14
CERITA RAKYAT TALAUD PODISA JUDUL : PAYUNG UTARA WINOSO BERGELAR WOI TALODA TALAUD

CERITA RAKYAT TALAUD PORODISA KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Cerita rakyat ini kami susun berdasarkan pertimbangan dan data-data dari narasumber, dalam hubungannya dengan penyusunan sejarah Talaud Porodisa yang kita cintai. Didorong oleh keinginan, bersama ini kami tampilkan sebuah cerita rakyat yang berasal dari desa Bannada, suatu kerajaan yang tertua di Kepulauan Talaud.Berdasarkan pengalaman, bahwa saat ini sedang berkembang berbagai jenis cerita rakyat yang menyangkut sejarah Porodisa sesuai dengan versi wilayah masing-masing sehingga kelihatannya tidak mempunyai satu kesatuan pendapat yang sama dalam mengungkapkan sejarah budaya Talaud Porodisa tidak sesuai proporsi yang sebenarnya. Oleh sebab itu sebagai tokoh masyarakat Talaud, kami tidak mau membiarkan keadaan ini berlarut-larut dan sebagai wujud kecintaan kami terhadap Tanah Leluhur Porodisa. Bersama ini kami ingn menguraikan lembaran sejarah Porodisa sesuai versi yang kami miliki.

Citation preview

Page 1: CERITA RAKYAT TALAUD PORODISA KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD

CERITA RAKYAT TALAUD PODISA

JUDUL :

PAYUNG UTARA

WINOSO BERGELAR WOI

TALODA

TALAUD

Page 2: CERITA RAKYAT TALAUD PORODISA KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD

KATA PENGANTAR

Cerita rakyat ini kami susun berdasarkan pertimbangan dan data-data

dari narasumber, dalam hubungannya dengan penyusunan sejarah Talaud

Porodisa yang kita cintai. Didorong oleh keinginan, bersama ini kami tampilkan

sebuah cerita rakyat yang berasal dari desa Bannada, suatu kerajaan yang tertua

di Kepulauan Talaud.

Berdasarkan pengalaman, bahwa saat ini sedang berkembang berbagai

jenis cerita rakyat yang menyangkut sejarah Porodisa sesuai dengan versi

wilayah masing-masing sehingga kelihatannya tidak mempunyai satu kesatuan

pendapat yang sama dalam mengungkapkan sejarah budaya Talaud Porodisa

tidak sesuai proporsi yang sebenarnya. Oleh sebab itu sebagai tokoh masyarakat

Talaud, kami tidak mau membiarkan keadaan ini berlarut-larut dan sebagai

wujud kecintaan kami terhadap Tanah Leluhur Porodisa. Bersama ini kami ingn

menguraikan lembaran sejarah Porodisa sesuai versi yang kami miliki.

Maka dari penyusun maupun penulis naskah sejarah ini, kami menyadari

tidak luput dari semua kekurangan dan belum sempurna oleh karenanya kami

selalu mengharapkan saran-saran yang membangun dari penyempurnaannya.

Kepada semua pihak yang dapat membantu dalam penyusunan dan

penyempurnaan sejarah Talaud Porodisa ini kami ucapkan banyak terima kasih.

Bannada, 20 Juli 1994

Penanggung jawab

Narasamber Penulis

Fredik Mangombo Wellem Lalende

Page 3: CERITA RAKYAT TALAUD PORODISA KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD

CERITA RAKYAT TALAUD PORODIA

Judul :

Payung Utara Winoso Bergelar Woi Taloda

Bagian I

Dari zaman prasejarah sampai pada abad 1 Masehi penduduk kepuluan

Talaud masih belum mengetahui pasti dan jelas dalam menentukan garis sejarah

budaya talaud Porodisa. Bahwa bukan cerita mengada-ada, akan tetapi untuk

mengetahui cerita rakyat Talaud Porodisa dengan pasti ialah :

Pada zaman dahulu kala kira-kira pada abad 10 sebelum masehi terjadinya

manusia pertama ialah seorang wanita yang bertempat tinggal di sebuah gunung

yang bernama “GUNUNG LALOROAN”, 5 Km jauhnya dari desa Bannada.

Seorang wanita yang mengalami suatu kehidupan yang menyendiri tinggal di

tempat yang sunyi sepi dan tidak ada seorang pun jadi temannya untuk bercerita

dan bercanda setiap hari. Hatinya pilu dirundung kesepian, hanya kicauan

burung yang menjadi pelipur lara diwaktu siang dan jeritan cengkerik dijadikan

pengantar tidur di waktu malam.

Begitulah keadaan yang dialami seorang wanita itu setiap hari. Hanya

berdiam diridi Gunung Laloroan pada waktu itu. Dihalaman muka rumahnya ada

sebuah kolam yang dipinggirnya tumbuh sebatang pohon bunga. Daunnya

rimbun bersusun-susn berbentuk seperti payung. Kelhatan indah sekali bagaikan

burung elang yang mengembangkan sayapnya.

Pohon bunga payung itu menjadi tempat ia berteduh diwaktu siang dan

malang. Disinilah tempat tinggal asal usul leluhur kita, seorang manusia pertama

yang mendiami gunung Laloroan yang disebut Payung Utara bernama Winiso

bergelar Woi Taloda. Pada suatu ketika ia sedang duduk diatas sebuah batu yang

timbul di bawah pohon bunga payung itu. Pikirannya sedang melamun seorang

diri di dalam kesepian. Tiba-tiba wanita itu terkejut oleh suatu suara yang penuh

di bawah dan penuh kasih sayang membuyarkan lamunannya dan berkata “Hai

engkau seorang wanita yang hanya hidup seorang diri, jangan engkau bersusah

hati dan bersedih lagi, karena aku akan memberikan kepadamu seorang

pelindung dan pendamping dalam hidupmu selama hayat dikandung badan”.

Wanita itu heran dan tersengang atas kejadian itu, akan tetapi ia masih tetap

Page 4: CERITA RAKYAT TALAUD PORODISA KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD

dalam keadaan bingung mendengar suatu mendengar suara tadi dan suara itu

bergema terus menerus dan berkata “tanah yang engkau tempati dan engkau

diami sekarang ini, serta seluruh gugusan kepulauan yang ada di sekitarnya,

akan aku berikan kepadamu bersama-sama dengan keturunanmu untuk

menguasai pulau-pulau itu.

Wanita itu belum habis berpikir tentang kejadian itu, masih terdengar

suara tadi bahwa ada sesuatu perintah selama delapan hari berturut-turut

engkau menghadap delapan penjuru mata angin dan semua yang disampaikan

lewat suara tadi dilaksanakan dengan penuh keyakinan. Untuk melaksanakan

perintah itu, pada hari pertama ia menghadap penjuru mata angin barat daya.

Pada hari kedua ia menghadap mata angin selatan dan begitulah seterusnya.

Setelah sampai pada hari yang kedelapan yaitu hari yang terakhir ia menghadap

mata angin barat.

Sesudahnya ia melaksanakan perintah itu dengan setia dan penuh

keyakinan, wanita itu berpikir-pikir tidak terkira apa yang terjadi pada dirinya.

Didalam hatinya bahwa dalam keadaaan ini telah diterima dengan penuh suka

cita dan penuh ucapan syukur kepada Dewata pencipta alam semesta. Menjelang

usia kandungan 6 bulan, wanita itu kembali menerima ilham melalui suara lagi

dan berkata “selama tiga malam berturut-turut, kolam yang berada di halaman

muka rumahmu harus dijaga baik-baik”. Pada petang hari menjelang malam

pertama, ia sedang duduk diatas batu dibawah pohon bunga payung itu, terjadi

suatu tanda ajaib yaitu terlihat ada seekor ikan mas besar yang berenang kian

kemari, berkeliling sedang mengitari bunga-bunga di kolam itu. Akan tetapi

setelah pada siang harinya wanita ini melihat dan menyaksikan seakan akan

adegan dalam suatu sandiwara yang terjadi semalam. Selain ikan emas yang

besar itu tidak ada sesuatu apapun yang dilihatnya didalam kolam itu. Satu

peristiwa tanda ajaib yang luar biasa terjadi pada malam ketiga, bahwa seekor

ikan mas yang besar itu telah menjelma menjadi seorang pemuda yang gagah

perkasa keluar dari kolam itu. Sambil berdiri dengan langkah yang tegap ia

memegang dua buah keris emas, satu ditangan kanan dan satunya lagi di tangan

kiri. Wanita tersebut kemudian bingung dan heran melihat kejadian itu. Akan

tetapi ia sempat bertanya kepada pemuda itu apakah maksud dan artinya semua

kejadian ini? Pemuda itu menjawab “semua ilham yang engkau dengar melalui

suara pada waktu itu sudah terjadi hari ini. Aku telah ditakdirkan menjadi

Page 5: CERITA RAKYAT TALAUD PORODISA KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD

pelindungmu dan engkau telah ditakdirkan menjadi pendampingku yang setia

selama hayat dikandung badan.” Wanita itu sejenak memikirkan kata-kata

pemuda yang berdiri di hadapannya. Pada saat itu juga teringat semua ilham

melalui suara yang didengarnya pada waktu yang lalu. Didalam hati mereka

sama-sama bersuka cita dan sama-sama bertatap muka dengan senyuman

manis, hati yang riang gembira adalah suatu tanda hati yang tulus ikhlas. Lalu

keduanya bergandengan tangan dengan ucapan selamat berjumpa, dan mereka

bersama-sama untuk menata hidup baru, masa depan yang cerah. Keduanya

membangun rumah tangga yang rukun dan bahagia. Kedua insan in masing-

masing belum memiliki nama panggilan sehari-hari. Maka atas persetujuan kedua

insan ini, bagi pihak suami memberikan nama panggilan untuk istrinya bernama

WINOSO bergelah WOI TALODA, berikutnya dari pihak istrinya membrkan nama

panggilan kepada suaminya bernama WINUNGKAN (RUNG BIRISAN). Dalam

ungkapan bahasa talaud arti Wiinoso dan Winungkan ialah

- Winoso = Mamamosone

- Winungkan = niwungkangnge.

Nama Winoso dan Winungkan itu mempunyai arti tersendiri yang artinya

Penjelmaan. Oleh karena keduanya bukan dilahirkan melalui rahim seorang ibu.

Stelah umur kandungan sembilan bulan, Winoso mendapat ilham melalui suara

dan berkata pada mulanya inilah sebuah pulau Parorone Indi Nusa, artinya

Poro-di-sa

- Poro : Parorone

- Di :Indi

- Sa : Nusa

Nama Porodisa ini mencakup seluruh pulau-pulau Talaud yang disebut

Talaud-Porodisa, yang artinya :

POI NUSA NIRUMARANTO

BUNTUANNE TINU MATIRAPUNG

PUIDE PUIDI TANNA

NUSANE NUSA BANNA

TUWONE NILUMONDO LAU

ATALANE ATALA LINANG ALABOENG

Page 6: CERITA RAKYAT TALAUD PORODISA KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD

ISEGO I PORODISA

Tidak lama lagi winoso (woi taloda) melahirkan dua anak kembar, anak

pertama bernama Porodisa dan anak kedua bernama Woi Loro Wanua

Bagian II

Zaman Buntuan Porodisa I

Pada Abab Ke – 8 Sebelum Masehi

Cerita rakyat Talaud – Porodisa ini berasal dari desa Bannada adalah

kerajaan yang tertua di pulau-pulau Talaudyang disebut Payung Utara (Payung

Keramat). Asal mulanya manusia pertama yang hidup pada zaman itu atau

zaman purba. Manusia pertama Winoso di beri gelar Woi Taloda. Winoso dan

Winungkan yang hidup pada abad ke 10 sebelum masehi. Manusia ini

mengangkat sejarah Talaud Porodisa, dari Porodisa I sampai Porodisa V.

Kehidupan masyarakat pada zaman Porodisa I masih berkelompok.

Dahulu jumlah manusia belum banyak atau masyarakat zaman purba

atau zaman batu, kehidupan masyarakat dalam zaman itu terdiri dari berjenis-

jenis kelompok, ada yang menurut pekerjaan dan ada pula menurut

kepercayaan, masyarakatnya masyarakat pertanian. Desa Bannada tempat

kerajaan yang tertua di pulau-pulau Talaud dengan bukti-bukti sejarah masih ada

yaitu Benteng Batu di Gunung Sarak, 2 km jauhnya dari Desa bannada. Dan

bukti lain ada di desa Malat, benteng batu juga. Bukti-bukti sejarah pada zaman

itu adalah sebagai benteng pertahanan bila ada serangan musuh yang

mengganggu keamanan dan ketentraman rakyat. Desa Bannada pada zaman

buntuan Porodisa I berkuasa wilayahnya luas dan besar. Masyarakatnya dapat

dipersatukan mulai dari Pulau Miangas, Pulau Karangkelang, Salibabu Kabaruan

dan sampai pulau-pulau Nanusa. Pada saat itu bantuan Porodisa I rakyatnya

aman dan tentram (Matino Malangan)

Pada abad ke 6 sebelum masehi yang pertama kali mendapatkan api ialah

WOI MELIN SANGIAN. Ia berlayar ke pulau Mindanau dan tinggal dengan Ratu

Saluba namanya bertempat tinggal di gunung Saluba. Woi Melin Sangien tinggal

beberapa tahun disana, dan ia kembali membawa sepotong bulu (eawan batu)

yang disebut KALESONO. Pada waktu itu mulai ada api dan masyarakat waktu itu

sudah merasakan penganan yang dimasak. Pada zaman buntuan Porodisa I

Page 7: CERITA RAKYAT TALAUD PORODISA KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD

sampai pada keturunan ke delapan pada abad I sesudah masehi, manusia pada

waktu itu sudah bertambah banyak dan terbentuklah suatu masyarakat kecil

karena tersebar mendiami gunung-gunung di seluruh pulau-pulau talaud antara

lain :

1. Gumansalangi, di Gunung Padian, Desa Mangarang

2. Tumole, di Gunung Towo, Desa Toaduwale

3. Ratu Pilu, di Gunung Ayambanna, Desa Lirung

4. Parame Nusa, di Gunung Rarameo, Desa Musi

5. Sumariangin, di Gunung Ampa Pitu, Desa Tule

6. Malaa, di Gunung Sinambung, Desa Bowombaru

7. Ratun See, di di Gunung Piapi, Desa Pulutan

8. Yusak Gunia, di Gunung Biala, Desa Bantane-Rainis

9. Laemanu, di Gunung Biala, Desa Bantane-Rainis

10. Pato, di Gunung Saleane, Desa Ammat

11. Wio Wentengan, di Gunung Melanggi, Desa Merampit

12. Hando Ape, di Gunung Manongga, Desa Kakorotan

13. Langu Banua di Gunung Tanna, Desa Bannada

14. Lua Barawan, di Gunung Barawan

15. Pantaren di Gunung Duata

Bagian III

Paradys Digelar Poro-Dissa Ialah Porodia Ke II

Paradys, nama yang diberi ibu kandungnya. Ketika Paradys masih kecil

sang ibu membawanya berlayar ke Pulau ternate. Mereka hidup dan bermukim

disana selama beberapa tahun. Menginjak usia dewasa, dengan sebuah kapal

dagang Portugis, Paradys mendapat suasana baru di negara itu. Paradys selama

itu mengenal negara Portugis dalam tingkat ilmu pengetahuannya sudah maju,

dalam bidang teknologinya sudah tinggi. Ia masuk salah satu pendidikan sekolah

pelayaran dibawah pimpinan Colombus sampai tamat. Paradys berkeinginan

menjadi pelaut. Pada abad ke 16 teknik pelayaran orang barat memang lebih

berkembang daripada pelayaran kita di Indonesia. Kapal mereka lebih besar dan

perlengkapannya lebih maju. Pada waktu uji coba dalam ilmu pelayaran dengan

sebuah kapal portugis, Paradys jadi nahkodanya. Seorang nahkoda yang

berpengalaman dapat menentukan lokasinya dan membawa kapalnya ke tujuan

Page 8: CERITA RAKYAT TALAUD PORODISA KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD

dengan selamat. Untuk menentukan lokasi arah pelayarannya, Paradys

menggunakan tanda-tanda yang sudah disediakan oleh alam, sperti pulau,

gunung, tanjung, teluk dan sebagainya. Dalam pelyaran uji coba ini Paradys juga

berpegang pada bintang di langit pada malam hari dan mengenai gugusan

bintang seperti orang tua dahulu disebut bintang wayang, biduk, waluku dan

sebagainya. Paradys juga dalam ilmu Pelayaran dapat mengenal dua musim yang

dipengaruhi oleh bintang sawakoi (orion) dan romng wandi (scorpio).

Paradys bersama empat orang awak kapalnya berlayar menuju Indonesia

dengan menggunakan pedoman atau kompas dan peta. Kapal yang berlayar

mempunyai banyak urusan, karena itu nahkoda kapal mempunyai kekuasaan

yang sangat besar. Seolah olah nahkoda itu pengganti Raja di lautan. Tentu

nahkoda kapal seseorang yang berwibawa dan bijaksana serta harus menjaga

tata tertib. Paradys sebagai nahkoda bertanggung jawab atas keselamatan

pelayaran, dan mengetahui tentang barang yang dibeli dan dijual dan ia pula

yang mengurus uang masuk dan uang keluar. Seorang nahkoda ada golongan

pembantu nahkoda adalah juru mudi, juru batu dan mualim. Juru mudi

bertanggung jawab atas jangkar, ia harus menjaga supaya kapalnya tidak

sampai menabrak batu karang.

Pada tahun 1511 kapal paradys tiba di pelabuhan Bannada. Benteng

pertahanan kerajaan Bannada di gunung sara, tempat kerajaan berada di

gunung Tanna, yang disebut piatu (ngara). Paradys turun dari kapal menuju

tempat itu. Pada zaman itu pemimpin kerajaan ialah Ratu Tallaunge. Kapal

Paradys disangka kapal musuh yang mengganggu keamanan dan ketentraman

rakyat. Paradys tiba di tempat pasukan kerajaan di Gunung Sara, disambut

dengan teriakan PORO, dan Pasukan kerajaan di gunung Tannau menyambut

lagi dengan teriakan DISSA. Ia berjalan terus melewati pasukan barisan depan

tidak berdaya apa-apa. Paradys tiba ditempat kerajaan, memperlihatkan sebuah

peta kerajaan Bannada. Ratu Tallaunge mengenal bahwa Paradys adalah anak

kerajaan atau anak kandungnya. Ratu Tallaunge mengadakan upacara untuk

memberi nama kepada anaknya PORODISSA. Jadi nama Paradys diberi gelar

PORO-DISSA adalah Porodisa II dan di beri gelar RATU. Ratu Tallaunge

menyerahkan kekuasaan kepada putranya, Porodissa II untuk menduduki tahta

kerajaan Bannada.

Page 9: CERITA RAKYAT TALAUD PORODISA KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD

Ratu Porodissa II berkuasa memegang tanggung jawab penud dalam

memimpin kerajaan dan dia menciptakan hukum adat. Kata adat adalah Allah

dalam tubuh, yangberarti kuasa HENGGONA dalam tubuh manusia dan tubuh

manusia adalah bait Allah (Henggona). Tentang hukum adat terdiri dari dua

huruf yaitu E dan H. E artiya larangan, jangan berbuat segla sesuatau yang

dialarang. H artinya hukum, ialah hukum adat. Jika larangan itu tidak diindahkan

atau sudah melanggar hukum adat, akan dikenakan sangsi hukum adat.

Pada zaman Porodissa II mulai saat itu timbul perlawasan terhadap

Henggona dan terhadap sesama manusia. Ratu Porodissa II berkuasa antara

tahun 1511-1558. Pemerintahannya aman dan sentosa.

Bagian IV

Tegaknya Kekusaan Kerajaan Bannada

Pada Zaman Ratu Porodissa III

Pada pertengahan abad ke 16 tahun 1558 Ratu Porodissa memimpin

kerajaan Bannada, memegang tanggung jawab penuh dalam tahta kerajaan dan

memelihara kerukunan seperti halnya pada zaman buntuan Porodissa I.

Kekuasaan ratu Porodissa III sangat berasa di seluruh pulau-pulau talaud.

Perkembangan penduduk pada zaman itu masih sangat kurang jauh dibanding

dengan penduduk talaud seperti sekarang. Selama pemerintahan Ratu Porodisso

III berkuasa, rakyatnya aman, tenteram dan sentosa. Kemajuan kehidupan

rakyat talaud pada waktu itu maish kental sekali rasa kelompok kesukuan. Di

pesisir pantai terdapat perkampungan rakyat dan sebagian rakyat masih tinggal

di pegunungan. Bangunan rumah rakyat dibuat dari kayu dan bambu, atapnya

dari daun rumbia. Kebanyakan bangunan rumah berdiri diatas tiang, gunanya

untuk keamanan binatang buas dan bahaya banjir. Pada zaman itu sarana

perhubungan masih terbatas, dengan melalui darat dan melalui air yang sungai

dan laut. Pada zaman ratu porodissa III untuk mengunjungi wilayah kerajaan

menggunakan perahu terbuat dari kayu dan dilengkapi dengan layar. Dahulu

terkenal dengan perahu Lesung dan perahu papan. Perahu Lesung terdiri dari

satu batang kayu yang dikeruh dalamnya, sehingga berbentuk seperti lesung.

Cara pembuatan perahu lesung lebih tua dari perahu papan. Perahu papan tidak

terdiri dari satu batang pohon, tetapi terdiri dari banyak papan. Pada zaman

dahulu, ahli perkapalan belum mengenal sekrup, baut atau paku logam. Mereka

Page 10: CERITA RAKYAT TALAUD PORODISA KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD

menggunakan pena kayu atau pasak untuk menempelkan papan-papan, malahan

cara ini lebih baik karena pasak kayu tidak akan berkarat. Di kepulauan Talaud

pada waktu itu dengan menggunakan perahu-perahu hubungan antar pulau

dapat terjangkau. Di tanah air kepulauan Talaud terdapat pula banyak bahasa.

Masyarakat di tepi pantai lebih banyak memakai atau mengenal bahasa melayu.

Bahasa melayu ini mudah menyerap kata-kata dari bahasa asing kedalam bahasa

melayu, yang sekarang menjadi bahasa Indonesia. Bahasa Talaud asli mirip juga

atau hampir sama dengan bahasa sangir. Pada waktu dahulu hubungan bahasa

antara manusia kebanyakan secara lisan.

Dahulu desa Bannda menjadi pusat keterampilan pekerjaan kaum wanita

membuat periuk atau peranga dari tanah liat, masyarakatnya masyarakat

pertanian, belum mengenal industry. Pada zaman Ratu Porodissa III, diciptakan

pemerintahan :

1. Ratu, disamping ratu disebut Pangataseng yaitu kepala pasukan

(panglima perang)

2. Inganu Wanua = Mangku Bumi II

3. Ratu ruangan = Kepala Suku

4. Marinu = menerima semua peraturan-peraturan dari ratu unutk

disampaikan unutk seluruh rakyat

Kehidupan rakyat Talaud pada zaman Ratu Porodissa III, sebagai wujud

kekusasaan :

1. Pemerintahannya dapat dipersatukan

2. Sejarah dan kebudayaannya belum juga dapat dipersatukan

3. Begitu juga soal bahasa, yatitu bahan Talaud, masih sangat sukar dan

berbeda-beda menurut dialeg bahsa masing-masing

4. Menegenai hokum adat istiadat pada waktu itu belum juga dapat

dipersatukan sampai sekarang

Dalam kedudukan sebagai Ratu Porodissa III selama berkuasa dalam

wilayah kerajaan Bannda, bersimpati kepada rakyatnya dan terus menciptakan

persatuan dan kesatuan dari pulau Miangas, Pulau Karakelang, Pulau Salibabu,

Pulau Kabaruan dan mencakup sampai pulau-pulau Nanusa. Dalam ungkapan

bahasa Talaud sebagai berikut

Page 11: CERITA RAKYAT TALAUD PORODISA KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD

DOEN SUPATIWA – SUPARORONE

PAPIAGE SARA TINONDA

ABUWUNE SARA NAPOMBARU

NANANTA WUAN SARA LODA BATU NAPATO

NATALIMPU RINGIDE SAMBUA

MAPARARISTU ARARATUANI PORODISA

Kemudian kekuasaan Ratu Porodissa III berakhir dan diganti oleh Ratu

Porodissa IV yang memerintah dari tahun 1633-1825.

Bagian V

Keadaan Talaud Zaman Ratu Porodiisa IV

Meskipun Kampung (Desa) Bannada merupakan salah satu bekas

kerajaan yang tertua di kepulauan Talaud, tetapi karena kurangnya penduduk,

belum begitu padat menjadi alas an mengapa perkembangan tidak dapat

berjalan dengan cepat. Kekusaaannya yang dahulu dari zaman Buntun Porodissa

I sampai Ratu Porodissa IV sangat terasa diseluruh pelosok tanah air pulau-pulau

Talaud. Suatu masyarakat memerlukan ketenteraman dan keamanan supaya

dapat hidup, bekerja, melakukan tugasnya dengan baik dan selamat. Unutk

diperlukan pimpinan yang tepat yang menyebabkan masyarakat merasa

terjamin. Pada zaman dahulu pimpinan itu berwujud Raja yaitu Ratu Porodissa.

Masyarakat menganggap raja itu keturunan keluarag yang terpilih. Karena itu

rakyat patuh kepada Raja. Tetapi tidak semua orang menjadi raja, tetapi mesti

berasal dari keturunan Raja juga. Dengan demikian masyarakat akan tenang,

karena tidak setiap kali mengalami perselisihan tentang pergantian raja.

Seperti halnya pada zaman kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa, seringkali

bersengketa satu sama lain, maupun berbagai tokoh didalam masing-masing

kerajaan itu. Saling dongkel-mendongkel, sangat mudah bagi kaum imperialisme

asing manapun dating untuk mengadakan politk adu dombanya. Dan pada

akhirnya menambah pengaruh yang buruk, bahkan kekuasaan mereka dalam

urusan kerajaan-kerajaan itu terhalang. Mendekati pertengahan abad 18 yaitu

tahun 1752 terjadi pergeseran suatu wilayah kekuasaan. Sebuah kapal ekspedisi

kompeni belanda datang di Desa Bannada unutk mengadakan perundingan

paksa dengan Ratu Porodissa IV dan tak ada perlawanan waktu itu. Meskipun

Page 12: CERITA RAKYAT TALAUD PORODISA KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD

kerajaan Bannada mempunyai wilayah yang sangat luas, dari Tinnoda sampai

Napombalu mencakup sampai pulau-pulauu Nanusa, tetapi akibat politik

Kolonialisme belanda ingin memecah belah persatuan, dengan mudah mereka

menguasai wilayah pulau-pulau Talaud. Sebaliknya Kekuasaan ratu Bannda yang

sangat luas wilayahnya dipersempit lagi hingga tinggal 24 Desa yaitu dari DEsa

Sambuara dampai Desa Tabang. Dalam ungkapan Bahasa Talaud :

ETE NIOSSO OSSO UTITA

NIAU AU UPARENTA

TATAALLUTAMPANE SUANTUPAN

ETE WOWA SU WATU WAHEWA (SAMBUARA)

SUSABANGEN TATAALLE DOSO SU TOADUWATTA

Kekuasaan Ratu Porodissa IV dari Desa Sambuara seblah barat dan

sampai desa Tabang bagian timur. Maka berakhirlah kekuasaan pemerintahan

Ratu Porodissa IV dan wafat pada tahun 1825. Kemudian diganti oleh Ratu

Porodissa V.

Bagian VI

Raja Porodissa v dan Ratu Tappa ( Tappa Bannada)

Berakhirlah kekuasaan Ratu Porodissa IV dan sebagai penggantinya Raja

Porodissa V yang berkuasa dalam kerajaan Bannada dari tahun 1825 sampai

tahun 1942. Masyarakat dalam suatu kerajaan terdiri dari berjenis-jenis

kelompok, ada kelompok memnurut suku dapaula yang menurut kepercayaan

dan ada juga yang menurut rukun keluarga. Pada zaman dahulu kelompok atau

golongan dalam masyarakat tidak luas seperti sekarang. Dahulu jumlah manusia

belum banyak, masyarakat dalam kerajaan kita umumnya masyarakat pertanian

dan perdagangan dan belum mengenal industry. Pada waktu itu dan sampai

sekarang kota lirung dan Beo merupakan gerbang kepulauan Talaud yang

menjadi pusat kota perdagangan. Banyak kapal-kapal berdatangan dan berlabuh

di kota itu. Pasar dari dua kota itu terlihat Ramai dengan para pedagang yang

berjual beli. Perdagangan itu membawa keuntungan yang menyebabkan

kepualauan Talaud berkembang dengan pesat. Pengaruhnya meluas hingga

terasa di seluruh pelosok pedesaan. Pada waktu itu pemakaian uang logam

sudah dikenal. Masyarakat pada zaman Raja Porodissa V masih kuat diatur oleh

Page 13: CERITA RAKYAT TALAUD PORODISA KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD

adat dan agama. Agama Kristen masuk di tanah air kepulauan talaud pada

tanggal 1 Oktober 1859. Mulai sejak itu injil disebar luaskan di kepulauan talaud,

dengan 4 orang missioner dari tanah belanda antara lain

- TOCHMAN, berkedudukan di Beo

- RICHTER, berkedudukan di Rainis

- VANNEZEN, berkedudukan di Salibabu

- NUCHTER, berkedudukan di Mangaran

Dari semua pelosok penduduk Talaud pemeluk agama Kristen. Bangunan

gereja merupakan pusat peribadatan. Pada zaman Porodissa V berkuasa,

muncullah suatu tragedy yang tidak dapat dihindarkan. Pada tanggal 23 Juli 1895

datanglah di pelabuhan Arangkan sebuah kapal perang belanda yang dilengkapi

dengan senjata modern seperti meriam dan senapan serta para prajurit dengan

diiringi seratus lima buah perahu yang memuat orang-orang kuiat dengan

persenjataannya.

Kampung Arangka ada seorang Pangatasen Raja Larenggam yang tidak

mau menyerah dan tidak mau tunduk pada peraturan penjajah belanda. Suatu

penyerangan kampong arangka oleh penjajah belandayang diatur dan dikoordinir

oleh pemerintah belanda dari Lirong. Pangatasen raja Larenggam dipanngil naik

ke kapal unutk berunding, tetapi raja Larenggam tidak mau yang menolak.

Setelah menerima laporan dari dua utusan pemerintah belanda, bahwa Raja

Larenggam tetap menolak. Dentaman meriam sampai beberapa kali kea rah

gunung arangkitu memanggil Raja Larenggam, tetapi sang raja tak kunjung

datang.

Iring-iringan perahu diperintahkan mendarat dan terjadilah pertempuran

yang hebat berlangsung. Raja Larenggam memimpin langsung pasukan

tentaranya mengadakan perlawanan yang sengit dengan memakai alat senjata

kuno, yaitu pedang, elung dan tumbak. Raja larenggam terkena tembakan di

tangan kirinya. Beberapa anggota pasukannya dengan segera mebawa Raja

Larenggam ke rumahnya. Sementara pertempuran berlangsung, banyak yang

gugur, salah seorang anggota perwira Pasukan Raja Larenggam bernama

MAYAMPO terkena tembakan dan menghembukan nafas terakhirnya di tepi

pantai Arangkaa.

Page 14: CERITA RAKYAT TALAUD PORODISA KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD

Pasukan belanda mengepung rumah raja Larenggam serta pasukan

belanda berkata “ Ayo ikut ke Kapal!”. Tapi dengan tegas Raja Larenggam

berkata “biar larenggam menjadi abu sekalipun aku tidak akan mundur dan

menyerah kepada penjajah, mati ya mati.” Dengan tembakan sebuah peluru dari

pasukan belanda menembus dahi Raja Larenggam, pada saat itulah Raja

Larenggam gugur sebagai pahlawan bangsa unutk mempertahankan kehormatan

ibu pertiwi. Mayat Raja Larenggam dibakar bersama rumahnya. Pasukan

penjajah belanda membakar seluruh rumah – rumah rakyat. Si jago merah

mengamuk, hancurlah kampong arangka di saat itu. Semua rakyat lari

mengungsi mencari perlindungan di gunung-gung dan gua-gua. Pasukan

penjajah belanda datang di Taruan-Bunne. Kampong Taruan-Bunne semakin

mempersiapkan diri unutk bertempur dengan tekad, tetapi rencana belanda yang

berkobar-kobar gagal karena prajuritnya tidak mengikuti perintah tentang

belanda. Pasukan penjajah belanda sore harinya datang di kampong taturan.

Dan dua orang tokoh masyarakat yaitu Lambertus dan Timbangunusa.

Lambertus kemudian dibuang ke Timur Kupang dan Panaha Timbangunusa di

buang ke ambon.

Pada waktu itu masyarakat dari lima desa yakni Arangka, Taruan, Bunne,

Taturan, Gemeh terdorong oleh semangat putus harapan terbunuhnya Raja

Larenggam oleh tindakan penjajah Belanda, yang sebenarnya oleh sejarah

Indonesia peristiwa ini menjadi suatu lembaran sejarah di dalam sejarah perang

Arangka.

Meskipun raja Porodissa sudah tua, sebelum masuk dalam perhentiannya

raja mengadakan upacara serah terima kepada pemangku adat ialah Ratu tappa

yang disebut Tappa Bannada. Kekuasaan ratu Tappa tetap masih dibudayakan

dan dilestarikan sampai sekarang. Tidak berapa lama kemudian berakhirlah

kekuasaan kerajaan Bannada. Porodissa V wafat pada tanggal 5 oktober 1942

pada usia 152 tahun.

Demikian cerita rakyat yang berasal dari desa Bannada tentang asalah

usul leluhur Talaud Porodissa.