Upload
luki-ertandri
View
103
Download
13
Embed Size (px)
DESCRIPTION
siklus ke 6, MATA
Citation preview
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny. E
Umur : 50 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Lubuk Agam, Dharmasraya
Anamnesis (26 Februari 2013)
Seorang perempuan berusia 50 tahun dirawat di Bangsal Mata RS. Dr. M. Djamil
Padang pada tanggal 24 Februari 2013 dengan:
Keluhan Utama:
Gangguan penglihatan pada mata kanan sejak 1 bulan sebelum masuk Rumah Sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang:
- Gangguan penglihatan pada mata kanan sejak 1 bulan sebelum masuk Rumah Sakit.
- Pasien merasakan sakit tiba-tiba saat bangun tidur. Keluhan seperti ada butiran pasir di
mata.
- Keluhan disertai perih, mata merah, bengkak, dan berair.
- Nyeri semakin lama semakin berat, terus-menerus, mengganggu aktivitas.
- Nyeri juga dirasakan pada kepala bagian kanan atas serta tengkuk kanan.
- Pasien merasakan mual ada, muntah tidak ada.
- Riwayat sakit mata yang berulang tidak ada
- Riwayat pemakaian obat-obat tradisional ada 3 minggu sebelum masuk Rumah Sakit
- Pasien berobat ke dokter umum 4 kali namun keluhan tidak hilang, lalu dirawat di RS
Dharmasraya dengan diagnosis DM tipe II + Ulkus Kornea selama 4 hari. Setelah itu pasien
rawat jalan selama ± 15 hari ke RS Dharmasraya sebelum dikonsul ke Sitawa.
Pasien dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang karena kadar gula darah naik.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien menderita penyakit diabetes mellitus, hipertensi
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini
Pemeriksaan Fisik
Status Ophtalmikus (tanggal 26 Februari 2013)
Status Ophtalmikus OD OS
Visus tanpa koreksi ¼ pasien 5/5
Visus dengan koreksi - -
Refleks fundus - +
Silia / supersilia Trichiasis (-) , Madarosis (-) Trichiasis (-) , Madarosis (-)
Palpebra superior Ptosis (-), Edema (+), Tanda
Radang(-)
Ptosis (-) , Edema (-),
Tanda Radang (-)
Palpebra inferior Edema (+) , Tanda Radang (-) Edema (-) , Tanda Radang (-)
Aparat lakrimalis Dalam batas normal Dalam batas normal
Konjungtiva Tarsalis Hiperemis (+), Papil (-), folikel
(-)
Hiperemis (-), Papil (-), folikel
(-)
Konjungtiva Forniks Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Konjungtiva Bulbii Injeksi siliar (+)
Injeksi konjunktiva (+)
Hemoragik subkonjunktiva (-)
Injeksi siliar (-)
Injeksi konjunktiva (-)
Hemoragik subkonjunktiva (-)
Sklera Injeksi (-) , warna putih Injeksi (-), warna putih
Kornea Ulkus di sentral ukuran 4 x 4
mm
Bening
Visus tanpa koreksi - 5/5
Kamera Okuli Anterior Hiperemis (+), 2/3 COA Cukup dalam
Iris Coklat , Rugae (+) Coklat , Rugae (+)
Pupil Sulit dinilai Bening
Lensa Lensa sulit dinilai Bening
Korpus vitreum Sulit dinilai Bening
Fundus : Sulit dinilai
- Media - - Media bening
- Papil optikus - - Papil bulat, batas tegas.
c/d = 0,3-0,4
- Makula - - Refleks fovea (+)
- aa/vv retina - - aa : vv = 2 : 3
Gambar
Diagnosis Kerja : Ulkus kornea sentralis OS ec. Susp Bakteri
Diagnosis Banding : Ulkus kornea sentralis OS ec. Jamur
Pemeriksaan Penunjang : - Pemeriksaan KOH : -
- Pemeriksaan Gram : -
Rencana Terapi :
- LFX ed tiap jam od
- SA ed 3x1 od
- Solnazol ed tiap jam
- EDTA ed 4x1 od
- C. Lyters ed tiap jam od
- Cyprofloxacin 2x500
- Itrakonazol 1x200
- Glaukos 4 x ½ tab
- Resinpar 2x1
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea
Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal sebuah
jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung melingkar pada
persambungan ini disebut sulkus skleralis. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54
mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke
posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda beda, yaitu lapisan epitel (yang
bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran
Descement, dan lapisan endotel. Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea. 1
Gambar 1. Anatomi Kornea
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam, yaitu:2
1. Lapisan epitel
Tebalnya 50 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel basal
berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal didepannya
melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air,
elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membran Bowman
Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Jaringan Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar satu dengan
yang lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang dibagian
perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen
memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit
merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara serat
kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40
µm.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 m.
Endotel melekat pada membran descement melalui hemidosom dan zonula
okluden.
Gambar 2. Potongan Melintang Kornea
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam
stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Bulbus
Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di
daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.2
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa
endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea.2
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh - pembuluh darah limbus, humour aquous,
dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfer.
Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam, avaskularitasnya dan
deturgensinya.1
2.2 Definisi Ulkus Kornea
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan
kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak ditemukan oleh adanya kolagenase
yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang.2
2.3 Epidemiologi
Menurut Suharjo dan Fatah Widodo, penelitian di RS Sardjito, Yogyakarta, terhadap
57 kasus ulkus kornea dengan tingkat keparahan ringan (43,9%), sedang (31,6%), dan berat
(24,7%). Faktor predisposisi terbanyak adalah trauma (68,4%). Gambaran mikroskopik dan
kultur dari hasil scraping didapatkan basil gram – (26,8%), coccus gram – (16,7%), jamur
(13,6%), coccus gram + (7,8%), basil gram + (3%), dan yang tidak terdeteksi (33,4%).
Komplikasi yang terjadi perforasi 6 kasus, desmetocel 2 kasus, dan endopthalmitis 1 kasus.
Keberhasilan terapi yang dinilai dari visus didapatkan visus baik > 6/18 (21,1%), visus
rendah <6/18 (17,5%), buta < 3/60 (33,3%), dan tidak terdeteksi 16 (28,1%).3
2.4 Patofisiologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam
perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan seratnya
tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan anterior
dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu
pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di
kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di
daerah pupil.1
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera
datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan
kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja
sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat
dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel
mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya
infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan
permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.3
Kornea mempunyai banyak serabut saraf, maka kebanyakan lesi pada kornea baik
superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga
diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea dan
menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat
menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan
fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris.1
2.5 Etiologi
a. Infeksi
o Infeksi Bakteri
P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies Moraxella merupakan
penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk sentral. Gejala klinis
yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar bersifat mukopurulen yang
bersifat khas menunjukkan infeksi P aeruginosa.
o Infeksi Jamur
Disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus, Cephalosporium, dan
spesies mikosis fungoides.
o Infeksi Virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk khas
dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah
akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila
mengalami nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster,
variola, vacinia (jarang).
o Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air yang
tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh
acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa
kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi
juga biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air
atau tanah yang tercemar.
b. Noninfeksi
Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik dan
organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi
pengendapan protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi
maka tidak bersifat destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat superfisial
saja. Pada bahan alkali antara lain amonia, cairan pembersih yang
mengandung kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi
penghancuran kolagen kornea.
Radiasi atau suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan
merusak epitel kornea.
Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan vitamin A
dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan ganggun
pemanfaatan oleh tubuh.
Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
Pajanan (exposure)
Neurotropik
c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
Granulomatosa wagener
Rheumathoid arthritis
2.6 Klasifikasi
Ulkus kornea dibagi atas :
1. Ulkus kornea sentral
2. Ulkus kornea perifer
1. Ulkus kornea sentral
Ulkus sentral biasanya merupakan ulkus infeksi akibat kerusakan pada epitel.
Lesi terletak disentral, jauh dari limbus vascular. Hipopion biasanya menyertai ulkus
(tidak selalu). Hipopion adalah pengumpulan sel-sel radang yang tampak sebagai
lapis pucat dibawah kamera anterior dan khas untuk ulkus kornea bakteri dan fungi.
Meskipun hipopion itu steril pada ulkus kornea bakteri, kecuali terjadi robekan pada
membrane descement, pada ulkus fungi lesi ini mungkin mengandung unsur fungus.2,4
Etiologi ulkus kornea sentral biasanya bakteri (pseudomonas, pneumokok,
moraxela liquefaciens, streptokok beta hemolitik, klebsiella pneumoni, e.coli,
proteus), virus (herpes simpleks, herpes zoster), jamur (kandida albican, fusarium
solani, species nokardia, sefalosforium dan aspergillus), acanthamoeba.2,4
Mikroorganisme ini tidak mudah masuk kedalam kornea dengan epitel yang
sehat. Terdapat faktor predisposisi untuk terjadinya ulkus kornea seperti erosi pada
kornea, keratitis neurotropik, pemakaian kortikosteroid atau imunosupresif, pemakai
obat lokal anestesi, pemakai I.D.U, pasien diabetes mellitus dan ketuaan.3
Ulkus kornea sentral biasanya dimulai dengan trauma kecil dari epitel kornea,
seperti tergores oleh pensil atau terkena debu yang kemudian disusul dengan infeksi
sekunder dengan kuman-kuman. Kuman ini dapat berasal dari konjungtiva, sakus.
Oleh karena itu jangan lupa melakukan pemeriksaan bakteriologis dari kerokan
konjungtiva dan isi sakus lakrimal. Juga tes anel, di samping pemeriksaan yang harus
biasa dilakukan pada keratitis. 1
Pada tempat trauma kornea timbul infiltrate, oleh karena pengumpulan dari
wandering cell disertai injeksi perikornea dan injeksi konjungtiva. Penderita
mengeluh kesakitan, disertai pembengkakan dari palpebra. Infiltrat ini cepat
membesardan ulkusnya menjalar kearah permukaan dan kedalam,sehingga ulkus
tergaung bentuknya dan penjalarannya dari sentral ke perifer. 2
a. Ulkus Serpens Akut
Ulkus serpens atau ulkus serpenginosa akut menjalar dengan bentuk
khusus seperti binatang melata pada kornea yang kebanyakan disebabkan oleh
kuman pneumokokkus. Penyakit ini biasa didapatkan pada petani, buruh tambang,
orang-orang dengan hygiene buruk, orang jompo, penderita glaucoma, pecandu
alkohol dan obat bius. Biasanya ulkus ini didahului oleh trauma yang merusak
epitel kornea dan akibat cacat kornea maka mudah terjadi invasi ke dalam
kornea.1,4
Pasien akan merasa nyeri pada mata dan kelopak, silau, lakrimasi, dan
tajam pengelihatan menurun. Pada mata pasien akan terlihat kekeruhan kornea
mulai dari central yang mempunyai ciri khas berupa ulkus yang berbatas lebih
tegas pada sisi-sisi yang paling aktif disertai infiltrat yang berwarna kekuning-
kuningan yang mudah pecah dan menyebabkan pembentukan ulkus.1
Ulkus menyebar di permukaan kornea kemudian merambat lebih dalam
yang dapat diikuti dengan perforasi kornea. Ulkus ini ditandai dengan gejala khas
berupa adanya hipopion yang steril yang terjadi akibat rangsangan toksin kuman
pada badan silier. Pada konjungtiva terdapat tanda-tanda peradangan yang berat
berupa injeksi konjungtiva dan injeksi silier yang berat.1
Ulkus serpenginosa akut diobati dengan antibiotik berspektrum luas dapat
diberikan secara topikal tiap jam atau lebih. Dapat juga diberikan penisilin sebagai
pengobatan tambahan secara subkonjungtiva. Pada keadaan yang mendalam dapat
dilakukan tindakan keratoplasti. Ulkus serpenginosa dapat memberikan penyulit
berupa perforasi kornea dan dapat berlanjut menjadi endoftalmitis dan
panoftalmitis. 1
b. Ulkus kornea pseudomonas aerugenosa
Infeksi pseudomonas merupakan infeksi yang paling sering terjadi dan
paling berat dari infeksi kuman patogen gram negatif pada kornea. Kuman ini
mengeluarkan endotoksin dan sejumlah enzik ekstraseluler.1,4
Diduga bahwa virulensi pseudomonas pada kornea berhubungan erat
dengan produksi intraseluler calcium activated protease yang mampu membuat
kerusakan serat pada stroma kornea. Dahulu zat ini diduga kolagenase, akan tetapi
sekarang disebut sebagai enzim proteoglycanolytic.4
Secara morfologik pseudomonas aerugenosa tidak mungkin dibedakan
dengan basil enterik gram negatif lainnya pada pemeriksaan hapus. Pada
pembiakan pseudomonas akan terdapat 2 bentuk pigmen, piosianin dan fluoresein
yang lebih nyata pada pengocokan tabung pada cairan media. Koloni dalam agar
darah akan berwarna kelabu gelap agak kehijauan. Bau amis yang tajam
dikeuarkan oleh media ini. 1
Lesi ulkus yang disebkan pseudomonas aerugenosa mulai di daerah central
kornea. Ulkus central ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea. 2
c. Keratomikosis
Keratomikosis adalah suatu infeksi kornea oleh jamur. Biasanya dimulai
dengan rudapaksa pada kornea oleh ranting pohon, daun, dan bagian tumbuh-
tumbuhan. Pada masa sekarang infeksi jamur bertambah dengan pesat dan
dianggap sebagai akibat sampingan pemakaian antibiotik dan kortikosteroid yang
tidak tepat. 1,4
Setelah 5 hari rudapaksa atau 3 minggu kemudian pasien akan merasa
sakit hebat pada mata dan silau. Ulkus terlihat menonjol di tengah kornea dan
bercabang-cabang dengan endothelium plaque. Pada kornea terdapat lesi
gambaran satelit dan lipatan descement disertai hipopion. 2
Sebaiknya dilakukan pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10%
terhadap kerokan kornea menunjukkan adanya hifa. Bahkan pada agar Saboraud
dilakukan dengan kerokan pada pinggir ulkus kornea sesudah diberikan obat
anestesikum kemudian dibilas bersih dan dibiak dalam suhu 37o C.4
Keratomikosis diobati dengan antimikosis seperti amfoterisin dan nistatin.
Bila tidak terlihat efek obat mata dapat dilakukan keratoplasti. Penyulit yang dapat
terjadi pada keratomikosis adalah endoftalmitis. 2
d. Ulkus ateromatosis
Ulkus ateromatosis adalah ulkus yang terjadi pada jaringan parut kornea.
Jaringan parut kornea atau sikatrik pada kornea sangat rentan terhadap serangan
infeksi. Ulkus ateromatosis berkembang secara cepat kesegala arah. Pada ulkus
ateromatosis sering terjadi perforasi dan diikuti panoftalmitis.4
Ulkus ateromatosis biasanya terjadi pada orang yang telah menderita
leukoma sebelumnya, dimana mengalami penumpukan garam kalsium. Oleh
karena itu kornea menjadi lemah dan tidak sensitif lagi, inilah yang nanti rentan
menjadi infeksi. Ulkus ini dapat mengakibatkan perforasi dengan cepat dan
setelah itu dapat mengakibatkan panoptalmitis. Keadaan ini dapat diobati dengan
penatalksanaan ulkus secara umum, tetapi jika sudah terjadi kebutaan maka
dilakukan eviserasi.1
Keratoplasty merupakan tindakan yang tepat bila mata dan pengelihatan
masih dapat diselamatkan. Keratoplasty adalah eksisi jaringan kornea dan
menggantinya dengan kornea yang berasal dari donor manusia. Tujuannya adalah
mengganti kornea yang keruh, mengganti kornea yang rusak akibat injury,
inflamasi, perforasi, dan memperbaiki ketidaknormalan kornea. Ada 2 tipe
keratoplasty : 4
a. Keratoplasty Lamellar/Partial-Thickness/Nonpenetrating
Mengangkat, melepaskan, dan mengganti lapisan permukaan kornea
tanpa mengenai COA
b. Keratoplasty Full Thickness/Penetrating
Mengangkat kornea untuk diganti dengan kornea donor sebagian atau
seluruhnya.2
Syarat untuk menjadi donor :
a. Mayat yang meninggal bukan karena :
- Leukemia
- Sepsis
- Infeksi : Hepatitis,HIV/AIDS
- Tumor pada mata
b. Jika akan mendonorkan mata :
- Sebaiknya segera dienukleasi 1 jam post mortal
- 5 jam post mortal jika matanya dikompres es
c. Idealnya transplantasi dilakukan segera setelah kornea diangkat, tetapi dengan
adanya bank mata, kornea donor dapat disimpan lebih lama (24-48 jam) pada
suhu 40C.
d. Jangan melipat kornea selama penyimpanan.
Kontraindikasi dan peringatan :
a. Persepsi dan proyeksi terhadap cahaya harus normal
b. Kemungkinan perbaikan kerusakan kornea dapat tercapai dengan
dilakukannya transplantasi
c. Dapat terjadi reaksi rejeksi dalam 3 minggu atau lebih
d. Proses inflamasi dimulai dari tepian graft menuju bagian tengah
Komplikasi :
a. Perdarahan
b. Dislokasi graft
c. Infeksi
d. Glaukoma post operasi
e. Graft rejection : 10-14 hari post operasi
2. Ulkus kornea perifer
Ulkus perifer merupakan peradangan kornea bagian perifer berbentuk khas
yang biasanya terdapat daerah jernih antara limbus kornea dengan tempat
kelainannya. Diduga dasar kelainannya adalah suatu reaksi hipersensitifitas terhadap
eksotoksin bakteri. Ulkus yang terutama terdapat pada bagian perifer kornea, biasanya
terjadi akibat alergi, toksik, infeksi dan penyakit kolagen vascular. Biasanya bersifat
rekuren, dengan kemungkinan terdapatnya Streptococcus pneumoniae, Hemophillus
aegepty, Moraxella lacunata dan Esrichia. 1,4
Penglihatan pasien dengan ulkus perifer akan menurun disertai rasa sakit,
fotofobia dan lakrimasi. Terdapat pada satu mata blefarospasme, injeksi konjungtiva,
infiltrate atau ulkus yang memanjang dan dangkal. Terdapat unilateral dapat tunggal
atau multiple dan daerah yang jernih antara kelainan ini dengan limbus kornea.
Kebanyakan ulkus kornea perifer bersifat jinak namun sangat sakit. Ulkus ini
timbul akibat konjungtivitis bakteri akut atau menahun, khususnya
blefarokonjungtivitis stafilokok dan lebih jarang konjungtivitis koch-weeks
(Haemophhilus aegyptius). Namun ulkus-ulkus ini bukan merupakan proses infeksi
dan kerokan tak mengandung bakteri penyebab. Ulkus timbul akibat sensitisasi
terhadap produk bakteri, antibody dari pembuluh limbus bereaksi dengan antigen
yang telah berdifusi melalui epitel kornea.2
Ulkus kornea perifer antara lain berupa: 2,4
a. Ulkus dan infiltrate marginal
Ulkus marginal merupakan peradangan kornea bagian perifer berbentuk
khas yang biasanya terdapat daerah jernih antara limbus kornea dengan tempat
kelainannya. Sumbu memenjang daerah peradangan biasanya sejajar dengan
limbus kornea. Diduga dasar kelainanya adalah suatu reaksi hipersensitivitas
terhadap eksotoksin stafilokokkus. Penyakit infeksi lokal dapat menyebabkan
keratitis kataral atau keratitis marginal ini. Keratitis marginal kataral biasanya
pada pasien setengah umur dengan adanya blefarokonjungtivitis.
Ulkus yang terdapat terutama dibagian perifer kornea, yang biasanya
terjadi akibat alergi, toksik, infeksi, dan penyakit kolagen vaskuler. Ulkus
marginal merupakan ulkus kornea yang didapatkan pada orang tua yang sering
dihubungkan dengan reumatik dan debilitas. Hampir 50% kelainan ini
berhubungan dengan infeksi stafilokokkus. Ulkus marginal dapat juga terjadi
bersama-sama dengan radang konjungtiva yang disebabkan oleh Moraxella, basil
Koch Weeks atau proteus vulgaris. Pada beberapa keadaan dihubungkan dengan
alergi terhadap makanan.
Perjalanan penyakit ini berubah-ubah, dapat sembuh dengan cepat atau
dapat pula timbul/ kambuh dalam waktu singkat. Pada kerokan dan biakan yang
diambil dari ulkus biasanya terdapat bakteri. Biasanya bersifat rekuren, dengan
kemingkinan terdapatnya Streptococcus pneumonie, Hemophilus aegepty,
Moraxella lacunata, dan Esrichia.
Infiltrat dan ulkus yang terlihat diduga merupakan timbunan kompleks
antigen antibodi. Secara histopatologik terlihat sebagai ulkus atau abses yang
epitelial atau subepitelial. Konjungtivitis angular disebabkan oleh Moraxella
(diplobasil), menghasilkan bahan-bahan proteolitik yang mengakibatkan defek
epitel.
Pengelihatan pasien dengan ulkus marginal akan menurun disertai dengan
rasa sakit, fotofobia, dan lakrimasi. Terdapat pada satu mata blefarospasme,
injeksi konjungtiva, infiltrat atau ulkus yang memanjang dan dangkal. Terdapat
unilateral dapat tunggal atau multipel dan daerah jernih antara kelainan ini dengan
limbus kornea, dapat terbentuk neovaskularisasi dari arah limbus.
Pengobatan ulkus marginal ini adalah antibiotik dengan steroid lokal dapat
diberikan sesudah kemungkinan infeksi virus herpes simpleks disingkirkan.
Pemberian steroid sebaiknya dalam waktu yang singkat dan disertai dengan
pemberian vitamin B dan C dosis tinggi.
b. Ulkus Mooren
Ulkus Mooren adalah suatu ulkus menahun superfisial yang dimulai dari
tepi kornea dengan bagian tepinya bergaung dan berjalan progresif tanpa
kecenderungan perforasi. Lambat laun ulkus ini mengenai seluruh kornea.
Penyebab ulkus Mooren sampai sekarang belum diketahui. Banyak teori
yang diajukan dan diduga penyebabnya hipersensitivitas terhadap protein
tuberkulosis, virus, autoimun, dan alergi terhadap toksin ankilostoma.
Merupakan ulkus kornea yamg idiopatik unilateral ataupun bilateral. Pada
usia lanjut biasanya unilateral dengan rasa sakit dan merah. Penyakit ini lebih
sering terdapat pada wanita usia pertengahan.
Ulkus ini menghancurkan membran Bowman dan stroma kornea.
Neovaskularisasi tidak terlihat pada bagian yang sedang aktif, bila kronik akan
terlihat jaringan parut dengan jaringan vaskularisasi. Jarang terjadi perforasi
maupun hipopion. Pasien terlihat sakit berat dan 25% mengalami bilateral. Proses
yang terjadi mungkin kematian sel yang disusul dengan pengeluaran kolagenase.
Di klinis dikenal 2 bentuk, yaitu:
Pasien tua terutama laki-laki, 75% unilateral dengan rasa sakit yang tidak
berat, prognosis sedang dan jarang terjadi perforasi.
Pasien muda laki-laki, 75% binokular, dengan rasa sakit dan berjalan
progresif. Prognosis buruk, 1/3 kasus terjadi perforasi kornea.
Banyak pengobatan yang dicoba seperti steroid, antibiotik, anti virus, anti
jamur, kolagenase inhibitor, heparin, dan pembedahan keratektomi, lameler
keratoplasti, dan eksisi konjungtiva. Semua cara pengobatan biasanya belum
memberi hasil yang memuaskan. 1.2
2.7 Manifestasi Klinis
Gejala Subjektif
Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
Sekret mukopurulen
Merasa ada benda asing di mata
Pandangan kabur
Mata berair
Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
Fotofobia
Nyeri
Gejala Objektif
Injeksi siliar
Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
Hipopion
2.8 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium. Anamnesis
pasien penting pada penyakit kornea. Sering dapat diungkapkan adanya riwayat trauma,
benda asing, abrasi. Adanya riwayat penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya keratitis
akibat infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat
pemakaian obat topikal oleh pasien seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi
penyakit bakteri, fungi, virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi
imunosupresi akibat penyakit sistemik, seperti: diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi
imunosupresi khusus.1
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
Ketajaman penglihatan
Tes refraksi
Tes air mata
Pemeriksaan slit-lamp
Keratometri (pengukuran kornea)
Respon reflek pupil
Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.
Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura dari
dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram atau
Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan
periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar
ekstrak maltosa.
2.9 Penatalaksanaan
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis mata
agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan pada ulkus kornea
tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung antibiotik, anti virus,
anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi peradangan dengann steroid. Pasien dirawat
bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat
dan perlunya obat sistemik.3
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Lesi kornea
sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik - baiknya. Konjungtuvitis, dakriosistitis
harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain
harus segera dihilangkan.
Infeksi pada mata harus diberikan :
Sulfas atropine sebagai salap atau larutan,
Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.
Efek kerja sulfas atropine :
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi sehingga mata
dalan keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis
sehinggga sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah pembentukan
sinekia posterior yang baru
Skopolamin sebagai midriatika.
Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau tetrakain tetapi
jangan sering-sering.
Antibiotik
Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum luas
diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus
sebaiknya tidak diberikan salap mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga
dapat menimbulkan erosi kornea kembali.
Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat komersial yang
tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa dibagi :
1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal amphotericin B 1, 2, 5 mg
/ ml, Thiomerosal 10 mg / ml, Natamycin > 10 mg / ml, golongan Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal, Natamicin, Imidazol
3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai jenis anti biotic
Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid lokal untuk
mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum luas untuk infeksi sekunder analgetik
bila terdapat indikasi.
Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA, interferon inducer. 1,2
Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat
menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan media yang baik terhadap
perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban memang diperlukan pada ulkus yang bersih
tanpa sekret guna mengurangi rangsangan.
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan sulfas
atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan melakukan gerakan-
gerakan. Bila perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya baru saja, maka dapat dilakukan
:
Iridektomi dari iris yang prolaps
Iris reposisi
Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak berhasil.
Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu penglihatan, kekeruhan kornea
yang menyebabkan kemunduran tajam penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :
1. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
2. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
3. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.
Manajemen Ulkus Kornea di Pusat Pelayanan Kesehatan Primer, Sekunder, dan
Tersier
(World Health Organization Regional Office for South East Asia, 2004)
1. Manajemen di Pusat Layanan Primer
a. Anamnesis dan pemeriksaaan dilakukan pada pasien untuk menilai:
Apakah terdapat riwayat trauma kornea superfisial
Apakah terdapat abrasi kornea pada pemeriksaan
b. Tatalaksana:
Chloramphenicol eye ointment (0,5-1%) 3x/hari sekurang-kurangnya dalam waktu
tiga hari
Jangan gunakan obat-obatan yang mengandung steroid
Jangan gunakan obat-obatan tradisional
c. Rujuk pada dokter spesialis mata apabila:
Mata merah dan terasa nyeri yang tidak hilang dalam waktu tiga hari
Terdapat bercak putik pada kornea dan mata merah (ulkus kornea)
Jangan pernah menunda untuk merujuk pasien ke dokter spesialis mata apabila
pasien didiagnosis mengalami ulkus kornea
Abrasi Kornea
Ulkus Kornea
2. Manajemen di Pusat Layanan Sekunder
a. Anamnesis dan pemeriksaan:
Dilakukan untuk menilai apakah terdapat gambaran klinis yang spesifik pada ulkus
kornea pasien
Gambaran Ulkus Bakteri Gambaran Ulkus Jamur
Riwayat trauma kornea atau
memakai lensa kontak.
Nyeri, merah, berair, penurunan
visus.
Udem palpebra (biasanya terjadi
pada ulkus kornea Gonococcus),
sekret yang purulen pada ulkus
kornea Gonococcus, sekret hijau
kebiruan pada ulkus kornea
Pseudomonas.
Bentuk ulkus bulat atau oval,
terdapat pada daerah sentral atau
parasentral dari kornea. Hipopion
dapat terbentuk atau tidak.
Ulkus yang disebabkan oleh
Moxarella dan Nocardia bersifat
slowly progressive pada pasien
immunocompromise.
Ulkus Pseudomonas berkembang
dalam waktu yang singkat dan
Riwayat trauma kornea akibat
tanam-tanaman.
Suspek ulkus jamur apabila
pekerjaan utama pasien adalah
bertani
Nyeri dan merah, sama seperti pada
ulkus bakteri. Tapi udem palpebra
minimal walaupun pada kasus yang
berat.
Ulkus jamur tahap awal berbentuk
seperti dendrit pada ulkus oleh virus
herpes simpleks. Feathery border
pada ulkus adalah gambaran
patognomonis. Adanya satellite
lesions, immune ring, danunleveled
hypopyon dapat membantu untuk
menegakan diagnosis.
Permukaan ulkus menonjol dengan
infiltrat yang berwarna putih keabu-
abuan.
progresif. Jika tidak ditangani
segera, ulkus akan perforasi dalam
waktu 2-3 hari.
Ulkus oleh jamur yang berpigmen
akan berwarna coklat atau hitam;
menonjol, kering, kasar pada
permukaan kornea.
d. Pemeriksaan laboratorium:
Lakukan corneal smear untuk pemeriksaan jamur (fungal hyphae)
e. Anjuran rawat:
Jika ada ancaman terhadap visus atau fungsi penglihatan
Agar pengobatan adekuat
Mempermudah follow up pasien
Treatment Guidelines:
No Fungal Hyphae Seen on Smear Fungal Hyphae Seen on Smear
Cafazolin 5% andGentamycin 1.4% drops hourly
Natamycin 5% drops hourlyalone (no antibiotics)
Ciprofloxacin may be used instead of gentamycin If hourly drops is not possible, then a sub-
conjunctival injection can be considered.
or Amphotericin 0.15% dropshourly
Treatmet frequency, duration and follow up:
No Fungal Hyphae Seen on Smear Fungal Hyphae Seen on Smear
Daily examination until the ulcer starts improving
Examination every 2 days until the ulcer starts improving
Then gradually reduce the frequency of drops and follow up over 2 weeks
Then continue drops at least 3 hourly for at least 2 weeks after healing of the ulcer
f. Rujuk pasien apabila:
Tidak ada perubahan setelah 3 hari pengobatan (pada ulkus yang tidak ditemui
hifa pada pemeriksaan smear).
Tidak ada perubahan setelah 7 hari pengobatan (pada ulkus yang ditemukan hifa
pada pemeriksaan smear)
g. Terapi tambahan (adjunctive therapy):
Sikloplegik, analgetik, obat-obat anti glaukoma jika dibutuhkan
Jangan gunakan obat-obatan yang mengandung steroid
Tanyakan apakah pasien menderita diabetes mellitus, yang dapat menjadi faktor
risiko terjadinya ulkus kornea
Algoritma manajemen di pusat pelayanan sekunder
Yes
No
No Yes
No improvement No improvementuntil 3 days until 7 days
Ulcer in an only eyesThe Patient is a childImpending or actual perforation
Refer to tertiary center immediately
Fungal hyphae seen
Perform KOH smear and other fungal stain
Examination every 2 days until improvement
Daily examination until improvement
Cefazolin 5% and Gentamycin 1,4% drops
Refer to tertiary ophthalmic
Natamycin 5% or Amphotericin 0,15% drops
Early and Late Bacterial Ulcer
Early and Late Fungal Ulcer
3. Manajemen di Pusat Layanan Tersier
a. Anamnesis dan pemeriksaan:
Gunakan form standar (Corneal Ulcer Patient Proforma)
b. Pemeriksaan Laboratorium:
Lakukan pemeriksaan fungal stain (KOH) dan gram stain
c. Anjuran rawat:
Jika ada ancaman gangguan fungsi penglihatan atau visus
Jika pasien anak – anak
Agar pengobatan adekuat
Mempermudah follow up pasien
Treatment Guidelines:
Smear not possible
No organism seen on smear
Gram positive
bacteria seen
Gram negative
bacteria seen
Fungal hyphae seen
Cefazolin 5% andGentamycin 1,4% drops hourly
Natamycin 5%Drops hourly
Ciprofloxacin may be used instead of gentamycin If hourly drops is not possible, then a sub-conjunctival
injection can be considered
or Amphotericin 0,15% drops
hourly
Treatment frequency, duration, and follow up:
Smear not possible
No organism seen on smear
Gram positive
bacteria seen
Gram negative
bacteria seen
Fungal hyphae seen
Daily examination until the ulcer is improving
Examination every 2 days until the ulcer
starts improvingThen gradually reduce frequency of dropsFollow up over 2 weeks
Then continue drops at least 3
hourly for at least 2 weeks
after healing the ulcers
d. Terapi tambahan (adjunctive therapy)
Sikloplegik, analgetik, obat-obat anti glaukoma jika diperlukan
Algoritma manajemen di pusat pelayanan tersier
No
Yes
No
Yes
No
Yes
Yes
Tindakan Pembedahan dalamTatalaksana Ulkus Kornea
Prosedur-prosedur pembedahan yang dilakukan:
1. Debridement / superficial keratectomy
Tindakan pembedahan untuk membuang epitel kornea tanpa mencederai basement
membrane dari kornea tersebut. Indikasi: keratitis herpes simpleks, erosi kornea rekuren,
untuk mendiagnosis keratitis infeksi superfisial
2. Superficial keratectomy
Culture Stop antibiotic for 24-48 hours and reculture; corneal biopsy in severe
No Growth
Organisms susceptible to
Change antibiotic to cover organism
involved
Add specific media for
bacteria, fungi, or
Inadequate
72 hours of therapy Growth
of
Wait for 72 hours of treatment
Treat spesifically
Consider surgical option
Increase to hourly
Repeat subconjunc.
injection and or
Supplement drops with subconjunc. inj. and consider systemic
antibiotics treat the
Non-compliace Host immunocompromise
Tindakan pembedahan untuk membuang epitel kornea termasuk membran bowman dan
stroma anterior dari kornea yang sakit. Indikasi: biopsi pada non-healing corneal ulcer,
dan debulking infective material.
3. Conjunctival flap
Indikasi: non-healing superficial ulcer, dan ulkus kornea perifer dengan descementocele
atau perforasi kecil.
4. Patch graft
Indikasi: descementocele atau perforasi kecil.
5. Penetrating keratoplasty
Indikasi: non-healing corneal ulcer dengan berbagai tindakan pengobatan yang telah
dilakukan, dan impending atau actual perforation.
2.10 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis
Prolaps iris
Sikatrik kornea
Katarak
Glaukoma sekunder
2.11 Prognosis
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya
mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi
yang timbul.Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena
jaringan kornea bersifat avaskular.Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat
pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih
buruk.Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat.Dalam
hal ini, apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika,
maka dapat menimbulkan resistensi.
BAB IV
DISKUSI
Pada saat masuk ke bangsal mata, pasien datang dengan pandangan mata yang
terhalang, mata merah, perih, berair serta disertai nyeri. Setelah dilakukan pemeriksaan,
pasien didiagnosis menderita ulkus kornea dextra ec Susp bakterial. Dilihat dari gejala
klinisnya dan anamnesis terhadap pasien, diagnosa ulkus bisa ditegakkan.
Menurut teori,ulkus kornea central Infeksi pseudomonas merupakan infeksi yang
paling sering terjadi dan paling berat dari infeksi kuman patogen gram negatif pada kornea.
Kuman ini mengeluarkan endotoksin dan sejumlah enzik ekstraseluler.
Diduga bahwa virulensi pseudomonas pada kornea berhubungan erat dengan produksi
intraseluler calcium activated protease yang mampu membuat kerusakan serat pada stroma
kornea.
Pengobatan yang diberikan kepada pasien adalah LFX ed tiap jam od, SA ed 3x1 od,
Solnazol ed tiap jam, EDTA ed 4x1 od, C. Lyters ed tiap jam od, Glaukos 4 x ½ tab, Resinpar
2x1, Cyprofloxacin 2x500, Itrakonazol 1x200.
Keratoplasti merupakan tindakan yang tepat bila mata dan penglihatan masih dapat
diselamatkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan dkk. 2000. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika
2. Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: FKUI
3. Suharjo, Fatah Widodo. 2007. Tingkat keparahan Ulkus Kornea di RS Sarjito Sebagai
Tempat Pelayanan Mata Tertier. Dikutip dari www.tempo.co.id
4. Wijaya, Nana. 1989. Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-4
5. WHO. 2004. Guidelines for the Management of Corneal Ulcer at Primary, Secondary,
and Tertiary Care health facilities in the South-East Asia Region.