Copy of Bagaimana Pertai Bekerja Dalam DPRD

Embed Size (px)

Citation preview

  • 5/10/2018 Copy of Bagaimana Pertai Bekerja Dalam DPRD

    1/20

    BAB 1 .BAGAIMANA PAKTAIPAKTAIBEKERJA DI DPRD?BEBERAPA CATATAN PENDAHULUAN

    Oleh Syamsuddin Haris dan Mach Nurhasim

    Eraransisi politik dari rezim otoriter menuju pemerintahandemokrasi antara lain ditandai dengan berlangsungnyapemilihan umum (pemilu) yang relatifbebas, adil,jujur, dandemokratis. Melalui pemilu demokratis diharapkan dapat dihasilkanlembaga-lembaga demokrasi barn yang berisi para wakil rakyat yangpada akhimya berpihak serta berjuang untuk kepentingan rakyat pula.Seperti dikemukakan oleh Samuel P. Huntington, prosedur utamademokrasi adalah pemilihan para pemimpin secara kompetitif oIeh rakyatyang mereka pimpin'. Meskipun demikian, pemilu yang berlangsungsecara bebas dan demokratis tidak selalu menjamin lahirnyapemerintahan yang lebih bertanggung jawab kepada rakyatnya.

    Dalam konteks Indonesia pascarezim otoriter Orde Barn, pemilurelatif bebas dan demokratis telah berlangsung pada 1999 dan 2004yang lalu. Pada Pemilu 2004 bahkan berlangsung tiga kali pemilihanumum, yakni pemilu legislatif'untuk memilih anggota Dewan PerwakilanRakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (OPD), Dewan Perwakilan

    ISamuel P. Huntington, Gelombang Demokratisasi Ketiga, Jakarta: Grafiti Pers,1995, haL 4.1

  • 5/10/2018 Copy of Bagaimana Pertai Bekerja Dalam DPRD

    2/20

    Rakyat Daerah (DPRD) tingkat provinsi, dan DPRD tingkat kabupatenJkota pada 5 April; serta pemilu presiden putaran pertama pada 5 Juli,dan pemilu presiden putaran kedua pad a 20 September 2004.

    Hasil-hasil penghitungan suara pemilu legislatifyang berlangsungpada 5 April 2004 yang lalu tidak hanya memperlihatkan terjadinyaperubahan peta politik, baik di tingkat nasional maupun Iokal, melainkanjugamenunjukkan tingginya harapan masyarakat terhadap perubahanpolitik. Di tingkat nasional, perubahan peta politik tak hanya ditandaidengan tergesemya PDI Perjuangan pada posisi kedua sesudah PartaiGolkar yang memenangkan pemilu, melainkan juga tampak darimunculnya Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera dalamjajaran"partai besar" 2 Pemilu 2004. Di pihak lain, semua partai besar Pemilu1999 justru gagal mempertahankan tingkat dukungan dan ~erolehansuara yang dicapai dalam pemilu lima tahun sebelumnya, Di tingkatlokal, perubahan peta politik yang cenderung sarna -rneski dengannuansa lokal yang berbeda-beda-juga terjadi pada DPR.]) provinsidan DPRD kabupaten/kota hasil Pemilu 2004.

    Perubahan peta politik hasil Pemilu 2004 tersebut melahirkanharapan dan optimisme di kalangan masyarakat mengingat akumulasikekecewaan publik terhadap akuntabilitas dan performance partai-partai politik di Iembaga-lembaga Iegislatif produk Pemilu 1999.Betapatidak, pemilu multipartai pertama pasca-Soeharto yangberlangsung relatiffair dan demokratis pada 1999 temyata menghasilkan para anggota

    2 Dalam konteks nasional, konsep "partai besar" didefinisikan sebagai partai-partaiyangmampu meraih perolehan kursi DPR rninimun untuk mengikuti pemilu berikutnyayang dikenal dengan istilah electoral threshold. Dalam UU Pemilu No. 12 Tahun2003, perolehan kursi minimum bagi partai untuk mengikuti Pemilu 2009 adalah tigapersen dari total 550 kursi DPR. Apabila didasarkan perolehan kursi, tujuh partaibesar Pemilu 2004 berturut-turut adalah Golkar (128), PDIP (109), PPP(58), PD(57), PKB (52), PAN (52), dan PKS (45). Namun dalam konteks lokal, konsep "partaibesar" sudah tentu berbeda-beda di setiap daerahsesuai dengan hasil pemilu legislatifdi daerah yang bersangkutan, sehingga suatu partai besar di daerah tertentu belumtentu "besar" di daerah lain.

    2

  • 5/10/2018 Copy of Bagaimana Pertai Bekerja Dalam DPRD

    3/20

    legislatif dan institusi parlemen, nasional dan lokal, yang relatifburuk.Tidak mengherankan jika berbagai kasus korupsi dan politik uangmewarnai pemberitaan media massa tentang perilaku anggota parlemenselama sekitar lima tahun terakhir. Salah satu kasus paling fenornenaladalah terungkapnya korupsi danaAPBD yang dilakukan oleh 43 oranganggota DPRD Sumatra Barat sehingga rnereka dihukurn penjara olehPengadilan Negeri Padang'.

    Lalu, apakah perubahan peta politik hasil Pemilu 2004, khususnyadi tingkat lokal, memberi harapan akan terjadinya perubahan perilakuanggota serta lembaga legislatif sehingga akuntabilitas dan kinerja atauperformance politiknya lebih baik dibandingkan DPRD hasil Pemilu1999? Bagairnanakah sesungguhnya partai dalam konteks sistemmultipartai yang berlaku dewasa ini bekerja, baik dalam mernbuat .kebijakan melalui fraksinya di dalam DPRD, maupun dalamrnengartikulasi dan mengagregasikan kepentingan masyarakat dan ataukonstituennya. Apakah perilaku anggota legislatif merupakan bagianintegral dari sikap partai politik, atau sesuatu yang terpisah dan tidakterkait dengan partai yang mencalonkannya?BAGAIMANA PARTAI-P ARTAI BEKERJA?

    Pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan bahan kajian yangmenarik dalam rangka meningkatkan kualitas DPRD dan proses politiklokal pada khususnya, dan kualitas kontribusi sistem multipartai dalammelembagakan demokrasipada umumnya. Persoalannya, meskipunsistem otoriter Orde Barn pimpinan Soeharto telah ambruk sejak 1998,akuntabilitas danperformance lembaga-Iembaga legislatif relatifbelummemenuhi harapan masyarakat. Dibandingkan DPR dan DPRD eraOrde Barn, lembaga-Iembaga legislatif produk Pemilu 1999, memanglebih "hidup", berwarna, dan dinarnis, karena tidak lagi berisi parabirokrat (sipil dan militer) yang hanya bersikap yesmen saja terhadapkekuasaan. Namun demikian, terdapat kecenderungan yang kuat bahwa

    3 Kompas, 19 Mei 2004.

    3

  • 5/10/2018 Copy of Bagaimana Pertai Bekerja Dalam DPRD

    4/20

    vested interest pribadi dan kelompok para anggota lebih menonjol dalamperilaku dan kinerja anggota DPRD dibandingkan aspirasi dankepentingan publik

    Daftar pertanyaan tentu bisa panjang lagi, termasuk misalnya,apakah sistem pemilu yang barn-yang memungkinkan konstituenmemilih langsung kandidatnya-memberi kontribusi terhadap perbaikankualitas akuntabilitas dan kinerja DPRD hasil Pemilu 2004. Namundemikian, fokus studi ini terbatas untuk mencoba menjawab dan mencaripenjelasan atas pertanyaan-pertanyaan di bawah ini. Sejauh mana pola hubungan yang dibangun antara anggota legislatif

    dan partai politik? Apakah pengambilan keputusan di parlemenlokal harus melalui konfirmasi dan persetujuan partai politik?Bagaimana cara partai politik, mengontrol kinerja anggotalegislatifnya?

    Bagaimana cara anggota legislatif lokal mengakomodasi aspirasidan kepentingan rakyat? Apakah ada pol a relasi tertentu yangterbangun antara anggota legislatif dengan konstituen yangmemilihnya? Bagaimana bentuk pertanggungjawaban legislatiflokalterhadap masyarakat atau konstituennya?

    Apa sesungguhnya yang dilakukan partai setelah pemilu?Mekanisme dan cara seperti apa yang ditempuh oleh partai-partaipolitik dalam mengartikulasikan dan mengagregasikan kepentinganmasyarakat?Studi ini penting dan diperlukan untuk memperoleh gambaran

    empiris bagaimana sesungguhnya partai politik bekerja dalam kontekssistem multipartai yang berlaku di Indonesia, baik di dalam lembagalegislatiflokal melalui fraksinya di DPRD kabupaten/kota, maupun diluar DPRD. Diharapkan pula dapat diperolehgambaran bagaimanapola hubungan segitiga antara para anggota parlemen lokal, partai yangmencalonkannya, dan masyarakat (konstituen) dalam konteksperumusan kebijakan politik lokal, Melalui gambaran aktual dan empiristersebut diharapkan dapat dibuat penilaian terhadap kontribusi sistemmultipartai terhadap peningkatan kualitas proses politik dan pelembagaandemokrasi di tingkat lokal, Pilihan atas fokus akuntabilitas dan4

  • 5/10/2018 Copy of Bagaimana Pertai Bekerja Dalam DPRD

    5/20

    performance partai politik di OPRD kabupatenlkota sengaja dilakukanatas dasar asurnsi bahwa para anggota parlernen di kabupatenlkotarelatif lebih dekat dengan kortstituen dan dikenal oleh rnasyarakatnyaketirnbang anggota OPRD provinsi dan OPR Pusat.Untuk rnernperoleh gambaran ernpirik mengenai bagaimana partai-partai bekerja, studi inirnenggabungkan teknik pengurnpulan data melaIuipenelusuran pustaka, wawancara dengan para politisi dan tokoh-tokohmasyarakat yang dianggap relevan serta pengamatan langsung atassidang-sidang OPRD dan dinamika partai-partai di gedung parlernenlokaL Studi lapangan dilakukan pada periode awal rnasa kerja OPRDkabupatenlkota masa bakti 2004-2009. Adapun 15 daerah-daerahpenelitian di enam provinsi" dipilih secara sengaja dengan beberapapertimbangan, yakni pertama, sebagai kelanjutan darikajian yang telahdilakukan sebelurnnya tentang proses pencalonan anggota OPRD padaPemilu 2004; kedua, penyebaran daerah secara geografis-meskipunpilihan atas daerah tidak merupakan representasi geografis; dan ketiga,pembelahan kulturaI yang acapkali berbanding lurus dengan basis rnassapartai-partai. Meskipun demikian, studi ini tidak hendakmerepresentasikan kecenderungan dinarnika politik lokal di Indonesia.Adapun partai-partai yang menjadi unit analisisnya berbeda-beda padasetiap daerah. Secara garis besar ia rnencakup "partai besar" lokal,namun bisa pula "partai keeil" lokaljika dipandang perIu, fenornenanyacukup menarik dan signifikan untuk diteliti.

    4 Daerah-daerah tersebut berikut provinsinya adalah Kota Padang, Kabupaten Agarndan Padang Pariarnan (Provinsi Sumatra Barat), Kota Medan dan KabupatenSimalungun (Sumatra Utara) Kabupaten Serang dan Pandeglang (Banten), KabupatenPasuruan, Sampang, Blitar, dan Kota Malang (Jawa Tirnur), Kota Makassar danKabupaten Bone (Sulawesi Selatan), Kabupaten Ende dan Belu (Nus a TenggaraTimur), Kecuali Kabupaten Belu yang rnenggantikan Kabupaten Kupang, semuadaerah penelitian sarna dengan studi sebelurnnya dalam Syamsuddin Haris (Ed.),Pemilu Langsung di Tengah Oligarki Partai: Proses Nominasi dan Seleksi CalonLegislatif Pemilu 2004, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005.

    5

  • 5/10/2018 Copy of Bagaimana Pertai Bekerja Dalam DPRD

    6/20

    MASALAH KINERJA DAN AKUNTABILlTASAkuntabilitas atau pertanggungjawaban (accountability) di dalam

    konteks politik merupakan suatu konsep yang lekat di dalam teori danpraktik demokrasi. Meskipun tidak terlalu sering istilah ini digunakandalam teori, namun semangat demokrasi itu sendiri adalah rrienciptakansuatu pemerintahan "dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat," di manadalam konteks untuk rakyat aspek yang paling penting di antaranyaadalah pertanggungjawaban dalam proses politik. Dalam sistemdemokrasi, badan legislatif atau parlemen merupakan institusi utamaagar akuntabilitas proses politik terselenggara dengan baik.

    Akuntabilitas legislatif di tingkat lokaI dapat dilihat dari beberapaaspek,pertama, akuntabilitas administratif(misalnya penggunaan danapublik, pengumuman harta kekayaan sebelum dan sesudah menjabat);kedua, akuntabilitas politik (khususnya proses pembuatan kebijakanpolitik); ketiga, akuntabilitas moral (adanya etika atau code ofconduct); dan keempat, akuntabilitas profesional (menjalankan fungsisebagai anggota legislatif). Sikap profesional berkaitan dengan adanyakepekaan (daya-tanggap) para politisi di lembaga legislatif dalammengkaji berbagai kebutuhan masyarakat. Sebaliknya masyarakatjugadituntutmempunyai daya-tanggap yang tinggidalam memantau berbagaitindakan kepemerintahan di daerah sehingga informasi balik yangdiberikannya mempunyai ketepatan yang tinggi dan efektif. Karena itu,akuntabilitas profesionalitas dapat dilihat dari komitmen para wakil rakyatterhadap persoalan masyarakat. Prioritas kebijakan politikyang dipilihnyadapat digunakan sebagai ukuran untuk menganalisis akuntabilitasprofesionalnya.

    Untuk mewujudkan hal itu maka perlu adanya prasyarat lain, yaituakuntabilitas tidak dapat berjalan apabila tidak ada transparansi.Apabilaproses pembuatan keputusan, begitu pula proses dan cara kerja anggotalegislatiftertutup, maka akan sulit untuk mengatakan bahwa lembagalegislatif tersebut memiliki tingkat akuntabilitas yang tinggi. Sebaliknya,bila prosesnya transparan dan responsifterhadap aspirasi dan keberatan-keberatan masyarakat, tingkat akuntabilitasnya akan cenderung tinggi.

    6

  • 5/10/2018 Copy of Bagaimana Pertai Bekerja Dalam DPRD

    7/20

    ..,\Menurut Turner dan Hulme, terdapat enam indikator akuntabilitas,y~itu (1) adanya legitimasi bagi para pembuat keputusan; (2)

    "kepemimpinanyang mengedepankan moral (moral conduct); (3)'hdanya kepekaan (responsiveness); (4) keterbukaan (openness); (5)

    pe:manfaatan sumber daya secara optimal; dan (6) upaya meningkatkanefisiensi dan efektifitas.' Dalam praktik demokrasi, akuntabilitas legislatifakanturut mempengaruhi citra baik atau buruk (performance) suatu

    .p~itai politik yang memiliki wool di legislatif'(:.palamprinsip demokrasi, pertanggungjawaban legislatif akanfuempengar:uhi pola hubungan antara anggota legislatif dengan

    .).. l

  • 5/10/2018 Copy of Bagaimana Pertai Bekerja Dalam DPRD

    8/20

    menghendaki adanya aspek akuntabilitas dalam relasi wakil denganterwakil dibandingkan teori kebebasan.

    Dalam teori, hubungan antara wakil dengan terwakil dan hubunganantara anggota legislatif dengan partai politik dapatdiwujudkan dalambentuk optimalisasi fungsi partai dalam agregasi kepentingan, komunikasipolitik, dan fungsi penyalur aspirasipolitik. Dalam kaitan itu, makapartisipasi masyarakat harus pula dipandang sebagian dari faktor pentingyang dapat mempengaruhi akuntabilitas legislatif. Kontrol masyarakatpenting karena akan memaksa lembaga legislatif bertanggung jawabkepada masyarakat secara umum. Sejauhmana kepentingan publikdiperjuangkan oleh anggota legislatifjuga merupakan salah satu indikasiyang dapat dipergunakan untuk menilai aspek akuntabilitasnya. Karenaitulah sistem demokrasi mencitrakan serta mengaplikasi akuntabiltiaspolitik dan prosedural, di mana setiap keputusan politik didasarkan ataskepentingan masyarakat atau kepentingan umum.

    Masalah pertanggungjawaban legislatif seperti itu, amatmengemuka dalam perdebatan mengenai sistem pemilu danhubungannya dengan kualitas keterwakilan menjelang pelaksanaanPemilu 2004 di Indonesia. Dalam sistem pemilu proporsional dengandaftar calon terbuka yang dianut UU Pemilu yang baru-di manakonstituen dapat memilih calon-calon anggota legislatif secara langsungdi satu pihak dan di pihak lain konstituen juga harus memilih partaikonstentan pemilu-terbuka peluang adanya interaksi dan komunikasiantara pemilih dengan calon ...calon anggota legislatif. Sistem yang dianutoleh UU Pemilu 2004 ini hendak menggabungkan prinsip perwakilanmelalui penunjukan langsung oleh konstituen di satu sisi, dan penunjukanoleh partai politik di sisi yang lain.

    Di samping faktor sistem pemilu, variabel lain yang jugamempengaruhi kualitas perwakilan di parlemen, menurut Robert A.Dahl, adalah standar dan persyaratan seseorang sebagai wakil darirakyatnya. Persyaratan ini adalah persyaratan moral, pengetahuan akankebijakan dan kepentingan umum, serta keahlian teknis atau instrumentalyang memadai. Persyaratan ini diperlukan sehingga seseorang berhakdianggap sebagai wakil dari orang lain", Dengan demikian, konsep bahwa

    8

  • 5/10/2018 Copy of Bagaimana Pertai Bekerja Dalam DPRD

    9/20

    seseorang atau suatu kelompok mempunyai kemampuan atau kewajibanuntuk bicara dan bertindak atas nama suatu kelompok yang lebih besar'",.bisa diterima dan rasional apabila standar persyaratan tersebut dipenuhi.Syarat-syarat ini menurut Robert A. Dahl penting karena berkaitandengan kapabilitas seseorang yang mempunyai hak sebagai wakil rakyat.

    Selain kedua faktor yang telah disebut di atas, model rekruitmenanggotaparlemen juga tunrt menentukan kualitas lembaga legislatifnya.Prosedur (syarat-syarat dan proses) begitu penting dalam rekruitmenkaren a berkaitan dengan kapabilitas seorang yang dicalonkan,sebagaimana disebutkan oleh RobertA. Dahl di atas. Oleh karenaitu,model rekruitmen yang berlaku, apakah model karier atau model patron-klien, ikut pula mempengaruhi pengalaman politik seseorang yangmendudukijabatan politik maupunjabatan pemerintahan yang akhirnyaberdampak pada kualitas lembaga legislatif.

    Kualitas legislatif di tingkat lokal, juga dapat dilihat dari sisiperhatian wakil-wakil rakyatnya. Apakah perhatian anggota legislatifcukup memadai pada persoalan kelompok dan partai, atau perhatiannyalebih terfokus pada persoalan wilayah atau daerah yang diwakilinya.Perhatian pertama menghasilkan perwakilan yang bersifat fungsional,sedangkan perhatian pada soal yang terakhir menghasilkan perwakilanregional. Hal ini akan menghasilkan sedikitnya empat varian tanggapanwakil yang secara menyeluruh membangun keterwakilan politik, yaitutanggapan terhadap kebijakan, pelayanan, alokasi kebutuhan publik,dan tanggapan yang berkenaan dengan simbol-simbol". Keempatkomponen terse but, secara tidak langsung menyangkut pula persoalanresponsibilitas wakil kepada pemilihnya, serta mempengaruhi tingkatkepuasaan rakyat yang diwakilinya sehingga perwakilan politik dianggapberfungsi.

    9 Robert A. Dahl, Demokrasi dan Para Pengkritiknya, Jakarta: Yayasan OborIndonesia, 1992, hal. 91-116.

    10 Miriam Budiardjo, Dasar-DasarIlmu Politik, Jakarta: Gramedia, 1989, hal. 175.II Arbi Sanit, Perwakilan, hal. 29.

    9

  • 5/10/2018 Copy of Bagaimana Pertai Bekerja Dalam DPRD

    10/20

    Tingkat kepekaan anggota legislatif terhadap kepentinganmasyarakat dan masalah-masalah yang dihadapi oleh pihak yangdiwakili, turut pula menentukan kemampuan anggota legislatif dalammemerankan fungsinya. Lebihjauh lagi, anggota legislatifjuga dituntutuntuk mewujudkan dan menyalurkan persoalan yang dihadapi olehmasyarakat dalam bentuk kebijakan publik. Kepekaan ini sangatditentukan oleh pengalaman politik, proses sosialisasi, sementarapenyaluran persoalan masyarakat dipengaruhi oleh sistem perwakilanyang berlaku, organisasi dan prosedurdi dalam lembaga perwakilansertapola hubungan anggota legislatif dengan lembaga pemerintahanbaik di tingkat pusat maupun di tingkat lokal",HARAPAN BARU PASCA-SOEHARTO

    Lalu, bagaimana realitas partai dan parlemen di Indonesia? Sejarahpolitik negeri ini mencatat bahwa pola hubungan partai politik danmasyarakat yang relatif sehat, memang pemah terjadi pada era 1950-an, namun sifatnya sangat fluktuatif. Pada masa Demokrasi Parlementertersebut, partai-partai politik mernainkan peran yang cukupsignifikan,meskipun konflik politik yang bersifat ideologis mewarnai kelangsungansistem multipartai. Kedekatan partai politik dengan konstituennya, begitupula pelaksanaan beberapa fungsi partai politik seperti artikulasi politik,pendidikan politik, komunikasi politik.dan rekrutmen politik, berjaJandengan relatifbaik. 13 Sementara itu pada peri ode sesudahnya di bawah

    12 Ibid., hal. 207.I}Khusus mengenai artikulasi politik rakyat, studi yang dilakukan oleh William.Liddle

    tentang pemilu di Indonesia tahun 1950-an menunjukan bahwa partai politik telahberlaku sebagai sarana artikulasi atas aspirasi-aspirasi lokal dalam kerangkakepentingan parokial maupun nasional. Partai-partai bahkan turnt mendukungterciptanya suatu perangkat strnktur kehidupan di mana rakyat dapat mernulaimengorganisir suatu tatanan barn yang lebih baik pascapenjajahan. Lihat R. WiliamLiddle, Pemilu-Pemilu OrdeBaru, Pasang Surut KekuasaanPolitik, Jakarta: LP3ES,1992.

    10

  • 5/10/2018 Copy of Bagaimana Pertai Bekerja Dalam DPRD

    11/20

    sistem Demokrasi Terpimpin, setelah parlemen hasil Pemilu 1955dibubarkan, partai-partai diseleksi dan diawasi oleh rezim Soekamo.Era Soekamo ini menandaidimulainya mas a suram kehidupan partai-partai yang kelak berlanjut di bawah rezim otoriter baru, Soeharto,

    Pada peri ode Orde Baru Soeharto, sistem kepartaian lebih bersifathegemonikkarenaenamkalipemilu(1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan1997}selalu didominasi olehGolkar sebagai partai kepanjangan tanganpenguasa otoriter. DaIam pemilu-pemilu di bawah rezim Soeharto, Golkarmenang terus-menerus denganperolehan suara dan kursi selalu di atas60 persen, sedangkan. dua partai lainnya, PPP dan PDI, diperlakukansebagai "partai swasta" yang tidak memiliki peran signifikan dalamproses politik", Dalam sistem otoriter yang dipertahankan Soehartoselama lebih dari 30 tahun itu, partai-partai -terutama PPP dan PDI-dan juga parlemen, baiknasional maupun lokal, tak lebih dari "asesorisdemokrasi", karena hampir seluruh rancangan kebij akan telah disiapkanoleh pemerintah. Peran parlemen tak Iebih dari memberi "stempel"untuk mensahkan kebijakan yang dibuat oIeh pemerintah.

    Oleh karena itu, tumbangnya kekuasaan Soeharto pada 1998 dandimulainya era reformasi membuka peluang bagi bangsa Indonesiamenata kembali kehidupan kepartaian dan sistem perwakilan ke arah'yang Iebih demokratis. Tumbuh subumya partai-partai politik" akibatkebijakan liberalisasi dan demokratisasi, memberi harapan tentang

    14 Tentang pemilu-pemilu Orde Baru, lihat misalnya Syamsuddin Haris, "GeneralElection under the New Order", dalam Hans Antlov dan Sven Cederroth (Ed.),Election in Indonesia: The New Order and Beyond, London and New York: RoutledgeCurzon, 2004, hal. 18-37.

    IS Menurut catatan Departemen Kehakiman dan Komisi Pemilihan Umurn (KPU),partai politik yang ada pasca-Orde Bam mencapai 184 partai. Darijumlah tersebut,148 partai di antaranya mendaftarkan diri ke Departemen Kehakiman dan 141 di

    .antaranya memperoleh peogesahan sebagai partai politik. Dari jumlah tersebut,setelah melalui seleksi, 48 partai politik memenuhi syarat untuk mengikuti Pernilu1999. Mengenai profil partai peserta Pemilu 1999, lihat Litbang Kompas, Partai-Partai PolitikIndonesia: Ideologi, Strategi dan Program, Jakarta: Kompas, 1999.

    11

  • 5/10/2018 Copy of Bagaimana Pertai Bekerja Dalam DPRD

    12/20

    kualitas sistem perwakiIan yang lebih baik serta kehidupan politik yangIebih demokratis. Karena itu inasyarakat berharap bahwa partai politikdaIam Iembaga-lembaga legislatif hasil pemilu rnultipartai pertamapasca-Sceharto pada 1999 benar-benar merupakan representasikepentingan rakyat. Narnun harapan tersebut tarnpaknya kandas, karenaakuntabilitas dan kinerja partai-partai poIitik di lembaga legislatiftemyatarnengecewakan publik. Seperti yang dikemukakan di rnuka, vestedinterest pribadi dan ke1ornpok mewarnai perilaku partai di lembaga-lembaga 1egislatiftingkat nasional dan lokal.

    Apakah Pernilu 2004 dengan sistem pernilu yang baru, dan jugadengan peta politik yang berubah di tingkat lokaI, dapat rnenghasiIkankualitas akuritabilitas dan kinerja partai-partai di DPRD lebih baik danmeningkat dari hasilpemilu sebelumnya?POTRET PARTAI-PARTAI DI DPRD

    Untuk rnernperoleh garnbaran empirik mengenai bagaimana partai-partai politik bekerja di DPRD kabupaten/kota, di bawah inidikernukakan beberapa rangkurnan yang rnasih agak kasar atas temuanhasil studi di 15 daerah kabupaten dan kota yang mencakup enarnprovinsi di Indonesia. Namun dernikian, tetap perlu digarisbawahi bahwagarnbaran ernpirik tentang partai-partai di DPRD ini bersifat sementaradan terbatas karena didasarkan pada studi selama peri ode enarn bulanpertarna DPRD hasil Pemilu 2004. Rangkurnan mencakup beberapaisu, yaitu pola kerja sarna dan konflik antarpartai; relasi partai dengankonstituennya; dan problernatik akuntabilitas partai di DPRD.Pola Koalisi dan Konflik

    Meskipun struktur kepartaian di daerah merupakan kepanjangantangan struktur partai di tingkat nasional, pola koalisi dan kerja sarnayang terjadi di tingkat nasional ternyatatidak sepenuhnya terjadi ditingkat lokal. Acapkali, pola koalisi dan kerja sarna partai-partai diDPRD kabupaten atau kota yang satu dengan yang lain di provinsiyang sarna, cenderung berbeda-beda. Seperti tarnpak dalam

    12

  • 5/10/2018 Copy of Bagaimana Pertai Bekerja Dalam DPRD

    13/20

    pernbentukan fraksi-fraksi di DPRD, partai-partai di tingkat lokal didaerah peneIitian rnerniliki "otonomi relatif" terhadap carnpur tanganatau intervensi pengurus partai di tingkat atasnya sehingga poIa kerjasarna dan koalisi antarpartai di DPRD kabupatenikota pun belum tentusama dengan yang terjadi di DPRD tingkat provinsi.

    Selain.itu, pola kerja sarna dan koalisi partai-partai pada umumnyabersifat semu, berubah-ubah sesuai isu-isu strategis yang rnuncul didaerah, dan cenderung tidakbersifat ideologis. Orientasi kekuasaandalarn rangka survive secara ekonornidari para elite politik lokalmewarnai sekaligus menjadi dasar kerja sarna antarpartai di DPRD~DPRD di daerah-daerah yang diteliti. Tak rnengherankan jika partai-partai yang saling berkonflik di tingkat nasional (DPR) dan DPRD ditingkat provinsi, justru bisa saling bekerja sarna di tingkat kabupatenl.kota. Begitu pula sebaIiknya.

    Di DPRD Pandeglang, Golkar dan PKS saling berhadapan dalamsejumlahisudan pembagianjabatan di Dewan, tetapi berkoalisi secara"manis" di DPRD Banten (tingkat provinsi). Golkar, PPP, dan PDI-Pdi kabupaten yang sarna rnengikuti pola koaIisi di tingkat nasional, namunsaling berkonflik di Kabupaten Serang. Di DPRD Kota Makassar, Sulsel,PDI-P bisa saling bekerja sarna dengan Partai Dernokrat membentukfraksi, padahal di tingkat nasionaI cenderung saling berhadapan.Sernentara itu di DPRD Ende, Golkar berkoalisi dengan PDI-P sepertiterjadi di tingkat nasional-sebelum "Koalisi Kebangsaan" di DPR'membubarkan diri menyusul terpilihnya Wakil Presiden Jusuf Kallasebagai Ketua Umum Golkar.

    Ketika partai-partai lain bisa saling bekerja sarna dengan polakoalisi yang berbeda-beda, PKB dan PPP di nrnn KabupatenSampang justru rnempertahankan konflik di antara rnereka, sehinggaDewan tidak bisa bekerja dan bahkan cenderung lumpuh. Alat-alatkelengkapan DPRD seperti komisi-kornisi, badan kehonnatan, panitia,.danpimpinan definitif tidak dapat dibentuk bahkan hingga setahun setelahpelantikan para anggota. Yang menarik, meskipun basis massa PKBdan PPP reIatifhornogen-yakni kalangan NahdIiyin (NU)-konflik

    13

  • 5/10/2018 Copy of Bagaimana Pertai Bekerja Dalam DPRD

    14/20

    berlatar belakang persaingan dalam patronase politik parakiai lokal inibelum terselesaikan.

    Walaupun demikian, pola koalisi dan kerja sarna dalam bentukfraksi-fraksi di DPRD kabupatenlkota, sebagian sebenamya bersifat"kawin paksa", dalam pengertian bukan atas kehendak mereka sendiri,melainkan lebih karena keharusan regulasi yang ditentukan olehpemerintah pusat-melalui Peraturan Pemerintah (PP). Instrumenkebijakan "penyeragaman" pola pembentukan fraksi yang diterbitkanoleh pemerintah pusat-yakni PP No. 25 tahun 2004-menjadi faktorpenting di balik terbentuknya fraksi-fraksi gabungan yang bersifat"kawin paksa" terse but.Relasi Partai dan Masyarakat

    Berlangsungnya interaksi partai-partai dengan masyarakat padadasarnya merupakan faktor penting di dalam membangun pemerintahanlokal yang aspiratif dan benar-benar berpihakpada kepentingan umum.Hanya saja, dalam konteks perkembangan demokrasi di Tanah Air,sebagaimana terjadi dalam konteks lokal di daerah-daerah penelitian,interaksi antara masyarakat dan partai-partai tersebuthampir sebagianbesar hanya terjadi menjelang dan selama masa pemilihan umum. Partai-partai politik yang selama masa pemilihan umum begitu "baik" dantampak peduIi, tiba-tiba menghilang-dalam pengertian.yangsebenamya-begitu pesta demokrasi usai dan para wakil rakyat terpilihdilantik menjadi anggota DPRD. Setelah pemilu usai danDPRD hasilpemilu mulai bekerja, praktis berakhir pula dinamika dan kehidupanpartai-partai. Hal ini disebabkan karena sekitar 80-90 persen anggotaDPRD yang terpilih dalam Pemilu 2004 yang lalu tidak lain adalah parapengurus partai itu sendiri. Kesibukan partai-partai, apa boleh buat,tampaknya hanya.berkisar menjelang dan pada momentum pelaksanaanpemilu.

    Meskipun secara teoritis partai-partai merupakan miniatur struktursosio-kultural masyarakat, namunpada umumnya partai-partai tidakmemiliki basis konstituen yangjelas. Dalam masyarakat Minang yangrelatifhomogen di Kabupaten Agam dan Padang Pariaman misalnya,14

  • 5/10/2018 Copy of Bagaimana Pertai Bekerja Dalam DPRD

    15/20

    ~agrpentasi partai-partai tetap saja tampak demikian mencoIok sehinggatidakbe:gitujelas basis sosial.setiap partaiyang bersaing dalam Pemilu2004:;yang lalu ..PengecuaIiaan barangkali hanya berlaku bagi partai'de~gaJ].identifikasi kuItural yang ken tal seperti terjadi pada PKB diKa6upaten Pasuruan, serta PKBdan PPP daIam kasus Kabupatensaiij.pgng, kedua-duanya di Jawa Timur.

    ;lnteraksi antara partai-partai dan masyarakat cenderungdicl6riIipasi oIeh kepentingan sepihak para politisi partai untukm e . mp.eroleh dukungan daIam pemilihan umum dalam rangka perebutanjaba.~

  • 5/10/2018 Copy of Bagaimana Pertai Bekerja Dalam DPRD

    16/20

    dua periode persidangan. Namun dilemanya, rekaman aspirasimasyarakat yang dijaring oleh anggota DPRD tidak bisa menjadi materipenyusunan kebijakan, terutamaAPBD, karena pemerintah daerah telahmerancang APBD yang didasarkan pada mekanisme berkala yangberlaku di pihak eksekutif, bahkan setahun sebelumnya. Jadi, adaproblem jarak waktu antara kunjungan kerja anggota DPRD kemasyarakat di satu pihak, dan proses internal eksekutif yangmendahuluinya (setahun sebeluronya) di lain pihak. Pemerintah daerahmemang merespons berbagai persoalan masyarakat yang diungkapkandari hasil kunjungan kerja Dewan dalam suatu rapat gabungan eksekutif-legislatif, namun eenderung tidak mengubah struktur raneangan APBDyang disiapkan oleh pemda karena naskah tersebutjustru mau dibahaspada masa persidangan yang sarna.

    Seeara umum sidang-sidang DPRD, terutama dalam kontekspembahasan RAPBD, berlangsung "lancar-lancar saja". Hal ini terjadibukan hanya karena mayoritas anggota Dewan yang bam sebagianbesar adalah wajah bam yang tidak memiliki eulcuppengetahuan tentangproblematik daerahnya, melainkan juga karen a mekanisme hubungan"kerja eksekutif-legislatiflokal eenderung tidak menguntungkan DPRD.Dewan merancang agendanya eenderung berdasarkan kebutuhaneksekutifyang telah memiliki agenda anggaran yang relatifjelas. Namunyang menarik, sidang-sidang pembahasan tatib, pemilihan pimpinan,penentuan fraksi, dan pimpinan komisi, relatiflebih dinamik dibandingkansidang-sidang pembahasan RAPBD ataurancangan perda yang lain.Problematik Akuntabilitas Partai

    Seeara teoritis, fraksi suatu partai di DPRD kabupaten dan kotaadalah kepanj angan tangan dari kepengurusan partai di tingkatkepengurusan kabupaten dan kota pula. N amun karena sebagian besarpengurus partai telah duduk di DPRD, maka fraksi akhirnya eenderungmenjadi kepanjangan tangan para anggota Dewan secara individual.Tidak mengherankan pula jika aspirasi masyarakat hampir selalu tidaksarna dengan "aspirasi dan kepentingan partai" karena yang disebut

    16

  • 5/10/2018 Copy of Bagaimana Pertai Bekerja Dalam DPRD

    17/20

    .terakhir pada dasarnya adalah aspirasi dan kepentingan pribadi anggotaDewan itu sendiri .

    . Problematik tersebut tampaknya tidak hanya berpangkal padasistem pemilu dan sistem kepartaian, melainkanjuga pada pendangkalanpemahaman para politisi terhadap hakikat keterlibatan mereka di dalampartai-partai politik. Seperti tampak di baIik terungkapnya kasus-kasuskorupsi dan penyalahgunaan dana APBD yang dilakukan oleh paraanggota partai di lembaga legislatiflokal hasil PemiIu 1999, partai-partai.tampaknya telanjur dipandang sebagai "batu loncatan" untuk meraihdan tnerebut kedudukan sosial, ekonomi, dan politik yang mapan di tengahpenderitaan mayoritas rakyat di lingkungaruiya.Problematik akuntabiIitas dan kinerja partai-partai pasca-Pemilu2004 menjadi lebih kompleks lagi sehubungan dengan terbitnya UUNo. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, danjuga sebelumnyaPP No. 25 Tahun 2004 'tentang Pedoman Penyusunan Tata TertibDPRD. Baik UU No. 32/2004-yang merupakan revisi atas UU No.22 Tahun 1999-maupun PP No. 25/2004, tampaknya didesain untukbenar-benar "menertibkan" proses politik Iokal, karena di dalamperangkat kebijakan tersebut DPRD dan pemda setempat diwajibkanuntuk "mengkonsultasikan" setiap rancangan kebijakan Iokal kepadapemerintah pusat (melalui gubemur) sebelum disahkan sebagai kebijakandefinitif, Ini berarti bahwa partai-partai, baik yang ada di DPRD maupunyang memimpin pemerintah daerah mau tidak mau cenderung lebihtunduk kepada tuntutan dan kepentingan pus at ketimbang aspirasi dankepentingan rakyat. Dengan demikian, penyeragaman politik danbirokratisasi demokrasi lokaI merupakan persoalan besar yang tengahdihadapi oIeh partai-partai pasca-Pemilu 2004. Para aktivis partai didaerah yang diteliti bukannya tidak menyadari kenyataanmengenaikecenderungan terjadinya birokratisasi demokrasi Iokal tersebut.Meskipun para politisi partai di DPRD berupaya melakukan perlawananterhadap penyeragaman struktur DPRD seperti diintrodusir melaluiperaturan pemerintah, namun mereka segera pula menyadari bahwaperlawanan demikian sia-sia belaka. Yang muncul kemudian adalah

    17

  • 5/10/2018 Copy of Bagaimana Pertai Bekerja Dalam DPRD

    18/20

    sikap-sikap kompromistis dalam rangka penyelamatan kepentinganpribadi tiap-tiap anggota DPRD.

    Partai-partai produk Pemilu 2004 menghadapi problematik ganda,yakni problematik eksternal di satu pihak, dan problematik internal dipihak lain. Dalam konteks eksternal, partai-partai di tingkat lokalmenghadapi kebijakan resentralisasi pemerintahan dan penyeragamanstruktur legislatiflokal sebagaimanadiamanatkan oleh UU No. 32/2004danPP No. 25/2004. Melalui kebijakan resentralisasi, pemerintah pusatmenarik kembali sejumlah kewenangan pemerintah daerah, sehinggasemakin mempersempit.ruang lingkup otonomi daerah dibandingkanera UU No. 22 Tahun 1999. Melalui kebijakan penyeragaman strukturDPRD, pemerintah pus at mempersempit ruang perbedaan politik danideologis di antara partai-partai yang duduk di DPRD, padahalperbedaan-perbedaan tersebut semestinya diterima sebagai realitas hasilPemilu 2004. Dengan adanya kebijakan otonomi daerahyang barntersebut maka dinamika politik lokal pasca-Pemilu 2004 hampirsepenuhnya di bawah kontrol pemerintah pus at.

    Sementara itu pada tingkat internal, paling kurang partai-partaibergelut dengan lima problematik yang bersumber pada dirinya sendiri.Pertama, mis-manajemen partai. Pada umumnya partai-partai tidakmemiliki mekanisme internal yang mengatur relasi partai denganwakilnya di lembaga legislatif sehingga berdampak pada berhentinyaperjuangan partai setelah pemilu usai, dan tidak adanya kontrol partaiterhadap para anggotanya di pariemen lokal. Namun demikian,persoalannya sedikit berbeda ketika para pengurus partai yang terpilihmenjadi anggota DPRD digantikan oleh para pengurus barn yang tidakduduk di Dewan. Biasanya pengurus partaibaru yang tidak menjadianggota Dewan cenderung lebih kritis dibandingkan fraksinya di DPRD.Kedua, pendangkalan pemahaman tentang hakikat kehadiran partaidan parlemen yang bersumber dari rendahnya kualitas SDM partai-partai di satu pihak, dan lemah serta tidakjelasnya ruang lingkupideologipartai yang harns diperjuangkan olehanggotanya di pihak lain. Ketiga,tidak adanya code of conduct tentang bagaimana seharusnya partaimengelola aspirasi publik dan memperjuangan kepentingan rnasyarakat,

    18

  • 5/10/2018 Copy of Bagaimana Pertai Bekerja Dalam DPRD

    19/20

    sehingga setiap anggota partai seolah-olah berhak menafsirkan sendiriruang lingkup kepentingan umum di daerahnya. Keempat, kentalnyaorientasi kepentingan pribadi-dalam rangka survival secaraekonami17-dari para wakil partai yang duduk di DPRD. Desikelima,keterbatasan sumber dana. Kehidupan partai di daerah,sangattergantung pada kemampuan para anggotanya, terutama yang dudukdiDPRD, untuk memberikan kontribusi dana yang diperlukan untukmengelola roda dan aktivitas partai. Realitas tersebut memperlihatkanbahwa partai-partai di tingkat lokal memiliki problematik intemalnyasendiri, yakni ketidakmampuan membiayai aktivitas partai lantarantiadanya bantuan atau kucuran dana dari partai di tingkat pus at.Barangkali di sinilah urgensi wacana tentang perlunya organisasi partaiyang lebih terdesentralisasi sehingga para politisi di daerah bisamengelola partai mereka atas dasar kemandirian lokal pula.MASA DEPAN DEMOKRASI LOKAL

    Sistem multipartai yang diintrodusir kembali dalam era transisidemokrasi di Indonesia pasca-Soeharto di satu sisi memberi kontribusicukup besar terhadap plurasasi politik lokal pascarezim otoriter. Dinamikapolitik lokal hasil Pemilu 1999 dan Pemilu 2004 relatiflebih "berwarna"dibandingkan ])PRD-DPRD pada era Orde Bam Soeharto. Lembagalegislatiflokal tersebut tidak lagi sekadar menjadi ornamen demokrasiyang hanya mensahkan kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah'daerah. Namun demikian, di sisi lain, secara umum sistem multipartairelatifbelum memberi kontribusiyang signifikan terhadap produktivitaspemerintahan lokal, dan keberpihakan partai-partai terhadap nasib dankesulitan hidup masyarakat.

    Sistem kepartaian yang dibangun pasca-Soeharto, hanyamenekankan pada aspek "multi" atau keragamannya tanpa memberi

    1 7 Ini berkaitan dengan tingkat penghasilan relatiftinggi yang diterima anggota DPRDdibandingkan dengan keadaan ekonomi "pas-pasan" sebagian besar dari merekasebelum menjadi anggota Dewan.

    19

  • 5/10/2018 Copy of Bagaimana Pertai Bekerja Dalam DPRD

    20/20

    ruang yang cukup bagi masyarakat untuk ikut mengontrol kehidupaninternal partai. Pada saat yang sama, barangkali kecuali PKS, tidakada partai-partai lain yang secarategas membangun sistem kaderisasi,keanggotaan dan organisasi intemalnya.Akibatnya, hampir tidak adamekanisme bagi masyarakat untuk mengontrol perilaku dan kinerjapartai-partai di lembaga-lembaga legislatif. Di sisi lain, secara aktualhampir tidak ada kontrol partai terhadap para anggota fraksinya di DPRDketika sebagian besar wakil rakyat itu sekaligus merupakan penguruspartainya masing-masing. Pada akhimya yang berlangsung adalahkecenderungan terjadinya personalisasi terhadap politik dan personalisasilembaga partai, yang kemudian berkembang menjadi personalisasikekuasaan, padahal demokrasi pertama-pertama mensyaratkanberlangsungnya impersonalisasi kekuasaan dan institusionalisasi politik.

    Oleh karena itu, tidak mengherankanjika tipe keterwakilan yangmuncul dalam kinerja partai-partai di lembaga legislatif lokal di daerahyang diteliti mengarah pada kategori free mandate theory, di manapara wakil cenderung lebih bebas menafsirkan aspirasi publik sesuaipemahaman dan interpretasi para wakil itu sendiri. Ironisnya, semakinlemah potensikekuatan dan partisipasi masyarakat dalam proses politiklokal, semakin "bebas" pula anggota DPRD menginterpretasikanaspirasi dan kepentingan umum di dalam perilaku mereka. Dalam kaitanitu dapat dipahami jika kualitas proses demokrasi di tingkat kotacenderung lebih baik dibandingkan tingkat kabupaten. Terbentuknyacivil society di kota-kota dan kesadaran politik masyarakat yang lebihtinggi dibandingkan dikabupaten-kabupaten, tampaknya menjadi faktorrenting di balik kecenderungan tersebut. Namun secara umum kualitasdemokrasi lokal cenderung makin memburuk sehubungan denganmenguatnya kembali sentralisasi dan penyeragaman politik olehpemerintah pusat melalui kebijakan otonomi daerah yang barn.

    20