Upload
dangkiet
View
230
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN ………………………………………………..………… i
SAMPUL DALAM ……………………………………………………..….. ii
PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM ………………………… iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………..………… iv
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI………………… v
KATA PENGANTAR ………………………………………….………..… vi
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ………………………………..…… ix
DAFTAR ISI …………………………………………………………..……. x
ABSTRAK ………………………………………………………..…………. xiii
ABSTRACT .................………………………………………………..……….…… xiv
BAB I Pendahuluan …………………………………………..…………… 1
1.1 Latar Belakang Masalah……………………………………………...... 1
1.2 Rumusan Masalah ..……………………………………..……............ 6
1.3 Ruang Lingkup Masalah ..……………………………..……............. 6
1.4 Orisinalitas Penelitian ………………………………………….......... 7
1.5 Tujuan Penelitian………..…………………………………………..... 8
1.5.1 Tujuan Umum …………………………………..…………… 8
1.5.2 Tujuan Khusus …………………………………..…………… 8
1.6 Manfaat Penelitian ……….……………………………….………….. 9
1.6.1 Manfaat Teoritis ……………………………………………… 9
1.6.2 Manfaat Praktis ….…………………..……………..………… 9
1.7 Landasan Teoritis ………………………………………….…………. 10
1.8 Metode Penelitian……………………………………………………… 17
1.8.1 Jenis Penelitian ………………………………………………. 17
1.8.2 Jenis Pendekatan …………………………………………….. 18
1.8.3 Sifat Penelitian ………………………………………………. 19
1.8.4 Sumber Data ………………………………………………….. 19
1.8.5 Teknik Pengumpulan Data …..……………………………….. 20
1.8.6 Teknik Analisis ………………………………………………. 21
BAB II Tinjauan Umum Tentang Kredit Dan Lembaga Perkreditan
Desa (LPD) ......................................................................................... 22
2.1 Tinjauan Umum Tentang Kredit …………………………………….. 22
2.1.1 Pengertian Kredit …………………………………………….. 22
2.1.2 Prinsip-Prinsip Kredit………………………………………… 23
2.1.3 Jenis-Jenis Kredit……………………………………………… 28
2.1.4 Tujuan dan Fungsi Pemberian Kredit………………………… 32
2.2 Tinjauan Umum Tentang Lembaga Perkreditan Desa (LPD)………… 35
2.2.1 Pengertian LPD ………………………………………………. 35
2.2.2 Landasan Yuridis Pengaturan LPD ………………………….. 36
2.2.3 Prinsip Perkreditan LPD……………………………………… 38
2.2.4 Tujuan Pembentukan LPD …………………………………… 39
BAB III Tanggung Jawab Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat
Tegal Dalam Hal Pihak Debitur Wanprestasi ……………………. 43
3.1 Prosedur Pemberian Kredit ………………………………………….. 43
3.2 Jaminan Pemberian Kredit ..………………………………………… 49
3.3 Tanggung Jawab LPD Desa Adat Tegal Dalam Hal Pihak Debitur
Wanprestasi …………………………..……………………………… 52
BAB IV Upaya Penyelesaian Wanprestasi Bagi Debitur Yang Berasal
Dari Luar Desa Pekraman Oleh LPD Desa Adat Tegal ………… 59
4.1 Faktor-faktor Penyebab Kredit Bermasalah ……………………….. 59
4.2 Upaya Penyelesaian Jika Terjadi Wanprestasi Bagi Debitur Yang
Berasal Dari Luar Desa Pekraman Oleh LPD Desa Adat Tegal
…………………………………………………..…………………… 61
BAB V Penutup …………………………………………………………….. 64
5.1 Kesimpulan ……………………………………………………… 64
5.2 Saran .……………………………… ……………………………. 65
DAFTAR BACAAN
DAFTAR INFORMAN
LAMPIRAN-LAMPIRAN
RINGKASAN SKRIPSI
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul Pemberian Kredit Oleh Lembaga Perkreditan Desa
(LPD) Kepada Warga Luar Desa Pekraman Setempat Pada LPD Desa Adat Tegal
Darmasaba. Dalam tulisan ini membahas tentang bagaimana tanggung jawab
Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Tegal dalam hal pihak debitur
wanprestasi dan bagaimana upaya penyelesaian wanprestasi bagi debitur yang
berasal dari luar desa pekraman oleh Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat
Tegal.
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan
penelitian hukum empiris. Dalam hal ini penulis melakukan penelitian di lapangan
yaitu di Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Tegal. Jenis pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (the
statueapproach) dan pendekatan fakta.
Hasil dari penelitian skripsi ini berupa tanggung jawab LPD dalam hal
pihak debitu wanprestasi yaitu LPD bertanggung jawab secara kelembagaan atau
secara pribadi. Serta upaya penyelesesaian wanprestasi yang dilakukan oleh warga
luar desa pekraman adalah dengan upaya-upaya pendekatan yang bersifat
perdamaian bagi debitur yang bermasalah. Skripsi ini memberikan saran agar
dalam memberikan suatu fasilitas kredit kepada warga desa maupun warga luar
desa, LPD harus tetap memperhatikan peraturan yang mengaturnya agar tidak
terjadi masalah dikemudian hari.
Kata Kunci : Pemberian Kredit, Desa Pekraman, Lembaga Perkreditan Desa
ABSTRACT
This thesis titled Lending By Village Credit Institutions (LPD) Residents
told Local Pekraman Rural Affairs In LPD Desa Adat Tegal Darmasaba. In this
paper discusses how the responsibility Institutions Credit Desa (LPD) Desa Adat
Tegal in giving credit to residents outside the village local pekraman and how the
completion of lending to pekraman local residents outside the village by Village
Credit Institutions (LPD) Desa Adat Tegal.
The method used in writing this essay using research empirical law. In this
case I do research in a field that is in Village Credit Institutions (LPD) Desa Adat
Tegal. Kind of approach used in this study is the approach of legislation (the
statueapproach) and approach the facts.
The results of this thesis research in the form of responsibility in terms
LPD granting credit to residents outside of the village was in a state of default
namely the approach, provide a letter of warning and do seller asset guarantees
from the borrower. As well as breach of contract committed completion by
residents outside the village Pekraman is with the efforts of an approach that is
peace for troubled borrowers. This thesis provides suggestions for in provide a
credit facility to the villagers and residents outside the village, LPD must observe
the rules that govern it in order to avoid problems at a later time.
Keywords: Credit, Rural Credit Institutions (LPD), Residents outside the village
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada dewasa ini ekonomi di Indonesia dipenuhi dengan persaingan dan
kondisi yang menyebabkan bank-bank umum maupun lembaga-lembaga
keuangan dan Lembaga Perkreditan Desa yang selanjutnya disebut dengan LPD,
bersaing untuk menghimpun dana dari masyarakat dan disalurkan kembali ke
masyarakat dalam bentuk kredit. Sumber dana LPD yang berasal dari masyarakat
berupa tabungan dan deposito. Tabungan merupakan simpanan masyarakat yang
penarikannya dapat dilakukan sewaktu-waktu pada saat diperlukan dan menurut
persyaratan tertentu yang telah ditetapkan, dan penarikannya tidak dapat
menggunakan cek atau bilyet giro, sedangkan deposito adalah simpanan yang
penarikannya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian antara
nasabah dan bank.
Sejalan dengan semakin berkembang dengan pesatnya kegiatan ekonomi
di pedesaan, transaksi antara pihak yang mempunyai kelebihan dana dan pihak
yang kekurangan dana akan menjadi lebih mudah dengan kehadiran pihak
perantara yang dikenal dengan lembaga keuangan, salah satunya adalah LPD.
Pada prinsipnya sifat usaha LPD dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) yaitu,
kegiatan penghimpun dana, kegiatan penggunanaan dana dan kegiatan pemberian
jasa. Dari kegiatan penghimpunan dana, LPD mengumpulkan dana dari
masyarakat, dana ini merupakan hutang bagi LPD dan LPD wajib membayarnya
dengan berupa bunga dari dana masyarakat tersebut.
Dengan lancarnya pembayaran kredit dan tidak terjadinya kredit macet,
mempengaruhi kesehatan LPD serta kemampuan menghasilkan keuntungan.
Pengelolaan kredit bagi sebuah lembaga keuangan adalah suatu hal yang penting
dilakukan agar kreditnya berjalan dengan baik dan meminimalkan hal-hal yang
mungkin terjadi diluar perhitungan. Dalam hal ini diperlukan suatu manajemen
kredit yang merupakan pengelolaan kredit yang baik mulai dari perencanaan
jumlah kredit, penentuan suku bunga, prosedur pemberian kredit, analisis
pemberian kredit, sampai pada pengendalian dan pengawasan kredit yang macet.
Dalam rangka untuk menjamin dan melindungi hak-hak karakteristik dari
Desa Pekraman, termasuk kaitannya dengan hak otonom Desa Pekraman dalam
mengelola potensi keuangannya, Pemerintan Provinsi Bali telah menerbitkan
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perubahan kedua
atas Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002 tentang Lembaga
Perkreditan Desa dengan maksud untuk mengisi kekosongan hukum berkenaan
dengan fungsi-fungsi pengelolaan keuangan Desa.
Dalam pembangunan ekonomi Indonesia, bidang hukum meminta dengan
serius dalam pembinaan hukumnya, diantaranya adalah lembaga jaminan.
Pembinaan hukum dalam bidang hukum jaminan merupakan konsekuensi logis
dan perwujudan tanggung jawab pembinaan hukum dalam bidang perdagangan,
perindustrian, perseroan, pengangkutan dan kegiatan-kegitan tersebut manjadi
kebutuhan rakyat sehingga memerlukan fasilitas kredit dalam usahanya, para
pemberi modal memberikan syarat adanya jaminan dalam perberian kredit demi
keamanan dan kepastian hukum.
Menurut H. Salim HS dalam bukunya Perkembangan Hukum Jaminan Di
Indonesia, mengatakan bahwa hukum jaminan adalah
“ Keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara
pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan
untuk mendapatkan fasilitas kredit.”
Unsur-unsur yang terkandung dalam definisi tersebut adalah
1. Adanya kaidah hukum
2. Adanya pemberi dan penerima jaminan
3. Adanya jaminan
4. Adanya fasilitas kredit. 1
Berdasarkan hasil analisis terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang jaminan maupun kajian terhadap berbagai literature tentang
jaminan, maka ditemukan 5 (lima) asas penting dalam hukum jaminan, sebagai
berikut :
1. Asas Publicitet
2. Asas Specialitet
3. Asas Tak Dapat Dibagi-bagi
1 H.Salim HS, 2004, Perkembangam Hukum Jaminan di Indonesia, Raja Grapindo Persada,
Jakarta, hal. 6
4. Asas Inbezittstelling
5. Asas Horizontal. 2
Adapun lembaga jaminan yang ada adalah :
1. Gadai
2. Hak Tanggungan
3. Jaminan Fidusia
4. Hipotek (bukan tanah)
5. Penanggungan / borg tocht (jaminan perorangan) 3
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di dunia, dalam memberikan
pinjaman/ kredit Bank tersebut menerapkan Jaminan Fidusia, begitu pula halnya
dengan Lembaga Perkreditan Desa di Desa Pekraman yang selanjutnya akan
disingkat dengan (LPD-DP) sebagai salah satu bentuk usaha untuk meningkatkan
taraf hidup karma desa. Adapun usaha-usaha LPD dilakukan dengan tujuan :
a. Mendorong pembangunan ekonomi masyarakat desa melalui kegiatan
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentu tabungan dan deposito ;
b. Memberantas ijon, gadai gelap, dan lain-lain yang dapat dipersamakan dengan
itu;
c. Menciptakan pemerataan kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan
kerja bagi karma desa;
d. Meningkatkan daya beli dan melancarkan lalu lintas pembayan uang di desa. 4
2 Ibid, hal. 9
3 Khasadi, 2006, Materi Hukum jaminan, Program studi Magister Kenotariatan Universitas
Diponegoro, Semarang, hal. 5
Untuk mencapai tujuan tersebut, LPD melakukan kegiatan usaha menurut
Pasal 7 Peraturan Daerah Bali Nomor 4 Tahun 2012 yaitu :
a. Menerima/menghimpun dana dari karma desa dalam bentuk tabungan dan
deposito
b. Memberikan pinjaman hanya kepada karma desa
c. Menerima pinjaman dari lembaga-lembaga keuangan maksimum sebesar
100% dari jumlah modal, termasuk cadangan dan laba ditahan, kecuali
batasan lain dalam jumlah pinjaman atau dukungan/bantuan dana
d. Menyimpan kelebihan likuiditas pada BankPembangunan Daerah Bali (BPD
Bali) dengan imbalan bunga bersaing dan pelayanan yang memadai. 5
Dalam hal ini lebih ditekankan pada usaha LPD dalam hal utang/piutang
yaitu dalam pemberian pinjaman (kredit) terhadap anggota masyarakat desa. Pada
dasarnya setiap orang dapat melakukan perjanjian dengan siapa saja yang
dikehendaki sepanjang orang tersebut tidak dilarang oleh undang-undang, begitu
juga dengan pemberian kredit dapat diberikan kepada siapa saja asal memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan. Namun dalam PERDA Bali No.4 Tahun 2012
tentang Lembaga Perkreditan Desa (LPD), pada pasal 2 ayat (1) menyatakan LPD
merupakan badan usaha keuangan milik Desa yang melaksanakan kegiatan di
lingkungan desa dan untuk karma desa. Dan dipertegas lagi dalam pasal 7 ayat (1)
sub b menyatakan “memberikan pinjaman hanya pada karma desa”.
4 Pemerintah Provisi Bali, 2008, Profile Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Daerah Bali, PT
Bank BPD Bali, Denpasar, hal. 9
5 I Nyoman Nurjaya, 2011, Landasan Teoritik Pengaturan LPD; “Sebagai Lembaga Kuangan
Komunitas di Bali”, Udayana University Press, Denpasar, Hal.37
Namun dalam prakteknya LPD tidak hanya memberikan kredit kepada
warga desa tetapi juga pada warga luar desa pekraman setempat, hal ini
bertentangan dengan PERDA Provinsi Bali No.4 Tahun 2012 tentang Lembaga
Perkreditan Desa. Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka
dilakukan penelitian untuk mengangkat masalah diatas dalam bentuk karya ilmiah
skripsi dengan judul : “Pemberian Kredit Oleh Lembaga Perkreditan Desa
(LPD) Kepada Warga Luar Desa Pekraman Setempat Pada LPD Desa Adat
Tegal Darmasaba”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, adapun rumusan masalah yang akan dibahas
adalah :
1. Bagaimana tanggung jawab Lembaga Perkreditan Desa (LPD) dalam hal
pihak debitur wanprestasi ?
2. Bagaimana upaya penyelesaian wanprestasi bagi debitur yang berasal dari
luar Desa Pekraman oleh LPD Desa Adat Tegal Darmasaba ?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Perlu kiranya untuk memberikan penegasan dan batasan-batasan mengenai ruang
lingkup masalah yang akan diuraikan nanti, hal ini dimaksudkan untuk mencegah
agar materi tidak menyimpang dari pokok permasalahan sehingga pembahasan
dapat terarah dan diuaraikan secara sistematis. Adapun ruang lingkup yang akan
dibahas adalah :
1.3.1 Bagaimana tanggung jawab Lembaga Perkreditan Desa (LPD) dalam hal
pihak debitur wanprestasi.
1.3.2 Bagaimana upaya penyelesaian wanprestasi bagi debitur yang berasal dari
luar Desa Pekraman oleh Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat
Tegal Darmasaba.
1.4 Orisinalitas Penelitian
Guna menunjukan keaslian atau orisinalitas dari tulisan skripsi ini, maka dapat
saya tunjukan beberapa tulisan skripsi tentang pemberian kredit yang telah
ditulis oleh para penulis sebelumnya yang pada dasarnya dari segi substansi
berbeda dengan tulisan saya ini. Adapun beberapa tulisan tersebut adalah
sebagai berikut :
No Nama Judul Skripsi Rumusan Masalah
1. Ida Ayu Urmila
Dewi Manuaba
Fakultas Hukum
Universitas Udayana
Pemberian Kredit
Tanpa Jaminan
Kepada Masyarakat
Adat Dari Lembaga
Perkreditan Desa
(Studi Di LPD Desa
Pekraman
Peguyangan)
1. Apakah dibenarkan
jika Lembaga
Perkreditan Desa
(LPD) memberikan
kredit kepada warga
diluar Desa Adat
Lembaga
Perkreditan Desa
(LPD) tersebut ?
2. Bagaimanakah
langkah-langkah
yang ditempuh oleh
Lembaga
Perkreditan Desa
(LPD) Desa
Pekraman
Peguyangan
terhadap pemberian
kredit tanpa jaminan
dalam hal debitur
wanprestasi ?
2. A.A Ngurah
Pranajaya
Fakultas Hukum
Universitas Udayana
Akta Pengikatan
Jaminan Dalam
Pemberian Kredit
Oleh Lembaga
Perkreditan Desa
(Studi Kasus di
Kabupaten Badung)
1. Bagaimana bantuk
akta pengikatan
jaminan dalam
pemberian kredit
oleh LPD ?
2. Bagaimana upaya
penyelesaian dalam
hal terjadinya kredit
macet di LPD ?
3. Ni Putu Eni
Sulistyawati
Fakultas Hukum
Universitas Udayana
Pemberian Kredit
Oleh Lembaga
Perkreditan Desa
(LPD) Kapada Warga
Luar Desa Pekraman
Setempat (Studi Di
LPD Desa Adat Tegal
Darmasaba)
1. Bagaimana
tanggung jawab
Lembaga
Perkreditan Desa
(LPD) dalam hal
pihak debitur
wanprestasi ?
2. Bagaimana upaya
penyelesaian
wanprestasi bagi
debitur yang berasal
dari luar Desa
Pekraman oleh LPD
Desa Adat Tegal ?
1.5 Tujuan Penelitian
Setiap penulisan karya ilmiah wajib menunjukan suatu tujuan yang dapat
dipertanggung jawabkan. Adapun tujuan dari penelitian ini ialah :
1.5.1 Tujuan Umum
1. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai mekanisme
pemberian kredit kepada warga luar desa oleh Lembaga Perkredita
Desa (LPD) beserta permasalahan yang timbul karenanya.
2. Untuk mengetahui tentang jaminan dalam pemberian kredit di
Lembaga Perkreditan Desa (LPD).
3. Untuk mengetahui tentang pola-pola pemberian kredit yang dilakukan
oleh Lembaga Perkreditan Desa kepada warga/karma desa setempat.
3.5.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab Lembaga Perkreditan
Desa (LPD) dalam hal pihak debitur wanprestasi.
2. Untuk mengetahui bagaimana upaya penyelesaian wanprestasi bagi
debitur yang berasal dari luar Desa Pekraman oleh LPD Desa Adat
Tegal.
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penulisan karya ilmiah ini yaitu sebagai berikut :
1.6.1 Manfaat Teoritis
1. Sebagai sumbangan pemikiran untuk menemukan prinsip-prinsip dan
asas-asas dalam masalah pemberian kredit oleh Lembaga Perkreditan
Desa (LPD).
2. Sebagai sumbangan pemikiran dalam upaya pengembangan keilmuan
khususnya dalam masalah kredit oleh LPD, sehingga menjadi dasar
pemikiran yang teoritis dan memberikan kontribusi bagi kalangan
akademis.
1.6.2 Manfaat Praktis
1. Sebagai sumbangan pemikiran kepada LPD agar dalam memberikan
kredit memperhatikan aturan-aturan yang terkait dalam
pelaksanaannya, sehingga dapat mengurangi terjadinya masalah yang
timbul dikemudian hari.
2. Sebagai sumbangan pemikiran terhadap penyelesaian masalah yang
timbul dalam pemberian kredit oleh LPD (Lembaga Perkreditan Desa)
1.7 Landasan Teoritis
Sebelum sampai pada pokok permasalahan, maka diuraikan beberapa
landasan teoritis yang dipergunakan untuk menunjang pembahasan pokok
permasalahan. Dari landasan teoritis tersebut diharapkan mampu memperjelas dan
dapat mendukung permasalahan serta alternative pemecahan.
a. Tinjaun Mengenai Perjanjian dan Perjanjian Kredit
Perjanjian sebagaimana didefinisikan oleh ketentuan pasal 1313
KUHPerdata berbunyi “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Selanjutnya Subekti memberikan definisi perjanjian adalah “suatu
peristiwa dimana seorang berjanji pada orang lain atau dimana dua orang itu
saling berjanji untuk melaksakan sesuatu hal”.6 Dari pengertian tersebut dapat
dipahami bahwa perjanjian dengan demikian mengikat para pihak secara hukum
untuk mendapatkan hak atau melaksanakan kewajiban yang ditentukan dalam
perjanjian tersebut.
6 R. Subekti, 1996, Hukum Perjanjian, Cet. Xvi, PT Intermasa, Jakarta, hal.1
Syarat sahnya suatu perjanjian secara umum diatur dalam pasal 1320
KUHPerdata yang menyebutkan, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4
syarat yaitu : 7
1. Sepakat mereka yang mengikatan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal.
Dalam penulisan ini perjanjian yang dimaksud adalah perjanjian kredit.
Pengertian perjanjian kredit memang tidak diatur secara khusus dalam
KUHPerdata maupun dalam Undang-Undang, namun mengenai pengertian kredit
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dalam Pasal 1 angka
11 menyatakan bahwa Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan penjiam-
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemberian kredit merupakan salah satu
bentuk penyaluran dana.
Berdasarkan pengertian diatas, adapun unsur-unsur kredit adalah sebagai
berikut : 8
1. Penyediaan uang sebagai hutang oleh pihak bank.
7 Ibid hal.17
8 Abdul Kadir Muhammad dan Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan
Pembiayaan, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hal. 59
2. Tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang sebagai
pembiayaan, misalnya pembiayaan pembuatan rumah atau pembelian
kendaraan.
3. Kewajiban pihak peminjam (debitur) melunasi hutangnya menurut
jangka waktu disertai pembayaran bunga.
4. Berdasarkan persetujuan pinjam meminjam uang antara bank dan
peminjam (debitur) dengan persyaratan yang disepakati bersama.
Mengenai perjanjian kredit, perjanjian ini merupakan perjanjian yang tidak
diatur dalam KUHPerdata. Perjanjian kredit merupakan perjanjian yang
berkembang di masyarakat sesuai dengan asas kebebasan berkontrak yang diatur
dalam pasal 1888 KUHPerdata. Pada hakikatnya, perjanjian atau pemberian kredit
sama halnya dengan perjanjian pinjam-meminjam uang atau barang seperti yang
diatur dalam KUHPerdata. Mengenai perjanjian pinjam-meminjam pengaturannya
terdapat dalam Pasal 1754 Buku III BAB XIII KUHPerdata yang menyatakan
sebagai berikut:
“Perjanjian pinjam-meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak
yang satu memberikan kepada pihak lain suatu jumlah tertentu barang-
barang yang menghabiskan karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak
yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah uang yang sama dari jenis
dan mutu yang sama pula.”
Dari ketentuan pasal tersebut menunjukan bahwa seseorang yang
meminjam uang atau barang tertentu kepada pihak lain, ia akan memberikan
kembali sejumlah uang atau barang yang sama sesuai dengan persetujuan yang
telah disepakati.
Salah satu usaha perbankan yang paling dominan dibandingkan dengan
usaha-usaha lainnya adalah usaha pemberian kredit. Begitu pula halnya dengan
usaha yang dilakukan oleh Lembaga Perkredita Desa, keuntungan suatu bank atau
LPD lebih banyak bersumber dari pemberian kredit kepada nasabahnya. Dalam
pasal 3 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, fungsi utama
Perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dana dan penyalur dana
masyarakat.
Berbeda halnya dengan Lembaga Perkreditan Desa yang dasar
pengaturannya adalah PERDA Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2012 tentang
Perubahan atas PERDA Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002 tentang Lembaga
Perkreditan Desa yang mana pada Pasal 1 angka 9 disebutkan bahwa LPD adalah
Lembaga keuangan milik desa yang bertempat di desa. Selanjutnya pada pasal 2
ayat (1) yang berbunyi, Lembaga Perkreditan Desa merupakan badan usaha
keuangan milik desa yang melaksanakan kegiatan di lingkungan desa dan untuk
karma desa. Pernyataan ini dipertegas dalam pasal 7 ayat (1) sub b yang
menyebutkan “memberikan pinjaman hanya pada karma desa”. Lembaga
Perkreditan Desa (LPD) merupakan milik, dioprasikan dan digunakan masyarakat
pedesaan (desa pekraman) yaitu kekuasaan tertinggi dalam kelembagaan terletak
pada paruman desa (rapat desa).
b. Teori Tanggung Jawab
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tanggung jawab adalah
kewajiban menanggung segala sesuatunya bila terjadi apa-apa boleh dituntut,
dipersalahkan, dan diperkarakan. Titik Triwulan, memberikan definisi
pertanggungjawaban harus mempunyai dasar, yaitu hal yang menyebabkan
timbulnya hak hukum bagi seorang untuk menuntut orang lain sekaligus berupa
hal yang melahirkan kewajiban hukum orang lain untuk memberi
pertanggungjawabannya.9 Selanjutnya dalam Hukum Internasional, setiap
perbuatan yang merugikan pihak lainnya harus bertanggung jawab dengan cara
membayar ganti rugi atau kompensasi.10
Ada dua istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban dalam kamus
hukum, yaitu liability dan responsibility. Liability merupakan istilah hukum yang
luas yang menunjuk hampir semua karakter resiko atau tanggung jawab, yang
pasti, yang bergantung atau yang mungkin meliputi semua karakter hak dan
kewajiban secara actual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya
atau kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang.
Sedangkan responsibility yaitu hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu
kewajiban. Dalam pengertian dan penggunaan praktis, istilah liability menunjuk
pada pertanggungjawaban hukum, yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang
dilakukan oleh subyek hukum, sedangkan istilah responsibility menunjuk pada
pertanggungjawaban politik.11
9 Titik Triwulan dan Shinta Febrian, Perlindungan Hukum bagi Pasien, Prestasi Pustaka,
Jakarta, 2010, hal. 48
10
Huala Adolf, 2002, Aspek-Aspek Negara dalam Hukum InternasionaI, Rajawali Pers,
Jakarta, hal. 87
11 Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal.335-
337
Mengenai persoalan pertanggung jawaban pejabat menurut Kranenburg
dan Vegtig ada dua teori yang melandasinya, yaitu :
1. Teori fautes personalles, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian
terhadap pihak ketiga dibebankan kepada pejabat yang karena tindakannya itu
telah menimbulkan kerugian. Dalam teori ini beban tanggung jawab ditujukan
pada manusia selaku pribadi.
2. Teori fautes de services, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian
terhadap pihak ketiga dibebankan pada instansi dari pejabat yang
bersangkutan. Menurut teori ini tanggung jawab dibebankan kepada jabatan.
Dalam penerapannya, kerugian yang timbul itu disesuaikan pula apakah
kesalahan yang dilakukan itu merupakan kesalahan berat atau kesalahan
ringan, dimana berat dan ringannya suatu kesalahan berimplikasi pada
tanggung jawab yang harus ditanggung.12
Umumnya setiap orang harus bertanggung jawab atas perbuatan yang telah
dilakukannya, maka dari itu bertanggung jawab dalam pengertian hukum berarti
suatu keterikatan. Apabila tanggung jawab hukum hanya dibatasi pada hukum
perdata saja maka orang hanya terikat pada ketentuan-ketentuan yang mengatur
hubungan hukum diantara mereka.13
Dasar gugatan untuk tanggung jawab dapat dilakukan berdasarkan 3 (tiga)
teori tanggung jawab, yaitu tanggung jawab berdasarkan kelalaian/kesalahan
12 Ibid, hal.365
13
Bernadette M.Waluyo, 1997, Hukum Perlindungan Konsumen, Rajawali Pers, Jakarta,
hal.15
(negligence), tuntutan berdasarkan ingkar janji atau wanprestasi (breach of
warranty) dan tanggung jawab mutlak (strict product liability).14
c. Teori Penyelesaian
Secara umum penyelesaian sengketa dapat digolongkan ke dalam dua cara,
yaitu penyelesaian sengketa melalui jalur lembaga peradilan (litigasi) dan melalui
jalur penyelesaian di luar pengadilan (non-litigasi).15
Penyelesaian sengketa
litigasi yaitu penyelesaian sengketa secara formal melalui lembaga peradilan
berdasarkan hukum tertulis, sedangkan untuk penyelesaian sengketa non-litigasi
yaitu penyelesaian yang dilakukan diluar proses beracara formal di Pengadilan.
Penyelesaian perkara diluar pengadilan ini diakui di dalam peraturan
perundang-undangan Indonesia. Yang pertama, dalam penjelasan Pasal 3 Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman disebutkan “tidak
terdapat keharusan bagi masyarakat untuk menyelesaikan suatu sengketa melalui
pengadilan, tetapi para pihak dapat memilih menyelesaikan sengketa yang terjadi
dengan cara perdamaian dan arbitrase”. Kedua, dalam Pasal 1 angka 10 Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa dinyatakan “Alternatif Penyelesaian Perkara (Alternatif Dispute
Resolution) adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui
prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan
14 Inosentius Samsul, 2004, Perlindungan Konsumen : Kemungkinan Penerapan Tanggung
Jawab Mutlak, Bantuan Pusat Studi Hukum dan Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
Jakarta, hal. 10
15 I Ketut Artadi dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, 2014, Implementasi Ketentuan-
Ketentuan Hukum Perjanjian Kedalam Perancangan Kontrak, Udayana Univesity Press,
Denpasar-Bali, hal. 1
dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, atau penilaian para ahli”. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa penyelesaian sengketa diluar pengadilan
merupakan Alternatif Penyelesaian Sengketa diluar penyelesaian secara
konvensional melalui lembaga peradilan.
Selain dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman dan Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa, dasar hukum penyelesaian sengketa diluar
pengadilan dapat dilihat dalam berbagai peraturan perundang-undangan lain yang
tersebar sesuai dengan masalahnya, misalkan dalam masalah Perbankan dapat
dilihat dalam Pasal 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 menentukan
bahwa sengketa atas nasabah dengan bank yang disebabkan tidak terpenuhinya
tuntutan finansial nasabah oleh bank dalam penyelesaian pengaduan nasabah
dapat diupayakan penyelesaiannya melalui Mediasi Perbankan.16
1.8 Metode Penelitian
Sebagaimana diketahui dalam penulisan karya ilmiah, salah satu
komponen penentu dalam suatu penelitian adalah metode penelitian. Adapun yang
dimaksud dengan metode penelitian adalah mengamati secara langsung atau
menyelidiki dari dekat ke lapangan dalam arti membanding-bandingkan antara
teori dan prakteknya.
Dalam pembahasan permasalahan terhadap materi penulisan ini, penulis
menggunakan metode sebagai berikut :
1.8.1 Jenis Penelitian
16 Ibid hal. 8
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum empiris.
Penelitian hukum empiris (non doctrinal) yaitu penelitian berupa studi-
studi empiris untuk menemukan teori-teori mengenai proses terjadinya dan
mengenai proses bekerjanya hukum di dalam masyarakat.17
Dalam
penelitian hukum empiris, terdapat karakteristik penelitian hukum empiris.
Karakteristik dari penelitian hukum empiris adalah pada sifat empirisnya
sehingga penelitian hukum lapangan sebagaimana yang biasa dilakukan
peneliti ilmu social menjadi rujukan.18
Adapun ciri dari penelitian hukum
empiris adalah suatu penelitian yang beranjak dari adanya kesenjangan-
kesenjangan das solen (teori ) dengan das sein (praktek atau kenyataan),
kesenjangan antara keadaan teoritis dengan fakta hukum kemudian
dikaitkan dengan ketentuan perundang-undangan yang berdasarkan suatu
kajian normative dengan mengkaji suatu produk hukum berdasarkan teori-
teori serta asas-asas hukum secara langsung, agar memperoleh kebenaran
materiil guna mendapatkan penyempurnaan skripsi ini. Dalam skripsi ini
dilakukan pemecahan masalah dengan menganalisa kenyataan praktis di
dalam praktik LPD Desa Adat Tegal yang akan didukung dengan data
sekunder seperti dokumen-dokumen hukum dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
1.8.2 Jenis Pendekatan
17 Bambang Sunggono, 1996, Metodelogi Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, hal.42
18
Ade Saptomo, 2009, Pokok-Pokok Metodelogi Penelitian Hukum Empiris Murni:sebuah
alternative, Universitas Trisakti, Jakarta, hal.39
Penelitian ini menggunakan pendekatan fakta dan pendekatan perundang-
undangan. Pendekatan fakta dilakukan dengan cara mengadakan penelitian
berupa data-data dan wawancara langsung pada suatu instansi atau
lembaga yang menjadi obyek penelitian. Sedangkan dalam metode
pendekatan perundang-undangan peneliti perlu memahami unsur-unsur
dalam peraturan perundang-undangan yang diperuntukan sebagai dasar
dalam menganalisis penelitian hukum.
1.8.3 Sifat Penelitian
Penelitain yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini yaitu penelitian yang
bersifat deskriptif. Penelitian ini mendeskripsikan mengenai bagaimana
tanggung jawab LPD terhadap Desa Pekraman dalam memberikan kredit
kepada warga luar desa dan bagaimana penyelesaian pemberian kredit
kepada warga luar Desa Pekraman setempat oleh LPD tersebut.
1.8.4 Sumber Data
Data yang diteliti dalam penelitian hukum empiris ada 3 (tiga) jenis yaitu
primer, data sekunder dan data tersier.
1) Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama,
dilapangan baik berupa responden maupun informan. 19
Dimana
diperoleh dari hasil wawancara dilapangan langsung pada LPD Desa
Adat Tegal, dimana dengan cara ini akan diperoleh data primer untuk
dijadikan bahan perbandingan dari data sekunder yang telah diperoleh
melalui penelitian kepustakaan.
19 Amiruddin dan Zainal Asikin, 2014, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, rajawali
Pers, hal.30
2) Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui penelitian
kepustakaan (Library Research) yaitu bahan-bahan hukum, baik bahan
hukum primer yaitu bahan hukum yang memiliki otoritas (autoritatif)
yang berupa Peraturan Perundang-Undangan ataupun bahan hukum
sekunder yang datanya diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang
berupa buku-buku literature atau bahan hukum sekunder yaitu
publikasi tentang hukum yang berupa dokumen yang tidak resmi. 20
Adapun bahan hukum primer yang dipakai yaitu Peraturan Daerah
Provinsi Bali No.8 Tahun 2002 tentang Lembaga Perkreditan Desa.
Bahan hukum sekunder antara lain : pendapat pakar hukum, karya
tulisan hukum yang termuat dalam media cetak dan elektronik serta
buku-buku hukum yang terkait dengan masalah yang diangkat.
3) Data Tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,
seperti kamus (hukum), ensiklopedia.21
1.8.5 Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian skripsi
ini yaitu :
1. Study dokumen yaitu adalah dalam penelitian ini akan dikumpulkan
data-data kepustakaan yang dilakukan dengan cara membaca dan
memahami data kepustakaan tersebut seperti dokumen-dokumen
hukum maupun peraturan perundangan-undangan yang ada kaitannya
20 Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, sinar Grafika, Jakarta, hal.54
21 Op.cit hal.32
dengan pemberian kredit pada warga luar desa pekraman setempat oleh
LPD. Selanjutnya menggunakan teori-teori dan penjelasan dari bahan
bacaan yang relevan dengan materi karya tulis ini. Setelah itu teknik
pengumpulan data primer dilakukan dengan cara memperoleh data
yang berkaitan dengan pokok pembahasan dari informan yang
dipandang mengerti dan menggunakan teknik study dokumen dan
teknik wawancara.
2. Wawancara adalah proses interaksi dan komunikasi serta cara untuk
memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada narasumber
yang akan diwawancarai.22
Wawancara ini dilakukan dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada responden maupun
informan di LPD Desa Adat Tegal.
1.8.6 Teknik Analisis
Data yang diperoleh dan dikumpulkan tersebut, baik berupa data primer
maupun data sekunder yang merupakan hasil dari studi dokumen dan
wawancara kemudian diolah secara kualitatif. Kemudian mengklasifikasi
dan mengumpulkan data tersebut berdasarkan data penulisan secara
menyeluruh, setelah melalui proses pengolahan dan analisis, kemudian
data akan disajikan secara deskriptif, kualitatif, dan sistematis.
22 Ronny Hanitijo, 1988, Metode Penelitian Hukum Jurimetri, Gahlia Indonesia, Jakarta,
hal.57