47
Tugas Metodologi Pembelajaran Matematika PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) OLEH : KELOMPOK I Nama : CHRISWIJAYA SIBARANI ( 8126171001 ) WINMERY L HABEAHAN ( 8126171040 ) KELAS : A-2 PRODI : PEND. MATEMATIKA (PPs)

CTL kel 1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

CTL kel 1

Citation preview

Tugas Metodologi Pembelajaran Matematika

PENDEKATAN

CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)

OLEH :

KELOMPOK I

Nama : CHRISWIJAYA SIBARANI ( 8126171001 )

WINMERY L HABEAHAN ( 8126171040 )

KELAS : A-2

PRODI : PEND. MATEMATIKA (PPs)

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2012

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam dunia modern saat ini kiranya tidak ada orang yang tidak memerlukan

bantuan matematika dalam kehidupannya sehari-hari. Matematika merupakan

tumpuan peradaban manusia. Matematika merupakan faktor pendukung dalam laju

perkembangan dan persaingan di berbagai bidang, ekonomi, teknologi, persenjataan,

usaha, eksplorasi ruang angkasa, dan lain sebagainya.

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting dari

jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan lanjutan. Ada banyak alasan tentang

perlunya siswa belajar matematika. Seperti yang diungkapkan Cornelius (dalam

Abdurrahman 2003:253):

“Lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan (1) sarana berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, (3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (4) sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya”.

Banyak data yang menunjukkan rendahnya mutu pendidikan matematika

siswa Indonesia. Salah satunya adalah berdasarkan hasil The Program for

International Student Assessment 2010 (http://edukasi.kompas.com), posisi Indonesia

mengenaskan, yaitu hanya juara ketiga dari bawah. Indonesia hanya lebih baik

daripada Kirgistan dan Panama.

Pemerintah selalu melakukan penyempurnaan kurikulum untuk meningkatkan

mutu pendidikan. Melalui Departemen Pendidikan Nasional kini melakukan

pembaharuan kurikulum dengan menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP) yang merupakan hasil revisi dari Kurikulum Berbasis Kompetensi.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut perubahan paradigma dalam

pendidikan dan pembelajaran, khususnya pada jenis dan jenjang pendidikan formal.

Salah satu perubahan paradigma pembelajaran tersebut adalah orientasi

pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher centered) beralih berpusat

pada siswa (student centered); metodologi yang semula lebi didominasi ekspositori

berganti ke partisipatori; dan pendekatan yang semula lebih banyak bersifat tekstual

berubah menjadi kontekstual. Selain itu, suatu pembelajaran pada dasarnya tidak

hanya mempelajarai tentang konsep, teori dan fakta tetapi juga aplikasi dalam

kehidupan sehari-hari. Dengan demikian materi pembelajaran tidak hanya tersusun

atas hal-hal sederhana yang bersifat hafalan dan pemahaman, tetapi juga terdiri atas

materi yang kompleks yang memerlukan analisis, aplikasi dan sintesis. Untuk itu,

guru harus bijaksana dalam menentukan suatu model yang sesuai yang dapat

menciptakan situasi dan kondisi kelas yang kondusif agar proses belajar mengajar

dapat berlangsung sesuai dengan yang diharapkan.

Berdasarkan sumber (http://www.prayudi. wordpress.com) menyatakan :

“Di antara hasil terbaru penyempurnaan tersebut adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Salah satu kelebihan dari kurikulum terbaru ini adalah dinyatakannya pemecahan masalah (problem solving), penalaran (reasoning), komunikasi (communication), dan menghargai kegunaan matematika sebagai tujuan pembelajaran matematika SD, SMP, SMA, dan SMK disamping tujuan yang berkaitan dengan pemahaman konsep yang sudah dikenal guru”.

Sedangkan berdasarkan hasil belajar matematika, Lerner dalam Abdurrahman

(2003:253) mengemukakan bahwa: “kurikulum bidang studi matematika hendaknya

mencakup tiga elemen, (1) konsep, (2) keterampilan, dan (3) pemecahan masalah”.

Dari kedua pernyataan di atas, salah satu aspek yang ditekankan dalam

kurikulum adalah meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Pemecahan

masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena

dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan

memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah

dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin.

Kenyataan yang terlihat di lapangan, siswa hanya menghafal konsep dan

kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam

kehidupan yang nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki. Lebih jauh

lagi bahkan siswa kurang mampu menentukan masalah dan merumuskannya. Hal itu

karena mereka kurang memahami dan mengerti secara mendalam pengetahuan yang

bersifat hafalan tersebut.

Model pembelajaran CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru

mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan dapat

mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dan

penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan membuat hubungan antara

pengetahuan atau konsep yang telah dimiliki oleh siswa serta penerapannya dalam

kehidupan sehari-hari, maka siswa akan mudah memahami konsep. Dengan model

pembelajaran CTL maka siswa akan bekerja dan mengalami, bukan transfer

pengetahuan dari guru ke siswa semata. Strategi lebih dipentingkan daripada

hasilnya. Sehingga pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh datang dari proses

penemuan sendiri dan bukan dari “apa kata guru”.

Pendekatan kontekstual merupakan strategi yang dikembangkan dengan

tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna, tanpa harus

mengubah kurikulum dan tatanan yang ada. Dengan siswa diajak bekerja dan

mengalami, siswa akan mudah memahami konsep suatu materi dan nantinya

diharapkan siswa dapat menggunakan daya nalarnya untuk menyelesaikan masalah-

masalah yang ada.

1.2. Rumusan Masalah

Berbasis latar belakang di atas adapun yang menjadi rumusan masalah dari

makalah ini adalah : Bagaimanah penerapan pembelajaran melalui pendekatan

kontekstual pada pelajaran matematika?

1.3. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk mengetahui

penerapan pembelajaran melalui pendekatan kontekstual pada pelajaran matematika.

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)

Pembelajaran kontekstual telah berkembang di negara-negara maju dengan

nama beragam. Di negara Belanda pembelajaran ini dikenal dengan nama Realistic

Mathematics Education (RME) yang menjelaskan bahwa pembelajaran matematika

harus dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Sedangkan di Amerika lebih dikenal

dengan sebutan Contextual Teaching and Learning (CTL).

Nurhadi (dalam Suseno, 2007:25) menyatakan bahwa:

“Pendekatan kontekstual adalah pendekatan dengan konsep belajar yang

membantu guru mengaitkan antara materi yang diajukan dengan situasi dunia

nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara yang dimiliki dan

penerapannya dalam kehidupan”.

Pembelajaran matematika kontekstual adalah pembelajaran matematika

dengan pendekatan kontekstual. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam

bentuk kegiatan siswa bekerja dan menyelami bukan transfer pengetahuan dari guru

ke siswa. Proses pengembangan konsep dan gagasan pembelajaran matematika

kontekstual bermula dari dunia nyata.

Menurut Trianto (2010: 111) ada tujuh komponen utama yang mendasari

penerapan pembelajaran kontekstual di kelas. Komponen-komponen tersebut yaitu

konstruktivisme (constructivism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning),

masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection)

dan penilaian yang sebenarnya (authentic assessment). Sebuah kelas dikatakan

menggunakan pendekatan CTL jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam

pembelajarannya. CTL dapat diterapkan tanpa harus mengubah kurikulum yang ada,

bidang studi apa saja dan kelas yang bagaimanapun keadaanya.

Penerapan model pembelajaran kontekstual dalam kelas secara garis besar

mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan

cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri

pengetahuan dan keterampilan barunya.

b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.

c. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

d. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok).

e. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.

f. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.

g. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

Secara proposi ketujuh komponen pembelajaran kontekstual sebagai berikut.

1. Konstruktivisme (constructivism)

Konstruktivisme (constructivism), merupakan landasan berpikir (filosofi)

pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit

demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak

sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau

kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi

pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu

yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu

memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan

pengetahuan di benak mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivisme adalah ide

bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks

ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri.

Dengan dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses

‘mengkonstruksi’ bukan ‘menerima’ pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa

membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses

belajar dan mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru.

2. Menemukan (inquiry)

Menemukan (inquiry) merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran

berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa bukan hasil

mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil menemukan sendiri melalui: observasi,

bertanya, hipotesis, pengumpulan data dan penyimpulan.

3. Bertanya (questioning)

Bertanya (questioning) adalah salah satu strategi pembentukan pendekatan

CTL. Bagi guru bertanya dipandang sebagai kegiatan untuk mendorong siswa

mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, membimbing

dan menilai kemampuan siswa. Bagi siswa bertanya merupakan kegiatan penting

dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiry, yaitu menggali informasi,

mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada

aspek yang belum diketahui.

Dalam pembelajaran kegiatan bertanya berguna untuk:

a. menggali informasi, baik administrasi maupun akademik,

b. mengecek pemahaman siswa,

c. membangkitkan respon kepada siswa,

d. mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa,

e. mengetahui hal- hal yang sudah diketahui siswa,

f. memfokuskan perhatian siswa pada suatu yang dikehendaki,

g. untuk membangkitkan pertanyaan dari siswa,

h. untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

Pada semua aktivitas belajar questioning dapat diterapkan antara siswa

dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara guru dengan siswa, antara siswa

dengan orang lain yang didatangkan ke kelas. Aktifitas bertanya juga dapat

ditemukan ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemukan

kesulitan, dan ketika mengamati.

4. Masyarakat Belajar (learning community)

Masyarakat belajar (learning community) adalah kegiatan pembelajaran yang

difokuskan pada aktivitas berbicara dan berbagai pengalaman dengan orang lain.

Aspek kerjasama dengan orang lain untuk menciptakan pembelajaran yang lebih baik

untuk memberikan ruang seluas-luasnya bagi siswa untuk membuka wawasan, berani

mengemukakan pendapat yang berbeda dengan orang lain pada umumnya, dan berani

berekspresi serta berkomunikasi dengan teman sekelompok atau teman sekelas. Hal

ini berarti hasil pembelajaran diperoleh dengan kerjasama dengan orang lain. Hasil

belajar diperoleh dari “sharing“ antara teman kelompok dan antara yang tahu dengan

tidak tahu.

Dalam kelas CTL, guru selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-

kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok yang anggotanya heterogen, guru

juga melakukan kolaborasi dengan mendatangkan ahli kedalam kelas. Dalam

masyarakat belajar, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi

pembelajaran saling belajar.

Seseorang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang

diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus meminta informasi yang diperlukan

dari teman belajarnya. Kegiatan saling belajar ini dapat terjadi jika tidak ada pihak

yang dominan dalam komunikasi, tidak ada yang merasa segan untuk bertanya, tidak

ada pihak yang menganggap paling tahu, semua pihak mau saling mendengarkan.

Prakteknya dalam pembelajaran terwujud dalam pembentukan kelompok kecil,

pembentukan kelompok besar, mendatangkan ahli, bekerja dalam kelas sederajat,

bekerja kelompok dengan kelas diatasnya, dan bekerja dengan masyarakat.

5. Pemodelan (modeling)

Pemodelan (modeling) adalah kegiatan pemberian model dengan tujuan untuk

membahasakan gagasan yang kita fikirkan, mendemonstrasikan bagaimana kita

menginginkan para siswa untuk belajar atau melakukan sesuatu yang kita inginkan.

Sebuah pembelajaran ketrampilan atau pengetahuan adalah model yang bisa ditiru.

Model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara melempar bola dalam olah

raga, contoh surat, cara melafalkan Inggris, atau guru memberi contoh cara

mengerjakan sesuatu sehingga guru menjadi model tentang bagaimana belajar. Guru

bukan satu-satunya perancang model, model dapat dirancang dengan melibatkan

siswa.

6. Refleksi (reflection)

Refleksi (reflection) adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau

berfikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Siswa menyimpan

apa yang telah dipelajari sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan

pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon

terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima. Pengetahuan yang

diperoleh siswa diperluas melaui konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas

sedikit demi sedikit. Guru membantu siswa membuat hubungan-hubungan antara

pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru.

Implementasinya pada akhir pembelajaran guru menyisakan waktu sebentar agar

siswa melakukan refleksi berupa :

a. pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu,

b. catatan atau jurnal dibuku siswa,

c. kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu,

d. diskusi,

e. hasil karya.

7. Penilaian yang Sebenarnya (authentic assessment)

Penilaian yang Sebenarnya (authentic assessment) adalah proses

pengumpulan berbagai data yang dapat memberi gambaran pengembangan belajar

siswa. Gambaran itu perlu diperoleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa

mengalami proses belajar yang benar. Apabila data yang dikumpulkan guru untuk

mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru

segera mengambil tindakan yang tepat agar siswa tebebas dari kemacetan belajar.

Penilaian dilakukan secara terintegrasi dari kegiatan pembelajaran. Data yang

dikumpulkan harus dari kegiatan yang nyata yang dikerjakan siswa pada proses

pembelajaran. Jika guru ingin mengetahui perkembangan siswa maka guru harus

mengumpulkan data dari kegiatan nyata saat siswa melakukan kegiatan atau

percobaan.

Penilaian autentik didasarkan pada pengetahuan dan ketrampilan yang

diperoleh siswa. Beberapa karakteristik penilaian autentik antara lain:

a. dilaksanakan selama dan sesudah pembelajaran,

b. dapat digunakan untuk formatif dan sumatif,

c. yang diukur adalah ketrampilan dan penampilannya, bukan mengingat

fakta,

d. berkesinambungan,

e. terintegrasi,

f. dapat digunakan sebagai feed back.

Pola pembelajaran kontekstual berbeda dengan pembelajaran konvensional

yang selama ini dikenal. Perbedaan tersebut tergambar dalam tabel berikut.

Tabel 2.1

Perbedaan Pembelajaran Konvensional dan Kontekstual

No Pembelajaran Konvensional Pembelajaran Kontekstual

1. Menyandarkan pada hafalan. Menyandarkan pada memori spasial.

2. Pemilihan informasi ditentukan oleh

guru.

Pemilihan informasi berdasarkan

kebutuhan individu siswa.

3. Cenderung terfokus pada satu bidang

tertentu.

Cenderung mengintegrasikan beberapa

bidang.

4. Memberikan tumpukan informasi

kepada siswa sampai pada saatnya

diperlukan.

Selalu mengkaitkan informasi dengan

pengetahuan awal yang telah dimiliki

siswa.

5. Penilaian hasil belajar hanya melalui

kegiatan akademik berupa ujian

ulangan.

Menerapkan penilaian auntentik melalui

penerapan praktis dalam pemecahan

masalah.

6. Siswa secara pasif menerima

informasi.

Siswa terlibat secara aktif dalam proses

pembelajaran.

7. Pembelajaran sangat abstrak dan

teoritis

Pembelajaran dikaitkan dengan

kehidupan nyata/masalah yang

disimulasikan

8. Perilaku dibangun atas kebiasaan Perilaku dibangun atas kesadaran

sendiri

9. Keterampilan dikembangkan atas

dasar latihan

Keterampilan dikembangkan atas dasar

pemahaman

10. Hadiah dari prilaku baik adalah

pujian atau nilai raport

Hadiah dari prilaku baik adalah

kepuasan diri

11. Siswa tidak melakukan hal yang

buruk karena takut akan hukuman

Siswa tidak melakukan hal yang buruk

karena sadar hal tersebut keliru dan

merugikan

12. Perilaku baik berdasarkan motivasi

ekstrinsik

Perilaku baik berdasarkan motivasi

intrinsik

13. Pembelajaran hanya terjadi dalam Pembelajaran terjadi di berbagai

kelas tempat, konteks dan setting

14. Hasil belajar diukur melalui kegiatan

akademik dalam bentuk

tes/ujian/ulangan

Hasil belajar diukur melalui penerapan

penilaian autentik

15. Bahasa diajarkan dengan pendekatan

struktural, yakni rumus

diterankan sampai paham,

kemudian dilatihkan

Bahasa diajarkan dengan pendekatan

komunikatif, yakni siswa diajak

menggunakan bahasa dalam konteks

nyata

16. Rumus itu ada di luar siswa, yang

harus diterangkan, diterima,

dihapalkan dan dilatihkan

Pemahaman rumus dikembangkan atas

dasar skemata yang sudah ada dalam

diri siswa

17. Siswa secara pasif menerima

rumus atau kaidah (membaca,

mendengarkan, mencatat,

menghafal) tanpa memberikan

kontribusi ide dalam proses

pembelajaran.

Siswa menggunakan kemampuan

berfikir kritis,

terlibat penuh dalam mengupayakan

terjadinya proses pem-belajaran

yang efektif, ikut bertanggung jawab

atas terjadinya proses pembelajaran

yang efektif, dan membawa skemata

masing-masing ke dalam proses

pembelajaran

18. Pengetahuan adalah penangkapan

terhadap serangkaian fakta,

konsep, atau hukum yang berada

di luar diri manusia

Pengetahuan yang dimiliki manusia

dikembangkan oleh manusia itu

sendiri. Manusia menciptakan tau

membangun pengetahuan dengan

cara memberi arti dan memahami

pengalamannya.

19. Kebenaran bersifat absolut dan

pengetahuan bersifat final.

Kerena ilmu pengetahuan itu

dikembangkan (dikonstruk) oleh

manusia sendiri, sementara manusia

selalu mengalami peristiwa baru,

maka pengetahuan itu tidak pernah

stabil, selalu berkembang (tentave

dan incomplete)

20. Guru adalah penentu jalannya

proses pembelajaran

Siswa diminta bertanggung jawab

memonitor dan

mengembangkan pembelajaran

mereka masing-masing

Terdapat tujuh karakteristik pembelajaran kontekstual menurut Muslich

(2008:138), yaitu:

1. Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang

diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau

pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning is real

life setting).

2. Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-

tugas yang bermakna (meaningfull learning).

3. Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada

siswa (learning by doing).

4. Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling

mengoreksi antar teman (learning in a group).

5. Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan,

bekerjasama dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara

mendalam (learning to know each other deeply).

6. Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif dan mementingkan

kerjasama (learning to ask, to inquiry, to work together).

7. Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as an

enjoy activity).

Kesimpulan dari pembelajaran CTL adalah konsep belajar dimana guru

menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan

antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka

sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan ketrampilan dari konteks

yang terbatasi sedikit demi sedikit dan dari proses mengkonstruksi sendiri sebagai

bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.

Dengan kata lain pendekatan kontekstual adalah prosedur yang digunakan dalam

membahas bahan pelajaran matematika yang memiliki komponen konstruktivisme

(constructivism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar

(learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection) dan penilaian yang

sebenarnya (authentic assessment).

2.2. Teori Belajar yang mendukung Pembelajaran Kontekstual

Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana

terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam pikiran siswa tersebut.

Berdasarkan teori belajar tersebut, diharapkan suatu pembelajaran dapat lebih

meningkatkan pemerolehan pengetahuan siswa. Teori-teori belajar yang mendukung

pembelajaran kontekstual adalah Teori belajar konstruktivisme, Piaget, belajar

bermakna Ausubel, Bruner dan Vygotsky.

1. Konstruktivisme

Konstruktivisme (constructivism), merupakan landasan berpikir (filosofi)

pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit

demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak

sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau

kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi

pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

Teori perkembangan Piaget mewakili konstruktivisme yang mendukung

Contextual Teaching and Learning (CTL), yang memandang perkembangan kognitif

sebagai suatu proses dimana anak secara aktif membangun sistem makna dan

pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka.

Teori ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan

mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-

aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa

agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus

bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha

dengan susah payah dengan ide-ide (Slavin dalam Trianto, 2010: 28). Menurut Piaget

(Slavin, dalam Trianto, 2007 : 16) perkembangan kognitif sebagian besar bergantung

kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan

lingkungannya.

Prinsip dan karakteristik ini menghendaki bahwa dalam pembelajaran

matematika dengan pendekatan kontekstual siswa diberi kesempatan seluas-luasnya

untuk mengembangkan berbagai strategi informal yang dapat mengarahkan pada

pengkonstruksian berbagai prosedur untuk memecahkan masalah. Dengan kata lain,

kontribusi yang besar dalam proses pembelajaran diharapkan datang dari siswa,

bukan dari guru.

Pada pembelajaran CTL dalam kelas, siswa di ajak untuk melihat

permasalahan-permasalahan nyata yang terjadi dalam kehidupan mereka. Mereka

dihadirkan dalam masalah tersebut, sehingga mereka terpacu untuk membangun

pengetahuan baru dari masalah nyata yang telah menjadi pengalaman mereka.

Contoh :

Dalam mengajarkan materi SPLDV di kelas X, guru menyajikan masalah

berikut :

“Di suatu toko Upin, Budi, dan Ipin membeli perlengkapan sekolahnya. Upin

membeli tiga buku dan dua pensil dengan harga Rp 4.000 Sedangkan Ipin membeli

dua buku dan dua pensil yang sama dengan harga Rp 3.000”

Harapan pemahaman siswa berdasarkan kondisi di atas siswa mampu

memahami masalah kemudian mengkonstruk pemahamannya sendiri.

Contoh pemahaman siswa dalam mengkonstruk masalah

Rp. 4000

Rp.3.000

2. Menemukan (inquiry)

Menemukan (inquiry) merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran

berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa bukan hasil

mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil menemukan sendiri melalui: observasi,

bertanya, hipotesis, pengumpulan data dan penyimpulan. Pembelajaran kontekstual

yang menyatakan pengetahuan itu akan bermakna manakala ditemukan dan dibangun

sendiri oleh siswa. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil pemberitahuan orang lain,

tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Pengetahuan yang demikian akan

mudah dilupakan dan tidak fungsional.

Menemukan (inquiry) didukung oleh metode pengajaran John Dewey dan

Teori Belajar Bruner yang terkenal dengan pendekatan penemuannya,

mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir

bersamaan, yaitu memperoleh informasi baru, transformasi informasi dan menguji

relevansi dan ketepatan pengetahuan (Dahar dalam Trianto, 2010: 38). Kaitan antara

teori belajar Bruner dengan pendekatan pengajuan masalah matematika dapat

dilakukan dengan cara melibatkan siswa secara aktif untuk mengkonstruksi dan

mengajukan masalah, soal, atau pertanyaan matematika sesuai dengan situasi yang

diberikan. Misalnya, siswa  menyusun dan mengaitkan ide-ide yang disediakan

dengan skemata yang dimiliki oleh siswa. Pengajuan masalah dapat dilakukan oleh

siswa baik secara individu, berpasangan atau berkelompok. Ketiga cara tersebut dapat

menjadi penghubung antara topik yang diajarkan oleh guru dengan skemata yang

dimiliki oleh siswa.

Penerapan asas ini dalam proses pembelajaran CTL, siswa harus didorong

untuk menemukan masalah. Jika masalah telah dipahami dengan batasan-batasan

yang jelas, selanjutnya siswa dapat mengajukan hipotesis atau jawaban sementara

sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan. Hipotesis itulah yang akan menuntun

siswa untuk melakukan observasi dalam rangka mengumpulkan data. Manakala data

telah terkumpul selanjutnya siswa dituntun untuk menguji hipotesis sebagai dasar

dalam merumuskan kesimpulan.

Contoh :

“Di suatu toko Upin, Budi, dan Ipin membeli perlengkapan sekolahnya. Upin

membeli tiga buku dan dua pensil dengan harga Rp 4.000 Sedangkan Ipin membeli

dua buku dan dua pensil yang sama dengan harga Rp 3.000. ”

Dari kondisi di atas, diharapkan siswa bisa membuat hipotesis sementara,

misalnya buku lebih mahal dari pensil. Hipotesis ini diharapkan menuntun siswa

melakukan observasi atas hipotesis sementara, dan melakukan perencanaan

mebuktikan hipotesis sementaranya.

3. Bertanya (questioning)

Bertanya (questioning) adalah salah satu strategi pembentukan pendekatan

CTL. Bagi guru bertanya dipandang sebagai kegiatan untuk mendorong siswa

mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, membimbing

dan menilai kemampuan siswa. Bagi siswa bertanya merupakan kegiatan penting

dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiry, yaitu menggali informasi,

mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada

aspek yang belum diketahui.

Bertanya (questioning) di dukung oleh Teori Vygotsky. Teori ini lebih

menekankan pada aspek sosial dari pembelajaran. Menurut Vygotsky bahwa proses

pembelajaran akan terjadi jika anak bekerja atau menangani tugas-tugas yang belum

dipelajari, namun tugas-tugas tersebut masih berada dalam jangkauan mereka disebut

dengan zone of proximal development, yakni daerah tingkat perkembangan sedikit di

atas daerah perkembangan seseorang saat ini. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental

yang lecbih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan dan kerja sama antar

individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap dalam ke dalam

individu tersebut. Trianto (2007 : 27)

Interaksi antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa, serta siswa dengan

perangkat pembelajaran merupakan hal yang sangat penting. Bentuk-bentuk interaksi

seperti: negosiasi, penjelasan, pembenaran, persetujuan, pertanyaan, atau refleksi

digunakan untuk mencapai bentuk pengetahuan matematika informal yang ditemukan

sendiri oleh siswa.

Dalam proses pembelajaran melalui CTL, guru tidak menyampaikan

informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri.

Karena pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa

untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya.

Contoh :

Guru memberikan scaffolding saat siswa kesulitan menyelesaikan

permasalahn di atas.

Contoh pertanyaannya:

1. Biasakah kamu uraikan 2pensil + 3buku itu? Perhatikan persamaan

dibawahnya. Kaitkanlah kedua persamaan tersebut!

Harapan jawaban siswa : 2pensil + 3buku = 2pensil + 2buku + 1buku

2. Jika kamu selisihkan kedua persamaan, apa yang kamu peroleh?

Harapan jawaban siswa :

2pensil + 3buku = 4000

2pensil + 2buku = 3000 -

Buku = 1000

4. Masyarakat Belajar (learning community)

Masyarakat belajar (learning community) adalah kegiatan pembelajaran yang

difokuskan pada aktivitas berbicara dan berbagai pengalaman dengan orang lain.

Masyarakat belajar (learning community) juga di dukung oleh Teori Vygotsky yang

lebih menekankan pada aspek sosial dari pembelajaran.

Teori vygotsky mendukung komponen masyarakat belajar (learning

community) dalam CTL yaitu dengan memanfaatkan interaksi antara elemen

pembelajaran. Dalam Pembelajaran siswa berdiskusi dan berkolaborasi,

= 3000

= 4000

berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri dan

pada akhirnya menggunakan matematika tersebut untuk menyelesaikan masalah baik

secara individu maupun kelompok.

Berkaitan dengan pembelajaran, Vygotsky mengemukakan empat prinsip

yang dinyatakan oleh Slavin (dalam http://rochmad-unnes.blogspot.com

/2008/02/01_archive.html) sebagai berikut: (1) Sosiokultural. Pendekatan

pembelajaran yang dipandang sesuai adalah pembelajaran kooperatif. Vygotsky

menyatakan bahwa siswa belajar melalui interaksi bersama dengan orang dewasa atau

teman yang lebih cakap; (2) ZPD (Zone of Proximal Development). Bahwa siswa

akan dapat mempelajari konsep-konsep dengan baik jika berada dalam ZPD. Siswa

bekerja dalam ZPD jika siswa tidak dapat memecahkan masalah sendiri, tetapi dapat

memecahkan masalah itu setelah mendapat bantuan orang dewasa atau temannya

(peer); (3) Vygostky menekankan pada scaffolding. Siswa diberi masalah yang

kompleks, sulit, dan realistik, dan kemudian diberi bantuan secukupnya dalam

memecahkannya. (4) perkembangan yang berangkat dari bidang sosial ke bidang

individu.

Dalam kelas CTL, penerapan asas masyarakat belajar dapat dilakukan dengan

menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-

kelompok yang anggotanya bersifat heterogen, baik dilihat dari kemampuan dan

kecepatan beajarnya, maupun dilihat dari bakat dan minatnya. Biarkan dalam

kelompoknya mereka saling membelajarkan, yang cepat belajar didorong untuk

membantu yang lambat belajar, yang memiliki kemampuan tertentu didorong untuk

menularkannya pada yang lain.

5. Pemodelan (modeling)

Pemodelan (modeling) adalah kegiatan pemberian model dengan tujuan untuk

membahasakan gagasan yang kita fikirkan, mendemonstrasikan bagaimana kita

menginginkan para siswa untuk belajar atau melakukan sesuatu yang kita inginkan.

Sebuah pembelajaran ketrampilan atau pengetahuan adalah model yang bisa ditiru.

Pemodelan (modeling) didukung oleh Teori Belajar Bermakna David Ausubel

yang mengartikan belajar adalah belajar bermakna. Belajar bermakna merupakan

suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat

dalam strutur kognitif seseorang. Faktor yang paling penting yang memengaruhi

belajar ialah apa yang telah diketahui siswa. (Dahar dalam Trianto, 2010: 37).

Dengan demikian agar belajar bermakna, konsep baru harus dikaitkan dengan konsep

yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa. Berdasarkan teori Ausubel, dalam

membantu siswa menanamkan pengetahuan baru dari suatu materi, sangat diperlukan

konsep-konsep awal yang sudah dimiliki siswa yang berkaitan dengan konsep yang

akan dipelajari. Sehingga jika dikaitkan dengan model pembelajaran berdasarkan

masalah, dimana siswa mampu mengerjakan permasalahan yang autentik sangat

memerlukan konsep awal yang sudah dimiliki siswa sebelumnya untuk suatu

penyeleaian nyata dari permasalahan yang nyata.

Pada pembelajaran CTL dalam kelas, penerapan pemodelan dapat dilakukan

dengan mengajak siswa memodelkan kegiatan yang terkait dengan materi.

Contoh :

“Di suatu toko Upin, Budi, dan Ipin membeli perlengkapan sekolahnya. Upin

membeli tiga buku dan dua pensil dengan harga Rp 4.000 Sedangkan Ipin membeli

dua buku dan dua pensil yang sama dengan harga Rp 3.000. ”

Buatlah model matematika dari persamaan diatas!

Misalkan :

Buku = …..

Pensil = …..

Jadi, persamaan matematika yang terbentuk dari persamaan di atas adalah

3x + 2y = 4000

2x + 2y = 3000

6. Refleksi (reflection)

Refleksi (reflection) adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau

berfikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Siswa menyimpan

apa yang telah dipelajari sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan

pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon

terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima. Pengetahuan yang

diperoleh siswa diperluas melaui konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas

sedikit demi sedikit.

Refleksi (reflection) didukung oleh Teori perkembangan Piaget dimana semua

pikiran atau pendapat siswa sangat diperhatikan dan dihargai. Dengan produksi dan

konstruksi siswa terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka

sendiri anggap penting dalam proses belajar mereka. Dengan bimbingan guru, siswa

diharapkan menemukan kembali konsep-konsep matematika yang telah dipelajari.

Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan CTL, setiap berakhir

proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk “merenung”

atau mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya. Biarkan secara bebas siswa

menafsirkan pengalamannya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan tentang

pengalaman belajarnya.

Contoh :

Siswa mampu menyimpulkan cara penyelesaian permasalahan dengan cara

substitusi dan eliminasi. Substitusi merupakan langkah dengan menggantikan satu

persamaan dari persamaan lain. Sementara eliminasi merupakan langkah

menghilangkan salah satu variabel dengan menyamakan koefisien kedua variabel.

7. Penilaian yang Sebenarnya (authentic assessment)

Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment) adalah proses pengumpulan

berbagai data yang dapat memberi gambaran pengembangan belajar siswa. Gambaran

itu perlu diperoleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses belajar

yang benar.

Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment) di dukung oleh teori Piaget

yang menyatakan bahwa kegiatan pembelajaran memusatkan perhatian kepada cara

berpikir atau proses kerja mental anak, tidak sekedar pada hasilnya. Guru

mengutamakan peran siswa dalam kegiatan pembelajaran, dan memaklumi perbedaan

di antara siswa dalam hal kemajuan perkembagannya. Dalam hal ini piaget tidak

berbicara bagaimana mengakomodir perbedaan cara berpikir, berpersepsi, dan

kecepatan bertindak siswa dalam pembelajaran, sehingga terlihat perolehan

pengetahuan secara individual.

Dalam kelas CTL, proses yang dilakukan adalah guru mengumpulkan

informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian diarahkan

pada proses belajar bukan kepada hasil.

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan

1. Pembelajaran CTL merupakan pembelajaran dengan konsep menghadirkan

dunia nyata ke dalam kelas, mendorong siswa menghubungkan pengetahuan

yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, dengan

siswa yang mengkonstruk pengetahuan yang akan dimilikinya.

2. Komponen pembelajaran CTL:

Konstruktivisme

(Construktism)

Menemukan (Inquiry)

Bertanya (Questioning)

Masyarakat belajar

(Learning Community)

Pemodelan (modeling)

Refleksi (Reflection)

Penilaian Autentik

(Authentic Assesment)

3. Perbedaan CTL dengan konvensional:

CTL menyandarkan memori spasial, sementara konvensional hapalan

Dalam CTL, siswa mengkonstruksi pengetahuan, sementara

konvensionak pembelajaran diberikan guru secara transfer

Materi ajar CTL dikaitkan dengan konteks nyata sehari-hari, sementara

konvensional menyajikan materi teoritis dan abstrak.

CTL mengkiatkan satu bidang materi ke materi lain, sementara

konvensional cnderung terfokus pada satu bidang

CTL mengukur hasil belajar dengan penilaian autentik, sementara

konvensional dalam bentuk tes/ujian.

4. Teori belajar yang mendukung CTL adalah Teori Piaget, Teori Belajar

Bermakna Ausubel, Bruner, dan Vygotsky

3.2. Saran

1. Dalam menggunakan CTL, guru harus mampu mengaitkan materi ke dalam

dunia nyata, untuk itu diperlukan banyak referensi oleh guru sehingga

materi memang betul-betul bisa dan pernah dialami siswa dalam konteks

nyata.

2. Dalam penerapan CTL, siswa harus mampu mengkonstruksi pengetahuan,

untuk itu metode konvensional seperti ceramah kurang efektif digunakan.

3. Dalam penerapan CTL, untuk membantu siswa mnegkonstruksikan

pengetahuan, guru dapat menggunakan Lembar Aktivitas Siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta

Hudojo, Herman. 1998. Mengajar Belajar Matematematika. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Kompas (2011), http://edukasi.kompas.com/read/2011/01/31/20092036/Mau.Dibawa. Kemana.Matematika.Kita (Accessed 28 April 2011)

Mushlich, Masnur. 2008. Ktsp Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara

Prayudi., (2008), Perkembangan Anak Menurut Jean Piaget dan Vygotsky, http://www.Prayudi.Wordpress.com (Accessed 25 April 2011)

Riyanto, Yatim. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana.

Sanjaya, Wina. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Shadiq, Fadjar. 2004. Penalaran, Pemecahan Masalah dan Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika. Http:// [email protected] (Accessed 18 April 2011)

Shadiq, Fadjar. 2009. Kemahiran Matematika. h ttp:// www.fadjarp3g@wordpress. com (Accessed 30 April 2011)

Suprijono, Agus. 2010. Cooperatif Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif-Konsep; Landasan dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.

_____. 2008. Mendesain Model Pembelajaran Kontekstual (Contekstual Teaching and Learning) di Kelas. Jakarta: Cerdas Pustaka Publisher.

Uno, Hamzah. 2009. MODEL PEMBELAJARAN Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.

Wena, Made. 2010. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara.

Lampiran 1

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Satuan Pendidikan : SMA TUNAS BANGSA

Pokok Bahasan : Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

Mata Pelajaran : Matematika

Kelas / Semester : X/ Ganjil

Jumlah Pertemuan :1 x pertemuan

Waktu : 2 x 45 menit

I. Standar Kompetensi

3. Memecahkan masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dan

pertidaksamaan satu variable

II. Kompetensi Dasar

3.1. Menyelesaikan sistem persamaan linear dan sistem persamaan campuran

linear dan kuadrat dalam dua variable

III. Indikator

1. Menjelaskan pengertian sistem persamaan linear dua variabel

2. Menentukan himpunan penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel

dengan metode substitusi

3. Menentukan himpunan penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel

dengan metode eliminasi

IV. Tujuan Pembelajaran

1. Siswa dapat menjelaskan pengertian sistem persamaan linear dua variabel

2. Siswa dapat menentukan himpunan penyelesaian sistem persamaan linear dua

variabel dengan metode substitusi

3. Siswa dapat menentukan himpunan penyelesaian sistem persamaan linear dua

variabel dengan metode eliminasi

V. Materi Pelajaran

Sistem persamaan liner dua variabel (SPLDV)

VI. Pendekatan, Model, dan Metode Pembelajaran

Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah pendekatan

kontekstual.

Model Pembelajaran

Model Pembelajaran yang digunakan adalah Kooperatif tipe STAD

Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran yang digunakan adalah, diskusi, tanya jawab,

pemberian tugas, dan pemecahan masalah.

VII. Skenario Pembelajaran

PendahuluanMetode Waktu

Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Ket

Membuka pelajaran dan

menyampaikan tujuan

pembelajaran.

Menanyakan dan

mengingatkan kembali

materi prasyarat sebelum

memasuki materi pelajaran.

Menyampaikan aplikasi

SPLDV dalam kehidupan

sehari-hari.

Memberikan dorongan

kepada siswa untuk

mengemukakan

pengetahuan awalnya

tentang konsep yang akan

dibahas.

Mendengarkan tujuan

pembelajaran yang disampaikan

guru.

Mendengarkan dan memberikan

argumen tentang materi prasyarat

yang diajukan guru.

Mendengarkan dan secara tidak

langsung memikirkan apa yang

disampaikan guru.

Melakukan tanya jawab dengan

guru.

Berusaha mengeluarkan

pendapat/argumen masing-masing

siswa.

Tanya

Jawab

10’

Kegiatan IntiMetode Waktu

Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Ket

Mengorganisasikan siswa ke

dalam kelompok belajar

dengan anggota 4-5 orang

Membagikan LAS kepada

kelompok

K4 70’

Memahami

Masalah Kontekstual

Menyajikan masalah

kepada siswa “Di suatu

toko Upin, Budi, dan Ipin

membeli perlengkapan

sekolahnya. Upin membeli

tiga buku dan dua pensil

dengan harga Rp 4.000

Sedangkan Budi membeli

dua buku dan dua pensil

yang sama dengan harga Rp

3.000”

Me mbuat rencana

penyelesaian masalah

Mengarahkan siswa untuk

memahami masalah dengan

bertanya kepada siswa.

Membimbing siswa

menemukan langkah-

langkah penyelesaiannya

dengan bertanya kepada

siswa.

Memperhatikan LAS

Berdiskusi mengerjakan LAS

a. Harga satu buku adalah:

3 buku + 2 pensil = 4.000

1 buku + 2 buku + 2 pensil =

4.000

1 buku + 3.000 = 4.000

1 buku = 1.000

Maka harga satu buku adalah =

1.000

b. Harga satu pensil adalah:

2 buku + 2 pensil = 3.000 dan

harga satu buku adalah 1.000,

maka harga satu pensil adalah

2 buku + 2 pensil = 3.000

2 (1.000) + 2 pensil = 3.000

2000 + 2 pensil = 3.000

2 pensil = 1.000

1 pensil = 500

Maka harga satu pensil adalah =

500

c. Uang yang harus dibayar Ipin

K1

K2, K5,

K4

Diskusi

Menjawab pertanyaan

siswa yang kesulitan dalam

mengerjakan LAS

Me lakukan penyelesaian

masalah

Meminta kelompok yang

dipilih untuk

mempresentasikan hasil

diskusi kelompoknya.

Memberikan kesempatan

kepada siswa untuk

menanggapi.

Memberikan penilaian

Memberikan penguatan,

mengajak siswa

memberikan applause

kepada kelompok yang

mempresentasikan

Memeriksa kembali

Membantu siswa mengkaji

ulang proses yang

diperoleh.

Membimbing siswa untuk

merangkum materi

pelajaran

membeli 2 buku dan satu pensil

adalah:

2 buku + 1 pensil = 2(1.000) +

500 = 2.000 + 500 = 2.500

Jadi uang yang harus dibayar Ipin

membeli satu dua buku dan satu

pensil adalah 2.500.

Bertanya bagi siswa yang kurang

mengerti proses pemecahan

masalah.

Menyajikan hasil diskusi

kelompoknya.

Menanggapi hasil diskusi

kelompok yang

mempresentasikan hasil

diskusinya.

Mengeluarkan ide/gagasan.

Bertanya bagi siswa yang kurang

mengerti.

Mengkaji proses pemecahan

masalah yang telah dilakukan.

Siswa merangkum langkah-

langkah pemecahan masalah

yang telah dilaksanakan.

K3,

K4

K7

K6

Tanya

Jawab

Kegiatan Akhir Metode Waktu

Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Ket

Memberikan kesempatan

kepada siswa untuk

menanyakan kembali hal-hal

yang kurang dimengerti

pada materi yang baru

dipelajari.

Memberikan penghargaan

kepada kelompok dan

individu yang berprestasi

Memberikan tugas sebagai

latihan untuk dikerjakan di

rumah.

Bertanya pada guru tentang hal-

hal yang kurang dimengerti.

Memberikan penghargaan kepada

kelompok dan teman yang

berprestasi

Mendengarkan dan

melaksanakan arahan guru.

K7

Pemberian

tugas

10’

VIII. Sumber Belajar

Buku Matematika untuk SMA kelas X. Sartono. Penerbit : Erlangga.

IX. Penilaian Hasil Belajar

Indikator

Penilaian

Teknik

Penilaian

Bentuk

InstrumenInstrumen

Alternatif Jawaban Skor

Menjelaskan

pengertian

sistem

persamaan

linear dua

variabel

Tes tertulis Tes Uraian Cinemax 21 menyediakan

40 kursi untuk kelas I dan

II. Harga tiket untuk kelas I

adalah Rp 25.000,00

sementara kelas II Rp

20.000,00. Penjualan hari

ini Rp 950.000,00.

Apakah persoalan tersebut

merupakan permasalahan

SPLDV? Jelaskan!

Permasalahan merupakan

SPLDV karena melibatkan dua

valriabel, yaitu kelas I dan

kelas II. Persamaan yang

terbentuk adalah:

Kelas I + kelas II = 40

25000 kelas I + 20000 kelas II

= 950000

Kedua persamaan merupakan

persamaan linier.

10

Menentukan

himpunan

penyelesaian

sistem

persamaan

linear dua

variabel

dengan

metode

substitusi

Tes tertulis Tes Uraian Tentukanlah banyak

penonton kelas I dan kelas

II dengan menggunakan

metode substitusi! Jika hari

ini yang membeli tiket

kelas I adalah 10 orang dan

kelas II adalah 15 orang,

maka berapa pendapatan

hari ini?

Model matematika :

Banyak penonton kelas I = x

Banyak penonton kelas II = y

x + y = 40

25000x+ 20000y = 950000

5x + 4y = 190

Pers 1)

x + y = 40 x = 40 – y ...2)

Substitusi pers 2) ke pers 1)

5x + 4y = 190

5(40 – y) + 4y = 190

200 – 5y + 4y = 190

y = 10 ...3)

Substitusi pers 3) ke pers 2)

x = 40 – y

= 40 – 10 = 30

Berarti banyak penonton kelas

I adalah 30 orang, kelas II

adalah 10 orang.

Jika x = 10 dan y = 15,

makapendapatan hari ini:

25000(10) + 20000(15) =

550000

20

Menentukan

himpunan

penyelesaian

sistem

persamaan

linear dua

variabel

dengan

metode

eliminasi

Tes tertulis Tes Uraian Tentukanlah banyak

penonton kelas I dan kelas

II dengan mengguanakan

metode eliminasi! Jika hari

ini yang membeli tiket

kelas I adalah 6 orang dan

kelas II adalah 10,

berapakah pendapatan

yang diperoleh?

Model matematika :

Banyak penonton kelas I = x

Banyak penonton kelas II = y

x + y = 40

25000x+ 20000y = 950000

5x + 4y = 190

Eliminasi x

x + y = 40 (x 5)

5x + 4y = 190 (x1)

5x + 5y = 200

5x + 4y = 190 -

y = 10

eliminasi y

x + y = 40 (x4)

5x + 4y = 190 (x1)

4x + 4y = 160

5x + 4y = 190 -

-x = -30

x = 30

jadi, banyak penonton kelas I

adalah 30 dan banyak

penonton kelas II adalah 10

jika penonton kelas I adalah 6

dan kelas II adalah 10, maka

pendapatan:

25000(6) + 20000(10) =

350000

20

Nilai akhir :

Keterangan:

Komponen pembelajaran kontekstual

1. Konstruktivisme (construktivism) : K1

2. Menemukan (Inquiry) : K2

3. Bertanya

(Q uestionin

g)

: K3

4. Masyarakat belajar (Laerning Community) : K4

5. Pemodelan (Modeling) : K5

6. Refleksi (Reflection) : K6

7. Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment) : K7

Lampiran 2

Mata Pelajaran : Matematika

Kelas/Sekolah : X / SMA Tunas Bangsa

Pokok Bahasan : Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

Alokasi Waktu : 2 x 45 Menit

Petunjuk :

Dibawah ini terdapat beberapa tugas yang harus dikerjakan, kegiatan yang harus

dilakukan pada setiap bagian tugas itu adalah :

1. Membaca dengan teliti setiap permasalahan, kemudian kamu dapat

menuliskan apa yang diketahui, apa yang ditanya, model matematika serta

kemungkinan cara penyelesaiannya dengan menggunakan langkah-langkah

pemecahan masalah, yaitu memahami masalah, merencanakan pemecahan

masalah, melaksanakan pemecahan masalah dan memeriksa kembali.

LEMBAR AKTIVITAS SISWA

2. Setelah itu diskusikan dalam kelompokmu, setiap orang dalam kelompok harus

mendapat giliran mengeluarkan pendapat serta mendengarkan dengan seksama

ide dari temanmu. Jika dalam kelompokmu mendapat masalah yang tidak dapat

diselesaikan, kamu dapat bertanya kepada guru.

3. Setelah selesai, setiap kelompok masing-masing menuliskan jawabannya pada

bagian yang telah disediakan.

4. Lembar Aktivitas Siswa ini harus tetap bersih dan diserahkan kembali kepada

guru.

5. Selamat bekerja !!!

Kegiatan 1

Permasalahan 1:

Rp. 4000

Rp.3.000

Selidiki masalah di atas, apakah termasuk ke dalam permasalahan SPLDV atau

bukan. Berikan alasanmu!

…………………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………….

Jika termasuk SPLDV, lanjutkan dengan pekerjaan di bawah!

a. Tuliskan apa yang diketahui dan ditanya dari permasalahan di atas!

……………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………....

b. Buatlah model matematika dari persamaan diatas!

Misalkan :

Buku = …..

Pensil = …..

model matematika dari persamaan di atas adalah

……………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………

c. Bagaimana jika kedua persamaan di atas kamu selisihkan? Apa yang kamu

peroleh? Tentukanlah harga 1buku!

……………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………

d. Samakan koefisien buku dari kedua persamaan di atas! Kemudia apa yang harus

anda lakukan untuk memperoleh harga 1pensil?

……………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………

e. Tentukanlah uang yang harus dibayar jika yang dibeli adalah 2 buku dan 1 pensil!

……………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………....

Kesimpulan :

Langkah-langkah yang kamu kerjakan adalah Metode ELIMINASI merupakan

metode menghilangkan salah satu variabel dengan menyamakan koefisien

variabel lain.

Kegiatan – 2

Permasalahan :

Rp. 210.000

Rp. 130.000

Selidiki masalah di atas, apakah termasuk ke dalam permasalahan SPLDV atau

bukan. Berikan alasanmu!

…………………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………….

Jika termasuk SPLDV, lanjutkan dengan pekerjaan di bawah!

a. Tuliskan apa yang diketahui dan ditanya dari

permasalahan di atas!

……………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………....

B. Buatlah model matematika dari persamaan diatas!

Misalkan :

Kemeja = …..

Kaos = …..

model matematika dari persamaan di atas adalah

……………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………

C. Berapakah nilai 1 kaos dari barang yang dibeli upin? Tentukan persamaannya!

……………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………

D. Jika kaos yang dibeli Upin harganya sama dengan kaos yang dibeli Mery, maka

barang yang dibeli Mery dapat diubah menjadi? Tentukan persamaannya!

……………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………

E. Berapa harga 1kaos dan 1kemeja?

……………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………

F. Tentukanlah uang yang harus dibayar jika yang dibeli adalah 2 buku dan 1 pensil!

……………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………....

Kesimpulan:

Langkah-langkah yang kamu kerjakan merupakan metode substitusi, yaitu

metode mengganti variabel ke persamaan variabel lain.

Latihan:

Dalam suatu pertIpinngan bulu tangkis, harga karcis masuk

kelas utama per orang adalah Rp. 25.000, sedangkan lannya

adalah Rp. 10.000. Jika terjual sebanyak 860 lembar karcis

dengan pemasaran sebesar Rp. 13.400.000. Tentukan

banyaknya penonton di kelas utama!