30
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Jantung Kongestif 1. Definisi Gagal jantung kongestif adalah kumpulan gejala klinis akibat kelainan struktural dan fungsional jantung sehingga mengganggu kemampuan pengisian ventrikel dan pompa darah ke seluruh tubuh. Tanda- tanda kardinal dari gagal jantung ialah dispnea, fatigue yang menyebabkan pembatasan toleransi aktivitas dan retensi cairan yang berujung pada kongesti paru dan edema perifer. Gejala ini mempengaruhi kapasitas dan kualitas dari pasien gagal jantung. 2. Etiologi a. Penyakit Jantung Koroner Seseorang dengan penyakit jantung koroner (PJK) rentan untuk menderita penyakit gagal jantung, terutama penyakit jantung koroner dengan hipertrofi ventrikel kiri. Lebih dari 36% pasien dengan penyakit jantung koroner selama 7-8 tahun akan menderita penyakit gagal jantung kongestif. Pada negara maju, sekitar 60-75% pasien penyakit jantung koroner menderita gagal jantung kongestif. Bahkan dua per tiga pasien yang

CHF Word

Embed Size (px)

DESCRIPTION

chf

Citation preview

Page 1: CHF Word

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gagal Jantung Kongestif

1. Definisi

Gagal jantung kongestif adalah kumpulan gejala klinis akibat kelainan

struktural dan fungsional jantung sehingga mengganggu kemampuan

pengisian ventrikel dan pompa darah ke seluruh tubuh. Tanda-tanda kardinal

dari gagal jantung ialah dispnea, fatigue yang menyebabkan pembatasan

toleransi aktivitas dan retensi cairan yang berujung pada kongesti paru dan

edema perifer. Gejala ini mempengaruhi kapasitas dan kualitas dari pasien

gagal jantung.

2. Etiologi

a. Penyakit Jantung Koroner

Seseorang dengan penyakit jantung koroner (PJK) rentan untuk

menderita penyakit gagal jantung, terutama penyakit jantung koroner

dengan hipertrofi ventrikel kiri. Lebih dari 36% pasien dengan penyakit

jantung koroner selama 7-8 tahun akan menderita penyakit gagal jantung

kongestif. Pada negara maju, sekitar 60-75% pasien penyakit jantung

koroner menderita gagal jantung kongestif. Bahkan dua per tiga pasien

yang mengalami disfungsi sistolik ventrikel kiri disebabkan oleh Penyakit

Jantung Koroner.

b. Hipertensi

Peningkatan tekanan darah yang bersifat kronis merupakan

komplikasi terjadinya gagal jantung. Berdasarkan studi Framingham

dalam Cowie tahun 2008 didapati bahwa 91% pasien gagal jantung

memiliki riwayat hipertensi. Hipertensi menyebabkan gagal jantung

kongestif melalui mekanisme disfungsi sistolik dan diastolik dari

ventrikel kiri. Hipertrofi ventrikel kiri menjadi predisposisi terjadinya

infark miokard, aritmia atrium dan ventrikel yang nantinya akan

berujung pada gagal jantung kongestif.

Page 2: CHF Word

c. Kardiomiopati

Cardiomiopathy merupakan kelainan pada otot jantung yang tidak

disebabkan oleh penyakit jantung koroner, hipertensi atau kelainan

kongenital. Cardiomiopathy terdiri dari beberapa jenis. Diantaranya ialah

dilated cardiomiopathy yang merupakan salah satu penyebab tersering

terjadinya gagal jantung kongestif. Dilated cardiomiopathy berupa

dilatasi dari ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan.

Dilatasi ini disebabkan oleh hipertrofi sel miokardium dengan

peningkatan ukuran dan penambahan jaringan fibrosis.

Hipertrophic cardiomiopathy merupakan salah satu jenis

cardiomiopathy yang bersifat herediter autosomal dominan. Karakteristik

dari jenis ini ialah abnormalitas pada serabut otot miokardium. Tidak

hanya miokardium tetapi juga menyebabkan hipertrofi septum. Sehingga

terjadi obstruksi aliran darah ke aorta (aortic outflow). Kondisi ini

menyebabkan komplians ventrikel kiri yang buruk, peningkatan tekanan

diastolik disertai aritmia atrium dan ventrikel.

Jenis lain yaitu Restrictive and obliterative cardiomiopathy.

Karakteristik dari jenis ini ialah berupa kekakuan ventrikel dan

komplians yang buruk, tidak ditemukan adanya pembesaran dari jantung.

Kondisi ini berhubungan dengan gangguan relaksasi saat diastolik

sehingga pengisian ventrikel berkurang dari normal.

d. Kelainan Katup Jantung

Dari beberapa kasus kelainan katup jantung, yang paling sering

menyebabkan gagal jantung kongestif ialah Regurgitasi Mitral.

Regurgitasi mitral meningkatkan preload sehingga terjadi peningkatan

volume di jantung. Peningkatan volume jantung memaksa jantung untuk

berkontraksi lebih kuat agar darah tersebut dapat didistribusi ke seluruh

tubuh. Kondisi ini jika berlangsung lama menyebabkan gagal jantung

kongestif.

e. Aritmia

Artial Fibrilasi secara independen menjadi pencetus gagal jantung

tanpa perlu adanya faktor concomitant lainnya seperti PJK atau

hipertensi. 31% dari pasien gagal jantung ditemukan gejala awal berupa

atrial fibrilasi dan ditemukan 60% pasien gagal jantung memiliki gejala

Page 3: CHF Word

atrial fibrilasi setelah dilakukan pemeriksaan echocardiografi. Aritmia

tidak hanya sebagai penyebab gagal jantung tetapi juga memperparah

prognosis dengan meningkatkan morbiditas dan mortalitas.

f. Alkohol dan Obat-obatan

Alkohol memiliki efek toksik terhadap jantung yang menyebabkan

atrial fibrilasi ataupun gagal jantung akut. Konsumsi alkohol dalam

jangka panjang menyebabkan dilated cardiomiopathy. Didapati 2-3%

kasus gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh konsumsi alkohol

jangka panjang. Sementara itu beberapa obat yang memiliki efek toksik

terhadap miokardium diantaranya ialah agen kemoterapi seperti

doxorubicin dan zidovudine yang merupakan antiviral.

g. Multifaktor

Merokok merupakan faktor resiko yang kuat dan independen untuk

menyebabkan penyakit gagal jantung kongestif pada laki-laki sedangkan

pada wanita belum ada fakta yang konsisten.

Sementara diabetes merupakan faktor independen dalam mortalitas

dan kejadian rawat inap berulang pasien gagal jantung kongestif melalui

mekanisme perubahan struktur dan fungsi dari miokardium. Selain itu,

obesitas menyebabkan peningkatan kolesterol yang meningkatkan resiko

penyakit jantung koroner yang merupakan penyebab utama dari gagal

jantung kongestif. Berdasarkan studi Framingham disebutkan bahwa

diabetes merupakan faktor resiko yang untuk kejadian hipertrofi

ventrikel kiri yang berujung pada gagal jantung.

3. Patogenesis

Gagal Jantung Kongestif diawali dengan gangguan otot jantung yang

tidak bisa berkontraksi secara normal seperti infark miokard, gangguan

tekanan hemodinamik, overload volume, ataupun kasus herediter seperti

cardiomiopathy. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan penurunan

kapasitas pompa jantung. Namun, pada awal penyakit, pasien masih

menunjukkan asimptomatis ataupun gejala simptomatis yang minimal. Hal

ini disebabkan oleh mekanisme kompensasi tubuh yang disebabkan oleh

cardiac injury ataupun disfungsi ventrikel kiri.

Page 4: CHF Word

Beberapa mekanisme yang terlibat diantaranya: (1) Aktivasi Renin-

Angiotensin-Aldosteron (RAA) dan Sistem Syaraf Adrenergik dan (2)

peningkatan kontraksi miokardium. Sistem ini menjaga agar cardiac output

tetap normal dengan cara retensi cairan dan garam. Ketika terjadi penurunan

cardiac output maka akan terjadi perangsangan baroreseptor di ventrikel

kiri, sinus karotikus dan arkus aorta, kemudian memberi sinyal aferen ke

sistem syaraf sentral di cardioregulatory center yang akan menyebabkan

sekresi Antidiuretik Hormon (ADH) dari hipofisis posterior. ADH akan

meningkatkan permeabilitas duktus kolektivus sehingga reabsorbsi air

meningkat.

Kemudian sinyal aferen juga mengaktivasi sistem syaraf simpatis

yang menginervasi jantung, ginjal, pembuluh darah perifer, dan otot

skeletal. Stimulasi simpatis pada ginjal menyebabkan sekresi renin.

Peningkatan renin meningkatkan kadar angiotensin II dan aldosteron.

Aktivasi RAAS menyebabkan retensi cairan dan garam melalui

vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Mekanisme kompensasi

neurohormonal ini berkontribusi dalam perubahan fungsional dan struktural

jantung serta retensi cairan dan garam pada gagal jantung kongestif yang

lebih lanjut.

Perubahan neurohormonal, adrenergik dan sitokin menyebabkan

remodeling ventrikel kiri. Remodelling ventrikel kiri berupa hipertrofi

miosit, perubahan substansi kontraktil miosit, penurunan jumlah miosit

akibat nekrosis, apoptosis dan kematian sel miokard.

Remodelling ventrikel kiri dapat diartikan sebagai perubahan massa,

volume, bentuk, dan komposisi jantung. Remodelling ventrikel kiri merubah

bentuk jantung menjadi lebih sferis sehingga beban mekanik jantung

menjadi semakin meningkat. Dilatasi pada ventrikel kiri juga mengurangi

jumlah afterload yang mengurangi stroke volume dan mengakibatkan stress

oksidatif yang mengaktivasi hipertrofi ventrikel. Perubahan struktur jantung

akibat remodeling ini yang berperan dalam penurunan cardiac output,

dilatasi ventrikel kiri dan overload hemodinamik yang meningkatkan

progresivitas gagal jantung.

Page 5: CHF Word

4. Diagnosis

Diagnosis gagal jantung kongestif dapat ditegakkan dengan satu atau

dua kriteria mayor dan dua kriteria minor.

Tabel 1. Kriteria Diagnosis Gagal Jantung Kongestif (Framingham)

5. Klasifikasi

New York Heart Association membagi klasifikasi gagal jantung

kongestif berdasarkan tingkat atau derajat keparahan dan keterbatasan fisik

sebagai berikut :

Page 6: CHF Word

Tabel 2. Klasifikasi Gagal Jantung Kongestif (NYHA)

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Rawat Inap Berulang pada Pasien

Gagal Jantung Kongestif

Kejadian rawat inap berulang pasien gagal jantung kongestif terjadi

karena eksaserbasi dari gejala klinis overload volume dan penurunan

cardiac output. Gejala yang menyebabkan pasien CHF mengalami

rehospitalisasi ialah Angina (nyeri dada), sesak nafas dan Edema. Adapun

faktor-faktor yang mempengaruhi rehospitalisasi pasien CHF ialah :

a. Faktor Kardiovaskular

Salah satu gangguan kardiovaskular yang menyebabkan rawat

inap berulang ialah iskemik dan infark miokard. Infark miokard dapat

berupa STEMI (ST Elevation Miocard Infarction) ataupun NSTEMI

(Non ST Elevation Miocard Infarction). Infark miokard menyebabkan

jantung kekurangan nutrisi untuk berkontraksi terutama ventrikel.

Adanya thrombosis pada arteri koroner sebagai cabang utama yang

memperdarahi miokardium juga menyebabkan kekurangan nutrisi pada

miokardium yang menyebabkan kegagalan kontraksi ventrikel.

Page 7: CHF Word

Kegagalan kontraksi ventrikel menyebabkan penurunan ejection

fraction. Penurunan ejection fraction menyebabkan peningkatan

volume cairan tubuh yang memperparah kondisi pasien CHF.

b. Faktor Nonkardiovaskular

Pneumonia dan penyakit obstruksi paru seperti Asma dan PPOK

menyebabkan kejadian rawat inap berulang sebesar 28% setelah 6-9

bulan sebelumnya menjalani rawat inap.

Infeksi paru seperti tuberkulosis, pneumonia dan bronchitis

merupakan gangguan pada intrapulmonal. Gejala yang ditimbulkan

ialah nyeri dada, sesak nafas, batuk dan batuk darah. Sesak nafas dan

nyeri dada merupakan gejala yang menyebabkan pasien gagal jantung

mengalami rehospitalisasi.

Gagal jantung kongestif menyebabkan edema paru akibat

retensi cairan tubuh. Namun, edema paru sendiri dapat memperparah

kondisi CHF. Penumpukan cairan di alveolus paru menimbulkan sesak

nafas. Berbeda dengan edema paru, efusi pleura terjadi penumpukan

cairan di ekstraparu intratorakal. Hal ini menyebabkan paru tidak dapat

mengembang secara maksimal yang menimbulkan short of breathness.

Acute Kidney Injury (AKI) atau Acute Renal Failure (ARF)

merupakan salah satu gangguan fungsi ginjal yang menyebabkan

penurunan Glomerular Filtration Rate (GFR). Pada AKI, pemeriksaan

fungsi ginjal memperlihatkan adanya peningkatan nilai Blood Urea

Nitrogen (BUN) dan kreatinin, dengan ration BUN terhadap kreatinin

20 : 1. Peningkatan nilai BUN dan Penurunan GFR menyebabkan

retensi cairan sehingga volume cairan tubuh semakin overload. Retensi

cairan menyebabkan edema paru dan edema perifer sehingga pasien

gagal jantung dapat kembali mengalami rawat inap berulang akibat

eksaserbai dari gejala CHF.

7. Penatalaksanaan

a. Modifikasi gaya hidup

Pembatasan asupan cairan minimal 1000 ml dan maksimal 1500

ml; pembatasan asupan garam minimal 1 gram/hari dan maksimal 2

gram/hari; dan mengentikan aktivitas merokok serta konsumsi alkohol.

Page 8: CHF Word

b. Tirah baring

Pada kondisi eksaserbasi akut pasien disarankan untuk melakukan

tirah baring. Kondisi ini dilakukan untuk mengurangi beban jantung

pasien terhadap aktivitas fisiknya.

c. Farmakologi

Terapi oksigen 2-4 liter per menit.

Pemasangan intravenous line untuk akses obat-obatan injeksi dan

cairan.

Obat Diuretik

Diuretik digunakan pada semua keadaan dimana dikehendaki

peningkatan pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal

jantung. Diuterik yang sering digunakan golongan loop diuretic dan

thiazide.

Loop diuretic (bumetamid, furosemid) meningkatkan ekskresi

natrium dan cairan ginjal dengan tempat kerja pada ansa henle

asenden, namun efek sampingnya berupa hiperurisemia.

Diuretik Thiazide (bendroflumetiazid, klorotiazid,

hidroklorotiazid, mefrusid, metolazon). Menghambat reabsorbsi

garam di tubulus distal dan membantu reabsorbsi kalsium. Diuretik ini

kurang efektif dibandingkan dengan loop diuretic dan sangat tidak

efektif bila laju filtrasi glomerulus turun dibawah 30% (gagal ginjal

berat). Penggunaan kombinasi loop diuretic dengan diuretic thiazide

bersifat sinergis. Thiazide memiliki efek vasodilatasi langsung pada

arterior perifer dan dapat menyebabkan intoleransi karbohidrat.

Digoksin

Glikosida seperti digoksin meningkatkan kontraksi miokard

yang menghasilkan inotropisme positif yaitu memperkuat kontraksi

jantung, hingga stroke volume, diuresis. Digoksin tidak

meneyebabkan perubahan curah jantung pada subjek normal karena

curah jantung ditentukan tidak hanya oleh kontraktilitas namun juga

oleh beban dan denyut jantung. Pada gagal jantung, digoksin dapat

memperbaiki kontraktilitas dan menghilangkan mekanisme

kompensasi sekunder yang dapat menyebabkan timbulnya gejala

gagal jantung.

Page 9: CHF Word

Vasodilator

Vasodilator dapat menurunkan afterload jantung dan tegangan

dinding ventrikel, yang merupakan determinan utama kebutuhan

oksigen moikard, menurunkan konsumsi oksigen miokard dan

meningkatkan curah jantung. Vasodilator dapat bekerja pada sistem

vena (nitrat) atau arteri (hidralazin) atau memiliki efek campuran

vasodilator dan dilator arteri (penghambat ACE, antagonis reseptor

angiotensin, prazosin dan nitroprusida).

Beta Blocker

penyekat beta dapat meningkatkan densitas reseptor beta dan

menghasilkan sensitivitas jantung yang lebih tinggi terhadap simulasi

inotropik katekolamin dalam sirkulasi. Juga mengurangi aritmia dan

iskemi miokard. Penggunaan terbaru dari metoprolol dan bisoprolol

adalah sebagai obat tambahan dari diuretic dan ACE-inhibitor. Obat-

obatan tersebut dapat mencegah memburuknya kondisi serta

memperbaiki gejala dan keadaan fungsional.

Antiaritmia

Antiaritmia dapat mencegah atau meniadakan gangguan tersebut

dengan jalan menormalisasi frekuensi dan ritme stroke volume. Obat

antiaritmia mempertahankan irama sinus pada gagal jantung.

Amiodaron merupakan obat yang paling efektif dalam mencegah AF

dan membantu meningkatkan tingkat keberhasilan kardioversi bila

AF tetap ada.

Nitrat

Nitrat mengurangi kongesti paru tanpa mempengaruhi stroke

volume atau meningkatkan kebutuhan oksigen miokard pada gagal

jantung akut. Sebaiknya dikombinasikan dengan furosemid dengan

dosis rendah.

B. Penumonia

1. Definisi

Page 10: CHF Word

Pneumonia adalah penyakit saluran napas bawah (lower respiratory

tract (LRT)) akut, biasanya disebabkan oleh infeksi. Sebenarnya pneumonia

bukan penyakit tunggal. Penyebabnya bisa bermacam-macam dan diketahui

ada sumber infeksi, dengan sumber utama bakteri, virus, mikroplasma, jamur,

berbagai senyawa kimia maupun partikel. Penyakit ini dapat terjadi pada

semua umur, walaupun manifestasi klinik terparah muncul pada anak, orang

tua dan penderita penyakit kronis.

2. Etiologi

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme

yaitu bakteri, virus, jamur, dan protozoa.

Tabel 3. Mikroorganisme Penyebab Pneumonia

3. Patogenesis

Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan

mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan

paru. Terdapatnya bakteri di paru merupakan akibat ketidakseimbangan

antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, sehingga

mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya sakit.

Masuknya mikroorganisme ke saluran napas dan paru dapat memlalui

berbagai cara:

a. Inhalasi langsung (air borne transmitted).

b. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring.

c. Penyebaran secara hematogen.

Page 11: CHF Word

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Pneumonia

a. Mekanisme Pertahanan Paru

Paru berusaha untuk mengeluarkan berbagai mikroorganisme yang

terhirup seperti partikel debu dan bahan-bahan lainnya yang terkumpul di

dalam paru. Beberapa bentuk mekanisme ini antara lain bentuk anatomis

saluran napas, reflex batuk, sistem mukosilier, juga sistem fagositosis

yang dilakukan oleh sel-sel tertentu dengan memakan partikel-partikel

yag mencapai permukaan alveoli. Bila fungsi ini berjalan baik, maka

bahan infeksi yang bersifat infeksius dapat dikeluarkan dari saluran

pernapasan, sehingga pada orang sehat tidak akan terjadi infeksi serius..

Infeksi saluran napas berulang terjadi akibat berbagai komponen sistem

pertahanan paru yang tidak bekerja dengan baik.

b. Kolonisasi Bakteri di Saluran Pernapasan

Di dalam saluran napas terdapat cukup banyak bakteri yang

bersifat komensal. Bila jumlah mereka semakin meningkat dan mencapai

suatu konsentrasi yang cukup, kuman ini kemudian masuk ke saluran

napas bawah dan paru, dan akibat kegagalan mekanisme pembersihan

saluran napas, keadaan ini bermanifestasi sebagai penyakit.

Mikroorganisme yang tidak menempel pada permukaan mukosa saluran

napas akan ikut dengan sekresi saluran napas dan terbawa bersama

mekanisme pembersihan, sehingga tidak terjadi kolonisasi.

c. Pembersihan Saluran Napas terhadap Bahan Infeksius

Saluran napas bawah dan paru berulang kali dimasuki oleh

berbagai mikroorganisme dari saluran napas atas, akan tetapi tidak

menimbulkan sakit, ini menunjukkan adanya suatu mekanisme

pertahanan paru yang efisien sehingga dapat menyapu bersih

mikroorganisme sebelum mereka bermultiplikasi dan menimbulkan

penyakit. Pertahanan paru terhadap bahan-bahan berbahaya dan infeksius

berupa refleks batuk, penyempitan saluran napas, juga dibantu oleh

respon imunitas humoral.

5. Klasifikasi Pneumonia

a. Community Acquired Pneumonia

Page 12: CHF Word

Pneumonia yang didapatkan di masyarakat yaitu terjadinya infeksi

di luar lingkungan rumah sakit atau infeksi terjadi dalam 48 jam setelah

dirawat di rumah sakit pada pasien yang belum pernah dirawat di rumah

sakit selama > 14 hari.

b. Hospital Acquired Pneumonia

Pneumonia yang terjadi selama atau lebih dari 48 jam setelah

masuk rumah sakit. Jenis ini didapat selama penderita dirawat di rumah

sakit. Hampir 1% dari penderita yang dirawat di rumah sakit

mendapatkan pneumonia selama dalam perawatannya.

c. Pneumonia Aspirasi/Anaerob

Infeksi oleh bakteri dan organisme anaerob lain setelah aspirasi

orofaringeal dan cairan lambung. Pneumonia jenis ini biasa didapat pada

pasien dengan status mental terdepresi, maupun pasien dengan gangguan

refleks menelan.

d. Pneumonia Oportunistik

Terjadi pada pasien dengan penekanan sistem imun (misalnya steroid,

kemoterapi, HIV) sehingga mudah mengalami infeksi oleh virus, jamur, dan

mikobakteri, selain organisme bakteria lain.

e. Pneumonia Rekuren

Disebabkan organisme aerob dan aneorob yang terjadi pada fibrosis

kistik dan bronkietaksis.

6. Faktor Risiko

Faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan risiko

pneumonia antara lain usia > 65 tahun; dan usia < 5 tahun, penyakit kronik

(misalnya ginjal, dan paru), diabetes mellitus, imunosupresi (misalnya obat-

obatan, HIV), ketergantungan alkohol, aspirasi (misalnya epilepsi), penyakit

virus yang baru terjadi (misalnya influenza), malnutrisi, ventilasi mekanik,

pascaoperasi, lingkungan, pekerjaan, dan pendingin ruangan.

7. Diagnosis

Page 13: CHF Word

Diagnosis pneumonia utamanya didasarkan pada gambaran klinis,

sedangkan pemeriksaan foto polos dada perlu dilakukan untuk menunjang

diagnosis, disamping untuk melihat luasnya kelainan patologis pada

pneumonia.

Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut

bagian atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam,

menggigil, sesak napas, suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40oC, sakit

tenggorok, nyeri dada saat bernapas, sakit kepala, nyeri otot, dan nyeri sendi.

Keluhan tersebut juga disertai batuk, dengan sputum purulen kekuning-

kuningan atau kehijau-hijauan, kadang-kadang berdarah. Pada pasien muda

atau tua dan pneumonia atipikal (misalnya Mycoplasma), gambaran

nonrespirasi (misalnya konfusi, ruam, diare) dapat menonjol.

Pada pemeriksaan laboratorium tes darah rutin terdapat peningkatan sel

darah putih (White blood Cells, WBC) biasanya didapatkan jumlah WBC

15.000-40.000/mm3, jika disebabkan oleh virus atau mikoplasme jumlah

WBC dapat normal atau menurun. Dalam keadaan leukopenia laju endap

darah (LED) biasanya meningkat hingga 100/mm3, dan protein reaktif C

mengkonfirmasi infeksi bakteri. Gas darah mengidentifikasi gagal napas.

Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati.

Kadang-kadang didapatkan peningkatan kadar ureum darah, akan tetapi

kreatinin masih dalam batas normal.

Gambaran radiologis pada pneumonia tidak dapat menunjukkan

perbedaan nyata antara infeksi virus dengan bakteri. Pneumonia virus

umumnya menunjukkan gambaran infiltrat intertisial dan hiperinflasi.

Pneumonia yang disebabkan oleh kuman Pseudomonas sering

memperlihatkan adanya infiltrat bilateral atau bronkopneumonia.

8. Penatalaksanaan

a. Terapi Antibiotik

Antibiotika memiliki khasiat mematikan atau menghambat

pertumbuhan kuman. Peresepan antibiotika untuk pasien yang tidak

membutuhkan, dapat mengakibatkan resistensi. Dapat digunakan sebagai

terapi awal beradasarkan pada klasifikasi pneumonia dan kemungkinan

Page 14: CHF Word

organisme jika hasil mikrobiologis tidak tersedia selama 12-72 jam.

Tetapi disesuaikan bila ada hasil dan sensitifitas antibiotika.

Tabel 4. Penggunaan Antibiotik berdasarkan Bakteri Penyebab Pneumonia

Page 15: CHF Word
Page 16: CHF Word

BAB III

KESIMPULAN

Gagal jantung kongestif merupakan salah satu dari penyakit jantung yang kini

bukan lagi hanya diderita oleh pasien geriatri saja melainkan dapat diderita oleh

pasien usia produktif dan berpeluang bersifat progresif dengan tanda-tanda kardinal

berupa dispnea dan fatigue yang menyebabkan pembatasan toleransi aktivitas dan

retensi cairan yang berujung pada kongesti paru dan edema perifer. Gejala ini

mempengaruhi kapasitas dan kualitas dari pasien gagal jantung.

Kejadian rawat inap berulang pasien gagal jantung kongestif terjadi karena

eksaserbasi dari gejala klinis overload volume dan penurunan cardiac output. Selain

itu, terdapat pula penyakit lain yang dapat menyertai seperti infark miokard,

pneumonia, penyakit paru obstruktif kronik, tuberkulosis paru, bronkopneumonia,

atau pun gagal ginjal. Oleh karena itu, perubahan gaya hidup dan medical check up

rutin menjadi salah satu upaya pencegahan yang efektif untuk mencegah terjadinya

penyakit ini.

Page 17: CHF Word

REFERENSI

1. Panduan Pelayanan Medik. PAPDI. 2009.

2. Isselbacher, J Kurt. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13

Volume 3. Jakarta: EGC.2000

3. O’Rouke., Walsh., Fuster. Hurst’s The Heart Manual of Cardiology.12th

Ed.McGrawHill. 2009.

4. Sudoyo, W. Aaru, Bambang Setiyohadi. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV.

Jakarta: FKUI. 2007.

5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komuniti. Pedoman Diagnosis

dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta. 2003.

6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Nosokomial. Pedoman

Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta. 2005.

Page 18: CHF Word

PRESENTASI KASUS DAN PORTOFOLIO

GAGAL JANTUNG KONGESTIF

PNEUMONIA

RSUD KABUPATEN KEPAHIANG

PROVINSI BENGKULU

Disusun oleh :

dr. Bintang Bayu Aryandi

Pendamping :

dr. Budi Artha Sitepu

dr. Ratna Siagian

KOMITE INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

PUSAT PERENCANAAN DAN PENDAYAGUNAAN SDM KESEHATAN

BADAN PPSDM KESEHATAN

Page 19: CHF Word

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

2014/2015

PRESENTASI KASUS DAN PORTOFOLIO

INTOKSIKASI ORGANOFOSFAT

RSUD KABUPATEN KEPAHIANG

PROVINSI BENGKULU

Disusun oleh :

dr. I Nyoman Aripin

Pendamping :

dr. Budi Artha Sitepu

dr. Ratna Siagian

KOMITE INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

PUSAT PERENCANAAN DAN PENDAYAGUNAAN SDM KESEHATAN

Page 20: CHF Word

BADAN PPSDM KESEHATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

2014/2015

BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Pada hari ini tanggal ………………………………… telah dipresentasikan portofolio oleh :

Nama peserta : ………………………………….

Dengan Judul : ………………………………….

Nama Pendamping : ………………………………….

………………………………….

Wahana : ………………………………….

No. Nama Peserta Tanda Tangan

Berita acara ini ditulis dan disampaikan dengan sebenar-benarnya.

Pendamping I Narasumber Pendamping II

Page 21: CHF Word

( ) ( ) ( )