33
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI.................................................1 BAB 1......................................................2 PENDAHULUAN................................................2 BAB 2......................................................3 2.2 EPIDEMIOLOGI.........................................4 2.3 DEFINISI.............................................4 BAB 3......................................................4 3.1 ETIOLOGI.............................................5 3.2 PATOFISIOLOGI........................................7 BAB 4......................................................8 4.1 FAKTOR RESIKO DEPRESI PADA USIA LANJUT 5 ..............8 4.2 GAMBARAN KLINIK......................................8 4.3PEMERIKSAAN..........................................10 4.4 DIAGNOSIS...........................................12 4.5 DIAGNOSIS BANDING...................................15 BAB 5.....................................................17 5.1 PENATALAKSANAAN.....................................17 5.2 PERJALANAN DAN PROGNOSIS............................22 1

Demensia pada Geriatri

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Referat Demensia Geriatri Psikiatri Kesehatan Jiwa

Citation preview

Page 1: Demensia pada Geriatri

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI.......................................................................................................................1BAB 1..................................................................................................................................2PENDAHULUAN...............................................................................................................2BAB 2..................................................................................................................................3

2.2 EPIDEMIOLOGI.......................................................................................................42.3 DEFINISI...................................................................................................................4

BAB 3..................................................................................................................................43.1 ETIOLOGI.................................................................................................................53.2 PATOFISIOLOGI......................................................................................................7

BAB 4..................................................................................................................................84.1 FAKTOR RESIKO DEPRESI PADA USIA LANJUT5............................................84.2 GAMBARAN KLINIK..............................................................................................84.3PEMERIKSAAN......................................................................................................104.4 DIAGNOSIS............................................................................................................124.5 DIAGNOSIS BANDING.........................................................................................15

BAB 5................................................................................................................................175.1 PENATALAKSANAAN.........................................................................................175.2 PERJALANAN DAN PROGNOSIS.......................................................................22

1

Page 2: Demensia pada Geriatri

BAB 1PENDAHULUAN

Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia

dikatakan bahwa yang dimaksud dengan lanjut usia adalah seseorang yang berusia

60 tahun keatas. Di Indonesia jumlah penduduk lanjut usia terus menerus

meningkat. Pada tahun 1970 jumlah penduduk yang mencapai umur 60 tahun ke

atas (lansia) berjumlah sekitar 5,31 juta orang atau 4,48% dari total penduduk

Indonesia. Pada tahun 1990 jumlah tersebut meningkat hampir dua kali lipat yaitu

menjadi 9,9 juta jiwa. Pada tahun 2020 jumlah lansia diperkirakan meningkat

sekitar tiga kali lipat dari jumlah lansia pada tahun 1990.

Meningkatnya jumlah lansia tersebut perlu memperoleh perhatian yang serius

terutama untuk mengusahakan bagaimana agar lansia tetap mandiri dan berguna.

Sementara itu kondisi lanjut usia mengalami berbagai penurunan atau

kemunduran baik fungsi biologis maupun psikis. Penurunan fungsi biologis dan

psikis ini mempengaruhi mobilitas dan juga kontak sosial. Menurunnya kontak

sosial ini sering membawa lanjut usia kepada masalah depresi.

Depresi  merupakan gangguan psikologis yang paling umum terjadi pada

tahun-tahun terakhir kehidupan individu. Depresi pada lanjut usia ini muncul

dalam bentuk keluhan fisik seperti ; insomnia, kehilangan nafsu makan, masalah

pencernaan, dan sakit kepala. Depresi merupakan kondisi yang mudah membuat

lanjut usia putus asa, kenyataan yang menyedihkan karena kehidupan kelihatan

suram dan diliputi banyak tantangan. Lansia dengan depresi biasanya lebih

menunjukkan keluhan fisik daripada keluhan emosi. Keluhan fisik sebagai akibat

depresi kurang mudah untuk dikenali, yang sering menyebabkan keterlambatan

dalam penanganannya. Keluhan fisik yang muncul sulit dibedakan apakah

disebabkan faktor fisik atau psikis, sehingga depresi sering terlambat untuk

dideteksi.1

Pada orang usia lanjut, gangguan depresif merupakan suasana alam perasaan yang

utama pada orang usia lanjut dengan penyakit fisik krinik dan kerusakan fungsi kognitif

2

Page 3: Demensia pada Geriatri

yang disebabkan oleh adanya penderitaan, disabilitas, perhatian keluarga yang kurang

serta bertambah buruknya penyakit fisik yang banyak dialaminya. Selain itu, proses-

proses sehubungan dengan ketuaan dan penyakit fisik yang dialaminya akan

mempengaruhi integritas jalur frontostriatal, amygdale, serta hypocampus, dan

meningkatkan kerentanan untuk depresi.1,4 Selain itu faktor herediter bisa juga berperan

sebagian. Adanya musibah yang bersifat psikososial seperti kemiskinan, untuk suatu

perubahan fisikogis yang selanjutnya akan meningkatkan kerentanan untuk depresi pada

orang usia lanjut yang rentan.1

3

Page 4: Demensia pada Geriatri

BAB 2

2.2 EPIDEMIOLOGI

Saat ini pada umumnya diterima pendapat yang mengatakan bahwa beban depresi

pada orang usia lajut adalah cukup tinggi.1,2 Berdasarkan penelitian, ada sekitar 1- 4%

populasi orang usia lanjut secara umum mengalami gangguan depresi mayor, sedangkan

depresi minor sekitar 4 – 3%.1,5 Sama dengan kelompok usia lainnya, perbandingan

wanita dengan pria yang usia lanjut yang mengalami ganggua depresif adalah sekitar 2 :

1.1,6 Meningkatnya prevalensi depresi pada orang usia lanjut kemungkinan berhubungan

dengan meningkatnya disabilitas, kerusakan kognitif, turunnya status ekonomi, dll.1,2

2.3 DEFINISI

Pasien geriatri merupakan pasien usia lanjut berusia lebih dari 60 tahun yang

mempunyai ciri khas multipatologi, tampilan dan gejalanya tidak khas, daya

cadangan faali menurun, dan biasanya disertai gangguan fungsional.21,22

Di Indonesia batasan usia lanjut yang tercantum dalam Undang-undang

No.12/1998 tentang Kesejahteraan Usia Lanjut adalah sebagai berikut : Usia

lanjut adalah seorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Depsos,1999);

batasan ini sama dengan yang dikemukakan oleh Burnside dkk. Menurut WHO

Elderly (64 - 74 thn) , Old (75 - 90 thn), Very Old (> 90 thn).25

Depresi merupakan salah satu gangguan mental yang sering ditemukan pada

pasien geriatri. Secara umum depresi ditandai oleh suasana perasaan yang

murung, hilang minat terhadap kegiatan, hilang semangat, lemah, lesu, dan rasa

tidak berdaya. Pada pasien usia lanjut tampilan yang paling umum adalah keluhan

somatis, hilang selera makan dan gangguan pola tidur.23,24

BAB 3

4

Page 5: Demensia pada Geriatri

3.1 ETIOLOGI

Penyebab pasti dari depresi geriatri belum jelas, beberapa kemungkinan

karena kemunduran fungsi dan struktur otak pada geriatri yang menyebabkan

gangguan pada neuorotransmitter dan neuroendokrin.

Faktor penyebab timbulnya gangguan depresif pada orang usia lanjut bisa berupa:

a) Faktor biologis

Hal ini bisa berupa faktor genetik, gangguan pada otak terutama sistem

serebrovaskular, gangguan neurotransmitter terutama aktivitas serotonin, perubahan

endokrin, dll. 1,2

1) Faktor Genetis:

Dari segi aspek faktor genetis, menurut suatu penelitian dinyatakan bahwa gen-

gen yang berhubungan dengan risiko yang meningkatkan untuk lesi kardiovaskular dapat

meningkatkan kerentanan untuk timbulnya gangguan depresif.

Penelitian lain melaporkan bahwa predisposisi genetis untuk gangguan depresif

mayor pada orang usia lanjut dapat dimediasi oleh adanya lesi vaskular.1

2) Gangguan pada Otak:

Antara lain yang termasuk dalam gangguan pada otak sebagai salah satu

penyebab timbulnya gangguan depresif pada orang usia lanjut adalah penyakit

cerebrovaskular, yang mana gangguan ini dapat sebagai faktor predisposisi, presipitasi

atau mempertahankan gejalagejala gangguan depresif pada orang usia lanjut. 7

3) Gangguan Neurotransmitter:

Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Robinson, dkk.,mendapatkan bahwa

konsentrasi norepinephrin dan serotonin berkurang sesuai dengan bertambahnya usia,

tetapi metabolit 5-HIAA dan enzim monoamineoksidase meningkat sesuai pertambahan

usia. 1

4) Perubahan Endokrin: 5,9,10

Dalam hal ini terutama adalah keterlibatan penurunan kadar hormon estrogen

pada wanita, testosteron pada pria, dan hormon pertumbuhan pada pria dan wanita.

Penurunan kadar hormon tersebut sejalan dengan perubahan fisiologis karena

pertambahan usia. Sehingga dengan bertambahnya usia, proses degenerasi sel-sel dari

5

Page 6: Demensia pada Geriatri

organ tubuh makin meningkat, termasuk di antaranya meningkatnya proses degenerasi

sel-sel organ tubuh yang memproduksi hormon tersebut makin berkurang.

Dengan penurunan kadar hormon tersebut, hal ini akan mempengaruhi produksi

neurotransmitter terutama serotonin dan norepinephrin.

b) Faktor psikologik2

Ini bisa berupa penyimpangan perilaku, psikodinamik dan kognitif.

1) Teori Perilaku:

Dari konsep teori perilaku terjadinya gangguan depresif pada individu usia lanjut

oleh karena orang-orang usia lanjut cukup banyak mengalami peristiwa-peristiwa

kehidupan yang tidak menyenangkan atau yang cukup berat sehingga terjadinya

gangguan depresif tersebut sebagai respons perilaku terhadap stressor-stressor kehidupan

yang dialaminya tersebut.

Penelitian lain melaporkan bahwa ada kaitan terjadinya gangguan depresif pada

orang usia lanjut dengan sejumlah peristiwa kehidupan yang negatif yang dialami

individu usia lanjut.

2) Teori Psikodinamis

Berdasarkan teori psikodinamis, terjadinya gangguan depresif pada orang usia

lanjut, oleh karena pada orang usia lanjut sering terjadi ketidaksanggupan untuk

menyelesaikan pencarian pemulihan sekunder dari peristiwa-peristiwa kehilangan yang

tak terelakkan oleh individu tersebut.

3) Teori Kognitif

Salah satu teori psikologis tentang terjadinya gangguan depresif adalah terjadinya

distorsi kognitif. Dalam hal ini berkaitan dengan bagaimana interpretasi seseorang

terhadap peristiwa-peristiwa kehidupan yang dialaminya.

Terjadinya distorsi kognitif pada orang usia lanjut oleh karena pada individu usia

lanjut tersebut memiliki harapan-harapan yang tidak realistis dan membuat generalisasi

yang berlebih-lebihan terhadap peristiwa kehidupan tertentu yang tidak menyenangkan

individu tersebut.

c) Faktor sosial

6

Page 7: Demensia pada Geriatri

Hal ini bisa berupa hilangnya status peranan sosialnya, atau hilangnya sokongan sosial

yang selama ini dimilikinya.

3.2 PATOFISIOLOGI

Struktur neokortical dorsal mengalami hipometabolik dan struktur limbik ventral

mengalami hipermetabolik selama dalam keadaan depresi. Selain itu, jalur frontostriatal

pada otak memediasi antisipasi yang mengarahkan ke efek yang positif, dan

abnormalitasnya bisa menghasilkan satu ketidaksanggupan untuk mendorong antisipasi

yang mana akan mempredisposisikan keadaan depresi. 11

Terjadinya kerusakan pada sirkuit fronto-orbital dapat menimbulkan disinhibisi,

iritabilitas, dan pengurangan sensitifitas pada isyarat-isyarat sosial. Begitu pula kerusakan

cingulata anterior dapat menyebabkan apatis dan menurunnya inisiatif. Kerusakan sirkuit

dorsolateral dapat menyebabkan kesulitan dalam merubah tempat, dalam belajar dan

generasi daftar kata. abnormalitas perilaku-perilaku ini adalah menyerupai gejala-gejala

pada gangguan depresif. Begitu pula hipoaktivitas korteks prefrontodorsolateral dan

gyrus angularis telah dihubungkan pula dengan gangguan psikomotor dan gangguan

depresif. 8

7

Page 8: Demensia pada Geriatri

BAB 4

4.1 FAKTOR RESIKO DEPRESI PADA USIA LANJUT5

Hal-hal berikut ini harus dipertimbangkan untuk dikaitkan dengan perkembangan

depresi, dan dapat dipakai sebagai satu cara pengenalan dan mentargetkan kelompok

resiko tinggi, yaitu:

1) Penyakit fisik, terutama yang menimbulkan rasa sakit atau ketidaksanggupan.

2) Merasa kesepian.

3) Ada duka cita saat ini, atau peristiwa kehidupan buruk yang lain.

4) Gangguan pendengaran.

5) Riwayat keluarga atau masa lalu dengan depresi.

6) Dementia dini.

7) Penggunaan obat-obatan tertentu seperti: Steroid, mayor tranquilizer, dan lain-

lain.

8) Wanita. Dalam hal ini ratio wanita dengan pria = 70 : 30

Selain itu dari penelitian yang telah dilakukan didapati bahwa: penyebab yang

paling sering terjadinya kematian pada pasien depresi usia lanjut adalah karena kondisi

kardiovascular yang bisa berupa: stroke, miokard infark, dan sebagainya. Kemudian

kanker merupakan penyebab kedua yang paling sering sebagai penyebab kematian pada

penderita depresi usia lanjut. 18,19

4.2 GAMBARAN KLINIK

Pada orang usia lanjut, gambaran klinik dari gangguan depresifnya bisa dijumpai

sebagai berikut:

a) Depresi dan Dysphoria1,2,5,12,13,14,15,16

Walaupun demikian kadang-kadang mood depresi bisa tidak dijumpai oleh

karena pasien menyangkal (denial) perasaan yang demikian.

b) Menangis3

Tapi pada pasien pria agak jarang

8

Page 9: Demensia pada Geriatri

c) Ansietas dan agitasi3,15

Pada pasien ini bisa dijumpai: gugup, irritabilitas atau tingkah laku yang

mengganggu bersama-sama dengan sintom-sintom ansietas bisa terlihat pada

sekitar 80% dari pasien usia lanjut dengan depresi.

d) Menurunnya energi dan fatigue3

e) Anhedonia12

Di sini pasien tersebut kehilangan interest terhadap sesuatu yang dulu

disenanginya.

f) Retardasi fisik3,12

Kondisi ini dapat menjurus pada meningkatnya kesukaran dalam aktifitasm

kehidupan sehari-hari, diet yang buruk, tak mau makan, dan sebagainya.

g) Defisit kognitif

Hal ini sering terlihat pada orang usia lanjut yang depresif dan kadang-kadang

bisa mencapai suatu level yang parah sehingga diduga sedang mengalami

pseudodementia. Bahkan dari penelitian yang pernah dilakukan oleh Kral &

Emery pada tahun 1999 dari sampelnya berkembang menjadi penyakit

Alzheimer. 2,3

Gangguan kognitif yang berkaitan dengan suasana alam perasaan depresif

pada orang usia lanjut dalam bentuk gangguan fungsi eksekutif, kecepatan

psikomotor, atensi dan inhibisi, serta kemampuan visiospasial. Timbulnya

gangguan defisit kognitif ini diduga disebabkan oleh penurunan fungsi dari

lobus frontalis.2

h) Somatisasi12

i) Hipokhondriasis12

j) Insight

Gejala gangguan insight ini tingkat keparahannya bervariasi, tergantung pada

keparahan penyakitnya. 12

k) Suicide

Menurut suatu penelitian telah dinyatakan bahwa bunuh diri lebih sering

terjadi pada usia lanjut dibandingkan dengan populasi umur lainnya. Dan dari

segi jenis kelamin didapati bahwa pria usia lanjut lebih sering melakukan

tindakan bunuh diri dibandingkan dengan wanita yang usia lanjut. 17

Berkaitan dengan suicide ini, selain oleh adanya mood yang depresif, gejala

suicide pada orang usia lanjut bisa terkait dengan beberapa hal antara lain:

9

Page 10: Demensia pada Geriatri

belum kawin, kesehatan fisik yang memburuk yang bersifat subyektif,

disabilitas, rasa sakit, gangguan sensory, tinggal di rumah perawatan atau

panti.1 Walaupun demikian ide suicide berhubungan erat dengan keparahan

depresi yang dideritanya. 2,5

Selain oleh adanya mood yang depresi, gejala suicide pada orang usia lanjut

bisa terkait dengan: belum kawin, kesehatan fisik yang memburuk yang

bersifat subjektif, disabilitas, rasa sakit, gangguan sensory, tinggal di rumah

perawan atau panti. Walaupun demikian, ide suicide berhubungan erat dengan

keparahan depresi yang dideritanya.

l) Gejala-gejala psikotik 13,14

Ini bisa dalam bentuk gejala waham atau halusinasi. Isi wahamnya bisa berupa

rasa bersalah, cemburu atau persekutorik.

m) Gangguan perilaku. 12

Hal ini bisa dalam bentuk: penolakan untuk makan, buang air besar dan buang

air kecil yang tak terkontrol, menjerit, dan jatuh teatrikalitas, tindakan

merusak, menggigit, mengaruk atau bertengkar dengan pasien lain.

n) Gangguan tidur, terutama late insomnia. 16

Selain itu pasien depresi usia lanjut sering dijumpai co-morbiditas dengan

penyakit-penyakit lain yaitu:

1. Co-morbiditas dengan gangguan psikiatrik lainnya antara lain ansietas,

dan lain-lain.

2. Co-morbiditas dengan penyakit fisik, antara lain: penyakit Alzheimer,

penyakit Parkinson, Stroke dan penyakit Cardiovaskular, dan lain-lain.

4.3 PEMERIKSAAN 25

Salah satu langkah awal yang penting dalam penatalaksanaan depresi adalah

mendeteksi atau mengidentifikasi.

Sampai saat ini belum ada suatu konsensus atau prosedur khusus untuk

penapisan/skrining depresi pada populasi usia lanjut. Salah satu instrumen yang

dapat membantu adalah

10

Page 11: Demensia pada Geriatri

Geriatrik Depression Scale (GDS) 25

yang terdiri dari 30 pertanyaan yang harus dijawab oleh pasien sendiri.

GDS ini dapat dimampatkan menjadi hanya 15 pertanyaan saja dan ini mungkin

lebih sesuai untuk dipergunakan dalam praktek umum sebagai alat penapis

Depresi pada usia lanjut.

Ada 4 pertanyaan yang harus diajukan dalam memeriksa pasien depresi yaitu

1. Apakah pada dasarnya Anda merasa puas dengan kehidupan Anda ?

2. Apakah hidup Anda terasa kosong ?

3. Apakah Anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada diri Anda ?

4. Apakah Anda merasa bahagia pada sebagian besar waktu Anda ?

Pertanyaan tersebut dapat dilengkapi dengan mengekplorasi hal-hal berikut ini

- Apakah pasien mempunyai riwayat depresi ?

- Apakah pasien terisolasi secara sosial ?

- Apakah pasien menderita penyakit kronik ?

- Apakah pasien baru saja berkabung ?

Bilamana ditemukan tanda-tanda yang mengarah pada depresi harus dilakukan

lagi pemeriksaan yang lebih rinci sebagai berikut

a. Riwayat klinis/anamnesis

Riwayat keluarga Gangguan psikiatrik yang lampau Kepribadian Riwayat sosial

Ide/percobaan bunuh diri Gangguan-gangguan somatik Perkembangan gejala-

gejala depresi.

b. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik pada pasien depresi sangat penting karena gejalagejala depresi

sering disertai dengan penyakit fisik. Depresi dapat merupakan gejala dari suatu

penyakit fisik, contohnya penyakit Cushing, karsinoma paru, usus besar atau

pankreas. Di samping itu depresi dapat muncul sebagai reaksi sekunder

terhadap disabilitas dan discomfort (ketidaknyamanan). Penilaian terhadap status

nutrisi dan hidrasi sebaiknya dilakukan, karena kurangnya intake makan dan

minum pasien sebelumnya.

11

Page 12: Demensia pada Geriatri

c. Pemeriksaan kognitif

Penilaian AMT atau MMSE pada usia lanjut yang menunjukkan gejala depresi

bermanfaat dalam follow-up penatalaksanaan pasien. Bilamana depresi terjadi

sekunder pada demensia maka fungsi kognitif pasien tidak akan membaik ketika

depresi menghilang, bahkan deteriorasi kognitif akan berlanjut terus. Perbaikan

pada skor AMT atau MMSE setelah dilakukan terapi terhadap depresi

menunjukkan bahwa pasien dengan depresi mengalami problem konsentrasi dan

memori yang mempengaruhi fungsi kognitifnya.

d. Pemeriksaan status mental

• Penampilan dan perilaku

• Mood/suasana perasaan

• Pembicaraan

• Isi pikiran

• Anxietas

• Gejala hipokondriakal

e. Pemeriksaan lainnya

Mengingat pasien usia lanjut rentan terhadap gangguan metabolisme sekunder

akibat penyakit depresi yang berat, seperti tidak adekuatnya intake cairan, maka

perlu dipertimbangkan pemeriksaan sebagai berikut

- Ureum dan elektrolit

- Darah lengkap dan hitung jenis - B 12 dan folic acid

- Test fungsi tiroid

- Thorax photo

- Lain-lain: serum sifilis, EKG, EEG, CT Scan dst.

4.4 DIAGNOSIS25

Gangguan depresi pada usia lanjut ditegakkan berpedoman pada PPDGJ III

(Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III) yang

merujuk pada ICD 10 (International Classification of Diseases 10). Gangguan

depresi dibedakan dalam depresi ringan, sedang dan berat sesuai dengan banyak

dan beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang.

12

Page 13: Demensia pada Geriatri

Pedoman diagnostik lainnya adalah DSM IV (Diagnostic and Statistical

Manual of Mental Disorders IV). Depresi berat menurut DSM IV jika ditemukan

5 atau lebih gejala-gejala berikut di bawah ini, yang terjadi hampir setiap hari

selama 2 minggu dan salah satu dari gejala tersebut adalah mood terdepresi atau

hilangnya rasa senang/minat. Gejala-gejala tersebut adalah :

- mood depresi hampir sepanjang hari

- hilang minadrasa senang secara nyata dalam aktivitas normal

- berat badan menurun atau bertambah

- insomnia atau hipersomnia

- agitasi atau retardasi psikomotor

- kelelahan atau tidak punya tenaga

- rasa tidak berharga atau perasaan bersalah berlebihan

- sulit berkonsentrasi

- pikiran berulang tentang kematian, percobaan/ide bunuh diri.

Gejala-gejala ini bukan merupakan akibat dari kondisi medik umum atau

akibat pemakaian zat, dan harus menimbulkan gangguan yang bermakna secara

klinis dalam fingsi kehidupan seseorang.

Menurut ICD 10, pada gangguan depresi ada tiga gejala utama yaitu

Mood terdepresi

Hilang minat semangat

Hilang tenaga

Mudah lelah.

Gejala lain:

Konsentrasi menurun

Harga diri menurun

Perasaan bersalah

Pesimis memandang masa depan

Ide bunuh diri atau menyakiti diri sendiri

Pola tidur berubah

Nafsu makan menurun.

13

Page 14: Demensia pada Geriatri

Secara klinis praktis umumn ya depresi dibedakan sebagai depresi berat

atau ringan. Akan tetapi ada sindrom klinis tertentu yang dapat muncul pada usia

lanjut yaitu:

a. Depresi agitatif : ditandai dengan aktivitas yang meningkat, mondar-

mandir, mengejar-ngejar orang, terus-menerus meremas-remas tangan dll.

b. Depresi dan anxietas : gangguan cemas menyeluruh atau fobia dapat terjadi

bersama-sama dengan depresi. Penelitian menunjukkan bahwa anxietas 15-20

kali lebih sering dijumpai pada usia lanjut dengan depresi. Hubungan penyakit

fisik dengan anxietas pada depresi cukup kompleks. Anxietas dapat

menyebabkan gejala fisik yang sering dikira sebagai penyakit fisik semata.

Anxietas hebat juga dapat menyebabkan kelelahan dan dehidrasi. Sementara

penyakit fisik yang mengancam kehidupan atau hilangnya kemandirian sering

kali merupakan sumber dari anxietas.

c. Depresi terselubung : tidak munculnya gejala mood terdepresi bukanlah

suatu halangan untuk mendiagnosis depresi. Apakah penyangkalan mood

depresi ini karena kekhawatiran menjadi beban ataukah karena trend bahwa

"Usia lanjut harus berani menghadapi hari tua", yang terpenting adalah

mengeksplorasi

tanda dan gejala lainnya yang menunjukkan depresi secara lebih teliti.

d. Somatisasi : gejala somatik dapat menyembunyikan gejala yang

sesungguhnya dari gangguan depresi, namun dapat pula diperberat dengan

adanya depresi.

14

Page 15: Demensia pada Geriatri

e. Pseudodemensia : istilah ini diperuntukkan bagi pasien depresi yang

menunjukkan gangguan memori yang bermakna seperti yang terjadi pada

pasien demensia.

f. Depresi sekunder pada demensia : pada stadium awal demensia sering

dijumpai depresi, mungkin sebagai dampak dari insight akan deteriorasi fungsi

dan menurunnya kemampuan seeara progresif. Depresi yang terjadi pada

stadium akhir mungkin lebih banyak berhubungan dengan hilangnya fungsi

neurotransmitter. Depresi dan gangguan perilaku pada demensia disebabkan

oleh berkurangnya fungsi serotonergik, sehingga pengaktifan fungsi

serotonergik akan memperbaiki gejala-gejala tersebut.

4.5 DIAGNOSIS BANDING 7

Termasuk dalam diagnosis banding untuk gangguan depresif pada usia

lanjut antara lain:

1. Gangguan mental organik

Dari aspek gangguan mental organik ini yang paling sering dijumpai adalah

dementia. Untuk membedakan apakah kondisi tersebut suatu gangguan depresif

yang menunjukkan gambaran pseudodementia pada usia lanjut atau adalah suatu

dementia murni, hal tersebut dapat kita lihat perbedaannya sebagai berikut :

a) Onset gangguan kognitif pada individu dengan gangguan depresif pada usia

lanjut berlangsung secara cepat, sedangkan pada yang murni dementia, onset

gangguan kognitifnya berlangsung secara bertahap.

b) Durasi simtom-simtom gangguan kognitif dari individu dengan gangguan

depresif pada usia lanjut berlangsung singkat, sedangkan pada yang murni

dementia berlangsung lama.

c) Konsistensi mood yang depresif dengan gangguan kognitifnya didapati pada

individu gangguan depresif usia lanjut, sedangkan pada yang murni dementia

didapati tidak konsistennya mood dengan gangguan kognitifnya.

15

Page 16: Demensia pada Geriatri

d) Kesukaran kognitif pada pasien gangguan depresif cenderung berfluktuasi,

sedangkan pada dementia, kesukaran kognitifnya berlangsung relatif stabil.

2. Skizofrenia

Untuk membedakan skizofrenia dengan gangguan depresif pada usia lanjut antara

lain:

a) Pada skizofrenia umumnya serangan pertama pada usia remaja atau dewasa

muda, sedangkan pada gangguan depresif usia lanjut serangan pada usia lanjut.

b) Pada skizofrenia gejala yang menonjol adalah sering berupa waham dan

halusinasi, sedangkan pada gangguan depresif usia lanjut gejala yang menonjol

adalah gangguan depresifnya.

3. Gangguan tidur primer

4. Hypokhondriasis

5. Ansietas

6. Alkoholisme

7. Proses normal usia lanjut.

16

Page 17: Demensia pada Geriatri

BAB 5

5.1 PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi gejala-gejala gangguan depresif,

mencegah ide suicide, mencegah relapse atau recurrent dari gejala-gejala, untuk

memperbaiki status fungsional dan kognitif serta untuk membantu pasien dalam

mengembangkan keterampilannya. Rujukan ke psikiater dianjurkan apabila penderita

menunjukan gejala :

-        Masalah diagnostik yang serius

-        Risiko bunuh diri tinggi

-        Pengabaian diri (self neglect) yang serius

-        Agitasi,delusi atau halusinasi berat

-        Tidak memberikan tanggapan atau tak patuh terhadap pengobatan

yang diberikan

-        Memerlukan tindakan/rawat inap di institusi atau pelayanan

psikiatrik lain.

Untuk mencegah kemunduran fungsi otak dan meningkatkan kualitas

memori pada usia lanjut, dianjurkan mengikuti program sebagai berikut:

a. Laksanakan program LUPA

L : Latihan (senantiasa berlatih)

U : Ulang-mengulang

P : Perhatian atau konsentrasi pada apa yang ingin diingat

A : Asosiasi : membuat asosiasi antara materi yang baru dan yang lama

b. Melatih kebugaran otak : Brain gym, teka-teki silang, catur.

c. Melakukan kebiasaan baik secara teratur termasuk olah raga yang teratur.

d. Makan dalam porsi kecil dan Bering dengan menu : banyak sayur, buah,

(antioksidan) dan ikan laut (cold and deep water fish).

e. Kurangi makan daging, lemak, garam dan karbohidrat.

f. Minumlah obat seperlunya yang sesuai dengan nasihat dokter dan jangan

mencampur food suplemen dengan obat.

17

Page 18: Demensia pada Geriatri

g. Jangan merokok dan minum minuman keras.

h. Hindari stres dan banyak bersosialisasi.

i. Bagi wanita dianjurkan mengikuti program hormone replacement therapy

(HRT).

j. Melakukan penyuluhan dan deteksi dini terhadap gejala stroke dan faktor

risikonya (penyakit jantung, hipertensi, diabetes, hiperkholesterolemia dan

sebagainya), karena stroke merupakan penyebab utama demensia di

Indonesia.

Penatalaksanaan terdiri atas penatalaksanaan psikologik, penatalaksanaan

dan pencegahan sosial dan penatalaksanaan farmakologik.

1. Terapi fisik25

a. Obat (Farmakologis)

Secara umum, semua obat antidepresan sama efektivitasnya.

Pemilihan jenis antidepresan ditentukan oleh pengalaman klinisi dan

familiarity terhadap jenis -jenis antidepresan. Biasanya pengobatan

dimulai dengan dosis separuh dosis dewasa, lalu dinaikkan perlahan-lahan

sampai ada perbaikan gejala. Pertimbangkan baik-baik untung dan rugi

dari setiap pemberian obat, keamanannya, interaksinya dengan obat lain,

toleransi pasien dan efektivitas obat dalam mengatasi gejala. Kelompok

obat antidepresan

i) Trisiklik

Trisiklik banyak dipakai karena murah dibandingkan dengan jenis

antidepresan yang lebih baru, namun harus diperhatikan efek samping

yang ditimbulkannya. Efek kardiotoksik, hipotensi postural, problem

memori, efek antikolinergik (mulut kering, kebingungan, penglihatan

kabur, retensi urine, konstipasi, perburukan glaukoma) dan efek-efek

lainnya seperti sedasi dan kelemahan harus dipantau dengan saksama.

Pada usia lanjut, efek samping lebih mudah muncul dibandingkan dengan

usia yang lebih muda. Mianserin atau trazodone dapat dipakai untuk

pasien depresi yang agitatif berat, terutama karena efek samping sedasinya

yang kuat.

18

Page 19: Demensia pada Geriatri

ii) SSRI's (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitors)

Obat-obat golongan ini dinyatakan efektif, aman dan ditoleransi

dengan baik oleh pasien usia lanjut. Efektivitas SSRI's sama dengan

trisiklik dalam mengobati depresi. Efek samping yang dapat muncul

adalah nausea, tremor, sakit kepala, pusing dan berkeringat selama

beberapa hari pertama penggunaannya. Dibandingkan dengan trisiklik,

SSRI's kurang kardiotoksik, tidak mempengruhi tekanan darah dan tidak

memiliki efek antikolinergik.

iii) MAOI's (Monoamine Oxidase Inhibitors)

Karena sulitnya menghindari diet makanan tertentu dan polifarmasi

pada pasien usia lanjut, maka praktis golongan obat ini pemakaiannya

dibatasi hanya pada kasus-kasus fobia, gejala hipokondriakal atau histeris.

Pada pasien depresi yang telah diobati dengan MAOI's, bila akan

dilanjutkan dengan antidepresan lainnya harus berhati-hati dan melalui

periode wash out lebih dahulu.

iv) Lithium

Lithium juga mempunyai efek antidepresan selain bertindak sebagai

mood stabilisator. Lithium dapat dipergunakan sebagai tambahan terapi

dengan trisiklik atau SSRI's pada kasus depresi yang resisten. Umumnya

pasien usia lanjut dapat menerima lithium dengan baik selama kadar serum

dipertahankan antara 0,4-0,8 mmol/1. Sebelum pemberian lithium harus

diperiksa terlebih dahulu EKG, ureum dan elektrolit, dan fungsi tiroid.

Pemeriksaan tersebut harus dilakukan setiap 6 bulan dan kadar lithium

diperiksa setiap 3 bulan.

b. Terapi elektrokonvulsif (ECT)

Untuk pasien depresi yang tidak bisa makan dan minum, berniat

bunuh diri atau retardasi hebat maka ECT merupakan pilihan terapi yang

efektif dan aman. ECT diberikan 1-2 kali seminggu pada pasien rawat

inap, unilateral untuk mengurangi confusion/ memory problem. Terapi

19

Page 20: Demensia pada Geriatri

ECT diberikan sampai ada perbaikan mood (sekitar 5-10 kali), dilanjutkan

dengan antidepresan untuk mencegah kekambuhan.

Pengobatan profilaksis harus diberikan untuk mencegah terjadinya

kekambuhan depresi setelah gejala-gejala depresi membaik, pemberian

antidepresan masih harus dilanjutkan selama 4-6 bulan dengan dosis

terapeutik penuh. Beberapa penelitian bahkan menganjurkan agar terapi

diteruskan sampai 2 tahun. Kapan antidepresan boleh dihentikan,

tergantung pada evaluasi klinis (perkembangan efek samping, munculnya

penyakit fisik atau kelemahan kondisi umum).

2. Terapi psikologik 25

a. Psikoterapi

Psikoterapi individual maupun kelompok paling efektif jika

dilakukan bersama-sama dengan pemberian antidepresan. Baik pendekatan

psikodinamik maupun kognitif perilaku sama keberhasilannya. Meskipun

mekanisme psikoterapi tidak sepenuhnya dimengerti, namun kecocokan

antara pasien dan terapis dalam proses terapeutik akan meredakan gejala

dan membuat pasien lebih nyaman, lebih mampu mengatasi persoalannya

serta lebih percaya diri.

b. Terapi kognitif

Terapi perilaku kognitif bertujuan mengubah pola pikir pasien yang

selalu negatif (persepsi diri, masa depan, dunia, diri tak berguna, tak

mampu dsb.) ke arah pola pikir yang netral atau yang positif. Ternyata

pasien usia lanjut dengan depresi dapat menerima metode ini meskipun

penjelasan harus diberikan secara singkat dan terfokus. Melalui latihan-

latihan, tugas-tugas dan aktivitas tertentu, terapi kognitif bertujuan

mengubah perilaku dan pola pikir.

c. Terapi keluarga

Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit

depresi, sehingga dukungan/support terhadap pasien sangat penting. Proses

penuaan mengubah dinamika keluarga, ada perubahan posisi dari dominan

20

Page 21: Demensia pada Geriatri

menjadi dependen pada orang usia lanjut. Tujuan dari terapi terhadap

keluarga pasien yang depresi adalah untuk meredakan perasaan frustrasi

dan putus asa, mengubah dan memperbaiki sikap/struktur dalam keluarga

yang menghambat proses penyembuhan pasien.

d. Penanganan anxietas (relaksasi)

Tehnik yang umum dipergunakan adalah program relaksasi progresif

baik secara langsung dengan instruktur (psikolog atau terapis okupasional)

atau melalui tape recorder. Tehnik ini dapat dilakukan dalam praktek

umum sehari-hari. Untuk menguasai tehnik ini diperlukan kursus singkat

terapi relaksasi. Walaupun obat golongan litium mungkin bisa

memberikan efek, terutama penderita dengan depresi manik, obat ini

sebaiknya hanya diberikan setelah berkonsultasi pada psikiater. Obat juga

harus diberikan dengan dosis awal rendah dan berhati-hati bila terdapat

penurunan fungsi ginjal.

Tabel 2. Berbagai pilihan obat antidepresan

Antidepresan trisiklik

Yang bersifat sedatif            : Amitriptilin, Dotipin

Sedikit bersifat sedatif         : Imipramin, Nortriptilin, Protriptilin

Antidepresan yang lebih baru

Bersifat sedatif                     : Trasodon, Mianserin

Kurang sedatif                     :  Maprotilin, Lofepramin, Flukfosamin

Pengobatan berkelanjutan dan perawatan

Penyusul remisi dari depresi, pengobatan antidepresan harus berkelanjutan

sedikitnya 6 bulan (fase berkelanjutan). Pengobatan ini digunakan untuk

mencegah kekambuhan. Setelah mendapat perbaikan selama 6 bulan, pasien

mungkin mempunyai sedikit resiko untuk episode baru depresi (kambuh).

Riwayat tiga atau lebih episode adalah prediksi kuat untuk kekambuhan. Perkiraan

lain kehebatan episode awal kecemasan yang masih bertahan. Pasien dengan

21

Page 22: Demensia pada Geriatri

resiko tinggi untuk kambuh harus mendapat pengobatan berkelanjutan untuk

sedikitnya 1-2 tahun, antidepresan yang dapat dipakai golongan fluoextin dan

paroxetin.

Pelayanan kesehatan Home Health Care = Home care (Rawat Rumah =

RR) bagi lansia adalah salah satu unsur pelayanan kesehatan secara luas yang

ditujukan untuk kesehatan perorangan atau kesehatan keluarga di tempat tinggal

mereka untuk tujuan promotif, rehabilitatif, kuratif, asesmen dan mempertahankan

kemampuan individu untuk mandiri secara optimal selama mungkin. Rawat

Rumah Geriatri adalah salah satu unsur pelayanan kesehatan bagi usia lanjut (60

tahun keatas) baik perorangan atau keluarga ditempat tingal masing-masing untuk

mempertahankan kemampuan individu agar dapat mandiri secara optimal.

5.2 PERJALANAN DAN PROGNOSIS

Depresi geriatri sering berlajut kronis dan kambuh-kambuhan, ini

berhubungan dengan komorbiditas medis, kemunduran kognitif, dan faktor-faktor

psikososial. Kemungkinan relaps atau rekurens tinggi pada pasien dengan riwayat

episode berulang, onset saki lebih tua, riwayat distimia, sakit medis yang sedang

terjadi dan mungkin tingginya kehebatan dan kronisitas depresi.

Tabel 4. Prognosis depresi pada usia lanjut

Prognosis baik Prognosis buruk

Usia < 70 tahun

Riwayat keluarga adanya

penderita depresi atau manik

Riwayat pernah depresi berat

(sembuh sempurna)

sebelum usia 5 tahun

Kepribadian ekstrovert dan

tempramen yang datar

(Tak berubah-ubah)

Usia>70 tahun dengan wajah tua

Terdapat penyakit fisik serius + disabilitas

Riwayat depresi terus menerus selama 2

tahun

Terbukti adanya kerusakan otak,misal

gejala neurologik dadanya dementia

22

Page 23: Demensia pada Geriatri

23