Upload
vanduong
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
DETEKSI VIRUS YANG MENGINFEKSI KENTANG
(Solanum tuberosum L.) DI JAWA BARAT
RIA KARTIKA
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Deteksi Virus yang
Menginfeksi Kentang (Solanum tuberosum L.) di Jawa Barat” adalah benar karya
saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Ria Kartika
NIM A34090065
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
ABSTRAK
RIA KARTIKA. Deteksi Virus yang Menginfeksi Kentang (Solanum tuberosum
L.) di Jawa Barat. Dibimbing oleh TRI ASMIRA DAMAYANTI.
Gejala infeksi virus banyak ditemukan di sentra pertanaman kentang di
Jawa Barat (Rancabali, Pengalengan, dan Bayongbong). Namun virus-virus yang
berasosiasi dengan gejala tersebut belum diketahui. Penelitian ini bertujuan
mendeteksi virus-virus pada tanaman kentang secara molekuler. Sebanyak 50
sampel daun dikoleksi secara acak dari tanaman kentang yang bergejala pada
setiap lokasi. Parameter yang diamati adalah gejala, kejadian penyakit, dan
runutan DNA virus yang dominan ditemukan. Kejadian penyakit ditentukan
dengan uji serologi menggunakan antiserum PVY, PVX, PVS, dan CMV.
Sedangkan deteksi asam nukleat dilakukan dengan RT-PCR dan perunutan DNA
(DNA sequencing). Hasil penelitian menunjukkan bahwa gejala yang ditemukan
bervariasi pada daun kentang, seperti vein clearing, vein banding, rugose, dan
malformasi daun. Kejadian penyakit oleh PVY, PVX, PVS, dan CMV di
Rancabali berturut-turut adalah 28%, 0%, 0%, dan 28%, di Pengalengan adalah
80%, 24%, 2%, dan 82%, serta di Bayongbong adalah 82%, 0%, 6%, dan 74%.
RT-PCR menggunakan primer spesifik PVY dan CMV berhasil mengamplifikasi
gen coat protein PVY dan CMV asal Bayongbong masing-masing berukuran
801 pb dan 657 pb. Homologi nukleotida dan asam amino PVY asal
Bayongbong terhadap PVY dari negara lain berkisar 89.5-99.7% dan 92.0-100%.
Homologi tertingginya yaitu dengan PVYNTN
asal Cina dan Jepang. Sedangkan
homologi nukleotida dan asam amino CMV asal Bayongbong terhadap CMV asal
negara lain berkisar 87.6-96.9% dan 86.9-93.7%. Homologi tertingginya yaitu
dengan CMV strain Soybean stunt (SS) asal Bogor (Indonesia). Kedua strain virus
(PVYNTN
dan CMVSS
) tersebut dan PVS pertama kali dilaporkan pada tanaman
kentang di Indonesia.
Kata kunci: CMV, kentang, PVY.
ABSTRACT
RIA KARTIKA. Detection of Viruses Infecting Potato (Solanum tuberosum L.) in
West Java. Supervised by TRI ASMIRA DAMAYANTI.
Symptoms of viral infection were found in the center of potato cultivations
in West Java (Rancabali, Pengalengan, and Bayongbong). However the viruses
associated with these symptoms had been unknown yet. The conducted research
aims to detect and identify the viruses molecularly. Fifty leaf samples were
randomly collected from symptomatic potato plants of 50 samples at each
location. Paramaters measured were symptoms, disease incidence, and viral DNA
sequences which were predominantly found. Disease incidence was determined
by serological tests using PVY, PVX, PVS, and CMV antiserum. While nucleic
acid was amplified by RT-PCR and DNA sequencing. The result showed that the
symptoms were found vary in potato leaves, such as mosaic, vein clearing, vein
banding, rugose, and leaf malformation. Disease incidence of PVY, PVX, PVS,
and CMV in Rancabali were 28%, 0%, 0%, and 28%, in Pengalengan were 80%,
24%, 2%, and 82%, and in Bayongbong were 82%, 0%, 6%, and 74%,
respectively. RT-PCR using specific DNA primers successfully amplify PVY and
CMV coat protein gene from Bayongbong each approximately size 801 bp and
657 bp. The homology of nucleotide and amino acid of PVY from Bayongbong
against PVY isolates from the other countries ranged from 89.5-99.7% and 92.0-
100%. The highest homology was closely to PVYNTN
from China and Japan.
Whereas the homology of nucleotide and amino acid of CMV from Bayongbong
against CMV isolates from the other countries ranged from 87.6-96.9% and 86.9-
93.7%. The highest homology was closely to CMV strain Soybean stunt (SS)
from Bogor (Indonesia). Both of viruses strain (PVYNTN
and CMVSS
) and PVS
were the first reported in potato crops in Indonesia.
Keywords: CMV, potato, PVY.
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
DETEKSI VIRUS YANG MENGINFEKSI KENTANG
(Solanum tuberosum L.) DI JAWA BARAT
RIA KARTIKA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Deteksi Virus yang Menginfeksi Kentang (Solanum
tuberosum L.) di Jawa Barat Nama Mahasiswa : Ria Kartika
NIM : A34090065
Disetujui oleh
Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, M.Agr.
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si.
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatNya, penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Deteksi Virus yang Menginfeksi
Kentang (Solanum tuberosum L.) di Jawa Barat”. Skripsi ini disusun sebagai
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada program studi Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih untuk kedua orang tua, Lim In Tje dan Lo Gam Nih, S.Pd.,
serta keluarga yang selalu memberikan doa, kasih sayang, dan kepercayaan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, M.Agr.
selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan pengarahan, saran, dan
motivasi sejak awal penelitian sampai penulisan skripsi ini. Terima kasih kepada
Dr. Ir. Teguh Santoso, DEA selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan perhatian, pengarahan, dan motivasi selama penulis menempuh
pendidikan di IPB. Terima kasih juga kepada seluruh staf pengajar IPB atas ilmu
dan pengalaman berharga yang telah diberikan.
Terima kasih kepada teman-teman anggota Laboratorium Virologi
Tumbuhan IPB atas bantuan dan dukungannya dalam melaksanaan penelitian.
Terima kasih kepada teman-teman Proteksi Tanaman angkatan 46 atas kerjasama,
semangat, dan persahabatan selama di IPB. Terima kasih juga kepada semua
pihak yang telah membantu penulis selama kuliah hingga menyelesaikan tugas
akhir.
Semoga penelitian ini bermanfaat bagi pertanian, perkembangan ilmu
pengetahuan, dan kehidupan.
Bogor, Januari 2014
Ria Kartika
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR LAMPIRAN v
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
BAHAN DAN METODE 4
Waktu dan Tempat Penelitian 4
Metode Penelitian 4
Pengambilan Sampel Tanaman Kentang 4
Deteksi Molekuler 4
Perunutan DNA dan Analisis Filogenetik 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Gejala Infeksi Virus pada Tanaman Kentang di Lapangan 10
Deteksi Molekuler 11
Uji Serologi 11
RT-PCR 12
Analisis Runutan DNA Gen CP 13
Analisis Filogenetik 15
SIMPULAN DAN SARAN 18
DAFTAR PUSTAKA 19
LAMPIRAN 21
RIWAYAT HIDUP 30
DAFTAR TABEL
1 Runutan primer untuk deteksi virus pada kentang 7
2 Komposisi reaktan Polymerase chain reaction (PCR) untuk satu
kali reaksi amplifikasi DNA genom virus 7
3 Kondisi PCR untuk mendeteksi virus pada kentang 7
4 Identitas PVY dan PeMV dari beberapa negara yang terdaftar di
Genebank 8
5 Identitas CMV dan PSV dari beberapa negara yang terdaftar di
Genebank 8
6 Variasi gejala infeksi virus pada tanaman kentang di Jawa Barat 11
7 Kejadian penyakit oleh beberapa virus berdasarkan uji serologi 12
8 Frekuensi infeksi tunggal dan infeksi campuran virus 12
9 Tingkat homologi runutan nukleotida PVY isolat Bayongbong
terhadap isolat dari 10 negara lain 13
10 Tingkat homologi runutan asam amino PVY isolat Bayongbong
terhadap isolat dari 10 negara lain 14
11 Tingkat homologi runutan nukleotida CMV isolat Bayongbong
terhadap isolat dari 10 negara lain 14
12 Tingkat homologi runutan asam amino CMV isolat Bayongbong
terhadap isolat dari 10 negara lain 15
DAFTAR GAMBAR
1 Gejala serangan virus pada tanaman kentang di Rancabali,
Pengalengan, dan Bayongbong 10
2 Variasi gejala infeksi virus pada tanaman kentang di Jawa Barat 10
3 Hasil amplifikasi DNA gen CP PVY dan CMV isolat B16 13
4 Pohon filogenetik runutan nukleotida dan asam amino gen CP PVY
isolat Bayongbong dengan isolat dari 10 negara lain 16
5 Pohon filogenetik runutan nukleotida dan asam amino gen CP CMV
isolat Bayongbong dengan isolat dari 10 negara lain 17
DAFTAR LAMPIRAN
1 Nilai Absorban ELISA (NAE) dan nilai titer virus metode DIBA
pada beberapa virus di Rancabali 21 2 Nilai Absorban ELISA (NAE) dan nilai titer virus metode DIBA
pada beberapa virus di Pengalengan 22 3 Nilai Absorban ELISA (NAE) dan nilai titer virus metode DIBA
pada beberapa virus di Bayongbong 23 4 Runutan nukleotida PVY isolat Bayongbong dengan isolat dari 10
negara lain 24 5 Runutan asam amino PVY isolat Bayongbong dengan isolat dari 10
negara lain 26 6 Runutan nukleotida CMV isolat Bayongbong dengan isolat dari 10
negara lain 27 7 Runutan asam amino CMV isolat Bayongbong dengan isolat dari 10
negara lain 29
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kentang (Solanum tuberosum L.) dikenal sebagai tanaman pangan dan
hortikultura yang bernilai ekonomi tinggi. Tanaman ini berasal dari daerah sub
tropis dan dibudidayakan hampir di seluruh negara yang memiliki dataran tinggi.
Kentang termasuk spesies tanaman dari famili Solanaceae yang menghasilkan
umbi. Umbi kentang merupakan salah satu komoditas pangan utama dunia setelah
padi, gandum, dan jagung. Kandungan gizi pada umbi kentang yaitu karbohidrat
sebanyak 18%, air sebanyak 78%, protein sebanyak 2%, mineral, dan vitamin C.
Sebagai sumber karbohidrat, kentang sangat bermanfaat untuk meningkatkan
energi di dalam tubuh (Rubatzky dan Yamaguchi 1998). Selain itu, kentang
banyak dijadikan bahan baku untuk industri makanan olahan.
Di Indonesia, kentang memiliki nilai penting sebagai komoditas hortikultura
setelah cabai dan kubis. Badan Pusat Statistik (2012) mencatat bahwa produksi
kentang di Indonesia pada tahun 2010 mencapai 1 060 805 ton. Namun
pencapaian produksinya menurun pada tahun 2011 menjadi 955 488 ton.
Menurunnya produksi dan mutu kentang di negara beriklim tropis seperti
Indonesia terkait banyak kendala produksi. Salah satu kendala dalam budidaya
dan produksi kentang yaitu adanya penyakit tanaman yang disebabkan oleh virus.
Setidaknya terdapat lebih dari 37 spesies virus yang diketahui menginfeksi
tanaman kentang (Brunt dan Loebenstein 2001). Dua spesies virus penting pada
tanaman kentang yaitu Potato leafroll virus (PLRV) yang menyebabkan gejala
daun menggulung dan Potato virus Y (PVY) yang menyebabkan gejala mosaik.
PVY (Potyviridae; Potyvirus) merupakan virus yang menjadi perhatian dunia
karena serangannya pada pertanaman kentang menimbulkan kerugian yang
berarti. Kerugian tersebut berupa penurunan hasil panen umbi secara kualitas
maupun kuantitas. Beberapa laporan menyebutkan bahwa virus ini dapat
menurunkan hasil panen kentang lebih dari 80% di negara-negara produsen utama
kentang, seperti Cina, India, dan Amerika (Piche et al. 2004; Reddy 2010; Wang
et al. 2011).
PVY pertama kali diketahui oleh Smith pada tahun 1931 dengan gejala
belang (mottle) dan nekrosis pada daun kentang. Kemudian Walker (1957)
mendeskripsikan PVY sebagai penyebab penyakit mosaik dengan gejala
penebalan warna hijau disekitar pertulangan daun (vein banding) pada beberapa
tanaman Solanaceae. Saat ini diketahui bahwa infeksi virus tersebut
menyebabkan Potato tuber necrotic ringspot disease (PTNRD) pada umbi
kentang (Gray et al. 2010). PVY dibedakan menjadi beberapa strain berdasarkan
reaksi serologi dan gejala pada tanaman, diantaranya PVYO, PVY
C, PVY
N, dan
PVYNTN
. Selain kentang, PVY juga dapat menginfeksi banyak spesies tanaman
lain dari genus Solanaceae, seperti cabai, tembakau terong, dan tomat, serta
Cucurbitaceae (Brunt dan Loebenstein 2001; Kerlan 2006). Di Iran, PVY
ditemukan menimbulkan gejala pemucatan tulang daun (vein clearing), distorsi
daun, klorosis disekitar pertulangan daun (vein chlorosis), dan mosaik pada daun
kentang dan tembakau (Hosseini et al. 2011).
Penyebaran PVY terjadi melalui vektor serangga dan secara mekanik. Lebih
dari 40 spesies kutudaun diketahui sebagai vektor PVY, diantaranya yaitu
2
Macrosiphon euphorbiae, Aphis nasturii, A. fabae, A. gossypii, dan Myzus
persicae. Namun M. persicae merupakan vektor paling efektif dalam menularkan
PVY secara non persisten ke dalam epidermis daun (Brunt dan Loebenstein
2001). PVY juga dapat ditularkan secara mekanis dengan sap tanaman yang
terinfeksi dan bahan perbanyakan vegetatif, namun tidak dapat ditularkan dengan
benih dan polen pada tanaman indikator (Kerlan 2006).
Selain PVY, gejala mosaik juga dapat diinduksi oleh Potato virus X (PVX),
Potato virus S (PVS), dan Cucumber mosaic virus (CMV). Gejala mosaik oleh
PVX (Alphaflexiviridae; Potexvirus) pada tanaman kentang yaitu mosaik laten.
Menurut Brunt dan Loebenstein (2001) gejala tersebut seperti mosaik ringan pada
bagian pertulangan daun (interveinal mosaic) yang hampir tidak terlihat, berpola
hijau gelap terang, dan tulang daun berwarna lebih tua daripada jaringan
diantaranya. Apabila infeksi PVX semakin parah terdapat gejala mottle yang
disertai pengerutan (crinkle) daun, nekrosis, hingga pengerdilan tanaman kentang.
Tanaman inang lain dalam famili Solanaceae, seperti tomat dan tembakau, dapat
diinfeksi oleh virus tersebut dan menghasilkan gejala yang beragam (Koenig
1989). PVX hanya dapat ditularkan secara mekanik dengan inokulasi sap tanaman
yang terinfeksi dan kontaminasi alat-alat pertanian. Infeksi PVX dapat
mengurangi produksi umbi kentang sampai 30% (Reddy 2010).
PVS (Betaflexiviridae; Carlavirus) menyebabkan infeksi dengan gejala
yang laten, namun pada beberapa kultivar kentang PVS menyebabkan klorosis,
mottle dan vein banding ringan, disertai tepi daun bergelombang dan rugos pada
permukaan daun. Virus ini memiliki dua strain utama yaitu PVSA dan PVS
O yang
dibedakan berdasarkan gejalanya pada tanaman. Infeksi PVS pada menyebabkan
kehilangan hasil panen sampai 20% pada tanamn kentang. Selain itu PVS juga
dapat menyerang tanaman Chenopodiaceae. Penyebaran efektif PVS terjadi
melalui vektor kutudaun, seperti A. nasturii, A. fabae, M. persicae, dan
Rhopalosipum padi. Namun sap tanaman yang terinfeksi juga dapat menularkan
PVS (Wetter 1971; Khurana dan Garg 1998; Brunt dan Loebenstein 2001).
Belum banyak penelitian yang melaporkan bahwa CMV (Bromoviridae;
Cucumovirus) ditemukan menginfeksi tanaman kentang. Kisaran inang CMV
umumnya yaitu tanaman Cucurbitaceae, Alliaceae dan beberapa tanaman
Solanaceae (cabai dan tomat). Di Indonesia, CMV dikenal sebagai patogen utama
yang ditularkan oleh M. persicae pada cabai dan tembakau dan menyebabkan
gejala mosaik. Infeksi lebih lanjut menyebabkan daun menggulung, malformasi,
dan menghambat pertumbuhan tanaman (Shikata et al. 1998). Namun Somerville
et. al. (1987) melaporkan bahwa CMV secara alami dapat menginfeksi tanaman
kentang di California.
Gejala mosaik oleh masing-masing virus tersebut sulit dibedakan secara
spesifik langsung di lapangan. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode yang
dapat mendeteksi masing-masing virus secara terpisah (differensial diagnostic
method) sehingga gejala infeksi PVY, PVX, PVS, dan CMV dapat dibedakan
dengan tepat. Kemajuan teknologi deteksi memungkinkan virus dengan mudah
dibedakan dari virus lainnya. Metode deteksi, seperti uji kisaran inang, serologi,
dan molekuler, efektif untuk mendeteksi virus tanaman secara sensitif bahkan
sampai ke tingkat strain (Somerville et al. 1987; Baldauf et al. 2006; Piche et al.
2004; Hosseini et al. 2011). Penelitian ini menggunakan uji serologi Enzyme-
linked immunosorbent assay (ELISA), Dot immunobanding assay (DIBA), dan
3
uji molekuler Reverse trancription-polymerase chain reaction (RT-PCR) sebagai
metode untuk mendeteksi virus yang dominan ditemukan pada kentang di Jawa
Barat.
Sampai saat ini belum tersedia informasi mengenai identitas dan informasi
genetik virus yang menginfeksi tanaman kentang di Indonesia. Oleh karena itu
kajian terkait hal tersebut perlu dilakukan untuk memperkaya pengetahuan
tentang virus-virus kentang di Indonesia sehingga dapat dijadikan landasan
penentuan pengendaliannya.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mendeteksi dan mengidentifikasi virus-virus pada
tanaman kentang pada sentra produksi kentang di Jawa Barat.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai
jenis-jenis virus dan variasi gejala infeksi virus pada tanaman kentang di Jawa
Barat. Identitas virus penyebab penyakit menjadi dasar dalam mengembangkan
strategi manajemen dan pengendalian virus pada kentang.
4
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Survei dan koleksi sampel tanaman kentang dilakukan pada dua sentra
produksi kentang di Jawa Barat. Lokasi di Kabupaten Bandung berada di
Kecamatan Pangalengan dan Rancabali. Sementara lokasi di Kabupaten Garut
berada di Kecamatan Bayongbong. Deteksi virus dilakukan di Laboratorium
Virologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Penelitian dilakukan dari bulan Februari sampai September 2013.
Metode Penelitian
Pengambilan Sampel Tanaman Kentang
Sampel tanaman kentang berupa daun yang bergejala diambil secara acak
(random sampling) sebanyak 50 sampel dari tiap lokasi.
Deteksi Molekuler
Uji Serologi. Uji ini dilakukan untuk menentukan kejadian penyakit
masing-masing virus. Terdapat tiga jenis metode serologi yang dilakukan, yaitu
Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), Dot immunobanding assay
(DIBA), dan immunostrip. PVS dan PVX dideteksi dengan Double antibody
sandwich (DAS)-ELISA menggunakan antibodi PVS dan PVX. Sementara CMV
dideteksi dengan metode DIBA menggunakan antibodi CMV. Adapun PVY
dideteksi dengan metode immunostrip dan compound-ELISA menggunakan
antibodi PVY.
Metode immunostrip untuk mendeteksi PVY pada sampel daun kentang
secara cepat dan praktis. Deteksi ini dilakukan pada sampel komposit sesuai
protokol yang direkomendasikan Agdia, Amerika Serikat. Setiap sampel komposit
terdiri dari 10 sampel individu tanaman. Sap sampel komposit diuji menggunakan
1 buah strip tes yang sensitif terhadap PVY. Sap dibuat dari 0.1 g sampel daun
yang digerus dalam bufer ekstraksi SEB4 [1:200 (b/v)]. Kemudian dimasukkan
strip tes kedalam sap. Hasil dikatakan positif terdeteksi PVY apabila terdapat dua
garis merah pada strip tes setelah diinkubasi pada suhu ruang selama 5-30 menit.
Metode compound-ELISA untuk mendeteksi PVY dilakukan pada sampel
individu tanaman sesuai protokol yang direkomendasikan Agdia, Amerika
Serikat. Tahap pertamanya adalah coating antibody pada plat mikrotiter ELISA
dengan antibodi pertama. Antibodi Immunoglobulin G (IgG) dilarutkan dalam
bufer coating pH 9.6 [1.59 g Na2CO3 (anhydrous); 2.93 g NaHCO3; 0.2 g NaN3
dalam 1000 ml air steril] [1:300 (v/v)] dan dimasukkan ke dalam sumuran plat
sebanyak 100 μl/sumuran. Plat diinkubasi pada suhu 4 °C selama semalam di
dalam lemari es.
Kemudian plat dicuci dengan 1× Phosphate buffer saline tween-20 (PBST)
pH 7.4 [8.0 g NaCl; 1.15 g NaHPO4 (anhydrous); 0.2 g KH2PO4 (anhydrous); 0.2
g KCl; 0.5 g Tween-20 dalam 1000 ml air steril] sebanyak 4 kali. Selanjutnya sap
dibuat dari 0.1 g sampel tanaman kentang yang digerus dalam general extract
buffer (GEB) pH 7.4 [1.3 g Na2SO4 (anhydrous); 20 g Polyvinylpyrrolidone
(PVP); 0.2 g NaN3; 2 g egg chicken albumin; 20 g Tween-20 dalam 1000 ml 1×
5
PBST] [1:100 (b/v)] dan dimasukkan ke dalam sumuran plat tersebut sebanyak
100 μl sap/sumuran. Kemudian plat diinkubasi pada suhu ruang selama 2 jam.
Sap dibuang dan plat dicuci kembali dengan 1× PBST sebanyak 7 kali.
Kemudian sumuran plat dimasukkan enzyme conjugate. Enzyme conjugate terdiri
dari antibodi A dan B yang dilarutkan dalam bufer ECM pH 7.4 [0.4 g skim milk
dalam 100 ml 1× PBST] [1:300 (v/v)] dan dimasukkan kedalam sumuran plat
sebanyak 100 μl/sumuran. Selanjutnya plat diinkubasi pada suhu ruang selama 2
jam.
Plat dicuci kembali dengan 1× PBST sebanyak 8 kali. Setelah itu dilakukan
pewarnaan dengan substrat PNP yang terdiri dari 10 mg P-nitrophenyl phosphate
(PNP) dalam 10 ml bufer substrat pH 9.8 [0.1 g MgCl.6H2O; 0.2 g NaN3; 97 ml
dietanolamin dalam 800 ml air steril] dan dimasukkan sebanyak 100 μl/sumuran
plat dan diinkubasi dalam keadaan gelap pada suhu ruang selama 30-60 menit.
Metode DAS-ELISA dilakukan pada sampel individu tanaman sesuai
protokol yang direkomendasikan Deutsche sammlung von mikroorganismen und
zellkulturen (DSMZ), Jerman. Tahap pertama adalah coating antibody pada plat
mikrotiter ELISA menggunakan antibodi IgG yang dilarutkan dalam bufer
coating pH 9.6 [1.59 g Na2CO3 (anhydrous); 2.93 g NaHCO3; 0.2 g NaN3; 1000
ml air steril] [1:1000 (v/v)] dan dimasukkan ke dalam sumuran plat sebanyak 100
μl/sumuran. Kemudian plat diinkubasi pada suhu 37 °C selama 2-4 jam.
Setelah diinkubasi, plat dicuci dengan 1× PBST sebanyak 4-8 kali.
Selanjutnya sap dibuat dari 0.1 g sampel tanaman kentang yang digerus dalam
bufer ekstraksi pH 7.4 [2% PVP dalam 1× PBST] [1:100 (b/v)] dan dimasukkan
ke dalam plat tersebut sebanyak 100 μl sap/sumuran. Kemudian plat diinkubasi
pada suhu 4 °C selama semalam di lemari es.
Sap dibuang dan plat dicuci kembali dengan 1× PBST sebanyak 4-8 kali.
setelah itu antibodi IgG-AP-conjugate yang dilarutkan dalam bufer konjugat pH
7.4 [2% PVP; dan 0.2% egg chicken albumin dalam 1× PBST] [1:1000 (v/v)]
dimasukkan ke dalam plat sebanyak 100 μl/sumuran. Kemudian plat diinkubasi
pada suhu 37 °C selama 2-4 jam.
Selanjutnya plat dicuci kembali dengan 1× PBST sebanyak 4-8 kali. Setelah
itu substrat PNP yang terdiri dari 10 mg PNP dalam 10 ml bufer substrat pH 9.8
[0.2 g NaN3 dan 97 ml dietanolamin dalam 1000 ml air steril] dimasukkan
sebanyak 100 μl/sumuran dan diinkubasi dalam keadaan gelap selama 30-60
menit pada suhu ruang. Selama inkubasi, plat diletakkan dalam kotak plastik
lembab untuk menjaga kelembabannya.
Hasil ELISA dapat dilihat secara kualitatif dan kuantitatif. Perubahan warna
menjadi kuning pada sumuran plat menunjukkan bahwa terjadi kompatibel antara
antibodi dengan antigen dan secara kualitatif sampel positif terinfeksi virus.
Kuantifikasi titer virus dilakukan dengan pembacaan panjang gelombang warna
sumuran plat menggunakan ELISA reader (Bio-RAD 550) pada 405 nm setiap 15
menit selama 60 menit. Dalam setiap pengujian disertakan nilai absorban ELISA
(NAE) kontrol positif, kontrol negatif (tanaman sehat) dan bufer. Hasil dikatakan
positif apabila NAE sampel yang diuji 2 kali lebih besar daripada NAE kontrol
negatifnya.
Metode DIBA dilakukan sesuai metode yang digunakan Anggraini (2011).
Membran nitroselulosa direndam dalam metanol 100% selama 10 detik dan
dikeringanginkan. Sap dibuat dari 0.1 g sampel daun yang digerus dalam 1× Tris
6
buffer saline (TBS) pH 7.5 [Tris-HCl 0.02 M dan NaCl 0.15 M] [1:10 (b/v)]. Sap
diteteskan sebanyak 2 μl pada membran. Setelah tetesan sampel kering, membran
direndam di dalam 1× TBS yang mengandung 2% Triton X-100 dan 2% skim
milk. Membran diinkubasi diatas shaker berkecepatan 70 rpm selama 1-2 jam
pada suhu ruang. Setelah itu membran dicuci dengan akuabides sebanyak 5 kali
dan masing-masing selama 5 menit dalam shaker berkecepatan 100 rpm.
Kemudian membran direndam dalam 1× TBS yang mengandung antibodi pertama
[1:1000 (v/v)] dan 2% skim milk. Membran diinkubasi dalam shaker berkecepatan
70 rpm selama semalam pada suhu ruang.
Membran dicuci sebanyak 5 kali dengan 1× TBS yang mengandung 0.05%
Tween (TBST). Kemudian membran direndam kembali dalam 1× TBS yang
mengandung antibodi kedua [1:1000 (v/v)] dan 2% skim milk. Membran
diinkubasi diatas shaker berkecepatan 70 rpm selama 1 jam pada suhu ruang.
Selanjutnya membran dicuci dengan 1× TBST sebanyak 5 kali.
Membran diwarnai dalam 10 ml bufer AP pH 9.8 (Tris-HCl 0.1 M, NaCl 0.1
M dan MgCl2 5 mM) yang mengandung Nitro blue tetrazolium (NBT) 66 μl dan
Bromo chloro indolyl phosphate (BCIP) 30 μl. Hasil dikatakan positif apabila
terjadi perubahan warna bekas tetesan sap menjadi ungu pada membran
nitroselulosa dan reaksi dapat dihentikan dengan merendam membran dalam
akuabides.
Ekstraksi RNA total. Metode ini dilakukan terhadap sampel asal
Bayongbong menggunakan primer spesifik yang mengamplifikasi masing-masing
gen Coat protein (CP) PVY dan CMV. Tahap pertama dalam metode RT-PCR
adalah ekstraksi RNA total. RNA total dari sampel daun diekstraksi sesuai
protokol yang direkomendasikan Phile Korea Technology (PKT). Secara umum
ekstraksi RNA terdiri dari degradasi sel, pemisahan substansi sel dengan asam
nukleat, serta pencucian RNA, dan presipitasi.
Sebanyak 0.1 gram sampel daun digerus dalam nitrogen cair dan
ditambahkan 450 μl bufer XPRB yang mengandung 1% β-mercaptoethanol
hingga homogen. Hasil gerusan dipindahkan ke dalam colomn putih dan
ditempatkan pada tabung koleksi, kemudian di sentrifugasi selam 2 menit dengan
kecepatan 13 000 rpm. Supernatan diambil, dimasukkan ke dalam tabung koleksi
baru yang berisi etanol 96%, dan dicampur hingga homogen.
Supernatan yang telah dicampur etanol dimasukkan ke dalam colomn
XPPLR merah, ditempatkan pada tabung koleksi, dan disentrifugasi selama 1
menit dengan kecepatan 13 000 rpm. RNA telah terjerap pada colomn XPPLR dan
cairan pada tabung koleksi dibuang. Sebanyak 500 μl wash buffer 1 ditambahkan
ke dalam colomn XPPLR dan disentrifugasi selama 1 menit dengan kecepatan 13
000 rpm. Cairan pada tabung koleksi dibuang dan ditambahkan wash buffer 2
sebanyak 750 μl ke dalam colomn XPPLR yang telah ditempatkan pada tabung
koleksi baru. Kemudian cairan disentrifugasi selama 1 menit dengan kecepatan 13
000 rpm. Cairan pada tabung koleksi dibuang dan colomn XPPLR ditempatkan
pada tabung koleksi baru. Kemudian colomn disentrifugasi kembali selama 3
menit dengan kecepatan 13 000 rpm. Setelah itu sebanyak 50 μl air bebas
nuklease (RNase free water) ditambahkan ke dalam pusat membran colomn
XPPLR dan didiamkan 1 menit lalu disentrifugasi dengan kecepatan 13 000 rpm
selama 2 menit. RNA total hasil ekstraksi ini disimpan pada suhu -80 °C dan
digunakan sebagai templat dalam reaksi RT-PCR.
7
Sintesis cDNA. Sintesis complementary DNA (cDNA) merupakan proses
transkripsi balik RNA virus menjadi cDNA menggunakan teknik Reverse
trancription (RT). Reagen seperti 2 μl H2O, 0.5 μl dNTP 10 mM, 1 μl Oligo d(T)
10 mM, dan 3 μl RNA templat direaksikan dalam Automated Thermal Cycler
(Gene Amp PCR System 9700; PE Applied Biosystem, Amerika Serikat) pada suhu
65 °C selama 5 menit dan segera didinginkan di dalam es. Selanjutnya reagen
tersebut direaksikan kembali dengan menambahkan 2 μl 5× bufer RT, 0.5 μl DTT
0.1 M, 0.5 μl M-MuLV (Thermo), dan 0.5 μl ribolock (Thermo) yang dicampur
rata dan diinkubasi pada suhu 42 °C selama 60 menit dan 70 °C selama 10 menit
untuk menginaktivasi enzim. Hasil RT berupa cDNA digunakan sebagai templat
DNA dalam reaksi PCR.
RT-PCR. Amplifikasi DNA virus dilakukan dengan metode RT-PCR
menggunakan pasangan primer yang telah didesain khusus untuk mengamplifikasi
dan mendeteksi PVY (Hosseini et al. 2001) dan CMV (Tabel 1). Komposisi
reaktan PCR tercantum dalam Tabel 2.
Tabel 1 Runutan primer untuk deteksi virus pada kentang
Primera
Runutan Produk PCR (pb)
PVY-cpF 5’-ATGGSAAATGACACAATYGATGCA-3’ 801
PVY-cpR 5’-ACATGTTSACTCCAAGYAG-3’
CMV-cpF 5’-ATGGACAAATCTGAATCAACCAGTGCC-3’ 657
CMV-cpR 5’-ACTGGGAGCACTCCAGATGTG-3’ a cpF = coat protein forward; cpR = coat protein reverse.
Tabel 2 Komposisi reaktan Polymerase chain reaction (PCR) untuk satu kali
reaksi amplifikasi DNA genom virus
Komponen Volume (μl)
RNase free water 9.5
Go Taq Green Master Mix 2× (Thermo) 12.5
Primer R 10 µM 1.0
Primer F 10 µM 1.0
Cdna 1.0
Total 25.0
Kondisi proses PCR diatur pada waktu dan suhu tertentu sesuai dengan virus
target (Tabel 3).
Tabel 3 Kondisi PCR untuk mendeteksi virus pada kentang
Target Kondisi PCR (ºC/menit)
Siklus Predenaturasi Denaturasi Annealing Elongasi Ekstensi Akhir
PVY 94/2 94/1 52/1 72/2 72/ 7 35
CMV 95/5 95/1 45/1 72/1 72/10 35
Hasil PCR diseparasi dengan elektroforesis untuk mendapatkan visualisasi
DNA pada gel agarosa. Sebanyak 0.3 g tepung agarosa dilarutkan hingga
homogen dalam 30 ml 0.5× bufer Tris-borate EDTA (TBE) [0.045 M Tris-Borate;
8
0.01 M EDTA]. Kemudian larutan agarosa ditambahkan ethidium bromida (0.5
µl/10 ml agarosa) dan didinginkan hingga menjadi keras. Elektroforesis dilakukan
pada tegangan 100 volt selama 25 menit. Hasil elektroforesis berupa pita DNA
divisualisasikan dengan transluminator ultraviolet dan didokumentasi dengan
kamera digital.
Perunutan DNA dan Analisis Filogenetik. Perunutan nukleotida gen CP
virus hasil amplifikasi dilakukan di First Base, Singapura. Runutan nukleotida
dianalisis dengan cara membandingkannya dengan runutan nukleotida virus asal
negara lain (Tabel 4 dan 5) yang terdaftar di GenBank menggunakan program
Basic local alignment search tool (BLAST) pada situs National center for
biotechnology information (www.ncbi.nlm.nih.gov).
Tabel 4 Identitas PVY dan Pepper mottle virus (PeMV) dari beberapa negara
yang terdaftar di Genbank
No. No. Aksesi Negara Tanaman Strain/Isolat
1 - Indonesia Kentang -
2 AB702952 Jepang Kentang NTN
3 HQ631374.1 Cina Kentang NTN
4 AY884982.1 Amerika Serikat Kentang NTN
5 AJ890345.1 Jerman Tembakau NTN
6 HM243480.1 Iran Kentang NTN
7 EF027869.1 Inggris Kentang NTN
8 AY840082.1 Brazil Kentang NTN
9 X97895 Swiss Kentang N
10 AF012027.1 Spanyol Tembakau C
11 AY061994.1 India Kentang O
12 NC_001517.1a
Amerika Serikat Cabai - aPeMV sebagai pembanding luar kelompok.
Tabel 5 Identitas CMV dan Peanut stunt virus (PSV) dari beberapa negara yang
terdaftar di Genbank
aPSV sebagai pembanding luar kelompok.
No. No. Aksesi Negara Tanaman Strain/Isolat
1 - Indonesia Kentang -
2 FJ177303.1 Indonesia Kedelai Soybean stunt
3 EF153734.2 India Tomat Ts
4 AF523340.1 Amerika Serikat Melon 113
5 D28780.1 Taiwan Tomat NT9
6 Y16926 Italia Tomat Tfn
7 JX993914.1 Cina Tomat SXFQ
8 AB049568 Jepang Lili HL
9 KC527749.1 Korea Selatan Cabai RP20
10 AJ131615.1 Belanda Lili Lily
11 AJ810264.1 Thailand Mentimun TR15
12 AY775057.1a
Cina Kacang Tanah Mi
9
Tingkat homologi nukleotida dan asam amino diperoleh dalam program
ClustalW multiple alignment dan Sequence Identity Matrix menggunakan software
BioEdit 7.05. Visualisasi jajaran nukleotida dan asam amino menggunakan
software GeneDoc. Analisis filogenetik dilakukan menggunakan software
Molecular evolutionary genetics analiysis (MEGA 5.02). Pohon filogenetik
dibangun dengan data runutan nukleotida dan asam amino gen CP yang
menggambarkan hubungan evolusi kesejajaran suatu spesies (Mabrouk et al.
2006).
10
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gejala Infeksi Virus pada Tanaman Kentang di Lapangan
Survei yang dilakukan pada beberapa sentra produksi kentang di Jawa Barat
menunjukkan bahwa kentang di pertanaman memperlihatkan gejala penyakit yang
disebabkan oleh virus. Gejala yang banyak ditemukan di lapangan yaitu mosaik
sistemik pada varietas Granola (Gambar 1).
Gambar 1 Gejala serangan virus pada tanaman kentang di (a) Rancabali, (b)
Pengalengan, dan (c) Bayongbong.
Mosaik merupakan perbedaan warna hijau dan kuning yang bersudut dengan
batas-batas yang tajam dan tidak teratur pada tajuk tanaman, khususnya pada daun
(Agrios 2005). Terdapat dua tipe gejala mosaik yang ditemukan di daerah
Bayongbong, yaitu gejala mosaik biasa dan mosaik berpola sirkuler (mosaik
bercincin) (Gambar 2a-b). Gejala tersebut bercampur dengan permukaan daun
yang tidak rata karena adanya lepuh atau perbedaan pertumbuhan antara tulang
daun (rugose), vein banding, klorosis, bahkan malformasi daun (Gambar 2c-g).
Sementara gejala infeksi virus yang ditemukan di daerah Rancabali dan
Pengalengan direkapitulasi pada Tabel 6.
Gambar 2 Variasi gejala infeksi virus pada tanaman kentang di Jawa Barat. (a)
mosaik bercincin, (b) mosaik ringan, (c) vein clearing, (d) vein
banding, (e) rugose, (f) ruas batang memendek, dan (g) malformasi
daun.
f
d
b a
c
e g
b c a
11
Shikata et al. (1998) melaporkan bahwa gejala mosaik yang dicirikan
dengan adanya vein banding pada daun kentang di Indonesia disebabkan oleh
PVY. Gejala tersebut sesuai dengan yang ditemukan di tiga lokasi survei dalam
penelitian ini. Di samping menyebabkan gejala mosaik pada daun, infeksi virus
tersebut di lapangan juga menyebabkan tajuk tanaman kentang menjadi kerdil.
Akibatnya kualitas dan kuantitas umbi kentang yang dihasilkan menurun.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, kualitas umbi yang rusak ditandai dengan
adanya bercak nekrosis seperti cincin, ukuran, dan bobot umbi yang dihasilkan
berkurang. Menurut Brunt dan Loebenstein (2001) hal itu terjadi karena infeksi
virus menganggu proses fisiologis tanaman kentang.
Gejala infeksi PVY yang ditemukan dalam penelitian ini berbeda dengan
laporan Gray et al. (2010) di Amerika Serikat; tanaman kentang yang terinfeksi
PVY menyebabkan gejala vein necrosis. Variasi gejala infeksi virus dapat terjadi
tergantung pada faktor strain virus, varietas tanaman, lingkungan, dan mekanisme
infeksi campuran virus (Agrios 2005). Berdasarkan deskripsi tersebut, diduga
bahwa infeksi virus tanaman kentang di Rancabali, Pengalengan, dan
Bayongbong diinduksi oleh PVY dan beberapa virus lain yang berasosiasi dengan
gejala mosaik yang sulit dibedakan (Tabel 6).
Tabel 6 Variasi gejala infeksi virus pada tanaman kentang di Jawa Barat
Lokasi Varietas Ketinggian
(mdpl)
Variasi gejalaa
MR N KL VC VB MD R DD L
Rancabali Granola 2200 √ √ √ √ √ √ √ √
Pengalengan Granola 1400 √ √ √ √ √ √
Bayongbong Granola 1400 √ √ √ √ √ √ √ a DD = distorsi daun; KL = klorosis; L = laten; MD = malformasi daun; MR = mosaik ringan; N =
nekrosis; VB = vein banding; VC = vein clearing; R = rugose.
Deteksi Molekuler
Uji Serologi. Hasil uji serologi menunjukkan bahwa beberapa tanaman
terdeteksi positif terinfeksi PVY, PVX, PVS, dan CMV dari 150 sampel tanaman
kentang di Jawa Barat. Kejadian penyakit PVY dan CMV merupakan yang paling
dominan di setiap lokasi survei dan persentasenya masing-masing adalah 28%
(Rancabali), 80% dan 82% (Pengalengan), dan 82% dan 74% (Bayongbong)
(Tabel 7). PVS terdeteksi pada tanaman kentang dari daerah Pengalengan dan
Bayongbong walaupun dengan kejadian penyakit yang rendah.
Berdasarkan data pada Tabel 7, terdapat beberapa tanaman kentang yang
diamati menunjukkan terinfeksi beberapa virus (infeksi campuran). Sebanyak 3
sampel tanaman (6%) dari Rancabali terdeteksi adanya infeksi campuran PVY
dengan virus lainnya. Infeksi campuran juga terdeteksi pada 38 sampel tanaman
(76%) dari Pengalengan dan 33 sampel tanaman (66%) dari Bayongbong (Tabel
8).
12
Tabel 7 Kejadian penyakit oleh beberapa virus berdasarkan uji serologi
Lokasi Kejadian penyakit
a (%)
PVY PVX PVS CMV
Rancabali 14/50 (28.0) 0/50 ( 0.0) 0/50 ( 0.0) 14/50 (28.0)
Pengalengan 40/50 (80.0) 12/50 (24.0) 1/50 ( 2.0) 41/50 (82.0)
Bayongbong 41/50 (82.0) 0/50 ( 0.0) 3/50 ( 6.0) 37/50 (74.0)
Total 95/150 (63.3) 12/150 ( 8.0) 4/150 ( 2.7) 92/150 (61.3) aKejadian penyakit = n/N × 100%; n = jumlah tanaman positif terdeteksi virus; N = total tanaman
yang diuji.
Tabel 8 Frekuensi infeksi tunggal dan infeksi campuran virus
Lokasi Sehat
Infeksi
tunggala
Infeksi campuran
a
Y X S C YX YS YC XS XC SC YXC YXS YSC XSC
Rancabali 25 11 0 0 11 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0
Pengalengan 1 6 0 0 5 2 0 25 0 4 0 6 0 1 0
Bayongbong 3 9 0 0 5 0 1 30 0 0 1 0 0 1 0 aY = PVY; X = PVX; S = PVS; C = CMV.
Berdasarkan data pada Tabel 8 dan Lampiran 1-3 diduga bahwa infeksi
campuran virus pada satu individu tanaman terjadi karena kemungkinan
penyebaran virus oleh kutudaun di pertanaman dan secara mekanis dari alat-alat
pertanian. Hal ini terkait dengan ditemukannya beberapa kutudaun pada tanaman
kentang di lapangan. Pada varietas Granola di Jawa Barat, diketahui bahwa
PLRV, PVY, PVM, dan PVA dapat ditularkan secara bersamaan oleh M. persicae
yang menghasilkan gejala mosaik pada tanaman kentang (Duriat 1984). Kutudaun
tersebut juga menjadi vektor beberapa virus penyebab gejala mosaik lainnya,
seperti PVS dan CMV (Brunt dan Loebenstein 2001; Palukaitis dan Arenal 2003).
Mekanisme infeksi campuran oleh PVY, PLRV, dan PVX pernah dilaporkan
Baldauf et al. (2006) pada beberapa kultivar kentang di Amerika.
Infeksi campuran virus menyebabkan variasi gejala dan kehilangan hasil
panen yang lebih tinggi pada tanaman kentang. Infeksi campuran PVX dengan
PVY dapat menghilangkan hasil sampai 50%, sedangkan infeksi campuran tiga
virus (PVY, PVX, dan PVS) menyebabkan kerugian ekonomi sebesar 25% (Brunt
dan Loebenstein 2001; Reddy 2010).
RT-PCR. Pita DNA PVY dan CMV dari gen Coat protein (CP) asal
Bayongbong berhasil teramplifikasi dengan ukuran 801 pb dan dan 657 pb
(Gambar 3). Hal ini mengkonfirmasi hasil uji serologi bahwa pada sampel
tanaman asal Bayongbong terinfeksi campuran PVY dan CMV.
13
700 pb
500 pb
1 2 3
800 pb
700 pb
1 2 3
(a) (b)
Gambar 3 Hasil amplifikasi DNA gen CP (a) PVY dan (b) CMV isolat B16.
Lajur 1a= penanda DNA 100 pb (Thermo); Lajur 1b= penanda DNA
1000 pb (Thermo); Lajur 2= kontrol negatif (tanaman kentang sehat);
Lajur 3a= PVY isolat B16; Lajur 3b= CMV isolat B16.
Analisis Runutan DNA Gen CP. Hasil perunutan DNA gen CP PVY
berhasil merunut nukleotida berukuran 759 pb yang mengkode 253 asam amino
dari total gen CP PVY yang berukuran 801 pb. Sedangkan Hasil perunutan DNA
gen CP CMV berhasil mendapatkan runutan nukleotida berukuran 528 pb yang
mengkode 176 asam amino dari total gen CP CMV yang berukuran 657 pb.
Runutan DNA gen CP kedua virus tersebut terunut secara parsial.
Analisis nukleotida gen CP PVY isolat asal Bayongbong terhadap 10 isolat
PVY asal negara lain menunjukkan homologi runutan berkisar 89.5-99.7% (Tabel
9). Perbandingan berdasarkan runutan asam amino menunjukkan isolat PVY asal
Bayongbong memiliki homologi berkisar 92.0-100% (Tabel 10). PVY asal
Bayongbong memiliki homologi nukleotida (99.7%) dan asam amino (100%)
tertinggi terhadap PVYNTN
asal Cina dan Jepang.
Tabel 9 Tingkat homologi runutan nukleotida PVY isolat Bayongbong dengan
isolat dari 10 negara lain
aTingkat homologi nukleotida dihitung menggunakan program Bioedit versi 7.05, blok hitam=
homologi tertinggi pada baris yang sama, dan blok kelabu= homologi terendah pada baris yang
sama. b Pepper mottle virus (PeMV) sebagai pembanding luar kelompok (out group).
cPVY
NTN
pada tembakau. dPVY
N.
ePVY
C pada tembakau.
fPVY
O.
No. Asal negara Homologi (%)
a
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Indonesia ID
2 Jepang 99.7 ID
3 Cina 99.7 100 ID
4 Amerika Serikatc
99.4 99.7 99.7 ID
5 Jerman 99.3 99.6 99.6 99.3 ID
6 Iran 99.3 99.6 99.6 99.3 99.4 ID
7 Inggris 99.2 99.4 99.4 99.2 99.3 99.3 ID
8 Brazil 94.4 94.4 94.4 94.2 94.0 94.3 93.9 ID
9 Swissd
97.3 97.6 97.6 97.6 97.4 97.7 97.3 92.6 ID
10 Spanyole
89.9 89.9 89.9 89.7 89.5 89.8 89.5 92.2 88.9 ID
11 Indiaf
89.5 89.5 89.5 89.3 89.1 89.4 89.1 92.3 88.5 96.0 ID
12 Amerika Serikatb
68.7 68.6 68.6 68.5 68.5 68.3 68.6 69.1 68.5 68.6 68.9 ID
14
Tabel 10 Tingkat homologi runutan asam amino PVY isolat Bayongbong dengan
isolat dari 10 negara lain
aTingkat homologi asam amino dihitung menggunakan program Bioedit versi 7.05, blok hitam=
homologi tertinggi pada baris yang sama, dan blok kelabu= homologi terendah pada baris yang
sama. bPepper mottle virus (PeMV) sebagai pembanding luar kelompok (out group).
cPVY
NTN
pada tembakau. dPVY
N.
ePVY
C pada tembakau.
fPVY
O.
Analisis nukleotida gen CP CMV isolat asal Bayongbong terhadap 10 isolat
CMV asal negara lain menunjukkan homologi runutan berkisar 87.6-96.9%
(Tabel 11). Perbandingan berdasarkan runutan asam amino menunjukkan isolat
CMV asal Bayongbong memiliki homologi berkisar 86.9-93.7% (Tabel 12). CMV
asal Bayongbong memiliki homologi nukleotida (96.9%) dan asam amino
(93.7%) tertinggi terhadap CMV strain Soybean stunt (CMVSS
) asal Indonesia
(Bogor).
Tabel 11 Tingkat homologi runutan nukleotida CMV isolat Bayongbong dengan
isolat dari 10 negara lain
aTingkat homologi nukleotida dihitung menggunakan program Bioedit versi 7.05, blok hitam=
homologi tertinggi pada baris yang sama, dan blok kelabu= homologi terendah pada baris yang
sama. bPeanut stunt virus (PSV) sebagai pembanding luar kelompok (out group).
(c-h) CMV pada
kedelai, tomat, labu, lili, cabai, dan mentimun.
No. Asal negara Homologi (%)
a
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Indonesia ID
2 Jepang 100 ID
3 Cina 100 100 ID
4 Amerika Serikat 99.6 99.6 99.6 ID
5 Jerman 99.2 99.2 99.2 98.8 ID
6 Iran 99.2 99.2 99.2 98.8 99.2 ID
7 Inggris 99.2 99.2 99.2 98.8 99.2 99.2 ID
8 Brazil 96.4 96.4 96.4 96.4 95.6 95.6 95.6 ID
9 Swissd
98.8 98.8 98.8 98.4 98.8 99.6 98.8 96.0 ID
10 Spanyole
93.6 93.6 93.6 93.2 92.8 92.8 92.8 95.2 93.2 ID
11 Indiaf
92.0 92.0 92.0 91.6 91.3 91.3 91.3 92.8 91.6 96.0 ID
12 Amerika Serikatb 73.9 73.9 73.9 73.9 73.9 73.5 73.9 73.5 73.1 73.1 72.7 ID
No. Asal negara Homologi (%)
a
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Indonesia ID
2 Indonesiac
96.9 ID
3 Indiad
90.1 92.2 ID
4 Amerika Serikate
90.1 92.2 100 ID
5 Taiwand
89.9 92.0 99.8 99.8 ID
6 Italiad
89.9 92.0 99.8 99.8 99.6 ID
7 Cinad
89.7 92.0 95.6 95.6 95.4 95.8 ID
8 Jepangf
89.2 91.4 95.4 95.4 95.2 95.6 94.5 ID
9 Koreag
89.0 91.2 95.8 95.8 95.6 96.0 95.4 94.3 ID
10 Belandaf
89.0 91.2 94.6 94.6 94.5 94.8 94.1 98.8 94.6 ID
11 Thailandh
87.6 89.9 95.4 95.4 95.2 95.6 94.5 93.5 94.6 93.1 ID
12 Cinab
52.0 52.8 53.2 53.2 53.4 53.4 52.0 53.7 52.6 53.5 52.0 ID
15
Tabel 12 Tingkat homologi runutan asam amino CMV isolat Bayongbong dengan
isolat dari 10 negara lain
aTingkat homologi asam amino dihitung menggunakan program Bioedit versi 7.05, blok hitam=
homologi tertinggi pada baris yang sama, dan blok kelabu= homologi terendah pada baris yang
sama. bPeanut stunt virus (PSV) sebagai pembanding luar kelompok (out group).
(c-h) CMV pada
kedelai, tomat, labu, lili, cabai, dan mentimun.
Analisis Filogenetik. Hasil analisis filogenetik (kekerabatan) PVY
berdasarkan runutan nukleotida dan asam amino menunjukkan bahwa PVY asal
Bayongbong (Indonesia) cenderung membentuk satu cluster dengan isolat
PVYNTN
yang berasal dari Cina dan Jepang (Gambar 4). Sedangkan PVY lainnya
membentuk cluster tersendiri. Hal ini mengkonfirmasi hasil runutan DNA pada
Tabel 9 dan 10.
NTN termasuk strain utama PVY selain strain O, N, dan C. Strain NTN
dibedakan dari strain lain berdasarkan potensinya yang menyebabkan Potato
tuber necrotic ringspot disease (PTNRD) pada umbi kentang. Gejala pada umbi
ini akan semakin berkembang dalam penyimpanan pascapanen kentang. Kerugian
akibat infeksi PVYNTN
dapat mencapai 90% pada kultivar kentang yang cocok
(Gray et al. 2010). Menurut Brunt dan Loebenstein (2001) keberadaan PVYNTN
pertama kali dilaporkan Beczner et al. pada tahun 1984 berasal dari Hungaria.
Selanjutnya PVYNTN
dilaporkan terdapat hampir diseluruh Eropa dan Amerika
Serikat. Karena hal tersebut, PVYNTN
menjadi OPT karantina di Amerika dan
Kanada sejak pertama kali dilaporkan terdapat di kedua negara ini pada tahun
2002 (Gray et al. 2010).
No. Asal negara Homologi (%)
a
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Indonesia ID
2 Indonesiac
93.7 ID
3 Indiad
89.2 93.1 ID
4 Amerika Serikate
89.2 93.1 100 ID
5 Taiwand
88.6 92.6 99.4 99.4 ID
6 Italiad
89.2 93.1 100 100 99.4 ID
7 Cinad
88.0 92.0 98.8 98.8 98.2 98.8 ID
8 Jepangf
88.6 93.1 98.8 98.8 98.2 98.8 97.7 ID
9 Koreag
88.0 91.4 98.2 98.2 97.7 98.2 98.2 97.1 ID
10 Belandaf
88.6 93.1 98.8 98.8 98.2 98.8 97.7 100 97.1 ID
11 Thailandh
86.9 90.9 97.7 97.7 97.1 97.7 97.7 96.5 97.1 96.5 ID
12 Cinab
39.7 42.0 41.4 41.4 41.4 41.4 41.4 41.4 42.0 41.4 42.6 ID
16
(a)
(b)
Gambar 4 Pohon filogenetik runutan (a) nukleotida dan (b) asam amino gen CP
PVY isolat Bayongbong dengan isolat dari 10 negara lain. PeMV
sebagai pembanding di luar kelompok.
Cluster 1
Cluster 2
PVY-CHE
PVY-IRN
PVY-DEU
PVY-GBR
PVY-USA
PVY-JPN
PVY-CHN
PVY-IDN
PVY-BRA
PVY-IND
PVY-ESP
PeMV
66
58
91
Cluster 1
Cluster 2
PVY-DEU
PVY-GBR
PVY-IRN
PVY-CHE
PVY-CHN
PVY-IDN
PVY-JPN
PVY-USA
PVY-BRA
PVY-ESP
PVY-IND
PeMV
97
68
66
58
98
52
17
Hasil analisis filogenetik (kekerabatan) CMV berdasarkan runutan
nukleotida dan asam amino menunjukkan bahwa CMV asal kentang Bayongbong
cenderung membentuk satu cluster dengan isolat CMVSS
asal kedelai Bogor
(Gambar 5). Sedangkan CMV lainnya membentuk cluster tersendiri. Hal ini
mengkonfirmasi hasil runutan DNA pada Tabel 11 dan 12. Isolat CMV asal
Bayongbong termasuk strain SS. Strain SS pertama kali dideskripsikan terdapat
pada tanaman kentang di California. Gejalanya yaitu klorosis berat, mosaik,
pengerdilan buku batang, malformasi daun, dan pengerusakan fisik umbi
(Somerville et al. 1987).
(a)
(b)
Gambar 5 Pohon filogenetika runutan (a) nukleotida dan (b) asam amino gen CP
CMV isolat Bayongbong dengan isolat dari 10 negara lain. PSV
sebagai pembanding di luar kelompok.
Cluster 1
Cluster 2
CMV-JPN
CMV-NLD
CMV-CHN
CMV-THA
CMV-ITA
CMV-IND
CMV-USA
CMV-TWN
CMV-KOR
CMV-IDNKen
CMV-IDNKed
PSV
67
93
52
Cluster 1
Cluster 2
CMV-USA
CMV-ITA
CMV-IND
CMV-TWN
CMV-JPN
CMV-NLD
CMV-CHN
CMV-KOR
CMV-THA
CMV-IDNKen
CMV-IDNKed
PSV
86
83
77
18
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Gejala infeksi virus pada tanaman kentang di Jawa Barat dapat disebabkan
oleh infeksi tunggal dan campuran PVY, PVX, PVS, dan CMV. Berdasarkan
analisis runutan nukleotida dan asam amino gen CP diketahui bahwa PVY dan
CMV isolat Bayongbong pada tanaman kentang di dareah Jawa Barat adalah
PVYNTN
dan CMVSS
. Isolat PVYNTN
asal Bayongbong sangat dekat
kekerabatannya dengan PVY NTN
asal Cina dan Jepang. Isolat CMVSS
asal
Bayongbong sangat dekat kekerabatannya dengan CMVSS
pada tanaman kedelai
asal Bogor. Kedua strain tersebut untuk pertama kalinya dilaporkan menginfeksi
kentang di Indonesia.
Saran
Perlu dilakukan deteksi dan pengamatan rutin terhadap kejadian penyakit
virus-virus yang di sentra-sentra produksi kentang lainnya, kajian pengaruh
infeksi virus-virus tersebut terhadap tingkat produktivitas tanaman kentang, dan
identifikasi asam nukleat terhadap PVS yang ditemukan. Selain itu perlu
dilakukan survei dan pemetaan virus-virus yang menginfeksi tanaman kentang di
Indonesia agar dapat diketahui identitas dan keragaman genetik virus-virus
tersebut sehingga berguna bagi pengembangan strategi pengendaliannya.
19
DAFTAR PUSTAKA
Agrios GN. 2005. Plant Pathology. Ed ke-4. San Diego (US): Academic Press.
Anggraini S. 2011. Deteksi Bean common mosaic Potyvirus penyebab mosaik
pada kacang panjang (Vigna sinensis L.) berdasarkan teknik serologi dan
polymerase chain reaction [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Baldauf PM, Gray SM, Perry KL. 2006. Biological and serological properties of
Potato virus Y isolates in northeastern United States potato. Plant Disease
90:559-566. doi: 10.1094/PD-90-0559.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi sayuran di Indonesia [Internet].
Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik Republik Indonesia; [diunduh 2012
Desember 9]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat =3
&tabel=1&daftar=1&id_subyek=55¬ab =27.
Brunt AA, Loebenstein G. 2001. The main viruses infecting potato crops. Di
dalam: Loebenstein G, Berger PH, Brunt AA, Lawson RH, editor. Virus and
Virus-like Diseases of Potatoes and Production of Seed-Potatoes. Dordrecht
(NL): Kluwer Academic. hlm 65-94.
Duriat AT. 1984. Peranan Myzus persicae Sulzer dalam Penyebaran Virus Daun
Menggulung (Potato leafroll virus) di Lapangan. Di dalam: Duriat AT,
editor. Seminar Hama dan Penyakit Sayuran; 29-30 Mei 1984; Cipanas.
Cipanas (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Gray S, Boer SD, Lorenzen J, Karasev A, Whitworth J, Nolte P, Singh R,
Boucher A, Xu H. 2010. Potato virus Y: an evolving concern for potato
crops in United States and Canada. Plant Disease 94(12):1384-1397. doi:
10.1094/PDIS-02-10-0124.
Hosseini A, Massumi H, Heydarnejad J, Pour AH, Varsani A. 2011.
Characterization of Potato virus Y isolates from Iran. Virus Genes 42:128-
140. doi: 10.1007/s11262-010-0546-8.
Kerlan C. 2006. Descriptions of plant viruses: Potato virus Y [Internet].
Cambridge (GB): Assocation of Applied Biologists; [diunduh 2013
Nopember 29]. Tersedia pada: http://www.dpv web.net/dpv/showdpv.php?
dpvno=414.
Koenig R.1989. Descriptions of plant viruses: Potato virus X [Internet].
Cambridge (GB): Assocation of Applied Biologists; [diunduh 2013 Januari
21]. Tersedia pada: http://www.dpv web.net/dpv/showdpv.php?dpvno=354.
Khurana SMP, Garg. 1998. Present status of controlling mechanically and non-
persistently aphid-transmitted potato viruses. Di dalam: Hadidi A, Khetarpal
RK, Koganezawa H, editor. Plant Virus Disease Control. St Paul (US):
APS. hlm 593-615.
Mabrouk MS, Hamdy M, Mandouh M, Aboelfotoh M, Kaddah YM. 2006.
BIOINFTool: Bioinformatics and sequence data analysis in molecular
biologi using Matlab. Cairo International Biomedical Engineering
Conference.
Palukaitis P, Arenal GF. 2003. Descriptions of plant viruses: Cucumber mosaic
virus [Internet]. Cambridge (GB): Assocation of Applied Biologists;
[diunduh 2013 Januari 21]. Tersedia pada: http://www.dpv
web.net/dpv/showdpv.php?dpvno=400.
20
Piche LM, Singh RP, Nie X, Gudmestad NC. 2004. Diversity among Potato virus
Y isolates obtained from potatoes grown in the United States. Journal of
Phytopathology 94(12):1368-1375. doi: 10.1094/P-2004-1018-02R.
Reddy PP. 2010. Bacterial and Viral Disease and Their Management in
Horticultural Crops. Jodhpur (IN): Scientific Publisher.
Rubatzky VE, Yamaguchi M. 1998. Sayuran Dunia 1. Ed ke-2. Herison C,
penerjemah. Bandung (ID): ITB Press. Terjemahan dari: World Vegetables:
Principles, Production, and Nutritive Values.
Shikata E, Murayama D, Agrawal HO, Inoue T, Kimura I, Tomaru K, Tsuchizaki
T, Triharso, editor. 1998. Plant Viruses in Asia. Yogyakarta (ID):
Universitas Gadjah Mada Press.
Somerville PA, Campbell RN, Hall DH, Rowhani A. 1987. Natural infection of
potatoes (Solanum tuberosum) by a legume strain of Cucumber mosaic
virus. Plant Disease 71(1): 18-20.
Wang B, Ma Y, Zhang Z, Wu Z, Wu Y, Wang Q, Li M. 2011. Potato viruses in
China. Crop Protection 30(2011):1117-1123. doi: 10.1016/j. cropro. 2011.
04. 001.
Walker JC. 1957. Plant pathology. Ed ke-2. New York (US): McGraw-Hil.
Wetter C. 1971. Descriptions of plant viruses: Potato virus S [Internet].
Cambridge (GB):Association of Applied Biologists; [diunduh 2013
Nopember 28]. Tersedia pada: http://www.dpvweb.net/dpv/showdpv.php?
dpvno=060.
21
LAMPIRAN
Lampiran 1 Nilai Absorban ELISA (NAE) dan nilai titer virus metode DIBA
pada beberapa virus di Rancabali
No. Sampel Target
PVY PVX PVS CMV
Bufer 0.180 0.165 0.143 2a
K- 0.137 0.235 0.121 1
K+ 0.123 0.984 0.368 5
C1 0.079 0.208 0.167 3 C2 0.054 0.189 0.162 3
C3 0.062 0.217 0.153 3
C4 0.098 0.232 0.147 2 C5 0.174 0.237 0.149 2
C6 0.141 0.349 0.137 2
C7 0.119 0.265 0.143 2 C8 0.137 0.356 0.126 3
C9 0.204 0.178 0.152 3
C10 0.197 0.208 0.150 3 C11 0.203 0.245 0.146 3
C12 0.210 0.231 0.154 3
C13 2.819 0.280 0.150 1 C14 0.182 0.271 0.146 1
C15 0.145 0.348 0.142 1
C16 0.254 0.335 0.128 3 C17 2.810 0.198 0.149 2
C18 2.927 0.235 0.155 2
C19 3.084 0.242 0.118 1 C20 0.266 0.237 0.137 1
C21 0.188 0.292 0.143 1
C22 0.194 0.317 0.158 2 C23 0.162 0.304 0.143 3
C24 2.749 0.364 0.127 2
C25 0.180 0.187 0.152 2 C26 1.989 0.262 0.156 1
C27 0.270 0.236 0.146 1
C28 0.143 0.255 0.146 1
C29 0.157 0.296 0.154 1
C30 1.975 0.297 0.143 1
C31 0.177 0.311 0.140 1 C32 2.809 0.360 0.126 1
C33 2.503 0.156 0.149 1
C34 0.182 0.235 0.149 1 C35 2.599 0.255 0.141 1
C36 0.171 0.220 0.138 1
C37 0.165 0.314 0.139 1 C38 0.183 0.350 0.148 1
C39 1.815 0.356 0.137 1
C40 0.169 0.426 0.167 1 C41 0.179 0.197 0.139 1
C42 0.171 0.246 0.154 1
C43 2.796 0.270 0.132 3 C44 0.183 0.327 0.134 1
C45 2.697 0.307 0.143 3
C46 0.154 0.374 0.140 3 C47 0.132 0.413 0.147 1
C48 0.142 0.427 0.123 1
C49 0.135 0.213 0.140 1
C50 2.365 0.233 0.137 3
Kejadian penyakit (KP) 14/50 0/50 0/50 14/50
Persentase KP (%) 28 0 0 28
aNilai reaksi warna ungu pada metode DIBA. 1= sangat lemah; 2= cukup lemah; 3= kuat; 4= cukup kuat; 5= sangat kuat.
22
Lampiran 2 Nilai Absorban ELISA (NAE) dan nilai titer virus metode DIBA
pada beberapa virus di Pengalengan
No. Sampel Target
PVY PVX PVS CMV
Bufer 0.180 0.165 0.165 2a
K- 0.137 0.235 0.152 1
K+ 0.123 0.984 1.424 5
P1 1.485 0.312 0.157 3 P2 2.525 0.340 0.152 3
P3 1.580 0.314 0.216 3
P4 1.890 0.419 0.158 3 P5 0.899 0.399 0.150 2
P6 1.322 0.484 0.151 2
P7 0.911 0.222 0.407 3 P8 1.711 0.256 0.186 1
P9 2.575 0.258 0.149 2
P10 2.452 0.421 0.144 3 P11 1.500 0.557 0.154 3
P12 1.374 0.638 0.154 2
P13 0.130 0.625 0.148 3
P14 0.857 0.699 0.138 3
P15 1.139 0.273 0.199 4
P16 1.357 0.364 0.155 4 P17 1.743 0.371 0.153 4
P18 0.879 0.647 0.188 4
P19 0.156 0.820 0.187 4 P20 0.159 0.835 0.191 4
P21 1.753 0.943 0.145 4
P22 2.664 0.501 0.178 5 P23 1.273 0.384 0.143 4
P24 0.111 0.391 0.152 4
P25 1.604 0.675 0.142 5 P26 0.110 0.775 0.134 5
Bufer 0.113 0.157 0.143 2
K- 0.105 0.134 0.121 1
K+ 1.410 0.341 0.368 5
P27 0.126 0.193 0.140 4
P28 0.849 0.150 0.147 3 P29 0.768 0.122 0.140 4
P30 0.117 0.149 0.133 3
P31 0.566 0.128 0.141 5 P32 0.100 0.127 0.126 4
P33 1.403 0.151 0.136 3
P34 1.957 0.120 0.116 3 P35 1.846 0.207 0.153 3
P36 1.761 0.211 0.147 4
P37 2.171 0.156 0.134 4 P38 1.839 0.172 0.138 5
P39 1.645 0.148 0.140 5
P40 2.432 0.130 0.101 4 P41 1.173 0.136 0.135 1
P42 1.586 0.144 0.121 1
P43 0.139 0.199 0.147 2 P44 2.168 0.213 0.151 2
P45 0.953 0.134 0.139 5
P46 2.019 0.179 0.137 4 P47 0.119 0.116 0.145 5
P48 1.147 0.151 0.136 4
P49 2.096 0.134 0.138 5 P50 2.034 0.117 0.118 5
Kejadian penyakit (KP) 40/50 12/50 1/50 41/50
Persentase KP (%) 80 24 2 82
aNilai reaksi warna ungu pada metode DIBA. 1= sangat lemah; 2= cukup lemah; 3= kuat; 4= cukup kuat; 5= sangat kuat.
23
Lampiran 3 Nilai Absorban ELISA (NAE) dan nilai titer virus metode DIBA
pada beberapa virus di Bayongbong
No. Sampel Target
PVY PVX PVS CMV
Bufer 0.113 0.157 0.165 2a
K- 0.105 0.134 0.152 1
K+ 1.410 0.341 1.424 5
B1 **** 0.174 0.184 3 B2 3.093 0.150 0.177 3
B3 2.917 0.139 0.157 3
B4 2.517 0.150 0.161 5 B5 2.818 0.131 0.174 4
B6 1.978 0.115 0.224 5
B7 1.859 0.132 0.152 5 B8 2.058 0.127 0.125 4
B9 0.130 0.205 0.644 5
B10 0.132 0.189 0.168 5 B11 2.836 0.143 0.163 4
B12 2.872 0.167 0.167 5
B13 2.847 0.161 0.247 4
B14 2.671 0.158 0.152 1
B15 2.648 0.128 0.140 3
B16 2.533 0.130 0.149 3 B17 2.215 0.178 0.213 1
B18 2.630 0.144 0.181 1
B19 0.130 0.133 0.165 2 B20 2.263 0.156 0.160 4
B21 2.817 0.119 0.159 4
B22 0.126 0.152 0.153 5 B23 2.564 0.158 0.148 3
B24 2.496 0.117 0.128 4
B25 1.934 0.167 0.231 4 B26 1.923 0.132 0.180 4
B27 0.124 0.134 0.163 4
B28 0.116 0.143 0.169 4 B29 1.486 0.121 0.154 3
B30 1.717 0.141 0.155 3
B31 1.413 0.120 0.139 4 B32 0.124 0.118 0.128 2
B33 1.009 0.145 0.192 2
B34 1.245 0.129 0.176 4
B35 0.139 0.140 0.168 4
B36 2.005 0.126 0.164 4 B37 0.944 0.130 0.174 4
B38 1.122 0.160 0.173 4
B39 1.638 0.127 0.157 3 B40 1.335 0.113 0.127 2
B41 1.068 0.125 0.328 3
B42 1.871 0.127 0.182 3 B43 0.135 0.119 0.162 1
B44 0.912 0.139 0.156 2
B45 1.092 0.128 0.157 3 B46 1.746 0.163 0.181 3
B47 1.296 0.160 0.395 2
B48 2.430 0.135 0.162 2 B49 1.665 0.140 0.160 2
B50 0.259 0.111 0.167 1
Kejadian penyakit (KP) 41/50 0/50 3/50 37/50
Persentase KP (%) 82 0 6 74
aNilai reaksi warna ungu pada metode DIBA. 1= sangat lemah; 2= cukup lemah; 3= kuat; 4= cukup kuat; 5= sangat kuat.
****NAE terlalu tinggi sehingga tidak terbaca.
26
PVY-IDN :
PVY-JPN :
PVY-CHN :
PVY-USA :
PVY-DEU :
PVY-IRN :
PVY-GBR :
PVY-BRZ :
PVY-CHE :
PVY-SPY :
PVY-IND :
* 20 * 40 * 60 * 80
GNDTIDAGGSTKKDAKQEQGSIQPNLNKEKEKDVNVGTSGTHTVPRIKAITSKMRMPKSKGATVLNLEHLLEYAPQQIDISNTR
GNDTIDAGGSTKKDAKQEQGSIQPNLNKEKEKDVNVGTSGTHTVPRIKAITSKMRMPKSKGATVLNLEHLLEYAPQQIDISNTR
GNDTIDAGGSTKKDAKQEQGSIQPNLNKEKEKDVNVGTSGTHTVPRIKAITSKMRMPKSKGATVLNLEHLLEYAPQQIDISNTR
GNDTIDAGGSTKKDAKQEQGSIQPSLNKEKEKDVNVGTSGTHTVPRIKAITSKMRMPKSKGATVLNLEHLLEYAPQQIDISNTR
GNDTIDAGGSTKKDAKQEQGSIQPNLNKEKEKDVNVGTSGTHTVPRIKAITSKMRMPKSKGATVLNLEHLLEYAPQQIDISNTR
GNDTIDAGGSTKKDAKQEQGSIQPNLNKEKEKDVNVGTSGTHTVPRIKAITSKMKMPKSKGATVLNLEHLLEYAPQQIDISNTR
GNDTIDAGGSTKKDAKQEQGSIQPNLNKEKEKDVNVGTSGTHTVPRIKAITSKMRMPKSKGATVLNLVHLLEYAPQQIDISNTR
GNDTIDAGGSTKKDAKQEQGSIQPHLNKEKEKDVNVGTSGTHTVPRIKAITSKMRMPKSKGAAVLNLEHLLEYAPQQIDISNTR
GNDTIDAGGSTKKDAKQEQGSIQPNLNKEKEKDVNVGTSGTHTVPRIKAITSKMKMPKSKGATVLNLEHLLEYAPQQIDISNTR
ANDTIDAGGNSKKDAKPEQGSIQPNPNKGKDKDVNAGTSGTHTVPRIKAITSKMRMPKSKGAAVLNLEHLLEYAPQQIDISNTR
ANDTIDAGENSRKDAKPEQGSIQPNPNKGKDKDVNAGTSGTHTVPRIKAITSKMRMPKSKGAAVLNLEHLLEYAPQQIDISNTR
gNDTIDAGgs34KDAKqEQGSIQPnlNKeKeKDVNvGTSGTHTVPRIKAITSKM4MPKSKGA VLNLeHLLEYAPQQIDISNTR
: 84
: 84
: 84
: 84
: 84
: 84
: 84
: 84
: 84
: 84
: 84
PVY-IDN :
PVY-JPN :
PVY-CHN :
PVY-USA :
PVY-DEU :
PVY-IRN :
PVY-GBR :
PVY-BRZ :
PVY-CHE :
PVY-SPY :
PVY-IND :
* 100 * 120 * 140 * 160
ATQSQFDTWYEAVQLAYDIGETEMPTVMNGLMVWCIENGTSPNINGVWVMMDGDEQVEYPLKPIVENAKPTLRQIMAHFSDVAE
ATQSQFDTWYEAVQLAYDIGETEMPTVMNGLMVWCIENGTSPNINGVWVMMDGDEQVEYPLKPIVENAKPTLRQIMAHFSDVAE
ATQSQFDTWYEAVQLAYDIGETEMPTVMNGLMVWCIENGTSPNINGVWVMMDGDEQVEYPLKPIVENAKPTLRQIMAHFSDVAE
ATQSQFDTWYEAVQLAYDIGETEMPTVMNGLMVWCIENGTSPNINGVWVMMDGDEQVEYPLKPIVENAKPTLRQIMAHFSDVAE
ATQSQFDTWYEAVQLAYDIGETEMPTVMNGLMVWCIENGTSPNINGVWVMMDGDEQVEYPLKPIVENAKPTLRQIMAHFSDVAE
ATQSQFDTWYEAVQLAYDIGETEMPTVMNGLMVWCIENGTSPNINGVWVMMDGDEQVEYPLKPIVENAKPTLRQIMAHFSDVAE
ATQSQFDTWYEAVQLAYDIGETEMPTVMNGLMVWCIENGTSPNINGVWVMMDGDEQVEYPLKPIVENAKPTLRQIMAHFSDVAE
ATQSQFDTWYEAVRMAYDIGETEMPTVMNGLMVWCIENGTSPNVNGVWVMMDGNEQVEYPLKPIVENAKPTLRQIMAHFSDVAE
ATQSQFDTWYEAVQLAYDIGETEMPTVMNGLMVWCIENGTSPNINGVWVMMDGNEQVEYPLKPIVENAKPTLRQIMAHFSDVAE
ATQSQFDTWYEAVRVAYDIGETEMPTVMNGLMVWCIENGTSPNVNGVWVMMDENEQVEYPLKPIVENAKPTLRQIMAHFSDVAE
ATQSQFDTWYEAVRLAYDIGEAEMPTVMNGLMVWCIKNGTSPNVNGVWVMMDGNEQVEYPLKPIVENAKPSLRQIMAHFSDVAE
ATQSQFDTWYEAV 6AYDIGEtEMPTVMNGLMVWCIeNGTSPN6NGVWVMMDg1EQVEYPLKPIVENAKP3LRQIMAHFSDVAE
: 168
: 168
: 168
: 168
: 168
: 168
: 168
: 168
: 168
: 168
: 168
PVY-IDN :
PVY-JPN :
PVY-CHN :
PVY-USA :
PVY-DEU :
PVY-IRN :
PVY-GBR :
PVY-BRZ :
PVY-CHE :
PVY-SPY :
PVY-IND :
* 180 * 200 * 220 * 240 *
AYIEMRNKKEPYMPRYGLVRNLRDGSLARYAFDFYEVTSRTPVRAREAHIQMKAAALKSAQPRLFGLDGGISTQEENTERHTTE
AYIEMRNKKEPYMPRYGLVRNLRDGSLARYAFDFYEVTSRTPVRAREAHIQMKAAALKSAQPRLFGLDGGISTQEENTERHTTE
AYIEMRNKKEPYMPRYGLVRNLRDGSLARYAFDFYEVTSRTPVRAREAHIQMKAAALKSAQPRLFGLDGGISTQEENTERHTTE
AYIEMRNKKEPYMPRYGLVRNLRDGSLARYAFDFYEVTSRTPVRAREAHIQMKAAALKSAQPRLFGLDGGISTQEENTERHTTE
AYIEMRNKREPYMPRYGLVRNLRDGSLARYAFDFYEVTSRTPVRAREAHIQMKAAALKSAQSRLFGLDGGISTQEENTERHTTE
AYIEMRNKKEPYMPRYGLVRNLRDGSLARYAFDFYEVTSRTPVRAREAHIQMKAAALKSAQSRLFGLDGGISTQEENTERHTTE
AYIEMRNKKEPYMPRYGLVRNLRDGSLARYAFDFYEVTSRTPVRAREAHIQMKAAALKSAQSRLFGLDGGISTQEENTERHTTE
AYIEMRNKKEPYMPRYGLIRNLRDMGLARYAFDFYEVTSRTPVRAREAHIQMKAAALKSAQPRLFGLDGGISTQEENTERHTTE
AYIEMRNKKEPYMPRYGLVRNLRDGSLARYAFDFYEVTSRTPVRAREAHIQMKAAALKSAQSRLFGLDGGISTQEENTERHTTE
AYIEMRNKKEPYMPRYGLIRNLRDGGLARYAFDFYEVTSRTPVRAREAHIQMKAAALKSAQPRLFGLDGGISTQEENTERHTTE
AYIEMRNKKEPYMPRYGLVRNLRDVGVARYAFDFYEVTSRTPVRAREAHIQMKAAALKSAQPRLFGLDGGISTQEENTERHTTE
AYIEMRNK4EPYMPRYGL6RNLRDg 6ARYAFDFYEVTSRTPVRAREAHIQMKAAALKSAQ RLFGLDGGISTQEENTERHTTE
: 252
: 252
: 252
: 252
: 252
: 252
: 252
: 252
: 252
: 252
: 252
PVY-IDN :
PVY-JPN :
PVY-CHN :
PVY-USA :
PVY-DEU :
PVY-IRN :
PVY-GBR :
PVY-BRZ :
PVY-CHE :
PVY-SPY :
PVY-IND :
D
D
D
D
D
D
D
D
D
D
D
D
: 253
: 253
: 253
: 253
: 253
: 253
: 253
: 253
: 253
: 253
: 253
Lampiran 5 Runutan asam amino PVY isolat Bayongbong dengan isolat dari 10
negara lain
30
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 22 Nopember 1992 dari
pasangan Lim In Tje dan Lo Gam Nih, S.Pd. Penulis merupakan anak kedua dari
empat bersaudara.
Pendidikan menengah diselesaikan di SMA Negeri 7 Tangerang pada tahun
2009. Di tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa program studi
mayor Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui
jalur Ujian saringan masuk IPB (USMI). Selama mengikuti program sarjana,
penulis mendapatkan beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (2010-2011), Women
International Club (2012-2013), dan beasiswa penelitian dari Bogor International
Club (2013).
Penulis aktif di berbagai kegiatan dan pelayanan. Penulis pernah mengikuti
kegiatan magang di Laboratorium Virologi Departemen Proteksi Tanaman IPB
dan Laboratorium Balai Karantina Pertanian Bandara Soekarno Hatta (2011).
Penulis aktif sebagai anggota Bina Desa BEM Fakultas Pertanian IPB pada tahun
2011. Selain itu, penulis juga aktif dalam pelayanan sebagai pemusik di Komisi
Kesenian Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB dan ibadah pemuda di Gereja
Kristen Pantekosta Yerusalem (GKPY) di Tangerang. Di samping pelayanan
musik, penulis juga aktif mengajar di sekolah minggu GKPY. Penulis pernah
mengikuti kegiatan alam Training in Tropical Ecology and Rapid Biodiversity
Assessment in Krakatau bersama mahasiswa dari University of Vienna (Austria)
pada September 2013.
Penulis berkontribusi sebagai asisten praktikum pada mata kuliah Biologi
Dasar (2011-2013), Dasar-dasar Proteksi Tanaman (2012), Pemanfaatan dan
Pengelolaan Pestisida (2013).