Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PENELITIAN STIMULUS
UNIVERSITAS NASIONAL
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS SARI KURMA DAN MADU
TERHADAP KENAIKAN KADAR HB PADA IBU HAMIL
TRIMESTER III
PENGUSUL
Dr. Retno Widowati., M. Si
PUSAT KAJIAN BIOTEKNOLOGI
UNIVERSITAS NASIONAL
2019
DENGAN BANTUAN BIAYA DARI UNIVERSITAS NASIONAL
iii
ABSTRAK
Latar Belakang : Rendahnya kadar konsentrasi hemoglobin berdasarkan nilai ambang batas
dapat menyebabkan terjadinya anemia. Ibu hamil trimester III oleh pemerintah sangat dijaga
kondisi kesehatannya, salah satunya adalah pencegahan anemia, yang dilakukan dengan
pemberian tablet Fe. Namun demikian data menunjukkan bahwa ibu hamil trimester III masih
ada yang menderita anemia dan hal ini sangat membahayakan baik ibu maupun janinnya.
Tujuan : membandingkan pengaruh pemberian sari kurma dan madu hutan Apis dorsata
terhadap kenaikan kadar hemoglobin pada ibu hamil.
Metodologi : Penelitian menggunakan desain quasi experiment dengan rancangan non
equaivalent control group design. Sampel meliputi 30 ibu hamil trimester III. Tempat
penelitian di Puskesmas Pandeglang. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode
systematic sampling. Subjek penelitian sebanyak 15 orang meminum sari kurma dan 15
orang meminum madu selama 30 hari. Hb diukur dengan menggunakan Esy Touch. Uji
statistik yang digunakan adalah Paired T-Test.
Hasil Penelitian : menunjukkan rata-rata kenaikan kadar hemoglobin pada ibu hamil yang
mengkonsumsi sari kurma sebesar 0,1 gr/dL. Adapun ibu hamil yang mengkonsumsi madu
naik sebesar 0,47 gr/dL. Dari hasil perhitungan menggunakan uji Paired T-Test didapatkan p-
value = 0,000 (p-value < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan antara pemberian sari kurma dan madu terhadap kenaikan kadar hemoglobin pada
ibu hamil
Kesimpulan : Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan antara pemberian sari kurma dan madu terhadap kenaikan hemoglobin pada ibu
hamil.
Saran : untuk ibu hamil sebagai penanganan pada anemia yang lebih alami dengan
mengkonsusmi kurma dan madu sehingga meningkatkan kadar hemoglobin serta lebih
ekonomis dan praktis.
Kata Kunci : Sari Kurma, Madu, Hemoglobin.
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang, atas
kehendakNya kegiatan Penelitian dengan judul “Perbandingan Efektivitas Sari Kurma
Dan Madu Terhadap Kenaikan Kadar Hb Pada Ibu Hamil Trimester III.” dapat
terlaksana dengan baik. Kegiatan penelitian ini merupakan salah satu kegiatan pada Fakultas
Ilmu Kesehatan serta mendapat pendanaan dari Universitas Nasional melalui Bantuan
Stimulus Penelitian.
Berkaitan dengan selesainya kegiatan penelitian ini, penghargaan dan terima kasih
yang sebesar-besarnya disampaikan kepada :
1. Wakil Rektor Bidang Penelitian, Pengabdian Masyarakat dan Kerja Sama / Ketua
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Nasional Prof. Dr.
Ernawati Sinaga, MS. Apt., yang telah memfasilitasi pelaksanaan penelitian ini.
2. Saudara N. Desi Suarsih yang telah memberi banyak bantuan dalam pelaksanaan
penelitian ini
3. Semua pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih atas
bantuannya.
Penelitian ini masih ada kekurangannya, namun demikian, semoga hasil penelitian ini
dapat bermanfaat dan dapat dikembangkan di masa yang akan datang untuk kemajuan
Pemanfaatan Tanaman Obat di Indonesia
Jakarta, 9 Juli 2020
Peneliti
Dr. Retno Widowati, M.Si.
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... ii
ABSTRAK ................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ............................................................................... iv
DAFTAR ISI .............................................................................................. v
DAFTAR TABEL ..................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................. 1
B. Kerangka Teori ............................................................. 4
C. Rumusan Penelitian ...................................................... 5
D. Tujuan Penelitian .......................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anemia .......................................................................... 6
B. Zat Besi ......................................................................... 9
C. Hemoglobin ................................................................... 13
D. Buah Kurma ................................................................. 17
E. Madu ............................................................................. 20
F. Perbedaan Kandungan Madu Dan Sari Kurma ............ 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain dan Rancangan Penelitia ................................... 26
B. Waktu dan Tempat Penelitian ....................................... 26
C. Populasi dan Sampel ..................................................... 26
D. Alat dan Bahan .............................................................. 27
E. Cara Kerja ..................................................................... 27
vi
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil .............................................................................. 28
B. Pembahasan ................................................................... 30
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................... 33
B. Saran ............................................................................. 33
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 34
vii
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Tabel Halaman
2.1 Kandungan Madu Murni ......................................................................... 22
2.2 Kandungan Murni ................................................................................... 22
2.3 Perbedaan Kandungan Madu Dan Sari Kurma ....................................... 25
4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Kadar Hemoglobin Sebelum
Intervensi sari Kurma dan madu.............................................................. 28
4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Kadar Hemoglobin sesudah
Intervensi sari Kurma dan madu ............................................................. 28
4.3 Rata- Rata Perbedaan Kenaikan Kadar Hb Pada Kelompok Sari Kurma
Dan Madu ................................................................................................ 29
4.4 Perbedaan Rata-Rata Kadar Hemoglobin Sebelum dan Sesudah
Intervensi Pada Kelompok Sari kurma dan Kelompok Madu ................. 29
viii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Gambar Halaman
1.1 Kerangka Teori ..................................................................................... 4
2.1 Struktur Hemoglobin ............................................................................ 14
2.2 Sintesis Hemoglobin ............................................................................ 15
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi, anemia
defisiensi besi pada wanita hamil merupakan problema kesehatan yang dialami oleh
wanita diseluruh dunia terutama dinegara berkembang. Badan kesehatan dunia (World
Health Organization = WHO) melaporkan bahwa ibu-ibu hamil yang mengalami
defisiensi besi sekitar 35-75% serta semakin meningkat seiring dengan bertambahnya
usia kehamilan. Menurut WHO 40% kematian ibu dinegara berkembang berkaitan
dengan anemia pada kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut.
Hasil persalinan pada wanita hamil yang menderita anemia defisiensi besi adalah 12-
28% angka kematian janin, 30% kematian perinatal dan 7-10% angka kematian neonatal
(WHO, 2017).
Dari hasil Riset Kesehataan Dasar (RISKESDAS, 2018) jumlah ibu hamil yang
mengalami anemia paling banyak pada usia 15-24 tahun sebesar 84,6 %, usia 25- 34
tahun sebesar 33,7%, usia 35-44 tahun sebesar 33,6% dan usia 45-54 tahun sebesar 24%
(RISKESDAS, 2018).
Hanya berjarak 82 kilomenter dari kota Jakarta, provinsi Banten, mengalami
persoalan besar soal angka kematian ibu yang jumlahnya terbilang cukup tinggi, angka
tersebut disumbang oleh penyakit anemia "Tingginya angka kematian ibu di provinsi
Banten, sampai September 2018 sudah mencapai 49 kematian. Faktor terbesarnya
adalah karena anemia atau kurang darah (Kuntarso, 2018). Menurut Dinkes Kabupaten
Pandeglang angka kejadian anemia pada ibu hamil sebesar 49,55% (Dinkes Provinsi
Banten, 2018).
Anemia adalah suatu keadaan dimana tubuh memiliki jumlah sel darah merah
(eritrosit) yang terlalu sedikit, yang mana sel darah merah itu mengandung hemoglobin
yang berfungsi untuk membawa oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Anemia dalam
kehamilan adalah kondisi ibu hamil dengan kadar hemoglobin di bawah 11 gr% pada
trimester I dan III atau <10,5 gr% pada trimester II (Proverawati, 2013).
2
Salah satu penyebab tingginya prevalensi anemia pada ibu hamil yaitu kebutuhan
zat besi yang meningkat akibat perubahan fisiologi dan metabolisme pada ibu,
inadequate intake (utamanya zat besi, dan juga defisiensi asam folat dan vitamin B12),
gangguan penyerapan, infeksi (malaria dan kecacingan), kehamilan yang berulang,
thalasemia dan sickle cell disease, kondisi sosial, ekonomi, budaya dan pendidikan ibu
(Hidah, 2009).
Upaya pembangunan kesehatan gizi masyarakat sebagai bagian dari program
pembangunan nasional merupakan salah satu strategi yang tepat untuk dilaksanakan saat
ini. Yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan dan gizi masyarakat yang
optimal, dimana salah satu program yang akan dicapai adalah menurunkan prevalensi
empat masalah gizi utama yang ada di Indonesia, yang salah satunya adalah Anemia
Gizi besi (AGB) (Sinaga, 2005).
Pemerintah sudah mencanangkan program pemberian 90 tablet Fe selama masa
kehamilan, tetapi angka anemia masih saja tinggi. Pemberian makanan atau sari buah
yang kaya akan kandungan zat besi dan nutrisi lainnya menjadi salah satu alternaif
solusi untuk mencegah terjadinya anemia. Jenis – jenis makanan yang diperkirakan
dapat mencegah anemia di antaranya madu, jeruk, jambu biji merah, bit dan sari kurma
merupakan hasil olahan buah kurma yang memiliki kandungan zat besi sebesar 1,5 mg
per buah. Selain itu memiliki rasa enak dan digemari oleh segala kelompok usia. Sari
buah kurma yang kaya akan zat besi dapat meningkatkan kadar hemoglobin. Selain itu,
sari kurma juga mengandung protein, serat, glukosa, vitamin, biotin, niasin, asam folat,
kalsium, sodium dan potasium. Kadar protein pada sari buah kurma sekitar 1,8-2%,
kadar glukosa sekitar 50-57%, dan kadar serat 2-4% (Jahromi, 2007).
Madu odeng atau madu yang berasal dari hutan merupakan bahan alami dengan
kandungan nutrisi yang beragam dan dibutuhkan tubuh. Beberapa diantaranya seperti
fruktosa, vitamin C, vitamin B6, riboflavin, folat, zat besi, kalsium, forsfor, zinc,
magnesium, mangan, tembaga, natrium dan selenium. Semua mineral ini berperan
penting untuk menjaga fungsi tubuh agar berjalan dengan baik. Wanita hamil rentan
terkena mengalami anemia, biasanya tubuh akan memunculkan gejala, meski kadang
tak disadari. Gejala umumnya yaitu, kelelahan dan pusing. Dengan kandungan zat besi
di dalam madu mampu memproduksi sel darah merah untuk mengurangi gejala kurang
3
darah atau anemia. Penyakit anemia ini bisa diatasi dengan madu karena kandungan zat
besi dan berbagai vitamin serta nutrisi yang terdapat dalam madu (Dewi, 2018 ).
Penelitian yang pernah dilakukan tentang pemberian sari kurma (Phoenix
dactylifera) terhadap kadar hemoglobin pada tikus jantan galur wistar yang anemia
mendapatkan hasil bahwa kadar hemoglobin tikus yang defisiensi besi dan diberi sari
kurma dosis 50% dan 100% lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak diberi sari
kurma akan tetapi lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Hasil uji One Way Anova
pada penelitian menunjukkan pemberian sari kurma berpengaruh secara signifikan
(p<0,05) terhadap kadar hemoglobin darah tikus yang defisiensi besi (Zen, 2013).
Hasil studi pendahuluan di Puskesmas Pandeglang menunjukkan bahwa angka
anemia pada tahun 2018 di Desa Kadomas sebanyak 35 orang atau 35%. Angka ini
lebih tinggi dibandingkan dengan Desa lain yang ada di wilayah kerja Puskesmas
Pandeglang. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meninjau lebih lanjut pengaruh
pemberian sari kurma dengan kenaikan kadar hemoglobin dalam kehamilan. Hal ini
ditinjau dari faktor kandungan zat besi dan protein yang terdapat didalam sari kurma
yang diberikan kepada ibu hamil. Dalam penelitian ini, penulis mengambil judul
“Perbandingan efektivitas pemberian sari kurma dan madu dengan kenaikan kadar
hemoglobin pada ibu hamil.
4
B. Kerangka Teori
Gambar 1.1 Kerangka Teori Penelitian
Sumber: Rahmani (2014), Syahidatul, (2018) Roosleyn, (2016)
Status besi (haemoglobin, ferritin, transferrin)
Besi Fero
Fisiologi kehamilan 1. Peningkatan asupan
gizi 2. Peningkatan
kebutuhan zat besi 3. Perubahan volume
darah atau hemodilusi
4. Gangguan penyerapan zat besi
5. Kebutuhan vitamin C 85 mg perhari
Penyerapan zat besi
Anemia (Hb < 11gr%)
Mereduksi besi feri menjadi fero
Sari kurma
Faktor resiko anemia masa hamil 1. Gangguan
kelangsungan kehamilan (Abortus, Prematur)
2. Gangguan proses persalinan (Atonia uteri, inersia uteri)
3. Gangguan pada masa nifas (Subinvolusio uteri, produksi ASI rendah)
4. Gangguan pada janin (BBLR, mikrosomia)
Madu odeng
Peningkatan Kadar Hb
5
C. Permasalahan
1. Ibu hamil telah konsumsi tablet Fe setiap 1 kali per hari, namun masih banyak ibu
hamil yang memiliki kadar hemoglobin rendah.
2. Masih banyak ibu hamil trimester III yang menderita anemia.
3. Belum diketahui perbandingan efektivitas sari kurma dan madu dalam pemberian
tablet Fe terhadap peningkatan hemoglobin.
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Membandingkan efektivitas pemberian sari kurma dan madu untuk
meningkatkan kadar kenaikan hemoglobin pada ibu hamil trimester III di Wilayah
Kerja Puskesmas Pandeglang, Kabupaten Pandenglang, Provinsi Banten.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya rata-rata kadar hemoglobin pada ibu hamil trimester III sebelum
dan sesudah mengkonsumsi tablet Fe dan sari kurma di Wilayah Kerja
Puskesmas Pandeglang.
b. Diketahuinya rata-rata kadar hemoglobin pada ibu hamil trimester III sebelum
dan sesudah mengkonsumsi tablet Fe dan madu di Wilayah Kerja Puskesmas
Pandeglang.
c. Diketahuinya pengaruh konsumsi tablet Fe, sari kurma dan madu terhadap kadar
hemoglobin pada ibu hamil trimester III di Wilayah Kerja Puskesmas
Pandeglang.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anemia
1. Pengertian Anemia pada Ibu Hamil
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah masa eritrosit
(red cell mass), sehingga darah tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa
oksigen dalam jumlah yang cukup kejaringan perifer. Secara praktis, anemia
ditunjukkan oleh perubahan hemoglobin, hematokrit dan hitung eritrosit. Tetapi yang
paling lazim dipakai adalah kadar hemoglobin dan hematokrit (Maulina, 2015).
Anemia hamil disebut “potensial danger to mother and child” (potensial
membahayakan ibu dan anak). Oleh karena itulah anemia memerlukan perhatian serius
dan semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan pada masa yang akan dating
(Suryandari, 2015).
Anemia pada ibu hamil adalah kondisi dimana sel darah merah menurun atau
menurunnya hemoglobin, sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan
organ-organ vital pada ibu dan janin menjadi berkurang. Selama kehamilan, indikasi
anemia adalah jika konsentrasi hemoglobin kurang dari 10,5 sampai dengan 11,0 g/dL
(Roosleyn, 2016).
Dalam kehamilan terjadi peningkatan volume plasma darah sehingga terjadi
hipervolemia. Akan tetapi bertambahnya sel-sel darah merah lebih sedikit dibandingkan
dengan peningkatan volume plasma, sehingga terjadi pengenceran darah (hemodelusi).
Pertambahan volume darah tersebut berbanding sebagai berikut: plasma 30%, sel darah
18% dan hemoglobin 19%. Keadaan tersebut disebut sebagai anemia fisiologis
(Roosleyn, 2016).
Penyebab anemia defisiensi zat besi pada ibu hamil adalah kekurangan zat besi
dapat terjadi karena tidak atau kurang mengonsumsi zat besi dalam bentuk sayuran,
makanan atau suplemen. Terutama pada wanita hamil dan anak-anak. Wanita hamil
sering terjadi kekurangan zat besi ini karena bayi memerlukan sejumlah zat besi yang
besar untuk pertumbuhan. Defisiensi besi pada wanita hamil dapat menyebabkan bayi
berat lahir rendah dan persalinan premature. Wanita pra-hamil dan Universitas
7
Sumatera Utara 12 hamil secara rutin diberikan suplemen zat besi untuk mencegah
komplikasi. Gangguan penyerapan, dapat mempengaruhi penyerapan zat besi dari
makanan pada saluran gastrointestinal (GI) dan dari waktu ke waktu dapat
mengakibatkan anemia. (Proverawati, 2011).
Pada kehamilan relatif terjadi anemia karena ibu hamil mengalami hemodelusi
(pengenceran) dengan peningkatan volume 30 % sampai 40 % yang puncaknya pada
kehamilan 32 sampai 34 minggu. Jumlah peningkatan sel darah 18 % sampai 30 % dan
hemoglobin sekitar 19 % (Manuaba, 2010).
2. Macam Anemia pada Ibu Hamil
a. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi merupakan penyebab tersering anemia selama kehamilan
dan masa nifas adalah defisiensi besi serta kehilangan darah akut. Tidak jarang
keduanya saling berkaitan erat. Pengeluaran darah yang berlebihan disertai
hilangnya besi hemoglobin dan terkurasnya simpanan besi pada suatu kehamilan
dapat menjadi faktor penyebab anemia defisiensi besi pada kehamilan berikutnya.
Status gizi yang kurang sering berkaitan dengan anemia defisiensi besi. Pada gestasi
biasa dengan satu janin, kebutuhan ibu akan besi yang dipicu oleh kehamilannya
rata-rata mendekati 800 mg; sekitar 500 mg bila tersedia untuk ekspansi massa
hemoglobin ibu, sekitar 200 mg atau lebih keluar melalui usus, urin, dan keringat
(Roosleyn, 2016).
b. Anemia akibat Perdarahan Akut
Anemia akibat perdarahan akut sering terjadi pada masa nifas. Solusio plasenta
dan plasenta previa dapat menjadi sumber perdarahan serius dan anemia sebelum
atau setelah pelahiran. Pada awal kehamilan, anemia akibat perdarahan sering terjadi
pada kasus-kasus abortus, kehamilan ektopik, dan mola hidatidosa. Perdarahan
masih membutuhkan terapi untuk memulihkan perfusi di organ-organ vital
(Roosleyn, 2016).
c. Anemia pada Penyakit Kronik
Gejala-gejala tubuh lemah, penurunan berat badan, dan pucat merupakan ciri
penyakit kronik. Saat ini, gagal ginjal kronik, kanker dan kemoterapi, infeksi virus
8
imunodefisiensi manusia (HIV), dan peradangan kronik merupakan penyebab
tersering anemia bentuk ini. Selama kehamilan, sejumlah penyakit kronik dapat
menyebabkan anemia (Roosleyn, 2016).
d. Defisiensi Megaloblastik / Defisiensi vitamin B12
Anemia megaloblastik yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B12 selama
kehamilan sangat jarang terjadi, ditandai oleh kegagalan tubuh dalam menyerap
vitamin B12 karena tidak adanya faktor intrinsik. Ini adalah suatu penyakit
autoimun yang sangat jarang pada wanita dengan kelainan ini (Suryandari, 2015).
e. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik disebabkan penghancuran sel darah merah yang lebih cepat
dari pembuatannya. Ini dapat disebabkan oleh:
1) faktor intrinsik seperti anemia hemolitik heriditer, talasemia, anemia sel sabit
2) Faktor ekstrinsik seperti penyakit malaria, sepsis, keracun zat logam, obat-
obatan, leukemia dan lain-lain. Pengobatan bergantung pada jenis anemia
hemolitik serta penyebabnya. Bila disebabkan oleh infeksi maka infeksinya di
berantas dan diberikan obat penambah darah. Namun, pada beberapa jenis obat-
obatan, hal ini tidak memberikan hasil. Maka transfusi darah yang berulang dapat
membantu penderita ini (Roosleyn, 2016).
f. Anemia Apoblastik
Walaupun jarang dijumpai pada kehamilan, anemia apoblastik adalah suatu
penyulit yang parah. Diagnosis ditegakkan apabila dijumpai anemia, biasanya
disertai trombositopenia, leukopenia, dan sumsum tulang yang sangat hiposeluler.
Kejadian anemia apoblastik diperantarai oleh proses imunologis (Suryandari, 2015).
3. Penyebab Anemia dalam Kehamilan
a. Sebab Langsung
1) Kecukupan makanan
Penurunan jumlah zat besi dapat disebabkan oleh kurangnya zat besi yang
terdapat dalam sumber makanan, makanan cukup zat besi namun bentuk besi
tidak mudah diserap atau mengandung zat penghambat absorbsi besi.
9
2) Infeksi penyakit
Beberapa penyakit dapat menyebabkan kejadian anemia, seperti penyakit-
penyakit kronis.
b. Sebab Tidak Langsung
Secara tidak langsung, perhatian terhadap wanita yang masih rendah dikeluarga
dapat menjadi penyebab kejadian anemia. Misalnya, wanita mengeluarkan energi
lebih banyak di dalam keluarga atau kurangnya kasih sayang keluarga terhadap
wanita.
c. Sebab Mendasar
Anemia gizi lebih sering terjadi pada kelompok penduduk sebagai berikut:
1) Keluarga yang memiliki pendidikan yang rendah, karena pada umumnya kurang
memahami dalam memilih bahan makanan bergizi, khususnya yang mengandung
zat besi.
2) Ekonomi yang rendah sehingga kurang mampu membeli makanan sumber zat besi
karena harganya relatif mahal.
3) Status sosial wanita yang masih rendah di masyarakat, hal ini disebabkan: rata-
rata pendidikan wanita lebih rendah dari laki-laki dan upah tenaga kerja wanita
umumnya lebih rendah.
4) Lokasi geografis yang buruk seperti daerah terpencil dan daerah endemis penyakit
yang dapat memperberat anemia (Amirudin, 2007).
B. Zat Besi
Zat besi merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh. Zat ini terutama
diperlukan dalam hemopoboesis (pembentukan darah). Sebagian besar besi berada di
dalam hemoglobin, yaitu molekul protein yang berfungsi mengangkut oksigen dalam
darah ke sel-sel yang membutuhkannya untuk metabolisme glukosa, lemak dan protein
menjadi energi (Almatsier, 2012).
Zat besi juga merupakan bagian dari mioglobulin yaitu molekul yang mirip
hemoglobin yang terdapat di sel-sel otot, yang juga berfungsi mengangkut oksigen.
Mioglobulin yang berkaitan dengan oksigen inilah yang membuat daging berwarna
merah. Disamping sebagai komponen hemoglobin dan mioglobulin, besi juga
10
merupakan komponen dari enzim oksidasi seperti xanthine oksidase, suksinat
dehidrogenase, katalase dan peroksidase (Roosleyn, 2016).
Zat besi diperlukan untuk pembentukan kompleks besi sulfur dan heme.
Kompleks besi sulfur diperlukan dalam kompleks enzim yang berperan dalam
metabolisme energi. Heme tersusun atas cincin porfirin dengan atom besi di sentral
cincin yang berperan mengangkut oksigen pada hemoglobin dalam eritrosit dan
mioglobin dalam otot (Sukrat, 2006).
Sebagian besar Fe dalam tubuh terdapat dalam bentuk konjugasi dengan protein
seperti mioglobulin, transferin, ferritin, hemosiderin. Zat besi dalam tubuh terdapat
dalam bentuk ferri atau ferro. Bentuk aktif zat besi biasanya terdapat dalam bentuk
ferro, sedangkan bentuk inaktif terdapat dalam bentuk ferri (Almatsier, 2012).
1. Manfaat Utama dan Fungsi Zat besi
Desi & Dwi (2009) menyebutkan manfaat dan fungsi zat besi bagi ibu hamil yaitu:
a. Sebagai komponen dalam pembentukan sel darah merah, cadangan Fe pada bayi
yang baru lahir. Sel darah merah bertugas mengangkut oksigen dari paru-paru ke
jaringan dan mengangkut nutrisi dari ibu ke janin.
b. Untuk pembentukan dan mempertahankan sel darah merah. Kecukupan sel darah
merah akan menjamin sirkulasi oksigen dan metabolisme zatzat gizi yang
dibutuhkan ibu hamil. Asupun zat besi sejak awal kehamilan yang cukup baik,
maka akan digunakan oleh janin untuk kebutuhan tumbuh kembangnya, sekaligus
disimpan dalam hati sebagai cadangan sampai umur 6 bulan setelah dilahirkan
(Roosleyn, 2016).
2. Metabolisme Zat Besi
Jumlah total besi dalam tubuh rata-rata sekitar 4 gram. Kira-kira 65% diantaranya
dalam bentuk hemoglobin, 4% terdapat dalam bentuk mioglobin, 1% dalam bentuk
berbagai senyawa heme. Selain itu, 0,1 berikatan dengan protein transferin dalam
plasma darah dan 15-30% disimpan dalam hati dalam bentuk ferritin (Syahidatul, 2018).
Ketika besi diabsorbsi dari usus halus, besi tersebut segera bergabung dalam plasma
darah berikatan dengan globulin atau transferrin dan ditranspor dalam bentuk ikatan di
11
dalam plasma darah. Besi berikatan sangat lemah dengan molekul globulin, akibatnya
dapat dilepaskan ke setiap jaringan dan pada setiap tempat di dalam tubuh (Syahidatul,
2018).
Kelebihan besi dalam darah, ditimbun dalam hati yang kemudian besi berikatan
dengan apoferitin untuk membentuk ferritin. Bila jumlah besi dalam plasma turun, besi
dikeluarkan dari ferritin dengan mudah, kemudian ditranspor ke bagian tubuh yang
memerlukan (Syahidatul, 2018).
Bila sel darah merah telah melampaui masa hidupnya dan hancur, maka hemoglobin
yang dilepaskan dari sel akan dicerna oleh sel-sel dari sistem makrofag-monosit. Dari
sini terjadi pelepasan besi bebas yang kemudian disimpan di tempat penyimpanan
ferritin. Besi digunakan lagi untuk membentuk hemoglobin baru (Syahidatul, 2018).
3. Penyerapan Zat Besi
Zat besi mudah diserap dari usus dalam bentuk ferro. Penyerapan ini mempunyai
mekanisme autoregulasi yang diatur oleh kadar ferritin yang terdapat di dalam sel-sel
mukosa usus. Pada kondisi Fe yang baik, hanya sekitar 10% dari Fe yang terdapat di
dalam makanan diserap ke dalam mukosa usus, tetapi dalam kondisi defisiensi lebih,
banyak Fe dapat diserap untuk menutupi kekurangan zat besi tersebut (Almatsier,
2012).
Sebelum diabsorbsi, di dalam lambung besi dibebaskan terlebih dahulu dari ikatan
organik, seperti protein. Sebagian besar besi dalam bentuk ferri direduksi menjadi
bentuk ferro. Hal ini terjadi dalam suasana asam di dalam lambung dengan adanya HCl
dan vitamin C dari makanan (Almatsier, 2012).
Agustriadi (2006) menambahkan bahwa proses absorbsi besi dibagi menjadi 3 fase,
yaitu:
a. Fase luminal, yaitu besi pada makanan dilepas ikatannya karena pengaruh asam
lambung dan direduksi dari ferri menjadi ferro yang siap diserap di duodenum.
b. Fase mukosal, merupakan suatu proses aktif yang sangat kompleks dan terkendali
dimana zat besi diabsirbsi oleh sel-sel mukosa usus.
12
c. Fase korporeal, dimana besi yang sudah diserap enterosit dan melewati bagian basal
epitel usus, memasuki kapiler usus lalu dalam darah diikat oleh apotransferin
menjadi transferin.
4. Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Zat Besi
a. Bentuk besi, besi heme yang merupakan bagian dari hemoglobin dan mioglobin
dapat diserap dua kali lipat daripada non-heme.
b. Asam organik, membantu penyerapan besi non-heme dengan mengubah bentuk
ferri menjadi ferro.
c. Asam fitrat dan asam oksalat, menghambat penyerapan zat besi
d. Tanin, menghambat absorbsi zat besi dengan cara mengikatnya
e. Tingkat keasaman lambung, meningkatkan daya larut besi
f. Faktor intrinsik, di dalam lambung membantu penyerapan besi
g. Kebutuhan tubuh, kebutuhan besi meningkat bila masa pertumbuhan (Almatsier,
2012).
5. Kebutuhan Fe/Zat besi pada Masa Kehamilan
Kebutuhan zat besi selama hamil yaitu rata-rata 800 mg – 1040 mg. Kebutuhan ini
diperlukan untuk:
a. ± 300 mg diperlukan untuk pertumbuhan janin
b. ± 50-75 mg untuk pembentukan plasenta
c. ± 500 mg digunakan untuk meningkatkan massa hemoglobin maternal atau sel
darah merah
d. ± 200 mg lebih akan dieksresikan lewat usus, urin dan kulit
e. ± 200 mg lenyap ketika melahirkan
Cunningham & Garry (2010) menyebutkan bahwa besarnya angka kejadian anemia
ibu hamil pada trimester I kehamilan adalah 20%, trimester II sebesar 70%, dan
trimester III sebesar 70%. Hal ini disebabkan pada trimester pertama kehamilan, zat besi
yang dibutuhkan sedikit karena tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin masih
lambat. Menginjak trimester kedua hingga ketiga, volume darah dalam tubuh wanita
13
akan meningkat sampai 35%, ini ekuivalen dengan 450 mg zat besi untuk memproduksi
sel darah merah. Sel darah merah harus mengangkut oksigen baik untuk ibu maupun
janin yang dikandungnya (Ojofeitimi, 2008).
Masukan zat besi setiap hari diperlukan untuk mengganti zat besi yang hilang
melalui tinja, air kencing dan kulit. Kehilangan basal ini kirakira 14 ug per kg berat
badan per hari atau hampir sama dengan 0,9 mg zat besi pada laki-laki dewasa dan 0,8
mg bagi wanita dewasa (Sukrat & Sirichotiyakul, 2006).
Kebutuhan zat besi pada ibu hamil berbeda pada setiap umur kehamilannya, pada
trimester I naik dari 0,8 mg/hari, menjadi 6,3 mg/hari pada trimester III. Kebutuhan
akan zat besi sangat menyolok kenaikannya. Dengan demikian kebutuhan zat besi pada
trimester II dan III tidak dapat dipenuhi dari makanan saja, namun juga harus disuplai
dari sumber lain agar supaya cukup. Penambahan zat besi selama kehamilan kira-kira
1000 mg, karena mutlak dibutuhkan untuk janin, plasenta dan penambahan volume
darah ibu. Sebagian dari peningkatan ini dapat dipenuhi oleh simpanan zat besi dan
peningkatan adaptif persentase zat besi yang diserap, akan tetapi bila simpanan zat besi
rendah dan zat besi yang diserap dari makanan sangat sedikit, maka diperlukan
suplemen preparat besi (Sharma & Meenakshi, 2010).
Untuk itu kebutuhan Fe disesuaikan dengan usia kehamilan atau kebutuhan zat besi
tiap semester, yaitu sebagai berikut:
a. Trimester I: kebutuhan zat besi ±1 mg/hari, (kehilangan basal 0,8 mg/hari)
ditambah 30-40 mg untuk kebutuhan janin dan sel darah merah.
b. Trimester II: kebutuhan zat besi ±5 mg/hari, (kehilangan basal 0,8 mg/hari)
ditambah kebutuhan sel darah merah 300 mg dan konseptus 115 mg.
c. Trimester III: kebutuhan zat besi 5 mg/hari, ditambah kebutuhan sel darah merah
150 mg dan konseptus 223 mg.
C. Hemoglobin
1. Definisi Hemoglobin
Hemoglobin merupakan salah satu bagian dari darah yang memiliki peranan penting
dalam pembentukan eritrosit (Saputro & Said, 2015).
14
Haemoglobin adalah molekul protein yang mengangkut sel darah merah sebagai
media transportasi O2, Haemoglobin dibentuk dalam sel darah merah pada sumsum
tulang belakang,dan kegagalan pembentukan haemoglobin dapat disebabkan karena
kekurangan protein. Faktor pembentuk hemoglobin seperti Fe, B12 dan, asam folat
semuanya terdapat dalam kurma (Rahayu, 2017).
Setiap molekul hemoglobin mengandung 5% pigmen heme yang mengandung
zat besi dan 95% globulin, sebuah polipeptida. Hemoglobin berfungsi sebagai pembawa
oksigen yang kaya akan zat besi dalam sel darah merah, dan oksigen dibawa dari paru-
paru ke dalam jaringan (Almatsier, 2012).
Kandungan zat besi yang terdapat dalam hemoglobin menjadikan hemoglobin
tampak berwarna kemerahan apabila berikatan dengan oksigen dan kebiruan apabila
mengalami deoksigenasi. Dengan demikian, darah arteri yang teroksigenasi sempurna
tampak merah dan darah vena yang telah kehilangan sebagian oksigen di jaringan
memperlihatkan rona kebiruan (Widyaningrum & Anisa, 2018).
2. Struktur Hemoglobin
Molekul hemoglobin terdiri dari dua bagian, yaitu globin dan heme. Bagian
globin merupakan suatu protein yang terbentuk dari 4 rantai polipeptida yang berlipat-
lipat. Heme merupakan gugus netrogenosa non protein yang mengandung besi dan
masing-masing terikat pada satu polipeptida (Syahidatul, 2018).
Gambar 2.1 Struktur Hemoglobin (Syahidatul, 2018)
15
Ada dua pasang polipeptida di dalam setiap molekul hemoglobin, dua dari
subunit tersebut mengandung satu jenis polipeptida lain. Pada hemoglobin manusia, dua
jenis polipeptida tersebut disebut rantai α yang masing-masing mengandung 141 residu
asam amino dan rantai β masingmasing mengadung 146 residu asam amino.
Hemoglobin ini diberi kode α2β2 (Syahidatul, 2018).
3. Sintesis Hemoglobin
Gambar 2.2 Sintesis Hemoglobin (Syahidatul, 2018)
Sintesis hemoglobin dimulai dalam proeritroblas, kemudian dilanjutkan pada
stadium retikulosit. Secara kimiawi, pembentukan hemoglobin terdiri dari 5 tahapan.
Pertama, suksinil-KoA yang dibentuk dalam siklus krebs berikatan dengan glisin untuk
membentuk molekul pirol. Selanjutnya, 4 molekul pirol bergabung untuk membentuk
protoporfirin yang kemudian bergabung dengan besi untuk membentuk molekul heme.
16
Akhirnya, tiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida Panjang (globulin)
yang disintesis oleh ribosom, membentuk suatu subunit hemoglobin yang disebut rantai
hemoglobin. Tiap-tiap rantai tersebut mempunyai berat molekul kira-kira 16.000 Da.
Empat dari molekul ini selanjutnya akan berikatan satu sama lain secara longgar untuk
membentuk molekul hemoglobin yang lengkap (Syahidatul, 2018).
4. Katabolisme Hemoglobin
Hemoglobin yang dilepaskan sewaktu sel-sel darah merah pecah, akan segera
difagositosit oleh sel-sel makrofag di dalam tubuh, terutama di dalam hati (sel-sel
kupffer), limpa dan sumsum tulang. Selanjutnya selama beberapa jam atau beberapa
hari sesudahnya, makrofag akan melepaskan besi yang didapat dari hemoglobin kembali
ke dalam darah untuk diangkut oleh transferin menuju sumsum tulang. Selain itu, juga
menuju ke hati dan jaringan-jaringan lainnya untuk disimpan dalam bentuk ferritin.
Bagian porfirin dari molekul hemoglobin akan diubah oleh sel-sel makrofag melalui
serangkaian tahapan menjadi pigmen bilirubin yang akan dilepaskan ke dalam darah
dan akhirnya akan disekresikan oleh hati masuk ke dalam empedu (Syahidatul, 2018).
5. Hemoglobin pada Ibu Hamil
Hemoglobin merupakan protein yang terdapat dalam sel darah merah dan
berfungsi antara lain untuk: mengikat dan membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh
jaringan tubuh, mengikat dan membawa CO2 dari seluruh jaringan tubuh ke paru-paru,
memberi warna merah pada darah serta mempertahankan keseimbangan asam-basa dari
tubuh (Sumarni, 2014).
Hemoglobin (Hb) merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk
mengukur prevalensi anemia. Proverawati (2009) menyebutkan bila kadar Hb ibu hamil
<11 gr% maka kadar hemoglobin ibu hamil tersebut dikatakan tidak normal atau anemia
(Muazizah, 2011).
Batasan normal kadar hemoglobin wanita hamil menurut WHO adalah > 11 g/dL.
Menurut Roosleyn (2016), derajat anemia pada ibu hamil berdasarkan kadar
hemoglobin menurut WHO sebagai berikut:
17
a. Ringan sekali : Hb 10 g/dL - batas normal
b. Ringan : Hb 8 g/dL – 9,9 gr/dL
c. Sedang : Hb 6 g/dL – 7,9 gr/dL
d. Berat : Hb < 6 gr/dL
Faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukan darah antara lain :
1) Komponen yang berasal dari makanan terdiri dari: protein, glukosa, lemak, vitamin
B12, B6, asam folat dan vitamin C serta elemen dasar: Fe, Cu, dan Zn.
2) Sumber pembentukan darah
3) Sumsum tulang
4) Kemampuan reabsorbsi usus halus terhadap bahan yang diperlukan
5) Umur sel darah merah (eritrosit) terbatas sekitar 120 hari. Sel–sel darah merah yang
sudah tua dihancurkan kembali menjadi bahan baku untuk membentuk sel darah
yang baru.
6) Terjadinya perdarahan kronik yang menahun: gangguan menstruasi, penyakit yang
dapat mengakibatkan perdarahan pada wanita seperti miomauteri, polip servik,
penyakit darah, parasit dalam usus.
Di Indonesia umumnya kadar Hb yang kurang disebabkan oleh kekurangan zat
besi. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan pada pertumbuhan janin baik
sel tubuh maupun sel otak. Kadar Hb yang tidak normal menurut dapat mengakibatkan
kematian janin dalan kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR dan risiko yang lain
(Muazizah, 2011).
D. Buah Kurma
1. Taksonomi Buah Kurma
Buah kurma atau yang dikenal dengan nama ilmiah Phoenix dactylifera.
merupakan salah satu jenis tumbuhan palem yang buahnya memiliki rasa manis
sehingga dapat dikonsumsi oleh banyak orang. Nama ilmiah buah kurma Phoenix
dactylifera. berasal dari bahasa Yunani, “Phoenix” yang artinya buah merah atau ungu,
dan “dactylifera” dalam bahasa Yunani disebut dengan “daktulos” yang berarti jari,
seperti yang tampak pada bentuk buah kurma (Shabib & Marshall, 2003).
18
Genus dari buah kurma yaitu “Phoenix” terdiri atas 12 spesies yang banyak
dikenal sebagai tanaman hias, namun hanya spesies buah kurma yang dapat dipanen,
meskipun sebenarnya ada 5 spesies buah yang dapat dimakan selain kurma (Shabib &
Marshall, 2003).
2. Manfaat Buah Kurma
a. Membantu proses persalinan
Ibu hamil yang akan melahirkan sangat membutuhkan makanan yang kaya akan
unsur gula, hal ini karena kontraksi otot-otot Rahim ketika akan mengeluarkan
bayi. Kandungan gula dan vitamin B1 dalam buah kurma sangat membantu untuk
mengontrol laju gerak rahim dan mengatur kontraksi jantung ketika darah dipompa
ke pembuluh nadi (Kemenkes RI, 2010).
b. Menetralisir asam
Buah kurma kaya dengan zat garam mineral yang menetralisasi asam, seperti
kalsium dan potasium. Buah kurma adalah makanan terbaik untuk menetralisasi zat
asam yang ada pada perut karena meninggalkan sisa yang mampu menetralisasi
asam setelah dikunyah dan dicerna yang timbul akibat mengkonsumsi protein
(Khazanah, 2011).
c. Mengatasi sembelit
Serat pangan yang terkandung dalam buah kurma cukup besar. Serat bermanfaat
menurunkan kadar kolesterol dalam darah dengan menghambat penyerapan lemak
atau kolesterol di dalam usus besar, sehingga kolesterol dalam darah tidak
meningkat (Khazanah, 2011).
d. Sebagai antioksidan
Kurma merupakan sumber antioksidan yang baik. Antioksidan diketahui memiliki
peran penting dalam pencegahan kanker, diabetes, dan penyakit kardiovaskular.
Antioksidan yang terkandung dalam buah kurma antara lain karotenoid, yang
kadarnya bisa mencapai 973 mg/ 100 g kurma kering, fenolik sekitar 239,5 mg/ 100
g kurma kering, flavonoid dan tanin (Utami & Risti, 2017).
19
e. Sebagai anti-tumor
Berdasarkan penelitian terdahulu dilaporkan bahwa beta D-glucan yang terkandung
dalam kurma memiliki aktivitas anti-tumor. Penelitian yang dilakukan pada kurma
ajwa menunjukkan adanya efek potensi dalam memperbaiki kerusakan dari
ochratoxin nepherotoxicity yang dapat menyebabkan gagal ginjal (Rahmani, 2014).
f. Sebagai anti-diabetes
Kandungan zat aktif yang terdapat dalam ekstrak kurma seperti flavonoid, steroid,
fenol, dan saponin memiliki peran sebagai antidiabetes. Berdasarkan penelitian
menunjukkan bahwa mengonsumsi kurma memberikan manfaat dalam mengontrol
glikemik dan lemak pada pasien diabetes (Rahmani, 2014).
g. Mencegah anemia
Kurma mengandung zat besi, protein, karbohidrat dan lemak yang dapat
meningkatkan kadar hemoglobin sehingga dapat mencegah terjadinya anemia
(Sotolu, 2011).
h. Sebagai anti-inflamasi
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa komponen seperti fenol dan flavonoid yang
terkandung dalam tumbuhan memiliki efek sebagai agen anti-inflamasi yang baik.
Buah kurma memiliki peran penting sebagai antiinflamasi dan berdasarkan
penelitian terbaru melaporkan bahwa kandungan dalam kurma ajwa seperti etil
asetat, methanol, serta ekstrak kurma ajwa dapat menginhibisi enzim lipid
peroksidasi siklooksigenase COX-1 dan COX-2 (Rahmani, 2014).
3. Kandungan Nutrisi Buah Kurma
Kandungan nutrisi kurma tergantung dari varietas kurma dan kandungan airnya.
Umumnya mengandung zat-zat berikut: gula (campuran glukosa, sukrosa, dan fruktosa),
protein, lemak, serat, vitamin A, B1, B2, B3, potasium, kalsium, besi, klorin, tembaga,
magnesium, sulfur, fosfor, dan beberapa enzim (Al-Shahib, 2003; Khazanah, 2011).
Kandungan gulanya sebagian besar merupakan gula monosakarida, sehingga
mudah dicerna tubuh, antara lain glukosa dan fruktosa. Pada varietas kurma tertentu,
juga terdapat gula sukrosa. Kandungan gula pada kurma sangat tinggi, sekitar 70 persen,
yaitu 70-73 gram per 100 gram (Khazanah, 2011).
20
Selain itu, kurma juga mengandung tanin. Tanin merupakan unsur penting yang
bertanggungjawab terhadap sekresi 5-hydroxytryptamin (serotonin) dan thromboxane
A2 (TXA2) yang keduanya berperan penting dalam proses hemostasis primer
(Rohrbach, 2007).
Proses hemostasis ini kemudian dilanjutkan dengan proses pembentukan sumbat
trombosit dan pembekuan darah sehingga kebocoran vaskuler akan dapat teratasi. Selain
kandungan air dan karbohidrat yang dimiliki, kurma juga memiliki kandungan asam
lemak, yang terdiri dari lemak tersaturasi seperti capric, lauric, myristic, palmitic,
stearic, margaric, arachidic, heneicosanoic, behenic, dan asam tricosanoic, serta lemak
yang tidak tersaturasi seperti palmitoleic, oleic, linoleic,dan asam linolenic. Kurma juga
dikenal sebagai buah dengan kandungan protein tertinggi yaitu 2.3-5.6% dibandingkan
dengan buah-buah lain, seperti apel (0,3%), jeruk (0,7%), pisang (1,0%), dan anggur
(1,0%) (Assirey, 2014).
Dalam beberapa riset ditemukan bahwa kurma mengandung serat yang memiliki
efek baik terhadap kesehatan. Kurma mengandung 0,5-3,9% pektin, sebagaimana
diketahui bahwa pektin dapat mengurangi faktor resiko penyakit metabolik yang
berkaitan dengan heart disease dan diabetes, serta serat yang terdapat dalam kurma juga
berfungsi untuk menurunkan level kolesterol dalam tubuh (Assirey, 2014)
E. Madu
1. Definisi Madu
Madu adalah cairan kental yang dihasilkan oleh lebah dari nectar bunga. Madu
juga merupakan suatu campuran gula yang dibuat oleh lebah dari larutan gula alami
hasil dari bunga yang disebut nektar. Madu hasil dari lebah yang ditampung dengan
metode pengambilan moderen berupa cairan jernih dan bebas dari benda asing (Rahayu,
2017).
2. Jenis Madu
a. Madu digolongkan berdasarkan bunga sumber nektarnya yaitu :
1) Madu monoflora merupakan madu yang sumber nektarnya didominasi oleh
satu jenis tanaman, contohnya madu kapuk, madu randu, madu kelengkeng,
madu karet, madu jeruk, madu kopi dan madu kaliandra.
21
2) Madu multiflora atau madu poliflora merupakan madu yang sumber nektar dari
berbagai jenis tanaman, contohnya madu Nusantara, madu Sumbawa dan madu
Kalimantan. Lebah cenderung mengambil nektar dari satu jenis tanaman dan
akan mengambil dari tanaman lain apabila belum mencukupi (Abdillah, 2017).
b. Madu digolongkan berdasarkan sumber madu yang dihasilkan dari dua jenis
lebah, yaitu lebah liar dan lebah budidaya. Madu yang dihasilkan dari lebah liar
berasal dari pohon yang berbatang tinggi yang disebut oleh masyarakat dengan
nama pohon sialang. Warna madunya juga cenderung pekat. Sedangkan madu
yang dihasilkan dari lebah budidaya berasal dari tanaman rendah seperti 25 buah-
buahan maupun tanaman pertanian dengan warna madu yang cenderung cerah
(Sakri, 2015).
c. Madu yang dibedakan dari keadaan lingkungannya dapat dibagi menjadi madu
hutan dan madu ternak. Perbedaan madu hutan dan madu ternak meliputi jenis
lebah, perbedaan perlakuan, dan perbedaan kandungannya. Madu ternak didapat
dari lebah madu Apis cerana atau Apis mellifera sementara madu hutan dari lebah
madu Apis dorsata. Perbedaan perlakuan adalah bahwa lebah madu hutan tidak
dapat ditangkarkan sementara lebah madu ternak diapat ditangkarkan (Bima,
2013). Perbedaan isi madu dapat meliputi kadar invertase, proline, kadar
oligosakarida, dan rasio fruktosa : glukosa (Joshi et al., 2000).
3. Madu Odeng
Madu Odeng adalah jenis madu yang dihasilkan dari lebah Apis dorsata yang
koloni kotak lebahnya didekatkan diarea hutan. Sehingga sebagian besar jenis nektar
yang dihisap oleh lebah berasal dari bunga berbagai jenis pohon (multiflora) yang
menjadikan aroma dan rasa madu ini selalu berubah setiap panen. Ciri lain dari jenis
madu odeng adalah agak pekat dan cenderung berwarna hitam walaupun tidak
selamanya hasil madunya berwarna hitam (terkadang coklat tua) dan memiliki rasa
manis yang khas dengan tekstur yang kental. Jenis madu odeng mudah didapat
dikarenakan tidak terpengaruh oleh musim bunga tertentu. Dan madu hutan yang
dihasilkan dari jenis lebah Apis Dorsata adalah jenis madu yang sangat mudah
didapat dengan hasil panen bisa mencapai 30 kg dari setiap koloninya.
22
4. Kandungan madu murni
Tabel 2.1 Kandungan madu dari Indonesia (Sihombing, 2010)
Komposisi Rataan (meq) Kisaran nilai
(meq)
Air
Fruktosa
Glukosa
Sukrosa
Asam bebas
Ph
22,9
29,2
18,6
13,4
41,31
3,92
16,6-37
12,2-60,7
6,6-29,3
1,4-53
10,33-62,21
3,60-5,34
Tabel 2.2 Kandungan madu
Nilai nutrisi per 100 g (3,5 oz)
Energi 1272 kJ (304 kcal)
Karbohidrat 82,4 g
- Gula 82,12 g
- Serat pangan 0,2 g
Lemak 0 g
Protein 0,3 g
Air 17,10 g
Riboflavin (Vit. B2) 0,038 mg (3%)
Niasin (Vit. B3) 0,121 mg (1%)
Asam Pantotenat (B5) 0,068 mg (1%)
Vitamin B6 0,024 mg (2%)
Folat (Vit. B9) 2 μg (1%)
Vitamin C 0,5 mg (1%)
Kalsium 6 mg (1%)
Besi 0,42 mg (3%)
Magnesium 2 mg (1%)
Fosfor 4 mg (1%)
Kalium 52 mg (1%)
Natrium 4 mg (0%)
Zink 0,22 mg (2%)
Sumber : Data Nutrisi USDA
Madu juga mengandung enzim – enzim seperti diastase, glukosa oksidase, katalase serta
vitamin A, betakaroten, vitamin B kompleks lengkap, vitamin C, D, E dan K. Selain itu
juga dilengkapi mineral berupa kalium besi, magnesium, fosfor, tembaga, mangan,
23
natrium dan kalsium. Bahkan terdapat hidrogen peroksida yang dihasilkan oleh glukosa
oksidase dan inhibin (Hamad, 2007).
5. Manfaat madu
a. Antimikroba
Madu memiliki aktivitas antimikroba, melawan peradangan dan infeksi.
Didalam kandungan fisik dan kimiawi seperti kadar keasaman dan pengaruh
osmotik berperan untuk membunuh mikroba.
b. Kemampuan penyembuh luka
Madu memiliki kemampuan untuk membersihkan luka, mengabsorbsi cairan
edema di sekitar luka dan menambah nutrisi.
c. Luka bakar
Membangkitkan reaksi pencegahan untuk menyembuhkan luka bakar.
d. Antioksidan
Kandungan plasma darah semakin bertambah untuk melawan oksidasi dengan
kadar yang lebih tinggi setelah minum madu. Dan terdapat juga fenolik didalam
madu yang sangat efektif untuk ketahanan tubuh melawan stres (Bangroo, 2005).
6. Mekanisme aktivitas antimikroba pada madu
a. Hiperosmolar
Madu memiliki konsentrasi gula yang tinggi dan kadar air yang rendah
menyebabkan tekanan osmotik meningkat sehingga keadaan disekitar mikroba
menjadi hipertonis yang menyebabkan air yang berada di dalam sel mikroba keluar
sehingga terjadi plasmolisis. Tekanan osmotik yang tinggi berfungsi sebagai suatu
medium hiperosmolar yang menyebabkan terjadinya aktivitas pembersihan luka
dan mencegah pertumbuhan mikroba.
b. Higroskopis
Madu juga bersifat higroskopis sehingga memungkinkan terjadinya dehidrasi
mikroba yang mengakibatkan keadaan inaktif bahkan tanpa air mikroba tidak dapat
bereplikasi atau bertahan hidup.
24
c. Kadar pH rendah
Dimana suatu kondisi lingkungan yang tidak menyokong untuk pertumbuhan
mikroba.
d. Inhibin
Bahan termolabil ini diklaim oleh beberapa peneliti sebagai bahan antimikroba
yang bertanggung jawab menghambat pertumbuhan organisme baik gram positif
maupun gram negatif. Faktor inhibin ini kemudian menjadi efektif karena hidrogen
peroksida.
e. Hidrogen Peroksida
Aktivitas antimikroba dari madu sebagian besar disebabkan oleh adanya
hidrogen peroksida yang dihasilkan secara enzimatik pada madu. Kandungan
hidrogen peroksida ini menghasilkan radikal bebas hidroksil dengan efek
antimikroba.
f. Antimikroba
Dari berbagai kandungan bahan antimikroba dari madu yang telah diketahui
terdapat beberapa jenis madu dengan bahan kandungan tambahan yang berasal dari
tanaman yang dikunjungi lebah (Hendri, 2008).
25
F. Perbedaan Kandungan Madu Dan Sari Kurma
Tabel 2.3 Perbedaan Kandungan Madu Dan Sari Kurma
Kandungan madu Kandungan sari kurma
Energi 1272 kJ (304 kcal) Energi 277 Kcal 14%
Karbohidrat 82,4 g Karbohidrat 74,97 g 58%
- Gula 82,12 g Protein 1.81g 3%
- Serat pangan 0,2 g Lemak total 0,15 g <1%
Lemak 0 g Kolesterol 0 mg 0%
Protein 0,3 g Serat makanan 6,7 g 18%
Air 17,10 g Vitamin
Riboflavin
(Vit. B2) 0,038 mg (3%)
Folat 15 ug 4%
Niasin (Vit.
B3) 0,121 mg (1%)
Niacin 1.610 mg 10%
Asam
Pantotenat (B5) 0,068 mg (1%)
asam pantotenat 0,805 mg 16%
Vitamin B6 0,024 mg (2%) pyridoxine 0,249 mg 19%
Folat (Vit. B9) 2 μg (1%) riboflavin 0,060 mg 4,5%
Vitamin C 0,5 mg (1%) Thiamin 0,050 mg 4%
Kalsium 6 mg (1%) vitamin A 149 IU 5%
Besi 0,42 mg (3%) vitamin C 0 mg 0%
Magnesium 2 mg (1%) vitamin K 2,7 mg 2%
Fosfor 4 mg (1%) Elektrolit
Kalium 52 mg (1%) Sodium 1 mg 0%
Natrium 4 mg (0%) Kalium 696 mg 16%
Zink 0,22 mg (2%) Mineral
Kalsium 64 mg 6,5%
Tembaga 0,362 mg 40%
Besi 0,90 mg 11%
Magnesium 54 mg 13%
manggan 0,296 mg 13%
Fosfor 62 mg 9%
Seng 0,44 mg 4%
Phyto-nutrisi
Karoten-ß 89 ug -
Crypto-xanthin-
ß 0 mg -
Lutein-
zeaxanthin 23 ug -
26
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain dan Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimen semu (Quasi
Eksperiment) dengan rancangan Two Group Pretest-Postest dengan menggunakan
kelompok pembandingan atau kontrol. Sebelum dilakukan perlakuan, peneliti
melakukan pemeriksaan Hb pertama (Pretest) untuk mengetahui kadar Hb, sehingga
memungkinkan peneliti mengetahui peningkatan kadar Hb setelah dilakukan Posttest.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian telah dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Pandeglang pada bulan
Desember 2019.
C. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh ibu hamil trimester III berjumlah 30
orang di wilayah kerja Puskesmas Pandeglang.
Adapun sampel yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keseluruhan populasi
yang sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi. Kriteria inklusi pada penelitian ini
adalah :
1. Ibu hamil trimester III yang mengalami anemia
2. Ibu hamil bersedia menjadi responden
3. Ibu hamil yang patuh mengikuti prosedur pemberian sari kurma atau madu
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik simple random
sampling atau yaitu pengambilan sampel secara acak yang dilakukan dengan undian,
seluruh populasi akan diberikan nomer urut yang kemudian diundi, 30 nomer yang
pertama keluar dalam undian akan diambil sebagai responden dalam penelitian ini.
Dari sampel tersebut akan dilakukan screening lagi untuk mendapatkan jumlah
sampel sesungguhnya dimana karakteristik sampel yang diambil adalah ibu hamil
trimester III yang rnemiliki masalah anemia. Setelah didapatkan sampel penelitian
yang sesungguhnya maka akan dilakukan pemilihan kelompok eksperimen clan
27
kelompok kontrol. Sampel yang terpilih akan diberikan penomeran kembali secara urut
kemudian dipilah antara nomer ganjil yang akan dijadikan sebagai kelompok
eksperimen dan genap dijadikan sebagai kelompok kontrol,
Dalam penelitian ini, jumlah sampel 30 orang yang terdiri dari 15 orang kelompok
intervensi dan 15 orang kelompok kontrol, berdasarkan kriteria inklusi.
D. Alat, Bahan dan Responden
1. Lembar Observasi
2. Alat ukur test easy touch GCHB
3. Tablet Fe (dari Puskesmas)
4. Sendok takar
5. Madu Odeng
6. Sari Kurma
E. Cara Kerja
1. Setiap ibu yang menjadi responden di awal penelitian (hari 0) diperiksa kadar
hemoglobinnya dengan menggunakan alat ukur hemoglobin digital Easy Touch
GCHB.
2. Kelompok 1 setiap ibu harus minum sari kurma dengan dosis 2 sendok sendok
takar satu kali sehari sesudah makan siang.
3. Kelompok 2, setiap ibu harus minum madu sebanyak 5 ml sebanyak dua kali
pagi dan malam, sesudah makan
4. Setiap responde minum sari kurma atau madu selama 30 Hari.
5. Pada hari ke 30, kadar hemoglobin responden diukur Kembali.
6. Selanjutnya dilakukan analisis Uji Normalitas Data, Uji Univariat, dan Uji
Bivariat dengan menggunakan Uji statistik yang digunakan adalah Paired T-
Test.
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah populasi penelitian
berdistribusi normal atau tidak. Untuk pengujian ini menggunakan rumus Uji
Kolmogorov-Smirnov. Uji Normalitas pada penelitian ini dilakukan pada data
eksperimen meliputi hasil tes awal dan tes akhir masing-masing kelompok. Hasil
Uji Normalitas data berdistribusi Normal.
2. Analisis Univariat
Analisis univariat yaitu analisis untuk mendeskripsikan karakteristik masing-
masing variabel yang diteliti (Notoatmodjo, 2010)
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Kadar Hemoglobin Sebelum
Intervensi sari Kurma dan madu
Varibel Mean median Standar
Deviasi
Min-max
Kurma 11,020 10,800 0,5967 10,2 – 11,9
Madu 11,047 10,900 0,4749 10,3 – 11,9
Pada tabel 4.1 Hasil analisis data sebelum intervensi didapatkan bahwa rata-rata
Hb ibu hamil pada kelompok sari kurma 11,020 gr/dL ( 10,2 – 11,9) dengan standar
deviasi 0,5967 gr/dL. Sedangkan hasil analisis data pada kelompok madu
didapatkan bahwa rata-rata Hb sebelum intervensi 11,047 gr/dL (10,3 – 11,9)
dengan standar deviasi 0,4749 gr/dL.
Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Kadar Hemoglobin sesudah
Intervensi sari Kurma dan madu
Varibel Mean Median Standar
Deviasi
Min-max
Kurma 11,120 10,900 0,5659 10,4 – 11,9
Madu 11,520 11,500 0,3986 10,9 – 12,0
29
Pada tabel 4.2 Hasil analisis data sesudah intervensi didapatkan bahwa rata-rata
Hb ibu hamil pada kelompok sari kurma 11,120 gr/dL ( 10,4 – 11,9) dengan standar
deviasi 0,5659 gr/dL. Sedangkan hasil analisis data pada kelompok madu
didapatkan bahwa rata-rata Hb sesudah intervensi 11,520 gr/dL (10,9 – 12,0)
dengan standar deviasi 0,3986 gr/dL.
3. Analisis Bivariat
Adalah Analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan
atau berkolerasi (Notoatmodjo, 2010). Yang mana pada penelitian ini akan
menganalisis variabel sari kurma dan madu terhadap kenaikan kadar hemoglobin
a. Perbedaan Kenaikan Hb Setelah Interve Pada Kelompok Sari Kurma Dan
Kelompok Madu
Tabel 4.3 Rata- Rata Perbedaan Kenaikan Kadar Hb Pada Kelompok Sari
Kurma Dan Madu
Sari kurma Madu P value
Mean
rank
Standar
deviasi
Mean
rank
Standar
deviasi
Pra intervensi
Post intervensi 0,1 0,5659 0,47 0,3986 0,000
Table 4.3 hasil uji rata-rata perbedaan kenaikan kadar Hb menunjukan bahwa
kadar hb sari kurma mengalami peningkatan 0,1 gr/dL. Rata-rata kadar
hemoglobin pada kelompok madu adalah 11,047 gr/dL dengan nilai P value
0,000 yang artinya ada perbedaan yang signifikan antara sari kurma dan madu
b. Perbedaan Kenaikan Hb sebelum dan sesudah Antara Kelompok Sari Kurma
Dengan Kelompok Madu
Tabel 4.4 Perbedaan Rata-Rata Kadar Hemoglobin Sebelum dan Sesudah
Intervensi Pada Kelompok Sari kurma dan Kelompok Madu
Kelompok Mean P value
Pretes Posttes
Sari kurma 11,020 11,120 0,000
Madu 11,047 11,520 0,000
30
Tabel 4.4 Hasil uji pre dan post intervensi Hasil uji homogenitas dengan
uji T dari setiap variabel dependent dalam penelitian ini didapatkan nilai p
value 0,000 < 0,05 maka data tersebut homogen, hasil perbedaan rata-rata
kadar hemoglobin sebelum dan sesudah intervensi yang diuji dengan paired t
test adalah: Hemoglobin Rata-rata kadar hemoglobin pada kelompok kurma
sebelum diberikan intervensi sari kurma adalah 11,020 gr/dL dengan standar
deviasi 0,5967 gr/dL. Pada pengukuran setelah diberikan sari kurma
didapatkan rata-rata kadar hemoglobin adalah 11,120 gr/dL dengan standar
deviasi 0,5659 gr/dL. Hasil uji statistik beda dua mean untuk sampel
berpasangan menunjukkan adanya perbedaan rata-rata kadar hemoglobin yang
signifikan dengan nilai p = 0,000. Hal ini diperkuat hasil selisih rata-rata kadar
hemoglobin sebelum dan sesudah pemberian sari kurma menunjukkan
peningkatan 0,1 gr/dL. Rata-rata kadar hemoglobin pada kelompok madu
sebelum diberikan intervensi madu adalah 11,047 gr/dL dengan standar deviasi
0,47 gr/dL. Pada pengukuran setelah diberikan madu didapatkan rata-rata kadar
hemoglobin adalah 11,520 gr/dL dengan standar deviasi 0,3986 gr/dL. Hasil uji
statistik beda dua mean untuk sampel berpasangan menunjukkan adanya
perbedaan rata-rata kadar hemoglobin yang signifikan dengan nilai p = 0,000.
Hal ini diperkuat hasil selisih rata-rata kadar hemoglobin sebelum dan sesudah
pemberian sari kurma menunjukkan peningkatan 0,47 gr/dL.
B. Pembahasan
Hasil penelitian didapatkan bahwa pada ibu hamil yang mendapat sari kurma
selama 30 hari dengan pemberian dua kali sehari mengalami kenaikan hemoglobin
dengan rata-rata peningkatannya adalah 0,1 gr/dL. Sedangkan pada ibu hamil yang
mendapatkan madu menunjukkan kenaikan lebih tinggi kadar hemoglobin dengan rata-
rata kenaikannya adalah 0,47 gr/dL. Peningkatan tersebut bermakna secara statistik
namun secara klinis dijelaskan bahwa nilai hemoglobin bermakna secara klinis apabila
terdapat peningkatan minimal 1 gr/dL.
Rerata kadar hemoglobin antar kelompok berdasarkan hasil uji statistik mengalami
peningkatan, namun tidak signifikan. Hal ini dikarenakan adanya senyawa tanin yang
31
terdapat dalam buah kurma. Selain sebagai imunostimulator dan antioksidan, tanin juga
diketahui sebagai faktor penghambat absorbsi besi. Polifenol seperti tanin mengikat zat
besi membentuk kompleks Fe-tanat yang tidak larut sehingga zat besi tidak dapat
diserap dengan baik (Syahidatul, 2018).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Syahidatul (2018) melakukan percobaan
pada mancit bunting didapatkan hasil bahwa ada peningkatan kadar hemoglobin dalam
mancit yang diberi sari kurma. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu
yang dilakukan oleh Haddad (2013) yang melakukan percobaan pada tikus diperoleh
peningkatan kadar hemoglobin yang signifikan dalam darah tikus yang mengkonsumsi
madu.
Ibu hamil yang memiliki kadar tanin tinggi per hari (>2 mg/mL) 1,217 kali lebih
berisiko menderita anemia gizi besi dibandingkan dengan ibu hamil dengan kadar tanin
rendah per harinya (Bungsu, 2012). Penelitian Tristiyanti (2006) mendapatkan hasil
sebanyak 36 ibu hamil yang mengkonsumsi teh 0-8 kali per bulan, sebanyak 23 ibu
menderita anemia dan sisanya sebanyak 13 ibu tidak menderita anemia. Sedangkan dari
28 ibu yang mengkonsumsi teh dengan frekuensi 9-30 kali per bulan, sebanyak 17 ibu
menderita anemia dan 11 ibu tidak menderita anemia. Hal ini berarti bahwa semakin
sering frekuensi konsumsi teh, maka semakin rendah zat besi yang diserap tubuh karena
kadar tanin yang tinggi. Selain tanin, penyerapan zat besi dapat dipengaruhi oleh faktor
seperti: bentuk besi, asam organik, asam fitrat dan asam oksalat, tingkat keasaman
lambung, faktor intrinsik, dan kebutuhan tubuh terhadap zat besi (Almatsier, 2012).
Kadar hemoglobin selain dipengaruhi oleh beberapa faktor diatas, juga dapat
dipengaruhi oleh faktor lain seperti umur, penyakit, geografis, metabolisme tubuh dan
makanan yang dikonsumsi (Sumarni, 2012).
Hemoglobin adalah protein yang membawa oksigen dan merupakan bagian dari
eritrosit. Dalam pembentukkan hemoglobin sangat diperlukan zat besi dan protein.
Buah kurma kaya akan zat besi yang meningkatkan kadar hemoglobin. Selain itu,
kurma juga mengandung protein, serat, glukosa, vitamin, biotin, niasin, dan asam folat.
Kurma juga mengandung mineral seperti, kalsium, sodium dan potasium. Kadar protein
pada buah kurma sekitar 1,8-2 %, kadar glukosa sekitar 50-57 %, dan kadar serat 2-4%.
Madu kaya akan zat besi yang meningkatkan kadar hemoglobin. Selain itu, madu juga
32
mengandung enzim – enzim seperti diastase, glukosa oksidase, katalase serta vitamin A,
betakaroten, vitamin B kompleks lengkap, vitamin C, D, E dan K. Selain itu juga
dilengkapi mineral berupa kalium besi, magnesium, fosfor, tembaga, mangan, natrium
dan kalsium. Bahkan terdapat hidrogen peroksida yang dihasilkan oleh glukosa oksidase
dan inhibin (Hamad, 2007).
Sintesis hemoglobin dimulai didalam proeritroblas dan dilanjutkan sedikit dalam
stadium retikulosit. Saat retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke dalam
aliran darah, retikulosit tetap membentuk sedikit hemoglobin. Kandungan zat besi dapat
mensintesis pembentukan heme yang dapat memacu kadar Hemoglobin. Penyerapan zat
besi bersifat rate limiting, yang berarti bahwa jika penyerapan zat besi sudah cukup
maka tubuh akan mengurangi sendiri penyerapan zat besi tersebut. Besi diangkut oleh
darah menuju sumsum tulang untuk membentuk sel-sel darah merah dimana besi
merupakan bagian dari hemoglobin protein yang membawa oksigen ke dalam darah.
Kandungan protein, karbohidrat dan lemak pada kurma mendukung proses sintesis
hemoglobin. Karbohidrat dan lemak membentuk suksinil CoA yang selanjutnya
bersama glisin akan membentuk protoporfirin melalui serangkaian proses porfirinogen.
Protoporfirin yang terbentuk selanjutnya bersama molekul heme dan protein globin
membentuk hemoglobin. Kandungan buah kurma berupa glukosa, Ca, Fe, Zn, Cu, P
dan niasin mampu memperbaiki kadar hemoglobin pada pasien anemia (Setiyawan,
2018)
33
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan simpulan sebagai berikut :
1. Kadar hemoglobin ibu hamil trimester III sebelum diberi sari kurma rata-rata
11,020 gr/DL dan sesudah diberi sari kurma rata-rata 11,120 gr/DL.
2. Kadar hemoglobin ibu hamil trimester III sebelum diberi madu rata - rata 11,047
gr/DL dan sesudah diberi madu rata - rata 11,520 gr/DL.
3. Konsumsi madu pada ibu hamil trimester III meningkatkan kadar hemoglobin
lebih tinggi secara signifikan (p<0,05) dibandingkan dengan yang
mengkonsumsi sari kurma.
B. Saran
1. Baik madu maupun sari kurma dapat membantu meningkatkan kadar
hemoglobin pada ibu hamil, sehingga dapat diaplikasikan pada kehidupan sehari
hari, secara praktis.
2. Bagi profesi bidan dan tenaga kesehatan, pemberian madu dan sari kurma
merupakan salah satu upaya promotif dan preventif dalam menangani masalah
peningkatan hemoglobin ibu hamil.
34
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S, 2012, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Assirey, E.A.R., 2014. Nutritional Composition of Fruit of Ten Date Palm (Phoenix
Dactylifera L.) Cultivars Grow on Saudi Arabia. Journal of Taibah University for
Science; 9: 75-79.
Badwilan SA, 2008. The miracle of dates: Rahasia sehat alami dengan kurma. Mizan
Media Utama, Bandung, 23-34.
Budyantara R, M, 2012, Perbandingan tingkat kesembuhan luka bakar antara
pemberian madu dan klindamisin secara topikal pada tikus putih (Rattus
norvegicus) [Internet]. 2012 [cited 2014 Nov 21]. Available from:
juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majo rity/article/download/26/25.pdf
Departemen Kesehatan RI, 2013, Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar, Jakarta
Dewi, et al., 2018, Asuhan Kehamilan Untuk Kebidanan, Selemba Medika, Jakarta.
Dinkes Banten, 2018, Profil Kesehatan Provinsi Banten, Banten
El Rabey, et.al., 2013. Bee’s Honey Protects the Liver of Male Rats against Melamine
Toxicity. Biomed Research International, Vol 2013, ID 786051.
Eni S, 2016, Pengaruh Konsumsi Kurma (Phoenix dactylifera L) Terhadap Kenaikan
Kadar Hemoglobin pada Ibu Hamil Trimester II Di Wilayah
PuskesmasKediri.www.ejurnaladhkdr.com/index.php/coba/article/download/119/
100. Diakses pada tanggal 10 Agustus 2017
Fadila, et al., 2017. Pengaruh Kurma (Phoenix Dactylifera Linn) terhadap Kadar Besi
(Fe) dan Hemoglobin (Hb) Tikus Jantan (Rattus Noevergicus) Model Anemia.
Surakarta: Program Studi Ilmu Gizi Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
(Tesis).
Fatimah, ST, et al., 2011, Pola Konsumsi dan Kadar Hemoglobin pada Ibu Hamil di
Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Makara Kesehatan. 15 (01): 31-36
Manuaba, I.G.B, 2010, Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Gynekolog iedisi II, EGC
Jakarta
Maulina, Nora & I.P. Sitepu, 2015, Pengaruh Pemberian Kacang Hijau (Phaseolus
radiatus) terhadap Peningkatan Kadar Hemoglobin Tikus Putih (Rattus
norveicus) Jantan Galur Wistar.Rendah Zat Besi (Fe), Sains Medika, Vol. 5, No.
1, Januari - Juni 2013 : 17-19.
35
Ngatidjan, P.S., 2006. Metode Laborato-rium dan Toksikologi. Artikel Kese-hatan.
FKUGM, Yogyakarta.
Notoatmodjo, S, 2012, Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi Revisi, Rineka Cipta,
Jakarta.
Proverawati, 2009, Asuhan Kebidanan Kehamilan. Nuha Medika, Yogyakarta
Rista, Y, 2014, Efektifitas Madu Terhadap Peningkatan Hb Pada Tikus Putih, Jesbio
Vol. III, No. 5.
Roosleyn, I.P.T, 2016, Strategi dalam Penanggulangan Pencegahan Anemia pada
Kehamilan, Jurnal Ilmiah Widya. 3: 1-9
Rosita. 2009. Khasiat dan Keajaiban Kurma. Mizan Publika, Bandung.
Santoso, 2008, Tanaman, Ragam, Khasiat Obat, Agromedia Pustaka, Jakarta
Satuhu, S, 2010, Kurma Khasiat dan Olahannya, Jakarta, Penebar Swadaya
Sinaga, Dian, 2005, Kehamilan, Persalinan, dan Gangguan Kehamilan, Nuhamedika,
Yogyakarta.
Sulistyoningsih, H, 2011, Gizi Untuk Kesehatan Ibu Dan Anak, Graha Ilmu, Yogyakarta
Suryandari, A.E & O. Happinasari, 2015, Perbandingan Kenaikan Kadar Hemoglobin
pada Ibu Hamil yang diberi Fe dengan Fe dan Buah Bit di Wilayah Kerja
Puskesmas Purwoketo Selatan, Jurnal Kebidanan. 7 (01): 36-47
Sukrat, B & Sirichotiyakul, S, 2006, The Prevalence and Causes of Anemia During
Pregnancy in Maharaj Nakorn Chiang Mai Hospital, J.Med. Assoc. 89: 142-46
Syahidatul, 2018, pengaruh pemberian ekstrak daging buah kurma terhadap kadar
hemoglobin pada mancit bunting, Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi. 17 (02):
118-125
Utami, et al, 2017, Kurma dalam Terapi Anemia Defisiensi Besi. Jurnal Kedokteran
Unila. 1(03): 591-597
WHO, 2017, Worldwide prevalence of anaemia. WHO Report,
51,https://doi.org/10.1017/S1368980008002401
Wibowo, N & Purba, R.T. 2006, Anemia Defisiensi Besi Dalam Kehamilan. Jurnal
Kedokteran dan Farmasi. 19 : 3-7
36
Zen, et al, 2013, Pengaruh Pemberian Sari Kurma (Phoenix dactylifera) terhadap
Kadar Hemoglobin Studi Eksperimental pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar
yang Diberi Diet Rendah Zat Besi (Fe), Sains Medika, 5(1), 17–19.