Upload
ngakan-putu-wiga-kusuma
View
64
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
cc
Citation preview
LAPORAN KASUS
MENINGITIS TUBERKULOSA
Disusun oleh:
Ngakan Putu Wiga Kusuma Wibawa
030.08.175
Dokter Pembimbing:
dr.Meidy D Pasumoh , Sp.A
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Otorita Batam
Periode 15 juli 2013 – 18 september 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
1
LEMBAR PENGESAHAN
Nama: Ngakan Putu Wiga Kusuma Wibawa
NIM: 030.08.175
Judul Laporan Kasus: Meningitis tuberkulosa
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing pada:
Hari..................Tanggal..............................
Batam, 2013
dr.Meidy D Pasumoh, Sp.A
2
Kata Pengantar
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala nikmat dan
karunia yang telah diberikan, sehingga pada akhirnya, saya dapat menyelesaikan makalah
laporan kasus yang berjudul “ Meningitis Tuberkulosa” dengan sebaik-baiknya.
Laporan kasus ini disusun dengan tujuan untuk melengkapi tugas di Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Anak di Rumah Sakit Otorita Batam.
Dalam kesempatan ini, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.Meidy D
Pasumoh, Sp.A selaku pembimbing makalah laporan kasus saya di Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kesehatan Anak di Rumah Sakit Otorita Batam yang telah memberikan bimbingan dan
kesempatan dalam penyusunan makalah ini.
Saya sadari betul bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
saya mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan makalah
yang saya buat ini.
Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga makalah laporan kasus ini
dapat bermanfaat bagi masyarakat dan khususnya bagi mahasiswa kedokteran.
Terima kasih Batam, Juli 2013
Penyusun,
Ngakan Putu Wiga Kusuma Wibawa
030.08.175
3
LAPORAN KASUS
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RS OTORITA BATAM
BAB I
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Identitas Pasien
No. Catatan Medik : 33-07-57
Nama pasien : An. D
Usia : 8 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Lahir : 22-02-2008
Agama : Kristen
Alamat : Kav. Bukit Seroja Blok I no.15
Tanggal masuk RS : 16-07-2013
Identitas Orangtua
AYAH
Nama : Tn. SS
Usia : 27 tahun
Agama : Kristen
Pendidikan : SMA
Alamat : Kav. Bukit Seroja Blok I no.15
Pekerjaan : Karyawan Swasta
IBU
Nama : Tn. R
Usia : 24 tahun
Agama : Kristen
Pendidikan : SMA
Alamat : Kav. Bukit Seroja Blok I no.15
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Hubungan dengan orang tua: Anak kandung
4
RIWAYAT PENYAKIT
KELUHAN UTAMA:
Kejang sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
KELUHAN TAMBAHAN:
Penurunan kesadaran, batuk, mual, muntah, gerak tidak aktif dan berat badan menurun.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:
Seorang anak laki-laki datang dibawa orangtuanya dengan keluhan terjadi kejang 1 hari
sebelum masuk rumah sakit. Kejang terjadi terus menerus sejak dirumah, kira-kira lebih dari 10
kali, lama kejang kira-kira 10 menit dan berikutnya berulang sama sepeti sebelumnya lamanya
kira-kira 5 menit. Kejang seperti kelojotan, mata melihat keatas dan gigi terkunci. Kejang juga
sudah sering dialami pasien sebelumnya kira-kira 2 bulan sebelum masuk RS dan disertai
penurunan kesadaran. Pasien menjadi susah berkomunikasi dan gerak juga kurang aktif.
Pasien juga mengalami mual dan muntah sejak 2 hari sebelum masuk RS. Muntah
dialami 3 kali besiri makanan yang dimakan beserta air, darah (-).
Orangtuanya mengaku sebelumnya tidak ada keluhan dan seperti anak normal biasanya
namun pada umur 6th pernah mengalami batuk kering yang lama kira-kira 1th, batuk tidak
disertai darah dan berat badan pasien mulai menurun. Saat itu keluarga tidak membawa pasien ke
dokter atau rumah sakit. Pasien tidak terdapat keluhan sakit kepala. BAK dan BAB tidak
ditemukan kelainan yang berarti semua dalam batas normal. Pada keluarga tidak terdapat riwayat
kejang (-), asma (-). Tetangga di sekitar rumah ada yang menderita batuk-batuk yang lama.
Riwayat Penyakit dahulu:
Kejang (+), asma (-), tuberkulosis (-)
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
PENYAKIT UMUR PENYAKIT PENYAKIT
ALERGI (-) DIFTERIA (-) JANTUNG (-)
CACINGAN (-) DIARE (-) GINJAL (-)
DBD (-) KEJANG (-) DARAH (-)
DEMAM (+) KECELAKAAN (-) RADANG
PARU
(-)
OTITIS (-) MORBILI/varicella (-) TBC (-)
5
PAROTITIS (-) OPERASI (-) LAINYA (-)
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Os merupakan anak pertamadalam keluarga.Tidak ada anggota keluarga yang mengalami
hal yang sama dengan pasien.
Kesimpulan:keadaan kessehatan kedua orang tua pasien saat ini dalam keadaan baik.
RIWAYAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN
KEHAMILAN
MORBIDITAS
KEHAMILAN
Tidakditemukan
kelainan,tidak pernah sakit
selama hamil,tidak pernah
mengkonsumsi jamu atau obat
obatan lain selain dari dokter
Perawatan antenatal Memeriksakan kandungan
Rutin di dokter. Setiap 3 bulan
sekali rutin memeriksakan
USG.
Tempat kelahiran Di RS
KELAHIRAN
Penolong persalinan Dokter
Cara persalinan Partus pervaginam spontan
Masa gestasi Cukup bulan
Keadaan bayi Menangis kuat
Berat badan: 3000gram
Panjang badan:48cm
Tidak ada kelainan bawaan
atau cacat
Pada riwayat kehamilan dan persalinan tidak ditemukan kelainan,kesemuanya baik.
RIWAYAT MAKANAN
6
Umur/
bulan
ASI PASI Buah/biskuit Bubur susu Nasi tim
0-2 + - - - -
2-4 + - - - -
4-6 + - - - -
6-8 + + + + +
8-10 + + + + +
10-12 + + + + +
Kesimpulan: bayi meminum ASI, PASI, serta bubur susu, nasi tim
Kesimpulan: asupan gizi baik
RIWAYAT PERKEMBANGAN
- Tengkurap : 3 bulan Berjalan :13bulan
- Duduk : 6 bulan Mendorong dan menarik benda : 18 bulan
- Merangkak : 9 bulan Bicara(berbentuk kalimat dari 2 kata) : 18
bulan
- Berdiri : 11 bulan
Kesimpulan : perkembangan anak masih dalam batas normal
7
JENIS MAKANAN FREKUENSI DAN JUMLAH
Nasi/pengganti 3x sehari,1 centong nasi/kali
Sayur 3x sehari 1mangkuk/kali
Daging 1x seminggu
Telur 2x seminggu,1 butir/kali
Ikan 2xseminggu,1 potong/kali
Tahu 3xseminggu,1potong/kali
Tempe 3xsminggu,1potong/kali
Susu(merk/takaran) Susu sgm
Lain-lain Ayam 1x seminggu,1 potong/kali
RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin Dasar (umur)
I II III IV
BCG 1 bulan
DPT 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Polio 1 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Campak 9 bulan
Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 5 bulan
Imunisasi dasar lengkap
RIWAYAT PERUMAHAN DAN SANITASI LINGKUNGAN
Rumah milik, pasien tinggal bersama kedua orang tuanya di rumah dengan ukuran
sedang. Bukan daerah yang padat penduduk, lingkungan bersih, dan nyaman.Tidak berada dekat
pabrik atau tempat pembuangan sampah akhir.Pembuangan sampah rutin dan air minum berasal
dari PAM. Ventilasi baik sehingga cahaya matahari cukup masuk ke dalam rumah.
Di rumah pasien tidak memelihara binatang apapun dan tidak ada di lingkungan yang
menderita penyakit yang sama dengan pasien. Tetapi ibu pasien mengaku teman-teman bermain
pasien ada yang menderita batuk-batuk yang lama.
PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 16 Juli 2013 pukul 13.30 WIB
Kesadaran : Somnolen
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Tanda-tanda vital:
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 100x/ menit
Suhu : 36,7°C
Pernafasan : 22x/ menit
Data antropometri
Umur : 8 tahun TB : 127 cm
BB : 14 kg
8
BB / U : 14 / 26 x 100% = 54 % (buruk)
TB / U : 127 / 128 x 100% = 99 % (baik)
BB / TB : 14 / 26 x 100% = 54 % (buruk)
STATUS GENERALIS
9
Kepala : normochepali ,distribusi rambut merata, wajah simetris
Mata : kelopak mata tidak cekung, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-
Telinga : deformitas -/-, sekret dari telinga -/- darah dari telinga -/-.
Hidung : deformitas (-), deviasi septum (-), sekret -/- pernafasan cuping hidung (-).
Mulut : deformitas (-), bibir kering (+), sianosis perioral (-), mukosa mulut kering (-)
(-) hiperemis (-), lidah kotor (-)
Tenggorokan : sulit dinilai
Leher : tidak teraba pembesaran tiroid, kelenjar getah bening tidak teraba membesar,
retraksi suprasternal (-)
Thoraks :
Jantung - Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : ictus cordis teraba di ICS IV garis midclavicularis kiri
- Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, tidak mendengar mumur dan gallop
Paru - Inspeksi : kedua hemitoraks simetris dalam keadaan statis dan dinamis,
retraksi sela iga (-), retraksi sub costa (-).
- Palpasi : vokal fremitus sulit dinilai
- Auskultasi : suara napas vesikuler pada hemitoraks kiri dan kanan.
Ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen :
Inspeksi : datar, tidak tampak peristaltik usus, retraksi epigastrium (-)
Palpasi : abdomen teraba lunak
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : bising usus 3x/menit
Ekstremitas : akral hangat (+) di keempat ekstremitas
sianosis akral (-) di keempat ekstremitas
STATUS NEUROLOGIS
Keadaan Umum : GCS : E4 V2 M5 = 11
Rangsang meningeal : kaku kuduk : +
Brudzinsky I : -
Brudzinsky II : -
Laseq : + / +
10
Kerniq : + / +
Pemeriksaan nervus cranialis :
N. II (optikus) : Pemeriksaan tajam penglihatan : tidak dilakukan
Pupil bulat, isokor +/+, RCL +/+ , RCTL +/+
Reflex fisiologis
Refleks Biceps : ++ / ++
Refleks Triceps : ++ / ++
Refleks Patella : ++ / ++
Refleks Achilles : ++ / ++
Reflex patologis
Babinsky : + / +
Gordon : - / -
Chaddock : + / +
Schaeffer : + / +
Uji kekuatan otot dan motorik :
Spastik : + / + pada keempat ekstremitas
PEMERIKSAAN PENUNJANG 16 / 0 7 / 2013
PEMERIKSAAN HASIL Nilai Normal
Natrium
Kalium
Chlorida
125
4.8
94
135 – 147
3.5 – 5.0
94 – 111
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Golongan Darah
Gula Darah Sewaktu
SGOT
SGPT
12.3
37.2
11.80
627
B
70
109
63
11.0 – 16.5
35 . 0 – 50.0
4 - 11
150 - 450
70 – 140
> 38
> 41
11
Kesan laboratorium: Hiponatremi, Leukositosis, Trombositosis, Penigkatan SGOT / SGPT
CT Scan pada tanggal 11 Juni 2013 : Tak tampak kelainan
RESUME
Seorang anak laki-laki datang dibawa orangtuanya dengan keluhan terjadi kejang 1 hari
sebelum masuk rumah sakit. Kejang terjadi terus menerus sejak dirumah, kira-kira lebih dari 10
kali, lama kejang kira-kira 10 menit. Kejang seperti kelojotan, mata melihat keatas dan gigi
terkunci. Kejang juga sudah sering dialami pasien sebelumnya kira-kira 2 bulan sebelum masuk
RS dan disertai penurunan kesadaran. Pasien menjadi susah berkomunikasi dan gerak juga
kurang aktif.
Pasien juga mengalami mual dan muntah sejak 2 hari sebelum masuk RS. Muntah
dialami 3 kali besiri makanan yang dimakan beserta air, darah (-).
Orangtuanya mengaku sebelumnya tidak ada keluhan dan seperti anak normal biasanya
namun pada umur 6th pernah mengalami batuk kering yang lama kira-kira 1th, batuk tidak
disertai darah dan berat badan pasien mulai menurun. Saat itu keluarga tidak membawa pasien ke
dokter atau rumah sakit. Pasien tidak terdapat keluhan sakit kepala. BAK dan BAB tidak
ditemukan kelainan yang berarti semua dalam batas normal. Pada keluarga tidak terdapat riwayat
kejang (-), asma (-). Tetangga di sekitar rumah ada yang menderita batuk-batuk yang lama.
Riwayat Penyakit dahulu:
Kejang (+), asma (-), tuberkulosis (-)
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran gerak aktif (-), menangis kuat (-),
Tampak sakit berat, Sopor. Tanda-tanda vital, TD : 110/80 mmHg, nadi : 100x/ menit, suhu:
36,7°C, pernafasan : 22x/ menit Dari status generalis mulai dari kepal, mata, hidung, mulut dan
tenggorokan dalam batas normal. Dari Leher, tidak teraba pembesaran tiroid, kelenjar getah
bening tidak teraba membesar, retraksi suprasternal (-). Dari pemeriksaan thorax , jantung dan
paru dalam batas normal. Abdomen dan ekstremitas dalam batas normal. Dari status neurologis
ditemukan keadaan Umum : GCS 11, rangsang meningeal : kaku kuduk (+),Brudzinsky I-II - /-,
Laseq + / +, Kerniq + / +. Dari pemeriksaan NII,pupil bulat isokor +/+ , RCL +/+ , RCTL
+/+, reflex fisiologis meningkat (hiperrefleksia) , reflex patologis -/-, dari Uji kekuatan otot dan
motorik Spastik+ / + pada keempat ekstremita.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium 16/07/2013 terdapat Leukositosis, Trombositosis
12
Dari hasil CT Scan pada tanggal 11 Juni 2013 tidak didapatkan kelainan.
DIAGNOSA KERJA
- Suspek meningitis TBC
- Gizi buruk
DIAGNOSIS BANDING
- Meningoencephalitis
PEMERIKSAAN ANJURAN
- Lumbal pungsi
- Mantoux test
- Foto toraks AP
PENATALAKSANAAN
Farmakologis:
- Streptomicim 1 x 450 mg IM
- Depaken sry 2 x 300mg
- Prednison 3x1 tab
- Ranitidin 2x1 tab
- Rimcure 1x2 tab (Rifampicin 75 mg, isonicotine hydrazine 50 mg, pyrazinamide 150 mg)
- Vit B6 2x1
PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
EVALUASI HARIAN PASIEN
Tanggal 20 Juli 2013 (perawatan hari ke lima)
Subjektif:
Demam (-) BAK (+) Penurunan kesadaran (+)
Kejang (-) BAB (+) Mual (-)
Sesak (-) Minum (+) Muntah (-)
13
Batuk (-) Makan (+) Sakit kepala (-)
Objektif:
Kes/KU : Somnolen / tampak sakit sedang
Tanda vital : TD: 110/80 mmHg, HR: 110x/menit, RR: 20x/menit, S: 36.4°C
Kepala : normochepali, CA -/-, SI -/-
RCL +/+-, RCTL +/+
Leher : KGB dan tiroid tidak tampak membesar
Kaku kuduk (+), Brudzinsky I-II (-/-)
Thorax : Jantung: S1-S2 reguler (+), Mumur (-), Gallop (-)
Pulmo : SN vesikuler +/+ Rh -/-, Wh -/-, retraksi sela iga (-)
Abdomen : datar, supel, BU (+), turgor baik
Hepar dan Lien tampak membesar(-)
Ekstremitas : akral hangat (+), oedema (-), sianosis (-).
Reflek patologis : Babinsky + / + Gordon - / -
Chaddock + / + Openheim - / -
Schaffner + / +
Refleks fisiologis : Biceps ++ /++ Patella ++ / ++
Triceps ++ / ++ Achilles ++ / ++
Assessment:
Meningitis TB
Planning
Farmakologis: Non Farmakologis:
- Streptomicim 1 x 450 mg IM - Diet 1400 kalori 4 kali pemberian
- Depaken sry 2 x 300mg
- Prednison 3x1 tab
- Ranitidin 2x1 tab
- Rimcure 1x2 tab (Rifampicin 75 mg, isonicotine hydrazine 50 mg, pyrazinamide 150 mg)
- Vit B6 2x1
Tanggal 21 Juli 2013 (perawatan hari ke enam)
Subjektif:
Demam (-) BAK (+) Penurunan kesadaran (-)
14
Kejang (-) BAB (+) Mual (-)
Sesak (-) Minum (+) Muntah (-)
Batuk (-) Makan (+) Sakit kepala (-)
Objektif:
Kes/KU : Compos mentis / tampak sakit sedang
Tanda vital : TD: 110/80 mmHg, HR: 110x/menit, RR: 20x/menit, S: 36.4°C
Kepala : normochepali, CA -/-, SI -/-
RCL +/+-, RCTL +/+
Leher : KGB dan tiroid tidak tampak membesar
Kaku kuduk (+), Brudzinsky I-II (-/-)
Thorax : Jantung: S1-S2 reguler (+), Mumur (-), Gallop (-)
Pulmo : SN vesikuler +/+ Rh -/-, Wh -/-, retraksi sela iga (-)
Abdomen : datar, supel, BU (+), turgor baik
Hepar dan Lien tampak membesar(-)
Ekstremitas : akral hangat (+), oedema (-), sianosis (-).
Reflek patologis : Babinsky + / + Gordon - / -
Chaddock + / + Openheim - / -
Schaffner + / +
Refleks fisiologis : Biceps ++ /++ Patella ++ / ++
Triceps ++ / ++ Achilles ++ / ++
Assessment:
Meningitis TB
Planning
Farmakologis: Non Farmakologis:
- Streptomicim 1 x 450 mg IM - Diet 1400 kalori 4 kali pemberian
- Depaken sry 2 x 300mg
- Prednison 3x1 tab
- Ranitidin 2x1 tab
- Rimcure 1x2 tab (Rifampicin 75 mg, isonicotine hydrazine 50 mg, pyrazinamide 150 mg)
- Vit B6 2x1
15
BAB II
ANALISIS KASUS
Seorang anak laki-laki usia 8 tahun dengan BB 14 kg datang dibawa orangtuanya dengan
keluhan terjadi kejang 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Kejang terjadi terus menerus sejak
dirumah, kira-kira lebih dari 10 kali, lama kejang kira-kira 10 menit. Kejang seperti kelojotan,
mata melihat keatas dan gigi terkunci. Kejang juga sudah sering dialami pasien sebelumnya kira-
kira 2 bulan sebelum masuk RS. Hal ini bisa disebabkan karena adanya infeksi di otak.
Selain itu pasien juga mengalami penurunan kesadaran sehingga sulit untuk
berkomunikasi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa anak mengalami penurunan kesadaran yang
disebabkan adanya gangguan pada intrakranium.
Pasien juga mengalami mual dan muntah sejak 2 hari sebelum masuk RS. Muntah
dialami 3 kali besiri makanan yang dimakan beserta air, darah (-). Muntah dan mual merupakan
tanda Tekanan intrakranial meningkat.
Pada umur 6th pasien seringn mengalami batuk kering yang lama kira-kira 1th, batuk
tidak disertai darah dan berat badan pasien mulai menurun. Saat itu keluarga tidak membawa
pasien ke dokter atau rumah sakit. Pasien tidak terdapat keluhan sakit kepala. Tetangga di sekitar
rumah ada yang menderita batuk-batuk yang lama. Hal ini bisa kemungkinan pasien saat itu
sudah terinfeksi kuman tuberculosa.
Dari riwayat kehamilan dan persalinantidak ditemukan kelainan. Ibu pasien rutin ke
dokter periksa kandungan. Pasien lahir di RS dengan dibantu dokter, secara pervaginum dengan
cukup bulan dan bayi langsung menangis setelah lahir. BB Lahir 3000 gram, panjang badan 48
cm, dan tidak ada kelainan bawaan atau cacat. Dari riwayat makanan pasien baru bisa
mendapatkan makanan yaitu ASI / PASI serta Bubur susu dan nasi tim. Dari riwayat
perkembangan bayi dalam batas normal. Riwayat Imunisasi, ibu pasien mengaku sudah
memdapatkan imunisasi lengkap, BCG sebanyak 2 kali, DTP sebanyak 3 kali, Polio sebanyak 4
kali, Hib sebanyak 2 kali, serta Hepatitis B lengkap. Pasien tinggal dengan kedua orangtua
dengan riwayat perumahan dan sanitasi lingkungan baik.
Kasus ini di diagnosis dengan Meningitis
Temuanyang mendukung diagnosis:
Terdapat riwayat demam naik turun
16
Kejang
Mual, muntah
Adanya penurunan kesadaran pada anak yaitu anak menjadi tidak aktif, sering tidur dan
sulit berkomunikasi
Riwayat batuk lama
Kaku kuduk +, Tanda rangsang meningeal lain yang positif seperti Laseq +/+, Kernig +/+
Refleks patologis +
Pemeriksaan Laboratorium : Leukositosis
Dari temuan tersebut, pasien memenuhi kriteria sebagai berikut:
Diagnosis meningitis berdasarkan dari hasil anamnesis seperti adanya demam,
menggigil, malaise. Demam berkisar antara 40-40.5L C, bahkan lebih tinggi.Namun pada anak
kecil demam dengan suhu 39°C sudah dapat menimbulkan kejang.Selain itu penderita mengeluh
sakit kepala hebat, namun pada bayi atau anak hal itu sulit dinilai.semakin berat disusul mual dan
muntah. Gambaran patognomonik meningitis tampak dalam waktu 12-24 jam.Setelah itu timbul
kejang dan perubahan mental disertai penurunan kesadaran. Pada pasien ini pada pemeriksaan
neurologi dijumpai penurunan kesadaran disertai kaku kuduk dengan tanda Kerniq dan laseq.
Diagnosis pasti berdasar pada penemuan bakteri pada pemeriksaan kultur dari cairan
serebrospinal.
17
BAB III
KESIMPULAN
Meningitis adalah radang umum pada arakhnoid dan piamater yang dapat terjadi secara
akut dan kronis.
Diagnosis meningitis pada pasien dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa dan
pemeriksaan fisik serta penunjang yang dilakukan pada pasien. Pada pasien didapatkan keluhan
riwayat demam naik turun, merupakan salah satu keluhan atau gejala pada meningitis, selain
demam juga didapatkan adanya keluhan mual muntah ini menunjukkan adanya peningkatan
tekanan intrakranial pada pasien: Agen penyebab mengakibatkan reaksi lokal pada meninges
sehingga terjadi inflamasi meninges yang mengakibatkan peningkatan permiabilitas kapiler
sehingga kebocoran cairan dari intravaskuler ke interstisial. Hal ini meningkatkan volume cairan
interstisial sehingga terjadilah edema, kompensasi tidak adekuat dan terjadilah peningkatan
tekanan intracranial.
Pada pasien ditemukan kejang dan pada meningitis jarang ditemukan kejang, kecuali jika
infeksi sudah menyebar ke jaringan otak, dimana kejang ini terjadi bila ada kerusakan pada
korteks serebri pada bagian premotor. Kaku kuduk pada meningitis bisa ditemukan dengan
melakukan pemeriksaan fleksi pada kepala pasien yang akan menimbulkan nyeri, disebabkan
oleh adanya iritasi meningeal Sedangkan pada pemeriksaan Kernig sign (+) dan Brudzinsky sign
(+) menandakan bahwa infeksi atau iritasi sudah mencapai ke medulla spinalis bagian bawah.
Hasil pemeriksaan dan laboratorium yang menunjukkan adanya leukositosis menunjang
terjadinya demam pada pasien, hasil pemeriksaan fisik juga menunjukkan adanya infeksi pada
meningen yang belum mencapai medulla spinalis, oleh karena itu gejala yang didapat pada
pasien ditunjang dengan pemeriksaan fisik dan penunjang maka sesuai dengan diagnosis
meningitis. untuk mengetahui penyebab pastinya dibutuhkan adanya kultur.
18
TINJAUAN PUSTAKA
MENINGITIS
Definisi
Meningitis adalah infeksi atau inflamasi yang terjadi pada selaput otak (meningens)
yang terdiri dari piamater, arachnoid, dan duramater yang disebabkan oleh bakteri, virus,
riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut dan kronis.
Otak dan sumsum otak belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur saraf yang
halus, membawa pembuluh darah dan dengan sekresi sejenis cairan yaitu cairan serebrospinal.
Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu:
a) Piameter
Yang menyelipkan dirinya ke dalam celah pada otak dan sumsum tulang belakang
dan sebagai akibat dari kontak yang sangat erat akan menyediakan darah untuk
struktur-struktur ini
b) Arachnoid
Selaput halus yang memisahkan pia meter dan dura meter
c) Durameter
Merupakan lapisan paling luar yang padat dan keras berasal dari jaringan ikat tebal
dan kuat.
19
Cairan serebrospinal adalah cairan yang berada diotak dan sterna serta ruang subrachnoid
yang mengelilingi otak dan medulla spinalis. Cairan serebrospinal mempunyai tekanan yang
konstan, dan seluruh ruangan berhubungan satu sama lain.
Secara anatomis, cairan serebrospinal ditemukan dalam ruang-ruang otak (ventrikel
otak), yaitu pada:
Ruang subarachnoid
Ventrikel otak
Kanal sentralis medula spinalis.
Cairan ini dihasilkan oleh pleksus khoroid yang terdapat pada atap ventrikel ketiga dan ke
empat dan pada dinding medial ventrikel lateral.Cairan serebrospinal dihasilkan secara aktif dan
dalam keadaan normal diimbangi oleh absorbsi kembali ke dalam darah.
Aliran cairan serebrospinal adalah sebagai berikut: dari ventrikel lateral cairan
serebrospinal mengalir ke ventrikel III dan disini jumlah cairan serebrospinal akan bertambah
lebih banyak.Dari ventrikel III cairan serebrospinal mengalir melalui akuaduktus Sylvii ke dalam
ventrikel IV yang juga menghasilkan cairan serebrospinal. Cairan serebrospinal kemudian keluar
melaluiforamen Magendie dan Luschka masuk ke dalam ruang subarakhnoid. Di ruang
subarakhnoid serebrospinal mengalir ke dalam sinus venosus kranial melalui vili arakhnoidyang
merupakan berkas pia arakhnoid yang menembus duramater untuk kemudian terletak dalam
sinus venosus kranial dan kebawah di sekitar medula spinalis.
Apabila salah satu foramen ventrikel otak mengalami penyumbatan maka cairan serebro-
spinalnya akan terus bertambah, akibatnya ventrikel otak membesar karena tekanan cairan
serebrospinal. Pembesaran ventrikel otak akan menekan unsur-unsur saraf di sekitar
ventrikel. Akibatnya fungsi otak terganggu. Bila hal ini terjadi pada bayi baru lahir (neonatus),
maka kepala bayi tersebut menjadi sangat besar. Keadaaan patologis ini disebut hidrosefalus.
20
Etiologi
Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit.
1. Meningitis bakterial :
a. Bakteri non spesifik : meningokokus, H. influenzae, S. pneumoniae,
Stafilokokus, Streptokokus, E. coli, S. typhosa.
b. Bakteri spesifik : M. tuberkulosa.
2. Meningitis virus : Enterovirus, Virus Herpes Simpleks tipe I (HSV-I), Virus
Varisela-zoster (VVZ).
3. Meningitis karena jamur.
4. Meningitis karena parasit, seperti toksoplasma, amoeba.
Epidemiologi
Di negara maju, insidensi meningitis bakterial adalah 5-10 per 100.000 per
tahun.Meningitis meningokokal dapat terjadi pada epidemic. Infeksi Pneumokokus lebih sering
terjadi pada pasien usia lanjut dan juga berhubungan dengan alkoholisme dan splenektomi.
Infeksi ini menyebar ke meningen dari struktur yang berdekatan (telinga, nasofaring) atau dari
paru melalui aliran darah.Sebelum ditemukan antibiotic, angka kematian sangat tinggi, dan
menjadi 30% setelah ada antimikroba. Walaupun demikian, penemuan antibiotic baru ternyata
tidak memperbaiki prognosis karena selain peranan kuman tampaknya proses imunologis juga
berperan terhadap efektifitas pengobatan. Dari laporan perawatan, angka kematian pasien
meningitis masih cukup tinggi > 50% dengan asumsi bahwa keterlambatan terapi akan
meningkatkan angka kematian.
Di negara maju, terdapat 15% kasus meningitis tuberkulosa dengan angka kematian
yang cukup tinggi (15-40%). Penderita meningitis tuberkulosa merupakan komplikasi HIV
21
dengan gejala yang lebih kompleks, seperti infiltrate pulmoner yang difus atau limfadenopati
torakal.
Faktor Risiko
Faktor risiko yang menempatkan orang pada risiko tinggi untuk meningitis meliputi:
o Orang dewasa lebih tua dari 60 tahun
o Anak-anak kurang dari 5 tahun
o Sosial ekonomi rendah, tinggal di lingkungan padat
o Riwayat kontak
o Orang dengan sinusitis, mastoiditis
o Pengguna narkoba IV
o Imun rendah (HIV, splenektomi, malignancy)
Klasifikasi
Meningitis berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak sebagai berikut :
1. Meningitis purulenta
Radang bernanah araknoid dan piameter yang meliputi otak dan medulla spinalis.
Penyebabnya adalah bakteri non spesifik, berjalan secara hematogen dari sumber
infeksi (tonsilitis, pneumonia, endokarditis, dll.)
2. Meningitis serosa
Radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih.
Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lain seperti
lues, virus, Toxoplasma gondhii, Ricketsia.
Patogenesis
22
a. Meningitis bakteri
Kebanyakan kasus meningitis akibat dari penyebaran hematogen yang masuk melalui
celah subarachnoid. Mikroorganisme masuk ke cerebral nervous system melalui 2 jalur
potensial. Bakteri masuk kedalam kavitas intrakranial melalui sirkulasi darah atau berasal dari
infeksi primer pada nasofaring, sinus, telinga tengah, sistem kardiopulmonal, trauma atau
kelainan kongenital daripada tulang tengkorak. Frekuensi terbanyak berasal dari sinusitis.
Organisme juga dapat menginvasi meningens dari telinga tengah. Meningitis yang diikuti
terjadinya otitis media merupakan proses bakteriemia, walaupun bukan kongenital atau adanya
posttraumatic fistula pada tulang temporal yang mensuplai akses ke CSS.
b. Meningitis Virus
Pada umumnya virus masuk melalui sistem limfatik, melalui saluran pencernaan
disebabkan oleh Enterovirus, pada membran mukosa disebabkan oleh campak, rubella, virus
varisela-zoster (VVZ), Virus herpes simpleks (VHS), atau dengan penyebaran hematogen
melalui gigitan serangga. Pada tempat tersebut, virus melakukan multiplikasi dalam aliran darah
yang disebut fase ekstraneural, pada keadaan ini febris sistemik sering terjadi. Propagasi virus
sekunder terjadi jika menyebar dan multiplikasi dalam organ-organ. VHS mencapai otak dengan
penyebaran langsung melalui akson-akson neuron.
23
Kerusakan neurologis disebabkan oleh ; (1) Invasi langsung dan perusakan jaringan
saraf oleh virus yang bermultiplikasi aktif. (2) Reaksi hospes terhadap antigen virus secara
langsung, sedangkan respons jaringan hospes mengakibatkan demielinasi dan penghancuran
vascular serta perivaskuler.
Pada pemotongan jaringan otak biasanya dapat ditemukan kongesti meningeal dan
infiltrasi mononukleus, manset limfosit dan sel-sel plasma perivaskuler, beberapa nekrosis
jaringan perivaskuler dengan penguraian myelin, gangguan saraf pada berbagai stadium
termasuk pada akhirnya neuronofagia dan proliferasi atau nekrosis jaringan. Tingkat
demielinisasi yang mencolok pada pemeliharaan neuron dan akson, terutama dianggap
menggambarkan ensefalitis “pascainfeksi” atau alergi.
Manifestasi Klinis
A. Meningitis Bakterial
Gejala-gejala yang terkait dengan tanda-tanda non spesifik disertai dengan infeksi
sistemik atau bakteremia meliputi, demam, anoreksia, ISPA, mialgia, arthralgia,
takikardia, hipotensi dan tanda-tanda kulit seperti; ptechie, purpura, atau ruam macular
eritematosa.Tanda-tanda pada kulit terjadi karena arteritis atau embolisasi langsung
meningokokus.Terdapat trias demam, kekakuan leher, dan perubahan status mental pada
2/3 pasien. Akan tetapi nilai prediktif negative gejala-gejala ini tinggi (misalnya jika
demam, kaku leher, atau perubahan status mental tidak ada, akan mengeliminasi
diagnosis meningitis pada 99-100% kasus).
Mulainya tanda-tanda tersebut diatas mempunyai dua pola dominan yaitu :
Akut / timbul mendadak berupa ; manifestasi syok progresif, DIC, penurunan
kesadaran cepat, sering menunjukkan sepsisakibat meningokokus dan pada akhirnya
menimbulkan kematiandalam 24 jam.
Sub akut berupa ; timbul beberapa hari, didahului gejala ISPA atau gangguan GIT
yang disebabkan oleh H.influenza dan Streptokokus.
Tanda disfungsi serebral sering terjadi misalnya confusion, irritability, delirium,
koma.Ini biasanya bersamaan dengan demam dan fotofobia.Nyeri kepala pada
meningitis bakterial onsetnya menit sampai jam, namun tidak mendadak seperti
24
perdarahan subarachnoid.Palsy saraf cranial dapat ditemukan, terjadi akibat peningkatan
tekanan intracranial atau adanya eksudat yang membungkus nerve roots. Tanda
neurologi fokal dapat terbentuk akibat iskemia yang berasal dari inflamasi vascular dan
thrombosis.Kejang dapat terjadi pada kira-kira 30% pasien.Papil edema dan tanda
peningkatan intracranial lain dapat muncul.Selain tersebut diatas, hal lain yang juga
meningkatkkan TIK dikarenakan
•Peningkatan protein pada CSS :
Karena adanya peningkatan permeabilitas pada sawar otak (Blood Brain Barier) dan
masuknya cairan yang mengandung albumin ke subdural.
•Penurunan kadar glukosa dalam CSS :
Karena adanya gangguan transpor glukosa yang disebabkan adanya peradangan pada
selaput otak dan pemakaian gula oleh jaringan otak
•Peningkatan metabolisme yang menyebabkan terjadinya asidosis laktat.
Tanda Rangsang Meningeal seperti :
• Kaku kuduk
• Brudzinsky 1 & 2
• Kernig sign
Ditemukan hanya 50% pasien meningitis bakterial.dan bila hal ini tidak ada, tidak
menyingkirkan meningitis.
B. Meningitis Virus
Adanya keluhan demam, sakit kepala, mual, muntah, kaku leher atau kelelahan.Nyeri
kepala hampir selalu ada dan dengan intensitas berat.Gejala muntah, diare, batuk,
mialgia, timbul pada lebih dari 50% pasien.Riwayat kenaikan temperature timbul pada
76%-100% pasien yang datang.Tipe demam dengan derajat rendah pada tahap
prodromal dan kenaikan temperature yang lebih tinggi saat terdapat tanda neurologis.
Tanda iritasi meningeal dapat terlihat pada 50% pasien tetapi secara umum lebih ringan
dibandingkan meningitis bakterial.Iritabilitas, disorientasi, dan perubahan status mental
dapat terlihat.Fotofobia relative sering namun ringan, fonofobia juga dapat
timbul.Kejang timbul pada keadaan demam, meskipun keterlibatan parenkim otak
(ensefalitis) juga dipertimbangkan. Tanda lain dari infeksi viral spesifik dapat
25
membantu diagnosis. Faringitis dan pleurodynia pada infeksi enteroviral, manifestasi
kulit seperti erupsi zoster pada VZV, ruam maculopapular dari campak dan enterovirus,
erupsi vesicular oleh herpes simpleks.Infeksi Epstein Barr virus didukung oleh
faringitis, limfadenopati.Parotitis dan orchitis dapat timbul dengan campak, sementara
kebanyakan infeksi enteroviral dikaitkan dengan gasteroenteritis dan ruam.
C. Meningitis TB
Khusus pada meningitis tuberkulosa, manifestasi klinis memperlihatkan tiga stadium:
1) Stadium I (awal) akan didapatkan gejala prodromal nonspesifik yaitu apatis,
iritabilitas, nyeri kepala ringan, malaise, demam, anoreksia, muntah, dan nyeri
abdomen. Bila terdapat gejala iritasi meningeal, nyeri kepala dan muntah dengan tanda
Kernig, Brudzinsky positif, maka diagnosis mulai dapat ditentukan.
2) Stadium II (intermediate), gejala akan menjadi lebih jelas, disertai drowsy,
kejang, dan deficit neurologi fokal termasuk hemiparesis dan kelumpuhan saraf III, IV,
VI disertai gerakan involuter. Bila terjadi hipertensi intracranial maka tampak gambaran
hidrosefalus dan papil edema.
3) Stadium III (advance), pasien mengalami penurunan kesadaran dengan disfungsi
brainstem termasuk deserebrasi atau dekortikasi. Pupil tampak melebar disertai
iregularitas denyut nadi dan pernafasan. Selain gambaran di atas, ditemukan juga bentuk
yang atipik. Penderita mengalami gangguan demensia lambat (bulan-tahun) dengan
perubahan kepribadian, penolakan sosial, hilangnya gairah dan deficit neurologi. Di
samping itu terdapat pula meningitis tuberculosis dengan infeksi HIV dengan gambaran
limfadenopati superficial, intratorakal dan intraabdominal. Kadang disertai tuberculosis
intraserebral.
Diagnosis
Diagnosis meningitis berdasarkan dari hasil anamnesis seperti adanya demam,
menggigil, malaise. Demam berkisar antara 40-40.5L C, bahkan lebih tinggi.Selain itu penderita
mengeluh sakit kepala hebat, semakin berat disusul mual dan muntah.Gambaran patognomonik
meningitis tampak dalam waktu 12-24 jam.Setelah itu timbul kejang dan perubahan mental
disertai penurunan kesadaran.Pemeriksaan fisik bisa dijumpai infeksi fokal pada gigi geligi,
THT, dan mungkin juga terdapat infeksi kulit, paru, dan jantung.Sedangkan pada pemeriksaan
26
neurologi dijumpai panas dengan penurunan kesadaran disertai kaku kuduk dengan tanda Kerniq
dan Brudzinsky. Diagnosis pasti berdasar pada penemuan bakteri pada pemeriksaan kultur dari
cairan serebrospinal.
Pada CSS dilakukan pemeriksaan terhadap adanya bakteri, jumlah sel, protein dan
glukosa level. Kadar normal dalam cairan serebrospinal adalah:
Leukosit : < 5μL
Protein : 0.1-0.4 g/L
Glukosa : ≥50% nilai serum (biasanya 2.8-4.7 mM)
Skema Meningitis
Bakteri Virus TB
Warna Keruh Jernih xantochrome
Sel PMN Limfosit Limfosit
Protein Ringan Tinggi
Glukosa ¯ Normal ¯
Pemeriksaan sediaan apus likuor dengan pewarnaan gram dapat menduga penyebab
meningitis serta diagnosis meningitis dapat segera ditegakkan. Kontraindikasi dari pemeriksaan
lumbal pungsi adalah kecurigaan atau adanya massa intrakranial karena ada risiko herniasi,
sepsis lumbal lokal, gangguan perdarahan (trombositopenia, koagulopati, terapi antikoagulan),
deformitas spinal yang signifikan, edema papil, penurunan tingkat kesadaran, tanda neurologis
fokal. Pada pasien dengan gejala tersebut, diperlukan CT scan cranial sebelum pungsi untuk
menyingkirkan adanya lesi massa, yang dapat menyerupai meningitis.
Pemeriksaan lainnya seperti hitung darah lengkap (pada meningitis bakterial
kemungkinan neutrofilia, pada meningitis tuberkulosa adanya LED meningkat), pemeriksaan
koagulasi (koagulasi intravascular diseminata), elektrolit (kemungkinan adanya tanda dehidrasi,
hiponatremia), kultur darah ( dapat positif walaupun cairan serebrospinal steril). Dianjurkan
pemeriksaan ureum kreatinin karena penderita memperoleh obat yang mempengaruhi fungsi
ginjal.Radiologis yaitu foto dada, foto kepala untuk identifikasi sumber infeksi primer. Pada
meningitis tuberkulosa bisa ditemukan adanya penyebaran miliar dan infiltrate padat di apex
lobus paru. CT scan dilakukan untuk menunjukkan enhancement/ penyengatan (tanda-tanda
27
kontras bergabung dengan pus). Indikasi dilakukan CT scan apabila ada status
immunocompromised, kejang berulang dalam 7 hari, penurunan kesadaran, kelemahan fokal,
riwayat infeksi fokal. Pemeriksaan C Reaktive Protein bermanfaat untuk menentukan meningitis
bakteri dan virus, namun tidak spesifik pada meningitis bakteri. Polymerase Chain Reaction akan
ditemukan bakteri dalam CSS dan tahap selanjutnya ditentukan r RNA dari bakteri penyebab
meningitis bakteri. Pada meningitis tuberkulosa, akan terdapat abnormalitas parenkim otak,
pembuluh darah dan meningen, hidrosefalus. Apabila dengan kontras, aka nada penyangatan
sisterna basal, pelebaran, dan pengaburan susunan arteri basilar, yang dalam beberapa hari,
penyangatan akan meluas ke permukaan korteks, fissure hemisfer. Terdapat lusensi
perivetrikuler yang merupakan refleksi eksudat tbc periventrikuler dan pembentukan tuberkel
sepanjang ependim dan koroid.
Diagnosis Banding
Meningitis bakteri
o meningitis virus
Pada meningitis virus biasanya sakit kepala berdenyut, kaku kuduk, dan letargi,
pasien biasanya sadar, dan ada perbedaan pada hasil CCS.
o meningoensefalitis
terdapat tanda ensefalitis, gambaran klinis ditambah dengan defisit neurologi
fokal seperti hemiparesis dengan perubahan kesadaran disertai kejang umum atau fokal.
Pada ensefalitis herpes simpleks tipe I gejala awal adalah panas, nyeri kepala pada satu
sisi, confuse atau perubahan perilaku. Sakit kepala bertahan sampai beberapa hari. Bila
infeksi berlanjut, maka ditemukan defisit neurologi fokal disertai kejang. Pada
pemeriksaan CSS didapatkan tekanan yang meningkat, leukosit berkisar antara 50-500
dengan predominan limfosit, terdapat sel eritrosit dan atau xantokrom, protein
meningkat, glukosa normal sedikit menurun. Pada pemeriksaan EEG tampak gambaran
sharp wave complex pada kedua temporal.
o Rocky Mountain Spotted Fever
Gejala diawali panas, nyeri kepala, mialgia, gangguan pencernaan. Adanya defisit
fokal, stupor, delirium, koma dan aktivasi kejang. Pada kulit terdapat gambaran
makulopapular, purpura, difus dengan melibatkan telapak tangan dan kaki. Diagnosis
28
tegak dengan biopsy kulit. Gambaran CSS terdapat jumlah leukosit rendah bahkan tidak
ada, sedangkan konsentrasi protein sedikit meningkat dengan glukosa normal.
o Perdarahan Subarakhnoid
penderita mengeluh nyeri kepala hebat dengan disertai penurunan kesadaran
dengan kaku kuduk. Diagnosis berdasarkan lumbal pungsi dan CT scan kepala.
o Meningitis Fungal
terjadi demam. nyeri kepala, confuse sampai beberapa hari. Gambaran CSS
pleositis mononuclear, protein meningkat, glukosa menurun, dengan pewarnaan tinta
akan tampak criptokokkosis. Diagnosis berdasarkan kultur walaupun tumbuh lambat.
Bila dicurigai meningitis Coccidoido, kultur CSS dari cistern lebih baik dibandingkan
lumbal. Penentuan antigen fungus dalam serum dan LSS serta complement fixing
antibodies berguna untuk diagnosis fungus.
Komplikasi
gangguan serebrovaskular
edema cerebri
Hidrosefalus
perdarahan intrakranial
Abses otak
Renjatan septic
Koagulasi intravaskuler menyeluruh
Penatalaksanaan
1) Meningitis bakterial
Perawatan umum:
o menjaga airways
o mengontrol kejang
o mempertahankan tekanan intracranial
o IVFD dan memperbaiki keadaan hipotensi dan mencegah kelebihan cairan.
o menurunkan panas
o mencegah hiponatremia
29
o curiga DIC bila ditemukan perdarahan abnormal dan syok
Pemberian antibiotic
o bersifat bakterisid karena rendahnya pertahanan cairan serebrospinalis.
Pengobatan dilakukan tanpa menunggu ditemukannya bakteri karena pengobatan
yang cepat akan menentukan prognosis penderita dengan memperkirakan kuman
pathogen yang menjadi penyebab meningitis bakterial ini.
o obat punya rasio toksik terapeutik yang tinggi, sehingga harus dilakukan monitor
pengaruh obat dalam serum dan CSS.
o obat harus mudah mengadakan penetrasi ke CSS.
o konsentrasi obat tinggi, konsentrasi CSS antara (20-100) x konsentrasi inhibitory
minimum untuk membunuh bakteri.
o awal pengobatan bila organisme penyebab tidak diketahui, kombinasi antibiotik
dapat digunakan. Pilihan kombinasi tergantung pada keadaan klinik dan
kemungkinan penyebab.
o antibiotik yang digunakan sesuai dengan sensitifitasnya.
o diberikan antibiotic secara intravena lama pemberian minimal 10 hari. Selama 2-3
minggu untuk golongan β-streptokok dan listeria monocytogenes. Selama 3
minggu untuk Enterobacteriacea.
o Pneumokokus yang resisten penisilin dan kloramfenikol diberikan antara lain
vankomisin, rifampisin, cefotaksim, ceftriakson, atau ceftazidin.
Pemilihan Antibiotik
o dewasa dengan meningitis akibat Pneumokok, Meningokok dan Listeria diberikan
Penicilin G 18-24 juta unit IV/ 4-6 jam, atau bisa Cefotaksim 2 gram iv/ 4 jam
atau ceftriakson 2 gram iv dosis tunggal. Golongan sefalosporin efektif untuk
meningokok, pneumokok, kurang efektif untuk listeria. Untuk listeria digunakan
Trimetoprim 100 mg, Sulfametoksazol 80 mg iv/ 8 jam.
o bila alergi penicillin diganti dengan kloramfenikol 4-6 gram iv atau sefalosporin
generasi ke 3.
o penderita dengan basil enteric gram negative diberikan sefalosporin generasi 3
atau kombinasi. Terapi diawali Sefotaksim 2 gram iv/ 4 jam atau Seftazidime 2
30
gram iv/ 6 jam atau ceftriakson 2 gram per hari dan dapat juga aminoglikosida,
gentamisin atau tobramisin 3-5 mg/kg/hari.
o Bakteri dapat diidentifikasi, maka pengobatan sesuai dengan hasil kultur. Jika
ditemukan Pseudomonas aeruginosa maka diberikan parenteral/ intratekal
gentamisin/ tobramisin bersama dengan ceftazidine. Trimetopri-sufametoksazol
digunakan untuk alternative meningitis gram negative (kecuali Pseudomonas)
yang resisten terhadap sefalosporin generasi ke 3.
o Meningitis stafilokokus aureus diberikan nafsilin atau oksasilin 12-18 gram/ hari
dan jika alergi diganti vankomisin 1 gram/12 jam iv dan intratekal 10-12 mg/ hari.
o Bila penyebab tidak diketahui, pilihan obat adalah ampisilin 12-18 gram/ hari atau
penisilin 18-24 juta unit per hari ditambah sefotakzim atau ceftriakson. Pasien
dengan alergi penisilin diberi kloramfenikol 75-100 kg per hari.
o Mengidentifikasi infeksi fokal di sinus, mastoid, atau osteomielitis kronik, segera
lakukan drainase.
o Sebagian besar penderita meningitis bakteri akut tidak memerlukan pengobatan
lebih dari 10 hari kecuali bila ada infeksi parameningeal persisten. Apabila
penyebabnya adalah Pseudomonas aeruginosa atau listeria, biasanya pengobatan
lebih dari 2 minggu untuk mencegah relaps.
o Pengulangan lumbal pungsi tidak perlu untuk monitor hasil terapi bila keadaan
klinis baik dan kuman pathogen telah diidentifikasi.
2) Meningitis Virus
Terapi diberikan suportif seperti istirahat, hidrasi, antipiretik, dan medikasi
nyeri atau anti inflamasi dapat diberikan bila diperlukan. Diberikan terapi
antimikroba awal untuk meningitis bakteri sementara menunggu
penyebabnya diidentifikasi. Asiklovir harus digunakan pada pasien dengan
kecurigaan HSV (pasien dengan lesi herpetic) dengan dosis 30 mg/kgBB per
hari IV, dibagi dalam 8 jam, diberikan untuk 10-14 hari.
3) Meningitis tuberkulosa
31
Pengobatan dilakukan secepatnya setelah dugaan tuberculosis tanpa
menunggu hasil kultur dan sensitifitas. Terdapat beberapa regimen yang
dianjurkan:
o Kelompok Oxford (Inggris) memberikan INH, Rifampisin,
Pirazinamid dan Streptomisin, termasuk Streptomisin intratekal
50 mg/kg dan selang hari sampai dengan minggu ke II. Selain itu
mencegah pembentukan eksudat diberikan Purified Protein
Desensitifity (PPD) intratekal.
o Hongkong dan Bangkok menganjurkan memberikan 4 obat INH,
Rifampisin, Pirazinamid, dan Streptomisin
o Amerika memberikan INH, Rifampisin, Pirazinamid selama 2
bulan kemudian dilanjutkan dengan INH dan Rifampisin untuk 7
bulan. Bila ada resistensi obat tambahan Streptomisin atau
Etambutol.
o American Thoracic Society mengusulkan pemberian selama 6
bulan. INH, Rifampisin, Pirazinamid selama 2 bulan, selanjutnya
4 bulan INH dan Rifampisin saja setiap hari atau 2 kali dalam
seminggu.
Terapi tambahan:
o PPD intratekal untuk mengurangi serius sekuele
o Kortikosteroid diberikan bersama INH bisa mengurangi serius
sekuele. Pada meningitis diberikan pada stadium II dan III. Dapat
diberikan Prednisone 40-60 mg/hari selama 4-7 hari, dilanjutkan
dengan dosis 30-50 mg/ hari selama 4-7 hari, kemudian diberikan
dosis 10-30 mg/hari selama 5-8 minggu yang diturunkan terus
sampai habis.
II.13. Gejala Sisa pasca Meningitis
Bila penderita dengan meningitis tidak meninggal, sebagian besar akan sembuh total,
dan yang lain akan sembuh dengan gejala sisa kelainan neurologis. Beberapa kelainan yang
mungkin terjadi pasca meningitis adalah:
32
gangguan fokal
kejang
hidrosefalus.
abses otak
tuli
kelumpuhan saraf cranial
II.15. Prognosis
Penderita usia neonatus, anak-anak dan dewasa tua mempunyai prognosis yang semakin
jelek, yaitu dapat menimbulkan cacat berat dan kematian.
Mortalitas meningitis bakterial akut kira-kira 10% dari keseluruhan lebih tinggi pada
infeksi Streptococcus pneumonia.Penyakit pneumokokus juga lebih sering menyebabkan gejala
sisa panjang (kurang dari 30% kasus) seperti hidrosefalus, palsi nervus kranialis, deficit visual
dan motorik, serta epilepsi.
Pengobatan antibiotika yang adekuat dapat menurunkan mortalitas meningitis purulenta,
tetapi 50% dari penderita yang selamat akan mengalami sequelle (akibat sisa).
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Gilroy, J. Basic Neurology, Mc Graw Hill. USA. 1997. Hauser,Stephen,L (ed).
Harrison’s. Neurology in Clinical Medicine . Mc Graw Hill. Philadelphia. 2005
2. Mansjoer, A. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran UI. 2000. Hal 11- 16.
3. Silbernagl S, Lang F. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2003. 342 - 343
4. Scheld,MW., Whitley R.Jet al. Infection Of Central Nervous System. 1991. page
335-342.
5. Schwartz MW. Pedoman Klinis Pediatri. 1996. page 203 - 204.
33
6. Retno, M. Penggunaan Kortikosteroid pada Tuberkulosa. Diunduh di
fk.uwks.ac.id/archieve/jurnal/Vol1.no2.Juli2009/penggunaankortikosteroidpadatub
erkulosa.docx. Pada tanggal 15 Maret 2013.
7. Bridges, C., Woods, L., Coyne, T. Advisory Committee on Immunization Practices
(ACIP) Recommended Immunization Schedules for Adults Aged 19 Years and
Older. Morbidity and Mortality Weekly Report. 28 Januari 2013: hal. 13-18.
8. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. Infomedika Jakarta. 1985. 622 - 623
34