42
cedera kepala sedang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Krisanty,dkk(2009), cedera kepala merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak, tanpa terputusnya kontinuitas. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Disamping penanganan dilokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya (Manjoer dkk, 2001). Menurut WHO angka kematian trauma kepala di Amerika Serikat, 5,3 juta penduduk setiap tahun mengalami cedera kepala. Trauma menjadi penyebab utama kematian pada pasien berusia dibawah 45 tahun dan hampir 50%-nya merupakan cedera kepala traumatik. Kematian akibat trauma kepala sebanyak 11% dari 448 kasus. Menurut (Riset Kesehatan Dasar, 2005) angka kejadian trauma kepala pada tahun 2004 dan 2005 sebanyak 1426 kasus. Berdasarkan data bulan Januari 2010 sampai dengan Agustus 2011 di RSUD Prof Dr.W.Z.Johanes Kupang Ruangan Kelimutu sebanyak 46 kasus.

cedera kepala sedang

Embed Size (px)

DESCRIPTION

cks

Citation preview

Page 1: cedera kepala sedang

cedera kepala sedang

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang

Menurut Krisanty,dkk(2009), cedera kepala merupakan suatu gangguan traumatik dari

fungsi otak yang disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak, tanpa terputusnya

kontinuitas. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada

kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Disamping

penanganan dilokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan

tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis

selanjutnya (Manjoer dkk, 2001).

Menurut WHO angka kematian trauma kepala di Amerika Serikat, 5,3 juta penduduk

setiap tahun mengalami cedera kepala. Trauma menjadi penyebab utama kematian pada pasien

berusia dibawah 45 tahun dan hampir 50%-nya merupakan cedera kepala traumatik. Kematian

akibat trauma kepala sebanyak 11% dari 448 kasus. Menurut (Riset Kesehatan Dasar, 2005)

angka kejadian trauma kepala pada tahun 2004 dan 2005 sebanyak 1426 kasus. Berdasarkan data

bulan Januari 2010 sampai dengan Agustus 2011 di RSUD Prof Dr.W.Z.Johanes Kupang

Ruangan Kelimutu sebanyak 46 kasus.

Menurut Krisanty, dkk, (2009), manifestasi klinik cedera kepala adalah : peningkatan

tekanan intra kranial ( TIK ). Trias TIK : penurunan tingkat kesadaran, gelisah atau iritable, papil

edema, muntah proyektil. Penurunan fungsi neurologis seperti : perubahan bicara perubahan

reaksi pupil, sensori, motorik berubah. Sakit kepala, mual, pandangan kabur (diplopia), fraktur

tengkorak : CSF atau darah mengalir dari telinga dan hidung, perdarahan dibelakang membran

timpani, periorbital ekhimosis, battle’s sign (memar di daerah mastoid), kerusakan saraf kranial

dan telinga tengah dapat terjadi saat kecelakaan atau setelah terjadi kecelakaan : Perubahan

penglihatan akibat kerusakan nervus optikus, pendengaran berkurang akibat kerusakan auditory,

hilangnya daya penciuman akibat kerusakan nervus olfaktorius, pupil dilatasi, ketidakmamuan

mata bergerak akibat kerusakan nervus okulomotor, vertigo akibat kerusakan di telinga tengah,

Page 2: cedera kepala sedang

nistagmus  karena kerusakan sistem vestibular, komosio serebri : sakit kepala sampai pusing,

retrograde amnesia, tidak sadar lebih dari atau sama dengan 5 menit, kontusio serebri : Kotusio

serebri, tergantung area hemisfer otak yang kena. kontusio pada lobus temporal : agitasi,

confuse,kontusio frontal : hemiparese, klien sadar  ; kontusio frototemporal : aphasia. Kontusio

batang otak, respon segera menghilang dan pasien koma, penurunan tingkat kesadaran terjadi

berhari-hari, bila kerusakan berat, pada sistem ritcular terjadi comatuse. Pada perubahan tingkat

kesadaran : Respirasi : dapat normal/periodik/cepat. Pupil : simetris, kontriksi dan reaktif,

kerusakan pada batang otak bagian atas pupil abnormal, tidak ada gerakan bola mata

Diagnose keperawatan menurut Doenges, (2000), Cedera Kepala adalah perubahan perfusi

jaringan serebral, pola napas tidak efektif, perubahan persepsi-persepsi, perubahan proses pikir,

resiko tinggi infeksi.

Menurut Kleden, (2009) penatalaksanaan pada pasien cedera kepala adalah menurunkan

tekanan intracranial : bedrestkan dan tinggikan kepala tempat tidur 15 – 30 derajat, pertahankan

kepala pada posisi midline, hidari fleksi,ekstensi dan rotasi kepala, hindari studi diagnose yang

dapat meningkatkan intracranial, lakukan suction bila sangat dibutuhkan, cegah batuk, bersin dan

mengejan, cegah konstipasi, kolaborasi pemberian antitsive, dan antiemetic, lasantive bila perlu,

kolaborasi pemberian antagonis calcium (bloker) untuk mencegah vasospasme serebral. Monitor

keseimbangan cairan : batasi cairan dan pasang kateter, monitor input dan out put, gunakan

minidrip pada pemasangan infuse, kolaborasi untuk osmoterapi (pemberian manitol) dan lakukan

observasi ketat. Mempertahankan oksigenasi : berikan oksigen melalui nasal atau canule,

lakukan intubasi bila dibutuhkan, control terhadap pernapasan, pastikan oksigennasi yang baik

sebelum dan sesudah suction.

1.2.   Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Peserta Ujian Akhir Program mampu mengembangkan pola pikir  ilmiah dalam

memberikan asuhan keperawatan pada klien Cedera Kepala Sedang dengan pendekatan proses

keperawatan.

Page 3: cedera kepala sedang

1.2.2 Tujuan Khusus

Peserta UAP mampu :

1)        Melakukan pengkajian pada pasien Cedera Kepala Sedang

2)        Merumuskan diagnosa keperawatan yang tepat pada pasien Cedera Kepala Sedang

3)        Membuat rencana tindakan keperawatan pada pasien  Cedera Kepala Sedang

4)        Mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan pada pasien Cedera Kepala Sedang.

5)        Mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada  pasien Cedera Kepala Sedang

6)        Mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan pada pasien dengan  Cedera Kepala Sedang.

1.3.   Metode Penulisan

Penulisan laporan studi kasus ini menggunakan metode deskriptif melalui studi pustaka

pada literatur yang membahas tentang cedera kepala dan studi kasus pada Tn. S. B di Ruangan

kelimutu BLUD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johanes Kupang yang dirawat dari tanggal 08 s/d 14

Agustus 2011, dengan diagnosa  medis Cedera Kepala Sedang.

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan studi

dokumentasi. Kemudian data dianalisa dan dibuat tulisan dalam bentuk narasi.

1.4 Sistematika Penulisan

Tulisan ilmiah ini disusun dengan sistematika sebagai berikut BAB I PENDAHULUAN

terdiri dari latar belakang, tujuan, metode dan sistematika penulisan, BAB II TINJAUAN

PUSTAKA berisi pengertian, penyebab, patofisiologi, manifestasi klinik, asuhan keperawatan,

BAB III Studi Kasus meliputi pengkajian, diagnosa keparawatan,  rencana tindakan,

implementasi dan evaluasi BAB IV Pembahasan meliputi kesenjangan antara teori dan kasus

nyata menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari  pengkajian, diagnosa

keparawatan,  rencana tindakan, implementasi dan evaluasi BAB V Penutup yang berisi

kesimpulan dan saran.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Cedera Kepala

2.1.1. Pengertian

Page 4: cedera kepala sedang

            Cedera kepala merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai

perdarahan interstitial dalam substansi otak, tanpa terputusnya kontinuitas Krisanty dkk, (2009).

Cedera merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok

usia produktif dan sebagian besar terjad akibat keceakaan lalu lintas. Disamping penanganan

dilokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di

ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya Mansjoer,

(2001)

Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak

dan otak yang terjadi akibat injuri baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala 

Kleden, (2009) .

2.1.3 Etiolgi

Menurut Krisanty dkk, (2009) penyebab cedera kepala dibagi atas :

1.        Trauma tumpul : kekuatan benturan akan menyebabkan kerusakan yang menyebar. Berat

ringannya yang terjadi cedera yang terjadi tergantung pada proses akselerasi-deselerasi, kekatan

benturan dan kekuatan rotasi internal. Rotasi internal dapat menyebabkan perpindahan cairan dan

perdarahan petekie karena pada saat otak bergeser akan terjadi pergeseran antara permukaan otak

dengan tonjolan-tonjolan yang terdapat di permukaan dalam tengkorak aklaserasi jaringan otak

sehingga mengubah integritas vaskuler otak.

2.        Trauma tajam : Disebabkan oleh pisau,peluru, atau fragmen tulang pada fraktur tulang

tengkorak. Kerusakan tergantung pada kecepatan gerak ( velocity ) benda tajam tersebut

menancap ke kepala atau otak. Kerusakam terjadi hanya pada area dimana benda tersebut

merobek otak ( lokal ). Objek dengan velocity tinggi (peluru) menyebabkan kerusakan struktur

otak yang luas. Adanya luka terbuka menyebabkan resiko infeksi.

3.        Coup dan contracoup  : pada cedera coup kerusakan terjadi pada daerah benturan sedangkan

pada cedera contracoup kerusakan terjadi pada sisi yang berlawanan dengan cedera coup.

2.1.2 Klasifikasi

      Menurut  Krisanty dkk, (2009 ) berat ringanya trauma cedera kepala sebagai berikut :

1.    Cedera kepala ringan : nilai GCS : 13 – 15, amnesia kurang dari 30 menit, trauma sekunder dan

trauma neurolgis tidak ada, kepala pusing beberapa jam sampai beberapa hari.

2.    Cedera kepala sedang  : nilai GCS : 9 – 12, penurunan kesedaran 30 menit sampai 24 jam,

terdapat trauma sekunder, gangguan neurologis sedang.

Page 5: cedera kepala sedang

3.    Cedera kepala berat.  Nilai GCS : 3 – 8, kehilangan kesadaran lebih dari 24 jam sampai berhari –

hari. Terdapat cedera sekunder : kontusio, fraktur tengkorak,perdarahan dan atau hematoma

intrakranial.

2.1.4 Pathofisiologi

Menurut (Krisanty dkk, 2009) Suatu sentakan traumatik pada kepala dapat mengebabkan

cedera kepala. Sentakan bisanya tiba – tiba dan dengan kekuatan penuh, seperti jatuh, kecelakaan

kendaraan bermotor, atau kepala terbentur. Jika sentakan menyebabkan akselerasi-deselerasi atau

coup-countercoup, maka kontusio serebri dapat terjadi. Trauma akselerasi-deslerasi dapat terjadi

langsuung dibawah sisi yang terkena ketika otak terpantul kearah tengkorak dari kekautan suatu

sentakan, ketika sentakan-sentakan mendorong otak ke arah sisi berlawanan tengkorak, atau

ketika kepala terdorong ke depan dan terhenti seketika. Otak terus bergerak dan terbentur

kembali ke tengkorak(akselerasi) dan terpantul (deselerasi).

2.1.5 Manifestasi Klinik

            Menurut Krisanty dkk, 2009  manifestasi klinik cedera kepala sebagai berikut :

peningkatan tekanan intra kranial ( TIK ).

1.    Trias TIK : penurunan tingkat kesadaran, gelisah atau iritable,papil edema, muntah proyektil.

Penurunan fungsi neurologis seperti : perubahan bicara perubahan reaksi pupil, sensori,motorik

berubah. Sakit kepala, mual, pandangan kabur ( diplopia ).

2.    Fraktur tengkorak : CSF atau darah mengalir dari telinga dan hidung, perdarahan dibelakang

membran timpani, periorbital ekhimosis, battle’s sign ( memar di daerah mastoid ).

3.    Kerusakan saraf kranial dan telinga tengah dapat terjadi saat kecelakaan atau setelah terjadi

kecelakaan : Perubahan penglihatan akibat kerusakan nervus optikus, pendengaran berkurang

akibat kerusakan auditory, hilangnya daya penciuman akibat kerusakan nervus olfaktorius, pupil

dilatasi, ketidakmamuan mata bergerak akibat kerusakan nervus okulomotor, vertigo akibat

kerusakan otolith di telinga tengah, nistagmus  karena kerusakan sistem vestibular.

4.    Komosio serebri : sakit kepala sampai pusing, retrograde amnesia, tidak sadar lebih dari atau

sama dengan 5 menit.

Page 6: cedera kepala sedang

5.    Kontusio serebri : Kotusio serebri, tergantung area hemisfer otak yang kena. Kontusio pada

lobus temporal : agitasi, confuse,kontusio frontal : hemiparese, klien sadar  ; kontusio

frototemporal : aphasia. Kontusio batang otak, respon segera menghilang dan pasien koma,

penurunan tingkat kesadaran terjadi berhari-hari, bila kerusakan berat, pada sistem ritcular terjadi

comatuse. Pada perubahan tingkat kesadaran : Respirasi : dapat normal/periodik/cepat. Pupil :

simetris, kontriksi dan reaktif, kerusakan pada batang otak bagian atas pupil abnormal, tidak ada

gerakan bola mata.

2.1.6 pemeriksaan diagnostik

Menurut kleden, (2009) pemeriksaan diagnostik adalah sebagai berikut :

1.        CT scan (dengan atau tanpa kontrs),untuk mengidentifikasi adanya hemorragik, menentukan

ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.

2.        Aniografi serebral,untuk menunjukan abnormalitas sirkulasi otak, seperti pergeseran jaringan

otak.

3.        EEG, melihat perkembangan gelombang otakpatologis.

4.        Sinar x, mendeteksi adanya fraktur, fragmen tulang.

5.        BAER (brain auditory evoked respons), menentukan fungsi korteks dan batang otak.

6.        PET (position emission tomogrphy), mengidentifikasi perubahanaktifitas metabolisme pada

otak.

7.        Pungsi lumbal,CSS, mendiagnosa adanya perdarahansubarahniod.

8.        GDA (gas darah arteri), identifikasi masalah oksigenasiyang dapat meningkatkan TIK.

9.        Kimia atau elektrolit darah, identifikasi adanya peningkatan TIK.

10.    Pemeriksaan toksikologi, deteksi obat untuk penurunan kesadaran.

11.    Kadar antikonvulsandarah,untuk mengetahui tingkat terapi mengatasi kejang.

2.2  Konsep Asuhan Keperawatan Cedera Kepala

1.2.1. Pengkajian

Pernapasan :

Kopresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi

perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa cheyne stokes

atau ataxia breathing. Napas berbunyi stridor, ronchi, wheezing (kemungkinan karena aspirasi)

cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas. 

Page 7: cedera kepala sedang

Kardiovaskuler :

Efek peningkatan tekanan intracranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada

pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan

mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intracranial.

Persarafan dan penginderaan :

Gunakan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak

akibat cedera kapala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo,

kehilangan pendengaran baal pada ekstermitas. Bila perdarahan hebat atau luas dan mengenai

batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis maka dapat terjadi : perubahan status

mental, perubahan dalam penglihatan, perubahan pupil, terjadi penurunan daya pendengaran,

keseimbangan tubuh, sering timbul hiccup atau cegukan, oleh karena kompresi, pada nervus

vagus menyebabkankompresi spasmodik diafgrama.

Perkemihan :

Pada cedera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, onkontinensia urin,

ketidakmampuan menahan miksi.

Pencernaan :

Terjadi penurunan fungsi pencernaan : bising usus lemah, mual, muntah(proyektil),

kembung dan mengalami perubahan selera, gangguan menelan(disfagia) dan terganggunya

proses eliminasi alvi.

 Muskoloskletal :

Pasien cedera kapala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi, pada kondisi yang

lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau

ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena atau putusnya hubungan antara

pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal, terjadi penurunan tonus otot.

1.2.2. Diagnosa Keperawatan

Page 8: cedera kepala sedang

1.         Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah,edema

serebral

2.         Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler

3.         Perubahan persepsi-persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi sensori, transmisi

dan atau integrasi ( trauma atau defisit neurologis )

4.         Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologi, konflik psikologi.

5.         Resiko tinggi infeksi berhunbungan dengan jaringan trauma.

6.         Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan atau ketahanan.

7.         Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk

mencerna ( tingkat kesadaran )

8.         Perubahan proses keluarga berhbungan transisi dan krisis situasional.

9.         Kurang pengetahuan berhubungan dengan kondisi dan kebutuhan pengobatan.

1.2.3.      Intervensi Kepewatan

Diagnosa pertama  perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian

aliran darah,edema serebral

goal : klien akan mempertahankan tingkat kesedaran atau perbaikan kognisi, dan fungsi motorik atau

sensorik.

objektif : mendemostrasikan tanda – tanda vital stabil dan tanda – tanda peningkatan TIK.

Intervensi :

1.         pantau atau catat neurologi secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar (Glasgow Coma

Scale).

R/ mengkaji adanya tingkat kesadaran dan potensial peningkatan tekanan intrakranial dan

bermanfaat dalam menentukan lokasi perluasan dan perkembangan kerusakan SSP,

2.         Evaluasi kemampuan membuka matam rasional : enentukan adanya tingkat kesedaran, kaji

respon verbal, rasional : mengukur kesesuaian dalam berbicara dan menunjukan tingkat

kesadaran kaji respon motorik rasional : mengukur kesadaran motorik, pantau tanda – tanda

vital.

R/ normalnya autoregulasi mempertahankan alira darah otak yang konstan pada saat fluktuasi

tekanan darah sistemik.

Page 9: cedera kepala sedang

Dianosa ke dua pola napas tidak efektif  berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler

goal : mempertahankan pola napas normal atau efektif bebas sianosis.

Objektif :

Intervensi :

1)        Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan, dan catat ketidakteraturan pernapasan.

R/  perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal atau menandakan lokasi atau

luasnya keterlibatan otak.

2)        Catat kompetensi refleks gangguan menelan dan kemampuan pasien untuk melindungi jalan

napas sendiri.

R/ kemampaun mobilisasi atau membersihkan sekresi penting untuk pemeliharaan jalan napas.

kehilangan refleks menelan menandakan perlunya napas buatan atau intubasi.

3)        angkat kepala tempat tidur sesuai aturanya dan posisi miring sesuai indikasi.

R/ untuk memudahkan ekspansi paru/ ventilasi paru dan menurunkan adanya kemungkinan lidah

jatuh yang menyumbat jalan napas.

4)        Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif jika pasien sadar

R/ mencegah atau menurunkan atelektasis.

5)        Lakukan penghisapan dengan ekstra hati – hati, jangan lebih dari 10 – 15 detik catat karakter,

warna dan kekeruhan dari sekret.

R/ penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien koma atau dalam keadaan imobilisasi dan tidak

dapat membersihkan jalan napasnya sendiri auskultasi bunyi napas,

6)        perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara – suara tambahan yang tidak normal

R/ untuk menidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasi kongesti atau obstruksi jalan

napas yang membahayakan oksigenasi serebral dan atau menandakan adanya infeksi paru.

Page 10: cedera kepala sedang

Diagnosa ke tiga  perubahan persepsi-persepsi sensori berhubungan dengan perubahan

persepsi sensori, transmisi dan atau integrasi (trauma atau defisit neurologis)

goal : mempertahankan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi.

objektif : mendemonstrasikan perubahan perilaku atau gaya hidup untuk mengkompensasi  atau

defisit hasil.

Intervensinya :

a)         Evaluasi atau pantau secara teratur perubahan orientasi, kemampuan berbicara, alam perasaan

atau afektif, dan proses pikir.

R/ fungsi serebral bagian atas biasanya terpengaruh lebih dulu oleh adanya gangguan sirkulasi

oksigenasi.

b)        Kaji kasadaran sensori seperti respon sentuhan, panas, atau dingin, kesadaran terhadap gerakan

dan letak tubuh.

c)         Perhatikan masalah penglihatan atau masalah lain

R/ informasi penting untuk keamanan pasien.

d)        Kaji penurunan sensifitas atau kehilangan sensasi/kemampuan untuk menerima dan berespon

sesuai pada suatu stimulasi.

e)         observasi respon perubahan perilaku seperti rasa bermusuhan, menangis, afektif yang tidak

sesuai, agitasi, halusinasi.

R/ respon individu mungkin berubah – ubah namun mumnya seperti emosi yang labil, frustrasi,

apatis, dan muncul tingkah laku impulsif selama proses penyembuhan dari truma kepala,

f)         catat adanya perubahan yang spesifik dalam hal kemampuan seperti memusatkan kedua mata

dengan mengikuti instruksi verbal yang sederhana dengan jawaban “ya” atau “tidak “

R/ membantu melokalisasi daerah otak yang mengalami gangguan dan mengidentifikasi tanda

dan perkembangan terhadap peningkatan fungsi neuroogis, bicara dengan suara yang lembut dan

pelan.

g)        gunakan alimat yang pendek dan sedderhana

R/ pasien mungkin mengalami keterbatasan perhatian atau pemahaman selama fase akut dan

penyembuhan pastikan persepsi pasien dan berikan umpan balik.

h)        Orientasikan kembali pasien secara teratur pada lingkungan, yang akan dilakukan terutama jika

penglihatanaya terganggu

R/ membantu pasien untuk memisahkan pada realitas dari perubahan persepsi.

Page 11: cedera kepala sedang

Diagnosa ke empat  perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologi,

konflik psikologi

Goal : mempertahankan kembali orientasi mental dan realitas biasanya.

Objektif : berpartisipasi dalam aturan terapeutik atau penerapan kognitif.

 Intervensi :

a.    kaji rentang perhatian, kebungunan dan catat tingkat anietas pasien.

R/  rentang perhatian atau kemampuan untuk berkosetrasi mungkin memendek secara tajam yang

menyebabkan dan merupakan potensi terhadap terjadinya ansietas yang mempengaruhi proses

pikir,

b.    pastikan dengan orang terdekat untuk membandingkan kepribadian/ tingkah laku pasien sebelum

mengalami trauma dengan respon sekarang.

R/  masa pemulihan cedera kepala meliputi fase agitasi, respon marah,dan berbicara atau proses

pikir kacau.

c.     pertahankan bantuan yang konsisten oleh staf atau keberadaan staf sebanyak mungkin R/

memberikan pasien perasaan yang stabil dan maampu mengontrol situasi, usaha untuk

menghadirkan realitas secara konsisten dan jelas.

d.   hindari pikiran – pikiran yang tidak masuk akal.

R/ pasien mungkin tidak mengalami adanya trauma secara total atau dari perluasan trauma dan

kearena itu pasien perlu dihadapkan pada kenyataan cedera pada dirinya,

e.    jelaskan pentingnya pemeriksaan neurologis secara teratur dan berulang.

R/ pemahaman bahwa pengkajian secara teratur untuk mencegah atau membatasi komplikasi

yang mungkin terjadi dan tidak menimbulkan suatau hal yang serius pada pasien dapat

membantu ansietas.

Diagnosa ke lima  kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan

atau ketahanan.

Goal : mempertahankan posisi fungsi optimal.

Page 12: cedera kepala sedang

Objektif : -

Intervensi :

1.    periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi.

R/ mengidentifikasi kemungkinan terjadi kerusakan secara fungsional dan mempengaruhi pilihan

intervensi yang akan dilakukan,

2.    ubah posisi secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi antara waktu perubahan posisi

tersebut.

R/ perubahan yang teraturmenyebabkan penyebarab terhadap berat badan dan meningkatkan

sirkulasi pada seluruh bagian tubuh bantu pasien

3.    lakukan latihan rentang gerak

R/ mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi atau posisi normal dan menncegah atau

menurunkan resiko kerusakan kulit pada daerah kogsigis.

4.    berikan cairan dalam batas – batas yang dapat ditoleranssi.

R/ sesaat setelah fase akut cedera kepala dan jika pasien tidak memiliki faktor kontraindikasi

yang lain,pemberian cairan yang memadai akan menurunkan resiko terjadinya infeksi saluran

kemih dan berpengaruh cukup baik untuk mencegah adanya komplikasi.

Diagnosa ke enam  Resiko tinggi infeksi berhunbungan dengan jaringan trauma

 Goal pertahankan bebas dari tanda – tanda ifeksi.

 Objektif : pencapai penyembuhan luka tepat pada waktunya.

 intervensi :

1.      meliputi berikan perawatan aseptik dan antiaseptik, pertahankan teknik cuci tangan yang baik.

R/  cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial.

2.       observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah terpasang infasi, terpasang infus.

 R/ deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera

dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.

3.       pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil, diaforesis,dan perubahan

fungsi mental( penurunan kesadaran )

R/ dapat mengidentifikasi perkembangan sepsis yang selanjutnya memerlukan evaluasi atau

tindakan dengan segera, observasi warna atau kejernihan urine. Catat adanya bau busuk ( yang

tidak enak )sebagai indikator dari perkembangan infeksi pada saluran kemih yang memerlukan

Page 13: cedera kepala sedang

tindakan dengan segera, batasi pengunjung yang dapat menularkan infeksi atau cegah

pengunjung yang dapat mengalami infeksi saluran napas bagian atas.

Diagnosa ke tujuh nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan

kemampuan untuk mencerna ( tingkat kesadaran ).

Goal : mendemostrasikan pemeliharaan/kemajuan peningkatan berat badan sesuai tujuan,

Objektif  : tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi.

 intervensi :

1.    kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan, bentuk dan mengatasi sekresi

R/  faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis makanan sehingga pasien harus terhindar dari

aspirasi, auskultasi bising usus.

2.    catat adanya penurunan atau hilangnya atau suara yang hiperaktif

R/  fungsi saluran pencernaan biasanya tetap baik pada kasus cedra kepala, jadi bising usus

membantu dalam menentukan respon untuk makan atau berkembangnya komplikasi.

3.    timbang berat badan sesuai indikasi rasiona : mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan

mengubah pemberian nutrisi, kaji feses, cairan lambung, muntah darah dan sebagainya.

R/  perdarahan subakut atau akut dapat terjadi ( ulkus cushing ) perlu intervensi dan alternatif

pemberian makan.

4.     kolaborasi dengan ahli gisi.

R/ merupakan sumbr yang efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan kalori atau nutrisi

tergantung pada usia, berat badan, ukuran tubuh, keadaan penyakit sekarang ( trauma, penyakit

jantung/ masalah metabolisme ).

Diagnosa delapan perubahan proses keluarga berhbungan transisi dan krisis situasional.

Goal : mulai mengekspresikan perasaan dengan bebas dab tepat.

Objektif : mengidentifikasi sumber-sumber internal dan eksternal dalam menghadapi situasi.

 Intervensi : 

1.      catat bagian-bagian unit keluarga, keberadaa/ keterlibatan sistem pendukung rasional :

menentukan adanya suber keluarga dan mengidentifikasi hal-hal yang diperlukan, anjurkan

keluarga untuk mengemukakan hal-hal yang menjadi perhatian tentang keseriusan kondisi.

R/ pengungkapan rasa takut secara terbuka dapat menurunkan ansietas dan meningkatkan koing

terhadap realtas.

Page 14: cedera kepala sedang

2.      anjurkan untuk mengakui perasaannya. Jamgan mengangkal meyakinkamn bahwa segala

sesuatunya akan beres atau baik- baik saja.

R/ karena hal tersebut tidak mungkin untuk diperkirakan hasilnya,

3.      evaluasi atau diskusikan harapan keluarga.

R/  keluarga mungkin percaya bahwa pasien akan hidup, rehabilitasi akan sangat dibutuhkan

untuk pengobatannya, beri dukungan terhadap keluarga yang merasa kehilangan anggotanya

rasional : walaupun terbuka tidak perna teratasi penuh dan keluarga mungkin bimbang terhadap

berbagai tahap

Diagnosa sembilan kurang pengetahuan berhubungan dengan kondisi dan kebutuhan

pengobatan.

 Goal : pengetahuan keluarga meningkat

objektif : mengungkapkan pemahaman tentang kondisi, pengobatan, potensial komplikasi.

 Intervensi :

1.         evaluasi kemampuan dan kesiapan untuk belajar dari pasien dan juga keluarganya.

R/ memungkinkan untuk menyampaikan bahan yang didasarkan secara individual.

2.         berikan kembali informasi yang berhubungan dengan proses traumadan pengaruh sesudahnya

R/ membantu dan menciptakan harapan yang realistis dan meningkatkan pemahaman pada

keadaan saat ini dan kebutuhanya.

3.         diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri

R/ berbagai tingkat mungkin perlu direncanakan didasarkan atas kebutuhan yang bersifat

individual.

Page 15: cedera kepala sedang

BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1.   Gambaran Kasus

Untuk memperoleh gambaran nyata asuhan keperawatan pada pasien dengan Cedera

Kepala Sedang maka penulis melakukan perawatan pada Tn. S. B yang dirawat sejak tanggal 08

s/d 14 Agustus 2011 di Ruang Kelimutu BLUD RSUD Prof. Dr. W. Z. Yohanes Kupang dengan

diagnosa medis Cedera Kepala Sedang, tanggal masuk rumah sakit 06 Agustus 2011. Data

diperoleh dari pasien, keluarga, catatan medik dan catatan keperawatan. Nama pasien Tn. S. B.

berusia 23 tahun, jenis kelamin laki-laki alamat Nunumeu, SoE – TTS, suku Timor pekerjaan

swasta, agama katolik, pendidikan SD, penanggung jawab : umum, status perkawinan : belum

kawin.

3.1.1.      Pengkajian

A.  Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 08  Agustus 2011 sebagai berikut :

a)    Riwayat sakit dan kesehatan

a)    Keluhan utama : keluarga pasien mengatakan pasien tidak sadarkan diri setelah terjadi

kecelakaan lalu lintas sampai sekarang.

Page 16: cedera kepala sedang

b)   Riwayat keluhan : keluarga pasien mengatakan pasien mengalami kecelakaan lalu lintas pada

hari sabtu sore tanggal 06 Agustus 2011.

c)    Keluhan saat ini : pasien tidak sadarkan diri.

d)   Penyakit yang pernah diderita : keluarga pasien mengatakan pasien tidak pernah mengalami

penyakit berat seperti sekarang ini.

e)    Riwayat yang pernah diderita keluarga : tidak ada.

b)   Observasi dan pemeriksaan fisik

a)      observasi

Keadaan umum  : lemah, kesadaran delirium, GCS : 10, Tanda – Tanda Vital : TD : 130/

70 mmHg, Nadi : 72 x/m, RR : 23 kali/menit, Suhu : 36,50c TB : 165 cm BB : 54 kg. BB ideal :

58,5 kg, masalah keperawatan : gangguan perfusi jaringan serebral.

b)      Pernapasan ( breathing B1 )

Keluhan sesak napas tidak ada, pasien tidak batuk, irama pernapasan teratur, tidak ada

sputum, pasien bernapas baik, bunyi napas vesikuler, masalah keperawatan : tidak ada masalah

keperawatan.

c)      Kardiovaskuler ( Blood B2 )

Pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler irama jantung reguler, tidak ada nyeri dada, bunyi

jantung normal, akral dingin hangat, CRT : < kurang dari 3 detik, masalah keperawatan : tidak

ada masalah keperawatan.

d)     Persarafan dan penginderaan ( Brain B3 )

Kesadaran  : kesadaran pasien delirium, Glasgow Coma Scale ( GCS ) : E : 3, V : 3, M : 4

Nilai total : 10, pemeriksaan saraf cranial : pasien tidak sadarkan diri, pada pemeriksaan refleks

normal negatif, rafleks patologi negatif,  Pendengaran : pada telinga bagian kiri tertutup kasa

sedangkan bagian kanan ada keluar darah, pada pemeriksaan mata terdapat hematome pada mata

bagian kiri. Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan.

e)      Perkemihan ( bladder B4 )

produksi urine 550 cc. frekuensi 1 jam warna urine kuning jernih, bau amoniak, masalah

keperawatan : tidak ada  masalah keperawatan.

Page 17: cedera kepala sedang

f)       Pencernaan ( bowel B5) :

 Nafsu makan : keluarga pasien mengatakan pasien diinstruksikan hanya makan makanan

cair, minuman : 500 cc jenis minuman : susu, kondisi mulut kotor, mukosa kering, tidak ada

masalah pada tenggorokan, tidak ada masalah pada abdomen,  buang air berar : sampai sekarang

pasien belum BAB, masalah keperawatan : defisit perawatan diri.  

g)      Muskoloskeletal ( bone B6 )

Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot normal kecuali pada ekstermitas atas

bagian kanan karena terdapat luka pada area pergelangan tangan, tonus otot normal, tidak ada

edema baik pada ekstermitas atas maupun ekstermitas bawah, tidak ada masalah pada tulang

belakang, warna kulit pucat, turgor kulit sedang, masalah keperawatan : tidak ada masalah

keperawatan.

h)      Pola aktifitas :

a)      makan : keluarga pasien mengatakan biasanya makan 3 – 4 kali per hari, jenis makanan nasi,

jagung, dan lauk pauk, namun di rumah sakit pola makannya berubah karena pasien hanya

diinstruksikan untuk mengkomsumsi makanan cair seperti susu dan tidak ada pantangan,

masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan.

b)      Minuman : keluarga pasien mengatakan sebelum sakit pola minum biasanya 6 – 7 kali jenis

minumam air putih dan kopi dan tidak ada pantangan.masalah keperawatan : tidak ada masalah

keperawatan.

c)      Keluarga pasien mengatakan biasa mandi 2 kali dalam sehari, sikat gigi 1 kali dalm sehari,

memotong kuku kurang lebih 3 minggu sekali, namun di rumah sakit pasien belum  mandi

karena pasien tidak sadarkan diri, masalah keperawatan : defisit perawatan diri.

d)     Aktifitas sehari-hari : keluarga pasien mengatakan seiap hari bekerja sebagai sopir truk dari pagi

jam 07.00 sampai sore jam 18.00 dan biasanya istirahat hanya untuk makan siang yaitu pada

kurang lebih jam 14.00, masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan.

e)      Istirahat dan tidur : keluarga pasiem mengatakan biasa tidur jam 21.00 dan sebelum tidur

biasanya pasien masih nonton. Masalah keparawatan : tidak ada masalah keperawatan.

i)        Psikososial : 

Page 18: cedera kepala sedang

Keluarga pasien mengatakan sebelum sakit pasien biasanya berinteraksi dengan tetangga

disekitar rumahnya dengan baik,dukungan keluarga saat sakit aktif, masalah keperawatan : tidak

ada masalah keperawatan.

j)        Spiritual :

Konsep tentang penguasa adalah Tuhan, masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan.

k)      Pemeriksaan penunjang : tanggal 06 Agustus 2011 WBC : 15,25, Hb : 9,6.

l)        Therapy medik :

Piracetam 2 x 1 gram/IV  inikasi : untuk geala paska trauma,  Ranitidine 3 x 50 mg

ampul/IV  Indikasi  : menghilangkan gejala-gejala ketidakmampuan mencerna asam dan rasa

panas pada ulu hati, ulkus lambung jinak dan ulkus duodenum, refluks esofagitis, sindroma

Zollinger-Ellison, dispepsia yang menahun (kronis), mencegah perdarahan karena ulserasi akibat

sters atau ulserasi peptikum, sindroma Mendelson, ulkus peptikum kontraindikasi : adakalanya

terjadi hepatitis yang bersifat reversibel.  Jarang : agranulositosis, hipersensitifitas, ruam kulit,

leukopenia dan trombositopenia yang bersifat reversibel, sakit kepala, pusing, cefatakxime 2 x 1

gr : untuk infeksi saluran pernapasan atas dan bawah, Kontraindikasi : hipersensitif terhadap

antibiotika sefalosporin. pada penderita yang hipersensitif terhadap penisilin, kemungkinan

terjadinya reaksi silang harus dipikirkan, Manitol  100 cc : indikasi : menurunkan tekanan

intrakranial yang tinggi karena edema serebral, Kontraindikasi : hipersensitif terhadap manitol,

komponen lain dalam sediaan, penyakit ginjal parah (anuria), dehidrasi parah, pendarahan

intrakranial aktif kecuali  selama kraniotomi, gagal jantung progresif, kongesti pulmonari,

disfungsi ginjal setelah pemakaian manitol, edema pulmonari parah atau kongesti, Soholin 250

mig/IV: Indikasi : gangguan kesadaran yang diikuti kerusakan atau cedera serebral, operasi otak

dan infark selebral, Kontraindikasi : hipotensi, ruam, insomnia, sakit kepala, diplopia. Sopirom 2

x 1 gr/IV : Indikasi :  infeksi saluran nafas bawah, infeksi saluran kemih bawah dan atas dengan

komplikasi, infeksi kulit dan  jaringan lunak, infeksi pada neutropenik dan pasien dengan

kekebalan tubuh yang rendah, septikemia.

B.  Analisa Data

Analisa data dilakukan berdasarkan pengkajian pada tanggal 07 - 14 agustus 2011 pada Tn.

S. B maka diperoleh data sebagai berikut :

Page 19: cedera kepala sedang

Masalah : Perubahan perfusi jaringan serebral, penyebab : edema serebral data subjektif : -

data objektif : :pasien tampak lemah, gelisah,kesadaran Delirium,GCS : 10 E : 3,V : 3,M : 4

Tanda – tanda vital : TD : 130/70mmHg, Nadi : 72 x/menit Suhu 36,5oc.

Masalah : Resiko tinggi infeksi penyebab : kerusakan pertahanan primer akibat cedera

(luka). data subjektif : -, data objektif : terdapat luka pada kepala,wajah,dan pergelangan tangan

bagian kanan, luka tampak keluar pus pada bagian kepala.

Masalah : difisit perawatan diri : mandi/hiegine,berpakaian/berhias,toileting berhubungan

dengan penurunan kesadara data subyektif : - , data obyektif : pasien nampak tidak sadarkan diri,

tingkat kesdaran delirium, GCS : 10.

Masalah : resiko cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran data subjektif : -

objektif : pasien tampak mengamuk, tingkat kesadaran delirium GCS : 10

3.1.2.      Diagnosa Keperawatan       

Berdasarkan hasil analisa diatas maka dapat ditegakan diagnosa keperawatan pada Tn. S. B

yaitu

a.    Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral.

b.    resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan primer akibat cedera (adanya

luka).

c.    deficit perawatan diri : mandi/hiegine,berpakaian/berhias,toileting berhubungan dengan

penurunan kesadaran.

d.   Resiko cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran.

3.1.3.      Rencana Keperawatan.

Tahap awal perencanaan adalah menentukan prioritas masalah, menentukan tujuan, kriteria

evaluasi, dan rencana intervensi pada Tn. S. B.

a)      Prioritas Masalah.

Diagnosa keperawatan I : Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan

aliran darah serebral masalah ini diangkat menjadi prioritas I karena mengancam nyawa, karena

Page 20: cedera kepala sedang

otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun

sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi.

Diagnosa keperawatan II : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka,

masalah ini diangkat menjadi prioritas II mangancam kesehatan yaitu keadaan luka tidak akan

sembuh jika luka terdapat infeksi.

Diagnosa keperawatan III : Defisit perawatan diri :

mandi/hiegine,berpakaian/berhias,toileting berhubungan dengan perfusi jaringan serebral.

merupakan prioritas ketiga karena mengancam kesehatan yaitu resiko perforasi.

Diagnosa keperawatan IV : resiko cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran

merupakan diagnose ke empat karena mengancam kesehatan yaitu resiko mencederai diri sendiri.

b)     Goal dan Objektif

Diagnosa keperawatan I : goalnya : mempertahankan tingkat kesedaran biasa ataau

perbaikan kognisi, dan fungsi motorik atau sensorik. Objektif : mendemostrasikan tanda – tanda

vital stabil dan tanda – tanda peningkatan TIK.

Diagnosa keperawatan II : goalnya : pasien akan pertahankan bebas dari tanda – tanda

ifeksi. Objektif : pencapai penyembuhan luka tepat pada waktunya.

Diagnosa keperawatan III : goalnya : pasien akan mempertahankan tioletraning,personal

hygene yang optimal objektif : tidak berbau keringat,kebutuhan, pasien  sehari-hari terpenuhi

(makan, berpakaian, toileting, berhias, hygiene, oral higiene).

3.1.4.      Intervensi keperawatan

Diagnosa keperawatan I : Tentukan faktor – faktor yang berhubungan dengan keadaan

tertentu atau yang menyebabkan penurunan perfusi jaringan dan potensial peningkatan TIK,

rasional : penurunan tanda/gejala neurologis atau kegagalan dalam pemulihanya setelah serangan

awal mungkin menunjukan bahbwa pasien itu perlu dipindahkan ke ruang intensif membantu

tekanan TIK dan atau pembedahan, pantau atau catat neurologi secara teratur dan bandingkan

dengan nilai standar ( Glasgow Coma Scale ), rasional : mengkaji adanya tingkat kesadaran dan

potensial peningkatan tekanan intrakranial dan bermanfaat dalam menentukan lokasi perluasan

dan perkembangan kerusakan SSP, evaluasi kemampuan membuka mata rasional : menentukan

adanya tingkat kesedaran, kaji respon verbal rasional : mengukur kesesuaian dalam berbicara dan

menunjukan tingkat kesadaran, kaji respon motorik rasional : mengukur kesadaran motorik

Page 21: cedera kepala sedang

pantau tanda – tanda vital rasional : normalnya autoregulasi mempertahankan alira darah otak

yang konstan pada saat fluktuasi tekanan darah sistemik.

Diagnosa II : Berikan perawatan aseptik dan antiaseptik, pertahankan teknik cuci tangan

yang baik rasional :  cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial, Observasi

daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah terpasang infasi, terpasang infus rasional :

deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan

pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya, pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya

demam, menggigil, diaforesis,dan perubahan fungsi mental( penurunan kesadaran ) rasional :

dapat mengidentifikasi perkembangan sepsis yang selanjutnya memerlukan evaluasi atau

tindakan dengan segera, Observasi warna atau kejernihan urine. Catat adanya bau busuk (yang

tidak enak) rasional : sebagai indikator dari perkembangan infeksi pada saluran kemih yang

memerlukan tindakan dengan segera, Batasi pengunjung yang dapat menularkan infeksi atau

cegah pengunjung yang dapat mengalami infeksi saluran napas bagian atas.

Diagnosa III : observasi tingkat fungsional pasien, dokumentasikan dan laporkan semua

perubahan rasional : melalui observasi yang cermat, perawat dapat menentukan tindakan yang

sesuai untuk memenuhi kebutuhan pasien. motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaan dan

keluhan  tentang defisit perawatan diri rasional :  untuk membantu pasien mencapai tingkat

fungsional tertinggi sesuai kemampuannya. berikan privasi pada pasien rasional : untuk

meningkatkan harga diri pasien. berikan alat bantu kepada pasien rasional :  alat bantu yang tepat

dapat membantu kemandirian.

3.1.5.      Implementasi

Implementasi dilakukan mulai tanggal 08 – 14 Agustus 2011. Implementasi ini

dilakukan sesuai intervensi dari masing-masing diagnosa.

Diagnosa keperawatan I :  tanggal 08 Agustus 2011 jam 08.00 Mengobservasi keadaan

umum pasien. Keadaan umum : pasien tampak lemah, kesadaran : Delirium, GCS : 10, terdapat

Page 22: cedera kepala sedang

luka pada kepala, wajah dan pergelangan tangan. Terpasang infus RL 20 tetes/menit,terpasang

kateter. jam 11.00 injeksi piracetam 2x 1 gram/IV

Diagnosa keperawatan II : tanggal 08 agustus 2011 jam 08.15 Mengobservasi keadaan

umum pasien. Keadaan umum : pasien tampak lemah,gelisah kesadaran : Delirium, GCS :

10,terdapat luka pada kepala, wajah dan pergelangan tangan. Luka tidak terdapat tanda- tanda

infeksi . 11.20 Observasi TTV : TD : 130/ 80 mmHg, Nadi 72x/menit. Suhu 380c.

Diagnosa keperawatan III tanggal 08 Agustus 2011 jam 08.30 memandikan pasien(lap

basah), menganjurkan keluarga untuk membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan personal

hygene.

Diagnosa keparawatan IV tanggal 08 Agustus 2011 jam 11.15 membatasi aktifitas

pasien yang mencederai diri.

3.1.6.      Evaluasi

Setelah melakukan tahapan dalam proses keperawatan yang meliputi : pengkajian,

diagnosa keperawatan, perencanaan dan impementasi maka tindakan yang terakhir adalah

evaluasi. Evaluasi dilakuka dalam bentuk SOAP ; S : subjective, O : objective, A : assessment,

P : planning.

Diagnosa keperawatan gangguan pefusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran

darah, tanggal 08 Agustus 2011 jam 13.30, S  : –, O : pasien tampak lemah,gelisah kesadaran :

Delirium, GCS : 10,terdapat luka pada kepala, wajah dan pergelangan tangan. Terpasang infus

RL 20 tetes/menit,terpasang, A : masalah Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan

dengan Aliran darah serebral belum teratasi, P : intervensi dipertahankan.

Diagnosa keperawatan Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya

luka 08 Agustus 2011 Jam 13.45, S : -, O : terdapat luka pada kepala, wajah dan pergelangan

tangan. Tampak ada keluar pus dari area luka pada bagian kepala.,A : masalah Resiko tinggi

terjadinya infeksi berhubungan dengan Adanya luka pada kepala,wajah, dan pergelangan tangan

belum teratasi, P : intervensi dipertahankan.

Diagnosa keperawatan deficit perawatan diri : mandi/hiegine,berpakaian/berhias,toileting

berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran 08 Agustus 2011 Jam 13.25, S : -, O : pasien

tidak berbau keringat, tampak bersih, dan pasien belum sadarkan diri, tingkat kesadaran delirium

GCS : 10, A : masalah deficit perawatan diri : mandi/hiegine,berpakaian/berhias,toileting

berhubungan dengan perfusi jaringan serebral belum teratasi, P : intervensi dipertahankan.

Page 23: cedera kepala sedang

Diagnose keperawatan resiko cedera berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran 08

Agustus 2011 Jam 13.25, S : - , O : pasien tampak beristirahat dengan tenang,.

BAB IVPEMBAHASAN

Pada bagian ini akan dibahas tentang analisa kasus pada Tn. S. B. sesuai teori dengan

menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa

keperawatan, rencana tindakan, implementasi, dan evaluasi.

4.1        Pengkajian.

Dalam pembahasan dilihat adanya kesenjangan antara teori dengan praktek (kasus nyata)

yang ditemukan pada pasien dengan cedera kepala ringan pada Tn.S.B yang dirawat di Ruang

Kelimitu RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.

Pengkajian menurut kleden, (2009) meliputi :

Frekuensi pernapasan, irama, bunyi napas stridor, ronchi, wheezing (kemungkinan karena

aspirasi) produksi sputum pada jalan napas, peningkatan tekanan intracranial, kehilangan

kesadaran, amnesia seputar kejadian, vertigo, kehilangan pendengaran baal pada ekstermitas,

perubahan status mental, perubahan dalam penglihatan, perubahan pupil, terjadi penurunan daya

pendengaran, keseimbangan tubuh, sering timbul hiccup atau cegukan, oleh karena kompresi,

pada nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafgrama, retensi, onkontinensia urin,

ketidakmampuan menahan miksi, bising usus lemah, mual, muntah(proyektil), kembung,

perubahan selera, gangguan menelan(disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi, parese,

paraplegi, pada kondisi.

Tanda dan gejala menurut kleden (2009)yang tidak ditemukan pada kasus nyata adalah

frekuensi pernapasan, irama, bunyi napas stridor, ronchi, wheezing hal ini ditandai dengan bunyi

napas pada pasien vesikuler, tidak ada produksi sputum.

Page 24: cedera kepala sedang

4.2         Diagnosa keperawatan.

Diagnosa keperawatan menurut Doengoes (2000) yang mengacu pada masalah yang timbul

terhadap pasien cedera kepala meliputi perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan

penghentian aliran darah, edema serebral, pola napas tidak efektif berhubungan dengan

kerusakan neurovaskuler, perubahan persepsi-persepsi sensori berhubungan dengan perubahan

persepsi sensori, transmisi dan atau integrasi (trauma atau defisit neurologis), perubahan proses

pikir berhubungan dengan perubahan fisiologi, konflik psikologi, resiko tinggi infeksi

berhunbungan dengan jaringan trauma, kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan

penurunan kekuatan atau ketahanan, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

perubahan kemampuan untuk mencerna (tingkat kesadaran), perubahan proses keluarga

berhbungan transisi dan krisis situasional, kurang pengetahuan berhubungan dengan kondisi dan

kebutuhan pengobatan.

Diagnosa keperawatan menurut Doenges, (2000) yang tidak ditemukan pada kasus nyata

yaitu : pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler, perubahan

persepsi-persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi sensori, transmisi dan atau

integrasi (trauma atau defisit neurologis), perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan

fisiologi, konflik psikologi, kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan

atau ketahanan, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan

untuk mencerna (tingkat kesadaran), perubahan proses keluarga berhbungan transisi dan krisis

situasional, kurang pengetahuan berhubungan dengan kondisi dan kebutuhan pengobatan.

4.3         Perencanaan Keperawatan

Perencanaan dibuat menurut prioritas masalah, sesuai dengan keadaan pasien.

untuk diagnosa keperawatan perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan

penghentian edema serebral, goalnya : pasien akan mempertahankan perfusi jaringan serebral

yang adekuat selama dalam proses keperawatan, objektif : pasien akan mendemonstrasikan tanda

– tanda vital stabil tidak ada tanda-tanda peningkatan TK, GCS membaik atau meningkat

Page 25: cedera kepala sedang

intervensi kaji tingkat kesadaran pasien, tinggikan tempat tidur (semi fowler), kolaborasi dengan

dokter dalam pemberian osmoterapi.

Perencanaan untuk  diagnosa resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan

kerusakan pertahanan primer akibat cedera(luka) : goalnya : pasien akan terbebas dari tanda

infeksi. Objektif : dalam jangka waktu 3 x 24 jam pasien bebas dari tanda-tanda infeksi, TTV

dalam batas normal. Intervensi kaji tanda-tanda infeksi, kaji tanda-tanda vital, kolaborasi dengan

dokter dalam pemberian antibiotik.

Perencanaan untuk diagnosa deficit perawatan diri(mandi, toiletrening) berhubungan

dengan penurunan kesadaran goalnya : pasien akan mempertahankan tioletraning,personal

hygene yang optimal selama dalam proses keperawatan, objektif : dalam jangka waktu 2 x 24

jam pasien bersih, kebutuhan pasien terpenuhi(dibantu oleh keluarga dan perawat)Intervensi :

bantu dalam memenuhi kebutuhan kebutuhan pasien, anjurkan keluarga untuk membantu pasien

dalam memenuhi kebutuhan(mandi,toiletrening).  

Perencanaan untuk diagnosa resiko cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran

goal : pasien akan menunjukan perubahan perilaku selama dalam proses keperawatan, objektif :

dalam jangka waktu 3 x 24 jam pasien akan meningkatkan perubahan pola perilaku mencederai

diri (dibantu oleh keluarga dan perawata ). intervensi : batasi aktifitas pasien yang beresiko

mencederai diri.

4.4         Implementasi.

Pelaksanaan implementasi disesuaikan dengan rencana kegiatan yang ditetapkan, hal ini

dapat dilakukan pada  kasus nyata. Untuk diagnose keperawatan perubahan perfusi jaringan

serebral berhubungan edema serebral : jam 08.00 mengobservasi keadaan umum pasien.

Keadaan umum : pasien tampak lemah, kesadaran : Delirium, GCS : 10, terdapat luka pada

kepala, wajah dan pergelangan tangan. Terpasang infus RL 20 tetes/menit,terpasang kateter. jam

11.00 injeksi piracetam 2x 1 gram/IV.

Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka, tindakan yang dilakukan

pada tanggal 08 agustus 2011 jam 08.00 Mengobservasi keadaan umum pasien. Keadaan umum :

pasien tampak lemah,gelisah kesadaran : Delirium, GCS : 10,terdapat luka pada kepala, wajah

Page 26: cedera kepala sedang

dan pergelangan tangan. Tampak ada keluar pus dari area luka pada bagian kepala. 11.20

Observasi TTV : TD : 130/ 80 mmHg, Nadi 72 kali per menit. Suhu 380c.

Untuk diagnosa keperawatan masalah deficit perawatan diri berhubungan dengan

penurunan kesadaran dilakukan pada tanggal 08 Agustus 2011 jam 07.45 memandikan

pasien(lap basa).

untuk diagnosa resiko cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran dilakukan pada

tanggal 08 Agustus 2011 jam 11.15 membatasi aktifitas pasien.

4.5         Evaluasi

Tahap terakir asuhan keperawatan pada pasien adalah evaluasi. Setelah melakukan

tindakan keperawatan selama kurang lebih tiga jam maka evaluasi hasil tindakan sebagai

berikut : masalah perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran

darah : belum teratasi hal ini didukung dengan data pasien yaitu : kesadaran delirium, GCS : 10

masalah resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka belum teratasi hal ini

dapat dubuktikan dengan data : tampak ada keluar pus pada luka di area kepala. masalah deficit

perawatan diri : mandi/hiegine,berpakaian/berhias,toileting berhubungan dengan penurunan

kesadaran belum teratasi hal ini dibuktikan dengan data : pasien tidak sadarkan diri, segala

kebutuhan dapat dibantu oleh keluarga dan perawat, masalah resiko cedera belum teratasi hal ini

dapat dibuktikan denga tingkat kesadaran pasien Delirium GCS : 10.

Page 27: cedera kepala sedang

BAB V

PENUTUP

5.1.   Kesimpulan

Cedera kepala merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai

perdarahan interstitial dalam substansi otak, tanpa terputusnya kontinuitas. Cedera kepala

merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif

dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Disamping penanganan dilokasi kejadian

dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat

darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya, tanda dan gejala saat

dikaji ditemukan penurunan tingkat kesadaran : tingkat kesadaran delirium, GCS : 10, Tanda –

Tanda Vital : TD : 130/ 70 mmHg, Nadi : 72 x/m, RR : 23 kali/menit, Suhu : 36,5 0c TB : 165 cm

BB : 54 kg. BB ideal : 58,5 kg, masalah keperawatan : gangguan perfusi jaringan serebral.

Pada pengkajian ditemukan tiga masalah keperawatan yaitu : perfusi jaringan serebral

berhubungan dengan aliran darah serebral, resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan

kerusakan pertahanan primer akibat cedera(luka)  deficit perawatan diri :

mandi/hiegine,berpakaian/berhias,toileting berhubungan dengan penurunan kesadaran, resiko

cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran.