34
Demam Tifoid Definisi Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever. Demam tipoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran Etiologi Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A atau B atau Salmonella lain (s. typhi menimbulkan penyakit / gejala yang lebih serius). Mikroorganisme ini banyak terdapat di kotoran, tinja manusia dan makanan atau minuman yang terkena mikroorganisme yang di bawa oleh lalat. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatip, tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 600C) selama 15 – 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi. Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu : 1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen ini tahan

Demam Tifoid

Embed Size (px)

DESCRIPTION

penyakit dalam

Citation preview

Page 1: Demam Tifoid

Demam Tifoid

Definisi

Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever. Demam tipoid ialah

penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus halus) dengan gejala

demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa

gangguan kesadaran

Etiologi

Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A atau B atau

Salmonella lain (s. typhi menimbulkan penyakit / gejala yang lebih serius). Mikroorganisme ini

banyak terdapat di kotoran, tinja manusia dan makanan atau minuman yang terkena

mikroorganisme yang di bawa oleh lalat. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatip, tidak

membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar).

Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es, sampah

dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 600C) selama 15 – 20 menit,

pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi.

Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu :

1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman. Bagian ini

mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen ini tahan

terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.

2. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili dari kuman.

Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap formaldehid tetapi tidak

tahan terhadap panas dan alkohol.

3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat melindungi kuman

terhadap fagositosis.

Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan pula

pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.

Page 2: Demam Tifoid

Transmisi Agent

Mengkonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi feses dan urin dari penderita

demam tifoid atau carier. Lalat mungkin bisa membawa bakteri dari kotoran ke makanan.

Transmisi langsung dari manusia ke manusia terjadi melalui jalur fecal-oral. Transmisi juga

dapat terjadi secara transplasenta dari seorang ibu hamil yang berada dalam bakterimia kepada

bayinya (Sudarno et al, 2008).

Epidemiologi Demam Tifoid

Distribusi dan Frekwensi

a. Orang

Demam tifoid dapat menginfeksi semua orang dan tidak ada perbedaan yang nyata antara insiden

pada laki-laki dan perempuan.

Insiden pasien demam tifoid dengan usia 12 – 30 tahun 70 – 80 %, usia 31 – 40 tahun 10 – 20 %,

usia > 40 tahun 5 – 10 %.

Menurut penelitian Simanjuntak, C.H, dkk (1989) di Paseh, Jawa Barat terdapat 77 % penderita

demam tifoid pada umur 3 – 19 tahun dan tertinggi pada umur 10 -15 tahun dengan insiden rate

687,9 per 100.000 penduduk. Insiden rate pada umur 0 – 3 tahun sebesar 263 per 100.000

penduduk.

b. Tempat dan Waktu

Demam tifoid tersebar di seluruh dunia. Pada tahun 2000, insiden rate demam tifoid di Amerika

Latin 53 per 100.000 penduduk dan di Asia Tenggara 110 per 100.000 penduduk.6 Di Indonesia

demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun, di Jakarta Utara pada tahun 2001, insiden rate

demam tifoid 680 per 100.000 penduduk dan pada tahun 2002 meningkat menjadi 1.426 per

100.000 penduduk.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi (Determinan)

Page 3: Demam Tifoid

a. Faktor Host

Manusia adalah sebagai reservoir bagi kuman Salmonella thypi. Terjadinya penularan

Salmonella thypi sebagian besar melalui makanan/minuman yang tercemar oleh kuman yang

berasal dari penderita atau carrier yang biasanya keluar bersamadengan tinja atau urine. Dapat

juga terjadi trasmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam bakterimia kepada

bayinya.

Penelitian yang dilakukan oleh Heru Laksono (2009) dengan desain case control , mengatakan

bahwa kebiasaan jajan di luar mempunyai resiko terkena penyakit demam tifoid pada anak 3,6

kali lebih besar dibandingkan dengan kebiasaan tidak jajan diluar (OR=3,65) dan anak yang

mempunyai kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan beresiko terkena penyakit demam

tifoid 2,7 lebih besar dibandingkan dengan kebiasaan mencuci tangan sebelum makan (OR=2,7).

b. Faktor Agent

Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi. Jumlah kuman yang dapat

menimbulkan infeksi adalah sebanyak 105 – 109 kuman yang tertelan melalui makanan dan

minuman yang terkontaminasi. Semakin besar jumlah Salmonella thypi yang tertelan, maka

semakin pendek masa inkubasi penyakit demam tifoid.

c. Faktor Environment

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah tropis terutama di

daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar hygiene dan sanitasi yang

rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya penyebaran demam tifoid adalah urbanisasi,

kepadatan penduduk, sumber air minum dan standart hygiene industri pengolahan makanan yang

masih rendah.

Berdasarkan hasil penelitian Lubis, R. di RSUD. Dr. Soetomo (2000) dengan desain case control

, mengatakan bahwa higiene perorangan yang kurang, mempunyai resiko terkena penyakit

demam tifoid 20,8 kali lebih besar dibandingkan dengan yang higiene perorangan yang baik

(OR=20,8) dan kualitas air minum yang tercemar berat coliform beresiko 6,4 kali lebih besar

terkena penyakit demam tifoid dibandingkan dengan yang kualitas air minumnya tidak tercemar

berat coliform (OR=6,4) .

Page 4: Demam Tifoid

Sumber Penularan (Reservoir)

Penularan penyakit demam tifoid oleh basil Salmonella typhi ke manusia melalui makanan dan

minuman yang telah tercemar oleh feses atau urin dari penderita tifoid.

Ada dua sumber penularan Salmonella typhi, yaitu :

Penderita Demam Tifoid

Yang menjadi sumber utama infeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme

penyebab penyakit, baik ketika ia sedang menderita sakit maupun yang sedang dalam

penyembuhan. Pada masa penyembuhan penderita pada umumnya masih mengandung bibit

penyakit di dalam kandung empedu dan ginjalnya.

Karier Demam Tifoid.

Penderita tifoid karier adalah seseorang yang kotorannya (feses atau urin) mengandung

Salmonella typhi setelah satu tahun pasca demam tifoid, tanpa disertai gejala klinis. Pada

penderita demam tifoid yang telah sembuh setelah 2 – 3 bulan masih dapat ditemukan kuman

Salmonella typhi di feces atau urin. Penderita ini disebut karier pasca penyembuhan.

Pada demam tifoid sumber infeksi dari karier kronis adalah kandung empedu dan ginjal (infeksi

kronis, batu atau kelainan anatomi). Oleh karena itu apabila terapimedika-mentosa dengan obat

anti tifoid gagal, harus dilakukan operasi untuk menghilangkan batu atau memperbaiki kelainan

anatominya.

Karier dapat dibagi dalam beberapa jenis.

a. Healthy carrier (inapparent) adalah mereka yang dalam sejarahnya tidak pernah

menampakkan menderita penyakit tersebut secara klinis akan tetapi mengandung unsur penyebab

yang dapat menular pada orang lain, seperti pada penyakit poliomyelitis, hepatitis B dan

meningococcus.

b. Incubatory carrier (masa tunas) adalah mereka yang masih dalam masa tunas, tetapi telah

mempunyai potensi untuk menularkan penyakit/ sebagai sumber penularan, seperti pada penyakit

cacar air, campak dan pada virus hepatitis.

Page 5: Demam Tifoid

c. Convalescent carrier (baru sembuh klinis) adalah mereka yang baru sembuh dari penyakit

menulat tertentu, tetapi masih merupakan sumber penularan penyakit tersebut untuk masa

tertentu, yang masa penularannya kemungkinan hanya sampai tiga bulan umpamanya kelompok

salmonella, hepatitis B dan pada dipteri.

d. Chronis carrier (menahun) merupakan sumber penularan yang cukup lama seperti pada

penyakit tifus abdominalis dan pada hepatitis B.

Patogenesis

Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks mengikuti ingesti organisme, yaitu :

1. Penempelan dan invasi sel – sel M Peyer’s patch

2. Bakteri bertahan hidup dan bermultifikasi di makrofag Peyer’s patch, nodus limfatikus

mesenterikus, dan organ – organ ekstra intestinal sistem retikuloendotelial

3. Bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah

4. Produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan

menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal.

Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan

yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian

lagi masuk ke usus halus dan berkembang biak.

Bila respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel

epitel terutama sel M dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang

biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan

berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri ileum distal dan

kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.

Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke

dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke

seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman

meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan

selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan bakterimia yang kedua

Page 6: Demam Tifoid

kalinya (interaksi dengan makrofag memunculkan mediator-mediator inflamasi) dengan disertai

tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik, seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala

dan sakit perut juga menyebabkan instabilitas vaskuler, inisiasi beku darah dan depresi sumsum

tulang. Pada Plaque Peyeri sendiri mengalami hyperplasia, nekrosis dan ulkus. Di dalam hati

sendiri kuman ini berkembangbiak dan dikeluarkan dalam cairan empedu ke lumen usus secara

intermittent sebagian keluar ke feses dan sebagian masuk ke sirkulasi darah setelah menembus

usus. Berhubung makrofag terlah teraktivasi dan hiperaktif maka terjadi pelepasan mediator

inflamasi dan gejala sistemik yang sudah dijelaskan diatas.

Gejala Klinis

Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya

lebih ringan jika dibanding dengan penderita

dewasa. Masa inkubasi rata-rata 7-14 hari

(bisa 10->60 hari). Setelah masa inkubasi

maka ditemukan gejala prodromal, yaitu

perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala,

pusing dan tidak bersemangat.

Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu :

a. Demam

Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remiten dan suhu

tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari,

biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu

kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu tubuh

Page 7: Demam Tifoid

beraangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga. Demam merupakan

keluhan dan gejala klinis terpenting yang timbul pada semua penderita demam tifoid. Demam

dapat muncul secara tiba-tiba, dalam 1-2 hari menjadi parah dengan gejala yang menyerupai

septisemia oleh karena Streptococcus atau Pneumococcus daripada S. typhi. Gejala menggigil

tidak biasa didapatkan pada demam tifoid tetapi pada penderita yang hidup di daerah endemis

malaria, menggigil lebih mungkin disebabkan oleh malaria (Sudoyo et al, 2007).

b. Ganguan pada saluran pencernaan

Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah (ragaden) . Lidah

ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai

tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan

limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi

mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.

c. Gangguan kesadaran

Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis sampai

somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah. Manifestasi gejala mental kadang

mendominasi gambaran klinis, yaitu konfusi, stupor, psikotik atau koma.

Pemeriksaan Fisik

Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai berat dan ada yang disertai

dengan komplikasi. Pada minggu pertama, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi

akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,

obstipasi dan atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis. Pada pemeriksaan

fisik hanya didapatkan peningkatan suhu badan.

Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relatif, lidah

tifoid (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali,

gangguan kesadaran berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis.

Diagnosis (+Pemeriksaan Lanjutan)

Page 8: Demam Tifoid

Untuk mendiagnosis demam tifoid perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Ada 3 metode

untuk mendiagnosis penyakit demam tifoid, yaitu :

a.Diagnosis klinik

Diagnosis klinis penyakit ini sering tidak tepat, karena gejala kilinis yang khas pada demam

tifoid tidak ditemukan atau gejala yang sama dapat juga ditemukan pada penyakit lain. Diagnosis

klinis demam tifoid sering kali terlewatkan karena pada penyakit dengan demam beberapa hari

tidak diperkirakan kemungkinan diagnosis demam tifoid.

b. Diagnosis mikrobiologik/pembiakan kuman

Metode diagnosis mikrobiologik adalah metode yang paling spesifik dan lebih dari 90%

penderita yang tidak diobati, kultur darahnya positip dalam minggupertama. Hasil ini menurun

drastis setelah pemakaian obat antibiotika, dimana hasil positip menjadi 40%. Meskipun

demikian kultur sum-sum tulang tetap memperlihatkan hasil yang tinggi yaitu 90% positip. Pada

minggu-minggu selanjutnya hasil kultur darah menurun, tetapi kultur urin meningkat yaitu 85%

dan 25% berturut-turut positip pada minggu ke-3 dan ke-4. Organisme dalam tinja masih dapat

ditemukan selama 3 bulan dari 90% penderita dan kira-kira 3% penderita tetap mengeluarkan

kuman Salmonella typhi dalam tinjanya untuk jangka waktu yang lama.

c.Diagnosis serologic

c.1. Uji Widal

Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang

spesifik terhadap Salmonella typhi terdapat dalam serum penderita demam tifoid, pada orang

yang pernah tertular Salmonella typhi dan pada orang yang pernah mendapatkan vaksin demam

tifoid.

Antigen yang digunakan pada uij Widal adlah suspensi Salmonella typhi yang sudah dimatikan

dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin

dalam serum penderita yang diduga menderita demam tifoid.

Page 9: Demam Tifoid

Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya

untuk diagnosis. Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula kemungkinan didiagnosis

sebagai penderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer aglutinin akan meningkat pada

pemeriksaan ulang yang dilakukan selangwaktu paling sedikit 5 hari. Peningkatan titer aglutinin

empat kali lipat selama 2 sampai 3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid.

Interpretasi hasil uji Widal adalah sebagai berikut :

a. Titer O yang tinggi ( > 160) menunjukkan adanya infeksi akut

b. Titer H yang tinggi ( > 160) menunjukkan telah mendapat imunisasi atau pernah menderita

infeksi

c. Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carrier.

Beberapa faktor yang mempengaruhi uji Widal antara lain :

1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Penderita

a. Keadaan umum gizi penderita

Gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.

b. Waktu pemeriksaan selama perjalanan penyakit

Aglutinin baru dijumnpai dalam darah setelah penderita mengalami sakit selama satu minggu

dan mencapai puncaknya pada minggu kelima atau keenam sakit.

c. Pengobatan dini dengan antibiotik

Pemberian antibiotik dengan obat antimikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.

d. Penyakit-penyakit tertentu

Pada beberapa penyakit yang menyertai demam tifoid tidak terjadi pembentukan antibodi,

misalnya pada penderita leukemia dan karsinoma lanjut.

e. Pemakaian obat imunosupresif atau kortikosteroid dapat menghambat pembentukan antibodi.

Page 10: Demam Tifoid

f. Vaksinasi

Pada orang yang divaksinasi demam tifoid, titer aglutinin O dan H meningkat. Aglutinin O

biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun

perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh karena itu titer aglutinin H pada seseorang yang

pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.

g. Infeksi klinis atau subklinis oleh Salmonella sebelumnya

Keadaan ini dapat menyebabkan uji Widal positif, walaupun titer aglutininnya rendah. Di daerah

endemik demam tifoid dapat dijumpai aglutinin pada orang-orang yang sehat.

2. Faktor-faktor teknis

a. Aglutinasi silang

Karena beberapa spesies Salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama, maka

reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat juga menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies lain.

Oleh karena itu spesies Salmonella penyebab infeksi tidak dapat ditentukan dengan uji widal.

b. Konsentrasi suspensi antigen

Konsentrasi suspensi antigen yang digunakan pada uji widal akan mempengaruhi hasilnya.

c. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen. Daya aglutinasi suspensi antigen

dari strain salmonella setempat lebih baik daripada suspensi antigen dari strain lain.

c.2. Uji Enzym-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)12

a. Uji ELISA untuk melacak antibodi terhadap antigen Salmonella typhi belakangan ini mulai

dipakai. Prinsip dasar uji ELISA yang dipakai umumnya uji ELISA tidak langsung. Antibodi

yang dilacak dengan uji ELISA ini tergantung dari jenis antigen yang dipakai.

b. Uji ELISA untuk melacak Salmonella typhi

Page 11: Demam Tifoid

Deteksi antigen spesifik dari Salmonella typhi dalam spesimen klinik (darah atau urine) secara

teoritis dapat menegakkan diagnosis demam tifoid secara dini dan cepat. Uji ELISA yang sering

dipakai untuk melacak adanya antigen Salmonella typhi dalam spesimen klinis, yaitu double

antibody sandwich ELISA.

Tes Tubex

Tes TUBEX merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana dan cepat

(kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang berwarna untuk meningkatkan

sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik

yang hanya ditemukan pada

Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena hanya

mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit

(Chrishantoro, 2006).

Tubex, mendeteksi kemampuan antibodi anti-Salmonella O9 dari serum pasien dengan cara

menghambat ikatan antara indikator antibodi-partikel dan magnetik antigen-partikel. Tes ini juga

spesifik untuk mendeteksi antigen Salmonella O9 (lipopolisakarida grup D) dalam larutan dan

memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi organisme Salmonella grup D secara langsung dari

koloni agar atau kultur darah. Hal tersebut membuat Tubex menjadi tes yang unik.

Kemampuannya mendeteksi antibodi dan antigen secara teoritis penting untuk diagnosis

serologis penyakit infeksi akut, karena antigen yang diharapkan muncul pada infeksi pertama

(Tam et al. 2007).

Tes Tubex menggunakan reaksi kolorimetri yang dimasker dalam sampel hemolisis. Hasil

beberapa percobaan yang telah dilakukan di beberapa Negara berkembang, Tubex menunjukkan

hasil terbaik dan dapat lebih baik daripada tes Widal yang sudah dipakai sejak seratus tahun lalu.

Tes ini juga memiliki kelemahan, yaitu sulitnya menginterpretasikan hasil dari sampel hemolisis

yang memakai reaksi kolometri. Tes ini juga dapat bernilai positif palsu jika seseorang sudah

pernah terinfeksi Salmonella enteritidis dan mendapatkan terapi antibiotic yang tidak tepat

(Olsen, et. al. 2004).

Walaupun belum banyak penelitian yang menggunakan tes TUBEX ini, beberapa penelitian

pendahuluan menyimpulkan bahwa tes ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang lebih

baik daripada uji Widal. Penelitian oleh Lim et al (2002) mendapatkan hasil sensitivitas 100%

Page 12: Demam Tifoid

dan spesifisitas 100%. Penelitian lain mendapatkan sensitivitas sebesar 78% dan spesifisitas

sebesar 89%. Tes ini dapat menjadi pemeriksaan yang ideal, dapat digunakan untuk pemeriksaan

secara rutin karena cepat, mudah dan sederhana, terutama di Negara berkembang (Kristina et al,

2007).

KRITERIA DIAGNOSIS

 Demam naik secara bertangga lalu menentap selama beberapa hari, demam terutama pada

sore/malam hari.

 Sulit buang air besar atau diare, sakit kepala.

 Kesadaran berkabut, bradikardia relatif, lidah kotor, nyeri abdomen, hepatomegali, atau

splenomegali.

 Kriteria Zulkarnaen:

o Febris > 7 hari, naik perlahan, seperti anak tangga bisa remitten atau kontinua,

disertai delirium/apatis, gangguan defekasi.

o Terdapat 2 atau lebih :

 Lekopeni.

 Malaria -.

 Kelainan urine -.

o Terdapat 2 atau lebih :

 Penurunan kesadaran.

 Rangsang meningeal -.

 Perdarahan usus +.

 Bradikardi relatif.

Page 13: Demam Tifoid

 Splenomegali +.

o Dengan pemberian chloramfenicol 4 x 500mg, suhu akan lisis dalam 3 - 5 hari.

o Temperatur turun, nadi naik : “Toten creutz”.

 Diagnosa ditegakkan dari :

o Riwayat dan gejala klinik sesuai untuk typhus (5 gejala kardinal dianggap sebagai

positif, 3 gejala kardinal curiga).

 5 cardinal sign (Manson-Bahr (1985))

1. Demam

2. Ratio frekuensi nadi = suhu yang rendah (bradikardi relatif).

3. Toxemia yang karakteristik.

4. Splenomegali

5. Rose spot

 Sign lainnya :

1. Distensi abdomen.

2. Pea soup stool.

3. Perdarahan intestinal

o Biakkan Salmonella typhi +

o Tes widal meningkat atau peninggian ≥ 4x pada 2 kali pemeriksaan.

o Gall kultur+, Media SS agar.

Page 14: Demam Tifoid

Diagnosis Banding

Demam tifoid dan malaria dapat timbul secara bersamaan pada satu penderita. Sakit kepala hebat

yang menyertai demam tinggi dapat menyerupai gejala meningitis, di sisi lain S. typhi juga dapat

menembus sawar darah otak dan menyebabkan meningitis. Nyeri perut kadang tak dapat

dibedakan dengan apendisitis atau adanya abdominal abces. Penderita pada tahap lanjut dapat

muncul gambaran peritonitis akibat perforasi usus. Diagnosa banding atas demam adalah

pneumonia, DBD atau demam dengue, malaria, TB.

Komplikasi

Komplikasi demam tifoid dapat dibagi atas dua bagian, yaitu :

Komplikasi Intestinal

a. Perdarahan Usus

Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor yang tidak

membutuhkan tranfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderitamengalami syok.

Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak 5

ml/kgBB/jam.

b. Perforasi Usus

Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada minggu ketiga namun

dapat pula terjadi pada minggu pertama. Penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh

nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian meyebar ke

seluruh perut. Tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun dan bahkan sampai

syok.

Komplikasi Ekstraintestinal

a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis), miokarditis, trombosis

dan tromboflebitis.

Page 15: Demam Tifoid

b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi intravaskuler diseminata,

dan sindrom uremia hemolitik.

c. Komplikasi paru : pneumoni, empiema, dan pleuritis

d. Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis

e. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis

f. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis

g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, psikosis,

dan sindrom katatonia.

Tatalaksana

Medikamentosa

1. rehidrasi oral atau parenteral

2. antipiretik

3. transfuse darah dengan indikasi

4. vitamin b kompleks dan vit c untuk menjaga kesegaran dan kekuatan tubuh dan untuk

kestabilan pembuluh darah

5. antibiotik

Page 16: Demam Tifoid

Floroquinolon dianggap sebagai pengobatan yang optimal untuk demam tifoid pada orang

dewasa. Karena floroquinolon murah, lebih dapat ditoleril tubuh, lebih cepat dan efektif dari

antibiotic terdahulu seperti kloramfenikol, ampisilin, amoxisilin dan trimethoprim-

sulfamethoxazole. Floroquinolon juga baik dalam menembus jaringan, membunuh bakteri

salmonella pada fase intraselular di dalam monosit atau makrofag dan dapat mencapai level

tinggi di kantong empedu disbanding obat lain. Obat ini juga mempunyai respon cepat,

menurunkan demam dan gejala dalam 3-5 hari. Beberapa penelitian di Asia menyebutkan

efektifitas yang sama didapatkan pada anak-anak.

Page 17: Demam Tifoid

Non-medikamentosa

1. Istirahat

Tirah baring absolut dilakukan selama 7 hari bebas demam atau samai kurang dari 14 hari.

Mobilisasi dilakukan bertahap sesuai tingkat kesembuhan pasien. Tirah baring dimaksudkan

mencegah komplikasi dan mempercepat kesembuhan.

2. Diet atau pemberian nutrisi

Pasien diberikan bubur saring, lalu bubur kasar sampai nasi seseuai dengan tingkat kesembuhan

pasien. Namun, beberapa penelitian menyebutkan pemberian makanan tingkat dini yaitu nasi dan

lauk pauk rendah selulosa (pantang sayur dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman,

dibutuhkan juga suplementasi vitamin dan mineral. Pada kasus perforasi dan rejatan septik

diperlukan perawatan intensif, nutrisi parenteral. Antibiotika spectrum luas atau kombinasi. Serta

kortikosteroid dipakai pada rejatan septik.

Prevensi

Pencegahan Primer

Page 18: Demam Tifoid

Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat

atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit.

Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari strain

Salmonella typhi yang dilemahkan. Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yaitu : 4

a. Vaksin oral Ty 21 a Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang diminum selang

sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum makan. Vaksin ini kontraindikasi pada wanita hamil,

ibu menyusui, demam, sedang mengkonsumsi antibiotik . Lama proteksi 5 tahun.

b. Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis vaksin yakni, K vaccine

(Acetone in activated) dan L vaccine (Heat in activated-Phenol preserved). Dosis untuk dewasa

0,5 ml, anak 6 – 12 tahun 0,25 ml dan anak 1 – 5 tahun 0,1 ml yang diberikan 2 dosis dengan

interval 4 minggu. Efek samping adalah demam, nyeri kepala, lesu, bengkak dan nyeri pada

tempat suntikan. Kontraindikasi demam,hamil dan riwayat demam pada pemberian pertama.

c. Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin diberikan secara

intramuscular dan booster setiap 3 tahun. Kontraindikasi pada hipersensitif, hamil, menyusui,

sedang demam dan anak umur 2 tahun.

Indikasi vaksinasi adalah bila hendak mengunjungi daerah endemik, orang yang terpapar dengan

penderita karier tifoid dan petugas laboratorium/mikrobiologi kesehatan.

Mengkonsumsi makanan sehat agar meningkatkan daya tahan tubuh, memberikan pendidikan

kesehatan untuk menerapkan prilaku hidup bersih dan sehat dengan cara budaya cuci tangan

yang benar dengan memakai sabun, peningkatan higiene makanan dan minuman berupa

menggunakan cara-cara yang cermat dan bersih dalam pengolahan dan penyajian makanan, sejak

awal pengolahan, pendinginan sampai penyajian untuk dimakan, dan perbaikan sanitasi

lingkungan

Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa penyakit secara dini dan

mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat.

Pencegahan sekunder dapat berupa :

Page 19: Demam Tifoid

a. Penemuan penderita maupun carrier secara dini melalui penigkatan usaha surveilans demam

tifoid.

b. Perawatan umum dan nutrisi

Penderita demam tifoid, dengan gambaran klinis jelas sebaiknya dirawat di rumah sakit atau

sarana kesehatan lain yang ada fasilitas perawatan.

Penderita yang dirawat harus tirah baring dengan sempurna untuk mencegah komplikasi,

terutama perdarahan dan perforasi. Bila klinis berat, penderita harus istirahat total. Bila penyakit

membaik, maka dilakukan mobilisasi secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan

penderita. Nutrisi pada penderita demam tifoid dengan pemberian cairan dan diet.

Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun parenteral. Cairan

parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada komplikasi penurunan kesadaran serta

yang sulit makan. Cairan harus mengandung elektrolit dan kalori yang optimal.

Sedangkan diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya rendah serat untuk

mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk penderita tifoid biasanya diklasifikasikan atas :

diet cair, bubur lunak, tim dan nasi biasa.

c. Pemberian anti mikroba (antibiotik)

Anti mikroba (antibiotik) segera diberikan bila diagnosa telah dibuat. Kloramfenikol masih

menjadi pilihan pertama, berdasarkan efikasi dan harga. Kekurangannya adalah jangka waktu

pemberiannya yang lama, serta cukup sering menimbulkan karier dan relaps.

Kloramfenikol tidak boleh diberikan pada wanita hamil, terutama pada trimester III karena dapat

menyebabkan partus prematur, serta janin mati dalam kandungan. Oleh karena itu obat yang

paling aman diberikan pada wanita hamil adalah ampisilin atau amoksilin.

Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi keparahan akibat komplikasi.

Apabila telah dinyatakan sembuh dari penyakit demam tifoid sebaiknya tetap menerapkan pola

Page 20: Demam Tifoid

hidup sehat, sehingga imunitas tubuh tetap terjaga dan dapat terhindar dari infeksi ulang demam

tifoid.

Pada penderita demam tifoid yang carier perlu dilakukan pemerikasaan laboratorium pasca

penyembuhan untuk mengetahui kuman masih ada atau tidak.

Prognosis

Prognosis demam tifoid tergantung pada ketepatan terapi, usia penderita,keadaan kesehatan

sebelumnya, serotip Salmonella penyebab dan adatidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan

terapi antibiotik yangadekuat, angka mortalitasnya < 1%. Di negara berkembang,

angkamortalitasnya > 10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis,perawatan dan pengobatan.

Munculnya komplikasi, seperti perforasigastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis,

endokarditis, danpneumonia, mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.Relaps

sesudah respon klinis awal terjadi pada 4-8% penderitayang tidak diobati dengan antibiotik. Pada

penderita yang telah mendapatterapi anti mikroba yang tepat, manifestasi klinis relaps menjadi

nyatasekitar 2 minggu sesudah penghentian antibiotik dan menyerupaipenyakit akut namun

biasanya lebih ringan dan lebih pendek. Individuyang mengekskresi S. thypi ≥ 3 bulan setelah

infeksi umumnya menjadikarier kronis. Resiko menjadi karier pada anak-anak rendah

danmeningkat sesuai usia. Karier kronis terjadi pada 1-5% dari seluruh pasiendemam tifoid.

Insiden penyakit saluran empedu (traktus biliaris) lebihtinggi pada karier kronis dibandingkan

dengan populasi umum.

DEMAM

Definisi demam

Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari yang berhubungan

dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus (Dinarello & Gelfand, 2005). Suhu tubuh

normal berkisar antara 36,5-37,2°C. Derajat suhu yang dapat dikatakan demam adalah rectal

temperature ≥38,0°C atau oral temperature ≥37,5°C atau axillary temperature ≥37,2°C

(Kaneshiro & Zieve, 2010).

Tipe demam

Page 21: Demam Tifoid

Adapun tipe-tipe demam yang sering dijumpai antara lain:

Demam septik

Pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan

turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari.

Demam hektik

Pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan

turun kembali ke tingkat yang normal pada pagi hari

Demam remiten

Pada demam ini, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu normal

Demam intermiten

Pada demam ini, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari.

Demam Kontinyu

Pada demam ini, terdapat variasi suhu sepanjang hari yang tidak berbeda lebih dari satu derajat.

Demam Siklik

Pada demam ini, kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas

demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.

(Sumber: Nelwan, Demam: Tipe dan Pendekatan, 2009)

Etiologi demam

Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi. Demam akibat infeksi

bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun parasit. Infeksi bakteri yang pada

umumnya menimbulkan demam pada anak-anak antara lain pneumonia, bronkitis, osteomyelitis,

appendisitis, tuberculosis, bakteremia, sepsis, bakterial gastroenteritis, meningitis, ensefalitis,

selulitis, otitis media, infeksi saluran kemih, dan lain-lain (Graneto, 2010). Infeksi virus yang

pada umumnya menimbulkan demam antara lain viral pneumonia, influenza, demam berdarah

Page 22: Demam Tifoid

dengue, demam chikungunya, dan virus-virus umum seperti H1N1 (Davis, 2011). Infeksi jamur

yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain coccidioides imitis, criptococcosis, dan

lain-lain (Davis, 2011). Infeksi parasit yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain

malaria, toksoplasmosis, dan helmintiasis (Jenson & Baltimore, 2007).

Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor

lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu tinggi, keadaan tumbuh gigi, dll),

penyakit autoimun (arthritis, systemic lupus erythematosus, vaskulitis, dll), keganasan (Penyakit

Hodgkin, Limfoma non-hodgkin, leukemia, dll), dan pemakaian obat-obatan (antibiotik,

difenilhidantoin, dan antihistamin) (Kaneshiro & Zieve, 2010). Selain itu anak-anak juga dapat

mengalami demam sebagai akibat efek samping dari pemberian imunisasi selama ±1-10 hari

(Graneto, 2010). Hal lain yang juga berperan sebagai faktor non infeksi penyebab demam adalah

gangguan sistem saraf pusat seperti perdarahan otak, status epileptikus, koma, cedera

hipotalamus, atau gangguan lainnya (Nelwan, 2009).

Patofisiologi demam

Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama pirogen. Pirogen adalah zat

yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi dua yaitu pirogen eksogen adalah pirogen

yang berasal dari luar tubuh pasien. Contoh dari pirogen eksogen adalah produk mikroorganisme

seperti toksin atau mikroorganisme seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen klasik adalah

endotoksin lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen

adalah pirogen endogen yang merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh

dari pirogen endogen antara lain IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN. Sumber dari pirogen endogen ini

pada umumnya adalah monosit, neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat

mengeluarkan pirogen endogen jika terstimulasi (Dinarello & Gelfand, 2005).

Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit, limfosit, dan

neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel

darah putih tersebut akan mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1,

IL-6, TNF-α, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium

hipotalamus untuk membentuk prostaglandin (Dinarello & Gelfand, 2005). Prostaglandin yang

terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi hipotalamus.

Page 23: Demam Tifoid

Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru

sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas antara lain menggigil,

vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi

peningkatan produksi panas dan penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan

menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut (Sherwood, 2001).

Demam memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan, fase demam, dan fase kemerahan. Fase

pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase peningkatan suhu tubuh yang ditandai dengan

vasokonstriksi pembuluh darah dan peningkatan aktivitas otot yang berusaha untuk

memproduksi panas sehingga tubuh akan merasa kedinginan dan menggigil. Fase kedua yaitu

fase demam merupakan fase keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas di titik

patokan suhu yang sudah meningkat. Fase ketiga yaitu fase kemerahan merupakan fase

penurunan suhu yang ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah dan berkeringat yang

berusaha untuk menghilangkan panas sehingga tubuh akan berwarna kemerahan (Dalal &

Zhukovsky, 2006).