Upload
dian-riani
View
59
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
sdfghjukdfghjuki
Citation preview
LAPORAN KASUS
ABSES PERITONSILER
Pembimbing:
dr. Kote Noordhianta, Sp. THT-KL, M.Kes
Penyusun :
Frenytha Anggreini 2009730020
Departemen Telinga, Hidung, Tenggorokan - Kepala Leher
Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta
Rumah Sakit Syamsudin, S.H, Sukabumi
2013
PRESENTASI KASUSI. Identitas Pasien
Nama : Tn. RUsia : 23 tahunAlamat : Kp. Cibadak RT 010/007, SukabumiAgama : IslamSuku : SundaPekerjaan : GuruTanggal masuk : 19 Juli 2013Tanggal dikonsul ke THT : 20 Juli 2013
II. Anamnesaa. Keluhan utama
Nyeri menelan sejak 4 hari SMRS.
b. Keluhan tambahanDemam (+) sejak 10 hari SMRS dan terasa adanya bengkak pada rahang
sebelah kanan serta nyeri pada telinga kanan.
c. Riwayat penyakit sekarangSejak ± 4 hari sebelum masuk rumah sakit pasien merasa nyeri dan
kesulitan saat menelan, nyeri dirasakan terus menerus disertai dengan timbulnya demam yang naik turun sejak 10 hari yang lalu. Pasien mengaku nyeri menelan ini disertai dengan nyeri pada rahang kanan bawah, nyeri terutama saat pasien berbicara dan mengunyah. Nyeri ini dirasakan menjalar sampai ke telinga kanan. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk. Ia juga merasa sulit untuk membuka mulut. Pasien menyangkal terdapatnya liur yang berlebih atau cairan yang keluar dari mulutnya. Pasien juga merasakan bengkak sejak 3 hari yang lalu yang terdapat pada rahang sebelah kanan, namun sudah jauh berkurang sejak masuk rumah sakit. Pasien merasa terdapat rasa mengganjal pada mulutnya dan asupan makanan juga menurun akibat nyeri dan sulit menelan ini, hingga pasien hanya dapat makan bubur selama 3 hari terakhir. Pasien menyangkal riwayat batuk dan pilek selama beberapa hari terakhir. Pasien menyangkal adanya penurunan berat badan. Keluarga pasien juga menyatakan adanya suara mengorok saat tidur. Pasien menyangkal keluhan sakit kepala maupun sakit gigi.
d. Riwayat penyakit dahuluRiwayat alergi dan asma disangkalRiwayat batuk lama disangkalRiwayat diabetes mellitus disangkal
e. Riwayat penyakit dalam keluargaRiwayat alergi dan asma disangkalRiwayat batuk lama disangkalRiwayat diabetes mellitus disangkalRiwayat tumor dan keganasan disangkal.
III. Pemeriksaan Fisika. Status generalisata
Keadaan umum : tampak sakit ringanKesadaran : compos mentisTekanan darah : 100/70 mmHgNadi : 80 kali/menitPernapasan : 16 kali/menit, tidak tampak retraksi cuping hidung maupun penggunaan otot-otot napas tambahanSuhu : 35,2 oC
Kepala dan leher Kepala : normocephali, deformitas (-)Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat/bulat, isokorHidung: septum nasi di tengah, sekret-/-, mukosa basah
Thorax Paru : Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris baik statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus taktil teraba simetris, pergerakan dada simetrisPerkusi : Sonor pada kedua lapang paruAuskultasi: Bunyi nafas vesikular +/+, wheezing -/-, rhonki -/-
Jantung: Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihatPalpasi : Ictus cordis teraba pada linea midclavicularis kiri ICS IVPerkusi : Batas-batas jantung dalam batas normalAuskultasi: Bunyi jantung reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak cembung, lesi (-), sikatriks (-), pelebaran vena (-)Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), massa(-)
Extremitas: Akral hangat, Capillary refill time <3 detik
b. Pemeriksaan Fisik THTAurikula dextra sinistra
Dextra : Lesi (-), massa (-), deformitas (-)Sinistra : Lesi (-), massa (-), deformitas (-)
Kanalis akustikus eksternusDextra : Hiperemis (-), laserasi (-), sekret (-), serumen (+), massa (-),
edema (-)Sinistra : Hiperemis (-), laserasi (-), sekret (-), serumen (+), massa (-),
edema (-)Membran timpani
Dextra : Intak, reflex cahaya (↓)Sinistra : Intak, refleks cahaya (↓)
Cavum nasiDextra : Hiperemis(-), edema(-), sekret(-), krusta(-), hipertrofi konka(-),
deviasi septum (-)Sinistra : Hiperemis(-), edema(-), sekret(-), krusta(-), hipertrofi konka(-),
deviasi septum (-)Nasopharynx Oropharynx
Arkus faring : Hiperemis (+/-), edema (+/-), fluktuasi (-)Tonsil : Hiperemis (+/-), edema (+/-), pembesaran tonsil sulit
dinilai, kripta melebar (-/-), detritus(-/-), pus (-/-) Uvula : Hiperemis (+), edema (+), deviasi uvula ke kiriFaring posterior: sulit dinilai karena tertutup pembesaran tonsil
Maksillofasial : Simetris, nyeri tekan (+) ad regio submandibula dextraKelenjar getah bening : tidak teraba pembesaran
IV. Diagnosis Banding- Suspek abses peritonsillar- Suspek peritonsilar cellulitis- Suspek abses retropharingeal
V. Pemeriksaan Penunjang
15 Juli 2013 Hemoglobin : 13,4 gr/dL Leukosit : 17.700/uL Hematokrit : 40,9 % Trombosit : 457.000/uL
VI. Diagnosis Kerja- Abses peritonsillar
VII. Penatalaksanaan- Diit lunak-cair- Rencana insisi abses 18 Juli 2013- IVFD RL 12 tpm- Ibuprofen 3 x 2 cth- Cefotaxime 2 x 1 gram- Metronidazole 500 mg setiap 6 jam IV
Abses Peritonsillar
DefinisiAbses peritonsillar (Quinsy) merupakan terbentuknya suatu abses pada ruang
potensial leher yang merupakan komplikasi dari infeksi tonsillitis akut sebelumnya. Quinsy juga diikuti dengan terbentuknya pus di luar kapsul tonsil, yaitu pada ruang potensial ‘fossa supratonsil’ sehingga memberikan gambaran edema dari palatum molle.
AnatomiTonsil merupakan massa yang terdiri dari jaringan limfoid yang ditunjang oleh
jaringan ikat dan kripta di dalamnya. Terdapat 4 tonsil pada rongga mulut yaitu tonsilla faringeal (adenoid), tonsilla palatina, dan tonsilla lingual, dan tonsilla tuba. Keempat tonsil ini ditambah dengan kelenjar limfonodus di sekitarnya membentuk sebuah cincin Waldeyer yang berfungsi sebagai lini pertama sistem pertahanan tubuh.
Pada bagian atas tonsil terdapat celah supratonsil yang merupakan sisa kantong faring kedua. Bagian bawah tonsil melekat pada dasar lidah, permukaan medial memiliki bentuk yang bermacam-macam dan terdapat kriptus di dalamnya. Sedangkan permukaan lateral merekat pada fossa faringeal atau yang biasa disebut dengan kapsul tonsil. Kapsul tonsil tidak merekat erat dengan otot faring sehingga mudah diseksi pada tonsilektomi. Namun pada peradangan tonsil, dapat terjadi perlekatan kapsul tonsil dengan dinding faring sehingga menyebabkan kapsul tonsil sulit untuk diseksi.
1. Tonsilla faringeal2. Tonsilla tuba3. Tonsilla tuba4. Tonsilla lingual
Fossa supratonsillar Cincin Waldeyer
PatofisiologiAbses pada peritonsil dahulu diperkirakan oleh karena tonsillitis eksudatif yang
berkembang menjadi selulitis kemudian terbentuklah sebuah abses. Sebuah penelitian terbaru mengimplikasikan bahwa kelenjar Weber berperan dalam patofisilogi pembentukan abses.
Kelenjar Weber merupakan kelenjar eksokrin yang terletak superior dari tonsilla palatina pada palatum molle dan terhubung dengan tonsil melalui sebuah duktus. Fungsi dari kelenjar ini adalah untuk memproduksi enzim yang mencerna sisa-sisa makanan dan debris yang terperangkap di dalam kripta dari tonsil. Inflamasi dari pada kelenjar Weber dapat menyebabkan selulitis lokal, dan semakin lama duktus akan semakin terobstruksi akibat proses inflamasi di sekitarnya. Proses ini dapat menyebabkan nekrosis jaringan, produksi pus, dan bermanifestasi sebagai abses peritonsilar.Terdapat dua stadium pada abses peritonsillar, yaitu :
a. Stadium InfiltrasiPada stadium infiltrasi akan terdapat infiltrasi dari sel-sel radang sehingga menyebabkan gejala-gejala inflamasi seperti color, rubor, dolor, tumor dan fungsio lesa lokal pada permukaan mukosa palatum molle.
b. Stadium Lanjut (abses)Pada stadium lanjut daerah yang terinflamasi akan menjadi lunak dan kekuningan akibat adanya pembentukan pus. Pada saat ini tonsil mengalami edema, mungkin terdapat banyak detritus dan terdorong ke arah superior dan medial, uvula menjadi bengkak (white grape appearance) dan terdorong ke arah kontralateral (deviasi uvula).
Faktor Resiko - Infeksi pada gigi dan rongga mulut- Tonsillitis akut (eksudatif)- Merokok
Manifestasi KlinisPasien dengan abses peritonsilar dapat terlihat sakit berat, dengan demam, malaise
dan nyeri pada tenggorokan terutama pada sisi tonsil yang terlibat. Pasien juga menjadi sulit untuk makan akibat terdapatnya obstruksi pada rongga mulutnya. Terkadang presentasi penyakit ini dapat disertai dengan suara yang sengau (rinolalia) akibat parese dari arcus faring. Trismus dapat termanifestasi apabila infeksi sudah menyebar mengenai muskulus pterigoid interna, menyebabkan pasien tidak dapat membuka mulutnya untuk
pemeriksaan. Pembesaran kelenjar getah bening submandibularis terkadang dapat termanifestas juga dalam kasus ini.
Gejala Manifestasi KlinisDemam Palatum molle eritem, edem dengan uvula
terdorong kontralateral. Uvula dapat edem, dan terdapat pembesaran tonsil ipsilateral
Malaise TrismusOdonifagia (lebih nyeri pada sisi yang terinfeksi)
Drooling
Disfagia (hipersalivasi) Hot potato voice / muffled voiceOtalgia ipsilateral Foetor ex ore (nafas berbau)Regurgitasi Limfadenitis cervical
DiagnosisDiagnosis dapat berdasarkan anamnesa mengenai riwayat tonsillitis atau penyakit
gigi sebelumnya dan pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya pembengkakan dan hiperemis dari palatum molle disertai nyeri, deviasi uvula, dan fluktuasi daerah peritonsillar. Pada abses harus ditemukan adanya pembentukan pus di dalamnya, hal ini dapat ditegakan dengan aspirasi (needle aspiration). Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat digunakan adalah USG (Ultrasonography) untuk melihat ada tidaknya cairan dalam massa tersebut.
Diagnosis Bandinga. Peritonsillar cellulitisb. Infectious mononucleosisc. Lymphomad. Retromolar and retropharyngeal abscess
KomplikasiKomplikasi dapat berupa abses yang pecah spontan menyebabkan aspirasi ke paru,
perdarahan akibat erosi dinding abses dan penyebaran infeksi yang dapat menimbulkan sepsis nekrosis ke dalam arteri karotis. Ketiga hal ini dapat berujung pada kematian. Infeksi juga dapat menyebar secara perkontinuatum ke dalam rongga mediastium dan parafaring menyebabkan mediatinitis dan abses parafaring. Infeksi dengan kuman Streptococcus group A dapat menyebabkan sequele poststreptococcal seperti glomerulonephritis dan rheumatic fever).
Tatalaksana
Tabel di atas menunjukan bakteri yang terlibat dalam pembentukan abses peritonsillar. Terapi medikamentosa abses pertonsiller bersifat empiris, ditujukan kepada bakteri streptococcus grup A dan bakteri anaerob, obat anti peradangan seperti kortikosteroid dan pengobatan simtomatik.
Terapi :- Stadium infiltratif : amoxicillin clavulanate 875 mg + dexamethasone 2-3 mg/kgBB
Amoxicillin clavulanate 875 mg ( diberikan 2 kali per hari)Penicillin VK 500 mg (4 kali sehari) + metronidazole 500mg (4 kali sehari)Clindamycin 600mg (2 kali sehari) / 300mg (4 kali sehari)Antibiotik ini diberikan selama 10 hari
- Stadium abses : insisi drainase yang dilakukan dengan pasien duduk tegak. Pasien diminta untuk memuntahkan darah dan drainase keluar dari mulut.
- Pada pasien dengan riwayat tonsillitis akut harus dilakukan tonsillektomi setelah infeksi tenang yaitu 2-3 minggu.
Daftar Pustaka
1. Water TRVD, Staecker H. Otolaryngology : Basic Science and Clinical Review. New
York : Thieme Medical Publishers, Inc; 2006
2. Gosselin BJ, et al. Peritonsillar Abscess. Medscape. 2012. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/84829-workup#a0722