Upload
andrian-suner
View
337
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
a rare case of juvenille gigantomastia
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Gigantomastia adalah suatu kelainan jaringan ikat pada payudara yang jarang
ditemukan, yaitu suatu kondisi dimana payudara mempunyai berat mendekati 3%
total berat badan. Pada beberapa sumber membedakan antara macromastia dimana
berat dari payudara kurang dari 2,5kg dan gigantomastia dimana berat dari
payudara adalah lebih dari 2,5kg. Hal ini dapat mengenai wanita muda saat
pubertas yang dikenal sebagai juvenil macromastia atau juvenil gigantomastia,
dan bisa juga mengenai wanita hamil bahkan pria. 1
Kondisi ini terjadi lebih sering pada perempuan berusia 8-16 tahun, dengan
ciri klinis pembesaran payudara yang cepat. Pertumbuhan yang berlebihan dari
payudara biasanya bilateral. Bauer dkk melakukan telaah pada semua kelainan
payudara anak di atas usia 11 tahun dan hanya menemukan lima kasus (12,5%)
dengan diagnosis Juvenile Breast Hypertrophy diantara 40 pasien remaja.2,3
Pada Virginal Hypertrophy of the breast (VHB), pertumbuhan berlebihan
biasanya terjadi bilateral. Awalnya pembesaran cepat pada payudara terjadi
sekitar 3-6 bulan yang diikuti oleh pertumbuhan lambat payudara.7,11 Payudara
dapat tumbuh mencapai berat 13,5-22,5 kg. Pada VHB, payudara biasanya seperti
pendulum dan terasa kenyal tidak merata, dengan atau tanpa adanya massa yang
jelas. Hal ini dapat menyebabkan rasa nyeri, serta nyeri punggung dan leher.
Dapat pula terjadi dilatasi vena dan ulserasi kulit. Keadaan ini dapat menimbulkan
masalah fisik dan psikologis.
Tujuan dari laporan kasus ini untuk memberikan pengetahuan mengenai
aspek klinis terutama yang berhubungan dengan manifestasi klinis, diagnosis,
penatalaksanaan dan prognosis juvenille breast hypertrophy pada anak melalui
ilustrasi kasus.
1
LAPORAN KASUS
DATA DASAR
A. IDENTIFIKASI
Seorang anak perempuan usia 15 tahun, berat badan 39,5 kg, tinggi badan
150,5 cm, LK 51 cm beralamat di luar kota, datang ke RSMH Palembang
tanggal 24 Februari 2014 dengan keluhan utama kedua payudara semakin
membesar.
B. ANAMNESIS
Keluhan utama : kedua payudara yang semakin membesar
Riwayat perjalanan penyakit :
Sejak 5 bulan SMRS penderita mengeluh kedua payudara semakin
membesar, nyeri (-), demam (-), awalnya payudara normal, lama kelamaan
semakin membesar, penderita belum dibawa berobat.
Sejak 2 minggu SMRS penderita dirawat di RS Muhammadiah Palembang
karena payudara yang membesar, penderita dirawat oleh dokter Spesialis
Bedah dan dikatakan bahwa payudara membesar akibat kelebihan hormon,
disarankan untuk pengangkatan payudara. Penderita lalu dikonsulkan ke
dr.SpA(K) dan dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Riwayat Penyakit Dahulu
Penderita pernah menjalani operasi gusi sebanyak 4x operasi karena
penebalan gusi. Hasil pemeriksaan Patologi Anatomi : Epulis fibromatosa
(Februari 2013) dan Fibroepitheliomatous hiperplasia (April 2013).
Riwayat penyakit dalam keluarga
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal.
2
Riwayat Kelahiran
Penderita merupakan anak kedua dari 3 bersaudara, kehamilan penderita
merupakan kehamilan yang diinginkan, ibu penderita memeriksakan
kehamilan teratur ke bidan dan selama hamil tidak ada keluhan, tidak ada
riwayat minum obat maupun jamu. Penderita lahir spontan, cukup bulan,
ditolong dukun, lahir langsung menangis, berat lahir 2800 gr
Kesan : riwayat kelahiran dalam batas normal
Riwayat Imunisasi dasar :
BCG (+) scar (+), Hep 1,2,3 (+), DPT 1,2,3 (+), Polio 1,2,3 (+), campak (+)
Kesan : Imunisasi dasar lengkap
Riwayat Nutrisi
- ASI : lahir s/d umur 2 tahun
- Susu formula : 6 bulan s/d 5 tahun
- Bubur saring : 5 bulan – 7 bulan
- Nasi tim : 8 bulan – 1 tahun
- Nasi biasa : 1 tahun s/d sekarang, frekuensi 3 kali sehari @ 1
piring kecil dengan satu potong ukuran sedang lauk pauk berupa
ikan/telur/ayam/tahu/tempe. Penderita kurang menyukai sayur dan buah
Kesan : kualitas dan kuantitas kurang
Riwayat perkembangan
Tengkurap usia 4 bulan, duduk usia 6 bulan, merangkak usia 7 bulan
berdiri usia 9 bulan dan berjalan usia 36 bulan.
Kesan : perkembangan terlambat
3
Riwayat sosial ekonomi keluarga
Penderita anak kedua dari 3 bersaudara, berasal dari keluarga dengan
sosial ekonomi kurang. Pekerjaan ayah penderita adalah pemotong karet,
dengan pendidikan terakhir SMP. Pekerjaan ibu adalah ibu rumah tangga
dengan pendidikan terakhir SD.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesadaran: kompos mentis
Tekanan Darah : 90/60 mmhg
Nadi : 102 x/menit (isi dan tegangan cukup)
Suhu : 37,2 ᵒC
Berat Badan : 39,5 kg (berat badan + berat tumor) 33,5 kg
Tinggi Badan : 150,5 cm
Lingkar Kepala : 51 cm
Status gizi : BB/U = 39,5/52= 75,9 % ; TB/U = 150,5/162= 92,9% ;
BB/TB = 39,5/42=94,04%
Kesan : gizi baik, namun anak tampak kurus.
Status pubertas : A2P4M5
Keadaan Spesifik
Kepala : normocefali, conjungtiva anemis (-), pupil bulat isokor,
refleks cahaya +/+ normal, T1-T1 tenang, JVP tidak
meningkat, kelenjar getah bening tidak membesar, wajah
dismorfik (+), hiperplasia ginggiva (+)
4
Toraks : Bentuk dan gerak simetris, retraksi (-).
Jantung : bunyi jantung I dan II normal, bising (-).
Paru : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Regio mammae : tampak dua payudara yang membesar,
batas tidak tegas, bedungkul-dungkul.
Abdomen : Datar, lemas, bising usus (+) normal, hepar lien tidak
teraba, nyeri tekan epigastrium (-)
Ekstremitas : Tidak ada kelainan
Status Neurologis
Fungsi saraf otak : tidak ada kelainan
Fungsi motorik :
Lengan kanan Lengan kiri Tungkai kanan Tungkai
kiri
Gerakan
Kekuatan
Tonus
Klonus
R/ fisiologis
R/ patologis
Luas
5
Eutoni
Normal
-
Luas
5
Eutoni
Normal
-
Luas
5
Eutoni
-
Normal
-
Luas
5
Eutoni
-
Normal
-
Fungsi sensorik : tidak ada kelaianan
Gejala rangsang meningeal : tidak ada
5
RINGKASAN DATA DASAR
Seorang anak perempuan usia 15 tahun, berat badan 39,5 kg dan tinggi
badan 150,5 cm, beralamat diluar kota, berobat ke RSMH dengan keluhan kedua
payudara yang membesar.
Dari anamnesis didapatkan riwayat perjalanan penyakit : Sejak 5 bulan
SMRS penderita mengeluh kedua payudara semakin membesar, nyeri (-), demam
(-), awalnya payudara normal, lama kelamaan semakin membesar, penderita
belum dibawa berobat. Sejak 2 minggu SMRS penderita dirawat di RS
Muhammadiah Palembang karena payudara yang membesar, penderita dirawat
oleh dokter spesialis bedah dan dikatakan bahwa payudara membesar akibat
kelebihan hormon, disarankan untuk pengangkatan payudara. Penderita lalu
dikonsulkan ke SpA(K) dan dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis, tekanan
darah 90/60 mmhg, nadi 102 x/menit (i/t cukup), suhu 37,2 ᵒC, status gizi :
kurang. Keadaan spesifik : Kepala : Normocefali, konjungtiva anemis (-), pupil
bulat isokor, refleks cahaya +/+ normal. Toraks : bentuk dan gerak simetris,
retraksi (-). Jantung : bunyi jantung I dan II normal, bising (-). Paru : vesikuler (+)
normal, ronkhi (-), wheezing (-) . Regio mammae : tampak dua payudara yang
membesar, batas tidak tegas, bedungkul-dungkul. Abdomen : datar, lemas,
bising usus (+) normal, hepar lien tidak teraba. Ekstremitas : tidak ada kelainan.
KGB: tidak teraba membesar.
6
ANALISIS AWAL
Seorang anak perempuan usia 15 tahun, berat badan 39,5 kg, tinggi badan
150,5 cm, LK 51 cm beralamat di luar kota, datang ke RSMH Palembang tanggal
24 Februari 2014 dengan keluhan utama kedua payudara semakin membesar sejak
5 bulan SMRS. Pembesaran payudara yang terjadi selama masa pubertas
kemungkinan dapat disebabkan oleh: giant fibroadenoma, phyllodes tumor
(cystosarcoma phyllodes), JHB dan gestational gigantomastia. Bentuk besar dari
fibroadenoma biasanya menyerupai JHB, karena fibroadenoma dapat tumbuh
sangat cepat hingga mencapai ukuran besar dan teraba hangat, vena yang
terdilatasi, dan penipisan kulit pada bagian tumor. Konsistensinya dapat
menyerupai tekstur payudara normal pada JHB. Sebagian besar fibroadenoma
merupakan nodul diskret yang dapat dikeluarkan secara mudah melalui tindakan
bedah dan terlihat sangat berbeda dari jaringan payudara sekitarnya. Tumor
phyllodes dapat tumbuh cepat mencapai ukuran besar dengan adanya keterlibatan
kulit seperti pada JHB. Tumor phyllodes biasanya lebih tampak sebagai massa
berbatas tegas dan konsisten heterogen daripada difus dan cukup kencang seperti
yang terlihat pada JHB. Secara umum dipercaya bahwa tiga lesi ini
(fibroadenoma, JHB, dan tumor phyllodes) memiliki etiologi yang sama, yaitu
respon yang berlebihan terhadap stimulus normal. Karena hal itulah respon
general akan menyebabkan hipertrofi virginal, dan respon lokal akan
menyebabkan fibroadenoma dan bahkan tumor phyllodes.
Berdasarkan status gizi penderita, dimana BB/TB penderita 94,04% (berat
badan dihitung beserta berat massa) maka penderita ini memiliki status gizi yang
baik, namun secara klinis penderita terlihat kurus.
7
MASALAH AWAL
1. Kedua payudara membesar
2. Penebalan ginggiva
3. Sindroma (?)
DIAGNOSIS KERJA
Juvenille gigantomastia + Penebalan ginggiva + Sindroma (?)
RENCANA AWAL
1. Juvenille gigantomastia
Rencana diagnosis :
Rencana terapi : Mastektomi bilateral
Rencana edukasi : Menjelaskan kepada orang tua penderita
mengenai penyakit anaknya, pemeriksaan,
pengobatan dan tindakan, komplikasi,
serta prognosis apabila tindakan dilakukan
atau tidak.
Darah rutin :
Hb : 12,5 gr/dl, Ht : 38%, leukosit 9100 /mm3, trombosit : 319.000/mm3,
DC : 0/2/0/58/33/7
Kimia Klinik :
BSS : 104 mg/dl, albumin : 3,4 gr/dl, ureum : 15 mg/dl, creatinin : 0,58
mg/dl, Natrium : 143 mEq/L, Kalium : 3,7 mEq/L
FSH : 6,38 mUI/ml (2-15), Estradiol : 43,20pg/ml (folikular fase 18-147,
pre ovulatory peak 93-575, lutheal fase 43-214, menopause <58), LH : 3,0
mUI/ml (2-20)
8
2. Penebalan ginggiva
Rencana diagnosis :
Rencana terapi :
Rencana edukasi : menjelaskan kepada orang tau mengenai kondisi
yang dialami anaknya, pemeriksaan, pengobatan, dan tindakan yang akan
dilakukan.
3. Kemungkinan suatu sindroma
Rencana diagnosis :
Rencana terapi :
Rencana edukasi : menjelaskan kepada orang tau mengenai kondisi
yang dialami anaknya, pemeriksaan, pengobatan, dan tindakan yang akan
dilakukan.
9
FOLLOW UP
Catatan Perawatan Penderita
Tanggal 24 Februari 2014 (hari rawat ke-1)
M 1. Gigantomastia
S Pembesaran kedua payudara, demam (-), nyeri (-)
O KU : Kesadaran : kompos mentis
Tekanan Darah : 90/60 mmHg
Nadi : 102 x/menit (isi dan tegangan cukup)
Suhu : 37,2 ᵒC
KS : Kepala : normocefali, conjungtiva anemis (-), pupil bulat
isokor, refleks cahaya +/+ normal, T1-T1 tenang, JVP tidak meningkat,
kelenjar getah bening tidak membesar
Toraks : Bentuk dan gerak simetris, retraksi (-).
Jantung : bunyi jantung I dan II normal, bising (-).
Paru : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Regio mammae : tampak dua payudara yang
membesar, batas tidak tegas,
bedungkul-dungkul.
Abdomen : Datar, lemas, bising usus (+) normal, hepar lien tidak
teraba, nyeri tekan epigastrium (-)
Ekstremitas : Tidak ada kelainan
Darah rutin :
Hb : 12,5 gr/dl, Ht : 38%, leukosit 9100 /mm3, trombosit : 319.000/mm3, DC
10
: 0/2/0/58/33/7
Kimia Klinik :
BSS : 104 mg/dl, albumin : 3,4 gr/dl, ureum : 15 mg/dl, creatinin : 0,58
mg/dl, Natrium : 143 mEq/L, Kalium : 3,7 mEq/L
FSH : 6,38 mUI/ml (2-15), Estradiol : 43,20pg/ml (folikular fase 18-147, pre
ovulatory peak 93-575, lutheal fase 43-214, menopause <58), LH : 3,0
mUI/ml (2-20)
Kesan : normal hormon
FNAB (di RSUD dr. HM Rabain Muara Enim)
Makroskopis : Pada saat aspirasi keluar cairan jernih
Mikroskopis : Sediaan sitologi FNA regio mamma dextra dan sinistra dengan
populasi cukup, latar belakang RBC. Terdiri dari beberapa cluster sel
sebagian membentuk struktur asiner dengan inti bulat oval, kromatin
sitoplasma banyak. Dijumpai juga bipolar sel. Tidak ditemukan tanda-tanda
ganas pada sediaan ini.
Kesan : Fibrocystic change, fibroadenoma mammae dan tanda-tanda edema
pada mamma dextra dan sinistra.
Rontgen thoraks : dalam batas normal
11
Tanggal 11 Maret 2014 (hari rawat ke-15)
M 1. Giant Fibroadenoma mammae
S Pembesaran kedua payudara, demam (-), nyeri (-)
O KU : Kesadaran : kompos mentis
Tekanan Darah : 90/60 mmhg
Nadi : 92 x/menit (isi dan tegangan cukup)
Suhu : 37 ᵒC
KS : Kepala : normocefali, conjungtiva anemis (-), pupil bulat
isokor, refleks cahaya +/+ normal, T1-T1 tenang, JVP tidak meningkat,
kelenjar getah bening tidak membesar
Toraks : Bentuk dan gerak simetris, retraksi (-).
Jantung : bunyi jantung I dan II normal, bising (-).
Paru : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Regio mammae : tampak dua payudara yang
membesar, batas tidak tegas,
bedungkul-dungkul.
Abdomen : Datar, lemas, bising usus (+) normal, hepar lien tidak
teraba, nyeri tekan epigastrium (-)
Ekstremitas : Tidak ada kelainan
A Giant fibroadenoma mammae bilateral
P Mastektomi bilateral dan rekonstruksi payudara dalam general anestesi
Jaringan dikirim ke bagian Patologi Anatomi
13
Tanggal 15 Maret 2014 ( hari rawat ke-21)
M 1. Post mastektomi bilateral Giant Fibroadenoma mammae
S Perdarahan bekas luka operasi (-), demam (-), nyeri (-)
O KU : Kesadaran : kompos mentis
Tekanan Darah : 100/60 mmhg
Nadi : 94 x/menit (isi dan tegangan cukup)
Suhu : 36,8 ᵒC
KS : Kepala : normocefali, conjungtiva anemis (-), pupil bulat
isokor, refleks cahaya +/+ normal, T1-T1 tenang, JVP tidak meningkat,
kelenjar getah bening tidak membesar
Toraks : Bentuk dan gerak simetris, retraksi (-).
Jantung : bunyi jantung I dan II normal, bising (-).
Paru : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Regio mammae : tampak luka bekas operasi tertutup
verban
Abdomen : Datar, lemas, bising usus (+) normal, hepar lien tidak
teraba, nyeri tekan epigastrium (-)
Ekstremitas : Tidak ada kelainan
A Post mastektomi bilateral hari ke -4
P Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gr
Injeksi Ketorolac 2 x 30 mg iv
Hasil pemeriksaan Patologi Anatomi didapatkan
14
Makroskopis :
I. Sepotong jaringan mamma sinistra dengan berat 2,5 kg, dilapisi
kulit, tanpa puting, ukuran 26 x 21 x 7 cm, dasar sayatan fascia,
pada potongan dijumpai massa solid memenuhi seluruh kuadaran,
ukuran 25,5 x 21 x 7 cm, kenyal, warna putih, berjaras-jaras, batas
tegas, licin, dijumpai kiste-kiste, jarak terdekat 0,1 cm dari dasar.
Dijumpai KGB axilla sebanyak 3 buah, diameter 1 cm, warna abu-
abu, konsistensi kenyal, dijumpai satu buah jaringan yang
menggantung pada sisa lateral atas jaringan mamma bentuk bulat,
warna abu-abu kecoklatan, ukuran 3 x 1,5 cm, pada potongan
dijumpai massa seperti jaringan mamma, berkapsul.
II. Sepotongan jaringan mamma dekstra dengan berat 5 kg, dilapisi
kulit tanpa puting, ukuran 35 x 27 x 8 cm, dasar sayatan fascia,
dijumpai massa soliter memenuhi seluruh kuadaran, konsisitensi
kenyal, warna putih abu-abu, berjaras-jaras, batas tegas, licin,
dijumpai kiste-kiste, jaringan terdekat 0,2 cm, dari dasar sayatan.
Dijumpai 8 buah KGB terbesar ukuran 3 cm, terkecil 0,5 cm,
warna abu-abu, konsistensi kenyal. Pada potongan padat,
homogen, berkapsul.
Mikroskopis :
I. Sedian dari mamma kiri dievaluasi sebagai berikut
– areola mamma epidermis dilapisi epitel squamous kompleks
berkeratin, subepitel dijumpai duktus lactiferus dilapisi sel-sel
metaplasia apokrin dan myoepitel dan jaringan ikat fibrokolagen.
Tidak dijumpai tanda ganas pada sediann ini.
- Massa : berupa asini dan duktuli dilapisi sel kuboid-sel kolumner
selapis sampai beberapa lapis myoepitel, lumen duktus melebar,
dikelilingi stroma jaringan ikat fibrokolagen hialinisasi sebagian
mikrotosis. Pada bagian lain tampak asini dan duktuli melebar kistik
15
dilapisi sel-sel metaplasia apokrin, serta duktuli yang dilapisi sel
kuboid hiperplasia dengan inti atipik dikelilingi jaringan ikat
fibrohyalinisasi.
- Dasar sayatan berupa sel-sel lemak matur dengan stroma jaringan ikat
fibrokolagenn. Tidak dijumpai massa tumor dan tanda ganas pada
sediann ini.
- Batas-batas sayatan terdiri dari jaringan ikat fibrokolagen dan sel-sel
lemak matur, tidak dijumpai massa tumor dan tanda ganas pada sedian
ini.
Kesan : giant fibroadenoma mamma dengan komponen fibrocystic
changes dan ductal hiperplasia atipik, pada mamma dekstra dan sinistra.
16 Maret 2014 (hari perawatan ke-22)
M Post mastektomi bilateral dan rekonstruksi
S Perdarahan (-), demam (-), nyeri (-)
O KU : Kesadaran : kompos mentis
Tekanan Darah : 90/60 mmHg
Nadi : 88 x/menit (isi dan tegangan cukup)
Suhu : 36,7 ᵒC
RR : 20 x /menit
KS : Kepala : normocefali, conjungtiva anemis (-), pupil bulat
isokor, refleks cahaya +/+ normal, T1-T1 tenang, JVP tidak meningkat,
kelenjar getah bening tidak membesar
Toraks : Bentuk dan gerak simetris, retraksi (-).
Jantung : bunyi jantung I dan II normal, bising (-).
16
Paru : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Regio mammae : tampak luka bekas operasi sebagian
mulai mengering.
Abdomen : Datar, lemas, bising usus (+) normal, hepar lien tidak
teraba, nyeri tekan epigastrium (-)
Ekstremitas : Tidak ada kelainan
A Post mastektomi bilateral Giant fibroadenoma mammae bilateral
P Pulang kontrol
ANALISIS KASUS
Seorang anak perempuan usia 15 tahun dengan keluhan pembesaran payudara
bilateral, hal ini disebabkan oleh hipersensitivitas reseptor estrogen, kemungkinan
diagnosis yang dapat dipikirkan untuk pembesaran payudara yang terjadi selama
masa pubertas dapat disebabkan oleh: giant fibroadenoma, phyllodes tumor
(cystosarcoma phyllodes), JHB dan gestational gigantomastia. Bentuk besar dari
fibroadenoma biasanya menyerupai JHB, karena fibroadenoma dapat tumbuh
sangat cepat hingga mencapai ukuran besar dan teraba hangat, vena yang
17
terdilatasi, dan penipisan kulit pada bagian tumor. Konsistensinya dapat
menyerupai tekstur payudara normal pada JHB. Ditinjau dari segi fisik,
gigantomastia menimbulkan keluhan berupa nyeri di leher dan punggung,
kesulitan saat membersihkan diri. Ditinjau dari segi psikis, penderita ini
mengalami kendala dalam pergaulan akibat besarnya kedua payudara. Penderita
tidak melanjutkan pendidikannya, penderita jarang bergaul dengan teman-teman
sebayanya karena malu untuk keluar rumah.
Pilihan terapi untuk kasus ini adalah mamoplasti reduksi atau mastektomi. Pada
penderita ini dipilih tindakan mastektomi bilateral untuk mencegah terjadinya
rekurensi akibat masih tersisanya reseptor estrogen di jaringan payudara.
Komplikasi dari tindakan mastektomi bilateral pada pasien ini meliputi
komplikasi post operatif yang berkaitan dengan ketidakmampuan penderita untuk
menyusui di masa depan. Komplikasi lainnya berupa komplikasi psikis seorang
remaja wanita yang tidak mempunyai payudara akan menurunkan rasa percaya
dirinya. Ditinjau dari segi fertilitas, penderita masih mengalami menstruasi setelah
mastektomi bilateral, artinya tidak ada komplikasi yang terkait dengan fertilitas.
Bila dikaitkan dengan riwayat penebalan gusi yang dialami penderita sebelum
timbulnya pembesaran payudara, ternyata ditemukan adanya korelasi antar kedua
gejala ini. Penebalan gusi yang terjadi sebelumnya juga berkaitan dengan
hipersensitivitas estrogen.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi dan Epidemiologi
Juvenile hypertrophy of the breast (JHB sinonim : virginal hypertrophy of
the breast, juvenile gigantomastia) merupakan pembesaran berlebihan dari
jaringan payudara atau pembesaran difus dari payudara dan biasanya
mengakibatkan masalah fisik dan psikososial.1,2 Kejadian ini pertama kali
18
diterangkan oleh Durston pada 1669, etiologi kelainan ini masih belum jelas,
namun kelainan ini menggambaran adanya hipersensitifitas organ akibat
gangguan regulasi endokrin.3 Gigantomastia secara secara umum, tidak hanya
juvenile gigantomastia, juga dikaitkan dengan mekanisme lain termasuk
abnormalitas hormon, hipersensitivitas reseptor hormon, keganasan, dan obat-
obatan.4
JHB biasanya berkembang secara sporadis, namun kasus familial juga telah
dilaporkan. Terdapat dua kasus familial yang dilaporkan dimana satu kasus JHB
familial disertai dengan anokia kongenital. Kondisi familial tersebut mungkin
diwariskan secara genetik sebagai ciri terpisah dalam keluarga yang besar atau
sebagai kombinasi fenotip dari kelainan gen tunggal. 3 Kondisi ini terjadi lebih
sering pada perempuan berusia 8-16 tahun, dengan ciri klinis pembesaran
payudara yang cepat. Pertumbuhan yang berlebihan dari payudara biasanya
bilateral.
Bauer dkk melakukan telaah pada semua kelainan payudara anak di atas
usia 11 tahun dan hanya menemukan lima kasus (12,5%) dengan diagnosis
Juvenile Breast Hypertrophy diantara 40 pasien remaja. Pada awalnya,
pembesaran cepat payudara terjadi selama tiga sampai enam bulan diikuti dengan
pertumbuhan pelan namun berkelanjutan. Payudara dapat tumbuh hingga seberat
13,5 kg sampai 22,5 kg.3 Le dkk melaporkan bahwa tidak ada konsensus universal
untuk definisi gigantomastia, tetapi sering digambarkan sebagai pembesaran
payudara yang membutuhkan pengangkatan lebih dari 1500g tiap payudara.4
Kondisi payudara patologis jarang terjadi pada anak-anak dan remaja.
Spektrum penyakit payudara pada kelompok usia ini berbeda dibanding dewasa,
kebanyakan lesi jinak dan tergambar sebagai jaringan payudara normal, kista, atau
fibroadenoma.5
Berikut Tabel 1 mengenai anomali perkembangan payudara dalam keluarga
BDA Total kasus Riwayat keluarga % kejadian dalam
keluarga
19
Unilateral
hipoplasia
3 0 0
macromastia 18 5 27,8
Bilateral
hipoplasia
20 5 40
Nipple aksesori 8 3 37,5
Nipple anomali 10 4 40
Tubular breast 5 2 20
Total 64 22 34,4
Tabel 1. Prevalensi Breast Development Anomalies pada keluarga6
B. Anatomi dan Fisiologi Payudara
a. Anatomi7
Kelenjar mammae (payudara) dimiliki oleh kedua jenis kelamin. Kelenjar ini
menjadi fungsional saat pubertas untuk merespons estrogen pada perempuan dan
pada laki-laki biasanya tidak berkembang. Saat kehamilan, kelenjar mammae
mencapai perkembangan puncaknya dan berfungsi untuk produksi susu (laktasi)
setelah melahirkan bayi.
1. Struktur
Setiap payudara merupakan elevasi dari jaringan glandular dan adipose yang
tertutup kulit pada dinding anterior dada. Payudara terletak diatas otot pektoralis
mayor dan melekat pada otot tersebut melalui selapis jaringan ikat. Variasi ukuran
payudara bergantung pada variasi jumlah jaringan lemak dan jaringan ikat dan
bukan pada jumlah glandular aktual.
a. Jaringan glandular terdiri dari 15 sampai 20 lobus mayor, setiap lobus
dialiri duktus laktiferusnya sendiri yang membesar menjadi sinus
lakteferus (ampula).
b. Lobus-lobus dikelilingi jaringan adipose dan dipisahkan oleh ligamen
suspensorium cooper (berkas jaringan ikat fibrosa).
20
c. Lobus mayor bersubdivisi menjadi 20 sampai 40 lobulus, setiap
lobulus kemudian bercabang menjadi duktus-duktus kecil yang
berakhir di alveoli sekretori.
d. Puting memiliki kulit berpigmen dan berkerut membentang keluar
sekitar 1 cm sampai 2 cm untuk membentuk aerola.
2. Suplai darah dan aliran cairan limfatik payudara
a. Suplai arteri ke payudara berasal dari arteri mammaria internal,
yang merupakan cabang arteri subklavia. Konstribusi tambahan berasal
dari cabang arteri aksilari toraks. Darah dialirkan dari payudara melalui
vena dalam dan vena supervisial yang menuju vena kava superior.
b. Aliran limfatik dari bagian sentral kelenjar mammae, kulit, puting, dan
aerola adalah melalui sisi lateral menuju aksila. Dengan demikian,
limfe dari payudara mengalir melalui nodus limfe aksilar.
21
Gambar 1. Anatomi payudara8
Berikut tabel 2 mengenai tahap-tahap perkembangan payudara menurut Tanner.
Tanner
Stage
Usia rata-rata
(tahun)
Temuan fisik
1 NA Elevasi prepubertas pada papila saja
2 11,2 Kuncup payudara nampak di bawah areola yang
membesar
3 12,4 Jaringan payudara tumbuh melampaui areola
tanpa pemisahan kontur
4 13,1 Proyeksi dari areola dan papila membentuk
gundukan kedua
5 14,5 Kontur dengan proyeksi papila
Tabel 2. Tahap Perkembangan Payudara Tanner9
b. Fisiologi7
Payudara wanita mengalami tiga jenis perubahan yang dipengaruhi oleh hormon.
Perubahan pertama dimulai dari masa hidup anak, masa pubertas sampai
menopause. Sejak pubertas, estrogen dan progesteron menyebabkan
berkembangnya duktus dan timbulnya sinus. Perubahan kedua, sesuai dengan
daur haid. Beberapa hari sebelum haid, payudara akan mengalami pembesaran
maksimal, tegang, dan nyeri. Oleh karena itu pemeriksaan payudara tidak
mungkin dilakukan pada saat ini. Perubahan ketiga terjadi pada masa hamil dan
menyusui. Saat hamil payudara akan membesar akibat proliferasi dari epitel
duktus lobul dan duktus alveolus, sehingga tumbuh duktus baru. Adanya sekresi
22
hormon prolaktin memicu terjadinya laktasi, dimana alveolus menghasilkan ASI
dan disalurkan ke sinus kemudian dikeluarkan melalui duktus ke puting susu.
C. Klasifikasi dan Patologi
JHB yang sebenarnya memiliki ciri pembesaran payudara yang cepat, unilateral
atau bilateral, tidak proporsional terhadap bagian tubuh yang lain pada masa
remaja.3,10 Normalnya, pertumbuhan dari kelenjar-kelenjar payudara dimulai
segera setelah menarke, dengan kisaran usia 8 sampai 16 tahun dimana
perkembangan dan pembesaran fisik dari payudara perempuan biasanya terjadi
secara bertahap selama periode 3-5 tahun, selama itu terjadi proliferasi dari
komponen stroma dan duktal. Terdapat perbedaan jelas dengan pola pembesaran
yang lambat dan progresif, JHB adalah pembesaran yang sangat cepat dan masif
pada satu atau kedua payudara. Pasien biasanya mengalami periode awal
perkembangan yang jelas, diikuti dengan periode pembesaran yang lebih lambat
namun lebih lama dan berkelanjutan yang apabila tidak diterapi mungkin
berlangsung terus hingga mencapai usia subur.3
Morimoto dkk mengutip dari Yehudains, mengatakan bahwa etiologi JHB
berhubungan dengan hipersensitivitas lokal terhadap reseptor estrogen. Pada suatu
penelitian oleh Jabs dkk yang menganalisis reseptor estrogen pada 25 reduksi
mamaplasty karena pembesaran payudara menemukan bahwa semua sampel tidak
memiliki reseptor estrogen.3
Pada sebagian besar anak perempuan, telarkhe biasanya merupakan tanda
pertama terjadinya pubertas dan biasanya terjadi pertumbuhan payudara selama
periode 3-5 tahun di onset pubertas. Kompleks hormon mempengaruhi
pertumbuhan payudara. Perkembangan duktus dan lobus alveolar terutama
dipengaruhi oleh estrogen dan progesteron. JHB adalah suatu kelainan yang
jarang terjadi di sekitar masa menarkhe dan membuat pertumbuhan payudara
berlebihan. Pada Virginal Hypertrophy of the breast (VHB), pertumbuhan
berlebihan biasanya terjadi bilateral. Awalnya pembesaran cepat pada payudara
terjadi sekitar 3-6 bulan yang diikuti oleh pertumbuhan lambat payudara.7,11
23
Payudara dapat tumbuh mencapai berat 13,5-22,5 kg. Pada VHB, payudara
biasanya seperti pendulum dan terasa kenyal tidak merata, dengan atau tanpa
adanya massa yang jelas. Hal ini dapat menyebabkan rasa nyeri, serta nyeri
punggung dan leher. Dapat pula terjadi dilatasi vena dan ulserasi kulit. Keadaan
ini dapat menimbulkan masalah fisik dan psikologis.12
Hipotesis bahwa hipertrofi payudara disebabkan oleh sensitivitas end-organ
terhadap hormon steroid selama pengaturan stres endokrin masih diperdebatkan.
Pada pasien SLE, payudara juga dapat menjadi target potensial. Lanzon dkk
melaporkan sebuah kasus pada pasien dengan lupus yang menderita hipertrofi
cepat dan signifikan pada payudara yang berkaitan dengan flare penyakit yang
membutuhkan steroid dosis tinggi, pasien kemudian menjalani operasi
mamoplasty reduksi untuk memperbaiki kondisinya tersebut.13
Untuk klasifikasi, sebenarnya tidak ada yang baku, namun dari satu jurnal
didapatkan bahwa kelainan pembesaran payudara dapat diklasifikasikan menjadi3:
1. Juvenile breast hypertrophy atau virginal/pubertal/juvenile
macromastia,
2. Gestational macromastia (macromastia yang terjadi selama kehamilan)
3. Macromastia pada wanita dewasa dengan penyebab yang tidak
teridentifikasi.
Fibroadenoma merupakan tumor jinak payudara yang sering ditemukan
pada masa reproduksi yang disebabkan oleh beberapa kemungkinan yaitu akibat
sensitivitas jaringan setempat yang berlebihan terhadap hormon estrogen sehingga
kelainan ini sering digolongkan dalam mamary displasia. Fibroadenoma biasanya
ditemukan pada kuadran luar atas, merupakan lobus yang berbatas jelas, mudah
digerakkan dari jaringan di sekitarnya. Fibroadenoma mammae biasanya tidak
menimbulkan gejala dan ditemukan secara kebetulan. Fibroadenoma biasanya
ditemukan sebagai benjolan tunggal, tetapi sekitar 10%-15% wanita yang
menderita fibroadenoma memiliki beberapa benjolan pada kedua payudara.
Penyebab munculnya beberapa fibroadenoma pada payudara belum
diketahui secara jelas dan pasti. Hubungan antara munculnya beberapa
24
fibroadenoma dengan penggunaan kontrasepsi oral belum dapat dilaporkan
dengan pasti. Selain itu adanya kemungkinan patogenesis yang berhubungan
dengan hipersensitivitas jaringan payudara lokal terhadap estrogen, faktor
makanan dan faktor riwayat keluarga atau keturunan. Kemungkinan lain adalah
bahwa tingkat fisiologi estrogen penderita tidak meningkat tetapi sebaliknya
jumlah reseptor estrogen meningkat. Peningkatan kepekaan terhadap estrogen
dapat menyebabkan hyperplasia kelenjar susu dan akan berkembang menjadi
karsinoma.
Fibroadenoma sensitif terhadap perubahan hormon. Fibroadenoma
bervariasi selama siklus menstruasi, kadang dapat terlihat menonjol, dan dapat
membesar selama masa kehamilan dan menyusui. Akan tetapi tidak menggangu
kemampuan seorang wanita untuk menyusui. Diperkirakan bahwa sepertiga dari
kasus fibroadenoma jika dibiarkan ukurannya akan berkurang bahkan hilang
sepenuhnya. Namun yang paling sering terjadi, jika dibiarkan ukuran
fibroadenoma akan tetap. Tumor ini biasanya bersifat kenyal dan berbatas tegas
dan tidak sulit untuk diraba. Apabila benjolan didorong atau diraba akan terasa
seperti bergerak-gerak sehingga beberapa orang menyebut fibroadenoma sebagai
“breast mouse”. Biasanya fibroadenoma tidak terasa sakit, namun kadang kala
akan menimbulkan rasa tidak nyaman dan sangat sensitif apabila disentuh.
D. Diagnosis
a. Anamnesis
Banyak pasien melaporkan gejala-gejala makromastia berupa nyeri payudara,
nyeri punggung dan leher, postur membungkuk, kesulitan membersihkan diri, lesi
intertriginosa pada lipat payudara. Para pasien dengan JHB seringkali lebih
memperhatikan masalah psikologis dan sekuele sosial akibat kelainan ini. Mereka
mengalami kesulitan memperoleh pakaian yang tepat dan tidak dapat
berpartisipasi dalam aktivitas olahraga. Kebanyakan pasien menolak untuk
menghadiri acara-acara sosial dan akhirnya terkungkung di rumah.3
25
b. Manifestasi Klinis dan Hasil Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien JHB akan menunjukkan remaja yang nampak sehat,
berkembang normal dengan pembesaran yang sangat disproporsional dari satu
atau dua payudara. Payudara yang bermasalah berbentuk pendulum, dengan
puting dan areola yang melebar. Vena superfisial nampak melebar secara
prominen. Perubahan kulit yang terjadi bisa berupa penipisan sampai terbentuk
ulkus dan nekrosis yang terjadi sekunder akibat terhambatnya suplai darah dari
tekanan dan tarikan yang berlebihan pada kulit. Secara keseluruhan, payudara
kencang dan terkadang nyeri pada palpasi. JHB tidak berkaitan dengan
limfadenopati aksiler atau galaktorea. Deformitas tulang belakang yang terjadi
secara sekunder akibat beban yang berlebihan dapat ditemukan juga pada pasien,
termasuk kifosis, lordosis dan skoliosis lumbal kompensata pada kasus-kasus
yang asimetris. Biasanya juga tidak ditemukan sekret yang keluar dari puting.3
Gambar 2. Unilateral Juvenile Breast Hypertrophy3
Gambar 3. Bilateral Juvenile Breast Hypertrophy14
26
Gambar 4. Hipertrofi juvenil payudara kanan, tampak vena
yang terlihat superfisial dan eritema ringan pada payudara
kanan dan perbedaan ukuran yang jelas antara dua payudara1
C. Pemeriksaan Penunjang
Kadar serum estrogen, progesterons, prolaktin, dan gonadotropin (FSH,LH,
cortisol) dalam batas normal. Jumlah reseptor estrogen pada jaringan payudara
tidak meningkat. Netscher melaporkan bahwa pada JHB, bahkan pada tipe
unilateral, tidak perlu melakukan pemeriksaan kadar serum hormonal.1
Pencitraan juga harus dilakukan pada pasien untuk menyingkirkan ada
atau tidaknya tumor. Mammografi sulit diinterpretasikan pada wanita muda
karena densitas jaringan payudara. Saat pembacaan mamogram dapat dilakukan,
temuan jinak dapat ditemukan, dari densitas yang homogen hingga mastopati.
Pemeriksaan sonografi jarang memberikan informasi yang bermanfaat dan
diindikasikan hanya bila terdapat massa yang diskret. MRI dapat juga digunakan
untuk menggambarkan arsitektur payudara dan patologi secara samar.1
Mengidentifikasi tipe sel, struktur penyakit ganas, dan memperoleh sampel
ukuran besar lebih mudah dengan core needle biopsy, namun fine needle
aspiration biopsy lebih dipilih karena kurang invasif pada pasien dan masih dapat
membedakan keganasan pada pasien usia muda yang lebih banyak terkena
penyakit jinak dengan massa yang besar. Secara histologi, jaringan payudara pada
JHB tidak memiliki kapsul tumor, memiliki banyak stroma tidak beraturan, dan
27
komponen duktal lebih prominen, sering disertai dengan hiperplasi epitel namun
formasi lobulus sedikit atau tidak ada.1,15
Gambar 5. Gambaran histopatologi biopsi payudara kanan pasien dengan Juvenile
Breast Hypertrophy: proliferasi dari struktur tubuler duktal dan stroma jaringan
ikat nampak pada pewarnaan hematoxylin dan eosin(x100)1
D. Diferensial Diagnosis
Diferensial diagnosis untuk pembesaran payudara unilateral pada remaja meliputi,
dari yang paling sering terjadi : giant fibroadenoma, phyllodes tumor
(cystosarcoma phyllodes), JHB dan gestational gigantomastia. Bentuk besar dari
fibroadenoma biasanya menyerupai JHB, karena fibroadenoma dapat tumbuh
sangat cepat hingga mencapai ukuran besar dan berhubungan dengan kehangatan,
vena yang terdilatasi, dan penipisan kulit pada bagian tumor. Konsistensinya
dapat menyerupai tekstur payudara normal pada JHB. Sebagian besar
fibroadenoma merupakan nodul diskret yang dapat dikeluarkan secara mudah
melalui tindakan bedah dan terlihat sangat berbeda dari jaringan payudara
sekitarnya.3
28
Gambar 6. Juvenile Giant Fibroadenoma yang menempati bagian dalam
dan kuadran atas dengan pembuluh darah yang nampak16
Tumor phyllodes dapat tumbuh cepat mencapai ukuran besar dengan
adanya keterlibatan kulit seperti pada JHB. Tumor phyllodes biasanya lebih
tampak sebagai massa berbatas tegas dan konsisten heterogen daripada difus dan
cukup kencang seperti yang terlihat pada JHB. Secara umum dipercaya bahwa
tiga lesi ini (fibroadenoma, JHB, dan tumor phyllodes) memiliki etiologi yang
sama, yaitu respon yang berlebihan terhadap stimulus normal. Karena hal itulah
respon general akan menyebabkan hipertrofi virginal, dan respon lokal akan
menyebabkan fibroadenoma dan bahkan tumor phyllodes.3
E. Tatalaksana
Pendekatan tatalaksana JHB masih kontroversial. Tatalaksana untuk JHB
meliputi aspek psikologis, farmakologis, dan pembedahan. Untuk pasien berusia
muda yang menyetujui tindakan mastektomi subkutan sebagai pembedahan
pertama dan diharapkan merupakan pembedahan definitif, rekonstruksi dengan
implan harus ditunda hingga beberapa tahun untuk follow up kemungkinan
rekurensi dan kebutuhan untuk perbaikan. Pembesaran payudara definitif dengan
implan sebaiknya dilakukan pada usia yang sesuai dengan masing-masing pasien.
Meskipun mastektomi dengan rekonstruksi implan menawarkan terapi definitif,
pasien rentan terhadap komplikasi yang berhubungan dengan implan payudara
prostetik.3
Suplemen terapi hormon telah didemonstrasikan membantu menurunkan
risiko rekurensi setelah pembedahan reduksi dan untuk menghindari mastektomi
komplit. Suplemen terapi itu telah digunakan tersendiri atau sebagai tambahan
untuk mengurangi ukuran payudara. Beberapa preparat antiestrogen seperti
medroxyprogesterone (depo-provera), dydrogesterone (gynorest), dan tamoxifen
sitrat (novaldex) telah terbukti bermanfaat dalam menghentikan perkembangan
29
payudara. Tamoxifen ditemukan sebagai obat yang paling efektif dalam
menghentikan pembesaran ulang payudara setelah pembedahan reduksi payudara.3
O’hare dkk telah mengamati stabilisasi pertumbuhan dengan 20 mg tamoxifen
sitrat selama 6 bulan. Pada kasus lain, pertumbuhan cepat payudara dilaporkan
kembali terjadi setelah 4 bulan farmakoterapi, meskipun tamoxifen titrasi telah
ditingkatkan hingga 40 mg perhari. Dosis yang lebih tinggi dari obat-obatan ini
harus digunakan dengan sangat hati-hati karena efek samping yang signifikan.
Sebagai contoh, efek samping tamoxifen termasuk hiperplasia endometrium, hot
flushes, tromboembolisme vena, dan perubahan densitas tulang11
Sedikit peneliti merekomendasikan terapi hormon selama sedikitnya enam
bulan. Pada pasien yang gagal merespon antiestrogen yang cukup untuk
percobaan, terapi pembedahan harus dipertimbangkan, apakah prosedur
mammaplasty reduksi atau mastektomi subkutan dengan pemasangan implan
segera atau subsekuensial. Peneliti lain menyarankan bahwa pemberian terapi
hormon pada pasien usia muda harus dipertimbangkan sebelum meresepkan terapi
hormonal karena potensi risiko dan kerugian pada pemakaian obat-obatan ini. 3
Arscott dkk melaporkan kebanyakan kasus gigantomastia gestasional
merespon baik terhadap terapi bromokriptin. Dosis tinggi dari obat ini sering
memiliki hasil memperlambat atau membalikkan pertumbuhan cepat payudara
selama kehamilan. Bromokriptin merupakan komponen turunan dari ergot yang
bertindak sebagai agonis dopamin pada hipotalamus, menyebabkan penurunan
bermakna pada pelepasan prolaktin dari kelenjar pituitari anterior. Sebelum
penelitian ini terapi bromokriptin belum pernah digunakan pada JBH. Penelitian
ini menguji efektifitas bromokriptin pada pasien JBH dan ternyata hasilnya tidak
mengurangi kecepatan pembesaran.16
Dancey dkk menyimpulkan dengan mengatakan bahwa gigantomastia
sebaiknya didefinisikan sebagai pertumbuhan payudara berlebihan yakni lebih
dari 1,5 kg setiap payudara. Relevansi klinis berat payudara yang direduksi
melalui tindakan bedah masih diperdebatkan. Bagaimanapun, masalah diperoleh
dari berbagai pendapat 150 kolega di seluruh eropa. Sebagian besar responden
30
menyetujui reseksi payudara seberat 1 kg setiap payudara untuk mewakili suatu
tindakan bedah untuk gigantomastia.17
Pembedahan sebaiknya ditunda hingga akhir pubertas saat pertumbuhan
payudara telah komplit.19 Strategi pembedahan pada tatalaksana JHB juga sangat
rumit. Reduksi payudara adalah strategi yang diterima sebagai terapi JHB.
Prosedur ini harus fokus pada cara menguasai wilayah areola dan puting.
Payudara berukuran besar biasanya membutuhkan teknik free areola-nipple graft.
Yehudain dkk menggunakan teknik Mckissock pada tiga dari empat pasien yang
dilaporkannya dengan kesemuanya digunakan free areola-nipple graft. Yehudain
dkk juga melaporkan bahwa mereka melakukan satu prosedur pembedahan
McKissock tanpa free nipple graft meskipun panjang pedikel mencapai 50 cm,
semua wilayah areola-puting tetap hidup.3
Obat-obatan terbukti kurang efektif dalam meredakan gigantomastia,
karena itulah pembedahan menjadi terapi utama pada kasus ini. Berbagai teknik
digunakan untuk memelihara fungsi dan sensasi payudara. Secara tradisional
gigantomastia yang parah diterapi dengan amputasi payudara dan cangkok areola-
puting, namun laporan terakhir menyatakan bahwa hal ini tidak perlu
dipertimbangkan sebagai prosedur standar. Mammaplasty reduksi adalah
prosedur kosmetik yang sering diminta oleh populasi Kaukasia.20
Penggunaan implan pada beberapa situasi diperlukan untuk koreksi
payudara. Implan gel saline atau silikon , tergantung pilihan pasien, dpat
diguakan pada koreksi payudara. Meskipun implan ini menolong individu untuk
memperoleh kepercayaan dirinya, setelah beberapa tahun , terdapat pasien yang
mengalami komplikasi seperti kontraktur kapsuler yang merupakan komplikasi
yang paling umum, sementara yang lain harus melalui operasi ulang akibat ruptur
implan. Karena kemungkinan ruptur implan meningkat seiring usia implan,
pasien disarankan untuk kontrol teratur untuk deteksi dini menggunakan
mamografi atau MRI. MRI lebih dipilih karena hasilnya lebih akurat untuk
deteksi ruptur dan kebocoran implan.21
31
Hipertrofi dari jaringan payudara yang direseksi secara inkomplit dapat
membesar hingga mencapai titik bahwa harus dilakukan pengangkatan secara
bedah. Baker dkk menyarankan bahwa pasien yang lebih tua dapat diterapi
definitif hanya dengan pembedahan reduksi saja dan pasien muda harus diterapi
dengan mastektomi subkutan karena tingginya angka rekurensi.3
F. Prognosis
Hasil dari pembedahan dibagi menjadi secara estetik dan fungsional. Secara
estetik dapat dilihat dari simetris atau tidaknya kedua payudara, dan secara fungsi
dinilai sensibilitas, kekenyalan payudara kanan dan kiri, fumgsi sosial dan
psikologi pasien serta aktivitas seksualnya.3
Tercatat bahwa semua terapi pembedahan dengan ablasi hampir seluruh
jaringan payudara akan menyebabkan hipertrofi selama periode hipersensitifitas
organ target akhir. Kupfer dkk melaporkan secara retrospektif dari 15 kasus JHB
yang ditatalaksana dengan mastektomi total dari 1910-1982, dua pasien
membutuhkan reseksi-reseksi ulang karena rekurensi hipertrofi, satu
membutuhkan tiga reseksi ulang yang lain (pada bulan ke 4,12,dan 48 setelah
operasi pertama). Sebagai perbandingan, 14 kasus JHB yang ditatalaksana
dengan mammaplasty reduksi dari 1937-1988, hanya empat kasus yang tidak
menunjukkan hipertrofi rekuren, yang lainnya( sepuluh kasus) membutuhkan
eksisi ulang lebih lanjut antara 6 bulan hingga 4 tahun post operatif. Baker dkk
melaporkan empat kasus ditatalaksana dengan mammaplasty reduksi, kesemuanya
membutuhkan reduksi subsekuensial lebih lanjut karen hipertrofi rekuren dimana
satu dari keempatnya berulang karena kehamilan (gestasional gigantomastia).3
Netscher dkk melaporkan satu kasus yang diterapi dengan mammaplasty
reduksi dan satu tahun setelah operasi pertama, payudara kontralateral membesar
dengan cepat, menyebabkan operasi reduksi pada sisi tersebut. Apabila
pengangkatan jaringan payudara tidak komplit, pasien berisiko mengalami
pembesaran jaringan payudara dari elemen residu tersebut, dapat secara progresif
atau merupakan respon stimulus hormonal seperti kehamilan.3
32
Pasien yang menggunakan implan ada yang dapat menyusui dan ada yang
tidak, contohnya pada pasien yang telah menjalani mastektomi tidak bisa
menyusui sementara pasien yang menjalani prosedur dimana jaringan payudara
dipertahankan bisa menyusui. Produksi ASI mungkin pada pasien tergantung
daerah pemasangan implan. Apabila insisi dibuat di bawah lipatan payudara
melalui ketiak dan implan disisipkan, menyusui menjadi mungkin, namun apabila
insisi dibuat di sekitar puting, kelenjar susu atau saraf bisa rusak dan dapat
mempengaruhi kemampuan wanita untuk menyusui.21
Tabel 2. Komplikasi pada pasien setelah pembedahan2
33
Tabel 3. Kondisi pasien preoperatif dan postoperatif2
DAFTAR PUSTAKA
1. Gunesi,D dkk. Unilateral juvenile (virginal)hypertrophy of the breast. 2008. The Turkish Journal of Pediatrics. 50: 278-281
2. Agbenorku, P. A Long Term Review of Surgically Treated Enlarged Breasts.2013. Modern Plastic Surgery. 3:113-119
3. Prasetyono, T dan Guizot, V. Modification of Wise Pattern Based Design with Free Nipple Areolar Complex Graft in a Case of Juvenile Hypertrophy of the Breasts. 2008. Med J Indonesia. 17:13-9
4. Le EN, Mcgirt and Abuav R. Gigantomastia and autoimmunity:a case report. Lupus (2009); 18: 1015-1018.
5. Miled, AB dkk. Pathologic breast Conditions in Childhood and Adolescence: Spectrum of US Findings. ESR (2011); 1-19.
6. Agbenorku, P., E. Otupiri, dan S. Fugar. Breast Developmental Anomalies in Dormaa Municipality of Ghana: Prevalence and Impact on The Life of the Individual. Hindawi Publishing Corporation, Plastic Surgery International (2013):1-7.
7. Dona, R. Kanker Payudara. 2012. diunduh dari repository.usu.ac.id. tanggal 4 Juni 2014(ONLINE)
8. Gambar Anatomi Payudara. Diunduh dari www. aanandriansaputra.blogspot.com/2011/01/operasi-payudara.html Tanggal 4 juni 2014(ONLINE)
9. Dietrich, J dan Brandt, M.L. Disorders of the Adolescent Breast. 2008. The Female Patient. Vol 34.
10. Wechselberger, G. Dkk. Juvenile Gigantomastia Treated by Reduction Mammoplasty. The American Journal of Surgery 188 (2004) 333–334.
11. Wolfswinkel, E.M., dkk. Hyperplastic Breast Anomalies in the Female Adolescent Breast. Semin Plast Surg 2013;27:49–55.
34
12. Patil, S.B dkk. Massive Assymetrical Virginal Breast Hypertrophy:A Case Report. 2010. East and Central African Journal of Surgery. 15:133-135.
13. Lanzon, A.E., dan S.V. Navarra. Gigantomastia in a Patient with Systemic Lupus Erythemathosus Succesfully treated by Reduction mammoplasty. Lupus 2009 18: 1309.
14. Gozu, A dkk. Juvenile Breast Hypertrophy.2010. The Journal of Breast Health. Vol 6: No 3.
15. Song B.S., dkk. Giant Juvenile Fibroadenoma of the Breast: a Case Report and Brief Literature Review. Ann Pediatr Endocrinol Metab 2014;19:45-48.
16. Yagnik, V. Juvenile Giant Fibroadenoma. 2011. Clinics and Practice. 49: 98-99
17. Arscott, GD, Craig H.R, and Gabay L. Failure of Bromocriptine Therapy to Control Juvenile Mammary Hypertrophy. 2001. British Journal of Plastic Surgery. 54:720-723
18. Van Wingerden J.J. Gigantomastia –defiition and association with hypercalcaemia. Journal of Plastic, Reconstructive & Aesthetic Surgery (2009) 62, 112-156.
19. Shermak, M.A. 2010. Congenital and Developmental Abnormalities of the Breast in Management of Breast Diseases. Editor I. Jatoi; M. Kaufmann. Springer-Verlag Berlin Heidelberg.
20. Oladele, A.O., Olbanji J.K, Alabi G.H. Reduction mammoplasty: The Experience in Ile-Ife, Nigeria. Nigerian Journal of Medicine, Vol.16, No.3, July-September 2007:261-267.
21. Agbenorku P. Dan Agbenorku M. A Sixteen Years Follow up on a Juvenile Macromastic Patient. Journal of Medicine and Medical Sciences Vol. 4(10) pp. 382-386, October 2013.
22. British Journal of Plastic Surgery (2001), 5423. _9 2001 The British Association of Plastic Surgeons24. doi: 10.1054/bjps.2001.3691
25.Failure of bromocriptine therapy to control juvenile mammary hypertrophy
26. G. D. L. Arscott, H. R. Craig and L. Gabay
35