Upload
others
View
16
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI
Kementerian PPN/Bappenas
Februari 2021
CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN
INOVASIFebruari 2021
Kementerian PPN/Bappenas
CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN & INOVASI
PENASIHAT:Amalia Adininggar Widyasanti, ST, MSi, MEng, Ph.DDr. Ir. Subandi, MScDr Mego Pinandito, MEngDr Muhammad DimyatiRini Widyantini, SH, MPMDrs. Teguh Widjinarko, MPA
REVIEWER:Leonardo A. A, Teguh Sambodo, SP, MS, Ph.DDr. Hadiat, MADr. Ir. Erry Ricardo Nurzal, MT, MPAMalikuz Zahar, MEngS. R. Roro Vera Yuwantari, SIP, MSiIstyadi Insani, SSos, MSi
PENULIS:Aditya Wisnu PradanaAmalia SevatitaAnugerah Yuka AsmaraArief Anshory YusufDerry PantjadarmaDudi HidayatFajri SiregarInaya RakhmaniLeonardus K. NugrahaRivandra RoyonoYanuar Nugroho
Didukung Oleh:KNOWLEDGE SECTOR INITIATIVE
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi iii
PENGETAHUAN DAN INOVASI UNTUK EKONOMI INKLUSIF BERBASIS PENGETAHUAN
Indonesia memiliki visi untuk menjadi negara maju berpendapatan tinggi di tahun 2045, 100 tahun setelah Indonesia merdeka. Namun, saat ini Indonesia masih mengandalkan sumber daya alam berupa komoditas ataupun produk padat karya untuk menggerakan roda perekonomian, yang mengakibatkan Indonesia saat ini masih berada dalam middle-income trap. Oleh karena itu, dibutuhkan perubahan paradigma perekonomian dari yang sebelumnya berbasis Sumber Daya Alam (Resource-based Economy) menjadi berbasis Inovasi (Innovation-based Economy).
Untuk mewujudkan hal tersebut, Indonesia membutuhkan visi dan strategi nasional melalui ekosistem pengetahuan dan inovasi yang kuat. Pengetahuan yang maju serta sistem inovasi yang saling mendukung terbukti mampu menghasilkan produk yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Salah satu contoh konkritnya adalah terciptanya lebih dari 61 produk inovasi Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 di bawah koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional, mulai dari alat skrining Covid-19, ventilator, robot layanan kesehatan, hingga Mobile Laboratorium BSL-2. Dengan berinvestasi pada pengetahuan dan inovasi, kita dapat menghadapi pandemi COVID-19 yang hingga saat ini masih menjadi tantangan bagi hampir seluruh negara di dunia serta mengupayakan pemulihan ekonomi nasional.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek) telah meletakkan salah satu pondasi penting untuk ekosistem ini. Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi ini menguatkan pondasi tersebut dengan memberikan arah serta koridor bagi kita untuk memastikan bahwa setiap elemen pendukung ekosistem dapat berkolaborasi dan saling mendukung untuk dapat berkontribusi secara optimal.
Kemenristek/BRIN terus mendorong tumbuhnya ekosistem riset dan inovasi untuk berbagai lapisan masyarakat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut terintegrasi, sehingga dalam implementasi Cetak Biru ini, sejumlah sasaran dan strategi akan menjadi referensi bagi pembahasan peraturan turunan UU Sisnas Iptek. Cetak Biru ini juga nantinya akan menjadi referensi bagi penyempurnaan Prioritas Riset Nasional.
KATA PENGANTARMENTERI RISET & TEKNOLOGI/ KEPALA BADAN RISET & INOVASI NASIONAL
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasiiv
Kemenristek/BRIN akan terus mengawal pelaksanaan Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi bersama segenap pemangku kepentingan guna mewujudkan Inovasi sebagai solusi dalam menciptakan Indonesia Maju.
Prof. Bambang PS Brodjonegoro, Ph.DMenteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi v
PENGETAHUAN DAN INOVASI UNTUK KEBIJAKAN PUBLIK & PERENCANAAN PEMBANGUNAN
Pada tahun 2020, Indonesia memasuki era pembangunan nasional baru. Selama periode 2014-2019, pembangunan nasional lebih berfokus kepada infrastruktur, tetapi untuk masa jabatan keduanya, pemerintahan Presiden Joko Widodo mengalihkan fokus ke pembangunan sumber daya manusia dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024 menetapkan empat pilar pembangunan nasional yang dirancang sebagai fondasi untuk mewujudkan visi Indonesia menjadi salah satu kekuatan ekonomi terbesar dunia pada tahun 2045. Empat pilar tersebut mencakup: i) pembangunan manusia dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi; ii) pembangunan ekonomi berkelanjutan; iii) pembangunan yang berkeadilan; dan iv) keamanan nasional serta tata pemerintahan yang baik.
Pilar pertama merupakan modal untuk memastikan kekuatan tiga pilar lainnya. Untuk itu, pengetahuan diletakkan pada posisi yang sangat penting –baik itu pengetahuan ilmiah, pengetahuan teknokratis maupun pengetahuan lokal. Efektivitas produksi, komunikasi, dan utilisasi berbagai jenis pengetahuan tersebut untuk kebijakan publik dan perencanaan pembangunan yang komprehensif berdasarkan bukti perlu ditunjang oleh sebuah ekosistem yang baik.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi ini bukan hanya mendukung inovasi teknologi, tapi juga inovasi pembangunan. Cetak Biru ini memberikan referensi bagaimana semua elemen ekosistem ini diintegrasikan agar hasil penelitian bisa menjadi dasar pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan publik serta perencanaan pembangunan yang utuh. Dengan demikian, tujuan yang akan dicapai adalah tidak hanya memastikan pencapaian tujuan (intended outcome) sebuah kebijakan atau rencana pembangunan, namun juga memperhitungkan dampak-dampak tak termaksud (unintended consequences) dari kebijakan atau rencana tersebut.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional siap mendukung implementasi Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi dan memastikan terwujudnya cita-cita Indonesia Maju 2045.
Dr. Ir. H. Suharso MonoarfaMenteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
KATA PENGANTARMENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasivi
PENGETAHUAN DAN INOVASI UNTUK MEMBANGUN KAPASITAS NEGARA
Untuk mewujudkan Visi Indonesia Maju 2045, perlu dilakukan perubahan terhadap paradigma ekonomi dari yang berbasis sumber daya alam menjadi berbasis inovasi. Dengan demikian, inovasi memiliki peran penting dalam membangun ekonomi berbasis pengetahuan yang bertumpu pada peningkatan produktivitas. Dalam mencapai tujuan tersebut, diperlukan sinergitas antar aktor-aktor kunci sebagai pelaksana pembangunan. Negara yang didukung oleh aparatur sipil negara (ASN) menjadi bagian yang memiliki peran aktif sebagai aktor kunci pembangunan. Keberhasilan dalam mewujudkan Visi Indonesia Maju 2045 menjadi bagian dari pencapaian tujuan pembangunan nasional tentu tidak akan lepas dari upaya peningkatan kinerja birokrasi.
Oleh karena itu, perubahan paradigma ekonomi berbasis inovasi dan peningkatan kinerja birokrasi menjadi penggerak ekosistem pengetahuan dan inovasi dalam meningkatkan kapasitas negara. Dalam implementasinya, ekosistem pengetahuan dan inovasi tercermin dalam kapasitas kelembagaan dan sumber daya ASN sebagai komponen utama proses dan tata kelola pemerintahan. Berpijak dari hal tersebut, aspek kapasitas negara menjadi elemen kunci dalam mewujudkan cita-cita yang dituangkan dalam visi dan misi Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi.
Dalam ekosistem pengetahuan dan inovasi, terdapat empat peran utama pemerintah yang menentukan keberhasilan pelaksanaan ekonomi berbasis inovasi. Peran utama pemerintah tersebut diwujudkan melalui ketersediaan SDM; pelaksanaan riset dan penyajian informasi yang valid, andal, dan komprehensif; dengan didukung tata kelembagaan, kerangka regulasi, mekanisme akuntabilitas; serta skema pendanaan dan insentif yang transparan dan bertanggung jawab. Untuk mendukung implementasi peran pemerintah tersebut, ASN harus mampu menjadi katalisator agar pembangunan ekosistem pengetahuan dan inovasi dapat berjalan secara optimal. Sebagai katalisator, ASN dituntut untuk mampu membangun ekosistem pengetahuan dan inovasi sebagai usaha yang menyeluruh dan sistemik dari hulu ke hilir, serta bersifat lintas aktor dan sektor.
Dukungan Presiden sebagai wujud komitmen politik dalam menata riset dan inovasi pemerintah perlu diikuti oleh seluruh ASN yang dilanjutkan dengan memastikan keberhasilan pembangunan ekosistem pengetahuan dan inovasi. Komitmen dan peran serta aktif dari seluruh aktor akan mampu menghilangkan ego sektoral dan perbedaan persepsi dari masing-masing aktor dalam bekerja, sehingga terwujud kolaborasi yang efektif.
KATA PENGANTARMENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA – REFORMASI BIROKRASI
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi vii
Untuk mewujudkan hal tersebut, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi siap mendukung upaya terwujudnya tata kelembagaan yang efektif dan efisien. Pada akhirnya, upaya tersebut diharapkan mampu menunjang kelincahan yang diperlukan dalam mewujudkan Visi Indonesia Maju 2045 dengan mengedepankan paradigma ekonomi berbasis inovasi. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mengapresiasi terbitnya Cetak Biru Ekosistem dan Inovasi dan berterima kasih atas kerja sama yang baik dari seluruh pihak yang terlibat.
Tjahjo Kumolo, S.H.Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasiviii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar: Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional ................iiiKata Pengantar: Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional ..................................................................................................................................... vKata Pengantar: Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi ..................... viDaftar Istilah .......................................................................................................................................................... xiDaftar Singkatan ................................................................................................................................................ xviRingkasan Eksekutif .......................................................................................................................................... xx
1. Argumentasi Dasar ........................................................................................................................... 1
1.1 Tantangan Utama Pembangunan—Grand Challenges .....................................................21.1.1 Tingginya Kemiskinan, Kerentanan, dan Ketimpangan ................................................31.1.2 Rendahnya Tren Pertumbuhan Ekonomi .........................................................................4
1.2 Pengetahuan dan Inovasi untuk Indonesia 2045 .....................................................................5
2. Pemetaan Kondisi Saat Ini ..............................................................................................................9
2.1 Peran Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi bagi Pertumbuhan ............................................92.2 Kebijakan Iptek Nasional ................................................................................................................ 152.3. Capaian Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia ...................................................... 18
2.3.1 Pengetahuan untuk Kebijakan Publik ..............................................................................272.4 Kerangka Regulasi ........................................................................................................................... 29
2.4.1 Regulasi tentang Perencanaan Iptek .............................................................................. 292.4.2 Regulasi tentang Pendanaan Riset dan Inovasi .......................................................... 302.4.3 Regulasi tentang Tata Kelola Kelembagaan Riset dan inovasi Publik ....................322.4.4 Regulasi tentang Mobilitas Peneliti ASN ke Industri ....................................................33
3. Prinsip-Prinsip yang Diusung ...................................................................................................... 35
3.1 Pertumbuhan Inklusif Berbasis Inovasi ..................................................................................... 353.2 Kebijakan Publik Berbasis Bukti .................................................................................................. 393.3 Isu Lintas Komponen ........................................................................................................................41
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi ix
Daftar Isi
4. Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia ................................................... 45
4.1 Menjawab Tantangan Menuju Indonesia 2045 Melalui Pengetahuan dan Inovasi ....... 454.1.1 Tantangan-tantangan Utama Pembangunan Indonesia ............................................ 454.1.2 Langkah-Langkah Penanganan Tantangan .................................................................. 54
4.2 Sasaran Perbaikan Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi .................................................... 634.2.1 Memastikan Kerangka Regulasi yang Kuat dan Jelas .............................................. 644.2.2 Membenahi Tata Kelembagaan .......................................................................................674.2.3 Memperbaiki Tata Kelola dan Mekanisme Akuntabilitas ............................................704.2.4 Membentuk Sumber Daya Dinamis .................................................................................724.2.5 Menyediakan Dukungan Pendanaan dan Insentif yang Memadai ..........................77
4.3 Implementasi, Monitoring, dan Evaluasi .................................................................................... 814.3.1 Mekanisme dan Struktur Koordinasi ............................................................................... 81
4.4 Metode Monitoring dan Evaluasi ..................................................................................................834.4.1 Indikator Capaian ............................................................................................................................ 85
5. Penutup .......................................................................................................................................... 87
5.1 Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi untuk Mencapai Visi Indonesia 2045 .....................................................................................................................................................87
5.2 Peran Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi dalam Koordinasi Kebijakan ... 88
Referensi .............................................................................................................................................91Lampiran 1. Daftar Peraturan Perundang-Undangan yang Terkait dengan
Pengetahuan dan Inovasi ...................................................................................... 94Lampiran 2. Target dan Sasaran Cetak Biru EPI ....................................................................... 98
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. PDB per Kapita Indonesia 1870-2019 (PPP$1990) ................................................................ 1Gambar 2. Sejarah Klasifikasi Pendapatan per Kapita Indonesia .........................................................2Gambar 3. Pertumbuhan TFP dan Sitasi per 1. 000 Penduduk ........................................................... 12Gambar 4. Pengeluaran R&D dan Pendapatan per Kapita ....................................................................13Gambar 5. Publikasi Ilmiah per Kapita dan Pendapatan per Kapita....................................................14Gambar 6. Posisi RIRN dalam Perencanaan Pembangunan ................................................................ 16Gambar 7. Indeks Daya Saing Global Indonesia Tahun 2019 .............................................................. 19Gambar 8. Belanja Riset dan Inovasi Indonesia Tahun 2018 ...............................................................23Gambar 9. Pertumbuhan TFP ...................................................................................................................... 24Gambar 10. Pergerakan Nilai TFP per Tahun ............................................................................................ 25Gambar 11. Kontribusi TFP, Modal, dan Tenaga Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi.............. 26Gambar 12. Keadilan, Inovasi, dan Pertumbuhan .................................................................................... 36Gambar 13. Inventor per 1.000 Berdasarkan Skor Tes Matematika dan Kelompok Ekonomi.......38Gambar 14. Proyeksi Urbanisasi ....................................................................................................................47Gambar 15. Dekomposisi Pertumbuhan Produktivitas Tenaga Kerja .................................................48Gambar 16. Peta kerentanan perubahan iklim Asia Tenggara ............................................................ 49Gambar 17. Genuine Saving Provinsi-Provinsi di Indonesia 2005....................................................... 51Gambar 18. Variasi Wilayah Rasio Elektrifikasi di Indonesia ................................................................. 52Gambar 19. Tantangan Utama dan Langkah-Langkah Pencapaiannya ............................................. 54Gambar 20. Usulan Koordinasi Implementasi Cetak Biru EPI ............................................................... 82Gambar 21. Metode Monitoring & Evaluasi: Elemen Forum Multilateral.............................................84
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Persentase Kelompok Ekonomi di Negara-Negara ASEAN Tahun 2015 ............................. 3Tabel 2. Catatan Tingkat Pertumbuhan Negara-Negara OECD: 1960-2000 .................................... 10Tabel 3. Peringkat Indeks Daya Saing Global Indonesia dan Negara-Negara Asia Tenggara
Tahun 2019 Dilihat dari Komponen Kapabilitas Inovasi ......................................................... 20Tabel 4. Peringkat Indeks Inovasi Global Indonesia dan Negara Asia Tenggara Tahun 2019 ..... 21Tabel 5. Perbandingan Perubahan Ketimpangan Pendapatan Berdasarkan Indeks Gini .................... 46
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi xi
DAFTAR ISTILAH
Affirmative policy Kebijakan affirmative action ditujukan untuk meningkatkan kesempatan bagi kelompok masyarakat yang selama ini terabaikan.
Bekerja purnawaktu Bekerja sepenuh waktu yang ditetapkan
Birokrasi Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan
Booming komoditas Naiknya banyak harga komoditas fisik (seperti makanan, minyak, logam, bahan kimia, bahan bakar dan sejenisnya)
Brain gain Peningkatan jumlah profesional kelahiran asing yang sangat terlatih yang memasuki suatu negara untuk tinggal dan bekerja di mana peluang lebih besar ditawarkan
Comparative advantage Kemampuan individu atau kelompok untuk melakukan aktivitas ekonomi tertentu (seperti membuat produk tertentu) lebih efisien daripada aktivitas lain
Debirokratisasi Penghapusan atau pengurangan hambatan yang terdapat dalam sistem birokrasi
Deforestasi Penebangan hutan
Desentralisasi Sistem pemerintahan yang lebih banyak memberikan kekuasaan kepada pemerintah daerah
Diaspora Masa tercerai-berainya suatu bangsa yang tersebar di berbagai penjuru dunia dan bangsa tersebut tidak memiliki negara; orang yang meninggalkan tanah kelahirannya untuk pergi ke daerah atau ke negara lain untuk mencari kehidupan yang lebih baik, ketimbang di daerah atau negaranya sendiri
Diminishing returns Jika satu input tertentu ditambahkan dalam proses produksi sementara input lain dianggap konstan, akan tercapai suatu titik tertentu di mana tambahan output yang dihasilkan mengalami penurunan.
Economic bubble Periode di mana investasi spekulatif mengarah pada penilaian yang berlebihan atas sekuritas dalam sektor tertentu
Ekonomi ekstraktif Konsep dari ekonomi yang mengacu pada bangsa yang memperoleh sebagian besar produktivitasnya dari sumber daya yang tidak terbarukan
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasixii
Daftar Istilah
Evaluation (evaluasi) Penilaian sistematis dan objektif dari proyek, program, atau kebijakan, dengan melihat desain, implementasi, dan hasilnya. Tujuannya adalah untuk menentukan relevansi dan pemenuhan tujuan, efisiensi pembangunan, efektivitas, dampak, dan keberlanjutan.
Excludable Kondisi di mana seseorang dapat mencegah konsumen yang belum membayar untuk mengakses suatu barang
Extreme poverty Dalam definisi Bank Dunia (2015), seseorang dianggap berada dalam kemiskinan ekstrem jika hidup kurang dari 1,90 dolar AS per hari
Generik Umum; lazim
Increasing returns to scale Ketika output meningkat dalam proporsi yang lebih besar daripada peningkatan input
Interdisipliner Antardisiplin atau bidang studi
Kemiskinan absolut Kemiskinan yang didefinisikan menggunakan dasar universal tanpa mengacu pada pendapatan orang lain atau akses ke barang
Knowledge creation Tindakan membuat pengetahuan yang diciptakan oleh individu tersedia, memperkuatnya dalam konteks sosial, dan secara selektif menghubungkannya dengan stok pengetahuan yang ada dalam organisasi.
Knowledge diffusion Adaptasi dan aplikasi pengetahuan yang didokumentasikan dalam publikasi ilmiah dan paten
Kolonialisme Paham tentang penguasaan oleh suatu negara atas daerah atau bangsa lain dengan maksud untuk memperluas negara itu
Leading sector/actor Organisasi/individu yang memimpin proses suatu kegiatan yang berhubungan dengan menjalankan sebuah program atau menyelesaikan suatu masalah
Malnutrisi Malagizi; penyakit yang disebabkan oleh kekurangan gizi
Masyarakat adat Komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal-usul secara turun temurun di atas suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh hukum adat dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakatnya
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi xiii
Daftar Istilah
Modal ventura (venture capital) Modal ventura adalah bentuk pembiayaan ekuitas swasta yang disediakan oleh perusahaan modal ventura untuk perusahaan rintisan (startups), tahap awal (early stage), dan perusahaan baru yang dianggap memiliki potensi pertumbuhan tinggi atau yang telah menunjukkan pertumbuhan tinggi
Monitoring (pemantauan) Pengumpulan data yang berkelanjutan dan sistematis tentang indikator tertentu untuk ditunjukkan kepada pemangku kepentingan mengenai bagaimana intervensi pembangunan berjalan dan apakah tujuan tercapai dalam menggunakan dana yang dialokasikan.
Multifactor productivity Keseluruhan efisiensi penggunaan input tenaga kerja dan modal secara bersamaan dalam proses produksi
Neoliberalisme Politik ekonomi yang muncul setelah Perang Dunia I, ditandai dengan tekanan berat pada segi positif ekonomi pasar bebas, disertai dengan usaha menekan campur tangan pemerintah dan konsentrasi kekuasaan swasta terhadap perekonomian
Nepotisme Perilaku yang memperlihatkan kesukaan yang berlebihan kepada kerabat dekat; Kecenderungan untuk mengutamakan (menguntungkan) sanak saudara sendiri, terutama dalam jabatan, pangkat di lingkungan pemerintah
Newly industrializing economies Kawasan dan negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat melalui industrialisasi berorientasi ekspor sejak Perang Dunia II
Nonrival Dapat dikonsumsi atau dinikmati oleh banyak konsumen secara bersamaan, tanpa persaingan
Oligarki Pemerintahan yang dijalankan oleh beberapa orang yangberkuasa atau kelompok tertentu
Open data Data yang dapat diakses, digunakan, dan dibagikan siapa saja
Open government Transparansi tindakan pemerintah, aksesibilitas layanan dan informasi pemerintah, dan daya tanggap pemerintah terhadap ide-ide baru, tuntutan dan kebutuhan.
Otoritarian Bersifat otoriter, berkuasa sendiri; sewenang-wenang
Pandemi Wabah yang berjangkit serempak di mana-mana meliputi daerah geografis yang luas
Perverse incentive Insentif yang memiliki hasil yang tidak diinginkan (unintended consequences) yang bertentangan dengan niat perancangnya
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasixiv
Daftar Istilah
Produk domestik bruto Jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.
Proprietary data Data yang dikendalikan sepenuhnya oleh suatu perusahaan, organisasi atau individu
Reformasi birokrasi Upaya untuk melakukan pembaruan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business process) dan sumber daya manusia aparatur
Regional Bersifat daerah; kedaerahan
Review sejawat Proses penelusuran atas kualitas suatu karya tulis ilmiah oleh pakar lain di bidang yang bersesuaian.
Riset dasar Penelitian ilmiah untuk mencari ilmu pengetahuan baru; Pencarian yang bersistem untuk menemukan tantangan hal yang belum diketahui.
Riset terapan Satu jenis penelitian yang bertujuan untuk memberikan solusi atas permasalahan tertentu secara praktis. Penelitian terapan tidak berfokus pada pengembangan sebuah ide, teori, atau gagasan, tetapi lebih berfokus kepada penerapan penelitian tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Sabbatical leave Periode di mana seorang karyawan mengambil cuti panjang dari pekerjaannya, tetapi masih dipekerjakan oleh perusahaannya
Skema PPPK PPPK merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan kebutuhan Instansi Pemerintah
Smart cities Kota yang memanfaatkan TIK untuk memenuhi permintaan pasar (warga kota), dan keterlibatan masyarakat dalam proses tersebut diperlukan untuk kota cerdas. Kota cerdas (smart city) dengan demikian akan menjadi kota yang tidak hanya memiliki teknologi TIK di wilayah tertentu, tetapi juga telah menerapkan teknologi ini dengan cara yang berdampak positif bagi masyarakat setempat.
Sovereign Wealth Fund Dana investasi milik negara yang diinvestasikan dalam aset riil dan keuangan seperti saham, obligasi, logam mulia, atau alternatif lainnya seperti dana ekuitas swasta
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi xv
Daftar Istilah
Teknologi-teknologi frontier Teknologi baru dan inovatif; berpotensi mendistrupsi status quo, mengubah cara hidup orang dan bekerja, dan mengarahkan ke produk dan jasa yang benar-benar baru
Think tank Lembaga penelitian yang melakukan penelitian dan advokasi
Tingkat kesiapterapan teknologi Tingkat kondisi kematangan atau kesiapterapan hasil suatu Penelitian (research) dan pengembangan teknologi tertentu yang diukur secara sistematis dengan tujuan untuk dapat diadopsi oleh pengguna, baik oleh pemerintah, industri maupun masyarakat
Transformasi struktural Realokasi kegiatan ekonomi di tiga sektor besar (pertanian, manufaktur, dan jasa) yang menyertai proses pertumbuhan ekonomi modern.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasixvi
DAFTAR SINGKATAN
AI artificial intelligence
AIPI Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia
APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
APK-PT Angka Partisipasi Kasar Pendidikan Tinggi
APO Asian Productivity Organization
ARN Agenda Riset Nasional
ASEAN Association of Southeast Asian Nations
ASN Aparatur Sipil Negara
Bappeda Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
BKF Badan Kebijakan Fiskal
BLU badan layanan umum
BO PTN Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri
BPDP Badan Pengelola Dana Perkebunan
BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
BPK Badan Pemeriksa Keuangan
BPKP Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
BPPT Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
BPS Badan Pusat Statistik
CO2 karbon dioksida
COVID corona virus disease
DIPA Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
DIPI Dana Ilmu Pengetahuan Indonesia
Dirjen Direktur Jenderal
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi xvii
Daftar Singkatan
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
EPI Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi
GERD Gross expenditure on research and development
INSINAS Insentif Riset Sistem Inovasi Nasional
iptek ilmu pengetahuan dan teknologi
iptekin ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi
ISO International Organization for Standardization
K/L Kementerian/Lembaga
K/L/PD Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah
KASN Komisi Aparatur Sipil Negara
Kemendagri Kementerian Dalam Negeri
Kemendikbud Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Kemenkeu Kementerian Keuangan
Kemenko Kementerian Koordinator
Kemenristek/BRIN Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional
KEN Kebijakan Energi Nasional
KN Keuangan Negara
KPK Komisi Pemberantasan Korupsi
kum Kumulatif; pengumpulan kredit untuk jabatan fungsional ASN
LIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
LPDP Lembaga Pengelola Dana Pendidikan
LPDP Lembaga Pengelola Dana Pendidikan
LPNK Lembaga Pemerintah Non-Kementerian
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
Musrenbang Musyawarah Perencanaan Pembangunan
NGOs Non-governmental organizations
NIEs Newly industrializing economies
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasixviii
Daftar Singkatan
NKRI Negara Kesatuan Republik Indonesia
ODI Overseas Development Institute
OECD Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi
P3 Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan
PPPK (P3K) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
PDB Produk Domestik Bruto
LPPM Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Perpres Peraturan presiden
PISA Programme for International Student Assessment
PMK Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
PNPM Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Polhukam Politik, Hukum, dan Keamanan RI
Posyandu Pos Pelayanan Keluarga Berencana - Kesehatan Terpadu
PP Peraturan Pemerintah
PRN Prioritas Riset Nasional
PSBB Pembatasan Sosial Berskala Besar
PT Perguruan Tinggi
PTLN Perguruan Tinggi Luar Negeri
PTN-BH Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum
PUI Pusat Unggulan Iptek
Punas Riset Program Utama Nasional Riset
Puskesmas Pusat kesehatan masyarakat
R&D Research and development
RAPBN Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
RIEKN Rencana Induk Ekonomi Kreatif Nasional
RIPIN Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional
Ripiptek Rencana Induk Pemajuan Iptek
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi xix
Daftar Singkatan
RIRN Rencana Induk Riset Nasional
RKA-KL Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga
RKP Rencana Kerja Pemerintah
ROI Return on investment
RPJMN Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
RPJP Rencana Pembangunan Jangka Panjang
RPP Rancangan Peraturan Pemerintah
RUU Rancangan Undang-Undang
satker Satuan kerja
SDA Sumber Daya Alam
SDM Sumber Daya Manusia
SIIN Sistem Informasi Iptek Nasional
Sisnas Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
SJSN Sistem Jaminan Sosial Nasional
SNI Standar Nasional Indonesia
SPPN Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
STEMM Science, Technology, Engineering, Mathematics, and Medicine
TFP Total Factor Productivity
TIK telekomunikasi, informasi, dan komunikasi
TNP2K Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
tusi Tugas dan fungsi
UMKM Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
UU Undang-Undang
WDI World Development Indicators
WIPO World Intellectual Property Organization
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasixx
RINGKASAN EKSEKUTIF
Dalam usaha untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur, Indonesia akan menghadapi tantangan-tantangan pembangunan yang semakin besar. Meskipun cukup banyak kesuksesan yang telah diraih, masih banyak pula pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan. Di bidang pengentasan kemiskinan, Indonesia telah berhasil menekan angka kemiskinan absolut. Namun, di sisi lain, lebih dari setengah penduduk Indonesia masih termasuk golongan miskin moderat dan rentan. Sementara itu, pertumbuhan perekonomian Indonesia semenjak krisis keuangan Asia 1997/98 berjalan lebih lambat dari sebelumnya dan, berdasarkan penelitian beberapa ekonom, lebih rendah dari yang seharusnya. Daya tahan Indonesia dalam menghadapi kejutan ekonomi, sosial, dan alam, kembali dipertanyakan di masa pandemi global COVID-19. Ini semua tentunya akan menyulitkan cita-cita Indonesia untuk menjadi negara maju pada tahun 2045.
Untuk menjawab berbagai tantangan di atas, Indonesia perlu merencanakan strategi pembangunan yang mutakhir. Dalam hal tersebut, Indonesia perlu bersandar pada pengetahuan dan inovasi agar mampu mengelola pembangunan ekonomi dan sosial yang merata, berkelanjutan, dan produktif. Hanya dengan pemanfaatan pengetahuan dan inovasi secara maksimal, visi pergeseran ekonomi ekstraktif menjadi ekonomi inklusif berbasis pengetahuan dapat tercapai. Karena itu, sebagai langkah menuju ekonomi berbasis pengetahuan, ekosistem1 pengetahuan dan inovasi itu sendiri perlu dikenali dan diperjelas perannya. Inilah imperatif dari disusunnya cetak biru ekosistem pengetahuan Indonesia yang dijabarkan dalam dokumen ini.
Cetak biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi ini mengusung dua prinsip utama. Pertama, pentingnya memastikan bahwa pertumbuhan berbasis inovasi bersifat inklusif. Dalam hal tersebut, cetak biru ini juga mempertimbangkan keterkaitan distribusi pendapatan atau ketimpangan yang berbarengan dengan perubahan teknologi.
Prinsip kedua yang diusung adalah pentingnya kebijakan publik berbasis bukti. Cetak biru ini juga menyadari bahwa hubungan antara pengetahuan dan kebijakan publik yang baik merupakan hubungan dua arah. Ekosistem pengetahuan yang kuat akan menghasilkan bukti yang diperlukan untuk menyusun kebijakan publik yang baik; sebaliknya, kebijakan publik yang baik akan memperkuat ekosistem pengetahuan.
Selain kedua prinsip tersebut, cetak biru ini juga menekankan pentingnya pendekatan lintas komponen, terutama untuk mengatasi ketimpangan regional dan sosial. Isu ketimpangan ini juga menjadi isu penting ketika kita menyadari bahwa masyarakat umumlah yang akan menyia-nyiakan sumber dayanya sekiranya ada sebagian dari populasi yang tereksklusi dari kesempatan untuk menerapkan pengetahuan dan berinovasi.
1 Istilah ekosistem dipakai untuk menggambarkan sebuah sistem yang terdiri dari berbagai sub-sistem yang saling berinteraksi.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi xxi
Ringkasan Eksekutif
Cetak biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi ini kemudian disusun untuk menjawab tantangan-tantangan utama yang dihadapi Indonesia dalam beberapa dekade mendatang. Untuk itu, ada delapan tantangan pembangunan utama yang diidentifikasi: (1) rendahnya mobilitas sosial; (2) pesatnya laju urbanisasi; (3) terhentinya industrialisasi dan tertiarisasi; (4) perubahan iklim; (5) ketahanan pangan; (6) kutukan sumber daya alam; (7) ketahanan energi; dan (8) rendahnya kualitas institusi yang dapat menyebabkan ekonomi berbasis perburuan rente. Tantangan-tantangan inilah yang perlu dijawab demi mencapai Indonesia yang berdaulat, maju, adil, dan makmur melalui penguasaan pengetahuan dan inovasi.
Untuk memperkuat ekosistem pengetahuan Indonesia, cetak biru ini menyodorkan sasaran untuk setiap elemen dalam ekosistem tersebut. Sasaran-sasaran tersebut adalah:
1. Memastikan kerangka regulasi yang kuat dan jelas2. Membenahi tata kelembagaan3. Memperbaiki tata kelola dan mekanisme akuntabilitas4. Membentuk sumber daya yang dinamis5. Menyediakan dukungan pendanaan dan insentif yang memadai
Cetak biru ini merumuskan lebih dari 100 strategi untuk mencapai kelima sasaran di atas. Berdasarkan konteks saat ini, dipilih sejumlah strategi prioritas yang diharapkan dapat menjadi referensi mengenai perbaikan-perbaikan yang harus disegerakan. Strategi prioritas tersebut adalah:
ELEMEN SASARAN STRATEGI MENJADI MASUKAN UNTUK K/L TERKAIT
REGULASI Adanya regulasi kelembagaan iptek nasional yang lebih baik
Penetapan Kemenristek/ BRIN sebagai koordinator Iptek nasional yang mengawal penyesuaian terhadap seluruh regulasi yang terkait dengan perubahan kelembagaan sesuai skema koordinasi di bawah Kemenristek/ BRIN
Perpres BRIN Kementerian Hukum & HAM
Kebijakan penelitian dan inovasi yang konsisten dengan domain kebijakan lain (misalnya ekonomi, industri, perdagangan, pendidikan) sehingga juga berdampak pada perbaikan tata kelola perencanaan riset.
a. Memastikan penyusunan Rencana Induk Pemajuan Iptek sebagai mandat UU Sisnas Iptek terkoneksi dengan RIRN, PRN, RPJMN, dan kebijakan sektoral lainnya
Forum multilateral pembahasan RKP, RPJP & M
Kemenristek/ BRIN, Bappenas, Kemendikbud
b. Membuat payung hukum pembagian urusan riset dan inovasi di Perguruan Tinggi dengan pembagian fokus yang jelas antara Kemenristek/BRIN dan Kemendikbud (misalnya terkait BO PTN untuk penelitian)
Integrasi BO PTN Penelitian & PRN
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasixxii
Ringkasan Eksekutif
ELEMEN SASARAN STRATEGI MENJADI MASUKAN UNTUK K/L TERKAIT
Adanya regulasi di sektor finansial agar sektor tersebut mendanai sektor riil, mendanai inovasi, bukan mendanai lagi financial sector dan menjadi economic bubble.
a. Merumuskan peraturan turunan UU No. 11/2019 Pasal 6: “Ilmu Pengetahuan dan Teknologi berkedudukan sebagai modal dan investasi” untuk merumuskan bentuk-bentuk insentif bagi kegiatan riset dan inovasi, baik oleh pelaku maupun sektor keuangan selaku penyedia pembiayaan – termasuk di dalamnya insentif bagi R&D di sektor riil vs sektor finansial
Peraturan terkait pembiayaan, penyempurnaan insentif non-fiskal untuk kegiatan R&D
Kemenkeu
b. Merumuskan peraturan turunan terkait Lembaga Pengelola Investasi (LPI) dengan adanya Sovereign Wealth Fund yang secara spesifik menyasar investasi untuk riset dan inovasi, termasuk kaitannya dengan Rancangan Perpres Dana Abadi Penelitian.
Peraturan teknis PP 74/ 2020 atau Rencana Kerja LPI
KELEMBA-GAAN
Terintegrasinya lembaga intermediasi ke dalam sistem translasi invensi menjadi inovasi, maupun sistem translasi menjadi kebijakan
a. Membuat lembaga intermediasi pusat yang melengkapi lembaga intermediasi di setiap lembaga riset dan inovasi dengan peran knowledge and partnership brokerage, terutama dengan industri.
RPP Sumber Daya Iptek, RPP Penyelenggaraan Iptek, RIPIPTEK
Kemenristek/ BRIN & KemenPAN-RB
b. Menguatkan fungsi (unit) analisis kebijakan di K/L yang terhubung dengan baik dengan jaringan analis kebijakan non-K/L serta komunitas ilmiah yang relevan.
Implementasi Panduan Pendayagunaan JFAK
MEKANISME AKUNTABI-LITAS
Adanya siklus kebijakan yang utuh dari mulai perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, hingga alokasi sumber daya
a. Menyusun progam mengacu pada prioritas pembangunan nasional yang terencana baik untuk jangka waktu panjang, menengah dan pendek dalam satu kesatuan utuh dan dijalankan secara konsisten. Elemen-elemen perencanaan, alokasi sumberdaya, pelaksanaan, pemantauan, supervisi, evaluasi, audit harus masuk ke dalam rancangan program.
RPJP&M, RKP, RIPIPTEK
PP No. 17/2017 tentang Sinkronisasi Proses Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional
Bappenas, Kemenristek/ BRIN
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi xxiii
Ringkasan Eksekutif
ELEMEN SASARAN STRATEGI MENJADI MASUKAN UNTUK K/L TERKAIT
b. Menyusun Indikator Kinerja Utama Nasional berorientasi impact, yang selanjutnya harus diterjemahkan ke dalam serangkaian target K/L beserta seluruh jajarannya. Ini menjadi basis Perjanjian Kinerja pejabat terkait.
RKP, RPJP & M
c. Memasukkan elemen-elemen pembelajaran di dalam evaluasi pembangunan nasional sehingga bersifat berkelanjutan.
RKP, RPJP & M
d. Melibatkan dan mempertimbangkan aspirasi para aktor (produsen, pengguna, enabler, intermediary) yang mewakili seluruh lapisan yang relevan dalam perancangan kegiatan, program dan kebijakan terutama terkait riset atau inovasi. Sumber daya (waktu, anggaran, komitmen) yang memadai harus selalu dialokasikan untuk penyempurnaan dalam tahap ini.
RIPIPTEK
Terimplementasinya open data dan satu data di level K/L sebagai bentuk tanggung jawab, sekaligus untuk mendorong interaksi antar aktor
a. Mengoptimalkan sistem informasi berbasis digital/pemanfaatan TIK sehingga data dapat diakses oleh publik dengan mudah, terutama terkait luaran yang dihasilkan melalui anggaran pemerintah.
Implementasi Perpres Satu Data, UU Keterbukaan Informasi Publik
Semua K/L, Kemenristek/ BRIN
b. Mempercepat penataan Sistem Informasi Iptek Nasional dengan berpedoman pada Satu Data Indonesia
Perpres SIIN yang mengacu pada Perpres 39/2019 tentang Satu Data Indonesia
Kolaborasi multisektoral yang kuat, terutama dalam konteks pusat-daerah dan antar-daerah demi mendorong pembangunan
a. Mendorong dan mendukung adanya proyek percontohan place-based innovation baik untuk pengembangan sosial ekonomi lokal maupun kebijakan publik di daerah sejalan dengan keunggulan daerah spesifiknya.
RIPIPTEK, Sistem Inovasi Daerah
Kemenristek/ BRIN, Kemendagri, Bappenas
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasixxiv
Ringkasan Eksekutif
ELEMEN SASARAN STRATEGI MENJADI MASUKAN UNTUK K/L TERKAIT
b. Membangun knowledge-pool di daerah dan mendorongnya untuk berkontribusi pada pembangunan daerahnya, dan didukung oleh jejaring keilmuan lokal, nasional, dan internasional.
Sistem Inovasi Daerah, RIPIPTEK, RKP
c. Membangun wahana kolaborasi antara periset, intermediari, masyarakat, industri, pemda sehingga menjadi basis pengembangan Sistem Inovasi Daerah.
Sistem Inovasi Daerah, RIPIPTEK, RKP
SUMBER DAYA
Terciptanya SDM riset, inovasi dan kebijakan publik yang andal melalui peningkatan kapasitas secara terus menerus (baik melalui pendidikan formal maupun pelatihan) sebagai bagian dari proses pengembangan jenjang karier
a. Menciptakan critical mass SDM Iptek dengan indikator 30% populasi memiliki gelar post-graduate.
Rencana Induk Pemajuan Iptek Jangka Panjang
Kemenristek/ BRIN, Kemendikbud
b. Menyusun rencana pengembangan SDM di setiap lembaga riset dan inovasi yang secara sistematis terfasilitasi dengan sumber pendanaan beasiswa gelar dan non-gelar (misalnya LPDP).
Rencana Pengembangan SDM Kementerian & Lembaga
c. Menyusun program prioritas bagi lembaga riset/pendidikan untuk melihat kapasitas dari SDM yang tertarik dalam program peningkatan keahlian.
Rencana Pengembangan SDM Kementerian & Lembaga
d. Mendukung adanya fasilitas/sarana pendidikan dan pelatihan termasuk in-house training dan non-classical training serta kolaborasi internasional.
Rencana Pengembangan SDM Kementerian & Lembaga
e. Melakukan sinkronisasi roadmap SDM antar sektor dengan Dikti-LPDP-K/L.
Rencana Induk Pemajuan Iptek Tahunan dan Jangka Menengah, Renstra Dikti
Percepatan agenda reformasi birokrasi dalam hal pengembangan SDM iptek: peneliti dan dosen
a. Memaksimalkan skema ASN dari Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) untuk mendorong rekrutmen dosen dan peneliti lintas perguruan tinggi.
RPP Sumber Daya Iptek
Kemenristek/ BRIN, Kemendikbud
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi xxv
Ringkasan Eksekutif
ELEMEN SASARAN STRATEGI MENJADI MASUKAN UNTUK K/L TERKAIT
b. Memaksimalkan skema PPPK untuk mendorong rekrutmen diaspora dosen dan peneliti Indonesia kembali bekerja purna-waktu di tanah air baik di perguruan tinggi ataupun badan/lembaga pemerintah.
Rencana Pengembangan SDM K/L, IKU PT
c. Mendorong adanya skema yang memungkinkan diaspora dosen dan peneliti Indonesia bisa bekerja paruh-waktu di tanah air baik di perguruan tinggi ataupun badan/lembaga pemerintah.
RPP Sumber Daya Iptek, RIPIPTEK, IKU PT
d. Mendorong konsistensi PTN-BH dalam rekrutmen dosen dan peneliti sesuai dengan kebutuhan institusi dan agenda riset nasional.
RIPIPTEK
e. Mendorong sinergi antara komunitas sains, perguruan tinggi, bisnis dan pemerintah dalam menentukan roadmap sektoral dan nasional.
RPP RIPIPTEK
Adanya kesempatan bagi masyarakat umum untuk dapat terjun di aktivitas riset ataupun memberi dukungan terhadap hasil upaya mereka serta membantu dalam pengurusan hak cipta dan sejenisnya (juga dipastikan mencakup sumber daya non-Jawa)
a. Mengadakan pelatihan, pendidikan singkat, dan promosi atas aktivitas mereka.
RIPIPTEK Kemenristek/ BRIN, Kemendikbud
b. Membangun kolaborasi pemerintah, akademia dan industri untuk menyiapkan prasarana fisik dan non-fisik untuk workshop pelatihan.
RIPIPTEK
INSENTIF & PENDANAAN
Tata kelola pendanaan riset dan inovasi yang efisien dan terarah melalui realisasi wacana Dana Abadi Penelitian.
a. Memastikan bahwa total anggaran pemerintah untuk R&D meningkat, terutama anggaran untuk project funding.
RIPIPTEK, RPJMN, alokasi yang konsisten untuk R&D dalam UU APBN
Kemenristek/BRIN, Bappenas, Kemenkeu
b. Memastikan kuantitas dan tata kelola pendanaan (quality of spending) dari project funding teralokasi dengan baik.
Penyederhanaan skema pendanaan Ristek/ BRIN yang berdasarkan kompetisi, panduan PRN, RIPIPTEK, Perpres Dana Abadi
c. Melibatkan pemda dalam investasi SDM dan R&D.
Sistem Inovasi Daerah, RIPIPTEK, RKP
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasixxvi
Ringkasan Eksekutif
ELEMEN SASARAN STRATEGI MENJADI MASUKAN UNTUK K/L TERKAIT
d. Menyederhanakan skema pendanaan riset agar tidak tumpang tindih (jumlah skema dikurangi dan tidak tersebar antara BRIN-Dikti-LPDP-DIPI).
RIPIPTEK Kemenristek/ BRIN
Terarustamakannya pendanaan riset yang kompetitif dan berbasis merit, untuk semua instansi pemerintah, universitas, organisasi penelitian masyarakat sipil yang menghasilkan R&D
a. Memperluas dan memperkuat pengukuran kinerja penelitian untuk universitas dan lembaga atau badan penelitian yang didanai pemerintah.
IKU PT & LPNK Kemenristek/ BRIN (lead), Kemenkeu, Kemendikbud
b. Menerapkan “regional distributional overlay” dalam sistem yang kompetitif untuk membuka kesempatan yang sama bagi lembaga penelitian non-otonom, non-Jakarta, non-Jawa. Model yang berbeda tersedia untuk lembaga dengan karakteristik yang berbeda.
Revisi Permenristek dikti 20/ 2018
Hadirnya tim peneliti berbasis merit yang memiliki kewenangan dalam mengelola dana riset dengan akuntabilitas dan capaian kinerjanya
a. Memberikan otonomi dana riset kepada tim peneliti dengan akuntabilitas kinerja terhadap output yang dihasilkan.
IKU PT & LPNK
b. Melakukan perencanaan awal kegiatan dan evaluasi secara berkala dengan melibatkan lembaga pemberi dana, komunitas ilmiah, dan kelompok sasaran dari hasil/luaran penelitian.
Panduan pendanaan riset berbasis kompetisi di semua lembaga pendanaan penelitian (Ristek/ BRIN, LPDP)
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 1
ARGUMENTASI DASAR
Pada 2021 ini, Indonesia genap 76 tahun menjadi bangsa yang bebas dari kolonialisme. Seperti yang tertulis di dokumen-dokumen sejarah ataupun yang tercetak dalam konstitusi kita, tujuan kemerdekaan adalah mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur atau, dalam bahasa Sukarno, “tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka”.
Harapan para pendiri bangsa ini, patut diakui, sedikit-banyak sudah mulai tercapai. Pertumbuhan pendapatan per kapita Indonesia sewaktu dijajah Belanda hanya sebesar 1% per tahun (Gambar 1). Bahkan, seandainya pertumbuhannya mengikuti tren zaman penjajahan, pendapatan per kapita kita akan setara dengan rata-rata negara di Afrika sub-Sahara, wilayah negara-negara termiskin di dunia. Saat ini, pendapatan per kapita kita sudah delapan kali lipat dibandingkan dengan kondisi pada awal-awal kemerdekaan.
GAMBAR 1. PDB PER KAPITA INDONESIA 1870-2019 (PPP$1990)
Sumber: Maddison and Bank Dunia
Pembangunan ekonomi juga telah berhasil mengangkat derajat Indonesia dalam pengelompokan negara di dunia. Indonesia sejak awal 2000-an sudah masuk kategori negara middle income atau lebih tepatnya lower-middle income. Sebenarnya status ini sudah dicapai pada 1990-an, tetapi krisis finansial Asia pada 1998 membuat Indonesia harus terpuruk kembali ke status low-income countries hingga beberapa tahun setelahnya.
1
8.000
7.000
6.000
5.000
4.000
3.000
2.000
1.000
0
1870
1874
1878
1882
1886
1890
1894
1898
1902
1906 1910
1914
1918
1922
1926
1930
1934
1938
1942
1946
1950
1954
1958
1962
1966
1970
1974
1978
1982
1986
1990
1994
1998
2002
2006
2010
2014
2018
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi2
Argumentasi Dasar
Pada tahun 2020, Bank Dunia bahkan mengumumkan bahwa Indonesia sudah masuk kategori upper-middle-income countries karena pendapatan per kapitanya meningkat dari US$ 3.840 menjadi US$ 4.050 pada 2019. Sayangnya, pandemi COVID-19 sangat mungkin membuat capaian ini kembali terganggu (Gambar 2).
GAMBAR 2. SEJARAH KLASIFIKASI PENDAPATAN PER KAPITA INDONESIA
Sumber: Bank Dunia
Sayangnya pula, pembangunan ekonomi Indonesia yang tampaknya cukup baik tersebut tak luput dari setidaknya dua tantangan serius: pertama, masih tingginya kemiskinan, kerentanan, dan ketimpangan; kedua, rendahnya tren pertumbuhan ekonomi dalam dua dekade terakhir dan prospeknya di masa yang akan datang. Kedua tantangan tersebut menjadikan cita-cita para pendiri bangsa pada 1945, yaitu masyarakat yang adil dan makmur, tampaknya belum tercapai dengan sesungguhnya dan untuk mencapainya kita menghadapi tantangan yang cukup berat, baik dari sisi internal maupun eksternal.
1.1 TANTANGAN UTAMA PEMBANGUNAN— GRAND CHALLENGES
Indonesia adalah negara demokrasi terbesar ketiga di dunia dan ekonomi terbesar di Asia Tenggara dengan populasi mayoritas muslim. Proses desentralisasi dan pertumbuhan ekonomi sejak krisis ekonomi Asia pada 1997, yang dilanjutkan dengan pergantian rezim dari otoritarian ke demokratis, adalah latar belakang sejarah pembangunan sejak itu.
Sudah tiga dekade pertumbuhan ekonomi Indonesia ditemani jurang kekayaan antar kelompok sosial dan ekonomi. Produk domestik bruto (PDB) per kapita Indonesia tumbuh 5,3% tiap tahun antara 1983 dan 1996, 4% sejak 2000 hingga 2010, dan 5% sejak 2015 (Bank Dunia, 2019). Namun, sebagian besar pertumbuhan ini hanya dinikmati 20% orang terkaya (Bank Dunia, 2016). Sejak 2004 hingga 2010, konsumsi per kapita oleh 10% orang terkaya di Indonesia tumbuh 6% tiap tahun, tetapi pertumbuhan bagi 40% orang termiskin hanya sebesar 2% (Bank Dunia, 2016: 7). Hari ini, ketimpangan Indonesia merupakan yang terparah sejak 1947 (Bank Dunia, 2016).
1987
1988
1989
1990 1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
GD
P Pe
r Cap
ita ($
) Atla
s M
etho
d
14.000
12.000
10.000
8.000
6.000
4.000
2.000
0
HIGH INCOME
UPPER MIDDLE
INCOME
LOWER MIDDLE
INCOME
UPPER MIDDLE INCOME
LOWER MIDDLE INCOME
LOWER INCOME
INDONESIA
THAILAND
MALAYSIA
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 3
Argumentasi Dasar
1.1.1 TINGGINYA KEMISKINAN, KERENTANAN, DAN KETIMPANGAN
Walaupun Indonesia relatif cukup berhasil dalam mengurangi tingkat kemiskinan absolut, ternyata tingkat kerentanan kita masih tinggi. Artinya, masih cukup banyak penduduk Indonesia yang hanya tipis keluar dari garis kemiskinan. Bank Dunia (2017), misalnya, merilis laporan berjudul "Riding the Wave: An East Asian Miracle for the 21st Century". Dalam laporan tersebut, Bank Dunia membagi penduduk di setiap negara dalam lima kelompok: miskin ekstrem, miskin moderat, rentan, secure, dan kelas menengah (Tabel 1). Dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, dengan tingkat kemiskinan ekstrem sebesar 7,5%, Indonesia hanya lebih baik daripada Laos. Bahkan Kamboja hanya 0,7%, sementara Thailand dan Malaysia sudah mencapai zero extreme poverty.
Sama halnya dengan kondisi kemiskinan ekstrem, dibandingkan dengan negara lain di ASEAN, dengan proporsi miskin moderat sebesar 24,6%, Indonesia kembali hanya lebih baik daripada Laos. Dengan demikian, tingkat kemiskinan Indonesia (gabungan antara ekstrem dan moderat) lebih tinggi daripada Kamboja, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam. Malaysia sudah hampir 100% rakyatnya sejahtera (kategori secure dan kelas menengah), Thailand hampir 90% sejahtera, dan Vietnam—negara yang merdekanya belum selama Indonesia—mendekati 70%. Hanya 32% rakyat Indonesia masuk kategori itu, yang bahkan lebih kecil dibandingkan dengan Kamboja (35,6%). Tak bisa dimungkiri, Indonesia jauh tertinggal.
TABEL 1. PERSENTASE KELOMPOK EKONOMI DI NEGARA-NEGARA ASEAN TAHUN 2015
Miskin ekstrem (%)
Miskin moderat (%)
Rentan (%)
Secure (%)
Kelas menengah
(%)
Indonesia 7.5 24.6 35.9 27.7 4.3
Kamboja 0.7 14 49.6 34.9 0.7
Malaysia 0 0.03 2.6 31.3 65.7
Filipina 6.6 18.7 30.8 34.7 9.2
Thailand 0 0.8 10.1 53.6 35.4
Vietnam 2.7 7.1 23.7 57 9.5
Sumber: Bank Dunia (2018)
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi4
Argumentasi Dasar
1.1.2 RENDAHNYA TREN PERTUMBUHAN EKONOMI
Target untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi demi mewujudkan bangsa berpendapatan tinggi terhambat oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia selama hampir dua dekade terakhir (sejak krisis keuangan Asia 1997/98) yang lebih lambat daripada sebelumnya. Badan-badan internasional telah memproyeksikan bahwa pertumbuhan yang lebih lambat ini akan cenderung terus terjadi jika tidak ada intervensi yang tepat. Para ekonom juga sepakat bahwa pertumbuhan saat ini lebih rendah daripada seharusnya (misalnya Resosudarmo dan Abdurohman, 2018). Normal baru dari pertumbuhan ekonomi kita tampaknya berkisar di angka 5% sejak 2014. Tingkat pertumbuhan rata-rata telah menurun sejak 2013 pada permulaan dari berakhirnya booming komoditas, pengetatan ekonomi Cina, serta penghentian program pelonggaran kuantitatif2 dari ekonomi Amerika Serikat.
BOKS 1. MENGAPA INDONESIA PERLU PERTUMBUHAN EKONOMI TINGGI
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi penting bagi negara-negara seperti Indonesia karena beberapa alasan, di antaranya untuk menghasilkan lapangan kerja bagi tenaga kerja baru setiap tahun dan untuk mengumpulkan sumber daya guna membiayai redistribusi atau program sosial serta sistem jaminan sosial nasional yang komprehensif. Tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dan terus-meneruslah yang akan mengubah lebih banyak orang menjadi berstatus kelas menengah. Jumlah penduduk kelas menengah yang cukup besar dengan sendirinya merupakan sumber pertumbuhan yang lebih besar karena mereka menghasilkan tabungan dan akan ada permintaan lebih banyak terhadap barang dan jasa baik jumlah, variasi dan kualitasnya. Hal ini akan mendorong produksi, kualitas produk dan layanan yang lebih baik, serta kualitas hidup secara keseluruhan yang diminta kelas menengah.
Salah satu prioritas pemerintah Indonesia untuk mengatasi hal tersebut adalah menjalankan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), untuk memastikan masyarakat memiliki akses pelayanan sosial dan kesehatan tanpa kesulitan finansial, yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan (ILO, 2017) dan Kesehatan (BPJS, 2016), sesuai dengan standar tata kelola global. Kecenderungan peningkatan ketidakpastian ekonomi yang melanda semua negara di dunia pasca-COVID-19 menjadikan upaya pemerataan yang dilakukan pemerintah makin sulit dan penting dilakukan pada saat yang sama.
Dalam mengelola penyebaran COVID-19, pemerintah Indonesia, dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura dan Vietnam (Klingler-Vidra & Tran, 2020), tidak menyediakan informasi yang cukup dan jelas tentang lokasi pasien yang terinfeksi, jumlah tes yang dilakukan, serta wilayah yang mesti dihindari (Elyazar, Nasir, Sumowidagdo, 2020). Sampai pertengahan 2020, kesadaran masyarakat dan kepatuhan pengambilan jarak fisik masih rendah serta tidak dibarengi sanksi bagi pelanggarnya.
Sementara itu, dampak tata kelola pandemi di Indonesia yang tersendat juga memperparah ketimpangan sosial. Seiring dengan berlakunya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada pertengahan April 2020, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat 449.500 orang cuti tidak dibayar (Katadata, 2020), sementara pada Juli 2020 tercatat 50% orang kehilangan pekerjaan (J-PAL, 2020). Kelompok-kelompok rentan, seperti perempuan, makin terancam kehilangan pekerjaan.
2 Pelonggaran kuantitatif adalah bentuk kebijakan moneter yang dilakukan oleh bank sentral suatu negara untuk menggenjot aktivitas perekonomian dengan cara melakukan pembelian besar-besaran atas Surat Utang Negara atau bentuk aset finansial lainnya sebagai suntikan ekonomi. Kebijakan ini dilakukan saat tingkat inflasi sangat rendah atau bahkan negatif dan saat instrumen kebijakan moneter lainnya dianggap tidak efektif mengatasinya.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 5
Argumentasi Dasar
COVID-19 berdampak lebih buruk terhadap perempuan, yang lebih rentan karena bekerja pada sektor yang paling terkena efek pandemi, seperti pelayanan (retail, makanan, restoran, akomodasi), pendidikan, dan perawatan (Baird dan Hill, 2020). Sebuah studi oleh program Prospera menunjukkan bahwa perempuan mendominasi sektor pendidikan (61%) dan pelayanan (59%). Sebanyak 74% perempuan di sektor pelayanan bekerja tanpa kontrak formal (Prospera, 2020).
Tantangan utama pembangunan menuju 2045 menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi harus dibarengi pemerataan, agar Indonesia berdaya tahan (resilient) untuk menghadapi kejutan ekonomi, sosial, dan alam. Secara global, makin lama, pembangunan ekonomi makin tak terpisahkan dari pembangunan sosial, sebagaimana terlihat dalam skala pengukuran keberhasilan pembangunan dengan indikator pembangunan manusia.
1.2 PENGETAHUAN DAN INOVASI UNTUK INDONESIA 2045
Dengan berbagai tantangan yang disampaikan di atas, Indonesia perlu merencanakan strategi pembangunan yang berani dan berbeda demi mencapai cita-citanya pada 2045. Strategi Indonesia dalam mengelola pembangunan ekonomi dan sosial yang merata serta berkelanjutan membutuhkan produktivitas invensi dan inovasi yang berkualitas (AIPI, 2020).
Invensi dan inovasi adalah prasyarat bagi penciptaan serta adaptabilitas lapangan kerja yang dibarengi kesejahteraan sosial dan perbaikan kualitas hidup. Kuantitas dan kualitas riset yang dikelola secara multitahun (Brodjonegoro dan Greene, 2012) mendorong otonomi periset yang mampu menghasilkan karya riset sesuai dengan kebutuhan bangsa.
Pada saat yang sama, prioritas yang jelas pada agenda pemerataan dan upaya mengatasi ketimpangan sosial juga akan menekankan afirmasi pada riset yang inklusif bagi kelompok-kelompok rentan dan marginal—seperti perempuan, orang dengan disabilitas, kelompok minoritas, dan masyarakat adat.
Dalam dokumen Visi Indonesia 2045 yang diluncurkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dikemukakan empat sasaran pembangunan yang perlu dirancang dengan baik dan sedini mungkin: (1) manusia Indonesia yang unggul, berbudaya, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, (2) ekonomi yang maju dan berkelanjutan, (3) pembangunan yang merata dan inklusif, serta (4) negara yang demokratis, kuat, dan bersih.3 Poin pertama, kedua, dan ketiga sangat mengandalkan pembangunan yang berbasis pengetahuan dan inovasi.
Dengan demikian, strategi tersebut paling tepat dibangun di atas fondasi ilmu pengetahuan dan inovasi. Inovasi dan pengetahuan sebenarnya sudah disertakan sebagai komponen penting dalam perencanaan pembangunan. Contohnya dapat dilihat dalam beberapa kebijakan yang sudah berjalan.
Pertama, Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) melalui Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2018 adalah upaya untuk mewujudkan hal tersebut. Dalam dokumen yang juga menjadikan 2045 sebagai tonggak akhir itu, dikatakan bahwa misi RIRN adalah (1) menciptakan masyarakat Indonesia yang inovatif berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi serta (2) menciptakan keunggulan kompetitif bangsa secara global berbasis riset (RIRN, 2018: 2).
3 Berdasarkan dokumen Bappenas, Visi Indonesia 2045.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi6
Argumentasi Dasar
RIRN juga sudah menggarisbawahi bahwa negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi umumnya didukung besarnya kontribusi riset dan teknologi yang diperlihatkan multifactor productivity (RIRN, 2018: 11). Dalam hal ini, Indonesia perlu meningkatkan kontribusi sains dan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) untuk memajukan perekonomian.
Secara konkret, pengembangan iptek dalam jangka panjang perlu diarahkan pada peningkatan kualitas dan kemanfaatannya, dalam rangka mendukung peningkatan daya saing secara global, melalui peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia (SDM).
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional, dikemukakan pula beberapa perbaikan yang harus ditempuh untuk mendorong pemanfaatan iptek dalam pembangunan. Di antaranya diperlukan reformasi kelembagaan untuk ekosistem pengetahuan, riset dan inovasi.4 yang didukung perbaikan fleksibilitas pendanaan kegiatan riset dan inovasi, penguatan sistem pengakuan atas hasil temuan (royalti, paten, hak kekayaan intelektual), dan kualitas produk (SNI, ISO). Kemudian diperlukan juga penerapan standar mutu yang mengacu pada sistem measurement, standardization, testing, and quality (MSTQ), penerapan teknologi yang tepat dalam sistem produksi, penerapan total quality management (TQM), serta pengembangan keterkaitan fungsional sistem inovasi untuk mendorong pelembagaannya sebagai bagian yang integral dalam pengembangan kegiatan usahanya (RPJP 2005–2025: 32).
Kebijakan kedua adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek), yang menekankan kebutuhan akan ekosistem riset untuk mengampu iklim riset Indonesia yang berkelanjutan. UU Sisnas Iptek menyediakan payung regulasi untuk menyusun dan mendorong pemanfaatan berbagai instrumen baru.
Kebijakan tersebut perlu diapresiasi dengan catatan kerangka regulasi ini masih dijalankan lembaga-lembaga dengan sistem birokrasi yang kesulitan menjalankan tata kelola yang efektif dan efisien (Rakhmani dkk., 2020). Ini menjadi tantangan lain dalam implementasi berbagai kebijakan tentang sains dan iptek.
Namun, catatan lain yang penting di sini adalah belum utuhnya pemahaman mengenai ekosistem pengetahuan dan inovasi untuk mendorong ekonomi berbasis pengetahuan. Sebagaimana dibuktikan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020–2024 dan RIRN, Indonesia lebih menaruh perhatian pada komersialisasi dan/atau hilirisasi inovasi dan pengetahuan daripada upaya memetakan serta membangun secara saksama ekosistem pengetahuan dan inovasi itu sendiri (Nugroho, 2020: 1).
Kekurangan di dalamnya antara lain minimnya pelibatan aktor non-negara dalam memaknai pembangunan berbasis pengetahuan dan inovasi. Perspektif teknokratis dalam bentuk kebijakan pemerintah perlu dibarengi dengan pelibatan aktor pengetahuan secara institusional.
Sebab, menurut Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Indonesia membutuhkan ilmu pengetahuan tak hanya sebagai perangkat pelengkap kebijakan, tetapi justru sebagai inti dari cara berpikir tentang masyarakat, lingkungan, masa lalu, masa kini, dan masa depan (AIPI, 2015: 23).
4 Dokumen ini memilih penggunaan istilah pengetahuan, riset, dan inovasi (bukan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan atau biasa disingkat litbangijirap) yang lebih umum dan sudah dipahami masyarakat. Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional juga mendorong penyederhanaan istilah menjadi riset dan inovasi dalam Rapat Kerja Kementerian pada akhir 2020.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 7
Argumentasi Dasar
Meminjam perspektif yang ditawarkan AIPI, pengetahuan perlu diyakini kegunaannya dalam tiga karakter: (1) ilmu pengetahuan sebagai metode atau alat untuk mencari solusi bagi berbagai permasalahan kehidupan kita, (2) ilmu pengetahuan sebagai kerangka berpikir yang menjadi pengangkat derajat dan kapabilitas manusia, serta (3) ilmu pengetahuan sebagai budaya yang memberikan landasan nilai bagi peradaban manusia (AIPI, 2015: 20). Ketiganya relevan untuk diacu sebagai kerangka pembangunan ekonomi yang berlandaskan pengetahuan.
Singkat kata, pengetahuan dan inovasi diperlukan sebagai titik tumpu untuk memastikan ketercapaian Visi Indonesia 2045. Hanya dengan pemanfaatannya yang maksimal, visi pergeseran ekonomi ekstraktif menjadi ekonomi inklusif berbasis pengetahuan dapat tercapai. Karena itu, sebagai langkah menuju ekonomi berbasis pengetahuan, pertama-tama ekosistem inovasi dan pengetahuan itu sendiri perlu dikenali dan diperjelas perannya.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 9
2.1 PERAN EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI BAGI PERTUMBUHAN
Ekosistem pengetahuan dan inovasi adalah kerangka pemikiran holistik. Salah satu hal yang disepakati para peneliti di bidang ini adalah ekosistem pengetahuan dan inovasi melibatkan interaksi berbagai aktor independen yang memainkan peran masing-masing untuk mencapai tujuan bersama (Valkokari, 2015; Almpanopoulou, 2019).
Interaksi ini didukung infrastruktur yang mendorong terciptanya inovasi (Regele dan Neck, 2012). Suatu ekosistem inovasi merupakan hasil interaksi antar-aktor independen dalam suatu sistem yang kompleks dan nonlinear (Russell dan Smorodinskaya, 2018). Mereka interdependen dan berevolusi bersama, baik dengan cara kolaboratif maupun kompetitif, untuk menghasilkan inovasi (Xu dkk., 2018; Russell dan Smorodinskaya, 2018). Ekosistem inovasi membutuhkan keterpaduan aktor, yang memiliki rangkaian kepentingan berbeda, serta proses bernegosiasi. Negosiasi ini penting agar memproduksi outcome (hasil) berupa penciptaan nilai tambah bersama (co-creation of added value), yang dicapai melalui eksplorasi (ekosistem pengetahuan) dan eksploitasi (ekosistem bisnis)5 (Valkokari, 2015).
Proses ini juga meliputi ketidakpastian (Smith dan Stacey, 1997, dalam Almpanopoulou, 2019) yang dikelola melalui perpaduan hasil aktivitas penelitian dan pengembangan dengan aktivitas bisnis. Hasil riset dan inovasi yang dimanfaatkan penggunanya (misalnya konsumen dan pembuat kebijakan) adalah salah satu outcome ekosistem pengetahuan dan inovasi. Studi dari Ismail dkk. (2015) serta Caulfield dan Ogbogu (2015) menunjukkan bahwa komersialisasi mensyaratkan keterlibatan pelaku riset dan inovasi (universitas, lembaga penelitian, dan invididu) dan pengguna (industri, pemerintah, atau kelompok masyarakat) sebagai aktor kunci.
Kebijakan ekosistem pengetahuan dan inovasi dibutuhkan untuk menjaga konektivitas antar-aktor dengan tujuan memperkuat dampak inovasi di masyarakat. Artinya, keluaran (output) riset dan inovasi tidak terbatas pada paten, prototipe, publikasi ilmiah, konsultasi jasa, dokumen kebijakan (termasuk policy brief), buku, dan kertas kerja (Lakitan dkk., 2012; Asmara, 2016), tetapi pada pemastian bahwa proses produksinya mengakomodasi kebutuhan pengguna akhir.
5 Ekosistem bisnis meliputi kolaborasi dan kompetisi antar-pelaku bisnis untuk menciptakan nilai tambah bagi konsumen; aktor kunci dalam ekosistem bisnis adalah perusahaan-perusahaan besar (Valkokari, 2015).
PEMETAAN KONDISI SAAT INI2
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi10
Pemetaan Kondisi Saat Ini
Menurut Wahab (2008), outcome ekosistem pengetahuan dan inovasi sering kali bukanlah dampak langsung dari kebijakan, melainkan dampak tidak langsung dari hasil interaksi antar-aktor yang hasilnya cenderung tumpang-tindih dengan kebijakan lain. Meskipun ukuran pasti untuk menilai keberhasilan intervensi kebijakan pemerintah dalam memastikan keterpaduan antar-aktor dalam ekosistem pengetahuan dan inovasi belum ada, Aguirre-Bastos dan Weber (2018) mengemukakan bahwa intervensi pemerintah dalam mendorong iptek dan inovasi juga menjadi bagian dari kebijakan lain—misalnya kebijakan ekonomi nasional.
Artinya, peran pemerintah dalam mewujudkan outcome ekosistem pengetahuan dan inovasi, yang kemudian disebut sebagai kebijakan inovasi, menjadi hal yang tidak terpisahkan dengan kebijakan ekosistem lainnya. Maka, hasil dari ekosistem pengetahuan dan inovasi sangat berhubungan dengan kemajuan ekonomi dan keberlanjutan pembangunan yang inklusif.
Korea Selatan, misalnya, adalah salah satu negara yang pada 1960-an masuk kategori sedang berkembang. Hanya dalam tiga dekade, Korea Selatan telah menjadi salah satu pemain ekonomi global. Sebagai bagian dari newly industrializing economies (NIEs), Korea Selatan muncul sebagai salah satu negara yang pertumbuhan ekonominya ditopang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang melahirkan berbagai inovasi (Lee, 2000; Choung dkk. 2013). Studi Lee dan Kim (2016) menunjukkan bahwa upaya pemerintah dalam mendorong kemajuan iptek di Korea Selatan tidak terlepas dari intervensi pemerintah dalam mendorong industri kecil menengah. Bahkan, Lee (2000) menegaskan bahwa melakukan intervensi di bidang sosial-ekonomi menjadi hal penting untuk membentuk suatu lingkungan yang ramah inovasi di Korea Selatan.
Bukti-bukti empiris mendukung pemahaman bahwa dalam jangka panjang, yang menjadi sumber pertumbuhan ekonomi, yang mampu mengangkat sebuah bangsa secara konsisten menjadi lebih sejahtera, adalah peningkatan produktivitas. Aghion dan Howitt (2007) serta banyak peneliti lain mengungkapkan dengan jelas fakta tersebut (Tabel 2).
TABEL 2. CATATAN TINGKAT PERTUMBUHAN NEGARA-NEGARA OECD: 1960-2000
Growth rate TFP Growth Capital deepening TFP share Capital deepening share
Australia 1,67 1,26 0,41 0,75 0,25
Austria 2,99 2,03 0,96 0,68 0,32
Belgium 2,58 1,74 0,84 0,67 0,33
Canada 1,57 0,95 0,63 0,6 0,4
Denmark 1,87 1,32 0,55 0,7 0,3
Finland 2,72 2,03 0,69 0,75 0,25
France 2,5 1,54 0,95 0,62 0,38
Germany 3,09 1,96 1,12 0,64 0,36
Greece 1,93 1,66 0,27 0,86 0,14
Iceland 4,02 2,33 1,69 0,58 0,42
Ireland 2,93 2,26 0,67 0,77 0,23
Italy 4,04 2,1 1,94 0,52 0,48
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 11
Pemetaan Kondisi Saat Ini
Growth rate TFP Growth Capital deepening TFP share Capital deepening share
Japan 3,28 2,73 0,56 0,83 0,17
Netherlands 1,74 1,25 0,49 0,72 0,28
New Zealand 0,61 0,45 0,16 0,74 0,26
Norway 2,36 1,7 0,66 0,72 0,28
Portugal 3,42 2,06 1,36 0,6 0,4
Spain 3,22 1,79 1,44 0,55 0,45
Sweden 1,68 1,24 0,44 0,74 0,26
Switzerland 0,98 0,69 0,29 0,7 0,3
United Kingdom 1,9 1,31 0,58 0,69 0,31
United States 1,89 1,09 0,8 0,58 0,42
Average 2,41 1,61 0,8 0,68 0,32
Sumber: Aghion & Howitt (2007)
Konsep growth accounting bisa membagi sumber kenaikan pendapatan per kapita dalam dua faktor. Faktor pertama adalah yang disebut dengan capital deepening, yaitu adanya kenaikan stok kapital (mesin-mesin, bangunan, bahkan pendidikan) relatif terhadap jumlah penduduk atau tenaga kerja. Di sini, faktor investasi berperan. Faktor kedua adalah pertumbuhan total factor productivity (TFP), yakni faktor teknologi yang artinya suatu perekonomian bisa tumbuh tanpa adanya tambahan input (perspiration), tetapi karena teknologi produksinya membaik (inspiration). Selama ini, sumber terbesar pertumbuhan ekonomi negara-negara yang sekarang menjadi negara berpendapatan tinggi adalah yang kedua, yaitu TFP. Secara rata-rata, misalnya (Tabel 2), hampir 70% pertumbuhan pendapatan per kapita negara-negara Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) dalam kurun 1960–2000 adalah pertumbuhan TFP-nya. Hanya sekitar sepertiga pertumbuhan tersebut bersumber dari capital deepening.
Berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi baru (endogenous growth theory), perubahan teknologi terjadi melalui akumulasi dari ide atau pengetahuan yang mampu menciptakan teknik-teknik baru dalam proses produksi (Romer, 1986; Lucas 1988). Akumulasi dari ide atau pengetahuan ini tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Romer (1986) menyatakan bahwa produksi pengetahuan ini ditentukan oleh seberapa banyak suatu perekonomian mendedikasikan sumber dayanya untuk kegiatan riset dan inovasi atau research and development (R&D) dan human capital formation.
Penambahan stok pengetahuan ini -- tidak seperti penambahan input yang lain, tidak mengalami pengurangan nilai (diminishing returns) karena pengetahuan dapat dipakai secara bersamaan oleh berbagai pihak (nonrival). Implikasinya, proses produksi pengetahuan dapat memberikan luaran yang meningkat secara eksponensial (increasing returns to scale). Ini menjelaskan mengapa negara-negara maju pun tetap konsisten tumbuh dalam kurun waktu yang cukup lama (lihat Tabel 2).
Selama 40 tahun (1960–2000), Jerman tumbuh rata-rata 3,1% per tahun, Italia 4,0% per tahun, dan Jepang 3,3% per tahun. Pertumbuhan Jerman, misalnya, 64% disumbangkan pertumbuhan TFP. Yang lain juga didorong TFP sebagai mesin pertumbuhannya.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi12
Pemetaan Kondisi Saat Ini
Tidak seperti pertumbuhan ekonomi yang lazim terjadi di negara-negara OECD, berbagai studi memang menunjukkan bahwa sumber pertumbuhan ekonomi jangka panjang Indonesia bukanlah produktivitas, seperti yang ditulis Pierre van der Eng (2010: 303):
“This paper estimates that the contribution of TFP growth to GDP growth, after accounting for the growth of non-residential capital stock and education-adjusted employment, was on average a low 7–13% during 1880–2008. It also estimates that the growth of capital stock was responsible for a large part of GDP growth—44–61% over the whole of this period, and 56–61% during the rapid growth years of 1967–98. Hence, the case of Indonesia appears to offer support for Krugman’s thesis that economic growth in East Asia in recent decades was ‘perspiration’, rather than ‘inspiration’-based.”
Studi terbaru dari Asian Productivity Organization (APO) juga mendukung fakta tersebut. Ketika pada 1970 indeks TFP Cina sudah naik hampir 4 kali lipat, Korea 2,5 kali, India 1,9 kali, dan Jepang 1,4 kali, indeks TFP Indonesia malah tercatat turun (Gambar 5). Indeks TFP Indonesia memang turun dalam krisis finansial Asia pada 1998, seperti juga Malaysia, Filipina, dan Thailand, tetapi semenjak itu tampak tidak mengalami perbaikan, bahkan mengalami penurunan setelah 2010.
GAMBAR 3. PERTUMBUHAN TFP DAN SITASI6 PER 1.000 PENDUDUK
Cukup disayangkan bahwa dalam konteks ini memang tampak Indonesia tertinggal. Indonesia masih masuk kelompok negara di dunia dengan proporsi pengeluaran R&D sangat kecil (Gambar 3). Tampak pula bahwa Indonesia tidak semestinya serendah itu karena sebenarnya mampu melakukan investasi pada bidang R&D setara dengan pendapatan per kapitanya (mendekati trend line di Gambar 3). Pengeluaran R&D terhadap PDB negara-negara yang setara pendapatan per kapitanya, seperti Mesir, Tunisia, dan Ukraina, berkali-kali lipat lebih besar daripada Indonesia.
6 Sitasi adalah pengutipan sebuah karya ilmiah (artikel jurnal, buku dll). Angka sitasi dianggap mewakili dampak sebuah karya ilmiah atau hasil penelitian.
3,5
3,0
2,5
2,0
1,5
1,0
0,5
0
-0,5
-1,0
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
3,2
2,0
1,5
-0,4
44,5
13,1
7,5
2,8
Pertumbuhan TFP (2000-2017) % per tahun Sitasi per 1000 penduduk
China India Pakistan Indonesia China India Pakistan Indonesia
Sumber: Asian Productivity Organization (APO) Productivity Report,2019 Sumber: Scopus (via SciVal) dan Worldbank’s WDLNote: Catatan: Sitasi diakumulasi dalam periode 2000 - 2017. Populasi merupakan angka di tahun 2017.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 13
Pemetaan Kondisi Saat Ini
GAMBAR 4. PENGELUARAN R&D DAN PENDAPATAN PER KAPITA
Sumber: Bank Dunia
Aktivitas riset di Indonesia juga relatif rendah (Gambar 4). Bahkan, dari segi jumlah publikasi ilmiah saja (tanpa memperhitungkan kualitas atau impaknya), Indonesia masih di bawah yang seharusnya bisa dihasilkan (Gambar 4). Salah satu implikasi dari teori pertumbuhan ekonomi baru (endogenous) ala Romer adalah pertumbuhan penduduk atau jumlah penduduk tidak seharusnya menjadi beban dalam pembangunan ekonomi. Ini terjadi karena jumlah penduduk yang besar adalah sumber dari ideas atau produksi pengetahuan dan ideas itu bersifat nonrival dan sebagian bersifat excludable. Karena itu, ada faktor size effect: pada negara yang penduduknya besar, inovasinya lebih dinamis dan pertumbuhan ekonominya akan lebih baik (Madison, 2016).
22
1
0
-1
-2
-3
-4
6 7 8 9 10 11
R&D % of GDP
Log GNI Per Capita
Log
R&D
% o
f GD
P
SLV
GTM
BIHECU
ETHTZA
PAK
UZB
TJKNIC
VNM
EGY
UKR
MDA
TUN
ARMMNG
PHL
LKA
MKDCUB
BWA CRIMEX
ROUMNE
COLIRN
AZE
PER
PAN TTO
OMNKAZ
VEN URY
CHLPRI
CYP
KWT
BMU
HKG
MAC
SRBZAFBGR
CHN
HUNBRA
PRT
RUS
CZE
ITA
SVN
KOR ISR
EST
ESP
LTUPOL SVK
USAAUT
JPN SWEDNK
AUS
NOR
LUX
SGP
GBR
IDN
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi14
Pemetaan Kondisi Saat Ini
GAMBAR 5. PUBLIKASI ILMIAH PER KAPITA DAN PENDAPATAN PER KAPITA
Dalam konteks ini, menarik untuk melihat empat negara berkembang terbesar dalam jumlah penduduk, yaitu Cina, India, Indonesia, dan Pakistan. Tampak bahwa Cina dan India, dua negara besar yang banyak diproyeksikan akan tumbuh pesat di masa depan, adalah negara dengan tingkat pertumbuhan TFP yang tinggi. Demikian juga Pakistan. Tampaknya, bukan suatu kebetulan bahwa intensitas riset berkualitas baik (yang diukur dengan jumlah sitasi publikasi ilmiah) negara-negara tersebut juga relatif tinggi. Indonesia, di satu sisi, relatif sangat rendah intensitas dari dampak risetnya dan secara bersamaan juga mengalami pertumbuhan TFP yang malah negatif.
Kesimpulan dari berbagai analisis di atas, yang bersumber dari literatur baik teori maupun empiris, adalah cita-cita mewujudkan Indonesia keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah dan menjadi negara high-income tampaknya sangat berat untuk diwujudkan jika pola pertumbuhan ekonomi yang ada saat ini terus berlanjut. Pola pertumbuhan yang tidak kondusif dalam mewujudkan aspirasi tersebut adalah pertumbuhan yang bukan ditopang oleh inovasi. Padahal, innovation-led atau knowledge-based growth telah terbukti sebagai satu-satunya pola pertumbuhan ekonomi yang bisa menjadi kendaraan kita untuk mewujudkan diri menjadi bangsa yang terlepas dari jebakan pendapatan menengah.
USA
CHN
GBRDEU
JPNFRA
CAN
ITA
IND
ESP
AUS
KOR
RUS
NLD
BRA
CHESWE
POL
TUR
BELDNK
AUTISRFIN
CZE
MEX
GRC
NOR
PRT
SGPHKG
MYS
ZAF
NZL
ARG
IRL
EGY
ROU
HUN
UKRSAU
THA
PAK
CHL
SVKHRV
COL
SVN
SRB
NGA
TUNBGR
DZAMAR
ARE
VNM
LTU
BGD
JOR
EST
BLR
KEN
PHL
LBN
IRQ
CYP
QAT
PER
KWT
LVA
KAZ
ETH
GHA
LUX
LKA
GEOOMN
URY
ECU
TZAUGA
PRIARM
CMRNPL
AZE
CRIBIH
MKD
UZB
ZWESEN
MAC
SDN
MDA
MLT
BWA
MWI
PAN
BFA
BHRTTO
JAM
CIVZMB
LBY
BEN
COG
MNG ALB
MDG YEM
BRN
KHM
MNE
MOZ
FJI
NAM
MLI
MUS
GTMRWA
PNG
MMR
GAB
LAO
GMB
PRY
NER
TGO NICTJK
DOM
GRD
SLV
SWZ
AFG
HND
AGO
HTISLE
GIN
BTN
CAF
GUY
MRT
LSO
KNA
SYC
BDI
GNB
LBR
TCD
SLB SURBLZ
VUT
DMA
WSM
TKM
CPV MDV
FSM
DJITLS
PLW
GNQ
ATGTON
LCA
COM
MHL
VCT
TCA
KIR
TUVNRU
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
4 5 6 7 8 9 10 11 12
Log
Publ
icat
io P
er C
apita
Log GNI Per Capita
Publication Per Capita
IDN
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 15
Pemetaan Kondisi Saat Ini
Kendati demikian, setidaknya sejak 2019 melalui pengesahan UU Sisnas Iptek, pemerintah Indonesia mulai menunjukkan perhatian lebih pada pembentukan ekosistem pengetahuan dan inovasi. Salah satu dari beberapa perubahan mendasar di dalam UU tersebut adalah posisi iptek sebagai ‘landasan dalam perencanaan pembangunan nasional’ dan secara eksplisit menormakan bahwa Rencana Induk Pemajuan Iptek menjadi acuan bagi RPJPN dan RPJMN. Pengaturan ini mengisyaratkan adanya visi untuk secara perlahan menata fondasi bagi ekonomi berbasis pengetahuan dan inovasi. Namun, proses ini masih jauh dari mapan.7
Meskipun belum ada langkah praktis penerapan undang-undang ini untuk mewujudkan kebijakan inovasi melalui proses perumusan kebijakannya yang melibatkan pihak pengguna (Asmara dkk., 2019), pemerintah telah memiliki kebijakan ilmu pengetahuan dan teknologi8 yang secara eksplisit disebut dalam dokumen iptek nasional.
2.2 KEBIJAKAN IPTEK NASIONAL
Saat ini, pemerintah Indonesia memiliki setidaknya tiga dokumen yang digunakan sebagai landasan kebijakan iptek nasional. Yang pertama adalah dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020–2024. RPJMN merupakan dokumen perencanaan nasional yang dimandatkan sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU SPPN). Dokumen ini merupakan penjabaran dari periode keempat (terakhir) dari dokumen 20 tahunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005–2025. Secara signifikan, iptek menjadi salah satu bagian dalam dokumen tersebut.
Yang kedua adalah dokumen Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) Tahun 2017–2045. RIRN merupakan dokumen perencanaan riset nasional jangka panjang yang diturunkan dalam dokumen-jangka-menengah Prioritas Riset Nasional (PRN). Sesuai dengan amanat UU Sisnas Iptek, pemerintah juga akan memiliki dokumen Rencana Induk Pemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi untuk periode jangka panjang (20 tahun), jangka menengah (lima tahunan), dan jangka pendek (tahunan).
Yang ketiga adalah dokumen Agenda Riset Nasional (ARN)9 yang disusun Dewan Riset Nasional. Dokumen ini diturunkan dari Undang-Undang Sisnas Iptek yang lampau, khususnya Nomor 18 Tahun 2002, tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU P3 Iptek). Namun, ARN tidak memiliki keterkaitan langsung dengan dokumen perencanaan nasional. Selain itu, program riset yang direncanakan dalam dokumen ini tidak dilengkapi infrastruktur kelembagaan ataupun pendanaan.
7 Bisa dilihat dalam kolom opini Kompas halaman 7 oleh Yanuar Nugroho dengan judul “Tantangan Kelola Riset dan Inovasi”, yang terbit pada 7 Agustus 2020, dan dalam kolom opini Kompas halaman 6 oleh Sudharto P. Hadi dengan judul “Lembah Kematian Inovasi”, yang terbit pada 11 Agustus 2020.8 Definisi kebijakan iptek di sini diberikan dan sengaja dikontraskan dengan definisi kebijakan inovasi. Menurut Dodgson (2000), kebijakan iptek terkait dengan dukungan dan fasilitasi pemerintah dalam hal aktivitas riset dan inovasi dasar serta perekayasaan teknologi, baik yang dilakukan lembaga riset dan inovasi maupun industri. Sementara itu, kebijakan inovasi merupakan dukungan dan fasilitasi pemerintah terhadap pengembangan kapasitas teknologi industri nasional yang pada gilirannya berkontribusi pada pencapaian dan pertumbuhan ekonomi nasional.9 ARN merupakan rumusan dari berbagai akademisi, praktisi, dan teknokrat yang merujuk pada RPJMN. ARN dapat menjadi acuan dokumen iptek lainnya dalam tataran konsep/gagasan, namun tidak mencantumkan panduan implementatif karena tidak mencantumkan instrumen pelaksanaan kebijakan seperti personil, pendanaan, mobilitas, dan sumber daya secara eksplisit.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi16
Pemetaan Kondisi Saat Ini
Sebaliknya, RIRN dan PRN melengkapi, mengoperasionalisasi, serta mengintegrasikan perencanaan dan evaluasi riset bagi semua pemangku kepentingan iptek dengan mengacu pada dokumen perencanaan nasional. Artinya, dokumen RIRN dan RPJMN bersifat komplementer: RPJMN sebagai dokumen perencanaan yang bersifat generik dan RIRN bersifat spesifik. RIRN bekerja di ranah perencanaan riset nasional dengan melengkapi muatan substansi bidang iptek. Dokumen ini juga mengintegrasikan riset dengan bidang pembangunan lain yang tersebut dalam RPJMN.
GAMBAR 6. POSISI RIRN DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN
Sumber: Dokumen RIRN Tahun 2017–2045
RIRN memosisikan riset sebagai unit pendukung yang tersemat dalam tiap sektor pembangunan. Arah kebijakan dan program RIRN terintegrasi dengan dokumen-dokumen rencana induk lain, seperti Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional (RIPIN), Kebijakan Energi Nasional (KEN), dan Rencana Induk Ekonomi Kreatif Nasional (RIEKN). RIRN saat ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Riset Nasional Tahun 2017-2045. Sedangkan PRN merupakan dokumen periode kedua RIRN yang diatur dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 38 Tahun 2019 tentang Prioritas Riset Nasional Tahun 2020-2024 serta berjalan seiring dengan dokumen RPJMN Tahun 2020-2024.
Dalam RPJMN Tahun 2020–2024, untuk pertama kalinya dalam tiga periode terakhir, muatan iptek tidak berdiri sendiri sebagai sebuah bab, bagian, ataupun bidang yang terpisah dari sektor-sektor bidang pembangunan lain. Pada periode pertama, RPJMN Tahun 2005–2009 memuat Bab XXII tentang Peningkatan Kemampuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Pada periode kedua, RPJMN Tahun 2010–2014 mencakup Buku 2 Bab IV tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Sedangkan pada periode ketiga, RPJMN Tahun 2015–2019 meliputi Buku 2 Bab IV tentang Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Pada RPJMN Tahun 2020-2024, iptek ditujukan sebagai unsur pendukung pembangunan dengan tujuan meningkatkan produktivitas serta daya saing industri dan nasional dalam semua bidang.
RIRN RPJMN RENSTRA K/L
RKP RENJA K/L
RKA/DIPA K/LRAPBN
NASIONALdikoordinasikanKPPN/Bappenas
NASIONALdikoordinasikan
Kemenkeu
K/LKemenristekdikti,
dll
Pedoman
Pedoman
Pedoman Pedoman
Dijabarkan Dijabarkan
Dijabarkan
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 17
Pemetaan Kondisi Saat Ini
Untuk mengilustrasikan poin ini secara lebih mendalam, Buku 2 Bab IV tentang Bidang Iptek dalam RPJMN Tahun 2015-2019 memuat kebijakan penyelenggaraan riset dan inovasi yang dituangkan dalam Program Utama Nasional Riset (Punas Riset). Program ini terbagi dalam beberapa fokus bidang, antara lain pangan dan pertanian; energi, energi baru, dan energi terbarukan; kesehatan dan obat; transportasi; telekomunikasi, informasi, dan komunikasi (TIK); teknologi pertahanan dan keamanan; serta material maju. Strategi penyelenggaraan riset dan inovasi tersebut menggunakan tipologi riset yang dimulai dari tahapan eksplorasi, pengujian, hingga inovasi, yang diwujudkan dalam bentuk pendifusian atau hilirisasi hasil riset dan implementasi pada pengguna.
Namun, kebijakan penyelenggaraan riset dan inovasi melalui Punas Riset tersebut nyatanya lebih banyak didominasi dan bahkan cenderung hanya diperuntukkan bagi lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK) iptek, seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN), dan Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN). Hanya ada satu kegiatan Punas Riset yang mencantumkan kementerian di dalamnya, yakni Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, yang memiliki tugas menyelenggarakan konsorsium riset untuk beberapa fokus bidang. Selain itu, praktis kegiatan riset dan inovasi dalam Punas Riset tidak melibatkan Badan Litbang kementerian.
Dari berbagai fakta empiris tersebut, jelas tergambar bahwa kegiatan riset dan inovasi yang difasilitasi Punas Riset, sesuai dengan dokumen RPJMN Tahun 2014–2019 Bidang Iptek, hanya diperuntukkan bagi LPNK iptek dan tidak terintegrasi dengan kegiatan riset yang dilakukan kementerian sektor teknis. Padahal, Punas Riset merupakan program dalam penyelenggaraan riset dan inovasi yang ditujukan untuk meningkatkan daya saing sektor produksi. Ketiadaan integrasi tersebut tentu berdampak pada pola koordinasi yang terjalin, sehingga terlihat seolah-olah LPNK iptek yang difasilitasi Punas Riset dalam dokumen RPJMN Bidang Iptek dengan Badan Litbang Kementerian masih berjalan sendiri-sendiri dan belum ada suatu integrasi koordinasi yang dapat menghubungkan keduanya.
Munculnya RIRN dan PRN yang mencoba menyatukan dan mengintegrasikan iptek dengan setiap sektor bidang pembangunan, juga RPJMN terbaru yang tidak lagi mengisolasi iptek sebagai bab, bagian, ataupun bidang tersendiri yang secara perencanaan terpisah dari sektor teknis pembangunan lain, merupakan langkah sangat awal bagi pemerintah dan semua pemangku kepentingan iptek untuk dapat menumbuhkembangkan ekosistem pengetahuan dan inovasi dalam mewujudkan pembangunan berbasis pengetahuan, yang diharapkan mampu mendukung perekonomian dan daya saing nasional sesuai dengan visi-misi Indonesia Maju 2045.
Hal yang dapat dipertajam dalam RIRN dan PRN adalah penyebutan secara eksplisit pentingnya ilmu dan riset dasar. Kajian tentang lanskap riset dan inovasi Indonesia yang dilaporkan dalam Atlas of Islamic-World Science & Innovation (2014) menyimpulkan bahwa kurang kuatnya fondasi dalam riset dasar telah menyebabkan kegagalan Indonesia dalam melakukan lompatan inovasi. Di satu sisi, komersialisasi riset yang diutamakan dalam RIRN dan PRN memiliki potensi mendorong pemanfaatan iptek untuk meningkatkan daya saing bangsa (Kompas, 2018).
Di sisi lain, riset yang tidak memiliki nilai pasar tinggi tetapi amat penting untuk pembangunan yang inklusif juga memerlukan dukungan infrastruktur dan pendanaan. Sebagai ilustrasi, penemuan vaksin merupakan hasil inovasi yang dapat menciptakan surplus bagi negara. Namun, riset dasar yang memahami pandemi dan epidemi dibutuhkan untuk mencegah penyebaran penyakit dan menjaga kesehatan masyarakat (Elyazar dkk., 2020).
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi18
Pemetaan Kondisi Saat Ini
2.3. CAPAIAN EKOSISTEM PENGETAHUAN & INOVASI DI INDONESIA
Aktivitas inovasi berlandaskan riset merupakan salah satu komponen utama yang menentukan kemampuan daya saing suatu negara. Agar dapat adaptif dan kompetitif dalam perekonomian global saat ini, negara harus berinvestasi pada riset dan menaruh fokus terhadap kebijakan pembangunan yang berbasis pengetahuan (knowledge to policy).
Bab ini mencoba merangkum capaian ekosistem pengetahuan dan inovasi yang terdiri atas lima bagian: 1) performa Indonesia dalam riset dan inovasi; 2) struktur pegawai di aparatur sipil negara; 3) aturan dan praktik seputar pengadaan riset oleh pembuat kebijakan; 4) budaya aparatur sipil negara dan praktik secara lebih luas; serta 5) sistem perguruan tinggi dan hambatan untuk melakukan riset bermutu tinggi.
Menurut World Economic Forum (2019), riset berkontribusi terhadap inovasi dalam menyediakan sumber daya berkualitas yang dibutuhkan industri dari suatu negara agar dapat bersaing di tengah pesatnya perkembangan pasar dunia. Tanpa riset, inovasi cenderung hanya menghasilkan kebaruan sederhana yang tidak memiliki daya ungkit (leverage) terhadap kemajuan industri di negaranya.
Di Indonesia, aktivitas inovasi tanpa riset di sektor produksi, faktanya, telah lama terjadi (Aminullah, 2015). Riset bagi industri dianggap kurang begitu menarik karena sifatnya yang membutuhkan nilai investasi yang besar dengan tingkat ketidakpastian akan keberhasilannya di pasar yang tinggi. Di sisi lain, berbagai produk inovatif yang telah teruji di pasar, tidak peduli apakah terlahir dari aktivitas riset atau bukan, masih tetap menjadi pilihan utama bagi pelaku industri untuk mengembangkan usahanya. Hal ini tidaklah mengherankan, mengingat motif utama dari pelaku industri itu sendiri yang berharap mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan, bagaimanapun caranya, menekan biaya dan risiko usaha hingga sekecil mungkin.
Rendahnya kinerja riset untuk mendukung daya saing sektor produksi di Indonesia antara lain juga disebabkan oleh permasalahan besar tata kelola, yang dalam hal ini melibatkan aktor pemerintah sebagai regulator dan fasilitator iptek, lembaga riset (termasuk universitas) sebagai penyedia iptek, serta industri sebagai pengguna iptek. Permasalahan tersebut menyebabkan ketidakoptimalan pemanfaatan berbagai sumber daya, yang berdampak pada terganggunya ekosistem inovasi. Menurut Triyono, dkk. (2019), kebijakan inovasi di Indonesia saat ini belum mampu menjembatani interaksi yang efektif, baik di antara sesama lembaga riset maupun antara lembaga riset dan industri. Hal ini kemudian diperparah dengan kecenderungan mekanisme perencanaan riset di Indonesia yang selama ini dominan bersifat technology-push, alih-alih market-driven, sehingga kerap terjadi diskoneksi arah antara apa yang dihasilkan lembaga riset dan apa yang benar-benar dibutuhkan industri. Menurut Edler dkk. (2016), inovasi akan terbentuk jika sisi penyedia iptek (innovation suppliers) dan pengguna iptek (innovation users) bertemu. Hal ini tidak terlepas dari konsep dasar ekonomi terkait dengan adanya hukum permintaan dan penawaran.
Salah satu hal yang esensial dalam ekosistem inovasi adalah keberadaan industri dan aktivitas riset. Motor inovasi di suatu negara adalah industri dengan kemampuannya menyerap, menggunakan, mengembangkan, dan menghasilkan teknologi untuk mendorong kompetisi pasar. Motor ini secara simultan harus didukung kapasitas riset dalam menghadirkan invensi teknologi yang mampu mendukung kebutuhan industri di dalamnya. Meskipun demikian, itu bukan berarti riset dan
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 19
Pemetaan Kondisi Saat Ini
industri menjadi satu-satunya instrumen dalam inovasi. Beberapa studi terbaru Budden dan Murray (2018) mengungkap bahwa dukungan pemerintah melalui kebijakan inovasi sangat penting untuk mendorong ekosistem inovasi berbasis riset. Bahkan, negara yang masuk empat besar kekuatan teknologi saat ini, yakni Amerika Serikat, Jerman, Israel, dan Cina, memerlukan dukungan kuat dari pemerintah melalui program inovasi nasional yang menyeluruh (Deloitte, 2019).
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah Indonesia untuk dapat menjembatani inovasi di sektor produksi melalui aktivitas riset. Namun, hingga saat ini, peran iptek melalui aktivitas riset dalam mendorong daya saing sektor produksi serta kontribusinya dalam perekonomian dan pembangunan nasional masih terus dipertanyakan berbagai pihak. Survei World Economic Forum (2019) menunjukkan bahwa Indeks Daya Saing Global Indonesia pada 2019 berada di urutan ke-50 atau turun lima peringkat dari tahun sebelumnya. Jika dilihat dalam lingkup negara Asia Tenggara, Indonesia berada pada peringkat ke-4 dari 9 negara yang telah terindeks, tertinggal dari Malaysia, Thailand, dan terlebih jika dibandingkan dengan Singapura.
GAMBAR 7. INDEKS DAYA SAING GLOBAL INDONESIA TAHUN 2019
Sumber: World Economic Forum (2019)
Kelemahan daya saing Indonesia antara lain terletak pada komponen ekosistem inovasi, terutama terkait dengan kontribusi riset serta pemanfaatannya oleh industri yang masih minim. Hal ini terlihat pada pilar kapabilitas inovasi sebagai parameter dominan pembentuk daya saing negara dari sisi penyedia iptek: Indonesia berada di posisi ke-74 dari total 141 negara atau ke-6 dari 9 negara Asia Tenggara. Dari tiga sub-pilar yang membentuk di dalamnya, Indonesia hanya menempati urutan ke-83 untuk penyelenggaraan riset dan posisi ke-91 untuk komersialisasinya.
Key Previous edition Lower-middle-income group average East Asia and Pacific averagePerformance Overview2019
Best
Rank /141
Score0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
OverallScore
EnablingEnvironment
HumanCapital Markets
InnovationEcosystem
SGP FIN SGP KOR (33) (4) CHE HKG SGP HKG CHN USA DEU
50th
51st
72nd
72nd
54th
96th
65th
49th
85th
58th
7th
29th
74thOverall Institutions Infrastructure ICT
adoptionMacro-
economicstability
Health Skills Productmarket
Labourmarket
Financialsystem
Marketsize
Businessdynamism
Innovationcapability
6558
68
55
90
7164
58 5864
82
70
38
Indonesia 50th / 141
Global Competitiveness Index 4.0 2019 edition Rank in 2018 edition: 45th / 140
Selected contextual indicators
Social and environmental performance
Population millions
GDP per capita US$
10-year average annual GDP growth %
GDP (PPP) % world GDP
5-year average FDI inward flow % GDP
Environmental footprint gha/capita
Renewable energy consumption share %
Unemployment rate %
Global Gender Gap Index 0-1 (gender parity)
Income Gini 0 (perfect equality) -100 (perfect inequality)
264.2
3,870.6
4.8
2.59
1.8
1.1
36.9
4.3
0.7
38.1
282 | The Global Competitiveness Report 2019
Economy Profiles
Previous edition Lower middle-income group average East Asia and Pacific average
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi20
Pemetaan Kondisi Saat Ini
Adapun minimnya jumlah aplikasi paten dan belanja riset menjadi faktor dominan yang menyebabkan rendahnya kontribusi riset dalam mendukung daya saing nasional. Rasio jumlah aplikasi paten di Indonesia hanya tercatat sebanyak 0,07 per satu juta jiwa penduduk, yang menempatkannya pada posisi ke-101 dunia. Sedangkan belanja untuk riset dan inovasi (gross expenditure on research and development atau GERD) menempatkan Indonesia pada peringkat ke-116 dunia, dengan jumlah yang tidak lebih dari 0,3% nilai produk domestik bruto (UNESCO, 2019). Hasil tersebut merefleksikan masih rendahnya aktivitas dan kontribusi riset di Indonesia, yang kemudian memengaruhi proses komersialisasi serta kemauan (will) bagi industri dalam melakukan adopsi teknologi.
TABEL 3. PERINGKAT INDEKS DAYA SAING GLOBAL INDONESIA DAN NEGARA-NEGARA ASIA TENGGARA TAHUN 2019 DILIHAT DARI KOMPONEN KAPABILITAS INOVASI
Negara(dari 141)
Komponen Kapabilitas Inovasi
Sub-Komponen Kapabilitas Inovasi
Interaksi dan Keragaman
Penyelenggaraan Riset Komersialisasi
Singapura 13 1 21 10
Malaysia 30 24 39 40
Thailand 50 47 56 52
Brunei Darussalam 51 48 40 90
Filipina 72 40 87 87
Indonesia 74 42 83 91
Vietnam 76 79 72 69
Kamboja 102 91 121 101
Laos 119 71 122 134
Sumber: World Economic Forum (2019), diolah
Selain melihatnya dari sisi penyedia iptek, komponen ekosistem inovasi pada survei Indeks Daya Saing Global menaruh fokus pada sisi pengguna iptek, yang dalam hal ini diejawantahkan dalam pilar dinamika bisnis. Pada sisi ini, posisi Indonesia di dunia lebih baik karena mampu berada pada peringkat ke-29. Hal ini terutama ditopang indikator pertumbuhan perusahaan yang inovatif, yang ditandai dengan tingginya keberanian perusahaan dalam menghadapi risiko dan kemauan perusahaan dalam menerima ide-ide disruptif (World Economic Forum, 2019). Hasil tersebut membuktikan bahwa industri di Indonesia secara umum memiliki potensi yang besar dalam melakukan inovasi. Namun, pertumbuhan perusahaan yang inovatif tersebut nyatanya tidak berbanding lurus dengan meningkatnya aktivitas dan investasi riset di dalamnya. Rasio belanja riset yang berasal dari anggaran non-pemerintah pada 2018 tidak lebih dari 20% total belanja riset (Kemenristek/BRIN, 2019). Besarnya potensi tersebut dalam hal ini lebih dominan berasal dari kecirian budaya entrepreneur, bukan didorong dari sektor iptek.
Dalam penilaian yang berbeda, hasil survei Indeks Inovasi Global yang dilakukan Cornell University, INSEAD, dan World Intellectual Property Organization (2019) menunjukkan bahwa Indonesia pada 2019 berada di posisi ke-85 dari 129 negara yang telah terindeks atau peringkat ke-7 dari 8 negara Asia Tenggara; hanya lebih unggul dari Kamboja. Hal ini sungguh menjadi ironi karena ketertinggalan peringkat Indonesia tersebut terjadi di tengah menggeliatnya aktivitas inovasi di pasar Asia, menyusul terjadinya perlambatan ekonomi negara-negara Barat dan dunia.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 21
Pemetaan Kondisi Saat Ini
Indeks tersebut disusun dengan merekam aktivitas inovasi melalui 21 indikator yang dibagi dalam tujuh pilar inovasi, yakni kelembagaan, riset dan modal manusia, infrastruktur, kecanggihan pasar, kecanggihan bisnis, luaran iptek, dan hasil-hasil kreativitas melalui inovasi. Peringkat Indeks Daya Saing Global Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara, baik peringkat inovasi secara keseluruhan maupun peringkat per pilar inovasi, pada 2019 ditunjukkan dalam tabel berikut ini.
TABEL 4. PERINGKAT INDEKS INOVASI GLOBAL INDONESIA DAN NEGARA ASIA TENGGARA TAHUN 2019
Negara(dari 129)
Indeks Inovasi Global
Per Pilar Indeks Inovasi Global
Kelem-bagaan
Riset dan
Modal Manusia
Infra-struktur
Kecang-gihan Pasar
Kecang-gihan Bisnis
Luaran Iptek
Hasil Kreati-vitas
Singapura 5 1 5 7 5 4 11 34
Malaysia 35 40 33 42 25 36 34 44
Thailand 44 57 52 77 32 60 38 54
Vietnam 45 81 61 82 29 69 27 47
Filipina 73 89 83 58 110 32 31 63
Brunei Darussalam 71 27 55 52 17 45 120 107
Indonesia 85 99 90 75 64 95 82 76
Kamboja 98 112 120 123 30 109 75 97
Sumber: Cornell University, INSEAD, WIPO (2019), diolah
Salah satu penilaian Indeks Inovasi Global memperlihatkan bahwa kuatnya perencanaan pemerintah di suatu negara dalam mendorong pembangunan berbasis pengetahuan dan inovasi menjadi kunci utama penguatan ekonomi dan daya saing negara itu. Dukungan kebijakan dari pemerintah tentu akan menentukan kondusivitas iklim inovasi yang berlangsung dalam suatu negara. Faktanya, berbagai kebijakan di Indonesia saat ini belum benar-benar mampu mendukung iklim inovasi nasional yang kondusif. Permasalahan tersebut menjadi salah satu yang paling kritikal.
Hal tersebut dapat diketahui dari capaian indikator regulatory environment, salah satu indikator yang membentuk pilar kelembagaan, yang menempatkan Indonesia pada posisi kedua terbawah atau peringkat ke-128 dunia dari 129 negara yang telah terindeks. Peringkat ini tidak mengalami perubahan yang signifikan dari tahun sebelumnya, yakni di peringkat ke-125 dari 126 negara dunia yang terindeks pada 2018. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia selama ini belum mampu menghadirkan kebijakan dan peraturan yang kondusif, baik bagi lembaga riset dan inovasi maupun industri, untuk berkolaborasi, berkembang, dan berinovasi melalui aktivitas riset dan inovasi, sehingga menjadi disinsentif tersendiri bagi industri dalam melakukan inovasi, terutama melalui aktivitas riset.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi22
Pemetaan Kondisi Saat Ini
Beberapa indikator lain yang cukup kritikal di Indonesia adalah pilar riset dan modal manusia, yang berada di posisi ke-90 dunia; hanya lebih baik daripada Kamboja dalam lingkup negara-negara Asia Tenggara. Dalam pilar tersebut, rendahnya belanja riset dan inovasi yang ditunjukkan dengan rasio GERD terhadap PDB yang hanya berada di peringkat ke-109 dunia menjadi bukti masih minimnya aktivitas dan kontribusi riset di Indonesia. Di sisi lain, masih rendahnya jumlah paten dan publikasi ilmiah, jumlah merek dagang lokal bertaraf pasar internasional, serta jumlah ekspor produk lokal industri berintensitas teknologi tinggi ditunjukkan dalam capaian indikator knowledge creation dan knowledge diffusion dalam pilar luaran iptek, yang masing-masing mendudukkan Indonesia di peringkat ke-101 dan ke-96.
Kedua survei tersebut memberikan fakta bahwa ekosistem pengetahuan dan inovasi dalam mendukung daya saing secara mendasar dipengaruhi tiga hal utama. Pertama, berkenaan dengan sisi penyedia iptek sebagai pihak yang berperan dalam memasok teknologi melalui ilmu pengetahuan (supply side), dengan aktivitas riset menjadi motor utama dalam menghasilkan invensi teknologi. Kedua, berkenaan dengan sisi pengguna iptek sebagai pihak yang membutuhkan sehingga kemudian menggunakan, memanfaatkan, dan menerapkan hasil invensi teknologi (demand side), yang secara harfiah disebut sebagai inovasi. Yang terakhir adalah pemerintah sebagai aktor yang meregulasi dan memfasilitasi pertemuan di antara pihak-pihak tersebut, agar terjadi kesinambungan tujuan dan menjamin berlangsungnya pola interaksi yang saling menguntungkan di antara kedua belah pihak secara khusus, dan tentu bagi bangsa dan negara dalam mendukung daya saing secara umum.
Seperti yang telah dinyatakan secara jelas baik dalam survei Indeks Inovasi Global maupun Indeks Daya Saing Global, rendahnya belanja riset dan inovasi di Indonesia masih menjadi problematika yang cukup kritikal.
Data lanjutan dari Kemenristek/BRIN (2019) menunjukkan bahwa pada 2018 besaran belanja litbang (GERD) di Indonesia baru mencapai sekitar 0,28% dari total PDB atau senilai Rp 41,43 triliun. Nilai tersebut masih sangat rendah dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, seperti Singapura (1,94%, data tahun 2017), Malaysia (1,44%, 2016), Thailand (1,00%, 2017), dan Vietnam (0,53%, 2017), serta jauh di bawah rata-rata dunia, yang besarnya sekitar 2,38% (data.oecd.org; diakses September 2020). Meskipun demikian, dalam beberapa tahun terakhir, belanja penelitian di Indonesia terus mengalami peningkatan dengan melihat rasio GERD terhadap PDB. Selama periode 2013–2018, persentasenya meningkat berturut-turut: 0,09% menjadi 0,14% pada 2014 (naik 0,05 poin), 0,20% pada 2015 (naik 0,06 poin), 0,25% pada 2016 (naik 0,05 poin), kemudian menjadi 0,28% pada 2018 atau naik 0,03 poin10 (Kemenristek/BRIN, 2019).
10 Data yang dikeluarkan Kemenristek/BRIN berbeda dengan data yang dirilis UNESCO, yaitu pada 2018 rasio GERD terhadap PDB di Indonesia hanya berada di angka 0,23% atau turun 0,02 poin dari tahun 2016.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 23
Pemetaan Kondisi Saat Ini
GAMBAR 8. BELANJA RISET DAN INOVASI INDONESIA TAHUN 2018
Sumber: Kemenristek/BRIN (2019)
Dari total besaran GERD pada 2018, sekitar 83,73% atau senilai Rp 34,69 triliun (0,23% dari PDB) bersumber dari dana pemerintah, baik dari anggaran pemerintah pusat maupun daerah. Hanya 16,27% dari GERD yang bersumber dari swasta, dengan rincian sekitar 7,74% dari industri manufaktur, 5,21% dari perguruan tinggi dengan sumber pendanaan non-pemerintah, dan 3,31% dari lembaga riset dan inovasi swasta (Kemenristek/BRIN, 2019). Selain itu, berdasarkan data yang dirilis Kemenristekdikti (2017), dari total GERD sebesar Rp 30,78 triliun (0,25% PDB) pada 2016, hanya sekitar 43,74% anggaran dialokasikan untuk kegiatan penelitian. Sisanya justru lebih banyak digunakan untuk kegiatan non-penelitian, dengan rincian sebagai berikut.
• Belanja operasional, termasuk gaji karyawan dan operasional riset dan inovasi (30,68%);• Belanja jasa ilmu pengetahuan dan teknologi, yang meliputi layanan informasi iptek, pendataan,
konservasi, pengujian dan standardisasi, pengerjaan paten dan lisensi, serta diseminasi hasil riset dan inovasi (13,17%);
• Belanja modal, yang meliputi gedung laboratorium dan infrastruktur riset dan inovasi (6,65%);• Belanja pendidikan dan pelatihan, termasuk lokakarya dan kegiatan pengembangan
kompetensi lainnya (5,77%).
GROSS EXPENDITURE ON RESEARCH AND DEVELOPMENT (GERD) 2018
Pemerintah Pusat
Rp33,80 Triliun81,58%
Pemerintah Daerah
Rp0,89 Triliun2,16%
Litbang Swasta ****
Rp1,37 Triliun3,31%
Rp36,69 Triliun
0,28% PDB (Rp41,43 Triliun)
GBAORD per PDB
Rp14,837 TriliunBadan Pusat Statistik
0,23% PDBGBAORD
GERD
PDB Indonesia 2018 Litbang Swasta ****
Rp1,37 Triliun3,31%
**** Lembaga Litbang Non-Pemerintah
Rp3,20 Triliun**** hasil ekstrapolarasi berdasarkan
Survei Litbang Industri manufaktur 2015
Industri Manufaktur ***
7,72%
Rp2,16 Triliun**** Non Simlitabmas (tidak
termasuk dana dari pemerintah)
Perguruan Tinggi ***
5,21%
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi24
Pemetaan Kondisi Saat Ini
Dengan melihat angka-angka tersebut, dapat disimpulkan bahwa anggaran pemerintah masih mendominasi dan menjadi sumber utama pendanaan kegiatan riset dan inovasi di Indonesia. Rendahnya kemauan industri untuk berinovasi melalui aktivitas riset dan inovasi masih menjadi masalah utama dalam hal pengguna inovasi, yang hingga saat ini masih belum dapat teratasi. Di sisi pemerintah, minimnya berbagai regulasi untuk mendukung dan insentif untuk mendorong baik lembaga riset dan inovasi maupun industri untuk berkolaborasi, berkembang, dan berinovasi melalui aktivitas riset dan inovasi masih menjadi kendala utama yang perlu ditindaklanjuti.
Hal lain yang cukup esensial dalam melihat capaian outcome ekosistem pengetahuan dan inovasi adalah melalui nilai total factor productivity (TFP). Pertumbuhan ekonomi dan daya saing suatu negara sangat ditentukan tingkat produktivitas komponen faktor produksinya. Dalam hal ini, TFP merupakan komponen faktor produksi dari sisi pengembangan iptek, selain terdapat pula modal dan tenaga kerja, dalam membentuk pertumbuhan ekonomi suatu negara. Menurut model teori pertumbuhan Solow (1975), peran iptek direpresentasikan sebagai TFP dengan mengasumsikan bahwa output ditentukan input modal dan tenaga kerja, di mana kedua input tersebut berinteraksi pada tingkat teknologi tertentu. Dengan demikian, TFP adalah salah satu faktor produksi pembentuk pertumbuhan ekonomi suatu negara, selain modal dan tenaga kerja, yang merupakan hasil dari kemajuan iptek. Rasio pertumbuhan TFP erat kaitannya dengan inovasi, baik dalam sumber daya manusia, teknologi, maupun kondisi ekonomi.
Namun, peran iptek dan inovasi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia terbilang masih sangat minim. APO (2019) menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan TFP di Indonesia terus mengalami penurunan. Dengan membagi periodisasi ke dalam tiga rentang waktu, yakni periode pertama tahun 1970–1990, periode kedua tahun 1990–2010, dan periode ketiga tahun 2010–2017 (tahun terakhir pengumpulan data), rata-rata pertumbuhan TFP di Indonesia berada di angka 0,3% pada periode pertama, tetapi menjadi negatif pada periode kedua, -1,1%, dan mencapai titik kritisnya pada periode ketiga, di angka -1,5%.
GAMBAR 9. PERTUMBUHAN TFP
Sumber: Asian Productivity Organization (2019)
−5
−4
0
2
−1
−2
−3
1
3
4%
China
Pakistan
Mongolia
Lao PDR
Vietnam
East Asia
Hong Kong
Philippines
Cambodia
India
Fiji
Asia24
ROC
South Asia
CLMV
Japan
Bangladesh
APO20
Thailand
Nepal
Korea
Malaysia
US
Bhutan
Singapore
Sri Lanka
ASEAN
Iran
ASEAN6
Indonesia
Myanm
ar
Brunei
4.0
0.9
2.0
1.1
0.6
1.8
0.7
0.2
1.7
2.0
−0.4
1.5
1.91.7
0.2 0.3 0.1
0.7
−0.3
−0.6
1.6
0.2
0.70.6 0.7
2.0
0.0
2.0
−0.3
−1.1
−0.5
−2.8
2.52.4
2.01.9 1.8
1.7 1.5 1.4 1.3 1.3 1.2 1.1 1.1 1.10.8 0.7 0.6
0.60.6 0.6 0.5 0.5
0.4 0.4 0.3 0.2 0.0
−0.1−0.3
−1.5
−3.3
−4.1
1.8
1.4
−1.0
0.60.1
1.2
3.0
−1.4
−2.6
0.7
−0.9
0.9
3.2
0.7
−0.6
1.3
−0.6
0.7 0.8
−1.5
2.8
0.2
0.7
3.1
1.1
0.80.4
−1.9
0.2 0.3
−1.8
−3.1
1970−1990 1990−2010 2010−2017
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 25
Pemetaan Kondisi Saat Ini
Data di atas menunjukkan, sepanjang dua periode terakhir sejak 1990, tren nilai TFP di Indonesia tidaklah bertumbuh, tetapi mengalami defisit dan cenderung terus mengalami penurunan hingga saat ini. Nilai TFP di Indonesia pada periode terakhir bahkan berada jauh di bawah rata-rata negara Asia Tenggara, di angka 0,0%, hanya di atas Myanmar dan Brunei Darussalam. Penurunan nilai TFP di Indonesia juga dapat dilihat pada Gambar 6. Dengan menggunakan nilai TFP tahun 1970 sebagai basis nilai dalam pengukuran pertumbuhan di tahun berikutnya dan mengambil rentang hingga 2017, data yang dirilis APO (2019) secara jelas menunjukkan bahwa nilai TFP di Indonesia, terutama sejak memasuki masa pemerintahan Era Reformasi hingga saat ini, secara konsisten tidak lebih besar daripada nilai TFP yang berada di tahun basis. Pada 2017, nilai TFP di Indonesia hanya sebesar 0,77% dari basis nilai tahun 1970 (TFP = 1). Nilai ini jauh di bawah laju negara Asia Tenggara lainnya, seperti Singapura, Vietnam, Thailand, dan Malaysia.
GAMBAR 10. PERGERAKAN NILAI TFP PER TAHUN
Sumber: Asian Productivity Organization (2019)
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010
1970=1.0
2015
4.0
3.5
China, 3.86
ROC, 3.03
Korea, 2.49
Hong Kong, 2.35
Bhutan, 2.15
India, 1.91Pakistan, 1.90Sri Lanka, 1.75Lao PDR, 1.59Singapore, 1.47Japan, 1.43Mongolia, 1.42US, 1.36Vietnam, 1.31Thailand, 1.14Malaysia, 1.12Iran, 1.01Bangladesh, 0.95Cambodia, 0.90Philippines, 0.88Fiji, 0.84Indonesia, 0.77Nepal, 0.68Myanmar, 0.50
Brunei, 0.23
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi26
Pemetaan Kondisi Saat Ini
Peran iptek dan inovasi dalam pertumbuhan ekonomi dan daya saing di Indonesia juga dapat dilihat dari besaran kontribusi TFP terhadap PDB. Dalam kurun 2010–2017, rata-rata pertumbuhan TFP terhadap PDB di Indonesia berada di angka -1,5%. Artinya, kontribusi TFP selama ini justru menjadi pengurang nilai PDB dari faktor produksi modal dan tenaga kerja, yang mencapai 6,8%, sehingga hanya memiliki nilai PDB kumulatif sebesar 5,3%. Hal ini menunjukkan bahwa sumbangan penguasaan iptek terhadap perekonomian nasional masih sangat terbatas. Berbagai komponen pembentuk TFP yang berada di luar faktor produksi modal dan tenaga kerja (tetapi berkaitan dengan interaksi di antara keduanya) nyatanya belum memiliki peran, bahkan justru masih menjadi disinsentif tersendiri dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kapasitas suatu negara dalam pemanfaatan iptek, penguasaan teknologi mutakhir, kemampuan inovasi, dan sebagainya merupakan komponen penentu pembentuk faktor produksi TFP, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yang sampai saat ini belum terbangun dan termanfaatkan secara optimal bagi perekonomian dan daya saing di Indonesia.
GAMBAR 11. KONTRIBUSI TFP, MODAL, DAN TENAGA KERJA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI
Sumber: Asian Productivity Organization (2019)
Selain untuk mendorong TFP, iptek dan inovasi juga dapat dimanfaatkan untuk menjalankan science diplomacy atau diplomasi sains. Science diplomacy pada dasarnya adalah diplomasi publik yang dibangun di atas kegiatan ilmiah kolaboratif secara lintas negara, umumnya bilateral. Dengan mendorong kolaborasi riset, publikasi bersama ataupun pembentukan konsorsium lintas sektor dan lintas negara, Indonesia dapat memperoleh manfaat besar yang melampaui indicator pertumbuhan ekonomi. Science diplomacy akan memperluas jejaring komunitas ilmiah Indonesia, memperbesar peluang terjadinya kemitraan di berbagai sektor, dan meningkatkan citra Indonesia di mata dunia. Hal ini pada akhirnya, juga akan mendorong gairah berkiprah di dalam sektor pengetahuan dan inovasi.
9%
−3
0
3
6
TFP Non-IT Capital IT Capital Labor quality Hours worked Output
Mongolia
Lao PDR
China
Cambodia
India
Bangladesh
South Asia
Vietnam
Philippines
Bhutan
CLMV
East Asia
Asia24
Sri Lanka
Indonesia
Malaysia
ASEAN
ASEAN6
Pakistan
Nepal
APO20
Singapore
Myanm
ar
Thailand
Fiji
Hong Kong
Korea
ROC
Iran
US
Japan
Brunei
0.9 1.0
0.1
1.30.5 0.2 0.5 0.1 0.8
0.10.3
0.20.3
0.2
0.6 1.00.4 0.4 0.4
1.30.4
0.8 0.3
−0.9
0.7
0.2 0.3
0.7 0.4 0.8
0.2
0.1
1.20.3
0.1
0.8
0.7 1.0 0.80.7
0.7
0.7 0.50.1
0.4 0.4
1.80.3
1.0 1.30.8 0.8
0.50.1
1.6 0.30.6 0.5
0.5 0.2 0.2
0.2 −0.1
0.2
0.5
0.2
0.1
0.2 0.3 0.20.3
0.2
0.2 0.3
0.10.2
0.2
0.2 0.30.3
0.10.1 0.1 0.4
0.3
0.5
0.20.1 0.1
0.0
0.1
0.3 1.1
3.63.6
4.3
3.3
3.84.3
3.7
3.02.9 4.2 3.6
3.43.5
4.5
4.1
3.13.2
3.1
0.7
2.4 2.32.0
6.51.4
0.70.5
1.4
0.1
1.6 0.4
2.8
2.0
1.92.5
1.31.3 0.6
1.1
1.81.4 0.4 0.8
1.7 1.1 0.2
−1.5
0.50.0
−0.3
2.4
0.6 0.6 0.3
−3.3
0.6
1.21.5
0.5
1.1
−0.1
0.4
0.7
−4.1
7.9
7.4 7.36.9
6.5 6.4 6.26.0 6.0
5.6 5.6 5.5 5.4 5.3 5.3 5.14.9 4.8
4.4 4.44.2 4.1 4.0
3.2 3.1 2.9 2.92.5
2.2 2.1
1.1
−0.2
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 27
Pemetaan Kondisi Saat Ini
Berbagai data di atas menunjukkan bahwa Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan dan rintangan yang harus dilewati untuk dapat menuju Indonesia yang maju dan berdaya saing dengan berlandaskan iptek sebagai motor pembangunan, sesuai dengan visi-misi Indonesia 2045. Perbaikan ekosistem pengetahuan dan inovasi menjadi hal yang sangat esensial. Sejalan dengan semangat itu, disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Iptek membawa harapan baru bagi percepatan pembangunan sosial-ekonomi yang berbasis pada dukungan iptek. Perbaikan mendasar dari undang-undang sebelumnya antara lain substansi, ruang lingkup, dan muatan materi yang terkait dengan penguatan sistem iptek nasional, yang meliputi pengaturan perencanaan dan pengawasan, tata kelola kelembagaan, sumber daya, jaringan, pendanaan, dan pelayanan iptek.
Namun, untuk Indonesia, seperti negara lain pada umumnya yang menganut sistem hukum model Eropa Kontinental, sebagian besar materi yang terdapat dalam undang-undang tersebut membutuhkan peraturan pelaksana agar dapat merinci pengaturan dan mengoperasionalkannya. Kondisi yang terjadi saat ini adalah belum adanya peraturan pelaksana yang ditetapkan, bahkan bisa menjadi lebih lama karena merebaknya COVID-19 di Indonesia, mengingat prioritas utama negara saat ini adalah penanganan pandemi. Artinya, muatan materi dalam undang-undang tersebut belum sepenuhnya dapat diterapkan.
2.3.1 PENGETAHUAN UNTUK KEBIJAKAN PUBLIK
Di luar pemanfaatan sains teknologi untuk tujuan pembangunan, pemanfaatan pengetahuan juga terus dioptimalkan untuk meningkatkan kualitas kebijakan. Salah satu elemen utama di dalamnya adalah meningkatkan kapasitas SDM sebagai aparatur negara.
Upaya tersebut kini bisa lebih ditingkatkan setelah adanya UU Aparatur Sipil Negara. Regulasi tersebut memungkinkan adanya posisi strategis untuk peningkatan kualitas kebijakan yang difasilitasi oleh Lembaga Administrasi Negara, dengan adanya jabatan analis kebijakan yang berperan untuk melaksanakan kajian dan analisis kebijakan. Perekrutan dimulai pada 2014 dengan tujuan mendapatkan 300 analis di pemerintah pusat dan daerah pada akhir 2015. Namun efektivitasnya masih perlu ditingkatkan dengan menghilangkan pemisahan antara staf teknis dan staf manajerial, seperti yang telah dibahas di bagian atas (Sherlock dan Djani 2015). Jumlah analis kebijakan di pemerintah hingga Januari 2021 berjumlah 1.533 orang (data Lembaga Administrasi Negara (LAN), Januari 2021).
Hingga kini, upaya untuk mengoptimalkan fungsi analis kebijakan, riset, tenaga ahli sudah terlihat namun masih perlu ditingkatkan. Selain mempermudah perekrutan, aspek lain yang perlu didorong adalah membudayakan pengambil keputusan dimulai dari tingkat eselon 3 (sekarang menjadi pejabat fungsional) untuk memanfaatkan pengetahuan yang dimiliki di ranah internal (Datta dkk, 2016). Hal ini tidak sepenuhnya mudah lantaran arus pengetahuan penelitian bermutu tinggi yang terbatas dan aturan serta praktik pengadaan yang berat. Sebagian besar diakibatkan oleh kelemahan dalam aparatur sipil, yang tidak didukung oleh perekrutan, pelatihan, promosi, dan kompensasi berbasis merit atau kompetensi.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi28
Pemetaan Kondisi Saat Ini
Berdasarkan kajian yang dilaksanakan oleh oleh Knowledge Sector Initiative (KSI), ketika membuat dan menyusun kebijakan, pengambil keputusan yang bekerja di eksekutif rata-rata lebih sering menggunakan data statistik/ administratif diikuti oleh kajian penelitian, saran ahli, dan persepsi serta pengalaman warga. Pengambil keputusan yang bekerja di lembaga legislatif cenderung lebih sering menggunakan laporan media, diikuti dengan persepsi dan pengalaman warga, pengalaman dan pembelajaran dari implementasi kebijakan, dan data statistik/ administratif (Datta, Hendytio, Perkasa dan Basuki, 2016).
Temuan lainnya adalah, bagi pengambil keputusan, terutama dari lembaga pengatur yang memiliki sarana yang lebih sedikit untuk mengadakan penelitian secara internal, sering mencari dana penelitian dari lembaga internasional dan lembaga donor. Dalam sejumlah kasus, pengambil keputusan di lembaga legislatif cenderung lebih sering berkonsultasi pada staf ahli, diikuti dengan ahli dari perguruan tinggi, kemudian praktisi LSM.
Namun, penelitian yang dihasilkan oleh badan riset dan inovasi memerlukan proses pengendalian mutu secara formal. Walaupun demikian, rendahnya mutu penelitian dan kurangnya relevansi penelitian terhadap kebijakan, keterbatasan ahli dalam beberapa isu, dan kurangnya data mentah yang bermutu serta terbatasnya ruang politik dan ekonomi bagi pengambil keputusan untuk menerapkan beberapa saran yang ditawarkan menambah kesulitan pengambil keputusan untuk mengadakan (dan menggunakan) penelitian dan keahlian. Hal ini perlu dipermudah prosedurnya.
Di luar kebutuhan untuk menuntaskan proses reformasi birokrasi, ada beberapa capaian positif lain yang perlu dicatat. Terdapat semakin banyak perangkat untuk membantu memantau, mengukur arah pembangunan menggunakan alat ukur ilmiah. Di antaranya adalah keberadaan tiga indeks yang bisa dipakai sebagai indikator untuk mengukur perbaikan kebijakan dan pembangunan.
Indeks Ekonomi Inklusif — Indeks ini terdiri dari tiga pilar, yakni pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, pemerataan pendapatan dan pengurangan kemiskinan dan perluasan akses dan kesempatan. Jika Indeks ini secara konsisten dan kontinu diperbarui dan digunakan sebagai salah satu indikator rujukan arah pembangunan, maka upaya pembangunan inklusif niscaya berjalan berbasis bukti dan data ilmiah.
Roadmap Reformasi Birokrasi — Peta jalan perbaikan, serta pedoman evaluasi Reformasi Birokrasi sudah disahkan melalui Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 30 tahun 2018. Sebagaimana telah dibahas pada bagian sebelumnya, beberapa upaya perbaikan yang belum tuntas seperti membangun budaya birokrasi yang berbasis kompetensi aparatur sipil negeri perlu diteruskan dengan mengacu pada peta jalan tersebut.
Indeks Kualitas Kebijakan — Lembaga Administrasi Negara menyusun instrumen Indeks Kualitas Kebijakan (IKK) untuk pengukuran secara nasional sesuai dengan Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 25 Tahun 2020 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2020-2024, di mana IKK menjadi salah satu komponen dari Indeks Reformasi Birokrasi. Kebijakan berkualitas yang ingin dibangun dalam kerangka IKK adalah penyusunan kebijakan yang didukung oleh bukti-bukti (evidence-informed policymaking) yang dapat membantu pembuat kebijakan membuat keputusan yang lebih baik, dapat mencapai outcome yang lebih baik, dengan menggunakan data dan informasi secara lebih efektif. Terobosan seperti ini merupakan contoh instrumen yang dapat digunakan untuk melengkapi upaya birokrasi dalam membiasakan penggunaan data dalam penyusunan kebijakan.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 29
Pemetaan Kondisi Saat Ini
2.4 KERANGKA REGULASI
UU Sisnas Iptek telah disahkan sebagai pengganti UU Sisnas P3 Iptek. Tujuan UU Sisnas Iptek antara lain memajukan dan meningkatkan kualitas iptek yang menghasilkan invensi dan inovasi melalui penguatan sistem perencanaan dan pengawasan, tata kelola kelembagaan, sumber daya, jaringan, pendanaan, dan pelayanan iptek serta memperkuat sinergi antar-unsur pemangku kepentingan iptek. Untuk mewujudkan tujuan UU Sisnas Iptek tersebut, diperlukan terobosan berupa kebijakan yang diwujudkan dalam suatu regulasi yang membangun sehingga sinergi itu dapat terbentuk secara intensif dan produktif.
Beberapa poin penting yang terkait dengan kerangka regulasi dalam bagian ini tidak akan dilihat secara parsial per aktor pengetahuan yang ada, sebagaimana aktor pengetahuan itu sendiri oleh Hertz dkk. (2020) terbagi ke dalam aktor produsen pengetahuan (perguruan tinggi, lembaga penelitian, dan think tank), aktor pengguna pengetahuan (pemerintah sebagai pelaksana dan tentu industri dan sektor bisnis), aktor pemampu pengetahuan (pemerintah yang merancang regulasi dan lembaga pendanaan), serta aktor perantara pengetahuan (media, masyarakat sipil, dan sebagainya). Dalam hal ini, kerangka regulasi akan dilihat dalam perspektif antar-aktor pengetahuan yang saling terkait. Inventarisasi sejumlah regulasi terkait ekosistem pengetahuan dan inovasi dapat dibaca pada Lampiran 1.
Di dalam dokumen RPJMN 2020-2024, Pemerintah telah mengusulkan beberapa regulasi yang juga terkait dengan ekosistem pengetahuan dan inovasi yang idealnya dapat dipercepat pembahasannya. Usulan regulasi tersebut mencakup:
a. Rancangan Perpres tentang Penyederhanaan Proses Perizinan dan Peraturan Perundangan Komersialisasi Produk Inovasi;
b. Rancangan Perpres tentang Pemanfaatan Prototype Hasil Riset untuk Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah (K/L/D) dan BUMN;
c. Rancangan Perpres tentang Mekanisme Kerja Sama Antar Sumber Daya Manusia (SDM) Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) Dalam dan Luar Negeri;
d. Rancangan Perpres tentang Mekanisme Mobilisasi SDM Iptek Antar Institusi Litbang Serta dengan BUMN dan Swasta;
e. Rancangan Perpres tentang Insentif Pajak untuk Pengembangan dan Penelitian (Research and Development/R&D) Swasta, Pendapatan atas Hak Kekayaan Intelektual (HKI), dan Investasi R&D;
f. Rancangan Perpres tentang Dana Abadi Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan (Litbangjirap).
2.4.1 REGULASI TENTANG PERENCANAAN IPTEK
Mekanisme perencanaan riset dan inovasi saat ini mengikuti model perencanaan pembangunan nasional yang ketentuannya diatur dalam UU SPPN beserta turunan peraturan pelaksananya. Mekanisme tersebut membentuk model perencanaan yang cenderung dominan bersifat technology-push dan sedikit-banyak menghambat proses perencanaan riset, yang seharusnya dapat bersifat fleksibel, dinamis, dan adaptif, karena jika muaranya adalah inovasi (invensi yang termanfaatkan oleh pengguna), prinsipnya riset haruslah dapat benar-benar sejalan, mengikuti, dan mendukung kebutuhan riil industri atau pengguna.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi30
Pemetaan Kondisi Saat Ini
Hasil riset yang dilakukan Asmara dkk. (2019) menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia dalam mewujudkan kebijakan riset dan inovasi melalui proses perumusan muatan iptek dalam RPJMN Tahun 2015–2019 belum benar-benar melibatkan pihak industri dan pengguna.
Kondisi yang diharapkan adalah iptek tidak lagi diposisikan sebagai primary unit yang berdiri sendiri sebagai suatu sektor dalam pembangunan, melainkan merupakan unit pendukung yang embedded di setiap sektor bidang pembangunan. Pemerintah dalam hal ini juga harus dapat membangun model kebijakan perencanaan riset yang dapat mengakomodasi keterlibatan industri atau pengguna hasil-hasil riset secara efektif (market-driven), sehingga riset benar-benar dapat diposisikan sebagai unsur pendukung pembangunan untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing industri dan nasional.
Di sisi lain, UU Sisnas Iptek juga mengamanatkan pembentukan Rencana Induk Pemajuan Iptek. Dokumen ini tentu harus dibangun selaras dengan semangat tersebut dan sejalan atau terkoneksi dengan dokumen kebijakan iptek lainnya, seperti RIRN, PRN, dan muatan iptek dalam RPJMN.
2.4.2 REGULASI TENTANG PENDANAAN RISET DAN INOVASI
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, pendanaan riset dan inovasi yang berasal dari pemerintah saat ini masih mendominasi dan menjadi sumber utama pendanaan kegiatan riset dan inovasi di Indonesia, yakni lebih dari 83% pada 2018. Tidak sampai 17% pendanaan riset dan inovasi sisanya yang bersumber dari non-pemerintah. Rendahnya kemauan industri untuk berinovasi melalui aktivitas riset dan inovasi masih menjadi masalah utama, dalam hal pengguna inovasi, yang hingga saat ini masih belum dapat teratasi. Di sisi pemerintah, minimnya regulasi untuk mendukung dan insentif untuk mendorong baik lembaga riset dan inovasi maupun industri untuk berkolaborasi, berkembang, dan berinovasi melalui aktivitas riset dan inovasi masih menjadi kendala utama yang perlu ditindaklanjuti.
Pemerintah Indonesia selama ini telah mendorong industri atau swasta menginvestasikan dananya bagi kegiatan riset dan inovasi melalui insentif pemberian imbalan berupa pengurangan pajak yang cukup signifikan bagi industri tersebut. Namun, jika tidak ada upaya yang sistematis untuk mendorong perbaikan ekosistem pengetahuan dan inovasi secara menyeluruh, upaya pemerintah mendorong inovasi berbasis riset dan inovasi serta mendorong swasta melakukan investasi riset dan inovasi menjadi tidak efektif. Peningkatan pendanaan riset dan inovasi swasta haruslah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari penguatan sistem iptek nasional melalui dukungan regulasi dan insentif, sebagaimana diatur dalam peraturan pelaksanaan yang bersumber dari UU Sisnas Iptek.
Pendanaan riset dan inovasi di Indonesia saat ini dijalankan melalui dua mekanisme: pertama dan paling banyak dari pendanaan kelembagaan, dan kedua dari pendanaan proyek. Mekanisme pendanaan kelembagaan mengikuti peraturan perencanaan nasional dalam UU SPPN, sementara proses penganggarannya berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU Keuangan Negara). Setiap lembaga riset dan inovasi publik mendapat bagian pendanaan dari APBN untuk kegiatan riset dan inovasi sesuai dengan program yang telah direncanakan, yang disebut juga dengan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Dengan demikian, perlakuan terhadap kegiatan riset dan inovasi publik selama ini mengikuti skema belanja barang dan jasa pemerintah secara umum, yang dianggap menghambat pengembangan kegiatan riset dan inovasi itu sendiri; karakteristiknya kaku, teknokratis administratif, dan cenderung prosedural.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 31
Pemetaan Kondisi Saat Ini
Adapun pendanaan proyek di Indonesia saat ini berasal dari tiga sumber utama. Sumber pertama adalah DIPA dari Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) dengan beberapa skema program, seperti Insinas. Kemenristek/BRIN dalam hal ini lebih berperan sebagai lembaga perantara (intermediary institution) yang mengelola program riset dan inovasinya untuk dilaksanakan lembaga riset dan inovasi di bawah koordinasinya dengan mekanisme penyaluran melalui beberapa skema kompetisi atau pembentukan konsorsium riset (setidaknya hingga saat ini) sampai terbentuknya format BRIN yang baru. Setiap skema memiliki syarat, ketentuan, dan kebijakan yang diatur dalam peraturan menteri, sementara mekanisme distribusinya bersifat kompetitif melalui seleksi kelayakan proposal.
Sumber kedua adalah Dana Ilmu Pengetahuan Indonesia (DIPI), lembaga pendanaan riset independen di bawah naungan AIPI yang bertujuan meningkatkan ekosistem riset nasional melalui pendanaan riset yang berdaya saing, fleksibel, dan berkelanjutan, dalam upaya meningkatkan kualitas riset fundamental terdepan untuk membangun daya saing Indonesia di kancah dunia. DIPI diluncurkan pada 30 Maret 2016 oleh Menteri Keuangan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga AIPI. Pendirian DIPI didukung Kemenristekdikti (sekarang Kemenristek/BRIN), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Keuangan melalui Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), serta beberapa negara sahabat, seperti Amerika Serikat dan Australia.
Pembentukan DIPI didasari hasil studi yang dilakukan AIPI dan US National Academy of Sciences bahwa mekanisme pendanaan dan administrasi yang mengikuti siklus tahunan APBN menghambat peneliti untuk memberikan kemampuan terbaik (DIPI, 2018). Sebagai lembaga pendanaan riset independen, DIPI dapat menghimpun dana dari sektor non-pemerintah nasional dan internasional serta mengelolanya secara terpisah dari siklus tahunan APBN. Dalam menjalankan misinya, DIPI memberikan hibah riset kepada peneliti Indonesia melalui kompetisi terbuka berbasis sistem kepatutan berstandar internasional yang melibatkan tenaga ahli nasional dan internasional.
Sumber ketiga adalah mekanisme dana abadi penelitian sesuai dengan mandat yang diamanatkan dalam UU Sisnas Iptek. Bahkan, sejak 2019, pemerintah juga telah mengalokasikan dana abadi sebesar Rp 990 miliar11 yang akan digunakan khusus untuk kegiatan riset dan inovasi. Namun, jumlah nominal tersebut bukanlah nilai yang dapat langsung digunakan untuk keperluan kegiatan riset dan inovasi, melainkan hanya nilai investasi yang akan dikelola dengan penempatan pada deposito, surat berharga negara atau instrumen lain. Sedangkan return on investment (ROI) akan menjadi nilai nominal yang dapat digunakan untuk kegiatan riset dan inovasi. Penanaman modal tersebut dikelola minimal satu tahun, sehingga pemanfaatan ROI dari dana abadi tahun berjalan dapat dilakukan pada tahun berikutnya.
Anggaran yang disediakan pemerintah selama ini kurang ideal untuk pendanaan penelitian yang sedang berjalan karena bergantung pada siklus tahunan APBN. Keterbatasan kemampuan yang dimiliki pemerintah di satu sisi, selain terdapat tuntutan kepada pemerintah agar terus meningkatkan besaran pendanaan riset dan inovasi, direspons pemerintah antara lain dengan mengeluarkan skema dana abadi penelitian. Adanya dana abadi penelitian yang dana investasinya akan terus bertambah tanpa harus bergantung pada APBN—karena hanya menggunakan bunga (ROI) untuk mendanai kegiatan riset dan inovasi—diharapkan dapat mengatasi permasalahan tersebut. Dengan melihat kondisi itu, dapat disimpulkan bahwa pada 2019, sebagai sebuah skema baru, dana abadi
11 Dalam APBN Tahun 2020 (tahun kedua), pemerintah mengalokasikan kembali Rp 5 triliun sehingga total uang yang diinvestasikan menjadi Rp 5,99 triliun.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi32
Pemetaan Kondisi Saat Ini
penelitian tersebut belum dapat digunakan untuk kegiatan riset dan inovasi karena masih dalam bentuk investasi.
Persoalan berikutnya adalah belum adanya mekanisme tata kelola dana abadi penelitian. Sebagai sebuah skema baru, saat ini dana abadi penelitian belum memiliki dasar hukum yang kuat untuk dapat dioperasionalkan. Pertama, amanat pengaturan sebenarnya tertuang dalam Pasal 62 UU Sisnas Iptek dan perlu diatur lebih lanjut melalui peraturan presiden (perpres). Namun, hingga saat ini, perpres tersebut nyatanya belum ada. Kedua, pengaturan dana abadi saat ini hanya khusus untuk pendidikan, sebagaimana tertuang dalam Perpres Nomor 12 Tahun 2019 tentang Dana Abadi Pendidikan. Peraturan ini juga menjadi dasar hukum utama bagi LPDP dalam mengelola dana abadi pendidikan. Selama perpres ini masih berlaku, dan tanpa kebijakan lain dari pemerintah, tidak ada satu lembaga pun (termasuk LPDP) yang dapat mengelola dana abadi penelitian karena belum ada regulasi yang mengaturnya. Dengan kata lain, dana abadi penelitian belum memiliki “tempat tinggal”, mekanisme, desain, dan pengaturan untuk dioperasionalkan. Hingga akhir tahun 2020, dana abadi penelitian masih dikelola di bawah Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dan anggarannya sendiri ditempatkan di Rekening Kas Umum Negara.
2.4.3 REGULASI TENTANG TATA KELOLA KELEMBAGAAN RISET DAN INOVASI PUBLIK
Kondisi selanjutnya terkait dengan banyaknya lembaga riset dan inovasi publik yang tersebar, baik berupa lembaga penelitian langsung di bawah presiden (LPNK iptek) maupun unit riset dan inovasi di lingkungan kementerian/lembaga dan perguruan tinggi. Setidaknya ada enam lembaga penelitian yang berada langsung di bawah presiden (empat di antaranya di sektor tertentu) dan hampir setiap kementerian/lembaga memiliki unit litbang. Sampai saat ini, koordinasi program riset dan inovasi hanya terjadi di LPNK iptek, yakni di bawah koordinasi Kemenristek/BRIN.
Namun, hingga saat ini, hal tersebut juga belum berjalan maksimal mengingat Kemenristek/BRIN secara yuridis tidak memiliki kewenangan yang kuat untuk menyinergikan lembaga penelitian di bawah koordinasinya karena kewenangan program riset dan inovasi dan DIPA sepenuhnya masih terdapat di institusi masing-masing. Hal ini menyebabkan program-program tumpang-tindih antar lembaga, bahkan terlihat bersaing, alih-alih berkolaborasi. Fungsi yang dominan melekat di Kemenristek/BRIN praktis hanya mengoordinasi LPNK iptek serta merumuskan dan menetapkan berbagai kebijakan yang terkait dengan riset dan inovasi. Penyempurnaan tata kelola kelembagaan riset dan inovasi merupakan bagian dari sistem iptek nasional yang sedang dalam proses penyusunan peraturan pelaksanaannya.
UU Sisnas Iptek mengamanatkan integrasi penyusunan perencanaan, program, anggaran, serta sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan di Indonesia di bawah naungan Kemenristek/BRIN. Hal ini dilakukan untuk memastikan keberlanjutan kegiatan riset dan inovasi satu arah guna meningkatkan kapasitas riset dan inovasi dalam pembangunan nasional. Namun, makna “integrasi” dalam amanat ini memunculkan beberapa persepsi tentang bagaimana seharusnya mandat itu dilakukan, yang pada akhirnya melahirkan dua pilihan utama tata kelola. Pertama, amanat integrasi diartikan sebagai integrasi kelembagaan. Dalam hal ini, semua (atau mungkin beberapa) lembaga litbang publik akan dilebur ke dalam struktur organisasi Kemenristek/BRIN. Opsi ini paling mungkin dilakukan karena bersumber dari kemauan politik presiden terpilih, Joko Widodo. Meskipun demikian, harus disadari bahwa integrasi struktural membutuhkan proses yang panjang dan komprehensif agar benar-benar dapat terlaksana dengan baik.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 33
Pemetaan Kondisi Saat Ini
Kedua, amanat integrasi tidak diartikan sebagai integrasi kelembagaan, tetapi hanya integrasi program dan pendanaannya. Artinya, lembaga riset dan inovasi publik tetap pada posisinya saat ini, tetapi kewenangan dalam penyusunan program riset dan inovasi dan anggarannya sepenuhnya diambil alih Kemenristek/BRIN. Dengan kata lain, lembaga litbang publik hanya akan bekerja untuk melaksanakan apa yang telah direncanakan Kemenristek/BRIN. Lembaga litbang publik tidak memiliki program riset dan inovasi dan pendanaannya. DIPA mereka sendiri hanya akan digunakan untuk penguatan dan pengembangan sumber daya riset dan inovasi, seperti infrastruktur, kompetensi sumber daya peneliti dan iptek lainnya, serta jejaring dan kemitraan iptek. Beberapa pihak juga menyebut opsi ini sebagai "penguatan koordinasi". Namun, opsi ini memiliki kelemahan utama karena tidak dapat mengintegrasikan unit litbang di bawah kementerian/lembaga, yang kenyataannya justru proporsinya lebih banyak daripada jumlah lembaga penelitian di LPNK iptek, yang disebabkan oleh tidak adanya garis komando antara Kemenristek/BRIN dan unit litbang kementerian. Bagaimanapun, unit litbang tersebut akan bekerja berdasarkan tugas yang diberikan kementeriannya masing-masing.
Dalam hal ini, integrasi ataupun penguatan koordinasi lembaga riset dan inovasi, baik LPNK iptek maupun unit litbang di kementerian teknis di bawah Kemenristek/BRIN, bertujuan memastikan keberlanjutan kegiatan riset dan inovasi satu arah guna meningkatkan kapasitas riset dan inovasi dalam pembangunan nasional.
2.4.4 REGULASI TENTANG MOBILITAS PENELITI ASN KE INDUSTRI
Perekonomian Indonesia saat ini masih mengandalkan ekonomi komoditas sebagai tumpuan ekspor. Fakta tentang industri Indonesia menunjukkan masih rendahnya nilai tambah industri, serta sebagian besar ekspor Indonesia bersumber dari industri dengan intensitas teknologi rendah. Survei Inovasi (2015) menunjukkan bahwa hanya terdapat kurang dari 10% pelaku riset dan inovasi di industri teknologi tinggi dan menengah tinggi serta minim sekali atau kurang dari 10% industri yang berkolaborasi dengan lembaga riset dan inovasi publik. Implikasinya, kemampuan inovasi dan kapasitas riset dan inovasi industri belum terbangun dengan baik, yang berimplikasi pada daya saing industri. Di sisi lain, terdapat ketimpangan kualifikasi peneliti di industri dan lembaga riset dan inovasi publik. Peneliti dengan kualifikasi tinggi (doktor) lebih banyak tersedia di lembaga riset dan inovasi publik dan akademisi, sementara di industri proporsinya masih minim.
Mengacu pada realitas tersebut, diperlukan sebuah terobosan untuk mendorong interaksi dan sinergi lembaga riset dan inovasi publik, baik litbang kementerian, LPNK iptek, maupun perguruan tinggi, dengan industri nasional. Salah satunya melalui mobilitas peneliti aparatur sipil negara (ASN) ke industri. Namun, selama ini, interaksi itu masih semu dan lebih bersifat individual karena terganjal oleh sejumlah peraturan. Kendati Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN mengatur isu mobilitas secara cukup dinamis, namun ketiadaan dan belum tuntasnya pembahasan terkait peraturan pelaksanaannya menjadi ganjalan untuk mewujudkan mobilitas peneliti tersebut. Di sisi lain, sistem informasi kepakaran peneliti belum terbangun dengan baik, kebutuhan peneliti di industri belum terpetakan, strategi atau program mobilitas belum terbangun, dan belum ada pengakuan bagi peneliti yang memberikan asistensi bagi industri. Sementara itu, sejumlah negara ASEAN, seperti Thailand dan Singapura, telah mendorong terbangunnya mobilitas peneliti ke industri dengan tujuan mendorong munculnya inovasi yang bermanfaat bagi daya saing industri di negaranya.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 35
3.1 PERTUMBUHAN INKLUSIF BERBASIS INOVASI
Aktivitas riset dan inovasi (dalam definisi Romer, 1986), yang menunjukkan keputusan kolektif suatu bangsa untuk merealokasikan sumber dayanya demi kepentingan penciptaan pengetahuan, memang bukan satu-satunya faktor penentu penciptaan inovasi yang kondusif dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.
Terinspirasi oleh pendapat ahli ekonomi politik Joseph Schumpeter bahwa pertumbuhan ekonomi disokong oleh invensi dan inovasi, para ahli ekonomi evolusioner mengemukakan bahwa besaran investasi riset dan inovasi perlu juga didukung sistem inovasi yang baik (Mazzucato, 2015). Sistem inovasi didefinisikan sebagai jaringan atau network dari berbagai institusi (baik swasta maupun publik) yang aktivitas dan interaksinya satu sama lain menginisiasi, mengimpor, memodifikasi, dan mendifusikan teknologi-teknologi baru.
Konsep ini melengkapi endogenous growth theory dengan mensyaratkan bahwa bukan hanya stok pengetahuan (melalui investasi riset dan inovasi) yang penting, melainkan bagaimana sirkulasi pengetahuan dan difusinya di semua sektor perekonomian.
Mazzucato (2015) mencontohkan bagaimana Rusia yang pada suatu masa pengeluaran riset dan inovasinya lebih besar daripada Jepang, tetapi tidak sebaik Jepang dalam inovasi yang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Ini karena Jepang lebih berhasil mendorong sirkulasi dan difusi pengetahuannya ke sektor-sektor ekonomi yang lebih luas. Pentingnya sistem inovasi mensyaratkan sinergi dari semua aktor sistem inovasi, terutama sinergi dan keseimbangan peran antara sektor publik dan sektor swasta.
Selain pentingnya sistem inovasi, penting juga memastikan bahwa pertumbuhan berbasis inovasi bersifat inklusif. Untuk membahas hal ini, kita perlu mendiskusikan keterkaitan distribusi pendapatan atau ketimpangan dengan perubahan teknologi. Jika pemerataan berdampak positif terhadap inovasi dan akhirnya perubahan teknologi, pemerataan akan bersifat growth-enhancing (memperkuat pertumbuhan) dan ketimpangan akan bersifat growth-inhibiting (menurunkan pertumbuhan).
Rupanya, banyak teori yang mengemukakan pandangan yang berbeda dengan Kaldor dan Kuznets tentang dampak ketimpangan terhadap pertumbuhan. Bahkan, di buku teks ekonomi terpopuler yang ditulis Michael Todaro dan Stephen Smith (2011), disebutkan setidaknya ada dua argumen mengapa ketimpangan, terutama di negara berkembang, tidak sehat untuk pertumbuhan ekonomi. Pertama, dalam perekonomian dengan ketimpangan tinggi, proporsi orang yang tidak punya akses terhadap pinjaman cenderung lebih besar. Jika proporsi mereka yang memiliki credit constraint tersebut cukup
PRINSIP-PRINSIP YANG DIUSUNG3
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi36
Prinsip-Prinsip yang Diusung
besar, akan makin banyak yang tidak bisa membuka usaha serta tidak sanggup menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang yang tinggi. Akhirnya, secara nasional, pembentukan modal manusia (human capital) menjadi terhambat. Padahal, human capital adalah elemen terpenting dari new growth theory yang dikemukakan Robert Lucas. Inovasi akan terhambat dan perubahan teknologi menjadi terbatas. Padahal, berdasarkan teori pertumbuhan baru, hanya perubahan teknologi yang mampu mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan.
Alasan kedua menurut Todaro dan Smith (2011) lebih bersifat institusional. Ketimpangan tinggi cenderung dibarengi dengan rusaknya stabilitas dan solidaritas sosial. Ketimpangan tinggi menambah kekuatan elite politik serta menyuburkan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kekuatan elite politik ini umumnya digunakan buat memfasilitasi aktivitas perburuan rente yang merusak insentif untuk berinovasi. Kembali pertumbuhan ekonomi akan terhambat.
Selain kedua argumen tersebut, masih ada beberapa argumen yang intinya searah dengan temuan-temuan empiris baru tentang dampak ketimpangan terhadap pertumbuhan ekonomi. Di antaranya, di negara yang timpang, rakyatnya cenderung akan menuntut redistribusi pendapatan, dan redistribusi pendapatan mengurangi produktivitas. Argumen lain terkait dengan stabilitas sosial-politik yang bisa berdampak pada stabilitas ekonomi makro.
Dari berbagai teori di atas, yang paling relevan dalam konteks Indonesia adalah yang terkait dengan terhambatnya pengembangan modal manusia, yang aspeknya bisa diperluas tidak hanya ke pendidikan, tetapi juga ke malnutrisi, di mana Indonesia mengalami masalah besar. Padahal, pendapatan per kapita Indonesia relatif lumayan dibandingkan dengan negara seperti Kamboja, yang ternyata mempunyai masalah malnutrisi yang tidak sebesar kita. Ini jelas tanda-tanda bahwa ketimpangan di Indonesia sudah demikian parah dan menghambat perkembangan kognitif anak-anak dan selanjutnya perkembangan modal manusia.
Gambar berikut ini mencoba merangkum hal tersebut. Target yang hendak dicapai tentu adalah pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Bukti-bukti empiris di berbagai negara, terutama negara-negara yang sekarang masuk kategori negara maju, menunjukkan bahwa produktivitas (misalnya yang diukur dengan total factor productivity) menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi.
GAMBAR 12. KEADILAN, INOVASI, DAN PERTUMBUHAN
Sumber: Adaptasi tim
PertumbuhanEkonomi Tinggi
Keadilan/ Pemerataan
ProduktivitasNEGARA
Facilitation/Right Institutions
Pemerataan Kesempatan
Pembangunan Manusia
TalentPool
R&D Sectors
Kesehatan
Pendidikan
Universitas
Prakondisi
SoftwareHardware
Wetware
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 37
Prinsip-Prinsip yang Diusung
Teori-teori pertumbuhan baru juga mendukung argumentasi bahwa peningkatan produktivitas melalui perubahan teknologi (technical change) yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara permanen. Peningkatan produktivitas ini tentu terjadi karena adanya inovasi.
Inovasi dipengaruhi dua hal. Yang pertama tentu lingkungan pendukung inovasi, yang perlu dibangun negara, juga tanpa mengecualikan peran negara untuk melakukan atau mensponsori riset atau agensi-agensi riset tertentu (Mazzucato, 2015). Teori pertumbuhan ekonomi baru (new growth theory) menyatakan bahwa sumber daya harus lebih banyak dialokasikan untuk riset dan ini memerlukan sistem insentif yang baik karena sering manfaat riset terasa di jangka panjang. Dengan demikian, negara perlu berperan dalam membuat lingkungan pendukung yang kondusif untuk inovasi.
Di sinilah literatur yang membahas the deep determinants of growth (institutions, openness, and geography) menjadi penting untuk ditelusuri, terutama yang terkait dengan penciptaan institusi yang sehat untuk inovasi.
Faktor penting dalam peningkatan inovasi tentu adalah manusia berkualitas yang terangkum dalam apa yang disebut modal manusia atau human capital. Modal manusia yang terakumulasi tinggi menciptakan inovasi yang lebih baik. Pembentukan modal manusia tentu melalui pendidikan (dan pelatihan) serta peningkatan kesehatan, terutama yang terkait dengan pembentukan kemampuan kognitif dan inteligensi. Di sini, misalnya, peran nutrisi sejak balita bahkan sejak dalam kandungan menjadi penting. Akses terhadap pendidikan dan kesehatan inilah yang harus dipastikan merata melalui pemerataan kesempatan. Dengan pemerataan kesempatan inilah akan tercapai pemerataan akumulasi modal manusia. Inovasi akan lebih banyak terjadi jika modal manusia terdistribusi lebih merata.
Keadilan sendiri dicapai tidak harus melalui pemerataan pendapatan, tetapi lewat pemerataan kesempatan, yang dalam hal ini kesempatan dalam meningkatkan kualitas individu sebagai human capital. Di sinilah negara harus menjamin dengan sesungguhnya pendidikan anak-anak dari kelompok tidak beruntung. Demikian pula kesehatan dan asupan gizi, agar perkembangan kognitif mereka tidak terganggu. Dalam hal inilah keadilan diwujudkan.
Paradigma yang terangkum dalam Gambar 12 jelas sekali tidak menempatkan keadilan setelah pertumbuhan karena justru keadilanlah yang menjadi prasyarat pertumbuhan yang tinggi. Bukan pertumbuhan yang berkeadilan, bukan pertumbuhan dengan pemerataan, melainkan keadilan untuk pertumbuhan.
Konsep penempatan keadilan di atas pertumbuhan mulai banyak dikemukakan ekonom belakangan ini, terutama terinspirasi oleh meningkatnya ketimpangan di negara-negara maju, termasuk Amerika Serikat. Heather Boushey, Direktur Washington Center for Equitable Growth, dalam bukunya, Unbound: How Inequality Constricts Our Economy and What We Can Do about It, berdasarkan literatur-literatur terkini, menyimpulkan bahwa mengatasi ketimpangan justru adalah prasyarat tercapainya pertumbuhan ekonomi yang konsisten melalui peningkatan inovasi.
Tingkatan atau status sosial seorang anak akan menentukan future economic outcome. Persisnya, ini akan memblok proses pembentukan productivity gains dan pada akhirnya pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Setidaknya mekanisme tersebut terjadi melalui penghadangan (obstruction) potensi inovator (lihat Boks 2); penghadangan di pasar entrepreneurship; penghadangan di tempat kerja; penghadangan di tempat-tempat tertentu.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi38
Prinsip-Prinsip yang Diusung
BOKS 2. PARA EINSTEIN YANG HILANG
Dalam artikel berjudul “Who Becomes an Inventor in America? The Importance of Exposure to Innovation” yang terbit di Quarterly Journal of Economics, Alex Bell, Raj Chetty, Xavier Jaravel, Neviana Petkova, dan John Van Reenen menganalisis data 1,2 juta penemu (inventor) dari catatan paten yang terkoneksi dengan data pajak. Ini memungkinkan para penulis mengklasifikasi 1,2 juta penemu itu dengan kondisi sosial-ekonominya saat usia sekolah. Hasil studinya cukup mengejutkan.
GAMBAR 13. INVENTOR PER 1.000 BERDASARKAN SKOR TES MATEMATIKA DAN KELOMPOK EKONOMI
Sumber: Bell dkk. (2019, Gambar IV)
Seperti terlihat pada Gambar 13 di atas, tampak bahwa di antara anak-anak yang kemampuannya sama (misalnya hasil ujian matematikanya sama), kemungkinan seorang anak menjadi inventor akan jauh lebih tinggi kalau dia berasal dari keluarga yang penghasilan orang tuanya tinggi. Ini menunjukkan bahwa ketimpangan ternyata bisa sangat mahal dampaknya dan jelas akan mengurangi pertumbuhan ekonomi. Lebih jauh, Bell dkk. (2019) menyimpulkan, “If women, minorities, and children from low-income families were to invent at the same rate as white men from high-income families, there would be four times as many inventors in the United States as there are today.”
8
6
4
2
0
-2 -1 0 1 2
90th Percentile
Inve
ntor
s pe
r Tho
usan
d
3rd Grade Math Test Score (Standardized)
Parents Income Below 80th Percentile Parents Income Above 80th Percentile
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 39
Prinsip-Prinsip yang Diusung
3.2 KEBIJAKAN PUBLIK BERBASIS BUKTI
Upaya meningkatkan penggunaan bukti dan data dalam perumusan kebijakan sudah makin meningkat dalam beberapa tahun terakhir (KSI, 2018). Setidaknya beberapa studi mengenai pembuatan kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy making) di Indonesia menyimpulkan bahwa jalan bagi pembuatan kebijakan yang berkualitas makin terlihat (ODI, 2011; KSI, 2018; KSI, 2016).
BOKS 3. PRINSIP DALAM MEMBUDAYAKAN KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI
Prinsip yang perlu digarisbawahi dalam upaya membudayakan kebijakan berbasis bukti adalah sebagai berikut.
• Penggunaan data untuk tujuan bersama;• Pentingnya harmonisasi data;• Kemudahan akses data, baik bagi pemerintah maupun publik;• Governance yang baik adalah yang bersifat impersonal. Tidak ada ruang bagi prinsip patron-
klien dalam pengambilan keputusan;• Kecepatan pembuatan kebijakan akan berbanding lurus dengan kualitas data—jika data
tersebut memang bisa diakses secara terbuka;• Dokumen-dokumen publik yang menjadi landasan kebijakan harus berdasarkan data yang
terbuka untuk publik, contohnya naskah akademik;• Kualitas kebijakan akan meningkat jika infrastruktur informasi yang dibangun pemerintah
memang digunakan, contohnya open data, one data;• Pengetahuan akan tercipta jika pengetahuan yang sudah ada digunakan.
Dalam sebuah studi yang dilakukan Knowledge Sector Initiative (KSI) mengenai jurnal kebijakan, terungkap bahwa sebagian besar akademisi merasa bahwa pembuat kebijakan akan merujuk pada jurnal Prisma sebagai sumber data. Ketika dikonfirmasi dengan kalangan pembuat kebijakan di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), terbukti bahwa Prisma memang salah satu referensi yang dipercaya kalangan birokrat (Rakhmani, Siregar, dan Halim, 2017). Referensi seperti Bulletin of Indonesian Economic Studies (BIES) juga merupakan sumber yang dipercaya. Hal ini setidaknya menunjukkan bahwa data yang akurat dan sahih tetap menjadi pijakan penting bagi pemerintah untuk mengambil arah keputusan.
Studi Overseas Development Institute (ODI) pada 2011 juga menunjukkan bahwa birokrasi makin membuka diri terhadap data dan pengetahuan untuk meningkatkan kualitas kebijakan. Temuan pentingnya adalah kemauan untuk menggunakan data dan bukti dalam pembuatan kebijakan juga didorong kepentingan mengambil manfaat jangka pendek yang dapat berbentuk (1) insentif ekonomi, (2) reputasi lembaga dan pribadi, serta (3) peningkatan legitimasi argumentasi (ODI, 2011).
Hanya, jarang ada pembahasan mengenai keengganan menggunakan data. Sebab, penggunaan data dan informasi tidak bisa sepenuhnya lepas dari motivasi normatif. Pembuat kebijakan juga memiliki beberapa pertimbangan tertentu dalam menggunakan data, pada saat sebuah kebijakan seharusnya menguntungkan publik.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi40
Prinsip-Prinsip yang Diusung
Untuk mengurai letak hambatan dan pendorong kebijakan yang berbasis bukti, bagian berikut ini akan memaparkannya secara sekilas.
FAKTOR PENGHAMBAT
• Minimnya dorongan struktural: keengganan menggunakan data dan bukti;• Transparansi yang belum menyeluruh;• Faktor ekonomi-politik: birokrasi yang belum cukup transparan sehingga mudah dimanfaatkan
kepentingan yang tidak sejalan dengan agenda pembangunan;• Keterbatasan waktu.
FAKTOR PENDORONG
Diperlukan terobosan dan perubahan pola pikir untuk bisa mengatasi poin-poin penghambat di atas. Kabar baiknya, berbagai inisiatif serta kebijakan telah didorong pemerintah untuk memanfaatkan data yang lebih berkualitas demi pembuatan kebijakan yang lebih baik. Perkembangan tersebut perlu dimaksimalkan. Keberadaan kerangka regulasi serta infrastruktur informasi yang sudah makin memadai menjadi pendorong utama:
• Regulasi pendorong: Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik;• Open data/open government;• Memperbanyak riset ataupun program pemerintah yang bersifat lintas sektor, sehingga
memaksa penggunaan data sebagai acuan bersama;• SDM profesional yang bekerja berdasarkan informasi berkualitas dan norma keterbukaan.
Yang perlu dilakukan sekarang adalah menjadikan kebijakan yang dibuat berlandaskan bukti sebagai norma dalam kerangka besar governance. Hal ini, meski sudah didorong berbagai inisiatif, belum sepenuhnya diterapkan kementerian/lembaga.
CERITA SUKSES
Ada dua contoh yang dapat dijadikan pembelajaran mengenai pentingnya pengetahuan untuk pembuatan kebijakan: Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Sebagai sebuah upaya, keberadaan BKF dan TNP2K sebagai contoh tentu tidak sempurna. Namun, setidaknya dari keduanya dapat dipetik tiga pembelajaran:
• Adanya sebuah tujuan bersama dapat membangun sinergi lintas sektor;• Untuk mencapai sasaran yang besar, data berkualitas mutlak diperlukan;• Keberadaan unit penunjang hanya akan efektif jika disesuaikan dengan kebutuhan internal.
1. TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN
Salah satu lembaga atau unit kerja pemerintah yang mandatnya menghasilkan data demi kebijakan yang berkualitas adalah Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Unit ini bekerja secara lintas sektor dan lintas kementerian/lembaga dengan sebuah tujuan yang sifatnya nasional, yaitu perbaikan upaya bersama dalam mengurangi angka kemiskinan. Rangkaian upaya tersebut didasari keinginan untuk, pertama-tama, memiliki basis data yang lebih akurat mengenai berbagai sebab ataupun upaya mengurangi kemiskinan.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 41
Prinsip-Prinsip yang Diusung
Keberadaan TNP2K tidak berarti bahwa semua tujuan pembangunan harus dijawab dengan pendirian sebuah unit kerja atau lembaga khusus. Namun, jika untuk sebuah sasaran tertentu diperlukan kerja sama jangka panjang yang bersifat lintas sektor, unit penyelaras seperti TNP2K bisa dipertimbangkan. Cara lain untuk mendorong kerja sama lintas sektor adalah pendanaan program (atau riset) yang sifatnya lintas pemangku kepentingan, sehingga memaksa adanya sinergi antar-kementerian/lembaga.
2. BADAN KEBIJAKAN FISKAL
Badan Kebijakan Fiskal (BKF) adalah unit setingkat eselon 1 di bawah Kementerian Keuangan. Unit ini lahir setelah melewati berbagai rangkaian perubahan internal, sampai akhirnya pada 2006 mengalami transformasi terakhir dari Badan Pengkajian Ekonomi, Keuangan, dan Kerja Sama Internasional (Bapekki) menjadi BKF. Tugas utamanya adalah menjadi unit perumus rekomendasi kebijakan dengan basis analisis dan kajian.
BKF layak dijadikan contoh karena, sebagai unit penunjang berbasis riset yang difungsikan Kementerian Keuangan, keberadaannya efektif dalam perumusan policy yang dikeluarkan Kementerian Keuangan. Di luar itu, para analis BKF melakukan riset yang juga dikonsultasikan dengan publik. Contohnya, BKF rutin terlibat dalam berbagai diskusi Forum Kajian Pembangunan yang bersifat ilmiah tetapi juga problem solving. Singkat kata, BKF dapat dijadikan contoh badan litbang internal kementerian yang efektif.
3.3 ISU LINTAS KOMPONEN
Berbagai studi mengungkapkan bagaimana pembuatan kebijakan berbasis bukti masih terhambat oleh persoalan-persoalan struktural yang menjangkiti lembaga penghasil pengetahuan (Guggenheim, 2012; Nugroho dkk., 2016). Persoalan ini mencakup infrastruktur riset yang belum memadai. Dalam proses produksi pengetahuan, permasalahan struktural dapat dilihat pada jalur dan jenjang karier profesional periset yang belum jelas serta lemahnya sistem insentif berbasis merit pada lembaga-lembaga perguruan tinggi dan litbang (Rakhmani dan Siregar, 2016). Konsekuensi dari persoalan struktural ini mengakibatkan minimnya produk pengetahuan yang berkualitas dan tepat sasaran.
Pada sisi pemanfaatan produk pengetahuan, karena reformasi birokrasi lembaga pemerintah belum diterapkan secara merata antar-kementerian, para konsultan dan peneliti profesional dari sektor swasta lebih tanggap menjawab kebutuhan para pembuat kebijakan (Rakhmani dan Sakhiyya, 2020). Konsekuensi dari praktik ini adalah adanya diskoneksi antara periset di lembaga penghasil pengetahuan yang didanai APBN dan para pembuat kebijakan di pemerintahan. Berbagai diskoneksi ini mempersulit gerak gesit sektor pengetahuan untuk mengatasi ketimpangan sebagai tantangan utama pembangunan (RPJMN Bappenas 2020-2024).
Sementara permasalahan struktural yang menghambat efektivitas produksi sektor pengetahuan belum tuntas, pemerintah Indonesia dituntut melakukan pemulihan kesehatan dan ekonomi pasca-COVID-19. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 mengenai Program Pemulihan Ekonomi Nasional adalah salah satu rangkaian upaya pemerintah untuk mengurangi dampak COVID-19 yang erat kaitannya dengan sektor pemerintahan. Menteri Riset dan Teknologi/BRIN menekankan bahwa inovasi dalam kecerdasan buatan untuk mengarusutamakan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui digitalisasi dapat mengurangi beban impor pada neraca perdagangan Indonesia
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi42
Prinsip-Prinsip yang Diusung
(Katadata, 2020). Berkenaan dengan itu, prioritas belanja diberikan kepada produk dalam negeri, khususnya sektor informal dan UMKM, sebagai bagian dari Program Pemulihan Ekonomi Nasional. Meningkatkan produksi dan konsumsi domestik adalah strategi utama pemerintah untuk memulihkan perekonomian pasca-COVID-19.
Pada saat yang sama, konsumsi produk ini diwarnai isu ketimpangan yang belum dapat diatasi. Konsumen yang diharapkan pemerintah membeli produk domestik adalah 70 juta warga kelas menengah Indonesia (Bank Dunia, 2016), dengan pola konsumsi yang terlihat pada tren peningkatan impor barang dan jasa (Katadata, 2020). Mereka adalah kalangan terdidik yang menikmati pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan lebih efektif ketimbang mereka yang berpendidikan rendah, yang kesulitan mencari kontrak kerja yang stabil dan terperangkap dalam pekerjaan dengan gaji rendah (Tjoe, 2018). Maka, tren yang selama puluhan tahun terbangun adalah jurang kesenjangan pendapatan yang terus melebar dan preferensi yang mengarah pada konsumsi barang impor.
Karena itu, meskipun agenda kebijakan pemerintah untuk memulihkan ekonomi dengan komersialisasi inovasi berbasis sains dan iptek itu penting, memastikan koneksi antara produsen, produk, dan konsumen—baik pada sektor pengetahuan dan inovasi maupun marketplace digital—adalah isu mendasar. Proses penciptaan koneksi ini melalui ekosistem pengetahuan dan inovasi juga harus memperhatikan pencapaian pembangunan yang mengatasi ketimpangan kekayaan. Siapa saja kelompok sosial yang paling terkena dampak kejutan kesehatan dan ekonomi? Bagaimana kejutan kesehatan dan ekonomi berdampak pada kelompok-kelompok yang bahkan tidak memiliki akses ke pasar? Bagaimana Bappenas dapat memastikan bahwa pemulihan ekonomi juga bersifat inklusif sebagaimana dicita-citakan dalam RPJMN 2020-2024 dan diukur dalam Indeks Pembangunan Manusia?
Berdasarkan literatur, diketahui adanya dua jenis ketimpangan yang bersifat mendasar, berdampak, serta perlu diatasi melalui ekosistem pengetahuan dan inovasi: ketimpangan regional dan sosial. Ketimpangan regional adalah kesenjangan akses terhadap pendanaan dan pasar riset serta akses pengembangan kapasitas (capacity building) periset, yang lebih tersedia di kota-kota industrial dan urban di Pulau Jawa. Kesenjangan ini turut menghambat upaya pemerataan yang dilakukan pemerintah, melalui Kemenristek, melalui pendanaan riset desentralisasi di perguruan tinggi.
Sementara itu, ketimpangan sosial dapat dilihat pada isu perempuan, orang dengan disabilitas, masyarakat adat, dan masyarakat rural—baik pada ekosistem pengetahuan dan inovasi maupun kelompok marginal dan minoritas sebagai subjek riset. Ketimpangan gender, misalnya, pada sektor pengetahuan dan inovasi dapat dilihat dari sedikitnya jumlah perempuan yang menempati posisi strategis tingkat tinggi untuk pengambilan keputusan dalam organisasi produsen riset. Konsekuensi dari hal ini adalah sulitnya mengarusutamakan pendekatan yang berpihak pada perempuan, juga kelompok marginal dan minoritas lainnya, dalam pengambilan kebijakan alokasi pendanaan dan pengembangan kapasitas riset yang sensitif terhadap mereka yang terpinggirkan secara struktural. Maka, isu kelompok marginal tidak masuk prioritas riset nasional, meskipun telah dinyatakan dalam RPJMN 2020-2024.
Untuk mengatasi permasalahan ketimpangan regional dan sosial, diperlukan upaya desentralisasi pelaksanaan riset dan pemanfaatannya pada tingkat lokal, dengan prioritas pada isu lintas komponen. Salah satu praktik baik yang dapat menjadi acuan adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yang diimplementasi pada 1998–2014. Pendekatan yang digunakan PNPM adalah penerapan inisiatif tata kelola partisipatif untuk mengatasi ketimpangan gender melalui pemberdayaan perempuan. PNPM mencakup isu lintas komponen gender, kemiskinan, rural di
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 43
Prinsip-Prinsip yang Diusung
antara para aktor perempuan (Syukri, 2019), serta aspek kesehatan dan gizi (puskesmas), tata kelola desa (musrenbang), dan pendidikan usia dini (posyandu), yang dipandu dinas di bawah naungan Kementerian Dalam Negeri dengan koordinasi bersama Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas (Bank Dunia, 2015).
PNPM adalah upaya yang, berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa, berusaha memitigasi pengaruh neoliberal terhadap masyarakat rural, dengan perhatian utama pada perempuan dan masyarakat miskin. Pendekatan riset yang digunakan secara luas pada PNPM menekankan pendekatan partisipatori: definisi miskin yang digunakan pada tiap desa akan ditentukan para informan yang pemilihannya juga memperhatikan aspek gender dan kemiskinan (Bank Dunia, 2015). Metode pengumpulan data sejalan dengan agenda ini. Para perempuan aktor di tingkat desa diminta duduk bersama menggambar pola residensial di desa mereka atau yang sering disebut sebagai pemetaan sosial. Pada pemetaan sosial tersebut, para perempuan desa menggunakan alat bantu (misalnya stiker) untuk mengungkap tiap rumah memiliki peralatan dan perlengkapan rumah tangga apa saja, apakah memiliki anak usia dini, apakah ada penghuni selain yang disebut dalam kartu keluarga, apakah secara reguler meminjam uang, dan item lintas komponen lain yang—setelah diolah—menghasilkan definisi miskin yang sesuai dengan konteks desa masing-masing.
Pendekatan lintas komponen adalah pendekatan paradigmatik yang berpihak pada kelompok marginal dan minoritas serta memberi mereka suara untuk menentukan cara-cara mengelola desa yang berkelanjutan. Cara serupa diterapkan pada Sumba Iconic Island dengan isu utama energi terbarukan (Hivos, 2016). Sumba Iconic Island berupaya menjadikan pulau tersebut secara penuh menggunakan energi terbarukan, dengan perempuan pengusaha sebagai aktor penggerak utama. Dengan panggilan “Mama”, para perempuan aktivis lokal mendorong perempuan berpindah dari gas ke biogas yang dihasilkan dari usaha peternakan di pulau yang sama (IESR, 2017). Program ini juga menerapkan penggunaan energi solar untuk elektrifikasi serta filter air rumahan untuk penyediaan air berkelanjutan (Kopernik, 2014). Elektrifikasi dengan energi terbarukan mengampu para perempuan untuk terus berkarya (menganyam) pada malam hari, yang meningkatkan produksi barang untuk mereka jual ke pasar (Kopernik, 2014).
Dua kasus praktik baik ini menunjukkan bahwa inisiatif partisipatori lintas komponen di tingkat lokal mengatasi ketimpangan regional dan sosial dengan pendampingan riset, bukan kebijakan top-down yang memiliki risiko meleset yang tinggi. Proses pendampingan riset ini dilakukan periset profesional yang direkrut dari berbagai negara, dan dalam beberapa kasus juga melibatkan akademisi baik di tingkat nasional maupun lokal. Kolaborasi riset internasional, nasional, dan lokal dapat menjadi strategi membuka akses regional serta mengembangkan kapasitas nasional dan lokal—yang juga sejalan dengan aspirasi internasionalisasi pendidikan tinggi di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 45
4.1 MENJAWAB TANTANGAN MENUJU INDONESIA 2045 MELALUI PENGETAHUAN DAN INOVASI
Dengan menggunakan pendekatan berbasis misi (mission-oriented), bagian ini menjabarkan secara detail tantangan-tantangan utama pembangunan demi mencapai Visi Indonesia 2045, sekaligus menyajikan langkah-langkah penanganan tantangan-tantangan tersebut melalui pengetahuan dan inovasi.
4.1.1 TANTANGAN-TANTANGAN UTAMA PEMBANGUNAN INDONESIA
RENDAHNYA MOBILITAS SOSIAL
Selama dekade 2000-an, Indonesia mengalami kenaikan ketimpangan tercepat di dunia (lihat Tabel 4). Data ketimpangan yang sudah disesuaikan agar bisa diperbandingkan antarnegara menunjukkan bahwa Indonesia pada 2018, dengan indeks Gini sebesar 46,9, masuk kelompok negara paling timpang sedunia.12
12 Solt, Frederick. "Measuring income inequality across countries and over time: the standardized world income inequality database." Social Science Quarterly 101.3 (2020): 1183-1199.
CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN & INOVASI DI INDONESIA
Rendahnya mobilitas sosial
Ketahanan pangan Kutukan sumber daya alam
Ketahanan energi Ekonomi berbasis perburuan rente
Pesatnya laju urbanisasi
Terhentinya industrialisasi dan
tertiarisasi
Perubahan iklim
4
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi46
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
Ketimpangan yang tinggi dan persisten umumnya terjadi karena mobilitas sosial yang rendah, yang terwakili oleh rendahnya pemerataan kesempatan. Sebuah studi terbaru13 menunjukkan, sewaktu dewasa, kelompok warga yang lahir di keluarga miskin mempunyai penghasilan 85-90% lebih rendah daripada mereka yang lahir di keluarga tidak miskin.
Tingginya ketimpangan dan rendahnya mobilitas sosial—perubahan status sosial-ekonomi ke arah yang lebih baik—berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi. Sementara inovasi adalah penyumbang utama pertumbuhan ekonomi, akumulasi modal manusia (human capital) menjadi sentral dalam proses pertumbuhan. Inovasi tentu berbanding terbalik dengan ketimpangan dalam akumulasi sumber daya manusia (SDM). Makin merata akumulasi SDM, makin banyak potensi inovasi. Sebaliknya, makin timpang akumulasi SDM, makin sedikit potensi inovasi. Dalam literatur empiris tentang pertumbuhan ekonomi, proses kemajuan teknologi dipengaruhi size effect. Makin tersebar potensi-potensi inovasi, makin cepat kemajuan teknologi.14
TABEL 5. PERBANDINGAN PERUBAHAN KETIMPANGAN PENDAPATAN BERDASARKAN INDEKS GINI
No Negara Awal Akhir Periode % Perubahan Perubahan
1 Indonesia 33,0 39,5 2002 2013 19,6 6,5
2 Serbia 32,0 38,3 2002 2015 19,7 6,3
3 Rwanda 45,1 50,4 2000 2013 11,8 5,3
4 United States 36,9 42,2 2002 2014 14,3 5,3
5 Cameroon 42,1 46,5 2001 2014 10,4 4,4
6 Austria 24,0 27,3 2001 2015 13,6 3,3
7 Djibouti 40,9 44,1 2002 2013 7,9 3,2
8 Spain 31,2 34,3 2002 2015 10,0 3,1
9 Luxembourg 26,5 29,2 2001 2015 10,2 2,7
10 Slovenia 22,1 24,6 2002 2015 11,6 2,6
11 Macedonia 33,7 36,1 2002 2014 7,0 2,4
12 Dominican Rp 52,0 54,4 2002 2013 4,5 2,4
13 Belarus 24,6 26,9 2002 2014 9,3 2,3
14 France 27,3 29,5 2002 2015 7,9 2,2
15 Romania 33,7 35,7 2002 2015 5,7 1,9
16 Bulgaria 34,1 35,9 2002 2015 5,4 1,8
17 New Zealand 33,9 35,7 2001 2014 5,2 1,8
18 Greece 33,0 34,4 2001 2015 4,1 1,4
19 Costa Rica 48,7 49,9 2002 2014 2,5 1,2
20 Latvia 34,3 35,4 2002 2015 3,3 1,1
Sumber: World Income Inequality Database (WIID)
13 Rizky, M., Suryadarma, D., & Suryahadi, A. (2019). Effect of Growing Up Poor on Labor Market Outcomes: Evidence from Indonesia. ADBI Working papers.14 Yusuf, Arief Anshory. Keadilan untuk Pertumbuhan. Unpad Press, 2018.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 47
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
Sudah banyak studi empiris ekonomi baru yang mendukung pentingnya mobilitas sosial dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Salah satunya studi yang dilakukan Bell, Chetty, Jaravel, Petkova, dan Van Reenen (2018)15 dengan menggunakan data jutaan paten di Amerika Serikat. Studi ini menemukan, jika anak-anak dari status sosial-ekonomi rendah mendapat kesempatan yang sama, Amerika Serikat akan mempunyai jauh lebih banyak inovator dan akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Karena itu, agenda atau misi yang perlu dilakukan untuk meningkatkan mobilitas sosial ini adalah meningkatkan pemerataan kesempatan dalam meningkatkan kualitas human capital, terutama generasi muda Indonesia.
PESATNYA LAJU URBANISASI
Pada 2035, hampir 70% penduduk Indonesia akan tinggal di perkotaan. Dua pertiga orang Indonesia dan tiga perempat penduduk di Jawa akan tinggal di perkotaan (lihat Gambar 14). Proses ini diperparah dua pendorong: migrasi orang dari perdesaan ke perkotaan untuk mendapatkan pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik serta transformasi wilayah dari perdesaan ke perkotaan.
GAMBAR 14. PROYEKSI URBANISASI
Sumber: Bappenas
Tantangan yang selama ini muncul adalah pesatnya urbanisasi berjalan seiring dengan peningkatan ketimpangan, karena data menunjukkan ketimpangan di perkotaan jauh lebih tinggi daripada di pedesaan. Kemiskinan di perkotaan juga menurun jauh lebih lambat daripada penurunan kemiskinan di pedesaan. Sumber-sumber permasalahan baru sebagai dampak dari urbanisasi tanpa antisipasi yang akan muncul antara lain kualitas hidup yang lebih rendah (kawasan kumuh kota), kemiskinan perkotaan, peningkatan polusi serta berkurangnya kualitas lingkungan hidup, kemacetan, dan sebagainya.
Dari sudut pandang ekonomi permasalahan dari urbanisasi terkait juga dengan ketidakmampuan perkotaan untuk menciptakan lapangan kerja layak yang mencukupi sesuai dengan pertumbuhan penduduk dan, pada saat yang sama, terbatasnya pengembangan aktivitas ekonomi yang mampu memberikan lapangan kerja dan tingkat penghidupan layak di perdesaan.
15 Bell, A., Chetty, R., Jaravel, X., Petkova, N., & Van Reenen, J. (2019). Who becomes an inventor in America? The importance of exposure to innovation. The Quarterly Journal of Economics, 134(2), 647-713.
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
49,8
58,553,3
62,856,7
66,860,0
70,563,4
74,166,6
77,6
2010 2015 2020 2025 2030 2035
Indonesia Java
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi48
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
TERHENTINYA INDUSTRIALISASI DAN TERSIARISASI
Selama 2000-an, pertumbuhan ekonomi sektor manufaktur tidak dapat menyamai pertumbuhan jangka panjang yang dialami antara 1970-an dan pertengahan 1990-an. Setelah mencapai puncak sebesar 28,4% pada 2001, pangsa nilai tambah dari sektor manufaktur turun menjadi 19,7% pada 2019. Pangsa pekerjaan manufaktur turun dari 13,1% pada 1997 dan meningkat sedikit menjadi 14,9% hingga 2019, dengan fluktuasi tahunan yang kecil. Dengan kata lain, Indonesia mengalami “industrialisasi yang terhenti'.16
Pasca-Asian financial crisis, pangsa nilai tambah jasa Indonesia meningkat pesat dari 34,8% pada 2000 menjadi 44,2% pada 2019. Ini berjalan beriringan dengan pesatnya urbanisasi. Sektor transportasi, pergudangan, dan komunikasi (sektor nonbisnis) tumbuh sangat pesat. Pertumbuhan pesat terkait dengan reformasi di sektor telekomunikasi, yang menarik investasi besar, juga terkait dengan meningkatnya penetrasi telepon seluler dan internet di Indonesia. Jasa perdagangan juga mencatat pertumbuhan yang kuat. Transformasi struktural yang didorong jasa seiring pula dengan pertumbuhan ekonomi yang didorong konsumsi di Indonesia. Selama periode ini, kelas menengah yang tinggal di daerah perkotaan meningkat dan daya beli mereka juga meningkat.
GAMBAR 15. DEKOMPOSISI PERTUMBUHAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA17
Catatan: Di dalam sektor adalah peningkatan produktivitas tenaga kerja di dalam sektor itu sendiri. Antar sektor adalah peningkatan produktivitas karena perpindahan tenaga kerja ke sektor lain yang lebih produktif.
Bergantinya mesin utama transformasi struktural (dari manufaktur ke jasa) ini berdampak cukup serius pada produktivitas ekonomi Indonesia. Pertumbuhan produktivitas tenaga kerja menurun dari 4,5% per tahun selama 1985–1996 menjadi 3,1% per tahun selama 1999–2012 (Gambar 15). Selain itu, porsi kontribusi transformasi struktural terhadap pertumbuhan produktivitas tenaga kerja menyusut dari 39,2% menjadi 29,8%.
Singkatnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia telah kehilangan dinamikanya dibandingkan dengan masa lalu karena sektor manufaktur berhenti memainkan peran sentral dalam transformasi struktural. Sejak akhir 1990-an, jasa mendorong transformasi struktural Indonesia. Akan tetapi, kapasitas subsektor jasa yang banyak menghasilkan lapangan kerja lemah untuk mendorong pertumbuhan produktivitas. Jika tren ini berlanjut, akan sulit bagi Indonesia untuk mengikuti jejak negara-negara ekonomi terkemuka di Asia.
16 Kim, K., Mungsunti, A., Sumner, A., & Yusuf, A. (2020). “Structural transformation and inclusive growth” (No. wp-2020-31). World Institute for Development Economic Research (UNU-WIDER)..17 Sumber: Kim, K., Mungsunti, A., Sumner, A., & Yusuf, A. (2020). Structural transformation and inclusive growth (No. wp-2020-31). World Institute for Development Economic Research (UNU-WIDER).
0 1 2 3 4 5
1971-2012
1971-1985
1985-1996
1999-2012
Di dalam sektor Antar sektor (% per tahun)
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 49
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
PERUBAHAN IKLIM
Indonesia adalah salah satu negara yang sangat rentan terhadap bencana yang terkait dengan perubahan iklim. Pada 2010, studi Economy and Environment Program for Southeast Asia18 menghitung indeks kerentanan perubahan iklim se-Asia Tenggara dan menemukan bahwa kota-kota di Indonesia merupakan daerah yang paling rentan. Jakarta, misalnya, menjadi daerah paling rentan se-Asia Tenggara. Ancaman dampak perubahan iklim dikombinasikan dengan tantangan laju urbanisasi yang juga tinggi menjadi tantangan besar dalam pembangunan ekonomi Indonesia ke depan.
GAMBAR 16. PETA KERENTANAN PERUBAHAN IKLIM ASIA TENGGARA
Sumber: Yusuf dan Francisco, 2010
Secara umum, tantangan ekonomi Indonesia ke depan menjadi makin besar dengan adanya perubahan iklim. Indonesia adalah penghasil emisi CO2 terbesar se-Asia Tenggara dengan kontribusi terbesar dari deforestasi. Bahkan, jika kita mengabaikan emisi yang bersumber dari deforestasi, dengan tren yang ada saat ini, diproyeksikan pada 2030 Indonesia akan menempati peringkat keenam dunia dalam emisi CO2.19
18 Yusuf, Arief Anshory and Herminia Francisco, Hotspots! Mapping Climate Change Vulnerability in Southeast Asia, 2010, Economy and Environment Program for Southeast Asia, Singapore. ISBN: 978-981-08-6293-0.19 Patunru, Arianto A., and Arief Anshory Yusuf. "Toward a Low-Carbon Economy for Indonesia: Aspirations, Actions and Scenarios." Investing on Low-Carbon Energy Systems. Springer Singapore, 2016. 79-109.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi50
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
KETAHANAN PANGAN
Walaupun status ekonomi Indonesia masuk kelompok negara berpendapatan menengah, banyak data menunjukkan bahwa kondisi kemiskinan kita masih cukup mengkhawatirkan. Di negara-negara ASEAN, tingkat kemiskinan Indonesia tertinggi kedua setelah Laos (Bank Dunia). Selain itu, data Bank Dunia 2017 menunjukkan bahwa 70-an persen rakyat Indonesia masih miskin atau rentan. Dalam teori ekonomi, ada yang disebut dengan kurva Engel. Kurva ini menghubungkan pendapatan dengan proporsi makanan dalam total pengeluaran. Makin tinggi pendapatan, makin rendah proporsinya; demikian juga sebaliknya. Dengan melihat angka-angka kemiskinan di atas, Indonesia masih jauh dari sejahtera, maka proporsi konsumsi makanan dalam total pengeluarannya akan cukup besar. Idealnya, ketika kebutuhan konsumsi makanan rakyat Indonesia masih cukup tinggi, seharusnya harga-harga makanan, terutama makanan pokok, cukup terjangkau. Sayangnya, hal ini tidak terjadi. Harga-harga makanan kebutuhan pokok di Indonesia jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga internasional. Untuk beras, misalnya, konsumen Indonesia harus membayar 64% lebih mahal, gula 48% lebih mahal, daging 37% lebih mahal, dan buah-buahan 24% lebih mahal.20
Salah satu hal yang sering mengaburkan inti permasalahan ini adalah semangat ketahanan pangan. Ketahanan pangan sering diartisempitkan sebagai kedaulatan atau swasembada pangan. Padahal, ketahanan pangan juga mencakup aksesibilitas dan keterjangkauan pangan. Negara-negara dengan indeks ketahanan pangan yang tinggi tidak hanya mengandalkan produksi dalam negeri.
Ketahanan pangan sering juga diartisempitkan dengan semangat anti-impor. Ada banyak manfaat untuk memproduksi pangan sendiri, tetapi tentu tidak harus dipaksakan, misalnya untuk semua komoditas, tanpa memperhitungkan ongkos ekonomi dan sosialnya. Yang pasti, swasembada jangan dilakukan tergesa-gesa. Kalau niatnya melakukan swasembada pangan tetapi akhirnya rakyat sendiri yang dikorbankan dan makin terpuruk dalam kemiskinan, tentu ini bukan hal yang kita inginkan.
Dalam konteks ini, kita harus membedakan upaya jangka pendek dan jangka panjang. Dari sisi penawaran (supply), alasan kecilnya kesejahteraan petani adalah produktivitasnya rendah. Produktivitas petani rendah disebabkan oleh setidaknya dua hal, yakni produktivitas lahannya rendah dan lahan yang dikuasainya sedikit. Meningkatkan produktivitas petani tidak melulu harus dengan menambah luas penguasaan lahan. Di era pembangunan yang makin pesat ini, luas lahan pertanian secara alamiah akan makin terdesak, sehingga strategi yang dilakukan justru melakukan intensifikasi (on-farm) dan diversifikasi usaha (off-farm).
Intensifikasi pertanian dapat dilaksanakan dengan fokus pada peningkatan produktivitas lahan dengan dukungan riset di bidang pertanian. Misalnya riset dalam penemuan bibit unggul, antihama, dan pupuk organik, bahkan ke bidang-bidang unggul seperti rekayasa genetika. Secara ekonomi, peningkatan produktivitas melalui riset akan meningkatkan kesejahteraan petani tanpa kecenderungan menaikkan harga, malah menurunkan harga, sehingga baik petani maupun konsumen akan diuntungkan. Selain riset, infrastruktur yang terkait dengan pertanian, seperti irigasi dan sistem transportasi produk pertanian, adalah bidang di mana pemerintah harus berperan lebih luas dan lebih baik.
20 Marks, S. V. (2017). “Non-tariff trade regulations in Indonesia: Nominal and effective rates of protection.” Bulletin of Indonesian Economic Studies, 53(3), 333-357.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 51
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
Hal yang juga menjadi penting untuk pertanian di Indonesia adalah modernisasi pengelolaan usaha tani yang basisnya pada konsolidasi pengelolaan lahan-lahan pertanian rakyat, sehingga skala ekonominya tercapai dan efisiensi pengelolaannya dapat ditingkatkan. Pada sisi diversifikasi, masyarakat di perdesaan diarahkan untuk tidak bergantung hanya pada usaha tani berbasis lahan, tetapi mulai meningkatkan aktivitas ekonomi lain yang lebih bernilai tambah, terutama pada sektor-sektor pengolahan hasil pertanian. Keseluruhan proses ini disebut dengan proses transformasi pertanian.
KUTUKAN SUMBER DAYA ALAM
Kutukan sumber daya alam (SDA) mengacu pada paradoks bahwa negara atau daerah dengan SDA yang melimpah cenderung mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dan/atau memperoleh hasil pembangunan yang lebih buruk dibandingkan dengan negara yang SDA-nya lebih sedikit. Sejak 1990-an, ketergantungan perekonomian Indonesia terhadap minyak dan gas bumi terus berkurang, tetapi peningkatan deplesi hutan dan degradasi lingkungan masih menjadi tantangan berat untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Ketergantungan terhadap SDA dari banyak provinsi di Indonesia, seperti Papua, Riau, dan Kalimantan Timur, sangat tinggi. Ini terjadi karena pertumbuhan di provinsi-provinsi tersebut banyak disumbang oleh likuidasi aset-aset alam. Perhitungan genuine saving (indikator yang menunjukkan seberapa besar pertumbuhan ditopang aset alam) menunjukkan bahwa sepertiga provinsi di Indonesia mempunyai genuine saving yang negatif, yang mengindikasikan pembangunannya tidak berkelanjutan dan membahayakan generasi yang akan datang (lihat Gambar 17).
GAMBAR 17. GENUINE SAVING PROVINSI-PROVINSI DI INDONESIA 200521
21 Yusuf, Arief & Viktor Firmana (2013). “Testing Hartwick Rule for Indonesian Provinces.” Paper presented at 3rd EAERE Congress, Huangsan China.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi52
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
KETAHANAN ENERGI
Seiring dengan makin besarnya Indonesia secara ekonomi, karena pertambahan penduduk dan peningkatan pendapatan per kapita, kebutuhan energi akan meningkat pesat. Tantangan utama pemenuhannya ada dua hal. Pertama, bagaimana akses energi selain meningkat juga merata. Kedua, bagaimana bauran energi tersebut bersih sehingga konsisten dengan tren global untuk mengurangi efek rumah kaca.
Data Bank Dunia (WDI) menunjukkan bahwa konsumsi listrik per kapita Indonesia hanya sekitar seperempat dari konsumsi per kapita dunia. Listrik menyumbang 11% penggunaan energi final di Indonesia pada 2015 (dalam ekuivalen minyak), jauh lebih kecil dibandingkan dengan kontribusi listrik terhadap penggunaan energi final di Cina (22%). Selain itu, Indonesia memiliki ketergantungan yang lebih tinggi pada batu bara untuk pembangkit listrik berbahan bakar minyak. Ketergantungan yang tinggi pada batu bara ini menjadikan Indonesia sebagai penghasil emisi karbon dioksida terbesar ke-11 dari pembangkit listrik dan panas International Energy Agency (2017).
GAMBAR 18. VARIASI WILAYAH RASIO ELEKTRIFIKASI DI INDONESIA22
Terdapat variasi geografis yang tinggi dalam penggunaan listrik di Indonesia. Dari Gambar 18, tampak bahwa angka elektrifikasi rumah tangga tertinggi terdapat di Pulau Jawa, sementara Papua memiliki tingkat elektrifikasi terendah di antara provinsi-provinsi di Indonesia (kurang dari 50% pada 2015). Tingkat elektrifikasi rumah tangga nasional perlahan mulai meningkat, tetapi, dengan 87% rasio elektrifikasi nasional, masih menyisakan lebih dari 61 juta orang tanpa akses listrik. Kebanyakan dari mereka tinggal di perdesaan (listrik perdesaan saat ini 68% di Jawa dan lebih sedikit di luar Jawa). Pada 2020, rasio elektrifikasi nasional mencapai 99,2%, dengan lima provinsi masih memiliki rasio elektrifikasi di bawah 95% (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2021).
22 Siyaranamual, M., Amalia, M., Yusuf, A., & Alisjahbana, A. (2020). “Consumers’ willingness to pay for electricity service attributes: A discrete choice experiment in urban Indonesia.” Energy Reports, 6, 562-571
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 53
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
Namun, peningkatan elektrifikasi masih memiliki masalah rendahnya keandalan pasokan daya, yang berujung pada peningkatan frekuensi pemadaman listrik. Rata-rata pengguna listrik di Indonesia menghadapi 81 jam tanpa listrik pada 2008 (PT PLN, 2011) sebagai akibat pemadaman bergilir dari sistem pasokan yang berjuang untuk memenuhi permintaan. Kondisi ini terus diperbaiki sehingga pemadaman listrik sepanjang 2020 mencapai 12,7 jam per pelanggan (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2021).
EKONOMI BERBASIS PERBURUAN RENTE
Daron Acemoglu23 mengemukakan ada empat hal yang menjadi faktor penentu dalam pertumbuhan ekonomi (deep determinants of economic growth), yaitu keberuntungan (misalnya jejak sejarah kolonialisasi), geografi (misalnya karena iklim subtropis), budaya (misalnya etika Protestan di Amerika), dan institusi. Dari keempat hal itu, hanya yang terakhir, institusi, yang paling mudah dikendalikan kebijakan.
Sayangnya, selama dekade terakhir, banyak yang menilai terjadi kemandekan dan kemunduran demokrasi. Indeks kebebasan yang kerap dipakai sebagai ukuran global memperkuat pandangan yang umumnya suram ini. Pada 2017, misalnya, peringkat demokrasi Indonesia mengalami penurunan di berbagai indeks. Indeks Demokrasi dari Economist Intelligence Unit (2018) menurunkan Indonesia dan sekarang jelas berisiko tergelincir dari kategori flawed democracy menjadi hybrid regime. Perbaikan peringkat Indonesia dalam Indeks Persepsi Korupsi dari Transparency International juga berkurang sejak 2014. Posisi Indonesia pada Indeks Kebebasan Pers berfluktuasi selama 2010-an. Media juga banyak dinilai kurang bebas dan pluralistis dibandingkan dengan dekade pertama reformasi.24
Kualitas institusi yang kurang baik biasanya bermuara pada perburuan rente ekonomi melalui berbagai regulasi, tata niaga, licensing, dan oligarki.25 Contoh yang konkret adalah tata niaga impor pangan. Sering regulasi atau tata niaga yang diatur pemerintah justru menyuburkan sistem perburuan rente ekonomi. Niat awalnya melindungi konsumen dan petani, tetapi akhirnya malah menguntungkan segelintir pedagang besar atau yang berkolusi dengan mereka. Teori ekonomi mikro dasar, misalnya, secara jelas menunjukkan bahwa rente ekonomi sangat menggiurkan jika pelaku usaha memperoleh pangsa pasar dominan (misalnya monopolisasi sebagai agen impor pangan) untuk komoditas-komoditas yang elastisitas harganya rendah—seperti makanan pokok. Kondisi ini jugalah yang menjadikan banyak aparat negara dan pihak swasta dicokok Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena berkolusi dan melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan konsumen di sektor-sektor pangan.
23 Acemoglu, Daron (2008). Introduction to Economic Growth. Princeton University Press.24 Ringkasan dari Power, T. P. (2018). “Jokowi’s authoritarian turn and Indonesia’s democratic decline”. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 54(3), 307-338.25 MacIntyre, A. (2000). “Funny money: fiscal policy, rent-seeking and economic performance in Indonesia.” Rents, rent-seeking and economic development: theory and evidence in Asia, 248-73.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi54
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
4.1.2 LANGKAH-LANGKAH PENANGANAN TANTANGAN
Tantangan-tantangan di atas memerlukan langkah-langkah yang melibatkan semua elemen dalam negara Republik Indonesia. Semua unsur, baik swasta, publik, individu, maupun masyarakat, harus terlibat dalam menemukan solusi-solusi bersama untuk menyelesaikan tantangan-tantangan tersebut. Ringkasan dari tantangan-tantangan tersebut beserta langkah-langkah penanganannya dirangkum dengan skema di bawah ini (Gambar 19). Aktor serta sektor yang perlu didukung untuk menjadi leading actor/sector di dalamnya adalah mereka yang mempunyai kesamaan misi-misi tersebut.
GAMBAR 19. TANTANGAN UTAMA DAN LANGKAH-LANGKAH PENCAPAIANNYA
TANTANGAN UTAMA
Sektor kesehatan
Pendidikan tinggi Sektor keuangan
Sektor perdagangan
Sektor konstruksiSektor pangan
Sektor sosial
Sektor asuransi
Vocational education
Sektor pemerintahSektor otomotif
Infrastruktur IT
Sektor perhubungan darat
Sektor energi Sektor wisata Sektor industri energirural
MIS
I IN
OVA
SI
MIS
I IN
OVA
SI
RENDAHNYA MOBILITAS SOSIAL
PESATNYA URBANISASI
PERUBAHAN IKLIM
KETAHANAN PANGAN
KETAHANAN ENERGI
KUALITAS INSTITUSI
KUTUKAN SDATERSIERISASI
Industri berbasis SDAIndustri kelautan dan
perikanan
Industri consumer goods
Industripengembangan
software
Revitalisasi (akses &
pemerataan sektor
pendidikan (tinggi)
Kota pintar dan lestari
Sektor keuangan adil
dan berkelanjutan
Pesisir dan adaptasi
perubahan iklim
Transformasi pertanian
Sustainable tourism
Energi baru dan terbarukan
Nation-wide digital
governance
Integrasi data kependudukan
terpadu
Transportasi ramah
lingkunganDigitalisasi
perdaganganMitigasi
bencana di perkotaan
Peningkatan teknologi pertanian
(industry 4.0)Hilirisasi SDA Perbaikan
efisiensi energi e-procurement
Peningkatan kualitas dan akses jasa kesehatan
Peningkatan kualitas dan akses digital
teknologi
Keterhubungan untuk semua
Energi terbarukan
untuk semua
Pemanfaatan keragaman
hayati
Partisipasi publik dalam pengelolaan
SDA
Akses energi untuk
pedesaan dan daerah
terpencil
Cashless society
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 55
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
RENDAHNYA MOBILITAS SOSIAL
1. REVITALISASI (AKSES DAN PEMERATAAN) SEKTOR PENDIDIKAN YANG BERUJUNG KE AKSES PERGURUAN TINGGI
Langkah yang harus dilakukan adalah memperbanyak proporsi anak yang berasal dari keluarga yang kurang mampu untuk mengenyam pendidikan tinggi yang berkualitas dan meningkatkan tingkat keahlian mereka. Ini perlu dilakukan karena perguruan tinggi perlu dijadikan ujung dari misi ini. Sebab, misi ini harus menyeluruh dalam mempersiapkan calon mahasiswa sejak dalam kandungan (kesehatan ibu-anak) sampai selesai mengenyam pendidikan tinggi. nisiatif seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, sebagai upaya afirmasi mendorong anak-anak keluarga miskin dan rentan mendapatkan pendidikan tinggi merupakan salah satu instrumen kebijakan yang harus diperluas sehingga menjangkau wilayah Indonesia Timur dan daerah terdepan, tertinggal dan terluar (3T).
Riset-riset yang perlu didukung dalam hal ini adalah riset yang terkait dengan efektivitas pendidikan serta metode-metode baru pendidikan, termasuk riset-riset ilmu sosial yang terkait dengan aspek behavioural, nutrisi, dan berbagai isu dalam rangka meningkatkan partisipasi anak-anak Indonesia terhadap pendidikan setinggi-tingginya, tanpa terdiskriminasi oleh latar belakang ekonomi mereka.
Aktor dan mitra dalam pelaksanaan misi ini dapat mencakup perguruan tinggi, lembaga penelitian, sektor pendidikan secara umum, dan sektor-sektor yang terkait dengan kesehatan anak, termasuk sektor pemerintahan yang mengelola sektor pendidikan di level daerah.
2. INTEGRASI DATA KEPENDUDUKAN TERPADU
Langkah yang harus dilakukan adalah mengintegrasikan data kependudukan dalam rangka efektivitas bantuan sosial. Dari sinilah kelompok masyarakat yang kurang beruntung secara ekonomi dapat dilindungi. Dengan langkah ini, negara berperan memberikan keadilan sosial melalui mekanisme gotong-royong atau distribusi pendapatan dari yang lebih beruntung kepada yang kurang beruntung. Ini tidak akan terwujud tanpa basis social registry atau data kesejahteraan sosial yang terpadu. Jika integrasi data kependudukan terpadu telah terwujud, sistem pelayanan dasar seperti air bersih, listrik, dan sanitasi juga dapat terkoneksi dengan data ini.
Riset yang perlu didukung dalam hal ini adalah riset tentang efektivitas jaringan data pemerintah dalam tantangan geografis Indonesia, peningkatan kualitas konektivitas data ke seluruh pelosok, peningkatan kualitas jaringan-jaringan pelayanan jasa publik yang terkait dengan utilitas, dan sebagainya.
Aktor, aktivitas, dan mitra yang relevan dalam area ini antara lain sektor pemerintahan, baik nasional, provinsi, maupun lokal, sektor telekomunikasi, serta sektor utilitas seperti listrik dan air bersih.
3. PENINGKATAN AKSES JASA KESEHATAN YANG BERKUALITAS DAN INKLUSIF
Langkah selanjutnya adalah meningkatkan akses jasa kesehatan yang berkualitas dan inklusif. Mobilitas sosial yang rendah terkait juga dengan aspek kualitas manusia. Salah satunya kesehatan fisik dan jiwanya. Nutrisi yang rendah pada masa balita akan berdampak pada kesehatan dan perkembangan kognitif menuju masa dewasa. Akses terhadap pelayanan kesehatan yang terbatas, terutama pada kelompok status sosial-ekonomi bawah, dapat menyebabkan shock ekonomi yang
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi56
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
mempunyai dampak permanen. Upaya ini akan mendorong peningkatan kualitas SDM yang pada akhirnya bertransformasi menjadi inovator-inovator sebagai bagian dari mesin pertumbuhan (engine of growth).
Riset yang perlu dilakukan tentu terkait dengan kesehatan, kedokteran, farmasi, dan gizi—terutama yang bisa berujung pada peningkatan talent pool di Indonesia, yang berasal dari semua segmen masyarakat, tanpa membedakan status sosial-ekonomi. Riset dan inovasi juga sebaiknya diarahkan untuk pengembangan Health Technology Assessment (HTA) dan juga Assistive Devices yang dapat membantu mobilitas penyandang disabilitas agar lebih produktif
Sektor, aktor, dan mitra yang dapat diajak mengemban misi ini adalah sektor pelayanan kesehatan, sektor pemerintahan (pusat dan daerah), sektor pangan (untuk nutrisi), sektor asuransi, dan sektor lain yang relevan.
TINGGINYA LAJU URBANISASI
1. MENCIPTAKAN KOTA YANG PINTAR (SMART) DAN BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE)
Yang perlu dicapai adalah menciptakan kota yang pintar dan berkelanjutan. Tujuannya ialah mewujudkan kota, yang menjadi tempat hunian hampir semua orang Indonesia di masa yang akan datang, menjadi tempat yang nyaman bagi penghuninya. Kota yang bukan hanya menjadi sumber penghidupan (livelihood), tetapi juga tidak memberikan eksternalitas negatif kepada penghuninya—seperti polusi dan kemacetan.
Riset yang perlu dikembangkan dalam mendukung misi ini antara lain riset tentang desain, konstruksi infrastruktur perkotaan, distribusi energi perkotaan, manajemen pengelolaan sampah dan limbah, serta pengendalian polusi (udara, kebisingan, sungai, dan sebagainya). Riset juga diperlukan untuk memastikan pelayanan publik yang dapat diakses penyandang disabilitas dan juga lansia.
Mitra atau sektor yang bisa didorong dalam misi ini adalah sektor konstruksi, sektor infrastruktur, sektor utilitas, sektor energi, sektor transportasi, sektor pemerintahan (terutama pemerintah daerah), dan sektor ekonomi kreatif—termasuk media.
2. TRANSPORTASI RAMAH LINGKUNGAN (GREEN TRANSPORT)
Langkah yang harus dilakukan adalah menciptakan transportasi ramah lingkungan yang sejalan (bisa disebut juga bagian) dari misi menciptakan smart cities—tetapi baik juga dipisahkan karena dapat menjadi misi tersendiri mengingat urgensinya. Mobilitas adalah hal penting di kota-kota masa depan Indonesia karena terdapat tren cukup kuat dari terbentuknya megapolitan-megapolitan baru. Misalnya terintegrasinya daerah Jakarta dan Bandung Raya menjadi sebuah megapolitan baru. Untuk itu, penyediaan transportasi, baik publik maupun fasilitas transportasi privat, harus menjadi misi utama dalam menangani tantangan urbanisasi yang cepat di Indonesia.
Riset yang perlu didorong terutama riset mengenai teknologi-teknologi frontier yang terkait dengan transportasi, baik dari segi energi, material, desain, maupun aspek sosial-ekonomi, seperti behavioural studies dan preferensi masyarakat.
Mitra yang relevan untuk diajak bermitra di antaranya sektor transportasi, konstruksi, sektor manufaktur bahan baku logam dan material, serta sektor pemerintahan.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 57
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
3. PENINGKATAN KUALITAS DAN AKSES TEKNOLOGI DIGITAL
Memperbanyak akses dan meningkatkan kualitas teknologi digital akan membantu masyarakat perkotaan nantinya dalam aktivitas penghidupan (profesional/bekerja), pendidikan, dan aktivitas lainnya. Masyarakat juga, yang nantinya terdidik, akan menjadi bagian dari supply of global talents yang terintegrasi. Ini tentu memerlukan infrastruktur digital yang memadai, misalnya dari segi kecepatan akses dan cakupannya. Internet of things akan mewarnai kehidupan urban di masa depan.
Riset yang perlu didorong dalam misi peningkatan kualitas dan akses teknologi digital di perkotaan ini meliputi riset di bidang teknologi informasi dan telekomunikasi.
Adapun sektor atau mitra yang diharapkan berperan selain sektor teknologi dan informasi adalah sektor infrastruktur dan sektor jasa yang masuk kategori ekonomi kreatif berbasis perkotaan.
TERTIARISASI
1. MEWUJUDKAN SEKTOR KEUANGAN YANG BERKELANJUTAN DAN ADIL (SUSTAINABLE AND EQUITABLE FINANCE)
Tantangan tertiarisasi perlu diantisipasi dengan langkah mewujudkan sektor keuangan yang berkelanjutan dan adil. Ini diperlukan agar sektor keuangan juga diharapkan berperan lebih optimal dalam menopang aktivitas sektor riil serta sektor-sektor yang mendorong terjadinya inovasi dan kemajuan teknologi. Langkah ini juga bertujuan agar sektor keuangan melakukan ekspansi supaya seluruh masyarakat dapat memperoleh manfaat (inclusive finance) dan menjadi mitra untuk berinvestasi jangka panjang, terutama investasi dalam pengembangan keterampilan (skill development). Saat ini, telah banyak upaya dilakukan berdasarkan Strategi Nasional Keuangan Inklusif. Salah satu yang signifikan adalah penyaluran bantuan sosial yang didorong secara non tunai dan telah mendorong masyarakat miskin dan rentan (termasuk disabilitas) mengakses perbankan dan meningkatkan literasi keuangannya.
Riset dalam bidang ini bisa berupa pencarian upaya-upaya akselerasi akses finansial berbasis teknologi ke seluruh pelosok. Termasuk riset-riset sosial tentang perilaku masyarakat dalam mengelola keuangan.
Mitra yang bisa didorong dalam misi ini selain sektor keuangan itu sendiri adalah sektor-sektor yang terkait dengan teknologi informasi dan sektor pendidikan yang menjadi mitra dalam education financing.
2. MENAIKKAN TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI BARU UNTUK SEKTOR PERDAGANGAN
Langkah yang perlu dilakukan adalah menaikkan tingkat adopsi teknologi baru untuk sektor perdagangan. Perdagangan, bahkan sebelum krisis COVID-19, sudah mengalami kemajuan pesat dalam aplikasi teknologi informasi, otomasi, dan kecerdasan buatan (artificial intelligence). Tren saat ini dan ke depan dari sektor retail, yang menjadi sumber penghasilan terutama bagi pekerja di perkotaan Indonesia, adalah terus melakukan transformasi dengan makin memanfaatkan teknologi.
Riset dalam bidang ini bisa mencakup keamanan (security) transaksi daring, delivery (termasuk robotics), tracking system, serta bidang terkait lainnya.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi58
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
Mitra yang bisa diajak bekerja sama selain sektor perdagangan itu sendiri tentu adalah sektor telekomunikasi, sektor pendidikan, sektor transportasi (sebagai pendukung), dan sektor keuangan.
3. MEWUJUDKAN KONEKTIVITAS UNTUK SEMUA
Selanjutnya yang perlu dilakukan adalah segera mewujudkan konektivitas untuk semua. Sektor telekomunikasi, yang merupakan bagian dari sektor tersier, juga diharapkan bisa memberikan pelayanannya kepada seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali, di mana pun. Inovasi-inovasi baru di bidang ini diperlukan karena konektivitas universal masih berat diwujudkan dengan kondisi geografis Indonesia. Demikian juga tantangan heterogenitas dari status sosial-ekonomi.
Riset yang perlu dilakukan dapat meliputi area-area yang terkait dengan teknologi informasi di daerah yang susah dijangkau, termasuk akses terhadap energi pendukungnya. Selain itu, pengembangan teknologi komunikasi yang affordable merupakan bidang yang perlu selalu didukung.
Sektor, aktivitas, dan mitra yang bisa dilibatkan adalah yang terkait dengan sektor energi baru dan terbarukan, selain sektor telekomunikasi.
PERUBAHAN IKLIM
1. PEMBANGUNAN DAERAH PESISIR YANG RESILIEN DAN ADAPTIF TERHADAP PERUBAHAN IKLIM
Langkah (misi) yang harus dilakukan adalah membangun daerah pesisir yang resilien dan adaptif terhadap perubahan iklim. Cukup banyak penduduk Indonesia hidup di kawasan pesisir, termasuk yang kini menjadi bagian dari kota-kota besar padat penduduk. Perubahan iklim, selain meningkatkan tinggi permukaan air laut, membuat makin seringnya terjadi cuaca ekstrem. Kondisi ini membuat daerah-daerah pesisir menjadi rawan dengan bencana seperti banjir.
Riset-riset ke depan dapat diarahkan untuk pemecahan permasalahan adaptasi perubahan iklim, seperti perlindungan dari banjir, abrasi, dan berbagai risiko dampak perubahan iklim lainnya. Selain itu, riset yang terkait dengan konstruksi, material, dan desain perlu dikembangkan.
Aktor, sektor, dan mitra yang diharapkan bahu-membahu dalam mencapai misi adalah sektor konstruksi, sektor asuransi, sektor pengolahan material, dan sektor lain yang relevan.
2. PENINGKATAN KESIAPAN BENCANA DI PERKOTAAN
Perkotaan akan menjadi tempat tinggal mayoritas penduduk Indonesia di masa yang akan datang. Kota-kota di Indonesia harus mempersiapkan diri untuk tahan (resilien) terhadap berbagai bencana yang terkait dengan dampak perubahan iklim. Bencana yang terkait dengan cuaca, seperti banjir, longsor, bahkan penyakit menular, harus diantisipasi.
Riset-riset terkait bisa berupa riset yang dapat meningkatkan daya tahan terhadap penyakit yang mungkin muncul karena anomali cuaca, riset tentang pengelolaan daerah aliran sungai yang alirannya melewati perkotaan, atau riset rekayasa bangunan dan aspek-aspek teknologi lainnya.
Aktor atau sektor yang bisa diajak bermitra dalam mengemban misi ini adalah sektor konstruksi, sektor manufaktur material berteknologi tinggi, sektor kesehatan, dan sektor lain yang terkait.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 59
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
3. MEMPERCEPAT TRANSISI ENERGI
Misi yang cukup penting juga adalah mempercepat transisi energi (energy transition) dari berbasis fosil menjadi berbasis renewable. Potensi energi terbarukan Indonesia cukup besar, dari geotermal sampai energi angin dan surya. Selain mampu meningkatkan ketahanan energi Indonesia yang tantangannya cukup berat di daerah-daerah pelosok, hal ini akan membantu meredam efek pemanasan global.
Riset dalam rangka mencari sumber energi baru dan terbarukan termasuk yang perlu didorong. Riset frontier terkait energi ini juga sangat mungkin untuk memberikan spillover perkembangan pengetahuan di bidang lain yang terkait erat seperti robotika, smart vehicles, dan transportasi publik.
Aktivitas atau sektor yang perlu didukung tentu sektor energi, sektor manufaktur pendukung, juga sektor utilitas.
MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN
1. MELAKUKAN TRANSFORMASI PERTANIAN
Transformasi pertanian di Indonesia relatif terhambat; sektor pertanian tetap mempunyai produktivitas rendah dan sektor manufaktur berbasis pertanian tidak begitu berkembang. Transformasi pertanian perlu dilakukan dengan modernisasi pertanian berbasis teknologi. Produk sektor manufaktur berbasis pertanian juga sangat relevan untuk dikembangkan di Indonesia—yang berpenduduk banyak dan akan berpendapatan tinggi—karena kondisi ini akan meningkatkan permintaan terhadap produk makanan yang berkualitas dan bervariasi.
Riset yang perlu dilakukan di area ini mencakup banyak aspek, tetapi yang terpenting adalah dalam rangka meningkatkan produktivitas. Cakupannya dapat melingkupi pencarian bibit terbaik, mekanisasi (robotisasi), serta berbagai aspek peningkatan produktivitas yang lain.
Aktor dan mitra yang bisa diajak bekerja sama selain tentunya sektor pertanian unggulan adalah sektor manufaktur pengolah produk pertanian, sektor manufaktur produsen alat-alat pertanian, sektor transportasi, dan sektor perdagangan.
2. MEMPERCEPAT ADOPSI INDUSTRI 4.0 DI SEKTOR PERTANIAN
Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dan dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi akan dipenuhi aspiring middle class yang mempunyai preferensi konsumsi yang lebih baik, lebih berkualitas, dan lebih heterogen. Ini berarti potensi besar untuk industri pertanian (dan yang terkait) sebagai potensi pasar. Minimal dari segi jarak dari titik produksi ke titik konsumsi, sektor pertanian domestik mempunyai keunggulan komparatif. Karena itu, peningkatan produktivitas pertanian menjadi sangat penting dan salah satu hal yang dapat membantu mewujudkannya adalah dengan secepatnya mengadopsi teknologi-teknologi frontier—termasuk yang terkait dengan industri 4.0, seperti robotisasi, internet of things, dan big data.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi60
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
Riset yang perlu didorong tentu riset yang mengembangkan teknologi, baik hardware maupun software, yang berpotensi meningkatkan produktivitas pertanian, mempercepat koneksi antara permintaan dan penawaran (distribusi), serta berbasis produksi manufaktur dengan bahan baku produk pertanian lokal.
Aktor dan sektor yang dapat dijadikan mitra adalah sektor pertanian, sektor manufaktur berbasis pertanian, sektor perdagangan, sektor transportasi, dan sektor lain yang relevan.
3. PEMANFAATAN KEANEKARAGAMAN HAYATI
Indonesia adalah negara terkaya di dunia dalam keanekaragaman hayati, yang sebagian di antaranya berpotensi menjadi sumber pangan masa depan. Sistem produksi pangan yang diversitasnya tinggi juga lebih aman terhadap berbagai risiko, seperti perubahan iklim. Karena itu, upaya memanfaatkan keanekaragaman hayati sebagai basis produksi pertanian—terutama pangan—perlu selalu diupayakan dan disandingkan dengan keunggulan komparatif dari Indonesia sebagai negara yang sangat kaya dengan keanekaragaman hayati.
Tentu riset yang perlu dikembangkan adalah riset di bidang keanekaragaman hayati, terutama dari aspek biologi serta genetika flora dan fauna.
Sektor yang bisa mendukung adalah sektor pangan (pertanian dan manufakturnya) serta sektor lain yang terkait.
KUTUKAN SUMBER DAYA ALAM
1. MENGEMBANGKAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE TOURISM)
Selama ini, pengelolaan alam dilakukan terlampau eksploitatif dan lebih berfokus pada sumber daya alam yang sifatnya produk, seperti minyak dan barang tambang lainnya. Padahal, salah satu sumber daya alam terkaya yang kita miliki adalah keindahannya, aspek jasanya. Di sinilah misi mengembangkan sektor pariwisata yang berkelanjutan menjadi penting. Sayangnya, pengembangan sustainable tourism ini belum begitu optimal. Padahal, dalam era saat kita mengalami perlambatan dalam industrialisasi dan percepatan dalam tertiarisasi, optimalisasi sektor pariwisata ini dapat menjadi jawaban. Sektor pariwisata yang berkelanjutan adalah pemanfaatan keindahan atau daya tarik alam Indonesia untuk dinikmati masyarakat (baik lokal maupun internasional) yang menghasilkan pemanfaatan ekonomi tetapi tidak bersifat eksploitatif—dalam arti apa yang dinikmati pengguna sekarang tetap akan tersedia untuk siapa saja setelahnya, termasuk generasi yang akan datang.
Riset yang perlu dikembangkan di antaranya riset ilmu sosial, ekonomi, dan lingkungan untuk lebih memahami bagaimana pengembangan pariwisata bisa berjalan optimal, baik dari segi kelayakan lokasi, preferensi, maupun perilaku.
Aktor dan sektor yang bisa menjadi mitra selain sektor yang terkait dengan pariwisata, seperti akomodasi dan makan-minum, adalah sektor transportasi.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 61
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
2. HILIRISASI SDA
Indonesia negara yang kaya dengan sumber daya alam. Akan tetapi, pengelolaannya belum optimal dan belum memberikan nilai tambah lebih untuk perekonomian nasional. Ini terjadi karena umumnya bahan tambang tersebut langsung diekspor untuk diolah di luar negeri. Ditambah dengan kualitas institusi pengelolaan yang belum optimal ini, kemanfaatannya untuk ekonomi menjadi tidak semestinya. Salah satu hal yang bisa diupayakan adalah membangun industri yang cocok dengan keunggulan komparatif tersebut. Salah satu keunggulan komparatif tersebut tentu lokasi bahan baku dan ketersediaannya.
Riset perlu dilakukan agar kita mampu menguasai teknologi produksi pengolahan bahan baku SDA menjadi produk akhir yang lebih bernilai tambah. Jenisnya banyak, antara lain teknologi baterai untuk nikel dan teknologi coal liquefaction.
Sektor yang diharapkan berkembang tentu sektor-sektor yang saling mendukung dan ada sektor SDA-nya, misalnya pertambangan nikel, sektor pengolahannya menjadi baterai, juga sektor electric vehicle atau sektor kelistrikan.
3. MENINGKATKAN TRANSPARANSI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SDA
Sektor sumber daya alam adalah sektor yang penuh dengan rente ekonomi. Tanpa kualitas institusi yang baik, manfaat SDA tersebut tidak akan dinikmati semaksimal mungkin oleh publik secara luas. Di banyak daerah, SDA masih menjadi saka guru perekonomian. Dalam konteks desentralisasi dengan daerah memegang kewenangan pengelolaan, sementara pengawasan pusat tidak begitu kuat, kualitas institusi daerah menjadi yang utama. Inilah letak tantangan utama dalam konteks Indonesia karena kualitas institusi daerah sangat beragam. Jika sebuah daerah merupakan daerah kaya SDA tetapi tidak memiliki kualitas institusi yang baik, potensi kesejahteraan masyarakat dari pengelolaan SDA tidak akan optimal.
Riset yang bisa dilakukan terutama adalah riset ilmu sosial yang mengkaji perilaku masyarakat, baik dari aspek sosiologi maupun ekonomi, serta riset yang terkait dengan tata kelola pemerintahan dan bidang lain yang relevan.
Sektor yang dikembangkan atau diperbaiki tentu sektor pemerintahan, terutama di daerah, lalu sektor pendidikan dan sektor lain yang relevan.
KETAHANAN ENERGI (SELAIN ASPEK TRANSISI ENERGI)
1. PENINGKATAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI
Efisiensi energi perlu segera ditingkatkan. Salah satunya melalui perilaku penghematan penggunaan energi. Adapun pemborosan penggunaan energi terjadi karena berbagai faktor, bisa disebabkan oleh harga energi yang secara artifisial rendah karena subsidi atau kondisi-kondisi lain, seperti jenis dan karakter serta jenis barang elektronik yang menggunakan energi tersebut. Selain itu, transportasi menghabiskan energi cukup besar—terlebih jika fungsi dalam mobilitas manusia tidak efisien dalam penggunaan energi.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi62
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
Riset bisa dilakukan untuk mengembangkan alat-alat hemat energi, seperti perangkat elektronik, termasuk alat transportasi. Riset sosial-ekonomi bisa juga dilakukan untuk melengkapi pemahaman bagaimana membuat perilaku konsumen Indonesia menjadi lebih hemat dalam menggunakan energi.
Sektor atau aktivitas yang bisa didukung dalam misi ini adalah sektor manufaktur perangkat elektronik, sektor otomotif, sektor pelayanan transportasi, dan sektor lain yang relevan.
2. MENINGKATKAN AKSESIBILITAS ENERGI UNTUK DAERAH KURANG TERJANGKAU
Peningkatan aksesibilitas energi untuk daerah agar lebih terjangkau penting untuk menjadi misi khusus karena selama ini pembangunan di Indonesia terlalu terpusat di Pulau Jawa. Hal ini berdampak pada terlalu beratnya beban Pulau Jawa. Urbanisasi dan eksploitasi alam menjadi contoh tantangan yang timbul karena ketidakseimbangan ini. Dengan demikian, menciptakan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi di luar Jawa menjadi sangat relevan. Untuk itu, diperlukan penyediaan energi untuk mewujudkannya, tidak hanya untuk menopang sumber pertumbuhan ekonomi baru, tetapi juga untuk menjamin inklusivitas akses terhadap energi. Selain itu, manfaat yang dapat diperoleh adalah terjadinya potensi heterogenitas energi di berbagai daerah, yang bergantung pada kekhasan kekayaan sumber energi di tiap daerah.
Riset yang perlu didorong antara lain riset rekayasa yang mengombinasikan pengetahuan lokal tentang potensi sumber energi dengan teknologi frontier yang terkait dengan energi. Tentu riset ilmu sosial dan ekonomi juga sangat relevan didorong untuk melihat kelayakan ekonomi dari potensi energi tersebut atau seberapa besar masyarakat mau mengadopsi teknologi-teknologi itu.
Sektor energi, kelistrikan, perumahan, dan konstruksi diharapkan menjadi leading sector dalam pencapaian misi ini.
MENINGKATKAN KUALITAS INSTITUSI DAN TATA KELOLA
1. MEWUJUDKAN CASHLESS SOCIETY
Cashless society tampak seperti tidak terhindarkan, tetapi bukan berarti tidak perlu diakselerasi. Terlebih, kondisi ini akan mempunyai dampak bagus terhadap kualitas institusi—terutama terkait dengan potensi korupsi.
Riset yang dapat dilakukan antara lain riset dalam bidang teknologi informasi, perilaku, dan yang terkait dengan tata kelola.
Sektor pemerintahan (baik nasional maupun daerah), sektor perbankan, sektor teknologi informasi, sektor telekomunikasi, sektor perdagangan (retail), dan sektor pelayanan publik (seperti transportasi publik) adalah aktor kunci dalam pencapaian misi ini.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 63
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
2. MENINGKATKAN DIGITAL GOVERNMENT SECARA MENYELURUH
Heterogenitas kapasitas daerah membuat transformasi menuju digital government berjalan tidak optimal. Ketika pelayanan jasa publik banyak didelegasikan di daerah melalui desentralisasi, untuk meningkatkan kualitas pelayanan sektor publik dirasa perlu segera mengadopsi teknologi informasi di semua level pemerintahan.
Mengingat adopsi ini mensyaratkan infrastruktur dasar dan terdapat banyak kendala dalam penyediaan infrastruktur tersebut, agenda riset dapat diarahkan kepada topik-topik yang mampu menjawab kendala-kendala ini, termasuk terkait perilaku dan tata kelola.
Sektor pemerintahan akan menjadi sektor kunci, terutama sektor pemerintahan di daerah, diikuti dengan sektor teknologi informasi dan sektor lain yang relevan.
4.2 SASARAN PERBAIKAN EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI
Dalam menanggapi tantangan-tantangan utama pembangunan Indonesia beserta langkah-langkah penanganan tantangan yang diperlukan, maka disusun visi dan misi yang menempatkan pengetahuan dan inovasi sebagai kunci. Rumusan visi dan misi tersebut adalah sebagai berikut.
VISI
Visi cetak biru ini adalah Indonesia yang berdaulat, maju, adil, dan makmur melalui penguasaan pengetahuan dan inovasi.
Visi ini selaras dengan Visi Indonesia 2045.
MISI
Untuk mencapai visi tersebut, misi utama cetak biru ini adalah membangun dan mengembangkan ekosistem pengetahuan dan inovasi untuk menjawab tantangan-tantangan utama pembangunan di Indonesia, melalui penguatan regulasi, tata kelembagaan, mekanisme akuntabilitas, pemanfaatan sumber daya, dan optimalisasi pendanaan.
Kerangka pelaksanaan misi ini, secara lebih detail, tertuang dalam bagian berikut.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi64
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
4.2.1 MEMASTIKAN KERANGKA REGULASI YANG KUAT DAN JELAS
Pengesahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek) membawa harapan baru bagi percepatan pembangunan sosial-ekonomi yang berbasis pada dukungan iptek.
Melalui undang-undang ini, muncul perbaikan mendasar dari undang-undang sebelumnya dalam hal substansi, ruang lingkup, serta muatan materi yang terkait dengan penguatan sistem iptek nasional yang meliputi pengaturan perencanaan dan pengawasan, tata kelola kelembagaan, sumber daya, jaringan, pendanaan, dan pelayanan iptek. UU Sisnas Iptek juga memperkuat visi bahwa program pembangunan dan kebijakan publik harus berlandaskan pengetahuan.
Namun, iptek bukanlah sektor tunggal yang dapat berdiri sendiri, melainkan kesatuan entitas yang saling terkait dengan berbagai sektor pembangunan yang ada. Dalam hal ini, iptek harus diposisikan sebagai unit pendukung yang mengakar (embedded) pada setiap bidang pembangunan. Untuk itu, menjamin terwujudnya ekosistem pengetahuan dan inovasi sebagai pilar penting bagi pembangunan berbasis iptek tidak dapat hanya bergantung pada UU Sisnas Iptek, tetapi juga perlu dukungan berbagai regulasi lintas sektor dan bidang pembangunan. Sebagai penentu kebijakan, peran pemerintah adalah yang paling berpengaruh sebagai enabler bagi terselenggaranya ekosistem pengetahuan dan inovasi yang berkualitas. Setiap kebijakan yang dikeluarkan berupa legislasi, regulasi, dan diskresi akan sangat memengaruhi dinamika pengembangan tersebut. Dampaknya beragam bergantung pada derajat kompleksitas isu kebijakannya.
Mempertimbangkan hal tersebut, usulan perbaikan kerangka regulasi yang ditawarkan menyentuh dua unsur:
1) Perbaikan dalam proses perumusan dan implementasi regulasi dengan mengadopsi prinsip-prinsip yang dikehendaki para pemangku kepentingan yang mengedepankan pendekatan komprehensif, utuh, melihat keterhubungan setiap bidang, dinamis, antisipatif, partisipatoris, transparan, berfokus pada aktor manusia dan lingkungan kehidupan (individu, kelompok, golongan, formal, informal, primordial, kultural) beserta ragam interaksinya, serta memperhitungkan elemen pembelajaran; dan
2) Perbaikan produk regulasi untuk mendukung pengembangan ekosistem pengetahuan dan inovasi dalam mewujudkan pembangunan yang berbasis pada iptek, termasuk penggunaan iptek untuk perumusan kebijakan publik.
Dalam perbaikan proses perumusan dan implementasi regulasi, telah teridentifikasi prinsip-prinsip yang perlu diadopsi dalam setiap proses perumusan dan implementasi kebijakan sebagai berikut.
1. Proses pembuatan regulasi dan perumusan program pembangunan yang makin transparan dan akuntabel;
2. Proses pembuatan regulasi dan perumusan program pembangunan yang melibatkan makin banyak aktor di luar pemerintah (industri, NGOs, serta pengguna akhir peraturan) dalam penyusunan peraturan perundang-undangan iptek-inovasi;
3. Setiap peraturan perundang-undangan iptek-inovasi perlu koheren, konsisten, dan tidak tersekat-sekat dengan mandat salah satu kementerian/lembaga saja;
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 65
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
4. Perlu agenda diskusi rutin multi-aktor (lintas K/L, lintas sektor) untuk membahas isu-isu iptek yang hasilnya dapat dituangkan dalam regulasi (dapat memperkuat, merevisi, menghapus, atau lainnya) mengingat seluruh aksi yang dijalankan harus konsisten serta adaptif, sekaligus responsif terhadap kemungkinan disruptif dan distraktif. Mekanisme pelaksanaan agenda multilateral ini dapat diatur di dalam Rencana Induk Pemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (RPP Ripiptek).
Secara terperinci, sasaran dan strategi untuk perbaikan produk regulasi yang telah diidentifikasi tersebut tertuang dalam tabel berikut.
No. Sasaran Strategi
1 Perbaikan regulasi tentang kelembagaan iptek nasional
Penetapan Kemenristek/ BRIN sebagai koordinator Iptek nasional yang mengawal penyesuaian terhadap seluruh regulasi yang terkait dengan perubahan kelembagaan sesuai skema koordinasi di bawah Kemenristek/ BRIN
2 Perbaikan regulasi tentang kelembagaan iptek daerah, terutama yang terkait dengan Balitbangda, dengan memperluas koordinasi badan tersebut ke K/L yang terkait dengan iptekin—tidak hanya ke Kemendagri
a. Mengoreksi misinterpretasi terhadap PP No. 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah yang membuat berbagai pemerintah daerah meleburkan Balitbang ke Bappeda. Penjelasan Pasal 22 ayat 5 tentang perumpunan menyebutkan:
“Perumpunan dimaksud adalah penanganan urusan pemerintahan yang terdiri dari urusan wajib dan fungsi pendukung yang dapat digabung dalam satu perangkat daerah berbentuk badan dan/atau kantor, misalnya urusan perencanaan pembangunan digabung dengan urusan penelitian dan pengembangan.”
Yang dimaksud dalam penjelasan tersebut hanya contoh, bukan berarti Balitbangda diharuskan melebur pada Bappeda.
b. Mengubah ketentuan dalam PP No. 38/2017 tentang Inovasi Daerah. Dalam PP tersebut, semua jalur koordinasi dilakukan melalui “Menteri” dengan definisi penyerta adalah “menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri”. Dengan nomenklatur baru Kemenristek/BRIN, definisi ini perlu diubah.
c. Merumuskan payung hukum penyelarasan pembagian urusan riset dan inovasi di daerah antara Kemenristek/BRIN dan Kemendagri tentang penyelenggaraan di daerah (misalnya tentang indeks inovasi-indeks daya saing daerah serta implikasi ketentuan Badan Riset dan Inovasi Daerah pada UU Cipta Kerja).
d. Memperjelas level koordinasi pada PP No. 18/2016 Pasal 27 ayat 3 (yang menyebut perencanaan serta penelitian dan pengembangan sebagai fungsi penunjang dalam satu rumpun, sehingga dapat digabung) dengan mempertimbangkan variasi kondisi daerah—ada daerah dengan fungsi litbang (katakanlah Balitbangda) yang tergabung dengan fungsi perencanaan (Bappeda).
3 Kebijakan penelitian dan inovasi yang konsisten dengan domain kebijakan lain (misalnya ekonomi, industri, perdagangan, dan pendidikan) sehingga juga berdampak pada perbaikan tata kelola perencanaan riset
a. Memastikan penyusunan Rencana Induk Pemajuan Iptek sebagai mandat UU Sisnas Iptek terkoneksi dengan RIRN, PRN, RPJMN, dan kebijakan sektoral lainnya.
b. Merumuskan payung hukum pembagian urusan riset dan inovasi di perguruan tinggi dengan pembagian fokus yang jelas antara Kemenristek/BRIN dan Kemendikbud (misalnya BO PTN untuk penelitian).
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi66
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
No. Sasaran Strategi
4 Perbaikan pengaturan data untuk tata kelola ekosistem pengetahuan dan inovasi
a. Merumuskan pengaturan keterbukaan dan keterjangkauan data (termasuk data yang pengumpulannya didanai APBN, seperti data BPS) untuk kepentingan nasional, termasuk kepentingan penelitian secara gratis.
b. Merumuskan peraturan turunan UU No. 11/2019 mengenai wajib serah dan wajib simpan keluaran data primer penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan yang didanai APBN dan/atau dilakukan di Indonesia. Perlu dipastikan bahwa peraturan turunannya dalam RPP Penyelenggaraan Iptek memenuhi prinsip FAIR (findable, accessible, interoperable, reusable).
c. Melakukan penyelarasan peraturan mengenai keterbukaan informasi (UU No. 14/ 2008).
d. Memastikan proteksi data pribadi dalam penggunaan big data (terutama proprietary data dari perusahaan digital) dengan mengacu pada RUU Perlindungan Data Pribadi yang masih dalam pembahasan DPR.
5 Reformasi birokrasi PNS untuk mengakomodasi karakteristik SDM iptek, termasuk melakukan debirokratisasi pada bidang pendidikan tinggi
a. Mengubah aturan UU No. 5/2014 tentang jam kerja yang menghambat mobilitas ASN SDM iptek.
b. Mendorong mobilitas dosen dan peneliti di perguruan tinggi dengan memanfaatkan praktik regulasi tentang sabbatical leave dalam PP No. 37/2009 tentang Dosen.
c. Mengatur praktik mobilitas SDM iptek lebih luas (lintas sektor) dalam RPP Sumber Daya Iptek dan peraturan turunannya.
d. Memfasilitasi pengembangan kapasitas agar makin banyak perguruan tinggi menjadi PTN-BH, ataupun BLU untuk memperkuat otonomi PT (sebagaimana tercantum dalam UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara).
e. Mendorong praktik internasionalisasi dengan merujuk pada UU No. 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi dan Peraturan Menteri Ristekdikti No. 53/2018 tentang Perguruan Tinggi Luar Negeri (PTLN). Perlu aturan turunan (di level Dirjen Dikti) tentang prosedur pendirian PTLN yang saat ini belum tersedia.
6 Adanya regulasi baru yang memungkinkan pemanfaatan infrastruktur iptek secara lebih efektif
a. Merumuskan peraturan turunan Perpres No. 16/2018—“Penelitian dapat menggunakan anggaran belanja dan/atau fasilitas yang berasal dari 1 (satu) atau lebih dari 1 (satu) penyelenggara penelitian.”
b. Membuat rumusan regulasi yang dibutuhkan untuk perluasan praktik pengembangan dan penggunaan infrastruktur iptek. Rumusan ini dapat menilik kebijakan yang dipakai LIPI—mengingat dalam beberapa tahun terakhir LIPI telah menginisiasi pembangunan infrastruktur fasilitas laboratorium bersama di Cibinong yang dapat digunakan berbagai pihak, termasuk swasta. Jika dibutuhkan peraturan payung, dapat masuk ke RPP Sumber Daya Iptek.
7 Adanya regulasi di sektor finansial agar sektor tersebut mendanai sektor riil, mendanai inovasi, bukan mendanai lagi financial sector dan menjadi economic bubble
a. Membuat peraturan turunan UU No. 11/2019 Pasal 6: “Ilmu Pengetahuan dan Teknologi berkedudukan sebagai modal dan investasi,” untuk merumuskan bentuk-bentuk insentif bagi kegiatan riset dan inovasi, baik oleh pelaku maupun sektor keuangan selaku penyedia pembiayaan—termasuk insentif bagi R&D di sektor riil vs sektor finansial.
b. Merumuskan peraturan turunan UU Cipta Kerja mengenai Lembaga Pengelola Investasi dengan adanya sovereign wealth fund yang secara spesifik menyasar investasi untuk riset dan inovasi, termasuk kaitannya dengan Rancangan Perpres Dana Abadi Penelitian.
8 Terciptanya proses perbaikan sistem peraturan perundang-undangan yang berjalan secara sistematis dan berkelanjutan
Merevisi UU No. 12/ 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup penyatuan semua fungsi yang terkait dengan pembentukan regulasi ke dalam satu kementerian atau lembaga, serta penambahan kriteria RUU yang dapat diajukan di luar Prolegnas serta mekanisme pemantauan dan peninjauan UU
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 67
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
Dari sasaran di atas, ada dua imperatif tindakan yang perlu dicapai. Pertama, perlu kejelasan hukum perihal keberadaan Kemenristek/BRIN sehingga dapat menjalankan amanat UU Nomor 11 Tahun 2019 mengenai integrasi lembaga riset dan inovasi publik demi memastikan keberlanjutan dan kesamaan arah kegiatan riset dan inovasi dalam mendukung pembangunan. Kedua, mengingat peran dan kedudukan iptek sebagai landasan dan bagian tidak terpisahkan dari pembangunan nasional dan bersifat lintas sektor, ruang pelibatan sebanyak mungkin aktor dalam proses perumusan dan implementasi produk regulasi yang terkait dengan iptek-inovasi perlu dibuka seluas-luasnya.
BRIN diharapkan dapat menjalankan peran sebagai penyusun dan koordinator program riset dan inovasi di seluruh lembaga litbang publik – baik LPNK maupun unit litbang di K/L serta Perguruan Tinggi Negeri – sesuai dengan arahan dalam RPJMN 2020-2024 serta RKP. Dengan demikian, seluruh kegiatan serta anggaran riset dan inovasi Pemerintah dapat digunakan dengan lebih efektif dan efisien. Dalam menjalankan peran tersebut, BRIN dapat berkoordinasi dengan Bappenas dalam mengawal proses perencanaan dan penganggarannya. BRIN juga diharapkan dapat mensinergikan investasi Pemerintah untuk riset dan inovasi dengan dukungan pendanaan swasta dan sumber non-APBN lainnya
4.2.2 MEMBENAHI TATA KELEMBAGAAN
Langkah paling dasar untuk mewujudkan ekonomi berbasis inovasi adalah memastikan adanya ekosistem pengetahuan dan inovasi yang kuat. Tanpanya, ekonomi yang didorong inovasi tidak akan pernah terwujud (Lawrence dkk., 2019). Pembenahan ekosistem mendesak dilakukan demi terwujudnya sinergi antar-aktor dan sistem yang kuat.
Dalam praktik saat ini, misalnya, kegiatan penelitian dan pengembangan kerap bercampur dengan pengkajian karena sampai 1999 jenjang karier yang tersedia baru fungsional peneliti.26 Selain itu, dalam konteks yang lebih luas, kenyataan menunjukkan bahwa kelompok masyarakat dan badan usaha sebagai penerima manfaat dari berbagai kegiatan riset belum mendapat manfaat seperti yang diinginkan.
Di sisi kebijakan publik dan perencanaan pembangunan, kerancuan dan ambiguitas fungsi unit organisasi yang menangani penelitian dan pengembangan pada kementerian dan lembaga juga menyebabkan kurang efektifnya proses perumusan kebijakan berbasis bukti. Kajian Huda dkk., (2020) menyimpulkan bahwa “kerangka perundang-undangan dan regulasi di Indonesia tidak memakai definisi ‘riset dan pengembangan’ yang konsisten serta tepat dan akurat (precise). Salah satu isu yang ditemukan dalam sejumlah studi terdahulu adalah banyak ‘riset’ yang diproduksi di Indonesia pada saat ini sebenarnya bukan riset.” Salah satu implikasi secara kelembagaan adalah bahwa fungsi utama badan litbang kementerian dan lembaga untuk mengkaji kebijakan (bagi direktorat teknisnya) perlu dikembalikan sesuai dengan fitrahnya.
Interaksi produsen pengetahuan dan inovasi dengan pengguna juga masih terbatas. Lemahnya komitmen politik juga turut menghasilkan praktik kerja in silo, yang menyebabkan ketiadaan pemahaman mengenai strategi pembangunan ekosistem pengetahuan dan inovasi serta menghasilkan kolaborasi yang tidak efektif. Dari pengalaman ini, kentara bahwa memperlakukan aktor-aktor ekosistem pengetahuan dan inovasi dalam sekat-sekat eksklusif akan berdampak pada terhambatnya produktivitas inovasi serta pembangunan nasional.
26 Pada awal 1980-an, dilakukan pemisahan peran penelitian dan perekayasaan yang masing-masing dijalankan LIPI dan BPPT. Jabatan fungsional perekayasa resmi diakui berdasarkan Keppres Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi68
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
Karena itu, imperatif tindakan perlu dicapai dengan memperlakukan proses penyelenggaraan pengetahuan dan inovasi, dari hulu ke hilir, sebagai sebuah sistem yang utuh. Hal ini kemudian berdampak pada koordinasi dan pengaturan kelembagaan yang adaptif, efektif, dan kolaboratif demi mewujudkan tata kelola yang terbuka, partisipatoris, dan berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Roda pemerintahan perlu dijalankan SDM ASN yang profesional dan berintegritas di semua sektor dan bidang untuk mewujudkan Visi Indonesia Maju 2045 melalui penguasaan pengetahuan dan inovasi.
Cetak biru ini mengidentifikasi delapan sasaran untuk memperkuat aspek tata kelembagaan. Kedelapan sasaran beserta strategi untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut secara terperinci tertuang dalam tabel berikut.
No. Sasaran Strategi
1 Terkoordinasinya proyek riset inovasi multisektoral dan antardisiplin ilmu dengan target prioritas nasional berorientasi dampak, dengan tetap membuka ruang gerak aktor untuk melakukan bottom-up projects
a. Meninjau secara sistematis posisi, peran (misi), dan hubungan antar-organisasi penelitian kunci.
b. Merumuskan bentuk insentif di luar pendanaan (misalnya manfaat non-ekonomi) untuk memotivasi lembaga riset dan inovasi serta aktor lainnya mendukung target prioritas nasional.
2 Adanya pemisahan fungsi regulatory/policy dan funding serta memastikan akuntabilitas pendanaan
a. Membentuk lembaga pendanaan independen pengelola dana proyek riset nasional atau memperkuat lembaga yang ada.
b. Menyelenggarakan riset dan inovasi dengan dana pihak ketiga yang dilengkapi dengan mekanisme dan target yang disesuaikan dengan tujuan spesifik skema pendanaannya. Parameter evaluasi perlu dibedakan antara satu skema dan lainnya. Acuan utamanya adalah tujuan besar berupa shared vision atau shared objective para pihak.
3 Terintegrasinya lembaga intermediasi ke dalam sistem translasi invensi menjadi inovasi serta sistem translasi menjadi kebijakan
a. Membentuk lembaga intermediasi pusat yang melengkapi lembaga intermediasi di setiap lembaga riset dan inovasi dengan peran knowledge and partnership brokerage, terutama dengan industri.
b. Menguatkan fungsi (unit) analisis kebijakan di K/L atau Pemda yang terhubung dengan baik dengan jaringan analis kebijakan non-K/L atau Pemda serta komunitas ilmiah yang relevan.
4 Terbentuknya wahana kolaborasi periset-intermediari-masyarakat-industri-pemerintah di daerah dengan keunggulannya masing-masing
a. Mendorong dan mendukung piloting bagi place-based innovation, baik untuk pengembangan sosial-ekonomi maupun kebijakan publik di daerah.
b. Membangun knowledge pool di daerah dan mendorongnya berperan konstruktif dalam pembangunan daerahnya yang didukung jejaring keilmuan di level lokal, nasional, serta internasional.
5 Terintegrasinya lembaga pengampu data informasi iptek dan inovasi dengan efektif
a. Mempercepat pengaturan Sistem Informasi Iptek Nasional (SIIN).
b. Memperkuat repositori yang sudah ada (misalnya, Repositori Ilmiah Nasional) dengan mekanisme interlinkage dengan SIIN
6 Terkuatkannya peran dan jejaring scientific advisor, baik untuk komunitas ilmiah maupun di K/L atau Pemda terkait
Membentuk jejaring wadah keilmuan nasional yang representatif, inklusif, dan kredibel seperti dengan tugas, fungsi, dan wewenang yang jelas sebagai penasihat kementerian dan lembaga, maupun pemerintah daerah. Wadah ini harus dipastikan berfungsi optimal dalam jangka panjang (sustainable).
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 69
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
No. Sasaran Strategi
7 Terintegrasinya fungsi K/L yang relevan dalam agenda pembangunan spesifik sehingga terjadi koordinasi efektif
Memasukkan setiap target pembangunan nasional yang terukur menjadi mandat Kemenko dengan kewenangan lebih kuat untuk menjalankan koordinasi.
8 Terbentuknya sistem yang memungkinkan masyarakat memiliki pemahaman mendasar tentang berbagai isu, didukung akses terbuka dan tepercaya yang disediakan K/L atau Pemda
a. Membangun mekanisme konsultasi dan komunikasi publik untuk perumusan kebijakan.
b. Memanfaatkan sistem pemerintahan berbasis elektronik dan media sosial secara cerdas sebagai penunjang akuntabilitas publik, dengan tetap menjaga keutuhan NKRI.
Selain perbaikan dalam sistem, sebuah catatan bagi perbaikan di level internal lembaga dalam ekosistem pengetahuan dan inovasi perlu diperhatikan. Kapasitas manajemen riset dalam lembaga riset dan inovasi, terutama, perlu ditingkatkan agar seluruh beban administrasi tidak ditanggung para SDM iptek. Jika SDM iptek terlalu sibuk dengan urusan administrasi, hal itu akan menjadi penghambat bagi peningkatan kapasitas SDM sekaligus bagi terjadinya kolaborasi yang bermakna dengan aktor-aktor pengetahuan dan inovasi. Perbaikan di level internal lembaga ini juga terkait erat dengan aspek mekanisme akuntabilitas (untuk penjelasan lebih lanjut, lihat subbab 4.2.3 tentang mekanisme akuntabilitas).
Penguatan ekosistem pengetahuan dan inovasi di Indonesia tidak akan berjalan efektif jika sinergi dan koordinasi antarlembaga riset dan inovasi masih lemah, baik antarlembaga riset dan inovasi pemerintah, lembaga riset dan inovasi pemerintah dengan universitas (akademik), maupun lembaga riset dan inovasi pemerintah dengan lembaga riset dan inovasi non-pemerintah. Apalagi, UU Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sisnas Iptek juga belum memberikan arahan secara jelas mengenai posisi dan hubungan antar-aktor dalam ekosistem riset di Indonesia, misalnya tentang peran komunitas epistemik dan institusi yang sudah ada terlebih dahulu, penjabaran hubungan BRIN serta lembaga riset dan inovasi pemerintah dengan perguruan tinggi, serta kedudukan dan posisi lembaga wadah pemikir (think tank) dan masyarakat sipil dalam ekosistem riset di Indonesia.
Oleh sebab itu, penegasan perlu dibuat untuk membangun dan merawat interaksi produsen dan pengguna dengan aktor Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi (EPI) lain, yaitu (1) pemungkin (enabler), yang menyediakan sumber daya, menetapkan kebijakan, dan memfasilitasi interaksi para aktor, serta (2) perantara (intermediary), yang merajut relasi di antara para aktor serta turut mengawal proses transaksi berbagai produk pengetahuan dan inovasi.
Sinergi positif di antara semua komponen tersebut akan berkontribusi pada ekosistem pengetahuan dan inovasi yang sehat. Terbentuknya sinergi ini juga sangat dipengaruhi tata kelola dan akuntabilitas dalam menerjemahkan interaksi para aktor EPI ke beragam praktik penyelenggaraan.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi70
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
4.2.3 MEMPERBAIKI TATA KELOLA DAN MEKANISME AKUNTABILITAS
Penataan kembali ekosistem pengetahuan dan inovasi mengandalkan perbaikan tata kelola serta mekanisme akuntabilitas sehingga arah dan koordinasi yang terkait dengan iptek, riset, dan inovasi dapat dipertanggungjawabkan. Kedua hal ini penting baik bagi produsen dan pengguna pengetahuan maupun bagi pihak perantara.
Bagi produsen pengetahuan, tata kelola dan mekanisme akuntabilitas ini dibutuhkan untuk memastikan pengetahuan yang dihasilkan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah sebagai basis dan rujukan pembuatan kebijakan. Sementara itu, dari sudut pandang pemanfaatan pengetahuan, mekanisme akuntabilitas ini penting bagi pemerintah untuk menjamin bahwa dalam setiap kebijakan yang dihasilkan, telah diintegrasikan aspek-aspek pengetahuan (data, bukti) untuk memperhitungkan unintended consequence dari tujuan yang dimaksudkan dalam kebijakan tersebut. Bagi pihak perantara (dalam konteks kebijakan publik misalnya pers dan masyarakat sipil), tata kelola dan akuntabilitas penting sebagai mekanisme pertanggungjawaban apa yang telah dilakukan (dan bagaimana melakukannya, dengan sumber daya apa, dan apa hasilnya) untuk menjembatani serta mendorong (mengadvokasi) proses penggunaan pengetahuan dalam kebijakan yang memengaruhi hidup banyak orang.
Di luar itu, adanya perbaikan tata kelola dan mekanisme akuntabilitas akan memperkuat tingkat kepercayaan dan kolaborasi lintas sektor dan/atau aktor—termasuk partisipasi sektor swasta—sehingga pada akhirnya juga mendorong terjadinya sinergi dalam ekosistem pengetahuan dan inovasi.
Cetak biru ini mengajukan tujuh sasaran untuk perbaikan aspek tata kelola dan mekanisme akuntabilitas. Keseluruhan sasaran optimalisasi ini terikat pada tiga prinsip utama:
1. Penguatan integritas;2. Perluasan kolaborasi; dan 3. Pengembangan budaya kerja sama dari para pihak;
dengan mengasumsikan bahwa semua pemangku kepentingan telah sepakat dan berbagi visi, sekaligus telah menentukan titik berangkat serta langkah-langkah operasional yang diperlukan untuk mencapai tujuan bersama tersebut.
Secara terperinci, strategi untuk mencapai enam sasaran optimalisasi dari aspek tata kelola dan mekanisme akuntabilitas ini tertuang dalam tabel berikut.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 71
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
No. Sasaran Strategi
1 Adanya mekanisme produksi pengetahuan yang dipertanggungjawabkan sesuai dengan metodologi ilmiah oleh dan untuk komunitas ilmiah
a. Memperkuat aspek-aspek etika dalam kegiatan riset dan inovasi dengan melibatkan komisi etik serta berbagai asosiasi profesi dan ilmiah bereputasi internasional dan/atau yang telah terakreditasi (epistemic community).
b. Memperkuat komitmen pada open science (persyaratan bahwa semua penelitian yang didanai pemerintah dipublikasikan dan datanya dapat diakses publik dengan mudah), antara lain dengan mengembangkan sistem/platform yang memfasilitasi open science.
2 Terintegrasinya pengetahuan ke dalam proses pembuatan kebijakan, termasuk dalam rencana pembangunan
Mengembangkan mekanisme konsultasi dan komunikasi publik yang melibatkan komunitas pengetahuan dalam proses pembuatan kebijakan, sejak perancangan awal hingga validasinya. Dapat diintegrasikan dengan strategi pembenahan tata kelembagaan yang terkait dengan mekanisme konsultasi dan komunikasi publik.
3 Penetapan panduan untuk penggunaan ilmu pengetahuan dalam proses, perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi yang berfokus pada empat strategi:
a. Menyusun program yang mengacu pada prioritas pembangunan nasional yang terencana, baik untuk jangka waktu panjang, menengah, maupun pendek, dalam satu kesatuan utuh dan dijalankan secara konsisten. Elemen-elemen perencanaan, alokasi sumber daya, pelaksanaan, pemantauan, supervisi, evaluasi, dan audit harus masuk ke rancangan program.
b. Menyusun Indikator Kinerja Utama Nasional berorientasi impact, yang selanjutnya harus diterjemahkan ke dalam serangkaian target K/L beserta seluruh jajarannya. Ini menjadi basis perjanjian kinerja pejabat terkait.
c. Memasukkan elemen-elemen pembelajaran ke evaluasi pembangunan nasional sehingga bersifat berkelanjutan.
d. Melibatkan dan mempertimbangkan para aktor pengetahuan (produsen, pengguna, enabler, dan intermediari) yang mewakili seluruh lapisan yang relevan dalam perancangan kegiatan, program, dan kebijakan, terutama yang terkait dengan riset dan inovasi. Sumber daya (waktu, anggaran, komitmen) yang memadai harus selalu dialokasikan untuk penyempurnaan dalam tahap ini.
4 Terimplementasinya open data di level K/L sebagai bentuk tanggung jawab, sekaligus untuk mendorong interaksi antar aktor 27
a. Mengoptimalkan sistem informasi berbasis digital/pemanfaatan TIK sehingga data dapat diakses oleh publik dengan mudah, terutama terkait luaran yang dihasilkan melalui anggaran pemerintah
b. Mempercepat penataan Sistem Informasi Iptek Nasional dengan mengarah pada pembentukan Satu Data Nasional yang komprehensif.
c. Menyusun mekanisme pelaporan K/L pada publik setiap akhir tahun anggaran melalui semua saluran komunikasi massa yang ada (daring dan luring).
d. Menyediakan sarana pemberian umpan balik yang responsif dan efektif dengan penerapan prinsip-prinsip ilmu komunikasi.
5 Adanya partisipasi masyarakat untuk melakukan evaluasi kebijakan hingga di tingkat desa
a. Mengidentifikasi opinion leader (community leader, informal leader) dengan kearifan lokal dan melibatkannya dalam proses evaluasi kebijakan.
b. Menyediakan sub-sistem dari open science yang bersifat lokal untuk bertindak sebagai sarana penyaluaran aspirasi lokal dalam penyusunan kebijakan publik.
27 Kedua strategi bagi sasaran ini dapat diintegrasikan dengan strategi pengembangan sistem/platform yang mendukung open science, maupun untuk perluasan akses publik.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi72
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
No. Sasaran Strategi
6 Audit berbasis kinerja dan kolaboratif dengan pertanggungjawaban berbasis bukti ilmiah
Membangun sistem audit yang berada dalam kewenangan lembaga tertentu (keuangan, kinerja, kelembagaan) berbasis pemahaman terkait proses kegiatan ilmiah, agar relevan dan tepat sasaran. Penyusunan mekanisme audit yang berbasis pemahaman terkait proses kegiatan ilmiah ini perlu melibatkan komunitas ilmiah.
Dari sasaran di atas, ada dua imperatif tindakan yang perlu dicapai. Pertama, perlunya penguatan kolaborasi antar-aktor untuk menjamin efisiensi dan efektivitas sumber daya. Misalnya, dengan mengacu pada Indikator Kinerja Utama Nasional, dapat dirancang berbagai program terpadu lintas K/L yang spesifik, lintas pemerintah daerah otonom, yang melibatkan para aktor pengetahuan dan inovasi yang mewakili produsen, pengguna, intermediari, dan enabler. Bentuk kemitraannya terstruktur, tetapi adaptif terhadap berbagai dinamika yang berkembang. Selain itu, pimpinan tinggi pratama atau kepala satuan kerja K/L serta pemerintah daerah (pejabat eselon 2) yang relevan dengan tugas dan fungsinya dapat membangun interaksi terstruktur untuk bersepakat tentang operasionalisasi terperinci dari program pembangunan spasial atau sektoral bersama (shared objective). Kesepakatan ini harus disetujui jajaran pimpinan tinggi madya dan pimpinan K/L serta pimpinan daerah otonom.
Kedua, perlunya memastikan sistem monitoring-evaluasi dan audit tidak sekadar melihat aspek akuntansi keuangan, tetapi juga mencermati efektivitas biaya, kesesuaian dengan tujuan pembangunan, dan mengandung fungsi pembelajaran ke arah penyempurnaan berkelanjutan. Dalam konteks penyelenggaraan riset dan inovasi, audit perlu memperhatikan penerapan prinsip akuntabilitas tanpa mengorbankan otonomi lembaga riset dan inovasi. Penyelenggaraan riset dan inovasi dengan dana pihak ketiga harus dilengkapi dengan mekanisme dan target yang disesuaikan dengan tujuan spesifik skema pendanaannya. Selain itu, monitoring perlu dilakukan di level institusi, bukan peneliti. Institusi kemudian perlu dievaluasi secara berkala dari kinerjanya. Karena itu, pembenahan manajemen internal lembaga menjadi hal yang penting.
4.2.4 MEMBENTUK SUMBER DAYA DINAMIS
Sumber daya yang andal dan tepat adalah kunci peningkatan kualitas ekosistem pengetahuan dan inovasi. Pengelolaan dan perencanaan pembangunan kualitas sumber daya, baik manusia, infrastruktur, logistik, maupun perangkat pendukungnya, menjadi hal yang sangat penting untuk direncanakan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah menemukan cara yang paling efektif untuk mengelola sumber daya manusia dalam bidang sains, pendidikan tinggi, riset dan inovasi yang memiliki ritme, kultur kerja, kaidah, serta mekanisme insentif yang berbeda dengan bidang lain.
Dari beberapa kajian mengenai kultur kerja di perguruan tinggi, diketahui bahwa budaya riset, telaah sejawat, serta kultur akademik secara umum di Indonesia hanya dapat meningkat jika beban kerja administrasi dan proses administrasi lainnya dikurangi (Rakhmani dan Siregar, 2016; Team, 2016). Makin sedikit waktu yang diluangkan dosen dan peneliti untuk pekerjaan yang bersifat administratif dan fungsional, akan makin banyak waktunya untuk menghasilkan riset dan pengetahuan. Hal ini juga berlaku bagi peneliti dan perekayasa, terutama yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil.
Beban kerja administratif yang dialami para produsen pengetahuan sebagai aparatur sipil merupakan momok yang menjadikan mereka kalah bersaing (Rakhmani dan Siregar, 2016), juga dalam hal insentif finansial (Suryadarma, Pomeroy, dan Tanuwidjaja, 2011).
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 73
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
Selain itu, keberadaan sumber daya manusia yang dinamis seharusnya tercermin dari kemungkinan perpindahan tempat kerja bagi dosen, peneliti, dan perekayasa. Hal ini sudah didengungkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk Kepala LIPI, para peneliti LPNK, dan juga Forum Rektor Indonesia.28 Yang diinginkan adalah kesempatan untuk belajar, berpraktik, serta mengerjakan proyek kolaborasi, terutama terkait dengan mobilitas peneliti antar-perguruan tinggi ataupun dengan industri. Terjadinya perpindahan juga memungkinkan transfer pengetahuan yang intensif antara pihak pemerintah, swasta, dan pendidikan tinggi.
Untuk mewujudkan harapan ini, wacana penyusunan skema kepegawaian baru bagi dosen, peneliti, perekayasa, serta aktor produsen pengetahuan lainnya perlu direalisasi. Peluang tersebut sudah ada dan perlu dioptimalkan melalui skema baru aparatur sipil negara, terlebih pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Fleksibilitas dan mobilitas menjadi dua kata kunci yang harus menjadi prinsip pengelolaan SDM pengetahuan dan inovasi, mengingat dunia produksi pengetahuan dinamis. Regulasi ke depan harus memungkinkan gerak lembaga yang lincah, yang ditopang SDM yang tidak terkekang oleh prosedur dan diberi kesempatan untuk belajar dan berkontribusi dalam berbagai bentuk.
Lebih lanjut, cetak biru ini juga mengafirmasi beberapa terobosan kebijakan terkini yang didorong pemerintah pusat. Contohnya adalah dukungan pendanaan dari pemerintah yang sifatnya menopang atau bahkan melipatgandakan pendanaan swasta dalam bentuk matching fund. Upaya ini sejalan dengan visi cetak biru yang menginginkan kolaborasi lebih erat antara dunia pendidikan tinggi dan industri.29 Sementara itu, upaya mendorong produktivitas perguruan tinggi juga makin diseriusi dengan model pengelolaan yang mengarah ke research university. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan jumlah dan intensitas kerja sama antara industri, universitas, dan lembaga riset (Brodjonegoro dan Moeliodihardjo, 2014).
Prinsip lain yang diyakini dalam cetak biru ini adalah pentingnya cara bekerja, juga cara pandang yang bersifat jamak—baik dari segi sektor maupun sumber pendanaan. Untuk itu, strategi pengelolaan sumber daya harus mengedepankan penghilangan sekat-sekat antarlembaga, antar-saluran pendanaan, serta antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Pentingnya sinergi antar-aktor sudah sering dikemukakan, tetapi masih terdapat berbagai hambatan untuk menjadikannya nyata. Cetak biru ini akan mengusulkan beberapa strategi utama yang kiranya dapat mempertemukan produsen, pengguna, dan perantara pengetahuan. Hal ini perlu dirancang sedini dan setepat mungkin agar dapat membantu mengurangi ketimpangan (antardaerah, antargender, antarlatar belakang sosial) yang menjadi hambatan pembangunan ekonomi berbasis pengetahuan. Kebijakan yang bersifat afirmatif menjadi penting dan beberapa di antaranya didorong gagasan baru yang diharapkan dapat menjadi pembeda ke depan.
Terdapat 17 sasaran untuk mewujudkan/meningkatkan/memperkuat aspek sumber daya. Ke-17 sasaran tersebut dibagi menjadi dua kelompok: 7 sasaran merupakan sasaran optimalisasi, sementara 10 merupakan usulan kebijakan atau sasaran program baru.
28 Disampaikan dalam dua FGD, 8 Oktober 2020 dan 21 Oktober 2020.29 Sebagaimana disampaikan Dirjen Dikti pada sesi FGD 8 Oktober 2020 dengan informasi resmi yang dapat diakses di https://dikti.kemdikbud.go.id/pengumuman/buku-panduan-indikator-kinerja-utama-ptn/.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi74
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
SASARAN OPTIMALISASI
Secara terperinci, strategi untuk mencapai tujuh saran optimalisasi tertuang dalam tabel berikut.
No. Sasaran Strategi
1 Terciptanya SDM riset, inovasi, dan kebijakan publik yang andal melalui peningkatan kapasitas terus-menerus (baik melalui pendidikan formal maupun pelatihan) sebagai bagian dari proses pengembangan jenjang karier
a. Menciptakan critical mass SDM iptek dengan indikator 30% populasi memiliki gelar pascasarjana.
b. Menyusun rencana pengembangan SDM di setiap lembaga riset dan inovasi, termasuk swasta, dalam bentuk beasiswa gelar dan non-gelar yang sistematis dan kompetitif (misalnya LPDP).
c. Menguatkan manajemen talenta dari lembaga riset dan inovasi/pendidikan.
d. Mendukung adanya fasilitas/sarana pendidikan dan pelatihan, termasuk in-house training dan non-classical training.
e. Melakukan sinkronisasi roadmap SDM antarsektor dengan Dikti-LPDP-K/L.
2 Meningkatnya jumlah dan intensitas kerja sama antara industri, universitas, dan lembaga riset
Mendorong industri terlibat dalam perencanaan riset dan riset kolaborasi dengan skema riset yang lebih terfokus dan kolaboratif.
3 Meningkatnya persentase peneliti/perekayasa/analis kebijakan yang terpapar kolaborasi riset dan inovasi internasional
a. Membuat strategi kolaborasi internasional untuk sektor pengetahuan dan inovasi dengan menyeimbangkan pendekatan top-down (government-to-government) dan bottom-up (institution-to-institution).
b. Memperbaiki enabling factors kolaborasi internasional (pendanaan, insentif, regulasi, dan kapasitas lembaga).
c. Melakukan pemetaan kebutuhan kolaborasi internasional yang secara spesifik diarahkan untuk mengisi kebutuhan infrastruktur riset dan inovasi.
4 Terarusutamakannya budaya telaah sejawat (peer review) di komunitas peneliti
a. Membangun sistem telaah sejawat yang dipimpin peneliti (researcher-led peer review) untuk semua kategori penelitian yang didanai pemerintah. Dimulai dengan uji coba sistem peer review secara nasional (contohnya praktik di Inggris dan Australia).
b. Memperkuat kode etik penelitian nasional dengan keterlibatan komunitas epistemik.
c. Meningkatkan profesionalitas manajemen penelitian (misalnya penguatan peran LPPM di universitas serta unit manajemen penelitian di lembaga riset dan inovasi lainnya).
5 Meningkatnya kualitas ASN dalam perumusan kebijakan dan pengorganisasian program
a. Mengoptimalkan peran jabatan fungsional analis kebijakan, jabatan fungsional yang relevan, dan jabatan struktural dalam proses perumusan kebijakan.
b. Optimalisasi peran riset dan inovasi dalam suplai informasi perumusan kebijakan.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 75
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
No. Sasaran Strategi
6 Percepatan agenda reformasi birokrasi dalam hal pengembangan SDM iptek: peneliti dan dosen
a. Memaksimalkan skema ASN dari pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) untuk mendorong rekrutmen dosen dan peneliti lintas perguruan tinggi.
b. Memaksimalkan skema PPPK untuk mendorong rekrutmen diaspora dosen dan peneliti Indonesia untuk kembali bekerja purnawaktu di Tanah Air, baik di perguruan tinggi maupun badan/lembaga pemerintah.
c. Mendorong adanya skema yang memungkinkan diaspora dosen dan peneliti Indonesia bisa bekerja paruh waktu di Tanah Air, baik di perguruan tinggi maupun badan/lembaga pemerintah.
d. Mendorong konsistensi PTN-BH dalam rekrutmen dosen dan peneliti sesuai dengan kebutuhan institusi dan agenda riset nasional.
e. Mendorong sinergi antara komunitas sains, perguruan tinggi, bisnis, dan pemerintah dalam menentukan roadmap sektoral dan nasional.
7 Adanya pusat-pusat unggulan iptek (PUI) tingkat dunia
a. Mengembangkan keunggulan spesifik (centre for excellence dalam bidang tertentu) dari PT atau program studi di daerah sehingga berdaya tarik bagi calon pelajar (termasuk dari luar negeri) atau untuk pengambilan data (misalnya PUI untuk biodiversity, soal vulkanologi).
b. Pemberian working capital atau insentif bagi PUI yang produktif dan bereputasi baik.
Dari sasaran di atas, ada beberapa imperatif tindakan yang perlu dicapai. Pertama, upaya mendorong kualitas ASN yang berkecimpung dalam pengetahuan dan inovasi. Hal ini bisa diraih dengan mempercepat agenda reformasi birokrasi dan memaksimalkan pemanfaatan SDM, baik yang sudah tersedia secara internal di K/L maupun dengan memungkinkan terjadinya mobilitas SDM antarlembaga, bahkan dari luar negeri (diaspora) sekalipun.
Imperatif kedua adalah memungkinkan terjadinya pemanfaatan sumber daya yang didorong perputaran atau perpindahan pengetahuan sebagai akibat dari munculnya berbagai interaksi. Hal ini dibahas dalam poin 4, 5, dan 6. Yang hendak dicapai adalah meningkatnya kolaborasi, kerja sama, paparan pengetahuan, dan budaya telaah sejawat yang merupakan penanda adanya iklim ilmiah.
SASARAN BARU
Ke-10 saran bagi sasaran program baru dijabarkan secara terperinci dalam tabel berikut.
No. Sasaran Strategi
8 Meningkatnya jumlah SDM berkualifikasi S-3 di semua disiplin ilmu
a. Mengadopsi praktik dalam menciptakan pusat dan jaringan untuk pelatihan doktoral (S-3) nasional (misalnya U.K.; Laureate scheme di Australia).
b. Menyusun skema pendanaan penelitian untuk mendukung peneliti senior yang terbukti dapat menjadi pelatih dan mentor penelitian yang baik.
c. Menyusun skema kemitraan internasional dalam hal pelatihan Ph.D. dan program mobilitas, untuk membangun kemampuan baik supervisor maupun mahasiswa.
9 Terciptanya SDM terampil bersertifikasi global di bidang iptek strategis
Pengadaan program percepatan pascasarjana khusus untuk PTN BLU dan satker.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi76
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
No. Sasaran Strategi
10 Adanya struktur terpadu pendidikan tinggi vokasi dengan akademik
a. Menciptakan fleksibilitas jalur perpindahan dari vokasi ke akademik, baik di jenjang pendidikan menengah ke atas maupun tinggi.
b. Memastikan keseimbangan antara pendidikan terapan dan teori di tingkat pendidikan tinggi.
11 Berkurangnya insentif yang merugikan (perverse incentive) dalam pengembangan karier dosen atau peneliti
a. Menerapkan sistem Tri Dharma Perguruan Tinggi yang mewajibkan kegiatan riset, pengajaran, dan pengabdian kepada masyarakat pada level institusional dan bukan individu. Hal ini juga dapat membuka pintu bagi terbentuknya sistem rekrutmen dan jenjang karier yang lebih intensif untuk kegiatan riset (research-intensive appointments and career pathways).
b. Membuat skema kepegawaian sendiri untuk dosen dan peneliti (tidak lagi dikelola di bawah skema PNS).
12 Terjadinya brain gain—pemerataan kualitas—universitas di Indonesia
a. Merumuskan skema mobilitas dosen untuk mendorong pemerataan dan peningkatan kompetensi.
b. Mendorong kompetisi universitas di Indonesia atau meningkatkan kinerja agilitas universitas dengan membuka kemungkinan SDM asing masuk ke universitas dalam negeri.
c. Memasukkan mobilitas antarlembaga sebagai indikator kinerja utama (key performance indicator) lembaga riset dan inovasi.
13 Tingkat penerimaan mahasiswa pendidikan tinggi (higher education enrollment rate) setara dengan negara berpendapatan menengah atas (upper-middle-income countries)
a. Menyusun kebijakan afirmatif (affirmative policy) untuk provinsi-provinsi dengan angka partisipasi kasar pendidikan tinggi (APK-PT) terendah.
b. Melibatkan pemerintah daerah dalam pembiayaan pendidikan tinggi.
14 Terciptanya sistem pelibatan SDM dalam kolaborasi internasional yang resiprokal
Merelaksasi regulasi untuk fleksibilitas mobilitas foreign skilled worker dengan diarahkan adanya spillover.
15 Adanya kesempatan bagi masyarakat umum untuk dapat terjun ke aktivitas riset ataupun memberikan dukungan terhadap hasil upaya mereka serta membantu dalam pengurusan hak cipta dan sejenisnya (harus mencakup sumber daya non-Jawa)
a. Mengadakan pelatihan, pendidikan singkat, dan “pemasaran” atas aktivitas mereka.
b. Menyiapkan prasarana fisik dan nonfisik untuk workshop bekerja sama dengan pemerintah dan akademisi serta industri skala besar.
16 Tersedianya infrastruktur iptek yang mudah diakses para aktor, sekaligus menerapkan digitasi informasi
a. Melakukan pemetaan infrastruktur riset dan inovasi saat ini dan menentukan peta jalan pengembangan infrastruktur prioritas, termasuk menentukan peran negara untuk memastikan ketersediaan infrastruktur riset dan inovasi strategis serta peran aktor ekosistem lainnya.
b. Membuat skema bagi pakai untuk fasilitas yang dikembangkan dan dimiliki negara serta memberikan insentif bagi aktor pemilik infrastruktur lain dalam ekosistem untuk menerapkan skema serupa.
17 Berkembangnya infrastruktur riset baru secara merata, yang tidak terpusat di Pulau Jawa, demi menunjang place-based research and innovation
Melakukan proses konsultasi dengan pemangku kepentingan di daerah mengenai potensi topik penting lokal yang membutuhkan dukungan riset dan inovasi (misalnya komoditas tertentu yang penting untuk pengembangan ekonomi daerah dan tantangan sosial tertentu yang terkait dengan keunikan masyarakat setempat) serta mengembangkan infrastruktur yang dibutuhkan.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 77
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
Dari sasaran di atas, ada beberapa imperatif tindakan yang perlu dicapai. Pertama, perlunya komitmen jangka panjang untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Dengan konteks sumber daya dalam bidang inovasi dan pengetahuan, tolok ukur yang dipakai tidak bisa hanya dilihat dari, misalnya, Indeks Pembangunan Manusia (HDI) ataupun tolok ukur meningkatnya skor peringkat Indonesia dalam survei PISA. Kedua indeks tersebut lebih mencerminkan kualitas pendidikan dasar dan menengah. Namun, indikator yang lebih relevan adalah meningkatnya angka partisipasi kasar pendidikan tinggi dan sejauh mana APK tersebut merata antarprovinsi di Indonesia. Juga angka tersebut perlu terlihat mengalami peningkatan cepat jika kita menginginkan akselerasi kualitas ekosistem pengetahuan dan inovasi.
Kedua, dalam jangka menengah, kesenjangan antardaerah dalam hal infrastruktur fisik juga perlu diatasi dengan melahirkan ataupun memaksimalkan pusat unggulan iptek. Keberadaan infrastruktur tersebut harus diiringi dengan kepemimpinan daerah yang ingin memanfaatkan potensi sumber dayanya untuk diolah dengan prinsip ekonomi berbasis pengetahuan. Termasuk dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur dasar penelitian di daerah yang tidak memadai (Seknas Fitra, 2020:6). Peran pemerintah pusat dalam hal ini adalah sebagai fasilitator atau pemungkin.
Ketiga, beberapa sasaran jangka pendek (low-hanging fruit) bisa diraih dengan kemauan dan sinergi antar-aktor. Data mengenai ketersediaan SDM dan infrastruktur (laboratorium, balai latihan, balai kerja, kebun raya, dan lain-lain) yang terpadu serta terbuka untuk diakses publik merupakan oksigen ekosistem. Tanpanya, aktor pengetahuan tidak bisa bergerak untuk mencapai sasaran-sasaran yang disepakati.
4.2.5 MENYEDIAKAN DUKUNGAN PENDANAAN DAN INSENTIF YANG MEMADAI
Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, alokasi anggaran riset oleh pemerintah Indonesia masih tergolong rendah. Sebagai perbandingan, negara berkembang mengalokasikan 1 hingga 3 persen APBN untuk penelitian dan pengembangan. Hal ini merupakan bagian dari upaya memberikan prioritas pada penggunaan riset dan inovasi untuk memperkuat keberlanjutan perekonomian serta meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan. Pada 2016, pemerintah Indonesia menganggarkan 0,25% dari pendapatan domestik bruto untuk riset dan pengembangan (Nugroho dkk., 2016). Jumlah ini sepuluh kali lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara (Pellini dkk., 2018). Singapura menganggarkan 2,2%, Korea Selatan 4%, Malaysia 1,25%, dan Jepang 3,6 % (Pellini dkk., 2018).
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sisnas Iptek, khususnya Pasal 59, mengamanatkan bahwa dana abadi penelitian adalah satu sumber pendanaan penelitian, pengembangan, serta penerapan invensi dan inovasi—kunci dalam pengembangan ekosistem riset dan inovasi yang baik. Bahkan, pada 2019, pemerintah Indonesia telah menganggarkan dana abadi penelitian sebesar Rp 990 miliar. Nominal ini telah dinyatakan akan naik menjadi Rp 5 triliun pada 2020, tetapi mekanisme penyaluran dan pemanfaatan dana ini hingga sekarang belum ditetapkan.
Berdasarkan sebuah studi yang dijalankan AIPI, ALMI, dan DIPI (2020), dana abadi penelitian didasarkan pada prinsip investasi, yang mengampu kesinambungan ketersediaan anggaran tiap tahunnya. Selain itu, dana abadi penelitian menjadikan proses penelitian dan pengembangan tidak bergantung pada tahun anggaran, bahkan lebih jauh lagi dapat membuka peluang pelibatan pihak non-pemerintah dalam pendanaan penelitian.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi78
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
Laporan yang sama telah mengidentifikasi enam hambatan dalam penyelenggaraan pendanaan penelitian yang efektif dan efisien di Indonesia (AIPI, ALMI, DIPI, 2020):
1. Ada inkonsistensi data penghitungan belanja riset dan inovasi nasional. Pada 2016, hanya 43,74% dari Rp 24,92 triliun dana riset dari pemerintah pusat digunakan untuk penelitian. Selebihnya untuk operasional, jasa iptek, belanja modal, serta pendidikan dan pelatihan.
2. Perlu mekanisme yang jelas untuk mengukur kinerja lembaga riset. Dana penelitian pemerintah tersebar pada 81 K/L, sementara hanya 13 K/L yang melakukan kegiatan riset dan inovasi.
3. Mekanisme pendanaan penelitian menggunakan sistem pengadaan barang dan jasa, sementara riset yang berkualitas memerlukan pendanaan yang fleksibel serta berbasis tahun jamak dan mengedepankan akuntabilitas ketimbang ketaatan (compliance).
4. Perlu lembaga independen yang berfokus mengelola dana penelitian pemerintah. Sementara ini, ada tiga lembaga pendanaan yang mengelola dana riset pemerintah, yaitu Kemenristek/BRIN, Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) di bawah Kemenkeu, dan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP); juga Dana Ilmu Pengetahuan Indonesia (DIPI).
5. Kemampuan fiskal negara dalam mengalokasikan dana penelitian perlu ditingkatkan. Politik anggaran untuk riset perlu diprioritaskan karena sementara ini riset masih masuk belanja barang, bukan belanja modal, sehingga riset dianggap berkategori pengeluaran, bukan investasi.
6. Kontribusi industri dan pihak swasta dalam mendanai riset dan pengembangan perlu dinaikkan, padahal industri multinasional melakukan riset dan pengembangan di pusat industri negara-negara dengan ekonomi maju (AIPI, 2017).
Secara praktis, penyelenggaraan dana abadi telah dijalankan LPDP melalui badan layanan umum (BLU) di bawah Kementerian Keuangan. Dana abadi penelitian direncanakan akan dikelola di bawah Kementerian Riset dan Teknologi/BRIN, yang juga melibatkan DIPI sebagai peninjau serta penjaga kualitas tinjauan proposal dan pelaksanaan riset. Dengan demikian, dana abadi penelitian dapat menjadi fondasi untuk memperkuat ekosistem pengetahuan dan inovasi melalui mekanisme penyaluran dana riset yang efektif dan efisien.
Berdasarkan rangkaian diskusi terfokus dengan para pemangku kepentingan, identifikasi implementasi debirokratisasi untuk mewujudkan penyaluran yang tepat sasaran (peningkatan efektivitas pendanaan) ini dapat dilakukan melalui beberapa cara sebagai berikut.
1. Peningkatan efisiensi tata kelola pendanaan riset dan inovasi di bawah satu organisasi BLU dan kementerian (Kemenristek/BRIN). Sampai 2020, pendanaan riset masih tersebar antara Kemenristek/BRIN, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Dikti), LPDP, dan DIPI.
2. Pengelolaan dana abadi multitahun turut menyederhanakan mekanisme pendanaan riset dan pengembangan, yang berpotensi meningkatkan partisipasi masyarakat dan pihak swasta.
3. Pemanfaatan dana penelitian perlu diprioritaskan pada penelitian kompetitif berdasarkan merit dan terbuka bagi semua instansi pemerintah ataupun non-pemerintah. Sistem kompetitif ini beriringan juga dengan kebijakan afirmatif pada topik riset bagi daerah terluar, terdalam, dan terpinggir sesuai dengan RPJMN Bappenas perihal pemerataan.
4. Mekanisme akuntabilitas pendanaan riset dan inovasi dikelola melalui penilaian berbasis output. Mekanisme ini bisa dikelola secara berjenjang sehingga pelaksanaan riset berkualitas juga memperkuat institusi yang menaunginya.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 79
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
Cetak biru ini telah mengidentifikasi 16 sasaran untuk meningkatkan atau memperkuat aspek sumber daya. Sasaran-sasaran tersebut dibagi menjadi dua kelompok: 7 sasaran merupakan sasaran optimalisasi, sementara 9 sasaran merupakan usulan kebijakan atau sasaran program baru.
SASARAN OPTIMALISASI
Secara terperinci, tujuh sasaran optimalisasi serta strategi untuk mencapai sasaran yang telah diidentifikasi tersebut tertuang dalam tabel berikut.
No. Sasaran Strategi
1 Tata kelola pendanaan riset dan inovasi yang efisien dan terarah
Menyederhanakan skema pendanaan riset agar tidak tumpang-tindih (jumlah skema dikurangi dan tidak tersebar antara Kemenristek/BRIN, Dikti, LPDP, dan DIPI).
2 Meningkatnya partisipasi masyarakat (nonprofit) dalam pendanaan riset dan inovasi yang mendorong belanja riset mayoritas bersumber dari swasta
a. Menyederhanakan regulasi dana filantropi (termasuk zakat) untuk riset dan inovasi.
b. Memberikan insentif bagi sektor swasta untuk berpartisipasi dalam kegiatan riset dan inovasi dengan menspesifikasikan bentuk bantuannya (subsidi, insentif pajak, modal ventura, atau bentuk lainnya).
c. Menciptakan kreasi bersama (co-creation) antara swasta dan pemerintah agar risiko penelitian dapat ditanggung bersama.
3 Terarustamakannya pendanaan riset yang kompetitif dan berbasis merit untuk semua instansi pemerintah, universitas, serta organisasi penelitian masyarakat sipil yang menghasilkan R&D
a. Memperluas dan memperkuat pengukuran kinerja penelitian untuk universitas dan lembaga atau badan penelitian yang didanai pemerintah.
b. Menerapkan regional distributional overlay dalam sistem yang kompetitif untuk membuka kesempatan yang sama bagi lembaga penelitian non-otonom, non-Jakarta, dan non-Jawa. Model yang berbeda tersedia untuk lembaga dengan karakteristik yang berbeda.
4 Mekanisme akuntabilitas pendanaan riset dan inovasi yang sesuai dengan karakteristik kegiatan riset dan inovasi (multitahun dengan tingkat fleksibilitas terhadap output) dengan tanggung jawab akuntabilitas berjenjang
a. Mengatur alokasi dan pertanggungjawaban pendanaan riset dan inovasi dengan sistem ring-fencing atau menjaga komitmen jumlah anggaran tertentu.
b. Mengembangkan dan menguji coba skema untuk memprofesionalkan pengelolaan pendanaan penelitian di tingkat kelembagaan, untuk mengurangi beban kepatuhan (compliance burden) pada individu dan tim peneliti.
5 Hadirnya tim peneliti berbasis merit yang memiliki kewenangan dalam mengelola dana riset dan inovasi dengan akuntabilitas dan capaian kinerjanya
a. Memberikan otonomi dana riset dan inovasi dari domain lembaga ke domain tim peneliti dengan menjunjung akuntabilitas kinerja terhadap output yang dihasilkan.
b. Melakukan perencanaan awal kegiatan dan evaluasi secara berkala dengan melibatkan lembaga pemberi dana, komunitas ilmiah, dan kelompok sasaran dari hasil/luaran penelitian.
6 Ruang reformasi sektor keuangan agar lebih terfokus dalam mendukung pembangunan sektor riil, misalnya melalui pengembangan modal usaha untuk membiayai inovasi
Mengarahkan modal ventura untuk pembiayaan inovasi, utamanya inovasi yang menunjang sektor riil.
7 Berkurangnya insentif yang merugikan (perverse incentive) yang masih terdapat dalam beberapa pendanaan riset
Mengintegrasikan dana riset dengan gaji personal peneliti yang lebih incentive compatible. Pekerjaan riset masuk ke struktur gaji, dengan alokasi waktu yang didedikasikan untuk riset. Output menjadi bahan evaluasi kontrak kinerja melalui lembaga ataupun promosi.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi80
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
SASARAN BARU
Secara terperinci, delapan sasaran baru beserta strateginya tertuang dalam tabel berikut.
No. Sasaran Strategi
8 Target nasional untuk dekade selanjutnya (misalnya 1-2% Produk Domestik Bruto [PDB]) memenuhi atau melampaui level yang digunakan oleh peer countries (mis: memenuhi median R&D spending upper-middle income countries)
a. Memastikan bahwa total anggaran pemerintah untuk R&D meningkat, terutama anggaran untuk project funding.
b. Memastikan kuantitas dan tata kelola pendanaan (quality of spending) sehingga project funding teralokasi dengan baik.
9 Realisasi wacana dana abadi penelitian
a. Meninjau kembali bentuk lembaga pengelola dana abadi riset dan inovasi yang ideal.
b. Merealisasi dana abadi peneitian melalui model pendanaan di luar APBN (DIPA)
10 Terwujudnya dukungan atas pendanaan penelitian berorientasi misi (mission-oriented research)
a. Mengoordinasi dan mendukung riset berbasis misi atau tantangan yang bersifat interdisipliner untuk menangani masalah masyarakat yang kompleks dan berorientasi masa depan.
b. Memberikan dukungan pendanaan untuk STEMM serta ilmu sosial dan humaniora sesuai dengan kebutuhan peralatan dan infrastruktur yang spesifik terkait dengan bidang ilmunya.
11 Adanya alokasi pendanaan riset untuk isu terkini (emerging issues) dan kebutuhan yang berubah
a. Membuat akun anggaran khusus untuk aktivitas riset dan inovasi.
b. Melibatkan pihak non-pemerintah (industri sebagai penerima manfaat hasil riset dan inovasi) dalam sharing funding dengan pemerintah dalam pelaksanaan riset dan inovasi.
12 Terbentuknya sistem pendanaan riset dan inovasi terintegrasi dengan ownership stakeholder tinggi
a. Merumuskan sistem pendanaan yang berorientasi outcome/impact dan didukung sistem perencanaan/penganggaran serta monitoring dan evaluasi terintegrasi.
b. Memfasilitasi aktor lembaga pendanaan untuk berkolaborasi dalam program multi-source riset dan inovasi melalui format konsorsium.
13 Terbentuk pemahaman atas riset sebagai investasi dalam cakrawala waktu yang multitahun dan menjadikan skema pendanaan multitahun sebagai norma
a. Memastikan alokasi dana penelitian multitahun, melalui perkiraan ke depan (forward estimates), untuk penelitian yang telah disetujui.
b. Menerapkan pelaporan pendanaan penelitian pada tahun keuangan setelah penyelesaian proyek
14 Pengategorian pendanaan yang terintegrasi untuk program/aktivitas riset dan inovasi murni, riset dan inovasi terapan, serta hilirisasi hasil riset dan inovasi
Melibatkan komunitas ilmiah, pemerintah, masyarakat, dan industri dalam perencanaan awal kegiatan dan evaluasi riset.
15 Tersinkronisasinya skema insentif dengan skema kepegawaian baru (ASN PPPK) lintas sektor (Kemendikbud, Kemenristek/BRIN, dan Kementerian PANRB)
a. Menyusun skema remunerasi yang lebih kompetitif demi menghindari insentif yang merugikan (perverse incentive).
b. Menyusun skema remunerasi yang sesuai dengan perubahan pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 81
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
Berbagai prinsip, ide, dan usulan kebijakan di atas merupakan upaya membenahi sumber daya demi terciptanya ekosistem pengetahuan dan inovasi untuk mencapai cita-cita Indonesia 2045. Aspek-aspek tersebut diselaraskan dengan prinsip lainnya dalam cetak biru ini serta disusun berdasarkan pertimbangan lain seperti aspek pendanaan dan mekanisme kelembagaan dalam pencapaiannya.
4.3 IMPLEMENTASI, MONITORING, DAN EVALUASI
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi (EPI) ini akan diimplementasikan, dimonitor pelaksanaannya, dan dievaluasi pencapaiannya. Di bawah ini merupakan usulan mekanisme koordinasi dan tanggung jawab, metode monitoring-evaluasi, serta kerangka indikator capaian berbasis pembelajaran sebagai panduan umum yang bisa dijabarkan lebih detail.
4.3.1 MEKANISME DAN STRUKTUR KOORDINASI
Secara umum penanggung jawab pelaksanaan EPI diusulkan untuk diatur sebagai berikut.a. Kementerian penanggung jawab di tingkat nasional;b. K/L koordinator menurut keluaran EPI; danc. K/L pelaksana sesuai dengan sasaran.
Pelaksanaan Cetak Biru EPI ini dijalankan dengan prinsip utama partisipasi multipihak (participatory, collaborative), keluwesan dan kelincahan (agility), serta pembelajaran (learning), sesuai dengan karakter implementasi pengetahuan dan inovasi yang multi- dan inter-disipliner serta dinamis.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi82
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
A. Penanggung jawab di tingkat nasional dalam pelaksanaan Cetak Biru EPI adalah kementerian/lembaga yang menangani urusan riset, teknologi, dan inovasi, yakni Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN). Fungsi penanggung jawab ini adalah memastikan koordinasi (coordinating) pelaksanaan Cetak Biru EPI secara umum di tingkat nasional.
Penanggung jawab di tingkat nasional juga didampingi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas), yang turut memastikan Cetak Biru EPI ini diintegrasikan ke dalam implementasi Visi Indonesia 2045 dan menjadi bagian dari Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2026-2045.
B. Di tingkat koordinasi antar-kementerian, koordinator pelaksana (coordinating agencies) Cetak Biru EPI dibagi menurut output-nya sebagai berikut.
- Untuk memastikan Cetak Biru EPI menghasilkan hilirisasi serta komersialisasi sains, teknologi, dan inovasi untuk meningkatkan daya saing bangsa, koordinator utamanya adalah Kemenristek/BRIN;
- Untuk memastikan Cetak Biru EPI memperkuat kapasitas negara, birokrasi, dan kelembagaan negara serta memperbaiki proses bisnis pemerintah, koordinator utamanya adalah Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB);
- Sedangkan untuk memastikan Cetak Biru EPI mengintegrasikan pengetahuan dalam pembuatan kebijakan dan perencanaan pembangunan, koordinator utamanya adalah Kementerian PPN/Bappenas.
GAMBAR 20. USULAN KOORDINASI IMPLEMENTASI CETAK BIRU EPI
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 83
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
Di tingkat koordinasi ini, ketiga K/L koordinator pelaksana berkonsultasi dengan Kementerian Koordinator (Kemenko)30 untuk memastikan tidak adanya tumpang-tindih dalam implementasi Cetak Biru EPI.
- Secara umum, Kemenko Perekonomian serta Kemenko Kemaritiman dan Investasi berfokus pada berjalannya ekosistem inovasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa;
- Sedangkan Kemenko PMK dan Kemenko Polhukam memastikan ekosistem pengetahuan mendorong peningkatan kapasitas pemerintah, perbaikan proses kerja pemerintahan, dan reformasi birokrasi, serta mengintegrasikan pengetahuan dalam proses pembuatan kebijakan dan perencanaan pembangunan.
Kementerian kunci lain yang perlu dilibatkan dalam tingkat koordinasi ini adalah yang terkait langsung dengan alokasi sumber daya, baik finansial maupun manusia: Kementerian Keuangan serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
C. Di tingkat implementasi, K/L penanggung jawab memastikan diimplementasikannya Cetak Biru EPI sesuai dengan sasaran, strategi, dan target waktu seperti diuraikan dalam bagian 4.3. dalam dokumen ini.
4.4 METODE MONITORING DAN EVALUASI
Sesuai dengan prinsip implementasi Cetak Biru EPI, mekanisme serta metode monitoring dan evaluasi adalah multilateralisme.
- Prinsip ini memastikan koordinator pelaksana EPI (Kemenristek/BRIN, Kementerian PANRB, dan Kementerian PPN/Bappenas) melibatkan (i) Kemenko terkait, (ii) K/L lain yang terkait erat (misalnya Kementerian Keuangan dan Kemendikbud), serta (iii) semua aktor dalam EPI (produsen, pengguna, perantara, dan pemungkin pengetahuan, baik pemerintah ataupun non-pemerintah, seperti organisasi masyarakat sipil, media, akademisi, dan donor) untuk memastikan sinkronisasi perencanaan dan penganggaran oleh K/L pelaksana yang mengeksekusi.
Dalam hal ini, idealnya, penajaman Rencana Kerja Pemerintah (RKP) di K/L pelaksana yang selama ini dilakukan melalui forum trilateral (K/L terkait bersama Kementerian PPN/Bappenas dan Kemenkeu) diperluas menjadi forum multilateral yang juga melibatkan K/L lain terkait dan aktor-aktor pemangku kepentingan dalam EPI.
- Perangkat dan instrumen pemantauan dan evaluasi dikembangkan dan disepakati bersama oleh forum multilateral pada saat proses perencanaan.
30 Tugas dan fungsi (tusi) Kemenko Bidang Perekonomian (Perpres 37/2020) mencakup koordinasi, sinkronisasi, pengendalian pelaksanaan, pengelolaan, penanganan, dan pengawalan kebijakan K/L yang terkait dengan isu di bidang perekonomian serta penyelesaian isu di bidang perekonomian yang tidak dapat diselesaikan di antara K/L terkait; tusi Kemenko PMK (Perpres 9/2015) mencakup koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pelaksanaan kebijakan K/L yang terkait dengan isu di bidang pembangunan manusia dan kebudayaan; tusi Kemenko Kemaritiman dan Investasi (Perpres 71/2019) mencakup koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian di bidang kemaritiman dan investasi; koordinasi, sinkronisasi, pengendalian, pengelolaan, dan penanganan kebijakan K/L yang terkait dengan isu di bidang kemaritiman dan investasi; serta penyelesaian isu di bidang kemaritiman dan investasi yang tidak dapat diselesaikan di antara K/L terkait.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi84
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
- Dalam pelaksanaannya, K/L pelaksana melibatkan semua aktor pemangku kepentingan dalam EPI dan mengomunikasikan perkembangannya secara rutin atau berkala kepada K/L koordinator. K/L pelaksana secara khusus mengomunikasikan kendala, persoalan, atau bottleneck yang dihadapi kepada K/L koordinator yang akan memastikan pencarian solusinya.
GAMBAR 21. METODE MONITORING & EVALUASI: ELEMEN FORUM MULTILATERAL
Pemantauan (monitoring) difasilitasi K/L koordinator melibatkan forum multilateral. Diusulkan mekanisme pemantauan per semester (dua triwulan) di tingkat teknis eselon I serta per tahun di tingkat menteri dan menteri koordinator.31 Dalam forum ini, dilakukan pemantauan dan evaluasi terhadap luaran (output), dampak (outcome), dan proses Cetak Biru EPI yang dilakukan pemerintah. Forum ini juga memungkinkan para aktor EPI bertemu setiap semester untuk membicarakan isu-isu teknis serta pembelajaran yang dapat diterapkan pada periode berikutnya.
- Pertemuan pada semester I adalah pertemuan antara pejabat tingkat eselon I dan II K/L koordinator dan pelaksana EPI serta, jika perlu, aktor-aktor pemangku kepentingan EPI non-pemerintah.
- Pertemuan pada semester II adalah pertemuan antara menteri koordinator dan pelaksana EPI untuk menetapkan dan mengesahkan strategi perbaikan yang perlu diimplementasikan pada periode berikutnya.
Pada intinya, forum kolaborasi multilateral ini memastikan sinkronisasi antara hasil pemantauan dan evaluasi terhadap perencanaan dan penganggaran sehingga pemantauan dan evaluasi menjadi substantif, terarah, sinergis, dan strategis.
Untuk memastikan implementasi yang solid, dipertimbangkan perlunya mengintegrasikan peran mengawal implementasi strategi Cetak Biru EPI ke dalam tugas dan fungsi pejabat eselon I dan II terkait, baik dalam Kemenristek/BRIN maupun Kementerian PPN/Bappenas.
Selain itu, diperlukan evaluator independen untuk mengevaluasi luaran dan dampak implementasi Cetak Biru EPI. Proses ini diperlukan untuk memastikan mekanisme telaah sejawat, terutama untuk luaran dan dampak yang terkait dengan validitas ilmiah.
31 Dalam praktiknya, pelibatan pemangku kepentingan dimungkinkan dalam semua kesempatan.
SEMESTER I
Unsur K/L pusat dan daerah(Eselon I dan Eselon II)
Unsur nonpemerintahPerwakilan perguruan tinggi, lembaga riset kebijakan & organisasi masyarakat,
komunitas epistemik, serta sektor swasta
■ Kementerian PPN/Bappenas■ Kementerian Ristek/BRIN■ Kementerian Keuangan■ Kementerian PANRB■ Kementerian/Lembaga
teknis lainnya■ Pemerintah daerah terkait
SEMESTER II
Menteri
■ Menteri PPN/Bappenas■ Menteri Ristek/BRIN■ Menteri Keuangan■ Menteri PANRB■ Menteri K/L teknis lainnya
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 85
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia
4.4.1 INDIKATOR CAPAIAN
Indikator capaian implementasi Cetak Biru EPI diusulkan oleh K/L pelaksana dan disepakati dalam forum multilateral di tahap perencanaan. Penyusunan dan pengusulan indikator capaian ini merujuk pada usulan sasaran dan strategi seperti diuraikan dalam bagian 4.2 dokumen ini.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 87
5.1 CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI UNTUK MENCAPAI VISI INDONESIA 2045
Cetak Biru EPI adalah dokumen strategis yang disusun untuk memperkuat ekosistem ilmu pengetahuan dan inovasi sebagai fondasi bagi pencapaian empat sasaran pembangunan dalam Visi Indonesia 2045: (1) manusia Indonesia yang unggul, berbudaya, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, (2) ekonomi yang maju dan berkelanjutan, (3) pembangunan yang merata dan inklusif, serta (4) negara yang demokratis, kuat, dan bersih.32 Keempat sasaran ini hanya dapat dicapai dengan mengatasi dua tantangan utama pembangunan berkelanjutan: (1) tingginya kemiskinan, kerentanan, dan ketimpangan serta (2) rendahnya tren pertumbuhan ekonomi.
Pandemi COVID-19 mengangkat kedua tantangan ini ke permukaan dan makin mendesak transisi pembangunan yang didominasi ekonomi ekstraktif menuju ekonomi inklusif berbasis inovasi. Berbagai riset mengenai hubungan pengetahuan dan inovasi dengan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di berbagai negara menunjukkan bahwa negara dengan intensitas riset berkualitas baik mampu melanjutkan produktivitasnya bahkan saat input rendah—sebuah kemampuan adaptif bangsa untuk bertahan bahkan saat mengalami krisis kesehatan, alam, ekonomi, dan sosial.
Peran pemerintah sebagai regulator dan pengawas amat sentral untuk menjaga proses transisi berjalan efektif. Selama dekade terakhir, kerangka regulasi untuk memajukan dan meningkatkan kualitas ilmu pengetahuan dan inovasi telah dibentuk. Kerangka ini berfokus menghasilkan invensi dan inovasi melalui penguatan sistem perencanaan dan pengawasan, tata kelola kelembagaan, sumber daya, jaringan, pendanaan, serta pelayanan dalam EPI.
Seluruh rangkaian proses ini hanya akan berfungsi secara efektif melalui upaya sistematis memobilisasi unsur-unsur pemangku kepentingan EPI. Pemangku kepentingan EPI dapat ditemukan dalam berbagai organisasi dan sektor, yang terbagi dalam produsen pengetahuan dan inovasi (perguruan tinggi, lembaga penelitian, dan think tank), pengguna pengetahuan dan inovasi (pemerintah sebagai pelaksana dan sektor bisnis dengan visi pembangunan berkelanjutan), pemungkin pengetahuan dan inovasi (pemerintah sebagai regulator dan penyandang dana), serta perantara pengetahuan dan inovasi (media, masyarakat sipil, dan sebagainya). Pemerintah sebagai regulator dan pengawas juga melakukan mobilisasi aktor EPI melalui upaya memperkuat hubungan antar-aktor.
32 Berdasarkan dokumen Bappenas, Visi Indonesia 2045.
5 PENUTUP
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi88
Penutup
Pemerintah negara maju, seperti Jepang, mampu menyirkulasi dan mendifusi pengetahuan dan inovasi yang dihasilkan para produsen ke EPI secara menyeluruh. Kemampuan pemerintah Jepang memobilisasi produk pengetahuan dan inovasi ke para aktor strategis dalam EPI menjaga tindakan kolektif (sinergi) serta keseimbangan dan timbal balik peran sektor publik dengan sektor swasta.
Yang pertama, proses mobilisasi dijalankan dengan prinsip-prinsip pertumbuhan berbasis inovasi yang bersifat inklusif. Berbagai penelitian atas negara maju dengan EPI yang kuat menunjukkan bahwa tantangan pembangunan berupa kemiskinan, kerentanan, dan ketimpangan menghasilkan penghambat pertumbuhan (growth inhibiting). Konsisten dengan hal itu, pemerataan pendapatan dan pengurangan jurang ketimpangan terkait dengan kemajuan pengetahuan dan inovasi. Dengan kata lain, pemerataan adalah dorongan bagi pertumbuhan (growth enhancing). Pembangunan inklusif bukanlah penghambat bagi produktivitas ekonomi, melainkan persyaratan bagi pertumbuhan ekonomi berbasis pengetahuan dan inovasi.
Yang kedua, mobilisasi antar-aktor dalam EPI yang dilakukan pemerintah dijalankan dengan prinsip kebijakan berbasis bukti atau penyusunan peraturan yang berlandaskan produk pengetahuan dan inovasi. Riset-riset mengenai formulasi kebijakan di Indonesia menunjukkan bahwa peningkatan kualitas kebijakan di Tanah Air terhambat oleh patron-klien dalam pengambilan keputusan (hubungan personal), ketertutupan pengambilan keputusan (data dan proses tidak dapat diakses secara terbuka), dan rendahnya responsivitas pemerintah dalam mengambil keputusan (kurangnya data berkualitas). Prinsip kebijakan berbasis bukti menggarisbawahi upaya membudayakan (1) penggunaan data untuk tujuan bersama, (2) harmonisasi data, (3) aksesibilitas data, baik bagi pemerintah maupun publik, (4) tata kelola akuntabel, (5) kecepatan pembuatan kebijakan yang berbanding lurus dengan kualitas data, (6) kebijakan berlandaskan data terbuka, (7) dukungan infrastruktur informasi terbuka (open data/one data), serta (8) penciptaan pengetahuan yang didahului penggunaan pengetahuan yang ada.
Mobilisasi aktor EPI yang dilakukan pemerintah berfokus pada mereka yang memiliki kesamaan terhadap Visi Indonesia 2045 serta sepakat mengatasi dua tantangan pembangunan berupa (1) tingginya kemiskinan, kerentanan, dan ketimpangan serta (2) rendahnya tren pertumbuhan ekonomi dengan memperkuat EPI. Dengan kata lain, pemerintah berkolaborasi dengan aktor produsen, pengguna, pemungkin, serta perantara pengetahuan dan inovasi untuk menjadikan proses transisi menuju ekonomi berbasis pengetahuan dengan cara yang efektif.
Karena itu, Cetak Biru EPI menekankan pentingnya peran pemerintah untuk mengelola dan memobilisasi aktor dalam EPI serta memperkuat tata kelola, sumber daya manusia, dan pendanaan sebagai infrastruktur EPI. Hal ini dilakukan berdasarkan dua prinsip (pembangunan inklusif dan kebijakan berbasis bukti) untuk mengatasi delapan tantangan pembangunan Indonesia.
5.2 PERAN CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI DALAM KOORDINASI KEBIJAKAN
Cetak Biru EPI pada hakikatnya menyelaraskan kebijakan dan program, bukan untuk menciptakan regulasi baru. Sebagaimana telah dibahas pada bab-bab sebelumnya, kebijakan utama seperti RPJP, RPJMN, dan RIRN sudah menekankan pentingnya mendorong pemanfaatan sains, riset, dan inovasi untuk menghasilkan pertumbuhan. Sementara itu, UU Sisnas Iptek sudah tersedia sebagai acuan utama pengembangan dan penerapan sains dan iptek. Kehadiran cetak biru ini bertujuan melengkapi dan menyelaraskan keberadaan regulasi yang terkait.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 89
Penutup
Dengan adanya dokumen cetak biru ini, diharapkan kegiatan yang bersifat lintas sektor, lintas kementerian dan lembaga, serta lintas aktor akan lebih mudah dijalankan lantaran pendekatan yang dipilih, yakni berbasis tantangan. Sebagaimana telah dijabarkan dalam Bab 4, berbagai tantangan yang dihadapi Indonesia untuk menuju visi 2045 hanya bisa diatasi jika semua aktor sepakat menghadapinya secara bersama sesuai dengan porsi tugas dan menghilangkan sekat sektoral. Cetak biru ini menawarkan target dan sasaran yang terkait, dan harus dikerjakan secara bersama, dengan memberikan kejelasan peran pengetahuan dan inovasi dalam tahapan proses pertumbuhan ekonomi, kesinambungan arah dan kebijakan, serta strategi terpadu dalam lima aspeknya. Ada tiga yang perlu disampaikan ulang di sini.
Yang pertama, sasaran baru bagi penguatan tata kelola EPI adalah penguatan kolaborasi antar-aktor untuk menjamin efisiensi dan efektivitas sumber daya (misalnya program terpadu lintas K/L yang melibatkan aktor produsen, pengguna, pemungkin, dan perantara EPI dengan visi selaras) serta memastikan sistem monitoring-evaluasi dan audit berfokus pada efektivitas biaya, sesuai dengan tujuan pembangunan, serta mengandung fungsi pembelajaran dalam pembangunan berkelanjutan (bukan sekadar taat [compliant]).
Yang kedua, sasaran baru bagi penguatan sumber daya EPI adalah komitmen jangka panjang peningkatan kualitas kapital manusia bangsa (misalnya penggunaan tolok ukur yang mengacu ke dan selain dari HDI dan PISA), penuntasan isu kesenjangan antardaerah dalam infrastruktur fisik dan EPI (misalnya penguatan infrastruktur di daerah yang tidak memadai), serta mengelola kolaborasi antar-aktor dan antarsektor (yang diukur dari kesamaan visi-misi dan efektivitas pencapaiannya).
Yang ketiga, sasaran baru bagi penguatan pendanaan EPI adalah komitmen dalam pengalokasian pendanaan penelitian dan pengembangan untuk isu terkini (emerging issues) yang responsif terhadap kebutuhan yang berubah; juga terbentuknya pemahaman atas riset sebagai investasi dalam cakrawala waktu yang multitahun dan menjadikan skema pendanaan multitahun sebagai norma serta pendanaan multitahun pada riset dasar (jangka panjang) dan terapan (jangka pendek).
Dalam hal ini, pelibatan pemerintah daerah dalam menentukan arah pembangunan yang inklusif menjadi penting. Sasaran pembangunan kerap diartikulasikan secara nasional dengan indikator makro yang tidak tepat sasaran atau sulit diukur di level kabupaten atau kota. Untuk itu, berbagai tantangan yang disampaikan dalam Bab 4 perlu dikonsultasikan secara kontinu dengan pemerintah daerah untuk mencapai kesepahaman akan target dan implementasi. Secara konkret, misalnya, perlu penyelarasan pembagian urusan riset dan inovasi di daerah antara Kemenristek/BRIN dan Kemendagri. Berbagai mekanisme yang perlu dijalankan untuk menyamakan langkah pemerintah pusat dan daerah telah dijabarkan dalam Bab 4 dan ke depannya perlu dimonitor secara berkala.
Memonitor pelaksanaan ide-ide dalam cetak biru ini akan menjadi tantangan tersendiri. Secara prinsip, mekanisme serta metode monitoring dan evaluasi adalah multilateralisme. Hal ini sejalan dengan prinsip keseluruhan yang menginginkan ekosistem pengetahuan dan inovasi bersifat terbuka dan melibatkan aktor yang jamak, termasuk pelaku nonsains seperti masyarakat sipil (LSM). Secara kelembagaan, pemantauan (monitoring) difasilitasi K/L koordinator dan melibatkan forum multilateral. Forum kolaborasi multilateral ini memastikan sinkronisasi antara hasil pemantauan dan evaluasi terhadap perencanaan dan penganggaran sehingga pemantauan dan evaluasi menjadi substantif, terarah, sinergis, dan strategis.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi90
Penutup
Dengan demikian, metode pemantauan yang bersifat multilateral ini dengan sendirinya membantu koordinasi lintas sektor, dengan pemangku utama Kemenristek/BRIN. Sebab, ekosistem ini akan terwujud hanya jika pemerintah pusat sebagai pengelola dapat menjalankan fungsinya secara lintas sektor.
Meski tidak mengamanatkan regulasi baru, beberapa target dan sasaran perubahan yang diutarakan dalam dokumen ini perlu dicapai melalui implementasi teknis. Poin-poin mengenai sumber daya, pendanaan, dan mekanisme kelembagaan yang disampaikan dalam Bab 4 perlu didorong penerapannya melalui regulasi yang presisi. Untuk itu, cetak biru ini terutama akan diselaraskan dengan peraturan turunan dari UU Sisnas Iptek, mengingat kebijakan tersebutlah yang sudah tersedia sebagai legislasi utama penerapan sains dan iptek di Indonesia. Dengan demikian, harapannya, dokumen ini turut memudahkan penyelarasan kebijakan pengetahuan dan inovasi, tanpa menghadirkan tumpang-tindih baru.
Jika semua langkah tersebut dijalankan secara konsisten dan optimal, berbagai tantangan pembangunan saat ini bisa diatasi demi mencapai Visi Indonesia 2045.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 91
Referensi
REFERENSI
Adner, Ron (2006). “Match Your Innovation Strategy to Your Innovation Ecosystem”. Harv Bus Review 84: 98–100.
Agranoff, Robert & Michael McGuire (2003). Collaborative Public Management: New Strategies for Local Governments. Washington, D.C.: Georgetown University Press.
Aguirre-Bastos, Carlos & Weber, Matthias K. (2018). “Foresight for Shaping National Innovation Systems in Developing Economies”. Technological Forecasting and Social Change 128: 186–196.
Almpanopoulou, Argyro (2019). Knowledge Ecosystem Formation: An Institutional and Organisational Perspective. Dissertation for the degree of Doctor of Science (Economics and Business Administration) to be presented with due permission for public examination and criticism in the Auditorium of the Student Union House at Lappeenranta-Lahti University of Technology LUT, Lappeenranta, Finland on the 27th of April, 2019, at noon.
Aminullah, Erman (2015). “Memacu Inovasi Berlandaskan Riset di Sektor Produksi”. Policy Brief, Pappiptek-LIPI No. 2015-02.PAPPIPTEK.
Asian Productivity Organization (2019). APO Productivity Databook. Tokyo: Keio University Press.
Asmara, Anugerah Yuka (2016). “Kontribusi Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pemerintah dalam Pembangunan Nasional: Tinjauan Konsep Komersialisasi”. Prosiding Seminar Nasional “Kontribusi Akademisi dalam Pencapaian Pembangunan Berkelanjutan” Universitas Brawijaya, Malang, 12 Februari 2016, hal. ED1-ED13.
Asmara, Anugerah Yuka; Purwaningsih, Indah; Dina, Anggini; Jayanthi, Ria; Ayunda, Winda Anestya (2019). “Menelusur Proses Perumusan Kebijakan Iptek dan Inovasi di Indonesia”. Policy Brief, P2KMI-LIPI No. 2019-04.P2KMI.
Boley, H. & Chang E. (2007). “Digital Ecosystem: Principles and Semantics”. Inaugural IEEE International Conference on Digital Ecosystems and Technologies. Cairns (AU): IEEE.
Brodjonegoro, S.S. & Greene, M.P. (2012). Creating an Indonesian Science Fund. Indonesian Academy of Sciences, World Bank and AusAID, Jakarta.
Budden, Phil & Fiona Murray (2018). “Developing Policies to Support Vibrant Innovation Ecosystems”. Working Paper: MIT Lab for Innovation Science and Policy.
Camil, M.R.; Huda, N.; & Setiabudi, F.M. (2019). “Potensi Pendanaan Riset Berorientasi Kebijakan di Sektor Swasta”. Knowledge Sector Initiative: Research Report.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi92
Referensi
Caulfield, Timothy & Ogbogu, Ubaka (2015). “The Commercialization of University-based Research: Balancing Risks and Benefits”. BMC Medical Ethics 16: 70. DOI 10.1186/s12910-015-0064-2.
Choung, Jae-Yong; Hwang, Hye-Ran; Song, Wichin (2014). “Transitions of Innovation Activities in Latecomer Countries: An Exploratory Case Study of South Korea”. World Development Vol. 54, pp. 156–167, http://dx.doi.org/10.1016/j.worlddev.2013.07.013.
Curley, Martin; Donnellan, Brian; & Costello, Gabriel (2010). “Innovation Ecosystem: A Conceptual Framework”. Working Paper: Project of Innovation Ecosystem.
Datta, A.: Jones, H.; Febriany, V.; Harris, D.; Dewi, R.K.; Wild, L.; & Young, J. (t.thn.). “The political economy of policy-making in Indonesia”. Overseas Development Institute: Working Paper 340.
Deloitte (2019). Rising Innovation in China. China Innovation Ecosystem Development Report 2019 by Deloitte China.
Dodgson, M. (2000). “Policies for Science, Technology, and Innovation in Asian Newly Industrializing Economies”, in Kim, L. and R.R. Nelson (Ed.), Technology, Learning & Innovation, Cambridge University Press, Cambridge, pp. 229–268.
Edler, Jakob (2006). Handbook of Innovation Policy Impact. Northampton: Edward Elgar Publishing.
Himpenindo (2020). Konferensi Virtual: Keberlanjutan Lembaga Litbang Kementerian/Lembaga (K/L) dan Peneliti dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Jakarta: Himpunan Peneliti Indonesia (Himpenindo).
Huda, Pawennei, Ratri, and Taylor (2020). Making Indonesia’s Research and Development Better: Stakeholder Ideas and International Best Practices. Knowledge Sector Initiative: Publication
Ismail, Norain; Nor, Mohd Jailani Mohd; Sidek, Safiah (2015). “A Framework for a Successful Research Products Commercialisation: A Case of Malaysian Academic Researchers”. Procedia - Social and Behavioral Sciences 195 (2015) 283–292.
Lakitan B., Hidayat D.; Herlinda S. (2012). “Scientific Productivity and the Collaboration Intensity of Indonesian Universities and Public R&D Institutions: Are There Dependencies on Collaborative R&D with Foreign Institutions”. Technology in Society 34 (3): 227-238.
Lee, Won-Young (2000). “The Role of Science and Technology Policy in Korea’s Industrial Development”, in Kim, L. and R.R. Nelson (Ed.), Technology, Learning & Innovation, Cambridge University Press, Cambridge, pp. 269–290.
Lee, Young Hoon & Kim, Young Jun (2016). “Analyzing Interaction in R&D Networks Using the Triple Helix Method: Evidence from Industrial R&D Programs in Korean Government”. Technological Forecasting & Social Change 110: 93–105.
Nugroho, Y. (2019, Februari 20). “Membangun Ekosistem Riset di Indonesia”. Diambil kembali dari https://kompas.id/baca/utama/2019/02/20/membangun-ekosistem-riset-di-indonesia/.
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 93
Referensi
Nugroho, Y., Prasetiamartati, B., & Ruhanawati, S. (2016). “Addressing Barriers to University Research”. Knowledge Sector Initiative Working Paper.
Rakhmani, I. & Siregar, F. (2016). “Reforming Research in Indonesia: Policies and Practices”. GDN Working Paper No. 92.
Russell, Martha G. & Smorodinskaya, Nataliya V. (2018). “Leveraging Complexity for Ecosystemic Innovation”. Technological Forecasting & Social Change 136: 114–131.
Seknas Fitra, 2020. Memperkuat Penelitian Kebijakan di Era Sistem Nasional IPTEK.
Suryadarma, Daniel; Pomeroy, Jacqueline; & Tanuwidjaja, Sunny (2011). Economic Factors Underpinning Constraints in Indonesia’s Knowledge Sector. Jakarta: AusAID.
Team, T.R. (2016). Perspectives and Experiences of the Research Culture at Universities in Indonesia. Jakarta: Palladium.
Triyono, Budi; Pradana, Aditya Wisnu; Hardiyati, Ria (2019). “Mendorong Peran Iptek dalam Kerangka RPJMN untuk Meningkatkan Daya Saing Sektor Produksi”. Policy Brief, P2KMI-LIPI No. 2019-05.P2KMI.
Valkokari, K. (2015). “Business, Innovation, and Knowledge Ecosystems: How They Differ and How to Survive and Thrive within Them”. Technology Innovation Management Review 5(8): 17–24. http://timreview.ca/article/919
Wahab, Solichin Abdul (2008). Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Malang: UMM Press.
Xu, Guannan; Wu, Yuchen; Minshall, Tim; Zhou, Yuan (2018). “Exploring Innovation Ecosystems Across Science, Technology, and Business: A Case of 3D Printing in China”. Technological Forecasting & Social Change 136: 208–221.
Cet
ak B
iru E
kosi
stem
Pen
geta
huan
dan
Inov
asi
94La
mpi
ran
1
LAM
PIR
AN
1D
afta
r P
erat
ura
n P
eru
nd
ang
-Un
dan
gan
yan
g T
erka
it d
eng
an P
eng
etah
uan
d
an In
ovas
iPe
ratu
ran
Peru
ndan
g-U
ndan
gan
Und
ang-
Und
ang
(UU
)U
U N
o. 2
5 Ta
hun
2004
tent
ang
Sist
em P
eren
cana
an P
emba
ngun
an N
asio
nal
UU
No.
17 T
ahun
200
7 te
ntan
g Re
ncan
a Pe
mba
ngun
an J
angk
a Pa
njan
g N
asio
nal T
ahun
200
5-20
25 (R
PJPN
200
5-20
25)
UU
No
11 T
ahun
201
9 te
ntan
g Si
stem
Nas
iona
l Ilm
u Pe
nget
ahua
n da
n Te
knol
ogi
UU
No.
12 T
ahun
201
2 te
ntan
g Pe
ndid
ikan
Tin
ggi;
univ
ersi
tas
dapa
t dire
stru
ktur
isas
i men
jadi
Per
guru
an T
ingg
i Neg
eri B
adan
Huk
um (P
TN-B
H)
UU
No.
3 T
ahun
201
4 te
ntan
g Pe
rindu
stria
n
UU
No.
13 T
ahun
201
6 te
ntan
g Pa
ten
UU
No.
23
Tahu
n 20
14 te
ntan
g Pe
mer
inta
han
Dae
rah
UU
No.
20
Tahu
n 20
03 te
ntan
g Si
stem
Pen
didi
kan
Nas
iona
l
Pera
tura
n
Pem
erin
tah
(PP)
PP N
o. 3
9 Ta
hun
1995
tent
ang
Pene
litia
n da
n Pe
ngem
bang
an K
eseh
atan
PP N
o. 4
1 Tah
un 2
006
tent
ang
Periz
inan
Mel
akuk
an K
egia
tan
Pene
litia
n da
n Pe
ngem
bang
an b
agi P
ergu
ruan
Tin
ggi A
sing
, Lem
baga
Pen
eliti
an d
an
Peng
emba
ngan
Asi
ng, B
adan
Usa
ha A
sing
, dan
Ora
ng A
sing
PP N
o. 3
5 Ta
hun
2007
tent
ang
Peng
alok
asia
n Se
bagi
an P
enda
pata
n Ba
dan
Usa
ha u
ntuk
Pen
ingk
atan
Kem
ampu
an P
erek
ayas
aan,
Inov
asi,
dan
Difu
si
Tekn
olog
i
PP N
o. 4
8 Ta
hun
2009
tent
ang
Periz
inan
Pel
aksa
naan
Keg
iata
n Pe
nelit
ian,
Pen
gem
bang
an, d
an P
ener
apan
Ilm
u Pe
nget
ahua
n da
n Te
knol
ogi y
ang
Beris
iko
Ting
gi d
an B
erba
haya
PP N
o. 13
Tah
un 2
014
tent
ang
Jeni
s da
n Ta
rif a
tas
Jeni
s Pe
nerim
aan
Neg
ara
Buka
n Pa
jak
yang
Ber
laku
pad
a Ke
men
teria
n Ri
set d
an T
ekno
logi
PP N
o. 4
5 Ta
hun
2016
tent
ang
Peru
baha
n Ke
dua
atas
Per
atur
an P
emer
inta
h N
omor
45
Tahu
n 20
14 te
ntan
g Je
nis
dan
Tarif
ata
s Je
nis
Pene
rimaa
n N
egar
a Bu
kan
Paja
k ya
ng B
erla
ku p
ada
Kem
ente
rian
Huk
um d
an H
AM (t
ax d
educ
tion
untu
k ke
giat
an p
enel
itian
dan
pen
gem
bang
an)
PP N
o. 2
9 Ta
hun
2018
tent
ang
Pem
berd
ayaa
n In
dust
ri
PP N
o. 14
Tah
un 2
015
tent
ang
Renc
ana
Indu
k Pe
mba
ngun
an In
dust
ri N
asio
nal (
RIPI
N) 2
015–
2035
PP N
o. 7
9 Ta
hun
2014
tent
ang
Renc
ana
Um
um E
nerg
i Nas
iona
l (RU
EN) 2
017-
2050
PP N
o. 4
5 Ta
hun
2019
tent
ang
Peru
baha
n at
as P
erat
uran
Pem
erin
tah
Nom
or 9
4 Ta
hun
2010
tent
ang
Peng
hitu
ngan
Pen
ghas
ilan
Kena
Paj
ak d
an P
elun
asan
Pa
jak
Peng
hasi
lan
dala
m T
ahun
Ber
jala
n (tr
iple
tax
dedu
ctio
n)
Cet
ak B
iru E
kosi
stem
Pen
geta
huan
dan
Inov
asi
95D
afta
r Per
atur
an P
erun
dang
-Und
anga
n ya
ng T
erka
it de
ngan
Pen
geta
huan
dan
Inov
asi
Pera
tura
n Pe
rund
ang-
Und
anga
n
PP N
o. 3
8 Ta
hun
2017
tent
ang
Inov
asi D
aera
h
PP N
o. 2
6 Ta
hun
2015
tent
ang
Bent
uk d
an M
ekan
ism
e Pe
ndan
aan
Perg
urua
n Ti
nggi
Neg
eri B
adan
Huk
um, y
ang
tela
h di
ubah
den
gan
PP N
o. 8
Tah
un 2
020
tent
ang
Peru
baha
n at
as P
P N
o. 2
6 Ta
hun
2015
tent
ang
Bent
uk d
an M
ekan
ism
e Pe
ndan
aan
Perg
urua
n Ti
nggi
Neg
eri B
adan
Huk
um
PP N
o. 17
Tah
un 2
010
tent
ang
Peng
elol
aan
dan
Peny
elen
ggar
aan
Pend
idik
an
Pera
tura
n
Pres
iden
(P
erpr
es)
Perp
res
No.
18 T
ahun
202
0 te
ntan
g Re
ncan
a Pe
mba
ngun
an J
angk
a M
enen
gah
Nas
iona
l Tah
un 2
020-
2024
(RPJ
MN
202
0-20
24)
Perp
res
No.
38
Tahu
n 20
15 te
ntan
g Ke
rja S
ama
Pem
erin
tah
deng
an B
adan
Usa
ha d
alam
Pen
yedi
aan
Infra
stru
ktur
Perp
res
No.
106
Tahu
n 20
17 te
ntan
g Ka
was
an S
ains
dan
Tek
nolo
gi
Perp
res
No.
16 T
ahun
201
8 te
ntan
g Pe
ngad
aan
Bara
ng d
an J
asa
Pem
erin
tah
Perp
res
No.
38
Tahu
n 20
18 te
ntan
g Re
ncan
a In
duk
Rise
t Nas
iona
l Tah
un 2
017-
2045
Perp
res
No.
142
Tahu
n 20
18 te
ntan
g Re
ncan
a In
duk
Peng
emba
ngan
Eko
nom
i Kre
atif
Nas
iona
l Tah
un 2
018–
2025
Perp
res
No,
77
Tahu
n 20
20 te
ntan
g Ta
ta C
ara
Pela
ksan
aan
Pate
n ol
eh P
emer
inta
h
Perp
res
No.
5 T
ahun
200
6 te
ntan
g Ke
bija
kan
Ener
gi N
asio
nal (
KEN
)
Pera
tura
n M
ente
riPe
rmen
riste
kdik
ti N
o. 3
6 Ta
hun
2018
tent
ang
Tata
Car
a Pe
nyus
unan
PRN
dan
Mek
anis
me
Pem
anta
uan
dan
Eval
uasi
Pel
aksa
naan
PRN
Perm
enris
tekd
ikti
No.
1 Ta
hun
2018
tent
ang
Tim
-Koo
rdin
asi-P
enga
was
an-S
anks
i Keg
iata
n Li
tban
g ya
ng D
ilaku
kan
Piha
k As
ing
Perm
enris
tek
No.
4 T
ahun
200
7 te
ntan
g Ta
ta C
ara
Pela
pora
n Ke
kaya
an In
tele
ktua
l, H
asil
Kegi
atan
Pen
eliti
an d
an P
enge
mba
ngan
, dan
Has
il Pe
ngel
olaa
nnya
Perm
enris
tek
No.
1 Ta
hun
2010
tent
ang
Krite
ria, S
yara
t, da
n Ta
ta C
ara
Peng
enaa
n Ta
rif S
ebes
ar U
SD 0
,00
(Nol
Dol
lar A
mer
ika)
ata
s Je
nis
Pene
rimaa
n N
egar
a Bu
kan
Paja
k ya
ng B
erla
ku p
ada
Kem
ente
rian
Rise
t dan
Tek
nolo
gi y
ang
Bera
sal d
ari P
eriz
inan
Pen
eliti
an d
an P
enge
mba
ngan
bag
i Per
guru
an T
ingg
i As
ing
dan
Lem
baga
Pen
eliti
an d
an P
enge
mba
ngan
Asi
ng
Perm
enris
tek
No.
2 T
ahun
201
0 te
ntan
g Sy
arat
dan
Tat
a C
ara
Peng
enaa
n Ta
rif a
tas
Jeni
s Pe
nerim
aan
Neg
ara
Buka
n Pa
jak
yang
Ber
laku
pad
a Ke
men
teria
n Ri
set d
an T
ekno
logi
yan
g Be
rasa
l dar
i Jas
a Se
wa
Pras
aran
a Pu
sat P
enel
itian
Ilm
u Pe
nget
ahua
n da
n Te
knol
ogi
Pera
tura
n M
ente
ri PP
A N
o. 3
1 Tah
un 2
010
tent
ang
Pedo
man
Pen
gelo
laan
Pen
eliti
an P
enga
rusu
tam
aan
Gen
der,
Pem
berd
ayaa
n Pe
rem
puan
, dan
Pe
rlind
unga
n An
ak
Perm
enris
tek
No.
1 Ta
hun
2012
tent
ang
Bant
uan
Tekn
is P
enel
itian
dan
Pen
gem
bang
an k
epad
a Ba
dan
Usa
ha
PMK
No.
142
Tahu
n 20
12 te
ntan
g Ta
rif L
ayan
an B
adan
Lay
anan
Um
um P
usat
Pen
eliti
an d
an P
enge
mba
ngan
Tek
nolo
gi M
inya
k da
n G
as B
umi “
Lem
igas
” pad
a Ke
men
teria
n En
ergi
dan
Sum
ber D
aya
Min
eral
Perm
en K
ehut
anan
No.
92
Tahu
n 20
14 te
ntan
g Ta
ta C
ara
Peng
enaa
n, P
emun
guta
n, d
an P
enye
tora
n Pe
nerim
aan
Neg
ara
Buka
n Pa
jak
Bida
ng P
enel
itian
dan
Pe
ngem
bang
an K
ehut
anan
Perm
enris
tekd
ikti
No.
13 T
ahun
201
5 te
ntan
g Re
ncan
a St
rate
gis
Kem
ente
rian
Rise
t, Te
knol
ogi,
dan
Pend
idik
an T
ingg
i Tah
un 2
015-
2019
Cet
ak B
iru E
kosi
stem
Pen
geta
huan
dan
Inov
asi
96D
afta
r Per
atur
an P
erun
dang
-Und
anga
n ya
ng T
erka
it de
ngan
Pen
geta
huan
dan
Inov
asi
Pera
tura
n Pe
rund
ang-
Und
anga
n
Perm
enris
tekd
ikti
No.
42
Tahu
n 20
16 te
ntan
g Pe
nguk
uran
Kes
iapt
erap
an T
ekno
logi
Perm
enris
tekd
ikti
No.
14 T
ahun
201
7 te
ntan
g N
egat
ive
List
, Daf
tar K
egia
tan
dan
Obj
ek P
eriz
inan
Pen
eliti
an A
sing
yan
g Ti
dak
Dire
kom
enda
sika
n
Perm
enris
tekd
ikti
No.
20
Tahu
n 20
17 te
ntan
g Pe
mbe
rian
Tunj
anga
n Pr
ofes
i Dos
en d
an T
unja
ngan
Keh
orm
atan
Pro
feso
r
Perm
enris
tekd
ikti
No.
9 T
ahun
201
8 te
ntan
g Ak
redi
tasi
Jur
nal I
lmia
h
Perm
enris
tekd
ikti
No.
50
Tahu
n 20
18 te
ntan
g St
anda
r Nas
iona
l Per
guru
an T
ingg
i
Perm
enris
tekd
ikti
No.
12 T
ahun
201
9 te
ntan
g BO
PTN
Perm
enris
tekd
ikti
No.
29
Tahu
n 20
19 te
ntan
g Pe
nguk
uran
dan
Pen
etap
an T
ingk
at K
esia
pan
Inov
asi
PMK
No.
35
Tahu
n 20
18 te
ntan
g Pe
mbe
rian
Fasi
litas
Pen
gura
ngan
Paj
ak P
engh
asila
n Ba
dan
PMK
No.
72
Tahu
n 20
15 te
ntan
g Im
bala
n ya
ng B
eras
al d
ari P
NBP
Roy
alti
kepa
da In
vent
or
PMK
No.
106
Tahu
n 20
16 te
ntan
g St
anda
r Bia
ya K
elua
ran
(SBK
) Tah
un A
ngga
ran
2017
PMK
No.
69
Tahu
n 20
18 te
ntan
g St
anda
r Bia
ya K
elua
ran
2019
Pera
tura
n M
ente
ri PA
NRB
No.
34
tahu
n 20
18 te
ntan
g Ja
bata
n Fu
ngsi
onal
Pen
eliti
Perm
enris
tekd
ikti
No.
20
tahu
n 20
17 te
ntan
g Pe
mbe
rian
Tunj
anga
n Pr
ofes
i Dos
en d
an T
unja
ngan
Keh
orm
atan
Pro
feso
r
Perm
enris
tekd
ikti
No.
69
Tahu
n 20
16 te
ntan
g Pe
dom
an P
embe
ntuk
an K
omite
Pen
ilaia
n da
n Ta
ta C
ara
Pela
ksan
aan
Peni
laia
n Pe
nelit
ian
Men
ggun
akan
St
anda
r Bia
ya K
elua
ran
Tahu
n 20
17
Pera
tura
n M
ente
ri PA
NRB
No.
17 T
ahun
201
3, y
ang
kem
udia
n di
ubah
den
gan
Pera
tura
n M
ente
ri PA
NRB
No.
46
Tahu
n 20
13 te
ntan
g Ja
bata
n Fu
ngsi
onal
D
osen
dan
Ang
ka K
redi
tnya
Perm
endi
kbud
No.
33
Tahu
n 20
12 te
ntan
g Pe
ngan
gkat
an d
an P
embe
rhen
tian
Rekt
or/K
etua
/Dire
ktur
pad
a Pe
rgur
uan
Ting
gi y
ang
Dis
elen
ggar
akan
ole
h Pe
mer
inta
h
Cet
ak B
iru E
kosi
stem
Pen
geta
huan
dan
Inov
asi
97D
afta
r Per
atur
an P
erun
dang
-Und
anga
n ya
ng T
erka
it de
ngan
Pen
geta
huan
dan
Inov
asi
Pera
tura
n Pe
rund
ang-
Und
anga
n
Pera
tura
n La
inKe
putu
san
Men
teri
Keua
ngan
No.
373
Tah
un 2
004
tent
ang
Pem
beba
san
Bea
Mas
uk d
an C
ukai
ata
s Im
por B
aran
g un
tuk
Kepe
rluan
Pen
eliti
an d
an
Peng
emba
ngan
Ilm
u Pe
nget
ahua
n
Kepu
tusa
n M
ente
ri Ri
stek
dikt
i No.
498
Tah
un 2
015
tent
ang
Pem
bent
ukan
Pro
gram
Inse
ntif
Rise
t Sis
tem
Inov
asi N
asio
nal K
emen
teria
n Ri
set d
an T
ekno
logi
Pera
tura
n Le
mba
ga L
KPP
No.
7 T
ahun
202
0 te
ntan
g Pe
ruba
han
atas
Per
atur
an L
emba
ga K
ebija
kan
Peng
adaa
n Ba
rang
/Jas
a Pe
mer
inta
h N
omor
11 T
ahun
20
18 te
ntan
g Ka
talo
g El
ektro
nik
Pera
tura
n Be
rsam
a M
ente
ri Pe
ndid
ikan
dan
Keb
uday
aan
dan
Kepa
la B
adan
Kep
egaw
aian
Neg
ara
Nom
or 4
/VIII
/PB/
20l4
dan
Nom
or 2
4 Ta
hun
2014
tent
ang
Kete
ntua
n Pe
laks
anaa
n Pe
ratu
ran
Men
teri
Pend
ayag
unaa
n Ap
arat
ur N
egar
a da
n Re
form
asi B
irokr
asi N
omor
17 T
ahun
201
3 Se
baga
iman
a te
lah
Diu
bah
deng
an P
erat
uran
Men
teri
Pend
ayag
unaa
n Ap
arat
ur N
egar
a da
n Re
form
asi B
irokr
asi R
epub
lik In
done
sia
Nom
or 4
6 Ta
hun
2013
tent
ang
Jaba
tan
Fung
sion
al
Dos
en d
an A
ngka
Kre
ditn
ya
Pera
tura
n Ke
pala
LIP
I No.
2 ta
hun
2014
tent
ang
Petu
njuk
Tek
nis
Pene
liti
Pera
tura
n LI
PI N
o. 14
Tah
un 2
018
tent
ang
Petu
njuk
Tek
nis
Jaba
tan
Fung
sion
al P
enel
iti
Kepu
tusa
n Ke
pala
BPP
T N
o. 1/
Kp/B
PPT/
I/200
9 te
ntan
g Pe
tunj
uk T
ekni
s Pe
reka
yasa
Pera
tura
n Ba
dan
Kepe
gaw
aian
Neg
ara
(BKN
) No.
9 T
ahun
201
9 te
ntan
g Pe
tunj
uk P
elak
sana
an P
embi
naan
Jab
atan
Fun
gsio
nal P
enel
iti
Sum
ber:
Mak
ing
Indo
nesi
a’s
rese
arch
and
dev
elop
men
t bet
ter:
Stak
ehol
der i
deas
and
inte
rnat
iona
l bes
t pra
ctic
es (H
uda
dkk.
, 202
0)
Cet
ak B
iru E
kosi
stem
Pen
geta
huan
dan
Inov
asi
98La
mpi
ran
2. T
arge
t dan
Sas
aran
Cet
ak B
iru E
PI
LAM
PIR
AN
2.
TAR
GE
T D
AN
SA
SAR
AN
CE
TAK
BIR
U E
PI
PR
IOR
ITA
S
ELEM
ENSA
SARA
NST
RATE
GI
MEN
JAD
I MAS
UKA
N U
NTU
K K/
L
REG
ULA
SIAd
anya
regu
lasi
kel
emba
gaan
ipte
k na
sion
al y
ang
lebi
h ba
ikPe
neta
pan
Kem
enris
tek/
BRI
N s
ebag
ai k
oord
inat
or Ip
tek
nasi
onal
ya
ng m
enga
wal
pen
yesu
aian
terh
adap
sel
uruh
regu
lasi
yan
g te
rkai
t den
gan
peru
baha
n ke
lem
baga
an s
esua
i ske
ma
koor
dina
si
di b
awah
Kem
enris
tek/
BRI
N
Perp
res
BRIN
Kem
enku
m-
HAM
Kebi
jaka
n pe
nelit
ian
dan
inov
asi y
ang
kons
iste
n de
ngan
dom
ain
kebi
jaka
n la
in (m
isal
nya
ekon
omi,
indu
stri,
pe
rdag
anga
n, p
endi
dika
n) s
ehin
gga
juga
ber
dam
pak
pada
per
baik
an ta
ta
kelo
la p
eren
cana
an ri
set.
a.
Mem
astik
an p
enyu
suna
n Re
ncan
a In
duk
Pem
ajua
n Ip
tek
seba
gai m
anda
t UU
Sis
nas
Ipte
k te
rkon
eksi
den
gan
RIRN
, PR
N, R
PJM
N, d
an k
ebija
kan
sekt
oral
lain
nya
Foru
m m
ultil
ater
al
pem
baha
san
RKP,
RPJ
P &
MRi
stek
/ BRI
N,
Bapp
enas
, Ke
men
dikb
ud
b.
Mem
buat
pay
ung
huku
m p
emba
gian
uru
san
riset
dan
inov
asi
di P
ergu
ruan
Tin
ggi d
enga
n pe
mba
gian
foku
s ya
ng je
las
anta
ra K
emen
riste
k/BR
IN d
an K
emen
dikb
ud (m
isal
nya
terk
ait
BO P
TN u
ntuk
pen
eliti
an)
Inte
gras
i BO
PTN
Pen
eliti
an &
PR
N
Adan
ya re
gula
si d
i sek
tor fi
nans
ial
agar
sek
tor t
erse
but m
enda
nai
sekt
or ri
il, m
enda
nai i
nova
si, b
ukan
m
enda
nai l
agi fi
nanc
ial s
ecto
r dan
m
enja
di e
cono
mic
bub
ble.
a.
Mer
umus
kan
pera
tura
n tu
runa
n U
U N
o. 11
/201
9 Pa
sal 6
: “Ilm
u Pe
nget
ahua
n da
n Te
knol
ogi b
erke
dudu
kan
seba
gai m
odal
da
n in
vest
asi”
untu
k m
erum
uska
n be
ntuk
-ben
tuk
inse
ntif
bagi
keg
iata
n ris
et d
an in
ovas
i, ba
ik o
leh
pela
ku m
aupu
n se
ktor
keu
anga
n se
laku
pen
yedi
a pe
mbi
ayaa
n –
term
asuk
di
dala
mny
a in
sent
if ba
gi R
&D d
i sek
tor r
iil v
s se
ktor
fina
nsia
l
Pera
tura
n te
rkai
t pem
biay
aan,
pe
nyem
purn
aan
inse
ntif
non-
fiska
l unt
uk k
egia
tan
R&D
Kem
enke
u
b.
Mer
umus
kan
pera
tura
n tu
runa
n te
rkai
t Lem
baga
Pen
gelo
la
Inve
stas
i (LP
I) de
ngan
ada
nya
Sove
reig
n W
ealth
Fun
d ya
ng
seca
ra s
pesi
fik m
enya
sar i
nves
tasi
unt
uk ri
set d
an in
ovas
i, te
rmas
uk k
aita
nnya
den
gan
Ranc
anga
n Pe
rpre
s D
ana
Abad
i Pe
nelit
ian.
Pera
tura
n te
knis
PP
74/ 2
020
atau
Ren
cana
Ker
ja L
PI
Cet
ak B
iru E
kosi
stem
Pen
geta
huan
dan
Inov
asi
99La
mpi
ran
2. T
arge
t dan
Sas
aran
Cet
ak B
iru E
PI
ELEM
ENSA
SARA
NST
RATE
GI
MEN
JAD
I MAS
UKA
N U
NTU
K K/
L
KELE
MBA
GA
AN
Terin
tegr
asin
ya le
mba
ga in
term
edia
si
ke d
alam
sis
tem
tran
slas
i inv
ensi
m
enja
di in
ovas
i, m
aupu
n si
stem
tra
nsla
si m
enja
di k
ebija
kan
a.
Mem
buat
lem
baga
inte
rmed
iasi
pus
at y
ang
mel
engk
api
lem
baga
inte
rmed
iasi
di s
etia
p le
mba
ga ri
set d
an in
ovas
i de
ngan
per
an k
now
ledg
e an
d pa
rtner
ship
bro
kera
ge,
teru
tam
a de
ngan
indu
stri.
RPP
Sum
ber D
aya
Ipte
k,
RPP
Peny
elen
ggar
aan
Ipte
k,
RIPI
PTEK
Rist
ek/ B
RIN
&
Kem
enPA
N-R
B
b.
Men
guat
kan
fung
si u
nit a
nalis
is k
ebija
kan
di K
/L y
ang
terh
ubun
g de
ngan
bai
k de
ngan
jarin
gan
anal
is k
ebija
kan
non-
K/L
serta
kom
unita
s ilm
iah
yang
rele
van.
Impl
emen
tasi
Util
isas
i JFA
K
MEK
AN
ISM
E A
KUN
TABI
LITA
SAd
anya
sik
lus
kebi
jaka
n ya
ng u
tuh
dari
mul
ai p
eren
cana
an, p
elak
sana
an,
pem
anta
uan,
eva
luas
i, hi
ngga
alo
kasi
su
mbe
r day
a
a.
Men
yusu
n pr
ogam
men
gacu
pad
a pr
iorit
as p
emba
ngun
an
nasi
onal
yan
g te
renc
ana
baik
unt
uk ja
ngka
wak
tu p
anja
ng,
men
enga
h da
n pe
ndek
dal
am s
atu
kesa
tuan
utu
h da
n di
jala
nkan
sec
ara
kons
iste
n. E
lem
en-e
lem
en p
eren
cana
an,
alok
asi s
umbe
rday
a, p
elak
sana
an, p
eman
taua
n, s
uper
visi
, ev
alua
si, a
udit
haru
s m
asuk
ke
dala
m ra
ncan
gan
prog
ram
.
RPJP
&M, R
KP, R
IPIP
TEK
Bapp
enas
, Ri
stek
/ BRI
N
b.
Men
yusu
n In
dika
tor K
iner
ja U
tam
a N
asio
nal b
eror
ient
asi
impa
ct, y
ang
sela
njut
nya
haru
s di
terje
mah
kan
ke d
alam
se
rang
kaia
n ta
rget
K/L
bes
erta
sel
uruh
jaja
rann
ya. I
ni m
enja
di
basi
s Pe
rjanj
ian
Kine
rja p
ejab
at te
rkai
t.
RKP,
RPJ
P &
M
c.
Mem
asuk
kan
elem
en-e
lem
en p
embe
laja
ran
di d
alam
eva
luas
i pe
mba
ngun
an n
asio
nal s
ehin
gga
bers
ifat b
erke
lanj
utan
.RK
P, R
PJP
& M
d.
Mel
ibat
kan
dan
mem
perti
mba
ngka
n as
pira
si p
ara
akto
r (p
rodu
sen,
pen
ggun
a, e
nabl
er, i
nter
med
iary
) yan
g m
ewak
ili
selu
ruh
lapi
san
yang
rele
van
dala
m p
eran
cang
an k
egia
tan,
pr
ogra
m d
an k
ebija
kan
teru
tam
a te
rkai
t ris
et a
tau
inov
asi.
Sum
ber d
aya
(wak
tu, a
ngga
ran,
kom
itmen
) yan
g m
emad
ai
haru
s se
lalu
dia
loka
sika
n un
tuk
peny
empu
rnaa
n da
lam
taha
p in
i.
RIPI
PTEK
Terim
plem
enta
siny
a op
en d
ata
di
leve
l K/L
seb
agai
ben
tuk
tang
gung
ja
wab
, sek
alig
us u
ntuk
men
doro
ng
inte
raks
i ant
ar a
ktor
a.
Men
gopt
imal
kan
sist
em in
form
asi b
erba
sis
digi
tal/
pem
anfa
atan
TIK
seh
ingg
a da
ta d
apat
dia
kses
ole
h pu
blik
de
ngan
mud
ah, t
erut
ama
terk
ait l
uara
n ya
ng d
ihas
ilkan
m
elal
ui a
ngga
ran
pem
erin
tah.
Impl
emen
tasi
Per
pres
Sat
u D
ata,
UU
Ket
erbu
kaan
In
form
asi P
ublik
Sem
ua K
/L,
Rist
ek/ B
RIN
b.
Mem
perc
epat
pen
ataa
n Si
stem
Info
rmas
i Ipt
ek N
asio
nal
deng
an m
enga
rah
pada
pem
bent
ukan
Sat
u D
ata
Nas
iona
l ya
ng k
ompr
ehen
sif.
Perp
res
SIIN
Cet
ak B
iru E
kosi
stem
Pen
geta
huan
dan
Inov
asi
100
Lam
pira
n 2.
Tar
get d
an S
asar
an C
etak
Biru
EPI
ELEM
ENSA
SARA
NST
RATE
GI
MEN
JAD
I MAS
UKA
N U
NTU
K K/
L
Kola
bora
si m
ultis
ekto
ral y
ang
kuat
, te
ruta
ma
dala
m k
onte
ks p
usat
-dae
rah
dan
anta
r-dae
rah
dem
i men
doro
ng
pem
bang
unan
a.
Men
doro
ng d
an m
endu
kung
ada
nya
proy
ek p
erco
ntoh
an
plac
e-ba
sed
inno
vatio
n ba
ik u
ntuk
pen
gem
bang
an s
osia
l ek
onom
i lok
al m
aupu
n ke
bija
kan
publ
ik d
i dae
rah
seja
lan
deng
an k
eung
gula
n da
erah
spe
sifik
nya.
RIPI
PTEK
, Sis
tem
Inov
asi
Dae
rah
Rist
ek/ B
RIN
, Ke
men
dagr
i, Ba
ppen
as
b.
Mem
bang
un k
now
ledg
e-po
ol d
i dae
rah
dan
men
doro
ngny
a un
tuk
berk
ontri
busi
pad
a pe
mba
ngun
an d
aera
hnya
, da
n di
duku
ng o
leh
jeja
ring
keilm
uan
loka
l, na
sion
al, d
an
inte
rnas
iona
l.
Sist
em In
ovas
i Dae
rah,
RI
PIPT
EK, R
KP
c.
Mem
bang
un w
ahan
a ko
labo
rasi
ant
ara
peris
et, i
nter
med
iari,
m
asya
raka
t, in
dust
ri, p
emda
seh
ingg
a m
enja
di b
asis
pe
ngem
bang
an S
iste
m In
ovas
i Dae
rah.
Sist
em In
ovas
i Dae
rah,
RI
PIPT
EK, R
KP
SUM
BER
DAY
ATe
rcip
tany
a SD
M ri
set,
inov
asi d
an
kebi
jaka
n pu
blik
yan
g an
dal m
elal
ui
peni
ngka
tan
kapa
sita
s se
cara
teru
s m
ener
us (b
aik
mel
alui
pen
didi
kan
form
al m
aupu
n pe
latih
an) s
ebag
ai
bagi
an d
ari p
rose
s pe
ngem
bang
an
jenj
ang
karie
r
1.
Men
cipt
akan
crit
ical
mas
s SD
M Ip
tek
deng
an in
dika
tor 3
0%
popu
lasi
mem
iliki
gel
ar p
ost-g
radu
ate.
Renc
ana
Indu
k Pe
maj
uan
Ipte
k Ja
ngka
Pan
jang
Rist
ek/ B
RIN
, Ke
men
dikb
ud
2.
Men
yusu
n re
ncan
a pe
ngem
bang
an S
DM
di s
etia
p le
mba
ga
riset
dan
inov
asi y
ang
seca
ra s
iste
mat
is te
rfasi
litas
i den
gan
sum
ber p
enda
naan
bea
sisw
a ge
lar d
an n
on-g
elar
(mis
alny
a LP
DP)
.
Renc
ana
Peng
emba
ngan
SD
M
Kem
ente
rian
& Le
mba
ga
3.
Men
yusu
n pr
ogra
m p
riorit
as b
agi l
emba
ga ri
set/p
endi
dika
n un
tuk
mel
ihat
kap
asita
s da
ri SD
M y
ang
terta
rik d
alam
pr
ogra
m p
enin
gkat
an k
eahl
ian.
Renc
ana
Peng
emba
ngan
SD
M
Kem
ente
rian
& Le
mba
ga
4.
Men
duku
ng a
dany
a fa
silit
as/s
aran
a pe
ndid
ikan
dan
pel
atih
an
term
asuk
in-h
ouse
trai
ning
dan
non
-cla
ssic
al tr
aini
ng s
erta
ko
labo
rasi
inte
rnas
iona
l.
Renc
ana
Peng
emba
ngan
SD
M
Kem
ente
rian
& Le
mba
ga
5.
Mel
akuk
an s
inkr
onis
asi r
oadm
ap S
DM
ant
ar s
ekto
r den
gan
Dik
ti-LP
DP-
K/L.
Renc
ana
Indu
k Pe
maj
uan
Ipte
k Ta
huna
n da
n Ja
ngka
M
enen
gah,
Ren
stra
Dik
ti
Cet
ak B
iru E
kosi
stem
Pen
geta
huan
dan
Inov
asi
101
Lam
pira
n 2.
Tar
get d
an S
asar
an C
etak
Biru
EPI
ELEM
ENSA
SARA
NST
RATE
GI
MEN
JAD
I MAS
UKA
N U
NTU
K K/
L
Perc
epat
an a
gend
a re
form
asi
biro
kras
i dal
am h
al p
enge
mba
ngan
SD
M ip
tek:
pen
eliti
dan
dos
en
1.
Mem
aksi
mal
kan
skem
a AS
N d
ari P
egaw
ai P
emer
inta
h de
ngan
Pe
rjanj
ian
Kerja
(PPP
K) u
ntuk
men
doro
ng re
krut
men
dos
en
dan
pene
liti l
inta
s pe
rgur
uan
tingg
i.
RPP
Sum
ber D
aya
Ipte
kRi
stek
/ BRI
N,
Kem
endi
kbud
2.
Mem
aksi
mal
kan
skem
a PP
PK u
ntuk
men
doro
ng re
krut
men
di
aspo
ra d
osen
dan
pen
eliti
Indo
nesi
a ke
mba
li be
kerja
pur
na-
wak
tu d
i tan
ah a
ir ba
ik d
i per
guru
an ti
nggi
ata
upun
bad
an/
lem
baga
pem
erin
tah.
Renc
ana
Peng
emba
ngan
SD
M
K/L,
IKU
PT
3.
Men
doro
ng a
dany
a sk
ema
yang
mem
ungk
inka
n di
aspo
ra
dose
n da
n pe
nelit
i Ind
ones
ia b
isa
beke
rja p
aruh
-wak
tu d
i ta
nah
air b
aik
di p
ergu
ruan
ting
gi a
taup
un b
adan
/lem
baga
pe
mer
inta
h.
RPP
Sum
ber D
aya
Ipte
k,
RIPI
PTEK
, IKU
PT
4.
Men
doro
ng k
onsi
sten
si P
TN-B
H d
alam
rekr
utm
en d
osen
dan
pe
nelit
i ses
uai d
enga
n ke
butu
han
inst
itusi
dan
age
nda
riset
na
sion
al.
RIPI
PTEK
5.
Men
doro
ng s
iner
gi a
ntar
a ko
mun
itas
sain
s, p
ergu
ruan
ting
gi,
bisn
is d
an p
emer
inta
h da
lam
men
entu
kan
road
map
sek
tora
l da
n na
sion
al.
RPP
RIPI
PTEK
Adan
ya k
esem
pata
n ba
gi m
asya
raka
t um
um u
ntuk
dap
at te
rjun
di a
ktiv
itas
riset
ata
upun
mem
beri
duku
ngan
te
rhad
ap h
asil
upay
a m
erek
a se
rta
mem
bant
u da
lam
pen
guru
san
hak
cipt
a da
n se
jeni
snya
(jug
a di
past
ikan
m
enca
kup
sum
ber d
aya
non-
Jaw
a)
1.
Men
gada
kan
pela
tihan
, pen
didi
kan
sing
kat,
dan
prom
osi a
tas
aktiv
itas
mer
eka.
RIPI
PTEK
Rist
ek/ B
RIN
, Ke
men
dikb
ud
2.
Mem
bang
un k
olab
oras
i pem
erin
tah,
aka
dem
ia d
an in
dust
ri un
tuk
men
yiap
kan
pras
aran
a fis
ik d
an n
on-fi
sik
untu
k w
orks
hop
pela
tihan
.
RIPI
PTEK
Cet
ak B
iru E
kosi
stem
Pen
geta
huan
dan
Inov
asi
102
Lam
pira
n 2.
Tar
get d
an S
asar
an C
etak
Biru
EPI
ELEM
ENSA
SARA
NST
RATE
GI
MEN
JAD
I MAS
UKA
N U
NTU
K K/
L
INSE
NTI
F/
PEN
DA
NA
AN
Tata
kel
ola
pend
anaa
n ris
et d
an
inov
asi y
ang
efisi
en d
an te
rara
h m
elal
ui re
alis
asi w
acan
a D
ana
Abad
i Pe
nelit
ian.
a.
Mem
astik
an b
ahw
a to
tal a
ngga
ran
pem
erin
tah
untu
k R&
D
men
ingk
at, t
erut
ama
angg
aran
unt
uk p
roje
ct fu
ndin
g.RI
PIPT
EK, R
PJM
N, a
loka
si y
g ko
nsis
ten
untu
k R&
D d
lm U
U
APBN
Rist
ek/B
RIN
, Ba
ppen
as,
Kem
enke
u
b.
Mem
astik
an k
uant
itas
dan
tata
kel
ola
pend
anaa
n (q
ualit
y of
sp
endi
ng) d
ari p
roje
ct fu
ndin
g te
ralo
kasi
den
gan
baik
.Pe
nyed
erha
naan
ske
ma
pend
anaa
n Ri
stek
/ BRI
N
yang
ber
dasa
rkan
kom
petis
i, pa
ndua
n PR
N, R
IPIP
TEK,
Pe
rpre
s D
ana
Abad
i
c.
Mel
ibat
kan
pem
da d
alam
inve
stas
i SD
M d
an R
&D.
Sist
em In
ovas
i Dae
rah,
RI
PIPT
EK, R
KP
d.
Men
yede
rhan
akan
ske
ma
pend
anaa
n ris
et a
gar t
idak
tu
mpa
ng ti
ndih
(jum
lah
skem
a di
kura
ngi d
an ti
dak
ters
ebar
an
tara
BRI
N-D
ikti-
LPD
P-D
IPI).
RIPI
PTEK
Rist
ek/ B
RIN
Tera
rust
amak
anny
a pe
ndan
aan
riset
ya
ng k
ompe
titif
dan
berb
asis
mer
it,
untu
k se
mua
inst
ansi
pem
erin
tah,
un
iver
sita
s, o
rgan
isas
i pen
eliti
an
mas
yara
kat s
ipil
yang
men
ghas
ilkan
R&
D
a.
Mem
perlu
as d
an m
empe
rkua
t pen
guku
ran
kine
rja p
enel
itian
un
tuk
univ
ersi
tas
dan
lem
baga
ata
u ba
dan
pene
litia
n ya
ng
dida
nai p
emer
inta
h.
IKU
PT
& LP
NK
Rist
ek/
BRIN
(lea
d),
Kem
enke
u,
Kem
endi
kbud
b.
Men
erap
kan
“reg
iona
l dis
tribu
tiona
l ove
rlay”
dal
am s
iste
m
yang
kom
petit
if un
tuk
mem
buka
kes
empa
tan
yang
sam
a ba
gi le
mba
ga p
enel
itian
non
-oto
nom
, non
-Jak
arta
, non
-Ja
wa.
Mod
el y
ang
berb
eda
ters
edia
unt
uk le
mba
ga d
enga
n ka
rakt
eris
tik y
ang
berb
eda.
Revi
si P
erm
enris
tekd
ikti
20/
2018
Had
irnya
tim
pen
eliti
ber
basi
s m
erit
yang
mem
iliki
kew
enan
gan
dala
m m
enge
lola
dan
a ris
et d
enga
n ak
unta
bilit
as d
an c
apai
an k
iner
jany
a
a.
Mem
berik
an o
tono
mi d
ana
riset
kep
ada
tim p
enel
iti d
enga
n ak
unta
bilit
as k
iner
ja te
rhad
ap o
utpu
t yan
g di
hasi
lkan
. IK
U P
T &
LPN
K
b.
Mel
akuk
an p
eren
cana
an a
wal
keg
iata
n da
n ev
alua
si
seca
ra b
erka
la d
enga
n m
elib
atka
n le
mba
ga p
embe
ri da
na,
kom
unita
s ilm
iah,
dan
kel
ompo
k sa
sara
n da
ri ha
sil/l
uara
n pe
nelit
ian.
Pand
uan
pend
anaa
n ris
et
berb
asis
kom
petis
i di s
emua
le
mba
ga p
enda
naan
pen
eliti
an
(Ris
tek/
BRI
N, L
PDP)
Cet
ak B
iru E
kosi
stem
Pen
geta
huan
dan
Inov
asi
103
Lam
pira
n 2.
Tar
get d
an S
asar
an C
etak
Biru
EPI
No
Sasa
ran
Stra
tegi
Men
jadi
m
asuk
an u
ntuk
Usu
lan
wak
tu
terk
ait r
egul
asi
K/L
Kunc
i
Tata
Kel
emba
gaan
1Ad
anya
per
baik
an re
gula
si te
rkai
t ke
lem
baga
an ip
tek
nasi
onal
Pe
neta
pan
Kem
enris
tek/
BRI
N s
ebag
ai k
oord
inat
or Ip
tek
nasi
onal
ya
ng m
enga
wal
pen
yesu
aian
terh
adap
sel
uruh
regu
lasi
yan
g te
rkai
t de
ngan
per
ubah
an k
elem
baga
an s
esua
i ske
ma
koor
dina
si d
i baw
ah
Kem
enris
tek/
BRI
N
Perp
res
BRIN
2021
-202
2Ke
men
kum
ham
2Ad
anya
per
baik
an re
gula
si te
rkai
t ke
lem
baga
an ip
tek
daer
ah,
teru
tam
a te
rkai
t Bal
itban
gda
deng
an m
empe
rluas
koo
rdin
asi
bada
n te
rseb
ut k
e K/
L te
rkai
t IP
TEKI
N –
tida
k ha
nya
ke
Kem
enda
gri
a.
Men
gore
ksi m
isin
terp
reta
si te
rkai
t PP
No.
41/2
007
tent
ang
Org
anis
asi P
eran
gkat
Dae
rah
yang
mem
buat
ber
baga
i Pe
mer
inta
h D
aera
h m
eleb
ur B
alitb
ang
ke B
appe
da. P
enje
lasa
n Pa
sal 2
2 ay
at 5
, ter
kait
Peru
mpu
nan
12 m
enye
butk
an:
“Per
umpu
nan
dim
aksu
d ad
alah
pen
anga
nan
urus
an
pem
erin
taha
n ya
ng te
rdiri
dar
i uru
san
waj
ib d
an fu
ngsi
pe
nduk
ung
yang
dap
at d
igab
ung
dala
m s
atu
pera
ngka
t dae
rah
berb
entu
k ba
dan
dan/
atau
kan
tor,
mis
alny
a ur
usan
per
enca
naan
pe
mba
ngun
an d
igab
ung
deng
an u
rusa
n pe
nelit
ian
dan
peng
emba
ngan
.” Ya
ng d
imak
sud
dala
m p
enje
lasa
n te
rseb
ut h
anya
con
toh,
buk
an
bera
rti B
alitb
angd
a di
haru
skan
mel
ebur
pad
a Ba
pped
a.
suda
h je
las
2021
-202
2Ri
stek
/ BRI
N,
Kem
enda
gri,
Pem
da
ELE
ME
N #
1: K
ER
AN
GK
A R
EG
ULA
SI
A. T
AR
GE
T P
ER
BA
IKA
N P
RO
SES
RE
GU
LASI
1.
Pros
es p
embu
atan
regu
lasi
yan
g se
mak
in tr
ansp
aran
dan
aku
ntab
el
2.
Pro
ses
pem
buat
an re
gula
si y
ang
mel
ibat
kan
sem
akin
ban
yak
akto
r-akt
or d
i lua
r pem
erin
tah
(indu
stri,
NG
Os,
ser
ta p
engg
una
akhi
r dar
i per
atur
an)
yang
dili
batk
an d
alam
pro
ses
peny
usun
an p
erat
uran
per
unda
ngan
ipte
k-in
ovas
i
3.
Set
iap
pera
tura
n pe
rund
anga
n ip
tek-
inov
asi p
erlu
koh
eren
, kon
sist
en, d
an ti
dak
ters
ekat
-sek
at d
enga
n m
anda
t sal
ah s
atu
K/L
saja
4. P
erlu
age
nda
disk
usi r
utin
mul
ti-ak
tor (
linta
s K/
L, li
ntas
sek
tor)
untu
k m
emba
has
isu-
isu
ipte
k ya
ng h
asiln
ya d
apat
ditu
angk
an d
alam
regu
lasi
(bis
a m
empe
rkua
t, m
erev
isi,
men
ghap
us, a
tau
lain
nya)
. Mek
anis
men
ya d
apat
dia
tur d
i dal
am R
PP R
IPIP
TEK.
B. T
AR
GE
T P
ER
BA
IKA
N R
EG
ULA
SI
Cet
ak B
iru E
kosi
stem
Pen
geta
huan
dan
Inov
asi
104
Lam
pira
n 2.
Tar
get d
an S
asar
an C
etak
Biru
EPI
No
Sasa
ran
Stra
tegi
Men
jadi
m
asuk
an u
ntuk
Usu
lan
wak
tu
terk
ait r
egul
asi
K/L
Kunc
i
b.
Men
guba
h ke
tent
uan
dala
m P
P N
o. 3
8/20
17 te
ntan
g In
ovas
i D
aera
h. D
alam
PP
ters
ebut
, sem
ua ja
lur k
oord
inas
i dila
kuka
n m
elal
ui “M
ente
ri” d
enga
n de
finis
i pen
yerta
ada
lah
“men
teri
yang
m
enye
leng
gara
kan
Uru
san
Pem
erin
taha
n da
lam
neg
eri.”
Den
gan
nom
enkl
atur
bar
u Ke
men
riste
k/BR
IN, m
aka
defin
isi i
ni p
erlu
di
ubah
.
suda
h je
las
2021
-202
2
c.
Mer
umus
kan
payu
ng h
ukum
pen
yela
rasa
n pe
mba
gian
ur
usan
rise
t dan
inov
asi d
i dae
rah
anta
ra K
emen
riste
k/BR
IN
dan
Kem
enda
gri t
erka
it pe
nyel
engg
aran
di d
aera
h (m
isal
nya
terk
ait i
ndek
s in
ovas
i-ind
eks
daya
sai
ng d
aera
h se
rta im
plik
asi
kete
ntua
n Ba
dan
Rise
t dan
Inov
asi D
aera
h pa
da U
U C
ipta
Ker
ja).
RPP
RIPI
PTEK
2021
-202
2
d.
Mem
perje
las
pada
leve
l koo
rdin
asi p
ada
PP 18
/201
6 Pa
sal
27 a
yat (
3) (y
ang
men
yebu
t per
enca
naan
ser
ta p
enel
itian
da
n pe
ngem
bang
an s
ebag
ai fu
ngsi
pen
unja
ng d
alam
sat
u ru
mpu
n, s
ehin
gga
dapa
t dig
abun
g) d
enga
n m
empe
rtim
bang
kan
varia
si k
ondi
si d
aera
h –
ada
daer
ah d
enga
n fu
ngsi
litb
ang
(ata
u ka
taka
nlah
Bal
itban
gda)
yan
g te
rgab
ung
deng
an fu
ngsi
pe
renc
anaa
n (B
appe
da).
suda
h je
las
2021
-202
2
Tata
Kel
ola
dan
Mek
anis
me
Aku
ntab
ilita
s
3Ad
anya
keb
ijaka
n pe
nelit
ian
dan
inov
asi y
ang
baru
kon
sist
en
deng
an d
omai
n ke
bija
kan
lain
(m
isal
nya
ekon
omi,
indu
stri,
pe
rdag
anga
n, p
endi
dika
n)
sehi
ngga
juga
ber
dam
pak
pada
per
baik
an ta
ta k
elol
a pe
renc
anaa
n ris
et
a.
Mem
astik
an p
enyu
suna
n Re
ncan
a In
duk
Pem
ajua
n Ip
tek
seba
gai
man
dat U
U S
isna
s Ip
tek
terk
onek
si d
enga
n RI
RN, P
RN, R
PJM
N,
dan
kebi
jaka
n se
ktor
al la
inny
a.
Foru
m
mul
tilat
eral
pe
mba
hasa
n RK
P, R
PJP
& M
2021
-202
2Ri
stek
/ BRI
N,
Bapp
enas
b.
Mer
umus
kan
payu
ng h
ukum
pem
bagi
an u
rusa
n ris
et d
an in
ovas
i di
Per
guru
an T
ingg
i den
gan
pem
bagi
an fo
kus
yang
jela
s an
tara
Ke
men
riste
k/BR
IN d
an K
emen
dikb
ud (m
isal
nya
terk
ait B
O P
TN
untu
k pe
nelit
ian)
.
Inte
gras
i BO
PTN
Pe
nelit
ian
& PR
N20
21-2
025
4Pe
rbai
kan
peng
atur
an d
ata
untu
k ta
ta k
elol
a ek
osis
tem
pe
nget
ahua
n da
n in
ovas
i
a.
Mer
umus
kan
peng
atur
an k
eter
buka
an d
an k
eter
jang
kaua
n da
ta
(term
asuk
dat
a ya
ng p
engu
mpu
lann
ya d
idan
ai A
PBN
, sep
erti
data
-dat
a BP
S) u
ntuk
kep
entin
gan
nasi
onal
, ter
mas
uk u
ntuk
ke
pent
inga
n pe
nelit
ian
seca
ra g
ratis
.
Impl
emen
tasi
U
U K
eter
buka
an
Info
rmas
i Pub
lik,
UU
Sta
tistik
, SIIN
Rist
ek/ B
RIN
, BPS
, Ke
men
keu,
pen
gam
pu
Satu
Dat
a
Cet
ak B
iru E
kosi
stem
Pen
geta
huan
dan
Inov
asi
105
Lam
pira
n 2.
Tar
get d
an S
asar
an C
etak
Biru
EPI
No
Sasa
ran
Stra
tegi
Men
jadi
m
asuk
an u
ntuk
Usu
lan
wak
tu
terk
ait r
egul
asi
K/L
Kunc
i
b.
Mer
umus
kan
pera
tura
n tu
runa
n U
U 11
/201
9 m
enge
nai w
ajib
se
rah
dan
waj
ib s
impa
n ke
luar
an d
ata
prim
er p
enel
itian
, pe
ngem
bang
an, p
engk
ajia
n, d
an p
ener
apan
yan
g di
dana
i APB
N
dan/
atau
dila
kuka
n di
Indo
nesi
a. P
erlu
mem
astik
an b
ahw
a pe
ratu
ran
turu
nann
ya d
i dal
am R
PP P
enye
leng
araa
n Ip
tek
mem
enuh
i prin
sip
FAIR
(Fin
dabl
e, A
cces
sibl
e, In
tero
pera
ble,
Re
usab
le).
RPP
Peny
elen
ggar
aan
Ipte
k, S
IIN
2021
-202
3
c.
Mel
akuk
an p
enye
lara
san
deng
an p
erat
uran
yan
g m
enga
tur
men
gena
i ket
erbu
kaan
info
rmas
i (U
U N
o 14
/ 200
8).
suda
h je
las
2021
-202
5
d.
Mem
astik
an p
rote
ksi d
ata
prib
adi d
alam
pen
ggun
aan
big
data
(te
ruta
ma
prop
rieta
ry d
ata
dari
peru
saha
an d
igita
l), d
enga
n m
enga
cu p
ada
RUU
Pel
indu
ngan
Dat
a Pr
ibad
i yan
g m
asih
dal
am
pem
baha
san
DPR
.
suda
h je
las
2021
-202
2
Sum
ber D
aya
5Re
form
asi b
irokr
asi P
NS
untu
k m
enga
kom
odas
i kar
akte
ristik
SD
M Ip
tek,
term
asuk
mel
akuk
an
debi
rokr
atis
asi p
ada
bida
ng
Pend
idik
an T
ingg
i
a.
Men
guba
h at
uran
UU
No.
5/2
014
terk
ait j
am k
erja
yan
g m
engh
amba
t mob
ilita
s AS
N S
DM
ipte
k.su
dah
jela
s20
21-2
025
Kem
enPA
N-R
B,
Kem
endi
kbud
, Ris
tek/
BRIN
b.
Men
doro
ng m
obili
tas
dose
n da
n pe
nelit
i di P
ergu
ruan
Tin
ggi
deng
an m
eman
faat
kan
prak
tik re
gula
si te
rkai
t sab
batic
al le
ave
dala
m P
P N
o. 3
7/20
09 te
ntan
g D
osen
.
suda
h je
las
2021
-202
5
c.
Men
gatu
r pra
ktik
mob
ilita
s SD
M ip
tek
lebi
h lu
as (l
inta
s se
ktor
) da
lam
RPP
Sum
ber D
aya
Ipte
k m
aupu
n pe
ratu
ran
turu
nann
ya.
RPP
Sum
ber
Day
a Ip
tek
2021
-202
5 da
n ja
ngka
pan
jang
d.
Mem
fasi
llita
si p
enge
mba
ngan
kap
asita
s ag
ar s
emak
in b
anya
k Pe
rgur
uan
Ting
gi y
ang
mem
enuh
i per
syar
atan
men
jadi
PT
N-B
H, S
atke
r, at
aupu
n BL
U u
ntuk
mem
perk
uat o
tono
mi
PT (s
ebag
aim
ana
terc
antu
m d
alam
UU
No.
1/20
04 te
ntan
g Pe
rben
daha
raan
Neg
ara.
Rens
tra
Kem
endi
kbud
, RK
P
2021
-202
5 da
n ja
ngka
pan
jang
e.
Men
doro
ng p
rakt
ik in
tern
asio
nalis
asi d
enga
n m
eruj
uk p
ada
UU
12/2
012
tent
ang
Pend
idik
an T
ingg
i dan
Per
atur
an M
ente
ri Ri
stek
dikt
i No.
53/
2018
tent
ang
Perg
urua
n Ti
nggi
Lua
r Neg
eri
(PTL
N).
Perlu
atu
ran
turu
nan
(di l
evel
Dirj
en D
ikti)
tent
ang
pros
edur
pen
diria
n PT
LN y
ang
saat
ini b
elum
ters
edia
.
suda
h je
las
2021
-202
5 da
n ja
ngka
pan
jang
Cet
ak B
iru E
kosi
stem
Pen
geta
huan
dan
Inov
asi
106
Lam
pira
n 2.
Tar
get d
an S
asar
an C
etak
Biru
EPI
No
Sasa
ran
Stra
tegi
Men
jadi
m
asuk
an u
ntuk
Usu
lan
wak
tu
terk
ait r
egul
asi
K/L
Kunc
i
6Ad
anya
regu
lasi
bar
u ya
ng
mem
ungk
inka
n pe
man
faat
an
infra
stru
ktur
ipte
k se
cara
lebi
h ef
ektif
a.
Mer
umus
kan
pera
tura
n tu
runa
n Pe
rpre
s N
o. 16
/201
8 te
rkai
t “P
enel
itian
dap
at m
engg
unak
an a
ngga
ran
bela
nja
dan/
atau
fasi
litas
yan
g be
rasa
l dar
i 1 (s
atu)
ata
u le
bih
dari
1 (sa
tu)
peny
elen
ggar
a pe
nelit
ian.
”
tbc
2021
-202
5Ri
stek
/ BRI
N,
Kem
enke
u
b.
Mem
buat
rum
usan
regu
lasi
yan
g di
butu
hkan
unt
uk p
erlu
asan
pr
aktik
pen
gem
bang
an d
an p
engg
unaa
n in
frast
rukt
ur ip
tek.
Ru
mus
an in
i dap
at m
enili
k da
ri ke
bija
kan
yang
dip
akai
ole
h LI
PI –
m
engi
ngat
dal
am b
eber
apa
tahu
n te
rakh
ir, L
IPI t
elah
men
gini
sias
i pe
mba
ngun
an in
frast
rukt
ur fa
silit
as la
bora
toriu
m b
ersa
ma
di
Cib
inon
g ya
ng d
apat
dig
unak
an b
erba
gai p
ihak
, ter
mas
uk
swas
ta. J
ika
dibu
tuhk
an p
erat
uran
pay
ung,
mak
a da
pat m
asuk
ke
RPP
Sum
ber D
aya
Ipte
k.
RPP
Sum
ber
Day
a Ip
tek
2021
-202
5
Pend
anaa
n
7Ad
anya
regu
lasi
di s
ekto
r fin
ansi
al a
gar s
ekto
r ter
sebu
t m
enda
nai s
ekto
r riil
, men
dana
i in
ovas
i, bu
kan
men
dana
i lag
i fin
anci
al s
ecto
r dan
men
jadi
ec
onom
ic b
ubbl
e
a.
Mem
buat
per
atur
an tu
runa
n U
U N
o. 11
/201
9 Pa
sal 6
: “Ilm
u Pe
nget
ahua
n da
n Te
knol
ogi b
erke
dudu
kan
seba
gai m
odal
da
n in
vest
asi”
untu
k m
erum
uska
n be
ntuk
-ben
tuk
inse
ntif
bagi
ke
giat
an ri
set d
an in
ovas
i, ba
ik o
leh
pela
ku m
aupu
n se
ktor
ke
uang
an s
elak
u pe
nyed
ia p
embi
ayaa
n –
term
asuk
di d
alam
nya
inse
ntif
bagi
R&D
di s
ekto
r riil
vs
sekt
or fi
nans
ial.
Pera
tura
n te
rkai
t pe
mbi
ayaa
n,
peny
empu
rnaa
n in
sent
if no
n-fis
kal
untu
k ke
giat
an
R&D
Jang
ka
men
enga
h da
n pa
njan
g
Kem
enke
u
b.
Mer
umus
kan
pera
tura
n tu
runa
n U
U C
ipta
Ker
ja te
rkai
t Lem
baga
Pe
ngel
ola
Inve
stas
i den
gan
adan
ya S
over
eign
Wea
lth F
und
yang
sec
ara
spes
ifik
men
yasa
r inv
esta
si u
ntuk
rise
t dan
inov
asi,
term
asuk
kai
tann
ya d
enga
n Ra
ncan
gan
Perp
res
Dan
a Ab
adi
Pene
litia
n.
Pera
tura
n te
knis
PP
74/
202
0 at
au
Renc
ana
Kerja
LP
I
Jang
ka
men
enga
h da
n pa
njan
g
8Te
rcip
tany
a pr
oses
per
baik
an
sist
em p
erat
uran
per
unda
ng-
unda
ngan
ber
jala
n se
cara
si
stem
atis
dan
ber
kela
njut
an
Mer
evis
i UU
No.
12/2
011 t
enta
ng P
embe
ntuk
an P
erat
uran
Per
unda
ng-
unda
ngan
.su
dah
jela
s20
21-2
025
Kem
enku
mha
m
Cet
ak B
iru E
kosi
stem
Pen
geta
huan
dan
Inov
asi
107
Lam
pira
n 2.
Tar
get d
an S
asar
an C
etak
Biru
EPI
ELE
ME
N #
2: T
ATA
KE
LOLA
KE
LEM
BA
GA
AN
No
Sasa
ran
Stra
tegi
M
enja
di
mas
ukan
unt
ukU
sula
n w
aktu
te
rkai
t reg
ulas
iK/
L Ku
nci
OPT
IMA
LISA
SI
1Te
rkoo
rdin
asin
ya p
roye
k ris
et
inov
asi m
ulti
sekt
oral
dan
ant
ar
disi
plin
ilm
u de
ngan
targ
et
prio
ritas
nas
iona
l ber
orie
ntas
i da
mpa
k, d
enga
n te
tap
mem
buka
ru
ang
gera
k ak
tor u
ntuk
m
elak
ukan
bot
tom
-up
proj
ects
a.
Men
inja
u se
cara
sis
tem
atis
pos
isi,
pera
n (m
isi)
dan
hubu
ngan
an
tara
org
anis
asi p
enel
itian
kun
ci.
RPP
RIPI
PTEK
, RI
PIPT
EK20
21Ri
stek
/BRI
N
b.
Mer
umus
kan
bent
uk in
sent
if di
luar
pen
dana
an (m
isal
nya
man
faat
non
eko
nom
i) un
tuk
mem
otiv
asi l
emba
ga ri
set d
an
inov
asi d
an a
ktor
lain
nya
men
duku
ng ta
rget
prio
ritas
nas
iona
l.
2021
2Ad
anya
pem
isah
an fu
ngsi
re
gula
tory
/pol
icy
dan
fund
ing,
se
rta m
emas
tikan
aku
ntab
ilita
s pe
ndan
aan
a.
Mem
bent
uk le
mba
ga p
enda
naan
inde
pend
en p
enge
lola
dan
a pr
oyek
rise
t nas
iona
l ata
u m
engu
atka
n le
mba
ga y
ang
suda
h ad
a.Pe
ngua
tan
kola
bora
si R
iste
k/
BRIN
, LPD
P, D
IPI
2021
Rist
ek/B
RIN
, Ke
men
keu
b.
Men
yele
ngga
raka
n ris
et d
an in
ovas
i den
gan
dana
pih
ak k
e-tig
a ya
ng d
ileng
kapi
den
gan
mek
anis
me
dan
targ
et y
ang
dise
suai
kan
deng
an tu
juan
spe
sifik
ske
ma
pend
anaa
nnya
. Par
amet
er e
valu
asi
perlu
dib
edak
an a
ntar
a sa
tu s
kem
a de
ngan
lain
nya.
Seb
agai
ac
uan
utam
a ad
alah
tuju
an b
esar
ber
upa
shar
ed v
isio
n at
au
shar
ed o
bjec
tive
para
pih
ak.
Peng
uata
n ko
labo
rasi
Ris
tek/
BR
IN, L
PDP,
DIP
I
2021
Rist
ek/B
RIN
, Ke
men
keu
3Te
rinte
gras
inya
lem
baga
in
term
edia
si k
e da
lam
sis
tem
tra
nsla
si in
vens
i men
jadi
inov
asi,
mau
pun
sist
em tr
ansl
asi m
enja
di
kebi
jaka
n
a.
Mem
bent
uk le
mba
ga in
term
edia
si p
usat
yan
g m
elen
gkap
i le
mba
ga in
term
edia
si d
i set
iap
lem
baga
rise
t dan
inov
asi d
enga
n pe
ran
know
ledg
e an
d pa
rtner
ship
bro
kera
ge, t
erut
ama
deng
an
indu
stri.
RPP
Sum
ber
Day
a Ip
tek,
RPP
Pe
nyel
engg
araa
n Ip
tek,
RIP
IPTE
K
2021
Rist
ek/ B
RIN
, LAN
b.
Men
guat
kan
fung
si u
nit a
nalis
is k
ebija
kan
di K
/L y
ang
terh
ubun
g de
ngan
bai
k de
ngan
jarin
gan
anal
is k
ebija
kan
non-
K/L
serta
ko
mun
itas
ilmia
h ya
ng re
leva
n.
Impl
emen
tasi
U
tilis
asi J
FAK,
RK
P
2021
Cet
ak B
iru E
kosi
stem
Pen
geta
huan
dan
Inov
asi
108
Lam
pira
n 2.
Tar
get d
an S
asar
an C
etak
Biru
EPI
No
Sasa
ran
Stra
tegi
M
enja
di
mas
ukan
unt
ukU
sula
n w
aktu
te
rkai
t reg
ulas
iK/
L Ku
nci
4Te
rben
tukn
ya w
ahan
a ko
labo
rasi
pe
riset
-inte
rmed
iari-
mas
yara
kat-
indu
stri-
pem
erin
tah
di d
aera
h de
ngan
keu
nggu
lann
ya m
asin
g-m
asin
g
a.
Men
doro
ng d
an m
endu
kung
pilo
ting
bagi
pla
ce-b
ased
in
nova
tion,
bai
k un
tuk
peng
emba
ngan
sos
ial e
kono
mi m
aupu
n ke
bija
kan
publ
ik d
i dae
rah.
Revi
si P
RN,
prog
ram
Te
knop
ark
& PR
N, R
IPIP
TEK
2021
Rist
ek/ B
RIN
, Ba
ppen
as,
Kem
enda
gri,
Pem
da
b.
Mem
bang
un k
now
ledg
e po
ol d
i dae
rah
dan
men
doro
ngny
a un
tuk
berp
eran
kon
stru
ktif
dala
m p
emba
ngun
an d
aera
hnya
dan
, di
duku
ng o
leh
jeja
ring
keilm
uan
di le
vel l
okal
, nas
iona
l, se
rta
inte
rnas
iona
l.
Sist
em In
ovas
i D
aera
h, p
rogr
am
Tekn
opar
k, P
UI
& PR
N
2021
5Te
rinte
gras
inya
lem
baga
pe
ngam
pu d
ata
info
rmas
i ipt
ek
dan
inov
asi d
enga
n ef
ektif
a.
Mem
perc
epat
pen
gatu
ran
Sist
em In
form
asi I
ptek
Nas
iona
l (SI
IN).
Perp
res
SIIN
2021
Rist
ek/ B
RIN
b.
Mem
perk
uat r
epos
itori
yang
sud
ah a
da (m
isal
nya,
Rep
osito
ri Ilm
iah
Nas
iona
l) de
ngan
mek
anis
me
inte
rlink
age
deng
an S
IIN.
Perp
res
SIIN
2021
6Te
rkua
tkan
nya
pera
n da
n je
jarin
g sc
ient
ific
advi
sor,
baik
unt
uk
kom
unita
s ilm
iah
mau
pun
di K
/L
terk
ait
Mem
bent
uk w
adah
kei
lmua
n na
sion
al y
ang
repr
esen
tatif
, ink
lusi
f, da
n kr
edib
el s
eper
ti N
atio
nal R
esea
rch
Cou
ncil
deng
an tu
gas
fung
si
wew
enan
g ya
ng je
las
seba
gai m
itra
pem
bang
unan
. Wad
ah in
i har
us
dipa
stik
an b
erfu
ngsi
opt
imal
dal
am ja
ngka
pan
jang
(sus
tain
able
).
RIPI
PTEK
, m
obili
sasi
dat
a ke
paka
ran
2022
-202
5Ri
stek
/ BRI
N,
Bapp
enas
7Te
rinte
gras
inya
fung
si K
/L
yang
rele
van
dala
m a
gend
a pe
mba
ngun
an s
pesi
fik s
ehin
gga
terja
di k
oord
inas
i efe
ktif
Mem
asuk
kan
setia
p ta
rget
pem
bang
unan
nas
iona
l yan
g te
ruku
r ke
dala
m m
anda
t Kem
enko
den
gan
kew
enan
gan
lebi
h ku
at.
IKU
Kem
enko
2022
Bapp
enas
, Ke
men
teria
n Ke
uang
an, &
Par
a Ke
men
ko
8Te
rben
tukn
ya s
iste
m y
ang
mem
ungk
inka
n m
asya
raka
t m
emili
ki p
emah
aman
men
dasa
r te
ntan
g be
rbag
ai is
u di
duku
ng
oleh
aks
es te
rbuk
a da
n te
rper
caya
yan
g di
sedi
akan
ole
h K/
L
a.
Mem
bang
un m
ekan
ism
e ko
nsul
tasi
dan
kom
unik
asi p
ublik
unt
uk
peru
mus
an k
ebija
kan
Impl
emen
tasi
IKK
2021
-202
3Ri
stek
/BRI
N,
Bapp
enas
, LAN
, se
mua
K/L
b.
Mem
anfa
atka
n si
stem
pem
erin
taha
n be
rbas
is e
lekt
roni
k da
n m
edia
sos
ial s
ecar
a ce
rdas
seb
agai
pen
unja
ng a
kunt
abili
tas
publ
ik; d
enga
n te
tap
men
jaga
keu
tuha
n N
KRI.
IKU
K/L
2021
-202
5
Cet
ak B
iru E
kosi
stem
Pen
geta
huan
dan
Inov
asi
109
Lam
pira
n 2.
Tar
get d
an S
asar
an C
etak
Biru
EPI
ELE
ME
N #
3: M
EK
AN
ISM
E A
KU
NTA
BIL
ITA
SPr
insi
p: in
tegr
itas,
kol
abor
asi,
dan
buda
ya k
erja
sam
a da
ri pa
ra p
ihak
No
Sasa
ran
Stra
tegi
M
enja
di
mas
ukan
unt
ukU
sula
n w
aktu
te
rkai
t reg
ulas
iK/
L Ku
nci
OPT
IMA
LISA
SI
1Ad
anya
mek
anis
me
prod
uksi
pen
geta
huan
yan
g di
perta
nggu
ngja
wab
kan
sesu
ai
met
odol
ogi i
lmia
h ol
eh d
an u
ntuk
ko
mun
itas
ilmia
h
a.
Mem
perk
uat a
spek
-asp
ek e
tika
dala
m k
egia
tan
riset
dan
inov
asi
deng
an m
elib
atka
n Ko
mis
i Etik
bag
i dan
ber
baga
i Aso
sias
i Pr
ofes
i dan
Ilm
iah
bere
puta
si in
tern
asio
nal d
an/a
tau
yang
tela
h te
rakr
edita
si (e
pist
emic
com
mun
ity).
RPP
Peny
elen
ggar
aan
Ipte
k
2021
Rist
ek/ B
RIN
b.
Mem
perk
uat k
omitm
en p
ada
open
sci
ence
(per
syar
atan
bah
wa
sem
ua p
enel
itian
yan
g di
dana
i pem
erin
tah
dipu
blik
asik
an, d
an
data
nya
dapa
t dia
kses
pub
lik d
enga
n m
udah
). Sa
lah
satu
nya
deng
an m
enge
mba
ngka
n si
stem
/pla
tform
yan
g m
emfa
silit
asi
open
sci
ence
.
RPP
Peny
elen
ggar
aan
Ipte
k
2021
2Te
rinte
gras
inya
pen
geta
huan
ke
dal
am p
rose
s pe
mbu
atan
ke
bija
kan,
term
asuk
dal
am
renc
ana
pem
bang
unan
Men
gem
bang
kan
mek
anis
me
kons
ulta
si d
an k
omun
ikas
i pub
lik
yang
mel
ibat
kan
kom
unita
s pe
nget
ahua
n da
lam
pro
ses
pem
buat
an
kebi
jaka
n, s
ejak
per
anca
ngan
aw
al h
ingg
a va
lidas
inya
. Dap
at
diin
tegr
asik
an d
enga
n st
rate
gi p
embe
naha
n ta
ta k
elem
baga
an
terk
ait m
ekan
ism
e ko
nsul
tasi
dan
kom
unik
asi p
ublik
.
RPP
RIPI
PTEK
, RP
JP &
M20
21Ba
ppen
as, R
iste
k/
BRIN
3Pe
neta
pan
pand
uan
untu
k pe
nggu
naan
ilm
u pe
nget
ahua
n da
lam
pro
ses;
per
enca
naan
, pe
ngan
ggar
an, p
elak
sana
an,
pem
anta
uan
dan
eval
uasi
yan
g be
rfoku
s pa
da e
mpa
t stra
tegi
:
a.
Men
yusu
n pr
ogam
men
gacu
pad
a pr
iorit
as p
emba
ngun
an
nasi
onal
yan
g te
renc
ana
baik
unt
uk ja
ngka
wak
tu p
anja
ng,
men
enga
h da
n pe
ndek
dal
am s
atu
kesa
tuan
utu
h da
n di
jala
nkan
se
cara
kon
sist
en. E
lem
en-e
lem
en p
eren
cana
an, a
loka
si
sum
berd
aya,
pel
aksa
naan
, pem
anta
uan,
sup
ervi
si, e
valu
asi,
audi
t ha
rus
mas
uk k
e da
lam
ranc
anga
n pr
ogra
m.
RPJP
&M, R
KP,
RIPI
PTEK
2021
Bapp
enas
, Ris
tek/
BR
IN
b.
Men
yusu
n In
dika
tor K
iner
ja U
tam
a N
asio
nal b
eror
ient
asi i
mpa
ct,
yang
sel
anju
tnya
har
us d
iterje
mah
kan
ke d
alam
ser
angk
aian
ta
rget
K/L
bes
erta
sel
uruh
jaja
rann
ya. I
ni m
enja
di b
asis
Per
janj
ian
Kine
rja p
ejab
at te
rkai
t.
RKP,
RPJ
P &
M20
22
c.
Mem
asuk
kan
elem
en-e
lem
en p
embe
laja
ran
di d
alam
eva
luas
i pe
mba
ngun
an n
asio
nal s
ehin
gga
bers
ifat b
erke
lanj
utan
.RK
P, R
PJP
& M
2022
Cet
ak B
iru E
kosi
stem
Pen
geta
huan
dan
Inov
asi
110
Lam
pira
n 2.
Tar
get d
an S
asar
an C
etak
Biru
EPI
No
Sasa
ran
Stra
tegi
M
enja
di
mas
ukan
unt
ukU
sula
n w
aktu
te
rkai
t reg
ulas
iK/
L Ku
nci
d.
Mel
ibat
kan
dan
mem
perti
mba
ngka
n as
pira
si p
ara
akto
r pe
nget
ahua
n (p
rodu
sen,
pen
ggun
a, e
nabl
er, i
nter
med
iary
) yan
g m
ewak
ili s
elur
uh la
pisa
n ya
ng re
leva
n da
lam
per
anca
ngan
ke
giat
an, p
rogr
am d
an k
ebija
kan
teru
tam
a te
rkai
t ris
et a
tau
inov
asi.
Sum
ber d
aya
(wak
tu, a
ngga
ran,
kom
itmen
) yan
g m
emad
ai h
arus
sel
alu
dial
okas
ikan
unt
uk p
enye
mpu
rnaa
n da
lam
ta
hap
ini.
RPP
RIPI
PTEK
2021
4Te
rimpl
emen
tasi
nya
open
dat
a di
leve
l K/L
seb
agai
ben
tuk
tang
gung
jaw
ab, s
ekal
igus
unt
uk
men
doro
ng in
tera
ksi a
ntar
akt
or
a.
Men
gopt
imal
kan
sist
em in
form
asi b
erba
sis
digi
tal/p
eman
faat
an
TIK
sehi
ngga
dat
a da
pat d
iaks
es o
leh
publ
ik d
enga
n m
udah
, te
ruta
ma
terk
ait l
uara
n ya
ng d
ihas
ilkan
mel
alui
ang
gara
n pe
mer
inta
h.
Impl
emen
tasi
Pe
rpre
s Sa
tu
Dat
a, U
U
Kete
rbuk
aan
Info
rmas
i Pub
lik
2021
dst
Sem
ua K
/L
b.
Mem
perc
epat
pen
ataa
n Si
stem
Info
rmas
i Ipt
ek N
asio
nal
deng
an m
enga
rah
pada
pem
bent
ukan
Sat
u D
ata
Nas
iona
l yan
g ko
mpr
ehen
sif.
Perp
res
SIIN
2021
c.
Men
yusu
n m
ekan
ism
e pe
lapo
ran
K/L
pada
pub
lik s
etia
p ak
hir
tahu
n an
ggar
an m
elal
ui s
emua
sal
uran
kom
unik
asi m
assa
yan
g ad
a (d
arin
g da
n lu
ring)
.
Renc
ana
Info
rmas
i &
Kom
unik
asi
Publ
ik K
/L
2022
d.
Men
yedi
akan
sar
ana
pem
beria
n um
pan
balik
yan
g re
spon
sif d
an
efek
tif d
enga
n pe
nera
pan
prin
sip-
prin
sip
ilmu
kom
unik
asi.
Renc
ana
Info
rmas
i &
Kom
unik
asi
Publ
ik K
/L
2022
5Ad
anya
par
tisip
asi m
asya
raka
t un
tuk
mel
akuk
an e
valu
asi
kebi
jaka
n hi
ngga
di t
ingk
at d
esa
a.
Men
gide
ntifi
kasi
opi
nion
lead
er (c
omm
unity
lead
er, i
nfor
mal
le
ader
) den
gan
kear
ifan
loka
l dan
mel
ibat
kann
ya d
alam
pro
ses
eval
uasi
keb
ijaka
n.
Pedo
man
Pe
nyus
unan
Pe
renc
anaa
n Pe
mba
ngun
an
sam
pai t
ingk
at
Des
a
2022
Bapp
enas
, Ke
men
dagr
i, Ke
men
des
b.
Men
yedi
akan
sub
-sis
tem
dar
i ope
n sc
ienc
e ya
ng b
ersi
fat l
okal
un
tuk
berti
ndak
seb
agai
sar
ana
peny
alua
ran
aspi
rasi
loka
l dal
am
peny
usun
an k
ebija
kan
publ
ik.
Impl
emen
tasi
U
U K
eter
buka
an
Info
rmas
i Pub
lik
2022
Cet
ak B
iru E
kosi
stem
Pen
geta
huan
dan
Inov
asi
111
Lam
pira
n 2.
Tar
get d
an S
asar
an C
etak
Biru
EPI
No
Sasa
ran
Stra
tegi
M
enja
di
mas
ukan
unt
ukU
sula
n w
aktu
te
rkai
t reg
ulas
iK/
L Ku
nci
6Au
dit b
erba
sis
kine
rja
dan
kola
bora
tif d
enga
n pe
rtang
gung
jaw
aban
ber
basi
s bu
kti i
lmia
h
Mem
bang
un s
iste
m a
udit
yang
ber
ada
dala
m k
ewen
anga
n le
mba
ga
terte
ntu
(keu
anga
n, k
iner
ja, k
elem
baga
an) b
erba
sis
pem
aham
an
terk
ait p
rose
s ke
giat
an il
mia
h, a
gar r
elev
an d
an te
pat s
asar
an.
Peny
usun
an m
ekan
ism
e au
dit y
ang
berb
asis
pem
aham
an te
rkai
t pr
oses
keg
iata
n ilm
iah
ini p
erlu
mel
ibat
kan
kom
unita
s ilm
iah.
Pros
es
peny
usun
an
LAKI
P, P
erba
ikan
SA
KIP,
ke
terh
ubun
gan
deng
an K
RISN
A,
Impl
emen
tasi
UU
15
/200
4
2022
Rist
ek/B
RIN
, Ba
ppen
as, B
PKP
Cet
ak B
iru E
kosi
stem
Pen
geta
huan
dan
Inov
asi
112
Lam
pira
n 2.
Tar
get d
an S
asar
an C
etak
Biru
EPI
ELE
ME
N #
4: S
UM
BE
R D
AY
A D
AN
INFR
AS
TRU
KTU
R
No
Sasa
ran
Stra
tegi
M
enja
di
mas
ukan
unt
ukU
sula
n w
aktu
te
rkai
t reg
ulas
iK/
L Ku
nci
OPT
IMA
LISA
SI
Sum
ber D
aya
Man
usia
1Te
rcip
tany
a SD
M ri
set,
inov
asi
dan
kebi
jaka
n pu
blik
yan
g an
dal
mel
alui
pen
ingk
atan
kap
asita
s m
ener
us (b
aik
mel
alui
pen
didi
kan
form
al m
aupu
n pe
latih
an)
seba
gai b
agia
n da
ri pr
oses
pe
ngem
bang
an je
njan
g ka
rier
a.
Men
cipt
akan
crit
ical
mas
s SD
M Ip
tek
deng
an in
dika
tor 3
0%
popu
lasi
mem
iliki
gel
ar p
ost-g
radu
ate.
Renc
ana
Indu
k Pe
maj
uan
Ipte
k (R
IPIP
TEK)
Jan
gka
Panj
ang
2021
-203
0Ri
stek
/BRI
N.
Kem
endi
kbud
b.
Men
yusu
n re
ncan
a pe
ngem
bang
an S
DM
di s
etia
p le
mba
ga ri
set
dan
inov
asi,
term
asuk
sw
asta
, dal
am b
entu
k be
asis
wa
gela
r dan
no
n-ge
lar y
ang
sist
emat
is d
an k
ompe
titif
(mis
alny
a LP
DP)
.
Renc
ana
Peng
emba
ngan
SD
M K
emen
teria
n &
Lem
baga
2022
-202
4
c.
Men
guat
kan
man
ajem
en ta
lent
a da
ri le
mba
ga ri
set d
an in
ovas
i/pe
ndid
ikan
.Re
ncan
a Pe
ngem
bang
an
SDM
Kem
ente
rian
& Le
mba
ga
2022
-202
4
d.
Men
duku
ng a
dany
a fa
silit
as/s
aran
a pe
ndid
ikan
dan
pel
atih
an
term
asuk
in-h
ouse
trai
ning
dan
kol
abor
asi i
nter
nasi
onal
.Re
ncan
a Pe
ngem
bang
an
SDM
Kem
ente
rian
& Le
mba
ga
2022
e.
Mel
akuk
an s
inkr
onis
asi r
oadm
ap S
DM
ant
ar s
ekto
r den
gan
Dik
ti-LP
DP-
K/L.
Renc
ana
Indu
k Pe
maj
uan
Ipte
k Ta
huna
n da
n Ja
ngka
M
enen
gah,
Re
nstra
Dik
ti
2022
2M
enin
gkat
nya
jum
lah
dan
inte
nsita
s ke
rja s
ama
anta
ra
indu
stri,
uni
vers
itas,
den
gan
lem
baga
rise
t
Men
doro
ng in
dust
ri te
rliba
t dal
am p
eren
cana
an ri
set d
an ri
set
kola
bora
si d
enga
n sk
ema
riset
yan
g le
bih
foku
s da
n ko
labo
ratif
.RP
P Su
mbe
r Day
a Ip
tek,
RIP
IPTE
K,
Renc
ana
Indu
k Pe
mba
ngun
an
Indu
stri
Nas
iona
l
2021
-202
4Ri
stek
/BRI
N,
Kem
enpe
rin
Cet
ak B
iru E
kosi
stem
Pen
geta
huan
dan
Inov
asi
113
Lam
pira
n 2.
Tar
get d
an S
asar
an C
etak
Biru
EPI
No
Sasa
ran
Stra
tegi
M
enja
di
mas
ukan
unt
ukU
sula
n w
aktu
te
rkai
t reg
ulas
iK/
L Ku
nci
3M
enin
gkat
nya
pers
enta
se
pene
liti/p
erek
ayas
a/an
alis
ke
bija
kan
yang
mel
akuk
an
kola
bora
si ri
set d
an in
ovas
i in
tern
asio
nal
a.
Mem
buat
stra
tegi
kol
abor
asi i
nter
nasi
onal
unt
uk s
ekto
r pe
nget
ahua
n da
n in
ovas
i den
gan
men
yeim
bang
kan
pend
ekat
an
top-
dow
n (g
over
nmen
t-to-
gove
rnm
ent)
dan
botto
m-u
p (in
stitu
tion-
to-in
stitu
tion)
.
Rens
tra R
iste
k/
BRIN
, RIP
IPTE
K20
21-2
024
Rist
ek/B
RIN
b.
Mem
perb
aiki
ena
blin
g fa
ctor
s ko
labo
rasi
inte
rnas
iona
l (p
enda
naan
, ins
entif
, reg
ulas
i dan
kap
asita
s le
mba
ga).
RPP
Peny
elen
ggar
aan
Ipte
k
2021
-202
4
c.
Mel
akuk
an p
emet
aan
kebu
tuha
n ko
labo
rasi
inte
rnas
iona
l yan
g se
cara
spe
sifik
dia
rahk
an u
ntuk
men
gisi
keb
utuh
an in
frast
rukt
ur
riset
dan
inov
asi.
RPP
Sum
ber D
aya
Ipte
k, R
IPIP
TEK
2021
-203
0
4Te
raru
suta
mak
anny
a bu
daya
te
laah
sej
awat
(pee
r rev
iew
) di
kom
unita
s pe
nelit
i
a.
Mem
bang
un s
iste
m te
laah
sej
awat
yan
g di
pim
pin
pene
liti
(rese
arch
er-le
d pe
er re
view
) unt
uk s
elur
uh k
ateg
ori p
enel
itian
ya
ng d
idan
ai p
emer
inta
h. D
imul
ai d
enga
n uj
i cob
a si
stem
pee
r-re
view
sec
ara
nasi
onal
(con
tohn
ya te
rmas
uk p
rakt
ik d
i Ing
gris
da
n Au
stra
lia).
RPP
Peny
elen
ggar
aan
Ipte
k
2021
Rist
ek/B
RIN
b.
Mem
perk
uat k
ode
etik
pen
eliti
an n
asio
nal d
enga
n ke
terli
bata
n ko
mun
itas
epis
tem
ik.
RPP
Peny
elen
ggar
aan
Ipte
k
2021
c.
Men
ingk
atka
n pr
ofes
iona
litas
man
ajem
en p
enel
itian
(mis
alny
a pe
ngua
tan
pera
n LP
PM d
i uni
vers
itas
serta
uni
t man
ajem
en
pene
litia
n di
lem
baga
rise
t dan
inov
asi l
ainn
ya).
RIPI
PTEK
2021
-202
4
5M
enin
gkat
nya
kual
itas
ASN
da
lam
per
umus
an k
ebija
kan
dan
peng
orga
nisa
sian
pro
gram
a.
Men
gopt
imal
kan
pera
n Ja
bata
n Fu
ngsi
onal
Ana
lis K
ebija
kan,
ja
bata
n fu
ngsi
onal
yan
g re
leva
n da
n ja
bata
n st
rukt
ural
dal
am
pros
es p
erum
usan
keb
ijaka
n.
Prog
ram
pe
ning
kata
n ut
ilisa
si A
K
2021
-202
4Ke
men
PAN
-RB,
LAN
b.
Men
gopt
imal
kan
pera
n Ba
riset
dan
inov
asi d
alam
sup
ply
info
rmas
i per
umus
an k
ebija
kan.
Pe
ruba
han
SOTK
K/L
terk
ait
Balit
bang
2021
-202
4
6Pe
rcep
atan
age
nda
refo
rmas
i biro
kras
i dal
am h
al
peng
emba
ngan
SD
M ip
tek:
pe
nelit
i dan
dos
en
a.
Mem
aksi
mal
kan
skem
a AS
N d
ari P
egaw
ai P
emer
inta
h de
ngan
Pe
rjanj
ian
Kerja
(PPP
K) u
ntuk
men
doro
ng re
krut
men
dos
en d
an
pene
liti l
inta
s pe
rgur
uan
tingg
i.
RPP
Sum
ber D
aya
Ipte
k, IK
U P
T20
21Ri
stek
/ BRI
N,
Kem
endi
kbud
Cet
ak B
iru E
kosi
stem
Pen
geta
huan
dan
Inov
asi
114
Lam
pira
n 2.
Tar
get d
an S
asar
an C
etak
Biru
EPI
No
Sasa
ran
Stra
tegi
M
enja
di
mas
ukan
unt
ukU
sula
n w
aktu
te
rkai
t reg
ulas
iK/
L Ku
nci
b.
Mem
aksi
mal
kan
skem
a PP
PK s
ecar
a m
aksi
mal
unt
uk m
endo
rong
re
krut
men
dia
spor
a do
sen
dan
pene
liti I
ndon
esia
kem
bali
beke
rja p
urna
-wak
tu d
i tan
ah a
ir ba
ik d
i per
guru
an ti
nggi
ata
upun
ba
dan/
lem
baga
pem
erin
tah.
Renc
ana
Peng
emba
ngan
SD
M K
/L, I
KU P
T
2022
-203
0
c.
Men
doro
ng a
dany
a sk
ema
yang
mem
ungk
inka
n di
aspo
ra d
osen
da
n pe
nelit
i Ind
ones
ia b
isa
beke
rja p
aruh
-wak
tu d
i tan
ah a
ir ba
ik
di p
ergu
ruan
ting
gi a
taup
un b
adan
/lem
baga
pem
erin
tah.
RPP
Sum
ber D
aya
Ipte
k, R
IPIP
TEK,
IK
U P
T
2022
-202
4
d.
Men
doro
ng k
onsi
sten
si P
TN-B
H d
alam
rekr
utm
en d
osen
dan
pe
nelit
i ses
uai d
enga
n ke
butu
han
inst
itusi
dan
age
nda
riset
na
sion
al.
RIPI
PTEK
2021
-202
4
e.
Men
doro
ng s
iner
gi a
ntar
a ko
mun
itas
sain
s, p
ergu
ruan
ting
gi,
bisn
is d
an p
emer
inta
h da
lam
men
entu
kan
road
map
sek
tora
l dan
na
sion
al.
RPP
RIPI
PTEK
2021
-202
4
7Ad
anya
Pus
at-P
usat
Ung
gula
n Ip
tek
(PU
I) tin
gkat
dun
iaa.
M
enge
mba
ngka
n ke
ungg
ulan
spe
sifik
(cen
tre fo
r exc
elle
nce
dala
m b
idan
g te
rtent
u) d
ari P
T at
au p
rodi
di d
aera
h se
hing
ga
berd
aya
tarik
bag
i cal
on p
elaj
ar (t
erm
asuk
dar
i lua
r neg
eri)
atau
un
tuk
peng
ambi
lan
data
(mis
alny
a PU
I unt
uk b
iodi
vers
ity, s
oal
vulk
anol
ogi)
RIPI
PTEK
2021
Rist
ek/B
RIN
, Ke
men
dikb
ud
b.
Mem
berik
an w
orki
ng c
apita
l ata
u in
sent
if ba
gi P
UI y
ang
prod
uktif
da
n be
repu
tasi
bai
k.RI
PIPT
EK20
21
KON
DIS
I BA
RU
Sum
ber D
aya
Man
usia
8M
enin
gkat
nya
jum
lah
SDM
be
rkua
lifika
si S
3 di
sem
ua d
isip
lin
ilmu
a.
Men
gado
psi p
rakt
ik b
aik
dala
m m
enci
ptak
an p
usat
dan
jarin
gan
untu
k pe
latih
an d
okto
ral (
S3) n
asio
nal (
mis
alny
a: U
.K.;
Laur
eate
sc
hem
e di
Aus
tralia
).
RIPI
PTEK
, Pr
ogra
m D
it Su
mbe
r Day
a D
ikti
2021
, 202
2Ri
stek
/ BRI
N,
Kem
endi
kbud
b.
Men
yusu
n sk
ema
pend
anaa
n pe
nelit
ian
untu
k m
endu
kung
pe
nelit
i sen
ior y
ang
terb
ukti
dapa
t men
jadi
pel
atih
dan
men
tor
pene
litia
n ya
ng b
aik.
Skem
a Pe
ndan
aan
Rist
ek/ B
RIN
&
Ditj
en D
ikti
2022
Cet
ak B
iru E
kosi
stem
Pen
geta
huan
dan
Inov
asi
115
Lam
pira
n 2.
Tar
get d
an S
asar
an C
etak
Biru
EPI
No
Sasa
ran
Stra
tegi
M
enja
di
mas
ukan
unt
ukU
sula
n w
aktu
te
rkai
t reg
ulas
iK/
L Ku
nci
c. M
enyu
sun
skem
a ke
mitr
aan
inte
rnas
iona
l dal
am h
al p
elat
ihan
PhD
da
n pr
ogra
m m
obili
tas,
unt
uk m
emba
ngun
kem
ampu
an b
aik
supe
rvis
or m
aupu
n m
ahas
isw
a.
Skem
a Pe
ndan
aan
Rist
ek/ B
RIN
&
Ditj
en D
ikti
2022
9Te
rcip
tany
a SD
M te
ram
pil
bers
ertifi
kasi
glo
bal d
i bid
ang
ipte
k st
rate
gis
Men
yusu
n pr
ogra
m u
ntuk
per
cepa
tan
pasc
a sa
rjana
khu
sus
untu
k PT
N B
LU d
an P
TN S
atke
r. Ke
men
dikb
ud20
22Ke
men
dikb
ud
10Ad
anya
stru
ktur
terp
adu
pend
idik
an ti
nggi
vok
asi d
enga
n ak
adem
ik
a.
Men
cipt
akan
flek
sibi
litas
jalu
r per
pind
ahan
dar
i vok
asi k
e ak
adem
ik, b
aik
di je
njan
g pe
ndid
ikan
men
enga
h ke
ata
s da
n tin
ggi.
Rens
tra
Kem
endi
kbud
2021
Kem
endi
kbud
b.
Mem
astik
an k
esei
mba
ngan
ant
ara
pend
idik
an te
rapa
n de
ngan
te
ori d
i tin
gkat
pen
didi
kan
tingg
i.Re
nstra
Dik
ti, IK
U
PT20
22
11Be
rkur
angn
ya in
sent
if ya
ng
mer
ugik
an (p
erve
rse
ince
ntiv
e)
dala
m p
enge
mba
ngan
kar
ir do
sen
atau
pen
eliti
a.
Mem
buat
ske
ma
kepe
gaw
aian
sen
diri
untu
k do
sen
dan
pene
liti
(tida
k la
gi d
ikel
ola
di b
awah
ske
ma
PNS)
.U
U P
endi
dika
n Ti
nggi
, UU
Dos
en,
RPP
Sum
ber D
aya
Ipte
k, IK
U P
T
2021
-202
2Ke
men
dikb
ud,
Kem
enPA
N-R
B
b.
Men
erap
kan
sist
em tr
idha
rma
perg
urua
n tin
ggi y
ang
mew
ajib
kan
kegi
atan
rise
t, m
enga
jar,
dan
peng
adia
n ke
pada
mas
yara
kat
pada
leve
l ins
titus
iona
l dan
buk
an in
divi
du. H
al in
i jug
a da
pat
mem
buka
pin
tu b
agi t
erbe
ntuk
nya
sist
em re
krut
men
dan
jenj
ang
karie
r yan
g le
bih
inte
nsif
untu
k ke
giat
an ri
set (
rese
arch
-inte
nsiv
e ap
poin
tmen
ts a
nd c
aree
r pat
hway
s).
UU
Pen
didi
kan
Ting
gi, R
PP
Sum
ber D
aya
Ipte
k, R
PP
Peny
elen
ggar
aan
Ipte
k
2021
- 202
2
12Te
rjadi
nya
brai
n ga
in -
pem
erat
aan
kual
itas
univ
ersi
tas
di
Indo
nesi
a
a.
Mer
umus
kan
skem
a m
obili
tas
dose
n un
tuk
men
doro
ng
pem
erat
aan
dan
peni
ngka
tan
kom
pete
nsi.
IKU
PT
2022
dst
Kem
endi
kbud
, Ke
men
PAN
-RB
b.
Men
doro
ng k
ompe
tisi u
nive
rsita
s di
Indo
nesi
a at
au
men
ingk
atka
n ki
nerja
agi
litas
uni
vers
itas
deng
an m
embu
ka
kem
ungk
inan
SD
M a
sing
mas
uk k
e da
lam
uni
vers
itas
dala
m
nege
ri.
IKU
PT
2022
dst
c.
Mem
asuk
kan
mob
ilita
s an
tar l
emba
ga s
ebag
ai in
dika
tor k
iner
ja
utam
a (k
ey p
erfo
rman
ce in
dica
tor)
lem
baga
rise
t dan
inov
asi.
IKU
PT
2022
dst
Cet
ak B
iru E
kosi
stem
Pen
geta
huan
dan
Inov
asi
116
Lam
pira
n 2.
Tar
get d
an S
asar
an C
etak
Biru
EPI
No
Sasa
ran
Stra
tegi
M
enja
di
mas
ukan
unt
ukU
sula
n w
aktu
te
rkai
t reg
ulas
iK/
L Ku
nci
13Ti
ngka
t pen
erim
aan
mah
asis
wa
pend
idik
an ti
nggi
(hig
her
educ
atio
n en
rollm
ent r
ate)
se
tara
den
gan
nega
ra-n
egar
a be
rpen
dapa
tan
men
enga
h at
as
(upp
er m
iddl
e in
com
e co
untri
es)
a.
Men
yusu
n ke
bija
kan
afirm
atif
(afir
mat
ive
polic
y) u
ntuk
pro
vins
i-pr
ovin
si d
enga
n An
gka
Parti
sipa
si K
asar
Pen
didi
kan
Ting
gi
tere
ndah
.
Rens
tra D
ikti,
IKU
PT
2021
Kem
endi
kbud
, Ke
men
dagr
i
b.
M
elib
atka
n pe
mer
inta
h da
erah
dal
am p
embi
ayaa
n pe
ndid
ikan
tin
ggi.
Sis
tem
Inov
asi
Dae
rah
2022
-202
4
14Te
rcip
tany
a si
stem
pel
ibat
an S
DM
da
lam
kol
abor
asi i
nter
nasi
onal
ya
ng re
sipr
okal
Mer
elak
sasi
regu
lasi
unt
uk fl
eksi
bilit
as m
obili
tas
fore
ign
skill
ed
wor
kers
den
gan
diar
ahka
n ad
anya
spi
llove
r.RP
P Su
mbe
r Day
a Ip
tek,
turu
nan
UU
11
/ 202
0
2021
, 202
2Ke
men
dikb
ud, R
iste
k BR
IN, K
emen
aker
, Ke
men
huk-
HAM
15Ad
anya
kes
empa
tan
bagi
m
asya
raka
t um
um u
ntuk
dap
at
terju
n di
akt
ivita
s ris
et a
taup
un
mem
beri
duku
ngan
terh
adap
ha
sil u
paya
mer
eka
serta
m
emba
ntu
dala
m p
engu
rusa
n ha
k ci
pta
dan
seje
nisn
ya (h
arus
m
enca
kup
sum
ber d
aya
non
Jaw
a)
a.
Men
gada
kan
pela
tihan
, pen
didi
kan
sing
kat,
dan
“pem
asar
an”
atas
akt
ivita
s m
erek
a.RI
PIPT
EK20
21, 2
022
Rist
ek/ B
RIN
b.
Men
yiap
kan
pras
aran
a fis
ik d
an n
on fi
sik
untu
k w
orks
hop
beke
rja
sam
a de
ngan
pem
erin
tah
dan
akad
emis
i, se
rta in
dust
ri sk
ala
besa
r.
RIPI
PTEK
2021
, 202
2
KON
DIS
I BA
RU
INFR
AST
RUKT
UR
16Te
rsed
iany
a in
frast
rukt
ur ip
tek
yang
mud
ah d
iaks
es o
leh
para
ak
tor,
seka
ligus
men
erap
kan
digi
tasi
info
rmas
i.
a.
Mel
akuk
an p
emet
aan
infra
stru
ktur
rise
t dan
inov
asi s
aat i
ni d
an
men
entu
kan
peta
jala
n pe
ngem
bang
an in
frast
rukt
ur p
riorit
as,
term
asuk
men
entu
kan
pera
n ne
gara
unt
uk m
emas
tikan
ke
ters
edia
an in
frast
rukt
ur ri
set d
an in
ovas
i stra
tegi
s da
n pe
ran
akto
r eko
sist
em la
inny
a.
RPP
Sum
ber D
aya
Ipte
k, R
IPIP
TEK
2021
Rist
ek/B
RIN
b.
Mem
buat
ske
ma
bagi
pak
ai u
ntuk
fasi
litas
yan
g di
kem
bang
kan
dan
dim
iliki
neg
ara
dan
mem
berik
an in
sent
if ba
gi a
ktor
pem
ilik
infra
stru
ktur
lain
dal
am e
kosi
stem
unt
uk m
ener
apka
n sk
ema
seru
pa.
RPP
Sum
ber
Day
a Ip
tek,
IKU
LP
NK
& PT
2021
, 202
2
Cet
ak B
iru E
kosi
stem
Pen
geta
huan
dan
Inov
asi
117
Lam
pira
n 2.
Tar
get d
an S
asar
an C
etak
Biru
EPI
No
Sasa
ran
Stra
tegi
M
enja
di
mas
ukan
unt
ukU
sula
n w
aktu
te
rkai
t reg
ulas
iK/
L Ku
nci
17Be
rkem
bang
nya
infra
stru
ktur
rise
t ba
ru d
an s
ecar
a m
erat
a, y
ang
tidak
terp
usat
di P
ulau
Jaw
a de
mi
men
unja
ng p
lace
-bas
ed re
sear
ch
& in
nova
tion
Mel
akuk
an p
rose
s ko
nsul
tasi
den
gan
pem
angk
u ke
pent
inga
n di
da
erah
men
gena
i pot
ensi
topi
k pe
ntin
g lo
kal y
ang
mem
butu
hkan
du
kung
an ri
set d
an in
ovas
i (m
isal
nya
kom
oditi
terte
ntu
yang
pen
ting
untu
k pe
ngem
bang
an e
kono
mi d
aera
h, ta
ntan
gan
sosi
al te
rtent
u ya
ng te
rkai
t den
gan
keun
ikan
mas
yara
kat s
etem
pat,
dll)
dan
men
gem
bang
kan
infra
stru
ktur
yan
g di
butu
hkan
.
RIPI
PTEK
, RKP
, Si
stem
Inov
asi
Dae
rah
2021
, 202
2Ri
stek
/BRI
N,
Bapp
enas
, Pem
da
Cet
ak B
iru E
kosi
stem
Pen
geta
huan
dan
Inov
asi
118
Lam
pira
n 2.
Tar
get d
an S
asar
an C
etak
Biru
EPI
ELE
ME
N #
5: IN
SE
NTI
F D
AN
PE
ND
AN
AA
N
No
Sasa
ran
Stra
tegi
M
enja
di
mas
ukan
unt
ukU
sula
n w
aktu
te
rkai
t reg
ulas
iK/
L Ku
nci
OPT
IMA
LISA
SI
1Ta
ta k
elol
a pe
ndan
aan
riset
dan
in
ovas
i yan
g efi
sien
dan
tera
rah
Men
yede
rhan
akan
ske
ma
pend
anaa
n ris
et a
gar t
idak
tum
pang
tind
ih
(jum
lah
skem
a di
kura
ngi d
an ti
dak
ters
ebar
ant
ara
BRIN
-Dik
ti-LP
DP-
DIP
I).
RIPI
PTEK
2021
Rist
ek/B
RIN
2M
enin
gkat
nya
parti
sipa
si
mas
yara
kat (
nonp
rofit
) dal
am
pend
anaa
n ris
et d
an in
ovas
i da
n m
endo
rong
bel
anja
rise
t m
ayor
itas
bers
umbe
r dar
i sw
asta
a.
Men
yede
rhan
akan
regu
lasi
dan
a fil
antro
pi (t
erm
asuk
zak
at) u
ntuk
ris
et d
an in
ovas
i.Pe
ratu
ran
tekn
is
dan
impl
emen
tasi
PP
93/
201
0
2022
Rist
ek/ B
RIN
, Ke
men
keu
b.
Mem
berik
an in
sent
if ba
gi s
ekto
r sw
asta
unt
uk b
erpa
rtisi
pasi
pad
a ke
giat
an ri
set d
enga
n m
ensp
esifi
kasi
kan
bent
uk b
antu
anny
a (C
onto
h: s
ubsi
di, i
nsen
tif p
ajak
, ven
ture
cap
ital a
tau
bent
uk
lain
nya)
.
Pera
tura
n te
knis
da
n im
plem
enta
si
PP 9
3/ 2
010,
im
plem
enta
si
PMK
153
2020
/
2021
c.
Men
cipt
akan
kre
asi b
ersa
ma
(co-
crea
tion)
ant
ara
swas
ta d
an
pem
erin
tah
agar
risi
ko p
enel
itian
dap
at d
itang
gung
ber
sam
a.RI
PIPT
EK20
21
3Te
raru
stam
akan
nya
pend
anaa
n ris
et y
ang
kom
petit
if da
n be
rbas
is m
erit,
unt
uk s
emua
in
stan
si p
emer
inta
h, u
nive
rsita
s,
orga
nisa
si p
enel
itian
mas
yara
kat
sipi
l yan
g m
engh
asilk
an R
&D
a.
Mem
perlu
as d
an m
empe
rkua
t pen
guku
ran
kine
rja p
enel
itian
un
tuk
univ
ersi
tas
dan
lem
baga
ata
u ba
dan
pene
litia
n ya
ng
dida
nai p
emer
inta
h.
Revi
si
Perm
enris
tekd
ikti
20/ 2
018
2022
Rist
ek/ B
RIN
b.
Men
erap
kan
“reg
iona
l dis
tribu
tiona
l ove
rlay”
dal
am s
iste
m
yang
kom
petit
if un
tuk
mem
buka
kes
empa
tan
yang
sam
a ba
gi
lem
baga
pen
eliti
an n
on-o
tono
m, n
on-J
akar
ta, n
on-J
awa.
Mod
el
yang
ber
beda
ters
edia
unt
uk le
mba
ga d
enga
n ka
rakt
eris
tik y
ang
berb
eda.
RIPI
PTEK
2021
Cet
ak B
iru E
kosi
stem
Pen
geta
huan
dan
Inov
asi
119
Lam
pira
n 2.
Tar
get d
an S
asar
an C
etak
Biru
EPI
No
Sasa
ran
Stra
tegi
M
enja
di
mas
ukan
unt
ukU
sula
n w
aktu
te
rkai
t reg
ulas
iK/
L Ku
nci
4M
ekan
ism
e ak
unta
bilit
as
pend
anaa
n ris
et d
an in
ovas
i ya
ng s
esua
i den
gan
kara
kter
istik
ke
giat
an ri
set d
an in
ovas
i (m
ulti-
tahu
n de
ngan
ting
kat fl
eksi
bilit
as
terh
adap
out
put)
deng
an
tang
gung
jaw
ab a
kunt
abili
tas
berje
njan
g
a.
Men
gatu
r alo
kasi
dan
per
tang
gung
jaw
aban
pen
dana
an ri
set d
an
inov
asi d
enga
n si
stem
ring
-fenc
ing.
RIPI
PTEK
, RPJ
P &
M, U
U A
PBN
2021
, 202
2Ri
stek
/BRI
N,
Kem
enke
u
b.
Men
gem
bang
kan
dan
men
guji
coba
ske
ma
untu
k m
empr
ofes
iona
lkan
pen
gelo
laan
pen
dana
an p
enel
itian
di t
ingk
at
kele
mba
gaan
unt
uk m
engu
rang
i beb
an k
epat
uhan
(com
plia
nce
burd
en) p
ada
indi
vidu
dan
tim
pen
eliti
.
Prog
ram
pe
ngua
tan
kapa
sita
s LP
PM
dan
rese
arch
m
anag
emen
t offi
ce L
PNK
2022
5H
adirn
ya ti
m p
enel
iti m
erito
rious
ya
ng m
emili
ki k
ewen
anga
n da
lam
men
gelo
la d
ana
riset
de
ngan
aku
ntab
ilita
s da
n ca
paia
n ki
nerja
nya
a. M
embe
rikan
oto
nom
i dan
a ris
et d
an in
ovas
i dar
i dom
ain
lem
baga
ke
dom
ain
tim p
enel
iti d
enga
n m
enju
njun
g ak
unta
bilit
as k
iner
ja
terh
adap
out
put y
ang
diha
silk
an.
IKU
PT
& LP
NK
2022
Rist
ek/B
RIN
b.
Mel
akuk
an p
eren
cana
an a
wal
keg
iata
n da
n ev
alua
si s
ecar
a be
rkal
a de
ngan
mel
ibat
kan
lem
baga
pem
beri
dana
, kom
unita
s ilm
iah,
dan
kel
ompo
k sa
sara
n da
ri ha
sil/l
uara
n pe
nelit
ian.
Pand
uan
pend
anaa
n ris
et b
erba
sis
kom
petis
i di
sem
ua le
mba
ga
pend
anaa
n pe
nelit
ian
(Ris
tek/
BR
IN, L
PDP)
2021
6Ru
ang
refo
rmas
i sek
tor
keua
ngan
yan
g le
bih
foku
s da
lam
m
endu
kung
pem
bang
unan
se
ktor
riil
mis
alny
a m
elal
ui
peng
emba
ngan
mod
al u
saha
un
tuk
mem
biay
ai in
ovas
i
Men
galih
kan
sekt
or k
euan
gan
di In
done
sia
dari
keua
ngan
ke
mod
al
vent
ura
(ven
ture
cap
ital).
PP, K
eppr
es, K
MK
dan
pera
tura
n O
JK te
rkai
t mod
al
vent
ura
2022
Kem
enke
u, B
KPM
, Ke
men
perin
7Be
rkur
angn
ya in
sent
if ya
ng
mer
ugik
an (p
erve
rse
ince
ntiv
es)
yang
mas
ih te
rdap
at d
alam
be
bera
pa p
enda
naan
rise
t
Men
gint
egra
sika
n da
na ri
set d
enga
n ga
ji pe
rson
al p
enel
iti y
g le
bih
ince
ntiv
e co
mpa
tible
. Pek
erja
an ri
set m
asuk
ke
dala
m s
trukt
ur
gaji,
den
gan
alok
asi w
aktu
yan
g di
dedi
kasi
kan
untu
k ris
et. O
utpu
t m
enja
di b
ahan
eva
luas
i kon
trak
kine
rja m
elal
ui le
mba
ga a
taup
un
prom
osi.
Pera
tura
n te
rkai
t int
egra
si
sist
em fu
ll-tim
e-eq
uiva
lent
dos
en
dan
pene
liti
2022
Rist
ek/B
RIN
, Ke
men
keu,
Ke
men
PAN
-RB,
Ke
men
dikb
ud
Cet
ak B
iru E
kosi
stem
Pen
geta
huan
dan
Inov
asi
120
Lam
pira
n 2.
Tar
get d
an S
asar
an C
etak
Biru
EPI
No
Sasa
ran
Stra
tegi
M
enja
di
mas
ukan
unt
ukU
sula
n w
aktu
te
rkai
t reg
ulas
iK/
L Ku
nci
KON
DIS
I BA
RU
8Ta
rget
nas
iona
l unt
uk d
ekad
e se
lanj
utny
a (m
isal
nya
1-2%
GD
P)
mem
enuh
i ata
u m
elam
paui
le
vel y
ang
digu
naka
n ol
eh p
eer
coun
tries
(mis
alny
a m
emen
uhi
med
ian
R&D
spe
ndin
g up
per-
mid
dle
inco
me
coun
tries
)
a.
Mem
astik
an b
ahw
a to
tal a
ngga
ran
pem
erin
tah
untu
k R&
D
men
ingk
at, t
erut
ama
angg
aran
unt
uk p
roje
ct fu
ndin
g.RI
PIPT
EK, R
PJP
& M
2021
, 202
2Ri
stek
/BRI
N,
Bapp
enas
, Kem
enke
u
b.
Mem
astik
an k
uant
itas
dan
tata
kel
ola
pend
anaa
n (q
ualit
y of
sp
endi
ng) d
ari p
roje
ct fu
ndin
g te
ralo
kasi
den
gan
baik
.Re
visi
Pe
rmen
riste
kdik
ti 20
/ 201
8
2022
c.
Mel
ibat
kan
pem
da d
alam
inve
stas
i SD
M d
an R
&D.
RIPI
PTEK
2021
9Re
alis
asi w
acan
a D
ana
Abad
i Pe
nelit
ian
Men
inja
u ke
mba
li be
ntuk
lem
baga
pen
gelo
la d
ana
abad
i ris
et d
an
inov
asi y
ang
idea
l.Pe
rpre
s D
ana
Abad
i20
21Ri
stek
/BRI
N,
Kem
enke
u
10Te
rwuj
udny
a du
kung
an
atas
pen
dana
an p
enel
itian
be
rorie
ntas
i mis
i (m
issi
on-
orie
nted
rese
arch
)
a.
Men
goor
dina
si d
an m
endu
kung
rise
t ber
basi
s m
isi a
tau
tant
anga
n ya
ng b
ersi
fat i
nter
disi
plin
er u
ntuk
men
anga
ni m
asal
ah
mas
yara
kat y
ang
kom
plek
s da
n be
rorie
ntas
i mas
a de
pan.
RIPI
PTEK
, RPJ
P &
M20
21, 2
022
Rist
ek/B
RIN
b.
Mem
berik
an d
ukun
gan
pend
anaa
n un
tuk
STEM
M (S
cien
ce,
Tech
nolo
gy, E
ngin
eerin
g, M
athe
mat
ics,
Med
icin
e) d
an u
ntuk
ilm
u so
sial
dan
hum
anio
ra, s
esua
i keb
utuh
an p
eral
atan
dan
in
frast
rukt
ur y
ang
spes
ifik
terk
ait b
idan
g ilm
unya
.
RIPI
PTEK
2021
11Ad
anya
alo
kasi
pen
dana
an ri
set
untu
k is
u te
rkin
i (em
ergi
ng is
sues
) da
n ke
butu
han
yang
ber
ubah
a.
Mem
buat
aku
n an
ggar
an k
husu
s un
tuk
aktiv
itas
riset
.Pe
ratu
ran
Kem
enke
u te
rkai
t ak
un a
ngga
ran,
RP
P Su
mbe
r D
aya
Ipte
k
2021
, 202
2Ri
stek
/BRI
N,
Kem
enke
u
b.
Mel
ibat
kan
piha
k no
npem
erin
tah
(indu
stri
seba
gai p
ener
ima
man
faat
has
il ris
et d
an in
ovas
i) da
lam
sha
ring
fund
ing
deng
an
pem
erin
tah
perih
al p
elak
sana
an ri
set.
RPP
RIPI
PTEK
, RP
P Su
mbe
r D
aya
Ipte
k
2021
Cet
ak B
iru E
kosi
stem
Pen
geta
huan
dan
Inov
asi
121
Lam
pira
n 2.
Tar
get d
an S
asar
an C
etak
Biru
EPI
No
Sasa
ran
Stra
tegi
M
enja
di
mas
ukan
unt
ukU
sula
n w
aktu
te
rkai
t reg
ulas
iK/
L Ku
nci
12Te
rben
tukn
ya s
iste
m p
enda
naan
ris
et d
an in
ovas
i ter
inte
gras
i de
ngan
ow
ners
hip
stak
ehol
der
tingg
i
a.
Mer
umus
kan
sist
em p
enda
naan
yan
g be
rorie
ntas
i out
com
e/im
pact
did
ukun
g si
stem
per
enca
naan
/pen
gang
gara
n se
rta
mon
ev te
rinte
gras
i.
Kete
rhub
unga
n SI
IN, K
RISN
A &
SAKT
I
2022
Rist
ek/B
RIN
, Ba
ppen
as, K
emen
keu
b.
Mem
fasi
litas
i akt
or le
mba
ga p
enda
naan
unt
uk b
erko
labo
rasi
da
lam
pro
gram
mul
ti-so
urce
rise
t dan
inov
asi d
enga
n fo
rmat
ko
nsor
sium
.
Perm
enris
tek
dan
Pand
uan
tekn
is
PRN
2022
13Te
rben
tukn
ya p
emah
aman
ata
s ris
et s
ebag
ai in
vest
asi d
alam
ca
kraw
ala
wak
tu y
ang
mul
ti-ta
hun
dan
men
jadi
kan
skem
a pe
ndan
aan
mul
ti-ta
hun
seba
gai
norm
a
a.
Men
ggun
akan
per
kira
an k
e de
pan
(forw
ard
estim
ates
) ole
h le
mba
ga p
enda
naan
dan
lem
baga
alo
kasi
ang
gara
n un
tuk
men
erus
kan
dana
yan
g di
teta
pkan
/com
mitt
ed (s
ebag
aim
ana
prak
tik y
ang
terja
di d
i Aus
tralia
).
Kete
rkai
tan
SIIN
, KR
ISN
A &
SAKT
I20
22Ri
stek
/BRI
N,
Kem
enke
u
b.
Men
erap
kan
pela
pora
n da
n pe
lepa
san
dana
pad
a pe
nyel
esai
an
proy
ek (y
aitu
tahu
n ke
uang
an s
etel
ah p
enye
lesa
ian
proy
ek)
Pera
tura
n pe
leng
kap
Perp
res
16/ 2
016
pasa
l 62
2022
14Ad
anya
pen
dana
an y
ang
terin
tegr
asi u
ntuk
pro
gram
/ak
tivita
s ris
et d
an in
ovas
i mur
ni,
riset
dan
inov
asi t
erap
an, d
an
hilir
isas
i has
il ris
et d
an in
ovas
i
Mel
ibat
kan
kom
unita
s ilm
iah,
pem
erin
tah,
mas
yara
kat,
dan
indu
stri
dala
m p
eren
cana
an a
wal
keg
iata
n da
n ev
alua
siny
a.RI
PIPT
EK20
21Ri
stek
/BRI
N
15Te
rsin
kron
isas
inya
ske
ma
inse
ntif
deng
an s
kem
a ke
pega
wai
an
baru
(ASN
PPP
K) li
ntas
sek
tor
(Kem
endi
kbud
, Kem
enris
tek/
BRIN
, Kem
enPA
NRB
)
a.
Men
yusu
n sk
ema
rem
uner
isas
i yan
g le
bih
kom
petit
if de
mi
men
ghin
dari
inse
ntif
yang
mer
ugik
an (p
erve
rse
ince
ntiv
es).
IKU
PT
& LP
NK
2022
Rist
ek/B
RIN
, Ke
men
dikb
ud,
Kem
enPA
N-R
Bb.
M
enyu
sun
skem
a re
mun
eras
i yan
g se
suai
den
gan
peru
baha
n pe
laks
anaa
n Tr
i Dha
rma
Perg
urua
n Ti
nggi
. IK
U P
T &
LPN
K20
22
Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi122
Kementerian PPN/Bappenas