Upload
tri-wahyuning-m-irsyam
View
259
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
1/53
DEPOK DAN MASYARAKATNYA HINGGA AWAL ABAD KE-20
ABSTRACT
The purpose of this study entitled Growing in the Shadow of Jakarta: The History of the City of Depok, 1950s-1999s is to determine thecausative factors from the changes and problems in Depok due to thegovernment policies and others developments.
This research based on archival sources and other publications heldin the National Archives (Arsip Nasional). Various contemporarynewspapers with recorded social activities in Jakarta and Depok areused. Magazines such de Bannier, Prisma, Tempo and other journalsarticles related to the research theme, are found in various libraries in
Jakarta and Yogyakarta. It also conducting various interviews aspart of oral history methods.
The result showed that City of Depok, was designed as satellite townalong with Bogor, Tangerang and Bekasi, to solve the existingproblems in Jakarta. In fact in its development to become a new
growth center is considered as very slowly though not stagnant. It isbecause in its development, Depok as a city developed into a bufferthat serve the needs of Jakarta. While the presence of UniversitasIndonesia in Depok has not helped usher into a new developmentcenter, and grew as the shadows of Jakarta. Jakartas stronghegemony affected the economic and socio- cultural relations in thecity of Depok. Depok is an examole of metropolitan buffer towntypology in Indonesia.
Research contribution and its findings is to enrich the historiographyof town history in Indonesia, particularly the study of a satellite town.It also contribute to the decision maker in the development ofmetropolitan satellite town in the future.
Keywords : The shadows of Jakarta, Depok, Universitas Indonesia,satellite tow
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
2/53
"
Tulisan ini merupakan bagian dari disertasi yang berjudul
Berkembang Dalam Bayang-Bayang Jakarta: Sejarah Depok 1950-an
1990-an, yang disusun oleh Tri Wahyuning M. Irsyam untuk
mencapai gelar Doktor dalam bidang Sejarah, Program Studi Ilmu-
Ilmu Humaniora, Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gadjah Mada. Disertasi ini disusun di bawah bimbingan
Prof. Dr. Djoko Suryo dan Prof. Dr. Bambang Purwanto, M.A.
Kemunculan Depok sebagai kota seringkali dikaitkan dengan
kehadiran Cornelis Chastelein (1657-1714) yang mendapatkan tanah
tersebut pada 1696. Tulisan ini akan menyoroti lebih jauh tentang
tanah partikelir Depok, dan persoalan-persoalan yang muncul di
tanah partikelir tersebut, termasuk terbentuknya komunitas Kristen
Depok, dan bagaimana interaksinya dengan masyarakat Depok
lainnya hingga awal abad ke-20.
A. Berawal dari Tanah Dengan Hak Eigendom
1. Asal Usul Kepemilikan Tanah Depok
Di masa kekuasaan VOC, wilayah di luar tembok kastil Batavia
termasuk bagian yang dalam catatan arsip kolonial disebut sebagai
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
3/53
#
Jakatrasche Bovenlanden .1 Pada 15 Oktober 1695 Lucas van der
Meur, residen Cirebon, memperoleh sebidang tanah di wilayah
selatan yang jauhnya kira-kira satu hari perjalanan 2 dari Batavia.
Tanah tersebut terletak di antara sungai Ciliwung dan sungai
Pasanggrahan. Tidak sampai setahun, tanah Depok 3 yang terletak
antara Batavia dan Buitenzorg itu pada 18 Mei 1696 dijual dengan
harga 300 rijksdaalders, 4 kepada Cornelis Chastelein, dengan status
1 J. Faes, Geschiedenis van Buitenzorg (Batavia: Albrecht, 1902),hlm. 6.
2Harga tanah pada waktu itu ditentukan oleh jaraknya dariBatavia. Menurut J. Hageman, jarak Depok-Batavia adalah 7 ! jam.Lihat Hageman, Overzicht van Java op het Einde der Achtiendeeeuw, dalam TBG, Jilid IX tahun 1960, hlm. 365. Harga tanah padasaat itu ditentukan sebagai berikut: Tanah yang berjarak 10 jamperjalanan (35 paal ) per morgen dijual seharga ! , " ,# atau $/10
rijkdsdaalder atau antara f 1; 0,50; 0,25, atau 0,24 per bahu. Tanah yang letaknya antara 4-8 jam (14 sampai 28 paal) per morgen dijualseharga 1 % , % , % , $/3, " , atau # rijkdsdaalder atau f 3,50; f 1; f0,66, f 0,50 sampai f 0,25 per bahu dan tanah yang berjarak 1-2 jamperjalanan (3 ! sampai 7 paal ) dilepaskan dengan harga 3, 2; 1 ! ,1 % , dan ! rijksdaalder per morgen atau f 6; f 4,50; f 3,50; f 1 perbahu. (1 morgen = 8.516 m 2 ; 1 bahu = 7.096 m 2) . LihatGeschiedkundig onderzoek naar den oorsprong en den aard van hetpartikulier landbezit op Java dalam Tijdschrift voor NederlandschIndie, 1849, I, hlm. 245; lihat juga J. Tromp, Het PartikulierLandbezit in de Bataviasche Ommelanden tot 1857, dalam Tijdschrift
voor Nederlandsch Indie, 1865, I, hlm. 332.3Lihat F. de Haan, Priangan, de Prianger-Regentschappen onder
het Nederlandsch Bestuur tot 1811 , Batavia, 1910, deel I, Personalia,hlm. 236.
4Mata uang Belanda yang terbuat dari perak. 1 rijksdaalderssetara dengan 1 ringgit (Rp. 2,50,-). S. Wojowasito, Kamus Umum
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
4/53
$
kepemilikan ( eigendom verponding) No. 872. 5 Chastelein dapat membeli
tanah tersebut, karena ditopang oleh perkawinannya dengan putri
anggota dewan, Cornelis van Quaelbergt. 6 Dari perkawinannya itu ia
hanya dikaruniai seorang putra, Anthony Chastelein. Namun
Chastelein juga mengakui bahwa ia mempunyai dua anak
perempuan, yaitu Maria Chastelein, yang diadopsi menurut hukum,
hasil perkawinannya dengan Leonara van Bali pada 1681 7 .
Sementara anak perempuannya yang lain, Catharina van Batavia,
hasil perkawinan dengan Cecilia van Bali, tidak diadopsi secara
hukum.
Setelah membeli tanah tersebut, Chastelein (1657-1714) lebih
banyak tinggal di Batavia. Ia baru memberikan perhatian kepada
tanah Depok ini pada tahun 1705. 8 Ada dugaan bahwa pada saat itu
Cornelis Chastelein memasuki masa persiapan pensiun dari dinas
Belanda Indonesia (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve, 1999), hlm.544.
5Lihat Lampiran 2: Peta Kepemilikan tanah Depok.6Lihat F. de Haan, Daghregister gehouden in Casteel Batavia
anno 1681 (Batavia, 1919, landsdrukkerij), hlm. 461.
7Lihat Jan-Karel Kwisthout, Sporen uit het verleden van Depok:Een Nalatenschap van Cornelis Chastelein (1657-1714) aan ZijnVrijgemaakte Christenslaven, (Free Musketeers, Worden, 2007, hlm103.
8H. Blink, Nederlandsch Oost en West Indi (Leiden: E.J. Brill,1905), hlm. 475.
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
5/53
%
VOC, karena usianya mencapai 48 tahun. Ketika pindah ke
Seringsing, 9 Chastelein bukan hanya membawa keluarganya
melainkan juga budak-budaknya. Dari catatan yang dihimpun oleh
Encyclopaedie van Nederlandsch Indie , para budak yang dipindahkan
ke Depok, berasal dari berbagai daerah di Indonesia, antara lain dari
Bali, Sulawesi, dan Timor, yang jumlahnya sekitar 200 orang. 10
Mereka adalah para budak yang dipekerjakan di tanah milik Cornelis
Chastelein, di Nordwijk, dan Tugu. 11 Pemindahan mereka ke Depok
9Menurut Cornelis de Bruijn, seorang penulis dan ilustrator yang membuat laporan perjalanannya ke Seringsing, yang berjarak17 paal dari Batavia, nama Seringsing berasal dari tanaman seringtinh , yang banyak tumbuh di daerah tersebut. Tanaman itu hidup dipohon. Orang Belanda menyebut tanaman itu grobiesgras atau alang-alang berbatang kasar. Lihat Jan Karel Kwisthout, op.cit., hlm. 44.
10 Ada keragaman jumlah budak yang dipindahkan ke Depokoleh Cornelis Chastelein. D.G. Stibbe, Encyclopaedie vanNederlandsch Indie , 2 e druk, (s Gravenhage: M. Nijhoff,1917), hlm.473, misalnya mencatat jumlah budak adalah 200 orang. Sementarade Vries mencatat 120 orang. Lihat juga J.W. De Vries DeDepokkers: Geschiedenis, Sociale Structuur en Talgebruik vanGeisoleerde Gemeenschap dalam BKI, 1976, deel 132, hlm. 232.Untuk keperluan dalam disertasi ini digunakan jumlah 200 orang,karena datanya dianggap lebih akurat , diambil dari sumber yangditerbitkan pada tahun 1917, sementara data yang lain, merupakanhasil penelitian yang diterbitkan pada tahun 1976. Menurut LouisGottschalk, (terjemahan Nugroho Notosusanto), Mengerti Sejarah .(Jakarta: UI Press, 1975), dikatakan bahwa semakin dekat antaraperistiwa dan waktu pembuatan laporannya, semakin dapatdipercaya keakuratan datanya.
11 Daerah Nordwijk terletak di Weltevreden, sementara tanah Tugu, yang terletak di Tanjung Priok adalah tempat hunian yang
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
6/53
&
bertujuan untuk mengembangkan daerah Depok sebagai lahan
percobaan perkebunan lada, yang bibitnya diperoleh dari Gubernur
Jenderal Johannes Camphuijs. Tanaman lain yang juga dibudidaya-
kan di kawasan ini adalah indigo, kakao, jeruk sitrun, nangka,
sirsak, dan belimbing.
Menurut Djoko Sukiman, kepemilikan budak dengan jumlah
yang sangat banyak itu dimungkinkan karena penghasilan dan
kekayaannya yang dimiliki para pejabat tinggi VOC dan pemerintah
kolonial, sangat besar. Dengan demikian mereka dapat memiliki
tanah yang luas, yang pada umumnya terletak jauh di luar pusat
kota dan pemerintahan. Di tanah tersebut mereka kemudian
mendirikan bangunan rumah yang sangat besar dengan halaman
luas yang disebut landhuizen .12 Untuk pemeliharaan dan pelayanan
keluarga dalam rumah yang besar inilah diperlukan budak yang
sangat banyak dengan beragam tugas. Jumlah budak yang dimiliki
merupakan hadiah dari Gubernur Jenderal Johannes Camphuijs(1634-1695) untuk Cornelis Chastelein. Lihat F. de Haan,Daghregister gehouden in Casteel Batavia anno 1681 (Batavia
landsdrukkerij, 1919), hlm 461.
12 Djoko Sukiman, Kebudayaan Indis dan Gaya HidupMasyarakat Pendukungnya di Jawa (Abad XVIII- Medio Abad XX),(Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya bekerjasama dengan YayasanAdikarya IKAPI, dan The Ford Foundation, 2000), hlm. 74.
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
7/53
'
juga merupakan indikasi kekayaan sipemilik sekaligus sebagai status
simbol. 13
Para budak Cornelis Chastelein baik yang tinggal di Depok,
maupun yang tinggal di kediamannya di Seringsing, hidup dan
bekerja langsung di bawah pengawasan Chastelein. Dalam pergaulan
sehari-hari, hubungan antara Cornelis Chastelein dan mereka tidak
selayaknya seperti hubungan majikan dan budak, melainkan lebih
bersifat patron-client. Hubungan patron-client menurut Pensioen 14 ,
adalah hubungan kerja di antara bapak dan anak. Sistem
hubungan kerja seperti ini, mensyaratkan para client untuk tinggal di
tanah milik patronn ya, dalam rumah yang terpisah. Dalam hubungan
kerja ini, para client melayani patron dan keluarganya, sementara
sang patron berperan sebagai pelindung dan memenuhi kebutuhan
makan dan minum client nya. Bentuk hubungan demikian dilakukan
oleh Chastelein karena ia mendasarkan hubungan mereka pada nilai-
nilai agama Kristen Protestan yang dianutnya.
13 Ibid . Lihat juga Jean Gelman Taylor, Kehidupan Sosial diBatavia, (Jakarta: Masup, 2009) hlm. 122-123.
14 J.A. Pensioen, The Analysis of Social Change Reconsidered: ASosiological Study , (The Hague: Mouton & Cos-Gravenhage, 1962),hlm. 139.
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
8/53
(
Akibat dari bentuk hubungan yang demikian, Chastelein
kemudian membuat suatu rencana masa depan bagi para budaknya
setelah ia meninggalkan mereka kelak di kemudian hari. Ada dua
prinsip utama yang menjadi rencana Chastelein terhadap para
budaknya. Pertama, memberikan perubahan status dari budak
menjadi orang bebas yang menjadi pemeluk agama Kristen, dan
kedua, memberikan bekal sebagai modal hidup mereka di kemudian
hari dalam bentuk kepemilikan sebagian hartanya yang berupa
tanah. Kedua prinsip tersebut kemudian dicantumkan dalam surat
wasiatnya yang dibuat pada tanggal 13 Maret 1714. 15 Di akhir
wasiatnya, Cornelis juga menuliskan bahwa satu copy surat wasiat
ini diserahkan kepada Jarong van Bali, kepala pemerintahan yang
diangkat oleh Cornelis Chastelei, untuk dijadikan pedoman dalam
melaksanakan tugasnya.
15 Apa yang dilakukan Cornelis Chastelein sebenarnya sejalandengan hukum Romawi yang dimodifikasi, untuk mengaturperbudakan di Asia. Pada prinsipnya, hukum tersebut mengaturorang-orang Eropa yang memiliki budak dapat mengkristenkan parabudaknya dan kemudian membebaskan mereka. Pembebasanmereka setidaknya dicantumkan dalam surat wasiat. lihat JeanGelman Taylor, Kehidupan Sosial di Batavia, (Jakarta: Masup, 2009)hlm. 123. Surat wasiat tertanggal 13 Maret 1714 itu disahkan olehnotaris Nicolaas van Haeften di Batavia pada tanggal itu juga. Lihat
Jan-Karel Kwisthout, Jejak-jejak Masa Lalu Depok: Warisan CornelisChastelein (1657-1714) Kepada Para Budaknya yang Dibebaskan ,(terj.) Pdt Hallie dan Corry Longdong, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,2015), hlm.102.
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
9/53
)
Ketika Cornelis Chastelein wafat pada 28 Juni 1714, para
mantan budaknya sudah berstatus sebagai orang yang merdeka.
Sesuai dengan apa yang tertera dalam surat wasiatnya, mereka
kemudian menjadi pemilik sah dari tanah Depok. Dari data yang
dihimpun oleh Encyclopaedie van Nederlandsch Indie antara tahun
1696 sampai tahun 1713, kurang lebih 120 orang dari sekitar 200
budak yang diajari etika agama Kristen Protestan mau menerima
Sakramen Pembaptisan, 16 dan sekaligus menerima pembebasan.
Dengan demikian sisanya sebanyak 80 orang budak, diduga dari
marga Zadokh yang menolak untuk menerima Sakramen
Pembaptisan, dan kembali kepada agama asalnya. Dalam surat
wasiat dicantumkan bahwa mereka yang tidak mau dibaptis, tidak
boleh tinggal di tanah Depok. Ada dugaan bahwa delapan puluh
budak ini bergabung dengan orang-orang kampung yang hidup di
sekitar tanah partikelir. Adanya silaturahmi di antara mereka
(Belanda Depok dan orang Kampung) pada hari besar Kristen atau
16 Diantara para budak yang mau menerima sakramenpembabtisan tersebut antara lain adalah Jan van Badinlias, BatenPahan (semula keduanya beragama Islam), Samawarin van Bali,Hazin van Bali, Wiera van Makasar dan Florian van Bengalen.Disamping itu juga Raima dan istrinya, Mamma; Lukas dan istrinya,Klara; Sangkat Maligat, Malantas, Hagar dan Soman yang semuanyaberasal dari Bali. Pembebasan mereka disertai dengan keturunan-keturunannya. Lihat: Testamen van Cornelis Chastelein.
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
10/53
*+
Islam menunjukkan indikasi bahwa ada mantan marganya yang
bergabung dengan orang kampung.
Namun di antara 120 orang yang dibebaskan setelah
menerima sakramen pembabtisan, juga ada yang tidak berhak
mendapat warisan dan dilarang tinggal di Depok oleh Cornelis
Chastelein karena mereka sering membuat onar. Nama-nama mereka
dituliskan didalam surat wasiat sebagai berikut:
maka jang tiada boleh tinggal di Depok dan tiada bolehdapat bahagian satoe apa poen disana jaitu Leendort danistrinja, Elisabet dari Bali, dan anaknja Catje, djoega Ottodari Makasarsebab ku takoet mereka itoe nanti akanmemboeat huru hara. Dari itoe akoe pesan betoel-betoel supaja dia orang djangan ke Depok dan djangan diterimadisana . 17
Setelah melakukan pembebasan atas budak-budaknya,
Cornelis Chastelein kemudian mengajukan permohonan kepada
pemerintah agar mereka bisa mendapatkan persetujuan untuk tetap
memiliki tanah itu. 18 Namun, pada 24 Juli 1714 Raad van Indie
memutuskan bahwa permohonan Cornelis Chastelein tidak dapat
dikabulkan. Alasan yang dikemukakan Raad van Indie , adalah
karena ketentuan dalam surat wasiat ini bertentangan dengan
17 Lihat Testamen van Cornelis Chastelein.18 Cornelis Chastelein, Batavia in Het Begin der Achtiende
Eeuw. Dalam Tijdschrijft voor Nederlandsch Indie , 1891, jilid II, hlm.178.
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
11/53
**
Resolusi tanggal 29 Mei 1705 yang dibuat tentang harta warisan. 19
Meskipun demikian, Dewan Hindia tidak sepenuhnya menolak
permohonan Chastelein. Dalam keputusan tertanggal 24 Juli 1714
itu disebutkan bahwa pemerintahan atas Depok dijalankan bukan
di bawah pemerintahan para mantan budak, melainkan di bawah
pimpinan dan pemerintahan Koopman Anthony Chastelein, sebagai
putra dan ahli waris almarhum Cornelis Chastelein. 20
Pembebasan para budak merupakan perwujudan dari cita-
cita Chastelein untuk mengembangkan kelompok penduduk asli
yang beragama nasrani, 21 dalam suatu perhimpunan Kristen, dan
hidup di tanah miliknya. Lahan itu sekaligus dicitrakan sebagai
pusat penyebaran agama Kristen untuk daerah sekitarnya .
Ketika Cornelis Chastelein wafat, Anthony Chastelein
melanjutkan tugas untuk mengawasi umat Kristen Depok sesuai
dengan ketentuan yang ada dalam surat wasiat. Tugas lain yang
harus dilakukan Anthony Chastelein adalah mendaftarkan tanah
milik ayahnya di Depok, atas nama mantan budak-budaknya yang
19 Jan-Karel Kwisthout op.cit. hlm.178. 20 Ibid., hlm. 222.21 Hendrik E. Niemeijer, Batavia: Masyarakat Kolonial Abad XVII
(Jakarta: Masup Jakarta, 2012), hlm. 145.
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
12/53
*"
berhak. Namun hal itu belum dapat dilaksanakan, karena pada
bulan Februari 1715 ia wafat.
Sepeninggal Anthony, Anna Chastelein de Haan, janda
Anthony, menikah dengan Johan Francois de Witte van Schoten,
seorang anggota Raad van Justice , pada 1717. Sebagai ahli hukum,
dan melalui perkawinannya dengan Anna de Haan, Johan Francois.
de Witte van Schoten menafsirkan salah satu klausul yang terdapat
dalam surat jawaban Raad van Indie terhadap permohonan Cornelis
Chastelein. Dalam penafsirannya, ia berpendapat bahwa para
mantan budak Cornelis Chastelein beserta keturunannya, hanya
mempunyai hak menggunakan tanah secara bebas untuk
selamanya. 22 Atas dasar itu, ia kemudian memohon kepada College
van Schepenen di Batavia untuk memberikan surat-surat
kepemilikan tanah Depok kepadanya. Permohonannya dikabulkan
dan hingga abad ke-19, tanah Depok tercatat atas nama Johan
Francois de Witte van Schoten. 23
22 Jan-Karel Kwisthout, op.cit ., hlm. 222.23
Apa yang dilakukan Johan F. de Witte van Schoten, didugamerupakan strategi hukum untuk menyelamatkan komunitas Depok.Melalui kepemilikan ini, pemerintah di Batavia tidak dapat seenaknyamengambilalih tanah Depok, apalagi Johan de Witte termasuk dalam
jajaran aristokrasi Batavia. Kenyataan lain yang ditunjukkan oleh Johan de Witte van Schoten adalah sebelum pulang ke Belanda pada1734, ia tidak menjual tanah Depok kepada pihak lain, melainkan
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
13/53
*#
Dalam perkembangan kemudian, hingga akhir abad ke-19, hak
guna atas tanah Depok secara resmi terus berlaku, sampai akhirnya
pada 1850, Raad van Indi mengumumkan secara resmi bahwa
tanah Depok sebagai hak milik mantan budak Cornelis Chastelein. 24
Pada 1871 Raad van Administratie dibantu oleh ahli-ahli hukum,
Bijstand-Verleeners , di antaranya Mr. H. Kleyn membentuk badan
pengurus yang dikenal dengan Het Gemeente Bestuur van Particuliere
Land Depok. 25 Meskipun bentuk pemerintahan di Depok, secara
hukum dikenal sebagai Het Gemeente Bestuur van Particuliere Land
Depok, namun istilah gemeente bestuur dalam kasus tanah partikelir
Depok tidak dapat disejajarkan dengan istilah gemeente (kotapraja)
yang baru dicanangkan pada awal abad ke-20. Istilah gemeente
bestuur di tanah partikelir Depok merujuk pada suatu badan yang
menyerahkan pemeliharaannya kepada para pengguna tanah. Iatetap menghormati keinginan Cornelis Chastelein terhadap orang-orang Depok. Dengan demikian hak kepemilikan resmi tanah Depokatas namanya merupakan satu-satunya cara untuk menjaminkeberadaan Depok di masa yang akan datang. Melalui kepemilikanitu, Johan Francois de Witte van Schoten menawarkan lebih banyakkepastian, daripada kepastian semu yang mereka miliki denganmengandalkan surat wasiat Cornelis Chastelein.
24 Jean Gelman Taylor, op.cit., hlm. 135.25 Mengenai pembentukan Het Gemeente Bestuur van
Particuliere Land Depok, lihat De Banier, Christelijk Weekblad voorNederlandsch-Indi , edisi Jubileum Depok, 1914, VI, Weltevreden, 26
Juni 1914.
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
14/53
*$
tugasnya mengurus kepentingan komunitas dari tanah partikelir
itu. 26
Penanggungjawab gemeente , oleh warganya disebut presiden.
Dengan demikian jabatan presiden dalam komunitas ini sebenarnya
merupakan wakil dari para mantan budak yang mendapat warisan
dari Cornelis Chastelein. Presiden Depok dipilih secara demokratis
oleh anggota komunitasnya setiap tiga tahun sekali. Ia bukan tuan
tanah melainkan koordinator pengurus ( bestuur ) dari gemeente .27
Para mantan budak dan keluarganya kemudian tumbuh
menjadi suatu komunitas tersendiri di Depok yang identitasnya
ditentukan oleh statusnya sebagai umat Kristen, yang
membedakannya dengan masyarakat lain di sekitar tempat tinggal
mereka. Keberadaan mereka secara yuridis formal diperkuat oleh
statusnya sebagai pemilik tanah, meskipun dalam hal ini mereka
menguasai dan mengaturnya secara kolektif.
Jean Gelman Taylor, menyatakan bahwa pengakuan terhadap
keanekaragaman tradisi dan perilaku manusia menjadi bagian dari
26 Lihat Reglement van het land Depok dalam Jan-KarelKwisthout, op.cit ., hlm. 223-227.
27 Sebutan presiden dalam hal ini adalah untuk menyebutketua pengurus gereja dan komunitas Kristen Depok, yang dipilihdari 12 marga keturunan dari para budak yang telah dibebaskan.Istilah Presiden dalam komunitas ini tidak dapat disetarakan dengankonsep Presiden yang memimpin suatu negara.
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
15/53
*%
kehidupan sehari-hari di Batavia. Berbagai kelompok masyarakat
secara sadar mengadopsi bahasa dan institusi perbudakan Asia.
Sebaliknya, orang-orang Asia menggunakan nama, pakaian,
kebiasaan, pekerjaan, dan agama yang sama dengan orang Eropa.
Aliansi-aliansi baru terbentuk diantara berbagai kelompok bukan
berdasarkan pada sikap saling menghargai, namun lebih
berdasarkan pada kesamaan dalam keterikatan pada agama dan
kekuasaan.
Kondisi seperti itu juga terjadi di kalangan para mantan budak
Cornelis Chastelein. Mereka kemudian menggunakan nama-nama
seperti Jonathans, Laurens, Bacas, Loen, Sudira, Isakh, Samuel,
Leander, Joseph, Tholense, Jacob, dan Zadokh sebagai nama
keluarga. Ada kemungkinan nama-nama itu di ciptakan oleh para
mantan budak pada tahun 1871, setelah terbentuknya Het Gemeente
Bestuur van Particuliere Land Depok secara resmi. Dugaan itu
muncul karena hingga Cornelis Chastelein wafat, nama-nama
tersebut belum ada. Cornelis Chastelein menyebut budak-budaknya
dengan menggunakan nama asal daerahnya antara lain seperti Jan
van Bali, Daniel van Makasar, Alexander van Makasar, dan Lambert
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
16/53
*&
van Bali. 28 Mengenai hal ini Hendrik E. Niemeijer mencatat bahwa
nama-nama dengan toponimi itu menunjukkan latar belakang etnis
dari mana para budak berasal. 29
2. Perubahan Status Tanah: dari Hak Eigendom ke TanahPartikelir
Hingga pertengahan 1714, status kepemilikan tanah Depok
adalah hak milik ( eigendom verponding ). Kondisi ideal yang
dibayangkan Chastelein ternyata tidak berlangsung lama. Tiga puluh
tahun kemudian, pada 1745, Gubernur Jenderal Baron van Imhoff
(1743-1750) membeli tanah Kampung Baru, di Buitenzorg. Kemudian
van Imhoff mengembangkan tanah Kampung Baru menjadi tanah
jabatan gubernur jenderal, dan menegakkan institusi tanah
partikelir 30 pada petak-petak tanah lain di daerah Buitenzorg hingga
28 Lihat surat wasiat yang beredar di kalangan komunitasBelanda Depok, dalam dua bahasa (Belanda dan Melayu). SuratWasiat aslinya, yang ditemukan di Arsip Nasional pada 1995 sudahtidak dapat dibaca lagi, karena tertumpah tinta.
29 Hendrik E. Niemeijer, Komunitas Kristen Asia Merdeka danKemiskinan di Batavia Pramodern, dalam Kees Grijns dan Peter J.M.Nas (penyunting), Jakarta Batavia Esai Sosio-Kultural (Jakarta:Banana, KITLV-Jakarta, 2007, hlm. 85.
30 Tanah partikelir adalah tanah yang sangat luas, yang olehKompeni dan pemerintahan yang menggantikannya dialihkanhaknya kepada orang-orang swasta; kepada orang-orang swasta inidiberikan hak-hak penting terhadap penghuni yang tinggal di tanah-tanah ini. Hak-hak tersebut dikenal sebagai hak pertuanan yang
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
17/53
*'
sekitar Batavia. 31 Tujuannya adalah agar tanah-tanah tersebut
menjadi lebih produktif ketika dimiliki dan dikerjakan oleh para
pemilik tanah partikelir. Sementara itu hak-hak primordial yang
melekat pada kepemilikan ini dimaksudkan untuk menaikkan nilai
dan daya tarik bagi pembelinya, yang umumnya terdiri atas para
pejabat VOC atau orang kaya yang mampu membelinya dari
penguasa VOC. 32
antara lain adalah hak untuk mengangkat serta menghentikankepala kampung atau desa; hak untuk menuntut kerja paksa ataumemungut uang pengganti kerja paksa dari penduduk; hak untukmendirikan pasar, dan memungut biaya pemakaian jalan danpenyeberangan. Lihat Peratoeran Baroe atas Tanah-TanahParticulier di Tanah Djawa Sebelah Koelon Tjimanoek dalamStaatsblad , No. 422 Tahun 1912 (Batavia: Landsdrukkerij, 1913),hlm. 24. Dalam Penjelasan Undang-Undang No. 1 Tahun 1958, yang
membedakan tanah partikelir dengan hak eigendom adalah adanyahak-hak pada pemiliknya yang bersifat hak-hak kenegaraan ataulandheerlijke rechten.
31 J.C. Faes, Geschiedenis van Buitenzorg (Batavia: Albrecht,1902), hlm. 68-69. Sistem pewarisan tanah jabatan yang dirintis olehvan Imhoff ini disahkan sebagai suatu sistem resmi berdasarkanResolusi tanggal 25 Januari 1760. Dalam dokumen ini, Gubernur
Jenderal van der Parra (1750-1756) memulai membagi tanah-tanahdi sekitar Buitenzorg untuk dijual kepada penawar tertinggi dandilengkapi dengan hak-hak jabatan yang mirip dengan tanahKampung Baru.
32 Nicolaas Engelhard, Overzigt van den staat Nederlandsch OostIndische Bezittingen onder bestuur van den Gouverneur GeneraalHerman Willem Daendels (Amsterdam: De Gebroeders van Cleef,1816), hlm. 262. Puncaknya terjadi pada tahun 1780-an ketika parapejabat VOC dari kalangan tertinggi masing-masing berburu tanahdan menjadikan petak-petak tanah yang dibelinya sebagai hak milik
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
18/53
*(
Setelah dibangun, van Imhoff kemudian tinggal di sana. 33
Sejak saat itu Buitenzorg diresmikan menjadi kediaman penguasa
tertinggi VOC. Kepindahan kediaman Gubernur Jenderal Hindia
Belanda ke Buitenzorg tidak mempengaruhi kegiatan di Batavia yang
tetap menjadi sentra pemerintahan di Hindia Belanda.
Jejak van Imhoff diikuti oleh beberapa pejabat tinggi VOC,
dengan membeli petak-petak tanah di sekitar kediaman Gubernur
Jenderal. Pada tahap selanjutnya Gubernur Jenderal Herman
Willem Daendels (1808-1811) mengambil alternatif untuk menjual
tanah-tanah termasuk milik gubernur jenderal, dalam rangka usaha
mendapatkan dana untuk menopang program pertahanannya di
Jawa.
Kompleks tanah Kampung Baru yang ditetapkan sebagai tanah
milik para Gubernur Jenderal VOC itu, kemudian secara bergantian,
dijadikan milik pribadi gubernur jenderal. Daendels hanya
turun-temurun bagi penerusnya. Lahan yang menjadi objeknyaterutama daerah sekitar Batavia menjadi prioritas tertinggi dankemudian menyusul perluasannya ke arah selatan.
33 J. Faes, Geschiedenis van Buitenzorg. (Batavia, 1902,Albrecht), hlm. 11. Van Imhoff membeli tanah tersebut seharga 50ribu ringgit dan ia menetapkan kebiasaan bahwa tanah itu menjadimilik pribadi Gubernur Jenderal, namun setiap pergantian jabatan,pejabat baru wajib membelinya dari pejabat lama.
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
19/53
*)
mengambil lahan di istana Buitenzorg dan lingkungan sekitarnya.
Sisanya dikapling-kapling dan dijual kepada individu swasta
lainnya. 34 Taggart melihat gejala pengkaplingan dan pembagian
pemilikan tanah ini sebagai konsekwensi perluasan kota. 35
Pada tahap awal dicanangkan kebijakannya, tidak banyak
orang berminat untuk membeli tanah-tanah itu. Daendels kemudian
membuat keputusan yang dianggap bisa menarik dan meningkatkan
penjualannya. Keputusannya adalah memberikan status partikelir
pada tanah-tanah yang dibeli. Langkah ini dimaksudkan agar para
pembeli tanah itu mendapatkan status hak milik mutlak ( eigendom )
dan berlaku turun-temurun. Di samping itu status hukum yang
diberikan pada tanah tersebut sebagai tanah partikelir ( particuliere
land ) memberikan kewenangan kepada pemiliknya otonomi yang
sangat luas karena berhak membuat aturan sendiri di luar intervensi
pemerintah atas kehidupan yang ada di tanahnya, sejauh tidak
bertentangan dengan peraturan negara.
34 P.J. Veth, Java: Geographisch, Ethnologisch, Historisch,tweede deel (Haarlem: De Erven F. Boh, 1912), hlm. 291.
35 W.D. Mc. Taggart, Private Landownership in a Colonial Town: The Case of Noumea, New Caledonia , dalam EconomicGeography , No 42, 1966, hlm. 189-204.
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
20/53
"+
Dengan demikian ada fenomena penting yang muncul dari
pemberian kewenangan ini: pemilik tanah menjadi penguasa lokal
yang berstatus tuan tanah ( landlord ), dan ia bukan hanya berhak
atas tanah melainkan juga berhak atas semua penduduk yang tinggal
di atasnya. 36 Sebagai akibat dari keputusan ini, muncul institusi
tanah-tanah partikelir sebagai kompleks-kompleks kehidupan sosial
otonom di pedalaman Jawa. Depok, yang semula berstatus hak
eigendom, juga mengalami perubahan status menjadi tanah
partikelir.
Perubahan struktural teritorial lainnya yang ditimbulkan oleh
kebijakan pemerintah kolonial adalah adanya rencana pembukaan
jalan baru yang menghubungkan Batavia-Buitenzorg. Ketika Gustaf
Willem van Imhoff membeli tanah Kampung Baru, jalan yang
menghubungkan kedua tempat ini hanya ada satu yaitu jalur yaitu
dari Batavia-Kampung Makasar-Cimanggis-Cibinong-Buitenzorg. Ia
kemudian merencanakan untuk membuka jalur baru. Namun
36S. Pompe, Indonesian law 1949-1989 a bibliography of foreignlanguage materials with brief commentaries on the law (Dordrecht,
1992, Martinus Nijhoff Publ.), hlm. 187. Institusi ini tidak tersentuholeh Regeering Reglement tahun 1854 maupun oleh Agrarische Wettahun 1870. Dasar yang mengatur tanah-tanah ini adalah Staatsbladvan Nederlandsch Indi tahun 1836.
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
21/53
"*
pembukaan jalan baru ini baru dapat direalisasikan pada masa
kepemimpinan Gubernur Jenderal Jean Chretien Baud.
Pada masa pemerintahan Inggris Thomas Stamford Raffles
(1811-1816) tidak menjual Depok kepada para tuan tanah Eropa
atau Cina. Raffles menjadikan Depok sebagai tempat percobaannya
untuk menerapkan sistem pajak tanahnya ( landrent ). Sejak itu Depok
menjadi daerah yang langsung berada di bawah kekuasaan
pemerintah kolonial Inggris.
Pada tahun 1830 ketika pemerintah kolonial menerapkan
kebijakan cultuurstelsel, yang diikuti oleh meningkatnya produksi
tanaman dagang termasuk penyetoran produk kopi oleh tanah-tanah
partikelir, Buitenzorg dan sekitarnya menjadi salah satu sumber
pemasok produk tersebut. Akibatnya transportasi untuk pengiriman
produk mengalami peningkatan, dan memerlukan fasilitas jalan lebih
luas.
Gubernur Jenderal Jean Chretien Baud (1834-1836) kemudian
memutuskan membuka jalan baru yang menghubungkan
Buitenzorg-Batavia melalui Depok. Jalan ini kemudian dikenal
sebagai Jalan Barat. 37 Pembukaan Jalan Barat ini, secara langsung
37 A.J. van der Aa, Nederlands Oost Indi, derde deel(Amsterdam, 1851, J.F. Schleijer), hlm. 29. Jalan Barat ini
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
22/53
""
menempatkan Depok pada posisi sebagai bagian dari jaringan
komunikasi dan transportasi komersial yang bertumpu pada
eksploitasi agraris sebagai dampak langsung dari cultuurstelsel .
Pembukaan jalan Barat berpengaruh pada status Depok yaitu
menjadi tempat transit dari dua sentra politik dan ekonomi kolonial.
Dalam perkembangan selanjutnya, pemerintah kolonial
merencanakan untuk menghapus institusi tanah partikelir.
Menanggapi hal itu, Henricus Hubertus van Kol, anggota tweede
kamer (1897-1909), dari partai sosialis Belanda ( Social Democratic
Labor Partij ), pada tahun 1907 mengajukan rencana undang-undang
untuk menghapuskan institusi tanah partikelir dan mengambil
alihnya. Meskipun rencana ini belum berhasil disahkan oleh
parlemen, namun Henricus Hubertus van Kol berhasil memperluas
campur tangan pemerintah di tanah partikelir. 38
membentang dari Buitenzorg ke Batavia melalui Kedung Badak,Cilebut, Bojong Gede, Depok dan Cinere, merupakan jalan tanah danhanya bisa dilalui pada saat musim kemarau, karena pada musimhujan jalan itu licin dan sulit dilewati, karena tidak diperkerasdengan kerikil seperti halnya jalan timur. Jalan Barat seringkalidisebut jalan militer. Jalan Timur dari Cililitan, Kampung Makasar,Pasar Rebo, Cimanggis, Cibinong, dan Buitenzorg , digunakan untukkepentingan pengangkutan hasil bumi dari daerah pedalamanBuitenzorg ke Batavia. Lihat juga Algemeen Verslag van AssistantResidentie Buitenzorg Over Het Jaar 1823.
38 Staatsblad van Nederlandsch Indi, Nomor 63 Tahun 1907.
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
23/53
"#
Apa yang dilakukan oleh Henricus Hubertus van Kol,
menjadi dasar lebih lanjut bagi Menteri Koloni Alexander Willem
Frederic Idenburg (1909-1916) untuk meneruskan desakan bagi
pengambilalihan tanah-tanah partikelir. Pada 5 Januari 1911 Ratu
Wilhelmina menandatangani keputusan yang mengesahkan RUU
tentang pengembalian tanah-tanah partikelir di Jawa yang dijadikan
sebagai tanah negara. 39 Dalam peraturan tersebut tuan tanah
sebagai pemilik tanah mendapatkan ganti rugi yang ditentukan oleh
sebuah komisi penilai yang dibentuk oleh pemerintah.
Meskipun peraturan ini tidak bisa langsung diaplikasikan,
namun dalam kenyataannya peraturan ini menjadi dasar hukum
bagi penerbitan sejumlah peraturan lain yang mengarah pada
penebusan tanah-tanah partikelir secara bertahap hingga akhir
pemerintahan Belanda di Indonesia pada tahun 1942. Tanah
partikelir itu kemudian dijadikan tanah-tanah negara dan
digunakan bagi kepentingan pemerintah atau publik.
B. Menjadi Tanah Negara
Setelah Belanda menyerah tanpa syarat, di Kalijati, Subang,
pada 1942, maka Indonesia memasuki babak baru dibawah
39 Staatsblad van Nederlandsch Indi, Nomor 38, Tahun 1911.
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
24/53
"$
pemerintahan militer balatentara Jepang. Terbatasnya sumberdaya
manusia mengakibatkan Depok dibiarkan tanpa pengawasan
langsung oleh pemerintah balatentara militer Jepang. Kegiatan di
Depok tetap dilakukan oleh Het Gemeente Bestuur van het Particulier
land Depok .
Perubahan besar dialami oleh Depok setelah pergantian rezim
penguasa dari kekuasaan kolonial menjadi pemerintah nasional
sejak tahun 1945. Awal pergantian rezim ini ditandai dengan masa
revolusi yang penuh kekerasan. Menurut Susan Blackburn, masa
dua bulan sebelum akhir 1945 disebut sebagai periode Bersiap,
karena seruan Bersiap diteriakkan tiap kali tentara Sekutu atau
pasukan Belanda melakukan patroli baik di jalan raya maupun di
lorong-lorong kampung. 40 Ketika kata Bersiap diserukan, maka
orang-orang yang ada di jalan atau di lorong-lorong kampung harus
berdiri tegak, seperti pandu, dan tidak boleh bicara. 41 Masa Bersiap
40 Susan Blackburn, Jakarta: Sejarah 400 Tahun. Terj. GatotTriwiria (Jakarta: Masup Jakarta, 2011), hlm. 208.
41 H. Th. Bussemaker, Bersiap!: Opstand in het paradijs. DeBersiap-Periode op Java en Sumatera 1945-1946 . Utrecht: WalburgPers, 2005), hlm. i-iv. Bersiap adalah periode pendek dalam sejarahIndonesia, pada pertengahan September 1945 hingga bulan April1946.
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
25/53
"%
ditandai dengan maraknya tindakan kriminal, dan kekerasan
dengan sasaran orang Belanda dan Indo Belanda. Keadaan ini
terjadi hampir di seluruh Pulau Jawa dan Sumatera.
Depok juga mengalami masa Bersiap. Pada masa ini terjadi
satu peristiwa kriminal dan kekerasan fisik, yang dikenal dengan
peristiwa Gedoran. Peristiwa tersebut mencapai puncaknya pada 11
Oktober 1945. Pada saat yang bersamaan juga terjadi serangan TKR,
dalam upayanya menyingkirkan kekuasaan Belanda di Depok.
Secara kronologis peristiwa Gedoran dapat dikatakan diawali
dengan aksi pemboikotan penduduk, yang ingin membeli kebutuhan
hidup sehari-hari di pasar. Pada 7 Oktober 1945, sejumlah pemuda
Indonesia menghalangi beberapa penjual untuk menjual barang
dagangan mereka kepada orang-orang Eropa. Pada hari itu juga
terjadi kasus perampokan, yang diduga dilakukan para pemuda yang
bekerja pada Asisten Wedana Depok. 42
Pada tanggal 8 Oktober, situasi dan kondisi Depok, kembali
tenang, namun pada keesokan harinya kembali terjadi peristiwa
perampokan atas lima keluarga. Gerombolan perampok tiba pada
dini hari tanggal 9 Oktober dengan membawa bendera merah putih,
42 Lihat Arsip Polisi Militer No. 530/MP Tentang Kerusuhan diDepok.
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
26/53
"&
dan membawa senjata tajam. Dalam peristiwa perampokan ini tidak
ada korban yang terbunuh. Keesokan harinya para gelandangan
menjarah gudang pangan (lumbung padi) yang ada di Depok.
Peristiwa itu kemudian disusul oleh perampokan yang terjadi di
mana-mana, pada 11 Oktober 1945. Gerombolan perampok yang
jumlahnya sekitar 4000 orang datang dari segala penjuru, memasuki
Depok. Mereka datang secara bergelombang dengan kereta api, atau
mobil pengangkut dan bahkan dengan gerobak. 43 Penduduk Eropa
dan warga Kristen Depok diusir dari rumah, kemudian rumah dan
peralatannya dirusak. 44
Pada tanggal 12 dan 13 Oktober 1945 kasus perampokan
masih berlanjut, dengan jumlah anggota gerombolan yang lebih
banyak lagi. Pada hari-hari ini sekitar 10 orang warga Depok
dibunuh. Kekacauan masih terus berlangsung, tanggal 13 Oktober
semua penduduk Eropa diburu oleh para anggota BKR dan Pelopor,
yang dikenal dari ikat lengan mereka. Anggota BKR dan Pelopor ini
bekerjasama dengan gerombolan perampok, mengumpulkan orang-
orang Eropa dan penduduk pribumi Depok yang beragama Kristen di
sebuah rumah di belakang stasiun Depok. Mereka ditawan dan
43 Ibid.44 Ibid.
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
27/53
"'
kemudian diangkut ke Buitenzorg dengan kereta api, bersama
tawanan Sekutu lainnya.
Semua pria, wanita dan anak-anak hampir seluruhnya
ditelanjangi. Kepada kaum pria hanya diberikan sebuah celana atau
kain pembalut pinggang. Banyak yang harus menukarkan pakaian
mereka yang lebih baik dengan makanan dan sandal dari para
perampok. Sisa perhiasan yang masih bisa ditemui seperti cincin
kawin harus diserahkan kepada para perampok.
Kemudian orang-orang Belanda Depok itu diangkut dengan
kereta api ke Buitenzorg. Mereka diperlakukan dengan kasar oleh
para penjaga. Setibanya di Buitenzorg para wanita dan anak-anak
ditampung dalam sebuah kamp di kampung Sempur di bawah
pengawasan BKR. Sementara kaum pria dibawa ke Pledang.
Perjalanan dari stasiun Buitenzorg ke penjara Pledang, merupakan
jalan yang penuh penderitaan. Masyarakat Indonesia dihasut oleh
propaganda anti Kristen dan anti-Belanda. Hasutan tersebut juga
dilakukan kepada para anggota BKR dan Pelopor yang tengah
membawa para tawanan. Akibat hasutan itu, para tawanan yang
berbaris dalam deretan panjang dalam formasi dua-dua,
bertelanjang kaki dan bertelanjang dada, seringkali mendapat
pukulan dari orang-orang yang mungkin menaruh dendam kepada
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
28/53
"(
mereka. 45 Selama kurang lebih dua tahun mereka menjadi penghuni
Pledang.
Dalam keadaan kacau seperti ini, sukar untuk membedakan
mana yang tentara, dan mana yang penjarah. 46 Sekitar awal tahun
1948 orang-orang Depok yang dipenjara di Pledang, dibebaskan dan
mereka kemudian kembali ke Depok. Ketika mereka tiba kembali di
kediaman masing-masing, mereka mendapatkan rumah dalam
keadaan berantakan, dan barang-barang berharga yang pernah
mereka miliki sudah tidak ada lagi. Kondisi rumah Belanda Depok
setelah peristiwa Gedoran dapat dilihat pada Gambar 1.
Setelah kondisi kembali stabil, terjadi perubahan di mana mereka
tidak lagi mampu mempertahankan hak-hak yang mereka miliki di
bawah rezim kolonial meskipun eksistensi mereka sebagai suatu
komunitas khusus masih tetap ada. Kondisi baru yang mereka
alami, berbeda sama sekali, baik sehubungan dengan status hukum
45 Ibid.46 Seperti yang dituturkan oleh Otto Leander, 7 Juni 2006.
Dikenal dengan nama Gedoran, karena rumah kami digedor(pintunya diketok dengan keras), setelah dibukakan pintu, kemudianterjadi kekerasan dan perampasan harta, bantal, guling kasurdiacak-acak, sehingga kapuknya berserakan kemana-mana. Hal itudilakukan para penjarah yang menyangka barang-barang perhiasandisimpan di dalam bantal, guling atau kasur.
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
29/53
")
maupun dalam kaitannya dengan hubungan komunitas sosial
lainnya.
Gambar 1. Kondisi Rumah orang Belanda DepokSetelah Peristiwa Gedoran (1945)(koleksi: KITLV)
Pada 8 April 1949 pemerintah mengeluarkan Keputusan
Pemerintah Tentang Penghapusan Tanah-tanah Partikelir di seluruh
Indonesia dan memberlakukan Landreform (Undang-Undang
Agraria). Dengan dikeluarkannya keputusan tersebut, maka
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
30/53
#+
berakhir pula pemerintahan tanah partikelir Depok. 47 Sejak saat itu
Depok menjadi tanah Negara, dan termasuk dalam Kawedanaan
Parung, kabupaten Buitenzorg. Kawedanaan Parung dibagi menjadi
dua kecamatan yaitu Kecamatan Parung dan Kecamatan Depok.
Pusat kota berada di Pancoran Mas. Pusat kota kecamatan ini
seringkali diidentikkan dengan kota Depok lama. 48
Batas-batas wilayah Depok di sebelah utara berbatasan dengan
kecamatan Jagakarsa yang termasuk dalam wilayah DKI Jakarta, di
sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Semplak, di sebelah
timur berbatasan dengan Kecamatan Cimanggis, dan di sebelah
Barat berbatasan dengan Kecamatan Sawangan. 49 Kecamatan Depok
saat itu menaungi 21 desa dengan jumlah penduduk 76.874 jiwa.
Pesebaran penduduk di 21 desa itu dapat dilihat pada Tabel 1.
47 Lihat Akte Notaris Soeroyo, nomor 18 Tanggal 4 Agustus1952. Dalam akte notaris tersebut dikatakan bahwa para pemiliktanah Partikelir Depok melepaskan haknya secara sukarela kepadapemerintah. Sebagai kompensasi, pemerintah kemudianmemberikan uang sebesar Rp. 229.261,28 serta beberapa gedungdan tanah yang ada kaitannya dengan agama dan pendidikan.
48 Sebutan Depok Lama muncul ketika pada tahun 1976, dalamrangka mengurangi beban penduduk, pemerintah membangunPerumnas, pemukiman berskala besar di Depok. Kawasan Perumnaskemudian dikenal sebagai kawasan Depok Baru.
49 Pemda Tingkat II Kabupaten Bogor, Rencana Kota Depok,Kompilasi Data I, Kerjasama dengan Direktorat Tata Kota dan TataDaerah Dirjen Cipta Karya-Dep. PUTL, Bogor, t.t., hlm. 24.
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
31/53
#*
Tabel 1. Penduduk Kecamatan Depok (1961)
KecamatanDepok
DesaJumlah
pendudukLaki-laki
JumlahPenduduk
Perempuan
Jumlah KategoriBPS
(Desa,Kota)
Bojonggede 2.267 2.178 4.445 DKedungWaringin
1.498 1.513 3.011 D
Tanjong 598 639 1.237 D Tajurkalang 1.320 1.376 2.696 DKalisuren 1.129 1.125 2.254 DCimanggis 2.985 2.983 5.968 KCilodong 2.034 1.952 3.986 D
Citayam 2.396 2.380 4.776 DKukusan 1.347 1.258 2.605 DRangkepanjaya 1.284 1.211 2.495 DMampang 1.226 1.289 2.506 DCipayung 2.499 2.445 4.944 DPabuaran 2.188 2.117 4.305 DSusukan 1.471 1.406 2.877 DRatujaya 1.241 1.246 2.487 D
Tanah Baru 1.304 1.370 2.674 DSukmajaya 3.230 3.240 6.470 KPancoran Mas 5.040 5.073 10.113 KKemiri Muka 916 908 1.824 DBeji 1.430 1.416 2.846 D
Pondok Cina 1.190 1.165 2.355 D(Sumber: Sensus Penduduk 1961 Penduduk Desa Jawa. Buku I: DKI
Jakarta dan Jawa Barat (Pusat Penelitian dan StudiKependudukan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan BiroPusat Statistik 1980), hlm 76-78.
Tabel 1 menunjukkan bahwa pesebaran penduduk di Kecamatan
Depok tidak merata, dan jumlah penduduk terbesar ada di desa
Pancoran Mas. 50 Mengenai hal ini, dalam sensus 1961, BPS
50 Pancoran Mas, merupakan pusat kegiatan pemerintahan dankeagamaan sejak 1860-an hingga 1950-an.
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
32/53
#"
mendefinisikan bahwa suatu daerah disebut sebagai kota jika
mempunyai penduduk lebih dari 5.000. Dengan demikian maka pada
tahun 1961, konsentrasi kepadatan penduduk berada di wilayah
Cimanggis, Sukmajaya, dan Pancoran Mas. Sebagai suatu kota,
daerah tersebut mempunyai kepadatan yang cukup tinggi, dan
beberapa fasilitas perkotaan sudah tersedia. Sementara daerah
lainnya seperti Rangkapan Jaya, Rangkapan Jaya Baru dan
Mampang, adalah daerah yang terletak di sekitar tanah partikelir
Depok, dan merupakan perkampungan dengan tingkat kepadatan
penduduk rendah. Realitas ini menyebabkan pesebaran penduduk
ke daerah-daerah itu relatif kecil.
C. Masyarakat
Masyarakat di kawasan Depok merupakan masyarakat yang
kompleks, baik dari segi kultural, agama, status, sosial dan ekonomi.
Menurut R.Z. Leirissa, kedudukan seseorang dalam masyarakat
ditentukan oleh jauh dekatnya orang tersebut dari simbol-simbol
kekuasaan kolonial. 51 Kekuasaan kolonial disini bisa berupa
administrasi pemerintahaan kolonial, ekonomi kolonial, para
51 R.Z. Leirissa, Sejarah Masyarakat Indonesia, Jakarta:Fakultas Ilmu Politik dan Ilmu Sosial, 1981), hlm. 9.
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
33/53
##
gubernur jenderal dan para pejabat birokrasi. Berdasarkan hal
tersebut, masyarakat Depok dapat digolongkan menjadi tiga golongan
yaitu: (1) Belanda Depok, (2) Orang kampung, dan (3) pendatang.
1. Belanda Depok
Belanda Depok 52 adalah sebutan bagi masyarakat yang
tinggal di tanah partikelir Depok, yang terbentuk sekitar abad ke-18
dari berbagai etnis di Indonesia. Dalam pembentukan masyarakat
tersebut terjadi percampuran identitas antar etnis di kalangan budak
yang diperjualbelikan.
Graafland, pada 1891 mencatat bahwa sulit untuk
menggolongkan kaum Depokkers ini dengan orang pribumi, karena
komposisi mereka sejak awal sudah bercampur dari berbagai suku
52 M. Buys dalam artikelnya yang berjudul Depok, dan dimuatdalam De Indische Gids, vol. II, 1890, seperti yang dikutip oleh LanceCastle, mendeskripsikan orang Depok sebagai berikut: Penampilanpara pria kurang menarik, mereka mengenakan pakaian menurutgaya yang mirip orang Eropa, banyak di antara mereka yangmenghabiskan waktu mereka untuk tidak melakukan apa-apa.Mereka yakin bahwa para pemilik tanah tidak layak untuk bekerjamengolah lahan dan secara umum pekerjaan kasar diberikan kepadaorang-orang non Kristen. Kebencian terhadap pekerjaan kasarinikadangkala didasarkan pada kebanggaan terhadap kepercayaanKristen mereka. Mereka sedapat mungkin menempatkan diri merekasejajar dengan orang-orang Eropa di Hindia, yang hanya sesekalimelakukan pekerjan kasar yang sesungguhnya. Lihat Lance Castle,The Ethnic Profile of Djakarta dalam Indonesia , vol. 3, April 1967(Ithaca: Modern Indonesia Project Cornell University), hlm 204 .
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
34/53
#$
bangsa, kemudian dengan masuknya wanita-wanita asing seperti
Melayu, Sunda, Jawa, dan Eropa, terjadi perccampuran darah
(perkawinan) diantara mereka. 53
Istilah Belanda Depok muncul karena gaya hidup mereka yang
ke-belanda-belandaan. Mereka mendapat persamaan hak dengan
orang Eropa. Mereka bisa sekolah di sekolah yang diperuntukkan
bagi orang Belanda, berbicara memakai bahasa Belanda, dan gaya
hidupnya mengikuti orang Eropa. 54 Hal ini terjadi karena, pertama,
orang-orang Belanda Depok tersebut tumbuh bersama dengan
kebiasaan Eropa. Alasan lain mengapa mereka mempunyai gaya
hidup yang demikian karena mereka yang memeluk agama yang
sama dengan pihak penguasa, akan mendapatkan keistimewaan,
seperti kesempatan bersekolah, dan kemungkinan untuk bekerja di
instansi pendidikan sebagai guru agama. 55
Untuk mengikis perbedaan antara mereka dan orang Eropa,
mereka mengajukan permohonan untuk menggunakan bahasa
53 Graafland, Land-en Volkenkunde van Nederlandsche Indie- Depok: Eene etnografische studie, dalam Mededeelingen van weegehet Nederlandsche Zendelingengenootschap, deel XXXV. (Rotterdam,1891), hlm. 15.
54 J.W. de Vries, op.cit ., hlm. 232.55 Jean Gelman Taylor, Kehidupan Sosial di Batavia: Orang
Eropa dan Eurosia di Hindia Timur (Jakarta: Masup Jakarta, 2009),hlm. 86-87.
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
35/53
#%
Belanda sebagai bahasa pengantar di sekolah Depok. Motivasi
permohonan itu sebenarnya adalah agar mereka bisa semakin dekat
dengan orang Eropa.
Hasil Penelitian Vries menunjukkan bahwa penggunaan
bahasa Belanda di Depok cukup meluas seperti yang ditunjukkan
dalam Tabel 2 berikut ini:
Tabel 2. Bahasa yang digunakan oleh keturunan Belanda Depok di
rumah, dan dalam pergaulan sehari-hari (dalam %)
Lahir antaratahun:
Bahasa Belanda BahasaIndonesia 56
BahasaCampuran (Ind.+ Bld)
1896 1915 14 45 411916 1935 7 60 331936 1955 0 70 30
(Sumber: J.W. de Vries. Depokkers: Geschiedenis, Sociale Structuuren Taalgebruik van Ge &ssoleerde Gemeenschap, dalamBKI, 1976, deel 132, hlm. 242).
Penggunaan bahasa Belanda dianggap penting oleh pihak
pemerintah kolonial, karena menandakan kesetiaan politik dan
kepercayaan terhadap agama Kristen. 57 Fenomena tersebut
menunjukkan bahwa komunitas Belanda Depok merupakan
56 Bahasa Indonesia dalam tabel 2, hendaknya dibaca bahasaMelayu Pasar, meskipun penelitian ini diterbitkan pada 1976, namuntidak diketahui pasti kapan data tersebut diperoleh. Jika dilihat daritahun lahir maka istilah bahasa Indonesia belum ada.
57 Ibid., hlm. 43.
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
36/53
#&
komunitas yang eksklusif jika dibandingkan dengan komunitas lain
yang berada di sekitar Depok (Betawi Ora ). Namun identitas mereka
mulai bergeser pasca kemerdekaan.
Pergeseran ini terus berlanjut, terutama pada 1977 ketika
Perumnas Depok mulai dipenuhi oleh orang Jakarta. Bahasa Belanda
yang semula menjadi status simbol mereka mulai berangsur hilang.
Penggunaan bahasa Belanda di Depok, setelah kemerdekaan
berangsur-angsur menurun, dan hanya digunakan dalam situasi
tertentu.
Amri Marzali menyebut keadaan ini sebagai Krisis Identitas.
Menurut Amri, krisis identitas ini dimulai ketika masyarakat Belanda
Depok sengaja memupuk orientasi mereka kepada kelas penguasa
kolonial Belanda untuk mempertahankan identitas dan status
sosialnya.
Masa penjajahan Jepang dan kemerdekaan Indonesia telah
menghancurkan kejayaan masa lampau komunitas ini. Arah
orientasi menjadi kabur bersama kepergian penguasa kolonial
Belanda. Runtuhnya status sosial, mental, dan politik melengkapi
kehancuran orientasi mereka. Yang tersisa hanya kebingungan
dalam mempertanyakan diri sendiri, siapa dan di mana tempat
mereka dalam masyarakat Indonesia yang majemuk ini.
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
37/53
#'
Kaum Belanda Depok yang pada masa kolonial selalu berusaha
mengidentifikasikan dirinya sebagai orang Belanda, ketika Indonesia
merdeka, mereka mulai mengidentifikasikan dirinya sebagai orang
Indonesia asli. Mereka tidak suka disebut Belanda Depok, dan lebih
senang disebut sebagai orang Depok. 58
Sebutan lain untuk mereka yang tergabung dalam komunitas
Kristen Depok adalah orang Depok Asli. 59 Istilah ini muncul di
kalangan komunitas Kristen Depok karena mereka adalah pemegang
surat tanah asli Depok. Disamping itu, masih ada sebutan lain
untuk mereka, yaitu orang Depok Dalam. Istilah Depok Dalam
muncul karena permukiman orang-orang Belanda dan para mantan
budak sebagian besar tidak berada di sepanjang jalan utama
Permukiman mereka berada pada jarak kurang lebih lima kilometer
58 Amri Marzali,Krisis Identitas Pada Orang Depok Asli , dalamBerita Antropologi , Tahun VII, Nomor 22, Juli 1975, hlm. 55-74. Lihat
juga Boy Loen, Kami Protes Disebut Belanda Depok, dalam PosKota , 10 April 2005.
59 Argumentasi mereka, untuk menyebut dirinya orang DepokAsli, karena mereka adalah pemilik tanah partikelir. Sementara orangdi sekitar kawasan tanah partikelir disebut orang Depok Asal,meskipun keberadaan mereka di Depok jauh sebelum kehadiranorang asing ke Depok, akan tetapi mereka bukan pemegang hak atastanah Depok. Wawancara dengan Eduard Loen, 28 Februari 2008.Hal yang sama juga disampaikan oleh Anton Loen, 9 Maret 2010.
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
38/53
#(
dari jalan besar. 60 Mengenai letak permukiman mereka dapat dilihat
pada peta 2 dan 3 berikut ini.
Jika peta 2 digabungkan dengan peta 3, maka akan tampak
tata ruang di kecamatan Pancoran Mas, yang menunjukkan
permukiman di Jl. Dahlia merupakan salah satu permukiman
dengan kategori pedalaman. Permukiman lain yang terletak satu area
dengan permukiman Jl. Dahlia adalah permukiman di Jl. Kamboja
dan permukiman di Jl. Bungur. Kondisi permukiman yang tidak
terletak di jalur jalan utama menjadi salah satu sebab komunitas
Belanda Depok disebut juga sebagai komunitas Depok Dalam.
60 Star Weeklly, 6 Februari 1954.
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
39/53
#)
Peta 2. Pola Pemukiman di Kecamatan Pancoran Mas 61 (Sumber: Dinas Tata Kota, Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
Kawasan Depok Lama, Laporan Akhir, 2003, hlm. 43).
Keterangan:
Permukiman pedalaman lainnya terletak di Jl. Kenanga, Jl.
Cempaka, dan Jl. Melati serta kompleks pemukiman di Jl. Pemuda,
yang merupakan pusat kota di Kecamatan Pancoran Mas.
61 Lihat juga Lampiran 10.
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
40/53
$+
Peta 3. Permukiman Pedalaman
(Sumber: Dinas Tata Kota, Kota Depok, Rencana Tata Bangunan danLingkungan Kawasan Depok Lama, Laporan Akhir, 2003,hlm. 38).
2. Orang Kampung
Orang Kampung, adalah sebutan bagi mereka yang tinggal di
kampung-kampung disekitar Depok, yaitu kampung Blimbing,
Malele, Lion, Pitara, Kapupu, Rawadeno, Pulow, Grogol dan
Parungbingung. Mereka beragama Islam, serta tidak mengenal
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
41/53
$*
pendidikan Barat. 62 Mereka telah tinggal di kampung-kampung itu
sejak sebelum Depok dibeli oleh Cornelis Chastelein. Mereka
kebanyakan berasal etnis Sunda, Jawa, dan Betawi Ora
(pinggiran) 63 , dan tinggal kampung-kampung di sekitar Depok secara
turun temurun. Mata pencaharian orang kampung ini antara lain
adalah sebagai petani sawah, petani buah-buahan, buruh kasar di
Kampung Bandan, Batavia atau di industri gerabah di Kampung
Lio. 64 Di antara mereka ada juga yang bekerja pada keluarga
Belanda Depok , sebagai babu (sebutan untuk pembantu rumah
62 Istilah kampung, awalnya dimaksudkan untuk menyebuttempat tinggal atau kompleks perumahan orang orang pribumi(inlander ) yang dianggap kurang mampu. Lihat Budihartono, PolaPermukiman di Jakarta, dalam Masyarakat . Jurnal Sosiologi.Diterbitkan atas kerjasama Jurusan Sosiologi FISIP-UI denganPenerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993). hlm. 26.
63 Masyarakat Betawi, merupakan masyarakat yang tinggal dikawasan Jakarta. Seiring dengan berjalannya waktu, jumlah merekadi Jakarta semakin berkurang, karena tergusur ke wilayah sekitar
Jakarta seperti Bogor, Tangerang, dan Bekasi, sebagai akibat daripembangunan di pusat kota Jakarta. Kepindahan mereka ke daerahpinggiran kota Jakarta menjadikan wilayah Botabek sebagai wilayahbaru budaya Betawi. Kepindahan mereka ke daerah pinggiranmenyebabkan terbentuknya stratifikasi sosial antara Betawi
gedongan, dan Betawi pinggiran. Wawancara, Prof Dr. YasmineShahab, Depok, 19 September 2014.
64 J. Tideman, Penduduk Kabupaten-kabupaten Batavia,Meester Cornelis, dan Buitenzorg, dalam Nalom Siahaan dan J.B.Soreharsa (ed), Tanah dan Penduduk di Indonesia . (Jakarta: Bhratara,1985), hlm. 72
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
42/53
$"
tangga perempuan), koki (tukang masak) atau jongos (sebutan untuk
pembantu laki-laki). 65
Tempat tinggal mereka dibuat menurut model rumah-rumah
kampung yang dijumpai di sekitar Batavia. 66 Bentuk rumah itu
adalah rumah panggung, semi permanen, dengan bahan dasar
bambu, dan beratapkan daun kelapa atau rumbia. Sementara
dindingnya terbuat dari anyaman bambu. Berikut ini adalah contoh
rumah orang kampung pada abad ke-19.
Tata cara kehidupan orang kampung, mirip dengan kehidupan
orang Betawi terutama dalam dialek bahasanya. Meskipun lokasi
tempat tinggalnya berada di Jawa Barat. Komunikasi dengan
komunitasnya dilakukan dengan mempergunakan bahasa Betawi,
campur Sunda, sementara komunikasi dengan sinyo-sinyo, yang
menjadi majikannya, dipergunakan bahasa Melayu-Jakarta. 67
65 Wawancara dengan Bapak Naam, yang menyebut kerabatdan orang-orang kampung lainnya sebagai orang Betawi pinggiran,14 Januari 2004, dan 3 September 2004. Dikatakan bahwa orangtuanya bekerja sebagai pemelihara hewan pada keluarga TuanRichard dan Nyonya Lies, di dekat Rumah Sakit Harapan, ngangonkebo , demikian istilah yang digunakan untuk menyebut pekerjaanayahnya, sebagai penggembala kerbau. Imbalan ngangon kebodiberikan setelah 15 tahun bekerja, dalam bentuk satu ekor kerbauatau sapi yang di- angon- nya.
66 Graafland , op.cit., hlm. 1167 Ibid.
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
43/53
$#
Gambar:4. Bentuk Rumah orang Kampung di pinggiran Batavia(abad-19) . (Susan Blackburn, Jakarta: Sejarah 400 Tahun, Jakarta:Masup Jakarta, 2011, hlm. 93).
Orang Kampung biasanya tidak pernah mengenyam bangku
sekolah. Semua urusan yang berkaitan dengan hal-hal yang legal,
digunakan cap jempol sebagai pengganti tanda tangan. Pendidikan
yang mereka peroleh adalah pendidikan agama Islam di langgar atau
surau di sekitar rumahnya, yang bentuknya sangat sederhana dan
dapat dilihat pada Gambar 5 berikut: .
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
44/53
$$
Gambar 5. Surau, Tempat Belajar Agama Islam (abad 19)(Sumber: Susan Blacburn, Jakarta: Sejarah 400 Tahun,
Jakarta: Masup Jakarta, 2011, hlm. 91)
Hal-hal tersebut merupakan salah satu ciri khas orang Betawi.
Ciri khas lainnya adalah, pertama , mereka beragama Islam yang
cenderung fanatik. Mereka tidak mau mengikuti pendidikan Barat,dan lebih mengirimkan anak-anaknya ke pesantren. Kedua , mereka
berbicara dalam bahasa mereka sendiri, sebuah dialek Melayu yang
khas. Meskipun penggunaan bahasa di wilayah tersebut didominasi
oleh bahasa Sunda. 68
68 Mengenai etnis Betawi lebih lanjut lihat Budiaman, FolkloreBetawi . (Jakarta: Pustaka Jaya, 1979). Lihat juga Pauline D. Milone,Queen City of the East: The Methamorphosis of a Colonial Capital,Unpublished PhD Dissertation University of California, 1966, hlm.250-263. Wawancara dengan Prof. Dr. Yasmine Shahab, Depok 19September 2014.
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
45/53
$%
J. Tideman menyebut orang kampung ini dengan sebutan
Betawi Ora, 69 yang sifatnya berlainan sekali dengan nenek
moyangnya yang berasal dari daerah lain. Bahasa yang digunakan
mendapat pengaruh dari bahasa Cina, Jawa, Sunda dan Betawi
yang nampak pada tabel 3.
Tabel 3. Contoh kata-kata dalam bahasa Betawi Ora
Kata Arti dalam bahasa IndonesiaDoang SajaMadang MakanMingser Minggir, bergeserEncang Saudara dari bapak/ibuOra TidakEmbung Tidak mau
Jigo, gocap, cepe, Dua puluh lima rupiah, limapuluhrupiah, seratus rupiah
Tumben Tidak seperti biasaNgembat Mengambil tanpa ijinRombeng Usang
(Sumber: Sriyamto, dkk., Bunga Rampai Kota Depok. Depok: PanduKarya, 2002, hlm 43).
69 J. Tideman, op.cit., hlm. 56. Menurut Prof. Dr. YasmineShahab, Antropolog UI, ahli Betawi, istilah Betawi Ora digunakanuntuk menyebut orang Betawi yang tinggal di pinggiran. Lebih lanjutdikatakan bahwa dari konsep Betawi Ora, menunjukkan ada BetawiKota yang seringkali disebut sebagai Betawi Gedongan. Wawancaradengan Prof Yasmine Shahab, di Departemen Antroplogi FISIP UI,Depok, 19 September 2014.
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
46/53
$&
Contoh kata-kata dalam bahasa Betawi Ora tersebut
menunjukkan terjadi serapan kata antara lain dari bahasa asing
(Cina) untuk menyebut mata uang, dan bahasa daerah (Jawa:
madang ; Sunda: embung ).
3. Pendatang
Golongan pendatang, dapat dikelompokkan dalam empat
kelompok yaitu: Pertama, orang Eropa, dan Indo Eropa, mereka
biasanya pensiunan pegawai Belanda yang mencari ketentraman dan
kedamaian hidup di masa tuanya. Depok yang terletak di pinggiran
kota Batavia dirasakan cocok untuk mereka, karena jauh dari
kesibukan kota besar. Dengan dibukanya jalur kereta api pada
1868, 70 orang-orang Eropa mendapatkan kemudahan untuk pergi ke
Batavia. Permukiman mereka terkonsentrasi di Jl Kenanga, Jl.
Cempaka, Sumur Batu, Jl. Mawar, Jl. Flamboyan, dan Jl. Melati.
Permukiman kolonial kemudian berkembang ke arah Jl. Kartini, dan
sekitar Jl. Citayam.
70 ANRI, Gouvernement Besluit 27 Maret 1868 no. 1, bundleAlgemeen Secretarie. Keputusan ini disahkan dengan Staatsblad vanNederlandsch Indie over het jaar 1869 nomor 52.
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
47/53
$'
Gambar. 6. Bentuk Rumah Bergaya Indo Eropa denganpilar-pilar kokoh (Koleksi Pribadi, 2003)
Berbeda dengan rumah milik orang kampung, rumah milik
orang Eropa dan Indo Eropa 71 dibangun dengan material yang baik,
dindingnya terbuat dari batu bata, dengan atap genting, dilengkapi
dengan pilar-pilar kokoh dibangun dengan jarak yang agak longgar,
dengan pekarangan yang cukup luas, yang antara lain ditanami
pohon kenari. 72
71 Orang-orang Indo Eropa adalah mereka yang lahir dariperkawinan antara orang Eropa, (orang Belanda) dengan orangpribumi. Hal ini bisa terjadi karena VOC tidak menganjurkan parapegawainya untuk membawa isteri Eropa mereka. Lihat SusanBlackburn, op.cit., hlm.27-32. Lihat juga Pradipto Niwandhono, YangTer(di)lupakan: Kaum Indo dan Benih Nasionalisme Indonesia. (Yogyakarta: Penerbit Djaman Baroe, 2011), hlm. 45-50.
72 Depok, dalam Mededeelingen van wege het NederlandscheZendelinggenootschap, XXXV, 1891, hlm. 4-5 . Mengenai hal ini dokter
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
48/53
$(
Golongan kedua adalah para pendatang yang berasal dari
daerah-daerah di Indonesia seperti Ambon, Menado, Irian dan lain-
lain. Mereka ini adalah para murid dari Sekolah Seminari Depok
yang dibuka pada tahun 1873. Kehadirannya di Depok untuk
mengikuti pendidikan menjadi guru sekolah dan guru injil. Sebagai
penginjil mereka diharapkan menjadi pendeta pembantu bagi
pendeta yang berasal dari Eropa. Seminari di Depok pada tahun 1890
seperti pada tahun sebelumnya menampung 34 orang siswa,
termasuk 5 orang Dayak, 2 orang Jawa, 4 orang Sunda, 12 orang
Batak, 10 orang Sangir dan 1 orang Ambon. 73 Gambar 5 berikut ini
menunjukkan bangunan sekolah seminari yang merupakan
bangunan permanen, dan para siswanya mengenakan pantalon.
Kondisi ini berbeda jauh dengan bentuk bangunan tempat belajar
agama Islam dan gaya berpakaian orang kampung yang disajikan
dalam gambar 5.
Arman Jonathans menuturkan bahwa rumahnya adalah bekasrumah orang Indo/Eropa, yang dibangun pada abad ke 19. Tahun
pembangunan rumah tersebut dapat dilihat di tembok bagian atasrumah, misalnya Anno 1865. Wawancara dengan dokter Arman
Jonathans, Kompleks Pelni, 18 Januari 2001.
73 ANRI, Algemeen Verslag van Residentie Batavia over het jaar1890, dalam bundle Batavia.
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
49/53
$)
Gambar 7. Sekolah Seminari Depok (Abad ke-19),terletak di Jl. Stasiun Lama ( Koleksi Yano Jonathans)
Golongan ketiga, adalah orang Cina. Mereka hadir di Depok
sejak abad ke 18, dan bermukim di daerah Pondok Cina. 74 Mereka
adalah pedagang-pedagang di pasar Depok, yang mondok di daerah
tersebut sehubungan dengan adanya larangan bagi orang Cina untuk
tinggal di kota Depok. Orang Cina dilarang tinggal di Depok karena
mereka dianggap sebagai sumber kerusuhan. Mereka juga dikenal
74 Pondok Cina, awalnya merupakan kawasan perkebunankaret, dan pertanian. Kawasan ini merupakan tempat transitpedagang Cina yang berdagang di pasar Depok. Lihat Sinergi Online.Indonesian Chinese Magazine, 27 Januari 2001. www.tripod.com.Diunggah tanggal 2 Februari 2001, pukul 15.30.
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
50/53
%+
sebagai orang yang suka meminjamkan uang dengan bunga tinggi.
Larangan tersebut tercantum dalam surat wasiat yang ditulis oleh
Cornelis Chastelein.
Mereka hanya diizinkan berdagang pada waktu siang hari.
Apabila matahari telah terbenam mereka berbondong-bondong
meninggalkan kawasan Depok. Mereka tak mungkin pulang ke
Glodok (permukiman Cina di Batavia). Mereka kemudian tinggal di
Kampung Bojong, disekitar rumah tua Pondok Cina yang letaknya
kurang lebih lima kilometer dari Depok.
Rumah Tua Pondok Cina didirikan dan dimiliki oleh seorang
arsitek Belanda. 75 Pada pertengahan abad ke-19 rumah tersebut
dibeli oleh Lauw Tek Tjiong, saudagar Cina yang kemudian
mewariskannya kepada anaknya, Lauw Tjeng Shiang, seorang
Kapiten Cina. Di sekitar rumah tua ini terdapat perkebunan karet
dan persawahan, yang awalnya dihuni lima keluarga yang semuanya
keturunan Cina. Mereka ini selain berdagang ada juga yang bekerja
sebagai petani di sawah milik mereka serta bekerja di ladang kebun
karet milik tuan tanah orang-orang Belanda.
75 J. Hageman, Overzicht van Java op Het Einde derAchtiende Eeuw, dalam TBG , jilid IX, tahun 1960, hlm. 365.Selanjutnya, pada pertengahan abad -19, Pondok Cina dijual kepadaLauw Tek Tjiong.
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
51/53
%*
Gambar 8. Rumah Tua Pondok Cina, di Jl. Margonda Raya(Koleksi Pribadi, 1995)
Tidak semua pedagang Cina mondok di Pondok Cina, diantara
mereka ada juga yang tinggal di Cisalak. Mereka menganut ajaran
Konghuchu, dan mayoritas berasal dari daerah propinsi Fu Jian,
Cina Selatan. Mereka disebut orang Hokian.
Golongan terakhir adalah orang-orang yang datang ke daerah
ini setelah pengakuan kedaulatan. Mereka terdiri dari berbagai suku
bangsa. Pada umumnya kedatangan mereka adalah untuk mencari
nafkah. Termasuk pula ke dalam golongan ini adalah pendatang-
pendatang baru dari Jakarta ketika Perumnas Depok dibuka pada
tahun 1978.Ketika kekuasaan Hindia Belanda berakhir, Pemerintah
Balatentara Jepang menguasai Indonesia. Namun karena
kekurangan tenaga SDM, Tanah Partikelir Depok dibiarkan tanpa
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
52/53
%"
pengawasan, dan tetap berada di bawah Het gemeente van Het
Particulir Landrijen Depok. Pengurus gemeente bertindak sebagai tuan
tanah dan memiliki kewenangan seperti yang tercantum dalam
Staatsblad tahun 1836 nomor 19 terhadap mereka yang tinggal di
atas tanahnya.
Pada tahun 1945, Jepang mengakhiri penjajahannya di
Indonesia, dan Depok kemudian menjadi bagian dari negara Republik
Indonesia. Dalam perkembangan selanjutnya, pada 1952, tanah
partikelir Depok dikembalikan ke Pemerintah Republik Indonesia.
Meskipun tanah partikelir ini telah dikembalikan, namun Depok
masih menyisakan permasalahan yaitu status penduduk Eropa.
Berdasarkan Konferensi Meja Bundar pada akhir Desember 1949.
Orang Eropa diberi waktu dua tahun untuk memutuskan apakah
mereka menjadi orang Indonesia atau tetap menjadi warga negara
Belanda. 76
Sebagian besar dari mereka memilih tetap menjadi
warganegara Belanda, dan kemudian meninggalkan Indonesia
dengan bantuan Belanda. Keputusan tersebut diambil karena rasa
takut akan kehilangan status dan pendapatan dalam Republik
Indonesia, ditambah insentif finansial dari Belanda telah ikut
76 Susan Blackburn, op.cit., hlm. 254-256.
7/25/2019 Depok Dan Masyarakatnya Hingga Awal Abad Ke-20
53/53
menentukan nasib mereka. Pada tahun 1956, jumlah penduduk
Eropa di Jakarta ada sekitar 17.000 jiwa. Namun akibat gerakan
anti Belanda yang terus menerus dilakukan oleh rakyat Indonesia,
ditambah dengan penolakan Belanda untuk menyerahkan Irian
Barat pada tahun 1961, maka jumlah penduduk Belanda di Jakarta
hanya tersisa 530 jiwa. 77
Sejalan dengan kondisi politik di Jakarta, sebagian besar
Belanda Depok juga ikut hijrah bersama orang Eropa yang masih
tersisa, dan menjadi warganegara Belanda. Sementara sisanya, yang
tergabung dalam 11 keturunan para mardijkers Depok, tetap memilih
untuk tinggal dan menjadi warganegara Indonesia.
Dari pembahasan pada bagian ini nampak bagaimana
keunikan Tanah Partikelir Depok, dengan penduduk yang mayoritas
beragama Kristen, dan letaknya menjadi strategis ketika Buitenzorg
dijadikan tempat tinggal gubernur jenderal. Letaknya yang strategis
ini, dalam perkembangan selanjutnya menyebabkan keberadaan
Depok mulai diperhitungkan oleh Jakarta, antara lain sebagai kota
penunjang bagi Jakarta.