29

DAFTAR ISI - ksm.ui.ac.id · Kerja sama antara pemerintah dan masyarakat, te - ... tingkatan usia, dan lain seba-gainya. Sedangkan untuk penggadaan ... kesen-jangan tipe satu ini

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Saat ini, hampir semuanya bersifat digital. Jual beli, transportasi, komu-nikasi dan lain-lain bersifat digital. Masyarakat yang hidup di dunia digital serta dapat memanfaatkannya dalam berbagai sektor disebut masyarakat digital. Hal tersebut menjadi realitas hidup di abad 21. Saat ini, pemerintah sangat mendukung dengan menunjukkan komitmen bergerak cepat me-lalui beberapa strategi. Keseriusan ini dibuktikan dengan ditandatanga-ninya Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2017 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik Tahun 2017-2019 oleh Presiden Joko Widodo. Dengan itu, pemerintah menetapkan “Visi 2020”, yaitu men-jadi negara yang terkemuka dalam ekonomi digital di Kawasan Asia Teng-gara pada tahun 2020. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat digi-tal yang terus bertransformasi di berbagai sektor. Aktor utamanya adalah kelompok usia milenial. Kerja sama antara pemerintah dan masyarakat, te-rutama kelompok usia milenial, yang baik akan menghasilkan masyarakat yang melek digital serta dapat mencapai visi 2020. Namun, faktanya, tidak semua masyarakat dan pemerintah memanfaatkan hal ini dengan sempur-na. Dunia digital dapat berdampak baik atau buruk yang mungkin dapat disadari atau tidak. Semua ini kembali ke bagaimana pengguna meman-faatkannya. Contoh dampak negatifnya yaitu penyebaran berita hoax yang meresahkan masyarakat. Contoh dampak positifnya yaitu penyebaran in-formasi yang cepat dan mudah. Inilah sisi gelap dan terang dunia digital.

Penasehat : Berly Martawardaya, M.Sc.Penanggung jawab : Zakiah Rahmayanti, Ghany EllantiaPemimpin Redaksi : Arini Shafia Afkari, Asa Sakina Tsalisa (Wakil)Sekretaris Umum : Aminatul MaulaBendahara Umum : UtaminingsihRedaksi Pelaksana : Muhammad Gaffar. Imadudin Hamid. Muniha Addin M.Editor : Althof Endawansa, Puji Rahayu, Risky Vitria.Desain dan Layouter : Yuhana Kinanah, Rendi Chevi Percetakan dan Distribusi : Imadudin Hamid

2DIALEKTIKA I 2018

CERPENMencicipi Masa Lalu

24

PUISIPeluang atau Dilema

23

RESENSI BUKU The Lunar Chronicles #1 Cinder

21

OPINI KESEHATANMedia Sosial dan Romantisasi Penyakit Mental

19

OPINI KESEHATANPelayanan Obat di Era Digital

17

OPINI SOSIALMenelaah Kesenjangan Digital di Indonesia

15

OPINI SAINTEKChip AI, Kunci Menuju Dunia Versi 3.0

13

JAJAK PENDAPATTingkat Literasi Media Baru Mahasiswa UI Rumpun Sosial Humaniora dan Saintek & Keseharan

11

WAWANCARAMedia Massa Garda Terdepan Perangi Hoax

8

TERDEPANPenyelenggaraan Tata Kelola Pemerintahan Berbasis Digital (E-Government) dalam Mengikis Korupsi di Indonesia

6

TERDEPANMenelisik Proses DIgitalisasi di Indonesia: Fakta dan Upaya Penanggulangan Kesenjangan Digital

3

D A F TA R I S I

TA J U K

Di era modern abad 21 ini, kemajuan teknologi yang pesat membuat segala aktivitas manusia dipermudah dengan adanya media digital. Digitalisasi telah berlangsung di hampir seluruh aspek kehidupan, baik ekonomi, sosial, pendi-dikan, dll. yang mempengaruhi bagaima-na pola manusia berinteraksi antara satu dengan lainnya. Namun bagi Indonesia yang memiliki kondisi beragam, baik dari sisi masyarakat, geografi, dan lain sebagainya, digitalisasi tidak dapat seca-ra mudah dan serentak diadaptasi oleh seluruh masyarakat Indonesia sehingga melahirkan adanya kesenjangan digital (digital divide).

Definisi kesenjangan digital pada awalnya diartikan sebagai perbedaan an-tara mereka yang memiliki akses terha-dap komputer dan internet dengan me-reka yang tidak memiliki akses (Manuel Castells, 2002). Definisi tersebut hanya berfokus pada akses terhadap perangkat teknologi informasi dan komunikasi. Na-mun seiring perkembangan kondisi, de-finisi tersebut semakin meluas, menurut Szilard Molnar (2003) kesenjangan digi-tal didefinisikan dalam tiga tipe, tipe per-tama yakni kesenjangan terhadap akses perangkat teknologi informasi dan ko-munikasi. Seseorang memutuskan untuk memiliki komputer, telepon genggam, dan device lainnya diantaranya dipenga-ruhi oleh kondisi ekonomi, tingkat pen-

MENELISIK PROSES DIGITALISASI DI INDONESIA : FAKTA DAN UPAYA PENANGGULANGAN KESENJANGAN DIGITAL

didikan, tingkatan usia, dan lain seba-gainya. Sedangkan untuk penggadaan infrastruktur telekomunikasi yang bersi-fat kolektif seperti kabel serat optik un-tuk memperluas broadband dipengaruhioleh kemampuan pemerintah untuk menyediakannya. Di Indonesia kesen-jangan tipe satu ini masih terjadi, me-nurut laporan survei Indikator Teknologi Informasi Dan Komunikasi 2016 untuk rumah tangga yang dilakukan oleh Ke-menterian Komunikasi dan Informatika, terlihat adanya perbedaan akses atau kepemilikan dari perangkat teknologi informasi dan komunikasi, untuk kepe-milikan device berupa telepon geng-gam mencapai 84,4% dengan akses in-ternet dan kepemilikan computer yang

lebih rendah yakni 36% dan 31,4%.

Untuk kasus Indonesia, kondisi geo-grafi turut mempengaruhi adanya kesen-jangan digital, hal tersebut berkenaan dengan akses lokasi yang berdampak pada perbedaan tingkat penyediaan sarana dan prasarana telekomunikasi, hal tersebut terlihat dari data dibawah ini yang menunjukkan perbedaan akses terhadap internet untuk masing-masing pulau di Indonesia.

Ghany EllantiaDepartemen Penulisan

T E R D E P A N

3DIALEKTIKA I 2018

4DIALEKTIKA I 2018

Tipe kedua dari kesenjangan digital menurut Molnar adalah perbedaan pen-ggunaan teknologi informasi dan komu-nikasi antara masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi informasi dan komunikasi. Dua individu yang masin-g-masing memiliki computer dan akses internet ada yang menggunakan akses tersebut (pengguna/user) dan ada yang hanya sekedar memiliki saja (non-user), keputusan menggunakan atau tidak akses yang dimiliki diantaranya dipen-garuhi oleh tingkat pendidikan, tingkat usia, dan pendapatan individu.

Menurut data Badan Pusat Statistik rata-rata kawasan Indonesia bagian ti-mur memiliki persentase rumah tangga pengguna (users) internet lebih kecil di-bandingkan dengan kawasan Indonesia bagian barat, sebagai contoh, di Provin-si Papua pada tahun 2015 persentase rumah tangga yang pernah mengakses internet dalam 3 bulan terakhir sebesar 16,28% sedangkan di Provinsi DKI Jakar-

ta persentasenya mencapai 74,32% atau jika dibandingkan dengan Provinsi Riau sebesar 44.43% sehingga jelas terlihat adanya kesenjangan penggunaan inter-net di ketiga provinsi tersebut. Kesen-jangan penggunaan internet juga terjadi antara masyarakat desa dengan masya-rakat kota, terdapat gap yang cukup jauh antara masyarakat kota yang menggu-nakan internet pada tiga bulan terakhir dengan masyarakat desa. Pada tahun 2005, pengguna internet di desa hanya seperdelapan pengguna di kota dan se-makin mengecil proporsinya pada tahun 2015, pengguna di desa berjumlah se-tengah pengguna internet di kota.

Tipe ketiga kesenjangan digital ada-lah perbedaan kualitas antar penggu-na (users) dari teknologi informasi dan komunikasi. Ada masyarakat yang men-ggunakan teknologi informasi dan ko-munikasi hanya untuk aktivitas-aktivitas yang tidak berarti (meaningless) atau bahkan bersifat destruktif namun ada

pula yang menghasilkan dampak positif yang signifinakan contohnya digitalisasi ekonomi yang mengarah pada efisiensi ekonomi, e-government untuk mem-permudah proses birokrasi dan trans-paransi, serta contoh-contoh lainnya. Di Indonesia 73,3% penggunaan internet digunakan untuk berjejaring sosial dan 53,7% untuk mencari informasi atau berita, penggunaan media digital yang digunakan untuk media penyebaran in-formasi secara masal membuat adanya gelompang informasi yang berlimpah tanpa adanya kepastian terhadap kebe-naran informasi, sering kali hal tersebut menyebabkan adanya perselisihan an-tara satu pihak dengan pihak lainnya. Digitalisasi yang dianggap sukses dan berdampak positif adalah pada bidang ekonomi yakni bertumbuhnya e-com-merce dengan pesat hal tersebut ditan-dai dengan nilai transaksi yang bertum-buh hingga 250% dari 1 Milliar USD di tahun 2011 dan tumbuh mencapai 3,5 Milliar USD di tahun 2015 serta penggu-na e-commerce yang terus meningkat dari tahun ke tahun.

Dari kondisi yang sudah dijabarkan diatas, telah diketahui bahwa kesenjan-gan digital bukan hanya berkenaan den-gan ada atau tidaknya perangkat digital yang mampu dijangkau oleh masyarakat, namun berkaitan dengan apakah peran-gkat tersebut digunakan dan bagaimana kualitas dari penggunaan media digital tersebut sehingga kebijakan yang dite-rapkan pemerintah tidak hanya berfokus pada penyediaan yang bersifat fisik na-mun bagaimana pemanfaatan media digital tersebut untuk dapat mendatan-gkan manfaat bagi masyarakat.

Salah satu program yang menjadi

sumber : https://dmaxx.co/

Referensi

Molnár, Szilárd. 2003. “The explanation frame of the digital divide”, BME-UNESCO Information Society Research Institute.

Hadiyat, Yayat D. 2014. “Kesenjangan Digital di Indonesia (Studi Kasus di Kabupaten Wakatobi)”, Jurnal Pekommas Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BBPPKI) Makassar, vol. 17, pp. 81 – 90.

Sujarwoto, Sujarwoto., dan Tampubolon, Gindo. 2016. “ Spatial inequality and the Internet divide in Indonesia 2010–2012”, Telecommunications Policy, vol. 40, pp. 602-616.

Puspitasaria, Lia., dan Ishii, Kenichi. 2016. “Digital divides and mobile Internet in Indonesia: Impact of smartphones”, Telematics and Informatics, vol. 33, pp. 472-483.

“Persoalan Kesenjangan Digital di Indonesia”, Pusat Kajian Media dan Komunikasi, 08 Oktober 2015. Diakses pada tanggal 30 November 2017, http://www.remotivi.or.id/amatan/222/Persoalan-Kesenjangan-Digital-di-Indonesia.

“Infografis Indokator TIK 2016”, Kementrian komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, 2017. Diakses pada tanggal 30 Novermber 2017, https://web.kominfo.go.id/sites/default/files/20170210-Indikator-TIK-2016-BalitbangSDM-Kominfo.pdf.

“Data dan Dtatistik”, Kementrian komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, 2017. Diakses pada tanggal 30 Novermber 2017, https://statistik.kominfo.go.id/.

“Palapa Ring Broadband”, Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas, 2017. Diakses pada tanggal 30 Novermber 2017, https://kppip.go.id/proyek-prioritas/teknologi-informasi/palapa-ring-broadband-2/.

Badan Pusat Statistik.2017. . Diakses pada tanggal 30 Novermber 2017. https://www.bps.go.id/.

5DIALEKTIKA I 2018

fokus pemerintah adalah program Pala-pa Ring yang merupakan proyek pem-bangunan jaringan serat optik sebagai tulang punggung sistem telekomunika-si nasional yang menjangkau seluruh kota/ kabupaten di Indonesia (514 kota/kabupaten). Tujuan dari proyek Palapa Ring adalah menyediakan akses broa-dband yang berkualitas secara merata di seluruh Indonesia. Manfaat yang ingin dicapai dari proyek tersebut diantaranya menciptakan pemerataan dan kemu-dahan akses telekomunikasi-informasi, membuka peluang usaha dan lapangan pekerjaan berbasis internet (e-commer-ce), meningkatkan efisiensi dan efekti-fitas system kerja, dan meningkatkan kompetensi untuk berkompetisi di pasar global.

Penyediaan jaringan serat optik pada proyek tersebut hanya akan mengurangi kesenjangan tipe satu, yakni berkaitan dengan penyediaan fisik berupa infras-truktur telekomunikasi. Jika infrastruktur tersebut tidak dipergunakan oleh masya-rakat, maka tidak akan mendatangkan manfaat sehingga perlu adanya program khusus untuk membuat masyarakat mau menggunakan media digital. Salah satu kendala untuk menjadi pengguna me-dia digital adalah ketidakpahaman cara

penggunaan perangkat digital ataupun cara mengakses media digital, maka per-lu adanya edukasi kepada masyarakat khususnya masyarakat di daerah-daerah dengan tingkat pendidikan rendah agar tidak anti dan gagap terhadap teknologi, hal lain yang perlu diperhatikan adalah tarif yang dapat dijangkau oleh masya-rakat sehingga diharapkan dapat men-gurangi kesenjangan digital tipe dua di Indonesia.

Selanjutnya yang harus menjadi fokus pemerintah adalah bagaimana adanya digitalisasi mendatangkan manfaat bagi masyarakat bukan hanya sekedar di-gunakan untuk hal-hal yang tidak ber-guna atau bahkan bersifat destruktif. Perlu adanya pengarahan kualitas peng-gunaan media digital untuk hal-hal yang bersifat produktif, diantaranya dibidang ekonomi perlu adanya pendampingan pengembangan bisnis e-commerce baik pada sector jasa, pertanian, perikanan, industry pengolahan, kerajinan, dan lain sebagainya. Di bidang pendidikan, digi-talisasi dapat digunakan sebagai media edukasi yang menjangkau daerah-dae-rah terpencil dengan sarana dan prasa-rana pendidikan yang minim, sehingga terjadi pemerataan kualitas pendidikan masyarakat di seluruh daerah di Indone-

sia serta pemanfaatan di bidang-bidang lainnya. Perlu adanya kerjasama antara pihak-pihak yang berkaitan agar man-faat adanya digitalisasi dapat berdampak signifikan terhadap peningkatan kese-jahteraan masyarakat.

Aminatul MaulaDepartemen Penulisan

6DIALEKTIKA I 2018

Penyelenggaraan pemerintahan ber-basis digital atau E-Government telah menjadi pembicaraan yang hangat di ber-bagai negara, tidak terkecuali di Indone-sia. E-Government dinilai mampu menye-diakan keterbukaan dan transparansi, serta meningkatkan partisipasi masya-rakat dalam penyelenggaraan pemerin-tahan. Berbagai negara memanfaatkan perkembangan teknologi informasi untuk mendukung peningkatan jaringan antara pemerintah sebagai penyelenggara laya-nan publik dengan masyarakat sebagai penerima layanan publik. Sebagaimana dikemukakan oleh Shim dan Eom (2008), bahwa teknologi Informasi dapat mengu-rangi korupsi dengan mempromosikan tata pemerintahan yang baik, mem-perkuat inisiatif reformasi, mengurangi potensi korupsi perilaku, memperkuat hu-bungan antara pegawai pemerintah dan warga negara, sehingga memungkinkan kegiatan pelacakan dan pemantauan dan pengendalian perilaku pegawai pemerin-tah oleh warga negara. Melihat latar be-lakang penyelenggaraan pemerintahan Indonesia yang sarat akan birokrasi pa-trimonial serta tingginya angka korupsi, maka penyelenggaraan pemerintahan berbasis digital sangat diperlukan untuk dapat mengikis korupsi di dalam tubuh birokrasi. Berdasarkan data yang diku-tip dari Kompas.com tahun 2016 indeks persepsi korupsi Indonesia mencapai 37 poin, dan menempati posisi ke 90 dari 176 negara. Maraknya korupsi tidak lepas

PENYELENGGARAAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN BERBASIS DIGITAL (E- GOVERNMENT) DALAM MENGIKIS

KORUPSI DI INDONESIA

dari masalah pembangunan sistem yang transparan sebagaimana diungkapkan oleh Joko Widodo saat masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta tahun 2014 (http://www.kemendagri.go.id).

Pada tahun 2001 dikeluarkan Instruksi Presiden No.6/2001 tentang te-lematika, yang menyatakan bahwa pe-merintah Indonesia harus menggunakan teknologi telematika untuk mendukung pemerintahan yang baik. Di Indonesia, E- Government diperlukan karena alasan berikut: 1) mendukung perubahan pe-merintah terhadap praktik pemerintahan yang demokratis; 2) mendukung penera-pan wewenang antara pemerintah pusat dan daerah; 3) memfasilitasi komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah; 4) untuk mendapatkan keterbukaan; dan 5)

T E R D E P A N

transformasi menuju era informasi masya-rakat.

Melihat kondisi geografis dan demografis Indonesia yang begitu besar dan beragam maka penyelenggaraan pemerintahan berbasis digital sangat di-nantikan untuk efisiensi dan efektivitas. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, bahwa dengan adanya sistem pemerin-tahan digital maka tren korupsi akan me-nurun. Tuntutan perkembangan zaman dan teknologi informasi secara tidak lan-gsung turut mempengaruhi pola perilaku dalam kehidupan masyarakat. Untuk itu, birokrasi dituntut untuk dapat mengiku-ti perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat, dengan menyediakan infor-masi dan pemenuhan pelayanan publik. Namun, sungguh disayangkan penyelen-

sumber : http://poskotanews.com

sumber : https://www.humas.id

Referensi

Kusuma, R. Y. (2014). Membangun Masyarakat IndonBayu, Dimas Jarot. 2016. Ini Penyebab Penerapan “E-government” di Indonesia Belum Maksimal. http://nasional.kompas.com/read/2016/09/06/19074281/ini.penyebab.penerapan.e-government.di.indonesia.belum.maksimal diakses pada 28/11/2017

Prahono, Agus dan Elijen. 2015. Evaluating the Role e-Government on Public Administration Reform : Case Official City Government Websites in Indonesia. Procedia Computer Science Vol. 59, 2015, pages 27-33. <http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1877050915018633> diakses pada 28/11/2015. http://www.kemendagri.go.id/article/2014/04/07/manfaat-keterbukaan-data-bagi-sistem-pemerintahan-lokal

7DIALEKTIKA I 2018

ggaraan birokrasi dan pelayanan pu-blik di Indonesia belum menunjukkan adanya perbaikan yang signifikan. Hal tersebut dapat dilihat dari maraknya te-muan korupsi dari berbagai kegiatan bi-rokrasi dan pelayanan publik.

Belum terwujudnya birokrasi yang bersih, akuntabel, dan melayani melalui E- Government masih terkenda-la oleh beberapa hal ; pertama, terba-tasnya regulasi dan payung hukum. Di Indonesia belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur E-Gover-nment, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa pelaksanaan E-Government tidak berjalan maksimal. Kedua, keterbata-san tenaga ahli di lingkungan kerja sek-tor pemerintah. Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk dapat menyelenggarakan E- Government yang didukung dengan sistem pengelolaan berbasis teknolo-gi informasi dibutuhkan tenaga yang andal. Permasalahannya, di dalam pe-merintahan proporsi tenaga ahli dalam teknologi informasi masih sangat mi-nim. Ketiga, belum adanya sinergi dan integrasi antarinstansi dalam menye-diakan data dan informasi publik. Ken-dala tersebut disampaikan oleh Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informa-si Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokra-si, Herman Suyatman (http://nasional.kompas.com). Hal ini terkait dengan per-masalahan pertama yakni belum adanya regulasi yang mengatur E- Government, sehingga menciptakan perbedaan satu instansi penyedia informasi publik den-gan instansi lainnya. Sebab, tidak ada aturan dan keseragamaan dalam penge-lolaan data. Masing-masing instansi me-miliki format tersendiri. Akibatnya data yang disampaikan menjadikan publik bingung ketika mereka hendak mengak-ses suatu informasi. Tidak jarang terjadi tumpang tindih dalam penyampaian in-

formasi publik. Dalam suatu evaluasi status im-

plementasi E-Government pada General Administration Reform (GAR) yang di-lakukan oleh Prahono dan Elidjen (2015) menyimpulkan bahwa penggunaan E-Government di Indonesia masih ber-jalan lambat, dilihat dari empat parame-ter ; layanan dokumen warga negara, izin usaha, transparansi perencanaan, dan transparansi keuangan. Masing-masing parameter dievaluasi menggunakan skor antara 0-4. Sekitar 32 sampel website diambil dari ibu kota provinsi di Indone-sia dan bukan ibukota di Jawa. Hasilnya menunjukkan bahwa hanya 15,6% situs web yang memiliki index reform (IR) an-tara 2,75 sampai 4,00 dan kota Surabaya menduduki peringkat tertinggi.

Pendapat Shim dan Eom (2008) mengenai pengurangan korupsi den-gan E- Government selaras jika dengan fenomena yang terjadi di Indonesia. Tingginya kasus korupsi di lingkungan pemerintahan Indonesia tidak lain di-sebabkan karena sistem E-Government belum berjalan dengan baik. Dengan banyaknya korupsi yang terjadi, maka mengindikasikan pula bahwa tata kelola pemerintahan masih belum baik. Dari sisi transparansi maupun kecepatan birokra-si dalam merespons kebutuhan masya-rakat. Pengikisan korupsi harus dibarengi dengan perbaikan dalam penyelengga-raan tata kelola pemerintahan melalui E- Government dengan membuat regulasi, penambahan tenaga ahli teknologi infor-masi disertai dengan integrasi antara ke-menterian dan lembaga terkait. Pengiki-sian korupsi dengan penyelenggaraan E-Government memiliki hubungan yang saling berkaitan. Dengan terselengga-ranya E-Government secara maksimal maka akan mengurangi pungutan liar akibat proses birokrasi yang tidak efisien dan berbelit-belit. E-Government secara

tidak langsung akan mengurangi adanya interaksi langsung antara birokrat den-gan birokrat maupun birokrat dengan penerima layanan publik, oleh karena itu peluang kolusi semakin kecil. Selain itu E-Government akan menciptakan trans-paransi di lingkungan pemerintahan dalam menyediakan informasi publik, serta memudahkan masyarakat untuk melakukan evaluasi terhadap pemban-gunan dan kinerja pemerintah.

Indonesia harus selalu berbenah dan terus melakukan upaya perbaikan dalam penyelenggaraan E-Government jika korupsi ingin dihabisi. Namun jalan yang dihadapi memang tidak mudah mengingat pelaksanaan E-Government harus menghadapi tantangan seba-gaimana dikemukakan oleh Hardjaloka (2014) antara lain minimnya budaya dokumentasi, kurangnya sumber daya manusia yang andal dalam menggu-nakan teknologi informasi, infrastruktur yang mahal dan belum memadai, serta keterbatasan akses. Tantangan di atas tidak lepas dari kondisi geografis dan demografis Indonesia yang sangat besar dan beragam. Oleh karena adanya satu kendala yang mendasar mengenai pe-laksanaan E-Government di Indonesia, maka pemerintah dituntut untuk mewu-judkan suatu payung hukum yang jelas untuk dapat merealisasikan target E-Go-vernment di Indonesia dan lebih jauh angka korupsi di lingkungan pemerintah akan terus menurun.

sumber : https://www.humas.id

8DIALEKTIKA I 2018

Belakangan ini, penyebaran hoax menjamur melalui dunia maya. Hoax akan tetap ada untuk menghantam ber-bagai kepentingan, termasuk kinerja pe-merintahan. Kerugian penyebaran berita hoax tidak hanya dirasakan oleh korban, tetapi juga oleh semua penerima atau pembaca berita tersebut.

Hal ini tentu menjadi masalah besar yang harus segera diselesaikan. Akan tetapi, negara dianggap tidak dapat mengatasi maraknya hoax. KUHP dan UU ITE belum mampu menyasar produsen dan penyebar berita hoax. Penyelesaian masalah ini tidak hanya dilakukan oleh pemerintahan, tetapi juga harus dibantu oleh semua pihak mulai dari pemerintah, masyarakat, dan pers. Oleh karena itu, Peringatan Hari Pers Nasional tahun ini diharapkan menjadi momentum keber-samaan pers membasmi hoax dengan beberapa cara. Berikut adalah wawanca-ra salah satu anggota KSM Eka Prasetya dengan Savran Billahi yang menjabat se-bagai Pimpinan Umum Pers Suara Maha-siswa Universitas Indonesia Tahun 2016 mengenai peran media massa sebagai garda terdepan memerangi hoax.

Hoax saat ini mulai menjamur di kalan-gan masyarakat. Salah satunya mengenai beras plastik yang terdengar pada tahun 2015 dan akhirnya merugikan beberapa penjual nasi goreng. Sejumlah media tidak kredibel memberitakan hal terse-but. Ini hanya satu contoh berita hoax yang ada, masih banyak lagi dan berita

MEDIA MASSA GARDA TERDEPAN PERANGI HOAX

tersebut terkadang sulit dibedakan den-gan berita asli. Lalu bagaimana menurut Anda mengenai berita hoax yang ada saat ini? Apa penyebab seseorang atau media menyebarkan berita hoax?

Hoax adalah penyakit masyarakat. Kita harus memahami ini dari hulu ke hilir ma-salahnya. Tentu payung besar persoalan ini adalah masalah pemahaman literasi yang minim. Namun, pemahaman lite-rasi yang minim itu adalah aliran deras-nya. Kita bisa menguranginya. Pertama, masalah literasi itu bisa jadi kesalahan metode yang diajarkan ke masyarakat, terutama saat di sekolah-sekolah atau institusi pendidikan lain. Misal, metode jawaban pilihan ganda yang mendikte masyarakat terhadap kebenaran tung-gal. Padahal tidak semua pelajaran bisa menggunakan metode itu, sejarah, so-

siologi misalnya. Metode ini parahnya di-pakai dari SD hingga SMA, bahkan tidak jarang ditemukan saat berada di kuliah. Jadi, karena ini, kita tidak terbiasa untuk membuka pikiran saat mendapat infor-masi, kita tidak biasa berpikir “bisa jadi ada kebenaran yang lain selain informasi ini?” Saya yakin, kalau metode ini diubah dengan eksplanasi, keadaan masyarakat kita bisa bukan seperti ini. Kedua, masa-lah latah. Masyarakat kita terbiasa latah. Ada informasi A, karena terlihat menarik, langsung share. Kebiasaan ini perlu disa-dari dan diubah. Ketiga, adalah hal ma-nusiawi, kita selalu ingin menjadi sumber pertama yang menyebarkan informasi. Itu tidak masalah, tetapi seringkali ti-dak di check and re-check. Ingat, bukan sekadar mengecek, tetapi mengecek lagi setelah mengecek. Karena itu, informasi hoax cepat sekali tersebar. Apalagi kini ada internet yang menyempitkan jarak dan waktu. Kalau kata Sri Mulyani, inflasi informasi. Dalam hal ini, kita kalah den-gan Soekarno yang notabenenya orang dulu. Saat ia mendapat informasi dari kaum muda kalau Jepang kalah, ia tidak langsung percaya. Ia cek dulu, dan akhir-nya setelah ia cek, ia membenarkan itu.

Bagaimana pembaca dapat membe-dakan berita hoax dan berita yang aku-rat? Apakah ada ciri-ciri khusus? Kalau ada, apa saja ciri-ciri berita hoax?

Yang paling mudah adalah melihat sumber informasi. Kalau mendapat infor-masi yang bersumber dari website ter-

Arini Shafia AfkariDepartemen Penulisan

W A W A N C A R A

sumber : foto pribadi

9DIALEKTIKA I 2018

tentu. Lihat websitenya, ia punya kantor atau sekretariat yang bisa dipertanggun-gjawabkan atau tidak. Kalau tidak, tidak perlu dipercaya. Lebih-lebih kalau infor-masi itu sekadar broadcast tanpa sum-ber. Sebab, kalau website itu memiliki kantor apalagi mendapat izin dari dewan pers, ia terikat peraturan untuk segera mengklarifikasi berita yang salah. Bia-sanya hoax juga cenderung provokatif. Misal, menyalahkan pihak tertentu tanpa memaparkan argumen yang jelas atau merasa benar sendiri. Informasi seperti ini perlu dikritisi.

Apa penyebab adanya berita hoax di media massa?

Biasanya ketidaktelitian penulis. Na-mun, seringkali tendensius penulis yang ingin membela kepentingan tertentu. Banyak sekali contoh ini, terutama saat kontestasi politik. Atau misalnya, ingin menjatuhkan produk tertentu. Atau me-rasa benar sendiri, sehingga menutup kebenaran yang lain. Biasanya media yang menyebarkan berita ini bukan me-dia yang bisa dipertanggungjawabkan, seperti tidak menggunakan kode etik jurnalistik, tidak memiliki sistem redaksi, bahkan tidak memiliki kantor.

Apa yang harus dilakukan pembaca untuk mencegah berita hoax?

Pertama, baca sumber lain. Ini ber-manfaat untuk memberikan pikiran kita menimbang-nimbang apakah in-formasi terkait benar atau salah. Kedua, tidak perlu mengikuti atau berlangga-nan akun-akun sosial media yang hanya provokatif. Biasanya mereka cenderung memberikan informasi yang salah atau dipelintir sesuai keinginannya. Karena provokatif, dan kita sering melihatnya, bisa jadi kita akan terpancing. Ada pe-patah, kebohongan yang terus-menerus

diungkapkan akan kita anggap jadi “ke-benaran”.

Bagaimana upaya media dalam me-merangi berita hoax?

Kita punya dewan pers yang tugasnya memverifikasi media. Baik secara admi-nistratif, seperti jumlah karyawan, status hukum, pajak, dan lainnya, atau pun kua-litas konten. Dewan pers dapat menjadi jaminan media untuk tidak menyebarkan hoax, kalau pun terpeleset menyebarkan, media terkait ada beberapa tanggung jawab yang harus dilakukan, misal mem-buat klarifikasi. Kedua, quality control dari media terkait. Masing-masing media yang bertanggung jawab punya sistem redaksi. Sistem redaksi ini yang menjadi pembeda dengan media sosial. Saya beri contoh, lebih baik mana, kualitas cer-pen di harian Kompas tiap hari minggu atau cerpen di blog teman kamu? Pasti cerpen di harian Kompas, karena kua-litasnya terjaga melalui sistem redaksi. Sistem redaksi ini yang perlu diperkuat oleh media dalam menangkal hoax, mu-lai dari perekrutan dan pelatihan calon jurnalis, peningkatan kualitas redaktur pelaksana, editor, dan juga pemimpin redaksi, sampai rapat redaksi yang serius. Kalau ini sudah kuat, hoax mudah dipe-rangi.

Salah satu upaya media massa dalam memerangi hoax adalah menjaga stan-dar kompetensi jurnalistik. Lalu, sejauh ini, bagaimana media atau jurnalis dapat menjaga standar kompetensi jurnalistik atau mematuhi etika jurnalistik?

Untuk menjaga standar kompetensi jurnalistik, masing-masing media punya cara. Yang jelas, pelatihan jurnalistik itu harus, bahkan untuk jurnalis lama juga, rapat redaksi, dan quality control dari hulu ke hilir, dari reporter hingga proses

publikasi. Cara lain, misal, di beberapa media yang saya ketahui ada pendala-man isu. Di Republika, misalnya setiap pemilu, mereka selalu mengadakan pen-dalaman dengan pemaparan riset. Dewan pers juga membuat uji kompe-tensi wartawan berkala untuk menjaga kompetensi jurnalistik. Kalau untuk etika jurnalistik, media perlu menginternalisa-si kepada jurnalisnya, bahwa pekerjaan mereka terikat hukum. Kode etik secara definisi bisa kita sebut hukum, karena disebut di UU Pers. Jurnalis perlu diberi tahu mengenai Undang-Undang yang berlaku di Indonesia agar dalam meli-put ia memahami bahwa pekerjaannya bukan hal main-main. Dengan itu, etika jurnalistik akan bisa dijaga oleh jurnalis terkait.

Apabila ada salah satu jurnalis yang melanggar etika jurnalistik yaitu dengan menyebarkan berita hoax, lalu bagaima-na tindakan pemimpin redaksi media tersebut? Apakah tetap melindunginya dengan tidak memberhentikannya se-bagai jurnalis atau memberhentikannya karena telah melanggar etika jurnalistik?

Ya, tidak sampai memberhentikannya. Pertama, media itu tentu harus mem-buat klarifikasi kalau ia salah. Hal ini bia-sa dilakukan media-media sejak dulu. Bahkan kita sebenarnya tidak perlu sam-pai menarik atau menghapus berita itu, cukup membuat klarifikasi. Tetapi den-gan teknologi online, media seringkali mengeditnya tanpa membuat klarifikasi. Saya rasa kebiasaan ini perlu dikurangi, karena dapat berpengaruh pada kualitas jurnalis atau sistem redaksi. Kedua, sank-si terhadap jurnalis itu cukup dengan te-guran yang tegas.

Salah satu upaya Dewan Pers untuk memerangi hoax adalah memverifika-

10DIALEKTIKA I 2018

si media massa. Menurut Anda, apakah upaya pemerintah ini sudah tepat? Ser-takan alasan.

Saya rasa selama pemerintah tidak membredel atau membatasi seseorang atau organisasi ingin mendirikan peru-sahaan pers tidak masalah. Sebenarnya, pada UU Pers sudah jelas definisi pers adalah yang menjalankan kerja pers dan berbadan hukum. Pada HPN 2010, standar pers adalah kode etik jurnalistik, standar perlindungan profesi wartawan, dan standar kompetensi wartawan. Jika kita memenuhi syarat ini kita sudah dapat disebut media yang bisa dipertan-ggungjawabkan. Sekarang banyak yang membuat website bernuansa pers, tetapi sebetulnya hanya dijalankan satu orang dan ironisnya ia tidak paham etika jurna-listik. Ini yang masalah. Oleh karena itu, verifikasi ini tindakan lanjutan dari pe-raturan pers itu. Hanya saja, komunitas pers, seperti pers mahasiswa memang sering mempermasalahkan ini. Ini me-mang masalah buat mereka, karena se-benarnya perlindungan hukum persma semakin tidak kuat. Dulu masalahnya hanya tidak berbadan hukum, sekarang ditambah verifikasi ini. Makanya, ada kasus di beberapa kampus yang mem-bredel persmanya, dan sulit mereka membelanya. Hal yang harus kita juga pahami, bahwa media lain yang belum tereverifikasi belum tentu menyebarkan berita hoax. Bisa saja informasi benar,

bahkan lebih mendalam. Jadi, saya me-lihat langkah ini hanya tindakan formali-tas saja. Bukan sebagai solusi yang “wah” untuk membendung berita hoax. Karena faktanya, masyarakat banyak membaca informasi dari kanal-kanal yang tidak te-reverifikasi.

Apa keuntungan dan kerugian cara ini (verifikasi media massa oleh Dewan Pers) bagi media dan jurnalis? Apa keuntun-gan cara ini (verifikasi media massa oleh Dewan Pers) bagi masyarakat?

Bagi media terkait, medianya jelas dapat dipertanggungjawabkan, sehing-ga menimbulkan citra di masyarakat, “ini bukan media abal-abal”. Dewan Pers juga memberikan bantuan hukum jika peru-sahan yang bersangkutan mendapatkan masalah atas pemberitaan. Bagi jurnalis, kesejahteraannya terjamin, sebab dalam verifikasi itu ada verifikasi administratif. Bagi masyarakat, mereka bisa mendapat jaminan atas informasi yang diterima dari media terkait.

Bentuk media massa apa yang rawan mengandung berita hoax? Media cetak atau online? Sertakan alasan.

Online lebih rawan, karena siapa pun bisa menyebarkan informasi. Namun, cetak bukan tanpa kemungkinan. Con-tohnya, tabloid Obor Rakyat yang diba-gikan ke pesantren-pesantren saat pil-pres tahun lalu yang mengabarkan kalau Jokowi beragama Katolik, antek-antek PKI. Pada pilkada Jabar beberapa tahun

lalu, Aher juga pernah diserang melalui pamflet. Saling menyerang lewat me-dia cetak dengan nada provokatif dan cenderung bohong sebenarnya sudah dilakukan sejak lama saat pemilu 1955. Di online, siapa pun bisa menyebarkan informasi hoax. Di cetak, kecenderun-gan pemuatan informasi hoax dilakukan oleh oknum yang biasanya tidak suka ke pihak tertentu. Jadi, online lebih rawan dari cetak, tetapi berbicara dampak, ke-duanya saya rasa tidak berbeda.

Menurut Anda apa hal yang harus diu-tamakan dalam menyajikan berita, aku-rasi atau kecepatan atau keduanya? Ser-takan alasan. Jika menjawab ‘keduanya’, bagaimana cara menyeimbangkan ke-duanya? Karena, terkadang apabila jur-nalis mengutamakan akurasi, maka ke-cepatan yang akan dikorbankan. Begitu pula sebaliknya.

Akurasi adalah prinsip pertama. Kece-patan adalah tuntutan. Saya melihatnya seperti itu. Kedua hal itu bukan pilihan, tetapi hal yang harus dipegang oleh media terkait. Memang kecepatan akan menggerus akurasi? Bisa saja yang pro-sesnya lama informasinya ternyata salah. Lagi-lagi dalam hal ini yang perlu jadi perhatian adalah sistem redaksi yang mengikuti zaman.

11DIALEKTIKA I 2018

J A J A K P E N D A P A T

12DIALEKTIKA I 2018

Muhammad Gaffar Asshiddieqy Al AnshoriDepartemen Penulisan

13DIALEKTIKA I 2018

Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan akan siap membuat loncatan besar beberapa tahun ke depan. Industri telah bersiap-siap mengakuisisi semua teknologi berbasis AI mulai dari keperluan produksi hingga keperluan marketing. Selain itu, AI juga berkembang pesat saat berada di wilayah finansial yang tidak hanya berputar pada masalah automasi, tetapi juga analisis data yang sangat besar. Jika tahun 2016 yang lalu AlphaGo Zero dari Google Deepmind telah mengalahkan juara dunia permainan Go, Lee Sindol, maka sekarang AlphaGo telah mencapai tahap dimana telah berhasil mengalahkan 60 profesional Go lainnya, menjadi AlphaGo master. Dalam hal ini, AI AlphaGo telah berhasil melampui kemampuan manusia. Masih dalam permainan, openAI yang merupakan salah satu perusahaan yang dikembangkan Elon Musk beberapa

O P I N I S A I N T E K

CHIP AI, KUNCI MENUJU DUNIA VERSI 3.0

bulan lalu telah berhasil mengalahkan puluhan professional DotA dalam 1v1. Semua itu bukan karena algoritma kompleks yang ditulis oleh pembuatnya, melainkan hanya satu prinsip dasar yang ditekankan pada AI yaitu kemampuan belajar dalam teknik bernama deep learning.

Contoh-contoh di atas pada dasarnya masih jauh lebih sederhana dari kemampuan manusia. AI hanya mampu mengalahkan manusia pada satu atau dua bidang saja, belum mengalahkan manusia seutuhnya. Nick Bostrom dalam bukunya superintelligence mendefinisikan AI yang masih berkutat pada satu bidangnya saja disebut sebagai Artificial Narrow Intelligence (ANI). Hampir semua dunia industri, jasa teknologi, sosial media, internet mengadaptasi ANI saat ini. Akan tetapi, AI yang kini dituju bukanlah ANI, melainkan AI yang cerdas layaknya

manusia yang disebut sebagai Artificial General Intelligence (AGI) yang jauh lebih kompleks, melibatkan kemampuan melihat sebab-akibat, perencanaan, berpikir abstrak dan kompleks, belajar dari lingkungan, dan pengalaman secara cepat layaknya manusia. Jika akhir-akhir ini kita diributkan oleh robot bernama Sophia yang telah mendapatkan identitas kewarganegaraan Saudi karena kemampuan komunikasinya yang sangat mirip dengan manusia, maka sejatinya Sophia masih lebih dekat pada ANI dibanding AGI. Perkembangan komputasi saat ini mengikuti hukum Moore, eksponensial. Jika tetap pada perkembangannya, maka masih pada abad ini, AI akan mencapai tahap lebih dari AGI, yakni Artificial Superintelligence (ASI). Terlepas dari mungkin atau tidaknya mencapai tahap ASI, dunia saat ini secara besar-besaran dan sangat

sumber : https://blog.mendeley.com

14DIALEKTIKA I 2018

cepat beralih dari dunia v2.0 dimulai dari revolusi industri dan internet, menuju dunia v3.0 dunia penuh dengan Artifical Intelligence.

Tantangan terbesar untuk revolusi selanjutnya adalah pengembangan wadah inti dari AI itu sendiri yaitu sang otak. Otak AI mungkin tidak bisa dilihat sebagai otak biologis, tetapi chip silikon dan algoritma di dalamnya atau mudahya hardware & software. Hardware atau chip silikon yang ingin dikembangkan saat ini adalah chip atau prosesor dengan kecepatan komputasi yang jauh lebih cepat, ukuran yang lebih kecil, kapasitas yang jauh lebih besar, dan ketahanan yang jauh lebih kuat. Kita dapat menganalogikan sel neuron dalam otak sebagai transistor dalam chip. Dari sisi software, kemampuan pengembangan itu sendiri, algoritma dapat meng-upgrade¬ dirinya sendiri, cakupan proses data yang besar, dan kapabilitas kolektif setiap data yang masuk didalamnya.

Maka jangan heran jika saat ini saham pasar teknologi diakuisisi besar-besaran pada perusahaan hardware yakni pengembangan chip silikon AI yang saat ini dipimpin oleh Nvidia kemudian diikuti oleh Intel, AMD, dan beberapa startup prosesor AI lainnya. Selain itu, ada juga perusahaan software pengembang AI itu sendiri seperti DeepMind dari Google, OpenAI, dan perusahaan-perusahaan AI yang berada di bawah perusahaan teknologi besar seperti Facebook, Amazon, dan Microsoft. Prosesor yang dikembangkan kini lebih dari sekedar CPU pada komputer, laptop, atau bahkan superkomputer. Hal ini karena chip AI membutuhkan bentuk kerja AI itu sendiri yang disebut sebagai deep

neural network. Neural network dapat mempelajari banyak hal dari jutaan atau miliaran data dan melihat pola dari data-data tersebut. Semua hal tersebut membutuhkan lebih dari kemampuan CPU saat ini.

Kemungkinan pengembangan otak dari AI ini yang menjadi halangan besar apakah perkembangan teknologi saat ini masih bisa terus bergerak eksponensial atau memiliki batas di titik tertentu. Jika dunia Research and Development (R&D) dari industri mengembangkan performa dari material chip itu sendiri, maka dari sisi akademia seharusnya melakukan riset di ujung ilmu pengetahuan material itu sendiri yaitu mencari dan mengembangkan karakteristik spesial dari material-material. Startup pengembangan chip AI kini sudah mulai menciptakan prosesor yang lebih efisien dalam hal konsumsi energy.

Di dunia komputasi dan pengembangan teknologi lain, komputasi kuantum menjadi salah satu opsi yang

sangat potensial dalam menggandeng AI di masa depan. Walaupun masih dalam status perkembangan awal yang dipacu oleh IBM saat ini, tetapi potensi ini akan membuat permasalahan dan optimasi AI menjadi lebih cepat, efektif, dan efisien. Agar AI dapat bekerja lebih dalam, kuat, dan lebih kreatif, maka algoritma komputasi kuantum menjadi salah satu opsi terbaik dalam pengembangan AI ini di masa mendatang.

AI di masa mendatang dapat dilihat menjadi ancaman seperti yang ditakutkan Elon Musk dan Bill Gates, tetapi bisa juga menjadi peluang melihat perkembangan dan aplikasi saat ini. Jika perubahan iklim siap mendobrak dunia dari sisi lingkungan dan bencana alam, maka AI juga siap mendobrak dari sisi dinamika ekonomi, sosial, atau bahkan politik. Masyarakat dunia harus bersiap-siap dengan perubahan sangat cepat ini. Lalu yang menjadi pertanyaan adalah seberapa siap kita menuju dunia v3.0?

O P I N I S O S I A L

MENELAAH KESENJANGAN DIGITAL DI INDONESIA

Perkembangan dan transformasi yang begitu cepat karena adanya globalisasi informasi mendorong negara Indonesia untuk membangun masyarakat berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi (Priambodo, 2014). Dalam proses pembangunannya tersebut, terdapat beberapa tantangan dan permasalahan yang harus dihadapi, salah satunya adalah tingginya tingkat kesenjangan digital .

Secara garis besar, permasalahan ini dilatarbelakangi oleh peran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) selama ini di Indonesia. Beberapa dekade terakhir, TIK mengalami perkembangan yang begitu pesat dan memengaruhi kehidupan masyarakat dalam berbagai aspek, seperti perizinan, jurnalisme, birokrasi, struktur industri, dan juga pasar. Seiring perkembangan tersebut, muncul suatu permasalahan fundamental yang tidak dapat dianggap remeh. Permasalahan tersebut adalah kurang meratanya distribusi infrastruktur TIK. Hal ini pada akhirnya menyebabkan terjadi kesenjangan digital.

Kurang meratanya distribusi infrastruktur TIK dapat dilihat dari dua kondisi utama. Kondisi pertama, kesenjangan masyarakat yang dapat mengakses TIK dengan masyarakat yang memiliki akses terbatas atau bahkan sama sekali tidak memiliki akses. Wilayah yang paling merasakan betapa terbatasnya akses TIK kebanyakan berada di wilayah timur Indonesia, seperti daerah Papua. Di sana, masih banyak wilayah yang masih belum tersentuh infrastruktur TIK. Sehingga, tidak heran bila masyarakat di sana mengalami kesulitan untuk mengakses TIK atau bahkan buta terhadap TIK.

Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat membutuhkan infrastruktur secara optimal dalam rangka menghubungkan koneksi antar pulau, antar masyarakat, dan antar lembaga. Akan tetapi, mengingat wilayah Indonesia yang begitu luas, yaitu sekitar 7,9 km2, tentu hal tersebut cukup sulit untuk diwujudkan.

Sementara itu, kondisi kedua adalah kesenjangan antara masyarakat yang mendapat keuntungan dari teknologi dan masyarakat yang tidak mendapatkannya. Bagi masyarakat yang menggunakan TIK, banyak keuntungan yang diperoleh. Buktinya, hampir segala kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi berkat TIK. Pelajar pada tingkat sekolah dasar misalnya. Berkat TIK, pelajar dapat mengakses segala materi pelajaran melalui internet hanya dengan menggunakan fitur pencarian Google Search. Sehingg,a tidak menutup kemungkinan pelajar tidak hanya mendapat satu bahan materi saja, melainkan pelajar berpeluang mendapatkan lebih dari satu materi pelajaran.

15DIALEKTIKA I 2018

Fathur RizkiDepartemen Hubungan Masyarakat

Justru hal yang sebaliknya terjadi pada masyarakat yang tidak mendapat keuntungan dari TIK. Masyarakat dengan kondisi tersebut justru akan mengalami ketertinggalan. Era global yang semakin dinamis dan modern justru menuntut masyarakat agar tidak buta terhadap TIK. Sebab, TIK telah menyentuh hampir segala aspek kehidupan masyarakat. Apabila masyarakat buta terhadap TIK, maka dapat dipastikan mereka akan mengalami ketertinggalan.

Memang, kondisi geografis menjadi kendala utama dalam penyebaran infrastruktur TIK di Indonesia. Secara umum, setiap daerah memiliki kondisi geografis yang berbeda. Perbedaaan tersebut pada akhirnya mempengaruhi aksesibilitas TIK. Hal ini sejalan dengan hasil studi yang dilakukan oleh Chen dan Wellman (2004) bahwa faktor utama yang memengaruhi aksesibilitas dalam penggunaan internet adalah lokasi geografis. Di Indonesia, sebagian

pengguna internet terpusat di pulau Jawa, Sumatera, dan Bali dengan jumlah sebesar 70 juta pengguna. Sementara, di wilayah Indonesia bagian timur seperti Nusa Tenggara, Maluku, Papua apbila dibandingkan dengan wilayah barat, jumlah pengguna internet di sana jauh lebih sedikit, yaitu hanya sebesar 5,9 juta pengguna. Perbandingan jumlah pengguna internet antara wilayah Indonesia bagian barat dengan wilayah Indonesia bagian timur dinilai sangatlah kontras. Di pulau Jawa, Sumatera, dan Bali dengan kondisi geografis yang tidak seekstrem di wilayah timur seperti Papua, dan lainnya, menjadi alasan utama aksesibilitas TIK di wilayah barat melimpah dan aksesibilitas TIK di wilayah timur sangat minim.

Sejauh ini, berbagai upaya pemerintah telah dilakukan untuk mengatasi kesenjangan digital di Indonesia, tetapi hal yang tidak bisa dihindarkan dalam penyelenggaraannya

Referensi

Kusuma, R. Y. (2014). Membangun Masyarakat Indonesia Berbasis Ilmu Pengetahuan. In B. B. Priambodo, Bersetia Bela Pancasila Demi Kejayaan Indonesia (pp. 308-315). Depok: Badan Penerbit FH UI.

D., Y., & Hidayat. (2014). Kesenjangan Digital di Indoneisa (Studi Kasus Kabupaten Wakatobi). Jurnal P ekommas, 81-83

Ariotedjo, D. (2017, 11 23). Millenialnomic dan Tantangannya. Indonesia. https://kumparan.com/dito-ariotedjo/millenialnomic-dan-tantangannya

Setiawan, B. (2017, 2 24). Pembangunan Proyek Palapa Ring Timur Dimulai, Ditargetkan Rampung 2019. Manokwari, Indonesia http://regional.kompas.com/read/2017/02/24/19485801/pembangunan.proyek.palapa.ring.timur.dimulai.ditargetkan.rampung.2019

adalah keterbatasan pembiayaan, terutama dalam bidang infrastruktur. Oleh karena itu, dalam rangka menutupi keterbatasan pembiayaan, menjalin mitra dengan lembaga TIK merupakan alternatif pilihan yang tepat. Dana pembiayaan yang minim mengharuskan pemerintah untuk mencari sumber pembiayaan lain, seperti dengan menjalin kolaborasi dengan lembaga terkait. Pada akhirnya, diharapkan pembangunan infrastruktur TIK dapat menyentuh seluruh wilayah yang ada di Indonesia.

16DIALEKTIKA I 2018

sumber : http://sangpemikir22.blogspot.co.id

17DIALEKTIKA I 2018

Perkembangan teknologi khususnya di abad ke-21 mengubah gaya hidup menjadi serba praktis, cepat, dan instan termasuk dalam pembelian obat-oba-tan. Pada 12 Oktober 2016, PT GO-JEK Indonesia resmi meluncurkan fitur baru di aplikasi GO-JEK, yaitu sebuah laya-nan baru di bidang kesehatan bernama GO-MED (hasil kolaborasi antara GO-JEK dengan fitur Apotek Antar di aplikasi HA-LODOC dari PT Mensa Medika Investama) untuk memfasilitasi pemesanan obat. GO-MED tidak menyediakan produk apa-pun, melainkan menghubungkan peng-guna aplikasi GO-JEK dengan lebih dari 1.000 apotek di Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya. Layanan GO-MED ini ke depannya akan bersaing dengan laya-nan serupa yang telah ada sebelumnya, seperti ProSehat dan Obat24.

GO-MED merupakan gagasan laya-nan, proses bisnis, dan potensi pasar yang unik dari perspektif usaha komer-

Dian RahmawatiBendahara

O P I N I K E S E H A T A N

PELAYANAN OBAT DI ERA DIGITAL

sial. Masyarakat dapat membeli dan me-nebus berbagai jenis obat yang tersedia dalam fitur secara online tanpa biaya pengiriman melalui GO-MED. Over-the--Counter (OTC) drugs di Indonesia terba-gi menjadi obat bebas dan obat bebas terbatas yang dapat dibeli tanpa resep dokter, mirip dengan layanan pesan an-tar GO-FOOD atau GO-MART. Obat keras atau dulu disebut “obat daftar G” (dari kata gevaarlijk: berbahaya) dapat dibeli pasien dengan mengunggah foto resep dokter ke layanan GO-MED. Apoteker rekanan akan mengkaji foto resep, ke-mudian memberikan obat via penge-mudi GO-JEK. Informasi penggunaan obat lalu dikirimkan melalui e-mail ke-pada pasien. GO-MED berpotensi mem-perluas keterjangkauan dari perspektif akses layanan, karena pasien dengan hambatan akses dapat menebus resep kapan saja, tanpa harus ke apotek, serta meminimalkan ketidaknyamanan pasien ketika harus menebus obat-obat yang sensitif. Akan tetapi, jika dilihat dari pers-pektif praktik pelayanan kefarmasian, GO-MED secara tidak langsung telah me-micu profesi apoteker terbelah menjadi dua yaitu apoteker yang mengelola dan

menyiapkan obat, sedangkan pengemu-di GO-JEK yang akan menyerahkan obat ke pasien dimana kedua pihak tersebut tunduk pada kendali pasar. Hal ini me-nimbulkan keresahan masyarakat teruta-ma di kalangan apoteker. Permasalahan tersebut meliputi fungsi apoteker, cara pemberian informasi obat (PIO) yang baik dari apoteker kepada pasien, dan cara mengetahui orisinalitas dari resep obat tersebut.

Peran besar apoteker dibutuhkan untuk menjaga kerasionalan peng-gunaan obat dan memegang kualitas layanan kefarmasian. Kemudahan yang ditawarkan untuk pasien yang meng-gunakan GO-MED membuka celah yang mempersulit kerja apoteker untuk mem-berikan pelayanan komprehensif, yaitu sulitnya apoteker untuk memastikan keaslian resep hanya berbekal foto yang diunggah ke aplikasi. Resep tersebut akan rentan dipalsukan dalam layanan GO-MED dimana resep asli akan tetap berada di tangan pasien. Hal ini dapat dimanfaatkan pasien untuk melakukan penebusan resep berulang yang memicu tingginya kasus resistensi antibiotik dan antivirus, sehingga penderita akan lebih

sumber : https://coconuts.co

18DIALEKTIKA I 2018

sulit disembuhkan sehingga membe-rikan dampak yang luas dan tidak hanya terbatas pada keselamatan pasien. Se-lain itu, PIO melalui e-mail sangat tidak memadai pada pasien tertentu (pasien dalam kondisi khusus (anak-anak, lan-jut usia, ibu hamil, ibu menyusui, pasien dengan penyakit penyerta), pasien yang menggunakan terapi jangka panjang atau obat dengan indeks terapi sempit, dan pasien yang menggunakan banyak obat sekaligus (polifarmasi)) tetap mem-butuhkan konseling interaktif dengan apoteker, informasi karakteristik pasien yang minim dari sebatas unggahan re-sep akan menyulitkan apoteker mengi-dentifikasi pasien tertentu, serta proses konseling tentu tidak bisa diwakilkan ke-pada pengemudi GO-JEK.

Landasan hukum menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di apotek menyebutkan bahwa apotek

adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker, sedangkan pelayanan ke-farmasian adalah suatu pelayanan lang-sung dan bertanggung jawab kepada pasien. Resep adalah permintaan tertu-lis dari dokter atau dokter gigi, kepala apoteker, baik dalam bentuk paper mau-pun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Mungkin hanya akan membuang energi jika masyarakat menahan laju inovasi dan mungkin tidak bijak untuk menutup layanan GO-MED jika melihat potensinya. Peran Ikatan Apoteker Indo-nesia (IAI) dibutuhkan untuk mengawasi pelaksanaan Peraturan Pemerintah No-mor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, PERMENKES No. 35 tahun 2014, dan kode etik apoteker. Asosiasi Apotek Seluruh Indonesia (APSI) dapat menginisiasi proses otorisasi apotek.

Usaha membatasi dampak harus di-lakukan dengan memperbaiki alur dari layanan GO-MED dan perluasan bidang usaha harus didiskusikan terlebih dahu-lu dengan Kementrian Kesehatan dan Organisasi Profesi agar dampak yang ditimbulkan tidak membahayakan ke-selamatan pasien. Tindakan tepat yang sebaiknya masyarakat lakukan sebagai masyarakat jika datang ke apotek ter-dekat sehingga masyarakat akan men-dapatkan PIO dan konseling dari apo-teker serta akan mendapatkan informasi penting dalam penggunaan obat yang dipakai sehingga masyarakat dapat men-ghindari hal-hal yang tidak diinginkan saat mengonsumsi obat. Masyarakat ha-rus bijak dan cerdas dalam penggunaan maupun pembelian obat, karena sehat tidaklah seinstan itu, tanya obat, tanya apoteker.

sumber : http://channel-indonesia.com

Amalia SevatitaDepartemen Bisnis dan Proyek

19DIALEKTIKA I 2018

O P I N I K E S E H A T A N

MEDIA SOSIAL DAN ROMANTISASI PENYAKIT MENTAL

Seperti Anda, saya adalah penikmat dan pengguna aktif media sosial. Wadah ini memberikan saya kebebasan untuk mengekspresikan apa yang saya ingin publik atau teman saya ketahui tentang apa yang sedang saya lakukan, pikirkan, gunakan, dan lain-lain. Dengan kebeba-san dan banyaknya pengguna, media sosial menjadi wadah yang efektif untuk membangun kesadaran positif terkait penyakit mental. Namun, kebebasan ini tak selalu berujung pada hasil yang po-sitif tetapi juga munculnya romantisasi penyakit mental di media sosial.

Ketik #depression #thinsperation #anxiety di laman Instagram atau Tum-blr, maka Anda akan menemukan seti-daknya ratusan foto yang meromantisasi penyakit mental tersebut yang memban-gun persepsi seolah penyakit mental adalah hal keren untuk dimiliki. Selain itu, kerap kali didapati orang-orang yang

terlalu cepat mendiagnosa dirinya dan salah menempatkan kata depresi den-gan menuliskan caption di media sosial seperti misalnya “IP gue hancur. Gue de-presi.” atau “Gue depresi karena baru pu-tus dari pacar.” Pernah juga muncul video percobaan bunuh diri yang viral di Face-book dan Instagram, serta hal yang le-bih absurd dan menggelitik adalah toko online yang memanfaatkan penyakit mental untuk mengeruk untung dengan menjual kaos bertuliskan “Stressed. De-pressed. But well dressed.” yang dapat diartikan bahwa tidak masalah Anda mengalami depresi dan stress asalkan Anda tetap berpakaian baik. Atas dasar apa depresi dapat dibenarkan dan baik--baik saja sepanjang Anda berpakaian baik?

Adalah paradoks bahwa penderita penyakit mental tertarik untuk mempu-blikasikan dan mengglamorkan penyakit

yang ia miliki. Pasalnya, penyakit terse-but adalah penyakit serius yang sangat menyakiti dan mengganggu kehidupan penderitanya. Salah satu contohnya adalah depresi. Depresi mengoyak ke-senangan dan harapan pada siapapun yang mengalaminya dan menyebabkan penderitanya mengalami perasaan hampa sehingga penderita kehilangan kesenangan pada hal apapun yang bia-sanya ia sukai. Selain itu, depresi tidak sama dengan kesedihan normal; depresi berlarut dan berlangsung dalam waktu yang lama dan dapat menimbulkan piki-ran untuk bunuh diri bagi penderitanya. Dengan fakta tersebut, menjadi paradox ketika penderita depresi justru menggla-morkan penyakit yang ia miliki di media sosial dengan mengunggah kutipan foto ataupun caption terkait depresi. Adalah paradoks juga ketika foto-foto perbua-tan menyakiti diri dengan menggoreskan

20DIALEKTIKA I 2018

silet ke tangan, foto hasil diet berlebihan serta foto kaos dengan tulisan “Stressed. Depressed. But well dressed” dipublika-sikan, disebarluaskan bahkan dijual ke netizen.

Perbuatan tersebut bukan hanya bentuk romantisasi penyakit mental, melainkan juga menciptakan stigma ne-gatif bahwa penyakit mental adalah hal lumrah, keren, dan seolah membuat sia-papun yang mengalaminya adalah ma-nusia yang unik. Romantisasi juga sama sekali tidak menolong mereka yang menderita penyakit tersebut, tetapi jus-tru akan menyakiti dan mendorong me-reka pada lubang yang jauh lebih dalam. Media sosial mempunyai kemampuan besar untuk mempengaruhi orang me-

lakukan sesuatu sehingga meromanti-sasi penyakit tersebut dapat mendorong orang-orang meniru perbuatan desk-truktif tersebut dan justru akan menyaki-ti penderitanya.

Penyakit mental itu sakit, layaknya penyakit fisik lainnya dan mempublika-sikannya di media sosial dengan dalih sel-f-expression adalah perbuatan paradoks dan tidak dapat dibenarkan. Kita tidak akan pernah paham seutuhnya penyakit tersebut sampai kita sendiri yang men-galaminya. Maka dari itu dengan se-makin banyaknya penderita penyakit mental di era digital, sudah seharusnya masyarakat berhenti mengglamorkan penyakit tersebut dan harus mulai me-lek soal penyakit tersebut, membuang

jauh stigma negatif terhadapnya, peduli dengan mereka yang mengalaminya ser-ta menggunakan fitur report ketika me-nemukan foto, video ataupun caption yang meromantisasi penyakit mental.

Puji P. Rahayu Controller

21DIALEKTIKA I 2018

Wabah baru tiba-tiba muncul dan mengecam populasi penduduk Bumi yang dipenuhi oleh manusia, cyborg, dan android. Sementara itu, di luar angkasa, orang-orang Bulan men-gamati mereka, menunggu waktu yang tepat untuk menyerang.

Cinder—seorang cyborg—adalah mekanik ternama di New Beijing. Gadis itu memiliki masa lalu yang misterius, diangkat anak dan tinggal bersama ibu dan dua orang saudari ti-rinya. Suatu saat, dia bertemu dengan Pangeran Kai yang tampan. Dia tidak mengira bahwa pertemuannya dengan sang Pangeran akan membawanya terjebak dalam perseteruan anta-ra Bumi dan Bulan. Dapatkah Cinder menyelamatkan sang Pangeran dan Bumi?

R E S E N S I B U K U

THE LUNAR CHRONICLES #1 CINDER

“Mungkin, banyak rahasia yang tersimpan dalam dirinya. Akan tetapi, dia tidak pernah membohongimu.”

Judul: Cinder

Seri: The Lunar Chronicles #1

Penulis: Marissa Meyer

Penerjemah: Yudith Listiandri

Penyunting: Selsa Chintya

Proofreader: Titish A.K.

Penerbit: Penerbit Spring

Tahun terbit: Januari 2016, cetakan pertama

Tebal buku: 384 halaman

ISBN: 978-602-71505-4-6

22DIALEKTIKA I 2018

Resensi:

Linh Cinder adalah cyborg yang terkenal sebagai mekanik ternama di New Beijing. Bersama dengan Iko, se-buah android, Cinder membuka sebuah kios di pasar. Jati dirinya yang memang bukan manusia sepenuhnya, terkadang membuat banyak orang memandang ji-jik pada Cinder. Begitu pula dengan ibu tirinya, Linh Andri, dan putrinya, Pearl. Untungnya, adik Pearl, Peony, masih mau untuk berteman dengan Cinder. Suatu ketika, pangeran mahkota Persemakmu-ran Timur, Kai, mengunjungi kios Cinder untuk memperbaiki android miliknya, Nainsi. Dengan kemampuan cyborg-nya, tidak heran kalau Cinder bisa mengenali Kai dalam samaran. Sejak saat itu, entah mengapa, Kai dan Cinder menjadi se-ring bertemu, mulai dari di kios Cinder, laboratorium kerajaan, hingga Kai yang memang mengundang Cinder untuk bertemu. Sampai terakhir, Kai bermak-sud mengundang Cinder dalam Festival Pesta Dansa kerajaan.

Di lain sisi, wabah letumosis sedang menyerang dunia. Wabah ini sangatlah berbahaya dan belum ditemukan obat-nya. Kondisi Persemakmuran Timur se-makin merosot karena Kaisar Rikan, akhir-nya meninggal dunia karena penyakit ini. Otomatis, Kai harus siap menggantikan ayahnya dan menghadapi Ratu Levana---Ratu Bulan yang begitu licik dan tidak memiliki perasaan. Levana berjanji un-tuk memberikan obat penawar letumo-sis apabila Kai mau melakukan aliansi perdamaian yang ditawarkan. Aliansi apa yang ditawarkan oleh Levana? Ba-

gaimana Kai menghadapinya? Lalu, apa hubungan semua ini dengan kehidupan Cinder? Buku pertama dari seri The Lunar Chronicles ini akan menjawabnya.

***

The Lunar Chronicles merupakan sebuah seri fiksi-ilmiah yang ditulis oleh Marissa Meyer. Mengambil latar dunia modern, yakni pada Third Era, zaman setelah berakhirnya Peran Dunia IV. Di sini, Meyer mencoba untuk menggam-barkan bentuk modern dari dunia. Mulai dari tata pemerintahan dunia yang lebih sederhana, hanya ada enam negara saja, Persemakmuran Timur, Eropa, Afrika, Amerika, Inggris, dan Australi, hingga teknologi-teknologi yang berkembang, seperti adanya hover dan portscreen. Meyer berhasil menggambarkan semua itu dengan detail. Kemudian, hal yang paling saya sukai dari novel ini adalah, re-telling dongeng klasik yang tidak biasa. Jujur, saya begitu menyukainya.

Awalnya, saya tidak sebegitu berkekspektasi dengan novel ini. Saya sekadar mengharapkan suatu bacaan ringan. Nyatanya, semua itu salah. Saya sangat ketagihan dengan novel ini dan berdoa semoga novel ini tidak cepat tamat. Meyer berhasil memorak-po-randakan saya dengan cerita yang ia sajikan. Pada akhirnya, saya penasaran bagaimana cara Kai menghadapi Levana, hingga identitas sebenarnya dari Cinder. Saya sampai geleng-geleng kepala saat mennyadari bahwa imajinasi dari Maris-

sa Meyer begitu apik.Setidaknya, Meyer mencoba menun-

jukan bagaimana kehidupan di dunia ini setelah berbagai teknologi ditemukan. Banyak sekali kemudahan yang tercipta. Meskipun tidak menutup kemungkinan ada berbagai bentuk penyalahgunaan teknologi yang ada. Apa yang dilakukan oleh Ratu Levana pada dasarnya meru-pakan bentuk penyalahgunaan dari tek-nologi yang ia miliki. Hal ini digunakan untuk menekan kekuasaan dari Kai, pen-guasan Persemakmuran Timur.

Bagi yang ingin menemukan karya retelling yang tidak biasa, Cinder dapat menjadi pilihan. Selain mencampurkan unsur fiksi ilmiah dan dongeng, Cinder juga berusaha menggambarkan ba-gaimana diskursus akan politik dunia tercipta setelah Perang Dunia IV be-rakhir. Menurut saya, Cinder merupakan bacaan ringan yang di satu sisi membuat pembaca berpikir lebih jauh akan apa yang akan terjadi di dunia saat teknologi begitu maju dan lainnya. Pada akhirnya, berbagai bentuk ketidakadilan pun ter-cipta. Apalagi, di masa ini, manusia tidak hidup sendirian. Akan tetapi berdampin-gan dengan android dan juga cyborg. Bukankah begitu rumit kehidupan yang ada di masa tersebut?

23DIALEKTIKA I 2018

SibukItulah manusiaYang selalu berorientasi pada kehidupannya

Beraneka ragam manusia ada di duniaApakah ini yang dinamakan masyarakat?

Bukan zaman sekarang katanya....Kalau tidak pakai smartphone..Klik sana, klik sini, tujuan tercapaiBahagia karena mendaptkan yang diharapkan

Canggih... Ya! Manusia memang canggihKarena kesibukannya selalu menggunakan smartphone

Aku adalah salah seorang manusiaYang mengikuti perkembangan iniYang mengamati apa yang terjadi di dunia ini

Aku sakit... tapi tak mau langsung minum obatAku hanya perlu informasi yang sesuai dengan kemauankuTeknologi dapat kujangkau dan ia mengerti keadaankuCepat, tepat, dan membuat diriku tidak mengeluh sakit

Peluang besar untukkuUntuk selalu menjaga kesehatankuKarir dan masa depankuTerbantu dengan kecanggihanmuTeknologi....

PELUANG ATAU DILEMAAryan Nugroho

Departemen Kesekretariatan

Namun, kecanggihan ini membuat aku pada akhirnya gelap mataHal yang tak terduga terjadiPemborosan... Kekisruhan... Panas... Mengerikan….Semakin canggih dayaku, semakin buruk keadaanku

Masyarakat canggih dengan beragam teknologiSmartphone membuktikannya....Peluang besar diraihKeburukan juga diambilSanggupkah kita memahami arti canggih?

Bagiku tidakBagiku, tetap saja.. banyak dilema yang akhirnya terciptaP

UI

SI

24DIALEKTIKA I 2018

Kereta selalu tampak ramai di sore hari. Semua orang berbondong-bondong untuk segera pulang dan beristiharat. Termasuk remaja SMA yang ber-name--tag Lisa Anggrani Putri. Ia terlihat fokus dengan ponsel di tangannya. Sebuah headset pun tergantung rapi di telinga. Ia tampak tak mempedulikan keadaan di sekitarnya. Apa yang dilakukan oleh Lisa ini juga dilakukan oleh penumpang ke-reta lainnya. Hampir semua orang yang berada di dalam kereta tersebut, tengah sibuk dengan ponsel masing-masing.

Lisa melirik sebentar ke arah jende-la saat kereta yang ia tumpangi akan berhenti di stasiun tujuannya. Setelah kereta benar-benar berhenti, ia segera turun dari kereta dan, tentu saja, masih sibuk dengan ponsel yang ia bawa.

“Iya, Pak. Saya tunggu di depan stasiun ya, Pak!” ucap Lisa seraya berjalan ke arah pintu keluar stasiun.

Di pinggir pintu keluar stasiun, banyak orang yang berkerumun. Sepertinya, me-reka sedang menunggu. Entah menung-gu jemputan atau menunggu ojek online seperti yang sedang Lisa lakukan. Cukup lama Lisa menunggu kedatangan abang ojek online yang sudah ia pesan. Lisa te-rus mengecek keberadaan sang driver melalui ponselnya. Setelah mengirimkan pesan singkat kembali, akhirnya sang dri-ver sampai juga dan bersiap mengantar

Mencicipi Masa Lalu

Lisa sampai tujuan.

***

“Assalamualaikum! Mama, aku pulang!” ucap Lisa seraya melepas sepatu dan ber-jalan ke arah kamarnya.

“Waalaikumsalam. Lisa, segera mandi dan makan malam, ya,” sahut mama dari arah dapur. Mama Lisa tahu bahwa Lisa sedang mandi kala tak ada sahutan bala-san yang terdengar.

Setelah selesai mandi, Lisa bergegas menuju ruang makan. Mama sudah du-duk di salah satu kursi di meja makan. Lisa tersenyum sekilas dan mengambil duduk di depan mamanya. Suasana makan ma-lam hari ini terasa begitu hening dan sepi. Kursi kepala keluarga kosong karena papa sedang pergi ke luar kota. Padahal, bia-sanya Papa-lah orang yang menghidupan suasana di rumah supaya lebih berwarna.

“Ma, Papa sampai berapa lama di Kali-mantan?” tanya Lisa sambil menyantap makan malamnya

“Satu minggu, Lis. Kata papa, banyak yang harus diperiksa di sana,” jawab pe-rempuan paruh baya yang masih tampak cantik di usianya yang sudah memasuki angka 45. Lisa hanya mengangguk me-nanggapi jawaban mama.

“Lisa, besok kan hari Minggu. Gimana kalo kamu temenin mama?”

Shendy ResnandaDepartemen Pengembangan Sumber Daya Manusia

CE

RP

EN

25DIALEKTIKA I 2018

“Ke acara mama dan teman-teman mama itu? Nggak mau ah, Ma. Lisa nggak tertarik.”

“Loh, kenapa? Di sana kan juga ada anak teman-teman mama yang lain,” tanya mama sambil mengernyitkan ke-ning dengan heran. Tidak biasa-biasanya Lisa berkata demikian.

“Nggak mau. Kenapa Lisa harus mau ikut ke acara ibu-ibu? Mama tahu nggak sih, itu anak teman-teman mama yang ikut kan karena mereka aneh. Masa ikut ke acara ibu-ibu?” jelas Lisa sambil me-neruskan makannya.

“Lisa nggak boleh ngomong gitu! Ayo ikut mama. Daripada kamu di rumah nonton youtube atau drama-drama itu, lebih baik kamu ikut mama. Kamu bisa berteman dengan anak-anak teman mama, kamu bisa punya teman baru,” bujuk mama dengan lebih halus.

“Lisa nggak mau teman baru, Ma. Lisa udah seneng kok dengan aktivitas yang Lisa lakukan.. nonton youtube, main ins-tagram, nonton drama… daripada kete-mu anak-anak teman mama. Nggak asyik tahu, Ma,” elak Lisa.

“Lisa, mama kasih tahu ya… Zaman mama dulu di saat seusia kamu itu nggak ada ponsel dan laptop. Terus… youtube, instagram, gitu-gitu nggak ada.. tapi mama merasa bahagia,”

“Kok bahagia sih hidup di zaman dulu yang nggak ada apa-apanya ?” Lisa mera-sa ada yang salah dengan ucapan mama. Mana mungkin bahagia kalau tidak ada ponsel, laptop, youtube dan instagram, pikirnya.

“Mama merasa bahagia karena mama punya banyak teman di sekitar mama. Jalan-jalan dengan teman mama, ber-canda, hingga bercerita dan tertawa ber-

sama dengan teman-teman. Bukannnya terus-terusan bersama dengan benda mati yang nggak bisa kamu ajak ngobrol,” terang mama sambil menatap Lisa lekat--lekat.

“Lisa juga punya teman, Ma.”“Hanya teman sekolah kamu, Lisa.

Itupun, kamu jarang sekali ikut kegiatan sekolah jadi pasti teman kamu hanya te-man di kelas saja.”

“Lisa punya teman-teman selain di sekolah, kok.”

“Siapa? teman-teman kamu di dunia online itu? Kamu nggak akan merasakan bahagia yang sebenarnya Lisa.. Berkum-pul bersama teman, tertawa bersama, itu jauh lebih menyenangkan dibandingkan dengan tertawa sendirian melihat chat kamu dan temanmu itu.”

Lisa terdiam mendengarkan ucapan mamanya. Selama ini, Lisa berpikir bahwa kehidupannya sudah menyenangkan. Sekolah, pulang sekolah mengerjakan tugas, lalu bermain dengan gawainya.

“Lisa nggak ngerti dengan apa yang mama bilang, tapi Lisa rasa, Lisa sudah bahagia dengan apa yang Lisa lakukan sekarang ini”

“Mama bukannya mengatakan apa yang kamu lakukan sekarang tidak membuat kamu merasa bahagia. Mun-gkin kamu merasa bahagia tapi mama bilang kamu akan merasa jauh lebih bahagia ketika kamu benar-benar memi-liki teman yang secara nyata kamu temui. Kamu harus lebih banyak ikut kegiatan di luar, Lisa.”

“Itu buang waktu, Ma. Lebih baik ting-gal di rumah dan nonton,” sahut Lisa se-raya beranjak dari tempat duduknya, “su-dahlah. Lisa ingin lanjut nonton.” Mama mama hanya bisa geleng-geleng kepala

melihat apa yang dilakukan Lisa. Mama harap kamu akan mengerti arti

kebahagiaan sesungguhnya Lisa, ucap mama dalam hati.

***

Sinar matahari mulai masuk ke kamar Lisa melalui ventilasi. Lisa merasa cukup terganggu dengan suara kicauan burung dan suara ayam berkokok di pagi hari.

Sejak kapan ada suara burung dan ayam berkokok? pikir Lisa seraya beran-jak bangun. Suasana kamar ini bukan se-perti suasana kamarnya. Lisa mulai ber-tanya-tanya. Dimana dia sekarang? Dan kamar siapa ini?

“Shinta! Tidak biasanya kamu bangun terlambat. Ayo bantu Ibu ke pasar,” ucap seorang perempuan paruh baya yang kini berdiri di ambang pintu kamar Lisa.

“Nenek?” tanya Lisa tidak percaya me-lihat sosok perempuan di depannya ini. Bukan kah ini nenek? Ibunya mama? Ke-napa jadi terlihat muda?, pikir Lisa bin-gung.

“Nenek ? Kamu sekarang memang-gil Ibu nenek? Kamu pasti mimpi aneh, Ayo cepat bangun. Segera mandi dan bantu Ibu ke pasar,” ucap perempuan paruh baya yang diyakini Lisa sebagai neneknya itu. Tanpa berkata lagi, perem-puan itupun beranjak dari ambang pintu kamar.

“Shinta lagi aneh, Pak. Masa Ibu dipan-ggil nenek. Ada-ada saja,” sayup-sayup terdengar gerutuan suara kekehan tawa dari ruang keluarga. Lisa mengenali sua-ra-suara tersebut sebagai suara nenek dan kakeknya.

“Iitu tadi nenek kan? Nenek waktu masih muda. Aku yakin pernah melihat

26DIALEKTIKA I 2018

wajah nenek masih muda di album foto. Hemm… dan apa tadi? Nenek meman-ggilku Shinta? Shinta kan, mama…,” gerutu Lisa. Dengan bingung, Lisa keluar dari kamar yang terlihat tua ini. Rapi me-mang, tapi terlihat sangat kuno dan tra-disional.

“Pagi, Shinta! Ayo cepat mandi sana! Sebelum Ibumu menggerutu sepanjang pagi hari,” kata seorang laki-laki paruh baya yang terlihat sibuk dengan kopi dan TV berlayar hitam-putih di depannya. Lisa bingung harus mengucapkan apa. Dia pernah melihat lelaki ini, tapi hanya di foto. Lisa tahu laki-laki ini adalah ayah dari mama Lisa yang sudah meninggal ketika Lisa masih sangat kecil.

Dengan bingung, Lisa melihat sekeli-ling rumah. Ini bukanlah rumahnya. Lisa tahu rumah ini. Dalam setahun, Lisa akan berkunjung ke rumah ini beberapa kali. Akan tetapi, rumah ini terlihat berbeda. Terlihat lebih tradisional dibandingkan rumah yang biasanya Lisa kunjungi.

“Kenapa kamu berdiri di situ? Ayo ce-pat mandi sana dan segera temani Ibu ke pasar,” ujar seorang laki-laki bertubuh tinggi yang baru masuk ke dalam rumah lewat pintu depan.

Paman Hadi versi muda, pikir Lisa. So-sok paman yang selalu memanjakan Lisa ini terlihat jauh lebih muda dari yang bia-sa Lisa lihat. Dengan bingung, Lisa pun berjalan ke arah dapur.

Jika ini memang rumah nenek, maka sudah pasti kamar mandinya terletak di dapur, pikir Lisa. Dengan ragu, Lisa berjalan ke arah dapur dan berhasil me-nemukan letak dari kamar mandi. Ini benar-benar rumah nenek, ucap Lisa seraya melihat sekitar dapur dan masuk ke kamar mandi. Betapa terkejutnya Lisa ketika ia melihat pantulan bayangannya

di cermin. Ia melihat sosok ibunya ketika masih muda di cermin tersebut. Lisa me-megang wajahnya denga ragu.

“Ini badan mama, tapi ini aku.” Lisa terdiam melihat wajah cantik mamanya yang terpantul dari cermin di depannya.

Jadi, ini adalah badan mama, tapi ini jiwa aku. Tadi itu benar-benar nenek, kakek, dan paman Hadi ketika masih muda dan ini juga badan mama ketika mama masih muda, pikir Lisa setelah menyadari semua keanehan yang terjadi.

“Jadi aku menjadi mama yang masih muda? Kembali ke zaman mama? Ini tahun berapa?” racau Lisa. Dengan sege-ra, Lisa menyelesaikan mandinya untuk segera keluar dan melihat kalender.

“3 Juni 1989?!” pekik Lisa terkaget. Lisa menyadari di tahun tersebut, mamanya masih duduk di bangku SMA. Kemungki-nan, baru berumur 17 tahun.

“Kamu kenapa kaget melihat kalen-der? Ayo cepat ke pasar sebelum kamu jalan-jalan bersama teman-temanmu,” ujar nenek Lisa seraya meraih pergelan-gan tangan Lisa dan membawa pergi ke pasar.

***

Lisa menatap suasana di sekeliling-nya dengan takjub. Tidak pernah dilihat-nya pemandangan seperti ini selama 17 tahun hidupnya. Lisa hanya akan berbe-lanja di mall dekat rumahnya dan pulang tanpa perlu mengenal petugas kasir. Akan tetapi, sekarang dilihatnya semua orang bercengkerama dengan sangat ramai dan melakukan tawar-menawar dengan candaan.

“Pagi, Shinta! Selalu cantik seperti biasanya, ya,” goda seorang Ibu penjual sayur. Lisa hanya tersenyum kecil men-dengar godaan Ibu penjual sayur terse-

but.“Shinta tampak pendiam Bu Ratna.

Apa Shinta sedang sakit?” tanya Ibu pen-jual sayur itu bingung.

“Tidak, dia sudah terlihat aneh semen-jak bangun tidur. Entah tadi malam mim-pi apa anak ini,” jawab nenek Lisa sembari memilih beberapa jenis sayur.

“Shinta!” teriakan seseorang menge-jutkan Lisa dari arah samping kanannya “Ayo kita jalan-jalan! Bukankah kita su-dah berencana untuk berjalan-jalan di sawah?” ucap seorang remaja cantik berkacamata.

“Tidak, Dewi. Shinta harus membantu Ibu membawa semua belanjaan ini ke rumah. Baru kemudian bisa ikut kamu jalan-jalan. Lagi pula kalian pasti belum sarapan,” sahut nenek Lisa seraya menye-rahkan semua kantong keresek berisikan sayur kepada Lisa.

Dewi? Dewi siapa? Teman mama? pikir Lisa bingung. Lisa hanya diam menden-gar perdebatan antara neneknya dan ga-dis bernawa Dewi di depannya itu.

“Yah, ibu. Teman-teman sudah menunggu di pondok. Kasihan mereka kalau menunggu lama. Masalah sarapan pagi, ibu tenang saja. Sawah yang kami kunjungi dekat dengan rumah Anwar,” rayu Dewi seraya menatap dengan wajah memelas ke arah nenek Lisa.

“Ckck… Selalu saja kalian ini. Baiklah, kali ini aku izinkan karena belanjaan hari ini tidak terlalu banyak. Tapi tidak untuk minggu-minggu selanjutnya dan jangan lupa sampaikan salamku untuk Ibunya Anwar,” ujar nenek Lisa pada akhirnya seraya mengambil kembali kantong keresek berisi sayuran yang tadi dise-rahkannya kepada Lisa.

“Siap! Ibu memang yang terbaik. Ayo, Shinta! Kita segera ke sawah. Teman-te-

27DIALEKTIKA I 2018

man yang lain sudah menunggu kita,” ucap Dewi bersemangat sambil meng-gandeng tangan Lisa. Dewi pun men-garahkan Lisa menuju sawah yang akan mereka kunjungi. Di sepanjang jalan, Dewi terus memberitahu Lisa apa yang akan mereka lakukan hari ini. Lisa hanya mendengarkan sambil bertanya-tanya, siapa lagi orang yang akan ia temui nanti.

***

Lisa melihat pondok di tengah sawah. Di sana sudah ada tiga remaja laki-laki yang tengah bercanda dengan serunya. Apakah pondok itu yang dimaksud Dewi? Siapa tiga laki-laki itu? pikir Lisa.

“Dendi! Anwar! Bima!” teriak Dewi se-raya melambaikan tangannya ke arah 3 laki-laki tersebut. Lambaian tangan Dewi disambut dengan baik oleh ketiganya.

Bima ? Jangan bilang Bima Kusuma, pikir Lina sambil menaiki pondok dan betapa terkejutnya Lisa melihat sosok ayahnya duduk santai seraya tersenyum cerah ke arahnya.

Ayah!, pekik Lisa dalam hati. Ini ayahnya ketika masih muda, Lisa sangat mengenal sosok lelaki kebanggaannya itu.

“Shinta… kenapa melihat Bima seper-ti itu? Jangan bilang kamu dan Bima…,” ucap lekaki entah siapa namanya yang berada tepat di samping kanan Bima. Setelah mendengar ucapan tersebut, teman-teman yang lain pun bersorak he-boh.

“Apa kamu Anwar? Ada-ada saja,” sahut Bima.

Kemudian, mereka semua mulai asyik bercerita tentang apa yang terjadi di sekolah dan rumah masing-masing. Mereka saling menceritakan bagaima-

na ibu mereka yang galak ketika marah namun yang selalu mereka sayang. Ke-mudian, mereka pun bercanda dengan mulai saling mengejek satu sama lain. Lisa tersenyum seraya sesekali tertawa mendengar cerita mereka. Lisa merin-dukan suasana seperti ini. Dia pernah merasakannya ketika dia masih duduk di bangku sekolah dasar, ketika dia belum begitu mengenal ponsel dan internet. Terlebih youtube dan instagram.

Ketika itu, Lisa dan teman-temannya akan bercanda dan bermain bersama. Mereka tidak menggunakan ponsel un-tuk bercerita. Mereka akan bertemu se-cara langsung di taman komplek rumah. Seperti sekarang ini. Tapi ini begitu men-gejutkan karena mereka masih seperti ini di usia mereka yang sudah 17 tahun. Mungkin karena belum adanya pon-sel dan internet mereka jadi seperti ini. Tapi, meskipun sudah ada internet, per-temuan secara langsung, dapat berko-munikasi dengan bertatap muka ini le-bih baik dibandingkan dengan melalui chat. Lisa menyadari betapa bahagianya mamanya dulu ketika di usianya meski tak memiliki ponsel, internet, youtube, instagram dan, semua media masa kini yang memudahkan semua orang namun juga menjauhkan.

Senja datang menghampiri. Terlihat semua orang sudah mulai kembali ke rumah masing-masing. Begitu pula dengan kelima remaja ini. Lisa menatap kepergian teman-teman orang tuanya, serta ayahnya, Bima, yang berjalan terus beriringan bersama yang lainnya. Sung-guh waktu cepat sekali berlalu dan yang mereka lakukan hanyalah duduk santai di sawah dan bersenda gurau. Saat wak-tu makan siang tiba, mereka ke rumah Anwar.

Lisa tidak pernah merasakan makan di rumah temannya. Disambut baik oleh keluarga temannya. Bahkan, Lisa baru menyadari tidak ada teman yang benar--benar dekat dengannya. Mungkin ini-lah maksud mamanya malam itu. Ingin Lisa memiliki banyak teman yang dapat diajak bermain. Bertatap muka secara langsung dan merasakan bahagia yang sesungguhnya. Tidak merasa bahagia hanya karena media elektronik yang bahkan tidak bisa diajak berbicara.

Pukul 19.00 suasana rumah sudah sangat sepi. Tidak terdengar aktivitas apapun di luaran sana. Semua orang pergi ke kamar masing-masing untuk beristirahat. Lisa menatap langit-langit kamar mamanya. Kamar yang menemani mamanya ketika berumur belasan. Lisa tersenyum mengingat apa yang telah dia lakukan di tahun 1989 ini bersama teman-teman mamanya dan juga pa-panya yang masih muda. Pengalaman yang sangat luar biasa. Lisa merasa dia akan baik-baik saja di kehidupan yang sederhana ini jika dia dapat sebahagia ini. Tidak perlu memiliki ponsel. Tidak perlu mengenal internet. Dia yakin akan baik-baik saja.

***

Lisa merasa terganggu dengan sua-ra alarm yang berasal dari ponselnya. Diraihnya benda tipis berwarna hitam di sekitar tempat tidurnya itu untuk menghentikan suara berisik yang ditim-bulkan.

28DIALEKTIKA I 2018

10.00. Angka itu terpampang di layar ponsel yang Lisa pegang. Sebentar.. pon-sel?

Dengan cepat Lisa beranjak dari tem-pat tidurnya dan melihat keadaan di sekitarnya. Ini kamarnya. Benar-benar kamarnya. Lisa bisa melihat di atas meja belajar terdapat laptop dan semua ben-da-benda milik Lisa. Di tangannya pun ada ponsel berwarna hitam kesayan-gannya.

“Aku sudah kembali ke tahun 2017… atau itu tadi hanya mimpi?” lirih Lisa saat melihat kalender di meja belajarnya.

“Mama!” teriak Lisa seraya berjalan ke-luar dari kamar. Dilihatnya rumahnya su-dah kosong. Mama sudah pergi ke acara itu, pikirnya.

“Dewi!” Lisa segera pergi mencari mencari kumpulan album orang tuanya dengan tergesa-gesa. Ini benar-benar Dewi, Anwar, mama, dan papa ketika ma-sih muda. Jadi yang aku alami itu nyata?

***

Setelah mandi dan juga berganti pakaian. Lisa memutuskan untuk keluar rumah. Memutuskan untuk berjalan--jalan di sekitar komplek rumahnya, Lisa banyak bertemu dengan orang-orang yang baru saja selesai berolahraga atau sekadar bercengkerama di luar rumah. Sibuk dengan ponsel dan dunia maya, nyatanya membuat Lisa lupa bahwa masih banyak orang di sekitarnya yang dapat membuatnya merasa bahagia. Ra-sanya Lisa ingin bermain bersama dan melakukan banyak hal yang tidak dia lakukan bersama teman-temannya. Pon-sel dan internet itu memang penting. Akan tetapi, bukan berarti kedua hal itu yang akan membuat kita merasa benar--benar bahagia.

sumber : https://www.istockphoto.com

29DIALEKTIKA I 2018