penelitian ini sangat bermanfaat bagi auditor dalam mendeteksi kecurangan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa variabel skeptisme profesional, pengalaman audit, dan beban kerja

berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan, sedangkan

variabel tipe kepribadian tidak berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan.

Kata kunci : skeptisme profesional, pengalaman audit, beban kerja, kemampuan auditor

mendeteksi kecurangan

Page 2: DETERMINAN KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI …

I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Semakin berkembangnya perusahaan-perusahaan go publik membuat profesi akuntan

publik semakin dibutuhkan dalam dunia bisnis, yaitu untuk memastikan dan menilai

kewajaran atas laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan, bebas dari segala bentuk

salah saji materil baik karena kekeliruan (error) maupun kecurangan (fraud). Semakin banyak

perusahaan yang telah go publik muncul mengakibatkan berbagai kasus kecurangan juga semakin

kompleks dengan jenis dan metode yang semakin berkembang.

Pelaksanaan audit oleh profesi akuntan publik atau auditor tidak hanya berorientasi pada

pembayaran fee dari klien, tetapi juga untuk kepentingan bagi pihak ketiga, yaitu masyarakat maupun

berbagai pihak yang memiliki kepentingan terhadap laporan keuangan. Pernyataan Standar Auditing

(PSA) Nomor 70 menyatakan bahwa dalam sebuah laporan keuangan, masalah salah saji material

(material misstatement) dapat disebabkan karena adanya kekeliruan (errors) ataupun kecurangan

(fraud).

Berbagai kasus audit yang terjadi, salah satunya yang paling terkenal dan cukup memberi

dampak signifikan pada kepercayaan publik adalah kasus Enron yang melibatkan Kantor Akuntan

Publik (KAP) Arthur Andersen. Laporan keuangan Enron dinyatakan wajar tanpa pengecualian oleh

KAP Arthur Andersen, namun publik kemudian dikejutkan dengan kabar kepailitan Enron Corp pada

tanggal 2 Desember 2001. Dalam kasus Enron diketahui terjadinya kasus manipulasi laporan

keuangan dengan mencatat keuntungan sebesar 600 juta Dollar AS padahal perusahaan sedang

mengalami kerugian. Dengan bantuan Arthur Andersen yang memiliki reputasi tinggi dalam profesi

akuntansi, Enron mampu menyembunyikan kewajiban-kewajibannya dan kerugian yang timbul

sehingga keuntungan pada laporan laba rugi akan menggelembung dan pada akhirnya mengangkat

harga sahamnya. Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar saham tetap diminati

oleh investor.

Kasus manipulasi yang melibatkan auditor eksternal juga pernah terjadi di Indonesia, salah

satunya kasus yang terjadi pada PT. Kimia Farma. Ditemukan adanya kesalahan pencatatan dalam

laporan keuangan yang mengakibatkan lebih saji (overstatement) laba bersih untuk tahun yang

Page 3: DETERMINAN KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI …

berakhir 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132

milyar, dan laporan tersebut di audit oleh kantor akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM).

Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung

unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma

2001 disajikan kembali, karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Salah saji ini terjadi

dengan cara melebih sajikan penjualan dan persediaan pada 3 (tiga) unit usaha, Selain itu manajemen

PT. Kimia Farma melakukan pencatatan ganda atas penjualan pada 3 unit usaha. Pencatatan ganda itu

dilakukan pada unit- unit yang tidak disampling oleh auditor, sehingga tidak berhasil dideteksi

(Wiguna, 2015).

Berdasarkan penyelidikan Bapepam disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan

keuangan PT. Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi

kecurangan tersebut. Selain itu KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan

kecurangan tersebut. Bapepam mengemukakan proses audit tersebut tidak berhasil mendeteksi adanya

penggelembungan laba yang dilakukan PT. Kimia Farma. Kesalahan mendasar mungkin timbul dari

kesalahan penghitungan matematis, kesalahan dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan

interpretasi fakta dan kecurangan atau kelalaian (Wiguna, 2015).

Selain itu kasus yang terjadi pada PT Telkom dimana Securities and Exchange Commision

(SEC) tidak mengakui laporan keuangan PT Telkom dan memintanya untuk melakukan audit ulang.

Indonesia marak dengan kasus-kasus yang belum terselesaikan, dan kesulitan dalam menemukan titik

terang seperti halnya kasus korupsi. Survei Association of Certified Fraud Examiners (ACFE)

melaporkan bahwa di tahun 2010 auditor internal hanya mampu mendeteksi kecurangan sebesar

13,7%, sementara auditor eksternal hanya mampu mendeteksi sebesar 4,2%. Tahun 2014 dilaporkan

adanya peningkatan kasus kecurangan yaitu sebanyak 1,483 kasus kecurangan yang terjadi di

lebih dari 100 negara dan Indonesia menyumbang kasus terbanyak untuk kawasan Asia-Pasifik

yakni memiliki 19 kasus fraud. Kasus-kasus tersebut menjadi tantangan bagi auditor. Sebagai pihak

yang independen auditor harus memiliki kemampuan untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya

salah saji yang terkandung dalam laporan keuangan auditnya. Namun kenyataannya auditor memiliki

keterbatasan dalam kemampuannya mendeteksi kecurangan (Anggriawan, 2014). Keterbatasan ini

Page 4: DETERMINAN KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI …

dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti perbedaan pengalaman auditor, kurangnya sikap

independensi, tekanan waktu dan rendahnya skeptisisme professional auditor.

1.2 Motivasi Penelitian

SA Seksi 230 PSA No. 04 (paragraph 6 s.d 8) dan dalam AU Section 230 SAS No. 82

(paragraph 7 s.d 9) mendefinisikan skeptisme profesional sebagai suatu sikap yang selalu

mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis bukti audit. Auditor tidak boleh menganggap

bahwa manajemen adalah tidak jujur, namun juga tidak menganggap bahwa kejujuran manajemen

tidak dipertanyakan lagi. Hurt (2010:152) telah mengembangkan enam karakteristik skeptisme

profesional yang pertama terdiri dari tiga karakteristik yang berhubungan dengan auditor memeriksa

bukti yaitu questioning mind, suspension of judgment, search for knowledge. Karakteristik keempat

terkait dengan pertimbangan aspek manusia ketika mengevaluasi bukti audit yaitu interpersonal

understanding. Dua karakteristik terakhir yaitu autonomi dan self esteem berkenaan dengan

keberanian profesional auditor.

Nasution dan Fitriany (2012) pada Accounting and Auditing Enforcement Release (AAERs)

menyatakan bahwa salah satu penyebab kegagalan auditor dalam mendeteksi kecurangan adalah

rendahnya tingkat skeptisme profesional yang dimiliki oleh auditor. Auditor dengan skeptisme yang

tinggi akan meningkatkan kemampuan mendeteksinya dengan cara mengembangkan pencarian

informasi-informasi tambahan bila dihadapkan dengan gejala-gejala kecurangan. Wiguna (2015),

Srikandi (2015), Merdian (2014), dan Aulia (2013) hasil penelitian menemukan bahwa skeptisme

profesional berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan, semakin

baik tingkat skeptisme profesional auditor maka upaya pendeteksian kecurangan akan semakin

meningkat.

Penelitian Beasley et al. (2001) yang didasarkan pada AAERs menyatakan bahwa salah satu

penyebab kegagalan auditor dalam mendeteksi kecurangan adalah rendahnya tingkat skeptisme

profesional yang dimiliki oleh auditor. Pernyataan ini didukung oleh Carpenter, Durtschi dan Gaynor

(2002) dalam Fitriany (2012) yang mengungkapkan bahwa jika auditor lebih skeptis, mereka akan

mampu lebih menaksir keberadaan kecurangan pada tahap perencanaan audit, yang akhirnya akan

Page 5: DETERMINAN KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI …

mengarahkan auditor untuk meningkatkan pendeteksian kecurangan pada tahap-tahap audit

berikutnya.

Selain skeptisme professional, penelitian Tirta dan Sholihin (2004) menyatakan bahwa

pengalaman yang dimiliki auditor akan membantu auditor dalam meningkatkan pengetahuannya

mengenai kekeliruan dan kecurangan. Winantyadi dan Waluyo, (2014) menyatakan pengalaman audit

merupakan faktor yang juga memengaruhi skeptisme profesional auditor dan kemampuan auditor

dalam mendeteksi kecurangan. Semakin banyak seorang auditor melakukan pemeriksaan laporan

keuangan, maka semakin tinggi tingkat skeptisisme profesional auditor yang dimiliki. Auditor yang

berpengalaman juga pasti telah banyak melakukan tugas audit, sehingga mereka pernah menemukan

kasus kecurangan serta memiliki pengetahuan yang luas dan pemikiran yang baik untuk mendeteksi

kecurangan. Auditor yang berpengalaman cenderung memiliki sikap skeptisme yang baik untuk

meningkatkan kemampuan mereka dalam mendeteksi kecurangan

Lopez dan Peters (2011) mengemukakan bahwa ketika berada pada busy season yaitu pada

periode kuartal pertama awal tahun, auditor diminta untuk menyelesaikan beberapa kasus

pemeriksaan yang mengakibatkan auditor kelelahan dan menurunnya kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan. Tekanan beban kerja yang sangat berat bagi auditor dapat menimbulkan

dampak negatif bagi proses audit, antara lain auditor akan cenderung untuk mengurangi beberapa

prosedur audit dan auditor akan dengan mudah menerima penjelasan yang diberikan oleh klien

(DeZoort and Lord, 1997 dalam Lopez dan Peters, 2011). Fitriany (2011) menyatakan bahwa beban

kerja auditor berhubungan negatif dengan kualitas audit, semakin banyak beban kerja auditor maka

semakin rendah kualitas audit yang dihasilkan. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, beban kerja

diduga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kegagalan auditor dalam mendeteksi kecurangan,

Nasution (2012), Supriyanto (2014), dan Indriyani (2015) menyatakan bahwa beban kerja

berpengaruh negatif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan

Noviyanti (2008) menyatakan bahwa tipe kepribadian seseorang menjadi salah satu faktor

yang menentukan sikap yang dimiliki oleh individu tersebut, termasuk sikap skeptisme yang terdapat

pada diri individu tersebut. Auditor yang memiliki sikap skeptis yang tinggi biasanya memiliki ciri-

ciri kepribadian yang selalu berpikiran logis dan membuat keputusan berdasarkan fakta-fakta yang

Page 6: DETERMINAN KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI …

ada. Tipe kepribadian merupakan faktor yang sering dilupakan untuk meningkatkan skeptisme

profesional dan kemampuan auditor dalam men- deteksi kecurangan. Penelitian Noviyanti (2008)

menyatakan, bahwa tipe kepribadian seseorang menjadi salah satu faktor yang menentukan sikap

yang dimiliki oleh individu tersebut, termasuk sikap skeptisme yang terdapat pada diri individu

tersebut. Auditor dengan tipe kepribadian ST dan NT berdasarkan teori Myers-Briggs cenderung lebih

memiliki sikap skeptis. Karena auditor tersebut memiliki ciri-ciri kepribadian yang selalu berpikiran

masuk akal dalam membuat keputusan berdasarkan pada fakta yang ada. Sehingga auditor dengan tipe

kepribadian ST dan NT lebih skeptis untuk mendeteksi kecurangan dibanding kan dengan tipe

kepribadian yang lain.

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian Fullerton dan Durstchi (2010) yang

menguji pengaruh skeptisme profesional terhadap peningkatan kemampuan auditor dalam mendeteksi

gejala-gejala kecurangan, penelitian Suraida (2005) dan Anugerah, Sari dan Frostiana (2011) yang

menguji pengaruh pengalaman audit terhadap skeptisme professional, dan Noviyanti (2008) yang

menguji pengaruh tipe kepribadian terhadap skeptisme profesional.

1.3 Rumusan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka yang menjadi rumusan

penelitian, adalah.

a. Apakah skeptisme profesional auditor memengaruhi kemampuan auditor mendeteksi

kecurangan?

b. Apakah pengalaman auditor memengaruhi kemampuan auditor mendeteksi kecurangan?

c. Apakah beban kerja auditor memengaruhi kemampuan auditor mendeteksi kecurangan?

d. Apakah tipe kepribadian auditor memengaruhi kemampuan auditor mendeteksi kecurangan?

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah.

a. Untuk menganalisis pengaruh skeptisme profesional auditor terhadap kemampuan auditor

mendeteksi kecurangan.

b. Untuk menganalisis pengaruh pengalaman auditor terhadap kemampuan auditor mendeteksi

kecurangan.

c. Untuk menganalisis pengaruh beban kerja auditor terhadap kemampuan auditor mendeteksi

kecurangan.

Page 7: DETERMINAN KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI …

d. Untuk menganalisis pengaruh tipe kepribadian auditor terhadap kemampuan auditor

mendeteksi kecurangan.

II. Landasan Teori Dan Hipotesis

2.1 Teori Agensi (Agency Theory)

Teori agensi menyebutkan bahwa tindakan kecurangan pada dasarnya dilatarbelakangi

oleh konflik kepentingan antara pihak principal dan agent. Principal memberikan tanggung

jawab kepada agent untuk menjalankan kegiatan operasional perusahaan dengan tujuan

memperoleh laba. Principal akan memberikan kompensasi yang tinggi ketika agent mampu

menghasilkan laba optimum. Kompensasi tersebut membuat agent termotivasi untuk menghasilkan

laba sebesar-besarnya yakni dengan cara melakukan tindakan kecurangan (Hanifa, 2015).

Kesempatan

Rasionalisasi Tekanan

Gambar 2.1 Fraud Tiangle

Fuad (2015) menyebutkan bahwa ada tiga hal yang melatarbelakangi seseorang

melakukan tindakan kecurangan (fraud), diantaranya yaitu : Elemen pertama yaitu tekanan

(pressure) yang dapat berupa tekanan finansial dan non finansial (Sukirman, 2013). Tekanan

finansial muncul ketika seseorang memiliki keinginan untuk memunyai gaya hidup berkecukupan

atau memuaskan diri secara materi. Sedangkan faktor non finansial dapat mendorong seseorang

untuk berbuat kecurangan (fraud) seperti tindakan untuk menyembunyikan kinerja buruk.

Elemen kedua yaitu kesempatan (opportunity) yang diakibatkan karena seseorang yang

mempercayai bahwa tindakan yang mereka lakukan tidak terdeteksi oleh orang lain. Peluang tersebut

dapat terjadi ketika sistem pengendalian suatu organisasi yang lemah, kurangnya pengawasan dari

FRAUD

TRIANGLE

Page 8: DETERMINAN KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI …

manajemen maupun prosedur yang tidak memadai yang dapat menciptakan peluang atau

kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan (fraud). Elemen ketiga yaitu

rasionalisasi (rationalization) merupakan suatu pembenaran yang dilakukan oleh para pelaku

dengan cara mencari berbagai alasan rasional atas tindakan yang telah dilakukannya. Misalkan

pihak manajemen memanfaatkan standar akuntansi yang memberikan berbagai pilihan alternatif

untuk menjustifikasi tindakan mereka dalam melakukan rekayasa akuntansi laporan keuangan.

2.2 Teori Disonansi Kognitif

Teori disonansi kognitif (cognitive dissonance) dikembangkan oleh Leon Festinger pada

tahun 1957. Teori ini mengatakan bahwa manusia pada dasarnya menyukai konsistensi, oleh karena

itu manusia akan cenderung mengambil sikap-sikap yang tidak bertentangan satu sama lain dan

menghindari melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan sikapnya. Disonansi artinya adanya suatu

inkonsistensi. Disonansi kognitif memunyai arti keadaan psikologis yang tidak menyenangkan yang

diakibatkan oleh sikap, pemikiran, dan perilaku yang saling bertentangan. Disonansi adalah sebutan

untuk ketidakseimbangan dan konsonasi adalah sebutan untuk keseimbangan. Dalam teori ini yang

dimaksud dengan unsur kognitif adalah setiap pengetahuan, opini, atau apa yang dipercaya orang

mengenai sesuatu obyek, lingkungan, diri sendiri atau perilakunya (Festinger, 1957). Dalam kaitannya

dengan penelitian ini, teori ini membantu untuk menjelaskan bagaimana sikap skeptisme auditor jika

terjadi disonansi kognitif dalam dirinya ketika mendeteksi kecurangan. Tingkat kepercayaan (trust)

auditor yang tinggi terhadap klien akan menurunkan tingkat skeptisme profesionalnya, demikian

sebaliknya, tingkat kepercayaan (trust) auditor yang rendah terhadap klien akan meningkatkan tingkat

skeptisme profesionalnya. Sedangkan pemberian penaksiran risiko kecurangan (fraudrisk assessment)

yang tinggi dari atasan auditor kepada auditor akan meningkatkan skeptisme profesionalnya dan

pemberian risiko kecurangan (fraudrisk assessment) yang rendah dari atasan auditor kepada auditor

akan menurunkan skeptisme profesionalnya (Noviyanti, 2008).

2.3 Teori Perilaku yang Direncanakan

Ajzen (1991) dalam pandangannya mengenai konsep teori perilaku yang direncanakan

Page 9: DETERMINAN KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI …

(Theory of Planned Behavior) mengasumsikan bahwa manusia biasanya akan berperilaku pantas

(behave in a sensible manner) sesuai dengan apa yang diinginkan lingkungannya. Tujuan dan manfaat

teori ini dalam konteks penelitian ini adalah untuk meramalkan dan memahami pengaruh-pengaruh

motivasi perilaku, baik kemauan individu itu sendiri maupun bukan kemauan dari individu tersebut.

Teori perilaku yang direncanakan, menurut Januarti (2011), memiliki fungsi dari tiga dasar

determinan. Pertama, terkait dengan sikap dasar seseorang, contohnya adalah sikap seseorang

terhadap intuisi, orang lain, atau obyek. Teori ini dapat menjelaskan bahwa sikap dasar atau

kepribadian seseorang dapat terbentuk atas respon seseorang tersebut terhadap lingkungan, objek, dan

intuisi. Berkaitan pula dengan penelitian ini, sikap skeptisme yang ditunjukkan auditor merupakan

suatu sikap dalam menghadapi suatu kasus atau penugasan audit yang diberikan. Selain itu, jumlah

beban dalam hal ini beban penugasan atau audit yang ditanggung seseorang juga akan memengaruhi

bagaimana ia akan bersikap. Kedua, menggambarkan pengaruh sosial yang disebut norma subjektif.

Ketiga, berkaitan dengan isu kontrol. Faktor ini berkaitan dengan masa lalu dan persepsi seseorang

terhadap seberapa sulit untuk melakukan suatu perilaku, contohnya adalah pengalaman audit dalam

melakukan prosedur audit dalam penugasan auditnya.

2.4 Hipotesis

2.4.1 Pengaruh Skeptisisme Profesional Auditor dan Kemampuan Mendeteksi Kecurangan

Penelitian Noviyanti (2008) menemukan bahwa rendahnya sikap skeptisisme profesional

yang dimiliki auditor menjadi salah satu penyebab kegagalan mendeteksi kecurangan.

Anggriawan (2014) dan Simanjuntak (2015) menyatakan bahwa sikap skeptis yang dimiliki

auditor akan membuat auditor lebih berhati-hati dalam pembuatan keputusan dan pemberian opini.

Aulia (2013) mengemukakan bahwa dalam menjalankan penugasan audit di lapangan seorang auditor

seharusnya tidak hanya sekedar mengikuti prosedur audit yang tertera dalam program audit, tetapi

juga harus disertai dengan sikap skeptisme professional. Sedangkan Anggriawan (2014) menyatakan

skeptisme adalah sikap kritis dalam menilai kehandalan asersi atau bukti yang diperoleh, sehingga

dalam melakukan proses audit seorang auditor memiliki keyakinan yang cukup tinggi atas suatu asersi

atau bukti yang telah diperolehnya dan juga mempertimbangkan kecukupan dan kesesuaian bukti

Page 10: DETERMINAN KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI …

yang diperoleh. Penelitian yang dilakukan Merdian (2014), Hilmi (2014), Wiguna (2015), Srikandi

(2015) menyatakan bahwa skeptisme profesional berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor

dalam mendeteksi kecurangan. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang dikembangkan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1 : Skeptisisme profesional auditor berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan (fraud)

2.4.2 Pengaruh Pengalaman Auditor dan Kemampuan Mendeteksi Kecurangan

Pengalaman auditor akan semakin berkembang dengan bertambahnya pengalaman audit,

adanya diskusi mengenai audit dengan rekan sekerja, dan dengan adanya program pelatihan dan

penggunaan standar. Perkembangan moral kognitif seseorang diantaranya sangat dipengaruhi oleh

pengalaman (Nasution, 2012). Pengalaman kerja dipandang sebagai suatu faktor yang penting dalam

memprediksi kinerja auditor (Januarti, 2011). Penelitian Noviyani (2002), Tirta dan Sholihin (2004)

dan Nasution (2012) menemukan auditor yang berpengalaman akan memiliki pengetahuan tentang

kekeliruan dan kecurangan yang lebih banyak sehingga akan menghasilkan kinerja yang lebih baik

dalam mendeteksi kasus-kasus kecurangan dibandingkan dengan auditor yang tidak berpengalaman.

Anggriawan (2014) menemukan bahwa auditor yang memiliki tingkat jam kerja yang tinggi akan

menemui banyak kasus atau masalah-masalah yang dapat memperdalam pengetahuan dan

keahliannya. Adnyani dkk (2014) menyatakan bahwa pengalaman auditor dapat berpengaruh

terhadap tingkat keberhasilan pendeteksian kecurangan dan kekeliruan laporan keuangan. Semakin

tinggi pengalaman yang dimiliki auditor, akan semakin meningkat kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan maka hipotesis :

H2: Pengalaman auditor berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan (fraud)

2.4.3 Pengaruh Beban Kerja dan Kemampuan mendeteksi kecurangan

Nasution (2012), Indriyani (2015) dan Supriyanto (2014) menyatakan beban kerja ber-

pengaruh negatif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Setiawan dan Fitriany

Page 11: DETERMINAN KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI …

(2011) mengemukakan beban kerja auditor dapat dilihat dari banyaknya jumlah klien yang harus

ditangani oleh seorang auditor atau terbatasnya waktu auditor untuk melakukan proses audit. Nasution

(2012) kelebihan pekerjaan pada saat busy season akan mengakibatkan kelelahan dan ketatnya time

budget bagi auditor sehingga akan menghasilkan kualitas audit yang rendah. Penelitian Nasution

(2012) menemukan beban kerja berpengaruh negatif pada skeptisme profesional. Pada konteks

pendeteksian kecurangan, banyaknya beban kerja juga diduga berpengaruh negatif terhadap

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Murtisari dan Ghozali (2006) menemukan bahwa

beban pekerjaan dapat mengakibatkan menurunnya kepuasan kerja dan kinerja auditor. Penelitian

Fitriany (2011) menemukan beban kerja auditor berpengaruh negatif terhadap kualitas audit. Hasil-

hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa beban kerja yang semakin meningkat akan

menurunkan kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan atau kesalahan yang dilakukan

manajemen karena kelelahan sehingga berakibat pada hasil audit yang rendah. Berdasarkan hasil

penelitian sebelumnya, diduga semakin banyak beban kerja yang ditanggung, tidak akan

meningkatkan kemampuan dalam mendeteksi kecurangan sehingga hipotesis dalam penelitian:

H3 : Beban kerja auditor berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan (fraud)

2.4.4 Pengaruh Tipe kepribadian Auditor dan Kemampuan mendeteksi Kecurangan

Robbins dan Judge (2008) menyatakan kepribadian sebagai organisasi organik dalam individu

yang memiliki sistem psikologis yang menentukan penyesuaian uniknya terhadap lingkungannya, dan

kepribadian merupakan cara-cara yang ditempuh individu dalam bereaksi dan berinteraksi dengan

orang lain. Hafifah dan Fitriany (2012) mengemukakan bahwa auditor dengan tipe kepribadian ST-

NT akan lebih meningkatkan kemampuan mendeteksinya bila dihadapkan dengan gejala-gejala

kecurangan dibandingkkan dengan auditor dengan tipe kepribadian lainnya. Indriyani (2015) dan

Supriyanto (2014) mengemukakan bahwa tipe kepribadian auditor berpengaruh negatif terhadap

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Selain itu Penelitian Noviyanti (2008)

menemukan bahwa auditor dengan tipe kepribadian ST (Sense and Thinking) dan NT (Intuition and

Thinking) adalah auditor yang memiliki skeptisme profesional yang lebih tinggi dibandingkan dengan

Page 12: DETERMINAN KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI …

auditor dengan tipe kepribadian lainnya. Kepribadian dengan tipe kombinasi ST dan NT merupakan

tipe yang cenderung logis dalam mengambil keputusan karena mempertimbangkan fakta-fakta yang

ada. Tuanakotta (2007) Tipe kombinasi NT cenderung menekankan pola, konteks, dan hubungan

dengan data yang meragukan dan tidak meyakinkan dimana pada kondisi tersebut auditor dituntut

harus menebak-nebak makna dari data tersebut secara intuitif, dan selanjutnya digunakan sebagai

dasar untuk menggali fakta dengan logika dan analisis yang obyektif serta kritis dalam situasi dimana

keputusan harus diambil. Berdasarkan konsep tersebut, maka diduga ada pengaruh tipe kepribadian

kombinasi NT yang ada pada diri auditor terhadap kemampuan auditor tersebut dalam mendeteksi

kecurangan. Berangkat dari argumentasi tersebut, maka hipotesis yang dirumuskan adalah sebagai

berikut:

H4 : Tipe Kepribadian auditor yang sesuai berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor

dalam mendeteksi kecurangan (fraud)

III. Metode Penelitian

3.1 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh auditor yang bekerja Kantor Akuntan Publik di Jakarta,

Surabaya dan Makassar, sesuai dengan informasi yang diperoleh dari Direktori Kantor Akuntan

Publik yang dikeluarkan Ikatan Akuntan Indonesia yaitu sebanyak 176 responden. Kriteria

pengambilan sampel bagi staf auditor yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah auditor

yang memunyai pengalaman kerja di Kantor Akuntan Publik sekurang-kurangnya 1 tahun sehingga

dianggap telah memiliki waktu yang relatif cukup untuk memahami dan menyesuaikan segala bentuk

penugasan yang disertai adanya beban kerja atas penugasan tersebut. Semua variabel dalam penelitian

ini diukur dengan menggunakan kuesioner.

3.2 Definisi operasional Variabel

a. Variabel kemampuan mendeteksi kecurangan yaitu kemampuan untuk mengenali dan

mengidentifikasi gejala-gejala kecurangan (fraud symptoms) yang dikembangkan oleh Fullerton

Page 13: DETERMINAN KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI …

dan Durtschi (2010) dan dimodifikasi oleh Nasution (2012) yang terdiri dari gejala kecurangan

terkait dengan lingkungan perusahaan (corporate environment) dan gejala kecurangan terkait

catatan keuangan dan praktek akuntansi (financial records and accounting practice).

b. Skeptisme profesional adalah sikap perilaku (attitude) auditor yang akan membawa tindakannya

pada tindakan yang akan selalu menanyakan dan menaksir secara kritis terhadap bukti audit.

Skeptisme profesionalisme mengadopsi dari Hurtt, Eining dan Plumlee (2003) dan indikator antara

lain memahami penyediaan bukti, tindakan yang diambil berdasarkan bukti dan sikap skeptis.

c. Beban kerja adalah jumlah pekerjaan yang harus dilakukan oleh seseorang. Fitriany (2011)

menyebutkan bahwa beban kerja auditor dapat dilihat dari banyaknya jumlah klien yang harus

dikerjakan oleh seorang auditor atau terbatasnya waktu auditor untuk melakukan proses audit.

d. Kepribadian sebagai organisasi organik dalam individu yang memiliki sistem psikologis yang

menentukan penyesuaian uniknya terhadap lingkungannya. Jadi kepribadian merupakan cara-cara

yang ditempuh individu dalam bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain (Robbins dan Judge,

2008:137). Adapun indikator tipe kepribadian diukur menggunakan tes MBTI. (Myers Briggs Type

Indicator). Auditor dengan tipe kepribadian ST (Sense Thinking) dan NT (Intuition Thinking)

diberi nilai 1 dan auditor dengan tipe kepribadian selain ST (Sense-Thinking) dan NT (Intuition-

Thinking) diberi nilai 0.

e. Pengalaman berdasarkan Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary adalah pengetahuan atau

keahlian yang diperoleh dari suatu peristiwa melalui pengamatan langsung ataupun berpartisipasi

dalam peristiwa tersebut. Penelitian yang dilakukan Libby dan Frederick, (1990) menemukan

bahwa auditor yang telah memiliki banyak pengalaman tidak hanya memiliki kemampuan untuk

menemukan kekeliruan (error) atau kecurangan (fraud) yang tidak lazim yang terdapat dalam

laporan keuangan tetapi juga auditor tersebut dapat memberikan penjelasan yang lebih akurat

terhadap temuannya tersebut dibandingkan dengan auditor yang masih sedikit pengalaman.

Semakin tinggi skor dalam variabel ini, berarti semakin banyak pengalaman yang telah dimiliki

auditor, terdapat empat pilihan jawaban dimana semakin lama seorang responden bekerja sebagai

seorang auditor maka semakin tinggi nilai yang diberikan.

f. Beban kerja (workload) adalah jumlah pekerjaan yang harus dilakukan oleh seseorang. Ishak

Page 14: DETERMINAN KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI …

(2015) menyatakan bahwa work-load dapat dilihat dari berapa jumlah klien yang harus ditangani

oleh seorang auditor. Nasution (2012) menyebutkan bahwa beban kerja auditor dapat dilihat dari

banyaknya jumlah klien yang harus ditangani oleh seorang auditor atau terbatasnya waktu auditor

untuk melakukan proses audit. Beban kerja diukur melalui rata-rata jumlah penugasan audit yang

dilakukan oleh auditor selama satu tahun. Semakin rendah skor variabel ini, menunjukkan bahwa

semakin ringan beban kerja yang dimiliki auditor.

3.3 Uji Validitas dan Reliabilitas Data

Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan Cronbach’s Alpha. Hasil pengujian

menunjukkan nilai Cronbach’s Alpha > 0,6, hasil tersebut menunjukkan bahwa data yang digunakan

dalam penelitian adalah reliabel.

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Pengujian validitas

ini menggunakan total correlation (corrected item) Pengujian menggunakan dua sisi dengan taraf

singnifikan 0,05. Hasil menunjukkan semua variable penelitian valid.

3.4 Uji Asumsi klasik

Uji multikolinieritas dalam penelitian ini menggunakan nilai tolerance dan nilai variance

inflation factors (VIF) sebagai indikator ada atau tidaknya multikolinieritas diantara variabel bebas.

Dari hasil pengujian diperoleh nilai tolerance angka > 0,10 dan nilai VIF menunjukkan < 10, maka

dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat multikoleniaritas pada model regresi.

Penelitian ini menggunakan uji normalitas dengan pengujian Kolmogorof-Smirnov. Pada uji

Kolmogorov-Smirnov menghasilkan nilai signifikansi > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa model

regresi dalam penelitian ini berdistribusi normal.

Sedangkan uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini menggunakan uji Gleyser sebagai indikator

terjadinya heteroskedastisitas. Dari hasil pengujian diperoleh nilai signifikansi (Sig) > 0,05. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi yang digunakan tidak terkena heteroskedastisitas.

Page 15: DETERMINAN KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI …

3.5 Uji hipotesis

Pengujian Hasil Koefisien Deerminasi (R2)

Tabel 1

Hasil Koefisien Determinasi ( R2 )

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the

Estimate

1 0.955 0.899 0.887 1.211

a.Predictors : (Constanst), Pengalaman auditor, Beban kerja, Kepribadian, Skeptisme

Sumber : Hasil Pengolahan Data

Berdasarkan tabel 1. di atas dapat kita lihat nilai koefisien determinasi (R2) adalah sebesar

89,9% yang artinya bahwa variabel independen pengalaman auditor, beban kerja auditor dan

kepribadian dan skeptisme memengaruhi pendeteksian kecurangan dan sisanya 10,1% dipengaruhi

oleh variabel lain yang tidak termasuk diteliti dalam penelitian ini.

3.6 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

Hasil uji statistik F didapat nilai F hitung sebesar 3,267 > F tabel sebesar 2,61 dengan

probabilitas sebesar 0,022 < 0,05. Hasil ini menunjukan bahwa model regresi dapat digunakan untuk

memprediksi kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan atau variabel independen secara

bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen.

Hasil uji hipotesis pertama menunjukkan bahwa skeptisme profesional memunyai nilai

thitung sebesar 3,278 > dari nilai ttabel sebesar 2,021 dengan probabilitas signifikansi sebesar 0,002 <

0,05. Hal ini berarti menerima hipotesis pertama sehingga dapat dikatakan bahwa skeptisme

profesional berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan.

Hasil uji hipotesis kedua menunjukkan bahwa pengalaman kerja memunyai nilai thitung

sebesar 1,788 < dari nilai tabel sebesar 2,021 dengan probabilitas signifikansi 0,023 < 0,05. Hal ini

berarti menerima hipotesis kedua sehingga dapat dikatakan bahwa pengalaman kerja berpengaruh

signifikan terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

Page 16: DETERMINAN KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI …

Hasil uji hipotesis ketiga menunjukkan bahwa beban kerja memunyai nilai thitung sebesar

1,887 < dari nilai tabel sebesar 2,021 dengan probabilitas signifikansi 0,020 < 0,05. Hal ini berarti

menerima hipotesis ketiga sehingga dapat dikatakan bahwa beban kerja berpengaruh signifikan

terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

Hasil uji hipotesis keempat menunjukkan bahwa tipe kepribadian memunyai nilai thitung

sebesar 0,913 < dari nilai ttabel sebesar 2,021 dengan probabilitas signifikansi 0,63 > 0,05. Hal ini

berarti menolak hipotesis keempat sehingga dapat dikatakan bahwa tipe kepribadian dengan

kombinasi ST dan NT tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan.

IV. Hasil Dan Pembahasan

4.1 Pengaruh Skeptisisme Profesional Auditor Terhadap Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi

Kecurangan (Fraud)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa skeptisisme Profesional Auditor berpengaruh positif

dan signifikan terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud). Hasil penelitian

ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aulia (2013), Angriawan (2014), dan

Simanjuntak (2015) yang menemukan adanya pengaruh positif skeptitisme profesional auditor

terhadap kemampuan auditor mendeteksi kecurangan. Fullerton dan Durtschi (2004) telah

membuktikan dalam penelitiannya bahwa auditor dengan skeptisme yang tinggi akan meningkatkan

kemampuan mendeteksinya dengan cara mengembangkan pencarian informasi-informasi tambahan

bila dihadapkan dengan gejala-gejala kecurangan. Auditor yang memiliki sikap skeptisisme akan

berhati-hati terutama dalam membuat keputusan serta memberikan opini auditnya. Auditor akan

mencari bukti dan informasi tambahan untuk memastikan sejauh mana tingkat keakuratan dan

keyakinan dari bukti audit untuk digunakan dalam menilai laporan keuangan yang diaudit apakah

terbebas dari segala bentuk salah saji. Skeptisisme akan mempermudah auditor dalam mendeteteksi

kecurangan karena auditor memiliki pikiran kritis dan rasa keingintahuan yang tinggi, sehingga akan

lebih sensitif terhadap gejala kecurangan. Hal ini sejalan dengan theory disonansi kognitif yang

menyatakan bahwa tingkat kepercayaan (trust) auditor yang tinggi terhadap klien akan menurunkan

Page 17: DETERMINAN KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI …

tingkat skeptisme profesionalnya, demikian sebaliknya, tingkat kepercayaan (trust) auditor yang

rendah terhadap klien akan meningkatkan tingkat skeptisme profesionalnya.

4.2 Pengaruh Pengalaman Auditor Terhadap Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan

(Fraud)

Hasil pengujian pengalaman auditor berpengaruh positif signifikan terhadap kemampuan

mendeteksi kecurangan. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Anggriawan (2014), Indriyani (2015) maupun Wusqo (2016) yang menyatakan bahwa pengalaman

kerja berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Seorang

auditor yang memiliki banyak pengalaman terutama dalam kegiatan auditnya memunyai lebih banyak

hal yang dapat meningkatkan pengetahuan, keahlian dan kemampuannya dalam mendeteksi

kecurangan. Semakin lama bekerja sebagai auditor, akan semakin banyak penugasan dan jenis

perusahaan yang ditangani sehingga auditor akan memiliki banyak pengetahuan dan pemahaman yang

luas yang dapat meningkatkan kesadaran dan kepekaannya jika terjadi kekeliruan atau kecurangan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan theory disonansi kognitif yang menyatakan bahwa manusia pada

dasarnya menyukai konsistensi, oleh karena itu manusia akan cenderung mengambil sikap-sikap yang

tidak bertentangan satu sama lain dan menghindari melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan

sikapnya.

4.3 Pengaruh Beban kerja auditor terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan

(fraud)

Hipotesis kedua, beban kerja berpengaruh terhadap pendeteksian auditor atas fraud laporan

keuangan auditor. Hasil pengujian sebelumnya menunjukkan bahwa koefisien variabel beban kerja

memiliki pengaruh positif dengan tingkat signifikan sebesar 0,020 dimana lebih kecil dari alpha 0,05.

Dengan demikian beban kerja memunyai pengaruh positif terhadap pendeteksian auditor atas

kecurangan. Hal ini menunjukkan semakin besar beban kerja seorang auditor, maka semakin baik

pendeteksian auditor atas kecurangan dan semakin kecil beban kerja seorang auditor, maka semakin

kurang baik pendeteksian auditor atas kecurangan. Penelitian ini sejalan dengan agency theory yang

Page 18: DETERMINAN KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI …

menyatakan bahwa tindakan kecurangan pada dasarnya dilatarbelakangi oleh konflik

kepentingan antara pihak principal dan agent. Principal memberikan tanggung jawab kepada agent

untuk menjalankan kegiatan operasional perusahaan dengan tujuan memperoleh laba dan akan

memberikan kompensasi yang tinggi ketika agent mampu menghasilkan laba optimum. Namun

penelitian ini berbeda dengan penelitian Fitriani (2011) dan Nasution (2012) yang menemukan bahwa

beban kerja memunyai pengaruh negatif terhadap peningkatan kemampuan mendeteksi kecurangan

kurang dapat didukung. Beban kerja yang semakin meningkat akan menurunkan kemampuan auditor

dalam mendeteksi kekeliruan (error) atau kecurangan (fraud) sebuah perusahaan yang akan berakibat

juga dengan kualitas audit yang dihasilkan menjadi lebih rendah (Loperz dan Peters, 2011).

Begitupun dengan Murtisari dan Ghazali (2006) juga menyatakan bahwa beratnya beban pekerjaan

yang mengakibatkan kelebihan pekerjaan akan menurunkan kepuasan kerja dan kinerja auditor dalam

melaksanakan proses audit.

4.4. Pengaruh Tipe Kepribadian Auditor Terhadap Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi

Kecurangan ( Fraud)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepribadian tidak berpengaruh terhadap kemampuan

auditor dalam mendeteksi kecurangan. Adanya perbedaan tipe kepribadian yang dimiliki oleh auditor

tidak memengaruhi kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Hal ini mungkin saja

disebabkan karena auditor telah memiliki kompetensi yang membuat auditor lebih cepat dan tepat

dalam mendeteksi kecurangan, auditor yang telah memiliki banyak pengalaman tidak hanya memiliki

kemampuan dalam menemukan kekeliruan (error) atau kecurangan (fraud) yang tidak lazim yang

terdapat dalam laporan keuangan tetapi juga auditor tersebut dapat memberikan penjelasan yang lebih

akurat terhadap temuannya tersebut dibandingkan dengan auditor yang masih dengan sedikit

pengalaman, sehingga perbedaan tipe kepribadian tidak mampu memengaruhi kemampuan auditor

dalam mendeteksi kecurangan. Dengan demikian hipotesis keempat yang menyatakan tipe

kepribadian yang sesuai berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan ditolak. Hal ini tidak sejalan dengan theory planned behavior yang menyatakan bahwa

sikap dasar atau kepribadian seseorang dapat terbentuk atas respon seseorang terhadap lingkungan,

Page 19: DETERMINAN KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI …

objek, dan intuisi. Hasil penelitian inipun tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh

Fitriany dan Nasution (2012), Indriyani (2015) dan Supriyanto (2014) yang menyatakan bahwa tipe

kepribadian auditor berpengaruh negatif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

V. Kesimpulan, Implikasi Dan Keterbatasan

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengalaman audit, beban kerja dan skeptisisme

profesional berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan sedangkan tipe

kepribadian tidak berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

Penelitian ini sangat bermanfaat bagi auditor, mengingat tugas utama seorang auditor harus mampu

mendeteksi kecurangan.

Penelitian ini tidak terlepas dari berbagai keterbatasan, kemungkinan timbulnya bias terhadap

respon dari para responden karena adanya ketidak- seriusan responden pada saat mengisi atau

memberikan jawaban terhadap kuisioner yang diberikan sehingga menyebabkan variabel tidak terukur

dengan sempurna. Untuk penelitian kedepan diharapkan peneliti dapat menggunakan metode

wawancara secara langsung kepada responden agar pertanyaan dari kuisioner dapat lebih dipahami.

meskipun jumlah auditor yang menjadi responden sudah memenuhi kriteria minimal jumlah sampel

penelitian, namun akan lebih baik jika jumlahnya lebih banyak lagi sehingga hasilnya lebih

menggambarkan kondisi yang sebenarnya maka disarankan untuk peneliti selanjutnya lokasi

penelitian diperluas.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Halim. 2008. Auditing Dasar-dasar Audit Laporan Keuangan. UUP STIM.

Ajzen, I. 1991. The Theory of Planned Behaviour. Organizational Behavior and Human Decision Processes. 50

(2). 179-211.

Anggriawan, Eko Ferry. 2014. Pengaruh Pengalaman Kerja, Skeptisme Profesional, dan Tekanan Waktu

Terhadap Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Fraud. Jurnal Nominal. Volume II No 2. Universitas

Negeri Yogyakarta.

Adnyani, Nyoman dkk. 2014. Pengaruh Skeptisme Profesional Auditor, Independensi, dan Pengalaman Auditor

Terhadap Tanggungjawab Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan dan Kekeliruan Laporan Keuangan. E

Journal. Volume 2 No. 1. Universitas Pendidikan Ganesha

Page 20: DETERMINAN KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI …

Asih, Dwi Annaning Tyas, 2006. Pengaruh Pengalaman Terhadap Peningkatan Keahlian Auditor Dalam Bidang

Auditing. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.

Aulia, Muhammad Yusuf. 2013. Pengaruh Pengalaman, Independensi, dan Skeptisme Profesional Auditor

Terhadap Pendeteksian Kecurangan. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Bawono Icuk Rangga dan Elisha Muliani Singgih. 2010. Faktor-Faktor dalam Diri Auditor dan Kualitas Audit.

Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia. Universitas Jenderal Soedirman. http://journal.uii.ac.id.

Diakses 20 April 2016.

Beasley, M.S., Carcello, J.V., and Hermanson, D.R.2001. “Top 10 Audit Deficiencies.” Journal of Accountancy

(April 2001): 63-66.

Festinger, Leon. 1957. A Theory of Cognitive Dissonance. California : Stanford University Press.

Fitriany. (2011). Analisis Komprehensif Pengaruh Kompetensi dan Independensi Akuntan Publik Terhadap

Kualitas Audit. Disertasi. Universitas Indonesia.

Fitriani, Rika, (2012), Pengaruh Kemampuan Auditor Investigatif Terhadap Efektivitas Pelaksanaan Prosedur

Audit dalam Pembuktian Kecurangan. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan. Bandung

Fitriany dan Hafah Nasution, 2012. Pengaruh Beban Kerja, Pengalaman Audit dan Tipe Kepribadian Terhadap

Skeptisme Profesional Dan Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan. Skripsi. Universitas

Indonesia Jakarta. http: //sna.akuntansi.unikal.ac.id/ diakses pada tanggal 17 Januari 2016.

Fuad, K. 2015. “Pengaruh Kompetensi, Independensi dan Prosedur Audit Terhadap Tanggung Jawab dalam

Pendeteksian Fraud.” Jurnal Dinamika Akuntansi. Vol.7. No.1. Maret 2015. pp.10-17

Fullerton, Rosemary R. Dan Cindy Durtschi. 2010. “The Effect of Professional Skepticism on The Fraud

Detection Skills of Internal Auditors”. Utah State University, Working Paper.

http://www.ssrn.com/abstract=1140267 diakses tanggal 2 Mei 2010.

Ghozali, Imam. 2016. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM 23 SPSS. Semarang: BPFE

Universitas Diponogoro.

Hafifah Nasution dan Fitriany. 2012. Pengaruh Beban Kerja,Pengalaman Audit dan Tipe Kepribadian Terhadap

Skeptisme Profesional dan Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan.

sna.akuntansi.unikal.ac.id. Jakarta.

Hanifa, S. I., dan Herry, L. 2015. Pengaruh Fraud Indicators Terhadap Fraudulent Financial Statement

: Studi Empiris pada Perusahaan yang Listed di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2008-2013.

Diponegoro Journal of Accounting. Volume 04, Nomor 04, Tahun 2015. Halaman 1-15.

Herty, Satri Yuninta Sari, 2010. Pengaruh Independensin dan Profesionalisme Auditor Internal Dalam Upaya

Mencegah dan Mendeteksi Terjadinya Fraud. Skripsi. Universitas Islam Negeri Jakarta.

Hilmi, Fakhri. 2011. Pengaruh Pengalaman, Pelatihan, dan Skeptisme Profesional Auditor Terhadap

Pendeteksian Kecurangan. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Hurtt, R. K., M. Eining, and R. D. Plumlee. 2003. Professional skepticism: A model with implications for

research, practice, and education. Working paper. University of Wisconsin.

Hurt, Kathy R. 2010. “ Development of a Scale to Measure Profesional Skepticism”. A Journal of Practice &

Theory. Vol 29. No. 1. pp 149-171.

Page 21: DETERMINAN KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI …

Indriyani, Yosita. 2015. Pengaruh Beban Kerja, Pengalaman Audit, Skeptisisme Profesional dan Tipe

Kepribadian Terhadap Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan. Skripsi. Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta.

Ishak, Febrian Adhi Pratama. 2015. Pengaruh Rotasi Audit, Workload, dan Spesialisasi Terhadap Kualitas

Audit Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Pada Tahun 2009-2013.

Jurnal Organisasi dan Manajemen. Volume 11. Nomor 2. September 2015. 183-194. Universitas Sebelas

Maret.

Januarti, I. 2011. Analisis Pengaruh Pengalaman Auditor, Komitmen Profesional, Orientasi Etis dan Nilai Etika

Organisasi terhadap persepsi & Pertimbangan Etis. Paper Dipresentasikan pada Simposium Nasional

Akuntansi XIV, Aceh.

Kusumastuti, Rika Dewi. 2008. Pengaruh Pengalaman, Komitmen Profesional, Etika Organisasi, dan Gender

Terhadap Pengambilan Keputusan Etis Auditor. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Koroy, Tri Ramaraya. 2008 Pendeteksian Kecurangan Laporan Keuangan Oleh Auditor Eksternal. Jurnal. STIE

Nasional Banjarmasin Indonesia.

Libby, R., Frederick, D.M. 1990. Experience and the ability to explain audit findings. Journal of Accounting

Research. No.28. pp.348-67.

Lopez, Dennis M and Gary F. Peters. 2011. The Effect of Workload Compression on Audit Quality.

Merdian. Alif 2014. Pengaruh Skeptisme Profesional dan Pengalaman Auditor terhadap Kemampuan

Mendeteksi Kecurangan. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama

Mudrika, Nas. 2011. Membaca Kepribadian Menggunakan Tes MBTI (Myer Briggs Type Indicator). Maret, 10,

2012. http://www.na smudrika. wordpress.com

Murtiasri, Eka dan Imam Ghozali. (2006). Anteseden dan Konsekuensi Burnout pada Auditor: Pengembangan

Terhadap Role Stress Model. Simposium Nasional Akuntansi 9. Padang.

Nasution, H. 2012. Pengaruh Beban Kerja, Pengalaman Audit dan Tipe Kepribadian Terhadap Skeptisme

Profesional dan Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan. Disertasi. Universitas Indonesia.

Noviyani, Putri. dan Bondi. 2002. Pengaruh Pengalaman dan Pelatihan Terhadap Struktur Pengetahuan Auditor

Tentang Kekeliruan. Jurnal dan Prosiding SNA. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang.

Noviyanti, Suzy. 2008. Skeptisme Profesional Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan. Jurnal Akuntansi dan

Keuangan Indonesia. Vol.5. No.1. pp.102-125. Universitas Kristen Satya Wacana.

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 2001. Pernyataan Standar Auditing (PSA) No. 70: Pertimbangan atas

Kecurangan dalam Audit Laporan Keuangan. Jakarta: IAI.

Prihandono, Aldiansyah Utama. 2012. Hubungan Skeptisisme Profesional Auditor, Situasi Audit, Independensi,

Etika, Keahlian, Dan Pengalaman Dengan Keputusan Pemberian Opini Audit Oleh Auditor.

eprints.undip.ac.id. Universitas Indonesia

Robbins, Stephen P., dan Judge Timothy A. 2008. Perilaku Organisasi. Buku 1. Jakarta: Selemba Empat

Robbins, Stephen P., dan Judge. 2008. Perilaku Organisasi. Buku 2. Jakarta : Salemba Empat.

Sanjaya, I Made Dwi Marta. Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan

Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2013. Skripsi.

Universitas Udayana

Page 22: DETERMINAN KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI …

Simanjuntak, S.N. 2015. Pengaruh Independensi, Kompetensi, Skeptisme Profesional dan

Profesionalisme Terhadap Kemampuan Mendeteksi Kecurangan (Fraud) pada Auditor di BPK RI

Perwakilan Provinsi Sumatera Utara. Jom FEKON. Vol. 2. No. 2 Oktober 2015.

Sukirman dan Sari, M.P. 2013. “Model Deteksi Kecurangan Berbasis Fraud Triangle”. Jurnal Akuntansi

& Auditing. Volume 9. No. 2. Mei. pp.199 – 225.

Supriyanto. 2014. Pengaruh Beban Kerja, Pengalaman Audit, Tipe Kepribadian, dan Skeptisme Profesional

Terhadap Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan. eprints.ums.ac.id. Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

Srikandi, Yanisman Indra. 2015. Pengaruh Kompetensi Dan Skeptisme Profesional Auditor Terhadap

Pendeteksian Kecurangan. elib.unikom.ac.id. Universitas Komputer Indonesia.

Suraida, Ida. 2005. Pengaruh Etika, Kompetensi, Pengalaman Audit dan Risiko Audit Terhadap Skeptisisme

Profesional Auditor dan Ketepatan Pemberian Opini Akuntan Publik. Jurnal Sosiohumaniora. Vol.7.

No.3. pp.186-202. Universitas Padjadjaran.

Tirta, Rio., dan Sholihin, Mahfud. (2004). The Efect of Experience and Task-Specific Knowledge on Auditors’

Performance in Assessing A Fraud Case. JAAI. Vol. 8. No.1. pp.1-21.

Tuanakotta, Theodorus M. 2007. Pengungkapan Fraud di Lembaga Negara Tinjauan Teknik Audit. Economic

Business & Accounting Review. Vol. II. No. 1. Universitas Indonesia.

Widiyastuti, Marcellina dan Sugeng Pamudji. 2015. Pengaruh Kompetensi, Independensi, dan Profesionalisme

Terhadap Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan. Value Added: Majalah Ekonomi dan

Bisnis. Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Semarang.

Wiguna, Floreta. 2015. Pengaruh Skeptisme Profesional dan Indepedensi Auditor Terhadap Pendeteksian

Kecurangan. e Proceeding of Management. Vol.2. No. 1.pp. 453-461. Universitas Telkom.

Winantyadi dan Waluyo. 2014. Pengaruh Pengalaman, Keahlian, Situasi Audit dan Etika terhadap Skeptisisme

Profesional Auditor. Jurnal Nominal. Vo.3 No.1

Wusqo, U. 2016. “Pengaruh Beban Kerja, Independensi, Skeptisme Profesional, dan Pengalaman Audit

Terhadap Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan”. Skripsi. Fakultas Ekonomi

Universitas Muhammadiyah. Yogyakarta