46
BAB I PENDAHULUAN Menurut WHO, demensia adalah sindrom neurodegeneratif yang timbul karena adanya kelainan yang bersifat kronis dan progresif disertai dengan gangguan fungsi luhur multipel seperti kalkulasi, kapasitas belajar, bahasa, dan mengambil keputusan. Kesadaran pada demensia tidak terganggu. Gangguan fungsi kognitif biasanya disertai dengan perburukan kontrol emosi, perilaku dan motivasi. Merosotnya fungsi kognitif ini harus cukup berat sehingga mengganggu fungsi sosial dan pekerjaan individu. Demensia adalah suatu kondisi klinis yang perlu didiagnosis dan ditelusuri penyebabnya. Penyebab demensia sangat banyak, namun tampilan gejala klinis umumnya hampir sama. 1 Enam puluh persen demensia adalah irreversibel (tidak dapat pulih ke kondisi semula), 25% dapat dikontrol, dan 15% reversibel (dapat pulih kembali). Penyakit penyebab demensia yang dapat diobati harus dapat diidentifikasi dan dikelola sebaik-baiknya. Prevalensi demensia pada populasi lanjut usia (> 65 tahun) berkisar 3-30%. Demensia tipe Alzheimer dilaporkan bertumbuh 2 kali lipat setiap pertambahan usia 5 tahun, yaitu bila prevalensi demensia pada usia 65 tahun 3% maka menjadi 6% pada usia 70 tahun, 12% 1

Dementia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Dementia

Citation preview

Page 1: Dementia

BAB I

PENDAHULUAN

Menurut WHO, demensia adalah sindrom neurodegeneratif yang timbul

karena adanya kelainan yang bersifat kronis dan progresif disertai dengan

gangguan fungsi luhur multipel seperti kalkulasi, kapasitas belajar, bahasa, dan

mengambil keputusan. Kesadaran pada demensia tidak terganggu. Gangguan

fungsi kognitif biasanya disertai dengan perburukan kontrol emosi, perilaku dan

motivasi. Merosotnya fungsi kognitif ini harus cukup berat sehingga mengganggu

fungsi sosial dan pekerjaan individu. Demensia adalah suatu kondisi klinis yang

perlu didiagnosis dan ditelusuri penyebabnya. Penyebab demensia sangat banyak,

namun tampilan gejala klinis umumnya hampir sama.1

Enam puluh persen demensia adalah irreversibel (tidak dapat pulih ke

kondisi semula), 25% dapat dikontrol, dan 15% reversibel (dapat pulih kembali).

Penyakit penyebab demensia yang dapat diobati harus dapat diidentifikasi dan

dikelola sebaik-baiknya. Prevalensi demensia pada populasi lanjut usia (> 65

tahun) berkisar 3-30%. Demensia tipe Alzheimer dilaporkan bertumbuh 2 kali

lipat setiap pertambahan usia 5 tahun, yaitu bila prevalensi demensia pada usia 65

tahun 3% maka menjadi 6% pada usia 70 tahun, 12% pada 75 tahun dan 24%

pada usia 80 tahun. Di Indonesia pada tahun 2006 diperkirakan ada 1 juta orang

dengan demensia untuk jumlah lanjut usia 20 juta orang.3

Demensia merupakan salah satu penyakit yang paling sering terjadi pada

lanjut usia. Di negara-negara barat, demensia vaskular menduduki urutan kedua

terbanyak setelah penyakit Alzheimer. Tetapi karena demensia vaskular

merupakan tipe demensia yang terbanyak pada beberapa negara Asia dengan

populasi penduduk yang besar maka kemungkinan demensia vaskular ini

merupakan tipe demensia yang terbanyak di dunia. demensia vaskular juga

merupakan bentuk demensia yang dapat dicegah sehingga mempunyai peranan

yang besar dalam menurunkan angka kejadian demensia dan perbaikan kualitas

hidup usia lanjut. Dalam arti kata luas, semua demensia yang diakibatkan oleh

penyakit pembuluh darah serebral dapat disebut sebagai demensia vaskular.3

1

Page 2: Dementia

Diagnosis demensia vaskular ditegakkan melalui dua tahap, pertama

menegakkan diagnosis demensia, kedua mencari proses vaskular yang mendasari.

Terdapat beberapa kriteria diagnostik untuk menegakkan diagnosis demensia

vaskular, yaitu: (i) diagnostic and statictical manual of mental disorders edisi ke

empat (DSM-IV), (ii) pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa

(PPDGJ) III, (iii) international clasification of diseases (ICD-10), (iv) the state of

California Alzheimer’s disease diagnostic and treatment centers (ADDTC), dan

(v) national institute of neurological disorders and stroke and the association

internationale pour la recherche et l’enseignement en neurosciences

(NINDSAIREN).1,2,4

Mengingat semakin banyaknya jumlah lanjut usia dan semakin

meningkatkan jumlah demensia di seluruh dunia, penting untuk mengetahui

demensia ini lebih lanjut.

2

Page 3: Dementia

BAB 2

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Defenisi 5,6

Demensia adalah suatu sindrom penurunan fungsi kognitif yang

bermanifestasi sebagai gangguan memori sehingga mengganggu pekerjaannya,

aktivitas sosial atau hubungan dengan orang lain disertai dua atau lebih gangguan

modalitas kognitif lainnya yaitu orientasi, atensi, berfikir abstrak, fungsi bahasa,

fungsi visuospasial, fungsi eksekutif dan aktivitas sehari-hari.5 Demensia

merupakan gangguan fungsi intelektual dan memori didapat yang disebabkan

oleh penyakit otak yang tidak berhubungan dengan tingkat kesadaran.6

Tahapan-tahapan pada Demensia 2,13

1. Stadium I / awal : Berlangsung 2-4 tahun dan disebut stadium amnestik

dengan gejala gangguan memori, berhitung dan aktifitas spontan

menurun.” Fungsi memori yang terganggu adalah memori baru atau lupa

hal baru yang di alami,” dan tidak menggangu aktivitas rutin dalam

keluarga.

2. Stadium II / pertengahan : Berlangsung 2-10 tahun dan disebut fase

demensia. Gejalanya antara lain, disorientasi, gangguan bahasa (afasia).

Penderita mudah bingung, penurunan fungsi memori lebih berat sehingga

penderita tak dapat melakukan kegiatan sampai selesai, Gangguan

kemampuan merawat diri yang sangat besar, Gangguan siklus tidur

ganguan, Mulai terjadi inkontensia, tidak mengenal anggota keluarganya,

tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga mengulanginya lagi

” Dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat

di lingkungan ”.

3. Stadium III/akhir : Berlangsung 6-12 tahun. ” Penderita menjadi vegetatif,

tidak bergerak dangangguan komunikasi yang parah (membisu),

ketidakmampuan untuk mengenali keluarga dan teman-teman, gangguan

mobilisasi dengan hilangnya kemampuan untuk berjalan, kaku otot,

gangguan siklus tidur-bangun, dengan peningkatan waktu tidur, tidak bisa

3

Page 4: Dementia

mengendalikan buang air besar/ kecil. Kegiatan sehari-hari membutuhkan

bantuan orang lain dan kematian terjadi akibat infeksi atau trauma.

2.2 Sejarah dan Epidemologi 3,4,7,8,9

Pada jaman Romawi dari kata Latin sebenarnya, kata demens tidak

memiliki arti konotasi yang spesifik. Yang pertama kali menggunakan kata

demensia adalah seorang enclyopedist yang bernama Celcus di dalam

publikasinya De re medicine sekitar AD 30 yang mengartikan demens sebagai

istilah gila. Seabad kemudian seorang tabib dari Cappodocian yang bernama

Areteus menggunakan istilah senile dementia pada seorang pasien tua yang

berkelakuan seperti anak kecil. Kemudian pada awal abad ke 19 seorang psikiater

Prancis yang bernama Pinel menghubungkan terminologi demensia dengan

perubahan mental yang progresif pada pasien yang mirip idiot. Sampai abad ke

19 istilah demensia dianggap sebagai masa terminal dari penyakit kejiwaan yang

membawa kematian.7

Baru pada awal abad ke 20, yaitu tahun 1907 Alzheimer

mempublikasikan suatu kasus yang berjudul “A Unique Illnes involving cerebral

cortex” pada pasien wanita umur 55 tahun. Kemudian kasus itu ditabalkan

sebagai penyakit Alzheimer. Pasien ini masih relatif muda dan secara progresif

bertahap mengalami gejala seperti psikosis dan demensia kemudian meninggal 4-

5 tahun setelah onset serangan pertama. Pada otopsi ditemukan 1/3 dari bagian

neuron kortek menghilang dari neuron yang tinggal menggembung berisi

gumpalan fiber dalam sitoplasmanya. Alzheimer menduga adanya perubahan

kimiawi di dalam neurofibril. Alzheimer lah yang pertama kali menemukan dan

menamakan neurofibrillary tangles (NT) dimana NT bersamaan dengan senile

plaque (SP) dianggap sebagai penanda diagnostik Alzheimer Disease. Proses

penuaan tidak dapat dihambat, baik penuaan otak maupun fisik. Otak akan atropi,

sel pyramidal neuron di neokortek dan hipokampus akan mengkerut,

pengurangan dendrit dan sinaps. Seiring dengan itu maka gerakan dan reaksi

akan melambat, akan tetapi kaum tua masih dapat lari ataupun bermain tenis

secukupnya. Ingatan akan kata berkurang tetapi memori, semantik, pengetahuan,

dan vocabulary tidaklah akan menurun.7

4

Page 5: Dementia

Pada umumnya 40% penderita demensia berada di atas 65 tahun dengan

angka insidens 187/100.000/tahunnya. Untuk demensia tidak ada perbedaan

antara pria dan wanita sedangkan untuk demensia Alzheimer lebih banyak wanita

dengan rasio 1,6. Insiden demensia Alzheimer sangatlah berkaitan dengan umur,

5% dari populasi berusia di atas 65 tahun di Amerika dan Eropa merupakan

penderita Alzheimer, dan ini sesuai dengan makin banyak populasi orang tua di

Amerika Serikat dan Eropa, maka makin tua populasinya makin banyak kasus

AD, dimana pada populasi umur 80 tahun didapati 50% penderita Alzheimer

Demensia. 4

Penyakit alzheimer dapat timbul pada semua umur, 96% kasus dijumpai

setelah berusia 40 tahun keatas. Schoenburg dan Coleangus (1987) melaporkan

insidensi berdasarkan umur: 4,4/1000.000 pada usia 30-50 tahun, 95,8/100.000

pada usia > 80 tahun. Angka prevalensi penyakit ini per 100.000 populasi sekitar

300 pada kelompok usia 60-69 tahun, 3200 pada kelompok usia 70-79 tahun, dan

10.800 pada usia 80 tahun. Diperkirakan pada tahun 2000 terdapat 2 juta

penduduk penderita penyakit alzheimer. Sedangkan di Indonesia diperkirakan

jumlah usia lanjt berkisar, 18,5 juta orang dengan angka insidensi dan prevalensi

penyakit alzheimer belum diketahui dengan pasti. Berdasarkan jenis kelamin,

prevalensi wanita lebih banyak tiga kali dibandingkan laki laki. Hal ini mungkin

refleksi dari usia harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan laki-laki. Dari

beberapa penelitian tidak ada perbedaan terhadap jenis kelamin.8,9

Istilah demensia vaskular menggantikan istilah demensia multi infark

karena infark multipel bukan satu-satunya penyebab demensia tipe ini. Infark

tunggal di lokasi tertentu, episode hipotensi, leukoaraiosis, infark inkomplit dan

perdarahan juga dapat menyebabkan kelainan kognitif. Saat ini istilah demensia

vaskular digunakan untuk sindrom demensia yang terjadi sebagai konsekuensi

dari lesi hipoksia, iskemia atau perdarahan di otak. Prevalensi demensia vaskular

bervariasi antar negara, tetapi prevalensi terbesar ditemukan di negara maju. Di

Kanada insiden rate pada usia ≥ 65 tahun besarnya 2,52 per 1000 sedangkan di

Jepang prevalensi demensia vaskular besarnya 4,8%. Prevalensi demensia

vaskular akan semakin meningkat dengan meningkatnya usia seseorang, dan lebih

sering dijumpai pada laki-laki. Sebuah penelitian di Swedia menunjukkan risiko

5

Page 6: Dementia

terjadinya demensia vaskular pada laki-laki besarnya 34,5% dan perempuan

19,4%. The European Community Concerted Action on Epidemiology and

Prevention of Dementia mendapatkan prevalensi berkisar dari 1,5/100 wanita usia

75-79 tahun di Inggris hingga 16,3/100 laki-laki usia di atas 80 tahun di Itali.3

2.3 Etiologi Demensia

Penyebab demensia yang paling sering pada individu yang berusia diatas

65 tahun adalah (1) penyakit Alzheimer, (2) demensia vaskuler, dan (3) campuran

antara keduanya. Penyebab lain yang mencapai kira-kira 10 persen diantaranya

adalah demensia jisim Lewy (Lewy body dementia), penyakit Pick, demensia

frontotemporal, hidrosefalus tekanan normal, demensia alkoholik, demensia

infeksiosa (misalnya human immunodeficiency virus (HIV) atau sifilis) dan

penyakit Parkinson. Banyak jenis demensia yang melalui evaluasi dan

penatalaksanaan klinis berhubungan dengan penyebab yang reversibel seperti

kelaianan metabolik (misalnya hipotiroidisme), defisiensi nutrisi (misalnya

defisiensi vitamin B12 atau defisiensi asam folat), atau sindrom demensia akibat

depresi.13

2.3 Klasifikasi demensia 4

Demensia terbagi atas 2 dimensi yaitu menurut umur dan menurut level

kortikal. Menurut umur; terbagi atas: Demensia senilis onset > 65 tahun dan

Demensia presenilis < 65 tahun. Menurut level kortikal dibagi menjadi 2 yaitu

demensia kortikal dan demensia subkortikal. Demensia kortikal ditandai dengan

gangguan fungsi luhur; afasia, agnosia, apraksia. Demensia subkortikal ditandai

dengan apatis, forgetful, lamban, adanya gangguan gerak. Klasifikasi lain yang

berdasarkan korelasi gejala klinik dengan patologi-anatomisnya (1) Anterior :

Frontal premotor cortex yaitu perubahan behavior, kehilangan kontrol, anti

sosial, reaksi lambat. (2) Posterior: lobus parietal dan temporal yaitu gangguan

kognitif: memori dan bahasa, akan tetapi behaviour relatif baik. Bentuk terbanyak

dari demensia adalah penyakit Alzheimer dan demensia vaskular.

6

Page 7: Dementia

2.3.A Demensia Alzheimer 1,2,4,6

Alzheimer adalah suatu gangguan otak yang progresif dan tidak dapat

dibalik, yang dicirikan dengan kemorosotan secara perlahan dari ingatan,

penalaran, bahasa, dan tentunya fungsi fisik. Oleh karena itu, demensia

Alzheimer adalah demensia yang disebabkan oleh Alzheimer, yang berarti

demensia yang disertai oleh perubahan patologis di otak penderitanya dengan

waktu penyebaran sekitar 5 sampai 20 tahun yang diakhiri dengan kematian.

Penyakit alzheimer merupakan penyakit neurodegeneratif yang secara

epidemiologi terbagi 2 kelompok yaitu kelompok yang menderita pada usia

kurang 65 tahun disebut sebagai early onset sedangkan kelompok yang menderita

pada usia lebih dari 65 tahun disebut sebagai late onset.4

Penyakit alzheimer dapat timbul pada semua umur, 96% kasus dijumpai

setelah berusia 40 tahun keatas. Schoenburg dan Coleangus (1987) melaporkan

insidensi berdasarkan umur: 4,4/1000.000 pada usia 30-50 tahun, 95,8/100.000

pada usia > 80 tahun. Angka prevalensi penyakit ini per 100.000 populasi sekitar

300 pada kelompok usia 60-69 tahun, 3200 pada kelompok usia 70-79 tahun, dan

10.800 pada usia 80 tahun. Diperkirakan pada tahun 2000 terdapat 2 juta

penduduk penderita penyakit alzheimer. Sedangkan di Indonesia diperkirakan

jumlah usia lanjut berkisar, 18,5 juta orang dengan angka insidensi dan prevalensi

penyakit alzheimer belum diketahui dengan pasti. Berdasarkan jenis kelamin,

prevalensi wanita lebih banyak tiga kali dibandingkan laki laki. Hal ini mungkin

refleksi dari usia harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan laki-laki. Dari

beberapa penelitian tidak ada perbedaan terhadap jenis kelamin.4,6

Mutasi beberapa gen familial penyakit Alzheimer pada kromosom 21,

kromosom 14 dan kromosom 1 ditemukan pada 5% pasien. Sementara riwayat

keluarga dan munculnya alel e4 dari apolipoprotein E pada 30% pasien.

Seseorang dengan riwayat keluarga pada anggota keluarga tingkat pertama (first

degree relative) mempunyai resiko 2-3 kali menderita penyakit Alzheimer.

Walalupun alel e4 Apo E bukan penyebab timbulnya demensia tetapi munculnya

alel ini merupakan faktor utama yang mempermudah seseorang menderita

penyakit Alzheimer.6

7

Page 8: Dementia

Gambar 2.1 Sel otak pada Penyakit Alzheimer dibandingkan dengan sel otak normal.2

Gambar 2.2 Penyakit Alzheimer. Tampak secara jelas plak senilis disebelah kiri. Beberapa serabut neuron tampak kusut disebelah kanan. Menjadi catatan

tentang adanya kekacauan hantaran listrik pada sistem kortikal.2

8

Page 9: Dementia

Penyebab penyakit Alzheimer sampai saat ini masih belum pasti, tetapi

ada beberapa faktor yang diperkirakan dan berdasarkan hasil penelitian

menunjukkan bukti yang sejalan, yaitu:

- Usia

Bertambahnya usia memang menjadi salah satu faktor resiko paling

penting seseorang menderita penyakit Alzheimer. Walaupun begitu

penyakit Alzheimer ini dapat diderita oleh semua orang pada semua usia.

Namun 96% diderita oleh individu yang berusia 40 tahun keatas.

- Genetik

Faktor genetik merupakan faktor resiko penting kedua setelah faktor usia.

Individu yang memiliki hubungan keluarga yang dekat dengan penderita

beresiko dua kali lipat untuk terkena Alzheimer. Pada penderita early

onset umumnya disebabkan oleh faktor turunan. Tetapi secara

keseluruhan kasus ini mungkin kurang dari 5% dari semua kasus

Alzheimer. Sebagian besar penderita Down’s Syndrome memiliki tanda-

tanda neuropatholigic Alzheimer pada usia 40 tahun.

- Jenis kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, maka prevalensi wanita yang menderita

Alzheimer lebih banyak tiga kali lipat dibandingkan pria. Hal ini mungkin

disebabkan karena usia harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan

dengan pria.

- Pendidikan

Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi memiliki faktor

pelindung dari resiko menderita Alzheimer, tetapi hanya untuk menunda

onset manifestasi klinis. Hal ini disebabkan karena edukasi berhubungan

erat dengan intelegensi, oleh karena itu ada juga penderita dengan tingkat

pendidikan yang tinggi. Tetapi beberapa ahli mengatakan bahwa

kemampuan linguistik seseorang lebih baik dalam hal menjadi prediktor

daripada edukasi.

- Trauma kepala

Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara penyakit

Alzheimer dengan trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju

9

Page 10: Dementia

yang menderita demensia pugilistik, dimana pada otopsinya ditemukan

banyak neurofibrillary tangles.

Alzheimer's Disease and Related Disorders Association (2001), membuat

10 gejala penyakit Alzheimer Demensia yang sering muncul. Gejala-gejala

tersebut adalah sebagai berikut:1,2

- Hilang ingatan

Pada awalnya penderita akan mengalami penurunan fungsi kognitif yang

dimulai dengan sulit mengingat informasi baru dan mudah melupakan

informasi yang baru saja didapat. Semakin lama individu menderita

Alzheimer, penurunan fungsi kognitif ini akan semakin parah. Pada gejala

ini biasanya juga disertai dengan gejala agnosia, yaitu: kesulitan

mengenali orang-orang yang disayanginya, seperti keluarga dan teman. 

- Apraxia

Hal ini ditandai dengan penderita sulit mengerjakan tugas yang familiar.

Penderita sering mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas sehari-

hari yang sangat mereka ketahui, contohnya mereka tidak mengetahui

langkah-langkah untuk menyiapkan makanan, berpakaian, atau

menggunakan perabot rumah tangga.

- Gangguan bahasa

Pada awalnya penderita akan terlihat sulit untuk mencari kata yang tepat

dalam mengungkapkan isi pikirannya. Semakin parah penyakitnya, maka

ucapan dan/ atau tulisan penderita jadi sulit untuk dimengerti karena

penderita menggunakan kalimat dengan substitusi kata-kata yang tidak

biasa digunakan. Contohnya: jika penerita sulit menemukan sikat giginya,

maka ia akan bertanya "sesuatu untuk mulut saya".

- Disfungsi visuo-spatial yang ditandai dengan disorientasi waktu dan

tempat. Penderita dapat tersesat di jalan dekat rumahnya sendiri, lupa di

mana ia berada, bagaimana ia sampai ke tempat tersebut, dan tidak tahu

bagaimana caranya kembali ke rumah.

10

Page 11: Dementia

- Disfungsi eksekutif

Hal ini disebabkan karena frontal lobe penderita mengalami gangguan,

ditandai dengan: sulit menyelesaikan masalah, reasoning, pembuatan

keputusan dan penilaian. Misalnya penderita mengenakan baju tanpa

mempertimbangkan cuaca, memakai beberapa kaos di hari yang panas/

memakai pakaian yang sangat minim ketika cuaca dingin.

- Bermasalah dengan pemikiran abstrak

Menyeimbangkan buku cek dapat menjadi begitu sulit ketika tugas

tersebut lebih rumit dari biasanya. Namun demikian, pada penderita,

mereka akan benar-benar lupa berapa jumlah atau angkanya, dan apa yang

harus mereka lakukan terhadap angka-angka tersebut.

- Salah menempatkan segala sesuatu

Penderita akan meletakkan segala sesuatu pada tempat yang tidak

sewajarnya, contoh: meletakkan gosokan di dalam freezer atau

meletakkan jam tangan di dalam mangkuk gula.

- Perubahan moody atau tingkah laku

Setiap orang dapat menjadi sedih atau moody dari waktu ke waktu, tetapi

penderita menampilkan mood yang berubah-ubah dari tenang menjadi

ketakutan kemudian menjadi marah secara tiba-tiba tanpa ada alasan yang

jelas. 

- Perubahan kepribadian

Merupakan bentuk lanjutan dari perubahan moody, ditandai dengan gejala

psikitrik dan perilaku. Penderita dapat sangat berubah, menjadi benar-

benar kacau, penuh kecurigaan, cemas, ketakutan atau menjadi

bergantung pada anggota keluarga. Menurut Ethical Digest, untuk gejala

psikitrik, sekitar 50% penderita mengalami depresi. Selain itu penderita

juga sering mengalami delusi paranoid dan terkadang juga mengalami

halusinasi (dengar, visual, dan haptic). Sedangkan untuk gangguan

perilaku, meliputi agitasi (aktivitas verbal maupun motorik yang

berlebihan dan tidak selaras), wandering (mondar-mandir, mencari-cari/

membututi caregiver ke mana pun mereka pergi, berjalan mengelilingi

rumah, keluyuran), dan gangguan tidur (berupa disinhibisi, yaitu perilaku

11

Page 12: Dementia

yang melanggar norma-norma sosial, yang disebabkan oleh hilangnya

fungsi pengendalian diri individu).

- Kehilangan inisiatif/ apatis

Penderita jadi pasif, duduk di depan televisi selama berjam-jam, tidur

lebih dari biasanya atau tidak ingin melakukan aktivitas yang biasanya

dilakukan.

Berdasarkan National Alzheimer's Association (2003), gejala-gejala

Alzheimer di atas dapat dibagi menjadi 3 tahap, sesuai dengan tingkat

keparahannya, yaitu:2.4

- Gejala ringan, umum terdapat pada penderita early onset, yaitu: sering

bingung dan melupakan informasi yang baru dipelajari, disorientasi

(tersesat di daerah yang dikenalnya dengan baik), bermasalah dalam

melaksanakan tugas rutin, mengalami perubahan dalam kepribadian dan

penilaian.

- Gejala menengah, yaitu: kesulitan dalam mengerjakan aktivitas hidup

sehari-hari (makan, mandi), cemas, curiga, agitasi, mengalami gangguan

tidur, keluyuran, agnosia. Gejala akut, umum pada penderita late onset,

yaitu: kehilangan kemampuan berbicara, hilangnya nafsu makan,

menurunnya berat badan, tidak mampu mengontrol otot spinchtes, sangat

tergantung pada caregiver atau pengasuh.

Patogenesis Penyakit Alzheimer 2,4,6

Sejumlah patogenesa penyakit alzheimer yaitu:

a. Faktor genetik

Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus alzheimer

iniditurunkan melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan

garispertama pada keluarga penderita alzheimer mempunyai resiko

menderitademensia 6 kali lebih besar dibandingkan kelompok kontrol

normal. Pemeriksaan genetika DNA pada penderita alzheimer dengan

familial early onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21 diregio

proximallog arm, sedangkan pada familial late onset didapatkan kelainan

12

Page 13: Dementia

lokuspada kromosom 19. Begitu pula pada penderita down syndrom

memempunyai kelainan gen kromosom 21, setelah berumur 40

tahunterdapat neurofibrillary tangles (NFT), senile plaque dan penurunan

Marker kolinergik pada jaringan otaknya yang menggambarkan kelainan

histopatologi pada penderita alzheimer. Hasil penelitian penyakit

alzheimer terhadap anak kembar menunjukkan 40-50% adalah

monozygote dan 50% adalah dizygote. Keadaan ini mendukung bahwa

faktor genetik berperan dalam penyakit alzheimer. Pada sporadik non

familial (50-70%), beberapa penderitanya ditemukan kelainan lokus

kromosom 6, keadaan ini menunjukkan bahwa kemungkinan faktor

lingkungan menentukan ekspresi genetika pada alzheimer.

b. Faktor infeksi

Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluarga

penderita alzheimer yang dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata

diketemukan adanya antibodi reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan

infeksi pada susunan saraf pusat yang bersipat lambat, kronik dan remisi.

Beberapa penyakit infeksi seperti Creutzfeldt-Jacob disease, diduga

berhubungan dengan penyakit alzheimer. Hipotesa tersebut mempunyai

beberapa persamaan antara lain, manifestasi klinik yang sama, tidak

adanya respon imun yang spesifik, adanya plak amyloid pada susunan

saraf pusat, timbulnya gejala mioklonus, adanya gambaran spongioform

c. Faktor lingkungan

Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat

berperan dalam patogenesa penyakit alzheimer. Faktor lingkungan antara

lain, aluminium, silicon, mercury, zinc. Aluminium merupakan

neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat yang ditemukan

neurofibrillary tangles (NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Hal tersebut

diatas belum dapat dijelaskan secara pasti, apakah keberadaan aluminum

adalah penyebab degenerasi neurosal primer atau sesuatu hal yang

tumpang tindih. Pada penderita alzheimer, juga ditemukan keadan

ketidakseimbangan merkuri, nitrogen, fosfor, sodium, dengan patogenesa

yang belum jelas.

13

Page 14: Dementia

Ada dugaan bahwa asam amino glutamat akan menyebabkan depolarisasi

melalui reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke

intraseluler (Cairan-influks) dan menyebabkan kerusakan metabolisma

energi seluler dengan akibat kerusakan dan kematian neuron.

d. Faktor imunologis

Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita

alzheimer didapatkan kelainan serum protein seperti penurunan albumin

dan peningkatan alpha protein, anti trypsin alphamarcoglobuli dan

haptoglobuli. Heyman (1984), melaporkan terdapat hubungan bermakna

dan meningkat dari penderita alzheimer dengan penderita tiroid. Tiroid

Hashimoto merupakan penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan

pada wanita muda karena peranan faktor immunitas

e. Faktor trauma

Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit alzheimer

dengan trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang

menderita demensia pugilistik, dimana pada otopsinya ditemukan banyak

neurofibrillary tangles.

f. Faktor neurotransmiter

Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita alzheimer

mempunyai peranan yang sangat penting seperti asetilkolin, noradrenalin,

dopamin, serotonin, MAO (Monoamine Oksidase).

2.3.B Demensia Vaskular 1,2,3,4,7

Demensia vaskular adalah penurunan kognitif dan kemunduran fungsional

yangdisebabkan oleh penyakit serebrovaskuler, biasanya stroke hemoragik dan

iskemik, jugadisebabkan oleh penyakit substansia alba iskemik atau sekuale dari

hipotensi atau hipoksia. Banyak orang lanjut usia dengan penurunan kognitif

yang progresif mempunyai vaskular yang patologi dan perubahan yang

berhubungan dengan Alzheimer secara bersamaan. Pada pasien ini, terdapat

kombinasi patologi penyakit Alzheimer dan vaskular sehingga sukar

untuk menentukan penyebab prinsip dari demensia.1,2

14

Page 15: Dementia

Demensia vaskular merupakan penyebab demensia yang kedua tertinggi

di AmerikaSerikat dan Eropa, tetapi merupakan penyebab utama di beberapa

bagian di Asia. Kadar prevalensi demensia vaskular 1,5% di negara Barat dan

kurang lebih 2,2% di Jepang. Di Jepang, 50% dari semua jenis demensia pada

individu berumur lebih dari 65 tahun adalah demensia vaskular. Di Eropa,

demensia vaskular dan demensia kombinasi masing-masing 20% dan 40%dari

kasus. Di Amerika Latin, 15% dari semua demensia adalah demensia vaskular.

Kadar prevalensi demensia adalah 9 kali lebih besar pada pasien yang telah

mengalami stroke berbanding yang terkontrol. Setahun pasca stroke, 25%

pasienmengalami demensia awitan baru. Demensia vaskular paling sering pada

laki-laki, khususnya pada mereka denganhipertensi yang telah ada sebelumnya

atau faktor risiko kardiovaskular lainnya. Insiden meningkat sesuai dengan

peningkatan umur. 4

Penyebab utama dari demensia vaskular adalah penyakit serebrovaskular

yang multipel, yang menyebabkan suatu pola gejala demensia. Gangguan

terutama mengenai pembuluh darahserebral berukuran kecil dan sedang, yang

mengalami infark menghasilkan lesi parenkimmultipel yang menyebar pada

daerah otak yang luas. Penyebab infark termasuklah oklusi pembuluh darah oleh

plak arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat asal yang jauh sepertikatup

jantung. Pada pemeriksaan, ditemukan bruit karotis, kelainan funduskopi, atau

pembesaran ruang jantung. 3,4

Patogenesis Demensia Vaskular 4,10,11,12

a) Infark multipel

Demensia multi infark merupakan akibat dari infark multipel dan

bilateral. Terdapat riwayat satu atau beberapa kali serangan stroke dengan

gejala fokal seperti hemiparesis/hemiplegi, afasia, hemianopsia.

Pseudobulbar palsy sering disertai disartria, gangguan berjalan (small

step gait), forced laughing/crying, refleks Babinski dan inkontinensia.

Computed tomography imaging (CT scan) otak menunjukkan

hipodensitas bilateral disertai atrofi kortikal, kadang-kadang disertai

dilatasi ventrikel.

15

Page 16: Dementia

b) Infark lakunar

Lakunar adalah infark kecil, diameter 2-15 mm, disebabkan kelainan pada

small penetrating arteries di daerah diencephalon, batang otak dan sub

kortikal akibat dari hipertensi. Pada sepertiga kasus, infark lakunar

bersifat asimptomatik. Apabila menimbulkan gejala, dapat terjadi

gangguan sensorik, transient ischaemic attack, hemiparesis atau ataksia.

Bila jumlah lakunar bertambah maka akan timbul sindrom demensia,

sering disertai pseudobulbar palsy. Pada derajat yang berat terjadi lacunar

state. CT scan otak menunjukkan hipodensitas multipel dengan ukuran

kecil, dapat juga tidak tampak pada CT scan otak karena ukurannya yang

kecil atau terletak di daerah batang otak. Magnetic resonance imaging

(MRI) otak merupakan pemeriksaan penunjang yang lebih akurat untuk

menunjukkan adanya lakunar terutama di daerah batang otak (pons).

c) Infark tunggal di daerah strategis

Strategic single infarct dementia merupakan akibat lesi iskemik pada

daerah kortikal atau sub kortikal yang mempunyai fungsi penting. Infark

girus angularis menimbulkan gejala afasia sensorik, aleksia, agrafia,

gangguan memori, disorientasi spasial dan gangguan konstruksi. Infark

daerah distribusi arteri serebri posterior menimbulkan gejala amnesia

disertai agitasi, halusinasi visual, gangguan visual dan kebingungan.

Infark daerah distribusi arteri serebri anterior menimbulkan abulia, afasia

motorik dan apraksia. Infark lobus parietalis menimbulkan gangguan

kognitif dan tingkah laku yang disebabkan gangguan persepsi spasial.

Infark pada daerah distribusi arteri paramedian thalamus menghasilkan

thalamic dementia.

16

Page 17: Dementia

Gambar 2.3 Makroskopis korteks serebral pada potongan koronal dari suatu kasus demensia vaskuler. Letak infark lakunar bilateral multiple

mengenai thalamus, kapsula interna dan globus pallidus.2

d) Sindrom Binswanger

Gambaran klinis sindrom Binswanger menunjukkan demensia progresif

dengan riwayat stroke, hipertensi dan kadang-kadang diabetes melitus.

Sering disertai gejala pseudobulbar palsy, kelainan piramidal, gangguan

berjalan (gait) dan inkontinensia. Terdapat atrofi white matter,

pembesaran ventrikel dengan korteks serebral yang normal. Faktor

risikonya adalah small artery diseases (hipertensi, angiopati amiloid),

kegagalan autoregulasi aliran darah di otak pada usia lanjut, hipoperfusi

periventrikel karena kegagalan jantung, aritmia dan hipotensi.

e) Angiopati amiloid serebral

Terdapat penimbunan amiloid pada tunika media dan adventisia arteriola

serebral. Insidensinya meningkat dengan bertambahnya usia. Kadang-

kadang terjadi demensia dengan onset mendadak.

f) Hipoperfusi

Demensia dapat terjadi akibat iskemia otak global karena henti jantung,

hipotensi berat, hipoperfusi dengan/tanpa gejala oklusi karotis, kegagalan

17

Page 18: Dementia

autoregulasi arteri serebral, kegagalan fungsi pernafasan. Kondisi-kondisi

tersebut menyebabkan lesi vaskular di otak yang multiple terutama di

daerah white matter.

g) Perdarahan

Demensia dapat terjadi karena lesi perdarahan seperti hematoma subdural

kronik, gejala sisa dari perdarahan sub arachnoid dan hematoma serebral.

Hematoma multipel berhubungan dengan angiopati amiloid serebral

idiopatik atau herediter.

h) Mekanisme lain

Mekanisme lain dapat mengakibatkan demensia termasuk kelainan

pembuluh darah inflamasi atau non inflamasi (poliartritis nodosa,

limfomatoid granulomatosis, giant-cell arteritis, dan sebagainya).

18

Page 19: Dementia

Gambar 2.4 Gambaran demensia vaskular.2

Serangan terjadinya demensia vaskular terjadi secara mendadak, dengan

didahului oleh transient ischemic attack (TIA) atau stroke, risiko terjadinya

demensia vaskular 9 kali pada tahun pertama setelah serangan dan semakin

menurun menjadi 2 kali selama 25 tahun kemudian.Adanya riwayat dari faktor

risiko penyakit sebero vaskular harus disadari tentang kemungkinan terjadinya

demensia vaskular. Gambaran klinik penderita demensia vaskular menunjukkan

kombinasi dari gejala fokal neurologik, kelainan neuropsikologik dan gejala

neuropsikiatrik. Gejala fokal neurologik dapat berupa gangguan motorik,

gangguan sensorik dan hemianopsia. Kelainan neuropsikologik berupa gangguan

memori disertai dua atau lebih kelainan kognitif lain seperti atensi, bahasa,

visuospasial dan fungsi eksekutif. Gejala neuropsikiatrik sering terjadi pada

19

Page 20: Dementia

demensia vaskular, dapat berupa perubahan kepribadian (paling sering), depresi,

mood labil, delusion, apati, abulia, tidak adanya spontanitas. Depresi berat terjadi

pada 25-50% pasien dan lebih dari 60% mengalami sindrom depresi dengan

gejala paling sering yaitu kesedihan, ansietas, retardasi psikomotor atau keluhan

somatik. Psikosis dengan ide-ide seperti waham terjadi pada } 50%, termasuk�

pikiran curiga, sindrom Capgras. Waham paling sering terjadi pada lesi yang

melibatkan struktur temporoparietal.3

Secara umum faktor risiko demensia vaskular sama seperti faktor risiko

stroke meliputi: usia, hipertensi, diabetes melitus, aterosklerosis, penyakit

jantung, penyakit arteri perifer, plak pada arteri karotis interna, alkohol, merokok,

ras dan pendidikan rendah. Berbagai studi prospektif menunjukkan risiko

vaskular seperti hipertensi, diabetes, hiperkolestrolemia merupakan faktor risiko

terjadinya demensia vaskular. Studi Kohort di Kanada menujukkan, penderita

diabetes risiko mengalami demensia vaskular 2,15 kali lebih besar, penderita

hipertensi 2,05 kali lebih besar, penderita kelainan jantung 2,52 kali lebih besar.

Sedangkan mereka yang makan kerang-kerangan (shellfish) dan berolahraga

secara demensia vaskular.3

2.4 Diagnosis Demensia

Dianostik DSM – IV menggunakan kriteria:

a) Adanya defisit kognitif multipleks yang dicirikan oleh gangguan memori

dan satu atau lebih dari gangguan kognitif berikut ini: (i) afasia (gangguan

berbahasa), (ii) apraksia (gangguan kemampuan untuk mengerjakan

aktivitas motorik, sementara fungsi motorik normal), (iii) agnosia (tidak

dapat mengenal atau mengidentifikasikan benda walaupaun fungsi

sensoriknya normal), dan (iv) gangguan dalam fungsi eksekutif

(merancang, mengorganisasikan, daya abstraksi, membuat urutan).

b) Defisit kognitif pada kriteria (a) yang menyebabkan gangguan fungsi

sosial dan okupasional yang jelas.

c) Tanda dan gejala neurologik fokal (reflex fisiologik meningkat, refleks

patologik positif, paralisis pseudobulbar, gangguan langkah, kelumpuhan

anggota gerak) atau bukti laboratorium dan radiologik yang membuktikan

20

Page 21: Dementia

adanya gangguan peredaran darah otak (GPDO), misal infark multipleks

yang melibatkan korteks dan subkorteks, yang dapat menjelaskan

kaitannya dengan munculnya gangguan.

d) Defisit yang ada tidak terjadi selama berlangsungnya delirium.

Anamnesis

Menurunnya daya ingat yang terus terjadi.

1. Pada penderita demensia, ”lupa” menjadi bagian keseharian yang tidak

bisa lepas.

2. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu,

bulan, tahun, tempat penderita demensia berada.

3. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang

benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi,

mangulang kata atau cerita yang sama berkali- kali.

4. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis yang berlebihan saat

melihat sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang di

lakukan orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita

demensia kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut

muncul.

5. Adanya perubahan tingkah laku seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan

gelisah.

Pemeriksaan demensia.

Diagnosis klinis tetap merupakan pendekatan yang paling baik karena

sampai saat ini belum ada pemeriksaan elektrofisiologis, neuro imaging dan

pemeriksaan lain untuk menegakkan demensia secara pasti. Beberapa langkah

praktis yang dapat dilakukan antara lain :

1. Riwayat medik umum

Perlu ditanyakan apakah penyandang mengalami gangguan medik yang dapat

menyebabkan demensia seperti hipotiroidisme, neoplasma, infeksi kronik.

Penyakit jantung koroner, gangguan katup jantung, hipertensi, hiperlipidemia,

diabetes dan arteriosklerosis perifer mengarah ke demensia vaskular.

21

Page 22: Dementia

a) Riwayat neurologi umum

Tujuan anamnesis riwayat neurologi adalah untuk mengetahui

kondisi-kondisi khusus penyebab demensia seperti riwayat stroke,

TIA, trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat, riwayat epilepsi dan

operasi otak karena tumor atau hidrosefalus. Gejala penyerta demensia

seperti gangguan motorik, sensorik, gangguan berjalan, nyeri kepala

saat awitan demesia lebih mengindikasikan kelainan struktural dari

pada sebab degeneratif.

b) Riwayat neurobehavioral

Anamnesa kelainan neurobehavioral penting untuk diagnosis

demensia atau tidaknya seseorang. Ini meliputi komponen memori.

(memori jangka pendek dan memori jangka panjang) orientasi ruang

dan waktu, kesulitan bahasa, fungsi eksekutif, kemampuan mengenal

wajah orang, bepergian, mengurus uang dan membuat keputusan.

a) Riwayat psikiatrik

Riwayat psikiatrik berguna untuk menentukan apakah penyandang

pernah mengalami gangguan psikiatrik sebelumnya. Perlu ditekankan

ada tidaknya riwayat depresi, psikosis, perubahan kepribadian,

tingkah laku agresif, delusi, halusinasi, dan pikiran paranoid.

Gangguan depresi juga dapat menurunkan fungsi kognitif, hal ini

disebut pseudodemensia.

b) Riwayat keracunan, nutrisi dan obat-obatan

Intoksikasi aluminium telah lama dikaitkan dengan ensefalopati toksik

dan gangguan kognitif walaupun laporan yang ada masih inkonsisten.

Defisiensi nutrisi, alkoholism kronik perlu menjadi pertimbangan

walau tidak spesifik untuk demensia Alzheimer. Perlu diketahui

bahwa anti depresan golongan trisiklik dan anti kolinergik dapat

menurunkan fungsi kognitif.

c) Riwayat keluarga

Pemeriksaan harus menggali kemungkinan insiden demensia di

keluarga, terutama hubungan keluarga langsung, atau penyakit

neurologik, psikiatrik.

22

Page 23: Dementia

2. Pemeriksaan objektif

Pemeriksaan untuk deteksi demensia harus meliputi pemeriksaan fisik

umum, pemeriksaan neurologis, pemeriksaan neuropsikologis,

pemeriksaan status fungsional dan pemeriksaan psikiatrik.

Pemeriksaan neuropsikologis meliputi pemeriksaan status mental,

aktivitas sehari-hari/fungsional dan aspek kognitif lainnya.

Pemeriksaan neuropsikologis penting untuk sebagai penambahan

pemeriksaan demensia, terutama pemeriksaan untuk fungsi kognitif,

minimal yang mencakup atensi, memori, bahasa, konstruksi

visuospatial, kalkulasi dan problem solving. Pemeriksaan

neuropsikologi sangat berguna terutama pada kasus yang sangat

ringan untuk membedakan proses ketuaan atau proses depresi.

Sebaiknya syarat pemeriksaan neuropsikologis memenuhi syarat

sebagai berikut: mampu menyaring secara cepat suatu populasi

mampu mengukur progresifitas penyakit yang telah diindentifikaskan

demensia. Sebagai awal pemeriksaan Status Mental Mini (MMSE)

adalah test yang paling banyak dipakai. Pemeriksaan status mental

MMSE Folstein adalah test yang paling sering dipakai saat ini,

penilaian dengan nilai maksimal 30 cukup baik dalam mendeteksi

gangguan kognisi, menetapkan data dasar dan memantau penurunan

kognisi dalam kurun waktu tertentu. Nilai di bawah 24 dianggap

abnormal dan mengindikasikan gangguan kognisi.

23

Page 24: Dementia

No.

Pertanyaan Nilai

Orientasi

1. Sekarang ini (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), (hari) 4

2. Kita berada di mana? (negara), (propinsi), (kota), (RS), (lt) 4

Registrasi

3. Sebutkan 3 objek: tiap satu detik, pasien disuruh mengulangi nama ketiga objek tadi. Nilai 1 untuk tiap nama objek yang disebutkan benar. Ulangi lagi sampai pasien menyebut dengan benar: buku, pensil, kertas

3

Atensi dan Kalkulasi

4. Pengurangan 100 dengan 7. Nilai 1 untuk setiap jawaban yang benar. Hentikan setelah 5 jawaban, atau eja secara terbalik kata “B A G U S” (nilai diberi pada huruf yang benar sebelum kesalahan).

5

Mengenal Kembali

5. Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama objek di atas tadi 3

Bahasa

6. Pasien disuruh menyebut: pensil, buku 2

7. Pasien disuruh mengulangi kata: “Jika tidak, dan atau tapi” 1

8. Pasien disuruh melakukan perintah: “Ambil kertas itu dengan tangan anda, lipatlah menjadi 2, dan letakkan di lantai”

3

Bahasa

9. Pasien disuruh membaca, kemudian melakukan perintah kalimat “pejamkan mata”

1

10. Pasien disuruh menulis dengan spontan (terlampir) 1

11. Pasien disuruh menggambar bentuk 1

TOTAL 30

Tabel 2.1 Mini Mental State Examination (MMSE)

24

Page 25: Dementia

3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendapatkan data yang dapat

memberi nilai tambah dalam bidang pencegahan, diagnosis, terapi, prognosis

dan rehabilitasi.

a) Pemeriksaan laboratorium rutin

Digunakan untuk menentukan penyebab atau faktor risiko yang

mengakibatkan timbulnya stroke dan demensia. Pemeriksaan darah

tepi, laju endap darah (LED), kadar glukosa, glycosylated Hb, tes

serologi untuk sifilis, HIV, kolesterol, trigliserida, fungsi tiroid, profil

koagulasi, kadar asam urat, lupus antikoagulan, antibodi

antikardiolipin dan lain sebagainya yang dianggap perlu. Pemeriksaan

laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis demensia

ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya

pada demensia reversible, walaupun 50% penyandang demensia

adalah demensia Alzheimer dengan hasil laboratorium normal,

pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan

laboratorium yang rutin dikerjakan antara lain: pemeriksaan darah

lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah, ureum, fungsi

hati, hormone tiroid, kadar asam folat.

b) Imaging

Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance

Imaging) telah menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan

demensia. Dengan adanya fasilitas pemeriksaan CT scan otak atau

MRI dapat dipastikan adanya perdarahan atau infark (tunggal atau

multipel), besar serta lokasinya. Juga dapat disingkirkan kemungkinan

gangguan struktur lain yang dapat memberikan gambaran mirip

dengan demensia vaskular, misalnya neoplasma.

c) Pemeriksaan EEG

Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran spesifik

dan pada sebagian besar EEG adalah normal. Pada Alzheimer stadium

lanjut dapat memberi gambaran perlambatan difus dan kompleks

periodik.

25

Page 26: Dementia

d) Pemeriksaan cairan otak (lumbal pungsi)

Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai demensia akut,

penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen

dan panas, demensia presentasi atipikal, hidrosefalus normotensif, tes

sifilis (+), penyengatan meningeal pada CT scan.

e) Pemeriksaan genetika

Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid

polimorfik yang memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan

epsilon 4. setiap allel mengkode bentuk APOE yang berbeda.

Meningkatnya frekuensi epsilon 4 diantara penyandang demensia

Alzheimer tipe awitan lambat atau tipe sporadik menyebabkan

pemakaian genotif APOE epsilon 4 sebagai penanda semakin

meningkat.

Membedakan Demensia vaskular dari penyakit Alzheimer 3

Membedakan kedua jenis demensia ini tidak selalu mudah. Looi et al.

mendapatkan bahwa pasien demensia vaskular relatif memiliki memori verbal

jangka panjang yang lebih baik tetapi fungsi eksekutif lobus frontal lebih buruk

dibandingkan pasien dengan demensia Alzheimer. Dapat pula digunakan sistem

skor misalnya skor iskemik Hachinski dan skor demensia oleh Loeb dan

Gondolfo. Diakui bahwa sistem skor ini belum memadai, masih mungkin terjadi

kesalahan dan cara ini tidak dapat menentukan adanya demensia campuran

(vascular dan Alzheimer).

26

Page 27: Dementia

Tabel 2.2 skor iskemik Hachinski. Penderita dengan DVa atau demensia multi infark mempunyai skor lebih dari 7, sedang yang skornya kurang dari

4 mungkin menderita Alzheimer 3

Skor Iskemik Hachinski Skor

Permulaan mendadak 2

Progresifnya bertahap 1

Perjalanan berfluktuasi 2

Malam hari bengong atau kacau 1

Kepribadian terpelihara 1

Depresi 1

Keluhan somatik 1

Inkontinesia emosional 1

Riwayat hipertensi 1

Riwayat stroke 2

Ada bukti aterosklerosis 1

Keluhan neurologik fokal 2

Tanda neurologik fokal 2

Tabel 2.3 skor demensia oleh Loeb dan Gondolfo.Bila skornya 0 – 2, kemungkinan menderita demensia karena penyakit Alzheimer, bila skornya 5 – 10 maka

kemungkinan menderita demensia vaskular. 3

Skor Demensia oleh Loeb dan

Gondolfo

Skor

Mulanya mendadak 2

Permulaannya dengan riwayat stroke 1

Gejala fokal neurologik 2

Keluhan fokal 2

CT scan terdapat:

- Daerah hipodens tunggal

- Daerah hipodens multiple

2

3

27

Page 28: Dementia

2.5 Penatalaksanaan Demensia 2,3,6

Langkah pertama dalam menangani kasus demensia adalah melakukan

verifikasi diagnosis. Diagnosis yang akurat sangat penting mengingat progresifitas

penyakit dapat dihambat atau bahkan disembuhkan jika terapi yang tepat dapat

diberikan. Tindakan pengukuran untuk pencegahan adalah penting terutama pada

demensia vaskuler. Pengukuran tersebut dapat berupa pengaturan diet, olahraga, dan

pengontrolan terhadap diabetes dan hipertensi. Obat-obatan yang diberikan dapat

berupa antihipertensi, antikoagulan, atau antiplatelet. Pengontrolan terhadap tekanan

darah harus dilakukan sehingga tekanan darah pasien dapat dijaga agar berada dalam

batas normal, hal ini didukung oleh fakta adanya perbaikan fungsi kognitif pada

pasien demensia vaskuler.3

Tekanan darah yang berada dibawah nilai normal menunjukkan perburukan

fungsi kognitif, secara lebih lanjut, pada pasien dengan demensia vaskuler. Pilihan

obat antihipertensi dalam hal ini adalah sangat penting mengingat antagonis reseptor

-2 dapat memperburuk kerusakan fungsi kognitif. Angiotensin-converting enzyme

(ACE) inhibitor dan diuretik telah dibuktikan tidak berhubungan dengan perburukan

fungsi kognitif dan diperkirakan hal itu disebabkan oleh efek penurunan tekanan

darah tanpa mempengaruhi aliran darah otak.3 Tindakan bedah untuk mengeluarkan

plak karotis dapat mencegah kejadian vaskuler berikutnya pada pasien-pasien yang

telah diseleksi secara hati-hati. Pendekatan terapi secara umum pada pasien dengan

demensia bertujuan untuk memberikan perawatan medis suportif, dukungan

emosional untuk pasien dan keluarganya, serta terapi farmakologis untuk gejala-

gejala yang spesifik, termasuk perilaku yang merugikan. 2

Terapi Psikososial

Kemerosotan status mental memiliki makna yang signifikan pada pasien

dengan demensia. Keinginan untuk melanjutkan hidup tergantung pada memori.

Memori jangka pendek hilang sebelum hilangnya memori jangka panjang pada

kebanyakan kasus demensia, dan banyak pasien biasanya mengalami distres akibat

memikirkan bagaimana mereka menggunakan lagi fungsi memorinya disamping

memikirkan penyakit yang sedang dialaminya. Identitas pasien menjadi pudar seiring

perjalanan penyakitnya, dan mereka hanya dapat sedikit dan semakin sedikit

menggunakan daya ingatnya. Reaksi emosional bervariasi mulai dari depresi hingga

kecemasan yang berat dan teror katastrofik yang berakar dari kesadaran bahwa

28

Page 29: Dementia

pemahaman akan dirinya (sense of self) menghilang. Pasien biasanya akan

mendapatkan manfaat dari psikoterapi suportif dan edukatif sehingga mereka dapat

memahami perjalanan dan sifat alamiah dari penyakit yang dideritanya. Mereka juga

bisa mendapatkan dukungan dalam kesedihannya dan penerimaan akan perburukan

disabilitas serta perhatian akan masalah-masalah harga dirinya.2

Banyak fungsi yang masih utuh dapat dimaksimalkan dengan membantu

pasien mengidentifikasi aktivitas yang masih dapat dikerjakannya. Suatu pendekatan

psikodinamik terhadap defek fungsi ego dan keterbatasan fungsi kognitif juga dapat

bermanfaat. Dokter dapat membantu pasien untuk menemukan cara “berdamai”

dengan defek fungsi ego, seperti menyimpan kalender untuk pasien dengan masalah

orientasi, membuat jadwal untuk membantu menata struktur aktivitasnya, serta

membuat catatan untuk masalah-masalah daya ingat. Intervensi psikodinamik dengan

melibatkan keluarga pasien dapat sangat membantu. Hal tersebut membantu pasien

untuk melawan perasaan bersalah, kesedihan, kemarahan, dan keputusasaan karena

ia merasa perlahan-lahan dijauhi oleh keluarganya.2

Farmakoterapi

Kolinesterase Inhibitor

Donezepil, rivastigmin, galantamin, dan takrin adalah penghambat

kolinesterase yang digunakan untuk mengobati gangguan kognitif ringan hingga

sedang pada penyakit Alzheimer. Obat-obat tersebut menurunkan inaktivasi dari

neurotransmitter asetilkolin sehingga meningkatkan potensi neurotransmitter

kolinergik yang pada gilirannya menimbulkan perbaikan memori. Obat-obatan

tersebut sangat bermanfaat untuk seseorang dengan kehilangan memori ringan

hingga sedang yang memiliki neuron kolinergik basal yang masih baik melalui

penguatan neurotransmisi kolinergik. 2,6,14

Donezepil ditoleransi dengan baik dan digunakan secara luas. Takrin jarang

digunakan karena potensial menimbulkan hepatotoksisitas. Sedikit data klinis yang

tersedia mengenai rivastigmin dan galantamin, yang sepertinya menimbulkan efek

gastrointestinal (GI) dan efek samping neuropsikiatrik yang lebih tinggi daripada

donezepil. Tidak satupun dari obat-obatan tersebut dapat mencegah degenerasi

neuron progresif. Donezepil dimulai pada dosis 5 mg per hari dan dosis dinaikkan

menjadi 10 mg per hari setelah 1 bulan pemakaian. Dosis rivastigmin dinaikkan dari

29

Page 30: Dementia

1,5 mg dua kali perhari menjadi 3 mg dua kali perhari, kemudian 4,5 mg dua kali

perhari sampai dosis maksimal 6 mg dua kali perhari. Galantamin diberikan dengan

dosis awal 4 mg dua kali perhari kemudian 8 mg dua kali perhari dan kemudian 12

mg dua kali perhari. Dosis harian efektif untuk masing-masing obat adalah 5-10 mg

untuk donezpil, 6-12 mg untuk rivastigmin, 16-24 mg untuk galantamin.6

Perbedaan antara masing-masing obat kolinesterase inhibitor masih belum

dapat dibuktikan. Indikasi untuk berpindah dari satu kolinesterase ke kolinesterase

yang lain adalah adanya alergi, efek samping yang tidak dapat diatasi, keinginan

keluarga dan tidak ada respon pengobatan setelah 6 bulan. Bila akan mengganti obat

dianjurkan untuk menghentikan pemakaian selama 3-4 minggu.6

Antioksidan

Pemberian vitamin E dapat menghambat progresitas Alzheimer dengan

menghambat stress oksidatif dan dapat diberikan sebagai terapi tambahan karena

murah dan aman. 6

Memantin

Mementin adalah antagonis N-Methyl-D-aspartate yang dapat diberi pada

demensia berat dan sedang, dengan efek terapinya melalui glutaminergic

excitotoxicity dan fungsi neuron di hipokampus. Bila memantin diberi bersamaan

dengan kolinesterase inhibitor didapatkan perbaikan fungsi kognitif.6

30

Page 31: Dementia

BAB III

KESIMPULAN

Demensia merupakan kerusakan progresif fungsi-fungsi kognitif tanpa

disertai gangguan kesadaran. Prevalensi demensia semakin meningkat dengan

bertambahnya usia. Demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe

Alzheimer (Alzheimer’s Diseases) dan demensia vaskular. Demensia dapat

diklasifikasikan berdasarkan umur, perjalanan penyakit, kerusakan struktur otak.

Diagnosis demensia ditetapkan dalam DSM-IV. Perjalanan penyakit yang klasik

pada demensia adalah awitan (onset) yang dimulai pada usia 50 atau 60-an

dengan perburukan yang bertahap dalam 5 atau 10 tahun, yang sering berakhir

dengan kematian. Terapi demensia disesuaikan berdasarkan tipe demensianya.

Namun, secara umum terapi yang digunakan adalah terapi simptomatik, terapi

farmakokinetik dan terapi suportif.

31