Upload
doanliem
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENGANTAR HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
1.1 PENDAHULUAN
Deskripsi Singkat
Bab ini akan membahas tentang Latar Belakang Hukum Perlindungan Konsumen,
Hukum Konsumen dan Hukum Perlindungan Konsumen, Gerakan Perlindungan
Konsumen, Prospek Gerakan Konsumen.
Relevansi
Pembahasan ini wajib dipahami dan diajarkan mengingat Konsumen adalah
keseluruhan masyarakat yang menggunakan barang ataupun jasa yang disediakan oleh
pihak produsen, dimana mereka (Konsumen) harus mendapatkan perlindungan hukum
agar tidak mudah dipermaikan oleh pihak produsen. Mahasiswa akan mengetahui
mengapa Pengantar Hukum Perlindungan Konsumen diajarkan dan kompetensi apa yang
diharapkan dari pengantar Hukum Perlindungan Konsumen.
Tujuan Intruksional Khusus.
Sesudah mempelajari pokok-pokok pembahasan ini mahasiswa dapat :
1. Menjelaskan pengertian Latar Belakang Hukum Perlindungan Konsumen.
2. Menjelaskan Hukum Konsumen dan Hukum Perlindungan Konsumen.
3. Menjelaskan Gerakan Perlindungan Konsumen.
4. Menjelaskan Prospek Gerakan Konsumen
1.2 PENYAJIAN
A. Pengantar.
Hukum perlindungan konsumen akhir-akhir ini mendapatkan perhatian karena
menyangkut aturan-aturan guna mensejahterakan masyarakat, bukan saja masyarakat
selaku konsumen saja yang mendapat perlindungan, namun pelaku usaha juga
mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan perlindungan dimana masing-masing
pihak mendapatkan perlindungan yang sama dari hukum. Dimana pemerintah berbperan
untuk mengatur, mengawasi serta mengontrol, sehingga tercipta sistem kondusief yang
saling berkaitan satu dengan yang lain dengan tujuan yang mensejahterakan secara luas
dapat tercapai.
Fokus gerakan perlindungan konsumen dewasa ini sesungguhnya masih paralel
dengan pertengahan adab ke-20, diantaranya Amerika serikat (1960-1970-an)
mengalami perkembangan yang sangat signifikan dan menjadi objek kajian dalam
berbagai bidang diantaranya hukum, ekonomi, sosial, politik. Di Indonesia, perlindungan
konsumen menggema serupa dengan gerakan di Amerika Serikat. YLKI (Yayasan
Lembaga Perlindungan Konsumen Indonesia) yang secara populer dipandang sebagai
perintis advokasi konsumen di Indonesia yang didirikan pada 11 Mei 1973, dimana
mendahului Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (ECOSOC) No.2111 Tahun 1978
tentang perlindungan Konsumen.
Secara umum, sejarah gerakan perlindungan konsumen dapat dibagi dalam empat
tahapan.
1. Tahapan I (1881-1914).
Kurun waktu ini titik awal munculnya kesadaran masyarakat untuk melakukan
gerakan perlindungan konsumen. Ini dipicunya akibat novel karya Upton Sinclair
(The Jungle) yang menggabarkan kerja salah satu pabrik pengolah daging di
Amerika, ternyata sangat tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan.
2. Tahapan II (1920-1940)
Munculnya buku Your Money’s Worth karya Chase dan Schlink, yang mana karya
ini menggugah konsumen atas hak-hak mereka dalam jual beli. Dengan slogan
fair deal, best buy.
3. Tahapan III (1950-1960)
Dekade ini muncul keinginan untuk mempersatukan gerakan perlindungan
konsumen dalam lingkungan Internasional. Yang ditandai dengan berdirinya
International Organizition of Consumer Union (IOCU) yang didirikan pada 1
April 1960 yang berpusat di Belanda, lalu pindah ke Inggris pada 1993 dan dua
tahun kemudian diubah menjadi Consumer International (CI).
4. Tahapan IV (Pasca-1965)
Pada masa ini pemantapan gerakan perlindungan Konsumen, baik di tingkat
Regional maupun Internasional. Saat ini dibentuk lima kantor regional, yakni
Amerika Latin dan Karibia berpusat di Cile, Asia Pasifik berpusat di Malaysia,
Afrika berpusat di Zimbabwe, Eropa Timur dan Tengah berpusat di Inggris dan
Negara-Negara maju juga berpusat di Inggris.
B. Latar Belakang Hukum Perlindungan Konsumen
1. Globalisasi Ekonomi dan Perdagangan Bebas
Negara-negara maju telah menempuh pembangunanya melalui tiga tingat; Unifikasi,
Industrialisasi dan Negara Kesejahteraan. Dimana pada tingkatan pertama yang
menjadi masalah berat adalah sebagaimana mencapai integritas politik untuk
menciptakan persatuan dan kesatuan nasional. Tingkat kedua, perjuangan untuk
pembangunan ekonomi dan moderinisasi politikl. Akhirnya pada tingkat ketiga tugas
negara yang terutama adalah melindungi rakyat dari sisi negatief industrialisasi,
membetulkan kesalahan-kesalahan pada tahap-tahap sebelumnya dengan menekankan
kesejahteraan masyarakat, dimana tingkatan ini dilalui secara bertahap dan memakan
waktu yang realitif lama.
Sejak dua dasawarsa terakhir ini perhatian dunia terhadap masalah perlindungan
konsumen semakin meningkat. Gerakan perlindungkan konsumen sejak lama dikenal di
Dunia Barat. Negara-negara di Eropa dan Amerika juga telah lama memilki peraturan
tentang perlindungan konsumen. Organisasi tingkat Dunia diantaranya PBB pun tidak
kurang perhatianya terhadap masalah perlindungan konsumen hal ini dibuktikan dengan
dikeluarkanya Resolusi PBB No.39/248 Tahun 1985, dimana dalam resolusi ini
kepentingan konsumen sangat diperhatikan dan dilindungi ;
a. Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan keamananya.
b. Promosi dan perlindungan kepentingan sosial ekonomi.
c. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan
kemampuan mereka dalam melakukan pilihan yang tepat sesuai dengan kehendak
dan kebutuhan pribadi.
d. Pendidikan Konsumen.
e. Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif.
f. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen.
Globalisasi adalah gerakan perluasan pasar, dan di semua pasar yang berdasarkan
persaingan, selalu ada yang menang dan kalah. Sementara perdagangan bebas adalah
kekuasaan yang tidak terbatas yang diberikan kepada para pelaku usaha dan produsen
untuk memperluas pasaran mereka. Dimana perdagangan bebas juga menambah
kesenjangan antara negara maju dan negara pinggiran (periphery), yang akan membawa
akibat pada komposisi masyarakat dan kondisi kehidupan mereka. Tiadanya
perlindungan konsumen adalah sebagian dari gejala negeri yang kalah dalam
perdagagangan bebas.
Setiap orang, pada waktu, dalam posisi tunggal/sendiri maupun kelompok bersama
orang lain, dalam keadaan apapun pasti menjadi konsumen untuk suatu produk barang
atau jasa tertentu. Keadaan yang universal ini pada beberapa sisi menunjukan adanya
berbagai kelemahan pada konsumen sehingga konsumen tidak mempunyai kedudukan
yang “aman”. Oleh karena itu secara mendasar konsumen juga membutuhkan
perlindungan hukum yang sangat Universal. Mengingat lemahnya kedudukan konsumen
pada umumnya dibandingkan dengan kedudukan produsen yang relatif lebih kuat dalam
banyak hal, maka pembahasan perlindungan konsumen akan selalu terasa aktual dan
selalu penting untuk dikaji ulang.
Perlindungan terhadap konsumen dipandang secara material maupun formal makin
terasa sangat penting, mengingat makin lajunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang
merupakan motor penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang atau
jasa yang dihasilkanya dalam rangka mencapai sasaran usaha. Akhirnya konsumenlah
yang pada umumnya akan merasakan dampaknya dan harus segara dicarikan solusinya
terutama di Indonesia terlebih menyongsong era perdagangan bebas yang akan datang.
Konsumen yang keberdaanya sangat tidak terbatas dengan strata yang sangat
bervariasi menyebabkan produsen melakukan kegiatan pemasaran dan distribusi
produk barang atau jasa dengan cara seefektif mungkin agar dapat mencapai konsumen
yang sangat majemuk tersebut.
Era perdagangan bebas merupakan suatu era kemana pemasaran merupakan suatu
disiplin universal. Konsep-konsep pemasaran dipandang dari strategi pemasaran
dipandang dari strategi pemasaran global telah berubah dari waktu kewaktu,
sebagaimana tahapan berikut :
Pertama, Konsep pemasaran pada awalnya adalah memfokuskan pada produk yang
lebih baik yang berdasarkan pada standar dan nilai internal. Hal ini dilakukan untuk
dengan tujuan memperoleh laba, dengan menjual atau membujuk pelanggan potensial
untuk menukar uangnya dengan produk perusahaan.
Kedua, pada dekade enam puluhan fokuskan pemasaran dialihkan dari produk kepada
pelanggan. Sasaran masih tetap pada laba, tetapi cara pencapaian menjadi luas, yaitu
dengan pembaruan pemasaran marketing mix atau 4P (Product, price, promotion, and
place) Produk, harga, promosi dan saluran distribusi.
Ketiga, sebagai konsep baru pemasaran, dengan pembaruan dari konsep pemasaran
menjadi konsep strategi. Konsep strategi pemasaran pada dasarnya mengubah fokus
pemasaran dari pelanggan atau produk kepada pelanggan dalam konteks lingkungan
eskternal yang lebih luas. Disamping itu juga terjadi perubuhan pada tujuan pemasaran,
yaitu dari laba menjadi keuntungan pihak yang berkepentingan. Untuk itu harus
memanfaatkan pelanggan yang ada termasuk pesaing, kebijakan yang berlaku, peraturan
pemerintah serta kekuaran makro, ekonomi, sosial, politik secara luas.
Bertolak dari rangkaian perubahan konsep pemasaran tersebut, perlindungan terhadap
konsumen juga membutuhkan pemikiran yang luas pula. Pemikiran konsep secara luas
dan kajian dari aspek hukum pun juga membutuhkan wawasan hukum yang luas ,
sehingga tidaklah dapat dikaji dari satu aspek hukum semata-mata. Hal ini sudah
sangatlah penting mengingat kepentingan konsumen pada dasarnya sudah ada sejak
awal sebelum barang/jasa diproduksi selama dalam proses produksi sampai pada saat
distribusi sehingga sampai ditangan konsumen untuk dimanfaatkan secara maksimal.
2. Hubungan antara Produsen dan Konsumen.
Sudah menjadi komitmen pemerintah Indonesia, melalui berbagai kesepakatan
Internasional seperti GATT (General Agreement on Trade and Tarif), WTO (World
Trade Organization), AFTA (Asean Free Trade Area) dan lain-lain. Indonesia menjadi
salah satu pelaku dalam era perdagangan bebas. Berhasil tidaknya indonesia
memanfaatkan era perdagangan bebas sangat tergantung kesiapan pemerintah, dunia
usaha, dan masyarakat konsumen indonesia.
Ada dua asumsi dalam melihat posisi konsumen di era pasar bebas. Pertama, posisi
konsumen diuntungkan. Dimana konsumen lebih banyak punya pilihan dalam
menentukan berbagai kebutuhan baik berupa barang dan jasa, dari segi jenis/ macam
barang, mutu, maupun harga. Kedua, posisi konsumen khususnya di negara
berkembang di rugikan. Mengingat masih lemahnya pengawasan dibidang standardisasi
mutu barang, lemahnya produk perundang – undangan akan menjadi konsumen negara
dunia ketiga menjadi sampah berbagai produk yang di negara maju tidak memenuhi
persyaratan untuk di pasarkan.
Menurut costumers international (CI) anggapan dasar ini tidak selalu menjadi
kenyataan, mengingat dalam praktik, banyak sekali peraturan – peraturan yang justru
bernuansa anti persaingan contohnya seperti tied selling :penjual memaksa pembeli
untuk membeli barang dan jasa lebih dari pada yang dibutuhkan. Resale price
maintenance : penjual merancang harga yang dapat dibebankan kepada konsumen.
Exlisive dealing : dua penjua atau lebih menciptakan monopoli lokal dengan
persetujuan untuk membagi pasar ke dalam wilayah – wilayah.
Secara umum dan mendasar, hubungan antara produsen ( perusahaan penghasil
barang dan jasa), dengan konsumen (pemakai akhir dari barang atau jasa untuk diri
sendiri atau keluarganya) merupakan hubungan yang terus menerus dan
berkesinambungan. Hubungan tersebut terjadi karena keduanya memang saling
menghendaki dan mempunyai tingkat ketergantungan yang cukup tinggi antara yang
satu dnegan yang lain.
Produsen sangat membutuhkan dan sangat bergantung atas dukungan konsumen
sebagai pelanggan. Tanpa dukungan konsumen, tidak mungkin produsen dapat terjamin
kelangsungan usahanya. Sebaliknya, konsumen kebutuhannya sangat bergantung dari
hasil produksi produsen. Hubungan antara produsen dan konsumen yang berkelanjutan
terjadi sejak proses produksi, distribusi pada pemasaran dan penawaran. Rangkaian
kegiatan tersebut merupakan rangkaian perbuatan dan perbuatan hukum yang tidak
mempunyai akibat hukum baik terhadap semua pihak maupun hanya terhadap pihak
tertentu saja. Dalam hal ini maka peran negara sagat dibutuhkan dalam rangka
melindungi kepentingan konsumen pada umumnya. Untuk itu perlu diatur perlindungan
konsumen berdasarkan undang – undang antara lain menyangkut mutu barang, cara
prosedur produksi, syarat kesehatan, syarat pengemasan, syarat lingkungan dan
sebagainya.
Perlunya undang undang perlindungan konsumen tidak lain karena lemahnya posisi
konsumen dibandingkan posisi produsen. Untuk mewujudkan harapan tersebut perlu
dipenuhi beberapa persyaratan minimal antara lain :
1. Adil bagi konsumen maupun produsen baik kewajiban maupun haknya
2. Aparat pelaksana hukumnya harus difasilitasi dan bertanggung jawab
3. Meningkatkan kesadaran konsumen akan hak – haknya
4. Mengubah sistim nilai dalam masyarakat ke arah sikap tindak yang mendukung
pelaksanaan perlindungan konsumen
C. Hukum Konsumen dan Hukum Perlindungan Konsumen.
Istilah “Hukum Konsumen” dan “Hukum Perlindungan Konsumen” sudah sangat
sering terdengar. Namun, belum jelas benar apa saja yang masuk ke dalam materi
keduanya. Juga apakah kedua “Cabang” hukum itu identik.
Ada juga yang berpendapat , hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari
hukum konsumen yang lebih luas itu. Az. Nasution, misalnya berpendapat bahwa hukum
konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah bersifat mengatur, dan juga
mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsume. Adapun Hukum Perlindungan
Konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas atau kaidah-kaidah hukum yang
mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan
barang dan jasa konsumen di dalam pergaulan hidup.
Az. Nasution mengakui , asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur
hubungan dan masalah konsumen itu terbesar dalam berbagai bidang hukum, baik
tertulis maupun tidak tertulis. Ia menyebutkan, seperti hukum perdata, hukum dagang,
hukum pidana, hukum administrasi (negara) dan hukum internasional terutama konvensi-
konvensi yang berkaiatan dengan kepentingan-kepentingan konsumen.
Dalam ketentuan Pasal 383 KUHP ; Diancam dengan pidana penjara paling lama
satu tahun empat bulan, seorang penjual yang berbuat curang terhadap pembeli : (1)
karena sengaja menyerahkan barang lain daripada yang ditunjuk untuk dibeli, (2)
Mengenai jenis keadaan atau banyaknya barang yang diserahkan dengan menggunakan
tipu muslihat.
D. Gerakan Perlindungan Konsumen di Indonesia.
Jika melihat kemajuan perkembangan gerakan konsumen di Amerika Serikat, tentu
Indonesia masih harus “belajar” banyak. Sebagaiman pernah disinyalir oleh ketua (IOCU
sekrang CI) Erna Witoler, “ Perlindungan konsumen di Indonesia masih tertinggal dari
negara tetangga saja”.
Dilihat dari sejarahnya, gerakan perlindungan konsumen di Indonesia baru benar-
benar di populerkan sekitar 20 tahun lalu, yakni dengan berdirinya suatu lembaga
swadaya masyarkat (nongovernmental organization) yang bernama Yayasan Lembaga
Perlindungan Konsumen Indonesia (YLKI), yang kemudian di susul dengan munculnya
organisasi-organisasi yang bergerak dalam bidang perlindungan konsumen, diantaranya
Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) di Semarang yang berdiri
sejak Februari 1988 dan pada tahun 1990 bergabung dengan CI, Yayasan Lembaga Bina
Konsumen Indonesia (YLBKI) di Bandung dan perwakilan YLKI di berbagai Provinsi
yang di Indonesia.
Perkembangan baru dibidang perlindungan konsumen terjadi setelah pergantian
tampuh kekuasaan di Indonesia, yaitu takalah UU No 8 Tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen (UUPK) di sahkan dan di Undangkan pada 22 April 1999.
UUPK ini masih memerlukan waktu satu tahun untuk berlakuk efektif UUPK di hasilkan
dari inisiatif DPR, yang notabenen hal itu tidak pernah digunakan sejak orde baru
berkuasa pada tahun 1966.
Tanpa mengurangi penghargaan terhadap upaya terus menerus yang digalang oleh
YLKI, andil terbesa yang “memaksa” kehadiran UUPK ini adalah juga karena cukup
kuatnya tekanan dari dunia Internasional. Setelah pemerintah RI mengesahkan UU No 7
Thn 1994 tentang Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia), maka ada kewajiban bagi Indonesia untuk mengikuti
standar-standar dukung yang berlaku dan diterima luas oleh negara-negara anggota
WTO. Salah satu diantaranya adalah perlu eksistensi UUPK.
Hukum yang kondusif bagi pembangunan sedikitnya mengandung 5 kualitas, yaitu
Stability, predictability, fairness, educati, dan kemampuan meramalkan adanya prsayarat
untuk berfungsinya sistem ekonomi. Perlunya predictability sangat besar di negara-
negara dimana masyaratkanya untuk pertama kali memasuki hubungan-hubungan
ekonomi melampaui hubungan sosial tradisonal mereka. Stabilitas juga berarti hukum
berpotensi untuk menjaga keseimbangan dan mengakomodasi kepentingan-kepentingan
yang saling bersaing. Aspke keadilan (Fairness) seperti persamaan di depan hukum
standar sikap pemerintah, adalah perlu untuk memelihara mekanisme pasar dan
mencegah birokrasi yang berlebihan. Tidak adanya standar yang adil dan apa yang tidak
adil adalah masalah besar yang dihadapi negara-negara berkembang. Dalam jangka
panjang ketiadaan standar tersebut menjadi standar utama hilangnya legitimasi
pemerintah.
E. Prospek Gerakan Konsumen
Perhatian terhadap gerakan perlindungan hak-hak konsumen (Konsumerisme)
mendapat pengakuan dan dukungan dari Dewan Ekonomi dan Sosial PBB, dengan
Resolusinya No 2111 Thn 1978 kemdian pada 16 April 1985 dengan Resolusinya No
A/RES/38/248 juga disuarakan seruan penghormatan terhadap hak-hak konsume.
Gerakan konsumen Internasional sejak 1960 mewakili wadah yang cukup berwibawa,
yang disebut International Organization Of Costumers Unions (IOCU). Kemudian sejak
1995 berubah nama menjadi Costumers Internarnational (CI). Anggota CI mencapai 203
organisasi konsumen berasal dari 90 negara di seluruh dunia. Dalam satu negara dapat
saja ada lebih dari satu organisasi konsumen yang terdaftar sebagai anggota CI.
Sementara Malaysia dan Filipina memiliki masing masing lima organisasi dan Indinesia
dua organisasi ( YLKI Jakarta, dan LP2K Semarang). Setiap 15 Maret CI memperingati
“ Hari Hak Konsumen Sedunia” dan memberi tema yang berbeda untuk tiap tiap tahun.
Misalnya pada tahun 1994 dikumandangkan tema sentral hak konsumen untuk
memperoleh kebutuhan pokok. Hak untuk kebutuhan pokok ini tidak terbatas pada
pangan, sandang, dan papan, tetapi juga pada kebutuhan listrik, air minum, pos, dan
telekomunikasi.
Disamping itu, tuntunan-tuntunan masyarakat dunia international, termasuk
masyarakat indonesia, tampak makin kritis. Jika dulu belum banyak yang berani
menyuarakan agar di Indonesia dilakukan sertifikasi “ Halal” untuk produk produk
tertentu maka dewasa ini tuntunan itu semakin banyak bergema, bahkan saat ini
sertifikasi itu sudah berjalan, antara lain dengan terbentuknya lembaga pengkajian
pangan, Obat-obatan, dan kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LP POM MUI).
Konsumen Indonesia merupakan bagian dari konsuen global, sehingga gerakan
konsumen di dunia internasional mau tak mau menembus batas-batas negara, dan
mempengaruhi kesadaran konsumen lokal untuk berbuat hal yang sama. Persaingan
antarprodusen saat ini demikian ketat dan yang dihadapi bukan lagi competitor dalam
negeri. Hal ini berati, konsumen mempunyai banyak pilihan terhadap barang/jasa yag
dikonsumsinya. Tentu mereka memilih yang terbaik diantara semua produk barang/jasa
yang tersedia. Itu berarti masalah mutu barang dari jumlah ketersediaannya di pasaran
tidak lagi menjadai keprihatinan utama karena produsen dengan sendirinya berlomba-
lomba untuk memenuhinya. Jika tidak, produsen demikian akan kalah dalam persaingan.
Gejala-gejala itu memberi pengaruh terhadap pergerakan konsumen di dunia dan di
Indonesia, yakni mulai beralihnya isu-isu konsumen dari sekedar mempersoalkan mutu
menuju ke arah yang lebih berskala makro dan universal. Perhatian konsumen dalam
negeri sama dengan perhatian konsumen di berbagai negara. Konsume kita menjadi
konsumen global.
Menurut Emil Salim, gerakan konsumen global ditandai oleh globalisasi di berbagai
bidang. Pertama, globalisasi produksi. Dalam hal ini berarti tidak ada produk yang
hanya dibuat di sstu negara. Toyota, misalnya, sebagian komponennya dibuat di berbagai
Negara diluar Jepang. Faktor kedua, globalisasi finansial. Uang tidak lagi mengenal
bendera. Modal seperti air yang mencari tempat yang sesuai.ketiga, globalisasi
perdagangan. Hal ini tampak dari dihilangkannya dinding-dinding tarif sehingga dunia
menjadi satu pasar. Keempat, globalisasi tekniligi. Globalisasi keempat ini antara lain
membewa konsekuensi semakin tergesernya alat-alat produksi tradisional mengarah
kepada modernisasi dan mekanisasi. Teknologi baru di bidang pengemasan yang
diterapkan di Amerika Serikat misalnya cepat diadopsi di negara-negara lain, dan segera
mengubah pola kerja bidang terkait.
Globalisasi menyebabkan perkembangan saling ketergantungan pelaku-pelaku
ekonomi dunia. Manufaktur, perdaganga, investasi melewati batas-batas negara
meningkatkan intensitas persaingan, gejala ini dipercepat oleh kemajuan komunikasi dan
transportasi teknologi.
Bagaimanapun juga karakteristik dan hambatannya, globalisasi ekonomi
menimbulkan akibat yang besar sekali dibidang hukum. Globalisasi ekonomi juga
menyebabkan terjadinya globalisasi hukum, globalisasi hukum tersebut tidak hanya di
dasarkan kesepakatan internasionjal antar bangsa tetapi juga pemahaman tradisi hukum
dan budaya antara barat dan timur.
Globalisasi hukum terjadi melalui usaha-usaha stadarisasi hukum, antara lain melalui
perjanjian-perjanjian internasional. General Agreement on Tariff and Trade(GATT)
misalnya, mencantumkan beberapa ketentuan yang harus dipenuhi di negara-negara
anggota berkaitan dengan penanaman modal, hak milik intelektual, dan jasa prinsip-
prinsip Non-Discrimination, most Favored Nation, National treatment, Transparancy
kemudian menjadi substansi peraturan-peraturan nasional negara-negara anggota.
Globalisasi hukum akan menyebabkan peraturan-peraturan negara-negara
berkembang menjadi investasi, perdagangan,jasa-jasa dan bidang-bidang ekonomi
lainnya mendekati negara-negara maju (converagence). Namun, tidak ada jaminan
peraturan-peraturan tersebut memberikan hasil yang sama disemua tempat. Hal mana
sikarenakan perbedaan sistem politik, ekonomi, dan budaya. Apa yang disebut hukum itu
tergantung daripersepsi masyarakatnya. Friedman, mengatakan bahwa tegaknya
peraturan-peraturan hukum itu tergantung pada budaya hukum anggota-anggotanya yang
dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, lingkuan, budaya, posisi atau kedudukan
bahkan kepentingan-kepentingan.
Dalam menghadapi hal yang demikian itu perlu check and balance dalamberbegara.
Check and balance haya bisa dicapai dalam parlemen yang kuat, pengadilan yang
mandiri dan partisipasi masyarakat melalui lembaga-lembaganya.
Alhasil, gerakan konsumen,baik di dunia intenarnasional maupun di Indonesia, pada
masa-masa mendatang mengahadapi suasana yang jauh lebih kompleks. Arus tuntunan
konsumen melalui gerakan-gerakan tadi makin lama makin deras, sehingga tidak
mustahil menimbulkan instabilitas bagi negara-negara yang prodesen dan
pemerintahannya belum siap benar. Kesiapan tersebut tidak sekedar dalam arti ´siap
bersaing dan berinovasi”, tetapi terlebih-lebih bagi pemerintahnya, adalah siap dengan
pembangunan unsur-unsur sistem hukumnya.
1.3 PENUTUP
Pengantar hukum perlindungan konsumen merupakan pokok bahasan dalam mata
kuliah Hukum Perlindungan Konsumen.
Mata kuliah Hukum Perlindungan Konsumen adalah mata kuliah wajib mengingat
banyaknya persoalan mengenai konsumen bahkan produsen dimana persoalan ini bisa
diselesaikan dengan melakukan pendekatan dan perubahan cara pandang dan perilaku
masyarakat serta negara.
A. Latihan / Pertanyaan
1. Jelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan Hukum Perlindungan
Konsumen ?
2. Mengapa dengan adanya globalisasi dan perdagangan bebas, perlindungan
terhadap konsumen menjadi sangat penting ? Jelaskan !
3. Bagaimana dampaknya jika perlindungan konsumen tidak diperhatikan dalam
suatu wilayah ? Disertai Contoh !
4. Bagaiman cara pemerintah untuk membantu Konsumen sebagai pihak yang
lemah? Jelaskan disertai contoh ?
5. Sebutkan UU yang mengatur mengenai perlindungan konsumen di Indonesia ?
B. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Materi ini bisa dikuasi apabila memperhatikan beberapa faktor diantaranya ;
1. Membuat resume.
2. Mengaktifkan diskusi dalam ruangan.
3. Menyelasikan tugas dan latihan.
C. Daftar Pustaka
Celina Tri Siwi Kristiyanti, S.H., M.Hum. 2008. Hukum Perlindungan Konsumen.
Jakarta : Sinar Grafika
Gunawan, Johanes. 1994. Product Liability dalam Hukum Bisnis Indonesia, makalah
disampaikan pada Dies Natalis XXXIX Universitas Katolik Parahyangan
Bandung.
Komisi Periklanan Indonesia (Indonesian Advertising Commission), Tata Krama dan
Tata Cara Periklanan Indonesia yang Disempurnakan.
Kristiyanti, Celina Tri Siwi. 2005. Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung
dalam Penyelesaian Klaim Asuransi Menurut UU No.8 Thn 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, Hasil Penelitian Dosen Muda.
Khairandy, Ridwan (Editor). 2006. Masalah-masalah Hukum Ekonomi Konteporer,
FH-UI, Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi.
Miru, Ahmadi & Sutarman Yodo. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Nasution, Az. 1995. Konsumen dan Hukum: Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum
Perlindungan Konsumen Indonesia.
______. 2001. Hukum Perlindungan Konsumen. Diadit Media, Yogyakarta Terawang
Pers.
______.2002, Hukum Perlindungan Konsumen-Suatu Pengantar, Diadit Media,
Jakarta.
Pieres, John & Wiwik Sri Widiarty. 2007. Negara Hukum dan Perlindungan
KonsumI. Jakarta: Diterbitkan Kerjasama Penerbit Pelangi Cendekia Jakarta
dengan Program Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana UKI Jakarta.
Pangabean, Henry P. 1992. Penyalah Gunaan Keadaan (Misbruik van
Omstandingheden) sebagai alasan (Baru) untuk Pembatalan Perjanjia
(Berbagai Perkembangan Hukum di Belanda). Yogyakarta: Liberty.
Satrio, J. 1992. Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya). Bandung: Citra
Aditya Bakti.
Shofie, Yusuf, 2002, Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi,
Ghalia Indonesia, Jakarta.
______.2003, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, PT
Aditya Bakti, Bandung, hlm. 1-35.
______.2003. Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut UUPK. Bandung: Citra
Aditya Bakti .
Syawali, Husni & Neni Sri Imaniyati (Penyunting). 2000. Hukum Perlindungan
Konsumen. Bandung: Mandar Maju.
Sidharta, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: PT Grasindo,
Samsul, Inosentius. 2004. Perlindungan Konsumen Kemungkinan Penerapan
Tanggung Jawab Mutlak. Jakarta: FH Pascasarjana UI.
Sudarsono. 2007. Kamus Hukum. Jakarta : Rineke Cipta.
Sudaryatmo, 1999, Hukum dan Advokasi Konsumen, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, hlm. 81-100, 117-124.
Susilo, Zumrotin K., 1996, Penyambung Lidah Konsumen, YLKI & Puspa Swara,
Jakarta.
Syawali, Husni dan Imaniyati, Neni Sri, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, CV
Mandar Maju, Bandung, hlm. 1-5.
Widjaja, Gunawan dan Yani, Ahmad, 2003, Hukum tentang Perlindungan
Konsumen, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 1-49.
JURNAL
Ari Purwadi. Pengaturan Persoalan Perlindungan Konsumen Dalam UUPK, Yustika
Vol III No. 2 Desember 2000
Bayu Iswahyudi. Tanggung Gugat terhadap Produk yang Berkaitan dengan Penyalh
Gunaan Keadaan, Yustika Vol. II No.1 Juli 1999.
Caritas Woro Murdiati. Asas Kebebasam Berkontrak dan Perlindungan Hukum Bagi
Pihak Adherent dalam Perjanjian Baku, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan
Vol 23 No. 1 Juni 2003.
J. Widjiantoro. Product Liability Perlindungan Konsumen di Indonesia, Jurnal
Justitia Et Pax Juli-Agustus 1998.
Kurt Eggert. Striking A Balance: Basic Questions About Consumer Protection Law,
Chapman Law Review, 2004.
Marianus Gaharapung. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Korban Atas Tindakan
Pelaku Usaha, Jurnal Yustika, Vol III No.1 Juli 2000
Sriwati. Perlindungan Hukum bagi Para Pihak dalam Perjanjian Baku, Jurnal
Yustika, Vol III No. 2 Desember 2000.
Shidarta. Pemetaan Kelembagaan Perlindungan Konsumen¸ Jurnal Hukum Pro
Justitia Vol. 24 No. 1 Januari 2006.
Teti Marsulina. Berbagi Persoalan Yuridis Seputar Asuransi dan Proses
Penyelesaian Sengketa Antara Konsumen Asuransi dan Perusahaan
Asuransi Berdasarkan UU No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen. Yustika Vol.III No.2 Desember 2000
UNDANG-UNDANG
Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.
Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan
Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Hukum Perlindungan Konsumen.
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa.
Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten.
Undang-Undang No.15. Tahun 2001 Tentang Merek.
Undang-Undang No. 19 Tahun 2001 Tentang Hak Cipta.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran
Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
BAB II
PENGERTIAN HAK DAN KEWAJIBAN
KONSUMEN SERTA PELAKU USAHA
2.1 PENDAHULUAN.
Deskripsi Singkat
Bab ini akan mengemukakan tentang pengertian hak dan kewajiban konsumen serta
pelaku usaha
Relevansi
Pembahasan ini penting dipahami guna mengetahui sejauh mana hak dan kewajiban
setiap konsumen dan produsen serta pengertian dari konsumen dan pelaku usaha serta
produsen.
Tujuan Instruksi Khusus
Dengan mempelajari pokok pembahasa ini. Mahasiswa bisa menjabarkan :
1. Menjelaskan Pengertian Konsumen, hak dan kewajibanya
2. Pengertian Pelaku Usaha, hak dan kewajibanya
3. Mengemukakan masalah Konsumen dan Produsen
2.2 PENYAJIAN
A. Pengertian Konsumen, Hak serta Kewajibanya.
Sebagai suatu konsep, “konsumen” telah diperkenalkan beberapa puluh tahun lalu di
berbagai negara dan sampai saat ini sudah puluhan negara memiliki Undang-undang atau
peraturan khusus yang memberikan perlindungan kepada konsumen termasuk
penyediaan sarana peradilan. Sejalan dengan perkembangan ini berbagai negara telah
menetapkan hak-hak konsumen yang digunakan sebagai landasan pengaturan
perlindungan kepada konsumen.
Istilah konsumen berasal dari bahasa consumer (Inggris-Amerika), atau
consument/konsument (Belanda). Pengertian dari consumer atau consument itu
tergantung dalam posisi mana dia berada. Secara harafia arti kata consumer adalah
(lawan dan produsen) setiap orang yang menggunakan barang. Tujuan penggunaan
barang atau jasa nanti menentukan termasuk konsumen kelompok mana pengguna
tersebut, begitu pula kamus Bahasa Inggris-Indonesia memberi arti consumer sebagai
pemakai atau konsumen. Dari naskah-naskah akademik itu patut mendapat perhatian,
antara lain :
a. Badan Pembinaan Hukum Nasional-Departemen Kehakiman (BPHN), menyusun
batasan tentang akhir konsumen akhir, yaitu pemakai akhir dari barang, digunakan
untuk keperluan diri sendiri, keluarga atau orang lain, dan tidak untuk
diperjualbelikan.
b. Batasan konsumen dari YLKI: Pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat bagi kepentingan diri sendiri, keluarga atau orang lain dan tidak untuk
diperdagangkan kembali
c. Sedang dalam naskah akademis yang dipersiapkan Fakultas Hukum Universitas
Indonesia (FH-UI) bekerja sama dengan Departemen Perdagangan RI, Berbunyi ;
Konsumen adalah setiap orang atau keluarga yang mendapatkan barang untuk
dipakai dan tidak untuk diperdagangkan.
Pengertian “konsumen” di Amerika Serikat (AS) dan MEE, kata “konsumen” yang
berasal dari consumer sebenarnya berarti “pemakai”. Namun, di AS kata ini dapat
diartikan lebih luas lagi sebagai “korban pemakai produk yan cacat”, baik korban
tersebut pembeli, buka pembeli tetapi pemakai, bahkan juga korban yang bukan
pemakai, karena perlindungan hukum dinikmati pula bahkan oleh korban yang bukan
pemakai.
Tampaknya perlakuan hukum yang bersifat mengatur dan/atau mengatur dengan
diimbuhi perlindungan, merupakan pertimbangan tentang perlunya pembedaan dari
konsumen itu, Az. Nasution menegaskan beberapa batasan konsumen, yakni :
a. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa digunakan
untuk tujuan tertentu.
b. Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/jasa untuk
digunakan dengan tujuan membuat barang/jasa lain atau untuk diperdagangkan
(tujuan komersial).
c. Konsumen akhir, adalah setiap orang alam yang mendapat dan menggunakan
barang dan/ atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya pribadi,
keluarga dan atau rumah tangga dan tidak untuk diperdagangkan kembali
(komersial).
Bagi konsumen antara, barang atau jasa itu adalah barang atau jasa kapital, berupa
bahan baku, bahan penolong atau komponen dari produk lain yang akan diproduksinya
(Produsen). Kalau ia distributor atau pedagang berupa barang setengah jadi atau barang
jadi atau barang jadi yang menjadi mata dagangannya. Konsumen antara ini
mendapatkan barang atau jasa itu di pasa industri atau pasar produsen.
Sementar bagi konsumen akhir, barang dan/jasa itu adalah barang atau jasa
konsumen, yaitu barang atau jasa yang biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan
pribadi, keluarga atau rumah tangganya (produk konsumen). Barang atau jasa
konsumen ini umumnya diperoleh di pasar-pasar konsumen, dan terdiri dari barang atau
jasa konsumen ini umumnya diperoleh di pasar-pasar konsumen, dan terdiri dari barang
atau jasa yang umumnya digunakan di dalam rumah tangga masyarakat.
Karena pada umumnya konsumen tidak mengetahui dari bahan apa suatu produk itu
dibuat, bagaiman proses pembuatannya serta strategi pasar apa yang dijalankan untuk
mendistribusikannya, maka diperlukan kaidah hukum yang dapat melindungi.
Perlindungan itu sesungguhnya berfungsi menyeimbangkan kedudukan konsumen dan
pengusaha, dengan siapa mereka saling berhubungan dan saling membutuhkan.
Keadaan seimbang di antara para pihak yang saling berhubungan, akan lebih
menerbitkan keserasian dan keselarasan materiil, tidak sekedar formal dalam kehidupan
manusia indonesi sebagaimana dikehendaki oleh falsafah bangsa dan negara.
1. Pengertian Konsumen dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
Pengertian konsumen menurut UU No. 8 Tahun 1999 tentang hukum
perlindungan konsumen dalam pasa 1 ayat (2) yakni : Konsumen adalah setiap orang
pemakai barang dan/jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan. Unsur-unsur definis konsumen :
a. Setiap Orang.
Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai
pemakai barang dan/atau jasa. Istilah “orang” sebetulnya menimbulkan keraguan,
apakah hanya orang individual yang lazim disebut natuurlijke person atau
termasuk juga badan hukum (rechtspersonn). Hal ini berbeda dengan pengertian
yang diberikan untuk (pelaku usaha) dalam pasal 1 angka (3) yang secara eksplisit
membedakan kedua pengertian person diatas, dengan menyebutkan kata-kata :
“orang personal atau badan usaha”.tentu yang paling tepat tidak membatasi
pengertian konsume itu sebataspada orang perseorangan namun konsumen harus
mencakup badan usaha dengan makna lebih luas dari pada badan hukum.
b. Pemakai
Sesuai dengan bunyi penjelasan pasal 1 angka (2) UUPK, kata “pemakai”
menekankan, konsume adalah konsumen akhir (ultimate consumer). Istilah “
pemakai” dalam hal ini tepat digunakan dalam rumusan ketentuan tersebut
sekaligus menunjukkan , barang dan/ atau jasa yang dipakai tidak serta merta hasil
dari transaksi jual beli. Artinya, sebagai konsumen tidak selalu harus memberikan
prestasinya dengan cara membayar uang untuk memperoleh barang dan/ atau jasa
itu. Dengan kata lain, dasar hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha
tidak perlu harus kontraktual (the privity of contract)
c. Barang dan / atau Jasa
Berkaitan dengan istilah barang dan / atau jasa, sebagai pengganti terminologi
tersebut digunakan kata produk. Saat ini “produk”sudah berkonotasi barang atau
jasa. Semula kata produk hanya mengacu pada pengertian barang.
UUPK mengartikan barang sebagai setiap benda, baik berwujud maupun
tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan
maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai,
dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen. Sementara itu jasa diartikan
sebagai setiap pelayanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan
bagi masyarakat untuk dimanfaatka oleh konsumen
d. Yang tersedia dalam masyarakat
Barang dan/ atau jasa yang ditawarkan pada masyarakat sudah harus tersedia di
pasaran ( liat juga bunyi pasal 9 ayat (1) huruf e UUPK). Dalam perdagangan
yang makin kompleks dewasa ini, syarat itu tidak mutlak lagi dituntuk oleh
masyarakat konsumen.
e. Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, mahluk hidup lain
Unsur yang diletakkan dalam devinisi itu mencoba untuk memperluas pengertian
kepentingan yang tidak sekedar ditujukan untuk diri sendiri dan keluarga tapi juga
diperuntukkan bagi orang lain bahkan untuk mahluik hidup lain.
f. Barang dan/atau jasa itu tidak untuk diperdagangkan
Pengertian monsumen dalam UUPK ini dipertegas yakni, hanya konsument akhir.
Batasan itu sudah biasa dipakai dalam peraturan perlindungan konsemen di
ergbagai negara. Secara teoritis hal demikian terasa cukup baik untuk
mempersempit ruang lingkup pengertian konsumen, walaupun dalam
kenyataannya, sulit menetapkan batas-batas seperti itu.
2. Hak-hak Konsumen
Adapun materi yang mendapatkan perlindungan itu bukan sekedar fisik,melainka
terlebih-lebih hak-haknya yang bersifat abstrak. Dengan kata lain, perlindungan
konsumen sesungguhnya identik dengan perlingdungan yang diberikan hukum
tentang hak-hak konsumen. Secara umum dikenal ada 4 hak dasar konsumen yaitu:
1. Hak untuk mendapatkan keamanan (the right tosavety)
2. Hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed)
3. Hak untuk memilih (the right to choose)
4. Hak untuk di dengar (the right to be heard)
Empat hak dasr ini diakui secara internasional. Dalam
perkembangannyaorganisasi-organisasi konsumen internasional yang tegabung
dalam IOCU menambahkan lagi beberapa hak diantaranya hak mendapatkan
pendidikan konsumen, hak mendapatkan ganti kerugian, hak mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat. Meski demikian tidak semua organisasi
konsumen menerima penambahan hak-hak tersebut.
Hak-hak konsumen sebagaimana tertuang dalam pasal 4 ayat undang-undang
no 8 tahun 1999 adalah sebagai berikut :
a. Hak atas kenyamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau
jasa
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau
jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan.
c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujurmengenai kondisi dan jaminan
barang dan atau jasa
d. Hak untuk di dengarpendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan
e. Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut
f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif
h. Hak untuk mendapat kompensasi ganti rugi dan atau penggantian, apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai degan keinginan atau tidak
sebagaimana mestinya.
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya
Disamping hak-hak dalam pasal 4, juga terdapat hak-hak konsumen yang
dirumuskan dalam pasal-pasal berikutnya, khususnya dalam pasal 7 yang
mengatur tentang kewajiban pelaku usaha. Kewajiban dan hak merupakan
antinomi dalam hukum sehingga kewajiban pelaku usaha dapat dilihat sebagi hak
konsumen.
B. Pengertian Pelaku Usaha, Hak dan Kewajibannya
Dalam pasal 1 angka (3) UU no.8 tahun 1999 disebutkan pelaku uasaha adalah setiap
orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentik badan hukum maupun buka
badah hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam
wilayah hukum RI, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam bergbagai bidang ekonomi diantaranya
perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain.
Kajian atas perlindungan terhadap konsumen tidak dapat dipisahkan dari telaah
terhadap hak-hak dan kewajiban konsumen. Berdasarkan directive, pengertian
“produsen” meliputi :
1. Pihak yang menghasilkan produk akhir berupa barang-barang manufaktur.
2. Produsen bahan mentah atau komponen suatu produk.
3. Siapa saja, yang dengan membubuhkan nama, merek, ataupun tanda-tanda lain pada
produk menampakan dirinya sebagai produsen dari suatu barang.
Hak-hak produsen dapat ditemukan antara lain pada faktor-faktor yang
membebaskan produsen dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh
konsumen, meskipun kerusakan timbul akibat cacat pada produk, yaitu apabila :
1. Produk tersebut sebenarnya tidak dieadarkan.
2. Cacat timbul kemudian.
3. Cacat timbul setelah produk berada di luar kontrol produsen.
4. Barang yang diproduksi secara individual tidak untuk keperluan produk.
5. Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan yang ditetapkan oleh penguasa.
Di AS, faktor-faktor yang membebaskan produsen tanggung jawab atas kerugian
yang diderita oleh konsumen meliputi.
1. Kelalaian si konsumen penderita.
2. Penyelahgunaan produk yang tidak terduga pada saat produk dibuat (unforseeable
misue).
3. Lewat jangka waktu penuntutan (Daluarsa), yaitu 6 (enam) tahun setelah
pembelian, atau 10 tahun sejenak barang diproduksi.
4. Produk pesanan pemerintah pusat (federal).
5. Kerugian yang timbul (sebagian) akibat kelalaian yang dilakukan oleh produsen
lain dalam kerja sama produksi .
Dalam pasa 6 UU No. 8 Tahun 1999 Produsen di sebut sebagai pelaku usaha yang
mempunyai hak sebagai berikut.
a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai
kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
b. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang
beritikan tidak baik.
c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen,
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan.
e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Adapun dalam pasal 7 diatur kewajiban pelaku usaha, sebagai berikut ;
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan
pemeliharaan.
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa
yang berlaku.
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba
barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas
barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan.
g. Memberi kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/jasa
yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjia.
Dalam UUPK pelaku usaha diwajibkan beritikad baik dalam melakukan
kegiatan usahanya, sedangkan bagi konsumen diwajibkan beritikad baik dalam
melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
2.3 PENUTUP
Pembahasan tentang pengertian hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha,
penting dipahami mengingat hak dan kewajiban antara konsumen dan pelaku usaha
selalu berjalan beriringan dimana apabila salah satunya tidak berjalan sesuai maka akan
berimbas pada ketidak seimbagan yang nantinya akan berimbas pada pelanggaran
hukum.
Sehingga untuk menyikapi masalah ini mahasiwa perlua mengetahui hak dan
kewajiban konsumen serta pelaku usaha.
A. Latihan / Pertanyaan.
1. Jelaskan secara singkat unsur-unsur definisi konsumen dan produsen ?
2. Mengapa pengusaha dalam pasal 7 UU No. 8 Tahun 1999 diwajibkan untuk
beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya?
3. Sebutkan apa saja hak-hak konsumen dan produsen?
B. Umpan Bali dan Tindak Lanjut.
Materi ini bisa dikuasai dengan baik jika memperhatikan beberapa faktor
diantaranya.
1. Membuat ringkasan materi
2. Aktif dalam berdiskusi
3. Mengerjakan dan menyelesaikan tugas latihan
C. Daftar Pustaka
Celina Tri Siwi Kristiyanti, S.H., M.Hum. 2008. Hukum Perlindungan Konsumen.
Jakarta : Sinar Grafika
Gunawan, Johanes. 1994. Product Liability dalam Hukum Bisnis Indonesia, makalah
disampaikan pada Dies Natalis XXXIX Universitas Katolik Parahyangan
Bandung.
Komisi Periklanan Indonesia (Indonesian Advertising Commission), Tata Krama dan
Tata Cara Periklanan Indonesia yang Disempurnakan.
Kristiyanti, Celina Tri Siwi. 2005. Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung
dalam Penyelesaian Klaim Asuransi Menurut UU No.8 Thn 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, Hasil Penelitian Dosen Muda.
Khairandy, Ridwan (Editor). 2006. Masalah-masalah Hukum Ekonomi Konteporer,
FH-UI, Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi.
Miru, Ahmadi & Sutarman Yodo. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Nasution, Az. 1995. Konsumen dan Hukum: Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum
Perlindungan Konsumen Indonesia.
______. 2001. Hukum Perlindungan Konsumen. Diadit Media, Yogyakarta Terawang
Pers.
______.2002, Hukum Perlindungan Konsumen-Suatu Pengantar, Diadit Media,
Jakarta.
Pieres, John & Wiwik Sri Widiarty. 2007. Negara Hukum dan Perlindungan
KonsumI. Jakarta: Diterbitkan Kerjasama Penerbit Pelangi Cendekia Jakarta
dengan Program Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana UKI Jakarta.
Pangabean, Henry P. 1992. Penyalah Gunaan Keadaan (Misbruik van
Omstandingheden) sebagai alasan (Baru) untuk Pembatalan Perjanjia
(Berbagai Perkembangan Hukum di Belanda). Yogyakarta: Liberty.
Satrio, J. 1992. Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya). Bandung: Citra
Aditya Bakti.
Shofie, Yusuf, 2002, Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi,
Ghalia Indonesia, Jakarta.
______.2003, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, PT
Aditya Bakti, Bandung, hlm. 1-35.
______.2003. Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut UUPK. Bandung: Citra
Aditya Bakti .
Syawali, Husni & Neni Sri Imaniyati (Penyunting). 2000. Hukum Perlindungan
Konsumen. Bandung: Mandar Maju.
Sidharta, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: PT Grasindo,
Samsul, Inosentius. 2004. Perlindungan Konsumen Kemungkinan Penerapan
Tanggung Jawab Mutlak. Jakarta: FH Pascasarjana UI.
Sudarsono. 2007. Kamus Hukum. Jakarta : Rineke Cipta.
Sudaryatmo, 1999, Hukum dan Advokasi Konsumen, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, hlm. 81-100, 117-124.
Susilo, Zumrotin K., 1996, Penyambung Lidah Konsumen, YLKI & Puspa Swara,
Jakarta.
Syawali, Husni dan Imaniyati, Neni Sri, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, CV
Mandar Maju, Bandung, hlm. 1-5.
Widjaja, Gunawan dan Yani, Ahmad, 2003, Hukum tentang Perlindungan
Konsumen, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 1-49.
JURNAL
Ari Purwadi. Pengaturan Persoalan Perlindungan Konsumen Dalam UUPK, Yustika
Vol III No. 2 Desember 2000
Bayu Iswahyudi. Tanggung Gugat terhadap Produk yang Berkaitan dengan Penyalh
Gunaan Keadaan, Yustika Vol. II No.1 Juli 1999.
Caritas Woro Murdiati. Asas Kebebasam Berkontrak dan Perlindungan Hukum Bagi
Pihak Adherent dalam Perjanjian Baku, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan
Vol 23 No. 1 Juni 2003.
J. Widjiantoro. Product Liability Perlindungan Konsumen di Indonesia, Jurnal
Justitia Et Pax Juli-Agustus 1998.
Kurt Eggert. Striking A Balance: Basic Questions About Consumer Protection Law,
Chapman Law Review, 2004.
Marianus Gaharapung. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Korban Atas Tindakan
Pelaku Usaha, Jurnal Yustika, Vol III No.1 Juli 2000
Sriwati. Perlindungan Hukum bagi Para Pihak dalam Perjanjian Baku, Jurnal
Yustika, Vol III No. 2 Desember 2000.
Shidarta. Pemetaan Kelembagaan Perlindungan Konsumen¸ Jurnal Hukum Pro
Justitia Vol. 24 No. 1 Januari 2006.
Teti Marsulina. Berbagi Persoalan Yuridis Seputar Asuransi dan Proses
Penyelesaian Sengketa Antara Konsumen Asuransi dan Perusahaan
Asuransi Berdasarkan UU No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen. Yustika Vol.III No.2 Desember 2000
UNDANG-UNDANG
Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.
Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan
Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Hukum Perlindungan Konsumen.
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa.
Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten.
Undang-Undang No.15. Tahun 2001 Tentang Merek.
Undang-Undang No. 19 Tahun 2001 Tentang Hak Cipta.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran
Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
BAB III
PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
3.1. PENDAHULUAN.
Deskripsi Singkat
Dalam pembahasan Bab ini yang mengemukakan perlindungan konsumen dalam
peraturan perundang-undangan. Dimana dengan adanya peraturan perundang-
undangan ini semakin jelas mengenai hak dan kewajiban dari para konsumen serta
prodsusen.
Relevansi
Pembahasan dalam Bab in sangatlah penting mengingat mengingat lemahnya
posisi konsumen dalam rantai perekonomian serta masihnya oknum produsen yang
meremehkan posisi konsumen, sehingga diperlukanya perlindungan dari pemerintah
terhadap konsumen.
Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mempelajari pokok-pokok bahasan dalam Bab ini, diharapkan mahasiswa
dapat ;
1. Memahami tentang Peraturan perundang-undangan mengenai perlindungan
Konsumen.
2. Mampu menjelaskan alasan mendasar mengenai pembuatan, pelaksanaan dan
penererapan Perundang-undangan mengenai perlindungan konsumen
dilingkungan masyarakat dan pelaku usaha.
3.2. PENYAJIAN
A. Sumber-sumber Hukum Konsumen.
Disamping UU Perlindungan Konsumen, hukum konsumen “ditemukan” di
dalam berbagai peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Sebelumnya, telah
diuraikan bahwa UU perlindungan konsumen berlaku setahun sejak disahkannya
(tangga 20 April 2000). Dengan demikian dan ditambah dengan ketentuan pasal
64 (Ketentuan peradilan) UU ini berarti untuk “membela” kepentingan konsumen,
masih harus dipelajari semua peraturan perundang-undangan umum yang berlaku.
Tetapi peraturan perundang-undangan umum yang berlaku memua juga berbagai
kaidah menyangkut hubungan dan masalah konsumen. Sekalipun peraturan
perundang-undangan itu tidak khusus diterbitkan untuk konsumen ataupun
perlindungan konsumen, setidak-tidaknya ia merupakan sumber juga dari hukum
konsumen dan/atau hukum perlindungan konsumen. Beberapa di antaranya akan
diuraikan berikut ini :
1. Undang-undang Dasar dan Ketetapan MPR
Hukum perlindungan konsumen, terutama hukum perlindungan konsumen
mendapatkan landasan hukum pada UUD 1945, pembukaan, Alinea ke-4
berbunyi :
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa indonesia.
Umumnya, sampai saat ini orang bertumpu pada kata “segenap bangsa”
sehingga di ambil sebagai asas tentang persatuan seluruh bangsa Indonesia (asas
persatuan bangsa). Di samping itu, dari kata “melindungi” menurut Az. Nasution
di dalamnya terkandung pula asas perlindungan (hukum) pada segenap bangsa
tersebut.
Landasan hukum lainya terdapat pada ketentua yang termuat dalam pasal 27
ayat (2) UUD 1945, yang berbunyi ;
Tiap warga Negara berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Dimana, apabila kehidupan salah seorang warga negara terganggung maka
negara melalui aparanya akan turun tangan untuk menyelesaikan masalah tersebut
dan melindungi warga negara.
Selanjutnya Majelis Permusyawarata Rakyat (MPR) telah menetapkan
berbagai ketetapan MPR, khususnya sejak tahun 1978. Dengan ketetapan terakhir
MPR Tahun 1993 (TAP-MPR) makin jelas kehendak rakyat atau adanya
perlindungan konsumen, sekalipun dengan kualifikasi yang berbeda-beda pada
masing-masing ketetapan.
Kalau pada TAP-MPR 1978 digunakan istilah “menguntungkan” konsumen
TAP-MPR 1988 “menjamin” kepentingan konsumen, maka pada tahun 1993
digunakan istilah “melindungi kepentingan konsumen”. Sayangnya dalam
masing-masing TAP-MPR tersebut tidak terdapat penjelasan tentang apa yang
dimaksud dengan menguntungkan, menjamin atau melindungi kepentingan
konsumen tersebut. Salah satu yang menarik dalam TAP-MPR 1993 ;
“.......Meningkatkan pendapatan produsen dan melindungi kepentingan
konsumen”
Dengan susunan kalimat demikian, terlihat lebih jelas arahan MPR tentang
kekhususan kepentingan produsen (semua pihak yang dipersemakan dengannya)
dan kepentingan konsumen.
2. Hukum Konsumen dalam Hukum Perdata.
Hubungan hukum perdata dimaksudkan hukum perdata dalam arti luas, termasuk
hukum perdata, hukum dagang serta kaidah-kaidah keperdataan yang termuat
dalam berbagai peraturan perundang-undangan lainya, kesemuanya tiu baik
hukum perdata tertulis maupun hukum perdata tidak tertulis (hukum adat).
Hubungan hukum perdata dan masalahnya dalam lingkungan berlaku hukum
adat, sekalipun sudah amat berkurang, masih tampak hidup dan terlihat dalam
berbagai keputusan pengadilan. Beberapa putusan pengadilan tentang masalah
keperdataan berkaiatan dengan perlindungan konsumen masih terlihat. Adapun
hubungan-hubungan hukum atau masalah antara penyedia barang atau jasa dan
konsumen dari berbagai negara yang berbeda, atau tidak bersamaan hukum yang
berlaku bagi negara mereka, dapat diberlakukan Hukum Internasional dan asas-
asa hukum internasional, khususnya hukum perdata internasional, memuat pula
berbagai ketentua hukum perdata bagi konsumen.
Jadi, kalau dirangkum keseluruhanya, terlihat bahwa kaidah-kaidah hukum
yang mengatur hubungan dan masalah hukum antara pelaku usaha penyedia
barang dan/jasa penyelenggara jasa dengan konsumennya masing-masing termuat
dalam :
- KUH Perdata, terutama dalam buku kedua, ketiga dan kempat
- KUHD, buku kesatu dan buku kedua
- Berbagai peraturan perundang-undangan lain yang memuat kaidah-kaidah
hukum bersifat perdata tentang subjek-subjek hukum, hubungan hukum
dan masalah antara penyedia barang atau penyelenggara jasa tertentu dan
konsumen.
3. Hukum Konsumen dalam Hukum Publik.
Termasuk hukum publik dan terutama dalam kerangka hukum konsumen dan/atau
hukum perlindungan konsumen, adalah hukum administrasi negara, hukum
pidana, hukum acara perdata dan/atau hukum acara pidana dan HI khususnya
hukum perdata Internasional, dimana dengan hal tersebut semua jenis hukum yang
nantinya berkaitan dengan hukum konsumen dapat pula diberlakukakan.
Diantara kesemuan hukum publik tersebut, tampaknya hukum administrasi
negara, selanjutnya disebut hukum administrasi, hukum pidana, HI khususunya
hukum perdata Internasional dan hukum acara perdata serta acara pidana paling
banyak pengaruhnya dalam pembentukan hukum konsumen.
B. Masalah yang Dihadapi.
Walaupun keseluruh instrumen hukum dapat digunakan untuk menyelesaikan
hubungan dan/atau masalah konsumen dengan penyedia barang dan/atau jasa,
tetapi hukum umum ini ternyata mengandung berbagai kelamahan tertentu dan
menjadi kendala bagi konsumen atau perlindungan konsumen.
1. KUH Perdata dan KUHD tidak mengenal istilah konsumen.
2. Semua subjek hukum tersebut adalah konsumen, pengguna barang dan/atau
jasa.
3. Hukum perjanjian (Buku ke-3 KUH Perdata) menganut asas hukum kebebasan
berkontrak, sistemnya terbuka dan merupakan hukum pelengkap.
4. Perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan tehnologi membuat Hk Konsumen
semakin ketinggalan di belakang.
5. Kekurang tahuan para konsumen dalam Hukum acara.
6. Dasar pemikiran falsafah.
7. Hukum publik.
Walaupun demikian, semuanya harus diuju dalam masyarakat dan peradilan,
mengingat hingga saat ini belum pernah terjadi penggunaan acara penggabungan
perkara sesuai KUHP dalam suatu perkara pidana, yang secara perdata juga
merugikan kepentingan konsumen. Disamping itu, sayangnya masih terlihat pula
berbagai kelemahannya.
Dari hal-hal terurai diatas bahwa peraturan-peraturan umum sekalipun dapat
dimanfaatkan oleh konsumen tetapi mempunyai berbagai kendala bahkan juga
tentang substansinya. Bagi konsumen Indonesia tampaknya tiga peraturan
perundang-undangan yang sangat dibutuhkan yakni UU tentang pangan, UU
tentang perlindungan konsumen dan UU tentang persaingan usaha dimana
kesemua UU tersebut mampu mengatur tentang perilaku antara produsen dan
konsumen yang bermula dari awal hingga akhir.
Bagi masyarakat Indonesia, khususnya konsumen Indonesia agaknya dari
sudut kepentingan konsumen pemecahan masalah perlindungan konsumen tidak
lain adalah diterbitkannya suatu undang undang tentang perlindungan konsumen.
C. Dada
D. Ada
E.
3.3. PENUTUP
Pembahasan Bab ini yang mengemukakan perlindungan konsumen dalam peraturan
perundang-undangan. Sangatlah penting mengingat mengingat lemahnya posisi
konsumen dalam rantai perekonomian serta masihnya oknum produsen yang
meremehkan posisi konsumen, sehingga diperlukanya perlindungan dari pemerintah
terhadap konsumen.
A. Latihan / Pertanyaa
1. Dalam UUD 1945 apakah diatur mengenai perlindungan bagi warga negara
(perlindungan konsumen)?
2. Sebutkan dan jelaskan alasan mendasar mengenai pembuatan, pelaksanaan dan
penererapan Perundang-undangan mengenai perlindungan konsumen
dilingkungan masyarakat dan pelaku usaha ?
B. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Penguasaan materi ini bisa dengan mudah mahasiswa lakukan, jika
memperhatikan beberapa hal, diantaranya sebagai berikut.
1. Membuat resume.
2. Aktif dalam berdiskusi.
3. Mengerjakan tugas dengan benar
.
C. Daftar Pustaka.
Celina Tri Siwi Kristiyanti, S.H., M.Hum. 2008. Hukum Perlindungan Konsumen.
Jakarta : Sinar Grafika
Gunawan, Johanes. 1994. Product Liability dalam Hukum Bisnis Indonesia, makalah
disampaikan pada Dies Natalis XXXIX Universitas Katolik Parahyangan
Bandung.
Komisi Periklanan Indonesia (Indonesian Advertising Commission), Tata Krama dan
Tata Cara Periklanan Indonesia yang Disempurnakan.
Kristiyanti, Celina Tri Siwi. 2005. Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung
dalam Penyelesaian Klaim Asuransi Menurut UU No.8 Thn 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, Hasil Penelitian Dosen Muda.
Khairandy, Ridwan (Editor). 2006. Masalah-masalah Hukum Ekonomi Konteporer,
FH-UI, Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi.
Miru, Ahmadi & Sutarman Yodo. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Nasution, Az. 1995. Konsumen dan Hukum: Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum
Perlindungan Konsumen Indonesia.
______. 2001. Hukum Perlindungan Konsumen. Diadit Media, Yogyakarta Terawang
Pers.
______.2002, Hukum Perlindungan Konsumen-Suatu Pengantar, Diadit Media,
Jakarta.
Pieres, John & Wiwik Sri Widiarty. 2007. Negara Hukum dan Perlindungan
KonsumI. Jakarta: Diterbitkan Kerjasama Penerbit Pelangi Cendekia Jakarta
dengan Program Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana UKI Jakarta.
Pangabean, Henry P. 1992. Penyalah Gunaan Keadaan (Misbruik van
Omstandingheden) sebagai alasan (Baru) untuk Pembatalan Perjanjia
(Berbagai Perkembangan Hukum di Belanda). Yogyakarta: Liberty.
Satrio, J. 1992. Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya). Bandung: Citra
Aditya Bakti.
Shofie, Yusuf, 2002, Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi,
Ghalia Indonesia, Jakarta.
______.2003, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, PT
Aditya Bakti, Bandung, hlm. 1-35.
______.2003. Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut UUPK. Bandung: Citra
Aditya Bakti .
Syawali, Husni & Neni Sri Imaniyati (Penyunting). 2000. Hukum Perlindungan
Konsumen. Bandung: Mandar Maju.
Sidharta, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: PT Grasindo,
Samsul, Inosentius. 2004. Perlindungan Konsumen Kemungkinan Penerapan
Tanggung Jawab Mutlak. Jakarta: FH Pascasarjana UI.
Sudarsono. 2007. Kamus Hukum. Jakarta : Rineke Cipta.
Sudaryatmo, 1999, Hukum dan Advokasi Konsumen, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, hlm. 81-100, 117-124.
Susilo, Zumrotin K., 1996, Penyambung Lidah Konsumen, YLKI & Puspa Swara,
Jakarta.
Syawali, Husni dan Imaniyati, Neni Sri, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, CV
Mandar Maju, Bandung, hlm. 1-5.
Widjaja, Gunawan dan Yani, Ahmad, 2003, Hukum tentang Perlindungan
Konsumen, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 1-49.
JURNAL
Ari Purwadi. Pengaturan Persoalan Perlindungan Konsumen Dalam UUPK, Yustika
Vol III No. 2 Desember 2000
Bayu Iswahyudi. Tanggung Gugat terhadap Produk yang Berkaitan dengan Penyalh
Gunaan Keadaan, Yustika Vol. II No.1 Juli 1999.
Caritas Woro Murdiati. Asas Kebebasam Berkontrak dan Perlindungan Hukum Bagi
Pihak Adherent dalam Perjanjian Baku, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan
Vol 23 No. 1 Juni 2003.
J. Widjiantoro. Product Liability Perlindungan Konsumen di Indonesia, Jurnal
Justitia Et Pax Juli-Agustus 1998.
Kurt Eggert. Striking A Balance: Basic Questions About Consumer Protection Law,
Chapman Law Review, 2004.
Marianus Gaharapung. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Korban Atas Tindakan
Pelaku Usaha, Jurnal Yustika, Vol III No.1 Juli 2000
Sriwati. Perlindungan Hukum bagi Para Pihak dalam Perjanjian Baku, Jurnal
Yustika, Vol III No. 2 Desember 2000.
Shidarta. Pemetaan Kelembagaan Perlindungan Konsumen¸ Jurnal Hukum Pro
Justitia Vol. 24 No. 1 Januari 2006.
Teti Marsulina. Berbagi Persoalan Yuridis Seputar Asuransi dan Proses
Penyelesaian Sengketa Antara Konsumen Asuransi dan Perusahaan
Asuransi Berdasarkan UU No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen. Yustika Vol.III No.2 Desember 2000
UNDANG-UNDANG
Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.
Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan
Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Hukum Perlindungan Konsumen.
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa.
Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten.
Undang-Undang No.15. Tahun 2001 Tentang Merek.
Undang-Undang No. 19 Tahun 2001 Tentang Hak Cipta.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran
Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
BAB IV
BERBAGAI ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
4.1. PENDAHULUAN.
Deskripsi Singkat
Dalam Bab ini akan membahas mengenai berbagai aspek hukum perlindungan
konsumen yang nantinya bisa dipahami dan di sosialisasikan ke pada masyarakat
(konsumen) dan produsen.
Relevansi
Bab ini sangatlah penting untuk di bahas dalam berbagai aspek hukum
perlindungan konsumen, dengan memahaminya maka mahasiswa dapat mengetahui
berbagai aspek hukum perlindungan konsumen yang nantinya dapa diterapkan di
lingkungan mereka, dengan harapan bisa memberikan efek positif dan menularkan
pengetahuanya kepada masyarakat (konsumen).
Tujuan Instruksional
Dengan mempelajari poko-pokok pembahasan ini mahasiswa dapat ;
1. Menjelaskan pengertian dari aspek hukum perlindungan kosumen.
2. Mampu memaparkan berbagai aspek hukum perlindungan konsumen
3. Bisa menjabarkan mengenai apa dan bagaiman hukum perlindungan konsumen
dipandang dari aspek hukum perlindungan konsumen.
4.2. PENYAJIAN
A. Aspek-Aspek Keperdataan
Kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah hukum antara
pelaku usaha penyedia barang dan/atau penyelenggara jasa dengan konsumenya
masing-masing termuat dalam :
1. KUH Perdata, terutama dalam buku kedua, ketiga, dan keempat
2. KUHD, Buku kesatu dan Buku kedua
3. Berbagai peraturan perundang-undangan lain yang memuat kaidah-kaidah
hukum bersifat perdata tentang subjek-subjek hukum, hubungan hukum dan
masalah antara penyedia barang atau penyelenggara jasa tertentu dan
konsumen.
Beberapa hal yang dinilai penting dalam hubungan konsumen dan penyedia
barang dan/atau penyelenggara jasa (pelaku usaha) antara lain sebagai berikut :
1. Hal-hal yang berkaitan dengan informasi.
Bagi para konsumen, infromasi tentang barang dan/atau jasa merupakan
kebutuhan pokok. Informasi-informasi tersebut meliputi tentang ketersedian
barang atau jasa yang dibutuhkan masyarakat konsumen, tentang kualitas
produk, keamananya, harga, serta berbagai persyaratan dan cara untuk
memperolehnya, tentang jaminan atau garansi produk, persedian suku cadang,
tersedianya pelayanan jasa purna-jual, serta hal lainya yang berikatan dengan
itu. Dimana konsumen menggunakan sumber dananya (gaji,upah,honor, dll)
untuk mengadakan transaksi guna mendapatkan barang yang diinginkan
berdasarkan informasi yang diteriman.
2. Beberapa bentuk informasi
Di antara berbagai informasi tentang barang atau jasa yang diperlukan
konsumen, tampaknya yang paling berpengaruh pada saat itu adalah informasi
yang bersumber dari kalangan pelaku usaha. Terutama dalam bentuk iklan
atau label, tanpa mengurangi pengaruh dari berbagai bentuk informasi
pengusahan lainya. Dimana iklan atau label adalah bentuk informasi yang
umumnya bersifat sukarela, sekalipun pada akhir-akhir ini termasuk yang
diatur dalam UU tentang perlindungan konsumen UU No. 8 Tahun 1999
(Pasal 9, 10, 12, 13, 17 dan 20)
B. Aspek Hukum Publik
Dengan hukum publik dimaksudkan hukum yang mengatur hubungan antara
negara dan alat-alat perlengkapannya atau hubungan negara dengan pererongan.
Termasuk hukum publik dalam kerengka hukum konsumen dan/atau hukum
perlindungan konsumen, adalah hukum administrasi negara, hukum pidana,
hukum acara perdata, dan/atau hukum acara pidana dan hukum internasional
khususnya hukum perdata internasional.
1. Hukum Pidana.
Dalam pengaturan hak-hak atas kekayaan intelektual (intellectual property
rights), seperti hak cipta, paten, dan hak atas merek mendapatkan perhatian
serius, khususnya dari sudut penerapan sanksi pidananya. Tindak pidana
berupa pembajakan hak cipta.
2. Hukum Administrasi Negara.
Seperti hukumnya pidana, hukum administrasi negara adalah instrumen
hukum publik yang penting dalam perlindungan konsumen. Sanksi-sanksi
hukum perdata dan pidana seringkali kurang efektif jika tidak disertai sanksi
admnistratif, sanksi administratif tidak ditujukan pada konsumen pada
umumnya, tetapi justru kepada pengusaha, baik itu produsen maupun penyalur
hasil-hasil produknya. Sanksi administratif berkaiatan dengan perizinan yang
diberikan pemerintah RI kepada pengusaha/penyalur terbsebut jika terjadi
pelanggaran, izin-izin itu dapat dicabut secara sepihak.
3. Hukum Transnasional.
Sebutan “hukum transional” mempunyai dua konotasi. Pertama, yang
berdimensi perdata yang lazim disebut hukum perdata internasional. Kedua,
hukum internasional yang berdimensi publik, yang biasanya dikenal sebagai
hukum internasional publik. Hukum perdata internasional sesungguhnya
bukan hukum yang berdiri sendiri, melainkan bagian dari hukum perdata
nasional. Dimana hukum perdata internasional hanya berisi petunjuk tentang
hukum nasional mana yang akan diberlakukan jika terdapat kaitan lebih dari
satu kepentingan hukum nasional, melalui petunjuk iniliah lalu ditentukan
hukum atau pengadilan mana yang akan menyelesaikanya.
Hukum internasional (publik) sering dinilai sebagai instrumen yang “mandul”
dalam menangani banyak kasus hukum yang berdimensi lintas negara. Sumber
terpenting dari hukum internasional adalah perjanjian antara negara dan
konvensi-konvensi internasional ataupun resolusi PBB, kesemuanya ini tidak
banyak berarti apabila belum diratifikasi oleh negara-negara bersangkutan.
C. Peranan Hukum Dalam Perlindungan Konsumen.
Pada era perdagangan bebas dimana arus barang dan jasa dapat masuk ke semua
negara dengan bebas, maka yang seharusnya terjadi adalah persaingan jujur.
Persaingan jujur adalah suatu persaaingan dimana konsumen dapat memiliki
barang atau jasa karena jaminan kualitas dengan harga yang wajar. Oleh karena
itu, pola perlindungan konsumen perlu diarahkan pada pola kerjasama antar
negara, antar semua pihak yang berkepentingan agar terciptanya suatu model
perlindungan yang harmonis berdasarkan atas persaingan jujur.
Sampai saat ini secara universal diakui adanya hak-hak konsumen yang harus
dilindungi dan dihormati, yaitu :
1. Hak keamanan dan keselamatan
2. Hak atas informasi
3. Hak untuk memilih
4. Hak untuk mendengar
5. Hak atas lingkungan hidup
Aspek-aspek hukum terhadap perlindungan konsumen didalam era pasar
bebas, pada dasarnya dapat dikaji dari dua pendekatan yakni dari sisi pasar
domestik dan dari sisi pasar global. Keduanya harus diawali dan sejak barang
dan jasa diproduksi, didistribusikan/dipasarkan dan diedarkan sampai barang
dan jasa tersebut dikonsumsi oleh konsumen.
Pada dasaranya negara dapat diketahui bahwa aspek hukum publik dan aspek
hukum perdata mempunyai peran dan kesempatan yang sama untuk
melindungi kepentingan konsumen. Aspek hukum publik berperan dan dapat
dimanfaatkan oleh negara, pemerintah instansi yang mempunyai peran dan
kewenangan untuk melindungi konsumen. Kewenangan dan peran tersebut
dapat diwujudkanmulai dari :
1. Politic will/ kemauan politik untuk melindungi kepentingan konsumen
domistik di dalam persaingan globel dan atas persaingan tidak sehat lokal.
2. Birokrasi dengan sadar dan senang hati menciptakan kondisi dengan
berbisnis jujur dalam mewujudkan persaingan sehat
3. Di dalam hukuk positif, yang sudah mengandung unsur melindungi
kepentingan konsumen antara lain :
a. UU kesehatan
b. UU barang
c. UU hygine untuk usaha
d. UU pengawasan atau edar barang
e. Peraturan tentang wajib daftar obat
f. Peraturan tentang produksi dan peredaran produk tertentu
g. Peraturan tentang perizinan, diharapkan diikuti dengan pengawasan,
pembinaan dan pemberian sanksi yang pasti dengan tegas apabila
terjadi pelanggaran mengenai syarat dan oprasional dari perusahaan
produsen
Dari aspek hukum publik, termasuk di dalamnya hukum administrasi negara,
mempunyai sumbangan terbesar dalam rangka melindungi kepentingan
konsumen. Sumbangan yang terbesar pada hukum publik disini adalah
kemampuan untuk mengawasi, membina, dan mencabut ijin sesuai dengan
ketentuan apabila terbukti :
1. Melanggar ketentuan UU
2. Merugikan kepentingan umum/ konsumen
Aspek hukum perdata secara umum hanya dapat dimanfaatkan oleh pihak untuk
kepentingan-kepentingan subjektif. Meskipun demikian mengingat hubungan
hukum para pihak terjadi karena berbagai alasan dan faktor kebutuhan. Fakta
selalu menunjukkan bahwa posisi calon konsumen dalam keadaan lebih karena
faktor ekonomi dan kebutuhan.
Keadaan yang demikian mendorong para pihak produsen, distributor, dan
sebagainya, memperkuat posisinya dengan menyiapkan dokumen yang ditentukan
secara sepihak. Hal inilah yang menyebabkan tidak seimbangnya hubungan
hukum para pihak. Untuk mengurangi ketidak seimbangan tersebut, maka sudah
waktunya apabila disiapkan adanya syarat-syarat bahkan yang harus dipenuhi
apabila ada pihak yang berniat menyiapkan perjanjian baku bagi calon
konsumennya. Syarat-syarat baku minimal antara lain mengenai :
1. Waktu/batas untuk mengajuka keberatan
2. Syarat atas pemenuhan janji
3. Syarat kesanggupan untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan promosi.
4.3. PENUTUP
Pembahasan Bab ini membahas mengenai berbagai aspek hukum perlindungan
konsumen yang nantinya bisa dipahami dan di sosialisasikan ke pada masyarakat
(konsumen) dan produsen. Sehingga mereka bisa memahaminya.
Mahasiswa dapat mengetahui berbagai aspek hukum perlindungan konsumen
yang nantinya dapa diterapkan di lingkungan mereka, dengan harapan bisa
memberikan efek positif dan menularkan pengetahuanya kepada masyarakat
(konsumen).
A. Latihan / Pertanyaan.
1. Jelaskan pengertian dari aspek hukum perlindungan kosumen ?
2. Jabarkan secara singkat mengenai apa dan bagaiman hukum perlindungan
konsumen dipandang dari aspek hukum perlindungan konsumen ?
B. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Materi in bisa dikuasai, apabila memperhatikan beberapa aspek.
1. Membuat Ringkasan
2. Aktif dalam Berdiskusi
3. Mengerjakan Latihan
Selanjutnya jawaban dari latihan diatas dicocokan dengan hasil jawaban dengan
panduan kunci jawaban, bila jawaban tingkat kebenaran tikda mencapai 80 %
maka sebaiknya perlu di ulangi khususnya pada bagian yang belum dikuasai.
C. Daftar Pustaka
Celina Tri Siwi Kristiyanti, S.H., M.Hum. 2008. Hukum Perlindungan Konsumen.
Jakarta : Sinar Grafika
Gunawan, Johanes. 1994. Product Liability dalam Hukum Bisnis Indonesia, makalah
disampaikan pada Dies Natalis XXXIX Universitas Katolik Parahyangan
Bandung.
Komisi Periklanan Indonesia (Indonesian Advertising Commission), Tata Krama dan
Tata Cara Periklanan Indonesia yang Disempurnakan.
Kristiyanti, Celina Tri Siwi. 2005. Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung
dalam Penyelesaian Klaim Asuransi Menurut UU No.8 Thn 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, Hasil Penelitian Dosen Muda.
Khairandy, Ridwan (Editor). 2006. Masalah-masalah Hukum Ekonomi Konteporer,
FH-UI, Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi.
Miru, Ahmadi & Sutarman Yodo. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Nasution, Az. 1995. Konsumen dan Hukum: Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum
Perlindungan Konsumen Indonesia.
______. 2001. Hukum Perlindungan Konsumen. Diadit Media, Yogyakarta Terawang
Pers.
______.2002, Hukum Perlindungan Konsumen-Suatu Pengantar, Diadit Media,
Jakarta.
Pieres, John & Wiwik Sri Widiarty. 2007. Negara Hukum dan Perlindungan
KonsumI. Jakarta: Diterbitkan Kerjasama Penerbit Pelangi Cendekia Jakarta
dengan Program Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana UKI Jakarta.
Pangabean, Henry P. 1992. Penyalah Gunaan Keadaan (Misbruik van
Omstandingheden) sebagai alasan (Baru) untuk Pembatalan Perjanjia
(Berbagai Perkembangan Hukum di Belanda). Yogyakarta: Liberty.
Satrio, J. 1992. Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya). Bandung: Citra
Aditya Bakti.
Shofie, Yusuf, 2002, Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi,
Ghalia Indonesia, Jakarta.
______.2003, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, PT
Aditya Bakti, Bandung, hlm. 1-35.
______.2003. Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut UUPK. Bandung: Citra
Aditya Bakti .
Syawali, Husni & Neni Sri Imaniyati (Penyunting). 2000. Hukum Perlindungan
Konsumen. Bandung: Mandar Maju.
Sidharta, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: PT Grasindo,
Samsul, Inosentius. 2004. Perlindungan Konsumen Kemungkinan Penerapan
Tanggung Jawab Mutlak. Jakarta: FH Pascasarjana UI.
Sudarsono. 2007. Kamus Hukum. Jakarta : Rineke Cipta.
Sudaryatmo, 1999, Hukum dan Advokasi Konsumen, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, hlm. 81-100, 117-124.
Susilo, Zumrotin K., 1996, Penyambung Lidah Konsumen, YLKI & Puspa Swara,
Jakarta.
Syawali, Husni dan Imaniyati, Neni Sri, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, CV
Mandar Maju, Bandung, hlm. 1-5.
Widjaja, Gunawan dan Yani, Ahmad, 2003, Hukum tentang Perlindungan
Konsumen, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 1-49.
JURNAL
Ari Purwadi. Pengaturan Persoalan Perlindungan Konsumen Dalam UUPK, Yustika
Vol III No. 2 Desember 2000
Bayu Iswahyudi. Tanggung Gugat terhadap Produk yang Berkaitan dengan Penyalh
Gunaan Keadaan, Yustika Vol. II No.1 Juli 1999.
Caritas Woro Murdiati. Asas Kebebasam Berkontrak dan Perlindungan Hukum Bagi
Pihak Adherent dalam Perjanjian Baku, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan
Vol 23 No. 1 Juni 2003.
J. Widjiantoro. Product Liability Perlindungan Konsumen di Indonesia, Jurnal
Justitia Et Pax Juli-Agustus 1998.
Kurt Eggert. Striking A Balance: Basic Questions About Consumer Protection Law,
Chapman Law Review, 2004.
Marianus Gaharapung. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Korban Atas Tindakan
Pelaku Usaha, Jurnal Yustika, Vol III No.1 Juli 2000
Sriwati. Perlindungan Hukum bagi Para Pihak dalam Perjanjian Baku, Jurnal
Yustika, Vol III No. 2 Desember 2000.
Shidarta. Pemetaan Kelembagaan Perlindungan Konsumen¸ Jurnal Hukum Pro
Justitia Vol. 24 No. 1 Januari 2006.
Teti Marsulina. Berbagi Persoalan Yuridis Seputar Asuransi dan Proses
Penyelesaian Sengketa Antara Konsumen Asuransi dan Perusahaan
Asuransi Berdasarkan UU No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen. Yustika Vol.III No.2 Desember 2000
UNDANG-UNDANG
Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.
Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan
Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Hukum Perlindungan Konsumen.
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa.
Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten.
Undang-Undang No.15. Tahun 2001 Tentang Merek.
Undang-Undang No. 19 Tahun 2001 Tentang Hak Cipta.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran
Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
BAB V
PRINSIP-PRINSIP HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
5.1 PENDAHULUAN
Deskripsi Singkat
Dalam bab ini mengemukakan tentang berbagai prinsip-prinsip hukum perlindungan
konsumen
Relevansi
Pembahasan dalam bab tentang berbagai prinsip-prinsip hukum perlindungan
konsumen sangat penting untuk dikuasai dan dipahami, mengingat masih minimnya
kesadaran konsumen dan produsen tentang prinsip-prinsip hukum perlindungan
konsumen.
Tujuan Intruksional Khusus
Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa dapat :
1. Menjelaskan tentang prinsip-prinsip konsumen
2. Menjelaskan tentang prinsip-prinsip perlindungan konsumen
3. Menjelaskan apa dan bagaimana pelaksanaan prinsip-prinsip perlindungan konsumen
4. Memaparkan bagaiman penerapan prinsip-prinsip perlindungan konsumen dalam
kehidupan sehari-sehari.
5.2 PENYAJIAN
A. Prinsip-prinsip Tanggung Jawab.
Prinsip tentang tanggung jawab merupakan perihal yang sangat penting dalam hukum
perlindungan konsumen. Beberapa sumber formal hukum diantaranya peraturan
undang-undang dan perjanjian di lapangan hukum keperdataan, sering memberikan
batasan-batasan terhadap tanggung jawab yang dipikul oleh si pelenggar hak
konsumen. Secara umum prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat
dibedaka sebagai berikut :
1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur Kesalahan (fault liability based on
fault)
Merupakan prinsip umum yang berlaku dalam hukum pidana dan perdata, dimana
prinsip ini menyatakan, seseorang baru dapat dimintakan pertanggung
jawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukan, dengan
memenuhi beberapa unsur, diantaranya ;
a. Adanya perbuatan
b. Adanya unsur kesalahan
c. Adanya kerugian yang diderita
d. Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian
Secara common sense, asas ini dapat diterima karena adalah adil bagi orang yang
berbuat salah untuk mengganti kerugian bagi pihak korban. Kata lain tidak adil
jika orang yang tidak bersalah harus mengganti kerugian yang diderita. Atau
sejalan dengan teori umum dalah hukum acara yakni asas audit et alterm partem
atau asas kedudukan yang sama antara semua pihak yang berperkara. Dimana
latar belakang penerapan prinsip ini adalah konsumen hanya melihat semua di
balik dinding suatu korporasi itu sebagai satu kesatuan.
2. Praduga selalu bertanggung jawab (presumption of liability)
Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung jawab
(presumption of liability principlei), sampai ia dapat membuktikan ia tidak
berlsalah. Jadi, beban pembuktian ada pada si tergugat.
Dimana dari dasar pemikiran teori ini bertentangan dengan asas hukum praduga
tidak bersalah yang lazim dikenal dalam hukum. Namun, jika diterapkan dalam
kasus konsumen akan tampak, asas demikian cukup relevan. Jika ada digunakan
teori ini, maka yang berkewajiban untuk membuktukan kesalahan itu pihak
pelaku usaha yang digugat. Tergugat ini yang harus menghadirkan bukti-bukti
dirinya tidak bersalah. Tentu saja konsumen tidak terlalu berarti dapat
sekehendak hati mengajukan gugatan. Posisi konsumen sebagai penggugat selalu
terbuka untuk digugat baluk oleh pelaku usaha, jika ia gagal menunjukan
kesalahan si tergugat.
3. Praduga selalu tidak bertanggung jawab (presumption of nonliability)
Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip praduga selalu bertanggung jawab.
Dimana prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (presumption
nonliability principle) hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang
sangat terbatas, dan pembatasan demikian biasanya secara common sense dapat
dibenarkan.
4. Tanggung jawab mutlak (strict liability)
Prinsip ini sering diidentikan dengan prinsip tanggung jawab absolut (absolute
liability). Kendati demikian ada pula para ahli yang membedakan kedua
terminologi di atas. Ada yang berpedapat stric liability adalah prinsip tanggung
jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan.
Sebaliknya absolute liability, adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan
tidak ada pengecualiannya. Selai itu, ada pandangan yang agak mirip, yang
mengaitkan perbedaan keduanya pada ada atau tidak adanya hubungan kausalitas
antara subjek yang bertanggung jawab dan kesalahannya. Pada strict liability,
hubungan itu harus ada, sementara pada absolute liability, hubungan itu tidak
selalu ada.
5. Pembatasan tanggung jawab (limitation of liability)
Merupakan suatu prinsip untuk dicantumkan sebagai klausal eksonerasi dalam
perjanjia standar yang dibuat. Prinsip ini sangat merugikan konsumen bila
ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha. Namun dalam UU No.8 Tahun 1999
harusnya pelaku usaha tidak boleh secara sepihak menentukan klausal yang
merugikan konsumen, termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya.
B. Product Liability
Secara historis, product liability lahir karena ada ketidakseimbangan tanggung jawab
antara prodausen dan konsumen. Dengan lembaga ini produsen yang pada awalnya
menerapkan strategi product oriented dalam pemasaran produknya harus mengubah
strateginya menjadi consumer oriented. Produsen harus berhati-hati dengan
produknya, karena tanggung jawab dalam product liability ini menganut prinsip
tanggung jawab mutal (strict liability). Hal ini didukung dengan dikeluarkanya
Resolusi PBB No39/248 tanggal 16 April 1985 tentang perlindungan konsumen.
Menurut Johannes Gunawan, tujuan utama dari dunia hukum memperkenalkan
product libality adalah :
a. Memberi perlindungan kepada konsumen (consumer protection)
b. Agar terdapat pembebanan resiko yang adil antara produsen dan konsumen (a
fair apportionment of risks betwen producers and consumers)
C. Penyalahgunaan Keadaan (Misbruk Van Omstandigheden)
Jelas sekali “Penyalahgunaan keadaan” ini sangat relevan untuk disinggung dalam
kaitanya dengan persengketaan transaksi konsumen. Keunggulan ekonomis dan
psikologi dari si pelaku usaha sering sangat dominan sehingga mempengaruhi
konsumen untuk memutuskan kehendaknya secara rasional. Perosalanya
“penyalahgunaan keadaan”, memang belum diadopsi ke dalam KUHPerdata (eks
kolonial belanda) yang tetap berlaku di indonesia. Walaupun demikian, ketiadaan
pengautran ini tidak berarti “penyalahgunaan keadaan” tidak dapat diterapkan dalam
penyelesaian kasus-kasus perdata di Indonesia. UUPK menyebuktan adanya lima
asas perlindungan konsumen :
1. Manfaat
2. Keadilan
3. Keseimbangan
4. Keamanan dan keselamatan
5. Kepastian hukum
D. Norma-Norma Perlindungan Konsumen
Era perdagangan bebas menghendaki bahwa semua barang dan jasa yang berasal dari
negara lain harus masuk di Indonesia. Permasalaha muncul jika ada pengaduan
konsumen atas barang dan jasa impor tersebut, bagaimana mekanisme
penyelesaiannya yang sederhana, cepat dan biaya ringan. Secara Yuridis muncul pula
masalah antara benturan undang-undang antar negara terkait masalah perlindungan
konsumen serta produsen.
Dalam pada itu, hakikat perlindungan konsumen menyiratkan keperpihakan kepada
kepentingan-kepentingan (hukum) konsumen. Dimana keuntungan konsumen
menurut Resolusi PBB No.39/248 tentang guidelines for consumer protection,
sebagai berikut :
1. Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan keamananya
2. Promosi dan perlindungan kepentingan sosial ekonomi konsumen.
3. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan
kemampuan kepada mereka untuk melakukan pilihan yang tepat sesuai kehendak
dan kebuthan pribadi.
4. Pendidikan konsumen
5. Tersedianya upayaa ganti rugi yang efektif
6. Kebebasan untuk membtukan organisasi konsumen atau organisasi lainnya yang
relevan dan memberikan kesempatan kepada organisasi tersebut untuk
menyuarakan pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan yang
menyangkut kepentingan mereka.
5.3 PENUTU|P
Berbagai prinsip-prinsip hukum perlindungan konsumen yang merupakan landasan
pemikiran tentang apa dan bagaiman hak-hak konsumen. Sehingga itu berbagai prinsip-
prinsip hukum perlindungan konsumen sangat penting untuk dikuasai dan dipahami,
mengingat masih minimnya kesadaran konsumen dan produsen tentang prinsip-prinsip
hukum perlindungan konsumen.
A. Latihan / Pertanyaa
1. Sebutkan dan jelaskan prinsip-prinsip konsumen ?
2. Jelaskan bagamana prinsip-prinsip konsumen tersebut diterapkan dalam
kehidupan ?
B. Umpan Balik
Materi ini bisa dikuasasi dengan memperhatikan beberapa pokok pembahasan,
diantaranya dengan.
1. Membuat ringkasan
2. Aktif dalam berdiskusi
3. Mengerjakan latihan
C. Daftar Pustakan
Celina Tri Siwi Kristiyanti, S.H., M.Hum. 2008. Hukum Perlindungan Konsumen.
Jakarta : Sinar Grafika
Gunawan, Johanes. 1994. Product Liability dalam Hukum Bisnis Indonesia, makalah
disampaikan pada Dies Natalis XXXIX Universitas Katolik Parahyangan
Bandung.
Komisi Periklanan Indonesia (Indonesian Advertising Commission), Tata Krama dan
Tata Cara Periklanan Indonesia yang Disempurnakan.
Kristiyanti, Celina Tri Siwi. 2005. Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung
dalam Penyelesaian Klaim Asuransi Menurut UU No.8 Thn 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, Hasil Penelitian Dosen Muda.
Khairandy, Ridwan (Editor). 2006. Masalah-masalah Hukum Ekonomi Konteporer,
FH-UI, Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi.
Miru, Ahmadi & Sutarman Yodo. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Nasution, Az. 1995. Konsumen dan Hukum: Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum
Perlindungan Konsumen Indonesia.
______. 2001. Hukum Perlindungan Konsumen. Diadit Media, Yogyakarta Terawang
Pers.
______.2002, Hukum Perlindungan Konsumen-Suatu Pengantar, Diadit Media,
Jakarta.
Pieres, John & Wiwik Sri Widiarty. 2007. Negara Hukum dan Perlindungan
KonsumI. Jakarta: Diterbitkan Kerjasama Penerbit Pelangi Cendekia Jakarta
dengan Program Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana UKI Jakarta.
Pangabean, Henry P. 1992. Penyalah Gunaan Keadaan (Misbruik van
Omstandingheden) sebagai alasan (Baru) untuk Pembatalan Perjanjia
(Berbagai Perkembangan Hukum di Belanda). Yogyakarta: Liberty.
Satrio, J. 1992. Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya). Bandung: Citra
Aditya Bakti.
Shofie, Yusuf, 2002, Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi,
Ghalia Indonesia, Jakarta.
______.2003, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, PT
Aditya Bakti, Bandung, hlm. 1-35.
______.2003. Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut UUPK. Bandung: Citra
Aditya Bakti .
Syawali, Husni & Neni Sri Imaniyati (Penyunting). 2000. Hukum Perlindungan
Konsumen. Bandung: Mandar Maju.
Sidharta, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: PT Grasindo,
Samsul, Inosentius. 2004. Perlindungan Konsumen Kemungkinan Penerapan
Tanggung Jawab Mutlak. Jakarta: FH Pascasarjana UI.
Sudarsono. 2007. Kamus Hukum. Jakarta : Rineke Cipta.
Sudaryatmo, 1999, Hukum dan Advokasi Konsumen, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, hlm. 81-100, 117-124.
Susilo, Zumrotin K., 1996, Penyambung Lidah Konsumen, YLKI & Puspa Swara,
Jakarta.
Syawali, Husni dan Imaniyati, Neni Sri, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, CV
Mandar Maju, Bandung, hlm. 1-5.
Widjaja, Gunawan dan Yani, Ahmad, 2003, Hukum tentang Perlindungan
Konsumen, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 1-49.
JURNAL
Ari Purwadi. Pengaturan Persoalan Perlindungan Konsumen Dalam UUPK, Yustika
Vol III No. 2 Desember 2000
Bayu Iswahyudi. Tanggung Gugat terhadap Produk yang Berkaitan dengan Penyalh
Gunaan Keadaan, Yustika Vol. II No.1 Juli 1999.
Caritas Woro Murdiati. Asas Kebebasam Berkontrak dan Perlindungan Hukum Bagi
Pihak Adherent dalam Perjanjian Baku, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan
Vol 23 No. 1 Juni 2003.
J. Widjiantoro. Product Liability Perlindungan Konsumen di Indonesia, Jurnal
Justitia Et Pax Juli-Agustus 1998.
Kurt Eggert. Striking A Balance: Basic Questions About Consumer Protection Law,
Chapman Law Review, 2004.
Marianus Gaharapung. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Korban Atas Tindakan
Pelaku Usaha, Jurnal Yustika, Vol III No.1 Juli 2000
Sriwati. Perlindungan Hukum bagi Para Pihak dalam Perjanjian Baku, Jurnal
Yustika, Vol III No. 2 Desember 2000.
Shidarta. Pemetaan Kelembagaan Perlindungan Konsumen¸ Jurnal Hukum Pro
Justitia Vol. 24 No. 1 Januari 2006.
Teti Marsulina. Berbagi Persoalan Yuridis Seputar Asuransi dan Proses
Penyelesaian Sengketa Antara Konsumen Asuransi dan Perusahaan
Asuransi Berdasarkan UU No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen. Yustika Vol.III No.2 Desember 2000
UNDANG-UNDANG
Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.
Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan
Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Hukum Perlindungan Konsumen.
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa.
Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten.
Undang-Undang No.15. Tahun 2001 Tentang Merek.
Undang-Undang No. 19 Tahun 2001 Tentang Hak Cipta.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran
Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
BAB VI
LEMBAGA/ISNTANSI DAN PERANYA DALAM
PERLINDUNGAN KONSUME
6.1 PENDAHULUAN
Deskripsi Singkat
Dalam bab ini mengemukakan tentang lembaga/instansi dan peranya dalam
perlindungan konsumen
Relevansi
Pembahasan dalam bab yang membahas tentang lembaga/instansi dan peranya dalam
perlindungan konsumen sangat penting untuk dikuasai dan dipahami, mengingat masih
minimnya kesadaran konsumen dan produsen tentang pengetuan mereka mengenai
hukum perlindungan konsumen.
Tujuan Intruksional Khusus
Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa dapat :
1. Menjelaskan tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
2. Memahami peran Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat dan peran
serta YLKI.
3. Menjelaskan Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
6.2 PENDAHULUAN
A. Badan Perlindungan Konsumen.
Dalam Undang-undang No.8 Tahun 1999 Tentang Hukum Perlindungan Konsumen
(UUPK) disebutkan adanya Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dimana
BPKN ini berkedudukan di Jakarta dan langsung bertanggung jawab kepada Presiden
dan juga BPKN bisa membentuk perwkilanya di ibukota Provinsi. Badan ini terdiri atas
15 orang sampai dengan 25 orang anggota yang mewakili unsur :
(1). Pemerintah.
(2). Pelaku Usaha
(3). Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
(4). Akedemisi.
(5). Tenaga Ahli.
Dimana masa jabatan mereka adalah tiga tahun, dapat diangkat kembali untuk satu
kali masa jabtan berikutnya. Keanggotaan BPKN ini diangkat oleh Presiden atas usul
Menteri (bidang perdagangan) setelah dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat. Syarat-syarat keanggotaannya menurut pasal 37 UUPK adalah:
1. Warga Negara Indonesial
2. Berbadan Sehat
3. Berkelakukan Baik
4. Tidak pernah dihukum karena kejatahan
5. Memiliki pengetahuan dan pengalaman dibidang perlindungan konsumen
6. Berusia sekurang-kurangnya 30 tahun.
Menurut pasal 38 UUPK keanggotaan, keanggotaan BPKN berhenti dikarenakan :
1. Meninggal dunia
2. Mengundrukan diri atas permintaan sendiri
3. Bertempat tinggal di luar wilayan NKRI
4. Sakit secara terus menerus
5. Berakhir masa jabatan sebagai anggota
6. Diberhentikan
Guna menunjang kinerja, BPKN dibantu oleh sekretariat yang dipimpin oleh seorang
sekretariat yang diangkat oleh ketua BPKN, dimana sekretariat ini memiliki berbagai
macam tugas yang dibagi dalam lima bidang.
(1) Administrasi dan keuangan
(2) Penelitian, pengkajian dan pengembangan
(3) Pengaduan
(4) Pelayanan informasi
(5) Kerja sama
Syarat ini juga berlaku untuk menjadi anggota Badan Penyelesaian Konsumen (Pasal
49 UUPK), Bedanya dalam UUPK keanggotaan BPKN dicantumkan batas keanggotaan
dicantumkan dengan jelas, sementara dalam keanggotaan Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSN) tidak disebutkan aturan tersebut. Fungsi dari BPKN hanya
memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintaj dalam mengembangkan
perlindungan konsumen di Indonesia. Maka untuk menjalankan fungsi tersebut, badan ini
mempunyai tugas (pasal 34 UUPK) ;
1. Memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka menyusun
kebijakan di bidang perlindungan konsumen
2. Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku di bidang perlindungan konsumen
3. Melakukan penelitian terhadap orang dan/atau jasa yang menyangkut
keselamatan konsumen
4. Mendorong perkembangan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat
5. Menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen
dan memasyarakatkan sikap keperpihakan kepada konsumen
6. Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pelaku usaha.
7. Melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.
Selain itu dalam pasal 29 dan 30 UUPK, Pemerintah c.q Menteri yang membidangi
perdagangan ditugasi juga untuk mengkoordinasi pembinaan dan pengawasan
perlindungan konsumen secara Nasional
B. Pengertian dan Peran Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat
(LPKSM)
Semakin tingginya persaingan pasar, mewajibkan LPKSM perlu memantau secara serius
pelaku usaha/penjual yang hanya mengejar profil semata dengan mengabaikan kualitas
produk barang. Hal ini disebabkan oleh masih banyak produk tidak bermutu dan palsu
yang beredar bebas di masyarakat, apalagi, masyarakat pedesaan yang belum memahami
efek atau indikasi dari produk barang yang digunakan.
LPKSM dan cabangnya harus mengontrol secara benar dan teliti kelayakan produk
barang yang dipasarkan dengan cara melakukan penyuluhan kepada para konsumen
dengan maksud agar mereka tidak terjebak tindakan pelaku usaha yang hanya
memprioritaskan keuntungan dengan mengorbankan konsumen. Berkaitan dengan
implementasi perindungan konsumen, UU no.8 thn 1999 tentang perlindungan
konsumen, mengtur tugas dan wewenang LPKSM sebagaimana tertuang dalam pasal 44 :
1. Pemerintah mengakui LPKSM yang memenuhi syarat
2. LPKSM memiliki kesempatan untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan
konsumen
3. Tugas LPKSM :
a. Menyebarkan informasi guna meningkatkan kesadaran hak dan kewajiban serta
kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang atau jasa
b. Memberikan nasehat kepada konsumen yang memerlukannya
c. Bekerja sama dengan instansi terkait guna mewujudkan perlindungan konsumen
d. Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima
keluhan atau pengaduan konsumen
e. Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap
pelaksanaan perlindungan konsumen
C. Peran Serta YLKI dalam Perlindungan Konsumen
Munculnya gerakan konsumerisme dan segala permasalahannya ke permukaan masih
relatif baru. Presiden Amerika serikat Kennedy pada tahun 1992 mengukuhkan adaya
hak-hak konsumen yang didasari atas desakan konsumen di Amerika pada tahun 1930-an
yang sudah mulai mempertanyakan ketidak adilan dalam memperoleh pelayanan yang
disediakan oleh industri maupun pemerintah.
Bangkitnya kesadaran konsumen ini menampakkan bahwa pemerintah belum siap
menerima tuntutan dari masyarakat (konsumen) baik dalam segi dana maupun SDM nya.
Keadaan ini mungkin akan diperburuk lagi dengan adanya pernyataan pemerintah
dimana siapa yang punya uang dialah yang mendapat pelayanan. Berhubungan dengan
hampir segala bentuk layanan yang disediakan oleh birokrasi pemerintah dalam
kehidupan sehari-hari sering berakhir dengan kekecewaan, dimana segala kemudahan
akan diperoleh masyarakat jika uang pelicin tersedia.
Ada berbagai jenis layanan yang disediakan oleh pemerintah, mulai dari yag bersifat
profit misalnya jasa telekomunikasi, air minum, angkutan, pelayanan yang bersifat
monopoli, misalnya PLN dan pelayanan yang sifatnya non profit seperti KTP, catatan
sipil, IMB, imigrasi, dan lain-lain. The UN guidelines for consumers yang diterima
dengan suara bulat oleh majelis umum PBB mellui resolusi PBB No.A/RES/39/248
tanggal 16 April 1985 tentang perlindungan konsumen mengandung pemahaman umum
dan luas mengenai perangkat perlindungan konsumen yang asasi dan adil.
Keberadaan kelompok konsumen tentu saja berbeda dengan organisasi
konsumen.pada hakikatnya kelompok konsumen lebih merupakan pengelompokan
konsumen pada berbagai sektor. Adapun organisasi- organisasi konsumen merupakan
lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dibidang perlindungan konsumen seperti
YLKI. Walaupun demikian, keduanya memiliki tujuan yang sama, yakni melayani dan
meningkatkan martabat dan kepentingan konsumen. Mengenai karakteritik ini terdapat
enam kualifikasi kebebasan yang harus dimiliki organisasi dan kelompok konsumen :
1. Mereka harus secara ekslusif mewakili kepentingan-kepentingan konsumen
2. Kemajuan perdagangan akan tidak ada artinya jika diperoleh dengan cara-cara yang
merugikan konsumen
3. Merelka harus nonprofit making dalam profil aktifitasnya
4. Mareka tidakboleh menerima iklan iklan untuk alasan alasan komersial
5. Mareka tidak boleh mengijinkan eksploitasi atas informasi dan advice yang meraka
berikan kepada konsumen untuk kepentingan perdagangan.
6. Mereka tidak boleh mengijinkan kebebasan tindakan dan komentr mereka
dipengaruhi atau dibatasi pesan-pesan sponsor atau tambahan
Ada beberapa indikator pelayanan umum yang baik yakni sebagai berikut :
1. Keterbukaan
2. Kesederhanaan
3. Kepastian
4. Keadilan
5. Keamanan dan kenyamanan
6. Perilaku tugas pelayanan
D. Pengertian dan Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
Hubungan hukum antara pelaku usaha/penjual dengan konsumen tidak tertutup
kemungkinan timbulnya perselisihan/sengketa konsumen. Selama ini sengketa konsumen
diselesaikan melalui gugatan pengadilan meski tidak dapat dipungkiri bahwa lembaga
pengadilanpun tidak akomodatif untuk menampung sengketa konsumen karena proses
perkara sengketa yang terlalu lama dan sangat birokratis.
Diluar peradilan umum, UUPK membuat terobosan dnegan memfasilitasi para
konsumen yang merasa dirugikan dengan mengajukan gugatan ke palaku usaha diluar
pengadilan, yakni BPSK. Mekanisme gugatan yang dilakukan secara sukarela dari kedua
belah pihak yang bersengketa baik secara perorangan. sedangkan gugatan secara
kelompok dilakukan melalui peradilan umum. BPSK adalah pengadilan khusus
konsumen yang sangat diharapkan dapat menjawab tuntutan masyarakat agar proses
berperkara berjalan capet, sederhana dan murah. Beban ini dibentuk di setiap daerah
tingkat dua(pasal 49) BPSK dibentuk untuk menyelesaikan sengketa konsumen diluar
pengadilan (pasal 49 ayat (1)). BPSK ini mempunyai anggota-anggota dari unsur
pemerintah, konsumen, serta pelaku usaha dimana setiap unsur tersebut berjumlah 3
orang atau maksimal 5 orang. Kesemuanya diangkat dan diberhentikan oleh mentri
( perindustrian dan perdagangan). Tugas dan wewenang BPSK (pasal 52) meliputi :
a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara
melalui mediasi, arbitrasi atau konsiliasi
b. Membrikan konsultasi perlindungan konsumen
c. Pengawasan klausur baku
d. Melapor kepada menyidik umum apabila terjadi pelanggaran undang-undang ini
e. Menerima pengaduan dari konsumen, lisan atau tertulis, tentang dilanggarkan
perlindungan konsumen
f. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa konsumen
g. Memanggil pelaku usaha pelanggar
h. Menghadirkan saksi, saksi ahli, dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui
pelanggaran itu
i. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan mereka (g) apabila tidak mau
memenuhi panggilan
j. Mendapatkan, meneliti dan/ atau menilai surat, dokumen atau alat alat bukti lain guna
penyelidikan dan/atau pemeriksaan
k. Memutuskan dan menetapkan ada tidaknya karugian konsumen
l. Memberitahukan kepada pelaku usaha pelanggaran undang-undang
m. Menjatuhkan sangsi administratif kepada pelaku usaha pelanggar undang-undang.
Putusan yang dijatuhkan majelis BPSK bersifat final dan mengikat (pasal 54 ayat (3)).
BPSK wajib menjatuhkan putusan selama-lamanya 21 hari sejak gugatan diterima (pasal
55) keputusan BPSk itu wajib dilaksanakan pelaku usaha dalam jangka waktu tujuh hari
setelah diterimanya, atau apabila ia keberatan dapat mengajukannya kepada pengadilan
negeri dalam jangka waktu 14 hari. Pengadilan negeri memutuskan perkara tersebut
dalam jangka waktu 21 hari sejak diterimanya keberatan tersebut (pasal 58). Selanjutkan
kasasi diberi luang waktu 14 hari untuk mengajukannya kepada mahkama agung.
Keputusan mahkama agung wajib dikeluarkan dalam jangka waktu 30 hari sejak
permohonan kasasi (pasal 58).
6.3 PENUTUP
Lembaga/instansi dan peranya dalam perlindungan konsumen sangatlah dibutuhkan
mengingat lemanya kedudukan konsumen dalam perselisihan denga produsen serta
pelaku usaha hingga ketingkat pengecer. Oleh karena sangat penting untuk dikuasai dan
dipahami, mengingat masih minimnya kesadaran konsumen dan produsen tentang hak
dan kewajiban mereka masing-masing.
A. Latihan / Pertanyaa.
1. Sebutkan dan jelaskan peran dari YLKI?
2. Jabarkan secara singkat fungsi dan tugas dari BPSK?
B. Umpan Balik
Materi ini bisa dikuasasi dengan memperhatikan beberapa pokok pembahasan,
diantaranya dengan.
4. Membuat ringkasan
5. Aktif dalam berdiskusi
6. Mengerjakan latihan
C. Daftar Pustakan
Celina Tri Siwi Kristiyanti, S.H., M.Hum. 2008. Hukum Perlindungan Konsumen.
Jakarta : Sinar Grafika
Gunawan, Johanes. 1994. Product Liability dalam Hukum Bisnis Indonesia, makalah
disampaikan pada Dies Natalis XXXIX Universitas Katolik Parahyangan
Bandung.
Komisi Periklanan Indonesia (Indonesian Advertising Commission), Tata Krama dan
Tata Cara Periklanan Indonesia yang Disempurnakan.
Kristiyanti, Celina Tri Siwi. 2005. Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung
dalam Penyelesaian Klaim Asuransi Menurut UU No.8 Thn 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, Hasil Penelitian Dosen Muda.
Khairandy, Ridwan (Editor). 2006. Masalah-masalah Hukum Ekonomi Konteporer,
FH-UI, Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi.
Miru, Ahmadi & Sutarman Yodo. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Nasution, Az. 1995. Konsumen dan Hukum: Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum
Perlindungan Konsumen Indonesia.
______. 2001. Hukum Perlindungan Konsumen. Diadit Media, Yogyakarta Terawang
Pers.
______.2002, Hukum Perlindungan Konsumen-Suatu Pengantar, Diadit Media,
Jakarta.
Pieres, John & Wiwik Sri Widiarty. 2007. Negara Hukum dan Perlindungan
KonsumI. Jakarta: Diterbitkan Kerjasama Penerbit Pelangi Cendekia Jakarta
dengan Program Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana UKI Jakarta.
Pangabean, Henry P. 1992. Penyalah Gunaan Keadaan (Misbruik van
Omstandingheden) sebagai alasan (Baru) untuk Pembatalan Perjanjia
(Berbagai Perkembangan Hukum di Belanda). Yogyakarta: Liberty.
Satrio, J. 1992. Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya). Bandung: Citra
Aditya Bakti.
Shofie, Yusuf, 2002, Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi,
Ghalia Indonesia, Jakarta.
______.2003, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, PT
Aditya Bakti, Bandung, hlm. 1-35.
______.2003. Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut UUPK. Bandung: Citra
Aditya Bakti .
Syawali, Husni & Neni Sri Imaniyati (Penyunting). 2000. Hukum Perlindungan
Konsumen. Bandung: Mandar Maju.
Sidharta, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: PT Grasindo,
Samsul, Inosentius. 2004. Perlindungan Konsumen Kemungkinan Penerapan
Tanggung Jawab Mutlak. Jakarta: FH Pascasarjana UI.
Sudarsono. 2007. Kamus Hukum. Jakarta : Rineke Cipta.
Sudaryatmo, 1999, Hukum dan Advokasi Konsumen, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, hlm. 81-100, 117-124.
Susilo, Zumrotin K., 1996, Penyambung Lidah Konsumen, YLKI & Puspa Swara,
Jakarta.
Syawali, Husni dan Imaniyati, Neni Sri, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, CV
Mandar Maju, Bandung, hlm. 1-5.
Widjaja, Gunawan dan Yani, Ahmad, 2003, Hukum tentang Perlindungan
Konsumen, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 1-49.
JURNAL
Ari Purwadi. Pengaturan Persoalan Perlindungan Konsumen Dalam UUPK, Yustika
Vol III No. 2 Desember 2000
Bayu Iswahyudi. Tanggung Gugat terhadap Produk yang Berkaitan dengan Penyalh
Gunaan Keadaan, Yustika Vol. II No.1 Juli 1999.
Caritas Woro Murdiati. Asas Kebebasam Berkontrak dan Perlindungan Hukum Bagi
Pihak Adherent dalam Perjanjian Baku, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan
Vol 23 No. 1 Juni 2003.
J. Widjiantoro. Product Liability Perlindungan Konsumen di Indonesia, Jurnal
Justitia Et Pax Juli-Agustus 1998.
Kurt Eggert. Striking A Balance: Basic Questions About Consumer Protection Law,
Chapman Law Review, 2004.
Marianus Gaharapung. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Korban Atas Tindakan
Pelaku Usaha, Jurnal Yustika, Vol III No.1 Juli 2000
Sriwati. Perlindungan Hukum bagi Para Pihak dalam Perjanjian Baku, Jurnal
Yustika, Vol III No. 2 Desember 2000.
Shidarta. Pemetaan Kelembagaan Perlindungan Konsumen¸ Jurnal Hukum Pro
Justitia Vol. 24 No. 1 Januari 2006.
Teti Marsulina. Berbagi Persoalan Yuridis Seputar Asuransi dan Proses
Penyelesaian Sengketa Antara Konsumen Asuransi dan Perusahaan
Asuransi Berdasarkan UU No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen. Yustika Vol.III No.2 Desember 2000
UNDANG-UNDANG
Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.
Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan
Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Hukum Perlindungan Konsumen.
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa.
Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten.
Undang-Undang No.15. Tahun 2001 Tentang Merek.
Undang-Undang No. 19 Tahun 2001 Tentang Hak Cipta.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran
Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
BAB VII
ISU-ISU HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
7.1 PENDAHULUAN.
Deskripsi Singkat
Pembahasan dalam bab ini akan membahas mengenai berbagai macam Isu-isu hukum
yang berkaitan dengan perlindungan konsumen.
Relevansi
Isi bab ini membahas tentang berbagai macam permasalahan yang menimbulkan
kerugian bagi para konsumen maupuan pelaku usaha diman hal ini sangatlah penting
untuk dikuasai dan dipahami, mengingat banyaknya persoalan mengenai masalah
konsumen yang setiapwaktu terus bertambah yang diperparah dengan masih minimnya
kesadaran konsumen dan produsen tentang pengetuan mereka mengenai hukum
perlindungan konsumen.
Tujuan Intruksional Khusus
Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa dapat :
1. Mampu menjelaskan mengenai Isu-isu hukum yang berkaitan dengan perlindungan
konsumen.
2. Memahami serta Mengerti tentang mekanisme sekaligur prosedur guna memahami
dan menyelesaikan isu-isu hukum mengenai perlindungan konsumen.
7.2 PENYAJIAN
A. Pendahuluan
Predikat konsumen diperoleh sebagai konsekuensi mengonsumsi barang dan/atau
jasa melalui suatu transaksi konsumen (consumer transaction), transaksi konsumen
adalah peralihan barang/jasa, termasuk di dalamnya peralihan kenikmatan dalam
menggunakanya. Ada juga transaksi komersial yang biasanya digunakan oleh
produsen sebagai prinsipal dengan si pedagang antara, dimana pihak terakhir ini yang
nantinya akan menjebatani antara produsen dan konsumen akhir. UUPK tidak
mengkategorikan “konsumen antara” ini sebagai konsumen yang dilindungi oleh
UUPK.
Konsumen antara ini dapat berupa distributor ataupun agen, dimana distributor
bertindak atas namanya, sementara agen bertindak atas nama prinsipalnya. Dengan
demikian dalam pelunasanya para konsumen akhir tidak perlu membayarkanya
kepada para agen namun bisa langsung kepada prinsipalnya, semantara pada
distributor karena produk yang diperjualbelikan menjadi miliknya.
Transaksi konsumen merupakan suatu perikatan, yang terutama bersangkut
paut dengan perikatan keperdataan. Dimana transaksi konsumen itu tidak serta merta
trejadi begitu saja. Ada prolog yang mendahuluinya. Perikatan konsumen merupakan
pelaksanaan dari perikatan sebelumnya, yang disebut pra transaksi konsumen.
Setelah transaksi konsumen dilaksanakan, masih ada perikatan lain yang harus
dipenuhi kedua belah pihak, yang dapat disebut pasca transaksi konsumen.
Tahapan pra tansaksi konsumen biasanya ditandai oleh penawaran dari penjual
kepada calon pembelinya. Tahapan berikutnya adalah pelaksanaan dari transaksi
konsumen itu. Isu yang banyak dipermasalahkan pada tahapan ini adalah eksistensi
dari perjanjian standar atau perjanjian baku. Tahapan terakhir dari proses transaksi
konsumen ini adalah perikatan setelah peralihan barang/jasa yang pokok dilakukan
B. Periklanan dan Perlindungan Konsumen (iklan obat)
Khusus melalui periklanan, pada tahun 1992 mentri kesehatan Ri pernah
melontarkan suatu kritikan yang sangat tajam terhadap iklan obat-obatan yang
beredar di masyarakat, khususnya yang ditayangkan di televisi. Dimana menurutnya
semua iklan itu menyesatkan. Diantara sekian banyak sektor, bidang kesehatan
merupakan sektor yang relatif lebih lengkap pengaturannya dalam melindungi
konsumen dibandingkan bidang bidang lainnya.
Departemen kesehatan mempunyai lembaga tersendiri yang mengawasi
peredaran dan penggunaan obat (termasuk obat tradisional) makanan, kosmetik, dan
alat kesehatan. Tugas demikian dibebankan kepada Direktorat Jendral Pengawasan
obat dan makanan (Dirjen POM). Untuk melakukan pengawasan demikian ,
khususnya yang berkaitan dengan periklanan diterbitkan surat keputusan bersama
mentri kesehatan dan mentri penerangan (No.252/Menkes/SKB/VIII/80 dan
No.122/Kep/Menpen/1980). Tentang pengendalian dan pengawasan iklan obat,
makanan, minuman. Kosmetik, dan alat kesehatan. Menurut surat keputusan
bersama itu mentri kesehatan berkewajiban mengawasi materi periklanan sesuai
deng kriteria teknis medis dan etis, sedangkan mentri penerangan melakukan
pengawasan materi secara umum. Yang selanjutnya dibentuk panitia khusus bersama
dimana keanggotaannya berasal dari dua departemen serta kalangan periklanan dan
anggota masyarakat lainnya. Namun sangat disayangkan keputusan bersama tersebut
tidak ditindak lanjuti dengan dihapusnya departemen penerangan dalam struktur
pemerintahan.
Selain mengacu pada ketentuan UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan
Dirjen POM sampai sampai sekarang ini masih mendasarkan diri pada ordonansi
pemeriksaan bahan farmasi (staats blaad) 1936 No.660. masalah iklan obat masih
diatur diantarannya dalam surat Kepmenkes No.0282-3/A/SK/XI-90 tentang kriteria
terperinci, kelengkapan permohonan dan tata laksana pendaftaran obat. Untuk obat-
obat tradisional,tidak diperkenankan untuk di iklankan selama belum didaftarkan di
departemen kesehatan (pasal 3 Permenkes No.246/Menkes/Per/V/1950)
Dalam memproduksi iklan, tiap pihak perusahaan periklananpun dikawal ketat
oleh kode etik yang ditanda tangani oleh lima asosiasi pada 17 september 1981 yang
disempurnakan pada 19 agustus 1996 dan disahkan oleh tujuh instansi sebagai
berikut :
1. Asosiasi Perusahaan Media luar ruang Indonesia (AMLI)
2. Asosiasi Pemrakarsa dan penyantun iklan Indonesia (Aspindo)
3. Gabungan perusahaan Bioskop seluruh Indonesia (GPBSI)
4. Persatuan Perusahaan periklanan Indonesia (PPPI)
5. Persatuan Radio siaran swasta nasional Indonesia (PRSSNI)
6. Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS)
7. Yayasan Televisi RI
C. Perjanjian Standar dan Perlindungan Konsumen.
Perjanjian standar (Baku), sebenarnya dikenal sejak zaman Yunani Kuno. Plato (423-
347) , dimana harga suatu barang ditentukan secara sepihak oleh si penjual tanpa
memperhatikan mutu makanan tersebut. Namun dengan berkembanganya saat ini
tentu saja tidak lagi sekedar masalah harga namun secara keseluruhan. Tujuan
dibuatnya perjanjian standar untuk membertikan kemudahan bagi para pihak yang
bersangkutan.
Sutan Remi Sjahdeini mengartikan perjanjian standar sebagai perjanjian yang
hampir seluruh klausal-klausulnya dilakukan oleh pemakaianya dan pihak lain yang
lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta
perubahan. Perjanjian standar ini sendiri memiliki keuntungan jika dilihat dari bebera
banyak waktu, tenaga dan biaya yang dapat dihemat. Akan tetapi di lain sisi
perjanjian standar ini memiliki kekurangan, dimana para yang tidak ikut serta dalam
membuat klausul-klausul merupakan pihak yang dirugikan.
Karena lahir dari kebutuhan efisiensi serta evektifitas kerja, maka bentuk
perjanjian baku ini pun memiliki karakteristik yang khas yang tidak dimiliki oleh
perjanjian yang lain pada umumnya. Perjanjia baku sendiri dibuat oleh salah satu
pihak saja dan tidak melalui suatu bentuk perundingan dimana isi perjanjia tersebut
berlaku secara terus menerus dalam waktu lama. Menurut Engels, ada tiga bentuk
yuridis dari perjanjian dengan syarat –syarat eksonerasi, dimana ketiga bentuk
yuridis tersebut :
1. Tanggung jawab untuk akibat-akibat hukum, karena kurang baik dalam
melaksanakan kewajiba-kewajiban perjanjian.
2. Kewajiban-kewajiban sendiri yang biasanya dibebankan kepada pihak untuk
mana syarat dibuat, dibatasi, atau dihapuskan (Perjanjia keadaan darurat)
3. Kewajiban-kewajiban diciptakan (syarat-syarat pembebasan oleh salah satu pihak
dibebankan dengan memikulkan tanggung jawab pihak yang lain dan mungkin
adan untuk kerugian yang diderita oleh pihak ketiga.
Dari berbagai definis yang ada tersebut maka dapat disimpulkan bahwa klausul
pembebesan adalah klausul yang memberikan pembatasan atau pembebasan
tanggung jawab hukum salah satu pihak atas segala bentuk ketidak terpenuhinya
kewajiban atas perjanjian tersebut. Contoh dari klausal tersebut adalah
1. Adanya pembebasan tanggung jawab pihak pengembangan dalam perjanjian
pembelian rumah, dalam hal pengembangan tidak dapat memenuhi janjianya
untuk melaksanakan penyelesaiany pembangunan atas rumah yang dibeli, tepat
pada waktunya.
2. Adanya pembatasan tanggung jawab ganti rugi bagi perusahaan pengakutan
dengan kehilangan barang bawaan penumpang
3. Adanya pembatasan terhadap tanggung jawab terhadap kecelakaan jasmani yang
diderita oleh penumpang.
Ahli hukum indonesia, Mariam Darus Badrulzaman menyimpulkan bahwa perjanjian
standar bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab,
terlebih lagi ditinjau dari asas-asas hukum Nasional dimana kepentingan masyarakat
yang wajib didahulukan, dimana kedudukan antara produsen dan konsumen tidak
seimbang sehingga membuka peluang kepada oknum produsen yang hanya membuat
hak-haknya bukan kewajibanya untuk membuat kecurangan kepada konsumen yang
dianggap lemah. Sementara Sutan Remy Sjahdeini berpendapat dalam kenyataanya
KUH Perdata sendiri memberikan pembatasan-pembatasan terhadap asas-asas
kebebasan berkontrak dan juga menyebut tiga alasan yang dapat menyebabkan suatu
perjanjia, yakni paksaaan, kekhilafan, dan penipuan, dimana ketiga alasan ini
menurut undang-undang sebagat pembatasan terhadap berlakunya asas kebebasan
berkontrak.
D. Layanan Purnajual dan Perlindungan Konsumen
Layanan purnajual (after sales service) merupakan kepentingan konsumen yang
sangat vital dewasa ini. Mengingat perkembangan tehnologi yang sangat cepat dan
diikuti oleh selera konsumen yang terus berganti membuat produsen haru mengubah
tipe-tipe produknya. Akibatnya jika mengalami kerusakan, konsumen mengalami
kendala guna memperbaiki berangnya karena ketiadaan suku cadang. Masalah lainya
adalah soal garansi dalam jangka waktu yang diberikan produsen/penyalur produk
(penjual) atau kreditor kepada penjualnya.
Tampak masalah layanan purnajual adalah masalah perlindungan konsumen
yang tidak dapat dipisahkan dengan tahapan-tahapan transaksi konsumen lainya
dimana kreditorlah yang bertanggung jawab. Dilingkungan Uni Eropa dalam pasal 3
Pedoman Masyarakat Eropa, tanggung jawab produk adalah tanggung jawab dari
pembuat produk cacat yang bersangkutan yakni :
1. Produsen bahan-bahan mentah atau komponen dari produk itu
2. Setiap orang yang memasang nama atau tanda khusus untuk membedakan
produk.
3. Setiap orang yang mengimpor produk untuk dijual (tanpa mengurangi tanggung
jawab si pembuat produk)
4. Setiap pemasok produk , jika si pembuatnya tidak diketahui.
Pengaturan tentang tanggung jawab ini belum ada pengaturanya di Indonesia. Tim
Kerja Naskah Akademis Badan Pembinaan Hukum Nasional pernah menyarankan
untuk mengembangkan sistem pertanggungjawaban hukum atas produk, namun baru
untuk bidang farmasi, tujuan dari pengembangan ini adalah untuk :
1. Memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap penggunaan produk
farmasi yang cacat
2. Mengembalikan keseimbangan masyarakat akibat penggunaan dan beredarnya
produk cacat
3. Memudahkan proses pembuktian akibat penggunan produk farmasi yang cacat
4. Meningkatkan mutu produk farmasi yang beredar, sehingga dapat mencapai
tujuan peruntukan dan penggunaanya.
Seharunya tanggung jawab produk ini jangan dibatasi hanya bertanggung jawaban
atas produk yang cacat. Tanggung jawab produk adalah bagian dari transaksi
konsumen, yaitu tahapan ketiga (pasca transaksi konsumen). Membatasi tanggung
jawab produk hanya pada pergantian atas produk yang cacat berarti tidak memberi
banyak kemajuan bagi perlindungan konsumen. Dalam pasal 19 UUPK secara jelas
diatur, pelaku usaha wajib mengganti kerugian atas kerusakan, pencemaran, dan/atau
jasa. Layanan purnajual sebenarnya meliputi permasalahan yang lebih luas dan
terutama mencakup masalah kepastian atas :
1. Ganti rugi jika barang/jasa yang diberikan tidak sesuai dengan perjanjian semula
2. Barang yang digunakan, jika mengalami kerusakan tertentu, dapat diperbaiki
secara Cuma-Cuma selama janga waktu garansi.
3. Suk cadang selalu tersedia dalam jumla cukup dan tersebar luas dalam jangka
waktu yang relatif lama setelah transaksi konsumen dilakukan.
Dalam pasal 25 UUPK, menyatakan, bahwa pelaku usaha yang memproduksi barang
yang pemanfaatanya berkelanjutan dalam batas waktu sekurang-kurangnya satu
tahun, wajib menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purnajual dan wajib
memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan.
E. Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
Hak atas kekayaan intelektual (intellctual property rights) yang secara garis besarnya
mencakup anara lain hak cipta, merek, paten, dan desain produk industri. Haki adalah
hak yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memonopoli. Oleh karena itu, tidak
mengherankan jika dalam pasal 50 UU no.5 Tahun 1999 tentang ralangan praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, dinyatakan bahwa larangan monopoli itu
tidak berlaku untuk perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual.
UUPK tidak mengatur lagi bidang HAKI ini, maksudnya, UUPK secara
khusus mengencualikan pengaturan hak-hak konsumen yang muncul dalam bidang
HAKI kita perlu melihat pegaturannya dalam undang-undang :
1. UU No.14 tahun 2001 tentang paten
2. UU no.15 tahun 2001 tentang merek
3. UU No.19 tahun 2002 tentang hak cipta
Ketiga undnag undang tersebut dilengkapi pula dengan peraturan pelaksanaannya.
Hukum dibidang HAKI ini termasuk substansi hukum yang sangat pesat
perkembangannya. Ironisnya, perkembangan ini bukan karena pertimbangan untuk
melindungi konsumen, tetapi terlebih-lebih untuk melindungi produsen. Indonesia
menyatakan terikat pada hasil putaran uruguay yang membahas tentang kerangka
pembentukan badan perdagangan dunia itu setelah diadakan ratifikasi, oktober 1994
(UU No.7 tahun 1994). Prinsip-prinsip dalam bidang HAKI yang merupakan
perjanjian Uruguay ini antara lain prinsip-prinsip :
1. Yakni pemilik HAKI asing harus diberi perlindungan yang sama dengan warga
negara dari negara yang bersangkutan
2. Non-diskriminasi antara pemilik HAKI asing dan pemilik HAKI dari negera lain
3. Negara anggota untuk lebih terbuka dalam ketentuan perundang-undangan dan
pelaksanaan aturan nasional dalam perlindungan HAKI
F. Asuransi
Dibandingkan dengan industri perbankan,industri perasuransian kurang banyak
mendapat perhatian konsumen. Konsumen masih merasakan bahwa asuransi tak
melindungi aktivitasnya bahkan cenderung merugikannya, meskipun kesan itu tak
semuanya benar. Ditinjau dari sudut sifatdan berlakunya asuransi dibedakan menjadi
dua jenis. Pertama, asuransi yang bersifat sukarela dan yang kedua, asuransi yang
bersifat wajib. Keikutsertaan konsumen dalam berbagai program dan jenis asuransi
sangat bergantung pada pemahaman konsumen terhadap produk yang ditawarkan.
Masih banyak hak-hak yang diatur dalam UU sehingga posisi konsumen semakin
kuat. Sebagai pihak yang berjanji, tertanggung dan penanggung memiliki posisi yang
setara. Hak-hak lainnya yang ditegaskan dalam UU No.8 Tahun 1999 antara lain :
1. Hak atas kenyamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa
2. Hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang menjanjikan
3. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa
secara patut
4. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif
5. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen
6. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan
lainya.
Secara umum prinsip-prinsip/asas-asas yang berlaku dalam perjanjian asuransi yaitu
1. Prinsip indemnity, yaitu perjanjian asuransi yang bertujuanmemberikan ganti rugi
terhadap kerugian yang diderita oleh tertanggung yang disebabkan oleh bahaya
sebagaimana ditentukan dalam polis
2. Prinsip kepentingan, yaitu pihak yang bermaksud akan mengasuransikan sesuatu
harus mempunyai kepentingan dengan objek yang asuransikan, kepentingan mana
dinilai dengan uang.
3. Prinsip kejujuran yang sempurna yaitu kewajiban tertanggung menginformasikan
segala sesuatu yang diketahuinya mengenai objek yang dipertanggungkan secara
benar
4. Prinsip subrogasi, yaitu bila tertanggung telah menerima ganti grugi ternyata
mempunyai tagihan pada pihak lain, maka tertanggug tidak berhak menerimanya,
dan hak itu beralih kepada penanggung
Dalam polis asuransi jiwa ketentuan/syarat-syarat umum polis dan harus diperhatikan
adalah sebagai berikut
1. Pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian
2. Jenis asuransi/pertanggungan jiwa yang diikuti konsumen
3. Jumlah uang pertanggungan sesuai kesepakatan kedua belah pihak
4. Besarnya premi yang dibayarkan disesuaikan dengan kemampuan keuangan konsumen
5. Masa berlakunya polis didasari atas kesepakatan kedua belah pihak
6. Manfaat asuransi dimana pembayaran atau kompensasi yang menjadi hak konsumen atau
pihak yang ditunjuk untuk menerima pembayaran
7. Tata cara pembayaran manfaat asuransi, pengajuan klien dilengkapi persyaratan :
a. Polis asuransi jiwa
b. Bukti pembayaran premi terakhir
c. Bukti identitas yang bersangkutan
d. Surat keterangan dokter/pejabat yang berwenang menerangkan sebab-sebab
8. Tata cara penagihan/pembayaran premi asuransi
9. Pembatalan polis
a. Pemegang polis memberikan keterangan yang palsu
b. Selambat-lambatnya dalam masa leluasa tertanggung belum juga melunasi
pembayarannya
10. Penolakan pembayaran asuransi
a. Tertanggung meninggal dunia karena bunuh diri
b. Tertanggung meninggal dunia karena kejahatan yang dilakukannya
c. Tertanggung meninggal dunia katrena perkelaihan kecuali sebagai pihak yag
membela diri
G. Produk pangan yang membahayakan konsumen
Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang tidak dapat ditinggalkan dalam
kehidupan sehari-hari. Tanpa makanan dan minuman yang cukup, manusia tidak akan
produktif dalam melakukan aktivitasnya. Masalah pangan menyangkut pula keamanan,
keselamatan dan kesehatan jasmani maupun rohani.
Keterbatasan pengetahuan dan kemampuan dalam memperoleh informasi, konsumen
seringkali beranggapan bahwa pangan dengan harga tinggi identik dengan mutu yang
tinggi pula. Bagi golongan ekonomi bawah atau lemah memilih harga yang murah sesuai
kemampuan mereka. Meski demikian pada sarnya harga suatau pangan bukan
merupakan faktor utama sebagai bahan acuan apakah pangan tersebut baik untuk
dionsumsi atau tidak, mengingat saat ini banya pangan yang sudah tercemar dengan
bahan-bahan jat kimia. Agar keseluruhan mata rantai tersebut memenuhi persyaratan
keamanan mutu dan gizi pangan, maka perlu dilakukan suatu sistem pengaturan,
pembinaan.
Dengan demikian, perlindungan hukum terhadap konsumen yang diberikan negara
memang haruslah segera dapat diimplematasikan dalam kerangka kehidupan ekonomi.
Hal ini penting, mengingat bahwa perlindungan konsumen haruslah menjadi salah satu
perhatian yang utama karena berkaiatan erat dengan kesehatan dan keselamatan
masyarakat sebagai konsumen.
7.3 PENUTUP
Pembahasan dalam bab ini akan membahas mengenai berbagai macam Isu-isu hukum
yang berkaitan dengan perlindungan konsumen, yang nantinya akan menimbulkan
kerugian bagi para konsumen maupuan pelaku usaha diman hal ini sangatlah penting
untuk dikuasai dan dipahami, mengingat banyaknya persoalan mengenai masalah
konsumen yang setiapwaktu terus bertambah yang diperparah dengan masih minimnya
kesadaran konsumen dan produsen tentang pengetuan mereka mengenai hukum
perlindungan konsumen.
A. Latihan / Pertanyaa
1. Jelaskan secara singkat beberapa macam isu-isu hukum yang berkaiat dengan
perlindungan konsumen serta cara penyelesaianya.?
2. Jalaskan bagaimana mekanisme sekaligus prosedur hukum terkait sengkat
konsumen.?
B. Umpan Balik
Materi ini bisa dikuasasi dengan memperhatikan beberapa pokok pembahasan,
diantaranya dengan.
1. Membuat ringkasan
2. Aktif dalam berdiskusi
3. Mengerjakan latihan
C. Daftar Pustakan
Celina Tri Siwi Kristiyanti, S.H., M.Hum. 2008. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta :
Sinar Grafika
Gunawan, Johanes. 1994. Product Liability dalam Hukum Bisnis Indonesia, makalah
disampaikan pada Dies Natalis XXXIX Universitas Katolik Parahyangan Bandung.
Komisi Periklanan Indonesia (Indonesian Advertising Commission), Tata Krama dan Tata
Cara Periklanan Indonesia yang Disempurnakan.
Kristiyanti, Celina Tri Siwi. 2005. Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung dalam
Penyelesaian Klaim Asuransi Menurut UU No.8 Thn 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen, Hasil Penelitian Dosen Muda.
Khairandy, Ridwan (Editor). 2006. Masalah-masalah Hukum Ekonomi Konteporer, FH-UI,
Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi.
Miru, Ahmadi & Sutarman Yodo. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Nasution, Az. 1995. Konsumen dan Hukum: Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum
Perlindungan Konsumen Indonesia.
______. 2001. Hukum Perlindungan Konsumen. Diadit Media, Yogyakarta Terawang Pers.
______.2002, Hukum Perlindungan Konsumen-Suatu Pengantar, Diadit Media, Jakarta.
Pieres, John & Wiwik Sri Widiarty. 2007. Negara Hukum dan Perlindungan KonsumI.
Jakarta: Diterbitkan Kerjasama Penerbit Pelangi Cendekia Jakarta dengan Program
Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana UKI Jakarta.
Pangabean, Henry P. 1992. Penyalah Gunaan Keadaan (Misbruik van Omstandingheden)
sebagai alasan (Baru) untuk Pembatalan Perjanjia (Berbagai Perkembangan
Hukum di Belanda). Yogyakarta: Liberty.
Satrio, J. 1992. Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya). Bandung: Citra Aditya
Bakti.
Shofie, Yusuf, 2002, Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi, Ghalia
Indonesia, Jakarta.
______.2003, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, PT Aditya
Bakti, Bandung, hlm. 1-35.
______.2003. Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut UUPK. Bandung: Citra Aditya
Bakti .
Syawali, Husni & Neni Sri Imaniyati (Penyunting). 2000. Hukum Perlindungan Konsumen.
Bandung: Mandar Maju.
Sidharta, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: PT Grasindo,
Samsul, Inosentius. 2004. Perlindungan Konsumen Kemungkinan Penerapan Tanggung
Jawab Mutlak. Jakarta: FH Pascasarjana UI.
Sudarsono. 2007. Kamus Hukum. Jakarta : Rineke Cipta.
Sudaryatmo, 1999, Hukum dan Advokasi Konsumen, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.
81-100, 117-124.
Susilo, Zumrotin K., 1996, Penyambung Lidah Konsumen, YLKI & Puspa Swara, Jakarta.
Syawali, Husni dan Imaniyati, Neni Sri, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, CV Mandar
Maju, Bandung, hlm. 1-5.
Widjaja, Gunawan dan Yani, Ahmad, 2003, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 1-49.
JURNAL
Ari Purwadi. Pengaturan Persoalan Perlindungan Konsumen Dalam UUPK, Yustika Vol III
No. 2 Desember 2000
Bayu Iswahyudi. Tanggung Gugat terhadap Produk yang Berkaitan dengan Penyalh
Gunaan Keadaan, Yustika Vol. II No.1 Juli 1999.
Caritas Woro Murdiati. Asas Kebebasam Berkontrak dan Perlindungan Hukum Bagi Pihak
Adherent dalam Perjanjian Baku, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 23 No. 1
Juni 2003.
J. Widjiantoro. Product Liability Perlindungan Konsumen di Indonesia, Jurnal Justitia Et
Pax Juli-Agustus 1998.
Kurt Eggert. Striking A Balance: Basic Questions About Consumer Protection Law,
Chapman Law Review, 2004.
Marianus Gaharapung. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Korban Atas Tindakan Pelaku
Usaha, Jurnal Yustika, Vol III No.1 Juli 2000
Sriwati. Perlindungan Hukum bagi Para Pihak dalam Perjanjian Baku, Jurnal Yustika, Vol
III No. 2 Desember 2000.
Shidarta. Pemetaan Kelembagaan Perlindungan Konsumen¸ Jurnal Hukum Pro Justitia Vol.
24 No. 1 Januari 2006.
Teti Marsulina. Berbagi Persoalan Yuridis Seputar Asuransi dan Proses Penyelesaian
Sengketa Antara Konsumen Asuransi dan Perusahaan Asuransi Berdasarkan UU
No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Yustika Vol.III No.2 Desember
2000
UNDANG-UNDANG
Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.
Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan
Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Hukum Perlindungan Konsumen.
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa.
Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten.
Undang-Undang No.15. Tahun 2001 Tentang Merek.
Undang-Undang No. 19 Tahun 2001 Tentang Hak Cipta.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran
Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
BAB VIII
PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN
8.1 PENDAHULUAN.
Deskripsi Singkat
Penyelesaian sengketa konsumen yang akan di bahas dalam bab ini merupakan
sistemakia serta prosedur penyelesaian persoalan sengketa antara konsumen dengan
pihak produsen
Relevansi
Isi bab ini membahas tentang berbagai macam permasalahan yang menimbulkan
kerugian bagi para konsumen maupuan pelaku usaha diman hal ini sangatlah penting
untuk dikuasai dan dipahami, mengingat banyaknya persoalan mengenai masalah
konsumen yang setiap waktu terus bertambah yang diperparah dengan masih minimnya
kesadaran konsumen dan produsen tentang pengetuan mereka mengenai hukum
perlindungan konsumen. Sehingga itu perlu adanya lembaga peradilan yang nantinya
akan menyelesaikan sengketa konsumen tersebut.
Tujuan Intruksional Khusus
Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa dapat :
1. Menjelaskan prosedur penyelesaian sengketa konsumen baik dalam peradilan
maupuan di luar peradilan.
2. Mengemukakan tentang berbagai macam kebijakan mengenai etika penyelesaian
sengketa konsumen.
8.2 PENYAJIAN
A. Penyelesaian Sengketa Di Peradilan Umum.
Pembehasan sengketa konsumen ini dibatasi pada sengketa Perdata. Dimana
maksudnya inisiatif dari pihak yang bersengketa dalam hal ini penggugat baik
konsumen maupun produsen. Pengadilan yang memberikan pemecahan atas hukum
perdata yang terjadi antara kedua belah pihak. “Prosedur Perkara” didahului dengan
pendaftaran surat gugatan kepada panitera perkara perdata di Pengadilan Negeri (PN).
Sebelumnya, itu berarti surat gugatan harus sudah dipersiapkan terlebih dahulu secara
teliti dan cermat Pasal 45 ayat (1) UUPK menyatakan :
1. Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga
yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau
melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.
2. Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atai diluar
pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.
3. Penyelesaian sengketa diluar pengadilan sebagaiman dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaiman diatur dalam UU
4. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan,
gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut
dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh pihak yang bersengeketa.
Dalam kasus perdata di PN, pihak konsumen yang diberikan hak mengajukan gugatan
menurut pasal 46 UUPK adalah :
1. Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan
2. Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama
3. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat,
yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang adalam anggaran dasarnya
menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikanya organisasi itu adalah untuk
kepetingan perlindungan konsumen dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan
anggaran dasarnya.
4. Pemerintah dan/atau isntansi terkait jika barang dan/atau jasa yang dikonsumsi
atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian yang besar dan/atau korban yang
tidak sedikit.
Syarat-syarat surat gugatan tidak ditentukan secara liminatif dalam ketentuan acara
perdata (HIR/RBg). Dalam praktik berkembang setidaknya surat gugatan memenuhi
beberapa persyaratan, diantaranya :
a. Syarat Formal, meliputi :
1. Tempat dan tanggal pembuatan surat gugatan
2. Pembubuhan materi
3. Tanda tangan penggugat sendiri atau kuasa hukumnya.
Dalam praktik, semua surat gugatan tidak dibubuhi meterai. Kemudian
muncul praktik di sejumlah pengadilan bahwa surat gugagatan dibubuhi
meterai. Di PN Jakarta selatan, surat gugatan haru diberi nomor perkara
setelah dibubuhi meterai.
b. Syrata subtansial/material, meliputi ;
1. Identitas penggungat/para penggugat dan tergugat/para tergugat
2. Posita/fundamentum petendi (dalil-dalil konkret/alasan-alasan yang
menunjukan perikatan berdasarkan perjanjian atau perbuatan melawan
hukum gunamengajukan tuntutan)
3. Petitum (hal-hal yang dimohonkan penggugat/para penggugat untuk
diputuskan oleh pihak hakim/pengadilan)
c. Dsds
B. Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan
Penyelesaian sengketa konsumen di pengadilan yang cenderung memakan waktu dan
iaya, membuat para pihak yang bersengketa mengambil jalan alternatif dengan
maksud untuk menghemat waktu dan biaya serta lebih dapat menjaga harmoni sosial
(social harmony) dengan mengembangkan budaya musyawarah dan budaya
nonkonfrontatif. Di Indonesia sendiri penyelesaian sengketa diluar pengadilan
memiliki daya tarik khusus karena keserasianya dengan sistem budaya sosial
berdasarkan muyawarah mufakat. Beberapa diantaranya :
1. Sifat kesukarelaan dalam proses
2. Prosedur yang cepat
- Keputusan nonyudisial
- Kontrol tentang kebutuhan organisasi
- Prosedur rahasia
- Fleksibilitas dalam merancang syarat-syarat penyelesaian masalah
- Hemat waktu
- Hemat biaya
- Pemeliharaan hubungan
- Tingginya kemungkinan untuk melaksanakan kesepakatan
- Kontrol mudah memperlihatkan hasil
- Keputusan bertahan sepanjang waktu.
Berdasarkan pasal 1 ayat (10) UU No 30 Tahun 1999 di atas, maka alternatif
penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan cara :
1. Konsultasi
2. Negosiasi
3. Mediasi
4. Konsiliasi
5. Penilaian Ahli.
1. Prosedur class action pada penyelesaian masalah konsumen
Kritertia untuk menentukan suatu perkara dapat tidaknya menjadi class action :
a. Orang yang terlibat sangat banyak, dengan kelompok yang jelas
b. Adanya kesamaan tuntutan dari suatu fakta dan hukum yang sama dan sejenis
c. Tidak memerlukan kehadiran setiap orang yang dirugikan
d. Upaya class action lebih baik dari pada gugatan individual
e. Perwakilan harus jujur, layak dan dapat melindungi kepentingan orang yang
diwakili
f. Disahkan oleh pengadilan
g. Konsumen benar-benar dirugikan
h. Secara hukum dapat dibuktikan
2. Legal standing untuk LPKSM
UUPK juga menerima kemungkinan proses beracara yang dilakukan oleh lembaga
tertentu yang memiliki legal standing, yang dikenal dengan hak gugat LSM (NGO’s
standing). Dalam UUPK dirumuskan dalam Pasal 46 ayat (1) huruf (c) : Lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk
badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan
tegas, tujuan didirikanya organisasi tersebut untuk kepentingan perlindungan
konsumen dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasar. Dalam definis
Pasal 1 angka 9 UUPK, jelas adan keinginan agar setiap Lembaha Perlindungan
Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) diwajibkan terdaftar dan diakui oleh
pemerintah.
3. Small Claim Court
Konsep small claim court merupakan suatu usaha untuk membantu konsumen dalam
mendapatkan perlindungan hukum dengan menerapkan asas hukum berperkara
dengan murah, cepat, sederhana, dan biaya ringan. Ini disebabkan oleh small claim
court adalah semacam peradilan kilat, dengan hakim tunggal tanpa ada keharusan
menggunakan pengacara, berbiaya ringan, dan tidak ada upaya hukum banding.
1. Persidangan dengan cara mediasi.
Cara ini ditempuh atas inisiatif salah satu pihak yang berperkara, sama halnya
dengan cara konsiliasi. Keaktifan majelis BPSK sebagai pemerantra dan
penasihat penyelesaian sengketa konsumen (PSK) dengan cara mediasi terlihat
dari tugas Majelis BPSK, yaitu :
a. Memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa
b. Memanggil saksi ahli dan saksi bila diperlukan
c. Menyedian forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa
d. Secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa
e. Memberikan saran atau anjuran secara aktif sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
2. Persidangan dengan cara artbitrase
Para pihak menyerahkan secara sepenuhnya kepada majelis BPSK untuk
memutuskan dan menyelesaikan sengketa konsumen yang terjadi.
8.3 PENUTUP
Menyelesaikan sengketa konsumen yang akan di bahas dalam bab ini merupakan
sistemakia serta prosedur penyelesaian persoalan sengketa antara konsumen dengan
pihak produsen.
Sehingga itu pembahasan dalam bab ini mengenai berbagai macam permasalahan
yang menimbulkan kerugian bagi para konsumen maupuan pelaku usaha diman hal ini
sangatlah penting untuk dikuasai dan dipahami, mengingat banyaknya persoalan
mengenai masalah konsumen yang setiap waktu terus bertambah yang diperparah dengan
masih minimnya kesadaran konsumen dan produsen tentang pengetuan mereka mengenai
hukum perlindungan konsumen. Sehingga itu perlu adanya lembaga peradilan yang
nantinya akan menyelesaikan sengketa konsumen tersebut.
A. Latihan / Pertanyaan
1. Jelaskan secara singkat bagaiman cara penyelesaian sengketa konsumen di dalam
pengadilan dan diluar pengadilan ?
2. Ada beberapa prosedur penyelesaian jika di tempuh di luar pengadilan ?
3. Mengapa para pihak yang berselisih lebih memilih menyelesaikan perakara mereka
diluar pengadilan ?
B. Umpan Balik
Materi ini bisa dikuasasi dengan memperhatikan beberapa pokok pembahasan,
diantaranya dengan.
1. Membuat ringkasan
2. Aktif dalam berdiskusi
3. Mengerjakan latihan
C. Penutup
Celina Tri Siwi Kristiyanti, S.H., M.Hum. 2008. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta :
Sinar Grafika
Gunawan, Johanes. 1994. Product Liability dalam Hukum Bisnis Indonesia, makalah
disampaikan pada Dies Natalis XXXIX Universitas Katolik Parahyangan Bandung.
Komisi Periklanan Indonesia (Indonesian Advertising Commission), Tata Krama dan Tata
Cara Periklanan Indonesia yang Disempurnakan.
Kristiyanti, Celina Tri Siwi. 2005. Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung dalam
Penyelesaian Klaim Asuransi Menurut UU No.8 Thn 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen, Hasil Penelitian Dosen Muda.
Khairandy, Ridwan (Editor). 2006. Masalah-masalah Hukum Ekonomi Konteporer, FH-UI,
Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi.
Miru, Ahmadi & Sutarman Yodo. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Nasution, Az. 1995. Konsumen dan Hukum: Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum
Perlindungan Konsumen Indonesia.
______. 2001. Hukum Perlindungan Konsumen. Diadit Media, Yogyakarta Terawang Pers.
______.2002, Hukum Perlindungan Konsumen-Suatu Pengantar, Diadit Media, Jakarta.
Pieres, John & Wiwik Sri Widiarty. 2007. Negara Hukum dan Perlindungan KonsumI.
Jakarta: Diterbitkan Kerjasama Penerbit Pelangi Cendekia Jakarta dengan Program
Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana UKI Jakarta.
Pangabean, Henry P. 1992. Penyalah Gunaan Keadaan (Misbruik van Omstandingheden)
sebagai alasan (Baru) untuk Pembatalan Perjanjia (Berbagai Perkembangan
Hukum di Belanda). Yogyakarta: Liberty.
Satrio, J. 1992. Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya). Bandung: Citra Aditya
Bakti.
Shofie, Yusuf, 2002, Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi, Ghalia
Indonesia, Jakarta.
______.2003, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, PT Aditya
Bakti, Bandung, hlm. 1-35.
______.2003. Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut UUPK. Bandung: Citra Aditya
Bakti .
Syawali, Husni & Neni Sri Imaniyati (Penyunting). 2000. Hukum Perlindungan Konsumen.
Bandung: Mandar Maju.
Sidharta, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: PT Grasindo,
Samsul, Inosentius. 2004. Perlindungan Konsumen Kemungkinan Penerapan Tanggung
Jawab Mutlak. Jakarta: FH Pascasarjana UI.
Sudarsono. 2007. Kamus Hukum. Jakarta : Rineke Cipta.
Sudaryatmo, 1999, Hukum dan Advokasi Konsumen, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.
81-100, 117-124.
Susilo, Zumrotin K., 1996, Penyambung Lidah Konsumen, YLKI & Puspa Swara, Jakarta.
Syawali, Husni dan Imaniyati, Neni Sri, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, CV Mandar
Maju, Bandung, hlm. 1-5.
Widjaja, Gunawan dan Yani, Ahmad, 2003, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 1-49.
JURNAL
Ari Purwadi. Pengaturan Persoalan Perlindungan Konsumen Dalam UUPK, Yustika Vol III
No. 2 Desember 2000
Bayu Iswahyudi. Tanggung Gugat terhadap Produk yang Berkaitan dengan Penyalh
Gunaan Keadaan, Yustika Vol. II No.1 Juli 1999.
Caritas Woro Murdiati. Asas Kebebasam Berkontrak dan Perlindungan Hukum Bagi Pihak
Adherent dalam Perjanjian Baku, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 23 No. 1
Juni 2003.
J. Widjiantoro. Product Liability Perlindungan Konsumen di Indonesia, Jurnal Justitia Et
Pax Juli-Agustus 1998.
Kurt Eggert. Striking A Balance: Basic Questions About Consumer Protection Law,
Chapman Law Review, 2004.
Marianus Gaharapung. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Korban Atas Tindakan Pelaku
Usaha, Jurnal Yustika, Vol III No.1 Juli 2000
Sriwati. Perlindungan Hukum bagi Para Pihak dalam Perjanjian Baku, Jurnal Yustika, Vol
III No. 2 Desember 2000.
Shidarta. Pemetaan Kelembagaan Perlindungan Konsumen¸ Jurnal Hukum Pro Justitia Vol.
24 No. 1 Januari 2006.
Teti Marsulina. Berbagi Persoalan Yuridis Seputar Asuransi dan Proses Penyelesaian
Sengketa Antara Konsumen Asuransi dan Perusahaan Asuransi Berdasarkan UU
No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Yustika Vol.III No.2 Desember
2000
UNDANG-UNDANG
Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.
Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan
Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Hukum Perlindungan Konsumen.
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa.
Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten.
Undang-Undang No.15. Tahun 2001 Tentang Merek.
Undang-Undang No. 19 Tahun 2001 Tentang Hak Cipta.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran
Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.