24
LAPORAN KASUS PITYRIASIS ALBA Pembimbing: dr. Sofwan S. Rahman, Sp.KK Disusun Oleh: Lidwina Cindy Chandra (2013-061-035) KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

Case Pityriasis Alba

Embed Size (px)

DESCRIPTION

presentasi kulit

Citation preview

LAPORAN KASUS

PITYRIASIS ALBA

Pembimbing:dr. Sofwan S. Rahman, Sp.KK

Disusun Oleh:

Lidwina Cindy Chandra

(2013-061-035)

KEPANITERAAN KLINIK

ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIKA ATMA JAYA JAKARTARUMAH SAKIT R. SYAMSUDIN, S.H.1 DESEMBER 2014 9 JANUARI 2015

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1. Identifikasi Pasien

Nama: An. S

Jenis Kelamin: Perempuan

Umur: 9 tahun

Alamat: Jl. Ciaul Pasir RT/RW 002/009, Subangjaya, Cikole,

Sukabumi

Suku: Sunda

Agama: Islam

Tanggal Pemeriksaan: 3 Desember 2014

1.2. Anamnesis

Diperoleh secara autoanamnesis dan alloanamnesis (dengan ibu pasien) pada tanggal 3 Desember 2014, pukul 08.40 WIB.

A. Keluhan Utama

Pasien datang dengan keluhan terdapat bercak berwarna lebih muda (berwarna putih) daripada kulit sekitarnya pada pipi kiri dan kanan yang semakin meluas sejak 5 bulan yang lalu.

B. Keluhan Tambahan

-

C. Riwayat Perjalanan Penyakit

Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Syamsudin, SH dengan keluhan terdapat bercak berwarna lebih muda (berwarna putih) daripada kulit sekitarnya pada pipi kiri dan kanan yang semakin meluas sejak 5 bulan yang lalu.

Bercak berwarna lebih muda pada kedua pipi tersebut muncul sejak 3 tahun yang lalu. Bercak muncul pertama kali pada pipi kiri dan kanan secara bersamaan berwarna lebih muda dari warna kulit sekitarnya, awalnya berwarna merah muda dengan ukuran sebesar uang 1 x 1 cm. Bercak tersebut kemudian bertambah besar, namun menjadi lebih berwarna putih sejak 2 tahun yang lalu. Bercak tersebut tidak terdapat pada bagian tubuh lainnya, hanya pada kedua pipi. Keluhan gatal, nyeri, dan panas pada bercak disangkal oleh pasien. Oleh karena, bercak dirasakan makin meluas, maka pasien mengobatinya dengan salep Nosib saat 5 bulan yang lalu, namun hanya dioleskan 1 kali saja karena setelah dioleskan salep tersebut pasien merasa panas, nyeri, dan kulit terkelupas. Kemudian, 1 minggu yang lalu pasien menggunakan Betadine sebanyak 2 kali dan bercak menjadi nyeri dan agak kemerahan.

Pasien mengaku memiliki kebiasan suka menggunakan kosmetik sejak 4 tahun yang lalu. Pasien seringkali tidak mencuci muka setelah menggunakan kosmetik. Pasien juga memiliki kebiasaan jarang cuci muka, biasanya hanya 1 kali sehari, dengan menggunakan air dingin.

Pasien memiliki stigmata atopik, yakni rhinitis alergi. Tetapi stigmata atopik lainnya, seperti asma, Hay fever, konjungtivitis alergi, alergi makanan, serta alergi obat disangkal oleh pasien dan pasien mengaku tidak menderita penyakit sistemik apapun. Sebelumnya pasien tidak pernah menderita penyakit kulit seperti yang dialami pasien sekarang.

Di keluarga pasien juga tidak ada yang menderita penyakit kulit serupa dengan pasien, tetapi nenek pasien juga memiliki stigmata atopik, yaitu rhinitis alergi dan asma.

1.3. Pemeriksaan

A. Pemeriksaan Generalis

Keadaan umum: Tampak tenang

Kesadaran: Compos mentis

Laju nadi: 80 x/menit

Laju napas: 20 x/menit

Suhu: Afebris

Status internus: Dalam batas normal

B. Pemeriksaan Dermatologik

Regio / Letak Lesi

Buccal dextra

Efloresensi

Primer : makula hipopigmentasi

Sekunder : -

Sifat UKK

Ukuran : 3 x 1 cm

Susunan / bentuk : tidak teratur

Penyebaran dan lokalisasi : simetris dan regional (loklisata)

Regio / Letak Lesi

Buccal sinistra

Efloresensi

Primer : makula hipopigmentasi

Sekunder : -

Sifat UKK

Ukuran : 3 x 1 cm

Susunan / bentuk : tidak teratur

Penyebaran dan lokalisasi : simetris dan regional (lokalisata)

C. Pemeriksaan Anjuran (Penunjang)

Pemeriksaan KOH 10%

Sampel kulit diambil dengan menggunakan skalpel pada lesi kulit. Hasil kerokan diletakkan pada kaca objek, kemudian diteteskan dengan 1-2 tetes larutan kalium hidroksida (KOH) 10%. Kemudian, larutan KOH akan melarutkan sel kulit, tetapi sel fungi tidak ikut terlarut. Biasanya memakan waktu 15-20 menit, maka untuk mempercepat pelarutan dapat dilakukan pemanasan sediaan basah di atas api kecil. Sel fungi dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop. Dapat pula digunakan pewarnaan, seperti tinta Parker superchroom blue black untuk mempermudah melihat sel-sel fungi.

Interpretasi Hasil

Normal: Tidak terlihat adanya sel fungi pada sampel kulit.

Abnormal: Terlihat adanya sel fungi pada sampel kulit, yakni akan

didapatkan hifa dan blastopor dengan gambaran

spaghetti and meatballs, yakni hifa pendek dan spora

bulat yang berkelompok, seperti pada penyakit pityriasis

versicolor.

Pemeriksaan lampu Wood

Kulit maupun rambut yang akan diperiksa harus dalam keadaan bebas dari obat maupun kosmetik apapun yang dapat menyebabkan hasil positif palsu. Pemeriksaan dilakukan di ruang kedap cahaya agar perbedaan warna lebih kontras. Jarak lampu Wood dengan lesi yang akan diperiksa 10-15 cm. Lampu Wood diarahkan ke bagian lesi dengan pendaran paling besar atau paling jelas.

Interpretasi Hasil

Infeksi jamur: Tinea capitis: fluoresensi kehijauan

Pityriasis versicolor: fluoresensi kuning keemasan

Infeksi bakteri: Eritrasma, acne vulgaris: pink coral

Psedomonas pyocyanea: hijau kekuningan

Parasit: Skabies: solutio fluoresensi mengisi terowongan (

burrows) dan dapat terlihat dengan lampu Wood

Gangguan pigmen: Vitiligo: accentuated, pigmen dermis menjadi

terlihat kurang jelas

1.4. Resume Kasus

Pasien anak perempuan berusia 9 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Syamsudin, SH dengan keluhan terdapat bercak berwarna lebih muda (berwarna putih) daripada kulit sekitarnya pada pipi kiri dan kanan yang semakin meluas sejak 5 bulan yang lalu.

Bercak berwarna lebih muda pada kedua pipi tersebut muncul sejak 3 tahun yang lalu. Bercak muncul pertama kali pada pipi kiri dan kanan secara bersamaan berwarna lebih muda dari warna kulit sekitarnya, awalnya berwarna merah muda dengan ukuran sebesar uang 1 x 1 cm. Bercak tersebut kemudian bertambah besar, namun menjadi lebih berwarna putih sejak 2 tahun yang lalu. Bercak tersebut tidak terdapat pada bagian tubuh lainnya, hanya pada kedua pipi. Keluhan gatal, nyeri, dan panas pada bercak disangkal oleh pasien. Oleh karena, bercak dirasakan makin meluas, maka pasien mengobatinya dengan salep Nosib saat 5 bulan yang lalu, namun hanya dioleskan 1 kali saja karena setelah dioleskan salep tersebut pasien merasa panas, nyeri, dan kulit terkelupas. Kemudian, 1 minggu yang lalu pasien menggunakan Betadine sebanyak 2 kali dan bercak menjadi nyeri dan agak kemerahan.

Pasien mengaku memiliki kebiasan suka menggunakan kosmetik sejak 4 tahun yang lalu. Pasien seringkali tidak mencuci muka setelah menggunakan kosmetik. Pasien juga memiliki kebiasaan jarang cuci muka, biasanya hanya 1 kali sehari, dengan menggunakan air dingin.

Pasien memiiliki stigmata atopik, yakni rhinitis alergi. Tetapi stigmata atopik lainnya, seperti asma, Hay fever, konjungtivitis alergi, alergi makanan, serta alergi obat disangkal oleh pasien dan pasien mengaku tidak menderita penyakit sistemik apapun. Sebelumnya pasien tidak pernah menderita penyakit kulit seperti yang dialami pasien sekarang. Di keluarga pasien juga tidak ada yang menderita penyakit kulit serupa dengan pasien, tetapi nenek pasien juga memiliki stigmata atopik, yaitu rhinitis alergi dan asma.

Pada pemeriksaan kulit didapatkan lesi pada daerah 1/3 distal ekstremitas bawah anterior sinistradengan efloresensi primer berupa makula hipopigmentasi, efloresensi sekunder tidak ada, ukuran lesi 3 x 1 cm, susunan/bentuknya tidak teratur, dan penyebaran lesi simetris dan regional (lokalisata).

Pada pemeriksaan kulit didapatkan lesi pada daerah 1/3 distal ekstremitas bawah anterior sinistradengan efloresensi primer berupa makula hipopigmentasi, efloresensi sekunder tidak ada, ukuran lesi 3 x 1 cm, susunan/bentuknya tidak teratur, dan penyebaran lesi simetris dan regional (lokalisata).

1.5. Diagnosis

A. Diagnosis Banding

Pityriasis versicolor

Vitiligo

B. Diagnosis Kerja

Pityriasis alba

1.6. Tatalaksana

Tatalaksana Umum

Memberikan edukasi kepada .pasien mengenai penyakit seperti :

Menjelaskan agar pasien mengurangi frekuensi paparan terhadap sinar matahari.

Pasien dapat mengatasi paparan sinar matahari dengan cara menggunakan krim sunblock.

Mencuci muka setelah menggunakan kosmetik pada wajah.

Mencuci muka/mandi dengan menggunakan air yang temperaturnya tidak terlalu panas.

Menjelaskan bahwa penyakit akan sembuh dengan spontan setelah beberapa bulan hingga beberapa tahun.

Tatalaksana Khusus (Farmakologi)

Topikal

Salep Hidrokortison 1%.

1.7. Prognosis

Quo ad vitam: Bonam.

Quo ad functionam: Bonam.

Quo ad sanationam: Dubia ad bonam.

BAB II

ANALISIS KASUS

2.1. Analisis Diagnosis Kerja

PITYRIASIS ALBA

KASUS

TEORI

Epidemiologi

Pasien anak perempuan, 9 tahun.

Bertempat tinggal di Sukabumi, Indonesia.

Pasien berkulit agak gelap.

Biasanya terjadi pada populasi anak-anak, 90% pada anak-anak berusia 3-16 tahun. Tetapi, populasi dewasa juga dapat menderita penyakit tesebut.

Tidak terdapat predileksi laki-laki atau perempuan.

Biasanya pada populasi negara beriklim tropis. Tetapi, terdapat argumen lainnya bahwa dapat disebabkan oleh udara yang dingin sehingga kulit menjadi kering.

Sering terjadi pada populasi berkulit lebih gelap.

Etiologi dan Faktor Risiko

Pasien memiliki riwayat rhinitis alergi sejak 4 tahun yang lalu.

Nenek pasien memiliki riwayat rhinitis alergi dan asma.

Pasien memiliki kebiasaan menggunakan kosmetik tanpa mencuci muka setelah menggunakan kosmetik.

Pasien biasanya hanya mencuci muka 1 kali sehari dengan air dingin.

Etiologi pasti tidak diketahui.

Biasanya pasien memiliki riwayat stigmata atopik.

Dapat didahului proses inflamasi/iritasi akibat dermatitis atopik.

Paparan sinar matahari yang tinggi dan sering mencuci muka.

Manifestasi Klinis

Keluhan gatal, nyeri, dan panas disangkal oleh pasien.

Seringkali asimptomatik, tetapi pada beberapa pasien juga dapat mengalami keluhan, seperti gatal dan panas seperti rasa terbakar.

Lokasi Predileksi

Letak lesi pada pipi kiri dan kanan.

Lesi simetris.

Pada anak-anak, biasanya letak lesi pada wajah (pipi) (50-60%), leher, lengan atas, tungkai, dan badan. Lesi dapat simetris. Sedangkan, pada dewasa biasanya letak lesi dapat dimana saja di seluruh tubuh, tapi biasanya sering pada batang tubuh bawah dan distribusinya simetris.

Karakteristik Lesi

Regio / letak lesi: Buccal dextra, efloresensi primer: makula hipopigmentasi, efloresensi sekunder: tidak ada, ukuran lesi: 3 x 1 cm, susunan / bentuk: tidak teratur, batas: tegas, penyebaran dan lokalisasi: simetris dan regional (lokalisata).

Regio / letak lesi: Buccal sinistra, efloresensi primer: makula hipopigmentasi, efloresensi sekunder: tidak ada, ukuran lesi: 3 x 1 cm, susunan / bentuk: tidak teratur, batas: tegas, penyebaran dan lokalisasi: simetris dan regional (lokalisata).

Lesi berupa patch berwarna merah muda, batas menjadi tidak jelas setelah beberapa minggu menjadi bintik yang pucat disertai dengan skuama halus berwarna putih. Kemudian, lesi berkembang menjadi makula hipopigmentasi tanpa skuama, biasanya berbentuk bulat, oval, atau iregular yang umumnya menetap beberapa bulan hingga beberapa tahun.

Lesi biasanya multipel 4 sampai 20 dengan diameter antara - 2 cm.

Pemeriksaan Laboratorik

Pemeriksaan KOH 10% tidak dilakukan.

Pemeriksaan lampu Wood tidak dilakukan.

Pemeriksaan KOH 10% dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding yaitu pityriasis versicolor, dimana pada pityriasis versicolor didapatkan hifa dan blastopor memiliki gambaran spaghetti and meatballs.

Pemeriksaan lampu Wood untuk menyingkirkan diagnosis banding, yaitu:

Pityriasis versicolor: fluoresensi kuning keemasan.

Vitiligo: makula amelanotik tampak puith berkilau.

2.2. Analisis Diagnosis Banding

1. Pityriasis versicolor

Pityriasis versicolor merupakan kelainan kulit akibat infeksi mikosis superfisial yaitu Malassezia sp., dimana M. globosa dan M. sympodialis paling sering ditemukan pada skuama lesi. Pityriasis versicolor sering menyerang dewasa muda, dimana prevalensi meningkat pada populasi yang tinggal di daerah beriklim tropis dan kelembaban tinggi.

Faktor risiko pityriasis versicolor, antara lain pada usia dewasa muda, faktor genetik, memiliki penyakit kronik, penggunaan obat antikoagulan oral atau steroid sistemik, malnutrisi, serta faktor lingkungan beriklim tropis dan kelembaban tinggi.

Biasanya keluhan asimptomatik, sehingga terkadang penderita tidak mengetahui bahwa sedang menderita penyakit tersebut. Kadang-kadang penderita juga dapat merasakan gatal ringan terutama saat berkeringat, yang merupakan alasan pasien datang berobat.

Karakteristik pityriasis versicolor yaitu terdapat makula disertai skuama, hipopigmentasi (pada kulit yang lebih terang), merah muda (salmon-colored), atau hiperpigmentasi (pada kulit berwarna lebih gelap). Makula pada pityriasis versicolor juga dapat berwarna merah atau hitam. Batas jelas sampai difus dan bentuk regular sampai iregular.

Lokasi predileksi lesi, antara lain ekstremitas, dada, punggung, dan bahu (paling sering pada dada dan punggung). Sedangkan lokasi lesi yang atipikal, meliputi aksila, penis, perineal, dan bokong. Tetapi, pada iklim tropis, lesi dapat ditemukan di daerah wajah.

Bila dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan kalium hidroksida (KOH) 10% pada skuama lesi akan didapatkan hifa dan blastopor dengan gambaran spaghetti and meatballs, yakni hifa pendek dan spora bulat yang berkelompok. Bila dilihat dengan lampu Wood, bercak-bercak pada pityriasis versicolor akan berfluoresensi kuning keemasan.

Pada kasus, pasien anak perempuan, berusia 9 tahun. Riwayat penyakit kulit serupa dalam keluarga, penggunaan obat antikoagulan oral atau kortikosteroid sistemik, serta sedang menderita penyakit kronis disangkal oleh pasien. Pasien tidak mengalami keluhan apapun. Keluhan gatal, nyeri, dan panas disangkal oleh pasien. Lesi berupa makula hipopigmentasi tanpa skuama pada wajah yakni buccal kiri dan kanan (lesi simetris). Pemeriksaan KOH 10% dan lampu Wood tidak dilakukan pada pasien ini.

2. Vitiligo

Vitiligo merupakan kelainan kulit yang diakibatkan oleh kehilangan melanosit pada epidermis akibat proses autoimmune. Onset terjadinya vitiligo biasanya pada masa anak-anak, dengan onset puncak 10-30 tahun, tetapi juga dapat timbul pada usia berapapun.

Biasanya berkaitan dengan penyakit autoimmune lainnya, seperti tiroiditis Hashimoto, penyakit Grave, kelainan endokrinopati (penyakit Addison dan diabetes mellitus), alopecia areata, anemia pernisiosa, systemic lupus erithematosus (SLE), inflammatory bowel disease (IBD), rheumatoid arthritis, psoriasis, dan autoimmune polygrandular syndrome.

Karakteristik lesi vitiligo yakni terdapat satu atau beberapa makula amelanotik atau makula hipomelanotik yang berwarna putih seperti kapur atau susu, berberntuk bulat atau oval, dengan diameter beberapa millimeter sampai beberapa sentimeter, biasanya berbatas tegas dengan warna yang sama seperti warna kulit normal, dan batasnya berbentuk scallop.

Lesi dapat meluas secara sentrifugal dan dapat muncul pada beberapa bagian tubuh, dimana yang tersering pada lengan, kaki, forearms, dan wajah. Bila vitiligo terdapat di wajah, maka lokasi tersering ialah perioral dan periokular. Lesi bilateral dapat simetris atau asimetris. Mukosa jarang terkena, kadang-kadang mengenai genitalia eksterna, puting susu, bibir, dan gingiva.

Pemeriksaan laboratorik dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit autoimmune lainnya, seperti kadar thyroid stimulating hormone (TSH), anti nuclear antibody (ANA), antithyroid peroxidase antibodies, dan pemeriksaan darah lengkap. Pada pemeriksaan histologi, didapatkan infiltrasi limfosit pada batas lesi dan pada lesi dini vitiligo, terdapat proses cell-mediated immune yang merusak melanosit. Bila dilakukan pemeriksaan denga lampu Wood, didapatkan macula amelanotik tampak putih berkilau.

Pada kasus, berdasarkan anamnesis, pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik atau penyakit autoimmune. Serta pada keluarga pasien tidak memiliki riwayat vitiligo. Lokasi lesi pada pasien yaitu pada buccal dextra dan sinistra. Batas lesi tegas, tidak berbentuk scallop. Pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan lampu Wood, laboratorik, maupun histologi.

2.3. Analisis Tatalaksana

Pasien diberikan terapi secara umum yaitu dengan memberi edukasi kepada .pasien mengenai penyakitnya, menjelaskan agar pasien mengurangi frekuensi paparan terhadap sinar matahari dengan cara menggunakan krim sunblock, mencuci muka setelah menggunakan kosmetik pada wajah, mencuci muka/mandi dengan menggunakan air yang temperaturnya tidak terlalu panas, serta menjelaskan bahwa penyakit akan sembuh dengan spontan setelah beberapa bulan hingga beberapa tahun.

Selain itu, diberikan terapi khusus pada pasien berupa medikamentosa topikal yaitu emolien dan salep steroid ringan, seperti salep Hidrokortison 1%.

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, Editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed ke-6. Cetakan 1. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.

2. James WD, Berger TG, dan Elston DM. Andrews Disease of the Skin Clinical Dermatology. 11th Ed. Canada: Elseiver; 2011.

3. Kartowigno HS. Sepuluh Besar Kelompok Penyakit Kulit. Edisi ke-2. Cetakan 2. Palembang: FK Unsri; 2012.

4. Sterry W, Paus R, Burgdorf W. Dermatology. 5th Ed. New York: Thiwmw; 2006.

5. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, et al. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 7th Ed. New York: McGraw-Hill; 2008.

6. Wolff K, Johnson RA. Flitzpatricks Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. 6th Ed. New York: McGraw-Hill; 2009.

7. Weller R, Hunter J, Savin J, Dahl M. Clinical Dermatology. 4th Ed. United Kingdom: Blackwell Publishing; 2008.