Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
COVID-19, WFH, & PERILAKU PENGGUNAAN TEKNOLOGIAnalisis Hasil Survei Tanggal 13-17 April 2020
Tanggal Terbit: 28 Mei 2020
Halo dari
Tahun 2020 telah memasuki bulan kelima, namunsetengahnya nyaris kita habiskan dengan physicaldistancing, di mana sebagian individu melakukanpekerjaannya dari rumah. Ya, Indonesia memangterkena dampak pandemi Coronavirus Disease 2019(COVID-19). Wabah tersebut mulai mengguncangIndonesia pada awal Maret 2020.
Physical distancing itu sendiri merupakan upaya untuk “flatten thecurve”, yaitu usaha serentak untuk menghindari risiko penularan dankematian yang dapat terjadi apabila jumlah penderita berada di luarkepasitas tenaga medis pada suatu daerah. Upaya ini berujung padaditerapkannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada banyakdaerah di Indonesia. Dalam kondisi ini, Working dan Studying FromHome (WFH) ditetapkan sebagai solusi agar bisnis dan kegiatanbelajar-mengajar tetap berjalan, tentunya dengan mengandalkanteknologi.
1
Satu bulan setelah COVID-19 ditetapkan sebagai pandemi olehWorld Health Organization (WHO) serta anjuran untuk physicaldistancing diterapkan di berbagai wilayah Indonesia, Veda Praxismelakukan survei untuk meninjau perilaku penggunaan teknologi.Survei ini dilakukan menggunakan kuesioner digital pada tanggal 13hingga 17 April 2020 dengan teknik pengumpulan sampel snowball.Tujuan dari survei ini adalah untuk mengkaji perubahan perilakupenggunaan teknologi akibat norma physical distancing dan inisiatifWFH.
Survei ini mengumpulkan 1.181 responden dari berbagai profesi dangenerasi dari seluruh Indonesia. Saat survei dilakukan, belum seluruhperusahaan menerapkan WFH (hasilnya adalah 56% responden telahmelakukan pekerjaan atau belajar dari rumah). Terlepas dari workingarrangement yang dijalani oleh responden, adopsi teknologi jugadapat terjadi pada responden yang masih melakukan pekerjaan darikantor karena adanya faktor social influence ataupun kebutuhanuntuk saling terkoneksi.
Dokumen ini mengelaborasi hasil survei untuk memberikangambaran perilaku penggunaan teknologi, baik yang berhubungandengan bagaimana responden menjalankan pekerjaannya darirumah (WFH) maupun memenuhi kebutuhan sehari-hari (lifestyle).
Veda Praxis!
Tim Penyusun dan Izin Publikasi
Veda Praxis adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang Business Governance Advisory. Veda Praxismerupakan perusahaan yang independen, sehingga survei ini bebas dari ketergantungan dan pengaruh daripihak manapun. Pengutipan data dan hasil survei ini diizinkan dengan mencantumkan identitas Veda Praxis.
Masukan serta diskusi atas hasil survei ini dapat disampaikan kepada kami melalui [email protected] atau Business WhatsApp pada https://wa.me/6281919138332.
2
Penanggung JawabSatya Rinaldi
Project ManagerJunita R. Maryam
Tim Penyusun & Analisis Data• M. Anwari Sugiharto• Muh. Ilham Rivano
Tim Quality Control• Nadya Amalin• Asep Permana
ContactVEDA PRAXISJl. T.B. Simatupang no. 5, Pasar Minggu, Jakarta 12540Website: www.vedapraxis.comE-mail: [email protected]
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
28-Ja
n30
-Jan
01-F
eb03
-Feb
05-F
eb07
-Feb
09-F
eb11
-Feb
13-F
eb15
-Feb
17-F
eb19
-Feb
21-F
eb23
-Feb
25-F
eb27
-Feb
29-F
eb02
-Mar
04-M
ar06
-Mar
08-M
ar10
-Mar
12-M
ar14
-Mar
16-M
ar18
-Mar
20-M
ar22
-Mar
24-M
ar26
-Mar
28-M
ar30
-Mar
01-A
pr03
-Apr
05-A
pr07
-Apr
09-A
pr11
-Apr
13-A
pr15
-Apr
17-A
pr19
-Apr
21-A
pr23
-Apr
25-A
pr27
-Apr
29-A
pr01
-Mei
03-M
ei05
-Mei
07-M
ei
Timeline COVID-19 di Indonesia
Maret 2, 20203
Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus perdana COVID-19 di Indonesia
Januari 28, 20202
Republik Indonesia secara resmi memasuki Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit Akibat Virus Corona di Indonesia. Keadaan tersebut diperpanjang dua kali dan saat ini berlaku hingga 29 Mei 2020
Maret 31, 20205
Presiden Joko Widodo Menetapkan Peraturan Pemerintah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PP
No.21 Tahun 2020)
April 10, 20206
DKI Jakarta menjadi provinsi pertama yang menerapkan PSBB
Jumlah Kasus COVID-19 Terkonfirmasi di Indonesia1
Maret 11, 20204
Pemerintah Republik Indonesia melaporkan kematian pertama yang disebabkan oleh COVID-19
1https://covid19.go.id/2https://bnpb.go.id/berita/status-keadaan-tertentu-darurat-bencana-wabah-penyakit-akibat-virus-corona-di-indonesia-3https://www.antaranews.com/berita/1329602/presiden-ibu-anak-warga-indonesia-positif-covid-194https://www.thejakartapost.com/news/2020/03/11/indonesia-reports-first-death-from-covid-19.html5Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)6https://nasional.kompas.com/read/2020/04/20/05534481/daftar-18-daerah-yang-terapkan-psbb-dari-jakarta-hingga-makassar7https://www.thejakartapost.com/news/2020/04/23/govt-temporarily-bans-passenger-travel-to-prevent-mudik.html 3
Tanggal Pelaksanaan Survei (13-17 April 2020)
April 24, 20207
Pemerintah Republik Indonesia membatasitransportasi dalam rangka mudik Idul Fitri
(Permenhub No. 25 Tahun 2020)
Fase Penerapan WFH Secara Volunteer Fase Penerapan WFH sesuai dengan Regulasi
Peta Penetapan PSBB Indonesia
Provinsi Sumatera BaratDitetapkan pada tanggal 17 April
Kota PekanbaruDitetapkan padatanggal 12 April
JABODETABEKDKI Jakarta – Ditetapkan 6 April
Bogor (Kota & Kab), Depok, Bekasi (Kota & Kab) – Ditetapkan 12 April Tanggerang Selatan, Tanggerang (Kota & Kab) – Ditetapkan 12 April
Kota TarakanDitetapkan pada tanggal 19 April
Kota BanjarmasinDitetapkan pada tanggal 19 April
Kabupaten GowaDitetapkan pada tanggal 22 April
Surabaya, Sidoarjo, GresikDitetapkan pada tanggal 21 April
Kota MakassarDitetapkan pada tanggal 16 AprilKota Tegal
Ditetapkan pada tanggal17 April
Sumber: https://www.kemkes.go.id/folder/view/01/structure-berita-dan-informasi-rilis-berita.htmlInformasi diperoleh pada tanggal 7 Mei 2020.
Bandung, Cimahi, SumedangDitetapkan pada tanggal 17 April
Tanggal yang tercantum adalah tanggal penetapan Keputusan Menteri Kesehatan yang akan menjadi landasan hukum pelaksanaan PSBB di masing-masing daerah yang mengajukan permohonan PSBB. Tanggal tidak menggambarkan waktu pelaksanaan PSBB.
Provinsi GorontaloDitetapkan pada tanggal 28 April
4
Provinsi Jawa BaratDitetapkan pada tanggal 1 Mei
Kota Palangka RayaDitetapkan pada tanggal 7 Mei
Data terkini pada 7 Mei 2020
Profil Responden SurveiProfil responden survei dibagi menjadi 2 kategori demografis
dan 1 kategori working arrangement:
Generasi Pekerjaan Working Arrangement
• Baby Boomers (lahir sebelumtahun 1961)
• Generasi X (lahir tahun 1961 hingga 1980)
• Generasi Y / Millennials (lahirtahun 1981 hingga 1994)
• Generasi Z (lahir tahun 1995 hingga 2000)
• Bekerja pada Sektor Swasta• Bekerja pada Sektor Publik• Bekerja sebagai Ibu / Bapak
Rumah Tangga• Mahasiswa Pelajar• Lainnya
• Working / Studying from Home (WFH)
• Tidak WFH (ada mobilitas, baikdilaksanakan secara penuh di kantormaupun shift)
5
Geografi dan Demografi Responden
Orang Indonesia yang sedang bertempat di Luar Negeri
12 Responden
Pengambilan data dilaksanakan dari tanggal 13 April 2020 hingga17 April 2020
Sumatera dan Sekitarnya
58 Responden
Kalimantan dan Sekitarnya
12 RespondenSulawesi, Maluku, dan Sekitarnya
63 Responden
Jawa, Madura, dan Sekitarnya
1.009 Responden
Papua dan Sekitarnya
11 Responden
Bali, Nusa Tenggara, dan Sekitarnya
16 Responden
Lokasi Geografis Responden
Generasi RespondenBerdasarkan Tahun Kelahiran
1.181 RespondenJumlah responden yang diperoleh:
Gen Y (Millennials) 42%
Gen X 39%
Gen Z 17%
Baby Boomers 2%Jumlah Responden Lebih Rendah Jumlah Responden Lebih Banyak
Pada tanggal 17 April 2020
Dokumen diterbitkan pada tanggal 28 Mei 2020.6
209
180
77
36
12
0 50 100 150 200 250Jumlah Responden
Kategori Profesi dan Working Arrangement yang Dijalani oleh Responden
67%
19%
8% 6%<1%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
Sektor Swasta Sektor Publik Mahasiswa /Pelajar
Bapak / IbuRumah Tangga
Lain-Lain
Sektor swasta mencakup pegawai swasta, wiraswasta, tenaga ahli independen, dan freelancer
Sektor publik mencakup ASN dan pegawai usaha yang kepemilikannya adalah pemerintah Republik Indonesia, baik pemerintah pusat maupun daerah
Q1: Apa profesi Anda? Hasil jawaban dikelompokkan menjadi lima kategori di atas.Q2: Bagaimana pengaturan kerja yang Anda jalani setelah Social/Physical Distancing dan PSBB berlangsung?n = 1.181. Angka dibulatkan. Data diperoleh dari periode 13 – 17 April 2020. Dokumen diterbitkan pada tanggal 28 Mei 2020.
667514Responden yang
tidak WFH1.181 Responden Total
Responden yang Working from Home (WFH)
Lain-lain
Libur (Paid & Unpaid)
Bapak / Ibu Rumah Tangga, tidak bekerja di luar rumah atau di kantor sebelumnya
Shift / Piket / Parsial
Working/Studying Onsite (ada mobilitas ke lokasi kerja/belajar)
Kategori Profesi Responden
Pengaturan Kerja (Working Arrangements) Responden
Pers
enta
se R
espo
nden
7
WORKINGFROM HOMECOVID-19, WFH, & PERILAKU PENGGUNAAN TEKNOLOGI
8
Persentase WFH lebih besar pada Pulau Jawa & Sekitarnya Dibandingkan Lokasi Geografis Lain
Persentase Responden WFH Berdasarkan Lokasi Geografis
Di Luar Jawa & Madura (80 responden WFH)
Sektor Publik Sektor Swasta Pelajar / Mahasiswa
49%43% 79%
Jawa, Madura, dan Sekitarnya (587 responden WFH)
Sektor Publik Sektor Swasta Pelajar / Mahasiswa
59%60% 96%
58% 56%
92%
42% 44%
8%
100% 100%
0%
50%
100%
Sektor Swasta Sektor Publik Mahasiswa / Pelajar Bapak / Ibu RumahTangga
Lain-Lain
Persentase Responden WFH Berdasarkan Profesi
WFH
Tidak WFH
Q1: Apa profesi Anda? Hasil jawaban dikelompokkan menjadi lima kategori di atas.Q2: Bagaimana pengaturan kerja yang Anda jalani setelah Social/Physical Distancing dan PSBB berlangsung?Angka dibulatkan. Data diperoleh dari periode 13 – 17 April 2020. Dokumen diterbitkan pada tanggal 28 Mei 2020.
Pers
enta
se R
espo
nden
9
Menyiapkan mood/fokus untuk bekerja
Membagi waktu dengan anak/keluarga dalam satu rumah
Menyediakan dedicated working space untuk bekerja
Korespondensi e-mail/pesan yang lebih aktif daripada biasanya
Mendapatkan koneksi internet yang memadai
Mengatur waktu meeting denganbeberapa pihak sekaligus
24%
32%
34%
38%
50%
56%
15%
29%
44%
50%
57%
52%
19%
48%
48%
33%
14%
73%
Bagi Seluruh Profesi, Menyiapkan Mood/Fokusadalah Kesulitan Terbesar Saat WFH
21%
33%
38%
40%
47%
57%
0% 50% 100%Kendala / Kesulitan
Q: Dari kondisi di bawah ini, pilihlah tantangan yang Anda hadapi saat WFH. survei memungkinkan responden yang melakukan WFH memilih hingga 3 jawaban(Check-All-That-Apply / CATA) dengan kemungkinan untuk memberikan jawaban lain. Item jawaban lain dikelompokkan ke dalam kategori sejenis jikamemungkinkan.n = 667. n = 458 untuk responden sektor swasta yang sedang WFH. n = 126 untuk responden sektor publik yang sedang WFH. n = 86 untuk responden pelajar / mahasiswa yang sedang WFH. Angka dibulatkan. Data diperoleh dari periode 13 – 17 April 2020. Dokumen diterbitkan pada tanggal 28 Mei 2020.
Sektor Swasta Sektor Publik Pelajar / Mahasiswa
Persentase Jumlah Responden Dalam Setiap Kategori ProfesiPersentase Seluruh Responden
10
Angka Menunjukkan Persentase Responden yang Memilih Jawaban yang Tersedia
Terjadi Euphoria dalam Melakukan WFH, NamunResponden Mengalami Kesulitan dalam Koordinasi
33%
30%
18%
18%
30%
16%
50%
43%
40%
40%
41%
39%
17%
27%
42%
41%
29%
45%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Saya bisa berkoordinasi dengan rekan satu tim saat bekerja dari rumah.
Saya lebih memilih bekerja dari rumah ketimbang dari lokasi kerja.
Di masa mendatang, pekerjaan yang memiliki pengaturan kerja WFH akan mendapatkan nilai plus bagi saya.
Di masa mendatang, saya akan memilih pekerjaan yang memperbolehkan saya WFH.
Saya bisa melanjutkan pengaturan kerja WFH setelah wabah COVID-19 ini dinyatakan selesai.
Saya percaya, setelah wabah COVID-19 ini selesai, kita akan mengalami perubahan cara kerja ke arah WFH atau remote working.
Agak Setuju / Agak Tidak Setuju Sangat Setuju / SetujuSangat Tidak Setuju / Tidak Setuju
Menunjukkan seberapa setuju responden terhadap pernyataan yang tersedia (skala 1-6 dengan nilai 1 berarti Sangat Tidak Setuju pada pernyataan).n = 1.181. Angka dibulatkan. Data diperoleh dari periode 13 – 17 April 2020. Dokumen diterbitkan pada tanggal 28 Mei 2020.
Persepsi Responden
11
28%
39%
26%
35%
23%
40%
52%
48%
42%
45%
42%
39%
20%
13%
32%
19%
35%
21%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Saya lebih memilih bekerja dari rumah ketimbang dari lokasi kerja.
Di masa mendatang, pekerjaan yang memiliki pengaturan kerja WFH akan mendapatkan nilai plus bagi saya.
Persepsi Responden
Responden yang Sedang WFH Cenderung Memiliki Persepsiyang Lebih Positif …
Pengaturan Kerja
WFH
Tidak WFH
WFH
Tidak WFH
WFH
Tidak WFH
Saya bisa berkoordinasi dengan rekan satutim saat bekerja dari rumah.
12
Agak Setuju / Agak Tidak Setuju Sangat Setuju / SetujuSangat Tidak Setuju / Tidak Setuju
Menunjukkan seberapa setuju responden terhadap pernyataan yang tersedia (skala 1-6 dengan nilai 1 berarti Sangat Tidak Setuju pada pernyataan).n = 667 untuk yang WFH. n = 514 untuk yang tidak WFH. Angka dibulatkan. Data diperoleh dari periode 13 – 17 April 2020. Dokumen diterbitkan pada tanggal 28 Mei 2020.
14%
22%
15%
22%
12%
20%
39%
43%
39%
43%
39%
40%
47%
35%
46%
35%
49%
39%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Di masa mendatang, saya akan memilih pekerjaan yang memperbolehkan saya WFH.
Saya bisa melanjutkan pengaturan kerja WFH setelah wabah COVID-19 ini dinyatakan selesai.
Saya percaya, setelah wabah COVID-19 ini selesai, kita akan mengalami perubahan cara kerja ke arah WFH atau remote working.
Persepsi Responden
... Terutama Terkait Outlook Budaya Kerja Masa Depan
Pengaturan Kerja
WFH
Tidak WFH
WFH
Tidak WFH
WFH
Tidak WFH
13Menunjukkan seberapa setuju responden terhadap pernyataan yang tersedia (skala 1-6 dengan nilai 1 berarti Sangat Tidak Setuju pada pernyataan).n = 667 untuk yang WFH. n = 514 untuk yang tidak WFH. Angka dibulatkan. Data diperoleh dari periode 13 – 17 April 2020. Dokumen diterbitkan pada tanggal 28 Mei 2020.
Agak Setuju / Agak Tidak Setuju Sangat Setuju / SetujuSangat Tidak Setuju / Tidak Setuju
Jadi, Bagaimana Persepsi Responden Terhadap Pengaturan Kerja WFH?
Jika membandingkan kelompok yang melakukan WFH dengan yang tidak melakukan WFH, ditemukan perbedaan dimana responden yang sudah menjalankan WFH akan cenderung memiliki persepsi dan outlook yang lebih positif. Halini memiliki arti jika seseorang telah melakukan pekerjaannya dari rumah, atau memiliki pengalaman bekerja darirumah selama pandemi ini, maka mereka akan lebih optimis untuk dapat melanjutkan kerja dari rumah meskipunwabah COVID-19 ini dinyatakan selesai. Mereka juga akan memberikan nilai plus untuk pekerjaan yang memilikipengaturan WFH dan akan lebih mungkin untuk memilih pekerjaan yang membolehkan mereka bekerja dari rumah.
Meskipun terdapat korelasi positif antara pengalaman WFH dengan persepsi dan outlook positif, ternyata respondenmasih lambat dalam beradaptasi. Dalam kurang lebih 1 bulan setelah diterapkannya physical distancing, belum terjadikeseimbangan antara euphoria yang dirasakan dengan adaptasi bekerja secara jarak jauh. Jumlah responden yangpercaya diri bahwa mereka bisa berkoordinasi dengan rekan satu tim saat bekerja dari rumah relatif kecil. Di sampingitu, mempersiapkan mood dan fokus untuk bekerja juga dianggap sebagai kendala terbesar. Hal ini mengisyaratkanbahwa perubahan working arrangement perlu didukung pendekatan khusus yang memudahkan bekerja jarak jauh.Artinya, di samping COVID-19 memaksa terjadinya perubahan working arrangement pada sebagian besar perusahaan,pada akhirnya perusahaan dan karyawan dapat sama-sama belajar 2 (dua) hal baru, bahwa:1. Produktivitas tidak dapat diukur dari seberapa lama kita terlihat di tempat kerja kita; dan2. Remote working tidak sama dengan remote control.
Dengan demikian, managing by objective adalah pendekatan yang baik untuk mendukung perubahan budaya kerja.Dalam jangka panjang, bukanlah interval selama clock-in dan clock-out yang dapat menjadi ukuran control, melainkangoal-setting yang jelas, serta pengelolaan ekspektasi yang baik oleh diri sendiri dan tim masing-masing.
14
VIDEO/CALLCONFERENCING
COVID-19, WFH, & PERILAKU PENGGUNAAN TEKNOLOGI
15
Responden Mengalami Peningkatan Frekuensi Conference Video / Call …
Q1: Sebelum terjadi wabah COVID-19 di wilayah Indonesia, berapa rekor anda melakukan conference call/video dalam SATU MINGGU?Q2: Sesudah terjadi, berapa rekor Anda melakukan conference call/video dalam SATU MINGGU?n = 1.181 untuk seluruh responden. n = 667 untuk responden yang WFH. n = 514 untuk responden yang tidak WFH. Angka dibulatkan. Data diperoleh dari periode 13 – 17 April 2020. Dokumen diterbitkan pada tanggal 28 Mei 2020.
Rekor Pelaksanaan Conference Call / Video dalam Satu Minggu
44%
37%
12%
4%1% 2%
6%
24%
34%
17%
9%12%
Tidakpernah
1-2 kali 3-5 kali 6-8 kali 9-12 kali Di atas 12kali
Pers
enta
se R
espo
nden
41% 41%
12%
4%1% 2%3%
20%
33%
19%
11%14%
Tidakpernah
1-2 kali 3-5 kali 6-8 kali 9-12 kali Di atas 12kali
48%
33%
12%
4%1% 2%
9%
28%
35%
14%
6%8%
Tidakpernah
1-2 kali 3-5 kali 6-8 kali 9-12 kali Di atas 12kali
Seluruh Responden Responden yang WFH Responden yang tidak WFH
0%
40%
20%
60%
Sebelum COVID-19 Sesudah COVID-19 Sebelum COVID-19 Sesudah COVID-19
16
… Terutama Bagi Responden yang Bekerja dari Rumah
<1%
<1%
<1%
1%
3%
2%
13%
24%
18%
62%
62%
62%
23%
11%
18%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%Pengaturan Kerja
Semua Responden
Tidak WFH
WFH
Peningkatan (+2 ≥ Interval > 0)
Peningkatan Signifikan (Interval > +2)
Interval Peningkatan Frekuensi Pelaksanaan Conference Video / Call
Tidak Berubah (Interval = 0)
Penurunan ( -2 ≤ Interval < 0)
Penurunan Signifikan (Interval < -2)
80% responden mengalami peningkatan frekuensi conference call / video. 85% responden yang sedang WFH mengalamipeningkatan frekuensi conference call / video dibandingkan 73% responden yang tidak WFH.
17
Q1: Sebelum terjadi wabah COVID-19 di wilayah Indonesia, berapa rekor anda melakukan conference call/video dalam SATU MINGGU?Q2: Sesudah terjadi, berapa rekor Anda melakukan conference call/video dalam SATU MINGGU?n = 1.181 untuk seluruh responden. n = 667 untuk responden yang WFH. n = 514 untuk responden yang tidak WFH. Angka dibulatkan. Data diperoleh dari periode 13 – 17 April 2020. Dokumen diterbitkan pada tanggal 28 Mei 2020.
Peningkatan Interval Terbanyak adalah dari 1-2 Kali Menjadi3-4 Kali Seminggu
Sebelum COVID-19 Sesudah COVID-19 Berlangsung
Net Change(% Responden Total)
Q1: Sebelum terjadi wabah COVID-19 di wilayah Indonesia, berapa rekor anda melakukan conference call/video dalam SATU MINGGU?Q2: Sesudah terjadi, berapa rekor Anda melakukan conference call/video dalam SATU MINGGU?n = 1.181. Angka dibulatkan. Data diperoleh dari periode 13 – 17 April 2020. Dokumen diterbitkan pada tanggal 28 Mei 2020.
Di atas 12 Kali9-12 Kali
6-8 Kali
3-5 Kali
1-2 Kali
Tidak Pernah
Penambahan(% Responden Total)
Penurunan(% Responden Total)
-38%Tidak Pernah <1% 38%
-13%1-2 Kali 17% 30%
+22%3-5 Kali 31% 9%
+13%6-8 Kali 13% 13%
+8%9-12 Kali 8% <1%
+10%Di atas 12 Kali 10% <1%
18
Q1: Sebelum terjadi wabah COVID-19 di wilayah Indonesia, berapa rekor anda melakukan conference call/video dalam SATU MINGGU?Q2: Sesudah terjadi, berapa rekor Anda melakukan conference call/video dalam SATU MINGGU?New User adalah responden yang menjawab “Tidak Pernah” untuk Q1 akan tetapi tidak memilih jawaban “Tidak Pernah” untuk Q2. n = 1.181 untuk penentuan persentase New User secara keseluruhan. Angka dibulatkan. Data diperoleh dari periode 13 – 17 April 2020. Dokumen diterbitkan pada tanggal 28 Mei 2020.
Sekitar 2 dari 5 Responden Merupakan New User dengan Lebihdari Setengah New User Merupakan Responden yang WFH
49%37% 38%
26%
60%
51%63% 62%
74%
40%
0%
50%
100%
Sektor Publik Sektor Swasta Mahasiswa /Pelajar
Bapak / IbuRumah Tangga
Lain-Lain
Existing Userbase
New Users
Persentase New User dalam Setiap Kategori Profesi
41%
Responden adalah New User dariConference Call / Video
New User adalah Respondenyang sedang WFH
56%
Persentase Pengguna Conference Call / Video Baru(New User)
19
9-12 kali / minggu
Di atas 12 kali / minggu
6-8 kali / minggu
3-5 kali / minggu
1-2 kali / minggu
Tidak pernah
Lebih dari 10% Responden yang “Rajin” Conference Call/Video Merupakan “Newbie”
Komposisi Heavy User Sesudah COVID-19 Berdasarkan Frekuensi Conference Call / Video Sebelum COVID-19
Existing Heavy User (Heavy Users Sebelum COVID-19)
New Users
53%SektorSwasta
37%SektorPublik
10%Pelajar /
Mahasiswa
14%
38%
18%
9%6%
15%
136Responden adalah Heavy User Sesudah COVID-19
Berlangsung
65%SektorSwasta
10%SektorPublik
5%Pelajar /
Mahasiswa
20%Bapak / Ibu
Rumah Tangga
69%Active Users Adalah
Responden yang WFH
Frekuensi Conference Call / Video Sebelum COVID-19
Q1: Sebelum terjadi wabah COVID-19 di wilayah Indonesia, berapa rekor anda melakukan conference call/video dalam SATU MINGGU?Q2: Sesudah terjadi, berapa rekor Anda melakukan conference call/video dalam SATU MINGGU?New User adalah responden yang menjawab “Tidak Pernah” untuk Q1 akan tetapi tidak memilih jawaban “Tidak Pernah” untuk Q2. Heavy User adalah responden yang menjawab “Di Atas 12 Kali”. n = 136. Angka dibulatkan. Data diperoleh dari periode 13 – 17 April 2020. Dokumen diterbitkan pada tanggal 28 Mei 2020.
Komposisi Berdasarkan Profesi
Persentase Jumlah Heavy Users Sesudah COVID-19 Berlangsung Dalam Setiap Kategori Profesi
12%SektorSwasta
10%SektorPublik
12%Pelajar /
Mahasiswa
10%Bapak / Ibu
Rumah Tangga
Komposisi Heavy User Sesudah COVID-19 Berlangsung Berdasarkan Profesi
71%SektorSwasta
16%SektorPublik
8%Pelajar /
Mahasiswa
5%Bapak / Ibu
Rumah Tangga
Koneksi internet lawan bicara tidak stabil
Koneksi internet saya tidak stabil
Gangguan suara di sekitar saya atau sekitar lawan bicara
Gangguan anak/keluarga
Gangguan hewan peliharaan
Lain-Lain <1%
3%
27%
57%
59%
70%
<1%
1%
20%
48%
63%
64%
Koneksi Internet yang Tidak Stabil Menjadi KendalaTerbesar Saat Melakukan Conference Call/Video
Kendala / Kesulitan WFH Tidak WFH
Persentase Responden Dalam Setiap Pengaturan KerjaPersentase Seluruh Responden
Q: Dari kondisi di bawah ini, gangguan apa yang biasa Anda hadapi saat conference call/video. survei memungkinkan responden memilih hingga 3 jawaban (Check-All-That-Apply / CATA) dengan kemungkinan untuk memberikan jawaban lain. Items jawaban lain dikelompokkan ke dalam kategori sejenis jika memungkinkan.Data yang dipakai hanya berasal dari responden yang pernah melakukan conference call/video. n = 1.122 untuk seluruh responden. n = 649 untuk responden yang WFH. n = 473 untuk responden yang tidak WFH. Angka dibulatkan. Data diperoleh dari periode 13 – 17 April 2020. Dokumen diterbitkan pada tanggal 28 Mei 2020.
21
Angka Menunjukkan Persentase Responden yang Memilih Jawaban yang Tersedia
<1%
2%
24%
53%
61%
68%
0% 50% 100%
Terlepas dari Profesi dan Generasi, Seluruh RespondenMengalami Kendala yang Sama
Berdasarkan Profesi
Koneksi internet saya tidak stabil
Koneksi internet lawan bicara tidak
stabil
Gangguan suara di sekitar saya atau
sekitar lawan bicara
Gangguan anak/keluarga
Gangguan hewan peliharaan Lain-Lain
Sektor Swasta 61% 67% 53% 24% 2% <1%
Sektor Publik 60% 70% 54% 28% 2% <1%
Mahasiswa / Pelajar 63% 73% 63% 15% 6% 0%
Bapak / Ibu Rumah Tangga 60% 63% 35% 34% 2% 0%
Lain-Lain 40% 60% 40% 0% 0% 0%
Berdasarkan Generasi
Sebelum 1961 42% 57% 38% 11% 0% 0%
1961-1980 61% 67% 50% 20% 2% <1%
1981-1994 59% 66% 54% 34% 1% <1%
1995-2010 68% 75% 60% 13% 5% 0%
Q: Dari kondisi di bawah ini, gangguan apa yang biasa Anda hadapi saat conference call/video. Survei memungkinkan responden memilih hingga 3 jawaban (Check-All-That-Apply / CATA) dengan kemungkinan untuk memberikan jawaban lain. Item jawaban lain dikelompokkan ke dalam kategori sejenis jika memungkinkan. Tabel hanya disusun untuk responden yang pernah melakukan conference call/video. Persentase diperoleh melalui pembagian jumlah respons dengan jumlah responden masing-masing kategori. Angka dibulatkan. Data diperoleh dari periode 13 – 17 April 2020. Dokumen diterbitkan pada tanggal 28 Mei 2020.
Angka Menunjukkan Persentase Respondenyang Memilih Jawaban yang Tersedia
22
Conference Call/Video adalahSolusi Komunikasi Saat PandemiBerlangsungSelama pandemi COVID-19 berlangsung dan kebijakan pemerintah mendorongdilaksanakannya WFH, perusahaan dan karyawan mengandalkan business tools untukmelakukan conference call/video agar komunikasi tetap berjalan. Hal ini merupakan adopsiteknologi paling sederhana untuk mengganti rapat tatap muka dengan rapat secara online.Apakah alasan di balik conference call/video?
Pertama, meskipun conference call/video bukan merupakan suatu hal yang baru, tampaknyawabah COVID-19 terbukti meningkatkan frekuensi conference call/video terutama bagiresponden yang melakukan WFH. Norma physical distancing dan pelaksanaan PSBBdijalankan untuk proteksi diri agar tidak tertular/menularkan penyakit, sehingga seluruhkomunikasi yang biasanya dilaksanakan secara tatap muka, dialihkan ke media/channelonline. Kedua, tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi ini membuka peluang untuk mengubahcara kerja ke arah digital. Pandemi ini telah memicu banyak perusahaan mengambil langkahtransformasi digital secara serius. Hasilnya, terjadi peningkatan interval conference call/video,dengan jawaban responden terbanyak adalah dari 1-2 kali dalam seminggu, menjadi 3-4kali.
Seiring dari peningkatan frekuensi conference call/video, provider internet tampaknyamengalami kesulitan dalam mengejar peningkatan trafik dan kuota jaringan. Di Jakartasendiri, hingga Bulan April lalu sebanyak 3.964 perusahaan menerapkan WFH denganjumlah tenaga kerja mencapai 1.060.051 orang. Jumlah ini belum termasuk kegiatan belajar-mengajar yang dilakukan pada hampir seluruh jenjang pendidikan. Lonjakan frekuensiconference call/video dan kendala jaringan membuat seluruh responden mengalami kendalayang sama, yaitu koneksi internet yang tidak stabil, baik pada responden sendiri maupunpada lawan bicara.
23
Hal menarik lainnya yang dapat diambil dari survei ini adalah bagaimanakesulitan untuk menyiapkan dedicated working space berhubungandengan gangguan suara pada saat melakukan conference call/video.Suara bising di sekitar responden atau lawan bicara memang lebih sulitdikendalikan saat mereka tidak memiliki working space yang kondusif.Mengingat bahwa koordinasi dan komunikasi merupakan faktor yangpenting, individu akan tetap mencari meeting point untuk berkomunikasidan berkoordinasi setelah pandemi ini dinyatakan selesai. Berdasarkankondisi dan kendala yang berhasil dihimpun melalui survei ini, rasanyaakan fair bila tren ke depan akan mengarah pada remote working denganpengaturan “Anywhere Work”, di mana individu dapat membangun mooddengan cepat, mendapatkan akses internet yang cepat, dan memilihlingkungan yang kondusif untuk berkomunikasi dan berkoordinasi.
PENINGKATANBIAYA INTERNETCOVID-19, WFH, & PERILAKU PENGGUNAAN TEKNOLOGI
24
Sebanyak 53% Responden, Baik yang WFH MaupunTidak WFH, Mengalami Peningkatan Biaya Internet pada Bulan Pertama Physical Distancing …
47%
47%
47%
4%
5%
5%
6%
7%
6%
10%
16%
13%
33%
25%
29%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
WFH
Tidak WFH
Semua Responden
Rp 75,001 – Rp 100,000 Di atas Rp 100,000Rp 50,000 – Rp 75,000Hingga Rp 50,000Tidak mengalami peningkatan
Pengaturan Kerja
Q: Berapakah tambahan biaya internet / paket data yang harus Anda keluarkan untuk WFH (per bulan)?n = 1.181 untuk seluruh responden. n = 514 untuk responden yang tidak WFH. n = 667 untuk responden yang sedang WFH. Data diperoleh dari periode 13 – 17 April 2020. Dokumen diterbitkan pada tanggal 28 Mei 2020.
25
… Dan Peningkatan Biaya Internet Tertinggi Dialamioleh Generasi Z, yang Mayoritas Masih Mahasiswa
26
66%
55%
43%
36%
4%
4%
7%
3%
5%
6%
10%
3%
13%
12%
15%
28%
23%
34%
32%
0% 50% 100%
49%
44%
31%
55%
60%
4%
5%
8%
1%
6%
4%
14%
9%
12%
16%
13%
14%
20%
29%
31%
33%
20%
20%
0% 50% 100%
Sektor Swasta
Sektor Publik
Pelajar / Mahasiswa
Bapak / Ibu Rumah Tangga
Lain-Lain
Rp 75,001 – Rp 100,000 Di atas Rp 100,000Rp 50,000 – Rp 75,000Hingga Rp 50,000Tidak mengalami peningkatan
Generasi
Profesi
Q: Berapakah tambahan biaya internet / paket data yang harus Anda keluarkan untuk WFH (per bulan)? Persentase diperoleh melalui pembagian jumlah response dengan jumlah responden masing-masing kategori sesuai dengan persentase demografi yang terdapat pada slide Profil Responden. Angka dibulatkan. Data diperoleh dari periode 13 – 17 April 2020. Dokumen diterbitkan pada tanggal 28 Mei 2020.
Sebelum 1961
1961 – 1980
1981 – 1994
1994 – 201064% Responden Gen Z mengalami peningkatanbiaya internet / bulan
69% RespondenMahasiswa / Pelajarmengalami peningkatanbiaya internet / bulan
Responden Belum Sepenuhnya Mau Membayar Biaya Internet Lebih Tinggi untuk Bekerja Secara Remote
29%
34%
31%
30%
35%
32%
41%
30%
36%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Saya lebih baik mengeluarkan biaya internet lebih tinggi daripada biaya transportasi ke lokasi kerja.
Menunjukkan seberapa setuju responden terhadap pernyataan yang tersedia (skala 1-6 dengan nilai 1 berarti Sangat Tidak Setuju pada pernyataan)n = 1.181 untuk seluruh responden, n = 514 untuk yang tidak WFH, dan n = 667 untuk yang WFH. Angka dibulatkan. Data diperoleh dari periode 13 – 17 April 2020. Dokumen diterbitkan pada tanggal 28 Mei 2020.
Persepsi RespondenPengaturan Kerja
Semua Responden
Tidak WFH
WFH
27
Agak Setuju / Agak Tidak Setuju Sangat Setuju / SetujuSangat Tidak Setuju / Tidak Setuju
Physical DistancingMeningkatkan BiayaKomunikasiHasil survei menunjukkan bahwa 53% responden mengalami peningkatan biayakomunikasi yang jumlahnya bervariasi. Namun hal yang menarik adalah peningkatanbiaya komunikasi terbesar justru dialami oleh Generasi Z yang mayoritas adalahmahasiswa/pelajar atau pekerja pada tahun-tahun pertama. Hal ini disebabkan olehfaktor yang tidak diteliti dalam cakupan survei ini.
Meskipun terdapat peningkatan biaya komunikasi, hasil survei menunjukkan bahwaworking arrangement tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap peningkatan biayainternet per bulannya. Hal ini menandakan bahwa penyebab peningkatan biayainternet adalah penerapan norma physical distancing, bukan WFH. Diperkirakan pararesponden miliki akses dan kuota yang cukup di kediaman masing-masing untukmendukung WFH.
Hubungan antara pengalaman WFH dengan kesediaan untuk mengeluarkan biayainternet lebih tinggi untuk menggantikan biaya transportasi ke lokasi kerja memilikisignifikansi yang sangat rendah. Artinya, responden memiliki tingkat keinginan yangsangat rendah untuk mengalokasikan biaya transportasi ke lokasi kerja menjadi biayainternet yang digunakan untuk WFH atau remote working.
28
APLIKASILIFESTYLECOVID-19, WFH, & PERILAKU PENGGUNAAN TEKNOLOGI
29
PESAN ANTARMELALUI APLIKASICOVID-19, WFH, & PERILAKU PENGGUNAAN TEKNOLOGI
APLIKASILIFESTYLE
30
Pandemi Menyebabkan Perilaku Pesan Antar yang Sulit Diprediksi
Frekuensi Pesan Antar Melalui Aplikasi / Minggu
13%
45%
29%
8%
2% 2%
14%
28% 29%
16%
7% 6%
Tidakpernah
1-2 kali 3-5 kali 6-8 kali 9-12 kali Di atas 12kali
Pers
enta
se R
espo
nden
9%
46%
31%
9%
2% 3%
13%
26%29%
18%
7% 6%
Tidakpernah
1-2 kali 3-5 kali 6-8 kali 9-12 kali Di atas 12kali
19%
43%
27%
7%
2% 2%
16%
31%28%
13%
6% 6%
Tidakpernah
1-2 kali 3-5 kali 6-8 kali 9-12 kali Di atas 12kali
Seluruh Responden Responden yang WFH Responden yang tidak WFH
0%
40%
20%
60%
Q1: Sebelum terjadi wabah COVID-19 di wilayah Indonesia, berapa rekor Anda melakukan pesan delivery (makanan, jajan, kebutuhan harian) melalui aplikasi dalam SATU MINGGU?Q2: Sesudah terjadi, berapa rekor Anda melakukan pesan delivery (makanan, jajan, kebutuhan harian) melalui aplikasi dalam SATU MINGGU?n = 1.181 untuk seluruh responden. n = 667 untuk responden yang WFH. n = 514 untuk responden yang tidak WFH. Angka dibulatkan. Data diperoleh dari periode 13 – 17 April 2020. Dokumen diterbitkan pada tanggal 28Mei 2020.
31
Sebelum COVID-19 Sesudah COVID-19 Sebelum COVID-19 Sesudah COVID-19
Karena Pada Saat Bersamaan, Terjadi Peningkatan dan Penurunan Layanan Pesan Antar
Q1: Sebelum terjadi wabah COVID-19 di wilayah Indonesia, berapa rekor Anda melakukan pesan delivery (makanan, jajan, kebutuhan harian) melalui aplikasi dalam SATU MINGGU?Q2: Sesudah terjadi, berapa rekor Anda melakukan pesan delivery (makanan, jajan, kebutuhan harian) melalui aplikasi dalam SATU MINGGU?n = 1.181. Angka dibulatkan. Data diperoleh dari periode 13 – 17 April 2020. Dokumen diterbitkan pada tanggal 28 Mei 2020.
Di atas 12 Kali9-12 Kali
6-8 Kali
3-5 Kali
1-2 Kali
Tidak Pernah +1%Tidak Pernah 8% 7%
-17%1-2 Kali 13% 30%
<1%3-5 Kali 20% 20%
+8%6-8 Kali 14% 6%
+5%9-12 Kali 6% 1%
+4%Di atas 12 Kali 4% <1%
32
Sebelum COVID-19 Sesudah COVID-19 Berlangsung
Net Change(% Responden Total)
Penambahan(% Responden Total)
Penurunan(% Responden Total)
Penurunan Frekuensi Pesan Antar Terjadi pada Respondenyang WFH Dibanding Responden yang Tidak WFH
2%
1%
2%
19%
14%
17%
30%
38%
34%
45%
43%
44%
4%
4%
4%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%Pengaturan Kerja
Semua Responden
Tidak WFH
WFH
Q1: Sebelum terjadi wabah COVID-19 di wilayah Indonesia, berapa rekor Anda melakukan pesan delivery (makanan, jajan, kebutuhan harian) melalui aplikasi dalam SATU MINGGU?Q2: Sesudah terjadi, berapa rekor Anda melakukan pesan delivery (makanan, jajan, kebutuhan harian) melalui aplikasi dalam SATU MINGGU?n = 1.181. Data diperoleh dari periode 13 – 17 April 2020. Dokumen diterbitkan pada tanggal 28 Mei 2020.
Peningkatan (+2 ≥ Interval > 0)
Peningkatan Signifikan (Interval > +2)
Interval Peningkatan Frekuensi Pelaksanaan Conference Video / Call
Tidak Berubah (Interval = 0)
Penurunan ( -2 ≤ Interval < 0)
Penurunan Signifikan (Interval < -2)
33
Unconvinced Respondent adalah Responden yang Konsisten Tidak Menggunakan Aplikasi Pesan Antar BaikSebelum ataupun Saat COVID-19 Berlangsung
34
Q1: Sebelum terjadi wabah COVID-19 di wilayah Indonesia, berapa rekor Anda melakukan pesan delivery (makanan, jajan, kebutuhan harian) melalui aplikasi dalam SATU MINGGU?Q2: Sesudah terjadi, berapa rekor Anda melakukan pesan delivery (makanan, jajan, kebutuhan harian) melalui aplikasi dalam SATU MINGGU?Responden dalam kategori Unconvinced Respondent memilih “Tidak Pernah” untuk Q1 dan Q2. Angka dibulatkan. Data diperoleh dari periode 13 – 17 April 2020. Dokumen diterbitkan pada tanggal 28 Mei 2020.
17%
6%
6%
7%
83%
94%
94%
93%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Sebelum 1961
1961-1980
1981-1994
1995-2010
Mayoritas Unconvinced Respondent adalah Generasi Baby Boomers
Persentase Unconvinced Respondent Persentase Responden yang Menggunakan Aplikasi Pesan Antar
Di Manakah Spotlight untuk LayananPesan Antar Saat Terjadi Pandemi?
Jauh sebelum physical distancing diterapkan, masyarakat kita sudah lebih dulu mengenailayanan pesan antar atau delivery service untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Berdasarkanhasil pengolahan data survei, pola peningkatan dan penurunan pada frekuensi layanan pesanantar sangat bervariasi. Artinya, sesudah terjadi wabah COVID-19, banyak individu yangmeningkatkan penggunaan layanan pesan antar, namun juga banyak juga yang mengurangipenggunaan layanan pesan antar.
Kondisi WFH pun tidak memiliki korelasi positif dengan frekuensi pesan antar yang dilakukan.Alih-alih lebih sering melakukan pesan antar, justru responden yang WFH mengalamipenurunan frekuensi pesan antar. Meskipun penyebab dari hal ini bukan merupakan hal yangditeliti lebih lanjut pada survei ini, namun dapat dipastikan bahwa responden lebih seringmelakukan pesan antar saat berada di lingkungan kerja, misalnya untuk membeli makansiang, makanan ringan, atau kopi. Sementara saat bekerja dari rumah, responden dapatmengonsumsi santapan yang tersedia di kediaman masing-masing.
Kondisi pandemi juga dapat membawa pengaruh pada keputusan responden memesanlayanan pesan antar. Mungkin saja responden ragu akan kebersihan makanan atau memilikiketakutan pada virus yang mungkin menempel pada kemasan saat makanan sedang dalampengantaran.
Survei ini juga merangkum informasi bahwa adopsi teknologi untuk layanan pesan antarmasih rendah bagi kelompok responden Generasi X atau yang lahir sebelum tahun 1961.Sebanyak 17% responden tidak menggunakan aplikasi pesan antar baik sesudah maupunsebelum COVID-19. Hal ini tentu saja sangat berbeda dari generasi lainnya yang sangat seringmenggunakan aplikasi pesan antar.
35
40%
29%
26%
36%
50%
39%
38%
35%
10%
18%
19%
16%
13%
17%
13%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Sebelum 1961
1961-1980
1981-1994
1995-2010
Sebanyak 70% Responden Mencari Cara untuk BerbelanjaKebutuhan Sehari-hari Tanpa Ke Luar Rumah
29%
38%
18%14%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
1 aplikasi 2 aplikasi 3 aplikasi Lebih dari 3aplikasi
70%
Persentase Responden yang Mengalami Penambahan Jumlah Aplikasi Marketplace / Personal Shopper
Responden menambah jumlah aplikasi Marketplace / Personal Shopper
Persentase Responden yang Mengalam
i Penam
bahan Jumlah A
plikasi
Jumlah Penambahan Aplikasi Marketplace / Personal Shopper
Q: Berapa jumlah aplikasi marketplace/personal shopper yang baru Anda gunakan sejak Pemerintah mengumumkan Social/Physical Distancing?n = 1.181. Angka dibulatkan. Data diperoleh dari periode 13 – 17 April 2020. Dokumen diterbitkan pada tanggal 28 Mei 2020.
Generasi
Distribusi Penambahan Aplikasi dalam Generasi
3 aplikasi
Lebih dari 3
1 aplikasi
2 aplikasi
36
Pandemi dan Physical Distancing Menambah JumlahPengguna Aplikasi Sebanyak 15%
34%Tidak Menggunakan
Apakah Anda pernah berbelanja kebutuhan harian melalui aplikasi marketplace dan/atau personal shopper?
25%Tidak Menggunakan
66%Menggunakan
75%Menggunakan
Sebelum COVID-19 Sesudah COVID-19 Berlangsung
+178 Responden
+81 Responden
New Users
Inactive Users
Jenis-Jenis Responden Berdasarkan Penggunaan Aplikasi Marketplace / Personal Shopper
Q1: Apakah sebelum terjadi wabah COVID-19 ini Anda pernah berbelanja kebutuhan harian melalui aplikasi marketplace dan/atau personal shopper?
Q2: Sesudah terjadi, apakah Anda pernah berbelanja kebutuhan harian melalui aplikasi marketplace dan/atau personal shopper?
n = 1.181. Angka dibulatkan. Data diperoleh dari periode 13 – 17 April 2020. Dokumen diterbitkan pada tanggal 28 Mei 2020.
New UserResponden yang baru saja
menggunakan app sesudah COVID-19 berlangsung
Returning UsersResponden yang tetap
menggunakan app
Inactive UserResponden yang tidak
menggunakan app sesudah COVID-19 berlangsung
UnconvincedResponden yang tetap
belum menggunakan app
15% 59% 7% 19%
37
Persentase Responden yang Tidak Menggunakan Aplikasi Marketplace / Personal Shopper pada Generasi Termuda dan Tertua Melebihi Rata-Rata
14%
15%
15%
16%
48%
62%
60%
54%
7%
6%
7%
8%
31%
17%
18%
23%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Sebelum 1961
1961-1980
1981-1994
1995-2010
Generasi
Returning User
New User
Inactive User
Unconvinced
Distribusi Jenis Responden dalam Generasi
Dengan persentase inactive user yang relatif sama, kurangnya penggunaan aplikasi marketplace / personal shopper oleh generasi termuda dan tertua disebabkan oleh responden-responden yang masih ragu untuk mencoba
Q1: Apakah sebelum terjadi wabah COVID-19 ini Anda pernah berbelanja kebutuhan harian melalui aplikasi marketplace dan/atau personal shopper?Q2: Sesudah terjadi, apakah Anda pernah berbelanja kebutuhan harian melalui aplikasi marketplace dan/atau personal shopper?Angka dibulatkan. Data diperoleh dari periode 13 – 17 April 2020. Dokumen diterbitkan pada tanggal 28 Mei 2020.
38
Lalu, Adakah Spotlight untukPenyedia Jasa Marketplace dan Personal Shopper?
Electronic Commerce (e-Commerce) dan Marketplace merupakan platform bertemunya penjualdan pembeli secara online. “Belanja online” pun menjadi aktivitas yang menyenangkan bagisebagian orang karena menghadirkan pengalaman baru untuk memenuhi keinginan dankebutuhan hidup: barang tiba pada waktu yang dapat diprediksi serta adanya transparansiharga tanpa mengurangi kemampuan kita untuk menyeleksi berbagai alternatif. Denganadanya pandemi yang mengharuskan orang-orang mengurangi kegiatan non-esensial di luarrumah, apakah Marketplace dan Personal Shopper mendapatkan spotlight?
Meskipun responden cenderung memiliki sikap yang sama terhadap layanan pesan antarantara sebelum dan sesudah COVID-19, hasil survei menunjukkan bahwa frekuensipenggunaan Marketplace dan Personal Shopper cenderung meningkat. Setidaknya, 74%responden aktif menggunakan Marketplace / Personal Shopper dan menambah 2 aplikasiuntuk membantu memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Sementara itu, 19% dari respondenmasuk ke dalam kategori Unconvinced, yaitu responden yang masih ragu untuk mencobaberbelanja melalui aplikasi Marketplace dan Personal Shopper.
39
SIKAP &PERSEPSICOVID-19, WFH, & PERILAKU PENGGUNAAN TEKNOLOGI
APLIKASILIFESTYLE
40
Responden Masih Ragu untuk Berbelanja Secara Online
9%
21%
12%
41%
48%
47%
50%
31%
41%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Menunjukkan seberapa setuju responden terhadap pernyataan yang tersedia (skala 1-6 dengan nilai 1 berarti Sangat Tidak Setuju pada pernyataan).n = 1.181. Angka dibulatkan. Data diperoleh dari periode 13 – 17 April 2020. Dokumen diterbitkan pada tanggal 28 Mei 2020.
Persepsi Responden
41
Agak Setuju / Agak Tidak Setuju
Sangat Setuju / Setuju
Sangat Tidak Setuju / Tidak Setuju
Saya senang melakukan pesan delivery dan berbelanja melalui aplikasi.
Saya akan berbelanja kebutuhan harian melalui aplikasi marketplace dan/atau personal shopper meskipun wabah COVID-19 ini telah hilang/selesai.
Saya percaya, setelah wabah COVID-19 ini hilang/selesai, kita akan mengalami perubahan cara belanja ke arah online dengan menggunakan aplikasi marketplacedan/atau personal shopper.
Namun Responden yang WFH Cenderung Memiliki Sikapyang Lebih Positif Terhadap Pembelanjaan Online
7%
12%
20%
22%
10%
15%
39%
43%
46%
50%
46%
48%
53%
45%
35%
27%
44%
37%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Menunjukkan seberapa setuju responden terhadap pernyataan yang tersedia (skala 1-6 dengan nilai 1 berarti Sangat Tidak Setuju pada pernyataan).n = 514 untuk yang tidak WFH. n = 667 untuk yang WFH. Data diperoleh dari periode 13 – 17 April 2020. Angka dibulatkan. Dokumen diterbitkan pada tanggal 28 Mei 2020.
Persepsi Responden
WFH
Tidak WFH
WFH
Tidak WFH
WFH
Tidak WFH
42
Agak Setuju / Agak Tidak Setuju
Sangat Setuju / Setuju
Sangat Tidak Setuju / Tidak Setuju
Jenis Responden
Saya senang melakukan pesan delivery dan berbelanja melalui aplikasi.
Saya akan berbelanja kebutuhan harian melalui aplikasi marketplace dan/atau personal shopper meskipun wabah COVID-19 ini telah hilang/selesai.
Saya percaya, setelah wabah COVID-19 ini hilang/selesai, kita akan mengalami perubahan cara belanja ke arah online dengan menggunakan aplikasi marketplacedan/atau personal shopper.
Responden yang aktif Belanja Online Saat COVID-19 BerlangsungCenderung Memiliki Sikap yang Lebih Positif TerhadapPembelanjaan Online
7%
34%
19%
43%
11%
24%
40%
52%
48%
46%
46%
53%
53%
14%
33%
12%
43%
22%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Menunjukkan seberapa setuju responden terhadap pernyataan yang tersedia (skala 1-6 dengan nilai 1 berarti Sangat Tidak Setuju pada pernyataan). Pengguna Aplikasi adalah responden yang menggunakan aplikasi delivery ataupun marketplace / personal shopper sesudah COVID-19 berlangsung.n = 1087 untuk Pengguna Aplikasi. n = 94 untuk yang Tidak Menggunakan Aplikasi. Data diperoleh dari periode 13 – 17 April 2020. Dokumen diterbitkan pada tanggal 28 Mei 2020.
Persepsi Responden
Pengguna Aplikasi Delivery / Marketplace / Personal Shoppoer
Tidak Menggunakan Aplikasi
Pengguna Aplikasi Delivery / Marketplace / Personal Shoppoer
Tidak Menggunakan Aplikasi
Pengguna Aplikasi Delivery / Marketplace / Personal Shoppoer
Tidak Menggunakan Aplikasi
43
Agak Setuju / Agak Tidak Setuju
Sangat Setuju / Setuju
Sangat Tidak Setuju / Tidak Setuju
Jenis Responden
Saya senang melakukan pesan delivery dan berbelanja melalui aplikasi.
Saya akan berbelanja kebutuhan harian melalui aplikasi marketplace dan/atau personal shopper meskipun wabah COVID-19 ini telah hilang/selesai.
Saya percaya, setelah wabah COVID-19 ini hilang/selesai, kita akan mengalami perubahan cara belanja ke arah online dengan menggunakan aplikasi marketplacedan/atau personal shopper.
Responden yang Menambah Aplikasi Marketplace / Personal Shopper Cenderung Memiliki Sikap yang Lebih Positif TerhadapPembelanjaan Online
8%
13%
18%
28%
10%
18%
39%
45%
47%
48%
46%
48%
53%
42%
35%
24%
44%
34%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% Persepsi Responden
Mengalami Penambahan Aplikasi Marketplace / Personal Shopper
Tidak Mengalami Penambahan Aplikasi Marketplace / Personal
Shopper
Mengalami Penambahan Aplikasi Marketplace / Personal Shopper
Tidak Mengalami Penambahan Aplikasi Marketplace / Personal
Shopper
Mengalami Penambahan Aplikasi Marketplace / Personal Shopper
Tidak Mengalami Penambahan Aplikasi Marketplace / Personal
Shopper
44
Menunjukkan seberapa setuju responden terhadap pernyataan yang tersedia (skala 1-6 dengan nilai 1 berarti Sangat Tidak Setuju pada pernyataan). n = 829 untuk responden yang mengalami penambahan aplikasi Marketplace / Personal Shopper. n = 352 untuk responden yang tidak mengalami penambahan aplikasi Marketplace / Personal Shopper. Angka dibulatkan. Data diperoleh dari periode 13 – 17 April 2020. Dokumen diterbitkan pada tanggal 28 Mei 2020.
Agak Setuju / Agak Tidak Setuju
Sangat Setuju / Setuju
Sangat Tidak Setuju / Tidak Setuju
Jenis Responden
Saya senang melakukan pesan delivery dan berbelanja melalui aplikasi.
Saya akan berbelanja kebutuhan harian melalui aplikasi marketplace dan/atau personal shopper meskipun wabah COVID-19 ini telah hilang/selesai.
Saya percaya, setelah wabah COVID-19 ini hilang/selesai, kita akan mengalami perubahan cara belanja ke arah online dengan menggunakan aplikasi marketplacedan/atau personal shopper.
Generasi yang Baby Boomers Cenderung Memiliki Sikapyang Lebih Pesimis Terhadap Pembelanjaan Online
17%
9%
28%
21%
21%
12%
59%
41%
55%
47%
62%
46%
24%
50%
17%
32%
17%
42%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Saya senang melakukan pesan delivery dan berbelanja melalui aplikasi.
Saya akan berbelanja kebutuhan harian melalui aplikasi marketplace dan/atau personal shopper meskipun wabah COVID-19 ini telah hilang/selesai.
Saya percaya, setelah wabah COVID-19 ini hilang/selesai, kita akan mengalamiperubahan cara belanja ke arah online dengan menggunakan aplikasi marketplacedan/atau personal shopper.
Persepsi Responden
Sebelum 1961
1961 dan Setelahnya
Sebelum 1961
1961 dan Setelahnya
Sebelum 1961
1961 dan Setelahnya
Jenis Responden
45
Menunjukkan seberapa setuju responden terhadap pernyataan yang tersedia (skala 1-6 dengan nilai 1 berarti Sangat Tidak Setuju pada pernyataan). Data diperoleh dari periode 13 – 17 April 2020. Angka dibulatkan. Dokumen diterbitkan pada tanggal 28 Mei 2020.
Agak Setuju / Agak Tidak Setuju
Sangat Setuju / Setuju
Sangat Tidak Setuju / Tidak Setuju
Persepsi Responden terhadap PerubahanPerilaku Pembelian Melalui Pesan Antar, Marketplace, dan Personal Shopper
Kampanye #dirumahaja atau Stay at Home, ternyata mendorong penggunaan aplikasiMarketplace dan Personal Shopper untuk membeli kebutuhan harian (walaupun jumlahpengguna baru hanya mencapai 15%), akan tetapi tidak menyebabkan perubahanpada penggunaan layanan pesan antar. Perilaku ini dapat dipengaruhi oleh kebutuhanyang mendesak karena individu mulai membatasi kegiatan non-esensial di luar rumah.
Sama seperti layanan pesan antar, masyarakat sudah terlebih dahulu dikenalkandengan berbagai alternatif Marketplace ataupun Personal Shopper. Marketplace danPersonal Shopper menyediakan layanan yang mudah, pasti, dalam time frame yangdapat dikontrol oleh pembeli, sehingga aplikasi-aplikasi ini merupakan solusi untukmemenuhi kebutuhan sehari-hari. Akan tetapi, dalam fase adaptasi physical distancing,responden masih menggunakan aplikasi/kanal dari brand yang telah tersedia. Semakinlama pandemi berlangsung atau semakin lama norma physical distancing diterapkan,maka akan bermunculan channel atau brand-brand baru, baik untuk memenuhikebutuhan pesan antar maupun berbelanja. Peningkatan penyedia jasa belanja onlineini dapat mendorong keinginan masyarakat untuk mencoba berbelanja secara online.
46
KESIMPULAN & PENUTUPCOVID-19, WFH, & PERILAKU PENGGUNAAN TEKNOLOGI
47
Kesimpulan & Penutup
Pada penilaian yang terkait dengan persepsi dalam survei ini,mayoritas responden cenderung memberi nilai tengah saatmenyatakan persetujuannya pada pernyataan yang diberikan (1 =Sangat Tidak Setuju; 6 = Sangat Setuju). Hal ini menunjukkanmayoritas responden. masih ragu bahwa WFH dan belanja onlinemenjadi perilaku yang nyaman dan bertahan lama. Dua faktor yangdapat mendorong kondisi ini adalah trust (kepercayaan) respondenterhadap teknologi dan comfort (kenyamanan) responden menjadiaktivitas sehari-hari secara online dalam jangka waktu panjang.
Veda Praxis akan melakukan survei lanjutan untuk mencermatiperkembangan perilaku dan persepsi yang diakibatkan durasiphysical distancing yang panjang.
Besarnya Nilai Tengah Menunjukkan Keraguan Responden
Keseimbangan antara Euphoria WFH dengan Adopsi Teknologi
WFH tentu menimbulkan kesenangan bagi sebagian besar orang yangmenjalankannya, namun pada saat yang bersamaan, menimbulkankesulitan dalam berkoordinasi. Untuk outcome yang lebih baik, WFHperlu didukung oleh perubahan cara kerja yang lebih berorientasipada hasil dan praktik komunikasi efektif.
Social Influence Meningkatkan Pengguna Baru
Walaupun hanya 57% responden melakukan WFH, jumlah penggunabaru conference call/video lebih tinggi daripada jumlah pengguna baruaplikasi belanja online (secara berturut-turut: 41% dan 15%). Hal inidisebabkan kebutuhan untuk saling terkoneksi walaupun dibatasiphysical distancing. Dalam kondisi ini, social influence seperti doronganuntuk menggunakan business tools tertentu menyebabkan seseorangmau melakukan adopsi teknologi.
Techno-Hesistancy pada Baby Boomers
Tidak diragukan lagi, bahwa adopsi teknologi lebih banyak terjadipada generasi yang lebih muda. Survei ini menggambarkan bahwaGenerasi Baby Boomers memiliki keraguan untuk mencoba berbagaiaplikasi pendukung kerja dan pendukung lifestyle. Hal ini dapatdisebabkan oleh kenyamanan yang sudah didapat dengan lifestyleyang dijalani, sehingga tidak mencoba teknologi baru.
48
HEAD OFFICEAD Premier, 8th Floor
Jl. T.B. Simatupang No. 05, Jakarta 12540+62 21 2270 8982
http://www.vedapraxis.com