120
BAB I PENGANTAR HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN 1.1 PENDAHULUAN Deskripsi Singkat Bab ini akan membahas tentang Latar Belakang Hukum Perlindungan Konsumen, Hukum Konsumen dan Hukum Perlindungan Konsumen, Gerakan Perlindungan Konsumen, Prospek Gerakan Konsumen. Relevansi Pembahasan ini wajib dipahami dan diajarkan mengingat Konsumen adalah keseluruhan masyarakat yang menggunakan barang ataupun jasa yang disediakan oleh pihak produsen, dimana mereka (Konsumen) harus mendapatkan perlindungan hukum agar tidak mudah dipermaikan oleh pihak produsen. Mahasiswa akan mengetahui mengapa Pengantar Hukum Perlindungan Konsumen diajarkan dan kompetensi apa yang diharapkan dari pengantar Hukum Perlindungan Konsumen. Tujuan Intruksional Khusus. Sesudah mempelajari pokok-pokok pembahasan ini mahasiswa dapat : 1. Menjelaskan pengertian Latar Belakang Hukum Perlindungan Konsumen. 2. Menjelaskan Hukum Konsumen dan Hukum Perlindungan Konsumen. 3. Menjelaskan Gerakan Perlindungan Konsumen.

currikicdn.s3-us-west-2.amazonaws.com · Web viewPengertian dan Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Hubungan hukum antara pelaku usaha/penjual dengan konsumen tidak

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENGANTAR HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

1.1 PENDAHULUAN

Deskripsi Singkat

Bab ini akan membahas tentang Latar Belakang Hukum Perlindungan Konsumen,

Hukum Konsumen dan Hukum Perlindungan Konsumen, Gerakan Perlindungan

Konsumen, Prospek Gerakan Konsumen.

Relevansi

Pembahasan ini wajib dipahami dan diajarkan mengingat Konsumen adalah

keseluruhan masyarakat yang menggunakan barang ataupun jasa yang disediakan oleh

pihak produsen, dimana mereka (Konsumen) harus mendapatkan perlindungan hukum

agar tidak mudah dipermaikan oleh pihak produsen. Mahasiswa akan mengetahui

mengapa Pengantar Hukum Perlindungan Konsumen diajarkan dan kompetensi apa yang

diharapkan dari pengantar Hukum Perlindungan Konsumen.

Tujuan Intruksional Khusus.

Sesudah mempelajari pokok-pokok pembahasan ini mahasiswa dapat :

1. Menjelaskan pengertian Latar Belakang Hukum Perlindungan Konsumen.

2. Menjelaskan Hukum Konsumen dan Hukum Perlindungan Konsumen.

3. Menjelaskan Gerakan Perlindungan Konsumen.

4. Menjelaskan Prospek Gerakan Konsumen

1.2 PENYAJIAN

A. Pengantar.

Hukum perlindungan konsumen akhir-akhir ini mendapatkan perhatian karena

menyangkut aturan-aturan guna mensejahterakan masyarakat, bukan saja masyarakat

selaku konsumen saja yang mendapat perlindungan, namun pelaku usaha juga

mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan perlindungan dimana masing-masing

pihak mendapatkan perlindungan yang sama dari hukum. Dimana pemerintah berbperan

untuk mengatur, mengawasi serta mengontrol, sehingga tercipta sistem kondusief yang

saling berkaitan satu dengan yang lain dengan tujuan yang mensejahterakan secara luas

dapat tercapai.

Fokus gerakan perlindungan konsumen dewasa ini sesungguhnya masih paralel

dengan pertengahan adab ke-20, diantaranya Amerika serikat (1960-1970-an)

mengalami perkembangan yang sangat signifikan dan menjadi objek kajian dalam

berbagai bidang diantaranya hukum, ekonomi, sosial, politik. Di Indonesia, perlindungan

konsumen menggema serupa dengan gerakan di Amerika Serikat. YLKI (Yayasan

Lembaga Perlindungan Konsumen Indonesia) yang secara populer dipandang sebagai

perintis advokasi konsumen di Indonesia yang didirikan pada 11 Mei 1973, dimana

mendahului Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (ECOSOC) No.2111 Tahun 1978

tentang perlindungan Konsumen.

Secara umum, sejarah gerakan perlindungan konsumen dapat dibagi dalam empat

tahapan.

1. Tahapan I (1881-1914).

Kurun waktu ini titik awal munculnya kesadaran masyarakat untuk melakukan

gerakan perlindungan konsumen. Ini dipicunya akibat novel karya Upton Sinclair

(The Jungle) yang menggabarkan kerja salah satu pabrik pengolah daging di

Amerika, ternyata sangat tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan.

2. Tahapan II (1920-1940)

Munculnya buku Your Money’s Worth karya Chase dan Schlink, yang mana karya

ini menggugah konsumen atas hak-hak mereka dalam jual beli. Dengan slogan

fair deal, best buy.

3. Tahapan III (1950-1960)

Dekade ini muncul keinginan untuk mempersatukan gerakan perlindungan

konsumen dalam lingkungan Internasional. Yang ditandai dengan berdirinya

International Organizition of Consumer Union (IOCU) yang didirikan pada 1

April 1960 yang berpusat di Belanda, lalu pindah ke Inggris pada 1993 dan dua

tahun kemudian diubah menjadi Consumer International (CI).

4. Tahapan IV (Pasca-1965)

Pada masa ini pemantapan gerakan perlindungan Konsumen, baik di tingkat

Regional maupun Internasional. Saat ini dibentuk lima kantor regional, yakni

Amerika Latin dan Karibia berpusat di Cile, Asia Pasifik berpusat di Malaysia,

Afrika berpusat di Zimbabwe, Eropa Timur dan Tengah berpusat di Inggris dan

Negara-Negara maju juga berpusat di Inggris.

B. Latar Belakang Hukum Perlindungan Konsumen

1. Globalisasi Ekonomi dan Perdagangan Bebas

Negara-negara maju telah menempuh pembangunanya melalui tiga tingat; Unifikasi,

Industrialisasi dan Negara Kesejahteraan. Dimana pada tingkatan pertama yang

menjadi masalah berat adalah sebagaimana mencapai integritas politik untuk

menciptakan persatuan dan kesatuan nasional. Tingkat kedua, perjuangan untuk

pembangunan ekonomi dan moderinisasi politikl. Akhirnya pada tingkat ketiga tugas

negara yang terutama adalah melindungi rakyat dari sisi negatief industrialisasi,

membetulkan kesalahan-kesalahan pada tahap-tahap sebelumnya dengan menekankan

kesejahteraan masyarakat, dimana tingkatan ini dilalui secara bertahap dan memakan

waktu yang realitif lama.

Sejak dua dasawarsa terakhir ini perhatian dunia terhadap masalah perlindungan

konsumen semakin meningkat. Gerakan perlindungkan konsumen sejak lama dikenal di

Dunia Barat. Negara-negara di Eropa dan Amerika juga telah lama memilki peraturan

tentang perlindungan konsumen. Organisasi tingkat Dunia diantaranya PBB pun tidak

kurang perhatianya terhadap masalah perlindungan konsumen hal ini dibuktikan dengan

dikeluarkanya Resolusi PBB No.39/248 Tahun 1985, dimana dalam resolusi ini

kepentingan konsumen sangat diperhatikan dan dilindungi ;

a. Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan keamananya.

b. Promosi dan perlindungan kepentingan sosial ekonomi.

c. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan

kemampuan mereka dalam melakukan pilihan yang tepat sesuai dengan kehendak

dan kebutuhan pribadi.

d. Pendidikan Konsumen.

e. Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif.

f. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen.

Globalisasi adalah gerakan perluasan pasar, dan di semua pasar yang berdasarkan

persaingan, selalu ada yang menang dan kalah. Sementara perdagangan bebas adalah

kekuasaan yang tidak terbatas yang diberikan kepada para pelaku usaha dan produsen

untuk memperluas pasaran mereka. Dimana perdagangan bebas juga menambah

kesenjangan antara negara maju dan negara pinggiran (periphery), yang akan membawa

akibat pada komposisi masyarakat dan kondisi kehidupan mereka. Tiadanya

perlindungan konsumen adalah sebagian dari gejala negeri yang kalah dalam

perdagagangan bebas.

Setiap orang, pada waktu, dalam posisi tunggal/sendiri maupun kelompok bersama

orang lain, dalam keadaan apapun pasti menjadi konsumen untuk suatu produk barang

atau jasa tertentu. Keadaan yang universal ini pada beberapa sisi menunjukan adanya

berbagai kelemahan pada konsumen sehingga konsumen tidak mempunyai kedudukan

yang “aman”. Oleh karena itu secara mendasar konsumen juga membutuhkan

perlindungan hukum yang sangat Universal. Mengingat lemahnya kedudukan konsumen

pada umumnya dibandingkan dengan kedudukan produsen yang relatif lebih kuat dalam

banyak hal, maka pembahasan perlindungan konsumen akan selalu terasa aktual dan

selalu penting untuk dikaji ulang.

Perlindungan terhadap konsumen dipandang secara material maupun formal makin

terasa sangat penting, mengingat makin lajunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang

merupakan motor penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang atau

jasa yang dihasilkanya dalam rangka mencapai sasaran usaha. Akhirnya konsumenlah

yang pada umumnya akan merasakan dampaknya dan harus segara dicarikan solusinya

terutama di Indonesia terlebih menyongsong era perdagangan bebas yang akan datang.

Konsumen yang keberdaanya sangat tidak terbatas dengan strata yang sangat

bervariasi menyebabkan produsen melakukan kegiatan pemasaran dan distribusi

produk barang atau jasa dengan cara seefektif mungkin agar dapat mencapai konsumen

yang sangat majemuk tersebut.

Era perdagangan bebas merupakan suatu era kemana pemasaran merupakan suatu

disiplin universal. Konsep-konsep pemasaran dipandang dari strategi pemasaran

dipandang dari strategi pemasaran global telah berubah dari waktu kewaktu,

sebagaimana tahapan berikut :

Pertama, Konsep pemasaran pada awalnya adalah memfokuskan pada produk yang

lebih baik yang berdasarkan pada standar dan nilai internal. Hal ini dilakukan untuk

dengan tujuan memperoleh laba, dengan menjual atau membujuk pelanggan potensial

untuk menukar uangnya dengan produk perusahaan.

Kedua, pada dekade enam puluhan fokuskan pemasaran dialihkan dari produk kepada

pelanggan. Sasaran masih tetap pada laba, tetapi cara pencapaian menjadi luas, yaitu

dengan pembaruan pemasaran marketing mix atau 4P (Product, price, promotion, and

place) Produk, harga, promosi dan saluran distribusi.

Ketiga, sebagai konsep baru pemasaran, dengan pembaruan dari konsep pemasaran

menjadi konsep strategi. Konsep strategi pemasaran pada dasarnya mengubah fokus

pemasaran dari pelanggan atau produk kepada pelanggan dalam konteks lingkungan

eskternal yang lebih luas. Disamping itu juga terjadi perubuhan pada tujuan pemasaran,

yaitu dari laba menjadi keuntungan pihak yang berkepentingan. Untuk itu harus

memanfaatkan pelanggan yang ada termasuk pesaing, kebijakan yang berlaku, peraturan

pemerintah serta kekuaran makro, ekonomi, sosial, politik secara luas.

Bertolak dari rangkaian perubahan konsep pemasaran tersebut, perlindungan terhadap

konsumen juga membutuhkan pemikiran yang luas pula. Pemikiran konsep secara luas

dan kajian dari aspek hukum pun juga membutuhkan wawasan hukum yang luas ,

sehingga tidaklah dapat dikaji dari satu aspek hukum semata-mata. Hal ini sudah

sangatlah penting mengingat kepentingan konsumen pada dasarnya sudah ada sejak

awal sebelum barang/jasa diproduksi selama dalam proses produksi sampai pada saat

distribusi sehingga sampai ditangan konsumen untuk dimanfaatkan secara maksimal.

2. Hubungan antara Produsen dan Konsumen.

Sudah menjadi komitmen pemerintah Indonesia, melalui berbagai kesepakatan

Internasional seperti GATT (General Agreement on Trade and Tarif), WTO (World

Trade Organization), AFTA (Asean Free Trade Area) dan lain-lain. Indonesia menjadi

salah satu pelaku dalam era perdagangan bebas. Berhasil tidaknya indonesia

memanfaatkan era perdagangan bebas sangat tergantung kesiapan pemerintah, dunia

usaha, dan masyarakat konsumen indonesia.

Ada dua asumsi dalam melihat posisi konsumen di era pasar bebas. Pertama, posisi

konsumen diuntungkan. Dimana konsumen lebih banyak punya pilihan dalam

menentukan berbagai kebutuhan baik berupa barang dan jasa, dari segi jenis/ macam

barang, mutu, maupun harga. Kedua, posisi konsumen khususnya di negara

berkembang di rugikan. Mengingat masih lemahnya pengawasan dibidang standardisasi

mutu barang, lemahnya produk perundang – undangan akan menjadi konsumen negara

dunia ketiga menjadi sampah berbagai produk yang di negara maju tidak memenuhi

persyaratan untuk di pasarkan.

Menurut costumers international (CI) anggapan dasar ini tidak selalu menjadi

kenyataan, mengingat dalam praktik, banyak sekali peraturan – peraturan yang justru

bernuansa anti persaingan contohnya seperti tied selling :penjual memaksa pembeli

untuk membeli barang dan jasa lebih dari pada yang dibutuhkan. Resale price

maintenance : penjual merancang harga yang dapat dibebankan kepada konsumen.

Exlisive dealing : dua penjua atau lebih menciptakan monopoli lokal dengan

persetujuan untuk membagi pasar ke dalam wilayah – wilayah.

Secara umum dan mendasar, hubungan antara produsen ( perusahaan penghasil

barang dan jasa), dengan konsumen (pemakai akhir dari barang atau jasa untuk diri

sendiri atau keluarganya) merupakan hubungan yang terus menerus dan

berkesinambungan. Hubungan tersebut terjadi karena keduanya memang saling

menghendaki dan mempunyai tingkat ketergantungan yang cukup tinggi antara yang

satu dnegan yang lain.

Produsen sangat membutuhkan dan sangat bergantung atas dukungan konsumen

sebagai pelanggan. Tanpa dukungan konsumen, tidak mungkin produsen dapat terjamin

kelangsungan usahanya. Sebaliknya, konsumen kebutuhannya sangat bergantung dari

hasil produksi produsen. Hubungan antara produsen dan konsumen yang berkelanjutan

terjadi sejak proses produksi, distribusi pada pemasaran dan penawaran. Rangkaian

kegiatan tersebut merupakan rangkaian perbuatan dan perbuatan hukum yang tidak

mempunyai akibat hukum baik terhadap semua pihak maupun hanya terhadap pihak

tertentu saja. Dalam hal ini maka peran negara sagat dibutuhkan dalam rangka

melindungi kepentingan konsumen pada umumnya. Untuk itu perlu diatur perlindungan

konsumen berdasarkan undang – undang antara lain menyangkut mutu barang, cara

prosedur produksi, syarat kesehatan, syarat pengemasan, syarat lingkungan dan

sebagainya.

Perlunya undang undang perlindungan konsumen tidak lain karena lemahnya posisi

konsumen dibandingkan posisi produsen. Untuk mewujudkan harapan tersebut perlu

dipenuhi beberapa persyaratan minimal antara lain :

1. Adil bagi konsumen maupun produsen baik kewajiban maupun haknya

2. Aparat pelaksana hukumnya harus difasilitasi dan bertanggung jawab

3. Meningkatkan kesadaran konsumen akan hak – haknya

4. Mengubah sistim nilai dalam masyarakat ke arah sikap tindak yang mendukung

pelaksanaan perlindungan konsumen

C. Hukum Konsumen dan Hukum Perlindungan Konsumen.

Istilah “Hukum Konsumen” dan “Hukum Perlindungan Konsumen” sudah sangat

sering terdengar. Namun, belum jelas benar apa saja yang masuk ke dalam materi

keduanya. Juga apakah kedua “Cabang” hukum itu identik.

Ada juga yang berpendapat , hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari

hukum konsumen yang lebih luas itu. Az. Nasution, misalnya berpendapat bahwa hukum

konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah bersifat mengatur, dan juga

mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsume. Adapun Hukum Perlindungan

Konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas atau kaidah-kaidah hukum yang

mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan

barang dan jasa konsumen di dalam pergaulan hidup.

Az. Nasution mengakui , asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur

hubungan dan masalah konsumen itu terbesar dalam berbagai bidang hukum, baik

tertulis maupun tidak tertulis. Ia menyebutkan, seperti hukum perdata, hukum dagang,

hukum pidana, hukum administrasi (negara) dan hukum internasional terutama konvensi-

konvensi yang berkaiatan dengan kepentingan-kepentingan konsumen.

Dalam ketentuan Pasal 383 KUHP ; Diancam dengan pidana penjara paling lama

satu tahun empat bulan, seorang penjual yang berbuat curang terhadap pembeli : (1)

karena sengaja menyerahkan barang lain daripada yang ditunjuk untuk dibeli, (2)

Mengenai jenis keadaan atau banyaknya barang yang diserahkan dengan menggunakan

tipu muslihat.

D. Gerakan Perlindungan Konsumen di Indonesia.

Jika melihat kemajuan perkembangan gerakan konsumen di Amerika Serikat, tentu

Indonesia masih harus “belajar” banyak. Sebagaiman pernah disinyalir oleh ketua (IOCU

sekrang CI) Erna Witoler, “ Perlindungan konsumen di Indonesia masih tertinggal dari

negara tetangga saja”.

Dilihat dari sejarahnya, gerakan perlindungan konsumen di Indonesia baru benar-

benar di populerkan sekitar 20 tahun lalu, yakni dengan berdirinya suatu lembaga

swadaya masyarkat (nongovernmental organization) yang bernama Yayasan Lembaga

Perlindungan Konsumen Indonesia (YLKI), yang kemudian di susul dengan munculnya

organisasi-organisasi yang bergerak dalam bidang perlindungan konsumen, diantaranya

Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) di Semarang yang berdiri

sejak Februari 1988 dan pada tahun 1990 bergabung dengan CI, Yayasan Lembaga Bina

Konsumen Indonesia (YLBKI) di Bandung dan perwakilan YLKI di berbagai Provinsi

yang di Indonesia.

Perkembangan baru dibidang perlindungan konsumen terjadi setelah pergantian

tampuh kekuasaan di Indonesia, yaitu takalah UU No 8 Tahun 1999 tentang

perlindungan konsumen (UUPK) di sahkan dan di Undangkan pada 22 April 1999.

UUPK ini masih memerlukan waktu satu tahun untuk berlakuk efektif UUPK di hasilkan

dari inisiatif DPR, yang notabenen hal itu tidak pernah digunakan sejak orde baru

berkuasa pada tahun 1966.

Tanpa mengurangi penghargaan terhadap upaya terus menerus yang digalang oleh

YLKI, andil terbesa yang “memaksa” kehadiran UUPK ini adalah juga karena cukup

kuatnya tekanan dari dunia Internasional. Setelah pemerintah RI mengesahkan UU No 7

Thn 1994 tentang Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan

Organisasi Perdagangan Dunia), maka ada kewajiban bagi Indonesia untuk mengikuti

standar-standar dukung yang berlaku dan diterima luas oleh negara-negara anggota

WTO. Salah satu diantaranya adalah perlu eksistensi UUPK.

Hukum yang kondusif bagi pembangunan sedikitnya mengandung 5 kualitas, yaitu

Stability, predictability, fairness, educati, dan kemampuan meramalkan adanya prsayarat

untuk berfungsinya sistem ekonomi. Perlunya predictability sangat besar di negara-

negara dimana masyaratkanya untuk pertama kali memasuki hubungan-hubungan

ekonomi melampaui hubungan sosial tradisonal mereka. Stabilitas juga berarti hukum

berpotensi untuk menjaga keseimbangan dan mengakomodasi kepentingan-kepentingan

yang saling bersaing. Aspke keadilan (Fairness) seperti persamaan di depan hukum

standar sikap pemerintah, adalah perlu untuk memelihara mekanisme pasar dan

mencegah birokrasi yang berlebihan. Tidak adanya standar yang adil dan apa yang tidak

adil adalah masalah besar yang dihadapi negara-negara berkembang. Dalam jangka

panjang ketiadaan standar tersebut menjadi standar utama hilangnya legitimasi

pemerintah.

E. Prospek Gerakan Konsumen

Perhatian terhadap gerakan perlindungan hak-hak konsumen (Konsumerisme)

mendapat pengakuan dan dukungan dari Dewan Ekonomi dan Sosial PBB, dengan

Resolusinya No 2111 Thn 1978 kemdian pada 16 April 1985 dengan Resolusinya No

A/RES/38/248 juga disuarakan seruan penghormatan terhadap hak-hak konsume.

Gerakan konsumen Internasional sejak 1960 mewakili wadah yang cukup berwibawa,

yang disebut International Organization Of Costumers Unions (IOCU). Kemudian sejak

1995 berubah nama menjadi Costumers Internarnational (CI). Anggota CI mencapai 203

organisasi konsumen berasal dari 90 negara di seluruh dunia. Dalam satu negara dapat

saja ada lebih dari satu organisasi konsumen yang terdaftar sebagai anggota CI.

Sementara Malaysia dan Filipina memiliki masing masing lima organisasi dan Indinesia

dua organisasi ( YLKI Jakarta, dan LP2K Semarang). Setiap 15 Maret CI memperingati

“ Hari Hak Konsumen Sedunia” dan memberi tema yang berbeda untuk tiap tiap tahun.

Misalnya pada tahun 1994 dikumandangkan tema sentral hak konsumen untuk

memperoleh kebutuhan pokok. Hak untuk kebutuhan pokok ini tidak terbatas pada

pangan, sandang, dan papan, tetapi juga pada kebutuhan listrik, air minum, pos, dan

telekomunikasi.

Disamping itu, tuntunan-tuntunan masyarakat dunia international, termasuk

masyarakat indonesia, tampak makin kritis. Jika dulu belum banyak yang berani

menyuarakan agar di Indonesia dilakukan sertifikasi “ Halal” untuk produk produk

tertentu maka dewasa ini tuntunan itu semakin banyak bergema, bahkan saat ini

sertifikasi itu sudah berjalan, antara lain dengan terbentuknya lembaga pengkajian

pangan, Obat-obatan, dan kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LP POM MUI).

Konsumen Indonesia merupakan bagian dari konsuen global, sehingga gerakan

konsumen di dunia internasional mau tak mau menembus batas-batas negara, dan

mempengaruhi kesadaran konsumen lokal untuk berbuat hal yang sama. Persaingan

antarprodusen saat ini demikian ketat dan yang dihadapi bukan lagi competitor dalam

negeri. Hal ini berati, konsumen mempunyai banyak pilihan terhadap barang/jasa yag

dikonsumsinya. Tentu mereka memilih yang terbaik diantara semua produk barang/jasa

yang tersedia. Itu berarti masalah mutu barang dari jumlah ketersediaannya di pasaran

tidak lagi menjadai keprihatinan utama karena produsen dengan sendirinya berlomba-

lomba untuk memenuhinya. Jika tidak, produsen demikian akan kalah dalam persaingan.

Gejala-gejala itu memberi pengaruh terhadap pergerakan konsumen di dunia dan di

Indonesia, yakni mulai beralihnya isu-isu konsumen dari sekedar mempersoalkan mutu

menuju ke arah yang lebih berskala makro dan universal. Perhatian konsumen dalam

negeri sama dengan perhatian konsumen di berbagai negara. Konsume kita menjadi

konsumen global.

Menurut Emil Salim, gerakan konsumen global ditandai oleh globalisasi di berbagai

bidang. Pertama, globalisasi produksi. Dalam hal ini berarti tidak ada produk yang

hanya dibuat di sstu negara. Toyota, misalnya, sebagian komponennya dibuat di berbagai

Negara diluar Jepang. Faktor kedua, globalisasi finansial. Uang tidak lagi mengenal

bendera. Modal seperti air yang mencari tempat yang sesuai.ketiga, globalisasi

perdagangan. Hal ini tampak dari dihilangkannya dinding-dinding tarif sehingga dunia

menjadi satu pasar. Keempat, globalisasi tekniligi. Globalisasi keempat ini antara lain

membewa konsekuensi semakin tergesernya alat-alat produksi tradisional mengarah

kepada modernisasi dan mekanisasi. Teknologi baru di bidang pengemasan yang

diterapkan di Amerika Serikat misalnya cepat diadopsi di negara-negara lain, dan segera

mengubah pola kerja bidang terkait.

Globalisasi menyebabkan perkembangan saling ketergantungan pelaku-pelaku

ekonomi dunia. Manufaktur, perdaganga, investasi melewati batas-batas negara

meningkatkan intensitas persaingan, gejala ini dipercepat oleh kemajuan komunikasi dan

transportasi teknologi.

Bagaimanapun juga karakteristik dan hambatannya, globalisasi ekonomi

menimbulkan akibat yang besar sekali dibidang hukum. Globalisasi ekonomi juga

menyebabkan terjadinya globalisasi hukum, globalisasi hukum tersebut tidak hanya di

dasarkan kesepakatan internasionjal antar bangsa tetapi juga pemahaman tradisi hukum

dan budaya antara barat dan timur.

Globalisasi hukum terjadi melalui usaha-usaha stadarisasi hukum, antara lain melalui

perjanjian-perjanjian internasional. General Agreement on Tariff and Trade(GATT)

misalnya, mencantumkan beberapa ketentuan yang harus dipenuhi di negara-negara

anggota berkaitan dengan penanaman modal, hak milik intelektual, dan jasa prinsip-

prinsip Non-Discrimination, most Favored Nation, National treatment, Transparancy

kemudian menjadi substansi peraturan-peraturan nasional negara-negara anggota.

Globalisasi hukum akan menyebabkan peraturan-peraturan negara-negara

berkembang menjadi investasi, perdagangan,jasa-jasa dan bidang-bidang ekonomi

lainnya mendekati negara-negara maju (converagence). Namun, tidak ada jaminan

peraturan-peraturan tersebut memberikan hasil yang sama disemua tempat. Hal mana

sikarenakan perbedaan sistem politik, ekonomi, dan budaya. Apa yang disebut hukum itu

tergantung daripersepsi masyarakatnya. Friedman, mengatakan bahwa tegaknya

peraturan-peraturan hukum itu tergantung pada budaya hukum anggota-anggotanya yang

dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, lingkuan, budaya, posisi atau kedudukan

bahkan kepentingan-kepentingan.

Dalam menghadapi hal yang demikian itu perlu check and balance dalamberbegara.

Check and balance haya bisa dicapai dalam parlemen yang kuat, pengadilan yang

mandiri dan partisipasi masyarakat melalui lembaga-lembaganya.

Alhasil, gerakan konsumen,baik di dunia intenarnasional maupun di Indonesia, pada

masa-masa mendatang mengahadapi suasana yang jauh lebih kompleks. Arus tuntunan

konsumen melalui gerakan-gerakan tadi makin lama makin deras, sehingga tidak

mustahil menimbulkan instabilitas bagi negara-negara yang prodesen dan

pemerintahannya belum siap benar. Kesiapan tersebut tidak sekedar dalam arti ´siap

bersaing dan berinovasi”, tetapi terlebih-lebih bagi pemerintahnya, adalah siap dengan

pembangunan unsur-unsur sistem hukumnya.

1.3 PENUTUP

Pengantar hukum perlindungan konsumen merupakan pokok bahasan dalam mata

kuliah Hukum Perlindungan Konsumen.

Mata kuliah Hukum Perlindungan Konsumen adalah mata kuliah wajib mengingat

banyaknya persoalan mengenai konsumen bahkan produsen dimana persoalan ini bisa

diselesaikan dengan melakukan pendekatan dan perubahan cara pandang dan perilaku

masyarakat serta negara.

A. Latihan / Pertanyaan

1. Jelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan Hukum Perlindungan

Konsumen ?

2. Mengapa dengan adanya globalisasi dan perdagangan bebas, perlindungan

terhadap konsumen menjadi sangat penting ? Jelaskan !

3. Bagaimana dampaknya jika perlindungan konsumen tidak diperhatikan dalam

suatu wilayah ? Disertai Contoh !

4. Bagaiman cara pemerintah untuk membantu Konsumen sebagai pihak yang

lemah? Jelaskan disertai contoh ?

5. Sebutkan UU yang mengatur mengenai perlindungan konsumen di Indonesia ?

B. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Materi ini bisa dikuasi apabila memperhatikan beberapa faktor diantaranya ;

1. Membuat resume.

2. Mengaktifkan diskusi dalam ruangan.

3. Menyelasikan tugas dan latihan.

C. Daftar Pustaka

Celina Tri Siwi Kristiyanti, S.H., M.Hum. 2008. Hukum Perlindungan Konsumen.

Jakarta : Sinar Grafika

Gunawan, Johanes. 1994. Product Liability dalam Hukum Bisnis Indonesia, makalah

disampaikan pada Dies Natalis XXXIX Universitas Katolik Parahyangan

Bandung.

Komisi Periklanan Indonesia (Indonesian Advertising Commission), Tata Krama dan

Tata Cara Periklanan Indonesia yang Disempurnakan.

Kristiyanti, Celina Tri Siwi. 2005. Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung

dalam Penyelesaian Klaim Asuransi Menurut UU No.8 Thn 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen, Hasil Penelitian Dosen Muda.

Khairandy, Ridwan (Editor). 2006. Masalah-masalah Hukum Ekonomi Konteporer,

FH-UI, Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi.

Miru, Ahmadi & Sutarman Yodo. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta:

Raja Grafindo Persada.

Nasution, Az. 1995. Konsumen dan Hukum: Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum

Perlindungan Konsumen Indonesia.

______. 2001. Hukum Perlindungan Konsumen. Diadit Media, Yogyakarta Terawang

Pers.

______.2002, Hukum Perlindungan Konsumen-Suatu Pengantar, Diadit Media,

Jakarta.

Pieres, John & Wiwik Sri Widiarty. 2007. Negara Hukum dan Perlindungan

KonsumI. Jakarta: Diterbitkan Kerjasama Penerbit Pelangi Cendekia Jakarta

dengan Program Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana UKI Jakarta.

Pangabean, Henry P. 1992. Penyalah Gunaan Keadaan (Misbruik van

Omstandingheden) sebagai alasan (Baru) untuk Pembatalan Perjanjia

(Berbagai Perkembangan Hukum di Belanda). Yogyakarta: Liberty.

Satrio, J. 1992. Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya). Bandung: Citra

Aditya Bakti.

Shofie, Yusuf, 2002, Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi,

Ghalia Indonesia, Jakarta.

______.2003, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, PT

Aditya Bakti, Bandung, hlm. 1-35.

______.2003. Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut UUPK. Bandung: Citra

Aditya Bakti .

Syawali, Husni & Neni Sri Imaniyati (Penyunting). 2000. Hukum Perlindungan

Konsumen. Bandung: Mandar Maju.

Sidharta, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: PT Grasindo,

Samsul, Inosentius. 2004. Perlindungan Konsumen Kemungkinan Penerapan

Tanggung Jawab Mutlak. Jakarta: FH Pascasarjana UI.

Sudarsono. 2007. Kamus Hukum. Jakarta : Rineke Cipta.

Sudaryatmo, 1999, Hukum dan Advokasi Konsumen, PT Citra Aditya Bakti,

Bandung, hlm. 81-100, 117-124.

Susilo, Zumrotin K., 1996, Penyambung Lidah Konsumen, YLKI & Puspa Swara,

Jakarta.

Syawali, Husni dan Imaniyati, Neni Sri, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, CV

Mandar Maju, Bandung, hlm. 1-5.

Widjaja, Gunawan dan Yani, Ahmad, 2003, Hukum tentang Perlindungan

Konsumen, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 1-49.

JURNAL

Ari Purwadi. Pengaturan Persoalan Perlindungan Konsumen Dalam UUPK, Yustika

Vol III No. 2 Desember 2000

Bayu Iswahyudi. Tanggung Gugat terhadap Produk yang Berkaitan dengan Penyalh

Gunaan Keadaan, Yustika Vol. II No.1 Juli 1999.

Caritas Woro Murdiati. Asas Kebebasam Berkontrak dan Perlindungan Hukum Bagi

Pihak Adherent dalam Perjanjian Baku, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan

Vol 23 No. 1 Juni 2003.

J. Widjiantoro. Product Liability Perlindungan Konsumen di Indonesia, Jurnal

Justitia Et Pax Juli-Agustus 1998.

Kurt Eggert. Striking A Balance: Basic Questions About Consumer Protection Law,

Chapman Law Review, 2004.

Marianus Gaharapung. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Korban Atas Tindakan

Pelaku Usaha, Jurnal Yustika, Vol III No.1 Juli 2000

Sriwati. Perlindungan Hukum bagi Para Pihak dalam Perjanjian Baku, Jurnal

Yustika, Vol III No. 2 Desember 2000.

Shidarta. Pemetaan Kelembagaan Perlindungan Konsumen¸ Jurnal Hukum Pro

Justitia Vol. 24 No. 1 Januari 2006.

Teti Marsulina. Berbagi Persoalan Yuridis Seputar Asuransi dan Proses

Penyelesaian Sengketa Antara Konsumen Asuransi dan Perusahaan

Asuransi Berdasarkan UU No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen. Yustika Vol.III No.2 Desember 2000

UNDANG-UNDANG

Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Kitab Undang-undang Hukum Dagang.

Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.

Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan

Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Hukum Perlindungan Konsumen.

Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa.

Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten.

Undang-Undang No.15. Tahun 2001 Tentang Merek.

Undang-Undang No. 19 Tahun 2001 Tentang Hak Cipta.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran

Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

BAB II

PENGERTIAN HAK DAN KEWAJIBAN

KONSUMEN SERTA PELAKU USAHA

2.1 PENDAHULUAN.

Deskripsi Singkat

Bab ini akan mengemukakan tentang pengertian hak dan kewajiban konsumen serta

pelaku usaha

Relevansi

Pembahasan ini penting dipahami guna mengetahui sejauh mana hak dan kewajiban

setiap konsumen dan produsen serta pengertian dari konsumen dan pelaku usaha serta

produsen.

Tujuan Instruksi Khusus

Dengan mempelajari pokok pembahasa ini. Mahasiswa bisa menjabarkan :

1. Menjelaskan Pengertian Konsumen, hak dan kewajibanya

2. Pengertian Pelaku Usaha, hak dan kewajibanya

3. Mengemukakan masalah Konsumen dan Produsen

2.2 PENYAJIAN

A. Pengertian Konsumen, Hak serta Kewajibanya.

Sebagai suatu konsep, “konsumen” telah diperkenalkan beberapa puluh tahun lalu di

berbagai negara dan sampai saat ini sudah puluhan negara memiliki Undang-undang atau

peraturan khusus yang memberikan perlindungan kepada konsumen termasuk

penyediaan sarana peradilan. Sejalan dengan perkembangan ini berbagai negara telah

menetapkan hak-hak konsumen yang digunakan sebagai landasan pengaturan

perlindungan kepada konsumen.

Istilah konsumen berasal dari bahasa consumer (Inggris-Amerika), atau

consument/konsument (Belanda). Pengertian dari consumer atau consument itu

tergantung dalam posisi mana dia berada. Secara harafia arti kata consumer adalah

(lawan dan produsen) setiap orang yang menggunakan barang. Tujuan penggunaan

barang atau jasa nanti menentukan termasuk konsumen kelompok mana pengguna

tersebut, begitu pula kamus Bahasa Inggris-Indonesia memberi arti consumer sebagai

pemakai atau konsumen. Dari naskah-naskah akademik itu patut mendapat perhatian,

antara lain :

a. Badan Pembinaan Hukum Nasional-Departemen Kehakiman (BPHN), menyusun

batasan tentang akhir konsumen akhir, yaitu pemakai akhir dari barang, digunakan

untuk keperluan diri sendiri, keluarga atau orang lain, dan tidak untuk

diperjualbelikan.

b. Batasan konsumen dari YLKI: Pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam

masyarakat bagi kepentingan diri sendiri, keluarga atau orang lain dan tidak untuk

diperdagangkan kembali

c. Sedang dalam naskah akademis yang dipersiapkan Fakultas Hukum Universitas

Indonesia (FH-UI) bekerja sama dengan Departemen Perdagangan RI, Berbunyi ;

Konsumen adalah setiap orang atau keluarga yang mendapatkan barang untuk

dipakai dan tidak untuk diperdagangkan.

Pengertian “konsumen” di Amerika Serikat (AS) dan MEE, kata “konsumen” yang

berasal dari consumer sebenarnya berarti “pemakai”. Namun, di AS kata ini dapat

diartikan lebih luas lagi sebagai “korban pemakai produk yan cacat”, baik korban

tersebut pembeli, buka pembeli tetapi pemakai, bahkan juga korban yang bukan

pemakai, karena perlindungan hukum dinikmati pula bahkan oleh korban yang bukan

pemakai.

Tampaknya perlakuan hukum yang bersifat mengatur dan/atau mengatur dengan

diimbuhi perlindungan, merupakan pertimbangan tentang perlunya pembedaan dari

konsumen itu, Az. Nasution menegaskan beberapa batasan konsumen, yakni :

a. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa digunakan

untuk tujuan tertentu.

b. Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/jasa untuk

digunakan dengan tujuan membuat barang/jasa lain atau untuk diperdagangkan

(tujuan komersial).

c. Konsumen akhir, adalah setiap orang alam yang mendapat dan menggunakan

barang dan/ atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya pribadi,

keluarga dan atau rumah tangga dan tidak untuk diperdagangkan kembali

(komersial).

Bagi konsumen antara, barang atau jasa itu adalah barang atau jasa kapital, berupa

bahan baku, bahan penolong atau komponen dari produk lain yang akan diproduksinya

(Produsen). Kalau ia distributor atau pedagang berupa barang setengah jadi atau barang

jadi atau barang jadi yang menjadi mata dagangannya. Konsumen antara ini

mendapatkan barang atau jasa itu di pasa industri atau pasar produsen.

Sementar bagi konsumen akhir, barang dan/jasa itu adalah barang atau jasa

konsumen, yaitu barang atau jasa yang biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan

pribadi, keluarga atau rumah tangganya (produk konsumen). Barang atau jasa

konsumen ini umumnya diperoleh di pasar-pasar konsumen, dan terdiri dari barang atau

jasa konsumen ini umumnya diperoleh di pasar-pasar konsumen, dan terdiri dari barang

atau jasa yang umumnya digunakan di dalam rumah tangga masyarakat.

Karena pada umumnya konsumen tidak mengetahui dari bahan apa suatu produk itu

dibuat, bagaiman proses pembuatannya serta strategi pasar apa yang dijalankan untuk

mendistribusikannya, maka diperlukan kaidah hukum yang dapat melindungi.

Perlindungan itu sesungguhnya berfungsi menyeimbangkan kedudukan konsumen dan

pengusaha, dengan siapa mereka saling berhubungan dan saling membutuhkan.

Keadaan seimbang di antara para pihak yang saling berhubungan, akan lebih

menerbitkan keserasian dan keselarasan materiil, tidak sekedar formal dalam kehidupan

manusia indonesi sebagaimana dikehendaki oleh falsafah bangsa dan negara.

1. Pengertian Konsumen dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen.

Pengertian konsumen menurut UU No. 8 Tahun 1999 tentang hukum

perlindungan konsumen dalam pasa 1 ayat (2) yakni : Konsumen adalah setiap orang

pemakai barang dan/jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri

sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk

diperdagangkan. Unsur-unsur definis konsumen :

a. Setiap Orang.

Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai

pemakai barang dan/atau jasa. Istilah “orang” sebetulnya menimbulkan keraguan,

apakah hanya orang individual yang lazim disebut natuurlijke person atau

termasuk juga badan hukum (rechtspersonn). Hal ini berbeda dengan pengertian

yang diberikan untuk (pelaku usaha) dalam pasal 1 angka (3) yang secara eksplisit

membedakan kedua pengertian person diatas, dengan menyebutkan kata-kata :

“orang personal atau badan usaha”.tentu yang paling tepat tidak membatasi

pengertian konsume itu sebataspada orang perseorangan namun konsumen harus

mencakup badan usaha dengan makna lebih luas dari pada badan hukum.

b. Pemakai

Sesuai dengan bunyi penjelasan pasal 1 angka (2) UUPK, kata “pemakai”

menekankan, konsume adalah konsumen akhir (ultimate consumer). Istilah “

pemakai” dalam hal ini tepat digunakan dalam rumusan ketentuan tersebut

sekaligus menunjukkan , barang dan/ atau jasa yang dipakai tidak serta merta hasil

dari transaksi jual beli. Artinya, sebagai konsumen tidak selalu harus memberikan

prestasinya dengan cara membayar uang untuk memperoleh barang dan/ atau jasa

itu. Dengan kata lain, dasar hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha

tidak perlu harus kontraktual (the privity of contract)

c. Barang dan / atau Jasa

Berkaitan dengan istilah barang dan / atau jasa, sebagai pengganti terminologi

tersebut digunakan kata produk. Saat ini “produk”sudah berkonotasi barang atau

jasa. Semula kata produk hanya mengacu pada pengertian barang.

UUPK mengartikan barang sebagai setiap benda, baik berwujud maupun

tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan

maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai,

dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen. Sementara itu jasa diartikan

sebagai setiap pelayanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan

bagi masyarakat untuk dimanfaatka oleh konsumen

d. Yang tersedia dalam masyarakat

Barang dan/ atau jasa yang ditawarkan pada masyarakat sudah harus tersedia di

pasaran ( liat juga bunyi pasal 9 ayat (1) huruf e UUPK). Dalam perdagangan

yang makin kompleks dewasa ini, syarat itu tidak mutlak lagi dituntuk oleh

masyarakat konsumen.

e. Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, mahluk hidup lain

Unsur yang diletakkan dalam devinisi itu mencoba untuk memperluas pengertian

kepentingan yang tidak sekedar ditujukan untuk diri sendiri dan keluarga tapi juga

diperuntukkan bagi orang lain bahkan untuk mahluik hidup lain.

f. Barang dan/atau jasa itu tidak untuk diperdagangkan

Pengertian monsumen dalam UUPK ini dipertegas yakni, hanya konsument akhir.

Batasan itu sudah biasa dipakai dalam peraturan perlindungan konsemen di

ergbagai negara. Secara teoritis hal demikian terasa cukup baik untuk

mempersempit ruang lingkup pengertian konsumen, walaupun dalam

kenyataannya, sulit menetapkan batas-batas seperti itu.

2. Hak-hak Konsumen

Adapun materi yang mendapatkan perlindungan itu bukan sekedar fisik,melainka

terlebih-lebih hak-haknya yang bersifat abstrak. Dengan kata lain, perlindungan

konsumen sesungguhnya identik dengan perlingdungan yang diberikan hukum

tentang hak-hak konsumen. Secara umum dikenal ada 4 hak dasar konsumen yaitu:

1. Hak untuk mendapatkan keamanan (the right tosavety)

2. Hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed)

3. Hak untuk memilih (the right to choose)

4. Hak untuk di dengar (the right to be heard)

Empat hak dasr ini diakui secara internasional. Dalam

perkembangannyaorganisasi-organisasi konsumen internasional yang tegabung

dalam IOCU menambahkan lagi beberapa hak diantaranya hak mendapatkan

pendidikan konsumen, hak mendapatkan ganti kerugian, hak mendapatkan

lingkungan hidup yang baik dan sehat. Meski demikian tidak semua organisasi

konsumen menerima penambahan hak-hak tersebut.

Hak-hak konsumen sebagaimana tertuang dalam pasal 4 ayat undang-undang

no 8 tahun 1999 adalah sebagai berikut :

a. Hak atas kenyamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau

jasa

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau

jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang

dijanjikan.

c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujurmengenai kondisi dan jaminan

barang dan atau jasa

d. Hak untuk di dengarpendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang

digunakan

e. Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan dan upaya penyelesaian

sengketa perlindungan konsumen secara patut

f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif

h. Hak untuk mendapat kompensasi ganti rugi dan atau penggantian, apabila

barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai degan keinginan atau tidak

sebagaimana mestinya.

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya

Disamping hak-hak dalam pasal 4, juga terdapat hak-hak konsumen yang

dirumuskan dalam pasal-pasal berikutnya, khususnya dalam pasal 7 yang

mengatur tentang kewajiban pelaku usaha. Kewajiban dan hak merupakan

antinomi dalam hukum sehingga kewajiban pelaku usaha dapat dilihat sebagi hak

konsumen.

B. Pengertian Pelaku Usaha, Hak dan Kewajibannya

Dalam pasal 1 angka (3) UU no.8 tahun 1999 disebutkan pelaku uasaha adalah setiap

orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentik badan hukum maupun buka

badah hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam

wilayah hukum RI, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian

menyelenggarakan kegiatan usaha dalam bergbagai bidang ekonomi diantaranya

perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain.

Kajian atas perlindungan terhadap konsumen tidak dapat dipisahkan dari telaah

terhadap hak-hak dan kewajiban konsumen. Berdasarkan directive, pengertian

“produsen” meliputi :

1. Pihak yang menghasilkan produk akhir berupa barang-barang manufaktur.

2. Produsen bahan mentah atau komponen suatu produk.

3. Siapa saja, yang dengan membubuhkan nama, merek, ataupun tanda-tanda lain pada

produk menampakan dirinya sebagai produsen dari suatu barang.

Hak-hak produsen dapat ditemukan antara lain pada faktor-faktor yang

membebaskan produsen dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh

konsumen, meskipun kerusakan timbul akibat cacat pada produk, yaitu apabila :

1. Produk tersebut sebenarnya tidak dieadarkan.

2. Cacat timbul kemudian.

3. Cacat timbul setelah produk berada di luar kontrol produsen.

4. Barang yang diproduksi secara individual tidak untuk keperluan produk.

5. Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan yang ditetapkan oleh penguasa.

Di AS, faktor-faktor yang membebaskan produsen tanggung jawab atas kerugian

yang diderita oleh konsumen meliputi.

1. Kelalaian si konsumen penderita.

2. Penyelahgunaan produk yang tidak terduga pada saat produk dibuat (unforseeable

misue).

3. Lewat jangka waktu penuntutan (Daluarsa), yaitu 6 (enam) tahun setelah

pembelian, atau 10 tahun sejenak barang diproduksi.

4. Produk pesanan pemerintah pusat (federal).

5. Kerugian yang timbul (sebagian) akibat kelalaian yang dilakukan oleh produsen

lain dalam kerja sama produksi .

Dalam pasa 6 UU No. 8 Tahun 1999 Produsen di sebut sebagai pelaku usaha yang

mempunyai hak sebagai berikut.

a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai

kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

b. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang

beritikan tidak baik.

c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian

hukum sengketa konsumen,

d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa

kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan.

e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Adapun dalam pasal 7 diatur kewajiban pelaku usaha, sebagai berikut ;

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.

b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan

pemeliharaan.

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif.

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa

yang berlaku.

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba

barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas

barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat

penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan.

g. Memberi kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/jasa

yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjia.

Dalam UUPK pelaku usaha diwajibkan beritikad baik dalam melakukan

kegiatan usahanya, sedangkan bagi konsumen diwajibkan beritikad baik dalam

melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.

2.3 PENUTUP

Pembahasan tentang pengertian hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha,

penting dipahami mengingat hak dan kewajiban antara konsumen dan pelaku usaha

selalu berjalan beriringan dimana apabila salah satunya tidak berjalan sesuai maka akan

berimbas pada ketidak seimbagan yang nantinya akan berimbas pada pelanggaran

hukum.

Sehingga untuk menyikapi masalah ini mahasiwa perlua mengetahui hak dan

kewajiban konsumen serta pelaku usaha.

A. Latihan / Pertanyaan.

1. Jelaskan secara singkat unsur-unsur definisi konsumen dan produsen ?

2. Mengapa pengusaha dalam pasal 7 UU No. 8 Tahun 1999 diwajibkan untuk

beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya?

3. Sebutkan apa saja hak-hak konsumen dan produsen?

B. Umpan Bali dan Tindak Lanjut.

Materi ini bisa dikuasai dengan baik jika memperhatikan beberapa faktor

diantaranya.

1. Membuat ringkasan materi

2. Aktif dalam berdiskusi

3. Mengerjakan dan menyelesaikan tugas latihan

C. Daftar Pustaka

Celina Tri Siwi Kristiyanti, S.H., M.Hum. 2008. Hukum Perlindungan Konsumen.

Jakarta : Sinar Grafika

Gunawan, Johanes. 1994. Product Liability dalam Hukum Bisnis Indonesia, makalah

disampaikan pada Dies Natalis XXXIX Universitas Katolik Parahyangan

Bandung.

Komisi Periklanan Indonesia (Indonesian Advertising Commission), Tata Krama dan

Tata Cara Periklanan Indonesia yang Disempurnakan.

Kristiyanti, Celina Tri Siwi. 2005. Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung

dalam Penyelesaian Klaim Asuransi Menurut UU No.8 Thn 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen, Hasil Penelitian Dosen Muda.

Khairandy, Ridwan (Editor). 2006. Masalah-masalah Hukum Ekonomi Konteporer,

FH-UI, Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi.

Miru, Ahmadi & Sutarman Yodo. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta:

Raja Grafindo Persada.

Nasution, Az. 1995. Konsumen dan Hukum: Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum

Perlindungan Konsumen Indonesia.

______. 2001. Hukum Perlindungan Konsumen. Diadit Media, Yogyakarta Terawang

Pers.

______.2002, Hukum Perlindungan Konsumen-Suatu Pengantar, Diadit Media,

Jakarta.

Pieres, John & Wiwik Sri Widiarty. 2007. Negara Hukum dan Perlindungan

KonsumI. Jakarta: Diterbitkan Kerjasama Penerbit Pelangi Cendekia Jakarta

dengan Program Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana UKI Jakarta.

Pangabean, Henry P. 1992. Penyalah Gunaan Keadaan (Misbruik van

Omstandingheden) sebagai alasan (Baru) untuk Pembatalan Perjanjia

(Berbagai Perkembangan Hukum di Belanda). Yogyakarta: Liberty.

Satrio, J. 1992. Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya). Bandung: Citra

Aditya Bakti.

Shofie, Yusuf, 2002, Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi,

Ghalia Indonesia, Jakarta.

______.2003, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, PT

Aditya Bakti, Bandung, hlm. 1-35.

______.2003. Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut UUPK. Bandung: Citra

Aditya Bakti .

Syawali, Husni & Neni Sri Imaniyati (Penyunting). 2000. Hukum Perlindungan

Konsumen. Bandung: Mandar Maju.

Sidharta, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: PT Grasindo,

Samsul, Inosentius. 2004. Perlindungan Konsumen Kemungkinan Penerapan

Tanggung Jawab Mutlak. Jakarta: FH Pascasarjana UI.

Sudarsono. 2007. Kamus Hukum. Jakarta : Rineke Cipta.

Sudaryatmo, 1999, Hukum dan Advokasi Konsumen, PT Citra Aditya Bakti,

Bandung, hlm. 81-100, 117-124.

Susilo, Zumrotin K., 1996, Penyambung Lidah Konsumen, YLKI & Puspa Swara,

Jakarta.

Syawali, Husni dan Imaniyati, Neni Sri, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, CV

Mandar Maju, Bandung, hlm. 1-5.

Widjaja, Gunawan dan Yani, Ahmad, 2003, Hukum tentang Perlindungan

Konsumen, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 1-49.

JURNAL

Ari Purwadi. Pengaturan Persoalan Perlindungan Konsumen Dalam UUPK, Yustika

Vol III No. 2 Desember 2000

Bayu Iswahyudi. Tanggung Gugat terhadap Produk yang Berkaitan dengan Penyalh

Gunaan Keadaan, Yustika Vol. II No.1 Juli 1999.

Caritas Woro Murdiati. Asas Kebebasam Berkontrak dan Perlindungan Hukum Bagi

Pihak Adherent dalam Perjanjian Baku, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan

Vol 23 No. 1 Juni 2003.

J. Widjiantoro. Product Liability Perlindungan Konsumen di Indonesia, Jurnal

Justitia Et Pax Juli-Agustus 1998.

Kurt Eggert. Striking A Balance: Basic Questions About Consumer Protection Law,

Chapman Law Review, 2004.

Marianus Gaharapung. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Korban Atas Tindakan

Pelaku Usaha, Jurnal Yustika, Vol III No.1 Juli 2000

Sriwati. Perlindungan Hukum bagi Para Pihak dalam Perjanjian Baku, Jurnal

Yustika, Vol III No. 2 Desember 2000.

Shidarta. Pemetaan Kelembagaan Perlindungan Konsumen¸ Jurnal Hukum Pro

Justitia Vol. 24 No. 1 Januari 2006.

Teti Marsulina. Berbagi Persoalan Yuridis Seputar Asuransi dan Proses

Penyelesaian Sengketa Antara Konsumen Asuransi dan Perusahaan

Asuransi Berdasarkan UU No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen. Yustika Vol.III No.2 Desember 2000

UNDANG-UNDANG

Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Kitab Undang-undang Hukum Dagang.

Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.

Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan

Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Hukum Perlindungan Konsumen.

Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa.

Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten.

Undang-Undang No.15. Tahun 2001 Tentang Merek.

Undang-Undang No. 19 Tahun 2001 Tentang Hak Cipta.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran

Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

BAB III

PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN

3.1. PENDAHULUAN.

Deskripsi Singkat

Dalam pembahasan Bab ini yang mengemukakan perlindungan konsumen dalam

peraturan perundang-undangan. Dimana dengan adanya peraturan perundang-

undangan ini semakin jelas mengenai hak dan kewajiban dari para konsumen serta

prodsusen.

Relevansi

Pembahasan dalam Bab in sangatlah penting mengingat mengingat lemahnya

posisi konsumen dalam rantai perekonomian serta masihnya oknum produsen yang

meremehkan posisi konsumen, sehingga diperlukanya perlindungan dari pemerintah

terhadap konsumen.

Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mempelajari pokok-pokok bahasan dalam Bab ini, diharapkan mahasiswa

dapat ;

1. Memahami tentang Peraturan perundang-undangan mengenai perlindungan

Konsumen.

2. Mampu menjelaskan alasan mendasar mengenai pembuatan, pelaksanaan dan

penererapan Perundang-undangan mengenai perlindungan konsumen

dilingkungan masyarakat dan pelaku usaha.

3.2. PENYAJIAN

A. Sumber-sumber Hukum Konsumen.

Disamping UU Perlindungan Konsumen, hukum konsumen “ditemukan” di

dalam berbagai peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Sebelumnya, telah

diuraikan bahwa UU perlindungan konsumen berlaku setahun sejak disahkannya

(tangga 20 April 2000). Dengan demikian dan ditambah dengan ketentuan pasal

64 (Ketentuan peradilan) UU ini berarti untuk “membela” kepentingan konsumen,

masih harus dipelajari semua peraturan perundang-undangan umum yang berlaku.

Tetapi peraturan perundang-undangan umum yang berlaku memua juga berbagai

kaidah menyangkut hubungan dan masalah konsumen. Sekalipun peraturan

perundang-undangan itu tidak khusus diterbitkan untuk konsumen ataupun

perlindungan konsumen, setidak-tidaknya ia merupakan sumber juga dari hukum

konsumen dan/atau hukum perlindungan konsumen. Beberapa di antaranya akan

diuraikan berikut ini :

1. Undang-undang Dasar dan Ketetapan MPR

Hukum perlindungan konsumen, terutama hukum perlindungan konsumen

mendapatkan landasan hukum pada UUD 1945, pembukaan, Alinea ke-4

berbunyi :

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia

yang melindungi segenap bangsa indonesia.

Umumnya, sampai saat ini orang bertumpu pada kata “segenap bangsa”

sehingga di ambil sebagai asas tentang persatuan seluruh bangsa Indonesia (asas

persatuan bangsa). Di samping itu, dari kata “melindungi” menurut Az. Nasution

di dalamnya terkandung pula asas perlindungan (hukum) pada segenap bangsa

tersebut.

Landasan hukum lainya terdapat pada ketentua yang termuat dalam pasal 27

ayat (2) UUD 1945, yang berbunyi ;

Tiap warga Negara berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Dimana, apabila kehidupan salah seorang warga negara terganggung maka

negara melalui aparanya akan turun tangan untuk menyelesaikan masalah tersebut

dan melindungi warga negara.

Selanjutnya Majelis Permusyawarata Rakyat (MPR) telah menetapkan

berbagai ketetapan MPR, khususnya sejak tahun 1978. Dengan ketetapan terakhir

MPR Tahun 1993 (TAP-MPR) makin jelas kehendak rakyat atau adanya

perlindungan konsumen, sekalipun dengan kualifikasi yang berbeda-beda pada

masing-masing ketetapan.

Kalau pada TAP-MPR 1978 digunakan istilah “menguntungkan” konsumen

TAP-MPR 1988 “menjamin” kepentingan konsumen, maka pada tahun 1993

digunakan istilah “melindungi kepentingan konsumen”. Sayangnya dalam

masing-masing TAP-MPR tersebut tidak terdapat penjelasan tentang apa yang

dimaksud dengan menguntungkan, menjamin atau melindungi kepentingan

konsumen tersebut. Salah satu yang menarik dalam TAP-MPR 1993 ;

“.......Meningkatkan pendapatan produsen dan melindungi kepentingan

konsumen”

Dengan susunan kalimat demikian, terlihat lebih jelas arahan MPR tentang

kekhususan kepentingan produsen (semua pihak yang dipersemakan dengannya)

dan kepentingan konsumen.

2. Hukum Konsumen dalam Hukum Perdata.

Hubungan hukum perdata dimaksudkan hukum perdata dalam arti luas, termasuk

hukum perdata, hukum dagang serta kaidah-kaidah keperdataan yang termuat

dalam berbagai peraturan perundang-undangan lainya, kesemuanya tiu baik

hukum perdata tertulis maupun hukum perdata tidak tertulis (hukum adat).

Hubungan hukum perdata dan masalahnya dalam lingkungan berlaku hukum

adat, sekalipun sudah amat berkurang, masih tampak hidup dan terlihat dalam

berbagai keputusan pengadilan. Beberapa putusan pengadilan tentang masalah

keperdataan berkaiatan dengan perlindungan konsumen masih terlihat. Adapun

hubungan-hubungan hukum atau masalah antara penyedia barang atau jasa dan

konsumen dari berbagai negara yang berbeda, atau tidak bersamaan hukum yang

berlaku bagi negara mereka, dapat diberlakukan Hukum Internasional dan asas-

asa hukum internasional, khususnya hukum perdata internasional, memuat pula

berbagai ketentua hukum perdata bagi konsumen.

Jadi, kalau dirangkum keseluruhanya, terlihat bahwa kaidah-kaidah hukum

yang mengatur hubungan dan masalah hukum antara pelaku usaha penyedia

barang dan/jasa penyelenggara jasa dengan konsumennya masing-masing termuat

dalam :

- KUH Perdata, terutama dalam buku kedua, ketiga dan kempat

- KUHD, buku kesatu dan buku kedua

- Berbagai peraturan perundang-undangan lain yang memuat kaidah-kaidah

hukum bersifat perdata tentang subjek-subjek hukum, hubungan hukum

dan masalah antara penyedia barang atau penyelenggara jasa tertentu dan

konsumen.

3. Hukum Konsumen dalam Hukum Publik.

Termasuk hukum publik dan terutama dalam kerangka hukum konsumen dan/atau

hukum perlindungan konsumen, adalah hukum administrasi negara, hukum

pidana, hukum acara perdata dan/atau hukum acara pidana dan HI khususnya

hukum perdata Internasional, dimana dengan hal tersebut semua jenis hukum yang

nantinya berkaitan dengan hukum konsumen dapat pula diberlakukakan.

Diantara kesemuan hukum publik tersebut, tampaknya hukum administrasi

negara, selanjutnya disebut hukum administrasi, hukum pidana, HI khususunya

hukum perdata Internasional dan hukum acara perdata serta acara pidana paling

banyak pengaruhnya dalam pembentukan hukum konsumen.

B. Masalah yang Dihadapi.

Walaupun keseluruh instrumen hukum dapat digunakan untuk menyelesaikan

hubungan dan/atau masalah konsumen dengan penyedia barang dan/atau jasa,

tetapi hukum umum ini ternyata mengandung berbagai kelamahan tertentu dan

menjadi kendala bagi konsumen atau perlindungan konsumen.

1. KUH Perdata dan KUHD tidak mengenal istilah konsumen.

2. Semua subjek hukum tersebut adalah konsumen, pengguna barang dan/atau

jasa.

3. Hukum perjanjian (Buku ke-3 KUH Perdata) menganut asas hukum kebebasan

berkontrak, sistemnya terbuka dan merupakan hukum pelengkap.

4. Perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan tehnologi membuat Hk Konsumen

semakin ketinggalan di belakang.

5. Kekurang tahuan para konsumen dalam Hukum acara.

6. Dasar pemikiran falsafah.

7. Hukum publik.

Walaupun demikian, semuanya harus diuju dalam masyarakat dan peradilan,

mengingat hingga saat ini belum pernah terjadi penggunaan acara penggabungan

perkara sesuai KUHP dalam suatu perkara pidana, yang secara perdata juga

merugikan kepentingan konsumen. Disamping itu, sayangnya masih terlihat pula

berbagai kelemahannya.

Dari hal-hal terurai diatas bahwa peraturan-peraturan umum sekalipun dapat

dimanfaatkan oleh konsumen tetapi mempunyai berbagai kendala bahkan juga

tentang substansinya. Bagi konsumen Indonesia tampaknya tiga peraturan

perundang-undangan yang sangat dibutuhkan yakni UU tentang pangan, UU

tentang perlindungan konsumen dan UU tentang persaingan usaha dimana

kesemua UU tersebut mampu mengatur tentang perilaku antara produsen dan

konsumen yang bermula dari awal hingga akhir.

Bagi masyarakat Indonesia, khususnya konsumen Indonesia agaknya dari

sudut kepentingan konsumen pemecahan masalah perlindungan konsumen tidak

lain adalah diterbitkannya suatu undang undang tentang perlindungan konsumen.

C. Dada

D. Ada

E.

3.3. PENUTUP

Pembahasan Bab ini yang mengemukakan perlindungan konsumen dalam peraturan

perundang-undangan. Sangatlah penting mengingat mengingat lemahnya posisi

konsumen dalam rantai perekonomian serta masihnya oknum produsen yang

meremehkan posisi konsumen, sehingga diperlukanya perlindungan dari pemerintah

terhadap konsumen.

A. Latihan / Pertanyaa

1. Dalam UUD 1945 apakah diatur mengenai perlindungan bagi warga negara

(perlindungan konsumen)?

2. Sebutkan dan jelaskan alasan mendasar mengenai pembuatan, pelaksanaan dan

penererapan Perundang-undangan mengenai perlindungan konsumen

dilingkungan masyarakat dan pelaku usaha ?

B. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Penguasaan materi ini bisa dengan mudah mahasiswa lakukan, jika

memperhatikan beberapa hal, diantaranya sebagai berikut.

1. Membuat resume.

2. Aktif dalam berdiskusi.

3. Mengerjakan tugas dengan benar

.

C. Daftar Pustaka.

Celina Tri Siwi Kristiyanti, S.H., M.Hum. 2008. Hukum Perlindungan Konsumen.

Jakarta : Sinar Grafika

Gunawan, Johanes. 1994. Product Liability dalam Hukum Bisnis Indonesia, makalah

disampaikan pada Dies Natalis XXXIX Universitas Katolik Parahyangan

Bandung.

Komisi Periklanan Indonesia (Indonesian Advertising Commission), Tata Krama dan

Tata Cara Periklanan Indonesia yang Disempurnakan.

Kristiyanti, Celina Tri Siwi. 2005. Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung

dalam Penyelesaian Klaim Asuransi Menurut UU No.8 Thn 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen, Hasil Penelitian Dosen Muda.

Khairandy, Ridwan (Editor). 2006. Masalah-masalah Hukum Ekonomi Konteporer,

FH-UI, Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi.

Miru, Ahmadi & Sutarman Yodo. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta:

Raja Grafindo Persada.

Nasution, Az. 1995. Konsumen dan Hukum: Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum

Perlindungan Konsumen Indonesia.

______. 2001. Hukum Perlindungan Konsumen. Diadit Media, Yogyakarta Terawang

Pers.

______.2002, Hukum Perlindungan Konsumen-Suatu Pengantar, Diadit Media,

Jakarta.

Pieres, John & Wiwik Sri Widiarty. 2007. Negara Hukum dan Perlindungan

KonsumI. Jakarta: Diterbitkan Kerjasama Penerbit Pelangi Cendekia Jakarta

dengan Program Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana UKI Jakarta.

Pangabean, Henry P. 1992. Penyalah Gunaan Keadaan (Misbruik van

Omstandingheden) sebagai alasan (Baru) untuk Pembatalan Perjanjia

(Berbagai Perkembangan Hukum di Belanda). Yogyakarta: Liberty.

Satrio, J. 1992. Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya). Bandung: Citra

Aditya Bakti.

Shofie, Yusuf, 2002, Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi,

Ghalia Indonesia, Jakarta.

______.2003, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, PT

Aditya Bakti, Bandung, hlm. 1-35.

______.2003. Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut UUPK. Bandung: Citra

Aditya Bakti .

Syawali, Husni & Neni Sri Imaniyati (Penyunting). 2000. Hukum Perlindungan

Konsumen. Bandung: Mandar Maju.

Sidharta, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: PT Grasindo,

Samsul, Inosentius. 2004. Perlindungan Konsumen Kemungkinan Penerapan

Tanggung Jawab Mutlak. Jakarta: FH Pascasarjana UI.

Sudarsono. 2007. Kamus Hukum. Jakarta : Rineke Cipta.

Sudaryatmo, 1999, Hukum dan Advokasi Konsumen, PT Citra Aditya Bakti,

Bandung, hlm. 81-100, 117-124.

Susilo, Zumrotin K., 1996, Penyambung Lidah Konsumen, YLKI & Puspa Swara,

Jakarta.

Syawali, Husni dan Imaniyati, Neni Sri, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, CV

Mandar Maju, Bandung, hlm. 1-5.

Widjaja, Gunawan dan Yani, Ahmad, 2003, Hukum tentang Perlindungan

Konsumen, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 1-49.

JURNAL

Ari Purwadi. Pengaturan Persoalan Perlindungan Konsumen Dalam UUPK, Yustika

Vol III No. 2 Desember 2000

Bayu Iswahyudi. Tanggung Gugat terhadap Produk yang Berkaitan dengan Penyalh

Gunaan Keadaan, Yustika Vol. II No.1 Juli 1999.

Caritas Woro Murdiati. Asas Kebebasam Berkontrak dan Perlindungan Hukum Bagi

Pihak Adherent dalam Perjanjian Baku, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan

Vol 23 No. 1 Juni 2003.

J. Widjiantoro. Product Liability Perlindungan Konsumen di Indonesia, Jurnal

Justitia Et Pax Juli-Agustus 1998.

Kurt Eggert. Striking A Balance: Basic Questions About Consumer Protection Law,

Chapman Law Review, 2004.

Marianus Gaharapung. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Korban Atas Tindakan

Pelaku Usaha, Jurnal Yustika, Vol III No.1 Juli 2000

Sriwati. Perlindungan Hukum bagi Para Pihak dalam Perjanjian Baku, Jurnal

Yustika, Vol III No. 2 Desember 2000.

Shidarta. Pemetaan Kelembagaan Perlindungan Konsumen¸ Jurnal Hukum Pro

Justitia Vol. 24 No. 1 Januari 2006.

Teti Marsulina. Berbagi Persoalan Yuridis Seputar Asuransi dan Proses

Penyelesaian Sengketa Antara Konsumen Asuransi dan Perusahaan

Asuransi Berdasarkan UU No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen. Yustika Vol.III No.2 Desember 2000

UNDANG-UNDANG

Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Kitab Undang-undang Hukum Dagang.

Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.

Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan

Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Hukum Perlindungan Konsumen.

Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa.

Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten.

Undang-Undang No.15. Tahun 2001 Tentang Merek.

Undang-Undang No. 19 Tahun 2001 Tentang Hak Cipta.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran

Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

BAB IV

BERBAGAI ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

4.1. PENDAHULUAN.

Deskripsi Singkat

Dalam Bab ini akan membahas mengenai berbagai aspek hukum perlindungan

konsumen yang nantinya bisa dipahami dan di sosialisasikan ke pada masyarakat

(konsumen) dan produsen.

Relevansi

Bab ini sangatlah penting untuk di bahas dalam berbagai aspek hukum

perlindungan konsumen, dengan memahaminya maka mahasiswa dapat mengetahui

berbagai aspek hukum perlindungan konsumen yang nantinya dapa diterapkan di

lingkungan mereka, dengan harapan bisa memberikan efek positif dan menularkan

pengetahuanya kepada masyarakat (konsumen).

Tujuan Instruksional

Dengan mempelajari poko-pokok pembahasan ini mahasiswa dapat ;

1. Menjelaskan pengertian dari aspek hukum perlindungan kosumen.

2. Mampu memaparkan berbagai aspek hukum perlindungan konsumen

3. Bisa menjabarkan mengenai apa dan bagaiman hukum perlindungan konsumen

dipandang dari aspek hukum perlindungan konsumen.

4.2. PENYAJIAN

A. Aspek-Aspek Keperdataan

Kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah hukum antara

pelaku usaha penyedia barang dan/atau penyelenggara jasa dengan konsumenya

masing-masing termuat dalam :

1. KUH Perdata, terutama dalam buku kedua, ketiga, dan keempat

2. KUHD, Buku kesatu dan Buku kedua

3. Berbagai peraturan perundang-undangan lain yang memuat kaidah-kaidah

hukum bersifat perdata tentang subjek-subjek hukum, hubungan hukum dan

masalah antara penyedia barang atau penyelenggara jasa tertentu dan

konsumen.

Beberapa hal yang dinilai penting dalam hubungan konsumen dan penyedia

barang dan/atau penyelenggara jasa (pelaku usaha) antara lain sebagai berikut :

1. Hal-hal yang berkaitan dengan informasi.

Bagi para konsumen, infromasi tentang barang dan/atau jasa merupakan

kebutuhan pokok. Informasi-informasi tersebut meliputi tentang ketersedian

barang atau jasa yang dibutuhkan masyarakat konsumen, tentang kualitas

produk, keamananya, harga, serta berbagai persyaratan dan cara untuk

memperolehnya, tentang jaminan atau garansi produk, persedian suku cadang,

tersedianya pelayanan jasa purna-jual, serta hal lainya yang berikatan dengan

itu. Dimana konsumen menggunakan sumber dananya (gaji,upah,honor, dll)

untuk mengadakan transaksi guna mendapatkan barang yang diinginkan

berdasarkan informasi yang diteriman.

2. Beberapa bentuk informasi

Di antara berbagai informasi tentang barang atau jasa yang diperlukan

konsumen, tampaknya yang paling berpengaruh pada saat itu adalah informasi

yang bersumber dari kalangan pelaku usaha. Terutama dalam bentuk iklan

atau label, tanpa mengurangi pengaruh dari berbagai bentuk informasi

pengusahan lainya. Dimana iklan atau label adalah bentuk informasi yang

umumnya bersifat sukarela, sekalipun pada akhir-akhir ini termasuk yang

diatur dalam UU tentang perlindungan konsumen UU No. 8 Tahun 1999

(Pasal 9, 10, 12, 13, 17 dan 20)

B. Aspek Hukum Publik

Dengan hukum publik dimaksudkan hukum yang mengatur hubungan antara

negara dan alat-alat perlengkapannya atau hubungan negara dengan pererongan.

Termasuk hukum publik dalam kerengka hukum konsumen dan/atau hukum

perlindungan konsumen, adalah hukum administrasi negara, hukum pidana,

hukum acara perdata, dan/atau hukum acara pidana dan hukum internasional

khususnya hukum perdata internasional.

1. Hukum Pidana.

Dalam pengaturan hak-hak atas kekayaan intelektual (intellectual property

rights), seperti hak cipta, paten, dan hak atas merek mendapatkan perhatian

serius, khususnya dari sudut penerapan sanksi pidananya. Tindak pidana

berupa pembajakan hak cipta.

2. Hukum Administrasi Negara.

Seperti hukumnya pidana, hukum administrasi negara adalah instrumen

hukum publik yang penting dalam perlindungan konsumen. Sanksi-sanksi

hukum perdata dan pidana seringkali kurang efektif jika tidak disertai sanksi

admnistratif, sanksi administratif tidak ditujukan pada konsumen pada

umumnya, tetapi justru kepada pengusaha, baik itu produsen maupun penyalur

hasil-hasil produknya. Sanksi administratif berkaiatan dengan perizinan yang

diberikan pemerintah RI kepada pengusaha/penyalur terbsebut jika terjadi

pelanggaran, izin-izin itu dapat dicabut secara sepihak.

3. Hukum Transnasional.

Sebutan “hukum transional” mempunyai dua konotasi. Pertama, yang

berdimensi perdata yang lazim disebut hukum perdata internasional. Kedua,

hukum internasional yang berdimensi publik, yang biasanya dikenal sebagai

hukum internasional publik. Hukum perdata internasional sesungguhnya

bukan hukum yang berdiri sendiri, melainkan bagian dari hukum perdata

nasional. Dimana hukum perdata internasional hanya berisi petunjuk tentang

hukum nasional mana yang akan diberlakukan jika terdapat kaitan lebih dari

satu kepentingan hukum nasional, melalui petunjuk iniliah lalu ditentukan

hukum atau pengadilan mana yang akan menyelesaikanya.

Hukum internasional (publik) sering dinilai sebagai instrumen yang “mandul”

dalam menangani banyak kasus hukum yang berdimensi lintas negara. Sumber

terpenting dari hukum internasional adalah perjanjian antara negara dan

konvensi-konvensi internasional ataupun resolusi PBB, kesemuanya ini tidak

banyak berarti apabila belum diratifikasi oleh negara-negara bersangkutan.

C. Peranan Hukum Dalam Perlindungan Konsumen.

Pada era perdagangan bebas dimana arus barang dan jasa dapat masuk ke semua

negara dengan bebas, maka yang seharusnya terjadi adalah persaingan jujur.

Persaingan jujur adalah suatu persaaingan dimana konsumen dapat memiliki

barang atau jasa karena jaminan kualitas dengan harga yang wajar. Oleh karena

itu, pola perlindungan konsumen perlu diarahkan pada pola kerjasama antar

negara, antar semua pihak yang berkepentingan agar terciptanya suatu model

perlindungan yang harmonis berdasarkan atas persaingan jujur.

Sampai saat ini secara universal diakui adanya hak-hak konsumen yang harus

dilindungi dan dihormati, yaitu :

1. Hak keamanan dan keselamatan

2. Hak atas informasi

3. Hak untuk memilih

4. Hak untuk mendengar

5. Hak atas lingkungan hidup

Aspek-aspek hukum terhadap perlindungan konsumen didalam era pasar

bebas, pada dasarnya dapat dikaji dari dua pendekatan yakni dari sisi pasar

domestik dan dari sisi pasar global. Keduanya harus diawali dan sejak barang

dan jasa diproduksi, didistribusikan/dipasarkan dan diedarkan sampai barang

dan jasa tersebut dikonsumsi oleh konsumen.

Pada dasaranya negara dapat diketahui bahwa aspek hukum publik dan aspek

hukum perdata mempunyai peran dan kesempatan yang sama untuk

melindungi kepentingan konsumen. Aspek hukum publik berperan dan dapat

dimanfaatkan oleh negara, pemerintah instansi yang mempunyai peran dan

kewenangan untuk melindungi konsumen. Kewenangan dan peran tersebut

dapat diwujudkanmulai dari :

1. Politic will/ kemauan politik untuk melindungi kepentingan konsumen

domistik di dalam persaingan globel dan atas persaingan tidak sehat lokal.

2. Birokrasi dengan sadar dan senang hati menciptakan kondisi dengan

berbisnis jujur dalam mewujudkan persaingan sehat

3. Di dalam hukuk positif, yang sudah mengandung unsur melindungi

kepentingan konsumen antara lain :

a. UU kesehatan

b. UU barang

c. UU hygine untuk usaha

d. UU pengawasan atau edar barang

e. Peraturan tentang wajib daftar obat

f. Peraturan tentang produksi dan peredaran produk tertentu

g. Peraturan tentang perizinan, diharapkan diikuti dengan pengawasan,

pembinaan dan pemberian sanksi yang pasti dengan tegas apabila

terjadi pelanggaran mengenai syarat dan oprasional dari perusahaan

produsen

Dari aspek hukum publik, termasuk di dalamnya hukum administrasi negara,

mempunyai sumbangan terbesar dalam rangka melindungi kepentingan

konsumen. Sumbangan yang terbesar pada hukum publik disini adalah

kemampuan untuk mengawasi, membina, dan mencabut ijin sesuai dengan

ketentuan apabila terbukti :

1. Melanggar ketentuan UU

2. Merugikan kepentingan umum/ konsumen

Aspek hukum perdata secara umum hanya dapat dimanfaatkan oleh pihak untuk

kepentingan-kepentingan subjektif. Meskipun demikian mengingat hubungan

hukum para pihak terjadi karena berbagai alasan dan faktor kebutuhan. Fakta

selalu menunjukkan bahwa posisi calon konsumen dalam keadaan lebih karena

faktor ekonomi dan kebutuhan.

Keadaan yang demikian mendorong para pihak produsen, distributor, dan

sebagainya, memperkuat posisinya dengan menyiapkan dokumen yang ditentukan

secara sepihak. Hal inilah yang menyebabkan tidak seimbangnya hubungan

hukum para pihak. Untuk mengurangi ketidak seimbangan tersebut, maka sudah

waktunya apabila disiapkan adanya syarat-syarat bahkan yang harus dipenuhi

apabila ada pihak yang berniat menyiapkan perjanjian baku bagi calon

konsumennya. Syarat-syarat baku minimal antara lain mengenai :

1. Waktu/batas untuk mengajuka keberatan

2. Syarat atas pemenuhan janji

3. Syarat kesanggupan untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan promosi.

4.3. PENUTUP

Pembahasan Bab ini membahas mengenai berbagai aspek hukum perlindungan

konsumen yang nantinya bisa dipahami dan di sosialisasikan ke pada masyarakat

(konsumen) dan produsen. Sehingga mereka bisa memahaminya.

Mahasiswa dapat mengetahui berbagai aspek hukum perlindungan konsumen

yang nantinya dapa diterapkan di lingkungan mereka, dengan harapan bisa

memberikan efek positif dan menularkan pengetahuanya kepada masyarakat

(konsumen).

A. Latihan / Pertanyaan.

1. Jelaskan pengertian dari aspek hukum perlindungan kosumen ?

2. Jabarkan secara singkat mengenai apa dan bagaiman hukum perlindungan

konsumen dipandang dari aspek hukum perlindungan konsumen ?

B. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Materi in bisa dikuasai, apabila memperhatikan beberapa aspek.

1. Membuat Ringkasan

2. Aktif dalam Berdiskusi

3. Mengerjakan Latihan

Selanjutnya jawaban dari latihan diatas dicocokan dengan hasil jawaban dengan

panduan kunci jawaban, bila jawaban tingkat kebenaran tikda mencapai 80 %

maka sebaiknya perlu di ulangi khususnya pada bagian yang belum dikuasai.

C. Daftar Pustaka

Celina Tri Siwi Kristiyanti, S.H., M.Hum. 2008. Hukum Perlindungan Konsumen.

Jakarta : Sinar Grafika

Gunawan, Johanes. 1994. Product Liability dalam Hukum Bisnis Indonesia, makalah

disampaikan pada Dies Natalis XXXIX Universitas Katolik Parahyangan

Bandung.

Komisi Periklanan Indonesia (Indonesian Advertising Commission), Tata Krama dan

Tata Cara Periklanan Indonesia yang Disempurnakan.

Kristiyanti, Celina Tri Siwi. 2005. Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung

dalam Penyelesaian Klaim Asuransi Menurut UU No.8 Thn 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen, Hasil Penelitian Dosen Muda.

Khairandy, Ridwan (Editor). 2006. Masalah-masalah Hukum Ekonomi Konteporer,

FH-UI, Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi.

Miru, Ahmadi & Sutarman Yodo. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta:

Raja Grafindo Persada.

Nasution, Az. 1995. Konsumen dan Hukum: Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum

Perlindungan Konsumen Indonesia.

______. 2001. Hukum Perlindungan Konsumen. Diadit Media, Yogyakarta Terawang

Pers.

______.2002, Hukum Perlindungan Konsumen-Suatu Pengantar, Diadit Media,

Jakarta.

Pieres, John & Wiwik Sri Widiarty. 2007. Negara Hukum dan Perlindungan

KonsumI. Jakarta: Diterbitkan Kerjasama Penerbit Pelangi Cendekia Jakarta

dengan Program Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana UKI Jakarta.

Pangabean, Henry P. 1992. Penyalah Gunaan Keadaan (Misbruik van

Omstandingheden) sebagai alasan (Baru) untuk Pembatalan Perjanjia

(Berbagai Perkembangan Hukum di Belanda). Yogyakarta: Liberty.

Satrio, J. 1992. Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya). Bandung: Citra

Aditya Bakti.

Shofie, Yusuf, 2002, Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi,

Ghalia Indonesia, Jakarta.

______.2003, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, PT

Aditya Bakti, Bandung, hlm. 1-35.

______.2003. Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut UUPK. Bandung: Citra

Aditya Bakti .

Syawali, Husni & Neni Sri Imaniyati (Penyunting). 2000. Hukum Perlindungan

Konsumen. Bandung: Mandar Maju.

Sidharta, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: PT Grasindo,

Samsul, Inosentius. 2004. Perlindungan Konsumen Kemungkinan Penerapan

Tanggung Jawab Mutlak. Jakarta: FH Pascasarjana UI.

Sudarsono. 2007. Kamus Hukum. Jakarta : Rineke Cipta.

Sudaryatmo, 1999, Hukum dan Advokasi Konsumen, PT Citra Aditya Bakti,

Bandung, hlm. 81-100, 117-124.

Susilo, Zumrotin K., 1996, Penyambung Lidah Konsumen, YLKI & Puspa Swara,

Jakarta.

Syawali, Husni dan Imaniyati, Neni Sri, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, CV

Mandar Maju, Bandung, hlm. 1-5.

Widjaja, Gunawan dan Yani, Ahmad, 2003, Hukum tentang Perlindungan

Konsumen, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 1-49.

JURNAL

Ari Purwadi. Pengaturan Persoalan Perlindungan Konsumen Dalam UUPK, Yustika

Vol III No. 2 Desember 2000

Bayu Iswahyudi. Tanggung Gugat terhadap Produk yang Berkaitan dengan Penyalh

Gunaan Keadaan, Yustika Vol. II No.1 Juli 1999.

Caritas Woro Murdiati. Asas Kebebasam Berkontrak dan Perlindungan Hukum Bagi

Pihak Adherent dalam Perjanjian Baku, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan

Vol 23 No. 1 Juni 2003.

J. Widjiantoro. Product Liability Perlindungan Konsumen di Indonesia, Jurnal

Justitia Et Pax Juli-Agustus 1998.

Kurt Eggert. Striking A Balance: Basic Questions About Consumer Protection Law,

Chapman Law Review, 2004.

Marianus Gaharapung. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Korban Atas Tindakan

Pelaku Usaha, Jurnal Yustika, Vol III No.1 Juli 2000

Sriwati. Perlindungan Hukum bagi Para Pihak dalam Perjanjian Baku, Jurnal

Yustika, Vol III No. 2 Desember 2000.

Shidarta. Pemetaan Kelembagaan Perlindungan Konsumen¸ Jurnal Hukum Pro

Justitia Vol. 24 No. 1 Januari 2006.

Teti Marsulina. Berbagi Persoalan Yuridis Seputar Asuransi dan Proses

Penyelesaian Sengketa Antara Konsumen Asuransi dan Perusahaan

Asuransi Berdasarkan UU No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen. Yustika Vol.III No.2 Desember 2000

UNDANG-UNDANG

Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Kitab Undang-undang Hukum Dagang.

Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.

Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan

Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Hukum Perlindungan Konsumen.

Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa.

Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten.

Undang-Undang No.15. Tahun 2001 Tentang Merek.

Undang-Undang No. 19 Tahun 2001 Tentang Hak Cipta.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran

Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

BAB V

PRINSIP-PRINSIP HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

5.1 PENDAHULUAN

Deskripsi Singkat

Dalam bab ini mengemukakan tentang berbagai prinsip-prinsip hukum perlindungan

konsumen

Relevansi

Pembahasan dalam bab tentang berbagai prinsip-prinsip hukum perlindungan

konsumen sangat penting untuk dikuasai dan dipahami, mengingat masih minimnya

kesadaran konsumen dan produsen tentang prinsip-prinsip hukum perlindungan

konsumen.

Tujuan Intruksional Khusus

Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa dapat :

1. Menjelaskan tentang prinsip-prinsip konsumen

2. Menjelaskan tentang prinsip-prinsip perlindungan konsumen

3. Menjelaskan apa dan bagaimana pelaksanaan prinsip-prinsip perlindungan konsumen

4. Memaparkan bagaiman penerapan prinsip-prinsip perlindungan konsumen dalam

kehidupan sehari-sehari.

5.2 PENYAJIAN

A. Prinsip-prinsip Tanggung Jawab.

Prinsip tentang tanggung jawab merupakan perihal yang sangat penting dalam hukum

perlindungan konsumen. Beberapa sumber formal hukum diantaranya peraturan

undang-undang dan perjanjian di lapangan hukum keperdataan, sering memberikan

batasan-batasan terhadap tanggung jawab yang dipikul oleh si pelenggar hak

konsumen. Secara umum prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat

dibedaka sebagai berikut :

1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur Kesalahan (fault liability based on

fault)

Merupakan prinsip umum yang berlaku dalam hukum pidana dan perdata, dimana

prinsip ini menyatakan, seseorang baru dapat dimintakan pertanggung

jawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukan, dengan

memenuhi beberapa unsur, diantaranya ;

a. Adanya perbuatan

b. Adanya unsur kesalahan

c. Adanya kerugian yang diderita

d. Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian

Secara common sense, asas ini dapat diterima karena adalah adil bagi orang yang

berbuat salah untuk mengganti kerugian bagi pihak korban. Kata lain tidak adil

jika orang yang tidak bersalah harus mengganti kerugian yang diderita. Atau

sejalan dengan teori umum dalah hukum acara yakni asas audit et alterm partem

atau asas kedudukan yang sama antara semua pihak yang berperkara. Dimana

latar belakang penerapan prinsip ini adalah konsumen hanya melihat semua di

balik dinding suatu korporasi itu sebagai satu kesatuan.

2. Praduga selalu bertanggung jawab (presumption of liability)

Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung jawab

(presumption of liability principlei), sampai ia dapat membuktikan ia tidak

berlsalah. Jadi, beban pembuktian ada pada si tergugat.

Dimana dari dasar pemikiran teori ini bertentangan dengan asas hukum praduga

tidak bersalah yang lazim dikenal dalam hukum. Namun, jika diterapkan dalam

kasus konsumen akan tampak, asas demikian cukup relevan. Jika ada digunakan

teori ini, maka yang berkewajiban untuk membuktukan kesalahan itu pihak

pelaku usaha yang digugat. Tergugat ini yang harus menghadirkan bukti-bukti

dirinya tidak bersalah. Tentu saja konsumen tidak terlalu berarti dapat

sekehendak hati mengajukan gugatan. Posisi konsumen sebagai penggugat selalu

terbuka untuk digugat baluk oleh pelaku usaha, jika ia gagal menunjukan

kesalahan si tergugat.

3. Praduga selalu tidak bertanggung jawab (presumption of nonliability)

Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip praduga selalu bertanggung jawab.

Dimana prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (presumption

nonliability principle) hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang

sangat terbatas, dan pembatasan demikian biasanya secara common sense dapat

dibenarkan.

4. Tanggung jawab mutlak (strict liability)

Prinsip ini sering diidentikan dengan prinsip tanggung jawab absolut (absolute

liability). Kendati demikian ada pula para ahli yang membedakan kedua

terminologi di atas. Ada yang berpedapat stric liability adalah prinsip tanggung

jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan.

Sebaliknya absolute liability, adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan

tidak ada pengecualiannya. Selai itu, ada pandangan yang agak mirip, yang

mengaitkan perbedaan keduanya pada ada atau tidak adanya hubungan kausalitas

antara subjek yang bertanggung jawab dan kesalahannya. Pada strict liability,

hubungan itu harus ada, sementara pada absolute liability, hubungan itu tidak

selalu ada.

5. Pembatasan tanggung jawab (limitation of liability)

Merupakan suatu prinsip untuk dicantumkan sebagai klausal eksonerasi dalam

perjanjia standar yang dibuat. Prinsip ini sangat merugikan konsumen bila

ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha. Namun dalam UU No.8 Tahun 1999

harusnya pelaku usaha tidak boleh secara sepihak menentukan klausal yang

merugikan konsumen, termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya.

B. Product Liability

Secara historis, product liability lahir karena ada ketidakseimbangan tanggung jawab

antara prodausen dan konsumen. Dengan lembaga ini produsen yang pada awalnya

menerapkan strategi product oriented dalam pemasaran produknya harus mengubah

strateginya menjadi consumer oriented. Produsen harus berhati-hati dengan

produknya, karena tanggung jawab dalam product liability ini menganut prinsip

tanggung jawab mutal (strict liability). Hal ini didukung dengan dikeluarkanya

Resolusi PBB No39/248 tanggal 16 April 1985 tentang perlindungan konsumen.

Menurut Johannes Gunawan, tujuan utama dari dunia hukum memperkenalkan

product libality adalah :

a. Memberi perlindungan kepada konsumen (consumer protection)

b. Agar terdapat pembebanan resiko yang adil antara produsen dan konsumen (a

fair apportionment of risks betwen producers and consumers)

C. Penyalahgunaan Keadaan (Misbruk Van Omstandigheden)

Jelas sekali “Penyalahgunaan keadaan” ini sangat relevan untuk disinggung dalam

kaitanya dengan persengketaan transaksi konsumen. Keunggulan ekonomis dan

psikologi dari si pelaku usaha sering sangat dominan sehingga mempengaruhi

konsumen untuk memutuskan kehendaknya secara rasional. Perosalanya

“penyalahgunaan keadaan”, memang belum diadopsi ke dalam KUHPerdata (eks

kolonial belanda) yang tetap berlaku di indonesia. Walaupun demikian, ketiadaan

pengautran ini tidak berarti “penyalahgunaan keadaan” tidak dapat diterapkan dalam

penyelesaian kasus-kasus perdata di Indonesia. UUPK menyebuktan adanya lima

asas perlindungan konsumen :

1. Manfaat

2. Keadilan

3. Keseimbangan

4. Keamanan dan keselamatan

5. Kepastian hukum

D. Norma-Norma Perlindungan Konsumen

Era perdagangan bebas menghendaki bahwa semua barang dan jasa yang berasal dari

negara lain harus masuk di Indonesia. Permasalaha muncul jika ada pengaduan

konsumen atas barang dan jasa impor tersebut, bagaimana mekanisme

penyelesaiannya yang sederhana, cepat dan biaya ringan. Secara Yuridis muncul pula

masalah antara benturan undang-undang antar negara terkait masalah perlindungan

konsumen serta produsen.

Dalam pada itu, hakikat perlindungan konsumen menyiratkan keperpihakan kepada

kepentingan-kepentingan (hukum) konsumen. Dimana keuntungan konsumen

menurut Resolusi PBB No.39/248 tentang guidelines for consumer protection,

sebagai berikut :

1. Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan keamananya

2. Promosi dan perlindungan kepentingan sosial ekonomi konsumen.

3. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan

kemampuan kepada mereka untuk melakukan pilihan yang tepat sesuai kehendak

dan kebuthan pribadi.

4. Pendidikan konsumen

5. Tersedianya upayaa ganti rugi yang efektif

6. Kebebasan untuk membtukan organisasi konsumen atau organisasi lainnya yang

relevan dan memberikan kesempatan kepada organisasi tersebut untuk

menyuarakan pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan yang

menyangkut kepentingan mereka.

5.3 PENUTU|P

Berbagai prinsip-prinsip hukum perlindungan konsumen yang merupakan landasan

pemikiran tentang apa dan bagaiman hak-hak konsumen. Sehingga itu berbagai prinsip-

prinsip hukum perlindungan konsumen sangat penting untuk dikuasai dan dipahami,

mengingat masih minimnya kesadaran konsumen dan produsen tentang prinsip-prinsip

hukum perlindungan konsumen.

A. Latihan / Pertanyaa

1. Sebutkan dan jelaskan prinsip-prinsip konsumen ?

2. Jelaskan bagamana prinsip-prinsip konsumen tersebut diterapkan dalam

kehidupan ?

B. Umpan Balik

Materi ini bisa dikuasasi dengan memperhatikan beberapa pokok pembahasan,

diantaranya dengan.

1. Membuat ringkasan

2. Aktif dalam berdiskusi

3. Mengerjakan latihan

C. Daftar Pustakan

Celina Tri Siwi Kristiyanti, S.H., M.Hum. 2008. Hukum Perlindungan Konsumen.

Jakarta : Sinar Grafika

Gunawan, Johanes. 1994. Product Liability dalam Hukum Bisnis Indonesia, makalah

disampaikan pada Dies Natalis XXXIX Universitas Katolik Parahyangan

Bandung.

Komisi Periklanan Indonesia (Indonesian Advertising Commission), Tata Krama dan

Tata Cara Periklanan Indonesia yang Disempurnakan.

Kristiyanti, Celina Tri Siwi. 2005. Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung

dalam Penyelesaian Klaim Asuransi Menurut UU No.8 Thn 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen, Hasil Penelitian Dosen Muda.

Khairandy, Ridwan (Editor). 2006. Masalah-masalah Hukum Ekonomi Konteporer,

FH-UI, Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi.

Miru, Ahmadi & Sutarman Yodo. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta:

Raja Grafindo Persada.

Nasution, Az. 1995. Konsumen dan Hukum: Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum

Perlindungan Konsumen Indonesia.

______. 2001. Hukum Perlindungan Konsumen. Diadit Media, Yogyakarta Terawang

Pers.

______.2002, Hukum Perlindungan Konsumen-Suatu Pengantar, Diadit Media,

Jakarta.

Pieres, John & Wiwik Sri Widiarty. 2007. Negara Hukum dan Perlindungan

KonsumI. Jakarta: Diterbitkan Kerjasama Penerbit Pelangi Cendekia Jakarta

dengan Program Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana UKI Jakarta.

Pangabean, Henry P. 1992. Penyalah Gunaan Keadaan (Misbruik van

Omstandingheden) sebagai alasan (Baru) untuk Pembatalan Perjanjia

(Berbagai Perkembangan Hukum di Belanda). Yogyakarta: Liberty.

Satrio, J. 1992. Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya). Bandung: Citra

Aditya Bakti.

Shofie, Yusuf, 2002, Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi,

Ghalia Indonesia, Jakarta.

______.2003, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, PT

Aditya Bakti, Bandung, hlm. 1-35.

______.2003. Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut UUPK. Bandung: Citra

Aditya Bakti .

Syawali, Husni & Neni Sri Imaniyati (Penyunting). 2000. Hukum Perlindungan

Konsumen. Bandung: Mandar Maju.

Sidharta, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: PT Grasindo,

Samsul, Inosentius. 2004. Perlindungan Konsumen Kemungkinan Penerapan

Tanggung Jawab Mutlak. Jakarta: FH Pascasarjana UI.

Sudarsono. 2007. Kamus Hukum. Jakarta : Rineke Cipta.

Sudaryatmo, 1999, Hukum dan Advokasi Konsumen, PT Citra Aditya Bakti,

Bandung, hlm. 81-100, 117-124.

Susilo, Zumrotin K., 1996, Penyambung Lidah Konsumen, YLKI & Puspa Swara,

Jakarta.

Syawali, Husni dan Imaniyati, Neni Sri, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, CV

Mandar Maju, Bandung, hlm. 1-5.

Widjaja, Gunawan dan Yani, Ahmad, 2003, Hukum tentang Perlindungan

Konsumen, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 1-49.

JURNAL

Ari Purwadi. Pengaturan Persoalan Perlindungan Konsumen Dalam UUPK, Yustika

Vol III No. 2 Desember 2000

Bayu Iswahyudi. Tanggung Gugat terhadap Produk yang Berkaitan dengan Penyalh

Gunaan Keadaan, Yustika Vol. II No.1 Juli 1999.

Caritas Woro Murdiati. Asas Kebebasam Berkontrak dan Perlindungan Hukum Bagi

Pihak Adherent dalam Perjanjian Baku, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan

Vol 23 No. 1 Juni 2003.

J. Widjiantoro. Product Liability Perlindungan Konsumen di Indonesia, Jurnal

Justitia Et Pax Juli-Agustus 1998.

Kurt Eggert. Striking A Balance: Basic Questions About Consumer Protection Law,

Chapman Law Review, 2004.

Marianus Gaharapung. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Korban Atas Tindakan

Pelaku Usaha, Jurnal Yustika, Vol III No.1 Juli 2000

Sriwati. Perlindungan Hukum bagi Para Pihak dalam Perjanjian Baku, Jurnal

Yustika, Vol III No. 2 Desember 2000.

Shidarta. Pemetaan Kelembagaan Perlindungan Konsumen¸ Jurnal Hukum Pro

Justitia Vol. 24 No. 1 Januari 2006.

Teti Marsulina. Berbagi Persoalan Yuridis Seputar Asuransi dan Proses

Penyelesaian Sengketa Antara Konsumen Asuransi dan Perusahaan

Asuransi Berdasarkan UU No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen. Yustika Vol.III No.2 Desember 2000

UNDANG-UNDANG

Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Kitab Undang-undang Hukum Dagang.

Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.

Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan

Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Hukum Perlindungan Konsumen.

Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa.

Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten.

Undang-Undang No.15. Tahun 2001 Tentang Merek.

Undang-Undang No. 19 Tahun 2001 Tentang Hak Cipta.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran

Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

BAB VI

LEMBAGA/ISNTANSI DAN PERANYA DALAM

PERLINDUNGAN KONSUME

6.1 PENDAHULUAN

Deskripsi Singkat

Dalam bab ini mengemukakan tentang lembaga/instansi dan peranya dalam

perlindungan konsumen

Relevansi

Pembahasan dalam bab yang membahas tentang lembaga/instansi dan peranya dalam

perlindungan konsumen sangat penting untuk dikuasai dan dipahami, mengingat masih

minimnya kesadaran konsumen dan produsen tentang pengetuan mereka mengenai

hukum perlindungan konsumen.

Tujuan Intruksional Khusus

Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa dapat :

1. Menjelaskan tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional.

2. Memahami peran Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat dan peran

serta YLKI.

3. Menjelaskan Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

6.2 PENDAHULUAN

A. Badan Perlindungan Konsumen.

Dalam Undang-undang No.8 Tahun 1999 Tentang Hukum Perlindungan Konsumen

(UUPK) disebutkan adanya Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dimana

BPKN ini berkedudukan di Jakarta dan langsung bertanggung jawab kepada Presiden

dan juga BPKN bisa membentuk perwkilanya di ibukota Provinsi. Badan ini terdiri atas

15 orang sampai dengan 25 orang anggota yang mewakili unsur :

(1). Pemerintah.

(2). Pelaku Usaha

(3). Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.

(4). Akedemisi.

(5). Tenaga Ahli.

Dimana masa jabatan mereka adalah tiga tahun, dapat diangkat kembali untuk satu

kali masa jabtan berikutnya. Keanggotaan BPKN ini diangkat oleh Presiden atas usul

Menteri (bidang perdagangan) setelah dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan

Rakyat. Syarat-syarat keanggotaannya menurut pasal 37 UUPK adalah:

1. Warga Negara Indonesial

2. Berbadan Sehat

3. Berkelakukan Baik

4. Tidak pernah dihukum karena kejatahan

5. Memiliki pengetahuan dan pengalaman dibidang perlindungan konsumen

6. Berusia sekurang-kurangnya 30 tahun.

Menurut pasal 38 UUPK keanggotaan, keanggotaan BPKN berhenti dikarenakan :

1. Meninggal dunia

2. Mengundrukan diri atas permintaan sendiri

3. Bertempat tinggal di luar wilayan NKRI

4. Sakit secara terus menerus

5. Berakhir masa jabatan sebagai anggota

6. Diberhentikan

Guna menunjang kinerja, BPKN dibantu oleh sekretariat yang dipimpin oleh seorang

sekretariat yang diangkat oleh ketua BPKN, dimana sekretariat ini memiliki berbagai

macam tugas yang dibagi dalam lima bidang.

(1) Administrasi dan keuangan

(2) Penelitian, pengkajian dan pengembangan

(3) Pengaduan

(4) Pelayanan informasi

(5) Kerja sama

Syarat ini juga berlaku untuk menjadi anggota Badan Penyelesaian Konsumen (Pasal

49 UUPK), Bedanya dalam UUPK keanggotaan BPKN dicantumkan batas keanggotaan

dicantumkan dengan jelas, sementara dalam keanggotaan Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen (BPSN) tidak disebutkan aturan tersebut. Fungsi dari BPKN hanya

memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintaj dalam mengembangkan

perlindungan konsumen di Indonesia. Maka untuk menjalankan fungsi tersebut, badan ini

mempunyai tugas (pasal 34 UUPK) ;

1. Memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka menyusun

kebijakan di bidang perlindungan konsumen

2. Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan

yang berlaku di bidang perlindungan konsumen

3. Melakukan penelitian terhadap orang dan/atau jasa yang menyangkut

keselamatan konsumen

4. Mendorong perkembangan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat

5. Menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen

dan memasyarakatkan sikap keperpihakan kepada konsumen

6. Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat lembaga

perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pelaku usaha.

7. Melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.

Selain itu dalam pasal 29 dan 30 UUPK, Pemerintah c.q Menteri yang membidangi

perdagangan ditugasi juga untuk mengkoordinasi pembinaan dan pengawasan

perlindungan konsumen secara Nasional

B. Pengertian dan Peran Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat

(LPKSM)

Semakin tingginya persaingan pasar, mewajibkan LPKSM perlu memantau secara serius

pelaku usaha/penjual yang hanya mengejar profil semata dengan mengabaikan kualitas

produk barang. Hal ini disebabkan oleh masih banyak produk tidak bermutu dan palsu

yang beredar bebas di masyarakat, apalagi, masyarakat pedesaan yang belum memahami

efek atau indikasi dari produk barang yang digunakan.

LPKSM dan cabangnya harus mengontrol secara benar dan teliti kelayakan produk

barang yang dipasarkan dengan cara melakukan penyuluhan kepada para konsumen

dengan maksud agar mereka tidak terjebak tindakan pelaku usaha yang hanya

memprioritaskan keuntungan dengan mengorbankan konsumen. Berkaitan dengan

implementasi perindungan konsumen, UU no.8 thn 1999 tentang perlindungan

konsumen, mengtur tugas dan wewenang LPKSM sebagaimana tertuang dalam pasal 44 :

1. Pemerintah mengakui LPKSM yang memenuhi syarat

2. LPKSM memiliki kesempatan untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan

konsumen

3. Tugas LPKSM :

a. Menyebarkan informasi guna meningkatkan kesadaran hak dan kewajiban serta

kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang atau jasa

b. Memberikan nasehat kepada konsumen yang memerlukannya

c. Bekerja sama dengan instansi terkait guna mewujudkan perlindungan konsumen

d. Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima

keluhan atau pengaduan konsumen

e. Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap

pelaksanaan perlindungan konsumen

C. Peran Serta YLKI dalam Perlindungan Konsumen

Munculnya gerakan konsumerisme dan segala permasalahannya ke permukaan masih

relatif baru. Presiden Amerika serikat Kennedy pada tahun 1992 mengukuhkan adaya

hak-hak konsumen yang didasari atas desakan konsumen di Amerika pada tahun 1930-an

yang sudah mulai mempertanyakan ketidak adilan dalam memperoleh pelayanan yang

disediakan oleh industri maupun pemerintah.

Bangkitnya kesadaran konsumen ini menampakkan bahwa pemerintah belum siap

menerima tuntutan dari masyarakat (konsumen) baik dalam segi dana maupun SDM nya.

Keadaan ini mungkin akan diperburuk lagi dengan adanya pernyataan pemerintah

dimana siapa yang punya uang dialah yang mendapat pelayanan. Berhubungan dengan

hampir segala bentuk layanan yang disediakan oleh birokrasi pemerintah dalam

kehidupan sehari-hari sering berakhir dengan kekecewaan, dimana segala kemudahan

akan diperoleh masyarakat jika uang pelicin tersedia.

Ada berbagai jenis layanan yang disediakan oleh pemerintah, mulai dari yag bersifat

profit misalnya jasa telekomunikasi, air minum, angkutan, pelayanan yang bersifat

monopoli, misalnya PLN dan pelayanan yang sifatnya non profit seperti KTP, catatan

sipil, IMB, imigrasi, dan lain-lain. The UN guidelines for consumers yang diterima

dengan suara bulat oleh majelis umum PBB mellui resolusi PBB No.A/RES/39/248

tanggal 16 April 1985 tentang perlindungan konsumen mengandung pemahaman umum

dan luas mengenai perangkat perlindungan konsumen yang asasi dan adil.

Keberadaan kelompok konsumen tentu saja berbeda dengan organisasi

konsumen.pada hakikatnya kelompok konsumen lebih merupakan pengelompokan

konsumen pada berbagai sektor. Adapun organisasi- organisasi konsumen merupakan

lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dibidang perlindungan konsumen seperti

YLKI. Walaupun demikian, keduanya memiliki tujuan yang sama, yakni melayani dan

meningkatkan martabat dan kepentingan konsumen. Mengenai karakteritik ini terdapat

enam kualifikasi kebebasan yang harus dimiliki organisasi dan kelompok konsumen :

1. Mereka harus secara ekslusif mewakili kepentingan-kepentingan konsumen

2. Kemajuan perdagangan akan tidak ada artinya jika diperoleh dengan cara-cara yang

merugikan konsumen

3. Merelka harus nonprofit making dalam profil aktifitasnya

4. Mareka tidakboleh menerima iklan iklan untuk alasan alasan komersial

5. Mareka tidak boleh mengijinkan eksploitasi atas informasi dan advice yang meraka

berikan kepada konsumen untuk kepentingan perdagangan.

6. Mereka tidak boleh mengijinkan kebebasan tindakan dan komentr mereka

dipengaruhi atau dibatasi pesan-pesan sponsor atau tambahan

Ada beberapa indikator pelayanan umum yang baik yakni sebagai berikut :

1. Keterbukaan

2. Kesederhanaan

3. Kepastian

4. Keadilan

5. Keamanan dan kenyamanan

6. Perilaku tugas pelayanan

D. Pengertian dan Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

Hubungan hukum antara pelaku usaha/penjual dengan konsumen tidak tertutup

kemungkinan timbulnya perselisihan/sengketa konsumen. Selama ini sengketa konsumen

diselesaikan melalui gugatan pengadilan meski tidak dapat dipungkiri bahwa lembaga

pengadilanpun tidak akomodatif untuk menampung sengketa konsumen karena proses

perkara sengketa yang terlalu lama dan sangat birokratis.

Diluar peradilan umum, UUPK membuat terobosan dnegan memfasilitasi para

konsumen yang merasa dirugikan dengan mengajukan gugatan ke palaku usaha diluar

pengadilan, yakni BPSK. Mekanisme gugatan yang dilakukan secara sukarela dari kedua

belah pihak yang bersengketa baik secara perorangan. sedangkan gugatan secara

kelompok dilakukan melalui peradilan umum. BPSK adalah pengadilan khusus

konsumen yang sangat diharapkan dapat menjawab tuntutan masyarakat agar proses

berperkara berjalan capet, sederhana dan murah. Beban ini dibentuk di setiap daerah

tingkat dua(pasal 49) BPSK dibentuk untuk menyelesaikan sengketa konsumen diluar

pengadilan (pasal 49 ayat (1)). BPSK ini mempunyai anggota-anggota dari unsur

pemerintah, konsumen, serta pelaku usaha dimana setiap unsur tersebut berjumlah 3

orang atau maksimal 5 orang. Kesemuanya diangkat dan diberhentikan oleh mentri

( perindustrian dan perdagangan). Tugas dan wewenang BPSK (pasal 52) meliputi :

a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara

melalui mediasi, arbitrasi atau konsiliasi

b. Membrikan konsultasi perlindungan konsumen

c. Pengawasan klausur baku

d. Melapor kepada menyidik umum apabila terjadi pelanggaran undang-undang ini

e. Menerima pengaduan dari konsumen, lisan atau tertulis, tentang dilanggarkan

perlindungan konsumen

f. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa konsumen

g. Memanggil pelaku usaha pelanggar

h. Menghadirkan saksi, saksi ahli, dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui

pelanggaran itu

i. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan mereka (g) apabila tidak mau

memenuhi panggilan

j. Mendapatkan, meneliti dan/ atau menilai surat, dokumen atau alat alat bukti lain guna

penyelidikan dan/atau pemeriksaan

k. Memutuskan dan menetapkan ada tidaknya karugian konsumen

l. Memberitahukan kepada pelaku usaha pelanggaran undang-undang

m. Menjatuhkan sangsi administratif kepada pelaku usaha pelanggar undang-undang.

Putusan yang dijatuhkan majelis BPSK bersifat final dan mengikat (pasal 54 ayat (3)).

BPSK wajib menjatuhkan putusan selama-lamanya 21 hari sejak gugatan diterima (pasal

55) keputusan BPSk itu wajib dilaksanakan pelaku usaha dalam jangka waktu tujuh hari

setelah diterimanya, atau apabila ia keberatan dapat mengajukannya kepada pengadilan

negeri dalam jangka waktu 14 hari. Pengadilan negeri memutuskan perkara tersebut

dalam jangka waktu 21 hari sejak diterimanya keberatan tersebut (pasal 58). Selanjutkan

kasasi diberi luang waktu 14 hari untuk mengajukannya kepada mahkama agung.

Keputusan mahkama agung wajib dikeluarkan dalam jangka waktu 30 hari sejak

permohonan kasasi (pasal 58).

6.3 PENUTUP

Lembaga/instansi dan peranya dalam perlindungan konsumen sangatlah dibutuhkan

mengingat lemanya kedudukan konsumen dalam perselisihan denga produsen serta

pelaku usaha hingga ketingkat pengecer. Oleh karena sangat penting untuk dikuasai dan

dipahami, mengingat masih minimnya kesadaran konsumen dan produsen tentang hak

dan kewajiban mereka masing-masing.

A. Latihan / Pertanyaa.

1. Sebutkan dan jelaskan peran dari YLKI?

2. Jabarkan secara singkat fungsi dan tugas dari BPSK?

B. Umpan Balik

Materi ini bisa dikuasasi dengan memperhatikan beberapa pokok pembahasan,

diantaranya dengan.

4. Membuat ringkasan

5. Aktif dalam berdiskusi

6. Mengerjakan latihan

C. Daftar Pustakan

Celina Tri Siwi Kristiyanti, S.H., M.Hum. 2008. Hukum Perlindungan Konsumen.

Jakarta : Sinar Grafika

Gunawan, Johanes. 1994. Product Liability dalam Hukum Bisnis Indonesia, makalah

disampaikan pada Dies Natalis XXXIX Universitas Katolik Parahyangan

Bandung.

Komisi Periklanan Indonesia (Indonesian Advertising Commission), Tata Krama dan

Tata Cara Periklanan Indonesia yang Disempurnakan.

Kristiyanti, Celina Tri Siwi. 2005. Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung

dalam Penyelesaian Klaim Asuransi Menurut UU No.8 Thn 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen, Hasil Penelitian Dosen Muda.

Khairandy, Ridwan (Editor). 2006. Masalah-masalah Hukum Ekonomi Konteporer,

FH-UI, Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi.

Miru, Ahmadi & Sutarman Yodo. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta:

Raja Grafindo Persada.

Nasution, Az. 1995. Konsumen dan Hukum: Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum

Perlindungan Konsumen Indonesia.

______. 2001. Hukum Perlindungan Konsumen. Diadit Media, Yogyakarta Terawang

Pers.

______.2002, Hukum Perlindungan Konsumen-Suatu Pengantar, Diadit Media,

Jakarta.

Pieres, John & Wiwik Sri Widiarty. 2007. Negara Hukum dan Perlindungan

KonsumI. Jakarta: Diterbitkan Kerjasama Penerbit Pelangi Cendekia Jakarta

dengan Program Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana UKI Jakarta.

Pangabean, Henry P. 1992. Penyalah Gunaan Keadaan (Misbruik van

Omstandingheden) sebagai alasan (Baru) untuk Pembatalan Perjanjia

(Berbagai Perkembangan Hukum di Belanda). Yogyakarta: Liberty.

Satrio, J. 1992. Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya). Bandung: Citra

Aditya Bakti.

Shofie, Yusuf, 2002, Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi,

Ghalia Indonesia, Jakarta.

______.2003, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, PT

Aditya Bakti, Bandung, hlm. 1-35.

______.2003. Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut UUPK. Bandung: Citra

Aditya Bakti .

Syawali, Husni & Neni Sri Imaniyati (Penyunting). 2000. Hukum Perlindungan

Konsumen. Bandung: Mandar Maju.

Sidharta, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: PT Grasindo,

Samsul, Inosentius. 2004. Perlindungan Konsumen Kemungkinan Penerapan

Tanggung Jawab Mutlak. Jakarta: FH Pascasarjana UI.

Sudarsono. 2007. Kamus Hukum. Jakarta : Rineke Cipta.

Sudaryatmo, 1999, Hukum dan Advokasi Konsumen, PT Citra Aditya Bakti,

Bandung, hlm. 81-100, 117-124.

Susilo, Zumrotin K., 1996, Penyambung Lidah Konsumen, YLKI & Puspa Swara,

Jakarta.

Syawali, Husni dan Imaniyati, Neni Sri, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, CV

Mandar Maju, Bandung, hlm. 1-5.

Widjaja, Gunawan dan Yani, Ahmad, 2003, Hukum tentang Perlindungan

Konsumen, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 1-49.

JURNAL

Ari Purwadi. Pengaturan Persoalan Perlindungan Konsumen Dalam UUPK, Yustika

Vol III No. 2 Desember 2000

Bayu Iswahyudi. Tanggung Gugat terhadap Produk yang Berkaitan dengan Penyalh

Gunaan Keadaan, Yustika Vol. II No.1 Juli 1999.

Caritas Woro Murdiati. Asas Kebebasam Berkontrak dan Perlindungan Hukum Bagi

Pihak Adherent dalam Perjanjian Baku, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan

Vol 23 No. 1 Juni 2003.

J. Widjiantoro. Product Liability Perlindungan Konsumen di Indonesia, Jurnal

Justitia Et Pax Juli-Agustus 1998.

Kurt Eggert. Striking A Balance: Basic Questions About Consumer Protection Law,

Chapman Law Review, 2004.

Marianus Gaharapung. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Korban Atas Tindakan

Pelaku Usaha, Jurnal Yustika, Vol III No.1 Juli 2000

Sriwati. Perlindungan Hukum bagi Para Pihak dalam Perjanjian Baku, Jurnal

Yustika, Vol III No. 2 Desember 2000.

Shidarta. Pemetaan Kelembagaan Perlindungan Konsumen¸ Jurnal Hukum Pro

Justitia Vol. 24 No. 1 Januari 2006.

Teti Marsulina. Berbagi Persoalan Yuridis Seputar Asuransi dan Proses

Penyelesaian Sengketa Antara Konsumen Asuransi dan Perusahaan

Asuransi Berdasarkan UU No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen. Yustika Vol.III No.2 Desember 2000

UNDANG-UNDANG

Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Kitab Undang-undang Hukum Dagang.

Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.

Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan

Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Hukum Perlindungan Konsumen.

Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa.

Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten.

Undang-Undang No.15. Tahun 2001 Tentang Merek.

Undang-Undang No. 19 Tahun 2001 Tentang Hak Cipta.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran

Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

BAB VII

ISU-ISU HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

7.1 PENDAHULUAN.

Deskripsi Singkat

Pembahasan dalam bab ini akan membahas mengenai berbagai macam Isu-isu hukum

yang berkaitan dengan perlindungan konsumen.

Relevansi

Isi bab ini membahas tentang berbagai macam permasalahan yang menimbulkan

kerugian bagi para konsumen maupuan pelaku usaha diman hal ini sangatlah penting

untuk dikuasai dan dipahami, mengingat banyaknya persoalan mengenai masalah

konsumen yang setiapwaktu terus bertambah yang diperparah dengan masih minimnya

kesadaran konsumen dan produsen tentang pengetuan mereka mengenai hukum

perlindungan konsumen.

Tujuan Intruksional Khusus

Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa dapat :

1. Mampu menjelaskan mengenai Isu-isu hukum yang berkaitan dengan perlindungan

konsumen.

2. Memahami serta Mengerti tentang mekanisme sekaligur prosedur guna memahami

dan menyelesaikan isu-isu hukum mengenai perlindungan konsumen.

7.2 PENYAJIAN

A. Pendahuluan

Predikat konsumen diperoleh sebagai konsekuensi mengonsumsi barang dan/atau

jasa melalui suatu transaksi konsumen (consumer transaction), transaksi konsumen

adalah peralihan barang/jasa, termasuk di dalamnya peralihan kenikmatan dalam

menggunakanya. Ada juga transaksi komersial yang biasanya digunakan oleh

produsen sebagai prinsipal dengan si pedagang antara, dimana pihak terakhir ini yang

nantinya akan menjebatani antara produsen dan konsumen akhir. UUPK tidak

mengkategorikan “konsumen antara” ini sebagai konsumen yang dilindungi oleh

UUPK.

Konsumen antara ini dapat berupa distributor ataupun agen, dimana distributor

bertindak atas namanya, sementara agen bertindak atas nama prinsipalnya. Dengan

demikian dalam pelunasanya para konsumen akhir tidak perlu membayarkanya

kepada para agen namun bisa langsung kepada prinsipalnya, semantara pada

distributor karena produk yang diperjualbelikan menjadi miliknya.

Transaksi konsumen merupakan suatu perikatan, yang terutama bersangkut

paut dengan perikatan keperdataan. Dimana transaksi konsumen itu tidak serta merta

trejadi begitu saja. Ada prolog yang mendahuluinya. Perikatan konsumen merupakan

pelaksanaan dari perikatan sebelumnya, yang disebut pra transaksi konsumen.

Setelah transaksi konsumen dilaksanakan, masih ada perikatan lain yang harus

dipenuhi kedua belah pihak, yang dapat disebut pasca transaksi konsumen.

Tahapan pra tansaksi konsumen biasanya ditandai oleh penawaran dari penjual

kepada calon pembelinya. Tahapan berikutnya adalah pelaksanaan dari transaksi

konsumen itu. Isu yang banyak dipermasalahkan pada tahapan ini adalah eksistensi

dari perjanjian standar atau perjanjian baku. Tahapan terakhir dari proses transaksi

konsumen ini adalah perikatan setelah peralihan barang/jasa yang pokok dilakukan

B. Periklanan dan Perlindungan Konsumen (iklan obat)

Khusus melalui periklanan, pada tahun 1992 mentri kesehatan Ri pernah

melontarkan suatu kritikan yang sangat tajam terhadap iklan obat-obatan yang

beredar di masyarakat, khususnya yang ditayangkan di televisi. Dimana menurutnya

semua iklan itu menyesatkan. Diantara sekian banyak sektor, bidang kesehatan

merupakan sektor yang relatif lebih lengkap pengaturannya dalam melindungi

konsumen dibandingkan bidang bidang lainnya.

Departemen kesehatan mempunyai lembaga tersendiri yang mengawasi

peredaran dan penggunaan obat (termasuk obat tradisional) makanan, kosmetik, dan

alat kesehatan. Tugas demikian dibebankan kepada Direktorat Jendral Pengawasan

obat dan makanan (Dirjen POM). Untuk melakukan pengawasan demikian ,

khususnya yang berkaitan dengan periklanan diterbitkan surat keputusan bersama

mentri kesehatan dan mentri penerangan (No.252/Menkes/SKB/VIII/80 dan

No.122/Kep/Menpen/1980). Tentang pengendalian dan pengawasan iklan obat,

makanan, minuman. Kosmetik, dan alat kesehatan. Menurut surat keputusan

bersama itu mentri kesehatan berkewajiban mengawasi materi periklanan sesuai

deng kriteria teknis medis dan etis, sedangkan mentri penerangan melakukan

pengawasan materi secara umum. Yang selanjutnya dibentuk panitia khusus bersama

dimana keanggotaannya berasal dari dua departemen serta kalangan periklanan dan

anggota masyarakat lainnya. Namun sangat disayangkan keputusan bersama tersebut

tidak ditindak lanjuti dengan dihapusnya departemen penerangan dalam struktur

pemerintahan.

Selain mengacu pada ketentuan UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan

Dirjen POM sampai sampai sekarang ini masih mendasarkan diri pada ordonansi

pemeriksaan bahan farmasi (staats blaad) 1936 No.660. masalah iklan obat masih

diatur diantarannya dalam surat Kepmenkes No.0282-3/A/SK/XI-90 tentang kriteria

terperinci, kelengkapan permohonan dan tata laksana pendaftaran obat. Untuk obat-

obat tradisional,tidak diperkenankan untuk di iklankan selama belum didaftarkan di

departemen kesehatan (pasal 3 Permenkes No.246/Menkes/Per/V/1950)

Dalam memproduksi iklan, tiap pihak perusahaan periklananpun dikawal ketat

oleh kode etik yang ditanda tangani oleh lima asosiasi pada 17 september 1981 yang

disempurnakan pada 19 agustus 1996 dan disahkan oleh tujuh instansi sebagai

berikut :

1. Asosiasi Perusahaan Media luar ruang Indonesia (AMLI)

2. Asosiasi Pemrakarsa dan penyantun iklan Indonesia (Aspindo)

3. Gabungan perusahaan Bioskop seluruh Indonesia (GPBSI)

4. Persatuan Perusahaan periklanan Indonesia (PPPI)

5. Persatuan Radio siaran swasta nasional Indonesia (PRSSNI)

6. Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS)

7. Yayasan Televisi RI

C. Perjanjian Standar dan Perlindungan Konsumen.

Perjanjian standar (Baku), sebenarnya dikenal sejak zaman Yunani Kuno. Plato (423-

347) , dimana harga suatu barang ditentukan secara sepihak oleh si penjual tanpa

memperhatikan mutu makanan tersebut. Namun dengan berkembanganya saat ini

tentu saja tidak lagi sekedar masalah harga namun secara keseluruhan. Tujuan

dibuatnya perjanjian standar untuk membertikan kemudahan bagi para pihak yang

bersangkutan.

Sutan Remi Sjahdeini mengartikan perjanjian standar sebagai perjanjian yang

hampir seluruh klausal-klausulnya dilakukan oleh pemakaianya dan pihak lain yang

lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta

perubahan. Perjanjian standar ini sendiri memiliki keuntungan jika dilihat dari bebera

banyak waktu, tenaga dan biaya yang dapat dihemat. Akan tetapi di lain sisi

perjanjian standar ini memiliki kekurangan, dimana para yang tidak ikut serta dalam

membuat klausul-klausul merupakan pihak yang dirugikan.

Karena lahir dari kebutuhan efisiensi serta evektifitas kerja, maka bentuk

perjanjian baku ini pun memiliki karakteristik yang khas yang tidak dimiliki oleh

perjanjian yang lain pada umumnya. Perjanjia baku sendiri dibuat oleh salah satu

pihak saja dan tidak melalui suatu bentuk perundingan dimana isi perjanjia tersebut

berlaku secara terus menerus dalam waktu lama. Menurut Engels, ada tiga bentuk

yuridis dari perjanjian dengan syarat –syarat eksonerasi, dimana ketiga bentuk

yuridis tersebut :

1. Tanggung jawab untuk akibat-akibat hukum, karena kurang baik dalam

melaksanakan kewajiba-kewajiban perjanjian.

2. Kewajiban-kewajiban sendiri yang biasanya dibebankan kepada pihak untuk

mana syarat dibuat, dibatasi, atau dihapuskan (Perjanjia keadaan darurat)

3. Kewajiban-kewajiban diciptakan (syarat-syarat pembebasan oleh salah satu pihak

dibebankan dengan memikulkan tanggung jawab pihak yang lain dan mungkin

adan untuk kerugian yang diderita oleh pihak ketiga.

Dari berbagai definis yang ada tersebut maka dapat disimpulkan bahwa klausul

pembebesan adalah klausul yang memberikan pembatasan atau pembebasan

tanggung jawab hukum salah satu pihak atas segala bentuk ketidak terpenuhinya

kewajiban atas perjanjian tersebut. Contoh dari klausal tersebut adalah

1. Adanya pembebasan tanggung jawab pihak pengembangan dalam perjanjian

pembelian rumah, dalam hal pengembangan tidak dapat memenuhi janjianya

untuk melaksanakan penyelesaiany pembangunan atas rumah yang dibeli, tepat

pada waktunya.

2. Adanya pembatasan tanggung jawab ganti rugi bagi perusahaan pengakutan

dengan kehilangan barang bawaan penumpang

3. Adanya pembatasan terhadap tanggung jawab terhadap kecelakaan jasmani yang

diderita oleh penumpang.

Ahli hukum indonesia, Mariam Darus Badrulzaman menyimpulkan bahwa perjanjian

standar bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab,

terlebih lagi ditinjau dari asas-asas hukum Nasional dimana kepentingan masyarakat

yang wajib didahulukan, dimana kedudukan antara produsen dan konsumen tidak

seimbang sehingga membuka peluang kepada oknum produsen yang hanya membuat

hak-haknya bukan kewajibanya untuk membuat kecurangan kepada konsumen yang

dianggap lemah. Sementara Sutan Remy Sjahdeini berpendapat dalam kenyataanya

KUH Perdata sendiri memberikan pembatasan-pembatasan terhadap asas-asas

kebebasan berkontrak dan juga menyebut tiga alasan yang dapat menyebabkan suatu

perjanjia, yakni paksaaan, kekhilafan, dan penipuan, dimana ketiga alasan ini

menurut undang-undang sebagat pembatasan terhadap berlakunya asas kebebasan

berkontrak.

D. Layanan Purnajual dan Perlindungan Konsumen

Layanan purnajual (after sales service) merupakan kepentingan konsumen yang

sangat vital dewasa ini. Mengingat perkembangan tehnologi yang sangat cepat dan

diikuti oleh selera konsumen yang terus berganti membuat produsen haru mengubah

tipe-tipe produknya. Akibatnya jika mengalami kerusakan, konsumen mengalami

kendala guna memperbaiki berangnya karena ketiadaan suku cadang. Masalah lainya

adalah soal garansi dalam jangka waktu yang diberikan produsen/penyalur produk

(penjual) atau kreditor kepada penjualnya.

Tampak masalah layanan purnajual adalah masalah perlindungan konsumen

yang tidak dapat dipisahkan dengan tahapan-tahapan transaksi konsumen lainya

dimana kreditorlah yang bertanggung jawab. Dilingkungan Uni Eropa dalam pasal 3

Pedoman Masyarakat Eropa, tanggung jawab produk adalah tanggung jawab dari

pembuat produk cacat yang bersangkutan yakni :

1. Produsen bahan-bahan mentah atau komponen dari produk itu

2. Setiap orang yang memasang nama atau tanda khusus untuk membedakan

produk.

3. Setiap orang yang mengimpor produk untuk dijual (tanpa mengurangi tanggung

jawab si pembuat produk)

4. Setiap pemasok produk , jika si pembuatnya tidak diketahui.

Pengaturan tentang tanggung jawab ini belum ada pengaturanya di Indonesia. Tim

Kerja Naskah Akademis Badan Pembinaan Hukum Nasional pernah menyarankan

untuk mengembangkan sistem pertanggungjawaban hukum atas produk, namun baru

untuk bidang farmasi, tujuan dari pengembangan ini adalah untuk :

1. Memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap penggunaan produk

farmasi yang cacat

2. Mengembalikan keseimbangan masyarakat akibat penggunaan dan beredarnya

produk cacat

3. Memudahkan proses pembuktian akibat penggunan produk farmasi yang cacat

4. Meningkatkan mutu produk farmasi yang beredar, sehingga dapat mencapai

tujuan peruntukan dan penggunaanya.

Seharunya tanggung jawab produk ini jangan dibatasi hanya bertanggung jawaban

atas produk yang cacat. Tanggung jawab produk adalah bagian dari transaksi

konsumen, yaitu tahapan ketiga (pasca transaksi konsumen). Membatasi tanggung

jawab produk hanya pada pergantian atas produk yang cacat berarti tidak memberi

banyak kemajuan bagi perlindungan konsumen. Dalam pasal 19 UUPK secara jelas

diatur, pelaku usaha wajib mengganti kerugian atas kerusakan, pencemaran, dan/atau

jasa. Layanan purnajual sebenarnya meliputi permasalahan yang lebih luas dan

terutama mencakup masalah kepastian atas :

1. Ganti rugi jika barang/jasa yang diberikan tidak sesuai dengan perjanjian semula

2. Barang yang digunakan, jika mengalami kerusakan tertentu, dapat diperbaiki

secara Cuma-Cuma selama janga waktu garansi.

3. Suk cadang selalu tersedia dalam jumla cukup dan tersebar luas dalam jangka

waktu yang relatif lama setelah transaksi konsumen dilakukan.

Dalam pasal 25 UUPK, menyatakan, bahwa pelaku usaha yang memproduksi barang

yang pemanfaatanya berkelanjutan dalam batas waktu sekurang-kurangnya satu

tahun, wajib menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purnajual dan wajib

memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan.

E. Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)

Hak atas kekayaan intelektual (intellctual property rights) yang secara garis besarnya

mencakup anara lain hak cipta, merek, paten, dan desain produk industri. Haki adalah

hak yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memonopoli. Oleh karena itu, tidak

mengherankan jika dalam pasal 50 UU no.5 Tahun 1999 tentang ralangan praktik

monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, dinyatakan bahwa larangan monopoli itu

tidak berlaku untuk perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual.

UUPK tidak mengatur lagi bidang HAKI ini, maksudnya, UUPK secara

khusus mengencualikan pengaturan hak-hak konsumen yang muncul dalam bidang

HAKI kita perlu melihat pegaturannya dalam undang-undang :

1. UU No.14 tahun 2001 tentang paten

2. UU no.15 tahun 2001 tentang merek

3. UU No.19 tahun 2002 tentang hak cipta

Ketiga undnag undang tersebut dilengkapi pula dengan peraturan pelaksanaannya.

Hukum dibidang HAKI ini termasuk substansi hukum yang sangat pesat

perkembangannya. Ironisnya, perkembangan ini bukan karena pertimbangan untuk

melindungi konsumen, tetapi terlebih-lebih untuk melindungi produsen. Indonesia

menyatakan terikat pada hasil putaran uruguay yang membahas tentang kerangka

pembentukan badan perdagangan dunia itu setelah diadakan ratifikasi, oktober 1994

(UU No.7 tahun 1994). Prinsip-prinsip dalam bidang HAKI yang merupakan

perjanjian Uruguay ini antara lain prinsip-prinsip :

1. Yakni pemilik HAKI asing harus diberi perlindungan yang sama dengan warga

negara dari negara yang bersangkutan

2. Non-diskriminasi antara pemilik HAKI asing dan pemilik HAKI dari negera lain

3. Negara anggota untuk lebih terbuka dalam ketentuan perundang-undangan dan

pelaksanaan aturan nasional dalam perlindungan HAKI

F. Asuransi

Dibandingkan dengan industri perbankan,industri perasuransian kurang banyak

mendapat perhatian konsumen. Konsumen masih merasakan bahwa asuransi tak

melindungi aktivitasnya bahkan cenderung merugikannya, meskipun kesan itu tak

semuanya benar. Ditinjau dari sudut sifatdan berlakunya asuransi dibedakan menjadi

dua jenis. Pertama, asuransi yang bersifat sukarela dan yang kedua, asuransi yang

bersifat wajib. Keikutsertaan konsumen dalam berbagai program dan jenis asuransi

sangat bergantung pada pemahaman konsumen terhadap produk yang ditawarkan.

Masih banyak hak-hak yang diatur dalam UU sehingga posisi konsumen semakin

kuat. Sebagai pihak yang berjanji, tertanggung dan penanggung memiliki posisi yang

setara. Hak-hak lainnya yang ditegaskan dalam UU No.8 Tahun 1999 antara lain :

1. Hak atas kenyamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa

2. Hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa

tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang menjanjikan

3. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa

secara patut

4. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif

5. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen

6. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan

lainya.

Secara umum prinsip-prinsip/asas-asas yang berlaku dalam perjanjian asuransi yaitu

1. Prinsip indemnity, yaitu perjanjian asuransi yang bertujuanmemberikan ganti rugi

terhadap kerugian yang diderita oleh tertanggung yang disebabkan oleh bahaya

sebagaimana ditentukan dalam polis

2. Prinsip kepentingan, yaitu pihak yang bermaksud akan mengasuransikan sesuatu

harus mempunyai kepentingan dengan objek yang asuransikan, kepentingan mana

dinilai dengan uang.

3. Prinsip kejujuran yang sempurna yaitu kewajiban tertanggung menginformasikan

segala sesuatu yang diketahuinya mengenai objek yang dipertanggungkan secara

benar

4. Prinsip subrogasi, yaitu bila tertanggung telah menerima ganti grugi ternyata

mempunyai tagihan pada pihak lain, maka tertanggug tidak berhak menerimanya,

dan hak itu beralih kepada penanggung

Dalam polis asuransi jiwa ketentuan/syarat-syarat umum polis dan harus diperhatikan

adalah sebagai berikut

1. Pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian

2. Jenis asuransi/pertanggungan jiwa yang diikuti konsumen

3. Jumlah uang pertanggungan sesuai kesepakatan kedua belah pihak

4. Besarnya premi yang dibayarkan disesuaikan dengan kemampuan keuangan konsumen

5. Masa berlakunya polis didasari atas kesepakatan kedua belah pihak

6. Manfaat asuransi dimana pembayaran atau kompensasi yang menjadi hak konsumen atau

pihak yang ditunjuk untuk menerima pembayaran

7. Tata cara pembayaran manfaat asuransi, pengajuan klien dilengkapi persyaratan :

a. Polis asuransi jiwa

b. Bukti pembayaran premi terakhir

c. Bukti identitas yang bersangkutan

d. Surat keterangan dokter/pejabat yang berwenang menerangkan sebab-sebab

8. Tata cara penagihan/pembayaran premi asuransi

9. Pembatalan polis

a. Pemegang polis memberikan keterangan yang palsu

b. Selambat-lambatnya dalam masa leluasa tertanggung belum juga melunasi

pembayarannya

10. Penolakan pembayaran asuransi

a. Tertanggung meninggal dunia karena bunuh diri

b. Tertanggung meninggal dunia karena kejahatan yang dilakukannya

c. Tertanggung meninggal dunia katrena perkelaihan kecuali sebagai pihak yag

membela diri

G. Produk pangan yang membahayakan konsumen

Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang tidak dapat ditinggalkan dalam

kehidupan sehari-hari. Tanpa makanan dan minuman yang cukup, manusia tidak akan

produktif dalam melakukan aktivitasnya. Masalah pangan menyangkut pula keamanan,

keselamatan dan kesehatan jasmani maupun rohani.

Keterbatasan pengetahuan dan kemampuan dalam memperoleh informasi, konsumen

seringkali beranggapan bahwa pangan dengan harga tinggi identik dengan mutu yang

tinggi pula. Bagi golongan ekonomi bawah atau lemah memilih harga yang murah sesuai

kemampuan mereka. Meski demikian pada sarnya harga suatau pangan bukan

merupakan faktor utama sebagai bahan acuan apakah pangan tersebut baik untuk

dionsumsi atau tidak, mengingat saat ini banya pangan yang sudah tercemar dengan

bahan-bahan jat kimia. Agar keseluruhan mata rantai tersebut memenuhi persyaratan

keamanan mutu dan gizi pangan, maka perlu dilakukan suatu sistem pengaturan,

pembinaan.

Dengan demikian, perlindungan hukum terhadap konsumen yang diberikan negara

memang haruslah segera dapat diimplematasikan dalam kerangka kehidupan ekonomi.

Hal ini penting, mengingat bahwa perlindungan konsumen haruslah menjadi salah satu

perhatian yang utama karena berkaiatan erat dengan kesehatan dan keselamatan

masyarakat sebagai konsumen.

7.3 PENUTUP

Pembahasan dalam bab ini akan membahas mengenai berbagai macam Isu-isu hukum

yang berkaitan dengan perlindungan konsumen, yang nantinya akan menimbulkan

kerugian bagi para konsumen maupuan pelaku usaha diman hal ini sangatlah penting

untuk dikuasai dan dipahami, mengingat banyaknya persoalan mengenai masalah

konsumen yang setiapwaktu terus bertambah yang diperparah dengan masih minimnya

kesadaran konsumen dan produsen tentang pengetuan mereka mengenai hukum

perlindungan konsumen.

A. Latihan / Pertanyaa

1. Jelaskan secara singkat beberapa macam isu-isu hukum yang berkaiat dengan

perlindungan konsumen serta cara penyelesaianya.?

2. Jalaskan bagaimana mekanisme sekaligus prosedur hukum terkait sengkat

konsumen.?

B. Umpan Balik

Materi ini bisa dikuasasi dengan memperhatikan beberapa pokok pembahasan,

diantaranya dengan.

1. Membuat ringkasan

2. Aktif dalam berdiskusi

3. Mengerjakan latihan

C. Daftar Pustakan

Celina Tri Siwi Kristiyanti, S.H., M.Hum. 2008. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta :

Sinar Grafika

Gunawan, Johanes. 1994. Product Liability dalam Hukum Bisnis Indonesia, makalah

disampaikan pada Dies Natalis XXXIX Universitas Katolik Parahyangan Bandung.

Komisi Periklanan Indonesia (Indonesian Advertising Commission), Tata Krama dan Tata

Cara Periklanan Indonesia yang Disempurnakan.

Kristiyanti, Celina Tri Siwi. 2005. Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung dalam

Penyelesaian Klaim Asuransi Menurut UU No.8 Thn 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen, Hasil Penelitian Dosen Muda.

Khairandy, Ridwan (Editor). 2006. Masalah-masalah Hukum Ekonomi Konteporer, FH-UI,

Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi.

Miru, Ahmadi & Sutarman Yodo. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Nasution, Az. 1995. Konsumen dan Hukum: Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum

Perlindungan Konsumen Indonesia.

______. 2001. Hukum Perlindungan Konsumen. Diadit Media, Yogyakarta Terawang Pers.

______.2002, Hukum Perlindungan Konsumen-Suatu Pengantar, Diadit Media, Jakarta.

Pieres, John & Wiwik Sri Widiarty. 2007. Negara Hukum dan Perlindungan KonsumI.

Jakarta: Diterbitkan Kerjasama Penerbit Pelangi Cendekia Jakarta dengan Program

Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana UKI Jakarta.

Pangabean, Henry P. 1992. Penyalah Gunaan Keadaan (Misbruik van Omstandingheden)

sebagai alasan (Baru) untuk Pembatalan Perjanjia (Berbagai Perkembangan

Hukum di Belanda). Yogyakarta: Liberty.

Satrio, J. 1992. Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya). Bandung: Citra Aditya

Bakti.

Shofie, Yusuf, 2002, Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi, Ghalia

Indonesia, Jakarta.

______.2003, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, PT Aditya

Bakti, Bandung, hlm. 1-35.

______.2003. Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut UUPK. Bandung: Citra Aditya

Bakti .

Syawali, Husni & Neni Sri Imaniyati (Penyunting). 2000. Hukum Perlindungan Konsumen.

Bandung: Mandar Maju.

Sidharta, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: PT Grasindo,

Samsul, Inosentius. 2004. Perlindungan Konsumen Kemungkinan Penerapan Tanggung

Jawab Mutlak. Jakarta: FH Pascasarjana UI.

Sudarsono. 2007. Kamus Hukum. Jakarta : Rineke Cipta.

Sudaryatmo, 1999, Hukum dan Advokasi Konsumen, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.

81-100, 117-124.

Susilo, Zumrotin K., 1996, Penyambung Lidah Konsumen, YLKI & Puspa Swara, Jakarta.

Syawali, Husni dan Imaniyati, Neni Sri, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, CV Mandar

Maju, Bandung, hlm. 1-5.

Widjaja, Gunawan dan Yani, Ahmad, 2003, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, PT

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 1-49.

JURNAL

Ari Purwadi. Pengaturan Persoalan Perlindungan Konsumen Dalam UUPK, Yustika Vol III

No. 2 Desember 2000

Bayu Iswahyudi. Tanggung Gugat terhadap Produk yang Berkaitan dengan Penyalh

Gunaan Keadaan, Yustika Vol. II No.1 Juli 1999.

Caritas Woro Murdiati. Asas Kebebasam Berkontrak dan Perlindungan Hukum Bagi Pihak

Adherent dalam Perjanjian Baku, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 23 No. 1

Juni 2003.

J. Widjiantoro. Product Liability Perlindungan Konsumen di Indonesia, Jurnal Justitia Et

Pax Juli-Agustus 1998.

Kurt Eggert. Striking A Balance: Basic Questions About Consumer Protection Law,

Chapman Law Review, 2004.

Marianus Gaharapung. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Korban Atas Tindakan Pelaku

Usaha, Jurnal Yustika, Vol III No.1 Juli 2000

Sriwati. Perlindungan Hukum bagi Para Pihak dalam Perjanjian Baku, Jurnal Yustika, Vol

III No. 2 Desember 2000.

Shidarta. Pemetaan Kelembagaan Perlindungan Konsumen¸ Jurnal Hukum Pro Justitia Vol.

24 No. 1 Januari 2006.

Teti Marsulina. Berbagi Persoalan Yuridis Seputar Asuransi dan Proses Penyelesaian

Sengketa Antara Konsumen Asuransi dan Perusahaan Asuransi Berdasarkan UU

No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Yustika Vol.III No.2 Desember

2000

UNDANG-UNDANG

Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Kitab Undang-undang Hukum Dagang.

Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.

Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan

Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Hukum Perlindungan Konsumen.

Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa.

Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten.

Undang-Undang No.15. Tahun 2001 Tentang Merek.

Undang-Undang No. 19 Tahun 2001 Tentang Hak Cipta.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran

Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

BAB VIII

PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

8.1 PENDAHULUAN.

Deskripsi Singkat

Penyelesaian sengketa konsumen yang akan di bahas dalam bab ini merupakan

sistemakia serta prosedur penyelesaian persoalan sengketa antara konsumen dengan

pihak produsen

Relevansi

Isi bab ini membahas tentang berbagai macam permasalahan yang menimbulkan

kerugian bagi para konsumen maupuan pelaku usaha diman hal ini sangatlah penting

untuk dikuasai dan dipahami, mengingat banyaknya persoalan mengenai masalah

konsumen yang setiap waktu terus bertambah yang diperparah dengan masih minimnya

kesadaran konsumen dan produsen tentang pengetuan mereka mengenai hukum

perlindungan konsumen. Sehingga itu perlu adanya lembaga peradilan yang nantinya

akan menyelesaikan sengketa konsumen tersebut.

Tujuan Intruksional Khusus

Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa dapat :

1. Menjelaskan prosedur penyelesaian sengketa konsumen baik dalam peradilan

maupuan di luar peradilan.

2. Mengemukakan tentang berbagai macam kebijakan mengenai etika penyelesaian

sengketa konsumen.

8.2 PENYAJIAN

A. Penyelesaian Sengketa Di Peradilan Umum.

Pembehasan sengketa konsumen ini dibatasi pada sengketa Perdata. Dimana

maksudnya inisiatif dari pihak yang bersengketa dalam hal ini penggugat baik

konsumen maupun produsen. Pengadilan yang memberikan pemecahan atas hukum

perdata yang terjadi antara kedua belah pihak. “Prosedur Perkara” didahului dengan

pendaftaran surat gugatan kepada panitera perkara perdata di Pengadilan Negeri (PN).

Sebelumnya, itu berarti surat gugatan harus sudah dipersiapkan terlebih dahulu secara

teliti dan cermat Pasal 45 ayat (1) UUPK menyatakan :

1. Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga

yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau

melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.

2. Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atai diluar

pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.

3. Penyelesaian sengketa diluar pengadilan sebagaiman dimaksud pada ayat (2) tidak

menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaiman diatur dalam UU

4. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan,

gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut

dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh pihak yang bersengeketa.

Dalam kasus perdata di PN, pihak konsumen yang diberikan hak mengajukan gugatan

menurut pasal 46 UUPK adalah :

1. Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan

2. Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama

3. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat,

yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang adalam anggaran dasarnya

menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikanya organisasi itu adalah untuk

kepetingan perlindungan konsumen dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan

anggaran dasarnya.

4. Pemerintah dan/atau isntansi terkait jika barang dan/atau jasa yang dikonsumsi

atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian yang besar dan/atau korban yang

tidak sedikit.

Syarat-syarat surat gugatan tidak ditentukan secara liminatif dalam ketentuan acara

perdata (HIR/RBg). Dalam praktik berkembang setidaknya surat gugatan memenuhi

beberapa persyaratan, diantaranya :

a. Syarat Formal, meliputi :

1. Tempat dan tanggal pembuatan surat gugatan

2. Pembubuhan materi

3. Tanda tangan penggugat sendiri atau kuasa hukumnya.

Dalam praktik, semua surat gugatan tidak dibubuhi meterai. Kemudian

muncul praktik di sejumlah pengadilan bahwa surat gugagatan dibubuhi

meterai. Di PN Jakarta selatan, surat gugatan haru diberi nomor perkara

setelah dibubuhi meterai.

b. Syrata subtansial/material, meliputi ;

1. Identitas penggungat/para penggugat dan tergugat/para tergugat

2. Posita/fundamentum petendi (dalil-dalil konkret/alasan-alasan yang

menunjukan perikatan berdasarkan perjanjian atau perbuatan melawan

hukum gunamengajukan tuntutan)

3. Petitum (hal-hal yang dimohonkan penggugat/para penggugat untuk

diputuskan oleh pihak hakim/pengadilan)

c. Dsds

B. Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan

Penyelesaian sengketa konsumen di pengadilan yang cenderung memakan waktu dan

iaya, membuat para pihak yang bersengketa mengambil jalan alternatif dengan

maksud untuk menghemat waktu dan biaya serta lebih dapat menjaga harmoni sosial

(social harmony) dengan mengembangkan budaya musyawarah dan budaya

nonkonfrontatif. Di Indonesia sendiri penyelesaian sengketa diluar pengadilan

memiliki daya tarik khusus karena keserasianya dengan sistem budaya sosial

berdasarkan muyawarah mufakat. Beberapa diantaranya :

1. Sifat kesukarelaan dalam proses

2. Prosedur yang cepat

- Keputusan nonyudisial

- Kontrol tentang kebutuhan organisasi

- Prosedur rahasia

- Fleksibilitas dalam merancang syarat-syarat penyelesaian masalah

- Hemat waktu

- Hemat biaya

- Pemeliharaan hubungan

- Tingginya kemungkinan untuk melaksanakan kesepakatan

- Kontrol mudah memperlihatkan hasil

- Keputusan bertahan sepanjang waktu.

Berdasarkan pasal 1 ayat (10) UU No 30 Tahun 1999 di atas, maka alternatif

penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan cara :

1. Konsultasi

2. Negosiasi

3. Mediasi

4. Konsiliasi

5. Penilaian Ahli.

1. Prosedur class action pada penyelesaian masalah konsumen

Kritertia untuk menentukan suatu perkara dapat tidaknya menjadi class action :

a. Orang yang terlibat sangat banyak, dengan kelompok yang jelas

b. Adanya kesamaan tuntutan dari suatu fakta dan hukum yang sama dan sejenis

c. Tidak memerlukan kehadiran setiap orang yang dirugikan

d. Upaya class action lebih baik dari pada gugatan individual

e. Perwakilan harus jujur, layak dan dapat melindungi kepentingan orang yang

diwakili

f. Disahkan oleh pengadilan

g. Konsumen benar-benar dirugikan

h. Secara hukum dapat dibuktikan

2. Legal standing untuk LPKSM

UUPK juga menerima kemungkinan proses beracara yang dilakukan oleh lembaga

tertentu yang memiliki legal standing, yang dikenal dengan hak gugat LSM (NGO’s

standing). Dalam UUPK dirumuskan dalam Pasal 46 ayat (1) huruf (c) : Lembaga

perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk

badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan

tegas, tujuan didirikanya organisasi tersebut untuk kepentingan perlindungan

konsumen dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasar. Dalam definis

Pasal 1 angka 9 UUPK, jelas adan keinginan agar setiap Lembaha Perlindungan

Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) diwajibkan terdaftar dan diakui oleh

pemerintah.

3. Small Claim Court

Konsep small claim court merupakan suatu usaha untuk membantu konsumen dalam

mendapatkan perlindungan hukum dengan menerapkan asas hukum berperkara

dengan murah, cepat, sederhana, dan biaya ringan. Ini disebabkan oleh small claim

court adalah semacam peradilan kilat, dengan hakim tunggal tanpa ada keharusan

menggunakan pengacara, berbiaya ringan, dan tidak ada upaya hukum banding.

1. Persidangan dengan cara mediasi.

Cara ini ditempuh atas inisiatif salah satu pihak yang berperkara, sama halnya

dengan cara konsiliasi. Keaktifan majelis BPSK sebagai pemerantra dan

penasihat penyelesaian sengketa konsumen (PSK) dengan cara mediasi terlihat

dari tugas Majelis BPSK, yaitu :

a. Memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa

b. Memanggil saksi ahli dan saksi bila diperlukan

c. Menyedian forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa

d. Secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa

e. Memberikan saran atau anjuran secara aktif sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

2. Persidangan dengan cara artbitrase

Para pihak menyerahkan secara sepenuhnya kepada majelis BPSK untuk

memutuskan dan menyelesaikan sengketa konsumen yang terjadi.

8.3 PENUTUP

Menyelesaikan sengketa konsumen yang akan di bahas dalam bab ini merupakan

sistemakia serta prosedur penyelesaian persoalan sengketa antara konsumen dengan

pihak produsen.

Sehingga itu pembahasan dalam bab ini mengenai berbagai macam permasalahan

yang menimbulkan kerugian bagi para konsumen maupuan pelaku usaha diman hal ini

sangatlah penting untuk dikuasai dan dipahami, mengingat banyaknya persoalan

mengenai masalah konsumen yang setiap waktu terus bertambah yang diperparah dengan

masih minimnya kesadaran konsumen dan produsen tentang pengetuan mereka mengenai

hukum perlindungan konsumen. Sehingga itu perlu adanya lembaga peradilan yang

nantinya akan menyelesaikan sengketa konsumen tersebut.

A. Latihan / Pertanyaan

1. Jelaskan secara singkat bagaiman cara penyelesaian sengketa konsumen di dalam

pengadilan dan diluar pengadilan ?

2. Ada beberapa prosedur penyelesaian jika di tempuh di luar pengadilan ?

3. Mengapa para pihak yang berselisih lebih memilih menyelesaikan perakara mereka

diluar pengadilan ?

B. Umpan Balik

Materi ini bisa dikuasasi dengan memperhatikan beberapa pokok pembahasan,

diantaranya dengan.

1. Membuat ringkasan

2. Aktif dalam berdiskusi

3. Mengerjakan latihan

C. Penutup

Celina Tri Siwi Kristiyanti, S.H., M.Hum. 2008. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta :

Sinar Grafika

Gunawan, Johanes. 1994. Product Liability dalam Hukum Bisnis Indonesia, makalah

disampaikan pada Dies Natalis XXXIX Universitas Katolik Parahyangan Bandung.

Komisi Periklanan Indonesia (Indonesian Advertising Commission), Tata Krama dan Tata

Cara Periklanan Indonesia yang Disempurnakan.

Kristiyanti, Celina Tri Siwi. 2005. Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung dalam

Penyelesaian Klaim Asuransi Menurut UU No.8 Thn 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen, Hasil Penelitian Dosen Muda.

Khairandy, Ridwan (Editor). 2006. Masalah-masalah Hukum Ekonomi Konteporer, FH-UI,

Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi.

Miru, Ahmadi & Sutarman Yodo. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Nasution, Az. 1995. Konsumen dan Hukum: Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum

Perlindungan Konsumen Indonesia.

______. 2001. Hukum Perlindungan Konsumen. Diadit Media, Yogyakarta Terawang Pers.

______.2002, Hukum Perlindungan Konsumen-Suatu Pengantar, Diadit Media, Jakarta.

Pieres, John & Wiwik Sri Widiarty. 2007. Negara Hukum dan Perlindungan KonsumI.

Jakarta: Diterbitkan Kerjasama Penerbit Pelangi Cendekia Jakarta dengan Program

Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana UKI Jakarta.

Pangabean, Henry P. 1992. Penyalah Gunaan Keadaan (Misbruik van Omstandingheden)

sebagai alasan (Baru) untuk Pembatalan Perjanjia (Berbagai Perkembangan

Hukum di Belanda). Yogyakarta: Liberty.

Satrio, J. 1992. Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya). Bandung: Citra Aditya

Bakti.

Shofie, Yusuf, 2002, Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi, Ghalia

Indonesia, Jakarta.

______.2003, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, PT Aditya

Bakti, Bandung, hlm. 1-35.

______.2003. Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut UUPK. Bandung: Citra Aditya

Bakti .

Syawali, Husni & Neni Sri Imaniyati (Penyunting). 2000. Hukum Perlindungan Konsumen.

Bandung: Mandar Maju.

Sidharta, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: PT Grasindo,

Samsul, Inosentius. 2004. Perlindungan Konsumen Kemungkinan Penerapan Tanggung

Jawab Mutlak. Jakarta: FH Pascasarjana UI.

Sudarsono. 2007. Kamus Hukum. Jakarta : Rineke Cipta.

Sudaryatmo, 1999, Hukum dan Advokasi Konsumen, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.

81-100, 117-124.

Susilo, Zumrotin K., 1996, Penyambung Lidah Konsumen, YLKI & Puspa Swara, Jakarta.

Syawali, Husni dan Imaniyati, Neni Sri, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, CV Mandar

Maju, Bandung, hlm. 1-5.

Widjaja, Gunawan dan Yani, Ahmad, 2003, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, PT

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 1-49.

JURNAL

Ari Purwadi. Pengaturan Persoalan Perlindungan Konsumen Dalam UUPK, Yustika Vol III

No. 2 Desember 2000

Bayu Iswahyudi. Tanggung Gugat terhadap Produk yang Berkaitan dengan Penyalh

Gunaan Keadaan, Yustika Vol. II No.1 Juli 1999.

Caritas Woro Murdiati. Asas Kebebasam Berkontrak dan Perlindungan Hukum Bagi Pihak

Adherent dalam Perjanjian Baku, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 23 No. 1

Juni 2003.

J. Widjiantoro. Product Liability Perlindungan Konsumen di Indonesia, Jurnal Justitia Et

Pax Juli-Agustus 1998.

Kurt Eggert. Striking A Balance: Basic Questions About Consumer Protection Law,

Chapman Law Review, 2004.

Marianus Gaharapung. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Korban Atas Tindakan Pelaku

Usaha, Jurnal Yustika, Vol III No.1 Juli 2000

Sriwati. Perlindungan Hukum bagi Para Pihak dalam Perjanjian Baku, Jurnal Yustika, Vol

III No. 2 Desember 2000.

Shidarta. Pemetaan Kelembagaan Perlindungan Konsumen¸ Jurnal Hukum Pro Justitia Vol.

24 No. 1 Januari 2006.

Teti Marsulina. Berbagi Persoalan Yuridis Seputar Asuransi dan Proses Penyelesaian

Sengketa Antara Konsumen Asuransi dan Perusahaan Asuransi Berdasarkan UU

No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Yustika Vol.III No.2 Desember

2000

UNDANG-UNDANG

Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Kitab Undang-undang Hukum Dagang.

Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.

Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan

Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Hukum Perlindungan Konsumen.

Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa.

Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten.

Undang-Undang No.15. Tahun 2001 Tentang Merek.

Undang-Undang No. 19 Tahun 2001 Tentang Hak Cipta.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran

Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.