47
Dari Rinjani Sampai Tambora Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat Daftar Isi Pendahuluan Pengantar Gubernur Visi Misi NTB 2014-2019 Peta Pengembangan Kopi NTB Bagian Pertama Prolog Wangi Kopi NTB Boks: Kopi Tambora Warisan Belanda Boks Kopi Sajang dari Lereng Rinjani Bagian Kedua Potensi Pengembangan Luas Lahan dan Produksi Cetak biru Kebijakan Boks: Kopi 555 dari lantan Bagian Ketiga Pengembangan Kopi Spesialti Rencana jangka Menengah dan panjang Menuju Pasar Nasional Boks: Geliat Wirausaha Kopi Bagian Keempat Tantangan Dan Prospek Pengembangan Penguatan Kelembagaan Pendampingan Penguatan Mutu Pendapingan Penguatan Pasar Pendampingan Penguatan Teknik Budidaya Prototipe Kopi NTB Infrastruktur Penunjang Boks: Dusun Prabe, Kampungnya Kopi Lombok Asli

Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

  • Upload
    tambora

  • View
    173

  • Download
    6

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Prolog“Kami di NTB punya kopi Tambora, di tanam di lereng Gunung Tambora, gunung yang pernah menguncang dunia dengan letusannya yang maha dahsyat pada 1815. Coba cicipi Kopi Tambora, nikmatilah rasanya yang khas...” begitu sepenggal pengantar yang terucap dari bibir Winda Novitasari, di depan stan NTB pada Festival Kopi Nusantara 2011 di Jakarta.__________________________________________________________Kalau anda penasaran dengan kopi Tambora, tanyakan saja lagi pada Winda Novitasari (22) atau kepada Nindi Rahmat Putri (21), maka dari bibir mungil dua gadis manis itu akan mengalir informasi yang cukup lengkap. Maklum keduanya adalah duta kopi NTB yang sempat mencuri perhatian pengunjung pada Festival Kopi Nusantara 2011 di Jakarta. Kopi NTB memang belum sekondang dan diburu banyak orang, seperti kopi Aceh atau Toraja misalnya. Tetapi kopi NTB bukan pula anak bawang. Potensi untuk menjadi sejajar dengan kopi Toraja atau Aceh bukannya tak ada. Kopi Tambora misalnya, ditanam di atas dataran tinggi 600 meter dari permukaan laut, dengan kesuburan tanah vulkanik Gunung Tambora, di hamparan lahan mencapai dua ribu hektar, kopi Tambora menyajikan cita rasa yang khas dan unik. bukan mustahil Kopi Tambora menjadi kopi yang kondang dan diburu banyak orang. Selain kopi Tambora, ada pula kopi Sajang dari dataran tinggi Sembalun, di kaki Gunung Rinjani Lombok. Usaha kopi di Sembalun memang masih merupakan usaha sampingan, pelengkap dari usaha utama warga yang bekerja sebagai petani tanaman holtikultura, peternak dan pedagang. Sekalipun pelengkap, sumbangan usaha kopi rata-rata berkisar 20-30 persen setahun dari total pendapatan rumah tangga warga di Sembalun. Sumbangan yang cukup berarti untuk menyangga ketahanan ekonomi keluarga.Tambora dan Sembalun, keduanya sentra kopi NTB yang menyimpan kisah panjang. Mulai dari sejarah budidaya, pasang surut usaha, hingga potret kerja keras petaninya. Satu benang merah bisa kita tarik. Ternyata usaha budidaya kopi di NTB sudah lama ada dan tak pernah berhenti. Seringkali hasilnya tak melegakan hati dan belum memberi dampak ekonomi yang berarti. Tetapi usaha budidaya kopi seperti di Tambora dan Sembalun, tak pernah benar-benar mati. Ini satu pesan yang jelas dan terang bahwa kopi dan warga di sana sangat mungkin telah menyatu. Ada satu keyakinan besar: dari kopi mereka bisa berjaya. Tugas kita semua membantu mereka membuktikan keyakinan itu tidak tinggal hanya mimpi. Tetapi nyata suatu saat nanti.

Citation preview

Page 1: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

Dari Rinjani Sampai Tambora

Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat

Daftar Isi Pendahuluan Pengantar Gubernur Visi Misi NTB 2014-2019 Peta Pengembangan Kopi NTB Bagian Pertama Prolog

Wangi Kopi NTB Boks: Kopi Tambora Warisan Belanda Boks Kopi Sajang dari Lereng Rinjani

Bagian Kedua Potensi Pengembangan Luas Lahan dan Produksi Cetak biru Kebijakan Boks: Kopi 555 dari lantan Bagian Ketiga Pengembangan Kopi Spesialti Rencana jangka Menengah dan panjang Menuju Pasar Nasional Boks: Geliat Wirausaha Kopi Bagian Keempat Tantangan Dan Prospek Pengembangan Penguatan Kelembagaan Pendampingan Penguatan Mutu Pendapingan Penguatan Pasar Pendampingan Penguatan Teknik Budidaya Prototipe Kopi NTB Infrastruktur Penunjang Boks: Dusun Prabe, Kampungnya Kopi Lombok Asli

Page 2: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

Pengantar Assalamu’alaikum Wr. Wb. Dengan mengucap syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, saya menyambut baik hadirnya buku Dari Rinjani Sampai Tambora: Harum Kopi Nusa Tenggara Barat. Dari buku ini kita tahu ternyata potensi pengembangan kopi NTB cukup menjanjikan, bahkan disebut-sebut kopi dari NTB, seperti Kopi Sembalun dari kaki Rinjani, Kopi Tepal dari dataran tinggi di Sumbawa dan Kopi Tambora dari lingkar Gunung tambora, ternyata citarasanya tak kalah bersaing dengan kopi Toraja atau Kopi Gayo dari Aceh . Pemerintah NTB sepenuhnya menyadari usaha budidaya kopi di NTB merupakan usaha perekebunan rakyat yang menopang hidup ribuan petani dan keluarga mereka. Dukungan nyata untuk mendukung pengembangan usaha budidaya kopi menjadi kewajiban dan tugas utama pemerintah. Untuk itu saya tekankan pentingnya ikhtiar lebih keras dengan perencanaan yang lebih terukur untuk memastikan usaha budidaya kopi di NTB terus berkembang dan maju. Dimana indikator utamanya akan terlihat dari peningkatan kesejahteran petani kopi NTB. Semoga Allah memudahkan dan meridhoi ikhtiar kita bersama. Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Page 3: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

Prolog

“Kami di NTB punya kopi Tambora, di tanam di lereng Gunung Tambora, gunung yang

pernah menguncang dunia dengan letusannya yang maha dahsyat pada 1815. Coba cicipi

Kopi Tambora, nikmatilah rasanya yang khas...” begitu sepenggal pengantar yang terucap

dari bibir Winda Novitasari, di depan stan NTB pada Festival Kopi Nusantara 2011 di

Jakarta.

__________________________________________________________

Kalau anda penasaran dengan kopi Tambora, tanyakan saja lagi pada Winda

Novitasari (22) atau kepada Nindi Rahmat Putri (21), maka dari bibir mungil dua

gadis manis itu akan mengalir informasi yang cukup lengkap. Maklum keduanya

adalah duta kopi NTB yang sempat mencuri perhatian pengunjung pada Festival

Kopi Nusantara 2011 di Jakarta. Kopi NTB memang belum sekondang dan diburu

banyak orang, seperti kopi Aceh atau Toraja misalnya. Tetapi kopi NTB bukan pula

anak bawang. Potensi untuk menjadi sejajar dengan kopi Toraja atau Aceh

bukannya tak ada.

Kopi Tambora misalnya, ditanam di atas dataran tinggi 600 meter dari permukaan

laut, dengan kesuburan tanah vulkanik Gunung Tambora, di hamparan lahan

mencapai dua ribu hektar, kopi Tambora menyajikan cita rasa yang khas dan unik.

bukan mustahil Kopi Tambora menjadi kopi yang kondang dan diburu banyak

orang. Selain kopi Tambora, ada pula kopi Sajang dari dataran tinggi Sembalun, di

kaki Gunung Rinjani Lombok. Usaha kopi di Sembalun memang masih merupakan

usaha sampingan, pelengkap dari usaha utama warga yang bekerja sebagai petani

tanaman holtikultura, peternak dan pedagang. Sekalipun pelengkap, sumbangan

usaha kopi rata-rata berkisar 20-30 persen setahun dari total pendapatan rumah

Page 4: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

tangga warga di Sembalun. Sumbangan yang cukup berarti untuk menyangga

ketahanan ekonomi keluarga.

Tambora dan Sembalun, keduanya sentra kopi NTB yang menyimpan kisah

panjang. Mulai dari sejarah budidaya, pasang surut usaha, hingga potret kerja

keras petaninya. Satu benang merah bisa kita tarik. Ternyata usaha budidaya kopi

di NTB sudah lama ada dan tak pernah berhenti. Seringkali hasilnya tak melegakan

hati dan belum memberi dampak ekonomi yang berarti. Tetapi usaha budidaya

kopi seperti di Tambora dan Sembalun, tak pernah benar-benar mati. Ini satu pesan

yang jelas dan terang bahwa kopi dan warga di sana sangat mungkin telah

menyatu. Ada satu keyakinan besar: dari kopi mereka bisa berjaya. Tugas kita

semua membantu mereka membuktikan keyakinan itu tidak tinggal hanya mimpi.

Tetapi nyata suatu saat nanti.

Page 5: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

Boks

Kopi Tambora Warisan Belanda

April 1815 Gunung Tambora meletus sangat dasyhat.Letusan yang tercatat sebagai salah

satu letusan gunung berapi terbesar di kolong jagad. Tak kurang 10 ribu nyawa langsung

melayang dalam sekejap. 90 ribu nyawa lainnya tercatat sebagai korban susulan. Semburan

Tambora menutupi atmosfir bumi, menyebabkan matahari enggan bersinar di belahan bumi

Eropa sepanjang tahun sesudah terjadinya letusan. Setahun tanpa musim panas, membuat

Eropa terguncang hebat. Bencana kelaparan terjadi di banyak tempat. Letusan Tambora

benar-benar laksana kiamat.

Tapi Tambora bukan hanya kisah soal letusan. Alamnya yang eksotik serta komoditi

pertaniannya yang kaya, juga punya kisahnya sendiri. 25 ribu penduduk yang menetap di

lingkar Tambora bergantung penuh pada kemurahan alam disana. Kopi salah satu komoditi

pertanian unggulan Tambora. Hamparan kebun kopi mudah kita temui, terutama di bagian

lereng sebelah utara. Itu sudah ada sejak zaman Belanda. Para pekerjanya datang dari Pulau

Jawa. Entah didatangkan paksa atau sukarela. Jejak orang Jawa masih tertinggal nyata.

Lihat saja dari nama-nama camp (afdelin) di sana. Seperti Afdelin Sumber Rurip dan

Afdelin Sumber Rejo. Jelas merujuk kepada nama khas Jawa.

Menurut catatan sejarah, perkebunan kopi di lereng Tambora dirintis pertama kali oleh G

Bjorlund, seorang Swedia, pada 1930-an. Ia membuka lahan kopi seluas 80 ribu hektar di

lereng barat laut gunung itu. Seiring waktu perluasan lahan terus terjadi. Luas perkebunan

kopi di lereng tambora peninggalan Belanda itu ditaksir 500 hektar. Selain hamparan

perkebunan, Belanda juga mewariskan gudang prosesing, puluhan rumah pegawai dan

gedung kantor. Semua warisan itu cenderung telantar. Baru pada 1977 mulai terasa

bergeliat, tatkala datang PT. Bayu Aji Bima Sena dari Jakarta mengelola hamparan kebun

Page 6: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

kopi Tambora. Tentu saja atas ijin penguasa di Jakarta. Seiring itu, masuknya para

transmigran asal Lombok dan Bali membuat kawasan Tambora makin terbuka. Puluhan

ributransmigran datang secara bergelombang sejak paruh kedua dasawarsa 1970. Cukup

banyak dari para transmigran yang kemudian dengan serius bergelut merintis usaha

budidaya kopi di lahan yang mereka kelola.

Pada 2001, tak jelas benar apa sebabnya, PT. Bayu Aji menghentikan operasi perkebunan

kopi mereka. Ratusan hektar lahan, miliaran aset dan sekitar 150 pegawai menjadi tak

bertuan. Setahun kemudian, pemerintah Kabupaten Bima mengambil alih pengelolaan

kawasan. Kala itu kondisinya sangat mengenaskan. Tanaman Kopi yang produktif hanya 80

hektar. Setiap hektarnya hanya bisa menghasilkan 150 kilogram biji kopi mentah. Tingkat

produktivitas yang terhitung rendah. Itupun masih ditambah persoalan penjarahan kopi

oleh masyarakat sekitar. Alih-alih menguntungkan, pemerintah kabupaten Bima harus

cukup banyak mengelontorkan dana untuk menyehatkan kembali usaha perkebunan kopi

warisan Belanda itu.

Kini setelah 10 tahun berlalu, perkebunan kopi Tambora bisa sedikit bernafas kembali. Luas

tanaman kopi yang produktif bisa mencapai 146 hektar. Setiap hektarnya menghasilkan

Total produksi setahun rata-rata 30 ribu ton. Memberi pemasukan bagi daerah Rp 200–350

juta pertahun. Potret ini masih jauh dari ideal. Karena yang bisa dihasilkan sejatinya bisa

lebih berkali lipat dari itu. “Pengawasan pemerintah di sini lemah sekali, perkebunan kopi

ini cenderung disia-siakan,” terang Wahyudin, Kepala Desa Oi Bura, di Kecamatan

Tambora. Apa yang Wahyudin kemukakan ada benarnya. Soal produktivitas misalnya,

capaian 30 ribu ton pertahun terhitung kecil, seharusnya bisa 2-3 kali lipat dari itu.

Alhasil, setumpuk pekerjaan rumah harus dibereskan untuk memastikan kopi Tambora siap

bersaing di pasaran nasional bahkan global. Potensi kopi Tambora memang besar. Nama

Tambora pun layak menjadi branding . Hanya itu semua bisa jadi sia-sia, jika tak ada

terobosan kebijakan yang berani dan konsisten untuk meningkatkan dayasaing dan nilai

Page 7: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

jual kopi Tambora. Dan itu harus dilakukan secara seksama dan dalam waktu yang

sesingkat-singkatnya. Semoga.

Page 8: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

Boks

Kopi Sajang dari Lereng Rinjani

“Sebentar, jangan langsung di minum. Hirup dulu asapnya, tahan sejenak, lalu hembuskan

pelan-pelan. Barulah anda akan benar-benar merasakan nikmatnya,” katanya dengan

tenang, ketika kami di petang itu baru saja akan menyeruput kopi hangat yang

disuguhkannya. Memang benar, kepulan asap yang membubung dari dalam gelas

menebarkan aroma khas yang sangat menggoda. Warnanya cokelat pekat, mendekati hitam.

Tampak endapan berwarna cokelat sedikit lebih muda, memenuhi sepertiga gelas kami.

Tidak seperti kopi tubruk pada umumnya yang berwarna hitam dan mengotori gelas, kopi

yang kami minum terasa berbeda. “Lihatlah, gelasnya tetap bersih, tidak ada bekas kopi

yang menempel. Ini pertanda kopi murni tanpa campuran beras,” terangnya lagi. Kopi itu,

katanya, hanya bisa disangrai oleh orang-orang tertentu, sebab memerlukan cara khusus

dan tingkat kematangan tersendiri. “Inilah kopi Arabika Special Tea Rinjani,” katanya lagi

dengan ucapan yang mantap.

Ia adalah Amaq Mulyadi (51), ketua kelompok pekebun kopi Khayangan yang berada di

Desa Sajang, Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur. Desa itu terletak di lereng

Gunung Rinjani, sekitar sepuluh kilometer sebelah utara Desa Sembalun Lawang yang

terkenal sebagai sentra pertanian hortikultura di Pulau Lombok. Siang itu, awal November

2013, kami bertandang ke rumahnya yang berada di pinggir jalan kabupaten. Seusai

menikmati kopi tubruk di berugaq, ia mengajak kami berkeliling ke kebun kopi yang terletak

di seberang jalan. Di desa itu terdapat kebun kopi yang cukup luas, sekitar 3,5 x 4 kilometer

persegi atau 1.400 hektar. Perkebunan itu, kata Amaq Mul, telah ada sejak sejak zaman

penjajahan.

Page 9: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

Penduduk desa Sajang berjumlah sekitar dua ribu jiwa. Sebagian besar memiliki kebun kopi

dengan rata-rata luas satu hektar perkepala keluarga. Awalnya masyarakat hanya

membudidayakan kopi jenis robusta. Mereka menyebut kopi robusta dengan sebutan kopi

jamaq yang dalam bahasa Sasak berarti kopi biasa. Belakangan, ketika pasar dunia meminati

kopi jenis Arabika, banyak pekebun di sana mengembangkan kopi dataran tinggi itu.

Padahal, Sajang termasuk dataran medium dengan tinggi tempat 850 meter dari permukaan

laut. Kini, meski tidak ada data pasti, namun Amaq Mul memperkirakan populasi kopi

Arabika dan Robusta nyaris sama. Sebagai petani kopi, Amaq Mul mengakui ia bertani

hanya bermodal pengetahuan warisan dari orangtuanya dulu. Begitu juga umumnya semua

petani kopi di Sajang. Mereka minim pengetahuan teknis soal kopi. Mereka juga tak terlalu

tahu apa yang sebaiknya mereka lakukan pasca panen.

Babak baru perkebunan kopi di Sajang belum lama dimulai. Ditandai dengan diundangnya

kelompok pekebun kopi Khayangan mengikuti acara seminar Kopi di Jawa Timur pada 2007

silam. Di sanalah Amaq Mulyadi dan kawan-kawannya berkesempatan memperkenalkan

kopi dari Sajang. Pemaparannya berhasil menarik perhatian Pusat Penelitian Kopi dan

Kakao di Jember Jawa Timur. Melalui Dinas Perkebunan Provinsi NTB dan Dinas

Perkebunan Kabupaten Lombok Timur, Puslit Jember melakukan pendampingan terhadap

mereka. Pembinaan itu antara lain meliputi teknis budidaya, panen, dan pasca panen.

Hasilnya memang tidak berbuah sekejap, tetapi setidaknya petani kopi di Sajang

mendapatkan hal baru dalam meningkatkan hasil kebun kopi mereka. Seperti pengetahuan

tentang tindakan peremajaan tanaman atau disebut rejuvinasi. Hal yang tak pernah mereka

ketahui sebelumnya. Tanaman kopi yang sudah terlalu tinggi dipangkas kira-kira satu meter

di atas permukaan tanah. Tunasnya yang tumbuh kemudian disambung dengan pucuk atau

entris dari kopi yang sudah produktif. Dengan cara begitu, selain produksi kopi meningkat

tinggi, pemanenan sudah pasti lebih mudah karena letak buahnya yang lebih rendah. “Kami

terus berharap mendapatkan pendampingan dalam jangka waktu panjang. Semoga bisa

membuat usaha kopi kami maju dan berkembang,” harapan Amaq Mul. Harapan itulah

Page 10: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

modal besar petani Kopi Sajang untuk mereka segera berbenah meningkatkan pendapatan

mereka. Pemerintah wajib terus memberikan dukungan dan perhatian yang berkelanjutan.

Page 11: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

Luas Lahan dan Produksi

“Kami menanam kopi mengikuti sepenuhnya cara orangtua kami menanam. Pengetahuan kami terbatas sehingga hasil panen pun rasanya tak maksimal.

Syukurlah belakangan ini pemerintah datang membimbing kami. Bagaimana menanam kopi yang baik, mengolahnya setelah panen

dan membuka akses pasar, sudah bisa kami ketahui. Semoga pemerintah terus mendampingi kami,

sampai pendapatan kami meningkat dari usaha kopi ini....”

(Amaq Mulyadi, petani kopi di Desa Sajang, di kaki Gunung Rinjani)

Tidak jelas benar, sejak kapan tanaman kopi masuk ke Indonesia. Yang pasti, Kopi

yang konon berasal dari Ethopia di benua Afrika sana, tercatat sebagai salah satu

komoditas perkebunan terpenting di negeri kita. Setidaknya 1,4 juta petani terlibat

dalam usaha budidayanya. Jawa menjadi sentra kopi utama, lalu sebagian lainnya

tersebar di tanah Sumatra dan Nusa Tenggara. NTB sendiri dengan luas lahan

garapan sekitar 12,5 ribu hektar, menyumbang sekitar 5-6 persen dari total luas

lahan kopi di Indonesia yang mencapai 1,2 juta hektar. Mayoritas merupakan

perkebunan rakyat dengan penyerapan tenaga kerja mencapai dua juta orang.

Merujuk data Direktorat Jendral Perkebunan Kementerian Pertanian, Produksi kopi

Indonesia pada 2011 mencapai 709 ribu ton. Meliputi produksi kopi jenis Robusta

sebanyak 554 ribu ton dan Arabika sebesar 155 ribu ton. Sementara volume ekspor

biji kopi Indonesia pada tahun yang sama mencapai 446 ribu ton. Data Ringkas di

atas menunjukkan peran penting kopi sebagai salah satu komoditi perkebunan

andalan Indonesia. Utamanya sebagai komoditi yang menopang lebih dari 1,4 juta

petani dan pendorong agroindustri dan agrobisnis yang memberi pasokan besar

pada devisa negara.

Page 12: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

Secara nasional produksi kopi Indonesia rata-rata perhektar berkisar 600-700

kilogram setiap tahunnya. Tercatat sebagai salah satu negara penghasil kopi

terbesar di dunia. Sekalipun demikian, produktivitas petani kopi di Indonesia

masih kalah bersaing. Petani kopi Vietnam misalnya, setiap hektarnya mampu

menghasilkan 2-3 ton. Bahkan Brasil, negara penghasil kopi utama di dunia,

mampu mencapai 4-5 ton. Mengapa produktivitas kopi kita rendah? Sejumlah

faktor disebut sebagai penyebabnya. Antara lain hampir separuh tanaman kopi di

Indonesia telah mencapai usia 20-30 tahun. Usia yang sulit lagi untuk bisa memacu

peningkatan produktivitas tanaman. Setidaknya hingga 50 persen produktivitas

menurun pada tanaman kopi yang berusia tua.

Lima tahun ke depan, pada 2018 ditetapkan target nasional produksi kopi

mencapai 1,3 juta ton. Sejumlah langkah strategis tentu saja harus dilakukan untuk

mencapai target tersebut, selain melakukan peremajaan tanaman kopi secara

massif, juga memperluas areal tanam serta memperbaiki kualitas pengolahan

tanam dan pasca panen. Pertumbuhan areal tanam kopi di Indonesia memang

sangat rendah. Setiap tahunnya tumbuh hanya sekitar 0,02 persen. padahal potensi

untuk pengembangan lahan terbuka lebar. Saat ini luas lahan kopi sebesar 1,2 juta

hektar di seluruh Indonesia, baru mencakup sekitar 30 persen dari potensi luas

lahan yang bisa dikembangkan.

Disini terbuka peluang bagi NTB untuk memberikan kontribusi yang lebih

signifikan bagi produksi kopi nasional. Pengembangan kopi spesialti di NTB

misalnya, menjadi pintu masuk bagi NTB menjadi daerah penghasil kopi yang

diperhitungkan di tanah air. Luas potensi areal kopi di NTB ditaksir mencapai 36

ribu hektar. Pada 2012 tercatat baru 12,8 ribu hektar yang terpakai dengan total

produksi 5,3 ribu ton. Lebih dari separuh areal kopi di NTB tersebar di Pulau

Sumbawa. Begitu juga dengan total produksi, di Pulau Sumbawa hampir tiga kali

Page 13: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

lipat dari Pulau Lombok. Sentra budidaya dan produksi kopi di Pulau Sumbawa

terutama berpusat di lingkar Gunung Tambora di Dompu dan Bima serta di

dataran tinggi Tepal Sumbawa.

Jika kita merujuk data BPS NTB, sejak 2008 sampai 2012 terlihat jelas bahwa luas

areal dan total produksi kopi di NTB relatif stagnan. Kisarannya selalu 12 ribu

hektar untuk luas areal dan lima ribu ton untuk total produksi. Ini memberi sinyal

bahwa peluang pengembangan belum tergarap dengan maksimal, sekaligus juga

menjadi isyarat perlunya terobosan kebijakan yang akselaratif untuk

Page 14: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

meningkatkan produktifitas dan nilai tambah komoditas kopi di NTB. Terobosan

akselaratif diperlukan karena memang kontribusi produksi kopi NTB secara

nasional masih terhitung sangat kecil. Tak pernah lebih dari dua persen setiap

tahunnya. Selain kontribusi yang kecil dalam aspek total produksi, kopi NTB juga

masih tertinggal dalam hal pengembangan standar kualitas mutu dan akses pasar.

Sehingga berimbas kepada rendahnya nilai tambah produk kopi dan tak

maksimalnya petani meraup pendapatan.

Potret belum maksimalnya produktivitas petani kopi bisa kita lihat di Desa Sajang,

sebagai satu contoh. Sajang merupakan desa di kawasan dataran tinggi Sembalun,

di kaki gunung Rinjani, Lombok Timur. Di sana Perkebunan kopinya rata-rata

setiap hektarnya menghasilkan 7-8 ton buah basah. Untuk menjadi biji siap giling,

penyusutannya bisa mencapai 83 persen untuk Kopi Arabika, dan 73 persen untuk

kopi Robusta. Artinya, tujuh ton buah basah akan menjadi sekitar 1.140 kg biji siap

giling. Mereka menjualnya ke pengepul lokal setiap musimnya. Para pengepul

kemudian mengirimnya ke Bali dan Jawa. Harga jual saat ini rata-rata Rp 25 ribu

per kilogram untuk Arabika dan sekitar Rp 20 ribu per kilogram Robusta.

Page 15: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

Dengan pendapatan seperti itu, umumnya petani di desa Sajang mengakui kopi

belum bisa sepenuhnya menyangga ekonomi rumah tangga. Itulah sebabnya

mengapa di Sajang, perkebunan kopi mengunakan sistem tanam tumpangsari. Di

sela tanaman kopi, ditanam juga talas, ubi kayu, pisang, atau sayuran seperti koro

dan kecipir. Dengan sistem tumpangsari, setidaknya bisa menambah penghasilan

dan memanfaatkan kekosongan lahan. “Tanaman tumpangsari tidak mengganggu

tanaman kopi,” terang Amaq Mulyadi (51), ketua kelompok kopi Khayangan yang

berada di Desa Sajang, Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur

Page 16: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

Boks

Kopi 555 dari Lantan

Kebun kopi membentang di Desa Lantan, Kecamatan Batukliang Utara, Kabupaten Lombok

Tengah. Di desa ini bermukim 5,2 ribu jiwa yang sebagian besar mereka petani kopi sejak

puluhan tahun silam. Kopi merek 555 yang terkenal puluhan tahun di pasaran lokal

Lombok berasal dari kebun kopi di desa lantan. Kopi 555 sudah ada di lombok sejak tahun

1950-an. “Banyak orang Lombok pergi ke Mekkah membawa kopi 555, kalau tidak minum

kopi ini mereka bilang pusing,”kata Suroso pemilik PT Tresno Kenangan yang

memproduksi kopi 555.

Suroso kini hampir berumur 75 tahun, ia mewarisi usaha perkebunan dan pengolahan kopi

dari orangtuanya sejak umurnya belasan tahun. Lahan kopi di Desa Lantan dikelola Suroso

sejak pertengahan 70-an. Tidak langsung besar tentu saja, Suroso merintisnya dari bawah.

Kopi 555 terus membesar seiring dengan bertambah luasnya lahan yang dikelolanya di

Lantan. Di tanam di atas lahan 300 hektar, kopi 555 merajai pasar lokal untuk waktu yang

lama, bahkan hingga sekarang.

Sejak Akhir 2008, Suroso tidak lagi mengelola lahan kopi di Lantan. Ijinnya tak

diperpanjang pemerintah kabupaten Lombok Tengah. Tidak jelas benar mengapa, tapi yang

pasti produksi kopi 555 tetap berjalan dengan cara membeli kopi kering Robusta langsung

dari pasar. Memang keuntungan jauh menurun dibanding ketika masih mengelola lahan di

Lantan. “bisa untung lima persen saja sudah bagus,” kata Suroso. Sekalipun begitu Suroso

tetap bertekad mempertahankan kopi 555 tetap ada di pasaran.

Kini, pengelolaan lahan kopi eks PT Tresno Kenangan diserahkan ke masyarakat di bawah

kontrol Kepala Desa dan Camat. Masing-masing warga mendapatkan bagian yang

Page 17: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

bervariasi, dari yang hanya 0,5 hektar hingga dua hektar. Ketika masa transisi pengelolaan

dari PT Tresno Kenangan ke Pemerintah Lombok Tengah, masyarakat sempat bertindak di

luar kontrol, membabat pohon penaung seperti gamal, dadap, dan randu, juga tanaman kopi

yang sudah tua, lalu kayunya mereka jual. Akibatnya, kini banyak tanaman pengganti yang

belum berbuah karena masih muda. Dari populasi yang ada warisan PT Tresno, rata-rata

hanya separuhnya saja yang berbuah, itupun buahnya sedikit sekali. “Saya sendiri punya

kebun 0,5 hektar lebih sedikit, hasil panen kemarin kurang dari 300 kilogram,” ujar Amaq

Ati (70), seorang petani kopi di Lantan. Padahal, katanya, produksi sebelumnya bisa dua

kali lipat bahkan lebih.

Selain populasi tanaman kopi yang berbuah hanya sekitar sepertiganya saja, hasil yang

rendah itu juga karena para pekebun di Lantan banyak yang tidak faham cara berkebun kopi

yang benar.. Mereka mengaku hanya meneruskan kebiasaan turun-temurun nenek moyang:

membersihkan gulma, membuang tunas air, dan memberikan sayatan-sayatan pada pohon

kopi. Tak ada inovasi sehingga hasil produksi pun tak bisa meningkat, bahkan cenderung

merosot. Belum lagi perubahan musim dan serangan hama penyakit yang kerpa datang.

menyerang.

Di luar lahan eks PT Tresno itu, di Desa lantan masih ada sekitar 600 hektar kebun kopi

lainnya. Sebagian ada di kawasan Hutan Kelola Masyarakat (HKM),sebagian lagi di tanah

milik masyarakat sendiri. Menurut data Dinas Perkebunan dan Kehutanan Lombok Tengah,

luas kebun kopi di Desa Lantan mencapai 70 persen dari total luas kebun kopi di Kabupaten

itu. Petani kopi di Lantan umumnya menjual biji kopi kering giling ke pasar tradisional.

Harganya turun naik tak pasti, dari Rp 18 ribu hingga Rp 25 ribu perkilo.

Kisah pasang surut usaha kopi 555 dari Desa Lantan menunjukkan satu hal: tak mudahnya

kopi lokal bertahan di pasar lokal, apalagi menembus pasar luar. Petani kopi di Desa Lantan

dan Suroso pengusaha kopi 555 merasakan sendiri pahit getirnya usaha kopi di NTB.

Mereka pionir di bidangnya. Pemerintah wajib memberikan dukungan nyata.

Page 18: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

Cetak Biru Kebijakan

“Di NTB ada sekitar 1 juta hektar lahan pertanian potensial, setidaknya 30-40 persen cocok untuk pengembangan

tanaman perkebunan musiman maupun tahunan. NTB telah ditetapkan menjadi daerah

pengembangan kopi spesialti. Sejenis kopi organik dengan mutu terbaik,

yang terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasar ekspor.... “

(Ir. Hartina, MM, Kepala Dinas Perkebunan NTB)

Potensi lahan perkebunan yang besar itu, tak boleh disia-siakan. Pemerintah NTB

dituntut untuk lebih pro aktif dan “agresif” untuk melakukan percepatan

optimalisasi potensi tersebut. Petani –termasuk petani kopi didalamnya-- mesti

difasilitasi untuk mendapat insentif meningkatkan produktivitas dan

dayasaingnya. Pengelolaan potensi lahan perkebunan yang besar itu, juga adalah

jawaban nyata dari Komitmen melawan kemiskinan yang prosentase statistiknya

masih terhitung besar di NTB.

Seringkali kita memang tanpa sadar suka meremehkan potensi daerah sendiri.

Ketika tertulis di sebuah media besar terbitan ibukota bahwa produk ranting-

ranting dari Lombok, rata-rata di ekspor 2-4 kontainer tiap bulannya dari Jakarta

oleh pengusaha disana, kita baru sadar besarnya potensi itu. Ketika dikabarkan

Jepang membutuhkan 10 ribu ton ketela setiap tahunnya, kita baru ingat NTB

punya lahan kering lebih dari 1 juta hektar. Tidak terkecuali kopi, NTB menyimpan

potensi pengembangan yang cukup besar untuk komoditas perkebunan yang satu

ini. Untuk itu, sense of direction dan sense of urgencey yang menyangkut kepekaan

dan ketajaman intuisi memilih sektor ekonomi mana yang lebih utama

Page 19: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

didahulukan, menjadi kata kunci kemajuan. Dan sense of direction dan sense of

urgencey harus dimiliki oleh pemerintah NTB.

Pemerintah NTB menyadari betul besarnya potensi pengembangan sektor

perkebunan. Terutama yang berbasis perkebunan rakyat, seperti usaha budidaya

kopi. Kesadaran itu misalnya diwujudkan dalam bentuk merancang cetak biru

arah kebijakan pengembangan kopi di NTB. Pendekatan “pengembangan kawasan

agribisnis” berbasis pedesaan menjadi roh dari cetak biru kebijakan itu. Di mana

dalam kawasan tersebut didorong terjadinya integrasi antara hulu, tengah dan hilir

yang berasaskan kebersamaan ekonomi, kesinambungan dan efesiensi usaha serta

peningkatan produktivitas masyarakat. Muara dari itu semua, tentu saja yang

utama dan pertama adalah memastikan petani kopi menjadi penerima manfaat

terbesar dari apa yang mereka usahakan.

Cetak biru kebijakan dirancang dengan paradigma utama membangun manusia

dan masyarakat perkebunan dalam satu tarikan nafas yang sama. Paradigma ini

menolak marginalisasi manusia (petani) dan meletakkan komoditas perkebunan

sebagai instrumen mencapai tujuan pembangunan. Cetak biru juga menekankan

betul aspek keadilan, yang meliputi sekurangnya tiga hal. Pertama, keadilan dalam

pendistribusian sumberdaya. Kedua, keadilan dalam pendistribusian pendapatan

dan ketiga, keadilan dalam akses berusaha. Ketiga aspek keadilan ini dijalankan

secara transparan dan berkelanjutan.

Cetak biru kebijakan dengan pendekatan pengembangan kawasan agribisnis

terpadu yang berparadigma membangun manusia dan masyarakat perkebunan

NTB, diimpelementasikan melalui sejumlah langkah dan strategi yang terencana

dan terukur dampaknya. Antara lain melalui.

Page 20: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

1. Mendorong terwujudnya kawasan pengembangan, sistem dan usaha

agribisnis perkebunan melalui pemanfaatan sumberdaya secara optimal dan

berkelanjutan.

2. Mendorong pembangunan agribisnis berbasis perkebunan.

3. Memdukung ketahanan pangan melalui pemanfaatan lahan perkebunan

secara maksimal dan berwawasan lingkungan.

4. Memanfaatkan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dengan optimal

dalam pengembangan sistem usaha agribisnis berbasis perkebunan.

5. Memfasilitasi pelaku usaha melalui pengembangan teknologi, pembangunan

sarana dan prasarana, pembiayaan, akses pasar dan kebijakan pendukung

lainnya.

6. Meningkatkan kualitas petani dan kelembagaan mereka dalam

memanfaatkan kemudahan dan peluang yang ada untuk mengembangkan

usaha perkebunan.

Tolong desain road maap ini polydoor buat yang berbeda, yang bagus siip...

Peta Jalan (Rod Map) Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Kopi Arabika di NTB

PASAR

Ekspor Ekspor

PRODUK

Kopi Biji Arabika Mutu 2/ Mutu 3 (20 Ton)

Kopi Biji Arabika Mutu 2/ Mutu 3 (40 Ton)

KOMPETENSI PETANI

Petugas dan Petani Memahami Program serta

Petugas dan Petani Memahami Dasar-dasar

UPH Mampu Mengolah Kopi dengan Baik

Page 21: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

Maksud dan Tujuannya Petani Memiliki UPH Kopi Arabika UPH Memiliki Sarana dan Prasarana UPH Memiliki Mitra Bisnis

Teknologi Pengolahan dan Mutu Kopi UPH Mampu Mengolah Kopi dengan Baik UPH Mampu Menggalang Petani Kopi untuk Menghasilkan Kopi Mutu Baik Pihak-pihak yang Bermitra Memahami Kekurang dan Kelebihan untuk Perbaikan ke Depan

UPH Mampu Menggalang Petani Kopi untuk Menghasilkan Kopi Mutu Baik Petani Memahami Pentingnya Koperasi untuk Membangun Ekonomi Pihak-pihak yang Bermitra Memahami Kekurang dan Kelebihan untuk Perbaikan ke Depan

MEMBANGUN KAPASITAS

Sosialisasi Program kepada Petugas Dinas dan Petani di Kabupaten Stimulasi Pembentukan UPH Fasilitasi Sarana & Prasarana untuk 2 UPH

Sosialisasi Program kepada Petugas Dinas dan Petani di Kabupaten Stimulasi Pembentukan UPH Fasilitasi Sarana & Prasarana untuk 2 UPH Rintisan Membangun Kemitraan

Pelatihan Teknis Budidaya Pengolahan dan Kemitraan di Tingkat UPH Pendampingan Budidaya Proses Pengolahan oleh Tenaga Ahli dan Petugas Dinas Bantuan Permodalan/ Dana Talangan Fasilitasi Sarana & Prasarana untuk 2 UPH (Baru)

Pelatihan Teknis Pengolahan dan Kemitraan (UPH Baru) Pendampingan Proses Pengolahan oleh Petugas Dinas Bantuan Permodalan/ Dana Talangan Fasilitasi Membangun Koperasi Usaha Tani (4 UPH Lama)

Page 22: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

Evaluasi Kinerja Tahun Berjalan & Program Kerja Tahun Depan

Fasilitasi Sarana & Prasarana untuk 2 UPH (Baru) Fasilitasi Alsin Produk Hilir (Kopi Bubuk) Evaluasi Kinerja Tahun Berjalan & Program Kerja Tahun Depan

PERSIAPAN Kajian Data Dasar (Baseline Study)

- - -

TAHUN 2010 2011 2012 2013

Page 23: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

Bagian Ketiga Pengembangan Kopi Spesialti Rencana jangka Menengah dan panjang Menuju Pasar Nasional Boks: Geliat Wirausaha Kopi

Pengembangan Kopi Spesialti

Agus Wijaya, seorang pengusaha hasil bumi dari Malang Jawa Timur, terbang ke

Mataram NTB pada awal 2011. Tujuannya satu mengikuti Pasar Lelang Forward

yang diadakan dinas Perdagangan dan Industri NTB secara berkala. Komoditas

yang diburu Agus kali itu adalah kopi NTB. Ia dapat order besar dari PT Segar di

Jawa Timur yang biasa bermain di komoditas hasil bumi seperti jagung dan kopi.

“Setiap minggu saya diminta mengirim minimal 15 ton kopi NTB ke PT Segar di

Jawa Timur,” ujar Agus seperti dikutip sebuah harian lokal di Mataram.

Lebih lanjut Agus menuturkan, PT Segar yang memintanya mencari kopi NTB

adalah produsen kopi luwak dan kopi khas dari kawasan tertentu yang bercita rasa

khas pula. Agus menyatakan dari sekian banyak daerah penghasil kopi, PT Segar

meminta padanya untuk khusus berburu kopi di NTB, terutama kopi dari daerah

pegunungan di Rinjani, Tepal dan Tambora. Tak jelas benar mengapa harus kopi

dari NTB yang di buru PT Segar, yang pasti Agus melihat ini peluang bisnis yang

menguntungkan. “Target saya 100 ton dulu dalam tiga bulan untuk tahap awal

memasok kebutuhan PT Segar,” tutur Agus lagi.

Kisah Agus, sang pengusaha itu menunjukkan kopi NTB bukanlah tidak punya

potensi untuk mewarnai pasar kopi nasional. Pernyataan Agus bahwa PT Segar

meminta khusus berburu kopi dari dataran tinggi di NTB, seperti kopi dari

kawasan Rinjani, Tepal dan Tambora, sangat perlu digarisbawahi. Itulah peluang

Page 24: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

pengembangan kopi terbesar yang seharusnya dan sepatutnya menjadi titik fokus

kebijakan pemerintah daerah.

Rencana Jangka Menengah dan Panjang

Pemerintah Provinsi NTB, setidaknya sejak 2010 bergiat mendorong percepatan

penanaman kopi organik khas atau biasa disebut dengan kopi spesialti. Tiga lokasi

dipilih sebagai sentra pengembangan kopi spesialti: kawasan Rinjani di Lombok,

Kawasan Tepal dan Tambora di Pulau Sumbawa. Tak kurang dari 350 hektar lahan

disediakan untuk “proyek” masa depan ini. Target jangka menengahnya, selama

lima tahun setidaknya NTB harus sudah memiliki kopi organik dengan cita rasa

khas. Sembari terus memperbaiki kualitas mutu dan standar produksi agar pada

rentang 5-10 tahun sesudahnya, kopi organik NTB dari Rinjani, Tepal dan Tambora

bisa menjadi bagian dari kopi spesialti Indonesia yang di ekspor ke mancanegara.

Pemerintah pusat melalui Pusat Penelitian Kopi dan Kakao di Jember Jawa Timur

memberikan dukungan penuh bagi pengembangan kopi spesialti di NTB. Antara

lain dalam bentuk mendorong sertifikasi organik dan penerapan teknologi

sambung samping dan sambung pucuk untuk meningkatkan produktivitas dan

standar kualitas kopi. Selain itu juga terus didorong upaya identifikasi dan

spesifikasi produk, pemberdayaan petani, penguatan manajemen mutu dan rantai

pasok, promosi dengan nama geografis, menjaga citra produk dan perlindungan

Hak karya Intelektual (HKI).

Page 25: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

© stuppa

SERTIFIKASI ORGANIK UNTUK KOMODITAS

KOPI (LOMBOK UTARA, SUMBAWA

DAN BIMA)

SASARAN:TERSTANDARISASINYA

KUALITAS KOPI S SPESIFIK LOKAL

PENANGGUNGJAWABDINAS PERKEBUNAN

DIMULAINYA INOVASI TEKNOLOGI SAMBUNG

SAMPING DAN SAMBUNG PUCUK

PADA TANAMAN KOPI

SASARAN:TERWUJUDNYA

PENINGKATAN PRODUKSI KOPI

PENANGGUNGJAWABDINAS PERKEBUNAN

PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS PRODUK KOPI NTB

Apa itu kopi spesialti? Kopi spesialti adalah kopi organik yang memiliki beberapa

ciri utama: 1)Bercita rasa lokal yang khas. 2) berasal dari wilayah geografis tertentu

yang di sana telah ada usaha budidaya kopi rakyat dalam kurun waktu yang cukup

lama. 3) Dikembangkan di daerah dataran tinggi 800-1.500 meter dari permukaan

laut dengan lama bulan kering 3-4 bulan. 4) Harus lulus sertifikasi dari Pusat

Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslikoka) yang berkedudukan di Jember,

Jawa Timur. Intinya kopi spesialti adalah kopi jenis wahid yang karena itu wajar

juga harganya mahal. Bagi petani jelas lebih menguntungkan menanam kopi

spesialti dibandingkan kopi biasa. Tetapi tentu saja petani dituntut memeliki

sejumlah kecakapan teknis yang lebih untuk bisa mendapatkan hasil kopi spesialti

yang terbaik.

Menembus Pasar Nasional

Pengembangan kopi spesialti ditujukan terutama untuk orientasi ekspor. Sehingga

kualitasnya harus selalu terjaga dengan kontrol standar yang ketat. Selama ini,

dalam kurun waktu yang cukup lama, petani kopi NTB umumnya menanam kopi

jenis robusta dengan harga rata-rata Rp 15 perkilo. Kalah jauh dibandingkan

dengan harga jual kopi Flores NTB yang bisa mencapai Rp 28 ribu perkilo, apalagi

Page 26: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

jika dibandingkan dengan harga jual kopi Bali Rp 35 ribu perkilo. Kedua kopi itu –

Flores dan Bali—merupakan jenis kopi arabica spesialti. Itulah sebabnya harganya

menjadi bersaing. Pengembangan kopi spesialti di NTB, nantinya dalam waktu

cepat akan mendongkrak stadar harga kopi NTB kian bersaing.

Pada pertengahan 2011, Puslitkoka melakukan pengujian atas kopi Arabica hasil

produksi Unit Produksi Hasil (UPH) Sajang di Sembalun Rinjani dan UPH Tepal di

Sumbawa. Hasilnya meraih angka 80 yang berarti kualitas kopi di dua tempat itu

bisa dimasukkan dalam golongan kualitas kopi spesialti. Pengujian tersebut bisa

diyakini keabsahan dan keakuratan proses dan datanya, mengingat Puslitkoka

merupakan pusat penelitian yang berpengalaman dan dua dari tujuh peneliti yang

meneliti kopi Sajang dan Kopi Tepal itu bersertifikat Q-grader dari Specialty Coffee

Association of America (SCAA) yang diakui dunia.

Tentu saja hasil pengujian lapangan Puslitkoka tersebut melegakan. Satu tahap

awal sudah berhasil dilalui dan kopi spesialti dari dataran tinggi Rinjani dan Tepal

itu lulus dengan memuaskan. Tetapi jalan masih panjang untuk bisa memastikan

kopi spesialti dari NTB bisa sejajar dengan kopi Gayo dari Aceh, kopi Jawa dan

kopi Toraja, yang merupakan ikon kopi spesialti di Indonesia. Jalan pun kian makin

panjang jika kopi NTB ingin unjuk gigi di pasar global. Di sana ada sederet kopi

spesialti yang kondang. Mulai dari Kopi kopi Guatemala, kopi Ethiopian Harrar

dari Ethopia, kopi Tanzania Peaberry, kopi Hawaiian Kona, Kopi Mocha Yamen

dan Kopi Santos Brasil. Mereka punya keunikan cita rasa yang diburu banyak

penikmat kopi manca negara.

Karena itu ikhtiar mengembangkan kopi spesialti NTB tak boleh berhenti. Justru

hasil pengujian lapangan dari Puslitkoka yang memuaskan itu seyogyanya menjadi

faktor pengungkit dan sekaligus titik balik bagi dimulainya babak baru

pengembangan kopi di NTB. Faktor pengungkit karena dirasakan betul selama ini

Page 27: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

pembangunan sektor perkebunan di NTB “kurang greget”, stagnan dan minim

terobosan. Titik balik lantaran inilah momentum dimana kopi NTB berpeluang

besar untuk masuk ke pasar nasional bahkan dunia. Kerja keras dengan konsep

perencanaan yang terukur, kemampuan melibatkan petani dengan tingkat

kepercayaan yang tinggi, serta konsistensi kebijakan dalam jangka panjang,

menjadi sebagian prasyarat terpenting untuk memastikan harum kopi NTB

memang layak diapresiasi di panggung nasional dan dunia tadi.

Pengembangan kopi spesialti di NTB menjadi pintu masuk terpenting bagi masa

depan kopi NTB. Mengapa kopi spesialti ini menjadi penting? Pertama, harganya

yang mahal. Kedua, pasarnya yang terbuka lebar. kopi spesialti Indonesia harganya

mampu mencapai rata-rata 7-8 dolar Amerika per pon. Tiga kali lipat dari harga

kopi jenis biasa. Soal peluang pasar, sangat terbuka lebar karena hampir 99 persen

kopi spesialti di Indonesa merupakan produk impor. Ini terjadi karena masih

rendahnya produksi kopi spesialti di dalam negeri, kurang dari 500 kilogram

perhektar setiap tahunnya.

Page 28: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

Boks

Geliat Wirausaha Kopi

Di Desa Krato, Kecamatan Untir Iwes, Sumbawa besar, ada usaha pengolahan kopi organik

spesialti bermerek Cahaya Robusta. Usaha itu milik Hajjah Nuraini, seorang perempuan

wirausaha yang gigih berjuang. Nuraini merintis usaha kopinya sejak 10 tahun silam

berangkat dari keinginan kuatnya memberdayakan ekonomi keluarga dan kaum perempuan

di lingkungannya. Ia memilih usaha kopi karena melihat peluang besar yang masih terbuka.

Usaha kopi Cahaya Robusta telah berjalan hampir 10 tahun lamanya. Lazimnya usaha

rumahan yang bermodal ala kadarnya dan akses pasar yang terbatas pula, Nuraini

mengalami kesulitan mengembangkan usaha. Sekalipun begitu, perempuan paruh baya ini

tak pernah putus asa. Ia terus melakukan peningkatan kualitas pengolahan kopinya. Antara

lain dengan menjaga standar kopi bubuknya dan mengemasnya jadi lebih menarik lagi.

“Kopi Sumbawa ini saya yakin bisa bersaing, hanya saja kita perlu sabar dan tekun

membuka pasar. Dukungan nyata dari pemerintah sangat kami perlukan,” tegas Nuraini.

Belakangan Nuraini bisa sedikit lega. Dinas Perkebunan NTB mengandeng usahanya

menjadi mitra dalam mendorong percepatan lahirnya wirausaha baru yang menjadi salah

satu program unggulan NTB. Usaha pengolahan kopi organik milik Nuraini memang

cukup potensial untuk menjadi model wirausaha baru. Sebagai mitra, tentu saja Nuraini

mendapatkan sejumlah dukungan. Antara lain berupa paket pelatihan dan dukungan

jaringan pemasaran. Ia pun kerap diajak berpameran pada sejumlah even penting tingkat

nasional yang berlangsung di NTB, seperti peringatan Hari Pangan Sedunia pada 2010

silam.

Page 29: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

Nuraini tidak sendiri. Di Desa Batu Mekar Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, ada

kelompok pengembangan usaha agribisnis perkebunan Mule Paice. Kelompok ini juga

memproduksi kopi organik dengan merek Coffee Lombok. Kemasan kopi lombok ini cukup

elegan. Tak kalah dengan kemasan kopi yang banyak diiklankan di TV dan koran-koran.

Tirtawan, ketua kelompok Mule Paice menuturkan kelompoknya itu berdiri sejak 2005

dengan melibatkan anggota sekitar 20 orang.

Coffee Lombok sebagai merek dagang sedang dalam proses pembuatan hak paten. Setiap

harinya diproduksi 10 hingga 30 kilogram kopi organik yang dikemas dalam bentuk

bungkusan (sachet) dan kotak ukuran besar dan sedang. Citarasanya juga beragam. Ada

yang two in one, kopi dan gula dalam satu kemasan. Ada juga yang three in one, kopi, gula

dan jahe menjadi satu. Dan ada lagi kopi murni. “Semua produksi kami dari

bahan organik yang ramah lingkungan,” terang Tirtawan.

Nuraini dengan kopi Cahaya Robusta dan Kelompok Mule Paice dengan Coffee Lombok-nya

adalah contoh kecil dari geliat usaha agribisnis perkebunan di NTB. Kecil memang, tetapi

itu modal besar untuk terus berkembang.

Foto: Nuraini, foto Tirtawan dan masing-masing produk kopi mereka........

Page 30: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

Bukan hanya petani kopi saja yang diuntungkan dari bisnis kopi di daerah ini. Wirausaha

baru yang menjajakan kopi seperti di warung kopi atau cafe juga mendapat imbasnya.

“This the best coffee in Mataram” hmm….begitu kata Gaby Stibal seorang perempuan

berkebangsaan Austria, kepada Warta Unggulan saat bertandang ke salah satu warung kopi di

Mataram.

Ungkapan spontan tersebut bukan tanpa alasan, warung kopi bernama Bandini Koffie ini

memang menyajikan kopi yang lain dari pada yang lain. Di warung kopi yang berada tak jauh

dari toko buku Gramedia ini, kita bisa menikmati kopi yang disajikan fresh. Tidak seperti

kopi instan biasa.

Kopi yang enak harus digiling sesaat sebelum disajikan dengan sebuah alat yang bersih dan

modern. Air yang digunakan pun suhunya diatur sedemikian rupa agar bisa menghasilkan

citarasa kopi yang sempurna. “Disini kami tidak menjual kopi instan, kopi di warung ini

diolah langsung sesaat setelah dipesan agar hasilnya lebih baik” kata Ibu Nunik Owner

Bandini Coffie saat menyiapkan sajian kopi kepada para pelanggannya.

Di warung kopi ini ada banyak pilihan. Anda bisa memilih sajian kopi sesuai selera. Lihat

saja menunya, espresso, cappuccino, latte, macchiato, americano, caramel latte, mocha latte,

kopi tubruk, kopi susu, vanilla ice coffee.

Meskipun kopi yang disajikan berselera tinggi, namun bahan dari sajian kopi di Bandini

Coffie, tidak hanya didatangkan dari luar NTB. Beberapa jenis kopi lokal seperti kopi

Tambora, kopi Lombok lingsar, kopi Calabai, serta kopi 555 asli hasil tanah kaki Rinjani,

juga tersedia di warung yang ramai saat sore hingga malam hari ini. Anda penyuka kopi?

mampirlah sekali waktu ke warung yang berada di rindangnya pepohonan di pinggir jalan,

antara Cakranegara dan Mataram ini.

Page 31: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

Tantangan & Prospek Pengembangan

“Kita wajib berikhtiar untuk terus mengembangkan potensi sumberdaya alam yang ada di daerah kita.

Sebagai wujud rasa syukur kita pada Allah Yang Kuasa. Kopi NTB Insya Allah bisa bersaing.

Kita punya potensi untuk itu, mari kita berdayagunakan.

(TGH. Dr. M.Zainul Majdi, MA, Gubernur NTB)

Pertengahan Agustus 2010, Gubernur NTB, M. Zainul Majdi dan Direktur Pusat

Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka) Departemen Pertanian RI, Teguh Wahyudi

menandatangani nota kesepahaman (MoU) tentang pendampingan budidaya dan

pemasaran Kopi Arabika di wilayah NTB. Peristiwa itu bukan sekadar kegiatan

seremonial belaka. Itu menjadi momentum penting bagi sejarah pengembangan

kopi di NTB. Menandai babak baru usaha budidaya kopi jenis organik yang

sebelumnya kurang serius digarap pemerintah dan petani kopi di NTB.

Pemerintah NTB bisa dikatakan beruntung mendapatkan perhatian dari Puslitkoka.

Lembaga yang berbasis di Jember ini punya sumberdaya yang lebih dari cukup

untuk menopang percepatan pengembangan kopi di NTB. Tentu saja Puslitkoka

juga melihat potensi NTB yang cukup besar, sehingga mereka pun bersedia melirik

NTB. “Kami sudah cukup lama mempelajari dunia kopi di NTB. Potensi lahan dan

keunikan cita rasa produk kopi di sini, masih terbuka untuk terus dikembangkan,”

ujar Teguh Wahyudi. Teguh benar, kopi NTB memang potensial untuk

dikembangkan. Terutama jenis kopi organik atau yang dikenal dengan sebutan

kopi spesialti. Kopi jenis ini sedang ramai diburu di pasaran dan tentu saja

menjadikannya primadona dalam pasaran kopi nasional maupun global.

Page 32: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

NTB tercatat agak tertinggal dalam memulai pengembangan kopi spesialti. Sumatra

Utara sudah lebih dahulu tersohor dengan Mandailing Coffee, Aceh begitu pula

lewat Gayo Mountain Coffee, Tana Toraja kondang berkat Toraja Coffee, sedangkan

di tanah Jawa ada Java Coffee dari Gunung Ijen Jawa Timur. Sementara Kopi

Kintamani Bali dan Kopi Manggarai dari Flores merupakan produk kopi spesialti

yang belakangan juga terus berkembang. Harga kopi spesialti memang mahal

mengingat citarasanya yang khas dan mutunya yang terjaga. Harga kopi Kintamani

dan Manggarai misalnya berkisar antara Rp28-36 ribu per kilogram. Bandingkan

saja dengan harga kopi Robusta yang selama ini banyak dikembangkan di NTB

dengan harga Rp15-18 ribu per kilogram.

Ikhtiar percepatan pengembangan kopi spesialti di NTB baru saja dirintis. Belum

lagi separuh perjalanan. Sejumlah pekerjaan rumah masih menunggu untuk

dituntaskan. Terutama menyangkut sejumlah aspek yang masih menjadi tantangan

untuk terus diperbaiki dan ditingkatkan sistem dan tata kelolanya. Sebut saja

misalnya aspek penguatan kelembagaan, pendampingan perbaikan mutu,

pendampingan pemasaran, pembekalan teknik budidaya, sosialisasi Satuan

Pengawas Internal (SPI), dan pembuatan prototipe produk kopi. Berikut diuraikan

secara garis besar sejumlah tantangan itu.

Penguatan Kelembagaan

Petani kopi di NTB secara umum tak cukup punya pemahaman yang baik soal

kelembagaan. Terutama dalam kaitannya dengan mempersiapkan diri mereka

untuk membangun kemitraan bisnis dengan perusahaan besar. Padahal penguatan

kelembagaan sangat penting bagi petani untuk memperkuat posisi tawar. Tanpa

dukungan kelembagaan yang kuat, kemitraan dengan pihak manapun tak akan

banyak memberi manfaat bagi petani sendiri. Alih-alih memberi manfaat,

seringkali kemitraan tanpa dukungan kelembagaan yang kuat, hanya menjadi

tameng dari bentuk lain “ekspoitasi tersembunyi” atas diri petani. “Kita sungguh-

Page 33: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

sungguh berusaha memastikan kelembagaan petani menjadi kuat, seiring dengan

usaha kita terus meningkatkan produksi dan kualitas kopi di NTB,” tandas Ir.

Hartina, MM, Kepala Dinas Perkebunan NTB.

Memperkuat kelembagaan juga penting agar petani kopi memahami dengan utuh

dan tepat perihal potensi dirinya dan sanggup mengotimalkan potensi itu untuk

sebesar-besarnya peningkatan kapasitas sosial ekonomi mereka. Petani kopi di

NTB, umumnya cukup tahu apa saja yang menjadi potensi dirinya, tetapi sebagian

besar mereka –untuk tidak menyatakan keseluruhannya—sangat lemah dalam

mengelola potensi itu menjadi keunggulan kompetitif mereka. Pelembagaan yang

lemah menjadi faktor penyebabnya. Sehingga petani menjadi kurang kreatif, minim

inovatif dan jatuh kepada sikap mental pasrah menerima keadaan.

Penguatan kelembagaan petani kopi di NTB, setidaknya harus berdampak kepada

tiga kelompok sasaran. Pertama, individu petani itu sendiri. Tidak akan mungkin

kapasitas kelembagaan petani menguat jika kapasitas individu petani tidak

diberdayakan. Penguatan kapasitas individu petani mencakup pengembangan

kapasitas wawasan, kemampuan (skill), sikap dan perilaku. Kedua, kelompok

petani. Setelah individu kuat, maka penguatan kelompok petani menjadi tak terlalu

sulit dilakukan. Apa ciri kelompok petani yang kapasitas kelembagaannya

terbangun dengan kuat? Setidaknya ada dua ciri utama. Di sana terbangun

hubungan sosial saling percaya (interpersonal trust) dan di sana ada usaha kolektif

untuk terus menjadi makin produktif dan berkelanjutan.

Ketiga, struktur sosial. Penguatan kapasitas kelembagaan petani,, sebisa mungkin

dapat pula mewarnai struktur sosial masyarakat. Perubahan ini tentu saja jauh luas

daripada perubahan di tingkat individu dan kelompok masyarakat. Sudah pasti

karena lebih luas, tantangan mewujudkannya juga menjadi lebih sulit dan

kompleks. Pada tataran ini, kelompok tani akan lebih intens berinteraksi dengan

Page 34: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

pemerintah, LSM, kalangan usaha bahkan institusi politik sekalipun. Tentu saja

kemandirian kelompok tani di sini wajib tetap terjaga dengan fokus utamanya tetap

pada penguatan kelembagaan.

Pendampingan Perbaikan Mutu

Kopi spesialti identik dengan mutu yang prima. Harga bukan soal, sejauh mutu

terjaga maka seberapa pun produksi yang tersedia, besar kemungkinan akan

terserap pasar segera. Apalagi mengingat permintaan akan kopi spesialti

memperlihatkan trend yang meningkat dari era ke era. Sementara kemampuan

produksi kopi spesialti di tanah air relatif masih “ala kadarnya”, belum mampu

memenuhi permintaan dan kebutuhan pasar yang kian meraksasa. Di sisi lainnya,

kopi spesialti Indonesia kian banyak disukai pasar dunia, di Amerika dan Jepang

misalnya, pengemar kopi disana tak asing dengan kopi Java, Kopi Gayo dan Kopi

Toraja.

Mutu kopi spesialti dari NTB, terutama dari sentra produksi kopi di Sembalun,

Tepal dan Tambora, sejatinya telah layak untuk masuk dalam kategori kopi

spesialti. Ini bukan pernyataan tanpa dasar yang kuat. Pada 2011, Puslitkoka

pernah melakukan uji citarasa dengan menggunakan standar penilaian

internasional dari Special Coffee Association of America. Hasilnya Kopi Sembalun dan

Kopi Tepal dari NTB lolos uji standar kopi spesialti. Kemudian contoh kopi biji

hasil olahan dari Sembalun dan Tepal diikutkan dalam cara Kontes Kopi Spesialti

Indonesia Ke-4 yang diselenggarakan oleh Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia

(AEKI) pada pertengahan di Jakarta. Ini pertama kalinya kopi spesialti asal NTB

mengikuti kontes tahunan tersebut. Sebuah isyarat kemajuan dari usaha

pengembangan kopi spesialti di NTB.

Pendampingan perbaikan mutu bukan pekerjaan sekali jadi. Butuh nafas panjang

untuk bisa memastikan kopi spesialti NTB selalu berada dalam standar mutu yang

Page 35: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

terjaga. Selain juga memastikan tingkat produksinya selalu konstan dan meningkat

secara progresif dari tahun ke tahun. Inilah tantangannya. Standar mutu kopi NTB

memang masih perlu diuji daya tahannya. Keberhasilan lolos uji citarasa dari

Puslitkoka pada 2011 baru satu fase awal untuk membuktikan pada perjalanan

berikutnya standar mutu tetap bisa terjaga bahkan meningkat juga.

Petani kopi di NTB umumnya bertani secara otodidak, mewariskan cara berkebun

kopi dari pendahulunya. Tak banyak petani kopi NTB yang punya pengetahuan

teoritis yang baik soal teknik budidaya. Lebih sedikit lagi dari mereka yang punya

pengalaman lapangan dalam menerapkan teknik budidaya kopi yang baik.

Pendampingan peningkatan mutu harus menitikberatkan pada peningkatan skill

budidaya dan pengolahan pasca panen. Bagaimana prosedur pengolahan kopi

secara basah (wet process) dan bagaimana pula menerapkan teknologi potong pucuk

misalnya harus sudah dikuasai betul jika ingin mendapatkan standar kopi spesialti

yang terjaga mutunya.

Sejak 2011 terasa sekali peningkatan intensitas pendampingan kelompok kopi yang

dilakukan pemerintah NTB. Dukungan dari pemerintah pusat melalui Puslitkoka

Jember sangat mendukung peningkatan intensitas dan kualitas pendampingan. Di

Sembalun misalnya, berkat pendampingan yang intensif sejumlah kelompok tani

kopi di kaki Gunung Rinjani itu telah mampu memproduksi kopi Arabika sebanyak

180 kilogram kopi HS (gabah) kering dengan kadar air 12 persen. Meningkat 2-3

kali lipat dari produksi sebelum pendampingan dilakukan.

Pendampingan Pemasaran

Selain pendampingan mutu, pendampingan pemasaran juga sama pentingnya.

Bahkan mutu dan pemasaran bak mata uang dengan dua sisinya. Keduanya saling

memberi arti, mengabaikan yang satu akan membuat yang lain kehilangan makna.

Mutu yang baik tanpa pemasaran yang pasti hanya akan menjadi jago kandang.

Page 36: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

Pemasaran yang baik tanpa mutu yang terjamin pastilah akan bertahan sebentar

saja. Lalu sesudah itu mati. Jadi pendampingan mutu dan pemasaran haruslah

dilakukan paralel dalam tarikan nafas yang sama dan dalam satu konsep

pendampingan yang saling mengisi dan terintegrasi.

Pemasaran memang selalu jadi masalah klasik yang kerap dihadapi petani.

Keterbatasan akses pasar dan standar kualitas produk yang tak terjamin, menjadi

penyebab utama pemasaran yang mandeg atau setidaknya jalan di tempat.

Pemasaran komoditas kopi NTB selama ini memang terbatas pada pasar lokal

dengan kemasan yang juga terkesan ala kadarnya. Kopi 555 misalnya, puluhan

tahun berproduksi, kopi ini memang cukup dikenal penikmat kopi di NTB. Tetapi

di luar NTB relatif bukan apa-apa.

Selama ini petani kopi di NTB memasarkan kopinya secara individu. Kegiatan

pengolahan dan pemasaran kopi secara bersama-sama masih terbatas, minim

bahkan sulit ditemui. Karena bersifat indivual tersebut, kualitas kopi petani di NTB

sulit dikontrol, sangat beragam dan tak tak ada ukuran standar. Dampaknya terasa

pada harga jual kopi yang relatif rendah. Selain secara langsung melemahkan posisi

tawar petani dihadapan pembeli (baca; tengkulak atau pengumpul). Tak sedikit

petani kopi NTB terjebak pada sistem ijon. Di mana para tengkulak memodali

usaha tanam mereka, ketika panen mau tidak mau hasil kopi dijual kepada tersebut

dengan kisaran harga 50 persen lebih rendah dari harga pasar. Selain sistem ijon,

ada juga sistem barter. Dimana kopi ditukar dengan barang kebutuhan hidup

petani. Sistem barter ini misalnya masih kita jumpai di kalangan petani kopi di

Sembalun Lombok Timur.

Pengembangan kopi spesialti jelas membutuhkan pasar yang berskala besar. Jauh

lebih besar dibandingkan produk kopi lokal yang selama ini beredar. Pemasaran

dengan sistem ijon dan sistem barter, keduanya tak produktif untuk pengembangan

Page 37: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

kopi spesialti. Petani kopi NTB perlu orientasi baru dalam hal pemasaran. Mereka

mutlak dan wajib mendapatkan pendampingan yang kosnsisten dan berkelanjutan

untuk keluar dari “lumpur” pemasaran yang menjerat pendapata mereka.

Pengembangan kopi spesialti di NTB, pertama-tama dan utama dihajatkan untuk

melayani dan meningkatkan pendapatan langsung petani kopi. Praktek ijon dan

barter harus dikurangi secara drastis, petani kopi harus mampu membangun

kelompok pemasaran yang tangguh dan mandiri mengakses pasar mereka secara

terbuka dan memiliki nilai tawar yang kuat.

Pendampingan pemasaran butuh kemitraan dengan sektor swasta. Akses pasar

memang lebih dominan dikuasai sektor swasta. Asosiasi eksportir Kopi Indonesia

(AEKI) merilis data betapa besarnya potensi pasar kopi dunia yang belum tergarap

dengan maksimal oleh Indonesia. Padahal di satu sisi potensi pengembangan kopi

khas daerah atau spesialti sangat beragam di negeri ini. Dari ujung barat Aceh

hingga Papua sana, rupa-rupa kopi lokal dengan citarasa khas tersedia. Kopi

spesialti Indonesia memang belum menjadi “raja” di rumah sendiri. Sekalipun

misalnya kopi Gayo dari Aceh disebut-sebut sebagai kopi organik dengan kualitas

terbaik, tetap saja mengalami keterbatasan akses pada pasar.

Direktur eksekutif Asosiasi Kopi Spesial Indonesia, Ina Murwani seperti dikutip

dari situs berita Jawa Post pertengahan Oktober 2012 mengatakan, produksi kopi

spesialti dalam negeri tumbuh 20-30 persen tiap tahunnya. Permintaan tertinggi

datang dari Amerika Serikat mencapai 40-50 persen dari total produksi nasional.

Sedangkan, sisanya dikirim ke Eropa, Australia dan Jepang. Belakangan Korea dan

China juga melirik kopi spesialti Indonesia. Satu kendala yang terberat dari

pemasaran kopi spesialti Indonesia, yaitu kualitas yang cenderung tidak konsisten.

Sektor swasta yang makin melirik potensi pasar kopi spesialti, merupakan pertanda

baik untuk mendorong kemitraan strategis dengan kelompok petani kopi. Di NTB,

Page 38: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

usaha ke arah sana sedang diikhtiarkan. Di sini sekali lagi Puslitkoka berperan

besar. Melalui jaringannya, pusat penelitian ini aktif menawarkan produk kopi

spesialti dari NTB kepada sejumlah perusahaan eksportir kopi nasional. Sejumlah

perusahaan memperlihatkan minatnya yang besar untuk mengakses pasar kopi

spesialti dari NTB. Hanya saja umumnya perusahaan eksportir tersebut meminta

dua hal sebagai syarat utama: ketersediaan stok secara berkala dan standar mutu

yang terjamin kualitasnya.

Pemerintah NTB juga memikirkan satu terobosan kebijakan dengan mendorong

komoditas kopi spesialti NTB bisa masuk dalam pasar lelang kopi yang setiap

tahun dilaksanakan pemerintah pusat. Hanya saja standar untuk mengikuti pasar

lelang kopi ini tidaklah mudah. Harus lulus uji citarasa dari Puslitkoka dan

sanggup memberikan jaminan ketersediaan produksi untuk setidaknya rentang

waktu satu tahun. Pada 2011 kopi Arabika Spesialti produksi dari kelompok tani di

Sembalun Lombok Timur dan Tepal Sumbawa, diundang untuk mengikuti lelang

kopi itu. Hasilnya sebagai pendatang baru kopi spesialti NTB belum bisa banyak

berbicara. Tetapi setidaknya itu rintisan yang baik untuk menakar kekuatan dan

meningkatkan kualitas produksi terus-menerus secara tepat dan cepat.

Pendampingan Teknik Budidaya

Satu lagi pendampingan yang tak kalah pentingnya, yaitu pendampingan teknik

budidaya. Prinsip budidaya yang baik (good agricultural practices) penting dimiliki

setiap petani kopi, apalagi bagi petani kopi seperti di NTB yang selama puluhan

tahun minim sentuhan pengetahuan dan wawasan. Mereka umumnya bertani kopi

mewarisi cara bertani dari orangtua mereka. Seperti teknik budidaya

penyambungan belum pernah mereka lakukan. Di mana tanaman kopi yang tidak

produktif disambung dengan batang atas tanaman kopi yang produktif. Teknik

penyambungan ini diharapkan dapat diterapkan pada kopi Robusta dengan

menggunakan batang atas kopi Arabika, sehingga ke depan diharapkan kopi

Page 39: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

Robusta pada ketinggian seribu meter dari permukaan laut, bisa dikonversi ke kopi

Arabika secara bertahap. Begitu juga dengan teknik pemangkasan kopi yang baik

dan benar. Tidak banyak petani kopi di NTB mempraktekkanya. Padahal kegiatan

pemangkasan ini penting untuk meremajakan cabang-cabang kopi agar dapat

memberikan buah yang banyak.

Pemerintah NTB dalam hal ini Dinas Perkebunan NTB bersama-sama dengan

pemerintah kabupaten, didukung sepenuhnya Puslitkoka, sejak 2011 makin

meningkatkan intensitas pendampingan teknik budidaya. Disadari betul, teknik

budidaya petani kopi di NTB tertingal setidaknya 2-3 langkah di belakang petani

kopi di daerah penghasil kopi utama di Indonesia. Potensi pengembangan kopi

spesialti yang menjanjikan di NTB, tingkat keberhasilannya akan ditentukan sekali

sejauh mana petani kopi di NTB mampu memperbaiki dengan cepat teknik

budidaya mereka. Pengalaman di lapangan mengajarkan, petani kopi di NTB

terlihat cukuip cepat menyerap teknik budidaya baru yang mereka dapatkan. Ada

keinginan kuat dari komunitas petani kopi di NTB untuk membuktikan mereka

mampu berbuat lebih baik. Pendampingan tak boleh lepas untuk rentang waktu

yang panjang. Keinginan kuat petani tadi menjadi energi positif yang bisa

mempercepat perbaikan teknik budidaya.

Pembuatan Prototipe Produk

Kopi hasil olah basah dari Unit Pengolahan Hasil (UPH) Sembalun dan Tepal

dimanfaatkan sebagai bahan utama membuat prototipe produk kopi bubuk

unggulan NTB. Dalam pembuatan prototipe ini dilakukan pencampuran (blending)

antara kopi Arabika dan Robusta asli NTB untuk mendapatkan perpaduan citarasa

terbaik khas NTB. Adapun macam-macam prototipe kopi khas NTB yang dibuat,

antara lain:

Kopi Arabika hasil olah basah UPH:

1. Rinjani Mountain Arabica Coffee (kopi spesialti, Produksi UPH Sembalun)

Page 40: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

2. Sumbawa Highland Arabica Coffee (kopi spesialti, Produksi UPH Tepal)

Kopi Robusta hasil olah kering petani:

3. Batulanteh Slope Robusta Coffee (Produksi petani di lereng Gunung Batulanteh)

4. Tambora Slope Robusta Coffee (Produksi petani di lereng Gunung Tambora)

5. Rinjani Slope Robusta Coffee (Produksi petani di lereng Gunung Rinjani)

Produk kopi campuran (blending) Arabika dan Robusta:

6. Lombok Coffee Gold Blend (blending Arabica dan Robusta dari Pulau Sumbawa,

dominan Arabika)

7. Lombok Coffee Pearl Blend (blending Arabica dan Robusta dari Pulau Sumbawa,

dominan Robusta)

8. Sumbawa Coffee Gold Blend (blending Arabica dan Robusta dari Sumbawa,

dominan Arabika)

9. Sumbawa Coffee Pearl Blend (blending Arabica dan Robusta dari Sumbawa,

dominan Robusta)

10. NTB Coffee Excellent Blend (blending Arabica dan Robusta dari Pulau Sumbawa

dan Pulau Lombok dengan komposis yang serasi)

11. NTB Coffee Super Blend (blending sesama Robusta dari Pulau Sumbawa dan Pulau

Lombok dengan komposis yang serasi).

Pembuatan prototipe kopi NTB meliputi banyak tahapan, mulai dari seleksi bahan

baku kopi biji (green bean), penyangraian (roasting), pembubukan (grinding), hingga

pengemasan (packaging). Khusus pengemasan dilaksanakan di Laboratorium Pasca

Panen Puslitkoka di Jember Jawa Timur. Prototipe produk kopi dengan bahan baku

kopi biji asli NTB ini sengaja dibuat dengan gradasi mulai dari selera para

peminum kopi (coffee drinkers) sampai pada tingkat penikmat kopi (coffee lovers).

Peminum kopi biasanya cenderung mengkonsumsi kopi dengan kisaran mutu

Page 41: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

rendah sampai sedang, adapun penikmat kopi biasanya hanya mengkonsumsi kopi

kisaran mutu tinggi sampai ke mutu spesialti.

Semua produk prototipe kopi NTB tersebut disajikan dalam festival kopi NTB 2011

yang merupakan festival kopi pertama yang pernah dilaksanakan di NTB. Hasil

Festival Kopi NTB berdasarkan kesukaan (preference) citarasa oleh para peserta

festival terhadap prototip produk kopi NTB, dapat terlihat pada tabel berikut:

Page 42: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

A J B C G E K D H F I02468

101214161820

%

Macam Kopi

A – Rinjani Mountain Arabica Specialty Coffee K – NTB Coffee Super Blend

J – NTB Coffee Excellent Blend D – Tambora Slope Robusta Coffee

B – Sumbawa Highland Specialty Arabica Coffee H – Sumbawa Coffee Gold Blend

C – Batulanteh Slope Robusta Coffee F – Lombok Coffee Gold Blend

G – Lombok Coffee Pearl Blend I – Sumbawa Coffee Pearl Blend

E – Rinjani Slope Robusta Coffee

Kesukaan peserta Festival Kopi NTB 2011 terhadap prototipe produk kopi yang Disuguhkan

(Kalau bisa tabel ini dibuat ulang yang cantik......)

Page 43: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

Dari tabel itu terlihat produk kopi Rinjani Mountain Arabica Specialty Coffee, NTB

Coffee Excellent Blend, dan Sumbawa Highland Specilaty Arabica coffee merupakan

suguhan yang paling digemari citarasanya. Prototip produk kopi Rinjani Mountain

Arabica Specialty Coffee merupakan kopi murni Arabika dari Kecamatan Sembalun.

Prototip produk kopi NTB Coffee Excellent Blend merupakan campuran kopi

Arabika dan Robusta yang berasal dari Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa.

Proporsi yang dipakai 70 persen Arabika specialti dan 30 persenRobusta Mutu 1.

Sedangkan prototip Sumbawa Highland Specilaty Arabica coffee merupakan kopi

murni Arabika hasil olahan UPH di Desa Tepal, Kecamatan Batulanteh, Kabupaten

Sumbawa.

Page 44: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

boks

“Dusun Prabe”, Kampungnya Kopi Lombok Asli

Orangnya ramah, terbuka, sering tersenyum. Itulah sosok pak Tirtawan, pemilik usaha

“kopi Lombok”. Bagi Tirtawan kopi merupakan sesuatu yang selalu dekat dengan hidupnya.

Dari masa kanak-kanak hingga kini sudah menimang cucu, Tirta selalu mengandalkan kopi

sebagai sumber penghasilan. Sekarang sudah punya usaha kopi sendiri “Mule Paice”.

“Umur 12 tahun, saya sudah ikut bantu orangtua menanam kopi,” kata Tirta mengenang

masa lalunya. Pada saat itu,orangtuanya masih tinggal di bekas kerajaan Prabe, desa Batu

Mekar, Kecamatan Lingsar Lombok Barat.

Menurut Tirtawan,kalau urusan kopi sejak muda dia sudah menjadi pakarnya. “Makanya,

saya nggak bisa dibohongi. Saya ngerti kopi asli dan tidak, tapi saya tidak bisa menjelaskan

rasa kopi yang paling enak itu seperti apa? Hanya saya tahu dan bisa membedakannya.

Tirtawan mengatakan, kopi Prabe sebagian besar adalah kopi Robusta, walaupun ada

sebagian yang Arabica. Keaslian kopi tergantung dari kematangan kopi itu sendiri. Kalau

matangnya bagus, maka dari aromanya bisa kita tebak,”

Lelaki kelahiran asli Lombok tahun 14 Maret 1963 ini mengaku, sudah memulai usaha

produksi kopi bubuk murni sejak 2005. Bisnis kopi dirintis bersama 18 anggota masyarakat

didusunnya. Mereka pun tergabung menjadi satu kelompok “Mule Paice”. Menurut dia,

awalnya usaha kopi Lomboknya niatnya untuk membantu kekurangan ekonomi keluarga,

tapi lama kelamaan dia menjadi sumber pendapatan keluarga yang antara lain bisa dipakai

untuk membiayai empat anak sekolah dan membangun rumah. Itulah keberkah dari usaha

kopi Lombok ini. “ Saya capek sih. Tapi, kan saya tidak bisa berhenti. Kalau berhenti tidak

bisa makan. Saya, tidak bisa membayangkan dusun Prabe tanpa kopi, kopi yang sudah

membantu ekonomi kami,” kata Tirtawan.

Page 45: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

Menembus Mancanegara

Rumah di dusun Batu Mekar itu, tak ubahnya warung. Puluhan sandal dan sepatu

berserakan di teras. Di halaman selebar lapangan buku tangkis, satu mobil dan puluhan

sepeda motor terparkir. Ruangan utama rumah itu juga disesaki ratusan plastik. Sejumlah

ibu usia baya duduk di meja mereka masing-masing. Di rumah besar itulah kopi Mule

Paice berpusat. Bukan hal yang aneh jika melihat ada pejabat negara berkunjung kesana,

sebut saja misalnya Gubernur Jawa Barat bersama istri, juga perusahaan kopi terbesar dari

Australia. Mereka mendatangi Batu Mekar. Semua itu berkat kegigihannya selama 20

tahun melestarikan kelompok kopi Mule Paici.

Ya, bersama 18 anggota kelompoknya, Tirtawan membesarkan usaha pemasarnnya kopinya,

awalnya melalui berkebun kopi sekitar desanya. Pesanan demi pesanan ia penuhi, hingga

pada akhirnya ia bisa memasarkan kopi cap Lombok ke luar kota seperti, Jakarta, Malang,

Surabaya, hingga ke Mancanegara Australia. Di NTB, Tirtawan menetapkan titik

penjualan dari rumahnya, karena menurutnya permintaan kopi Lombok cukup tinggi.

Benar saja, tak butuh waktu lama untuk mempromosikan kopinya dari mulut ke mulut.

Sejak itulah jaringan pemasaran terbuka, permintaan pun terus mengalami peningkatan.

Seiring berjalanya waktu Tirtawan dan anggotanya mendapat bantuan berupa mesin

pengolahan kopi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Dinas Perkebunan

Provinsi NTB, mulai dari sinilah ia melakukan pengemasan kopi gelondongan menjadi

kopi kemasan. Benar saja, tak butuh waktu lama, Tirtawan pun mengirimkan kopi

kemasannya ke para warung kali lima yang ada di Kecamatan Lingsar sekali seminggu.

Sejak jaringan pemasaran terbuka, permintaan pun terus meningkat.

“Dulu, di desa Batu Mekar belum ada banyak menanam kopi, yang ada hannya Singkong.

Sementara saya yang mengenal kopi sejak tahun 50-an, merasa bahwa kopi bisa menjadi

usaha menjanjkan di daerah sini,” kenang Tirtawan tentang awal merintis usaha kopinya.

Dengan bahan baku yang terbilang murah, yakni kopi dibeli lansung dari kebun milik

Page 46: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

tetangganya Rp 22 ribu per kilo dalam bentuk gelondongan. Jika dalam bentuk kemasan ia

mmenjual Rp 20 ribu. Ternyata membuat kelompok usaha kopi adalah keputusan yang

tepat. Kelopok Mule Paice-nya tidak hannya dikunjungi pembeli lokal, tetapi juga diminati

pengusaha kopi dari Australia. Pada awal usahanya ia mengirim kopi ke Jakarta dengan

omzet 4-5 juta per bulan. Hingga saat ini, hubungan kopi Mule Paice dengan perusahaan

dari Austrlia tersebut berlanjut.

Tirtawan pun tidak pernah tinggal diam. Ia mengirimkan sms kepada semua pelangganya

yang berada di Jakarta, Surabaya, dan Malang bahwa kopinya selalu tersedia. Kesetiaan

konsumen juga dicoba diraih melalui inovasi produk kopi secara berkelanjutan. Tirtawan

berupaya menciptakan model pemasaran kopi yang lebih variatif dengan mengunakan

desain warna yang digemari, seperti kopi hitam berwarna ke merah-merahan. Hal ini

diketahuinya berdasarkan permintaan yang terus-menerus. Hasilnya, pelanggan menyukai

inovasi tersebut. Hal ini memacu Tirtawan untuk terus berinovasi dan berjuang

mengembangkan usahanya.

Foto pak Tirtawan

Page 47: Dari Rinjani Sampai Tambora (Wangi Kopi Nusa Tenggara Barat)

Mas ini banyak contoh prototipe kopi NTB, selain untuk

lampiran, siapa tahu ini bisa jadi konsep awal untuk

diletakkan di cover buku atau halaman belakang buku....

terserah aja deh

Ada satu lagi lampiran yaitu Mou antara Gub dengan Pusat

Penelitian Kopi, saya email besok...