152
CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI Kementerian PPN/ Bappenas Februari 2021

CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

  • Upload
    others

  • View
    16

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Kementerian PPN/Bappenas

Februari 2021

Page 2: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI
Page 3: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN

INOVASIFebruari 2021

Kementerian PPN/Bappenas

Page 4: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN & INOVASI

PENASIHAT:Amalia Adininggar Widyasanti, ST, MSi, MEng, Ph.DDr. Ir. Subandi, MScDr Mego Pinandito, MEngDr Muhammad DimyatiRini Widyantini, SH, MPMDrs. Teguh Widjinarko, MPA

REVIEWER:Leonardo A. A, Teguh Sambodo, SP, MS, Ph.DDr. Hadiat, MADr. Ir. Erry Ricardo Nurzal, MT, MPAMalikuz Zahar, MEngS. R. Roro Vera Yuwantari, SIP, MSiIstyadi Insani, SSos, MSi

PENULIS:Aditya Wisnu PradanaAmalia SevatitaAnugerah Yuka AsmaraArief Anshory YusufDerry PantjadarmaDudi HidayatFajri SiregarInaya RakhmaniLeonardus K. NugrahaRivandra RoyonoYanuar Nugroho

Didukung Oleh:KNOWLEDGE SECTOR INITIATIVE

Page 5: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi iii

PENGETAHUAN DAN INOVASI UNTUK EKONOMI INKLUSIF BERBASIS PENGETAHUAN

Indonesia memiliki visi untuk menjadi negara maju berpendapatan tinggi di tahun 2045, 100 tahun setelah Indonesia merdeka. Namun, saat ini Indonesia masih mengandalkan sumber daya alam berupa komoditas ataupun produk padat karya untuk menggerakan roda perekonomian, yang mengakibatkan Indonesia saat ini masih berada dalam middle-income trap. Oleh karena itu, dibutuhkan perubahan paradigma perekonomian dari yang sebelumnya berbasis Sumber Daya Alam (Resource-based Economy) menjadi berbasis Inovasi (Innovation-based Economy).

Untuk mewujudkan hal tersebut, Indonesia membutuhkan visi dan strategi nasional melalui ekosistem pengetahuan dan inovasi yang kuat. Pengetahuan yang maju serta sistem inovasi yang saling mendukung terbukti mampu menghasilkan produk yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Salah satu contoh konkritnya adalah terciptanya lebih dari 61 produk inovasi Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 di bawah koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional, mulai dari alat skrining Covid-19, ventilator, robot layanan kesehatan, hingga Mobile Laboratorium BSL-2. Dengan berinvestasi pada pengetahuan dan inovasi, kita dapat menghadapi pandemi COVID-19 yang hingga saat ini masih menjadi tantangan bagi hampir seluruh negara di dunia serta mengupayakan pemulihan ekonomi nasional.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek) telah meletakkan salah satu pondasi penting untuk ekosistem ini. Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi ini menguatkan pondasi tersebut dengan memberikan arah serta koridor bagi kita untuk memastikan bahwa setiap elemen pendukung ekosistem dapat berkolaborasi dan saling mendukung untuk dapat berkontribusi secara optimal.

Kemenristek/BRIN terus mendorong tumbuhnya ekosistem riset dan inovasi untuk berbagai lapisan masyarakat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut terintegrasi, sehingga dalam implementasi Cetak Biru ini, sejumlah sasaran dan strategi akan menjadi referensi bagi pembahasan peraturan turunan UU Sisnas Iptek. Cetak Biru ini juga nantinya akan menjadi referensi bagi penyempurnaan Prioritas Riset Nasional.

KATA PENGANTARMENTERI RISET & TEKNOLOGI/ KEPALA BADAN RISET & INOVASI NASIONAL

Page 6: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasiiv

Kemenristek/BRIN akan terus mengawal pelaksanaan Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi bersama segenap pemangku kepentingan guna mewujudkan Inovasi sebagai solusi dalam menciptakan Indonesia Maju.

Prof. Bambang PS Brodjonegoro, Ph.DMenteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional

Page 7: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi v

PENGETAHUAN DAN INOVASI UNTUK KEBIJAKAN PUBLIK & PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Pada tahun 2020, Indonesia memasuki era pembangunan nasional baru. Selama periode 2014-2019, pembangunan nasional lebih berfokus kepada infrastruktur, tetapi untuk masa jabatan keduanya, pemerintahan Presiden Joko Widodo mengalihkan fokus ke pembangunan sumber daya manusia dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024 menetapkan empat pilar pembangunan nasional yang dirancang sebagai fondasi untuk mewujudkan visi Indonesia menjadi salah satu kekuatan ekonomi terbesar dunia pada tahun 2045. Empat pilar tersebut mencakup: i) pembangunan manusia dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi; ii) pembangunan ekonomi berkelanjutan; iii) pembangunan yang berkeadilan; dan iv) keamanan nasional serta tata pemerintahan yang baik.

Pilar pertama merupakan modal untuk memastikan kekuatan tiga pilar lainnya. Untuk itu, pengetahuan diletakkan pada posisi yang sangat penting –baik itu pengetahuan ilmiah, pengetahuan teknokratis maupun pengetahuan lokal. Efektivitas produksi, komunikasi, dan utilisasi berbagai jenis pengetahuan tersebut untuk kebijakan publik dan perencanaan pembangunan yang komprehensif berdasarkan bukti perlu ditunjang oleh sebuah ekosistem yang baik.

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi ini bukan hanya mendukung inovasi teknologi, tapi juga inovasi pembangunan. Cetak Biru ini memberikan referensi bagaimana semua elemen ekosistem ini diintegrasikan agar hasil penelitian bisa menjadi dasar pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan publik serta perencanaan pembangunan yang utuh. Dengan demikian, tujuan yang akan dicapai adalah tidak hanya memastikan pencapaian tujuan (intended outcome) sebuah kebijakan atau rencana pembangunan, namun juga memperhitungkan dampak-dampak tak termaksud (unintended consequences) dari kebijakan atau rencana tersebut.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional siap mendukung implementasi Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi dan memastikan terwujudnya cita-cita Indonesia Maju 2045.

Dr. Ir. H. Suharso MonoarfaMenteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

KATA PENGANTARMENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Page 8: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasivi

PENGETAHUAN DAN INOVASI UNTUK MEMBANGUN KAPASITAS NEGARA

Untuk mewujudkan Visi Indonesia Maju 2045, perlu dilakukan perubahan terhadap paradigma ekonomi dari yang berbasis sumber daya alam menjadi berbasis inovasi. Dengan demikian, inovasi memiliki peran penting dalam membangun ekonomi berbasis pengetahuan yang bertumpu pada peningkatan produktivitas. Dalam mencapai tujuan tersebut, diperlukan sinergitas antar aktor-aktor kunci sebagai pelaksana pembangunan. Negara yang didukung oleh aparatur sipil negara (ASN) menjadi bagian yang memiliki peran aktif sebagai aktor kunci pembangunan. Keberhasilan dalam mewujudkan Visi Indonesia Maju 2045 menjadi bagian dari pencapaian tujuan pembangunan nasional tentu tidak akan lepas dari upaya peningkatan kinerja birokrasi.

Oleh karena itu, perubahan paradigma ekonomi berbasis inovasi dan peningkatan kinerja birokrasi menjadi penggerak ekosistem pengetahuan dan inovasi dalam meningkatkan kapasitas negara. Dalam implementasinya, ekosistem pengetahuan dan inovasi tercermin dalam kapasitas kelembagaan dan sumber daya ASN sebagai komponen utama proses dan tata kelola pemerintahan. Berpijak dari hal tersebut, aspek kapasitas negara menjadi elemen kunci dalam mewujudkan cita-cita yang dituangkan dalam visi dan misi Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi.

Dalam ekosistem pengetahuan dan inovasi, terdapat empat peran utama pemerintah yang menentukan keberhasilan pelaksanaan ekonomi berbasis inovasi. Peran utama pemerintah tersebut diwujudkan melalui ketersediaan SDM; pelaksanaan riset dan penyajian informasi yang valid, andal, dan komprehensif; dengan didukung tata kelembagaan, kerangka regulasi, mekanisme akuntabilitas; serta skema pendanaan dan insentif yang transparan dan bertanggung jawab. Untuk mendukung implementasi peran pemerintah tersebut, ASN harus mampu menjadi katalisator agar pembangunan ekosistem pengetahuan dan inovasi dapat berjalan secara optimal. Sebagai katalisator, ASN dituntut untuk mampu membangun ekosistem pengetahuan dan inovasi sebagai usaha yang menyeluruh dan sistemik dari hulu ke hilir, serta bersifat lintas aktor dan sektor.

Dukungan Presiden sebagai wujud komitmen politik dalam menata riset dan inovasi pemerintah perlu diikuti oleh seluruh ASN yang dilanjutkan dengan memastikan keberhasilan pembangunan ekosistem pengetahuan dan inovasi. Komitmen dan peran serta aktif dari seluruh aktor akan mampu menghilangkan ego sektoral dan perbedaan persepsi dari masing-masing aktor dalam bekerja, sehingga terwujud kolaborasi yang efektif.

KATA PENGANTARMENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA – REFORMASI BIROKRASI

Page 9: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi vii

Untuk mewujudkan hal tersebut, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi siap mendukung upaya terwujudnya tata kelembagaan yang efektif dan efisien. Pada akhirnya, upaya tersebut diharapkan mampu menunjang kelincahan yang diperlukan dalam mewujudkan Visi Indonesia Maju 2045 dengan mengedepankan paradigma ekonomi berbasis inovasi. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mengapresiasi terbitnya Cetak Biru Ekosistem dan Inovasi dan berterima kasih atas kerja sama yang baik dari seluruh pihak yang terlibat.

Tjahjo Kumolo, S.H.Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi

Page 10: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasiviii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar: Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional ................iiiKata Pengantar: Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional ..................................................................................................................................... vKata Pengantar: Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi ..................... viDaftar Istilah .......................................................................................................................................................... xiDaftar Singkatan ................................................................................................................................................ xviRingkasan Eksekutif .......................................................................................................................................... xx

1. Argumentasi Dasar ........................................................................................................................... 1

1.1 Tantangan Utama Pembangunan—Grand Challenges .....................................................21.1.1 Tingginya Kemiskinan, Kerentanan, dan Ketimpangan ................................................31.1.2 Rendahnya Tren Pertumbuhan Ekonomi .........................................................................4

1.2 Pengetahuan dan Inovasi untuk Indonesia 2045 .....................................................................5

2. Pemetaan Kondisi Saat Ini ..............................................................................................................9

2.1 Peran Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi bagi Pertumbuhan ............................................92.2 Kebijakan Iptek Nasional ................................................................................................................ 152.3. Capaian Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia ...................................................... 18

2.3.1 Pengetahuan untuk Kebijakan Publik ..............................................................................272.4 Kerangka Regulasi ........................................................................................................................... 29

2.4.1 Regulasi tentang Perencanaan Iptek .............................................................................. 292.4.2 Regulasi tentang Pendanaan Riset dan Inovasi .......................................................... 302.4.3 Regulasi tentang Tata Kelola Kelembagaan Riset dan inovasi Publik ....................322.4.4 Regulasi tentang Mobilitas Peneliti ASN ke Industri ....................................................33

3. Prinsip-Prinsip yang Diusung ...................................................................................................... 35

3.1 Pertumbuhan Inklusif Berbasis Inovasi ..................................................................................... 353.2 Kebijakan Publik Berbasis Bukti .................................................................................................. 393.3 Isu Lintas Komponen ........................................................................................................................41

Page 11: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi ix

Daftar Isi

4. Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia ................................................... 45

4.1 Menjawab Tantangan Menuju Indonesia 2045 Melalui Pengetahuan dan Inovasi ....... 454.1.1 Tantangan-tantangan Utama Pembangunan Indonesia ............................................ 454.1.2 Langkah-Langkah Penanganan Tantangan .................................................................. 54

4.2 Sasaran Perbaikan Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi .................................................... 634.2.1 Memastikan Kerangka Regulasi yang Kuat dan Jelas .............................................. 644.2.2 Membenahi Tata Kelembagaan .......................................................................................674.2.3 Memperbaiki Tata Kelola dan Mekanisme Akuntabilitas ............................................704.2.4 Membentuk Sumber Daya Dinamis .................................................................................724.2.5 Menyediakan Dukungan Pendanaan dan Insentif yang Memadai ..........................77

4.3 Implementasi, Monitoring, dan Evaluasi .................................................................................... 814.3.1 Mekanisme dan Struktur Koordinasi ............................................................................... 81

4.4 Metode Monitoring dan Evaluasi ..................................................................................................834.4.1 Indikator Capaian ............................................................................................................................ 85

5. Penutup .......................................................................................................................................... 87

5.1 Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi untuk Mencapai Visi Indonesia 2045 .....................................................................................................................................................87

5.2 Peran Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi dalam Koordinasi Kebijakan ... 88

Referensi .............................................................................................................................................91Lampiran 1. Daftar Peraturan Perundang-Undangan yang Terkait dengan

Pengetahuan dan Inovasi ...................................................................................... 94Lampiran 2. Target dan Sasaran Cetak Biru EPI ....................................................................... 98

Page 12: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. PDB per Kapita Indonesia 1870-2019 (PPP$1990) ................................................................ 1Gambar 2. Sejarah Klasifikasi Pendapatan per Kapita Indonesia .........................................................2Gambar 3. Pertumbuhan TFP dan Sitasi per 1. 000 Penduduk ........................................................... 12Gambar 4. Pengeluaran R&D dan Pendapatan per Kapita ....................................................................13Gambar 5. Publikasi Ilmiah per Kapita dan Pendapatan per Kapita....................................................14Gambar 6. Posisi RIRN dalam Perencanaan Pembangunan ................................................................ 16Gambar 7. Indeks Daya Saing Global Indonesia Tahun 2019 .............................................................. 19Gambar 8. Belanja Riset dan Inovasi Indonesia Tahun 2018 ...............................................................23Gambar 9. Pertumbuhan TFP ...................................................................................................................... 24Gambar 10. Pergerakan Nilai TFP per Tahun ............................................................................................ 25Gambar 11. Kontribusi TFP, Modal, dan Tenaga Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi.............. 26Gambar 12. Keadilan, Inovasi, dan Pertumbuhan .................................................................................... 36Gambar 13. Inventor per 1.000 Berdasarkan Skor Tes Matematika dan Kelompok Ekonomi.......38Gambar 14. Proyeksi Urbanisasi ....................................................................................................................47Gambar 15. Dekomposisi Pertumbuhan Produktivitas Tenaga Kerja .................................................48Gambar 16. Peta kerentanan perubahan iklim Asia Tenggara ............................................................ 49Gambar 17. Genuine Saving Provinsi-Provinsi di Indonesia 2005....................................................... 51Gambar 18. Variasi Wilayah Rasio Elektrifikasi di Indonesia ................................................................. 52Gambar 19. Tantangan Utama dan Langkah-Langkah Pencapaiannya ............................................. 54Gambar 20. Usulan Koordinasi Implementasi Cetak Biru EPI ............................................................... 82Gambar 21. Metode Monitoring & Evaluasi: Elemen Forum Multilateral.............................................84

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Persentase Kelompok Ekonomi di Negara-Negara ASEAN Tahun 2015 ............................. 3Tabel 2. Catatan Tingkat Pertumbuhan Negara-Negara OECD: 1960-2000 .................................... 10Tabel 3. Peringkat Indeks Daya Saing Global Indonesia dan Negara-Negara Asia Tenggara

Tahun 2019 Dilihat dari Komponen Kapabilitas Inovasi ......................................................... 20Tabel 4. Peringkat Indeks Inovasi Global Indonesia dan Negara Asia Tenggara Tahun 2019 ..... 21Tabel 5. Perbandingan Perubahan Ketimpangan Pendapatan Berdasarkan Indeks Gini .................... 46

Page 13: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi xi

DAFTAR ISTILAH

Affirmative policy Kebijakan affirmative action ditujukan untuk meningkatkan kesempatan bagi kelompok masyarakat yang selama ini terabaikan.

Bekerja purnawaktu Bekerja sepenuh waktu yang ditetapkan

Birokrasi Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan

Booming komoditas Naiknya banyak harga komoditas fisik (seperti makanan, minyak, logam, bahan kimia, bahan bakar dan sejenisnya)

Brain gain Peningkatan jumlah profesional kelahiran asing yang sangat terlatih yang memasuki suatu negara untuk tinggal dan bekerja di mana peluang lebih besar ditawarkan

Comparative advantage Kemampuan individu atau kelompok untuk melakukan aktivitas ekonomi tertentu (seperti membuat produk tertentu) lebih efisien daripada aktivitas lain

Debirokratisasi Penghapusan atau pengurangan hambatan yang terdapat dalam sistem birokrasi

Deforestasi Penebangan hutan

Desentralisasi Sistem pemerintahan yang lebih banyak memberikan kekuasaan kepada pemerintah daerah

Diaspora Masa tercerai-berainya suatu bangsa yang tersebar di berbagai penjuru dunia dan bangsa tersebut tidak memiliki negara; orang yang meninggalkan tanah kelahirannya untuk pergi ke daerah atau ke negara lain untuk mencari kehidupan yang lebih baik, ketimbang di daerah atau negaranya sendiri

Diminishing returns Jika satu input tertentu ditambahkan dalam proses produksi sementara input lain dianggap konstan, akan tercapai suatu titik tertentu di mana tambahan output yang dihasilkan mengalami penurunan.

Economic bubble Periode di mana investasi spekulatif mengarah pada penilaian yang berlebihan atas sekuritas dalam sektor tertentu

Ekonomi ekstraktif Konsep dari ekonomi yang mengacu pada bangsa yang memperoleh sebagian besar produktivitasnya dari sumber daya yang tidak terbarukan

Page 14: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasixii

Daftar Istilah

Evaluation (evaluasi) Penilaian sistematis dan objektif dari proyek, program, atau kebijakan, dengan melihat desain, implementasi, dan hasilnya. Tujuannya adalah untuk menentukan relevansi dan pemenuhan tujuan, efisiensi pembangunan, efektivitas, dampak, dan keberlanjutan.

Excludable Kondisi di mana seseorang dapat mencegah konsumen yang belum membayar untuk mengakses suatu barang

Extreme poverty Dalam definisi Bank Dunia (2015), seseorang dianggap berada dalam kemiskinan ekstrem jika hidup kurang dari 1,90 dolar AS per hari

Generik Umum; lazim

Increasing returns to scale Ketika output meningkat dalam proporsi yang lebih besar daripada peningkatan input

Interdisipliner Antardisiplin atau bidang studi

Kemiskinan absolut Kemiskinan yang didefinisikan menggunakan dasar universal tanpa mengacu pada pendapatan orang lain atau akses ke barang

Knowledge creation Tindakan membuat pengetahuan yang diciptakan oleh individu tersedia, memperkuatnya dalam konteks sosial, dan secara selektif menghubungkannya dengan stok pengetahuan yang ada dalam organisasi.

Knowledge diffusion Adaptasi dan aplikasi pengetahuan yang didokumentasikan dalam publikasi ilmiah dan paten

Kolonialisme Paham tentang penguasaan oleh suatu negara atas daerah atau bangsa lain dengan maksud untuk memperluas negara itu

Leading sector/actor Organisasi/individu yang memimpin proses suatu kegiatan yang berhubungan dengan menjalankan sebuah program atau menyelesaikan suatu masalah

Malnutrisi Malagizi; penyakit yang disebabkan oleh kekurangan gizi

Masyarakat adat Komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal-usul secara turun temurun di atas suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh hukum adat dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakatnya

Page 15: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi xiii

Daftar Istilah

Modal ventura (venture capital) Modal ventura adalah bentuk pembiayaan ekuitas swasta yang disediakan oleh perusahaan modal ventura untuk perusahaan rintisan (startups), tahap awal (early stage), dan perusahaan baru yang dianggap memiliki potensi pertumbuhan tinggi atau yang telah menunjukkan pertumbuhan tinggi

Monitoring (pemantauan) Pengumpulan data yang berkelanjutan dan sistematis tentang indikator tertentu untuk ditunjukkan kepada pemangku kepentingan mengenai bagaimana intervensi pembangunan berjalan dan apakah tujuan tercapai dalam menggunakan dana yang dialokasikan.

Multifactor productivity Keseluruhan efisiensi penggunaan input tenaga kerja dan modal secara bersamaan dalam proses produksi

Neoliberalisme Politik ekonomi yang muncul setelah Perang Dunia I, ditandai dengan tekanan berat pada segi positif ekonomi pasar bebas, disertai dengan usaha menekan campur tangan pemerintah dan konsentrasi kekuasaan swasta terhadap perekonomian

Nepotisme Perilaku yang memperlihatkan kesukaan yang berlebihan kepada kerabat dekat; Kecenderungan untuk mengutamakan (menguntungkan) sanak saudara sendiri, terutama dalam jabatan, pangkat di lingkungan pemerintah

Newly industrializing economies Kawasan dan negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat melalui industrialisasi berorientasi ekspor sejak Perang Dunia II

Nonrival Dapat dikonsumsi atau dinikmati oleh banyak konsumen secara bersamaan, tanpa persaingan

Oligarki Pemerintahan yang dijalankan oleh beberapa orang yangberkuasa atau kelompok tertentu

Open data Data yang dapat diakses, digunakan, dan dibagikan siapa saja

Open government Transparansi tindakan pemerintah, aksesibilitas layanan dan informasi pemerintah, dan daya tanggap pemerintah terhadap ide-ide baru, tuntutan dan kebutuhan.

Otoritarian Bersifat otoriter, berkuasa sendiri; sewenang-wenang

Pandemi Wabah yang berjangkit serempak di mana-mana meliputi daerah geografis yang luas

Perverse incentive Insentif yang memiliki hasil yang tidak diinginkan (unintended consequences) yang bertentangan dengan niat perancangnya

Page 16: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasixiv

Daftar Istilah

Produk domestik bruto Jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.

Proprietary data Data yang dikendalikan sepenuhnya oleh suatu perusahaan, organisasi atau individu

Reformasi birokrasi Upaya untuk melakukan pembaruan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business process) dan sumber daya manusia aparatur

Regional Bersifat daerah; kedaerahan

Review sejawat Proses penelusuran atas kualitas suatu karya tulis ilmiah oleh pakar lain di bidang yang bersesuaian.

Riset dasar Penelitian ilmiah untuk mencari ilmu pengetahuan baru; Pencarian yang bersistem untuk menemukan tantangan hal yang belum diketahui.

Riset terapan Satu jenis penelitian yang bertujuan untuk memberikan solusi atas permasalahan tertentu secara praktis. Penelitian terapan tidak berfokus pada pengembangan sebuah ide, teori, atau gagasan, tetapi lebih berfokus kepada penerapan penelitian tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Sabbatical leave Periode di mana seorang karyawan mengambil cuti panjang dari pekerjaannya, tetapi masih dipekerjakan oleh perusahaannya

Skema PPPK PPPK merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan kebutuhan Instansi Pemerintah

Smart cities Kota yang memanfaatkan TIK untuk memenuhi permintaan pasar (warga kota), dan keterlibatan masyarakat dalam proses tersebut diperlukan untuk kota cerdas. Kota cerdas (smart city) dengan demikian akan menjadi kota yang tidak hanya memiliki teknologi TIK di wilayah tertentu, tetapi juga telah menerapkan teknologi ini dengan cara yang berdampak positif bagi masyarakat setempat.

Sovereign Wealth Fund Dana investasi milik negara yang diinvestasikan dalam aset riil dan keuangan seperti saham, obligasi, logam mulia, atau alternatif lainnya seperti dana ekuitas swasta

Page 17: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi xv

Daftar Istilah

Teknologi-teknologi frontier Teknologi baru dan inovatif; berpotensi mendistrupsi status quo, mengubah cara hidup orang dan bekerja, dan mengarahkan ke produk dan jasa yang benar-benar baru

Think tank Lembaga penelitian yang melakukan penelitian dan advokasi

Tingkat kesiapterapan teknologi Tingkat kondisi kematangan atau kesiapterapan hasil suatu Penelitian (research) dan pengembangan teknologi tertentu yang diukur secara sistematis dengan tujuan untuk dapat diadopsi oleh pengguna, baik oleh pemerintah, industri maupun masyarakat

Transformasi struktural Realokasi kegiatan ekonomi di tiga sektor besar (pertanian, manufaktur, dan jasa) yang menyertai proses pertumbuhan ekonomi modern.

Page 18: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasixvi

DAFTAR SINGKATAN

AI artificial intelligence

AIPI Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia

APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

APK-PT Angka Partisipasi Kasar Pendidikan Tinggi

APO Asian Productivity Organization

ARN Agenda Riset Nasional

ASEAN Association of Southeast Asian Nations

ASN Aparatur Sipil Negara

Bappeda Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

BKF Badan Kebijakan Fiskal

BLU badan layanan umum

BO PTN Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri

BPDP Badan Pengelola Dana Perkebunan

BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

BPK Badan Pemeriksa Keuangan

BPKP Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

BPPT Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

BPS Badan Pusat Statistik

CO2 karbon dioksida

COVID corona virus disease

DIPA Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran

DIPI Dana Ilmu Pengetahuan Indonesia

Dirjen Direktur Jenderal

Page 19: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi xvii

Daftar Singkatan

DPR Dewan Perwakilan Rakyat

EPI Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi

GERD Gross expenditure on research and development

INSINAS Insentif Riset Sistem Inovasi Nasional

iptek ilmu pengetahuan dan teknologi

iptekin ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi

ISO International Organization for Standardization

K/L Kementerian/Lembaga

K/L/PD Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah

KASN Komisi Aparatur Sipil Negara

Kemendagri Kementerian Dalam Negeri

Kemendikbud Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Kemenkeu Kementerian Keuangan

Kemenko Kementerian Koordinator

Kemenristek/BRIN Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional

KEN Kebijakan Energi Nasional

KN Keuangan Negara

KPK Komisi Pemberantasan Korupsi

kum Kumulatif; pengumpulan kredit untuk jabatan fungsional ASN

LIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

LPDP Lembaga Pengelola Dana Pendidikan

LPDP Lembaga Pengelola Dana Pendidikan

LPNK Lembaga Pemerintah Non-Kementerian

LSM Lembaga Swadaya Masyarakat

Musrenbang Musyawarah Perencanaan Pembangunan

NGOs Non-governmental organizations

NIEs Newly industrializing economies

Page 20: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasixviii

Daftar Singkatan

NKRI Negara Kesatuan Republik Indonesia

ODI Overseas Development Institute

OECD Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi

P3 Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan

PPPK (P3K) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja

PDB Produk Domestik Bruto

LPPM Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat

Perpres Peraturan presiden

PISA Programme for International Student Assessment

PMK Pembangunan Manusia dan Kebudayaan

PNPM Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat

Polhukam Politik, Hukum, dan Keamanan RI

Posyandu Pos Pelayanan Keluarga Berencana - Kesehatan Terpadu

PP Peraturan Pemerintah

PRN Prioritas Riset Nasional

PSBB Pembatasan Sosial Berskala Besar

PT Perguruan Tinggi

PTLN Perguruan Tinggi Luar Negeri

PTN-BH Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum

PUI Pusat Unggulan Iptek

Punas Riset Program Utama Nasional Riset

Puskesmas Pusat kesehatan masyarakat

R&D Research and development

RAPBN Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

RIEKN Rencana Induk Ekonomi Kreatif Nasional

RIPIN Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional

Ripiptek Rencana Induk Pemajuan Iptek

Page 21: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi xix

Daftar Singkatan

RIRN Rencana Induk Riset Nasional

RKA-KL Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga

RKP Rencana Kerja Pemerintah

ROI Return on investment

RPJMN Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

RPJP Rencana Pembangunan Jangka Panjang

RPP Rancangan Peraturan Pemerintah

RUU Rancangan Undang-Undang

satker Satuan kerja

SDA Sumber Daya Alam

SDM Sumber Daya Manusia

SIIN Sistem Informasi Iptek Nasional

Sisnas Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

SJSN Sistem Jaminan Sosial Nasional

SNI Standar Nasional Indonesia

SPPN Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

STEMM Science, Technology, Engineering, Mathematics, and Medicine

TFP Total Factor Productivity

TIK telekomunikasi, informasi, dan komunikasi

TNP2K Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan

tusi Tugas dan fungsi

UMKM Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

UU Undang-Undang

WDI World Development Indicators

WIPO World Intellectual Property Organization

Page 22: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasixx

RINGKASAN EKSEKUTIF

Dalam usaha untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur, Indonesia akan menghadapi tantangan-tantangan pembangunan yang semakin besar. Meskipun cukup banyak kesuksesan yang telah diraih, masih banyak pula pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan. Di bidang pengentasan kemiskinan, Indonesia telah berhasil menekan angka kemiskinan absolut. Namun, di sisi lain, lebih dari setengah penduduk Indonesia masih termasuk golongan miskin moderat dan rentan. Sementara itu, pertumbuhan perekonomian Indonesia semenjak krisis keuangan Asia 1997/98 berjalan lebih lambat dari sebelumnya dan, berdasarkan penelitian beberapa ekonom, lebih rendah dari yang seharusnya. Daya tahan Indonesia dalam menghadapi kejutan ekonomi, sosial, dan alam, kembali dipertanyakan di masa pandemi global COVID-19. Ini semua tentunya akan menyulitkan cita-cita Indonesia untuk menjadi negara maju pada tahun 2045.

Untuk menjawab berbagai tantangan di atas, Indonesia perlu merencanakan strategi pembangunan yang mutakhir. Dalam hal tersebut, Indonesia perlu bersandar pada pengetahuan dan inovasi agar mampu mengelola pembangunan ekonomi dan sosial yang merata, berkelanjutan, dan produktif. Hanya dengan pemanfaatan pengetahuan dan inovasi secara maksimal, visi pergeseran ekonomi ekstraktif menjadi ekonomi inklusif berbasis pengetahuan dapat tercapai. Karena itu, sebagai langkah menuju ekonomi berbasis pengetahuan, ekosistem1 pengetahuan dan inovasi itu sendiri perlu dikenali dan diperjelas perannya. Inilah imperatif dari disusunnya cetak biru ekosistem pengetahuan Indonesia yang dijabarkan dalam dokumen ini.

Cetak biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi ini mengusung dua prinsip utama. Pertama, pentingnya memastikan bahwa pertumbuhan berbasis inovasi bersifat inklusif. Dalam hal tersebut, cetak biru ini juga mempertimbangkan keterkaitan distribusi pendapatan atau ketimpangan yang berbarengan dengan perubahan teknologi. 

Prinsip kedua yang diusung adalah pentingnya kebijakan publik berbasis bukti. Cetak biru ini juga menyadari bahwa hubungan antara pengetahuan dan kebijakan publik yang baik merupakan hubungan dua arah. Ekosistem pengetahuan yang kuat akan menghasilkan bukti yang diperlukan untuk menyusun kebijakan publik yang baik; sebaliknya, kebijakan publik yang baik akan memperkuat ekosistem pengetahuan.

Selain kedua prinsip tersebut, cetak biru ini juga menekankan pentingnya pendekatan lintas komponen, terutama untuk mengatasi ketimpangan regional dan sosial. Isu ketimpangan ini juga menjadi isu penting ketika kita menyadari bahwa masyarakat umumlah yang akan menyia-nyiakan sumber dayanya sekiranya ada sebagian dari populasi yang tereksklusi dari kesempatan untuk menerapkan pengetahuan dan berinovasi.

1 Istilah ekosistem dipakai untuk menggambarkan sebuah sistem yang terdiri dari berbagai sub-sistem yang saling berinteraksi.

Page 23: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi xxi

Ringkasan Eksekutif

Cetak biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi ini kemudian disusun untuk menjawab tantangan-tantangan utama yang dihadapi Indonesia dalam beberapa dekade mendatang. Untuk itu, ada delapan tantangan pembangunan utama yang diidentifikasi: (1) rendahnya mobilitas sosial; (2) pesatnya laju urbanisasi; (3) terhentinya industrialisasi dan tertiarisasi; (4) perubahan iklim; (5) ketahanan pangan; (6) kutukan sumber daya alam; (7) ketahanan energi; dan (8) rendahnya kualitas institusi yang dapat menyebabkan ekonomi berbasis perburuan rente. Tantangan-tantangan inilah yang perlu dijawab demi mencapai Indonesia yang berdaulat, maju, adil, dan makmur melalui penguasaan pengetahuan dan inovasi.

Untuk memperkuat ekosistem pengetahuan Indonesia, cetak biru ini menyodorkan sasaran untuk setiap elemen dalam ekosistem tersebut. Sasaran-sasaran tersebut adalah:

1. Memastikan kerangka regulasi yang kuat dan jelas2. Membenahi tata kelembagaan3. Memperbaiki tata kelola dan mekanisme akuntabilitas4. Membentuk sumber daya yang dinamis5. Menyediakan dukungan pendanaan dan insentif yang memadai

Cetak biru ini merumuskan lebih dari 100 strategi untuk mencapai kelima sasaran di atas. Berdasarkan konteks saat ini, dipilih sejumlah strategi prioritas yang diharapkan dapat menjadi referensi mengenai perbaikan-perbaikan yang harus disegerakan. Strategi prioritas tersebut adalah:

ELEMEN SASARAN STRATEGI MENJADI MASUKAN UNTUK K/L TERKAIT

REGULASI Adanya regulasi kelembagaan iptek nasional yang lebih baik

Penetapan Kemenristek/ BRIN sebagai koordinator Iptek nasional yang mengawal penyesuaian terhadap seluruh regulasi yang terkait dengan perubahan kelembagaan sesuai skema koordinasi di bawah Kemenristek/ BRIN

Perpres BRIN Kementerian Hukum & HAM

Kebijakan penelitian dan inovasi yang konsisten dengan domain kebijakan lain (misalnya ekonomi, industri, perdagangan, pendidikan) sehingga juga berdampak pada perbaikan tata kelola perencanaan riset.

a. Memastikan penyusunan Rencana Induk Pemajuan Iptek sebagai mandat UU Sisnas Iptek terkoneksi dengan RIRN, PRN, RPJMN, dan kebijakan sektoral lainnya

Forum multilateral pembahasan RKP, RPJP & M

Kemenristek/ BRIN, Bappenas, Kemendikbud

b. Membuat payung hukum pembagian urusan riset dan inovasi di Perguruan Tinggi dengan pembagian fokus yang jelas antara Kemenristek/BRIN dan Kemendikbud (misalnya terkait BO PTN untuk penelitian)

Integrasi BO PTN Penelitian & PRN

Page 24: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasixxii

Ringkasan Eksekutif

ELEMEN SASARAN STRATEGI MENJADI MASUKAN UNTUK K/L TERKAIT

Adanya regulasi di sektor finansial agar sektor tersebut mendanai sektor riil, mendanai inovasi, bukan mendanai lagi financial sector dan menjadi economic bubble.

a. Merumuskan peraturan turunan UU No. 11/2019 Pasal 6: “Ilmu Pengetahuan dan Teknologi berkedudukan sebagai modal dan investasi” untuk merumuskan bentuk-bentuk insentif bagi kegiatan riset dan inovasi, baik oleh pelaku maupun sektor keuangan selaku penyedia pembiayaan – termasuk di dalamnya insentif bagi R&D di sektor riil vs sektor finansial

Peraturan terkait pembiayaan, penyempurnaan insentif non-fiskal untuk kegiatan R&D

Kemenkeu

b. Merumuskan peraturan turunan terkait Lembaga Pengelola Investasi (LPI) dengan adanya Sovereign Wealth Fund yang secara spesifik menyasar investasi untuk riset dan inovasi, termasuk kaitannya dengan Rancangan Perpres Dana Abadi Penelitian.

Peraturan teknis PP 74/ 2020 atau Rencana Kerja LPI

KELEMBA-GAAN

Terintegrasinya lembaga intermediasi ke dalam sistem translasi invensi menjadi inovasi, maupun sistem translasi menjadi kebijakan

a. Membuat lembaga intermediasi pusat yang melengkapi lembaga intermediasi di setiap lembaga riset dan inovasi dengan peran knowledge and partnership brokerage, terutama dengan industri.

RPP Sumber Daya Iptek, RPP Penyelenggaraan Iptek, RIPIPTEK

Kemenristek/ BRIN & KemenPAN-RB

b. Menguatkan fungsi (unit) analisis kebijakan di K/L yang terhubung dengan baik dengan jaringan analis kebijakan non-K/L serta komunitas ilmiah yang relevan.

Implementasi Panduan Pendayagunaan JFAK

MEKANISME AKUNTABI-LITAS

Adanya siklus kebijakan yang utuh dari mulai perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, hingga alokasi sumber daya

a. Menyusun progam mengacu pada prioritas pembangunan nasional yang terencana baik untuk jangka waktu panjang, menengah dan pendek dalam satu kesatuan utuh dan dijalankan secara konsisten. Elemen-elemen perencanaan, alokasi sumberdaya, pelaksanaan, pemantauan, supervisi, evaluasi, audit harus masuk ke dalam rancangan program.

RPJP&M, RKP, RIPIPTEK

PP No. 17/2017 tentang Sinkronisasi Proses Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional

Bappenas, Kemenristek/ BRIN

Page 25: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi xxiii

Ringkasan Eksekutif

ELEMEN SASARAN STRATEGI MENJADI MASUKAN UNTUK K/L TERKAIT

b. Menyusun Indikator Kinerja Utama Nasional berorientasi impact, yang selanjutnya harus diterjemahkan ke dalam serangkaian target K/L beserta seluruh jajarannya. Ini menjadi basis Perjanjian Kinerja pejabat terkait.

RKP, RPJP & M

c. Memasukkan elemen-elemen pembelajaran di dalam evaluasi pembangunan nasional sehingga bersifat berkelanjutan.

RKP, RPJP & M

d. Melibatkan dan mempertimbangkan aspirasi para aktor (produsen, pengguna, enabler, intermediary) yang mewakili seluruh lapisan yang relevan dalam perancangan kegiatan, program dan kebijakan terutama terkait riset atau inovasi. Sumber daya (waktu, anggaran, komitmen) yang memadai harus selalu dialokasikan untuk penyempurnaan dalam tahap ini.

RIPIPTEK

Terimplementasinya open data dan satu data di level K/L sebagai bentuk tanggung jawab, sekaligus untuk mendorong interaksi antar aktor

a. Mengoptimalkan sistem informasi berbasis digital/pemanfaatan TIK sehingga data dapat diakses oleh publik dengan mudah, terutama terkait luaran yang dihasilkan melalui anggaran pemerintah.

Implementasi Perpres Satu Data, UU Keterbukaan Informasi Publik

Semua K/L, Kemenristek/ BRIN

b. Mempercepat penataan Sistem Informasi Iptek Nasional dengan berpedoman pada Satu Data Indonesia

Perpres SIIN yang mengacu pada Perpres 39/2019 tentang Satu Data Indonesia

Kolaborasi multisektoral yang kuat, terutama dalam konteks pusat-daerah dan antar-daerah demi mendorong pembangunan

a. Mendorong dan mendukung adanya proyek percontohan place-based innovation baik untuk pengembangan sosial ekonomi lokal maupun kebijakan publik di daerah sejalan dengan keunggulan daerah spesifiknya.

RIPIPTEK, Sistem Inovasi Daerah

Kemenristek/ BRIN, Kemendagri, Bappenas

Page 26: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasixxiv

Ringkasan Eksekutif

ELEMEN SASARAN STRATEGI MENJADI MASUKAN UNTUK K/L TERKAIT

b. Membangun knowledge-pool di daerah dan mendorongnya untuk berkontribusi pada pembangunan daerahnya, dan didukung oleh jejaring keilmuan lokal, nasional, dan internasional.

Sistem Inovasi Daerah, RIPIPTEK, RKP

c. Membangun wahana kolaborasi antara periset, intermediari, masyarakat, industri, pemda sehingga menjadi basis pengembangan Sistem Inovasi Daerah.

Sistem Inovasi Daerah, RIPIPTEK, RKP

SUMBER DAYA

Terciptanya SDM riset, inovasi dan kebijakan publik yang andal melalui peningkatan kapasitas secara terus menerus (baik melalui pendidikan formal maupun pelatihan) sebagai bagian dari proses pengembangan jenjang karier

a. Menciptakan critical mass SDM Iptek dengan indikator 30% populasi memiliki gelar post-graduate.

Rencana Induk Pemajuan Iptek Jangka Panjang

Kemenristek/ BRIN, Kemendikbud

b. Menyusun rencana pengembangan SDM di setiap lembaga riset dan inovasi yang secara sistematis terfasilitasi dengan sumber pendanaan beasiswa gelar dan non-gelar (misalnya LPDP).

Rencana Pengembangan SDM Kementerian & Lembaga

c. Menyusun program prioritas bagi lembaga riset/pendidikan untuk melihat kapasitas dari SDM yang tertarik dalam program peningkatan keahlian.

Rencana Pengembangan SDM Kementerian & Lembaga

d. Mendukung adanya fasilitas/sarana pendidikan dan pelatihan termasuk in-house training dan non-classical training serta kolaborasi internasional.

Rencana Pengembangan SDM Kementerian & Lembaga

e. Melakukan sinkronisasi roadmap SDM antar sektor dengan Dikti-LPDP-K/L.

Rencana Induk Pemajuan Iptek Tahunan dan Jangka Menengah, Renstra Dikti

Percepatan agenda reformasi birokrasi dalam hal pengembangan SDM iptek: peneliti dan dosen

a. Memaksimalkan skema ASN dari Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) untuk mendorong rekrutmen dosen dan peneliti lintas perguruan tinggi.

RPP Sumber Daya Iptek

Kemenristek/ BRIN, Kemendikbud

Page 27: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi xxv

Ringkasan Eksekutif

ELEMEN SASARAN STRATEGI MENJADI MASUKAN UNTUK K/L TERKAIT

b. Memaksimalkan skema PPPK untuk mendorong rekrutmen diaspora dosen dan peneliti Indonesia kembali bekerja purna-waktu di tanah air baik di perguruan tinggi ataupun badan/lembaga pemerintah.

Rencana Pengembangan SDM K/L, IKU PT

c. Mendorong adanya skema yang memungkinkan diaspora dosen dan peneliti Indonesia bisa bekerja paruh-waktu di tanah air baik di perguruan tinggi ataupun badan/lembaga pemerintah.

RPP Sumber Daya Iptek, RIPIPTEK, IKU PT

d. Mendorong konsistensi PTN-BH dalam rekrutmen dosen dan peneliti sesuai dengan kebutuhan institusi dan agenda riset nasional.

RIPIPTEK

e. Mendorong sinergi antara komunitas sains, perguruan tinggi, bisnis dan pemerintah dalam menentukan roadmap sektoral dan nasional.

RPP RIPIPTEK

Adanya kesempatan bagi masyarakat umum untuk dapat terjun di aktivitas riset ataupun memberi dukungan terhadap hasil upaya mereka serta membantu dalam pengurusan hak cipta dan sejenisnya (juga dipastikan mencakup sumber daya non-Jawa)

a. Mengadakan pelatihan, pendidikan singkat, dan promosi atas aktivitas mereka.

RIPIPTEK Kemenristek/ BRIN, Kemendikbud

b. Membangun kolaborasi pemerintah, akademia dan industri untuk menyiapkan prasarana fisik dan non-fisik untuk workshop pelatihan.

RIPIPTEK

INSENTIF & PENDANAAN

Tata kelola pendanaan riset dan inovasi yang efisien dan terarah melalui realisasi wacana Dana Abadi Penelitian.

a. Memastikan bahwa total anggaran pemerintah untuk R&D meningkat, terutama anggaran untuk project funding.

RIPIPTEK, RPJMN, alokasi yang konsisten untuk R&D dalam UU APBN

Kemenristek/BRIN, Bappenas, Kemenkeu

b. Memastikan kuantitas dan tata kelola pendanaan (quality of spending) dari project funding teralokasi dengan baik.

Penyederhanaan skema pendanaan Ristek/ BRIN yang berdasarkan kompetisi, panduan PRN, RIPIPTEK, Perpres Dana Abadi

c. Melibatkan pemda dalam investasi SDM dan R&D.

Sistem Inovasi Daerah, RIPIPTEK, RKP

Page 28: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasixxvi

Ringkasan Eksekutif

ELEMEN SASARAN STRATEGI MENJADI MASUKAN UNTUK K/L TERKAIT

d. Menyederhanakan skema pendanaan riset agar tidak tumpang tindih (jumlah skema dikurangi dan tidak tersebar antara BRIN-Dikti-LPDP-DIPI).

RIPIPTEK Kemenristek/ BRIN

Terarustamakannya pendanaan riset yang kompetitif dan berbasis merit, untuk semua instansi pemerintah, universitas, organisasi penelitian masyarakat sipil yang menghasilkan R&D

a. Memperluas dan memperkuat pengukuran kinerja penelitian untuk universitas dan lembaga atau badan penelitian yang didanai pemerintah.

IKU PT & LPNK Kemenristek/ BRIN (lead), Kemenkeu, Kemendikbud

b. Menerapkan “regional distributional overlay” dalam sistem yang kompetitif untuk membuka kesempatan yang sama bagi lembaga penelitian non-otonom, non-Jakarta, non-Jawa. Model yang berbeda tersedia untuk lembaga dengan karakteristik yang berbeda.

Revisi Permenristek dikti 20/ 2018

Hadirnya tim peneliti berbasis merit yang memiliki kewenangan dalam mengelola dana riset dengan akuntabilitas dan capaian kinerjanya

a. Memberikan otonomi dana riset kepada tim peneliti dengan akuntabilitas kinerja terhadap output yang dihasilkan.

IKU PT & LPNK

b. Melakukan perencanaan awal kegiatan dan evaluasi secara berkala dengan melibatkan lembaga pemberi dana, komunitas ilmiah, dan kelompok sasaran dari hasil/luaran penelitian.

Panduan pendanaan riset berbasis kompetisi di semua lembaga pendanaan penelitian (Ristek/ BRIN, LPDP)

Page 29: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 1

ARGUMENTASI DASAR

Pada 2021 ini, Indonesia genap 76 tahun menjadi bangsa yang bebas dari kolonialisme. Seperti yang tertulis di dokumen-dokumen sejarah ataupun yang tercetak dalam konstitusi kita, tujuan kemerdekaan adalah mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur atau, dalam bahasa Sukarno, “tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka”.

Harapan para pendiri bangsa ini, patut diakui, sedikit-banyak sudah mulai tercapai. Pertumbuhan pendapatan per kapita Indonesia sewaktu dijajah Belanda hanya sebesar 1% per tahun (Gambar 1). Bahkan, seandainya pertumbuhannya mengikuti tren zaman penjajahan, pendapatan per kapita kita akan setara dengan rata-rata negara di Afrika sub-Sahara, wilayah negara-negara termiskin di dunia. Saat ini, pendapatan per kapita kita sudah delapan kali lipat dibandingkan dengan kondisi pada awal-awal kemerdekaan.

GAMBAR 1. PDB PER KAPITA INDONESIA 1870-2019 (PPP$1990)

Sumber: Maddison and Bank Dunia

Pembangunan ekonomi juga telah berhasil mengangkat derajat Indonesia dalam pengelompokan negara di dunia. Indonesia sejak awal 2000-an sudah masuk kategori negara middle income atau lebih tepatnya lower-middle income. Sebenarnya status ini sudah dicapai pada 1990-an, tetapi krisis finansial Asia pada 1998 membuat Indonesia harus terpuruk kembali ke status low-income countries hingga beberapa tahun setelahnya.

1

8.000

7.000

6.000

5.000

4.000

3.000

2.000

1.000

0

1870

1874

1878

1882

1886

1890

1894

1898

1902

1906 1910

1914

1918

1922

1926

1930

1934

1938

1942

1946

1950

1954

1958

1962

1966

1970

1974

1978

1982

1986

1990

1994

1998

2002

2006

2010

2014

2018

Page 30: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi2

Argumentasi Dasar

Pada tahun 2020, Bank Dunia bahkan mengumumkan bahwa Indonesia sudah masuk kategori upper-middle-income countries karena pendapatan per kapitanya meningkat dari US$ 3.840 menjadi US$ 4.050 pada 2019. Sayangnya, pandemi COVID-19 sangat mungkin membuat capaian ini kembali terganggu (Gambar 2).

GAMBAR 2. SEJARAH KLASIFIKASI PENDAPATAN PER KAPITA INDONESIA

Sumber: Bank Dunia

Sayangnya pula, pembangunan ekonomi Indonesia yang tampaknya cukup baik tersebut tak luput dari setidaknya dua tantangan serius: pertama, masih tingginya kemiskinan, kerentanan, dan ketimpangan; kedua, rendahnya tren pertumbuhan ekonomi dalam dua dekade terakhir dan prospeknya di masa yang akan datang. Kedua tantangan tersebut menjadikan cita-cita para pendiri bangsa pada 1945, yaitu masyarakat yang adil dan makmur, tampaknya belum tercapai dengan sesungguhnya dan untuk mencapainya kita menghadapi tantangan yang cukup berat, baik dari sisi internal maupun eksternal.

1.1 TANTANGAN UTAMA PEMBANGUNAN— GRAND CHALLENGES

Indonesia adalah negara demokrasi terbesar ketiga di dunia dan ekonomi terbesar di Asia Tenggara dengan populasi mayoritas muslim. Proses desentralisasi dan pertumbuhan ekonomi sejak krisis ekonomi Asia pada 1997, yang dilanjutkan dengan pergantian rezim dari otoritarian ke demokratis, adalah latar belakang sejarah pembangunan sejak itu.

Sudah tiga dekade pertumbuhan ekonomi Indonesia ditemani jurang kekayaan antar kelompok sosial dan ekonomi. Produk domestik bruto (PDB) per kapita Indonesia tumbuh 5,3% tiap tahun antara 1983 dan 1996, 4% sejak 2000 hingga 2010, dan 5% sejak 2015 (Bank Dunia, 2019). Namun, sebagian besar pertumbuhan ini hanya dinikmati 20% orang terkaya (Bank Dunia, 2016). Sejak 2004 hingga 2010, konsumsi per kapita oleh 10% orang terkaya di Indonesia tumbuh 6% tiap tahun, tetapi pertumbuhan bagi 40% orang termiskin hanya sebesar 2% (Bank Dunia, 2016: 7). Hari ini, ketimpangan Indonesia merupakan yang terparah sejak 1947 (Bank Dunia, 2016).

1987

1988

1989

1990 1991

1992

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

2015

2016

2017

2018

2019

GD

P Pe

r Cap

ita ($

) Atla

s M

etho

d

14.000

12.000

10.000

8.000

6.000

4.000

2.000

0

HIGH INCOME

UPPER MIDDLE

INCOME

LOWER MIDDLE

INCOME

UPPER MIDDLE INCOME

LOWER MIDDLE INCOME

LOWER INCOME

INDONESIA

THAILAND

MALAYSIA

Page 31: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 3

Argumentasi Dasar

1.1.1 TINGGINYA KEMISKINAN, KERENTANAN, DAN KETIMPANGAN

Walaupun Indonesia relatif cukup berhasil dalam mengurangi tingkat kemiskinan absolut, ternyata tingkat kerentanan kita masih tinggi. Artinya, masih cukup banyak penduduk Indonesia yang hanya tipis keluar dari garis kemiskinan. Bank Dunia (2017), misalnya, merilis laporan berjudul "Riding the Wave: An East Asian Miracle for the 21st Century". Dalam laporan tersebut, Bank Dunia membagi penduduk di setiap negara dalam lima kelompok: miskin ekstrem, miskin moderat, rentan, secure, dan kelas menengah (Tabel 1). Dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, dengan tingkat kemiskinan ekstrem sebesar 7,5%, Indonesia hanya lebih baik daripada Laos. Bahkan Kamboja hanya 0,7%, sementara Thailand dan Malaysia sudah mencapai zero extreme poverty.

Sama halnya dengan kondisi kemiskinan ekstrem, dibandingkan dengan negara lain di ASEAN, dengan proporsi miskin moderat sebesar 24,6%, Indonesia kembali hanya lebih baik daripada Laos. Dengan demikian, tingkat kemiskinan Indonesia (gabungan antara ekstrem dan moderat) lebih tinggi daripada Kamboja, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam. Malaysia sudah hampir 100% rakyatnya sejahtera (kategori secure dan kelas menengah), Thailand hampir 90% sejahtera, dan Vietnam—negara yang merdekanya belum selama Indonesia—mendekati 70%. Hanya 32% rakyat Indonesia masuk kategori itu, yang bahkan lebih kecil dibandingkan dengan Kamboja (35,6%). Tak bisa dimungkiri, Indonesia jauh tertinggal.

TABEL 1. PERSENTASE KELOMPOK EKONOMI DI NEGARA-NEGARA ASEAN TAHUN 2015

Miskin ekstrem (%)

Miskin moderat (%)

Rentan (%)

Secure (%)

Kelas menengah

(%)

Indonesia 7.5 24.6 35.9 27.7 4.3

Kamboja 0.7 14 49.6 34.9 0.7

Malaysia 0 0.03 2.6 31.3 65.7

Filipina 6.6 18.7 30.8 34.7 9.2

Thailand 0 0.8 10.1 53.6 35.4

Vietnam 2.7 7.1 23.7 57 9.5

Sumber: Bank Dunia (2018)

Page 32: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi4

Argumentasi Dasar

1.1.2 RENDAHNYA TREN PERTUMBUHAN EKONOMI

Target untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi demi mewujudkan bangsa berpendapatan tinggi terhambat oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia selama hampir dua dekade terakhir (sejak krisis keuangan Asia 1997/98) yang lebih lambat daripada sebelumnya. Badan-badan internasional telah memproyeksikan bahwa pertumbuhan yang lebih lambat ini akan cenderung terus terjadi jika tidak ada intervensi yang tepat. Para ekonom juga sepakat bahwa pertumbuhan saat ini lebih rendah daripada seharusnya (misalnya Resosudarmo dan Abdurohman, 2018). Normal baru dari pertumbuhan ekonomi kita tampaknya berkisar di angka 5% sejak 2014. Tingkat pertumbuhan rata-rata telah menurun sejak 2013 pada permulaan dari berakhirnya booming komoditas, pengetatan ekonomi Cina, serta penghentian program pelonggaran kuantitatif2 dari ekonomi Amerika Serikat.

BOKS 1. MENGAPA INDONESIA PERLU PERTUMBUHAN EKONOMI TINGGI

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi penting bagi negara-negara seperti Indonesia karena beberapa alasan, di antaranya untuk menghasilkan lapangan kerja bagi tenaga kerja baru setiap tahun dan untuk mengumpulkan sumber daya guna membiayai redistribusi atau program sosial serta sistem jaminan sosial nasional yang komprehensif. Tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dan terus-meneruslah yang akan mengubah lebih banyak orang menjadi berstatus kelas menengah. Jumlah penduduk kelas menengah yang cukup besar dengan sendirinya merupakan sumber pertumbuhan yang lebih besar karena mereka menghasilkan tabungan dan akan ada permintaan lebih banyak terhadap barang dan jasa baik jumlah, variasi dan kualitasnya. Hal ini akan mendorong produksi, kualitas produk dan layanan yang lebih baik, serta kualitas hidup secara keseluruhan yang diminta kelas menengah.

Salah satu prioritas pemerintah Indonesia untuk mengatasi hal tersebut adalah menjalankan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), untuk memastikan masyarakat memiliki akses pelayanan sosial dan kesehatan tanpa kesulitan finansial, yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan (ILO, 2017) dan Kesehatan (BPJS, 2016), sesuai dengan standar tata kelola global. Kecenderungan peningkatan ketidakpastian ekonomi yang melanda semua negara di dunia pasca-COVID-19 menjadikan upaya pemerataan yang dilakukan pemerintah makin sulit dan penting dilakukan pada saat yang sama.

Dalam mengelola penyebaran COVID-19, pemerintah Indonesia, dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura dan Vietnam (Klingler-Vidra & Tran, 2020), tidak menyediakan informasi yang cukup dan jelas tentang lokasi pasien yang terinfeksi, jumlah tes yang dilakukan, serta wilayah yang mesti dihindari (Elyazar, Nasir, Sumowidagdo, 2020). Sampai pertengahan 2020, kesadaran masyarakat dan kepatuhan pengambilan jarak fisik masih rendah serta tidak dibarengi sanksi bagi pelanggarnya.

Sementara itu, dampak tata kelola pandemi di Indonesia yang tersendat juga memperparah ketimpangan sosial. Seiring dengan berlakunya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada pertengahan April 2020, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat 449.500 orang cuti tidak dibayar (Katadata, 2020), sementara pada Juli 2020 tercatat 50% orang kehilangan pekerjaan (J-PAL, 2020). Kelompok-kelompok rentan, seperti perempuan, makin terancam kehilangan pekerjaan.

2 Pelonggaran kuantitatif adalah bentuk kebijakan moneter yang dilakukan oleh bank sentral suatu negara untuk menggenjot aktivitas perekonomian dengan cara melakukan pembelian besar-besaran atas Surat Utang Negara atau bentuk aset finansial lainnya sebagai suntikan ekonomi. Kebijakan ini dilakukan saat tingkat inflasi sangat rendah atau bahkan negatif dan saat instrumen kebijakan moneter lainnya dianggap tidak efektif mengatasinya.

Page 33: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 5

Argumentasi Dasar

COVID-19 berdampak lebih buruk terhadap perempuan, yang lebih rentan karena bekerja pada sektor yang paling terkena efek pandemi, seperti pelayanan (retail, makanan, restoran, akomodasi), pendidikan, dan perawatan (Baird dan Hill, 2020). Sebuah studi oleh program Prospera menunjukkan bahwa perempuan mendominasi sektor pendidikan (61%) dan pelayanan (59%). Sebanyak 74% perempuan di sektor pelayanan bekerja tanpa kontrak formal (Prospera, 2020).

Tantangan utama pembangunan menuju 2045 menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi harus dibarengi pemerataan, agar Indonesia berdaya tahan (resilient) untuk menghadapi kejutan ekonomi, sosial, dan alam. Secara global, makin lama, pembangunan ekonomi makin tak terpisahkan dari pembangunan sosial, sebagaimana terlihat dalam skala pengukuran keberhasilan pembangunan dengan indikator pembangunan manusia.

1.2 PENGETAHUAN DAN INOVASI UNTUK INDONESIA 2045

Dengan berbagai tantangan yang disampaikan di atas, Indonesia perlu merencanakan strategi pembangunan yang berani dan berbeda demi mencapai cita-citanya pada 2045. Strategi Indonesia dalam mengelola pembangunan ekonomi dan sosial yang merata serta berkelanjutan membutuhkan produktivitas invensi dan inovasi yang berkualitas (AIPI, 2020).

Invensi dan inovasi adalah prasyarat bagi penciptaan serta adaptabilitas lapangan kerja yang dibarengi kesejahteraan sosial dan perbaikan kualitas hidup. Kuantitas dan kualitas riset yang dikelola secara multitahun (Brodjonegoro dan Greene, 2012) mendorong otonomi periset yang mampu menghasilkan karya riset sesuai dengan kebutuhan bangsa.

Pada saat yang sama, prioritas yang jelas pada agenda pemerataan dan upaya mengatasi ketimpangan sosial juga akan menekankan afirmasi pada riset yang inklusif bagi kelompok-kelompok rentan dan marginal—seperti perempuan, orang dengan disabilitas, kelompok minoritas, dan masyarakat adat.

Dalam dokumen Visi Indonesia 2045 yang diluncurkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dikemukakan empat sasaran pembangunan yang perlu dirancang dengan baik dan sedini mungkin: (1) manusia Indonesia yang unggul, berbudaya, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, (2) ekonomi yang maju dan berkelanjutan, (3) pembangunan yang merata dan inklusif, serta (4) negara yang demokratis, kuat, dan bersih.3 Poin pertama, kedua, dan ketiga sangat mengandalkan pembangunan yang berbasis pengetahuan dan inovasi.

Dengan demikian, strategi tersebut paling tepat dibangun di atas fondasi ilmu pengetahuan dan inovasi. Inovasi dan pengetahuan sebenarnya sudah disertakan sebagai komponen penting dalam perencanaan pembangunan. Contohnya dapat dilihat dalam beberapa kebijakan yang sudah berjalan.

Pertama, Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) melalui Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2018 adalah upaya untuk mewujudkan hal tersebut. Dalam dokumen yang juga menjadikan 2045 sebagai tonggak akhir itu, dikatakan bahwa misi RIRN adalah (1) menciptakan masyarakat Indonesia yang inovatif berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi serta (2) menciptakan keunggulan kompetitif bangsa secara global berbasis riset (RIRN, 2018: 2).

3 Berdasarkan dokumen Bappenas, Visi Indonesia 2045.

Page 34: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi6

Argumentasi Dasar

RIRN juga sudah menggarisbawahi bahwa negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi umumnya didukung besarnya kontribusi riset dan teknologi yang diperlihatkan multifactor productivity (RIRN, 2018: 11). Dalam hal ini, Indonesia perlu meningkatkan kontribusi sains dan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) untuk memajukan perekonomian.

Secara konkret, pengembangan iptek dalam jangka panjang perlu diarahkan pada peningkatan kualitas dan kemanfaatannya, dalam rangka mendukung peningkatan daya saing secara global, melalui peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia (SDM).

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional, dikemukakan pula beberapa perbaikan yang harus ditempuh untuk mendorong pemanfaatan iptek dalam pembangunan. Di antaranya diperlukan reformasi kelembagaan untuk ekosistem pengetahuan, riset dan inovasi.4 yang didukung perbaikan fleksibilitas pendanaan kegiatan riset dan inovasi, penguatan sistem pengakuan atas hasil temuan (royalti, paten, hak kekayaan intelektual), dan kualitas produk (SNI, ISO). Kemudian diperlukan juga penerapan standar mutu yang mengacu pada sistem measurement, standardization, testing, and quality (MSTQ), penerapan teknologi yang tepat dalam sistem produksi, penerapan total quality management (TQM), serta pengembangan keterkaitan fungsional sistem inovasi untuk mendorong pelembagaannya sebagai bagian yang integral dalam pengembangan kegiatan usahanya (RPJP 2005–2025: 32).

Kebijakan kedua adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek), yang menekankan kebutuhan akan ekosistem riset untuk mengampu iklim riset Indonesia yang berkelanjutan. UU Sisnas Iptek menyediakan payung regulasi untuk menyusun dan mendorong pemanfaatan berbagai instrumen baru.

Kebijakan tersebut perlu diapresiasi dengan catatan kerangka regulasi ini masih dijalankan lembaga-lembaga dengan sistem birokrasi yang kesulitan menjalankan tata kelola yang efektif dan efisien (Rakhmani dkk., 2020). Ini menjadi tantangan lain dalam implementasi berbagai kebijakan tentang sains dan iptek.

Namun, catatan lain yang penting di sini adalah belum utuhnya pemahaman mengenai ekosistem pengetahuan dan inovasi untuk mendorong ekonomi berbasis pengetahuan. Sebagaimana dibuktikan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020–2024 dan RIRN, Indonesia lebih menaruh perhatian pada komersialisasi dan/atau hilirisasi inovasi dan pengetahuan daripada upaya memetakan serta membangun secara saksama ekosistem pengetahuan dan inovasi itu sendiri (Nugroho, 2020: 1).

Kekurangan di dalamnya antara lain minimnya pelibatan aktor non-negara dalam memaknai pembangunan berbasis pengetahuan dan inovasi. Perspektif teknokratis dalam bentuk kebijakan pemerintah perlu dibarengi dengan pelibatan aktor pengetahuan secara institusional.

Sebab, menurut Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Indonesia membutuhkan ilmu pengetahuan tak hanya sebagai perangkat pelengkap kebijakan, tetapi justru sebagai inti dari cara berpikir tentang masyarakat, lingkungan, masa lalu, masa kini, dan masa depan (AIPI, 2015: 23).

4 Dokumen ini memilih penggunaan istilah pengetahuan, riset, dan inovasi (bukan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan atau biasa disingkat litbangijirap) yang lebih umum dan sudah dipahami masyarakat. Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional juga mendorong penyederhanaan istilah menjadi riset dan inovasi dalam Rapat Kerja Kementerian pada akhir 2020.

Page 35: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 7

Argumentasi Dasar

Meminjam perspektif yang ditawarkan AIPI, pengetahuan perlu diyakini kegunaannya dalam tiga karakter: (1) ilmu pengetahuan sebagai metode atau alat untuk mencari solusi bagi berbagai permasalahan kehidupan kita, (2) ilmu pengetahuan sebagai kerangka berpikir yang menjadi pengangkat derajat dan kapabilitas manusia, serta (3) ilmu pengetahuan sebagai budaya yang memberikan landasan nilai bagi peradaban manusia (AIPI, 2015: 20). Ketiganya relevan untuk diacu sebagai kerangka pembangunan ekonomi yang berlandaskan pengetahuan.

Singkat kata, pengetahuan dan inovasi diperlukan sebagai titik tumpu untuk memastikan ketercapaian Visi Indonesia 2045. Hanya dengan pemanfaatannya yang maksimal, visi pergeseran ekonomi ekstraktif menjadi ekonomi inklusif berbasis pengetahuan dapat tercapai. Karena itu, sebagai langkah menuju ekonomi berbasis pengetahuan, pertama-tama ekosistem inovasi dan pengetahuan itu sendiri perlu dikenali dan diperjelas perannya.

Page 36: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI
Page 37: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 9

2.1 PERAN EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI BAGI PERTUMBUHAN

Ekosistem pengetahuan dan inovasi adalah kerangka pemikiran holistik. Salah satu hal yang disepakati para peneliti di bidang ini adalah ekosistem pengetahuan dan inovasi melibatkan interaksi berbagai aktor independen yang memainkan peran masing-masing untuk mencapai tujuan bersama (Valkokari, 2015; Almpanopoulou, 2019).

Interaksi ini didukung infrastruktur yang mendorong terciptanya inovasi (Regele dan Neck, 2012). Suatu ekosistem inovasi merupakan hasil interaksi antar-aktor independen dalam suatu sistem yang kompleks dan nonlinear (Russell dan Smorodinskaya, 2018). Mereka interdependen dan berevolusi bersama, baik dengan cara kolaboratif maupun kompetitif, untuk menghasilkan inovasi (Xu dkk., 2018; Russell dan Smorodinskaya, 2018). Ekosistem inovasi membutuhkan keterpaduan aktor, yang memiliki rangkaian kepentingan berbeda, serta proses bernegosiasi. Negosiasi ini penting agar memproduksi outcome (hasil) berupa penciptaan nilai tambah bersama (co-creation of added value), yang dicapai melalui eksplorasi (ekosistem pengetahuan) dan eksploitasi (ekosistem bisnis)5 (Valkokari, 2015).

Proses ini juga meliputi ketidakpastian (Smith dan Stacey, 1997, dalam Almpanopoulou, 2019) yang dikelola melalui perpaduan hasil aktivitas penelitian dan pengembangan dengan aktivitas bisnis. Hasil riset dan inovasi yang dimanfaatkan penggunanya (misalnya konsumen dan pembuat kebijakan) adalah salah satu outcome ekosistem pengetahuan dan inovasi. Studi dari Ismail dkk. (2015) serta Caulfield dan Ogbogu (2015) menunjukkan bahwa komersialisasi mensyaratkan keterlibatan pelaku riset dan inovasi (universitas, lembaga penelitian, dan invididu) dan pengguna (industri, pemerintah, atau kelompok masyarakat) sebagai aktor kunci.

Kebijakan ekosistem pengetahuan dan inovasi dibutuhkan untuk menjaga konektivitas antar-aktor dengan tujuan memperkuat dampak inovasi di masyarakat. Artinya, keluaran (output) riset dan inovasi tidak terbatas pada paten, prototipe, publikasi ilmiah, konsultasi jasa, dokumen kebijakan (termasuk policy brief), buku, dan kertas kerja (Lakitan dkk., 2012; Asmara, 2016), tetapi pada pemastian bahwa proses produksinya mengakomodasi kebutuhan pengguna akhir.

5 Ekosistem bisnis meliputi kolaborasi dan kompetisi antar-pelaku bisnis untuk menciptakan nilai tambah bagi konsumen; aktor kunci dalam ekosistem bisnis adalah perusahaan-perusahaan besar (Valkokari, 2015).

PEMETAAN KONDISI SAAT INI2

Page 38: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi10

Pemetaan Kondisi Saat Ini

Menurut Wahab (2008), outcome ekosistem pengetahuan dan inovasi sering kali bukanlah dampak langsung dari kebijakan, melainkan dampak tidak langsung dari hasil interaksi antar-aktor yang hasilnya cenderung tumpang-tindih dengan kebijakan lain. Meskipun ukuran pasti untuk menilai keberhasilan intervensi kebijakan pemerintah dalam memastikan keterpaduan antar-aktor dalam ekosistem pengetahuan dan inovasi belum ada, Aguirre-Bastos dan Weber (2018) mengemukakan bahwa intervensi pemerintah dalam mendorong iptek dan inovasi juga menjadi bagian dari kebijakan lain—misalnya kebijakan ekonomi nasional.

Artinya, peran pemerintah dalam mewujudkan outcome ekosistem pengetahuan dan inovasi, yang kemudian disebut sebagai kebijakan inovasi, menjadi hal yang tidak terpisahkan dengan kebijakan ekosistem lainnya. Maka, hasil dari ekosistem pengetahuan dan inovasi sangat berhubungan dengan kemajuan ekonomi dan keberlanjutan pembangunan yang inklusif.

Korea Selatan, misalnya, adalah salah satu negara yang pada 1960-an masuk kategori sedang berkembang. Hanya dalam tiga dekade, Korea Selatan telah menjadi salah satu pemain ekonomi global. Sebagai bagian dari newly industrializing economies (NIEs), Korea Selatan muncul sebagai salah satu negara yang pertumbuhan ekonominya ditopang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang melahirkan berbagai inovasi (Lee, 2000; Choung dkk. 2013). Studi Lee dan Kim (2016) menunjukkan bahwa upaya pemerintah dalam mendorong kemajuan iptek di Korea Selatan tidak terlepas dari intervensi pemerintah dalam mendorong industri kecil menengah. Bahkan, Lee (2000) menegaskan bahwa melakukan intervensi di bidang sosial-ekonomi menjadi hal penting untuk membentuk suatu lingkungan yang ramah inovasi di Korea Selatan.

Bukti-bukti empiris mendukung pemahaman bahwa dalam jangka panjang, yang menjadi sumber pertumbuhan ekonomi, yang mampu mengangkat sebuah bangsa secara konsisten menjadi lebih sejahtera, adalah peningkatan produktivitas. Aghion dan Howitt (2007) serta banyak peneliti lain mengungkapkan dengan jelas fakta tersebut (Tabel 2).

TABEL 2. CATATAN TINGKAT PERTUMBUHAN NEGARA-NEGARA OECD: 1960-2000

Growth rate TFP Growth Capital deepening TFP share Capital deepening share

Australia 1,67 1,26 0,41 0,75 0,25

Austria 2,99 2,03 0,96 0,68 0,32

Belgium 2,58 1,74 0,84 0,67 0,33

Canada 1,57 0,95 0,63 0,6 0,4

Denmark 1,87 1,32 0,55 0,7 0,3

Finland 2,72 2,03 0,69 0,75 0,25

France 2,5 1,54 0,95 0,62 0,38

Germany 3,09 1,96 1,12 0,64 0,36

Greece 1,93 1,66 0,27 0,86 0,14

Iceland 4,02 2,33 1,69 0,58 0,42

Ireland 2,93 2,26 0,67 0,77 0,23

Italy 4,04 2,1 1,94 0,52 0,48

Page 39: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 11

Pemetaan Kondisi Saat Ini

Growth rate TFP Growth Capital deepening TFP share Capital deepening share

Japan 3,28 2,73 0,56 0,83 0,17

Netherlands 1,74 1,25 0,49 0,72 0,28

New Zealand 0,61 0,45 0,16 0,74 0,26

Norway 2,36 1,7 0,66 0,72 0,28

Portugal 3,42 2,06 1,36 0,6 0,4

Spain 3,22 1,79 1,44 0,55 0,45

Sweden 1,68 1,24 0,44 0,74 0,26

Switzerland 0,98 0,69 0,29 0,7 0,3

United Kingdom 1,9 1,31 0,58 0,69 0,31

United States 1,89 1,09 0,8 0,58 0,42

Average 2,41 1,61 0,8 0,68 0,32

Sumber: Aghion & Howitt (2007)

Konsep growth accounting bisa membagi sumber kenaikan pendapatan per kapita dalam dua faktor. Faktor pertama adalah yang disebut dengan capital deepening, yaitu adanya kenaikan stok kapital (mesin-mesin, bangunan, bahkan pendidikan) relatif terhadap jumlah penduduk atau tenaga kerja. Di sini, faktor investasi berperan. Faktor kedua adalah pertumbuhan total factor productivity (TFP), yakni faktor teknologi yang artinya suatu perekonomian bisa tumbuh tanpa adanya tambahan input (perspiration), tetapi karena teknologi produksinya membaik (inspiration). Selama ini, sumber terbesar pertumbuhan ekonomi negara-negara yang sekarang menjadi negara berpendapatan tinggi adalah yang kedua, yaitu TFP. Secara rata-rata, misalnya (Tabel 2), hampir 70% pertumbuhan pendapatan per kapita negara-negara Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) dalam kurun 1960–2000 adalah pertumbuhan TFP-nya. Hanya sekitar sepertiga pertumbuhan tersebut bersumber dari capital deepening.

Berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi baru (endogenous growth theory), perubahan teknologi terjadi melalui akumulasi dari ide atau pengetahuan yang mampu menciptakan teknik-teknik baru dalam proses produksi (Romer, 1986; Lucas 1988). Akumulasi dari ide atau pengetahuan ini tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Romer (1986) menyatakan bahwa produksi pengetahuan ini ditentukan oleh seberapa banyak suatu perekonomian mendedikasikan sumber dayanya untuk kegiatan riset dan inovasi atau research and development (R&D) dan human capital formation.

Penambahan stok pengetahuan ini -- tidak seperti penambahan input yang lain, tidak mengalami pengurangan nilai (diminishing returns) karena pengetahuan dapat dipakai secara bersamaan oleh berbagai pihak (nonrival). Implikasinya, proses produksi pengetahuan dapat memberikan luaran yang meningkat secara eksponensial (increasing returns to scale). Ini menjelaskan mengapa negara-negara maju pun tetap konsisten tumbuh dalam kurun waktu yang cukup lama (lihat Tabel 2).

Selama 40 tahun (1960–2000), Jerman tumbuh rata-rata 3,1% per tahun, Italia 4,0% per tahun, dan Jepang 3,3% per tahun. Pertumbuhan Jerman, misalnya, 64% disumbangkan pertumbuhan TFP. Yang lain juga didorong TFP sebagai mesin pertumbuhannya.

Page 40: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi12

Pemetaan Kondisi Saat Ini

Tidak seperti pertumbuhan ekonomi yang lazim terjadi di negara-negara OECD, berbagai studi memang menunjukkan bahwa sumber pertumbuhan ekonomi jangka panjang Indonesia bukanlah produktivitas, seperti yang ditulis Pierre van der Eng (2010: 303):

“This paper estimates that the contribution of TFP growth to GDP growth, after accounting for the growth of non-residential capital stock and education-adjusted employment, was on average a low 7–13% during 1880–2008. It also estimates that the growth of capital stock was responsible for a large part of GDP growth—44–61% over the whole of this period, and 56–61% during the rapid growth years of 1967–98. Hence, the case of Indonesia appears to offer support for Krugman’s thesis that economic growth in East Asia in recent decades was ‘perspiration’, rather than ‘inspiration’-based.”

Studi terbaru dari Asian Productivity Organization (APO) juga mendukung fakta tersebut. Ketika pada 1970 indeks TFP Cina sudah naik hampir 4 kali lipat, Korea 2,5 kali, India 1,9 kali, dan Jepang 1,4 kali, indeks TFP Indonesia malah tercatat turun (Gambar 5). Indeks TFP Indonesia memang turun dalam krisis finansial Asia pada 1998, seperti juga Malaysia, Filipina, dan Thailand, tetapi semenjak itu tampak tidak mengalami perbaikan, bahkan mengalami penurunan setelah 2010.

GAMBAR 3. PERTUMBUHAN TFP DAN SITASI6 PER 1.000 PENDUDUK

Cukup disayangkan bahwa dalam konteks ini memang tampak Indonesia tertinggal. Indonesia masih masuk kelompok negara di dunia dengan proporsi pengeluaran R&D sangat kecil (Gambar 3). Tampak pula bahwa Indonesia tidak semestinya serendah itu karena sebenarnya mampu melakukan investasi pada bidang R&D setara dengan pendapatan per kapitanya (mendekati trend line di Gambar 3). Pengeluaran R&D terhadap PDB negara-negara yang setara pendapatan per kapitanya, seperti Mesir, Tunisia, dan Ukraina, berkali-kali lipat lebih besar daripada Indonesia.

6 Sitasi adalah pengutipan sebuah karya ilmiah (artikel jurnal, buku dll). Angka sitasi dianggap mewakili dampak sebuah karya ilmiah atau hasil penelitian.

3,5

3,0

2,5

2,0

1,5

1,0

0,5

0

-0,5

-1,0

50

45

40

35

30

25

20

15

10

5

0

3,2

2,0

1,5

-0,4

44,5

13,1

7,5

2,8

Pertumbuhan TFP (2000-2017) % per tahun Sitasi per 1000 penduduk

China India Pakistan Indonesia China India Pakistan Indonesia

Sumber: Asian Productivity Organization (APO) Productivity Report,2019 Sumber: Scopus (via SciVal) dan Worldbank’s WDLNote: Catatan: Sitasi diakumulasi dalam periode 2000 - 2017. Populasi merupakan angka di tahun 2017.

Page 41: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 13

Pemetaan Kondisi Saat Ini

GAMBAR 4. PENGELUARAN R&D DAN PENDAPATAN PER KAPITA

Sumber: Bank Dunia

Aktivitas riset di Indonesia juga relatif rendah (Gambar 4). Bahkan, dari segi jumlah publikasi ilmiah saja (tanpa memperhitungkan kualitas atau impaknya), Indonesia masih di bawah yang seharusnya bisa dihasilkan (Gambar 4). Salah satu implikasi dari teori pertumbuhan ekonomi baru (endogenous) ala Romer adalah pertumbuhan penduduk atau jumlah penduduk tidak seharusnya menjadi beban dalam pembangunan ekonomi. Ini terjadi karena jumlah penduduk yang besar adalah sumber dari ideas atau produksi pengetahuan dan ideas itu bersifat nonrival dan sebagian bersifat excludable. Karena itu, ada faktor size effect: pada negara yang penduduknya besar, inovasinya lebih dinamis dan pertumbuhan ekonominya akan lebih baik (Madison, 2016).

22

1

0

-1

-2

-3

-4

6 7 8 9 10 11

R&D % of GDP

Log GNI Per Capita

Log

R&D

% o

f GD

P

SLV

GTM

BIHECU

ETHTZA

PAK

UZB

TJKNIC

VNM

EGY

UKR

MDA

TUN

ARMMNG

PHL

LKA

MKDCUB

BWA CRIMEX

ROUMNE

COLIRN

AZE

PER

PAN TTO

OMNKAZ

VEN URY

CHLPRI

CYP

KWT

BMU

HKG

MAC

SRBZAFBGR

CHN

HUNBRA

PRT

RUS

CZE

ITA

SVN

KOR ISR

EST

ESP

LTUPOL SVK

USAAUT

JPN SWEDNK

AUS

NOR

LUX

SGP

GBR

IDN

Page 42: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi14

Pemetaan Kondisi Saat Ini

GAMBAR 5. PUBLIKASI ILMIAH PER KAPITA DAN PENDAPATAN PER KAPITA

Dalam konteks ini, menarik untuk melihat empat negara berkembang terbesar dalam jumlah penduduk, yaitu Cina, India, Indonesia, dan Pakistan. Tampak bahwa Cina dan India, dua negara besar yang banyak diproyeksikan akan tumbuh pesat di masa depan, adalah negara dengan tingkat pertumbuhan TFP yang tinggi. Demikian juga Pakistan. Tampaknya, bukan suatu kebetulan bahwa intensitas riset berkualitas baik (yang diukur dengan jumlah sitasi publikasi ilmiah) negara-negara tersebut juga relatif tinggi. Indonesia, di satu sisi, relatif sangat rendah intensitas dari dampak risetnya dan secara bersamaan juga mengalami pertumbuhan TFP yang malah negatif.

Kesimpulan dari berbagai analisis di atas, yang bersumber dari literatur baik teori maupun empiris, adalah cita-cita mewujudkan Indonesia keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah dan menjadi negara high-income tampaknya sangat berat untuk diwujudkan jika pola pertumbuhan ekonomi yang ada saat ini terus berlanjut. Pola pertumbuhan yang tidak kondusif dalam mewujudkan aspirasi tersebut adalah pertumbuhan yang bukan ditopang oleh inovasi. Padahal, innovation-led atau knowledge-based growth telah terbukti sebagai satu-satunya pola pertumbuhan ekonomi yang bisa menjadi kendaraan kita untuk mewujudkan diri menjadi bangsa yang terlepas dari jebakan pendapatan menengah.

USA

CHN

GBRDEU

JPNFRA

CAN

ITA

IND

ESP

AUS

KOR

RUS

NLD

BRA

CHESWE

POL

TUR

BELDNK

AUTISRFIN

CZE

MEX

GRC

NOR

PRT

SGPHKG

MYS

ZAF

NZL

ARG

IRL

EGY

ROU

HUN

UKRSAU

THA

PAK

CHL

SVKHRV

COL

SVN

SRB

NGA

TUNBGR

DZAMAR

ARE

VNM

LTU

BGD

JOR

EST

BLR

KEN

PHL

LBN

IRQ

CYP

QAT

PER

KWT

LVA

KAZ

ETH

GHA

LUX

LKA

GEOOMN

URY

ECU

TZAUGA

PRIARM

CMRNPL

AZE

CRIBIH

MKD

UZB

ZWESEN

MAC

SDN

MDA

MLT

BWA

MWI

PAN

BFA

BHRTTO

JAM

CIVZMB

LBY

BEN

COG

MNG ALB

MDG YEM

BRN

KHM

MNE

MOZ

FJI

NAM

MLI

MUS

GTMRWA

PNG

MMR

GAB

LAO

GMB

PRY

NER

TGO NICTJK

DOM

GRD

SLV

SWZ

AFG

HND

AGO

HTISLE

GIN

BTN

CAF

GUY

MRT

LSO

KNA

SYC

BDI

GNB

LBR

TCD

SLB SURBLZ

VUT

DMA

WSM

TKM

CPV MDV

FSM

DJITLS

PLW

GNQ

ATGTON

LCA

COM

MHL

VCT

TCA

KIR

TUVNRU

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

4 5 6 7 8 9 10 11 12

Log

Publ

icat

io P

er C

apita

Log GNI Per Capita

Publication Per Capita

IDN

Page 43: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 15

Pemetaan Kondisi Saat Ini

Kendati demikian, setidaknya sejak 2019 melalui pengesahan UU Sisnas Iptek, pemerintah Indonesia mulai menunjukkan perhatian lebih pada pembentukan ekosistem pengetahuan dan inovasi. Salah satu dari beberapa perubahan mendasar di dalam UU tersebut adalah posisi iptek sebagai ‘landasan dalam perencanaan pembangunan nasional’ dan secara eksplisit menormakan bahwa Rencana Induk Pemajuan Iptek menjadi acuan bagi RPJPN dan RPJMN. Pengaturan ini mengisyaratkan adanya visi untuk secara perlahan menata fondasi bagi ekonomi berbasis pengetahuan dan inovasi. Namun, proses ini masih jauh dari mapan.7

Meskipun belum ada langkah praktis penerapan undang-undang ini untuk mewujudkan kebijakan inovasi melalui proses perumusan kebijakannya yang melibatkan pihak pengguna (Asmara dkk., 2019), pemerintah telah memiliki kebijakan ilmu pengetahuan dan teknologi8 yang secara eksplisit disebut dalam dokumen iptek nasional.

2.2 KEBIJAKAN IPTEK NASIONAL

Saat ini, pemerintah Indonesia memiliki setidaknya tiga dokumen yang digunakan sebagai landasan kebijakan iptek nasional. Yang pertama adalah dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020–2024. RPJMN merupakan dokumen perencanaan nasional yang dimandatkan sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU SPPN). Dokumen ini merupakan penjabaran dari periode keempat (terakhir) dari dokumen 20 tahunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005–2025. Secara signifikan, iptek menjadi salah satu bagian dalam dokumen tersebut.

Yang kedua adalah dokumen Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) Tahun 2017–2045. RIRN merupakan dokumen perencanaan riset nasional jangka panjang yang diturunkan dalam dokumen-jangka-menengah Prioritas Riset Nasional (PRN). Sesuai dengan amanat UU Sisnas Iptek, pemerintah juga akan memiliki dokumen Rencana Induk Pemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi untuk periode jangka panjang (20 tahun), jangka menengah (lima tahunan), dan jangka pendek (tahunan).

Yang ketiga adalah dokumen Agenda Riset Nasional (ARN)9 yang disusun Dewan Riset Nasional. Dokumen ini diturunkan dari Undang-Undang Sisnas Iptek yang lampau, khususnya Nomor 18 Tahun 2002, tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU P3 Iptek). Namun, ARN tidak memiliki keterkaitan langsung dengan dokumen perencanaan nasional. Selain itu, program riset yang direncanakan dalam dokumen ini tidak dilengkapi infrastruktur kelembagaan ataupun pendanaan.

7 Bisa dilihat dalam kolom opini Kompas halaman 7 oleh Yanuar Nugroho dengan judul “Tantangan Kelola Riset dan Inovasi”, yang terbit pada 7 Agustus 2020, dan dalam kolom opini Kompas halaman 6 oleh Sudharto P. Hadi dengan judul “Lembah Kematian Inovasi”, yang terbit pada 11 Agustus 2020.8 Definisi kebijakan iptek di sini diberikan dan sengaja dikontraskan dengan definisi kebijakan inovasi. Menurut Dodgson (2000), kebijakan iptek terkait dengan dukungan dan fasilitasi pemerintah dalam hal aktivitas riset dan inovasi dasar serta perekayasaan teknologi, baik yang dilakukan lembaga riset dan inovasi maupun industri. Sementara itu, kebijakan inovasi merupakan dukungan dan fasilitasi pemerintah terhadap pengembangan kapasitas teknologi industri nasional yang pada gilirannya berkontribusi pada pencapaian dan pertumbuhan ekonomi nasional.9 ARN merupakan rumusan dari berbagai akademisi, praktisi, dan teknokrat yang merujuk pada RPJMN. ARN dapat menjadi acuan dokumen iptek lainnya dalam tataran konsep/gagasan, namun tidak mencantumkan panduan implementatif karena tidak mencantumkan instrumen pelaksanaan kebijakan seperti personil, pendanaan, mobilitas, dan sumber daya secara eksplisit.

Page 44: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi16

Pemetaan Kondisi Saat Ini

Sebaliknya, RIRN dan PRN melengkapi, mengoperasionalisasi, serta mengintegrasikan perencanaan dan evaluasi riset bagi semua pemangku kepentingan iptek dengan mengacu pada dokumen perencanaan nasional. Artinya, dokumen RIRN dan RPJMN bersifat komplementer: RPJMN sebagai dokumen perencanaan yang bersifat generik dan RIRN bersifat spesifik. RIRN bekerja di ranah perencanaan riset nasional dengan melengkapi muatan substansi bidang iptek. Dokumen ini juga mengintegrasikan riset dengan bidang pembangunan lain yang tersebut dalam RPJMN.

GAMBAR 6. POSISI RIRN DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Sumber: Dokumen RIRN Tahun 2017–2045

RIRN memosisikan riset sebagai unit pendukung yang tersemat dalam tiap sektor pembangunan. Arah kebijakan dan program RIRN terintegrasi dengan dokumen-dokumen rencana induk lain, seperti Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional (RIPIN), Kebijakan Energi Nasional (KEN), dan Rencana Induk Ekonomi Kreatif Nasional (RIEKN). RIRN saat ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Riset Nasional Tahun 2017-2045. Sedangkan PRN merupakan dokumen periode kedua RIRN yang diatur dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 38 Tahun 2019 tentang Prioritas Riset Nasional Tahun 2020-2024 serta berjalan seiring dengan dokumen RPJMN Tahun 2020-2024.

Dalam RPJMN Tahun 2020–2024, untuk pertama kalinya dalam tiga periode terakhir, muatan iptek tidak berdiri sendiri sebagai sebuah bab, bagian, ataupun bidang yang terpisah dari sektor-sektor bidang pembangunan lain. Pada periode pertama, RPJMN Tahun 2005–2009 memuat Bab XXII tentang Peningkatan Kemampuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Pada periode kedua, RPJMN Tahun 2010–2014 mencakup Buku 2 Bab IV tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Sedangkan pada periode ketiga, RPJMN Tahun 2015–2019 meliputi Buku 2 Bab IV tentang Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Pada RPJMN Tahun 2020-2024, iptek ditujukan sebagai unsur pendukung pembangunan dengan tujuan meningkatkan produktivitas serta daya saing industri dan nasional dalam semua bidang.

RIRN RPJMN RENSTRA K/L

RKP RENJA K/L

RKA/DIPA K/LRAPBN

NASIONALdikoordinasikanKPPN/Bappenas

NASIONALdikoordinasikan

Kemenkeu

K/LKemenristekdikti,

dll

Pedoman

Pedoman

Pedoman Pedoman

Dijabarkan Dijabarkan

Dijabarkan

Page 45: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 17

Pemetaan Kondisi Saat Ini

Untuk mengilustrasikan poin ini secara lebih mendalam, Buku 2 Bab IV tentang Bidang Iptek dalam RPJMN Tahun 2015-2019 memuat kebijakan penyelenggaraan riset dan inovasi yang dituangkan dalam Program Utama Nasional Riset (Punas Riset). Program ini terbagi dalam beberapa fokus bidang, antara lain pangan dan pertanian; energi, energi baru, dan energi terbarukan; kesehatan dan obat; transportasi; telekomunikasi, informasi, dan komunikasi (TIK); teknologi pertahanan dan keamanan; serta material maju. Strategi penyelenggaraan riset dan inovasi tersebut menggunakan tipologi riset yang dimulai dari tahapan eksplorasi, pengujian, hingga inovasi, yang diwujudkan dalam bentuk pendifusian atau hilirisasi hasil riset dan implementasi pada pengguna.

Namun, kebijakan penyelenggaraan riset dan inovasi melalui Punas Riset tersebut nyatanya lebih banyak didominasi dan bahkan cenderung hanya diperuntukkan bagi lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK) iptek, seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN), dan Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN). Hanya ada satu kegiatan Punas Riset yang mencantumkan kementerian di dalamnya, yakni Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, yang memiliki tugas menyelenggarakan konsorsium riset untuk beberapa fokus bidang. Selain itu, praktis kegiatan riset dan inovasi dalam Punas Riset tidak melibatkan Badan Litbang kementerian.

Dari berbagai fakta empiris tersebut, jelas tergambar bahwa kegiatan riset dan inovasi yang difasilitasi Punas Riset, sesuai dengan dokumen RPJMN Tahun 2014–2019 Bidang Iptek, hanya diperuntukkan bagi LPNK iptek dan tidak terintegrasi dengan kegiatan riset yang dilakukan kementerian sektor teknis. Padahal, Punas Riset merupakan program dalam penyelenggaraan riset dan inovasi yang ditujukan untuk meningkatkan daya saing sektor produksi. Ketiadaan integrasi tersebut tentu berdampak pada pola koordinasi yang terjalin, sehingga terlihat seolah-olah LPNK iptek yang difasilitasi Punas Riset dalam dokumen RPJMN Bidang Iptek dengan Badan Litbang Kementerian masih berjalan sendiri-sendiri dan belum ada suatu integrasi koordinasi yang dapat menghubungkan keduanya.

Munculnya RIRN dan PRN yang mencoba menyatukan dan mengintegrasikan iptek dengan setiap sektor bidang pembangunan, juga RPJMN terbaru yang tidak lagi mengisolasi iptek sebagai bab, bagian, ataupun bidang tersendiri yang secara perencanaan terpisah dari sektor teknis pembangunan lain, merupakan langkah sangat awal bagi pemerintah dan semua pemangku kepentingan iptek untuk dapat menumbuhkembangkan ekosistem pengetahuan dan inovasi dalam mewujudkan pembangunan berbasis pengetahuan, yang diharapkan mampu mendukung perekonomian dan daya saing nasional sesuai dengan visi-misi Indonesia Maju 2045.

Hal yang dapat dipertajam dalam RIRN dan PRN adalah penyebutan secara eksplisit pentingnya ilmu dan riset dasar. Kajian tentang lanskap riset dan inovasi Indonesia yang dilaporkan dalam Atlas of Islamic-World Science & Innovation (2014) menyimpulkan bahwa kurang kuatnya fondasi dalam riset dasar telah menyebabkan kegagalan Indonesia dalam melakukan lompatan inovasi. Di satu sisi, komersialisasi riset yang diutamakan dalam RIRN dan PRN memiliki potensi mendorong pemanfaatan iptek untuk meningkatkan daya saing bangsa (Kompas, 2018).

Di sisi lain, riset yang tidak memiliki nilai pasar tinggi tetapi amat penting untuk pembangunan yang inklusif juga memerlukan dukungan infrastruktur dan pendanaan. Sebagai ilustrasi, penemuan vaksin merupakan hasil inovasi yang dapat menciptakan surplus bagi negara. Namun, riset dasar yang memahami pandemi dan epidemi dibutuhkan untuk mencegah penyebaran penyakit dan menjaga kesehatan masyarakat (Elyazar dkk., 2020).

Page 46: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi18

Pemetaan Kondisi Saat Ini

2.3. CAPAIAN EKOSISTEM PENGETAHUAN & INOVASI DI INDONESIA

Aktivitas inovasi berlandaskan riset merupakan salah satu komponen utama yang menentukan kemampuan daya saing suatu negara. Agar dapat adaptif dan kompetitif dalam perekonomian global saat ini, negara harus berinvestasi pada riset dan menaruh fokus terhadap kebijakan pembangunan yang berbasis pengetahuan (knowledge to policy).

Bab ini mencoba merangkum capaian ekosistem pengetahuan dan inovasi yang terdiri atas lima bagian: 1) performa Indonesia dalam riset dan inovasi; 2) struktur pegawai di aparatur sipil negara; 3) aturan dan praktik seputar pengadaan riset oleh pembuat kebijakan; 4) budaya aparatur sipil negara dan praktik secara lebih luas; serta 5) sistem perguruan tinggi dan hambatan untuk melakukan riset bermutu tinggi.

Menurut World Economic Forum (2019), riset berkontribusi terhadap inovasi dalam menyediakan sumber daya berkualitas yang dibutuhkan industri dari suatu negara agar dapat bersaing di tengah pesatnya perkembangan pasar dunia. Tanpa riset, inovasi cenderung hanya menghasilkan kebaruan sederhana yang tidak memiliki daya ungkit (leverage) terhadap kemajuan industri di negaranya.

Di Indonesia, aktivitas inovasi tanpa riset di sektor produksi, faktanya, telah lama terjadi (Aminullah, 2015). Riset bagi industri dianggap kurang begitu menarik karena sifatnya yang membutuhkan nilai investasi yang besar dengan tingkat ketidakpastian akan keberhasilannya di pasar yang tinggi. Di sisi lain, berbagai produk inovatif yang telah teruji di pasar, tidak peduli apakah terlahir dari aktivitas riset atau bukan, masih tetap menjadi pilihan utama bagi pelaku industri untuk mengembangkan usahanya. Hal ini tidaklah mengherankan, mengingat motif utama dari pelaku industri itu sendiri yang berharap mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan, bagaimanapun caranya, menekan biaya dan risiko usaha hingga sekecil mungkin.

Rendahnya kinerja riset untuk mendukung daya saing sektor produksi di Indonesia antara lain juga disebabkan oleh permasalahan besar tata kelola, yang dalam hal ini melibatkan aktor pemerintah sebagai regulator dan fasilitator iptek, lembaga riset (termasuk universitas) sebagai penyedia iptek, serta industri sebagai pengguna iptek. Permasalahan tersebut menyebabkan ketidakoptimalan pemanfaatan berbagai sumber daya, yang berdampak pada terganggunya ekosistem inovasi. Menurut Triyono, dkk. (2019), kebijakan inovasi di Indonesia saat ini belum mampu menjembatani interaksi yang efektif, baik di antara sesama lembaga riset maupun antara lembaga riset dan industri. Hal ini kemudian diperparah dengan kecenderungan mekanisme perencanaan riset di Indonesia yang selama ini dominan bersifat technology-push, alih-alih market-driven, sehingga kerap terjadi diskoneksi arah antara apa yang dihasilkan lembaga riset dan apa yang benar-benar dibutuhkan industri. Menurut Edler dkk. (2016), inovasi akan terbentuk jika sisi penyedia iptek (innovation suppliers) dan pengguna iptek (innovation users) bertemu. Hal ini tidak terlepas dari konsep dasar ekonomi terkait dengan adanya hukum permintaan dan penawaran.

Salah satu hal yang esensial dalam ekosistem inovasi adalah keberadaan industri dan aktivitas riset. Motor inovasi di suatu negara adalah industri dengan kemampuannya menyerap, menggunakan, mengembangkan, dan menghasilkan teknologi untuk mendorong kompetisi pasar. Motor ini secara simultan harus didukung kapasitas riset dalam menghadirkan invensi teknologi yang mampu mendukung kebutuhan industri di dalamnya. Meskipun demikian, itu bukan berarti riset dan

Page 47: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 19

Pemetaan Kondisi Saat Ini

industri menjadi satu-satunya instrumen dalam inovasi. Beberapa studi terbaru Budden dan Murray (2018) mengungkap bahwa dukungan pemerintah melalui kebijakan inovasi sangat penting untuk mendorong ekosistem inovasi berbasis riset. Bahkan, negara yang masuk empat besar kekuatan teknologi saat ini, yakni Amerika Serikat, Jerman, Israel, dan Cina, memerlukan dukungan kuat dari pemerintah melalui program inovasi nasional yang menyeluruh (Deloitte, 2019).

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah Indonesia untuk dapat menjembatani inovasi di sektor produksi melalui aktivitas riset. Namun, hingga saat ini, peran iptek melalui aktivitas riset dalam mendorong daya saing sektor produksi serta kontribusinya dalam perekonomian dan pembangunan nasional masih terus dipertanyakan berbagai pihak. Survei World Economic Forum (2019) menunjukkan bahwa Indeks Daya Saing Global Indonesia pada 2019 berada di urutan ke-50 atau turun lima peringkat dari tahun sebelumnya. Jika dilihat dalam lingkup negara Asia Tenggara, Indonesia berada pada peringkat ke-4 dari 9 negara yang telah terindeks, tertinggal dari Malaysia, Thailand, dan terlebih jika dibandingkan dengan Singapura.

GAMBAR 7. INDEKS DAYA SAING GLOBAL INDONESIA TAHUN 2019

Sumber: World Economic Forum (2019)

Kelemahan daya saing Indonesia antara lain terletak pada komponen ekosistem inovasi, terutama terkait dengan kontribusi riset serta pemanfaatannya oleh industri yang masih minim. Hal ini terlihat pada pilar kapabilitas inovasi sebagai parameter dominan pembentuk daya saing negara dari sisi penyedia iptek: Indonesia berada di posisi ke-74 dari total 141 negara atau ke-6 dari 9 negara Asia Tenggara. Dari tiga sub-pilar yang membentuk di dalamnya, Indonesia hanya menempati urutan ke-83 untuk penyelenggaraan riset dan posisi ke-91 untuk komersialisasinya.

Key Previous edition Lower-middle-income group average East Asia and Pacific averagePerformance Overview2019

Best

Rank /141

Score0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

OverallScore

EnablingEnvironment

HumanCapital Markets

InnovationEcosystem

SGP FIN SGP KOR (33) (4) CHE HKG SGP HKG CHN USA DEU

50th

51st

72nd

72nd

54th

96th

65th

49th

85th

58th

7th

29th

74thOverall Institutions Infrastructure ICT

adoptionMacro-

economicstability

Health Skills Productmarket

Labourmarket

Financialsystem

Marketsize

Businessdynamism

Innovationcapability

6558

68

55

90

7164

58 5864

82

70

38

Indonesia 50th / 141

Global Competitiveness Index 4.0 2019 edition Rank in 2018 edition: 45th / 140

Selected contextual indicators

Social and environmental performance

Population millions

GDP per capita US$

10-year average annual GDP growth %

GDP (PPP) % world GDP

5-year average FDI inward flow % GDP

Environmental footprint gha/capita

Renewable energy consumption share %

Unemployment rate %

Global Gender Gap Index 0-1 (gender parity)

Income Gini 0 (perfect equality) -100 (perfect inequality)

264.2

3,870.6

4.8

2.59

1.8

1.1

36.9

4.3

0.7

38.1

282 | The Global Competitiveness Report 2019

Economy Profiles

Previous edition Lower middle-income group average East Asia and Pacific average

Page 48: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi20

Pemetaan Kondisi Saat Ini

Adapun minimnya jumlah aplikasi paten dan belanja riset menjadi faktor dominan yang menyebabkan rendahnya kontribusi riset dalam mendukung daya saing nasional. Rasio jumlah aplikasi paten di Indonesia hanya tercatat sebanyak 0,07 per satu juta jiwa penduduk, yang menempatkannya pada posisi ke-101 dunia. Sedangkan belanja untuk riset dan inovasi (gross expenditure on research and development atau GERD) menempatkan Indonesia pada peringkat ke-116 dunia, dengan jumlah yang tidak lebih dari 0,3% nilai produk domestik bruto (UNESCO, 2019). Hasil tersebut merefleksikan masih rendahnya aktivitas dan kontribusi riset di Indonesia, yang kemudian memengaruhi proses komersialisasi serta kemauan (will) bagi industri dalam melakukan adopsi teknologi.

TABEL 3. PERINGKAT INDEKS DAYA SAING GLOBAL INDONESIA DAN NEGARA-NEGARA ASIA TENGGARA TAHUN 2019 DILIHAT DARI KOMPONEN KAPABILITAS INOVASI

Negara(dari 141)

Komponen Kapabilitas Inovasi

Sub-Komponen Kapabilitas Inovasi

Interaksi dan Keragaman

Penyelenggaraan Riset Komersialisasi

Singapura 13 1 21 10

Malaysia 30 24 39 40

Thailand 50 47 56 52

Brunei Darussalam 51 48 40 90

Filipina 72 40 87 87

Indonesia 74 42 83 91

Vietnam 76 79 72 69

Kamboja 102 91 121 101

Laos 119 71 122 134

Sumber: World Economic Forum (2019), diolah

Selain melihatnya dari sisi penyedia iptek, komponen ekosistem inovasi pada survei Indeks Daya Saing Global menaruh fokus pada sisi pengguna iptek, yang dalam hal ini diejawantahkan dalam pilar dinamika bisnis. Pada sisi ini, posisi Indonesia di dunia lebih baik karena mampu berada pada peringkat ke-29. Hal ini terutama ditopang indikator pertumbuhan perusahaan yang inovatif, yang ditandai dengan tingginya keberanian perusahaan dalam menghadapi risiko dan kemauan perusahaan dalam menerima ide-ide disruptif (World Economic Forum, 2019). Hasil tersebut membuktikan bahwa industri di Indonesia secara umum memiliki potensi yang besar dalam melakukan inovasi. Namun, pertumbuhan perusahaan yang inovatif tersebut nyatanya tidak berbanding lurus dengan meningkatnya aktivitas dan investasi riset di dalamnya. Rasio belanja riset yang berasal dari anggaran non-pemerintah pada 2018 tidak lebih dari 20% total belanja riset (Kemenristek/BRIN, 2019). Besarnya potensi tersebut dalam hal ini lebih dominan berasal dari kecirian budaya entrepreneur, bukan didorong dari sektor iptek.

Dalam penilaian yang berbeda, hasil survei Indeks Inovasi Global yang dilakukan Cornell University, INSEAD, dan World Intellectual Property Organization (2019) menunjukkan bahwa Indonesia pada 2019 berada di posisi ke-85 dari 129 negara yang telah terindeks atau peringkat ke-7 dari 8 negara Asia Tenggara; hanya lebih unggul dari Kamboja. Hal ini sungguh menjadi ironi karena ketertinggalan peringkat Indonesia tersebut terjadi di tengah menggeliatnya aktivitas inovasi di pasar Asia, menyusul terjadinya perlambatan ekonomi negara-negara Barat dan dunia.

Page 49: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 21

Pemetaan Kondisi Saat Ini

Indeks tersebut disusun dengan merekam aktivitas inovasi melalui 21 indikator yang dibagi dalam tujuh pilar inovasi, yakni kelembagaan, riset dan modal manusia, infrastruktur, kecanggihan pasar, kecanggihan bisnis, luaran iptek, dan hasil-hasil kreativitas melalui inovasi. Peringkat Indeks Daya Saing Global Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara, baik peringkat inovasi secara keseluruhan maupun peringkat per pilar inovasi, pada 2019 ditunjukkan dalam tabel berikut ini.

TABEL 4. PERINGKAT INDEKS INOVASI GLOBAL INDONESIA DAN NEGARA ASIA TENGGARA TAHUN 2019

Negara(dari 129)

Indeks Inovasi Global

Per Pilar Indeks Inovasi Global

Kelem-bagaan

Riset dan

Modal Manusia

Infra-struktur

Kecang-gihan Pasar

Kecang-gihan Bisnis

Luaran Iptek

Hasil Kreati-vitas

Singapura 5 1 5 7 5 4 11 34

Malaysia 35 40 33 42 25 36 34 44

Thailand 44 57 52 77 32 60 38 54

Vietnam 45 81 61 82 29 69 27 47

Filipina 73 89 83 58 110 32 31 63

Brunei Darussalam 71 27 55 52 17 45 120 107

Indonesia 85 99 90 75 64 95 82 76

Kamboja 98 112 120 123 30 109 75 97

Sumber: Cornell University, INSEAD, WIPO (2019), diolah

Salah satu penilaian Indeks Inovasi Global memperlihatkan bahwa kuatnya perencanaan pemerintah di suatu negara dalam mendorong pembangunan berbasis pengetahuan dan inovasi menjadi kunci utama penguatan ekonomi dan daya saing negara itu. Dukungan kebijakan dari pemerintah tentu akan menentukan kondusivitas iklim inovasi yang berlangsung dalam suatu negara. Faktanya, berbagai kebijakan di Indonesia saat ini belum benar-benar mampu mendukung iklim inovasi nasional yang kondusif. Permasalahan tersebut menjadi salah satu yang paling kritikal.

Hal tersebut dapat diketahui dari capaian indikator regulatory environment, salah satu indikator yang membentuk pilar kelembagaan, yang menempatkan Indonesia pada posisi kedua terbawah atau peringkat ke-128 dunia dari 129 negara yang telah terindeks. Peringkat ini tidak mengalami perubahan yang signifikan dari tahun sebelumnya, yakni di peringkat ke-125 dari 126 negara dunia yang terindeks pada 2018. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia selama ini belum mampu menghadirkan kebijakan dan peraturan yang kondusif, baik bagi lembaga riset dan inovasi maupun industri, untuk berkolaborasi, berkembang, dan berinovasi melalui aktivitas riset dan inovasi, sehingga menjadi disinsentif tersendiri bagi industri dalam melakukan inovasi, terutama melalui aktivitas riset.

Page 50: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi22

Pemetaan Kondisi Saat Ini

Beberapa indikator lain yang cukup kritikal di Indonesia adalah pilar riset dan modal manusia, yang berada di posisi ke-90 dunia; hanya lebih baik daripada Kamboja dalam lingkup negara-negara Asia Tenggara. Dalam pilar tersebut, rendahnya belanja riset dan inovasi yang ditunjukkan dengan rasio GERD terhadap PDB yang hanya berada di peringkat ke-109 dunia menjadi bukti masih minimnya aktivitas dan kontribusi riset di Indonesia. Di sisi lain, masih rendahnya jumlah paten dan publikasi ilmiah, jumlah merek dagang lokal bertaraf pasar internasional, serta jumlah ekspor produk lokal industri berintensitas teknologi tinggi ditunjukkan dalam capaian indikator knowledge creation dan knowledge diffusion dalam pilar luaran iptek, yang masing-masing mendudukkan Indonesia di peringkat ke-101 dan ke-96.

Kedua survei tersebut memberikan fakta bahwa ekosistem pengetahuan dan inovasi dalam mendukung daya saing secara mendasar dipengaruhi tiga hal utama. Pertama, berkenaan dengan sisi penyedia iptek sebagai pihak yang berperan dalam memasok teknologi melalui ilmu pengetahuan (supply side), dengan aktivitas riset menjadi motor utama dalam menghasilkan invensi teknologi. Kedua, berkenaan dengan sisi pengguna iptek sebagai pihak yang membutuhkan sehingga kemudian menggunakan, memanfaatkan, dan menerapkan hasil invensi teknologi (demand side), yang secara harfiah disebut sebagai inovasi. Yang terakhir adalah pemerintah sebagai aktor yang meregulasi dan memfasilitasi pertemuan di antara pihak-pihak tersebut, agar terjadi kesinambungan tujuan dan menjamin berlangsungnya pola interaksi yang saling menguntungkan di antara kedua belah pihak secara khusus, dan tentu bagi bangsa dan negara dalam mendukung daya saing secara umum.

Seperti yang telah dinyatakan secara jelas baik dalam survei Indeks Inovasi Global maupun Indeks Daya Saing Global, rendahnya belanja riset dan inovasi di Indonesia masih menjadi problematika yang cukup kritikal.

Data lanjutan dari Kemenristek/BRIN (2019) menunjukkan bahwa pada 2018 besaran belanja litbang (GERD) di Indonesia baru mencapai sekitar 0,28% dari total PDB atau senilai Rp 41,43 triliun. Nilai tersebut masih sangat rendah dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, seperti Singapura (1,94%, data tahun 2017), Malaysia (1,44%, 2016), Thailand (1,00%, 2017), dan Vietnam (0,53%, 2017), serta jauh di bawah rata-rata dunia, yang besarnya sekitar 2,38% (data.oecd.org; diakses September 2020). Meskipun demikian, dalam beberapa tahun terakhir, belanja penelitian di Indonesia terus mengalami peningkatan dengan melihat rasio GERD terhadap PDB. Selama periode 2013–2018, persentasenya meningkat berturut-turut: 0,09% menjadi 0,14% pada 2014 (naik 0,05 poin), 0,20% pada 2015 (naik 0,06 poin), 0,25% pada 2016 (naik 0,05 poin), kemudian menjadi 0,28% pada 2018 atau naik 0,03 poin10 (Kemenristek/BRIN, 2019).

10 Data yang dikeluarkan Kemenristek/BRIN berbeda dengan data yang dirilis UNESCO, yaitu pada 2018 rasio GERD terhadap PDB di Indonesia hanya berada di angka 0,23% atau turun 0,02 poin dari tahun 2016.

Page 51: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 23

Pemetaan Kondisi Saat Ini

GAMBAR 8. BELANJA RISET DAN INOVASI INDONESIA TAHUN 2018

Sumber: Kemenristek/BRIN (2019)

Dari total besaran GERD pada 2018, sekitar 83,73% atau senilai Rp 34,69 triliun (0,23% dari PDB) bersumber dari dana pemerintah, baik dari anggaran pemerintah pusat maupun daerah. Hanya 16,27% dari GERD yang bersumber dari swasta, dengan rincian sekitar 7,74% dari industri manufaktur, 5,21% dari perguruan tinggi dengan sumber pendanaan non-pemerintah, dan 3,31% dari lembaga riset dan inovasi swasta (Kemenristek/BRIN, 2019). Selain itu, berdasarkan data yang dirilis Kemenristekdikti (2017), dari total GERD sebesar Rp 30,78 triliun (0,25% PDB) pada 2016, hanya sekitar 43,74% anggaran dialokasikan untuk kegiatan penelitian. Sisanya justru lebih banyak digunakan untuk kegiatan non-penelitian, dengan rincian sebagai berikut.

• Belanja operasional, termasuk gaji karyawan dan operasional riset dan inovasi (30,68%);• Belanja jasa ilmu pengetahuan dan teknologi, yang meliputi layanan informasi iptek, pendataan,

konservasi, pengujian dan standardisasi, pengerjaan paten dan lisensi, serta diseminasi hasil riset dan inovasi (13,17%);

• Belanja modal, yang meliputi gedung laboratorium dan infrastruktur riset dan inovasi (6,65%);• Belanja pendidikan dan pelatihan, termasuk lokakarya dan kegiatan pengembangan

kompetensi lainnya (5,77%).

GROSS EXPENDITURE ON RESEARCH AND DEVELOPMENT (GERD) 2018

Pemerintah Pusat

Rp33,80 Triliun81,58%

Pemerintah Daerah

Rp0,89 Triliun2,16%

Litbang Swasta ****

Rp1,37 Triliun3,31%

Rp36,69 Triliun

0,28% PDB (Rp41,43 Triliun)

GBAORD per PDB

Rp14,837 TriliunBadan Pusat Statistik

0,23% PDBGBAORD

GERD

PDB Indonesia 2018 Litbang Swasta ****

Rp1,37 Triliun3,31%

**** Lembaga Litbang Non-Pemerintah

Rp3,20 Triliun**** hasil ekstrapolarasi berdasarkan

Survei Litbang Industri manufaktur 2015

Industri Manufaktur ***

7,72%

Rp2,16 Triliun**** Non Simlitabmas (tidak

termasuk dana dari pemerintah)

Perguruan Tinggi ***

5,21%

Page 52: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi24

Pemetaan Kondisi Saat Ini

Dengan melihat angka-angka tersebut, dapat disimpulkan bahwa anggaran pemerintah masih mendominasi dan menjadi sumber utama pendanaan kegiatan riset dan inovasi di Indonesia. Rendahnya kemauan industri untuk berinovasi melalui aktivitas riset dan inovasi masih menjadi masalah utama dalam hal pengguna inovasi, yang hingga saat ini masih belum dapat teratasi. Di sisi pemerintah, minimnya berbagai regulasi untuk mendukung dan insentif untuk mendorong baik lembaga riset dan inovasi maupun industri untuk berkolaborasi, berkembang, dan berinovasi melalui aktivitas riset dan inovasi masih menjadi kendala utama yang perlu ditindaklanjuti.

Hal lain yang cukup esensial dalam melihat capaian outcome ekosistem pengetahuan dan inovasi adalah melalui nilai total factor productivity (TFP). Pertumbuhan ekonomi dan daya saing suatu negara sangat ditentukan tingkat produktivitas komponen faktor produksinya. Dalam hal ini, TFP merupakan komponen faktor produksi dari sisi pengembangan iptek, selain terdapat pula modal dan tenaga kerja, dalam membentuk pertumbuhan ekonomi suatu negara. Menurut model teori pertumbuhan Solow (1975), peran iptek direpresentasikan sebagai TFP dengan mengasumsikan bahwa output ditentukan input modal dan tenaga kerja, di mana kedua input tersebut berinteraksi pada tingkat teknologi tertentu. Dengan demikian, TFP adalah salah satu faktor produksi pembentuk pertumbuhan ekonomi suatu negara, selain modal dan tenaga kerja, yang merupakan hasil dari kemajuan iptek. Rasio pertumbuhan TFP erat kaitannya dengan inovasi, baik dalam sumber daya manusia, teknologi, maupun kondisi ekonomi.

Namun, peran iptek dan inovasi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia terbilang masih sangat minim. APO (2019) menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan TFP di Indonesia terus mengalami penurunan. Dengan membagi periodisasi ke dalam tiga rentang waktu, yakni periode pertama tahun 1970–1990, periode kedua tahun 1990–2010, dan periode ketiga tahun 2010–2017 (tahun terakhir pengumpulan data), rata-rata pertumbuhan TFP di Indonesia berada di angka 0,3% pada periode pertama, tetapi menjadi negatif pada periode kedua, -1,1%, dan mencapai titik kritisnya pada periode ketiga, di angka -1,5%.

GAMBAR 9. PERTUMBUHAN TFP

Sumber: Asian Productivity Organization (2019)

−5

−4

0

2

−1

−2

−3

1

3

4%

China

Pakistan

Mongolia

Lao PDR

Vietnam

East Asia

Hong Kong

Philippines

Cambodia

India

Fiji

Asia24

ROC

South Asia

CLMV

Japan

Bangladesh

APO20

Thailand

Nepal

Korea

Malaysia

US

Bhutan

Singapore

Sri Lanka

ASEAN

Iran

ASEAN6

Indonesia

Myanm

ar

Brunei

4.0

0.9

2.0

1.1

0.6

1.8

0.7

0.2

1.7

2.0

−0.4

1.5

1.91.7

0.2 0.3 0.1

0.7

−0.3

−0.6

1.6

0.2

0.70.6 0.7

2.0

0.0

2.0

−0.3

−1.1

−0.5

−2.8

2.52.4

2.01.9 1.8

1.7 1.5 1.4 1.3 1.3 1.2 1.1 1.1 1.10.8 0.7 0.6

0.60.6 0.6 0.5 0.5

0.4 0.4 0.3 0.2 0.0

−0.1−0.3

−1.5

−3.3

−4.1

1.8

1.4

−1.0

0.60.1

1.2

3.0

−1.4

−2.6

0.7

−0.9

0.9

3.2

0.7

−0.6

1.3

−0.6

0.7 0.8

−1.5

2.8

0.2

0.7

3.1

1.1

0.80.4

−1.9

0.2 0.3

−1.8

−3.1

1970−1990 1990−2010 2010−2017

Page 53: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 25

Pemetaan Kondisi Saat Ini

Data di atas menunjukkan, sepanjang dua periode terakhir sejak 1990, tren nilai TFP di Indonesia tidaklah bertumbuh, tetapi mengalami defisit dan cenderung terus mengalami penurunan hingga saat ini. Nilai TFP di Indonesia pada periode terakhir bahkan berada jauh di bawah rata-rata negara Asia Tenggara, di angka 0,0%, hanya di atas Myanmar dan Brunei Darussalam. Penurunan nilai TFP di Indonesia juga dapat dilihat pada Gambar 6. Dengan menggunakan nilai TFP tahun 1970 sebagai basis nilai dalam pengukuran pertumbuhan di tahun berikutnya dan mengambil rentang hingga 2017, data yang dirilis APO (2019) secara jelas menunjukkan bahwa nilai TFP di Indonesia, terutama sejak memasuki masa pemerintahan Era Reformasi hingga saat ini, secara konsisten tidak lebih besar daripada nilai TFP yang berada di tahun basis. Pada 2017, nilai TFP di Indonesia hanya sebesar 0,77% dari basis nilai tahun 1970 (TFP = 1). Nilai ini jauh di bawah laju negara Asia Tenggara lainnya, seperti Singapura, Vietnam, Thailand, dan Malaysia.

GAMBAR 10. PERGERAKAN NILAI TFP PER TAHUN

Sumber: Asian Productivity Organization (2019)

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010

1970=1.0

2015

4.0

3.5

China, 3.86

ROC, 3.03

Korea, 2.49

Hong Kong, 2.35

Bhutan, 2.15

India, 1.91Pakistan, 1.90Sri Lanka, 1.75Lao PDR, 1.59Singapore, 1.47Japan, 1.43Mongolia, 1.42US, 1.36Vietnam, 1.31Thailand, 1.14Malaysia, 1.12Iran, 1.01Bangladesh, 0.95Cambodia, 0.90Philippines, 0.88Fiji, 0.84Indonesia, 0.77Nepal, 0.68Myanmar, 0.50

Brunei, 0.23

Page 54: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi26

Pemetaan Kondisi Saat Ini

Peran iptek dan inovasi dalam pertumbuhan ekonomi dan daya saing di Indonesia juga dapat dilihat dari besaran kontribusi TFP terhadap PDB. Dalam kurun 2010–2017, rata-rata pertumbuhan TFP terhadap PDB di Indonesia berada di angka -1,5%. Artinya, kontribusi TFP selama ini justru menjadi pengurang nilai PDB dari faktor produksi modal dan tenaga kerja, yang mencapai 6,8%, sehingga hanya memiliki nilai PDB kumulatif sebesar 5,3%. Hal ini menunjukkan bahwa sumbangan penguasaan iptek terhadap perekonomian nasional masih sangat terbatas. Berbagai komponen pembentuk TFP yang berada di luar faktor produksi modal dan tenaga kerja (tetapi berkaitan dengan interaksi di antara keduanya) nyatanya belum memiliki peran, bahkan justru masih menjadi disinsentif tersendiri dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kapasitas suatu negara dalam pemanfaatan iptek, penguasaan teknologi mutakhir, kemampuan inovasi, dan sebagainya merupakan komponen penentu pembentuk faktor produksi TFP, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yang sampai saat ini belum terbangun dan termanfaatkan secara optimal bagi perekonomian dan daya saing di Indonesia.

GAMBAR 11. KONTRIBUSI TFP, MODAL, DAN TENAGA KERJA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

Sumber: Asian Productivity Organization (2019)

Selain untuk mendorong TFP, iptek dan inovasi juga dapat dimanfaatkan untuk menjalankan science diplomacy atau diplomasi sains. Science diplomacy pada dasarnya adalah diplomasi publik yang dibangun di atas kegiatan ilmiah kolaboratif secara lintas negara, umumnya bilateral. Dengan mendorong kolaborasi riset, publikasi bersama ataupun pembentukan konsorsium lintas sektor dan lintas negara, Indonesia dapat memperoleh manfaat besar yang melampaui indicator pertumbuhan ekonomi. Science diplomacy akan memperluas jejaring komunitas ilmiah Indonesia, memperbesar peluang terjadinya kemitraan di berbagai sektor, dan meningkatkan citra Indonesia di mata dunia. Hal ini pada akhirnya, juga akan mendorong gairah berkiprah di dalam sektor pengetahuan dan inovasi.

9%

−3

0

3

6

TFP Non-IT Capital IT Capital Labor quality Hours worked Output

Mongolia

Lao PDR

China

Cambodia

India

Bangladesh

South Asia

Vietnam

Philippines

Bhutan

CLMV

East Asia

Asia24

Sri Lanka

Indonesia

Malaysia

ASEAN

ASEAN6

Pakistan

Nepal

APO20

Singapore

Myanm

ar

Thailand

Fiji

Hong Kong

Korea

ROC

Iran

US

Japan

Brunei

0.9 1.0

0.1

1.30.5 0.2 0.5 0.1 0.8

0.10.3

0.20.3

0.2

0.6 1.00.4 0.4 0.4

1.30.4

0.8 0.3

−0.9

0.7

0.2 0.3

0.7 0.4 0.8

0.2

0.1

1.20.3

0.1

0.8

0.7 1.0 0.80.7

0.7

0.7 0.50.1

0.4 0.4

1.80.3

1.0 1.30.8 0.8

0.50.1

1.6 0.30.6 0.5

0.5 0.2 0.2

0.2 −0.1

0.2

0.5

0.2

0.1

0.2 0.3 0.20.3

0.2

0.2 0.3

0.10.2

0.2

0.2 0.30.3

0.10.1 0.1 0.4

0.3

0.5

0.20.1 0.1

0.0

0.1

0.3 1.1

3.63.6

4.3

3.3

3.84.3

3.7

3.02.9 4.2 3.6

3.43.5

4.5

4.1

3.13.2

3.1

0.7

2.4 2.32.0

6.51.4

0.70.5

1.4

0.1

1.6 0.4

2.8

2.0

1.92.5

1.31.3 0.6

1.1

1.81.4 0.4 0.8

1.7 1.1 0.2

−1.5

0.50.0

−0.3

2.4

0.6 0.6 0.3

−3.3

0.6

1.21.5

0.5

1.1

−0.1

0.4

0.7

−4.1

7.9

7.4 7.36.9

6.5 6.4 6.26.0 6.0

5.6 5.6 5.5 5.4 5.3 5.3 5.14.9 4.8

4.4 4.44.2 4.1 4.0

3.2 3.1 2.9 2.92.5

2.2 2.1

1.1

−0.2

Page 55: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 27

Pemetaan Kondisi Saat Ini

Berbagai data di atas menunjukkan bahwa Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan dan rintangan yang harus dilewati untuk dapat menuju Indonesia yang maju dan berdaya saing dengan berlandaskan iptek sebagai motor pembangunan, sesuai dengan visi-misi Indonesia 2045. Perbaikan ekosistem pengetahuan dan inovasi menjadi hal yang sangat esensial. Sejalan dengan semangat itu, disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Iptek membawa harapan baru bagi percepatan pembangunan sosial-ekonomi yang berbasis pada dukungan iptek. Perbaikan mendasar dari undang-undang sebelumnya antara lain substansi, ruang lingkup, dan muatan materi yang terkait dengan penguatan sistem iptek nasional, yang meliputi pengaturan perencanaan dan pengawasan, tata kelola kelembagaan, sumber daya, jaringan, pendanaan, dan pelayanan iptek.

Namun, untuk Indonesia, seperti negara lain pada umumnya yang menganut sistem hukum model Eropa Kontinental, sebagian besar materi yang terdapat dalam undang-undang tersebut membutuhkan peraturan pelaksana agar dapat merinci pengaturan dan mengoperasionalkannya. Kondisi yang terjadi saat ini adalah belum adanya peraturan pelaksana yang ditetapkan, bahkan bisa menjadi lebih lama karena merebaknya COVID-19 di Indonesia, mengingat prioritas utama negara saat ini adalah penanganan pandemi. Artinya, muatan materi dalam undang-undang tersebut belum sepenuhnya dapat diterapkan.

2.3.1 PENGETAHUAN UNTUK KEBIJAKAN PUBLIK

Di luar pemanfaatan sains teknologi untuk tujuan pembangunan, pemanfaatan pengetahuan juga terus dioptimalkan untuk meningkatkan kualitas kebijakan. Salah satu elemen utama di dalamnya adalah meningkatkan kapasitas SDM sebagai aparatur negara.

Upaya tersebut kini bisa lebih ditingkatkan setelah adanya UU Aparatur Sipil Negara. Regulasi tersebut memungkinkan adanya posisi strategis untuk peningkatan kualitas kebijakan yang difasilitasi oleh Lembaga Administrasi Negara, dengan adanya jabatan analis kebijakan yang berperan untuk melaksanakan kajian dan analisis kebijakan. Perekrutan dimulai pada 2014 dengan tujuan mendapatkan 300 analis di pemerintah pusat dan daerah pada akhir 2015. Namun efektivitasnya masih perlu ditingkatkan dengan menghilangkan pemisahan antara staf teknis dan staf manajerial, seperti yang telah dibahas di bagian atas (Sherlock dan Djani 2015). Jumlah analis kebijakan di pemerintah hingga Januari 2021 berjumlah 1.533 orang (data Lembaga Administrasi Negara (LAN), Januari 2021).

Hingga kini, upaya untuk mengoptimalkan fungsi analis kebijakan, riset, tenaga ahli sudah terlihat namun masih perlu ditingkatkan. Selain mempermudah perekrutan, aspek lain yang perlu didorong adalah membudayakan pengambil keputusan dimulai dari tingkat eselon 3 (sekarang menjadi pejabat fungsional) untuk memanfaatkan pengetahuan yang dimiliki di ranah internal (Datta dkk, 2016). Hal ini tidak sepenuhnya mudah lantaran arus pengetahuan penelitian bermutu tinggi yang terbatas dan aturan serta praktik pengadaan yang berat. Sebagian besar diakibatkan oleh kelemahan dalam aparatur sipil, yang tidak didukung oleh perekrutan, pelatihan, promosi, dan kompensasi berbasis merit atau kompetensi.

Page 56: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi28

Pemetaan Kondisi Saat Ini

Berdasarkan kajian yang dilaksanakan oleh oleh Knowledge Sector Initiative (KSI), ketika membuat dan menyusun kebijakan, pengambil keputusan yang bekerja di eksekutif rata-rata lebih sering menggunakan data statistik/ administratif diikuti oleh kajian penelitian, saran ahli, dan persepsi serta pengalaman warga. Pengambil keputusan yang bekerja di lembaga legislatif cenderung lebih sering menggunakan laporan media, diikuti dengan persepsi dan pengalaman warga, pengalaman dan pembelajaran dari implementasi kebijakan, dan data statistik/ administratif (Datta, Hendytio, Perkasa dan Basuki, 2016).

Temuan lainnya adalah, bagi pengambil keputusan, terutama dari lembaga pengatur yang memiliki sarana yang lebih sedikit untuk mengadakan penelitian secara internal, sering mencari dana penelitian dari lembaga internasional dan lembaga donor. Dalam sejumlah kasus, pengambil keputusan di lembaga legislatif cenderung lebih sering berkonsultasi pada staf ahli, diikuti dengan ahli dari perguruan tinggi, kemudian praktisi LSM.

Namun, penelitian yang dihasilkan oleh badan riset dan inovasi memerlukan proses pengendalian mutu secara formal. Walaupun demikian, rendahnya mutu penelitian dan kurangnya relevansi penelitian terhadap kebijakan, keterbatasan ahli dalam beberapa isu, dan kurangnya data mentah yang bermutu serta terbatasnya ruang politik dan ekonomi bagi pengambil keputusan untuk menerapkan beberapa saran yang ditawarkan menambah kesulitan pengambil keputusan untuk mengadakan (dan menggunakan) penelitian dan keahlian. Hal ini perlu dipermudah prosedurnya.

Di luar kebutuhan untuk menuntaskan proses reformasi birokrasi, ada beberapa capaian positif lain yang perlu dicatat. Terdapat semakin banyak perangkat untuk membantu memantau, mengukur arah pembangunan menggunakan alat ukur ilmiah. Di antaranya adalah keberadaan tiga indeks yang bisa dipakai sebagai indikator untuk mengukur perbaikan kebijakan dan pembangunan.

Indeks Ekonomi Inklusif — Indeks ini terdiri dari tiga pilar, yakni pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, pemerataan pendapatan dan pengurangan kemiskinan dan perluasan akses dan kesempatan. Jika Indeks ini secara konsisten dan kontinu diperbarui dan digunakan sebagai salah satu indikator rujukan arah pembangunan, maka upaya pembangunan inklusif niscaya berjalan berbasis bukti dan data ilmiah.

Roadmap Reformasi Birokrasi — Peta jalan perbaikan, serta pedoman evaluasi Reformasi Birokrasi sudah disahkan melalui Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 30 tahun 2018. Sebagaimana telah dibahas pada bagian sebelumnya, beberapa upaya perbaikan yang belum tuntas seperti membangun budaya birokrasi yang berbasis kompetensi aparatur sipil negeri perlu diteruskan dengan mengacu pada peta jalan tersebut.

Indeks Kualitas Kebijakan — Lembaga Administrasi Negara menyusun instrumen Indeks Kualitas Kebijakan (IKK) untuk pengukuran secara nasional sesuai dengan Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 25 Tahun 2020 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2020-2024, di mana IKK menjadi salah satu komponen dari Indeks Reformasi Birokrasi. Kebijakan berkualitas yang ingin dibangun dalam kerangka IKK adalah penyusunan kebijakan yang didukung oleh bukti-bukti (evidence-informed policymaking) yang dapat membantu pembuat kebijakan membuat keputusan yang lebih baik, dapat mencapai outcome yang lebih baik, dengan menggunakan data dan informasi secara lebih efektif. Terobosan seperti ini merupakan contoh instrumen yang dapat digunakan untuk melengkapi upaya birokrasi dalam membiasakan penggunaan data dalam penyusunan kebijakan.

Page 57: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 29

Pemetaan Kondisi Saat Ini

2.4 KERANGKA REGULASI

UU Sisnas Iptek telah disahkan sebagai pengganti UU Sisnas P3 Iptek. Tujuan UU Sisnas Iptek antara lain memajukan dan meningkatkan kualitas iptek yang menghasilkan invensi dan inovasi melalui penguatan sistem perencanaan dan pengawasan, tata kelola kelembagaan, sumber daya, jaringan, pendanaan, dan pelayanan iptek serta memperkuat sinergi antar-unsur pemangku kepentingan iptek. Untuk mewujudkan tujuan UU Sisnas Iptek tersebut, diperlukan terobosan berupa kebijakan yang diwujudkan dalam suatu regulasi yang membangun sehingga sinergi itu dapat terbentuk secara intensif dan produktif.

Beberapa poin penting yang terkait dengan kerangka regulasi dalam bagian ini tidak akan dilihat secara parsial per aktor pengetahuan yang ada, sebagaimana aktor pengetahuan itu sendiri oleh Hertz dkk. (2020) terbagi ke dalam aktor produsen pengetahuan (perguruan tinggi, lembaga penelitian, dan think tank), aktor pengguna pengetahuan (pemerintah sebagai pelaksana dan tentu industri dan sektor bisnis), aktor pemampu pengetahuan (pemerintah yang merancang regulasi dan lembaga pendanaan), serta aktor perantara pengetahuan (media, masyarakat sipil, dan sebagainya). Dalam hal ini, kerangka regulasi akan dilihat dalam perspektif antar-aktor pengetahuan yang saling terkait. Inventarisasi sejumlah regulasi terkait ekosistem pengetahuan dan inovasi dapat dibaca pada Lampiran 1.

Di dalam dokumen RPJMN 2020-2024, Pemerintah telah mengusulkan beberapa regulasi yang juga terkait dengan ekosistem pengetahuan dan inovasi yang idealnya dapat dipercepat pembahasannya. Usulan regulasi tersebut mencakup:

a. Rancangan Perpres tentang Penyederhanaan Proses Perizinan dan Peraturan Perundangan Komersialisasi Produk Inovasi;

b. Rancangan Perpres tentang Pemanfaatan Prototype Hasil Riset untuk Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah (K/L/D) dan BUMN;

c. Rancangan Perpres tentang Mekanisme Kerja Sama Antar Sumber Daya Manusia (SDM) Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) Dalam dan Luar Negeri;

d. Rancangan Perpres tentang Mekanisme Mobilisasi SDM Iptek Antar Institusi Litbang Serta dengan BUMN dan Swasta;

e. Rancangan Perpres tentang Insentif Pajak untuk Pengembangan dan Penelitian (Research and Development/R&D) Swasta, Pendapatan atas Hak Kekayaan Intelektual (HKI), dan Investasi R&D;

f. Rancangan Perpres tentang Dana Abadi Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan (Litbangjirap).

2.4.1 REGULASI TENTANG PERENCANAAN IPTEK

Mekanisme perencanaan riset dan inovasi saat ini mengikuti model perencanaan pembangunan nasional yang ketentuannya diatur dalam UU SPPN beserta turunan peraturan pelaksananya. Mekanisme tersebut membentuk model perencanaan yang cenderung dominan bersifat technology-push dan sedikit-banyak menghambat proses perencanaan riset, yang seharusnya dapat bersifat fleksibel, dinamis, dan adaptif, karena jika muaranya adalah inovasi (invensi yang termanfaatkan oleh pengguna), prinsipnya riset haruslah dapat benar-benar sejalan, mengikuti, dan mendukung kebutuhan riil industri atau pengguna.

Page 58: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi30

Pemetaan Kondisi Saat Ini

Hasil riset yang dilakukan Asmara dkk. (2019) menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia dalam mewujudkan kebijakan riset dan inovasi melalui proses perumusan muatan iptek dalam RPJMN Tahun 2015–2019 belum benar-benar melibatkan pihak industri dan pengguna.

Kondisi yang diharapkan adalah iptek tidak lagi diposisikan sebagai primary unit yang berdiri sendiri sebagai suatu sektor dalam pembangunan, melainkan merupakan unit pendukung yang embedded di setiap sektor bidang pembangunan. Pemerintah dalam hal ini juga harus dapat membangun model kebijakan perencanaan riset yang dapat mengakomodasi keterlibatan industri atau pengguna hasil-hasil riset secara efektif (market-driven), sehingga riset benar-benar dapat diposisikan sebagai unsur pendukung pembangunan untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing industri dan nasional.

Di sisi lain, UU Sisnas Iptek juga mengamanatkan pembentukan Rencana Induk Pemajuan Iptek. Dokumen ini tentu harus dibangun selaras dengan semangat tersebut dan sejalan atau terkoneksi dengan dokumen kebijakan iptek lainnya, seperti RIRN, PRN, dan muatan iptek dalam RPJMN.

2.4.2 REGULASI TENTANG PENDANAAN RISET DAN INOVASI

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, pendanaan riset dan inovasi yang berasal dari pemerintah saat ini masih mendominasi dan menjadi sumber utama pendanaan kegiatan riset dan inovasi di Indonesia, yakni lebih dari 83% pada 2018. Tidak sampai 17% pendanaan riset dan inovasi sisanya yang bersumber dari non-pemerintah. Rendahnya kemauan industri untuk berinovasi melalui aktivitas riset dan inovasi masih menjadi masalah utama, dalam hal pengguna inovasi, yang hingga saat ini masih belum dapat teratasi. Di sisi pemerintah, minimnya regulasi untuk mendukung dan insentif untuk mendorong baik lembaga riset dan inovasi maupun industri untuk berkolaborasi, berkembang, dan berinovasi melalui aktivitas riset dan inovasi masih menjadi kendala utama yang perlu ditindaklanjuti.

Pemerintah Indonesia selama ini telah mendorong industri atau swasta menginvestasikan dananya bagi kegiatan riset dan inovasi melalui insentif pemberian imbalan berupa pengurangan pajak yang cukup signifikan bagi industri tersebut. Namun, jika tidak ada upaya yang sistematis untuk mendorong perbaikan ekosistem pengetahuan dan inovasi secara menyeluruh, upaya pemerintah mendorong inovasi berbasis riset dan inovasi serta mendorong swasta melakukan investasi riset dan inovasi menjadi tidak efektif. Peningkatan pendanaan riset dan inovasi swasta haruslah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari penguatan sistem iptek nasional melalui dukungan regulasi dan insentif, sebagaimana diatur dalam peraturan pelaksanaan yang bersumber dari UU Sisnas Iptek.

Pendanaan riset dan inovasi di Indonesia saat ini dijalankan melalui dua mekanisme: pertama dan paling banyak dari pendanaan kelembagaan, dan kedua dari pendanaan proyek. Mekanisme pendanaan kelembagaan mengikuti peraturan perencanaan nasional dalam UU SPPN, sementara proses penganggarannya berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU Keuangan Negara). Setiap lembaga riset dan inovasi publik mendapat bagian pendanaan dari APBN untuk kegiatan riset dan inovasi sesuai dengan program yang telah direncanakan, yang disebut juga dengan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Dengan demikian, perlakuan terhadap kegiatan riset dan inovasi publik selama ini mengikuti skema belanja barang dan jasa pemerintah secara umum, yang dianggap menghambat pengembangan kegiatan riset dan inovasi itu sendiri; karakteristiknya kaku, teknokratis administratif, dan cenderung prosedural.

Page 59: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 31

Pemetaan Kondisi Saat Ini

Adapun pendanaan proyek di Indonesia saat ini berasal dari tiga sumber utama. Sumber pertama adalah DIPA dari Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) dengan beberapa skema program, seperti Insinas. Kemenristek/BRIN dalam hal ini lebih berperan sebagai lembaga perantara (intermediary institution) yang mengelola program riset dan inovasinya untuk dilaksanakan lembaga riset dan inovasi di bawah koordinasinya dengan mekanisme penyaluran melalui beberapa skema kompetisi atau pembentukan konsorsium riset (setidaknya hingga saat ini) sampai terbentuknya format BRIN yang baru. Setiap skema memiliki syarat, ketentuan, dan kebijakan yang diatur dalam peraturan menteri, sementara mekanisme distribusinya bersifat kompetitif melalui seleksi kelayakan proposal.

Sumber kedua adalah Dana Ilmu Pengetahuan Indonesia (DIPI), lembaga pendanaan riset independen di bawah naungan AIPI yang bertujuan meningkatkan ekosistem riset nasional melalui pendanaan riset yang berdaya saing, fleksibel, dan berkelanjutan, dalam upaya meningkatkan kualitas riset fundamental terdepan untuk membangun daya saing Indonesia di kancah dunia. DIPI diluncurkan pada 30 Maret 2016 oleh Menteri Keuangan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga AIPI. Pendirian DIPI didukung Kemenristekdikti (sekarang Kemenristek/BRIN), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Keuangan melalui Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), serta beberapa negara sahabat, seperti Amerika Serikat dan Australia.

Pembentukan DIPI didasari hasil studi yang dilakukan AIPI dan US National Academy of Sciences bahwa mekanisme pendanaan dan administrasi yang mengikuti siklus tahunan APBN menghambat peneliti untuk memberikan kemampuan terbaik (DIPI, 2018). Sebagai lembaga pendanaan riset independen, DIPI dapat menghimpun dana dari sektor non-pemerintah nasional dan internasional serta mengelolanya secara terpisah dari siklus tahunan APBN. Dalam menjalankan misinya, DIPI memberikan hibah riset kepada peneliti Indonesia melalui kompetisi terbuka berbasis sistem kepatutan berstandar internasional yang melibatkan tenaga ahli nasional dan internasional.

Sumber ketiga adalah mekanisme dana abadi penelitian sesuai dengan mandat yang diamanatkan dalam UU Sisnas Iptek. Bahkan, sejak 2019, pemerintah juga telah mengalokasikan dana abadi sebesar Rp 990 miliar11 yang akan digunakan khusus untuk kegiatan riset dan inovasi. Namun, jumlah nominal tersebut bukanlah nilai yang dapat langsung digunakan untuk keperluan kegiatan riset dan inovasi, melainkan hanya nilai investasi yang akan dikelola dengan penempatan pada deposito, surat berharga negara atau instrumen lain. Sedangkan return on investment (ROI) akan menjadi nilai nominal yang dapat digunakan untuk kegiatan riset dan inovasi. Penanaman modal tersebut dikelola minimal satu tahun, sehingga pemanfaatan ROI dari dana abadi tahun berjalan dapat dilakukan pada tahun berikutnya.

Anggaran yang disediakan pemerintah selama ini kurang ideal untuk pendanaan penelitian yang sedang berjalan karena bergantung pada siklus tahunan APBN. Keterbatasan kemampuan yang dimiliki pemerintah di satu sisi, selain terdapat tuntutan kepada pemerintah agar terus meningkatkan besaran pendanaan riset dan inovasi, direspons pemerintah antara lain dengan mengeluarkan skema dana abadi penelitian. Adanya dana abadi penelitian yang dana investasinya akan terus bertambah tanpa harus bergantung pada APBN—karena hanya menggunakan bunga (ROI) untuk mendanai kegiatan riset dan inovasi—diharapkan dapat mengatasi permasalahan tersebut. Dengan melihat kondisi itu, dapat disimpulkan bahwa pada 2019, sebagai sebuah skema baru, dana abadi

11 Dalam APBN Tahun 2020 (tahun kedua), pemerintah mengalokasikan kembali Rp 5 triliun sehingga total uang yang diinvestasikan menjadi Rp 5,99 triliun.

Page 60: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi32

Pemetaan Kondisi Saat Ini

penelitian tersebut belum dapat digunakan untuk kegiatan riset dan inovasi karena masih dalam bentuk investasi.

Persoalan berikutnya adalah belum adanya mekanisme tata kelola dana abadi penelitian. Sebagai sebuah skema baru, saat ini dana abadi penelitian belum memiliki dasar hukum yang kuat untuk dapat dioperasionalkan. Pertama, amanat pengaturan sebenarnya tertuang dalam Pasal 62 UU Sisnas Iptek dan perlu diatur lebih lanjut melalui peraturan presiden (perpres). Namun, hingga saat ini, perpres tersebut nyatanya belum ada. Kedua, pengaturan dana abadi saat ini hanya khusus untuk pendidikan, sebagaimana tertuang dalam Perpres Nomor 12 Tahun 2019 tentang Dana Abadi Pendidikan. Peraturan ini juga menjadi dasar hukum utama bagi LPDP dalam mengelola dana abadi pendidikan. Selama perpres ini masih berlaku, dan tanpa kebijakan lain dari pemerintah, tidak ada satu lembaga pun (termasuk LPDP) yang dapat mengelola dana abadi penelitian karena belum ada regulasi yang mengaturnya. Dengan kata lain, dana abadi penelitian belum memiliki “tempat tinggal”, mekanisme, desain, dan pengaturan untuk dioperasionalkan. Hingga akhir tahun 2020, dana abadi penelitian masih dikelola di bawah Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dan anggarannya sendiri ditempatkan di Rekening Kas Umum Negara.

2.4.3 REGULASI TENTANG TATA KELOLA KELEMBAGAAN RISET DAN INOVASI PUBLIK

Kondisi selanjutnya terkait dengan banyaknya lembaga riset dan inovasi publik yang tersebar, baik berupa lembaga penelitian langsung di bawah presiden (LPNK iptek) maupun unit riset dan inovasi di lingkungan kementerian/lembaga dan perguruan tinggi. Setidaknya ada enam lembaga penelitian yang berada langsung di bawah presiden (empat di antaranya di sektor tertentu) dan hampir setiap kementerian/lembaga memiliki unit litbang. Sampai saat ini, koordinasi program riset dan inovasi hanya terjadi di LPNK iptek, yakni di bawah koordinasi Kemenristek/BRIN.

Namun, hingga saat ini, hal tersebut juga belum berjalan maksimal mengingat Kemenristek/BRIN secara yuridis tidak memiliki kewenangan yang kuat untuk menyinergikan lembaga penelitian di bawah koordinasinya karena kewenangan program riset dan inovasi dan DIPA sepenuhnya masih terdapat di institusi masing-masing. Hal ini menyebabkan program-program tumpang-tindih antar lembaga, bahkan terlihat bersaing, alih-alih berkolaborasi. Fungsi yang dominan melekat di Kemenristek/BRIN praktis hanya mengoordinasi LPNK iptek serta merumuskan dan menetapkan berbagai kebijakan yang terkait dengan riset dan inovasi. Penyempurnaan tata kelola kelembagaan riset dan inovasi merupakan bagian dari sistem iptek nasional yang sedang dalam proses penyusunan peraturan pelaksanaannya.

UU Sisnas Iptek mengamanatkan integrasi penyusunan perencanaan, program, anggaran, serta sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan di Indonesia di bawah naungan Kemenristek/BRIN. Hal ini dilakukan untuk memastikan keberlanjutan kegiatan riset dan inovasi satu arah guna meningkatkan kapasitas riset dan inovasi dalam pembangunan nasional. Namun, makna “integrasi” dalam amanat ini memunculkan beberapa persepsi tentang bagaimana seharusnya mandat itu dilakukan, yang pada akhirnya melahirkan dua pilihan utama tata kelola. Pertama, amanat integrasi diartikan sebagai integrasi kelembagaan. Dalam hal ini, semua (atau mungkin beberapa) lembaga litbang publik akan dilebur ke dalam struktur organisasi Kemenristek/BRIN. Opsi ini paling mungkin dilakukan karena bersumber dari kemauan politik presiden terpilih, Joko Widodo. Meskipun demikian, harus disadari bahwa integrasi struktural membutuhkan proses yang panjang dan komprehensif agar benar-benar dapat terlaksana dengan baik.

Page 61: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 33

Pemetaan Kondisi Saat Ini

Kedua, amanat integrasi tidak diartikan sebagai integrasi kelembagaan, tetapi hanya integrasi program dan pendanaannya. Artinya, lembaga riset dan inovasi publik tetap pada posisinya saat ini, tetapi kewenangan dalam penyusunan program riset dan inovasi dan anggarannya sepenuhnya diambil alih Kemenristek/BRIN. Dengan kata lain, lembaga litbang publik hanya akan bekerja untuk melaksanakan apa yang telah direncanakan Kemenristek/BRIN. Lembaga litbang publik tidak memiliki program riset dan inovasi dan pendanaannya. DIPA mereka sendiri hanya akan digunakan untuk penguatan dan pengembangan sumber daya riset dan inovasi, seperti infrastruktur, kompetensi sumber daya peneliti dan iptek lainnya, serta jejaring dan kemitraan iptek. Beberapa pihak juga menyebut opsi ini sebagai "penguatan koordinasi". Namun, opsi ini memiliki kelemahan utama karena tidak dapat mengintegrasikan unit litbang di bawah kementerian/lembaga, yang kenyataannya justru proporsinya lebih banyak daripada jumlah lembaga penelitian di LPNK iptek, yang disebabkan oleh tidak adanya garis komando antara Kemenristek/BRIN dan unit litbang kementerian. Bagaimanapun, unit litbang tersebut akan bekerja berdasarkan tugas yang diberikan kementeriannya masing-masing.

Dalam hal ini, integrasi ataupun penguatan koordinasi lembaga riset dan inovasi, baik LPNK iptek maupun unit litbang di kementerian teknis di bawah Kemenristek/BRIN, bertujuan memastikan keberlanjutan kegiatan riset dan inovasi satu arah guna meningkatkan kapasitas riset dan inovasi dalam pembangunan nasional.

2.4.4 REGULASI TENTANG MOBILITAS PENELITI ASN KE INDUSTRI

Perekonomian Indonesia saat ini masih mengandalkan ekonomi komoditas sebagai tumpuan ekspor. Fakta tentang industri Indonesia menunjukkan masih rendahnya nilai tambah industri, serta sebagian besar ekspor Indonesia bersumber dari industri dengan intensitas teknologi rendah. Survei Inovasi (2015) menunjukkan bahwa hanya terdapat kurang dari 10% pelaku riset dan inovasi di industri teknologi tinggi dan menengah tinggi serta minim sekali atau kurang dari 10% industri yang berkolaborasi dengan lembaga riset dan inovasi publik. Implikasinya, kemampuan inovasi dan kapasitas riset dan inovasi industri belum terbangun dengan baik, yang berimplikasi pada daya saing industri. Di sisi lain, terdapat ketimpangan kualifikasi peneliti di industri dan lembaga riset dan inovasi publik. Peneliti dengan kualifikasi tinggi (doktor) lebih banyak tersedia di lembaga riset dan inovasi publik dan akademisi, sementara di industri proporsinya masih minim.

Mengacu pada realitas tersebut, diperlukan sebuah terobosan untuk mendorong interaksi dan sinergi lembaga riset dan inovasi publik, baik litbang kementerian, LPNK iptek, maupun perguruan tinggi, dengan industri nasional. Salah satunya melalui mobilitas peneliti aparatur sipil negara (ASN) ke industri. Namun, selama ini, interaksi itu masih semu dan lebih bersifat individual karena terganjal oleh sejumlah peraturan. Kendati Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN mengatur isu mobilitas secara cukup dinamis, namun ketiadaan dan belum tuntasnya pembahasan terkait peraturan pelaksanaannya menjadi ganjalan untuk mewujudkan mobilitas peneliti tersebut. Di sisi lain, sistem informasi kepakaran peneliti belum terbangun dengan baik, kebutuhan peneliti di industri belum terpetakan, strategi atau program mobilitas belum terbangun, dan belum ada pengakuan bagi peneliti yang memberikan asistensi bagi industri. Sementara itu, sejumlah negara ASEAN, seperti Thailand dan Singapura, telah mendorong terbangunnya mobilitas peneliti ke industri dengan tujuan mendorong munculnya inovasi yang bermanfaat bagi daya saing industri di negaranya.

Page 62: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI
Page 63: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 35

3.1 PERTUMBUHAN INKLUSIF BERBASIS INOVASI

Aktivitas riset dan inovasi (dalam definisi Romer, 1986), yang menunjukkan keputusan kolektif suatu bangsa untuk merealokasikan sumber dayanya demi kepentingan penciptaan pengetahuan, memang bukan satu-satunya faktor penentu penciptaan inovasi yang kondusif dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.

Terinspirasi oleh pendapat ahli ekonomi politik Joseph Schumpeter bahwa pertumbuhan ekonomi disokong oleh invensi dan inovasi, para ahli ekonomi evolusioner mengemukakan bahwa besaran investasi riset dan inovasi perlu juga didukung sistem inovasi yang baik (Mazzucato, 2015). Sistem inovasi didefinisikan sebagai jaringan atau network dari berbagai institusi (baik swasta maupun publik) yang aktivitas dan interaksinya satu sama lain menginisiasi, mengimpor, memodifikasi, dan mendifusikan teknologi-teknologi baru.

Konsep ini melengkapi endogenous growth theory dengan mensyaratkan bahwa bukan hanya stok pengetahuan (melalui investasi riset dan inovasi) yang penting, melainkan bagaimana sirkulasi pengetahuan dan difusinya di semua sektor perekonomian.

Mazzucato (2015) mencontohkan bagaimana Rusia yang pada suatu masa pengeluaran riset dan inovasinya lebih besar daripada Jepang, tetapi tidak sebaik Jepang dalam inovasi yang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Ini karena Jepang lebih berhasil mendorong sirkulasi dan difusi pengetahuannya ke sektor-sektor ekonomi yang lebih luas. Pentingnya sistem inovasi mensyaratkan sinergi dari semua aktor sistem inovasi, terutama sinergi dan keseimbangan peran antara sektor publik dan sektor swasta.

Selain pentingnya sistem inovasi, penting juga memastikan bahwa pertumbuhan berbasis inovasi bersifat inklusif. Untuk membahas hal ini, kita perlu mendiskusikan keterkaitan distribusi pendapatan atau ketimpangan dengan perubahan teknologi. Jika pemerataan berdampak positif terhadap inovasi dan akhirnya perubahan teknologi, pemerataan akan bersifat growth-enhancing (memperkuat pertumbuhan) dan ketimpangan akan bersifat growth-inhibiting (menurunkan pertumbuhan).

Rupanya, banyak teori yang mengemukakan pandangan yang berbeda dengan Kaldor dan Kuznets tentang dampak ketimpangan terhadap pertumbuhan. Bahkan, di buku teks ekonomi terpopuler yang ditulis Michael Todaro dan Stephen Smith (2011), disebutkan setidaknya ada dua argumen mengapa ketimpangan, terutama di negara berkembang, tidak sehat untuk pertumbuhan ekonomi. Pertama, dalam perekonomian dengan ketimpangan tinggi, proporsi orang yang tidak punya akses terhadap pinjaman cenderung lebih besar. Jika proporsi mereka yang memiliki credit constraint tersebut cukup

PRINSIP-PRINSIP YANG DIUSUNG3

Page 64: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi36

Prinsip-Prinsip yang Diusung

besar, akan makin banyak yang tidak bisa membuka usaha serta tidak sanggup menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang yang tinggi. Akhirnya, secara nasional, pembentukan modal manusia (human capital) menjadi terhambat. Padahal, human capital adalah elemen terpenting dari new growth theory yang dikemukakan Robert Lucas. Inovasi akan terhambat dan perubahan teknologi menjadi terbatas. Padahal, berdasarkan teori pertumbuhan baru, hanya perubahan teknologi yang mampu mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan.

Alasan kedua menurut Todaro dan Smith (2011) lebih bersifat institusional. Ketimpangan tinggi cenderung dibarengi dengan rusaknya stabilitas dan solidaritas sosial. Ketimpangan tinggi menambah kekuatan elite politik serta menyuburkan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kekuatan elite politik ini umumnya digunakan buat memfasilitasi aktivitas perburuan rente yang merusak insentif untuk berinovasi. Kembali pertumbuhan ekonomi akan terhambat.

Selain kedua argumen tersebut, masih ada beberapa argumen yang intinya searah dengan temuan-temuan empiris baru tentang dampak ketimpangan terhadap pertumbuhan ekonomi. Di antaranya, di negara yang timpang, rakyatnya cenderung akan menuntut redistribusi pendapatan, dan redistribusi pendapatan mengurangi produktivitas. Argumen lain terkait dengan stabilitas sosial-politik yang bisa berdampak pada stabilitas ekonomi makro.

Dari berbagai teori di atas, yang paling relevan dalam konteks Indonesia adalah yang terkait dengan terhambatnya pengembangan modal manusia, yang aspeknya bisa diperluas tidak hanya ke pendidikan, tetapi juga ke malnutrisi, di mana Indonesia mengalami masalah besar. Padahal, pendapatan per kapita Indonesia relatif lumayan dibandingkan dengan negara seperti Kamboja, yang ternyata mempunyai masalah malnutrisi yang tidak sebesar kita. Ini jelas tanda-tanda bahwa ketimpangan di Indonesia sudah demikian parah dan menghambat perkembangan kognitif anak-anak dan selanjutnya perkembangan modal manusia.

Gambar berikut ini mencoba merangkum hal tersebut. Target yang hendak dicapai tentu adalah pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Bukti-bukti empiris di berbagai negara, terutama negara-negara yang sekarang masuk kategori negara maju, menunjukkan bahwa produktivitas (misalnya yang diukur dengan total factor productivity) menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi.

GAMBAR 12. KEADILAN, INOVASI, DAN PERTUMBUHAN

Sumber: Adaptasi tim

PertumbuhanEkonomi Tinggi

Keadilan/ Pemerataan

ProduktivitasNEGARA

Facilitation/Right Institutions

Pemerataan Kesempatan

Pembangunan Manusia

TalentPool

R&D Sectors

Kesehatan

Pendidikan

Universitas

Prakondisi

SoftwareHardware

Wetware

Page 65: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 37

Prinsip-Prinsip yang Diusung

Teori-teori pertumbuhan baru juga mendukung argumentasi bahwa peningkatan produktivitas melalui perubahan teknologi (technical change) yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara permanen. Peningkatan produktivitas ini tentu terjadi karena adanya inovasi.

Inovasi dipengaruhi dua hal. Yang pertama tentu lingkungan pendukung inovasi, yang perlu dibangun negara, juga tanpa mengecualikan peran negara untuk melakukan atau mensponsori riset atau agensi-agensi riset tertentu (Mazzucato, 2015). Teori pertumbuhan ekonomi baru (new growth theory) menyatakan bahwa sumber daya harus lebih banyak dialokasikan untuk riset dan ini memerlukan sistem insentif yang baik karena sering manfaat riset terasa di jangka panjang. Dengan demikian, negara perlu berperan dalam membuat lingkungan pendukung yang kondusif untuk inovasi.

Di sinilah literatur yang membahas the deep determinants of growth (institutions, openness, and geography) menjadi penting untuk ditelusuri, terutama yang terkait dengan penciptaan institusi yang sehat untuk inovasi.

Faktor penting dalam peningkatan inovasi tentu adalah manusia berkualitas yang terangkum dalam apa yang disebut modal manusia atau human capital. Modal manusia yang terakumulasi tinggi menciptakan inovasi yang lebih baik. Pembentukan modal manusia tentu melalui pendidikan (dan pelatihan) serta peningkatan kesehatan, terutama yang terkait dengan pembentukan kemampuan kognitif dan inteligensi. Di sini, misalnya, peran nutrisi sejak balita bahkan sejak dalam kandungan menjadi penting. Akses terhadap pendidikan dan kesehatan inilah yang harus dipastikan merata melalui pemerataan kesempatan. Dengan pemerataan kesempatan inilah akan tercapai pemerataan akumulasi modal manusia. Inovasi akan lebih banyak terjadi jika modal manusia terdistribusi lebih merata.

Keadilan sendiri dicapai tidak harus melalui pemerataan pendapatan, tetapi lewat pemerataan kesempatan, yang dalam hal ini kesempatan dalam meningkatkan kualitas individu sebagai human capital. Di sinilah negara harus menjamin dengan sesungguhnya pendidikan anak-anak dari kelompok tidak beruntung. Demikian pula kesehatan dan asupan gizi, agar perkembangan kognitif mereka tidak terganggu. Dalam hal inilah keadilan diwujudkan.

Paradigma yang terangkum dalam Gambar 12 jelas sekali tidak menempatkan keadilan setelah pertumbuhan karena justru keadilanlah yang menjadi prasyarat pertumbuhan yang tinggi. Bukan pertumbuhan yang berkeadilan, bukan pertumbuhan dengan pemerataan, melainkan keadilan untuk pertumbuhan.

Konsep penempatan keadilan di atas pertumbuhan mulai banyak dikemukakan ekonom belakangan ini, terutama terinspirasi oleh meningkatnya ketimpangan di negara-negara maju, termasuk Amerika Serikat. Heather Boushey, Direktur Washington Center for Equitable Growth, dalam bukunya, Unbound: How Inequality Constricts Our Economy and What We Can Do about It, berdasarkan literatur-literatur terkini, menyimpulkan bahwa mengatasi ketimpangan justru adalah prasyarat tercapainya pertumbuhan ekonomi yang konsisten melalui peningkatan inovasi.

Tingkatan atau status sosial seorang anak akan menentukan future economic outcome. Persisnya, ini akan memblok proses pembentukan productivity gains dan pada akhirnya pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Setidaknya mekanisme tersebut terjadi melalui penghadangan (obstruction) potensi inovator (lihat Boks 2); penghadangan di pasar entrepreneurship; penghadangan di tempat kerja; penghadangan di tempat-tempat tertentu.

Page 66: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi38

Prinsip-Prinsip yang Diusung

BOKS 2. PARA EINSTEIN YANG HILANG

Dalam artikel berjudul “Who Becomes an Inventor in America? The Importance of Exposure to Innovation” yang terbit di Quarterly Journal of Economics, Alex Bell, Raj Chetty, Xavier Jaravel, Neviana Petkova, dan John Van Reenen menganalisis data 1,2 juta penemu (inventor) dari catatan paten yang terkoneksi dengan data pajak. Ini memungkinkan para penulis mengklasifikasi 1,2 juta penemu itu dengan kondisi sosial-ekonominya saat usia sekolah. Hasil studinya cukup mengejutkan.

GAMBAR 13. INVENTOR PER 1.000 BERDASARKAN SKOR TES MATEMATIKA DAN KELOMPOK EKONOMI

Sumber: Bell dkk. (2019, Gambar IV)

Seperti terlihat pada Gambar 13 di atas, tampak bahwa di antara anak-anak yang kemampuannya sama (misalnya hasil ujian matematikanya sama), kemungkinan seorang anak menjadi inventor akan jauh lebih tinggi kalau dia berasal dari keluarga yang penghasilan orang tuanya tinggi. Ini menunjukkan bahwa ketimpangan ternyata bisa sangat mahal dampaknya dan jelas akan mengurangi pertumbuhan ekonomi. Lebih jauh, Bell dkk. (2019) menyimpulkan, “If women, minorities, and children from low-income families were to invent at the same rate as white men from high-income families, there would be four times as many inventors in the United States as there are today.”

8

6

4

2

0

-2 -1 0 1 2

90th Percentile

Inve

ntor

s pe

r Tho

usan

d

3rd Grade Math Test Score (Standardized)

Parents Income Below 80th Percentile Parents Income Above 80th Percentile

Page 67: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 39

Prinsip-Prinsip yang Diusung

3.2 KEBIJAKAN PUBLIK BERBASIS BUKTI

Upaya meningkatkan penggunaan bukti dan data dalam perumusan kebijakan sudah makin meningkat dalam beberapa tahun terakhir (KSI, 2018). Setidaknya beberapa studi mengenai pembuatan kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy making) di Indonesia menyimpulkan bahwa jalan bagi pembuatan kebijakan yang berkualitas makin terlihat (ODI, 2011; KSI, 2018; KSI, 2016).

BOKS 3. PRINSIP DALAM MEMBUDAYAKAN KEBIJAKAN BERBASIS BUKTI

Prinsip yang perlu digarisbawahi dalam upaya membudayakan kebijakan berbasis bukti adalah sebagai berikut.

• Penggunaan data untuk tujuan bersama;• Pentingnya harmonisasi data;• Kemudahan akses data, baik bagi pemerintah maupun publik;• Governance yang baik adalah yang bersifat impersonal. Tidak ada ruang bagi prinsip patron-

klien dalam pengambilan keputusan;• Kecepatan pembuatan kebijakan akan berbanding lurus dengan kualitas data—jika data

tersebut memang bisa diakses secara terbuka;• Dokumen-dokumen publik yang menjadi landasan kebijakan harus berdasarkan data yang

terbuka untuk publik, contohnya naskah akademik;• Kualitas kebijakan akan meningkat jika infrastruktur informasi yang dibangun pemerintah

memang digunakan, contohnya open data, one data;• Pengetahuan akan tercipta jika pengetahuan yang sudah ada digunakan.

Dalam sebuah studi yang dilakukan Knowledge Sector Initiative (KSI) mengenai jurnal kebijakan, terungkap bahwa sebagian besar akademisi merasa bahwa pembuat kebijakan akan merujuk pada jurnal Prisma sebagai sumber data. Ketika dikonfirmasi dengan kalangan pembuat kebijakan di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), terbukti bahwa Prisma memang salah satu referensi yang dipercaya kalangan birokrat (Rakhmani, Siregar, dan Halim, 2017). Referensi seperti Bulletin of Indonesian Economic Studies (BIES) juga merupakan sumber yang dipercaya. Hal ini setidaknya menunjukkan bahwa data yang akurat dan sahih tetap menjadi pijakan penting bagi pemerintah untuk mengambil arah keputusan.

Studi Overseas Development Institute (ODI) pada 2011 juga menunjukkan bahwa birokrasi makin membuka diri terhadap data dan pengetahuan untuk meningkatkan kualitas kebijakan. Temuan pentingnya adalah kemauan untuk menggunakan data dan bukti dalam pembuatan kebijakan juga didorong kepentingan mengambil manfaat jangka pendek yang dapat berbentuk (1) insentif ekonomi, (2) reputasi lembaga dan pribadi, serta (3) peningkatan legitimasi argumentasi (ODI, 2011).

Hanya, jarang ada pembahasan mengenai keengganan menggunakan data. Sebab, penggunaan data dan informasi tidak bisa sepenuhnya lepas dari motivasi normatif. Pembuat kebijakan juga memiliki beberapa pertimbangan tertentu dalam menggunakan data, pada saat sebuah kebijakan seharusnya menguntungkan publik.

Page 68: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi40

Prinsip-Prinsip yang Diusung

Untuk mengurai letak hambatan dan pendorong kebijakan yang berbasis bukti, bagian berikut ini akan memaparkannya secara sekilas.

FAKTOR PENGHAMBAT

• Minimnya dorongan struktural: keengganan menggunakan data dan bukti;• Transparansi yang belum menyeluruh;• Faktor ekonomi-politik: birokrasi yang belum cukup transparan sehingga mudah dimanfaatkan

kepentingan yang tidak sejalan dengan agenda pembangunan;• Keterbatasan waktu.

FAKTOR PENDORONG

Diperlukan terobosan dan perubahan pola pikir untuk bisa mengatasi poin-poin penghambat di atas. Kabar baiknya, berbagai inisiatif serta kebijakan telah didorong pemerintah untuk memanfaatkan data yang lebih berkualitas demi pembuatan kebijakan yang lebih baik. Perkembangan tersebut perlu dimaksimalkan. Keberadaan kerangka regulasi serta infrastruktur informasi yang sudah makin memadai menjadi pendorong utama:

• Regulasi pendorong: Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik;• Open data/open government;• Memperbanyak riset ataupun program pemerintah yang bersifat lintas sektor, sehingga

memaksa penggunaan data sebagai acuan bersama;• SDM profesional yang bekerja berdasarkan informasi berkualitas dan norma keterbukaan.

Yang perlu dilakukan sekarang adalah menjadikan kebijakan yang dibuat berlandaskan bukti sebagai norma dalam kerangka besar governance. Hal ini, meski sudah didorong berbagai inisiatif, belum sepenuhnya diterapkan kementerian/lembaga.

CERITA SUKSES

Ada dua contoh yang dapat dijadikan pembelajaran mengenai pentingnya pengetahuan untuk pembuatan kebijakan: Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Sebagai sebuah upaya, keberadaan BKF dan TNP2K sebagai contoh tentu tidak sempurna. Namun, setidaknya dari keduanya dapat dipetik tiga pembelajaran:

• Adanya sebuah tujuan bersama dapat membangun sinergi lintas sektor;• Untuk mencapai sasaran yang besar, data berkualitas mutlak diperlukan;• Keberadaan unit penunjang hanya akan efektif jika disesuaikan dengan kebutuhan internal.

1. TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

Salah satu lembaga atau unit kerja pemerintah yang mandatnya menghasilkan data demi kebijakan yang berkualitas adalah Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Unit ini bekerja secara lintas sektor dan lintas kementerian/lembaga dengan sebuah tujuan yang sifatnya nasional, yaitu perbaikan upaya bersama dalam mengurangi angka kemiskinan. Rangkaian upaya tersebut didasari keinginan untuk, pertama-tama, memiliki basis data yang lebih akurat mengenai berbagai sebab ataupun upaya mengurangi kemiskinan.

Page 69: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 41

Prinsip-Prinsip yang Diusung

Keberadaan TNP2K tidak berarti bahwa semua tujuan pembangunan harus dijawab dengan pendirian sebuah unit kerja atau lembaga khusus. Namun, jika untuk sebuah sasaran tertentu diperlukan kerja sama jangka panjang yang bersifat lintas sektor, unit penyelaras seperti TNP2K bisa dipertimbangkan. Cara lain untuk mendorong kerja sama lintas sektor adalah pendanaan program (atau riset) yang sifatnya lintas pemangku kepentingan, sehingga memaksa adanya sinergi antar-kementerian/lembaga.

2. BADAN KEBIJAKAN FISKAL

Badan Kebijakan Fiskal (BKF) adalah unit setingkat eselon 1 di bawah Kementerian Keuangan. Unit ini lahir setelah melewati berbagai rangkaian perubahan internal, sampai akhirnya pada 2006 mengalami transformasi terakhir dari Badan Pengkajian Ekonomi, Keuangan, dan Kerja Sama Internasional (Bapekki) menjadi BKF. Tugas utamanya adalah menjadi unit perumus rekomendasi kebijakan dengan basis analisis dan kajian.

BKF layak dijadikan contoh karena, sebagai unit penunjang berbasis riset yang difungsikan Kementerian Keuangan, keberadaannya efektif dalam perumusan policy yang dikeluarkan Kementerian Keuangan. Di luar itu, para analis BKF melakukan riset yang juga dikonsultasikan dengan publik. Contohnya, BKF rutin terlibat dalam berbagai diskusi Forum Kajian Pembangunan yang bersifat ilmiah tetapi juga problem solving. Singkat kata, BKF dapat dijadikan contoh badan litbang internal kementerian yang efektif.

3.3 ISU LINTAS KOMPONEN

Berbagai studi mengungkapkan bagaimana pembuatan kebijakan berbasis bukti masih terhambat oleh persoalan-persoalan struktural yang menjangkiti lembaga penghasil pengetahuan (Guggenheim, 2012; Nugroho dkk., 2016). Persoalan ini mencakup infrastruktur riset yang belum memadai. Dalam proses produksi pengetahuan, permasalahan struktural dapat dilihat pada jalur dan jenjang karier profesional periset yang belum jelas serta lemahnya sistem insentif berbasis merit pada lembaga-lembaga perguruan tinggi dan litbang (Rakhmani dan Siregar, 2016). Konsekuensi dari persoalan struktural ini mengakibatkan minimnya produk pengetahuan yang berkualitas dan tepat sasaran.

Pada sisi pemanfaatan produk pengetahuan, karena reformasi birokrasi lembaga pemerintah belum diterapkan secara merata antar-kementerian, para konsultan dan peneliti profesional dari sektor swasta lebih tanggap menjawab kebutuhan para pembuat kebijakan (Rakhmani dan Sakhiyya, 2020). Konsekuensi dari praktik ini adalah adanya diskoneksi antara periset di lembaga penghasil pengetahuan yang didanai APBN dan para pembuat kebijakan di pemerintahan. Berbagai diskoneksi ini mempersulit gerak gesit sektor pengetahuan untuk mengatasi ketimpangan sebagai tantangan utama pembangunan (RPJMN Bappenas 2020-2024).

Sementara permasalahan struktural yang menghambat efektivitas produksi sektor pengetahuan belum tuntas, pemerintah Indonesia dituntut melakukan pemulihan kesehatan dan ekonomi pasca-COVID-19. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 mengenai Program Pemulihan Ekonomi Nasional adalah salah satu rangkaian upaya pemerintah untuk mengurangi dampak COVID-19 yang erat kaitannya dengan sektor pemerintahan. Menteri Riset dan Teknologi/BRIN menekankan bahwa inovasi dalam kecerdasan buatan untuk mengarusutamakan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui digitalisasi dapat mengurangi beban impor pada neraca perdagangan Indonesia

Page 70: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi42

Prinsip-Prinsip yang Diusung

(Katadata, 2020). Berkenaan dengan itu, prioritas belanja diberikan kepada produk dalam negeri, khususnya sektor informal dan UMKM, sebagai bagian dari Program Pemulihan Ekonomi Nasional. Meningkatkan produksi dan konsumsi domestik adalah strategi utama pemerintah untuk memulihkan perekonomian pasca-COVID-19.

Pada saat yang sama, konsumsi produk ini diwarnai isu ketimpangan yang belum dapat diatasi. Konsumen yang diharapkan pemerintah membeli produk domestik adalah 70 juta warga kelas menengah Indonesia (Bank Dunia, 2016), dengan pola konsumsi yang terlihat pada tren peningkatan impor barang dan jasa (Katadata, 2020). Mereka adalah kalangan terdidik yang menikmati pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan lebih efektif ketimbang mereka yang berpendidikan rendah, yang kesulitan mencari kontrak kerja yang stabil dan terperangkap dalam pekerjaan dengan gaji rendah (Tjoe, 2018). Maka, tren yang selama puluhan tahun terbangun adalah jurang kesenjangan pendapatan yang terus melebar dan preferensi yang mengarah pada konsumsi barang impor.

Karena itu, meskipun agenda kebijakan pemerintah untuk memulihkan ekonomi dengan komersialisasi inovasi berbasis sains dan iptek itu penting, memastikan koneksi antara produsen, produk, dan konsumen—baik pada sektor pengetahuan dan inovasi maupun marketplace digital—adalah isu mendasar. Proses penciptaan koneksi ini melalui ekosistem pengetahuan dan inovasi juga harus memperhatikan pencapaian pembangunan yang mengatasi ketimpangan kekayaan. Siapa saja kelompok sosial yang paling terkena dampak kejutan kesehatan dan ekonomi? Bagaimana kejutan kesehatan dan ekonomi berdampak pada kelompok-kelompok yang bahkan tidak memiliki akses ke pasar? Bagaimana Bappenas dapat memastikan bahwa pemulihan ekonomi juga bersifat inklusif sebagaimana dicita-citakan dalam RPJMN 2020-2024 dan diukur dalam Indeks Pembangunan Manusia?

Berdasarkan literatur, diketahui adanya dua jenis ketimpangan yang bersifat mendasar, berdampak, serta perlu diatasi melalui ekosistem pengetahuan dan inovasi: ketimpangan regional dan sosial. Ketimpangan regional adalah kesenjangan akses terhadap pendanaan dan pasar riset serta akses pengembangan kapasitas (capacity building) periset, yang lebih tersedia di kota-kota industrial dan urban di Pulau Jawa. Kesenjangan ini turut menghambat upaya pemerataan yang dilakukan pemerintah, melalui Kemenristek, melalui pendanaan riset desentralisasi di perguruan tinggi.

Sementara itu, ketimpangan sosial dapat dilihat pada isu perempuan, orang dengan disabilitas, masyarakat adat, dan masyarakat rural—baik pada ekosistem pengetahuan dan inovasi maupun kelompok marginal dan minoritas sebagai subjek riset. Ketimpangan gender, misalnya, pada sektor pengetahuan dan inovasi dapat dilihat dari sedikitnya jumlah perempuan yang menempati posisi strategis tingkat tinggi untuk pengambilan keputusan dalam organisasi produsen riset. Konsekuensi dari hal ini adalah sulitnya mengarusutamakan pendekatan yang berpihak pada perempuan, juga kelompok marginal dan minoritas lainnya, dalam pengambilan kebijakan alokasi pendanaan dan pengembangan kapasitas riset yang sensitif terhadap mereka yang terpinggirkan secara struktural. Maka, isu kelompok marginal tidak masuk prioritas riset nasional, meskipun telah dinyatakan dalam RPJMN 2020-2024.

Untuk mengatasi permasalahan ketimpangan regional dan sosial, diperlukan upaya desentralisasi pelaksanaan riset dan pemanfaatannya pada tingkat lokal, dengan prioritas pada isu lintas komponen. Salah satu praktik baik yang dapat menjadi acuan adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yang diimplementasi pada 1998–2014. Pendekatan yang digunakan PNPM adalah penerapan inisiatif tata kelola partisipatif untuk mengatasi ketimpangan gender melalui pemberdayaan perempuan. PNPM mencakup isu lintas komponen gender, kemiskinan, rural di

Page 71: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 43

Prinsip-Prinsip yang Diusung

antara para aktor perempuan (Syukri, 2019), serta aspek kesehatan dan gizi (puskesmas), tata kelola desa (musrenbang), dan pendidikan usia dini (posyandu), yang dipandu dinas di bawah naungan Kementerian Dalam Negeri dengan koordinasi bersama Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas (Bank Dunia, 2015).

PNPM adalah upaya yang, berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa, berusaha memitigasi pengaruh neoliberal terhadap masyarakat rural, dengan perhatian utama pada perempuan dan masyarakat miskin. Pendekatan riset yang digunakan secara luas pada PNPM menekankan pendekatan partisipatori: definisi miskin yang digunakan pada tiap desa akan ditentukan para informan yang pemilihannya juga memperhatikan aspek gender dan kemiskinan (Bank Dunia, 2015). Metode pengumpulan data sejalan dengan agenda ini. Para perempuan aktor di tingkat desa diminta duduk bersama menggambar pola residensial di desa mereka atau yang sering disebut sebagai pemetaan sosial. Pada pemetaan sosial tersebut, para perempuan desa menggunakan alat bantu (misalnya stiker) untuk mengungkap tiap rumah memiliki peralatan dan perlengkapan rumah tangga apa saja, apakah memiliki anak usia dini, apakah ada penghuni selain yang disebut dalam kartu keluarga, apakah secara reguler meminjam uang, dan item lintas komponen lain yang—setelah diolah—menghasilkan definisi miskin yang sesuai dengan konteks desa masing-masing.

Pendekatan lintas komponen adalah pendekatan paradigmatik yang berpihak pada kelompok marginal dan minoritas serta memberi mereka suara untuk menentukan cara-cara mengelola desa yang berkelanjutan. Cara serupa diterapkan pada Sumba Iconic Island dengan isu utama energi terbarukan (Hivos, 2016). Sumba Iconic Island berupaya menjadikan pulau tersebut secara penuh menggunakan energi terbarukan, dengan perempuan pengusaha sebagai aktor penggerak utama. Dengan panggilan “Mama”, para perempuan aktivis lokal mendorong perempuan berpindah dari gas ke biogas yang dihasilkan dari usaha peternakan di pulau yang sama (IESR, 2017). Program ini juga menerapkan penggunaan energi solar untuk elektrifikasi serta filter air rumahan untuk penyediaan air berkelanjutan (Kopernik, 2014). Elektrifikasi dengan energi terbarukan mengampu para perempuan untuk terus berkarya (menganyam) pada malam hari, yang meningkatkan produksi barang untuk mereka jual ke pasar (Kopernik, 2014).

Dua kasus praktik baik ini menunjukkan bahwa inisiatif partisipatori lintas komponen di tingkat lokal mengatasi ketimpangan regional dan sosial dengan pendampingan riset, bukan kebijakan top-down yang memiliki risiko meleset yang tinggi. Proses pendampingan riset ini dilakukan periset profesional yang direkrut dari berbagai negara, dan dalam beberapa kasus juga melibatkan akademisi baik di tingkat nasional maupun lokal. Kolaborasi riset internasional, nasional, dan lokal dapat menjadi strategi membuka akses regional serta mengembangkan kapasitas nasional dan lokal—yang juga sejalan dengan aspirasi internasionalisasi pendidikan tinggi di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Page 72: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI
Page 73: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 45

4.1 MENJAWAB TANTANGAN MENUJU INDONESIA 2045 MELALUI PENGETAHUAN DAN INOVASI

Dengan menggunakan pendekatan berbasis misi (mission-oriented), bagian ini menjabarkan secara detail tantangan-tantangan utama pembangunan demi mencapai Visi Indonesia 2045, sekaligus menyajikan langkah-langkah penanganan tantangan-tantangan tersebut melalui pengetahuan dan inovasi.

4.1.1 TANTANGAN-TANTANGAN UTAMA PEMBANGUNAN INDONESIA

RENDAHNYA MOBILITAS SOSIAL

Selama dekade 2000-an, Indonesia mengalami kenaikan ketimpangan tercepat di dunia (lihat Tabel 4). Data ketimpangan yang sudah disesuaikan agar bisa diperbandingkan antarnegara menunjukkan bahwa Indonesia pada 2018, dengan indeks Gini sebesar 46,9, masuk kelompok negara paling timpang sedunia.12

12 Solt, Frederick. "Measuring income inequality across countries and over time: the standardized world income inequality database." Social Science Quarterly 101.3 (2020): 1183-1199.

CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN & INOVASI DI INDONESIA

Rendahnya mobilitas sosial

Ketahanan pangan Kutukan sumber daya alam

Ketahanan energi Ekonomi berbasis perburuan rente

Pesatnya laju urbanisasi

Terhentinya industrialisasi dan

tertiarisasi

Perubahan iklim

4

Page 74: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi46

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

Ketimpangan yang tinggi dan persisten umumnya terjadi karena mobilitas sosial yang rendah, yang terwakili oleh rendahnya pemerataan kesempatan. Sebuah studi terbaru13 menunjukkan, sewaktu dewasa, kelompok warga yang lahir di keluarga miskin mempunyai penghasilan 85-90% lebih rendah daripada mereka yang lahir di keluarga tidak miskin.

Tingginya ketimpangan dan rendahnya mobilitas sosial—perubahan status sosial-ekonomi ke arah yang lebih baik—berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi. Sementara inovasi adalah penyumbang utama pertumbuhan ekonomi, akumulasi modal manusia (human capital) menjadi sentral dalam proses pertumbuhan. Inovasi tentu berbanding terbalik dengan ketimpangan dalam akumulasi sumber daya manusia (SDM). Makin merata akumulasi SDM, makin banyak potensi inovasi. Sebaliknya, makin timpang akumulasi SDM, makin sedikit potensi inovasi. Dalam literatur empiris tentang pertumbuhan ekonomi, proses kemajuan teknologi dipengaruhi size effect. Makin tersebar potensi-potensi inovasi, makin cepat kemajuan teknologi.14

TABEL 5. PERBANDINGAN PERUBAHAN KETIMPANGAN PENDAPATAN BERDASARKAN INDEKS GINI

No Negara Awal Akhir Periode % Perubahan Perubahan

1 Indonesia 33,0 39,5 2002 2013 19,6 6,5

2 Serbia 32,0 38,3 2002 2015 19,7 6,3

3 Rwanda 45,1 50,4 2000 2013 11,8 5,3

4 United States 36,9 42,2 2002 2014 14,3 5,3

5 Cameroon 42,1 46,5 2001 2014 10,4 4,4

6 Austria 24,0 27,3 2001 2015 13,6 3,3

7 Djibouti 40,9 44,1 2002 2013 7,9 3,2

8 Spain 31,2 34,3 2002 2015 10,0 3,1

9 Luxembourg 26,5 29,2 2001 2015 10,2 2,7

10 Slovenia 22,1 24,6 2002 2015 11,6 2,6

11 Macedonia 33,7 36,1 2002 2014 7,0 2,4

12 Dominican Rp 52,0 54,4 2002 2013 4,5 2,4

13 Belarus 24,6 26,9 2002 2014 9,3 2,3

14 France 27,3 29,5 2002 2015 7,9 2,2

15 Romania 33,7 35,7 2002 2015 5,7 1,9

16 Bulgaria 34,1 35,9 2002 2015 5,4 1,8

17 New Zealand 33,9 35,7 2001 2014 5,2 1,8

18 Greece 33,0 34,4 2001 2015 4,1 1,4

19 Costa Rica 48,7 49,9 2002 2014 2,5 1,2

20 Latvia 34,3 35,4 2002 2015 3,3 1,1

Sumber: World Income Inequality Database (WIID)

13 Rizky, M., Suryadarma, D., & Suryahadi, A. (2019). Effect of Growing Up Poor on Labor Market Outcomes: Evidence from Indonesia. ADBI Working papers.14 Yusuf, Arief Anshory. Keadilan untuk Pertumbuhan. Unpad Press, 2018.

Page 75: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 47

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

Sudah banyak studi empiris ekonomi baru yang mendukung pentingnya mobilitas sosial dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Salah satunya studi yang dilakukan Bell, Chetty, Jaravel, Petkova, dan Van Reenen (2018)15 dengan menggunakan data jutaan paten di Amerika Serikat. Studi ini menemukan, jika anak-anak dari status sosial-ekonomi rendah mendapat kesempatan yang sama, Amerika Serikat akan mempunyai jauh lebih banyak inovator dan akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

Karena itu, agenda atau misi yang perlu dilakukan untuk meningkatkan mobilitas sosial ini adalah meningkatkan pemerataan kesempatan dalam meningkatkan kualitas human capital, terutama generasi muda Indonesia.

PESATNYA LAJU URBANISASI

Pada 2035, hampir 70% penduduk Indonesia akan tinggal di perkotaan. Dua pertiga orang Indonesia dan tiga perempat penduduk di Jawa akan tinggal di perkotaan (lihat Gambar 14). Proses ini diperparah dua pendorong: migrasi orang dari perdesaan ke perkotaan untuk mendapatkan pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik serta transformasi wilayah dari perdesaan ke perkotaan.

GAMBAR 14. PROYEKSI URBANISASI

Sumber: Bappenas

Tantangan yang selama ini muncul adalah pesatnya urbanisasi berjalan seiring dengan peningkatan ketimpangan, karena data menunjukkan ketimpangan di perkotaan jauh lebih tinggi daripada di pedesaan. Kemiskinan di perkotaan juga menurun jauh lebih lambat daripada penurunan kemiskinan di pedesaan. Sumber-sumber permasalahan baru sebagai dampak dari urbanisasi tanpa antisipasi yang akan muncul antara lain kualitas hidup yang lebih rendah (kawasan kumuh kota), kemiskinan perkotaan, peningkatan polusi serta berkurangnya kualitas lingkungan hidup, kemacetan, dan sebagainya.

Dari sudut pandang ekonomi permasalahan dari urbanisasi terkait juga dengan ketidakmampuan perkotaan untuk menciptakan lapangan kerja layak yang mencukupi sesuai dengan pertumbuhan penduduk dan, pada saat yang sama, terbatasnya pengembangan aktivitas ekonomi yang mampu memberikan lapangan kerja dan tingkat penghidupan layak di perdesaan.

15 Bell, A., Chetty, R., Jaravel, X., Petkova, N., & Van Reenen, J. (2019). Who becomes an inventor in America? The importance of exposure to innovation. The Quarterly Journal of Economics, 134(2), 647-713.

90

80

70

60

50

40

30

20

10

0

49,8

58,553,3

62,856,7

66,860,0

70,563,4

74,166,6

77,6

2010 2015 2020 2025 2030 2035

Indonesia Java

Page 76: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi48

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

TERHENTINYA INDUSTRIALISASI DAN TERSIARISASI

Selama 2000-an, pertumbuhan ekonomi sektor manufaktur tidak dapat menyamai pertumbuhan jangka panjang yang dialami antara 1970-an dan pertengahan 1990-an. Setelah mencapai puncak sebesar 28,4% pada 2001, pangsa nilai tambah dari sektor manufaktur turun menjadi 19,7% pada 2019. Pangsa pekerjaan manufaktur turun dari 13,1% pada 1997 dan meningkat sedikit menjadi 14,9% hingga 2019, dengan fluktuasi tahunan yang kecil. Dengan kata lain, Indonesia mengalami “industrialisasi yang terhenti'.16

Pasca-Asian financial crisis, pangsa nilai tambah jasa Indonesia meningkat pesat dari 34,8% pada 2000 menjadi 44,2% pada 2019. Ini berjalan beriringan dengan pesatnya urbanisasi. Sektor transportasi, pergudangan, dan komunikasi (sektor nonbisnis) tumbuh sangat pesat. Pertumbuhan pesat terkait dengan reformasi di sektor telekomunikasi, yang menarik investasi besar, juga terkait dengan meningkatnya penetrasi telepon seluler dan internet di Indonesia. Jasa perdagangan juga mencatat pertumbuhan yang kuat. Transformasi struktural yang didorong jasa seiring pula dengan pertumbuhan ekonomi yang didorong konsumsi di Indonesia. Selama periode ini, kelas menengah yang tinggal di daerah perkotaan meningkat dan daya beli mereka juga meningkat.

GAMBAR 15. DEKOMPOSISI PERTUMBUHAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA17

Catatan: Di dalam sektor adalah peningkatan produktivitas tenaga kerja di dalam sektor itu sendiri. Antar sektor adalah peningkatan produktivitas karena perpindahan tenaga kerja ke sektor lain yang lebih produktif.

Bergantinya mesin utama transformasi struktural (dari manufaktur ke jasa) ini berdampak cukup serius pada produktivitas ekonomi Indonesia. Pertumbuhan produktivitas tenaga kerja menurun dari 4,5% per tahun selama 1985–1996 menjadi 3,1% per tahun selama 1999–2012 (Gambar 15). Selain itu, porsi kontribusi transformasi struktural terhadap pertumbuhan produktivitas tenaga kerja menyusut dari 39,2% menjadi 29,8%.

Singkatnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia telah kehilangan dinamikanya dibandingkan dengan masa lalu karena sektor manufaktur berhenti memainkan peran sentral dalam transformasi struktural. Sejak akhir 1990-an, jasa mendorong transformasi struktural Indonesia. Akan tetapi, kapasitas subsektor jasa yang banyak menghasilkan lapangan kerja lemah untuk mendorong pertumbuhan produktivitas. Jika tren ini berlanjut, akan sulit bagi Indonesia untuk mengikuti jejak negara-negara ekonomi terkemuka di Asia.

16 Kim, K., Mungsunti, A., Sumner, A., & Yusuf, A. (2020). “Structural transformation and inclusive growth” (No. wp-2020-31). World Institute for Development Economic Research (UNU-WIDER)..17 Sumber: Kim, K., Mungsunti, A., Sumner, A., & Yusuf, A. (2020). Structural transformation and inclusive growth (No. wp-2020-31). World Institute for Development Economic Research (UNU-WIDER).

0 1 2 3 4 5

1971-2012

1971-1985

1985-1996

1999-2012

Di dalam sektor Antar sektor (% per tahun)

Page 77: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 49

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

PERUBAHAN IKLIM

Indonesia adalah salah satu negara yang sangat rentan terhadap bencana yang terkait dengan perubahan iklim. Pada 2010, studi Economy and Environment Program for Southeast Asia18 menghitung indeks kerentanan perubahan iklim se-Asia Tenggara dan menemukan bahwa kota-kota di Indonesia merupakan daerah yang paling rentan. Jakarta, misalnya, menjadi daerah paling rentan se-Asia Tenggara. Ancaman dampak perubahan iklim dikombinasikan dengan tantangan laju urbanisasi yang juga tinggi menjadi tantangan besar dalam pembangunan ekonomi Indonesia ke depan.

GAMBAR 16. PETA KERENTANAN PERUBAHAN IKLIM ASIA TENGGARA

Sumber: Yusuf dan Francisco, 2010

Secara umum, tantangan ekonomi Indonesia ke depan menjadi makin besar dengan adanya perubahan iklim. Indonesia adalah penghasil emisi CO2 terbesar se-Asia Tenggara dengan kontribusi terbesar dari deforestasi. Bahkan, jika kita mengabaikan emisi yang bersumber dari deforestasi, dengan tren yang ada saat ini, diproyeksikan pada 2030 Indonesia akan menempati peringkat keenam dunia dalam emisi CO2.19

18 Yusuf, Arief Anshory and Herminia Francisco, Hotspots! Mapping Climate Change Vulnerability in Southeast Asia, 2010, Economy and Environment Program for Southeast Asia, Singapore. ISBN: 978-981-08-6293-0.19 Patunru, Arianto A., and Arief Anshory Yusuf. "Toward a Low-Carbon Economy for Indonesia: Aspirations, Actions and Scenarios." Investing on Low-Carbon Energy Systems. Springer Singapore, 2016. 79-109.

Page 78: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi50

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

KETAHANAN PANGAN

Walaupun status ekonomi Indonesia masuk kelompok negara berpendapatan menengah, banyak data menunjukkan bahwa kondisi kemiskinan kita masih cukup mengkhawatirkan. Di negara-negara ASEAN, tingkat kemiskinan Indonesia tertinggi kedua setelah Laos (Bank Dunia). Selain itu, data Bank Dunia 2017 menunjukkan bahwa 70-an persen rakyat Indonesia masih miskin atau rentan. Dalam teori ekonomi, ada yang disebut dengan kurva Engel. Kurva ini menghubungkan pendapatan dengan proporsi makanan dalam total pengeluaran. Makin tinggi pendapatan, makin rendah proporsinya; demikian juga sebaliknya. Dengan melihat angka-angka kemiskinan di atas, Indonesia masih jauh dari sejahtera, maka proporsi konsumsi makanan dalam total pengeluarannya akan cukup besar. Idealnya, ketika kebutuhan konsumsi makanan rakyat Indonesia masih cukup tinggi, seharusnya harga-harga makanan, terutama makanan pokok, cukup terjangkau. Sayangnya, hal ini tidak terjadi. Harga-harga makanan kebutuhan pokok di Indonesia jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga internasional. Untuk beras, misalnya, konsumen Indonesia harus membayar 64% lebih mahal, gula 48% lebih mahal, daging 37% lebih mahal, dan buah-buahan 24% lebih mahal.20

Salah satu hal yang sering mengaburkan inti permasalahan ini adalah semangat ketahanan pangan. Ketahanan pangan sering diartisempitkan sebagai kedaulatan atau swasembada pangan. Padahal, ketahanan pangan juga mencakup aksesibilitas dan keterjangkauan pangan. Negara-negara dengan indeks ketahanan pangan yang tinggi tidak hanya mengandalkan produksi dalam negeri.

Ketahanan pangan sering juga diartisempitkan dengan semangat anti-impor. Ada banyak manfaat untuk memproduksi pangan sendiri, tetapi tentu tidak harus dipaksakan, misalnya untuk semua komoditas, tanpa memperhitungkan ongkos ekonomi dan sosialnya. Yang pasti, swasembada jangan dilakukan tergesa-gesa. Kalau niatnya melakukan swasembada pangan tetapi akhirnya rakyat sendiri yang dikorbankan dan makin terpuruk dalam kemiskinan, tentu ini bukan hal yang kita inginkan.

Dalam konteks ini, kita harus membedakan upaya jangka pendek dan jangka panjang. Dari sisi penawaran (supply), alasan kecilnya kesejahteraan petani adalah produktivitasnya rendah. Produktivitas petani rendah disebabkan oleh setidaknya dua hal, yakni produktivitas lahannya rendah dan lahan yang dikuasainya sedikit. Meningkatkan produktivitas petani tidak melulu harus dengan menambah luas penguasaan lahan. Di era pembangunan yang makin pesat ini, luas lahan pertanian secara alamiah akan makin terdesak, sehingga strategi yang dilakukan justru melakukan intensifikasi (on-farm) dan diversifikasi usaha (off-farm).

Intensifikasi pertanian dapat dilaksanakan dengan fokus pada peningkatan produktivitas lahan dengan dukungan riset di bidang pertanian. Misalnya riset dalam penemuan bibit unggul, antihama, dan pupuk organik, bahkan ke bidang-bidang unggul seperti rekayasa genetika. Secara ekonomi, peningkatan produktivitas melalui riset akan meningkatkan kesejahteraan petani tanpa kecenderungan menaikkan harga, malah menurunkan harga, sehingga baik petani maupun konsumen akan diuntungkan. Selain riset, infrastruktur yang terkait dengan pertanian, seperti irigasi dan sistem transportasi produk pertanian, adalah bidang di mana pemerintah harus berperan lebih luas dan lebih baik.

20 Marks, S. V. (2017). “Non-tariff trade regulations in Indonesia: Nominal and effective rates of protection.” Bulletin of Indonesian Economic Studies, 53(3), 333-357.

Page 79: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 51

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

Hal yang juga menjadi penting untuk pertanian di Indonesia adalah modernisasi pengelolaan usaha tani yang basisnya pada konsolidasi pengelolaan lahan-lahan pertanian rakyat, sehingga skala ekonominya tercapai dan efisiensi pengelolaannya dapat ditingkatkan. Pada sisi diversifikasi, masyarakat di perdesaan diarahkan untuk tidak bergantung hanya pada usaha tani berbasis lahan, tetapi mulai meningkatkan aktivitas ekonomi lain yang lebih bernilai tambah, terutama pada sektor-sektor pengolahan hasil pertanian. Keseluruhan proses ini disebut dengan proses transformasi pertanian.

KUTUKAN SUMBER DAYA ALAM

Kutukan sumber daya alam (SDA) mengacu pada paradoks bahwa negara atau daerah dengan SDA yang melimpah cenderung mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dan/atau memperoleh hasil pembangunan yang lebih buruk dibandingkan dengan negara yang SDA-nya lebih sedikit. Sejak 1990-an, ketergantungan perekonomian Indonesia terhadap minyak dan gas bumi terus berkurang, tetapi peningkatan deplesi hutan dan degradasi lingkungan masih menjadi tantangan berat untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Ketergantungan terhadap SDA dari banyak provinsi di Indonesia, seperti Papua, Riau, dan Kalimantan Timur, sangat tinggi. Ini terjadi karena pertumbuhan di provinsi-provinsi tersebut banyak disumbang oleh likuidasi aset-aset alam. Perhitungan genuine saving (indikator yang menunjukkan seberapa besar pertumbuhan ditopang aset alam) menunjukkan bahwa sepertiga provinsi di Indonesia mempunyai genuine saving yang negatif, yang mengindikasikan pembangunannya tidak berkelanjutan dan membahayakan generasi yang akan datang (lihat Gambar 17).

GAMBAR 17. GENUINE SAVING PROVINSI-PROVINSI DI INDONESIA 200521

21 Yusuf, Arief & Viktor Firmana (2013). “Testing Hartwick Rule for Indonesian Provinces.” Paper presented at 3rd EAERE Congress, Huangsan China.

Page 80: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi52

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

KETAHANAN ENERGI

Seiring dengan makin besarnya Indonesia secara ekonomi, karena pertambahan penduduk dan peningkatan pendapatan per kapita, kebutuhan energi akan meningkat pesat. Tantangan utama pemenuhannya ada dua hal. Pertama, bagaimana akses energi selain meningkat juga merata. Kedua, bagaimana bauran energi tersebut bersih sehingga konsisten dengan tren global untuk mengurangi efek rumah kaca.

Data Bank Dunia (WDI) menunjukkan bahwa konsumsi listrik per kapita Indonesia hanya sekitar seperempat dari konsumsi per kapita dunia. Listrik menyumbang 11% penggunaan energi final di Indonesia pada 2015 (dalam ekuivalen minyak), jauh lebih kecil dibandingkan dengan kontribusi listrik terhadap penggunaan energi final di Cina (22%). Selain itu, Indonesia memiliki ketergantungan yang lebih tinggi pada batu bara untuk pembangkit listrik berbahan bakar minyak. Ketergantungan yang tinggi pada batu bara ini menjadikan Indonesia sebagai penghasil emisi karbon dioksida terbesar ke-11 dari pembangkit listrik dan panas International Energy Agency (2017).

GAMBAR 18. VARIASI WILAYAH RASIO ELEKTRIFIKASI DI INDONESIA22

Terdapat variasi geografis yang tinggi dalam penggunaan listrik di Indonesia. Dari Gambar 18, tampak bahwa angka elektrifikasi rumah tangga tertinggi terdapat di Pulau Jawa, sementara Papua memiliki tingkat elektrifikasi terendah di antara provinsi-provinsi di Indonesia (kurang dari 50% pada 2015). Tingkat elektrifikasi rumah tangga nasional perlahan mulai meningkat, tetapi, dengan 87% rasio elektrifikasi nasional, masih menyisakan lebih dari 61 juta orang tanpa akses listrik. Kebanyakan dari mereka tinggal di perdesaan (listrik perdesaan saat ini 68% di Jawa dan lebih sedikit di luar Jawa). Pada 2020, rasio elektrifikasi nasional mencapai 99,2%, dengan lima provinsi masih memiliki rasio elektrifikasi di bawah 95% (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2021).

22 Siyaranamual, M., Amalia, M., Yusuf, A., & Alisjahbana, A. (2020). “Consumers’ willingness to pay for electricity service attributes: A discrete choice experiment in urban Indonesia.” Energy Reports, 6, 562-571

Page 81: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 53

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

Namun, peningkatan elektrifikasi masih memiliki masalah rendahnya keandalan pasokan daya, yang berujung pada peningkatan frekuensi pemadaman listrik. Rata-rata pengguna listrik di Indonesia menghadapi 81 jam tanpa listrik pada 2008 (PT PLN, 2011) sebagai akibat pemadaman bergilir dari sistem pasokan yang berjuang untuk memenuhi permintaan. Kondisi ini terus diperbaiki sehingga pemadaman listrik sepanjang 2020 mencapai 12,7 jam per pelanggan (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2021).

EKONOMI BERBASIS PERBURUAN RENTE

Daron Acemoglu23 mengemukakan ada empat hal yang menjadi faktor penentu dalam pertumbuhan ekonomi (deep determinants of economic growth), yaitu keberuntungan (misalnya jejak sejarah kolonialisasi), geografi (misalnya karena iklim subtropis), budaya (misalnya etika Protestan di Amerika), dan institusi. Dari keempat hal itu, hanya yang terakhir, institusi, yang paling mudah dikendalikan kebijakan.

Sayangnya, selama dekade terakhir, banyak yang menilai terjadi kemandekan dan kemunduran demokrasi. Indeks kebebasan yang kerap dipakai sebagai ukuran global memperkuat pandangan yang umumnya suram ini. Pada 2017, misalnya, peringkat demokrasi Indonesia mengalami penurunan di berbagai indeks. Indeks Demokrasi dari Economist Intelligence Unit (2018) menurunkan Indonesia dan sekarang jelas berisiko tergelincir dari kategori flawed democracy menjadi hybrid regime. Perbaikan peringkat Indonesia dalam Indeks Persepsi Korupsi dari Transparency International juga berkurang sejak 2014. Posisi Indonesia pada Indeks Kebebasan Pers berfluktuasi selama 2010-an. Media juga banyak dinilai kurang bebas dan pluralistis dibandingkan dengan dekade pertama reformasi.24

Kualitas institusi yang kurang baik biasanya bermuara pada perburuan rente ekonomi melalui berbagai regulasi, tata niaga, licensing, dan oligarki.25 Contoh yang konkret adalah tata niaga impor pangan. Sering regulasi atau tata niaga yang diatur pemerintah justru menyuburkan sistem perburuan rente ekonomi. Niat awalnya melindungi konsumen dan petani, tetapi akhirnya malah menguntungkan segelintir pedagang besar atau yang berkolusi dengan mereka. Teori ekonomi mikro dasar, misalnya, secara jelas menunjukkan bahwa rente ekonomi sangat menggiurkan jika pelaku usaha memperoleh pangsa pasar dominan (misalnya monopolisasi sebagai agen impor pangan) untuk komoditas-komoditas yang elastisitas harganya rendah—seperti makanan pokok. Kondisi ini jugalah yang menjadikan banyak aparat negara dan pihak swasta dicokok Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena berkolusi dan melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan konsumen di sektor-sektor pangan.

23 Acemoglu, Daron (2008). Introduction to Economic Growth. Princeton University Press.24 Ringkasan dari Power, T. P. (2018). “Jokowi’s authoritarian turn and Indonesia’s democratic decline”. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 54(3), 307-338.25 MacIntyre, A. (2000). “Funny money: fiscal policy, rent-seeking and economic performance in Indonesia.” Rents, rent-seeking and economic development: theory and evidence in Asia, 248-73.

Page 82: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi54

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

4.1.2 LANGKAH-LANGKAH PENANGANAN TANTANGAN

Tantangan-tantangan di atas memerlukan langkah-langkah yang melibatkan semua elemen dalam negara Republik Indonesia. Semua unsur, baik swasta, publik, individu, maupun masyarakat, harus terlibat dalam menemukan solusi-solusi bersama untuk menyelesaikan tantangan-tantangan tersebut. Ringkasan dari tantangan-tantangan tersebut beserta langkah-langkah penanganannya dirangkum dengan skema di bawah ini (Gambar 19). Aktor serta sektor yang perlu didukung untuk menjadi leading actor/sector di dalamnya adalah mereka yang mempunyai kesamaan misi-misi tersebut.

GAMBAR 19. TANTANGAN UTAMA DAN LANGKAH-LANGKAH PENCAPAIANNYA

TANTANGAN UTAMA

Sektor kesehatan

Pendidikan tinggi Sektor keuangan

Sektor perdagangan

Sektor konstruksiSektor pangan

Sektor sosial

Sektor asuransi

Vocational education

Sektor pemerintahSektor otomotif

Infrastruktur IT

Sektor perhubungan darat

Sektor energi Sektor wisata Sektor industri energirural

MIS

I IN

OVA

SI

MIS

I IN

OVA

SI

RENDAHNYA MOBILITAS SOSIAL

PESATNYA URBANISASI

PERUBAHAN IKLIM

KETAHANAN PANGAN

KETAHANAN ENERGI

KUALITAS INSTITUSI

KUTUKAN SDATERSIERISASI

Industri berbasis SDAIndustri kelautan dan

perikanan

Industri consumer goods

Industripengembangan

software

Revitalisasi (akses &

pemerataan sektor

pendidikan (tinggi)

Kota pintar dan lestari

Sektor keuangan adil

dan berkelanjutan

Pesisir dan adaptasi

perubahan iklim

Transformasi pertanian

Sustainable tourism

Energi baru dan terbarukan

Nation-wide digital

governance

Integrasi data kependudukan

terpadu

Transportasi ramah

lingkunganDigitalisasi

perdaganganMitigasi

bencana di perkotaan

Peningkatan teknologi pertanian

(industry 4.0)Hilirisasi SDA Perbaikan

efisiensi energi e-procurement

Peningkatan kualitas dan akses jasa kesehatan

Peningkatan kualitas dan akses digital

teknologi

Keterhubungan untuk semua

Energi terbarukan

untuk semua

Pemanfaatan keragaman

hayati

Partisipasi publik dalam pengelolaan

SDA

Akses energi untuk

pedesaan dan daerah

terpencil

Cashless society

Page 83: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 55

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

RENDAHNYA MOBILITAS SOSIAL

1. REVITALISASI (AKSES DAN PEMERATAAN) SEKTOR PENDIDIKAN YANG BERUJUNG KE AKSES PERGURUAN TINGGI

Langkah yang harus dilakukan adalah memperbanyak proporsi anak yang berasal dari keluarga yang kurang mampu untuk mengenyam pendidikan tinggi yang berkualitas dan meningkatkan tingkat keahlian mereka. Ini perlu dilakukan karena perguruan tinggi perlu dijadikan ujung dari misi ini. Sebab, misi ini harus menyeluruh dalam mempersiapkan calon mahasiswa sejak dalam kandungan (kesehatan ibu-anak) sampai selesai mengenyam pendidikan tinggi. nisiatif seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, sebagai upaya afirmasi mendorong anak-anak keluarga miskin dan rentan mendapatkan pendidikan tinggi merupakan salah satu instrumen kebijakan yang harus diperluas sehingga menjangkau wilayah Indonesia Timur dan daerah terdepan, tertinggal dan terluar (3T).

Riset-riset yang perlu didukung dalam hal ini adalah riset yang terkait dengan efektivitas pendidikan serta metode-metode baru pendidikan, termasuk riset-riset ilmu sosial yang terkait dengan aspek behavioural, nutrisi, dan berbagai isu dalam rangka meningkatkan partisipasi anak-anak Indonesia terhadap pendidikan setinggi-tingginya, tanpa terdiskriminasi oleh latar belakang ekonomi mereka.

Aktor dan mitra dalam pelaksanaan misi ini dapat mencakup perguruan tinggi, lembaga penelitian, sektor pendidikan secara umum, dan sektor-sektor yang terkait dengan kesehatan anak, termasuk sektor pemerintahan yang mengelola sektor pendidikan di level daerah.

2. INTEGRASI DATA KEPENDUDUKAN TERPADU

Langkah yang harus dilakukan adalah mengintegrasikan data kependudukan dalam rangka efektivitas bantuan sosial. Dari sinilah kelompok masyarakat yang kurang beruntung secara ekonomi dapat dilindungi. Dengan langkah ini, negara berperan memberikan keadilan sosial melalui mekanisme gotong-royong atau distribusi pendapatan dari yang lebih beruntung kepada yang kurang beruntung. Ini tidak akan terwujud tanpa basis social registry atau data kesejahteraan sosial yang terpadu. Jika integrasi data kependudukan terpadu telah terwujud, sistem pelayanan dasar seperti air bersih, listrik, dan sanitasi juga dapat terkoneksi dengan data ini.

Riset yang perlu didukung dalam hal ini adalah riset tentang efektivitas jaringan data pemerintah dalam tantangan geografis Indonesia, peningkatan kualitas konektivitas data ke seluruh pelosok, peningkatan kualitas jaringan-jaringan pelayanan jasa publik yang terkait dengan utilitas, dan sebagainya.

Aktor, aktivitas, dan mitra yang relevan dalam area ini antara lain sektor pemerintahan, baik nasional, provinsi, maupun lokal, sektor telekomunikasi, serta sektor utilitas seperti listrik dan air bersih.

3. PENINGKATAN AKSES JASA KESEHATAN YANG BERKUALITAS DAN INKLUSIF

Langkah selanjutnya adalah meningkatkan akses jasa kesehatan yang berkualitas dan inklusif. Mobilitas sosial yang rendah terkait juga dengan aspek kualitas manusia. Salah satunya kesehatan fisik dan jiwanya. Nutrisi yang rendah pada masa balita akan berdampak pada kesehatan dan perkembangan kognitif menuju masa dewasa. Akses terhadap pelayanan kesehatan yang terbatas, terutama pada kelompok status sosial-ekonomi bawah, dapat menyebabkan shock ekonomi yang

Page 84: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi56

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

mempunyai dampak permanen. Upaya ini akan mendorong peningkatan kualitas SDM yang pada akhirnya bertransformasi menjadi inovator-inovator sebagai bagian dari mesin pertumbuhan (engine of growth).

Riset yang perlu dilakukan tentu terkait dengan kesehatan, kedokteran, farmasi, dan gizi—terutama yang bisa berujung pada peningkatan talent pool di Indonesia, yang berasal dari semua segmen masyarakat, tanpa membedakan status sosial-ekonomi. Riset dan inovasi juga sebaiknya diarahkan untuk pengembangan Health Technology Assessment (HTA) dan juga Assistive Devices yang dapat membantu mobilitas penyandang disabilitas agar lebih produktif

Sektor, aktor, dan mitra yang dapat diajak mengemban misi ini adalah sektor pelayanan kesehatan, sektor pemerintahan (pusat dan daerah), sektor pangan (untuk nutrisi), sektor asuransi, dan sektor lain yang relevan.

TINGGINYA LAJU URBANISASI

1. MENCIPTAKAN KOTA YANG PINTAR (SMART) DAN BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE)

Yang perlu dicapai adalah menciptakan kota yang pintar dan berkelanjutan. Tujuannya ialah mewujudkan kota, yang menjadi tempat hunian hampir semua orang Indonesia di masa yang akan datang, menjadi tempat yang nyaman bagi penghuninya. Kota yang bukan hanya menjadi sumber penghidupan (livelihood), tetapi juga tidak memberikan eksternalitas negatif kepada penghuninya—seperti polusi dan kemacetan.

Riset yang perlu dikembangkan dalam mendukung misi ini antara lain riset tentang desain, konstruksi infrastruktur perkotaan, distribusi energi perkotaan, manajemen pengelolaan sampah dan limbah, serta pengendalian polusi (udara, kebisingan, sungai, dan sebagainya). Riset juga diperlukan untuk memastikan pelayanan publik yang dapat diakses penyandang disabilitas dan juga lansia.

Mitra atau sektor yang bisa didorong dalam misi ini adalah sektor konstruksi, sektor infrastruktur, sektor utilitas, sektor energi, sektor transportasi, sektor pemerintahan (terutama pemerintah daerah), dan sektor ekonomi kreatif—termasuk media.

2. TRANSPORTASI RAMAH LINGKUNGAN (GREEN TRANSPORT)

Langkah yang harus dilakukan adalah menciptakan transportasi ramah lingkungan yang sejalan (bisa disebut juga bagian) dari misi menciptakan smart cities—tetapi baik juga dipisahkan karena dapat menjadi misi tersendiri mengingat urgensinya. Mobilitas adalah hal penting di kota-kota masa depan Indonesia karena terdapat tren cukup kuat dari terbentuknya megapolitan-megapolitan baru. Misalnya terintegrasinya daerah Jakarta dan Bandung Raya menjadi sebuah megapolitan baru. Untuk itu, penyediaan transportasi, baik publik maupun fasilitas transportasi privat, harus menjadi misi utama dalam menangani tantangan urbanisasi yang cepat di Indonesia.

Riset yang perlu didorong terutama riset mengenai teknologi-teknologi frontier yang terkait dengan transportasi, baik dari segi energi, material, desain, maupun aspek sosial-ekonomi, seperti behavioural studies dan preferensi masyarakat.

Mitra yang relevan untuk diajak bermitra di antaranya sektor transportasi, konstruksi, sektor manufaktur bahan baku logam dan material, serta sektor pemerintahan.

Page 85: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 57

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

3. PENINGKATAN KUALITAS DAN AKSES TEKNOLOGI DIGITAL

Memperbanyak akses dan meningkatkan kualitas teknologi digital akan membantu masyarakat perkotaan nantinya dalam aktivitas penghidupan (profesional/bekerja), pendidikan, dan aktivitas lainnya. Masyarakat juga, yang nantinya terdidik, akan menjadi bagian dari supply of global talents yang terintegrasi. Ini tentu memerlukan infrastruktur digital yang memadai, misalnya dari segi kecepatan akses dan cakupannya. Internet of things akan mewarnai kehidupan urban di masa depan.

Riset yang perlu didorong dalam misi peningkatan kualitas dan akses teknologi digital di perkotaan ini meliputi riset di bidang teknologi informasi dan telekomunikasi.

Adapun sektor atau mitra yang diharapkan berperan selain sektor teknologi dan informasi adalah sektor infrastruktur dan sektor jasa yang masuk kategori ekonomi kreatif berbasis perkotaan.

TERTIARISASI

1. MEWUJUDKAN SEKTOR KEUANGAN YANG BERKELANJUTAN DAN ADIL (SUSTAINABLE AND EQUITABLE FINANCE)

Tantangan tertiarisasi perlu diantisipasi dengan langkah mewujudkan sektor keuangan yang berkelanjutan dan adil. Ini diperlukan agar sektor keuangan juga diharapkan berperan lebih optimal dalam menopang aktivitas sektor riil serta sektor-sektor yang mendorong terjadinya inovasi dan kemajuan teknologi. Langkah ini juga bertujuan agar sektor keuangan melakukan ekspansi supaya seluruh masyarakat dapat memperoleh manfaat (inclusive finance) dan menjadi mitra untuk berinvestasi jangka panjang, terutama investasi dalam pengembangan keterampilan (skill development). Saat ini, telah banyak upaya dilakukan berdasarkan Strategi Nasional Keuangan Inklusif. Salah satu yang signifikan adalah penyaluran bantuan sosial yang didorong secara non tunai dan telah mendorong masyarakat miskin dan rentan (termasuk disabilitas) mengakses perbankan dan meningkatkan literasi keuangannya.

Riset dalam bidang ini bisa berupa pencarian upaya-upaya akselerasi akses finansial berbasis teknologi ke seluruh pelosok. Termasuk riset-riset sosial tentang perilaku masyarakat dalam mengelola keuangan.

Mitra yang bisa didorong dalam misi ini selain sektor keuangan itu sendiri adalah sektor-sektor yang terkait dengan teknologi informasi dan sektor pendidikan yang menjadi mitra dalam education financing.

2. MENAIKKAN TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI BARU UNTUK SEKTOR PERDAGANGAN

Langkah yang perlu dilakukan adalah menaikkan tingkat adopsi teknologi baru untuk sektor perdagangan. Perdagangan, bahkan sebelum krisis COVID-19, sudah mengalami kemajuan pesat dalam aplikasi teknologi informasi, otomasi, dan kecerdasan buatan (artificial intelligence). Tren saat ini dan ke depan dari sektor retail, yang menjadi sumber penghasilan terutama bagi pekerja di perkotaan Indonesia, adalah terus melakukan transformasi dengan makin memanfaatkan teknologi.

Riset dalam bidang ini bisa mencakup keamanan (security) transaksi daring, delivery (termasuk robotics), tracking system, serta bidang terkait lainnya.

Page 86: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi58

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

Mitra yang bisa diajak bekerja sama selain sektor perdagangan itu sendiri tentu adalah sektor telekomunikasi, sektor pendidikan, sektor transportasi (sebagai pendukung), dan sektor keuangan.

3. MEWUJUDKAN KONEKTIVITAS UNTUK SEMUA

Selanjutnya yang perlu dilakukan adalah segera mewujudkan konektivitas untuk semua. Sektor telekomunikasi, yang merupakan bagian dari sektor tersier, juga diharapkan bisa memberikan pelayanannya kepada seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali, di mana pun. Inovasi-inovasi baru di bidang ini diperlukan karena konektivitas universal masih berat diwujudkan dengan kondisi geografis Indonesia. Demikian juga tantangan heterogenitas dari status sosial-ekonomi.

Riset yang perlu dilakukan dapat meliputi area-area yang terkait dengan teknologi informasi di daerah yang susah dijangkau, termasuk akses terhadap energi pendukungnya. Selain itu, pengembangan teknologi komunikasi yang affordable merupakan bidang yang perlu selalu didukung.

Sektor, aktivitas, dan mitra yang bisa dilibatkan adalah yang terkait dengan sektor energi baru dan terbarukan, selain sektor telekomunikasi.

PERUBAHAN IKLIM

1. PEMBANGUNAN DAERAH PESISIR YANG RESILIEN DAN ADAPTIF TERHADAP PERUBAHAN IKLIM

Langkah (misi) yang harus dilakukan adalah membangun daerah pesisir yang resilien dan adaptif terhadap perubahan iklim. Cukup banyak penduduk Indonesia hidup di kawasan pesisir, termasuk yang kini menjadi bagian dari kota-kota besar padat penduduk. Perubahan iklim, selain meningkatkan tinggi permukaan air laut, membuat makin seringnya terjadi cuaca ekstrem. Kondisi ini membuat daerah-daerah pesisir menjadi rawan dengan bencana seperti banjir.

Riset-riset ke depan dapat diarahkan untuk pemecahan permasalahan adaptasi perubahan iklim, seperti perlindungan dari banjir, abrasi, dan berbagai risiko dampak perubahan iklim lainnya. Selain itu, riset yang terkait dengan konstruksi, material, dan desain perlu dikembangkan.

Aktor, sektor, dan mitra yang diharapkan bahu-membahu dalam mencapai misi adalah sektor konstruksi, sektor asuransi, sektor pengolahan material, dan sektor lain yang relevan.

2. PENINGKATAN KESIAPAN BENCANA DI PERKOTAAN

Perkotaan akan menjadi tempat tinggal mayoritas penduduk Indonesia di masa yang akan datang. Kota-kota di Indonesia harus mempersiapkan diri untuk tahan (resilien) terhadap berbagai bencana yang terkait dengan dampak perubahan iklim. Bencana yang terkait dengan cuaca, seperti banjir, longsor, bahkan penyakit menular, harus diantisipasi.

Riset-riset terkait bisa berupa riset yang dapat meningkatkan daya tahan terhadap penyakit yang mungkin muncul karena anomali cuaca, riset tentang pengelolaan daerah aliran sungai yang alirannya melewati perkotaan, atau riset rekayasa bangunan dan aspek-aspek teknologi lainnya.

Aktor atau sektor yang bisa diajak bermitra dalam mengemban misi ini adalah sektor konstruksi, sektor manufaktur material berteknologi tinggi, sektor kesehatan, dan sektor lain yang terkait.

Page 87: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 59

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

3. MEMPERCEPAT TRANSISI ENERGI

Misi yang cukup penting juga adalah mempercepat transisi energi (energy transition) dari berbasis fosil menjadi berbasis renewable. Potensi energi terbarukan Indonesia cukup besar, dari geotermal sampai energi angin dan surya. Selain mampu meningkatkan ketahanan energi Indonesia yang tantangannya cukup berat di daerah-daerah pelosok, hal ini akan membantu meredam efek pemanasan global.

Riset dalam rangka mencari sumber energi baru dan terbarukan termasuk yang perlu didorong. Riset frontier terkait energi ini juga sangat mungkin untuk memberikan spillover perkembangan pengetahuan di bidang lain yang terkait erat seperti robotika, smart vehicles, dan transportasi publik.

Aktivitas atau sektor yang perlu didukung tentu sektor energi, sektor manufaktur pendukung, juga sektor utilitas.

MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN

1. MELAKUKAN TRANSFORMASI PERTANIAN

Transformasi pertanian di Indonesia relatif terhambat; sektor pertanian tetap mempunyai produktivitas rendah dan sektor manufaktur berbasis pertanian tidak begitu berkembang. Transformasi pertanian perlu dilakukan dengan modernisasi pertanian berbasis teknologi. Produk sektor manufaktur berbasis pertanian juga sangat relevan untuk dikembangkan di Indonesia—yang berpenduduk banyak dan akan berpendapatan tinggi—karena kondisi ini akan meningkatkan permintaan terhadap produk makanan yang berkualitas dan bervariasi.

Riset yang perlu dilakukan di area ini mencakup banyak aspek, tetapi yang terpenting adalah dalam rangka meningkatkan produktivitas. Cakupannya dapat melingkupi pencarian bibit terbaik, mekanisasi (robotisasi), serta berbagai aspek peningkatan produktivitas yang lain.

Aktor dan mitra yang bisa diajak bekerja sama selain tentunya sektor pertanian unggulan adalah sektor manufaktur pengolah produk pertanian, sektor manufaktur produsen alat-alat pertanian, sektor transportasi, dan sektor perdagangan.

2. MEMPERCEPAT ADOPSI INDUSTRI 4.0 DI SEKTOR PERTANIAN

Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dan dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi akan dipenuhi aspiring middle class yang mempunyai preferensi konsumsi yang lebih baik, lebih berkualitas, dan lebih heterogen. Ini berarti potensi besar untuk industri pertanian (dan yang terkait) sebagai potensi pasar. Minimal dari segi jarak dari titik produksi ke titik konsumsi, sektor pertanian domestik mempunyai keunggulan komparatif. Karena itu, peningkatan produktivitas pertanian menjadi sangat penting dan salah satu hal yang dapat membantu mewujudkannya adalah dengan secepatnya mengadopsi teknologi-teknologi frontier—termasuk yang terkait dengan industri 4.0, seperti robotisasi, internet of things, dan big data.

Page 88: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi60

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

Riset yang perlu didorong tentu riset yang mengembangkan teknologi, baik hardware maupun software, yang berpotensi meningkatkan produktivitas pertanian, mempercepat koneksi antara permintaan dan penawaran (distribusi), serta berbasis produksi manufaktur dengan bahan baku produk pertanian lokal.

Aktor dan sektor yang dapat dijadikan mitra adalah sektor pertanian, sektor manufaktur berbasis pertanian, sektor perdagangan, sektor transportasi, dan sektor lain yang relevan.

3. PEMANFAATAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

Indonesia adalah negara terkaya di dunia dalam keanekaragaman hayati, yang sebagian di antaranya berpotensi menjadi sumber pangan masa depan. Sistem produksi pangan yang diversitasnya tinggi juga lebih aman terhadap berbagai risiko, seperti perubahan iklim. Karena itu, upaya memanfaatkan keanekaragaman hayati sebagai basis produksi pertanian—terutama pangan—perlu selalu diupayakan dan disandingkan dengan keunggulan komparatif dari Indonesia sebagai negara yang sangat kaya dengan keanekaragaman hayati.

Tentu riset yang perlu dikembangkan adalah riset di bidang keanekaragaman hayati, terutama dari aspek biologi serta genetika flora dan fauna.

Sektor yang bisa mendukung adalah sektor pangan (pertanian dan manufakturnya) serta sektor lain yang terkait.

KUTUKAN SUMBER DAYA ALAM

1. MENGEMBANGKAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE TOURISM)

Selama ini, pengelolaan alam dilakukan terlampau eksploitatif dan lebih berfokus pada sumber daya alam yang sifatnya produk, seperti minyak dan barang tambang lainnya. Padahal, salah satu sumber daya alam terkaya yang kita miliki adalah keindahannya, aspek jasanya. Di sinilah misi mengembangkan sektor pariwisata yang berkelanjutan menjadi penting. Sayangnya, pengembangan sustainable tourism ini belum begitu optimal. Padahal, dalam era saat kita mengalami perlambatan dalam industrialisasi dan percepatan dalam tertiarisasi, optimalisasi sektor pariwisata ini dapat menjadi jawaban. Sektor pariwisata yang berkelanjutan adalah pemanfaatan keindahan atau daya tarik alam Indonesia untuk dinikmati masyarakat (baik lokal maupun internasional) yang menghasilkan pemanfaatan ekonomi tetapi tidak bersifat eksploitatif—dalam arti apa yang dinikmati pengguna sekarang tetap akan tersedia untuk siapa saja setelahnya, termasuk generasi yang akan datang.

Riset yang perlu dikembangkan di antaranya riset ilmu sosial, ekonomi, dan lingkungan untuk lebih memahami bagaimana pengembangan pariwisata bisa berjalan optimal, baik dari segi kelayakan lokasi, preferensi, maupun perilaku.

Aktor dan sektor yang bisa menjadi mitra selain sektor yang terkait dengan pariwisata, seperti akomodasi dan makan-minum, adalah sektor transportasi.

Page 89: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 61

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

2. HILIRISASI SDA

Indonesia negara yang kaya dengan sumber daya alam. Akan tetapi, pengelolaannya belum optimal dan belum memberikan nilai tambah lebih untuk perekonomian nasional. Ini terjadi karena umumnya bahan tambang tersebut langsung diekspor untuk diolah di luar negeri. Ditambah dengan kualitas institusi pengelolaan yang belum optimal ini, kemanfaatannya untuk ekonomi menjadi tidak semestinya. Salah satu hal yang bisa diupayakan adalah membangun industri yang cocok dengan keunggulan komparatif tersebut. Salah satu keunggulan komparatif tersebut tentu lokasi bahan baku dan ketersediaannya.

Riset perlu dilakukan agar kita mampu menguasai teknologi produksi pengolahan bahan baku SDA menjadi produk akhir yang lebih bernilai tambah. Jenisnya banyak, antara lain teknologi baterai untuk nikel dan teknologi coal liquefaction.

Sektor yang diharapkan berkembang tentu sektor-sektor yang saling mendukung dan ada sektor SDA-nya, misalnya pertambangan nikel, sektor pengolahannya menjadi baterai, juga sektor electric vehicle atau sektor kelistrikan.

3. MENINGKATKAN TRANSPARANSI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SDA

Sektor sumber daya alam adalah sektor yang penuh dengan rente ekonomi. Tanpa kualitas institusi yang baik, manfaat SDA tersebut tidak akan dinikmati semaksimal mungkin oleh publik secara luas. Di banyak daerah, SDA masih menjadi saka guru perekonomian. Dalam konteks desentralisasi dengan daerah memegang kewenangan pengelolaan, sementara pengawasan pusat tidak begitu kuat, kualitas institusi daerah menjadi yang utama. Inilah letak tantangan utama dalam konteks Indonesia karena kualitas institusi daerah sangat beragam. Jika sebuah daerah merupakan daerah kaya SDA tetapi tidak memiliki kualitas institusi yang baik, potensi kesejahteraan masyarakat dari pengelolaan SDA tidak akan optimal.

Riset yang bisa dilakukan terutama adalah riset ilmu sosial yang mengkaji perilaku masyarakat, baik dari aspek sosiologi maupun ekonomi, serta riset yang terkait dengan tata kelola pemerintahan dan bidang lain yang relevan.

Sektor yang dikembangkan atau diperbaiki tentu sektor pemerintahan, terutama di daerah, lalu sektor pendidikan dan sektor lain yang relevan.

KETAHANAN ENERGI (SELAIN ASPEK TRANSISI ENERGI)

1. PENINGKATAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI

Efisiensi energi perlu segera ditingkatkan. Salah satunya melalui perilaku penghematan penggunaan energi. Adapun pemborosan penggunaan energi terjadi karena berbagai faktor, bisa disebabkan oleh harga energi yang secara artifisial rendah karena subsidi atau kondisi-kondisi lain, seperti jenis dan karakter serta jenis barang elektronik yang menggunakan energi tersebut. Selain itu, transportasi menghabiskan energi cukup besar—terlebih jika fungsi dalam mobilitas manusia tidak efisien dalam penggunaan energi.

Page 90: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi62

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

Riset bisa dilakukan untuk mengembangkan alat-alat hemat energi, seperti perangkat elektronik, termasuk alat transportasi. Riset sosial-ekonomi bisa juga dilakukan untuk melengkapi pemahaman bagaimana membuat perilaku konsumen Indonesia menjadi lebih hemat dalam menggunakan energi.

Sektor atau aktivitas yang bisa didukung dalam misi ini adalah sektor manufaktur perangkat elektronik, sektor otomotif, sektor pelayanan transportasi, dan sektor lain yang relevan.

2. MENINGKATKAN AKSESIBILITAS ENERGI UNTUK DAERAH KURANG TERJANGKAU

Peningkatan aksesibilitas energi untuk daerah agar lebih terjangkau penting untuk menjadi misi khusus karena selama ini pembangunan di Indonesia terlalu terpusat di Pulau Jawa. Hal ini berdampak pada terlalu beratnya beban Pulau Jawa. Urbanisasi dan eksploitasi alam menjadi contoh tantangan yang timbul karena ketidakseimbangan ini. Dengan demikian, menciptakan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi di luar Jawa menjadi sangat relevan. Untuk itu, diperlukan penyediaan energi untuk mewujudkannya, tidak hanya untuk menopang sumber pertumbuhan ekonomi baru, tetapi juga untuk menjamin inklusivitas akses terhadap energi. Selain itu, manfaat yang dapat diperoleh adalah terjadinya potensi heterogenitas energi di berbagai daerah, yang bergantung pada kekhasan kekayaan sumber energi di tiap daerah.

Riset yang perlu didorong antara lain riset rekayasa yang mengombinasikan pengetahuan lokal tentang potensi sumber energi dengan teknologi frontier yang terkait dengan energi. Tentu riset ilmu sosial dan ekonomi juga sangat relevan didorong untuk melihat kelayakan ekonomi dari potensi energi tersebut atau seberapa besar masyarakat mau mengadopsi teknologi-teknologi itu.

Sektor energi, kelistrikan, perumahan, dan konstruksi diharapkan menjadi leading sector dalam pencapaian misi ini.

MENINGKATKAN KUALITAS INSTITUSI DAN TATA KELOLA

1. MEWUJUDKAN CASHLESS SOCIETY

Cashless society tampak seperti tidak terhindarkan, tetapi bukan berarti tidak perlu diakselerasi. Terlebih, kondisi ini akan mempunyai dampak bagus terhadap kualitas institusi—terutama terkait dengan potensi korupsi.

Riset yang dapat dilakukan antara lain riset dalam bidang teknologi informasi, perilaku, dan yang terkait dengan tata kelola.

Sektor pemerintahan (baik nasional maupun daerah), sektor perbankan, sektor teknologi informasi, sektor telekomunikasi, sektor perdagangan (retail), dan sektor pelayanan publik (seperti transportasi publik) adalah aktor kunci dalam pencapaian misi ini.

Page 91: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 63

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

2. MENINGKATKAN DIGITAL GOVERNMENT SECARA MENYELURUH

Heterogenitas kapasitas daerah membuat transformasi menuju digital government berjalan tidak optimal. Ketika pelayanan jasa publik banyak didelegasikan di daerah melalui desentralisasi, untuk meningkatkan kualitas pelayanan sektor publik dirasa perlu segera mengadopsi teknologi informasi di semua level pemerintahan.

Mengingat adopsi ini mensyaratkan infrastruktur dasar dan terdapat banyak kendala dalam penyediaan infrastruktur tersebut, agenda riset dapat diarahkan kepada topik-topik yang mampu menjawab kendala-kendala ini, termasuk terkait perilaku dan tata kelola.

Sektor pemerintahan akan menjadi sektor kunci, terutama sektor pemerintahan di daerah, diikuti dengan sektor teknologi informasi dan sektor lain yang relevan.

4.2 SASARAN PERBAIKAN EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Dalam menanggapi tantangan-tantangan utama pembangunan Indonesia beserta langkah-langkah penanganan tantangan yang diperlukan, maka disusun visi dan misi yang menempatkan pengetahuan dan inovasi sebagai kunci. Rumusan visi dan misi tersebut adalah sebagai berikut.

VISI

Visi cetak biru ini adalah Indonesia yang berdaulat, maju, adil, dan makmur melalui penguasaan pengetahuan dan inovasi.

Visi ini selaras dengan Visi Indonesia 2045.

MISI

Untuk mencapai visi tersebut, misi utama cetak biru ini adalah membangun dan mengembangkan ekosistem pengetahuan dan inovasi untuk menjawab tantangan-tantangan utama pembangunan di Indonesia, melalui penguatan regulasi, tata kelembagaan, mekanisme akuntabilitas, pemanfaatan sumber daya, dan optimalisasi pendanaan.

Kerangka pelaksanaan misi ini, secara lebih detail, tertuang dalam bagian berikut.

Page 92: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi64

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

4.2.1 MEMASTIKAN KERANGKA REGULASI YANG KUAT DAN JELAS

Pengesahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek) membawa harapan baru bagi percepatan pembangunan sosial-ekonomi yang berbasis pada dukungan iptek.

Melalui undang-undang ini, muncul perbaikan mendasar dari undang-undang sebelumnya dalam hal substansi, ruang lingkup, serta muatan materi yang terkait dengan penguatan sistem iptek nasional yang meliputi pengaturan perencanaan dan pengawasan, tata kelola kelembagaan, sumber daya, jaringan, pendanaan, dan pelayanan iptek. UU Sisnas Iptek juga memperkuat visi bahwa program pembangunan dan kebijakan publik harus berlandaskan pengetahuan.

Namun, iptek bukanlah sektor tunggal yang dapat berdiri sendiri, melainkan kesatuan entitas yang saling terkait dengan berbagai sektor pembangunan yang ada. Dalam hal ini, iptek harus diposisikan sebagai unit pendukung yang mengakar (embedded) pada setiap bidang pembangunan. Untuk itu, menjamin terwujudnya ekosistem pengetahuan dan inovasi sebagai pilar penting bagi pembangunan berbasis iptek tidak dapat hanya bergantung pada UU Sisnas Iptek, tetapi juga perlu dukungan berbagai regulasi lintas sektor dan bidang pembangunan. Sebagai penentu kebijakan, peran pemerintah adalah yang paling berpengaruh sebagai enabler bagi terselenggaranya ekosistem pengetahuan dan inovasi yang berkualitas. Setiap kebijakan yang dikeluarkan berupa legislasi, regulasi, dan diskresi akan sangat memengaruhi dinamika pengembangan tersebut. Dampaknya beragam bergantung pada derajat kompleksitas isu kebijakannya.

Mempertimbangkan hal tersebut, usulan perbaikan kerangka regulasi yang ditawarkan menyentuh dua unsur:

1) Perbaikan dalam proses perumusan dan implementasi regulasi dengan mengadopsi prinsip-prinsip yang dikehendaki para pemangku kepentingan yang mengedepankan pendekatan komprehensif, utuh, melihat keterhubungan setiap bidang, dinamis, antisipatif, partisipatoris, transparan, berfokus pada aktor manusia dan lingkungan kehidupan (individu, kelompok, golongan, formal, informal, primordial, kultural) beserta ragam interaksinya, serta memperhitungkan elemen pembelajaran; dan

2) Perbaikan produk regulasi untuk mendukung pengembangan ekosistem pengetahuan dan inovasi dalam mewujudkan pembangunan yang berbasis pada iptek, termasuk penggunaan iptek untuk perumusan kebijakan publik.

Dalam perbaikan proses perumusan dan implementasi regulasi, telah teridentifikasi prinsip-prinsip yang perlu diadopsi dalam setiap proses perumusan dan implementasi kebijakan sebagai berikut.

1. Proses pembuatan regulasi dan perumusan program pembangunan yang makin transparan dan akuntabel;

2. Proses pembuatan regulasi dan perumusan program pembangunan yang melibatkan makin banyak aktor di luar pemerintah (industri, NGOs, serta pengguna akhir peraturan) dalam penyusunan peraturan perundang-undangan iptek-inovasi;

3. Setiap peraturan perundang-undangan iptek-inovasi perlu koheren, konsisten, dan tidak tersekat-sekat dengan mandat salah satu kementerian/lembaga saja;

Page 93: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 65

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

4. Perlu agenda diskusi rutin multi-aktor (lintas K/L, lintas sektor) untuk membahas isu-isu iptek yang hasilnya dapat dituangkan dalam regulasi (dapat memperkuat, merevisi, menghapus, atau lainnya) mengingat seluruh aksi yang dijalankan harus konsisten serta adaptif, sekaligus responsif terhadap kemungkinan disruptif dan distraktif. Mekanisme pelaksanaan agenda multilateral ini dapat diatur di dalam Rencana Induk Pemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (RPP Ripiptek).

Secara terperinci, sasaran dan strategi untuk perbaikan produk regulasi yang telah diidentifikasi tersebut tertuang dalam tabel berikut.

No. Sasaran Strategi

1 Perbaikan regulasi tentang kelembagaan iptek nasional

Penetapan Kemenristek/ BRIN sebagai koordinator Iptek nasional yang mengawal penyesuaian terhadap seluruh regulasi yang terkait dengan perubahan kelembagaan sesuai skema koordinasi di bawah Kemenristek/ BRIN

2 Perbaikan regulasi tentang kelembagaan iptek daerah, terutama yang terkait dengan Balitbangda, dengan memperluas koordinasi badan tersebut ke K/L yang terkait dengan iptekin—tidak hanya ke Kemendagri

a. Mengoreksi misinterpretasi terhadap PP No. 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah yang membuat berbagai pemerintah daerah meleburkan Balitbang ke Bappeda. Penjelasan Pasal 22 ayat 5 tentang perumpunan menyebutkan:

“Perumpunan dimaksud adalah penanganan urusan pemerintahan yang terdiri dari urusan wajib dan fungsi pendukung yang dapat digabung dalam satu perangkat daerah berbentuk badan dan/atau kantor, misalnya urusan perencanaan pembangunan digabung dengan urusan penelitian dan pengembangan.”

Yang dimaksud dalam penjelasan tersebut hanya contoh, bukan berarti Balitbangda diharuskan melebur pada Bappeda.

b. Mengubah ketentuan dalam PP No. 38/2017 tentang Inovasi Daerah. Dalam PP tersebut, semua jalur koordinasi dilakukan melalui “Menteri” dengan definisi penyerta adalah “menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri”. Dengan nomenklatur baru Kemenristek/BRIN, definisi ini perlu diubah.

c. Merumuskan payung hukum penyelarasan pembagian urusan riset dan inovasi di daerah antara Kemenristek/BRIN dan Kemendagri tentang penyelenggaraan di daerah (misalnya tentang indeks inovasi-indeks daya saing daerah serta implikasi ketentuan Badan Riset dan Inovasi Daerah pada UU Cipta Kerja).

d. Memperjelas level koordinasi pada PP No. 18/2016 Pasal 27 ayat 3 (yang menyebut perencanaan serta penelitian dan pengembangan sebagai fungsi penunjang dalam satu rumpun, sehingga dapat digabung) dengan mempertimbangkan variasi kondisi daerah—ada daerah dengan fungsi litbang (katakanlah Balitbangda) yang tergabung dengan fungsi perencanaan (Bappeda).

3 Kebijakan penelitian dan inovasi yang konsisten dengan domain kebijakan lain (misalnya ekonomi, industri, perdagangan, dan pendidikan) sehingga juga berdampak pada perbaikan tata kelola perencanaan riset

a. Memastikan penyusunan Rencana Induk Pemajuan Iptek sebagai mandat UU Sisnas Iptek terkoneksi dengan RIRN, PRN, RPJMN, dan kebijakan sektoral lainnya.

b. Merumuskan payung hukum pembagian urusan riset dan inovasi di perguruan tinggi dengan pembagian fokus yang jelas antara Kemenristek/BRIN dan Kemendikbud (misalnya BO PTN untuk penelitian).

Page 94: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi66

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

No. Sasaran Strategi

4 Perbaikan pengaturan data untuk tata kelola ekosistem pengetahuan dan inovasi

a. Merumuskan pengaturan keterbukaan dan keterjangkauan data (termasuk data yang pengumpulannya didanai APBN, seperti data BPS) untuk kepentingan nasional, termasuk kepentingan penelitian secara gratis.

b. Merumuskan peraturan turunan UU No. 11/2019 mengenai wajib serah dan wajib simpan keluaran data primer penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan yang didanai APBN dan/atau dilakukan di Indonesia. Perlu dipastikan bahwa peraturan turunannya dalam RPP Penyelenggaraan Iptek memenuhi prinsip FAIR (findable, accessible, interoperable, reusable).

c. Melakukan penyelarasan peraturan mengenai keterbukaan informasi (UU No. 14/ 2008).

d. Memastikan proteksi data pribadi dalam penggunaan big data (terutama proprietary data dari perusahaan digital) dengan mengacu pada RUU Perlindungan Data Pribadi yang masih dalam pembahasan DPR.

5 Reformasi birokrasi PNS untuk mengakomodasi karakteristik SDM iptek, termasuk melakukan debirokratisasi pada bidang pendidikan tinggi

a. Mengubah aturan UU No. 5/2014 tentang jam kerja yang menghambat mobilitas ASN SDM iptek.

b. Mendorong mobilitas dosen dan peneliti di perguruan tinggi dengan memanfaatkan praktik regulasi tentang sabbatical leave dalam PP No. 37/2009 tentang Dosen.

c. Mengatur praktik mobilitas SDM iptek lebih luas (lintas sektor) dalam RPP Sumber Daya Iptek dan peraturan turunannya.

d. Memfasilitasi pengembangan kapasitas agar makin banyak perguruan tinggi menjadi PTN-BH, ataupun BLU untuk memperkuat otonomi PT (sebagaimana tercantum dalam UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara).

e. Mendorong praktik internasionalisasi dengan merujuk pada UU No. 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi dan Peraturan Menteri Ristekdikti No. 53/2018 tentang Perguruan Tinggi Luar Negeri (PTLN). Perlu aturan turunan (di level Dirjen Dikti) tentang prosedur pendirian PTLN yang saat ini belum tersedia.

6 Adanya regulasi baru yang memungkinkan pemanfaatan infrastruktur iptek secara lebih efektif

a. Merumuskan peraturan turunan Perpres No. 16/2018—“Penelitian dapat menggunakan anggaran belanja dan/atau fasilitas yang berasal dari 1 (satu) atau lebih dari 1 (satu) penyelenggara penelitian.”

b. Membuat rumusan regulasi yang dibutuhkan untuk perluasan praktik pengembangan dan penggunaan infrastruktur iptek. Rumusan ini dapat menilik kebijakan yang dipakai LIPI—mengingat dalam beberapa tahun terakhir LIPI telah menginisiasi pembangunan infrastruktur fasilitas laboratorium bersama di Cibinong yang dapat digunakan berbagai pihak, termasuk swasta. Jika dibutuhkan peraturan payung, dapat masuk ke RPP Sumber Daya Iptek.

7 Adanya regulasi di sektor finansial agar sektor tersebut mendanai sektor riil, mendanai inovasi, bukan mendanai lagi financial sector dan menjadi economic bubble

a. Membuat peraturan turunan UU No. 11/2019 Pasal 6: “Ilmu Pengetahuan dan Teknologi berkedudukan sebagai modal dan investasi,” untuk merumuskan bentuk-bentuk insentif bagi kegiatan riset dan inovasi, baik oleh pelaku maupun sektor keuangan selaku penyedia pembiayaan—termasuk insentif bagi R&D di sektor riil vs sektor finansial.

b. Merumuskan peraturan turunan UU Cipta Kerja mengenai Lembaga Pengelola Investasi dengan adanya sovereign wealth fund yang secara spesifik menyasar investasi untuk riset dan inovasi, termasuk kaitannya dengan Rancangan Perpres Dana Abadi Penelitian.

8 Terciptanya proses perbaikan sistem peraturan perundang-undangan yang berjalan secara sistematis dan berkelanjutan

Merevisi UU No. 12/ 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup penyatuan semua fungsi yang terkait dengan pembentukan regulasi ke dalam satu kementerian atau lembaga, serta penambahan kriteria RUU yang dapat diajukan di luar Prolegnas serta mekanisme pemantauan dan peninjauan UU

Page 95: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 67

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

Dari sasaran di atas, ada dua imperatif tindakan yang perlu dicapai. Pertama, perlu kejelasan hukum perihal keberadaan Kemenristek/BRIN sehingga dapat menjalankan amanat UU Nomor 11 Tahun 2019 mengenai integrasi lembaga riset dan inovasi publik demi memastikan keberlanjutan dan kesamaan arah kegiatan riset dan inovasi dalam mendukung pembangunan. Kedua, mengingat peran dan kedudukan iptek sebagai landasan dan bagian tidak terpisahkan dari pembangunan nasional dan bersifat lintas sektor, ruang pelibatan sebanyak mungkin aktor dalam proses perumusan dan implementasi produk regulasi yang terkait dengan iptek-inovasi perlu dibuka seluas-luasnya.

BRIN diharapkan dapat menjalankan peran sebagai penyusun dan koordinator program riset dan inovasi di seluruh lembaga litbang publik – baik LPNK maupun unit litbang di K/L serta Perguruan Tinggi Negeri – sesuai dengan arahan dalam RPJMN 2020-2024 serta RKP. Dengan demikian, seluruh kegiatan serta anggaran riset dan inovasi Pemerintah dapat digunakan dengan lebih efektif dan efisien. Dalam menjalankan peran tersebut, BRIN dapat berkoordinasi dengan Bappenas dalam mengawal proses perencanaan dan penganggarannya. BRIN juga diharapkan dapat mensinergikan investasi Pemerintah untuk riset dan inovasi dengan dukungan pendanaan swasta dan sumber non-APBN lainnya

4.2.2 MEMBENAHI TATA KELEMBAGAAN

Langkah paling dasar untuk mewujudkan ekonomi berbasis inovasi adalah memastikan adanya ekosistem pengetahuan dan inovasi yang kuat. Tanpanya, ekonomi yang didorong inovasi tidak akan pernah terwujud (Lawrence dkk., 2019). Pembenahan ekosistem mendesak dilakukan demi terwujudnya sinergi antar-aktor dan sistem yang kuat.

Dalam praktik saat ini, misalnya, kegiatan penelitian dan pengembangan kerap bercampur dengan pengkajian karena sampai 1999 jenjang karier yang tersedia baru fungsional peneliti.26 Selain itu, dalam konteks yang lebih luas, kenyataan menunjukkan bahwa kelompok masyarakat dan badan usaha sebagai penerima manfaat dari berbagai kegiatan riset belum mendapat manfaat seperti yang diinginkan.

Di sisi kebijakan publik dan perencanaan pembangunan, kerancuan dan ambiguitas fungsi unit organisasi yang menangani penelitian dan pengembangan pada kementerian dan lembaga juga menyebabkan kurang efektifnya proses perumusan kebijakan berbasis bukti. Kajian Huda dkk., (2020) menyimpulkan bahwa “kerangka perundang-undangan dan regulasi di Indonesia tidak memakai definisi ‘riset dan pengembangan’ yang konsisten serta tepat dan akurat (precise). Salah satu isu yang ditemukan dalam sejumlah studi terdahulu adalah banyak ‘riset’ yang diproduksi di Indonesia pada saat ini sebenarnya bukan riset.” Salah satu implikasi secara kelembagaan adalah bahwa fungsi utama badan litbang kementerian dan lembaga untuk mengkaji kebijakan (bagi direktorat teknisnya) perlu dikembalikan sesuai dengan fitrahnya.

Interaksi produsen pengetahuan dan inovasi dengan pengguna juga masih terbatas. Lemahnya komitmen politik juga turut menghasilkan praktik kerja in silo, yang menyebabkan ketiadaan pemahaman mengenai strategi pembangunan ekosistem pengetahuan dan inovasi serta menghasilkan kolaborasi yang tidak efektif. Dari pengalaman ini, kentara bahwa memperlakukan aktor-aktor ekosistem pengetahuan dan inovasi dalam sekat-sekat eksklusif akan berdampak pada terhambatnya produktivitas inovasi serta pembangunan nasional.

26 Pada awal 1980-an, dilakukan pemisahan peran penelitian dan perekayasaan yang masing-masing dijalankan LIPI dan BPPT. Jabatan fungsional perekayasa resmi diakui berdasarkan Keppres Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil.

Page 96: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi68

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

Karena itu, imperatif tindakan perlu dicapai dengan memperlakukan proses penyelenggaraan pengetahuan dan inovasi, dari hulu ke hilir, sebagai sebuah sistem yang utuh. Hal ini kemudian berdampak pada koordinasi dan pengaturan kelembagaan yang adaptif, efektif, dan kolaboratif demi mewujudkan tata kelola yang terbuka, partisipatoris, dan berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Roda pemerintahan perlu dijalankan SDM ASN yang profesional dan berintegritas di semua sektor dan bidang untuk mewujudkan Visi Indonesia Maju 2045 melalui penguasaan pengetahuan dan inovasi.

Cetak biru ini mengidentifikasi delapan sasaran untuk memperkuat aspek tata kelembagaan. Kedelapan sasaran beserta strategi untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut secara terperinci tertuang dalam tabel berikut.

No. Sasaran Strategi

1 Terkoordinasinya proyek riset inovasi multisektoral dan antardisiplin ilmu dengan target prioritas nasional berorientasi dampak, dengan tetap membuka ruang gerak aktor untuk melakukan bottom-up projects

a. Meninjau secara sistematis posisi, peran (misi), dan hubungan antar-organisasi penelitian kunci.

b. Merumuskan bentuk insentif di luar pendanaan (misalnya manfaat non-ekonomi) untuk memotivasi lembaga riset dan inovasi serta aktor lainnya mendukung target prioritas nasional.

2 Adanya pemisahan fungsi regulatory/policy dan funding serta memastikan akuntabilitas pendanaan

a. Membentuk lembaga pendanaan independen pengelola dana proyek riset nasional atau memperkuat lembaga yang ada.

b. Menyelenggarakan riset dan inovasi dengan dana pihak ketiga yang dilengkapi dengan mekanisme dan target yang disesuaikan dengan tujuan spesifik skema pendanaannya. Parameter evaluasi perlu dibedakan antara satu skema dan lainnya. Acuan utamanya adalah tujuan besar berupa shared vision atau shared objective para pihak.

3 Terintegrasinya lembaga intermediasi ke dalam sistem translasi invensi menjadi inovasi serta sistem translasi menjadi kebijakan

a. Membentuk lembaga intermediasi pusat yang melengkapi lembaga intermediasi di setiap lembaga riset dan inovasi dengan peran knowledge and partnership brokerage, terutama dengan industri.

b. Menguatkan fungsi (unit) analisis kebijakan di K/L atau Pemda yang terhubung dengan baik dengan jaringan analis kebijakan non-K/L atau Pemda serta komunitas ilmiah yang relevan.

4 Terbentuknya wahana kolaborasi periset-intermediari-masyarakat-industri-pemerintah di daerah dengan keunggulannya masing-masing

a. Mendorong dan mendukung piloting bagi place-based innovation, baik untuk pengembangan sosial-ekonomi maupun kebijakan publik di daerah.

b. Membangun knowledge pool di daerah dan mendorongnya berperan konstruktif dalam pembangunan daerahnya yang didukung jejaring keilmuan di level lokal, nasional, serta internasional.

5 Terintegrasinya lembaga pengampu data informasi iptek dan inovasi dengan efektif

a. Mempercepat pengaturan Sistem Informasi Iptek Nasional (SIIN).

b. Memperkuat repositori yang sudah ada (misalnya, Repositori Ilmiah Nasional) dengan mekanisme interlinkage dengan SIIN

6 Terkuatkannya peran dan jejaring scientific advisor, baik untuk komunitas ilmiah maupun di K/L atau Pemda terkait

Membentuk jejaring wadah keilmuan nasional yang representatif, inklusif, dan kredibel seperti dengan tugas, fungsi, dan wewenang yang jelas sebagai penasihat kementerian dan lembaga, maupun pemerintah daerah. Wadah ini harus dipastikan berfungsi optimal dalam jangka panjang (sustainable).

Page 97: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 69

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

No. Sasaran Strategi

7 Terintegrasinya fungsi K/L yang relevan dalam agenda pembangunan spesifik sehingga terjadi koordinasi efektif

Memasukkan setiap target pembangunan nasional yang terukur menjadi mandat Kemenko dengan kewenangan lebih kuat untuk menjalankan koordinasi.

8 Terbentuknya sistem yang memungkinkan masyarakat memiliki pemahaman mendasar tentang berbagai isu, didukung akses terbuka dan tepercaya yang disediakan K/L atau Pemda

a. Membangun mekanisme konsultasi dan komunikasi publik untuk perumusan kebijakan.

b. Memanfaatkan sistem pemerintahan berbasis elektronik dan media sosial secara cerdas sebagai penunjang akuntabilitas publik, dengan tetap menjaga keutuhan NKRI.

Selain perbaikan dalam sistem, sebuah catatan bagi perbaikan di level internal lembaga dalam ekosistem pengetahuan dan inovasi perlu diperhatikan. Kapasitas manajemen riset dalam lembaga riset dan inovasi, terutama, perlu ditingkatkan agar seluruh beban administrasi tidak ditanggung para SDM iptek. Jika SDM iptek terlalu sibuk dengan urusan administrasi, hal itu akan menjadi penghambat bagi peningkatan kapasitas SDM sekaligus bagi terjadinya kolaborasi yang bermakna dengan aktor-aktor pengetahuan dan inovasi. Perbaikan di level internal lembaga ini juga terkait erat dengan aspek mekanisme akuntabilitas (untuk penjelasan lebih lanjut, lihat subbab 4.2.3 tentang mekanisme akuntabilitas).

Penguatan ekosistem pengetahuan dan inovasi di Indonesia tidak akan berjalan efektif jika sinergi dan koordinasi antarlembaga riset dan inovasi masih lemah, baik antarlembaga riset dan inovasi pemerintah, lembaga riset dan inovasi pemerintah dengan universitas (akademik), maupun lembaga riset dan inovasi pemerintah dengan lembaga riset dan inovasi non-pemerintah. Apalagi, UU Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sisnas Iptek juga belum memberikan arahan secara jelas mengenai posisi dan hubungan antar-aktor dalam ekosistem riset di Indonesia, misalnya tentang peran komunitas epistemik dan institusi yang sudah ada terlebih dahulu, penjabaran hubungan BRIN serta lembaga riset dan inovasi pemerintah dengan perguruan tinggi, serta kedudukan dan posisi lembaga wadah pemikir (think tank) dan masyarakat sipil dalam ekosistem riset di Indonesia.

Oleh sebab itu, penegasan perlu dibuat untuk membangun dan merawat interaksi produsen dan pengguna dengan aktor Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi (EPI) lain, yaitu (1) pemungkin (enabler), yang menyediakan sumber daya, menetapkan kebijakan, dan memfasilitasi interaksi para aktor, serta (2) perantara (intermediary), yang merajut relasi di antara para aktor serta turut mengawal proses transaksi berbagai produk pengetahuan dan inovasi.

Sinergi positif di antara semua komponen tersebut akan berkontribusi pada ekosistem pengetahuan dan inovasi yang sehat. Terbentuknya sinergi ini juga sangat dipengaruhi tata kelola dan akuntabilitas dalam menerjemahkan interaksi para aktor EPI ke beragam praktik penyelenggaraan.

Page 98: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi70

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

4.2.3 MEMPERBAIKI TATA KELOLA DAN MEKANISME AKUNTABILITAS

Penataan kembali ekosistem pengetahuan dan inovasi mengandalkan perbaikan tata kelola serta mekanisme akuntabilitas sehingga arah dan koordinasi yang terkait dengan iptek, riset, dan inovasi dapat dipertanggungjawabkan. Kedua hal ini penting baik bagi produsen dan pengguna pengetahuan maupun bagi pihak perantara.

Bagi produsen pengetahuan, tata kelola dan mekanisme akuntabilitas ini dibutuhkan untuk memastikan pengetahuan yang dihasilkan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah sebagai basis dan rujukan pembuatan kebijakan. Sementara itu, dari sudut pandang pemanfaatan pengetahuan, mekanisme akuntabilitas ini penting bagi pemerintah untuk menjamin bahwa dalam setiap kebijakan yang dihasilkan, telah diintegrasikan aspek-aspek pengetahuan (data, bukti) untuk memperhitungkan unintended consequence dari tujuan yang dimaksudkan dalam kebijakan tersebut. Bagi pihak perantara (dalam konteks kebijakan publik misalnya pers dan masyarakat sipil), tata kelola dan akuntabilitas penting sebagai mekanisme pertanggungjawaban apa yang telah dilakukan (dan bagaimana melakukannya, dengan sumber daya apa, dan apa hasilnya) untuk menjembatani serta mendorong (mengadvokasi) proses penggunaan pengetahuan dalam kebijakan yang memengaruhi hidup banyak orang.

Di luar itu, adanya perbaikan tata kelola dan mekanisme akuntabilitas akan memperkuat tingkat kepercayaan dan kolaborasi lintas sektor dan/atau aktor—termasuk partisipasi sektor swasta—sehingga pada akhirnya juga mendorong terjadinya sinergi dalam ekosistem pengetahuan dan inovasi.

Cetak biru ini mengajukan tujuh sasaran untuk perbaikan aspek tata kelola dan mekanisme akuntabilitas. Keseluruhan sasaran optimalisasi ini terikat pada tiga prinsip utama:

1. Penguatan integritas;2. Perluasan kolaborasi; dan 3. Pengembangan budaya kerja sama dari para pihak;

dengan mengasumsikan bahwa semua pemangku kepentingan telah sepakat dan berbagi visi, sekaligus telah menentukan titik berangkat serta langkah-langkah operasional yang diperlukan untuk mencapai tujuan bersama tersebut.

Secara terperinci, strategi untuk mencapai enam sasaran optimalisasi dari aspek tata kelola dan mekanisme akuntabilitas ini tertuang dalam tabel berikut.

Page 99: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 71

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

No. Sasaran Strategi

1 Adanya mekanisme produksi pengetahuan yang dipertanggungjawabkan sesuai dengan metodologi ilmiah oleh dan untuk komunitas ilmiah

a. Memperkuat aspek-aspek etika dalam kegiatan riset dan inovasi dengan melibatkan komisi etik serta berbagai asosiasi profesi dan ilmiah bereputasi internasional dan/atau yang telah terakreditasi (epistemic community).

b. Memperkuat komitmen pada open science (persyaratan bahwa semua penelitian yang didanai pemerintah dipublikasikan dan datanya dapat diakses publik dengan mudah), antara lain dengan mengembangkan sistem/platform yang memfasilitasi open science.

2 Terintegrasinya pengetahuan ke dalam proses pembuatan kebijakan, termasuk dalam rencana pembangunan

Mengembangkan mekanisme konsultasi dan komunikasi publik yang melibatkan komunitas pengetahuan dalam proses pembuatan kebijakan, sejak perancangan awal hingga validasinya. Dapat diintegrasikan dengan strategi pembenahan tata kelembagaan yang terkait dengan mekanisme konsultasi dan komunikasi publik.

3 Penetapan panduan untuk penggunaan ilmu pengetahuan dalam proses, perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi yang berfokus pada empat strategi:

a. Menyusun program yang mengacu pada prioritas pembangunan nasional yang terencana, baik untuk jangka waktu panjang, menengah, maupun pendek, dalam satu kesatuan utuh dan dijalankan secara konsisten. Elemen-elemen perencanaan, alokasi sumber daya, pelaksanaan, pemantauan, supervisi, evaluasi, dan audit harus masuk ke rancangan program.

b. Menyusun Indikator Kinerja Utama Nasional berorientasi impact, yang selanjutnya harus diterjemahkan ke dalam serangkaian target K/L beserta seluruh jajarannya. Ini menjadi basis perjanjian kinerja pejabat terkait.

c. Memasukkan elemen-elemen pembelajaran ke evaluasi pembangunan nasional sehingga bersifat berkelanjutan.

d. Melibatkan dan mempertimbangkan para aktor pengetahuan (produsen, pengguna, enabler, dan intermediari) yang mewakili seluruh lapisan yang relevan dalam perancangan kegiatan, program, dan kebijakan, terutama yang terkait dengan riset dan inovasi. Sumber daya (waktu, anggaran, komitmen) yang memadai harus selalu dialokasikan untuk penyempurnaan dalam tahap ini.

4 Terimplementasinya open data di level K/L sebagai bentuk tanggung jawab, sekaligus untuk mendorong interaksi antar aktor 27

a. Mengoptimalkan sistem informasi berbasis digital/pemanfaatan TIK sehingga data dapat diakses oleh publik dengan mudah, terutama terkait luaran yang dihasilkan melalui anggaran pemerintah

b. Mempercepat penataan Sistem Informasi Iptek Nasional dengan mengarah pada pembentukan Satu Data Nasional yang komprehensif.

c. Menyusun mekanisme pelaporan K/L pada publik setiap akhir tahun anggaran melalui semua saluran komunikasi massa yang ada (daring dan luring).

d. Menyediakan sarana pemberian umpan balik yang responsif dan efektif dengan penerapan prinsip-prinsip ilmu komunikasi.

5 Adanya partisipasi masyarakat untuk melakukan evaluasi kebijakan hingga di tingkat desa

a. Mengidentifikasi opinion leader (community leader, informal leader) dengan kearifan lokal dan melibatkannya dalam proses evaluasi kebijakan.

b. Menyediakan sub-sistem dari open science yang bersifat lokal untuk bertindak sebagai sarana penyaluaran aspirasi lokal dalam penyusunan kebijakan publik.

27 Kedua strategi bagi sasaran ini dapat diintegrasikan dengan strategi pengembangan sistem/platform yang mendukung open science, maupun untuk perluasan akses publik.

Page 100: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi72

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

No. Sasaran Strategi

6 Audit berbasis kinerja dan kolaboratif dengan pertanggungjawaban berbasis bukti ilmiah

Membangun sistem audit yang berada dalam kewenangan lembaga tertentu (keuangan, kinerja, kelembagaan) berbasis pemahaman terkait proses kegiatan ilmiah, agar relevan dan tepat sasaran. Penyusunan mekanisme audit yang berbasis pemahaman terkait proses kegiatan ilmiah ini perlu melibatkan komunitas ilmiah.

Dari sasaran di atas, ada dua imperatif tindakan yang perlu dicapai. Pertama, perlunya penguatan kolaborasi antar-aktor untuk menjamin efisiensi dan efektivitas sumber daya. Misalnya, dengan mengacu pada Indikator Kinerja Utama Nasional, dapat dirancang berbagai program terpadu lintas K/L yang spesifik, lintas pemerintah daerah otonom, yang melibatkan para aktor pengetahuan dan inovasi yang mewakili produsen, pengguna, intermediari, dan enabler. Bentuk kemitraannya terstruktur, tetapi adaptif terhadap berbagai dinamika yang berkembang. Selain itu, pimpinan tinggi pratama atau kepala satuan kerja K/L serta pemerintah daerah (pejabat eselon 2) yang relevan dengan tugas dan fungsinya dapat membangun interaksi terstruktur untuk bersepakat tentang operasionalisasi terperinci dari program pembangunan spasial atau sektoral bersama (shared objective). Kesepakatan ini harus disetujui jajaran pimpinan tinggi madya dan pimpinan K/L serta pimpinan daerah otonom.

Kedua, perlunya memastikan sistem monitoring-evaluasi dan audit tidak sekadar melihat aspek akuntansi keuangan, tetapi juga mencermati efektivitas biaya, kesesuaian dengan tujuan pembangunan, dan mengandung fungsi pembelajaran ke arah penyempurnaan berkelanjutan. Dalam konteks penyelenggaraan riset dan inovasi, audit perlu memperhatikan penerapan prinsip akuntabilitas tanpa mengorbankan otonomi lembaga riset dan inovasi. Penyelenggaraan riset dan inovasi dengan dana pihak ketiga harus dilengkapi dengan mekanisme dan target yang disesuaikan dengan tujuan spesifik skema pendanaannya. Selain itu, monitoring perlu dilakukan di level institusi, bukan peneliti. Institusi kemudian perlu dievaluasi secara berkala dari kinerjanya. Karena itu, pembenahan manajemen internal lembaga menjadi hal yang penting.

4.2.4 MEMBENTUK SUMBER DAYA DINAMIS

Sumber daya yang andal dan tepat adalah kunci peningkatan kualitas ekosistem pengetahuan dan inovasi. Pengelolaan dan perencanaan pembangunan kualitas sumber daya, baik manusia, infrastruktur, logistik, maupun perangkat pendukungnya, menjadi hal yang sangat penting untuk direncanakan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah menemukan cara yang paling efektif untuk mengelola sumber daya manusia dalam bidang sains, pendidikan tinggi, riset dan inovasi yang memiliki ritme, kultur kerja, kaidah, serta mekanisme insentif yang berbeda dengan bidang lain.

Dari beberapa kajian mengenai kultur kerja di perguruan tinggi, diketahui bahwa budaya riset, telaah sejawat, serta kultur akademik secara umum di Indonesia hanya dapat meningkat jika beban kerja administrasi dan proses administrasi lainnya dikurangi (Rakhmani dan Siregar, 2016; Team, 2016). Makin sedikit waktu yang diluangkan dosen dan peneliti untuk pekerjaan yang bersifat administratif dan fungsional, akan makin banyak waktunya untuk menghasilkan riset dan pengetahuan. Hal ini juga berlaku bagi peneliti dan perekayasa, terutama yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil.

Beban kerja administratif yang dialami para produsen pengetahuan sebagai aparatur sipil merupakan momok yang menjadikan mereka kalah bersaing (Rakhmani dan Siregar, 2016), juga dalam hal insentif finansial (Suryadarma, Pomeroy, dan Tanuwidjaja, 2011).

Page 101: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 73

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

Selain itu, keberadaan sumber daya manusia yang dinamis seharusnya tercermin dari kemungkinan perpindahan tempat kerja bagi dosen, peneliti, dan perekayasa. Hal ini sudah didengungkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk Kepala LIPI, para peneliti LPNK, dan juga Forum Rektor Indonesia.28 Yang diinginkan adalah kesempatan untuk belajar, berpraktik, serta mengerjakan proyek kolaborasi, terutama terkait dengan mobilitas peneliti antar-perguruan tinggi ataupun dengan industri. Terjadinya perpindahan juga memungkinkan transfer pengetahuan yang intensif antara pihak pemerintah, swasta, dan pendidikan tinggi.

Untuk mewujudkan harapan ini, wacana penyusunan skema kepegawaian baru bagi dosen, peneliti, perekayasa, serta aktor produsen pengetahuan lainnya perlu direalisasi. Peluang tersebut sudah ada dan perlu dioptimalkan melalui skema baru aparatur sipil negara, terlebih pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Fleksibilitas dan mobilitas menjadi dua kata kunci yang harus menjadi prinsip pengelolaan SDM pengetahuan dan inovasi, mengingat dunia produksi pengetahuan dinamis. Regulasi ke depan harus memungkinkan gerak lembaga yang lincah, yang ditopang SDM yang tidak terkekang oleh prosedur dan diberi kesempatan untuk belajar dan berkontribusi dalam berbagai bentuk.

Lebih lanjut, cetak biru ini juga mengafirmasi beberapa terobosan kebijakan terkini yang didorong pemerintah pusat. Contohnya adalah dukungan pendanaan dari pemerintah yang sifatnya menopang atau bahkan melipatgandakan pendanaan swasta dalam bentuk matching fund. Upaya ini sejalan dengan visi cetak biru yang menginginkan kolaborasi lebih erat antara dunia pendidikan tinggi dan industri.29 Sementara itu, upaya mendorong produktivitas perguruan tinggi juga makin diseriusi dengan model pengelolaan yang mengarah ke research university. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan jumlah dan intensitas kerja sama antara industri, universitas, dan lembaga riset (Brodjonegoro dan Moeliodihardjo, 2014).

Prinsip lain yang diyakini dalam cetak biru ini adalah pentingnya cara bekerja, juga cara pandang yang bersifat jamak—baik dari segi sektor maupun sumber pendanaan. Untuk itu, strategi pengelolaan sumber daya harus mengedepankan penghilangan sekat-sekat antarlembaga, antar-saluran pendanaan, serta antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Pentingnya sinergi antar-aktor sudah sering dikemukakan, tetapi masih terdapat berbagai hambatan untuk menjadikannya nyata. Cetak biru ini akan mengusulkan beberapa strategi utama yang kiranya dapat mempertemukan produsen, pengguna, dan perantara pengetahuan. Hal ini perlu dirancang sedini dan setepat mungkin agar dapat membantu mengurangi ketimpangan (antardaerah, antargender, antarlatar belakang sosial) yang menjadi hambatan pembangunan ekonomi berbasis pengetahuan. Kebijakan yang bersifat afirmatif menjadi penting dan beberapa di antaranya didorong gagasan baru yang diharapkan dapat menjadi pembeda ke depan.

Terdapat 17 sasaran untuk mewujudkan/meningkatkan/memperkuat aspek sumber daya. Ke-17 sasaran tersebut dibagi menjadi dua kelompok: 7 sasaran merupakan sasaran optimalisasi, sementara 10 merupakan usulan kebijakan atau sasaran program baru.

28 Disampaikan dalam dua FGD, 8 Oktober 2020 dan 21 Oktober 2020.29 Sebagaimana disampaikan Dirjen Dikti pada sesi FGD 8 Oktober 2020 dengan informasi resmi yang dapat diakses di https://dikti.kemdikbud.go.id/pengumuman/buku-panduan-indikator-kinerja-utama-ptn/.

Page 102: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi74

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

SASARAN OPTIMALISASI

Secara terperinci, strategi untuk mencapai tujuh saran optimalisasi tertuang dalam tabel berikut.

No. Sasaran Strategi

1 Terciptanya SDM riset, inovasi, dan kebijakan publik yang andal melalui peningkatan kapasitas terus-menerus (baik melalui pendidikan formal maupun pelatihan) sebagai bagian dari proses pengembangan jenjang karier

a. Menciptakan critical mass SDM iptek dengan indikator 30% populasi memiliki gelar pascasarjana.

b. Menyusun rencana pengembangan SDM di setiap lembaga riset dan inovasi, termasuk swasta, dalam bentuk beasiswa gelar dan non-gelar yang sistematis dan kompetitif (misalnya LPDP).

c. Menguatkan manajemen talenta dari lembaga riset dan inovasi/pendidikan.

d. Mendukung adanya fasilitas/sarana pendidikan dan pelatihan, termasuk in-house training dan non-classical training.

e. Melakukan sinkronisasi roadmap SDM antarsektor dengan Dikti-LPDP-K/L.

2 Meningkatnya jumlah dan intensitas kerja sama antara industri, universitas, dan lembaga riset

Mendorong industri terlibat dalam perencanaan riset dan riset kolaborasi dengan skema riset yang lebih terfokus dan kolaboratif.

3 Meningkatnya persentase peneliti/perekayasa/analis kebijakan yang terpapar kolaborasi riset dan inovasi internasional

a. Membuat strategi kolaborasi internasional untuk sektor pengetahuan dan inovasi dengan menyeimbangkan pendekatan top-down (government-to-government) dan bottom-up (institution-to-institution).

b. Memperbaiki enabling factors kolaborasi internasional (pendanaan, insentif, regulasi, dan kapasitas lembaga).

c. Melakukan pemetaan kebutuhan kolaborasi internasional yang secara spesifik diarahkan untuk mengisi kebutuhan infrastruktur riset dan inovasi.

4 Terarusutamakannya budaya telaah sejawat (peer review) di komunitas peneliti

a. Membangun sistem telaah sejawat yang dipimpin peneliti (researcher-led peer review) untuk semua kategori penelitian yang didanai pemerintah. Dimulai dengan uji coba sistem peer review secara nasional (contohnya praktik di Inggris dan Australia).

b. Memperkuat kode etik penelitian nasional dengan keterlibatan komunitas epistemik.

c. Meningkatkan profesionalitas manajemen penelitian (misalnya penguatan peran LPPM di universitas serta unit manajemen penelitian di lembaga riset dan inovasi lainnya).

5 Meningkatnya kualitas ASN dalam perumusan kebijakan dan pengorganisasian program

a. Mengoptimalkan peran jabatan fungsional analis kebijakan, jabatan fungsional yang relevan, dan jabatan struktural dalam proses perumusan kebijakan.

b. Optimalisasi peran riset dan inovasi dalam suplai informasi perumusan kebijakan.

Page 103: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 75

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

No. Sasaran Strategi

6 Percepatan agenda reformasi birokrasi dalam hal pengembangan SDM iptek: peneliti dan dosen

a. Memaksimalkan skema ASN dari pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) untuk mendorong rekrutmen dosen dan peneliti lintas perguruan tinggi.

b. Memaksimalkan skema PPPK untuk mendorong rekrutmen diaspora dosen dan peneliti Indonesia untuk kembali bekerja purnawaktu di Tanah Air, baik di perguruan tinggi maupun badan/lembaga pemerintah.

c. Mendorong adanya skema yang memungkinkan diaspora dosen dan peneliti Indonesia bisa bekerja paruh waktu di Tanah Air, baik di perguruan tinggi maupun badan/lembaga pemerintah.

d. Mendorong konsistensi PTN-BH dalam rekrutmen dosen dan peneliti sesuai dengan kebutuhan institusi dan agenda riset nasional.

e. Mendorong sinergi antara komunitas sains, perguruan tinggi, bisnis, dan pemerintah dalam menentukan roadmap sektoral dan nasional.

7 Adanya pusat-pusat unggulan iptek (PUI) tingkat dunia

a. Mengembangkan keunggulan spesifik (centre for excellence dalam bidang tertentu) dari PT atau program studi di daerah sehingga berdaya tarik bagi calon pelajar (termasuk dari luar negeri) atau untuk pengambilan data (misalnya PUI untuk biodiversity, soal vulkanologi).

b. Pemberian working capital atau insentif bagi PUI yang produktif dan bereputasi baik.

Dari sasaran di atas, ada beberapa imperatif tindakan yang perlu dicapai. Pertama, upaya mendorong kualitas ASN yang berkecimpung dalam pengetahuan dan inovasi. Hal ini bisa diraih dengan mempercepat agenda reformasi birokrasi dan memaksimalkan pemanfaatan SDM, baik yang sudah tersedia secara internal di K/L maupun dengan memungkinkan terjadinya mobilitas SDM antarlembaga, bahkan dari luar negeri (diaspora) sekalipun.

Imperatif kedua adalah memungkinkan terjadinya pemanfaatan sumber daya yang didorong perputaran atau perpindahan pengetahuan sebagai akibat dari munculnya berbagai interaksi. Hal ini dibahas dalam poin 4, 5, dan 6. Yang hendak dicapai adalah meningkatnya kolaborasi, kerja sama, paparan pengetahuan, dan budaya telaah sejawat yang merupakan penanda adanya iklim ilmiah.

SASARAN BARU

Ke-10 saran bagi sasaran program baru dijabarkan secara terperinci dalam tabel berikut.

No. Sasaran Strategi

8 Meningkatnya jumlah SDM berkualifikasi S-3 di semua disiplin ilmu

a. Mengadopsi praktik dalam menciptakan pusat dan jaringan untuk pelatihan doktoral (S-3) nasional (misalnya U.K.; Laureate scheme di Australia).

b. Menyusun skema pendanaan penelitian untuk mendukung peneliti senior yang terbukti dapat menjadi pelatih dan mentor penelitian yang baik.

c. Menyusun skema kemitraan internasional dalam hal pelatihan Ph.D. dan program mobilitas, untuk membangun kemampuan baik supervisor maupun mahasiswa.

9 Terciptanya SDM terampil bersertifikasi global di bidang iptek strategis

Pengadaan program percepatan pascasarjana khusus untuk PTN BLU dan satker.

Page 104: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi76

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

No. Sasaran Strategi

10 Adanya struktur terpadu pendidikan tinggi vokasi dengan akademik

a. Menciptakan fleksibilitas jalur perpindahan dari vokasi ke akademik, baik di jenjang pendidikan menengah ke atas maupun tinggi.

b. Memastikan keseimbangan antara pendidikan terapan dan teori di tingkat pendidikan tinggi.

11 Berkurangnya insentif yang merugikan (perverse incentive) dalam pengembangan karier dosen atau peneliti

a. Menerapkan sistem Tri Dharma Perguruan Tinggi yang mewajibkan kegiatan riset, pengajaran, dan pengabdian kepada masyarakat pada level institusional dan bukan individu. Hal ini juga dapat membuka pintu bagi terbentuknya sistem rekrutmen dan jenjang karier yang lebih intensif untuk kegiatan riset (research-intensive appointments and career pathways).

b. Membuat skema kepegawaian sendiri untuk dosen dan peneliti (tidak lagi dikelola di bawah skema PNS).

12 Terjadinya brain gain—pemerataan kualitas—universitas di Indonesia

a. Merumuskan skema mobilitas dosen untuk mendorong pemerataan dan peningkatan kompetensi.

b. Mendorong kompetisi universitas di Indonesia atau meningkatkan kinerja agilitas universitas dengan membuka kemungkinan SDM asing masuk ke universitas dalam negeri.

c. Memasukkan mobilitas antarlembaga sebagai indikator kinerja utama (key performance indicator) lembaga riset dan inovasi.

13 Tingkat penerimaan mahasiswa pendidikan tinggi (higher education enrollment rate) setara dengan negara berpendapatan menengah atas (upper-middle-income countries)

a. Menyusun kebijakan afirmatif (affirmative policy) untuk provinsi-provinsi dengan angka partisipasi kasar pendidikan tinggi (APK-PT) terendah.

b. Melibatkan pemerintah daerah dalam pembiayaan pendidikan tinggi.

14 Terciptanya sistem pelibatan SDM dalam kolaborasi internasional yang resiprokal

Merelaksasi regulasi untuk fleksibilitas mobilitas foreign skilled worker dengan diarahkan adanya spillover.

15 Adanya kesempatan bagi masyarakat umum untuk dapat terjun ke aktivitas riset ataupun memberikan dukungan terhadap hasil upaya mereka serta membantu dalam pengurusan hak cipta dan sejenisnya (harus mencakup sumber daya non-Jawa)

a. Mengadakan pelatihan, pendidikan singkat, dan “pemasaran” atas aktivitas mereka.

b. Menyiapkan prasarana fisik dan nonfisik untuk workshop bekerja sama dengan pemerintah dan akademisi serta industri skala besar.

16 Tersedianya infrastruktur iptek yang mudah diakses para aktor, sekaligus menerapkan digitasi informasi

a. Melakukan pemetaan infrastruktur riset dan inovasi saat ini dan menentukan peta jalan pengembangan infrastruktur prioritas, termasuk menentukan peran negara untuk memastikan ketersediaan infrastruktur riset dan inovasi strategis serta peran aktor ekosistem lainnya.

b. Membuat skema bagi pakai untuk fasilitas yang dikembangkan dan dimiliki negara serta memberikan insentif bagi aktor pemilik infrastruktur lain dalam ekosistem untuk menerapkan skema serupa.

17 Berkembangnya infrastruktur riset baru secara merata, yang tidak terpusat di Pulau Jawa, demi menunjang place-based research and innovation

Melakukan proses konsultasi dengan pemangku kepentingan di daerah mengenai potensi topik penting lokal yang membutuhkan dukungan riset dan inovasi (misalnya komoditas tertentu yang penting untuk pengembangan ekonomi daerah dan tantangan sosial tertentu yang terkait dengan keunikan masyarakat setempat) serta mengembangkan infrastruktur yang dibutuhkan.

Page 105: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 77

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

Dari sasaran di atas, ada beberapa imperatif tindakan yang perlu dicapai. Pertama, perlunya komitmen jangka panjang untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Dengan konteks sumber daya dalam bidang inovasi dan pengetahuan, tolok ukur yang dipakai tidak bisa hanya dilihat dari, misalnya, Indeks Pembangunan Manusia (HDI) ataupun tolok ukur meningkatnya skor peringkat Indonesia dalam survei PISA. Kedua indeks tersebut lebih mencerminkan kualitas pendidikan dasar dan menengah. Namun, indikator yang lebih relevan adalah meningkatnya angka partisipasi kasar pendidikan tinggi dan sejauh mana APK tersebut merata antarprovinsi di Indonesia. Juga angka tersebut perlu terlihat mengalami peningkatan cepat jika kita menginginkan akselerasi kualitas ekosistem pengetahuan dan inovasi.

Kedua, dalam jangka menengah, kesenjangan antardaerah dalam hal infrastruktur fisik juga perlu diatasi dengan melahirkan ataupun memaksimalkan pusat unggulan iptek. Keberadaan infrastruktur tersebut harus diiringi dengan kepemimpinan daerah yang ingin memanfaatkan potensi sumber dayanya untuk diolah dengan prinsip ekonomi berbasis pengetahuan. Termasuk dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur dasar penelitian di daerah yang tidak memadai (Seknas Fitra, 2020:6). Peran pemerintah pusat dalam hal ini adalah sebagai fasilitator atau pemungkin.

Ketiga, beberapa sasaran jangka pendek (low-hanging fruit) bisa diraih dengan kemauan dan sinergi antar-aktor. Data mengenai ketersediaan SDM dan infrastruktur (laboratorium, balai latihan, balai kerja, kebun raya, dan lain-lain) yang terpadu serta terbuka untuk diakses publik merupakan oksigen ekosistem. Tanpanya, aktor pengetahuan tidak bisa bergerak untuk mencapai sasaran-sasaran yang disepakati.

4.2.5 MENYEDIAKAN DUKUNGAN PENDANAAN DAN INSENTIF YANG MEMADAI

Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, alokasi anggaran riset oleh pemerintah Indonesia masih tergolong rendah. Sebagai perbandingan, negara berkembang mengalokasikan 1 hingga 3 persen APBN untuk penelitian dan pengembangan. Hal ini merupakan bagian dari upaya memberikan prioritas pada penggunaan riset dan inovasi untuk memperkuat keberlanjutan perekonomian serta meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan. Pada 2016, pemerintah Indonesia menganggarkan 0,25% dari pendapatan domestik bruto untuk riset dan pengembangan (Nugroho dkk., 2016). Jumlah ini sepuluh kali lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara (Pellini dkk., 2018). Singapura menganggarkan 2,2%, Korea Selatan 4%, Malaysia 1,25%, dan Jepang 3,6 % (Pellini dkk., 2018).

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sisnas Iptek, khususnya Pasal 59, mengamanatkan bahwa dana abadi penelitian adalah satu sumber pendanaan penelitian, pengembangan, serta penerapan invensi dan inovasi—kunci dalam pengembangan ekosistem riset dan inovasi yang baik. Bahkan, pada 2019, pemerintah Indonesia telah menganggarkan dana abadi penelitian sebesar Rp 990 miliar. Nominal ini telah dinyatakan akan naik menjadi Rp 5 triliun pada 2020, tetapi mekanisme penyaluran dan pemanfaatan dana ini hingga sekarang belum ditetapkan.

Berdasarkan sebuah studi yang dijalankan AIPI, ALMI, dan DIPI (2020), dana abadi penelitian didasarkan pada prinsip investasi, yang mengampu kesinambungan ketersediaan anggaran tiap tahunnya. Selain itu, dana abadi penelitian menjadikan proses penelitian dan pengembangan tidak bergantung pada tahun anggaran, bahkan lebih jauh lagi dapat membuka peluang pelibatan pihak non-pemerintah dalam pendanaan penelitian.

Page 106: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi78

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

Laporan yang sama telah mengidentifikasi enam hambatan dalam penyelenggaraan pendanaan penelitian yang efektif dan efisien di Indonesia (AIPI, ALMI, DIPI, 2020):

1. Ada inkonsistensi data penghitungan belanja riset dan inovasi nasional. Pada 2016, hanya 43,74% dari Rp 24,92 triliun dana riset dari pemerintah pusat digunakan untuk penelitian. Selebihnya untuk operasional, jasa iptek, belanja modal, serta pendidikan dan pelatihan.

2. Perlu mekanisme yang jelas untuk mengukur kinerja lembaga riset. Dana penelitian pemerintah tersebar pada 81 K/L, sementara hanya 13 K/L yang melakukan kegiatan riset dan inovasi.

3. Mekanisme pendanaan penelitian menggunakan sistem pengadaan barang dan jasa, sementara riset yang berkualitas memerlukan pendanaan yang fleksibel serta berbasis tahun jamak dan mengedepankan akuntabilitas ketimbang ketaatan (compliance).

4. Perlu lembaga independen yang berfokus mengelola dana penelitian pemerintah. Sementara ini, ada tiga lembaga pendanaan yang mengelola dana riset pemerintah, yaitu Kemenristek/BRIN, Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) di bawah Kemenkeu, dan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP); juga Dana Ilmu Pengetahuan Indonesia (DIPI).

5. Kemampuan fiskal negara dalam mengalokasikan dana penelitian perlu ditingkatkan. Politik anggaran untuk riset perlu diprioritaskan karena sementara ini riset masih masuk belanja barang, bukan belanja modal, sehingga riset dianggap berkategori pengeluaran, bukan investasi.

6. Kontribusi industri dan pihak swasta dalam mendanai riset dan pengembangan perlu dinaikkan, padahal industri multinasional melakukan riset dan pengembangan di pusat industri negara-negara dengan ekonomi maju (AIPI, 2017).

Secara praktis, penyelenggaraan dana abadi telah dijalankan LPDP melalui badan layanan umum (BLU) di bawah Kementerian Keuangan. Dana abadi penelitian direncanakan akan dikelola di bawah Kementerian Riset dan Teknologi/BRIN, yang juga melibatkan DIPI sebagai peninjau serta penjaga kualitas tinjauan proposal dan pelaksanaan riset. Dengan demikian, dana abadi penelitian dapat menjadi fondasi untuk memperkuat ekosistem pengetahuan dan inovasi melalui mekanisme penyaluran dana riset yang efektif dan efisien.

Berdasarkan rangkaian diskusi terfokus dengan para pemangku kepentingan, identifikasi implementasi debirokratisasi untuk mewujudkan penyaluran yang tepat sasaran (peningkatan efektivitas pendanaan) ini dapat dilakukan melalui beberapa cara sebagai berikut.

1. Peningkatan efisiensi tata kelola pendanaan riset dan inovasi di bawah satu organisasi BLU dan kementerian (Kemenristek/BRIN). Sampai 2020, pendanaan riset masih tersebar antara Kemenristek/BRIN, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Dikti), LPDP, dan DIPI.

2. Pengelolaan dana abadi multitahun turut menyederhanakan mekanisme pendanaan riset dan pengembangan, yang berpotensi meningkatkan partisipasi masyarakat dan pihak swasta.

3. Pemanfaatan dana penelitian perlu diprioritaskan pada penelitian kompetitif berdasarkan merit dan terbuka bagi semua instansi pemerintah ataupun non-pemerintah. Sistem kompetitif ini beriringan juga dengan kebijakan afirmatif pada topik riset bagi daerah terluar, terdalam, dan terpinggir sesuai dengan RPJMN Bappenas perihal pemerataan.

4. Mekanisme akuntabilitas pendanaan riset dan inovasi dikelola melalui penilaian berbasis output. Mekanisme ini bisa dikelola secara berjenjang sehingga pelaksanaan riset berkualitas juga memperkuat institusi yang menaunginya.

Page 107: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 79

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

Cetak biru ini telah mengidentifikasi 16 sasaran untuk meningkatkan atau memperkuat aspek sumber daya. Sasaran-sasaran tersebut dibagi menjadi dua kelompok: 7 sasaran merupakan sasaran optimalisasi, sementara 9 sasaran merupakan usulan kebijakan atau sasaran program baru.

SASARAN OPTIMALISASI

Secara terperinci, tujuh sasaran optimalisasi serta strategi untuk mencapai sasaran yang telah diidentifikasi tersebut tertuang dalam tabel berikut.

No. Sasaran Strategi

1 Tata kelola pendanaan riset dan inovasi yang efisien dan terarah

Menyederhanakan skema pendanaan riset agar tidak tumpang-tindih (jumlah skema dikurangi dan tidak tersebar antara Kemenristek/BRIN, Dikti, LPDP, dan DIPI).

2 Meningkatnya partisipasi masyarakat (nonprofit) dalam pendanaan riset dan inovasi yang mendorong belanja riset mayoritas bersumber dari swasta

a. Menyederhanakan regulasi dana filantropi (termasuk zakat) untuk riset dan inovasi.

b. Memberikan insentif bagi sektor swasta untuk berpartisipasi dalam kegiatan riset dan inovasi dengan menspesifikasikan bentuk bantuannya (subsidi, insentif pajak, modal ventura, atau bentuk lainnya).

c. Menciptakan kreasi bersama (co-creation) antara swasta dan pemerintah agar risiko penelitian dapat ditanggung bersama.

3 Terarustamakannya pendanaan riset yang kompetitif dan berbasis merit untuk semua instansi pemerintah, universitas, serta organisasi penelitian masyarakat sipil yang menghasilkan R&D

a. Memperluas dan memperkuat pengukuran kinerja penelitian untuk universitas dan lembaga atau badan penelitian yang didanai pemerintah.

b. Menerapkan regional distributional overlay dalam sistem yang kompetitif untuk membuka kesempatan yang sama bagi lembaga penelitian non-otonom, non-Jakarta, dan non-Jawa. Model yang berbeda tersedia untuk lembaga dengan karakteristik yang berbeda.

4 Mekanisme akuntabilitas pendanaan riset dan inovasi yang sesuai dengan karakteristik kegiatan riset dan inovasi (multitahun dengan tingkat fleksibilitas terhadap output) dengan tanggung jawab akuntabilitas berjenjang

a. Mengatur alokasi dan pertanggungjawaban pendanaan riset dan inovasi dengan sistem ring-fencing atau menjaga komitmen jumlah anggaran tertentu.

b. Mengembangkan dan menguji coba skema untuk memprofesionalkan pengelolaan pendanaan penelitian di tingkat kelembagaan, untuk mengurangi beban kepatuhan (compliance burden) pada individu dan tim peneliti.

5 Hadirnya tim peneliti berbasis merit yang memiliki kewenangan dalam mengelola dana riset dan inovasi dengan akuntabilitas dan capaian kinerjanya

a. Memberikan otonomi dana riset dan inovasi dari domain lembaga ke domain tim peneliti dengan menjunjung akuntabilitas kinerja terhadap output yang dihasilkan.

b. Melakukan perencanaan awal kegiatan dan evaluasi secara berkala dengan melibatkan lembaga pemberi dana, komunitas ilmiah, dan kelompok sasaran dari hasil/luaran penelitian.

6 Ruang reformasi sektor keuangan agar lebih terfokus dalam mendukung pembangunan sektor riil, misalnya melalui pengembangan modal usaha untuk membiayai inovasi

Mengarahkan modal ventura untuk pembiayaan inovasi, utamanya inovasi yang menunjang sektor riil.

7 Berkurangnya insentif yang merugikan (perverse incentive) yang masih terdapat dalam beberapa pendanaan riset

Mengintegrasikan dana riset dengan gaji personal peneliti yang lebih incentive compatible. Pekerjaan riset masuk ke struktur gaji, dengan alokasi waktu yang didedikasikan untuk riset. Output menjadi bahan evaluasi kontrak kinerja melalui lembaga ataupun promosi.

Page 108: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi80

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

SASARAN BARU

Secara terperinci, delapan sasaran baru beserta strateginya tertuang dalam tabel berikut.

No. Sasaran Strategi

8 Target nasional untuk dekade selanjutnya (misalnya 1-2% Produk Domestik Bruto [PDB]) memenuhi atau melampaui level yang digunakan oleh peer countries (mis: memenuhi median R&D spending upper-middle income countries)

a. Memastikan bahwa total anggaran pemerintah untuk R&D meningkat, terutama anggaran untuk project funding.

b. Memastikan kuantitas dan tata kelola pendanaan (quality of spending) sehingga project funding teralokasi dengan baik.

9 Realisasi wacana dana abadi penelitian

a. Meninjau kembali bentuk lembaga pengelola dana abadi riset dan inovasi yang ideal.

b. Merealisasi dana abadi peneitian melalui model pendanaan di luar APBN (DIPA)

10 Terwujudnya dukungan atas pendanaan penelitian berorientasi misi (mission-oriented research)

a. Mengoordinasi dan mendukung riset berbasis misi atau tantangan yang bersifat interdisipliner untuk menangani masalah masyarakat yang kompleks dan berorientasi masa depan.

b. Memberikan dukungan pendanaan untuk STEMM serta ilmu sosial dan humaniora sesuai dengan kebutuhan peralatan dan infrastruktur yang spesifik terkait dengan bidang ilmunya.

11 Adanya alokasi pendanaan riset untuk isu terkini (emerging issues) dan kebutuhan yang berubah

a. Membuat akun anggaran khusus untuk aktivitas riset dan inovasi.

b. Melibatkan pihak non-pemerintah (industri sebagai penerima manfaat hasil riset dan inovasi) dalam sharing funding dengan pemerintah dalam pelaksanaan riset dan inovasi.

12 Terbentuknya sistem pendanaan riset dan inovasi terintegrasi dengan ownership stakeholder tinggi

a. Merumuskan sistem pendanaan yang berorientasi outcome/impact dan didukung sistem perencanaan/penganggaran serta monitoring dan evaluasi terintegrasi.

b. Memfasilitasi aktor lembaga pendanaan untuk berkolaborasi dalam program multi-source riset dan inovasi melalui format konsorsium.

13 Terbentuk pemahaman atas riset sebagai investasi dalam cakrawala waktu yang multitahun dan menjadikan skema pendanaan multitahun sebagai norma

a. Memastikan alokasi dana penelitian multitahun, melalui perkiraan ke depan (forward estimates), untuk penelitian yang telah disetujui.

b. Menerapkan pelaporan pendanaan penelitian pada tahun keuangan setelah penyelesaian proyek

14 Pengategorian pendanaan yang terintegrasi untuk program/aktivitas riset dan inovasi murni, riset dan inovasi terapan, serta hilirisasi hasil riset dan inovasi

Melibatkan komunitas ilmiah, pemerintah, masyarakat, dan industri dalam perencanaan awal kegiatan dan evaluasi riset.

15 Tersinkronisasinya skema insentif dengan skema kepegawaian baru (ASN PPPK) lintas sektor (Kemendikbud, Kemenristek/BRIN, dan Kementerian PANRB)

a. Menyusun skema remunerasi yang lebih kompetitif demi menghindari insentif yang merugikan (perverse incentive).

b. Menyusun skema remunerasi yang sesuai dengan perubahan pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Page 109: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 81

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

Berbagai prinsip, ide, dan usulan kebijakan di atas merupakan upaya membenahi sumber daya demi terciptanya ekosistem pengetahuan dan inovasi untuk mencapai cita-cita Indonesia 2045. Aspek-aspek tersebut diselaraskan dengan prinsip lainnya dalam cetak biru ini serta disusun berdasarkan pertimbangan lain seperti aspek pendanaan dan mekanisme kelembagaan dalam pencapaiannya.

4.3 IMPLEMENTASI, MONITORING, DAN EVALUASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi (EPI) ini akan diimplementasikan, dimonitor pelaksanaannya, dan dievaluasi pencapaiannya. Di bawah ini merupakan usulan mekanisme koordinasi dan tanggung jawab, metode monitoring-evaluasi, serta kerangka indikator capaian berbasis pembelajaran sebagai panduan umum yang bisa dijabarkan lebih detail.

4.3.1 MEKANISME DAN STRUKTUR KOORDINASI

Secara umum penanggung jawab pelaksanaan EPI diusulkan untuk diatur sebagai berikut.a. Kementerian penanggung jawab di tingkat nasional;b. K/L koordinator menurut keluaran EPI; danc. K/L pelaksana sesuai dengan sasaran.

Pelaksanaan Cetak Biru EPI ini dijalankan dengan prinsip utama partisipasi multipihak (participatory, collaborative), keluwesan dan kelincahan (agility), serta pembelajaran (learning), sesuai dengan karakter implementasi pengetahuan dan inovasi yang multi- dan inter-disipliner serta dinamis.

Page 110: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi82

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

A. Penanggung jawab di tingkat nasional dalam pelaksanaan Cetak Biru EPI adalah kementerian/lembaga yang menangani urusan riset, teknologi, dan inovasi, yakni Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN). Fungsi penanggung jawab ini adalah memastikan koordinasi (coordinating) pelaksanaan Cetak Biru EPI secara umum di tingkat nasional.

Penanggung jawab di tingkat nasional juga didampingi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas), yang turut memastikan Cetak Biru EPI ini diintegrasikan ke dalam implementasi Visi Indonesia 2045 dan menjadi bagian dari Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2026-2045.

B. Di tingkat koordinasi antar-kementerian, koordinator pelaksana (coordinating agencies) Cetak Biru EPI dibagi menurut output-nya sebagai berikut.

- Untuk memastikan Cetak Biru EPI menghasilkan hilirisasi serta komersialisasi sains, teknologi, dan inovasi untuk meningkatkan daya saing bangsa, koordinator utamanya adalah Kemenristek/BRIN;

- Untuk memastikan Cetak Biru EPI memperkuat kapasitas negara, birokrasi, dan kelembagaan negara serta memperbaiki proses bisnis pemerintah, koordinator utamanya adalah Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB);

- Sedangkan untuk memastikan Cetak Biru EPI mengintegrasikan pengetahuan dalam pembuatan kebijakan dan perencanaan pembangunan, koordinator utamanya adalah Kementerian PPN/Bappenas.

GAMBAR 20. USULAN KOORDINASI IMPLEMENTASI CETAK BIRU EPI

Page 111: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 83

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

Di tingkat koordinasi ini, ketiga K/L koordinator pelaksana berkonsultasi dengan Kementerian Koordinator (Kemenko)30 untuk memastikan tidak adanya tumpang-tindih dalam implementasi Cetak Biru EPI.

- Secara umum, Kemenko Perekonomian serta Kemenko Kemaritiman dan Investasi berfokus pada berjalannya ekosistem inovasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa;

- Sedangkan Kemenko PMK dan Kemenko Polhukam memastikan ekosistem pengetahuan mendorong peningkatan kapasitas pemerintah, perbaikan proses kerja pemerintahan, dan reformasi birokrasi, serta mengintegrasikan pengetahuan dalam proses pembuatan kebijakan dan perencanaan pembangunan.

Kementerian kunci lain yang perlu dilibatkan dalam tingkat koordinasi ini adalah yang terkait langsung dengan alokasi sumber daya, baik finansial maupun manusia: Kementerian Keuangan serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

C. Di tingkat implementasi, K/L penanggung jawab memastikan diimplementasikannya Cetak Biru EPI sesuai dengan sasaran, strategi, dan target waktu seperti diuraikan dalam bagian 4.3. dalam dokumen ini.

4.4 METODE MONITORING DAN EVALUASI

Sesuai dengan prinsip implementasi Cetak Biru EPI, mekanisme serta metode monitoring dan evaluasi adalah multilateralisme.

- Prinsip ini memastikan koordinator pelaksana EPI (Kemenristek/BRIN, Kementerian PANRB, dan Kementerian PPN/Bappenas) melibatkan (i) Kemenko terkait, (ii) K/L lain yang terkait erat (misalnya Kementerian Keuangan dan Kemendikbud), serta (iii) semua aktor dalam EPI (produsen, pengguna, perantara, dan pemungkin pengetahuan, baik pemerintah ataupun non-pemerintah, seperti organisasi masyarakat sipil, media, akademisi, dan donor) untuk memastikan sinkronisasi perencanaan dan penganggaran oleh K/L pelaksana yang mengeksekusi.

Dalam hal ini, idealnya, penajaman Rencana Kerja Pemerintah (RKP) di K/L pelaksana yang selama ini dilakukan melalui forum trilateral (K/L terkait bersama Kementerian PPN/Bappenas dan Kemenkeu) diperluas menjadi forum multilateral yang juga melibatkan K/L lain terkait dan aktor-aktor pemangku kepentingan dalam EPI.

- Perangkat dan instrumen pemantauan dan evaluasi dikembangkan dan disepakati bersama oleh forum multilateral pada saat proses perencanaan.

30 Tugas dan fungsi (tusi) Kemenko Bidang Perekonomian (Perpres 37/2020) mencakup koordinasi, sinkronisasi, pengendalian pelaksanaan, pengelolaan, penanganan, dan pengawalan kebijakan K/L yang terkait dengan isu di bidang perekonomian serta penyelesaian isu di bidang perekonomian yang tidak dapat diselesaikan di antara K/L terkait; tusi Kemenko PMK (Perpres 9/2015) mencakup koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pelaksanaan kebijakan K/L yang terkait dengan isu di bidang pembangunan manusia dan kebudayaan; tusi Kemenko Kemaritiman dan Investasi (Perpres 71/2019) mencakup koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian di bidang kemaritiman dan investasi; koordinasi, sinkronisasi, pengendalian, pengelolaan, dan penanganan kebijakan K/L yang terkait dengan isu di bidang kemaritiman dan investasi; serta penyelesaian isu di bidang kemaritiman dan investasi yang tidak dapat diselesaikan di antara K/L terkait.

Page 112: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi84

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

- Dalam pelaksanaannya, K/L pelaksana melibatkan semua aktor pemangku kepentingan dalam EPI dan mengomunikasikan perkembangannya secara rutin atau berkala kepada K/L koordinator. K/L pelaksana secara khusus mengomunikasikan kendala, persoalan, atau bottleneck yang dihadapi kepada K/L koordinator yang akan memastikan pencarian solusinya.

GAMBAR 21. METODE MONITORING & EVALUASI: ELEMEN FORUM MULTILATERAL

Pemantauan (monitoring) difasilitasi K/L koordinator melibatkan forum multilateral. Diusulkan mekanisme pemantauan per semester (dua triwulan) di tingkat teknis eselon I serta per tahun di tingkat menteri dan menteri koordinator.31 Dalam forum ini, dilakukan pemantauan dan evaluasi terhadap luaran (output), dampak (outcome), dan proses Cetak Biru EPI yang dilakukan pemerintah. Forum ini juga memungkinkan para aktor EPI bertemu setiap semester untuk membicarakan isu-isu teknis serta pembelajaran yang dapat diterapkan pada periode berikutnya.

- Pertemuan pada semester I adalah pertemuan antara pejabat tingkat eselon I dan II K/L koordinator dan pelaksana EPI serta, jika perlu, aktor-aktor pemangku kepentingan EPI non-pemerintah.

- Pertemuan pada semester II adalah pertemuan antara menteri koordinator dan pelaksana EPI untuk menetapkan dan mengesahkan strategi perbaikan yang perlu diimplementasikan pada periode berikutnya.

Pada intinya, forum kolaborasi multilateral ini memastikan sinkronisasi antara hasil pemantauan dan evaluasi terhadap perencanaan dan penganggaran sehingga pemantauan dan evaluasi menjadi substantif, terarah, sinergis, dan strategis.

Untuk memastikan implementasi yang solid, dipertimbangkan perlunya mengintegrasikan peran mengawal implementasi strategi Cetak Biru EPI ke dalam tugas dan fungsi pejabat eselon I dan II terkait, baik dalam Kemenristek/BRIN maupun Kementerian PPN/Bappenas.

Selain itu, diperlukan evaluator independen untuk mengevaluasi luaran dan dampak implementasi Cetak Biru EPI. Proses ini diperlukan untuk memastikan mekanisme telaah sejawat, terutama untuk luaran dan dampak yang terkait dengan validitas ilmiah.

31 Dalam praktiknya, pelibatan pemangku kepentingan dimungkinkan dalam semua kesempatan.

SEMESTER I

Unsur K/L pusat dan daerah(Eselon I dan Eselon II)

Unsur nonpemerintahPerwakilan perguruan tinggi, lembaga riset kebijakan & organisasi masyarakat,

komunitas epistemik, serta sektor swasta

■ Kementerian PPN/Bappenas■ Kementerian Ristek/BRIN■ Kementerian Keuangan■ Kementerian PANRB■ Kementerian/Lembaga

teknis lainnya■ Pemerintah daerah terkait

SEMESTER II

Menteri

■ Menteri PPN/Bappenas■ Menteri Ristek/BRIN■ Menteri Keuangan■ Menteri PANRB■ Menteri K/L teknis lainnya

Page 113: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 85

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan & Inovasi di Indonesia

4.4.1 INDIKATOR CAPAIAN

Indikator capaian implementasi Cetak Biru EPI diusulkan oleh K/L pelaksana dan disepakati dalam forum multilateral di tahap perencanaan. Penyusunan dan pengusulan indikator capaian ini merujuk pada usulan sasaran dan strategi seperti diuraikan dalam bagian 4.2 dokumen ini.

Page 114: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI
Page 115: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 87

5.1 CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI UNTUK MENCAPAI VISI INDONESIA 2045

Cetak Biru EPI adalah dokumen strategis yang disusun untuk memperkuat ekosistem ilmu pengetahuan dan inovasi sebagai fondasi bagi pencapaian empat sasaran pembangunan dalam Visi Indonesia 2045: (1) manusia Indonesia yang unggul, berbudaya, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, (2) ekonomi yang maju dan berkelanjutan, (3) pembangunan yang merata dan inklusif, serta (4) negara yang demokratis, kuat, dan bersih.32 Keempat sasaran ini hanya dapat dicapai dengan mengatasi dua tantangan utama pembangunan berkelanjutan: (1) tingginya kemiskinan, kerentanan, dan ketimpangan serta (2) rendahnya tren pertumbuhan ekonomi.

Pandemi COVID-19 mengangkat kedua tantangan ini ke permukaan dan makin mendesak transisi pembangunan yang didominasi ekonomi ekstraktif menuju ekonomi inklusif berbasis inovasi. Berbagai riset mengenai hubungan pengetahuan dan inovasi dengan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di berbagai negara menunjukkan bahwa negara dengan intensitas riset berkualitas baik mampu melanjutkan produktivitasnya bahkan saat input rendah—sebuah kemampuan adaptif bangsa untuk bertahan bahkan saat mengalami krisis kesehatan, alam, ekonomi, dan sosial.

Peran pemerintah sebagai regulator dan pengawas amat sentral untuk menjaga proses transisi berjalan efektif. Selama dekade terakhir, kerangka regulasi untuk memajukan dan meningkatkan kualitas ilmu pengetahuan dan inovasi telah dibentuk. Kerangka ini berfokus menghasilkan invensi dan inovasi melalui penguatan sistem perencanaan dan pengawasan, tata kelola kelembagaan, sumber daya, jaringan, pendanaan, serta pelayanan dalam EPI.

Seluruh rangkaian proses ini hanya akan berfungsi secara efektif melalui upaya sistematis memobilisasi unsur-unsur pemangku kepentingan EPI. Pemangku kepentingan EPI dapat ditemukan dalam berbagai organisasi dan sektor, yang terbagi dalam produsen pengetahuan dan inovasi (perguruan tinggi, lembaga penelitian, dan think tank), pengguna pengetahuan dan inovasi (pemerintah sebagai pelaksana dan sektor bisnis dengan visi pembangunan berkelanjutan), pemungkin pengetahuan dan inovasi (pemerintah sebagai regulator dan penyandang dana), serta perantara pengetahuan dan inovasi (media, masyarakat sipil, dan sebagainya). Pemerintah sebagai regulator dan pengawas juga melakukan mobilisasi aktor EPI melalui upaya memperkuat hubungan antar-aktor.

32 Berdasarkan dokumen Bappenas, Visi Indonesia 2045.

5 PENUTUP

Page 116: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi88

Penutup

Pemerintah negara maju, seperti Jepang, mampu menyirkulasi dan mendifusi pengetahuan dan inovasi yang dihasilkan para produsen ke EPI secara menyeluruh. Kemampuan pemerintah Jepang memobilisasi produk pengetahuan dan inovasi ke para aktor strategis dalam EPI menjaga tindakan kolektif (sinergi) serta keseimbangan dan timbal balik peran sektor publik dengan sektor swasta.

Yang pertama, proses mobilisasi dijalankan dengan prinsip-prinsip pertumbuhan berbasis inovasi yang bersifat inklusif. Berbagai penelitian atas negara maju dengan EPI yang kuat menunjukkan bahwa tantangan pembangunan berupa kemiskinan, kerentanan, dan ketimpangan menghasilkan penghambat pertumbuhan (growth inhibiting). Konsisten dengan hal itu, pemerataan pendapatan dan pengurangan jurang ketimpangan terkait dengan kemajuan pengetahuan dan inovasi. Dengan kata lain, pemerataan adalah dorongan bagi pertumbuhan (growth enhancing). Pembangunan inklusif bukanlah penghambat bagi produktivitas ekonomi, melainkan persyaratan bagi pertumbuhan ekonomi berbasis pengetahuan dan inovasi.

Yang kedua, mobilisasi antar-aktor dalam EPI yang dilakukan pemerintah dijalankan dengan prinsip kebijakan berbasis bukti atau penyusunan peraturan yang berlandaskan produk pengetahuan dan inovasi. Riset-riset mengenai formulasi kebijakan di Indonesia menunjukkan bahwa peningkatan kualitas kebijakan di Tanah Air terhambat oleh patron-klien dalam pengambilan keputusan (hubungan personal), ketertutupan pengambilan keputusan (data dan proses tidak dapat diakses secara terbuka), dan rendahnya responsivitas pemerintah dalam mengambil keputusan (kurangnya data berkualitas). Prinsip kebijakan berbasis bukti menggarisbawahi upaya membudayakan (1) penggunaan data untuk tujuan bersama, (2) harmonisasi data, (3) aksesibilitas data, baik bagi pemerintah maupun publik, (4) tata kelola akuntabel, (5) kecepatan pembuatan kebijakan yang berbanding lurus dengan kualitas data, (6) kebijakan berlandaskan data terbuka, (7) dukungan infrastruktur informasi terbuka (open data/one data), serta (8) penciptaan pengetahuan yang didahului penggunaan pengetahuan yang ada.

Mobilisasi aktor EPI yang dilakukan pemerintah berfokus pada mereka yang memiliki kesamaan terhadap Visi Indonesia 2045 serta sepakat mengatasi dua tantangan pembangunan berupa (1) tingginya kemiskinan, kerentanan, dan ketimpangan serta (2) rendahnya tren pertumbuhan ekonomi dengan memperkuat EPI. Dengan kata lain, pemerintah berkolaborasi dengan aktor produsen, pengguna, pemungkin, serta perantara pengetahuan dan inovasi untuk menjadikan proses transisi menuju ekonomi berbasis pengetahuan dengan cara yang efektif.

Karena itu, Cetak Biru EPI menekankan pentingnya peran pemerintah untuk mengelola dan memobilisasi aktor dalam EPI serta memperkuat tata kelola, sumber daya manusia, dan pendanaan sebagai infrastruktur EPI. Hal ini dilakukan berdasarkan dua prinsip (pembangunan inklusif dan kebijakan berbasis bukti) untuk mengatasi delapan tantangan pembangunan Indonesia.

5.2 PERAN CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI DALAM KOORDINASI KEBIJAKAN

Cetak Biru EPI pada hakikatnya menyelaraskan kebijakan dan program, bukan untuk menciptakan regulasi baru. Sebagaimana telah dibahas pada bab-bab sebelumnya, kebijakan utama seperti RPJP, RPJMN, dan RIRN sudah menekankan pentingnya mendorong pemanfaatan sains, riset, dan inovasi untuk menghasilkan pertumbuhan. Sementara itu, UU Sisnas Iptek sudah tersedia sebagai acuan utama pengembangan dan penerapan sains dan iptek. Kehadiran cetak biru ini bertujuan melengkapi dan menyelaraskan keberadaan regulasi yang terkait.

Page 117: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 89

Penutup

Dengan adanya dokumen cetak biru ini, diharapkan kegiatan yang bersifat lintas sektor, lintas kementerian dan lembaga, serta lintas aktor akan lebih mudah dijalankan lantaran pendekatan yang dipilih, yakni berbasis tantangan. Sebagaimana telah dijabarkan dalam Bab 4, berbagai tantangan yang dihadapi Indonesia untuk menuju visi 2045 hanya bisa diatasi jika semua aktor sepakat menghadapinya secara bersama sesuai dengan porsi tugas dan menghilangkan sekat sektoral. Cetak biru ini menawarkan target dan sasaran yang terkait, dan harus dikerjakan secara bersama, dengan memberikan kejelasan peran pengetahuan dan inovasi dalam tahapan proses pertumbuhan ekonomi, kesinambungan arah dan kebijakan, serta strategi terpadu dalam lima aspeknya. Ada tiga yang perlu disampaikan ulang di sini.

Yang pertama, sasaran baru bagi penguatan tata kelola EPI adalah penguatan kolaborasi antar-aktor untuk menjamin efisiensi dan efektivitas sumber daya (misalnya program terpadu lintas K/L yang melibatkan aktor produsen, pengguna, pemungkin, dan perantara EPI dengan visi selaras) serta memastikan sistem monitoring-evaluasi dan audit berfokus pada efektivitas biaya, sesuai dengan tujuan pembangunan, serta mengandung fungsi pembelajaran dalam pembangunan berkelanjutan (bukan sekadar taat [compliant]).

Yang kedua, sasaran baru bagi penguatan sumber daya EPI adalah komitmen jangka panjang peningkatan kualitas kapital manusia bangsa (misalnya penggunaan tolok ukur yang mengacu ke dan selain dari HDI dan PISA), penuntasan isu kesenjangan antardaerah dalam infrastruktur fisik dan EPI (misalnya penguatan infrastruktur di daerah yang tidak memadai), serta mengelola kolaborasi antar-aktor dan antarsektor (yang diukur dari kesamaan visi-misi dan efektivitas pencapaiannya).

Yang ketiga, sasaran baru bagi penguatan pendanaan EPI adalah komitmen dalam pengalokasian pendanaan penelitian dan pengembangan untuk isu terkini (emerging issues) yang responsif terhadap kebutuhan yang berubah; juga terbentuknya pemahaman atas riset sebagai investasi dalam cakrawala waktu yang multitahun dan menjadikan skema pendanaan multitahun sebagai norma serta pendanaan multitahun pada riset dasar (jangka panjang) dan terapan (jangka pendek).

Dalam hal ini, pelibatan pemerintah daerah dalam menentukan arah pembangunan yang inklusif menjadi penting. Sasaran pembangunan kerap diartikulasikan secara nasional dengan indikator makro yang tidak tepat sasaran atau sulit diukur di level kabupaten atau kota. Untuk itu, berbagai tantangan yang disampaikan dalam Bab 4 perlu dikonsultasikan secara kontinu dengan pemerintah daerah untuk mencapai kesepahaman akan target dan implementasi. Secara konkret, misalnya, perlu penyelarasan pembagian urusan riset dan inovasi di daerah antara Kemenristek/BRIN dan Kemendagri. Berbagai mekanisme yang perlu dijalankan untuk menyamakan langkah pemerintah pusat dan daerah telah dijabarkan dalam Bab 4 dan ke depannya perlu dimonitor secara berkala.

Memonitor pelaksanaan ide-ide dalam cetak biru ini akan menjadi tantangan tersendiri. Secara prinsip, mekanisme serta metode monitoring dan evaluasi adalah multilateralisme. Hal ini sejalan dengan prinsip keseluruhan yang menginginkan ekosistem pengetahuan dan inovasi bersifat terbuka dan melibatkan aktor yang jamak, termasuk pelaku nonsains seperti masyarakat sipil (LSM). Secara kelembagaan, pemantauan (monitoring) difasilitasi K/L koordinator dan melibatkan forum multilateral. Forum kolaborasi multilateral ini memastikan sinkronisasi antara hasil pemantauan dan evaluasi terhadap perencanaan dan penganggaran sehingga pemantauan dan evaluasi menjadi substantif, terarah, sinergis, dan strategis.

Page 118: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi90

Penutup

Dengan demikian, metode pemantauan yang bersifat multilateral ini dengan sendirinya membantu koordinasi lintas sektor, dengan pemangku utama Kemenristek/BRIN. Sebab, ekosistem ini akan terwujud hanya jika pemerintah pusat sebagai pengelola dapat menjalankan fungsinya secara lintas sektor.

Meski tidak mengamanatkan regulasi baru, beberapa target dan sasaran perubahan yang diutarakan dalam dokumen ini perlu dicapai melalui implementasi teknis. Poin-poin mengenai sumber daya, pendanaan, dan mekanisme kelembagaan yang disampaikan dalam Bab 4 perlu didorong penerapannya melalui regulasi yang presisi. Untuk itu, cetak biru ini terutama akan diselaraskan dengan peraturan turunan dari UU Sisnas Iptek, mengingat kebijakan tersebutlah yang sudah tersedia sebagai legislasi utama penerapan sains dan iptek di Indonesia. Dengan demikian, harapannya, dokumen ini turut memudahkan penyelarasan kebijakan pengetahuan dan inovasi, tanpa menghadirkan tumpang-tindih baru.

Jika semua langkah tersebut dijalankan secara konsisten dan optimal, berbagai tantangan pembangunan saat ini bisa diatasi demi mencapai Visi Indonesia 2045.

Page 119: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 91

Referensi

REFERENSI

Adner, Ron (2006). “Match Your Innovation Strategy to Your Innovation Ecosystem”. Harv Bus Review 84: 98–100.

Agranoff, Robert & Michael McGuire (2003). Collaborative Public Management: New Strategies for Local Governments. Washington, D.C.: Georgetown University Press.

Aguirre-Bastos, Carlos & Weber, Matthias K. (2018). “Foresight for Shaping National Innovation Systems in Developing Economies”. Technological Forecasting and Social Change 128: 186–196.

Almpanopoulou, Argyro (2019). Knowledge Ecosystem Formation: An Institutional and Organisational Perspective. Dissertation for the degree of Doctor of Science (Economics and Business Administration) to be presented with due permission for public examination and criticism in the Auditorium of the Student Union House at Lappeenranta-Lahti University of Technology LUT, Lappeenranta, Finland on the 27th of April, 2019, at noon.

Aminullah, Erman (2015). “Memacu Inovasi Berlandaskan Riset di Sektor Produksi”. Policy Brief, Pappiptek-LIPI No. 2015-02.PAPPIPTEK.

Asian Productivity Organization (2019). APO Productivity Databook. Tokyo: Keio University Press.

Asmara, Anugerah Yuka (2016). “Kontribusi Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pemerintah dalam Pembangunan Nasional: Tinjauan Konsep Komersialisasi”. Prosiding Seminar Nasional “Kontribusi Akademisi dalam Pencapaian Pembangunan Berkelanjutan” Universitas Brawijaya, Malang, 12 Februari 2016, hal. ED1-ED13.

Asmara, Anugerah Yuka; Purwaningsih, Indah; Dina, Anggini; Jayanthi, Ria; Ayunda, Winda Anestya (2019). “Menelusur Proses Perumusan Kebijakan Iptek dan Inovasi di Indonesia”. Policy Brief, P2KMI-LIPI No. 2019-04.P2KMI.

Boley, H. & Chang E. (2007). “Digital Ecosystem: Principles and Semantics”. Inaugural IEEE International Conference on Digital Ecosystems and Technologies. Cairns (AU): IEEE.

Brodjonegoro, S.S. & Greene, M.P. (2012). Creating an Indonesian Science Fund. Indonesian Academy of Sciences, World Bank and AusAID, Jakarta.

Budden, Phil & Fiona Murray (2018). “Developing Policies to Support Vibrant Innovation Ecosystems”. Working Paper: MIT Lab for Innovation Science and Policy.

Camil, M.R.; Huda, N.; & Setiabudi, F.M. (2019). “Potensi Pendanaan Riset Berorientasi Kebijakan di Sektor Swasta”. Knowledge Sector Initiative: Research Report.

Page 120: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi92

Referensi

Caulfield, Timothy & Ogbogu, Ubaka (2015). “The Commercialization of University-based Research: Balancing Risks and Benefits”. BMC Medical Ethics 16: 70. DOI 10.1186/s12910-015-0064-2.

Choung, Jae-Yong; Hwang, Hye-Ran; Song, Wichin (2014). “Transitions of Innovation Activities in Latecomer Countries: An Exploratory Case Study of South Korea”. World Development Vol. 54, pp. 156–167, http://dx.doi.org/10.1016/j.worlddev.2013.07.013.

Curley, Martin; Donnellan, Brian; & Costello, Gabriel (2010). “Innovation Ecosystem: A Conceptual Framework”. Working Paper: Project of Innovation Ecosystem.

Datta, A.: Jones, H.; Febriany, V.; Harris, D.; Dewi, R.K.; Wild, L.; & Young, J. (t.thn.). “The political economy of policy-making in Indonesia”. Overseas Development Institute: Working Paper 340.

Deloitte (2019). Rising Innovation in China. China Innovation Ecosystem Development Report 2019 by Deloitte China.

Dodgson, M. (2000). “Policies for Science, Technology, and Innovation in Asian Newly Industrializing Economies”, in Kim, L. and R.R. Nelson (Ed.), Technology, Learning & Innovation, Cambridge University Press, Cambridge, pp. 229–268.

Edler, Jakob (2006). Handbook of Innovation Policy Impact. Northampton: Edward Elgar Publishing.

Himpenindo (2020). Konferensi Virtual: Keberlanjutan Lembaga Litbang Kementerian/Lembaga (K/L) dan Peneliti dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Jakarta: Himpunan Peneliti Indonesia (Himpenindo).

Huda, Pawennei, Ratri, and Taylor (2020). Making Indonesia’s Research and Development Better: Stakeholder Ideas and International Best Practices. Knowledge Sector Initiative: Publication

Ismail, Norain; Nor, Mohd Jailani Mohd; Sidek, Safiah (2015). “A Framework for a Successful Research Products Commercialisation: A Case of Malaysian Academic Researchers”. Procedia - Social and Behavioral Sciences 195 (2015) 283–292.

Lakitan B., Hidayat D.; Herlinda S. (2012). “Scientific Productivity and the Collaboration Intensity of Indonesian Universities and Public R&D Institutions: Are There Dependencies on Collaborative R&D with Foreign Institutions”. Technology in Society 34 (3): 227-238.

Lee, Won-Young (2000). “The Role of Science and Technology Policy in Korea’s Industrial Development”, in Kim, L. and R.R. Nelson (Ed.), Technology, Learning & Innovation, Cambridge University Press, Cambridge, pp. 269–290.

Lee, Young Hoon & Kim, Young Jun (2016). “Analyzing Interaction in R&D Networks Using the Triple Helix Method: Evidence from Industrial R&D Programs in Korean Government”. Technological Forecasting & Social Change 110: 93–105.

Nugroho, Y. (2019, Februari 20). “Membangun Ekosistem Riset di Indonesia”. Diambil kembali dari https://kompas.id/baca/utama/2019/02/20/membangun-ekosistem-riset-di-indonesia/.

Page 121: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi 93

Referensi

Nugroho, Y., Prasetiamartati, B., & Ruhanawati, S. (2016). “Addressing Barriers to University Research”. Knowledge Sector Initiative Working Paper.

Rakhmani, I. & Siregar, F. (2016). “Reforming Research in Indonesia: Policies and Practices”. GDN Working Paper No. 92.

Russell, Martha G. & Smorodinskaya, Nataliya V. (2018). “Leveraging Complexity for Ecosystemic Innovation”. Technological Forecasting & Social Change 136: 114–131.

Seknas Fitra, 2020. Memperkuat Penelitian Kebijakan di Era Sistem Nasional IPTEK.

Suryadarma, Daniel; Pomeroy, Jacqueline; & Tanuwidjaja, Sunny (2011). Economic Factors Underpinning Constraints in Indonesia’s Knowledge Sector. Jakarta: AusAID.

Team, T.R. (2016). Perspectives and Experiences of the Research Culture at Universities in Indonesia. Jakarta: Palladium.

Triyono, Budi; Pradana, Aditya Wisnu; Hardiyati, Ria (2019). “Mendorong Peran Iptek dalam Kerangka RPJMN untuk Meningkatkan Daya Saing Sektor Produksi”. Policy Brief, P2KMI-LIPI No. 2019-05.P2KMI.

Valkokari, K. (2015). “Business, Innovation, and Knowledge Ecosystems: How They Differ and How to Survive and Thrive within Them”. Technology Innovation Management Review 5(8): 17–24. http://timreview.ca/article/919

Wahab, Solichin Abdul (2008). Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Malang: UMM Press.

Xu, Guannan; Wu, Yuchen; Minshall, Tim; Zhou, Yuan (2018). “Exploring Innovation Ecosystems Across Science, Technology, and Business: A Case of 3D Printing in China”. Technological Forecasting & Social Change 136: 208–221.

Page 122: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cet

ak B

iru E

kosi

stem

Pen

geta

huan

dan

Inov

asi

94La

mpi

ran

1

LAM

PIR

AN

1D

afta

r P

erat

ura

n P

eru

nd

ang

-Un

dan

gan

yan

g T

erka

it d

eng

an P

eng

etah

uan

d

an In

ovas

iPe

ratu

ran

Peru

ndan

g-U

ndan

gan

Und

ang-

Und

ang

(UU

)U

U N

o. 2

5 Ta

hun

2004

tent

ang

Sist

em P

eren

cana

an P

emba

ngun

an N

asio

nal

UU

No.

17 T

ahun

200

7 te

ntan

g Re

ncan

a Pe

mba

ngun

an J

angk

a Pa

njan

g N

asio

nal T

ahun

200

5-20

25 (R

PJPN

200

5-20

25)

UU

No

11 T

ahun

201

9 te

ntan

g Si

stem

Nas

iona

l Ilm

u Pe

nget

ahua

n da

n Te

knol

ogi

UU

No.

12 T

ahun

201

2 te

ntan

g Pe

ndid

ikan

Tin

ggi;

univ

ersi

tas

dapa

t dire

stru

ktur

isas

i men

jadi

Per

guru

an T

ingg

i Neg

eri B

adan

Huk

um (P

TN-B

H)

UU

No.

3 T

ahun

201

4 te

ntan

g Pe

rindu

stria

n

UU

No.

13 T

ahun

201

6 te

ntan

g Pa

ten

UU

No.

23

Tahu

n 20

14 te

ntan

g Pe

mer

inta

han

Dae

rah

UU

No.

20

Tahu

n 20

03 te

ntan

g Si

stem

Pen

didi

kan

Nas

iona

l

Pera

tura

n

Pem

erin

tah

(PP)

PP N

o. 3

9 Ta

hun

1995

tent

ang

Pene

litia

n da

n Pe

ngem

bang

an K

eseh

atan

PP N

o. 4

1 Tah

un 2

006

tent

ang

Periz

inan

Mel

akuk

an K

egia

tan

Pene

litia

n da

n Pe

ngem

bang

an b

agi P

ergu

ruan

Tin

ggi A

sing

, Lem

baga

Pen

eliti

an d

an

Peng

emba

ngan

Asi

ng, B

adan

Usa

ha A

sing

, dan

Ora

ng A

sing

PP N

o. 3

5 Ta

hun

2007

tent

ang

Peng

alok

asia

n Se

bagi

an P

enda

pata

n Ba

dan

Usa

ha u

ntuk

Pen

ingk

atan

Kem

ampu

an P

erek

ayas

aan,

Inov

asi,

dan

Difu

si

Tekn

olog

i

PP N

o. 4

8 Ta

hun

2009

tent

ang

Periz

inan

Pel

aksa

naan

Keg

iata

n Pe

nelit

ian,

Pen

gem

bang

an, d

an P

ener

apan

Ilm

u Pe

nget

ahua

n da

n Te

knol

ogi y

ang

Beris

iko

Ting

gi d

an B

erba

haya

PP N

o. 13

Tah

un 2

014

tent

ang

Jeni

s da

n Ta

rif a

tas

Jeni

s Pe

nerim

aan

Neg

ara

Buka

n Pa

jak

yang

Ber

laku

pad

a Ke

men

teria

n Ri

set d

an T

ekno

logi

PP N

o. 4

5 Ta

hun

2016

tent

ang

Peru

baha

n Ke

dua

atas

Per

atur

an P

emer

inta

h N

omor

45

Tahu

n 20

14 te

ntan

g Je

nis

dan

Tarif

ata

s Je

nis

Pene

rimaa

n N

egar

a Bu

kan

Paja

k ya

ng B

erla

ku p

ada

Kem

ente

rian

Huk

um d

an H

AM (t

ax d

educ

tion

untu

k ke

giat

an p

enel

itian

dan

pen

gem

bang

an)

PP N

o. 2

9 Ta

hun

2018

tent

ang

Pem

berd

ayaa

n In

dust

ri

PP N

o. 14

Tah

un 2

015

tent

ang

Renc

ana

Indu

k Pe

mba

ngun

an In

dust

ri N

asio

nal (

RIPI

N) 2

015–

2035

PP N

o. 7

9 Ta

hun

2014

tent

ang

Renc

ana

Um

um E

nerg

i Nas

iona

l (RU

EN) 2

017-

2050

PP N

o. 4

5 Ta

hun

2019

tent

ang

Peru

baha

n at

as P

erat

uran

Pem

erin

tah

Nom

or 9

4 Ta

hun

2010

tent

ang

Peng

hitu

ngan

Pen

ghas

ilan

Kena

Paj

ak d

an P

elun

asan

Pa

jak

Peng

hasi

lan

dala

m T

ahun

Ber

jala

n (tr

iple

tax

dedu

ctio

n)

Page 123: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cet

ak B

iru E

kosi

stem

Pen

geta

huan

dan

Inov

asi

95D

afta

r Per

atur

an P

erun

dang

-Und

anga

n ya

ng T

erka

it de

ngan

Pen

geta

huan

dan

Inov

asi

Pera

tura

n Pe

rund

ang-

Und

anga

n

PP N

o. 3

8 Ta

hun

2017

tent

ang

Inov

asi D

aera

h

PP N

o. 2

6 Ta

hun

2015

tent

ang

Bent

uk d

an M

ekan

ism

e Pe

ndan

aan

Perg

urua

n Ti

nggi

Neg

eri B

adan

Huk

um, y

ang

tela

h di

ubah

den

gan

PP N

o. 8

Tah

un 2

020

tent

ang

Peru

baha

n at

as P

P N

o. 2

6 Ta

hun

2015

tent

ang

Bent

uk d

an M

ekan

ism

e Pe

ndan

aan

Perg

urua

n Ti

nggi

Neg

eri B

adan

Huk

um

PP N

o. 17

Tah

un 2

010

tent

ang

Peng

elol

aan

dan

Peny

elen

ggar

aan

Pend

idik

an

Pera

tura

n

Pres

iden

(P

erpr

es)

Perp

res

No.

18 T

ahun

202

0 te

ntan

g Re

ncan

a Pe

mba

ngun

an J

angk

a M

enen

gah

Nas

iona

l Tah

un 2

020-

2024

(RPJ

MN

202

0-20

24)

Perp

res

No.

38

Tahu

n 20

15 te

ntan

g Ke

rja S

ama

Pem

erin

tah

deng

an B

adan

Usa

ha d

alam

Pen

yedi

aan

Infra

stru

ktur

Perp

res

No.

106

Tahu

n 20

17 te

ntan

g Ka

was

an S

ains

dan

Tek

nolo

gi

Perp

res

No.

16 T

ahun

201

8 te

ntan

g Pe

ngad

aan

Bara

ng d

an J

asa

Pem

erin

tah

Perp

res

No.

38

Tahu

n 20

18 te

ntan

g Re

ncan

a In

duk

Rise

t Nas

iona

l Tah

un 2

017-

2045

Perp

res

No.

142

Tahu

n 20

18 te

ntan

g Re

ncan

a In

duk

Peng

emba

ngan

Eko

nom

i Kre

atif

Nas

iona

l Tah

un 2

018–

2025

Perp

res

No,

77

Tahu

n 20

20 te

ntan

g Ta

ta C

ara

Pela

ksan

aan

Pate

n ol

eh P

emer

inta

h

Perp

res

No.

5 T

ahun

200

6 te

ntan

g Ke

bija

kan

Ener

gi N

asio

nal (

KEN

)

Pera

tura

n M

ente

riPe

rmen

riste

kdik

ti N

o. 3

6 Ta

hun

2018

tent

ang

Tata

Car

a Pe

nyus

unan

PRN

dan

Mek

anis

me

Pem

anta

uan

dan

Eval

uasi

Pel

aksa

naan

PRN

Perm

enris

tekd

ikti

No.

1 Ta

hun

2018

tent

ang

Tim

-Koo

rdin

asi-P

enga

was

an-S

anks

i Keg

iata

n Li

tban

g ya

ng D

ilaku

kan

Piha

k As

ing

Perm

enris

tek

No.

4 T

ahun

200

7 te

ntan

g Ta

ta C

ara

Pela

pora

n Ke

kaya

an In

tele

ktua

l, H

asil

Kegi

atan

Pen

eliti

an d

an P

enge

mba

ngan

, dan

Has

il Pe

ngel

olaa

nnya

Perm

enris

tek

No.

1 Ta

hun

2010

tent

ang

Krite

ria, S

yara

t, da

n Ta

ta C

ara

Peng

enaa

n Ta

rif S

ebes

ar U

SD 0

,00

(Nol

Dol

lar A

mer

ika)

ata

s Je

nis

Pene

rimaa

n N

egar

a Bu

kan

Paja

k ya

ng B

erla

ku p

ada

Kem

ente

rian

Rise

t dan

Tek

nolo

gi y

ang

Bera

sal d

ari P

eriz

inan

Pen

eliti

an d

an P

enge

mba

ngan

bag

i Per

guru

an T

ingg

i As

ing

dan

Lem

baga

Pen

eliti

an d

an P

enge

mba

ngan

Asi

ng

Perm

enris

tek

No.

2 T

ahun

201

0 te

ntan

g Sy

arat

dan

Tat

a C

ara

Peng

enaa

n Ta

rif a

tas

Jeni

s Pe

nerim

aan

Neg

ara

Buka

n Pa

jak

yang

Ber

laku

pad

a Ke

men

teria

n Ri

set d

an T

ekno

logi

yan

g Be

rasa

l dar

i Jas

a Se

wa

Pras

aran

a Pu

sat P

enel

itian

Ilm

u Pe

nget

ahua

n da

n Te

knol

ogi

Pera

tura

n M

ente

ri PP

A N

o. 3

1 Tah

un 2

010

tent

ang

Pedo

man

Pen

gelo

laan

Pen

eliti

an P

enga

rusu

tam

aan

Gen

der,

Pem

berd

ayaa

n Pe

rem

puan

, dan

Pe

rlind

unga

n An

ak

Perm

enris

tek

No.

1 Ta

hun

2012

tent

ang

Bant

uan

Tekn

is P

enel

itian

dan

Pen

gem

bang

an k

epad

a Ba

dan

Usa

ha

PMK

No.

142

Tahu

n 20

12 te

ntan

g Ta

rif L

ayan

an B

adan

Lay

anan

Um

um P

usat

Pen

eliti

an d

an P

enge

mba

ngan

Tek

nolo

gi M

inya

k da

n G

as B

umi “

Lem

igas

” pad

a Ke

men

teria

n En

ergi

dan

Sum

ber D

aya

Min

eral

Perm

en K

ehut

anan

No.

92

Tahu

n 20

14 te

ntan

g Ta

ta C

ara

Peng

enaa

n, P

emun

guta

n, d

an P

enye

tora

n Pe

nerim

aan

Neg

ara

Buka

n Pa

jak

Bida

ng P

enel

itian

dan

Pe

ngem

bang

an K

ehut

anan

Perm

enris

tekd

ikti

No.

13 T

ahun

201

5 te

ntan

g Re

ncan

a St

rate

gis

Kem

ente

rian

Rise

t, Te

knol

ogi,

dan

Pend

idik

an T

ingg

i Tah

un 2

015-

2019

Page 124: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cet

ak B

iru E

kosi

stem

Pen

geta

huan

dan

Inov

asi

96D

afta

r Per

atur

an P

erun

dang

-Und

anga

n ya

ng T

erka

it de

ngan

Pen

geta

huan

dan

Inov

asi

Pera

tura

n Pe

rund

ang-

Und

anga

n

Perm

enris

tekd

ikti

No.

42

Tahu

n 20

16 te

ntan

g Pe

nguk

uran

Kes

iapt

erap

an T

ekno

logi

Perm

enris

tekd

ikti

No.

14 T

ahun

201

7 te

ntan

g N

egat

ive

List

, Daf

tar K

egia

tan

dan

Obj

ek P

eriz

inan

Pen

eliti

an A

sing

yan

g Ti

dak

Dire

kom

enda

sika

n

Perm

enris

tekd

ikti

No.

20

Tahu

n 20

17 te

ntan

g Pe

mbe

rian

Tunj

anga

n Pr

ofes

i Dos

en d

an T

unja

ngan

Keh

orm

atan

Pro

feso

r

Perm

enris

tekd

ikti

No.

9 T

ahun

201

8 te

ntan

g Ak

redi

tasi

Jur

nal I

lmia

h

Perm

enris

tekd

ikti

No.

50

Tahu

n 20

18 te

ntan

g St

anda

r Nas

iona

l Per

guru

an T

ingg

i

Perm

enris

tekd

ikti

No.

12 T

ahun

201

9 te

ntan

g BO

PTN

Perm

enris

tekd

ikti

No.

29

Tahu

n 20

19 te

ntan

g Pe

nguk

uran

dan

Pen

etap

an T

ingk

at K

esia

pan

Inov

asi

PMK

No.

35

Tahu

n 20

18 te

ntan

g Pe

mbe

rian

Fasi

litas

Pen

gura

ngan

Paj

ak P

engh

asila

n Ba

dan

PMK

No.

72

Tahu

n 20

15 te

ntan

g Im

bala

n ya

ng B

eras

al d

ari P

NBP

Roy

alti

kepa

da In

vent

or

PMK

No.

106

Tahu

n 20

16 te

ntan

g St

anda

r Bia

ya K

elua

ran

(SBK

) Tah

un A

ngga

ran

2017

PMK

No.

69

Tahu

n 20

18 te

ntan

g St

anda

r Bia

ya K

elua

ran

2019

Pera

tura

n M

ente

ri PA

NRB

No.

34

tahu

n 20

18 te

ntan

g Ja

bata

n Fu

ngsi

onal

Pen

eliti

Perm

enris

tekd

ikti

No.

20

tahu

n 20

17 te

ntan

g Pe

mbe

rian

Tunj

anga

n Pr

ofes

i Dos

en d

an T

unja

ngan

Keh

orm

atan

Pro

feso

r

Perm

enris

tekd

ikti

No.

69

Tahu

n 20

16 te

ntan

g Pe

dom

an P

embe

ntuk

an K

omite

Pen

ilaia

n da

n Ta

ta C

ara

Pela

ksan

aan

Peni

laia

n Pe

nelit

ian

Men

ggun

akan

St

anda

r Bia

ya K

elua

ran

Tahu

n 20

17

Pera

tura

n M

ente

ri PA

NRB

No.

17 T

ahun

201

3, y

ang

kem

udia

n di

ubah

den

gan

Pera

tura

n M

ente

ri PA

NRB

No.

46

Tahu

n 20

13 te

ntan

g Ja

bata

n Fu

ngsi

onal

D

osen

dan

Ang

ka K

redi

tnya

Perm

endi

kbud

No.

33

Tahu

n 20

12 te

ntan

g Pe

ngan

gkat

an d

an P

embe

rhen

tian

Rekt

or/K

etua

/Dire

ktur

pad

a Pe

rgur

uan

Ting

gi y

ang

Dis

elen

ggar

akan

ole

h Pe

mer

inta

h

Page 125: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cet

ak B

iru E

kosi

stem

Pen

geta

huan

dan

Inov

asi

97D

afta

r Per

atur

an P

erun

dang

-Und

anga

n ya

ng T

erka

it de

ngan

Pen

geta

huan

dan

Inov

asi

Pera

tura

n Pe

rund

ang-

Und

anga

n

Pera

tura

n La

inKe

putu

san

Men

teri

Keua

ngan

No.

373

Tah

un 2

004

tent

ang

Pem

beba

san

Bea

Mas

uk d

an C

ukai

ata

s Im

por B

aran

g un

tuk

Kepe

rluan

Pen

eliti

an d

an

Peng

emba

ngan

Ilm

u Pe

nget

ahua

n

Kepu

tusa

n M

ente

ri Ri

stek

dikt

i No.

498

Tah

un 2

015

tent

ang

Pem

bent

ukan

Pro

gram

Inse

ntif

Rise

t Sis

tem

Inov

asi N

asio

nal K

emen

teria

n Ri

set d

an T

ekno

logi

Pera

tura

n Le

mba

ga L

KPP

No.

7 T

ahun

202

0 te

ntan

g Pe

ruba

han

atas

Per

atur

an L

emba

ga K

ebija

kan

Peng

adaa

n Ba

rang

/Jas

a Pe

mer

inta

h N

omor

11 T

ahun

20

18 te

ntan

g Ka

talo

g El

ektro

nik

Pera

tura

n Be

rsam

a M

ente

ri Pe

ndid

ikan

dan

Keb

uday

aan

dan

Kepa

la B

adan

Kep

egaw

aian

Neg

ara

Nom

or 4

/VIII

/PB/

20l4

dan

Nom

or 2

4 Ta

hun

2014

tent

ang

Kete

ntua

n Pe

laks

anaa

n Pe

ratu

ran

Men

teri

Pend

ayag

unaa

n Ap

arat

ur N

egar

a da

n Re

form

asi B

irokr

asi N

omor

17 T

ahun

201

3 Se

baga

iman

a te

lah

Diu

bah

deng

an P

erat

uran

Men

teri

Pend

ayag

unaa

n Ap

arat

ur N

egar

a da

n Re

form

asi B

irokr

asi R

epub

lik In

done

sia

Nom

or 4

6 Ta

hun

2013

tent

ang

Jaba

tan

Fung

sion

al

Dos

en d

an A

ngka

Kre

ditn

ya

Pera

tura

n Ke

pala

LIP

I No.

2 ta

hun

2014

tent

ang

Petu

njuk

Tek

nis

Pene

liti

Pera

tura

n LI

PI N

o. 14

Tah

un 2

018

tent

ang

Petu

njuk

Tek

nis

Jaba

tan

Fung

sion

al P

enel

iti

Kepu

tusa

n Ke

pala

BPP

T N

o. 1/

Kp/B

PPT/

I/200

9 te

ntan

g Pe

tunj

uk T

ekni

s Pe

reka

yasa

Pera

tura

n Ba

dan

Kepe

gaw

aian

Neg

ara

(BKN

) No.

9 T

ahun

201

9 te

ntan

g Pe

tunj

uk P

elak

sana

an P

embi

naan

Jab

atan

Fun

gsio

nal P

enel

iti

Sum

ber:

Mak

ing

Indo

nesi

a’s

rese

arch

and

dev

elop

men

t bet

ter:

Stak

ehol

der i

deas

and

inte

rnat

iona

l bes

t pra

ctic

es (H

uda

dkk.

, 202

0)

Page 126: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cet

ak B

iru E

kosi

stem

Pen

geta

huan

dan

Inov

asi

98La

mpi

ran

2. T

arge

t dan

Sas

aran

Cet

ak B

iru E

PI

LAM

PIR

AN

2.

TAR

GE

T D

AN

SA

SAR

AN

CE

TAK

BIR

U E

PI

PR

IOR

ITA

S

ELEM

ENSA

SARA

NST

RATE

GI

MEN

JAD

I MAS

UKA

N U

NTU

K K/

L

REG

ULA

SIAd

anya

regu

lasi

kel

emba

gaan

ipte

k na

sion

al y

ang

lebi

h ba

ikPe

neta

pan

Kem

enris

tek/

BRI

N s

ebag

ai k

oord

inat

or Ip

tek

nasi

onal

ya

ng m

enga

wal

pen

yesu

aian

terh

adap

sel

uruh

regu

lasi

yan

g te

rkai

t den

gan

peru

baha

n ke

lem

baga

an s

esua

i ske

ma

koor

dina

si

di b

awah

Kem

enris

tek/

BRI

N

Perp

res

BRIN

Kem

enku

m-

HAM

Kebi

jaka

n pe

nelit

ian

dan

inov

asi y

ang

kons

iste

n de

ngan

dom

ain

kebi

jaka

n la

in (m

isal

nya

ekon

omi,

indu

stri,

pe

rdag

anga

n, p

endi

dika

n) s

ehin

gga

juga

ber

dam

pak

pada

per

baik

an ta

ta

kelo

la p

eren

cana

an ri

set.

a.

Mem

astik

an p

enyu

suna

n Re

ncan

a In

duk

Pem

ajua

n Ip

tek

seba

gai m

anda

t UU

Sis

nas

Ipte

k te

rkon

eksi

den

gan

RIRN

, PR

N, R

PJM

N, d

an k

ebija

kan

sekt

oral

lain

nya

Foru

m m

ultil

ater

al

pem

baha

san

RKP,

RPJ

P &

MRi

stek

/ BRI

N,

Bapp

enas

, Ke

men

dikb

ud

b.

Mem

buat

pay

ung

huku

m p

emba

gian

uru

san

riset

dan

inov

asi

di P

ergu

ruan

Tin

ggi d

enga

n pe

mba

gian

foku

s ya

ng je

las

anta

ra K

emen

riste

k/BR

IN d

an K

emen

dikb

ud (m

isal

nya

terk

ait

BO P

TN u

ntuk

pen

eliti

an)

Inte

gras

i BO

PTN

Pen

eliti

an &

PR

N

Adan

ya re

gula

si d

i sek

tor fi

nans

ial

agar

sek

tor t

erse

but m

enda

nai

sekt

or ri

il, m

enda

nai i

nova

si, b

ukan

m

enda

nai l

agi fi

nanc

ial s

ecto

r dan

m

enja

di e

cono

mic

bub

ble.

a.

Mer

umus

kan

pera

tura

n tu

runa

n U

U N

o. 11

/201

9 Pa

sal 6

: “Ilm

u Pe

nget

ahua

n da

n Te

knol

ogi b

erke

dudu

kan

seba

gai m

odal

da

n in

vest

asi”

untu

k m

erum

uska

n be

ntuk

-ben

tuk

inse

ntif

bagi

keg

iata

n ris

et d

an in

ovas

i, ba

ik o

leh

pela

ku m

aupu

n se

ktor

keu

anga

n se

laku

pen

yedi

a pe

mbi

ayaa

n –

term

asuk

di

dala

mny

a in

sent

if ba

gi R

&D d

i sek

tor r

iil v

s se

ktor

fina

nsia

l

Pera

tura

n te

rkai

t pem

biay

aan,

pe

nyem

purn

aan

inse

ntif

non-

fiska

l unt

uk k

egia

tan

R&D

Kem

enke

u

b.

Mer

umus

kan

pera

tura

n tu

runa

n te

rkai

t Lem

baga

Pen

gelo

la

Inve

stas

i (LP

I) de

ngan

ada

nya

Sove

reig

n W

ealth

Fun

d ya

ng

seca

ra s

pesi

fik m

enya

sar i

nves

tasi

unt

uk ri

set d

an in

ovas

i, te

rmas

uk k

aita

nnya

den

gan

Ranc

anga

n Pe

rpre

s D

ana

Abad

i Pe

nelit

ian.

Pera

tura

n te

knis

PP

74/ 2

020

atau

Ren

cana

Ker

ja L

PI

Page 127: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cet

ak B

iru E

kosi

stem

Pen

geta

huan

dan

Inov

asi

99La

mpi

ran

2. T

arge

t dan

Sas

aran

Cet

ak B

iru E

PI

ELEM

ENSA

SARA

NST

RATE

GI

MEN

JAD

I MAS

UKA

N U

NTU

K K/

L

KELE

MBA

GA

AN

Terin

tegr

asin

ya le

mba

ga in

term

edia

si

ke d

alam

sis

tem

tran

slas

i inv

ensi

m

enja

di in

ovas

i, m

aupu

n si

stem

tra

nsla

si m

enja

di k

ebija

kan

a.

Mem

buat

lem

baga

inte

rmed

iasi

pus

at y

ang

mel

engk

api

lem

baga

inte

rmed

iasi

di s

etia

p le

mba

ga ri

set d

an in

ovas

i de

ngan

per

an k

now

ledg

e an

d pa

rtner

ship

bro

kera

ge,

teru

tam

a de

ngan

indu

stri.

RPP

Sum

ber D

aya

Ipte

k,

RPP

Peny

elen

ggar

aan

Ipte

k,

RIPI

PTEK

Rist

ek/ B

RIN

&

Kem

enPA

N-R

B

b.

Men

guat

kan

fung

si u

nit a

nalis

is k

ebija

kan

di K

/L y

ang

terh

ubun

g de

ngan

bai

k de

ngan

jarin

gan

anal

is k

ebija

kan

non-

K/L

serta

kom

unita

s ilm

iah

yang

rele

van.

Impl

emen

tasi

Util

isas

i JFA

K

MEK

AN

ISM

E A

KUN

TABI

LITA

SAd

anya

sik

lus

kebi

jaka

n ya

ng u

tuh

dari

mul

ai p

eren

cana

an, p

elak

sana

an,

pem

anta

uan,

eva

luas

i, hi

ngga

alo

kasi

su

mbe

r day

a

a.

Men

yusu

n pr

ogam

men

gacu

pad

a pr

iorit

as p

emba

ngun

an

nasi

onal

yan

g te

renc

ana

baik

unt

uk ja

ngka

wak

tu p

anja

ng,

men

enga

h da

n pe

ndek

dal

am s

atu

kesa

tuan

utu

h da

n di

jala

nkan

sec

ara

kons

iste

n. E

lem

en-e

lem

en p

eren

cana

an,

alok

asi s

umbe

rday

a, p

elak

sana

an, p

eman

taua

n, s

uper

visi

, ev

alua

si, a

udit

haru

s m

asuk

ke

dala

m ra

ncan

gan

prog

ram

.

RPJP

&M, R

KP, R

IPIP

TEK

Bapp

enas

, Ri

stek

/ BRI

N

b.

Men

yusu

n In

dika

tor K

iner

ja U

tam

a N

asio

nal b

eror

ient

asi

impa

ct, y

ang

sela

njut

nya

haru

s di

terje

mah

kan

ke d

alam

se

rang

kaia

n ta

rget

K/L

bes

erta

sel

uruh

jaja

rann

ya. I

ni m

enja

di

basi

s Pe

rjanj

ian

Kine

rja p

ejab

at te

rkai

t.

RKP,

RPJ

P &

M

c.

Mem

asuk

kan

elem

en-e

lem

en p

embe

laja

ran

di d

alam

eva

luas

i pe

mba

ngun

an n

asio

nal s

ehin

gga

bers

ifat b

erke

lanj

utan

.RK

P, R

PJP

& M

d.

Mel

ibat

kan

dan

mem

perti

mba

ngka

n as

pira

si p

ara

akto

r (p

rodu

sen,

pen

ggun

a, e

nabl

er, i

nter

med

iary

) yan

g m

ewak

ili

selu

ruh

lapi

san

yang

rele

van

dala

m p

eran

cang

an k

egia

tan,

pr

ogra

m d

an k

ebija

kan

teru

tam

a te

rkai

t ris

et a

tau

inov

asi.

Sum

ber d

aya

(wak

tu, a

ngga

ran,

kom

itmen

) yan

g m

emad

ai

haru

s se

lalu

dia

loka

sika

n un

tuk

peny

empu

rnaa

n da

lam

taha

p in

i.

RIPI

PTEK

Terim

plem

enta

siny

a op

en d

ata

di

leve

l K/L

seb

agai

ben

tuk

tang

gung

ja

wab

, sek

alig

us u

ntuk

men

doro

ng

inte

raks

i ant

ar a

ktor

a.

Men

gopt

imal

kan

sist

em in

form

asi b

erba

sis

digi

tal/

pem

anfa

atan

TIK

seh

ingg

a da

ta d

apat

dia

kses

ole

h pu

blik

de

ngan

mud

ah, t

erut

ama

terk

ait l

uara

n ya

ng d

ihas

ilkan

m

elal

ui a

ngga

ran

pem

erin

tah.

Impl

emen

tasi

Per

pres

Sat

u D

ata,

UU

Ket

erbu

kaan

In

form

asi P

ublik

Sem

ua K

/L,

Rist

ek/ B

RIN

b.

Mem

perc

epat

pen

ataa

n Si

stem

Info

rmas

i Ipt

ek N

asio

nal

deng

an m

enga

rah

pada

pem

bent

ukan

Sat

u D

ata

Nas

iona

l ya

ng k

ompr

ehen

sif.

Perp

res

SIIN

Page 128: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cet

ak B

iru E

kosi

stem

Pen

geta

huan

dan

Inov

asi

100

Lam

pira

n 2.

Tar

get d

an S

asar

an C

etak

Biru

EPI

ELEM

ENSA

SARA

NST

RATE

GI

MEN

JAD

I MAS

UKA

N U

NTU

K K/

L

Kola

bora

si m

ultis

ekto

ral y

ang

kuat

, te

ruta

ma

dala

m k

onte

ks p

usat

-dae

rah

dan

anta

r-dae

rah

dem

i men

doro

ng

pem

bang

unan

a.

Men

doro

ng d

an m

endu

kung

ada

nya

proy

ek p

erco

ntoh

an

plac

e-ba

sed

inno

vatio

n ba

ik u

ntuk

pen

gem

bang

an s

osia

l ek

onom

i lok

al m

aupu

n ke

bija

kan

publ

ik d

i dae

rah

seja

lan

deng

an k

eung

gula

n da

erah

spe

sifik

nya.

RIPI

PTEK

, Sis

tem

Inov

asi

Dae

rah

Rist

ek/ B

RIN

, Ke

men

dagr

i, Ba

ppen

as

b.

Mem

bang

un k

now

ledg

e-po

ol d

i dae

rah

dan

men

doro

ngny

a un

tuk

berk

ontri

busi

pad

a pe

mba

ngun

an d

aera

hnya

, da

n di

duku

ng o

leh

jeja

ring

keilm

uan

loka

l, na

sion

al, d

an

inte

rnas

iona

l.

Sist

em In

ovas

i Dae

rah,

RI

PIPT

EK, R

KP

c.

Mem

bang

un w

ahan

a ko

labo

rasi

ant

ara

peris

et, i

nter

med

iari,

m

asya

raka

t, in

dust

ri, p

emda

seh

ingg

a m

enja

di b

asis

pe

ngem

bang

an S

iste

m In

ovas

i Dae

rah.

Sist

em In

ovas

i Dae

rah,

RI

PIPT

EK, R

KP

SUM

BER

DAY

ATe

rcip

tany

a SD

M ri

set,

inov

asi d

an

kebi

jaka

n pu

blik

yan

g an

dal m

elal

ui

peni

ngka

tan

kapa

sita

s se

cara

teru

s m

ener

us (b

aik

mel

alui

pen

didi

kan

form

al m

aupu

n pe

latih

an) s

ebag

ai

bagi

an d

ari p

rose

s pe

ngem

bang

an

jenj

ang

karie

r

1. 

Men

cipt

akan

crit

ical

mas

s SD

M Ip

tek

deng

an in

dika

tor 3

0%

popu

lasi

mem

iliki

gel

ar p

ost-g

radu

ate.

Renc

ana

Indu

k Pe

maj

uan

Ipte

k Ja

ngka

Pan

jang

Rist

ek/ B

RIN

, Ke

men

dikb

ud

2.

Men

yusu

n re

ncan

a pe

ngem

bang

an S

DM

di s

etia

p le

mba

ga

riset

dan

inov

asi y

ang

seca

ra s

iste

mat

is te

rfasi

litas

i den

gan

sum

ber p

enda

naan

bea

sisw

a ge

lar d

an n

on-g

elar

(mis

alny

a LP

DP)

.

Renc

ana

Peng

emba

ngan

SD

M

Kem

ente

rian

& Le

mba

ga

3.

Men

yusu

n pr

ogra

m p

riorit

as b

agi l

emba

ga ri

set/p

endi

dika

n un

tuk

mel

ihat

kap

asita

s da

ri SD

M y

ang

terta

rik d

alam

pr

ogra

m p

enin

gkat

an k

eahl

ian.

Renc

ana

Peng

emba

ngan

SD

M

Kem

ente

rian

& Le

mba

ga

4. 

Men

duku

ng a

dany

a fa

silit

as/s

aran

a pe

ndid

ikan

dan

pel

atih

an

term

asuk

in-h

ouse

trai

ning

dan

non

-cla

ssic

al tr

aini

ng s

erta

ko

labo

rasi

inte

rnas

iona

l.

Renc

ana

Peng

emba

ngan

SD

M

Kem

ente

rian

& Le

mba

ga

5.

Mel

akuk

an s

inkr

onis

asi r

oadm

ap S

DM

ant

ar s

ekto

r den

gan

Dik

ti-LP

DP-

K/L.

Renc

ana

Indu

k Pe

maj

uan

Ipte

k Ta

huna

n da

n Ja

ngka

M

enen

gah,

Ren

stra

Dik

ti

Page 129: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cet

ak B

iru E

kosi

stem

Pen

geta

huan

dan

Inov

asi

101

Lam

pira

n 2.

Tar

get d

an S

asar

an C

etak

Biru

EPI

ELEM

ENSA

SARA

NST

RATE

GI

MEN

JAD

I MAS

UKA

N U

NTU

K K/

L

Perc

epat

an a

gend

a re

form

asi

biro

kras

i dal

am h

al p

enge

mba

ngan

SD

M ip

tek:

pen

eliti

dan

dos

en

1.  

Mem

aksi

mal

kan

skem

a AS

N d

ari P

egaw

ai P

emer

inta

h de

ngan

Pe

rjanj

ian

Kerja

(PPP

K) u

ntuk

men

doro

ng re

krut

men

dos

en

dan

pene

liti l

inta

s pe

rgur

uan

tingg

i.

RPP

Sum

ber D

aya

Ipte

kRi

stek

/ BRI

N,

Kem

endi

kbud

2. 

Mem

aksi

mal

kan

skem

a PP

PK u

ntuk

men

doro

ng re

krut

men

di

aspo

ra d

osen

dan

pen

eliti

Indo

nesi

a ke

mba

li be

kerja

pur

na-

wak

tu d

i tan

ah a

ir ba

ik d

i per

guru

an ti

nggi

ata

upun

bad

an/

lem

baga

pem

erin

tah.

Renc

ana

Peng

emba

ngan

SD

M

K/L,

IKU

PT

3.

Men

doro

ng a

dany

a sk

ema

yang

mem

ungk

inka

n di

aspo

ra

dose

n da

n pe

nelit

i Ind

ones

ia b

isa

beke

rja p

aruh

-wak

tu d

i ta

nah

air b

aik

di p

ergu

ruan

ting

gi a

taup

un b

adan

/lem

baga

pe

mer

inta

h.

RPP

Sum

ber D

aya

Ipte

k,

RIPI

PTEK

, IKU

PT

4.

Men

doro

ng k

onsi

sten

si P

TN-B

H d

alam

rekr

utm

en d

osen

dan

pe

nelit

i ses

uai d

enga

n ke

butu

han

inst

itusi

dan

age

nda

riset

na

sion

al.

RIPI

PTEK

5.

Men

doro

ng s

iner

gi a

ntar

a ko

mun

itas

sain

s, p

ergu

ruan

ting

gi,

bisn

is d

an p

emer

inta

h da

lam

men

entu

kan

road

map

sek

tora

l da

n na

sion

al.

RPP

RIPI

PTEK

Adan

ya k

esem

pata

n ba

gi m

asya

raka

t um

um u

ntuk

dap

at te

rjun

di a

ktiv

itas

riset

ata

upun

mem

beri

duku

ngan

te

rhad

ap h

asil

upay

a m

erek

a se

rta

mem

bant

u da

lam

pen

guru

san

hak

cipt

a da

n se

jeni

snya

(jug

a di

past

ikan

m

enca

kup

sum

ber d

aya

non-

Jaw

a)

1.   

Men

gada

kan

pela

tihan

, pen

didi

kan

sing

kat,

dan

prom

osi a

tas

aktiv

itas

mer

eka.

RIPI

PTEK

Rist

ek/ B

RIN

, Ke

men

dikb

ud

2. 

Mem

bang

un k

olab

oras

i pem

erin

tah,

aka

dem

ia d

an in

dust

ri un

tuk

men

yiap

kan

pras

aran

a fis

ik d

an n

on-fi

sik

untu

k w

orks

hop

pela

tihan

.

RIPI

PTEK

Page 130: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cet

ak B

iru E

kosi

stem

Pen

geta

huan

dan

Inov

asi

102

Lam

pira

n 2.

Tar

get d

an S

asar

an C

etak

Biru

EPI

ELEM

ENSA

SARA

NST

RATE

GI

MEN

JAD

I MAS

UKA

N U

NTU

K K/

L

INSE

NTI

F/

PEN

DA

NA

AN

Tata

kel

ola

pend

anaa

n ris

et d

an

inov

asi y

ang

efisi

en d

an te

rara

h m

elal

ui re

alis

asi w

acan

a D

ana

Abad

i Pe

nelit

ian.

a.  

Mem

astik

an b

ahw

a to

tal a

ngga

ran

pem

erin

tah

untu

k R&

D

men

ingk

at, t

erut

ama

angg

aran

unt

uk p

roje

ct fu

ndin

g.RI

PIPT

EK, R

PJM

N, a

loka

si y

g ko

nsis

ten

untu

k R&

D d

lm U

U

APBN

Rist

ek/B

RIN

, Ba

ppen

as,

Kem

enke

u

b.  

Mem

astik

an k

uant

itas

dan

tata

kel

ola

pend

anaa

n (q

ualit

y of

sp

endi

ng) d

ari p

roje

ct fu

ndin

g te

ralo

kasi

den

gan

baik

.Pe

nyed

erha

naan

ske

ma

pend

anaa

n Ri

stek

/ BRI

N

yang

ber

dasa

rkan

kom

petis

i, pa

ndua

n PR

N, R

IPIP

TEK,

Pe

rpre

s D

ana

Abad

i

c.  

Mel

ibat

kan

pem

da d

alam

inve

stas

i SD

M d

an R

&D.

Sist

em In

ovas

i Dae

rah,

RI

PIPT

EK, R

KP

d.

Men

yede

rhan

akan

ske

ma

pend

anaa

n ris

et a

gar t

idak

tu

mpa

ng ti

ndih

(jum

lah

skem

a di

kura

ngi d

an ti

dak

ters

ebar

an

tara

BRI

N-D

ikti-

LPD

P-D

IPI).

RIPI

PTEK

Rist

ek/ B

RIN

Tera

rust

amak

anny

a pe

ndan

aan

riset

ya

ng k

ompe

titif

dan

berb

asis

mer

it,

untu

k se

mua

inst

ansi

pem

erin

tah,

un

iver

sita

s, o

rgan

isas

i pen

eliti

an

mas

yara

kat s

ipil

yang

men

ghas

ilkan

R&

D

a. 

Mem

perlu

as d

an m

empe

rkua

t pen

guku

ran

kine

rja p

enel

itian

un

tuk

univ

ersi

tas

dan

lem

baga

ata

u ba

dan

pene

litia

n ya

ng

dida

nai p

emer

inta

h.

IKU

PT

& LP

NK

Rist

ek/

BRIN

(lea

d),

Kem

enke

u,

Kem

endi

kbud

b.

Men

erap

kan

“reg

iona

l dis

tribu

tiona

l ove

rlay”

dal

am s

iste

m

yang

kom

petit

if un

tuk

mem

buka

kes

empa

tan

yang

sam

a ba

gi le

mba

ga p

enel

itian

non

-oto

nom

, non

-Jak

arta

, non

-Ja

wa.

Mod

el y

ang

berb

eda

ters

edia

unt

uk le

mba

ga d

enga

n ka

rakt

eris

tik y

ang

berb

eda.

Revi

si P

erm

enris

tekd

ikti

20/

2018

Had

irnya

tim

pen

eliti

ber

basi

s m

erit

yang

mem

iliki

kew

enan

gan

dala

m m

enge

lola

dan

a ris

et d

enga

n ak

unta

bilit

as d

an c

apai

an k

iner

jany

a

a. 

Mem

berik

an o

tono

mi d

ana

riset

kep

ada

tim p

enel

iti d

enga

n ak

unta

bilit

as k

iner

ja te

rhad

ap o

utpu

t yan

g di

hasi

lkan

. IK

U P

T &

LPN

K

b. 

Mel

akuk

an p

eren

cana

an a

wal

keg

iata

n da

n ev

alua

si

seca

ra b

erka

la d

enga

n m

elib

atka

n le

mba

ga p

embe

ri da

na,

kom

unita

s ilm

iah,

dan

kel

ompo

k sa

sara

n da

ri ha

sil/l

uara

n pe

nelit

ian.

Pand

uan

pend

anaa

n ris

et

berb

asis

kom

petis

i di s

emua

le

mba

ga p

enda

naan

pen

eliti

an

(Ris

tek/

BRI

N, L

PDP)

Page 131: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cet

ak B

iru E

kosi

stem

Pen

geta

huan

dan

Inov

asi

103

Lam

pira

n 2.

Tar

get d

an S

asar

an C

etak

Biru

EPI

No

Sasa

ran

Stra

tegi

Men

jadi

m

asuk

an u

ntuk

Usu

lan

wak

tu

terk

ait r

egul

asi

K/L

Kunc

i

Tata

Kel

emba

gaan

1Ad

anya

per

baik

an re

gula

si te

rkai

t ke

lem

baga

an ip

tek

nasi

onal

Pe

neta

pan

Kem

enris

tek/

BRI

N s

ebag

ai k

oord

inat

or Ip

tek

nasi

onal

ya

ng m

enga

wal

pen

yesu

aian

terh

adap

sel

uruh

regu

lasi

yan

g te

rkai

t de

ngan

per

ubah

an k

elem

baga

an s

esua

i ske

ma

koor

dina

si d

i baw

ah

Kem

enris

tek/

BRI

N

Perp

res

BRIN

2021

-202

2Ke

men

kum

ham

2Ad

anya

per

baik

an re

gula

si te

rkai

t ke

lem

baga

an ip

tek

daer

ah,

teru

tam

a te

rkai

t Bal

itban

gda

deng

an m

empe

rluas

koo

rdin

asi

bada

n te

rseb

ut k

e K/

L te

rkai

t IP

TEKI

N –

tida

k ha

nya

ke

Kem

enda

gri

a.

Men

gore

ksi m

isin

terp

reta

si te

rkai

t PP

No.

41/2

007

tent

ang

Org

anis

asi P

eran

gkat

Dae

rah

yang

mem

buat

ber

baga

i Pe

mer

inta

h D

aera

h m

eleb

ur B

alitb

ang

ke B

appe

da. P

enje

lasa

n Pa

sal 2

2 ay

at 5

, ter

kait

Peru

mpu

nan

12 m

enye

butk

an:

“Per

umpu

nan

dim

aksu

d ad

alah

pen

anga

nan

urus

an

pem

erin

taha

n ya

ng te

rdiri

dar

i uru

san

waj

ib d

an fu

ngsi

pe

nduk

ung

yang

dap

at d

igab

ung

dala

m s

atu

pera

ngka

t dae

rah

berb

entu

k ba

dan

dan/

atau

kan

tor,

mis

alny

a ur

usan

per

enca

naan

pe

mba

ngun

an d

igab

ung

deng

an u

rusa

n pe

nelit

ian

dan

peng

emba

ngan

.” Ya

ng d

imak

sud

dala

m p

enje

lasa

n te

rseb

ut h

anya

con

toh,

buk

an

bera

rti B

alitb

angd

a di

haru

skan

mel

ebur

pad

a Ba

pped

a.

suda

h je

las

2021

-202

2Ri

stek

/ BRI

N,

Kem

enda

gri,

Pem

da

ELE

ME

N #

1: K

ER

AN

GK

A R

EG

ULA

SI

A. T

AR

GE

T P

ER

BA

IKA

N P

RO

SES

RE

GU

LASI

1.

Pros

es p

embu

atan

regu

lasi

yan

g se

mak

in tr

ansp

aran

dan

aku

ntab

el

2.

Pro

ses

pem

buat

an re

gula

si y

ang

mel

ibat

kan

sem

akin

ban

yak

akto

r-akt

or d

i lua

r pem

erin

tah

(indu

stri,

NG

Os,

ser

ta p

engg

una

akhi

r dar

i per

atur

an)

yang

dili

batk

an d

alam

pro

ses

peny

usun

an p

erat

uran

per

unda

ngan

ipte

k-in

ovas

i

3.

Set

iap

pera

tura

n pe

rund

anga

n ip

tek-

inov

asi p

erlu

koh

eren

, kon

sist

en, d

an ti

dak

ters

ekat

-sek

at d

enga

n m

anda

t sal

ah s

atu

K/L

saja

4. P

erlu

age

nda

disk

usi r

utin

mul

ti-ak

tor (

linta

s K/

L, li

ntas

sek

tor)

untu

k m

emba

has

isu-

isu

ipte

k ya

ng h

asiln

ya d

apat

ditu

angk

an d

alam

regu

lasi

(bis

a m

empe

rkua

t, m

erev

isi,

men

ghap

us, a

tau

lain

nya)

. Mek

anis

men

ya d

apat

dia

tur d

i dal

am R

PP R

IPIP

TEK.

B. T

AR

GE

T P

ER

BA

IKA

N R

EG

ULA

SI

Page 132: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cet

ak B

iru E

kosi

stem

Pen

geta

huan

dan

Inov

asi

104

Lam

pira

n 2.

Tar

get d

an S

asar

an C

etak

Biru

EPI

No

Sasa

ran

Stra

tegi

Men

jadi

m

asuk

an u

ntuk

Usu

lan

wak

tu

terk

ait r

egul

asi

K/L

Kunc

i

b.

Men

guba

h ke

tent

uan

dala

m P

P N

o. 3

8/20

17 te

ntan

g In

ovas

i D

aera

h. D

alam

PP

ters

ebut

, sem

ua ja

lur k

oord

inas

i dila

kuka

n m

elal

ui “M

ente

ri” d

enga

n de

finis

i pen

yerta

ada

lah

“men

teri

yang

m

enye

leng

gara

kan

Uru

san

Pem

erin

taha

n da

lam

neg

eri.”

Den

gan

nom

enkl

atur

bar

u Ke

men

riste

k/BR

IN, m

aka

defin

isi i

ni p

erlu

di

ubah

.

suda

h je

las

2021

-202

2

c.

Mer

umus

kan

payu

ng h

ukum

pen

yela

rasa

n pe

mba

gian

ur

usan

rise

t dan

inov

asi d

i dae

rah

anta

ra K

emen

riste

k/BR

IN

dan

Kem

enda

gri t

erka

it pe

nyel

engg

aran

di d

aera

h (m

isal

nya

terk

ait i

ndek

s in

ovas

i-ind

eks

daya

sai

ng d

aera

h se

rta im

plik

asi

kete

ntua

n Ba

dan

Rise

t dan

Inov

asi D

aera

h pa

da U

U C

ipta

Ker

ja).

RPP

RIPI

PTEK

2021

-202

2

d.

Mem

perje

las

pada

leve

l koo

rdin

asi p

ada

PP 18

/201

6 Pa

sal

27 a

yat (

3) (y

ang

men

yebu

t per

enca

naan

ser

ta p

enel

itian

da

n pe

ngem

bang

an s

ebag

ai fu

ngsi

pen

unja

ng d

alam

sat

u ru

mpu

n, s

ehin

gga

dapa

t dig

abun

g) d

enga

n m

empe

rtim

bang

kan

varia

si k

ondi

si d

aera

h –

ada

daer

ah d

enga

n fu

ngsi

litb

ang

(ata

u ka

taka

nlah

Bal

itban

gda)

yan

g te

rgab

ung

deng

an fu

ngsi

pe

renc

anaa

n (B

appe

da).

suda

h je

las

2021

-202

2

Tata

Kel

ola

dan

Mek

anis

me

Aku

ntab

ilita

s

3Ad

anya

keb

ijaka

n pe

nelit

ian

dan

inov

asi y

ang

baru

kon

sist

en

deng

an d

omai

n ke

bija

kan

lain

(m

isal

nya

ekon

omi,

indu

stri,

pe

rdag

anga

n, p

endi

dika

n)

sehi

ngga

juga

ber

dam

pak

pada

per

baik

an ta

ta k

elol

a pe

renc

anaa

n ris

et

a.

Mem

astik

an p

enyu

suna

n Re

ncan

a In

duk

Pem

ajua

n Ip

tek

seba

gai

man

dat U

U S

isna

s Ip

tek

terk

onek

si d

enga

n RI

RN, P

RN, R

PJM

N,

dan

kebi

jaka

n se

ktor

al la

inny

a.

Foru

m

mul

tilat

eral

pe

mba

hasa

n RK

P, R

PJP

& M

2021

-202

2Ri

stek

/ BRI

N,

Bapp

enas

b.

Mer

umus

kan

payu

ng h

ukum

pem

bagi

an u

rusa

n ris

et d

an in

ovas

i di

Per

guru

an T

ingg

i den

gan

pem

bagi

an fo

kus

yang

jela

s an

tara

Ke

men

riste

k/BR

IN d

an K

emen

dikb

ud (m

isal

nya

terk

ait B

O P

TN

untu

k pe

nelit

ian)

.

Inte

gras

i BO

PTN

Pe

nelit

ian

& PR

N20

21-2

025

4Pe

rbai

kan

peng

atur

an d

ata

untu

k ta

ta k

elol

a ek

osis

tem

pe

nget

ahua

n da

n in

ovas

i

a.

Mer

umus

kan

peng

atur

an k

eter

buka

an d

an k

eter

jang

kaua

n da

ta

(term

asuk

dat

a ya

ng p

engu

mpu

lann

ya d

idan

ai A

PBN

, sep

erti

data

-dat

a BP

S) u

ntuk

kep

entin

gan

nasi

onal

, ter

mas

uk u

ntuk

ke

pent

inga

n pe

nelit

ian

seca

ra g

ratis

.

Impl

emen

tasi

U

U K

eter

buka

an

Info

rmas

i Pub

lik,

UU

Sta

tistik

, SIIN

Rist

ek/ B

RIN

, BPS

, Ke

men

keu,

pen

gam

pu

Satu

Dat

a

Page 133: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cet

ak B

iru E

kosi

stem

Pen

geta

huan

dan

Inov

asi

105

Lam

pira

n 2.

Tar

get d

an S

asar

an C

etak

Biru

EPI

No

Sasa

ran

Stra

tegi

Men

jadi

m

asuk

an u

ntuk

Usu

lan

wak

tu

terk

ait r

egul

asi

K/L

Kunc

i

b.

Mer

umus

kan

pera

tura

n tu

runa

n U

U 11

/201

9 m

enge

nai w

ajib

se

rah

dan

waj

ib s

impa

n ke

luar

an d

ata

prim

er p

enel

itian

, pe

ngem

bang

an, p

engk

ajia

n, d

an p

ener

apan

yan

g di

dana

i APB

N

dan/

atau

dila

kuka

n di

Indo

nesi

a. P

erlu

mem

astik

an b

ahw

a pe

ratu

ran

turu

nann

ya d

i dal

am R

PP P

enye

leng

araa

n Ip

tek

mem

enuh

i prin

sip

FAIR

(Fin

dabl

e, A

cces

sibl

e, In

tero

pera

ble,

Re

usab

le).

RPP

Peny

elen

ggar

aan

Ipte

k, S

IIN

2021

-202

3

c.

Mel

akuk

an p

enye

lara

san

deng

an p

erat

uran

yan

g m

enga

tur

men

gena

i ket

erbu

kaan

info

rmas

i (U

U N

o 14

/ 200

8).

suda

h je

las

2021

-202

5

d.

Mem

astik

an p

rote

ksi d

ata

prib

adi d

alam

pen

ggun

aan

big

data

(te

ruta

ma

prop

rieta

ry d

ata

dari

peru

saha

an d

igita

l), d

enga

n m

enga

cu p

ada

RUU

Pel

indu

ngan

Dat

a Pr

ibad

i yan

g m

asih

dal

am

pem

baha

san

DPR

.

suda

h je

las

2021

-202

2

Sum

ber D

aya

5Re

form

asi b

irokr

asi P

NS

untu

k m

enga

kom

odas

i kar

akte

ristik

SD

M Ip

tek,

term

asuk

mel

akuk

an

debi

rokr

atis

asi p

ada

bida

ng

Pend

idik

an T

ingg

i

a.

Men

guba

h at

uran

UU

No.

5/2

014

terk

ait j

am k

erja

yan

g m

engh

amba

t mob

ilita

s AS

N S

DM

ipte

k.su

dah

jela

s20

21-2

025

Kem

enPA

N-R

B,

Kem

endi

kbud

, Ris

tek/

BRIN

b.

Men

doro

ng m

obili

tas

dose

n da

n pe

nelit

i di P

ergu

ruan

Tin

ggi

deng

an m

eman

faat

kan

prak

tik re

gula

si te

rkai

t sab

batic

al le

ave

dala

m P

P N

o. 3

7/20

09 te

ntan

g D

osen

.

suda

h je

las

2021

-202

5

c.

Men

gatu

r pra

ktik

mob

ilita

s SD

M ip

tek

lebi

h lu

as (l

inta

s se

ktor

) da

lam

RPP

Sum

ber D

aya

Ipte

k m

aupu

n pe

ratu

ran

turu

nann

ya.

RPP

Sum

ber

Day

a Ip

tek

2021

-202

5 da

n ja

ngka

pan

jang

d.

Mem

fasi

llita

si p

enge

mba

ngan

kap

asita

s ag

ar s

emak

in b

anya

k Pe

rgur

uan

Ting

gi y

ang

mem

enuh

i per

syar

atan

men

jadi

PT

N-B

H, S

atke

r, at

aupu

n BL

U u

ntuk

mem

perk

uat o

tono

mi

PT (s

ebag

aim

ana

terc

antu

m d

alam

UU

No.

1/20

04 te

ntan

g Pe

rben

daha

raan

Neg

ara.

Rens

tra

Kem

endi

kbud

, RK

P

2021

-202

5 da

n ja

ngka

pan

jang

e.

Men

doro

ng p

rakt

ik in

tern

asio

nalis

asi d

enga

n m

eruj

uk p

ada

UU

12/2

012

tent

ang

Pend

idik

an T

ingg

i dan

Per

atur

an M

ente

ri Ri

stek

dikt

i No.

53/

2018

tent

ang

Perg

urua

n Ti

nggi

Lua

r Neg

eri

(PTL

N).

Perlu

atu

ran

turu

nan

(di l

evel

Dirj

en D

ikti)

tent

ang

pros

edur

pen

diria

n PT

LN y

ang

saat

ini b

elum

ters

edia

.

suda

h je

las

2021

-202

5 da

n ja

ngka

pan

jang

Page 134: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cet

ak B

iru E

kosi

stem

Pen

geta

huan

dan

Inov

asi

106

Lam

pira

n 2.

Tar

get d

an S

asar

an C

etak

Biru

EPI

No

Sasa

ran

Stra

tegi

Men

jadi

m

asuk

an u

ntuk

Usu

lan

wak

tu

terk

ait r

egul

asi

K/L

Kunc

i

6Ad

anya

regu

lasi

bar

u ya

ng

mem

ungk

inka

n pe

man

faat

an

infra

stru

ktur

ipte

k se

cara

lebi

h ef

ektif

a.

Mer

umus

kan

pera

tura

n tu

runa

n Pe

rpre

s N

o. 16

/201

8 te

rkai

t “P

enel

itian

dap

at m

engg

unak

an a

ngga

ran

bela

nja

dan/

atau

fasi

litas

yan

g be

rasa

l dar

i 1 (s

atu)

ata

u le

bih

dari

1 (sa

tu)

peny

elen

ggar

a pe

nelit

ian.

tbc

2021

-202

5Ri

stek

/ BRI

N,

Kem

enke

u

b.

Mem

buat

rum

usan

regu

lasi

yan

g di

butu

hkan

unt

uk p

erlu

asan

pr

aktik

pen

gem

bang

an d

an p

engg

unaa

n in

frast

rukt

ur ip

tek.

Ru

mus

an in

i dap

at m

enili

k da

ri ke

bija

kan

yang

dip

akai

ole

h LI

PI –

m

engi

ngat

dal

am b

eber

apa

tahu

n te

rakh

ir, L

IPI t

elah

men

gini

sias

i pe

mba

ngun

an in

frast

rukt

ur fa

silit

as la

bora

toriu

m b

ersa

ma

di

Cib

inon

g ya

ng d

apat

dig

unak

an b

erba

gai p

ihak

, ter

mas

uk

swas

ta. J

ika

dibu

tuhk

an p

erat

uran

pay

ung,

mak

a da

pat m

asuk

ke

RPP

Sum

ber D

aya

Ipte

k.

RPP

Sum

ber

Day

a Ip

tek

2021

-202

5

Pend

anaa

n

7Ad

anya

regu

lasi

di s

ekto

r fin

ansi

al a

gar s

ekto

r ter

sebu

t m

enda

nai s

ekto

r riil

, men

dana

i in

ovas

i, bu

kan

men

dana

i lag

i fin

anci

al s

ecto

r dan

men

jadi

ec

onom

ic b

ubbl

e

a.

Mem

buat

per

atur

an tu

runa

n U

U N

o. 11

/201

9 Pa

sal 6

: “Ilm

u Pe

nget

ahua

n da

n Te

knol

ogi b

erke

dudu

kan

seba

gai m

odal

da

n in

vest

asi”

untu

k m

erum

uska

n be

ntuk

-ben

tuk

inse

ntif

bagi

ke

giat

an ri

set d

an in

ovas

i, ba

ik o

leh

pela

ku m

aupu

n se

ktor

ke

uang

an s

elak

u pe

nyed

ia p

embi

ayaa

n –

term

asuk

di d

alam

nya

inse

ntif

bagi

R&D

di s

ekto

r riil

vs

sekt

or fi

nans

ial.

Pera

tura

n te

rkai

t pe

mbi

ayaa

n,

peny

empu

rnaa

n in

sent

if no

n-fis

kal

untu

k ke

giat

an

R&D

Jang

ka

men

enga

h da

n pa

njan

g

Kem

enke

u

b.

Mer

umus

kan

pera

tura

n tu

runa

n U

U C

ipta

Ker

ja te

rkai

t Lem

baga

Pe

ngel

ola

Inve

stas

i den

gan

adan

ya S

over

eign

Wea

lth F

und

yang

sec

ara

spes

ifik

men

yasa

r inv

esta

si u

ntuk

rise

t dan

inov

asi,

term

asuk

kai

tann

ya d

enga

n Ra

ncan

gan

Perp

res

Dan

a Ab

adi

Pene

litia

n.

Pera

tura

n te

knis

PP

74/

202

0 at

au

Renc

ana

Kerja

LP

I

Jang

ka

men

enga

h da

n pa

njan

g

8Te

rcip

tany

a pr

oses

per

baik

an

sist

em p

erat

uran

per

unda

ng-

unda

ngan

ber

jala

n se

cara

si

stem

atis

dan

ber

kela

njut

an

Mer

evis

i UU

No.

12/2

011 t

enta

ng P

embe

ntuk

an P

erat

uran

Per

unda

ng-

unda

ngan

.su

dah

jela

s20

21-2

025

Kem

enku

mha

m

Page 135: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cet

ak B

iru E

kosi

stem

Pen

geta

huan

dan

Inov

asi

107

Lam

pira

n 2.

Tar

get d

an S

asar

an C

etak

Biru

EPI

ELE

ME

N #

2: T

ATA

KE

LOLA

KE

LEM

BA

GA

AN

No

Sasa

ran

Stra

tegi

M

enja

di

mas

ukan

unt

ukU

sula

n w

aktu

te

rkai

t reg

ulas

iK/

L Ku

nci

OPT

IMA

LISA

SI

1Te

rkoo

rdin

asin

ya p

roye

k ris

et

inov

asi m

ulti

sekt

oral

dan

ant

ar

disi

plin

ilm

u de

ngan

targ

et

prio

ritas

nas

iona

l ber

orie

ntas

i da

mpa

k, d

enga

n te

tap

mem

buka

ru

ang

gera

k ak

tor u

ntuk

m

elak

ukan

bot

tom

-up

proj

ects

a.

Men

inja

u se

cara

sis

tem

atis

pos

isi,

pera

n (m

isi)

dan

hubu

ngan

an

tara

org

anis

asi p

enel

itian

kun

ci.

RPP

RIPI

PTEK

, RI

PIPT

EK20

21Ri

stek

/BRI

N

b.

Mer

umus

kan

bent

uk in

sent

if di

luar

pen

dana

an (m

isal

nya

man

faat

non

eko

nom

i) un

tuk

mem

otiv

asi l

emba

ga ri

set d

an

inov

asi d

an a

ktor

lain

nya

men

duku

ng ta

rget

prio

ritas

nas

iona

l.

2021

2Ad

anya

pem

isah

an fu

ngsi

re

gula

tory

/pol

icy

dan

fund

ing,

se

rta m

emas

tikan

aku

ntab

ilita

s pe

ndan

aan

a.

Mem

bent

uk le

mba

ga p

enda

naan

inde

pend

en p

enge

lola

dan

a pr

oyek

rise

t nas

iona

l ata

u m

engu

atka

n le

mba

ga y

ang

suda

h ad

a.Pe

ngua

tan

kola

bora

si R

iste

k/

BRIN

, LPD

P, D

IPI

2021

Rist

ek/B

RIN

, Ke

men

keu

b.

Men

yele

ngga

raka

n ris

et d

an in

ovas

i den

gan

dana

pih

ak k

e-tig

a ya

ng d

ileng

kapi

den

gan

mek

anis

me

dan

targ

et y

ang

dise

suai

kan

deng

an tu

juan

spe

sifik

ske

ma

pend

anaa

nnya

. Par

amet

er e

valu

asi

perlu

dib

edak

an a

ntar

a sa

tu s

kem

a de

ngan

lain

nya.

Seb

agai

ac

uan

utam

a ad

alah

tuju

an b

esar

ber

upa

shar

ed v

isio

n at

au

shar

ed o

bjec

tive

para

pih

ak.

Peng

uata

n ko

labo

rasi

Ris

tek/

BR

IN, L

PDP,

DIP

I

2021

Rist

ek/B

RIN

, Ke

men

keu

3Te

rinte

gras

inya

lem

baga

in

term

edia

si k

e da

lam

sis

tem

tra

nsla

si in

vens

i men

jadi

inov

asi,

mau

pun

sist

em tr

ansl

asi m

enja

di

kebi

jaka

n

a.

Mem

bent

uk le

mba

ga in

term

edia

si p

usat

yan

g m

elen

gkap

i le

mba

ga in

term

edia

si d

i set

iap

lem

baga

rise

t dan

inov

asi d

enga

n pe

ran

know

ledg

e an

d pa

rtner

ship

bro

kera

ge, t

erut

ama

deng

an

indu

stri.

RPP

Sum

ber

Day

a Ip

tek,

RPP

Pe

nyel

engg

araa

n Ip

tek,

RIP

IPTE

K

2021

Rist

ek/ B

RIN

, LAN

b.

Men

guat

kan

fung

si u

nit a

nalis

is k

ebija

kan

di K

/L y

ang

terh

ubun

g de

ngan

bai

k de

ngan

jarin

gan

anal

is k

ebija

kan

non-

K/L

serta

ko

mun

itas

ilmia

h ya

ng re

leva

n.

Impl

emen

tasi

U

tilis

asi J

FAK,

RK

P

2021

Page 136: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cet

ak B

iru E

kosi

stem

Pen

geta

huan

dan

Inov

asi

108

Lam

pira

n 2.

Tar

get d

an S

asar

an C

etak

Biru

EPI

No

Sasa

ran

Stra

tegi

M

enja

di

mas

ukan

unt

ukU

sula

n w

aktu

te

rkai

t reg

ulas

iK/

L Ku

nci

4Te

rben

tukn

ya w

ahan

a ko

labo

rasi

pe

riset

-inte

rmed

iari-

mas

yara

kat-

indu

stri-

pem

erin

tah

di d

aera

h de

ngan

keu

nggu

lann

ya m

asin

g-m

asin

g

a.

Men

doro

ng d

an m

endu

kung

pilo

ting

bagi

pla

ce-b

ased

in

nova

tion,

bai

k un

tuk

peng

emba

ngan

sos

ial e

kono

mi m

aupu

n ke

bija

kan

publ

ik d

i dae

rah.

Revi

si P

RN,

prog

ram

Te

knop

ark

& PR

N, R

IPIP

TEK

2021

Rist

ek/ B

RIN

, Ba

ppen

as,

Kem

enda

gri,

Pem

da

b.

Mem

bang

un k

now

ledg

e po

ol d

i dae

rah

dan

men

doro

ngny

a un

tuk

berp

eran

kon

stru

ktif

dala

m p

emba

ngun

an d

aera

hnya

dan

, di

duku

ng o

leh

jeja

ring

keilm

uan

di le

vel l

okal

, nas

iona

l, se

rta

inte

rnas

iona

l.

Sist

em In

ovas

i D

aera

h, p

rogr

am

Tekn

opar

k, P

UI

& PR

N

2021

5Te

rinte

gras

inya

lem

baga

pe

ngam

pu d

ata

info

rmas

i ipt

ek

dan

inov

asi d

enga

n ef

ektif

a.

Mem

perc

epat

pen

gatu

ran

Sist

em In

form

asi I

ptek

Nas

iona

l (SI

IN).

Perp

res

SIIN

2021

Rist

ek/ B

RIN

b.

Mem

perk

uat r

epos

itori

yang

sud

ah a

da (m

isal

nya,

Rep

osito

ri Ilm

iah

Nas

iona

l) de

ngan

mek

anis

me

inte

rlink

age

deng

an S

IIN.

Perp

res

SIIN

2021

6Te

rkua

tkan

nya

pera

n da

n je

jarin

g sc

ient

ific

advi

sor,

baik

unt

uk

kom

unita

s ilm

iah

mau

pun

di K

/L

terk

ait

Mem

bent

uk w

adah

kei

lmua

n na

sion

al y

ang

repr

esen

tatif

, ink

lusi

f, da

n kr

edib

el s

eper

ti N

atio

nal R

esea

rch

Cou

ncil

deng

an tu

gas

fung

si

wew

enan

g ya

ng je

las

seba

gai m

itra

pem

bang

unan

. Wad

ah in

i har

us

dipa

stik

an b

erfu

ngsi

opt

imal

dal

am ja

ngka

pan

jang

(sus

tain

able

).

RIPI

PTEK

, m

obili

sasi

dat

a ke

paka

ran

2022

-202

5Ri

stek

/ BRI

N,

Bapp

enas

7Te

rinte

gras

inya

fung

si K

/L

yang

rele

van

dala

m a

gend

a pe

mba

ngun

an s

pesi

fik s

ehin

gga

terja

di k

oord

inas

i efe

ktif

Mem

asuk

kan

setia

p ta

rget

pem

bang

unan

nas

iona

l yan

g te

ruku

r ke

dala

m m

anda

t Kem

enko

den

gan

kew

enan

gan

lebi

h ku

at.

IKU

Kem

enko

2022

Bapp

enas

, Ke

men

teria

n Ke

uang

an, &

Par

a Ke

men

ko

8Te

rben

tukn

ya s

iste

m y

ang

mem

ungk

inka

n m

asya

raka

t m

emili

ki p

emah

aman

men

dasa

r te

ntan

g be

rbag

ai is

u di

duku

ng

oleh

aks

es te

rbuk

a da

n te

rper

caya

yan

g di

sedi

akan

ole

h K/

L

a.

Mem

bang

un m

ekan

ism

e ko

nsul

tasi

dan

kom

unik

asi p

ublik

unt

uk

peru

mus

an k

ebija

kan

Impl

emen

tasi

IKK

2021

-202

3Ri

stek

/BRI

N,

Bapp

enas

, LAN

, se

mua

K/L

b.

Mem

anfa

atka

n si

stem

pem

erin

taha

n be

rbas

is e

lekt

roni

k da

n m

edia

sos

ial s

ecar

a ce

rdas

seb

agai

pen

unja

ng a

kunt

abili

tas

publ

ik; d

enga

n te

tap

men

jaga

keu

tuha

n N

KRI.

IKU

K/L

2021

-202

5

Page 137: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cet

ak B

iru E

kosi

stem

Pen

geta

huan

dan

Inov

asi

109

Lam

pira

n 2.

Tar

get d

an S

asar

an C

etak

Biru

EPI

ELE

ME

N #

3: M

EK

AN

ISM

E A

KU

NTA

BIL

ITA

SPr

insi

p: in

tegr

itas,

kol

abor

asi,

dan

buda

ya k

erja

sam

a da

ri pa

ra p

ihak

No

Sasa

ran

Stra

tegi

M

enja

di

mas

ukan

unt

ukU

sula

n w

aktu

te

rkai

t reg

ulas

iK/

L Ku

nci

OPT

IMA

LISA

SI

1Ad

anya

mek

anis

me

prod

uksi

pen

geta

huan

yan

g di

perta

nggu

ngja

wab

kan

sesu

ai

met

odol

ogi i

lmia

h ol

eh d

an u

ntuk

ko

mun

itas

ilmia

h

a.  

Mem

perk

uat a

spek

-asp

ek e

tika

dala

m k

egia

tan

riset

dan

inov

asi

deng

an m

elib

atka

n Ko

mis

i Etik

bag

i dan

ber

baga

i Aso

sias

i Pr

ofes

i dan

Ilm

iah

bere

puta

si in

tern

asio

nal d

an/a

tau

yang

tela

h te

rakr

edita

si (e

pist

emic

com

mun

ity).

RPP

Peny

elen

ggar

aan

Ipte

k

2021

Rist

ek/ B

RIN

b.

Mem

perk

uat k

omitm

en p

ada

open

sci

ence

(per

syar

atan

bah

wa

sem

ua p

enel

itian

yan

g di

dana

i pem

erin

tah

dipu

blik

asik

an, d

an

data

nya

dapa

t dia

kses

pub

lik d

enga

n m

udah

). Sa

lah

satu

nya

deng

an m

enge

mba

ngka

n si

stem

/pla

tform

yan

g m

emfa

silit

asi

open

sci

ence

.

RPP

Peny

elen

ggar

aan

Ipte

k

2021

2Te

rinte

gras

inya

pen

geta

huan

ke

dal

am p

rose

s pe

mbu

atan

ke

bija

kan,

term

asuk

dal

am

renc

ana

pem

bang

unan

Men

gem

bang

kan

mek

anis

me

kons

ulta

si d

an k

omun

ikas

i pub

lik

yang

mel

ibat

kan

kom

unita

s pe

nget

ahua

n da

lam

pro

ses

pem

buat

an

kebi

jaka

n, s

ejak

per

anca

ngan

aw

al h

ingg

a va

lidas

inya

. Dap

at

diin

tegr

asik

an d

enga

n st

rate

gi p

embe

naha

n ta

ta k

elem

baga

an

terk

ait m

ekan

ism

e ko

nsul

tasi

dan

kom

unik

asi p

ublik

.

RPP

RIPI

PTEK

, RP

JP &

M20

21Ba

ppen

as, R

iste

k/

BRIN

3Pe

neta

pan

pand

uan

untu

k pe

nggu

naan

ilm

u pe

nget

ahua

n da

lam

pro

ses;

per

enca

naan

, pe

ngan

ggar

an, p

elak

sana

an,

pem

anta

uan

dan

eval

uasi

yan

g be

rfoku

s pa

da e

mpa

t stra

tegi

:

a.

Men

yusu

n pr

ogam

men

gacu

pad

a pr

iorit

as p

emba

ngun

an

nasi

onal

yan

g te

renc

ana

baik

unt

uk ja

ngka

wak

tu p

anja

ng,

men

enga

h da

n pe

ndek

dal

am s

atu

kesa

tuan

utu

h da

n di

jala

nkan

se

cara

kon

sist

en. E

lem

en-e

lem

en p

eren

cana

an, a

loka

si

sum

berd

aya,

pel

aksa

naan

, pem

anta

uan,

sup

ervi

si, e

valu

asi,

audi

t ha

rus

mas

uk k

e da

lam

ranc

anga

n pr

ogra

m.

RPJP

&M, R

KP,

RIPI

PTEK

2021

Bapp

enas

, Ris

tek/

BR

IN

b.

Men

yusu

n In

dika

tor K

iner

ja U

tam

a N

asio

nal b

eror

ient

asi i

mpa

ct,

yang

sel

anju

tnya

har

us d

iterje

mah

kan

ke d

alam

ser

angk

aian

ta

rget

K/L

bes

erta

sel

uruh

jaja

rann

ya. I

ni m

enja

di b

asis

Per

janj

ian

Kine

rja p

ejab

at te

rkai

t.

RKP,

RPJ

P &

M20

22

c.

Mem

asuk

kan

elem

en-e

lem

en p

embe

laja

ran

di d

alam

eva

luas

i pe

mba

ngun

an n

asio

nal s

ehin

gga

bers

ifat b

erke

lanj

utan

.RK

P, R

PJP

& M

2022

Page 138: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cet

ak B

iru E

kosi

stem

Pen

geta

huan

dan

Inov

asi

110

Lam

pira

n 2.

Tar

get d

an S

asar

an C

etak

Biru

EPI

No

Sasa

ran

Stra

tegi

M

enja

di

mas

ukan

unt

ukU

sula

n w

aktu

te

rkai

t reg

ulas

iK/

L Ku

nci

d.

Mel

ibat

kan

dan

mem

perti

mba

ngka

n as

pira

si p

ara

akto

r pe

nget

ahua

n (p

rodu

sen,

pen

ggun

a, e

nabl

er, i

nter

med

iary

) yan

g m

ewak

ili s

elur

uh la

pisa

n ya

ng re

leva

n da

lam

per

anca

ngan

ke

giat

an, p

rogr

am d

an k

ebija

kan

teru

tam

a te

rkai

t ris

et a

tau

inov

asi.

Sum

ber d

aya

(wak

tu, a

ngga

ran,

kom

itmen

) yan

g m

emad

ai h

arus

sel

alu

dial

okas

ikan

unt

uk p

enye

mpu

rnaa

n da

lam

ta

hap

ini.

RPP

RIPI

PTEK

2021

4Te

rimpl

emen

tasi

nya

open

dat

a di

leve

l K/L

seb

agai

ben

tuk

tang

gung

jaw

ab, s

ekal

igus

unt

uk

men

doro

ng in

tera

ksi a

ntar

akt

or

a.

Men

gopt

imal

kan

sist

em in

form

asi b

erba

sis

digi

tal/p

eman

faat

an

TIK

sehi

ngga

dat

a da

pat d

iaks

es o

leh

publ

ik d

enga

n m

udah

, te

ruta

ma

terk

ait l

uara

n ya

ng d

ihas

ilkan

mel

alui

ang

gara

n pe

mer

inta

h.

Impl

emen

tasi

Pe

rpre

s Sa

tu

Dat

a, U

U

Kete

rbuk

aan

Info

rmas

i Pub

lik

2021

dst

Sem

ua K

/L

b.

Mem

perc

epat

pen

ataa

n Si

stem

Info

rmas

i Ipt

ek N

asio

nal

deng

an m

enga

rah

pada

pem

bent

ukan

Sat

u D

ata

Nas

iona

l yan

g ko

mpr

ehen

sif.

Perp

res

SIIN

2021

c.

Men

yusu

n m

ekan

ism

e pe

lapo

ran

K/L

pada

pub

lik s

etia

p ak

hir

tahu

n an

ggar

an m

elal

ui s

emua

sal

uran

kom

unik

asi m

assa

yan

g ad

a (d

arin

g da

n lu

ring)

.

Renc

ana

Info

rmas

i &

Kom

unik

asi

Publ

ik K

/L

2022

d.

Men

yedi

akan

sar

ana

pem

beria

n um

pan

balik

yan

g re

spon

sif d

an

efek

tif d

enga

n pe

nera

pan

prin

sip-

prin

sip

ilmu

kom

unik

asi.

Renc

ana

Info

rmas

i &

Kom

unik

asi

Publ

ik K

/L

2022

5Ad

anya

par

tisip

asi m

asya

raka

t un

tuk

mel

akuk

an e

valu

asi

kebi

jaka

n hi

ngga

di t

ingk

at d

esa

a.

Men

gide

ntifi

kasi

opi

nion

lead

er (c

omm

unity

lead

er, i

nfor

mal

le

ader

) den

gan

kear

ifan

loka

l dan

mel

ibat

kann

ya d

alam

pro

ses

eval

uasi

keb

ijaka

n.

Pedo

man

Pe

nyus

unan

Pe

renc

anaa

n Pe

mba

ngun

an

sam

pai t

ingk

at

Des

a

2022

Bapp

enas

, Ke

men

dagr

i, Ke

men

des

b. 

Men

yedi

akan

sub

-sis

tem

dar

i ope

n sc

ienc

e ya

ng b

ersi

fat l

okal

un

tuk

berti

ndak

seb

agai

sar

ana

peny

alua

ran

aspi

rasi

loka

l dal

am

peny

usun

an k

ebija

kan

publ

ik.

Impl

emen

tasi

U

U K

eter

buka

an

Info

rmas

i Pub

lik

2022

Page 139: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cet

ak B

iru E

kosi

stem

Pen

geta

huan

dan

Inov

asi

111

Lam

pira

n 2.

Tar

get d

an S

asar

an C

etak

Biru

EPI

No

Sasa

ran

Stra

tegi

M

enja

di

mas

ukan

unt

ukU

sula

n w

aktu

te

rkai

t reg

ulas

iK/

L Ku

nci

6Au

dit b

erba

sis

kine

rja

dan

kola

bora

tif d

enga

n pe

rtang

gung

jaw

aban

ber

basi

s bu

kti i

lmia

h

Mem

bang

un s

iste

m a

udit

yang

ber

ada

dala

m k

ewen

anga

n le

mba

ga

terte

ntu

(keu

anga

n, k

iner

ja, k

elem

baga

an) b

erba

sis

pem

aham

an

terk

ait p

rose

s ke

giat

an il

mia

h, a

gar r

elev

an d

an te

pat s

asar

an.

Peny

usun

an m

ekan

ism

e au

dit y

ang

berb

asis

pem

aham

an te

rkai

t pr

oses

keg

iata

n ilm

iah

ini p

erlu

mel

ibat

kan

kom

unita

s ilm

iah.

Pros

es

peny

usun

an

LAKI

P, P

erba

ikan

SA

KIP,

ke

terh

ubun

gan

deng

an K

RISN

A,

Impl

emen

tasi

UU

15

/200

4

2022

Rist

ek/B

RIN

, Ba

ppen

as, B

PKP

Page 140: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cet

ak B

iru E

kosi

stem

Pen

geta

huan

dan

Inov

asi

112

Lam

pira

n 2.

Tar

get d

an S

asar

an C

etak

Biru

EPI

ELE

ME

N #

4: S

UM

BE

R D

AY

A D

AN

INFR

AS

TRU

KTU

R

No

Sasa

ran

Stra

tegi

M

enja

di

mas

ukan

unt

ukU

sula

n w

aktu

te

rkai

t reg

ulas

iK/

L Ku

nci

OPT

IMA

LISA

SI

Sum

ber D

aya

Man

usia

1Te

rcip

tany

a SD

M ri

set,

inov

asi

dan

kebi

jaka

n pu

blik

yan

g an

dal

mel

alui

pen

ingk

atan

kap

asita

s m

ener

us (b

aik

mel

alui

pen

didi

kan

form

al m

aupu

n pe

latih

an)

seba

gai b

agia

n da

ri pr

oses

pe

ngem

bang

an je

njan

g ka

rier

a.  

Men

cipt

akan

crit

ical

mas

s SD

M Ip

tek

deng

an in

dika

tor 3

0%

popu

lasi

mem

iliki

gel

ar p

ost-g

radu

ate.

Renc

ana

Indu

k Pe

maj

uan

Ipte

k (R

IPIP

TEK)

Jan

gka

Panj

ang

2021

-203

0Ri

stek

/BRI

N.

Kem

endi

kbud

b.

Men

yusu

n re

ncan

a pe

ngem

bang

an S

DM

di s

etia

p le

mba

ga ri

set

dan

inov

asi,

term

asuk

sw

asta

, dal

am b

entu

k be

asis

wa

gela

r dan

no

n-ge

lar y

ang

sist

emat

is d

an k

ompe

titif

(mis

alny

a LP

DP)

.

Renc

ana

Peng

emba

ngan

SD

M K

emen

teria

n &

Lem

baga

2022

-202

4

c. 

Men

guat

kan

man

ajem

en ta

lent

a da

ri le

mba

ga ri

set d

an in

ovas

i/pe

ndid

ikan

.Re

ncan

a Pe

ngem

bang

an

SDM

Kem

ente

rian

& Le

mba

ga

2022

-202

4

d.

Men

duku

ng a

dany

a fa

silit

as/s

aran

a pe

ndid

ikan

dan

pel

atih

an

term

asuk

in-h

ouse

trai

ning

dan

kol

abor

asi i

nter

nasi

onal

.Re

ncan

a Pe

ngem

bang

an

SDM

Kem

ente

rian

& Le

mba

ga

2022

e. 

Mel

akuk

an s

inkr

onis

asi r

oadm

ap S

DM

ant

ar s

ekto

r den

gan

Dik

ti-LP

DP-

K/L.

Renc

ana

Indu

k Pe

maj

uan

Ipte

k Ta

huna

n da

n Ja

ngka

M

enen

gah,

Re

nstra

Dik

ti

2022

2M

enin

gkat

nya

jum

lah

dan

inte

nsita

s ke

rja s

ama

anta

ra

indu

stri,

uni

vers

itas,

den

gan

lem

baga

rise

t

Men

doro

ng in

dust

ri te

rliba

t dal

am p

eren

cana

an ri

set d

an ri

set

kola

bora

si d

enga

n sk

ema

riset

yan

g le

bih

foku

s da

n ko

labo

ratif

.RP

P Su

mbe

r Day

a Ip

tek,

RIP

IPTE

K,

Renc

ana

Indu

k Pe

mba

ngun

an

Indu

stri

Nas

iona

l

2021

-202

4Ri

stek

/BRI

N,

Kem

enpe

rin

Page 141: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cet

ak B

iru E

kosi

stem

Pen

geta

huan

dan

Inov

asi

113

Lam

pira

n 2.

Tar

get d

an S

asar

an C

etak

Biru

EPI

No

Sasa

ran

Stra

tegi

M

enja

di

mas

ukan

unt

ukU

sula

n w

aktu

te

rkai

t reg

ulas

iK/

L Ku

nci

3M

enin

gkat

nya

pers

enta

se

pene

liti/p

erek

ayas

a/an

alis

ke

bija

kan

yang

mel

akuk

an

kola

bora

si ri

set d

an in

ovas

i in

tern

asio

nal

a.   

Mem

buat

stra

tegi

kol

abor

asi i

nter

nasi

onal

unt

uk s

ekto

r pe

nget

ahua

n da

n in

ovas

i den

gan

men

yeim

bang

kan

pend

ekat

an

top-

dow

n (g

over

nmen

t-to-

gove

rnm

ent)

dan

botto

m-u

p (in

stitu

tion-

to-in

stitu

tion)

.

Rens

tra R

iste

k/

BRIN

, RIP

IPTE

K20

21-2

024

Rist

ek/B

RIN

b. 

Mem

perb

aiki

ena

blin

g fa

ctor

s ko

labo

rasi

inte

rnas

iona

l (p

enda

naan

, ins

entif

, reg

ulas

i dan

kap

asita

s le

mba

ga).

RPP

Peny

elen

ggar

aan

Ipte

k

2021

-202

4

c. 

Mel

akuk

an p

emet

aan

kebu

tuha

n ko

labo

rasi

inte

rnas

iona

l yan

g se

cara

spe

sifik

dia

rahk

an u

ntuk

men

gisi

keb

utuh

an in

frast

rukt

ur

riset

dan

inov

asi.

RPP

Sum

ber D

aya

Ipte

k, R

IPIP

TEK

2021

-203

0

4Te

raru

suta

mak

anny

a bu

daya

te

laah

sej

awat

(pee

r rev

iew

) di

kom

unita

s pe

nelit

i

a.

Mem

bang

un s

iste

m te

laah

sej

awat

yan

g di

pim

pin

pene

liti

(rese

arch

er-le

d pe

er re

view

) unt

uk s

elur

uh k

ateg

ori p

enel

itian

ya

ng d

idan

ai p

emer

inta

h. D

imul

ai d

enga

n uj

i cob

a si

stem

pee

r-re

view

sec

ara

nasi

onal

(con

tohn

ya te

rmas

uk p

rakt

ik d

i Ing

gris

da

n Au

stra

lia).

RPP

Peny

elen

ggar

aan

Ipte

k

2021

Rist

ek/B

RIN

b.   

Mem

perk

uat k

ode

etik

pen

eliti

an n

asio

nal d

enga

n ke

terli

bata

n ko

mun

itas

epis

tem

ik.

RPP

Peny

elen

ggar

aan

Ipte

k

2021

c. 

Men

ingk

atka

n pr

ofes

iona

litas

man

ajem

en p

enel

itian

(mis

alny

a pe

ngua

tan

pera

n LP

PM d

i uni

vers

itas

serta

uni

t man

ajem

en

pene

litia

n di

lem

baga

rise

t dan

inov

asi l

ainn

ya).

RIPI

PTEK

2021

-202

4

5M

enin

gkat

nya

kual

itas

ASN

da

lam

per

umus

an k

ebija

kan

dan

peng

orga

nisa

sian

pro

gram

a.

Men

gopt

imal

kan

pera

n Ja

bata

n Fu

ngsi

onal

Ana

lis K

ebija

kan,

ja

bata

n fu

ngsi

onal

yan

g re

leva

n da

n ja

bata

n st

rukt

ural

dal

am

pros

es p

erum

usan

keb

ijaka

n.

Prog

ram

pe

ning

kata

n ut

ilisa

si A

K

2021

-202

4Ke

men

PAN

-RB,

LAN

b.   

Men

gopt

imal

kan

pera

n Ba

riset

dan

inov

asi d

alam

sup

ply

info

rmas

i per

umus

an k

ebija

kan.

Pe

ruba

han

SOTK

K/L

terk

ait

Balit

bang

2021

-202

4

6Pe

rcep

atan

age

nda

refo

rmas

i biro

kras

i dal

am h

al

peng

emba

ngan

SD

M ip

tek:

pe

nelit

i dan

dos

en

a.  

Mem

aksi

mal

kan

skem

a AS

N d

ari P

egaw

ai P

emer

inta

h de

ngan

Pe

rjanj

ian

Kerja

(PPP

K) u

ntuk

men

doro

ng re

krut

men

dos

en d

an

pene

liti l

inta

s pe

rgur

uan

tingg

i.

RPP

Sum

ber D

aya

Ipte

k, IK

U P

T20

21Ri

stek

/ BRI

N,

Kem

endi

kbud

Page 142: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cet

ak B

iru E

kosi

stem

Pen

geta

huan

dan

Inov

asi

114

Lam

pira

n 2.

Tar

get d

an S

asar

an C

etak

Biru

EPI

No

Sasa

ran

Stra

tegi

M

enja

di

mas

ukan

unt

ukU

sula

n w

aktu

te

rkai

t reg

ulas

iK/

L Ku

nci

b.  

Mem

aksi

mal

kan

skem

a PP

PK s

ecar

a m

aksi

mal

unt

uk m

endo

rong

re

krut

men

dia

spor

a do

sen

dan

pene

liti I

ndon

esia

kem

bali

beke

rja p

urna

-wak

tu d

i tan

ah a

ir ba

ik d

i per

guru

an ti

nggi

ata

upun

ba

dan/

lem

baga

pem

erin

tah.

Renc

ana

Peng

emba

ngan

SD

M K

/L, I

KU P

T

2022

-203

0

c.   

Men

doro

ng a

dany

a sk

ema

yang

mem

ungk

inka

n di

aspo

ra d

osen

da

n pe

nelit

i Ind

ones

ia b

isa

beke

rja p

aruh

-wak

tu d

i tan

ah a

ir ba

ik

di p

ergu

ruan

ting

gi a

taup

un b

adan

/lem

baga

pem

erin

tah.

RPP

Sum

ber D

aya

Ipte

k, R

IPIP

TEK,

IK

U P

T

2022

-202

4

d.   

Men

doro

ng k

onsi

sten

si P

TN-B

H d

alam

rekr

utm

en d

osen

dan

pe

nelit

i ses

uai d

enga

n ke

butu

han

inst

itusi

dan

age

nda

riset

na

sion

al.

RIPI

PTEK

2021

-202

4

e.   

Men

doro

ng s

iner

gi a

ntar

a ko

mun

itas

sain

s, p

ergu

ruan

ting

gi,

bisn

is d

an p

emer

inta

h da

lam

men

entu

kan

road

map

sek

tora

l dan

na

sion

al.

RPP

RIPI

PTEK

2021

-202

4

7Ad

anya

Pus

at-P

usat

Ung

gula

n Ip

tek

(PU

I) tin

gkat

dun

iaa.

M

enge

mba

ngka

n ke

ungg

ulan

spe

sifik

(cen

tre fo

r exc

elle

nce

dala

m b

idan

g te

rtent

u) d

ari P

T at

au p

rodi

di d

aera

h se

hing

ga

berd

aya

tarik

bag

i cal

on p

elaj

ar (t

erm

asuk

dar

i lua

r neg

eri)

atau

un

tuk

peng

ambi

lan

data

(mis

alny

a PU

I unt

uk b

iodi

vers

ity, s

oal

vulk

anol

ogi)

RIPI

PTEK

2021

Rist

ek/B

RIN

, Ke

men

dikb

ud

b.

Mem

berik

an w

orki

ng c

apita

l ata

u in

sent

if ba

gi P

UI y

ang

prod

uktif

da

n be

repu

tasi

bai

k.RI

PIPT

EK20

21

KON

DIS

I BA

RU

Sum

ber D

aya

Man

usia

8M

enin

gkat

nya

jum

lah

SDM

be

rkua

lifika

si S

3 di

sem

ua d

isip

lin

ilmu

a.

Men

gado

psi p

rakt

ik b

aik

dala

m m

enci

ptak

an p

usat

dan

jarin

gan

untu

k pe

latih

an d

okto

ral (

S3) n

asio

nal (

mis

alny

a: U

.K.;

Laur

eate

sc

hem

e di

Aus

tralia

).

RIPI

PTEK

, Pr

ogra

m D

it Su

mbe

r Day

a D

ikti

2021

, 202

2Ri

stek

/ BRI

N,

Kem

endi

kbud

b.

Men

yusu

n sk

ema

pend

anaa

n pe

nelit

ian

untu

k m

endu

kung

pe

nelit

i sen

ior y

ang

terb

ukti

dapa

t men

jadi

pel

atih

dan

men

tor

pene

litia

n ya

ng b

aik.

Skem

a Pe

ndan

aan

Rist

ek/ B

RIN

&

Ditj

en D

ikti

2022

Page 143: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cet

ak B

iru E

kosi

stem

Pen

geta

huan

dan

Inov

asi

115

Lam

pira

n 2.

Tar

get d

an S

asar

an C

etak

Biru

EPI

No

Sasa

ran

Stra

tegi

M

enja

di

mas

ukan

unt

ukU

sula

n w

aktu

te

rkai

t reg

ulas

iK/

L Ku

nci

c. M

enyu

sun

skem

a ke

mitr

aan

inte

rnas

iona

l dal

am h

al p

elat

ihan

PhD

da

n pr

ogra

m m

obili

tas,

unt

uk m

emba

ngun

kem

ampu

an b

aik

supe

rvis

or m

aupu

n m

ahas

isw

a.

Skem

a Pe

ndan

aan

Rist

ek/ B

RIN

&

Ditj

en D

ikti

2022

9Te

rcip

tany

a SD

M te

ram

pil

bers

ertifi

kasi

glo

bal d

i bid

ang

ipte

k st

rate

gis

Men

yusu

n pr

ogra

m u

ntuk

per

cepa

tan

pasc

a sa

rjana

khu

sus

untu

k PT

N B

LU d

an P

TN S

atke

r. Ke

men

dikb

ud20

22Ke

men

dikb

ud

10Ad

anya

stru

ktur

terp

adu

pend

idik

an ti

nggi

vok

asi d

enga

n ak

adem

ik

a. 

Men

cipt

akan

flek

sibi

litas

jalu

r per

pind

ahan

dar

i vok

asi k

e ak

adem

ik, b

aik

di je

njan

g pe

ndid

ikan

men

enga

h ke

ata

s da

n tin

ggi.

Rens

tra

Kem

endi

kbud

2021

Kem

endi

kbud

b.   

Mem

astik

an k

esei

mba

ngan

ant

ara

pend

idik

an te

rapa

n de

ngan

te

ori d

i tin

gkat

pen

didi

kan

tingg

i.Re

nstra

Dik

ti, IK

U

PT20

22

11Be

rkur

angn

ya in

sent

if ya

ng

mer

ugik

an (p

erve

rse

ince

ntiv

e)

dala

m p

enge

mba

ngan

kar

ir do

sen

atau

pen

eliti

a.   

Mem

buat

ske

ma

kepe

gaw

aian

sen

diri

untu

k do

sen

dan

pene

liti

(tida

k la

gi d

ikel

ola

di b

awah

ske

ma

PNS)

.U

U P

endi

dika

n Ti

nggi

, UU

Dos

en,

RPP

Sum

ber D

aya

Ipte

k, IK

U P

T

2021

-202

2Ke

men

dikb

ud,

Kem

enPA

N-R

B

b.   

Men

erap

kan

sist

em tr

idha

rma

perg

urua

n tin

ggi y

ang

mew

ajib

kan

kegi

atan

rise

t, m

enga

jar,

dan

peng

adia

n ke

pada

mas

yara

kat

pada

leve

l ins

titus

iona

l dan

buk

an in

divi

du. H

al in

i jug

a da

pat

mem

buka

pin

tu b

agi t

erbe

ntuk

nya

sist

em re

krut

men

dan

jenj

ang

karie

r yan

g le

bih

inte

nsif

untu

k ke

giat

an ri

set (

rese

arch

-inte

nsiv

e ap

poin

tmen

ts a

nd c

aree

r pat

hway

s).

UU

Pen

didi

kan

Ting

gi, R

PP

Sum

ber D

aya

Ipte

k, R

PP

Peny

elen

ggar

aan

Ipte

k

2021

- 202

2

12Te

rjadi

nya

brai

n ga

in -

pem

erat

aan

kual

itas

univ

ersi

tas

di

Indo

nesi

a

a.  

Mer

umus

kan

skem

a m

obili

tas

dose

n un

tuk

men

doro

ng

pem

erat

aan

dan

peni

ngka

tan

kom

pete

nsi.

IKU

PT

2022

dst

Kem

endi

kbud

, Ke

men

PAN

-RB

b.

Men

doro

ng k

ompe

tisi u

nive

rsita

s di

Indo

nesi

a at

au

men

ingk

atka

n ki

nerja

agi

litas

uni

vers

itas

deng

an m

embu

ka

kem

ungk

inan

SD

M a

sing

mas

uk k

e da

lam

uni

vers

itas

dala

m

nege

ri.

IKU

PT

2022

dst

c.   

Mem

asuk

kan

mob

ilita

s an

tar l

emba

ga s

ebag

ai in

dika

tor k

iner

ja

utam

a (k

ey p

erfo

rman

ce in

dica

tor)

lem

baga

rise

t dan

inov

asi.

IKU

PT

2022

dst

Page 144: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cet

ak B

iru E

kosi

stem

Pen

geta

huan

dan

Inov

asi

116

Lam

pira

n 2.

Tar

get d

an S

asar

an C

etak

Biru

EPI

No

Sasa

ran

Stra

tegi

M

enja

di

mas

ukan

unt

ukU

sula

n w

aktu

te

rkai

t reg

ulas

iK/

L Ku

nci

13Ti

ngka

t pen

erim

aan

mah

asis

wa

pend

idik

an ti

nggi

(hig

her

educ

atio

n en

rollm

ent r

ate)

se

tara

den

gan

nega

ra-n

egar

a be

rpen

dapa

tan

men

enga

h at

as

(upp

er m

iddl

e in

com

e co

untri

es)

a.  

Men

yusu

n ke

bija

kan

afirm

atif

(afir

mat

ive

polic

y) u

ntuk

pro

vins

i-pr

ovin

si d

enga

n An

gka

Parti

sipa

si K

asar

Pen

didi

kan

Ting

gi

tere

ndah

.

Rens

tra D

ikti,

IKU

PT

2021

Kem

endi

kbud

, Ke

men

dagr

i

b.   

   M

elib

atka

n pe

mer

inta

h da

erah

dal

am p

embi

ayaa

n pe

ndid

ikan

tin

ggi.

Sis

tem

Inov

asi

Dae

rah

2022

-202

4

14Te

rcip

tany

a si

stem

pel

ibat

an S

DM

da

lam

kol

abor

asi i

nter

nasi

onal

ya

ng re

sipr

okal

Mer

elak

sasi

regu

lasi

unt

uk fl

eksi

bilit

as m

obili

tas

fore

ign

skill

ed

wor

kers

den

gan

diar

ahka

n ad

anya

spi

llove

r.RP

P Su

mbe

r Day

a Ip

tek,

turu

nan

UU

11

/ 202

0

2021

, 202

2Ke

men

dikb

ud, R

iste

k BR

IN, K

emen

aker

, Ke

men

huk-

HAM

15Ad

anya

kes

empa

tan

bagi

m

asya

raka

t um

um u

ntuk

dap

at

terju

n di

akt

ivita

s ris

et a

taup

un

mem

beri

duku

ngan

terh

adap

ha

sil u

paya

mer

eka

serta

m

emba

ntu

dala

m p

engu

rusa

n ha

k ci

pta

dan

seje

nisn

ya (h

arus

m

enca

kup

sum

ber d

aya

non

Jaw

a)

a.

Men

gada

kan

pela

tihan

, pen

didi

kan

sing

kat,

dan

“pem

asar

an”

atas

akt

ivita

s m

erek

a.RI

PIPT

EK20

21, 2

022

Rist

ek/ B

RIN

b.   

Men

yiap

kan

pras

aran

a fis

ik d

an n

on fi

sik

untu

k w

orks

hop

beke

rja

sam

a de

ngan

pem

erin

tah

dan

akad

emis

i, se

rta in

dust

ri sk

ala

besa

r.

RIPI

PTEK

2021

, 202

2

KON

DIS

I BA

RU

INFR

AST

RUKT

UR

16Te

rsed

iany

a in

frast

rukt

ur ip

tek

yang

mud

ah d

iaks

es o

leh

para

ak

tor,

seka

ligus

men

erap

kan

digi

tasi

info

rmas

i.

a.   

Mel

akuk

an p

emet

aan

infra

stru

ktur

rise

t dan

inov

asi s

aat i

ni d

an

men

entu

kan

peta

jala

n pe

ngem

bang

an in

frast

rukt

ur p

riorit

as,

term

asuk

men

entu

kan

pera

n ne

gara

unt

uk m

emas

tikan

ke

ters

edia

an in

frast

rukt

ur ri

set d

an in

ovas

i stra

tegi

s da

n pe

ran

akto

r eko

sist

em la

inny

a.

RPP

Sum

ber D

aya

Ipte

k, R

IPIP

TEK

2021

Rist

ek/B

RIN

b.

Mem

buat

ske

ma

bagi

pak

ai u

ntuk

fasi

litas

yan

g di

kem

bang

kan

dan

dim

iliki

neg

ara

dan

mem

berik

an in

sent

if ba

gi a

ktor

pem

ilik

infra

stru

ktur

lain

dal

am e

kosi

stem

unt

uk m

ener

apka

n sk

ema

seru

pa.

RPP

Sum

ber

Day

a Ip

tek,

IKU

LP

NK

& PT

2021

, 202

2

Page 145: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cet

ak B

iru E

kosi

stem

Pen

geta

huan

dan

Inov

asi

117

Lam

pira

n 2.

Tar

get d

an S

asar

an C

etak

Biru

EPI

No

Sasa

ran

Stra

tegi

M

enja

di

mas

ukan

unt

ukU

sula

n w

aktu

te

rkai

t reg

ulas

iK/

L Ku

nci

17Be

rkem

bang

nya

infra

stru

ktur

rise

t ba

ru d

an s

ecar

a m

erat

a, y

ang

tidak

terp

usat

di P

ulau

Jaw

a de

mi

men

unja

ng p

lace

-bas

ed re

sear

ch

& in

nova

tion

Mel

akuk

an p

rose

s ko

nsul

tasi

den

gan

pem

angk

u ke

pent

inga

n di

da

erah

men

gena

i pot

ensi

topi

k pe

ntin

g lo

kal y

ang

mem

butu

hkan

du

kung

an ri

set d

an in

ovas

i (m

isal

nya

kom

oditi

terte

ntu

yang

pen

ting

untu

k pe

ngem

bang

an e

kono

mi d

aera

h, ta

ntan

gan

sosi

al te

rtent

u ya

ng te

rkai

t den

gan

keun

ikan

mas

yara

kat s

etem

pat,

dll)

dan

men

gem

bang

kan

infra

stru

ktur

yan

g di

butu

hkan

.

RIPI

PTEK

, RKP

, Si

stem

Inov

asi

Dae

rah

2021

, 202

2Ri

stek

/BRI

N,

Bapp

enas

, Pem

da

Page 146: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cet

ak B

iru E

kosi

stem

Pen

geta

huan

dan

Inov

asi

118

Lam

pira

n 2.

Tar

get d

an S

asar

an C

etak

Biru

EPI

ELE

ME

N #

5: IN

SE

NTI

F D

AN

PE

ND

AN

AA

N

No

Sasa

ran

Stra

tegi

M

enja

di

mas

ukan

unt

ukU

sula

n w

aktu

te

rkai

t reg

ulas

iK/

L Ku

nci

OPT

IMA

LISA

SI

1Ta

ta k

elol

a pe

ndan

aan

riset

dan

in

ovas

i yan

g efi

sien

dan

tera

rah

Men

yede

rhan

akan

ske

ma

pend

anaa

n ris

et a

gar t

idak

tum

pang

tind

ih

(jum

lah

skem

a di

kura

ngi d

an ti

dak

ters

ebar

ant

ara

BRIN

-Dik

ti-LP

DP-

DIP

I).

RIPI

PTEK

2021

Rist

ek/B

RIN

2M

enin

gkat

nya

parti

sipa

si

mas

yara

kat (

nonp

rofit

) dal

am

pend

anaa

n ris

et d

an in

ovas

i da

n m

endo

rong

bel

anja

rise

t m

ayor

itas

bers

umbe

r dar

i sw

asta

a.  

Men

yede

rhan

akan

regu

lasi

dan

a fil

antro

pi (t

erm

asuk

zak

at) u

ntuk

ris

et d

an in

ovas

i.Pe

ratu

ran

tekn

is

dan

impl

emen

tasi

PP

93/

201

0

2022

Rist

ek/ B

RIN

, Ke

men

keu

b.

Mem

berik

an in

sent

if ba

gi s

ekto

r sw

asta

unt

uk b

erpa

rtisi

pasi

pad

a ke

giat

an ri

set d

enga

n m

ensp

esifi

kasi

kan

bent

uk b

antu

anny

a (C

onto

h: s

ubsi

di, i

nsen

tif p

ajak

, ven

ture

cap

ital a

tau

bent

uk

lain

nya)

.

Pera

tura

n te

knis

da

n im

plem

enta

si

PP 9

3/ 2

010,

im

plem

enta

si

PMK

153

2020

/

2021

c.

Men

cipt

akan

kre

asi b

ersa

ma

(co-

crea

tion)

ant

ara

swas

ta d

an

pem

erin

tah

agar

risi

ko p

enel

itian

dap

at d

itang

gung

ber

sam

a.RI

PIPT

EK20

21

3Te

raru

stam

akan

nya

pend

anaa

n ris

et y

ang

kom

petit

if da

n be

rbas

is m

erit,

unt

uk s

emua

in

stan

si p

emer

inta

h, u

nive

rsita

s,

orga

nisa

si p

enel

itian

mas

yara

kat

sipi

l yan

g m

engh

asilk

an R

&D

a.

Mem

perlu

as d

an m

empe

rkua

t pen

guku

ran

kine

rja p

enel

itian

un

tuk

univ

ersi

tas

dan

lem

baga

ata

u ba

dan

pene

litia

n ya

ng

dida

nai p

emer

inta

h.

Revi

si

Perm

enris

tekd

ikti

20/ 2

018

2022

Rist

ek/ B

RIN

b.   

 Men

erap

kan

“reg

iona

l dis

tribu

tiona

l ove

rlay”

dal

am s

iste

m

yang

kom

petit

if un

tuk

mem

buka

kes

empa

tan

yang

sam

a ba

gi

lem

baga

pen

eliti

an n

on-o

tono

m, n

on-J

akar

ta, n

on-J

awa.

Mod

el

yang

ber

beda

ters

edia

unt

uk le

mba

ga d

enga

n ka

rakt

eris

tik y

ang

berb

eda.

RIPI

PTEK

2021

Page 147: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cet

ak B

iru E

kosi

stem

Pen

geta

huan

dan

Inov

asi

119

Lam

pira

n 2.

Tar

get d

an S

asar

an C

etak

Biru

EPI

No

Sasa

ran

Stra

tegi

M

enja

di

mas

ukan

unt

ukU

sula

n w

aktu

te

rkai

t reg

ulas

iK/

L Ku

nci

4M

ekan

ism

e ak

unta

bilit

as

pend

anaa

n ris

et d

an in

ovas

i ya

ng s

esua

i den

gan

kara

kter

istik

ke

giat

an ri

set d

an in

ovas

i (m

ulti-

tahu

n de

ngan

ting

kat fl

eksi

bilit

as

terh

adap

out

put)

deng

an

tang

gung

jaw

ab a

kunt

abili

tas

berje

njan

g

a.   

Men

gatu

r alo

kasi

dan

per

tang

gung

jaw

aban

pen

dana

an ri

set d

an

inov

asi d

enga

n si

stem

ring

-fenc

ing.

RIPI

PTEK

, RPJ

P &

M, U

U A

PBN

2021

, 202

2Ri

stek

/BRI

N,

Kem

enke

u

b.   

Men

gem

bang

kan

dan

men

guji

coba

ske

ma

untu

k m

empr

ofes

iona

lkan

pen

gelo

laan

pen

dana

an p

enel

itian

di t

ingk

at

kele

mba

gaan

unt

uk m

engu

rang

i beb

an k

epat

uhan

(com

plia

nce

burd

en) p

ada

indi

vidu

dan

tim

pen

eliti

.

Prog

ram

pe

ngua

tan

kapa

sita

s LP

PM

dan

rese

arch

m

anag

emen

t offi

ce L

PNK

2022

5H

adirn

ya ti

m p

enel

iti m

erito

rious

ya

ng m

emili

ki k

ewen

anga

n da

lam

men

gelo

la d

ana

riset

de

ngan

aku

ntab

ilita

s da

n ca

paia

n ki

nerja

nya

a. M

embe

rikan

oto

nom

i dan

a ris

et d

an in

ovas

i dar

i dom

ain

lem

baga

ke

dom

ain

tim p

enel

iti d

enga

n m

enju

njun

g ak

unta

bilit

as k

iner

ja

terh

adap

out

put y

ang

diha

silk

an.

IKU

PT

& LP

NK

2022

Rist

ek/B

RIN

b.   

Mel

akuk

an p

eren

cana

an a

wal

keg

iata

n da

n ev

alua

si s

ecar

a be

rkal

a de

ngan

mel

ibat

kan

lem

baga

pem

beri

dana

, kom

unita

s ilm

iah,

dan

kel

ompo

k sa

sara

n da

ri ha

sil/l

uara

n pe

nelit

ian.

Pand

uan

pend

anaa

n ris

et b

erba

sis

kom

petis

i di

sem

ua le

mba

ga

pend

anaa

n pe

nelit

ian

(Ris

tek/

BR

IN, L

PDP)

2021

6Ru

ang

refo

rmas

i sek

tor

keua

ngan

yan

g le

bih

foku

s da

lam

m

endu

kung

pem

bang

unan

se

ktor

riil

mis

alny

a m

elal

ui

peng

emba

ngan

mod

al u

saha

un

tuk

mem

biay

ai in

ovas

i

Men

galih

kan

sekt

or k

euan

gan

di In

done

sia

dari

keua

ngan

ke

mod

al

vent

ura

(ven

ture

cap

ital).

PP, K

eppr

es, K

MK

dan

pera

tura

n O

JK te

rkai

t mod

al

vent

ura

2022

Kem

enke

u, B

KPM

, Ke

men

perin

7Be

rkur

angn

ya in

sent

if ya

ng

mer

ugik

an (p

erve

rse

ince

ntiv

es)

yang

mas

ih te

rdap

at d

alam

be

bera

pa p

enda

naan

rise

t

Men

gint

egra

sika

n da

na ri

set d

enga

n ga

ji pe

rson

al p

enel

iti y

g le

bih

ince

ntiv

e co

mpa

tible

. Pek

erja

an ri

set m

asuk

ke

dala

m s

trukt

ur

gaji,

den

gan

alok

asi w

aktu

yan

g di

dedi

kasi

kan

untu

k ris

et. O

utpu

t m

enja

di b

ahan

eva

luas

i kon

trak

kine

rja m

elal

ui le

mba

ga a

taup

un

prom

osi.

Pera

tura

n te

rkai

t int

egra

si

sist

em fu

ll-tim

e-eq

uiva

lent

dos

en

dan

pene

liti

2022

Rist

ek/B

RIN

, Ke

men

keu,

Ke

men

PAN

-RB,

Ke

men

dikb

ud

Page 148: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cet

ak B

iru E

kosi

stem

Pen

geta

huan

dan

Inov

asi

120

Lam

pira

n 2.

Tar

get d

an S

asar

an C

etak

Biru

EPI

No

Sasa

ran

Stra

tegi

M

enja

di

mas

ukan

unt

ukU

sula

n w

aktu

te

rkai

t reg

ulas

iK/

L Ku

nci

KON

DIS

I BA

RU

8Ta

rget

nas

iona

l unt

uk d

ekad

e se

lanj

utny

a (m

isal

nya

1-2%

GD

P)

mem

enuh

i ata

u m

elam

paui

le

vel y

ang

digu

naka

n ol

eh p

eer

coun

tries

(mis

alny

a m

emen

uhi

med

ian

R&D

spe

ndin

g up

per-

mid

dle

inco

me

coun

tries

)

a.  

Mem

astik

an b

ahw

a to

tal a

ngga

ran

pem

erin

tah

untu

k R&

D

men

ingk

at, t

erut

ama

angg

aran

unt

uk p

roje

ct fu

ndin

g.RI

PIPT

EK, R

PJP

& M

2021

, 202

2Ri

stek

/BRI

N,

Bapp

enas

, Kem

enke

u

b. 

Mem

astik

an k

uant

itas

dan

tata

kel

ola

pend

anaa

n (q

ualit

y of

sp

endi

ng) d

ari p

roje

ct fu

ndin

g te

ralo

kasi

den

gan

baik

.Re

visi

Pe

rmen

riste

kdik

ti 20

/ 201

8

2022

c.  

Mel

ibat

kan

pem

da d

alam

inve

stas

i SD

M d

an R

&D.

RIPI

PTEK

2021

9Re

alis

asi w

acan

a D

ana

Abad

i Pe

nelit

ian

Men

inja

u ke

mba

li be

ntuk

lem

baga

pen

gelo

la d

ana

abad

i ris

et d

an

inov

asi y

ang

idea

l.Pe

rpre

s D

ana

Abad

i20

21Ri

stek

/BRI

N,

Kem

enke

u

10Te

rwuj

udny

a du

kung

an

atas

pen

dana

an p

enel

itian

be

rorie

ntas

i mis

i (m

issi

on-

orie

nted

rese

arch

)

a.   

Men

goor

dina

si d

an m

endu

kung

rise

t ber

basi

s m

isi a

tau

tant

anga

n ya

ng b

ersi

fat i

nter

disi

plin

er u

ntuk

men

anga

ni m

asal

ah

mas

yara

kat y

ang

kom

plek

s da

n be

rorie

ntas

i mas

a de

pan.

RIPI

PTEK

, RPJ

P &

M20

21, 2

022

Rist

ek/B

RIN

b.   

Mem

berik

an d

ukun

gan

pend

anaa

n un

tuk

STEM

M (S

cien

ce,

Tech

nolo

gy, E

ngin

eerin

g, M

athe

mat

ics,

Med

icin

e) d

an u

ntuk

ilm

u so

sial

dan

hum

anio

ra, s

esua

i keb

utuh

an p

eral

atan

dan

in

frast

rukt

ur y

ang

spes

ifik

terk

ait b

idan

g ilm

unya

.

RIPI

PTEK

2021

11Ad

anya

alo

kasi

pen

dana

an ri

set

untu

k is

u te

rkin

i (em

ergi

ng is

sues

) da

n ke

butu

han

yang

ber

ubah

a.

Mem

buat

aku

n an

ggar

an k

husu

s un

tuk

aktiv

itas

riset

.Pe

ratu

ran

Kem

enke

u te

rkai

t ak

un a

ngga

ran,

RP

P Su

mbe

r D

aya

Ipte

k

2021

, 202

2Ri

stek

/BRI

N,

Kem

enke

u

b. 

Mel

ibat

kan

piha

k no

npem

erin

tah

(indu

stri

seba

gai p

ener

ima

man

faat

has

il ris

et d

an in

ovas

i) da

lam

sha

ring

fund

ing

deng

an

pem

erin

tah

perih

al p

elak

sana

an ri

set.

RPP

RIPI

PTEK

, RP

P Su

mbe

r D

aya

Ipte

k

2021

Page 149: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cet

ak B

iru E

kosi

stem

Pen

geta

huan

dan

Inov

asi

121

Lam

pira

n 2.

Tar

get d

an S

asar

an C

etak

Biru

EPI

No

Sasa

ran

Stra

tegi

M

enja

di

mas

ukan

unt

ukU

sula

n w

aktu

te

rkai

t reg

ulas

iK/

L Ku

nci

12Te

rben

tukn

ya s

iste

m p

enda

naan

ris

et d

an in

ovas

i ter

inte

gras

i de

ngan

ow

ners

hip

stak

ehol

der

tingg

i

a.

Mer

umus

kan

sist

em p

enda

naan

yan

g be

rorie

ntas

i out

com

e/im

pact

did

ukun

g si

stem

per

enca

naan

/pen

gang

gara

n se

rta

mon

ev te

rinte

gras

i.

Kete

rhub

unga

n SI

IN, K

RISN

A &

SAKT

I

2022

Rist

ek/B

RIN

, Ba

ppen

as, K

emen

keu

b. 

Mem

fasi

litas

i akt

or le

mba

ga p

enda

naan

unt

uk b

erko

labo

rasi

da

lam

pro

gram

mul

ti-so

urce

rise

t dan

inov

asi d

enga

n fo

rmat

ko

nsor

sium

.

Perm

enris

tek

dan

Pand

uan

tekn

is

PRN

2022

13Te

rben

tukn

ya p

emah

aman

ata

s ris

et s

ebag

ai in

vest

asi d

alam

ca

kraw

ala

wak

tu y

ang

mul

ti-ta

hun

dan

men

jadi

kan

skem

a pe

ndan

aan

mul

ti-ta

hun

seba

gai

norm

a

a.  

Men

ggun

akan

per

kira

an k

e de

pan

(forw

ard

estim

ates

) ole

h le

mba

ga p

enda

naan

dan

lem

baga

alo

kasi

ang

gara

n un

tuk

men

erus

kan

dana

yan

g di

teta

pkan

/com

mitt

ed (s

ebag

aim

ana

prak

tik y

ang

terja

di d

i Aus

tralia

).

Kete

rkai

tan

SIIN

, KR

ISN

A &

SAKT

I20

22Ri

stek

/BRI

N,

Kem

enke

u

b. 

Men

erap

kan

pela

pora

n da

n pe

lepa

san

dana

pad

a pe

nyel

esai

an

proy

ek (y

aitu

tahu

n ke

uang

an s

etel

ah p

enye

lesa

ian

proy

ek)

Pera

tura

n pe

leng

kap

Perp

res

16/ 2

016

pasa

l 62

2022

14Ad

anya

pen

dana

an y

ang

terin

tegr

asi u

ntuk

pro

gram

/ak

tivita

s ris

et d

an in

ovas

i mur

ni,

riset

dan

inov

asi t

erap

an, d

an

hilir

isas

i has

il ris

et d

an in

ovas

i

Mel

ibat

kan

kom

unita

s ilm

iah,

pem

erin

tah,

mas

yara

kat,

dan

indu

stri

dala

m p

eren

cana

an a

wal

keg

iata

n da

n ev

alua

siny

a.RI

PIPT

EK20

21Ri

stek

/BRI

N

15Te

rsin

kron

isas

inya

ske

ma

inse

ntif

deng

an s

kem

a ke

pega

wai

an

baru

(ASN

PPP

K) li

ntas

sek

tor

(Kem

endi

kbud

, Kem

enris

tek/

BRIN

, Kem

enPA

NRB

)

a. 

Men

yusu

n sk

ema

rem

uner

isas

i yan

g le

bih

kom

petit

if de

mi

men

ghin

dari

inse

ntif

yang

mer

ugik

an (p

erve

rse

ince

ntiv

es).

IKU

PT

& LP

NK

2022

Rist

ek/B

RIN

, Ke

men

dikb

ud,

Kem

enPA

N-R

Bb.

  M

enyu

sun

skem

a re

mun

eras

i yan

g se

suai

den

gan

peru

baha

n pe

laks

anaa

n Tr

i Dha

rma

Perg

urua

n Ti

nggi

. IK

U P

T &

LPN

K20

22

Page 150: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi122

Page 151: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI
Page 152: CETAK BIRU EKOSISTEM PENGETAHUAN DAN INOVASI

Kementerian PPN/Bappenas