32
 Dari Pembangunan Daerah Menuju ³Daerah Membangun´ Abstraksi Sejak tahun 2001 Inodnesia secara formal telah menjalankan desentralisasi pemerintahan (ekonomi) dengan semangat tunggal memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk mengurus dirinya sendiri, termasuk urusan ekonomi. Pola pelaksanaan desentralisasi yang tidak konsisten sejak jaman revolusi kemerdekaan hingga era orde baru membuat Indonesia seolah kehilangan arah dalam melaksanakan desentralisasi. UU  No.22/1999 dibuat oleh pemerintah peralihan sebagai dasar untuk melaksanakan desentralisasi dengan lebih terarah dan diikuti dengan munculnya UU No.32/2004. Hal ini menunjukkan pelaksanaan desentralisasi di Indonesia masih sangat jauh dari sempurna. Tulisan ini berupaya untuk menguraikan perjalanan desentralisasi Indonesia sejak diberlakukannya UU No.22/1999 dan bagaimana pelaksanaannya serta bagaimana keterkaitan Otonomi Daerah dengan Penataan Wilayah.

Desentralisasi Dan Ekonomi Regional

Embed Size (px)

Citation preview

5/12/2018 Desentralisasi Dan Ekonomi Regional - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/desentralisasi-dan-ekonomi-regional 1/32

 

Dari Pembangunan Daerah

Menuju ³Daerah Membangun´ 

Abstraksi

Sejak tahun 2001 Inodnesia secara formal telah menjalankan desentralisasi pemerintahan

(ekonomi) dengan semangat tunggal memberikan kewenangan yang lebih besar kepada

daerah untuk mengurus dirinya sendiri, termasuk urusan ekonomi. Pola pelaksanaan

desentralisasi yang tidak konsisten sejak jaman revolusi kemerdekaan hingga era orde baru

membuat Indonesia seolah kehilangan arah dalam melaksanakan desentralisasi. UU

  No.22/1999 dibuat oleh pemerintah peralihan sebagai dasar untuk melaksanakan

desentralisasi dengan lebih terarah dan diikuti dengan munculnya UU No.32/2004. Hal ini

menunjukkan pelaksanaan desentralisasi di Indonesia masih sangat jauh dari sempurna.

Tulisan ini berupaya untuk menguraikan perjalanan desentralisasi Indonesia sejak 

diberlakukannya UU No.22/1999 dan bagaimana pelaksanaannya serta bagaimana

keterkaitan Otonomi Daerah dengan Penataan Wilayah.

5/12/2018 Desentralisasi Dan Ekonomi Regional - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/desentralisasi-dan-ekonomi-regional 2/32

 

Pendahuluan

Sejak tahun 1990-an negara-negara di seluruh dunia, tidak terkecuali di negara maju,

disibukkan dengan proyek penataan kembali pengelolaan ekonomi di dalam negeri. Di negara

maju restrukturisasi perekonomian tersebut difokuskan kepada upaya untuk membangun

hubungan keuangan intra-pemerintahan agar bisa mengimbangi perkembangan kegiatan

ekonomi yang semakin kompleks. Sedangkan di negara yang sedanga mengalami transisi

ekonomi seperti di Eropa Timur, sedang giat-giatnya membenahi sistem keuangan

 pemerintah daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Proses yang sama setidaknya juga berlangsung di Indonesia, ketika pada tahun 2001

memaklumatkan pemberlakuan otonomi daerah (desentralisasi) yang terlebih dahulu diikuti

dengan masa peralihan dari rezim Orde Baru menuju pemerintahan dengan basis semangat

reformasi.

Secara teoritis, desentralisasi sendiri bisa didefiniskan sebagai penciptaan badan yang

terpisah (bodies separated ) oleh aturan hukum (undang-undang) dari pemerintah pusat, di

mana pemerintah (perwakilan) lokal diberi kekuasaan formal untuk memutuskan ruang

lingkup persoalan publik Jadi di sini basis politiknya ada di tingkat lokal, bukan nasional.

Dalam pengertian ini, meskipun era otoritas pemerintah lokal terbatas, namun hak untuk 

membuat keputusan diperkuat melalui undang-undang dan hanya dapat diubah lewat legislasi

  baru baru (Mawhood, 1983). Dengan begitu, prinsip desentralisasi dapat disinonimkandengan isntilah µdiet¶, yakni untuk mengurangi obesitas akut yang diderita sebuah negara.

Untuk konteks, obesitas tersebut terpantul dalam wujud jumlah penduduk yang besar,

wilayah yang teramat luas, dan ragam multikultur masyarakat yang sangat variatif. Dengan

  pemahaman ini, yang dimaksud dengan program diet adalah mencoba menurunkan level

  pelayanan masyarakat ke tingkat wilayah adminsitratif yang paling rendah. Dengan

desentralisasi diharapkan kemampuan pemerintah daerah untuk mengatur pembangunan

menjadi lebih lincah, akurat, dan cepat.

Desentralisasi juga berkaitan erat dengan konsep penataan wilayah dimana salah satu

konsep dalam penataan wilayah adalah dengan memberlakukan pembentukan daerah-daerah

otonom (Desentralisasi) dengan tujuan agar fokus-fokus penyelenggaraan pemerintahan dapat

 berlangsung dengan efektif dan efisien.

5/12/2018 Desentralisasi Dan Ekonomi Regional - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/desentralisasi-dan-ekonomi-regional 3/32

 

Format Baru Otonomi Daerah

Pendekatan Big Bang atau Zig-Zag?

Sejarah mencatat bahwa upaya desentralisasi di Indonesia bak ayunan pendulum: pola

zig-zag terjadi antara desentralisasi dan sentralisasi. Upaya desentralisasi telah dicoba

diterapkan pada masa penjajahan Belanda (1900-1940) dan revolusi kemerdekaan (1945-

1949); di luar periode itu sentralisasi secara administratif, politik dan fiskal amat terasa (Jaya

dan Dick,2001).

Upaya serius untuk melakukan desentralisasi di Indonesia pada masa reformasi dimulai

di tengah-tengah krisis yang melanda Asia dan bertepatan dengan proses pergantian rezim.

Dari rezim otoritarian ke rezim yang lebih demokratis setelah jatuhnya pemerintahan

Soeharto dan sebagai reaksi yang kuat dari kecenderungan sentralisasi kekuasaan dan sumber 

daya di pemerintah pusat selama tiga dekade terakhir.

Masalahnya, pemerintahan demokratis yang datang setelah pergantian rezim tidak 

memiliki kekuatan ³pemersatu nasional´ seprti yang dimiliki rezim sebelumnya, juga tidak 

memiliki daya sentrifugal politis. Banyak propinsi yang kaya sumber daya alam menyatakan

ketidakpuasan akan hasil eksplitasi sumber daya alamnya yang sebagian besar digunakan

oleh pemerintah pusat. Struktur pemerintahan terpusat telah mengakibatkan kesenjangan

regional antara Jakarta atau Jawa dengan luar Jawa, maupun antara Kawasan Timur 

Indonesia dan Kawasan Barat Indonesia (Kuncoro, 2002). Rasa sentiment yang munculadalah sumbangan yang sangat besar yang diberikan propinsi yang kaya sumber daya alam

 pada pembangunan ekonomi nasional tidak sebanding dengan manfaat yang diterima.

Pergeseran prioritas pembangunan dari sektor pertanian ke sektor industri yang

mendukung pertanian, yang tidak disertai dengan pertimbangan spasial, memberikan dampak 

  percepatan pembangunan di satu pihak dan penumpukan konsentrasi manufaktur di pihak 

lain. Sebagai hasil dari pendekatan tersebut antara lain peningkatan kontribusi dari sektor 

manufaktur dan jasa yang terkonsentrasi di Jawa dan sebagian di Sumatra. Studi yang

menganalisis tren aglomerasi dan kluster dalam sektor industri manufaktur Indonesia,1976-

1999, menyatakan bahwa kebijakan liberalisasi perdagangan yang diterapkan pemerintah

Indonesia sejak 1985 telah berdampak pada semakin menguatnya konsentrasi industri secara

spasial di daerah-daerah perkotaan di Pulau Jawa, terutama di wilayah Jabotabek-Bandung

dan Gerbangkertosusila (Kuncoro, 2002). Studi Kuncoro juga menyimpulkan bahwa

konsentrasi spasial industri besar dan menengah dapat diasosiasikan dengan konsentrasi

5/12/2018 Desentralisasi Dan Ekonomi Regional - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/desentralisasi-dan-ekonomi-regional 4/32

 

  perkotaan di Pulau Jawa. Hal yang sama juga dapat dilihat dari kontribusi PDRB Jawa

terhadap PDN Nasional (1983-1996) yang menunjukkan kecenderungan yang meningkat dan

mendominasi, yaitu dari 51% (1983) meningkat menjadi 60% (1996).

Upaya deregulasi perdagangan di Indonesia pasca pertengahan 1980-an gencar dilakukan

namun ternyata kebijakan intervensi yang lebih menguntungkan Jawa juga diterapkan. Fakta

ini didukung oleh sebuah studi yang menunjukkan bahwa rezim intervensi Indonesia (yaitu

kebijakan perdagangan dan harga) selama 1987-1995 telah menguntungkan pulau Jawa dan

memajakai propinsi-propinsi di luar pulau Jawa (Garcia, 2000). Dengan kata lain, kebijakan

yang membuka diri terhadap persaingan internasional semacam ini telah menimbulkan

transfer pendapatan dari daerah yang miskin ke daerah yang kaya.

Dapat dipahami apabila konstelasi semacam ini menyulut ketidakpuasan daerah. Gerakan

separatis mulai muncul di propinsi Timor Timur, Aceh, Papua dan skala yang lebih kecil

terjadi di Riau, yang mengakibatkan terancamnya integritas nasional Indonesia. Dengan

mengecualikan Timor Timur, protes berbasis kedaerahan yang terjadi pada penghujung 1998

secara tegas mengindikasikan ketidakpuasan terhadap kebijakan sentralisasi pemerintahan

dan keuangan sebagai pemicu utamanya (Pratikno, 1999). Tuntutan terhadap otonomi yang

lebih puas, bahkan tuntutan federasi maupun merdeka, terutama datang dari daerah-daerah

yang mempunyai sumber daya alam yang kuat, seperti Aceh, Papua, dan Riau, yang

menberikan kontribusi penting terhadap pendapatan nasional, namun tidak memperoleh

alokasi keuntungan yang berarti. Pemerintahan Habibie yang memerintah setelah jatuhnya

rezim Soeharto harus menghadapi tantangan untuk mempertahankan integritas nasional dan

dihadapkan pada pilihan untuk melakukan pembagian kekuasaan dari pemerintah pusat

kepada pemerintah daerah, yang berarti mengurangi peran pemerintah pusat dan memberikan

otonomi kepada daerah. Pilihan lain yang mungkin diambil adlaah pembentukan negara

federal atau membuat pemerintah propinsi sebagai agen murni pemerintah pusat (Kuncoro,

2004)

Pemerintahan Habibie memberlakukan dasar hukum desentralisasi, yaitu UU No.22/1999

mengenai Pemerintahan Daerah, dan UU No.25/1999 mengenai Perimbangan Keuangan

antara Pusat dan Daerah. UU No.22/1999 mendelegasikan kekuasaan tertentu kepada

  pemerintah daerah dan membentuk proses politik daerah. UU No.25/1999 mendorong

desentralisasi dengan memberikan pembagian sumber daya fiskal kepada pemerintah daerah.

Tanggung jawab penyusunan desain dan draft undang-undang desentralisasi diserahkan

kepada sekelompok pejabat pemerintah dan akademisi yang dikenal sebagai pelopor 

desentralisasi. Untuk itu mereka hanya diberikan waktu yang relatif singkat, sehingga mereka

5/12/2018 Desentralisasi Dan Ekonomi Regional - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/desentralisasi-dan-ekonomi-regional 5/32

 

tidak berkesempatan secara intensif untuk melakukan konsultasi dan berunding dengan

 berbagai kelompok kepentingan yang ada di Indonesia untuk menciptakan consensus nasional

mengenai visi dasar desentralisasi di Indonesia.

Keadaan tersebut, terutama motivasi politik, tidak diragfukan lagi mempengaruhi banyak 

aspek dalam desain akhir desentralisasi seperti yang dituangkan dalam undang-undang yang

 berkaitan dengan otonomi daerah. Setelah menerapkan sistem yang amat sentralistik, kedua

UU di atas menegaskan adanya fungsi dan kewenangan pemerintah daerah yang lebih besar 

dibandingkan UU No.5/1975. Oleh karena itu, beberapa pengamat menyebut diterapkannya

 pendekatan big bang , radikal, dalam struktur pemerintahan dan desentralisasi fiskal karena

mengubah drastis pola hubungan pusat dan daerah (Ma & Hofman,2002; Alm, Aten, & Bahl,

2001).

Dengan latar belakang sosial-politik seperti itu, bisa dipastikan bahwa UU No.22/1999

tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.25/1999 tentang Perimbangan Keuanganj Pusat-

Daerah, digunakan untuk memuat dua misi utama (Pratikno, 1999): pertama, untuk 

memuaskan semua daerah dengan memberikan ruang partisipasi politik yang tinggi di tingkat

daerah. Ini diwujudkan dengan µdesentralisasi politik¶ dari pusat kepada daerah dan

memberikan kesempatan dan kepuasan politik kepada masyarakat daerah dengan

memberikan kesempatan untuk menikmati symbol-simbol utama demokrasi lokal (misalnya

 pemilihan Kepala Daerah). Kedua, untuk memuaskan daerah-daerah kaya sumber daya alam

yang ³memberontak´ dengan memberikan akses yang lebih besar untuk menikmati sumber 

daya alam yang ada di daerah mereka masing-masing.

5/12/2018 Desentralisasi Dan Ekonomi Regional - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/desentralisasi-dan-ekonomi-regional 6/32

 

R ef ormasi Strukur Pemerintahan

Pengembangan Kapasitas dan Tata Kelola Pemerintahan

Hal yang penting untuk dikembangkan oleh pemerintah (daerah) dalam proses

desentralisasi ekonomi adalah tata kelola ( governance) dan pengembangan kapasitas untuk 

menjamin implementasi setiap kebijakan publik yang diciptakan. secara umum isi dari tata

kelola dan pengembangan tersebut bias diuraikan dalam lima kategori (Ahrens, 2000:88)

y  C redibility/Kredibilitas: hak veto, mekanisme kontrak, agenda, mekanisme

 pengawasan; pemisahan kekuasaan.

y   Accountability/Akuntabilitas: manajemen sektor publik, reformasi dan pengelolaan

 perusahaan publik/negara, pengelolaan keuangan publik; reformasi pelayanan publik.

y   P articipation/Partisipasi: desentralisasi fungsi-fungsi ekonomi, kerjasama

 pemerintah-swasta, pemberdayaan pemerintah local; kerjasama dengan masyarakat.

y  T ransparancy/Transparansi: pengungkapan informasi, kejelasan aturan dan regulasi

 pemerintah; keterbukaan proses pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan

 publik.

Konsep tata kelola dan pengembangan kapasitas daerah tersebut secara lebih spesifik 

diarahkan untuk penguatan ekonomi daerah dengan sasaran empat unsure berikut (Jaffee,

1998;112):

y  Produktivitas ( productivity): di mana rakyat harus mampu setiap waktu meningkatkan

 produktivitasnya dan berpartisipasi penuh dalam proses pembangunan.

y  Pemerataan (equality): di mana rakyat harus mendapatkan kesempatan yang sama

untuk berpartisipasi dalam pembangunan (tidak ada diskriminasi).

y  Kesinambungan ( sustainability): di mana pembangunan yang dikerjakan bukan Cuma

untuk memenuhi kebutuhan sekarang tetapi juga keperluan generasi yang akan

datang.

y  Pemberdayaan (empowerment ): di mana pembangunan harus dilakukan oleh rakyat

dan bukan hanya untuk rakyat.

Dengan model ini rakyat bukan Cuma target pembangunan, melainkan penggagas

 pembangunan. Keempat sasaran itulah yang harus dibidik oleh pemerintah daerah dalam era

desentralisasi/otonomi daerah ini.

5/12/2018 Desentralisasi Dan Ekonomi Regional - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/desentralisasi-dan-ekonomi-regional 7/32

 

Dalam konteks ini, menurut Ahrens (1998;5), pertanyaan sentral bukan berapa banyak  

akan tetapi apa jenis intervensi negara yang kondusif untuk pembangunan ekonomi.

Keterlibatan negara yang efektif tidak terlalu membutuhkan kredibilitas komitmen janji

  politik kepada rakyat, tetapi yang lebih penting tergantung kepada kapasitas administrasi

yang memadai dan kapabilitas pembuat kebijakan agar sesuai dengan peran yang diupayakan

dalam kepemimpinan politik. Dalam hal ini, struktur pemerintahan mendasari proses

  pembuatan kebijakan sebagai hal yang penting. Dalam konteks ini, pemerintahan

didefinisikan sebagai kapasitas lingkungan kelembagaan di mana warga negara berinteraksi

dengan agen pemerintahan, mempengaruhi insentif para politisi, birokrat, agen ekonomi

swasta, dan menentukan pertukaran di antara warga negara dengan pegawai pemerintah.

Struktur pemerintahan sendiri didasarkan pada institusi formal dan informal. Dengan

memperhatikan persoalan implementasi dan penerapan kebijakan pemerintah, institusi-

institusi tersebut menentukan bagaimana pelaku-pelaku yang berbeda terlibat dalam proses

  politik, jenis reformasi ekonomi politik macam apa yang mungkin secara politik, dan

 bagaimana perilaku actor-aktor individu terbentuk.

Suatu struktur pemerintahan mempengaruhi insentif politik, birokrasi, dan agen ekonomi

swasta dalam menentukan pertukaran di antara warga negara dengan pegawai pemerintah. Ini

menunjukkan bahwa kapasitas struktur pemerintahan yang sedang eksis memainkan peranan

kunci yang terkait dengan:

1)  Formasi, implementasi, dan pelaksanakan kebijakan sosial dan ekonomi, seperti

halnya proyek pembangunan.

2)  Pembangunan sektor swasta dan koordinasi.

Struktur pemerintahan akan efektif jika ia memastikan bahwa kebijakan-kebijakan dan

 proyek-proyek yang dilakukan oleh pemerintah secara tepat dapat diimplementasikan; serta

 bisnis swasta bisa berjalan dalam kerangka legal dan teratur, yang bukan merupakan subyek 

  bagi campur tangan politik. Dari perspektif ini, pemerintahan yang efektif biasanya

independen dari karakter dasar sistem politik (sistem rezim) [Ahrens, 2008:87]. Poin ini

 penting dicatat karena sering kali, khususnya di negara berkembang, aparat birokrasi tidak 

 bisa bekerja secara profesional karena ditumpangi oleh kepentingan-kepentingan politik dari

 pemerintah yang berkuasa (dengan memanfaatkan sistem politik yang tertutup).

Dari paparan tersebut dapat dipahami desentralisasi sebagai suatu strategi ekonomi akan

 berjalan bila faktor kelembagaannya diurus dengan baik. Pada sebuah negara yang sedang

melakukan proses reformasi, desentralisasi ekonomi bisa dianggap sebagai kelembagaan itu

sendiri (institutional environment ). Artinya, desentralisasi dimaknai sebagai ¶rules of the

5/12/2018 Desentralisasi Dan Ekonomi Regional - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/desentralisasi-dan-ekonomi-regional 8/32

 

 game¶ pemerintah lokal untuk menangani perekonomian daerah. Dalam perspektif ini,

 berhasil tidaknya desentralisasi amat tergantung dari desain kelembagaan makro dan mikro

yang dibuat. Jika tujuan makro ekonomi dari desentralisasi diarahkan untuk meningkatkan

  pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja di daerah, maka pemerintah lokal harus

menyusun kelembagaan ekonomi yang efisien agar investasi terjadi. Sementara itu, apabila

tujuan mikro ekonomi dari desentralisasi difokuskan kepada hubungan yang adil antar pelaku

ekonomi, maka pemerintah lokal harus berkonsentrasi kepada desain kebijakan yang

membatasi proses eksploitasi satu pelaku ekonomi kepada pelaku ekonomi lainnya, misalnya

 jaminan upah yang layak dan sistem bagi hasil yang setara di sektor pertanian.

Suatu struktur pemerintahan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah harus mampu

menyediakan hal-hal di atas kepada rakyatnya dengan berdasar kepada partisipasi yang aktif 

dan positif dari masyarakat.

R ef ormasi Strukur Pemerintahan Menurut UU No.22/1999 

Dengan telah disahkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah

Daerah mengisyaratkan adanya secercah harapan bagi daerah terhadap reformasi

  penyelenggaraan pemerintahan Daerah di Indonesia, dari kondisi yang selama ini kurang

memberikan ruang yang cukup bagi daerah sebagaimana diatur dalam Undang- Undang No.

5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah, menjadikan daerah sedikit

terlepas dari kungkungan Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

Dalam kaitan dengan implementasi kebijakan reformasi penyelenggaraan pemerintahan

daerah di Indonesia, yang harus dipahami semua pihak adalah makna dan arti reformasi itu

sendiri secara benar, yaitu reformasi sebagai suatu langkah perubahan kearah perbaikan tanpa

merusak atau sekaligus memelihara dengan diprakarsai oleh mereka yang memimpin suatu

sistem. Hal ini perlu disadari bahwa tanpa reformasi sistem itu bisa goyah, atau dengan kata

lain sebaiknya reformasi itu diprakarsai dari sistem itu sendiri sehingga metode reformasi

akan dapat bersifat gradual, bertahap dan berkesinambungan (Faisal Tamin, 1998:2).

Otonomi daerah menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menawarkan berbagai

macam paradigma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang berbasis pada filosofi

Keanekaragaman Dalam Kesatuan. Paradigma yang ditawarkan antara lain:

1) Kedaulatan Rakyat,

2) Demokratisasi,

5/12/2018 Desentralisasi Dan Ekonomi Regional - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/desentralisasi-dan-ekonomi-regional 9/32

 

3) Pemberdayaan Masyarakat,

4) Pemerataan dan Keadilan.

Selain perubahan sosial terjadi pula perubahan dimensi struktural yang mencakup

hubungan antara pemerintahan daerah, hubungan antara masyarakat dengan pemerintah,

hubungan antara eksekutif dan legeslatif serta perubahan pada struktur organisasinya.

Perubahan dimensi fungsional dalam lembaga pemerintahan daerah dan lembaga masyarakat

terjadi sejalan dengan perubahan pada dimensi kultural sebagai dampak otonomi daerah yang

meliputi faktor kreativitas, inovatif dan berani mengambil resiko, mengandalkan keahlian,

  bukan pada jabatan atau kepentingan saja tetapi lebih jauh lagi adalah untuk mewujudkan

sistem pelayanan masyarakat dan membangun kepercayaan masyarakat (trust ) sebagai dasar 

  bagi terselenggaranya upaya pelaksanaan otonomi daerah diseluruh pelosok tanah air 

Indonesia.

Undang-Undang No.22/1999 menyerahkan fungsi, personil, dan asset pemerintah pusat

kepada pemerintah propinsi, kabupaten, dan kota. Hal ini berarti tambahan kekuasaan dan

tanggung jawab diserahkan kepada pemerintah kabupaten dan kota, serta membentuk sistem

yang jauh lebih terdesentralisasi dibandingkan dengan sistem dekonsentrasi dan

koadministratif di masa lalu (Kuncoro, 2004).

Di semua sektor adminsitratif pemerintah, undang-undang telah memindahkan fungsi

 pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, dengan pengecualian dalam hal pertahanan dan

keamanan, kebijakan luar negeri, masalah moneter dan fiskal, hukum dan urusan agama.

Provinsi memiliki status ganda sebagai daerah yang otonom dan sebagai daerah perwakilan

  pemerintah pusat di daerah. Sebagai daerah otonom, provinsi memiliki kewenangan untuk 

mengatur urusan-urusan tertentu di mana administrasi dan kewenangan hubungan antar 

kabupaten dan kota tidak (atau belum) diterapkan oleh kabupaten dan kota. Sebagai

 perwakilan pemerintah pusat, pemerintah propinsi melaksanakantugas administratif tertentu

yang didelegasikan oleh Presiden kepada Gubernur. Kekuasaan Kabupaten dan Kota meliputi

seluruh sektor kewenangan administratif selain kesehatan, pendidikan dan kebudayaan,

 pertanian, transportasi, industri dan perdagangan, investasi, lingkungan hidup, urusan tanah,

koperasi dan tenaga kerja.

Wilayah Indonesia dibagi menjadi propinsi, kabupaten dan kota otonom. Secara teknis,

kabupaten dan kota mempunyai level yang sama dalam pemerintahan. Pembagian tersebut

  berdasarkan atas apakah administrasi pemerintah berlokasi di wilayah pedesaan atau di

wilayah perkotaan. Di dalam kabupaten dan kota terdapat kecamatan yang merupakan unit

5/12/2018 Desentralisasi Dan Ekonomi Regional - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/desentralisasi-dan-ekonomi-regional 10/32

 

 pemerintahan administratif yang lebih kecil. Setiap kecamatan dibagi menjadi desa. Desa di

wilayah pedesaan disebut desa, sedangkan di wilayah perkotaan disebut kelurahan (Kuncoro,

2004).

Berbeda dengan sistem federalisme, otonomi daerah di Indonesia diletakkan dalam

kerangka negara kesatuan (U nitary State). Perbedaan utama sistem federalism dan unitaristik 

terletak pada sumber kedaulatan, yaitu: ³Dalam sistem federalisme, kedaulatan diperoleh dari

unit-unit politik yang terpisah-pisah dan kemudian sepakat membentuk sebuah pemerintahan

  bersama, ««dalam pemerintahan yang unitaristik kedaulatan langsung bersumber dari

seluruh penduduk dalam negara tersebut´ (Syaukani, Gaffar & Rasyid, 2002:5).

Karena beragamnya daerah otonom di Indonesia, dibutuhkan adanya sistem yang

mengatur agar ketimpangan daerah tidak semakin lebar dan daerah yang kaya membantu

daerah yang miskin. Dalam sistem ini, penyerahan kewenangan (desentralisasi) bebarengan

dengan pelimpahan wewenang (dekonsentrasi) dan tugas perbantuan (Kuncoro, 2004).

UU No.22/1999 memperpendek jangkauan atas dekonsentrasi yang dibatasi hanya

sampai pemerintahan Propinsi. Perubahan yang dilakukan UU ini terhadap UU No.5/1974

ditandai dengan (Pratikno, 1999, 2000):

y  Istilah tingkatan daerah otonom (Dati I dan Dati II) dihapuskan. Istilah Dati I dan Dati

II yang dalam UU terdahulu digunakan untuk menggambarkan pemerintahan daerah

otonom (asas desentralisasi), sekarang ini sudah tidak dipergunkan lagi. Istilah yang

dipilih adalah istilah yang lebih netral, yaitu Propinsi, Kabupaten dan Kota, untuk 

menghindari citra bahwa tingkatan yang lebih tinggi (Dati I) secara hiearkis lebih

 berkuasa daripada tingkatan lebih rendah (Dati II). Hal ini untuk menegaskan bahwa

semua daerah otonom merupakan badan hukum yang terpisah dan sejajar. Daerah

Otonom Propinsi tidak mempunyai hubungan komando dengan Daerah Otonom

Kabupaten maupun Kota.

y  Istilah pemerintah daerah dalam UU No. 22/1999 digunakan untuk merujuk pada

Badan Eksekutif Daerah yang terdiri dari Kepala Daerah dan perangkat Daerah

Otonom. Hal ini berbeda dengan UU No. 5/1974 yang menggunakan istilah

  pemerintah daerah yang meliputi DPRD dan menempatkan DPRD sebagai mitra

eksekutif. Perubahan pengertian yang dilakukan UU No.22/1999 ini membawa

implikasi pada keterpisahan secara tegas antara badan eksekutif dan legislatif, serta

 penempatan fungsi control DPRD terhadap eksekutif daerah.

5/12/2018 Desentralisasi Dan Ekonomi Regional - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/desentralisasi-dan-ekonomi-regional 11/32

 

y  Pemerintahan di tingkat propinsi hampir tidak berubah. Gubernur tetap menjadi wakil

 pusat dan sekaligus Kepala Daerah, dan Kanwil (instrument Menteri) tetap ada.

y   Namun, pemerintahan Kabupaten dan Kota telah terbebas dari intervensi pusat yang

dulu dilakukan nelalui perangkapan jabatan Kepala Daerah Otonom dan Kepala

Wilayah Administratif (wakil pusat). Bupati dan Walikota adalah Kepala Daerah

Otonom saja. Sementara itu, jabatan Kepala Wilayah pada kabupaten dan kota sudah

tidak dikenal lagi. Konsekuensinya Kandep (bawahan Kanwil) tidak dikenal lagi, dan

instansi teknis yang ada hanyalah Dinas-Dinas Daerah Otonom. Bahkan UU ini juga

menempatkan pemerintahan kecamatan sebagai perpanjangan tangan pemerintahan

daerah otonom Kabupaten/Kota (desentralisasi) dan bukan sebagai aparat

Pusat/Propinsi (dekonsentrasi).

Salah satu tujuan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah adalah untuk menjadikan

  pemerintah lebih dekat dengan rakyatnya, sehingga pelayanan pemerintah dapat dilakukan

dengan lebih efisien dan efektif. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa pemerintah kabupaten

dan kota memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai kebutuhan dan aspirasi masyarakat

mereka daripada pemerintah pusat. Walaupun hal ini sangat potensial bagi kabupaten dan

kota untuk lebih responsif terhadap aspirasi masyarakat, namun sebelum hal tersebut dapat

terlaksana, partai politik dan kelompok masyarakat sipil yang ada di daerah perlu diperkuat

untuk menjamin bahwa proses pemerintahan yang bersih dapat terlaksana.

Desentralisasi terfokus pada tingkat kabupaten dan kota. Kedua pemerintahan tersebut

  berada di level ketiga setelah pemerintah pusat dan propinsi. Sampai dengan akhir 2003

terdapat 434 pemerintah kabupaten dan kota dan 31 propinsi di Indonesia. Beberapa

 pengamat menyarankan bahwa desentralisasi harus dilaksanakan pada tingkat propinsi karena

 propinsi dianggap memiliki kapasitas yang lebih besar untuk menangani seluruh tanggung

  jawab yang dilimpahkan oleh kabupaten dan kota. Walaupun demikian, sudah menjadi

rahasia umum bahwa pemerintah pusat merasa tidak diuntungkan secara politis jika harus

membentuk pemerintahan otonom propinsi yang kuat. Alasannya adalah akan menjadi

  potensi disintegrasi yang semakin kuat, khususnya di wilayah seperti Aceh dan Papua, di

mana gerakan menuntut kemerdekaan harus dihadapi oleh pemerintah pusat.

Reformasi penting yang perlu dicatat adalah sebagtai berikut: pertama, ada banyak 

tingkatan dalam pemerintahan daerah dan level yang mana seharusnya menerima pelimpahan

kekuasaan merupakan pertanyaan mendasar yang muncul. Menurut UU No.22/1999,

5/12/2018 Desentralisasi Dan Ekonomi Regional - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/desentralisasi-dan-ekonomi-regional 12/32

 

 pemerintah kabupaten dan kota telah menjadi level yang tepat untuk pelimpahan kekuasaan

dan pengelolaan sumber daya. Pemerintah propinsi diberi peran sebagai agen pemerintah

  pusat dan sebagai pengawas pemerintah kabupaten dan kota. Ada banyak dasar pemikiran

untuk hal tersebut. Formulasinya bersumber pada UU No.5/1974, dan bertujuan untuk 

menekankan seminimal mungkin setiap kecenderungan separatism daerah dengan kekuatan

 politik atau munculnya kekuatan politik sentrifugal yang menjauhi pusat. Pemerintah pusat

tidak perlu takut akan kehilangan control terhadap pemerintah daerah. Juga ada argumen

efisiensi dalam institusi pelayanan publik untuk sedekat mungkin dengan masyarakat tanpa

kehilangan skala ekonomis ketika populasi suatu kabupaten dan kota berkisar antara 25.000

sampai 4 juta jiwa.

Kedua, walaupun kecendeungan terjadinya separatisme semakin kuat dan terlihat di

  beberapa wilayah di daerah lainnya, reformasi struktur pemerintahan seperti yang telah

tercermin dalam UU No.22/1999 adalah memperlakukan semua pemerintah daerah di

Indonesia secara adil, dengan pengecualian Jakarta sebagai ibu kota negara dengan tetap

menyandang status sebagai daerah khusus tanpa subdivisi kota. Hal itu terlihat bahwa

formulasi tersebut ± perlakuan yang sama untuk semua wilayah di Indonesia ± mencerminkan

 penolakan pemerintah pusat akan konsep federalisme dan memilih konsep negara kesatuan.

Konsekuensinya, pembangunan politik memerlukan pemberlakuan dua undang-undang

khusus untuk Aceh dan Papua, yaitu derajat otonomi daerah yang lebih besar diberikan

kepada pemerintah propinsi daripada kepada pemerintah kabupaten dan kota.

Ketiga, hal penting lain dalam UU No.22/1999 adalah cakupan yang lebih luas untuk 

fungsi dan aktivitas pemerintah yang diserahkan kepada pemerintah daerah. Pemerintah pusat

hanya memiliki kewenangan dan tanggung jawab terhadap pertahanan dan keamanan

nasional, urusan agama dan fungsi khusus lain seperti perencanaan ekonomi makro, sistem

transfer fiskal, administrasi pemerintah, pengembangan sumber daya manusia,

  pengembangan teknologi dan standar nasional. Fungsi lain yang tidak disebutkan secara

khusus harus dilimpahkan kepada pemerintah daerah, dan lebih khusus lagi, UU ini

menyebutkan tanggung jawab pemerintah daerah dalam pekerjaan umum, manajemen

kesehatan, urusan pendidikan dan kebudayaan, pembangunan pertanian, transportasi,

 peraturan kegiatan manufaktur dan pembangunan sumber daya manusia. Jika memperhatikan

UU tersebut, kekuasaan, otoritas, dan tanggung jawab pemerintah kabupaten dan kota

menjadi sangat substansif dan ekstensif, dan kebijakan desentralisasi seperti yang

digambarkan di sini sangat radikal, reformasi big bang  terhadap struktur pemerintahan

(Kuncoro, 2004).

5/12/2018 Desentralisasi Dan Ekonomi Regional - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/desentralisasi-dan-ekonomi-regional 13/32

 

R ef ormasi Struktur Pemerintahan Menurut UU No. 32 Tahun 2004 

Berbagai pengaturan dalam semua undang-undang tentang pemerintahan daerah

membuat peran kepala daerah sangat strategis, karena kepala daerah sangat penting dalam

menunjukan keberhasilan pembangunan lokal maupun pembangunan nasional pada

umumnya, sebab pemerintahan daerah merupakan subsistem dari pemerintahan nasional atau

  Negara, efektifitas pemerintahan negara tergantung pada efektifitas penyelenggaraan

  pemerintahan di daerah. Keberhasilan kepemimpinan di daerah menentukan kesuksesan

kepemimpinan nasional. Ketidakmampuan kepala daerah dalam mensukseskan kinerja dan

efektifitas penyelenggaraan pembangunan nasional.

Pembangunan dengan tidak ikut campurnya pemerintah pusat dalam hal pelaksanaan

otonomi di daerah belumlah menjadi suatu jaminan akan tercipta serta terlaksananya prinsip-

 prinsip   good governance (tata pemerintahan yang baik). Bagian lain yang juga sangat

menetukan terhadap pelaksanaan   good governance adalah pelaksanan fungsi admnistrasi

  pemerintahan yang baik. Karena, kepala daerah (gubernur/bupati dan walikota) bersama

dengan wakil kepala daerahnya sering tidak sejalan dalam manajemen pemerintahan yang

akhirnya berdampak kepada terhambatnya program-program yang seharusnya menjadi

 prioritas. Kemudian juga, sering terjadi pergantian pejabat yang memimpin suatu biro, dinas,

instansi dan badan setiap saat tanpa melihat beberapa lama penjabat tersebut menjabat. Selain

itu, penempatan para pejabat yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya.

Pelaksanaan otonomi daerah dilihat sebagai berkah bagi daerah-daerah. Dengan

kewenangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah itu, daerah-daerah menjadi memiliki keleluasan dan kebebasan untuk mengatur dan

mengelola dirinya sendiri. Otonomi bertitik tolak dari adanya hak dan wewenang untuk 

  berprakarsa dan mengambil keputusan dalam mengatur dan mengurus rumah tangga

daerahnya guna kepentingan masyarakatnya dengan jalan mengadakan berbagai peraturan

daerah yang tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan

lainnya yang lebih tinggi (E.Koswara 2001:77). Dalam hubungan inilah pemerintah perlu

melaksanakan pembagian kekuasaan kapada pemerintah daerah yang dikenal dengan istilah

desentralisasi, yang bentuk dan susunannya tampak dari ketentuan-ketentuan didalam

undang-undang yang mengaturnya. Seperti Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah yang memuat pengertian otonomi daerah dalam Pasal 1 angka 5

³otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan

5/12/2018 Desentralisasi Dan Ekonomi Regional - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/desentralisasi-dan-ekonomi-regional 14/32

 

mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan

 peraturan perundang-undangan´.

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pada Bab 1

ketentuan umum Pasal 1 ayat (5) menuliskan, otonomi daerah adalah hak, wewenang dan

kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Bahwa,

dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, pemerintahan daerah yang mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan pembantuan, diarahkan

untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan,

  pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan

memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan

suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi, inti dari konsep

 pelaksanaan otonomi daerah adalah upaya memaksimalkan hasil yang akan dicapai sekaligus

menghindari kerumitan dan hal-hal yang menghambat pelaksanaan otonomi daerah. Dengan

demikian tuntutan masyarakat dapat diwujudkan secara nyata dan penerapan otonomi daerah

luas dan kelangsungan pelayanan umum untuk tidak terabaikan.

Permasalahan-permasalahan yang dihadapi di era otonomi daerah yang merupakan

tuntutan masyarakat dapat terwujud apabila terciptanya suatu sistem pemerintahan yang baik 

(  good governance). Oleh karena itu, perubahan perilaku birokrasi sangat diperlukan dalam

  penyelenggaraan otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah sejalan dengan konsep good governance sebagai domain

 pemerintahan yang baik antara lain:

1)  Menekankan penyelenggaraan pemerintahan yang didasarkan pada peraturan

 perundang-undangan.

2)  Kebijakan public yang transparan.

3)  Adanya partisipasi masyarakat dan akuntabilitas publik.

Menurut UU No.32/2004 yang dimaksud dengan pemerintahan adalah semua kegiatan

lembaga-lambaga atau badan-badan publik tersebut dalam menjalankan fungsinya untuk 

mencapai tujuan Negara (pemerintah dilihat dari aspek dinamikanya). Kemudian pengertian

 pemerintahan dapat dibedakan dalam pengertian luas dan sempit. Pengertian pemerintahan

dalam arti luas adalah segala kegiatan badan-badan publik yang meliputi kekuasaan

5/12/2018 Desentralisasi Dan Ekonomi Regional - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/desentralisasi-dan-ekonomi-regional 15/32

 

eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam usaha mencapai tujuan Negara, sedangkan dalam

arti sempit adalah segala kegiatan badan-badan publik yang hanya meliputi kekuasaan

eksekutif saja.

Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah

daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi

seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana

dimaksud dalam undang-undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Oleh karena itu, pemerintah dalam melaksanakan fungsi pelayanannya mempunyai tiga

fungsi utama, antara lain: (1) memberikan pelayanan baik pelayanan perorangan maupun

  pelayanan publik, (2) melakukan pembangunan fasilitas ekonomi untik meningkatkan

  pertumbuhan ekonomi dan (3) memberikan perlindungan kepada masyarakat. Kemudian

  juga, pemerintah wajib memberikan pelayanan perorangan dengan biaya murah, cepta,

 berkualitas, professional dan baik serta adil.

Salah satu tugas pokok pemerintahan yang terpenting adalah memberikan pelayanan

umum kepada masyarakat. Oleh karena itu, organisasi pemerintahan sering kali disebut

sebagai ³pelayanan masyarakat´ ( public service). Dalam kenyataannya, belum semua aparat

  pemerintah menyadari arti pentingnya pelayanan. Muncul ejekan dari masyarakat kepada

  pegawai pemerintah seperti ³kalau dapat dipersulit, kenapa dipermudah?´, hal ini

menunjukkan bahwa mereka umumnya belum sadar mengenai posisinya sebagai pelayanan

masyarakat dan juga filosofi pelayanan itu sendiri. Menurut Normann (1991: 14) karakteristik 

tentang pelayanan yakni sebagai berikut:

a)  Pelayanan bersifat tidak dapat diraba/disentuh, pelayanan sangat berlawanan sifatnya

dengan barang jadi.

 b)  Pelayanan itu kenyataannya terdiri dari itndakan nyata dan merupakan pengaruh yang

sifatnya adalah tindakan sosial.

c)  Produksi dan konsumsi dari pelayanan tidak dapat dipisahkan secara nyata, karena

 pada umumnya kejadiannya bersamaan dan terjadi di tempat yang sama.

Dimaksud dengan pelayanan umum dalam pemberian jasa baik oleh pemerintah, pihak 

swasta atas nama pemerintah ataupun pihak swasta kepada masyarakat, dengan atau tanpa

 pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan atau kepentingan masyarakat, dengan demikian

yang dapat memberikan pelayanan umum kepada masyarakat luas bukan hanya instansi

  pemerintah melainkan juga pihak swasta. Pelayanan umum yang dijalankan oleh instansi

5/12/2018 Desentralisasi Dan Ekonomi Regional - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/desentralisasi-dan-ekonomi-regional 16/32

 

  pemerintah bermotif social dan politik, yakni menjalankan tugas pokok serta menbcari

dukungan suara. Sedangkan pelayanan umum oleh pihak swasta bermotif ekonomi, yakni

mencari keuntungan.

Menyelenggarakan pemerintah daerah, pemerintah daerah menggunakan asas dan tugas

  pembantuan, sebagaimana dinyatakan dalam UU No.32/2004 tentang pemerintahan daerah

Pasal 1 ayat (7), (8), dan (9), antara lain:

y  Ayat (7) desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah

kepala daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam

system Negara kesatuan.

y  Ayat (8) dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintah oleh pemerintah

kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dan/atau kepada instansi vertical

diwilayah tertentu.

y  Ayat (9) tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau

desa dari pemerintah provensi kepada kabupaten/kota atau desa serta dari pemerintah

kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

Menurut Darma Kusuma (2002:6-7), secara umum pola hubungan yang ada dalam setiap

organisasi dapat dilihat dalam dua pola hubungan, yakni hubungan yang bersifat internal dan

eksternal. Pola hubungan pada birokrasi pemerintah, dapat diidentifikasi hubungan internal

merupakan pola interaksi yang terjadi antara atasan, sejawat dan bawahan. Pola hubungan

internal pada organisasi birikrasi pemerintah sangat diwarnai olah pola hubungan yang searah

dan bersifat top-down dari atas, artinya pola hubungan dan interaksi lebih banyak ditentukan

dari atas, artinya bawahan menunggu dan melaksanakan sesuai dengan arahan pimpinan.

Menurut HAW Widjaj (2002:81), dalam hal ini perlu mendapat perhatian birokrasi

dalam mengantisifasi akan kebutuhan pelayanan tersebut:

1)  Sifat pendekatan tugas, lebih mengarah kepada pengayoman dan pelayanan

masyarakat, bukan pendekatan kekuasaan dan kewenangan.

2)  Penyempurnan organisasi, efisien, efektif dan professional

3)  Sistem dan prosedur kerja cepat, tepat dan akurat

Birokrasi yang modern tidak lagi berpikir sebagaiman membelanjakan dana yang

tersedia dalam anggaran, tetapi bagaimana membelanjakan anggaran yang terbatas seefisien

5/12/2018 Desentralisasi Dan Ekonomi Regional - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/desentralisasi-dan-ekonomi-regional 17/32

 

mungkin, dan memanfaatkan apa yang diperoleh hasilnya. Berdasarkan fungsi pemerintah

dalam melakukan pelayanan umum terdapat 3 fungsi pelayanan yaitu (1) environmental

service, (2) development service, (3) protective service. Pelayanan yang diberikan oleh

 pemerintah juga dapat dibedakan berdasarkan siapa yang dapat menikmati atau memperoleh

dampak dari suatu layanan, baik seseorang secara individu maupun kelompok atau kolektif.

Satu hal yang baru dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan tiga

asas, antara lain:

1)  Eksternalitas, yaitu penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan ditentukan

  berdasarkan luas, besaran dan jangkauan dampak yang timbul akibat

 pennyelenggaraan suatu urusan pemerintahan.

2)  Akuntabilitas, penanggungjawab penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan

ditentukan berdasarkan kedekatannya dengan luas, besaran dan jangkauan dampak 

yang timbulkan oleh penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan.

3)  Efisiensi, penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan ditentukan berdasarkan

 perbandingan tingkat daya guna yang paling tinggi yang dapat diperoleh.

Dengan demikian untuk menunjang pelaksanaan sistem pemerintahan didaerah dan

sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah mengenai prinsip otonomi, bahwa prinsip otonomi menggunakan

 prinsip otonomi seluas-luasnya, nyata dan bertanggungjawab.

1)  Prinsip otonomi seluas-luasnya adalah daerah diberikan kewenangan mengurus dan

mengatur semua unsur pemerintahan diluar yang menjadi urusan pemerintah yang

ditetapkan dalam undang-undang pemerintah daerah.

2)  Prinsip otonomi nyata, adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan

  pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban yang

senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh hidup dan berkembang sesuai

dengan potensi dan kekhasan daerah.

3)  Prinsip otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi yang dalam penyelesaiannya

harus benar-benar sejalan dengan sejalan dengan tujuan dan maksud otonomi yang

ada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan

rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.

5/12/2018 Desentralisasi Dan Ekonomi Regional - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/desentralisasi-dan-ekonomi-regional 18/32

 

Wilayah Ek onomi vs Wilayah Administratif 

K onsep Wilayah

Wilayah (region) didefinisikan sebagai suatu unit geografi yang di batasi oleh kriteria

tertentu dan bagian-bagiannya tergantung secara internal. Wilayah dapat di bagi menjadi

empat jenis yaitu; (1) wilayah homogen, (2) wilayah nodal. (3) wilayah perencanaan, (4)

wilayah administratif.

1. Wilayah Homogen

Wilayah homogen adalah wilayah yang dipandang dari aspek/kriteria mempunyai

sifat-sifat atau ciri-ciri yang relatif sama. Sifat-sifat atau ciri-ciri kehomogenan ini

misalnya dalam hal ekonomi (seperti daerah dengan stuktur produksi dan kosumsi yang

homogen, daerah dengan tingkat pendapatan rendah/miskin dll.), geografi seperti

wilayah yang mempunyai topografi atau iklim yang sama), agama,suku,dan sebagainya.

Richarson (1975) dan Hoover (1977) mengemukakan bahwa wilayah homogen di batasi

  berdasarkan keseragamamnya secara internal (internal uniformity). Contoh wilayah

homogen adalah pantai utara Jawa barat (mulai dari indramayu, subang dan karawang),

merupakan wilayah yang homogen dari segi produksi padi. Setiap perubahan yang terjadi

di wilayah tersebut seperti subsidi harga pupuk, subsidi suku bunga kredit, perubahan

harga padi dan lain sebagainya kesemuanya akan mempengaruhi seluruh bagian wilayah

tersebut dengan proses yang sama. Apa yang berlaku di suatu bagian akan berlaku pula bagian wilayah lainnya.

2. Wilayah Nodal

Wilayah nodal (nodal region) adalah wilayah yang secara fungsional mempunyai

ketergantungan antara pusat (inti) dan daerah belakangnya (interland). Tingkat

ketergantungan ini dapat dilihat dari arus penduduk, faktor produksi, barang dan jasa,

ataupun komunikasi dan transportasi. Sukirno (1976) menyatakan bahwa pengertian

wilayah nodal yang paling ideal untuk digunakan dalam analisis mengenai ekonomi

wilayah, mengartikan wilayah tersebut sebagai ekonomi ruang yang yang di kuasai oleh

suatu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi.

Batas wilayah nodal di tentukan sejauh mana pengaruh dari suatu pusat kegiatan

ekonomi bila di gantikan oleh pengaruh dari pusat kegiatan ekonomi lainnya. Hoover 

(1977) mengatakan bahwa struktur dari wilayah nodal dapat di gambarkan sebagai suatu

sel hidup dan suatu atom, dimana terdapat inti dan plasma yang saling melengkapi. Pada

5/12/2018 Desentralisasi Dan Ekonomi Regional - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/desentralisasi-dan-ekonomi-regional 19/32

 

struktur yang demikian, integrasi fungsional akan lebih merupakan dasar hubungan

ketergantungan atau dasar kepentingan masyarakat di dalam wilayah itu, dari pada

merupakan homogenitas semata-mata. Dalam hubungan saling ketergantungan ini

dengan perantaraan pembelian dan penjualan barang-barang dan jasa-jasa secara lokal,

aktifitas-aktifitas regional akan mempengaruhi pembangunan yang satu dengan yang

lain.

Wilayah homogen dan nodal memainkan peranan yang berbeda di dalam organisasi

tata ruag masyrakat.Perbedaan ini jelas terlihat pada arus perdagangan. Dasar yang biasa

di gunakan untuk suatu wilayah homogeny adalah suatu out put yang dapat diekspor 

  bersama dimana seluruh wilayah merupakan suatu daerah surplus untuk suatu out put

tertentu, sehinga berbagai tempat di wilayah tersebut kecil atau tidak sama sekali

kemungkinannya untuk mengadakan perdagangan secara luas di antara satu sama

lainnya. Sebaliknya,dalam wilayah nodal,pertukaran barang dan jasa secara intern di

dalam wilayah tersebut merupakan suatu hal yang mutlak harus ada.Biasanya daerah

 belakang akan menjual barang-barang mentah (raw material) dan jasa tenaga kerja pada

daerah inti, sedangkan daerah inti akan menjual ke daerah belakang dalam bentuk barang

  jadi.Contoh wilayah nodal adalah DKI Jakarta dan Botabek (Bogor,Tangerang dan

Bekasi), Jakarta yang merupakan inti dan Botabek sebagai daerah belakangnya.

3. Wilayah Administratif 

Wilayah Administratif adalah wilayah yang batas-batasnya di tentukan berdasarkan

kepentingan administrasi pemerintahan atau politik, seperti: propinsi, kabupaten,

kecamatan, desa/kelurahan. Sukirno (1976) menyatakan bahwa di dalam praktek, apabila

membahas mengenai pembangunan wilayah, maka pengertian wilayah administrasi

merupakan pengertian yang paling banyak digunakan. Lebih populernya pengunaan

 pengertian tersebut di sebabkan dua faktor yakni : (a) dalam kebijaksanaan dan rencana

  pembangunan wilayah di perlukan tindakan-tindakan dari berbagai badan pemerintahan.

Dengan demikian,lebih praktis apabila pembangunan wilayah di dasarkan pada suatu

wilayah administrasi yang telah ada; dan (b) wilayah yang batasnya di tentukan

 berdasarkan atas suatu administrasi pemerintah lebih mudah di analisis,karena sejak lama

  pengumpulan data di berbagai bagian wilayah berdasarkan pada suatu wilayah

administrasi tersebut.

 Namun dalam kenyataannya, pembangunan tersebut sering kali tidak hanya dalam

suatu wilayah administrasi, sebagai contoh adalah pengelolaan pesisir ,pengelolaan

daerah aliran sungai, pengelolaan lingkungan dan sebagainya, yang batasnya bukan

5/12/2018 Desentralisasi Dan Ekonomi Regional - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/desentralisasi-dan-ekonomi-regional 20/32

 

 berdasarkan administrasi namun berdasarkan batas ekologis dan seringkali lintas batas

wilayah administrasi. Sehinga penanganannya memerlukan kerja sama dari beberapa

wilayah administrasi yang terkait.

4. Wilayah Perencanaan

Boudeville (dalam Glasson, 1978) mendefinisikan wilayah perencanan ( planning 

region atau  programming region) sebagai wilayah yang memperlihatkan koherensi atau

kesatuan keputusan-keputusan ekonomi. Wilayah perencanaan dapat dilihat sebagai

wilayah yang cukup besar untuk memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan penting

dalam penyebaran penduduk dan kesempatan kerja, namun cukup kecil untuk 

memungkinkan persoalan-persoalan perencanaannya dapat dipandang sebagai satu

kesatuan.

Klassen (dalam Glasson, 1978) mempunyai pendapat yang hampir sama dengan

Boudeville, yaitu bahwa wilayah perencanaan harus mempunyai ciri-ciri: (a) cukup besar 

untuk mengambil keputusan-keputusan investasi yang berskala ekonomi, (b) mampu

mengubah industrinya sendiri dengan tenaga kerja yang ada, (c) mempunyai struktur 

ekonomi yang homogen, (d) mempunyai sekurang-kurangnya satu titik pertumbuhan

( growthpoint ). (e) mengunakan suatu cara pendekatan perencanaan pembangunan, (f)

masyarakat dalam wilayah itu mempunyai kesadaran bersama terhadap persoalan-

 persoalannya.

Salah satu contoh wilayah perencanaan yang sesuai dengan pendapat Boudeville

dan klassen di atas, yang lebih menekankan pada aspek fisik dan ekonomi, yang ada di

Indonesia adalah BARELANG (Pulau Batam, Pulau Rempang, Pulau Galang). Daerah

 perencanaan tersebut sudah lintas batas wilayah administrasi.

Wilayah perencanaan bukan hanya dari aspek fisik dan ekonomi, namun ada juga

dari aspek ekologis. Misalnya dalam kaitannya dengan pengelolaan daerah aliran sungai

(DAS). Pengelolaan daerah aliran sungai harus direncanakan dan di kelola mulai dari

hulu sampai hilirnya. Contoh wilayah perencanaan dari aspek ekologis adalah DAS

Cimanuk, DAS Brantas, DAS Citanduy dan lain sebagainya.

5/12/2018 Desentralisasi Dan Ekonomi Regional - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/desentralisasi-dan-ekonomi-regional 21/32

 

K onsep dan Implementasi Pembentukan Daerah dan Kawasan Khusus

Sejak UU No.22 Tahun 1999 diberlakukan, isu pemekaran lebih dominan jika

dibandingkan dengan isu penggabungan atau penghapusan daerah. Di satu sisi

kecenderungan tersebut dapat diterima dan dipahami sebagai wujud kedewasaan dan harapan

untuk mengurus dan mengembangkan potensi daerah dan masyarakatnya. Namun, di sisi lain,

emngundang kekhawatiran terhadap kemampuan dan keberlanjutan daerah otonom baru

untuk dapat bertahan mengurus rumah tangganya sendiri. Pemekaran daerah diharapkan

mampu menjadi media untuk membuka simpul-simpul keterbelakangan akibat jangkauan

  pelayanan pemerintah yang terlalu luas, sehingga perlu dibuka kesempatan bagi daerah

tersebut untuk mendirikan pemerintahan sendiri berdasarkan potensi yang dimiliki. Walaupun

dalam UU No.22 Tahun 1999 Pasal 5, telah diuraikan bahwa kriteria daerah dibentuk 

 berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik,

  jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain yang secara teknis diuraikan lebih

lanjut dalam Peraturan Pemerintah No.129 Tahun 2000, tetapi kenyataannya aspirasi politik 

lebih mendominasi dibandingkan dengan pemenuhan kriteria tersebut.

Pada prakteknya, terbentuknya daerah-daerah otonom baru ini seringkali hanya

didasarkan pada pertimbangan atau indikator-indikator ekonomi, seperti tingkat pendapatan,

aktivitas kegiatan ekonomi, dan potensi sumber daya alam yang dimiliki. Sedangkan dimensi

  politik yang kemudian muncul setelah daerah otonom itu terbentuk baru dipikirkankemudian. Gejala inilah yang kemudian ingin diantisipasi oleh UU No.32 Tahun 2004

sebagai pengganti UU No.22 Tahun 1999. Dalam UU ini, pembentukan daerah baru disertai

dengan persyaratan administratif, teknis, dan fisik wilayah. Hal ini berbeda dengan

  pengaturan dalam UU sebelumnya yang tidak sampai ke pengaturan teknis pembentukan

daerah. Harapannya, pengaturan yang lebih rinci dapat membuat pembentukan daerah-daerah

 baru lebih terarah dan tidak semata-mata berorientasi politis.

Perkembangan pola penataan wilayah dapat dilihat dari perkembangan pola kebijakan

umum pembangunan nasional serta kebijakan pembangunan sektoral dan daerah berdampak 

terhadap pertumbuhan dan perkembangan wilayah yang bersangkutan. Wacana penataan

wilayah dalam perspektif otonomi daerah berkaitan dengan pembentukan, pemekaran,

  penghapusan, dan penggabungan daerah otonom yang secara normatif diatur dalam pasal 4

s.d 8 (pembentukan daerah baru) dan Pasal 9 s.d 10 (pembentukan kawasan khusus).

5/12/2018 Desentralisasi Dan Ekonomi Regional - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/desentralisasi-dan-ekonomi-regional 22/32

 

Desain Penataan Wilayah Menurut UU No.32 Tahun 2004 

Penataan wilayah menurut UU No.32 Tahun 2004 terbagi ke dalam dua konsep, yakni

 pembentukan daerah dan pembentukan kawasan khusus. Pembentukan daerah yang dimaksud

mencakup pemekaran dan penggabungan daerah, sedangkan pembentukan kawasan khusus

mencakup pembentukan kawasan strategis yang secara nasional mencakup hajat hidup orang

  banyak dari segi politik, sosial-budaya, lingkungan, pertahanan-keamanan, dan ekonomi.

Termasuk di dalamnya pembentukan kawasan otorita, perdagangan bebas, kawasan industri,

dan sejenisnya.

1. Pembentukan Daerah 

Pembentukan daerah ditetapkan dengan Undang-Undang. UU pembentukan daerah

antara lain mencakup nama, cakupan wilayah, batas, ibukota, kewenangan

menyelenggarakan urusan pemerintahan, penunjukan pejabat kepala daerah, pengisian

anggota DPRD, pengalihan kepegawaian, pendanaan, peralatan, dan dokumen, serta

  perangkat daerah. Yang dimaksud dengan ³cakupan wilayah´ adalah khusus untuk 

daerah yang berupa kepulauan atau gugusan pulau-pulau dalam penentuan luas wilayah

 berdasarkan atas prinsip negara kepulauan yang pelaksanaannya diatu dengan peraturan

 pemerintah (Mariana dan Paskarina, 2007).

Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian

daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau

lebih. Pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih dapat dilakukan setelah

mencapai batas usia minimal penyelenggaraan pemerintahan. Yang dimaksud dengan

³batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan´ dalam ketentuan ini untuk provinsi

10 (sepuluh) tahun, untuk kabupaten/kota 7 (tujuh) tahun, dan kecamatan 5 (lima) tahun

(Mariana dan Paskarina, 2007).

Pembentukan daerah harus memenuhi syarat administratif, teknis dan fisik 

kewilayahan. Syarat administratif untuk provinsi meliputi adanya persetujuan DPRD

kabupaten.kota dan Bupati/Walikota yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi,

  persetujuan DPRD provinsi induk dan Gubernur, serta rekomendasi Menteri Dalam

 Negeri. Persetujuan DPRD diwujudkan dalam bentuk keputusan DPRD yang diproses

  berdasarkan pernyataan aspirasi sebagian besar masyarakat setempat. Persetujuan

Gubernur dalam ketentuan ini diwujudkan dalam bentuk keputusan Gubernur 

  berdasarkan hasil kajian tim yang khusus dibentuk oleh pemerintah provinsi yang

5/12/2018 Desentralisasi Dan Ekonomi Regional - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/desentralisasi-dan-ekonomi-regional 23/32

 

 bersangkutan terhadap perlunya dibentuk provinsi baru dengan mengacu pada pertauran

 perundang-undangan. Tim yang dimaksud mengikutsertakan tenaga ahli sesuai dengan

kebutuhan. Syarat administratif untuk kabupaten/kota meliputi adanya persetujuan

DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang bersangkutan, persetujuan DPRD

 provinsi dan Gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri.

Syarat teknis meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah mencakup

faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial-politik, kependudukan, luas daerah,

  pertahan-keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi

daerah. Yang dimaksud faktor lain antara lain pertimbangan kemampuan keuangan,

tingkat kesejahteraan masyarakat, rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan daerah

(Mariana dan Paskarina, 2007).

Syarat fisik meliputi paling sedikit 5 (lima) kabupaten/kota untuk pembentukan

  provinsi dan paling sedikit 5 (lima) kecamatan untuk pembentukan kabupaten, dan 4

(empat) kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon ibukota, sarana, dan prasarana

 pemerintahan (Mariana dan Paskarina, 2007).

Daerah dapat dihapus dan digabung dengan daerah lain apabila daerah yang

  bersangkutan tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah. Penghapusan atau

  penggabungan daerah otonom dilakukan setelah melalui proses evaluasi terhadap

  penyelenggaraan pemerintahan daerah. Yang dimaksud dengan evaluasi terhadap

  penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam UU ini adalah penilaian dengan

menggunakan sistem pengukuran kinerja serta indikator-indikatornya, yang meliputi

masukan, proses, keluaran, dan dampak. Pengukuran dan indikator kinerja digunakan

untuk membandingkan antara satu daerah dengan daerah lain, dengan angka rata-rata

secara nasional untuk masing-masing tingkat pemerintahan, atau dengan hasil tahun-

tahun sebelumnya untuk masing-masing daerah (Mariana dan Paskarina, 2007).

Aspek lain yang dievaluasi adalah keberhasilan dalam penyelenggaraan

  pemerintahan dan pembangunan; upaya-upaya dan kebijakanyang diambil: ketaatan

terhadap peraturan perundang-undangan dan kebijakan nasional; dan dampak dari

kebijakan daerah. Pedoman evaluasi diatur dalam Peraturan Pemerintah. Penghapusan

dan penggabungan daerah beserta akibatnya ditetapkan dengan undang-undang. Yang

dimaksud dengan ³akibat´ dalam ketentuan ini adalah perubahan yang timbul karena

terjadinya penggabungan atau penghapusan suatu daerah yang antara lain mencakup

nama, cakupan wilayah, batas ibukota, pengalihan personal, pendanaan, peralatan, dan

5/12/2018 Desentralisasi Dan Ekonomi Regional - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/desentralisasi-dan-ekonomi-regional 24/32

 

dokumen, perangkat daerah, serta akibat lainnya sesuai dengan peraturan perundang-

undangan (Mariana dan Paskarina, 2007).

Perubahan batas suatu daerah, perubahan nama daerah, pemberian nama bagian

rupa bumi, serta perubahan nama, atau pemindahan ibukota yang tidak mengakibatkan

 penghapusan suatu daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Yang dimaksud rupa

 bumi adalah bagian-bagian wilayah yang senyatanya ada dan/ayau kemudian ada, namun

  belum diberi nama, seperti: tanah timbul, semenanjung, bukit/gunung/pegunungan,

sungai, delta, danau, lembah, selat, pulau, dan sebagainya. Tata cara pembentukan,

 penghapusan, dan penggabungan daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah. Tata cara

yang diatur dalam peraturan pemerintah memuat mekanisme dan prosedur tentang

 pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah (Mariana dan Paskarina, 2007).

2. Pembentukan Kawasan Khusus 

Untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus bagi

kepentingan nasional, Pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus dalam wilayah

 provinsi dan/atau kabupaten/kota. Kawasan khusus adalah kawasan strategis yang secara

nasional menyangkut hajat hidup orang banyak dari sudut politik, sosial-budaya,

lingkungan, pertahanan-keamanan, dan ekonomi. Dalam kawasan khusus

diselenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan tertentu sesuai dengan kepentingan

nasional. Kawasan khusus dapat berupa kawasan otorita, kawasan perdagangan bebas,

kegiatan industri, dan sebagainya (Mariana dan Paskarina, 2007).

Fungsi pemerintahan tertentu untuk Perdagangan Bebas dan/atau pelabuhan bebas

ditetapkan dengan undang-undang. Fungsi pemerintahan tertentu dalam ketentuan ini

antara lain, pertahanan negara, pendayagunaan wilayah perbatasan dan pulau-pulau

tertentu/terluar, lembaga pemasyarakatan, pelestarian warisan budaya dan cagar alam,

  pelestarian lingkungan hidup, riset dan teknologi. Fungsi pemerintahan tertentu diatur 

dengan Peraturan Pemerintah (Mariana dan Paskarina, 2007).

Untuk membentuk kawasan khusus, pemerintah mengikutsertakan daerah yang

  bersangkutan. Daerah dapat mengusulkan pembentukan kawasan khusus kepada

 pemerintah. Tata cara penetapan kawasan khusus diatur dalam Peraturan Pemerintah.

5/12/2018 Desentralisasi Dan Ekonomi Regional - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/desentralisasi-dan-ekonomi-regional 25/32

 

Persoalan-persoalan dalam Pembentukan Daerah dan Kawasan Khusus

Desentralisasi dalam arti pemencaran kekuasaan dapat dilakukan secara territorial

melalui pembentukan daerah-daerah otonom. Desentralisasi territorial ini dilakukan sebagai

upaya untuk mendekatkan jarak antara pemerintah dengan masyarakat. Pemerintahan di

tingkat lokal diperlukan untuk efisiensi dan efektivitas dalam hal keuangan, penegakan

hukum, pendaftaran tanah dan urusan-urusan lain yang akan sulit dilakukan hanya oleh

 pemerintah pusat. Karena itu, pemencaran kekuasaan secara territorial juga akan berkaitan

dengan penentuan fungsi dan kewenangan apa yang paling tepat untuk dilaksanakan oleh

level nasional, level provinsi, ataupun level kota/kabupaten. Dengan kata lain, desentralisasi

territorial akan diikuti oleh desentralisasi kewenangan. Hal ini akan menentukan jumlah

urusan yang dilaksanakan oleh daerah otonom tersebut (Mariana dan Paskarina, 2007).

Dalam konsep negara kesatuan seperti yang diterapkan di Indonesia, desentralisasi

territorial tidak menyebabkan terjadinya pengurangan wilayah negara meskipun terjadi

  pemekaran, penggabungan ataupun penghapusan daerah otonom. Daerah-daerah otonom

yang berupa kabupaten/kota tetap menjadi bagian dari wilayah provinsi, dan wilayah-wilayah

  provinsi tetap menjadi wilayah dari negara. Yang berbeda antara negara (pusat), provinsi,

kabupaten/kota bahkan desa hanyalah kewenangan atau otoritasnya yang tercermin dari

urusan dan fungsi yang menjadi kewenangannya (Mariana dan Paskarina, 2007).

Desentralisasi berimplikasi pada lokalisasi pembuatan kebijakan di mana setiap daerah

  berwenang membuat kebijakannya sendiri. Implikasinya banyak permasalahan yang tidak 

dapat dibatasi oleh wilayah administratif (territorial administrative) dan isu teritorial

(territorial issue), seperti pelayanan, pengelolaan sungai, pintu air, pendidikan dan

  pariwisata. Suatu tempat wisata yang lokasinya berada di perbatasan antara dua daerah

otonom, seperti pantai atau pegunungan, seringkali menimbulkan konflik dalam hal

  pemeliharaannya. Demikian juga dengan masalah pendidikan, perbedaan kurikulum antar 

daerah akan mempersulit tercapainya standar pelayanan minimal. Untuk mengatasi

kemungkinan ini, perlu ditetapkan suatu mekanisme kerja sama antar daerah atau melalui

 penerapan wewenang koordinasi pemerintah provinsi (Mariana dan Paskarina, 2007).

Implikasi politik yang harus dipertimbangkan dari kebijakan penataan daerah otonom

yang menyangkut pemekaran, penggabungan atau penghapusan daerah-daerah otonom adalah

kemungkinan terjadinya konflik antar daerah yang menyangkut batas-batas territorial yang

ada kaitannya dengan wilayah potensi sumber daya alam. Kepemilikan akan sumber daya

alam yang potensial dapat memicu tuntutan untuk membentuk daerah otonom baru. Kasus

5/12/2018 Desentralisasi Dan Ekonomi Regional - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/desentralisasi-dan-ekonomi-regional 26/32

 

konflik antara Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kutai Timur dapat menjadi contoh. Konflik 

muncul karena kedua daerah saling mempertahankan batas wilayahnya yang di dalamnya

terdapat sumber minyak bumi (Mariana dan Paskarina, 2007).

Pembentukan atau pemekaran daerah otonom memang dapat menambah ruang politik 

lokal bagi tumbuhnya partisipasi politik dan demokratisasi di tingkat lokal. Namun, kebijakan

ini juga harus mempertimbangkan ketersediaan anggaran nasional maupun provinsi untuk 

membiayai daerah tersebut. Pembiayaan di sini maksudnya adalah alokasi Dana Perimbangan

Umum (DAU) yang harus diperhitungkan untuk daerah yang bersangkutan.

Banyak kasus mengenai pemekaran atau pembentukan daerah otonom baru diawali oleh

ketidakpuasan politik maupun ekonomi, misalnya kasus terbentuknya Propinsi Banten karena

merasa kontribusi ekonomi yang diberikan tidak sebanding dengan yang kembali pada

masyarakat Banten. Akan tetapi, seringkali tuntuan pemekaran atau pembentukan daerah baru

tidak disertai dengan perhitungan ekonomi maupun politik yang cermat dan akurat. Aspek 

kesiapan aparat dan kesiapan masyarakat setempat kurang diperhitungkan. Ketika daerah

tersebut sudah terbentuk baru dipikirkan bagaimana mengisi keanggotaan DPRD atau berapa

  jumlah aparat birokrasi yang diperlukan untuk mengelola manajemen pemerintahan. Karena

itu, dalam menentukan keputusan pembentukan atau pemekaran daerah, haruslah diketahui

dahulu isu strategis apa yang melatarbelakangi tuntutan tersebut serta bagaimana dinamika

 politik lokal di daerah itu (Mariana dan Paskarina, 2007).

Berdasarkan alternatif-alternatif penataan daerah otonom yang ada, tampaknya alternatif 

  penggabungan wilayah kurang popular bahkan dianggap sebagai refleksi kegagalan

  pemerintah setempat dalam mengemban fungsinya. Padahal penggabungan daerah dapat

menjadi solusi terbaik untuk daerah-daerah yang mempunyai wilayah geografis luas tetapi

  jumlah penduduknya sedikit atau bagi daerah-daerah yang kemampuan ekonominya masih

rendah. Tentu saja untuk penggabungan daerah-daerah ini ada syarat geografis yang harus

dipenuhi, yakni kedekatan jarak antar daerah.

Demikin pula dengan pembentukan kawasan khusus. Permasalahan yang muncul selama

ini berkisar konflik akibat tumpang tindih kewenangan antara daerah otonom dan pengelola

kawasan khusus, seperti yang terjadi di Batam. Penempatan kawasan khusus sebagai bagian

dari daerah otonom di satu sisi dapat menyelesaikan dualism pengelola, namun di sisi lain

masih menyisakan potensi konflik lain menyangkut pengalihan aset dan manajerial

 pengelolaan kawasan. Bila ternyata Pemerintah Daerah tidak memiliki kapasitas manajerial

yang memadai, dapat memicu masalah baru menyangkut pengembangan investasi di kawasan

tersebut. Pembentukan kawasan khusus tidak hanya memerlukan pertimbangan dari sisi

5/12/2018 Desentralisasi Dan Ekonomi Regional - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/desentralisasi-dan-ekonomi-regional 27/32

 

ekonomi, namun juga skenario pengembangan kawasan secara komprehensif, sehingga

diharapkan pembangunan kawasan khusus tersebut dapat membawa efek sebaran dari daerah

sekitarnya.

Implementasi konsep tersebut tentu harus diawali oleh kesamaan persepsi mengenai

 pengertian kawasan khusus itu sendiri. Bila melihat batasan yang digunakan dalam UU No.32

Tahun 2004, kawasan khusus bisa menjadi sangat beragam bentuknya, bisa berupa kawasan

 pendidikan, bahkan juga kawasan budaya bagi komunitas adat. Tentu saja pengaturan yang

 bersifat khusus sesuai dengan peruntukannya (Mariana dan Paskarina, 2007).

Terkait dengan dasar hukum pengaturannya, sebaiknya dirumuskan dalam bentuk PP,

tidak dalam bentuk UU sebagaimana berlaku sekarang. Adanya UU yang mengatur tentang

 free trade zone di Sabang Aceh, misalnya, menimbulkan dualism pengelolaan yang mengacu

 pada dua UU yang berbeda. Sehingga jika nanti pengaturan kawasan khusus ini akan dibuat,

sebaiknya cukup dalam bentuk PP saja untuk menghindarkan dualism (Mariana dan

Paskarina, 2007).

Dengan demikian, dalam dimensi politik, penataan daerah otonom tidak sekedar 

ditentukan oleh perhitungan kemampuan ekonomi daerah tersebut tetapi juga implikasi yang

ditimbulkan terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat. Pertanyaan yang paling penting

untuk dijawab dalam merumuskan kebijakan penataan daerah otonom adalah apakah

kebijakan itu dapat (1) mewujudkan distribusi pertumbuhan ekonomi yang serasi dan merata

antar daerah; (2) mewujudkan distribusi kewenangan yang sesuai dengan kesiapan

  pemerintah dan masyarakat lokal; (3) penciptaan ruang politik bagi pemberdayaan dan

  partisipasi institusi-institusi politik lokal; serta (4) mewujudkan distribusi layanan publik 

yang mudah dijangkau oleh masyarakat (Mariana dan Paskarina, 2007).

5/12/2018 Desentralisasi Dan Ekonomi Regional - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/desentralisasi-dan-ekonomi-regional 28/32

 

Kesimpulan

Berdasarkan tujuan penerapan otonomi daerah, indikator keberhasilan penyelenggaraan

otonomi daerah adalah apabila daerah mampu:

1)  Memberikan pelayanan secara baik dan meningkatkan kesejahteraan secara

 berkesinambungan.

2)  Menciptakan kehidupan rakyat yang demokratis dan berkeadilan.

3)  Menciptakan pemerataan baik secara ekonomi dan berbagai kesempatan hidup kepada

masyarakat.

4)  Menciptakan hubungan yang serasi dengan Pemerintah Pusat, Provinsi, dan daerah

lain.

Tujuan tersebut hanya dapat tercapai apabila daerah memiliki kemampuan dalam mengelola

seluruh potensi di daerahnya.

Prinsip desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah mencakup dimensi

yang luas, bukan hanya dimensi administratif dan politis, tetapi juga dimensi teritorial dalam

 bentuk distribusi kewenangan berdasarkan kewilayahan. Dalam perspektif modern, penataan

wilayah bukan hanya proses yang bersifat teknis-rasional tetapi juga menyangkut dinamika

sosial-politik yang sarat konflik. Pemikiran dan praktik penataan wilayah mengalami

 pergeseran sejak beberapa tahun terakhir. Secara tradisional, pada awalnya penataan wilayah

  berorientasi pada bagaimana mewujudkan suatu bentuk kota atau urban form tertentu(Setiawan, 1993). Dalam pemikiran ini, penataan adalah suatu kegiatan teknis-estetis untuk 

memproyeksikan dan memaksakan satu wujud kota tertentu pada masa yang akan datang.

Karena itu, proses penataan wilayah cenderung menjadi kegiatan yang rasionalistik,

sentralistik, dan elitis.

Dimensi wilayah mempunyai arti penting dalam pembangunan karena setiap kegiatan

 pembangunan pasti akan berlangsung dan membutuhkan sumber daya berupa lahan. Dalam

dimensi spatial, lahan merupakan sumber daya lingkungan yang menjadi ruang bagi

  berlangsungnya kegiatan dan juga pendukung struktural wadah kegiatan regional

(Hermanislamet, 1993). Karena sifat dan posisinya inilah maka penataan wilayah yang

  berdimensi spatial dapat memainkan posisi strategis dalam menjembatani persoalan

desentralisasi persoalan desentralisasi dan otonomi daerah terutama yang berkaitan dengan

 perencanaan pembangunan.

5/12/2018 Desentralisasi Dan Ekonomi Regional - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/desentralisasi-dan-ekonomi-regional 29/32

 

Penataan wilayah dalam kaitannya dengan manajemen pemerintahan merupakan suatu

upaya untuk menata atau mengatur penyelenggaraan pemerintahan agar fungsi-fungsi

  pemerintahan dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Fungsi-fungsi pemerintah yang

dimaksud meliputi fungsi pengaturan (regulasi), pelayanan publik, dan pemberdayaan

masyarakat. Dengan demikian, penataan wilayah sebenarnya lebih merupakan suatu cara atau

media dan bukan tujuan akhir dalam menyelenggarakan pemerintahan. Tujuan akhir dalam

 penyelenggaraan pemerintahan adalah tercapainya kesejahteraan masyarakat. Sebagai suatu

cara atau media, penataan wilayah dimaksudkan untuk semakin mendekatkan unit-unit

 perangkat daerah dengan masyarakat, sehingga aksesibilitas terhadap pelayanan publik dapat

semakin meningkat.

Dalam prakteknya, konsep penataan wilayah kemudian tereduksi hanya sebagai

  pemekaran atau pembentukan daerah otonom. Sementara konsep penggabungan dan

  penghapusan daerah otonom diidentikan bukan sebagai bentuk penataan wilayah, tetapi

merupakan bentuk penarikan kembali kewenangan sebagai daerah otonom. Pemahaman

semacam ini tidak terlepas dari penafsiran yang sempit terhadap makna dan tujuan penataan

wilayah karena penataan wilayah dikaitkan dengan kemampuan dan kemandirian sebagai

daerah otonom. Padahal makna yang terkandung dalam konsep penataan wilayah jauh lebih

luas dari sekedar indikator kemandirian sebagai daerah otonom, karena juga mencakup

kemampuan melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan secara efektif dan efisien dengan

menggunakan segala potensi dan sumber daya yang tersedia. Status sebagai daerah otonom

hanya merupakan penunjang terhadap pelaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan tetapi tidak 

menjadi tujuan akhir dalam pelaksanaan desentralisasi teritorial.

Keputusan mengenai pembentukan daerah baru ataupun kawasan khusus harus lebih

cermat dan bijaksana untuk melakukan penyelenggaraan otonomi daerah berdasarkan

kapasitas yang dimiliki, sehingga dalam pelaksanaannya tidak tergesa-gesa dan cenderung

  politis. Bila hal ini tidak diindahkan maka hasil dari pemekaran tidak akan memberikan

dampak terhadap peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat secara makro maupun

mikro, tetapi cenderung akan membebani keuangan negara dan masyarakat akibat adanya

 pemekaran, karena social  dan  political cost pemekaran suatu wilayahakan lebih besar jika

dibandingkan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dampak pemekaran,

 penggabungan, dan penghapusan daerah baru akan terasa dalam jangka panjang, tetapi bila

  prosesnya hanya didasari oleh pertimbangan politis tanpa memperhatikan kriteria-kriteria

obyektif maka akan memberikan pengaruh yang kecil dan parsial terhadap peningkatan

kesejahteraan masyarakat, aksesibilitas pelayanan publik, dan efisiensi penyelenggaraan

5/12/2018 Desentralisasi Dan Ekonomi Regional - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/desentralisasi-dan-ekonomi-regional 30/32

 

  pemerintahan. Idealnya, pemekaran daerah terjadi bila penguatan kapasitas dan kapabilitas

daerah dilakukan secara bertahap, misalnya peningkatan kapasitas dalam pembangunan

infrastruktur (jalan, bangunanm kelembagaan, dan lain-lain), aktivitas ekonomi, secara fiscal

daerah sehingga sampai jangka waktu tertentu ketika daerah tersebut lepas dari daerah

induknya. Dengan demikian, daerah yang bersangkutan akan mandiri dengan sendirinya dan

tidak tergantung pada daerah induk, Provinsi maupun Pusat.

5/12/2018 Desentralisasi Dan Ekonomi Regional - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/desentralisasi-dan-ekonomi-regional 31/32

 

Daftar Pustaka

Haris, Syamsuddin. 2007.  Desentralisasi dan Otonomi  Daerah:  Desentralisasi,

 Demokratisasi &  Akuntabilitas  P emerintahan  Daerah. Penerbit LIPI

Hermanislamet, Bondan. 1993.  Desentralisasi  P erencanaan  P embangunan dan

Otonomi  Daerah. Jurnal Forum Perencanaan Pembangunan Vol. 1 No. 2

Desember 1993. Puslit Perencanaan Pembangunan Nasional UGM: Yogyakarta

Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi dan  P embangunan  Daerah. Reformasi,

 P erencanaan, Strategi dan  P eluang . Penerbit Erlangga. Jakarta

Mariana, Dede & Paskarina, Caroline. 2007.  Demokrasi dan  P olitik  Desentralisasi.

Graha Ilmu. Bandung

Rahmawati, Farida. 2008.  Desentralisasi Fiskal: Konsep, Hambatan dan  P rospek.

Penerbit Bayumedia. Malang

Setiawan, Bakti. 1993.  Desentralisasi  P erencanaan  P embangunan dan Otonomi

 Daerah. Jurnal Forum Perencanaan Pembangunan Vol. 1 No. 2 Desember 1993.

Puslit Perencanaan Pembangunan Nasional UGM: Yogyakarta

Undang-Undang RI No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

www.google.com, diakses tanggal 13 Januari 2010

Undang-Undang RI No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.www.google.com, diakses tanggal 13 Januari 2011 

Yustika, Ahmad Erani. 2008.  Desentralisasi Ekonomi,  P engembangan Kapasitas, dan

 Misalokasi  Anggaran. Penerbit Bayumedia. Malang

5/12/2018 Desentralisasi Dan Ekonomi Regional - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/desentralisasi-dan-ekonomi-regional 32/32

 

TUGAS EKONOMI REGIONAL

Dari Pembangunan Daerah menuju

³Daerah Membangun´

Oleh

Agung Jatmiko

09/304347/PEK/14975

Magister Ekonomika Pembangunan

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Gadjah Mada

2011