19
DAMPAK DEMAM PENDIDIKAN DAN RESPON PELAJAR DI KOREA SELATAN Melissa Astrid Wulan Ruru dan Fadhila Hasby Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia [email protected] ABSTRAK Skripsi ini mengeksplorasi bagaimana dampak demam pendidikan terlukiskan melalui pengambilan keputusan dalam pendidikan dan kehidupan pendidikan pelajar sekolah tingkat menengah. Skripsi ini juga membahas lebih dalam mengenai apa yang dimaksud dengan demam pendidikan, bagaimana demam pendidikan muncul di dalam masyarakat Korea Selatan dan pengaruh seperti apakah yang diberikan terhadap pendidikan Korea Selatan. Berdasarkan wawancara terhadap pelajar sekolah tingkat menengah di daerah Gangnam, skripsi ini mendalami kisah mereka, minat, pandangan dan perasaan mereka terhadap kehidupan sekolah mereka setiap harinya. Penelitian ini menemukan bahwa demam pendidikan menyebabkan dampak negatif terhadap pelajar yang lebih banyak dibandingkan dampak positif. Skripsi ini juga membantu pembaca untuk mengerti lebih dalam mengenai pengaruh seperti apakah yang diberikan terhadap pelajar sekolah tingkat menengah. The Influence of Education Fever and Students Respond in South Korea ABSTRACT This thesis explores how education fever reflected in or influence educational decision and the academic life of South Korean secondary school students. This paper also explains what education fever is, how it emerged in South Korean society and what kind of influenced did it gave to South Korean education. Based on interviews with secondary school students attending different schools in Gangnam territory, this thesis explores their personal stories of activities, interests, point of views and feelings about their daily school life. The findings revealed that education fever brings much more of a negative influenced towards students rather than positive influences. This paper will help to understand what kind influenced that education fever brought towards students in the secondary school. Key words: Education fever, influence, responds, secondary student Pendahuluan Pendidikan merupakan obsesi nasional di Korea Selatan 1 (Michael J. Seth, 2002). Semua orang berusaha untuk memperoleh latar belakang pendidikan yang tinggi, hal ini dikarenakan oleh begitu tingginya apresiasi masyarakat Korea terhadap pendidikan. Apresiasi tinggi terhadap pendidikan tersebut merupakan implikasi dari ajaran Konfusianisme yang sudah 1 Dalam penulisan selanjutnya akan digunakan Korea. Dampak Demam ..., Melissa Astrid Wulan Ruru, FIB UI, 2013

DAMPAK DEMAM PENDIDIKAN DAN RESPON PELAJAR DI …

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: DAMPAK DEMAM PENDIDIKAN DAN RESPON PELAJAR DI …

DAMPAK DEMAM PENDIDIKAN DAN RESPON PELAJAR DI KOREA SELATAN

Melissa Astrid Wulan Ruru dan Fadhila Hasby

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia

[email protected]

ABSTRAK

Skripsi ini mengeksplorasi bagaimana dampak demam pendidikan terlukiskan melalui pengambilan keputusan dalam pendidikan dan kehidupan pendidikan pelajar sekolah tingkat menengah. Skripsi ini juga membahas lebih dalam mengenai apa yang dimaksud dengan demam pendidikan, bagaimana demam pendidikan muncul di dalam masyarakat Korea Selatan dan pengaruh seperti apakah yang diberikan terhadap pendidikan Korea Selatan. Berdasarkan wawancara terhadap pelajar sekolah tingkat menengah di daerah Gangnam, skripsi ini mendalami kisah mereka, minat, pandangan dan perasaan mereka terhadap kehidupan sekolah mereka setiap harinya. Penelitian ini menemukan bahwa demam pendidikan menyebabkan dampak negatif terhadap pelajar yang lebih banyak dibandingkan dampak positif. Skripsi ini juga membantu pembaca untuk mengerti lebih dalam mengenai pengaruh seperti apakah yang diberikan terhadap pelajar sekolah tingkat menengah.

The Influence of Education Fever and Students Respond in South Korea

ABSTRACT This thesis explores how education fever reflected in or influence educational decision and the academic life of South Korean secondary school students. This paper also explains what education fever is, how it emerged in South Korean society and what kind of influenced did it gave to South Korean education. Based on interviews with secondary school students attending different schools in Gangnam territory, this thesis explores their personal stories of activities, interests, point of views and feelings about their daily school life. The findings revealed that education fever brings much more of a negative influenced towards students rather than positive influences. This paper will help to understand what kind influenced that education fever brought towards students in the secondary school. Key words: Education fever, influence, responds, secondary student Pendahuluan

Pendidikan merupakan obsesi nasional di Korea Selatan1 (Michael J. Seth, 2002). Semua

orang berusaha untuk memperoleh latar belakang pendidikan yang tinggi, hal ini dikarenakan

oleh begitu tingginya apresiasi masyarakat Korea terhadap pendidikan. Apresiasi tinggi

terhadap pendidikan tersebut merupakan implikasi dari ajaran Konfusianisme yang sudah

                                                                                                                         1Dalam penulisan selanjutnya akan digunakan Korea.

Dampak Demam ..., Melissa Astrid Wulan Ruru, FIB UI, 2013

Page 2: DAMPAK DEMAM PENDIDIKAN DAN RESPON PELAJAR DI …

mengakar dalam kehidupan masyarakat Korea. Ajaran ini mengajarkan pengikutnya untuk

mengembangkan diri dengan mencari kebahagian dalam belajar sehingga dapat memimpin

orang lain, sugi chiin (Lim Hyunsoo, 2002:75). Alasan lain yang mendorong masyarakat

Korea untuk mengejar pendidikan tinggi adalah untuk memperoleh kesempatan yang lebih

besar diterima ke dalam perusahaan besar dan untuk memperoleh jodoh yang baik.

Di Korea, keberhasilan seorang anak dalam memasuki sekolah atau universitas unggulan

merupakan suatu kebanggaan besar bagi keluarga (Michael J. Seth, 2002). Orang tua di Korea

rela untuk mengeluarkan uang dalam jumlah yang besar demi mempersiapkan anak mereka

untuk menghadapi suneung2. Di Korea terdapat 3 universitas unggulan yang disebut

universitas SKY. Universitas SKY terdiri dari Universitas Nasional Seoul (SNU), Universitas

Koryeo, dan Universitas Yonsei. Keberhasilan untuk diterima kedalam universitas unggulan

seperti SNU merupakan suatu keunggulan dalam mencari pekerjaan di perusahaan. Hal ini

dikarenakan oleh banyaknya lulusan SNU yang memperoleh jabatan tinggi di pemerintahan

dan menjabat sebagai presiden dari berbagai perusahaan besar di Korea. Penelitian pada tahun

1993 oleh Asosiasi Direksi Korea melaporkan bahwa di antara 100 presiden dari perusahaan-

perusahaan terbesar di Korea, 50 dari mereka merupakan lulusan SNU (Maarten Meijer,

2005). Relasi senior-junior (hakyeon), dari universitas yang sama dapat memperbesar

kesempatan bagi pelamar kerja untuk diterima ke dalam perusahaan besar. Namun seiring

dengan berlangsungnya globalisasi di Korea, hal ini sudah tidak begitu signifikan. Menurut

Hoi K.Suen (2005) oleh karena apresiasi tinggi yang diberikan dalam pembelajaran filosofi

Konfusianisme, mendorong munculnya fenomena demam pendidikan di negara-negara seperti

Cina, Vietnam, Jepang dan Korea.

Chung (1984), Kim (1986) dan Lee (2003) menyatakan bahwa demam pendidikan

adalah semangat orang tua dalam memberikan pendidikan terbaik bagi anak mereka dengan

harapan bahwa anak tersebut dapat memperoleh latar belakang pendidikan yang kuat, sukses

dalam pekerjaan dan memperoleh status yang baik dalam masyarakat (Juhu Kim, Jong-gak

Lee, Soo-kwang Lee, 2005:12). Dalam konteks pendidikan pada umumnya, pelajar

merupakan tokoh utama. Tetapi berbeda dengan fenomena demam pendidikan, anak yang

sekaligus adalah pelajar, tidak lagi menjadi tokoh utama dalam pendidikan. Tokoh utama

dalam demam pendidikan adalah orang tua.

                                                                                                                         2 Ujian masuk universitas yang diberlakukan secara resmi tahun 1994. Ujian ini terdiri dari bahasa Korea, bahasa Inggris, matematika, ilmu pengetahuan sosial/ ilmu pengetahun alam/ pendidikan vokasi, bahasa asing ke-2/ karakter dan Cina klasik (http://kice.re.kr/en/contents.do?contentsNo=149&menuNo=405).

Dampak Demam ..., Melissa Astrid Wulan Ruru, FIB UI, 2013

Page 3: DAMPAK DEMAM PENDIDIKAN DAN RESPON PELAJAR DI …

Fenomena demam pendidikan di Korea tampak dalam proses persiapan mengikuti

suneung (Seth, 2002). Agar dapat lulus dalam ujian suneung, para orang tua menyiapkan anak

mereka sejak mereka masih balita. Mereka diikutsertakan ke dalam berbagai tempat les untuk

mengasah kemampuan mereka, terutama kemampuan bahasa Inggris. Setelah mereka

memasuki taman kanak-kanak porsi waktu les mereka tidak berkurang tetapi berpindah waktu

menjadi siang hari. Ketika mereka masuk sekolah menengah dan menengah ke atas, waktu les

mereka berlanjut hingga malam hari. Sehingga bukan hal yang tidak wajar jika melihat

segerombolan pelajar lengkap dengan seragam, berjalan-jalan di sekitar subway pada pukul

11 malam (Maarten Meijer, 2005). Dalam bukunya Maarten Meijer (2005) juga menuliskan

bahwa waktu belajar bagi pelajar Korea tidak terbatas hanya pada waktu les dan pada hari-

hari sekolah saja, tetapi juga pada hari libur.

Walaupun demam pendidikan di Korea membawa dampak positif seperti pengakuan dari

dunia terhadap kualitas pelajar Korea, ternyata tidak sedikit juga masalah yang diakibatkan

oleh demam pendidikan tersebut. Melihat realita yang ada mengenai keberlangsungan demam

pendidikan di Korea ini mendorong penulis untuk melakukan penelitian terhadap fenomena

ini. Penulis berharap dengan hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran terhadap

pembaca mengenai fenomena demam pendidikan yang berlangsung dan respons diberikan

oleh masyarakat Korea. Penulis mengambil batasan respons muncul dari pelajar-pelajar SMP

dan SMA di Korea. Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam

skripsi ini adalah sebagai yaitu bagaimana proses munculnya demam pendidikan di Korea dan

bagaimana respons masyarakat Korea terhadap fenomena demam pendidikan. Penelitian

penelitian ini bertujuan untuk memaparkan proses munculnya demam pendidikan di Korea

serta respons yang diberikan oleh para pelajar SMP dan SMA di Korea mengenai fenomena

demam pendidikan.

Tinjauan Teoritis

1.Demam Pendidikan

Definisi demam pendidikan sangat beragam tergantung kepada siapa dan untuk apa

digunakan. Dalam penelitian Takayasu Nakamura (2005) yang berjudul Educational System

and Parental Education Feer in Contemporary Japan: Comparison with the Case of South

Korea, demam pendidikan dikatakan mempunyai dua dimensi. Dimensi yang pertama adalah

Dampak Demam ..., Melissa Astrid Wulan Ruru, FIB UI, 2013

Page 4: DAMPAK DEMAM PENDIDIKAN DAN RESPON PELAJAR DI …

hasrat dan yang kedua adalah sikap dan perilaku. Berdasarkan Juhu Kim, Jong-gak Lee, dan

Soo-kwang Lee dalam penelitian mereka yang berjudul Understanding of Education Fever in

Korea (2005), demam pendidikan berasal dari terjemahan langsung bahasa Cina, 敎育熱

gyoyukyeol yang merupakan gabungan dari dua kata yaitu 敎育(gyoyuk/pendidikan) dan 熱

(yol/energi, panas, demam). Mereka mengatakan bahwa alasan penggunaan kata demam oleh

para peneliti adalah karena kata demam dapat menggambar efek negatif yang diakibatkan

oleh demam pendidikan di Korea.

Secara umum demam pendidikan digambarkan sebagai dasar energi yang memotivasi

keterlibatan kuat orang tua dalam pendidikan anak (Lee, 2000). Namun, demam pendidikan

tidak hanya mengenai keterlibatan kuat dan minat orang tua dalam pendidikan, tetapi juga

terkait kepada suatu sistem sosial kompleks yang mencerminkan cara pandang kolektivisme

terhadap pendidikan, sistem penghargaan ekonomi, struktur sistem pendidikan, dan dinamika

dalam ujian kependidikan (Lee, 2003; Seth, 2002). Chong Jae Lee dalam jurnalnya yang

berjudul Korean Education Fever and Private Tutoring (2005) mendefinisikan demam

pendidikan sebagai semangat atau hasrat orang tua dalam menyediakan kesempatan yang

lebih baik bagi anak untuk dapat masuk ke universitas unggulan.

2.Praktek Keluarga Angsa

Salah satu hasil dari demam bahasa Inggris merupakan fenomena gireogi gajok di

Korea. Tuntutan dunia kerja yang mengharuskan pegawainya untuk mahir berbahasa Inggris,

mendorong orang tua memulai persiapan bagi anak untuk mengenal bahasa Inggrissejak usia

dini. Seperti yang sudah dijelaskan di dalam latar belakang, gireogi gajok merupakan sebuah

istilah yang mengacu kepada keluarga dengan rumah tangga terpisah antar negara, dimana ibu

dan anak berada di luar negeri demi pendidikan sedangkan sang anak sedangkan ayah tinggal

di Korea untuk mendukung keluarga secara finansial. Sedangkan menurut Cho, gireogi gajok

merupakan keluarga yang berorientasi kepada anak dan demi kestabilan masa depan keluarga,

rela mengorbankan hubungan antara suami dan istri (U Cho, 2006). Istilah gireogi gajok ini

mulai dipergunakan masyarakat Korea setelah pertengahan tahun 90an. Istilah ini diambil dari

arti simbolis burung angsa di Korea. Angsa merupakan hadiah yang diberikan kepada sebuah

pasangan dalam pernikahan tradisional, untuk mendoakan agar cinta mereka abadi. Burung

ini juga dikenal sebagai burung yang rela mengorbankan dirinya demi anak-anaknya

(Kyounghee Kim, n.d.).

3.Bunuh Diri

Dampak Demam ..., Melissa Astrid Wulan Ruru, FIB UI, 2013

Page 5: DAMPAK DEMAM PENDIDIKAN DAN RESPON PELAJAR DI …

Korea merupakan salah satu negara OECD yang memiliki tingkat bunuh diri yang

tinggi pada tahun 2005 (B. C. Ben Park; David Lester , 2008). Menurut pernyataan menteri

kesehatan OECD, angka bunuh diri di Korea meningkat dari 18,7 pada tahum 2002 menjadi

28,4 per 100,000 pada tahun 2009. Berikut adalah tabel mengenai korban bunuh diri di Korea.

Tabel 1 Korban bunuh diri (per 100,000) berdasarkan umur dan jenis kelamin di Korea (2009)

Sumber: http://www.who.int/mental_health/media/repkor.pdf

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa kasus bunuh diri di Korea meningkat tiap tahunnya dari

2005-2009. Pada tahun 2009, angka bunuh diri pada umur 15-24 berjumlah 1009 orang,

kemungkinan semua dari mereka merupakan orang-orang yang berprofesi sebagai pelajar.

Menurut pernyataan Nathan Schwartzman dalam artikelnya yang berjudul Korea: ‘Leading

Cause of Death Among Teenagers’(2012), sebuah penelitian menemukan bahwa bunuh diri

merupakan salah satu penyebab utama kematian pelajar. Selama periode antara 2007-2011

dilaporkan bahwa terjadi 101 kasus bunuh diri di kalangan pelajar, dapat disimpulkan bahwa

terjadi kurang lebih 2 kasus dalam satu bulan. 101 kasus tersebut terdiri dari 1 pelajar SD, 27

pelajar SMP dan 73 pelajar SMA. Schwartzman juga mengemukakan bahwa terdapat

penelitian lain yang menyatakan bahwa tingkat bunuh diri meningkat seiring semakin

tingginya tingkat pendidikan. Pada bulan April 2012, Lembaga Kebebasan Informasi dan

Transparansi Korea mempublikasikan hasil analisa mereka mengenai statistik kasus bunuh

diri umur 15-24 tahun periode 2007-2009 yang diminta oleh Kantor Statistik Nasional Korea.

Dari data tersebut ditemukan bahwa persentase bunuh diri umur 15-24 pada tahun 2007

mencapai 13,2 per 10,000, 13,5 pada tahun 2008 dan 15,3 pada tahun 2009. Pada tahun 2010,

terjadi 143 kasus bunuh diri yang terdiri dari 53 pelajar SMP dan 90 pelajar SMA.

Metode Penelitian

Umur (Tahun)

5-14 15-24 25-34 35-44 45-54 55-64 65-74 75+ Total

Pria 39 549 1,260 1,778 2,270 1,527 1,498 1,006 9,936 Wanita 42 460 1,122 990 790 505 647 920 5,477 Jumlah 81 1,009 2,382 2,768 3,060 2,032 2,145 1,926 15,413

Dampak Demam ..., Melissa Astrid Wulan Ruru, FIB UI, 2013

Page 6: DAMPAK DEMAM PENDIDIKAN DAN RESPON PELAJAR DI …

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah kepustakaan yang

bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan

suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat sekarang (Sujana dan Ibrahim, 1989).

Sedangkan metode kepustakaan adalah penelitian yang dilaksanakan menggunakan literatur,

yang dalam penelitian ini menggunakan literatur berbentuk buku dan artikel dari internet.

Pembahasan

1.Respons Pelajar Terhadap Demam Pendidikan di Korea

Dalam mempelajari demam pendidikan, diperlukan pendekatan terhadap objek dari

demam pendidikan itu tersendiri. Objek dari demam pendidikan di Korea adalah pelajar.

Melalui pendekatan terhadap pelajar, dapat diketahui lebih mendalam mengenai bagaimana

demam pendidikan itu berlangsung di dalam pendidikan Korea. Pendekatan ini dilakukan

dengan wawancara terhadap pelajar sekolah tingkat menengah di daerah Gangnam yang

termuat dalam ���� 10�� �����   (2011), memberikan gambaran yang jelas

mengenai bagaimana dampak demam pendidikan di lingkungan pelajar melalui cerita pelajar

mengenai aktivitas, minat, cara berpikir dan perasaan mereka terhadap kehidupan sekolah

mereka. Kim Suncheon dan Kim Jungha memulai wawancara terhadap pelajar sekolah tingkat

menengah ini pada tahun 2007. Latar belakang mereka melakukan wawancara ini adalah

untuk menunjukkan realita demam pendidikan yang terjadi di Korea. Fenomena demam

pendidikan ini sebenarnya sudah diketahui secara umum, termasuk para ilmuan, ahli

pendidikan bahkan orang tua murid, namun selama ini mereka mengesampingkan perasaan

pelajar Korea. Oleh karena itu Kim Suncheon dan Kim Jungha mengangkat topik ini

berdasarkan sudut pandang pelajar.

Won Chungeui

Chungeui adalah seorang pelajar SMA tingkat pertama di sebuah sekolah di daerah

Gangnam. Dia sangat menyukai taekwondo dan menggemari olahraga ini sejak usia delapan

tahun. Kini dia sudah mencapai dan empat. Walaupun Chungeui menyukai olahraga melebihi

pelajaran, dia tetap berusaha meluangkan waktu untuk belajar karena dia ingin mewujudkan

permintaan ayahnya yaitu untuk menjadi seorang polisi. Pekerjaan sebagai seorang polisi

hanya dapat dia wujudkan apabila dia memperoleh nilai pelajaran yang baik. Namun

memperoleh nilai pelajaran yang baik bukanlah hal yang mudah. Selain perbedaan tingkat

Dampak Demam ..., Melissa Astrid Wulan Ruru, FIB UI, 2013

Page 7: DAMPAK DEMAM PENDIDIKAN DAN RESPON PELAJAR DI …

kesulitan dalam setiap pelajaran, lingkungan belajar yang tidak mendukung juga merupakan

salah satu alasan yang menyebabkan pelajar sering memperoleh nilai yang buruk.

Changeui mengakui bahwa tidak sedikit dari guru yang mengajar di sekolahnya

tersebut yang memeta-metakan pelajar berdasarkan nilai yang mereka peroleh. Guru tersebut

memberikan perlakuan yang khusus terhadap mereka yang mempunyai nilai tingi. Hal ini

menyebabkan Changeui malas untuk menyimak pelajaran guru tersebut. Walaupun tidak

menyimak pelajaran guru tersebut, Changeui tetap berusaha untuk mempelajari materi yang

disampaikan dengan cara meminjam catatan dari teman, meminta untuk diajari oleh teman

atau melalui situs pendidikan di internet.

Ketika pelajaran berlangsung, Changeui sering merasa malu dan ragu-ragu untuk

bertanya. Dia merasa bahwa apabila dia mengajukan suatu pertanyaan mendasar yang

dianggap seharusnya sudah dimengerti oleh sebagian besar teman-temannya maka dia akan

menjadi penghambat bagi mereka. Dia pernah mencoba untuk mengajukan pertanyaan kepada

guru. Ketika pertanyaan tersebut selesai dijawab, beberapa dari temannya memberikan

pandangan yang menggambarkan kekesalan mereka karena Changeui mempertanyakan suatu

hal tidak penting yang sudah mereka ketahui.

Melihat teman-temannya yang rajin belajar membuat Changeui merasa iri tetapi juga

kasihan terhadap keadaan mereka. Mereka selalu terlihat lelah dan tidak bertenaga karena

belajar di tempat les hingga larut malam. Dia melihat sebagian besar temannya mempunyai

lingkaran hitam di sekitar mata mereka yang menandakan bahwa mereka kurang tidur.

Beberapa dari mereka datang lebih awal untuk dapat tidur sebelum kelas dimulai, ada juga

yang karena belajar di tempat les tambahan hingga larut malam terlambat masuk ke dalam

kelas, tetapi ada juga sebagian dari mereka yang tertidur ketika kelas berlangsung dan ketika

terbangun kembali mencatat tulisan guru di papan tulis. Pada awalnya, Changeui juga seperti

mereka. Dia mengikuti les agar tidak tertinggal oleh teman-temannya Tetapi karena waktu les

dan latihan taekwondo berbenturan, dia memutuskan untuk berhenti les. Walaupun begitu

Changeui tidak melalaikan tugasnya untuk belajar. Dia selalu menyempatkan diri untuk

belajar di tengah kesibukkannya latihan taekwondo. Selain untuk mewujudkan cita-citanya

menjadi polisi, dia berkata bahwa dia tidak ingin memperoleh nilai yang lebih rendah

daripada teman-temannya di tempat latihan taekwondo karena hal itu membuatnya merasa

inferior.

Park Sanghyun

Dampak Demam ..., Melissa Astrid Wulan Ruru, FIB UI, 2013

Page 8: DAMPAK DEMAM PENDIDIKAN DAN RESPON PELAJAR DI …

Sanghyun adalah seorang pelajar kelas satu SMA di Gangnam yang ketika masuk

tingkat SD kelas empat dia pergi ke Kanada untuk sekolah selama dua tahun. Dia berangkat

ke Kanada beserta dengan ibunya, sedangkan ayahnya tinggal di Korea. Pada awalnya

Sanghyun merasa kesal harus pindah ke lingkungan asing. Namun ketika bertambah dewasa

dia menyadari betapa beruntung dirinya dan merasa sangat bersyukur atas kesempatan yang

diberikan orang tuanya kepada dia.

Sanghyun mempunyai hobi untuk membaca. Tetapi hobi untuk membacanya ini

semakin lama semakin tidak dapat dia lakukan karena kegiatan les yang semakin padat. Pada

awalnya Sanghyun ingin belajar sendiri tanpa mengikuti les seperti yang dilakukan oleh

teman-teman di sekolahnya. Hal ini mendatangkan berbagai pandangan negatif dari teman-

temannya tersebut. “Aku dianggap sok pintar dan aneh karena tidak mengikuti les tetapi

memperoleh nilai yang tidak begitu rendah.” kata Sanghyun. Oleh karena perkataan dari

teman-temannya itu, Sanghyun merasa terdorong untuk masuk tempat les. Sebenarnya

Sanghyun juga merasa cemas ketika mendengar cerita teman-temannya yang ikut les. Mereka

bercerita mengenai hal-hal yang mereka pelajari di tempat les dan terlihat lebih pintar dari

pada mereka yang tidak mengikuti les.

Menurut Sanghyun, seorang pelajar dapat berkali-kali pindah tempat les. Apabila

pelajar tersebut mengalami penurunan dalam nilainya maka dia akan pindah ke tempat les

yang lain karena dia akan berpandangan bahwa penyebab dia mengalami penurunan nilai

adalah karena para pengajar yang kurang kompeten atau suasana tempat les yang tidak

mendukung dia untuk belajar. Menurut Sanghyun, setiap suasana belajar di tiap tempat les

berbeda. Sanghyun menceritakan bahwa dirinya pernah masuk ke tempat les yang mempunyai

sistem hukuman dengan pukulan. Berdasarkan penglihatannya ada dari mereka yang setelah

dipukul mengalami peningkatan nilai, tetapi ada juga yang kemudian memberontak.

Selain tempat les, Sanghyun menjelaskan bahwa para ibu membuat suatu kelompok

belajar yang didasarkan oleh nilai rata-rata anak dalam ujian. Kelompok belajar ini

disengajakan terdiri dari anak-anak yang tidak begitu akrab satu sama lain agar tidak

menghambat proses belajar. Apabila kelompok belajar ini terdiri dari anak-anak yang saling

berteman akrab maka mereka tidak akan serius belajar dan bersaing satu sama lain.

Persaingan dalam kelompok belajar ini sangat ketat, apabila salah seorang dari mereka

mengalami penurunan nilai maka dia akan dikeluarkan. Sedangkan mereka yang mengalami

peningkatan akan sangat dijaga.

Persaingan yang ketat dalam memperoleh nilai ini membuat Sanghyun tidak dapat

mempercayai seorang teman secara sepenuhnya. Ditambah dengan perlakuan guru yang

Dampak Demam ..., Melissa Astrid Wulan Ruru, FIB UI, 2013

Page 9: DAMPAK DEMAM PENDIDIKAN DAN RESPON PELAJAR DI …

memeta-metakan pelajar berdasarkan nilai, memperparah persaingan yang terjadi. Sanghyun

mengakui bahwa dia pernah membenci seorang temannya karena nilainya lebih tinggi

daripada dirinya. Dia merasa tidak adil karena hasil yang diterima berbeda. Padahal Sanghyun

merasa sudah belajar lebih keras daripada temannya tersebut. Perolehan nilai yang lebih

rendah dari temannya itu menimbulkan rasa inferior dalam diri Sanghyun. Takut dan kesal

sering dialami Sanghyun oleh karena lingkungan sekitarnya yang terdiri dari pelajar yang

rajin belajar dan bersaing dengan ketat.

Tekanan dalam memperoleh nilai yang baik mengakibatkan Sanghyun sering

mengalami kesulitan dalam tidur dan merasa gelisah ketika bangun. Menurut Sanghyun dia

memerlukan waktu untuk dirinya sendiri agar dia dapat beristirahat, pergi berlibur atau

menghabiskan waktu dengan membaca buku. “Pelajar mana yang tidak suka istirahat?

Bukankah hampir semua pelajar tidak suka belajar?” katanya. Bagi pelajar Korea, sangat sulit

untuk menyediakan waktu untuk diri mereka sendiri karena sebagian besar waktu mereka

dihabiskan untuk belajar. “Suatu ketika aku melampiaskan emosiku dengan berteriak dan

pulang ke rumah larut malam, orang tuaku pun khawatir. Aku menyesali perbuatanku dan

berjanji tidak akan mengulanginya lagi.” katanya. Sanghyun mengatakan bahwa dia belajar

karena belajar adalah suatu keharusan. Terkadang dia juga mempertanyakan apa alasannya

untuk belajar. Menurut Sanghyun tujuan dari belajar adalah untuk memperoleh uang dan

nama baik, dia juga menambahkan bahwa banyak pelajar yang belajar agar dapat masuk ke

universitas yang baik dan dengan menyadang nama universitas tersebut mereka akan lebih

mudah dalam mencari pekerjaan yang baik.

Pendidikan di setiap negara mempunyai sisi positif dan negatif. Menurut Sanghyun,

pendidikan lebih mengutamakan sistem ujian tertulis, sedangkan di Kanada tes lisan dan

tertulis dilakukan dengan seimbang. Dia juga mengatakan bahwa Kanada dan Korea memiliki

pandangan yang berbeda mengenai nilai ujian. Di Korea, nilai ujian adalah penentu

segalanya. Sedangkan di Kanada, nilai ujian merupakan urusan sekolah. Perbedaan

pandangan ini menyebabkan pendidikan di Kanada bukanlah suatu beban berat seperti yang

dirasakan oleh pelajar di Korea. Hal ini mendorong banyak pelajar yang menginginkan

kesempatan untuk belajar di luar. Sanghyun yang sudah pernah sekali pergi sekolah di luar

ketika duduk di bangku SD, mengatakan keinginannya untuk dapat pergi belajar di luar negeri

lagi. Dia menambahkan bahwa alasannya untuk pergi belaajr ke luar adalah bukan untuk

memperoleh pendidikan melainkan kebebasan.

Mijin

Dampak Demam ..., Melissa Astrid Wulan Ruru, FIB UI, 2013

Page 10: DAMPAK DEMAM PENDIDIKAN DAN RESPON PELAJAR DI …

Mijin adalah seorang pelajar yang pernah berhenti sekolah, tetapi melanjukannya

kembali. Mijin memilih untuk memasuki sebuah sekolah menengah keterampilan Di situ,

Mijin belajar untuk membuat berbagai barang dan belajar bagaimana cara menyolder yang

baik dan benar. Menurut Mijin, sekolah merupakan suatu tempat untuk belajar dan mendidik

pelajar untuk menjadi seseorang yang kompeten. Namun sebagian besar pelajar suka tidur di

kelas dan mengacuhkan penjelasan guru. Mijin mengaku bahwa dia tidak pernah latihan di

luar kelas, dia lebih suka belajar dari internet atau mendengar presentasi senior yang telah

lulus dan sukses dalam pekerjaannya.

“Sekolah, setiap hari sama saja.” papar Mijin. Mijin mengaku bahwa dia pernah

terpikir untuk berhenti sekolah karena tekanan dari orang tua yang mendorong dia untuk terus

belajar. Tetapi dia mengurungkan niatnya karena dia menyadari bahwa sekolah merupakan

tempat yang dapat memberikan berbagai peluang. Tidak seperti dirinya, banyak dari teman-

teman Mijin yang memutuskan untuk berhenti sekolah. Ada yang berhenti karena sakit, benci

sekolah, dan tidak dapat beradaptasi dengan sekolah.

Ketika berkumpul dengan teman-temannya, sekolah jarang masuk dalam pembicaraan

mereka. Mereka lebih sering membicarakan hal-hal mengenai uang, universitas dan

pekerjaan. Di usia yang terbilang muda ini, banyak pelajar yang sudah terjun dalam dunia

kerja. Hal ini didorong oleh keinginan mereka untuk dapat bebas dalam melakukan apa yang

mereka inginkan dan tidak lagi melakukan hal-hal yang dipaksakan kepada mereka oleh orang

tua. Ada juga dari teman Mijin yang hidup berkecukupan dan mempunyai berbagai peluang

untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik. Namun mereka juga sama menderitanya

dengan mereka yang berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja. Mereka memperoleh tekanan

berat dari orang tua karena harapan besar orang tua atas diri mereka. Menurut Mijin, orang tua

selalu menekankan anak-anak mereka untuk masuk universitas dan tidak memberikan anak

mereka kebebasan untuk melakukan apa yang diinginkan karena menurut para orang tua,

masuk universitas dapat menjamin masa depan yang lebih nyaman.

Kim Seho

Seho, pelajar SMA tingkat satu ini merupakan salah satu penderita gangguan psikis

yang dialami oleh hampir seluruh pelajar Korea. Gangguan psikis ini terdiri dari depresi, letih

dan lesu. Akibat yang ditimbulkan dari gangguan psikis ini adalah kurangnya kontrol diri,

menjadi sensitif terhadap sekitar dan hal-hal kecil serta kecemasan yang muncul tiba-tiba

tanpa sebab. Menurut Seho gangguan psikis ini merupakan masalah penting karena tidak

seperti perkelahian, dan pemalakan yang dapat diselesaikan melalui konseling, gangguan

Dampak Demam ..., Melissa Astrid Wulan Ruru, FIB UI, 2013

Page 11: DAMPAK DEMAM PENDIDIKAN DAN RESPON PELAJAR DI …

psikis ini memerlukan waktu dan pemahaman yang lebih dalam untuk menyembuhkannya.

Walaupun gangguan psikis ini diderita banyak pelajar Korea, para orang tua tidak terlalu

mengambil pusing mengenai gangguan psikis tersebut. Mereka hanya mementingkan bahwa

anak mereka harus terus belajar untuk dapat masuk universitas yang baik dan sukses di masa

depan.

Banyak dari pelajar Korea yang menjadi uuljeungi (orang yang selalu melankolis).

Persaingan ketat yang terjadi di antara pelajar menyebabkan timbulnya ketidak percayaan

terhadap sesama. Rasa tidak percaya antara sesama ini menyebabkan tidak adanya

keterbukaan di antara pertemanan. Sehingga mereka yang menyimpan sendiri permasalahan

yang sedang mereka hadapi dan mereka juga tidak dapat menceritakan permasalahan mereka

kepada orang tua mereka karena orang tua terkadang tidak mengerti dan tidak mau ikut

campur dalam masalah yang dihadapi anak. Orang tua mempercayai anak mereka dan

menyerahkan sepenuhnya permasalahan anak kembali ke anak itu tersendiri. Menurut mereka

jika anak tersebut serius berusaha, maka segala permasalahan yang dihadapi pasti dapat

terselesaikan.

Seho menjelaskan bahwa orang tua, terutama ibu, tidak hanya mengatur keseluruhan

jadwal belajar siswa tapi mereka juga terlibat di dalamnya dan terkena dampak dari demam

pendidikan tersebut. Dia menceritakan bahwa selain mendalami mengenai tempat les

tambahan yang mana saja yang mempunyai lulusan terbanyak yang berhasil masuk

universitas unggulan, membantu persiapan anak ke sekolah, mengamati perkembangan

pendidikan anak di sekolah, banyak dari para orang tua tersebut yang mengatur jadwal

mereka agar sesuai dengan jadwal anak les tambahan. Sehingga mereka dapat menjemput

anak mereka ketika mereka selesai les tambahan. Tidak hanya anak yang mengalami kurang

tidur, orang tua pun demikian. Mereka tidur setelah anak mereka kembali dari les tambahan

dan bangun pagi untuk menyiapkan sarapan yang bergizi untuk anak mereka. Hal ini

menyebabkan ketika para orang tua tersebut jatuh sakit, mereka tidak mau menggangu jadwal

anak dan berobat ke rumah sakit saat malam hari sesudah anak mereka les tambahan.

Oh Jeha

Jeha merupakan pelajar tingkat satu SMK. Ketika masa pendaftaran SMP dan SMK,

ayah Jeha menginginkan Jeha untuk masuk SMP. Ayahnya menegaskan bahwa jika dia

masuk SMK maka akan sulit untuk melanjutkan ke universitas dan beradaptasi dengan

persaingan di dunia kerja. “Ini adalah hidupku, jadi aku berhak untuk menentukan apa yang

Dampak Demam ..., Melissa Astrid Wulan Ruru, FIB UI, 2013

Page 12: DAMPAK DEMAM PENDIDIKAN DAN RESPON PELAJAR DI …

ingin aku lakukan.” kata Jeha. Walaupun dilarang oleh ayahnya, Jeha akhirnya mendaftarkan

dirinya ke SMK.

Alasan utama Jeha untuk masuk SMK adalah untuk memperoleh kebebasan. Jeha

menceritakan pengalamannya ketika memasuki SMP, “Pertama kali menjejakkan kaki ke

dalam SMP tersebut, penjara merupakan pemikiran pertama yang terlintas dalam benakku.

Masuk ke dalam SMP itu membuatku sesak nafas.” kenangnya. Sekolah pada umumnya

merupakan tempat untuk memberikan pendidikan kepada pelajar. Tetapi menurut Jeha,

sekolah menjadi tempat para pelajar untuk belajar seperti seorang buruh.

Pada awalnya, Jeha mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan SMK

karena di mata orang lain SMK mempunyai citra yang kurang baik. Dia juga memperoleh

berbagai tekanan dari sekitarnya. Tetapi setelah melewati semua itu dia mulai bisa menerima

keadaannya tersebut. Jeha menceritakan bahwa banyak dari pelajar SMK baru yang

mengalami kondisi seperti Jeha tersebut. Mereka merasa kecewa, menyesal dan murung. Bagi

mereka masuk SMK merupakan suatu hal yang memalukan. Emosi mereka ini kemudian

mereka ekspresikan melalui kata-kata dan tindakan-tindakan kasar. Pada akhirnya Jeha

bersama teman-temannya membuat sebuah orientasi untuk pelajar yang baru masuk. Orientasi

ini bermaksud untuk meringankan beban pikiran mereka dan membantu mereka dalam proses

penerimaan keadaan mereka yang masuk ke dalam SMK. Seperti yang dikatakan oleh Jeha,

kata-kata dan perbuatan kasar yang dilakukan oleh pelajar-pelajar tersebut merupakan

ekspresi dari sakit hati yang mereka rasakan. Menurut Jeha, pelajar-pelajar tersebut sedang

mengalami proses perkelahian dengan dirinya sendiri untuk menerima keadaan diri mereka

saat itu.

Jeha merupakan anak yang menyukai kebebasan. Pada tahun pertama, ayah Jeha selalu

menekan Jeha untuk belajar. “Pada saat itu aku tidak mempunyai motivasi untuk belajar. Jadi,

setiap harinya aku lewati dengan bermain dan olah raga.” katanya. Namun setiap kali Jeha

kembali dari olah raga, dia merasa cemas karena tidak belajar. Dia selalu mengingatkan

dirinya untuk belajar, tetapi tetap saja dia tidak melakukannya. Menurut Jeha, ketika dia

dipaksa orang tuanya belajar, kegiatan belajar tersebut tidak dapat berlangsung dengan baik.

Tetapi ketika Jeha sadar bahwa dia harus belajar dan memiliki motivasi yang kuat, kegiatan

belajar tersebut dapat dilakukan dengan penuh konsentrasi.

Ketika berolah raga, Jeha sering mengganggapnya sebagai kompetisi yang harus

dimenangkan. Tekanan untuk menang merupakan suatu pemikiran yang sudah ditanamkan ke

dalam diri masing-masing pelajar pada umumnya. Tetapi pemikiran Jeha mengenai hal

tersebut perlahan-lahan berubah dan dia akhirnya dapat berolah raga tanpa harus khawatir

Dampak Demam ..., Melissa Astrid Wulan Ruru, FIB UI, 2013

Page 13: DAMPAK DEMAM PENDIDIKAN DAN RESPON PELAJAR DI …

dengan tekanan untuk menang. Di sekolah kompetisi ini berlangsung sangat sengit, pelajar

saling membanding-bandingkan nilai yang mereka peroleh. Jika ingin menang maka harus

memperoleh nilai terbaik dalam ujian.

Setelah melewati hari-hari di SMK, Jeha mengaku bahwa dia masih bingung dalam

mengambil keputusan untuk masuk sekolah apa. Menurut Jeha, kebudayaan Korea

membentuk masyarakatnya menjadi fokus terhadap latar belakang pendidikan seperti lulusan

universitas. Dia kembali teringat pesan ayahnya yaitu untuk kembali mempelajari pelajaran-

pelajaran sekolah umum seperti matematika. Jeha pun menyadari bahwa dia tidak boleh

meninggalkan pelajaran-pelajaran sekolah umum karena dia masih harus melanjutkan

pendidikannya ke tingkat universitas.

Berdasarkan kelima hasil wawancara dengan pelajar tingkat menengah  dilakukan oleh

Kim Suncheon dan Kim Jungha yang termuat dalam ���� 10�� �����  (2011),  di

atas dapat disimpulkan bahwa respons pelajar terhadap demam pendidikan terbagi ke dalam

respons positif dan negatif. Dari kelima pelajar tersebut, respons yang paling sering dialami

oleh pelajar adalah rasa cemas yang sering muncul dalam diri pelajar ketika dirinya tidak

belajar, rasa benci terhadap belajar oleh karena tekanan orang tua yang mengharuskan mereka

setiap hari ke tempat les tambahan dan memarahi mereka ketika memperoleh nilai buruk

dalam ujian, perasaan inferior ketika mereka dihadapkan dengan teman mereka yang

memperoleh nilai yang lebih tinggi daripada mereka. Hal tersebut menyebabkan munculnya

suatu lingkungan pertemanan yang tidak saling mempercayai karena adanya persaingan di

antara satu sama lain.

Selain membenci belajar, pelajar juga semakin malas untuk mengikuti pelajaran di

sekolah karena adanya di antara guru-guru sekolah yang mengekspresikan favoritisme mereka

terhadap pelajar-pelajar yang memiliki nilai yang baik. Pelajar-pelajar tersebut diberikan

kredit lebih dan diperlakukan sangat baik. Sedangkan mereka yang mempunyai nilai biasa-

biasa saja dan mereka yang mempunyai nilai di bawah rata-rata diperlakukan dengan

sewenang-wenang. Selain itu pelajar juga merasa bahwa mereka selalu kekurangan waktu.

Setiap harinya mereka harus mengikuti les tambahan dan mengulang lagi materi-materi yang

pelajari di rumah. Waktu bebas mereka hanyalah hari sabtu dan minggu, dibandingkan

menghabiskan waktu dengan teman, mereka lebih memilih untuk beristirahat karena selama

hari-hari sebelumnya mereka kurang memperoleh tidur yang cukup akibat les tambahan.

Menghadapi semua tantangan dan tekanan, pelajar-pelajar tersebut sering mempertanyakan

diri mereka mengenai apa alasan dan tujuan mereka belajar sedemikian kerasnya.

Dampak Demam ..., Melissa Astrid Wulan Ruru, FIB UI, 2013

Page 14: DAMPAK DEMAM PENDIDIKAN DAN RESPON PELAJAR DI …

Respons positif yang diberikan pelajar terhadap demam pendidikan adalah bahwa

mereka menyadari pentingnya pendidikan itu dan terciptanya lingkungan bersaing antar

pelajar. Demam pendidikan memacu mereka untuk terus meningkatkan kapasitas belajar

mereka dan menyemangati mereka untuk bersaing nilai dengan teman. Mereka juga semakin

dini mempersiapkan diri mereka untuk mengikuti ujian masuk universitas dan memikir

dengan matang mengenai pekerjaan mereka di masa yang akan datang. Mereka juga mulai

memikirkan dengan matang mengenai pekerjaan seperti apakah yang dapat menghasilkan

pendapatan yang besar sehingga mereka dapat hidup dengan nyaman di masa yang akan

mendatang.

Dibandingkan dengan respons positif, didapati bahwa pelajar memberikan respons

negatif yang lebih banyak. Pelajar mengakui bahwa demam pendidikan menciptakan suatu

lingkungan belajar dengan motivasi untuk bersaing yang tinggi. Namun persaingan tersebut

diikuti oleh pandangan masyarakat Korea mengenai apabila terdapat sebuah kompetisi, maka

kompetisi tersebut harus dimenangkan. Jika tidak menang dan bukan yang terbaik maka tidak

ada gunanya. Motivasi persaingan yang tinggi di dalam lingkungan belajar tersebut kemudian

berubah menjadi suatu lingkungan belajar dengan persaingan tidak sehat dan menyebabkan

tidak adanya kepercayaan antara pelajar. Di dalam lingkungan belajar tersebut semua orang

sama, tidak ada teman, yang ada hanyalah lawan bersaing.

Menurut pernyataan pelajar-pelajar tersebut, pelajar menginginkan kebebasan dalam

menentukan jalan hidup mereka. Mereka tidak ingin dipaksa untuk menuruti kemauan orang

tua mereka yang mengharuskan mereka untuk masuk ke dalam universitas karena kini tidak

semua pelajar menyetujui bahwa kesuksesan masa depan dapat ditentukan oleh universitas.

Ketika kebebasan tersebut tidak dapat mereka peroleh, mereka melakukan berbagai tindakan

menyeleweng seperti bolos dari les tambahan, pulang malam dan bahkan memutuskan untuk

berhenti dari sekolah atau bunuh diri. Pelajar lain ada yang berusaha mencari kebebasan

tersebut tanpa melakukan aksi yang merugikan diri sendiri melainkan dengan cara belajar ke

luar negeri. Ada juga yang menginnkan hidup mandiri dan berusaha untuk mencari pekerjaan

untuk menghidupi diri mereka dan membiayai mereka untuk berkreasi sesuai dengan yang

mereka inginkan. Pelajar kemudian menjadi berorientasi terhadap uang karena didikan orang

tua yang mengatakan bahwa asalkan ada uang maka segala sesuatu dapat diatasi.

Mereka juga menginginkan waktu lebih untuk diri mereka sendiri. Mereka ingin dapat

beristirahat selama yang mereka inginkan karena mereka lelah dengan semua les tambahan

yang harus mereka ikuti sepulang sekolah. Waktu selama satu minggu berlalu sangat cepat

dan mereka merasa selalu kekurangan waktu. Pada akhirnya mereka hanya menghabiskan

Dampak Demam ..., Melissa Astrid Wulan Ruru, FIB UI, 2013

Page 15: DAMPAK DEMAM PENDIDIKAN DAN RESPON PELAJAR DI …

waktu mereka untuk terus belajar. Mereka kemudian menjadi tidak peduli dengan lingkungan

pertemanan mereka dan mereka menggangap hubungan dengan lawan jenis hanyalah suatu

hal yang membuang-buang waktu. Pelajar seperti itu terus menghabiskan waktu sendiri dan

menyibukkan dirinya dengan belajar sehingga dijauhi oleh teman-temannya.

Pelajar Korea sudah menerima tekanan untuk terus meningkatkan kapasitas belajar

mereka dari usia yang sangat muda sehingga mereka tidak terlalu menyadari berlangsungnya

demam pendidikan di Korea karena mereka menganggap bahwa belajar dengan rajin

merupakan suatu kewajiban dan keharusan seorang anak. Di Korea terdapat sebuah stereotip

yang menyatakan bahwa SMK itu tidak baik dan mempunyai kemungkinan yang kecil untuk

memasukkan lulusannya ke dalam universitas. Hidup pelajar adalah milik pelajar itu

tersendiri. Sehingga keputusan berada di tangan pelajar tersebut. Setiap pelajar memiliki hak

untuk mengikuti kata hati dan melakukan hal yang mereka impikan.

KESIMPULAN

Demam Pendidikan adalah suatu fenomena unik yang pada umumnya berlangsung di

negara-negara Asia yang terkena pengaruh konfusianisme seperti Korea. Menurut hasil

diskusi penelitian Chung (1984); Kim (1986) dan Lee (2003), demam pendidikan dimengerti

sebagai semangat orang tua dalam memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak mereka

agar anak tersebut dapat memperoleh pekerjaan yang baik dan masa depan gemilang. Chung

(1984); Kim (1986) dan Lee (2003) juga berpendapat bahwa hal tersebut merupakan bentuk

investasi orang tua terhadap anak mereka. Ketika anak mereka pada akhirnya sukses, orang

tua juga akan memperoleh bagian dari kesuksesan tersebut. Selain itu, kesuksesan anak

merupakan kebangaan bagi orang tua.

Demam pendidikan di Korea berawal dari masuknya ajaran Konfusianisme ke Korea.

Berdasarkan pernyataan Kenneth B. Lee dalam bukunya yang berjudul Korea and East Asia;

The Story of The Phoenix, Konfusianisme masuk ke Korea pada abad ke 100 SM. Setelah

Konfusianisme menjadi ideologi negara, kepedulian masyarakat Korea terhadap pendidikan

meningkat. Semangat pendidikan ini juga distimulus oleh penjajahan Jepang dan bantuan

pendidikan yang diberikan Amerika Serikat kepada Korea. Setelah perkenalan suneung dalam

masyarakat, antusias orang tua dalam mengorganisir pendidikan anak dan tuntutan serta

tekanan yang dijatukan kepada pelajar mengalami peningkatan.

Dampak Demam ..., Melissa Astrid Wulan Ruru, FIB UI, 2013

Page 16: DAMPAK DEMAM PENDIDIKAN DAN RESPON PELAJAR DI …

Demam pendidikan di setiap negara berbeda karena demam pendidikan berasimilasi

dengan budaya yang ada dan menciptakan suatu kekhasan tersendiri bagi negara-negara yang

dipengaruhi. Di Korea demam pendidikan dapat dilihat dari proses persiapan para pelajar

untuk mengikuti ujian masuk universitas atau suneung. Persiapan ini biasanya dimulai

semenjak mereka masih balita. Para orang tua berusaha untuk memberikan pendidikan terbaik

bagi anak mereka semenjak usia dini yaitu dengan cara memasukkan mereka ke dalam tempat

les tambahan ataupun dengan menyekolahkan anak mereka di luar negeri.

Pelajar di Korea sudah mengenal bimbingan belajar semenjak mereka masih kecil,

entah itu bimbingan belajar bahasa Inggris, berenang, piano ataupun pelajaran sekolah. Sejak

kecil mereka juga sudah ditekankan mengenai pentingnya berhasil dalam ujian suneung. Oleh

sebab itu ketika mereka beranjak ke usia belia, mereka mencurahkan waktu mereka sebanyak

mungkin untuk belajar. Hal ini mendorong terciptanya suatu trend bimbingan belajar sebagai

kegiatan sehari-hari pelajar.

Berdasarkan penelitian penulis terhadap hasil wawancara terhadap lima pelajar tingkat

menengah yang bersekolah di daerah Gangnam, penulis mengambil mengambil kesimpulan

bahwa respons pelajar terhadap demam pendidikan di Korea lebih condong kearah negatif

daripada positif. Pelajar di daerah Gangnam merupakan pelajar yang mengalami demam

pendidikan yang paling kuat karena daerah Gangnam terkenal dengan tempat-tempat les

tambahannya. Bertumbuh di sebuah lingkungan yang dikelilingi oleh tempat les tambahan,

membentuk suatu lingkungan yang sudah terbiasa mengikutkan anak mereka ke dalam les-les

tambahan yang ditawarkan oleh daerah tersebut. Seperti yang dinyatakan oleh salah satu

pelajar yang telah diwawancarai, pelajar secara tidak langsung diharuskan untuk mengikuti

les tambahan agar dapat diterima dalam lingkungan. Tempat les tambahan tidak lagi sebatas

tempat untuk belajar, tetapi berkembang menjadi suatu tempat yag menentukan kapasitas

sosial seseorang. Masyarakat Korea tumbuh dengan pandangan bahwa semua orang pintar

mengikuti les tambahan, sehingga apabila ada diantara mereka yang mempunyi nilai tinggi,

tetapi tidak mengikuti les tambahan, maka dia akan dikucilkan dan dipandang arogan.

Sekolah menjadi suatu arena kompetisi nilai antara pelajar. Pelajar bersaing satu sama

lain untuk memperoleh nilai tertinggi. Persaingan antar teman pun tidak dapat dihalangi.

Walaupun persaingan tersebut merupakan persaingan yang sehat, tidak jarang persaingan

sehat tersebut menimbulkan iri hati kepada teman yang memperoleh nilai yang lebih tinggi.

Teman yang memperoleh nilai yang lebih rendah kemudian akan merasa inferior karena

perolehan nilainya yang rendah. Rasa iri hati yang dirasakan oleh pelajar bukan hanya

diperoleh dari kekalahannya dari seorang teman, namun didapatkan juga dari perbedaan

Dampak Demam ..., Melissa Astrid Wulan Ruru, FIB UI, 2013

Page 17: DAMPAK DEMAM PENDIDIKAN DAN RESPON PELAJAR DI …

perlakuan yang diterima dari guru. Banyak guru-guru yang menunjukan favoritismenya

terhadap pelajar yang mempunyai nilai yang tinggi. Mereka memberikan perlakuan khusus

bagi mereka yang mempunyai nilai tinggi seperti mudah memaafkan pelajar tersebut ketika

melakukan kesalahan, memberikan perhatian lebih bagi mereka dan memberikan pertanyaan-

pertanyaan kepada mereka karena dia yakin bahwa dengan kemampuan pelajar tersebut,

pertanyaan yang diajukan dapat dijawab dengan mudah. Perilaku khusus yang diberikan oleh

guru-guru tersebut menimbulkan kebencian dari pelajar-pelajar dengan nilai rendah yang

dipandang sebelah mata oleh guru-guru tersebut. Pelajar-pelajar tersebut kemudian menjadi

malas untuk mengikuti pelajaran guru-guru yang pilih kasih tersebut. Banyak dari mereka

yang menghabiskan waktu mereka dengan tidur di kelas atau membaca buku lain secara diam-

diam. Ketika tindakan mereka ketahuan oleh guru tersebut pun, guru tersebut tidak menegur

mereka karena dia lebih menyukai jika mereka tenang dan tidak menggangu proses belajar

sehingga tidak menghambat pelajar lainnya.

Hal yang juga perlu ditekankan dari hasil penelitian ini adalah bahwa pelajar Korea

sudah tidak lagi merasakan kesenangan dalam belajar. Belajar bagi mereka kini hanyalah

sebagai suatu keharusan. Banyak dari mereka yang sering mempertanyakan kembali apa

tujuan mereka belajar. Mereka mengalami kekosongan dalam kehidupan belajar mereka.

Tekanan yang terus berdatangan dari berbagai pihak mendorong mereka berusaha untuk

mencari kebebasan. Ada diantara mereka yang mencari kebebasan dengan memasuki sekolah

kejuruan karena merasa tidak nyaman dengan sekolah umum yang digambarkan seperti

sebuah penjara. Ada juga yang mencari kebebasan itu dengan pergi belajar di luar negeri.

Berdasarkan analisis terhadap hasil wawancara terhadap kelima pelajar tingkat

menengah yang dilakukan oleh Kim Suncheon dan Kim Jungha yang termuat dalam����

10�� ����� (2011), penulis memperoleh kesimpulan bahwa demam pendidikan yang

berlangsung di Korea hingga saat ini memberikan dampak negatif yang lebih banyak

dibandingkan dengan dampak positifnya terhadap pelajar. Dampak-dampak negatif yang

dialami oleh pelajar menyebabkan para pelajar memberikan banyak respons negative terhadap

demam pendidikan. Oleh karena itu, penulis berharap pemerintah Korea dapat mengeluarkan

kebijakan-kebijakan baru yang dapat mengurangi demam pendidikan yang berlangsung di

Korea sehingga pelajar Korea sejahtera dan kembali menemukan kebahagian mereka serta

tujuan mereka untuk pelajar, bukan karena pengaruh orang tua melainkan jawaban yang

mereka peroleh sendiri.

Dampak Demam ..., Melissa Astrid Wulan Ruru, FIB UI, 2013

Page 18: DAMPAK DEMAM PENDIDIKAN DAN RESPON PELAJAR DI …

Daftar Referensi

Buku ���,  ���.  (2011).  ����  10��  �����.  ���:  ������.    ���,  ���,  ���,  ���.  (2011).  ��  ��  ���  ��  3.  ��:  �����    ���.  (1985).  ���  ���  ���  ��  ���.  ��:  ���    Choi, Wan Gee. (2006). The Traditional Education of Korea. Korea: Ewha Womans

University Press. Kim, Jasper. (2005). Crisis adn Change: South Korea in a Post-1997 New Era. Korea: Ewha

Womans University Press. Lee, E-Wha. (2001). Korea’s Pastimes and Customs: a Social History. Cina: Lee E-Wha and

Hangilsa Publishing Co., Ltd. Lee, Kenneth B. (1997). Korea and East Asia: The Story of a Phoenix. AS: Praeger. Meijer, Maarten. (2005). What’s So Good about Korea, Maarten?. Korea: HYEONAMSA

PUBLISHING Co.,Ltd. Noh, Tae Don. (2004). Korean History:Discover of Its Characteristics and Developments.

Korea: Hollym International Corp. Seth, Michael J. (2002). Education Fever: Society, Politics, and The Pursuit of Schooling in

South Korea. Honolulu: University of Hawai’i Press. Shim, Youn-ja., Kim, Min-Sun., Martin, Judith N.(2008). Changing Korea: Understanding

Culture and Communication. New York: Peter Lang. Shin, Hyong Sik. (2005). A Brief History of Korea. Korea: Ewha Womans University Press. Jurnal Bae, Sang Hoon, Kim, Hyun Chul, Lee, Cheol Won, Kim, Hong Won. (2009). The

relationship between after-school program participation and student’s demographic backround. April 5, 2013. http://eng.kedi.re.kr/khome/eng/kjep/pubList.do#

Kim, Kyung Hee. (2007). Exploring the Interactions between Asian Culture (Confucianism) and Creativity. Journal of Creation Behaviour, Vol. 41, No. 1, 28-53.

Kim, Juhu, Lee, Jong-gak, Lee, Soo-kwang. (2005). Understanding of Education Fever in Korea. April 5, 2013. http://eng.kedi.re.kr/khome/eng/kjep/pubList.do#

Lee, Chong-Jae. (2005). Perspective: Korean Education Fever and Private Tutoring. April 5, 2013. http://eng.kedi.re.kr/khome/eng/kjep/pubList.do#

Lim, Hyun Soo. (2007). A Religious Analisis of Education Fever in Modern Korea. Juni 8 2013. Korea Journal

Lee, J.K. “Educational Fever and South Korean Higher Education.” Revista Electronica de Investigacion y Educativa, 8 (1) (18 Agustus 2005). 12 January 2013. http://redie.uabc.mx/vol8no1/contents-lee2.html

Lee, Soojeong, Shouse, Roger.C. (2008). Is education fever treatable?: Case studies of first-year Korean students in an American university. April 5 2013. http://eng.kedi.re.kr/khome/eng/kjep/pubList.do#

Nakamura, Takayasu. (2005). Educational System and Parental Education Feer in Contemporary Japan: Comparison with the Case of South Korea. April 5, 2013. http://eng.kedi.re.kr/khome/eng/kjep/pubList.do#

Dampak Demam ..., Melissa Astrid Wulan Ruru, FIB UI, 2013

Page 19: DAMPAK DEMAM PENDIDIKAN DAN RESPON PELAJAR DI …

Sohn, Heekwon, Lee, Donghwan, Jang, Sunhwa, Kim, Tae Kyun. (2010).Longitudinal relationship among private tutoring, student-parent conversation, andstudent achievement. April 5, 2013. http://eng.kedi.re.kr/khome/eng/kjep/pubList.do#

Sorensen, Clark W. (1994). Success and Education in South Korea, Vol. 38, No. 1, 10-35. Comperative Eduation Review.

Suen, Hoi K. (2005). The hidden cost of education fever: Consequences of the Keju-driven education fever in ancient China. Maret 8, 2013. http://suen.ed.psu.edu.

Internet Ames, Roger T., Rosemont Jr, Henry.(n.d.). The Analects of Confucius: A Philosophical

Translation. New York: The Ballantine Publishing Group. (diakses 19 Juni 2013). https://www.eastwestcenter.org/fileadmin/resources/education/asdp_pdfs/Analects_of_Confucius1-small.pdf

Banyak Ayah di Korea Selatan Kesepian. Kompas.com. (18 Mei 2012). diakses 2 Maret 2013. http://nasional.kompas.com/read/2012/05/18/09115676/Banyak.Ayah.di.Korea.Selatan.Kesepian

KICE.(n.d.). College Scholastic Ability Test. Seoul. diakses 26 Febuari 2013. http://kice.re.kr/en/contents.do?contentsNo=149&menuNo=405

Ly, Phuong. “A Wrenching Choice.” Washington Post ( 9 January 2001). diakses 08 November 2012. www.washingtonpost.com/wp-dyn/content/discussion/2005/03/30/D120050330025533.html

Norimitsu, Onishi. “For English Studies, korea Say Goodbye to Dad.” The New York Times (8 Juni 2008). diakses 8 November 2012. www.travel.nytimes.com/2008/06/08/world/asia/08geese.html?ref=newzealnd&5=0

Yoo, Eun Lee. “Four consecutive suicides in KAIST baffle Koreans”. Asiancorresponsdent.com (8 April 2011). diakses 26 Febuari 2013. http://asiancorresponsdent.com/

Dampak Demam ..., Melissa Astrid Wulan Ruru, FIB UI, 2013