Upload
kelly-sc-tanzil
View
195
Download
11
Embed Size (px)
DESCRIPTION
k
Citation preview
EVALUASI DIAGNOSTIK DAN TATALAKSANA
SINDROMA CUSHING
PENDAHULUAN
Sindroma Cushing merupakan gangguan multisistim akibat peningkatan
hormon kortisol yang berlebihan secara kronis. Upaya menegakkan
diagnosis dan diferensial diagnosis sindroma Cushing masih merupakan
tantangan sampai saat ini. Diagnosis stadium awal sindroma Cushing,
saat manifestasi klinis belum menonjol, bukanlah merupakan hal yang
mudah. Adanya hiperkortisolemia harus dipastikan sebelum dilakukan
evaluasi diagnostik lebih lanjut yaitu membedakan sindroma Cushing
tergantung Adrenocorticotropin hormone (ACTH dependen) dengan
sindroma Cushing tak tergantung ACTH (ACTH independen ).1
Penyebab utama sindroma Cushing adalah faktor eksogen yaitu
penggunaan preparat kortikosteroid. Penghentian penggunaan preparat
tersebut akan menurunkan sampai menghilangkan gejala.2 Dalam
makalah ini dikemukakan sindroma Cushing akibat faktor endogen.
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
ACTH diproduksi oleh sel kortikotrop di hipofise anterior. Hormon
ini memegang peranan penting dalam mengendalikan produksi kortisol,
androgen adrenal dan aldosteron. ACTH dilepas ke dalam sinus venosus
petrosus sebagai respon terhadap rangsangan corticotropin-releasing
hormone (CRH) dari hipotalamus (Gambar 1). ACTH dilepaskan dengan
pola diurnal dan independen terhadap kadar kortisol yang beredar.
Puncak pelepasan terjadi beberapa saat sebelum bangun tidur dan
kadarnya menurun sepanjang hari. Kontrol pelepasan CRH dan ACTH
dilakukan oleh mekanisme umpan balik negatif pada tingkat hipotalamus
dan hipofise. Input neuronal pada tingkat hipotalamus juga dapat
merangsang pelepasan CRH.3,4 Meskipun pada penyakit Cushing sekresi
ACTH dalam jumlah besar, biasanya masih dijumpai respon umpan balik
negatif terhadap glukokortikoid dosis tinggi. Sebaliknya bila dijumpai
sumber ACTH ektopik yang berasal dari tumor ekstra kranial tidak
berespon umpan balik negatif dengan glukokortikoid dosis tinggi. Namun
demikian kadang dijumpai keadaan yang saling tumpang tindih.4
Gambar 1. Aksis Hipotalamus-hipofise-adrenal.
Sumber: Cushings disease: Clinical manifestations and diagnostic evaluation. Am Fam Physician 2000; 62 : 1119-27.
Sindroma Cushing disebabkan oleh sejumlah keadaan (Tabel 1).
Disamping itu, telah dilaporkan pula sejumlah kasus sindroma Cushing
akibat ekspresi pasangan reseptor G-protein aberan seperti gastric-
inhibitory-peptide-receptor (GIP), reseptor beta adrenergik, reseptor
vasopresin-1 dan reseptor LH/HCG. Penemuan ini membuka cakrawala
baru dalam penatalaksanaan sindroma Cushing yakni melalui mekanisme
inhibisi reseptor.
Fisiologi
Penyakit Cushing merupakan bentuk spesifik dan penyebab utama (80%)
dari sindroma Cushing. Penyakit ini terutama disebabkan oleh adenoma
hipofise, mikroadenoma (< 1 cm).2,4 Patogenesis terjadinya penyakit
Cushing belum diketahui secara pasti. Saat ini terdapat dua hipotesis
utama yakni teori hipotalamus dan teori hipofise.5
Dasar teori hipotalamus adalah penyakit Cushing disebabkan oleh
hiperplasia hipofise dan CRH ektopik. Teori hipofise menduga adanya
klon neoplastik pada kortikotrop yang memproduksi ACTH secara
berlebihan. Teori ini didukung oleh kenyataan dalam klinis yakni
membaiknya sejumlah pasien setelah dilakukan reseksi tumor hipofise.5
ENDOGEN EKSOGEN
ACTH dependen 85% Penggunaan ACTH
Penyakit Cushing
Sindroma ACTH ektopik
Sindroma CRH ektopik
ACTH independent 15%
Sering
Adenoma adrenal
Karsinoma adrenal
Jarang
Hiperplasia mikronoduler
Hiperplasia makronoduler
Amat jarang
Sindroma Mc-Cune Albright
Gastric inhibitory polypeptide
Tabel 1. Etiologi Sindroma Cushing
Sumber: Cushings syndrome. Student BMJ 2000;8:100-103
Keadaan fisiologis : Kehamilan
Stres
Chronic excessive exercise
Malnutrisi
Keadaan patologis : Sindroma Cushing
Diabetes Mellitus
Hipertiroid
Penyakit kronis yang berat
Resisten glukokortikoid
Keadaan psikologis : Anoreksia nervosa
Gangguan panik
Depresi melankolik
Gangguan obsesif kompulsif
Tabel 2. Etiologi Hiperkortisolisme
Sumber: Cushings syndrome. Student BMJ 2000;8:100-103
Sindroma McCune-Albright merupakan sindroma dengan kelainan berupa
displasia poliostotik fibrosa, pigmentasi kulit dan endokrinopati multipel.
Sindroma Cushing pada kelainan ini disebabkan oleh hiperfungsi otonom
kelenjar adrenal.2
Hiperplasia makronodular juga disebut sebagai primary
pigmented nodular adrenal dysplasia (PPNAD) disebabkan oleh adanya
autoantibodi yang merangsang pertumbuhan korteks adrenal. Separuh
dari kasus ini disebabkan oleh faktor genetik, disebut sindroma Carney.
Disamping sindroma Cushing, juga dikenal sindroma pseudo
Cushing yang dijumpai pada beberapa keadaan yakni gangguan depresi
mayor, alkoholisme dan obesitas. Timbulnya sindroma pseudo Cushing
pada keadaan-keadaan ini disebabkan oleh peningkatan sekresi CRH dari
hipotalamus. Pada alkoholisme, gangguan metabolisme kortisol akibat
gangguan fungsi hati juga diduga ikut berperan.2,6
MANIFESTASI KLINIS
Sindroma Cushing melukiskan suatu sindrom yang ditandai
dengan obesitas badan (truncal obesity), hipertensi, mudah lelah,
kelemahan, amenore, hirsutisme, striae abdomen berwarna ungu, edema,
glukosuria, osteoporosis dan tumor basofilik hipofisis.
Tanda-tanda klinis sindroma Cushing Obesitas tipe sentral Buffalo hump Lapisan lemak di supraklavikula Ekstremitas kurus/lemah Pecah-pecah di kulit, tipis dan mudah memar Moonfaced Skin discoloration Osteoporosis (cenderung mudah fraktur) Emosi yang labil Hipertensi Edema Kelebihan berat badan Muscle wasting sampai kelemahan otot Mudah kelelahan (fatigue) Pada wanita bermanifestasi : virilism-masculinization,
hirsutism-facial/body hair, pembesaran klitoris, atrofi payudara, menstruasi yang tidak teratur, suara menjadi tinggi.
Moon face
Buffalo hump
Striae di abdomen
Kulit yang pecah, skin discoloration
Muscle weakness
Evaluasi diagnostik sindroma Cushing secara garis besar
dilakukan dalam 4 tahap.
Tahap 1: Uji pendahuluan (skrining).
Uji ini bertujuan untuk membuktikan adanya keadaan
hiperkortisolemia. Skrining pasien dapat dilakukan melalui
pemeriksaan kadar kortisol bebas dalam urin 24 jam, kadar
kortisol plasma pagi hari setelah pemberian 1 mg
deksametason secara peroral pada malam harinya atau
kadar kortisol bebas dalam air liur.
Gangguan fungsi ginjal sedang-berat (klirens kreatinin < 21
ml/jam) dilaporkan menyebabkan hasil negatif palsu kadar
kortisol bebas dalam urin. Hiperkortisolemia dijumpai pada
sejumlah keadaan (Tabel 2) dan dapat menyebabkan hasil
positif palsu.
Tahap 2: Uji untuk membedakan hiperkortisolemia akibat
sindroma Cushing dengan pseudo Cushing.
Uji ini dilakukan melalui pemeriksaan uji supresi deksametason
dosis rendah atau kombinasi antara uji ini dengan pemberian CRH.
Uji toleransi insulin juga dapat digunakan pada tahap ini oleh
karena 90% kasus sindroma Cushing kehilangan respon
hipoglikemia setelah pemberian insulin.
Tahap 3: Uji untuk menentukan penyebab sindroma Cushing
(ACTH dependen versus ACTH independen)
Kadar ACTH dan kortisol plasma tengah malam saat kadar kedua
hormon tersebut berada pada puncak terendah menurut sirkadian
fisiologis normal. Bila hasil pemeriksaan borderline dilakukan uji stimulasi CRH. Adanya penyakit adrenal primer dilakukan
konfirmasi dengan pencitraan CT/MRI abdomen.
Tahap 4: Uji untuk menentukan penyebab sindroma Cushing
dependen ACTH (ACTH hipofise versus ACTH ektopik)
Tahap akhir evaluasi diagnostik sindroma Cushing adalah
menentukan sumber ACTH, hipofise atau ektopik. Sekitar 80%
penyebab sindroma Cushing dependen ACTH adalah
mikroadenoma (< 1cm) pada hipofise.
Derajat hipersekresi ACTH dan ekskresi kortisol urin
umumnya lebih besar serta hipokalemia lebih sering dijumpai
pada ACTH ektopik. Meskipun demikian sejumlah uji
diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan yang
dilakukan adalah uji supresi deksametason dosis tinggi
(HDDST= high dose dexamethasone suppression tests),
kombinasi uji stimulasi CRH dengan MRI hipofise, skintigrafi
oktreotid dan inferior petrosal sinus sampling (IPSS).9 Telah
dilaporkan modifikasi HDDST dengan sensitivitas dan
spesifitas lebih tinggi (>90-100%) yaitu 8 mg deksametason
dosis tunggal pada pukul 11 malam atau 1 mg deksametason
intravena setiap 7 jam. Penilaian dilakukan dengan mengukur
kadar serum kortisol.
inferior petrosal sinus sampling (IPSS)
CT dan MRI.
Diagnosis sindroma Cushing dan penyebabnya
terutama tergantung pada pemeriksaan laboratorium.
Prosedur pencitraan hanya bermanfaat dalam menentukan
lokalisasi tumor. Pada pasien yang deksametason non
supresif, skintigrafi oktreotid harus dilakukan kemudian
dilanjutkan dengan pencitraan toraks dan abdomen (CT atau
MRI) sebagai konfirmasi hasil skintigrafi baik positif maupun
negatif. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan sebelum
tindakan IPSS.
Pencitraan sela tursika baik CT maupun MRI tidak
mempunyai nilai diagnostik yang bermakna oleh karena
sekitar 10% populasi normal memberikan gambaran
adenoma (insidentaloma) pada hipofise. Hasil pencitraan sela
tursika tidak bisa dijadikan dasar keputusan tindakan
pembedahan.
Sejumlah pemeriksaan telah dilaporkan sebagai upaya untuk menentukan penyebab sindroma Cushing yaitu :
1. Uji stimulasi metirapon. Uji ini digunakan untuk membedakan penyakit Cushing dengan ACTH ektopik.
2. Uji stimulasi desmopresin. Uji ini untuk membedakan penyakit Cushing yang ringan dengan keadaan pseudo Cushing.
Pada keadaan tertentu perlu dipikirkan beberapa penyebab hiperplasia makronodular dan adenoma adrenal yang jarang ditemukan yaitu sindroma Cushing dependen gastric inhibitory polypeptide (GIP, kadar kortisol serum puasa rendah, meningkat cepat setelah makan), sindroma Cushing dependen vasopresin (hipotensi ortostatik), sindroma Cushing dependen beta adrenergik (peningkatan katekolamin) dan sindroma Cushing dependen LH/HCG (gambaran Cushingoid saat hamil atau menopause).
PENATALAKSANAAN
Tujuan ideal penatalaksanaan sindroma Cushing adalah :12
1. Memulihkan keadaan klinis dengan cara reduksi sekresi kortisol
sampai normal.
2. Eradikasi tumor penyebab
3. Menghindari ketergantungan permanen terhadap obat-obatan
4. Menghindari defisiensi hormon permanen .
Pada kenyataannya tujuan ideal tersebut sulit dicapai. Tindakan
reseksi atau ablasi yang dilakukan untuk mereduksi hiperkortisolemia
sering memberikan komplikasi berupa defisiensi endokrin permanen
maupun efek-efek merugikan lainnya.12
Penatalaksanaan sindroma Cushing meliputi tindakan
pembedahan transphenoidal, radiasi hipofise, adrenalektomi terbuka,
adrenalektomi laparoskopik dan preparat inhibitor enzim adrenal serta
adrenokortikolitik. Pemilihan dan penentuan bentuk penatalaksanaan
tergantung pada penyebab sindroma Cushing dan keadaan klinis pasien.
Penyakit Cushing.
Terapi pilihan utama adalah tindakan pembedahan
transphenoidal. Pada mikroadenoma dilakukan mikroadenektomi.
Bila pasien tidak mempunyai rencana untuk bereproduksi lagi maka
dilakukan hemihipofisektomi atau reseksi subtotal (80-90%).
Pilihan kedua ialah radiasi hipofise. Indikasi tindakan ini adalah pada
pasien yang masih mempunyai rencana untuk bereproduksi, tumor
hipofise tidak dapat ditemukan dan reseksi transphenoidal tidak berhasil,
radiasi hipofise merupakan terapi primer pada pasien dengan usia < 18
tahun. Manfaat maksimum biasanya tampak dalam 3-12 bulan setelah
terapi. Pemberian preparat penghambat enzim adrenal (ketokonazol dll)
dapat dilakukan sambil menunggu efek radiasi.12
Bila tindakan radiasi gagal mengendalikan hiperkortisolemia, dilakukan
adrenalektomi. Terdapat dua cara adrenalektomi yakni adrenalektomi
medikal dan adrenalektomi pembedahan. Adrenalektomi medikal
dilakukan melalui pemberian preparat mitotan yang bersifat
adrenokortikolitik.12 Tindakan adrenalektomi bedah dapat dilakukan
secara terbuka atau melalui tindakan laparoskopi.13 Bila hiperkortisolemia
belum berhasil dikendalikan, ditambahkan preparat inhibitor enzim
adrenal.12
Adrenalektomi unilateral laparoskopik merupakan terapi pilihan dalam
pengelolaan pasien adenoma adrenal. Pengendalian simtomatik
dilakukan melalui pemberian preparat penghambat ensim adrenal
(ketokonazol dll) dan penghambat reseptor glukokortikoid (mifepriston).
Sindroma ACTH dan CRH Ektopik.
Umumnya tumor non hipofise yang mensekresi baik ACTH maupun CRH
bersifat non resectable. Hiperkortisolemia dikendalikan dengan pemberian preparat inhibitor enzim adrenal atau tindakan adrenalektomi.12
Penyakit Primer Adrenal.
Prinsip terapi adalah adrenalektomi baik unilateral (adenoma) maupun
bilateral (mikronodular dan makronodular hiperplasia). Karsinoma adrenal
biasanya bersifat rekuren dan tidak berespon baik terhadap radiasi
maupun kemoterapi. Satu-satunya terapi paliatif karsinoma adrenal
adalah mitotan yang diberikan selama 5 6 tahun.12
Obat-obatan yang digunakan dalam penatalaksanaan sindroma Cushing
adalah mitotan, penghambat enzim adrenal dan penghambat inhibitor
glukokortikoid.
1. Mitotan.
Obat ini bersifat adrenokortikolitik melalui efek destruksi mitokondrial dan
nekrosis sel adrenokortikal. Dosis awal, 0,5 g pada saat berangkat tidur
kemudian dititrasi 0,5 g sampai dosis maksimal 2-3 g/hari selama 3-5
bulan kemudian dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 1-2 g/hari sampai
9 bulan. Obat ini digunakan sebagai agen adrenalektomi medikal. Bila
pasien tak mampu mentoleransi dosis 1 g/hari, harus dipertimbangkan
adrenalektomi pembedahan. Obat ini bersifat toksik, tidak boleh diberikan
pada ibu hamil.14
2. Inhibitor enzim adrenal.
Yang termasuk dalam golongan ini adalah ketokonazol, aminoglutetimid,
metirapon dan etomidat. Takaran dosis sbb:14
Ketokonazol : 3 x 200-400 mg / hari / oral (kontra indikasi: hamil)
Aminoglutetimid : 2-3 x 250 mg/hari / oral
Metirapon : 3-4 x 500-750 mg/hari/ oral
Etomidat : 0,3 mg/Kg BB/jam / 10 jam / IV 15
3. Antagonis reseptor glukokortikoid.
Obat golongan ini adalah mifepriston. Dosis dititrasi mulai 6 mg/kg BB
sampai 25 mg/Kg BB selama 8 bulan kemudian diturunkan kembali
selama 10 bulan.16
PROGNOSIS
Penyakit dan sindroma Cushing umumnya dapat dikendalikan. Prognosis
buruk biasanya terdapat pada ACTH ektopik dan karsinoma adrenal.
Pasien sindroma Cushing yang tidak diobati akan berakhir fatal. Sebab
kematian umumnya berupa komplikasi kardiovaskuler, tromboemboli,
hipertensi dan infeksi bakteri terutama oportunis.12,17
RINGKASAN
Sindroma Cushing merupakan gangguan multisistim akibat peningkatan
hormon kortisol yang berlebihan. Etiologi disebabkan oleh faktor endogen
dan eksogen. Penyakit Cushing merupakan bentuk yang paling banyak
dari sindroma Cushing. Patogenesis penyakit Cushing belum diketahui
secara pasti. Evaluasi diagnostik dilakukan 4 tahap. Penatalaksanaan
sindroma Cushing meliputi pembedahan, radiasi hipofise, adrenalektomi
terbuka atau laparaskopik, preparat penghambat enzim adrenal dan
adrenokortikolitik.
MEN (Multiple Endocrin Neoplasia)
Terdapat tiga jenis sindroma MEN ialah:
1. MEN tipe I (= Sindroma Wermer)
2. MEN tipe II (= Sindroma Sipple)
3. MEN tipe III
Pertama kali, MEN dikemukakan oleh Wermer pada tahun 1954.
Tabel 1. Multiple Endocrine Neoplasma
Type Genetic Locus Gland affected
MEN I Chromosome 11 Parathuroid hyperplasia/ adenoma
Pancreatic islet cell hyperplasia/ adenoma/
carcinoma Pituitary Hyperplasia/ adenoma,
carcinoid, pheocromocytoma
MEN II
(IIA)
Chromosome
10
Medullary thyroid Ca, Pheochromocytoma
(billateral 50%), Parathyroid hyperplasia/
adenoma, cutaneous amyloidosis (rare)
MEN III
(II B)
Chromosome
10
Medullary thyroid Ca, Pheochromocytoma
(umumnya bilateral), Mucosal/GI neuromas,
Marfanoid features / thickended bumpy lips.
Mixed
syndro
mes
Combination lesions (MEN I,II,III)
Partial
syndro
mes
One or two features only (any of MEN I,II,III)
(Sumber: 9)
MEN tipe I
MEN tipe I ditandai oleh tumor dari paratiroid, pituitary (hipofisis), dan pankreas.
Tumor hipofisis yang paling sering dijumpai adalah adenoma kromofob jinak; tumor pankreas yang paling sering dijumpai adalah gastrinoma, dan lesi paratiroid yang paling umum adalah hiperparatiroidisme primer multiglandular.
MEN tipe II & III
MEN tipe II ditandai oleh karsinoma medularis tiroid, feokromositoma,
hiperparatiroidisme.
MEN tipe III ditandai oleh karsinoma medularis tiroid, feokromositoma, neuroma
mukosal multipel, dan habitus marfanoid.
Penatalaksanaan
Pembedahan merupakan terapi pilihan untuk ketiga neoplasia pada MEN tipe II.
Tumor hipofisis dilakukan hipofisektomi transfenoidal; neuroma mukosal dikelola
oleh karena faktor kosmetik.
Feokromositoma diberikan pengobatan secara medis atau pembedahan.
GAMBARAN KLINIK FEOKROMOSITOMA
Gejala klinis utama Feokromositoma dilandasi atas sekresi katekolamin
yang berlebihan atau komplikasi yang ditimbulkannya dengan ciri ciri
hipertensi yang dapat menetap atau paroksismal. Adanya hipertensi yang
berhubungan dengan sakit kepala, keringat berlebihan, palpitasi dan
takikardi merupakan gejala klasik atau trias feokromositoma.
Hipertensi terjadi dengan fluktuasi luas bahkan kadang kala terjadi
episode hipotensi (Hypertension alternating with Hypotension). Hipertensi
dapat terjadi akibat manuver fisik (olahraga), perubahan posisi postural
ataupun palpasi atau massage.
Sakit kepala dapat merupakan gejala utama kadang kala dirasa sangat
hebat dan berdenyut, disertai mual dan muntah terutama pada kasus
yang mengalami serangan (paroxismal hypertension), pada kasus
hipertensi menetap keluhannya tidaklah seberapa hebat.
Berkeringat, kerap kali disertai berdebar (palpitasi) disertai rasa cemas
(anxietas) dan rasa takut mati.
Gejala gejala hipermetabolisme ditandai dengan penurunan berat badan
namun pada mereka yang hanya mengalami hipertensi paroksismal dapat
tetap gemuk, penderita dapat mengalami konstipasi atau diarhea yang
berakibat hipokalemia dan hipo atau achlorhidria (Verner Morrison WDHH
atau WDHA syndrome)
Gejala terkait dengan katekolamin atau hipertensi (Manger WM)
Sakit kepala hebat (severe headache) Berkeringat banyak (generalized excessive sweating) Berdebar (palpitation /tachycardia) Anxietas disertai rasa takut mati dan panik (anxiety or nervousness and fear of impending death, panic)
Tremulousness Lemah (weakness, fatigue, prostration) Penurunan berat badan yang hebat (severe weight loss) Sesak nafas (dyspnea) Badan hangat dan tidak tahan panas (Warmth, heat intolerance) Gangguan penglihatan (Visual disturbances) Pusing (Dizziness or faintness) Konstipasi (constipation)
Paresthesia or pain in arms Bradycardia Grand mal seizures
Gejala akibat komplikasi
Gagal jantung Infark miokar CVA Enterokolitis iskemik ( megakolon) Azotemia Dissecting aneurysm Ensefalopati Shock
Nekrosis hemorhagik di dalam tumor
Gejala lainnya dapat terjadi umpamanya hematuria, nocturia dan
tenesmnus akibat adanya feokromositoma blader, atau dapat pula terjadi
bersama sama dengan penyakit lainnya seperti Cholelithiasis, Medullary
thyroid Ca, Hyperpara thyroidism, Cushing syndrome dsbnya.
Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai, tekanan darah sistolik dan
diastolik yang berfluktuasi lebar, tidak jarang mengalami hipotensi
(orthostatic) atau terjadi respon paradok dengan obat obat anti hipertensi,
selain itu hiperhidrosis, tachicardia, disertai denyutan jantung sangat kuat,
arrythmia, pucat, flushing, cyanosis, pupil melebar, kadang kadang
exophthalmos, kurus, tremor, kulit basah, dingin, pucat dan demam pada
pemeriksaan mata tidak jarang dijumpai retinopati hipertensif.
Gejala lainnya yang dapat dilihat terkait dengan masa tumor, atau
pendesakan atau metase tumor tersebut.
Manger WM dalam bukunya Pheochromocytoma yang diterbitkan Spring Verlag tahun 1977, yang dikutip Sabiston (1997) mengutip gejala gejala
klinik dari masing masing 37 dan 39 penderita feokromositoma
paroksismal dan persitent seperti dalam tabel 2 berikut ini (6).
Tabel 2. Gejala-gejala Feokromositoma
Symptomps Persentase (%)
Paroxyxsmal
(37 pats)
Persistent
(39 pats)
Headache (severe) 92 72
Excess Sweating (generalized) 65 69
Symptomps Persentase (%)
Paroxyxsmal
(37 pats)
Persistent
(39 pats)
Palpitation tachycardia 73 51
Anxiety or nervousness ( fear, impanding
death, panic)
60 28
Tremolousness 51 26
Pain in chest and or abdomen (epigastric)
and or lumbal / groin
48 28
Nausea vomiting 43 26
Weakness, fatigue, prostration 38 15
Weight loss (severe) 14 15
Dyspnea 11 18
Warm heat intolerance 13 15
Visual disturbances 3 21
Dizziness or faintness 11 13
Constipation 0 13
Symptomps Persentase (%)
Paroxyxsmal
(37 pats)
Persistent
(39 pats)
Paresthesias or pain in arms 11 0
Brady cardia (note by patients) 8 3
Grand mal 5 3
DIAGNOSIS.
Dengan melakukan anamnese yang cermat disertai dengan pemeriksaan
fisik yang teliti, diagnosis feokromositoma dapat ditegakkan secara klinis
pada kira-kira 95% kasus.
Adanya gejala klasik triad pada penderita hipertensi memperkuat dugaan
feokromositoma selanjutnya disusul pemeriksaan laboratorium untuk
konfirmasi diagnosis. Diagnose definitif ditegakkan melalui pemeriksaan
histopatologik.
Kecurigaan Feokromositoma hendaknya dibuat berdasarkan beberapa
gejala gejala klinik seperti tertera dalam tabel 3 berikut ini, dan ditindak
lanjuti dengan pemeriksaan pemeriksaan laboratorium.
Tabel 3. Indikasi skrining feokromositoma
1. Hipertensi menetap atau paroksismal yang disertai dengan :
Gejala gejala khas seperti disebutkan diatas, Retinopati grade 3 atau 4 tanpa penyebab yang jelas, Penurunan berat badan, Hiperglisemia, Hipermetabolisme (tanpa tanda tanda hipertiroidi), Kardiomiopati, Resisten dengan obat obatan anti hipertensi, Hipotensi ortostatik (tanpa obat anti hipertensi) Demam yang tidak jelas penyebabnya.
2. Tekanan darah yang labil
3. Munculnya gejala berulang feokromositoma ( tekanan darah tinggi)
4. Terjadinya hipertensi pada tindakan berikut:
Induksi anesthesia, Tindakan intubasi, Tindakan pembedahan, Angiografi, Parturition, Pengobatan dengan obat anti hipertensi dan Tindakan yang dapat mencetuskan gejala (penekanan tumor, perubahan posisi dsbnya)
5. Shock (circulatory shock) yang tidak dapat dijelaskan yang terjadi saat:
Tindakan anesthesia, Kehamilan, partus atau puerperium, Operasi atau post operasi dan Setelah terapi phenothiazine. 6. Riwayat keluarga yang menderita feokromositoma pada penderita
hipertensi
7. Hipertensi yang + beberapa penyakit lainnya atau komplikasi
tertentu (seperti diuraikan dalam gambaran klinik yang telah diuraikan)
8. Kelainan gambaran EKG yang temporer pada penderita hipertensi
9. Tekanan darah labil pada seorang wanita hamil atau tekanan darah
tinggi yang hebat (preeklamsia atau eklamsia).
10. Adanya kecurigaan masa supra renal pada pemeriksaan radiologi
Gambaran laboratorium dan EKG
Pada feokromositoma/ hiperkatekolemia terjadi hiperglisemia, hiper-
metabolisme dan peningkatan kadar FFA. Peningkatan kadar asam laktat
jarang dijumpai yang dapat terjadi akibat vasokonstriksi perifer luas,
hipovolemia dapat terjadi pada kebanyakan penderita akibat adanya
tekanan darah tinggi yang menetap dan dapat pula terjadi polisitemia
akibat meningkatnya sekresi erithropoietin pada beberapa kasus
feokromositoma.
Katekolemia memicu timbulnya iskemia banyak organ seperti pankreas,
hati dan jantung, sehingga dapat dimengerti dapat terjadi peningkatan
ensim pankreas, transaminase maupun CK MB (ensim jantung). Plasma
renin juga dapat meningkat oleh karena katekolamine menstimulir
reseptor 1 adrenergik ginjal atau melalui proses penyempitan arteria
renalis yang terjadi akibat langsung dari efek katekolamine atau
penekanan tumor yang berakibat pula meningkatnya kadar angiotensin II
dan aldosteron yang akan memberikan pengaruh terhadap hipertensi
yang terjadi.
Perubahan EKG dapat terjadi akibat iskemia berupa ST-T changes atau
aritmia, yang dapat terjadi sementara disaat adanya serangan, sedangkan
perubahan permanen terjadi sebagai akibat hipertensi menetap.
Pemeriksaan laboratorium
Katekolamine plasma dan urine maupun hasil metabolismenya kadarnya
hampir selalu (90% kasus) meningkat terutama pada kasus kasus dengan
tekanan darah tinggi menetap akibat feokromositoma.
Pemeriksaan laboratorium yang dikerjakan adalah pemeriksaan
katekolamin urin atau metabolitnya terutama metanefrin dan Vanilyl
Mandelic Acid (VMA).
Ekskresi metanefrin urin diatas 1,8mg/hari dapat diduga sebagai
feokromositoma (normal 1mg/hari). Kadar VMA urine kurang spesifik,
kadarnya dipengaruhi oleh obat-obat anti hipertensi, kopi, teh, vanilla.
Pada penderita feokromositoma diharapkan meningkat (normal 2-
8mg/hari). Oleh karena alasan diatas kadar VMA normal tidak
menyingkirkan diagnosis feokromositoma.
Pengukuran kadar plasma katekolamin sering dikerjakan untuk konfirmasi
diagnosis, kadar plasma katekolamin istirahat diatas 2000 pg/ml dapat
memastikan diagnosis feokromositoma, sedangkan kadar plasma
katekolamin diatas 950 pg/ml sangat mungkin diduga feokromositoma
(normal kurang dari 500 pg/ml). Clonidine Suppresion Test dapat
dikerjakan jika kadar katekolamin plasma meningkat tapi tidak diagnostik
(1000-2000 pg/ml) sedangkan penderita dengan kadar katekolamin
plasma dibawah 1000 pg/ml sebaiknya dilakukan glukagon stimulation
test. Pada Clonidine Suppresion Test. Clonidine adalah antagonis
imidasol reseptor (centrally acting imidazole receptor agonist), indikasinya
adalah kalau kadar katekolamine antara 1000 dan 2000 pg/ml.
3 jam setelah pemberian 0,3mg clonidine peroral pada penderita
hipertensi tanpa feokromositoma akan terjadi penekanan kadar plasma
katekolamin lebih dari 50% sehingga kadarnya kurang dari 500 pg/ml.
Sedangkan penderita dengan feokromositoma kadar plasma katekolamin
diatas 500 pg/ml, hal ini disebabkan oleh karena terjadi pengeluaran
katekolamine dari tempat penyimpanannya (cathecolamine storage)
secara autonom. Pada saat itu mungkin terjadi peningkatan tekanan
darah untuk itu hendaknya diantisipasi dengan mengentikan bloker
sebelum test dilakukan.
Glucagon Stimulation Test. Glukagon memprovokasi sekresi katekolamin,
Indikasinya kalau pada kecurigaan feokromositoma kadar katekolamin
dibawah 1000 pg/dl dan tekanan darah < 160/100 mmHg. Cara :
menyuntikkan glukagon 1 mg secara intravena, akan terjadi peningkatan
katekolamin plasma paling sedikit 3 kali nilai sebelum test atau kadarnya
diatas 2000 pg/ml dalam 1-3 menit setelah penyuntikan memastikan
diagnosis feokromositoma.
Beberapa data laboratorium yang dapat dijumpai pula pada kasus kasus
feokromositoma adalah : fasting hyperglicaemia (2/3 dari kasus hipertensi
menetap), glycosuria, impaired glucose tolerance, BMR, FFA, hypercholesterolemia, anemia or polycytaemia ,
hyperreninemia hiperaldosteronism, hypokalemia, serum glucagon, hypercalsemia, hypoinsulinemia (jarang hyperinsulinemia disertai
hypoglicaemia), hyperamylasaemia dan lactic acidosis, selanjutnya lihat
tabel 4 berikut ini.
Tabel 4. Gambaran laboratorium yang mungkin dijumpai pada
feokromositoma
Peningkatan kadar GD puasa (fasting hiperglicaemia) Glycosuria Gangguan toleransi glukose (impaired glucose tolerance) Increase BMR Increase FFA Hipercholesterolemia
Anemia or polycythemia Volume darah total atau plasma menurun (decrease of total blood volume or plasma)
Increase blood urea Hiper reninemia hiperaldosteronemia Hipokalemia Increase serum glucagon Hipercalcaemia
Hypoinsulinemia Hyperamilasemia Lactic acidosis Increase PTH like substances
PENGOBATAN
Penanganan feokromositoma sangat sulit, membutuhkan pengalamanan
dan ketelitian. Tindakan operasi adalah tindakan pilihan, kalau mungkin
dilaksanakan, diperlukan persiapan persiapan yang optimal sebelum
tindakan operasi dikerjakan. Untuk kasus yang inoperable, diusahakan
pengobatan konservatif.
Tatalaksana (evaluasi dan managemen) preoperatif
Beberapa keadaan seperti krisis hipertensi, hipertensi maligna, komplikasi
kardiovaskuler akut, komplikasi abdomen akut (akibat perdarahan akut
tumor feokromositoma) dapat terjadi dalam perawatannya hal ini
memerlukan tindakan segera baik medikamentosa maupun pembedahan.
Diabetes insipidus
Diabetes insipidus (DI) adalah kelainan akibat defisiensi kerja ADH (antidiuretic
hormone) dan ditandai dengan keluarnya
urin sangat banyak yang tidak mengalami
pemekatan.
Klasifikasi berdasar patogenesis dibagi 2: a. DI sentral / neurogenik
b. DI nefrogenik
DI neurogenik/sentral
DIS disebabkan oleh kegagalan penglepasan ADH yang secara fisiologis dapat merupakan kegagalan sintesis atau penyimpanan.
Kelainan ini terjadi akibat kerusakan nukleus supraoptik, paraventrikular dan filiformis hipotalamus yang mensintesis ADH. Selain itu, juga disebabkan gangguan pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus supraoptikohipofisealis dan akson hipofisis posterior dimana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika dibutuhkan.
Sebab-sebab DI neurogenik Hipofisektomi partial atau komplit
Pembedahan untuk mengangkat tumor suprasellar
Idiopatik
Familial
Tumor dan kista (intra dan suprasellar)
Histiositosis
Granuloma
Infeksi
Interupsi aliran darah
Autoimun
DI nefrogenik
DIN secara fisiologis disebabkan oleh:
- kegagalan pembentukan dan
pemeliharaan gradient osmotik dalam
medula renalis.
- kegagalan utilisasi gradient pada
keadaan dimana ADH berada dalam
jumlah yang cukup dan berfungsi normal.
Sebab-sebab DI nefrogenik Penyakit ginjal kronis
Hipokalemia
Starvasi protein
Hiperkalsemia
Anemia sel sabit
Sindroma Sjgren
Obat: litium, fluorida, anestesi dengan metoksifluran, demeklosiklin, kolkisin
Defek kongenital
Familial
Gejala Klinis
Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia.
Jumlah cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam dapat mencapai
5-10 liter sehari.
Berat jenis urin biasanya sangat rendah antara 1,001-1,005 atau 50-200
mOsm/kgBB.
Diagnosis banding Prosedur Diabetes insipidus Polidipsia psikogenik
Osmolalitas plasma dan urin
Osmolaritas urin kurang dibandingkan plasma
Urin dan plasma mengalami dilusi
Tes dehidrasi / deprivasi air : bila osmolalitas serum < 295 mOsm/kg, tidak boleh diberikan cairan selama 12-18 jam
Berat jenis urin < 1,005 atau 200 mOsm/l
Peningkatan osmolalitas urin sampai di atas osmolalitas plasma
Pengukuran vasopressin serum setelah terdapat kesimpulan tes dehidrasi
Kadar vasopresin yang tinggi atau normal DI nefrogenik
Uji vasopresin 5 unit subkutan
Peningkatan osmolalitas urin > plasma (DI neurogenik) Kegagalan peningkatan osmolalitas urin (DI nefrogenik)
Penatalaksanaan Diabetes insipidus sentral: desmopresin atau
DDVAP (1-desamino-8-d-arginine vasopressin) asetat dosis 10 g 1-2 dosis dalam 24 jam.
Diuretika thiazid, menyebabkan natriuresis sementara, deplesi ringan cairan ekstrasel dan penurunan glomerular filtration rate/ GFR. Bisa diberikan pada DIS dan DIN.
Klorpropamid, meningkatkan efek ADH yang masih ada terhadap tubulus ginjal dan mungkin dapat meningkatkan penglepasan ADH dari hipofisis.
Klofibrat, seperti klorpropamid, klofibrat juga meningkatkan penglepasan ADH endogen.
Defisiensi hormon pertumbuhan (= growth
hormone)
Secara etiopatogenesis, defisiensi GH terjadi akibat gangguan terhadap poros hipotalamus-
hipofisis-GH-IGF 1. Defisiensi GH idiopatik
terjadi akibat defisiensi GH Releasing Hormone
(GHRH).
Pada tumor hipofisis dan agenesis hipofisis tidak terdapat produksi GH.
Defek/mutasi atau tidak adanya gen-gen tertentu dapat menyebabkan defisiensi GH.
Defisiensi GH kongenital
Pasien biasanya pendek, gemuk, muka dan suara imatur, pematangan tulang terlambat, lipolisis berkurang, terdapat
peningkatan kolesterol total/LDL dan hipoglikemia.
Defisiensi GH didapat
Biasanya keadaan ini bermula pada penghujung masa kanak-kanak atau pada masa pubertas, tersering akibat tumor pada hipotalamus-hipofisis, sehingga sering disertai defisiensi hormon-hormon tropik lainnya (gonadotropin, TSH), bahkan dapat disertai defisiensi hormon hipofisis posterior.
Tumor tersebut antara lain: kraniofaringioma, germinoma, glioma, histiositoma.
Irradiasi kronis terhadap hipotalamus-hipofisis dapat menyebabkan defisiensi GH.
Diagnosis defisiensi GH
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan
laboratorium.
Prinsip diagnosis laboratorium: kurangnya respon sekresi GH terhadap stimulus
provokatif (latihan jasmani, insulin), serta
rendahnya kadar IGF-1 dan IGFBP-3.
Pengobatan & Monitoring
Suntikan GH rekombinan satu kali dalam seminggu.
Untuk menilai keberhasilan terapi perlu dilakukan monitoring terhadap kecepatan
pertumbuhan, umur tulang, IGF-1, IGFBP-
3 dan alkali fosfatase.