Upload
dinhthuan
View
229
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
DESAIN KAWASAN KONSERVASI MANGROVE UNTUK
MENINGKATKAN RESILIENSI DELTA CIMANUK,
INDRAMAYU JAWA BARAT TERHADAP
PERUBAHAN IKLIM
HADIANA
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Desain Kawasan
Konservasi Mangrove untuk Meningkatkan Resiliensi Delta Cimanuk, Indramayu
Jawa Barat Terhadap Perubahan Iklim adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir karya tulis ini.
Bogor, Februari 2015
Hadiana
NIM C24110003
Abstrak
HADIANA. Desain Kawasan Konservasi Mangrove untuk Meningkatkan
Resiliensi Delta Cimanuk, Indramayu Jawa Barat Terhadap Perubahan Iklim.
Dibawah bimbingan AGUSTINUS M. SAMOSIR.
Indramayu merupakan salah satu daerah pesisir Utara Jawa yang banyak
mengalami dampak akibat perubahan iklim. Hal ini terlihat dari intensitas rob,
abrasi, dan banjir. Salah satu upaya pengelolaan untuk mengurangi dampak
tersebut adalah dengan konservasi. Perencanaan konservasi yang terpadu menjadi
salah bentuk penetapan kawasan konservasi. Penelitian ini bertujuan untuk
menentukan variabel sumber daya pesisir yang berhubungan dengan upaya
perlindungan dan memberikan alternatif rancangan kawasan konservasi sebagai
upaya meningkatkan resiliensi Delta Cimanuk terhadap perubahan iklim. Lokasi
penelitian ini adalah di pesisir Desa Karangsong, Pabean Ilir, Pagirikan, Cantigi,
dan Cemara. Pada skenario satu dihasilkan zona inti sebesar 97,27 km², zona
pemanfatan terbatas 75,35 km², zona perikanan berkelanjutan 149,30 km², dan zona
lainnya 116,07 km² dari total luas kajian perairan di Pesisir Indramayu (Delta
Cimanuk) sebesar 437,98 km². Pada skenario dua zona inti sebesar 102,07 km² dan
pada skenario tiga zona inti sebesar 120,45 km². Hasil analisis juga menempatkan
area yang selalu terpilih menjadi kawasan konservasi yang terletak di sekitar desa
Cemara, Pabean Ilir, Cantigi dan Pagirikan.
Kata kunci : Delta Cimanuk, Konservasi, Pesisir, Rancangan, Skenario
Abstract
HADIANA. The Desain of Mangrove Conservation Area to Increase resilience of
Cimanuk Delta, Indramayu, West Java to Climate Change. Supervised by
AGUSTINUS M SAMOSIR.
Indramayu is one of coastal area in North Java many encountered caused
impact by climate change, this seemed from storm intensity, abrasion and flood that
happened more frequent. One of the management effort to reduce these impacts is
the conservation. Conservation planning integrated into one form designation of
conservation areas. This research aim was to determine the variable of coastal
resources that are related to protection and gave the alternative plan of conservation
area as an effort to brought back Cimanuk Delta condition toward climate change.
The plan in scenario one generated core zone about 97,27 km2, limited utilization
zone 75,35 km², sustainable fisheries zone 149,30 km², and others zone 116,07 km²
of total aquatic study in Coastal of Indramayu (Delta Cimanuk) that have a total
area about 437,9890 km². The plan in scenario two generated core zone about
102,07 km², and the plan in scenario three generated core zone about 120,45 km.
Overall, the location that always selected as a conservation area located aroud
Cemara, Pabean Ilir, Cantigi and Pagirikan Coastal area.
Keyword: Cimanuk Delta, Conservation, Coastal Area, Planning, Scenario
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan
DESAIN KAWASAN KONSERVASI MANGROVE UNTUK
MENINGKATKAN RESILIENSI DELTA CIMANUK,
INDRAMAYU JAWA BARAT TERHADAP
PERUBAHAN IKLIM
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Judul Skripsi : Desain Kawasan Konservasi Mangrove untuk
Meningkatkan Resiliensi Delta Cimanuk, Indramayu Jawa
Barat terhadap Perubahan Iklim
Nama Mahasiswa : Hadiana
NIM : C24110003
Program Studi : Manajemen Sumber Daya Perairan
Disetujui oleh
Ir Agustinus M Samosir, M Phil
Pembimbing
Mengetahui:
Dr Ir Mohammad Mukhlis Kamal, MSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan dari bulan Juli sampai september 2014
ialah Desain Kawasan Konservasi Mangrove untuk meningkatkan Resiliensi Delta
Cimanuk, Indramayu Jawa Barat terhadap perubahan iklim.
Pada kesempatan ini Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan karya ilmiah ini,
terutama kepada:
1 IPB yang telah memberikan kesempatan untuk studi.
2 Bidik Misi yang telah memberikan beasiswa selama studi di IPB.
3 BOPTN yang telah mendanai penelitian ini.
4 Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Indramayu atas data pendukung yang telah diberikan.
5 Prof Dr Ir Ridwan Affandi, DEA selaku pembimbing akademik.
6 Ir Agustinus M Samosir, M Phil selaku pembimbing skripsi.
7 Dr Ir Fredinan Yulianda, MSc selaku penguji tamu, dan Ali Mashar, SPi
MSi selaku komisi pendidikan Departemen Manajemen Sumber Daya
Perairan
8 Ayahanda dan Ibunda serta keluarga tercinta yang telah memberikan
dukungan dan kasih sayangnya.
9 Tim Penelitian Indramayu (Annisa Nura’ini, Selia, Dewi maya, Nur ainun
dan Reiza Maulana SPi) atas bantuan dan kerja samanya.
10 Anton Wijarno, SPi, Reva SPi, dan Lutfi SPi yang telah memberikan
bantuan.
11 Keluarga besar MSP angkatan 48 dan teman-teman semuanya.
12 Semua pihak yang membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.
Demikian karya ilmiah ini disusun, semoga karya ilmiah ini bermanfaat
Bogor, Februari 2015
Hadiana
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN x
PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Kerangka Pemikiran 1
Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 3
METODE 3 Lokasi dan Waktu Penelitian 3
Alat dan bahan 3 Pengumpulan Data 5 Daerah Kajian/Area Of Interest (AOI) 5
Analisis Zonasi Kawasan Konservasi 7 Kesehatan Mangrove Berdasarkan Morfometrik Daun 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 12 Hasil 12
Pembahasan 25 KESIMPULAN DAN SARAN 27
Kesimpulan 27 Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 27
LAMPIRAN 29 RIWAYAT HIDUP 38
DAFTAR TABEL
1 Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian 3
2 Kriteria penentuan nilai faktor denda (SPF) fitur konservasi 8 3 Kriteria penentuan nilai skor fitur biaya 9 4 Skenario kawasan konservasi 10 5 Sidik ragam rancangan acak lengkap 11 6 Nilai faktor denda pada tiap fitur konservasi 13
7 Nilai kesehatan mangrove pada lima desa 17 8 Nilai skor pada tiap fitur biaya 19 9 Perbandingan BLM rata-rata tiap skenario 21
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran penelitian 2 2 Peta lokasi penelitian di Delta Cimanuk Indramayu Jawa Barat 4 3 Area of Interest (Daerah lingkup yang dikaji) 6
4 Perubahan pesisir Indramayu (Delta Cimanuk) Jawa Barat (1980-2014) 12 5 Sebaran fitur konservasi di Pesisir Indramayu (Delta Cimanuk) Jawa Barat 14
6 Sebaran mangrove, sempadan pantai dan kesehatan mangrove 18 7 Peta Fitur Biaya di Delta Cimanuk Indramayu Jawa Barat 20 8 Hubungan antara BLM dan luas 21
9 Hubungan antara BLM dan panjang batas 22 10 Kawasan konservasi pada skenario satu 23
11 Kawasan konservasi pada skenario dua 24 12 Kawasan konservasi pada skenario tiga 25
LAMPIRAN
1 Kuesioner penelitian 29
2 Lokasi penelitian di 5 desa 30 3 Kelimpahan larva di 5 desa 31 4 Peta sebaran fitur-fitur konservasi 32 5 Alur tabuler Input Marxan pada Q-GIS 33 6 Perbandingan hasil Marxan tiap BLM 34
7 Target konservasi yang tercapai dan pembuatan heksagon 34 8 Perbandingan tiap skenario BLM 36
9 Sebaran log normal morfometrik daun 36 10 Hasil analisis RAL dan BNJ 37
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indramayu merupakan salah satu daerah pesisir Utara Jawa yang pantainya
mengalami banyak perubahan selama 12 tahun terakhir. Perubahan yang terjadi
utamanya diakibatkan perubahan iklim. Hal ini terlihat dari intensitas badai, banjir,
abrasi, dan sedimentasi yang semakin sering. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan untuk mencegah dampak perubahan iklim adalah dengan melindungi
pesisir melalui hutan mangrove dan sempadan pantai.
Ekosistem mangrove selain sebagai pelindung pesisir dari abrasi, badai,
dan lainnya, juga memiliki fungsi sebagai penyedia sumber makanan, daerah
mencari makan, membesarkan diri, dan memijah bagi biota. ekosistem mangrove
di Indramayu terbentang sepanjang pesisir, yang sebagian besar berada di Daerah
Aliran Sungai (DAS) Cimanuk dan bermuara di Delta Cimanuk. Sumberdaya ikan
di Delta Cimanuk ini cukup banyak diantaranya sekitar 98 jenis ikan dari 39 famili
(Samosir et al. 2014).
Pemanfaatan sumber daya ikan di Delta Cimanuk dilakukan secara
berlebihan yang mana semua jenis ikan dalam berbagai ukuran ditangkap tanpa
diseleksi berdasarkan ukuran. Hal ini menjadi masalah bagi sumberdaya ikan di
Delta Cimanuk. Oleh karena itu diperlukan upaya pengendalian penangkapan yang
ditargetkan, mengingat potensi sumber daya ikan di Delta Cimanuk ini mempunyai
peran yang sangat penting bagi kehidupan generasi yang akan datang. Salah satu
upaya pengelolaan tersebut adalah melalui pendekatan konservasi, dengan
pendekatan ini pemanfaatan tidak dapat dipisahkan dari aspek perlindungan dan
pelestarian. Bentuk perencanaan yang direkomendasikan dari pendekatan
konservasi adalah penetapan kawasan konservasi.
Kerangka Pemikiran
Sumber daya pada dasarnya merupakan milik bersama (common property),
dan pemanfaatannya dapat dilakukan oleh siapapun (open access). Oleh karena itu
semua orang mudah masuk dan keluar dalam upaya memanfaatkanya. Sumber
daya di Delta Cimanuk terdiri dari 3 macam adalah sumber daya non hayati, sumber
daya perikanan, dan jasa lingkungan.
Permasalahan yang terjadi di Delta Cimanuk (Gambar 1), adalah sumber
daya hayati dan non hayati. Daerah ini telah mengalami resesi pantai, banjir, dan
ketersediaan air tawar sehingga sebagian sumber daya air menjadi asin. Sumber
daya perikanan juga mengalami tangkap lebih dari ukuran kecil hingga besar
sementara jasa lingkungannya, terjadi abrasi pantai yang secara terus menerus.
Berdasarkan permasalahan tersebut perlu dilakukan kajian untuk
menentukan kawasan konservasi. Salah satu cara untuk memudahkan perencanaan
kawasan konservasi diperlukan penggunaan perangkat lunak Marxan. Pembuatan
desain kawasan konservasi dengan perangkat lunak sebagai upaya awal dalam
perlindungan dan pelestarian sumber daya, sehingga pemanfaatan sumber daya
dapat berkelanjutan dan diterapkan secara bertanggung jawab.
2
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Hubungan
Ruang lingkup penelitian
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan variabel ekologi dan sosial
sumber daya pesisir dan lingkunganya yang berhubungan dengan perlindungan dan
memberikan alternatif rancangan kawasan konservasi sebagai upaya untuk
meningkatkan resiliensi Delta Cimanuk terhadap perubahan iklim.
Sumber Daya di
Delta Cimanuk
Indramayu
SD Non Hayati Sumber Daya Perikanan Jasa Lingkungan
Dewasa
lingkung
Larva
Over exploitasi
Upaya Perlindungan
Desain Kawasan Konservasi
(Marxan)
BLM Fitur Konservasi Fitur Biaya
Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3
Penetapan Wilayah
Konservasi
Masalah air asin Abrasi Pantai
3
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai dasar pertimbangan bagi pemerintah
daerah dalam menentukan kawasan perlindungan laut melalui kajian pendekatan
berbasis spasial ekologi Delta Cimanuk Indramayu guna menjaga keberlanjutan
jenis dan kelestarian lingkungan.
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan bulan Juli hingga September
2014 yang berlokasi di Delta Sungai Cimanuk Indramayu, Provinsi Jawa Barat
(Gambar 2). Data penelitian yang diambil meliputi data primer dan sekunder. Data
primer dan sekunder terdiri dari fitur konservasi dan fitur biaya.
Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan selama proses pengambilan data pemetaan
partisipatif di lapangan, pengolahan dan analisis data. Alat dan bahan yang
digunakan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1 Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian
No Alat Dan Bahan Kegunaan
1 Alat tulis, GPS, Peta,
Kuesioner dan kamera
Alat untuk mendapatkan data primer dari
wawancara
2 Personal computer, dan
microsoft excel
Media untuk menyimpan dan
mengeluarkan file dan data
3 Data primer dan sekunder,
meliputi:
Fitur Konservasi
Biaya Data input dalam perangkat lunak Marxan
4 Peta dasar (basemap) yang
sudah didigitasi
Data dasar dalam digitasi
5 Perangkat lunak Q-GIS 1.08 Alat dalam pengolahan data GIS
6 Perangkat lunak Marxan Alat untuk menyeleksi satuan unit
perancangan dan menampilkan skenario
wilayah konservasi
4
G
ambar 2
Peta lo
kasi p
enelitian
di D
elta Cim
anuk
Ind
ramayu
Jawa B
arat
5
Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi lapangan (pemetaan partisipatif)
dan melalui hasil wawancara semi terstruktur dengan pengguna yang terkait
(stakeholder) di wilayah tersebut, meliputi kondisi sumber daya perikanan dan
sosial budaya masyarakat. Data sekunder berupa data spasial kondisi pesisir
Indramayu yang diperoleh dari Dinas Perikanan dan Kelautan serta Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Penelitian ini dalam
analisa zonasi kawasan konservasi dilakukan oleh perangkat Marxan dengan dua
macam input data, yaitu data fitur konservasi dan data fitur biaya.
Fitur Konservasi
Fitur konservasi merupakan parameter ekologi yang harus dilindungi.
Pada penelitian ini fitur tersebut berupa sumber daya perikanan dan habitatnya serta
daerah yang harus dilindungi, yaitu arboretrum mangrove, mangrove, sempadan
pantai dan daerah rawan abrasi. Berdasarkan studi pendahuluan, dipilih prioritas
sumber daya perikanan untuk penentuan kawasan konservasi. Pertimbangan yang
digunakan, yaitu jumlahnya yang terancam atau merupakan sumber daya perikanan
ekonomis penting. Fitur yang terpilih berupa sumber daya ikan kerapu lumpur
(Ephinephelus sp.), benur udang windu (Penaeus monodon) kakap putih (Lates
calcarifer) dan kuro (Eleutheronema sp.).
Fitur Biaya
Fitur biaya dalam input Marxan berupa data tentang pemanfaatan sumber
daya, kawasan, dan ancaman terhadap sumber daya yang meliputi instalasi minyak,
ancaman minyak, fishing ground, PPI, tambak, wisata pancing, pemukiman
penduduk, sebaran sedimen, dan pemanfaatan mangrove. Data tersebut diperoleh
dari pengamatan langsung di lapangan dan hasil wawancara dengan masyarakat
pengguna langsung sumber daya tersebut. Penentuan jumlah responden dan teknik
pengambilan contoh dalam penelitian ini dilakukan secara accidental sampling
kepada nelayan sekitar.
Daerah Kajian/Area of Interest (AOI)
Area of Interest (AOI) merupakan daerah lingkup kajian dalam penentuan
kawasan konservasi. AOI yang telah ditentukan dibentuk menjadi beberapa
planning unit (pu) dengan satuan unit perencanaan heksagonal. Blok-blok
bangunan dari sistem konservasi yang perangkat lunak Marxan evaluasi dan pilih
sebagai bentuk solusi (Loos 2006). Penentuan AOI dan pu merupakan hal penting
dan utama dalam analisis Marxan. Daerah lingkup yang dikaji pada penelitian ini
terletak di sekitar Delta Sungai Cimanuk, yang mana Delta ini berbatasan langsung
dengan Laut Jawa di Indramayu Jawa Barat (Gambar 3).
6
Gam
bar 3
Area o
f Interest (D
aerah lin
gkup y
ang d
ikaji)
7
Batasan lokasi studi ini didasarkan atas kewenangan pengelolaan daerah
Indramayu untuk mengelola laut, yang mana sesuai Undang-Undang nomor 32
tahun 2004 tentang pemerintah daerah, suatu kabupaten/kota memiliki kewenangan
pengelolaan laut sejauh 4 mil (untuk wilayah yang berbatasan dengan laut yang
luas).
Bentuk yang dapat diadopsi dalam satuan pu yaitu segitiga, persegi empat,
dan heksagonal (Loos 2006). Bentuk heksagonal dipilih karena memiliki bentuk
paling natural dan lebih mendekati lingkaran sehingga memiliki rasio tepi yang
rendah (Gaselbarcht et al. 2005 in Loos 2006). Bentuk heksagonal juga memiliki
keluaran yang lebih halus dibandingkan dengan satuan planning unit lainnya
(Miller et al. 1993 in Loos 2006).
Analisis Data
Analisis Zonasi Kawasan Konservasi Analisis zona kawasan konservasi menggunakan perangkat lunak Marxan
yang bekerja secara algoritma. Tujuan dari analisis ini mencari nilai cost yang
paling rendah dengan menggunakan dua macam input data, yaitu data fitur
konservasi dan data fitur biaya. Pada fitur masing-masing parameter konservasi
mempunyai tingkat kepentingan dan kualitas data yang berbeda-beda, sehingga
faktor dendanya juga berbeda. Analisis perangkat lunak Marxan menggunakan
algoritma untuk mencari nilai biaya terendah sebagai kawasan konservasi. Hal ini
merupakan kombinasi sederhana dari nilai biaya daerah terpilih dan nilai penalti
yang tidak memenuhi target (Munro 2006). Nilai biaya terendah merupakan solusi
terbaik, yang dihitung dari formula matematika sebagai berikut.
Total score = ∑ planning unit cost + (BLM × ∑ boundary cost
n
i=1
)
n
i=1
+ ∑ ( feature penalty )
n
i=1
Keterangan
Planning unit cost : Nilai cost (biaya) yang terpilih di planning unit ke-i =
1,2,…,n; adalah banyaknya satuan perencanaan.
BLM : Boundary lenght modifier, adalah kontrol penting dari batas
relative cost terpilih di planning unit. BLM bernilai 0 maka
boundary length tidak dimasukkan dalam fungsi obyektif.
Boundary cost : Batas dari area terpilih/perimeter ke-i
Feature penalty : Penalty yang ditambahkan dalam fungsi obyektif untuk
setiap target tidak terpenuhi pada setiap perencanaan ke-i,
penalty ini opsional, dapat tidak dimasukkan dalam fungsi
obyektif.
Pembobotan Fitur
Penentuan bobot nilai fitur konservasi dan fitur biaya terbilang sangat unik,
yaitu berdasarkan tingkat kepentingan data dan kualitas data. Fitur konservasi
dengan bobot tinggi diperhitungkan untuk meningkatkan nilai cost apabila target
konservasi tidak terpenuhi, sedangkan bobot untuk fitur biaya diperhitungkan untuk
8
tidak terpilih sebagai kawasan konservasi. Hal ini karena kawasan tersebut sudah
termanfaatkan sehingga akan meningkatkan biaya pengelolaan apabila dialihkan
menjadi kawasan konservasi. Penentuan bobot kedua jenis data fitur ditentukan
berdasarkan tingkat kepentingan dan kualitas data, yang artinya kualitas data dinilai
tinggi jika pengambilan datanya berdasarkan hasil penelitian, sedangkan kualitas
data dinilai rendah jika pengambilan datanya berdasarkan wawancara. Penentuan
nilai faktor denda pada tiap fitur konservasi ditentukan secara subyektif oleh penulis,
karena sejauh ini tidak ada aturan khusus dalam menentukan nilai faktor denda pada
tiap spesies. Ball dan Possingham (2000) menyarankan menggunakan SPF di atas
1. Hal ini dibenarkan oleh Loos (2006) yang menyatakan bahwa nilai SPF kecil
(0,1) mangakibatkan target tidak terpenuhi. Data tiap fitur masing-masing
dimasukkan dalam satuan perencanaan. Data konservasi dimasukkan kedalam
satuan perencanaan fitur konservasi, demikian juga dengan fitur biaya, sehingga
menghasilkan dua macam data yang bisa dianalisa lebih lanjut.
Pembobotan Fitur Konservasi
Semakin tinggi tingkat kepentingan dan kualitas data, bobot nilai faktor
denda juga akan semakin tinggi. Berikut merupakan kriteria penentuan nilai faktor
denda pada tiap fitur konservasi (Tabel 2).
Tabel 2 Kriteria penentuan nilai faktor denda fitur konservasi
Tingkat Kepentingan Kualitas Data Nilai Skor
Sangat Tinggi Tinggi 15
Tinggi Tinggi 12
Sedang Tinggi 9
Rendah Rendah 4
Sangat Rendah Rendah 2 Keterangan : Kualitas Data : tinggi = 3, sedang = 2, rendah = 1
Tingkat Kepentingan : sangat tinggi = 5, tinggi = 4, sedang = 3, rendah = 2, sangat rendah = 1
Kesehatan Mangrove Berdasarkan Morfometrik Daun
Khusus mangrove dan sempadan pantai, perhitungan nilai skor dilakukan
dengan menambahkan variabel nilai kesehatan. Populasi morfometrik daun dilihat
berdasarkan banyaknya sebaran normal yang terbentuk pada grafik distribusi log
normal. Semakin sedikit populasi morfometrik yang terbentuk maka suatu populasi
mangrove semakin sehat, berarti morfometrik daun semakin relatif konstan.
Jumlah populasi menggambarkan tekanan lingkungan yang diterima oleh suatu
populasi mangrove (Barret dan Rosenberg 1981 in Rahadyan 2003) yaitu:
1-CV=SD
Ãx 100%
1-CV = koefisien keragaman
SD = simpangan baku
à = Nilai rata-rata ukuran morfometrik daun
Nilai koefisien keragaman (1-CV) yang besar menunjukkan bahwa
populasi memiliki nilai-nilai morfometrik daun yang memencar, dengan
9
pemencaran tersebut kompetisi antar individu dalam suatu populasi berkurang serta
menunjukan adanya daya adaptasi yang luas terhadap lingkungannya. Nilai
koefisien keragaman (1-CV) yang rendah menunjukkan bahwa suatu populasi
memiliki nilai morfometrik daun yang mengelompok. Morfometrik daun yang
sehat (tidak mengalami stress) seharusnya relatif konstan diantara individu-
individu yang sejenis dalam suatu populasi. Makin sedikit populasi morfometrik
daun yang terbentuk, maka populasi bisa dikatakan semakin sehat, karena
morfometrik daunya relatif konstan. Nilai 1-CV ini dipengaruhi letak suatu
populasi tumbuh dalam suatu zonasi.
Pembobotan Fitur Biaya
Penentuan nilai masing-masing fitur ditentukan dengan skor (weighting
score) relatif satu sama lain terhadap biaya pengelolaan suatu kawasan yang
berpengaruh terhadap tinggi rendahnya tingkat kepentingan. Penentuan nilai skor
fitur biaya tidak memperhatikan kualitas data yang didapat, karena semua fitur
biaya mempunyai kualitas data yang sama dalam mendapatkannya Tabel 3
merupakan kriteria penentuan nilai skor biaya pada tiap fitur biaya.
Tabel 3 Kriteria penentuan nilai skor fitur biaya
Tingkat Kepentingan Nilai Skor
Sangat Tinggi 5
Tinggi 4
Sedang 3
Rendah 2
Sangat Rendah 1
Pengaturan BLM (Boundary Length Modifier)
Penentuan nilai BLM akan bervariasi dari satu daerah ke daerah lain (Ila
2010). Menurut Possingham et al. (2000), nilai BLM dipilih berdasarkan
keseluruhan bentang alam dari daerah penelitian, serta tujuan dari analisis yang
dilakukan. Nilai BLM untuk map unit UTM berkisar antara 0-1, sedangkan map
unit degree berkisar antara 0-10000 (Darmawan dan Darmawan 2007). Nilai
kisaran BLM tersebut sudah dapat memberikan variasi pengelompokkan satuan
perencanaan yang terpilih. Hal ini dikarenakan pada penelitian ini menggunakan
map unit degree, maka untuk menentukan BLM optimum digunakan BLM yang
berkisar antara 0-10000, sehingga dipilih empat nilai BLM yang berbeda, yaitu 1,
10, 100, dan 1000.
Penentuan Skenario
Skenario zona kawasan konservasi merupakan solusi alternatif yang
ditawarkan untuk merancang desain kawasan konservasi. Menggunakan perangkat
lunak Marxan, para perancang dapat mencoba berbagai skenario perencanaan
kawasan yang berbeda dan melihat hasil. Berdasarkan hasil tersebut perancang
dapat memilih skenario terbaik untuk perencanaan kawasan konservasi
(Possingham et al. 2005). Skenario tersebut didapatkan dari hasil perhitungan
Marxan berdasarkan target konservasi yang berbeda-beda yang bertujuan untuk
memberikan beberapa alternatif desain kawasan konservasi sehingga nantinya
menjadi pilihan dalam menetapkan suatu kawasan konservasi yang sesuai
10
karakteristik dan keadaan lingkungannya. Berdasarkan observasi yang dilakukan
terhadap beberapa skenario, maka ditetapkan tiga skenario dengan empat BLM dan
target yang berbeda, maka proses tersebut menghasilkan 12 hasil yang berbeda.
Berikut merupakan rancangan skenario berdasarkan target fitur konservasi yang
berbeda dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Skenario kawasan konservasi
Fitur Konservasi Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3
% Target % Target % Target
Daerah Rawan Abrasi 60 60 65
Mangrove dan Sempadan pantai 50 50 55
Arboretrum 30 40 45
Nursery Ground
Penaeus monodon 30 40 50
Ephinephelus sp. 20 35 40
Lates calcarifer 15 35 40
Eleutheronema sp. 15 30 40
Nursery Ground lainya 10 15 20
Spawning Ground 10 15 20
feeding Ground 10 15 20
Target konservasi dihitung berdasarkan persentase wilayah yang ditetapkan
untuk dikonservasi. Persentase tersebut merupakan persentase dari total luas target
yang menjadi fitur konservasi dalam Area of Interest. Penentuan persentase
skenario terbagi dalam tiga bagian, yaitu daerah perlindungan mangrove yang
difungsikan untuk melindungi dari ancaman abrasi. Sumberdaya perikanan untuk
melindungi kondisi yang sudah terancam dan mulai terancam. Habitat untuk
melindungi daerah sebaran ikan baik larva maupun dewasa. Jika semakin tinggi
presentase maka fitur tersebut maka mutlak sebesar presentase tersebut dilindungi.
Sehingga presentase perlindungan daerah lindung mangrove dan sumberdaya
perikanan akan lebih tinggi dibandingkan habitat, karena pada skenario kawasan ini
terjadi overlay antar fitur. Sehingga presentasenya kumulatif dari fitur yang terjadi
overlay.
Analisis Statistika
Analisis Rancangan Acak Lengkap (RAL)
Analisis RAL yang digunakan untuk melihat pengaruh perlakuan
perbedaan tempat terhadap pertumbuhan daun mangrove (Mattjik dan Sumertajaya
2013). Model rancangannya sebagai berikut.
11
Y ij = µ + τi +∑ ij
Y ij : Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ : Rataan umum
τi : Pengaruh perlakuan ke-i
∑ij : Galat pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Hipotesis yang dapat di uji dari RAL adalah sebagai berikut.
H0 : Tidak ada τi (perlakuan tempat) yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
daun mangrove
H1 : Minimal ada satu τi (perlakuan tempat) yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan daun mangrove
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hipotesis tersebut adalah
apabila Fhit < Ftab maka gagal tolak H0 dan apabila Fhit > Ftab maka tolak H0.
Analisis sidik ragam untuk rancangan kelompok ini disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Sidik ragam rancangan acak lengkap
Sumber
Keragaman (Sk)
Derajat
Bebas (Db)
Jumlah
Kuadrat (Jk)
Kuadrat
Tengah F Hit F Tab
Perlakuan i-1 JKP KTP KTP/KTS
Sisa/Galat i-(i-1) JKS KTS
Total ji-1 JKT
Uji Lanjut BNJ (Benar Nyata Jujur)
Uji lanjut BNJ sering juga disebut uji Turkey (Honestly Significant
Difference = HSD) (Mattjik dan Sumertajaya 2013). Uji BNJ dapat digunakan
untuk membandingkan semua pasangan perlakuan yang ada.
BNJα = qα (p, fe). √( KTG)
r
Keterangan
BNJ : Beda Nyata Jujur
qα : Nilai F tabel pada selang kelas kepercayaan
p : Jumlah perlakuan
fe : Derajat bebas galat
KTG : Kuadrat tengah galat
r : Perlakuan
12
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Perubahan Kondisi Pesisir Indramayu (Delta Cimanuk)
Pesisir Indramayu atau dikenal dengan Delta Cimanuk, secara geografis
terletak pada garis lintang 06˚11’–06˚ 20’ LS, dan garis bujur 108˚ 09’–108˚19’ BT.
Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, di sebelah selatan dengan Jalan Raya
Indramayu–Jakarta, di sebelah timur dengan Kali Cimanuk Lama dan di sebelah
barat dengan Kali Cilet.
Sebaran mangrove di Delta Cimanuk setiap tahunnya mengalami
perubahan yang cukup tinggi, terlebih setelah tahun 2001. Tahun 2001 sampai
tahun 2014 pesisir Indramayu mengalami perubahan yang cukup signifikan. Hal
ini di akibat dari perubahan iklim yang menyebabkan intensitas bencana alam
menjadi cukup sering di pesisir Indramayu. Luas hutan mangrove di Delta
Cimanuk pada tahun 1990 adalah 7.127,56 ha, terdiri dari 4 Resort Polisi Hutan
(RPH), yaitu RPH Cemara (1.748,30 ha), RPH Cangkring (2.080,73 ha), RPH
Purwa (1.903,18 ha), dan RPH Pabean (1.395,35 ha), termasuk dalam Bagian
Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Indramayu, Kesatuan Pemangkuan Hutan
(KPH) Indramayu. Luas hutan mangrove di Kabupaten Indramayu pada tahun 2001
adalah 6.353,60 ha, yang tersebar di Kec. Losarang, Kec. Cantigi, Kec. Indramayu,
dan Kec. Sindang (Deputi Bidang Kelembagaan Koperasi dan UKM Kantor
Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM RI dan LPPM IPB 2001).
Gambar 4 Perubahan pesisir Indramayu (Delta Cimanuk) Jawa Barat (1980-2014)
13
Kondisi saat ini kawasan Pantura Indramayu mengalami tingkat abrasi,
intrusi, dan sedimentasi yang cukup tinggi. Areal pantai yang terkena abrasi seluas
2.153, 12 ha tersebar di 7 (tujuh) kecamatan dan 28 (dua puluh delapan) desa. Rata-
rata tingkat abrasi di Pantura Indramayu antara 2-5 m/tahun, dan proses sedimentasi
pada muara sungai sangat cepat. Intrusi air laut ke darat sejauh 17 Km. Sedimentasi
yang terjadi di kawasan pesisir Indramayu, salah satu akibatnya berupa
pendangkalan muara-muara sungai di wilayah pesisir dan perairan. Pendangkalan
mengganggu aktifitas ekonomi dan lingkungan hidup di sekitarnya, seperti yang
terjadi di beberapa muara Sub DAS yang terdapat di wilayah pesisir Kabupaten
Indramayu.
Perubahan kondisi pesisir Indramayu yang signifikan dari tahun 2002
hingga tahun 2014 yaitu di Desa Pabean Ilir dan Pagirikan (Gambar 4). Desa
Pagirikan dari tahun 2002-2014 mengalami abrasi disebabkan banyak faktor
diantaranya adanya bendungan dan sungai buatan dari aliran sungai Cimanuk utama
terdapat bendungan. Selain itu akibat perubahan iklim yang menyebabkan
intensitas badai semakin sering terjadi. Sementara Desa Pabean Ilir dari tahun
2002-2014 sebagian besar wilayahnya mengalami sedimentasi, namun di salah satu
bagian desanya terdapat abrasi akibat peralihan air ke tempat Pabean yang lain.
Fitur konservasi
Fitur konservasi merupakan parameter ekologi yang dilindungi sehingga
fitur ini akan menjadi suatu acuan pembuatan kawasan konservasi. Fitur konservasi
dalam penelitian ini adalah sumber daya perikanan dan habitatnya, yaitu benur
udang windu (Penaeus monodon), kerapu lumpur (Ephinephelus sp.), kakap putih
(Lates calcarifer), kuro (Eleutheronema sp.), feeding ground, spawning ground dan
nursery ground. Fitur konservasi yang berupa daerah lindung, yaitu arboretrum,
mangrove dan sempadan pantai, dan daerah rawan abrasi (Gambar 5). Berdasarkan
tingkat kepentingan dan kualitas data, nilai SPF pada setiap fitur konservasi
disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Nilai faktor denda pada tiap fitur konservasi
Fitur Konservasi Tingkat Kepentingan Kualitas Data Nilai skor
Nursery Ground
Penaeus monodon 5 3 15
Ephinephelus sp. 4 3 12
Lates calcarifer 3 3 9
Eleutheronema sp. 3 3 9
Daerah Rawan Abrasi
Arboretrum
5
4
3
3
15
12
Mangrove dan Sempadan pantai 4 3 12
Nursery Ground lainya 4 3 12
Feeding Ground 3 2 6
Spawning Ground 3 2 6 Keterangan : Kualitas Data : tinggi = 3, sedang = 2, rendah = 1
Tingkat kepentingan : sangat tinggi = 5, tinggi = 4, sedang = 3, rendah = 2, sangat rendah = 1
14
G
ambar 5
Seb
aran fitu
r konserv
asi di P
esisir Indram
ayu (D
elta Cim
anuk) Jaw
a Barat
15
Benur Windu (Penaeus monodon)
Benur windu Penaeus monodon merupakan komoditas penting yang sudah
langka di wilayah pesisir Indramayu. Tahun 2000 Indramayu merupakan wilayah
yang memiliki kelimpahan benur windu yang cukup tinggi, sehingga Indramayu
terkenal dengan daerah pengekspor benur windu di Indonesia. Kelimpahan benur
windu untuk sekarang sangat langka diakibatkan eksploitasi berlebihan yang
ditangkap secara terus menerus tanpa dibiarkan untuk tumbuh dan memijah. Selain
itu juga di wilayah pesisir Indramayu kondisinya sudah tidak terlalu mendukung
akibat kegiatan antrophogenik, sehingga hanya beberapa wilayah yang memang
cocok sebagai habitat benur Windu. Benur windu dimasukan kedalam fitur
konservasi yang mana status kepentingan dalam konservasi sangat penting sehingga
dalam pemberian nilai denda 15 (Lampiran 4).
Kerapu Lumpur (Ephinephelus sp.)
Ikan kerapu merupakan salah satu ikan laut ekonomis penting dan
merupakan komoditas ekspor. Umumnya benih ikan kerapu lumpur (Ephinephelus
sp.) yang di budidayakan masih berasal dari alam. Benih yang berukuran kecil
mudah ditangkap dengan alat sodo/sudu, dan bubu. Ikan kerapu yang berukuran
besar ditangkap dengan pancing, bagan, sero, dan bubu. Ikan kerapu di pesisir
Indamayu hanya ditemukan di wilayah Pabean Ilir saja. Ikan kerapu membutuhkan
lokasi yang cocok untuk melakukan pemijahan yang pada umumnya di muara
sungai dengan kondisi mangrove yang cukup baik, supaya anak-anaknya dapat
dengan mudah mendapatkan sumber makanan bagi pertumbuhannya. Ikan kerapu
dimasukan dalam fitur konservasi dengan pemberian nilai denda 12 (Lampiran 4).
Kakap Putih (Lates calcarifer)
Ikan kakap putih (Lates calcarifer) merupakan jenis ikan yang mempunyai
nilai ekonomis tinggi, sehingga populasinya semakin jarang akibat penangkapan
yang berlebihan. Ikan kakap putih di Delta Cimanuk keberadaannya sudah sangat
jarang, hanya didaerah tertentu saja yang bisa ditemukan. Keberadaan ikan kakap
di Indramayu hanya ditemukan di Pabean Ilir dan Cantigi-Cemara, yang mana
kondisi lingkungannya masih cukup baik dengan keberadaan mangrove lebih baik
dibandingkan dengan pesisir Indramayu yang lainya. Keadaan lingkungan yang
masih baik merupakan habitat cocok bagi larva ikan kakap putih, karena sumber
makanan masih melimpah dan kadar salinitas tidak terlalu tinggi bagi larva. Ikan
kakap putih masuk dalam fitur konservasi dengan nilai denda 9 (Lampiran 4).
Kuro (Eleutheronema sp.)
Ikan kuro (Eleutheronema sp.) merupakan jenis ikan tangkapan utama
yang bernilai ekonomis, dan cenderung dieksploitasi di perairan pesisir Indramayu.
Penangkapan yang cenderung berlebih dapat memengaruhi keberadaan ikan kuro
di perairan. Upaya untuk mengatasi hal itu perlu dilakukan upaya pengelolaan
sumber daya ikan kuro. Ikan kuro masuk dalam fitur konservasi dengan nilai denda
9 (Lampiran 4).
Daerah Memijah (Spawning Ground)
Daerah ini merupakan daerah yang cukup penting bagi kehidupan ikan dan
biota akuatik lainya. Biasanya pada beberapa jenis ikan tertentu tidak dapat
16
melakukan pemijahan jika kondisi lingkungannya tidak mendukung. Pesisir
Indramayu yang merupakan daerah memijah hanya terdapat di Pabean Ilir dan
Cemara. Hal ini menjadi ancaman yang cukup serius bagi kehidupan biota perairan
di wilayah tersebut, jika ada pun wilayah tersebut belum tentu menjadi wilayah
yang cocok untuk memijah karena adanya ancaman bagi kehidupan larva ikan dan
biota yang melakukan pemijahan diwilayah tersebut. Ikan atau biota lainya dalam
melakukan pemijahan, terdapat beberapa yang melakukan migrasi untuk memijah
kemudian kembali lagi ke tempat awalnya sehingga sifat atau siklus seperti itu
disebut katadromus dan anadromus. Daerah memijah dimasukan dalam fitur
konservasi dengan nilai denda 9 (Lampiran 4).
Daerah Asuhan Ikan (Nursery Ground)
Daerah asuh ikan di Indramayu terdapat di muara sungai. Kondisi muara
sungai di Indramayu mengalami penurunan karena dicemari aktivitas daratan,
seperti limbah, baik limbah industri maupun limbah rumah tangga. Penurunan
kesuburan ini dapat mengakibatkan berkurangnya produksi perikanan. Oleh karena
itu, daerah asuhan dinilai sangat penting untuk mempengaruhi pertimbangan
konservasi, yaitu dengan melibatkan daerah asuh sebagai kategori fitur konservasi
dengan nilai denda sebesar 12. Daerah asuh yang ditetapkan terletak di Pesisir Desa
Pabean Ilir, Pagirikan dan Cemara-Cantigi (Lampiran 4).
Daerah Mencari Makan (Feeding Ground)
Secara naluri, ikan mempunyai insting untuk berpindah tempat ke lokasi
yang produktivitas primernya lebih tinggi. Proses keberlanjutan hidup ikan tersebut,
salah satu indikasi tingginya produktivitas perairan adalah keberadaan fitoplankton
yang bisa ditentukan dengan klorofil. Meskipun tidak ada batasan pasti dalam
penentuan daerah mencari makan. Batas penentuan wilayah menggunakan
hubungan parameter fisik perairan di Delta Cimanuk yang ada kaitannya dengan
klorofil sebagai penentu keseburan. Pentingnya daerah mencari makan terhadap
keberadaan dan kelangsungan hidup sumber daya larva, menjadikan daerah
mencari makan penting untuk dilibatkan sebagai fitur konservasi yang bertujuan
untuk mempengaruhi pertimbangan konservasi, yaitu dengan nilai denda sebesar 6
(Lampiran 4).
Arboretrum
Arboretrum merupakan kawasan hutan lindung yang dikelola oleh
Perhutani Dinas Kehutanan. Hutan merupakan sumber daya alam penting yang
memerankan fungsi strategis bagi kehidupan masyarakat dan lingkungan,
keberadaannya wajib diurus dan dikelola dengan baik untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Arboretrum di Indramayu sendiri pengelolaannya dilakukan
oleh Perhutani yang mana didalamnya merupakan pohon Mangrove.
Wilayah Arboretrum di Indramayu perlu dilakukan evaluasi ulang sebagai
wilayah konservasi mangrove dikarenakan wilayah yang sebelumnya diduga sudah
banyak perubahan dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh perubahan
iklim. Arboretrum ini akan menjadi fitur konservasi yang bertujuan untuk
mempengaruhi pertimbangan konservasi, yaitu dengan nilai denda sebesar 12
(Lampiran 4).
17
Sebaran Mangrove, Sempadan Pantai dan Kesehatan Mangrove
Hutan mangrove adalah tipe hutan khas yang terdapat di sepanjang pantai
atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut. Sebagian besar mangrove
dijumpai di sepanjang garis pantai bersubstrat lumpur yang tidak dipengaruhi oleh
angin dan arus kuat. Mangrove juga dapat tumbuh pada pantai berpasir, pantai yang
terdapat terumbu karang dan di sekitar pulau-pulau (Kitamura et al. 1997). Hutan
mangrove di Indramayu terdapat disepanjang pesisir Delta Cimanuk yang memiliki
fungsi strategis bagi kondisi perikanan di Indramayu. Fungsi hutan mangrove
tersebut sebagai daerah spawning ground, nursery ground, feeding ground dan
pelindung pantai. Sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya
proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter
dari titik pasang tertinggi ke arah darat (Undang-Undang RI No.27 Tahun 2007).
Sempadan pantai ini berfungsi sebagai pengatur iklim, sumber plasma nutfah, dan
benteng wilayah daratan dari pengaruh negatif dinamika laut.
Indeks kesehatan mangrove menggunakan dua kategori, yaitu melihat
banyaknya morfometrik daun yang terbentuk, dan melihat pemencaran nilai-nilai
morfometrik daun. Jenis mangrove yang digunakan untuk melihat kesehatannya
yaitu jenis mangrove Rhizophora sp. yang memiliki kelimpahan paling dominan di
setiap desa tersebut. Berdasarkan sebaran mangrove dan sempadan pantai dari ke
lima desa, diketahui bahwa kondisi kesehatan mangrove sebagai berikut.
Tabel 7 Nilai kesehatan mangrove pada lima desa
Desa Tingkat
Kepentingan
Kualitas
Data 1-CV Nilai Skor
Rata-
rata
Karangsong 4 3 0,90 3,60 0,50
Pabean Ilir 5 3 0,80 4,01 0,51
Pagirikan 4 3 0,79 3,18 0,42
Cantigi 4 3 0,92 3,71 0,51
Cemara 5 3 0,90 4,51 0,53 Keterangan : Kualitas Data : tinggi = 3, sedang = 2, rendah = 1
Tingkat kepentingan : sangat tinggi = 5, tinggi = 4, sedang = 3, rendah = 2, sangat rendah = 1
18
G
ambar 6
Seb
aran m
angro
ve, sem
pad
an p
antai d
an k
esehatan
man
gro
ve
19
Nilai sebaran kesehatan mangrove dari kelima desa (Tabel 7 dan Gambar
6), didapatkan bahwa Desa Cantigi memiliki nilai pemencaran morfometrik daun
(1-CV) paling tinggi dibandingkan desa yang lain dengan nilai 1-CV 0,92. Nilai 1-
CV ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai 1-CV, maka kompetisi antar
individu dalam suatu populasi berkurang serta menunjukan daya adaptasi yang luas
terhadap lingkungannya. Perbedaan lokasi mempengaruhi terhadap pertumbuhan
daun mangrove secara nyata pada jenis yang sama. Oleh karena itu, pentingnya
hutan mangrove dan sempadan pantai terhadap keberadaan dan kelangsungan hidup
sumber daya ikan menjadikan dasar dari pembuatan kawasan konservasi. Hutan
mangrove, sempadan pantai dan kesehatan mangrove dimasukkan dalam fitur
konservasi, yaitu dengan nilai denda sebesar 12.
Daerah Rawan Abrasi
Kenaikan muka air laut memberikan dampak secara langsung pada
perubahan garis pantai akibat meningkatnya intensitas abrasi sebagai konsekuensi
dari perubahan iklim, sehingga mengakibatkan kerusakan pantai (Yulianti et al.
2013). Kerusakan yang terjadi saat ini memberikan dampak abrasi pada pantai. Hal
ini menyebabkan semakin mundurnya garis pantai ke darat. Upaya untuk
meminimalisasi hal ini diperlukan pembangunan struktur perlindungan pantai
untuk menjaga garis pantai. Selain menjaga garis pantai, pembangunan struktur
pantai juga untuk melindungi pantai dari gempuran ombak dengan mereduksi
energi gelombang supaya tidak meluap ke daerah daratan pantai. Oleh karena itu
daerah rawan abrasi dimasukkan dalam fitur konservasi, yaitu dengan nilai denda
sebesar 15 (Lampiran 4).
Fitur Biaya
Fitur biaya merupakan pemanfaatan yang berada di Pesisir Indramayu
(Delta Cimanuk). Kesembilan fitur tersebut masuk ke dalam fitur biaya karena
memiliki dampak terhadap fitur konservasi yang ditargetkan, yaitu mempengaruhi
keberadaan sumber daya dan kawasan yang akan dilindungi. Berdasarkan kriteria
penentuan nilai skor fitur biaya yang diperoleh dari pertimbangan tingkat
kepentingan fitur biaya tersebut, dibuat skor tiap fitur biaya sebagaimana tercantum
pada Tabel 8 dan Gambar 8.
Tabel 8 Nilai skor pada tiap fitur biaya
Fitur Biaya Tingkat Kepentingan Kualitas Data Nilai Skor
Instalasi Minyak Sangat tinggi Tinggi 15
Ancaman Minyak Tinggi Tinggi 12
Tambak Tinggi Tinggi 12
PPI Sedang Tinggi 9
Pemanfaatan Mangrove Sedang Rendah 6
Sebaran Sedimen Sedang Rendah 6
Pemukiman Penduduk Sedang Tinggi 9
Fishing Ground Sedang Rendah 6
Wisata Pancing Sedang Rendah 6 Keterangan : Kualitas Data : tinggi = 3, sedang = 2, rendah = 1
Tingkat kepentingan : sangat tinggi = 5, tinggi = 4, sedang = 3, rendah = 2, sangat rendah = 1
20
G
ambar 7
Peta F
itur B
iaya d
i Delta C
iman
uk
Indram
ayu
Jawa B
arat
21
BLM
Boundary Length Modifier (BLM) merupakan pengaturan dalam Marxan
untuk membuat batasan perimeter untuk kawasan konservasi. Manfaat dari
pengaturan BLM dapat terlihat dari fitur yang muncul dalam solusi setelah
menjalankan Marxan. Berikut merupakan rata-rata dari 12 hasil output Marxan
yang dicobakan dengan kisaran BLM dari 1 hingga 1000 (Lampiran 7).
Tabel 9 Perbandingan BLM rata-rata tiap skenario
BLM Cost Luas Panjang Batas
(Km²) (Km)
1 4269514,21 1.363 1.331.023.333
10 34121977,79 1.391 1.332.756.316
100 1446889,89 1.426 1.321.920.000
1000 153175399,40 1.422 1.322.286.667
Hasil rata-rata dari 12 output Marxan menghasilkan variasi dan
kecenderungan yang berbeda pada tiap BLM-nya, yaitu peningkatan harga (cost)
berbanding lurus dengan meningkatnya nilai BLM (Tabel 9). Hal ini pula sama,
semakin meningkat BLM nilai luas semakin meningkat pula, namun berbeda untuk
nilai panjang batas semakin menurun dengan meningkatnya nilai BLM. Kondisi
ini digambarkan pada grafik (Gambar 9 dan 10)
Gambar 8 Hubungan antara BLM dan luas
Hubungan antara BLM dan luas, terlihat bahwa terdapat peningkatan luas
seiring meningkatnya nilai BLM, yang mana pada nilai BLM 100 menjadi puncak
peningkatan dan mengalami penurunan di BLM 1000 (Gambar 9). Hal ini
menunjukkan bahwa pada BLM 100 merupakan solusi yang mempunyai luas paling
besar diantara BLM yang lain. Oleh karena itu BLM 100 menjadi skenario yang
efektif dalam pembuatan kawasan konservasi.
1.320
1.340
1.360
1.380
1.400
1.420
1.440
1 10 100 1000
Luas
(km
²)
BLM
22
Gambar 9 Hubungan antara BLM dan panjang batas
Hubungan antara BLM dan panjang batas, terlihat bahwa terdapat
penurunan nilai Panjang batas seiring meningkatnya nilai BLM dan mengalami
kenaikan di BLM 1000 (Gambar 10). Hal ini dikarenakan nilai BLM yang tinggi
akan berimplikasi terhadap biaya yang tinggi.
Berdasarkan grafik hubungan antara BLM dan panjang batas serta BLM
dan luas, terlihat bahwa BLM 100 merupakan BLM optimal. Hal ini karena BLM
100 merupakan BLM dengan solusi terluas yang dihasilkan dan nilai dengan
panjang batas rendah, sehingga BLM 100 merupakan desain yang lebih efektif
menghasilkan solusi luas dan panjang batas yang kecil (Lampiran 7).
Wilayah Konservasi
Menentukan target wilayah konservasi merupakan hal yang sangat penting
dalam sistematis perencanaan konservasi dan sejauh mana sistem konservasi akan
sangat tergantung pada titik referensi ini. Penetapan tiga skenario ini dimaksud
untuk mencari solusi ruang optimum, berdasarkan observasi lapang dan analisis
simulasi target konservasi dengan meragamkan fitur konservasi dan fitur biaya
yang sudah ditentukan pada tiap skenario. Hasil optimal terdapat pada BLM 100,
sehingga desain skenario tiap kawasan konservasi menggunakan BLM 100 agar
ruang yang dihasilkan seoptimal mungkin. Berdasarkan dari tiga hasil skenario
tersebut, dihasilkan desain kawasan konservasi antara lain adalah sebagai berikut.
Skenario Satu
Desain kawasan konservasi di Delta Cimanuk difokuskan di lima desa,
yaitu Desa Karangsong, Pabean Ilir, Pagirikan, Cantigi, dan Cemara. Hasil desain
kawasan konservasi skenario satu disajikan pada Gambar 10.
1.316.000.000
1.318.000.000
1.320.000.000
1.322.000.000
1.324.000.000
1.326.000.000
1.328.000.000
1.330.000.000
1.332.000.000
1.334.000.000
1 10 100 1000
Pan
jang B
atas
(km
)
BLM
23
Berdasarkan hasil dari skenario satu, terlihat bahwa rekomendasi zona inti
terpilih, yaitu pesisir Desa Pabean Ilir dan Cemara dengan perbandingan luas
sebesar 22,20% dari luas total perairan pesisir Indramayu (Delta Cimanuk). Luas
rekomendasi zona inti sebesar 97,27 km², zona pemanfaatan terbatas 75,35 km²,
zona perikanan berkelanjutan 149,30 km², dan zona lainnya 116,07 km² dari total
luas kajian perairan di pesisir Indramayu (Delta Cimanuk) sebesar 437,98 km².
Skenario Dua
Desain kawasan konservasi di Delta Cimanuk difokuskan di lima desa,
yaitu Desa Karangsong, Pabean Ilir, Pagirikan, Cantigi, dan Cemara. Hasil desain
kawasan konservasi skenario dua disajikan pada Gambar 11.
Gambar 10 Kawasan konservasi pada skenario satu
24
Berdasarkan hasil dari skenario dua, terlihat bahwa rekomendasi zona inti
terpilih, yaitu pesisir Desa Pabean Ilir dan Cemara dengan perbandingan luas
sebesar 23,30% dari luas total perairan pesisir Indramayu (Delta Cimanuk). Luas
rekomendasi zona inti sebesar 102,07 km², zona pemanfaatan terbatas 25,31 km²,
zona perikanan berkelanjutan 152,55 km², dan zona lainnya 158,06 km² dari total
luas kajian perairan di pesisir Indramayu (Delta Cimanuk) sebesar 437,98 km².
Skenario Tiga
Desain kawasan konservasi di Delta Cimanuk difokuskan di lima desa,
yaitu Desa Karangsong, Pabean Ilir, Pagirikan, Cantigi, dan Cemara. Hasil desain
kawasan konservasi skenario tiga disajikan pada Gambar 12.
Gambar 11 Kawasan konservasi pada skenario dua
25
Berdasarkan hasil dari skenario tiga, terlihat bahwa rekomendasi zona
konservasi terpilih, yaitu pesisir Desa Pabean Ilir dan Cemara dengan perbandingan
luas sebesar 27,50% dari luas total perairan pesisir Indramayu (Delta Cimanuk).
Luas rekomendasi zona inti sebesar 120,45 km², zona pemanfaatan terbatas 29,55
km², zona perikanan berkelanjutan 150,00 km², dan zona lainnya 137,98 km² dari
total luas kajian perairan di pesisir Indramayu (Delta Cimanuk) sebesar 437,98 km².
Pembahasan
Kondisi pesisir Indramayu mengalami abrasi dan sedimentasi yang cukup
tinggi. Proses sedimentasi pada garis pantai masih berlangsung, disebabkan oleh
sungai Cimanuk yang bermuara di daerah ini. Sungai tersebut membawa material
sedimen dalam jumlah besar. Sedimen ini tersebar di Laut Jawa dan diendapkan
kembali di garis pantai, yang mengakibatkan pantai timur Indramayu mengalami
akresi dan membentuk Delta. Delta Sungai Cimanuk terbentuk pada tahun 1947
ketika bendungan yang berada di Desa Pabean Udik, Kabupaten Indramayu hancur
diterjang banjir. Saat itu aliran Sungai Cimanuk mengalami perubahan, sebagian
aliran sungai mengalir ke arah timur laut, mencari jalan terdekat menuju garis pantai
sehingga membentuk delta baru yang dapat kita lihat kondisinya hingga saat ini.
Energi Sungai Cimanuk yang sangat kuat, khususnya pada musim hujan mencapai
debit 1200 m³/detik Kondisi ini mencirikan dominasi energi sungai dibandingkan
Gambar 12 Kawasan konservasi pada skenario tiga
26
dengan energi gelombang laut (Teddy et al. 1998). Sementara proses abrasi terjadi
sejak tahun 1980, khususnya Delta Cimanuk mengalami perubahan garis pantai dan
mempengaruhi pembentukan Delta Cimanuk. Perubahan garis pantai akibat abrasi
mulai terlihat setelah pembentukan bendungan yang sebelumnya hancur diterjang
banjir. Pembentukan bendungan pada mulanya memang sangat berguna. Namun
setelah 1-2 tahun pembentukan bendungan mulai terlihat dampak yang kurang
bagus. Kondisi tersebut terlihat aliran sungai Cimanuk mulai terhambat.
Keterhambatan aliran Sungai Cimanuk menyebabkan energi air laut yang menuju
daratan menjadi lebih besar dibandingkan energi dari air sungai. Akibatnya pesisir
Indramayu mengalami abrasi secara terus menerus hingga saat ini yang merupakan
dampak dari perubahan iklim.
Desain hasil kawasan konservasi skenario satu memiliki luas 97,27 km²
untuk zona intinya. Skenario ini keseluruhannya melingkupi daerah pesisir Desa
Pabean Ilir, Cemara, Pagirikan, Karangsong dan Cantigi. Skenario satu dirancang
untuk melindungi daerah rawan abrasi, mangrove dan sempadan pantai serta
arboretrum. Hal ini diharapkan pada skenario satu, dapat melindungi daerah atau
kawasan di Delta Cimanuk, sehingga dengan dilindunginya daerah atau kawasan
dapat meningkatkan resiliensi Delta Cimanuk. Skenario dua memiliki luas 102,07
km² untuk zona intinya. Skenario ini keseluruhannya melingkupi daerah pesisir
Desa Karangsong, Pabean Ilir, Cemara, Pagirikan dan Cantigi. Skenario dua dalam
perlindungannya difokuskan untuk sumber daya pesisir Delta Cimanuk, berupa
sumber daya perikanan dan habitatnya. Sumber daya perikanan dan habitatnya,
yaitu benur windu, ikan kerapu lumpur, kakap putih, ikan kuro, nursery ground,
feeding ground, dan spawning ground. Skenario tiga memiliki luas 120,45 km²
untuk zona intinya, melingkupi daerah pesisir Desa Karangsong, Pabean Ilir,
Cemara, Pagirikan dan Cantigi.
Hasil dari ketiga skenario yang terpilih, menunjukkan wilayah yang baik
dan efektif untuk dikonservasi. Hal ini dilihat dari bentuk wilayah yang terpilih.
Ketiga skenario tersebut mempunyai bentuk yang cenderung hampir sama, yaitu
mengumpul di lokasi pesisir Pabean Ilir, Cantigi, sebagian Pagirikan dan Cemara.
Lokasi tersebut terpilih karena terdapat sumber daya yang tidak ditemukan di lokasi
pesisir lain, seperti kondisi mangrove sebagai habitat (nursery ground, feeding
ground, dan spawning ground) relatif baik dan terdapatnya daerah rawan abrasi
yang perlu dilindungi. Selain itu hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan
kawasan, semakin luas suatu kawasan konservasi, semakin berpeluang terjadinya
konflik antara pemanfaatan dan pengelolaan konservasi. Penentuan kawasan
konservasi juga perlu memperhatikan kondisi pemanfaatan di lingkungan tersebut.
Kawasan dengan lokasi yang sudah termanfaatkan akan berpotensi adanya bentrok
antara upaya perlindungan dan pemanfaatan. Hal ini dapat dilihat dari persepsi
masyarakat yang pada umumnya minim akan pengetahuan tentang kawasan
konservasi, sehingga akan mempengaruhi efektifitas pengelolaan. Sementara
dalam pengelolaan zonasi kawasan konservasi yang dapat dilakukan di Delta
Cimanuk adalah zona inti, perlunya dilakukan restorasi untuk perlindungan bagi
sumberdaya perikanan, daerah rawan abrasi, dan habitat biota. Zona pemanfaatan
terbatas diantaranya untuk sport fishing dan tambak tumpang sari. Zona perikanan
berkelanjutan diantaranya untuk pembatasan ukuran tangkap dan pelarangan alat
tangkap sero.
27
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan ketiga rancangan skenario, variabel ekologi yang digunakan
dalam menentukan kawasan konservasi adalah sumber daya dan habitatnya
diantaranya benur windu, ikan kerapu lumpur, kakap putih, kuro, nursery ground, feeding ground, dan spawning ground. Daerah yang dilindungi adalah arboretrum,
mangrove dan sempadan pantai, serta daerah rawan abrasi. sementara variabel
sosialnya adalah instalasi minyak, ancaman minyak, fishing ground, PPI, tambak,
wisata pancing, pemukiman penduduk, sebaran sedimen, dan pemanfaatan
mangrove. Kawasan konservasi yang diusulkan adalah pesisir Desa Pabean Ilir,
Cantigi, Cemara, dan sebagian Pagirikan.
Saran
Perlunya penelitian lebih lanjut mengenai ukuran planning unit yang lebih
kecil dari 30 m² dengan dasar ukuran pixel pada landsat supaya didapatkan desain
yang lebih baik. Selain itu juga dibutuhkan informasi data mengenai fitur
konservasi yang lebih banyak, supaya didapatkan konektivitas disemua pesisir
Indramayu.
DAFTAR PUSTAKA
Ball IR dan Possingham HP. 2000. MARXAN (V1.8.2) : Marine Reserve Design
Using Spatially Explicit Annealing, a Manual book. Australia.
Darmawan A dan Darmawan A. 2007. Pengantar Marxan. Materi Perangkat Lunak
Marxan Untuk Perancangan dan Pengelolaan Kawasan Perlindungan Laut.
The Nature Conservancy – Coral Triangel Centre. Bali(ID).
Deputi Bidang Kelembagaan Koperasi dan UKM Kantor Menteri Negara Urusan
Koperasi dan UKM RI dan LPPM IPB. 2001. Profil Karakteristik
Kawasan Rehabilitasi Ekosistem Pesisir dan Lautan Desa Karangsong Kec.
Indramayu. Indramayu (ID). Dinas Perikanan dan Kelautan Indramayu
(Bidang Tata Ruang).
Ila L. 2010. Kajian Kawasan Konservasi Laut Batuaga Siompu, Liwutongkidi, dan
Kadatua (Basilika) Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara dengan aplikasi
Marxan [tesis]. Bogor(ID) : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Kitamura SC, Anwar A, dan Baba S. 1997. Handbook of mangrove in indonesia.
ISME. Japan.
Loos SA. 2006. Exploration of MARXAN for Utility in Marine Protected Area
Zoning. [Master of Science]. Australia: Department of Geography,
University of Victoria.
Mattjik AA dan Sumertajaya IM. 2013. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi
SAS dan Minitab. Bogor (ID) : IPB Pr.
28
Munro KG. 2006. Evaluating Marxan as a Terrestrial Conservation Planning Tool.
[Master of Arts]. Columbia : The Faculty of Graduates Studies, the
University of British Columbia.
Mustari, A.H. 1992. Jenis-jenis burung air di hutan mangrove delta sungai Cimanuk
Indramayu-Jawa Barat. Media Konservasi IV (1) : 39-46.
Nontji A. 2008. Plankton laut. Jakarta (ID): LIPI Press.
[P3GL] Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan. 2002. Citra satelit
landsat 7 ETM+, kawasan muara S.cimanuk. Pusat Penelitian
Geoteknologi-LIPI.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. 17 Tahun 2008 Tentang
Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta
Peraturan Pemerintah RI No. 60 Tahun 2007 Tentang Kawasan Konservasi Sumber
daya Ikan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Possingham HP, Franklin J, Wilson KA and Regan TJ. 2005. The roles of spatial
heterogeneity and ecological processes in conservation planning. Pages
389-406 in G. M. Lovett, C. G. Jones, M. G. Turner and K. C. Weathers,
editors. Ecosystem Function in Heterogeneous Landscapes. Springer, New
York
Possingham H, Ball I dan Andelman S. 2000. Mathematical Methods For
Identifying Representative Reserve Networks. Pages 291-305. in Ferson S
and Burgman MA, editors: Quantitative methods for conservation biology.
Ferson, S. and Burgman, M. (eds). Springer-Verlag, New York.
Rahadyan A. 2003. Kondisi Ekosistem Mangrove Berasarkan Indikator Kualitas
Lingkungan dan Ukuran Morfometrik Daun Disebelah Utara dan Selatan
Sungai Kembang Kuning, Cilacap Jawa Tengah. [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Salem RV dan Clark JR. 2000. Marine dan Coastal Protected Area: a guide for
planners and managers. Gland, Switzerland and Cambridge, UK:IUCN.
Samosir AM, Sulistiono dan Rahardjo MF. 2014. Dinamika Ekosistem Mangrove
di Indramayu dan Implikasinya Bagi Mitigasi Dampak Kenaikan Paras
Laut. [Laporan Akhir Strategis]. Bogor (ID): IPB.
Sukardjo S dan Yamada I. 1980. The Management Problems and Research Needs
of the Mangrove Forest in the Cimanuk Delta Complex, Ujung Indramayu,
West Java. Southeast asian studies, Vol 29, No 4, March 1992.
Steward RR dan Possingham HP. 2005. Efficiency, Costs, dan Trade-off in Marine
Reserve System Design. Environmental Modelling and Assessment
10:203-213.
Teddy H, Ruswanto, Nandang dan Dadi S. 1998. Pemetaan Geologi Lingkungan
Daerah Indramayu, Jawa Barat. (Pemetaan geologi lingkungan untuk
menunjang perencanaan tataruang dan pengelolaan lingkungan). Laporan
Intern No. 8/LAPPGTTLTD/ 1998-1999. Direktorat Geologi Tata
Lingkungan, Bandung.
Undang-Undang RI No.23 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Departemen
Dalam Negeri. Jakarta.
Yulianti P, Wardiatno Y dan Samosir AM. 2013. Mangrove ecosystem resilience
to sea level rise: a case study of Blanakan Bay, Subang Regency, West
Java, Indonesia. Jurnal Ilmu dan Manajemen Perairan, 1: no 1.
29
LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner penelitian
30
Lampiran 2 Lokasi penelitian di 5 desa
Pabean ilir
Karangsong
Pagirikan
Cemara
Cantigi
31
Lampiran 3 Kelimpahan ikan di 5 Desa
No Spesies
Keberadaan Spesies Perlokasi
Pesisir Desa
Cemara dan
Cantigi
Pesisir Desa
Pagirikan
Pesisir Desa
Pabean Ilir
Pesisir Desa
Karangsong
1 Ikan Acang-
Acang v v v v
2 Ikan Bandeng v v
3 Ikan Baronang v
4 Ikan Blanak v v v
5 Ikan Bloso v v v v
6 Ikan Buntal v v
7 Ikan Gerok v v
8 Ikan Ilat-Ilat v v v
9 Ikan Kakap Putih v v v
10 Ikan Kerapu
Lumpur v
11 Ikan Keting v v v
12 Ikan Kiper v v v
13 Ikan Kuro v v v
14 Ikan Layur v v
15 Ikan Petek v v v
16 Ikan Slanget v
17 Ikan Srinding v v v
18 Ikan Talang-
Talang v
19 Ikan Totot v v
20 Benur Udang
Windu v
v
no spesies
jumlah spesies perlokasi
pesisir desa
cemara dan
cantigi
pesisir desa
pagirikan
pesisir desa
pabean ilir
pesisir desa
karangsong
1 Panaeus monodon 5 0 1 0
2 Lates calcarifer 4 1 3 0
3 Ephinephelus Sp 0 0 2 0
4 Eleutheronema Sp 7 2 5 0
32
Lampiran 4 Peta sebaran fitur-fitur konservasi
Benur windu
Kakap putih
Kerapu lumpur
Kuro
Feeding ground
Nursery ground
Spawing ground
Arboretrum
33
Lampiran 5 Alur tabuler Input Marxan pada Q-GIS dan Pengaturan zonasi
Secara umum proses penyampaian data untuk Marxan terfokus pada 3 buah
shapefile, yaitu planing units (pu.shp), abundance (habitat.shp), dan cost (cost.shp).
File tersebut dihasilkan setelah proses pembuatan heksagonal lengkap dengan
proses cropping pada peta daerah yang akan dikaji (AOI). File (Pu.shp),
(Habitat.shp), dan (cost.shp) adalah shapefile heksagon dengan wujud serupa
namun berbeda fungsi dan isi tabelnya. Pengelolaan 3 buah shapfile dilakukan
dengan bantuan Q-GIS akan menghasilkan 4 buah tabuler yaitu Abundance.dat,
Target.dat, Unit.dat, dan Bound.dat yang menjadi input Marxan. Q-GIS merupakan
singkatan dari Quantum Geographis information system adalah perangkat lunak
untuk menyiapkan data yang akan digunakan sebagai input Marxan
Q-GIS dijalankan dengan cara diklik dekstop Q-GIS 1.08 pada start up
program. Semua fitur pada layer diaktifkan dengan menceklis kotaknya. Langkah
pertama dalam pemrograman Marxan ini yaitu buat file berupa poligon atau
heksagon yang mencakup seluruh wilayah penelitian. Langkah selanjutnya adalah
field cost dan status dimasukan dalam planing unit (pu). Informasi biaya dan status
yang telah dibuat diekspor ke pu. Langkah berikutnya adalah membuat file spesies
(spec.dat) dengan cara menambahkan field spesies/konservasi ke dalam planning
unit. File ini tersusun atas fitur konservasi /spesies dan target area yang akan
dimasukkan sebagai kawasan konservasi. Selanjutnya membuat puvspr.dat, Bound
dat dan puvspr_sporder.dat. Selanjutnya menyusun struktur file standar untuk data
base Marxan dan membuat file parameter input, Marxan siap dijalankan.
(Marxan.exe) dijalankan untuk memeriksa bahwa fomat database kita sudah benar.
Langkah terakhir yaitu menampilkan hasil analisis Marxan di Quantum GIS.
Pengaturan Zonasi
Pengaturan kawasan konservasi dalam Marxan dapat dilakukan dengan
sistem zonasi yang mengacu pada PP No 60 Tahun 2007 tentang konservasi sumber
daya perikanan yang terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan, zona perikanan
berkelanjutan dan zona lain yang diatur sesuai kebutuhan dan kondisi setempat.
Pembagian zonasi tersebut, dalam Marxan dilakukan dengan membagi frekuensi
yang terdapat dalam file output1_ssoln ke dalam empat kelas dengan interval yang
Bound.dat
Unit.dat
Target.dat
Abundance.dat
Data Microsoft
Excel
Arcview GIS
3.3
Hexagon.shp Pu.shp
Habitat.shp
Cost.shp
Q
G
I
S
M
A
R
X
A
N
34
sama. File ini berisi frekuensi suatu daerah yang akan terpilih menjadi kawasan
konservasi berdasarkan 100 kali ulangan. Nilai frekuensi tersebut 51-74 sebagai
zona pemanfaatan, 26-50 sebagai zona perikanan berkelanjutan dan 0-25 sebagai
zona lainnya.
Lampiran 6 Perbandingan hasil Marxan tiap BLM
BLM Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3
1
10
100
1000
Lampiran 7 Target konservasi yang tercapai dan pembuatan heksagon
Skenario 1 Conservation
Feature
Feature
Name Target
Amount
Held
Occurrence
Target
Occurrences
Held
Separation
Target
Separation
Achieved
Target
Met
30 drh_rwn 2.372.904
.612
2.373.949
.080 0 161 0 0 yes
29 spw_grnd 104.527.5
69
419.964.5
00 0 50 0 0 yes
28 feed_grn
d
343.808.6
10
1.552.957
.100 0 162 0 0 yes
27 nrsy_gro
nd
252.199.6
37
1.117.403
.090 0 132 0 0 yes
26 mangrove 912.796.6
00
914.678.4
50 0 209 0 0 yes
25 arboretru
m
142.930.8
00
209.018.8
50 0 14 0 0 yes
24 kuro 109.704.7
91
480.851.5
60 0 29 0 0 yes
23 kakap 68.663.79
8
224.223.6
70 0 24 0 0 yes
22 kerapu 19.856.96
4
22.965.64
0 0 9 0 0 yes
21 benur 42.181.03
2
63.600.00
0 0 12 0 0 yes
35
Skenario 2 Conservation
Feature
Feature
Name Target
Amount
Held
Occurrence
Target
Occurrences
Held
Separation
Target
Separation
Achieved
Target
Met
30 drh_rwn 2.372.904
.612
2.388.029
.460 0 158 0 0 yes
29 spw_grnd 156.791.3
53
749.849.6
20 0 70 0 0 yes
28 feed_grn
d
515.712.9
15
1.775.893
.360 0 155 0 0 yes
27 nrsy_gro
nd
378.299.4
55
1.310.606
.010 0 129 0 0 yes
26 mangrove 912.796.6
00
914.121.2
70 0 194 0 0 yes
25 arboretru
m
190.574.4
00
215.656.0
80 0 14 0 0 yes
24 kuro 219.409.5
81
489.599.3
60 0 33 0 0 yes
23 kakap 160.215.5
27
284.143.2
20 0 32 0 0 yes
22 kerapu 34.749.68
7
50.433.17
0 0 17 0 0 yes
21 benur 56.241.37
6
98.983.78
0 0 22 0 0 yes
Skenario 3 Conservation
Feature
Feature
Name Target
Amount
Held
Occurrence
Target
Occurrences
Held
Separation
Target
Separation
Achieved
Target
Met
30 drh_rwn
2.570.646
.663
2.572.289
.840 0 163 0 0 yes
29 spw_grnd
209.055.1
38
574.202.2
00 0 56 0 0 yes
28
feed_grn
d
687.617.2
20
1.720.154
.980 0 164 0 0 yes
27
nrsy_gro
nd
504.399.2
74
1.229.908
.350 0 133 0 0 yes
26 mangrove
1.004.076
.260
1.004.380
.190 0 232 0 0 yes
25
arboretru
m
214.396.2
00
426.462.9
40 0 28 0 0 yes
24 kuro
292.546.1
08
587.030.1
70 0 50 0 0 yes
23 kakap
183.103.4
60
348.315.8
70 0 46 0 0 yes
22 kerapu
39.713.92
8
38.353.32
0 0 6 0 0 yes
21 benur
70.301.72
0
118.977.8
80 0 24 0 0 yes
Pembuatan heksagon 5 ha
Analysis Report:
----------------------------------------------------
Shape Type = Hexagons
--> Hexagon Area = 0.05sq. Kilometers
--> Hexagon Edge Length = 0.13872638 Kilometers
--> Hexagon Diameter = 0.27745276 Kilometers
--> Hexagon Width = 0.24028114 Kilometers
--> Hexagon Orientation = 0 Degrees
--> Hexagon Theme Extent = Intersecting the selected features of
Mpa_kei.shp
36
0,0020,0040,0060,0080,00
100,00120,00
Fi
kum
ula
tif
selang kelas
stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
0,0020,0040,0060,0080,00
100,00120,00
Fi
kum
ula
tif
selang kelas
stasiun 1
stasiun 2
stasiun 3
Lampiran 8 Perbandingan tiap skenario BLM
Skenario Blm Cost Planning Unit(km²) Panjang Batas(km²)
1 1 4.986.286 1.328 1.334.440.000
10 30.223.108 1.366 1.307.178.947
100 93.155.177 1.382 1.319.830.000
1000 148.161.006 1.334 1.284.260.000
2 1 4.192.382 1.324 1.283.480.000
10 35.057.083 1.336 1.305.110.000
100 188.561.702 1.378 1.272.660.000
1000 139.540.808 1.426 1.321.780.000
3 1 3.629.874 1.438 1.375.150.000
10 37.085.743 1.472 1.385.980.000
100 152.271.790 1.516 1.373.270.000
1000 171.824.384 1.508 1.360.820.000
Lampiran 9 Sebaran Log normal Morfometrik daun
Pabean Ilir Karangsong
Pagirikan Cemara
0,0020,0040,0060,0080,00
100,00120,00
Fi
kum
ula
tif
selang kelas
stasiun 1
stasiun 2
stasiun 3
0,0020,0040,0060,0080,00
100,00120,00
Fi
kum
ula
tif
selang kelas
stasiun 1
stasiun 2
stasiun 3
37
Cantigi
Lampiran 10 Hasil analisis RAL dan BNJ
Anova : Single Factor
Source of Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 0,2674 4 0,0668 59,4642 2,51E-31 2,4248
Within Groups 0,1911 170 0,0011
Total 0,4585 174
BNJ
PB KR PGR CMR CTG Nilai BNJ
PB 0
0,0105
KR 0,0096 0
PGR 0,0912 0,0816 0
CMR 0,0211 0,0307 0,1123 0
CTG 0,0016 0,0112 0,0928 0,0195 0
0,0020,0040,0060,0080,00
100,00120,00
Fi
km
ula
tif
selang kelas
stasiun 1
stasiun 2
stasiun 3
38
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Hadiana lahir di Sumedang
23 Agustus 1993, merupakan anak ketiga dari lima bersaudara.
Putra dari Nanang Hidayat dan Ida Widaningsih. Penulis
mulai mengikuti pendidikan sekolah dasar di SDN Padasuka
I dan lulus pada tahun 2005. Melanjutkan di SMPN 4
Sumedang dan lulus pada tahun 2008 serta dilanjutkan di
SMAN 3 Sumedang dan lulus pada tahun 2011. Penulis lulus
seleksi menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Undangan pada tahun 2011 sebagai mahasiswa
Departemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Kegiatan di luar akademik, penulis aktif
dalam organisasi Forum for Scientific Studies (FORCES) IPB (2011-2012) dan
Himpunan Profesi (Himasper) sebagai Anggoa Divisi Kewirus (2013) dan Ketua
Divisi Enso (2014). Prestasi yang pernah diraih penulis dalam program kreativitas
mahasiswa yang didanai Dikti, yaitu PKM-P dengan judul Uji Resistensi Osmotik
dan Elastisitas Kulit Ikan Sidat (Anguila sp.) sebagai Bahan Transplantasi terhadap
Baju Selam dan PKM-GT dengan judul Green Civilization Strategy (Konsep
pengelolaan pesisir Jakarta berbasiskan lingkungan hijau hutan mangrove di masa
depan) pada tahun 2012. Serta PKM-KC dengan judul Smart Aquarium (Akuarium
dengan Sistem Geobiofilter untuk Peningkatan Efisiensi Penggunaan Air) dan
PKM-P dengan judul Perbandingan Uji Efisiensi beberapa Rancangan Sistem
Integrated Aquarium with Wastewater Treatment dengan Sistem Geobiofilter untuk
Peningkatan Mutu dan Efisiensi Air pada tahun 2013. Kegiatan akademik di luar
perkuliahan yang pernah dilakukan oleh penulis adalah menjadi asisten mata kuliah
Biologi Perikanan 2013-2014 dan asisten mata kuliah Ekologi Perairan Pesisir dan
Laut Tropis tahun 2013-2014.